eningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia: tudi Kasus Industri Pariwisata (Persepsi Wisatawan)
Buku 2
Penyunting: Zarmawis Ismail
$ Pusat Penelitian Ekonomi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, 2005
Buku 2
PENINGKATAN DAYA SAING EKONOMI
INDONESIA: Studi Kasus Industri
Pariwisata (Persepsi Wisatawan)
Penyunting: Zarmawis Ismail
PUSAT PENELITIAN EKONOMI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
JAKARTA, 2005
Buku 2: 'Veningkatan Daya Saing Ekonomilndonesia: Studi Kasus Industri Hanwisata (rersepsi Wisatawan)".
Buku ini memuat perkembangan dan daya saing industri pariwisata di daerah
dihhat dari aspek-aspek obyek dan daya tarik wisata, pemasaran dan promosi. aksesibihtas/sarana-prasarana, cinderamata, dan kondisi lingkungan. Berbagai temuan dalam Buku Laporan penelitian ini telah diuji melalui berbagai tahapan proses penelitian yang panjang dan sangat ketat dalam bentuk d.skusi. seminar, dan penilaian dari Tim Quality Assurance P2E-LIPI mulai pembuatan disain riset sampai dengan menjadi laporan akhir. Dengan demikian Buku Laporan ini secara akademik dapat dipertanggungjawabkan.
Penelitian ini dapat diselesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. baik
instansi pemerintah maupun swasta beserta pihak lainnya. Berkenaan dengan ini kami mengucapkan terima kasih. Kami juga sangat menghargai kerja keras para anggota t,m peneliti dan staf administrasi P2E-LIPI, sehingga berhasil menyajikan Buku laporan ini dengan baik.
Harapan kami semoga Buku Laporan penelitian ini mampu memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan atau kepentingan praktis lainnya. Jakarta,
Desember 2005
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi-LIPl
Drs. Mahmud Thoha, MA. APU NIP.320004711
ABSTRAK
Buku Laporan Penelitian berjudul "Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia: Studi Kasus Industri Pariwisata (Persepsi Wisatawan) ini. secara umum
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang persepsi wisatawan terhadap layanan (service) di suatu daerah tujuan wisata yang dapat digunakan sebagai
bahan masukan peningkatan daya saing industri pariwisata daerah. Secara khusus penelitian bertujuan untuk (1) mengkaji perkembangan variabel daya saing pariwisata yang meliputi obyek dan daya tarik wisata. pemasaran dan promosi, transportasi.
telekomunikasi
dan
informasi,
akomodasi
dan
restoran.
serta
cenderamata dan kondisi lingkungan; (2) mengkaji masalah pengembangan
variabel daya saing pariwisata: (3) mengkaji kebiajakan dan strategi peningkatan daya saing variabel industri pariwisata; dan (4) menghasilkan suatu rekomendasi mengenai upaya pengembangan variabel industri pariwisata sehingga dapat
bersaing
baik
pada
tingkat/antardaerah,
nasional,
maupun
pada
tingkat
internasional.
Dari temuan lapangan (wawancara dengan narasumber, respon wisatawan sebagai responden, dan pengamatan langsung di lapangan)
terhadap berbagai
variabel daya saing industri pariwisata. yakni obyek dan daya tarik wisata.
pemasaran dan promosi, transportasi, telekomunikasi dan informasi, akomodasi dan restoran, serta cenderamata dan kondisi lingkungan, dengan menggunakan
analisis trend dan rating scale,
menunjukkan bahwa terdapat keberagaman
respon wisatawan antara satu daerah dengan daerah penelitian lainnya. Misalnya respon terhadap obyek dan daya tarik wisata memberikan skor berkisar antara 2,02,91; aspek pemasaran 2,32-2,82; dan aspek transportasi, telekomunikasi, dan informasi berkisar 2,54-3,03. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum daya saing untuk semua aspek (variabel) di keenam daerah berada pada posisi kurang dan sedang.Tetapi bila dilihat per aspek (variabel) di keenam daerah, misalnya mengenai jenis obyek wisata baik menurut wisnus maupun wisman, yang memiiiki daya saing tinggi adalah Jawa Tengah karena di daerah ini terdapat beragam jenis obyek wisata dengan skor masing-masing 3,15 dan 3.85. Kemudian diikuii oleh
in
DAFTAR ISI
Halaman
KATAPENGANTAR
ABSTRAK
j
.'.'.".
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL BAB I
ZZZZZZZ...
PENDAHULUAN
jj in
iv
!
Oleh: Zarnmwis Ismail
BAB II
1.1 Latar Belakang
•
1.2 1.3 1.4 1.5
2 2 3 4
Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan Lingkup Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisis Data Sistematika Penulisan
PERKEMBANGAN DAN DAYA SAING OBYEK WISATA DAN KONDISI LINGKUNGAN
5
Olch F.mlang Tjilrorcsmi
2.1 Pendahuluan
5
2.2 Perkembangan Obyek Wisata
7
2.3 Persepsi Wisatawan Terhadap Tingkat Daya Saing Obyek Wisata Dan Kondisi Lingkungan
17
2.4 Permasalahan Dalam Peningkatan Daya Saing Obyek Wisata Dan Kondisi Lingkungan
2.5 Kebijakan Dan Strategi Pengembangan Obyek Wisata dan KondisiLingkungan 2.6 Penutup DAFTAR PUSTAKA
24
27 30 32
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1
Jumlah Obyek Wisata dan Wisatawan yang Berkunjung Menurut Jenis Obyek Wisata Di Jawa Tengah, Tahun 2000 dan 2003
Tabel 2.2
8
Jumlah Obyek Wisata Dan Wisatawan yang Berkunjung Menurut Jenis Obyek Wisata, Di Sumatera Barat, Tahun 2000 dan 2003
Tabel 2.3
10
Perkembangan Jumlah Obyek Wisata Menurut Jenisnya Di Sulawesi Utara, Tahun 1999-2004
Tabel 2.4 Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10
Tabel 3.1
Jumlah Obyek Wisata Menurut Jenisnya Di Jawa Timur, Tahun 2002 dan 2003
16
Distribusi Persentase Responden Menurut Jenis Obyek, Daya Tarik. Dan Aksesibilitas Ke Obyek Wisata di Sulut, Sumut, Sumbar, Jatim, Jateng, Dan Kepri
19
Distribusi Persentase Responden Menurut Keamanan Keamanan, Kebersihan, Lingkungan Dan Keramahan Penduduk Di Sulut, Sumut. Padang. Jatim, Jateng, Dan Kepri
21
Distribusi Persentase Responden Menurut Kenyamanan Lingkungan Di Sulut, Sumut, Padang. Jatim. Jateng, dan Kepri. Tahun 2005
23
Permasalahan Daya Saing Obyek Wisata dan Kondisi Lingkungan
24
Kebijakan Pembangunan Pariwisata dari Aspek Obyek Wisata Dan Kondisi Lingkungan
27
Strategi Peningkatan Daya Saing Obyek Wisata Dan Kondisi Lingkungan Di Enam Provinsi
29
Kebijakan Pengembangan Daya Saing Pemasaran Di Empat Daerah Tahun 2005
Tabel 3.2
50
Kebijakan Pengembangan Daya Saing Transportasi Dan Telekomunikasi Di Empat Daerah Tahun 2005
Tabel 3.3
14
51
Strategi Peningkatan Daya Saing Pemasaran Di Empat Daerah Tahun 2005
52
VII
Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel4.11a
Permasalahan yang terjadi pada variabel cenderamata .... Strategi Peningkatan Daya Saing Akomodasi, Restoran dan Cenderamata Berdasarkan Tingkatan Daya Saing Masing-masing Variabel
86
Peluang Daerah menurut Penilaian Wisnus Di enam Daerah
Tabel 4.11c
87
Ancaman Menurut Segmen Pasar Wisnus Di Enam Daerah
Tabel 4.12a
87
Peluang Daerah menurut Penilaian Wisnus Di Enam Daerah
Tabel 4.12b
88
Ancaman Menurut Segmen Pasar Wisman Di Enam Daerah
Tabel 4.12c
85
Kekuatan daerah Menurut Segmen Pasar Wisnus Di enam Daerah
Tabel 4.11b
84
89
Peluang Daerah menurut Penilaian Wisnus Di Enam Daerah
89
IX
I!Pays 'SainsOondhii Irkkviosia: SluJi Kisus.IndustriPdriwisatt Qtrsefsi WvuLtw.inj.
1.2
Tujuan dan Hasil Yang Diharapkan
1.2.1 Tujuan penelitian dan Hasil yang Diharapkan Secara umum penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai daya saing industri masing-masing aspek yang hasilnya dapat digunakan sebagai
bahan pengembangan dan peningkatan daya saing industri pariwisata di masingmasing
daerah
penelitian.
Secara
khusus
penelitian
bertujuan
untuk.
(1)
menganalisis perkembangan dan daya saing obyek. daya tarik dan kondisi lingkungan wisata; (2) menganalisis perkembangan dan daya saing akomodasi dan cenderamata: (3) menganalisis perkembangan dan daya saing pemasaran, dan transportasi, telekominikasi; dan (4) menghasilkan suatu rekomendasi strategi peningkatan daya saing aspek-aspek tersebut dalam upaya pengembangan industri pariwisata di masing-masing daerah.
1.2.2 Hasil Yang Diharapkan
Dengan penyelenggaraan penelitian, diharapkan dapat menghasilkan Buku Laporan yang memuat (1) deskripsi perkembangan dan daya saing obyek, daya tarik dan kondisi lingkungan pariwisata, (2) deskripsi perkembangan dan daya saing pemasaran, transportasi, dan informasi pariwisata. (3) deskripsi perkem bangan
dan
daya
saing
akomodasi dan cenderamata
pariwisata,
dan
(4)
rekomendasi mengenai strategi peningkatan daya saing pariwisata di masingmasing daerah.
1.3
Lingkup Penelitian Secara
substansial
difokuskan
pada
penilaian
atau
tingkat
persepsi
wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) sebagai responden terhadap aspek-aspek yang menjadi daya saing industri pariwisata di suatu daerah /provinsi. Aspek-aspek tersebut adalah obyek, daya tarik wisata, dan
kondisi lingkungan. pemasaran, transportasi, dan telekomunikasi. serta akomodasi dan cenderamata, yang mencakup 26 variabel pariwisata. Pemilihan responden individu setiap daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling. Dari temuan lapangan jumlah responden yang diperoleh di setiap daerah beragam yaitu
untuk responden wisnus berkisar dari 50-79 responden dan wisman dari 23-50
Perumusan kebijakan dan strategi peningkatan daya saing industri pariwisata ke depan juga didasarkan pada kebijakan dan strategi nasional dan daerah yang sudah ditetapkan paling tidak sampai 2005.
1.5
Sistematika Penulisan
Buku Laporan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Indonesia: Studi Kasus
Industri (Persepsi Wisatawan) terdiri dari 5 (lima) bagian. Bagian pertama Pendahuluan memuat latar belakang, tujuan dan hasil yang diharapkan. lingkup penelitian, teknik pengolahan dan analisis data, serta sistematika penulisan. Bagian kedua, ketiga, dan keempat memuat uraian dan analisis perkembangan dan daya saing aspek-aspek pariwisata, kebijakan pengembangan, dan strategi peningkatan daya saing pariwisata. Mengenai rekomendasi strategi peningkatan daya saing masing-masing aspek-aspek pariwisata dalam upaya pengembangan industri pariwisata ke depan pada masing-masing daerah dikemukakan pada bagian terakhirdari Buku Laporan.
Oxim^JaJooai^Sa^Xasia'lndust
yang telah dilengkapi dengan fasilitas yang memenuhi standar persyaratan kelengkapan wisata.
Industri pariwisata di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang pesat. Kenyataan ini ditunjukkan oleh semua pemerintah daerah yang berusaha mengembangkan potensi pariwisata daerahnya masing-masing sesuai tuntutan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Keberhasilan dalam mengembang kan kepariwisataan sangat ditentukan oleh kemampuan suatu daerah dalam
memanfaatkan dan mengelola potensi kepariwisataan (kekayaan alam. budaya. dan sumber daya manusia) yang ada di daerah tersebut.
Dengan adanya kegiatan kepariwisataan di suatu daerah, masyarakat dapat memetik beberapa keuntungan. di antaranya adalah sebagai sumber penghasilan. menambah lapangan kerja, menumbuhkan hasil kerajinan tangan, menumbuhkan
kesenian dan kebudayaan daerah, dan memelihara serta menjaga kebersihan. Untuk itu partisipasi masyarakat guna mensukseskan kegiatan pariwisata sangat diperlukan. Masyarakat hendaknya dapat menjadi tuan rumah yang baik dan ramah. serta ikut berpartisipasi dalam memberikan informasi tentang pentingnya menjunjung tinggi adat istiadat setempat, pantangan atau larangan yang harus dipatuhi oleh wisatawan di suatu obyek wisata. Memelihara kebersihan, menjaga keamanan. dan ketertiban lingkungan merupakan hal lain yang harus dilakukan masyarakat di lingkungan obyek maupun di luar obyek pariwisata. Oleh karena itu.
perkembangan dan upaya pengembangan pariwisata tidak terlepas dan dukungan masyarakat. Kesiapan masyarakat untuk menerima dan berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata, pada beberapa tahun belakangan ini terlihat cukup positif. Penolakan terhadap pariwisata tidak lagi terdengar, dan harapan untuk perbaikan tingkat kesejahteraan melalui sektor pariwisata semakin besar di kalangan masyarakat.
Tulisan ini mengkaji bagaimana perkembangan dan kondisi obyek wisata serta tingkat daya saingnya. Selam itu apa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangannya serta bagaimana strategi untuk meningkatkan daya saing
pariwisata. Di samping obyek wisata. kondisi lingkungan dan daya saingnya juga menjadi fokus kajian dalam tulisan ini. Seperti telah diungkap di depan (bagian I), penelitian dilakukan di enam lokasi yaitu Provmsi Sulawesi Utara (Sulut). Sumatra
ten&ajk^izOoBonu.laioiie^StudiKamJn^^
yang dapat menampung 1000 tenda. Di sini juga terdapat teater alam dengan pembibitan tanaman produksi. seperti Cemara. Pinus, dan sebagainya; kedua. Curug Gede. obyek ini terletak di Desa Wisata Ketenger, kurang lebih 2 km dari
Lokawisata Baturaden. Selain itu terdapat air telaga sunyi yang menyuguhkan keindahan alam dan bebatuan serta pancuran pitu. Pengunjung di kawasan ini umumnya adalah wisatawan domestik. Untuk wilayah Semarang-Demak-Kudus. dijumpai banyak peninggalan sejarah baik dari kerajaan Islam pertama di Jawa maupun wali-wali penyebar agama Islam, seperti Masjid Menara Kudus,
merupakan salah satu fakta kebesaran siar Islam pada masa Wali Songo sejak tahun 1956 Hijriah atau 1537 Masehi. Dari'peninggalan Sunan Kudus yang masih tersisa adalah Menara Kudus dan Pintu Gapura. serta Masjid Agung Demak. Di Semarang sendiri banyak obyek wisata yang dapat dikunjungi baik oleh wisman maupun wisnus, seperti museum, pekuburan Belanda. wisata alam. dan agroindustri. Dalam semangat otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Semarang, Jawa Tengah, kini sedang giat meningkatkan pengelolaan obyek-obyek wisata daerahnya secara profesional. Sasarannya tidak saja terhadap obyek wisata yang sudah ada tapi juga membuka kemungkinan obyek wisata baru. Seperti diketanui. obyek-obyek wisata yang sudah beroperasi di daerah ini. antara
lain adalah Candi Gedong Songo. Rawa Pening. Bukit Cinta. Monumen Palagan Ambarawa. Museum Kereta Api dan naik Kereta Api Bergerigi. Air Terjun Semiring. Bandungan. Kopeng, dan Taman Wisata Lopahit. Berikut ini perkembangan jumlah obyek dan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata tersebut untuk tahun 2000 dan 2003.
Tabel 2.1
Jumlah Obyek Wisata dan Wisatawan Yang Berkunjung Menurut Jenis Obyek Wisata di Jawa Tengah. Tahun 2000 dan 2003 Tahun 2000 No
Jenis Obyek
Jumlah obyek frVisman
Tahun 2003 .'. sous
lumlahObyek
Budaya
556
Alam
883
33455
.•••i;-;~-i::-.
rii:.i!;m
775
;ij i »
3 439 955
76
Jumlah
214
70 9-15 14 569 739
235
234 384
7 153 147
Sumber Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah. lahun 2003
•:-ys
Wisman
Wisnus
250 542
7 377 936
35.771
4 264.153 4.070 248 15712.337
? 6 • :•• Sfi
I'.':,
-c^_-—i*-ftw*'i^^ja3iu»is2Eiawtf^^
terakhir ini banyak sekali berkembang lokasi-lokasi wisata bahari di sepanjang pantai Sumatera Barat.
Beberapa pulau kecil yang terletak di kawasan Teluk Bungus dan Perairan
Kola Padang di antaranya Pulau Pisang Ketek, Pulau Pisang Gadang, Pulau Kasiak, Pulau Terlena, Pulau Pasumpahan, dan Pulau Sirandah. Beberapa buah pulau lainnya perlahan-lahan mulai terus dibenahi pengelolaannya menjadi tempat wisata bahari. seperti hainya dengan Pulau Sikuai. di mana telah berdiri hotel
berbintang tiga. demikian juga hainya dengan Pulau Cubadak dan Pulau Cingkuak di kawasan perairan Painan. Kabupaten Pesisir Selatan. Meskipun perkembangan wisata bahari di Ranah Minang mulai cukup pesat. tapi hanya baru sebatas untuk
menikmati keindahan pulau. rekreasi pantai atau wisata mancing dan mandimandi. Masih banyak yang belum mengetahui bahwa nun jauh di dasar lautnya terdapat keindahan lain yang jauh lebih luar biasa.
Selain wisata bahari tersebut, terdapat wisata alam (Taman Nasional Kerinci
Seblat, Merapi Singgalang. Taman Nasional Siberut), dan pegunungan (danau kembar, danau maninjau, danau singkarak) serta wisata sejarah yang terkenal. seperti legenda Malin Kundang dan Siti Nurbaya. Sementara Bukittinggi yang dijuluki 'Paris van Sumatra', memiiiki obyek wisata unggulan seperti Ngarai Sianok. Keindahan alamnya yang diapit oleh tiga gunung "Singgalang. Merapi dan Tandikat" tak tertandingi oleh kola lain di Indonesia. Berikut ini data mengenai jumlah obyek wisata yang terdapat diwilayah Sumatra Barat. Tabel 2.2
Jumlah Obyek Wisata dan Wisatawan yang Berkunjung Menurut Jenis Obyek Wisata. di Sumatra Barat Tahun 2000 dan 2003 No
2000
Jenis Obyek Wisman
Wisnus
Budaya
44.120
179 803
Alam
99.754
218.115
Buatan
22342
372.121
2003 Jumlah Obvek 19 ••
r:
Wisman 11.097
Wisnus 691.740
20 215
599 882
7 974
1 273 110
Sejarah
33.983
662 M I
;-:
52 793
1 51 510
Jumlah
220209
832 088
149
102079
2 715 342
Sumber: Dinas Pariw,sata. Seni Dan Budaya. Sumatra Baral. tahun 2009 Can 2003
!'.'
r=7j*-
l^-^TJ&iAtttaSffiXtya S&nTltonomj£hne^sm~lS^lfcffin.tt
prasarana dasar lain di lokasi wisata. Sementara sisi-sisi lain belum ada fasilitas pariwisata seperti di atas. Selain itu. Taman Imam Bonjol di Desa Lotta. Tomohon
merupakan obyek lain andalan Sulut. Di tempat ini pahlawan Imam Bonjol dimakamkan. dan tempat ini dikeramatkan sebagai tempat berdoa. sehingga tempat ini merupakan tempat wisata ziarah yang banyak dikunjungi wisatawan.
Tidak jauh dari taman Imam Bonjol terdapat air terjun di Desa Kali yang merupakan obyek wisata yang cukup banyak dikunjungi. Dari situ perjalanan
dilanjutkan melewati Desa Kinilow. yang terkenal dengan home industry berupa anyaman bambu. Dari kawasan ini juga akan terlihat Gunung Lokon yang telah beberapa kali meletus sehingga kepundannya terlihat gundul. Di daerah sekitar
gunung ini merupakan daerah yang subur. sehingga memberikan kesempatan masyarakat membuka kios-kios yang menjual aneka bunga dan buah hasil usaha mereka.
Perjalanan wisata lain adalah ke arah Minahasa Selatan, yang membutuhkan waktu 1 hari perjalanan. Dari Manado dengan menyusuri Pantai
Manado yang melewati berbagai kawasan yang indah pemandangannya. akhirnya sampai ke Desa Amurang yang merupakan tempat wisata religi "bukit doa" di
mana umat Kristen datang berziarah dan beribadah. Perkebunan kelapa dengan pabrik-pabrik pengolahan kelapa menjadi tepung untuk ekspor banyak dijumpai di daerah ini. Selain itu, daerah ini juga terkenal dengan oleh-oleh kue kering "bagea amurang" sejenis kue dari tepung sagu. Dari Minahasa Selatan perjalanan diteruskan ke Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow.
Perjalanan ke wilayah Minahasa Utara, dari jauh terlihat Gunung Klabat yang merupakan gunung tertinggi di Sulut. Di sepanjang jalan akan terlihat kebun kelapa dan pala. Di desa sawangan terdapat peninggalan sejarah purbakala yaitu "Waruga" yang merupakan kuburan zaman dulu sebelum agama Kristen masuk di Minahasa. Mereka yang dikubur dalam posisi duduk memegang lutut dimasukkan dalam peti batu yang tutupnya berbentuk atap rumah. Pada tutup tersebut terdapat
ukiran atau pahatan yang berupa lukisan tentang profesi orang yang meninggal tersebut pada masa hidupnya. Sementara di Kota Manado sendiri. selain
Boulevard, objek wisata lain yang menonjol adalah Kelenteng Ban Hin Kiong di
12
,.Fcninskataa_Daya_ Saii^fh^nooalnJoiicsidiStiuSl
; -jw.^
VJsiitwan).
Tabel 2.3
Perkembangan Jumlah Obyek Wisata Menurut Jenisnya Di Sulawesi Utara. Tahun 1999-2004 No.
Jenis Obyek
1999
2000
2001
2002
2003
2004
1.
Alam
32
34
36
35
36
45
2.
Budaya
25
27
31
14
14
43
3.
Minat khusus
11
12
15
5
5
19
4.
Diving centre
21
47
31
21 21 47 Sumbpr Uinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sulawesi Utara. Tahun 2005
Dari Tabel 2.3 terlihat bahwa hampir tidak terjadi pertambahan jumlah obyek wisata yang signifikan dalam kurun waktu 1999-2001, baru setelah itu terjadi peningkatan jumlah obyek wisata untuk penyelaman (diving centre), sementara jumlah obyek wisata budaya mengalami penurunan. Baru pada tahun 2004 keempat jenis obyek wisata mengalami peningkatan jumlah, kecuali diving centre. Berfluktuasinya obyek wisata budaya karena tidak sebandingnya jumlah wisatawan yang menikmati atraksi budaya masyarakat. Pada saat group tari bermunculan. kemudian dibina dan dikelola dengan baik pada saat itu wisatawan khususnya wisman berkurang, sehingga membuat keengganan group tari itu untuk berlatih atau mempertunjukkan tariannya. Demikian juga obyek wisata minat khusus yang hanya mengandalkan wisman.
Sumatra Utara memiiiki pariwisata yang potensial mulai dari keindahan alam. budaya, dan cagar alam tidak kalah dengan daerah pariwisata lainnya di Indonesia
bahkan di dunia. Sumatera Utara dengan berbagai tempat pariwisata yang patut dikunjungi para wisatawan, dan banyak hal yang dapat dinikmati oleh para wisatawan baik wisnus maupun wisman. Selain itu diyakini bahwa Sumatera Utara bias menyamai Bali dan dapat diandalkan ke pentas internasional, karena lokasi
Sumatera Utara berdekatan dengan tiga negara, yakni Singapura. Thailand, dan Malaysia.
Jumlah obyek dan daya tarik wisata di Sumatra Utara adalah 429 obyek yang terdiri dari 125 obyek yang dipasarkan dan 304 obyek masih perlu pembenahan. Obyek wisata yang siap dipasarkan sebanyak 125 tersebut terdiri dari obyek wisata alam. laut. budaya. agro. rekreasi dan Iain-Iain. Sedangkan obyek wisata yang sudah sering dikunjungi wisman hanya lebih kurang 47 obyek 14
telrr;,r^teiinsStePays.S3jn£iMnoaulndod^^
di Dekat Stadion Teladan Medan. Di dalam museum tersebut kita bisa melihat dan mengamati semua hal. mulai dari ekosistem alam. binatang. pakaian adat, dan juga perlengkapan yang sering digunakan saat pelaksanaan upacara adat. Sumber daya alam dan budaya di Jawa Timur cukup beragam yang tersebar
hampir di seluruh kabupaten/kota, namun sumber daya tersebut belum semuanya dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Hal ini disebabkan untuk menjadikan sumber daya alam dan budaya menjadi daya tarik wisata dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Tabel 2.4
Jumlah Obyek Wisata
Menurut Jenisnya di Jawa Timur, Tahun 2002 dan 2003 No.
Jenis Obyek
Tahun 2002
Tahun 2003
1.
Alam
175
179
2.
Budaya
204
204
3.
Minat khusus Jumlah
37
37
416
420
Sumber Di nas Pariwisata. Provinsi Jav ^a Timur.
Sampai dengan tahun 2003 dari 420 obyek wisata tersebut. sebanyak 292 di antaranya sudah dikelola oleh kabupaten/kota maupun swasta. Kondisi obyek wisata Jawa Timur periode tahun 2003 secara kuantitatif belum menunjukkan peningkatan yang berarti. tetapi secara kualitatif sudah ada upaya-upaya peningkatan fasilitas pelayanan yang dilakukan baik oleh pemerintah provinsi mapun kabupaten/kota dan juga kalangan pengusaha serta kelompok masyarakat tertentu khususnya terhadap obyek wisata yang cukup dikenal dan sudah banyak dikunjungi wisatawan, seperti Gunung Bromo, Komplek Trowulan. Komplek Makam Bung Karno, Wali Limo, Tanjung Kodok, Goa Maharani, Pantai Teleng Ria, Gua Akbar. Air Terjun Sedudo. dan Air Terjun Coban Rondo. Obyek wisata yang banyak dikunjungi wisman di Jawa Timur adalah agrowisata Glenmore di Banyuwangi, Agrowisata Kopi Arabika di Bondowoso.
Taman Nasional Baluran di Situbondo. Goa Gong dan Pantai Teleng Ria di Pacitan, Makam Bung Karno dan Candi Panataran di Blitar, Pantai Prigi di Trenggalek, Candi Singosari di Malang, dan Gunung Bromo di Probolinggo. if,
^^^fXasasJmfusln'Pjriwi^^CFttxpsLWisSlSwSnX
(Tabel 2.5). Hal ini sejalan dengan persepsi mereka terhadap daya tarik obyek wisata di kedua provinsi tersebut yang sebagian besar (75% dan 81%) adalah menarik. Demikian pula dengan aksesibilitas ke obyek wisata ternyata sebagian besar (68% dan 81%) menyatakan mudah. Mobilitas perjalanan wisatawan dari tempat asal ke tempat tujuan wisata dan selanjutnya kembali ke tempat asal
semula, kecepatan dan ketepatannya sangat tergantung pada kualitas serta kuantitas prasarana dan sarana transportasi yang tersedia. Untuk
Provinsi
Sulawesi Utara dan Jawa Tengah, kondisi aksesibilitas pariwisata utamanya yang berkaitan dengan kedatangan wisatawan dan penyebarannya ke daerah/tempat
wisata (ODTW) cukup baik dan memadai baik melalui jasa layanan transportasi darat, udara, maupun layanan laut.
Sebaliknya wisman yang berkunjung ke Sumatra Utara dan Kepulauan Riau
sebagian besar (44% dan 56%) menyatakan obyek wisata yang ada di kedua provinsi ini sedikit. Demikian pula daya tarik obyek sebagian besar (40% dan 42%) menyatakan kurang dan sangat kurang menarik. Wisman ternyata lebih menyukai wisata alam, seperti menyelam maupun menjelajah alam serta wisata sejarah yang mempunyai keunikan/ kekhasan tersendiri. Jenis-jenis obyek wisata seperti ini tidak banyak dijumpai di Provinsi Sumatra Utara ataupun Kepulauan Riau. Mengenai akses ke obyek wisata yang paling parah menurut wisatawan adalah di
Sumatra Barat, di mana baik wisnus (68%) maupun wisman (77%) menyatakan sulit dan
sangat sulit.
Hal
ini tengah diupayakan pemda
setempat untuk
membangun infrastruktur jalan untuk memudahkan wisatawan mencapai lokasi tempat wisata.
Dari nilai skor tingkat daya saing jenis obyek wisata di keenam provinsi menunjukkan bahwa jenis obyek wisata di Sulawesi Utara dan Jawa Tengah mempunyai tingkat daya saing yang tinggi dengan skor 3,02 dan 3,09 untuk
Sulawesi Utara, serta 3,15 dan 3,85 untuk Jawa Tengah. Hal ini dimungkinkan mengingat banyaknya jenis obyek wisata andalan di kedua provinsi tersebut.
Sulawesi Utara mempunyai andalan wisata bahari dengan taman laut Bunaken dan Pulau Lembeh yang terkenal dan potensial, sementara di Jawa Tengah banyak obyek sejarah dan budaya andalan yang menjadi tujuan utama wisatawan,
seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Kraton Mangkunegaran, Kraton
18
tEkpmmnhKtaaau&tudrjSs&Ji^^
Sementara untuk Sumatra Utara dan Kepulauan Riau tingkat daya saing daya tarik obyek menurut wisnus adalah kurang dengan skor masing-masing adalah 2,47 dan 2,29, sedangkan menurut wisman tingkat daya saingnya adalah sedang/cukup dengan skor 2,62 dan 2,66. Bagi wisnus daya tarik obyek tidak hanya keunikan atau kekhasannya saja tetapi juga terpelihara dan terawat dengan
baik serta didukung oleh fasilitas dan sarana prasarana yang memadai. Persepsi wisnus tersebut mungkin karena kejenuhan mereka dengan obyek yang ada, oleh karena itu perlu kreativitas dalam kemasan berbagai obyek wisata, sehingga menghasilkan atraksi wisata yang menarik. Dari sisi aksesibilitas ke obyek wisata, ternyata tidak ada yang memiiiki tingkat daya saing yang tinggi, semua provinsi yang aiteliti mempunyai tingkat daya
saing antara kurang sampai dengan cukup. Di Provinsi Sumatara Barat tingkat daya saing aksesibilitas ke obyek menunjukkan skor yang rendah 2,4 dan 2,0. Hal ini mengindikasikan bahwa sarana prasarana menuju obyek masih kurang baik sarana jalan maupun transportasinya. Untuk itu perlu perhatian pemda untuk memperlancar arus wisatawan dari pusat-pusat akomodasi ke lokasi-lokasi wisata
yang dikunjungi, atau dari terminal-terminal ke obyek wisata. Hal ini disebabkan kemudahan menuju tempat wisata merupakan faktor utama dalam pengembangan kawasan wisata. Kemudahan pencapaian ini sangat tergantung dari sistem jaringan jalan dan kendaraan umum yang menuju obyek wisata.
20
iygSunsLkommiilrulonesm:Studi..&su.i.ln^
bersih dan sangat tidak bersih. Ketidakbersihan tersebut tidak hanya di lokasi obyek wisata namun juga dalam perjalanan menuju ke obyek wisata. Di tempat obyek wisata. tempat-tempat sampah
sangat kurang sehingga
pengunjung
seenaknya membuang sampah. demikian pula kebersihan di toilet sangat kurang sekali. Kebersihan yang kurang ini terutama terjadi pada obyek-obyek wisata yang tidak dikelola secara profesional atau dikelola oleh pemda setempat. Mereka
umumnya menyatakan ketiadaan danalah faktor penyebab tidak terpeliharanya kebersihan, sementara dari tiket masuk tidak mencukupi untuk biaya operasional
sehari-hari. Untuk obyek wisata yang dikelola swasta biasanya kebersihan lebih terjamin, mereka menawarkan harga tiket masuk yang cukup besar untuk pengelolaannya.
Dalam hal keramah-tamahan penduduk. bangsa Indonesia tidak diragukan
lagi. Demikian juga persepsi wisatawan tentang keramah-tamahan penduduk sebagian besar menyatakan ramah penduduknya. Namun dari nilai skor tingkat daya saing terhadap keramah-tamahan penduduk menunjukkan bahwa menurut wisnus di Kepulauan Riau tingkat daya saing keramahtamahan penduduk adalah
rendah. Pendapat ini mungkin disebabkan wilayah Batam merupakan wilayah urban yang banyak dikunjungi pendatang dari berbagai daerah untuk berbagai kepentingan di antaranya mencari lapangan pekerjaaan, berdagang, dan usaha lainnya.
Dalam hal kenyamanan lingkungan, hampir di seluruh wilayah yang diteliti memiiiki nilai skor yang rendah sampai dengan cukup. Seperti pendapat wisman di Sumatra Utara. di mana 46% menyatakan kurang nyaman. hal ini menyebabkan skor tingkat daya saing daerah ini rendah (2.44). Kondisi keamanan yang kurang
mendukung yaitu banyaknya premanisme yang mengganggu ketentraman para wisatawanlah penyebabnya. di samping kebersihan lingkungan yang kurang terjamin.
22
'TT^SS^iSnl^SinYOSSSSaTiimSiKi^aili
2.4
tonwi&E-&-jzcpsr WiSSwSiO
Permasalahan dalam Peningkatan Daya Saing Obyek Wisata dan Kondisi Lingkungan
Berbagai kendala dijumpai dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. Kendala dalam pengembangan pariwisata di daerah adalah kurangnya sarana prasarana penunjang wisata, kurangnya dana untuk pemeliharaan dan
pengembangan atraksi wisata. kurangnya rasa aman dan nyaman pengunjung (banyaknya penjambretan, penodongan dan, aksi pengemis) dan kurang menariknya kombinasi atraksi wisata dalam paket wisata yang dipromosikan. Oleh karena itu kerja sama dengan pihak swasta di daerah dalam mengisi atraksi wisata maupun dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan pengunjung sangatlah diperlukan.
Masalah lain adalah tidak cukupnya fasilitas standar wisata internasional (air, listrik, telekomunikasi, tempat istirahat, toilet, parker, dan restoran) di obyek wisata alam (pantai, goa, gunung) dan lainnya serta adanya destinasi internasional yang terbatas. Berikut ini permasalahan daya saing dari aspek obyek wisata dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian.
Tabel 2.8
Permasalahan Daya Saing Obyek Wisata dan Kondisi Lingkungan Di Enam Daerah Provinsi No 1
2.
Permasalahan
Obyek wisata yang ada belum dikelola secara profesional M is n kurangnya me al swasta untuk pengembangan obyek wisata
3.
Masih kurangnya atraksi budaya
4.
Masih rendahnya kualitas produk (obyek. atraksi dan produk
Sulut
Sumut
Sumbar
X
X
X
X
X
X
X
X
'.
X
Jatim
Jateng
Kepn
X
X
X
X
X
X
peodukunar.-a) 5 6. 7.
Belum tertataaya obyek wisata daerah secara te'padu
X
Bahjm lengkapnya data dan mlormasi
X
kepariwisataan
Premamsme (penjambretan dan
X
'
X
X
X
X
X
X
penodongan) yang mengganggu keamanan lingkungan 8
Kebersihan masih kurang
9
Konflik antara masyarakat sekitar
X
ob/ek dan Denrfelola 10.
Kurangnya prasarana wisata (listrik.
X
X
X
air bersih. toilet) Sumbs
Hasi wawancara dengan narasumber
24
oaoim'Indonesia:^(BKi^Jt^a^Panwis^iC^x^^Wis^waiO^
Masalah lain kepariwisataan di Sumbar adalah belum dikembangkannya pusat budaya Minang sehingga orang asing bisa belajar, seperti hainya di Jawa di mana di Solo dan Yogyakarta orang asing bisa belajar tari atau bahasa Jawa di
pusat budaya daerah setempat. Potensi wisata Sumbar terkendala SDM yang dapat menggerakkan obyek wisata. Di samping itu seperti di Mentawai, kapal terbatas, informasi juga kurang, yang lebih tahu justru travel agent dari luar negeri. Atraksi wisata di Sumbar juga masih lemah.
Lain lagi di Sulut, kualitas dari aksesibilitas menuju obyek wisata dan ke tempat penyelaman, menjadi permasalahan utama, seperti kapal-kapal boat umum
yang disediakan sebenarnya untuk fasilitas kepariwisataan bertaraf nasional atau internasional masih kurang memadai, demikian juga pelabuhan tempat kapal-kapal tersebut bersandar, sangat kumuh dan sangat tidak memadai sarana prasarananya.
Bunaken alamnya bagus, tetapi sarana prasarana tidak bagus,
kendaraan/kapal ke sana juga tidak bagus/tidak layak untuk turis asing, WC juga tidak bagus di tempat wisatanya, banyak obyek wisata yang belum dikemas dengan baik.
Obyek lain adalah di Tangkoko yang ada binatang Tarsius yaitu seperti kera/orang utan yang sangat kecil sekali yang merupakan binatang langka yang hanya ada di kawasan Tangkoko saja. Keamanan bagi turis di malam hari di lokasi ini juga masih rawan, karena ada pemuda-pemuda yang suka mengganggu, kondisi ini sudah dilaporkan polisi, tetapi lagi-lagi terbentur dana, karena kalau ditugaskan di sini juga harus ada biaya, padahal pemuda-pemuda penganggu tersebut perlu ditindak tegas.
Dahulu, penerimaan masyarakat Sulut terhadap adanya pariwisata di daerahnya sangat kurang. Respon tersebut ditunjukkan dengan melarang anakanaknya untuk bekerja di tempat-tempat yang berkaitan dengan wisata. Tetapi masyarakat sekarang sudah mulai mengerti dan mereka mendukung dan tidak anti lagi terhadap kedatangan wisman. Permasalahan pariwisata di Sumatra Utara lebih banyak berkaitan dengan
aksesibilitas dan belum dikelola dengan baik obyek wisata yang ada. Seperti Aek Natonang di Desa Tunjungan, aksesibilitas ke danau seluas 105 hektar ini juga
26
^M&a*MJ&gMizJgdoa&&S^
Tabel 2.9 menunjukkan bahwa ternyata masing-masing pemerintah provinsi memiiiki kebijakan sendiri dalam pembangunan pariwisata. khususnya dalam hal pembangunan obyek wisata. Namun demikian untuk Provinsi Sulawesi Utara,
Sumatra Barat dan Jawa Timur memiiiki kesamaan orientasi yaitu pembangunan
pariwisata yang berbasiskan masyarakat. Masyarakat sangatlah penting untuk dilibatkan dalam kegiatan kepariwisataan. karena masyarakatlah yang terkena dampak dari adanya kegiatan pariwisata. Dengan keikutsertaan masyarakat dalam
pembangunan pariwisata, maka diharapkan mereka akan dapat mengantisipasi dampak-dampak yang kemungkinan timbul.
2.4.2 Strategi Pengembangan Obyek Wisata dan Kondisi Lingkungan Berdasarkan permasalahan daya saing obyek wisata dan kondisi lingkungan serta kebijakan yang diambil pemerintah provinsi. maka untuk dapat meningkatkan daya saing obyek dan kondisi lingkungan. strategi yang harus dilakukan adalah
mengembangkan produk wisata berbasis budaya dan alam sebagai obyek sentral dan pintu distribusi bagi wisatawan sert3 meningkatkan citra pariwisata melalui penggalian, pengemasan atraksi wisata di dalam obyek wisata potensial. Selain itu
mendorong masyarakat untuk lebih memahami pentingnya pariwisata bagi kehidupan masyarakat di sekitar lokasi obyek wisata untuk tetap memelihara keamanan, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan di dalam maupun di luar
obyek wisata. Di samping itu juga mengembangkan jaringan keterkaitan regional antar produk sejenis yang mengacu pada konsep pengembangan pariwisata tanpa batas. Strategi lain adalah memperkuat k'erja sama antara pemerintah. dunia usaha, dan masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata. Memperkuat citra wilayah dengan menggali dan memberi peluang investasi di
bidang obyek wisata. Secara terinci strategi yang harus dilakukan pada masingmasing pemerintah provinsi disajikan pada Tabel 2.10.
28
meningkatkan dan mengembangkan sadar w.sata di kalangan masyarakat guna menunjang pengembangan pariwisata. dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang manfaat adanya pariwisata bagi masyarakat sekitar obyek: ketujuh, memantapkan kuantitas ruang pariwisata dengan tetap mempertahankan daya dukung lingkungan, dengan cara mengeluarkan kebijakan di mana pembangunan pariwisata harus tetap memperhatikan keberlanjutan pembangunan dengan memperhatikan kondisi lingkungan: dan ke delapan mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan, penyelamatan, dan pemanfaatan penggalian sejarah. budaya. dan kesenian.
dengan cara mengeluarkan kebijakan yang mendorong peran serta masyarakat dalam penggalian obyek.
2.6.
Penutup
Untuk dapat meningkatkan daya saing industri pariwisata. maka semua pihak termasuk masyarakat harus berbenah diri. Pariwisata di Indonesia seharusnya bisa membuat seorang wisatawan kembali lagi dengan membawa
teman. saudara. dan keluarga. Untuk itu obyek wisata yang dijual juga harus yang bagus dan unik serta sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik di tempat wisata maupun ke tujuan wisata.
Berbagai kendala dijumpai dalam pengembangan pariwisata di suatu
daerah. Kendala dalam pengembangan pariwisata di daerah adalah kurangnya sarana prasarana penunjang wisata. kurangnya dana untuk pemeliharaan dan
pengembangan atraksi wisata, kurangnya rasa aman dan nyaman pengunjung, dan kurang menariknya kombinasi atraksi wisata dalam paket wisata yang dipromosikan. Oleh karena itu kerja sama dengan pihak swasta di daerah dalam mengisi atraksi wisata maupun dalam penyediaan sarana prasarana lain untuk kenyamanan dan keamanan pengunjung sangatlah diperlukan.
Pengembangan SDM untuk menunjang keberhasilan sector pariwisata baik secara kuantitatif maupun kualitatif perlu ditingkatkan di berbagai bidang. terutama penguasaan bahasa asing. pengetahuan dan ketrampilan dalam pengenalan akan
30
fya.' ifr-;r<.n-nirtfH6nnava.toiltfnnnt>fM/ndT^^
Otncpsi WialMwan},
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998,Pengembangan Fasilitas ObyekWisata Serta Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kunjungan Wistawan di Sulut, Lembaga Penelitian Universitas Sam Ratulangi. Asian info. 2003, Tourism in Indonesia. www asianinfo orq/asianinfo/indonesia/pro-tourism htm
Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. 2002. Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. Pusat Data dan Informasi. B.P. Budpar. Jakarta. BPS. Tourism and National Transports www bpsqo.id Budpar.2002, Statistik budpar
Deparpostel. 1994. Buku Petunjuk Wisata Remaja Sumatra Barat. Deparpostel Kanwil II. Prop. Sumbar, Padang. Direktorat Bina Pariwisata Nusantara.
1994,
Indonesia Pariwisata Nusantara.
Jakarta.
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Propinsi Sumatra Barat, 2002, Buku Data StatistikPariwisata Propinsi Sumatra Barat, Tahun 2002 Gustanto. 2002. Sejarah Pengembangan Pembangunan Pariwisata Berbasis Ekotourism Di Era Otoda. Kabupaten Karo. Departemen Nasional. Universitas Sumatra Utara. Fakultas Sastra.
Pendidikan
Hutabarat. 2002, Berebut Dana Publik Untuk Promosi www.sinarharaDan.co.id
Hendri, 2002, Peranan Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata. Pusat Pariwisata UGM. Yogyakarta
Yusuf Sofjan. 1997, Ekonomi Pariwisata. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kompas. 2003, Wisatawan dari Jatim Dinilai Potensial w.vw Kompas co id Kanwil Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi D.I. Yogyakarta. 2003, Statistik Pariwisata D.I. Yogyakarta Tahun 2002. Nyoman. S. Pendit. 1981, Ilmu Pariwisata. Penerbit. Pradnya Paramita. Jakarta.
32
i>3 .&«;.?Oiw^irTaa^^
BAB III
PERKEMBANGAN DAN DAYA SAING PEMASARAN, TRANSPORTASI, DAN TELEKOMUNIKASI Oleh Zarmawis Ismail
3.1
Pendahuluan
Aspek penting lainnya dalam upaya peningkatan daya saing industri
pariwisata adalah
pemasaran, transportasi. telekomunikasi. dan informasi.
Keempat aspek ini saling mendukung dalam mengelola industri pariwisata.
Pemasaran' misalnya, merupakan ujung tombak dari keberhasilan suatu usaha yang menghasilkan produk
(barang dan jasa). Karena itu bagaimanapun bagusnya kualitas barang dan jasa yang dihasilkan serta didukung oleh SDM yang terampil, kalau tidak ada upaya pemasaran dengan dukungan transportasi, telekomunikasi, dan informasi. maka barang dan jasa tersebut tidak ada artinya.
Dari batasan di bawah, diketahui bahwa transportasi adalah salah satu fungsi dari pemasaran Telekomunikasi adalah sarana (alat) untuk mempercepat penyampaian informasi, di mana akibat kemajuan teknologi menyebabkan sarana ini makin berkembang pula Sementara informasi adalah bahan atau pesan tentang barang
dan jasa yang akan dipasarkan kepada calon pembeli (konsumen). Dari batasan/pengertian tersebut. tampak bahwa pemasaran, transportasi, telekomunikasi,
dan
informasi
merupakan
empat aspek
yang
tidak
dapat
dipisahkan tetapi sebaliknya harus disatukan dan saling mendukung untuk
mencapai tujuan dan sasaran dari suatu usaha. Dalam peningkatan daya saing industri pariwisata, pemasaran merupakan aspek penting dan sangat menentukan keberhasilannya. Karena umumnya yang dipasarkan adalah informasi yang
berkaitan dengan obyek dan daya tarik wisata. Keberhasilan tersebut tentu saja Adalah sualu kegiatanekonomi >ang berlungsi membaua atau mcnyampaikanbarang dan jasa dan produscn ke konsumen Fungsi pemasaran berkaitan dengan pcngolahan standardise mutu. pengangkutan. pergudangan. dan liarga(l.ihat Mubiyano.1974) Lihlt juga Alma Buchan (2004). yang mengatakan balm a pemasaran adalah segala usahayang meliputi pcnyaluran barang dan t.isa dan sektor produksi ke scktor kosumsi
34
Event-event pariwisata yang diikuti tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga ke luar negeri. Di tingkat daerah dan nasional event-event pariwisata yang diikuti, adalah Medan Fair, Jakarta Fair, Pesta Wisata Nusantara, dan Bali Fair, pameran dan promosi pariwisata Sumatera Utara dalam rangka Hari Kemerdekaan Rl di Medan.
Di luar negeri event-event yang diikuti adalah Penang Fair, Malaka Fair, ATF ASEAN, PATA ASEAN, Road Show di Taiwan, Singapura Trade Fair, Outbond Travel Mart 2001, dan MATTA 2001. Sementara kegitan promosi yang dilakukan antara lain memfasilitasi pesta rakyat Danau Toba, memfasilitasi pemilihan putri Sumatera, penyebaran brosur, leaflet, booklet, dan VCD. Selain itu bekerja sama dengan PT Garuda, dilakukan promosi berupa penayangan gambar/informasi pariwisata Sumatera Utara yang berdurasi 10-15 menit dalam penerbangan Garuda. Setelah tahun 2001 sampai dengan saat ini, program pemasaran pariwisata yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Sumatera Utara berkurang atau boleh dikatakan tidak ada, kecuali secara terbatas ikut pameran di Medan Fair yang dilaksanakan sekali setahun. Hal ini selain disebabkan ketiadaan dana, juga sebagian besar fungsi yang selama ini diemban diserahkan kepada Dinas Pariwisata Kabupate/Kota sebagai konsekwensi diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999. Akibat lain dari undangundang ini adalah Dinas Pariwisata Sumatera Utara berganti nama menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara sesuai dengan Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 3 Tahun 2001. Dinas baru ini merupakan hasil penggabungan Dinas Pariwisata Sumatera Utara, eks Kanwil Pariwisata Seni dan Budaya, Bidang Muskala, Jarahnita, kesenian termasuk Taman Budaya dan Museum Negeri eks Kanwil Departemen Pendidikan Nasional Sumatera Utara (Dinas Pariwisata Sumatera Utara, 2001).
Meskipun demikian, secara tidak langsung dampak kegiatan pemasaran
pariwisata di Sumatera utara sampai tahun 2003 dapat dilihat dari perkembangan antara lain jumlah kunjungan wisatawan, jumlah tenaga kerja hotel, rumah makan.
dan jumlah biro perjalanan. Artinya, jika jumlah wisatawan dan tenaga kerja meningkat dalam suatu periode waktu, mengindikasikan bahwa upaya pemasaran pariwisata juga meningkat dengan asumsi faktor-faktor kepariwisataan, seperti sarana transportasi dan kestabilan/keamanan tidak mengalami perubahan yang
36
•epsUUfsiUwihX
Ditambah
lagi
dengan
diberlakukannya
otonomi
daerah.
upaya
pemasaran
semakin berkurang. Hal ini juga terungkap dari harapan Wisman agar promosi wisata dan pelayanan administrasi ditingkatkan. Meskipun demikian, jumlah kunjungan Wisman tetap memperlihatkan kecendrungan bertambah dari tahun ke tahun, misalnya pada tahun 2003 sebanyak 57.283 orang meningkat menjadi 63.011 orang di tahun 2004. Sebagian besar dari Wisman yang berkunjung ke
Sumatera Barat berasal dari Amerika (USA), kemudian menyusul Malaysia dan Australia. Dalam
mendukung upaya pemasaran
pariwisata di Sumatera Barat
paling tidak terdapat 3 (tiga) komponen penting, yaitu pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Komponen pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata, Seni. dan Budaya yang berfungsi sebagai fasilitator;
pengusaha sebagai pelaku
pariwisata yang terdiri dari PHRI, ASITA, dan restoran/rumah makan; serta masyarakat yang bergabung dalam suatu
asosiasi pariwisata,
seperti HPI
(Himpunan Pariwisata Indonesia) berfungsi sebagai kontrol sosial penyelenggaraan pariwisata di suatu daerah tujuan wisata. Data statistik pariwisata Sumatera Barat (2003) menunjukkan bahwa dari jumlah hotel (bintang, melati, dan pondok wisata), restoran/rumah makan, dan biro perjalan yang berjumlah 822 unit usaha
menyerap tenaga kerja sebanyak 9708 orang. di mana sebesar 25,7 % di antaranya memiiiki pendidikan sarjana dan sarjana muda. Jumlah ini dengan dibekali pengetahuan/kterampilan pariwisata, akan merupakan moda utama untuk mempromosikan pariwisata di daerah ini. Namun hal ini belum dilakukan oleh instansi pariwisata daerah ini, buktinya sebanyak 58 Biro Perjalanan Wisata (BPW)
yang tersebar di tiga kota utama, yaitu Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh (Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya, 2003), tetapi kegiatannya selama ini lebih banyak menjual tiket, terutama tiket pesawat terbang. Sementara, BPW yang
menyediakan paket-paket wisata, apalagi ikut melakukan promosi keluar daerah atau ke luar negeri boleh dikatakan tidak ada. Kecuali di tempat BPW tersebut dalam jumlah terbatas terdapat brosur yang memuat informasi tentang potensi pariwisata Sumatera Barat. Meskipun demikian. dengan mengoptimalkan fungsi ketiga komponen yang saling mendukung dan memberi manfaat pada masingmasingnya, jelas akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, terutama wisman ke Sumatera Barat.
38
taja .far>«IkovomiIndonesia: Studi.Kasus Industri.Pjriwi&ila. (lixscpsi Wiolsmmi
Kebudayaan dan Pariwisata. dan (2) survei wisman yang berkunjung ke lokasi obyek wista kebun binatang Surabaya dan kerajinan tas Tanggulangin, Sidoarjo. Selain itu dilakukan pula promosi dan pemberian informasi pariwisata sebagai berikut: (1) pendistribusian bahan promosi secara langsung kepada instansiinstansi dan usaha industri pariwisata melalui keikutsertaan pada event-event pariwisata di dalam dan luar negeri, dan (2) menyelenggarakan pameran/eventevent pariwisata di tingkat regional, nasional, dan internasional. Event-event tersebut. antara lain Pasar Wisata di Jakarta, Festival Nusa Dua di Bali, Brobudur
International Festival di Magelang, JATA Travel Fair di Yogyakarta-Jepang, PATA
Mart Singapura,
Indonesia Solo Exhibition (Sharjah) di Uni Emirat Arab,
International Torismus Borse (ITB) di Berlin, dan Thessaloniki International Trade Fair (TIF) di Yunani (Dinas Pariwisata Jawa Timur, 2003).
Penyelenggaraan pemasaran pariwisata tersebut, selain sudah merupakan program Dinas Pariwisata Jawa Timur. juga seharusnya sebagai dukungan dari PHRI.
ASITA,
restoran/rumah
makan
sebagai
pelaku
usaha
pariwisata,
pramuwisata, serta partisipasi asosiasi masyarakat bidang pariwisata di daerah itu. Dari data Dinas Pariwisata Jawa Timur (2003),
jumlah hotel di daerah ini
sebanyak 731 buah (68 buah hotel bintang dan 663 buah hotel non bintang)
menyerap tenaga kerja 21.605 orang. ASITA sebagai organisasi usaha perjalanan wisata di Jawa Timur terdiri tiga macam usaha, yaitu Biro Perjalanan Wisata (BPW), Cabang Biro Perjalanan Wisata (CBPW), dan Asosiasi Perjalanan Wisata (APW). Perkembangan jumlah ketiga usaha perjalanan wisata selama 5 (lima)
tahun terakhir (1999-2003) cukup
positif, yaitu dari 173 unit usaha pada tahun
1999 menjadi 234 unit usaha di tahun 2003 atau mengalami pertumbuhan sebesar 7,84 % per tahun dengan jumlah tenaga kerja yang terserap pada usaha perjalanan wisata ini sebanyak 318 orang. Demikian pula dengan restoran/rumah makan menyerap tenaga kerja sebanyak 10.142 orang, di samping usaha hiburan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.906 orang, dan pekerja di obyek daerah tujuan
wisata sebanyak 1.847 orang. Pada tahun 2002 jumlah tenaga kerja yang terserap di enam pelaku usaha wisata tersebut sebanyak 33.733. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja di keenam usaha wisata itu pada tahun 2003
sebesar 8.38 %. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang bekerja sebagai
40
"faim^liriirrafcajr&t^
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara peningkatan jumlah wisatawan dengan jumlah restoran/rumah makan di Sulawesi Utara. Karena dalam jangka waktu yang sama
kunjungan wisatawan meningkat sebesar 7,46% per tahun
(Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Utara, 2003). Hal ini terjadi mungkin disebabkan tidak semua wisatawan makan di restoran/rumah makan, tetapi sebaliknya mereka makan di hotel atau memasak sendiri. Usaha selam (diving centers), di Sulawesi Utara relatif berkembang yaitu dari 21 unit usaha pada tahun
1999 meningkat menjadi 79 unit usaha pada tahun 2003, atau dengan peningkatan sebesar 39.27% per tahun. Demikian pula dengan tenaga kerja yang diserap oleh
usaha selam tersebut dari 99 orang pada tahun 1999 menjadi 343 orang pada tahun 2003, atau dengan peningkatan sebesar 36,43% per tahun. Peningkatan usaha selam ini disebabkan selain sudah dikenal di luar negeri sejak lama, seperti Teluk Bunaken di Kota Manado juga daerah-daerah lain, seperti Kabupaten Minahasa
dan
Kabupaten
Bolaang
Mongondow
sejak
tahun
2002
mulai
mengembangkan usaha selam. Demikian pula dengan usaha kesenian mengalami peningkatan yang berarti dari 209 usaha kesenian pada tahun 1999 meningkat menjadi 224 buah usaha pada tahun 2003 atau meningkat sebesar 1,75% per tahun. Dalam periode yang sama jumlah seniman juga meningkat dari 239 seniman pada tahun
1999 menjadi 277 seniman pada tahun 2003 atau
peningkatannya sebesar 3,76% per tahun. Usaha kesenian ini terdapat di seluruh
kabupate/kota Sulawesi Utara, di mana pada tahun 2003 Kabupaten Bolaang Mongondow
memiiiki
usaha
kesenian
terbanyak
yakni
mencapai
52,00%,
kemudian menyusul Kabupaten Minahasa sebesar 22,02%.
Dari uraian di atas, secara signifikan tidak terungkap data perkembangan upaya pemasaran pariwisata di kelima daerah penelitian kecuali untuk jangka
waktu satu tahun seperti di Sumatera Utara dan Jawa Timur. Berbagai kegiatan pemasaran pariwisata dilakukan dalam bentuk promosi, seperti
pendistribusian
leaflet, booklet, dan brosur secara langsung kepada instansi-instansi dan usaha industri pariwisata melalui keikutsertaan pada event-event pariwisata di dalam dan luar
negeri,
serta
menyelenggarakan
atau
mengikuti
pameran/evenr-evenf
pariwisata di tingkat regional, nasional, dan internasional. Meskipun demikian,
secara tidak langsung upaya pengembangan pemasaran dapat dilihat dari
42
penumpapg itu terdiri bukan bukan bus tetapi taksi. jib, sedan, dan sejenis lainnya.Di samping moda angkutan darat tersebut untuk mengunjungi Sumatera
Utara dapat pula menggunakan kapal laut dan kapal terbang. Untuk angkutan kapal terbang misalnya pertumbuhannya sebesar 35,88% untuk penerbangan domestik, dan - 6,48% penerbangan internasional tahun 2001-2003. Menurunnya frekuensi penerbangan ke luar negeri ini atau sebaliknya disebabkan oleh berbagai peristiwa yang terjadi dalam negeri dan luar negeri, seperti bom Bali dan WTC.
Sebaliknya terjadi peningkatan frekuensi penerbangan di dalam negeri adalah akibat banyaknya maskapai penerbangan sehingga harga tiket menjadi murah yang dapat mendorong masyarakat menggunakan pesawat terbang ketimbang kapal laut dan kendaraan bus.
Di Sumatera Barat. hanya tiga moda angkutan untuk mendukung pembangunan pariwisata di daerah ini, yaitu angkutan kendaraan, kapal laut, dan angkutan udara. Moda angkutan kereta api sudah berhenti beroperasi sejak tahun
1970 karena kurang penumpang sehingga hasil yang diperoleh tidak cukup untuk membiayai operasionalnya apalagi untuk membiayai perawatan kereta api. Satu-
satunya kereta api yang beroperasi di Sumatera Barat saat ini adalah kereta api pengangkut semen dari Indarung ke Pelabuhan Teluk Dari tiga moda angkutan yang beroperasi di Sumatera Barat, yang mencolok perkembangannya adalah angkutan kendaraan dan angkutan pesawat udara. Misalnya angkutan kendaraan bus, minibus, dan taksi/sedan berkembang dari 525 unit pada tahun 2000 menjadi 660 unit di tahun 2003 atau meningkat sebesar 8% per tahun, di mana sebagian besar (94.24%) angkutan umum tersebut terdiri dari taksi/sedan. Demikian pula dengan frekuensi penerbangan terjadi peningkatan, dalam negeri sebesar 50.32%
dan luar negeri 19,06%. Hal ini terjadi akibat meningketnya jumlah penumpang pesawat udara dengan pertumbuhan 78.12%, tetapi angkutan darat turun menjadi - 109,49% per tahun selama tahun 2001-2003. Sampai tahun 2003 terdapat sepuluh maskapai penerbangan domestik dan luar negeri di Sumatera Barat, yaitu Garuda Indonesia. Merpati, Mandala, Pelangi Air, Silk Air, Batavia Air, Bali Air, Lion Air, Berjaya Air, dan Jatayu Air (Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Sumatera
Barat. 2004). Kapasitas telekomunikasi di Sumatera Barat mengalami peningkatan setiap tahun. misalnya tahun 1996 sebanyak 25 sentral dengan kapasitas 55.528
44
sebaliknya. Selain itu terdapat pula angkutan sungai. danau, dan pulau (ASDP) dengan dua dermaga pelabuhan, yaitu Ujung Kamal yang menghubungkan Surabaya-Madura, sebanyak 12 kapal dengan frekuensi 36 kali sehari. KetapangGili Manuk yang menghubungkan Jawa - Bali dengan 17 kapal dan frekuensi penyeberangan 68 kali sehari. Di JuWa Timur pada tahun 2003, terdapat 10 maskapai penerbangan, antara lain Garuda Indonesia, Merpati, Mandala dan Lion
Air, serta 9 maskapai penerbangan internasional, antara lain Garuda, Merpati. Malaysia Airlines. Lion Air, dan Cathay Pasific. Frekuensi penerbangan domestik didominasi oleh Mandala, Garuda, Bouraq, Merpati atau 72% dari total frekuensi
penerbangan. Demikian pula dengan moda angkutan laut, begitu banyak (15 nama kapal), seperti Kerinci, Rinjani, Kambuna, dan Lambelu dan beragam daerah tujuannya, antara lain Jakarta, Tarakan, Dumai, Banjarmasin, Makassar, dan Natuna.
Sulawesi Utara misalnya, panjang jalan berkurang dari 1.926 km pada tahun 1999 menjadi 809 km di tahun 2002. Hal ini disebabkan oleh pemisahan sebagian wilayah Bolaang Mongondow ke dalam Provosi Gorontalo. Selain itu berdasarkan
data statistik tahun 2003, untuk memberi kemudahan bagi wisatawan dalam melakukan komunikasi dengan berbagai pihak termasuk dengan keluarganya, terdapat sejumlah warung komunikasi yang terdiri dari 47,02% milik koperasi, 41,22% milik perusahaan, dan 11,76% milik perorangan. Dari perkembangan transportasi di atas (kecuali telekomunikasi dan informasi karena kendala data), ternyata masing-masing daerah memiiiki kelebihan dan kekurangan mengenai moda angkutan yang dikembangkannya. Meskipun demikian perkembangan moda angkutan yang paling mencolok hampir di semua
daerah adalah moda angkutan udara. Hal ini terjadi sebagai akibat banyaknya maskapai penerbangan ke masing-masing daerah sehingga harga tiket menjadi murah bahkan hampir sama dengan harga tiket bus jarak jauh (Jakarta-Surabaya atau Jakarta Padang). Hal ini menyebabkan konsumen (masyarakat) lebih memilih angkutan udara ketimbang angkutan darat. Implikasi dari hal ini adalah selain
bangkrutnya perusahaan-perusahaan bus di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, juga hilangnya mata pencaharian masyarakat di sepanjang rule yang dilalui di kedua daerah. Implikasi lebih lanjut adalah berbagai obyek v/isata di sepanjang
45
'J[isin^Jai^nJ^y3.Siir!glZ&nawIn^^
promosi pariwisata selain terbatasnya dana juga ketersediaan infrastruktur belum memadai.
Kasus yang sama juga terjadi di Sulawesi Utara, bahwa perkembangan
promosi dan pelayanan kurang menggembirakan hal ini ditandai oleh banyaknya keluhan dari wisman. Di Jawa Tengah ada upaya biro perjalanan mulai aktif melakukan promosi dengan semakinnya banyak pesawat memasuki wilayah ini, misalnya kunjungan operator Rusia yang dapat dijadikan peluang mempromosikan wisata daerah ini. Sementara di Jawa Timur, promosi pariwisata boleh dikatakan
gencar, tetapi tidak diikuti dengan ketersediaan fasilitas yang memadai dan bahkan sebagian obyek wisata tidak terurus. Meskipun demikian Dinas Pariwisata di daerah ini tetap berupaya melakukan promosi bekerja sama dengan Jatim News. ASITA, PHRI dan MTIC (Malang Tourism Information Centre), di samping
mengikuti even yang diadakan di TMII Jakarta. Kalender event diatur oleh pemerintah pusat (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata), tetapi biaya yang digunakan berasal dari Pemda Jawa Timur. 3.3.2 Masalah Pengembangan Daya Saing Transportasi dan Telekomunikasi Dari uraian perkembangan daya saing transportasi di atas. ternyata banyak dan beragam masalah yang dihadapi. Masalah tersebut adalah jaringan jalan, hampir separuhnya mengalami kerusakan parah dan yang lainnya masih berupa tanah seperti Sumatera Utara. Di Jawa Timur, selain jaringan jalan yang rusak kendaraan ke berbagai obyek wisata tidak memadai. Hal ini terjadi karena
terbatasnya dana untuk membiayai perbaikan jalan terutama ke DWT sebagai akibat diberlakukannya otonomi daerah. Terjadinya persaingan di antara maskapai penerbangan yang menyebabkan harga tiket lebih murah, memang secara sosial memberi peluang pada masyarakat menggunakan angkutan udara. Akibatnya moda angkutan darat dan angkutan laut tidak berkembang bahkan sebaliknya
mengalami kebangkrutan. Kondisi tersebut menimbulkan masalah yang berantai. antara lain menurunnya jumlah armada angkutan bus. investor menjadi menurun bahkan tidak mau berinvestasi di industri pariwisata karena jumlah wisatawan
berkurang. hilangnya mata pencaharian masyarakat yang juga berujung pada menurun, bahkan hilangnya upaya menghasilkan produk-produk wisata sebagai
43
keempatdaerah tersebut, terlihat bahwa kebijakan pengembangan pemasaran dan promosi Jawa Tengah lebih operasional dibandingkan dengan kebijakan daerah lainnya karena secara substansi kebijakannya ditekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan produkdan teknis, seperti pengembangan citra merk, penciptaan informasi, dan pemanfaatan teknologi informasi. Tabel 3.1
Kebijakan Pengembangan Daya Saing Pemasaran Di Empat Daerah Tahun 2005 Kebijakan
No.
Sumut
Sumbar
Jateng
Sulut
Pengembangan koordinasi pemasaran antar daerah
Memperluas pemasaran dan promosi pariwisata. Pengembangan citra merk yang kuat Penciptaan informasi pemasaran dan pasar
Pengembangan pemanfaatan teknologi informasi Mengembangkan persaingan yang sehat dan berorientasi pasar
Meningkatan pemrasaran dan promosi terpadu di antara jajaran pariwisata
Sumber: Renstra Dinas Pariwisata masing-masing daerah provinsi.
3.4.2 Kebijakan Pengembangan Daya Saing Transportasi dan Telekomunikasi
Secara nasional kebijakan pengembangan aksesibilitas pariwisata adalah eningkatkan pengembangan sarana-prasarana yang menunjang perkembang-an produk wisata berbasis kerakyatan/komunitas lokal. Sarana-prasarana yang dimaksudkan di sini adalah transportasi, akomodasi, dan fasilitas lainnya. Dengan kebijakan ini terkandung misi, bahwa peningkatan sarana-prasarana dalam pengembangan pariwisata dapat dilakukan dengan pemberdayaan dan pening katan peran serta masyarakat.
Kebijakan pengembangan transportasi di empat daerah yang diteliti seperti tampak pada Tabel 3.2. lebih ditekankan pada pembenahan transportasi dengan substansi yang berbeda. Misalnya Sumatera Utara, pengembangan aksesibilitas transportasi difokuskan pada pembangunan infrastruktur (jaringan jalan) di wilayah
50
brt&riwkWfittm.Wpi($mti
3.5.2 Strategi Peningkatan Daya Saing Transportasi dan Telekomunikasi
Secara nasional pengembangan daya saing transportasi diprioritaskan untuk mendukung efisiensi dan efektivitas pengelolaan pariwisata. Di tingkat daerah, strategi pengembangan aksesibilitas dan sarana-prasarana yang telah dibangun memiiiki keberagaman antardaerah tersebut, seperti tampak pada Tabel 3.5. Di
Sumatera Utara misalnya. strategi pengembangan sarana transportasi dan sarana di obyek wisata lebih ditekankan pada peningkatan dan pembangunan jaringan jalan
ke
berbagai tujuan
obyek wisata
di
masing-masing
kabupaten/kota,
pembukaan jalur-jalur baru penerbangan dan pelayaran dari dan ke luar negeri
Sumatera Utara, pengoperasian lapangan terbang Pinang Sori-Sibolga-Nias, di samping rehabilitasi pembangunan sarana-prasarana obyek wisata. Di Sumatera
Barat. secara eksplisit tidak terungkap strategi pengembangan aksesibilitas/ sarana-prasarana pariwisata. namun dalam programnya secara jelas dikemukakan pengembangan sarana dan prasarana ditekankan pada prasarana kerja untuk menunjang kegiatan pariwisata, yaitu rehabilitasi dan pengembangan sarana kerja
(gedung/kantor dan kendaraan). Demikian pula hainya di Jawa Timur, tidak ditemukan
pengembangan
aksesibilitas/sarana-prasarana
pariwisata
dalam
strateginya, tetapi dalam programnya terungkap upaya pengembangan sarana akomodasi, usaha makan-minum, serta penataan dan ketertiban lingkungan. Di Sulawesi Utara, strategi pengembangan aksesibilitas/sarana-prasarana selain pada peningkatan sarana angkutan, perhotelan, rumah makan. cenderamata juga
pembangunan fisik dan pengadaan meubiler kantor Dinas Pariwisata setempat.
Tabel 3.5
Strategi Peningkatan Daya Saing Transportasi Dan Telekomunikasi di Empat Daerah Tahun 2005 SVa'e-ji
No
Sumut
Kepri
Jateng
Sulut
Pengembangan sarana transportasi dan sarana obyek wisata
Pengembangan aksesibil'. -.r, intor-reg.cnal. itraregional. dan internasional Pembinaan sarana angkutan. perholelan. rumah makan. dan
cenderamata.
Sumber. Rencana Strategi (Renstra) Peningkatan Daya Saing
Industri Pariwisata masing-masing
daerah.
56
^isMM^X^Jam&aoaiila^ncsiaiS^LXa^
sebaliknya. dan di Sulawesi Utara. masihnya terbatasnya transportasi ke Taman laut Bunaken. Hal ini berarti, perlu dirumuskan kembali kebijakan sebagai arahan strategi pengembangan transportasi ke daerah-daerah tujuan wisata melalui kerja sama dengan instansi/dinas terkait termasuk instansi di tingkat pusat. Tabel 3.6
DistnDusi Persentase Persetsi aesBondonWisatawan Temadap DayaSaing Transportasi Dan Toie.omuniiiasi d>Enam Oaaran Tanun 2005 No
-. "' '•
i.«£5*
-.-
Wsm
TTT
TT-
.-.,-.
55"
>' • ;
•
V7?zr
ww
.'.
W»m
rr
.•.=,
Vnm
Sarana
TranspDnaS! ,1 5.. 511
'0.3
8,0
2.0
TO
•ysm-
"Z5~T
memadai
6 Marraoa*
C Kurang
t5.0
rr-'iTia-T
dSangaTici
M -5? "57T
"TT"
10,0 '":': "1
~
10.00
2.0
—-•;•
••••
-Tt ••'.r
28,6
1.96
•;;-r
0 /6
"•—r "T*~
^sr Pttaynan
T5T
T3?
T47
-55TTT
J Sangat pa <
177
7"
7">7-
rsr ; t o r ; mTT
"nrr
-rrr
777
TB6T ^r
rrr 7~
TBT
TiT
«'. :,.,"
157-
',',.-, ,l
TTT
•"S77T T57T
•5S"
7S3*i ••-•
1S
"33"
1TOT
77T
"T5T
TT T"-T
100,0 23
19,23
6.33
430
4.--1
11.0
:—7-
•5777
77TT
777
777 777
-=-TT
TT--
2.53
5.0
~TT-~
TW
TT TTT
"IT T67
T7T8~~i7j3g "tTTT-iTTOT 77T •n ,r
"777
T7 ..
TV08
777 TT7>
777
T3
TTOT
"777
TrjoTT
TT
-TTT
~2T~ T57"
TTT
ttto"
3.0
TTT
^r^
~77~ T37
Tjtf
777 5XT T77
777
77 -IV
Tjjr
Trj&Tr T-T
ITJojT
"57
~17
~ ^
"TT-
7"~
T5T
TTT
TT7
"7TT
--TT
Trrr
TTrr
•7rr)T
"73"
,
7T
ToTOT ~Tt~
77
~TT
••-.,
5.88
1 ••
mahal
Tom
a SamaiDaliT b Baik
10.0 •
•
".-.'
TiT
Tsr
~ST
"STT
32TT 4J7T
TTT-
2X0~
ISai ..,• :v>
1.7
4
TTT
TXT
56-rjtr
~
3,88
1.27 T—
TT
•
*
43
TTT
TT»T
505 •
TJ7T TTaT
mtctt
""^T"
ToTtT
T7~
IT
Trrr
6.33
29.82
6.41
TOT
TTST
3.0
'•'..'
^T" TxT
46.1,-i
•67T8T
--T7-
TiTT
vnrr
"T-^T
T7TT
Torrtr
•\ —
"' —
"-."
TST
T5T
::t^t
T53T
3.0
-raxr TtT
..._
' "
•5^9?
—TT.....
w
77
T.-r
w •,.:r
TTT
T.TT
Tf7 ~T
•TgTJS-
TTT
"7TTT
TOoir
TT
~T
"5TT5T
T5T
77B~
77-^ TTT TFT
TS7T
4.00
TTT"5fT
_ _
•J—
- i >• > 1-- ' 1JT T5T SumOftf DlOWi dan ca^ prvr^r
T=r
4570" ?5Tu~
1
TBrTjT-TfgQ- r 7TT
~^~
war "ST"
9.09
77ff
8.6 •
~t
Ba*
FT
tst
3.0
777
t ; 12
tT
7T33-
18,0
1.0
777
"7_7~
T8T
17.0
1.27
2!
1.27
•~
W
1.0 ^—~
p
d Sangat
-rrr^
7T7T
T83JT
"ESiT
27,85
1
murah
13H :-
•^^~
TOT
T77 :
. 1 . ,-i
•.
~T7r
19.57
27,45 ^~—
100,0
1M
TTT -rr
oa*
7,69
-3T
12.0
TOT
^TT
11.0
"6T2T
'.:••.,
Tjtr
TO-
3.4
JumBn •".
26,92
11,43
2.9
TTT J San gal
17.05
7TW
TOOT
a Sangat
••.l">
23.08
Toir
56,0
!0,0
wnr "77"
20.0
"5TT"
- — —
TTT
tzt
war
"TTT
79^
26^
7TV TT
""T-
73~
T:f T3T
Kafyanfyao wss =wisnus Wsm • wisman
?-:>J
nwissta.Otixpsijy'&t'MWl
pendorong pada butir tiga, tekanannya pada ketersediaan fasilitas. kemudahan,
faktor harga, faktor produk itu sendiri dan Delayanan waktu yang tepat (Alma Buchari. 2004). Peranan strategi pemasaran adalah mencan pemecahan atas masalah dengan pertimbangan. pertama, bisnis atau usaha apa yang dikerjakan Dada saat ini dan kegiatan apa yang dapat dikembangkan pada waktu yang akan datang: kedua, bagai mana usaha yang telah dipiiih itu dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspektif produk, harga, promosi. dan distribusi guna melayani pasar sasaran. (Mallo. Nurtela, 2003). Dalam hal ini, selain diperiukan pembenahan dan peningkatan segala fasilitas, juga membangun kerja sama (sinergi) antar pemerintah baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. pemerintah pusat maupun dengan lembaga/pemilik moda (investor) yang terkait dengan kepariwisataan yang saling mendukung dan menguntungkan. Dengan upaya ini sangat diharapkan kunjungan wisatawan menjadi meningkat dan di lapangan berbagai fungsi pemasaran tersebut betulbetul menjadi kenyataan dan dapat dirasakan mereka. Hasil penelitian Ardhana dan
Rucianawati
(2002),
mengungkapkan
bahwa
dalam
mempromosikan
pariwisata pemerintah dan sektor swasta berjalinan tangan dalam menciptakan dan membangun citra (image) tentang Serawak sebagai salah satu daerah/negara bagian di Malaysia dengan tujuan untuk meningkatkan priwisata. Promosi pariwisata di Serawak dilakukan melalui berbagai media, seperti televisi. radio, dan surat kabar. Penyebarluasan melalui berbagai media tersebut banyak membantu dunia luar untuk lebih mengenai pariwisata di Serawak. Dengan memperkenalkan kebudayaannya ke dunia luar. penduduk lokal sadar bahwa masyarakat dari belahan dunia lain akan lebih mengerti keberadaan budaya asli masyarakat
pribumi. Keberhasilan promosi yang dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dengan pariwisata akan membawa dampak pada kenaikan kunjungan wisatawan. Hal ini pada akhirnya masyarakat lokal akan memperoleh keuntungan atau pendapatan langsung dari perkembangan pariwisata tersebut. Berdasarkan
hal ini, maka strategi peningkatan daya saing Demasaran di enam daerah tersebut
diprioritaskan
pada penguatan pengembangan promosi,
paket wisata dan
pelayanan administrasi. Hal ini tidak dapat dilakukan secara parsial. tetapi merupakan program terpadu yang saling mendukung dan menguntungkan semua
60
jy?J*ingPh>ncah\Inddnesia:SludiX3sa3.Ii^
Karena itu di semua daerah penelitian, untuk mengantisipasi perkembangan
sosial ekonomi dan upaya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, strategi pengembangan kelima variabel daya saing tersebut
harus dilakukan dengan
mengembangkan dan membangun jaringan jalan, sarana transportasi dengan
banyak pilihan, fasilitas telekomunikasi dan informasi. serta sarana pengelolaan lingkungan. Di samping memperbaiki dan membangun akomodasi (penginapan dan rumah makan), fasilitas kesehatan (rumah sakit atau poliklmik), pengadaan fasilitas keuangan. Strategi pengelolaan lingkungan merupakan strategi umum yang mendasari semua pengembangan kepariwisataan yang akan dilakukan.
Strategi ini mendukung kebijakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan merupakan langkah proaktif dalam upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya. Strategi ini juga merupakan langkah dalam menjawab perubahan paradigma pariwisata global, di mana isu lingkungan menjadi salah satu isu
sentral
pembangunan. Strategi pengelolaan lingkungan, antara lain pengembangan usaha pariwisata yang ramah lingkungan dan hemat energi: peningkatan kesadaran lingkungan di obyek dan daya tarik wisata; serta peningkatan konservasi kawasan-
kawasan yang rentan terhadap perubahan. 3.6
Penutup
Dari uraian dan analisis mengenai perkembangan dan daya saing industri pariwisata
dari
aspek
pemasaran,
transportasi.
dan
telekomunikasi
dapat
dikemukakan beberapa catatan. Pertama. terdapat keberagaman perkembangan
masing-masing aspek yang disebabkan oleh potensi, karakteristik sosial ekonomi, dan kebijakan pembangunan pariwisata di masing-masing daerah. Kedua, pada umumnya keenam daerah masih menghadapi kendala dalam meningkatkan kegiatan pemasaran dan promosi sebagai akibat terbatasnya anggaran daerah, di samping kendala sarana transportasi yang belum memadai, seperti Sumatera Utara (transportasi udara), Sumatera Barat dan Sulawesi Utara (transportasi laut)
untuk tujuan lokasi wisata. Ketiga, secara nasional dan pada tingkat daerah sampai 2004 telah dirumuskan kebijakan dan strategi pengembangan daya saing industri pariwisata keempat aspek di atas, namun dalam kenyataan di lapangan
masih menghadapi banyak kendala. Keempat, diperlukan untuk keenam daerah
62
4aJ2>j?-S3ingjD&iuxm/a^G&SI^]Xj^_
DAFTARPUSTAKA
Alma, Buchan. 2004, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung. Penerbit Alfabeta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2004. Sumatera Utara Dalam Angka 2003 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara. 2003. Pariwisata Sulawesi Utara Dalam Angka Tahun 1999-2003. Dinas Pariwisata Sumatera Utara, 2002. Laporan Dinas Pariwisata Provinsi
Sumatera Utara untuk Bahan Penyusunan LPJ GUBSU Tahun Anggaran 2001.
Dinas Pariwisata. Seni. dan Budaya Sumatera Barat. 2003. Buku Statistik Pariwisata. Seni. dan Budaya Provinsi Sumatera Barat 2003.
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Timur, 2003. Panv/isata Jawa Timur Dalam Angka 2003.
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, 200. Statistik Pariwisata Jawa Tengah 2003.
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003. Pedoman dan Standar Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Dalam Rangka Otonomi Daerah. Mallo. Nurlela, 2003. Strategi Pemasaran Untuk Pengembangan Pariwisata di Sulawesi Selatan (Suatu Kajian Analisis SWOT). Program Pascasarjana Hasanuddin. Makassar.
• ••-
•YiSiUwMll,
bukan tidak penting tetapi rnemang pembahasan dibatasi pada variabel yang dianggap pokok saja agar fokus studi lebih terjaga.
Dalam mengkaji perkembangan dan daya saing aspek akomodasi dan cenderamata digunakan data sekunder dan data primer. Data primer dikumpulkan
melalui pengisian angket tentang persepsi/penilaian responden Wisnus dan Wisman terhadap kenerja variabel-variabelnya. Jumlah responden sekitar 100
orang di masing-masing keenam daerah penelitian yang meliputi propinsi Sumut (Sumatera Utara). Sumbar (Sumatera Barat). Kepri (Kepulauan Riau), Jateng
(Jawa Tengah). Jatim (Jawa Timur), dan Sulut (Sulawesi Utara). Untuk kepentingan analisis maka data hasil persepsi/penilaian responden diolah dalam bentuk skala tingkatan (rating scale).
4.2
Perkembangan Akomodasi Dan Cenderamata
Perkembangan akomodasi di industri pariwisata penting diketahui mengingat akomodasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam mendukung pariwisata. Aspek akomodasi di sini akan ditinjau dari ketersediaan akomodasi. seperti jumlah hotel berbintang dan tidak berbintang, jumlah kamar. lama tinggal.l dan tingkat hunian hotel di enam daerah penelitian. Dari sisi ketersediaan akomodasi pada tahun 2003, dari 6 provinsi yang
diteliti (Tabel 4.1). maka urutannya adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara. Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Sulawesi Utara. Bila dibandingkan dengan jumlah akomodasi nasional proporsi akomodasi Jawa Timur mencapai 8,62%, sedangkan yang paling sedikit, yaitu Provinsi Sulawesi Utara hanya sekitar 0,60%. Sementara tingkat pertumbuhan akomodasi selama kurun tahun 1999 -2003 dari 6 provinsi. yang tertinggi adalah Jawa Timur yaitu sekitar 5.14. Besarnya angka pertumbuhan tersebut di atas angka pertumbuhan nasional yang hanya mencapai 1,39. Sementara di provinsi Sulawesi Utara perkembangan akomodasi mengalami kemerosotan yang sangat berarti, yaitu sekitar -8,78% per tahun. Hal ini mungkin diakibatkan setelah otonomi daerah banyak permasalahan yang dihadapi terutama hotel Melati yang banyak menutup usahanya akibat berbagai pajak yang harus dibayar yang menyebabkan beban
66
&UnJ&y3.SaingIlDriaanIndon<^_SaidiXas^
adalah Jawa Timur meningkat sebesar 13.52%. Sulawesi Utara 7.93%. Sumatera
Barat 5.48%: Jawa Tengah 5.74%. Sedangkan di Sumatera Utara rata-rata lama menginap wisatawan di hotel non bintang selama kurun waktu empat tahun tidak
mengalami peningkatan maupun penurunan. tetapi sebaliknya di Kepulauan Riau terjadi kemerosotan yang tinggi yaitu sebesar -17,72%.
Tingkat pemanfaatan akomodasi digambarkan oleh tingkat hunian (occupation rate) hotel dan penginapan. Menurut tingkat hunian, maka urutan tingkat hunian hotel berbintang tahun 2003 dari yang tertinggi adalah Jawa Timur 46.9%, Kepulauan Riau 45,6%. Jawa Tengah 44,2%, Sumatera Barat 40.9%,
Sumatera Utara 38,8% dan Sulawesi Utara 38,4%. Bila dibandingkan dengan ratarata tingkat hunian secara nasional (43.23%). maka ada 3 daerah yang angkanya
di atas nasional yaitu Jawa Timur. Kepulauan Riau, dan Jawa Tengah. Tingginya tingkat hunian hotel tersebut menurut beberapa narasumber dikarenakan tarif hotel berbintang di Jav/a Timur relatif murah dibandingkan dengan daerah lainnya.
Selain tarif yang murah, meningkatkan pelayanan akomodasi juga dapat menambah tingkat hunian hotel/penginapan. Namun bagi daerah yang tingkat hunian di bawah rata-rata nasional maka menurut narasumber sebaiknya beban retribusi/pajak yang agak berlebihan selama otonomi daerah dapat dikurangi. Sehingga pihak pengusaha akomodasi akan mampu menurunkan tarif diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Sementara itu tingkat hunian di hotel non
bintang tahun 2003 angka tertinggi terjadi di Kepulauan Riau sebesar 30.9%. Sumatera Utara 28.9%. Jawa Tengah 21,1%. Jawa Timur 21.0% dan Sumatera Barat hanya mencapai 11,4%. Bila dilihat perkembangannya selama kurun pertumbuhan tingkat hunian hotel berbintang,
waktu tahun
1999-2003
maka Sumatera Barat menduduki
posisi pertama (8,33%) dan urutan ke dua (6,627%) adalah Jawa Tengah, kemudian Jawa Timur 3,67%, Sulawesi Utara 3,01%, Sumatera Utara 1,19% dan
terakhir Kepulauan Riau yang pertumbuhannya hanya mencapai sekitar 0.55% per tahun. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi tingkat hunian
hotel berbintang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan meskipun banyak kendala seperti masalah instabilitas keamanan di Indonesia yang tidak menentu seperti banyaknya demonstrasi. adanya tragedi bom Bali (2002). dan bom yang
•••••;
variabel akomodasi (hotel dan restoran) dan cenderamata. Kategon pilihan penilaian responden Wisman dan Wisnus terhadap kondisi variabel tersebut terdiri
dari empat kategori yang menunjukkan keadaan equivalen dengan sangat baik/tinggi, cukup baik/tinggi, kurang baik/tinggi, dan sangat kurang baik/tinggi. Pilihan penilaian responden wisatawan ini dipastikan dapat menjadi representasi tingkat daya saing yang sesungguhnya dari variabel akomodasi dan cenderamata.
Wisatawan sebagai konsumen pariwisata merupakan pihak yang sangat berkompeten menilai baik buruknya apa yang dialaminya. seperti bila mereka puas maka mereka akan kembali lagi ke tempat yang dikunjunginya. Karena itu maju mundurnya industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat kepuasan wisatawan terhadap variabel tersebut. Karena itu persepsi.harapan. dan penilaian wisatawan dapat dijadikan ukuran yang kongkrit dan terpercaya dalam mengkaji daya saing pariwisata.
Untuk memudahkan analisis. dan penentuan standar tingkat daya saing masing-masing variabel dan pengelompokan variabel, diperlukan pembobotan proporsi responden wisatawan menurut pemlaiannya ke dalam rasio/angka yang biasa disebut skala tingkatan ('rating scale~). Ada empat skala tingkatan yakni skor/bobot tertinggi 4 untuk penilaian sangat baik/tinggi, penilaian cukup baik/tinggi skor/bobot 3. penilaian kurang baik/rendah skor/robot 2. dan penilaian sangat kurang/rendah skor 1. Jumlah responden pada tiap kategori jawaban/penilaian dikalikan nilai skor/bobot masing-masing dan dijumlahkan. kemudian dibagi total respondennya atau proporsi responden dikalikan nilai skor tiap kategori jawaban dan dijumlahkan. Dari hasil ini diperoleh nilai di antara 1 - 4. Nilai skor 3-4
mengindikasikan daya saing yang (sangat) tinggi, skor 2,5 - 2,9 berdaya saing cukup tinggi, skor 2 - 2,49 berdaya saing rendah, dan 1-1,9 berdaya saing sangat rendah. Keunggulan model ini dapat memberikan informasi kuat tidaknya posisi daya saing variabel pariwisata yang dinilai baik secara tunggal ataupun dalam perbandingan antar variabel, daerah. dan waktu.
Variabel pariwisata yang dinilai sangat menunjang dan berpengaruh terhadap daya tarik wisatawan terhadap industri pariwisata adalah variabel
akomodasi. restoran dan cenderamata. Variabel akomodasi dibagi dalam dua variabel, antara lain pelayanan penginapan dan sewa penginapan, sedangkan
ID
infikiUn Da r3 SainsGononu'Indonesia: Studi Kasus Inlustrilbziwisala (Pxxp&iWl>su wan},
tiga yaitu sebesar 3.12 dan 3.31. artmya sebagian besar responden wisman menilai bahv/a sewa hotel yang tersedia murah atau ekuivalen daya saingnya sangat tinggi. Adanya perbedaan penilaian pada variabel sewa hotel antara Wisnus dan
Wisman
hanya
dikarenakan
permasalahan
perbedaan
tingkat
kemampuan keuangan mereka. Pada variabel pelayanan hotel mayoritas responden Wisnus dan Wisman di
enam daerah menyatakan memuaskan dan sangat memuaskan. sedangkan nilai
skor yang dicapai Wisnus di masing-masing daerah adalah 2.74 untuk Sumatera Barat. 2,76 Kepulauan Riau, 2.94 Sulawesi Utara. 2.95 Jawa Timur dan 2.84 Jawa Tengah artinya mayoritas responden wisnus menilai kalau pelayanan hotel di lima
daerah
tersebut memuaskan
atau
ekuivalen daya
saingnya cukup tinggi.
sedangkan untuk daerah Sumatera Utara. skor yang dicapai sebesar 3.04 .artinya sebagian besar responden Wisnus menilai bahwa pelayanan hotel di daerah tersebut sangat
memuaskan
atau
ekuivalen
daya
saingnya
sangat
tinggi.
Sementara itu nilai skor yang dicapai responden Wisman dengan nilai daya saingnya sangat tinggi terjadi di dua daerah yaitu Kepulauan Riau dan Jawa
Tengah di mana masing-masing skor 3,11 dan 3,28, artinya sebagian besar responden Wisman menilai bahwa pelayanan hotel di dua daerah tersebut sangat memuaskan.
Dalam hal penilaian kondisi aspek restoran dibagi dalam empat variabel.
yaitu variabel kemudahan/akses tempat makan. kesesuaian jenis-jenis makanan. pelayanan restoran/rumah makan, dan harga makanan. Secara rata-rata mayoritas kelompok responden Wisnus di 5 daerah. yaitu Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur menganggap kemudahan/akses
ke tempat makan sangat mudah skor masing-masing di atas 3, (artinya berdaya saing tinggi), sedangkan penilaian mayoritas responden Wisnus terhadap variabel kemudahan/ akses ke restoran di Jawa Tengah adalah mudah (skor 2,97 artinya
berdaya saing cukup tinggi) Sedangkan di antara enam daerah penelitian yang menurut responden Wisman akses/kemudahan ke tempat makan sangat mudah
adalah daerah Jawa Tengah dengan skor 3.23. artinya daerah tersebut mempunyai daya saing tinggi. Sementara sebagian besar responden wisman di empat daerah penelitian. yaitu Sumatera Barat, Sumatera Utara. Sulawesi Utara.
72
ieiinig%^.paya.S^B£wbm
strategi pemasaran dan promosi pariwisatanya. Namun dalam programnya terungkap dengan jelas, antara lain pengembangan jaringan informasi wisata melalui pengembangan portal internet. VCD, bahan tercetak, dan audio visual lainnya; keikutsertaan dalam event nasional dan internasional; pemulihan citra pariwisata dengan kegiatan family tour, travel writers, dan press tour, mewujudkan pelaksanaan gerakan sapta pesona wisata di daerah-daerah kabupaten/kota; pemilihan uda dan uni Sumatera Barat; dan pengembangan promosi kelompok
khusus (remaja dan lansia). Sama hainya dengan Sumatera Utara dan Sumatera Barat, Jawa Timur juga tidak memiiiki strategi pemasaran dan promosi pariwisata.
Tetapi dalam programnya terungkap pengembangan pemasaran, yang terdiri dari pengembangan promosi, pengembangan informasi, analisis pemasaran. dan pengembangan hubungan dan kerja sama luar negeri bidang pariwisata. Dalam
upaya peningkatan pemasaran dan
promosi
pariwisata, di Sulawesi Utara
dilakukan kerja sama dengan berbagai usaha pariwisata di daerah ini, seperti PHRI, ASITA, HPI, dan PKWI dengan kegiatan promosi di luar negeri di samping promosi tidak langsung melaui internet, media elektronik, serta mengundang travel writers dari luar negeri. Tabel 3.3
Strategi Peningkatan Daya Saing Pemasaran Di Empat Daerah Tahun 2005 1.
Strategi Pengembangan defrensiasi dan diversifikasi
2.
Pemanfaatan teknologi infomasi
3.
Eksolorasi potensi kepariwisataan daerah Pemeliharaan pasar yang sudah ada
No.
Sumbar
Jateng
Ja; m
Sulut
X
X
X
produk dan harga
4
5. S. 7
8 Summer
Pengembangan citra pariwisata daerah Eksplorasi pasar investor Aliansi strategis dertjan mitra dan pesaing Peningkatan pema ;aran dan promosi -i- dalam dan luar negeri. Rencana Strategi (Renstra) Peningkatan Daya Saing Indust ri
X
X X X
X
X X
X X Pariwisata masing-masii ig daerah
Dari wawancara dengan narasumber di lapangan, memang terungkap bahwa di seluruh daerah yang diteliti kecuali Sumatera Utara, kegiatan promosi belum dilakukan secara optimal selain karena kendala biaya, juga kemampuan
52
MKk%WKMMmgt3M£^sa;uK&onmi^^
atixMM^msi
ekonomi masyarakat begitu cepat ditambah lagi masuknya era globalisasi, sehingga seolah-olah tidak jelas batas antara suatu negara dengan negara lainnya sebagai akibat dukungan transportasi dan komunikasi, mengharuskan masingmasing daerah sesuai dengan karakteristiknya merumuskan kembali strategi pengembangan pemasaran dan promosinya pariwisatanya. Dengan upaya ini diharapkan dapat mengantisipasi mobilitas penduduk yang begitu tinggi baik antar daerah,
nasional,
maupun
antar-negara
menjadi
sasaran
dari
upaya
pengembangan pariwisata di masing-masing daerah.
54
tbBOBLBS&KSuiUasusJ
saingnya tinggi. Sedangkan penilaian mayoritas responden Wisman yang nilai skornya diatas 3 terdapat di daerah Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah, artinya keempat daerah tersebut berdaya saing tinggi, sedangkan dua daerah lainnya mempunyai daya saing cukup tinggi. Detail distribusi responden dan skor berdasarkan penilaiannya terhadap kondisi keenam variabel ini diungkapkan pada Tabel 4.2, Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Tabel 4 2
Daya Saing Industri Pariwisata Berdasarkan Persepsi Responden dan Skor Terhadap Variabel Akomodasi di Enam Provinsi Tahun 2005 Kelerangan
No
Sumaar
Kep
Sumut
Rju
Jateng
Jatim
SuM
Sr-.v-i ho!->lP':n-iraran 1.
loo.o
Wismus
a Sangat murah (%)
100.0
b Murah {%)
16,0
7.84
e Mahal (%) d Sangat mahal(%)
82,0
53.32 33,33
Wisman
a Sangat murah (%) b Murah (%)
c Mahal (%)
d Sangat mahal (%) (n) 2
•
64,3 35,7 -
100.0
• •-••>.t
•••:•') Sj
1.0
1,26
6,33
49,0
45.57
47.0 3.0
45.83 6.33
53.29 30.38 -
51
55
77
79
79
100.0
100,0
100,0
I V. 0
100,0
U.3 57.1
23.25
12,0
3.0
100.0 38,46 53,85
67.44
48.0
54.0
25.7 2.9
6,98
26.0
43.0
233
14.0
45
43
50
100.0
100.0 4,08 69.39 24 49 2.04
-
35.95 3.69
7.69
4.35
28
23
25
100.0 18.0 55.0 13.0 4.0
100.0 59.52
I 30.0 10.13 64.56 24.05
•
Wisnus
a b c d
-
49
(")
100.0
-
Sangat Memuaskan (%) Memuskan (%) Kurang Memuaskan (%) Sngt Kurang memuaskan (%)
(r» Wisman
a. Sangat Memuaskan (%)
7*.0 25.0
24.1 55.5 20.3 -
12.65 17.72 -
1.27
50
49
54
77
79
100.0 20.0
100,0
100.0
100.0 7.0 71,0 22.0
100.0 59.53 21.74
42.31
23
23
26
b, Memuskan (%)
60.0
c Kurang Memuaskan (%) d. Sngt Kurang memuaskan (%)
17,1
(n)
•:•: :
2.9 35
22.73
15,0
65.91 11.36
43.0 24.0 12.0
-
44
50
8.69
•
100.0 42,31 17 '.'.
Sumber Dlolah dan data Primer P2E-LIPI. 2005
74
E23SES3BR£3*£E«^>3^^
Tabel 4.4
Daya Saing Parr.visata 3erdasarkan Skor 'Rating Scale" f.'enurut Penilaian Terhadap Kondisi Akomodasi dan Restoran di Enam Provinsi. Tahun 2005 NO
Keterangan
Sumbar
<eo -
2
I
Sumut
v. 2
t
Sulut
1
2
Jateng
Jatim
1
:
2
1
1
.
Akomodasi •
dan Re itoran 1
2
Saw! no'.el Pelayanan hotel
:•
1.75
3.12
2.54
2.53
2.4;
2 53
-
--:
2,83
2.75
3.31
274
2 :2
2.94
2.76
3.11
3.04
2.88
2.94
2 34
2.95
2.87
2.84
3.28
3.28
2.97
3.06
2.44
3.35
2.98
3.27
2.83
3.19
2.87
2.97
3,23
:
Kemudahan 3
ke tempat makan
•<;::•;
i
2.86
3.14
1.85
2.98
2.93
3.02
2.65
2.74
2.78
2.91
2.92
3.24
5
Jenis makanan
2.86
3.71
2.53
3.15
3.03
3.12
3.0
2.24
2.96
2.56
2.92
296
5
Pelayanan RMoren
2.90
3.14
2.90
3.21
2.98
3.15
3.15
2 95
3.05
2.96
3.00
3.08
Total rata-rata
2.79
3.13
:
3 07
2.59
292
291
2.31
:
2,33
2 :•)
3.18
4
makanan
Total rata rata Wisnus dan Wisman
•:•
2.74
2.95
2.95
2 86
-••
2.86
3.04
Surncei Diolan Ian aaa ?nm VP2E-1 ?l. 2005.
K$tt/togtn 1 Wisnus 2 Wisman
Secara rata-rata mayoritas kedua kelompok responden Wisnus dan Wisman
di lima daerah penelitian kecuali Jawa Tengah menganggap kondisi keenam variabel di atas cukup baik dengan skor antara 2,74 - 2.96 atau berdaya saing cukup, sedangkan mayoritas responden Wisnus dan Wisman di Jawa Tengah menilai baik dengan skor 3.04; artinya kondisi akomodasi dan restoran yang ada berdaya saing tinggi dibandingkan dengan lima daerah lainnya. Aspek penting industri pariwisata lainnya adalah cenderamata yang dalam banyak kasus menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke enam daerah penelitian. Aspek cenderamata ini meliputi variabel keberadaan toko/ penjual
cenderamata,
jenis/keragaman
cenderamata.
pelayanan
penjual
cenderamata, dan harga cenderamata. Secara umum kondisi rata-rata keempat
variabel ini dinilai cukup baik oleh mayoritas responden Wisnus dan Wisman di Sumatera Barat (skor 2.8), Kepulauan Riau (skor 2.56). Sulawesi Utara (skor 2,74), Jawa Timur (skor 2.54) dan Jawa Tengah (skor 2,87). Dengan kata lain daya saing aspek cenderamata ke lima daerah tersebut masuk kategori cukup tinggi. Sementara itu di satu daerah yaitu Sumatera Utara kondisi rata-rata keempat variabel tersebut dinilai oleh responden wisnus dan wisman adalah kurang baik.
76
irirwwifriitwii&^iJSmU^^
cenderamata
untuk
memanfaatkan
dalam
memperoleh
nilai
tambah
dari
cenderamata maupun bagi pemasukan pajak/retribusi pemerintah daerah. Adanya
deskriminasi harga bagi Wisman dan Wisnus dirasa perlu, dan bila Wisman mempertanyakan tentang
ini, alasan rasional yang menjadi argumentasi adalah
tentang adanya pajak penjualan cenderamata bagi warga asing.
Kebijakan ini
akan berjalan dengan baik dan berhasil, jika kualitas, keragaman dan keunikan cenderamata diperbaiki. Untuk lebih jelasnya mengenai proporsi responden dan skor yang diperoieh dari penilaian Wisnus dan Wisman terhadap cenderamata di
enam daerah penelitian tampak pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 Tabel 4 5
Persentase Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Aspek Cenderamata di Enam Provinsi Tahun 2005 -1—'
i"eler*(|an insuiuaiuti
a. $•« banyak (%)
iunbar
78.6
b Banyak(%| c Kurang banyak(%|
24.0
(1 : >:.,.>! k„l.lJ*l ' *iy;,k 7 ) In] . . . .-.1.111
a Sangal banyak (%)
0 Banyak(%) c Kuranq banyak(%i »'
-
- .
i )
578
6,0 40,0 48.0
7>.
11,39
3924
51.90 36.71
45.61
'?,
79
iuuj
IUU.U
8.0
7.0 50.0
.11/.
9,30
32.0
34,88
8.8
2.33
50,0 12.0
35
43
50
iuu.u
luUO
lUU.vJ 1.75 43.86 49.12
2,0 72.0 25.0
•
IM 7.84 52.94
39.0 4.0 23
79
'•• " 1 3.85
21.74 55.22
26.92
4.35 23
29
iUD.U
ISM
4.0 30.0
5.06 39,24
-,-,-?
51.0
53.18 2.54
5.0
37.25 iCj.tj
25.7
:, Uf5ij§3
c Mahal (if
d Sangal man* (%)
57
IIW.U
i
5.25
52.8
87.44
11.5
13.95
3750 47,92 8.33 48
reiayanan penajaj canoerjmaia
WSiai
b^ssr,%i c Kurang ramah (%|
itn.u
d Sangal kurang 'amah (%) Ini •
1UD.U 7.01 52,63 35.09 576
d Sangal kurang Icngkap (XI
. .. . .... ; ,-... ••.•£ . :-i.:-xa
luu.U 17.0 70,0 13.0
i
88.46
5*o
28
IUU.U
IUU.U
8.86 •-..-I
15.19 67,09
32,91
17,72
77
79
IUU.U
79
1txi.t;
IUU.U
lUU.O
IUU.U
17,07 58,54
12.0
7.0
48,0
75.0
11.4
24.39
.--..•;
18.0
15.0
65 38 11.54
35
41
14.0 50
2.88
2.90
3.12
2a
20
26
IUU.U 42.10 43.89
30.0 60.0
IUU.U 5.08 29.12
IUU.U
3.J1
••m.u 9.0
-, -i
IUU.U
-„-,,;
8.0 28.0 54.0
3.92 9.80
50
c •rjjSgk-ngkaa(V
a
57
d Sangal kurang kngkap («) (hi
3.0
47
MrHKNACMI
'.'..iman a Sangat lenokap (%>
79
ll.it
50
mi
a Sangal tep0*aP 1*1
127
79
15.0
76.21 27.88
•i
warn
53.0 29.0
2.0 B8.0 10.0
a Saiajal rnman (%) b Rarnah(%) • Km ii-| M..W. (>.. d Sangal kura"g ramah (SI
IUU.U 2.13
77
5.09 2795
I'-r-i.u
•
1 • •-.!
IS
••-
53.18 6.31
• HI
51.4 257
d Sangal mahal(%)
a Sangal mnhi*)
ln»
57?
IWl
•--.,-"-vJ
a Sangal murah |%|
1
,'. .,
lUIMf
42.10
if.m
Jiim
•m.o
-.i.-.i
c Mahal OK) •
3,& 19.81
iuj!
1UJ.U
27,45
0 Until*)
•
bumj
SO •...•., u
d Sargol kurang ban,ok (%l --
iUpiUu
1 LO.il
luu.li 20.0 40.0 34.3
£|
->..
.r.i
10.53
SI
iuu.u 9.78
aolo
JiBj
'
'
57
1.0 77
.
iuujj
18.0 28.0
5,7
m2.44
42.0
35
41
So
•;
•..
7.0 57.0
60.79 5.08
7S9
3924 5J.I6
79
IUUJJ
79 -
.
•
26.92 30.43 6959
38.46
2.63
230
28
23
2.92 29
29.0
34.82
7.0
/:',
l4*A^Jr3..sM{?ito<2r^
rendah, artinya ketersedian toko cenderamata dirasa masih sedikit atau kurang banyak dan keragamannya masih kurang beragam, Adanya perbedaan ini sesuai dengan kenyataan bahwa dengan depresiasi rupiah terhadap mata uang asing pastilah tingkat harga-harga akan menjadi mahal bagi Wisnus dan murah bagi Wisman, Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan P2E-LIPI tahun 2004 di enam provinsi di Bali. Sulawesi Selatan, NTB. Yogyakarta, Jawa Barat dan Banten. Dari jumlah variabel yang berdaya saing sangat rendah, rendah, cukup dan tinggi dari sisi Wisnus, maka urutan tingkat daya saing pariwisata keenam daerah ini dari yang tinggi sampai rendah secara berurut adalah Jawa Tengah, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Utara. Jawa Timur dan
Kepulauan Riau. Sedangkan dari sisi Wisman urutannya adalah Jawa Tengah. Sumatera Barat. Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Jawa Timur dan Sumatera
Utara. Lebih rinci mengenai nilai skor dan kategori daya saing masing-masing variabel di enam daerah penelitian disajikan dalam Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Tabel 47
Perbandingan Daya Saing Industri Pariwisata BerdasarKan Skor to Variabel Akomodasi. Restoran dan Cenderamata di Enam Provinsi Tahun 2005 \i
Ketararson
Sur
roar
Skinut
Kan Riau
Sl ijt
. 3 arj.
. a IT, J
Atomcdasl dan Pestonn 2 4o 1
-='.i..m;- -c:*
3
.<snt;rJarianiuisnpa; rra»an higairraia-an
2.89
: ::
1.85
298
5
7e".ii nijonan
; >-,
3.71
2.53
3.15
V
PelayananRflSK*3n
:•:-)
3 14
.•>
J :•
2.98
-
2.59
2 63
275
2 3'
2.84
331
2.74
2 4!
2.75
: II
3.04
2 7i
2 ::
284
295
: :i
297
3.06
2.44
3.35
2.93
3 27
2.33
3.1?
2.93
302
245
274
273
2 51
:-,
3.13
3.12
30
2.34
2 r.
256
252
2 96
3 15
: is
295
3.05
2.96
I.J
3.09
i 3;
34
•
277
3.59
246
230
275
313
290
2 97
3 12
2.53
2 75 2.34
2.30
2.54
273
2 64
1
: • :•-
Cenderaman 7
.3>Qze~C* areata
--
"j",-ac.*v;<»ani.r3
!
Pelavsnan :*",.•
io
2.72
i •:
2.32
243
2.72
3.14
1.75
2.34
2 42
2 42
2.31
2 74
2.53
261
2 73
2.44
308 2.74 3 05
2«
2.46 2.94
277
-.
,
•-- - _• .. ,-.t.
\±-±)it>3' *-:j r-j'j
:ra»ial3-->;a
:-:al ra*^.-3M ........ _,•. .V..:..,-
2 74
283
1.86 2.67
2 39
275
'.:•
243
2.45
274
277
2 85 231
i '3
2
292 297
Sumoer Dtolan nan cata Pnmer P25 -UPI. 2 005
80
• I
SSKaSE ^FtnmsatsjiunyasungOoaomilnkmcs&SliidiKasmlndustiterimsata (TusepstyViaUwan}, Tabel 4 9
Permasalahan Hotel, dan Restoran
Keterangan
No 1. 2 3.
Sumbar
Kualitas SDM belum memadai atau '•-.ranr. yofesional
Kepri
Sumut I Sulut
\
Jatim
Jateng
\
\
\
\
\
\
\
\
\
Setelah otonomi daerah banyak pungutan/retnbusi terhadap hotel
"
Kurang kerjasama pemerintah dengan \
PHRI dan ASITA
-
-
=HRl kekurangan dana untuk 4
pengembangan SDM akibat presentase retribusi yang disertor ke pemerintah
-
\
-
-
-
tidak diberikan ke PHRI sesuai aturan
yang ada 5.
Keberadaan hotel sudah jenun dibanding
-
tamu yang datang (oversupply)
-
-
-
-
\
-
\
\
\'
Pihak hotel kurang kerjasama dengan 0
jaringan penerbangan. agen perjalanan. kurang promosi hotel (seperti diskon
-
-
-•:••:! I 7.
Hotel berbintang tidak menjaga reputasi.
3
Kualitas hotel Meiati rendah
I-
Jems ma- in \r kuranc :; •:, inasi
kalah persamgan dengan yang baru
-
-
-
-
-
-
-
-
.
-
\'
-
\
-
•
.
. -
iumoer- Has* wawancara dan oeoagai nara sumber rji 5 provinsi. !am,n 2005
Dan tabel di atas telah tersaji secara rinci permasalahan dalam bisnis hotel dan restoran yang merupakan variabel pendukung penting dalam menunjang dunia pariwisata. Tersedianya hotel dan. restoran di suatu daerah tujuan wisata akan memberi kemudahan kepada wisatawan untuk mendapatkan fasilitas yang dibutuhkan selama berkunjung di daerah tersebut. Agar wisatawan terpikat dan betah pada daerah yang dikunjungi, maka daya tarik yang kuat obyek wisata sangat penting, di samping faktor penunjangnya seperti keberadaan hotel yang tarifnya terjangkau dan mempunyai fasilitas serta pelayanan yang bagus. Di enam provinsi yang diteliti terlihat ada kesamaan permasalahan di aspek perhotelan, yaitu SDM yang masih kurang profesional di mana banyak tenaga kerja yang tidak menguasai bahasa asing. padahal ini penting dalam berkomunikasi
terutama
dengan
wisman.
Setelah otonomi
daerah.
dunia
perhotelan dibebani dengan banyaknya pungutan meskipun tiap daerah berbeda-
beda Dt samping itu pemerintah daerah juga tidak mau memberikan pesentase
:•-:•
Tabel 4 10
Permasalanan yang terjaCi pada variabel cenderamata - sierar gan
No
Sumbar
Kepri
•.
%
Surnut
Sulut
Jatim
Jateng
3elum ada disain yang 1
mencermmkan kekhasan
\
\
\
-
daerah
2
3elum memiiiki tehnologi. s
moda. dan design
-
-
3elum ada kerjasama antara 3
hotel dan pengrajin atau
\
\
-
-
toko cenderamata 4
5 5
Kualitas dan kuantitas \
cenderamata masih kurang
\
\
-
Kete-sedi
:-:ran3ta 1-77 h -.rang Keragaman cenderamata masin kurang
\
*
\
-
-
\
\
Tempat penjual 7
cenderamata masih terpencar-pencar
-
Sumber Hasil wawancara dari nara sumber. 2005
4.5
Strategi Peningkatan Daya Saing Akomodasi dan Cenderamata Istilah strategi menurut Arifin Anwar dalam Nurlaela Mallo (2003 : 28) adalah
keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna
mencapai tujuan. Dalam industri pariwisata strategi yang digunakan misalnya dalam hal penyebaran informasi adalah strategi komunikasi. berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin terjadi di masa depan, guna mendapatkan efektivitas.
Dalam penyusunan strategi yang baik maka dasar yang digunakan adalah kekuatan (strength),
peluang
(opportunities), kelemahan
(vvea/cnesses),
dan
ancaman (threats) dan suatu obyek yang diteliti, analisis ini dikenal dengan analisis SWOT. Menurut Freddy Rangkuti (2002) analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi perusahaan/organisasi yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength), dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaA-nesoes). dan ancaman
(threats).
84
Daya Sainji£kononii'IntivictiCStu.fiKasusbi'dustriItiriwi-ati O^axpsi Wialswiin)
Tabel 4.11
Strategi Peningkatan Daya Saing Akomodasi, Restoran Dan Cenderamata
Berdasarkan Tingkatan Daya Saing Masing-masing Variabel -••••'..
'..
Sun oar
:.'
1
'.(.D R..u 1
2
Sum
-.,"-.-:
2
2
Ja -l
2
.
i
D:'
Dt-
Doh
Dir
.r-i
Doh
.
Don
Da
OOl
D"-
Dtk
-
Da
:
••
1
"
:<
Don
'
Akomodasi dan Resroran 1
Sewa hotel
2
Pelayananriblai
3
Dir
rmvan
•'^•'>a rr.i-^nar
4
.
6
< :r.t«.ir.i-.
^r.l.i ,nn.n >>.nsl :ran
Da
_:'i
1 Da
Olr ()•'•
Dpti '["
Don
Don
DtJh
Dtk
Opn
Don
Don
Don
"-..
7:o
:.-
Tio
ftp
7:o
I'D
---
Da
Don
Da
Uoh
Da
:.-••
Dtk
Don
'••' Da
Pi-
:••
Do,
Opt,
Da
Do".
Don ( D'«
Don
DC
7-,
Da
Da
Don
Dph
T'O
TlO
Ogi
Da
Da
Da
Don
Da
Da
Dp"
Doh
Tip
•
Don
i
•
r-
O? ndoram.ua 7
1
Toko ccrOajrarr-J'a Harga c«naefai-.-.'-a •
9
..."
•
.. •' • 3
cenrjara/rviia
•, Kajraxjaman c•'.'• -•<,. ~.r.z Tow Rata-rata
Sumt«f:
D
7-0
:.-
Ttp
Olr
OM
Don
oat
Ott
:••
pa
Da
Di.
:•••
:-
Dtk
M
'. :••
Da
DA
Oft
•
'D
7-
DC
D-.
~:
Da
:•-
Da
pa
Da
Da
D-
•
D«
rie
.
'-••
Dtk
Don
Da
Da
7-
Da
:••
Da
•'•
...-
Diol.ih dari tabel 4 1 0
Keterangan: Dtr: dilumnkan; Dph dipertahankan. Dtk ditingkaikan; Ttp tetap
Dari Tabel 4.11 dapat disusun kekuatan (strength) , peluang (opportunities), kelemahan (weaknesses) dan tantangan (threats) yang dipunyai 6 daerah dari 10 variabel akomodasi. restoran dan cenderamata. Adapun kekuatan (strength) dari penilaian segmen pasar Wisnus adalah sebagai berikut: Tabel 4.11.a
Kekuatan daerah Menurut Segmen Pasar Wisnus Di Enam daerah Keterangan
No
1. 2 3. 4
5.
Sumbar
Kepri
Pelayanan hotel sangat -
memuaskan
Akses ketempat makan sangat mudah
V
-
Sumut
V
V
Pelayanan restoran sangat baik
-
Sulut
•
-
-
\
\
Jateng -
-
\'
-
Jatim
\
\'
Jenis makanan yang ditawarkan sangat cocok Pelayanan penjual
Cenderamata yang sangat
\
•
-
-
-
\'
-
-
-
-
-
ramah
Sementara peluang (opportunities) yang dinilai Wisnus di 6 daerah penelitian masing-masing adalah:
86
iMSMingM*JPwJa£>n4^ShktiJ2^
Utara ada 3 variabel yaitu keberadaan toko cenderamata yang kurang banyak. harga cenderamata yang ditawarkan mahal. jenis atau Keragaman cenderamata kurang lengkap. Untuk propinsi Jawa timur kelemanannya terdapat dalam 3 variabel yaitu sewa hotel yang mahal, keberadaan toko cenderamata yang kurang banyak. dan harga cenderamata yang mahal. Tidak seperti 3 daerah sebelumnya ternyata kelemahan yang dimiliki daerah Sulawesi Utara ada 4 variabel yaitu sewa hotel yang mahal, keberadaan toko cenderamata yang kurang banyak, harga cenderamata yang mahal dan keragaman cenderamata yang kurang lengkap. Sedangkan kelemahan Jawa Tengah hanya ada satu variabel yaitu keragaman cenderamata yang kurang beragam.
Selanjutnya untuk penilaian segmen pasar Wisman di 6 daerah penelitian dari 10 variabel akomodasi. restoran dan cenderamata maka yang merupakan kekuatan (strength) daya saingnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.12a
Peluang Daerah menurut Penilaian Wisnus di Enam Daerah Keterangan
No 1. 2
3. 4.
5.
Sulut
-
\
-
sangat mudah
Jatim
Jateng
-
Harga makanan murah
-
v
-
-
•
\
-
-
-
-
\
.
\
s
\
Jenis makanan yang V
ditawartkan cocok
Pelayanan restoran yang sangat baik
7.
Toko/ penjual cenderamata banyak
9
Sumut
\
-
memuaskan
Sewa hotel yang murah Akses ketempat makan
5.
8
Kepri
Sumbar
Pelayanan hotel yang
V
V
\
-
V
V
-
-
1 -
\
-
-
-
-
Harga cenderamata murah
Pelayanan penjual cenderamata yang
N
-
-
\
\ -
-
-
-
-
M.T1'I 1
Selanjutnya ancaman (threats) yang dihadapi 6 daerah menurut penilaian Wisman nampaknya ada 2 daerah yang tidak mempunyai ancaman daya saing
CSuK2iS5iraGtt05Si^a(4^
Sumatera Utara daya saing yang lemah ada tiga variabel yaitu keberadaan toko cenderamata kurang banyak. harga cenderamata yang ditawarkan mahal dan
keragaman atau jenis cenderamata yang ditawarkan tidak lengkap. Sedangkan provinsi JawaTimur mempunyai dua (2) kelemahan antara lain di variabel
keberadaan toko cenderamata yang kurang banyak dan keragaman atau jenis cenceramata yang ditawarkan kurang lengkap.
Dengan mengacu akan kondisi yang telah disebutkan di atas. maka strategi daya saing aspek akomodasi dan cenderamata di enam daerah tersebut adalah
memelihara atau mempertahankan kekuatan atau variabel yang berdaya saing tinggi, meningkatkan/mengintensifkan/mengoptimalisasikan pemanfaatan peluang atau variabel yang berdaya saing sedang/cukup, memperbaiki/ memperkecil
kelemahan atau variabel yang berdaya saing rendah: serta mengatasi ancaman atau variabel yang berdaya saing sangat rendah. Mengenai kelemahan SDM yang banyak dikeluhkan beberapa nara sumber maka strategi yang dapat dilakukan melalui pelatihan yang intensif dan terencana,
studi banding ke daerah yang pariwisatanya lebih maju seperti Bali dan Yogyakarta, diperlukan Sekolah Pariwisata Tingkat Menengah yang berkualitas, bahkan sekolah lanjutan sampai tingkat Akademi atau yang lebih tinggi lagi namun kurikulumnya harus lebih tinggi dibandingkan dengan Sekolah Menengah Pariwisata. Perlu kerja sama dan koordinasi yang baik antara asosiasi atau pelaku bisnis yang berhubungan dengan industri pariwisata seperti PHRI, ASITA. pengrajin dengan pemerintah daerah. karena selama ini belum ada kerja sama dan koordinasi yang bagus diantara mereka. Dalam hal cenderamata perlu kerjasama PHRI, pemerintah dan pengrajin seperti hasil pengrajin diberi tempat berjualan di hotel-hotel berbintang. sementara pemerintah memberi fasilitas seperti pelatihan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas hasil kerajinan dan lebih variatif. Akan lebih bagus lagi bila cara menangani dunia pariwisata dengan cara lebih profesional dan langkah strategi yang sebaiknya diambil adalah didirikannya suatu institusi profesional dan independen yang didukung oleh pelaku bisnis, praktisi dan pemerintah yang memiiiki kapabihtas tinggi, seperti negara singapura. Adanya institusi tersebut diharapkan dapat menjadi leader. Sehingga dunia
90
lya SainsI^nonuIndoriesiatStmiiKasus Industri'Pariwisata (Pcnepsi WiaUwan),
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Ringoringo. (2004), Dinamika Pariwisata Indonesia dan Outlook 2004 Jakarta. LPEM-UI.
Anonim, (2002), Pariwisata dan Krisis Ekonomi Di Asia Tenggara. Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR) - LIPI. Jakarta.
Biro Pusat Statistik, (2003). Statistik Perhotelan dan Pariwisata Jawa Timur. Jawa Timur
Biro Pusat Statistik. (2004), Statistik Indonesia 2003:. Jakarta.
Badan Pariwisata Sumatera Utara, (2005)
BPS, (2005), Laporan Perekonomian Kota Batam. Batam. Deparpostel. 1994: Buku Petunjuk Wisata Remaja Sumatra Barat. Deparpostel Kanwil II. Prop. Sumbar, Padang.
Direktorat Bma Pariwisata Nusantara. (1994), Indonesia Pariwisata Nusantara. Jakarta.
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Provinsi Sumatra Barat. (2002). Buku Data Statistik Pariwisata Provinsi Sumatra Barat. tahun 2002.
Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destmasi Pariwisata. Ul-Press. Jakarta
Haryo. Suwahyo S., 2004. Tinjauan Kritis Perkembangan Kepariwisataan Nasional. Business News 7019/9-2-2004
Hendri. 2002, Peranan masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata. Pusat Pariwisata UGM. Yogyakarta Kadin, 2004; Pariwisata Lokomotif Kebangkitan Perekonomian Indonesia. Jakarta.
Kompas, (2003), Wisatawan dari Jatim Dinilai Potensial, www.Kompas.co.id
Mallo, Nuriaela, 2003, Strategi Pemasaran Untuk Pengembangan Pariwisata Di Sulawesi Selatan (Thesis). Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Mangiri. Komet . 2003. Keterkaitan Pariwisata Dengan Ekonomi. Sosial-Budaya dan Lingkungan (Kerangka Teori. Analisis dan Sistem). Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Pendit. Nyoman S.. 2003. Ilmu Pariwisata. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
•:'
f*Tzungtal*nJtoy3.$imgj3xinotniIt^^
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Oleh: Zaamauis Ismai
5.1
Kesimpulan
Dari uraian kajian mikro mengenai Peningkatan Daya Saing Ekonomi: Studi Kasus Industri Pariwisata di enam daerah penelitian, serta mengacu pada pemasalahan, tujuan. lingkup, teori dan temuan lapangan, dikemukakan kesimpulan sebagai berikut.
Berbagai obyek wisata di enam daerah penelitian ternyata mempunyai keunikan/kekhasan sendiri dan menarik, sehingga memberikan alternate pilihan bagi wisatawan berkunjung ke masing-masing daerah. Misalnya di Sumatera Utara, terkenal dengan wisata alam Danau Toba dan agrowisata Berastagi. Di Sumatera Barat terkenal dengan Teluk Bayur. Ngarai Sianok dan peninggalan sejarah Istana Pagaruyung. Di Kepulauan Riau, lebih dikenal dengan Jembatan Barelang. Jawa Tengah terkenal wisata budaya yang merupakan salah satu keajaiban dunia, yakni Candi Borobudur, di samping Kraton Surakarta. Sementara itu Jawa Timur terkenal dengan wisata alam gunung dan goa, yakni Gunung Bromo. dan Goa Maharani. Sedangkan Sulawesi Utara masih tetap bertahan dengan wisata alam Taman Laut Bunakennya. Perkembangan jumlah dan ragam obyek wisata di enam lima daerah
penelitian kecuali Kepulauan Riau, ternyata cenderung stagnan atau kalaupun terjadi pertambahan jumlah obyek wisata tidak terlalu mencolok. Meskipun dari
data jumlah obyek wisata di masing-masing daerah cukup banyak,dan beragam, tetapi yang hanya wisnus yang banyak mengunjungi, sebaliknya wisman relatif terbatas
bahkan
tidak
ada.
Hal
ini
disebabkan
ketiadaan
dana
untuk
mengembangkannya terutama sejak diberiakukan otonomi daerah. seperti yang
terjadi di Sumatera Utara. Dengan diberlakukannya otonomi daerah. pengelolaan industri pariwisata sepenuhnya diserahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu perlu penataan dan pembenahan (fasilitas dan akses ke tempat obyek
94
kecuali di Sulawesi Utara mengalami kemerosotan. Ini disebabkan sejak berlakunya otonomi daerah pengelola akomodasi dibebani berbagai pajak dan retribusi dengan alasan PAD. Pengembangan akomodasi dan cenderamata di enam daerah penelitian dikarenakan belum adanya suatu institusi yang dapat
memecahkan permasalahan yang terkait dengan krisis ekonomi dan kebijakan daerah.
5.2
Rekomendasi
Untuk dapat meningkatkan daya saing industri pariwisata. maka semua termasuk masyarakat harus berbenah diri. Pariwisata di Indonesia seharusnya bisa membuat seorang wisatawan kembali lagi dengan membawa pihak
teman, saudara, dan keluarga. Untuk itu obyek wisata yang dijual juga harus yang bagus dan unik serta sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik di tempat wisata maupun ke tujuan daerah wisata. Dalam hal ini kerja sama dengan pihak perlu ditumbuhkan untuk menciptakan berbagai obyek wisata yang antraktif, di samping penyediaan sarana dan prasarana yang bersih. nyaman, dan aman bagi wisatawan.
Strategi peningkatan daya saing berbagai industri pariwisata di enam daerah penelitian dilakukan dengan memelihara atau mempertahankan variabelvanabel yang sudah tinggi, meningkatkan/mengintensifkan/ mengoptimahsasikan variabel-variabel yang berdaya saing sedang/cukup, memperbaiki variabel-variabel
yang berdaya saing rendah; serta mengatasi ancaman atau variabel yang berdaya saing sangat rendah, melalui penerapan berbagai konsep pengembangan sumber daya yang handal sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk merealisasikan berbagai butir di atas, diperlukan keenam daerah merumuskan kembali kebijakan dan strategi pengembangan aspek-aspek daya saing panwisatanya dalam upaya mengantisipasi perkembangan kemajuan sosial ekonomi dan masuknya era globatisasi sehingga dapat bersamg pada tingkat daerah. nasional, dan internasional.
Berbagai kebijakan, strategi dan program peningkatan daya saing beragam aspek pariwisata itu dilakukan secara terpadu sesuai dengan sifat-sifat usaha
96
& PUSAT PENELITIAN EKONOMI k LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (P2E-LIPI) Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-LIPI) adalah lembaga pelaksanaan penelitian keilmuan di bidang ekonomi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK). Tugas dan fungsi dari | ft ^ P2E, antara lain : ww p i a.
b.
* c.
Menyusun program penelitian dan kegiatan iimiah lain di bidang ekonomi; Melaksanakan penelitian dan kegiatan iimiah lain di bidang ekonomi terutama yang menyangkut aspek-aspek industri dan perdagangan, pembangunan daerah, serta keuangan perbankan; Memantau dan mengevaluasi hasil kegiatan penelitian dan kegiatan lain di
bidang ekonomi;
HMHNHMaife)))^.
Memberikan masukan kepada pemerintah dan institusi lainnya sebagai bahan pertimbangan kebijakan di bidang ekonomi; ,.^_ Melaksanakan kerjasama hasil-hasil penelitian dan kegiatan iimiah lain di bidang ekonomi;
Mendokumentasikan, menyebarluaskan dan memberikan pelayanan informasi hasil penelitian dan kegiatan iimiah lain di bidang ekonomi. itruktur organisasi P2E-LIPI hasil reorganisasi yang dilakukan pada tahun 2001, terdiri dan; Kepaia Pusat yang membawahi langsung Sub Bagian Tata Usaha dan empat Bidang Penelitian. Keempat Bidang Penelitian tersebut adalah pertama, Bidang Industri Perdagangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penelitian mengenai industri, perdagangan dan kegiatan iimiah lainnya. Kedua, Bidang Pembangunan Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penelitian mengenai perkembangan daerah dan kegiatan iimiah lainnya. Ketiga, Bidang Keuangan dan Perbankan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penelitian mengenai keuangan dan perbankan serta kegiatan iimiah lain. Keempat Bidang Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan kerja sama, dokumentasi, dan informasi, Kepaia Bidang Operasional membawahi dua Sub Bidang Pertama Sub Bidang Kerjasama Penelitian dan kedua Sub Bidang Dokumentasi dan Informasi.
WIDYA GRAHA Lt. IV dan Lt. V Jin. Gatot Subroto 10 Jakarta 12190
Phone : (021 )5207120 (Direct) Hunting : (021)5251542 Ext 621 Fax:(021)5262139
65-70-9