ANALISIS POLA KEMITRAAN DALAM PENGADAAN BERAS PANDANWANGI BERSERTIFIKAT (KASUS GAPOKTAN CITRA SAWARGI DAN CV QUASINDO)
RINI INDRAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tesis yang berjudul : ”Analisis Pola Kemitraan dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus GAPOKTAN Citra Sawargi dan CV Quasindo)” merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
Rini Indrayani F052054245
ABSTRACT RINI INDRAYANI. Partnership Model Analysis of Supplying Pandanwangi Certified Rice (Case Study of Federation of Farmer Group Citra Sawargi and CV Quasindo Enterprise). Advised by H. Musa Hubeis as leader and H. Aris Munandar as member). Ministry of Agriculture cooperated with Institute of Research and Community Empowerment (LPPM) Bogor Agricultural University (IPB) prepared instrument to label certified variety rice, especially “Pandanwangi”. The certification passed through a comprehensive quality control (QC) system that involved the whole of rice agribusiness agents that joined in the Federation of Farmer Group (Gapoktan) Citra Sawargi. Marketing of Pandanwangi rice product passed through business partner in the form of trade contract between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo. The aims of this research were to identify implementation of partnership between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, to analyze impact of partnership specially to the income/profit, to evaluate expected partnership model, to arrange the alternative of the development strategy of the partnership which conducted by Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, and to arrange conceptual model for supplying local prime certified rice based on supplying model of Pandanwangi rice certificated. Data were analyzed in qualitative and quantitative methods. Quantitative analysis was done to analyze farm businesses and market efficiency through farm cost and benefit analysis and marketing marjin. Qualitative analysis was done to evaluate expected partnership model (Analytical Hierarchi Process/AHP) and the analysis of best development strategy applied (SWOT analysis). Partnership by General Trading Model had already increased farmer income, but it was not fully capable to inforcement farmer organization (Gapoktan), due to weaknesses of capital. Main advantages of this partnership discovered in this study were (1) strengthening of farmer business organization, (2) selling price become better, (3) assurance of price and market product, and (4) increasing production and rendement. Advantages of partnership for CV Quasindo were (1) opportunity developed new business unit, (2) guarantee continuity of supply (quality ang quantity), (3) get guarantee certification facility of purity variety from the Government, (4) get profit from selling result of product, and (5) get promotion facility from the Government. Based on the analysis of partnership model evaluation, it had been obtained that the nucleous estate partnership model is an expected partnership model, considering weaknesses of Gapoktan capital especially for supplying infrastructure for rice production and unhulled paddy buying caused by the weaknesses of the government support in reinforcement of Gapoktan. Based on the SWOT analysis, the best strategy applied was growth strategy. It covered expand marketing area, strenghten partnership, increase promotion, increase implementations of QC, and strengthen institution (farmer and certification institution). The strategies are expected to improve the performance of partnership, which may shape the purpose of partnership, which is to create a solid and independent farmer business enterprise.
RINGKASAN RINI INDRAYANI. Analisis Pola Kemitraan dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo). Dibawah bimbingan MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan ARIS MUNANDAR sebagai Anggota. Beras dalam kemasan berlabel yang diperdagangkan saat ini belum sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen. Demikian pula label yang tertera dalam kemasan pada umumnya tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya dari beras yang dikemas. Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras Pandanwangi ‘asli’ pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual adalah 24,7 %, artinya 75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi). Atas dasar kondisi tersebut guna memberikan jaminan kepuasan bagi konsumen beras, maka Departemen Pertanian (Deptan) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem sertifikasi beras berlabel berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya ‘PandanwangiCianjur’. Sertifikasi tersebut dilakukan melalui suatu sistem manajemen mutu terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan yang tergabung dalam wadah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Citra Sawargi. Pemasaran produk beras Pandanwangi dilakukan melalui kemitraan dalam bentuk kontrak dagang antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan; (2) Menganalisis dampak kemitraan, khususnya terhadap pendapatan/keuntungan usaha masing–masing pihak yang bermitra; (3) Mengevalusi pola kemitraan yang diinginkan; (4) Menyusun strategi pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat; (5) Menyusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal tersertifikat berbasis model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. Metode analisis kualitatif (deskriptif) digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan, selanjutnya dilakukan analisis pendapatan usahatani dan marjin tataniaga untuk menganalisis keuntungan usaha masing–masing pihak yang bermitra. Hasil analisis tersebut dipertajam dengan metode analytical hierarchi process (AHP) untuk mengetahui model kemitraan yang ideal sesuai keinginan kedua pihak yang bermitra. Identifikasi faktor–faktor yang mempengaruhi kinerja kemitraan dan penyusunan strategi pengembangan usaha dilakukan dengan analisis strengths, weaknesses, opportunities and threats (SWOT). Berdasarkan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif tersebut dapat disusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal tersertifikat berbasis model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. Kemitraan dengan Pola Dagang Umum telah mampu meningkatkan pendapatan petani mitra, namun belum mampu sepenuhnya menguatkan kelembagaan petani (Gapoktan). Rataan pendapatan usahatani petani mitra lebih tinggi 22,54% dibandingkan petani non mitra. Hal ini utamanya disebabkan lebih tingginya produktivitas (15,87%) dan harga jual gabah (5,47%). Dari hasil analisis marjin tataniaga, kedua pihak yang bermitra menikmati marjin keuntungan yang relatif proporsional, yaitu masing-masing 7% (Gapoktan) dan 6% (CV Quasindo). Dari hasil analisis evaluasi pola kemitraan, didapatkan bahwa pola kemitraan inti plasma merupakan pola kemitraan yang diinginkan, mengingat lemahnya permodalan Gapoktan, khususnya dalam pengadaan sarana produksi (saprodi) dan pembelian gabah sebagai akibat rendahnya dukungan pemerintah dalam penguatan Gapoktan.
Berdasarkan analisis faktor internal, maka yang menjadi kekuatan utama kemitraan adalah keterikatan (berupa perjanjian formal), sedangkan faktor kelemahan yang mempengaruhi kinerja kemitraan adalah saling ketergantungan (tidak ada saling membagi keunggulan di bidang teknologi, manajemen dan permodalan, tetapi hanya akses pasar). Faktor eksternal yang berpengaruh kuat terhadap kinerja kemitraan adalah trend tuntutan konsumen, kebijakan proteksi impor (peluang), lemahnya dukungan promosi sertifikasi dan rendahnya law enforcement (ancaman). Dari hasil analisis SWOT, strategi yang paling efektif dilakukan oleh kedua pihak yang bermitra adalah strategi pertumbuhan berikut : (1) memperluas wilayah pemasaran, (2) memperkuat kemitraan, (3) meningkatkan promosi, (4) meningkatkan implementasi jaminan mutu dan (5) penguatan kelembagaan. Penyempurnaan atas model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat yang ada saat ini perlu dilakukan secara bertahap, dimana tingkat kemandirian dan lamanya kemitraan menunjukkan kemantapan sistim kemitraan yang diterapkan. Beberapa hal yang perlu disempurnakan dari model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagai basis penyusunan model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat adalah : perlunya penguatan organisasi petani dan peran tenaga pendamping atau mediator pada model transisi hingga Gapoktan menjadi kuat, serta mandiri disamping perlunya penguatan lembaga dan perangkat sertifikasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan peran manajer profesional diharapkan Gapoktan mampu menerapkan manajemen korporasi (Gapoktan sebagai farmer enterprise), sehingga mampu mengembangkan kerjasama dengan beberapa pelaku pasar dan bahkan langsung menembus super/hyper market.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS POLA KEMITRAAN DALAM PENGADAAN BERAS PANDANWANGI BERSERTIFIKAT (KASUS GAPOKTAN CITRA SAWARGI DAN CV QUASINDO)
RINI INDRAYANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus GAPOKTAN Citra Sawargi dan CV Quasindo) : Rini Indrayani : F052054245 : Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.H.Aris Munandar, MS Anggota
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA
Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 12 Mei 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tesis yang berjudul “Analisis Pola Kemitraan dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus GAPOKTAN Citra Sawargi dan CV Quasindo)” salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan akhir. 2. Dr.Ir. H. Aris Munandar, MS selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan dan memberikan perhatiannya dalam penyusunan laporan akhir ini. 3. Bapak Machpudin (PPL), H. Burhan, H. Mansyur beserta seluruh jajaran pengurus Gapoktan Citra Sawargi dan Ibu S. Evy Julianti (Direktur Utama CV Quasindo) atas korbanan waktu dan informasi yang diberikan. 4. Suami dan anak tercinta serta orangtua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan do’a restu, dukungan dan semangat. 5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu Penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Mei 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 31 Mei 1970, sebagai anak kedua dari lima bersaudara, putri dari Bapak Ir. H. Saharuddin, MS (Alm) dan Ibu Enny Sukaeni. Pada tahun 1989, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Bogor, dan selanjutnya pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur penerimaan khusus PMDK. Pada tahun 1990, penulis memilih masuk pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Gelar Sarjana Pertanian berhasil diraih pada tahun 1993. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana IPB pada Program Studi Industri Kecil Menengah. Sejak tahun 1994 hingga saat ini, penulis bekerja di Departemen Pertanian, dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Seksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Subdit Pemantauan dan Pengawasan Pasar. Penulis menikah dengan Ary Fajar Gunawan, SP dan saat ini telah dikaruniai empat orang anak : Shafa Nafisah Elfajria, Fathya Fiddini Elfajri, Hadziqan Syah Elfajri dan Aqilya Saharani Elfajri.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT................................................................................................... RINGKASAN................................................................................................ SURAT PERNYATAAN.............................................................................. RIWAYAT HIDUP....................................................................................... PRAKATA.................................................................................................... DAFTAR TABEL.......................................................................................... DAFTAR GAMBAR..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
Halaman iv v vii viii ix xii xiv xv
BAB I
PENDAHULUAN................................................................. 1.1. Latar Belakang Permasalahan.................................... 1.2. Perumusan Masalah................................................... 1.3. Tujuan .......................................................................
1 1 6 8
BAB II
LANDASAN TEORI............................................................. 2.1. Agribisnis dan Agroindustri Perberasan.................... 2.2. Kelembagaan Petani................................................... 2.3. Kemitraan Usaha........................................................ 2.4. Program Sertifikasi Beras Pandanwangi....................
9 9 14 16 19
BAB III
METODE KAJIAN............................................................... 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian................................... 3.2. Pengumpulan Data.................................................... 3.3. Pengolahan dan Analisis Data................................. 3.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani.................... 3.3.2. Analisis Marjin Tataniaga........................... 3.3.3. Metode PHA ............................................ 3.3.4. Analisis SWOT..............................................
23 23 23 25 27 29 30 33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................... 4.1. Keadaan Umum....................................................... 4.1.1. Lokasi dan Karakteristik Usahatani Pandanwangi................................................ 4.1.2. Karakteristik Pelaku Kemitraan.................. 4.2. Pelaksanaan Kemitraan........................................... 4.3. Manfaat Kemitraan................................................. 4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani.................. 4.3.2. Rantai Pasar dan Marjin Pemasaran.......... 4.4. Evaluasi Pola Kemitraan yang Diinginkan ............. 4.4.1. Identifikasi Model..................................... 4.4.2. Hasil Pengolahan Vertikal......................... 4.5. Strategi Pengembangan Usaha Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat.....................................
38 38 38 45 50 56 60 65 70 70 73 77
4.6.
4.5.1. Identfikasi Faktor – Faktor yang Berpengaruh............................................... 4.5.2. Matriks IFAS............................................. 4.5.3. Matriks EFAS............................................ 4.5.4. Matriks Internal – Eksternal...................... 4.5.5. Analisis Matriks SWOT............................ 4.5.6. Pemilihan Alternatif Strategi.................... Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal Bersertifikat.............................................................
77 85 86 87 88 95 97
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 1. Kesimpulan........................................................................................ 2. Saran..................................................................................................
104 104 105
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
106
LAMPIRAN........................................................................................
109
xi
DAFTAR TABEL No. 1.
Halaman Kontribusi pasar tradisional dan pasar modern terhadap total penjualan ritel nasional ...............................................................
2
2.
Perbandingan jumlah pasar tradisional dan pasar modern .................
2
3.
Hasil uji kemurnian beras ...................................................................
4
4.
Nilai skala banding berpasangan ........................................................
32
5.
Varietas padi yang dikembangkan di Kabupaten Cianjur ..................
38
6.
Kandungan zat gizi Pandanwangi per 100 g ......................................
40
7.
Perkembangan areal pertanaman padi Pandanwangi di Wilayah Kecamatan Warung Kondang ..............................................
41
8.
Daerah sebaran padi Pandanwangi .....................................................
42
9.
Daerah sentra produksi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur .............
43
10.
Lokasi pengembangan padi Pandanwangi di Kecamatan Warung Kondang ................................................................................
43
Keragaan pengusahaan padi varitas Pandanwangi di Kabupaten Cianjur ..............................................................................
45
Jumlah petani, kelompok tani, luas tanam dan taksiran produksi gapoktan Citra Sawargi ........................................................
47
13.
Perkiraan panen padi Pandanwangi Gapoktan Citra Sawargi .............
55
14.
Sumber permodalan Gapoktan Citra Sawargi .....................................
55
15.
Perkembangan kisaran harga padi Pandanwangi dan padi varietas unggul nasional ......................................................................
57
16.
Analisis pendapatan usahatani padi Pandanwangi per musim ............
60
17.
Analisis pendapatan usahatani padi VUN jenis Ciherang pada tahun 2006 ..................................................................................
64
18.
Lembaga dan fungsi pemasaran ..........................................................
67
19.
Marjin pemasaran beras Pandanwangi ...............................................
69
20.
Pengolahan vertikal faktor kunci kemitraan pada level kedua ...........
73
11.
12.
21.
Pengolahan vertikal pelaku kemitraan pada level ketiga ...................
74
22.
Pengolahanvertikal elemen tujuan kemitraan pada level keempat .....
74
23.
Pengolahan vertikal pola kemitraan pada level kelima ......................
76
24.
Faktor strategis internal kemitraan usaha ...........................................
85
25.
Faktor strategik eksternal pengembangan usaha Pandanwangi ..........
87
26.
Matriks Internal – Eksternal ...............................................................
88
27.
Matriks SWOT ...................................................................................
89
28.
Tingkat kepentingan unsur SWOT pada usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat .........................................................
96
Penentuan alternatif strategi terbaik ...................................................
97
29.
xiii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Rantai pemasaran padi/beras kasus di Pulau Jawa ............................
11
2.
Diagram Sankey ................................................................................
13
3.
Esensi organisasi internal agribisnis .................................................
15
4.
Model revitalisasi gapoktan ..............................................................
16
5.
Diagram alir proses sertifikasi beras .................................................
21
6.
Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat .........
26
7.
Diagram Matriks IE ..........................................................................
36
8.
Diagram matriks SWOT ...................................................................
37
9.
Model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat .........................
51
10.
Alur pengadaan beras Pandanwangi ................................................
54
11.
Rantai pemasaran beras di Kecamatan Warung Kondang ...............
66
12.
Evaluasi bentuk kemitraan yang paling tepat ...................................
72
13.
Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat .........
103
xiv
DAFTAR LAMPIRAN No. 1.
Halaman Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani mitra ..............................................................................................
109
Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani non mitra .......................................................................................
111
3.
Penentuan rating faktor strategi internal .......................................
113
4.
Penentuan rating faktor strategi eksternal .....................................
114
5.
Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan ............................
115
6.
Pembobotan terhadap peluang dan ancaman ................................
116
7.
Pembobotan faktor strategik internal kemitraan usaha .................
117
8.
Pembobotan faktor strategik eksternal kemitraan usaha ...............
118
9.
Matrik perbandingan berpasangan faktor kunci kemitraan ...........
119
10.
Matriks perbandingan berpasangan pelaku kemitraan ..................
120
11.
Matriks perbandingan berpasangan tujuan kemitraan ...................
121
12.
Matriks perbandingan berpasangan pola kemitraan ......................
122
13.
Hasil pengolahan vertikal sistem hirarki keputusan pola kemitraan yang paling tepat ..........................................................
124
2.
xv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan Beras merupakan komoditas strategis Indonesia ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan politik.
Hal ini antara lain karena beras merupakan
makanan pokok hampir semua penduduk Indonesia. Beras juga diproduksi hampir di semua kabupaten/kota di Indonesia dengan total produksi per tahun 51 – 52 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 30,6 – 31,2 juta ton beras. Hampir seluruh beras yang diproduksi di Indonesia digunakan di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk (96,7 % dari total produksi). Sebagian beras yang diperdagangkan di pasar–pasar tradisional merupakan beras yang dijual dalam bentuk curah (per kilogram atau liter). Hanya sebagian kecil beras yang dibeli oleh konsumen akhir diperdagangkan dalam kemasan berlabel dan umumnya selama ini (sampai dengan tahun 2003) sebagian besar dipenuhi oleh produk impor (Jasmine Rice/Fragran rice atau Thai Hom Mali) dan diperdagangkan di pasar – pasar modern. Sejak diberlakukannya ketentuan impor beras (SK Menperindag No.9/MPP/Kep/I/2004) dengan implementasinya berupa “pelarangan impor beras” sejak tahun 2004 hingga saat ini, maka seluruh pasar beras dalam negeri baik di pasar tradisional maupun modern dikuasai sepenuhnya oleh beras produk lokal.
Ketiadaan beras impor khususnya beras mutu tinggi
(beras wangi) khususnya untuk memasok kebutuhan Hotel dan Restoran diseluruh Indonesia menimbulkan desakan dari pelaku pasar beras nasional terhadap pemerintah untuk dapat segera memenuhi kebutuhan jenis beras wangi mutu tinggi dimaksud dari produksi dalam negeri (substitusi impor) yang besarnya sekitar 75.000 ton per tahun (Ditjen PPHP, 2006). Kondisi ini semakin merangsang pengusaha/pedagang beras untuk bersaing dengan menonjolkan varietas padi lokal dengan keunggulan sifatnya sebagai merk dagang atau label beras. Kendati beras dengan kemasan berlabel tersebut diperdagangkan dengan volume terbatas, namun dengan pesatnya perkembangan pasar modern (ritel kecil, menengah dan besar) cukup memberikan andil dalam peningkatan
2
pemasaran beras kemasan berlabel. Hasil penelitian Nielsen Tahun 2005 menunjukkan bahwa secara nasional, pangsa pasar modern cenderung mengalami peningkatan cukup nyata (Tabel 1), sementara jumlah maupun pangsa pasar tradisional justru mengalami penurunan. Perubahan tersebut didorong oleh adanya perubahan trend konsumen atau preferensi masyarakat dalam mengkonsumsi barang kearah pasar modern, serta sebagai dampak diberlakukannya Keppres 118/2000 yang mengeluarkan bisnis ritel dari negative list Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai tindaklanjut penandatanganan LoI antara Pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) (Nielsen, 2005). Tabel 1. Kontribusi Pasar Tradisional dan Pasar Modern terhadap total penjualan ritel nasional Tahun
Pasar Tradisional (%)
Pasar Modern (%)
78,10 75,20 74,80 73,70 69,60
2000 2001 2002 2003 2004
21,80 24,80 25,10 24,40 30,40
Sumber : Nielsen, 2005.
Tabel 2. Perbandingan jumlah Pasar Tradisonal dan Pasar Modern Tahun
2001 2003
Pasar Tradisional (unit) 1.899.736 1.745.589
Perubahan (%) - 8,11
Pasar Modern (unit) 3.865 5.079
Perubahan (%) 31,41
Sumber : Nielsen, 2005.
Dalam perdagangan beras dalam kemasan berlabel, mutu beras yang dikemas merupakan penyebab tingkat kepuasan konsumen. Karakteristik mutu beras secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu (1) sifat genetik, (2) lingkungan dan kegiatan pra panen, (3) perlakuan panen dan (4) perlakuan pasca panen, maka pembangunan sistem jaminan mutu beras harus dimulai dari proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan dalam proses panen dan pasca panennya, serta dikuatkan dengan sertifikasi pelabelan untuk
3
memberikan keyakinan bagi konsumen dalam menentukan pilihan atas beras bermutu sesuai dengan varietasnya dan menjaga kepentingan produsen/pelaku bisnis untuk memperluas pangsa pasar beras dengan harga yang lebih baik (Damardjati, 1995). Dalam
kenyataannya,
beras
dalam
kemasan
berlabel
yang
diperdagangkan belum sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen. Demikian pula label yang tertera dalam kemasan pada umumnya tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya dari beras yang dikemas. Sebagai contoh, beras kemasan berlabel ‘Pandanwangi’ belum tentu 100 % terdiri atas beras Pandanwangi.
Praktik yang umum dilakukan para pedagang atau
distributor beras adalah mencampur atau mengoplos berbagai jenis beras dengan menambahkan sedikit beras varietas Pandanwangi dan pada kemasan diberi label Pandanwangi. Praktik yang juga sering dilakukan adalah memberi aroma sintetis, sehingga seolah–olah beras tersebut adalah asli varietas Pandanwangi yang umum dicari konsumen.
Kondisi tersebut dapat
menurunkan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap merek beras dalam kemasan berlabel. Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras Pandanwangi ‘asli’ pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual adalah 24,7 %, artinya 75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada korelasi antara besarnya tingkat kemurnian dengan tingginya harga jual beras berlabel Pandanwangi (Tabel 3). Hal ini menandakan bahwa mahal tidaknya beras Pandanwangi sangat ditentukan oleh motif bisnis dalam rangka memperoleh keuntungan sebanyak– banyaknya.
4
Tabel 3. Hasil uji kemurnian Beras No.
Merek
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A H F G D E I C B
Sumber
Harga (Rp/kg) 9.000 9.000 7.200 7.000 7.000 6.960 6.000 6.630 6.000
PW (%)
BPW (%)
BP (%)
42,25 39,47 19,78 33,91 24,54 20,64 16,82 11,84 13,04
46,61 41,74 68,06 60,92 45,16 45,05 59,84 56,62 60,18
11,14 18,79 12,16 5,17 30,30 34,31 23,34 31,54 26,78
: LPPM IPB, 2006
Keterangan : PW: Pandan Wangi, BPW: Bukan Pandan Wangi, BP : Butir Patah
Atas dasar berbagai kondisi tersebut di atas, maka dalam upaya memberikan jaminan kepuasan bagi konsumen beras cenderung menuntut mutu yang semakin baik dan konsisten. Saat ini, Departemen Pertanian (Deptan) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem sertifikasi beras berlabel berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya ‘Pandanwangi-Cianjur’ melalui suatu sistem manajemen mutu terpadu dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan (petani, penangkar benih, penggilingan padi dan unit-unit pendukung lainnya). Sistem sertifikasi beras yang sudah disiapkan saat ini adalah certificate of conformity berupa : 1. Inspeksi kejelasan penggunaan benih bersertifikat disesuaikan dengan luas lahan dan bukti pembelian benih 2. Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan kepemilikan lahannya dan produksi beras bersertifikat yang direncanakan. 3. Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar (SNI) Pandanwangi-Cianjur merupakan jenis padi varietas unggul yang merupakan padi sawah lokal Pandanwangi-Cianjur dengan karakteristik khas, yaitu berumur tanam panjang (155 hari), buah padi berbulu dan sukar rontok, bentuk gabah bulat, beraroma pandan, rasa nasi enak dan tekstur nasi pulen serta cocok ditanam di Cianjur (Keputusan Mentan No.163/Kpts/LB.240/3/ 2004). Hampir 50% luas areal pertanaman padi varietas Pandanwangi terdapat
5
di Kecamatan Warung Kondang, Cianjur. Di kecamatan ini juga dilakukan pemurnian varietas Pandanwangi dan penangkaran benih Pandanwangi. Dengan keunggulan karakteristik berasnya, maka padi Pandanwangi seharusnya memiliki harga jual gabah/beras relatif lebih tinggi dibandingkan padi varietas lainnya. Namun pada umumnya petani Pandanwangi belum mendapatkan manfaat finansial dari usahataninya, karena tidak memiliki posisi tawar yang kuat dibandingkan dengan pelaku bisnis beras Pandanwangi di hilirnya,
yaitu disebabkan penguasaan lahan terbatas dan lemahnya
permodalan petani. Kondisi ini diperparah lagi dengannya kurangnya kesadaran petani dan kemampuan dalam penggunaan benih berlabel, sehingga kemurnian mutu gabah yang dihasilkan petani tidak terjamin. Hal ini pada akhirnya dimanfaatkan pelaku bisnis hilir sebagai salah satu alasan dalam menekan harga gabah Pandanwangi di tingkat petani. Dibentuknya kelembagaan petani dalam wadah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) diharapkan mampu mengatasi permasalahan terkait efisiensi dalam produksi dan pemasaran beras Pandanwangi. Gapoktan Citra Sawargi berlokasi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur. Gapoktan ini beranggotakan petani produsen padi varietas Pandanwangi, penangkar benih dan penggilingan padi yang secara bersama-sama membangun sistem produksi beras Pandanwangi bersertifikat jaminan kemurniannya sejak dari benih (menggunakan benih berlabel) hingga menjadi beras. Dalam mengembangkan usahanya Gapoktan Citra Sawargi telah membentuk unit – unit usaha yang terdiri atas unit pembelian, unit saprodi dan pembiayaan, unit pengolahan, unit pergudangan dan unit pemasaran. Dalam memasarkan produk beras Pandanwangi, Gapoktan Citra Sawargi telah melakukan kemitraan dengan CV Quasindo dalam bentuk kontrak selama 6 bulan dengan volume pembelian 10 ton per bulan. CV Quasindo merupakan importir sekaligus distributor beras, termasuk beras jenis khusus seperti steam
rice Herbal Ponny bermerk Taj Mahal yang merupakan beras kesehatan bagi penderita diabetes (beras dengan indeks glikemik rendah).
6
Bermodal pengalaman tersebut, CV Quasindo mencoba mengembangkan usahanya dengan menjalin kemitraan dengan Gapoktan Citra Sawargi dalam memasarkan beras Pandanwangi bersertifikat dengan didasari oleh peluang pasar masih terbuka mengingat adanya kecenderungan konsumen yang menuntut beras dengan mutu baik dan konsisten, dimana aroma beras seringkali menjadi salah satu komponen mutu yang terbukti dapat memberikan premi harga beras tinggi. Pertimbangan lainnya adalah belum adanya pesaing untuk produk beras Pandanwangi ‘asli’ melalui pemberian jaminan kemurnian varietas melalui sertifikasi beras berlabel yang perangkatnya telah disiapkan dan disosialisasikan kepada masyarakat oleh Deptan bekerjasama dengan LPPM IPB.
1.2 Perumusan Masalah Menurut Sinaga (1988), kemitraan didasarkan pada persamaan kedudukan, keselerasan dan peningkatan keterampilan kelompok mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan, yaitu hubungan : a. Saling memerlukan. Dalam hal ini, perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. b. Saling memperkuat. Dalam hal ini, baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing. c. Saling menguntungkan, yaitu baik kelompok mitra mapun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Namun demikian, dalam pelaksanaan kemitraan seringkali dihadapkan pada berbagai kendala.
Menurut Badan Agribisnis (1999), hal-hal yang
menjadi kendala tercapainya tujuan kemitraan, antara lain : a. Adanya struktur pasar monopolistik, yang mengharuskan usaha mitra untuk menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan mitra usahanya, sehingga memberi peluang bagi perusahaan untuk menekan harga produk tersebut.
7
b. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki usaha mitra sebagai pelaku usaha dalam berbagai hal seperti tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan manajerial, akses terhadap modal dan informasi yang rendah. Demikian juga halnya dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat yang melibatkan Gapoktan di sektor hulu serta CV Quasindo disektor hilir sangat rawan dengan praktek-praktek kecurangan dan kegagalan pemenuhan kontrak. Insentif harga yang lebih tinggi dari pelaku pasar beras Pandanwangi lainnya dibandingkan kontrak harga dengan CV Quasindo merupakan salah satu faktor potensial pemicu tidak terpenuhinya volume kontrak yang disepakati. Praktek pencampuran beras Pandanwangi dengan beras sejenis, baik di tingkat petani (dalam bentuk gabah) maupun di tingkat penggilingan merupakan permasalahan potensial lainnya yang sangat mempengaruhi konsistensi mutu beras Pandanwangi. Latar belakang kemitraan, mekanisme pembinaan dan bantuan lainnya, transparansi harga/pasar dan pemenuhan tanggungjawab oleh CV Quasindo yang merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan, karena potensial menimbulkan kemitraan yang tidak sehat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang mendasari kajian berikut : a. Bagaimana kemitraan yang selama ini berlangsung antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo ? b. Manfaat apakah yang diperoleh masing-masing pihak dalam pengadaan beras Pandanwangi khususnya ditinjau dari pendapatan/keuntungan usahanya ? c. Bagaimana pola kemitraaan yang sebenarnya diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra ? d. Bagaimana strategi pengadaan beras Pandanwangi melalui kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo dalam pengembangan usahanya ? e. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat bagaimanakah yang dapat dikembangkan melalui model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ?
8
1.3 Tujuan Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan strategi kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi-Cianjur bersertifikat. Secara khusus, kajian ini bertujuan : a. Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. b. Menganalisis
manfaat
kemitraan
khususnya
ditinjau
dari
pendapatan/keuntungan usaha masing-masing pihak yang bermitra, di dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. c. Menganalisis pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat . d. Menyusun strategi pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui pengembangan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam mengembangkan usahanya. e. Menyusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat yang berbasis model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat.
9
II. LANDASAN TEORI
2.1. Agribisnis dan Agroindustri Perberasan Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah bahwa atribut suatu produk akhir agribisnis merupakan hasil kumulatif dari semua sub sistem agribisnis dari hulu sampai hilir (alir produk atau product line). Karena itu, pengelolaan secara integrasi vertikal suatu sistem agribisnis dapat menjamin transmisi informasi pasar secara sempurna dan cepat dari hilir ke hulu, meminimumkan margin ganda dan menjaga konsistensi mutu produk dari hulu ke hilir akan menentukan ketepatan, serta kecepatan merespon perubahan pasar. Hingga saat ini, struktur usaha yang bersifat dispersal atau tersekatsekat merupakan kondisi umum yang terjadi pada usaha agribisnis yang melibatkan produsen sarana produksi, produsen hasil pertanian atau petani, pedagang hasil pertanian dan pengolah hasil pertanian. Masing-masing pelaku usaha menjalankan usahanya sendiri-sendiri dan tidak ada kaitan institusional diantaranya walaupun kegiatan yang dilakukan sebenarnya saling terkait secara fungsional.
Keterkaitan diantara pelakunya hanya
terbentuk melalui harga dan pada kondisi yang bersifat dispersal, sehingga pihak yang kuat akan dominan dalam pembentukan harga. Struktur usaha demikian tidak kondusif bagi pengembangan usaha agribisnis berkelanjutan akibat tidak adanya kaitan fungsional yang serasi dan harmonis diantara pelaku usaha agribisnis, sehingga dinamika pasar tidak selalu dapat direspon secara efisien. Konsekuensi lainnya adalah transmisi harga dan informasi pasar yang bersifat asimetris dan terbentuknya marjin ganda yang tidak dapat dihindari, disamping pemasaran hasil pertanian yang tidak efisien. Contohnya komoditas beras/padi, sebagaimana diketahui bahwa petani tanaman pangan (padi) di Indonesia adalah petani kecil dengan kepemilikan lahan sangat sempit, yaitu rataan 0,3 ha dan terpencar-pencar. Dalam menjual hasilnya, petani padi di Indonesia masih memasarkan hasilnya secara sendiri-sendiri. Hal ini disebabkan kelembagaan pemasaran di tingkat
10
petani masih belum banyak berfungsi sebagai lembaga pemasaran. Keberadaan kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi tani atau koperasi unit desa masih lebih banyak terfokus untuk menangani aspek budidaya dan belum berfungsi sebagai lembaga pemasaran hasil di tingkat petani. Hal ini disebabkan karena kemampuan manjemen pemasaran, akses pasar dan permodalannya yang masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan pemasaran beras di Indonesia menjadi tidak efisien (Ditjen PPHP, 2006). Sistem pemasaran hasil yang belum efisien ini dapat dilihat dari struktur pasar yang terjadi belum mencerminkan persaingan sempurna, tetapi masih banyak ditemui di lapangan struktur pasar yang terjadi berbentuk oligopsoni dan bahkan monopsoni. Hal ini disebabkan jumlah petani padi di Indonesia cukup banyak dengan tingkat produksi sangat sedikit, sedangkan jumlah pembelinya relatif sedikit. Struktur pasar yang demikian menyebabkan pembeli berada pada posisi penentu harga, sehingga posisi tawar petani menjadi lemah. Pemasaran hasil padi di Indonesia umumnya melewati mata rantai yang cukup panjang. Rantai pemasaran yang demikian ini sering merugikan petani maupun konsumen. Petani menerima harga yang rendah, sedangkan konsumen harus membayar dengan harga tinggi. Pada umumnya, petani padi tidak dapat menjual secara langsung kepada konsumen, terutama apabila sudah terikat dengan pinjaman uang sebagai modal dalam melakukan usahataninya. Petani pada umumnya menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul di tingkat desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjual kepada pedagang pengumpul yang lebih besar tingkat kecamatan atau kabupaten. Setelah itu baru ke penggilingan padi untuk selanjutnya dijual ke pedagang grosir dan pada akhirnya kepada pedagang pengecer. Dari pedagang pengecer baru dijual kepada konsumen. Gambar 1 menunjukkan mata rantai pemasaran komoditi padi/beras di Pulau Jawa yang masih cukup panjang, meskipun sebenarnya sistem agribisnis padi/beras di Indonesia sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan komoditi lainnya.
11
PETANI 80 %
20 %
Pedagang Pengumpul Desa
Penebas
PENGGILINGAN PADI (produk beras) 25 %
5% 70 %
Pedagang Antar Daerah
Pedagang Grosir
Grosir Luar Jawa
BULOG
Masyarakat Miskin/ TNI/Polri Pedagang Pengecer
Pengecer Luar Jawa
Konsumen Konsumen Luar Jawa
Gambar 1. Rantai pemasaran padi/beras kasus di Pulau Jawa (Ditjen PPHP, 2006)
Terkait dengan mutu gabah, maka petani dengan segala keterbatasan sumber daya yang tersedia mulai dari kemampuan akses terhadap input produksi (benih bermutu unggul, pupuk, pestisida dan lain-lain), keterbatasan sarana pasca panen dan keterikatan terhadap sistem budidaya panen setempat, serta kurangnya insentif harga terhadap perbaikan mutu gabah menyebabkan sulit untuk meningkatkan mutu gabah.
12
Di sisi lain penggilingan padi sebagai pelaku sub sistem pengolahan gabah/beras juga terpaksa harus berhadapan dengan pedagang pengumpul gabah dari berbagai wilayah dengan berbagai keragaman mutu gabah, kondisi ini diperparah lagi dengan konfigurasi mesin penggilingan padi yang kurang memenuhi standar dan sudah berumur tua, serta teknologi yang digunakan masih sederhana. Disamping itu, masih banyak penggilingan padi yang menggunakan sistim kerja ”one pass” yaitu gabah kering digiling hanya melalui tiga proses sederhana, yaitu proses pecah kulit, proses pemisahan sekam, dan proses penyosohan, yang dilakukan dari atas ke bawah dengan menggunakan gaya gravitasi gabah itu sendiri. Hal ini berdampak kurang baik terhadap mutu dan rendemen beras yang dihasilkan. Atas dasar hasil inventarisasi yang telah dilakukan, diperkirakan paling tidak sebanyak 70% penggilingan padi yang masih menggunakan sistem kerja one pass dari penggilingan padi kecil (PPK) 36,33%, Rice Milling Unit (RMU) 32,34% dan penggilingan padi Engelberg 1,5%. Akhir-akhir ini justru berkembang penggilingan padi ”mobile” yang menggunakan sistim kerja one pass dan diperkirakan jumlahnya cukup banyak (Ditjen PPHP, 2006). Dari kondisi tersebut dapat dipastikan mutu dan rendemen beras yang dihasilkan penggilingan padi di Indonesia masih rendah. Laporan BPS pada tahun 1977 menunjukkan bahwa rendemen rataan penggilingan padi di Indonesia 62,08% . Lebih lanjut skala usaha penggilingan di Indonesia pada umumnya relatif kecil sehingga kurang efisien dan daya serap bahan bakunya rendah. Hal ini sangat berbeda dengan penggilingan padi yang terdapat di negara eksportir beras seperti Thailand dan Vietnam yang dapat dijadikan sebagai perbandingan. Rangkaian permasalahan pada setiap subsistem agribisnis ini pada akhirnya melemahkan daya saing beras nasional (Patiwiri, 2006a). Agroindustri beras menggunakan gabah sebagai bahan bakunya. Jenis gabah yang dihasilkan petani umumnya adalah Gabah Kering Panen (GKP).
13
Selanjutnya pengolahan gabah dilakukan di penggilingan padi. Menurut Patiwiri (2006b) gabah yang dapat dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling (GKG), yaitu gabah yang memiliki kadar air (KA) 13 – 15% dan keluar berupa beras sosoh berwarna putih siap tanak. Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan.
Bagian–bagian yang tidak berguna akan
dipisahkan, sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama mengalami proses penggilingan. Tahapan proses penggilingan padi dan perubahan bobotnya seperti termuat pada Gambar 2.
Gabah kering panen
`
PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN
7% susut
100% Gabah Kering Giling PEMBERSIHAN AWAL
3% benda asing
PEMECAHAN KULIT 77% Beras Pecah Kulit
20% sekam PEMUTIHAN
10% katul dan lembaga 67 % Beras putih
2%
5%
52 %
8%
Beras Patah (segala ukuran)
Beras Kepala
Gambar 2. Diagram Sankey (Patiwiri, 2006a)
14
Dari gambar di atas terlihat bahwa butiran padi yang dihasilkan petani akan mengalami perubahan bobot pada tahap-tahap proses penggilingan padi. GKP yang memiliki KA 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi GKG yang memiliki KA sekitar 14%. GKG merupakan masukan terhadap proses penggilingan padi. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran yang berjumlah ± 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah mengalami pemecahan kulit, dimana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah dan akan tersisa beras pecah kulit 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52% dan beras patah segala ukuran sebanyak 15%. Persentase sekam dan bekatul semata – mata disebabkan oleh perbedaan varietas padi sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai, KA dan sejenisnya.
2.2. Kelembagaan Petani Organisasi adalah kesatuan yang memungkinkan orang-orang (para petani) mencapai satu atau beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan. Pakpahan (1990) menyatakan bahwa sistem organisasi ekonomi petani terdiri dari beberapa unsur (subsistem) : (1) unsur kelembagaan (aturan main), (2) partisipan (sumber daya manusia atau SDM), (3) teknologi, (4) tujuan, dan (5) lingkungan (alam, sosial, dan ekonomi).
Kelompok para petani yang berada di suatu kawasan dapat
dipandang sebagai suatu sistem organisasi ekonomi petani, hubungan antara unsur-unsur organisasi dan keragaan terlihat pada Gambar 3.
15
-
KELEMBAGAAN Batas wilayah produksi Hak pemilikan Pengambilan keputusan Penegakan hukum
TEKNOLOGI - Teknis Budidaya - Karakteristik komoditi - Asset Fixity dan specificity
TUJUAN - Keuntungan atau surplus usaha yang tinggi - Meningkatkan Pendapatan
-
PARTISIPAN: Kepribadian Umur dan seks Kekayaan Kesehatan Kosmopolit Nilai Pendidikan
KINERJA ORGANISASI - Keuntungan atau surplus usaha - Pendapatan organisasi dan partisipan meningkat
LINGKUNGAN ALAM, SOSIAL DAN EKONOMI
Gambar 3. Esensi organisasi internal agribisnis (Pakpahan, 1990)
Gambar 3 menunjukkan bahwa kelima unsur atau subsistem organisasi ekonomi petani saling berinteraksi dan pada akhirnya akan menghasilkan keragaan organisasi. Unsur lingkungan merupakan bagian dari sistem organisasi yang menentukan keragaan organisasi, namun berada di luar kendali organisasi. Terdapat dua jenis pengertian kelembagaan, yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai organisasi. Sebagai aturan main, kelembagaan merupakan perangkat aturan yang membatasi aktivitas anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan organisasi. Dari sudut pandang ekonomi, kelembagaan dalam arti organisasi biasanya menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh mekanisme pasar, tetapi melalui mekanisme administrasi atau komando. Keputusan tentang produksi dan alokasi penggunaan sumber daya ditentukan oleh organisasi. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis dalam kebersamaan/kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi
16
anggotanya dan petani lainnya. Untuk membentuk dan atau mengaktifkan kembali, serta memper-kuat kelembagaan petani yang ada, maka Departemen Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani pada tahun 2007. Dengan pola ini diharapkan pembinaan pemerintah kepada petani akan semakin terfokus dengan sasaran yang jelas. Model revitalisasi Gapoktan sebagaimana Gambar 4.
Gambar 4. Model revitalisasi Gapoktan (Syarief dan Fatika, 2006) Keterangan : UPJA = Unit Pelayanan Jasa Alsintan Alsintan = Alat Mesin Pertanian 2.3. Kemitraan Usaha Menurut
Kartasasmita dalam Badan Agribisnis (1999b), kemitraan
usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerja sama usaha antara badan usaha yang sinergis bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, menghidupi, memperkuat dan menguntungkan yang hasilnya bukanlah zero sum game melainkan positive sum game atau win-win
solution. Dalam kemitraan usaha jangan sampai ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian pihak lain yang merupakan mitra usahanya. Semua pihak
17
yang bermitra harus merasakan keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraan. Selanjutnya Tambunan (1996) menyatakan bahwa penyebab timbulnya kemitraan di Indonesia ada dua macam, yaitu : a. Kemitraan yang didorong oleh pemerintah, dalam hal ini kemitraan menjadi isu penting karena telah disadari bahwa pembangunan ekonomi selama ini selain meningkatkan pendapatan nasional per kapita, juga telah memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. b. Kemitraan yang muncul dan berkembang secara alamiah.
Hal ini
disebabkan oleh adanya keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat fleksibilitas dalam meningkatkan keuntungan. UU Nomor 9 tahun 1995 pasal 27 tentang Usaha Kecil (UK) menyatakan bahwa kemitraan dilaksanakaan dalam pola-pola berikut : intiplasma, sub kontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, dan bentuk-bentuk lain yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut: a. Pola Inti-Plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dan menengah dengan usaha besar (UB) yang bertindak sebagai inti dan UK sebagai plasma.
Perusahaan inti harus membantu dan membimbing
usaha plasma dalam melaksanakan subsistem usahatani, sebaliknya petani plasma bersedia bekerja sama dengan inti di bawah bimbingan pemerintah. b. Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara UK (petani) dengan usaha menengah (UM) dan UB yang ada di dalamnya. UK memproduksi komponen yang diperlukan oleh UM atau UB sebagai bagian produksinya. c. Pola Dagang Umum adalah bentuk kemitraan antara pengusaha kecil (petani) dengan UM atau UB yang di dalamnya UM atau UB memasarkan hasil produksi UK atau UK memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UM atau UB mitranya. d. Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang dan
18
saluran distribusi pengusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. e. Pola Keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya UK diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UM atau UB mitranya. f. Pola bentuk-bentuk lain adalah pola kemitraan di luar pola-pola di atas, tetapi belum dibakukan atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang. Selanjutnya Williamson dalam LPM–UNILA (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa kemungkinan hubungan kontrak yang bisa diciptakan antara pihak perusahaan besar dan petani, antara lain : a. Marketing Contract adalah kontrak yang menetapkan macam dan jumlah produk pertanian yang akan diserahkan, tetapi jarang menyebutkan kegiatan-kegiatan atau metode-metode khusus yang harus diikuti oleh proses produksi. Selain itu, kontrak ini tidak mengharuskan pihak pengelola (inti) untuk menyediakan masukan seperti bibit, makanan, atau peralatan. Kontrak ini merupakan kesepakatan untuk membeli hasil produksi di kemudian hari. b. Production Contract adalah kesepakatan antara petani dengan perusahaan bukan pertanian yang menentukan macam dan jumlah produk tertentu yang dihasilkan, serta dapat menetapkan varietas bibit, kegiatan-kegiatan dalam proses produksi dan masukan-masukan yang digunakan.
Bantuan teknis disediakan oleh perusahaan (pemberi
kontrak). c. Vertical Integration, yakni semua tahap produksi dilaksanakan oleh suatu perusahaan, dimana pasar tidak berperan dalam pengkoordinasian beberapa faktor produksi. Dalam kasus ini, petani bukan pemilik bahan baku, sarana-sarana produksi, atau hasil produksi. Petani lebih berperan sebagai manajer, pengawas upahan atau seorang pekerja borongan.
Ketiga model di atas pada intinya membahas hubungan yang mengikat para petani untuk bersedia menyediakan sejumlah produk pertanian
19
sekaligus membebani para petani dengan kriteria mutu, kuantitas, dan harga disertai dengan bantuan teknis. Model atau bentuk kelembagaan organisasi sebagai wadah koordinasi vertikal antara para petani dan perusahaan bisa mengambil salah satu atau gabungan dari beberapa model di atas atau sama sekali mengambil pola lain yang berbeda dari model di atas.
2.4. Program Sertifikasi Beras Pandanwangi Untuk memproduksi beras bersertifikat di dalam negeri diperlukan suatu model pengembangan yang terpadu secara sinergis antara produsen benih, petani padi, penggilingan padi, lumbung desa, lembaga keuangan dan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator. Para pelaku agribisnis perberasan perlu dipersiapkan/dibina guna memahami teknis produksi beras bersertifikat mulai dari pra panen, panen, pasca panen hingga pengolahan berasnya (benih berlabel, penerapan Standar Nasional Indonesia atau SNI gabah/beras sampai kepada manajemen pemasarannya). Guna melaksanakan program sertifikasi tersebut telah dilakukan empat kegiatan utama, yaitu : a. Pengembangan dan penguatan kelembagaan petani b. Pengembangan sistem penanganan dan pengolahan beras bersertifikat c. Pengembangan sistem pemasaran beras bersertifikat d. Pengembangan sistem sertifikasi pelabelan beras. Berdasarkan hasil kesepakatan Tim dan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan, maka telah disusun kesepakatan tentang karakteristik atau persyaratan dasar yang menjadi ciri khusus beras bersertifikat. Beras dikatakan sebagai beras bersertifikat, jika memenuhi halhal berikut : a. Diusulkan oleh unit usaha/unit produksi yang berbadan hukum atau memiliki aspek legal b. Beras berasal dari benih bersertifikat
20
c. Menerapkan sistem mutu (Good Agriculural Practices atau GAP dan
Good
Handling
Practices/Good
Manufacturing
Practices
atau
GHP/GMP) d. Sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga e. Harus menerapkan Peraturan Pemerintah (PP) Pelabelan dan peraturan perundangan lainnya. f. Didukung insfrastruktur dan sarana, serta sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya manusia (SDM) Pengawasan dan sertifikasi beras ditujukan untuk memberikan jaminan kepada konsumen terhadap penandaan keaslian varietas pada produk beras. Penandaan meningkatkan daya saing produk, karena sifat produk yang spesifik menunjukkan keaslian atau kemurnian produk merupakan potensi lokal maupun nasional. Pengawasan dan sertifikasi ini dilakukan dengan pendekatan ilmiah, analitis, dan ekonomis melalui ketepatan pelaksanaan monitoring dan pencatatan informatif yang mencakup keseluruhan rantai produksi dari benih sampai beras dikemas. Sertifikasi beras merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah) untuk memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk (beras) yang diproduksi oleh suatu unit produksi atau unit usaha telah memenuhi persyaratan mutu (keaslian varietas dan karakteristik beras). Proses sertifikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga (Lembaga atau Tim yang dibentuk Dinas Pertanian Kabupaten yang dalam jangka panjang menjadi lembagai sertifikasi terakreditasi) untuk memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk beras dan proses produksinya dari benih sampai produk akhir telah memenuhi persyaratan mutu. Proses sertifikasi berlangsung sebagaimana Gambar 5.
21 Permintaan Informasi
Penerapan Sistem Produksi beras berlabel yang relevan dan memenuhi persyaratan
Pengajuan permohonan Tidak Pemeriksaan kelengkapan dokumen
Ya Pemeriksaan audit kecukupan dan Pemeriksaan Pra Panen Ya
Tidak Pemeriksaan Pasca Panen dan Pengambilan contoh dan analisa produk
Tidak Rapat Evaluasi Ya Keputusan Sertifikasi
Penerbitan Sertifikat
Selesai
Pengawasan Berkala Gambar 5. Diagram alir proses sertifikasi beras berlabel (LPPM – IPB, 2006)
22
Pada tahap awal atau jangka pendek, dilakukan dua jenis sertifikasi beras, yaitu : (1) Sertifikasi dengan sistem Certifikate of Quality dan (2) Sertifikasi dengan sistem Certificate of Conformity. Sedangkan tahap selanjutnya akan diarahkan ke penandaan SNI. Dengan demikian prioritas inspeksi yang dilakukan dalam jangka pendek adalah :
a. Certificate of Quality dilakukan oleh laboratorium terakreditasi yang mengeluarkan kesesuaian terhadap kualitas. Dalam hal ini terhadap kualitas mutu beras, termasuk di dalamnya ketertelusuran keaslian verietas.
b. Certificate of Conformity ditambah dengan proses inspeksi terhadap keaslian variets berdasarkan regulasi teknis/SK Menteri tentang variets. Untuk tujuan keaslian varietas dan kesesuaian terhadap SNI, maka hal-hal yang dilakukan untuk diprioritaskan adalah :
1) Inspeksi untuk memperoleh kejelasan penggunaan benih bersertifikat, disesuaikan dengan luas lahan dan bukti pembelian benih.
2) Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan kepemilikan
lahannya
dan
produksi
beras
bersertifikat
yang
direncanakan.
3) Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar, misalnya SNI.
23
III. METODE KAJIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penanaman padi Pandanwangi, yaitu diwilayah Kecamatan Warung Kondang – Kabupaten Cianjur. Kelembagaan tani yang menjadi subyek penelitian ini adalah Gapoktan Citra Sawargi yang berlokasi di Desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang. Gapoktan Citra Sawargi terdiri atas 6 kelompok tani di wilayah Desa Bunikasih, Desa Tegallega dan Desa Mekarwangi.
Saat ini petani
pandanwangi yang menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi sebanyak 96 orang dengan luas lahan 48,93 hektar. Pengambilan data contoh petani mitra maupun non mitra di ke 3 wilayah pengamatan. Penelitian terhadap perusahaan mitra, yaitu CV Quasindo yang telah melakukan kemitraan dengan petani-petani Pandanwangi yang tergabung dalam kelembagaan Gapoktan Citra Sawargi di lokasi perusahaan di Jalan RE Martadinata Komplek Ruko Permata Ancol – Jakarta. Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Desember tahun 2007 sampai dengan Februari 2008, meliputi pengambilan data primer dan data pendukung lainnya, baik di CV Quasindo maupun Gapoktan Citra Sawargi, serta Studi Kepustakaan. Tahap pengolahan data sampai penyelesaian akhir laporan penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan April 2008.
3.2. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara : a. Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research) yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara teoritis. Data tersebut diperoleh dari buku-buku maupun literatur, terutama yang berhubungan dengan karakteristik dan potensi produksi beras Pandanwangi-Cianjur, serta
24
hal–hal lain menyangkut pola kemitraan, manajemen usaha, pemasaran dan lain–lain. b. Data primer berupa karakteristik dan kinerja pihak – pihak yang bermitra, biaya produksi dan penerimaan, persepsi pakar atas pola kemitraan ideal serta faktor – faktor yang paling berpengaruh terhadap pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi sebagai bahan perumusan strategi pengembangan usaha, seluruh data tersebut diperoleh dari penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti langsung dari sumbernya. Cara pengumpulan data primer diperoleh dengan cara : 1)
Interview, yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab antara dua pihak, dimana satu pihak sebagai pencari informasi. Sedangkan pihak lainnya sebagai pemberi informasi lisan maupun tertulis. Sumber informasi adalah pihak-pihak yang berkompeten terhadap masalah yang ada.
2)
Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti berupa kegiatan proses produksi dan pemasaran beras Pandanwangi-Cianjur bersertifikat .
3)
Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan terhadap obyek yang sedang diteliti kepada pihak yang terkait langsung dengan penelitian, khususnya pihak–pihak yang melakukan kemitraan seperti Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo.
Responden di tingkat perusahaan adalah Direktur Utama CV Quasindo yang tentunya sangat memahami hubungan kemitraan dengan petani, karena selama ini terjun langsung untuk merintis kemitraan dengan Gapoktan Citra Sawargi dalam pengadaan beras Pandanwangi Cianjur Bersertifikat. Sedangkan di tingkat Gapoktan, responden terdiri atas Ketua Gapoktan Citra Sawargi, Kepala Unit Usaha Gapoktan dan Penyuluh Pertanian setempat yang juga merangkap sebagai sekretaris Gapoktan. Sedangkan di tingkat petani yang menjadi responden adalah petani Pandanwangi yang
25
menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi yang sedang melakukan kemitraan dengan CV Quasindo (petani mitra) dan petani Pandanwangi dilokasi yang sama, namun bukan anggota Gapoktan Citra Sawargi dan tidak melakukan kemitraan dengan CV Quasindo (petani non mitra). Jumlah seluruh responden petani Pandanwangi yang digunakan adalah 50 orang, yaitu 25 petani mitra dan 25 petani non mitra. Penarikan petani contoh dilakukan dengan metode cluster sampling, yaitu cara penarikan contoh dari suatu populasi yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok atau sub populasi. Dalam penelitian ini diambil dua sub populasi berdasarkan keterlibatan atau tidaknya dalam kemitraan dengan CV Quasindo untuk memproduksi beras Pandanwangi Cianjur bersertifikat. Kelompok sub populasi tersebut merupakan anggota dari ke 6 Kelompok Tani yang tergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi, sedangkan untuk petani non mitra yang menjadi responden adalah petani yang lokasi sawahnya berdekatan dengan petani mitra.
3.3. Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh, baik data primer maupun sekunder selanjutnya dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif.
Analisis usahatani dan
analisis marjin tataniaga dilakukan untuk mengetahui dampak kemitraan terhadap pendapatan/keuntungan usaha masing-masing pihak yang bermitra. Pengolahan data dilakukan dengan program microsoft excel . Evaluasi pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dilakukan dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik atau Analisis Hirarki Proses (AHP). Pengolahan data dilakukan dengan manipulasi matriks dengan perangkat lunak microsoft excel. Analisis terhadap strategi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi Cianjur bersertifikat melalui kemitraan, dilakukan dengan analisis Strengths, Weaknesses, Oportunities dan Threats (SWOT). Data yang telah diolah lalu diinterpretasikan hasilnya sesuai dengan kerangka teoritis dan kondisi faktual di lapangan, kemudian dijelaskan
26
berdasarkan kerangka konseptual yang dibuat secara deskriptif seperti yang termuat pada Gambar 6.
o Latar belakang kemitraan o Karakteristik o Kinerja usaha
o Proporsional tidaknya keuntungan usaha o Efisiensi rantai pasar
Evaluasi pola kemitraan ideal
o Latar belakang kemitraan o Karakteristik o Kinerja usaha
Analisis Kualitatif Deskriptif
Analisis Marjin Tataniaga
Proses Hirarki Analisis
Analisis Kualitatif Deskriptif
Gapoktan Citra Sawargi
Analisis Kualitatif deskriptif
Analisis pendapatan usahatani
Manfaat kemitraan khususnya terhadap pendapatan usaha
Kemitraan
CV Quasindo
Analisis SWOT
Strategi pengembangan usaha
Analisis Kualitatif deskriptif
Manfaat kemitraan
Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal Bersertifikat
Gambar 6. Model konseptual pengadaan beras unggul local bersertifikat
27
Tahapan dari pengolahan dan analisa data adalah sebagai berikut : 3.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani Salah satu indikator keberhasilan kemitraan di tingkat petani adalah meningkatnya pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan selama jangka waktu yang ditetapkan. Secara umum pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pengurangan nilai-nilai
penerimaan
usahatani
dengan
biaya-biaya
yang
dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan ini kemudian dapat dinyatakan besarnya balas jasa atas penggunaan tenaga kerja petani dan keluarganya, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang mungkin diperoleh dengan membeli, sehingga pengeluaran atau biayanya berbentuk tunai, tetapi ada pula sarana
produksi
yang
digunakan
berasal dari hasil usahatani
sendiri,sehingga pada keadaan demikian pengeluaran merupakan nilai yang diperhitungkan. Biaya lain yang perlu diperhitungkan adalah pajak resmi yang dibayar petani, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selanjutnya perhitungan biaya tenaga kerja petani, serta anggota keluarga dinilai berdasarkan upah yang harus dibayarkan, apabila pekerjaan tersebut dilakukan orang lain (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja,1983). Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dilakukan oleh petani sendiri. Pengeluaran tunai usahatani ini secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi dan sifat
28
penggunaannya tidak habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya tetap antara lain pajak lahan dan pajak air. Sedangkan biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam proses produksi yang langsung mempengaruhi jumlah produksi dan sifat penggunaannya habis terpakai dalam satu kali pses produksi. Untuk menghitung pendapatan petani Pandanwangi, baik petani mitra maupun non mitra digunakan rumus berikut :
PB = Hy.Y - Hx.X - Bt Keterangan : PB : Pendapatan bersih dari produksi Pandanwangi (Rp/ha/musim) Y : Total produksi Pandanwangi dalam bentuk Malai Kering Panen (Kg/Ha/musim) Hy : Harga dari Pandanwangi (Rp/kg) X : Jumlah faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Pandanwangi Hx : Harga dari setiap faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Pandanwangi Bt : Biaya tetap untuk memproduksi Pandanwangi Untuk mengukur efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang secara sederhana (Kadariah, et al., 1978) dapat diturunkan dari rumus berikut :
Penerimaan Rasio R/C (Revenue/Cost) = Biaya
Jika nilai rasio R/C di atas satu maka menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat, sehingga penerimaan meningkat lebih dari satu rupiah.
29
3.3.2 Analisis Marjin Tataniaga Menurut Syahyuti (2006), esensi kemitraan dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama baik berupa tenaga (labor) maupun benda (property), atau keduanya untuk tujuan – tujuan ekonomi. Kontribusi bersama dalam kemitraan harus berjalan seimbang agar tujuan kemitraan sebagai upaya bersama yang saling menguntungkan dapat tercapai. Kegiatan pemasaran komoditas pertanian merupakan jembatan antara petani produsen dengan berbagai tingkat pelaku tataniaga (pedagang
pengumpul,
bandar/pedagangan
besar
kecamatan,
pedagang besar kabupaten, pedagang besar provinsi, supplier dan pedagang pengecer-super/hyper market) hingga sampai ke konsumen akhir. Apabila hubungan antara produsen dengan pelaku tataniaga hingga konsumen bisa dipandang sebagai suatu aliran komoditas maka akan dapat terlihat permasalahan yang menyebabkan lemahnya keterkaitan satu dengan lainnya pada pasar (Saptana et al., 2006a). Dahl dan Hamond dalam Saptana et al., (2006b) menyatakan bahwa marjin pemasaran menggambarkan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan harga-harga yang diterima produsen. Termasuk dalam marjin pemasaran adalah seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pelaku tataniaga (marketing cost) dan keuntungan yang diterima pelaku tataniaga (marketing profit) mulai dari pintu gerbang produsen ke konsumen akhir. Secara matematik digunakan rumus berikut : m
n
M = Σ Ci + Σ Πj i=1
j=1
dimana : M = marjin pemasaran Ci = biaya pemasaran i (i = 1,2,3......m) m = jumlah jenis pembiayaan
Πj = Keuntungan yang diperoleh lembaga niaga j (j = 1,2,3,..n) n = jumlah lembaga niaga yang ikut ambil bagian dalam proses pemasaran
30
Dengan menggunakan persamaan ini, rataan Ci dan Πj dikumpulkan melalui survei, sehingga marjin pemasaran dapat dihitung. Dengan demikian bagian yang diterima petani produsen dari harga pedagang besar atau pengecer baik untuk tujuan pasar modern maupun pasar tradisional dapat ditentukan.
3.3.3 Metode Proses Hierarki Analitik (PHA) Proses analisis hirarki (Analytical Hierarchy Process atau AHP) digunakan untuk melihat interaksi antar unsur sistem dan dampaknya terhadap sistem secara keseluruhan.
AHP digunakan untuk
mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini dibentuk secara hiraraki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia (Saaty, 1991). Menurut Marimin (2004)
dengan menggunakan AHP, suatu
persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Prinsip dasar metode AHP (Saaty, 1991) adalah : a. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut menyusun secara hirarki, yaitu memecah–mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah. b. Pembedaan prioritas dan sistesis yang disebut penetapan prioritas untuk menentukan tingkat unsur-unsur menurut tingkat kepentingan relatifnya. c. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua
unsur
dikelompokan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis pula.
Menurut Marimin (2004), ide dasar prinsip kerja AHP adalah :
31
a. Penyusunan hirarki Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Dalam penelitian ini, tingkat hierarki keputusan tersusun dari atas ke bawah terdiri atas lima tingkat yaitu : Fokus kemitraan, faktor kunci kemitraan, pelaku kemitraan, tujuan kemitraan dan alternative pola kemitraan. Pada level pertama adalah fokus, yaitu pemilihan pola kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo. Pada level kedua adalah faktor kunci yang merupakan faktor – faktor utama yang mempengaruhi dilaksanakannya kemitraan. Faktor–faktor tersebut adalah : manajemen, permodalan, aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi. Pada level ketiga terdapat dua pelaku kemitraan, yaitu Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo.
Pada level keempat terdapat tujuan
kemitraan, antara lain : peluang pasar, kontinuitas produk, efisiensi usaha, pengembangan usaha dan kelangsungan usaha. Pada level kelima terdapat alternative pilihan pola kemitraan yang ada, yaitu : pola inti plasma, pola dagang umum, pola keagenan, pola subkontrak dan pola kerjasama operasional agribisnis. b. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan adalah unsurunsur dibandingkan berpasangan terhadap suatu unsur lain yang telah ditentukan. Proses perbandingan berpasangan ini dimulai dari puncak hirarki, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait yang ada di bawahnya. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks untuk analisis numerik.
32
Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besar yang mampu mencerminkan beda antara faktor satu dengan lainnya, dan secara naluri, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan
perbandingan
tersebut
dapat
dipertanggung-
jawabkan. Untuk mengisis matriks perbandingan berpasangan digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai skala banding berpasangan Nilai Skala 1 3
5
7
9
2,4,6,8 Kebalikan nilai -nilai di atas
Definisi Kedua unsur sama pentingnya
Penjelasan Dua unsur mempengaruhi sama kut pada saat itu Unsur yang satu sedikitnya lebih Pengalaman atau pertimbangan penting dari lainnya sedikit menyokong satu unsur atas lainnya Unsur yang satu jelas lebih Pengalaman atau pertimbangan penting dibandingkan dengan dengan kuat disokong dan unsur yang lainnya dominasinya terlihat dalam praktek Satu unsur sangat jelas lebih Satu unsur dengan kuat disokong penting dibandingkan unsur dan dominasinya terlihat dalam lainnya praktek Satu unsur mutlak lebih penting Sokongan unsur yang satu atas dibandingkan unsur lainnya yang lain terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi Nilai-nilai diantara kedua Kompromi diperlukan diantara pertimbangan di atas dua pertimbangan Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antara unsur A dan B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3, ¼, .....1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A
c. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai – nilai
perbandingan
relatif
kemudian
diolah
untuk
menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks melalui penetuan nilai eigen (eigenvector).
33
d. Konsistensi Logis Semua
unsur
dikelompokkan
secara
logis
dan
diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang, untuk itu Consistency Ratio (CR) merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Perhitungan Consistency Ratio (CR) dengan rumus : CI CR = RI CI = nilai consistency Index, dihitung dengan menggunakan rumus : CI = (p – n) / (n -1) ; p = nilai rataan dari Consistency Vector dan n = banyaknya alternatif RI = Indeks acak (Random Index) yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory dari matriks berorde 1 – 15 yang menggunakan contoh berukuran 100. Nilai Rasio Konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolok ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil komparasi berpasangan dalam suatu matriks pendapat.
3.3.4 Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), naumn secara bersamaan dapat
meminimalkan
ancaman (threats) (Rangkuti, 2006).
kelemahan (weaknesses)
dan
34
Menurut Syahyuti (2006), SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategik.
Analisis SWOT
menyediakan sebuah kerangka pemikiran untuk lebih fokus melihat masalah, sehingga mampu melihat seluruh kemungkinan perubahan masa depan sebuah institusi dengan pendekatan yang sistematik melalui proses instrospeksi dan mawas diri ke dalam, baik bersifat positif maupun negatif. Agar efektif, analisis SWOT harus fleksibel, karena situasi dan kondisi yang cepat berubah. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa tahapan berikut (Rangkuti, 2006): a. Tahap pengumpulan data Tahap
ini
meliputi
kegiatan
pengumpulan
data,
pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data internal diperoleh di dalam perusahaan, sementara data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis pasar, analisis pesaing, analisis komunitas, analisis pemasok, analisis pemerintah atau analisis kelompok kepentingan tertentu. Model yang dipakai pada tahap ini adalah Matriks Faktor Strategik Eksternal (External Strategic Factors Analysis Summary atau EFAS) dan Matriks Faktor Strategik Internal (Internal Strategic
Factors Analysis Summary atau IFAS).
Kedua matriks tersebut
diolah dengan menggunakan langkah berikut : a. Identifikasi faktor internal dan eksternal Langkah
awal
dari
identifikasi
faktor
internal,
adalah
mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Pertama, daftarkan kekuatan lalu kelemahan dari sisi SDM, organisasi, fasilitasi, modal, dan hubungan kemitraan. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan angka perbandingan.
35
Selanjutnya dilakukan identifikasi faktor eksternal perusahaan, dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman. b. Penentuan bobot setiap peubah Penentuan
bobot
dilakukan
dengan
jalan
mengajukan
identifikasi faktor-faktor strategik eksternal dan internal tersebut kepada manajemen kedua pihak yang bermitra dengan menggunakan
metode
perbandingan berpasangan (paired
comparison). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. c. Penentuan peringkat (rating). Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen puncak dari kedua pihak yang bermitra atas peubah-peubah dari hasil analisis situasi di kedua pihak yang bermitra. Untuk mengukur pengaruh masing-masing peubah terhadap kondisi usaha masing-masing digunakan nilai peringkat dengan skala 1, 2, 3 dan
4
terhadap
masing-masing
faktor
strategik
yang
menandakan seberapa efektif strategi usaha dari masing-masing pihak saat ini. b. Tahap analisis Setelah mengumpulkan semua data dan informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model kuantitatif perumusan strategi, antara lain matriks Internal Eksternal (IE) dan Mariks SWOT. 1) Matriks IE Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih detail. Dari hasil analisis faktor internal dan eksternal, plot hasilnya dimasukkan ke dalam diagram seperti dimuat pada Gambar 7.
36
Tinggi
DAYA TARIK INDUSTRI
Sedang
KEKUATAN INTERNAL BISNIS Tinggi Rataan 1 2 GROWTH GROWTH Konsentrasi melalui Konsentrasi melalui integrasi vertikal integrasi horizontal 4 5 STABILITY GROWTH Hati – hati Konsentrasi melalui integrasi horizontal
Lemah 3 RETRENCHMENT Turnaround 6 RETRENCHMENT Captive Company atau Divestment
STABILITY Tak ada perubahan profil strategi 7 Rendah
8 GROWTH Diversifikasi konsentrik
9 GROWTH Diversifikasi Konglomerat
RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuidasi
Gambar 7. Matriks IE (Rangkuti, 2006) Diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya ke 9 sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : ii. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2,5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8) iii. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4). iv. Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil
atau
mengurangi
usaha
yang
dilakukan
perusahaan.
2) Matriks SWOT Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dengan menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi, seperti termuat pada Gambar 8.
37
IFAS EFAS Opportunities (0)
Threats (T)
Strenght (S) Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Weaknesses (W) Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
Gambar 8. Diagram Matriks SWOT (Rangkuti, 2006)
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Keadaan Umum
4.1.1. Lokasi dan Karakteristik Usahatani Pandanwangi Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah penghasil beras, dengan varietas padi unggulannya Pandanwangi. Namun, ada padi varietas lain yang juga ditanam di wilayah tersebut, baik kategori varietas unggulan nasional maupun kategori varietas lokal, serta kategori varietas lainnya (Tabel 5). Semua varietas padi tersebut ada yang dapat ditanam di lahan persawahan, yang memiliki kandungan air cukup tinggi, maupun ditanam di ladang, yang memiliki kandungan air rendah. Kategori varietas unggulan nasional, sebagian besar ditanam di lahan persawahan, hanya varietas Towuti yang juga dapat ditanam di ladang. Sedangkan kategori varietas lokal sebagian besar ditanam di ladang dan hanya varietas Pandanwangi yang juga dapat ditanam di lahan persawahan. Varietas lain yang tidak termasuk kategori varietas unggul nasional maupun lokal, seperti varietas BTN dapat ditanam pada lahan persawahan maupun di ladang. Tabel 5. Varietas padi yang dikembangkan di Kabupaten Cianjur No. I.
II.
Varietas Unggul Nasional 1. IR 64 2. Cisadane 3. Way Seputih 4. Way Apo Buru 5. Cibodas 6. Cilamaya Muncul 7. Widas 8. Ciherang 9. Aromatik 10. Towuti Varietas Lokal 1. Pandan Wangi 2. Tambleg 3. Cere 4. Hawara 5. Cingkrik
Padi Sawah (Ha)
Padi Ladang (Ha)
Jumlah (Ha)
29.828 4.165 952 8.881 586 246 4.793 1.449 50 250
521
29.828 4.165 952 8.881 586 246 4.793 1.449 50 771
4.711 -
6.559 2.359 2.845 167
4.711 6.559 2.359 2.845 167
39
6. Morneng 389 389 III. Lain-lain 1.075 4.445 5.520 1. BTN Sumber : BPP Cianjur, 2007 Daerah penghasil Pandanwangi sebagian besar merupakan daerah yang kaya akan air, sehingga jarang ditemui adanya permasalahan berkaitan dengan air dalam pembudidayaannya. Padi jenis Pandanwangi memiliki sedikit perbedaan dari jenis padi lainnya
dalam hal
pembudidayaan hingga proses pengolahannya (mengolah bentuk gabah menjadi beras). Umur tanaman yang jauh lebih lama dan harganya yang lebih mahal dibandingkan dengan jenis lainnya, mendorong terjadinya praktek pencampuran dengan beras lain yang bentuknya hampir sama, sehingga beras yang beredar di pasaran sebagian besar merupakan beras Pandanwangi campuran. Pandanwangi merupakan beras khas Cianjur yang berasal dari padi bulu varietas lokal. Pandanwangi mulai dikembangkan sekitar tahun 70an, sampai saat ini data mengenai penangkar asli padi Pandanwangi masih simpang siur. Rasanya yang khas membuat padi Pandanwangi banyak dibudidayakan di tahun 80-an dan mulai terkenal di luar wilayah Cianjur. Permintaan yang tinggi terhadap padi Pandanwangi menyebabkan berkembangnya budidaya padi Pandanwangi pada lokasi yang mulai menyebar dan pada akhirnya memunculkan permasalahan baru berupa beranekaragamnya jenis padi Pandanwangi. Upaya untuk memurnikan padi mulai dilakukan di tahun 90-an, dan pada tahun 2004 dikeluarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor 163/Kpts/LB.240/3/2004 tentang Pelepasan Galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi
Cianjur
Sebagai
Varietas
Unggul
dengan
nama
Pandanwangi.
Deskripsi padi sawah varietas Pandanwangi adalah (a)
umur tanaman 150-160 hari; (b) tinggi tanaman 150-170 cm; (c) bentuk gabah (endosperm) bulat/gemuk berperut; (d) berbulu; (e) tahan rontok; (f) berat 1.000 butir gabah 30 g; (g) beraroma pandan; (h) kadar amilose 26%; (i) potensial hasil 6-7 ton/Ha malai kering pungut; (j) ditanam di dataran sedang dengan ketinggian sekitar 700 m di atas permukaan laut (dpl); (k) banyak diperjualbelikan di toko dan kios beras disekitar Kota Cianjur; (l)
40
dijajakan mulai dari ukuran kemasan 5-50 kg, dengan berbagai grade/ mutu, diantaranya beras super, beras kepala I dan beras kepala II; serta (m) realisasi penyebaran padi pada masa tanam bulan September 2001 sampai dengan Februari 2002 mencapai 29.828 Ha, dengan potensi hasilnya mencapai 5-7 ton/Ha dalam satu kali panen. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa penangkar padi Pandanwangi saat ini adalah Bapak H Mansyur yang bertempat tinggal di Kecamatan Warung Kondang Desa Buni Asih. Sebagai penangkar H. Masyur sudah mendapatkan sertifikat resmi, sehingga benih yang dihasilkannya telah dijamin keaslian dan mutunya. Saat ini hampir sebagian besar petani mendapatkan benih dari Bapak H Mansyur. Beras Pandanwangi memiliki kandungan zat gizi yang sangat baik sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan zat gizi Pandanwangi per 100 g No
Parameter
Satuan
Hasil
1.
Kadar Protein
%
8,97
2.
Kadar Lemak
%
0,32
3.
Kadar Gula Pereduksi
%
63,39
4.
Fe
ppm
4,65
5.
Kalori
Kcal
14,81
Sumber : BPP Cianjur, 2007 Luas pertanaman padi Pandanwangi relatif berfluktuasi setiap tahunnya.
Luas pertanaman tertinggi terjadi antara tahun 1986–1990.
Tahun berikutnya hingga sekarang luas pertanaman semakin menurun. Hal tersebut terjadi karena kurangnya insentif dalam pengusahaan Pandanwangi, dimana harga jual Pandanwangi tidak jauh berbeda dibandingkan padi Varietas Unggul Nasional (VUN). Perkembangan pertanaman padi Varietas Pandanwangi di Kecamatan Warung Kondang dapat dilihat pada Tabel 7.
41
Tabel 7. Perkembangan areal pertanaman padi Pandanwangi di Wilayah Kecamatan Warung Kondang No.
Perkembangan Pertanaman dari Luas Pokok Sawah (%)
Tahun
Padi Varietas Lokal 1
1976 – 1980
Pandanwangi 10 Lainnya
2
1981 - 1985
3
1986 – 1990
4
1991 – 1995
5
1996 - 2000
55
10
Pandanwangi 25 Lainnya
45
10
Pandanwangi 35 Lainnya
30
45
Pandanwangi 45 Lainnya
15
75
Pandanwangi 25 Lainnya
Padi Varietas Unggul Nasional
60
15
Sumber : BPP Cianjur, 2007 Penyebaran padi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur terbatas pada daerah– daerah tertentu seperti Kecamatan Warung Kondang, Cianjur, Ciku, Cibeber dan Kecamatan Cugenang.
Terbatasnya daerah penyebaran Pandanwangi terkait
dengan persyaratan tumbuh Pandanwangi itu sendiri, seperti ketinggian tempat minimal 500-800 m dpl, tanah dengan tingkat kesuburan tertentu dan air yang cukup. Apabila persyaratan tumbuhnya kurang terpenuhi, maka sifat-sifat dari Pandanwangi seperti harum, rasa nasi yang enak dan pulen kurang muncul. Di kecamatan Warung Kondang sendiri penyebaran Pandanwangi setiap periode lima tahunan terus mengalami perubahan tingkat penyebaran, terlihat pada Tabel 8.
42
Tabel 8. Daerah sebaran Padi Pandanwangi No.
Tahun
Daerah Penyebaran
1.
1976 - 1980
Bunikasih, Jambudipa, Bangbayang
2
1980 – 1985
Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, Kebon Peuteuy, Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa, Cikaroya, Cieundeur, Cikancana, Songgom, Sukaratu, Cikahuripan, Gekbrong, Bangbayang, Cisarandi, Sukamulya dan Cintaasih
3
1986 – 1990
Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, Kebon Peuteuy, Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa, Cikaroya, Cieundeur, Cikancana, Songgom, Sukaratu, Cikahuripan, Gekbrong, Bangbayang, Cisarandi, Sukamulya dan Cintaasih
4
1991 – 1995
Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, , Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa, Songgom, Gekbrong, Bangbayang, Cikahuripan dan Kebon Peuteuy
5
1996 – 2000
Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, , Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa, Songgom, Bangbayang, Kebon Peuteuy, Cikaroya dan Cikancana
6
2001 – 2005
Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, , Bunisari, Sukawangi, Ciwalen, Jambudipa, dan Cieundeur
7
2006 - sekarang
Bunikasih, Tegallega, Mekarwangi, , Bunisari, Sukawangi, Ciwalen dan Jambudipa
Keterangan Keadaan sebelum pemekaran kecamatan
Keadaan sesudah pemekaran kecamatan
Sumber : BPP Cianjur, 2007 Tabel 9 menunjukkan bahwa dari sekian kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur, Kecamatan Warung Kondang memiliki kapasitas produksi yang terbesar. Padahal, jika dibandingkan dengan kecamatan Cibeber yang luas areal sawahnya 3.200 Ha, Kecamatan Warung Kondang hanya memiliki areal sawah seluas 2.985 Ha. Hal ini salah satunya dikarenakan jumlah petani Pandanwangi yang cukup banyak dan produktif, yaitu 2.597 orang.
43
Tabel 9. Daerah sentra produksi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur Jumlah Jumlah Luas Jumlah Total DikonDijual Kelompok Anggota Sawah Petani Produksi sumsi (ton) Tani (orang) (Ha) P.Wangi (ton) (ton) Wr.Kondang 28 2.597 2.985 760 6.298 348 5.950 Cibeber 20 818 3.200 351 2.080 216 1.864 Cugenang 14 912 2.174 357 1.874 468 1.406 Cilaku 31 412 2.574 210 1.472 143 1.329 Cianjur 14 494 1.206 183 1.088 187 901 Campaka 2 40 2.800 15 88 12 76 Jumlah 78 4.870 14.939 1.876 12.901 1.374 11.527 Sumber : BPP Cianjur, 2007 Kecamatan
Khusus
di
Kecamatan
Warung
Kondang,
potensi
lokasi
pengembangan padi Pandanwangi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Lokasi pengembangan padi Pandanwangi di Kecamatan Warungkondang No.
Desa Pengembangan
Kelompok Tani
1.
Tegallega
Mekartani
2.
Mekarwangi
Sawargi Sugih Tani
3.
Bunikasih
Karya Tirta Karya Sari
4.
Bunisari
Karya Usaha Kalapa Dua H.Ma’mun
Jumlah Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007
Potensi luas Perkiraan Jadwal per Produktivitas tanam/panen Musim(ha) (ton/ha) 35 5,5 – 8,5 Januari/Juli Juni/Desember 25 6,0 – 9,0 Des/Mei Agst/Des 35 5,5 – 9,0 Jan/Juli Agst/Jan 25 5,5 – 9,0 Nop/Mei Juli/Des 35 5,5 – 9,0 Nop/Mei Juli/Des 35 5,5 – 9,0 Jan/Agst Jun/Des 25 5,5 – 9,0 Des/Juni Juni/Des 10 5,5 – 9,0 Des/Juni Agst/Jan 250
44
Kepemilikan rataan lahan di Kabupaten Cianjur relatif kecil, sekitar 0,3 Ha/rumah tangga petani dan diperkirakan sekitar 80% merupakan petani penggarap. Kondisi ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kelembagaan usahatani padi Pandanwangi. Irigasi yang digunakan di Kabupaten Cianjur, terutama di sentra produksi Pandanwangi merupakan irigasi non teknis, dalam posisi ini pengaturan irigasi lebih diserahkan kepada petugas di kantor pedesaan yang bekerjasama dengan kelompok tani dan dibantu oleh para penyuluh. Sampai saat ini, petani tidak mengalami permasalahan air, karena air relatif tersedia sepanjang musim. Dalam
hal
pengolahan
tanah,
sebagian
besar
masyarakat
menggunakan jasa ternak kerbau, orang, dan sebagian lainnya sudah ada yang menggunakan traktor. Lokasi yang berbukit-bukit, menyebabkan tidak semua lahan diolah oleh traktor, minimnya penggunaan traktor disebabkan juga oleh kecilnya pengusahaan lahan pertanian. Ketersediaan pupuk dan obat obatan di wilayah sentra produksi dipasok oleh kios-kios tani yang berada di setiap desa. Pada wilayah tertentu yang jaraknya sangat jauh seperti di pegunungan dimana kios tani tidak ada, ketersediaan pupuk dan obat-obatan di pasok oleh toko/warung di tingkat desa, hal ini berimplikasi terhadap peningkatan harga pupuk. Permasalahan klasik yang seringkali dihadapi oleh petani dalam hal ketersediaan pupuk adalah hilangnya pupuk pada saat posisi petani akan mulai tanam, tindakan spekulatif ini mengakibatkan harga pupuk meningkat di atas ambang kewajaran. Tenaga kerja yang digunakan untuk mengolah usahatani sebagian besar menggunakan tenaga kerja dari rumah tangga petani itu sendiri, akan tetapi pada lahan di atas 2000 m2, diperlukan tenaga kerja diluar rumah tangga. Dari Tabel 11 terlihat bahwa hampir 50%
luas areal pertanaman
padi varietas Pandanwangi terdapat di Kecamatan Warung Kondang. Di lokasi ini juga dilakukan pemurnian varietas Pandanwangi dan penangkaran
benih
varietas
Pandanwangi.
Beberapa
perusahaan
45
penggilingan khusus untuk padi varietas Pandanwangi juga terdapat di Kecamatan ini. Dengan demikian wilayah sentra program ini ditetapkan di wilayah
Kecamatan
Warungkondang
atau
Wilayah
Kerja
Balai
Penyuluhan Pertanian Warung Kondang. Dari 11 desa yang ada di Kecamatan Warungkondang, terdapat 3 desa dengan penanaman padi varietas Pandanwangi terluas yaitu, Desa Bunikasih, Desa Mekarwangi dan Desa Tegalega.
Tabel 11. Keragaan pengusahaan padi Varietas Pandan Wangi Di Kabupaten Cianjur Luas Tanam Tahun (ha) 2001 2002 2003 2004 2.467 3,388 3.366 2.396 558 526 496 377 708 703 785 352 1.943 1.890 2.113 1.193 875 990 1.134 588 152 116 168 172 6.703 7.613 8.062 5.078
Kecamatan
2000 Warungkondang 2.785 Cianjur 513 Cilaku 719 Cibeber 1.227 Cugenang 899 Sukaresmi 120 Total 6.263 Sumber : BPP Cianjur, 2007
2005 2.056 200 150 1100 641 115 4.262
4.1.2 Karakteristik Pelaku Kemitraan a. Gabungan Kelompok Tani Citra Sawargi Munculnya berbagai peluang dan hambatan sesuai dengan lingkungan
sosial
ekonomi
setempat
membutuhkan
adanya
pengembangan kelompoktani ke dalam suatu organisasi yang jauh lebih besar. Beberapa kelompoktani bergabung ke dalam Gapoktan. Penggabungan dalam Gapoktan terutama dapat dilakukan oleh kelompoktani
yang
berada
pemerintahan
untuk
menggalang
kooperatif.
dalam
satu
wilayah
kepentingan
administrasi
bersama
secara
Wilayah kerja Gapoktan sedapat mungkin di wilayah
administratif desa/kecamatan, tetapi sebaiknya tidak melewati batas wilayah kabupaten/kota. Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau
46
perluasan usahatani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar (Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/OT.160/4/2007
tentang
Pedoman
Pembinaan
Kelembagaan Petani). Gapoktan diharapkan mampu melakukan fungsi-fungsi berikut: 1) Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar 2) Penyediaan
sarana
produksi
pertanian
(saprotan)
serta
menyalurkannya kepada para petani melalui kelompoknya 3) Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/pinjaman kepada para petani yang memerlukan 4) Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan,
grading, pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah 5) Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan/menjual produk petani kepada pedagang/industri hilir. Gapoktan Citra Sawargi merupakan sebuah organisasi petani Pandanwangi yang telah mendapatkan bimbingan dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan LPPM–IPB dalam rangka pengembangan budidaya tanaman padi varietas Pandanwangi melalui metode GAP, sehingga gabah yang dihasilkannya merupakan gabah yang bermutu tinggi dan dijamin keasliannya.
Petani yang bergabung dalam
Gapoktan Citra Sawargi seluruhnya berlokasi di Kecamatan Warung Kondang yaitu di Desa Mekarwangi, Desa Bunikasih dan Desa Tegallega. Jumlah petani dan kelompok tani yang bergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi disajikan pada Tabel 12. Unit Quality Control (QC) bertanggungjawab dalam mengawasi dan menilai mutu gabah (Malai Kering Panen) yang akan dibeli dari petani anggota. Unit pengadaan bahan bertanggungjawab dalam mengendalikan stok gabah atau beras, serta merencanakan pembelian dan
penjualan
gabah
atau
beras.
Unit
pengadaan
saprodi
bertanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan saprodi petani
47
anggotanya khususnya dalam melayani kebutuhan benih bersertifikat dan
pupuk.
Unit
pengolahan
bertanggungjawab
melakukan
penanganan dan pengolahan gabah hingga menjadi beras siap jual. Sementara unit pemasaran bertanggungjawab dalam perencanaan pengiriman barang dan penyelesaian transaksi beras. Tabel 12. Jumlah Petani, Kelompok Tani, luas tanam dan taksiran produksi Gapoktan Citra Sawargi No.
1.
Desa
Kelompok Tani
Ketua Kelompok Tani
Mekarwangi
Sawargi H.Burhan Sugihtani H.Ijudin 2. Tegallega Mekartani H.Sahroni Karyatani H.Mansur 3. Bunikasih Karyasari H.Yahya Karya usaha Memed Jumlah Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007
Jumlah Petani anggota (orang) 6 19 34 11 8 18 96
Luas Tanam (Ha) 6,75 6,78 15,5 5,3 4,75 985 48,93
Taksiran Produksi (ton MKP) 34,5 38,8 97,6 34,7 31,9 53,9 291,4
Susunan pengurus Gapoktan adalah sebagai berikut: Ketua
:
H. Burhan
Sekretaris I
:
H.Mansyur Machpuddin (Wakil)
Bendahara
:
H. Sahroni Joni Candra (Wakil)
Unit Kegiatan
:
1. QC
:
H. Pepen Jaenudin Entus Kusdinar (Wakil)
2. Pengadaan Bahan
:
H. Yahya
3. Pengadaan Saprodi
:
H.M. Ijudin
4. Processing
:
A. Kustana
5. Pemasaran
:
Ibrahim Naswari
Dari ke lima unit usaha tersebut, seluruhnya telah berjalan dengan cukup baik, sehingga kontrak beras Pandanwangi selalu dapat
48
dipenuhi,
baik
dalam hal mutu, kuantitas maupun kontinuitas
pasokan. Untuk unit usaha saprodi, saat ini pelayanan yang diberikan kepada petani anggota hanyalah terbatas pada benih bersertifikat, sementara untuk kebutuhan pupuk belum dapat dilayani oleh Gapoktan akibat keterbatasan modal. Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/OT.160/4/2007
tentang
Pedoman
Pembinaan
Kelembagaan Petani, Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan, antara lain : 1) Adanya pertemuan/rapat anggota/rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan. 2) Disusunnya
rencana
kerja
gapoktan
secara
bersama
dan
dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi. 3) Memiliki aturan/norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama. 4) Memiliki pencatatan/pengadministrasian setiap anggota organisasi yang rapih. 5) Memfasilitasi kegiatan–kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir. 6) Menfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi pasar. 7) Sebagai sumber, serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya. 8) Adanya jalinan, kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain. 9) Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan Gapoktan. Mengacu pada kriteria di atas, maka Gapoktan Citra Sawargi belum dapat dikategorikan sebagai Gapoktan kuat dan mandiri, karena :
49
1) Hingga saat ini Gapoktan belum menyusun aturan norma tertulis (AD/ART),
kendati
demikian
pengadministrasian
anggota
Gapoktan terlaksana dengan baik. 2) Gapoktan belum mampu memberikan pelayanan penuh dalam menunjang usaha anggotanya, baik dalam penyediaan saprodi maupun sarana pengolahan, karena hingga saat ini gapoktan masih menggunakan alat pengolahan (Unit Penggilingan Padi) milik salah satu pengurus Gapoktan, sehingga nilai tambah dari kegiatan pengolahan
tidak
sepenuhnya
dapat
dinikmati
Gapoktan.
Akibatnya, keuntungan Gapoktan dari unit pengolahan relatif kecil, sehingga sulit untuk memupuk modal usaha. 3) Keanggotaan petani dalam Gapoktan saat ini hanya terbatas pada diwajibkannya petani menggunakan input produksi dan jadwal tanam sesuai kesepakatan dengan Gapoktan, serta kewajiban untuk menjual hasil panennya kepada Gapoktan, sementara pemupukan modal melalui iuran atau simpanan anggota belum terlaksana.
b. CV Quasindo CV Quasindo (Quality Sehat Indonesia) telah lama dikenal sebagai importir sekaligus distributor beras jenis khusus bermerek Taj Mahal. Beras dimaksud merupakan beras yang sangat unik, yaitu varietas Mani Chamba yang hanya dapat ditanam di daerah India Selatan. Jenis beras tersebut memiliki kadar gula dan lemak rendah, tidak berkanji, kaya mineral, kalsium, phosporus, zinc, protein, berkarbohidrat komplek dan
fiber soluble (serat larut). Dengan karakteristik tersebut, maka jenis beras ini sangat cocok bagi kesehatan, khususnya bagi penderita diabetes dan hipertensi. Usaha perdagangan beras Taj Mahal tersebut telah dirintis sejak tahun 2001 dan menunjukkan peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Saat ini CV Quasindo mengimpor sekitar 400 ton per tahun, dengan wilayah distribusinya meliputi hampir seluruh kota besar di Indonesia.
50
Berawal dari keberhasilan CV Quasindo dalam memasarkan beras Taj Mahal di Indonesia, maka sejak tahun 2007 CV Quasindo mulai mengembangkan sayap untuk berbisnis beras lokal dengan keunggulan khusus, karena sasaran utama pasarnya sebagaimana untuk beras Taj Mahal adalah kelompok masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Dengan pertimbangan tersebut, maka akhirnya diputuskan untuk memilih beras Pandanwangi sebagai unit usahanya yang baru. Minat CV Quasindo untuk berbisnis beras Pandanwangi disambut baik oleh Departemen Pertanian yang pada saat yang sama (tahun 2006) tengah membangun program sertifikasi beras berlabel, khususnya varietas Pandanwangi. Saat ini, CV Quasindo menjadi pelopor sekaligus satusatunya produsen beras Pandanwangi yang mendapatkan sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh Departemen Pertanian. Sejak berdiri tahun 2001, CV Quasindo berdomisili di SemarangJawa Tengah. Khusus untuk mendistribusikan beras Pandanwangi bersertifikat, telah dibuka kantor cabang di Jakarta, yaitu di Kompleks Ruko Permata Ancol – Jakarta.
4.2 Pelaksanaan Kemitraan Pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melibatkan tiga pelaku utama yaitu Gapoktan yang terdiri atas enam kelompok tani dengan beberapa unit usahanya, CV Quasindo selaku distributor/supplier beras Pandanwangi ke super/hypermarket, serta Lembaga Sertifikasi Beras yang bertanggung jawab dalam pelatihan dan penerapan GAP Padi Pandanwangi, serta mengeluarkan sertifikasi, khususnya sertifikasi jaminan kemurnian varietas. Model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagaimana Gambar 8.
51
PETANI Panen dan Perontokan
Benih bersertifikat LEMBAGA SERTIFIKASI BERAS
GAPOKTAN
Lembaga Usaha GAPOKTAN UNIT PEMBELIAN
KONSUMEN
UNIT PEMASARAN
UNIT SAPRODI dan PEMBIAYAAN
CV QUASINDO
beras berlabel
•Benih, pupuk •Pestisida, dll. PENGOLAHAN GABAH
GKG
• Drying • Cleaning • Loting, dll.
UNIT PENGGILINGAN beras
UNIT PERGUDANGAN
•Penggilingan •Penyosohan •Packaging, dll.
Manajemen Stok
Gambar 9. Model pengadaan Beras Pandanwangi bersertifikat (LPPM IPB, 2006) Kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo disepakati pada Bulan April 2007 melalui penandatanganan naskah perjanjian kerjasama antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo mengenai jual beli beras Pandanwangi, dengan ketentuan berikut : 1) Beras Pandanwangi yang dihasilkan Gapoktan Citra Sawargi diproduksi melalui metode Good Agricultural Practices (GAP) sebagaimana telah dilatihkan oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) sebagai instansi yang ditunjuk oleh Departemen Pertanian sebagai pelaksana program sertifikasi beras berlabel. 2) Varietas
padi
Pandanwangi
dimaksud
merupakan
varietas
yang
mempunyai karakteristik sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Pertanian No.163/Kpts/LB.240/3/2004 tanggal 17 Maret 2004 tentang pelepasan galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur sebagai varietas unggul dengan nama Pandanwangi. Benih yang digunakan harus benih
52
bersertifikat yang dihasilkan oleh penangkar aslinya, yaitu H. Mansyur yang juga merupakan pengurus Gapoktan Citra Sawargi. 3) Dalam pengadaan beras Pandanwangi, maka Gapoktan telah melakukan koordinasi dengan sesama petani anggota untuk melaksanakan metode GAP, serta penentuan jadwal tanam dan jadwal panen setiap anggota. 4) Ketentuan jual beli lainnya : i.
Harga pembelian beras oleh CV Quasindo
: Rp.9.000/kg
ii.
Bentuk Kemasan : 50 kg
iii.
Mutu : Beras Kepala (butir pecah maksimal 5 %)
iv.
Lokasi pembelian : Di gudang CV Quasindo, Jl. RE Martadinata Kompleks Ruko Permata Ancol, Jakarta Pembayaran oleh CV Quasindo dilakukan secara berkala dengan
v.
mekanisme : 50 % pembayaran dilakukan di muka 10 (sepuluh) hari sebelum pengiriman dan sisanya dilunasi pada saat beras telah diterima di lokasi gudang CV Quasindo. Pengiriman beras akan dilakukan setiap bulan mulai Bulan Juni sampai dengan bulan Nopember 2007 sebanyak sepuluh ton setiap bulan.
Pengiriman
sejumlah 10 ton/bulan tersebut akan dipenuhi seluruhnya selambatlambatnya tanggal sepuluh pada setiap bulannya. vi.
Perjanjian kerjasama berlaku selama 6 bulan sejak Bulan Juni sampai dengan Bulan Nopember 2007.
vii. Perselisihan dalam pelaksanaan kesepakatan bersama ini akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat oleh kedua pihak yang bermitra. viii. Khusus untuk memutuskan perselisihan mengenai perbedaan mutu beras yang tidak sesuai dengan karakteristik yang disepakati, maka penentuan derajat pelanggaran akan ditentukan atas hasil analisa Laboratorium Jasa Analisis (LJA) – IPB Perjanjian kontrak kerjasama ini telah diperpanjang pada bulan Januari 2008, berlaku hingga 6 bulan ke depan, yaitu sampai bulan Juni 2008 dengan volume transaksi dan ketentuan kerjasama yang sama.
53
Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat tahapan yang dilakukan (Gambar 9): 1) Masing-masing kelompok tani anggota Gapoktan menyusun rencana mingguan pembelian gabah berdasarkan rencana panen petani anggotanya dan menyerahkan rencana pembelian gabah tersebut kepada ketua Gapoktan. 2) Ketua memerintahkan pengawas (QC) untuk memeriksa kelapangan kesiapan dan mutu padi yang akan panen. 3) Atas laporan QC, maka Ketua memerintahkan bendahara untuk menyusun rencana kebutuhan keuangan dan mengeluarkan nota keuangan kepada juru bayar untuk rencana pembayaran gabah. 4) Ketua memerintahkan seksi pengadaan barang untuk membeli padi dari petani anggotanya (melalui kelompok tani) sesuai pengajuan kelompok tani dengan harga sesuai dengan mutu yang direkomendasikan oleh QC. 5) Unit pengadaan/pembelian gabah mengirimkan barang ke unit pengolahan (merangkap juru bayar) dan meminta pembayaran sesuai dengan kuantitas dan kualitas gabah yang di kirim. 6) Unit pengolahan melaporkan kesiapan beras kepada Ketua Gapoktan. Ketua Gapoktan bersama dengan QC melakukan inspeksi langsung terhadap mutu beras yang siap kirim. 7) Unit pengolahan mengirimkan beras ke gudang CV Quasindo 8) CV Quasindo mentransfer uang muka (50 %) dan pelunasan pembayaran beras ke rekening Gapoktan/bendahara.
54
2
KETUA GAPOKTAN
3
3
Unit Pengawas (Quality Control) 1
1
Kelompok Tani
JURU BAYAR
4
BENDAHAR A 6
5
3
6 Unit Pembelian/ Pengadaan Gabah
1 PETANI
Unit Pengolahan dan Pengiriman Beras 7
8
CV Quasindo Gambar 10 . Alur pengadaan beras Pandanwangi Keterangan : = instruksi = koordinasi = umpan balik Beras Pandanwangi yang harus disiapkan Gapoktan setiap musimnya sekitar 60 ton, sehingga gabah yang diperlukan sekitar 120 sampai dengan 150 ton (rendemen 45 sampai dengan 50 %). Untuk memenuhi permintaan CV Quasindo tersebut telah ditetapkan 96 petani yang berasal dari 6 kelompoktani yang bergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi. Daftar petani mitra lengkap dengan luas tanam, taksiran produksi, serta jadwal tanam dan jadwal panen, sehingga memudahkan bagi Gapoktan dalam melakukan pengawasan serta pembelian gabah dari petani (Tabel 13).
55
Tabel 13. Perkiraan panen padi Pandanwangi Gapoktan Citra Sawargi Kontinuitas Produksi (ton MKP) Kelompok Tani Mei Juni Juli Agustus 1. Sawargi 27,0 7,5 0 0 2. Sugih Tani 0 38,8 0 0 3. Mekar Tani 0 0 66,6 31,0 4. Karya Tirta 9,1 25,6 0 0 5. Karya Sari 0 31,9 0 0 6. Karya Usaha 0 0 53,9 0 Jumlah 36,1 103,8 120,5 31,0 Keterangan : MKP = Malai Kering Panen No.
Jumlah 34,5 38,8 97,6 34,7 31,9 53,9 291,4
Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007. Kemitraan yang terjadi antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo hingga saat ini hanya terbatas pada aspek pasar, yaitu jual beli beras Pandanwangi yang diperkuat dengan kontrak kerjasama yang ditandatangani kedua pihak yang bermitra. Disamping itu, CV Quasindo banyak membantu dalam aspek manajemen, khususnya dalam melatih dan menyiapkan rencana pembelian gabah dari petani Pandanwangi, serta pencatatan keuangan Gapoktan. Untuk aspek permodalan, perusahaan mitra mencoba meringankan beban Gapoktan dengan memberikan uang muka 50% (10 hari sebelum pengiriman). Kondisi ini cukup memberatkan Gapoktan, karena lemahnya permodalan, khususnya untuk membeli gabah dari petani mitra. Guna memenuhi kebutuhan modal usahanya, Gapoktan mendapatkan suntikan dana pinjaman dari berbagai pihak, termasuk dari pengurus Gapoktan.
Besarnya modal awal yang dimiliki Gapoktan dan sumber
permodalannya sebagaimana Tabel 14. Tabel 14. Sumber Permodalan Gapoktan No. 1. 2.
Sumber Permodalan
LPPM – IPB Lembaga Perkreditan Kecamatan 3. Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) 4. Pengurus Gapoktan Total Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007.
Jumlah Dana (Rp) 30.000.000 45.000.000
Persentase (%) 17 26
50.000.000
28
51.000.000 29 176.000.000
56
Penentuan harga gabah maupun beras di tingkat Gapoktan merupakan hasil penghitungan dan kesepakatan bersama semua pihak yang terlibat dalam kemitraan ini, yaitu petani, Gapoktan dan CV Quasindo. Harga gabah di tingkat petani Rp 3.000/kg malai kering panen (MKP) didasarkan atas analisis usahatani padi Pandanwangi. Sementara kesepakatan harga beras Pandanwangi sebesar Rp 9.000 di tingkat Gapoktan didasarkan atas perhitungan biaya penanganan, pengolahan dan pengiriman beras. Karenanya, harga sewaktu-waktu dapat berubah sesuai kesepakatan. 4.3 Manfaat Kemitraan Pelaksanaan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat telah berjalan dengan baik, khususnya jika dilihat dari sisi kemampuan masing – masing pihak dalam memenuhi kewajibannya, sehingga hampir tidak ada perselisihan yang berarti dalam hal mutu, kuantitas maupun kontinuitas pasokan beras Pandanwangi dari Gapoktan kepada CV Quasindo. Di sisi lain, CV Quasindo juga selalu
menepati kewajibannya untuk memberikan uang muka dan
pelunasan pembayaran beras Pandanwangi kepada Gapoktan.
Hal ini
diperkuat dengan diperpanjangnya kontrak kerjasama kemitraan pada tahun 2008. Dari sisi Gapoktan atau petani, kemitraan ini mampu memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Penguatan usaha kelembagaan petani (Gapoktan) Melalui kemitraan ini dapat ditumbuhkan kembali semangat Gapoktan untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam menfasilitasi kebutuhan petani anggotanya, memperdalam usahataninya ke sektor hulu dan hilir guna efisiensi, serta peluang mendapatkan nilai tambah dari usahanya. Gapoktan dibawah bimbingan mediator, yaitu penyuluh pertanian telah mampu membangun dan menggerakan unit saprodi (kendati hanya untuk memenuhi kebutuhan benih bersertifikat), unit pengolahan (gabah diolah menjadi beras), unit pengadaan dan QC (bertanggung jawab atas mutu, kuantitas dan kontinuitas pasokan gabah).
57
Namun demikian, aspek permodalan tetap menjadi kendala bagi Gapoktan dalam memupuk modal guna mengembangkan usahanya. Sementara, upaya untuk menerapkan iuran anggota dan tabungan anggota (dalam bentuk gabah) belum berjalan. 2) Harga jual yang lebih baik Harga gabah yang disepakati dalam kemitraan ini Rp.3000/kg (MKP). Harga ini merupakan harga yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan rataan harga yang diterima petani Pandanwangi selama ini. Pada Tabel 16 terlihat bahwa dalam 3 tahun terakhir harga gabah Pandanwangi berkisar
Rp 2.000/kg sampai dengan Rp 3.200/kg. Umumnya petani
Pandanwangi menerima harga gabah Rp 2.700/kg. Dengan diberikannya harga Rp 3.000/kg menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi, serta mutu gabahnya melalui penerapan metode GAP sebagaimana telah dilatihkan selama ini. Tabel 15. Perkembangan Kisaran Harga Padi Pandanwangi dan Padi Varietas Unggul Nasional No. 1. 2 3 4 5 6 7 8. 9. 10. 11. 12 13
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 MT 2002 MT 2002/2003 MT 2003 MT 2003/2004 MT 2004 MT 2004/2005 MT 2005 MT 2005/2006 MT 2006 MT 2006/2007 MT 2007 MT 2007/2008
Harga Gabah (Rp/kg) Pandanwangi VUN 900 – 1.100 700 – 1.200 900 – 1.100 700 – 1.200 1.700 – 2.500 1.400 – 1.800 900 – 1.100 1.100 – 1.800 900 – 1.400 900 – 1.400 900 – 1.400 900 – 1.200 1.100 – 1.400 900 – 1.100 1.600 – 1.800 1.200 – 1.400 1.800 – 2.000 1.400 – 1.600 1.800 – 2000 1.200 – 1.400 1.800 – 2.800 1.400 – 1.600 1.800 – 2.000 1.200 – 1.600 2.000 – 2.800 1.400 – 1.600 2.000 – 2.700 1.200 – 1.600 2.700 – 3.200 1.400 – 1.600 2.700 – 3.200 1.800 – 2.400 2.500 – 2.700 1.800 – 2.400 2.800 – 3.100 2.700 – 3.200 -
Keterangan : VUN = Varietas Unggul Nasional Sumber : Gapoktan Citra Sawargi, 2007
58
3) Kepastian harga dan pasar atas produknya Dari Tabel 15, terlihat bahwa umumnya petani Pandanwangi menerima harga yang berbeda pada setiap musim panen. Hal ini, di samping disebabkan ulah para spekulan (pedagang pengumpul beras), juga disebabkan faktor alam, yaitu harga relatif lebih tinggi pada panen di musim kering akibat gabah yang dihasilkan umumnya bermutu lebih baik. Dengan kemitraan ini, petani mitra mendapatkan kepastian harga atas gabahnya yaitu tetap Rp 3.000/kg dan Gapoktan menjamin pembelian atas seluruh gabah yang dihasilkan petani mitra. 4) Peningkatan produksi dan rendemen Adanya insentif harga yang lebih tinggi oleh Gapoktan, telah memotivasi petani untuk meningkatkan produksinya melalui penerapan metode GAP, khususnya penggunaan benih bersertifikat dan pupuk sesuai anjuran (Phonska dan urea). Disamping itu, mutu gabah yang dihasilkan juga menjadi lebih baik khususnya jika dilihat dari aspek kemurnian varietas dan kadar hampa. Baiknya mutu gabah akan meningkatkan rendemen beras, sehingga memberikan keuntungan bagi Gapoktan.
Melalui kemitraan ini CV Quasindo menerima manfaat berikut : 1) Membuka unit usaha baru CV Quasindo sejak tahun 2001 hanya menjalankan satu jenis usaha, importir dan distributor beras Taj Mahal (beras kesehatan).
Dengan
diterapkannya kebijakan larangan impor beras oleh pemerintah sejak tahun 2004 (kecuali jenis - jenis beras tertentu seperti beras Taj Mahal), maka membuka peluang dan pangsa pasar bagi beras – beras lokal bermutu tinggi yang selama ini umumnya pemenuhan kebutuhannya berasal dari impor. Beras Pandanwangi menjadi pilihan CV Quasindo untuk mulai berbisnis
beras
Pandanwangi.
lokal,
dikarenakan
keunikan
karakteristik
beras
59
2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (kualitas dan kuantitas) Melalui kemitraan ini, CV Quasindo mendapatkan jaminan pasokan beras Pandanwangi, baik dari aspek kuantitas, mutu maupun kontinuitas sebesar 10 ton per bulan. 3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari pemerintah CV Quasindo saat ini menjadi pelopor sekaligus satu–satunya produsen beras Pandanwangi yang mendapatkan sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh Departemen Pertanian. 4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk Beras Pandanwangi yang dihasilkan Gapoktan selanjutnya di
repacking oleh CV Quasindo dari yang semula kemasan 50 kg menjadi kemasan 5 kg dengan merek Xiang Mi (beras wangi). Selanjutnya CV Quasindo memasarkannya ke berbagai super/hypermarket dan special
outlet di wilayah Jakarta. Kendati volume penjualannya masih relatif kecil, namun respon pasar cukup baik, ditandai dengan meningkatnya laju percepatan penjualan beras Pandanwangi, sehingga dapat memberikan keuntungan usaha bagi CV Quasindo. 5) Memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah CV Quasindo mengakui bahwa biaya promosi merupakan unit biaya tertinggi yang harus ditanggung perusahaanya. Hal ini, antara lain disebabkan beras dengan sertifikasi jaminan kemurnian varietas belum banyak dikenal oleh masyarakat.
Di sisi lain penipuan beras dalam
kemasan (ketidaksesuaian informasi di label dengan kandungan di dalamnya) belum mendapatkan penanganan dari aspek hukum. Atas dasar tersebut, untuk memberikan insentif bagi CV Quasindo sebagai satusatunya perusahaan yang peduli terhadap program sertifikasi beras berlabel, maka pemerintah memberikan fasilitasi promosi di berbagai kesempatan, antara lain Temu Usaha (nasional dan internasional) dan Pasar Tani.
60
4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani Dalam mempertajam analisis manfaat kemitraan yang dijalankan petani yang tergabung dalam Gapoktan Citra Sawargi, dilakukan analisis pendapatan usahatani, yaitu membandingkan pendapatan usahatani petani mitra dan non mitra. Hasil analisis pendapatan usahatani rataan per musim di Kecamatan Warung Kondang antara petani mitra dan non mitra dapat dijelaskan melalui Tabel 16.
Tabel 16. Analisis pendapatan Rataan Usahatani Padi Pandanwangi per musim No.
A B C D E F
G
H I J K L
Deskripsi
Luas tanam Produksi Produktivitas Harga jual Penerimaan Biaya tunai Benih Pupuk Sewa traktor Tenaga kerja luar keluarga PBB Iuran desa Biaya diperhitungkan Benih Tenaga kerja dalam keluarga Sewa lahan Zakat Biaya Total (F+G) Pendapatan atas biaya tunai (E-F) Pendapatan atas biaya total (E-H) R/C atas biaya total (E/H) Biaya pokok (H/B)
Satuan
Ha Kg Kg/Ha Rp/kg Rp Rp
Rp
Rp Rp Rp Rp/kg
Petani Mitra 0.65 4,836 7,472 3,000 14,508,000 2,851,028 133,140 474,280 392,708 1,689,100 113,260 48,540 6,558,020 576,820 4,530,400 1,450,800 9,409,048 11,656,972 5,098,952 1.54 1,946
Kontribusi thd biaya (%)
30 1 5 4 18 1 1 70 6 48 15 100
Petani Non Mitra
Kontribusi thd biaya (%)
0.63 3,948 6,287 2,836 11,272,700 2,243,306 72,800 461,940 375,000 1,176,566 109,900 47,100 6,121,562 30,732 567,560 4,396,000 1,127,270 8,364,868 9,029,394 2,907,832 1.35 2,119
Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa produktivitas rataan petani mitra lebih tinggi (15,87%) dibandingkan petani non mitra. Produktivitas padi Pandanwangi (Malai Kering Panen) petani mitra rataan sebesar 7,47 ton/ha sementara petani non mitra rataan produktivitasnya 6,29 ton/ha. Peningkatan produktivitas ini utamanya disebabkan oleh dua
27 1 6 4 14 1 1 73 0 7 53 13 100
61
faktor, yaitu (1) penggunaan benih bermutu (benih bersertifikat) dan (2) penggunaan pupuk sesuai anjuran. Benih padi Pandanwangi bersertifikat disediakan oleh Gapoktan, yaitu menggunakan benih hasil produksi H. Mansyur yang merupakan satu-satunya penangkar benih Pandanwangi. Penggunaan benih bersertifikat dapat dimanfaatkan untuk penanaman 2 musim tanam. Kendati penggunaan benih bersertifikat menimbulkan biaya lebih besar, yaitu 30 kg per ha dengan harga Rp 7.000/kg, namun rataan produksi yang dihasilkan lebih baik, karena tanaman padi menjadi terjaga keseragamannya. Penggunaan benih bersertifikat mampu menekan kadar hampa gabah dan meningkatkan rendemen beras yang semula hanya 45% menjadi 50%. Penggunaan pupuk oleh petani mitra sangat berpengaruh terhadap produktivitas padi Pandanwangi. Pupuk yang disarankan oleh Penyuluh setempat adalah kombinasi Phonska dan Urea dengan perbandingan 300 kg Phonska dan 50 kg Urea untuk setiap hektar penanaman padi Pandanwangi. Pemupukan dilakukan 3 kali dalam 1 musim. Petani non mitra umumnya menggunakan pupuk urea, TSP dan KCl dengan perbandingan 200 : 150 : 75, namun sering ditemui petani non mitra tidak menggunakan pupuk KCl disebabkan harga yang tinggi. Penggunaan benih dan pupuk sesuai anjuran Gapoktan telah disepakati bersama oleh petani mitra dan menjadi kewajiban petani mitra untuk melaksanakannya. Pengawasan lapangan atas kondisi pertanaman serta penerapan metode GAP dilakukan oleh unit QC Gapoktan. Himbauan untuk menggunakan benih bersertifikat dan pupuk yang sesuai, sebenarnya telah lama dilakukan oleh penyuluh pertanian setempat, namun mengingat 75% responden petani non mitra merupakan petani penggarap, maka sulit untuk mengambil keputusan. Sementara responden petani mitra 85 % merupakan petani pemilik. Petani Pandanwangi di wilayah Kecamatan Warung Kondang umumnya tidak menggunakan pestisida, karena relatif kecilnya serangan hama di wilayah tersebut. Serangan hama tungro pada padi Pandanwangi
62
umumnya terjadi jika lokasi penanaman padi Pandanwangi berdekatan dengan padi VUN . Penjualan hasil panen petani mitra dilakukan dengan sistem bukti, yaitu pembelian dilakukan sesuai hasil penimbangan dan transaksi langsung dilakukan di lokasi panen dengan unit usaha Gapoktan. Sedangkan
petani
non
mitra
umumnya
menggunakan
sistem
tebas/borongan dan transaksi dilakukan dengan para pedagang pengumpul. Dengan sistem tebas, umumnya setiap hektar lahan padi Pandanwangi dihargai Rp 17 juta atau setara dengan Rp 2.400/kg gabah (produktivitas 7 ton/ha). Jika dibandingkan dengan penjualan kepada Gapoktan dengan harga Rp 3.000/kg maka kemitraan ini sangat menguntungkan bagi petani mitra. Saat ini sistem tebas telah banyak ditinggalkan, petani non mitra yang menjual dengan sistem bukti rataannya mendapatkan harga Rp 2.836/kg gabah. Dengan harga gabah yang lebih tinggi, maka rataan penerimaan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Kendati total biaya produksi yang dikeluarkan petani mitra relatif lebih tinggi dibandingkan petani non mitra yang utamanya disebabkan penggunaan benih dan pupuk sesuai anjuran, namun pendapatan petani mitra masih lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Tabel 16 menunjukkan bahwa baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total yang memperhitungkan pula selain biaya tunai (benih, biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan dan zakat), ternyata pendapatan petani mitra lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani non mitra, meskipun biaya total yang harus dikeluarkan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Ukuran efisiensi pengelolaan usahatani dapat dilihat dengan menggunakan koefisien perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C), Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai rasio R/C baik petani mitra maupun petani non mitra lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bermitra ataupun tidak, usahatani Pandanwangi sama-sama efisien dan
63
menguntungkan, karena imbalan yang diperoleh masih lebih tinggi dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra 1,54, sedangkan petani non mitra 1,35. Nilai-nilai tersebut dapat diartikan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi Pandanwangi melalui kemitraan dengan CV Quasindo (melalui Gapoktan) akan menghasilkan tambahan penerimaan Rp 1,54 sedangkan petani yang tidak terlibat dalam kemitraan hanya akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,35. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan kemitraan, petani mitra akan menerima keuntungan 14% lebih tinggi daripada petani non mitra. Mengingat keberadaan padi Pandanwangi yang semakin terdesak dengan semakin berkembangnya penggunaan padi VUN, maka perlu juga dibandingkan antara pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan pendapatan usahatani padi VUN.
Salah satu padi VUN yang banyak
dikembangkan di wilayah Warung Kondang adalah padi varietas Ciherang yang juga umum ditanam di wilayah Karawang.
Dari hasi penelitian
LPPM IPB (2006) terhadap usahatani padi Ciherang (Tabel 17) diketahui bahwa keuntungan bersih yang dinikmati petani sebesar Rp. 6,4 juta per musim per hektar atau sekitar Rp. 12,8 juta per tahun per hektar. Harga pembelian gabah dari petani berfluktuasi antara Rp 2100 – 2400/Kg GKP. Harga rata-rata yang ditetapkan pada perhitungan analisa kelayakan sebesar Rp 2.250/Kg GKP. Berdasarkan perhitungan ini, petani akan mengalami kerugian jika harga gabah , kurang dari harga pokok yaitu sebesar Rp 1.178 Kg GKP.
64
Tabel 17.
AnalisapPendapatan usahatani padi VUN jenis Ciherang pada tahun 2006
AKTIFITAS PERSEMAIAN Pembelian Benih Pengolahan Benih Penyiapan lahan Penaburan Benih Pemeliharaan Persemaian Sub Total PENGOLAHAN TANAH Pengolahan tanah dgn traktor dan perapihan pematang Perataan setelah di traktor Penataan pematang sawah (nampingan & mopok) Sub Total PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN Pemupukan Penanaman (Tandur) Pembelian Pestisida Pengendalian Hama dan Penyakit Sub Total PANEN Pemanenan (sistem Bawon & Ceblok) Sub Total TOTAL BIAYA LANGSUNG BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN Sewa Tanah Biaya tak terduga 15% Sub Total TOTAL BIAYA PENERIMAAN Produksi (GKP) LABA-RUGI/MUSIM LABA-RUGI/BULAN
Jml
Sat
Harga/ Satuan
25 0,125 1 0,125 1,75
Kg HOK HOK HOK HOK
5.000 30.000 30.000 30.000 30.000
125.000 3.750 30.000 3.750 52.500 215.000
1
ha
900.000
900.000
3 6
HOK H
30.000 30.000
90.000 180.000
Jumlah
1.170.000
1 15 1 7
Paket HOK Paket HOK
1
Paket
2.250.000 2.250.000 4.900.000
1
ha
1.500.000 667.500 2.167.500
30.000 150.000 30.000
455.000 450.000 150.000 210.000 1.265.000
7.067.500 6000
Kg
2.250
13.500.000 6.432.500 1.608.125
Sumber : LPPM IPB, 2006
Dari perbandingan pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan padi VUN (Tabel 16 dan 17) terlihat bahwa untuk pendapatan usahatani per musim per hektar, maka usahatani padi Pandanwangi menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani padi Pandanwangi khususnya disebabkan produktivitas serta harga yang lebih tinggi. Selisih
65
pendapatan usahatani tersebut sebesar Rp.1,4 juta per musim per hektar. Namun padi VUN memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan padi Pandanwangi, sehingga memungkinkan ditanam 2 musim dalam 1 tahun sehingga jika diukur pendapatan usahatani pertahun, maka usahatani padi VUN menghasilkan keuntungan yang lebih menjanjikan. Kondisi ini menunjukkan pentingnya dukungan pemerintah melalui pemberian insentif bagi petani padi Pandanwangi, agar usahatani padi Pandanwangi dapat terus berkembang. 4.3.2. Rantai Pasar dan Marjin Pemasaran Lembaga pemasaran rantai pasokan beras pandawangi yang umum terjadi di Kecamatan Warung Kondang-Cianjur (Gambar 11), yang juga merupakan rantai pemasaran petani non mitra adalah : a. Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (PPTD) adalah orang yang membeli gabah dari petani dalam bentuk MKP dan pembeliannya dilakukan dengan sistem borongan (kemplang). Umumnya tidak memiliki Huller, sehingga proses pengolahan gabah menjadi beras dilakukan dengan menyewa Huller yang dimiliki oleh pedagang besar. b. Pedagang Besar Daerah (PBD) adalah orang yang membeli gabah/beras dari pihak pedagang pengumpul ataupun dari petani dalam bentuk beras/GKP. Sebagian besar pedagang besar memiliki fasilitas
Huller dengan sarana dan prasarana lengkap ditunjang dengan mutu mesin pabrik yang baik. Beras yang dibeli dari pedagang pengumpul diolah kembali, terutama menyangkut proses pemutihan beras, proses
grading dan proses pengemasan ulang, sehingga mutu dan nilai jualnya lebih tinggi dari sebelumnya. Sedangkan jika membeli dalam bentuk gabah, diolah menjadi beras melalui penjemuran, penggilingan,
grading, sortasi, dan pengemasan. Hasil grading adalah menghasilkan jenis kepala, super dan Jitay (menir beras atau pecahan dari beras kepala). c. Pedagang Besar Luar Daerah (Grosir). Adalah pedagang grosir di PIC, Bogor, Bandung, dan Sukabumi. Mereka dikirimi langsung oleh PBD
66
secara kontinu setiap minggu, dengan pembayaran dapat menggunakan giro/bilyet, tunai, ataupun kredit. Beras dijual langsung kepada konsumen atau melayani di tempat. PBLD, khususnya di PIC menyalurkan beras kepada pedagang besar luar pulau seperti ke Lampung. d. Pedagang Pengecer. Pedagang yang langsung berhubungan dengan konsumen, terdiri dari pedagang pengecer daerah dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang tidak melakukan pengemasan ulang, karena sudah dikemas dalam ukuran 5 kg, 10 kg, 20 kg/, 25 kg dan 50 kg.
Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Luar Daerah
Petani
Pedagang Besar Daerah
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 11. Rantai pemasaran beras di Kecamatan Warung Kondang
Lembaga dan fungsi pemasaran di Kecamatan Warung Kondang Cianjur terlihat pada Tabel 18. Berdasarkan tabel tersebut, setiap lembaga pemasaran mempunyai fungsi pemasaran yang terbagi menjadi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Tabel 18. Lembaga dan fungsi pemasaran
67
Lembaga Pemasaran Petani Pedagang Pengumpul
Fungsi Pemasaran Pertukaran Fasilitas Pertukaran Fisik Fasilitas
Pedagang Besar
Pertukaran Fisik Fasilitas
Pedagang Besar Luar Daerah
Pedagang Pengecer
Pertukaran Fisik
Fasilitas Pertukaran Fisik Fasilitas
Perlakuan Penjualan Pembayaran Penjualan, Pembelian Pengolahan, Pengemasan, Pengangkutan dan Penyimpanan Informasi Harga dan Pasar Sortasi, Pembayaran dan Penanggungan Resiko Pembelian, Penjualan Pengolahan, Pengemasan, Pengangkutan dan Penyimpanan Informasi Harga dan Pasar Sortasi dan Grading, Pembayaran dan Penanggungan Resiko Pembelian, Penjualan Pengangkutan, Penyimpanan, Informasi Harga dan Pasar Pembayaran dan Penanggungan Resiko Pembelian, Penjualan Pengangkutan, Penyimpanan Informasi Harga dan Pasar Pembayaran dan Penanggungan Resiko
Permasalahan strategis saat ini yang terdapat dalam pemasaran beras Pandanwangi adalah mengenai kemurnian beras Pandanwangi itu sendiri. Berdasarkan pengamatan dan uji lab oleh LPPM-IPB, rataan keaslian beras Pandanwangi pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual hanya sekitar 24,7%, artinya sekitar 75,3% merupakan beras pencampur. Selain itu tidak ada korelasi antara besarnya tingkat kemurnian dengan tingginya harga jual beras Pandanwangi. Hal ini menandakan bahwa mahal tidaknya beras Pandanwangi sangat ditentukan oleh motif bisnis untuk memperoleh keuntungan
yang
sebanyak-banyaknya.
Berdasarkan
pengamatan,
pencampuran beras Pandawangi mulai dilakukan sejak rantai pertama pemasaran di lakukan yaitu ketika gabah hasil panen dari petani dibeli oleh tengkulak.
68
Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat hingga di tangan konsumen melibatkan beberapa pelaku rantai pasok/pasar, yaitu petani selaku produsen gabah, Gapoktan selaku pengolah dan pemasar beras kepala, CV Quasindo selaku pemasar beras Pandanwangi bersertifikat dan
super/hypermarket selaku pemasar yang bersentuhan langsung dengan konsumen. Untuk
mengetahui
proporsional
atau
tidaknya
pembagian
keuntungan antara pihak-pihak yang bermitra dalan pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, dilakukan analisis marjin pemasaran. Dari Tabel 19, terlihat bahwa marjin keuntungan Gapoktan dan CV Quasindo cukup proporsional, yaitu masing-masing 7% dan 6%. Demikian juga halnya dengan marjin keuntungan yang diterima petani yaitu sebesar 7 %. Marjin biaya yang ditanggung oleh pihak Gapoktan meliputi biaya penanganan gabah, pengolahan gabah, pengemasan, penyimpanan dan transportasi. Sedangkan marjin biaya yang ditanggung CV Quasindo meliputi biaya
transportasi, pengemasan, promosi,
penyimpanan dan
bongkar muat. Dari perbandingan harga jual, terlihat bahwa posisi tawar Gapoktan masih memadai, dimana Gapoktan menerima harga lebih dari 50 % dari harga jual di tingkat konsumen.
69
Tabel 19. Marjin pemasaran beras Pandanwangi bersertifikat No.
Uraian
1 Petani Marjin biaya Marjin keuntungan Harga diterima 2 Gapoktan Harga beli Marjin biaya Marjin keuntungan Harga jual 3 Perusahaan mitra Harga beli Marjin biaya Marjin keuntungan Harga jual 4 Hyper/Super market Harga beli Marjin biaya & keuntungan Harga jual konsumen
Marjin pemasaran (Rp)
Pangsa (%)
1,946 1,054 3,000
12 7 19
3,000 4,851 1,149 9,000
30 7 56
9,000 2,775 1,025 12,800
17 6 80
12,800 3,200 16,000
20% 100%
Setiap perlakuan dan transfer produk dari saluran satu ke saluran lainnya dalam rantai pemasaran akan menghasilkan nilai tambah atau marjin terhadap produk. Marjin timbul akibat adanya peningkatan nilai atau manfaat produk dan biaya tambahan dalam pengelolaan, seperti biaya proses, transpotasi, penanganan dan lain–lain. Rantai pemasaran beras Pandanwangi bersertifikat dari produsen ke daerah pemasaran terlihat cukup efisien karena besarnya marjin tataniaga yang tercipta di setiap rantai pemasaran relatif sebanding dengan penambahan nilai produk baik kualitas maupun atribut produk lainnya. Gapoktan menciptakan marjin tertinggi (Rp. 6000) dari kegiatannya mengolah gabah menjadi beras kepala dimana termasuk didalamnya marjin petani, sementara CV Quasindo menciptakan marjin sebesar Rp. 3.800 dari kegiatan repacking dan kelengkapan atribut kemasan beras. Sedangkan Super/Hypermarket mendapat marjin yang lebih kecil sebanding dengan kecilnya nilai tambah yang diciptakan.
70
4.4 Evaluasi Pola Kemitraan yang diinginkan Evaluasi bentuk kemitraan yang paling tepat atau yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dimaksudkan sebagai bahan evaluasi bagi kedua pihak dalam memperbaiki bentuk hubungan kemitraan yang telah dibangun. Bentuk kemitraan yang dipilih oleh kedua pihak yang bermitra, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan, pelaku kemitraan dan tujuan kemitraan, sehingga pelaksanaan kemitraan tersebut dapat lebih baik dan efisien. Dengan demikian, manajemen masing-masing pihak yang bermitra dapat membandingkan pelaksanaan pola kemitraan yang terjadi saat ini dengan pola kemitraan yang ideal untuk diterapkan sesuai dengan tujuan kemitraan. Pola kemitraan yang berlangsung saat ini adalah pola dagang umum, dimana kerjasama hanya terjadi pada aspek pasar (jual beli beras) yang dilegalisasi dengan kontrak kerjasama kedua pihak. Sedangkan pola kemitraan alternatif yang ada saat ini, jika mengacu pada Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002) meliputi Pola Inti Plasma, Sub Kontrak, Dagang Umum, Keagenan dan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). 4.4.1. Identifikasi Model Untuk mengevaluasi pola kemitraan yang tepat dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, digunakan model AHP.
Hasil
identifikasi model kemitraan yang tepat pada kemitraan pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat dapat dijelaskan pada Gambar 12. Pada level pertama adalah focus, yaitu pemilihan pola kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo. Pada level kedua adalah faktor
kunci
yang
merupakan
factor-faktor
utama
yang
mempengaruhi dilaksanakannya kemitraan. Faktor-faktor tersebut adalah manajemen, permodalan, aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi. Pada level ketiga terdapat dua pelaku kemitraan, yaitu Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo. Pada level keempat terdapat tujuan kemitraan, antara
lain
peluang
pasar,
kontinuitas
produk,
efisiensi
usaha,
pengembangan usaha dan kelangsungan usaha. Pada level kelima terdapat
71
alternatif pilihan pola kemitraan yang ada, yaitu pola inti plasma, pola dagang umum, pola keagenan, pola subkontrak dan pola kerjasama operasional agribisnis.
72
MENENTUKAN POLA KEMITRAAN YANG PALING TEPAT
Fokus : Tema (Level 1) Faktor Kunci : Peubah (Level 2)
Permodalan
Manajemen
Gapoktan
Pelaku (Level 3)
Tujuan (Level 4)
Aksesibilitas Pasar
Penguasaan Teknologi Produksi & Informasi
CV Quasindo
Kontinuitas produk
Kelanjutan Usaha
Peluang Pasar
Efisiensi Usaha
Pengembangan Usaha
Inti Plasma
KOA
Dagang Umum
Subkontrak
Keagenan
Alternatif (Level 5) Gambar 12. Evaluasi bentuk kemitraan yang paling tepat
73
4.4.2 Hasil Pengolahan Vertikal Berdasarkan hasil pengolahan pada level kedua terlihat bahwa faktor kunci yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah faktor permodalan (bobot 0.5236). Esensi kemitraan dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama modal usaha masing – masing pihak yang bermitra, baik berupa tenaga (labor) maupun benda (property), atau keduanya untuk tujuan-tujuan ekonomi.
Kontribusi
bersama
dalam
kemitraan harus berjalan seimbang, agar tujuan kemitraan sebagai upaya bersama yang saling menguntungkan dapat tercapai. Tabel 20. Pengolahan vertikal pada faktor kunci kemitraan (Level 2) Faktor Kunci Manajemen Permodalan Akses Pasar Teknologi Rasio konsistensi (CR) = 0,06
Bobot 0,08519 0,52355 0,34584 0,04542
Prioritas 3 1 2 4
Pada pengolahan level ketiga membahas sejauhmana kepentingan pelaku kemitraan terhadap faktor-faktor kunci yang mempengaruhi terbentuknya kemitraan. Sebagaimana di tunjukkan dalam Tabel 21, ternyata Gapoktan merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam kemitraan ini (bobot 0,7960), khususnya dalam hal permodalan. Hal ini wajar, mengingat Gapoktan Citra Sawargi merupakan kelembagaan petani yang relatif baru terbentuk dan masih memiliki kelemahan dalam banyak hal, khususnya permodalan. Sedangkan CV Quasindo selaku perusahaan mitra memiliki tingkat kepentingan lebih rendah dalam kemitraan ini, karena sebagai perusahaan yang telah lama eksis dalam usaha perberasan, memiliki kemampuan besar, baik dalam permodalan, aksesibilitas pasar, manajemen maupun penguasaan teknologi dan informasi.
74
Tabel 21. Pengolahan vertikal pada pelaku kemitraan pada level 3 Faktor Kunci Gapoktan Manajemen 0,0710 Permodalan 0,4581 Akses Pasar 0,2594 Teknologi 0,0076 Bobot 0,7960 Prioritas 1 Rasio konsistensi (CR) = 0,00
CV Quasindo 0,0142 0,0654 0,0865 0,0378 0,2040 2
Pengolahan pada level empat membahas mengenai tujuan kemitaan terhadap masing-masing pelaku kemitraan. Hasil pengolahan pada Tabel
22
menunjukkan bahwa tujuan kontinuitas produk
merupakan prioritas utama dengan bobot 0,3389 (0,0614 dari CV Quasindo dan 0,2776 dari Gapoktan Citra Sawargi).
Dari hasil
pengolahan tersebut, tujuan yang mendapatkan prioritas utama adalah kontinuitas produk, yaitu bagaimana melalui kemitraan ini petani yang tergabung dalam Gapoktan dapat terus memproduksi gabah/beras Pandanwangi sebagai sumber usahanya, melalui bantuan kerjasama yang berkelanjutan dengan perusahaan mitra sebagai penjamin harga dan pasar. Tabel 22. Pengolahan vertikal pada unsur tujuan kemitraan pada level 4 Peluang Kontinuitas Pasar produk CV Quasindo 0,07621 0,06137 Gapoktan 0,07176 0,27756 Bobot 0,14797 0,33893 Prioritas 3 1 Rasio konsistensi (CR) = 0.10 Pelaku
Pengembangan Usaha 0,00976 0,04645 0,05620 5
Kelangsungan Usaha 0,04625 0,28674 0,33299 2
Efisiensi Usaha 0,02029 0,10361 0,12391 4
Pada akhirnya, hasil pengolahan pada level kelima menunjukkan bahwa Pola Inti Plasma merupakan pola kemitraan yang dirasakan paling tepat untuk mencapai tujuan utama kemitraan dengan bobot 0,4669, dengan rincian 0,1648
tujuan kelangsungan usaha, 0,1519
tujuan kontinuitas produk, 0,0637 tujuan peluang pasar, 0,0629 tujuan efisiensi usaha dan 0,0236 tujuan pengembangan usaha (Tabel 23).
75
Dalam kemitraan dengan Pola Inti Plasma, maka petani yang tergabung dalam Gapoktan sebagai plasma dan CV Quasindo sebagai inti. Dalam kemitraan inti plasma ini, Petani/Gapoktan berkewajiban memproduksi gabah/beras sesuai standar mutu yang disepakati bersama dengan perusahaan inti. Perusahaan inti berkewajiban melakukan bimbingan manajemen dan teknologi, serta penyertaan modal usaha khususnya untuk kebutuhan saprodi (benih dan pupuk) dan memberikan jaminan harga dan pasar. Dipilihnya pola inti plasma untuk menggantikan pola dagang umum sebagaimana berlaku saat ini, disebabkan Gapoktan sebagai kelembagaan tani masih memiliki banyak kelemahan, khususnya dalam hal permodalan usaha guna penguatan usaha Gapoktan. Kelemahan dalam permodalan menimbulkan permasalahan-permasalahan serius berikut : a. Keterlambatan pembayaran kepada petani atas gabahnya, karena selalu
menunggu
pembayaran
dari
CV
Quasindo,
maka
dikhawatirkan petani akan beralih ke para tengkulak/pedagang pengumpul, sehingga akhirnya Gapoktan tidak dapat memenuhi volume yang ditetapkan dalam kontrak. b. Gapoktan mengalami kesulitan dalam mengatur pola tanam/panen karena tidak adanya insentif yang dapat diberikan kepada petani, khususnya dalam bentuk pelayanan saprodi.
Jika hal ini dapat
dipenuhi, maka dapat diupayakan untuk adanya panen Pandanwangi setiap bulan (bergiliran antar petani), sehingga biaya penyimpanan gabah dapat ditekan dan mutu beras dapat ditingkatkan. c. Ketidakmampuan Gapoktan menyediakan saprodi yang dibutuhkan anggotanya akan menyulitkan Gapoktan dalam menjaga mutu dan rendemen gabah, karena kedua faktor tersebut sangat tergantung dari pemakaian saprodi yang sesuai anjuran. Rendahnya rendemen gabah ke beras akan sangat mempengaruhi keuntungan unit usaha pengolahan gabah – beras Gapoktan.
76
d. Pemupukan modal usaha Gapoktan sangat lambat, karena hanya mengandalkan unit usaha pengolahan gabah menjadi beras dan berjalannya unit usaha saprodi akan mampu menghasilkan keuntungan usaha bagi Gapoktan. Pola dagang umum sebagaimana kemitraan yang terjadi saat ini dianggap kurang mampu menjamin kontinuitas produk dari Gapoktan, karena hanya memecahkan masalah pada aspek pasar. Maka dari itu pola ini mendapatkan prioritas ketiga dengan bobot 0,1522. Tabel 23. Pengolahan vertikal pada pola kemitraan pada Level 5 Alternatif Peluang pasar
intiplasma
sub kontrak
dagang umum
keagenan
KOA
0,0637
0,0102
0,0264
0,0066
0,0410
Kontinuitas Produk
0,1519
0,0184
0,0610
0,0130
0,0946
Pengembangan Usaha
0,0236
0,0033
0,0103
0,0022
0,0168
Kelangsungan Usaha
0,1648
0,0157
0,0406
0,0104
0,1014
Efisiensi Usaha
0,0629
0,0050
0,0138
0,0047
0,0375
Bobot
0,4669
0,0526
0,1522
0,0370
0,2913
1
4
3
5
2
Prioritas Rasio konsistensi (CR) = 0.1
Kendati Pola Inti Plasma dinilai sebagai pola kemitraan yang paling tepat dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, khususnya dengan tujuan untuk meningkatkan saling ketergantungan kedua pihak yang bermitra agar kontinuitas produk dan kelangsungan usaha tetap terjaga dan berjalan dengan baik, namun perlu juga dipertimbangkan banyaknya pengalaman kegagalan dalam kemitraan agribisnis dengan pola inti plasma sebagai akibat ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap perusahaan inti. Sebagai contoh kemitraan agribisnis kentang Atlantik di Jawa Barat (Saptana et al., 2006b) antara kelompok tani Marga Mulya sebagai plasma dengan PT Indofood Fritolay Makmur
sebagai perusahaan inti, timbul
permasalahan yang harus dihadapi petani plasma, antara lain : (1) pembatasan produksi oleh perusahaan inti, (2) tingginya harga kontrak sarana produksi atau saprodi (khususnya bibit), (3) sering terjadi keterlambatan penyaluran saprodi khususnya bibit sehingga menimbulkan ketidakpastian tanam, (4)
77
kelompok tani harus menanggung biaya penyimpanan jika terjadi kelebihan produksi. Kegagalan kemitraan Pola Inti Plasma juga banyak terjadi pada program PIR (Plasma Inti Rakyat) Perkebunan, akibat terciptanya struktur pasar monopolistik, yang mengharuskan petani plasma untuk menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan inti, sehingga memberi peluang bagi perusahaan untuk menekan harga produk tersebut, terlebih jika ketergantungan petani plasma terhadap perusahaan inti atas ketersediaan modal atau saprodi sangat besar, yang menyebabkan posisi tawar petani semakin lemah. Hasil penelitian Sarwanto (2004) menunjukkan bahwa pada pelaksanaan kemitraan inti plasma ternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo, perusahaan inti mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan peternak plasma dalam pelaksanaan kemitraan. Hal ini tercermin dari faktor input yang berasal dari peternak dinilai lebih rendah kontribusinya terhadap produksi ternak ayam ras pedaging dibandingkan faktor input yang berasal dari perusahaan inti. Karenanya
kemitraan
inti
plasma
dengan
implementasi
berupa
peningkatan saling ketergantungan tidak hanya pada aspek pasar tapi juga modal, teknologi dan informasi serta manajemen hanya merupakan tahap transisi hingga tercipta gapoktan yang kuat dan mandiri.
4.5 Strategi Pengembangan Usaha Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat Dari hasil analisis AHP yang diperoleh dan wawancara mendalam tentang faktor internal maupun eksternal pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat dapat disusun alternatif strategi pengembangannya.
Untuk itu, diperlukan
langkah – langkah berikut : 4.5.1. Identifikasi Faktor – Faktor yang berpengaruh Kinerja kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal kemitraan terdiri dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang
78
dan ancaman yang mempengaruhi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. Mengacu pada Saputro et al (1996), faktor – faktor internal yang mempengaruhi kinerja kemitraan meliputi : a. Kekuatan 1) Keterkaitan usaha Agar hubungan kemitraan dapat memberikan manfaat dan nilai tambah, maka perlu ada keterkaitan usaha utama (core
business) antara kedua pihak. Adanya keterkaitan usaha dapat menciptakan kondisi saling membutuhkan. Keterkaitan ini merupakan modal utama untuk menciptakan saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Faktor ini menjadi kekuatan, karena bidang usaha utama perusahaan mitra dan bidang usaha utama petani mitra saling melengkapi. 2) Keterpaduan operasi Keterpaduan operasi dalam arti adanya koordinasi, kolaborasi dan kerjasama yang baik antara petani dengan perusahaan mitra, merupakan syarat pokok keberhasilan kemitraan. Untuk mencapai suatu keterpaduan, diperlukan perencanaan yang matang, yang dalam pelaksanaannya diperlukan keterbukaan, komunikasi yang baik, pendekatan personal dan pengawasan. Faktor ini menjadi kekuatan dalam kemitraan ini, hal ini antara lain ditandai dengan selalu dipenuhinya persyaratan jenis dan mutu produk yang dihasilan petani mitra sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan mitra. 3) Intensitas hubungan Intensitas hubungan antara petani (Gapoktan) dengan perusahaan mitra sangat penting untuk menciptakan persamaan persepsi dan keharmonisan hubungan yang dapat menumbuhkan kepercayaan antar kedua pihak. Kondisi ini dapat dicapai melalui
79
pembinaan, pemberian bantuan modal, pemberian bantuan saprodi dan prasarana dari perusahaan mitra kepada para petani. Kendati saat ini hubungan antara pihak yang bermitra hanya terbatas pada aspek pasar (transaksi produk), namun intensitas hubungan antara Direktur Utama CV Quasindo dengan petani sangat kuat. CV Quasindo mampu membangun hubungan personal melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan. Salah satunya adalah dengan memberikan penghargaan kepada petani mitra yang berprestasi, yang dilakukan setiap musim panen. Hal ini mampu menimbulkan kedekatan dan keterikatan khusus antara petani dengan CV Quasindo. Karenanya faktor ini merupakan salah satu kekuatan yang mempengaruhi kemitraan ini. 4) Keterikatan Faktor-faktor di atas seringkali masih belum cukup untuk menjamin kepastian dalam kemitraan. Oleh karena itu tetap diperlukan suatu perjanjian formal oleh pihak-pihak terkait yang mengikat secara hukum. Dalam kemitraan pengadaan beras Pandanwangi, telah diawali dengan kesepakatan kedua pihak yang dituangkan dalam perjanjian tertulis (kontrak jual-beli), sehingga ada jaminan kepastian hukum bagi kedua pihak yang bermitra. Perjanjian ini juga memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak secara rinci, sehingga dapat menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan bagi kedua pihak. Dalam hal ini, faktor keterikatan menjadi kekuatan utama kemitraan beras Pandanwangi bersertifikat.
b. Kelemahan 1) Saling ketergantungan Manfaat kemitraan dapat diperoleh jika terdapat faktor saling ketergantungan.
Namun faktor ini saja tidak cukup, jika tidak
diikuti dengan adanya kekuatan yang saling melengkapi dari masing-masing pihak yang bermitra. Dalam kondisi ini, diharapkan
80
para pelaku dapat saling membagi keunggulan di bidang teknologi, manajemen, permodalan ataupun akses pasar. Dalam
kemitraan
ini,
saling
ketergantungan
antara
perusahaan mitra dengan Gapoktan lemah, karena hanya dari aspek pasar. Disamping itu, dilihat dari sisi petani Pandanwangi, ketergantungan terhadap CV Quasindo lemah, karena petani dapat dengan mudah menjual hasil panennya ke pihak lain, khususnya tengkulak. Faktor ini menjadi salah satu kelemahan dalam kemitraan ini. 2) Pembagian manfaat dan korbanan Para pelaku kemitraan akan mengharapkan manfaat dari kemitraan sesuai dengan beban dan risiko yang dihadapi. Pembagian manfaat dan korbanan akan dirasakan adil, jika manfaat, beban dan risiko yang dihadapi pihak-pihak yang bermitra sebanding besarnya. Ketidakadilan akan menyebabkan salah satu pihak
merasa
dirugikan
dan
diperdaya,
sehingga
dapat
menyebabkan rusaknya hubungan kemitraan. Faktor ini menjadi salah satu kelemahan dalam kemitraan beras Pandanwangi bersertifikat karena saat ini Gapoktan merasakan
keuntungan
menghasilkan
yang
sangat
beras Pandanwangi.
tipis
Upaya
dari
usahanya
Gapoktan untuk
mengusulkan kenaikan harga jual beras telah beberapa kali dilakukan kepada CV Quasindo, namun hingga saat ini belum disetujui. 3) Keterandalan dan kepercayaan Faktor ini merupakan faktor internal yang paling penting untuk menjamin kelangsungan hubungan kemitraan.
Factor ini
dapat diciptakan oleh para pelaku kemitraan dengan menepati janji dan mengikuti aturan.
Kondisi saling mempercayai juga perlu
didukung oleh suatu kondisi keterbukaan dan jalannya mekanisme kontrol. Kepercayaan dan keterandalan tidak saja menjadi keharusan antara organisasi petani dengan perusahaan mitra, tetapi
81
juga menjadi keharusan antar petani anggota dan antara petani dengan pengurus organisasi (Gapoktan). Dilihat dari hubungan antara Gapoktan dengan CV Quasindo, kondisinya sangat baik dalam hal keterandalan dan kepercayaan. Namun, internal Gapoktan, khususnya antara petani anggota dan antara petani dengan pengurus, pada awal kemitraan berlangsung sering muncul perselisihan khususnya terkait dengan penilaian lapangan atas kualitas gabah petani oleh unit QC Gapoktan. Dalam hal kepengurusan Gapoktan telah 3 kali mengalami perubahan pengurus yang potensial menimbulkan konflik serius yang mengancam kelangsungan hubungan kemitraan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui wadah kemitraan dapat dikelompokkan sebagai faktor peluang dan ancaman. Masingmasing faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a. Peluang 1) Pangsa Pasar Pangsa pasar beras pada wilayah tertentu dapat dilihat dari jumlah penduduk dan rataan konsumsi per kapita. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk rataan 1,21% per tahun maka permintaan beras nasional akan cenderung bertambah dari tahun ke tahun.
Pangsa pasar beras nasional saat ini sepenuhnya dikuasai
oleh beras produksi dalam negeri, dengan klasifikasi mutu tinggi, sedang dan rendah. Pangsa pasar beras bermutu tinggi khususnya jenis beras wangi
seperti beras Pandanwangi
(sebelum tahun
2004) sebagian besar dikuasai oleh beras impor, yaitu jenis Thai Hom Mali. Kebutuhan akan jenis tersebut menurut Dirjen PPHP (2006) mencapai 75.000 ton per tahun (dilihat dari angka pengajuan
dispensasi
impor
beras
wangi
tahun
2005).
Memperhatikan kondisi tersebut, maka pangsa pasar beras Pandanwangi akan cenderung meningkat.
82
2) Trend Tuntutan Konsumen Pola konsumsi beras di Indonesia secara perlahan, tetapi pasti mengalami perubahan sejalan dengan makin meningkatnya pendapatan,
pendidikan
dan
mudahnya
akses
informasi.
Konsumen beras saat ini semakin mementingkan mutu dan melihat beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai suatu produk dengan kriteria tertentu. Hal ini terjadi khususnya pada konsumen yang memiliki tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi yang cukup, dan biasanya dijumpai di kota-kota besar (Sutrisno, 2006). Kondisi ini didukung juga dengan pesatnya laju pertumbuhan pasar modern.
Menurut Nielsen
(2005), selama
periode 1980-2003, pasar tradisional hanya tumbuh 5%/tahun,
minimarket tumbuh 15%/tahun, supermarket tumbuh 7%/tahun dan hypermarket tumbuh 25%/tahun.
Kecenderungan tersebut
menunjukkan adanya perubahan perilaku konsumen dan pilihan masyarakat dalam berbelanja. Kegiatan belanja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi juga sebagai kegiatan rekreasi bagi keluarga. Atribut-atribut yang mencirikan preferensi konsumen dari yang semula hanya jenis, kenyamanan dan harga telah berkembang dengan tambahan atribut lain yang lebih rinci seperti kemasan, mutu, kandungan nutrisi, keamanan pangan dan aspek lingkungan atau
organik
(Sutrisno,
2006).
Kecenderungan
preferensi
konsumen tersebut merupakan peluang bagi beras Pandanwangi bersertifikat dengan merek Xiang Mi produksi CV Quasindo, karena telah mampu memenuhi atribut – atribut yang dikehendaki konsumen.
3) Pasar Ekspor Peluang ekspor beras Pandanwangi sangat baik, mengingat karakteristiknya yang harum dan pulen, sehingga sangat diminati
83
konsumen segmen pasar menengah ke atas. Demand beras internasional atas beras-beras aromatik cukup tinggi, dan selama ini hanya dapat dipenuhi dari Thailand, yaitu khususnya jenis beras Thai Hom Mali. Beras aromatik, khususnya diminati konsumen di Asia, khususnya Thailand, Vietnam, China, Singapura dan Malaysia. 4) Proteksi Impor Salah satu kebijakan strategis yang telah memberikan implikasi nilai politis positif khususnya bagi petani produsen padi, yaitu kebijakan ketentuan impor beras (Kepmen Perindag No 9/MPP/Kep/1/2004 dan perubahannnya).
Kebijakan ketentuan
impor beras berupa larangan impor beras telah diimplementasikan sejak 21 Januari 2004 dan terus mengalami perpanjangan hingga saat ini, mengingat dampak positif kebijakan tersebut, khususnya dilihat dari perkembangan harga gabah yang cukup baik, perdagangan beras antar wilayah/pulau yang semakin dinamis dan harga beras dalam negeri yang cukup stabil, sehingga mampu memotivasi petani meningkatkan produksi padinya. Kebijakan ini juga telah membuka peluang bagi pelaku agribisnis beras di dalam negeri khususnya untuk memproduksi beras bermutu tinggi guna mensubstitusi jenis beras serupa yang selama ini dipenuhi melalui impor.
b. Ancaman 1) Promosi sertifikasi beras berlabel Cikal bakal kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi adalah adanya Program Sertifikasi Beras berlabel, khususnya beras Pandanwangi oleh Departemen Pertanian, yang salah satu keluarannya adalah sertifikasi jaminan kemurnian varietas yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian.
Adanya logo sertifikasi pada kemasan
beras Pandanwangi bermerek Xiang Mi ini diharapkan akan
84
mampu memberikan nilai jual tersendiri khususnya bagi segmen konsumen kelas atas yang biasanya menuntut atribut
produk
secara lebih lengkap mulai dari jenis varietas, mutu produk, warna, rasa, kepulenan, kandungan nutrisi, keamanan pangan, kemasan yang menarik, hingga aspek lingkungan (Sutrisno, 2006). Mengingat pentingnya atribut kemurnian varietas, khususnya dalam perdagangan beras pada segmen konsumen kelas atas, maka sangat penting bagi Pemerintah (Departemen Pertanian) untuk mempromosikan dan mensosialisasikan makna dari logo sertifikasi pada kemasan beras tersebut. Namun hingga saat ini dirasakan kegiatan promosi dan sosialisasi tersebut masih sangat kurang bahkan seperti terhenti, sejalan dengan telah berakhirnya proyek pemerintah dalam program sertifikasi beras berlabel pada akhir Tahun Anggaran 2007. Jika hal ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan sangat mengancam laju penjualan beras Pandanwangi bersertifikat, sehingga kelanjutan kemitraan punakan terancam.
2) Tataniaga Tradisional Petani padi Pandanwangi di wilayah Warung Kondang – Cianjur selama ini telah terbiasa menjual gabahnya kepada pelaku tataniaga
tradisional
(tengkulak/pedagang
pengumpul
desa/
kecamatan). Hadirnya CV Quasindo yang menawarkan kemitraan kepada petani khususnya dalam aspek pasar akan memberikan alternatif pasar baru bagi petani dan sekaligus ancaman bagi para pelaku tataniaga tradisional. Karena hal tersebut, maka pada awal kemitraan berlangsung sempat terjadi ketegangan antara pengurus Gapoktan dengan para tengkulak. Kendati harga yang ditawarkan melalui program kemitraan ini relatif lebih tinggi dibandingkan harga yang ditawarkan tengkulak dan bahkan mampu menjadi harga acuan di wilayah Warung Kondang, namun petani umumnya masih memiliki ikatan
85
dengan para tengkulak, yang mampu memberikan fasilitas pinjaman bagi petani, sehingga hal ini potensial menjadi ancaman dalam kemitraan ini. 3) Produk pesaing Beras yang diperdagangkan di pasar modern lebih seragam dibandingkan di pasaram umum, baik dari segi jenis maupun mutu. Jenis beras yang paling banyak beredar adalah Pandanwangi dan Setra Ramos (Sutrisno, 2006). Jenis beras tersebut mayoritas dijual dengan mutu super dan kepala dan hanya sebagian kecil bermutu biasa. Hal ini terkait erat dengan target pelanggan yang belanja di
supermarket yaitu masyarakat menengah-atas. Beras bermerek Pandanwangi tersebut dikemas khusus dengan plastik PP (Poly Propilen) dengan desain dan warna yang sangat
menarik
serta
informasi
produk
yang
memadai.
Berdasarkan penelitian Sutrisno (2006), peta persaingan beras Merek Varietas Pandanwangi di Supermarket Jabotabek sangat kompetitif khususnya pada kuadran dua yang menjadi pusat persaingan beras varietas Pandanwangi di supermarket yaitu beras dengan kualitas baik namun dengan harga yang relatif rendah. 4) Law enforcement Beras dalam kemasan berlabel yang diperdagangkan belum sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen. Demikian pula label yang tertera dalam kemasan pada umumnya tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya dari beras yang dikemas. Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh IPB tahun 2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras Pandanwangi ‘asli’ pada beras berlabel Pandan-wangi
yang dijual adalah 24,7 %,
artinya 75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada korelasi antara besarnya tingkat kemurnian dengan tingginya harga jual beras berlabel Pandanwangi.
86
Beras yang beredar di masyarakat umunya belum taat ketentuan tentang pencantuman label dan ketentuan lainnya. Peraturan terkait hal tersebut sebenarnya sudah ada namun implemetasinya masih lemah. Berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 2000 tentang pangan, mengingat Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, telah dijelaskan hal-hal yang harus diatur dalam label pangan, untuk komoditi beras minimal salah satunya mencantumkan pada bagian utama label ‘nama produk beras serta bahan/komposisi jenis beras atau komposisi gizi’. Keterangan tentang bahan/komposisi jenis yang secara fisik dapat ditandai seperti asal varietas/jenis gabahnya sebagai contoh Pandanwangi 100% atau Ciherang 40% dan IR 64 sejumlah 60% dan sebagainya. Lemahnya penegakan hukum/peraturan yang ada akan menyebabkan ketiadaan jaminan perlindungan bagi produsen/ pelaku bisnis beras agar dapat memperoleh jaminan kepercayaan produknya sehingga dapat bersaing dengan sehat dan disisi pelanggan/konsumen dapat membelanjakan uangnya secara tepat dan memuaskan.
4.5.2. Matriks IFAS Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor internal yang telah dikemukakan, serta mengacu pada kuesioner yang telah diisi oleh Direktur Utama CV Quasindo dan Ketua Gapoktan Citra Sawargi selaku pakar, sekaligus pihak yang memiliki kapasitas sebagai pengambil keputusan dalam kemitraan ini, maka dengan metode perbandingan berpasangan (paired comparison) dihasilkan bobot dan peringkat dari masing-masing faktor internal yang mempengaruhi kinerja kemitraan. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 24, terlihat bahwa faktor keterikatan merupakan faktor kekuatan yang paling berpengaruh
87
dalam menentukan kinerja kemitraan. Sedangkan faktor saling ketergantungan menempati ranking pertama sebagai faktor kelemahan yang paling berpengaruh terhadap kinerja kemitraan.
Tabel 24 . Faktor strategik internal kemitraan usaha Faktor penentu A. Kekuatan Keterkaitan usaha keterpaduan operasi Intensitas hubungan Keterikatan Jumlah (A) B. Kelemahan Saling ketergantungan Manfaat dan korbanan keterandalan dan kepercayaan Jumlah (B) Total (A + B)
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c=axb)
Ranking (d)
0,132 0,151 0,126 0,157 0,566
4,0 3,0 3,0 3,5
0,528 0,453 0,377 0,550 1,909
2 3 4 1
0,138 0,138 0,157 0,434 1,000
2,5 2 1,5
0,346 0,277 0,236 0,859 2,767
1 2 3
4.5.3. Matriks EFAS Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal, baik berupa peluang maupun ancaman yang mempengaruhi usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, dilanjutkan dengan pemberian bobot dan rating (Tabel 25).
Berdasarkan hasil
perhitungan, terlihat bahwa permberlakuan proteksi impor beras memberikan
peluang utama
bagi berkembangnya
usaha-usaha
perberasan di dalam negeri untuk merebut pangsa pasar beras lokal yang selama ini dikuasai beras impor disamping itu, trend tuntutan/ preferensi konsumen atas beras bermutu tinggi seperti beras Pandanwangi merupakan peluang yang dapat
dimanfaatkan bagi
88
kelanjutan pengembangan usaha ini.
Bobot kedua faktor tersebut
masing–masing 0,550 untuk kebijakan proteksi impor dan 0,424 untuk
trend tuntutan konsumen. Di sisi lain, lemahnya promosi dan sosialisasi program sertifikasi beras (jaminan kemurnian varietas) oleh pemerintah, serta law
enforcement yang lemah dalam implementasi ketentuan hukum terkait pelabelan beras menjadi dua faktor utama yang menjadi ancaman serius bagi kelangsungan pengembangan usaha beras Pandanwangi bersertifikat dengan bobot masing-masing 0,682 dan 0,499.
Tabel 25. Faktor strategik eksternal kemitraan usaha Faktor penentu A. Peluang Pangsa pasar Trend Tuntutan konsumen Pasar ekspor Proteksi impor Jumlah (A) B. Ancaman Promosi sertifikasi lemah Tataniaga tradisional Produk competitor Law enforcement rendah Jumlah (B) Total (A + B)
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c=axb)
Ranking (d)
0,134 0,106 0,133 0,171 0,544
2,5 4,0 2,0 3,5
0,334 0,424 0,267 0,597 1,622
3 2 4 1
0,171 0,065 0,078 0,143 0,456 1,000
4 2 2,5 3,5
0,682 0,129 0,196 0,499 1,507 3,129
1 4 3 2
4.5.4. Matriks IE Dari hasil evaluasi dan analisis terhadap faktor internal dan eksternal, selanjutnya dilakukan penggabungan yang menghasil-kan Matriks IE, sehingga dapat diketahui posisi hubungan kemitraan yang berlangsung dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, sebagai dasar pemilihan strategi bagi pengembangan usaha.
89
Dengan total nilai faktor strategik internal
2,767, maka
hubungan kemitraan memiliki faktor internal yang tergolong sedang atau rataan dalam melakukan usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifkat melalui wadah kemitraan. Total nilai faktor strategik eksternal 3,129 memperlihatkan respon yang diberikan oleh hubungan kemitraan terhadap lingkungan eksternal tergolong tinggi. Apabila masing-masing total skor dari faktor strategis internal maupun eksternal dipetakan dalam matriks, maka posisi hubungan kemitraan saat ini berada pada kuadran/sel kedua (Tabel 26), yang berarti strategi yang perlu diterapkan melalui wadah kemitraan ini adalah strategi pertumbuhan. Strategi ini didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, aset, laba atau kombinasi dari ketiganya. Pada sel ini, strategi pertumbuhan dimaksud dapat dilakukan melalui konsentrasi integrasi horizontal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan memanfaatkan sumber daya dari luar. Strategi ini pada intinya adalah suatu kegiatan untuk memperluas usaha dengan cara perluasan dilokasi lain dan meningkatkan jenis dan mutu produk dan jasa.
Tujuan utamanya
adalah meningkatkan penjualan dan profit, dengan cara memanfaatkan keuntungan economic of scale baik di produksi maupun pemasaran. Tabel 26. Matriks IE 4.0 Tinggi
3.0 TOTAL SKOR EFAS
Sedang
TOTAL SKOR IFAS 3.0 Rataan 2.0 Lemah 1.0 1 2 3 GROWTH GROWTH RETRENCHMENT Konsentrasi melalui Konsentrasi melalui Turnaround integrasi vertikal integrasi horizontal 4 5 6 STABILITY GROWTH RETRENCHMENT Hati – hati Konsentrasi melalui Captive Company atau integrasi horizontal Divestment Tinggi
STABILITY Tak ada perubahan profil strategi
2.0 7 Rendah 1.0
8 GROWTH Diversifikasi konsentrik
9 GROWTH Diversifikasi Konglomerat
RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuidasi
90
4.5.5.
Analisis Matriks SWOT Penajaman alternatif strategi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui pola kemitraan dapat dirumuskan berdasarkan analisis Matriks SWOT.
Penyusunan
formulasi strategi dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dan dikelompokkan. Hasil formulasi dikelompokkan menjadi empat kelompok formulasi strategi yang terdiri dari strategi Kekuatan – Peluang (S – O), strategi Kekuatan – Ancaman (S – T), stratei Kelemahan – Peluang (W – O) dan strategi Kelemahan – Ancaman (W – T), seperti yang dimuat pada Tabel 27.
Tabel 27. Matriks SWOT
INTERNAL
STRENGTH – (S) S1. Keterikatan S2. Keterkaitan usaha S3. Keterpaduan operasi S4. Intensitas hubungan
WEAKNESSES – (W) W1. Saling ketergantungan W2. Manfaat dan korbanan W3. Keterandalan dan kepercayaan
OPPORTUNITIES – (O) O1. Trend tuntutan konsumen O2. Proteksi impor O3. Pangsa pasar O4. Pasar ekspor
STRATEGI S – O 1. Memperluas wilayah pemasaran (S1,S2,S3,S4 : O1,O2,O3) 2. Meningkatkan promosi (S1,S2,S3,S4 : O2,O3,O4) 3. Pengembangan lokal dan internasional brand (S1,S2 : O1,O3,O4)
STRATEGI W – O 1. Memperkuat kemitraan (W1,W2,W3 :O1,O3,O4) 2. Meningkatkan efisiensi usaha (W1,W2 : O3, O4) 3. Difersifikasi pasar (W1:O1,O3)
THREATS – (T) T1. Promosi sertifikasi lemah T2. Law enforcement rendah T3. Produk kompetitor T4. Tataniaga tradisional
STRATEGI S – T 1. Meningkatkan penyerapan bahan baku (S1,S3 :T3,T4) 2. Meningkatkan brand image atau image building (S1,S3 :T1,T2,T3) 3. Diferensiasi produk berorientasi mutu (S1,S2,S3 :T2,T3,T4)
STRATEGI W – T 1. Mempertahankan harga jual (W1,W2 :T3) 2. Aktif mengupayakan dukungan pemerintah (W1 :T1,T2) 3. Implementasi jaminan mutu (W1,W2,W3 :T1,T2,T3) 4. Penguatan kelembagaan (W1,W2,W3 :T1,T3,T4)
EKSTERNAL
91
a. Strategi S – O Strategi S – O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut : 1) Memperluas wilayah pemasaran Saat ini, beras Pandanwangi bersertifikat merek Xiang Mi hanya dipasarkan di super/hypermarket dan special outlet di wilayah Jakarta, antara lain : Carefour, Giant, Hero, Total All Fresh, Kemchick, Sogo,
Ranchmarket dan lain-lain. Mengingat segmen pasar beras Xiang Mi ini adalah konsumen tingkat atas yang keberadaannya tersebar di kotakota besar, maka perluasan wilayah pemasaran ke wilayah Botabek dan kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Surabaya, Semarang, serta Bandung sangat potensial dan prospektif.
Terlebih lagi, CV
Quasindo telah memiliki jalur pemasaran hampir keseluruh kota besar di Indonesia, sebagai distributor beras kesehatan (beras Taj Mahal). Untuk
efisiensi
biaya
pemasaran,
Perusahaan
dapat
memanfaatkan agen beras Taj Mahal sebagai distributor beras Xiang Mi pada daerah-daerah yang mempunyai potensi pasar yang besar.
2) Meningkatkan promosi Beras Xiang Mi saat ini merupakan satu–satunya jenis beras Pandanwangi yang telah mendapatkan sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari pemerintah. Logo Sertifikasi tersebut melengkapi atribut produk beras yang umum digunakan selama ini untuk memenuhi kebutuhan informasi konsumen tingkat atas, terkait dengan jaminan mutu beras. Beras Xiang Mi dapat dikatakan sebagai ‘pionir’ untuk beras jenis Pandanwangi sejenis, karena telah dilengkapi dengan sertifikat
92
jaminan kemurnian varietas, sehingga menjamin kandungan beras Pandanwanginya sebesar 100%. Sebagai pionir, biasanya akan mendapatkan banyak keuntungan, antara lain (Irawan, 2002) : i. Merek produk akan mempunyai reputasi baik. Reputasi sebagai pionir biasanya menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen untuk suatu merek ii. Pionir biasanya diuntungkan, karena dapat mengembangkan loyalitas, yaitu masuk terlebih dahulu, sehingga mempunyai waktu yang cukup untuk mendidik konsumen yang sudah mencoba dan menumbuhkan keyakinan konsumen atas mutu produk ini. Merek pionir bukanlah selalu merek yang benar-benar pertama di pasar, karena merek yang mendapatkan keuntungan besar sebagai pionir adalah merek yang dipersepsikan sebagai pertama oleh konsumen.
Karena itu, jika beras Pandanwangi bersertifikat ingin
memperoleh seluruh keuntungan sebagai pionir, maka merek Xiang Mi harus menjadi yang pertama di pasaran dan dalam benak konsumen (top of mind), maka perlu upaya keras untuk mengkomunikasikan dengan baik kepada konsumen bahwa merek Xiang Mi merupakan beras pertama yang mengandung 100 % asli beras Pandanwangi, melalui promosi dan periklanan (advertising). 3) Pengembangan lokal dan internasional brand Penggunaan merek Xiang Mi yang berarti beras wangi memberi kesan bahwa beras dimaksud merupakan beras impor. Karenanya bagi konsumen lokal yang menginginkan beras pandanwangi ’asli’ akan ada kecenderungan meragukan bahwa beras merek Xiang Mi berisi beras Pandanwangi asli dari Cianjur. Karenanya, perlu dikembangkan merek lokal yang lebih mencerminkan keaslian beras pandanwangi tersebut. Penggunaan brand Internasional seperti merek Xiang Mi sangat prospektif digunakan untuk menarik konsumen lokal menengah atas etnis China sesuai dengan pilihan bahasa yang digunakan untuk merek.
93
Disamping itu, brand internasional juga prospektif digunakan untuk menembus pasar ekspor mengingat peluang ekspor juga cukup besar. b. Strategi W – O Strategi W – O adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut: 1) Memperkuat kemitraan Penguatan
hubungan
kemitraan
yang
dimaksud
adalah
meningkatkan saling ketergantungan antara pihak yang bermitra melalui pengembangan aspek kemitraan yang semula hanya mencakup aspek pasar, maka diharapkan berkembang untuk aspek lainnya, seperti modal, teknologi dan manajemen. Hal ini penting diperhatikan oleh Perusahaan Mitra (CV Quasindo) selaku pihak yang lebih menguasai ketiga aspek tersebut, guna mempertahankan hubungan kemitraan. 2) Meningkatkan efisiensi usaha Efisiensi usaha dimaksudkan adalah efisiensi biaya produksi beras Pandanwangi bersertifikat. Biaya produksi beras Pandanwangi oleh Gapoktan dapat ditekan, melalui peningkatan rendemen beras. Hal ini dapat dilakukan dengan revitalisasi RMU sebagai salah satu unit usaha Gapoktan serta penyediaan saprodi (benih dan pupuk). Penguatan unit-unit usaha Gapoktan, khususnya unit saprodi dan pengolahan diharapkan dapat terlaksana melalui bantuan perusahaan mitra (CV Quasindo) maupun pemerintah (pusat dan daerah). Dari sisi perusahaan mitra, efesiensi biaya dapat dilakukan dengan menekan biaya penanganan, biaya pengawasan dan biaya transportasi, yaitu dengan memindahkan seluruh proses produksi di perusahaan mitra (tahapan repacking dari 50 kg menjadi 5 kg). Biaya pengawasan mutu juga menjadi lebih ringan dan biaya transportasi juga dapat ditekan.
94
Keuntungan yang diperoleh dari hasil efisiensi biaya, bagi Gapoktan dapat digunakan sebagai dana untuk memupuk modal usahanya sedangkan bagi CV Quasindo, dapat dialihkan untuk meningkatkan promosi dan advertising yang merupakan unit biaya tertinggi saat ini. 3) Diversifikasi pasar Atas dasar perbedaan konsumen dalam hal pendapatan, pendidikan dan permintaan terhadap atribut produk beras, maka segmentasi pasar harus dibedakan secara jelas. Segmentasi konsumen beras terdiri dari konsumen beras dengan pendapatan atas, menengah dan bawah, dimana setiap produk beras untuk target masing-masing segmen memiliki atribut tertentu sesuai dengan kehendak konsumen. Mengacu pada Sutrisno (2006), peta persaingan tertinggi untuk beras dengan merek varietas Pandanwangi di supermarket ada pada kuadran II, yaitu beras dengan kualitas baik namun harga yang relative rendah. Pada kuadran II tersebut dipenuhi oleh konsumen tingkat menengah. Persaingan yang tinggi pada kuadran tersebut menandakan pangsa pasar yang tinggi untuk jenis beras dimaksud. Quasindo maupun Gapoktan Citra
Karenanya CV
Sawargi perlu melakukan
diversifikasi pasar untuk meraih pangsa pasar konsumen tingkat menengah. c. Strategi S – T Strategi S – T adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, dengan alternatif strategi adalah : 1) Meningkatkan penyerapan bahan baku Pengolah padi/beras akan menghadapi dua persaingan penting, yaitu persaingan dalam memperoleh bahan baku industri dan persaingan dalam memperoleh konsumen. Persaingan terberat adalah dalam memperoleh bahan baku industri yang disebabkan oleh keterbatasan produksi dan fluktuasi harga bahan baku (Sutrisno, 2006). Demikian
juga
halnya
dengan
beras
Pandanwangi.
Sejak
digulirkannya program sertifikasi beras oleh Departemen Pertanian,
95
perlahan masyarakat mulai menyadari bahwa beras Pandanwangi yang umum beredar di pasaran adalah tidak murni Pandanwangi, sehingga masyarakat mulai dapat membedakan beras Pandanwangi asli dan palsu melalui edukasi oleh Pemerintah dengan berbagai pemberitaan di TV. Kondisi ini mendorong pengusaha/pedagang beras dikota-kota besar untuk terjun langsung ke lokasi sentra Pandanwangi guna mendapatkan beras/gabah Pandanwangi asli. Salah satu perusahaan dengan skala cukup besar, yaitu PT Teja Tani Makmur (milik Probosutejo) bahkan terjun langsung menyewa lahan petani di lokasi sentra Pandanwangi. Dengan kondisi persaingan di atas, maka CV Quasindo perlu meningkatkan penyerapan bahan baku untuk mengamankan posisinya sebagai pengusaha beras Pandanwangi dan guna lebih menunjukkan eksistensinya di lokasi sentra Pandanwangi. 2) Meningkatkan brand image Beras Xiang Mi telah dikemas dengan baik dan dilengkapi atribut terkait dengan jenis dan mutu beras serta kandungan nutrisi sebagaimana tuntutan konsumen atas beras dalam kemasan berlabel. Guna penguatan dan pemantapan beras Xiang Mi sebagai beras bermutu, maka perlu diterapkan langkah-langkah yang mampu memberikan sinyal komitmen terhadap mutu produk sekaligus upaya memberikan
garansi kepuasan pelanggan, diantaranya melalui
moneyback
guarantee, layanan akses hot line/toll-free untuk
memberikan kemudahan bagi konsumen yang akan memberikan komentar atau komplain. 3) Diferensiasi produk berorientasi mutu Beras merek Xiang Mi saat ini hanya ditujukan untuk konsumen kelas atas yang menuntut keberadaan atribut produk secara lengkap dan factor harga tidak menjadi bahan pertimbangan. Beras Xiang Mi merupakan jenis beras kepala, padahal dengan kondisi penggilingan padi milik Gapoktan Citra Sawargi yang relatif tua dan sederhana,
96
kadar beras pecah yang dihasilkan cukup tinggi, karenanya sangat memungkinkan untuk melakukan diferensiasi produk berdasarkan kondisi mutu fisik beras (kadar pecah). d. Strategi W – T Strategi W – T adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman, dengan alternatif strategi berikut : 1) Mempertahankan harga jual Beras Xiang Mi saat ini diperjualbelikan dengan harga yang tinggi, yaitu Rp.18.000 per kg. Dengan tingkat harga tersebut, maka Beras Xiang Mi berada pada segmen pasar sangat khusus yang dipersepsikan kecil, sehingga tidak banyak pesaing yang tertarik untuk masuk dalam segmen ini. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sutrisno (2006), yang menunjukkan bahwa pada peta persaingan beras Pandanwangi di Supermarket Jabotabek, untuk merek Pandanwangi di kuadran pertama (mutu baik dan harga mahal), pangsa pasarnya hanya diperebutkan oleh 3 merek.
Sedangkan pusat persaingan varietas
Pandanwangi terjadi di kuadran II, yaitu beras dengan mutu baik namun dengan harga yang relatif rendah. Strategi mempertahankan harga jual merupakan salah satu cara untuk pembentukan citra (image building) untuk menuju pengokohan posisi pasar (position strengthening) sebagai beras dengan jaminan mutu.
Kendati membutuhkan waktu, namun dengan edukasi yang
terus berjalan kepada masyarakat, diharapkan konsumen akan memahami bahwa beras bila asli varietasnya pasti jauh lebih mahal. Disamping itu, kemasan beras Xiang Mi yang mewah jelas difokuskan untuk mampu menarik pelanggan menengah ke atas yang bersifat Price Oriented, yaitu pelanggan yang memilih harga lebih mahal karena percaya produk tersebut lebih baik dan lebih bergengsi. 2) Aktif mengupayakan dukungan pemerintah Ancaman utama dalam usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat adalah lemahnya promosi/sosialisasi program sertifikasi jaminan kemurnian varietas, rendahnya implementasi dan penegakan
97
hukum terkait aturan tentang pelabelan. Mengingat kedua faktor tersebut merupakan tanggungjawab pemerintah, maka CV Quasindo perlu aktif mendorong pemerintah agar peduli terhadap kedua hal tersebut. Dukungan pemerintah juga dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan internal dalam kemitraan ini. Untuk itu, perlu aktif diusulkan dukungan pemerintah, khususnya dalam menfasilitasi tenaga pendamping di lapangan dan alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bagi penguatan kelembagaan Gapoktan. 3) Meningkatkan penerapan jaminan mutu Kunci sukses beras Xiang Mi adalah orientasi yang kuat terhadap upaya mempertahankan mutu produk. Mengingat rantai pasok beras Pandanwangi tersebut melibatkan dua pihak yang bermitra, maka penerapan jaminan mutu wajib dilakukan secara konsisten oleh kedua pihak mulai dari proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan dalam proses panen dan pasca panennya, serta dikuatkan dengan sertifikasi pelabelan untuk memberikan keyakinan bagi konsumen dalam menentukan pilihan atas beras bermutu sesuai dengan varietasnya. Penerapan dilakukan dengan berpedoman pada standard
operating procedures atau SOP (berdasarkan Metode GAP) yang telah disusun oleh Lembaga Sertifikasi Beras. 4) Penguatan kelembagaan Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui kemitraan, ada dua kelembagaan yang masih memerlukan dukungan dalam berbagai aspek, khususnya manajemen, teknologi dan permodalan yaitu kelembagaan tani (Gapoktan Citra Sawargi) dan lembaga sertifikasi.
Penguatan kedua kelembagaan tersebut akan
menjamin keberlanjutan kemitraan dan jaminan pasokan beras pandanwangi bersertifikat baik dalam hal mutu, kuantitas maupun kontinuitas. 4.5.6. Pemilihan Alternatif Strategi
98
Dari hasil analisis matriks SWOT di atas, telah dihasilkan 13 alternatif strategi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo, selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif strategi yang paling efektif untuk diimplementasikan. Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan dengan cara memberikan bobot pada setiap unsur SWOT yang telah diidentifikasi sesuai dengan tingkat kepentingannya. Tingkat kepentingan dari unsur SWOT diberi bobot 1, 2, 3, 4, dan 5 (Rangkuti, 2006). Tingkat kepentingan ini didasarkan pada penilaian kedua pakar dari masing – masing pihak yang bermitra (Tabel 28 ). Setelah pembobotan terhadap unsur – unsur SWOT dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan nilai kepentingan dari setiap alternatif strategi yang diperoleh dalam analisis SWOT berdasarkan jumlah akumulasi keterkaitan antar unsur SWOT yang menghasilkan strategi tersebut (Tabel 29).
Selanjutnya dari hasil
penjumlahan itu, masing – masing alternatif strategi diberi ranking yang
merupakan
urutan
strategi
terbaik
berdasarkan
kondisi
perkembangan usaha saat ini. Alternatif strategi yang terpilih untuk diimplementasikan diambil 5 ranking tertinggi. Tabel 28. Tingkat kepentingan unsur SWOT pada usaha pengadaan beras Pandanwangi Bersertifikat melalui kemitraan Unsur SWOT
Kepentingan
Strengths (S) S1. Keterikatan S2. Keterkaitan usaha S3. Keterpaduan operasi S4. Intensitas hubungan
5 4 3 3
Weaknesses (W) W1. Saling ketergantungan W2. Manfaat dan korbanan W3. Keterandalan dan kepercayaan
5 4 3
Opportunities (O) O1. Trend tuntutan konsumen
4
99
O2. Proteksi impor O3. Pangsa pasar O4. Pasar ekspor
5 4 3
Threats (T) T1. Promosi sertifikasi lemah T2. Law enforcement rendah T3. Produk kompetitor T4. Tataniaga tradisional
5 4 3 3
Keterangan;
1 = Sangat tidak penting, 2 = Tidak penting, 3 = Sedang, 4 = Penting, 5 = Sangat penting
Berdasarkan ranking tertinggi dari analisis tersebut (Tabel 29), maka strategi yang paling efektif dilakukan oleh kedua pihak yang bermitra adalah memperluas wilayah pemasaran (skor 31), memperkuat kemitraan (skor 28), meningkatkan promosi (skor 26), meningkatkan implementasi jaminan mutu (skor 24) dan penguatan kelembagaan (skor 23). Tabel 29. Penentuan alternatif strategi terbaik Alternatif Strategi STRATEGI S – O 1. Memperluas wilayah pemasaran 2. Meningkatkan promosi 3. Pengembangan lokal dan internasional brand STRATEGI W – O 1. Memperkuat kemitraan 2. Meningkatkan efisiensi usaha 3. Difersifikasi pasar STRATEGI S – T 1. Meningkatkan penyerapan bahan baku 2. Meningkatkan brand image 3. Diferensiasi produk berorientasi mutu STRATEGI W – T 1. Mempertahankan harga jual 2. Aktif mengupayakan dukungan pemerintah 3. Meningkatkan implementasi jaminan mutu 4. Penguatan kelembagaan
Keterkaitan
Kepentingan
Ranking
(S1,S2,S3,S4:O1,O2,O3) (S1,S2,S3,S4:O2,O3,O4) (S1,S2 : O1,O3,O4)
31 26 19
1 3 8
(W1,W2,W3 :O1,O3,O4) (W1,W2 : O3, O4) (W1:O1,O3)
28 16 13
2 10 12
(S1,S3 :T3,T4)
14
11
(S1,S3 :T1,T2,T3)
21
7
(S1,S2,S3 :T2,T3,T4)
22
6
(W1,W2 :T3) (W1 :T1,T2)
12 18
13 9
(W1,W2,W3 :T1,T2,T3)
24
4
(W1,W2,W3 :T1,T3,T4)
23
5
100
4.6.Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal Bersertifikat Model merupakan representasi dari suatu hal atau fenomena, karena sistem relatif kompleks. Model banyak digunakan,
karena memudahkan
sesuatu menjadi lebih sederhana untuk dijelaskan. Menurut Hartrisari (2007) model secara umum digolongkan atas model fisik dan model abstrak. Model fisik merupakan model miniature replica dari keadaan sebenarnya, sedangkan model abstrak adalah model yang menjelaskan kinerja sistem. Dalam hal ini, model dapat diartikan menurut berbagai kepentingan, baik terstruktur maupun tidak
terstruktur,
konseptual
maupun
dalam
persamaan
matematik.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pada kajian ini digunakan model abstrak kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat.
Model konseptual disusun berdasarkan model
pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat di Kecamatan Warung Kondang – Cianjur. Model ini disusun dari data dan informasi yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif dalam bentuk diagram. Dari hasil analisis manfaat kemitraan, baik analisis kualitatif maupun kuantitatif (analisis usahatani dan analisis marjin tataniaga) terlihat bahwa kemitraan dengan pola dagang umum hanya menyangkut aspek pasar telah mampu memberikan berbagai manfaat, khususnya bagi peningkatan pendapatan petani mitra namun belum mampu menjamin kelanjutan usaha. Dari hasil analisis proses hirarki (AHP) ternyata Pola Inti Plasma merupakan pola kemitraan yang paling diinginkan dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, khususnya dengan tujuan untuk
meningkatkan saling
ketergantungan kedua pihak yang bermitra, sehingga kontinuitas produk dan kelangsungan usaha tetap terjaga dan berjalan dengan baik. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis SWOT terlihat masih terdapat banyak kelemahan dalam kemitraan ini, yang pada intinya mengarah pada strategi untuk lebih memperkuat kemitraan dengan meningkatkan saling ketergantungan yang tidak hanya pada aspek pasar, tetapi juga aspek manajemen, permodalan dan teknologi. Atas dasar hal tersebut, serta mengingat hubungan kemitraan merupakan hubungan yang berjalan secara bertahap dan dinamis, sehingga kemitraan
101
tidak dapat dinilai secara sesaat tapi lebih ditekankan pada berkelanjutannya (sustainability) pelaksanaan program, maka perlu dilakukan penyempurnaan atas model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat yang ada saat ini secara bertahap, dimana tingkat kemandirian dan lamanya kemitraan akan menunjukkan kemantapan sistem kemitraan yang diterapkan . Beberapa hal yang perlu disempurnakan dari model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagai basis penyusunan model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat adalah : 1) Penguatan organisasi petani (Gapoktan) Gapoktan yang kuat dan mandiri antara lain dicirikan dengan kemampuannya memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir, memfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi pasar, serta adanya pemupukan modal usaha, baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha Gapoktan (Permentan No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani). Untuk terwujudnya Gapoktan yang kuat dan mandiri dimaksud diperlukan uluran tangan dari luar, khususnya dari pemerintah dalam bentuk pengaturan khusus, pembinaan dan subsidi guna penguatan modal organisasi petani. Hal ini disebabkan kemampuan organisasi petani dinilai masih lemah, sehingga masih perlu dilindungi dan dibina secara khusus. Petani umumnya belum terkoordinasi dengan baik, karena organisasi petani masih belum mampu berperan dengan baik, khususnya dari sisi pelayanan terhadap kebutuhan anggotanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan permodalan sebagian besar organisasi petani masih menjadi sumber kelemahan. Hal ini tampak pada ketidakmampuan organisasi petani dalam memberikan uang muka atas gabah yang dihasilkan petani, serta ketidakmampuan organisasi petani dalam mengembangkan unit usaha simpan pinjam dan pengadaan saprodi.
Oleh sebab itu seringkali petani menilai bahwa
organisasi petani tersebut tidak lebih bermanfaat dibandingkan dengan tengkulak.
102
Dalam kondisi lemahnya dukungan pemerintah, khususnya dalam penguatan modal Gapoktan sebagaimana terjadi pada kemitraan dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat saat ini, maka diharapkan perusahaan mitra (CV Quasindo) dapat meningkatkan kerjasama tidak hanya pada aspek pasar, tetapi juga pada aspek modal, manajemen, serta teknologi dan informasi. Bantuan permodalan yang diberikan perusahaan mitra dapat langsung maupun tidak langsung (perusahaan mitra sebagai avalis). Kontribusi modal oleh perusahaan mitra harus dihentikan, jika unit usaha Gapoktan telah berjalan dengan baik, sehingga mampu melakukan pemupukan modal secara mandiri (bentuk transisi), karena kemampuan permodalan dengan bergantung pada bantuan modal dari perusahaan mitra dan bukan berasal dari simpanan anggota dan keuntungan unit usaha organisasi petani akan menimbulkan ketergantungan yang tidak sehat.
2) Diperlukan peran tenaga pendamping atau mediator Keberhasilan kemitraan CV Quasindo dengan Gapoktan Citra Sawargi dalam pengadaan beras Pandanwangi tidak terlepas dari peran aktif mediator. Pada tahap awal kemitraan, tenaga pendamping dimaksud berasal dari akademisi (LPPM – IPB), namun dengan berakhirnya proyek sertifikasi beras berlabel pada tahun 2007 maka peran sebagai tenaga pendamping/mediator digantikan oleh penyuluh pertanian setempat. Mediator
berperan
kuat
dalam
memperkuat
organisasi
petani,
mengembangkan aktifitas dan usaha kelompok, membantu mengelola keuangan dan modal usaha kelompok, serta menjadi negosiator dan komunikator dalam berhubungan dengan perusahaan mitra. Peran mediator sangat strategik sehingga perlu dipertahankan keberadaannya hingga organisasi petani menjadi kuat dan mandiri. Sedangkan hasil penelitian Saputro (2006) terhadap pola kemitraan agribisnis perkebunan menunjukkan bahwa pengurangan campur tangan
103
pemerintah dikelompok tani binaan pada tahun–tahun awal pengembangan kemitraan menjadi penyebab utama terhentinya kemitraan.
3) Mengembangkan alternatif kerjasama langsung dengan Super/hypermarket Biaya pemasaran yang harus dikeluarkan perusahaan inti untuk memasarkan produknya di super/hypermarket sangat besar khususnya untuk biaya promosi dan beragam cost/fee (listing fee, rabat, dan sebagainya) yang dipersyaratkan oleh Super/hypermarket. Kondisi inilah yang menyebabkan pemasok pemula seperti Gapoktan mengalami kesulitan, jika ingin memasarkan langsung produknya ke pasar modern. Namun demikian, jika Gapoktan mampu bekerjasama langsung dengan super/hypermarket diharapkan ada nilai tambah yang dapat dinikmati Gapoktan. Di sisi lain, adanya dukungan penuh dari pemerintah diharapkan
dapat
membuat
Gapoktan
menembus
pasar
modern,
khususnya untuk beras slyp dan beras super .
4). Perlunya peran manajer Seiring dengan meningkatnya jumlah anggota, skala usaha dan jumlah unit kegiatan organisasi petani maka diperlukan peran seorang manajer yang profesional untuk mengembangkan usaha Gapoktan. Dalam hl ini, Gapoktan diharapkan mampu menerapkan manajemen korporasi (farmer enterprise) untuk menjalankan sistem usaha agribisnis beras Pandanwangi bersertifikat. (5).
Pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi Sertifikasi beras merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah) untuk memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk (beras) yang diproduksi oleh suatu unit produksi atau unit usaha telah memenuhi persyaratan mutu (keaslian varietas dan karakteristik beras). Lembaga sertifikasi yang ditunjuk saat ini adalah Laboratorium Jasa
104
Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB melalui surat keputusan penunjukan dari Departemen Pertanian. Ke depan perlu dilakukan pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi antara lain yang melibatkan secara aktif Lembaga atau Unit Sertifikasi yang dibentuk oleh dinas pertanian Kabupaten dengan Tim yang sesuai dengan tupoksinya. Lembaga atau unit ini harus mempunyai atau bekerjasama dengan laboratorium yang mempunyai kompetensi dalam pengujian beras. Perlu juga dilibatkan secara aktif lembaga yang akan memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi. Di Indonesia, lembaga tersebut adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN). Tahapan penyempurnan model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagai basis model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat dapat disajilkan pada Gambar 13. Dari Gambar 13 dapat dijelaskan bahwa dari model (a) ke model (b) dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun dengan pertimbangan kesiapan kedua pihak. Dari pihak CV Quasindo, kesediaan untuk sharing modal harus mempertimbangan pencapaian target penjualan beras Pandanwangi yang menunjukan prospektif tidaknya pasar beras Pandanwangi, karena saat ini CV Quasindo masih berkonsentrasi penuh pada upaya promosi dan advertising yang memakan biaya cukup besar dalam rangka memperkenalkan merek (brand introduction), pembentukan image (image building) untuk bisa sampai pada tahap pengokohan posisi pasar (position strengthening). Sementara dari sisi Gapoktan masih perlu melakukan konsolidasi ke dalam (intern Gapoktan) khususnya penguatan manajemen atau kepengurusan Gapoktan serta kesiapan kontribusi petani anggota guna penguatan kelembagaan Gapoktan serta unit – unit usahanya.
Sharing modal dari perusahaan mitra dikhawatirkan akan menimbulkan ketergantungan dan ketidakmandirian Gapoktan, karenanya peran penguatan kelembagaan Gapoktan khususnya dari sisi permodalan seyogya dapat dilakukan melalui dukungan pemerintah pusat maupun daerah. Dari model (b) ke model (c) akan membutuhkan waktu sekitar 5 tahun.
Dalam jangka waktu tersebut
105
diharapkan dengan modal yang diberikan Perusahaan Mitra maka unit usaha Gapoktan perlahan akan berkembang sehingga pemupukan modal Gapoktan akan berjalan baik hingga mampu mengangkat seorang manajer profesional yang diharapkan mampu membawa Gapoktan menjadi kelembagaan tani yang kuat dan mandiri (Gapoktan sebagai farmer enterprise) tidak tergantung pada satu mitra serta mampu memperluas skala usaha dan mempertinggi nilai tambah serta melakukan terobosan pasar baru.
106
Konsumen
Lembaga Sertifikasi
GAPOKTAN Unit Pembelian Unit pengolahan Unit Saprodi Unit Pemasaran
Super/hypermarket Uang CV Quasindo
Beras (a) model yang ada
Lembaga Sertifikasi Terakreditasi
GAPOKTAN Unit Pembelian Unit pengolahan Unit Saprodi Unit Pemasaran
Tenaga pendamping/
Sumber Permodalan Avalis
SHU Uang Beras
CV Quasindo
Super/hypermarket
Konsumen
(b) model transisi
Lembaga Sertifikasi Terakreditasi GAPOKTAN sebagai Farmer Enterprise Unit Pembelian Unit pengolahan Manajer Unit Saprodi Unit Pemasaran
Sumber Permodalan Uang Beras
CV Quasindo dan perusahaan mitra lainnya
Super/hypermarket
(c) model akhir Gambar 13. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat Keterangan : SHU = sisa hasil usaha
Konsumen
107
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Kemitraan dengan Pola Dagang Umum telah mampu meningkatkan pendapatan petani mitra, namun belum mampu sepenuhnya menguatkan kelembagaan petani (Gapoktan), akibat lemahnya permodalan. Sedangkan melalui kemitraan didapatkan manfaat (1) Penguatan usaha kelembagaan petani (Gapoktan), (2) Harga jual yang lebih baik, (3) Kepastian harga dan pasar atas produknya, (4) Peningkatan produksi dan rendemen. Manfaat yang diterima untuk CV Quasindo adalah (1) Membuka unit usaha baru, (2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (mutu dan kuantitas), (3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari pemerintah, (4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk dan (5) memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah. b. Dari hasil analisis evaluasi pola kemitraan, didapatkan bahwa pola kemitraan inti plasma merupakan pola kemitraan yang paling diinginkan, mengingat lemahnya permodalan Gapoktan, khususnya dalam pengadaan saprodi serta pembelian gabah. c. Dari hasil analisis SWOT, strategi yang tepat dilakukan adalah strategi pertumbuhan, dengan langkah efektif seperti:
(1) memperluas wilayah
pemasaran, (2) memperkuat kemitraan, (3) meningkatkan promosi, (4) meningkatkan
implementasi
jaminan
mutu
dan
(5)
penguatan
kelembagaan. d.
Dari berbagai analisis kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan, dapat dikatakan model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ini bila akan direplikasi kedalam model pengadaan beras unggul lokal besertifikat, perlu dilakukan penyempurnaan atas model yang ada saat ini secara bertahap.
Dalam hal ini struktur kemitraan yang menimbulkan
ketergantungan petani atau organisasi petani terhadap perusahaan mitra secara bertahap harus direduksi sejalan dengan semakin berkembangnya usaha Gapoktan yang kuat dan mandiri (farmer enterprise).
108
2. Saran a. Diperlukan dukungan pemerintah dalam mensosialisasikan program sertifikasi beras dan mengedukasi masyarakat tentang kecurangan– kecurangan dalam perdagangan beras berlabel, sehingga dengan program ini di masa depan dapat diharapkan para produsen dan pedagang beras akan mencantumkan varietas beras yang dikemas secara jujur dan benar dalam menuju terciptanya persaingan yang sehat.
b. Untuk membangun model pengadaan beras bersertifikat, seyogyanya program ini dirancang sebagai program multiyears, sehingga model ini benar-benar teruji dan dapat direplikasi di kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Untuk itu perlu dipersyaratkan dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat. Diantaranya dengan menerapkan sistem imbal swadaya, yaitu kabupaten terpilih wajib menyediakan dana dari APBD dan sistem lainnya adalah sistem hibah bersaing. c. Untuk memberi semangat kepada petani, pada tahap awal pengembangan model ini direkomendasikan adanya insentif bagi petani, seperti misalnya pemberian subsidi benih bersertifikat, subsidi pupuk, dan jaminan pembelian padi/gabah hasil panen melalui alokasi Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) baik bersumber dari APBN maupun APBD.
109
DAFTAR PUSTAKA
Badan Agribisnis. 1999a. Kebijaksanaan dan Pola Kemitraan Usaha Pertanian. Badan Agribisnis Departemen Pertanian RI, Jakarta. _______________ 1999b. Kemitraan, Kebijakan dan Penjelasan Pola Kemitraan Usaha Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta
BPP Cianjur. 2007. Programa Penyuluhan Pertanian Balai Penyuluhan Pertania Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur tahun 2007. Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Cianjur. Damardjati, D. 1995. Karakteristik Sifat dan Standadisasi Mutu Beras Sebagai Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta. Ditjen PPHP. 2006. Evaluasi Kebijakan Impor Beras disampaikan pada Rapat Koordinasi Impor Beras, Surabaya 19 – 20 Juni 2006. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Pengembangan Usaha. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian, Jakarta. Gapoktan Citra Sawargi. 2007. Laporan Perkembangan Pemasaran Padi Sawah Varietas Lokal Pandanwangi di Kecamatan Warung Kondang. Cianjur. Hartrisari, H. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. SEAMEO BIOTROP, Bogor. Irawan, H. 2002. Winning Strategy. Strategi Efektif Merebut dan Mempertahankan Pangsa Pasar. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. LPPM IPB. 2006. Pengembangan Model Sistem Agroindustri dan Pemasaran Beras Berlabel di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, Bogor. LPM UNILA. 2006. Pengembangan Model Kemitraan Agroindustri Ketan di Kabupaten Subang dan Garut. LPM UNILA, Lampung. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo, Jakarta Nielsen, AC. 2005. Kajian Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Departemen Perdagangan RI, Jakarta.
110
Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa Institusi (Koperasi). PSE Departemen Pertanian, Bogor.
Patiwiri, A.W. 2006a. Umum, Jakarta
Teknologi Penggilingan Padi.
PT Gramedia Pustaka
___________ 2006b. Kemitraan Dalam Upaya Peninkatan Kuantitas dan Kualitas Produksi Padi disampaikan pada Lokakarya Nasional Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas, Gedung Bulog I, 13 – 14 September 2006. Bulog, Jakarta Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
PT
Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Saptana, A.Agustian, H. Mayrowani dan Sunarsih. 2006a. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Saptana, A. Agustian, H. Mayrowani dan Sunarsih. 2006b. Pengembangan Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Saputro, T., Undang F., Agus S., Ridwan D. dan Budiati D. 1996. Pengkajian Pengembangan Pola Kemitraan Agribisnis Perkebunan. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Sarwanto, C. 2004. Kemitraan, Produksi dan Pendapatan Peternak Rakyat Ayam Ras Pedaging (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo). Tesis Magister Sains Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sinaga. 1988. Pengkajian Pengembangan Pola Kemitraan Agribisnis Perkebunan. Proyek Penelitian dan Pengembangan Agribisnis. Badan Litbang Departemen Pertanian RI, Jakarta. Sutrisno. 2006. Trend Pemasaran Beras di Indonesia disampaikan dalam Lokakarya Nasional Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas, Gedung Bulog I, 13 – 14 September 2006. Bulog, Jakarta
111
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Penjelasan tentang “Konsep, Istilah, Teori dan Indikator, serta variabel”. PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta. Syarief, R. dan Fatika, Y. H. 2006. Pengembangan Model Kemitraan Agroindustri dan Pemasaran Terpadu Komoditi Pertanian disampaikan pada Acara Seminar Bulan Mutu tanggal 29 Nopember 2006. Departemen Pertanian, Jakarta.
Tambunan, T. 1996. Kemitraan Usaha Kecil (Policy Paper). Lokakarya Kebijakan untuk Mendukung Strategi Kemitraan Usaha di Indonesia. Badan Litbang Depkop dan PKK. AKATIGA, Bandung. Tjakrawiralaksana, A dan Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
112
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani mitra Responden
Rata
Luas (a)
Produksi (b)
(Ha)
(kg MKP)
Penerimaan (c=axb) (Rp)
Biaya Tunai Benih (1)
Pupuk (2)
Sub Total
Sewa traktor (3) Tenaga Kerja (4)
PBB (5)
Iuran desa (6)
(1+2…..+6)
1
1.50
12,750
38,250,000
315,000
1,230,000
1,125,000
4,032,000
262,500
112,500
7,077,000
2
1.00
8,000
24,000,000
210,000
670,000
750,000
2,633,000
175,000
75,000
4,513,000
3
1.00
8,000
24,000,000
210,000
670,000
750,000
2,703,000
175,000
75,000
4,583,000
4
0.35
2,800
8,400,000
70,000
221,000
-
884,500
61,250
26,250
1,263,000
5
0.35
2,500
7,500,000
70,000
271,000
-
899,500
61,250
26,250
1,328,000
6
0.38
3,000
9,000,000
70,000
248,000
-
997,000
66,500
28,500
1,410,000
7
0.40
3,000
9,000,000
84,000
248,000
300,000
1,032,500
70,000
30,000
1,764,500
8
0.25
2,250
6,750,000
56,000
171,000
-
907,000
43,750
18,750
1,196,500
9
0.30
2,500
7,500,000
56,000
188,000
-
961,500
52,500
22,500
1,280,500
10
1.50
12,750
38,250,000
315,000
1,230,000
1,125,000
3,885,500
262,500
112,500
6,930,500
11
0.50
3,750
11,250,000
105,000
335,000
375,000
1,256,000
87,500
37,500
2,196,000
12
0.35
2,800
8,400,000
70,000
228,000
-
859,500
61,250
26,250
1,245,000
13
1.00
6,500
19,500,000
210,000
670,000
750,000
2,443,500
175,000
75,000
4,323,500
14
0.30
2,500
7,500,000
63,000
271,000
-
909,000
52,500
22,500
1,318,000
15
0.30
2,250
6,750,000
63,000
221,000
-
928,000
52,500
22,500
1,287,000
16
0.60
4,500
13,500,000
119,000
542,000
400,000
1,659,500
105,000
45,000
2,870,500
17
0.75
5,250
15,750,000
126,000
556,000
500,000
1,941,000
131,250
56,250
3,310,500
18
1.00
7,000
21,000,000
210,000
670,000
750,000
2,466,500
175,000
75,000
4,346,500
19
0.50
3,000
9,000,000
105,000
335,000
350,000
1,198,500
87,500
37,500
2,113,500
20
0.80
4,500
13,500,000
175,000
681,000
500,000
1,789,000
140,000
60,000
3,345,000
21
0.30
2,500
7,500,000
70,000
171,000
-
857,500
52,500
22,500
1,173,500
22
1.00
7,500
22,500,000
210,000
820,000
750,000
2,605,000
175,000
75,000
4,635,000
23
0.80
4,800
14,400,000
175,000
556,000
500,000
1,945,500
140,000
60,000
3,376,500
24
0.25
1,500
4,500,000
52,500
205,000
703,000
43,750
18,750
1,023,000
25
0.70
5,000
15,000,000
119,000
449,000
500,000
1,730,500
122,500
52,500
2,973,500
0.65
4,836
14,508,000
133,140
474,280
392,708
1,689,100
113,260
48,540
2,835,320
114
Lanjutan Lampiran 1. Resp
Biaya diperhitungkan Zakat
Sewa lahan
Sub total
Tenaga kerja
TOTAL
Pendapatan
Pendapatan
R/C
R/C
BIAYA
atas biaya tunai
atas biaya total
atas biaya tunai
Harga pokok
atas biaya total
(Rp/kg)
1 3,825,000
10,500,000
559,000
14,884,000
21,961,000
31,173,000
16,289,000
5.40
1.74
1,722.43
2 2,400,000
7,000,000
689,000
10,089,000
14,602,000
19,487,000
9,398,000
5.32
1.64
1,825.25
3 2,400,000
7,000,000
546,000
9,946,000
14,529,000
19,417,000
9,471,000
5.24
1.65
1,816.13
4
840,000
2,450,000
593,500
3,883,500
5,146,500
7,137,000
3,253,500
6.65
1.63
1,838.04
5
750,000
2,450,000
632,500
3,832,500
5,160,500
6,172,000
2,339,500
5.65
1.45
2,064.20
6
900,000
2,660,000
494,000
4,054,000
5,464,000
7,590,000
3,536,000
6.38
1.65
1,821.33
7
900,000
2,800,000
533,000
4,233,000
5,997,500
7,235,500
3,002,500
5.10
1.50
1,999.17
8
675,000
1,750,000
520,000
2,945,000
4,141,500
5,553,500
2,608,500
5.64
1.63
1,840.67
9
750,000
2,100,000
589,000
3,439,000
4,719,500
6,219,500
2,780,500
5.86
1.59
1,887.80
10 3,825,000
10,500,000
572,000
14,897,000
21,827,500
31,319,500
16,422,500
5.52
1.75
1,711.96
11 1,125,000
3,500,000
585,000
5,210,000
7,406,000
9,054,000
3,844,000
5.12
1.52
1,974.93
12
840,000
2,450,000
591,500
3,881,500
5,126,500
7,155,000
3,273,500
6.75
1.64
1,830.89
13 1,950,000
7,000,000
702,000
9,652,000
13,975,500
15,176,500
5,524,500
4.51
1.40
2,150.08
14
750,000
2,100,000
515,500
3,365,500
4,683,500
6,182,000
2,816,500
5.69
1.60
1,873.40
15
675,000
2,100,000
461,500
3,236,500
4,523,500
5,463,000
2,226,500
5.24
1.49
2,010.44
16 1,350,000
4,200,000
494,000
6,044,000
8,914,500
10,629,500
4,585,500
4.70
1.51
1,981.00
17 1,575,000
5,250,000
624,000
7,449,000
10,759,500
12,439,500
4,990,500
4.76
1.46
2,049.43
18 2,100,000
7,000,000
552,500
9,652,500
13,999,000
16,653,500
7,001,000
4.83
1.50
1,999.86
19
900,000
3,500,000
539,500
4,939,500
7,053,000
6,886,500
1,947,000
4.26
1.28
2,351.00
20 1,350,000
5,600,000
637,000
7,587,000
10,932,000
10,155,000
2,568,000
4.04
1.23
2,429.33
21
750,000
2,100,000
546,000
3,396,000
4,569,500
6,326,500
2,930,500
6.39
1.64
1,827.80
22 2,250,000
7,000,000
611,000
9,861,000
14,496,000
17,865,000
8,004,000
4.85
1.55
1,932.80
115
23 1,440,000
5,600,000
676,000
7,716,000
11,092,500
11,023,500
3,307,500
4.26
1.30
2,310.94
24
450,000
1,750,000
526,500
2,726,500
3,749,500
3,477,000
750,500
4.40
1.20
2,499.67
25 1,500,000
4,900,000
630,500
7,030,500
10,004,000
12,026,500
4,996,000
5.04
1.50
2,000.80
4,530,400
576,820
6,558,020
9,393,340
11,672,680
5,114,660
5.26
1.52
1,990
Rata
1,450,800
Keterangan : Harga pokok = Biaya total : Produksi
116
Lampiran 2. Analisis pendapatan usahatani Pandanwangi per musim petani non mitra Resp
Luas
Produksi (a)
(Ha)
Harga (b)
Penerimaan (c=axb)
Sub Total
(Kg MKP)
(Rp)
Benih (1)
Pupuk (2)
sewa traktor (3)
Tenaga Kerja (4)
1
1.00
7,000
2,800
19,600,000
-
767,500
750,000
2,111,500
175,000
75,000
3,879,000
2
0.50
3,000
2,900
8,700,000
-
383,750
375,000
1,245,500
87,500
37,500
2,129,250
3
0.30
1,800
2,700
4,860,000
70,000
174,000
1,052,820
52,500
22,500
1,371,820
4
0.50
3,000
2,750
8,250,000
105,000
383,750
1,137,320
87,500
37,500
2,126,070
5
0.35
2,250
2,900
6,525,000
666,000
61,250
26,250
1,042,125
6
1.00
6,500
3,000
19,500,000
7
0.50
4,000
2,900
11,600,000
8
0.30
2,250
2,800
6,300,000
230,250
9
0.30
2,100
2,800
5,880,000
70,000
230,250
10
1.50
9,750
2,800
27,300,000
315,000
1,263,750
11
0.35
1,400
2,750
3,850,000
-
198,000
12
0.50
2,250
2,650
5,962,500
-
290,000
13
1.00
5,000
2,900
14,500,000
210,000
14
1.00
5,500
2,800
15,400,000
210,000
15
0.30
1,800
2,900
5,220,000
16
0.75
5,000
2,900
14,500,000
175,000
600,625
562,500
17
0.75
4,000
2,800
11,200,000
175,000
410,000
562,500
1,170,000
131,250
56,250
2,505,000
18
1.00
8,000
2,800
22,400,000
767,500
750,000
2,016,500
175,000
75,000
3,784,000
19
1.00
7,500
3,000
22,500,000
767,500
750,000
1,894,000
175,000
75,000
3,871,500
20
1.00
6,000
3,000
18,000,000
842,500
750,000
1,561,000
175,000
75,000
3,403,500
21
0.30
1,800
2,900
5,220,000
22
0.30
1,500
2,800
4,200,000
23
0.40
2,250
2,800
6,300,000
24
0.30
1,800
2,750
4,950,000
25
0.50
3,250
2,800
9,100,000
-
383,750
70,900
281,817,500
72,800
2,836
11,272,700
72,800
jml rataan
15.70 0.63
3,948
(Rp.)
Biaya Tunai
210,000 -
-
210,000 70,000
288,625
375,000 -
PBB (5)
Iuran desa (6)
(1+2+…+6)
580,000
750,000
1,653,000
175,000
75,000
3,443,000
383,750
375,000
967,500
87,500
37,500
1,851,250
-
679,000
52,500
22,500
984,250
-
656,500
52,500
22,500
1,031,750
2,538,500
262,500
112,500
5,617,250
633,500
61,250
26,250
919,000
375,000
705,000
87,500
37,500
1,495,000
580,000
750,000
1,532,000
175,000
75,000
3,322,000
842,500
750,000
1,550,500
175,000
75,000
3,603,000
616,000
52,500
22,500
931,250
1,333,000
131,250
56,250
2,858,625
240,250
1,125,000 -
-
240,250
-
611,500
52,500
22,500
996,750
196,500
-
644,500
52,500
22,500
916,000
-
307,000
-
860,500
70,000
30,000
1,267,500
-
196,500
-
607,000
52,500
22,500
878,500
375,000
971,500
87,500
37,500
1,855,250
7,541,850
11,775,000
1,176,566
109,900
47,100
2,243,306
461,940
375,000
1,176,566
109,900
47,100
2,243,306
-
117
Lanjutan Lampiran 2. Resp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 jml rataan
Zakat 1.960.000 870.000 486.000 825.000 652.500 1.950.000 1.160.000 630.000 588.000 2.730.000 385.000 596.250 1.450.000 1.540.000 522.000 1.450.000 1.120.000 2.240.000 2.250.000 1.800.000 522.000 420.000 630.000 495.000 910.000 1.127.270 1.127.270
Biaya diperhitungkan Benih Sewa lahan Tenaga kerja 42.000 7.000.000 585.000 43.500 3.500.000 572.000 2.100.000 507.000 41.250 3.500.000 572.000 34.800 2.450.000 600.000 45.000 7.000.000 598.000 43.500 3.500.000 507.000 28.000 2.100.000 559.000 2.100.000 515.500 10.500.000 572.000 33.000 2.450.000 559.000 39.750 3.500.000 578.500 43.500 7.000.000 741.000 42.000 7.000.000 541.500 43.500 2.100.000 520.000 5.250.000 546.000 5.250.000 546.000 42.000 7.000.000 565.500 45.000 7.000.000 598.000 90.000 7.000.000 637.000 2.100.000 559.000 2.100.000 546.000 42.000 2.800.000 572.000 27.500 2.100.000 520.000 42.000 3.500.000 572.000 30.732 4.396.000 567.560 30.732 4.396.000 567.560
Sub total 9.587.000 4.985.500 3.093.000 4.938.250 3.737.300 9.593.000 5.210.500 3.317.000 3.203.500 13.802.000 3.427.000 4.714.500 9.234.500 9.123.500 3.185.500 7.246.000 6.916.000 9.847.500 9.893.000 9.527.000 3.181.000 3.066.000 4.044.000 3.142.500 5.024.000 6.121.562 6.121.562
TOTAL BIAYA 13.466.000 7.114.750 4.464.820 7.064.320 4.779.425 13.036.000 7.061.750 4.301.250 4.235.250 19.419.250 4.346.000 6.209.500 12.556.500 12.726.500 4.116.750 10.104.625 9.421.000 13.631.500 13.764.500 12.930.500 4.177.750 3.982.000 5.311.500 4.021.000 6.879.250 8.364.868 8.364.868
Pendapatan Pendapatan atas biaya tunai atas biaya total 15.721.000 6.134.000 6.570.750 1.585.250 3.488.180 395.180 6.123.930 1.185.680 5.482.875 1.745.575 16.057.000 6.464.000 9.748.750 4.538.250 5.315.750 1.998.750 4.848.250 1.644.750 21.682.750 7.880.750 2.931.000 496.000 4.467.500 247.000 11.178.000 1.943.500 11.797.000 2.673.500 4.288.750 1.103.250 11.641.375 4.395.375 8.695.000 1.779.000 18.616.000 8.768.500 18.628.500 8.735.500 14.596.500 5.069.500 4.223.250 1.042.250 3.284.000 218.000 5.032.500 988.500 4.071.500 929.000 7.244.750 2.220.750 9.029.394 2.907.832 9.029.394 2.907.832
R/C atas biaya tunai 5,05 4,09 3,54 3,88 6,26 5,66 6,27 6,40 5,70 4,86 4,19 3,99 4,36 4,27 5,61 5,07 4,47 5,92 5,81 5,29 5,24 4,59 4,97 5,63 4,90 5,04 5,04
R/C atas biaya total 1,46 1,22 1,09 1,17 1,37 1,50 1,64 1,46 1,39 1,41 0,89 0,96 1,15 1,21 1,27 1,43 1,19 1,64 1,63 1,39 1,25 1,05 1,19 1,23 1,32 1,30 1,30
Harga pokok (Rp/kg) 1.923,71 2.371,58 2.480,46 2.354,77 2.124,19 2.005,54 1.765,44 1.911,67 2.016,79 1.991,72 3.104,29 2.759,78 2.511,30 2.313,91 2.287,08 2.020,93 2.355,25 1.703,94 1.835,27 2.155,08 2.320,97 2.654,67 2.360,67 2.233,89 2.116,69 2.227 2.227
118
Lampiran 3. Penentuan rating faktor strategik internal
Faktor strategik internal
Rating Pakar 1
Rataan
Pakar 2
Kekuatan keterkaitan usaha
4
4
4
keterpaduan operasi
3
3
3
Intensitas hubungan
2
4
3
keterikatan
3
4
3,5
Saling ketergantungan
2
3
2,5
Manfaat dan korbanan
1
3
2
keterandalan dan kepercayaan
1
2
1,5
Kelemahan
119
Lampiran 4. Penentuan rating faktor strategik eksternal
Faktor strategis eksternal
Rating Pakar 1
Rataan
Pakar 2
Peluang Pangsa pasar
2
3
2,5
Trend Tuntutan konsumen
4
4
4
Pasar ekspor
2
2
2
Proteksi impor
3
4
3.5
Tataniaga tradisional
2
2
2
Promosi Sertifikasi lemah
4
4
4
Produk kompetitor
2
3
2,5
Law enforcement rendah
3
4
3,5
Ancaman
120
Lampiran 5.
Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan
Pakar 1. Faktor penentu Keterkaitan usaha Keterpaduan operasi Intensitas hubungan Keterikatan Saling ketergantungan Manfaat dan korbanan keterandalan dan kepercayaan TOTAL
A (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G)
B
C 2
2 2 1 2 2 1 10
D 2 2
2 2 2 2 3 13
E 1 1 1
3 3 3 2 15
F 2 3 2 3
1 2 2 8
G 1 3 2 2 1
1 3 14
1 2 1 1 2 1
2 11
8
TOTAL 9 13 10 12 11 11 13 79
SKOR 0,114 0,165 0,127 0,152 0,139 0,139 0,165 1,000
TOTAL 12 11 10 13 11 11 12 80
SKOR 0,150 0,138 0,125 0,163 0,138 0,138 0,150 1,000
Pakar 2 Faktor penentu Keterkaitan usaha Keterpaduan operasi Intensitas hubungan Keterikatan Saling ketergantungan Manfaat dan korbanan keterandalan dan kepercayaan TOTAL
A (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G)
B
C 2
2 2 2 2 2 1 11
2 3 2 2 3 14
D 3 1 3 3 3 2 15
E 2 1 1 1 2 2 9
F 3 2 2 2 1 2 12
G 1 3 2 2 1 2 11
1 2 1 1 2 1 8
121
Lampiran 6. Pembobotan terhadap peluang dan ancaman Pakar 1. Faktor penentu Pangsa pasar Trend Tuntutan konsumen Pasar ekspor Proteksi impor Promosi Sertifikasi lemah Tataniaga tradisional Produk kompetitor Law enforcement rendah TOTAL
A (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H)
B
C 3
2 2 3 3 1 1 2 14
D 3 3
3 3 3 1 1 2 16
E 1 1 2
3 3 1 1 3 17
F 1 1 3 2
1 1 1 1 8
G 3 2 3 3 3
1 1 2 11
H 2 2 3 2 3 1
2 3 19
1 1 1 2 2 1 1
3 16
9
TOTAL 14 12 17 18 18 7 8 16 110
SKOR 0,127 0,109 0,155 0,164 0,164 0,064 0,073 0,145 1,000
TOTAL 15 11 12 19 19 7 9 15 107
SKOR 0,140 0,103 0,112 0,178 0,178 0,065 0,084 0,140 1,000
Pakar 2. Faktor penentu Pangsa pasar Trend Tuntutan konsumen Pasar ekspor Proteksi impor Promosi sertifikasi lemah Tataniaga tradisional Produk kompetitor Law enforcement rendah TOTAL
A (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H)
B
C 2
2 2 3 3 1 1 2 14
2 3 3 1 1 1 13
D 3 1 2 3 1 1 3 14
E 1 1 1 2 1 1 1 8
F 1 1 1 2 1 1 2 9
G 3 3 3 3 3 3 3 21
H 3 2 2 3 3 1 3 17
2 1 1 3 2 1 1 11
122
Lampiran 7. Pembobotan faktor strategik internal kemitraan usaha
Faktor penentu Kekuatan
Bobot
Rataan
Pakar 1
Pakar 2
keterkaitan usaha
0,114
0,150
0,132
keterpaduan operasi
0,165
0,138
0,151
Intensitas hubungan
0,127
0,125
0,126
Keterikatan
0,152
0,163
0,157
Saling ketergantungan
0,139
0,138
0,138
Manfaat dan korbanan
0,139
0,138
0,138
Keterandalan dan kepercayaan
0,165
0,150
0,157
Kelemahan
123
Lampiran 8. Pembobotan faktor strategik eksternal kemitraan usaha
Faktor penentu Peluang
Bobot Pakar 1
Rataan Pakar 2
Pangsa pasar
0,127
0,140
0,134
Trend Tuntutan konsumen
0,109
0,103
0,106
Pasar ekspor
0,155
0,112
0,133
Proteksi impor
0,164
0,178
0,171
Promosi sertifikasi lemah
0,164
0,178
0,171
Tataniaga tradisional
0,064
0,065
0,065
Produk competitor
0,073
0,084
0,078
Law enforcement rendah
0,145
0,140
0,143
Ancaman
124
Lampiran 9. Matriks perbandingan berpasangan faktor kunci kemitraan
Faktor Kunci Manajemen Permodalan Aksesibilitas Pasar Penguasaan teknologi
Manajemen Permodalan 1/1 1/7 1/1 7/1 6/1 1/2
Faktor Kunci Manajemen Permodalan Aksesibilitas Pasar Penguasaan teknologi
Manajemen Permodalan 1,000 0,143 1,000 7,000 6,000 0,500
1/3
0,333
1/8
0,125
Aksesibilitas Pasar 1/6 2 1/1
Teknologi 3 8 7
1/7
1/1
Aksesibilitas Pasar 0,167 2,000 1,000
Teknologi 3,000 8,000 7,000
0,143
1,000
125
Lampiran 10. Matriks perbandingan berpasangan pelaku kemitraan MANAJEMEN GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1/1 1/5
CV QUASINDO 5 1/1
MANAJEMEN PETANI PERUSAHAAN
PETANI 1.000 0.200
PERUSAHAAN 5.000 1.000
PERMODALAN GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN CV QUASINDO 1/1 7/1 1/7 1/1
PERMODALAN GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN CV QUASINDO 1.000 7.000 0.143 1.000
AKSES PASAR GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN CV QUASINDO 1/1 3/1 1/3 1/1
AKSES PASAR GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN CV QUASINDO 1.000 3.000 0.333 1.000
TEKNOLOGI GAPOKTAN CV QUASINDO
GAPOKTAN 1/1 5/1
CV QUASINDO 1/5 1/1
TEKNOLOGI GAPOKTAN CV QUASINDO GAPOKTAN 1.000 0.200 CV QUASINDO 5.000 1.000
126
Lampiran 11. Matriks perbandingan berpasangan tujuan kemitraan Peluang Pasar 1/1 3/1
Kontinuitas Produk 1/3 1/1
Pengembangan Usaha 3/1 5/1
Kelangsungan usaha 1/5 1/1
1/3
1/5
1/1
1/3
1/3
5/1 3/1
1/1 1/5
3/1 3/1
1/1 1/5
5/1 1/1
GAPOKTAN
Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Pengembangan Usaha
Kelangsungan usaha
Efisiensi usaha
Peluang Pasar
1.000
0.333
3.000
0.200
0.333
Kontinuitas Produk Pengembangan Usaha Kelangsungan usaha
3.000
1.000
5.000
1.000
5.000
0.333
0.200
1.000
0.333
0.333
5.000
1.000
3.000
1.000
5.000
Efisiensi usaha
3.000
0.20
3.000
0.20
1.000
GAPOKTAN Peluang Pasar Kontinuitas Produk Pengembangan Usaha Kelangsungan usaha Efisiensi usaha
Peluang Pasar 1/1 1/3
Kontinuitas Produk 3/1 1/1
Pengembangan Usaha 5/1 5/1
1/5 1/1 1/3
2/1 1/3 1/3
1/1 5/1 3/1
CV QUASINDO
Peluang Pasar
Kontinuitas Produk
Pengembangan Usaha
Kelangsungan usaha
Efisiensi usaha
Peluang Pasar
1.000
3.000
5.000
1.000
3.000
Kontinuitas Produk Pengembangan Usaha
0.333
1.000
5.000
3.000
3.000
0.200
0.200
1.000
0.200
0.333
Kelangsungan usaha
1.000
0.333
5.000
1.000
3.000
Efisiensi usaha
0.333
0.33
3.000
0.33
1.000
CV QUASINDO Peluang Pasar Kontinuitas Produk Pengembangan Usaha Kelangsungan usaha Efisiensi usaha
Kelangsungan usaha 1/1 3/1
Efisiensi usaha 1/3 5/1
1/5 1/1 1/3
Efisiensi usaha 3/1 3/1 1/3 3/1 1/1
127
Lampiran 12. Matriks perbandingan berpasangan pola kemitraan Peluang Pasar inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 1/5 1/3 1/5 1/3
sub kontrak 5/1 1/1 5/1 1/3 5/1
dagang umum 3/1 1/5 1/1 1/5 3/1
keagenan 5/1 3/1 5/1 1/1 5/1
KOA 3/1 1/5 1/3 1/5 1/1
Peluang Pasar inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 0.200 0.333 0.200 0.333
sub kontrak 5.000 1.000 5.000 0.333 5.000
dagang umum 3.000 0.200 1.000 0.200 3.000
keagenan 5.000 3.000 5.000 1.000 5.000
KOA 3.000 0.200 0.333 0.200 1.000
Kontinuitas Produk inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 1/7 1/3 1/7 1/3
sub kontrak 7/1 1/1 7/1 1/3 7/1
dagang umum 3/1 1/7 1/1 1/5 3/1
keagenan 7/1 3/1 5/1 1/1 5/1
KOA 3/1 1/7 1/3 1/5 1/1
Kontinuitas Produk inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 0.143 0.333 0.143 0.333
sub kontrak 7.000 1.000 7.000 0.333 7.000
dagang umum 3.000 0.143 1.000 0.200 3.000
keagenan 7.000 3.000 5.000 1.000 5.000
KOA 3.000 0.143 0.333 0.200 1.000
Pengembangan usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 1/5 1/3 1/5 1/3
sub kontrak 5/1 1/1 7/1 1/3 7/1
dagang umum 3/1 1/7 1/1 1/5 3/1
keagenan 5/1 3/1 5/1 1/1 7/1
KOA 3/1 1/7 1/3 1/7 1/1
Pengembangan usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 0.200 0.333 0.200 0.333
sub kontrak 5.000 1.000 7.000 0.333 7.000
dagang umum 3.000 0.143 1.000 0.200 3.000
keagenan 5.000 3.000 5.000 1.000 7.000
KOA 3.000 0.143 0.333 0.143 1.000
128
Lanjutan Lampiran 12. Kontinuitas Usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 1/4 1/7 1/9 1/6
sub kontrak 8/1 1/1 2/1 1/7 5/1
dagang umum 7/1 1/2 1/1 1/8 2/1
keagenan 9/1 7/1 8/1 1/1 7/1
KOA 6/1 1/5 1/2 1/7 1/1
Kontinuitas Usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 0.125 0.143 0.111 0.167
sub kontrak 8.000 1.000 2.000 0.143 5.000
dagang umum 7.000 0.500 1.000 0.125 2.000
keagenan 9.000 7.000 8.000 1.000 7.000
KOA 6.000 0.200 0.500 0.143 1.000
Efisiensi usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1/1 1/7 1/6 1/9 1/5
sub kontrak 7/1 1/1 3/1 1/7 5/1
dagang umum 6/1 1/1 1/1 1/7 3/1
keagenan 9/1 6/1 7/1 1/1 8/1
KOA 5/1 1/5 1/3 1/8 1/1
Efisiensi usaha inti-plasma sub kontrak dagang umum keagenan KOA
inti-plasma 1.000 0.143 0.167 0.111 0.200
sub kontrak 7.000 1.000 3.000 0.167 5.000
dagang umum 6.000 0.333 1.000 0.143 3.000
keagenan 9.000 6.000 7.000 1.000 8.000
KOA 5.000 0.200 0.333 0.125 1.000
129
Lampiran 17. Hasil pengolahan vertical sistem hierarki keputusan pola kemitraan yang paling tepat
MENENTUKAN POLA KEMITRAAN YANG PALING TEPAT Fokus ; Tema (Level 1) Faktor Kunci (Level 2)
Alternatif (Level 5 )
Manajemen 0,0852
Penguasaan Teknologi 0,0454
CV Quasindo 0,2040
Gapoktan 0,7960
Pelaku (Level 3)
Tujuan (Level 4)
Aksesibilitas Pasar 0,3458
Permodalan 0,5236
Kontinuitas produk 0,3389
Kel.Usaha 0,3329
Peluang Pasar 0,1479
Eff. Usaha 0,1239
Peng. Usaha 0,0562
Inti Plasma 0.4669
KOA 0,2913
Dagang Umum 0,1522
Subkontrak 0,0526
Keagenan 0,0370