Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat (Kasus Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo) 1
2
Rini Indrayani , Musa Hubeis dan Aris Munandar
2
Abstract Ministry of Agriculture cooperated with Institute of Research and Community Empowerment (LPPM) Bogor Agricultural University (IPB) prepared instrument to label certified variety rice, especially “Pandanwangi”. The certification passed through a comprehensive quality control (QC) system that involved the whole of rice agribusiness agents that joined in the Federation of Farmer Group (Gapoktan) Citra Sawargi. Marketing of Pandanwangi rice product passed through business partner in the form of trade contract between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo. The aims of this research were to identify implementation of partnership between Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, to analyze impact of partnership specially to the income/profit, to evaluate expected partnership model, to arrange the alternative of the development strategy of the partnership which conducted by Gapoktan Citra Sawargi and CV Quasindo, and to arrange conceptual model for supplying local prime certified rice based on supplying model of Pandanwangi rice certificated. Data were analyzed in qualitative and quantitative methods. Quantitative analysis was done to analyze farm businesses and market efficiency through farm cost and benefit analysis and marketing marjin. Qualitative analysis was done to evaluate expected partnership model (Analytical Hierarchi Process/AHP) and the analysis of best development strategy applied Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT analysis). Partnership by General Trading Model had already increased farmer income, but it was not fully capable to inforcement farmer organization (Gapoktan), due to weaknesses of capital. Main advantages of this partnership discovered in this study were (1) strengthening of farmer business organization, (2) selling price become better, (3) assurance of price and market product, and (4) increasing production and rendement. Advantages of partnership for CV Quasindo were (1) opportunity developed new business unit, (2) guarantee continuity of supply (quality ang quantity), (3) get guarantee certification facility of purity variety from the Government, (4) get profit from selling result of product, and (5) get promotion facility from the Government. Based on the analysis of partnership model evaluation, it had been obtained that the nucleous estate partnership model is an expected partnership model, considering weaknesses of Gapoktan capital especially for supplying infrastructure for rice production and unhulled paddy buying caused by the weaknesses of the government support in reinforcement of Gapoktan. Based on the SWOT analysis, the best strategy applied was growth strategy. It covered expand marketing area, strenghten partnership, increase promotion, increase implementations of QC, and strengthen institution (farmer and certification institution). The strategies are expected to improve the performance of partnership, which may shape the purpose of partnership, which is to create a solid and independent farmer business enterprise. Keywords: LPPM, Label certified variety rice, QC, Pandanwangi, Gapoktan, CV Quasindo, partnership, AHP, SWOT, strategy
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak diberlakukannya ketentuan impor beras (SK Menperindag No.9/MPP/Kep/I/2004) dengan implementasinya berupa “pelarangan impor beras” sejak tahun 2004 hingga saat ini, maka seluruh pasar beras dalam negeri baik di pasar tradisional maupun modern dikuasai sepenuhnya oleh beras produk lokal. Ketiadaan beras impor khususnya beras mutu tinggi (beras wangi) khususnya untuk memasok kebutuhan Hotel dan Restoran diseluruh Indonesia menimbulkan desakan dari pelaku pasar beras nasional terhadap pemerintah untuk dapat segera memenuhi kebutuhan jenis beras wangi mutu tinggi dimaksud dari produksi dalam negeri (substitusi impor) yang besarnya sekitar 75.000 ton per tahun (Ditjen PPHP, 2006). Kondisi ini semakin merangsang pengusaha/pedagang 1 2
Alumni PS MPI, SPs IPB Staf Pengajar PS MPI, SPs IPB
111
beras untuk bersaing dengan menonjolkan varietas padi lokal dengan keunggulan sifatnya sebagai merk dagang atau label beras. Kendati beras dengan kemasan berlabel tersebut diperdagangkan dengan volume terbatas, namun dengan pesatnya perkembangan pasar modern (ritel kecil, menengah dan besar) cukup memberikan andil dalam peningkatan pemasaran beras kemasan berlabel. Perubahan trend konsumen atau preferensi masyarakat dalam mengkonsumsi barang kearah pasar modern, serta sebagai dampak diberlakukannya Keppres 118/2000 yang mengeluarkan bisnis ritel dari negative list Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai tindaklanjut penandatanganan LoI antara Pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF) (Nielsen, 2005). Dalam perdagangan beras dalam kemasan berlabel, mutu beras yang dikemas merupakan penyebab tingkat kepuasan konsumen. Karakteristik mutu beras secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu (1) sifat genetik, (2) lingkungan dan kegiatan pra panen, (3) perlakuan panen dan (4) perlakuan pasca panen, maka pembangunan sistem jaminan mutu beras harus dimulai dari proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan dalam proses panen dan pasca panennya, serta dikuatkan dengan sertifikasi pelabelan untuk memberikan keyakinan bagi konsumen dalam menentukan pilihan atas beras bermutu sesuai dengan varietasnya dan menjaga kepentingan produsen/pelaku bisnis untuk memperluas pangsa pasar beras dengan harga yang lebih baik (Damardjati, 1995). Saat ini, Departemen Pertanian (Deptan) bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem sertifikasi beras berlabel berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya „Pandanwangi-Cianjur‟ melalui suatu sistem manajemen mutu terpadu dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan (petani, penangkar benih, penggilingan padi dan unit-unit pendukung lainnya). Sistem sertifikasi beras yang sudah disiapkan saat ini adalah certificate of conformity berupa : a. Inspeksi kejelasan penggunaan benih bersertifikat disesuaikan dengan luas lahan dan bukti pembelian benih b. Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan kepemilikan lahannya dan produksi beras bersertifikat yang direncanakan. c. Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar (SNI) Pandanwangi-Cianjur merupakan jenis padi varietas unggul yang merupakan padi sawah lokal Pandanwangi-Cianjur dengan karakteristik khas, yaitu berumur tanam panjang (155 hari), buah padi berbulu dan sukar rontok, bentuk gabah bulat, beraroma pandan, rasa nasi enak dan tekstur nasi pulen serta cocok ditanam di Cianjur (Keputusan Mentan No.163/Kpts/LB.240/3/ 2004). Hampir 50% luas areal pertanaman padi varietas Pandanwangi terdapat di Kecamatan Warung Kondang, Cianjur. Di kecamatan ini juga dilakukan pemurnian varietas Pandanwangi dan penangkaran benih Pandanwangi. Dengan keunggulan karakteristik berasnya, maka padi Pandanwangi seharusnya memiliki harga jual gabah/beras relatif lebih tinggi dibandingkan padi varietas lainnya. Namun pada umumnya petani Pandanwangi belum mendapatkan manfaat finansial dari usahataninya, karena tidak memiliki posisi tawar yang kuat dibandingkan dengan pelaku bisnis beras Pandanwangi di hilirnya, yaitu disebabkan penguasaan lahan terbatas dan lemahnya permodalan petani. Kondisi ini diperparah lagi dengannya kurangnya kesadaran petani dan kemampuan dalam penggunaan benih berlabel, sehingga kemurnian mutu gabah yang dihasilkan petani tidak terjamin. Hal ini pada akhirnya dimanfaatkan pelaku bisnis hilir sebagai salah satu alasan dalam menekan harga gabah Pandanwangi di tingkat petani. Dibentuknya kelembagaan petani dalam wadah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) diharapkan mampu mengatasi permasalahan terkait efisiensi dalam produksi dan pemasaran beras Pandanwangi. Gapoktan Citra Sawargi berlokasi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur. Gapoktan ini beranggotakan petani produsen padi varietas Pandanwangi, penangkar benih dan penggilingan padi yang secara bersama-sama membangun sistem produksi beras Pandanwangi bersertifikat jaminan kemurniannya sejak dari benih (menggunakan benih berlabel) hingga menjadi beras. Dalam mengembangkan usahanya Gapoktan Citra Sawargi telah membentuk unit – unit usaha yang terdiri atas unit pembelian, unit saprodi dan pembiayaan, unit pengolahan, unit pergudangan dan unit pemasaran. Dalam memasarkan produk beras Pandanwangi, Gapoktan Citra Sawargi telah melakukan kemitraan dengan CV Quasindo dalam bentuk kontrak selama 6 bulan dengan volume pembelian 10 ton per bulan. CV Quasindo merupakan importir sekaligus distributor beras, termasuk beras jenis khusus seperti steam rice Herbal Ponny bermerk Taj Mahal yang merupakan beras kesehatan bagi penderita diabetes (beras dengan indeks glikemik rendah).
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
112
2. Permasalahan Rumusan permasalahan yang mendasari kajian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana kemitraan yang selama ini berlangsung antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo ? b. Manfaat apakah yang diperoleh masing-masing pihak dalam pengadaan beras Pandanwangi khususnya ditinjau dari pendapatan/keuntungan usahanya ? c. Bagaimana pola kemitraaan yang sebenarnya diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra ? d. Bagaimana strategi pengadaan beras Pandanwangi melalui kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo dalam pengembangan usahanya ? e. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat bagaimanakah yang dapat dikembangkan melalui model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ? 3. Tujuan Tujuan kajian ini secara umum adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan strategi kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi-Cianjur bersertifikat. Secara khusus, kajian ini bertujuan : a. Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. b. Menganalisis manfaat kemitraan khususnya ditinjau dari pendapatan/keuntungan usaha masingmasing pihak yang bermitra, di dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. c. Menganalisis pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat . d. Menyusun strategi pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melalui pengembangan kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo dalam mengembangkan usahanya. e. Menyusun model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat yang berbasis model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat. . METODOLOGI 1. Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di lokasi penanaman padi Pandanwangi, yaitu diwilayah Kecamatan Warung Kondang – Kabupaten Cianjur. Kelembagaan tani yang menjadi subyek penelitian ini adalah Gapoktan Citra Sawargi yang berlokasi di Desa Bunikasih Kecamatan Warung Kondang. Gapoktan Citra Sawargi terdiri atas 6 kelompok tani di wilayah Desa Bunikasih, Desa Tegallega dan Desa Mekarwangi. Saat ini petani pandanwangi yang menjadi anggota Gapoktan Citra Sawargi sebanyak 96 orang dengan luas lahan 48.93 hektar. Pengambilan data contoh petani mitra maupun non mitra di ke 3 wilayah pengamatan. Penelitian terhadap perusahaan mitra yaitu CV Quasindo yang telah melakukan kemitraan dengan petani-petani Pandanwangi yang tergabung dalam kelembagaan Gapoktan Citra Sawargi di lokasi perusahaan di Jalan RE Martadinata Komplek Ruko Permata Ancol – Jakarta. 2. Metode Kerja Pengumpulan data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara : a. Data sekunder diperoleh dari Studi Kepustakaan (Library Research) yang merupakan dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara pengumpulan data secara teoritis. Data tersebut diperoleh dari buku-buku maupun literatur. b. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti langsung dari sumbernya, dengan cara : interview, observasi dan kuesioner. Jumlah seluruh responden petani Pandanwangi yang digunakan adalah 50 orang, yang terdiri dari 25 petani mitra dan 25 petani non mitra. Pengolahan dan analisis data Data yang diperoleh, baik data primer maupun sekunder selanjutnya dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis usahatani dan analisis marjin tataniaga dilakukan untuk mengetahui
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
113
dampak kemitraan terhadap pendapatan/keuntungan usaha masing-masing pihak yang bermitra. Pengolahan data dilakukan dengan program microsoft excel. Evaluasi pola kemitraan yang diinginkan oleh kedua pihak yang bermitra dilakukan dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik atau Analisis Hirarki Proses (AHP). Pengolahan data dilakukan dengan manipulasi matriks dengan perangkat lunak microsoft excel. Analisis terhadap strategi pengembangan usaha pengadaan beras Pandanwangi Cianjur bersertifikat melalui kemitraan, dilakukan dengan analisis Strengths, Weaknesses, Oportunities dan Threats (SWOT). Data yang telah diolah lalu diinterpretasikan hasilnya sesuai dengan kerangka teoritis dan kondisi faktual di lapangan, kemudian dijelaskan berdasarkan kerangka konseptual yang dibuat secara deskriptif. Tahapan dari pengolahan dan analisa data adalah sebagai berikut : a. Analisis Pendapatan Usahatani Secara umum pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai sisa (beda) dari pengurangan nilai-nilai penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan ini kemudian dapat dinyatakan besarnya balas jasa atas penggunaan tenaga kerja petani dan keluarganya, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1983). Untuk menghitung pendapatan petani Pandanwangi, baik petani mitra maupun non mitra digunakan rumus berikut : PB = Hy.Y - Hx.X - Bt Keterangan : PB : Pendapatan bersih dari produksi Pandanwangi (Rp/ha/musim) Y : Total produksi Pandanwangi dalam bentuk Malai Kering Panen (Kg/Ha/musim) Hy : Harga dari Pandanwangi (Rp/kg) X : Jumlah faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Pandanwangi Hx : Harga dari setiap faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Pandanwangi Bt : Biaya tetap untuk memproduksi Pandanwangi Untuk mengukur efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang secara sederhana (Kadariah, et al, 1978) dapat diturunkan dari rumus berikut : Rasio R/C (Revenue/Cost) =
Penerimaan Biaya
Jika nilai rasio R/C diatas satu maka menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan meningkat lebih dari satu rupiah. b. Analisis Marjin Tataniaga Dahl dan Hamond dalam Saptana, dkk (2006) menyatakan bahwa marjin pemasaran menggambarkan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan harga-harga yang diterima produsen. Termasuk dalam marjin pemasaran adalah seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pelaku tataniaga (marketing cost) dan keuntungan yang diterima pelaku tataniaga (marketing profit) mulai dari pintu gerbang produsen ke konsumen akhir. Secara matematik digunakan rumus berikut : m
n
i 1
j 1
M Ci j dimana : M = marjin pemasaran Ci = biaya pemasaran i (i = 1,2,3......m) m = jumlah jenis pembiayaan j = keuntungan yang diperoleh lembaga niaga j (j = 1,2,3,..n) n = jumlah lembaga niaga yang ikut ambil bagian dalam proses pemasaran Dengan menggunakan persamaan ini, rataan Ci dan j dikumpulkan melalui survei, sehingga marjin pemasaran dapat dihitung. Dengan demikian bagian yang diterima petani produsen dari harga pedagang besar atau pengecer baik untuk tujuan pasar modern maupun pasar tradisional dapat ditentukan. c. Metode Proses Hierarki Analitik (PHA) Proses analisis hirarki (Analytical Hierarchy Process atau AHP) digunakan untuk melihat interaksi antar unsur sistem dan dampaknya terhadap sistem secara keseluruhan. AHP
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
114
digunakan untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini dibentuk secara hiraraki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia (Saaty, 1991). Menurut Marimin (2004), ide dasar prinsip kerja AHP adalah : 1) Penyusunan hirarki Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Dalam penelitian ini, tingkat hierarki keputusan tersusun dari atas ke bawah terdiri atas lima tingkat yaitu : Fokus kemitraan, faktor kunci kemitraan, pelaku kemitraan, tujuan kemitraan dan alternatif pola kemitraan. 2) Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Matriks perbandingan berpasangan adalah unsur-unsur dibandingkan berpasangan terhadap suatu unsur lain yang telah ditentukan. Proses perbandingan berpasangan ini dimulai dari puncak hirarki, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar unsur yang terkait yang ada di bawahnya. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks untuk analisis numerik. Untuk mengisi matriks perbandingan berpasangan digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai skala banding berpasangan Nilai Skala 1 3 5
7 9
2,4,6,8 Kebalikan nilai-nilai di atas
Definisi
Penjelasan
Kedua unsur sama pentingnya
Dua unsur mempengaruhi sama kuat pada saat itu Unsur yang satu sedikitnya lebih Pengalaman atau pertimbangan sedikit penting dari lainnya menyokong satu unsur atas lainnya Unsur yang satu jelas lebih penting Pengalaman atau pertimbangan dengan dibandingkan dengan unsur yang kuat disokong dan dominasinya terlihat lainnya dalam praktek Satu unsur sangat jelas lebih penting Satu unsur dengan kuat disokong dan dibandingkan unsur lainnya dominasinya terlihat dalam praktek Satu unsur mutlak lebih penting Sokongan unsur yang satu atas yang lain dibandingkan unsur lainnya terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi Nilai-nilai diantara kedua Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan di atas pertimbangan Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antara unsur A dan B, maka nilainilai kebalikan (1/2, 1/3, ¼, .....1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A
3) Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks melalui penentuan nilai eigen (eigenvector). 4) Konsistensi Logis Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis. Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsis-tenan dalam preferensi seseorang, untuk itu Consistency Ratio (CR) merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Perhitungan Consistency Ratio (CR) dengan rumus :
CR
CI RI
CI = nilai consistency Index, dihitung dengan menggunakan rumus : CI = (p – n) / (n -1) ; p = nilai rataan dari Consistency Vector dan n = banyaknya alternatif RI = Indeks acak (Random Index) yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory dari matriks berorde 1 – 15 yang menggunakan contoh berukuran 100.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
115
Nilai Rasio Konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolok ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil komparasi berpasangan dalam suatu matriks pendapat. d. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui beberapa tahapan berikut (Rangkuti, 2006) : 1) Tahap pengumpulan data Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data, pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Model yang dipakai pada tahap ini adalah Matriks Faktor Strategik Eksternal (External Strategic Factors Analysis Summary atau EFAS) dan Matriks Faktor Strategik Internal (Internal Strategic Factors Analysis Summary atau IFAS). Kedua matriks tersebut diolah dengan menggunakan langkah berikut : a) Identifikasi faktor internal dan eksternal Identifikasi faktor internal yaitu mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Identifikasi faktor eksternal perusahaan yaitu melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman. b) Penentuan bobot setiap peubah Penentuan bobot dengan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategik eksternal dan internal kepada manajemen kedua pihak yang bermitra dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan (paired comparison). c) Penentuan peringkat (rating). Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen puncak dari kedua pihak yang bermitra atas peubah-peubah dari hasil analisis situasi di kedua pihak yang bermitra. 2) Tahap analisis Model kuantitatif perumusan strategi, antara lain matriks Internal Eksternal (IE) dan Mariks SWOT. a) Matriks IE Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih detail. Dari hasil analisis faktor internal dan eksternal, plot hasilnya dimasukkan ke dalam diagram. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya ke 9 sel tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu : i. Growth strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1,2,5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8) ii. Stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4). iii. Retrenchment strategy (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan. b) Matriks SWOT Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dengan menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah penghasil beras, dengan varietas unggulannya beras Pandanwangi. Namun, ada beras varietas lain yang juga ditanam di wilayah tersebut, baik kategori varietas unggulan nasional maupun kategori varietas lokal, serta kategori varietas lainnya. Pandanwangi merupakan beras khas Cianjur yang berasal dari padi bulu varietas lokal. Pandanwangi mulai dikembangkan sekitar tahun 70-an, sampai saat ini data mengenai
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
116
penangkar asli padi Pandanwangi masih simpang siur. Rasanya yang khas membuat padi Pandanwangi banyak dibudidayakan di tahun 80-an, dan mulai terkenal di luar wilayah Cianjur. Permintaan yang tinggi terhadap padi Pandanwangi menyebabkan berkembangnya budidaya padi Pandanwangi pada lokasi yang mulai menyebar dan pada akhirnya memunculkan permasalahan baru berupa beranekaragamnya jenis padi Pandanwangi. Upaya untuk memurnikan padi mulai dilakukan di tahun 90-an, dan pada tahun 2004 dikeluarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor 163/Kpts/LB.240/3/2004 tentang Pelepasan Galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur Sebagai Varietas Unggul dengan nama Pandanwangi. Deskripsi padi sawah varietas Pandanwangi adalah (a) umur tanaman 150-160 hari; (b) tinggi tanaman 150170 cm; (c) bentuk gabah (endosperm) bulat/ gemuk berperut; (d) berbulu; (e) tahan rontok; (f) berat 1.000 butir gabah 30 g; (g) beraroma pandan; (h) kadar amilose 26%; (i) potensial hasil 6-7 ton/Ha malai kering pungut; (j) ditanam di dataran sedang dengan ketinggian sekitar 700 dpl; (k) banyak diperjualbelikan di toko dan kios beras disekitar Kota Cianjur; (l) dijajakan mulai dari ukuran kemasan 5-50 kg, dengan berbagai grid/ kualitas, diantaranya beras super, beras kepala I, dan beras kepala II; dan (m) realisasi penyebaran padi pada masa tanam bulan September 2001 sampai dengan Februari 2002 mencapai 29.828 Ha, dengan potensial hasilnya mencapai 5-7 ton/Ha dalam satu kali panen. Dalam SK tersebut dinyatakan bahwa penangkar padi Pandanwangi saat ini adalah Bapak H Mansyur yang bertempat tinggal di Kecamatan Warung Kondang Desa Buni Asih. Sebagai penangkar H. Masyur sudah mendapatkan sertifikat resmi, sehingga benih yang dihasilkannya telah dijamin keaslian dan kualitasnya. Saat ini hampir sebagian besar petani mendapatkan benih dari Bapak H Mansyur. Penyebaran padi Pandanwangi di Kabupaten Cianjur terbatas pada daerah – daerah tertentu seperti Kecamatan Warung Kondang, Cianjur, Ciku, Cibeber dan Kecamatan Cugenang. Terbatasnya daerah penyebaran Pandanwangi terkait dengan persyaratan tumbuh Pandanwangi itu sendiri, seperti ketinggian tempat minimal 500-800 m dpl, tanah dengan tingkat kesuburan tertentu, dan air yang cukup. Apabila persyaratan tumbuhnya kurang terpenuhi, maka sifat-sifat dari Pandanwangi seperti harum, rasa nasi yang enak dan pulen kurang muncul. Di kecamatan Warung Kondang sendiri penyebaran Pandanwangi setiap periode lima tahunan terus mengalami perubahan tingkat penyebaran. 2. Hal yang Dikaji Karakteristik Pelaku Kemitraan a. Gabungan Kelompok Tani Citra Sawargi Penggabungan kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok tani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usahatani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar (Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/ OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani). Gapoktan diharapkan mampu melakukan fungsi-fungsi berikut: 1) Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar 2) Penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan) serta menyalurkannya kepada para petani melalui kelompoknya 3) Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/pinjaman kepada para petani yang memerlukan 4) Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading, pengepakan dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah 5) Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan/menjual produk petani kepada pedagang/ industri hilir. Gapoktan Citra Sawargi merupakan sebuah organisasi petani Pandanwangi yang telah mendapatkan bimbingan dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dan LPPM–IPB dalam rangka pengembangan budidaya tanaman padi varietas Pandanwangi melalui metode GAP, sehingga gabah yang dihasilkannya merupakan gabah yang bermutu tinggi dan dijamin keasliannya. Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani, Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan, antara lain : 1) Adanya pertemuan/rapat anggota/rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan. 2) Disusunnya rencana kerja gapoktan secara bersama dan dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
117
3) 4) 5) 6) 7)
Memiliki aturan/norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama. Memiliki pencatatan/pengadministrasian setiap anggota organisasi yang rapih. Memfasilitasi kegiatan–kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir. Menfasilitasi usahatani secara komersial dan berorientasi pasar. Sebagai sumber, serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya. 8) Adanya jalinan, kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain. 9) Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan Gapoktan. Mengacu pada kriteria di atas, maka Gapoktan Citra Sawargi belum dapat dikategorikan sebagai Gapoktan kuat dan mandiri, karena : 1) Hingga saat ini Gapoktan belum menyusun aturan norma tertulis (AD/ART), kendati demikian pengadministrasian anggota Gapoktan terlaksana dengan baik. 2) Gapoktan belum mampu memberikan pelayanan penuh dalam menunjang usaha anggotanya, baik dalam penyediaan saprodi maupun sarana pengolahan. 3) Keanggotaan petani dalam Gapoktan saat ini hanya terbatas pada diwajibkannya petani menggunakan input produksi dan jadwal tanam sesuai kesepakatan dengan Gapoktan, serta kewajiban untuk menjual hasil panennya kepada Gapoktan, sementara pemupukan modal melalui iuran atau simpanan anggota belum terlaksana. b. CV Quasindo Berawal dari keberhasilan CV Quasindo dalam memasarkan beras Taj Mahal di Indonesia, maka sejak tahun 2007 CV Quasindo mulai mengembangkan sayap untuk berbisnis beras lokal dengan keunggulan khusus, karena sasaran utama pasarnya sebagaimana untuk beras Taj Mahal adalah kelompok masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Dengan pertimbangan tersebut, maka akhirnya diputuskan untuk memilih beras Pandanwangi sebagai unit usahanya yang baru. Minat CV Quasindo untuk berbisnis beras Pandanwangi disambut baik oleh Departemen Pertanian yang pada saat yang sama (tahun 2006) tengah membangun program sertifikasi beras berlabel, khususnya varietas Pandanwangi. Saat ini, CV Quasindo menjadi pelopor sekaligus satu-satunya produsen beras Pandanwangi yang mendapatkan sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari lembaga sertifikasi yang ditunjuk oleh Departemen Pertanian. Sejak berdiri tahun 2001, CV Quasindo berdomisili di Semarang-Jawa Tengah. Khusus untuk mendistribusikan beras Pandanwangi bersertifikat, telah dibuka kantor cabang di Jakarta, yaitu di Kompleks Ruko Permata Ancol – Jakarta. Pelaksanaan Kemitraan Pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat melibatkan tiga pelaku utama yaitu Gapoktan yang terdiri atas enam kelompok tani dengan beberapa unit usahanya, CV Quasindo selaku distributor/supplier beras Pandanwangi ke super/hypermarket, serta Lembaga Sertifikasi Beras yang bertanggung jawab dalam pelatihan dan penerapan GAP Padi Pandanwangi, serta mengeluarkan sertifikasi, khususnya sertifikasi jaminan kemurnian varietas. Model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagaimana Gambar 1. Kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo disepakati pada Bulan April 2007 melalui penandatanganan naskah perjanjian kerjasama antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo mengenai jual beli beras Pandanwangi, dengan ketentuan berikut : 1) Beras Pandanwangi yang dihasilkan Gapoktan Citra Sawargi diproduksi melalui metode Good Agricultural Practices (GAP) sebagaimana telah dilatihkan oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) sebagai instansi yang ditunjuk oleh Departemen Pertanian sebagai pelaksana program sertifikasi beras berlabel. 2) Varietas padi Pandanwangi dimaksud merupakan varietas yang mempunyai karakteristik sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Pertanian No.163/Kpts/LB.240/3/2004 tanggal 17 Maret 2004 tentang pelepasan galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur sebagai varietas unggul dengan nama Pandanwangi. Benih yang digunakan harus benih bersertifikat yang dihasilkan oleh penangkar aslinya, yaitu H. Mansyur yang juga merupakan pengurus Gapoktan Citra Sawargi. 3) Dalam pengadaan beras Pandanwangi, maka Gapoktan telah melakukan koordinasi dengan sesama petani anggota untuk melaksanakan metode GAP, serta penentuan jadwal tanam dan jadwal panen setiap anggota.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
118
4) Ketentuan jual beli lainnya : a) Harga pembelian beras oleh CV Quasindo : Rp. 9.000/kg b) Bentuk Kemasan : 50 kg c) Mutu : Beras Kepala (butir pecah maksimal 5 %) d) Lokasi pembelian : Di gudang CV Quasindo, Jl. RE Martadinata Kompleks Ruko Permata Ancol, Jakarta e) Pembayaran oleh CV Quasindo dilakukan secara berkala dengan mekanisme : 50 % pembayaran dilakukan di muka 10 (sepuluh) hari sebelum pengiriman dan sisanya dilunasi pada saat beras telah diterima di lokasi gudang CV Quasindo. Pengiriman beras akan dilakukan setiap bulan mulai Bulan Juni sampai dengan bulan Nopember 2007 sebanyak sepuluh ton setiap bulan. Pengiriman sejumlah 10 ton/bulan tersebut akan dipenuhi seluruhnya selambat-lambatnya tanggal sepuluh pada setiap bulannya. f) Perjanjian kerjasama berlaku selama 6 bulan sejak Bulan Juni sampai dengan Bulan Nopember 2007. g) Perselisihan dalam pelaksanaan kesepakatan bersama ini akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat oleh kedua pihak yang bermitra. h) Khusus untuk memutuskan perselisihan mengenai perbedaan mutu beras yang tidak sesuai dengan karakteristik yang disepakati, maka penentuan derajat pelanggaran akan ditentukan atas hasil analisa Laboratorium Jasa Analisis (LJA) – IPB PETANI Panen dan Perontokan
Benih bersertifikat LEMBAGA SERTIFIKASI BERAS
GAPOKTAN
KONSUMEN
Lembaga Usaha GAPOKTAN UNIT PEMASARAN UNIT PEMBELIAN
UNIT SAPRODI dan PEMBIAYAAN
beras berlabel
CV QUASINDO
•Benih, pupuk •Pestisida, dll. PENGOLAHAN GABAH
• Drying • Cleaning • Loting, dll
GKG
UNIT PENGGILINGAN
•Penggilingan •Penyosohan •Packaging, dll
beras
UNIT PERGUDANGAN
Manajemen Stok
Gambar 1. Model pengadaan Beras Pandanwangi bersertifikat (LPPM IPB, 2006) Perjanjian kontrak kerjasama ini telah diperpanjang pada bulan Januari 2008, berlaku hingga 6 bulan ke depan, yaitu sampai bulan Juni 2008 dengan volume transaksi dan ketentuan kerjasama yang sama. Dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat tahapan yang dilakukan (Gambar 1) : 1) Masing-masing kelompok tani anggota Gapoktan menyusun rencana mingguan pembelian gabah berdasarkan rencana panen petani anggotanya dan menyerahkan rencana pembelian gabah tersebut kepada ketua Gapoktan. 2) Ketua memerintahkan pengawas (QC) untuk memeriksa ke lapangan kesiapan dan mutu padi yang akan panen.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
119
3) Atas laporan QC, maka Ketua memerintahkan bendahara untuk menyusun rencana kebutuhan keuangan dan mengeluarkan nota keuangan kepada juru bayar untuk rencana pembayaran gabah. 4) Ketua memerintahkan seksi pengadaan barang untuk membeli padi dari petani anggotanya (melalui kelompok tani) sesuai pengajuan kelompok tani dengan harga sesuai dengan mutu yang direkomendasikan oleh QC. 5) Unit pengadaan/pembelian gabah mengirimkan barang ke unit pengolahan (merangkap juru bayar) dan meminta pembayaran sesuai dengan kuantitas dan mutu gabah yang dikirim. 6) Unit pengolahan melaporkan kesiapan beras kepada Ketua Gapoktan. Ketua Gapoktan bersama dengan QC melakukan inspeksi langsung terhadap mutu beras yang siap kirim. 7) Unit pengolahan mengirimkan beras ke gudang CV Quasindo 8) CV Quasindo mentransfer uang muka (50 %) dan pelunasan pembayaran beras ke rekening Gapoktan/bendahara. Kemitraan yang terjadi antara Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo saat ini terbatas pada aspek pasar dan aspek manajemen, khususnya dalam melatih dan menyiapkan rencana pembelian gabah dari petani Pandanwangi, serta pencatatan keuangan Gapoktan. Untuk aspek permodalan, perusahaan mitra mencoba meringankan beban Gapoktan dengan memberikan uang muka 50% (10 hari sebelum pengiriman). Kondisi ini cukup memberatkan Gapoktan, karena lemahnya permodalan, khususnya untuk membeli gabah dari petani mitra. Guna memenuhi kebutuhan modal usahanya, Gapoktan mendapatkan suntikan dana pinjaman dari berbagai pihak, termasuk dari pengurus Gapoktan. Manfaat Kemitraan Dari sisi Gapoktan atau petani, kemitraan ini mampu memberikan manfaat berikut : 1) Penguatan usaha kelembagaan petani (Gapoktan) 2) Harga jual yang lebih baik 3) Kepastian harga dan pasar atas produknya 4) Peningkatan produksi dan rendemen Melalui kemitraan ini CV Quasindo menerima manfaat berikut : 1) Membuka unit usaha baru 2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (mutu dan kuantitas) 3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari pemerintah 4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk 5) Memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah Analisis Pendapatan Usahatani Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa produktivitas rataan petani mitra lebih tinggi (15,87%) dibandingkan petani non mitra. Produktivitas padi Pandanwangi (Malai Kering Panen) petani mitra rataan 7,47 ton/ha sementara petani non mitra rataan produktivitasnya 6,29 ton/ha. Peningkatan produktivitas ini utamanya disebabkan oleh dua faktor, yaitu (1) penggunaan benih bermutu (benih bersertifikat) dan (2) penggunaan pupuk sesuai anjuran. Benih padi Pandanwangi bersertifikat disediakan oleh Gapoktan, yaitu menggunakan benih hasil produksi H. Mansyur yang merupakan satu-satunya penangkar benih Pandanwangi. Penggunaan benih bersertifikat dapat dimanfaatkan untuk penanaman 2 musim tanam. Kendati penggunaan benih bersertifikat menimbulkan biaya lebih besar, yaitu 30 kg per ha dengan harga Rp 7.000/kg, namun rataan produksi yang dihasilkan lebih baik, karena tanaman padi menjadi terjaga keseragamannya. Penggunaan benih bersertifikat mampu menekan kadar hampa gabah dan meningkatkan rendemen beras yang semula hanya 45% menjadi 50%. Penggunaan benih dan pupuk (Phonska dan Urea) sesuai anjuran Gapoktan telah disepakati bersama oleh petani mitra dan menjadi kewajiban petani mitra untuk melaksanakannya. Pengawasan lapangan atas kondisi pertanaman serta penerapan metode GAP dilakukan oleh unit QC Gapoktan. Himbauan untuk menggunakan benih bersertifikat dan pupuk yang sesuai, sebenarnya telah lama dilakukan oleh penyuluh pertanian setempat, namun mengingat 75% responden petani non mitra merupakan petani penggarap, maka sulit untuk mengambil keputusan. Sementara responden petani mitra 85 % merupakan petani pemilik. Petani Pandanwangi di wilayah Kecamatan Warung Kondang umumnya tidak menggunakan pestisida, karena relatif kecilnya serangan hama di wilayah tersebut. Serangan hama tungro pada padi Pandanwangi umumnya terjadi jika lokasi penanaman padi Pandanwangi berdekatan dengan padi VUN.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
120
Penjualan hasil panen petani mitra dilakukan dengan sistem bukti, yaitu pembelian dilakukan sesuai hasil penimbangan dan transaksi langsung dilakukan di lokasi panen dengan unit usaha Gapoktan. Sedangkan petani non mitra umumnya menggunakan sistem tebas/borongan dan transaksi dilakukan dengan para pedagang pengumpul. Dengan sistem tebas, umumnya setiap hektar lahan padi Pandanwangi dihargai Rp 17 juta atau setara dengan Rp 2.400/kg gabah (produktivitas 7 ton/ha). Jika dibandingkan dengan penjualan kepada Gapoktan dengan harga Rp 3.000/kg maka kemitraan ini sangat menguntungkan bagi petani mitra. Saat ini sistem tebas telah banyak ditinggalkan, petani non mitra yang menjual dengan sistem bukti rataannya mendapatkan harga Rp 2.836/kg gabah. Dengan harga gabah yang lebih tinggi, maka rataan penerimaan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Kendati total biaya produksi yang dikeluarkan petani mitra relatif lebih tinggi dibandingkan petani non mitra yang utamanya disebabkan penggunaan benih dan pupuk sesuai anjuran, namun pendapatan petani mitra masih lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total yang memperhitungkan pula selain biaya tunai (benih, biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan dan zakat), ternyata pendapatan petani mitra lebih tinggi dibandingkan pendapatan petani non mitra, meskipun biaya total yang harus dikeluarkan petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Ukuran efisiensi pengelolaan usahatani dapat dilihat dengan menggunakan koefisien perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C), Nilai rasio R/C baik petani mitra maupun petani non mitra lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bermitra ataupun tidak, usahatani Pandanwangi sama-sama efisien dan menguntungkan, karena imbalan yang diperoleh masih lebih tinggi dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra. Nilai rasio R/C atas biaya total petani mitra 1,54, sedangkan petani non mitra 1,35. Nilai-nilai tersebut dapat diartikan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi Pandanwangi melalui kemitraan dengan CV Quasindo (melalui Gapoktan) akan menghasilkan tambahan penerimaan Rp 1,54 sedangkan petani yang tidak terlibat dalam kemitraan hanya akan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,35. Hal ini menunjukkan bahwa dengan melakukan kemitraan, petani mitra akan menerima keuntungan 14% lebih tinggi daripada petani non mitra. Mengingat keberadaan padi Pandanwangi yang semakin terdesak dengan semakin berkembangnya penggunaan padi VUN, maka perlu juga dibandingkan antara pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan pendapatan usahatani padi VUN. Salah satu padi VUN yang banyak dikembangkan di wilayah Warung Kondang adalah padi varietas Ciherang yang juga umum ditanam di wilayah Karawang. Dari hasi penelitian LPPM IPB (2006) terhadap usahatani padi Ciherang diketahui bahwa keuntungan bersih yang dinikmati petani sebesar Rp. 6,4 juta per musim per hektar atau sekitar Rp. 12,8 juta per tahun per hektar. Harga pembelian gabah dari petani berfluktuasi antara Rp 2100 – 2400/Kg GKP. Harga rata-rata yang ditetapkan pada perhitungan analisa kelayakan sebesar Rp 2.250/Kg GKP. Berdasarkan perhitungan ini, petani akan mengalami kerugian jika harga gabah , kurang dari harga pokok yaitu sebesar Rp 1.178 Kg GKP. Dari perbandingan pendapatan usahatani padi Pandanwangi dengan padi VUN terlihat bahwa untuk pendapatan usahatani per musim per hektar, maka usahatani padi Pandanwangi menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani padi Pandanwangi khususnya disebabkan produktivitas serta harga yang lebih tinggi. Selisih pendapatan usahatani tersebut sebesar Rp.1,4 juta per musim per hektar. Namun padi VUN memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan padi Pandanwangi, sehingga memungkinkan ditanam 2 musim dalam 1 tahun sehingga jika diukur pendapatan usahatani pertahun, maka usahatani padi VUN menghasilkan keuntungan yang lebih menjanjikan. Kondisi ini menunjukkan pentingnya dukungan pemerintah melalui pemberian insentif bagi petani padi Pandanwangi, agar usahatani padi Pandanwangi dapat terus berkembang. Rantai Pasar dan Marjin Pemasaran Lembaga pemasaran rantai pasokan beras pandawangi yang umum terjadi di Kecamatan Warung Kondang-Cianjur yang juga merupakan rantai pemasaran petani non mitra (Gambar 2) adalah : a. Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (PPTD) adalah orang yang membeli gabah dari petani dalam bentuk MKP dan pembeliannya dilakukan dengan sistem borongan (kemplang)dan tidak memiliki Huller. b. Pedagang Besar Daerah (PBD) adalah orang yang membeli gabah/beras dari pihak pedagang pengumpul ataupun dari petani dalam bentuk beras/GKP dan memiliki fasilitas Huller.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
121
c.
Pedagang Besar Luar Daerah (Grosir). Adalah pedagang grosir di PIC, Bogor, Bandung, dan Sukabumi. Beras dijual langsung kepada konsumen atau melayani di tempat. d. Pedagang Pengecer. Pedagang yang langsung berhubungan dengan konsumen, terdiri dari pedagang pengecer daerah dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar Luar Daerah
Petani
Pedagang Besar Daerah
Pedagang Pengecer
Konsumen
Gambar 2. Rantai pemasaran beras di Kecamatan Warung Kondang Marjin keuntungan Gapoktan dan CV Quasindo cukup proporsional, yaitu masing-masing 7% dan 6%. Demikian juga halnya dengan marjin keuntungan yang diterima petani yaitu, 7 %. Marjin biaya yang ditanggung oleh pihak Gapoktan meliputi biaya penanganan gabah, pengolahan gabah, pengemasan, penyimpanan dan transportasi. Sedangkan marjin biaya yang ditanggung CV Quasindo meliputi biaya transportasi, pengemasan, promosi, penyimpanan dan bongkar muat. Dari perbandingan harga jual, terlihat bahwa posisi tawar Gapoktan masih memadai, dimana Gapoktan menerima harga lebih dari 50% dari harga jual di tingkat konsumen. Rantai pemasaran beras Pandanwangi bersertifikat dari produsen ke daerah pemasaran terlihat cukup efisien karena besarnya marjin tataniaga yang tercipta di setiap rantai pemasaran relatif sebanding dengan penambahan nilai produk, baik mutu maupun atribut produk lainnya. Gapoktan menciptakan marjin tertinggi (Rp. 6000) dari kegiatannya mengolah gabah menjadi beras kepala dimana termasuk didalamnya marjin petani, sementara CV Quasindo menciptakan marjin sebesar Rp. 3.800 dari kegiatan repacking dan kelengkapan atribut kemasan beras. Sedangkan Super/Hypermarket mendapat marjin yang lebih kecil sebanding dengan kecilnya nilai tambah yang diciptakan. Evaluasi Pola Kemitraan yang diinginkan Pola kemitraan yang berlangsung saat ini adalah pola dagang umum, dimana kerjasama hanya terjadi pada aspek pasar (jual beli beras) yang dilegalisasi dengan kontrak kerjasama kedua pihak. Sedangkan pola kemitraan alternatif yang ada saat ini, jika mengacu pada Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002) meliputi Pola Inti Plasma, Sub Kontrak, Dagang Umum, Keagenan dan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). a. Identifikasi Model Pada level pertama adalah fokus, yaitu pemilihan pola kemitraan antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV Quasindo. Pada level kedua adalah faktor kunci dilaksanakannya kemitraan, yaitu, manajemen, permodalan, aksesibilitas pasar dan penguasaan teknologi. Pada level ketiga pelaku kemitraan, yaitu Gapoktan Citra Sawargi dan CV Quasindo. Pada level keempat tujuan kemitraan, antara lain peluang pasar, kontinuitas produk, efisiensi usaha, pengembangan usaha dan kelangsungan usaha. Pada level kelima terdapat alternatif pilihan pola kemitraan yang ada, yaitu pola inti plasma, pola dagang umum, pola keagenan, pola subkontrak dan pola kerjasama operasional agribisnis. b. Hasil Pengolahan Vertikal Berdasarkan hasil pengolahan pada level kedua terlihat bahwa faktor kunci yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah faktor permodalan (bobot 0,5236). Esensi kemitraan dalam ekonomi terletak pada kontribusi bersama modal usaha masing – masing pihak yang bermitra, baik berupa tenaga (labor) maupun benda (property), atau keduanya untuk tujuantujuan ekonomi. Kontribusi bersama dalam kemitraan harus berjalan seimbang, agar tujuan kemitraan sebagai upaya bersama yang saling menguntungkan dapat tercapai. Pada pengolahan level ketiga membahas sejauhmana kepentingan pelaku kemitraan terhadap faktor-faktor kunci yang mempengaruhi terbentuknya kemitraan. Gapoktan merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam kemitraan ini (bobot 0,7960), khususnya dalam hal permodalan karena Gapoktan Citra Sawargi merupakan kelembagaan petani yang relatif baru
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
122
terbentuk dan masih memiliki kelemahan dalam banyak hal, khususnya permodalan. CV Quasindo selaku perusahaan mitra memiliki tingkat kepentingan lebih rendah dalam kemitraan ini, karena sebagai perusahaan yang telah lama eksis dalam usaha perberasan, memiliki kemampuan besar, baik dalam permodalan, aksesibilitas pasar, manajemen maupun penguasaan teknologi dan informasi. Pengolahan pada level empat membahas mengenai tujuan kemitraan terhadap masingmasing pelaku kemitraan. Tujuan kontinuitas produk merupakan prioritas utama dengan bobot 0,3389 (0,0614 dari CV Quasindo dan 0,2776 dari Gapoktan Citra Sawargi). Dari hasil pengolahan tersebut, tujuan yang mendapatkan prioritas utama adalah kontinuitas produk, yaitu bagaimana melalui kemitraan ini petani yang tergabung dalam Gapoktan dapat terus memproduksi gabah/beras Pandanwangi sebagai sumber usahanya, melalui bantuan kerjasama yang berkelanjutan dengan perusahaan mitra sebagai penjamin harga dan pasar. Pada akhirnya, hasil pengolahan pada level kelima menunjukkan bahwa Pola Inti Plasma merupakan pola kemitraan yang dirasakan paling tepat untuk mencapai tujuan utama kemitraan dengan bobot 0,4669, dengan rincian 0,1648 tujuan kelangsungan usaha, 0,1519 tujuan kontinuitas produk, 0,0637 tujuan peluang pasar, 0,0629 tujuan efisiensi usaha dan 0,0236 tujuan pengembangan usaha (Tabel 23). Dalam kemitraan dengan Pola Inti Plasma, maka petani yang tergabung dalam Gapoktan sebagai plasma dan CV Quasindo sebagai inti. Dipilihnya pola inti plasma untuk menggantikan pola dagang umum sebagaimana berlaku saat ini, disebabkan Gapoktan sebagai kelembagaan tani masih memiliki banyak kelemahan, khususnya dalam hal permodalan usaha guna penguatan usaha Gapoktan. Pola dagang umum sebagaimana kemitraan yang terjadi saat ini dianggap kurang mampu menjamin kontinuitas produk dari Gapoktan, karena hanya memecahkan masalah pada aspek pasar. Maka dari itu pola ini mendapatkan prioritas ketiga dengan bobot 0,1522. Kendati Pola Inti Plasma dinilai sebagai pola kemitraan yang paling tepat dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, khususnya dengan tujuan untuk meningkatkan saling ketergantungan kedua pihak yang bermitra agar kontinuitas produk dan kelangsungan usaha tetap terjaga dan berjalan dengan baik, namun perlu juga dipertimbangkan banyaknya pengalaman kegagalan dalam kemitraan agribisnis dengan pola inti plasma sebagai akibat ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap perusahaan inti. Strategi Pengembangan Usaha Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat a. Identifikasi Faktor – Faktor yang berpengaruh Faktor – faktor internal yang mempengaruhi kinerja kemitraan meliputi : 1) Kekuatan i. Keterkaitan usaha ii. Keterpaduan operasi iii. Intensitas hubungan iv. Keterikatan 2) Kelemahan i. Saling ketergantungan ii. Pembagian manfaat dan korbanan iii. Keterandalan dan kepercayaan Faktor eksternal diuraikan sebagai berikut : 3) Peluang i. Pangsa Pasar ii. Trend Tuntutan Konsumen iii. Pasar Ekspor iv. Proteksi Impor 4) Ancaman i. Promosi sertifikasi beras berlabel ii. Tataniaga Tradisional iii. Produk pesaing iv. Law enforcement b. Matriks IFAS Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2 terlihat bahwa faktor keterikatan merupakan faktor kekuatan yang paling berpengaruh dalam menentukan kinerja kemitraan. Sedangkan
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
123
faktor saling ketergantungan menempati ranking pertama sebagai faktor kelemahan yang paling berpengaruh terhadap kinerja kemitraan. Tabel 2. Faktor strategik internal kemitraan usaha Faktor penentu A. Kekuatan Keterkaitan usaha keterpaduan operasi Intensitas hubungan Keterikatan Jumlah (A) B. Kelemahan Saling ketergantungan Manfaat dan korbanan keterandalan dan kepercayaan Jumlah (B) Total (A + B)
c.
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai (c=axb)
Ranking (d)
0,132 0,151 0,126 0,157 0,566
4,0 3,0 3,0 3,5
0,528 0,453 0,377 0,550 1,909
2 3 4 1
0,138 0,138 0,157 0,434 1,000
2,5 2 1,5
0,346 0,277 0,236 0,859 2,767
1 2 3
Matriks EFAS Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 3), terlihat bahwa permberlakuan proteksi impor beras memberikan peluang utama bagi berkembangnya usaha-usaha perberasan di dalam negeri untuk merebut pangsa pasar beras lokal yang selama ini dikuasai beras impor disamping itu, trend tuntutan/preferensi konsumen atas beras bermutu tinggi seperti beras Pandanwangi merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan bagi kelanjutan pengembangan usaha ini. Bobot kedua faktor tersebut masing–masing 0,550 untuk kebijakan proteksi impor dan 0,424 untuk trend tuntutan konsumen. Di sisi lain, lemahnya promosi dan sosialisasi program sertifikasi beras (jaminan kemurnian varietas) oleh pemerintah, serta law enforcement yang lemah dalam implementasi ketentuan hukum terkait pelabelan beras menjadi dua faktor utama yang menjadi ancaman serius bagi kelangsungan pengembangan usaha beras Pandanwangi bersertifikat dengan bobot masingmasing 0,682 dan 0,499. Tabel 3. Faktor strategik eksternal kemitraan usaha Faktor penentu A. Peluang Pangsa pasar Trend Tuntutan konsumen Pasar ekspor Proteksi impor Jumlah (A) B. Ancaman Promosi sertifikasi lemah Tataniaga tradisional Produk competitor Law enforcement rendah Jumlah (B) Total (A + B)
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai (c=axb)
Ranking (d)
0,134 0,106 0,133 0,171 0,544
2,5 4,0 2,0 3,5
0,334 0,424 0,267 0,597 1,622
3 2 4 1
0,171 0,065 0,078 0,143 0,456 1,000
4 2 2,5 3,5
0,682 0,129 0,196 0,499 1,507 3,129
1 4 3 2
d. Matriks IE Dengan total nilai faktor strategik internal 2,767, maka hubungan kemitraan memiliki faktor internal yang tergolong sedang atau rataan dalam melakukan usaha pengadaan beras
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
124
Pandanwangi bersertifkat melalui wadah kemitraan. Total nilai faktor strategik eksternal 3,129 memperlihatkan respon yang diberikan oleh hubungan kemitraan terhadap lingkungan eksternal tergolong tinggi. Apabila masing-masing total skor dari faktor strategis internal maupun eksternal dipetakan dalam matriks, maka posisi hubungan kemitraan saat ini berada pada kuadran/sel kedua (Tabel 4), yang berarti strategi yang perlu diterapkan melalui wadah kemitraan ini adalah strategi pertumbuhan. Strategi ini didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalam penjualan, aset, laba atau kombinasi dari ketiganya. Pada sel ini, strategi pertumbuhan dimaksud dapat dilakukan melalui konsentrasi integrasi horizontal, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal dengan memanfaatkan sumber daya dari luar. Strategi ini pada intinya adalah suatu kegiatan untuk memperluas usaha dengan cara perluasan dilokasi lain dan meningkatkan jenis dan mutu produk dan jasa. Tujuan utamanya adalah meningkatkan penjualan dan profit, dengan cara memanfaatkan keuntungan economic of scale, baik di produksi maupun pemasaran. Tabel 4. Matriks IE 4.0 Tinggi
3.0 TOTAL SKOR EFAS Sedang
TOTAL SKOR IFAS 3.0 Rataan 2.0 Lemah 1.0 1 2 3 GROWTH GROWTH RETRENCHMENT Turnaround Konsentrasi Konsentrasi melalui integrasi melalui integrasi vertikal horizontal 4 5 6 STABILITY GROWTH RETRENCHMENT Captive Company Hati – hati Konsentrasi atau Divestment melalui integrasi horizontal Tinggi
2.0 7 Rendah
GROWTH Diversifikasi konsentrik
STABILITY Tak ada perubahan profil strategi 8 GROWTH Diversifikasi Konglomerat
9 RETRENCHMENT Bangkrut atau Likuidasi
1.0
e. Analisis Matriks SWOT Hasil formulasi dikelompokkan menjadi empat kelompok formulasi strategi yang terdiri dari (Tabel 5) : 1) Strategi S – O Strategi S – O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut : i. Memperluas wilayah pemasaran Perluasan wilayah pemasaran ke wilayah Botabek dan kota-kota besar lainnya. Pemanfaatan jalur pemasaran CV Quasindo sebagai distributor beras kesehatan (beras Taj Mahal). ii. Meningkatkan promosi Mengkomunikasikan dengan baik kepada konsumen bahwa merek Xiang Mi merupakan beras pertama yang mengandung 100 % asli beras Pandanwangi, melalui promosi dan periklanan (advertising). iii. Pengembangan lokal dan internasional brand Pengembangan merek lokal yang lebih mencerminkan keaslian beras pandanwangi. Penggunaan brand Internasional seperti merek Xiang Mi sangat prospektif digunakan untuk menarik konsumen lokal menengah atas etnis China sesuai dengan pilihan bahasa yang digunakan untuk merek. Disamping itu, brand internasional juga prospektif digunakan untuk menembus pasar ekspor mengingat peluang ekspor juga cukup besar. 2) Strategi W – O Strategi W – O adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada, dengan alternatif strategi berikut :
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
125
i.
Memperkuat kemitraan Meningkatkan saling ketergantungan antara pihak yang bermitra melalui pengembangan aspek lainnya selain aspek pasar, seperti modal, teknologi dan manajemen.. ii. Meningkatkan efisiensi usaha Efisiensi usaha dengan menekan biaya produksi beras Pandanwangi oleh Gapoktan melalui peningkatan rendemen beras. Hal ini dapat dilakukan dengan revitalisasi RMU sebagai salah satu unit usaha Gapoktan serta penyediaan saprodi (benih dan pupuk). Efisiensi biaya dengan menekan biaya penanganan, biaya pengawasan dan biaya transportasi, yaitu dengan memindahkan seluruh proses produksi di perusahaan mitra (tahapan repacking dari 50 kg menjadi 5 kg). Biaya pengawasan mutu juga menjadi lebih ringan dan biaya transportasi juga dapat ditekan. iii. Diversifikasi pasar CV Quasindo maupun Gapoktan Citra Sawargi perlu melakukan diversifikasi pasar untuk meraih pangsa pasar konsumen tingkat menengah. 3) Strategi S – T Strategi S – T adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, dengan alternatif strategi adalah : i. Meningkatkan penyerapan bahan baku CV Quasindo perlu meningkatkan penyerapan bahan baku untuk mengamankan posisinya sebagai pengusaha beras Pandanwangi dan guna lebih menunjukkan eksistensinya di lokasi sentra Pandanwangi. ii. Meningkatkan brand image Perlu diterapkan langkah-langkah yang mampu memberikan sinyal komitmen terhadap mutu produk sekaligus upaya memberikan garansi kepuasan pelanggan, diantaranya melalui moneyback guarantee, layanan akses hot line/toll-free untuk memberikan kemudahan bagi konsumen yang akan memberikan komentar atau komplain. iii. Diferensiasi produk berorientasi mutu Kondisi penggilingan padi milik Gapoktan Citra Sawargi yang relatif tua dan sederhana, kadar beras pecah yang dihasilkan cukup tinggi, karenanya sangat memungkinkan untuk melakukan diferensiasi produk berdasarkan kondisi mutu fisik beras (kadar pecah). 4) Strategi W – T Strategi W – T adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman, dengan alternatif strategi berikut : i. Mempertahankan harga jual Strategi mempertahankan harga jual merupakan salah satu cara untuk pembentukan citra (image building) untuk menuju pengokohan posisi pasar (position strengthening) sebagai beras dengan jaminan mutu. Konsumen diharapkan akan memahami bahwa beras bila asli varietasnya pasti jauh lebih mahal. Kemasan beras Xiang Mi yang mewah jelas difokuskan untuk mampu menarik pelanggan menengah ke atas yang bersifat Price Oriented, yaitu pelanggan yang memilih harga lebih mahal, karena percaya produk tersebut lebih baik dan lebih bergengsi. ii. Aktif mengupayakan dukungan pemerintah Dukungan pemerintah dalam promosi/sosialisasi program sertifikasi jaminan kemurnian varietas; implementasi dan penegakan hukum terkait aturan tentang pelabelan; dan menfasilitasi tenaga pendamping di lapangan dan alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bagi penguatan kelembagaan Gapoktan. iii. Meningkatkan penerapan jaminan mutu Penerapan jaminan mutu dilakukan dengan berpedoman pada standard operating procedures atau SOP (berdasarkan Metode GAP) yang telah disusun oleh Lembaga Sertifikasi Beras. iv. Penguatan kelembagaan Kelembagaan tani (Gapoktan Citra Sawargi) dan lembaga sertifikasi masih memerlukan dukungan aspek, khususnya manajemen, teknologi dan permodalan.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
126
Tabel 5. Matriks SWOT STRENGTH – (S) S1. Keterikatan S2. Keterkaitan usaha S3. Keterpaduan operasi S4. Intensitas hubungan
WEAKNESSES – (W) W1. Saling ketergantungan W2. Manfaat dan korbanan W3. Keterandalan dan kepercayaan
OPPORTUNITIES – (O) O1. Trend tuntutan konsumen O2. Proteksi impor O3. Pangsa pasar O4. Pasar ekspor
STRATEGI S – O 1. Memperluas wilayah pemasaran (S1,S2,S3,S4 : O1,O2,O3) 2. Meningkatkan promosi (S1,S2,S3,S4 : O2,O3,O4) 3. Pengembangan lokal dan internasional brand (S1,S2 : O1,O3,O4)
STRATEGI W – O 1. Memperkuat kemitraan (W1,W2,W3 :O1,O3,O4) 2. Meningkatkan efisiensi usaha (W1,W2 : O3, O4) 3. Difersifikasi pasar (W1:O1,O3)
THREATS – (T) T1. Promosi sertifikasi lemah T2. Law enforcement rendah T3. Produk kompetitor T4. Tataniaga tradisional
STRATEGI S – T 1. Meningkatkan penyerapan bahan baku (S1,S3 :T3,T4) 2. Meningkatkan brand image atau image building (S1,S3 :T1,T2,T3) 3. Diferensiasi produk berorientasi mutu (S1,S2,S3 :T2,T3,T4)
STRATEGI W – T 1. Mempertahankan harga jual (W1,W2 :T3) 2. Aktif mengupayakan dukungan pemerintah (W1 :T1,T2) 3. Implementasi jaminan mutu (W1,W2,W3 :T1,T2,T3) 4. Penguatan kelembagaan (W1,W2,W3 :T1,T3,T4)
INTERNAL
EKSTERNAL
Pemilihan Alternatif Strategi Masing – masing alternatif strategi diberi ranking yang merupakan urutan strategi terbaik berdasarkan kondisi perkembangan usaha saat ini. Alternatif strategi yang terpilih untuk diimplementasikan diambil 5 ranking tertinggi. Berdasarkan ranking tertinggi), maka strategi yang paling efektif dilakukan oleh kedua pihak yang bermitra adalah memperluas wilayah pemasaran (nilai 31), memperkuat kemitraan (skor 28), meningkatkan promosi (nilai 26), meningkatkan implementasi jaminan mutu (nilai 24) dan penguatan kelembagaan (nilai 23). Model Konseptual Pengadaan Beras Unggul Lokal Bersertifikat Pada kajian ini digunakan model abstrak kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat. Dari hasil analisis manfaat kemitraan, baik analisis kualitatif maupun kuantitatif (analisis usahatani dan analisis marjin tataniaga) terlihat bahwa kemitraan dengan pola dagang umum hanya menyangkut aspek pasar telah mampu memberikan berbagai manfaat, khususnya bagi peningkatan pendapatan petani mitra namun belum mampu menjamin kelanjutan usaha. Dari hasil analisis proses hirarki (AHP) ternyata Pola Inti Plasma merupakan pola kemitraan yang paling diinginkan dalam pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat, khususnya dengan tujuan untuk meningkatkan saling ketergantungan kedua pihak yang bermitra, sehingga kontinuitas produk dan kelangsungan usaha tetap terjaga dan berjalan dengan baik. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis SWOT terlihat masih terdapat banyak kelemahan dalam kemitraan ini, yang pada intinya mengarah pada strategi untuk lebih memperkuat kemitraan dengan meningkatkan saling ketergantungan yang tidak hanya pada aspek pasar, tetapi juga aspek manajemen, permodalan dan teknologi. Atas dasar hal tersebut, serta mengingat hubungan kemitraan merupakan hubungan yang berjalan secara bertahap dan dinamis, sehingga kemitraan tidak dapat dinilai secara sesaat tapi lebih ditekankan pada berkelanjutannya (sustainability) pelaksanaan program, maka perlu dilakukan penyempurnaan atas model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat yang ada saat ini secara bertahap, dimana tingkat kemandirian dan lamanya kemitraan akan menunjukkan kemantapan sistem kemitraan yang diterapkan . Beberapa hal yang perlu disempurnakan dari model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagai basis penyusunan model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat adalah : a. Penguatan organisasi petani (Gapoktan) Untuk terwujudnya Gapoktan yang kuat dan mandiri diperlukan pengaturan khusus, pembinaan dan subsidi guna penguatan modal organisasi petani oleh pemerintah karena organisasi petani masih belum mampu berperan dengan baik, khususnya dari sisi pelayanan terhadap kebutuhan anggotanya. Bantuan permodalan yang diberikan perusahaan mitra dapat
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
127
langsung maupun tidak langsung (perusahaan mitra sebagai avalis). Kontribusi modal oleh perusahaan mitra harus dihentikan, jika unit usaha Gapoktan telah berjalan dengan baik, sehingga mampu melakukan pemupukan modal secara mandiri (bentuk transisi). b. Diperlukan peran tenaga pendamping atau mediator Mediator berperan kuat dalam memperkuat organisasi petani, mengembangkan aktifitas dan usaha kelompok, membantu mengelola keuangan dan modal usaha kelompok, serta menjadi negosiator dan komunikator dalam berhubungan dengan perusahaan mitra. c. Mengembangkan alternatif kerjasama langsung dengan Super/hypermarket Kerjasama langsung antara Gapoktan dengan super/hypermarket diharapkan ada nilai tambah yang dapat dinikmati Gapoktan. Dukungan penuh dari pemerintah diharapkan dapat membuat Gapoktan menembus pasar modern. d. Perlunya peran manajer Gapoktan diharapkan mampu menerapkan manajemen korporasi (farmer enterprise) untuk menjalankan sistem usaha agribisnis beras Pandanwangi bersertifikat, sehingga diperlukan manajer yang profesional. e. Pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi Perlu dilakukan pemantapan perangkat dan lembaga sertifikasi antara lain yang melibatkan secara aktif Lembaga atau Unit Sertifikasi yang dibentuk oleh dinas pertanian Kabupaten dengan Tim yang sesuai dengan tupoksinya. Lembaga atau unit ini harus mempunyai atau bekerjasama dengan laboratorium yang mempunyai kompetensi dalam pengujian beras. Perlu juga dilibatkan secara aktif lembaga yang akan memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi. Di Indonesia, lembaga tersebut adalah Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standarisasi Nasional (BSN). Tahapan penyempurnan model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat sebagai basis model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat dapat disajilkan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa dari model (a) ke model (b) dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun dengan pertimbangan kesiapan kedua pihak. Dari pihak CV Quasindo, kesediaan untuk sharing modal harus mempertimbangan pencapaian target penjualan beras Pandanwangi yang menunjukan prospektif tidaknya pasar beras Pandanwangi, karena saat ini CV Quasindo masih berkonsentrasi penuh pada upaya promosi dan advertising yang memakan biaya cukup besar dalam rangka memperkenalkan merek (brand introduction), pembentukan image (image building) untuk bisa sampai pada tahap pengokohan posisi pasar (position strengthening). Sementara dari sisi Gapoktan masih perlu melakukan konsolidasi ke dalam (intern Gapoktan) khususnya penguatan manajemen atau kepengurusan Gapoktan serta kesiapan kontribusi petani anggota guna penguatan kelembagaan Gapoktan serta unit – unit usahanya. Sharing modal dari perusahaan mitra dikhawatirkan akan menimbulkan ketergantungan dan ketidakmandirian Gapoktan, karenanya peran penguatan kelembagaan Gapoktan khususnya dari sisi permodalan seyogya dapat dilakukan melalui dukungan pemerintah pusat maupun daerah. Dari model (b) ke model (c) akan membutuhkan waktu sekitar 5 tahun. Dalam jangka waktu tersebut diharapkan dengan modal yang diberikan Perusahaan Mitra maka unit usaha Gapoktan perlahan akan berkembang sehingga pemupukan modal Gapoktan akan berjalan baik hingga mampu mengangkat seorang manajer profesional yang diharapkan mampu membawa Gapoktan menjadi kelembagaan tani yang kuat dan mandiri (Gapoktan sebagai farmer enterprise) tidak tergantung pada satu mitra, mampu memperluas skala usaha dan mempertinggi nilai tambah, serta melakukan terobosan pasar baru.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
128
Lembaga Sertifikasi
GAPOKTAN Unit Pembelian Unit pengolahan Unit Saprodi Unit Pemasaran
Konsumen
Super/hypermarket Uang CV Quasindo Beras (a) model yang ada
Lembaga Sertifikasi Terakreditasi
GAPOKTAN Unit Pembelian Unit pengolahan Unit Saprodi Unit Pemasaran
Tenaga pendamping/Mediator
Sumber Permodalan SHU Uang
Avalis CV Quasindo
Beras Super/hypermarket
Konsumen
(b) model transisi
Lembaga Sertifikasi Terakreditasi GAPOKTAN sebagai Farmer Enterprise Unit Pembelian Unit pengolahan Unit Saprodi Unit Pemasaran
Sumber Permodalan Uang
Manajer
Beras
CV Quasindo dan perusahaan mitra lainnya
Super/hypermarket
Konsumen
(c) model akhir
Gambar 3. Model konseptual pengadaan beras unggul lokal bersertifikat Keterangan : SHU = sisa hasil usaha
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kemitraan dengan Pola Dagang Umum telah mampu meningkatkan pendapatan petani mitra, namun belum mampu sepenuhnya menguatkan kelembagaan petani (Gapoktan), akibat lemahnya permodalan. Sedangkan melalui kemitraan didapatkan manfaat (1) Penguatan usaha kelembagaan petani (Gapoktan), (2) Harga jual yang lebih baik, (3) Kepastian harga dan pasar atas produknya, (4) Peningkatan produksi dan rendemen. b. Manfaat yang diterima untuk CV Quasindo adalah (1) Membuka unit usaha baru, (2) Terjaminnya kontinuitas pasokan (mutu dan kuantitas), (3) Memperoleh fasilitasi sertifikasi jaminan kemurnian varietas dari pemerintah, (4) Memperoleh keuntungan dari hasil penjualan produk dan (5) memperoleh fasilitasi promosi dari pemerintah. c. Dari hasil analisis evaluasi pola kemitraan, didapatkan bahwa pola kemitraan inti plasma merupakan pola kemitraan yang paling diinginkan, mengingat lemahnya permodalan Gapoktan, khususnya dalam pengadaan saprodi dan pembelian gabah.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009
129
d. Dari hasil analisis SWOT, strategi yang tepat dilakukan adalah strategi pertumbuhan, dengan langkah efektif seperti : (1) memperluas wilayah pemasaran, (2) memperkuat kemitraan, (3) meningkatkan promosi, (4) meningkatkan implementasi jaminan mutu dan (5) penguatan kelembagaan. e. Dari berbagai analisis kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan, dapat dikatakan model pengadaan beras Pandanwangi bersertifikat ini bila akan direplikasi kedalam model pengadaan beras unggul lokal besertifikat, perlu dilakukan penyempurnaan atas model yang ada saat ini secara bertahap. Dalam hal ini struktur kemitraan yang menimbulkan ketergantungan petani atau organisasi petani terhadap perusahaan mitra secara bertahap harus direduksi sejalan dengan semakin berkembangnya usaha Gapoktan yang kuat dan mandiri (farmer enterprise). 2. Saran a. Diperlukan dukungan pemerintah dalam mensosialisasikan program sertifikasi beras dan mengedukasi masyarakat tentang kecurangan–kecurangan dalam perdagangan beras berlabel, sehingga dengan program ini di masa depan dapat diharapkan para produsen dan pedagang beras akan mencantumkan varietas beras yang dikemas secara jujur dan benar dalam menuju terciptanya persaingan yang sehat. b. Untuk membangun model pengadaan beras bersertifikat, seyogyanya program ini dirancang sebagai program multiyears, sehingga model ini benar-benar teruji dan dapat direplikasi di kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Untuk itu perlu dipersyaratkan dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat. Diantaranya dengan menerapkan sistem imbal swadaya, yaitu kabupaten terpilih wajib menyediakan dana dari APBD dan sistem lainnya adalah sistem hibah bersaing. c. Untuk memberi semangat kepada petani, pada tahap awal pengembangan model ini direkomendasikan adanya insentif bagi petani, seperti misalnya pemberian subsidi benih bersertifikat, subsidi pupuk, dan jaminan pembelian padi/gabah hasil panen melalui alokasi Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP), baik bersumber dari APBN maupun APBD. DAFTAR PUSTAKA Damardjati, D. 1995. Karakteristik Sifat dan Standadisasi Mutu Beras Sebagai Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Pengembangan Usaha. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian, Jakarta Ditjen PPHP. 2006. Evaluasi Kebijakan Impor Beras disampaikan pada Rapat Koordinasi Impor Beras, Surabaya 19 – 20 Juni 2006. Departemen Pertanian, Jakarta. Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. LPPM IPB. 2006. Pengembangan Model Sistem Agroindustri dan Pemasaran Beras Berlabel di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo, Jakarta Nielsen, AC. 2005. Kajian Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Departemen Perdagangan RI, Jakarta. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Saptana, A. Agustian, H. Mayrowani dan Sunarsih. 2006. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Tjakrawiralaksana, A. dan Soeriaatmadja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Jurnal MPI Vol. 4 No. 1. Februari 2009