ANALISIS KUALITAS KELEMBAGAAN DAN PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN GAPOKTAN Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang
ANGGI PRESTI ADINA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan: Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Anggi Presti Adina H44080040
ii
RINGKASAN ANGGI PRESTI ADINA. Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang). Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT. Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13-14% dan menyerap tenaga kerja sebesar 42,61-43,03 juta orang pada tahun 2008-2009 (Daryanto 2010). Kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertanian yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Prima Tani terdiri atas dua bagian besar, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Penerapan Prima Tani ini dilaksanakan di beberapa daerah terpilih, salah satunya adalah Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dan (2) mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. Analisis kelembagaan dilakukan dengan metode deskriptif meliputi analisis aktor dan analisis konten untuk aturan main. Analisis biaya transaksi, analisis kualitas kelembagaan dengan parameter berupa kejelasan dan keefektivan kelembagaan dan analisis keberhasilan gapoktan dengan parameter berupa kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry. Gapoktan Desa Banyuroto merupakan kelembagaan petani formal yang memiliki struktur dan infrastruktur (aturan main) kelembagaan yang sudah baik. Gapoktan Desa Banyuroto juga bekerjasama dan mempunyai hubungan yang harmonis antar aktor serta antar stakeholders terkait. Total biaya transaksi yang dikeluarkan untuk kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto mencapai Rp 533.980.000. Biaya transaksi ini ada yang hanya dikeluarkan sekali ada yang rutin dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu biaya pembentukan kelembagaan, biaya sosialisasi kelembagaan, dan biaya operasional bersama. Kualitas dari kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto tersebut mampu mendorong motivasi dan partisipasi petani untuk terus menjaga semangat pertanian selaras dengan perkembangan dan inovasi teknologi pertanian serta menyelesaikan permasalahan yang ada secara bersama-sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto berdampak terhadap peningkatan kemandirian petani secara teknik bertanam, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. Kata kunci:
kelembagaan gapoktan, kualitas kelembagaan, kesejahteraan petani, keberlanjutan pertanian, biaya transaksi.
iii
ANALISIS KUALITAS KELEMBAGAAN DAN PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN GAPOKTAN Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang
ANGGI PRESTI ADINA H44080040
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv
Judul
Nama NRP
:
Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang) : Anggi Presti Adina : H44080040
Disetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Diketahui Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
v
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih pertama kali penulis tujukan kepada Allah SWT dan junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada: 1.
Ibunda Ilmiyati, Almarhum Ayahanda Sunarto, Mbah putri Sofijatun, dan Paman Mughni Maghfur, Adik-adikku Reza Kunarto, Faiq Affan Akbar, dan Faishal Zuhdi, serta Septian Senandaryansyah, terima kasih atas doa, nasihat, kebaikan, kasih sayang serta semangatnya kepada penulis.
2.
Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik dan lancar.
3.
Ir. Ujang Sehabudin selaku penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen perwakilan Departemen ESL.
4.
Segenap Dosen dan Staf pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
dan
Departemen
Konservasi
Sumberdaya
Hutan
dan
Ekowisata. 5.
Seluruh anggota dan pengurus Gapoktan Desa Banyuroto, penyuluh, staf BPTP Jawa Tengah, PSEKP, dan Kementerian Pertanian RI.
6.
Teman-teman satu bimbingan skripsi Miftahurrohmah, Arindy Pratiwi, Anneke Puspasari, Esti Rahmaniah, Riakantri, dan Ai Surya Buana.
7.
Seluruh keluarga besar ESL 45 ENVIRANGERS Sausan, Elok, Yogi, Dian, Fauziah, Mephy, Indi, Ajeng, Anggi A, dan Novrika, Himpro REESA ESL FEM IPB, BEM FEM IPB, dan Rumah Kos Harmony 2 Eby dan Precia, serta Agung Kurniawan yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi.
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat, nikmat, dan berkah yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kualitas Kelembagaan Dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang)” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu langkah dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah menganalisis kualitas kelembagaan dan tata kelola Gapoktan Desa Banyuroto dan mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. Dengan menggunakan analisis kelembagaan, penelitian ini menjelaskan bagaimana tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto serta persepsi petani anggota terhadap peran yang ditimbulkan oleh adanya gapoktan tersebut. Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pihak yang terkait dengan penelitian ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjukNya kepada kita semua. Amin.
Bogor, Juli 2012
Anggi Presti Adina H44080040
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................... .............................................................
xi
DAFTAR GAMBAR.. ...........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN.. .......................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN........................ .......................................................
1
Latar Belakang................................................................. Perumusan Masalah..... .................................................... Tujuan Penelitian..... ........................................................ Manfaat Penelitian... ........................................................ Ruang Lingkup Penelitian... ............................................
1 5 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA.... .................................................................
9
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
2.1.
Definisi Kelembagaan. .................................................... 2.1.1. Kelembagaan Petani.. ........................................ 2.1.2. Kualitas Kelembagaan Petani............................ Persepsi.. .......................................................................... Kemandirian Petani..... .................................................... Kesejahteraan Petani... .................................................... Pertanian Berkelanjutan................................................... Biaya Transaksi.. ............................................................. Penelitian Terdahulu.... ....................................................
9 12 15 17 18 20 19 22 24
III. KERANGKA PEMIKIRAN... ..........................................................
27
2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7.
3.1.
Kerangka Pemikiran Operasional... .................................
27
IV. METODE PENELITIAN. ................................................................
30
4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Waktu dan Lokasi Penelitian.. ......................................... Data dan Sumber Data.. ................................................... Metode Penentuan Sampel Penelitian.. ........................... Metode dan Prosedur Analisis Data.. .............................. 4.4.1. Analisis Tata Kelola dan Kualitas Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto... ............................. 4.4.1.1. Analisis Biaya Transaksi.... ............................... 4.4.1.2. Analisis Kualitas Kelembagaan.. ...................... 4.4.2. Analisis Keberhasilan Gapoktan.. .....................
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. .............................. 5.1. 5.2. 5.3.
Kondisi Topografi.. ......................................................... Kondisi Penduduk Desa Banyuroto................................. Gapoktan Desa Banyuroto.. .............................................
30 30 32 32 33 34 35 36 40 40 41 43
viii
VI. TATA KELOLA DAN KUALITAS KELEMBAGAAN GAPOKTAN DESA BANYUROTO.. ............................................. 6.1. 6.2.
6.3.
6.4.
Struktur Gapoktan Desa Banyuroto................................. Infrastruktur Kelembagaan.. ............................................ 6.2.1. Aturan Formal ................................................... 6.2.2. Aturan Informal ................................................. 6.2.3. Boundary Rule ................................................... 6.2.4. Aturan Monitoring dan Sanksi.. ........................ 6.2.5. Aturan Penyelesaian Konflik dalam Kelembagaan........ ............................................. Biaya Transaksi Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.. ...................................................................... 6.3.1. Biaya Transaksi dalam Pembentukan Kelembagaan. .................................................... 6.3.2. Biaya Transaksi dalam Sosialisasi Kelembagaan.. ................................................... 6.3.3. Biaya Operasional Bersama... ........................... Analisis Kualitas Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto............................ ............................................ 6.4.1. Kejelasan Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. ......................................................... 6.4.1.1. Susunan Kepengurusan Kelembagaan.. ............ 6.4.1.2. Kinerja Pengurus Kelembagaan. ....................... 6.4.1.3. Periode Pergantian Kepengurusan. ................... 6.4.1.4. Aturan Kelembagaan.... ..................................... 6.4.1.5. Pengetahuan Anggota Terhadap Kelembagaan.. ................................................... 6.4.2. Keefektivan Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto................. ......................................... 6.4.2.1. Partisipasi dalam Kelembagaan.. ...................... 6.4.2.2. Efektivitas Kelembagaan...................................
VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY....................... .................................. 7.1.
7.2.
Karakteristik Responden. ................................................ 7.1.1. Tingkat Umur.. .................................................. 7.1.2. Tingkat Pendidikan. .......................................... 7.1.3 Pekerjaan Utama. .............................................. 7.1.4 Penguasaan Lahan.. ........................................... 7.1.5. Alasan Memilih Menjadi Petani Strawberry .... . Kemandirian Petani. ........................................................ 7.2.1. Peran Gapoktan terhadap Bargaining Postion Petani............. .................................................... 7.2.2. Kemandirian Petani Secara Teknik Bertanam. .
47 47 55 55 60 61 62 63 64 66 67 67 67 68 68 69 70 71 71 72 72 74
77 77 77 77 78 78 79 80 81 83
ix
7.2.3.
7.3.
7.4.
7.5.
Kemampuan Petani Memenuhi Kebutuhan Permodalan.. ...................................................... Kesejahteraan Petani................. ...................................... 7.3.1. Peningkatan Pendapatan Petani. ........................ 7.3.2. Nilai Tukar Petani.. ........................................... Keberlanjutan Pertanian.. ................................................ 7.4.1. Penggunaan Pestisida Organik.. ........................ 7.4.2. Penggunaan Pupuk Organik.. ............................ 7.4.3. Pencemaran Air dan Tanah. .............................. Analisis Kualitas Kelembagaan dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Kemandirian, Kesejahteraan Petani, dan Keberlanjutan Pertanian Strawberry.............
83 85 85 89 89 90 91 93
93
VII. KESIMPULAN DAN SARAN.. ..................................................... Kesimpulan... ................................................................... 8.1 8.2 Saran.. ..............................................................................
96 96 97
DAFTAR PUSTAKA... ..........................................................................
98
LAMPIRAN... .........................................................................................
102
RIWAYAT HIDUP.. ...............................................................................
115
x
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Parameter atau Indikator, dan Cara Mengumpulkan serta Analisis Data. ......
31
2.
Matriks Analisis Kelembagaan. .....................................................
33
3.
Matriks Hubungan Antar Aktor Maupun Antar Stakeholder dalam Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.. .........................
34
4.
Matriks Analisis Kualitas Kelembagaan.. .....................................
35
5.
Matriks Analisis Keberhasilan Gapoktan.. ....................................
37
6.
Data Penduduk Desa Banyuroto.. ..................................................
42
7.
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Keharmonisan Antar Aktor............................................................
53
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Sinergisme Antar Aktor.. ...............................................................
53
9.
Kegiatan Program Prima Tani 2005-2007..... ................................
54
10.
Aturan Main Eksternal dalam Gapoktan.. .....................................
56
11.
Aturan Main Internal Gapoktan Desa Banyuroto.. ........................
58
12.
Aturan Informal Gapoktan Desa Banyuroto.. ................................
61
13.
Biaya Transaksi Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. ..........
66
14.
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Kelengkapan Kelembagaan.. ........................................
69
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Uraian Kerja Pengurus Kelembagaan.. .........................
70
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Periode Pergantian Pengurus.. ......................................
70
Sebaran Pengetahuan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Kelembagaan.. ...............................................................
72
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Berdiskusi.. ....................................................................................
73
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Motivasi dalam Kelembagaan.. .....................................
74
8.
15. 16. 17. 18.
19.
xi
20.
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Penerimaan Inovasi Teknologi dan Inovasi Kelembagaan.. ...............................................................................
75
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Tingkat Kegunaan Kegiatan Kelembagaan.. .................
75
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Bargaining Position Petani............................................
82
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Kemandirian Petani Secara Teknik Bertanam... ............
83
Peran Gapoktan Memfasilitasi Kebutuhan Permodalan Anggota..........................................................................................
84
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Kemampuan Petani dalam Memenuhi Kebutuhan Permodalan... ...............................................................
85
26.
Analisis Usahatani Strawberry Desa Banyuroto.. .........................
87
27.
Nilai Tukar Petani Strawberry Gapoktan Desa Banyuroto.. .........
89
28.
Penggunaan Pestisida Anorganik dalam Pertanian Strawberry.. ...................................................................................
90
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Tingkat Penggunaan Pestisida Organik.. .....................
91
Penggunaan Pupuk Anorganik dalam Pertanian Strawberry... ..................................................................................
92
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Tingkat Penggunaan Pupuk Organik... .........................
92
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Pencemaran Air dan Tanah di Desa Banyuroto.. ..........
93
Matriks Analisis Kualitas Kelembagaan dengan Outcome.. .........
94
21. 22. 23. 24.
25.
29. 30. 31. 32. 33.
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional. .................................................
29
2.
Unsur Pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto.. .............................
45
3.
Struktur Organisasi Gapoktan Desa Banyuroto.. ...........................
48
4.
Struktur Hubungan Gapoktan Desa Banyuroto dengan Stakeholder terkait..... ....................................................................
52
Biaya Transaksi dalam Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. .....................................................................................
65
6.
Sebaran Tingkat Umur Anggota Gapoktan Desa Banyuroto. .......
77
7.
Sebaran Tingkat Pendidikan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto.
78
8.
Sebaran Penguasaan Lahan oleh Anggota Gapoktan Desa Banyuroto. .....................................................................................
79
Sebaran Alasan Memilih Menjadi Petani Strawberry oleh Anggota Gapoktan Desa Banyuroto.. ...........................................................
80
10.
Perbandingan Harga Jual Antar Produk Pertanian. .......................
87
11.
Perbandingan Pendapatan per Bulan Usahatani dalam Skala Usaha 0,1 ha...................................................................................
88
5.
9.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman
Peta Administratif Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.. ...................................................................
103
2
Dokumentasi Penelitian. ................................................................
104
3
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007 Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani......................
105
Tabel Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gapoktan Desa Banyuroto 2007-sekarang.. ................................................ ...
108
5
Kuesioner Penelitian... ...................................................................
111
7
Tabel Analisis Kualitas Kelembagaan........ ................................. ..
113
4
xiv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang butuh pangan setiap harinya. Sebagai sektor unggulan, pertanian dituntut untuk memainkan perannya secara optimal. Sektor ini diharapkan tidak hanya mampu menjadi tumpuan harapan seluruh petani selaku pelaku usaha tetapi juga dapat dijadikan basis pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13-14% dan menyerap tenaga kerja sebesar 42,61-43,03 juta orang pada tahun 2008-2009 (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan bahwa pertanian juga dapat dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan atau pertumbuhan yang berkualitas. Sehingga, kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertanian yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya dengan sumberdaya pendukung pertanian, seperti lahan yang subur, air yang melimpah, dan lain-lain. Namun, petani di Indonesia masih terjebak dalam persoalan rendahnya pendapatan yang berimbas pada rendahnya penciptaan modal, skala usaha yang tidak efisien, dan produktivitas yang rendah. Dampak domino ini akan sangat
1
mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di desa di Jawa Tengah adalah 3.110.200 jiwa sedangkan di kota hanya 2.258.900 jiwa1. Padahal, pusat pembangunan pertanian sebagian besar terdapat di desa. Hal ini juga kontras dengan kenyataan bahwa lapangan usaha pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada tahun 2005-2009 dengan jumlah Rp 44.806.485.330.000 (BPS Jawa Tengah 2009). Pertanian yang dalam paradigma pembangunan daerah merupakan prime over untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat, perlu mendapatkan perhatian khusus pada mekanisme terutama pada hal distribusi dan pemasaran. Besarnya peran agribisnis tersebut tidak hanya menuntut adanya intervensi teknologi maju dan permodalan yang lebih besar, tetapi juga diperlukan peran kelembagaan
yang
semakin
memberikan
peluang
bagi
tumbuh
dan
berkembangnya pengembangan agribisnis (Maarif 1998). Oleh karena itu, kelembagaan yang kuat dan mandiri diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas panenan untuk mendukung ketersediaan pangan dalam negeri dan kesejahteraan rumah tangga petani. Kabupaten Magelang telah menetapkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan dan mendapat prioritas tinggi dalam memacu pembangunan bidang lain demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pemilihan sektor pertanian sebagai sektor andalan cukup relevan mengingat sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Magelang paling besar dibandingkan dengan sektor yang lain. Selain itu, pertanian juga telah
1
http://bps.go.id/kemiskinan/. diakses pada tanggal 26 November 2011.
2
berkontribusi secara nyata pada PDRB Kecamatan Sawangan. Sektor pertanian menyumbang sebanyak Rp 114.190.570.000 pada tahun 2010 dan tahun sebelumnya juga selalu terjadi peningkatan (BPS Kabupaten Magelang 2010). Menurut Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Magelang tahun 20052009, tujuan pembangunan di bidang pertanian ditetapkan sebagai berikut, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan membuka kesempatan kerja melalui pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir, (2) meningkatkan ketersediaan pangan, dan (3) terwujudnya kelembagaan pangan dan usaha dalam satu kesatuan ketahanan pangan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian tersebut, kebijakan
yang ditempuh adalah (1)
pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir dengan pendekatan kawasan, (2) membangun sistem ketahanan pangan, (3) pengembangan kelembagaan petani (Bappeda 2004). Penguatan kelembagaan usahatani di seluruh kawasan di Indonesia perlu untuk mendukung penjaminan ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia. Penguatan kelembagaan ini juga diperlukan agar harga komoditas di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar akibat adanya perubahan rezim pasar ke arah pasar persaingan bebas dan produk pertanian Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional. Bahkan, akibat adanya persaingan bebas ini, Indonesia mengalami kenaikan impor pangan yang pesat menjadi dua kali lipat (Pearson et al. 2003). Upaya peningkatan kemandirian dan kesejahteraan petani, serta pertanian yang berkelanjutan membutuhkan adanya sebuah kelembagaan. Melalui kelembagaan itulah setiap pihak terkait dapat bersama-sama mengkaji dan
3
mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi. Sudah sejak lama masyarakat perdesaan memiliki kelembagaan lokal yang berfungsi sebagai wadah dalam
menyelesaikan
beragam
permasalahan
secara
mandiri.
Namun,
kelembagaan lokal tersebut melemah dan terdistorsi karena tergerus oleh pembangunan yang terpusat dan masif. Ketika kelembagaan lokal melemah atau bahkan mati maka hal itu akan berdampak terhadap masalah hidup yang dialaminya. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
(Balitbang)
Pertanian
telah
menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) sebagai salah satu program utamanya yang sudah mulai dilaksanakan sejak perencanaannya pada tahun 2005. Sasaran Prima Tani adalah terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif (Simatupang 2004). Prima Tani terdiri atas dua bagian besar, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Artinya, perhatian terhadap permasalahan kelembagaan mengambil separuh, atau mungkin lebih dari seluruh rangkaian aktivitas di Prima Tani (Sudaryanto 2006). Penerapan Prima Tani ini dilaksanakan di beberapa propinsi terpilih, salah satunya adalah Propinsi Jawa Tengah dengan salah satu kecamatan sasarannya adalah Kecamatan Sawangan. Prima Tani dapat dipandang sebagai sebuah bentuk rekayasa sosial melalui pendekatan kelembagaan. Berbagai bukti selama ini menunjukkan bahwa kendala kelembagaan sering menjadi penghalang serius dalam pelaksanaan programprogram pemerintah. Dalam konteks ini, penyempurnaan sebuah bangun kelembagaan akan jauh lebih berhasil apabila pembelajaran dilakukan semenjak tahap awal. Prima Tani merupakan suatu model atau konsep baru diseminasi
4
teknologi
dan
kelembagaan
yang
bertujuan
untuk
mempercepat
dan
mengefektifkan informasi dan teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian khususnya Balitbang Pertanian kepada petani (Syahyuti 2005) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah telah melakukan introduksi teknologi dan kelembagaan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Desa Banyuroto memiliki agroekosistem lahan kering dataran tinggi beriklim basah, menjadi tempat pelaksanaan Prima Tani sejak tahun 2005. Pelaksanaan Prima Tani tersebut juga dikaitkan dengan program pengembangan kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dengan fokus kegiatan pengembangan agrowisata di lingkungan Ketep Pass dan pengembangan sistem agribisnis di Desa Banyuroto. Kajian mengenai kualitas suatu kelembagaan pertanian seperti gapoktan perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana gapoktan berperan dan memberikan kontribusi dalam kegiatan usahatani petani anggotanya maupun terhadap petani selaku aktor dalam kelembagaan. Peran gapoktan yang dianalisis berdasarkan persepsi petani anggotanya adalah kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. 1.2. Perumusan Masalah Program Prima Tani berupaya mengembangkan kemandirian bagi petani untuk dapat melanjutkan sendiri aktivitas yang telah dimulai yang sebelumnya didukung oleh berbagai pihak luar. Untuk menunjang kemandirian, Prima Tani menghindari pemberian bantuan yang tidak mendidik dan menimbulkan ketergantungan. Pemberian bantuan berupa perangkat keras teknologi berupa bibit, pupuk, obat-obatan, dan alsintan, sejauh mungkin dihindarkan. Pemberian
5
bantuan kepada petani dilakukan jika hal itu pemberian insentif, namun demikian hal ini tidak dalam skala besar dan bersifat gratis. Jika harus memberikan bantuan modal, maka hal itu harus berupa pinjaman yang harus dikembalikan secara tepat waktu (Syahyuti 2005). Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, merupakan salah satu desa tempat pelaksanaan program Prima Tani dengan penumbuhan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto sebagai bentuk wadah komunikasi antar kelompok tani yang ada di desa Banyuroto dengan lingkungan eksternal. Selain itu, Gapoktan Desa Banyuro dibentuk agar kegiatan penyuluhan pertanian terpusat, cepat, dan efektif penyampaiannya kepada seluruh petani di Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto juga memainkan peran utamanya sebagai tempat berhimpunnya para petani bertukar informasi mengenai usahatani mereka dan menghidupkan semangat pertanian selaras dengan perkembangan teknologi. Sebuah rancang bangun kelembagaan seperti gapoktan tentunya memiliki struktur dan infrastruktur kelembagaan didalamnya, serta pembagian peran, tanggung jawab, dan interaksi antar aktor. Kualitas kelembagaan juga perlu dilihat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan keefektivan sebuah kelembagaan bekerja. Penelitian tentang kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto ini perlu untuk mengetahui bagaimana peran kelembagaan gapoktan tersebut dalam mencapai keberhasilannya terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, yang dianggap merupakan indikator keberhasilan gapoktan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6
1.
Bagaimana tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto?
2.
Bagaimana peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kemandirian dan kesejahteraan ekonomi petani serta sistem pertanian yang berkelanjutan?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
2.
Mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan penguatan kelembagaan dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani terutama yang berkaitan dengan pertanian strawberry.
2.
Bagi petani dan kelompok tani dapat memperoleh informasi dan masukan mengenai upaya peningkatan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian.
3.
Bagi kalangan akademisi merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut secara lebih mendalam pada pengembangan metodologi maupun pengembangan komoditas strawberry yang efisien, produktif,
7
berdaya saing, dan berkelanjutan di Indonesia serta pengembangan kemandirian dan kesejahteraan petani. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto pada program Prima Tani, yaitu meliputi menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dan mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. Strawberry dipilih sebagai produk pertanian yang dibahas dalam penelitian ini karena inovasi tanaman strawberry dianggap aplikatif dan paling baik memberikan hasil dan berpengaruh terhadap kegiatan usahatani para petani anggota.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kelembagaan Kelembagaan menurut Uphoff (1992) dan Fowler (1992) adalah “a complex of norm and behavior that persist overtime by serving some socially valued purpose” sedangkan organisasi adalah struktur peran yang diakui dan diterima. Mengacu pada konsep kelembagaan yang diajukan oleh Gilin dan Gilin (1954) tentang tingkat kemantapan tertentu dari kelembagaan, Horton dan Hunt (1984) tentang rutinisasi dari kelembagaan, dan Uphoff (1986) dalam Saptana (2006) yang menyatakan bahwa kelembagaan sebagai pola perilaku yang stabil, dihargai dan berlaku dalam waktu yang lama, maka bagian pokok lainnya yang penting untuk diperhatikan dalam pembahasan mengenai kinerja kelembagaan adalah tentang pola perilaku atau pola interaksi yang terjalin antar pelaku dalam suatu kelembagaan. Kata kelembagaan merujuk kepada sesuatu yang bersifat mantap yang hidup di dalam masyarakat (Koentjaraningrat 1997). Secara konseptual, kelembagaan berasal dari istilah pranata yang mengandung pengertian sebagai padanan institution dan pranata sosial sebagai social institution. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang. Kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola, berfungsi untuk tujuantujuan tertentu dalam masyarakat, ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern, dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial. Mengacu pada pendapat Berger dan Luckman (1966) dalam Saptana (2006), untuk membahas kelembagaan ekonomi ada beberapa aspek yang harus dilihat
9
yaitu pelaku yang mendukung dan mengonstruksi kelembagaan ekonomi tersebut sekaligus dengan status dan perannya, juga aturan main yang berlaku dan dikonstruksi oleh para pelaku. Menurut North (1993) dalam Sudaryanto (2005) kelembagaan ekonomi dibentuk oleh aturan-aturan formal berupa rule, laws, dan constitutions, dan aturan informal berupa norma, kesepakatan, dan lain-lain. Seluruhnya merupakan penentu bagaimana terbentuknya struktur masyarakat dan kinerja ekonominya yang spesifik. Menurut Pakpahan (1989) dalam Elizabeth (2010), suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama, yaitu: (1) yurisdiction of boundary (batas yurisdiksi), (2) property right (hak kepemilikan), (3) rule of representation (aturan representasi). Perubahannya menghasilkan performance yang diinginkan, dan ditentukan oleh: (1) sense of community (perasaan sebagai satu masyarakat), (2) eksternalitas, (3) homogenitas, dan (4) economic of scale (skala ekonomi). Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma-norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu. Karena itu kita mengenal kelembagaan pendidikan, kelembagaan ekonomi, agama, dan lain-lain. Jadi, dunia berisi kelembagaan-kelembagaan dan manusia pasti masuk kelembagaan tersebut (Sudaryanto 2005). Salah satu ciri umum kelembagaan adalah adanya suatu tingkat kekekalan atau kemapanan (Gilin dan Gilin 1954 dalam Saptana 2006) sehingga aturan main dalam suatu kelembagaan juga telah berlaku dalam waktu yang cukup lama, dan mungkin masih akan berlaku dalam jangka waktu yang lama lagi. Namun jika mengacu pada pendapat Granovetter dan Swedberg (1992) yang menyatakan
10
bahwa kelembagaan ekonomi dikonstruksikan secara sosial, maka juga tidak tertutup kemungkinan adanya konstruksi ulang mengenai aturan main yang berlaku. Mengacu pada pendapat di atas, maka pembahasan mengenai aturan main dalam kelembagaan ini akan mencakup tentang aturan main itu sendiri dan perubahan-perubahan yang terjadi pada aturan main, serta bagaimana dan oleh siapa aturan main tersebut dikonstruksi. Selain pengertian diatas, kelembagaan dapat diarahkan sebagai organisasi. Dalam aspek kelembagaan terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain. Sementara aspek keorganisasian berisi struktur, peran, hubungan antar pesan, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riil, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaaan, klik, profil, pola kekuasaan, dan lain-lain (Sudaryanto 2005). Pada intinya, kelembagaan adalah jejaring yang terbentuk dari sejumlah, mungkin puluhan sampai ratusan interaksi atau bisa disebut kelembagaan sebagai interaksi yang berpola. Dari interaksi inilah dapat dipahami sebuah kelembagaan hanya dengan memahami bagaimana pola, ciri, dan bentuk sebuah interaksi dan dalam satu kelembagaan, sebagian besar interaksi berbentuk sama. Dalam proses pengembangan kelembagaan, beberapa prinsip ini perlu dijadikan pegangan (Sudaryanto 2005), yaitu:
Pahami setting masyarakat setempat, karakteristik dan konfigurasi ekonomi, politik, dan sosial setempat, serta level kolektivitas dan individualitasnya.
11
Bidang pekerjaan yang akan dilakukan, jenis, dan sifat interaksi yang ada di dalamnya, serta adanya motivasi sosial dan ekonomi yang tercampur didalamnya.
Pelajari kelembagaan yang sudah ada di masyarakat, aktivitas yang akan dijalankan, manfaat, dan masalah yang ada.
Kelompokkan basis kelembagaan yang sesuai untuk tiap aktivitas yang akan dijalankan, kecocokan, pola komunitas, pola pasar, pola pemerintah, dan basis pelayanan.
Pahami pula kekentalan kelembagaan yang sesungguhnya diperlukan, penguatan personal relation, personal network, dan organisasi. Kriteria kelembagaan untuk tujuan praktis yang dihubungkan dengan
pembentukan kelembagaan urutannya sebagai berikut (Suradisastra 2009): 1.
Terorganisir dan memiliki norma atau aturan yang ditegakkan.
2.
Memiliki cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai.
3.
Secara konsisten melakukan suatu fungsi secara berulang dan telah dilakukan dalam jangka cukup lama.
4.
Melakukan interaksi dengan lembaga lain sebagai manifestasi saling ketergantungan antar lembaga.
2.1.1. Kelembagaan Petani Bentuk dan peran kelembagaan petani saat ini masih sangat dipengaruhi oleh tuntutan dan strategi kebijakan pembangunan pertanian. Pemahaman sosial budaya dan kelembagaan membantu memilah faktor-faktor tertentu kedalam suatu urutan kegiatan yang mendekati kondisi kultural petani yang melakukan kegiatan usahatani masing-masing. Pemahaman sosial budaya meliputi penguasaan pranata
12
sosial dan tatanan sosial setempat. Termasuk dalam pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra 2009). Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai dengan kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan petani diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan untuk menyejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung atau tidak langsung, terasa atau tidak terasa, telah mengubah, mengerdilkan, atau melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun di sisi lain tidak dapat disangkal bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja kelembagaan petani ke arah yang lebih baik. Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan tindak komunal. Suatu lembaga struktur umumnya memiliki potensi kolektif yang berasal dari para anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. Memahami dan memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan social capital lain akan memberikan dampak yang diharapkan (Syahyuti 2007). Namun, kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Kedepan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan
13
harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri (Syahyuti 2007). Masalah utama pengembangan kelembagaan petani adalah fakta bahwa pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal. Masalah lain dalam pengembangan lembaga organisasi petani adalah sikap sosial anggota kelembagaan dan masyarakat sekitarnya, terutama yang berkaitan dengan daya lenting sosial komunitas petani yang dilibatkan dalam pembentukan atau pengembangan lembaga petani di suatu wilayah. Tetapi saat ini, kelembagaan petani dalam hal ini adalah gapoktan, diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti 2007). Pengembangan gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian, serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya. Terhadap pedagang saprotan maupun pedagang hasil-hasil pertanian, gapoktan
14
diharapkan dapat menjalankan fungsi kemitraan dengan adil dan saling menguntungkan. Setidaknya terdapat tiga peran pokok yang diharapkan dapat dimainkan oleh gapoktan. Pertama, gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Kedua, gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Ketiga, mulai tahun 2007, gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) sehingga dapat menerima dana penguatan modal, yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh. 2.1.2. Kualitas Kelembagaan Petani Pengembangan kelembagaan bagi masyarakat petani dianggap penting karena beberapa alasan. Pertama, banyak masalah pertanian yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga petani. Berbagai pelayanan kepada masyarakat petani seperti pemberian kredit, pengelolaan irigasi, penjualan bahan-bahan pertanian, dan lain sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut dapat berperan sebagai perantara antara lembaga-lembaga pemerintah atau lembaga-lembaga swasta dalam rangka sebagai saluran komunikasi atau untuk kepentingankepentingan yang lain. Kedua, organisasi masyarakat memberikan kelanggengan atau kontinuitas pada usaha-usaha untuk menyebarkan dan mengembangkan teknologi, atau pengetahuan teknis kepada masyarakat. Ketiga, untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi yang terbuka (Anantanyu 2009).
15
Menurut Esman (1986) dalam Anantanyu (2009) pengembangan kelembagaan dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali yang; a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik atau sosial, b) menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubunganhubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan c) memperoleh dukungan
dan
kelengkapan
dalam
lingkungan
lembaga.
Efektivitas
pengembangan kelembagaan diukur berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kemampuannya untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa bagi orang dengan kategori tertentu dan kemampuannya mempertahankan hidupnya dalam suatu jaringan dari unit-unit yang saling mengisi yang memajukan tingkat pertumbuhan sosial-ekonomi (Eaton 1986 dalam Anantanyu 2009). Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain: 1.
Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah, kebutuhan, dan minat calon anggota.
2.
Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan.
3.
Status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama anggota, dibanding bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri.
16
4.
Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya.
5.
Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok.
6.
Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup kelompok.
7.
Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektivan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.
2.2.
Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih,
mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Buzzell 1981 dalam Kotler et al. 2009). Sedangkan Herminta (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilakukan individu dalam mengelola dan menafsirkan kesan indra mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka, meskipun demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang
17
berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Poin pentingnya adalah bahwa persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama. Setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998). Rakhmat (1998) juga menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimulus. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan) yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson 1986). 2.3.
Kemandirian Petani Kemandirian merupakan totalitas kepribadian yang perlu atau harus
dimiliki oleh setiap individu sebagai sumberdaya manusia (Nawawi dan Martini 1994). Kemandirian menunjuk pada individualitas bukan individualistis atau individualisme
atau
bahkan
egoisme.
Kemandirian
adalah
kemampuan
mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia, untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu. Globalisasi tidak dapat dilepaskan dari suatu karya manusia yang unik, yaitu teknologi dengan segala perwujudan dan perkembangannya. Sukardi (1993) menyatakan bahwa menyatunya dunia, sebagai kata lain dari globalisasi, hanya dimungkinkan melalui pengembangan teknologi. Kehadiran ilmu pengetahuan
18
dan teknologi modern secara lebih lanjut memungkinkan manusia untuk mengeksplorasi, memanipulasi, dan mentransformasikan lingkungannya menjadi suatu lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Kesempatan dan pilihan muncul sebagai akibat pembangunan, dengan adanya globalisasi, hal tersebut tidak lagi hanya berasal dari lingkungannya, tetapi juga dari belahan dunia lain. Di dunia pertanian, kesiapan petani menghadapi era globalisasi adalah menyangkut kualitas perilaku petani dalam konteks kesiapan petani. Kesiapan petani akan menentukan sejauh mana petani mampu mandiri. Pengertian petani mandiri disini adalah petani terbebas dari kungkungan dan ketergantungan dan subordinasi dari pihak lain dalam mengambil dan melaksanakan keputusan hidupnya (Sumardjo 1999). Covey (1993) tentang kemandirian, petani yang mandiri adalah petani yang mampu menciptakan kesalingtergantungan dan duduk setara dalam pola kolegial (kemitraan) dengan pihak lain. Keputusan yang diambil petani idealnya adalah keputusan yang merdeka dan dinilai secara sadar oleh petani tersebut sebagai keputusan yang paling menguntungkan. Dalam konteks pertanian berkelanjutan di era globalisasi ekonomi, kemandirian petani tersebut akan mantap apabila potensi petani tersebut diwarnai dengan aspek-aspek perilaku petani yang berciri modern, efisien dalam bisnis pertanian dan daya saing yang menghasilkan keterkaitan yang berkesinambungan. Ciri-ciri kemandirian petani menurut Edward (1967), Inkeles dan Smith (1974), Covey (1995), Faulkner dan Browman (1995) dalam Sumardjo (1999) adalah sebagai berikut:
19
1.
Petani mandiri mempunyai rasa percaya diri dan mampu memutuskan atau mengambil suatu tindakan yang dinilai paling menguntungkan secara cepat, dan tepat dalam mengelola usahanya di bidang pertanian tanpa tergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, baik itu berupa perintah, ancaman, petunjuk atau anjuran.
2.
Senantiasa mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhannya akan pentingnya memperbaiki diri dan kehidupannya, serta punya inisiatif dan kemauan keras untuk mewujudkan harapannya.
3.
Mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara sehingga terjadi kesalingketergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan.
4.
Mempunyai daya saing yang tinggi dalam menetapkan pilihan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya.
5.
Senantiasa berusaha memperbaiki kehidupannya melalui berbagai upaya memperluas
wawasan
berfikir
dan
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilannya, sehingga berespon secara positif terhadap perubahan situasi dan berusaha secara sadar mengatasi permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat. 2.4.
Kesejahteraan Petani Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat
perdesaan adalah melalui penerapan inovasi teknologi, khususnya teknologi pertanian. Menurut Bustanul (2000), perubahan sistem perekonomian perdesaan akibat inovasi teknologi akan merangsang inovasi kelembagaan, perubahan sistem
20
nilai, inovasi institusi, dan sebagainya yang mengarah kepada perputaran inovasi IPTEK. Kinerja indikator kesejahteraan ekonomi petani dapat digambarkan melalui lima aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda kesejahteraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran rumah tangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga, (4) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (5) perkembangan nilai tukar petani (NTP) (Sadikin dan Subagyono 2008). 2.5.
Pertanian Berkelanjutan Selama ini indikator sukses pertanian kita adalah sekedar jumlah atau hasil
produksi pertanian, untuk memenuhi permintaan pasar. Dalam pertanian berkelanjutan, tujuan yang ingin dicapai bukanlah sekedar target produksi jangka pendek, tetapi lebih ditekankan pada upaya keberlanjutan sistem produksi jangka panjang. Sehingga inovasi yang dilakukan, dalam pertanian berkelanjutan adalah dalam rangka peningkatan secara optimal proses-proses biologi dan ekologi dalam ekosistem (Manuwoto 1998). Untuk inilah, kini saatnya terutama para penyuluh pertanian untuk mengajari petani tentang cara-cara mengembangkan kesuburan tanah, prinsip pengendalian hama alami dan pengoptimalisasi peran musuh alami, pengelolaan tanaman (memilih jenis, pola tanam, mengatur waktu tanam yang tepat) guna memanipulasi interaksi musim tanaman dan hama. Hal lain, harus dipikirkan pula pengembangan jenis-jenis kultiva tanaman yang tidak banyak membutuhkan pupuk dan relatif tahan terhadap hama dan penyakit. Pengembangan varietas
21
unggul lokal (yang sudah beradaptasi sesuai dengan kondisi setempat) perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bibit unggul spesifik lokasi. Untuk menjamin keseimbangan agar terciptanya keberlanjutan ada tiga unsur yang harus diperhatikan. Pertama, kegiatan pertanian itu tidak menguras sumberdaya alam dan juga tidak merusak lingkungan. Kedua, kegiatan pertanian itu dilaksanakan secara efisien dan ekonomis sehingga memberikan keuntungan bagi pelaku-pelakunya tidak saja pada saat ini tapi juga bagi pelaku-pelaku pada generasi mendatang. Kemudian yang ketiga adalah harus dapat mengantisipasi perubahan karena perubahan itu pasti terjadi pada lingkungan yang dinamis ini (Manuwoto 1998). 2.6.
Biaya Transaksi Biaya transaksi adalah biaya yang ditimbulkan dalam melakukan transaksi
ekonomi. Dalam pengertian yang lain, biaya transaksi adalah biaya untuk menentukan dan memberlakukan hak-hak kepemilikan atas barang dan jasa (Coase 1960). Jenis biaya transaksi, yaitu: 1.
Biaya mencari informasi yaitu biaya yang ditimbulkan untuk memperoleh informasi mengenai barang yang diinginkan dari pasar (misalnya biaya untuk memperoleh harga termurah, kualitas terbaik, dan variasi jenis barang).
2.
Biaya membuat kontrak atau negosiasi (bargaining cost) yaitu biaya yang diperlukan untuk menerima suatu persetujuan/kontrak dengan pihak lain atas suatu transaksi (misalnya biaya notaris).
3.
Biaya monitoring yaitu biaya yang ditimbulkan karena adanya kegiatan untuk mengawasi pihak lain dalam
melaksanakan kontrak (misalnya,
22
biaya cek kualitas, cek kuantitas, cek harga, ketepatan waktu kirim, dan keamanan). 4.
Biaya adaptasi (selama pelaksanaan kesepakatan) yaitu biaya yang ditimbulkan karena dilakukannya penyesuaian-penyesuaian pada saat suatu kesepakatan transaksi dilakukan (misalnya penyesuaian biaya produksi karena kenaikan sebagian besar harga bahan baku). Penyebab terjadinya biaya transaksi adalah:
1.
Suatu kegiatan sering terjadi (frequent)
2.
Suatu kegiatan transaksi atas barang/jasa yang bersifat khusus (speciality)
3.
Kondisi ketidakpastian (uncertainty)
4.
Daya nalar yang terbatas (limited rationality)
5.
Perilaku spekulatif (opportunist) Pengelolaan
kelembagaan
pasti
memerlukan
biaya
transaksi.
Bagaimanapun untuk mencapai kesepakatan dalam kelembagaan memerlukan biaya transaksi. Minimumnya biaya transaksi akan mempunyai implikasi terhadap tercapainya komitmen kesepakatan bersama, yang pada akhirnya akan tercapai distribusi manfaat yang adil antar stakeholders dan kelestarian. Dalam notasi matematik:
Dimana: Xi
= Manfaat kelembagaan
Yj
= Biaya transaksi kelembagaan
i
= Jenis manfaat kelembagaan
j
= Jenis biaya transaksi
23
Biaya transaksi terdiri dari (i) pencarian informasi, (ii) manajemen stakeholders, dan monitoring, serta (iii) penegakan aturan dan kesepakatan, mencakup asuransi dan pencegahan konflik. Biaya informasi umumnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, yaitu biaya mengenai stakeholders yang berkepentingan, lokasi, peran, tupoksi, dan lain sebagainya. Kartodiharjo (2004) menyebutkan bahwa informasi tentang peran setiap aktivitas institusi tersebut sangat penting terutama untuk menghubungkan dengan struktur insentif. Karena setiap pembuatan konsensus atau kesepakatan juga perlu banyak informasi. Biaya manajemen stakeholders mencakup biaya koordinasi, sosialisasi, pertemuan, monitoring, dan lain sebagainya. 2.7.
Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian Hermanto (2007), Prima Tani di Desa Kertosari,
Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Musi Rawas (Mura), Propinsi Sumatera Selatan merupakan model percontohan sistem dan usaha agribisnis di lahan sawah intensif dengan mengembangkan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT). Kelembagaan tani yang telah ditumbuhkembangkan selama kurun waktu dua tahun berjalan (2005-2006) antara lain: (1) kelembagaan keuangan mikro perdesaan untuk mengatasi kelangkaan modal usaha dan kebutuhan konsumsi, (2) Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
oleh
petani
dalam
mengembangkan
usaha
agribisnisnya,
(3)
kelembagaan klinik agribisnis yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat petani dalam mewujudkan sistem kehidupan yang lebih baik, dan (4) kelembagaan kemitraan bermediasi dalam rangka membantu peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan efisiensi sistem pemasaran.
24
Dengan adanya pembinaan yang dilakukan secara intensif terhadap kelompok tani di Desa Kertosari, maka terciptalah suatu kelembagaan kelompok tani yang mampu memberikan suasana kepada anggotanya untuk masuk dalam sistem agribisnis. Hal ini juga ditunjukkan dari peranan kelompok yang semakin meningkat dalam pengembangan sistem agribisnis di perdesaan. Misalnya, beberapa kelompok tani telah menerapkan dan mempersiapkan sarana pertanian guna memenuhi kebutuhan anggotanya, baik bersifat barang maupun pendanaan (Hermanto 2007). Demikian halnya dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang baru dibentuk pada bulan September 2006 dengan pengurus terdiri atas manajer, sekretaris, dan bendahara. Unit usaha yang baru dikembangkan, yaitu: unit Alsintan dan unit produksi/pemasaran (bidang tanaman pangan, peternakan dan perikanan). Dalam unit usaha alsintan/pasca panen dihimpun semua bentuk usaha yang menggunakan alsintan dalam mendukung implementasi sistem dan usaha agribisnis. Pada unit produksi/pemasaran difokuskan untuk mendukung pengembangan usahatani padi dan penangkaran benih, penggemukan sapi, produksi jamur, pupuk, dan produksi ikan (Hermanto 2007). Selanjutnya klinik agribisnis juga telah dibentuk untuk mengembangkan pelayanan informasi teknologi dan agribisnis, pusat pelatihan petani dan tempat pertemuan teknis. Materi kegiatan klinik yang dikembangkan meliputi: (1) penguatan fasilitator melalui kegiatan pelatihan di bidang tanaman pangan, peternakan dan perikanan, pengelolaan perpustakaan dan pengelolaan peta peragaan inovasi teknologi, (2) pelayanan informasi teknologi (inisiasi perpustakaan), (3) konsultasi teknologi, (4) peragaan inovasi teknologi, seperti
25
peragaan penangkaran benih VUTB/VUB, pembuatan pupuk kompos kascing, pembuatan fermentasi jerami, teknologi budidaya jamur, dan pembuatan pakan formulasi (Hermanto 2007). Untuk kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari, klinik agribsinis di Desa Kertosari telah didukung oleh peneliti/penyuluh BPTP, staf dinas dan PPL. Keberadaan klinik tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Kertosari sebagai tempat untuk belajar, berkonsultasi dan mengetahui berbagai informasi inovasi teknologi pertanian dan pengembangan usaha agribisnis. Bahkan klinik ini juga telah dikunjungi oleh Bupati beserta rombongan dalam rangka penilaian PKK desa untuk diperlombakan. Dalam hal ini Desa Kertosari, tidak saja muncul sebagai pemenang PKK tingkat kabupaten, namun juga sebagai juara I untuk tingkat Propinsi Sumatera Selatan (Hermanto 2007).
26
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Operasional Keberhasilan gapoktan sangat ditentukan oleh struktur dan infrastruktur kelembagaan. Struktur kelembagaan yang dimaksud adalah struktur organisasi beserta pembagian fungsi, struktur, dan kewenangan. Keberadaan struktur organisasi beserta pembagian fungsinya akan sangat membantu kelancaran dalam menjalankan roda organisasi. Selain struktur, infrastruktur kelembagaan berupa aturan main (rule of the game) juga sangat menentukan arah gerak dan keberhasilan kelembagaan. Aturan main yang jelas yang mengatur hubungan antar aktor dan hubungan dengan pihak lain akan menjamin kepastian dan keberhasilan interaksi antar aktor dengan pihak lain. Maka untuk mengetahui keberhasilan kelembagaan gapoktan harus diawali dengan menganalisis aturan main yang berlaku pada gapoktan tersebut. Untuk lebih mengetahui secara lebih mendalam bagaimana kelembagaan tersebut bekerja, maka dilakukan pula analisis lebih jauh terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam gapoktan tersebut dan bagaimana pula kualitas hubungan antar aktor tersebut. Kualitas hubungan antar aktor diidentifikasikan oleh adanya harmonis, sinergi, konflik, dan lain-lain. Tentu saja aturan main yang baik akan tercermin dari kualitas hubungan antar aktor tersebut. Kelembagaan gapoktan merupakan sebuah wadah representasi yang diharapkan dapat
meningkatkan kemandirian, kesejahteraan
petani,
dan
keberlanjutan pertanian di suatu wilayah. Transfer inovasi spesifik lokasi mengenai pertanian dikelola melalui kelembagaan sehingga gapoktan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai wadah berhimpunnya interaksi berbagai
27
kelompok tani dengan lingkungan eksternal. Tata kelola yang demikian diharapkan dapat
meningkatkan kemandirian, kesejahteraan
petani,
dan
keberlanjutan pertanian di Desa Banyuroto. Namun kelembagaan itu sendiri seringkali kurang mengapresiasi kepentingan anggota. Oleh karenanya, perlu diadakan penelitian mengenai kualitas kelembagaan dalam mencapai tujuannya. Hubungan antar aktor yang baik merupakan insentif bagi gapoktan untuk terus bekerja mencapai tujuan yang diinginkan yaitu tercapainya kemandirian, kesejahteraan
petani,
dan
keberlanjutan
pertanian,
khususnya
komoditi
strawberry. Tujuan itu tidak mungkin tercapai tanpa adanya kelembagaan yang baik. Hasil studi ini diharapkan dapat menemukan hubungan antara kelembagaan (struktur dan infrastruktur), interaksi antar aktor, dan keberhasilan, tujuan serta target yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi pengelolaan gapoktangapoktan lainnya. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini disajikan pada Gambar 1 berikut ini.
28
KELEMBAGAAN GAPOKTAN DESA BANYUROTO
Struktur kelembagaan (susunan dan fungsi organisasi)
Infrastruktur Kelembagaan (aturan main)
Aktor Identifikasi aktor
Pola interaksi antar aktor (sinergi atau kompetisi)
Biaya Transaksi
Kualitas kelembagaan - Kemandirian petani -Kesejahteraan ekonomi petani - Keberlanjutan pertanian secara ekologi
Rekomendasi kebijakan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Keterangan: = Aspek yang dikaji = Komponen biaya transaksi = Rincian yang dikaji
29
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang tempat program Prima Tani dilaksanakan. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan lokasi tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengambilan data primer ke lapangan yang dilakukan mulai bulan Maret 2012 hingga selesai. 4.2. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan bantuan daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner). Adapun responden penelitian ini adalah petani anggota dan pengurus gapoktan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Magelang, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Gapoktan Desa Banyuroto, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, jurnal, buku, internet, maupun sumber lain yang dapat menyediakan data yang akan digunakan pada penelitian ini. Data primer meliputi data mengenai kemandirian petani, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, pola interaksi antar aktor, karakteristik kelembagaan dalam Gapoktan Desa Banyuroto, stakeholders yang berperan, dan analisis
kualitas
kelembagaan
terhadap
peningkatan
kemandirian
dan
kesejahteraan petani, serta keberlanjutan pertanian strawberry. Sedangkan data sekunder meliputi data tingkat kemiskinan, PDRB Kecamatan Sawangan, data
30
monografi desa, peraturan perundang-undangan, dan AD/ART Gapoktan Desa Banyuroto. Tabel 1 menyajikan matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, parameter, dan cara mengumpulkan serta analisis data. Tabel 1. Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Parameter atau Indikator, dan Cara Mengumpulkan serta Analisis Data No. 1.
2.
Tujuan Penelitian Menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
Mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry.
Parameter atau indikator Identifikasi kelembagaan meliputi: a. Tata kelola kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Aktor-aktor yang terlibat dan pola interaksinya seperti apa Analisis konten kelembagaan berupa aturan main, yang terdiri dari aturan eksternal (aturan-aturan yang terkait dengan gapoktan beserta seluruh komponennya), aturan internal (aturanaturan yang terkait dan berlaku di dalam keanggotaan gapoktan), boundary rule, peraturan mengenai monitoring dan sanksi, dan aturan mengenai penyelesaian konflik. Biaya transaksi yang timbul bisa berupa: biaya setting kelembagaan biaya sosialisasi kelembagaan biaya operasional bersama
Cara Mengumpulkan dan Analisis Data Wawancara langsung kepada key person atau leading actor dalam gapoktan yang terkait dan memiliki pengetahuan, analisis dokumen, Peraturan Menteri, atau AD/ART Gapoktan Desa Banyuroto dan menggunakan analisis biaya transaksi.
b. Kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Kejelasan kelembagaan: Struktur, aturan, dan pengetahuan anggota tentang kelembagaan. Keefektivan kelembagaan: Partisipasi dalam kelembagaan dan efektivitas kelembagaan.
Kuesioner mengenai persepsi yang disusun berdasarkan skala likert kepada seluruh petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto.
Kemandirian petani Bargaining position petani Kemandirian petani secara teknik bertanam kemampuan petani memenuhi kebutuhan modal Kesejahteraan ekonomi petani Perbandingan pendapatan petani Tingkat nilai tukar petani Keberlanjutan pertanian Penggunaan pestisida organik Penggunaan pupuk organik Pencemaran air dan tanah
Kuesioner kepada para petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto dan untuk mendapatkan nilai pendapatan petani dan nilai tukar petani, maka dihitung dengan menggunakan rumus.
31
4.3. Metode Penentuan Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data primer. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Sedangkan responden adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan persepsi pribadinya mengenai suatu objek penelitian. Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara secara mendalam (depth interview) menggunakan teknik pendekatan informan kunci (Key Informant Approach). Teknik pendekatan ini adalah teknik mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Famiola 2008). Dalam penelitian ini informan kunci (key person) yang dipilih diantaranya adalah petinggi gapoktan atau tokoh masyarakat setempat. Pemilihan informan kunci ini didasarkan pada asumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui dan memiliki pengalaman secara mendalam terkait dengan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Sedangkan responden adalah seluruh petani yang bergabung dan merupakan keterwakilan dari seluruh kelompok tani yang ada di bawah Gapoktan Desa Banyuroto yang berjumlah 28 orang. 4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu mengolah data hasil
32
wawancara kedalam
matriks, kemudian dilakukan
pengkodean.
Setelah
pengkodean data, tahap selanjutnya adalah penghitungan persentase responden dan merepresentasikannya secara deskriptif melalui tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel 2007. 4.4.1. Analisis Tata Kelola dan Kualitas Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik kelembagaan dan aturan Gapoktan Desa Banyuroto yang meliputi beberapa parameter yang bersifat kualitatif, yaitu: pertama, aktor dalam kelembagaan dianalisis dengan mengidentifikasi struktur kelembagaan yang terdapat dalam Gapoktan Desa Banyuroto. Kemudian masing-masing aktor tersebut diidentifikasi perannya dalam kelembagaan. Kedua, aturan main kelembagaan diklasifikasikan dalam lima bagian yaitu: (1) aturan formal, yang kemudian dibagi lagi menjadi aturan main eksternal dan internal; (2) aturan informal; (3) boundary rule; (4) monitoring dan sanksi; serta (5) aturan dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam pelaksanaan kelembagaan. Tabel 2 menyajikan matriks analisis kelembagaan gapoktan. Tabel 2. Matriks Analisis Kelembagaan Parameter Profil kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto: Identifikasi aktor dan karakteristik interaksi aktor dalam kelembagaan. Identifikasi infrastruktur kelembagaan baik secara internal maupun eksternal. Konten kelembagaan yang mengatur hubungan antar aktor secara internal: 1. Aturan formal 2. Aturan informal 3. Boundary rule 4. Monitoring dan sanksi 5. Penyelesaian konflik dalam kelembagaan.
Analisis Untuk mengetahui aktor-aktor utama dalam gapoktan dan mengetahui interaksi dari aktor-aktor tersebut. Aktor dianalisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi struktur kelembagaan dengan peran masing-masing aktor tersebut. Mengetahui kualitas hubungan antar aktor : harmonis, sinergi, konflik, dan lain-lain. Analisis konten untuk mengetahui aturan main yang berlaku dalam Gapoktan.
33
Selain itu, interaksi antar aktor maupun antar stakeholder dianalisis dari hasil kuesioner dengan parameter keharmonisan dan sinergisme antar aktor yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Tabel 3 berikut ini menyajikan matriks hubungan antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Tabel 3.
Matriks Hubungan Antar Aktor Maupun Antar Stakeholder dalam Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto
Indikator Interaksi antar aktor maupun antar stakeholder
Parameter Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto, kategorinya adalah: 1. Keharmonisan antar aktor Tinggi, jika semuanya berjalan selaras dan tidak ada konflik Sedang, jika masih terdapat konflik Rendah, jika sering terjadi konflik 2. Sinergisme antar aktor Tinggi, jika interaksi antar aktor saling mendukung dan bekerjasama Sedang, jika interaksi antar aktor kurang saling mendukung dan bekerjasama Rendah, jika interaksi antar aktor tidak saling mendukung dan bekerjasama
4.4.1.1. Analisis Biaya Transaksi Analisis biaya transaksi pada penelitian ini lebih difokuskan pada biaya setting, biaya sosialisasi, dan biaya untuk menjalankan organisasi. Biaya setting adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembentukan sebuah kelembagaan, kemudian biaya sosialisasi meliputi biaya untuk melakukan sosialisasi dan implementasi kelembagaan. Sedangkan biaya operasional meliputi biaya pengambilan
keputusan
(biaya
pertemuan
musyawarah
anggota),
biaya
operasional bersama, dan biaya kumpul rutin. Persamaan yang digunakan untuk biaya transaksi dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto adalah sebagai berikut:
34
TrC = ∑ Sij Keterangan:
TrC : Total Biaya Transaksi Sij
: Komponen Biaya Transaksi
4.4.1.2. Analisis Kualitas Kelembagaan Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis kualitas kelembagaan dalam mencapai
outcome kelembagaan
yaitu
peningkatan kemandirian,
kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry. Selain itu, kualitas kelembagaan dianalisis untuk mengetahui bagaimana kelembagaan gapoktan tersebut
selama ini bekerja menurut persepsi aktor-aktor yang bekerja di
dalamnya. Untuk melihat persepsi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kualitas kelembagaan, digunakan skala likert, yaitu antara 1sampai 3, dimana 3 = tinggi, 2 = sedang, dan 1 = rendah (Rianse dan Abdi 2009). Tabel 4 berikut ini menyajikan parameter dan indikator yang digunakan dalam analisis kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Tabel 4. Matriks Analisis Kualitas Kelembagaan Parameter 1. Kejelasan kelembagaan
2. Keefektivan kelembagaan
Indikator Kejelasan struktur kelembagaan meliputi: Kelengkapan susunan pengurus. Terdapat uraian kerja (pembagian tugas dan wewenang). Anggota kelembagaan mengetahui susunan pengurus. Anggota kelembagaan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Keteraturan waktu pergantian atau penyempurnaan pengurus kelembagaan. 2. Kejelasan aturan merupakan analisis untuk mengetahui aturan informal yang dibuat secara tertulis atau lisan. 3. Pengetahuan masyarakat terhadap kelembagaan. 1. a. b. c. d. e.
1. a. 2. a. b.
Partisipatif, indikatornya adalah: Demokrasi dalam kelembagaan Efektivitas kelembagaan Perubahan perilaku. Tingkat keberhasilan program.
Tabel parameter dan indikator analisis kualitas kelembagaan yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.
35
4.4.2. Analisis Keberhasilan Gapoktan Keberhasilan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto diindikasikan dengan adanya pengaruh dan peran kelembagaan terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. Kemandirian petani dalam penelitian ini mencakup persepsi anggota gapoktan tentang tingkat bargaining position petani dalam hal pemasaran produk pertanian, kemandirian petani secara teknik bertanam, dan kemampuan petani memenuhi kebutuhan permodalan ketika bergabung dalam Gapoktan Desa Banyuroto. Karakteristik keberlanjutan pertanian dilihat dari persepsi petani mengenai tingkat penggunaan pupuk dan pestisida organik, serta tingkat pencemaran air dan tanah yang ditimbulkan akibat kegiatan pertanian di Desa Banyuroto. Keberlanjutan
pertanian
dilihat
pada
inovasi
tanaman
strawberry
dan
pemakaiannya pada produk pertanian lain yang sudah biasa ditanam oleh para petani anggota. Kesemuanya kemudian dianalisis bagaimana kaitannya dengan kualitas kelembagaan gapoktan. Persepsi mengenai tingkat kemandirian petani dan keberlanjutan pertanian strawberry didapatkan melalui skala likert dengan skala 1 sampai 3. Sedangkan untuk
tingkat
kesejahteraan
petani
anggota
dilihat
melalui
parameter
perbandingan pendapatan antar usahatani dan nilai tukar petani. Kemudian dari semua hasil parameter outcome kelembagaan tersebut dianalisis secara deskriptif dan dikaitkan hubungannya dengan kualitas kelembagaan Gapoktan. Tabel 5 berikut ini menyajikan parameter dan indikator yang digunakan dalam analisis keberhasilan Gapoktan Desa Banyuroto.
36
Tabel 5. Matriks Analisis Keberhasilan Gapoktan Parameter 1. Kemandirian petani
Indikator Peningkatan bargaining position petani setelah bergabung dengan gapoktan, kategorinya adalah: - Tinggi, jika petani punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal. - Sedang, jika petani kurang punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal. - Rendah, jika petani tidak punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal. Kemampuan petani dalam teknik bercocok tanam strawberry, kategorinya adalah: - Tinggi, jika petani telah mampu bercocok tanam tanpa pendampingan dari penyuluh. - Sedang, jika petani telah mampu bercocok tanam masih ada pendampingan dari penyuluh. - Rendah, jika petani telah mampu bercocok tanam harus ada pendampingan dari penyuluh. Kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan permodalan untuk menjalankan usahataninya, kategorinya adalah: - Tinggi, jika petani mampu memenuhi kebutuhan dan tidak lagi kesulitan mengakses modal. - Sedang, jika kemampuan petani biasa saja dalam mengakses modal. - Rendah, jika petani tidak mampu dan sangat kesulitan mengakses modal.
2. Kesejahteraan ekonomi Petani
Untuk menghitung pendapatan petani merujuk pada Doll dan Orazen (1984) dalam Sahara et al. (2010) dan untuk menghitung nilai tukar petani merujuk pada Sunanto dan Sahardi (2006).
3. Keberlanjutan pertanian
Bagaimana tingkat penggunaan pestisida organik oleh para petani - Tinggi : jika petani sudah menggunakan pestisida organik dalam kegiatan bercocok tanamnya. - Sedang : jika petani masih mencampur pestisida organik dan anorganik dalam kegiatan bercocok tanamnya. - Rendah : jika petani tidak menggunakan pestisida organik dalam kegiatan bercocok tanamnya. Bagaimana tingkat penggunaan pupuk organik oleh para petani, kategorinya adalah: - Tinggi : jika petani sudah menggunakan pupuk organik dalam kegiatan bercocok tanamnya. - Sedang : jika petani masih mencampur pupuk organik dan anorganik dalam kegiatan bercocok tanamnya. - Rendah : jika petani tidak menggunakan pupuk organik dalam kegiatan bercocok tanamnya. Bagaimana persepsi petani terhadap pencemaran air dan tanah akibat kegiatan pertanian di Desa Banyuroto, kategorinya adalah: - Tinggi: jika tingkat pencemaran air dan tanah masih tinggi. - Sedang: jika tingkat pencemaran air dan tanah sedang. - Rendah: jika tingkat pencemaran air dan tanah rendah.
37
Karakteristik kesejahteraan ekonomi petani dilihat dari peningkatan pendapatan petani dan nilai tukar petani. Adanya Inovasi tanaman strawberry kemudian dianalisis apakah berdampak atau tidak terhadap peningkatan pendapatan mereka. Menurut Doll dan Orazen (1984) dalam Sahara et al. (2010), pendapatan petani dari usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus: π = TR - TC dimana: π
= pendapatan petani
TR
= total penerimaan
TC
= total biaya produksi Perubahan pendapatan petani setelah menanam strawberry dapat dihitung
dengan menggunakan rumus: x 100% dimana: X1
= pendapatan petani dari usahatani sayuran
X2
= pendapatan petani dari usahatani strawberry Parameter yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi daya beli petani
adalah nilai tukar petani. Nilai tukar petani merupakan ukuran tingkat daya tukar atau daya beli petani atau komoditas pertanian terhadap produk non pertanian. Nilai tukar petani tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja sektor pertanian namun juga sektor diluar pertanian. Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis pendapatan rumah tangga petani, yaitu menghitung seluruh penerimaan baik dari usaha pertanian maupun non pertanian dan menghitung pengeluaran baik pengeluaran untuk
38
usahatani maupun untuk konsumsi rumah tangga. Selanjutnya, dari perhitungan tersebut dihitung nilai tukar petani menurut rumus sebagai berikut (Sunanto dan Sahardi, 2006): NTPt = Yt/Et dimana: Yt
= Ypt + Ynpt
Et
= Ept + Ekt
keterangan: Ypt = total pendapatan petani dari usaha pertanian (Rp) Ynpt = total pendapatan petani dari usaha non pertanian (Rp) Ept = pengeluaran total petani untuk usahatani (Rp) Ekt = pengeluaran total petani untuk konsumsi keluarga petani (Rp) T
= periode waktu dalam tahun (1 tahun)
39
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Desa Wulunggunung, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wonolelo, sebelah timur berbatasan dengan Gunung Merbabu, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Ketep. Desa Banyuroto merupakan wilayah lahan kering, dataran tinggi beriklim basah dengan ketinggian 1.200 mdpl serta berhawa sejuk dengan suhu rata-rata 20-30oc. Desa Banyuroto terdiri dari daerah datar seluas 30%, bergelombang seluas 35%, dan berbukit seluas 35%. Jenis tanah di desa ini didominasi oleh andisol dengan tekstur lempung berpasir. Wilayah ini mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.211 mm dan rata-rata perbulannya adalah 184,2 mm dengan kondisi iklim terdiri dari 8 bulan basah (Oktober-Mei) dan 4 bulan kering (JuniSeptember). Kondisi topografi tersebut membuat Desa Banyuroto ditetapkan sebagai kawasan agrowisata dan ditetapkan sebagai salah satu kawasan pengembangan agropolitan Merapi-Merbabu. Kondisi topografi, lahan, dan lingkungan ini sangat cocok untuk budidaya strawberry serta mendukung agrowisata gardu pandang Gunung Merapi Ketep Pass. Pembagian luas wilayah Desa Banyuroto menurut penggunaan tanah pada akhir tahun 2010 terdiri atas pekarangan atau bangunan seluas 34,955 ha, tegalan atau kebun seluas 365,425 ha, dan penggunaan lainnya seluas 12,020 ha (BPS Kabupaten Magelang 2010). Kondisi lingkungan di Desa Banyuroto juga masih alami dengan pemandangan kebun sayur mayur yang membentang merupakan
40
pemandangan yang paling dominan. Rumah-rumah penduduk relatif jarang dan jaraknya tidak terlalu berdekatan. Akses lalu lintas menuju desa ini tidak sulit. Jalan menuju desa ini dalam kondisi bagus dan layak tetapi jumlah kendaraan menuju desa ini masih terbatas. Untuk mencapai desa ini dapat ditempuh dengan angkutan umum dari Kabupaten Magelang menuju Blabak, dilanjutkan ke pasar Ngablak, kemudian disambung lagi dilanjutkan angkutan umum sekitar menuju Desa Banyuroto. Total tempuh perjalanan dengan kendaraan umum sekitar 45-60 menit dari Kabupaten Magelang. 5.2. Kondisi Penduduk Desa Banyuroto Desa Banyuroto dibagi menjadi enam dusun, yaitu: Dusun Banyuroto, Dusun Suwanting, Dusun Sobleman, Dusun Garon, Dusun Grintingan, dan Dusun Kenayan. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011, jumlah penduduk di Desa Banyuroto sebanyak 3.985 jiwa terbagi dalam 1.298 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 1.875 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 2.110 jiwa. Berdasarkan
kategori
kelompok
umur
penduduk
Desa
Banyuroto
dikelompokkan menjadi sepuluh kelompok umur. Sebaran terbanyak berada pada kelompok umur 30-39. Hal ini menandakan bahwa penduduk Desa Banyuroto memiliki jumlah penduduk usia dewasa produktif yang cukup tinggi. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 55,20% penduduk Desa Banyuroto hanya tamat sekolah dasar dan sebanyak 81,73% bermatapencaharian sebagai petani. Hal ini menggambarkan bahwa sektor pertanian merupakan sumber penghidupan utama penduduk Desa Banyuroto yang terus berkembang
41
karena sesuai dengan kultur, kondisi lahan, dan lingkungan sekitar, serta mereka bertani secara turun-temurun dan berdasarkan pengalaman. Keterangan lebih lanjut tentang penduduk Desa Banyuroto dijelaskan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Data Penduduk Desa Banyuroto No 1
2
3
4
Jumlah (dalam Jiwa)
Persentase (%)
Rasio Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Total
1.875 2.110 3.985
47 52,9 100
Rasio Tingkat Usia a. 0-4 tahun b. 5-9 tahun c. 10-14 tahun d. 15-19 tahun e. 20-24 tahun f. 25-29 tahun g. 30-39 tahun h. 40-49 tahun i. 50-59 tahun j. ≥ 60 tahun Total
324 442 402 343 329 394 600 459 431 256 3.985
8,1 11 10 8,6 8,2 9,8 15 11,5 10,8 6,4 100
Tingkat Pendidikan a. Tidak Tamat Sekolah b. Tamat Sekolah Dasar c. Tamat SLTP d. Tamat SLTA e. Perguruan Tinggi Total
348 907 283 92 13 3.985
21,1 55,2 17,2 5,5 0,8 100
Mata Pencaharian a. PNS b. ABRI/POLRI c. Pensiunan d. Petani e. Pengangkutan f. Pedagang g. Buruh Tani h. Tukang i. Buruh Total
13 1 5 2.590 28 172 198 86 76 3.196
0,4 0,03 0,15 81,8 0,8 5,4 6,4 2,7 2,4 100
Penduduk Desa Banyuroto
Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Banyuroto 2011 Pertanian di Desa Banyuroto secara garis besar dibagi menjadi hortikultura (aneka macam sayur mayur), ternak sapi potong dan kambing, serta tanaman kehutanan. Petani di Desa Banyuroto sebagian besar merupakan petani pemilik
42
bahkan hanya 6,42% yang berprofesi sebagai buruh tani. Hal ini menggambarkan bahwa petani Desa Banyuroto sudah mandiri dalam hal penguasaan lahan. 5.3. Gapoktan Desa Banyuroto Gapoktan hasil inovasi kelembagaan pada program Prima Tani telah digagas mulai tahun 2005. Gapoktan Desa Banyuroto dikukuhkan dan disahkan pada tahun 2007 berkat kerjasama oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, seluruh perangkat desa beserta Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta perwakilan seluruh kelompok dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto. BPTP Jawa Tengah memfasilitasi pembentukan gapoktan dengan tujuan utama memberikan kontribusi utama berupa teknologi inovatif yang bersifat spesifik lokasi dan penumbuhan kelembagaan agribisnis yang sesuai dengan kondisi perdesaan. Kedua hal ini diperkenalkan dalam suatu laboratorium (desa) agribisnis melalui programnya yang bernama Prima Tani. Inovasi kelembagaan diarahkan untuk memberdayakan kelompok tani yang telah ada dan menumbuhkan kelembagaan baru yang diperlukan untuk mengembangkan
agribisnis.
Berdasarkan
panduan
penumbuhan
dan
pengembangan kelembagaan Prima Tani (Balitbang 2007), perumusan inovasi kelembagaan mempertimbangkan prinsip dasar sebagai berikut:
Prinsip kebutuhan: Satu atau beberapa elemen lembaga tertentu dirumuskan atau dibentuk hanya apabila secara fungsional dibutuhkan.
43
Prinsip efektivitas: Jaringan kelembagaan hanyalah sebuah alat, bukan tujuan. Sebagai alat maka elemen lembaga yang dikembangkan haruslah efektif untuk upaya pencapaian tujuan yang diinginkan.
Prinsip efisien: Penumbuhan suatu elemen kelembagaan agribisnis dipilih opsi yang paling efisien, yaitu yang relatif paling murah, mudah, dan sederhana namun tetap mampu mendukung pencapaian tujuan.
Prinsip fleksibilitas: Kelembagaan yang dikembangkan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia dan budaya setempat.
Prinsip manfaat: Kelembagaan yang dikembangkan adalah yang mampu memberikan manfaat paling besar bagi petani dan masyarakat pedesaan.
Prinsip pemerataan: Kelembagaan yang dikembangkan memberikan pembagian benefit (sharing system) secara proporsional kepada setiap petani dan pelaku agribisnis lainnya di pedesaan. Kelembagaan kelompok dan rukun tani yang telah ada dan banyak
dikembangkan di Desa Banyuroto belum cukup memenuhi kualifikasi sebagai kelembagaan petani. Secara organisasi masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain belum memiliki keanggotaan yang jelas. Secara institusional sebagian besar kelompok tani belum memiliki aturan main, ketentuan hak dan kewajiban, dan ketentuan sanksi pelanggaran pranata yang jelas dan tegas. Walaupun demikian, perkembangan permintaan telah memberi dampak yang baik terhadap beberapa usaha. Petani strawberry pun mulai unggul dalam pencapaian keuntungan. Dengan pertimbangan perkembangan usaha dan daya tarik investasi, maka telah diupayakan adanya perluasan dan perbaikan kualitas layanan, yang dikombinasikan dengan perbaikan keorganisasian dan institusional. Untuk
44
mewadahi komunikasi antar kelompok tani dan antara kelompok tani dengan lingkungan eksternal maka dilakukan penumbuhan gabungan kelompok tani di tingkat desa, yang kemudian dinamai Gapoktan Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto
Dusun Sobleman: Kelompok tani Karya Makmur
Dusun Kenayan: Rukun Tani Dusun Kenayan
Dusun Grintingan: Kelompok tani kambing
Dusun Garon: -Kelompok tani Maju tani -Kelompok tani RW 03 RT 04
Dusun Suwanting: Kelompok tani Setio Tani
Dusun Banyuroto: - Kelompok tani Tirtotani - Kelompok tani Karya Mandiri -Kelompok tani Karya Mandiri 2 -Kelompok tani Moncer
Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2012 Gambar 2. Unsur Pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto Pembinaan Gapoktan Desa Banyuroto oleh pihak BPTP Jawa Tengah dilakukan selama tahun 2005 hingga 2009. Setelah itu, Gapoktan Desa Banyuroto resmi mandiri menjalankan segala aktivitasnya namun tetap dalam pengawasan Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, Pemda Kabupaten Magelang, dan Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BPPK) Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Gambar 2 tersebut menyajikan unsur-unsur pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto yang terdiri dari sekaligus membawahi seluruh kelompok tani dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto. Unsur-unsur
pembentuk
Gapoktan
Desa
Banyuroto
tersebut
jelas
menggambarkan bahwa aktor yang terlibat dalam gapoktan merupakan perwakilan dari seluruh kelompok tani dan rukun tani yang terdapat di seluruh
45
dusun di Desa Banyuroto. Hal ini mencerminkan keterwakilan dan keadilan, agar setiap transfer inovasi teknologi yang dilakukan dapat merata keseluruh petani di tiap-tiap dusun di Desa Banyuroto. Memang tidak semua anggota kelompok tani atau rukun tani menjadi keterwakilan dan duduk dalam kepengurusan maupun anggota Gapoktan Desa Banyuroto. Alasan keefektivan dalam pengelolaan gapoktan menjadi salah satu alasan paling kuat, mengapa hanya dipilih petani yang kompeten, mandiri, dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai perwakilan dari tiap-tiap kelompok tani di gapoktan.
46
VI. TATA KELOLA DAN KUALITAS KELEMBAGAAN GAPOKTAN DESA BANYUROTO 6.1. Struktur Gapoktan Desa Banyuroto Kelembagaan yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto merupakan kelembagaan formal yang sengaja ditumbuhkan, dibentuk, dan disosialisasikan di kalangan petani Desa Banyuroto. Kegiatan pertanian di Desa Banyuroto bila dikaji melalui perspektif kelembagaan maka interaksi yang dilakukan petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kegiatan pertanian dan segala keputusan usahataninya adalah sebuah arena aksi (action arena). Arena aksi memiliki dua komponen, diantaranya adalah situasi aksi yaitu interaksi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto dengan melakukan pemanfaatan sumberdaya untuk kegiatan pertanian yang didasarkan pada pengarahan dan penyuluhan yang dilakukan. Komponen kedua dari arena aksi ini adalah aktor. Dalam hal ini, anggota dan pengurus gapoktan merupakan aktor dalam kelembagaan. Perwakilan dari masing-masing kelompok atau rukun tani yang telah siap dan bersedia untuk masuk dalam keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto kemudian mengadakan musyawarah untuk menentukan posisi pengurus beserta fungsi, peran, dan tanggung jawabnya serta hak dan kewajiban anggota. Seluruh aktor yang terpilih dan terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto merupakan perwakilan dari seluruh kelompok atau rukun tani yang terdapat di dusun. Aktor dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto berjumlah 28 orang. Aktor ini kemudian disebut sebagai anggota Gapoktan Desa Banyuroto, yang mempunyai hak untuk dipilih menjadi pengurus untuk mengurusi segala kegiatan dan program Gapoktan Desa Banyuroto dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Setiap posisi dalam kepengurusan
47
hanya diisi oleh satu orang. Sedangkan untuk posisi ketua umum diisi oleh Kepala Desa Banyuroto. Berarti, ada 14 orang pengurus Gapoktan dan 14 orang anggota gapoktan. Berikut adalah struktur kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto: Ketua umum/pelindung
Ketua I
Wakil Ketua
Sekretaris I
Sekretaris II
Bendahara I
Bendahara II
Seksi Humas Seksi Pemasaran
Seksi Ketahanan Pangan Seksi Sayur-sayuran Seksi Strawberry
Seksi Teknologi Seksi Tanaman Hias Seksi Permodalan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto
Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2012 Gambar 3. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Banyuroto Struktur oganisasi Gapoktan Desa Banyuroto terdiri dari ketua umum atau pelindung yang membawahi ketua I dan wakil ketua dibantu oleh sekretaris 1, 48
sekretaris 2, bendahara 1, dan bendahara 2, serta sejumlah seksi. Masing-masing perangkat menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya. Mereka menjalankan tugas sebagai amanah dan kewajiban berdasarkan keikhlasan, kesadaran pribadi, dan tidak mendapatkan imbalan apapun. Adapun tugas atau fungsi dari tiap-tiap perangkat Gapoktan Desa Banyuroto adalah sebagai berikut: 1.
Ketua umum adalah seseorang yang bertugas melindungi dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan gapoktan yang dilaksanakan di wilayah Desa Banyuroto. Posisi ketua umum diisi oleh Kepala Desa Banyuroto.
2.
Ketua I adalah seseorang yang bertugas untuk memimpin dan mengayomi seluruh anggota gapoktan, serta menjadi penerus aspirasi anggota gapoktan dan seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dengan seluruh pihak internal maupun eksternal.
3.
Wakil ketua adalah seseorang yang bertugas untuk membantu ketua I dalam menjalankan tugasnya.
4.
Sekretaris 1 adalah seseorang yang bertugas untuk mencatat dan mendokumentasikan
seluruh
keperluan
terkait
dengan
administrasi
gapoktan, mulai dari AD/ART gapoktan hingga notulensi rapat. 5.
Sekretaris 2 adalah seseorang yang bertugas untuk membantu sekretaris 1 dalam hal perapihan administrasi.
6.
Bendahara 1 adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan keuangan operasional gapoktan, terutama dalam hal pencatatan pelunasan dana PUAP oleh anggota.
7.
Bendahara 2 adalah seseorang yang bertugas untuk membantu bendahara 1 dalam hal keuangan rutin gapoktan, yaitu mengumpulkan iuran anggota.
49
8.
Seksi Humas adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus segala hal yang berkaitan antara gapoktan dengan antar kelompok tani maupun warga dan perangkat desa serta pihak-pihak eksternal yang di luar gapoktan.
9.
Seksi Pemasaran adalah seseorang yang bertugas mempromosikan dan membantu pemasaran serta menangani hal-hal yang terkait dengan pemasaran produk-produk pertanian anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi mengenai pemasaran dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai pemasaran.
10.
Seksi Ketahanan Pangan adalah seseorang yang bertugas untuk memantau kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani anggota gapoktan atau keberlanjutan hasil panen dari usahatani anggota.
11.
Seksi sayur-sayuran adalah seseorang yang bertugas menangani hal-hal yang terkait usahatani sayur-sayuran anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi seputar sayur-sayuran dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai sayur-sayuran.
12.
Seksi strawberry adalah seseorang yang bertugas menangani hal-hal yang terkait usahatani strawberry anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi seputar strawberry dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai strawberry.
50
13.
Seksi Teknologi adalah seseorang yang mengurusi seluruh hal yang berkaitan dengan penerapan dan penyebarluasan teknologi inovatif yang telah diajarkan oleh para penyuluh.
14.
Seksi Tanaman Hias adalah seseorang yang bertugas menangani hal-hal yang terkait usahatani tanaman hias anggota gapoktan. Selain itu, ia juga bertugas menampung dan melayani aspirasi seputar tanaman hias dari seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dan menyebarluaskan informasi dan pengetahuan terbaru mengenai tanaman hias.
15.
Seksi Permodalan adalah seseorang yang bertugas menangani aspirasi tentang permodalan usahatani anggota atau kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto.
16.
Anggota gapoktan adalah orang-orang yang tercatat namanya dalam keanggotaan gapoktan dan ikut aktif dalam setiap kegiatan Gapoktan Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto tentunya memiliki hubungan dengan beberapa
stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatannya. Stakeholder tersebut mempunyai peran yang cukup dominan dalam mendorong gapoktan melakukan kegiatannya. Peran ini terlihat terutama ketika kelembagaan tersebut baru ditumbuhkan, dikembangkan, dan disosialisasikan. Balitbang Pertanian berperan sebagai konseptor kegiatan Prima Tani di tingkat pusat. Program Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Balitbang Pertanian sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian maupun pelaku agribisnis sebagai pengguna inovasi. Program Prima Tani kemudian ditransfer ke daerah sasaran melalui BPTP
51
Provinsi Jawa Tengah dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang terutama Bappeda, Dinas Teknis (Dinas Pertanian dan Kehutanan, Peternakan dan Perikanan), dan lembaga penyuluhan (Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan dan Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Kecamatan Sawangan). Seluruh lembaga pemerintahan tersebut bekerjasama dengan pemerintah desa untuk melakukan observasi lapang mengenai potensi dan permasalahan terkait pertanian sesuai dengan karakteristik lingkungan dan masyarakat setempat. Struktur interaksi gapoktan dengan stakeholder terkait akan dijabarkan pada Gambar 4 berikut. Balitbang Pertanian
BPTP Provinsi Jawa Tengah
Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang
Pemerintah Desa
Gapoktan Desa Banyuroto
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 4.
Struktur Hubungan Gapoktan Desa Banyuroto dengan stakeholder terkait
Interaksi antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto adalah harmonis dan sinergis. Artinya, semua stakeholder yang terlibat dalam arena aksi berjalan selaras, bekerjasama untuk mewujudkan tujuan yang sama dalam suasana kekeluargaan dan tentunya low conflict. Hal ini sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat yang mau
52
bekerja keras, terus belajar, gotong-royong, musyawarah mufakat, dan selalu mencari jalan keluar terbaik dalam setiap permasalahan yang dihadapi, serta sangat menghormati keberadaan tamu jika tamu tersebut membawa kebaikan untuk desa Banyuroto. Selain itu, budaya bertani di Desa Banyuroto sejak dahulu memang sudah menjadi sumber mata pencaharian utama dan selalu mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait untuk memajukannya. Sehingga petani Desa Banyuroto sudah sangat sadar dan paham tujuan dibentuknya sebuah kelembagaan petani dan mau menjalankannya dengan penuh kesadaran untuk kemajuan bersama. Berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai interaksi antar aktor dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Tabel 7.
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Keharmonisan Antar Aktor
Kelengkapan Kelembagaan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 28 0 0 28
100% 0% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Tabel 8.
Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Sinergisme Antar Aktor
Kelengkapan Kelembagaan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 25 89,28% 3 10,71% 0 0% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Keharmonisan dan sinergisme antar aktor tersebut juga menandakan bahwa tidak ada konflik yang terjadi dalam pengelolaan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Hal ini merupakan insentif tersendiri bagi anggota gapoktan untuk terus bersemangat berhimpun dalam gapoktan dan menjalankan aturan main.
53
Kegiatan pertanian di Desa Banyuroto bertumpu pada filosofi “luwih becik ora ndhuwe beras ketimbang ora ndhuwe sapi” yang memiliki makna bahwa sapi yang kotorannya yang merupakan sumber pupuk kandang utama merupakan sesuatu yang amat penting dalam kegiatan pertanian mereka. Sehingga, teknologi inovatif dan pengetahuan terbaru seputar pertanian yang dibawa oleh para penyuluh juga disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sejak dulu sudah sadar dengan pertanian organik. Hal ini juga memudahkan para penyuluh yang memperkenalkan pertanian organik dan pemanfaatan bahan-bahan yang ada di alam untuk dijadikan obat-obatan alami untuk tanaman yang mereka tanam dan hewan yang mereka pelihara. Tabel 9 berikut ini menyajikan kegiatan dan materi penyuluhan yang dilaksanakan oleh penyuluh dalam program Prima Tani: Tabel 9. Kegiatan Program Prima Tani 2005-2007 No Tahun Kegiatan 1
2005
2
2006
3
2007
1) Pelaksanaan Participatory Rural Appraisal (PRA) 2) Pelaksanaan Base Line Survei 3) Penyiapan sumber daya manusia 4) Inisiasi penumbuhan/pengembangan kelembagaan agribisnis 5) Introduksi model usaha ternak sapi potong terpadu 6) Introduksi inovasi budidaya sayuran 7) Percontohan usahatani jagung putih 8) Percontohan usaha budidaya Anggrek 9) Pembangunan sarana fisik lainnya 1) Penyempurnaan model usahatani terpadu berbasis ternak sapi potong 2) Operasionalisasi unit usaha produksi pakan konsentrat 3) Diversifikasi usahatani meliputi pengembangan tanaman hias dan buahbuahan (strawberry) 4) Pengembangan Unit Usaha Pasca Panen Hasil /Pengolahan Pertanian 5) Pembinaan Kelembagaan (kelompok usaha, pengembangan SDM) dalam rangka terbentuknya kelembagaan AIP 6) Operasionalisasi Klinik Agribisnis 1) Pemantapan percontohan model usahatani terpadu berbasis ternak sapi potong. 2) Pengembangan unit usaha produksi pakan konsentrat 3) Pemantapan diversifikasi usahatani 4) Pemantapan pengembangan unit usaha agribisnis tanaman hias 5) Pemantapan pengembangan usaha pengolahan hasil pertanian 6) Pemantapan kelembagaan (kelompok usaha) dalam rangka terbentuknya kelembagaan AIP 7) Pemantapan Operasionalisasi Klinik Agribisnis
Sumber: BPTP Jawa Tengah 2010
54
6.2.
Infrastruktur Kelembagaan Infrastruktur kelembagaan adalah seluruh kelembagaan dalam bentuk
aturan main (rule of the game) yang membingkai hubungan antar aktor dalam gapoktan dan aktor-aktor lain diluar gapoktan. Dalam konteks ini, aturan main dalam gapoktan meliputi aturan formal berupa Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang mengatur gapoktan secara internal serta Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pertanian, dan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang yang mengatur secara eksternal. Selain itu Gapoktan Desa Banyuroto juga mempunyai aturan informal yang berupa hasil-hasil kesepakatan dan musyawarah terkait dengan jadwal rapat, jadwal kumpul, jadwal piket serta boundary rule, aturan monitoring dan sanksi, serta aturan penyelesaian konflik dalam kelembagaan. 6.2.1. Aturan Formal Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto merupakan sebuah kelembagaan formal yang memang dibentuk karena adanya peran, keterlibatan, dan inisiasi pemerintah. Kelembagaan gapoktan tentunya diatur oleh aturan formal. Dalam hal ini, aturan formal yang mengatur tentang gapoktan dibagi menjadi aturan main eksternal dan internal. Aturan main eksternal, yaitu merupakan aturan formal yang mengatur tentang gapoktan secara umum. Aturan eksternal gapoktan berlaku sama untuk seluruh kelembagaan gapoktan di Indonesia karena aturan ini berasal dari pemerintah pusat. Aturan main yang merupakan kerangka pengembangan konseptual secara eksternal untuk Gapoktan Desa Banyuroto maupun gapoktan lain pada umumnya yaitu berupa:
55
1.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
2.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani Lampiran 1: Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan kelompok tani dan Gabungan kelompok tani.
3.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 42/Permentan/OT.140/7/2010 tentang Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Berprestasi Tahun Anggaran 2009.
4.
SK Menteri Pertanian Nomor 496/Kpts/OT.160/9/2006 tentang Instrumen Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
5.
Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang. Tabel 10 berikut ini menyajikan lebih rinci mengenai hasil analisis konten aturan main eksternal dalam gapoktan. Tabel 10. Aturan Main Eksternal dalam Gapoktan No.
1
Peraturan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Hal yang Diatur Sistem penyuluhan guna membantu kelembagaan petani menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola usaha yang baik dan berkelanjutan.
Implementasi Undang-undang Penyuluhan yang diterapkan di Gapoktan Desa Banyuroto telah tersistem dan terencana baik melalui program penyuluhan yang disusun setiap tahunnya.
56
No. 2.
3.
Peraturan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/ 2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani Lampiran 1: Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompoktani dan Gabungan Kelompoktani.
. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 42/Permentan/OT.140/7/ 2010 tentang Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Berprestasi Tahun Anggaran 2009.
Hal yang diatur Pembentukan dan pengembangan gapoktan, peningkatan kemampuan gapoktan, dan pengaturan fungsi gapoktan.
Implementasi Undang-Undang Mandat Undang-undang telah terlaksana dengan baik. Keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto sudah memiliki keterwakilan serta didasarkan pada azas kekeluargaan dan kegotongroyongan, serta nilai-nilai demokrasi. Gapoktan Desa Banyuroto sudah bisa dikategorikan sebagai gapoktan yang kuat dan mandiri. Tetapi, perlu pembinaan lebih agar Gapoktan Desa Banyuroto bisa semakin mandiri dan bermanfaat banyak untuk petani di Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto masih belum bisa meningkatkan kemampuannya sebagai kelembagaan pertanian. Sejauh ini, gapoktan hanya baru bisa menjalankan perannya sebagai unit usahatani dan sedikit peran sebagai unit usaha keuangan mikro, namun belum mampu berperan sebagai unit usaha pengolahan, pemasaran, dan sarana prasarana produksi.
Pengaturan penyaluran dana PUAP kepada gapoktan berprestasi sebagai bentuk apresiasi bagi gapoktan yang dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas usaha agribisninsnya.
Penyaluran dana PUAP dan penggunaannya di Gapoktan Desa Banyuroto sudah baik. Gapoktan Desa Banyuroto sebagai gapoktan berprestasi bisa mendapatkan dan mengelola dana PUAP sebagai salah satu fasilitas bantuan modal usaha untuk petani anggotanya sesuai dengan rencana usaha bersama gapoktan.
4.
SK Menteri Pertanian Nomor 496/Kpts/OT.160/9/2006 tentang instrumen pelaksanaan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Prima Tani merupakan model diseminasi teknologi yang menggunakan pendekatan kelembagaan dalam memasyarakatkan dan memperkenalkan inovasi pertanian.
Gapoktan Desa Banyuroto aktif sebagai wadah pemasyarakatan dan perkenalan inovasi teknologi pertanian melalui pendekatan kelembagaan dan pemberdayaan serta partisipasi aktif masyarakat Desa Banyuroto.
5.
Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang.
Peningkatan mutu pelayanan dan keterpaduan penyelenggaraan bidang pelayanan informasi, serta penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan kehutanan di wilayah Kabupaten Magelang.
Mutu pelayanan penyuluhan di Gapoktan Desa Banyuroto sudah baik, hal ini ditandai dengan pembangunan klinik dan laboratorium agribisnis yang berkedudukan di kantor BPPK Kecamatan Sawangan, serta aktifnya penyuluh pertanian lapang yang terjun langsung ke desa-desa termasuk Desa Banyuroto melalui Gapoktan Desa Banyuroto.
Sumber: Data sekunder 2012 (diolah)
57
Gapoktan Desa Banyuroto juga memiliki aturan main yang berlaku internal berupa Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Gapoktan. Aturan main internal gapoktan sebenarnya juga merupakan penyempurnaan lebih jauh implementasi aturan main eksternal agar kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dapat berjalan dengan baik. AD/ART ini harus dipahami, dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh anggota Gapoktan Desa Banyuroto. Setiap kegiatan atau program yang akan disusun dan dijalankan juga mengacu pada AD/ART tersebut. Tabel 11 menyajikan analisis aturan main internal Gapoktan Desa Banyuroto beserta implementasinya. Tabel 11. Aturan Main Internal Gapoktan Desa Banyuroto No 1.
2.
Hal yang Diatur Keanggotaan
Gapoktan yang kuat dan mandiri
Aturan Main Internal
Implementasi
(AD Bab IV Pasal 6,7, dan 8, ART Bab I Pasal 1) Keanggotaan dibuktikan dengan pernyataan dan pencatatan dalam daftar anggota. Yang menjadi anggota kelompok tani-ternak Gapoktan Desa Banyuroto adalah wakil-wakil kelompok taniternak sedesa Banyuroto dan sanggup bersedia melakukan hak dan kewajiban sebagai anggota. Keanggotaan gapoktan adalah warga desa Banyuroto yang sudah masuk dalam keanggotaan kelompok-kelompok tani sedesa Banyuroto.
Keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto sudah memiliki keterwakilan serta didasarkan pada azas kekeluargaan dan kegotongroyongan, serta nilai-nilai demokrasi. Gapoktan Desa Banyuroto sudah bisa dikategorikan sebagai gapoktan yang kuat dan mandiri. Hal ini terlihat dari kesesuaian antara aturan main dengan implementasinya di lapangan. Tetapi, perlu pembinaan lebih agar Gapoktan Desa Banyuroto bisa semakin mandiri dan bermanfaat banyak untuk petani di Desa Banyuroto.
1. Setiap anggota wajib mengikuti musyawarah dan rapat kelompok. 2. Setiap anggota berkewajiban melaksanakan program kelompok. 3. Adanya AD/ART serta Rapat anggota menetapkan dan memutuskan dan menetapkan tata tertib atau peraturanperaturan Gapoktan. 4. Keuangan kelompok diadministrasikan secara tertib oleh pengurus/bendahara 5. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah kelompok-kelompok petani dan peternak dalam kaitannya dengan pembudidayaan dan berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan. 6. Gapoktan Desa Banyuroto menumbuhkembangkan jiwa petani peternak yang berwawasan lingkungan, sebagai media informasi, menciptakan desa wisata taniternak, menciptakan petani-peternak andalan. 7. Gapoktan Desa Banyuroto menggalang kepentingan bersama secara kooperatif agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
58
No.
Hal yang Diatur
Aturan Main Internal
Implementasi
8. Sebagai awal terbentuknya sistem pemasaran yang menguntungkan petani. 9. Sumber keuangan kelompok didapat dari iuran anggota, sumbangan/bantuan modal usaha PUAP dari pemerintah, dan usahausaha lain yang sah dan halal. (AD Bab II Pasal 3) 3.
Hak dan Kewajiban Anggota
1. 2. 3. 4.
5.
Setiap anggota berkewajiban melaksanakan program kelompok. Mengikuti musyawarah dan rapat kelompok. Menjunjung tinggi nama baik kelompok. Setiap anggota punya hak bicara. menyampaikan Persepsi, usul dalam kaitannya dengan kelompok. Memperoleh perlindungan, pembelaan, dan perlakuan yang sama.
Gapoktan Desa Banyuroto sudah menerapkan hak dan kewajiban anggotanya dengan baik.
4.
Peningkatan Kemampuan Gapoktan
1. Sebagai wadah kerukunan kelompok-kelompok tani sedesa Banyuroto. 1. Menggalang kepentingan bersama secara kooperatif agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. 2. Menumbuhkembangkan jiwa petani peternak yang berwawasan lingkungan. 3. Sebagai media informasi. 4. Menciptakan desa wisata tani-ternak. 5. Menciptakan petani-peternak andalan (petanipeternak sejati). 6. Sebagai awal terbentuknya sistem pemasaran yang menguntungkan petani.
Gapoktan Desa Banyuroto masih belum bisa meningkatkan kemampuannya sebagai kelembagaan pertanian. Sejauh ini, gapoktan baru bisa menjalankan perannya sebagai unit usahatani dan sedikit peran sebagai unit usaha keuangan mikro, namun belum mampu berperan sebagai unit usaha pengolahan, pemasaran, dan sarana prasarana produksi.
5.
Fungsi Gapoktan
(AD Bab III Pasal 2) 1. Sarana pendidikan demokrasi. 2. Sebagai wadah menampung aspirasi dan kreativitas kelompok-kelompok petani peternak. 3. Melaksanakan kerjasama dengan berbagai pihak. 4. Melaksanakan pembinaan pendidikan atau penyuluhan, pelatihan dan upaya-upaya mendapatkan segala bentuk informasi untuk kemajuan pertanian dan peternakan.
Gapoktan Desa Banyuroto belum sepenuhnya melakukan fungsinya sesuai mandat peraturan. Perlu banyak pengarahan dan penyuluhan dari pihak terkait supaya bisa maksimal menjalankan fungsinya.
Sumber: Data Sekunder 2012 (diolah)
59
Berdasarkan analisis antara aturan main dan penerapannya di lapang, didapatkan bahwa Gapoktan Desa Banyuroto sudah cukup memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai gapoktan yang kuat dan mandiri sesuai dengan ciri-ciri yang dijabarkan pada Bab VI. Dalam masalah persyaratan pembentukan gapoktan, Gapoktan Desa Banyuroto juga telah memenuhi kualifikasi penumbuhan dan pengembangan gapoktan. Tetapi untuk masalah peningkatan kemampuan dan pelaksanaan fungsi gapoktan, Gapoktan Desa Banyuroto belum maksimal melakukannya sesuai dengan pedoman pelaksanaan yang ada. Gapoktan Desa Banyuroto selama ini lebih banyak menjalankan perannya sebagai wadah diseminasi teknologi pertanian yang inovatif dan bersifat spesifik lokasi. Gapoktan di Desa Banyuroto sama sekali tidak mencampuri keputusan usahatani petani anggotanya, sehingga peran yang benar-benar dirasakan oleh petani anggota adalah gapoktan merupakan wadah pemersatu kerukunan petani yang bisa menjaga semangat pertanian selaras dengan perkembangan teknologi. 6.2.2. Aturan Informal Aturan informal dalam Gapoktan Desa Banyuroto difokuskan pada pengelolaan kegiatan dan program gapoktan yang merupakan mandat dari para penyuluh pertanian dan program yang bersifat kekeluargaan antar anggota gapoktan. Aturan-aturan yang tidak tertulis dalam Gapoktan Desa Banyuroto ini berasal dari musyawarah dan mufakat bersama antar anggota. Aturan-aturan mengenai jadwal kumpul rutin, besarnya iuran, perencanaan kegiatan yang akan dilakukan, serta penyelesaian masalah yang dihadapi bersama tidak diatur dalam
60
AD/ART gapoktan, sehingga diatur lebih lanjut melalui setiap pertemuan rutin dan diskusi anggota. Aturan-aturan informal tersebut sifatnya wajib, mengikat, menyeluruh, dan sama pentingnya dengan aturan formal yang berlaku. Aturan informal ini sifatnya lebih aplikatif, bahkan hampir seluruh anggota Gapoktan Desa Banyuroto lebih memahami dan menjalani aturan-aturan informal tersebut dibandingkan dengan dokumen AD/ART Gapoktan Desa Banyuroto. Hal ini juga memudahkan para pengurus dan penyuluh untuk menjalankan kegiatan gapoktan. Aturan-aturan tersebut adalah: Tabel 11. Aturan Informal Gapoktan Desa Banyuroto No 1
Aturan Informal Pertemuan setiap pagi dan sore hari
Hal yang Diatur Membersihkan kandang dan memberi makan sapi.
2
Pertemuan setiap tanggal 25
Melaksanakan arisan keluarga gapoktan. Arisan ini diadakan bergiliran di rumah salah seorang anggota Gapoktan. Iuran untuk arisan ini besarnya adalah Rp 5.000 perorang. Jumlahnya memang tidak terlalu besar, karena sifatnya hanya untuk mengakrabkan antar anggota gapoktan saja.
3
Rapat rutin anggota setiap 35 hari sekali
Membicarakan segala sesuatu atau masalah yang terkait dengan gapoktan dan usahatani yang dijalankan anggota gapoktan. Rapat rutin ini biasa diadakan di kantor desa atau bangunan sekretariat gapoktan. Iuran yang dikeluarkan untuk pelaksanaan rapat rutin ini adalah Rp 5.000 perorang untuk pengadaan konsumsi.
4
Piket malam bergilir seminggu sekali
Menjaga kandang sapi Karya Makmur milik anggota gapoktan.
5
Pertemuan tentatif Gapoktan dengan kelompok tani
Jika ada inovasi dan materi penyuluhan baru yang diberikan oleh BPTP Jawa Tengah dan penyuluh.
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) 6.2.3. Boundary Rule Boundary rule merupakan aturan yang secara spesifik mengatur bagaimana seseorang dapat masuk atau keluar dari posisi anggota atau pengurus Gapoktan Desa Banyuroto. Untuk menjadi anggota Gapoktan Desa Banyuroto,
61
petani harus berdomisili di Desa Banyuroto, sudah lebih dulu tergabung dalam kelompok atau rukun tani di dusunnya, dan bersedia untuk berkomitmen yang disertai dengan pernyataan dan pencatatan namanya dalam daftar anggota Gapoktan Desa Banyuroto. Pada AD/ART tidak dijelaskan bagaimana seseorang dapat keluar dari keanggotaan gapoktan, tetapi pembubaran gapoktan dapat dilakukan apabila organisasi ini tidak lagi memenuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan organisasi, sehingga organisasi yang bersangkutan tidak dapat diharapkan lagi kelangsungan dan manfaatnya. Pembubaran gapoktan hanya dapat dilakukan dengan kehendak seluruh anggota yang diputuskan dalam rapat anggota dan sejak tanggal dikeluarkannya keputusan pembubaran gapoktan, maka pengurus harus segera melaporkan keberadaan akhir gapoktan kepada pihak pemerintah desa atau instansi yang terkait. 6.2.4. Aturan Monitoring dan Sanksi Gapoktan Desa Banyuroto juga memiliki aturan monitoring dan sanksi bagi seluruh anggotanya tanpa terkecuali. Monitoring dan sanksi ini bertujuan agar para pengurus dan anggota bertanggung jawab dan disiplin terhadap apa yang dikerjakannya dan tugasnya di gapoktan. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gapoktan pada Bab V Pasal 9 tertera bahwa setiap anggota berkewajiban melaksanakan program kelompok dan mengikuti musyawarah dan rapat kelompok, serta Bab II Pasal 2 tertera bahwa setiap anggota berkewajiban menjaga kerukunan sesama anggota, menaati dan mematuhi peraturan-peraturan gapoktan, dan ikut andil dalam pelaksanaan program-program kegiatan kelompok. Kewajiban ini tentunya harus
62
dipatuhi oleh seluruh anggota gapoktan. Bentuk monitoring yang dilakukan yaitu ketua gapoktan bekerjasama dengan seluruh ketua kelompok tani dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto untuk memantau kondisi anggota perwakilannya di gapoktan. Komunikasi yang dijalin tentunya juga menimbulkan manfaat berupa anggota gapoktan lebih bersemangat lagi bekerja karena didukung oleh kelompok taninya dan diperhatikan oleh ketua gapoktan. Bentuk sanksi yang diterapkan ketika anggota gapoktan tidak menunaikan kewajibannya adalah anggota tersebut harus menemui ketua gapoktan dan menjelaskan seluruh alasan dengan sejelas-jelasnya mengapa ia tidak menunaikan kewajibannya. Jika ketua gapoktan sudah memaafkan, maka ia juga harus meminta maaf di depan forum pertemuan gapoktan dan meminta maaf juga kepada kelompok taninya. Sanksi yang lebih berat lagi akan dijatuhi jika ia terus melakukan kesalahan, sanksi akan diputuskan dalam rapat anggota, sanksi terberatnya bahkan pelanggar bisa dikeluarkan dari gapoktan. 6.2.5. Aturan Penyelesaian Konflik dalam Kelembagaan Selama ini tidak pernah terjadi konflik antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam Gapoktan Desa Banyuroto. Penduduk Desa Banyuroto sangat kooperatif bekerja sama dengan para penyuluh lapang, staf BPTP Jawa Tengah, staf Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, dan seluruh tamu yang berkunjung untuk studi banding ke Gapoktan Desa Banyuroto. Semua aktor berinteraksi secara harmonis dalam menjalankan kegiatan pertanian dan peternakan di Desa Banyuroto. Hal ini didukung dengan kultur masyarakat yang sangat menghormati keberadaan tamu, kebiasaan bermusyawarah dan gotongroyong dalam segala hal kebaikan.
63
Ketegangan hanya sempat terjadi ketika letusan Gunung Merapi tahun 2010. Desa Banyuroto terkena dampak letusan berupa hujan abu tebal yang menutupi lahan-lahan pertanian dan menyebabkan tanaman kering bahkan mati. Hal ini berdampak pada rendahnya produksi dan turunnya harga ternak, sehingga minimnya Persepsian yang mereka peroleh, mereka keberatan untuk membayar angsuran dana PUAP yang mereka terima sebesar Rp 3.500.000 dan pengembaliannya dikenakan bunga sebesar Rp 300.000 untuk biaya operasional Gapoktan Desa Banyuroto. Berdasarkan surat perjanjian yang ditandatangani oleh pihak penerima dana dan ketua Gapoktan, disepakati bahwa kedua belah pihak sepakat mengadakan perjanjian bahwa pihak peminjam telah meminjam uang sebesar Rp 3.500.000 untuk bantuan pembelian sapi dan sanggup mengembalikan sebesar Rp 3.800.000 selama satu tahun terhitung tanggal pinjam 28 Desember 2008. Kemudian pada tanggal 28 Desember 2009 pihak peminjam sanggup mulai mengembalikan sepenuhnya kepada ketua gapoktan dan apabila pihak peminjam tidak menepati perjanjian ini akan dilaporkan pada pihak yang berwajib. Kesepakatan dari seluruh anggota diambil supaya tidak timbul konflik antar anggota. Kesepakatan yang diambil yaitu menunda pembayaran cicilan dana PUAP selama satu tahun yang dimulai kembali pada tahun 2011. Kesepakatan ini akhirnya dipatuhi oleh seluruh anggota demi kepentingan bersama. 6.3. Biaya Transaksi Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Berdasarkan hasil analisis aktor terlihat bahwa aktor utama dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto adalah para pengurus gapoktan dan BPTP Jawa Tengah. Tetapi, dalam kelembagaan ini, aktor yang lain
64
kedudukannya
sama
pentingnya
dan
sama-sama
berkontribusi
untuk
keberlangsungan Gapoktan Desa Banyuroto, seperti Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, Kimpraswil Kabupaten Magelang, KIPPK Kabupaten Magelang, BPPK Kecamatan Sawangan, dan Pemerintah Desa Banyuroto. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis biaya transaksi yang dilakukan dalam penelitian ini difokuskan pada kelompok pemain utama tersebut. Secara sistematis, biaya transaksi yang dikeluarkan untuk Gapoktan Desa Banyuroto dalam kegiatan kelembagaannya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. Biaya Transaksi dalam Kelembagaan
Biaya Setting
Biaya Sosialisasi
Biaya Operasional
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 5.
Biaya Transaksi Banyuroto
dalam
Kelembagaan
Gapoktan
Desa
Berdasarkan Gambar 5 di atas, total biaya transaksi yang dikeluarkan untuk kegiatan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto meliputi: (1) Biaya setting atau persiapan yang terdiri dari seluruh biaya pendistribusian kebutuhan usahatani para petani yang meliputi sarana fisik dan non fisik, serta input produksi, dan investasi riil lainnya, (2) Biaya sosialisasi yang meliputi biaya penyuluhan, pertemuan awal, dan perjalanan dinas studi banding, dan (3) Biaya operasional yang meliputi iuran pokok anggota, biaya pertemuan rutin setiap 35 hari sekali dan pertemuan arisan setiap tanggal 25. Besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan untuk kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.
65
Tabel 13. Biaya Transaksi Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto No
Jenis Biaya Transaksi
1.
Biaya Setting (Persiapan)
2.
Biaya Sosialisasi
3.
Biaya Operasional Bersama Biaya rapat rutin anggota Biaya pertemuan arisan anggota Iuran pokok
Total Biaya Transaksi
Nilai (Rupiah) 447.980.000
Keterangan Dikeluarkan pada tahun pertama terbentuknya kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
74.520.000
Dikeluarkan pada tahun pertama dan tahun kedua terbentuknya kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto
1.400.000 1.680.000
Untuk biaya rapat rutin anggota dan pertemuan arisan anggota dikeluarkan rutin setiap tahunnya, tetapi untuk iuran pokok, hanya dikeluarkan sekali sejak awal terbentuknya kelembagaan.
8.400.000
533.980.000
Sumber: Data Sekunder 2012 (diolah) Berdasarkan tabel di atas, total biaya transaksi yang dikeluarkan untuk kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto secara keseluruhan mencapai Rp 533.980.000. Biaya ini sebenarnya tidak dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya setting, biaya sosialisasi, dan iuran pokok hanya dikeluarkan pada awal terbentuknya kelembagaan. Sedangkan untuk biaya operasional Gapoktan Desa Banyuroto masih dikeluarkan dari awal kelembagaan hingga sekarang. 6.3.1. Biaya Transaksi dalam Pembentukan Kelembagaan Suatu kelembagaan yang dibawa dari luar dan akan diterapkan dalam kehidupan masyarakat tentunya membutuhkan biaya untuk membentuk suatu kelembagaan tersebut. Biaya pembentukan kelembagaan ini dikeluarkan dari anggaran Pemda Kabupaten Magelang, Kimpraswil Kabupaten Magelang, dan BPTP Propinsi Jawa Tengah. Biaya yang dikeluarkan untuk pembentukan kelembagaan ini mencakup seluruh biaya guna pembangunan sarana dan prasarana pendukung kegiatan pertanian dan penyuluhan pertanian di Desa Banyuroto.
66
6.3.2. Biaya Transaksi dalam Sosialisasi Kelembagaan Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto membutuhkan biaya untuk menyosialisasikannya kepada petani di Desa Banyuroto. Dalam hal ini, biaya transaksi untuk sosialisasi kelembagaan mencakup biaya penyuluhan, biaya pertemuan awal, dan biaya untuk perjalanan studi banding. Biaya tersebut diperoleh dari anggaran pemerintah. 6.4.3 Biaya Operasional Bersama Biaya operasional bersama yang dikeluarkan oleh anggota Gapoktan Desa Banyuroto di awal kepengurusan yaitu Rp 8.400.000. Biaya tersebut berupa iuran pokok yang digunakan untuk operasional gapoktan dalam jumlah besar, apalagi setelah Gapoktan Desa Banyuroto resmi menjalankan kegiatannya secara mandiri. Jumlah tersebut diperoleh iuran anggota sebanyak 28 orang dengan masingmasing memberikan Rp 300.000 per orang. Sedangkan biaya lainnya yaitu biaya pertemuan arisan anggota setiap tahunnya mencapai sekitar Rp 1.680.000. Biaya tersebut diperoleh dari iuran anggota sebesar Rp 5.000 per orang yang dikeluarkan rutin setiap bulannya selama setahun. Biaya rapat rutin anggota yang dikeluarkan tiap tahunnya mencapai sekitar R 1.400.000. Jumlah ini didapat dari iuran anggota sebesar Rp 5.000 per orang yang dikeluarkan rutin setiap 35 hari sekali. 6.4.
Analisis Kualitas Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Kelembagaan
gabungan kelompok tani merupakan suatu bentuk
pengaturan atau keteraturan perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan segala hal akan usahataninya yang menjadi acuan dalam berbagai tindakan. Dalam kelembagaan terkandung nilai, norma pemanfaatan dan pemeliharaan, kejelasan, orang-orang yang terlibat didalamnya, serta cara-cara pengendalian sosial agar
67
kelembagaan senantiasa terjaga. Kelembagaan yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto
merupakan
jenis
kelembagaan
formal.
Anggota
mengenal
kelembagaan tersebut setelah diintroduksikan dan perlahan mulai menjadi kesadaran dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Analisis kualitas kelembagaan perlu untuk menilai sejauh mana kelembagaan tersebut bekerja. Kualitas tersebut dapat dilihat dari kejelasan dan keefektivan kelembagaan. 6.4.1. Kejelasan Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Setiap kelembagaan terbentuk berdasarkan tujuan yang sama dan orangorang yang terlibat didalamnya dengan pola perilaku yang berpedoman pada nilai dan aturan yang khas. Aturan tersebut dibuat untuk mencapai suatu tujuan yaitu tercapainya keberlanjutan pertanian di Desa Banyuroto. Oleh karenanya diperlukan analisis mengenai kejelasan kelembagaan gapoktan dalam mencapai tujuan tersebut yang meliputi: (1) kejelasan struktur kelembagaan, (2) kejelasan aturan, dan (3) tingkat pemahaman anggota terhadap kelembagaan tersebut. Struktur kelembagaan berkaitan dengan susunan kedudukan antar pengurus dengan anggota yang masing-masing memiliki peranan dan pembagian tugas, hak dan kewajiban, serta aturan yang mengikat di dalamnya. Indikator untuk mengetahui seberapa jelas dari struktur kelembagaan antara lain: kelengkapan susunan pengurus, kinerja pengurus, pengetahuan anggota terhadap susunan kelembagaan, dan periode pergantian kepengurusan. 6.4.1.1. Susunan Kepengurusan Kelembagaan Kelengkapan susunan pengurus dilihat dari kelengkapan aktor yang terlibat dalam kelembagaan yang disesuaikan dengan kebutuhan kelembagaan.
68
Aturan yang terdapat dalam kelembagaan masing-masing dipatuhi dan dijalankan oleh aktor yang telah ditentukan. Kelengkapan kepengurusan kelembagaan berpengaruh terhadap keberlangsungan kelembagaan tersebut. Berikut ini adalah sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai kelengkapan kelembagaan yang ada dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini: Tabel 14. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Kelengkapan Kelembagaan Kelengkapan Kelembagaan Lengkap Kurang Lengkap Tidak Lengkap Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 17 60,71% 10 35,71% 1 3,57% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 60,71% anggota Gapoktan Desa Banyuroto beranggapan jika kelembagaan yang ada sudah lengkap, sedangkan sisanya sebanyak 35,71% menyatakan kelembagaan kurang lengkap dan hanya 3,57% menyatakan kelembagaan tidak lengkap. Hal ini dikarenakan anggota gapoktan yang tidak terlalu aktif dalam kegiatan gapoktan tidak terlalu mengetahui struktur aktor dalam kelembagaan. 6.4.1.2. Kinerja Pengurus Kelembagaan Suatu kelembagaan yang baik pasti terdapat uraian kerja berupa pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang pengurus. Aktor yang terlibat harus menjalankan perannya masing-masing dalam kelembagaan yang telah disepakati. Seluruh anggota yang terlibat dalam suatu kelembagaan hendaknya mengetahui uraian kerja pengurus kelembagaan agar saling sadar dan membantu dalam proses berjalannya suatu kelembagaan. Untuk mengetahui kinerja aktor tersebut, pada Tabel 15 disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap uraian kerja pengurus kelembagaan.
69
Tabel 15. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Uraian Kerja Pengurus Kelembagaan Uraian Kerja Pengurus Kelembagaan
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah
Jelas Kurang Jelas Tidak Jelas Jumlah
Persentase 9 14 7 28
32,14% 50,00% 25% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak 50% atau setengah dari anggota Gapoktan Desa Banyuroto menyatakan bahwa uraian kinerja pengurus kelembagaan kurang jelas, sedangkan hanya 32,14% yang menyatakan kinerja pengurus jelas, dan 25% menyatakan kinerja pengurus kelembagaan tidak jelas. Hal ini dikarenakan kinerja pengurus kelembagaan yang benar-benar berjalan dan jelas hanyalah peran ketua, wakil, sekretaris, dan bendahara, sedangkan untuk seksi-seksi yang ada, belum begitu terlihat kinerjanya. 6.4.1.3. Periode Pergantian Kepengurusan Keteraturan waktu pergantian pengurus dilakukan berdasarkan hasil musyawarah. Pergantian pengurus dilakukan dalam kurun waktu yang tidak ditentukan, hanya berdasar kesepakatan saja.Untuk mengetahui sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai periode pergantian kepengurusan dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Periode Pergantian Pengurus Periode Pergantian Pengurus Kelembagaan
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah
Teratur Kurang Teratur Tidak Teratur Jumlah
Persentase 0 3 25 28
0% 10,71% 89,28% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak 89,28% anggota Gapoktan Desa Banyuroto menyatakan bahwa periode pergantian pengurus tidak teratur. Pengurus Gapoktan Desa Banyuroto 70
diganti hanya berdasar kesepakatan saja dan biasanya pengurus yang diganti hanya bertukar peran dan hanya pengurus yang memiliki fungsi sentral saja. 6.4.1.4. Aturan Kelembagaan Kejelasan aturan bisa dilihat dengan cara mengategorikan aturan main dalam suatu kelembagaan termasuk aturan yang tertulis, lisan atau keduanya. Kelembagaan yang terdapat pada Gapoktan Desa Banyuroto termasuk jenis kelembagaan formal dan non-formal. Secara global, aturan-aturan gapoktan diatur dalam suatu AD/ART, tetapi pada prakteknya, aturan main yang lebih detail, aplikatif dan digunakan dalam kegiatan sehari-hari diputuskan dalam sebuah rapat anggota atau pertemuan lain. Seluruh anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengetahui aturan tersebut yang telah didokumentasikan, walau ada yang tidak mengetahui secara pasti dan rinci aturan main yang tertulis di dalamnya. AD/ART yang selama ini menjadi aturan main pun belum pernah dilakukan amandemen sejak pendirian gapoktan hingga sekarang. 6.4.1.5. Pengetahuan Anggota Terhadap Kelembagaan Setiap anggota gapoktan hendaknya pasti mengetahui kelembagaan dan aktor-aktor
yang
terlibat
di
dalamnya.
Pengetahuan
anggota
terhadap
kelembagaan merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan anggota mengenai aturan-aturan dalam kelembagaan dan kelembagaan itu sendiri. Tabel 17 menyajikan hasil pengamatan mengenai sebaran pengetahuan anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
71
Tabel 17. Sebaran Pengetahuan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Kelembagaan Pengetahuan Terhadap Kelembagaan
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah
Paham Kurang Paham Tidak Paham Jumlah
Persentase 28 0 0 28
100% 0% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Seluruh anggota Gapoktan Desa Banyuroto menyatakan paham dan mengetahui terhadap kelembagaan yang ada di Gapoktan Desa Banyuroto. Anggota Gapoktan Desa Banyuroto memang dipilih berdasarkan kemauan dan kesadaran pribadi, sehingga mereka mengetahui dan paham dengan kelembagaan yang dibentuk. 6.4.2.
Keefektivan Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto Kelembagaan gabungan kelompok tani merupakan kelembagaan yang
diharapkan dapat memperkuat petani melalui berbagai pemberdayaan dan transfer teknologi bersifat spesifik lokasi. Melalui peningkatan kemandirian, kesejahteraan ekonomi, dan keberlanjutan pertanian, gapoktan diharapkan mampu menjadi modal sosial yang turut menyumbang pada pertumbuhan ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi peran kelembagaan gapoktan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah partisipasi anggota dalam kelembagaan dan efektivitas kelembagaan dalam mencapai tujuan kelembagaan. 6.4.2.1. Partisipasi Dalam Kelembagaan Ketua Gapoktan Desa Banyuroto memimpin seluruh anggota gapoktan dengan gaya partisipatif dan selalu memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk mengemukakan pendapat dalam suatu musyawarah, diskusi, maupun pengambilan keputusan. Hal ini diterapkan dalam berbagai kesempatan yaitu rapat
72
anggota dan pertemuan lainnya. Ketua gapoktan mengajak berdiskusi anggotanya guna memecahkan persoalan yang ada, seperti ketika adanya bencana gunung merapi meletus, adanya isu kenaikan pupuk dan harga BBM, dan sebagainya. Seluruh anggota Gapoktan Desa Banyuroto berpendapat bahwa ketua gapoktan memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan melakukan diskusi. Tabel 18. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Berdiskusi Kesempatan Mengemukakan Persepsi dan Berdiskusi
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto
Jumlah Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Persentase 28 0 0 28
100% 0% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Suatu kelembagaan tentunya berjalan dengan adanya motivasi dari para penggeraknya atau orang-orang yang berhimpun didalamnya. Ketua Gapoktan Desa Banyuroto selalu memberikan dorongan atau motivasi kepada anggotanya untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan sebagai petani sekaligus pengurus gapoktan agar para anggota tidak cepat mengeluh dan putus asa. Motivasi yang selalu diberikan adalah bekerja menjadi petani dan anggota gapoktan sebagai bentuk pengabdian, kerjasama, dan kekeluargaan di kalangan petani Desa Banyuroto. Asas kekeluargaan yang dijunjung tinggi di Gapoktan Desa Banyuroto menjadikan mereka memiliki motivasi yang kuat dalam mengerjakan tugas, kewajiban, dan pekerjaannya sekaligus. Seluruh responden berpendapat bahwa ketua gapoktan selalu memberikan motivasi untuk melaksanakan kegiatan dalam keseharian dan kelembagaan.
73
Tabel 19. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Motivasi dalam Kelembagaan Motivasi dalam Kelembagaan
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah
Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Persentase 28 0 0 28
100% 0% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) 6.4.2.2. Efektivitas Kelembagaan Sistem pertanian yang selama ini digunakan oleh masyarakat Desa Banyuroto merupakan pertanian tradisional secara turun-temurun. Desa Banyuroto kemudian dijadikan basis agropolitan kawasan merapi-merbabu dengan hasil sayur-mayur sebagai komoditas utama. Banyaknya program pemerintah yang masuk ke desa ini selalu diterima dengan baik oleh masyarakat. Masyarakat di desa ini memang sudah banyak yang sadar akan pendidikan dan inovasi teknologi pertanian terutama jika berbasis spesifik lokasi dan mudah diterapkan, serta membawa perubahan berarti bagi kehidupan petani. Untuk mengetahui seberapa besar penerimaan masyarakat terhadap program pemerintah dan introduksi-introduksi lain, maka dibutuhkan adanya analisis terhadap perubahan perilaku. Indikator perubahan perilaku tersebut yaitu seberapa besar penerimaan petani terhadap inovasi teknologi pertanian menuju kemandirian dan pertanian ramah lingkungan serta adanya inovasi kelembagaan yang diperkenalkan oleh para penyuluh dan pihak-pihak eksternal lainnya. Pada Tabel 20 disajikan sebaran persepsi anggota gapoktan terhadap penerimaan inovasi teknologi dan kelembagaan.
74
Tabel 20. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Penerimaan Inovasi Teknologi dan Inovasi Kelembagaan Penerimaan Inovasi Teknologi dan Inovasi Kelembagaan
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto
Jumlah Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Persentase 23 5 0 28
82,14% 18% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak 82,14% anggota Gapoktan Desa Banyuroto menyatakan bahwa tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi teknologi dan kelembagaan yang diintroduksikan melalui program pemerintah tinggi. Sedangkan sebanyak 18% merasa biasa saja dengan adanya program pemerintah tersebut. Tingkat keberhasilan kegiatan diukur melalui banyaknya hasil yang telah mampu dicapai oleh anggota. Inovasi teknologi yang disusun diperkenalkan oleh para penyuluh secara intensif mulai dari pembinaan hingga implementasi di lapangan. Hal ini juga melatih kemandirian para petani anggota. Setelah penyuluh merasa cukup untuk materi tersebut, barulah gapoktan secara mandiri harus menyalurkan ilmu pengetahuan tersebut ke kelompok atau rukun tani di Desa Banyuroto secara bergiliran. Indikator dari tingkat keberhasilan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini diukur melalui sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap tingkat kegunaan kegiatan kelembagaan yang tersaji pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Tingkat Kegunaan Kegiatan Kelembagaan Tingkat Kegunaan Kegiatan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 26 92,85% 2 7,14% 0 0% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
75
Sebanyak 92,85% anggota Gapoktan Desa Banyuroto menyatakan bahwa kegiatan kelembagaan selama ini sangat berguna terutama bagi kegiatan pertanian yang menjadi sumber pendapatan utama bagi keluarga mereka. Sedangkan hanya 7,14% anggota gapoktan yang menyatakan bahwa kegiatan kelembagaan biasa saja tidak terlalu berpengaruh bagi kegiatan pertanian mereka
76
VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1.
Karakteristik Responden
7.1.1.
Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun. Berdasarkan
sebaran normal umur responden dikelompokkan menjadi empat yaitu: (1) 40-45 tahun, (2) 45-50 tahun, (3) 50-55, dan (4) 55-60 tahun. Berikut merupakan sebaran anggota Gapoktan Desa Banyuroto berdasarkan tingkat umur dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. 4% 18%
32%
40-45 45-50
46%
50-55 55-60
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 6. Sebaran Tingkat Umur Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Berdasarkan Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sebaran umur reponden paling banyak berada pada selang 45-50 tahun. Hal tersebut menandakan anggota Gapoktan telah mapan dalam usia dan pengalamannya sebagai petani, dan juga dapat menjalankan perannya di masyarakat. 7.1.2.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan sebuah gambaran secara umum untuk
melihat kualitas sumberdaya manusia di suatu tempat. Hal tersebut dikarenakan pendidikan mempunyai pengaruh nyata terhadap pengetahuan, keterampilan, kemampuan, serta cara berpikir dan sudut pandang suatu permasalahan, teknologi,
77
dan perubahan. Keragaan pendidikan pada anggota Gapoktan Desa Banyuroto dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. 0%
SD
14% 61%
25%
SMP/Tsanawiyah SMA/Aliyah Perguruan Tinggi Tidak Sekolah
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 7. Sebaran Tingkat Pendidikan Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Anggota Gapoktan Desa Banyuroto sebanyak 61% telah mengenyam pendidikan hingga ke tingkat SMA dan sederajat. Hal ini menandakan bahwa anggota gapoktan sudah sadar akan pendidikan, serta didukung oleh akses pendidikan dan sarana prasarana lain yang menunjang. 7.1.3.
Pekerjaan Utama Pekerjaan utama anggota Gapoktan Desa Banyuroto menggambarkan
aktivitas keseharian dan sumber pendapatan utama mereka. Pekerjaan utama anggota Gapoktan Desa Banyuroto 100% adalah sebagai petani pemilik. Hal ini menggambarkan bahwa anggota gapoktan adalah petani yang memang bertani sudah cukup lama dan turun-temurun, sehingga sudah memiliki lahan garapan sendiri. 7.1.4.
Penguasaan Lahan Penguasaan lahan merupakan total luas lahan yang dikelola oleh petani
yang tergabung dalam keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto. Luas lahan yang dikelola bervariasi mulai dari luas lahan yang sempit (<0,5 ha), luas lahan yang
78
sedang (0,5-1 ha). dan luas lahan yang besar (>1 ha). Sebaran mengenai penguasaan lahan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini. 18% 36%
> 1 ha 46%
0,5-1 ha < 0,5 ha
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 8.
Sebaran Penguasaan Lahan oleh Anggota Gapoktan Desa Banyuroto
Lahan yang dimiliki anggota Gapoktan Desa Banyuroto terbilang cukup bervariasi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, 18% anggota memiliki lahan seluas >1 ha, 36% memiliki lahan seluas <0,5 ha, dan 46% memiliki lahan seluas 0,5-1 ha. Lahan yang dikuasai ini adalah kepemilikan pribadi, dan biasanya mereka menanam dengan sistem tumpang sari dan rotasi tanaman diatasnya. 7.1.5. Alasan Memilih Menjadi Petani Strawberry Terkait dengan program Prima Tani, BPTP Jawa Tengah melakukan percontohan budidaya strawberry. Percontohan tersebut mendapat respon positif dari para petani. Dalam perkembangannya, permintaan produk budidaya strawberry, berupa buah dan bibit tanaman starwberry semakin bertambah. Kondisi tersebut mendorong petani yang telah membudidayakan strawberry berusaha memperluas skala usahanya dan para petani lain berkeinginan untuk masuk dalam usaha budidaya strawberry. Alasan mereka beralih menjadi petani strawbery pun beragam, yaitu berdasarkan keahlian, tidak ada pilihan lain, atau memang strawbery memiliki peluang yang lebih besar dan menguntungkan.
79
Berikut ini pada Gambar 9 disajikan sebaran alasan anggota Gapoktan Desa Banyuroto menjadi petani strawberry. 11%
11% Berdasarkan keahlian
78%
Tidak ada pilihan lain adanya pangsa pasar
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 9.
Sebaran Alasan Memilih Menjadi Petani Strawberry oleh Anggota Gapoktan Desa Banyuroto
Sebanyak 78% anggota Gapoktan Desa Banyuroto beralasan bahwa strawberry memang memiliki peluang lebih besar dan lebih menguntungkan. Hal ini didukung dengan adanya pengukuhan Desa Banyuroto sebagai kawasan agrowisata penunjang pengembangan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut dan mencari produk yang unik, salah satunya adalah strawberry. Oleh karena itu, mereka beralih bertani strawberry. Pangsa pasar ini semakin besar karena produk buah strawberry yang dibudidayakan secara organik terbukti memiliki kelebihan daya tahan dan rasa dibanding buah strawberry yang dibudidayakan menggunakan bahan-bahan anorganik yang telah berkembang di daerah lain. 7.2.
Kemandirian Petani Kemandirian merupakan totalitas kepribadian individu yang dimiliki setiap
individu
tak terkecuali
petani sebagai
sumberdaya manusia pertanian.
Pembentukan Gapoktan Desa Banyuroto tentunya diharapkan dapat berperan terhadap kemandirian petani yang pada penelitian ini parameter kemandirian yang diukur, yaitu: 1) bargaining position petani, 2) kemandirian petani secara teknik
80
bertanam, dan 3) kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan permodalan pertanian. 7.2.1. Peran Gapoktan terhadap Bargaining Position Petani Komoditi strawberry di Desa Banyuroto merupakan pengembangan dari komoditi yang sebelumnya kurang diperhatikan tetapi ternyata mempunyai prospek yang baik. Budidaya strawberry diarahkan ke pertanian organik dengan tujuan
nantinya
akan
menjadi
komoditi
unggulan
dalam
agrowisata.
Pengembangan strawberry juga memanfaatkan potensi agrowisata untuk pemasarannya. Keputusan pemasaran dan distribusi yang dilakukan oleh para petani ketika musim panen tiba dan permintaan buah strawberry meningkat kebanyakan adalah: 1) menjualnya langsung ke pengumpul yang datang langsung ke kebun-kebun strawberry mereka, 2) membuka kebun wisata edukasi petik strawberry untuk para wisatawan yang datang, atau 3) memasok langsung kepada para penjaja strawberry yang ada di sekitar tempat wisata. Jalinan kemitraan dalam memasok komoditi strawberry kepada konsumen belum dilakukan oleh gapoktan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya pengumpul atau tengkulak yang langsung mendatangi petani ketika musim panen tiba, sehingga petani sulit untuk bergerak mencari mitra. Selain itu, masih kurangnya promosi dan dukungan dari pihak terkait masalah pemasaran juga menyebabkan petani masih tergantung kepada tengkulak. Petani juga mencari kepastian pemasaran produk agar produk pertanian yang dihasilkan tidak cepat busuk dan petani cepat memperoleh perputaran uang. Bargaining position petani setelah bergabung dalam keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto tentunya sangat diharapkan oleh para petani. Bargaining position
81
berpengaruh terhadap keberlanjutan usahatani. Bargaining position juga merupakan insentif tersendiri bagi petani agar lebih bersemangat menjalankan aktivitas pertaniannya. Tabel 22 menyajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap bargaining position petani. Tabel 22. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Bargaining Position Petani Bargaining Position Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 3 10,71% 21 75% 4 14,28% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak 75% anggota Gapoktan Desa Banyuroto berpendapat bahwa bargaining position mereka sedang. Sedangkan sisanya sebanyak 10,71% berpendapat bargaining position meningkat tinggi, dan sebanyak 14,28% berpendapat bargaining position tidak meningkat. Hal ini disebabkan introduksi strawberry dari Prima Tani telah membawa banyak manfaat kepada para petani, karena komoditi ini langsung bisa diterima dan menjadi primadona. Namun, masih terkendala pada pemasaran dalam skala yang lebih besar lagi. Komoditas strawberry dikembangkan lebih lanjut dengan mengembangkan usaha strawberry dengan orientasi agrowisata. Kegiatan yang dapat dilakukan berupa penataan tanaman di lahan untuk tujuan petik sendiri dan pengembangan sistem rotasi agar setiap saat dapat melayani permintaan konsumen. Selain itu, untuk mengantisipasi over supply buah strawberry karena adanya penanaman strawberry dalam skala luas, maka diintroduksikan penanganan pasca panen berupa pengolahan buah strawberry antara lain untuk minuman, sirup, dan selai, tetapi introduksi ini kurang berjalan dan belum ada realisasinya.
82
7.2.2. Kemandirian Petani Secara Teknik Bertanam Penyuluhan dan introduksi mengenai strawberry yang diberikan oleh para penyuluh tentunya diharapkan dapat menjadikan petani mandiri secara teknik bertanam. Teknik bertanam strawberry organik yang diperkenalkan, masih dipertahankan dan terus dikembangkan oleh para petani. Tabel 23 berikut ini menyajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap tingkat kemandirian petani secara teknik bertanam. Tabel 23. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Terhadap Kemandirian Petani Secara Teknik Bertanam Kemandirian petani dalam teknik bertanam Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 24 85,71% 4 14,28% `0 0% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak 85,71% petani yang tergabung dalam keanggotaan gapoktan menyatakan bahwa kemandirian mereka secara teknik bertanam tinggi. Sedangkan hanya 14,28% yang menyatakan kemandirian secara teknik bertanam meningkat sedang, hal ini dikarenakan mereka merasa telah banyak mempelajari teknik bertanam secara turun temurun dan berdasarkan pengalaman pribadi. 7.2.3. Kemampuan Petani Memenuhi Kebutuhan Permodalan Gapoktan mempunyai fungsi sebagai satuan unit usaha keuangan mikro, yaitu menyediakan modal usaha dan menyalurkan secara kredit atau pinjaman kepada para petani yang memerlukan. Gapoktan Desa Banyuroto juga menjalankan fungsi tersebut selama berdiri hingga sekarang. Gapoktan juga telah membantu dan memfasilitasi kelompok tani yang membutuhkan permodalan dengan cara meneruskan proposal yang dibuat dan bernegosiasi dengan pihak stakeholders yang berwenang. Tabel 24 berikut ini menyajikan jawaban anggota
83
gapoktan terhadap peran gapoktan memfasilitasi pemenuhan permodalan bagi para petani anggotanya. Tabel 24. Peran Gapoktan Memfasilitasi Kebutuhan Permodalan Anggota Apakah Gapoktan Memfasilitasi Kebutuhan Modal Anggotanya
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase
Ya Tidak Jumlah
28 0 28
100% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Seluruh anggota Gapoktan Desa Banyuroto sepakat bahwa Gapoktan telah melaksanakan fungsinya untuk memfasilitasi petani anggotanya mendapatkan bantuan permodalan. Permodalan yang pernah mereka terima berasal dari dana PUAP Kementerian Pertanian RI. Bantuan permodalan ini digunakan untuk membeli ternak sapi guna pemenuhan kebutuhan pupuk kandang untuk tanaman. Sehingga diharapkan biaya produksi petani dapat berkurang karena adanya penghematan biaya pupuk kandang. Selain itu, pupuk kandang yang mereka hasilkan juga dapat didistribusikan untuk petani lain yang berada di wilayah Desa Banyuroto. Pengelolaan terhadap pengembalian dana PUAP tersebut baru dalam tahap perencanaan karena pembayaran oleh petani anggota belum selesai dilakukan. Rencananya, Gapoktan Desa Banyuroto akan mengusung konsep unit usaha keuangan mikro yang akan semakin memudahkan kelompok dan rukun tani yang ada di dusun-dusun mengakses permodalan atau menjalankan usaha bersama yang dapat menghasilkan keuntungan bagi Gapoktan Desa Banyuroto beserta seluruh anggotanya. Tabel 25 berikut ini menyajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai peningkatan kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan permodalan untuk kegiatan pertaniannya.
84
Tabel 25. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Kemampuan Petani dalam Memenuhi Kebutuhan Permodalan Kemampuan Petani dalam Memenuhi Kebutuhan Permodalan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 11 17 `0 28
39,28% 60,71% 0% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Sebanyak
60,71%
petani
anggota
gapoktan
berpendapat
bahwa
kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan permodalan hanya meningkat sedang. Hal ini disebabkan mereka kebanyakan menggunakan modal mandiri atau modal keluarga untuk membiayai usahataninya karena sudah dilakukan secara turun-temurun. Selain itu, mereka sudah terbiasa mengurus permodalan sendiri ke Bank BRI cabang Kecamatan Sawangan, Bank BPR, atau meminjam modal kepada kerabat dan keluarga sejak dulu ketika awal bertani. Masalah permodalan selama ini bukan menjadi permasalahan mendasar bagi petani, karena mereka sudah terbiasa bertani sejak dulu dan kondisi pertanian disana tergolong stabil. 7.3.
Kesejahteraan Petani Adanya gapoktan diharapkan dapat berperan terhadap penciptaan
kesejahteraan petani anggotanya. Pada penelitian ini, indikator kesejahteraan yang digunakan adalah melalui perhitungan perbandingan pendapatan petani antar produk pertanian dan nilai tukar petani untuk produk strawberry hasil inovasi teknologi yang diperkenalkan oleh para penyuluh. 7.3.1. Peningkatan Pendapatan Petani Perumusan inovasi teknologi dan kelembagaan yang disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan komoditas unggulan/potensial harus memiliki daya ungkit bagi peningkatan
85
pendapatan petani. Dampak langsung yang terlihat dengan berkembangnya usaha strawberry di Desa Banyuroto adalah peningkatan pendapatan rumah tangga dibandingkan dengan hanya mengusahakan sayuran yang harganya berfluktuasi serta masih erat sekali dengan sistem ijon. Sebelum strawberry diintroduksikan, pola tanam sayuran di petani umumnya adalah kubis, tomat, dan cabe secara bergiliran dalam setahun. Adanya usaha strawberry menggeser sebagian usaha sayuran, namun petani dengan penguasaan lahan agak luas masih tetap mengusahakan sayuran disamping strawberry. Selain itu, usahatani strawberry memberikan pendapatan tunai secara kontinyu setiap hari selama setahun. Komoditas
strawberry
dikembangkan
lebih
lanjut
dengan
mengembangkan usaha strawberry dengan orientasi agrowisata. Kegiatan yang dilakukan berupa penataan tanaman di lahan untuk tujuan petik sendiri dan pengembangan sistem rotasi agar setiap saat dapat melayani permintaan konsumen. Keputusan beralih menjadi petani strawberry kebanyakan disebabkan memang karena adanya peluang dan pangsa pasar. Hal ini didukung dengan jumlah panenan strawberry sebanyak 20-25 kg setiap dua hari sekali selama musim kemarau dan hanya 5 kg setiap seminggu sekali selama musim hujan, serta harga jual strawberry yang tinggi yaitu Rp 15.000/kg ke pengumpul dan Rp 30.000-40.000/kg jika dijual langsung ke konsumen melalui kebun petik yang mereka dirikan sendiri di atas lahan pertanian mereka. Sebagai gambarannya, berikut disajikan analisis usahatani strawberry Desa Banyuroto pada Tabel 26.
86
Tabel 26. Analisis Usahatani Strawberry Desa Banyuroto Nomor 1 2 3 4 5
6 7
Uraian Skala Usaha (ha) Hasil (kg) Harga jual (Rp) Nilai hasil (Rp) Biaya produksi (Rp): a. Biaya naungan (mulsa)/musim b. Sarana produksi: - Bibit/benih - Pupuk - Pestisida c. Tenaga persiapan dan penanaman/musim d. Tenaga petik/musim e. Lain-lain Pendapatan bersih/musim (Rp) Pendapatan bersih/bln (Rp)
Biaya 0,1 2.480 15.000 37.200.000 425.000 4.500.000 400.000 1.750.000 4.000.000 26.125.000 1.741.000
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Peluang usaha strawberry Desa Banyuroto juga terlihat dari harga jual yang paling tinggi per kilogramnya dibandingkan dengan produk-produk pertanian lain yang juga diusahakan petani Gapoktan Desa Banyuroto. Gambar 10 berikut ini menyajikan perbandingan harga jual produk pertanian ke pengumpul dari sayur dan buah yang banyak diusahakan oleh petani Desa Banyuroto.
daun bawang seledri cabe kubis strawberry Rp/kg
2,000 strawberry 15,000
4,000 6,000 kubis 1,200
8,000 cabe 8,000
10,000 12,000 14,000 16,000 seledri daun bawang 3,500 3,000
Sumber: Data Primer 2012 Gambar 10. Perbandingan Harga Jual Antar Produk Pertanian
87
Dari data primer mengenai pendapatan petani tiap bulannya dapat dilihat bahwa pendapatan rumah tangga petani memang mengalami kenaikan ketika mengadopsi tanaman strawberry sebagai tanaman pertanian yang mereka pilih untuk ditanam. Kenaikan pendapatan yang terjadi tergantung dengan pilihan tanaman pendukung yang mereka tanam dalam sistem rotasi yang terjadi serta optimalisasi penggunaan lahan, alokasi sumberdaya pendukung pertanian, dan keputusan pemasaran. Kenaikan terbesar dialami oleh petani yang memutuskan untuk menanam kubis, yaitu sekitar 177% ketika mengganti lahan tanamnya menjadi strawberry. Hal ini dikarenakan harga jual kubis memang rendah dan berfluktuatif. Sedangkan untuk petani yang menanam cabe, seledri, dan daun bawang, kenaikan pendapatan yang mereka alami masing-masing sekitar 148%, 151%, 74%.
Daun Bawang
1.002.100
Seledri
692.850
Cabe
703.600
Kubis
628.570
Strawberry
1.741.000 0
500000
1000000
1500000
2000000
Perbandingan Pendapatan Per Bulan Dalam Skala Usaha 0,1 Ha
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gambar 12. Perbandingan Pendapatan Per Bulan Usahatani dalam Skala Usaha 0,1 Ha
88
Nilai Tukar Petani
7.3.2.
Nilai Tukar petani dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani. Secara umum nilai tukar petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto tergolong relatif baik. Tabel 27 menyajikan tingkat nilai tukar petani strawberry anggota Gapoktan Desa Banyuroto Tabel 27. Nilai Tukar Petani Strawberry Gapoktan Desa Banyuroto Nomor 1. 2. 3. 4.
Nilai Tukar Petani Terendah Tertinggi Rataan Median
0,7227 1,6219 1,1296 1,0704
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Data pada Tabel 27 menunjukkan bahwa rata-rata nilai tukar petani strawberry Desa Banyuroto relatif baik yaitu 1,1296. Hal ini menandakan bahwa produktivitas kerja petani cukup baik dan total pendapatan rumah tangga petani di lokasi penelitian sudah dapat mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga selama setahun, baik untuk pengeluaran pangan maupun pengeluaran nonpangan. Hal ini berarti pula bahwa apabila petani menginvestasikan dalam kegiatan usahatani dan non pertanian, maka petani akan memperoleh manfaat sebesar 112,96%. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan sekunder lainnya dapat dicukupi dan masih bisa menabung sebesar 12,96% dari total pengeluaran. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto sebagai wadah program-program inovasi teknologi Prima Tani telah berhasil meningkatkan nilai tukar petani. 7.4.
Keberlanjutan Pertanian Keberlanjutan pertanian dinilai dari persepsi petani anggota mengenai
tingkat penggunaan pestisida dan pupuk organik, serta tingkat pencemaran air dan tanah yang terjadi akibat adanya aktivitas pertanian di Desa Banyuroto.
89
7.4.1. Penggunaan Pestisida Organik Strawberry yang dikembangkan oleh anggota Gapoktan Desa Banyuroto sudah organik. Petani sama sekali tidak menggunakan pestisida anorganik dalam proses pengolahan tanah hingga pemanenannya. Seluruh anggota Gapoktan sepakat bahwa strawberry yang ditanam jika ditambahkan pestisida anorganik hasilnya malah tidak terlalu baik rasa dan penampilannya bahkan terkadang strawberry banyak yang mati. Selama ini juga tidak ada kasus hama yang menyerang tanaman strawberry mereka. Kendala utama strawberry di Desa Banyuroto hanyalah musim penghujan yang terjadi berkepanjangan karena dapat menyebabkan gagal atau busuk buah. Jadi, petani sama sekali tidak mengeluarkan biaya apapun untuk pestisida organik. Berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai penggunaan pestisida anorganik dalam usahatani strawberry. Tabel 28. Penggunaan Pestisida Anorganik dalam Pertanian Strawberry Apakah Petani Masih Menggunakan Pestisida Anorganik Ya Tidak Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 0 28 28
0% 100% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Dari Tabel 28 diatas dapat dilihat bahwa seluruh petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto sepakat bahwa mereka tidak menggunakan pestisida anorganik dalam pertanian strawberry mereka. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sama dan materi penyuluhan yang masih diterapkan hingga kini. Namun, berbeda halnya dengan produk pertanian lain yang biasa ditanam, seperti sayur-sayuran yang banyak dibudidayakan. Petani masih sulit untuk beralih ke pertanian organik. Tabel 29 berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa
90
Banyuroto mengenai penggunaan pestisida organik dalam kegiatan usahatani mereka. Tabel 29. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Tingkat Penggunaan Pestisida Organik Tingkat Penggunaan Pestisida Organik Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 2 7,14% 20 71,42% `6 21,42% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto memang menggunakan sistem rotasi untuk lahan pertaniannya. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan unsur hara pada tanah. Umur tanaman strawberry biasanya hanya 1-1,5 tahun. Strawberry biasanya ditumpangsarikan dengan seledri atau daun bawang. Setelah itu, tanaman strawberry diganti dengan tanaman sayur-sayuran yang lain, seperti cabe, kol, wortel,sawi putih, atau tembakau. Strawberry juga bisa dibilang sebagai penetral tanah kembali, karena petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto belum terbiasa membudidayakan sayur-sayuran organik karena terkendala permintaan pasar yang selalu ada, sehingga dibutuhkan proses produksi yang cepat dan massal, walaupun sudah ada pelatihan mengenai pembuatan pupuk atau pestisida organik. 7.4.2. Penggunaan Pupuk Organik Pupuk organik yang digunakan untuk strawberry adalah pupuk kandang. Pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan tanah dilakukan. Setelah itu hingga umur tanaman tidak produktif, strawberry tidak ditambahkan pupuk apapun baik organik maupun anorganik. Strawberry Desa Banyuroto cepat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan hidup sangat baik di Desa Banyuroto. Berikut ini disajikan sebaran persepsi anggota Gapoktan Desa
91
Banyuroto mengenai penggunaan pupuk anorganik dan tingkat penggunaan pupuk organik pada usahatani strawberry yang mereka jalankan. Tabel 30. Penggunaan Pupuk Anorganik dalam Pertanian Strawberry Apakah Petani Masih Menggunakan Pupuk Anorganik Ya Tidak Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 0 28 28
0% 100% 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Tabel 31. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Tingkat Penggunaan Pupuk Organik Tingkat Penggunaan Pupuk Organik Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 0 0% 23 82,14% `5 17,85% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Gapoktan Desa Banyuroto bekerjasama dengan pihak terkait memfasilitasi para petani untuk pelatihan pembuatan pupuk dan pestisida organik. Contoh yang nyata yaitu teknologi pengelolaan kotoran ternak sapi menjadi kompos dan pupuk cair dari urine sapi. Tetapi, setelah itu gapoktan tidak membantu mengawasi dalam penerapan petani memakai pupuk dan pestisida organik hingga sekarang. Hal ini karena gapoktan menyerahkan keputusan usahatani sepenuhnya kepada para petani. Pengetahuan petani tentang manfaat pupuk organik sebenarnya sangat banyak. Petani berpendapat bahwa dengan pemakaian pupuk organik sebenarnya bisa menghemat biaya perawatan, menjaga kesuburan tanah, serta hasil panen nantinya akan lebih aman untuk dikonsumsi. Tetapi, petani juga berpendapat bahwa lingkungan sekitar belum mendukung untuk bertani secara organik, karena produksi pupuk organik membutuhkan waktu dan ketelatenan, sayuran organik lama pertumbuhannya dan sulit untuk produksi massal, padahal petani harus 92
memenuhi permintaan sayur-sayuran setiap harinya. Hal ini menyebabkan petani masih kembali kepada pupuk anorganik untuk proses produksinya. 7.4.3.
Pencemaran Air dan Tanah Sesuai dengan panduan pelaksanaan Prima Tani, maka inovasi teknologi
diusahakan dapat memenuhi kriteria, salah satunya adalah sesuai dengan karakteristik tanah, air, iklim. Hal ini dimaksudkan agar setiap inovasi teknologi yang diperkenalkan ramah terhadap lingkungan dan tidak membawa perubahan besar untuk lingkungan. Berikut ini disajikan sebaran persepsi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto mengenai tingkat pencemaran air dan tanah akibat aktivitas pertanian di Desa Banyuroto. Tabel 32. Sebaran Persepsi Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Mengenai Pencemaran Air dan Tanah di Desa Banyuroto Tingkat Pencemaran Air dan Tanah akibat Pertanian Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Jumlah Persentase 0 0% 2 7,14% 26 92,85% 28 100%
Sumber: Data Primer 2012 (diolah) Petani Desa Banyuroto yang memiliki lahan di daerah lereng atau daerah yang kemiringannya curam menerapkan terasering. Mereka sudah terbiasa bertani di lahan yang miring atau curam. Sumber air yang mereka gunakan untuk bertani berasal dari air tanah atau air sungai, karena Desa Banyuroto juga dilewati beberapa aliran sungai dan kali. 7.5. Analisis Kualitas Kelembagaan dan Perannya Terhadap Kemandirian, Kesejahteraan Petani, dan Keberlanjutan Pertanian Strawberry Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto tentunya berperan terhadap aktivitas pertanian anggotanya, terutama terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry. Hasil penelitian menunjukkan
93
bahwa kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto telah berdampak bagi kemandirian petani secara teknik bertanam dan kesejahteraan petani, namun belum memberikan pengaruh terhadap bargaining position petani, pemenuhan kebutuhan permodalan petani, dan pertanian berkelanjutan. Tingkat penerimaan petani terhadap inovasi teknologi dan kelembagaan, adanya kesempatan mengemukakan pendapat dan berdiskusi, serta pemberian motivasi dalam setiap melaksanakan kegiatan berpengaruh bagi outcome kelembagaan gapoktan. Hal ini juga
dapat
dijadikan
evaluasi
agar
gapoktan
bisa
meningkatkan
dan
memaksimalkan kinerjanya untuk memberikan manfaat lebih banyak lagi bagi petani anggotanya maupun petani di luar anggota gapoktan. Tabel 33 berikut ini disajikan hasil analisis kualitas kelembagaan dengan outcome kelembagaan. Tabel 33. Matriks Analisis Kualitas kelembagaan dengan Outcome No 1
Kualitas Kelembagaan Kelengkapan kelembagaan
Analisis Kualitas Terhadap Outcome Kelembagaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelengkapan kelembagaan menurut persepsi responden telah lengkap. Tetapi, hal ini tidak berpengaruh banyak terhadap kemandirian, kesejahteraan ekonomi, maupun keberlanjutan pertanian strawberry. Walaupun kelembagaan yang ada lengkap, tetapi aktor yang selalu paling dominan hanyalah ketua, sekretaris, dan bendahara dalam kegiatan apapun. Sehingga, aktor lain belum berperan banyak dalam menjalankan kegiatan kelembagaan maupun dalam memajukan fungsi gapoktan.
2
Uraian kerja pengurus kelembagaan
Uraian kerja pengurus kelembagaan masih kurang jelas. Seksi humas dan seksi pemasaran seharusnya digiatkan kembali untuk membantu mengembangkan Gapoktan Desa Banyuroto menjadi unit pemasaran yang ideal. Seksi permodalan juga seharusnya lebih aktif untuk membuka peluang dan akses permodalan bagi petani-petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto yang membutuhkan permodalan lebih besar untuk mengembangkan usahanya. Uraian kerja pengurus kelembagaan yang masih kurang jelas menyebabkan belum meningkatnya bargaining position petani dan petani masih harus mengakses sumber permodalan sendiri untuk menjalankan aktivitas usahataninya.
3
Periode pergantian pengurus
Periode pergantian pengurus Gapoktan Desa Banyuroto dilakukan tidak teratur. Selain itu pengurus yang diganti biasanya hanya sekedar formalitas untuk bertukar peran saja. Belum ada manajemen yang baik dari kepengurusan. Hal ini menyebabkan belum adanya pembaruan peran pengurus mengikuti perkembangan zaman. Seharusnya pencarian dan penjalinan kemitraan pemasaran atau lobi harga jual produk pertanian bisa dijalankan oleh seksi yang bersangkutan.
94
No
Kualitas Kelembagaan
Analisis Kualitas Terhadap Outcome Kelembagaan
4
Pengetahuan anggota terhadap kelembagaan
Seluruh anggota telah paham terhadap kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Hal ini tercermin oleh manfaat yang mereka rasakan selama bergabung dalam kelembagaan tersebut. Mereka juga secara sadar ikut menjalankan aturan main yang berlaku dalam gapoktan. Seringnya pertemuan dengan penyuluh menyebabkan petani dengan cepat memahami dan mempraktikkan ilmu-ilmu pertanian modern yang dibawa oleh penyuluh. Sehingga, petani merasa mereka sudah mandiri secara teknik bertanam dan perbaikan kesejahteraan petani pun juga dirasakan oleh para petani.
5
Kesempatan mengemukakan pendapat dan berdiskusi
Seluruh anggota gapoktan sepakat bahwa ketua selaku pemimpin selalu mengemukakan pendapat dan berdiskusi dalam setiap menyelesaikan masalah. Ketua juga merangkul seluruh anggotanya dengan baik. Hal ini merupakan insentif tersendiri bagi anggota untuk menjalankan kegiatan pertanian maupun kelembagaan dengan baik. Hal ini pula yang berdampak langsung bagi adanya perbaikan kesejahteraan anggota.
6
Motivasi dalam meksanakan kegiatan
Motivasi dalam kelembagaan yang diberikan oleh ketua gapoktan cukup tinggi. Tetapi, ketua belum bisa memotivasi anggotanya untuk mendukung dan menerapkan pertanian organik yang banyak diajarkan oleh para penyuluh. Seharusnya, ada insentif dan motivasi tersendiri mengenai semangat pertanian organik di kalangan petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto. Hal ini bisa menjadi kebaikan dan contoh bagi para petani lain di Desa Banyuroto.
7
Penerimaan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan
Penerimaan terhadap inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan oleh anggota gapoktan tinggi. Kinerja inilah yang paling berpengaruh nyata terhadap outcome kelembagaan yang diharapkan. Berkat penerimaan dan kesadaran yang tinggi inilah, banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh petani, walaupun sebenarnya gapoktan harus terus mendapatkan pendampingan intensif agar bisa mengembangkan unit-unit usaha lain yang berguna bagi petani anggotanya.
8
Tingkat kegunaan kegiatan kelembagaan
Sebagian besar petani anggota merasa kegiatan kelembagaan sangatlah berguna bagi kegiatan pertanian mereka. Mereka sudah mandiri secara teknik bertanam, tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik untuk strawberry, serta adopsi usahatani strawberry yang menguntungkan.
95
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian telah diperoleh beberapa informasi penting
tentang pengelolaan kelembagaan yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto, yaitu: 1.
Gapoktan Desa Banyuroto merupakan kelembagaan petani formal yang memiliki struktur dan infrastruktur (aturan main) kelembagaan yang sudah baik. Hal ini tercermin dari indikator penting seperti Gapoktan Desa Banyuroto bekerjasama dan mempunyai hubungan yang harmonis antar aktor serta antar stakeholders terkait.
2.
Total biaya transaksi yang dikeluarkan untuk kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto mencapai Rp 533.980.000. Biaya transaksi ini ada yang hanya dikeluarkan sekali ada yang rutin dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu biaya pembentukan kelembagan, biaya sosialisasi kelembagaan, dan biaya operasional bersama. Biaya ini bersumber dari anggaran pemerintah dan iuran yang dikeluarkan oleh anggota Gapoktan Desa Banyuroto.
3.
Kualitas dari kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto tersebut mampu mendorong motivasi dan partisipasi petani untuk terus menjaga semangat pertanian selaras dengan perkembangan dan inovasi teknologi pertanian serta menyelesaikan permasalahan yang ada secara bersama-sama.
4.
Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto berdampak terhadap peningkatan kemandirian petani secara teknik bertanam, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry.
96
8.2.
Saran
1.
Gapoktan Desa Banyuroto perlu melakukan efisiensi terhadap aktor-aktor yang terlibat beserta peran dan tanggung jawab yang dijalankan oleh aktor tersebut.
2.
Struktur kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto perlu dilakukan reshuffle secara berkala dan pembaharuan peran serta tanggung jawab pengurus. Disisi lain, kegiatan yang dijalankan Gapoktan Desa Banyuroto berhasil dan bermanfaat bagi para petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto. Hal ini
agar
Gapoktan
Desa
Banyuroto
lebih
bisa
meningkatkan
kemampuannya sesuai mandat. 3.
Untuk pengurus gapoktan juga sebaiknya diadakan pelatihan dan pembinaan untuk peningkatan kemampuan manajerial dan birokrasi.
4.
Selain itu, perlu dilakukan pendampingan lebih lanjut terutama menjaring penjalinan kemitraan agar petani di Desa Banyuroto menjadi petani yang mempunyai bargaining position dalam menjalankan usahataninya. Pendampingan juga berguna agar Gapoktan Desa Banyuroto bisa meningkatkan kemampuannya menjadi unit-unit lainnya yang berguna untuk kegiatan pertanian di Desa Banyuroto.
97
DAFTAR PUSTAKA Anantanyu, Sapja. 2009. Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bappeda Kabupaten Magelang. 2004. Rencana Strategis Kabupaten Magelang Tahun 2005-2009. Bappeda Kabupaten Magelang. Biro Pusat Statistik Kabupaten Magelang 2010. „Kecamatan Sawangan dalam Angka‟. BPS Kabupaten Magelang. Biro Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah 2009. „Produk Domestik Regional Bruto Jawa Tengah 2009‟. BPS. Jawa Tengah. Bustanul, Arifin. 2000. Pembangunan Pertanian: Paradigma, Kinerja, dan Opsi Kebijakan. Pustaka Indef. Jakarta. Buzzell, et.al. 1981. Successful Share-Building Strategies. Harvard Business Review. dalam Kotler, P dan Keller, K. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta. PT Indeks. Coase, Ronald. 1960. The Problem of Social Cost. Journal of Law and Economics. Covey, SR. 1993. The 7 Habits of Highly Effective People. Simon & Schuster, Inc. Daryanto, Arief. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press. Bogor. Daryanto, Arief. 2010. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. PSEKP. Doll, J.P. and Orazem. 1984. Production Economical, Second Edition. John Wiley and Sons dalam Sahara, dkk.2004. Tingkat Pendapatan Petani Terhadap Komoditas Unggulan Perkebunan Sulawesi Tenggara. BPTP Sulawesi Tenggara. Esman, Milton J. 1986. Unsur-unsur dari Pembangunan Lembaga dalam Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional: dari Konsep ke Aplikasi. Editor J.W. Eaton. UI Press. Jakarta dalam Anantanyu, Sapja. 2009. Partisipasi Petani dalam Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Petani (Kasus di Provinsi Jawa Tengah). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fowler, A. 1992. Prioritizing Institutional Development: A New Role for NGO. London: Centres for Study and Development Sustainable Agriculture Program Gatekeeper Series SA35. 98
Gibson, J. 1986. The Ecological Approach to Visual Perception. Routledge. Granovetter, M dan Swedberg, R. 1992. The Sociology of Economic Life. Boulder: Westview Press. Hermanto. 2007. Rancangan Kelembagaan Tani dalam Implementasi Prima Tani di Sumatera Selatan. Analisis Kebijakan Pertanian. vol. 5. no.2: 110-125. Rakmat, J. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja. Bandung. Kartodihardjo H, dkk. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Kementerian Pertanian. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 496/Kpts/OT.160/9/2006 tentang Instrumen Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. http://www.deptan.go.id. diakses pada 4 Mei 2012. Kementerian Pertanian. 2006. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Vademecum Turunan Peraturan Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani Lampiran 1: Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan kelompok tani dan Gabungan kelompok tani. Vademecum Turunan Peraturan Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 42/Permentan/OT.140/7/2010 tentang Pedoman Penilaian Gabungan Kelompok Tani Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Berprestasi Tahun Anggaran 2009. http://www.deptan.go.id . diakses pada 4 Mei 2012. Koentjaraningrat. 1997. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kushartanti E, dkk. Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Magelang (2006) dalam http://bptpjateng.go.id. diakses tanggal 20 Oktober 2011. Maarif, Syamsul. 1998. Suatu Tinjauan Manajemen Perubahan Revitalisasi Kelembagaan Agribisnis. AGRIMEDIA. vol. 4. no. 3: 30-34. Manuwoto, Syafrida. 1998. Pembangunan AGRIMEDIA. vol. 4. no. 1: 21-22.
Agribisnis
Berkelanjutan.
99
Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik untuk Penelitian Rekayasa Sosial Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding Forum Agro Ekonomi. Bogor dalam Elizabeth, R dan Anugrah, IS. 2010. Kelembagaan Ekonomi pada Komunitas Petani Sayuran di Provinsi Bali. Prosiding Seminar Nasional. PESKP. Bogor. Pearson S.,dkk. 2003. Apakah Usahatani Padi di Indonesia Masih Menguntungkan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang. http://www.pemkabmagelang.go.id. diakses pada 7 Mei 2012. Rianse, U dan Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Penerbit Alfabeta. Bandung. Rudito B, Famiola M. 2008. Social Mapping Metode Pemetaan Sosial : Teknik Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti. Rekayasa Sains Bandung. Bandung. Sadikin I, Subagyono K. 2008. Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008. Bandung: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Saptana, dkk. 2006. Pengembangan Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Bali. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Saptana, dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional. PSEKP. Bogor. Simatupang, Pantjar. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. AKP. vol.2. no.3: 209-225. Sudaryanto, dkk. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 2006. „Laporan Akhir Penelitian TA 2006 Pendampingan Kegiatan Prima Tani‟. PSEKP. Bogor. Sudaryanto, dkk. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian 2005. „Laporan Akhir Pengkajian dan Pengembangan Model Operasional Percepatan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Melalui Prima Tani‟. PSEKP. Bogor. Sukardi, IS. 1993. Era Globalisasi Dunia dan Karakteristik Manusia Indonesia yang Tangguh. ISPSI dan Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Sumardjo. 1999. Kemandirian Sebagai Indikator Kesiapan Petani Menghadapi Era Globalisasi Ekonomi. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. vol.12. no. 1: 14-33.
100
Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani Kasus di Propinsi Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumardjo. 2003. Kepemimpinan dan Pengembangan Kelembagaan Perdesaan. IPB Press. Bogor. Suradisastra, dkk. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian 2009. „Laporan Hasil Penelitian Perumusan Model Kelembagaan Petani untuk Revitalisasi Kegiatan Ekonomi Perdesaan‟. PSEKP. Bogor. Syahyuti. 2005. Pembangunan Pertanian dengan Pendekatan Komunitas: Kasus Rancangan Program Prima Tani. Forum Penelitian Agro Ekonomi. vol. 23. no.2: 102-115. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan Sebagai Kelembagaan Ekonomi di Perdesaan. Analisis Kebijakan Pertanian. vol.5. no. 1: 15-35. Syahyuti. 2007. Penerapan Pendekatan Pemberdayaan dalam Kegiatan Pembangunan Pertanian: Perbandingan Kegiatan P4K, PIDRA, P4MI, dan Prima Tani. Forum Penelitian Agro Ekonomi. vol. 25. no. 2: 104-116. Tim Penyusun Laporan Akhir Prima Tani. Laporan Akhir Pelaksanaan Prima Tani Magelang. 2007. BPTP Jawa Tengah. Uphoff, Norman. 1992. Local Institutions and Participation for Sustainable Development. London: Gatekeeper Series SA31.
101
LAMPIRAN
102
Lampiran 1. Peta Administratif Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang
103
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Buah Strawberry Organik Desa Banyuroto
Klinik Agribisnis Kecamatan Sawangan
Kebun Wisata Petik Strawberry
Tumpang sari Strawberry dengan daun bawang
Kandang Sapi Komunal Milik Anggota Gapoktan
Tempat Penyimpanan Pupuk Kandang Petani
104
Lampiran 3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007 Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani Lampiran 1: Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompoktani dan Gabungan Kelompoktani Bab dan Subbab Materi Isi VI. Gabungan Kelompoktani (Gapoktan)
6.1. Peningkatan Kemampuan Gapoktan
6.1.1 Usahatani
Unit
Pengembangan kelompoktani diarahkan pada peningkatan kemampuan setiap kelompoktani dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompoktani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Kelompoktani yang berkembang bergabung ke dalam Gabungan Kelompoktani (Gapoktan). Gapoktan yang kuat dan mandiri dicirikan antara lain: 1. Adanya pertemuan/ rapat anggota/ rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan. 1. Disusunnya rencana kerja Gapoktan secara bersama dan dilaksanakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipasi. 2. Memiliki aturan/norma tertulis yang disepakati dan ditaati bersama. 3. Memiliki pencatatan/pengadministrasian setiap anggota organisasi yang rapih. 4. Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu dan hilir. 5. Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar. 6. Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya. 7. Adanya jalinan kerjasama antara Gapoktan dengan pihak lain. 8. Adanya pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan Gapoktan. Peningkatan kemampuan Gapoktan dimaksudkan agar dapat berfungsi sebagai unit usahatani, unit usaha pengolahan, unit usaha sarana dan prasarana produksi, unit usaha pemasaran dan unit usaha keuangan mikro serta unit jasa penunjang lainnya sehingga menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Agar kegiatan usahatani petani dapat berlangsung dengan baik, Gapoktan diarahkan agar mempunyai kemampuan sebagai berikut: 1. Mengambil keputusan dalam menentukan pengembangan produksi usahatani yang menguntungkan berdasarkan informasi yang tersedia dalam bidang teknologi, sosial, permodalan, sarana produksi, dan sumberdaya alam lainnya. 2. Menyusun rencana definitif Gapoktan dan melaksanakan kegiatan atas dasar pertimbangan efisiensi. 3. Memfasilitasi penerapan teknologi (bahan, alat, cara) usahatani kelompoktani sesuai dengan rencana kegiatan Gapoktan. 4. Menjalin kerjasama/kemitraan dengan pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan usahatani. 5. Menaati dan melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan bersama dalam organisasi, maupun kesepakatan dengan pihak lain. 6. Mengevaluasi kegiatan bersama dan rencana kebutuhan Gapoktan, sebagai bahan rencana kegiatan yang akan datang. 7. Meningkatkan kesinambungan produktivitas dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. 8. Mengelola administrasi secara baik. 9. Merumuskan kesepakatan bersama, baik dalam memecahkan masalah maupun untuk melakukan berbagai kegiatan Gapoktan.
105
10. 6.1.2 Unit Usaha Pengolahan
6.1.3 Unit Usaha Sarana dan Prasarana Produksi
6.1.4 Unit Usaha Pemasaran
6.1.5 Unit Usaha Keuangan Mikro
Merencanakan dan melaksanakan pertemuan-pertemuan berkala baik di dalam Gapoktan atau dengan instansi/lembaga terkait. Sebagai unit usaha pegolahan, hendaknya Gapoktan memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Menyusun perencanaan kebutuhan peralatan pengolahan hasil usahatani petani dan kelompoktani. 2. Menjamin kerjasama/kemitraan usaha dengan pengusaha pengolahan hasil-hasil pertanian. 3. Menjalin kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak penyedia peralatan-peralatan pertanian. 4. Mengembangkan kemampuan anggota Gapoktan dalam pengolahan produk-produk hasil pertanian. 5. Mengorganisasikan kegiatan produksi anggota Gapoktan ke dalam unit-unit usaha pengolahan. Sebagai unit usaha sarana dan prasarana, hendaknya Gapoktan memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Menyusun perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana setiap anggotanya 2. Menjalin kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak penyedia sarana dan prasarana produksi pertanian (pabrik dan kios saprotan). 3. Mengorganisasikan kegiatan penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian dengan dinas terkait dan lembaga-lembaga usaha sarana produksi pertanian. 4. Menjalin kerjasama, kemitraan usaha dengan pihak penyedia sarana produksi, pengolahan, pemasaran hasil dan atau permodalan. Sebagai unit usaha pemasaran, hendaknya Gapoktan memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Mengidenifikasi, menganalisis potensi dan peluang pasar berdasarkan sumberdaya yang dimiliki untuk mengembangkan komoditi yang dikembangkan/diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang lebih besar. 2. Merencanakan kebutuhan pasar berdasarkan sumberdaya yang dimiliki dengan memperhatikan segmentasi pasar. 3. Menjalin kerjasama/kemitraan usaha dengan pemasok-pemasok kebutuhan pasar. 4. Mengembangkan penyediaan kebutuhan-kebutuhan pasar produk pertanian. 5. Mengembangkan kemampuan memasarkan produk-produk hasil pertanian. 6. Menjalin kerjasama/kemitraan usaha dengan pihak pemasok hasil-hasil produksi pertanian. 7. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis potensi usaha masing-masing anggota untuk dijadikan satu unit usaha yang menjamin pada permintaan pasar dilihat dari kuantitas, kualitas, serta kontinuitas. Agar kegiatan usaha keuangan mikro dapat berlangsung dengan baik, Gapoktan diarahkan agar mempunyai kemampuan sebagai berikut: 1. Menumbuhkembangkan kreativitas dan prakarsa anggota Gapoktan untuk memanfaatkan setiap informasi dan akses permodalan yang tersedia. 2. Meningkatkan kemampuan anggota Gapoktan untuk dapat mengelola keuangan mikro secara komersial. 3. Mengembangkan kemampuan untuk menggali sumber-sumber usaha yang mampu meningkatkan permodalan. 4. Mendorong dan mengadvokasi anggota agar mau dan mampu melaksanakan kegiatan simpan-pinjam guna memfasilitasi
106
6.2 Fungsi Gapoktan
pengembangan modal usaha. Munculnya berbagai peluang dan hambatan sesuai dengan lingkungan sosial ekonomi setempat, membutuhkan adanya pengembangan kelompoktani ke dalam suatu organisasi yang jauh lebih besar. Beberapa kelompoktani bergabung ke dalam gabungan kelompoktani (Gapoktan). Penggabungan dalam Gapoktan terutama dapat dilakukan oleh kelompoktani yang berada dalam satu wilayah administrasi pemerintahan untuk menggalang kepentingan bersama secara kooperatif. Wilayah kerja Gapoktan sedapat mungkin di wilayah administratif desa/kecamatan, tetapi sebaiknya tidak melewati batas wilayah kabupaten/kota. Penggabungan kelompoktani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompoktani dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usahatani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerjasama dalam peningkatan posisi tawar. Pembentukan Gapoktan dilakukan dalam suatu musyawarah yang dihadiri minimal oleh para kontak tani/ ketua kelompoktani yang akan bergabung, setelah sebelumnya di masing-masing kelompok telah disepakati bersama para anggota kelompok untuk bergabung ke dalam Gapoktan. Dalam rapat pembentukan Gapoktan sekaligus disepakati bentuk, susunan, dan jangka waktu kepengurusannya, ketentuanketentuan yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing kelompok. Ketua Gapoktan dipilih secara musyawarah dan demokrasi oleh para anggotanya, dan selanjutnya ketua memilih kepengurusan Gapoktan lainnya, untuk mendapatkan legitimasi, kepengurusan Gapoktan dikukuhkan oleh pejabat wilayah setempat. Gapoktan melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut: Merupakan satu kesatuan unit produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar (kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan harga) 1. Penyediaan saprotan (pupuk bersubsidi, kualitas, kontinuitas, dan lainnya) serta menyalurkan kepada para petani melalui kelompoknya. 2. Penyediaan modal usaha dan menyalurkan secara kredit/pinjaman kepada para petani yang memerlukan. 3. Melakukan proses pengolahan produk para anggota (penggilingan, grading, pengepakan, dan lainnya) yang dapat meningkatkan nilai tambah. 4. Menyelenggarakan perdagangan, memasarkan atau menjual produk petani kepada pedagang/industri hilir.
Sumber: Kementerian Pertanian 2007
107
Lampiran 4. Tabel Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gapoktan Desa Banyuroto 2007-sekarang Anggaran Dasar No Bab Uraian Pasal 1.
Bab I Nama dan Waktu
2.
Bab II Azaz dan Tujuan
3.
Bab III Sifat dan Fungsi
4.
Bab IV Keanggotaan
5.
Bab V Kewajiban dan Hak Anggota
Pasal 1 1. Kelompok tani-ternak ini bernama GAPOKTAN DESA BANYUROTO. 2. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah kelompok-kelompok petani dan peternak dalam kaitannya dengan pembudidayaan dan berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan. Pasal 2 Organisasi ini berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan. Pasal 3 Tujuan Gapoktan Desa Banyuroto adalah: 1. Sebagai wadah kerukunan kelompok-kelompok tani sedesa Banyuroto. 2. Menggalang kepentingan bersama secara kooperatif agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. 3. Menumbuhkembangkan jiwa petani peternak yang berwawasan lingkungan. 4. Sebagai media informasi. 5. Menciptakan desa wisata tani-ternak. 6. Menciptakan petani-peternak andalan (petani-peternak sejati). 7. Sebagai awal terbentuknya sistem pemasaran yang menguntungkan petani. Pasal 4 Organisasi Gapoktan Desa Banyuroto bersifat terbuka dan transparan. Pasal 5 Organisasi kelompok ini berfungsi: 1. Sarana pendidikan demokrasi. 2. Sebagai wadah menampung aspirasi dan kreativitas kelompokkelompok petani peternak. 3. Melaksanakan kerjasama dengan berbagai pihak. 4. Melaksanakan pembinaan pendidikan atau penyuluhan, pelatihan dan upaya-upaya mendapatkan segala bentuk informasi untuk kemajuan pertanian dan peternakan. Pasal 6 1. Anggota Gapoktan Desa Banyuroto terdiri dari kelompok-kelompok tani sedesa Banyuroto. 2. Keanggotaan dibuktikan dengan pernyataan dan pencatatan dalam daftar anggota. Pasal 7 Yang menjadi anggota kelompok tani-ternak Gapoktan Desa Banyuroto adalah wakil-wakil kelompok tani-ternak sedesa Banyuroto dan sanggup bersedia melakukan hak dan kewajiban sebagai anggota. Pasal 8 Keanggotaan didasarkan pada kesamaan kepentingan dengan azaz kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pasal 9 1. Setiap anggota berkewajiban melaksanakan program kelompok 2. Mengikuti musyawarah dan rapat kelompok 3. Menjunjung tinggi nama baik kelompok. Pasal 10 1. Setiap anggota punya hak bicara, menyampaikan Persepsi, usul dalam kaitannya dengan kelompok. 2. Memperoleh perlindungan, pembelaan, dan perlakuan yang sama.
108
6.
Bab VI Keuangan
7.
Bab VII Pengurus Kelompok
8.
BAB VIII Peranan Pemerintah
9.
BAB IX Pembubaran Organisasi Gapoktan
10.
BAB X Penyelesaian
11.
BAB XI Penutup
Pasal 11 1. Sumber keuangan kelompok didapat dari: a. Iuran anggota b. Sumbangan/bantuan modal usaha PUAP dari pemerintah. c. Usaha-usaha lain yang sah dan halal. 2. Keuangan kelompok diadministrasikan secara tertib oleh pengurus/bendahara. Pasal 12 1. Pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara yang dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota. 2. Syarat-syarat menjadi pengurus: a. Mempunyai sifat jujur dan disiplin. b. Syarat-syarat lain diatur dalam peraturan organisasi. 3. Setiap anggota wajib dan berhak dipilih menjadi pengurus. Pasal 13 1. Tugas kewajiban pengurus adalah memimpin organisasi kelompok dan usaha kelompok. 2. Pengurus bertanggung jawab dan wajib melaporkan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan kelompok. 3. Pengurus wajib menyelenggarakan rapat anggota. 4. Pengurus harus menjaga kerukunan anggota. Pasal 14 Pengurus berwenang melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan kelompok sesuai dengan tanggung jawab dalam keputusan-keputusan dalam rapat angota. Pasal 15 Pemerintah desa berkewajiban memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan, dan fasilitas-fasilitas terhadap organisasi kelompok tani Gapoktan. Pasal 16 Guna melaksanakan kewajiban pasal 15 dengan tidak mengurangi hak dan kewajiban organisasi kelompok untuk mengatur diri sendiri. Pasal 17 Pemerintah desa dapat menghadiri dan turut berbicara dalam rapat anggota dalam kapasitas sebagai dewan penasehat. Pasal 18 1. Pembubaran organisasi dilakukan apabila organisasi tidak lagi memenuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan organisasi. 2. Organisasi yang bersangkutan dalam keadaan sedemikian rupa shingga tidak dapat diharapkan lagi kelangsungan hidupnya. 3. Pembubaran organisasi Gapoktan atas kehendak rapat anggota. 4. Sejak tanggal dikeluarkannya keputusan pembubaran organisasi maka pengurus segera melaporkan hal keberadaan akhir organisasi kepada pihak pemerintah desa (instansi yang terkait). Pasal 19 1.Segala bentuk penyelesaian organisasi ditangan pemerintah yang telah dimusyawarahkan dengan pengurus Gapoktan 2. Tindak lanjut penanganan terhadap organisasi kelompok Gapoktan diumumkan kepada seluruh anggota. Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran dasar ini akan diatur selanjutnya dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) atau peraturanperaturan organisasi yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) ini.
109
1.
BAB I Kenggotaan
2.
BAB II Kewajiban dan Hak Anggota
3.
BAB III Rapat Anggota
4.
BAB IV Kepengurusan
5.
BAB V Keuangan
6.
BAB VI Penutup
ANGGARAN RUMAH TANGGA Pasal 1 1. Keanggotaan Gapoktan adalah warga desa Banyuroto yang sudah masuk dalam keanggotaan kelompok-kelompok tani sedesa Banyuroto. 2. Keanggotaan berlandasakan mental setia kawan dan kesadaran pribadi. Pasal 2 Setiap anggota berkewajiban: a. Menjaga kerukunan sesama anggota. b. Mentaati dan mematuhi peraturan-peraturan Gapoktan. c. Ikut andil dalam pelaksanaan program-program kegiatan kelompok. Pasal 3 Setiap anggota berhak: a. Menyatakan Persepsi. b. Memperoleh perlindungan, pembelaan, dan perlakuan yang adil. Pasal 4 1. Rapat anggota dipimpin oleh ketua/wakil ketua. 2. Rapat anggota dilaksanakan secara periodik sesuai kesepakatan anggota. 3. Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan, dalam hal ini tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pasal 5 Rapat anggota menetapkan dan memutuskan: 1. Program kegiatan Gapoktan. 2. Rencana Usaha Bersama (RUB). 3. Pola pengembangan usaha aribisnis anggota dan unit usaha otonom Gapoktan. 4. Menetapkan tata tertib atau peraturan-peraturan Gapoktan. 5. Pengesahan pertanggungjawaban pengurus. Pasal 6 Syarat-syarat menjadi pengurus: 1. Mempunyai sifat jujur dan disiplin. 2. Mengerti tugas dan tanggung jawab sebagai pengurus. Pasal 7 Pengurus berkewajiban menyelenggarakan rapat anggota dan mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan. Pasal 8 Pengurus berwenang melakukan tindakan-tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan kelompok sesuai dengan tanggung jawabnya. Pasal 9 Masa jabatan pengurus disesuaikan perkembangan kelompok. Pasal 10 Sumber keuangan Gapoktan diperoleh dari: a. Bantuan modal usaha PUAP dari pemerintah b. Iuran wajib c. Usaha-usaha lain yang sah d. Iuran-iuran yang sesuai keadaan atau kebutuhan kelompok Pasal 11 Ha-hal yang berkaitan dengan keuangan harus diadministrasikan dan dilaporkan atau disampaikan dalam rapat anggota. Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh pengurus kelompok.
Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2007
110
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 A. Identifikasi kelembagaan oleh ketua atau sekretaris gapoktan a. Aktor Siapa saja yang terlibat dalam kelembagaan, beserta peran dan wewenangnya dalam kelembagaannya? (identifikasi struktur kelembagaan) .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... B. Aturan Kelembagaan Identifikasi kelembagaan formal dan informal yang ada di program Prima Tani dan Gapoktan Desa Banyuroto 1.a. Kelembagaan formal Apakah ada peraturan formal mengenai kelembagaan kelompok tani yang ada di dalam Gapoktan Desa Banyuroto? [ ] Ya [ ] Tidak Kalau Ya, sebutkan jenis peraturan dan hal-hal yang diatur: .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... b. Kelembagaan informal Apakah ada peraturan informal mengenai kelembagaan kelompok tani yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto? [ ] Ya [ ] Tidak Kalau Ya, sebutkan jenis peraturan dan hal-hal yang diatur: .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .............................................................................................................................. 3. Bagaimana dengan aturan boundary yang terdapat di Gapoktan Desa Banyuroto 111
.................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................... 4. Bagaimana monitoring terhadap aturan dan sanksi bila melakukan kesalahan? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ................................................................................................................................... 5. Apabila terjadi konflik, jenis konflik apa yang biasa terjadi dan bagaimana menyelesaikannya? .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ............................................................................................................................... B. Biaya transaksi oleh ketua atau sekretaris Gapoktan Biaya Manajemen Organisasi No Biaya ∑ Nominal Keterangan/alasan 1 2 3.
Biaya pertemuan musyawarah anggota Biaya kumpul rutin Biaya monitoring sanksi
dan
112
Lampiran 6. Tabel Analisis Kualitas Kelembagaan Parameter 1. Kejelasan kelembagaan: Struktur, aturan, dan pengetahuan anggota tentang kelembagaan
4. Keefektivan kelembagan: Partisipasi dan pencapaian kemandirian petani, kesejahteraan ekonomi petani, dan keberlanjutan pertanian secara ekologi
Indikator 1. Struktur kelembagaan berkaitan dengan perbedaan kedudukan antar anggota, danpembagian tugas. Selanjutnya, bagaimana kelengkapan struktur tugas kelembagaan yang diaturnya dan persentase jumlah anggota yang diberi kejelasan. Struktur kelompok diukur dengan skala ordinal. Indikator struktur kelembagaan adalah: a. Kelengkapan susunan pengurus, kategorinya: - Tinggi, jika susunannya lengkap: 3 - Sedang, jika susunannya kurang lengkap: 2 - Rendah, jika susunannya tidak lengkap: 1 b. Terdapat uraian kerja (pembagian tugas dan wewenang) pada pengurus kelembagaan, kategorinya: - Tinggi, jika uraian kerja jelas: 3 - Sedang, jika uraian kerja kurang jelas: 2 - Rendah, jika uraian kerja tidak jelas: 1 c. Anggota kelembagaan mengetahui susunan pengurus kelembagaan, kategorinya: - Tinggi, jika paham susunan kepengurusan: 3 - Sedang, jika kurang paham: 2 - Rendah, jika tidak paham: 1 d. Anggota kelembagaan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, kategorinya: - Tinggi, jika menjalankan dengan baik: 3 - Sedang, jika kurang baik: 2 - Rendah, jika tidak baik: 1 e. Keteraturan waktu pergantian atau penyempurnaan pengurus kelembagaan, kategorinya: - Tinggi, jika pergantiannya teratur: 3 - Sedang, jika pergantiannya kurang teratur: 2 -Rendah, jika pergantiannya tidak teratur: 1 2. Kejelasan aturan merupakan analisis untuk mengetahui aturan informal yang dibuat secara tertulis atau lisan. Pengukurannya dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) lisan, (2) tertulis, dan (3) keduanya. 3. Pengetahuan masyarakat terhadap kelembagaan merupakan analisis untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan masyarakat mengenai aktor yang terlibat beserta interaksi dan aturan yang berlaku. Pengukurannya dilakukan menggunakan skala ordinal dan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) tidak paham, (2) kurang paham, dan (3) paham. 1. Partisipatif, indikatornya adalah: a. Memberikan kesempatankepada anggotanya untuk mengemukakan pendapat dalam membuat keputusan, kategorinya: - Tinggi, jika diberi kesempatan yang leluasa: 3 - Sedang, jika kurang diberi kesempatan: 2 - Rendah, jika tidak diberi kesempatan: 1 b. Mengajak berdiskusi anggotanya guna memecahkan persoalan, kategorinya: - Tinggi, jika melakukan diskusi intensif: 3 - Sedang, jika jarang melakukan diskusi: 2 - Rendah, jika tidak melakukan diskusi: 1 c. Memberi dorongan/motivasi kepada anggotanya untuk melaksanakan tugas/pekerjaan, kategorinya: - Tinggi, jika memberikan motivasi tinggi: 3 - Sedang, jika memberikan sedikit motivasi: 2 - Rendah, jika tidak memberikan motivasi: 1
113
2. Efektivitas kelembagaan adalah tercapainya tujuan kelembagaan dihubungkan dengan besarnya kepuasan anggota dalam mencapai dan setelah tercapainya tujuan kelompok. Efektivitas kelompok diukur menggunakan skala ordinal dengan penjabaran variabelnya sebagai berikut: a. Perubahan perilaku, indikatornya adalah: 1) Rata-rata tingkat penerimaan petani terhadap tatacara pertanian yang diintroduksikan Prima Tani melalui Gapoktan Desa Banyuroto, kategorinya: - Tinggi, jika petani menerima: 3 - Sedang, jika kurang menerima: 2 - Rendah, jika tidak menerima: 1 b. Perubahan produktivitas petani anggota kelompok, indikatornya adalah: c. Tingkat keberhasilan anggota, indikatornya adalah: 1) Rata-rata tingkat kegunaan dari kegiatan kelembagaan bagi anggota, kategorinya: - Tinggi, jika memberikan manfaat: 3 - Sedang, jika kurang bermanfaat: 2 - Rendah, jika tidak bermanfaat: 1 2) Persentase rencana kegiatan kelompok yang berhasil dilaksanakan, kategorinya: - Tinggi, jika berhasil dilaksanakan: 3 - Sedang, jika kurang berhasil: 2 - Rendah, jika tidak berhasil: 1
114
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Anggi Presti Adina, dilahirkan di Magelang tanggal 8 Maret 1991 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ilmiyati dan Sunarto (Alm.) Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 05 Pagi Lubang Buaya tahun 1996-2002. Kemudian menempuh pendidikan di SMP Negeri Kajoran 1 Magelang tahun 2002-2003 dilanjutkan di SMP Negeri 272 Jakarta tahun 20032005 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 48 Jakarta tahun 2005-2008. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008 dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain itu, penulis mengambil minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, Fakultas Kehutanan. Selain menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM IPB) 2010, Resource and Environmental Economics Student Association (REESA ESL FEM IPB) 2011, dan juga unit kegiatan mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan dan menjadi volunteer di berbagai acara. Selain itu penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan serta lomba karya tulis ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) maupun lomba karya tulis sastra. Penulis juga menerima beasiswa yaitu beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 2009-2012.
115