ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BENIH IKAN PATIN DI DEDDY FISH FARM KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
Oleh : ARI KOMARA A14105514
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
ARI KOMARA. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Benih Ikan Patin Di Deddy Fish Farm Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI). Pada masa ini dimana laju populasi penduduk meningkat seiring dengan laju konsumsinya, masyarakat membutuhkan bahan pangan yang bergizi untuk memenuhi asupan gizinya. Ikan patin merupakan salah satu bahan pangan alami, aman dan bergizi tinggi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Kualitas dan kuantitas benih sangat menentukan output ikan patin yang akan dihasilkan. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas benih menjadi sangat penting dalam usaha pembesaran ikan patin. Jika benih yang digunakan berkualitas baik, maka kemungkinan besar ikan patin yang dihasilkan akan berkualitas baik pula. Deddy Fish Farm (DFF) merupakan salah satu usaha pembenihan ikan patin dimana permintaan benih yang terjadi dihadapi dari tahun ke tahun cenderung meningkat dengan adanya fluktuasi permintaan tiap tahunnya (musiman). Adanya fluktuasi permintaan menyebabkan sering terjadi periode kekurangan atau kelebihan persediaan benih ikan patin akibat permintaan yang berfluktuatif. Kerugian yang ditimbulkan dari kelebihan persediaan benih adalah biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk memelihara benih yang tertunda penjualannya. Selain itu benih yang tertunda penjualannya biasanya akan dijual dibawah harga pokok penjualannya karena tidak sesuai dengan keinginan konsumen, sedangkan kerugian yang ditimbulkan oleh kekurangan persediaan adalah kehilangan penerimaan akibat tidak terpenuhinya permintaan konsumen oleh perusahaan. Oleh karena itu, DFF harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fluktuasi permintaan benih ikan patin. Selain itu DFF juga membutuhkan peramalan yang akurat guna memprediksi permintaan benih yang berfluktuatif dengan cara mengetahui pola permintaan yang dihadapi. Dengan mengetahui pola permintaannya, diharapkan perusahaan dapat memproduksi benih secara tepat sesuai dengan permintaan, sehingga terhindar dari kerugian akibat kelebihan dan kekurangan persediaan. Dari penjelasan tadi maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pergerakan dan memprediksi permintaan pada periode yang akan datang serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin. Selain itu, tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode peramalan permintaan benih ikan patin terbaik. Untuk menganalisis faktor-faktor tersebut digunakan metode kausal regresi berganda. Bentuk atau model regresi berganda yang digunakan ada dua macam. Model pertama adalah regresi dalam bentuk logaritma natural (double log), sedangkan model regresi kedua dalam bentuk linear berganda tanpa log. Model regresi terbaik adalah model yang memiliki koefisien determinasi tertinggi setelah diuji oleh berbagai statistik uji. Kemudian, metode peramalan yang digunakan untuk meramalkan permintaan benih ikan patin ada dua macam, yaitu metode peramalan time series dan metode peramalan kausal (regresi). Metode time series yang akan digunakan diantaranya single exponential smoothing, double exponential smoothing,
dekomposisi (aditif dan multiplikatif), Winters (aditif dan multiplikatif), ARIMA SARIMA. Sementara itu, untuk metode kausal akan digunakan dua bentuk regresi yang telah dianalisis sebelumnya. Dimana untuk mendapatkan nilai prediksi menggunakan metode ini, kita akan meramalkan setiap variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan benih menggunakan metode time series terlebih dahulu. Kemudian hasil ramalan tersebut akan dimasukkan ke dalam persamaan regresi untuk mendapatkan hasil ramalan. Kedua cara peramalan ini kemudian akan dibandingkan, peramalan terbaik didapatkan pada metode yang memiliki nilai MSE terkecil. Dari hasil analisis faktor-faktor menggunakan model satu dan model dua tidak jauh berbeda, dimana diketahui bahwa semua variabel independent yang dihipotesiskan sebelumnya secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai permintaan benih ikan patin. Kemudian variabel atau faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin adalah variabel harga jual benih (X1) dan permintaan periode sebelumnya (X4) sedangkan variabel harga rata-rata ikan patin (X2) dan harga rata-rata ikan lele (X3) tidak berpengaruh nyata. kemudian pada model satu dan model dua tidak terdapat autokorelasi dan multikolinear antar variabel independentnya. Selain itu residual pada kedua model sudah menyebar normal. Dari kedua model tersebut diketahui bahwa bentuk regresi double log merupakan bentuk terbaik dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin karena mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 75,8 persen lebih besar dari bentui dua yaitu bentuk regresi tanpa transformasi. Nilai elastisitas pada model satu dan model dua juga tidak berbeda jauh, dimana variabel harga jual benih (X1) bersifat elastis sedangkan harga rata-rata ikan patin (X2), harga rata-rata ikan lele (X3) dan penjualan periode sebelumnya (X4) bersifat tidak elastis. Oleh karena itu, penentuan harga jual harus dilakukan secara hati-hati guna menghindari kerugian akibat kesalahan dalam penentuan harga jual. Peramalan pemintaan mengunakan metode technical yaitu metode SARIMA (1,0,0)(0,0,1)12 merupakan metode terbaik guna memprediksi permintaan periode yang akan datang karena memiliki MSE terkecil jika dibandingkan dengan metode kausal. Contoh prediksi permintaan menggunakan metode SARIMA (1,0,0)(0,0,1)12 diketahui bahwa nilai permintaan masih memiliki trend menurun dan akan berfluktuasi. Pada pertengahan tahun yaitu pada musim kemarau permintaan akan benih ikan patin akan menurun dan akan meningkat kembali pada akhir tahun yaitu pada musim penghujan. peningkatan permintaan pada bulan-bulan tersebut dikarenakan banyaknya para petani pembesar atau pengusaha ikan patin konsumsi yang mulai memelihara benih ikan. Selain itu, kondisi alam yang kondusif untuk memelihara benih ikan memicu peningkatan permintaan tehadap benih ikan patin. Di lain pihak, penurunan permintaan pada musim kemarau disebabkan oleh kondisi alam pada musim kemarau yang tidak kondusif untuk memelihara dan pembesaran ikan patin. Dimana pada musim kemarau, ikan-ikan rentan terkena penyakit akibat menurunnya kualitas air baik di danau, sungai, waduk ataupun kolam tempat ikan patin dibesarkan. Oleh karenanya, pada bulan-bulan tersebut petani pembesar cenderung mengurangi permintaan benih ikannya. Pengurangan benih ini juga merupakan salah satu cara yang digunakan petani pembesar agar padat tebar benih persatuan luas menjadi sedikit. Hal ini dilakukan karena padat
tebar yang terlalu padat dapat menyebabkan benih rentan terhadap penyakit apalagi jika kualitas media air yang digunakan berkualitas buruk. Oleh karena itu, dengan dilakukannya pengurangan padat tebar ini diharapkan kerugian akibat benih yang mati terkena penyakit atau tidak bisa beradaptasi dengan media pemeliharaan yang buruk dapat dihindari.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BENIH IKAN PATIN DI DEDDY FISH FARM KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR
Oleh : ARI KOMARA A14105514
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin di Deddy Fish Farm Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Nama
: Ari Komara
NRP
: A14105514
Program studi : Ektensi Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 131.415.082
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131.124.019
Tanggal kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BENIH IKAN PATIN DI DEDDY FISH FARM KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH
Bogor, Februari 2008
Ari Komara A14105514
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Agus Komara dan Ibu Iing Suhartatik yang dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Januari 1984. Penulis lulus dari SD Negeri Ciparigi pada tahun 1996, setelah itu melanjutkan ke SMP Negeri 8 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bogor kemudian melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor, Program Studi Teknologi dan Manajemen Produksi Benih Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Setelah itu pada tahun 2005 penulis melanjutkan kembali pendidikannya ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Skripsi ini mengambil topik mengenai ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Benih Ikan Patin di Deddy Fish Farm Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin dan memprediksi permintaan pada periode yang akan datang. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi yang telah dibuat ini. Semoga apa yang penulis sampaikan pada skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan Deddy Fish Farm khususnya agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan jangka pendek maupun jangka panjang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Agus Komara dan Ibu Iing Suhartatik yang telah memberikan dukungan moril maupun materil 2. Intan Komara, Berliana Komara dan Abi Komara yang selalu memberikan semangat dan dukungan. 3. Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya. 4. Ibu Ir. Netty Tinaprilla, MM yang telah menjadi dosen evaluator dan memberikan masukan pada penelitian saya. 5. Bapak Dr. Ir. Haryanto, MS atas masukan sebagai dosen penguji pada waktu sidang. 6. Ibu Etriya, SP, MM selaku komisi pendidikan dan masukan serta perbaikan pada waktu sidang. 7. Bapak Deddy Chandra selaku pemilik perusahaan yang telah memberikan waktu dan tempat bagi penulis untuk melakukan penelitian. 8. Teman-teman R.A Maryanto, R.Putria, A. Yudo, E.Santoso, K.I Ahmad, R.Damayanty, R.Yuriandini, S.Prasetyo, Santy, N.Idaman, I.Kurniasari, T.C Negara, M.Hadinugroho, I.W.Utami, R.K Herlita, Rusmayanti, M.Junaidi, Setiawan, F.Dwikartini, R.Arianika, M. Arfan, Nusrat.N, D. Dwinata, W. Pamungkas serta semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xv
I. PENDAHULUAN .....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................
5
1.4 Kegunaan Penelitian..............................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
6
2.1 Morfologi dan Taksonomi Patin ...........................................................
6
2.2 Jenis-Jenis Ikan Patin ...........................................................................
7
2.3 Teknik Pembenihan Ikan Patin Secara Intensif ....................................
8
2.4 Penelitian Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Produk Agribisnis .............................................................
10
2.5 Penelitian Terdahulu Tentang Peramalan Permintaan Produk Agribisnis.............................................................................................
13
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................
16
3.1 Kerangka Teoritis...................................................................................
16
3.1.1 Permintaan dan Penawaran..............................................................
16
3.1.2 Permintaan Input (derived demand) ................................................
22
3.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Input ....................
27
3.1.4 Peramalan Permintaan .....................................................................
29
3.1.6 Teknik Peramalan ............................................................................
30
3.1.6.1 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Data Stasioner ............
29
3.1.6.2 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Data dengan Trend.....
29
3.1.6.3 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Data dengan Musiman 30 3.1.6.4 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Deret Bersiklus ..........
30
3.2 Kerangka Konseptual ............................................................................
32
IV. METODE PENELITIAN .........................................................................
37
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................
37
4.2 Jenis dan Sumber Data ..........................................................................
37
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Peramalan Permintaan ............
37
4.3.1 Pengumpulan dan Pemadatan Data .................................................
37
4.3.2 Metode Kausal .................................................................................
38
4.3.1 Metode Regresi Berganda...........................................................
38
4.3.2 Perumusan Model .......................................................................
39
4.3.3 Pengujian Model Regresi ..........................................................
40
4.3.4 Elastisitas ...................................................................................
44
4.3.3 Peramalan Time Series dan Ekstrapolasi data ................................
45
4.3.3.1 Single Exponential Smoothing(SES).......................................
45
4.3.3.2 Double Exponential Smoothing(Holt) ....................................
46
4.3.3.3 Winters.....................................................................................
46
4.3.3.4 Dekomposisi ............................................................................
48
4.3.3.5 Metode ARIMA .......................................................................
49
4.4 Pemilihan Metode Peramalan Terbaik.................................................
52
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ..................................................
53
5.1 Sejarah Lokasi.......................................................................................
53
5.2 Struktur Organisasi................................................................................
55
5.3 Deskripsi Konsumen dan Produk DFF .................................................
56
5.4 Fasilitas Pembenihan.............................................................................
57
xi
VI. HASIL dan PEMBAHASAN ....................................................................
60
6.1 Analisis Faktor Permintaan Benih Ikan Patin .......................................
60
6.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Benih Ikan Patin Model 1 .............................................................................
60
6.1.2 Elastisitas Variabel pada Model 1 ..............................................
66
6.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Benih Ikan Patin Model 2 .............................................................................
67
6.1.4 Elastisitas Variabel pada Model 2...............................................
73
6.2 Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Di DFF .................................
73
6.2.1 Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Metode Time Series....
73
6.2.2 Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Metode Kausal ...........
77
VII. KESIMPULAN dan SARAN .................................................................
80
7.1 Kesimpulan ....................................................................................
80
7.2 Saran ..............................................................................................
81
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
83
LAMPIRAN .....................................................................................................
84
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Konsumsi Asal Ikan Tahun 2001-2006........................ 2
2.
Perkembangan Produksi Ikan Tahun 2001 - 2006................................ 2
3.
Spesifikasi Akuarium Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Deddy Fish Farm........................ 57
4.
Hasil Analisis Ragam Model Double Log ............................................ 60
5.
Analisis Variabel Pada Model Regresi Double Log ............................. 62
6.
Elastisitas Variabel Independent pada Model 1 ................................... 66
7.
Hasil Analisis Ragam Model Linear Berganda Tanpa Log .................. 67
8.
Analisis Variabel Pada Model Regresi Linear Berganda Tanpa Log ... 69
9.
Elastisitas Variabel Independent pada Model 2 ................................... 73
10.
Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Metode Time Series.............. 75
11.
Contoh Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Di DFF Tahun 2008 Menggunakan Metode Time Series....................................................... 77
12.
Contoh Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Di DFF Tahun 2008 Menggunakan Metode Kausal .............................................................. 78
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kurva Permintaan Umum .................................................................... 16
2.
Pergeseran Kurva Permintaan.............................................................. 16
3.
Pergeseran Kurva Permintaan.............................................................. 19
4.
Keseimbangan Kurva Permintaan dan Penawaran Umum .................. 20
5.
Kondisi Excess Demand dan Excess Supply........................................ 21
6.
Kurva Derived demand dan Primary demand ..................................... 23
7.
Penurunan Kurva Permintaan Input .................................................... 25
8.
Pergeseran Kurva Permintaan Input ................................................... 25
9.
Kerangka Operasional Penelitian ........................................................ 35
10.
Struktur Organisasi Deddy Fish Farm ................................................. 54
11.
Permintaan Benih Ikan Patin di DFF ................................................... 75
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Produki Benih Ikan pada Kolam Pembenihan Dirinci Menurut Kecamatan Kabupaten Bogor (ribu ekor) ...................................... 84
2.
Hasil Analisis Regresi Menggunakan Model Double Log.............. 86
3.
Hasil Analisis Regresi Menggunakan Model Linear Berganda Tanpa log......................................................................................... 87
4.
Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Menggunakan Metode Time Series bentuk 1 dan 2 ............................................................. 88
5.
Tabel Hasil Peramalan Untuk Masing-Masing Variabel ............... 89
6.
Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Menggunakan Metode Regresi............................................................................................. 90
7.
Data Lengkap Variabel Dependent dan Variabel Independent....... 91
xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Wilayah perairan Indonesia yang luas memiliki potensi kekayaan alam berupa sumberdaya perairan yang bernilai ekonomis tinggi. Sumberdaya perairan yang dapat dimanfaatkan berasal dari hasil perikanan laut maupun perikanan air tawar. Kedua sumberdaya perairan tersebut masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan lebih lanjut guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Pada masa ini dimana laju populasi penduduk meningkat seiring dengan laju konsumsinya, masyarakat membutuhkan bahan pangan yang bergizi untuk memenuhi asupan gizinya. Salah satu cara untuk memenuhi asupan gizi tersebut adalah dengan mengkonsumsi ikan setiap hari. Laju konsumsi ikan dari tahun ketahun cenderung meningkat karena kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang alami, aman dan menyehatkan (Tabel 1). Ikan patin merupakan salah satu alternatif bahan pangan alami, aman dan bergizi tinggi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Dari hasil analisis kandungan gizi, ikan patin mengandung 68,6 persen protein, 5,8 persen lemak, 3,5 persen abu dan 59,3 persen air (Khairuman dan Sudenda, 2002). Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Asal Ikan Tahun 2001-2006 Jenis Konsumsi 2001 2002 2003 2004 2005 Konsumsi Ikan 15,15 15,99 16,49 17,30 (Kg/Kap/Tahun) Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor
17,73
2006 18,29
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang banyak digemari oleh masyarakat terutama di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Penyebabnya tidak lain karena rasa dagingnya yang enak, lezat, gurih, dan tektsturnya yang sedikit kenyal. Selain itu, harga ikan patin yang relatif terjangkau menyebabkan masyarakat gemar untuk mengkonsumsi ikan patin. Untuk mendapatkan ikan patin konsumsi berkualitas baik, dibutuhkan input produksi yang baik pula dalam proses produksinya. Salah satu input produksi tersebut adalah benih yang unggul. Kualitas dan kuantitas benih sangat menentukan output ikan patin yang akan dihasilkan. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas benih menjadi sangat penting dalam usaha pembesaran ikan patin. Jika benih yang digunakan berkualitas baik, maka kemungkinan besar ikan patin yang akan dihasilkan berkualitas baik pula. Sebaliknya, jika kualitas benih yang digunakan buruk maka kemungkinan besar ikan patin konsumsi yang dihasilkan akan buruk seperti mudah terserang penyakit atau laju pertumbuhannya lambat. Salah satu sentra produsen benih ikan patin yang baik adalah di Kabupaten Bogor. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para pembesar ikan patin atau pengusaha ikan patin konsumsi luar daerah yang membeli benih ikan patin di Kabupaten Bogor karena kualitas benihnya relatif baik ( Trubus, Mei 1999). Jumlah produksi benih ikan dan ikan konsumsi di Kabupaten Bogor tahun 2001-2006 cenderung meningkat setiap tahun khususnya pada Kecamatan Ciampea yang merupakan salah satu sentra pembenihan ikan (Tabel 2 dan Lampiran 1). Peningkatan produksi benih ini merupakan respon dari para produsen benih dalam menanggapi dan memenuhi permintaan dari produsen ikan konsumsi.
2
Tabel 2. Perkembangan Produksi Ikan Tahun 2001 - 2006 Jenis Produksi 2001 2002 2003 2004 Ikan Konsumsi (TON)
7.484
6.715
Ikan Hias (RE)
46.812
56.382
60.438
66.152
626.726
630.819
653.060
669.580
Pembenihan (RE)
6.994 7.355,97
2005
2006
22.906
23.141
72.524 75.382,67 703.098
708.594
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Deddy Fish Farm (DFF) merupakan salah satu usaha pembenihan ikan patin yang berlokasi di Ciampea Kabupaten Bogor. Benih yang dihasilkan berukuran 12 inchi dengan umur sekitar 1-2 bulan dari penetasan telur. Teknik budidaya yang digunakan adalah induced breeding atau kawin suntik dengan menggunakan hormon sebagai rangsangan pemijahannya. Permintaan benih yang terjadi di DFF dari tahun ke tahun cenderung meningkat dengan adanya fluktuasi tiap tahunnya (musiman). Sifat musiman merupakan salah satu ciri dari produk agribisnis yang sulit untuk dihindari, selain dari sifat perishable (mudah rusak akibat gunjangan atau
proses
metabolisme,
voluminious
(makan
tempat
dalam
proses
pengirimannya, dalam hal ini benih patin harus dikirim bersama dengan media hidupnya yaitu air), dan bulky (berukuran besar). Fluktuasi permintaan akibat faktor musiman mempengaruhi pula jumlah penjualan yang terjadi secara tidak langsung. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan data penjualan untuk melihat dan mengestimasi data permintaan yang dihadapi DFF. Dalam hal ini penjualan merupakan besaran dari permintaan, dimana penjualan terjadi ketika jumlah permintaan konsumen dan penawaran dari perusahaan sama pada tingkat harga dan jangka waktu tertentu.
3
1.2 Perumusan Masalah Akibat yang ditimbulkan dari adanya fluktuasi permintaan adalah sering terjadi periode kekurangan dan kelebihan persediaan benih ikan patin. Kekurangan atau kelebihan persediaan benih ini dikarenakan DFF tidak dapat berproduksi sesuai dengan permintaan konsumennya. Kerugian yang ditimbulkan dari kelebihan persediaan benih adalah biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk memelihara benih yang tertunda penjualannya. Selain itu benih yang tertunda penjualannya biasanya akan dijual dibawah harga pokok penjualannya karena tidak sesuai dengan keinginan konsumen, sedangkan kerugian yang ditimbulkan oleh kekurangan persediaan adalah kehilangan penerimaan akibat tidak terpenuhinya permintaan konsumen oleh perusahaan. Oleh karena itu, DFF harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fluktuasi permintaan benih ikan patin. Selain itu DFF juga membutuhkan peramalan yang akurat guna memprediksi permintaan benih yang berfluktuatif dengan cara mengetahui pola permintaan yang dihadapi. Dengan mengetahui pola permintaannya dan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan benih, diharapkan perusahaan dapat memproduksi benih secara tepat sesuai dengan permintaan sehingga terhindar dari kerugian akibat kelebihan dan kekurangan persediaan. Selain itu, adanya masa tenggang yang dibutuhkan untuk merubah input menjadi output menjadikan peramalan memegang
peranan
penting
dalam
mempersiapkan
dan
mengantisipasi
penyediaan input produksi.
4
Bedasarkan
uraian
sebelumnya
maka
dapat
dirumuskan
beberapa
permasalahan penelitian, yaitu : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin? 2. Bagaimanakah pergerakan dan pola permintaan benih ikan patin yang dihadapi? 3. Bagaimanakan permintaan untuk periode yang akan datang? 4. Metode peramalan apakah yang paling tepat untuk permintaan benih ikan patin? 1.3 Tujuan Penelitian Bedasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, penelitian ini bertujuan : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin 2. Menganalisis pergerakan dan memprediksi permintaan pada periode yang akan datang 3. Mendapatkan metode peramalan permintaan benih ikan patin terbaik. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi DFF sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam mengambil keputusan produksi untuk memenuhi permintaan secara efisien. Selain itu penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti lainnya guna memberikan tambahan informasi, wacana, masukan, serta perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
5
II. TINJUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Patin Ikan patin merupakan jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam golongan catfish, yaitu ikan yang memiliki kumis atau antena. Ikan patin memiliki sifat nocturnal (aktif pada malam hari) dan hidup di sungai-sungai. Ikan patin dewasa panjang tubuhnya bisa mencapai sekitar 120 cm. Bentuk ikan patin memanjang dengan warna dominan putih berkilauan seperti perak dan punggung berwarna kebiru-biruan. Seperti halnya ikan lele-lelean, ikan patin tidak mempunyai sisik dan mempunyai dua pasang antena yang berfungsi sebagai radar saat berenang ataupun mencari makan. Di bagian punggung terdapat sirip yang mempunyai jarijari lunak sebanyak 6-7 buah dan satu jari-jari keras. Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berfungsi sebagai patil sedangkan sirip anal memiliki 30-33 jari-jari lunak. Sementara itu, sirip perut hanya memiliki 6 jari-jari lunak. Ikan patin dapat hidup baik pada derajat keasaman (pH) 5-9, kandungan oksigen antara 3-6 ppm, kandungan CO2 9-20 ppm, alkalinitas 80-250 dan suhu antara 28o-30o Celcius (Khairuman, 2002). Kemudian taksonomi ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas
: Osteicthyes
Subkelas
: Acanthopterigii
Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo
: Siluroidea
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spesies
: Pangasius pangasius Harm. Buch
2.2 Jenis-Jenis Ikan Patin Terdapat beberapa jenis ikan patin yang populer di Indonesia, diantaranya patin djambal (Pangasius djambal) dan patin kunyit yang termasuk ke dalam jenis patin lokal dan banyak ditemukan di beberapa sungai besar di Indonesia. Selain patin lokal, terdapat juga patin siam (Pangasius hypothalmus) atau (Pangasius sutchi) yang berasal dari Bangkok Thailand. Patin jenis ini banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena ukurannya yang relatif besar jika dibandingkan dengan patin lokal. Selain itu, patin siam juga relatif mudah untuk dibudidayakan dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan patin lokal. Selain patin yang telah disebutkan di atas masih terdapat beberapa kerabat ikan patin lainnya, diantaranya (Khairuman, 2002). Pertama, Pangasius polyurando yang memiliki panjang tubuh maksimum 50 cm. Bentuk tubuhnya tinggi dengan sirip punggung yang memiliki tujuh jari-jari lunak dan dua jari-jari keras. Sirip lemak yang terdapat di punggung ukurannya kecil sekali, kemudian sirip ekornya berbentuk cagak simetris. Kedua, Pangasius macronema yang memiliki sungut lebih panjang daripada kepalanya. Garis tengah badan dan perut jelas terpisah di awal sirip dada. Gigi veromine terpisah-pisah dan terdapat 37-45 sisir saring tipis di lengkung insang pertama. Ketiga, Pangasius micronemus yang memiliki gigi veromine terpisah dan kemudian bertemu disatu titik. Matanya sangat besar, kira-kira seperempat panjang kepala. Kemudian moncongnya berbentuk persegi dengan cuping rahang bawah memanjang dan terdapat 13-16 sisir saring dilengkung insang pertama. Keempat, Pangasius nasutus yang dicirikan dengan bentuk moncongnya yang 7
runcing serta terdapat kumpulan gigi veromine yang lebarnya tiga kali penjangnya. Matanya sangat kecil yaitu enam kali lebih pendek daripada panjang kepala dan terletak di atas garis sudut mulut. Kemudian gigi rahang atasnya terlihat semua ketika mulutnya tertutup. Terakhir Pangasius nieuwenhuisii, yang dicirikan dengan gigi veromine dan palatine bersatu dalam bidang lebar serta bentuk moncongnya yang meruncing. Kemudian terdapat tonjolan tulang lengan di pangkal sirip dada yang memanjang sampai dua pertiga atau tiga perempat jarak dari ujung sirip dada. Ikan jenis ini penyebarannya hanya di Kalimantan Timur. 2.3 Teknik Pembenihan Ikan Patin Secara Intensif Teknik pembenihan ikan patin (Pangasius hypothalmus) secara intensif dapat dibagi menjadi empat tahap utama (Khairuman, 2002). Tahap pertama adalah penyiapan induk, dimana induk yang akan dipijahkan dapat diperoleh dari alam atau hasil pembesaran sendiri. Induk diberikan pakan berupa pasta atau pellet sebanyak 5% perhari dari bobot tubuhnya, yang terdiri dari 35 persen tepung ikan, 30 persen dedak halus, 25 persen menir beras, 10 persen tepung kedelai serta 0,5 persen vitamin dan mineral. Untuk mempercepat kematangan gonad, induk patin dapat diberi ikan rucah dua kali seminggu
sebanyak 10 persen dari bobot
tubuhnya. Tahap kedua adalah seleksi induk yang sudah matang gonad. Induk patin yang sudah matang gonad memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Umurnya minimal tiga tahun untuk betina dan dua tahun untuk jantan. Bobot tubuhnya 1,5 kg/ekor untuk induk jantan dan 2 kg/ekor untuk induk betina. Untuk induk betina, 8
perutnya membesar kearah anus dan terasa empuk jika diraba. Kemudian kloakanya akan membengkak dan bewarna merah tua. Untuk memastikan telur sudah matang atau belum, petani sering memeriksa tingkat kematangan telur menggunakan selang kecil (kateter). Selang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kloaka sedalam 3 cm lalu disedot untuk mendapatkan beberapa butir telur. Telur-telur tadi kemudian akan diperiksa tingkat kematatangannya, biasanya telur yang sudah matang akan bewarna kuning bening dengan inti yang berada di tepi sel. Sedangkan induk jantan yang sudah matang gonad akan mengeluarkan sperma bewarna putih jika perutnya dipijit ke arah anus. Selain itu, alat kelaminnya akan membengkak dan berwarna kemerahan seperti induk betina. Tahap ketiga adalah pemijahan. Pemijahan dilakukan menggunakan teknik kawin suntik (induced breeding) karena patin termasuk salah satu ikan yang sulit memijah secara alami. Tingkat keberhasilan teknik ini tergantung kepada tingkat kematangan gonad induk, kualitas air, pakan dan kecermatan dalam penanganan pelaksanaan penyuntikan. Induced breeding dilakukan dengan menggunakan hormon buatan atau kelenjar hipofisa ikan lain untuk merangsang pemijahan induknya. Penyuntikan hormon dilakukan di bagian punggung ikan sedalam 2 cm dengan sudut kemiringan jarum suntik 45 derajat. Induk-induk patin yang sudah disuntik kemudian dimasukkan ke dalam bak atau jaring dengan air yang mengalir untuk menunggu waktu ovulasi. Tahap keempat adalah stripping dan pembuahan. Induk yang sudah disuntik dan akan ovulasi kemudian diangkat ke darat dengan mata tertutup kain basah. Hal ini dilakukan agar induk ikan patin tidak berontak saat dipegang. Induk-induk tersebut kemudian diambil telur dan spermanya dengan cara memijit bagian 9
perutnya (stripping) ke arah anus. Telur dan sperma yang keluar akan ditampung ke dalam satu wadah, setelah itu diaduk beberapa menit agar terjadi proses pembuahan. Telur-telur kemudian akan ditetaskan ke dalam corong penetasan dengan aerasi yang tidak terlalu kuat sehingga telur-telur tidak berbenturan dengan keras. Telur akan menetas setelah 28 jam setelah pembuahan. Setelah menetas, larva kemudian dipindahkan ke penampungan sementara berupa kain trilin yang dipasang di dalam bak penampungan larva. Setelah itu benih dapat dipelihara di akuarium atau bak fibre glass. 2.4 Penelitian Terdahulu Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Input Penelitian tentang analisis faktor-faktor sudah banyak diteliti, tetapi penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu produk agribisnis, dimana produk tersebut merupakan input dari perusahaan lain masih jarang diteliti. Beberapa diantaranya adalah penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih semangka impor di PT. Sang Hyang Seri Jakarta yang diteliti oleh Pribadhi (2005) dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk urea dan SP-36 yang diteliti oleh Putra (2007). Kedua penelitian ini bertujuan menganalisis secara pasti faktor apa saja dan seberapa besar pengaruhnya terhadap permintaan produk. Selain itu, kedua penelitian ini juga meramalkan permintaan untuk periode yang akan datang. Model yang digunakan kedua penelitian ini sama-sama menggunakan model Cobb Douglas yang diliniearkan ke dalam bentuk logaritma natural. Pada hasil penelitian Pribadhi diketahui bahwa faktor-faktor yang dianggap berpengaruh nyata terhadap permintaan adalah harga buah semangka, harga pupuk, penerimaan 10
dan luas lahan sedangkan faktor harga benih semangka impor serta harga benih lokal tidak berpengaruh nyata. Lain halnya pada penelitian Putra, faktor yang dianggap berpengaruh terhadap permintaan urea adalah harga pupuk urea, harga pupuk SP-36, harga gabah dan jumlah produksi padi. Untuk permintaan SP-36, faktor-faktor yang berpengaruh nyata adalah harga pupuk urea, harga pupuk SP36, harga gabah dan jumlah produksi padi sedangkan luas lahan panen tidak berpengaruh nyata. Kedua penelitian ini, menganalisis juga elastisitas setiap faktor yang digunakan pada model regresinya. Faktor yang bersifat elastis pada penelitian Pribadhi adalah harga buah semangka (3,2669), harga benih semangka impor (-4,052) dan harga pupuk (3,3817). Faktor yang bersifat inelastis adalah luas lahan (0,5559), penerimaan petani (0,7537) dan harga benih lokal (0,0650). Untuk penelitian Putra faktor yang bersifat elastis untuk model permintaan ureanya adalah luas lahan dan produksi padi (3,0080), sedangkan faktor harga pupuk urea (0,0873), harga pupuk SP-36 dan harga gabah (0,1815) bersifat inelastis. Lain halnya model permintaan SP-36, faktor-faktor yang bersifat elastis adalah luas lahan dan produksi padi (5,0271) sedangkan harga pupuk SP-36 (0,3198) dan harga gabah (0,1518) bersifat inelastis. Perbedaan dari kedua penelitian ini adalah ketika Pribadhi meramalkan permintaan benih semangka impor dengan cara faktor-faktor yang berpengaruh nyata diramalkan menggunakan metode peramalan yang terdiri dari analisis tren linear, analisis tren kuadratik, Single Moving Average, Double Moving Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing dan ARIMA. Hasil ramalan faktor-faktor yang telah dipilih menggunakan metode terbaik kemudian 11
dimasukkan nilainya kedalam persamaan regresi. Dalam hal ini Pribadhi menggunakan dua skenario peramalan, skenario pertama menggunakan semua faktor persamaan regresi tanpa melihat signifikasi setiap faktor. Skenario kedua hanya menggunakan faktor-faktor yang berpengaruh nyata saja. Hasilnya, secara umum permintaan benih semangka impor untuk skenario satu dan dua menunjukkan kenaikan untuk delapan triwulan ke depan dengan masih terdapat variasi musiman. Selain analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan produk dalam negeri, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor juga sudah banyak diteliti. Beberapa diantaranya dilakukan oleh Manik (2006) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao Indonesia dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor tuna segar Indonesia oleh Bondar (2007). Metode metode regresi berganda digunakan dalam penelitian Manik sedangkan Bondar menggunakan metode regresi menggunakan tiga metode, yaitu Pooled OLS, Fixed Effect, dan Random Effect. Bedasarkan analisis yang dilakukan Manik, faktor yang dianggap signifikan terhadap ekspor biji kakao ke Singapura adalah harga ekspor dan volume ekspor sebelumnya. Faktor yang dianggap tidak signifikan adalah harga domestik dan nilai tukar. Untuk negara Malayasia faktor yang dianggap signifikan adalah harga ekspor dan volume ekspor sebelumnya sedangkan harga domestik dan harga ekspor tidak berpengaruh signifikan. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi ekspor untuk negara jepang adalah hanya harga ekspor sedangkan harga domestik, nilai tukar dan volume ekspor sebelumnya tidak berpengaruh nyata. Koefisien 12
determinasi untuk negara Singapura, Malaysia dan jepang berturut-turut adalah 80.8 persen, 82,6 persen dan 70,5 persen. Sementara itu dari hasil analisis Bondar menggunakan uji F-test dan Haussman test, diketahui metode Fixed Effect merupakan metode terbaik untuk menganalisis faktor-faktor permintaan ekspor ikan tuna. Kemudian dengan uji t, faktor-faktor yang dianggap berpengaruh nyata adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang pengimpor, pendapatan perkapita negara tujuan dan volume eskpor tuna. Faktor yang tidak berpengaruh nyata adalah harga eskpor, harga domestik dan jumlah penduduk negara tujuan. Koefisien determinasi model ini sebesar 90,16 pesen, lebih besar dari pada model yang digunakan Manik. 2.5 Penelitian Terdahulu Tentang Peramalan Permintaan Produk Agribisnis Persaingan antar perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen semakin hari semakin ketat. Hal ini menuntut setiap perusahaan dapat menanggapi dan mengantisipasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, khususnya permintaan konsumen yang selalu dinamis. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan peramalan permintaan yang akurat guna menganggapi permintaan konsumen secara tepat sehingga dapat memaksimalkan keuntungan yang didapatkan perusahaan. Penelitian-penelitian tentang peramalan permintaan produk ataupun jasa pada suatu perusahaan sudah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang peramalan produk agribisnis di suatu perusahaan masih jarang dilakukan. Penelitian tersebut diantaranya adalah peramalan permintaan daging ayam segar di PT. Sierad Produce. Tbk oleh Azmi (2004) dan peramalan permintaan sayuran di PD. Pacet Segar, Cianjur yang diteliti oleh Wisastri (2006). 13
Metode yang digunakan pada penelitian Azmi adalah rata-rata sederhana, rata-rata bergerak sederhana, pemulusan eksponensial tunggal, brown, winters multiplikatif, dekomposisi mulitplikatif dan ARIMA sedangkan metode yang dipakai Wisastri sedikit berbeda, beliau tidak menggunakan metode ARIMA dan dekomposisi pada penelitiannya tetapi beliau menambahkan metode naif dan pemulusan eksponensial ganda holt yang tidak dipakai pada penelitian Azmi. Metode peramalan yang terbaik pada penelitian tersebut didasarkan pada metode yang mempunyai residual atau kesalahan peramalan terkecil. Pengukuran residual pada penelitian Azmi menggunakan Mean Square Error (MSE) sedangkan Wisastri menggunakan Standar Error (SE) yang merupakan akar dari MSE. Metode terbaik yang dihasilkan pada penelitian Azmi adalah metode ARIMA (1,1,1). Pada penelitian Wisastri metode peramalan terbaik untuk lettuce head adalah ARIMA (2,1,2) (1,1,1)6, untuk bunga kol dan wortel adalah dekomposisi multiplikatif sedangkan untuk brokoli dan sawi putih metode tebaiknya adalah dekomposisi aditif. Model ARIMA merupakan metode yang
sering menjadi
metode terbaik dalam meramalkan nilai permintaan yang berfluktuatif. Hal ini terbukti pada penelitian tentang peramalan permintaan cabai merah (Studi kasus : Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta) yang diteliti oleh Susanti (2006) dan penelitian yang dilakukan Abdilah (2006) tentang analisis peramalan permintaan dan penawaran jagung nasional. Selanjutnya perbedaan dari kedua penelitian ini adalah analisis tambahan yang dilakukan Azmi mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging ayam di PT. Sierad Produce. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model linear dan non linear. Model non linear terpilih 14
menjadi model terbaik kerena memiliki koefisien determinasi (R2) tertinggi sebesar 87,88 persen daripada model linear yang mempunyai R2 sebesar 73 persen. Secara umum, perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah alat analisis yang dan metode digunakan relatif lebih lengkap, di samping lokasi dan komoditas penelitian yang tentunya berbeda.
15
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Permintaan dan Penawaran Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli secara finansial oleh konsumen pada harga dan jangka waktu tertentu (Pappas & Hirschey. 1995). Permintaan dapat dibagi menjadi dua yaitu permintaan individu dan permintaan industri yang merupakan penjumlahan horizontal dari seluruh permintaan individu. Kemudian, permintaan individu dapat dibagi lagi menjadi dua model. Model pertama adalah permintaan langsung, model ini cocok untuk menganalisis permintaan individual atas barang dan jasa yang secara langsung memuaskan keinginan konsumen. Model kedua adalah model permintaan turunan (derived demand), merupakan permintaan akan suatu produk yang akan dipergunakan dalam produksi barang atau jasa oleh perusahaan lain. Secara umum fungsi permintaan dapat ditulis dalam persamaan berikut : Qd = f(Psendiri│Pbarang lain,pendapatan,selera, jumlah konsumen) ………….(3.1) Keterangan : Qd Psendiri Pbarang lain
= kuantitas yang diminta = harga barang itu sendiri = harga barang lain yang berkaitan
Jika faktor selain harga barang itu sendiri dianggap tetap maka hal tersebut dapat diilustrasikan pada (Gambar 1), dimana kuantitas permintaan mempunyai hubungan negatif dengan harga barang itu sendiri. Hubungan negatif mempunyai arti jika harga barang itu sendiri meningkat maka kuantitas permintaan akan
cenderung menurun, dengan asumsi semua faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga cateris peribus. Harga (P)
Qd 0
Kuantitas (Q) Gambar 1. Kurva Permintaan Umum
Lebih
lengkapnya,
Lipsey
(1995)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan output oleh konsumen sebagai berikut : 1. Harga barang itu sendiri 2. Harga barang lain 3. Selera 4. Rata-rata pendapatan rumah tangga 5. Distribusi pendapatan di antara rumah tangga 6. Jumlah Konsumen Perubahan pada kurva pemintaan output bisa berupa pergeseran ke kurva yang baru atau hanya pergerakan di sepanjang kurvanya. Harga barang itu sendiri merupakan faktor penyebab terjadinya pergerakan di sepanjang kurva permintaan sedangkan faktor selain harga barang itu sendiri merupakan faktor penyebab pergeseran kurva permintaan. Faktor pertama yang menyebabkan pergeseran kurva permintaan adalah rata-rata pendapatan rumah tangga. Jika pendapatan rata-rata rumah tangga naik maka kurva permintaan untuk kebanyakan produk akan bergeser ke sebelah kanan dari D1 ke D2 pada (gambar 2). Ini menunjukkan
17
bahwa akan lebih banyak produk yang akan diminta pada setiap harga yang mungkin, cateris paribus.
Harga (P)
S
P2 P1 P3 D1
D2
D3 0
Q3
Q1
Q2
Gambar 2. Pergeseran Kurva Permintaan Faktor kedua adalah harga barang lain, jika barang tersebut adalah barang substitusi dari produk utama maka kenaikan harga barang substitusi akan menggeser kurva permintaan produk utama ke kanan. Hal ini
dikarenakan
konsumen menganggap harga barang substitusi relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan produk utama sehingga memicu konsumen untuk membeli produk utama lebih banyak karena harganya relatif lebih murah cateris paribus. Jika produk lain merupakan barang komplementer dari produk utama, maka kenaikan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan produk utama ke kiri dari D1 ke D3 (Gambar 2). Hal ini disebabkan harga produk utama maupun harga barang kompelenter dianggap lebih mahal sehingga memicu konsumen untuk membeli produk utama dan barang komplementer dalam jumlah yang lebih sedikit cateris paribus. Faktor ketiga adalah selera atau kebiasaan konsumen. Faktor tersebut berpengaruh besar kepada keinginan konsumen untuk membeli suatu produk.
18
Contohnya jika banyak konsumen menerapkan pola makan vegetarian, maka kurva permintaan produk sayur-sayuran akan bergeser ke kanan. Hal ini menyebabkan jumlah yang diminta konsumen terhadap sayuran akan meningkat pada tingkat harga tertentu cateris paribus. Faktor keempat yang menyebabkan pergeseran kurva permintaan adalah distribusi pendapatan. Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menggeser kurva permintaan ke kanan, terutama bagi mereka yang memperoleh tambahan pendapatan tersebut dan bergeser ke kiri bagi mereka yang pendapatannya berkurang, cateris paribus. Faktor kelima adalah jumlah penduduk, jika jumlah penduduk naik maka kurva pemintaan suatu produk akan bergeser ke kanan yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak produk yang dibeli pada tingkat harga tertentu cateris paribus. Penawaran adalah jumlah barang dan jasa yang mampu dijual oleh para produsen pada harga dan jangka waktu tertentu (Pappas & Hirschey. 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran adalah harga barang itu sendiri, harga-harga input, tujuan perusahaan dan tahap perkembangan teknologi. Jika dibuat ke dalam fungsi, maka fungsi penawaran dapat ditulis sebagai berikut : Qs = f(Psendiri│P input, tujuan perusahaan, teknologi) ……………………...(3.2) Keterangan : Qs Psendiri Pinput
= kuantitas yang ditawarkan = harga barang itu sendiri = harga input yang dipakai dalam proses produksi
Berbeda dengan permintaan, jika faktor selain harga barang itu sendiri dianggap tetap maka jumlah yang ditawarkan perusahaan akan berhubungan positif dengan harga barang itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada (Gambar 3).
19
Harga (P)
S
0
Kuantitas (Q) Gambar 3. Kurva Penawaran Umum
Selain itu, kurva penawaran dapat pula bergeser atau bergerak di sepanjang kurva. Faktor harga barang itu sendiri merupakan penyebab dari pergerakan kurva, sedangkan faktor selain harga barang sendiri dapat menyebabkan pergeseran kurva. Interaksi antara penawaran dan permintaan dapat menghasilkan kondisi keseimbangan (equilibrium) yaitu jumlah permintaan dan penawaran sama pada tingkat harga tertentu (Gambar 4). Hal ini terjadi pula jika kurva permintaan atau kurva penawaran berubah, dimana kuantitas dan harga keseimbangan berubah akibat mekanisme pasar. Perubahan dalam kuantitas maupun harga ini dapat dirangkum dalam hukum penawaran dan permintaan sebagai berikut : 1. Kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium. 2. Penurunan permintaan menyebabkan penurunan pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium. 3. Kenaikan penawaran menyebabkan penurunan harga ekuilibrium dan menyebabkan kenaikan kuantitas ekuilibrium. 4. Penuruanan penawaran menyebabkan kenaikan harga ekuilibrium dan menyebabkan penurunan kuantitas ekuilibrium.
20
Harga (P) S Peq2 Peq1 D1 0
Qeq1 Qeq2
D2
Kuantitas (Q)
Gambar 4. Keseimbangan Kurva Permintaan dan Penawaran Umum Ketika permintaan dan penawaran berada dalam kondisi keseimbangan. Maka terjadi transaksi penjualan di sisi perusahaan dan pembelian dari sisi konsumen. Transaksi penjualan atau pemebelian terjadi ketika konsumen membeli produk dengan harga yang akan dibayarkan dan produsen mau menjual produknya pada harga yang menguntungkan. Oleh karena itu, tingkat penjualan mencerminkan pula tingkat permintaan yang dihadapi perusahaan. Dalam hal ini tingkat penjualan merupakan besaran dari tingkat permintaan yang dihadapi perusahaan. Selain kondisi keseimbangan, interaksi antara penawaran dan permintaan dapat menghasilkan kondisi excess (Gambar 5). Excess demand merupakan kondisi dimana jumlah yang diminta melebihi jumlah yang ditawarkan. Sekarang kita anggap saja harga yang berlaku di pasar adalah P2. Jumlah permintaan konsumen pada kondisi ini adalah sebesar D, sedangkan jumlah penawaran oleh perusahaan hanya sebesar A. Hal ini menyebabkan kekurangan kuantitas sebesar D-A. Pada bisnis benih ikan patin, kondisi excess demand biasa terjadi pada musim kemarau dimana jumlah benih yang dihasilkan produsen sedikit jumlahnya. Kekurangan akan lebih tinggi lagi ketika peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, ketika banyak orang mulai menanam benih ikan.
21
Harga (P)
S Excess supply
P1 Peq P2
D Excess demand
0
AB
Qeq
C
D
Kuantitias (Q)
Gambar 5. Kondisi Excess Demand dan Excess Supply Excess supply merupakan kondisi ketika jumlah yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta. Harga yang berlaku di pasar pada kondisi ini adalah P1 sehingga jumlah yang diminta konsumen hanya sebesar B, lebih kecil dari penawaran perusahaan sebesar C. Kondisi ini menyebabkan kuantitas produk yang ada ditawarkan di pasar berlebih sebesar C-D (Gambar 5). Situasi ini biasanya terjadi pada musim penghujan, ketika produsen benih dapat menghasilkan benih dalam jumlah yang banyak. Hal ini dikarenakan musim penghujan merupakan musim pemijahan bagi ikan patin. 3.1.2 Permintaan Input (derived demand) Permintaan akan input timbul karena perusahaan ingin melakukan proses produksi untuk menghasilkan output tertentu. Derived demand merupakan permintaan akan suatu produk yang akan dipergunakan sebagai input dalam produksi barang atau jasa oleh perusahaan lain. Dalam hal ini, permintaan benih ikan patin terjadi karena adanya permintaan dari usaha pembesaran ikan patin konsumsi. Inilah sebabnya permintaan benih ikan patin merupakan permintaan turunan (derived demand) dari permintaan ikan patin konsumsi. Di sisi lain
22
permintaan ikan patin konsumsi merupakan permintaan primer (primary demand) yang timbul karena adanya kebutuhan manusia atau konsumen akhir. Dari segi perusahaan, kita dapat membedakan dua macam input yaitu (Boediono, 2000): 1. Input antara (Intermediete inputs) adalah input yang digunakan oleh suatu perusahaan, yang merupakan output dari perusahaan lain. Contohnya pupuk untuk petani, kapas untuk pabrik tekstil, karet untuk pabrik ban dll. 2. Input primer (primary inputs) adalah input yang bukan merupakan output dari perusahaan lain dari perekonomian. Contohnya tenaga kerja, tanah, kapital, dan kepengusahaan. Input primer identik dengan apa yang sering kita sebut faktor produksi. Jika dilihat melalui kurva, kurva derived demand (Dd) terletak dibawah kurva primary demand (Dp) atau consumer demand. Sehingga harga dan kuantitas primary demand relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan derived demand. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan atau proses lebih lanjut dari input menjadi output akhir. (Gambar 6).
Harga (P) Pp Pd Dd 0
Qd Qp
Dp
Kuantitas (Q)
Gambar 6. Kurva Derived demand dan Primary demand
23
Derived demand dapat diturunkan dari fungsi produksi dengan asumsi bahwa produsen memaksimalkan keuntungan. Sementara itu, fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara output (Y) dengan input (X) serta faktor tetapnya (A). Y = f( X1, X2, X3, X4, ….., Xn │A) ………………………(3.3) Keuntungan (π) merupakan pengurangan dari Total Revenue (TR) dikurangi Total Cost (TC) dan Fixed Cost (FC), dalam hal ini FC dianggap konstan nilainya. π = TR – TC – FC π = (Py.Y) – (Px.X) – FC …………………………………...……..(3.4)
Kemudian keuntungan maksimum didapat ketika turunan pertama π terhadap x sama dengan nol ( dπ dx = 0) sehingga persamaan 3.4 berubah menjadi
dπ dY = Py dx dx
− Px = 0
dY Px = …………………………………...…………………….....(3.5) dx Py
Untuk memudahkan dalam memahami persamaan 3.5, kita dapat merubah bentuknya menjadi VMP = Px …………………………………………………………..(3.6) VMP (Value of Marginal Product) merupakan MPP yang dinilai dalam satuan uang. Lebih jauh lagi, kita dapat menurunkan persamaan 3.5 menjadi fungsi permintaan input (X*) seperti pada persamaan 3.7. Dimana permintaan input merupakan fungsi dari harga input (Px), harga output (Py) dan faktor tetap (A).
X* = f(Px,Py, A) ……………………………………………...…...(3.7)
24
Dari persamaan 3.5 diketahui pula jika harga input naik atau harga output turun maka rasio antara Px dengan Py akan meningkat. Sehingga menyebabkan kurva (Px1/Py1) bergeser ke kiri atas menjadi (Px2/Py2) (Gambar 7.1). Kemudian jika kita menarik garis yang sejajar dengan kurva (Px2/Py2) sehingga bersinggungan dengan kurva TPP (slope kurva TPP sama dengan Kurva Pr), maka akan diketemukan sebuah titik pada kurva TPP (Gambar 7.1).
TPP
Px3 Py
Y = f(X│A)
Px2 Py
Gambar 7.1
Px1 Py 0
Input (X)
Px3 Px2 Gambar 7.2
Px1 X*
0
X3
X2
X1
Input (X)
Gambar 7. Penurunan Kurva Permintaan Input Keterangan : TPP X*
= Total Physical Product = Derived Demand atau permintaan input 25
Titik-titik yang merupakan persinggungan antara kurva TPP dengan (Px/Py) jika diteruskan melalui garis vertikal ke bawah, maka akan membentuk sebuah kurva permintaan input (Gambar 7.2). Kemudian dari kedua gambar tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa jika harga input naik dan harga outputnya diasumsikan konstan maka jumlah input yang diminta akan semakin berkurang tetapi di sisi lain harga inputnya akan semakin meningkat. Begitupula sebaliknya, jika harga input turun dan harga outputnya diasumsikan konstan maka jumlah input yang diminta akan semakin bertambah dengan harga inputnya yang semakin menurun cateris paribus (pergerakan di sepanjang kurva permintaan input). Seperti halnya kurva permintaan umum konsumen, kurva permintaan input dapat pula bergeser. Pergeseran bisa terjadi ketika harga output itu sendiri berubah nilainya. Dimana jika harga output itu sendiri naik dan harga inputnya diasumsikan konstan maka nilai setiap rasio harga (Px/Py1, Px/Py2,Px/, Px/Py3) akan turun. Hal ini menyebabkan kurva-kurva rasio harga tersebut bergeser ke kanan (Gambar 8.1). Kurva-kurva rasio yang baru tersebut jika disinggungkan dengan kurva produksi awal akan menghasilkan sejumlah titik persinggungan kurva. Titik-titik tersebut jika diteruskan ke bawah menggunakan garis bantu akan menghasilkan kurva permintaan input yang baru (X1*), dimana kuantitas permintaan input pada harga yang mungkin relatif lebih besar dari semula (Gambar 8.2).
26
TPP
Px Py3
Y = f(X│A)
Px Py 2
Gambar 8.1
Px Py1 0
Input (X)
Px3 Px2 Gambar 8.2
Px1 X1* X0* 0
X3
X2
X1
Input (X)
Gambar 8. Pergeseran Kurva Permintaan Input Keterangan : TPP X*
= Total Physical Product = Derived Demand atau permintaan input
3.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Input Dari penjelasan yang telah disampaikan pada sub bab sebelumnya, kita dapat menyimpulkan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi permintaan input. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
27
1. Harga input. Jika harga input naik maka akan terjadi pergerakan ke arah kiri atas di sepanjang kurva permintaan inputnya. Hal ini menyebabkan jumlah input yang diminta akan semakin berkurang. 2. Harga output. Harga output disini dibedakan menjadi dua, yaitu harga ouput itu sendiri dan harga output lain. Efek yang ditimbulkan dari kenaikan harga ouput itu sendiri merupakan kebalikan dari kenaikan harga input. Dimana jika harga ouput itu sendiri naik akan menyebabkan jumlah input yang diminta semakin bertambah sedangkan harga ouput lain diklasifikasikan menjadi harga output substitusi dan harga output komplementer. Harga output substitusi mempunyai hubungan negatif dengan jumlah input sedangkan harga output komplementer mempunyai hubungan positif dengan jumlah permintaan input. Selain itu, Boediono (2000) menambahkan beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan input, yaitu : 3. Teknologi. Pada persamaan 3.6 diterangkan bahwa VMP
merupakan
perkalian antara MPP dengan harga output (Py). Sementara itu, MPP didapat dari kurva Total Physical Product (TPP) atau fungsi produksi. Apabila terjadi kemajuan teknologi atau peningkatan produktivitas maka akan menyebabkan kurva TPP bergeser ke kanan. Sehingga MPP akan berubah nilai yang berimplikasi kepada perubahan nilai maupun kurva permintaan inputnya. 4. Struktur pasar. Semakin sempurna persaingan dalam pasar output, maka kurva permintaanya akan semakin elastis. Hal ini menyebabkan pula
28
kurva pemintaan akan input menjadi menjadi semakin elastis sama seperti kurva permintaan outputnya. 3.1.4 Peramalan Permintaan Peramalan adalah pendugaan atau prediksi terhadap sesuatu yang akan akan terjadi dimasa yang akan datang. Meningkatnya kebutuhan perencanaan dalam aktifitas bisnis dan ekonomi menyebabkan prediksi terhadap kondisi mendatang secara akurat semakin diperlukan. Salah satunya adalah peramalan permintaan produk yang merupakan faktor penentu profitabilitas dari sebuah perusahaan (Pappas & Hirschey. 1995). Karena pentingnya peran permintaan sebagai faktor penentu profitabilitas, sebuah perusahaan harus memiliki informasi yang baik tentang permintaan produk pada periode yang akan datang. Informasi tersebut digunakan sebagai acuan dalam membuat keputusan perencanaan jangka panjang dan keputusan operasi jangka pendek (produksi) yang efektif. Misalnya untuk menetapkan harga produk yang efektif, maka manajemen harus mengetahui bagaimana perubahan harga mempengaruhi jumlah yang diminta. Selain itu perkiraan yang baik tentang sensitivitas permintaan terhadap perubahan populasi dan perubahan pendapatan akan membantu perusahaan dalam menganalisis potensi pertumbuhan di masa mendatang untuk menetapkan program jangka panjang yang baik. Keputusan produksi juga dipengaruhi oleh karakterisitik permintaannya. Permintaan yang relatif stabil memungkinkan operasi produksi yang panjang dan kontinyu. Jika permintaan berfluktuasi, proses produksi yang fleksibel harus diterapkan atau persediaan yang cukup besar harus disimpan. Oleh karena itu, peramalan permintaan sangat dibutuhkan terutama pada permintaan yang
29
berfluktuatif. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat menanggapi dan mengantisipasi permintaan tersebut secara tepat sehingga terhindar dari kerugian. Selain itu, adanya lead time menjadikan peramalan permintaan memegang peranan penting dalam proses produksi guna menghasilkan produk sesuai dengan permintaan yang akan terjadi ketika produk tersebut dihasilkan. 3.1.5 Teknik Peramalan Teknik peramalan dibagi menjadi dua kategori yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dibagi menjadi metode eksploratoris dan normatif, sedangkan metode kuantitatif dibagi menjadi deret berkala (time series) dan metode kausal. Tujuan dari metode peramalan time series adalah menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan untuk meramal. Sedangkan tujuan metode kausal adalah menemukan bentuk hubungan antara variabel dependent dan variabel independent serta menggunakannya untuk memprediksi nilai dari variabel dependent. Hasil prediksi tersebut seringkali digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijaksanaan perusahaan. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat kondisi berikut (Makridakis, et al. 1995): 1. Tersedia informasi tentang masa lalu 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik 3. Diasumsikan bahwa pola masa lalu akan berlanjut pula dimasa mendatang. Informasi atau data masa lalu yang sudah dikuantitatifkan jika dianalisis dapat membentuk suatu pola data. Pola data tersebut dapat bebentuk stasioner, trend, musiman dan siklus. Dari pola data tersebut dapat dipilih metode atau model
30
permalan yang sesuai guna mendapatkan hasil peramalan terbaik. Teknik-teknik peramalan bedasarkan pola data dapat dilihat berikut ini (Hanke, et al. 2003). 3.1.5.1 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Data Stasioner Deret stasioner didefinisikan sebagai sesuatu yang nilai mean nya tidak berubah atau stabil sepanjang waktu. Dalam bentuk sederhana, peramalan deret stasioner melibatkan penggunaan deret historis tersedia untuk mengestimasi nilai mean. Nilai mean tersebut kemudian menjadi nilai peramalan di masa mendatang. Teknik yang sering digunakan adalah metode naive, metode rata-rata sederhana, rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial linear Holt sederhana, dan model ARIMA. 3.1.5.2 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Data dengan Trend Deret ber-trend didefinisikan sebagai komponen jangka panjang yang mewakili pertumbuhan atau penurunan dalam deret di sepanjang periode waktu. Dengan kata lain, deret waktu disebut mempunyai trend apabila nilai rata-ratanya berubah sepanjang waktu sehingga diharapkan deret tersebut menarik atau menurun pada periode yang peramalannya diinginkan. Trend merupakan hal yang umum terdapat pada deret waktu ekonomi. Teknik yang perlu dipertimbangkan ketika peramalan deret ber-trend adalah rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial linier-holt, regresi linier sederhana, kurva pertumbuhan, model eksponensial, dan model rata-rata bergerak integrasi autoregresif (ARIMA) atau model metode Box-Jenkins. 3.1.5.3 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Data dengan Musiman Deret bermusim didefinisikan sebelumnya sebagai deret waktu dengan pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Pengembangan
31
teknik peramalan musiman biasanya melibatkan pemilihan antara metode dekomposisi multiplikatif atau additif dan kemudian mengestimasi indeks musiman dari deret historis. Indeks-indeks tersebut kemudian digunakan untuk memasukkan unsur musiman ke dalam peramalan atau pemisahan efek-efek tertentu dari nilai pengamatan. Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan ketika meramalkan deret musiman adalah dekomposisi klasik, sensus X-12, pemulusan eksponensial winter, regresi berganda deret waktu dan model ARIMA. 3.1.5.4 Teknik atau Metode Peramalan Untuk Deret Bersiklus Dampak siklis didefinisikan sebelumnya sebagai fluktuasi seperti gelombang di sekitar trend. Pola siklis cenderung untuk berulang pada data disetiap dua tahun, tiga tahun, atau lebih. Pola siklis sulit untuk dibuatkan model karena polanya yang tidak stabil. Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan ketika meramalkan deret bersiklis terdiri dari dekomposisi klasik, indikator ekonomi, model ekonometrik, regresi berganda dan metode ARIMA. 3.2 Kerangka Konseptual Pada masa ini dimana laju populasi meningkat seiring dengan laju konsumsi, masyarakat membutuhkan bahan pangan yang bergizi tinggi, alami dan aman. Salah satunya bahan pangan tersebut adalah ikan patin konsumsi yang permintaannya cenderung meningkat setiap tahunnya. Kualitas dan kuantitas benih sangat menentukan output ikan patin konsumsi yang akan dihasilkan. DFF merupakan salah satu unit usaha pembenihan ikan patin yang menghasilkan benih yang baik. Akibat yang ditimbulkan dari adanya fluktuasi permintaan terdapat periode tertentu dimana terjadi kekurangan atau kelebihan persediaan benih ikan patin.
32
Efek yang ditimbulkan dari kelebihan atau kekurangan persediaan benih adalah biaya tambahan serta kehilangan permintaan akibat tidak tersedianya persediaan benih untuk dijual. Fluktuasi permintaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor atau variabel yang diduga berpengaruh terhadap permintaan benih ikan patin adalah harga jual benih, harga rata-rata ikan patin, harga rata-rata ikan lele dan permintaan periode sebelumnya. Untuk menganalisis variabel-variabel tersebut digunakan metode kausal regresi berganda. Bentuk atau model regresi berganda yang digunakan ada dua macam. Model pertama adalah regresi dalam bentuk logaritma natural (double log), sedangkan model regresi kedua dalam bentuk linear berganda tanpa log. Model double log merupakan Model yang mentransformasi semua variabel dependent dan varibabel independentnya, dalam penelitian ini model tersebut merupakan hasil transformasi dari model regresi Cobb-Douglas. Model regresi terbaik adalah model yang memiliki koefisien determinasi tertinggi setelah diuji oleh berbagai statistik uji. Selain itu, penelitian ini akan mencoba untuk meramalkan permintaan benih ikan patin untuk 12 bulan yang akan datang. Peramalan permintaan dilakukan untuk meminimalkan biaya pemeliharaan tambahan serta kehilangan permintaan yang tidak terpenuhi. Metode peramalan yang akan digunakan untuk meramalkan permintaan benih ikan patin ada dua macam, yaitu metode peramalan time series dan metode peramalan kausal (regresi). Metode time series yang digunakan diantaranya single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi (aditif dan multiplikatif), Winters (aditif dan multiplikatif), ARIMA SARIMA. Sementara itu, untuk metode kausal akan digunakan dua model regresi yang telah dianalisis sebelumnya. Dimana untuk mendapatkan nilai prediksi
33
menggunakan metode ini, kita akan meramalkan setiap variabel yang signifikan terhadap permintaan benih menggunakan metode time series terlebih dahulu. Kemudian hasil ramalan tersebut akan dimasukkan ke dalam persamaan regresi untuk mendapatkan hasil ramalan. Kedua cara peramalan ini kemudian akan dibandingkan, peramalan terbaik didapatkan pada metode yang memiliki nilai MSE terkecil.
34
Penawaran Produksi Benih
Permintaan Pasar
Keseimbangan (Harga Benih)
Harga Output Substitusi
Harga Output Komplenter
Permintaan benih yang berfluktuasi (periode 2004-2006)
Peramalan Permintaan Metode Kausal
Metode Time Series
Model regresi berganda
9 9 9 9 9
1. Single exponential smoothing 2. double exponential smoothing 3. Winters multiplikatif 4. Winters aditif 5. Dekomposisi multiplikatif 6. Dekomposisi aditif 7. ARIMA
Uji autokorelasi Uji Multikolinearitas Uji Model Penduga Uji Parameter Individual Uji Normalitas
MSE terkecil
Prediksi permintaan periode yang akan datang
Gambar 9. Kerangka Operasional Penelitian
35
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Deddy Fish Farm (DFF), Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena DFF merupakan unit usaha pembenihan ikan yang sedang berkembang yang memiliki masalah pada jumlah permintaannya yang berfluktuatif setiap tahunnya. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang didapatkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik DFF yaitu Bapak Deddy Chandra mengenai gambaran perusahaan dan proses produksinya. Sedangkan data sekunder (time series) diperoleh dari catatan bulanan perusahaan dari tahun 20052006 meliputi data penjualan benih beserta harga jualnya. Selain itu, data bulanan harga rata-rata ikan patin dan harga rata-rata ikan lele di Kabupeten Bogor dari tahun 2005-2006 diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Peramalan Permintaan Penelitian ini menggunakan software Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 15 untuk mengolah dan menganalisis data. Pada penelitian ini digunakan data penjualan sebagai gambaran dari data permintaan benih, karena penjualan yang terjadi merupakan besaran atau estimasi dari data permintaan benih yang dihadapi DFF.
Terdapat beberapa tahap dalam menganalisis dan mengolah data (Hanke, et al. 2003). Tahap pertama adalah pengumpulan data, menyarankan pentingnya perolehan data yang sesuai dan meyakinkan kebenarannya. Tahap kedua adalah pemadatan dan pengurangan data, seringkali diperlukan karena mungkin saja terjadi kelebihan data dalam proses peramalan atau sebaliknya terlalu sedikit. Tahap ketiga adalah penyusunan dan evaluasi model, meliputi pencocokan data terkumpul ke dalam model yang sesuai. Tahap keempat evaluasi peramalan, yaitu membandingkan nilai peramalan dengan nilai historis aktual. Model yang memiliki kesalahan terkecil adalah yang model terbaik. Tahap kelima ekstrapolasi data menggunakan metode terbaik untuk menghasilkan prediksi permintaan periode yang akan datang 4.3.1 Pengumpulan dan Pemadatan Data Pada tahap pegumpulan dan pemadatan data, kita dapat menentukan data-data mana saja yang akan dipakai, karena mungkin beberapa data ada yang tidak relevan dengan masalah atau jumlah data yang terkumpul berlebih atau kekurangan. Hal ini dapat mengurangi keakuratan dari hasil analisis peramalan. Data permintaan yang telah dikumpulkan akan diplotkan ke dalam grafik sehingga mudah untuk diidentifikasi, apakah data tersebut mempunyai komponen trend, siklus, musiman, atau komponen acak. Setelah mengetahui komponen dan pola yang tekandung dalam data secara kasar, maka kita dapat memilih model peramalan yang paling sesuai dengan data dan pola yang dimiliki. Oleh karena itu peramalan yang kita lakukan akan menjadi lebih akurat. Selain itu, pola tersebut dapat dijadikan informasi bagi perusahaan untuk mengetahui kapan dan
37
bagaimana permintaan benih ikan patin berubah sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan secara kasar. 4.3.2
Metode Kausal
Metode kausal mempunyai tujuan untuk menemukan bentuk hubungan antara variabel dependent dan variabel independent serta menggunakannya untuk memprediksi nilai dari variabel dependent. Hasil prediksi tersebut seringkali digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijaksanaan (Makridakis, et all. 1999). 4.3.2.1 Metode Regresi Berganda Regresi berganda adalah salah satu metode kausal yang digunakan untuk mengetahui hubungan fungsional antara satu variabel dependent dengan lebih dari satu variabel independent. Selain itu, regresi berganda berguna untuk memprediksi pengaruh suatu variabel independent terhadap variabel dependent. Penemuan hubungan antara variabel dependent dan variabel independent seringkali lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan penggunaannya untuk mendapatkan hasil prediksi. Terdapat empat asumsi dasar yang harus di uji dalam penerapan regresi berganda, yaitu : 1. Linearitas (linearity) 2. Kebebasan nilai sisa (Independence of residual) 3. Homoskedastisitas (homoscedasticity) 4. Normalitas nilai sisa (normality of residuals) Dari teori yang telah dibahas pada bab sebelumnya maka peneliti mencoba membuat hipotesis faktor atau variabel yang diduga mempengaruhi permintaan
38
benih ikan patin di DFF. Faktor tersebut adalah harga jual benih ikan patin, harga rata-rata ikan patin, harga rata-rata ikan lele, permintaan periode sebelumnya. 4.3.2.2 Perumusan Model Pada tahap ini faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya akan dirumuskan ke dalam model persamaan regresi. Pada penelitian ini, digunakan dua model untuk menggambarkan permintaan benih ikan patin. Model pertama dalam bentuk logaritma natural (double log) yang merupakan transformasi dari model Cobb-Douglas, sedangkan model kedua adalah model linear berganda tanpa transformasi. lnY
= ln β0 + β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 + εt ...…………...(4.1)
Yt
= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + εt ………………………..….(4.2)
Keterangan : Yt X1 X2 X3 X4 β0 β1 β2 β3 β4 εt
= permintaan benih ikan patin periode ke-t = harga jual benih ikan patin = harga rata-rata ikan patin = harga rata-rata ikan lele = permintaan periode sebelumnya = intercept = koefisien harga jual benih ikan patin = koefisien harga rata-rata ikan patin = koefisien harga rata-rata ikan lele = koefisien permintaan periode sebelumnya = kesalahan (galat)
Hipotesis 1. Harga jual benih ikan patin (X1) X1 < 0 artinya, jika harga jual benih patin DFF naik, maka rata-rata jumlah permintaan yang dihadapinya akan menurun sebesar koefisien (β1) cateris paribus.
39
2. Harga rata-rata ikan patin (X2) X2 > 0 artinya, jika harga rata-rata ikan patin naik satu satuan, maka ratarata jumlah permintaan benih ikan patin yang dihadapi DFF akan naik sebesar koefisien (β2) cateris paribus. 3. Harga rata-rata ikan lele (X3) X3 < 0 artinya, jika harga rata-rata ikan lele naik naik satu satuan, maka rata-rata jumlah permintaan benih ikan patin yang dihadapi DFF akan turun sebesar koefisien (β3) cateris paribus. Dalam hal ini, ikan lele merupakan barang substitusi dari ikan patin. 4. Permintaan periode sebelumnya (X4) X4 > 0 artinya, permintaan periode sebelumnya dianggap berpengaruh positif terhadap permintaan sebagai ekspektasi permintaan periode selanjutnya sehingga perlu diketahui seberapa kuat hubungan keduanya. 4.3.2.3 Pengujian Model Regresi Setelah model dianalisis maka model harus di uji agar mendapatkan model terbaik yang dapat merepresentasikan permintaan benih secara baik. Beberapa uji yang akan dilakukan adalah : 1. Uji autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan linear yang terjadi pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode (lag). Untuk mengetahui autokorelasi dari model ini digunakan variabel residual atau error (e). Uji autokorelasi dapat dihitung menggunakan statistik uji Durbin-Watson (d), dimana pada penelitian ini α yang digunakan adalah sebesar 0,05.
40
d=
∑ (e − e ) ∑e i −1
i
dimana dtabel α (n,k)
i
Keterangan : d ei n k
= nilai Durbin Watson = residual periode waktu ke-t = jumlah observasi = jumlah variabel
•
Jika d < dlow maka tedapat autokorelasi positif
•
Jika d > (4- dlow) maka terdapat autokorelasi negatif
•
Jika dlow < d < dup atau (4-dup) < d < (4-dlow) maka tidak dapat disimpulkan
•
Jika dup < d < (4-dup) berarti tidak terdapat autokorelasi
2. Uji Multikolinearitas Multikolinear adalah hubungan linear antara dua atau beberapa variabel independent. Untuk melihat apakah terdapat multikolinear atau tidak dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF mendekati satu maka tidak terdapat multikolinear. Jika nilai VIF lebih besar dari satu maka koefisien estimasi terkait dengan variabel independent bersifat tidak stabil atau terdapat informasi berulang diantara variabel independent VIF =
1 1 - R 2j
j = 1,2,,3….k
Keterangan : Rj2 = koefisien determinasi untuk variabel atau peubah bebas ke – j 3. Uji Model Penduga Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan layak menduga parameter dari fungsi permintaan. Statistik uji yang digunakan adalah uji F dengan α sebesar 0,05.
41
Hipotesis : H0 : β1 = β2 = …..= βi variabel independent secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin H1 : β1 ≠…. βi variabel independent secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin.
Fhitung =
MSR MSE
dengan df = k, n-k-1
Keterangan : MSR = rata-rata kuadrat regresi MSE = rata-rata kuadrat error df = derajat bebas Jika Fhitung > Ftabel, (k, n-k-1) maka tolak H0 artinya variabel independent (X1, X4, X3, X4) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin. Jika Fhit < Ftabel, (k, n-k-1) maka tolak H0 artinya variabel independent (X1, X4, X3, X4) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin. Sedangkan
untuk
mengetahui
seberapa
besar
model
mampu
menerangkan variasi keragaman dari permintaan benih ikan patin oleh variabel independentnya diketahui melalui koefisien determinasi (R2) R2 =
SSR SST
Keterangan : SSR = jumlah kuadrat regresi SST = jumlah kuadrat total
42
Semakin besar nilai R2 dari suatu model, maka model tersebut akan semakin baik menerangkan variasi keragaman dari permintaan benih ikan patin dengan asumsi dasar yang sudah terpenuhi persyaratannya. 4. Uji Parameter Individual Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independent secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependent. Statistik uji yang digunakan adalah uji t dengan α sebesar 0,05. Hipotesis : H0 : β1 = 0 variabel independent secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin H1 : β1 ≠ 0
variabel independent secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap permintaan benih ikan patin. thitung =
bi − βi Sb i
dengan ttabel (α/2,n-k-1)
Keterangan : = koefisen ke-i yang diduga bi βi = nilai parameter ke- i yang diduga yaitu nol Sbi = standar deviasi dari parameter ke- i k = variabel n = jumlah pengamatan jika thitung > ttabel (α/2,n-k-1) maka tolak H0 jika thitung < ttabel (α/2,n-k-1) maka terima H0 5. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji Komogorov-Smirnov dengan menggunakan α sebesar 0,05.
43
Hipotesis H0 H1
= residual tidak berdistribusi normal = residual berdistribusi normal
Jika nilai KS < KS1-α maka tolak H0, atau jika nilai statistik KomogorovSmirnov dikonversi ke dalam p-value maka daerah penolakannya adalah p-valuehitung > p-value1-α 4.3.2.4 Elastisitas Elastisitas dapat diketahui dari koefisien variabel yang terdapat pada model regresi. Pengukuran elastisitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel dependent terhadap variabel independent. Untuk model dalam bentuk logaritma natural (double log) , nilai elastisitas dapat langsung didapatkan dari nilai koefisien persamaan regresinya. E (Xi)
= bi ………………………..…………...(4.3)
Sedangkan untuk bentuk linear biasa, nilai elastisitasnya didapatkan dengan cara dYi Pi x dPi Yi
E (Xi)
=
E (Xi)
= bi x
Keterangan : E (Xi) bi
Pi ………………………..….(4.4) Yi
= elastisitas variabel Xi = koefisien regresi variabel Xi
_
Pi
= rata-rata harga ke-i
_
Yi
= rata-rata variabel Permintaan
Jika ε > 1, permintaan elastis yaitu situasi dimana perubahan variabel X mengarah pada perubahan yang lebih dari proposional dalam jumlah yang diminta.
44
Jika ε = 1, permintaan uniter yaitu situasi dimana perubahan variable X dan jumlah tepat sama mengimbangi satu sama lain. Jika ε < 1, permintaan inelastis yaitu situasi dimana perubahan variabel X mengarah pada perubahan yang kurang proposional dalam jumlah yang diminta. 4.3.3 Peramalan Time Series dan Ekstrapolasi data Tujuan dari metode peramalan time series adalah menemukan pola dalam deret data historis dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan untuk meramal (Makridakis, et al. 1999). Metode time series yang digunakan dalam peramalan permintaan benih ikan patin di DFF adalah metode Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Winters, Dekomposisi, dan ARIMA. Semua metode tersebut digunakan untuk mengetahui metode terbaik yang dapat memprediksi permintaan pada periode mendatang yang paling tepat. 4.3.3.1 Single Exponential Smoothing(SES) Merupakan prosedur yang berkesinambungan merevisi ramalan dalam hal pengalaman yang lebih terkini (Hanke, et al. 2003) atau secara sederhana SES merupakan prediksi yang lalu ditambah dengan penyesuaian untuk kesalahan yang terjadi pada ramalan terakhir (Makridakis, et al. 1999). Metode ini cocok digunakan pada data yang memiliki pola stasioner. Ŷ t-1 = α Yt + ( 1+ α) Ŷt ……………………………………….. (4.5) Keterangan : Ŷ t-1 α Yt Ŷt
= nilai pemulusan baru atau nilai ramalan periode berikut = konstanta pemulusan ( 0 < α < 1) = pengamatan baru atau nilai aktual dari deret pada periode t = nilai pemulusan lama atau ramalan untuk periode t
45
4.3.3.2 Double Exponential Smoothing(Holt) Metode
Holt
menggunakan
dua
konstanta
atau
persamaan
dalam
pemulusannya (dengan nilai antara 0-1) untuk meramalkan nilai periode yang akan datang. Konstanta pemulusan ini menyediakan estimasi yang telah disesuaikan sepanjang waktu ketika terdapat observasi baru. Konstanta yang pertama adalah untuk pemulusan dan konstanta kedua untuk estimasi trend. 1. Deret pemulusan eksponensial atau estimasi tingkatan saat ini Lt = α
Yt S t -s
+ (1-α) (Lt-1 + Tt-L) …………………….. (4.6)
2. Estimasi trend Tt = β (Lt – Lt-1) + (1 - β) Tt-1 ………………………… (4.7) 3. Ramalan periode p ke depan Ŷt+p = Lt + pTt …………………………………………. (4.8) Keterangan : Lt α Yt β Tt St s p Ŷt+p
= nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini = konstanta pemulusan untuk level ( 0 < α < 1) = pengamatan baru atau nilai aktual periode t = konstanta pemulusan untuk estimasi trend ( 0 < β < 1) = estimasi trend = estimasi musiman = panjangnya musim = periode yang diramalkan ke depan = ramalan untuk p periode ke depan
4.3.3.3 Winters Model winters (1960) merupakan teknik pemulusan yang tergolong rumit karena dalam penerapannya diperlukan tiga persamaan. Satu pesamaan digunakan untuk pemulusan eksponensial dan dua persamaan untuk estimasi trend dan musiman. Dalam perhitungan diperlukan waktu yang cukup lama untuk menemukan parameter yang optimal. Metode Winters dapat dibagi menjadi dua, yaitu Winters aditif dan Winters multiplikatif.
46
a) Winters multiplikatif 1. Deretan pemulusan eksponensial : Lt = α
Yt S t -s
+ (1-α) (Lt-1 + Tt-L) …………………….. (4.9)
2. Estimasi Trend Tt = β (Lt – Lt-1) + (1 - β) Tt-1 …………………………(4.10) 3. Estimasi musiman St = γ
Yt Lt
+ (1 – γ) St-s ……………………….……….(4.11)
4. Ramalan p periode ke depan : Ŷt+p = (Lt + Tt p) St-s+p ……………………….…...…….(4.12) Keterangan : Lt α Yt β Tt γ St p s Ŷt+p
= nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini = konstanta pemulusan untuk level ( 0 < α < 1) = pengamatan baru atau nilai aktual periode t = konstanta pemulusan untuk estimasi trend ( 0 < β < 1) = estimasi trend = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman ( 0 < γ < 1) = estimasi musiman = periode yang diramalkan ke depan = panjangnya musim = ramalan untuk p periode ke depan
b) Winters aditif 1. Deretan pemulusan eksponensial : Lt = α (Yt – St-1) + (1-α) (Lt-1 + Tt-L) ……………………(4.13) 2. Estimasi Trend Tt = β (Lt – Lt-1) + (1 - β) Tt-1……………………….… (4.14) 3. Estimasi musiman St = γ(Yt – Lt-1) + (1 – γ) St-s……………………….…….(4.15) 4. Ramalan p periode ke depan : Ŷt+p = (Lt + Tt p) St-s+p ……………………….………….(4.16)
47
Keterangan : Lt α Yt β Tt γ St p s Ŷt+p
= nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini = konstanta pemulusan untuk level ( 0 < α < 1) = pengamatan baru atau nilai aktual periode t = konstanta pemulusan untuk estimasi trend ( 0 < β < 1) = estimasi trend = konstanta pemulusan untuk estimasi musiman ( 0 < γ < 1) = estimasi musiman = periode yang diramalkan ke depan = panjangnya musim = ramalan untuk p periode ke depan
4.3.3.4 Dekomposisi Dekomposisi adalah teknik peramalan yang bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen pembentuk pola data yaitu trend, variasi musiman, siklus, dan komponen acak. Secara umum model dekomposisi dibagi menjadi dua yaitu dekomposisi multiplikatif dan dekomposisi additif. Model komponen aditif sangat baik untuk data time series yang keragamannya relatif konstan, sedangkan model komponen multiplikatif cocok untuk data time series yang keragamannya naik dengan tingkat tertentu. a) Dekomposisi multiplikatif Yt = Tt x Ct x St x ε ……………………….………….(4.17) Keterangan : Tt Ct St Ε
= komponen trend pada periode ke- t = komponen siklus pada periode ke- t = komponen musiman pada period ke- t = komponen galat pada periode ke- t
b) Dekomposisi aditif Yt = Tt + Ct + St + ε ……………………….………….(4.18) Keterangan : Tt Ct St Ε
= komponen trend pada periode ke- t = komponen siklus pada periode ke- t = komponen musiman pada period ke- t = komponen galat pada periode ke- t 48
4.3.3.5 Metode ARIMA Metode atau model ARIMA merupakan gabungan dari autoregresi dengan rata-rata bergerak yang bertumpu pada pola autokorelasi data. Secara umum model ARIMA dituliskan sebagai berikut.
Zt = δ + Φ1 Zt-1 + Φ2 Zt-2 + ...+ εt – Θ1 εt-1 – Θ2 εt-2 - ... …….(4.19) Keterangan : Zt Zt-1, Zt-2,...,
εt-1, εt-2,...
δ, Φ1 ,Φ2, Θ1, Θ2
εt
= observasi deret stasioner saat ini = observasi dan residual peramalan periode sebelumnya dari deret stasioner = konstanta dan koefisien-koefisien model. = residual acak untuk periode saat ini
Model tentatif ARIMA dapat dituliskan dalam notasi ARIMA (p,d,q). Dalam hal ini p dan q menandakan orde dari AR dan MA, misalkan model ARIMA dengan orde p=1 dan q=2 maka modelnya sebagai berikut:
Zt = δ + Φ1 Zt-1 + εt – Θ1 εt-1 – Θ2 εt-2 Sedangkan untuk data yang belum stasioner harus mengalami differences (d) atau pembedaan Zt = Yt - Yt-1 - Yt-2 .... Untuk data yang secara nyata mengandung unsur musiman maka dapat dikembangkan metodologi serupa yang lazim disebut Seasonal ARIMA (SARIMA). Model umum SARIMA ditulis dalam bentuk SARIMA (p,d,q) (P,D,Q).L Dalam hal ini L merupakan jumlah periode musiman dalam satu tahun. Prosedur yang dilakukan pada dasarnya sama dengan model ARIMA. Perbedaannya terletak pada proses pembedaan serta identifikasi perilaku ACF dan PACF yang dalam hal ini mengandung unsur musiman.
49
ARIMA memiliki empat tahapan yaitu identifikasi pola data, estimasi model, diagnostic checking dan peramalan (Firdaus, 2006). 1 Identifikasi pola data Data yang akan digunakan dalam model ARIMA harus stasioner. Identifikasi kestasioneran data dihitung dengan Autocorrelation Function (ACF) pada grafik korrelogram. Jika nilai ACF mendekati nol pada lag dua dan tiga maka data tersebut sudah stasioner, jika belum maka data tersebut harus di differencing sampai menjadi stasioner. Dari grafik korrelogram ini dapat diduga model ARIMA yang akan digunakan. Garis yang menjorok keluar dari selang kepercayaan (bewarna merah) dapat dijadikan tolak ukur. Jika garis yang keluar dari selang kepercayaan ada satu buah pada korrelogram ACF, maka modelnya adalah AR(1). Jika yang menjorok keluar ada dua buah pada korrelogram ACF maka modelnya AR(2) dan seterusnya. Sedangkan untuk garis yang menjorok keluar pada PACF digunakan untuk meramalkan model MA (Gambar 5). Jika garis yang menjorok keluar garis error sebanyak satu buah maka modelnya adalah MA(1), jika garis yang menjorok keluar dua buah maka MA(2) dan seterusnya. 2 Estimasi Model Pada tahap ini kita mengestimasi model ARIMA yang akan digunakan dengan sedikit panduan dari hasil identifikasi data sebelumnya. Model ARIMA yang akan dipilih adalah model yang mempunyai galat atau error yang terkecil dari hasil coba-coba tesebut. Peramalan yang akan dilakukan sebanyak 12 bulan ke depan karena permintaan benih ikan di DFF berfluktuatif, yaitu pada musim kemarau dan musing penghujan.
50
3 Diagnostic Checking Pada tahap ini dilakukan diagnosa secara mendetail terhadap model yang kita hasilkan untuk mengetahui apakah model tesebut sudah baik atau belum. Terdapat enam kriteria dalam uji diagnosa (Firdaus, 2006) yaitu : ¾ Residual error bersifat acak, dapat dilihat dari indikator Ljung-Box Statistic. Jika nilainya lebih dari 0,05 maka residual atau errornya sudah acak. Jika kurang dari 0,05 maka residualnya belum acak. Selain itu, jika ACF dan PACF residualnya berpola cut off maka residualnya sudah acak. ¾ Model parsimonius, artinya model sudah dalam bentuk yang paling sederhana. ¾ Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Dapat dilihat dari nilai Pvalue pada Final Estimates of Parameters, jika nilainya kurang dari 0,05 maka sudah berbeda nyata dengan nol. Jika lebih dari 0,05 maka parameter belum berbeda nyata dengan nol. ¾ Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan dari nilai Coeffisien AR, SAR, MA, dan SMA kurang dari satu. ¾ Proses iterasi sudah convergence , hal ini dapat diliha dari pernyataan “ realtive change in each estimate less than 0,0010”. ¾ Model memiliki MSE yang paling kecil. 4. Peramalan Model terbaik yang telah diuji
pada tahap sebelumnya dapat digunakan
untuk peramalan atau prediksi permintaan yang akan datang.
51
4.4
Pemilihan Metode Peramalan Terbaik Metode-metode peramalan permintaan benih ikan patin yang telah dihitung
sebelumnya, akan dibandingkan tingkat akurasinya untuk mendapatkan metode peramalan yang terbaik. Salah satu ukuran ketepatan metode yang sering dipakai adalah Mean Squared Error (MSE) karena mempunyai sensitifitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan ukuran ketepatan lainnya. Metode yang memiliki nilai MSE terkecil akan dipilih menjadi metode peramalan terbaik guna meramalkan permintaan benih ikan patin pada periode yang akan datang. ^
MSE
=
∑ (Y t − Yt ) n
et2 ∑ t =1 n n
2
=
……………….………….(4.20)
Keterangan : Ŷ = nilai dugaan Y = nilai aktual e = galat dugaan n = jumlah data
52
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Lokasi Deddy Fish Farm merupakan usaha pembenihan ikan patin yang didirikan pada bulan September 1999 oleh Bapak Deddy dan Bapak Budi. Lokasinya terletak di Jalan Matoa Blok C No. 10A komplek BTN Darmaga Permai, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Awalnya, usaha DFF masih bersifat sebagai pengumpul telur dari petani ikan patin di sekitar Bogor yang kemudian ditetaskan dan dipelihara hingga menjadi ukuran siap jual. Hal ini dikarenakan DFF belum memiliki modal untuk memiliki sarana dan prasarana yang memadai guna melakukan usaha pembenihan. Baru pada tahun 2000, DFF melengkapi sarana dan prasarana usaha pembenihan ikan patinnya untuk menambah jumlah produksinya. Alasan utama mengapa DFF memilih benih ikan patin sebagai produk usahanya, adalah karena pada waktu itu ikan patin konsumsi merupakan komoditas yang banyak dicari oleh masyarakat terutama di Sumatera dan Kalimantan. Di daerah tersebut, ikan patin yang ada dipasaran merupakan hasil tangkapan dari alam, sehingga ketersediaannya masih tergantung dari alam. Selain itu, ikan patin merupakan ikan yang baru bisa dibudidayakan secara intensif sehingga peluang pasarnya masih berprospek untuk dikembangkan lebih lanjut. Pada bulan Agustus 2003, Deddy Fish Farm memperluas lokasinya ke Jalan Matoa Blok D No. 8A Cihideung Ilir komplek BTN Darmaga Permai, CiampeaBogor. Hal ini disebabkan, permintaan benih ikan patin yang dihadapi DFF terus meningkat sehingga DFF harus memperluas lokasi usahanya guna meningkatkan
produksinya. Lokasi yang baru tersebut digunakan untuk memelihara induk, pemijahan dan pendederan benih yang tertunda penjualannya. Sedangkan lokasi di Jalan Matoa Blok C No. 10A yang khusus untuk memihara larva hingga siap jual. Kemudian pada tahun 2006, Bapak Budi meninggalkan DFF karena membuka usaha di Kalimantan sehingga usaha pembenihan ikan patin sekarang dipegang sepenuhnya oleh Bapak Deddy. 5.2 Struktur Organisasi Deddy Fish Farm merupakan badan usaha milik swasta yang dipimpin oleh seorang manajer. Struktur organisasi Deddy Fish Farm dapat dilihat pada gambar berikut ini. Manajer Unit
Manajer Operasional
Bagian Larva
Bagian Pakan Alami
Bagian Benih
Manajer Penyuntikan
Bagian Pengadaan dan Pemasaran
Bagian Water Manajemen
Gambar 10. Struktur Organisasi Deddy Fish Farm Struktur organisasi di Deddy Fish Farm terdiri dari manajer unit, manajer operasional, manajer penyuntikan, bagian larva, bagian benih, bagian pengadaan dan pemasaran, bagian pakan alami dan water manajemen. Adapun tugas dari masing-masing bidang pada struktur organisasi di Deddy Fish Farm adalah: 54
1. Manajer unit, dipegang oleh pemilik perusahaan yang bertugas mengawasi pelaksanaan
tugas
masing-masing
teknisi
dan
apabila
terjadi
penyimpangan dan kendala akan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan,
bertanggung
jawab
mengkoordinasikan
masing-masing
bawahan dan memberikan bimbingan serta petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan. 2. Manajer operasional, bertanggung jawab penuh terhadap semua rangkaian kegiatan yang dilakukan pada siang maupun malam hari. 3. Manejer penyuntikan, bertanggung jawab penuh terhadap semua rangkaian kegiatan penyuntikan, mulai dari pemeriksaan TKG induk patin, penyuntikan hingga proses striping. 4. Bagian larva bertugas memelihara larva (pemberian pakan, penyiponan, pergantian air dan lain-lain). 5. Bagian benih bertugas memelihara benih (pemberian pakan, penyiponan, pergantian air dan lain-lain). 6. Bagian pengadaan dan pemasaran bertanggung jawab memenuhi semua kebutuhan selama kegiatan pembenihan berlangsung dan proses pemasaran. 7. Bagian pakan alami bertugas sebagai pembuat atau penyedia pakan alami untuk larva. 8. Bagian water manajemen bertugas menjaga dan mengukur beberapa parameter air yang akan digunakan untuk pembenihan ikan patin ( pH, dan Suhu).
55
Selain itu, DFF sesekali menyewa tenaga harian (honor) untuk membantu tugas pegawai tetap. Tenaga honor tersebut biasanya diperlukan ketika panen, packing, dan persiapan produksi. Tingkat pendidikan pegawai di Deddy Fish Farm beragam, mulai dari tingkat SMP sampai perguruan tinggi (Sarjana) yang total berjumlah tujuh orang. 5.3 Deskripsi Konsumen dan Produk DFF Konsumen DFF terdiri dari petani pembesar, pengumpul, dan supplier ikan yang berasal dari berbagai wilayah mulai dari Palembang, Tulung Agung, Solo, Jatiluhur, Kalimantan dan petani pembesaran di sekitar Bogor. Hal ini terjadi karena kualitas benih ikan patin di Bogor dikenal relatif berkualitas jika dibandingkan dengan daerah lain. Padahal, di Palembang dan Kalimantan sendiri terdapat benih ikan patin yang dihasilkan oleh usaha pembenihan setempat, tetapi petani pembesar di daerah tersebut lebih senang membeli benih ikan patin di Bogor. Ukuran benih yang dijual oleh DFF awalnya hanya berukuran maksimal satu inchi, tetapi sejalan dengan pemintaan konsumen yang bervariasi maka ukuran benih ikan patin yang dihasilkan disesuaikan dengan permintaan konsumen. Sekarang, DFF memproduksi benih ikan patin berukuran 0,75 inchi, 1 inchi, 1,5 inchi sampai dengan 2 inchi. Untuk ukuran 1-1,5 inchi biasanya diminati oleh petani pembesar atau pengumpul di luar Bogor seperti Kalimantan dan Tulung Agung. Sedangkan untuk ukuran 0,75 dan 2 inchi diminati oleh petani dan supplier di daerah sekitar Bogor.
56
Pembayaran benih ikan patin yang terjual di DFF ada yang tunai dan tidak tunai (hutang). Jangka waktu pembayaran hutang maksimum 1 minggu dari pengiriman barang. 5.4 Fasilitas Pembenihan Deddy Fish Farm merupakan pembenihan yang masih berskala menengah sehingga fasilitas pembenihan yang digunakan masih sederhana. Fasilitas tersebut terdiri dari : 1 Wadah a. Kolam induk betina Kolam induk betina yang digunakan berkapasitas 18 m3 dengan ukuran 4x3x1,8 m yang terbuat dari beton dan bersifat permanen. Bentuk kolam induk betina adalah persegi panjang dan dilengkapi dengan saluran outlet (pembuangan air) yang terbuat dari pipa PVC Ø 3 inchi dan panjang 1 m. b. Bak Induk Jantan Bak induk jantan yang digunakan berkapasitas 1,4 m3 dengan ukuran 1x2x0,9 m berjumlah delapan buah. Bentuk bak induk jantan adalah persegi panjang dengan sistem pengairan tertutup (tidak terdapat inlet atau outlet pada bak pemeliharaan induk jantan) dan dilengkapi dua titik aerasi yang berguna untuk suplai oksigen. Bak induk jantan terbuat dari terpal yang dialasi busa keras dengan ketebalan ± 1 cm. c. Bak Pemijahan Bak pemijahan yang digunakan berkapasitas 0,486 m3 dengan ukuran 1,2x0,9x0,6 m, berjumlah dua buah dengan konstruksi saling berkaitan. Bentuk bak pemijahan adalah persegi panjang yang terbuat dari terpal yang dialasi busa
57
keras dengan ketebalan ± 1 cm. Bak pemijahan dilengkapi dengan sistem air resirkulasi, tidak terdapat inlet dan outlet pada serta dilengkapi dua buah heater agar suhu air terjaga (stabil). d. Bak Pemberokan Bak pemberokan yang digunakan berukuran 1x2x0,9 m dengan kapasitas 1 m3 yang terbuat dari terpal yang dialasi busa keras dengan ketebalan ± 1 cm. Bak pemberokan berfungsi untuk pemulihan induk betina yang luka akibat kegiatan penjaringan. Sistem pengairan yang digunakan adalah sistem pengairan tertutup seperti pada bak induk jantan. Kemudian dilengkapi dengan dua titik aerasi yang berguna untuk suplai oksigen. e. Tandon Tandon yang digunakan terbuat dari terpal yang dialasi busa keras dengan ketebalan ± 1 cm dengan ukuran 4x2x0,9 m berjumlah 5 buah. Tandon berfungsi sebagai wadah penampungan dan treatment air sebelum digunakan dalam kegiatan pembenihan. Tandon juga dilengkapi dengan 12 titik aerasi yang berguna untuk menaikan pH air. f. Akuarium Ukuran akuarium yang digunakan beragam. Mulai dari akuarium penetasan telur hingga akuarium pemeliharaan larva yang terdiri dari tiga ruangan terpisah, yaitu: ruang depan, ruang tengah dan ruang belakang . Jumlah akuarium yang ada di Deddy Fish Farm sebanyak 236 buah. Letak akuarium tersusun rapi diatas rak kayu bertingkat empat.
58
Tabel 3. Spesifikasi Akuarium Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Deddy Fish Farm Pemeliharaan Larva Penetasan Ruang Ruang Ruang No. Spesifikasi Telur Depan Tengah Belakang 1.
Ukuran (cm)
80x40x30
90x45x30
90x50x30
90x40x30
2.
Volume (ℓ)
64
100
110
90
3.
Jumlah (buah)
48
56
48
84
g. Wadah Kultur Pakan Alami Pakan alami yang digunakan di Deddy Fish Farm adalah artemia sp dan cacing sutra. Wadah yang digunakan untuk penetasan artemia sp berupa ember kapasitas 10-15 ℓ dengan jumlah 36 buah sedangkan untuk pemisahan artemia dan cangkang menggunakan galon kapasitas 19 ℓ. Wadah untuk penampungan cacing sutra berupa bak kapasitas 35 ℓ dengan jumlah 10 buah. 2. Pengairan a. Sumber air Sumber air yang terdapat di Deddy Fish Farm berasal dari sumur bor dengan kedalaman 8 m. Terdapat empat buah sumber air, dua sumber air digunakan untuk penetasan telur dan pemeliharaan larva, satu sumber air digunakan untuk pemeliharaan induk atau pendederan, satu sumber air yang lainnya digunakan untuk keperluan rumah tangga. Distribusi air sumur menggunakan pompa listrik standar (pompa hisap). Kualitas air sumur memiliki warna yang jernih dengan + pH 5.
59
VI. HASIL dan PEMBAHASAN 6.1 Analisis Faktor Permintaan Benih Ikan Patin Model atau bentuk persamaan regresi yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih ikan patin di DFF terbagi menjadi dua model. Pertama model regresi Cobb-Douglas yang ditransformasi ke dalam bentuk logaritma natural (double log), kedua adalah model regresi linear berganda tanpa log. Kedua model tersebut akan dibandingkan dengan melihat nilai MSE terkecil setelah diuji oleh beberapa statistik uji untuk mendapatkan model terbaik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan benih ikan patin adalah harga benih ikan patin (X1), harga rata-rata ikan patin konsumsi (X2), harga rata-rata ikan lele (X3) dan jumlah permintaan sebelumnya (X4). 6.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Benih Ikan Patin Model 1 Hasil analisis permintaan benih ikan patin menggunakan Model 1 yang menggunakan data time series sebanyak 24 periode dapat dilihat pada tabel 4. Dimana model atau bentuk regresinya adalah sebagai berikut. lnY
= ln β0 + β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 + β4 ln X4 + εt ...…………...(4.1)
Tabel 4. Hasil Analisis Ragam Model Double Log Source DF SS Regression 4 1,5898 Residual Error 19 0,5077 Total 23 2,0975 Durbin-watson 2,01766 Komogorov-Smirnov 0,166 MSE 0,02672
MS 0,3975 0,0267
F 14,87
P 0,000
Dari tabel tersebut diketahui bahwa semua variabel independent yang dihipotesiskan sebelumnya secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
permintaan benih ikan patin. Hal ini dibuktikan dengan nilai Fhitung (14,47) yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai Ftabel (2,90) pada selang kepercayaan 95 persen. Selain itu diketahui pula koefisien determinasi (R2) sebesar 75,8 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2-adj) sebesar 70,7 persen. Hal ini mengartikan bahwa model regresi yang digunakan dapat menerangkan variasi keragaman dari permintaan benih ikan patin beserta variabel independentnya sebesar 75,8 persen. Kemudian sisanya sebesar 24,2 persen diterangkan oleh komponen acak atau error. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan linear pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode (lag). Statistik uji Durbin-Watson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan linear tersebut. Nilai Durbin-Watson (d) yang didapatkan pada model ini adalah 2,01766. Nilai ini menandakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model regresi karena berada pada interval dup < d < (4-dup) pada selang kepercayaan 95 persen dengan batas atas (dup) sebesar 1,78. Nilai statistik uji Komogorov-Smirnov (KShitung) yang didapatkan adalah sebesar 0,166. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan KStabel sebesar 0,269 dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen. Hal ini menandakan bahwa residual dalam model regresi double log sudah menyebar normal. Selain itu, hasil MSE yang didapatkan pada model ini adalah sebesar 0,02672. Selanjutnya, untuk melihat signifikansi dan koefisien masing-masing variabel independent yang digunakan pada Model 1 dapat dilihat pada tabel 5.
61
Tabel 5. Analisis Variabel Pada Model Regresi Double Log Predictor Constant Harga Benih Harga Patin Harga Lele Permintaan sebelum Ttabel(0,05;19) = 2,093
Coef 27,702 -5,968 -0,0319 0,3105 0,4090
SE 6,957 1,379 0,3811 0,4738 0,1322
Thitung 3,980 -4,330 -0,080 0,660 3,090
Phitung
0,001 0,000 0,934 0,520 0,006
VIF 1,308 5,975 5,890 1,343
Dengan melihat data pada tabel tersebut maka model regresi double log untuk permintaan benih ikan patin dapat diduga menggunakan persamaan berikut ini : ln Yt = 27,702 – ln 5,968X1 – ln 0,0319X2 + ln 0,3105X3 + ln 0,4090X4 + εt ………………. (6.1) Keterangan : Yt X1 X2 X3 X4 εt
= permintaan benih ikan patin periode ke-t = harga jual benih ikan patin = harga rata-rata ikan patin = harga rata-rata ikan lele = permintaan periode sebelumnya = error atau residual
Interpretasi koefisien dan signifikansi setiap variabel independent secara detail dapat dilihat sebagai berikut : a. Harga jual benih ikan patin (X1) Koefisien harga benih patin bernilai negatif yaitu sebesar - 5,968. Angka ini mengartikan jika terjadi peningkatan harga jual benih ikan patin, maka rata-rata permintaan benih ikan patin di DFF akan menurun cateris paribus. Pernyataan ini sejalan dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa harga jual benih ikan patin mempunyai hubungan negatif dengan permintaannya. Hal ini dikarenakan jika harga jual suatu produk meningkat, maka konsumen akan cenderung mengurangi permintaan atau konsumsi terhadap barang
62
tersebut. Dalam hal ini, jika harga jual benih patin meningkat maka petani pembesar atau produsen ikan patin konsumsi akan mengurangi permintaan benihnya. Kemudian untuk mengetahui apakah variabel harga jual benih ikan patin secara parsial berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin, dapat dilihat dari nilai Thitung. Untuk variabel harga jual benih ikan patin, nilai Thitung nya lebih besar dibandingkan dengan Ttabel sebesar 2,093 pada taraf nyata lima persen. Hal ini mengartikan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata sacara parsial terhadap permintaan benih ikan patin. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang didapatkan untuk variabel harga jual benih ikan patin lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 1,308. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel harga jual benih ikan patin dengan variabel independent lainnya. b. Harga rata-rata ikan ikan patin (X2) Nilai koefisien harga rata-rata ikan patin mempunyai nilai negatif sebesar - 0,0073. Angka ini mengartikan bahwa setiap peningkatan harga rata-rata ikan patin dapat menyebabkan rata-rata permintaan benih ikan patin di DFF menurun cateris paribus. Pernyataan ini bertentangan dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa harga rata-rata ikan patin akan mempunyai hubungan positif terhadap permintaan benih
ikan patin. Ketidaksesuaian
hasil analisis dengan hipotesis yang diharapkan sebelumnya mungkin saja terjadi karena pada saat-saat tertentu harga benih ikan mempunyai hubungan negatif dengan ikan konsumsinya. Contohnya, ketika hasil produksi benih meningkat menyebabkan ketersediaan benih di pasar melimpah, yang pada
63
akhirnya dapat menurunkan harga benih ikan patin akibat adanya mekanisme pasar. Penurunan harga benih ini dapat memicu peningkatan terhadap permintaan benih ikan. Tetapi pada saat yang sama, bisa saja harga ikan patin konsumsi meningkat karena ketersediaan sedikit akibat tingkat Survival Rate (SR) yang rendah. SR yang rendah dapat diakibatkan adanya wabah penyakit atau iklim yang tidak kondusif untuk pembesaran ikan patin sehingga ketersediaan ikan patin konsumsi di pasar sedikit jumlahnya. Hal ini dibuktikan pada tabel 2, dimana produksi benih ikan tahun 2001 dan 2002 mengalami peningkatan, tetapi di sisi lain produksi ikan konsumsinya mengalami penurunan. Selain itu, ketidaksesuaian hipotesis dengan hasil analisis mungkin disebabkan oleh nilai Thitung variabel harga rata-rata ikan patin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Ttabel sebesar 2,093 pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini mengartikan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata sacara parsial dan tidak dapat menjelaskan permintaan benih ikan patin secara nyata. Nilai VIF yang didapatkan untuk variabel harga rata-rata ikan patin lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 5,975. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel harga rata-rata ikan patin dengan variabel independent lainnya. c. Harga rata-rata ikan lele (X3) Pada hipotesis sebelumnya, ikan lele merupakan barang substitusi dari ikan patin. Oleh karena itu harga ikan lele seharusnya mempunyai hubungan negatif dengan permintaan ikan patin konsumsi maupun benih ikan patinnya, tetapi dari hasil analisis regresi didapat, koefisien regresi untuk variabel harga
64
rata-rata ikan lele bernilai positif sebesar 0,3105. Angka tersebut mengartikan bahwa jika harga rata-rata ikan lele meningkat, maka rata-rata permintaan benih ikan patin di DFF juga akan meningkat cateris paribus. Hasil tersebut tidak sesuai dengan harapan dan hipotesis awal yang mengatakan bahwa harga rata-rata ikan lele mempunyai hubungan negatif terhadap permintaan benih ikan patin. Hubungan positif ini mungkin saja terjadi ketika harga ikan patin menurun mengakibatkan perusahaan mengurangi permintaan benihnya agar tidak terjadi excess supply diperusahaannya. Harga ikan patin yang rendah ini disebabkan oleh banyaknya petani pembesar atau produsen ikan patin konsumsi yang dapat memproduksi ikan patin dalam jumlah yang besar. Hal ini biasa terjadi pada akhir musim penghujan dimana kondisi alam sangat kondusif untuk memelihara ikan. Kondisi alam yang kondusif ini, menyebabkan pula para petani pembesar atau produsen ikan lele konsumsi dapat memproduksi ikan lele dalam jumlah yang besar. Ini mengakibatkan meningkatnya ketersediaan ikan lele konsumsi dipasaran yang pada akhirnya dapat menurunkan harga ikan lele akibat mekanisme pasar.
Selain itu,
hubungan antar suatu produk tergantung kepada tempat dimana produk tersebut dikonsumsi. Suatu produk mungkin mempunyai hubungan yang negatif pada suatu daerah, tetapi di daerah lain bisa saja hubungannya bersifat positif. Seperti halnya harga rata-rata ikan patin ketidaksesuaian hipotesis dengan hasil analisis mungkin disebabkan oleh nilai Thitung yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Ttabel yaitu sebesar 2,093 pada selang kepercayaan sebesar 95 persen. Hal ini mengartikan bahwa variabel harga rata-rata ikan
65
lele tidak berpengaruh nyata sacara parsial terhadap permintaan benih ikan patin di DFF. Nilai VIF yang didapatkan untuk variabel harga rata-rata ikan lele lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 5,938. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel harga rata-rata ikan lele dengan variabel independent lainnya. d. Permintaan periode sebelumnya (X4) Koefisien variabel permintaan periode sebelumnya mempunyai nilai positif sebesar 0,4090. Angka berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan periode sebelumnya maka permintaan juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa permintaan periode sebelumnya dianggap berpengaruh positif terhadap permintaan sebagai ekspektasi permintaan periode selanjutnya. Selain itu, nilai Thitung variabel permintaan periode sebelumnya yang lebih besar jika dibandingkan dengan Ttabel sebesar 2,093 pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini mengartikan bahwa variabel ini berpengaruh nyata secara parsial terhadap permintaan benih ikan patin di DFF. Kemudian nilai VIF yang didapatkan untuk variabel permintaan periode sebelumnya lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 1,343. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antara permintaan periode sebelumnya dengan variabel independent lainnya. 6.1.2 Elastisitas Variabel pada Model 1 Nilai elastisitas pada model Cobb-Douglas yang dilinearkan ke dalam bentuk logaritma natural (double log) dapat langsung dilihat melalui nilai koefisien variabelnya. Nilai elastisitas setiap variabel di Model 1 dapat dilihat pada tabel 6.
66
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa variabel harga jual benih bersifat elastis karena nilai elastisitasnya lebih dari satu yaitu – 5,968. Tabel 6. Elastisitas Variabel Independent pada Model 1 Variabel Nilai Elastisitas Harga jual benih ikan patin - 5,9680 Harga rata-rata ikan patin - 0,0319 Harga rata-rata ikan lele 0,3105 Permintaan periode sebelumnya 0,4090
Elastisitas elastis tidak elastis tidak elastis tidak elastis
Dalam hal ini, permintaan benih ikan patin sangat responsif terhadap harga jual benihnya, dimana ketika harga jual benih naik satu persen maka permintaan benih ikan patinnya akan naik sebesar 5,968 persen. Oleh karena itu, DFF harus benar-benar memperhatikan penentuan harga jual benih secara tepat sehingga kerugian akibat kesalahan dalam penentuan harga jual yang tidak tepat dapat dihindari. Untuk variabel harga rata-rata ikan patin, harga rata-rata ikan lele dan pemintaan periode sebelumnya mempunyai sifat tidak elastis. Artinya permintaan benih ikan patin di DFF tidak terlalu reponsif terhadap perubahan nilai ketiga variabel tersebut. Dari ketiga variabel tersebut, variabel harga rata-rata ikan patin lah yang mempunyai nilai elastisitas terkecil. Ini mengartikan bahwa harga patin konsumsi tidak terlalu berpengaruh terhadap permintaan benih ikan patin. 6.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Benih Ikan Patin Model 2 Hasil analisis dari permintaan benih ikan patin menggunakan Model 2 yaitu model linear berganda tanpa log dapat dilihat pada tabel 7. Data time series yang digunakan pada model ini adalah sebanyak 24 periode yaitu dari tahun 2005-2006. Model atau bentuk regresi pada Model 2 dapat dilihat pada persamaan (4.2). Yt
= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + εt ………………………..….(4.2)
67
Tabel 7. Hasil Analisis Ragam Model Linear Berganda Tanpa Log Source DF SS MS Fhit Regression 4 219629 54907 14,42 Residual Error 19 72360 3808 Total 23 291990 Durbin-watson 1,96309 Komogorov-Smirnov 0,144 MSE 3808
P 0,000
Dari tabel tersebut diketahui bahwa semua variabel independent yang dihipotesiskan sebelumnya secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin. Hal ini dibuktikan dengan nilai Fhitung (14,42) yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai Ftabel (2,90) pada selang kepercayaan 95 persen. Selain itu diketahui pula koefisien determinasi (R2) sebesar 75,2 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2-adj) sebesar 70 persen. Hal ini mengartikan bahwa model regresi yang digunakan dapat menerangkan variasi keragaman dari permintaan benih ikan patin beserta variabel independentnya sebesar 75,2 persen. Kemudian sisanya sebesar 24,8 persen diterangkan oleh komponen acak atau error. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan linear pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode dilakukan uji autokorelasi. Statistik uji DurbinWatson digunakan untuk mengetahui apakah terdapat autokorelasi atau tidak. Nilai Durbin-Watson (d) yang didapatkan pada model ini adalah 1,96309. Nilai ini menandakan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada model regresi karena berada pada interval dup < d < (4-dup) pada taraf nyata sebesar lima persen dengan batas atas (dup) sebesar 1,78.
68
Nilai statistik uji Komogorov-Smirnov (KShitung) yang didapatkan pada model ini adalah sebesar 0,144. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan KStabel sebesar 0,269 dengan menggunakan taraf nyata sebesar lima persen. Hal ini menandakan bahwa residual dalam model regresi linear berganda tanpa log telah menyebar normal, dengan nilai MSE yang didapatkan sebesar 3808. Selanjutnya, untuk melihat signifikansi dan koefisien masing-masing variabel independent yang digunakan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Analisis Variabel Pada Model Regresi Linear Berganda Tanpa Log Predictor Constant Harga Jual Benih Harga Rata-rata Patin Harga Rata-Rata Lele Permintaan sebelum Ttabel(0,05;19) = 2,093
Coef 2369,9 -25,394 -0,0073 0,0187 0,4104
SE 578,4 6,135 0,0175 0,0213 0,1371
Thitung 4,1 -4,14 -0,42 0,88 2,99
Phitung
0,001 0,001 0,682 0,391 0,007
VIF 1,39 5,967 5,938 1,396
Dengan melihat data pada tabel 8, maka permintaan benih ikan patin di DFF dapat diduga dengan persamaan berikut ini : Yt
= 2369,9 – 25,394 X1 – 0,0073 X2 + 0,0187 X3 + 0,4104 X4 + εt …….(6.2)
Keterangan : Yt X1 X2 X3 X4 εt
= permintaan benih ikan patin periode ke-t = harga jual benih ikan patin = harga rata-rata ikan patin = harga rata-rata ikan lele = permintaan periode sebelumnya = error atau residual
Interpretasi koefisien dan signifikansi setiap variabel independent dari hasil analisis pada Model 2 dapat dilihat sebagai berikut :
69
a. Harga jual benih ikan patin (X1) Koefisien harga benih patin bernilai negatif yaitu sebesar - 25,394. Angka ini mengartikan bahwa jika terjadi peningkatan harga jual benih ikan patin sebesar satu rupiah, maka rata-rata permintaan benih ikan patin di DFF akan menurun sebesar 25.394 ekor cateris paribus. Pernyataan ini sejalan dengan hipotesis awal dan koefisien pada Model 1, dimana harga jual benih ikan patin mempunyai hubungan negatif dengan permintaannya. Kemudian untuk mengetahui apakah variabel harga jual benih ikan patin secara parsial berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin, dapat dilihat dari nilai Thitung. Untuk variabel harga jual benih ikan patin nilai Thitung nya lebih besar jika dibandingkan dengan Ttabel (2,093) pada taraf nyata lima persen. Hal ini mengartikan bahwa variabel tersebut berpengaruh nyata sacara parsial terhadap permintaan benih ikan patin.
Kemudian nilai Variance
Inflation Factor (VIF) yang didapatkan untuk variabel harga jual benih ikan patin lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 1,39. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel harga jual benih ikan patin dengan variabel independent lainnya. b. Harga rata-rata ikan ikan patin (X2) Untuk koefisien harga rata-rata ikan patin mempunyai nilai negatif sebesar - 0,0073. Koefisien yang bernilai negatif ini sama dengan Model 1, dimana nilai ini mengartikan bahwa setiap peningkatan satu rupiah pada harga ratarata ikan patin, maka rata-rata permintaan benih ikan patin di DFF akan menurun sebesar 7,3 ekor cateris paribus. Pernyataan ini bertentangan dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa harga rata-rata ikan patin
70
akan mempunyai hubungan positif terhadap permintaan benih ikan patin. Ketidaksesuaian hasil analisis dengan hipotesis ini terjadi sama seperti Model 1, dimana koefisien variabel harga rata-rata ikan patin mempunyai nilai negatif. Seperti halnya Model 1 nilai Thitung variabel harga rata-rata ikan patin lebih kecil jika dibandingkan dengan Ttabel sebesar 2,093 pada taraf nyata sebesar lima persen. Hal ini mengartikan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata sacara parsial terhadap permintaan benih ikan patin. Selanjutnya untuk nilai VIF yang didapatkan untuk variabel harga rata-rata ikan patin lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 5,967. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel harga jual benih ikan patin dengan variabel independent lainnya. c. Harga rata-rata ikan lele (X3) Koefisien regresi untuk variabel harga rata-rata ikan lele pada Model 2 bernilai positif sebesar 0,0187. Angka tersebut mengartikan jika harga ratarata ikan lele meningkat satu rupiah, maka rata-rata permintaan benih ikan patin di DFF akan meningkat sebesar 18,7 ekor cateris paribus. Hasil regresi pada model ini sama seperti Model 1 yang menyatakan bahwa hubungan antara ikan lele dan permintaan benih ikan patin mempunyai hubungan positif. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa ikan lele dan permintaan benih ikan patin mempunyai mempunyai hubungan yang negatif. Ketidaksesuaian ini mungkin disesbabkan oleh nilai Thitung yang didapatkan oleh variabel harga rata-rata ikan lele lebih kecil jika
71
dibandingkan dengan Ttabel sebesar 2,093 pada taraf nyata sebesar lima persen. Hal tersebut mengartikan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata sacara parsial terhadap permintaan benih ikan patin di DFF. Nilai VIF yang didapatkan untuk variabel harga rata-rata ikan lele lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 5,938. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel harga jual benih ikan patin dengan variabel independent lainnya. d. Permintaan periode sebelumnya (X4) Koefisien variabel permintaan periode sebelumnya mempunyai nilai positif sebesar 2,99. Angka ini mengartikan jika terjadi peningkatan seribu ekor pada permintaan periode sebelumnya maka permintaan akan meningkat sebesar 2.990 ekor cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa permintaan periode sebelumnya dianggap berpengaruh positif terhadap permintaan sebagai ekspektasi permintaan periode selanjutnya. Hal ini diperkuat dengan nilai Thitung variabel harga rata-rata ikan lele yang lebih besar jika dibandingkan dengan Ttabel sebesar 2,093 pada taraf nyata sebesar lima persen. Angka ini mengartikan bahwa variabel ini berpengaruh nyata sacara parsial terhadap permintaan benih ikan patin di DFF. Sedangkan nilai VIF yang didapatkan untuk variabel permintaan periode sebelumnya lebih kecil dari sepuluh yaitu sebesar 1,396. Hal ini menandakan bahwa tidak terdapat multikolinear antar variabel permintaan periode sebelumnya dengan variabel independent lainnya.
72
6.1.4 Elastisitas Variabel pada Model 2 Nilai elastisitas pada model digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel dependent terhadap variabel independentnya. Nilai elastisitas untuk masing-masing variabel pada Model 2, yaitu dalam bentuk linear berganda tanpa log dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 9. Elastisitas Variabel Independent pada Model 2 Variabel Nilai Elastisitas Harga jual benih ikan patin - 5,0798 Harga rata-rata ikan patin - 0,1409 Harga rata-rata ikan lele 0,3554 Permintaan periode sebelumnya 0,4084
Elastisitas elastis tidak elastis tidak elastis tidak elastis
Secara keseluruhan, nilai elastisitas variabel pada model ini sama dengan Model 1. Dimana dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai elastisitas variabel harga jual benih ikan patin lebih besar dari satu, yaitu bernilai 5,0798. Ini mengartikan bahwa permintaan benih ikan patin di DFF responsif tehadap variabel harga jual benih ikan patin, karena kenaikan harga jual benih sebesar satu persen dapat menurunkan permintaan sebesar 5,0798 persen. Untuk variabel harga rata-rata ikan patin, harga rata-rata ikan lele dan permintaan periode sebelumnya mempunyai nilai elastisitas kurang dari satu. Hal ini mengartikan bahwa variabel tersebut bersifat tidak elastis terhadap permintaan benih ikan patin di DFF. 6.2 Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Di DFF Peramalan permintaan benih ikan patin yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua cara. Cara pertama yaitu menggunakan metode time series, dimana permintaan benih ikan patin akan langsung diprediksi menggunakan metode peramalan time series. Cara kedua yaitu menggunakan metode kausal regresi, dimana variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin akan diramalkan menggunakan metode time series terlebih dahulu. 73
Kemudian hasil prediksi setiap variabel akan dimasukkan ke dalam persamaan regresi untuk mendapatkan prediksi permintaan benih periode yang akan datang. Kedua cara ini akan dibandingkan dengan melihat nilai MSE nya. Peramalan terbaik didapatkan oleh cara yang mempunyai nilai MSE terkecil. 6.2.1 Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Metode Time series Data yang digunakan untuk meramalkan permintaan benih ikan patin menggunakan metode time series adalah sebanyak 24 bulan yaitu dari tahun 2005 sampai dengan 2006. Permintaan yang terjadi selama kurun waktu tersebut mempunyai trend yang meningkat dan berfluktuasi karena adanya komponen musiman (Gambar 10). Pada grafik tersebut terlihat bahwa pada sekitar bulan Juli sampai dengan Oktober (musim kemarau) permintaan cenderung menurun. Hal ini dikarenakan benih ikan patin yang ada dipasaran sedikit jumlahnya sehingga menyebabkan naiknya harga benih akibat mekanisme pasar. Kenaikan harga benih tersebut pada akhirnya menyebabkan konsumen DFF mengurangi permintaan benihnya. Tetapi pada waktu tesebut biasanya juga terjadi kekurangan persediaan akibat produksi DFF tidak bisa mencukupi permintaan konsumen, walaupun permintaan konsumen tersebut sudah turun dari rata-rata biasanya. Hal tersebut biasanya terjadi pada akhir musim kemarau, dimana para produsen ikan patin konsumsi meminta benih untuk dipelihara pada awal musim penghujan.
74
Permintaan Benih Ikan Patin di DFF
Jumlah Permintaan (ribu ekor)
700
600
500
400
300
200 Jan
Mei
Sep
Jan Bulan
Mei
Sep
Gambar 11. Permintaan Benih Ikan Patin di DFF
Selain itu, penyebab menurunnya permintaan benih oleh produsen atau petani pembesar ikan patin konsumsi adalah karena kondisi alam pada musim kemarau yang tidak kondusif untuk memelihara dan membesaran ikan patin. Dimana pada musim kemarau, ikan-ikan rentan terkena penyakit akibat menurunnya kualitas air baik di danau, sungai, waduk ataupun kolam tempat ikan patin dibesarkan. Oleh karenanya, pada bulan-bulan tersebut petani pembesar cenderung mengurangi permintaan benih ikannya. Pengurangan benih ini juga merupakan salah satu cara yang digunakan petani pembesar agar padat tebar benih persatuan luas menjadi sedikit. Hal ini dilakukan karena padat tebar yang terlalu padat dapat menyebabkan benih rentan terhadap penyakit apalagi jika kualitas media air yang digunakan berkualitas buruk. Oleh karena itu, dengan dilakukannya pengurangan padat tebar ini diharapkan kerugian akibat benih yang mati terkena penyakit atau tidak bisa beradaptasi dengan media pemeliharaan yang buruk dapat dihindari.
75
Walaupun di pihak lain, harga ikan patin konsumsi dipasaran meningkat akibat ketesediaannya yang sedikit. Nilai MSE dari peramalan permintaan menggunakan metode time series yang telah dilakukan menggunakan beberapa metode dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10. Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Metode Time series MSE
Metode single exponential smoothing double exponential smoothing dekomposisi multiplicative dekomposisi additif winters multipicative winters additif ARIMA-SARIMA Keterangan : Bentuk 1* Bentuk 2**
Bentuk 1* (Ln) 0,05021 0,05086 0,03533 0,03282 0,01905 0,01772 0,01134
Bentuk 2** 6258,41 6484,10 5555,23 3989,53 3185,51 5620,21 1655,50
: permintaan yang ditransformasi ke dalam logaritma natural : permintaan yang tidak ditransformasi
Dari tabel tersebut diketahui bahwa metode terbaik untuk meramalkan permintaan benih ikan dalam bentuk satu ataupun bentuk dua adalah SARIMA (1,1,1)(1,1,0)12, dengan nilai MSE terkecil masing-masing yaitu 0,011346 dan 1655,5. Contoh ramalan permintaan benih ikan patin untuk 12 bulan ke depan menggunakan metode SARIMA (1,1,1)(1,1,0)12 dapat dilihat pada tabel 11. Dari tabel tesebut diketahui bahwa permintaan benih ikan patin yang dihadapi oleh DFF masih akan berfluktuasi untuk tahun depan (Lampiran 4). Dimana pada April sampai dengan September permintaan benih ikan patin akan mengalami penurunan dan akan kembali meningkat pada musim penghujan Oktober sampai dengan Maret. Kenaikan permintaan pada bulan-bulan tersebut dikarenakan oleh banyaknya para petani pembesar yang mulai memelihara benih ikan.
76
Tabel 11. Contoh Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Di DFF Tahun 2008 Menggunakan Metode Time series (dalam ribu ekor) Bulan Bentuk 1* Bentuk 2** 529,92 Januari 519,12 557,31 Februari 536,19 530,76 Maret 505,11 528,02 April 499,08 515,88 May 485,03 543,69 Juni 530,72 520,21 Juli 502,80 517,63 Agustus 500,93 492,94 September 469,98 516,31 Oktober 512,66 534,71 November 504,42 555,83 Desember 524,81 528,60 Rata-rata 507,57 Keterangan : Bentuk 1* Bentuk 2**
: permintaan yang ditransformasi ke dalam logaritma natural : permintaan yang tidak ditransformasi
Selain itu, kondisi alam yang kondusif untuk memelihara benih ikan memicu peningkatan permintaan terhadap benih ikan patin. Kemudian dari tabel 11 pula, kita dapat mengetahui bahwa trend permintaan untuk 12 bulan ke depan akan cenderung meningkat. Hal ini menandakan bahwa prospek permintaan benih ikan patin masih cukup bagus untuk periode yang akan datang. Selain itu harga jual benihnyapun cenderung meningkat. 6.2.2 Peramalan Permintaan Benih Ikan Patin Metode Kausal Data yang digunakan untuk peramalan menggunakan metode kausal adalah 24 bulan untuk masing-masing variabel. Dari hasil analisis regresi sebelumnya, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata secara parsial terhadap permintaan benih ikan patin di DFF adalah variabel harga jual benih (X1) dan permintaan periode sebelumnya (X4), baik pada model regresi double log ataupun model regresi tanpa log. Oleh karena itu, variabel yang akan dimasukkan ke
77
dalam persamaan regresi untuk mendapatkan hasil prediksi hanya variabel (X1) dan (X4) saja. Metode peramalan terbaik untuk masing-masing variabel berdasarkan MSE terkecil dapat dilihat pada lampiran 5. Dari lampiran tersebut diketahui bahwa metode peramalan terbaik untuk variabel (X1) yang ditansformasi ke dalam bentuk logaritma natural adalah Winters Additif sedangkan metode peramalan terbaik untuk variabel (X1) yang tidak ditransformasi adalah Winters Multiplikatif. Kemudian metode terbaik untuk variabel (X4) yang ditranformasi ke dalam bentuk logaritma natural adalah Winters Aditif sedangkan nilai variabel (X4) yang tidak ditransformasi adalah SARIMA. Masing-masing variabel tersebut kemudian akan diramalkan untuk 12 bulan ke depan. Hasil prediksinya kemudian akan dimasukkan ke dalam persamaan 4.18 dan 4.19 untuk mendapatkan prediksi permintaan benih ikan patin periode ke depan. Contoh prediksi permintaan benih ikan patin menggunakan metode kausal dapat dilihat pada tabel 12. Contoh prediksi permintaan metode kausal ini sedikit berbeda dengan metode time series, dimana permintaan benih ikan patin yang dihadapi DFF masih berfluktuasi dan memiliki trend yang cenderung menurun. Fluktuasi permintaan ini tidak jauh berbeda dengan contoh prediksi menggunakan metode time series. Dimana penurunan permintaan akan terjadi pada pertengahan tahun yaitu pada bulan Juni sampai dengan Oktober. Permintaan benih akan meningkat kembali pada akhir tahun yaitu musim penghujan tepatnya pada bulan November sampai dengan Mei (Lampiran 6).
78
Tabel 12. Contoh Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Di DFF Tahun 2088 Menggunakan Metode Kausal (dalam ribu ekor) Bulan Bentuk 1* Bentuk 2** Januari 47,08 431,61 Februari 49,53 414,53 Maret 46,83 429,46 April 47,46 422,41 May 46,17 424,89 Juni 31,70 296,25 Juli 28,04 310,62 Agustus 27,52 303,72 September 27,28 305,17 Oktober 31,86 360,48 November 35,88 435,23 Desember 44,32 444,69 Rata-rata 38,64 381,59 Keterangan : Bentuk 1* Bentuk 2**
: permintaan yang ditransformasi ke dalam logaritma natural : permintaan yang tidak ditransformasi
79
VII. KESIMPULAN dan SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa harga jual benih (X1), harga rata-rata ikan patin (X2), harga rata-rata ikan lele (X3) dan permintaan periode sebelumnya (X4) secara bersamasama berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin di DFF pada taraf nyata lima persen untuk kedua model regresi. faktor-faktor yang dianggap berpengaruh nyata secara parsial terhadap permintaan benih ikan patin di DFF baik model regresi double-Log ataupun model regresi tanpa log adalah variabel harga jual benih dan permintaan periode sebelumnya, sedangkan variabel harga rata-rata ikan patin dan variabel harga rata-rata ikan lele secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan benih ikan patin pada selang kepercayaan 95 persen. Kemudian, permintaan benih ikan patin di DFF sangat responsif terhadap variabel harga jual benihnya karena mempunyai nilai elastisitas lebih dari satu Pola data permintaan benih ikan patin yang terjadi di DFF dari tahun 20052006 mempunyai trend yang sedikit meningkat dan berfluktuasi disetiap tahunnya akibat komponen musiman. Hal ini terjadi pula pada permintaan untuk 12 bulan ke depan, dimana pada musim kemarau (juni-oktober) permintaan benih ikan patin akan mengalami penurunan. Penurunan permintaan ini dikarenakan benih ikan patin yang ada dipasaran sedikit jumlahnya sehingga menyebabkan naiknya harga benih akibat mekanisme pasar. Kenaikan harga benih tersebut pada akhirnya menyebabkan konsumen DFF mengurangi permintaan benihnya. Tetapi
pada waktu tesebut biasanya juga terjadi kekurangan persediaan akibat produksi DFF tidak bisa mencukupi permintaan konsumen, walaupun permintaan konsumen sudah turun dari rata-rata biasanya. Pada musim penghujan (November-Mei), permintaan benih ikan patin akan kembali meningkat seiring dimulainya musim tanam baru untuk memelihara ikan oleh para petani atau produsen ikan konsumsi. Cara peramalan terbaik untuk meramalkan permintaan dalam bentuk logaritma natural maupun bentuk linear tanpa log adalah dengan metode time series, dimana data permintaan benih langsung diramalkan menggunakan metode time series. Metode time series terbaik untuk meramalkan permintaan benih ikan patin di DFF adalah SARIMA (1,0,0)(0,0,1). 7.2 Saran Bedasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang didapat sebelumnya, terdapat beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi DFF. Pertama, adanya trend yang meningkat pada permintaan benih ikan patin untuk periode yang akan datang, mencerminkan prospek yang masih menjanjikan untuk usaha pembenihan ikan patin. Di lain pihak DFF perlu memperhatikan dalam proses produksinya karena pada musim kemarau (Juni-Oktober) permintaan benih cenderung menurun akibat kondisi alam yang tidak kondusif untuk memelihara benih ikan patin. Kondisi alam yang tidak kondusif tersebut menyebabkan pula penurunan produksi di DFF, sehingga pada awal musim kemarau DFF diharapkan dapat mengurangi produksinya atau berproduksi dalam kapasitas optimal saja. Lain halnya pada akhir musim kemarau, dimana DFF diharapkan mampu 81
berproduksi secara maksimal karena pada saat tersebut sering terjadi kekurangan persediaan akibat permintaan benih yang tinggi. Kenaikan permintaan ini dikarenakan karena pada akhir musim kemarau para petani pembesar atau produsen ikan patin konsumsi sudah bersiap-siap untuk musim tanam baru. Pada musim awal penghujan permintaaan benih di DFF akan mencapai puncaknya. Oleh karena itu DFF diharapkan dapat berproduksi secara maksimal sedangkan pada pertengahan sampai dengan akhir musim penghujan DFF diharapkan mengurangi produksinya karena pada waktu tersebut sering terjadi periode kelebihan persediaan benih akibat melimpahnya persediaan benih dipasaran. Melimpahnya persediaan benih dipasaran disebabkan oleh banyaknya produsen benih patin yang dapat berproduksi dalam jumlah besar akibat kondisi alam yang baik untuk pembenihan ikan. Selain itu, DFF perlu memperhatikan perkembangan dan kecenderungan harga benih ikan patin. Hal ini disebabkan karena harga jual benih bersifat elastis terhadap permintaan benih ikan patin. Dalam arti lain, permintaan benih yang dihadapi DFF sangat responsif terhadap perubahan harga jual benih. Kemudian untuk meramalkan permintaan benih ikan patinnya, DFF direkomendasiakn untuk menggunakan metode time series SARIMA (1,0,0)(0,0,1).
82
DAFTAR PUSTAKA Azmi, Fatwa. Peramalan Permintaan Daging Ayam di PT. SIERAD PRODUCE Tbk. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor. 2004. Boediono. Ekonomi Mikro. Edisi kedua. BPFE Yogyakarta. Desember 2000. Firdaus, M. Analisis Deret Waktu Satu Ragam ARIMA,SARIMA, ARCH-GARCH. IPB Press.2006 Irawan, Nur, Ph.D dan Astuti P. Septin, S.Si, MT. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2006. John E. Hanke, Dean W. Wichern, Arthur G. Reitsch. Peramalan Bisnis. Edisi ketujuh. PT. Prenhallindo Jakarta. 2003 Khairuman dan Sudenda, dodi. Budidaya Ikan Patin Secara Insentif. PT. AgroMedia Pustaka.2002. Lipsey Richard.G, Courant Paul. N, Purvis Douglas. D, Steiner Peter. O. Pengantar Mikroekonomi. Edisi kesepuluh Jilid satu. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Makridakis. S, Wheelwright S.C, Mc Gee V.C. Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi kedua Jilid satu. Erlangga. Jakarta. 1999. Manik Hermina.Maharani Br. Ginting. Analisis yang Mempengaruhi Expor Biji Kakao Indonesia. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor. 2006. Pappas James.L, Hirschey Mark. Ekonomi Manajerial. Edisi keenam Jilid satu. Binarupa Aksara. 1995. Pribadhi Arl Irfan. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Benih Semangka Impor di PT. Sang Hyang Seri, Jakarta. . (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor. 2006. Putra Roni Eka. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemintaan Pupuk Urea dan SP-36 Di Indonesia. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor. 2007. Siegel, Sidney. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999. Soekartawi, Soeharjo. A, Dillon L. John, Hardeker Brian J. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press Jakarta. 1986. Wisastri, Bela. Peramalan Permintaan Sayuran Pada PD. PACET SEGAR, CIANJUR. (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut pertanian Bogor. 2006.
83
LAMPIRAN
Lampiran 1. Produki Benih Ikan pada Kolam Pembenihan Dirinci Menurut Kecamatan Kabupaten Bogor (ribu ekor) Tahun Kecamatan Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu
1997 36,64 29,73
1998 16,65 12,73
1999 38,64 33,73
2000 39,64 34,73
2001 39,82 34,93
2002 40,07 35,15
2003 1.215,00 5.194,00
73,66 64,04 61,46
52,60 54,46 61,46
76,20 75,10 68,40
77,20 76,10 70,40
77,40 76,30 70,60
77,86 76,97 70,82
105.811,00 109.151,00 59.629,00
28,50 4,20
14,58 4,20
31,30 6,20
32,30 7,20
9,81
9,81
14,61
15,61
32,50 3,08 4,52 15,81
32,68 3,48 4,55 15,90
6.297,00 3.840,00 5.020,00 5.505,00
14,85 3,30 4,70 7,00 14,25
10,20 3,30 4,70 7,00 7,25
2,70
2,70
26,85 5,30 6,70 4,00 16,25 7,50 3,40 4,80
27,85 5,40 6,80 4,10 17,25 7,51 3,40 4,70
28,05 5,60 7,00 4,30 17,45 7,71 3,60 4,90
28,29 5,62 7,06 4,31 17,54 7,80 3,61 4,92
7.734,00 11.544,00 1.259,00 1.185,00 9.890,00 5.303,00 3.198,00 4.347,00
2004 1.266,00 9.246,72 2.069,28 98.672,00 77.754,00 35.907,00 53.860,00 9.968,00 1.091,00 768,00 0,00 56,00 42,00 1.841,00 7.520,00 1.031,00 44,00 25,00 1.572,00 2.120,00
2005 91,70 93,60 40,10 509,60 806,10 2.916,60 5.227,10 367.700,30 270.386,70 84,90 44,20 0,30 0,10 71,20 0,00 80,10 98,10 0,00 0,00 0,00 84
Lanjutan Lampiran 1. Produki Benih Ikan pada Kolam Pembenihan Dirinci Menurut Kecamatan Kabupaten Bogor (ribu ekor) Kecamatan Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tanjungsari 0,00 0,00 Jonggol 3,00 3,00 5,00 5,10 5,30 5,32 5.519,00 4.457,00 0,00 Cileungsi 2,00 2,09 4,00 4,10 2,05 2,01 1.791,00 0,00 0,00 Klapanunggal 2,46 2,40 2.136,00 0,00 0,00 Gunung Putri 1,00 1,00 3,20 3,20 3,40 3,44 3.055,00 1,00 0,00 Citeureup 2,10 21,00 4,10 4,20 4,40 4,42 4.457,00 21,00 0,00 Cibinong 30,00 22,00 36,00 37,00 37,20 37,46 27.801,00 126,00 15.819,00 Bojonggede 39,85 16,78 20,14 22,14 22,34 22,47 6.749,00 1.499,00 0,00 Tajurhalang 374,80 0,00 Kemang 11,75 16,75 14,40 14,40 8,84 8,92 44.195,00 4.471,00 3.251,20 Rancabungur 5,96 5,99 47.385,00 6.710,00 1.031,90 Parung 60,55 41,63 46,10 48,10 24,25 24,43 34.134,00 131.090,45 1.423,90 Ciseeng 24,25 24,43 87.133,00 145.455,45 11.654,80 Gunung Sindur 2,81 2,81 4,60 4,70 4,90 4,92 5.331,00 56.393,00 21.444,90 Rumpin 8,22 8,22 10,20 10,21 1.041,00 10,48 5.251,00 3.389,00 0,00 Cigudeg 16,36 8,00 15,32 15,32 7,10 7,13 3.210,00 7.407,00 0,00 Sukajaya 8,62 8,66 2.486,00 3.140,00 302,40 Jasinga 13,85 6,20 13,25 13,25 13,45 13,54 6.731,00 3,00 0,00 Tenjo 1,00 1,00 4,10 4,10 4,30 4,31 4.293,00 5,50 6,50 Parung Panjang 1,91 1,91 3,60 3,60 3,81 3,81 15.282,00 3,60 12,80 85
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Menggunakan Model Double Log Regression Analysis: permint1 versus p benih1; p patin1; ... The regression equation is permint1 = 27,7 - 5,97 p benih1 - 0,032 p patin1 + 0,310 p lele1 + 0,409 permint seblm1
Predictor Constant p benih1 p patin1 p lele1 permint seblm1
S = 0,163468
Coef 27,702 -5,968 -0,0319 0,3105 0,4090
SE Coef 6,957 1,379 0,3811 0,4738 0,1322
R-Sq = 75,8%
T 3,98 -4,33 -0,08 0,66 3,09
P 0,001 0,000 0,934 0,520 0,006
VIF 1,308 5,975 5,890 1,343
R-Sq(adj) = 70,7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 4 19 23
SS 1,58981 0,50771 2,09752
Source p benih1 p patin1 p lele1 permint seblm1
DF 1 1 1 1
Seq SS 1,25447 0,07699 0,00246 0,25590
MS 0,39745 0,02672
F 14,87
P 0,000
Unusual Observations Obs 10 11
p benih1 4,50 4,44
permint1 5,2983 6,1092
Fit 5,6109 5,8406
SE Fit 0,0664 0,1189
Residual -0,3126 0,2687
St Resid -2,09R 2,39R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2,01766 KS P value
0,166 0,085
86
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Menggunakan Model Linear Berganda Tanpa Log Regression Analysis: permint2 versus p benih2; p patin2; ... The regression equation is permint2 = 2370 - 25,4 p benih2 - 0,0073 p patin2 + 0,0187 p lele2 + 0,410 permint-_sblm2
Predictor Constant p benih2 p patin2 p lele2 permint-_sblm2
S = 61,7125
Coef 2369,9 -25,394 -0,00730 0,01870 0,4104
SE Coef 578,4 6,135 0,01755 0,02130 0,1371
R-Sq = 75,2%
T 4,10 -4,14 -0,42 0,88 2,99
P 0,001 0,001 0,682 0,391 0,007
VIF 1,390 5,967 5,938 1,396
R-Sq(adj) = 70,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 4 19 23
SS 219629 72360 291990
Source p benih2 p patin2 p lele2 permint-_sblm2
DF 1 1 1 1
Seq SS 179578 4783 1146 34123
MS 54907 3808
F 14,42
P 0,000
Unusual Observations Obs 1
p benih2 85,0
permint2 650,0
Fit 503,7
SE Fit 27,5
Residual 146,3
St Resid 2,65R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1,96309
KS P value
0,144 0,150
87
Lampiran 4. Contoh Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Menggunakan Metode Time Series bentuk 1 dan 2
88
Lampiran 5. Hasil Peramalan Untuk Masing-Masing Variabel MSE
Metode Yt 6258,41
Ln Yt 0,05021
6484,1
0,05086
single exponential smoothing double exponential smoothing dekomposisi multiplicative dekomposisi additif
5555,23
0,03533
3989,53
0,03282
winters multipicative
3185,51
0,01905
winters additif
5620,21
0,01772
1655,5
0,011346
ARIMA-SARIMA
X1
Ln X1
X2
Ln X2
X3
Ln X3
X4
Ln X4
5,2809
0,000545
692302 0,008893
730005 0,009231
7033,79
0,05221
4,59545
0,000601
715800 0,009114
780497 0,010113
8560,49
0,05764
0,906787
0,000119
896596 0,009599
317745 0,003435
5806,33
0,03037
0,91442
0,000119
673086
270721 0,003389
3516,16
0,02776
0,889888
0,000108
502232 0,006351
348878
0,00346
4468
0,02524
0,847899
0,000108
382871 0,005167
144739 0,001926
2830,23
0,02282
1,9497
0,00025439
437474 0,005117
717268 0,010635
0,00936
1702,3 0,043948
Keterangan : Yt = permintaan benih ikan patin X1 = harga jual benih ikan patin X2 = harga rata-rata ikan patin X3 = harga rata-rata ikan lele X4 = permintaan periode sebelumnya 89
Lampiran 6. Contoh Prediksi Permintaan Benih Ikan Patin Menggunakan Metode Regresi •
Bentuk Regresi Double Log
•
Bentuk Regresi Tanpa Log
90
Lampiran 7. Data Lengkap Variabel Dependent dan Variabel Independent Tahun
2002
2003
2004
bulan Januari Februari maret April may juni juli agustus september oktober november Desember Januari Februari maret April may juni juli agustus september oktober november Desember Januari Februari maret April may juni juli agustus september oktober november Desember
permintaan benih 305 300 320 300 285,5 200 180 220 100 200 300 450 360 350 350 360 320 242 250 275 280 200 395 344 400 380 350 350 355 245 250 245 250 156 450 500
harga benih
harga patin 95 95 95 95 95 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 90 85 85 85 85 85 85 90 90 90 90 90 85 85
harga lele 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6200 6000 6000 6000 6000 6000 6500 6500 6500 6500 6500 5750 6500 7000 7000 7000 7000 7000 6000 7500 6000 7500 6000 7500 7000 8000 7000 9000 7000 9000
91
Lanjutan Lampiran 7. Data Lengkap Variabel Dependent dan Variabel Independent
2005
2006
Januari Februari maret April may juni juli agustus september oktober november Desember Januari Februari maret April may juni juli agustus september oktober november Desember
650 500 550 500 450 262,5 260 255 260 200 450 501 503 506 500 490 465 446 418 416 386 398 506,3 550
85 85 85 85 85 90 90 90 90 90 85 85 85 85 85 85 85 90 90 90 90 85 85 85
6000 6000 6500 6500 7000 6500 6500 6000 6750 7500 7500 10000 9500 9000 10000 10500 9000 9000 9000 10000 11500 10500 10500 10000
7000 7000 7000 6500 6500 6500 6500 7000 7500 7600 7500 10000 9500 8000 8500 9000 8500 8000 8000 10000 11000 10000 10000 11000
92