64
AHSAN-KAH PENDAPATAN NON-HALAL PADA QARDHUL HASAN ? Salehodin Robiatul Auliyah Rahmat Zuhdi Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang , PO. Box. 2 Kamal, Bangkalan-Madura
[email protected] ABSTRACT The aim of this researh is to thepurpose of this study was to determine the review sharia against non- rigtfull income as the resourch and the using of qardhul hasan fund that recently happens. The method of this research is qualitative method with social construction. Matters collection in this research use literature study, interview, and documentation. Andusing Ushul Fiqh Hanafi theoryas an analytical toolin analyzing the phenomena that occurbased ondata collected from informants The result of this research finds that syari’ah finances institue still use non rigtfull income as a resources and using in qardhul hasan fund caused hesitancy and vagueness either resource or using of that fund. So that, it need sapareted registry between rigtfull and non rigtfull income in qardhul hasan. Not only resource but also separotion in using qardhul hasan fund that is used to grant to country to pay interest caused allowance.In another hand interest is used to interest or non rightfull income must entry and exit from non rightfull door. key words: Qardhul Hasan, resource, using, non rightfull ABSTRAKSI Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tinjauan syariah terhadap pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan pada danaqardhul hasandengan pendekatan konstruksi sosial. Serta pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Studi kepustakaan, wawancara kepada informan yang sengaja dipilih, dan dokumentasi. Serta menggunakan sebuah Ushul Fiqh Hanafi sebagai alat analisis untuk menganalisis fenomena berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari informan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa lembaga keuangan syariah masih menggunakan pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan dalam dana qardhul hasan yang mengakibatkan sumber subhat atau ketidakjelasan baik dalam sumber ataupun untuk penggunaan dana tersebut. Sehingga perlu adanya pencatatan secara terpisah antara pendapatan halal dan non-halal dalam dana qardhul hasan, baik pada sumber ataupun terhadap penggunaan dana qardhul hasan yaitu digunakan untuk hibah kepada Negara untuk membayar bunga akibat pinjaman yang dilakukan. Dengan kata lain bunga digunakan untuk bunga atau pendapatan non-halal harus masuk dan keluar dari pintu non-halal. Kata kunci: Qardhul Hasan, Sumber, Penggunaan, Non-Halal
65
PENDAHULUAN Latar Belakang Lembaga keuangan syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang memilki fungsi operasional sebagai penghimpun dan penyalur dana, serta pemberi jasa-jasa perbankan yang berlandaskan pada syariah Islam yang mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Selain itu, Lembaga keuangan syariah (LKS) juga diharapkan agar berdomisili untuk tujuan sosial. Hal ini telah dilakukan oleh LKS misalnya menyalurkan dan mengelola infaq dan shadaqah melalui prinsip qardhul hasan. Yakni pinjaman yang diberikan kepada pihak yang membutuhkan dan mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah ditentukan (Alim, 2011: 177). Pada lembaga keuangan syariah,laporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan yang didalamya terdapat komponen-komponen pengakuan dan pengukuran mengenai sumbersumber dana yang diperoleh dan penggunaan dana qardhul hasan (Muhammad, 2005:226). Hal ini sependapat dengan (Nurhayati, 2011: 257) bahwa dana qardhul hasan dapat berasal dari eksternal atau internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima entitas bisnis dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah, dan sebagainya). Sedangkan contoh sumber dana qardh yang disediakan para pemilik entitas bisnis diantaranya hasil pendapatan non-halal, denda dan sebagainya. Pendapatan non-halal yang diterima dari entitas lain dengan pertimbangan pemanfaatan dana-dana ini adalah kaidah akhaffu dhararain (mengambil mudharat yang lebih kecil) bila dibandingkan dengan dana tersebut apabila ada dan dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga keuangan non-muslim (Antonio, 2001: 133). Menurut Andini (2011) menyebutkan bahwa qardhul hasan sangat menunjang peningkatan perekonomian dalam menyelesaikan masalah ekonomi yaitu masalah kemiskinan yang terjadi pada saat ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa qardhul hasan sangat besar perannya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Namun lembaga keuangan syariah perlu mempertimbangkan kembali atas pemberdayaan pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan pada dana qardhul hasan, karena kurang bijaklah lembaga keuangan yang berlandaskan pada syariah harus memanfaatkan pendapatan non-halal untuk dana sosial yang “mengatasnamakan” kebajikan dan bahkan mampu mengubah mustahiq menjadi muzakki Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan oleh peneliti, peneliti merumuskan masalah bagaimanakah tinjauan syariah terhadap pendapatan nonhalal sebagai sumber dan penggunaan pada dana qardhul hasan? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tinjauan syariah terhadap pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan pada dana qardhul hasan. Manfaat Penelitian Dari tujuan yang telah tertulis diatas, peneliti berharap penelitian ini akan mempunyai manfaat sebagai saran atau informasi yang diperlukan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan baik dari sumber ataupun penggunaan dana qardhul hasan pada lembaga keuangan syariah.
66
MEMAHAMI QARDHUL HASAN Pengertian Qardhul Hasan Qardh dalam arti bahasa berasal dari kata qarada yang sinonimnya qatha’a yang berarti memotong. Diartikan demikian karena orang yang memberikan utang memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada orang yang menerima utang (Muqarrabin: 2012). Menurut Antonio (2001) qardhul hasan adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Jadi dapat disimpulkan bahwa qardhul hasan merupakan salah satu bentuk akad yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan syariah yang berdomisili untuk sosial yaitu saling tolong-menolong dalam bentuk dana pinjaman untuk nasabah dengan kriteria tertentu serta pengembaliannya sesuai dengan dana yang telah dipinjamkan, yaitu tanpa adanya pengembalian lebih oleh nasabah kepada pihak lembaga keuangan syariah. Landasan Syariah Qardhul Hasan Qardhul hasan yang yang ada pada LKS diperbolehkan oleh para ulama’ hal ini dijelaskan oleh Antonio (2001:132) bahwa para ulama telah menyepakati qardhul hasan boleh dilakukan hal ini didasari pada tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memilki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan didunia ini yang merupakan salah satu bentuk cara manusia untuk bermuamalah pada sesamanya dimuka bumi ini, karena Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. Selain itu, qardhul hasan juga didasarkan pada al-qur’an dan al-hadist, diantaranya adalah: a. Al-qur’an. Yang merupakan pedoman bagi umat muslim juga memberikan suatu pedoman ataupun aturan mengenai akad qardhul hasan yang dikenal dengan pinjaman kebajikan. Diantaranya dalam QS. Al-Baqarah ayat 245 yang artinya adalah: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepadaNya lah kamu dikembalikan.” Dalam ayat tersebut Allah berjanji bagi siapa yang memberikan pinjaman kepada orang lain karena Allah, maka Allah akan membalasnya dengan melipat gandakan pembayarannya, serta senantiasa melapangkan rezeki kepada pemberi pinjaman karena seseorang yang meminjamkan sebagian hartanya karena Allah, meyakini dan percaya bahwa harta yang dimilki hanyalah berupa titipan dan sebagiannya adalah hak orang lain yang suatu saat harta itu akan dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, yaitu Allah. Karena isi alam semesta ini merupakan ciptaan Allah SWT dan manusia adalah khalifah di bumi sebagai pengelola bukan sebagai pemilik kekal dibumi. b. Al-hadist Hadist yang merupakan segala bentuk sikap, perkataan dan tindakan rasulullah yang menjadi pedoman orang muslimkedua setelah al-qur’an jugan menjelaskan mengenai qardhul hasan ini, diantaranya adalah sabda rasulullah.
67
Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda: Barangsiapa yang melepaskan dari seorang muslim kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada oarng yang sedang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat dan barang siapa yang menutupi ‘aib seorang muslim di dunia, maka Allah akn menutupi ‘aibnya di dunia dan di akhirat; dan Allah akan senantiasa menolong hambanya, selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. At-Tirmidzi) Dari hadist tersebut menjelaskan bahwasannya sangat utamanya saling tolong-menolong diantara sesama, begitu pula pada akad qardhul hasan, karena qardhul hasan yang merupakan akad pinjaman dapat membantu orang lain dari kesusahan, karena dengan pinjaman tersebut orang lain akan merasa lebih ringan untuk menghadapi masalah keuangannya, dan niscaya pemberi pinjaman akan mendapatkan balasannya yaitu janji Allah yang akan memberikan kemudahan bahkan secara tegas akan melepaskan kesusahannya dihari kiamat kelak. c. Ijma’ Menurut Antonio (2001: 132) Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkaan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya. Berdasarkan beberapa dalil serta ijma’ tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwasanya pinjaman itu dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pinjaman seorang hamba kepada Tuhannya dan pinjaman seorang muslim terhadap saudaranya atau sesama. Pinjaman seorang hamba terhadap Tuhannya dapat diwujudkan dalam bentuk infaq, sedekah, santunan anak yatim dll. Sedangkan pinjaman seorang muslim terhadap saudara atau sesamanya dapat tercermin pada transaksi yang biasa kita temui sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat, dimana seseorang meminjam suatu barang atau uang kepada temannya untuk memenuhi kebutuhannya yang nantinya harus dikembalikan ketika ia sudah mampu untuk mengembalikannya. Sehingga rasa tolong–menolong dan kekeluargaan serta kepedulian diantara manusia semakin tinggi. Hal ini senada dengan qardhul hasan yang ada pada LKS. Sumber Dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan Dana qardhul hasan dilaporkan terpisah dengan dana operasional perbankan syariah, karena sumber dan penggunaan dana qardhul hasan memang dikhususkan dan ada tersendiri, Menurut nurhayati (2011: 257) sumber dana qardhul hasan dapat berasal dari eksternal atau internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima entitas bisnis dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah, dan sebagainya). Sedangkan untuk sumber dana qardhul hasan yang disediakan para pemilik entitas bisnis, hasil pendapatan non-halal dan denda dan sebagainya. Dalam penjelasan lain Hermawan (2008) berpendapat bahwa sumber-sumber dana qardhul hasan dapat berasal diantaranya sebagai berikut: a) Infaq dan shadaqah, yaitu dana yang diperoleh dari luar bank atau dari rekening nasabah atas permintaan nasabah
68
b) Sumbangan (hibah), yaitu dana yang juga diperoleh dari luar bank, atau nasabah dan atas prmintaannya tanpa adanya paksaan yang diperuntukkan untuk kepentingan sosial. c) Denda, yaitu dana yang diperoleh atas kompensasi yang wajib dilakukan oleh nasabah karena melanggar aturan perbankan. d) Pendapatan non-halal yaitu dana yang berasal dari penerimaan jasa giro dari perbankan konvensional. Hal ini sependapat dengan Antonio (2001: 133) yang menjelaskan bahwa qardhul hasan yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial dananya dapat bersumber dari zakat, infak, dan sedekah. Disamping sumber dana umat, para praktisi perbankan syariah. Demikian juga para ulama’ melihat adanya sumber dana lain yang yang dapat dialokasikan untuk qardhul hasan, yaitu pendapatan-pendapatan yang dirgukan. Seperti jasa nistro di Bank asing, dan sebagainya. Oleh sebab itu sumber-sumber dana qardhul hasan yang bersumber dari dana yang dihususkan, maka penggunaan dananya dihususkan pula, seperti yang dikatakan oleh Antonio (2001: 64) bahwa dana qardhul hasan digunakan untuk menyumbang usaha sangat kecil, atau untuk membantu sektor sosial sehingga mampu menigkatkan usahanya. Hal ini juga dijelaskan oleh Hermawan (2008) bahwa dana qardhul hasan digunakan untuk dua hal, yaitu: a) Untuk modal usaha, yaitu dengan maksud untuk pemberdayaan ekonomi sebagai wujud kepedulian sosial. b) Untuk biaya sekolah (anak), yaitu untuk masyarakat yang kurang mampu untuk biaya sekolah atau pendidikan, Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sumber dan penggunaan dana qardhul hasan dipisah dengan dana operasional pada LKS, karena sumber qardhul hasan itu berasal dari dana yang dihususkan, yaitu hanya bersumber dari dana, zakat, infaq dan shadaqah, serta pendapatan-pendapatan non-halal, begitupun dengan penggunaan dana qardhul hasan tersebut juga akan diperlakukan secara husus pula, yaitu untuk masyarakat yang kurang mampu dengan cara pinjaman yang tanpa meminta pengmbalian lebih atau hanya mengembalikan sesuai dengan dana yang dipinjamkan. Penelitian Terdahulu dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya sudah ada penelitian mengenai qardhul hasan tersebut baik dari pengelolaan ataupun mengenai sumber dan penggunaan dan qardhul hasan, diataranya adalah: 1) Hermawan pada tahun 2008 meneliti tentang Sumber & Penggunaan Dana Qardh dan Qardhul Hasan Pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta dengan menggunakan metode kualitatif serta menggunakan pendekatan normatif, yuridis, dan sosiologis (kondisi dan fakta riilnya). 2) Badarudin pada tahun 2011, yang meneliti mengenai manajemen pembiayaan produk qardhul hasan (studi kasus di BPRS metro madani Lampung), pendekatan yang dipakai penelitian ini adalah phenomenology dengan model deskripsi dengan manajemen POAC. 3) Suhendri pada tahun 2011 meneliti tentang manajemen qardhul hasan dalam pembiayaan usaha kecil menengah di BAZ kota Depok dengan metode studi pustaka dan observasi dengan melakukan wawancara kepada pimpinan dan staf bagian pendayagunaan yang bertanggung jawab atas program qardhul hasan. Perbedaan dengan penelitian ini, bahwa penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kontruksi sosial serta pengumpulan data meggunakan
69
teknik studi pustaka, dokumentasi serta wawanacara kepada informan yang dipilih secara sengaja oleh peneliti, selanjutnya data yang telah dikumpulkan kemudian dikomparasikan dengan menggunakan kacamata istihsan dalam Ushul Fiqh Hanafi guna sebagai dasar untuk menilai serta mengemukakan opini ataupun kritik dalam hal pemberdayaan pendapatan non-halal yang digunakan sebagai sumber dan penggunaan dana pada qardhul hasan oleh lembaga keuangan syariah. METODE PENELITIAN Jenis penelitian Metode penelitian pada dasarnya adalah cara seorang peneliti (dari pengumpulan data hingga pada analisis data) dalam upaya memberikan jawaban atas permasalahan teoritis atau praktis yang sedang dihadapinya (Triyuwono, 2006: 280). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu mendiskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bukan dengan angka yang dimaksudkan untuk memahami suatu fenomena dalam pemberdayaan pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Sehingga peneliti perlu untuk terjun langsung pada lokasi penelitian, yaitu pada BPRS Bhakti sumekar. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kontruksi sosial. Pendekatan ini mempunyai tahapan-tahapan atau pijakan dalam penelitian sehingga lebih mudah untuk memahami fenomena yang ada pada lokasi penelitian. Menurut Basrowi (2002: 198) Pijakan penelitian dalam kontruksi sosial diantaranya adalah: pertama mendefinisikan kembali pengertian “pernyataan” dan “pengetahuan” dalam konteks sosial. Dalam hal ini peneliti mendiskripsikan kembali mengenai kebenaran fenomena yaitu pemberdayaan pendapatan non-halal pada dana qardhul hasan yang ada pada lembaga keuangan syariah sebagai salah satu dari produknya. Kedua, meneliti pengalaman intersubjektif dalam kerangka mengkontruksi realitas. Yaitu melakukan pengembangan pembahasan terhadap fenomena yang ada dalam penelitian, dalam hal ini peneliti menjelaskan realita yang terjadi pada saat ini meliputi sebab-akibat yang ada pada fenomena mengenai pendapatan nonhalal yang digunakan sebagai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Ketiga, memilih “logika” yang tepat dan cocok. dalam hal ini adalah peneliti memberikan solusi konsep baru terhadap “pernyataaan” ata sebuah “pengetahuan” yaitu sebuah jalan keluar atau menawarkan sebuah konsep baru terhadap penggunaan pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Jenis dan Sumber Data Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer. Dalam penelitian ini adalah hasil wawancara kepada informan. Dimaksudkan untuk memperoleh penjelasan dan kebenaran dalam lembaga keuangan syariah. Baik dari praktisi untuk mengetahui secara praktiknya, ataupun dari akademisi untuk mengetahui kebenaran secara teoritisnya mengenai pemberdayaan pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. 2. Data sekunder Dalam hal ini misalnya laporan keuangan perbankan syariah terutama laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan di perbankan syariah. Hal ini
70
untuk mendukung kebenaran pendapat informan guna memperoleh data yang relevan dengan praktinya. Teknik Pengumpulan Data Guna memperolehdata yang relevan dan berkualitas, maka perlunya ditentukan dalam teknik pengumpulan data untuk penelitian ini. Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunaka metode diantaranya. 1. Studi kepustakaan, bahwa penelitian ini mengumpulkan data dengan bedah buku atau mempelajari literatur-literatur guna memperoleh data yang akurat dan relevan yang berhubungan dengan pemberdayaan pendapatan non-halal pada qardhul hasan. 2. wawancara kepada informan yang dipilih oleh peneliti, guna untuk memperoleh data dan informasi mengenai fenomena yang diteliti, dengan cara mengajukan pertanya secara tidak tersetruktur agar informan mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri tidak sekedar menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. 3. Dokumentasi. Guna memperoleh bukti dalam pemberdayaan pendapatan nonhalal pada qardhul hasan. Semisal laporan keuangan yaitu laporan sumber dan penggunaan dana qardhu hasan. Kriteria Informan Menurut Bungin (2003:54) informan adalah orang yang diwawancarai, dimana informasi oleh pewancara dan Pemilihan informan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti memilih para informan secara sengaja dengan kriteria informan telah lama dan intensif menyatu dengan aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang menjadi sasaran penelitian sehingga mereka tidak hanya tahu dan dapat memberikan keterangan atau informasi tetapi juga telah menghayati dan menyatu sebagai akibat dari keterlibatannya yang cukup lama dengan lingkungan yang bersangkutan dengan penelitian yaitu mengenai muamalah dalam perbankan syariah. Dalam hal ini, peneliti sengaja memilih informan yang telah memiliki kriteria diatas yaitu informan yang telah dibagi dan disesuaikan berdasarkan bidang dan keahliannya, diantaranya: 1. Praktisi perbankan syariah, yaitu praktisi dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bhakti Sumekar yang terdiri dari beberapa informan, diantaranya: a) DPS (Dewan Pengawas Syariah) yaitu DR. KH. Ahmad Muhammad Tidjani b) Karyawan bagian operasional yang telah berpengalaman dalam mengelola qardhul hasan, yaitu kepala bagian operasional Bapak Khairil Fajar dan salah satu stafnya yaitu Bapak Ariffin. 2. Akademisi yaitu seorang informan yang memiliki gelar atau keahlian dalam bidang muamalah syariah. Dalam hal ini peneliti memilih informan yang ditujukan kepada Bapak Prof. H. Nizarul Alim SE., M.Si., Ak 3. Tokoh agama yaitu informan yang mempunyai pekerjaan atau keahlian sebagai Ulama’ atau Kyai, dalam hal ini peneliti menunjuk salah-satu Kyai di Madura yaitu KH. Ahmad Hisyam (nama samaran) yang tidak memilki kegiatan lain selain menjadi Ulama’. Pemeriksaan Data Didalam suatu pengumpulan data pada penelitian kualitatif, wawancara dan observasi memiliki banyak kelemahan dan sumber data kualitatif yang kurang credible yang akan mempengaruhi hasil penelitian. Oleh sebab itu diperlukan teknik
71
pemeriksaan untuk menetapkan keabsahan pada data tersebut. Untuk uji keabsahan data, penelititan ini menggunakan ketiga hal tersebut dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Triangulasi sumber Yaitu pemeriksaan keabsahan data yang dapat dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. 2. Triangulasi teknik pengumpulan data Ialah untuk menguji kredibiltas data yang dilakukan dengan cara mengecek teknikpengumpulan data kepada sumber–sumber data. 3. Triangulasi waktu Yaitu untuk menguji kredibiltas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh pada waktu yang berbeda. Teknik Analisis Data Dalam Sugiyono (2011:246) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu: 1. Reduksi Data (Data Reduction) Yaitu data berarti dirangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2011:247). 2. Penyajian Data (Data Display) Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2011:249). 3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/verification) Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada(Sugiyono, 2011:253). MEMBINCANG “KETENTUAN” DALAM BINGKAI PERSPEKTIF Ketentuan Istihsan Dalam Ushul Fiqh Hanafi Pada saat Nabi Muhammad SAW masih hidup segala persoalan yang dihadapi ummat, baik dalam bidang ibadat maupun muamalah, secara keseluruhan dapat diselesaikan Rasulullah, tetapi ketika beliau sudah wafat persoalan-persoalan tersebut sulit untuk dicarikan jawabannya, terutama dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan persoalan tersebut para sahabat melakukan ijtihad. Namun, ijtihad ini tidak dapat diuji tentang kebenaran dan kesalahannya, maka yang dilakukan adalah mengadakan ijma’ (kesepakatan). Sebab, putusan yang diambil secara ijma’ akan lebih baik dibandingkan dengan yang dilakukan secara sendirian. Ijma’ dikalangan ulama pun nampaknya juga tidak dapat selamanya dipertahankan. Artinya, ketika wilayah Islam sudah bertambah luas, maka akibat yang ditimbulkan adalah terpencar-pencarnya ulama, sehingga ijma’ pun tidak dapat diambil secara bulat. Akibatnya, masing-masing ulama pun cenderung untuk melakukan istinbath sendiri. Dari sini, maka lahirlah apa yang disebut dengan qiyas, istislah, ‘urf, istihsan, dan sebagainya (Ichwan: 2012). Pengertian istihsan Dalam Ushul Fiqh Hanafi Menurut (Ibn Manzur, t.t: 117) dalam Hariyanto (2011). Secara etimologi istihsan berasal dari kata al-hasan yang berarti sesuatu yang baik. Dengan adanya
72
huruf tambahan alif, sin dan ta’, maknanya menjadi menganggap baik sesuatu. Sedangkan secara terminologi, istihsan memiliki makna yang beragam diantaranya: 1. Berpindah dari hukum sebuah masalah pada yang semisalnya karena adanya dalil yang lebih kuat. 2. Mengambil kemaslahatan yang bersifat parsial dan meninggalkan dalil yang bersifat umum (kulli) (asy-Syatibi, t.t.: 205) 3. Mendahulukan qiyas khafi atas qiyas jali berdasarkan pada dalil. (az-Zuhaili, 1986: 739) Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa istihsan adalah meninggalkan suatu hukum atau dalil pada hukum atau dalil lain karena ada faktor yang menghendaki perpindahan tersebut. Macam-Macam Istihsan Dalam Ushul Fiqh Hanafi Dalam Ichwan (2012) Menurut Muhammad al-Said Ali Abd. Rabuh bahwa istihsandalam fikih Hanafi dibagi kepada empat macam, yaitu: Pertama: istihsan dengan nash. Yang dimaksud dengan istihsan jenis ini ialah sebuah penyimpangan terhadap suatu ketentuan hukum berdasarkan ketetapan qiyas kepada ketentuan hukum yang berlawanan dengan yang ditetapkan berdasarkan nash al-Kitab dan Sunnah. Kedua: istihsan dengan ijma’. Yang dimaksud dengan istihsan jenis ini ialah meninggalkan keharusan menggunakan qiyas pada suatu persoalan karena ada ijma’. Ketiga: istihsan dengan darurat dan hajat. Yang dimaksud dengan istihsan jenis ini ialah seorang mujtahid meninggalkan keharusan pemberlakuan qiyas atas sesuatu masalah karena herhadapan dengan kondisi darurat, Keempat: istihsan dengan ‘urf. Yang dimaksud dengan istihsan jenis ini ialah penyimpangan atau pemalingan penetapan hukum yang berlainan (berlawanan) dengan ketentuan qiyas, karena adanya ‘urf yang sudah biasa dipraktikkan dan sudah dikenal dalam kehidupan masyarakat. Sungai Darah Ungkapan kepada orang yang masih menggunakan riba tak beda jauh dari sejarah sungai tigris, yang mana dalam sejarah sungai yang mengalir dari Turki hingga Irak disebut-sebut pernah menjadi “sungai darah”. Nabi Muhammad pernah menyebut-nyebut “sungai darah”didepan para sahabat-sahabatnya.Peristiwa itu dijelaskan dalam sebuah hadits yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari .ibn Kathir menggunakan hadits ini dalam menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat ke 275 tentang riba. Hadits tersebut berkisah tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW yang petikannya sebagai berikut: “…Maka sampailah kita disebuah sungai, aku menduga sesungguhnya dia berkata, “sungainya berwarna merah seperti darah, di tengahnya ada orang yang seddang berenang, sementara ditepinya berdiri seorang dengan bebatuan yang banyak.Setiap kali orang yang berenang hendak berhenti dan keluar dari sungai, yang ditepian sungai mendatanginya dan menjejali mulutnya dengan batu, sampai ia pun berenang kembali ketengah sungai”. Orang yang dimaksud dalam hadits tersebut tidak lain adalah pemakan harta riba. Hadits ini memberikan dua perumpamaan .yang pertama, orang yang berenang di sungai Darah.Orang yang makan riba diibaratan sebagai pengisap darah, dan begitu banyaknya darah yang dihisap, sehingga digambarkan sampai menganak sungai. Mereka yang hidup kesulitan karena harus membayar bunga kepadanya, terpaksa mengorbankan miliknya bukan hanya uang, tapi perhiasan, barang-barang
73
berharga, rumah dan bahkan , jika belum cukup juga harga diri dan martabat yang merupakan “darah” bagi kehidupan mereka. Tidak ada darah adalah ancaman kematian .dan tanpa martabat orang tidak dihargai. Kedua, orang yang memaksanya terus berenang sembari menjejali mulutnya dengan batu setiap kali hendak ketepian.Mengisyaratkan bahwa mereka yang makan harta riba tidak pernah merasa kenyang. Seberapapun harta itu, tetap tidak akan bisa melepaskan dahaga dan rasa laparnya .begitu rakusnya hingga dihiaskan mereka terus makan, bahkan ketika mulutnya disumpal dengan batu, sekalipun dalam kondisi berenang. Jadi jelaslah bahwa pengguna dan pemakan riba sangatlah keji bila dilihat dari syariat Islam, bahkan dalam ekonomi masyarakat. Karena secara tidak langsung dalam waktu yang dekat akan melumpuhkan dalam sektor riil untuk perkembangan ekonomi. MEMANGKAS PENDAPATAN NON-HALAL PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Sepintas Kerjasama Lembaga Keuangan Syariah Lembaga keuangan syariah masih membutuhkan kerjasama dengan Bank Konvensional disekitarnya. Kebutuhan ini dilakukan dan tidak mungkin untuk tidak dilakukan oleh lembaga keuangan syariah karena sebagian posisi lembaga keuangan syariah di Indonesia berada pada posisi yang kurang tepat. Semisalnya adalah perbankan syariah menjadi anak perusahaan dari perbankan konvensional. Selain itu dilakukan dalam menunjang bisnis yang dilakukannya dengan maksud bahwa lembaga keauangan syariah mampu bersaing dengan lembaga keuangan konvensional. Hal ini diakui oleh lembaga keuangan syariah untuk lalu lintas pembayarannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Khairil Fajar selaku praktisi dibagian operasional pada BPRS Bhakti Sumekar “Jadi kita punya penempatan dana di bank lain dan memang disarankan untuk Bank umum syariah, tapi dalam hal tertentu kami butuh lalu lintas pembayaran nasabah karena disini Bank konvensional punya link yang lebih luas”. “Kenyataan” Pendapatan Non-Halal Saat Ini Qardhul Hasan pada lembaga keuangan syariah memanglah sangat membantu dalam segi sosialisasi lembaga keuangan syariah itu sendiri, karena Qardhul Hasan adalah satu-satunya pembiayaan dengan akad saling tolong-menolong antara nasabah dengan pihak lembaga keuangan syariah dan inilah yang menjadi salah satu pembeda antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional sebagaimana dijelaskan oleh Huda dan Heykal (2010). Qardhul hasan adalah suatu akad pinjaman dimana peminjam mengembalikan hanya berupa pokok pinjaman tanpa adanya pengembalian lebih, jadi dalam qardhul hasan tidak ada tambahan dari jumlah pokok pinjaman disaat waktu pengembalian atau jatuh tempo, dengan kata lain qardhul hasan tidak melakukan praktik riba. Namun bagaimana dengan sumber Qardhul hasan?. Menurut DR. KH. Ahmad Muhammad Tidjani selaku DPS BPRS Bhakti Sumekar menyebutkan “Untuk qardhul hasan sudah ada ketentuannya bahwasannya harus dari zis tidak boleh dari yang lain apalagi dari bunga segala, itu benar diawasi dan kita awasi. Dan apabila terjadi seperti itu, berarti itu sudah melanggar, kalau tidak ada laporan ke kami, atau kita tidak mengontrol berarti itu sebuah kelalaian dari sebuah bank”. Namun, hal ini berbeda dengan kenyataan yang terjadi dalam lembaga keuangan syariah yang menggunakan pendapatan non-halal tersebut sebagai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan. Hal ini dibuktikan pada laporan sumber dan penggunaan Qardhul hasan pada PT. BPRS Bhakti Sumekar bahwa
74
dalam praktiknya lembaga keuangan syariah masih memanfaatkan dan menggunakan bunga (pendapatan non-halal) yang merupakan hasil dari praktik riba sebagai sumber dana qardhul hasan yang kemudian digunakan untuk kebajikan yaitu pinjaman modal dan sumbangan. Inilah tragedi yang terjadi pada lembaga keuangan syariah pada kenyataannya terbiasa menggunakan pendapan non-halal pada pembiayaan dengan mengatasnamakan kebajikan. Hal ini sependapat dengan Prof. H. Nizarul Alim yang berpendapat “sumber qardhul hasan selain pendapatan non halal juga bersumber pada zakat, infak dan shadaqah. Dengan adanya pemanfaatan akun pendapatan non-halal, saya membataskan yang namanya pendapatan non halal hanya boleh diberikan dan dihibahkan untuk kepentingan umat yang non sarana ibadah dan fibisabilillah serta bukan untuk dipinjamkan” Pendapatan Halal Dan Non-Halal Pada Qardhul Hasan Pendapatan non - halal pada lembaga keuangan syariah merupakan pendapatan bunga yang diterima oleh lembaga keuangan syariah akibat dari kerjasama dengan entitas lain yang konvensional. Menurut Prof. Nizarul Alim menjelaskan “perbankan syariah bisa memperoleh pendapatan non-halal dari dua hal. Yang pertama bunga yang diperoleh dari simpanan antar bank, dan yang kedua simpanan Bank kepada BI. Bank syariah menerima bunga dari entitas lain pada keadaan darurat, yaitu darurat karena benar benar tidak ada alternatif lain dan darurat karena suatu kepentingan, namun tentunya seperti ini sudah tidak berlaku lagi. Karna perbankan syariah lebih dari satu bahkan lebih dari lima, mengapa Bank syariah masih menyimpan dikonvensional begitupun pada BI sekarag sudah mempunyai instrument syariah”. Penerimaan bunga oleh lembaga keuangan syariah dari mitra bisnis yang merupakan lembaga keuangan konvensional sudah ada ketentuannya, yaitu sebagaimana yang telah disampaikan oleh (Antonio, 2001: 133) yaitu dengan adanya pertimbangan pemanfaatan bunga ini adalah kaidah akhaffu dhararain (mengambil mudharat yang lebih kecil) bila dibandingkan dengan dana tersebut apabila ada dan dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga non-muslim. Dengan kata lain bahwa apabila bunga tersebut masih ada di lembaga keuangan konvensional tentunya akan dimanfaatkan oleh mereka dalam bisnis utamanya yang hanya berprosentase pada bunga dan pada ahirnya bunga akan melahirkan bunga. Pendapatan Antara Halal Dan Non-Halal Pada Qardhul Hasan Penerimaan bunga oleh lembaga keuangan syariah dari mitra bisnis yang merupakan lembaga keuangan konvensional sudah ada ketentuannya, yaitu sebagaimana yang telah disampaikan oleh (Antonio, 2001: 133) yaitu dengan adanya pertimbangan pemanfaatan bunga ini adalah kaidah akhaffu dhararain (mengambil mudharat yang lebih kecil) bila dibandingkan dengan dana tersebut apabila ada dan dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga non-muslim. Walaupun adanya ketentuan tersebut, lembaga keuangan syariah perlu melakukan pencatatan pendapatan non-halal secara terpisah, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Prof. Nizarul Alim yang berpendapat: “Perbankan syariah harus memisahkan pendapatan non-halal. Dimana dipisahkan dari dua hal, yaitu: dipisahkan dengan membuat akun tersendiri dan dipisahkan dalam laporan keuangan sendiri. Intinya akun itu harus muncul, entah itu ada di laporan lainnya yang penting akun pendapatan non halal tersebut harus ada”
75
Jadi penerimaan pendapatan non-halal pada lembaga keuangan syariah sudah ada ketentuannya, dengan syarat diterima dan dicatat secara terpisah dengan dana lainnya, terutama dana harus terpisah dari dana-dana yang digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan utama yang merupakan bisns komersial lembaga keuangan syariah. QARDHUL HASAN: Antara Idealita dan Realita Akhaffu Dhararain Pada Pendapatan Non-Halal Pendapatan bunga merupakan pendapatan yang diharamkan pada syariah Islam. Karena pendapatan bunga adalah salah satu bentuk praktik riba yang telah dilakukan oleh lembaga keuangan syariah sesuai dengan yang dijelaskan dalam nash Al-Qur’an dan Hadist. Walaupun pendapatan ini sudah menjadi kecaman pada nash-nash Al-Qur’an dan Hadist karena mudharrat yang ada pada pendapatan (riba) tersebut. Pendapatan non-halal ini boleh diterima oleh lembaga keuangan syariah dari lembaga keuangan konvensional sebagai hasil dari kerjasama yang dilakukan antara keduanya walaupun pendapatan tersebut jelas hukumnya adalah haram. Hal ini dilakukan oleh lembaga keuangan syariah untuk menghindari mudharrat yang lebih besar apabila kita melihat pendapatan tersebut tetap berada pada lembaga keuangan konvensional sebagaimana sudah dijelaskan oleh (Antonio, 2001: 133) Pertimbangan pengambilan terhadap pendapatan haram tersebut ahsan dilakukan oleh lembaga keuangan syariah walaupun terdapat nash-nash Al-Qur’an untuk menjauhi riba. Hal ini untuk mengurangi bahkan menghindari terhadap mudharrat yang lebih besar apabila pendapatan tersebut tetap berada ada pada lemabaga keuangan konvensional Ahsan-kah Sumber Dan Penggunaan Dana Pada Qardhul Hasan? Lembaga keuangan syariah tidak bisa menggunakan pendapatan non-halal tersebut sebagai sumber dan penggunaan qardhul hasan seperti selama ini yang telah dipraktikkan olehh lembaga keuangan syariah. Karena selama ini dengan digunakannya pendapatan non-halal sebagai sumber dan penggunaan dana qardhul hasan menjadi sumber keadaan subhat pada dana qardhul hasan, walaupun pencatatan secara terpisah atas pendapatan non-halal sebagai sumber dana qardhul hasan telah dilakukan. “Mencampur–baurkan” antara dana halal dan non-halal seperti yang dilakukan lembaga keuanga syariah menimbulkan ketidak jelasan (subhat) terhadap dana yang digunakan, sebagaimanapenjelasan yang disampaikan oleh KH. Ahmad Hisyam “…, tapi kita harus ingat dimana kita harus membedakan hal yang haram dan mana yang halal. Kalau begitu keadaanya ya dana tersebut tidak ada kejelasan yang pasti, dan hal yang tidak jelas itu sebaiknya kita hindari”. Rasulullah SAW menganjurkan untuk selalu menghindari hal yang dalam posisi subhat. Hal ini dalam Ushul Fiqh Hanafi dikenal istihsan dengan ijma’. Yang artinya ialah meninggalkan keharusan menggunakan qiyas pada suatu persoalan karena ada ijma’.Hal ini masih tidak bisa dilakukan karena mudharrat yang ada pada ketetapan (ijtihad) pada lembaga keuangan syariah adalah lebih besar untuk hajat orang banyak yaitu menjadi sumber subhat untuk dana yang ada pada qardhul hasan. Sehingga pendapatan non-halaltidakahsan untuk digunakan sebagai sumber dan penggunaan pada qardhul hasan.
76
THE EXIT WAY PADA QARDHUL HASAN “Sebuah” Keharusan Untuk Pendapatan Non-Halal Pendapatan non-halal dicatat dan dibuat akun secara terpisah bukan hanya sebagai sumber dananya saja, tapi lembaga keuangan syariah juga mencatat dan melaporkan secara terpisah pula terhadap penggunaan pendapatan non-halal tersebut pada sebuah laporan sumber dan penggunaan danaqardhul hasan. Hal ini dimaksudkan agar subhat yang ada pada sumber dan penggunaan danaqardhul hasan luntur dan merupakan sebuah keharusan untuk dilakukan agar qardhul hasan benar-benar dalam keadaan syariah. Lembaga keuangan syariah tidak seharusnya mencampur-baurkan penggunaan qardhul hasan antara sumber halal dan non-halal seperti yang terjadi pada saat ini. Kehatia-hatian dan ketelitian dalam pengelolaan pendapatan non-halal haruslah selalu terjaga oleh lembaga keuangan syariah. Bukan hanya karena menjaga dan menghindari salah catat atau kekeliruan yang materialitas dalam sebuah laporan keuangan, namun sebagai “barang taruhan” terhadap sebuah pengelolaan yang bijak dan bajik mengingat bahwa bunga adalah sumber bencana ekonomi sebaiagaimana yang telah diungkapkan dalam teoari Quranomics Sebuah “Pintu” Untuk Pendapatan Non-Halal Pendapatan non-halal yang menjadi sumber subhat pada danaqardhul hasan seharusnya digunakan dengan penuh kehati-haitan. Karena pendapatan non-halal yang merupakan bunga adalah salah satu sumber bencana ekonomi.Jadi penggunaanya pun selain dipisahkan dengan pendapatan halal juga harus digunakan untuk suatu hal yang memerlukan pendapatan non-halal. Sehingga pendapatan non-halal harus masuk-keluar dari pintu pendapatan non halal. .Jalan keluarnya adalah pendapatan non-halal digunakan untuk sumbangan atau hibah kepada Negara Indonesia. Yaitu untuk dibayarkan kepada bunga akibat dari pinjaman yang telah dilakukan oleh Negara Indonesia dalam upaya penutup anggaran untuk kebutuhan bangsa Indonesia tercinta ini dengan kata lain bahwa bunga harus diserahkan kepada bunga. Oleh sebab itu sebuah keharusan lembaga keungan syariah melaporkan danaqardhul hasan yang terlepas dari pendapatan non-halal. Selain itu, lembaga keuangan syariah harus pula melaporkan pendapatan non-halal secara terpisah dari qardhul hasan baik sebagai sumber dan dan penggunaannya.Berikut merupakan contoh laporan sumber dan penggunaan danaqardhul hasan serta laporan sumber dan pengguaanpendapatan non-halal pada lembaga keuangan syariah setelah adanya pemisahan dari pendapatan non-halal.
77
Gambar: laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan
Gambar: laporan sumber dan penggunaan pendapatan non-halal
Jadi seperti terlihat pada tabel diatas bahwa qardhul hasan terlepas dari pendapatan non-halal sehingga pendapatan tersebut dilaporkan sendiri oleh lembaga keuangan syariah. Daan itu yang seharusnya dilakukan oleh lembaga keuangan syariah. PENUTUP Khotimah Qardhul hasan pada lembaga keuangan syariah merupakan pinjaman dengan tanpa adanya pengembalian lebih. Dimana dana tersebut diperoleh atau bersumber dari infak, shadaqah, denda dan pendapatan non-halal yang diterima oleh lembaga
78
keuangan syariah. Namun, sumber dana qardhul hasan menimbulkan keraguan walaupun adanya pencatatan secara terpisah antara pendapatan non-halal dengan sumber dana yang lain yang merupakan pendapatan halal. Hal itu disebabkan karena penggunaan pada dana qardhul hasan dalam keadaan subhat yaitu masih belum ada kejelasan antara penggunaan pendapatan non-halal dengan pendapatan halal. Sehingga lembaga keuangan syariah perlu melakukan pencatatan secara terpisah atau memisahkan pendapatan non-halal baik sebagai sumber ataupun dalam penggunaannya. Penggunaan pendapatan non-halal pada dana qardhul hasan membutuhkan kehati-hatian yang lebih, mengingat bunga adalah hasil riba dan merupakan sumber bencana ekonomi dan dilaknat oleh Allah SWT. Oleh sebab itu pendapatan non-halal digunakan untuk kegiatan ekonomi yang membutuhkan pendapatan nonhalal, yaitu digunakan sebagai hibah kepada Negara dalam mebayar beban bunga yang diperoleh dari pinjaman selama ini yang menjadi warisan Negara dari tahun ke tahun dan dilaporkan tersendiri oleh lembaga keuangan syariah. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini disusun dan ditulis oleh peneliti yang tak lepas dari kekurangan dan keterbatasan, Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sehingga wajarlah jika penelitian ini memilki banyak keterbatasan, karena tidak mungkin pembahasan dilakukan secara keseluruhan mengingat kemampuan yang dimiliki sangat terbatas oleh peneliti. Peneliti ingin melakukan sebuah penelitian mengenai sebuah keahsan-nan pedapatan non-halal yang dipemberdayakan untuk sumber dan penggunaan dana qardhul hasan pada lembaga keuangan syariah. Hal ini karena peneliti melihat bahwa pendapatan non-halal menarik sekali untuk diteliti dan perlu dipertanyakan kembali mengenai ke-ahsan-nannya walaupun penggunaannya berpengaruh sangat baik untuk kebutuhan sosial terutama dalam bidang peningkatan usaha melalui pinjaman modal usaha dengan kata lain bahwa pendapatan non-halal yang pengertian sebenarnya adalah merupakan pendapatan dari riba yang mendapatkan kecaman tajam dari Al-Qur’an untuk penggunaannya, dan kemudian pemberdayakan dengan “mengatasnamakan” kebajikan oleh lembaga keuangan syariah. Oleh karena itu dengan keterbatasan tersebut pada ahirnya penelitian ini hanya membahas dan terfokus pada pendapatan non halal yang ada pada dana qardhul hasan dan merupakan dana yang digunakan untuk domisli sosial oleh lembaga keuangan syariah. Saran Pembahasan dalam penelitian ini hanyalah mengenai pendapatan non-halal yang digunakan sebagai sumber dan penggunaan pada sebuah dana kebajikan (Qardhul hasan) dan menjadi sumber subhat pada dana qardhul hasan itu sendiri. Oleh sebab itu untuk penelitian selanjutnya perlu adanya tambahan pembahasan atas komponen atau sumber-sumber dana qardhul hasan. Selain itu penelitian ini hanya memandang ataupun menganalisa qardhul hasan dari sebuah ushul fiqh Hanafi tidak termasuk ushul fiqh imam yang lain seperti Maliki ataupun yang lainnya karena ketentuan istihsan itu sendiri masih timbul banyak kritik mengenai pengakuannya terutama bagi pihak Al-syafi’i. Oleh sebab itu untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan alat analisis yang berbeda dari penelitian ini..
79
DAFTAR PUSTAKA Alim, Muhammad Nizarul. 2011. Muhasabah Keuangan Syariah. Solo: Aqwam. Andini, Siti Nurmutia. 2011. Pengelolaan Dana Qardhul Hasan Terhadap Permberdayaan Masyarakat Kampung Sukamulya: Studi Kasus Dana Qardhul Hasan Pada BAZ Kota Bogor. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: GemaInsani. Badaruddin. 2011. Manajemen Pembiayaan Produk Qardhul Hasan: Studi Kasus Di BPRS Metro Madani Lampung tahun 2011. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kali Jaga Devisi Fatwa. 2004. Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Tentang Bunga (Intersat/Fa’idah). Jakarta: Majelis Ulama Indonesia Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2006, kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah.Jakarta :Ikatan Akuntansi Indonesia Hamidi, M. Luthfi. 2012. Quranomics: The Crisis Krisis Manalagi Yang Engkau Dustakan?.Jakarta: Republika Hermawan, Hendri. 2008. Sumber dan Penggunaan Dana Qardh dan Qardhul Hasan pada Bank Syariah Cabang Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: FakultasIlmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Machmud, Amir dan Rukmana. 2010. Bank Syariah: Teori, Kebijakan, Dan Studi Empiris Di Indonesia. Jakarta: Erlangga Moleong, Lexy J. Rosdakarya.
2009.
Metodologi
Penelitian
Kualitatif.
Bandung:
Remaja
Muqarrabin, Ahmad. 2012. Warung Ekonomi http://warungekonomiislam.blogspot.com diunduh 16 Oktober 2013
Islam.
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2011. Akutansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Nuynunur. 2010. Makalah Al-Qardh. http://nuynunur.wordpress.com diakses 16 Oktober 2013 Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta: PT. Ufuk Publishing House. Suhendri.2011. Manajemen Qardhul Hasan Dalam Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Di BAZ Kota Depok. Karya Ilmiah. Jakarta: Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
80
Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendikia Triyuwono. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah. Yogyakarta: LKIS