1018
Unmas Denpasar
DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN POKOK BERBASIS POTENSI LOKAL DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN INSANA BARAT KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NTT MM. Endah Mulat Satmalawati, 1 Marsianus Falo2 1 Agroteknologi,Fakultas Pertanian 2 Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Timor
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Perbedaan konsumsi pangan pokok secara umum dipengaruhi oleh keadaan sumberdaya alam dan sumber manusia yang ada. Hal ini terjadi karena setiap daerah dan rumah tangga mempunyai kebiasaan mengkonsumsi pangan pokok yang berbeda. Besar kecilnya pola konsumsi pangan masyarakat sangat tergantung dari keputusan rumah tangga itu sendiri karena harus disesuaikan dengan jumlah anggota rumah tangga, pendidikan, umur, pendapatan dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal pada rumahtangga pedesaan, mengkaji hubungan pendapatan rumahtangga dengan konsumsi pangan pokok serta menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga pedesaan. Kata Kunci: Diversifikasi pangan, pangan lokal, ketahanan pangan ABSTRACT Differences in consumption of staple foods in general affected by the state of natural resources and human resources that exist . This happens because every region and households have basic food consumption habits are different. The size of the pattern of food consumption depends on household decisions themselves because they have adjusted to the number of household members , education , age, income and more. This aims to examine more about the pattern of diversification of staple food consumption based on local potential in rural households , examines the relationship between household income with staple food consumption as well as analyze the factors that influence patterns of diversification of staple food consumption based on local potential in achieving food security for rural households , Keywords : Diversification of food , local food , food security PENDAHULUAN Pemahaman tentang diversifikasi pangan sebagai usaha untuk pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras. Salah satu alasan pentingnya diversifikasi pangan bahwa dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negara lain. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1019
Unmas Denpasar
Indonesia memiliki kekayaan sumber bahan pangan baik nabati maupun hewani guna memenuhi kebutuhan gizi untuk kesehatan masyarakat. Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras yang merupakan sumber karbohidrat sebagai pangan pokok atau penyusun menu utama pada sajian makanan sehari-hari. Bahkan ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras ini sangatlah tinggi mencapai angka 95% (Alimoeso, 2011). Situasi krisis pangan yang dialami oleh berbagai bangsa di dunia, termasuk Indonesia memberi kan pelajaran bahwa ketahanan pangan harus diupayakan sebesar mungkin bertumpu pada sumber daya nasional, karena ketergantungan impor menyebabkan kerentanan terhadap gejolak ekonomi, sosial dan politik (Juarini, 2006). Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan, yang menyatakan bahwa penyediaan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga yang terus berkembang dari waktu kewaktu melalui: a) pengembangan sistem produksi pangan yang bertumpu pada sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal, b) pengembangan efisiensi sistem usaha pangan, c) pengembangan teknologi produksi pangan, d) pengembangan sarana-prasarana produksi pangan dan e) mempertahankan serta mengembangkan lahan produktif. Operasionalisasi pelaksanaan PP No.68 tahun 2002 tersebut pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu dengan memanfaatkan kelembagaan sosial ekonomi yang telah ada dan dapat dikembangkan di tingkat pedesaan dengan fokus utamanya adalah rumah tangga pedesaan. Perwujudan ketahanan pangan nasional dimulai dari pemenuhan pangan di wilayah terkecil yaitu pedesaan sebagai basis kegiatan pertanian. Basis pembangunan pedesaan bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam suatu wilayah yang memiliki ketepaduan sarana dan prasarana dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan untuk mencukupi dan mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga. Disamping itu membangun daerah pedesaan sangat penting terutama dalam hal penyediaan bahan pangan untuk penduduk, penyedia tenaga kerja untuk pembangunan, penyedia bahan baku untuk industri, serta penghasil komoditi bahan pangan. Karena itu desa merupakan salah satu entry point untuk masuknya berbagai program yang mendukung terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yang secara kumulatif akan mendukung terwujudnya ketahanan pangan di tingkat kabipaten/kota, provinsi dan nasional (Nainggolan, 2009) Situasi ketahanan pangan secara nasional dari waktu ke waktu telah membaik. Sebagian besar produksi pangan mengalami peningkatan dan rasio impor pangan terhadap ketersediaan pangan dalam negeri juga relatif kecil. Namun dengan memperhatikan kinerja ketahanan pangan secara nasional saja tidaklah cukup. Kenyataannya permasalahan kurang gizi dan kualitas sumberdaya manusia muncul dimana-mana. Munculnya kembali kasus gizi buruk yang pada awalnya terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berstatus kekurangan gizi sangat tinggi mencapai 46,11% pada tahun 2004, kemudian diikuti oleh sejumlah provinsi yang lainnya menunjukkan bahwa walaupun secara nasional ketersediaan pangan membaik namun masih terjadi masalah kurang gizi di masyarakat (Ariani, 2008).
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1020
Unmas Denpasar
Adanya perbedaan-perbedaan permasalahan dan potensi atau sumberdaya di setiap daerah mengharuskan kebijakan pangan terutama terkait dengan ketahanan pangan tidak bisa dilihat secara general atau nasional tetapi harus spesifik daerah agar program-program dapat dilaksanakan dengan baik, tepat sasaran dan berdampak nyata. Dalam PP No.68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan dalam Bab VI Pasal 13 ayat 1 tertulis dengan jelas bahwa “Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standard an criteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”. Pola konsumsi masyarakat pada masing-masing daerah berbeda-beda, tergantung dari potensi daerah dan struktur budaya masyarakat. Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh padi-padian khususnya beras yang diindikasikan dengan tingginya starchy staple ratio. Masyarakat umumnya mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras sebagai sumber karbohidrat, oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dengan menggali potensi lokal yang berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok tersebut. Kecamatan Insana Barat merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Propinsi Nusa Tenggara Timur .yang dapat ditempuh dalam waktu 35-40 menit berjarak 25 km dari Universitas Timor dengan kondisi jalan yang kurang baik. Kecamatan Insana Barat terbagi dalam 6 desa dan 1 kelurahan. Kebanyakan orang Timor, tidak terkecuali orang Dawan di Kecamatan Insana Barat, bermatapencaharian sebagai petani. Sebagai petani, orang Insana masih mempraktekkan sistem ladang berpindah, dengan tanaman sumber karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan menu harian seperti padi sebagai tanaman utama dan juga jagung serta ubi kayu. Kecamatan Insana Barat memiliki ketersediaan pangan pokok lokal yang beragam seperti beras, jagung dan ketela pohon (ubi kayu). Rata-rata produksi padi sawah dan padi ladang dari luasan panen 5 ha sebesar 28 kw/ha dan 27,5 ha/kw, sedangkan untuk jagung dari luasan panen 1100 ha dihasilkan panen jagung 27 kw/ha dan ubi kayu sebesar 106 kw/ha dari luas panen 924 ha (BPS TTU, 2011). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal di Kecamatan Insana Barat Kabupaten TTU, mendeskripsikan faktor-faktor sosial rumah tangga (tingkat pendapatan, pendidikan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan kepala rumah tangga, status pekerjaan ibu, dan jumlah anggota rumah tangga), mendeskripsikan faktor-faktor budaya rumah tangga (preferensi makanan pokok, fungsi sosial makanan pokok, tradisi makanan pokok, dan pengetahuan gizi ibu), menganalisis hubungan tingkat pendidikan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan kepala rumah tangga, status pekerjaan ibu, tingkat pendapatan, dan jumlah anggota rumah tangga dengan konsumsi makanan pokok rumah tangga dan menganalisis hubungan preferensi makanan pokok, fungsi sosial makanan pokok, tradisi makanan pokok rumah tangga, dan pengetahuan gizi ibu dengan konsumsi makanan pokok. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain dapat memberikan informasi kepada pemerintah khususnya di Kabupaten TTU dalam penentuan kebijakan Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1021
Unmas Denpasar
penanganan ketahanan pangan, selain itu pola diversifikasi pangan yang didokumentasikan di Kecamatan Insana Barat ini dapat dijadikan sebagai bahan pengkajian bagi kecamatan yang lain di Kabupaten TTU untuk mewujudkan ketahanan pangan yang baik, sehingga diharapkan dapat terwujud pola konsumsi pangan masyarakat yang bergizi, beragam dan berimbang berbasis potensi lokal yang bermuara pada terwujudnya ketahanan pangan yang berkelanjutan METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penelitian deskripsi mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 1998) Metode pelaksanaan penelitian menngunakan metode survey dengan mengambil lokasi penelitian di Kecamatan Insana Barat Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur (NTT). Penentuan lokasi penelitian dengan purposive, penentuan lokasi secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di daerah ini masyarakatnya terdapat variasi dalam mengkonsumsi bahan pangan berbasis potensi lokal seperti beras, jagung dan ubi kayu. Pengambilan sampel rumah tangga dengan menggunakan metode proposional random sampling, yaitu mengambil sampel berdasarkan perbandingan antara sub populasi yang tidak sama jumlahnya. Jumlah sampel yang diambil 50 rumah tangga. Sampel dikelompokkan menjadi 3 srata menurut pendapatannya. Teknik analisis menggunakan OLS (Ordinary Least Square) dalam multiple linear regression. Guna memperoleh keabsahan yang tinggi dalam model regresi yang digunakan, sebelum melakukan uji statistik terhadap hasil olahan regresi terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebagai dasar analisis regresi. Model yang digunakan sebagai berikut: Y = bo + b1Ih + b2S + b3E + e Keterangan: Y : Konsumsi pangan pokok pada rumah tangga (Rp/kapita/th) Ih : Pendapatan rumah tangga (Rp/tahun) S : Jumlah anggota keluarga (jiwa) E : Pendidikan bo : Konstanta e: error term
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi lokasi penelitian Kecamatan Insana Barat adalah kecamatan yang merupakan pemekaran dari kecamatan Insana Induk yang terletak di sebelah timur Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Secara administratif Kecamatan Insana Barat terdiri dari 11 desa dan 1 kelurahan. Jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan adalah 17 km. Luas wilayah Kecamatan Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1022
Unmas Denpasar
Insana Barat 102 km2 atau 3,83 % dari total luas Kabupaten Timor Tengah Utara. Keadaan Topografi pada umumnya berbukit-bukit dengan ketinggian bervariasi antara 500 – 700 mdpl. Keadaan pada umumnya kering dengan curah hujan yaitu musim kering mulai dari bulan April sampai bulan Nopember dan musim hujan mulai dari bulan Desember sampai bulan Maret dan suhu berkisar 200 C – 300 C. Jumlah penduduk Kecamatan Insana Barat tahun 2015 sesuai hasil registrasi Penduduk tahun 2015 berjumlah 9765 jiwa terdiri dari laki-laki 4.972 jiwa dan perempuan 4.793 jiwa. Jumlah KK di Kecamatan Insana Barat sebanyak 2.506 KK dengan kepadatan penduduk 24 KK/km2 Pada umumnya petani di Kecamatan Insana Barat dapat mengusahakan berbagai macam jenis komoditi pertanian terutama tanaman pangan seperti padi dengan luas tanam 100 ha dengan hasil 300 t (3 t/ha), jagung dengan luas tanam cukup besar yaitu 1.035 ha dengan hasil panen 2.164 t (2,1 t/ha), ubi jalar seluas 18 ha dengan hasil 137 t (7,6 t/ha). Selain itu masyarakat kecamatan Insana Barat juga membudidayakan palawija (kacang tanah, kacang hijau) dan hortikultura (tanaman obat keluarga, sayur putih, kangkung, bayam, tomat). Tanaman pangan beragam yang dibudidayakan masyarakat Kecamatan Insana Barat adalah indikasi adanya pola konsumsi yang cukup beragam . Desa Usapinonot merupakan satu dari 11 desa dan 1 kelurahan yang ada di Kecamatan Insana Barat yang terletak di sebelah barat Ibu Kota Kecamatan Insana Barat. Secara administratif Desa Usapinonot terdiri dari 2 dusun, 4 RW, dan 8 RT. Jarak dari Ibukota Kecamatan adalah 5 km dan dari ibu kota kabupaten berjarak 12 km. Luas wilayah Desa Usapinonot 13,5 km2 atau 13 % dari total luas Kecamatan Insana Barat. Keadaan Topografi pada umumnya berbukit-bukit dengan ketinggian bervariasi antara 500-700 m dpl. Keadaan pada umumnya kering dengan curah hujan yaitu musim kering mulai dari bulan April sampai bulan November dan musim hujan mulai dari bulan Desember sampai bulan Maret dan suhu berkisar 200 C-300 C. Jumlah penduduk Desa Usapinonot pada tahun 2015 sebanyak 791 jiwa yang terdiri dari 400 laki-laki dan 391 dengan jumlah KK sebanyak 190 KK. perempuan sedangkan mata pencaharian masyarakat Desa Usapinonot pada umumnya masih tergantung pada sektor pertanian yakni tanaman pangan, hortikultura dan peternakan. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 60.497 jiwa, dan pedagang sebanyak 782 jiwa(BPS TTU, 2015). Pada umumnya masyarakat di Desa Usapinonot bermatapencaharian sebagai petani yang mengusahakan berbagai macam jenis komoditi Pertanian terutama: tanaman pangan ( jagung dengan produktivitas 261 t/ha, ubi kayu 6,95 t/ha, kacang tanah 71,75 t/ha, dan kacang hijau 68,4 t/ha. Selain itu ada tanaman apotik hidup yang diusahakan adalah jahe, kunyit, lengkuas, mengkudu, kumis kucing sereh, dan temu lawak. Usaha pertanian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau rumah tangga. Tingkat pendidikan Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk/masyarakat, maka akan semakin Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1023
Unmas Denpasar
tinggi pula kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi inovasi teknologi. Ditinjau dari latar belakang pendidikan ternyata mayoritas petani pernah mengenyam pendidikan, tergolong tingkat pendidikan rendah antara yang tidak bersekolah dan hanya tamat SD yaitu sebesar 60 %. Tabel 1 menunjukkan bahwa keadaan umum respoden berdasarkan tingkat pendidikan berada pada tamat SD. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan adopsi teknologi masih berjalan lambat. Oleh karena itu perlunya upaya peningkatan melalui pendidikan non-formal untuk peningkatan keterampilan dan pengetahuan. Tabel 1. Keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Usapinonot Tingkat Pendidikan Jumlah N % Tidak Sekolah 4 8 SD 38 76 SLTP 4 8 SLTA 4 8 JJ Jumlah 100 Sumber: data primer (diolah),2016 Pola konsumsi dipengarungi oleh tingkat pendidikan formal kepala rumah tangga, semakin tinggi pendidikan formal maka pengetahuan san wawasan tentang pentingnya kualitas pangan yang dikonsumsi untuk meningkatkan kesehatan menyebabkan semakin bervariasinya pangan yang dikonsumsi. Dengan bervariasinya pangan yang dikonsumsi tentunya kebutuhan gizi akan terpenuhi dengan baik. Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota rumahtangga akan mempengaruhi pola konsumsi pangan berbasis potensi lokal. semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka kebutuhan pangan yang dikonsumsi akan semakin bervariasi karena masing-masing anggota rumah tangga mempunyai selera yang belum tentu sama. Semakin banyak anggota rumah tangga, maka beban yang ditanggung rumah tangga semakin besar sehingga kepala rumah tangga berusaha untuk menambah pendapatannya guna mencukupi kebutuhanrumah tangganya. Di sisi lain semakin banyak tanggungan keluarga (keluarga yang banyak), akan membantu meringankan kegiatan usahatani yang dilakukan, karena sebagian besar petani masih menggunakan tenaga keluarga. Jumlah anggota dalam keluarga berpengaruh juga pada pemilihan pangan pokok untuk pemenuhan konsumsi pangan keluarga. Data jumlah tanggungan keluarga tersaji pada Tabel 4.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1024
Unmas Denpasar
Tabel 4. Responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di Desa Usapinonot
Tanggungan Keluarga 1–3 4–5 ≤6 Jumlah
Jumlah (Jiwa) 3 25 22 20
Persentase % 6 50 44 100
Sumber: data primer (diolah),2016
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 1-7 jiwa dan dari 50 responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga terbanyak ada pada 45 yaitu sebanyak 25 jiwa atau sebesar 50%. Pola Diversifikasi Pangan Pokok Sebagian besar penduduk kecamatan Insana Barat yang diwakili oleh Desa Usapinonot mengkonsumsi beras, jagung dan umbi-umbian (ubi jalar ataupun ubi kayu). Sesuai kebiasaan yang ada pada saat musim panen jagung masyarakat akan lebih banyak mengkonsumsi jagung. Pada masyarakat Timor secara umum penyajian jagung sebagai makanan pokok telah dikenal beberapa olahan seperti jagung katemak yakni jagung diluruh tanpa penghilangan kulit ari, selanjutnya dimasak bersama dengan kacang-kacangan (kacang hijau, kacang tanah, kacang tali) dan aneka sayur (daun pepaya, daun pucuk labu), serta buah (pepaya yang masih muda, labu muda), bahkan ada pula yang dicampur dengan irisan daging. Olahan jagung berikutnya adalah jagung bose, perbedaan dengan jagung katemak adalah pada pengolahan jagung bose dilakukan penghilangan kulit ari. Kedua olahan tersebut merupakan olahan pangan lokal yang sangat digemari masyarakat. Sedangkan untuk umbi seperti ubi kayu masyarakat Desa Usapinonot juga mengkonsumsinya, namun tidak sebanyak konsumsi jagung saat panen. Bentuk olahan ubi kayu lebih mudah dan sederhana, biasanya hanya dilakukan perebusan dan disajikan dengan sambal/olahan ikan sebagai lauknya. Untuk membuat olahan awetan ubi kayu dalam bahasa Dawan dikenal dengan nama lakutobe (mirip dengan tiwul pada masyarakat Jawa) hanya sebagian kecil masyarakat membuat dengan alasan perlu proses pengolahan yang agak lama. Di daerah penelitian (Desa Usapinonot) ada 3 pangan pokok yang dikonsumsi masyarakat yaitu beras, jagung dan umbi dengan pola konsumsi yang berbeda-beda. Pola konsumsi pangan yang biasa dilakukan di Desa Usapinonot adalah 1) pola beras, 2) pola beras-jagung, 3) pola jagung-ubi kayu dan 4) pola beras-jagung-ubi kayu. Tabel 5. Pola konsumsi masyarakat Pola Pangan Pokok Beras Beras-jagung Jagung-ubi kayu Beras-jagung-ubikayu
Persentase (%) 4 14 30 52
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1025
Unmas Denpasar
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa pola konsumsi masyarakat Desa Usapinonot merupakan bentuk dari diversifikasi pangan lokal disamping tetap mengkonsumsi beras. Pola konsumsi beras-jagung-ubi kayu lebih banyak digemari masyarakat (50%) diikuti dengan pola jagung-ubi kayu (30%). Pemilihan pola yang dominan tersebut dengan alasan kemudahan dalam pengolahnnya. Sedangan pola beras hanya digemari oleh 4% masyarakat, dengan alasan harga beras yang relatif lebih mahal dibandingan harga jagung ataupun ubi kayu, disamping itu penyajian beras sebagai makanan pokok masih memerlukan sayur ataupun lauk pauk tersendiri sehingga menjadi pertimbangan pengeluaran rumah tangga. Pola diversifikasi konsumsi pangan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, menuju pola pangan yang lebih beragam, berimbang dan bergizi. Pangan pokok merupakan penyumbang kalori terbesar dalam penyajian menu makanan sehari-hari masyarakat Indosesia termasuk rumah tangga pedesaan di Kecamatan Insana Barat. Rata-rata konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Konsumsi pangan pokok pada rumah tangga pedesaan di Kecamatan Insana Barat Pangan pokok konsumsi/kapita/tahun Beras 1975,75 Jagung 2210,69 Ubi kayu 854,32 Pada Tabel 6 terlihat bahwa jagung merupakan pangan lokal yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di lokasi penelitian (2210,69 kg/kapita/tahun). Secara historis jagung merupakan pangan lokal yang sangat digemari oleh masyarakat di Pulau Timor termasuk salah satunya di Kecamatan Insana Barat. Disamping itu karena cara pengolahannya yang mudah dan masyarakat merasa mengkonsumsi olahan jagung sesuai kearifan lokal yaitu mancampurkan jagung dengan aneka kacang-kacangan, sayur maupun buah bahkan daging lebih bernilai gizi dibandingan dengan mengkonsumsi beras. Sedangkan pangan lokal yang paling sedikit dikonsumsi adalah ubi kayu(854,32 kg/kapita/tahun). Meskipun dikonsumsi dalam jumlah yang paling sedikit, keberadaan ubi kayu dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras. Hubungan Pendapatan terhadap Pola Konsumsi Pangan Pokok Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda menuntut kuantitas dan kualitas (mutu) pangan yang berbeda. Pendapatan rumah tangga merupakan faktor utama yang menentukan pola konsumsi pangan dan diversifikasi pangan. Konsumsi pangan pokok berbeda antar rumah tangga tergantung dari tinggi rendahnya tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga umumnya konsumsi akan meningkat, akan tetapi peningkatan pendapatan tidak selalu sama besar dengan peningkatan konsumsi. Tingginya pendapatan rumah tangga tidak selalu diikuti oleh peningkatan jumlah pangan pokok yang dikonsumsinya. Secara umum dengan adanya peningkatan pendapatan akan memberikan peluang bagi masing-masing rumah tangga untuk meningkatkan diversifikasi konsumsi pangan untuk meningkatkan kualitas pangan pokok dalam upaya peningkatan gizi keluarga. Dalam penelitian ini pendapatan rumah tangga dikelompokan menjadi 4 kelompok yaiyu < Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1026
Unmas Denpasar
Rp.150.000 (sangat rendah), Rp.150.000-Rp.300.000 (rendah), > Rp.300.000-Rp.750.000 (sedang) dan > Rp. 750.000 (tinggi). Pendapatan yang tertera adalah hasil survey real sebagai pendapatan petani. Tabel 7. Konsumsi pangan pokok pada rumah tangga pedesaan di Kecamatan Insana Barat menurut tingkat pendapatan Tingkat Konsumsi pangan pokok (kg/kapita/tahun) Pendapatan Beras Jagung Ubi kayu Rendah 936,31 819,37 790,32 Sedang 895,42 1167,32 64,00 Tinggi 144,00 224,00 0 Tabel 8. Presentase pengeluaran konsumsi pangan pokok berdasarkan tingkat pendapatan Ubi Tingkat pendapatan Beras Jagung kayu rendah 24 42 90 sedang 32 34 10 tinggi 44 24 0 Pada Tabel 8 terlihat bahwa pada setiap tingkat pendapatan, pangan pokok yang banyak dikonsumsi adalah beras. Semakin tinggi tingkat pendapatan konsumsi ketela pohon mengalami penurunan. Demikian juga untuk konsumsi jagung terlihat juga mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya pendapatan rumah tangga. Namun demikian karena jagung merupakan pangan lokal yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat maka meski konsumsi beras sudah tinggi, rumah tangga masih juga mengkonsumsi jagung. Hasil analisa regresi linear berganda menunjukkan bahwa faktor jumlah anggota rumah tangga yang paling berpengaruh pada pola konsumsi rumah tangga. Sedangkan faktor pendidikan dan faktor pendapatan petani juga signifikan berpengaruh pada pola konsumsi rumah tangga. Pada analisa statistik uji t menunjukkan bahwa faktor pendidikan, jumlah anggota rumah tangga dan tingkat pendapatan berpengaruh pada konsumsi pangan pokok. Tabel 9. Hasil analisa uji t t hitung pendidikan anggota pendapatan
t tabel 1.17 -2.275 0.31
1.6775
SIMPULAN 1. Upaya mewujudkan ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras rumah tangga pedesaan di Kecamatan Insana Barat memenfaatkan sumberdaya Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1027
Unmas Denpasar
lokal yaitu menggali potensi lokal yang berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini ditunjukkan dengan variasi pangan pokok yang dikonsumsi. 2. Pola diversifikasi konsumsi pangan pokok yaitu beras dan pangan penganti beras seperti jagung dan ubi kayudalam pengkonsumsiannya mengikuti pola beras-jagung-ubi kayu mendominasi pola konsumsi dalam wujud diversifikasi pangan. DAFTAR PUSTAKA Alimoeso, S., 2011. Kebijakan BULOG dan Ketahanan Pangan. Diskusi Pembangunan Pertanian dan Pendidikan Tinggi Pertanian Lustrum XIII Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta Ariani, M., 2008. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor BPS TTU, 2011. TTU Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kefamenanu Kabupaten TTU BPS TTU, 2015. Insana Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik.Kefamenanu Kabupaten TTU Juarini, 2006. Kondisi dan Kebijakan Pangan di Indonesia. Jurnal Dinamika Sosial Ekonomi. UPN “Veteran” Yogyakarta. Vol.7 No.2 Desember. Nainggolan, K., 2009. Program akselerasi Pemantapan Ketahanan Pangan Berbasis Pedesaan. Badan Ketahanan Pangan. Jakarta Nazir, M., 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016