116
PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KUALITAS SEL DARAH ITIK PETELUR Oleh: Muhammad Amrullah Pagala 1)
ABSTRACT An experiment was conducted to study the effect of Chitosan as substitution on the blood cell quality of duck. As a threatment in this study was carried out four level of chitosan supplemented i.e 0%, 0,5%, 1,0% and 1,5%. with six repeated The study was carried out experiment by using 24 female ducklings. Statistical analysis were carried out according to completely random design procedures. The study showed that supplemented level of chitosan until 1,5% was positive effect to increase immunostimulan of the duck. Key words : Chitosan, hematocrit, erithrocyt, leucosyt
PENDAHULUAN Itik adalah jenis unggas yang memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan khususnya sebagai salah satu sumber penyediaan daging dan saat ini ternak itik mulai dipopulerkan di beberapa negara lain di Asia untuk menjadi ternak komplementer bagi ternak ayam, pemeliharaannyapun cukup mudah dibandingkan pemeliharaan ayam ras atau ayam kampung. Dewasa ini preferensi masyarakat di tanah air terhadap daging dan telur itik lebih tinggi dibandingkan dengan ayam, namun demikian terdapat beberapa kendala utama yang menjadi faktor pembatas dalam pengembangan ternak ini yakni diperhadapkan dengan masih tingginya biaya pakan sehingga saat ini penyediaan bahan baku pakan lokal menjadi demikian penting dan sifatnya mendesak, terutama bila dikaitkan dengan harga pakan unggas yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Hal ini mudah dimaklumi karena bahan baku dalam pakan umumnya adalah impor, sehingga sudah saatnya sekarang melakukan upaya alternatif berupa penyediaan bahan baku lokal. Salah satu bahan baku lokal yang banyak terdapat di Indonesia adalah limbah cangkang udang yang diketahui mengandung kitosan. Limbah cangkang udang mudah sekali 1
membusuk dan sukar terdegradasi dengan sendirinya sehingga dapat menjadi bahan pencemaran lingkungan. Selain itu penggunaan ruangan dari limbah cangkang cukup besar. Oleh karenanya perlu diupayakan pemanfaatannya. Cangkang udang basah mempunyai kadar air 60-65% dan apabila dikeringkan maka cangkang udang kering mengandung 50% protein kasar, 11% kalsium 1,95% fosfor kandungan kapur yang cukup tinggi memungkinkan bahan ini lebih cocok untuk bahan pakan ternak yang membutuhkan kalsium tinggi seperti unggas petelur termasuk itik. Penelitian Rahardjo (1985) menunjukkan bahwa pemberian tepung kepala udang hingga 30% dalam ransum itik petelur menghasilkan produksi telur dan efisiensi pakan lebih baik, disamping itu adanya pigmen astaxanthin dalam kulit udang menjadikan warna kuning telur lebih baik (kuning kemerahan). Namun demikian penggunaan limbah cangkang udang dalam ransum perlu dibatasi penggunaannya karena limbah cangkang udang memiliki serat kasar yang cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. . Limbah kulit udang ini setelah diekstraksi akan dihasilkan senyawa khitin dan kitosan. Kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat anti nutrisi dalam bahan baku lokal perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatannya
) Staf Pengajar Pada Jurusan Peternakan Fakultas Kendari. AGRIPLUS, Volume 21 Pertanian Nomor Universitas : 02 MeiHaluoleo, 2011, ISSN 0854-0128
116
117
terutama perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat digunakan sebagai pakan (Mathius dan Sinurat, 2001). Dengan pendekatan dan pemanfaatan teknologi yang tepat, potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi senyawa polisakarida (polysaccharidae), dimana di dalamnya termasuk kitin [(C8H13NO5)n], kitosan [(C6H11NO4)n] dan glukosamin (C8H13NO5). Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda, annelida, mollusca, coelanterata dan nematoda. Kitin biasanya berkonyugasi dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada cumi-cumi (Sepherd et al., 1997). Sejumlah kitin disintesis dari kopepoda laut (Austin et al., 1984). 1981 dalam Chon Kyun Rha, Diperkirakan produksi dunia per tahunnya akan kitin mencapai 150.000 ton. Lebih lanjut dikatakan bahwa penggunaan kitin maupun kitin sangat penting dalam bidang biomedikal dan bioteknologi (ChoKyun Rha, 1984). Kitin adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin dan dapat larut dalam asam. Kitin mempunyai sifat mudah terurai dan tidak mempunyai sifat beracun, sehingga sangat ramah terhadap lingkungan. Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua, deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa. Struktur kimia dari kitin disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia senyawa kitosan
Kitosan mengandung Nitrogen 6,98% jauh lebih tinggi disbanding polimer sintetik yang hanya 1,25% sehingga sangat menarik untuk dipakai sebagai agen pengkelat, selain itu kitosan merupakan bahan alam yang lebih bersifat biocompatible dan biodegradable sehingga banyak diaplikasikan dalam bidang pertanian dan lingkungan, biomedis serta pangan. Dalam bidang biomedis sebagai senyawa anti tumor dan antikolesterol (Toharizman, 2007). Cangkang atau karapas udang merupakan limbah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan atau diolah. Pengolahan cangkang udang yang dapat member nilai tambah yakni dengan mengolahnya menjadi serbuk yang kemudian diolah lebih lanjut menjadi kitin dan kitosan yang merupakan bahan industri bernilai ekonomi tinggi yang dapat digunakan untuk kepeluan kosmetik,industri pangan, pertanian dan lingkungan. Kitosan dapat digunakan juga sebagai makanan kesehatan antara lain untuk menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat lemak makanan yang masuk kedalam tubuh (Aninomous, 2007). Pengujian pemanfaatan kitin dalam pengendalian penyakit baik pada hewan darat, aquatik maupun manusia telah dilakukan. Nur (2006) dalam penelitiannya diketahui bahwa kitin dan kitosan memberikan efek immunostimulan atau dapat menumbuhkan kekebalan tubuh ikan.Kitin dan kitosan banyak digunakan dalam bidang biomedis sebagai senyawa anti tumor dan antikolesterol (Toharizman, 2007). Telah dilakukan pula penelitian yang mengungkapkan bahwa serat kitosan dapat menghambat penyerapan lemak darah baik secara in vitro maupun in vivo baik pada hewan percobaan seperti tikus maupun pada tubuh manusia. Penelitian oleh suatu tim di Laboratorium Biokimia IPB (2002) menunjukkan bahwa secara in vitro (dalam tabung) molekul kitosan dapat mengikat molekul kolesterol sampai 18,6%. Uji yang dilakukan pada tikus percobaan menunjukkan bahwa penambahan kitosan 5% pada pakan selama 20 minggu dapat mengurangi level
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
118
kolesterol darah hingga 65%. Pada penelitian selanjutnya disimpulkan bahwa pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4 - 5 kali lemak darah dibandingkan serat lain (Nadrazky, 2006). Mekanisme pengikatan lemak oleh kitosan belum dimengerti secara utuh dan menyeluruh. Tetapi, sejumlah pengamatan penelitian mendukung terjadinya dua mekanisme dasar pengikatan. Pertama, melibatkan tarik menarik dua muatan yang berlawanan, layaknya tarikan kutub magnet. Jadi, kitosan yang mempunyai gugus bermuatan positif akan menarik muatan negatif dari asam lemak dan membentuk ikatan yang tak bisa dicerna. Kedua, penetralan muatan. Dalam model ini kitosan menyelubungi sisi aktif lemak dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Rismana, 2003). Berdasarkan gambaran tersebut, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui respon itik petelur dalam memanfaatkan ransum yang telah ditambahkan ekstrak limbah cangkang udang berupa kitosan pada level yang berbeda terhadap kualitas sel darah itik. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan November 2009 di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) (Steel and Torrie, 1991) sebagai perlakuan digunakan 4 macam ransum yang telah disuplementasi kitosan dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga banyaknya unit percobaan adalah 4 x 6 = 24 unit percobaan. Ransum basal yang digunakan adalah ransum komersial dengan merk RK-24 -AA produksi PT Charoen Pokphand Indonesia. Kitosan diperoleh dengan cara diekstrak dari cangkang/kulit udang. Ransum perlakuan dibuat dengan cara menambahkan ransum basal dengan tepung kitosan dalam berbagai level.
Ransum perlakuan pada penelitian ini adalah: (1) R1 = ransum basal + 0% kitosan; (2) R2 = ransum basal + 0,5% kitosan; (3) R3 = ransum basal + 1,0% kitosan; (4) R4 = ransum basal + 1,5% kitosan. Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam (anova). Bila terdapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata terkecil (Steel and Torrie, 1991) penelitian ini dilakukan dengan mengukur beberapa variabel: (1) hematokrit, (2) eritrosit dan (3) leukosit. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ransum basal yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Kendari dan komposisi ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan baku ransum ternak itik*) Nutrisi ransum Protein Lemak Serat kasar Kadar air Kadar abu
Kadar (%) 14,85 4,49 14,49 8,57 19,80
Keterangan:*) Hasil Analisis Proksimat Lab. Fakultas Perikanan dan Kelautan Unhalu, Kendari
Tabel 2. Komposisi formulasi bahan baku ransum Bahan Baku Dedak halus(%) Jagung (%) Konsentrat (%) Kitosan (%)
Komposisi R1 R2 R3 R4 21,95 21,95 21,95 21,95 43,91 43,91 43,91 43,91 34,14 34,14 34,14 34,14 0 0,05 0,10 0,15
Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Hematokrit Kadar hematokrit darah ternak itik yang diberi ransum dengan penambahan suplementasi kitosan pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 3.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
119
Tabel 3. Kadar hematokrit darah (%) ternak itik yang diberi suplementasi kitosan dalam ransum Perlakuan 1 2 3 Rataan
Rataan kadar hematokrit R1 R2 R3 R4 30 34 31 31 34 29 30 32 33 40 38 30 32,33 34,33 33 31
Keterangan: R1= Ransum kontrol, R2 = Ransum + 0,5% kitosan, R3 = Ransum + 1% kitosan, R4 = Ransum + 1,5% kitosan
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa rataan hematokrit darah itik dengan supplementasi kitosan dalam ransum berkisar 31 – 34,33%. Rataan nilai hematokrit ini masih dalam kisaran normal. Rataan hematokrit darah itik yang disuplementasi kitosan dalam ransum cenderung meningkat dibandingkan dengan kontrol dengan peningkatan yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya level kitosan dalam ransum, namun kemudian menurun pada perlakuan kitosan yang lebih tinggi (1,5% kitosan). Hal ini disebabkan serat kitosan yang dapat menghambat penyerapan lemak oleh tubuh ternak, dengan kata lain kitosan dapat mengikat dan menyerap lemak dengan efisien sehingga berdampak pada meningkatnya volume sel darah pada ternak itik termasuk pula volume hematokrit darah itik. Hal ini ditegaskan oleh penelitian di Laboratorium IPB, pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4 – 5 kali lemak darah dibandingkan dengan serat lain (Nadrazky, 2006). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa supplementasi kitosan dalam ransum memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap hematokrit darah itik. Hasil uji lanjut dengan metode Beda Nyata terkecil (BNT) menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol (tanpa pemberian kitosan) terhadap semua level pemberian kitosan baik R2, R3 maupun R4.
Pengaruh Eritrosit
Perlakuan
Terhadap
Kadar
Tabel 4. Rataan eritrosit (µl) ternak itik yang diberi suplementasi kitosan dalam ransum Perlakuan 1 2 3 Rat aan
R1 8.600.000 5.600.000 6.200.000 6.800.000
Rataan kadar eritrosit R2 R3 5.100.000 5.300.000 6.900.000 7.100.000 5.000.000 5.200.000 5.666.667 5866.667
R4 6.000.000 5.400.000 5.600.000 5.666.667
Keterangan: R1 = Ransum kontrol, R2 = Ransum + 0,5% kitosan, R3 = Ransum + 1% kitosan, R4 = Ransum + 1,5% kitosan
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa rataan eritrosit itik yang disuplementasi kitosan berkisar antara 5.666.667 – 6.800.000 (µl). Rataan eritrosit relatif lebih tinggi pada R1 (Kontrol) sedangkan pada perlakuan dengan penambahan level kitosan cenderung lebih rendah. Namun secara keseluruhan pengaruh penambahan kitosan dalam ransum tidak terlalu mempengaruhi kadar eritrosit darah itik. Berdasarkan hasil analisis ragam supplementasi kitosan dalam ransum memberikan pengaruh tidak nyata (P> 0,05) terhadap kadar eritrosit darah itik. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Leukosit Tabel 5. Rataan kadar leukosit darah (µl) ternak itik yang diberi suplementasi kitosan dalam ransum. Perlakuan 1 2 3 Rataan
Rataan kadar leukosit R1 R2 R3 R4 435.200 534.400 438.400 473.600 624.000 419.200 390.000 416.000 873.600 716.800 392.400 442.600 644.267 556.800 403.600 444.066
Keterangan: R1 = Ransum kontrol, R2 = Ransum + 0,5% kitosan, R3 = Ransum + 1% kitosan, R4 = Ransum + 1,5% kitosan
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
120
Data Tabel 5 menunjukkan rataan nilai leukosit itik berkisar 403.600 – 644.267 (µl), Selanjutnya terlihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian kitosan dalam ransum cenderung menurunkan kadar leukosit darah itik dibandingkan dengan kontrol. Hal ini memberi indikasi bahwa kitosan mampu meningkatkan daya tahan(immunitas) tubuh itik terhadap patogenitas bibit penyakit yang menyerang. Umumnya ternak yang telah terinfeksi bibit penyakit memicu meningkatnya leukosit (sel darah putih) dalam darah ternak yang sakit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nur (2006) bahwa pemberian kitosan akan memicu terbentuknya efek stimulan atau daya kekebalan pada hewan. Pemberian kitosan akan menyelubungi sisi aktif lemak darah dan melindunginya dari serangan dan penguraian enzim-enzim lipida (Rismana, 2003). Hasil analisis ragam memperlihatkan pemberian kitosan dalam ransum berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap kadar nilai leukosit darah ternak itik.
KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa supplementasi berbagai level kitosan dalam ransum itik memberikan pengaruh nyata (P< 0,05) terhadap kadar eritrosit darah dan kadar leukosit darah itik, namun tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar hematokrit darah itik. Supplementasi kitosan dalam ransum itik hingga 1,5% mampu memicu efekstimulan (daya kekebalan) tubuh itik.
DAFTAR PUSTAKA Aninomous, 2007. Kitin dan Kitosan. Jurusan teknologi Pangan dan Gizi. IPB Bogor.
Chon Kyun Rha. 1984. Chitosan as biomedical. Di dalam : Biotechnology in the Marine Sciences. Proceedings of First Annual MIT Sea Grant Lecture and Seminar. Colwell, R.R., Sinskey, A.J., Pariser, E.R. (Eds.). John Wiley & Sons, Inc. Canada. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV ARMICO Bandung. Mathius, W dan A.P Sinurat, 2001. Pemanfaatan Bahan Pakan Inkonvensional Untuk Ternak. J. Wartazoa Vol 11 :Hal; 26-27. Nadrazky, B. 2006. Chitosan research. http://www.nadraszky.com/cgibin/mt/mt-tb.cgi/940. Nur, I. 2006. Manfaat kitin dari cangkang rajungan (Portunus pelagicus) untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan mas (Cyprinus carpio). Laporan Penelitian Dosen Muda. Universitas Haluoleo. Rahardjo, Y.C. 1985. Nilai gizi cangkang udang dan pemanfaatannya untuk itik. Proceeding Seminar Nasional Peternak dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak hal 97-102. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Rismana, E. 2003. Serat Kitosan Mengikat Lemak Darah. http://www.kompas. com/kompas-cetak/0301/09/iptek/ Sepherd, R., S. Reader. A Faishaw.1997. Chitosan Functional Properties. Glycoconjugate Journal. Toharizman, A. 2007. Peluang Kitinase dalam Industri Gula. P3GI. http://www. kompas.com/kompas-cetak/0301/09/ iptek.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128