ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STRES KERJA TERHADAP WORK ABILITY INDEX (WAI) PADA PEKERJA DI AREA LUBE OIL BLENDING PLANT PT. PERTAMINA LUBRICANTS PRODUCTION UNIT JAKARTA TAHUN 2014 Dwitya Indri Lestari1, Doni Hikmat Ramdhan2 1. 2.
Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat stres kerja terhadap work ability index (WAI) pada pekerja di area Lube Oil Blending Plant PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta Tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilakukan terhadap 107 pekerja pada periode Mei – Juni 2014. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 51,4% pekerja mengalami stres berat dan 48,6% pekerja mengalami stres ringan, untuk WAI terdapat 49,5% pekerja dengan WAI buruk dan 50,5% pekerja dengan WAI baik. Hasil uji statistik menggunakan Chi Square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tipe manajemen (p value = 0,610), hubungan interpersonal (p value = 0,239), dan fokus karir (p value = 0,797) dengan tingkat stres kerja. Sebaliknya terdapat hubungan antara desain kerja (p value = 0,011) dan lingkungan kerja (p value = 0,005) dengan tingkat stres kerja. Selain itu terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres kerja dengan WAI (p value = 0,015). Untuk meningkatkan kemampuan kerja pada pekerja PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta perlu membuat pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan kerja pekerja. Pemberian pelatihan dimaksudkan agar dapat memenuhi standar kerja yang telah di tetapkan oleh perusahaan.
Relationship Analysis between the Level of Job Stress on Work Ability Index (WAI) among Workers in Lube Oil Blending Plant PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta 2014 Abstract The aim of this study is to analyze relationship between the level of job stress on Work Ability Index (WAI) among workers in Lube Oil Blending Plant PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta 2014. The design of study was cross sectional. The study was conducted on 107 workers from May to June 2014. The data were collected by using a questionnaire. The result shows that 51.4% of workers are experiencing severe stress and 48.6% of workers experiencing mild stressed, furthermore, there are 49.5% workers with poor and 50.5% of workers with good WAI. Chi Square result shows that there are no correlation between the type of management (p value = 0.610) with the level of work stress, interpersonal relationships (p value = 0.239), and career concerns (p value = 0.797). Otherwise, there is a significant correlation between the level of the design of tasks with work stress (p value = 0.011) and work environment (p value = 0.005). Moreover, there is a significant relationship between the level of work stress with WAI (p value = 0.015). To improve the skill of workers, PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta needs to make training, so that, they can improve the capability of their workers. The purpose of training is to fulfill the working standard which have been set by the company. Keywords: Job stressed; the design of tasks; work ability index; work environment
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
PENDAHULUAN Stres di tempat kerja merupakan masalah ketika pekerja menghadapi beban kerja berlebih, ketidakamanan dalam bekerja, rendahnya tingkat kepuasan kerja, dan kurangnya otonomi, di mana telah terbukti menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan karyawan, serta dampak negatif pada keuntungan dan produktivitas perusahaan (Bickford, 2005). Hasil laporan statistik Labour Force Survey pada periode 2011/2012 diperkirakan 1,8 juta orang menderita penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, sekitar 80% kasus penyakit ini diantaranya merupakan gangguan muskuloskeletal, stres, depresi atau kecemasan (HSE, 2013). Sebuah studi di Kanada yang dilakukan terhadap masyarakatnya untuk mengetahui penyebab utama dari stres, menjelaskan bahwa sebanyak 51% melaporkan sumber utama stres dalam kehidupannya berasal dari pekerjaan (Bickford, 2005). Studi lain yang dilakukan oleh Lotfizadeh, el.al (2013) pada pekerja produksi pabrik baja di Iran hasil menunjukkan sebanyak 53% pekerja mengalami stres, di mana faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja, yaitu jumlah pendapatan yang kecil, lingkungan kerja yang tidak baik (suhu panas), bekerja dalam shift, dan beban kerja berlebih. Habibi et.al (2014) mengatakan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan kerja. Kemampuan kerja adalah kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaan, dengan tuntutan pekerjaan fisik dan mental. Mengetahui kemampuan pekerja merupakan salah satu cara dalam mencegah terjadinya stres kerja dan pensiun dini. Work Ability Index (WAI) merupakan salah satu instrumen untuk mengetahui kemampuan pekerja. Stres kerjamerupakan permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja, di mana sebagian besar waktu pekerja dihabiskan di tempat kerja, melaksanakan pekerjaan untuk memenuhi target perusahaan. Selain itu, stres kerja dapat timbul karena ketidakmampuan pekerja dalam melakukan pekerjaan. Hal ini ditakutkan dapat berdampak buruk terhadap performa dan produktivitas sehingga pencapaian produksi bisa terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat stres kerja terhadap work ability index (WAI) pada pekerja di bagian Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta yang merupakan tempat proses produksi pelumas.
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
TINJAUAN TEORITIS Stres Kerja World Health Organization mendefinisikan stres kerja sebagai suatu pola reaksi yang terjadi ketika pekerja dituntut melaksanakan pekerjaan tidak cocok dengan pengetahuan, keterampilan atau kemampuan dan ini merupakan tantangan yang harus dapat diatasi dengan kemampuan (WHO, 2007). Sedangkan NIOSH (1998) mendefinisikan stres kerja adalah bahaya fisik dan respon emosional yang muncul ketika persyaratan-persyaratan kerja tidak sesuai dengan kemampuan/ kapasitas, sumber daya, atau kebutuhan pekerja. Faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stres, yaitu: 1. Desain Tugas, terdiri dari: beban kerja yang berat, waktu istirahat jarang, jam kerja yang panjang dan shift, sibuk dan rutinitas tugas, tidak memanfaatkan keterampilan pekerja, serta memberikan sedikit rasa kontrol. 2. Tipe Manajemen, terdiri dari: komunikasi yang tidak baik dalam organisasi, kurangnya kebijakan yang mengarah pada family needs. 3. Hubungan Interpersonal, terdiri dari: buruknya lingkungan sosial serta kurangnya dukungan atau bantuan dari rekan kerja dan supervisor. 4. Fokus Karir, terdiri dari: ketidakamanan kerja dan kurangnya kesempatan untuk berkembang, kemajuan, perubahan yang cepat dengan kondisi pekerja tidak siap. 5. Lingkungan Kerja, terdiri dari: kondisi fisik lingkungan kerja yang tidak menyenangkan atau berbahaya, seperti penuh sesak, kebisingan, polusi udara, atau masalah ergonomi. Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu: 1. Gejala psikologis, meliputi: kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung; perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian); sensitif dan hiperkatif; memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi; komunikasi yang tidak efektif; perasaan terkucil dan terasing; kebosanan dan ketidakpuasan kerja; kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi; kehilangan spontanitas dan kreativitas; serta menurunnya rasa percaya diri. 2. Gejala fisiologis, antara lain meliputi: meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular; meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan non adrenalin); gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung); meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
kecelakaan; kelelahan secara fisik; gangguan pernapasan; gangguan pada kulit; sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot; gangguan tidur; serta rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker. 3. Gejala perilaku, meliputi: menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan; menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas; meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan; perilaku sabotase dalam pekerjaan; perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), kemungkinan berkombinasi
dengan
tanda-tanda
depresi;
meningkatnya
kecenderungan
berperilaku berisiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi; meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas; menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman; serta kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Work Ability Index (WAI) Hasibuan (2008) mengatakan bahwa kemampuan kerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Ilmarinen dan Toumi (2004) dalam Hesselhorn (2008) mendefinisikan bahwa WAI dipahami sebagai seberapa baik para pekerja dapat bekerja dengan baik saat ini dan pada masa yang akan datang, serta bagaimana para pekerja mampu menghargai pekerjaannya sesuai dengan tuntutan pekerjaan, kesehatan dan sumber daya fisik dan mentalnya. WAI dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk memperkirakan kemampuan kerja, mengkaji, dan menganalisis tingkat kesehatan pekerja (Toumi et.al, 1998). Konsep WAI didasarkan pada konsep stress-strain dan model keseimbangan di mana sumber daya manusia dapat dikenali dari sisi kebutuhan pekerjaan dengan cara yang sehat dan aman. Metode yang disebut WAI telah dikembangkan dan diuji dan panduannya dipublikasikan untuk riset dan praktek. Hasil dan pengalaman menunjukkan bahwa selain kesehatan, kemampuan dan nilai sikap dan motivasi juga berperan penting. Dimensi kemampuan kerja dibuat dengan analisis faktor terpisah untuk item-item yang mencakup dalam karakteristik kerja dan motivasi dan sikap kerja terhadap pekerjaan. Penggabungan ukuran aktivitas, kemampuan fungsional dan gejala psikosomatik juga dilibatkan dalam analisis WAI (Gould et.al, 2008). Di bawah ini merupakan pertanyaanpertanyaan yang terdapat dalam WAI:
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
Tabel 1. Work Ability Index No 1
Item Kemampuan bekerja saat ini dibandingkan dengan kemampuan bekerja yang terbaik seumur hidup Kemampuan kerja dalam kaitannya dengan tuntutan fisik dan mental dari pekerjaan Diagnosa penyakit yang dialami para pekerja
Skala 0 – 10
Perkiraan menurunya kemampuan bekerja akibat penyakit yang diderita Cuti sakit selama 1 tahun terakhir
1-6
6
Estimasi subjekif kemampuan bekerja 2 tahun dari saat ini
1, 4, 7
7
Sumber daya psikologis (menikmati tugas-tugas sehari-hari, aktivitas dan semangat, optimis tentang masa depan) Jumlah
1-4
2 3
4 5
2 - 10 1-7
1-5
7 - 49
Keterangan 0 = very poor 10 = very good 2 = very poor 10 = very good 1 = 5 or more diseases 2 = 4 diseases 3 = 3 diseases 4 = 2 diseases 5 = 1 diseases 7 = no diseases 1 = fully impairment 6 = no impairment 1 = 100 day or more 2 = 25 - 99 days 3 = 10 - 24 days 4 = 1 - 9 days 5 = 0 days 1 = hardly able to work 4 = not sure 7 = fairly sure 1 = very poor 4 = very good 7-27 = poor 28-36 = moderate 37-43= good 44-49 = excellent
Sumber : Toumi et.al (1998)
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional. Penelitian dilakukan pada Mei – Juni 2014 di PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja produksi di area LOBP yang berjumlah 268 orang. Sampel penelitian dilakukan dengan jumlah responden 107 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara. Analisis data penelitian ini adalah univariat dan bivariat.
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
HASIL PENELITIAN Tingkat Stres Kerja Gambar 1. Tingkat Stres Kerja
48.6% 52
Berat Ringan
51.4% 55
Ringan Berat
Terlihat pada gambar 1, sebagian besar pekerja mengalami stres berat yaitu sebanyak 55 orang (51,4%), dan selebihnya mengalami stres ringan sebanyak 52 orang (48,6%).
Karakteristik Responden dengan Tingkat Stres Kerja Tabel 2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Stres Kerja
Karakteristik Responden Umur < 40 tahun ≥ 40 tahun Masa Kerja < 10 tahun ≥ 10 tahun Pendidikan Dasar Menengah - Tinggi
Tingkat Stres Kerja Berat Ringan n = 55 % n = 52 %
Total
P Value
n = 107
%
OR (95% CI)
40 15
47,6 65,2
44 8
52,4 34,8
84 23
100 100
0,207
0,485 (0,186-1,265)
36 19
55,4 45,2
29 23
44,6 54,8
65 42
100 100
0,408
1,503 (0,689-3,278)
8 47
57,1 50,5
6 46
42,9 49,5
14 93
100 100
0,862
1,305 (0,420 – 4,055)
Sebagian besar pekerja berumur di bawah 40 tahun dengan jumlah 84 orang (78,5%), dan selebihnya yaitu 23 orang (21,5%) berumur sama dengan atau di atas 40 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 84 pekerja yang berumur kurang dari 40 tahun, terdapat 40 orang (47,6%) yang mengalami stres berat. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,207 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat stres kerja. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,485, artinya pekerja yang berumur kurang dari 40 tahun memiliki peluang risiko untuk mengalami stres berat dibandingkan dengan pekerja berumur di atas 40 tahun (tabel 2). Terlihat pada tabel 2, sebagian besar pekerja sebanyak 65 orang (60,7%) bekerja kurang dari 10 tahun, dan selebihnya yaitu 42 orang (39,3%) telah bekerja sama dengan atau lebih
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
dari 10 tahun. Hasil penelitian menunjukkan dari 65 pekerja yang masa kerjanya kurang dari 10 tahun, ada 36 orang (55,4%) yang mengalami stres berat. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,408, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan tingkat stres kerja. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,503, artinya pekerja yang masa kerjanya kurang dari 10 tahun memiliki peluang 1,5 kali untuk mengalami stres berat dibandingkan dengan pekerja yang telah bekerja lebih atau sama dengan 10 tahun. Sebagian besar pekerja berpendidikan menengah – tinggi dengan jumlah 93 orang dan selebihnya 14 orang berpendidikan dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan (p value = 0,862) antara pendidikan dengan tingkat stres kerja. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 1,305, artinya pekerja yang pendidikannya rendah memiliki peluang risiko 1,305 kali untuk mengalami stres berat dibandingkan dengan pekerja berpendidikan tinggi(tabel 2).
Hubungan Faktor-faktor Penyebab Stres dengan Tingkat Stres Kerja Tabel 3. Hubungan Faktor-faktor Penyebab Stres dengan Tingkat Stres Kerja Tingkat Stres Kerja Berat Ringan n = 55 % n = 52 %
Faktor Risiko Desain Kerja Buruk Baik Tipe Manajemen Buruk Baik Hubungan Interpersonal Buruk Baik Fokus Karir Tidak Puas Puas Lingkungan Kerja Buruk Baik
Total
P Value
n = 107
%
OR (95% CI)
28 27
68,3 40,9
13 39
31,7 59,1
41 66
100 100
0,011
3,111 (1,369 – 7,068)
27 28
55,1 48,3
22 30
44,9 51,7
49 58
100 100
0,610
1,315 (0,613 – 2,820)
23 32
45,1 57,1
28 24
54,9 42,9
51 56
100 100
0,293
0,616 (0,287 – 1,323)
23 32
48,9 53,3
24 28
51,1 46,7
47 60
100 100
0,797
0,839 (0,390 – 1,801)
40 15
63,5 34,1
23 29
36,5 65,9
63 44
100 100
0,005
3,362 (1,500 – 7,537)
Terlihat pada tabel 3, sebagian besar pekerja menyatakan desain kerja baik dengan jumlah 66 orang (61,7%), sedangkan sisanya 41 orang (38,3%) menyatakan desain kerja buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara desain kerja dengan tingkat stres kerja dengan nilai p value = 0,011, dengan kuat hubungan (OR) 3,111, artinya desain kerja yang buruk memiliki peluang 3,1 kali untuk mengalami stres berat dibandingkan dengan desain kerja yang baik.
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
Sebagian besar pekerja sebanyak 58 orang (54,2%) menyatakan tipe manajemen baik, selebihnya 49 orang (45,8%) menyatakan buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tipe manajemen dengan tingkat stres kerja dengan nilai p value = 0,610, dengan kuat hubungan (OR) 1,315, artinya tipe manajemen yang baik memiliki peluang 1,3 kali untuk mengalami stres ringan dibandingkan dengan tipe manajemen yang buruk (tabel 3). Pekerja yang menyatakan hubungan interpersonal buruk sebanyak 51 orang (47,7%) dan 56 orang (52,3%) menyatakan hubungan interpersonal di tempat kerja adalah baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara hubungan interpersonal dengan tingkat stres kerja dengan nilai p value = 0,293. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,616, artinya hubungan interpersonal yang buruk memiliki peluang untuk mengalami stres berat dibandingkan dengan hubungan interpersonal yang baik (tabel 3). Tabel 3 memperlihatkan, 47 orang (43,9%) menytakan tidak puas terhadap fokus karir dan sebanyak 60 orang (56,1%) menyatakan puas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara fokus karir dengan tingkat stres kerja dengan nilai p value = 0,797. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,839, artinya pekerja yang menyatakan tidak puas terhadap fokus karir memiliki peluang untuk mengalami stres berat dibandingkan pekerja yang menyatakan puas terhadap fokus karir. Sebagian besar pekerja, sebanyak 63 orang (51,4%) menyatakan lingkungan kerja buruk dan selebihna 44 orang (48,6%) menyatakan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara lingkungan kerja dengan tingkat stres kerja (p value = 0,005). Hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,362, artinya lingkungan kerja yang buruk memiliki peluang 3,362 kali untuk mengalami stres berat dibandingkan dengan lingkungan kerja yang baik (tabel 3).
Tingkat Stres Kerja dengan WAI Tabel 4. Hubungan Tingkat Stres Kerja dengan WAI Tingkat Stres Kerja Berat Ringan Jumlah
WAI Buruk Baik n % n % 34 61,8 21 38,2 19 36,5 33 63,5 53 49,5 54 50,5
Jumlah n 55 52 107
% 100 100 100
P value
OR (95% Cl)
0,015
2,812 (1,284-6,152)
Dari 107 responden, sebanyak 54 orang (50,5%) memiliki WAI baik, dan selebihnya 53 orang (49,5%) WAI buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres kerja dengan WAI (p value = 0,015). Hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,812,
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
artinya pekerja yang mengalami stres berat memiliki peluang risiko 2,8 kali terhadap WAI buruk dibandingkan dengan pekerja yang mengalami stres ringan.
PEMBAHASAN Munandar (2008) mengatakan bahwa setiap aspek dalam pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Sumber stres yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berfungsi optimal tidak hanya berasal dari satu pembangkit saja tetapi bisa dari beberapa pembangkit stres. Studi yang dilakukan oleh Bresic, et al (2007) di industri minyak Kroasia menyatakan bahwa penyebab stres berasal dari pekerjaan, hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Habibi, et al (2014). Stres terjadi dikarenakan pada desain kerja, pekerja merasa rutinitas pekerjaannya monoton, sehingga pekerja terkadang bosan dan jenuh, dari hasil wawancara kecenderungan stres juga dialami pekerja yaitu butuhnya hiburan karena dalam beberapa tahun terakhir family gathering sudah tidak pernah diadakan. Selain itu, jadwal kerja terkadang tidak menentu dikarenakan adanya hambatan dari material ataupun
peralatan
produksi. Lingkungan kerja merupakan hal penting di tempat kerja karena pekerja banyak menghabiskan waktu kerjanya di tempat kerja, dari hasil penelitian sebagian besar pekerja menyatakan bahwa lingkungan kerjanya terasa penuh sesak karena banyaknya tumpukan barang, bising, dan panas sehingga hal tersebut membuat pekerjanya merasa tidak nyaman dalam bekerja. Sebagian besar pekerja yang mengalami stres berat terdapat pada kelompok umur kurang dari 40 tahun lebih. Hal ini diduga karena pekerja pada kelompok umur 40 tahun belum memiliki banyak pengalaman dan adaptasi dengan lingkungan kerjanya untuk mengatasi masalah yang terjadi di tempat kerja. Stojanović, Milenović, dan Marković (2012) dalam studinya mengatakan bahwa pekerja yang masih berumur muda dan produktif lebih rentan terkena stres kerja karena masih dipengaruhi oleh harapan-harapan yang tidak realistis jika dibandingkan pekerja tua. Pekerja lebih tua akan semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana, mampu berfikir rasional, mampu mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda darinya dan semakin dapat menunjukkan kematangan intelektual dan psikologisnya. Pekerja yang mengalami stres berat pada kelompok masa kerja kurang dari 10 tahun lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang telah bekerja lebih atau sama dengan 10 tahun. Robbins dan Judge (2008) mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja lebih lama telah berada dalam proses menciptakan identitas profesional yang lebih stabil. Pengalaman
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
kerja menjadikan pekerja lebih tahan terhadap stres karena telah mengembangkan mekanisme untuk mengatasi stres dan melakukan penyesuaian diri untuk menghadapi tekanan dan tuntutan pekerjaan. Pekerja yang berpendidikan menengah-tinggi lebih banyak mengalami stres berat dibandingkan pekerja yang berpendidikan dasar. Hal ini diduga pekerja dengan pendidikan yang lebih tinggi merasa pekerjaan yang dilakukannya saat ini belum sesuai dan merasa mereka mampu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tetapi karena sulitnya mendapatkan pekerjaan mereka bertahan dengan pekerjaannya saat ini. Pekerja produksi dituntut bekerja untuk memenuhi target produksi, sehingga pekerja rentan mengalami stres. Jam kerja yang ditetapkan perusahaan yaitu 8 jam/hari, tetapi tidak terdapat waktu istirahat sehingga istirahat bagi pekerja produksi dilakukan secara bergantian karena proses produksi yang terus-menurus berjalan. Berdasarkan UU RI 13/2003 menyatakan setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja dalam sehari, sekurang kurangnya setangah jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Selain itu, jadwal kerja yang tidak menentu yaitu tidak berjalannya proses produksi karena tidak adanya bahan material membuat pekerja terkadang malas untuk bekerja. Shift kerja juga dapat menjadi pembangkit stres karena pekerja yang mendapat giliran shift ke dua (15.00 – 23.00) terkadang mengalami kesulitan tidur dan sulitnya bersosialisasi di lingkungan tempat tinggal. Rutinitas pekerja membuat para pekerja terkadang merasa jenuh dan bosan karena pekerjaan yang dilakukannya monoton. Tipe manajemen berupa peraturan atau kebijakan perusahaan dan komunikasi dalam organisasi. Pekerja tidak merasa terbatasi dalam melakukan pekerjaan dengan peraturan yang ditetapkan perusahaan dan komunikasi dalam organisasi juga baik, hal ini sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden saat dilakukan wawancara. Pekerja mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan atasan maupun rekan kerja, akan tetapi, pekerja mengatakan bahwa atasan jarang memberi bantuan pada saat bekerja. Munandar (2008), mengatakan hubungan sosial yang menunjang (supportive) di tempat kerja dengan atasan maupun rekan kerja tidak akan menimbulkan tekanan-tekanan antarpribadi yang berhubungan dengan persaingan. Keeratan kelompok, kepercayaan antarpribadi dan rasa senang kepada atasan, berhubungan dengan penurunan stres kerja dan kesehatan yang lebih baik. Kurangnya tenggang rasa dari atasan dapat menimbulkan rasa tekanan dari pekerjaan dan pengawasan yang ketat serta pemantauan unuk-kerja yang kaku dirasa sebagai penyebab stres.
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
Munandar (2008) mengatakan uang juga memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang, di samping memenuhi kebutuhan–kebutuhan tingkat rendah (sandang dan pangan), uang dapat menjadi simbol dari pencapaian, keberhasilan, dan penghargaan. Jumlah gaji yang diperolah secara nyata dapat menjadi kebebasan untuk melakukan apa yang diinginkan. Orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil atau terlalu besar dapat mengalami distress. Hal yang terpenting adalah gaji yang diterima dirasa adil. Notoatmodjo (2003), mengatakan lingkungan kerja yang tidak sehat merupakan beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja di area produksi baik pada LOBP I dan LOBP II terdapat tumpukan-tumpukan material serta bahan-bahan untuk pembuatan pelumas, sehingga pekerja merasa sumpek dan merasa sirkulasi udara di tempat kerja kurang bagus. Hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta pada Maret 2014 menunjukkan terdapat lokasi kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 85 dBA (Kepmenkes No. 1405/2002), dari hasil pengukuran didapatkan nilai 97,5. Kebisingan terkadang membuat pekerja menjadi tidak nyaman. Pengukuran suhu juga dilakukan oleh PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta pada Maret 2014, didapati sebagian besar area produksi suhu melebihi NAB yaitu 300C (Kepmenkes No. 1405/2002), hasil ukur tertinggi didapatkan nilai 34,670C. Suhu yang panas pada tempat kerja membuat pekerja menjadi tidak nyaman dalam bekerja. Grandjean (1988) dalam Winarsunu (2008) menyatakan salah satu kondisi yang bisa menjadi stresor di lingkungan kerja yaitu physical environmental problem yang meliputi: kebisingan dan suhu di tempat kerja. Winarsunu (2008) mengatakan Pekerja yang berada di lingkungan kerja yang panas harus menanggung panas badan yang terbentuk sebagai hasil aktifitas kerja fisik, di samping itu juga mendapat beban tambahan berupa panas yang ditimbulkan oleh proses kerjanya. Suhu kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktivitas kerja. Sebagian besar pekerja memiliki WAI baik. Ilmarinen dan Tuomi (2004) dalam Hesselhorn (2008) mengatakan menunjukkan orang dengan skor WAI tinggi memiliki risiko lebih rendah untuk angka absenteisme karena sakit, awal pensiun dan kualitas hidup yang lebih tinggi, bahkan setelah pensiun. Pekerja dengan kemampuan rendah akan menambah beban kerja mereka, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Kebugaran, pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat kemampuan pekerja, maka kemampuan pekerja harus ditingkatkan, peningkatan kemampuan kerja akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan produktivitas kerja. Morschhäuser dan Sochert (2006) mengatakan bahwa Seorang penjaga toko dengan indeks rendah yang melakukan kerja fisik berat dan merasa
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
terganggu karena sakit punggungnya bisa tetap menjadi sangat mampu memenuhi tuntutan yang lebih kognitif dalam pekerjaan kantoran. Sejauh ini nilai WAI rendah tidak menunjukkan kekurangan individu tetapi sebuah keganjilan antara tuntutan kerja dan kemampuan kerja pekerja.
KESIMPULAN 1. Sebanyak 55 pekerja (51,4%) mengalami stres berat. 2. Pekerja yang memiliki WAI baik ada 54 pekerja (50,5%). 3. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu (umur, masa kerja, dan pendidikan) dengan tingkat stres kerja. Stres berat lebih banyak dialami oleh pekerja yang berumur kurang dari 40 tahun, dibandingkan pekerja yang berumur lebih dari 40 tahun. Pekerja yang telah bekerja kurang dari 10 tahun lebih banyak mengalami stres dibandingkan pekerja yang bekerja lebih dari 10 tahun. Stres berat lebih banyak dialami pekerja dengan pendidikan menengah-tinggi, dibandingkan pekerja dengan pendidikan dasar. 4. Tidak terdapat hubungan antara faktor kondisi pekerjaan pada tipe manajemen, hubungan interpersonal, dan fokus karir dengan tingkat stres kerja, akan tetapi terdapat hubungan pada desain kerja dan lingkungan kerja. 5. Terdapat hubungan antara tingkat stres kerja terhadap work ability index (WAI), yaitu pekerja dengan tingkat stres berat maka WAI nya akan semakin buruk dan pekerja dengan stres ringan WAI nya akan semakin baik.
SARAN 1. Diperlukan penggantian desain baju kerja yang nyaman (tidak panas dan mudah menyerap keringat) agar pekerja merasa nyaman saat bekerja. 2. Paparan terhadap bising dapat dikurangi dengan memberikan peredam untuk mesin yang menyebabkan kebisingan sehingga pekerja dapat merasa nyaman saat bekerja. 3. Menerima masukan dari perusahaan jika dilakukan rotasi tempat kerja antar bagian sehingga pekerja dapat merasakan pada semua bagian pekerjaan. 4. Mengadakan family gathering secara rutin sebagai hiburan bagi para pekerja, selain itu family gathering juga dapat dimanfaatkan untuk mempererat hubungan antar pekerja.
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
5. Meningkatkan kebugaran tubuh yaitu dengan melakukan olah raga rutin setiap minggu misalnya dengan mengikuti senam yang diadakan perusahaan. Olah raga yang cukup tidak saja menyehatkan badan tapi juga memperbesar kapasitas badan serta memperbesar kapasitas paru-paru sehingga mampu menampung oksigen yang lebih besar. Kadar oksigen di dalam darah yang akan diedarkan ke seluruh tubuh akan menyebabkan pekerja dapat berpikir lebih jernih. 6. Menyediakan waktu istirahat untuk pekerja setidaknya setengah jam setelah bekerja 4 jam secara terus-menerus. 7. Perusahaan membuat pelatihan untuk para pekerja yang dapat meningkatkan kemampuan kerja pekerja. Pemberian pelatihan dimaksudkan agar dapat memenuhi standar kerja yang telah di tetapkan oleh perusahaan. 8. Pemberian ear plug bagi para pekerja untuk mengantisipasi terjadinya gangguan pendengaran.
DAFTAR REFERENSI Bickford, Melanie. (2005). Stress in the Workplace: A General Overview of the Causes, the Effect, and the Solutions. Canada: Canadian Mental Health Association. Bresic, Jozo, et al. (2007). Stress and Work Ability in Oil Industry Workers. Arh Hig Rada Toksikol, 58:399-405. Available from http://scholar.google.co.id/scholar_url?hl =en&q=http://hrcak.srce.hr/file/27886&sa=X&scisig=AAGBfm083pjKhIurFfiA3-jn7QvL TQNgBw&oi=scholarr&ei=RtKoU7CUDpeOuAS6pID4CQ&ved= 0CBkQgAMoADAA. Gould, R, J Ilmarinen, J Järvisalo, S Koskinen. (2008). Dimensions of Work Ability. Helsinki: Finnish Centre for Pensions. Habibi, Ehsanollah, et al. (2014). Effects of Work-Related Stress on Work Ability Index among Refinery Workers. Journal of Education and Health Promotion, Vol. 3, No. 18. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3977403/. Hasibuan, Malayu S. P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Health and Safety Executive. (2012). Health and Safety Executive: Annual Statistics Report for Great Britain 2012/2013. Available from http://www.hse.gov.uk/ statistics/overall/hssh1213.pdf. Hasselhorn, Hans Martin. (2008). Work Ability – Concept and Assessment. Germany: University of Wuppertal. Available from http://www.arbeitsfaehigkeit.uniwuppertal.de/picture/upload/file/ Concept _and_Assessment.pdf. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Lotfizadeh, Masoud, et.al. (2013). Occupational Stress Among Male Employees of Esfahan Steel Company, Iran: Prevalence and Associated Factors. International Journal Preventive Medicine, 4(7). Available from http://www.ncbi.nlm. nih.gov./pmc/articles/PMC3775220/. Morschhäuser, Martina, dan Reinhold Sochert. (2006). Healthy Work in an Ageing Europe: Strategies and Instruments for Prolonging Working Life. Germany: European Network for
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014
Workplace Health Promotion. Available from http://www.thcu.ca/workplace/sat/pubs/ health-work-in-an-ageing-europe-enwhp-%5B1%5D.pdf. Munandar, Ashar Sunyoto. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press. NIOSH. (1998). Stress at Work. Cincinnati: DHHS (NIOSH) Publication. Available from http://www.cdc.gov/niosh/docs/99-101/. Rice, Philip L. (1999). Stress & Health.3rd ed. Cole Publishing Company: UK. Robbins, Stephen P, dan Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. Stojanović, Zoran, Miodrag Milenović, & Zorica Marković. (2012). Occupational Stress and Assertiveness in Administrative and Production Workers. Philosophy, Sociology, Psychology and History, 1, 67-76. Available from http://www.facta.junis.ni.ac.rs/pas/pas201201/pas2012-07.pdf. Tuomi, Kaija, et.al. (1998). Work Ability Index. 2nd revised edn. Helsinki: Finnish Institute of Occupational Health Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan WHO. (2007). Stress at the workplace. Geneva: WHO. Available from workplacehttp://www.who.int/occupational_health/topics/stressatwp/en.
Analisis hubungan..., Dwitya Indri Lestari, FKM UI, 2014