ABSTRAK Ambar Widati 1110051100026 Pelanggaran HAM Dalam Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online Sekolah Menengah menjadi salah satu lembaga yang mengajarkan untuk bertoleransi dalam beragama, bagaimana hak manusia dalam beragama dijunjung tinggi di dalam masyarakat. Namun kenyataannya penggunaan jilbab ini dilarang pada beberapa sekolah di Bali. Pemberitaan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali menjadi sorotan media dan komunitas pelajar Islam di Bali. Peristiwa ini mendapat perhatian dari media Republika Online. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimanakah wacana yang dikonstruksi oleh Republika Online terkait pemberitaan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali? Karena wacana ini juga terkait dengan adanya pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis wacana Teun A. Van Dijk. Analisis ini tidak menganalisis teks semata. Tapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Analisis wacana dalam kamus lengkap bahasa Indonesia terdapat tiga makna. Pertama, percakapan, ucapan, tutur. Kedua, keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terlengkap yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh. Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan melakukan pengumpulan data-data terkait dengan masalah penelitian dari berbagai sumber kepustakaan seperti buku, majalah, internet, dan lain-lain Hasil penelitian menunjukan, ROL memandang hal ini sebagai pelanggaran HAM yang harus dipenuhi secara konstitusi, mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan aksi nyata terhadap kasus ini bukan hanya sekedar simpati. ROL juga sangat tertarik terhadap isu-isu keislaman seperti ini namun ROL juga tidak selalu menyajikan berita ini dengan pihak yang pro saja tapi juga memberikan ruang kepada kepala sekolah untuk angkat bicara dalam kasus ini. Kata kunci : HAM, Jilbab, ROL
i
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Sebagai manusia biasa, peneliti meyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekuarangan dan kelemahan. Tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak peneliti mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Arif Subhan, M.Ag, serta Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Pd, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. H. Sunandar Ibnu Nur, M.Ag. 2. Pembimbing Akademik Ade Rina Farida M.Si. yang sudah membimbing dengan memberikan solusi atau masukan terhadap judul skripsi. 3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si. beserta Sekertaris Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. atas dukungan dan bantuannya dalam administrasi maupun segala hal dalam proses penulisan skripsi. 4. Siti Nurbaya, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing saya. Terima kasih atas waktu, tenaga serta ilmunya yang
ii
telah Ibu berikan kepada peneliti. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dalam setiap aktifitas Ibu. 5. Kedua Orang Tua, Sutanto dan Sri Sudarmini yang selalu menyertakan nama anak-anaknya di setiap doanya, memberikan semangat dan fasilitas yang luar biasa dengan penuh kasih sayang. 6. Adikku Ilham Dwi Putranto dan Nurul Azzahra, yang selalu memberi semangat dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi. 7. Kawan-kawan, Hariswati Rachmadani Putri, Siti Nurhayati, Elsa Rachmawati,
Tezar
Aditya
yang
senantiasa
membantu
dan
menyemangati peneliti hingga akhir. 8. Sepupu terdekatku Ani Tri Lestari yang telah memberi semangat kepada peneliti dan menemani mencari data sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2010 yang telah membantu dan menemani saya, khususnya kelas Jurnalistik A (NAJUA) yang memberikan suasana keakraban selama empat tahun ini. 10. Achmad Syalaby Ichsan, selaku Redaktur Republika Online dan Fuji Pratiwi, wartawan Republika Online yang sudah meluangkan waktunya untuk wawancara dan memberikan peneliti data-data yang dibutuhkan.
iii
11. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas ilmu dan bantuannya selama ini. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan perpustakaan Ilmu Dakwah dan Komunikasi. Akhir kata, penelitian ini dirasa masih jauh dari kata sempurna, namun peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Jakarta, 12 Januari 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................. KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL .....................................................................................
i ii v vii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B.
Pematasan dan Perumusan Masalah ............................................
3
1. Pembatasan Masalah ...............................................................
4
2. Perumusan Masalah .................................................................
4
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................
4
D.
Tinjauan Kepustakaan ...................................................................
5
E.
Metodologi Penelitian ...................................................................
6
1.
Paradigma Penelitian .............................................................
6
2.
Pendekatan Penelitian ............................................................
7
3.
Metode Penelitian ..................................................................
7
4.
Subjek dan Objek Penelitian ..................................................
9
5.
Teknik Pengumpulan Data.....................................................
9
6.
Teknik Analisa Data ..............................................................
9
F.
Sistematika Penulisan ...................................................................
11
BAB II LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL A. Teori Konstruksi Sosial ...................................................................
13
1. Tahap Pembentukan Konstruksi .................................................
14
B. Konseptualisasi Hak Asasi Manusia ...............................................
15
1. HAM Dalam Perspektif Agama .................................................
17
2. HAM Sejagad .............................................................................
20
C. Konseptualisasi Kewajiban Wanita Menggunakan Jilbab ..............
22
D. Konseptualisasi Media Massa ........................................................
26
1. Media Internet (Media Online ....................................................
28
E. Analisis Wacana ..............................................................................
30
v
1. Pengertian Analisis Wacana Teun A. Van Dijk .........................
31
BAB III REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE A.
Sejarah Republika Online ............................................................
35
B.
Perkembangan Republika Online .................................................
35
C.
Produk Republika Online ..............................................................
37
D.
Prinsip Dasar Republika Online....................................................
37
E.
Visi dan Misi Republika ...............................................................
38
F.
Gambaran Umum Kasus ...............................................................
38
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A.
Analisis Teks Pemberitaan Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu ............................................
40
B.
Analisis Teks Pemberitaan DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab ...
54
C.
Analisis Kognisi Sosial .................................................................
68
D.
Analisis Konteks Sosial ................................................................
75
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan ...................................................................................
81
B.
Saran .............................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk .............................................
8
Tabel 4.1 Analisis Level Teks Berita Isu Larangan Penggunaan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu ...........................
50
Tabel 4.2 Analisis Level Teks Berita DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab .
61
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Mekanisme Alur Pemberitaan Republika Online ......................
viii
72
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi media massa adalah untuk menyampaikan pesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini media sangat berperan aktif dalam hal penyampaian pesan, baik melalui media massa elektronik maupun media massa cetak bahkan di jaman yang sudah maju ini sudah berkembang media massa online sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa secara cepat sampai kepada masyarakat.
Pemberitaan mengenai larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali masih belum menemukan titik terang. Kasus larangan penggunaan jilbab bukan hanya di SMAN 2 Denpasar saja tapi hampir seluruh sekolah yang ada di Kabupaten atau Kota di Bali. Faktanya dalam buku peraturan sekolah di SMPN 1 Singaraja tertulis jelas bahwa siswa perempuan dilarang menggunakan jilbab. Sedangkan agama itu merupakan hak dasar seseorang yang tidak dapat dikurangi.
Kasus ini sangat menarik karena menyangkut Hak Azasi Manusia dalam beragama. Di mana dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa seorang siswi dilarang menggunakan jilbab. Hak azasi manusia di setiap negara harus dipenuhi secara konstitusi dan dilindungi. Jika terjadi pelanggaran HAM maka sanksinya cukup berat. Apalagi Indonesia adalah negara hukum. Di mana setiap warga negaranya menjunjung tinggi aturan-aturan yang sudah dibuat oleh hukum.
1
2
Berita ini muncul di situs Republika Online. Banyaknya berita yang ditulis dalam situs tersebut, menandakan bahwa Republika Online atau ROL sangat menginginkan adanya pembelaan dari tokoh masyarakat, kementrian pendidikan, dari komnas HAM dan lain-lain. Tapi disisi lain berita ini banyak sekali diunggah hanya di situs ROL. Penulis melihat di lain situs media online dan hasilnya tidak ada yang seakurat ROL. Adapun berita yang dimuat di lain situs yaitu di Merdeka.com dan Tribunnews.com. sedangkan di kedua media tersebut berita ini tidak akurat.
Dari kasus ini penulis melihat hanya media ROL yang sangat antusias terhadap berita ini, dimana seorang siswa SMA tidak diperbolehkan menggunakan tutup kepala sesuai dengan keyakinannya dan dapat digolongkan pelanggaran HAM. Penulis memilih Republika Online sebagi subjek penelitian karena, Pertama, media lain nampak tidak tertarik mengangkat berita ini, sekalipun ada mereka tidak mengikuti jalannya berita ini sampai selesai. Hanya sekedar memberi informasi. Kedua, ROL konsisten terhadap berita-berita Islam. Menurutnya mengenai kasus penggunaan jilbab, muslim yang merupakan kaum minoritas di Bali masih mengalami diskriminasi dan ditindas.
Paradigma yang digunakan adalah konstruktivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai
3
penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hbungan sosialnya.1
Paradigma konstruktivisme menganggap kenyataan itu hanya bisa dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemologi).2
Model analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun A. Van Dijk karena penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Pelanggaran HAM Dalam Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Terdapat kurang lebih delapan berita mengenai hal ini dalam media online ROL pada bulan Februari hingga April pada tahun 2014. Namun, peneliti fokus pada dua berita dengan pewarta yang sama. Karena pewarta banyak menulis kasus ini dan mengikuti kasus tersebut sampai tuntas. Maka dari pembatasan masalah tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah, 1
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: Lkis, 2001),
h.5 2
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, (Malang, Uin Maliki Press, 2010) h. 87 3 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224
4
1. Pembatasan Masalah Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan sebelumnya, maka peneliti membatasi penelitian ini pada telaah pemberitaan Republika Online yang mengangkat kasus Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online edisi Februari dan April 2014. 2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana teks yang dilakukan oleh Republika Online terkait pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali? 2. Bagaimana
kognisi
sosial
dalam
pemberitaan
Larangan
Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali pada Media Online Republika Online? 3. Bagaimana
konteks
sosial
dalam
pemberitaan
Larangan
Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali pada Media Online, Republika Online? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Mendeskripsikan
bagaimana
Republika
Online
membuat
teks,
mendeskripsikan kognisi sosial, dan mendeskripsikan konteks sosial dalam pemberittaan permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali yang terkait pada pelanggaran HAM di Bali. 2. Manfaat penelitian a. Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi praktisi media bahwa dalam produksi suatu berita, teks bukan
5
semata-mata hanya sebuah tulisan yang netral, namun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses produksi sebuah berita. Termasuk kondisi wartawan dan pandangan masyarakat melihat isu yang diberitakan. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kepada para akademisi tentang bagaimana wacana itu dibuat oleh sebuah media tertentu. Seperti wacana yang dilakukan oleh Republika Online dalam kasus larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali. D. Tinjauan kepustakaan Peneliti melakukan tinjauan pustaka di Perpustakan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Berdasarkan tinjauan tersebut, peneliti menemukan beberapa penelitian yang memliki kesamaan, seperti penelitian, mahasiswa Universitas Hasanuddin dengan judul Analisis Yuridis Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Ham) Di Indonesia (Studi Kasus Di Mesuji Sumatra Selatan) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bernama Yusuf Gandang Pamuncak dengan judul Analisis Wacana Pemberitaan Harian Republika Tentang Makanan Calon Haji Berformalin. Dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bernama Tezar Aditya Rahman dengan judul Hegemoni Media Islam dalam Wacana Separatisme Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada Qanun Bendera dan Lambang Aceh dalam Surat Kabar Republika. Persamaan penelitian adalah sama-sama menggunakan model analisis wacana Teun A. Van Dijk. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah isi dari pemberitaan tersebut.
6
E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan adalah konstrutivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan.
Setiap
pernyataan
pada
dasarnya
adalah
tindakan
pembentukan diri.4 Paradigma konstruktivisme menganggap kenyataan itu hanya bisa dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemologi).5
4 5
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.5 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, h. 87
7
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis wacana (discourse analysis), pendekatan ini dilakukan karena lebih memenuhi kebutuhan analisa terhadap struktur pesan dalam komunikasi melalui pendekatan ini penulis dapat mengetahui bagaimana sebuah pesan disampaikan lewat kata atau kalimat. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan, kesatuan, dan penafsiran peneliti. 3. Metode Penelitian Metode analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun A. Van Dijk menurutnya penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognisi/pikiran
dan
kesadaran
yang
membentuk
dan
berpengaruh terhadap teks tertentu.6 Terdapat tiga struktur atau tingkatan yang menjadi elemen analisis wacana dalam pemaparan struktur teks oleh van dijk. Dengan struktur tersebut kita tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, namun juga bagaimana mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu.
6
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224
8
Berikut tabel yang akan menjelaskan satu persatu elemen wacana Teun A. Van Dijk yang diterapkan dalam dimensi teks sosial penelitian ini : Tabel 1.1 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk STRUKTUR WACANA
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
Struktur Makro
Tematik
Topik
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/ tema yang diangkat oleh suatu teks.
Tema/ topik yang dikedepankan dalam berita tersebut
Superstruktur
Skematik
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahululan, isi, penutupan, dan kesimpulan.
Bagaimana bagian dari urutan berita dikemas dalam teks yang utuh
Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan daya yang dipakai oleh suatu teks7
1. Semantik
Skema
Latar,
dan
Makna yang ingin maksud ditekankan dalam berita tersebut
2. Sintaksis Bentuk Bagaiamana kalimat koherensi, (bentuk, susunan) ganti yang dipilih 3. Stilistik Bagaimana pilihan Leksikon kata yang dipakai dalam berita tersebut 7
detail,
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 227
kalimat dan kata
9
4. Retoris Grafis, Bagaimana dan metafora dengan cara apa penekanan cerita 8 dilakukan.
metafora,
4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah media Republika Online, sedangkan objek dari penelitian ini adalah pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan melakukan pengumpulan data terkait dengan masalah penelitian dari berbagai sumber kepustakaan seperti buku, majalah, internet, dan lain-lain 6. Teknik analisa data Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pada riset kualitatif ini yang peneliti pakai adalah observasi teks, wawancara, dan juga dokumentasi. Penelitian ini dengan sengaja memilih narasumber (yaitu redaktur dan wartawan karena merekalah yang memberikan gambaran secara umum tentang kasus ini dan memberikan fakta-fakta yang kuat atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.9
8
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 228-229 John W. Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaif, (Jakarta: KIK Press, 2003) h.143 9
10
Berikut prosedur pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti: 1) Pengamatan struktur makro (analisis data teks) a. Untuk analisis data teks dalam mengamati struktur makro, peneliti memecah tulisan berita tersebut menjadi makrosturktur sesuai dengan paragraf. b. Setelah menemukan makrostuktur tingkat pertama yang merupakan tema
per
paragraf,
peneliti
mereduksi
untuk
mendapatkan
makrostruktur dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu makrostruktur tingkat kedua. c. Pengeleminasian terakhir menjadikan makrostruktur tingkat ketiga yang merupakan tema dari berita tersebut. 2) Pengamatan superstruktur dan struktur mikro (analisis data teks) a. Untuk analisis data teks dalam mengamati superstruktur dan struktur mikro, peneliti mencetak berita tersebut dari e-paper republika dan memberikan penomoran pada tiap lima barisnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pencarian kalimat atau tulisan yang dimaksud. b. Setelah itu peneliti meneliti elemen skema untuk mengamati superstruktur serta meneliti elemen latar, detail, maksud, bentuk kalimat, koheresi, leksikon, dan grafis untuk mengamati struktur mikro. 3) Analisis kognisi sosial a. Untuk analisis kognisi sosial peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui latar belakang dan wawasan pembuat berita serta kebijakan Republika terkait berita tersebut.
11
b. Setelah itu diolah untuk mengetahui kognisi sang pembuat berita. 4) Analisis konteks sosial a. Untuk analisis konteks sosial peneliti menelusuri literatur yang berkembang di masyarakat tentang larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali melalui internet. b. Setelah itu diolah untuk mengetahui wawasan khalayak tentang larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali. F. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka sistematika penulisan terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan penyusunan sebagai berikut : BAB I :
PENDAHULUAN. Bab ini berisi Pendahuluan yang membahas Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan Masalah,
Tujuan
dan
Manfaat
Penelitian,
Tinjauan
Kepustakaan, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II :
LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL. Bab ini akan menguraikan kajian teoritis mengenai teori konstruksi sosial, konseptualisasi hak asasi manusia, konseptualisasi kewajiban wanita menggunakan jilbab, konseptualisasi media massa, analisis wacana Teun A. Van Dijk
12
BAB III :
REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE. Bab ini memaparkan mengenai Republika sebagai media online dan kasus larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali
BAB IV :
HASIL DAN ANALISA DATA. Bab ini berisikan tentang Temuan dan Analisis Wacana Media Online Republika mengenai
permasalahan
larangan
penggunaan
jilbab
sekolah di Bali. BAB V :
PENUTUP. Merupakan bab penentu yang mencakup Kesimpulan dan Saran.
BAB II LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL A.
Teori Konstruksi Sosial Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)
didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.1 Dikutip dari buku The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966) teori Berger dan Luckmann menyatakan bahwa konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.2 Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma kontruktivis yang melihat realitas sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu ada dilihat dari subjektivitas ada itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya melihat sebagai kediriannya, namun juga dilihat
dari
mana
kedirian
itu
berada,
bagaimana
ia
menerima
mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.3
1
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta:Kencana, 2006), h.194 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h.292 3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 192 2
13
dan
14
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang memiliki dan dialami bersama secara subjektif.4 Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.5 1.
Tahap Pembentukan Konstruksi6
a.
Tahap pembentukan konstruksi realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai
pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai suatu realitas kebenaran. Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca/pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadikan konstruksi media massa sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa
adalah
4
bagian
kebiasaan
hidup
yang
tak
bisa
dilepaskan.
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 193 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 191 6 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), 5
h.177
15
b.
Tahap pembentukan konstruksi citra Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi citra pada
sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan. Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan oleh orang-orang yang bertugas di dalam redaksi media massa, mulai dari wartawan, editor, dan pimpinan redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada copywriter. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model, yakni model good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi
yang
cenderung
mengkonstruksi
suatu
pemberitaan
sebagai
pemberitaan baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek pemberitaan. Realitas yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari realitas objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.7 B.
Konseptualisasi Hak Asasi Manusia
7
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, h. 196
16
Banyak gagasan besar berkenaan dengan demokrasi dan HAM selaras dengan pemikiran islam. Kaidah hukum, prinsip dasar kepemimpinan demokratik, dalam yurisprudensi islam (fiqh) sangat sentral. Sudah berabad-abad yang lalu, Islam mengakui bahwa “setiap keputusan, aturan, dan prosedur, dari penguasa publik di setiap jenjang tidak sah atau tidak mengikat secara legal jika mereka tidak konsisten dengan hukum (syariat). Ini tentu saja, berkaitan dengan konsep “perlindungan hak”. Sebagaimana dalam setiap masyarakat yang didasarkan atas norma dan prosedur demokratik, hukum islam menyatakan bahwa “engkau tidak bisa mencabut kehidupan, kebebasan, atau kepemilikan seseorang kecuali melalui „proses hukum yang sah‟”.8 Sebagaimana deklarasi universal hak asasi manusia, Islam juga mengakui hak untuk membentuk keluarga, hak kehidupan pribadi, hak bebas bergerak dan bertempat tinggal, hak untuk menggunakan bahasa sendiri, hak mempraktikan budaya sendiri, dan hak bebas beragama. Deklarasi universal islam tentang hak asasi manusia, misalnya -suatu dokumen yang dirumuskan oleh sekelompok sarjana (ulama) Islam pada 1981 didasarkan atas nilai dan prinsip Al-Quran dan As-Sunnah (Kehidupan Nabi Muhammad) – menyatakan dengan tegas bahwa „setiap orang mempunyai hak untuk bebas berpikir dan beribadat sesuai dengan keyakinan agamanya‟. Pasal dalam deklarasi ini pasti telah dipengaruhi oleh imbauan Al-Quran bahwa tidak ada paksaan dalam agama.9 Dengan menggunakan Al-Quran sebagai dasar, para ahli hukum dan filosof Muslim juga telah mengembangkan bermacam-macam hak politik. Mereka mengakui bahwa “setiap individu dan setiap rakyat mempunyai hak yang tidak 8
Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, (Bandung, Mizan, Cetakan I 1995), h. 58 9 Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, h. 61
17
dapat dicabut untuk bebas dalam setiap bentuknya – fisik, budaya, ekonomi dan politik- dan berhak untuk berperang dengan menggunakan berbagai bentuk sarana yang tersedia berhadapan dengan setiap pelanggaran atau pencabutan hak ini, dan setiap orang atau yang teraniaya (tertindas) memiliki klaim sah untuk mendapatkan dukungan (bantuan) dari individu dan / atau rakyat lain dalam perjuangan itu”. Lebih khusus lagi, islam menyatakan dan menentang (dalam batas-batas yang ditetapkan oleh syariat) penindasan, sekalipun harus berhadapan dengan penguasa tertinggi negara” hak untuk protes terkait erat dengan hak setiap orang “untuk berperan serta secara individual dan kolektif dalam kehidupan agama, sosial budaya, dan politik masyarakatnya, dan untuk mendirikan sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat dan lembaga yang diarahkan untuk mengajak kepada yang benar (ma‟ruf) dan mencegah apa yang buruk (munkar)”.10 1. HAM Dalam Perspektif Islam Menurut Supriyanto Abdi, setidaknya terdapat tiga varian pandangan tentang hubungan islam dan HAM, baik yang dikemukakan oleh para sarjana Barat atau pemikir Muslim sendiri, yakni pertama menegaskan bahwa islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsepsi HAM modern. Pandangan pertama berangkat dari asas esensialisme dan relavitisme kultural. Esensialisme menunjukkan kepada paham yang menegaskan bahwa suatu gagasan atau konsep pada dasarnya mengakar atau bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu.
10
Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, h. 62
18
Sedangkan relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa satu gagasan yang lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentdasarnya mengakar atau bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu. Sedangkan relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa satu gagasan yang lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentu tidak bisa berlaku atau tidak bisa diterpkan dalam amsyarakat dengan sistem nilai yang berbeda. Kedua, menyatakan bahwa islam menerima semangat kemanusiaan HAM modern, tetapi, pada saat yang sama, menolak landasan sekulernya dan menggantinya dengan landasan Islami. Pandangan ini lebih dikenal dengan gerakan islamisasi HAM. Pandangan ini muncul sebagai reaksi “gagal” nya HAM versi Barat dalam mengakomodasi kepentingan terbesar masyarakat muslim. Tidak kalah pentingnya, gerakan ini merupakan alternatif yang diyakini mampu menjembatani pemikiran HAM dalam perspektif Islam. Dalam perkembangan yang signifikan berhasil dirumuskan piagam deklarasi universal HAM dalam perspektif islam. Ketiga, menegaskan bahwa HAM modern adalah khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya) memberikan landasan normaltif yang sangat kuat terhadapnya. Pandangan ini menegaskan bahwa HAM modern adalah khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya) memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya. Berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, varian ketiga ini menegaskan bahwa universalitas HAM sebagai khazanah kemanusiaan yang landasan normatif dan filosofisnya bisa dilacak dan dijumpai dalam berbagai sistem nilai dan tradisi
19
agama, termasuk islam di dalamnya. Yang termasuk berpandangan demikian di antaranya adalah Abdullah Ahmed an-Naim.11
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (16: 90)
Allah Azza wa Jalla juga mewajibkan berbagai hak atas seorang muslim kepada sesama muslim secara umum. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh menghinanya, mengucilkannya, membiarkannya dan tidak boleh melanggar hak-haknya. Melalui pemaparan di atas kita mendapati bahwasanya Islam menjamin hak-hak individu dan masyarakat, dan ini tidak pernah dipelihara oleh negara-negara kafir yang mengaku demokratis dan menjaga hak-hak manusia. Sebaliknya, justru melanggar hak Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dengan melakukan perbuatan kufur dan syirik. Mereka melanggar hak-hak kaum muslimin dengan cara membunuh kaum muslimin secara massal, mengusirnya serta merampas harta benda mereka. Merubah penegakkan syari‟at Allah Azza wa Jalla dengan sanksi sebagai pelaku kriminal. Negara-negara itu 11
El Muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta, Kencana, Cetakan II, 2007), h. 58-60
20
melarang penegakkan sanksi dari Allah Azza wa Jalla dan dianggap pelanggar hak-hak manusia. Seakan dalam pandangan negara-negara kafir itu, manusia yang wajib dilindungi hak-haknya adalah pelaku kejahatan, pembuat kerusakan lagi zhalim. Sedangkan (menurut mereka, red) seorang muslim, orang yang terzhalimi dan yang dilanggar hak-haknya, bukanlah manusia yang harus dibela hak-haknya. Ini merupakan fitrah terbalik dan pemikiran (fikrah) yang menyimpang yang memandang kebenaran sebagai kebathilan dan memandang yang bathil sebagai sebuah kebenaran.12
Artinya: “Maka
apakah orang
yang dijadikan
(setan) menganggap baik
pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan ini baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya….”[Fathir/35 : 8]
2. HAM Sejagad 10 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi perkembangan pemikiran tentang eksistensi manusia. Hal yang dimaksud di sini adalah tercapainya titik kulminasi konseptualisasi HAM sebagai wacana universal. 12
http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/ diunduh pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB
21
Universal Declaration of Human Rights (UDHR)/ Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM) diyakini sebagai referensi artikulasi kehidupan dan kemartabatan manusia sejagad. Tidak mengherankan DUHAM kemudian dipandang sebagai pembawa semangat baru bagi keutuhan dan masa depan umat manusia karena di samping memiliki khasanah historistias yang sejalan dengan kebutuhan sesensial manusia, juga mengandung muatan positivisasi ke arah ajegnya pola interaksi antar manusia itu sendiri. HAM menyatakan bahwa kemanusiaan manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Hak yang mendasar itu menyatu dengan jati diri manusia. Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan” yang dimilikinya. Juga, adanya suatu sikap yang sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada orang lain.13 Hak asasi (fundamental rights) artinya hak yang bersifat mendasar (grounded). HAM menyatakan bahwa pada dimensi kemanusiaan manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Hak yang mendasar itu melekat kuat dengan jati diri kemanusiaan manusia. Siapa pun manusianya berhak memiliki hak tersebut. Berarti, di samping keabsahannya terjaga dalam eksistensi kemanusiaan manusia, juga terdapat kewajiban yang sungguh-sungguh untuk bisa mengerti, memahami, dan bertanggung jawab untuk memeliharanya.14 Hak-hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilainilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia. Inti paham hak-hak asasi manusia, menurut Magnis Suseno, terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat 13 14
El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h. 14 El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h.31
22
manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam keutuhannya.15 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 6 berbunyi “Pelanggaran hak azasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak asazi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau dikahawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.” Dan pada ayat 7 “Komisi Nasional Hak Azasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak azasi manusia.”16 Kemudian Dalam Bab II Azas-Azas Dasar Pasal 4 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak azasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”17 C.
Konseptualisasi Kewajiban Wanita Menggunakan Jilbab
15 16
El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h.32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia 17
Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
23
Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai al-rida‟ (mantel) yang menutupi dari atas hingga bawah. Al-Qasimi menggambarkan, al-rida (mantel) seperti al-sardab (terowongan). Sedangkan menurut al-Qurtubi, Ibnu al-„Arabi, dan al-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurug yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya. Dan sebagian lainnya memahaminya sebagai mula’ah (baju kurung) yang menutupi wanita atau alqamish (baju gamis)18 Aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuhnya, kecuali tangan dan wajah. Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan adalah aurat.” Beliau SAW juga pernah berkata kepada Asma Binti Abu Bakar RA: “Wahai Asma, tatkala seorang gadis sudah mencapai usia puber, tidak ada yang boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini”, sambil menunjuk wajah dan tangan.19 Ini merupakan dalil-dalil yang jelas dan eksplisit bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan tangan, dan bahwa perempuan diwajibkan menutupi auratnya, yaitu keseluruhan tubuhnya terkecuali wajah dan tangannya.20 Terkait dengan pakaian perempuan di kehidupan publik, Allah SWT mewajibkan perempuan menggunakan jilbab yang menutupi pakaian (rumahnya) dan menjuntai kebawah hingga menutupi kakinya. Seorang perempuan tidak
18
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, (Jakarta, Wadi Press, Cetakan I 2010), h. 379 Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, (Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, Cetakan I 2008), h. 14 20 Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, h. 14 19
24
boleh keluar rumah tanpa mengenakan jilbab. Jika ia pergi tanpa menutupi pakaian rumahnya, ia dianggap berdosa, karena telah melanggar kewajiban yang ditetapkan Allah SWT. Untuk bagian atas, ia harus mengenakan khimar (penutup kepala) atau yang serupa dengannya, yang menutupi kepala) atau yang serupa dengannya, yang menutupi seluruh kepala, leher dan belahan pakaian di bagian dada. Jika sudah mengenakan dua jenis pakaian ini, ia baru boleh keluar rumah. Jika tidak mengenakan keduanya, atau salah satunya, ia tidak boleh keluar sama sekali. Allah SWT berfirman dam surat An-Nur ayat 31:
Artinya: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka”.
25
Dan pada surat Al-Ahzab ayat 59:
Artinya: “Hai
Nabi
katakanlah
kepada
isteri-isterimu,
anak-anak
perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”21 Seruan diawali kepada para wanita yang paling dekat beliau, yakni isteriisteri dan anak-anak perempuan beliau (li azwajika wa banatika). Setelah itu baru kepada seluruh wanita mukminah: nisa’i al-mu’min (isteri-isteri orang mukmin). Ketentuan yang dibebankan kepada wanita mukminah itu adalah: yudnina „alayhinna min jalabibihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka).22 Dikemukakan Sa‟id bin Manshur, Sa‟ad, Abd bin Humaid, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Malik: “Dulu isteri-isteri Rasulullah saw keluar rumah untuk keperluan buang hajat. Pada waktu itu orang-orang munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Ketika mereka ditegur, mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya saja.” Maka 21 22
Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, h. 14-16 Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h.379
26
turunlah ayat ini: Ya ayyuha al-Nabbiyy qul li azwajika wa banatika wa nisa‟i almu‟min yudnina „alayhinna minjalabibihinna... Allah SWT memerintahkan mereka mengenakan jilbab supaya berbeda dengan hamba sahaya.23 Di
dalam
kehidupan
privatnya,
seorang
Muslimah
dibolehkan
menampakkan perhiasannya kepada suaminya. Suami adalah orang yang berhak melihat isterinya dan menikmati kecantikan sang isteri, sedangkan lelaki asing tidak berhak. Seorang muslimah juga boleh memperlihatkan perhiasannya dan mengenakan pakaian rumah dalam batas-batas yang diperbolehkan syariat di hadapan laki-laki yang menjadi mahramnya.24 Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, sebagaimana layaknya naluri (ghazirah), naluri seksual juga tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya. Tubuh yang dibiarkan terbuka, apalagi disertai gerakan erotis, merupakan fakta yang dapat merangsang birahi. 25 D.
Konseptualiasi Media Massa Istilah “media massa” merujuk pada alat atau cara terorganisasi untuk
berkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang (khalayak) dalam jarak waktu yang ringkas. Media massa bukan sekadar alat semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat sehingga terjadi
23
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 378 Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 16 25 Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 385 24
27
proses pengaturan terhadap alat itu oleh warga masyarakat melalui kekuasaan yang ada maupun mealui kesepakatan-kesepakatan lain.26 Lebih jauh, media merupakan kekuatan sosial dan kultural yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Denis McQuail menguraikan definisi dan fungsi media sebagai berikut:27 1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain; 2. Sumer kekuatan – alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat; 3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat; Sebagai bentuk komunikasi massa, media massa memiliki karakter yang bisa kita lihat dalam kehiduan sehari-hari, antara lain: 1. Publisitas, yakni bahwa media massa adalah produk pesan dan informasi yang disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak, massa; 2. Universalitas, yaitu bahwa pesannya bersifat umum dan tidak dibatasi pada tema-tema khusus, berisi segala aspek kehiduan, dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum);
26
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta, Ar-ruzz Media, 2010),
27
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.199
h.198
28
3. Periodisitas, waktu terbit atau tayangnya bersifat tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari; 4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus menerus sesuai dengan periode mengudara atau jadwal terbit; dan 5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peistiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik. 1. Media Internet (Media Online) Media online merupakan media komunikasi yang pemanfaatannya menggunakan perangkat internet. Karena itu, media online tergolong media massa yang populer dan bersifat khas. Kekhasan media ini terletak pada keharusan untuk memiliki jaringan teknologi informasi dengan menggunakan perangkat komputer, di samping pengetahuan tentang program komputer untuk mengakses informasi atau berita.28 Keunggulan media online lainnya, seperti adanya fasilitas hyperlink, yaitu sistemkoneksi antara website ke website lain, fasilitasnya dapat dengan mudah menghubungkan dari satu situs ke situs lainnya, sehingga pengguna dapat mencari atau memperoleh informasi lainnya. Tidak sedikit wartawan sebagai pencari berita yang mencari berita dari internet.29 Media online atau internet kini dianggap sebagai sarana yang paling sebagai sarana yang paling efektif untuk menerbitkan siaran pers (pers release) 28
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2011), h. 46 29 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 47
29
bagi pengirim berita, baik individu maupun institusi. Para pengelola pers kampus misalnya menggunakan teknologi internet dengan gratis, seperti weblog yang disingkat menjadi blog. Bahkan, kehdiran blog sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, namun, blog sepenuhnya tidak bisa dikategorikam sebagai kegiatan kejurnalistikan, perlu proses yang cukup signifikan untuk menyatakan blog sebagai jurnalstik online. Kelebihan lain dari media online adalah difungsikannya media antarpribadi dengan pengiriman pesan dalam bentuk electronic mail (email). Surat yang hendak dikirim tidak perlu melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman yang bisa memakan waktu berhari-hari dan mungkin bermingguminggu baru bisa sampai, apalagi jika tujuannya ke luar negeri. Melalui fasilitas email yang ada di internet, pesan yang dikirim dapat diterima pada detik yang sama tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu.30 Dari uraian-uraian dan penjelasan tentang media online, penulis dapat merujuk dan mendefinisikan bahwa media online yaitu media yang terbit di dunia maya dengan bentuk yang sederhana dan tidak terbatas pada ruang dan waktu, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya kapan saja dan dimana saja sejauh ada jaringan yang menghubungkan orang tersebut dengan internet. Bersifat real time, actual dan dapat diakses/baca/dilihat oleh siapa pun.31 E.
Analisis Wacana
30 31
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 48
http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/media-online-dan-sejarahnya.html diunduh pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 00:47 WIB
30
Secara etimologi (bahasa) istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac/ wak/ vak yang artinya „berkata‟ atau „berucap‟. Kata ana yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna „membedakan‟ (nominalisasi). Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan32 Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguistik di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah Bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin yakni discursus (lari ke sana ke mari). Kata ini diturunkan dari kata dis (dan/ dalam arah yang berbeda) dan kata currere (lari).33 Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia terdapat tiga makna dari istilah wacana. Pertama, percakapan: ucapan; tutur. Kedua, keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terlengkap yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.34 Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat luas. Luasnya makna wacana disebabkan oleh perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik komunikasi dan sastra.35
32
Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode Dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3. 33 Dede Oetomo, Kelahiran Dan Perkembangan Analisis Wacana (Yogyakarta: Kanisius 1993), h.3. 34 Hoetomo M. A, Kamus Lengkap Bahsa Indonesia (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h. 588 35 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semantik, Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9
31
Dari beberapa definisi mengenai analisis wacana di atas dapat disimpulkan bahwa analisis wacana adalah studi tentang susunan/ struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi adalah telaah mengenai aneka fungsi bahasa. 1. Pengertian Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Model analisis wacana Van Dijk kerap disebut sebagai “kognisi sosial”. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.36 a. Teks Untuk memperoleh gambaran struktur teks dalam model Van Dijk, berikut gambaran singkatnya: 1) Tematik, secara harfiah tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. 2) Skematik, bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori
atau
pembagian
umum
seperti
pendahuluan,
isi,
kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya. Skematik mungkin merupakan strategi dari komunikator untuk mendukung makna umum dengan memberikan sejumlah alasan pendukung. 3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan
36
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 73.
32
antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana, tetatpi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa. 4) Sintaksis,
menempatkan
bersama-sama
kata-kata
menjadi
kelompok kata atau kalimat. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar atau kalimat dalam teks. 5) Stilistik, pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. 6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Retoris memiliki fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak.37 b. Kognisi Sosial Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menyebut sebagai kognisi sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi dari teks, diperlukan analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh
37
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 75-84.
33
karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas represntasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.38 c. Konteks sosial Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah konteks sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan (power) dan akses (acces)39 1) Praktek kekuasaan Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yag bernilai uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasi, tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan.
38 39
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 272
34
2) Akses mempengaruhi wacana Analisis wacana Van Dijk memberi perhatian yang sangat besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.
BAB III REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE
A. Sejarah Republika Online40 Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas muslim bagi publik di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat, khususnya para wartawan profesional muda yang telah menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) yang dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upaya - upaya tersebut berbuah. Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993. Penerbitan Republika menjadi berkah bagi umat. Sebelum masa itu, aspirasi umat tidak mendapat tempat dalam wacana nasional. Kehadiran media ini
bukan hanya memberi saluran bagi aspirasi
tersebut, namun juga menumbuhkan pluralisme informasi di masyarakat. Karena itu kalangan umat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham sebanyak satu lembar saham per orang. PT. Abdi Bangsa Tbk sebagai penerbit Republika pun menjadi perusahaan media pertama yang menjadi perusahaan publik. B. Perkembangan Republika Online41 Usaha penerbitan koran bukan perkara sederhana. Selain sarat dengan modal dan sarat SDM, bisnis inipun sarat teknologi. Keberhasilan Republika menapaki usia 10 tahun merupakan buah upaya keras manajemen dan seluruh awak pekerja di PT Abdi Bangsa Tbk yang dilakukan oleh perusahaan yang 40 41
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika
35
36
menerbitkan koran ini sejak 1993 untuk mengelola segala kerumitan itu. Selain dituntut piawai berhitung, pengelola koran juga harus jeli, cerdik, dan kreatif bersiasat untuk tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Sejak awal, Republika memang dekat dengan "sesuatu yang baru". Tatkala lahir, Republika menggebrak dengan tampilan "Desain Blok" yang tak lazim. Republika pun mampu menyabet gelar juara pertama Lomba Perwajahan Media Cetak 1993. Tahun 1995, Republika menyajikan layanan berita di situs web internet, dengan alamat www.republika.co.id Ini adalah Koran pertama di Indonesia yang tampil di dunia internet, situs itu kemudian kita nam akan Republika Online. Republika Online yang biasa disebut ROL muncul pertama kali di internet pada awal 1995 atau sekitar dua tahun setelah surat kabar Republika terbit. Sebagai situs berita, pada saat itu, muatan ROL hanya menduplikasi materi berita - berita koran Republika secara lengkap. Tujuan utama penerbitan Republika versi internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau distribusi koran cetak dan untuk pembaca yang berada di luar negeri. Pada fase berikutnya ROL secara bertahap mulai berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi. Desain dan berbagai layanan web dan materi beritanya pun lebih diperkaya. Sejak pertengahan 2008 Republika Online mengalami perubahan besar, dari sekadar situs berita sederhana menjadi web portal multimedia. Perubahan tersebut terjadi sebagai jawaban atas munculnya tantangan industri media yang mulai memasuki era konvergensi media. Dalam hal ini, Republika sebagai institusi industri media dituntut untuk memiliki dan mendistribusikan content medianya dalam format cetak, online, dan mobile. Sesuai dengan falsafah
37
dasar Republika, muatan ROL tetap mengedepankan komunitas Muslim sebagai basis pengunjungnya. Tampilan ROL terbaru inilah yang diluncurkan kembali (relaunching) pada 6 Februari 2008. Tema launchingnya kami namakan RELOAD. Segala kreativitas dicurahkan untuk sedapat mungkin membuat Republika online selalu dekat dan meladeni keinginan publik. Memang, upaya itu jelas tak mudah. Namun, kami menikmatinya selama ini. C. Produk ROL42 1. Portal internet multimedia yang menampilkan content dalam format teks, voice, visual, dan mendistribusikan content secara online, mobile, print. 2. Media interaktif komunitas Muslim untuk membangun partisipasi dan kesadaran umat terhadap pluralisme informasi berkualitas. 3. Fokus pada pengembangan content berbasis keislaman 4. Memberi ruang informasi sangat luas dan cepat. “Tersaji begitu terjadi” 5.
Melayani segmen audiens level SES Class A - B dengan rentang usia 18 50 tahun
D. Prinsip dasar ROL43 1. Mengutamakan
berita dan informasi interaktif dalam format netizen
(citizen journalism) 2. Memberi ruang luas bagi content how to, tips, people, dan services 3. Santun, ramah, dan akrab dengan keluarga 4. Dekat dengan semua komunitas 5. Mengutamakan berita dan informasi keislaman 6. Menyeimbangkan good news dengan bad news 42 43
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika
38
7. Menyajikan berita secara ringkas dan cepat 8. Mudah diakses E. Visi dan Misi Republika44 1.
Visi : Menjadikan HU REPUBLIKA sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai - nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil Alamin.
2.
Misi : Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu dipertanggung jawabkan secara professional.
F. Gambaran Umum Kasus Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Dalam berita yang berjudul “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab” berbagai sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab untuk siswi muslim, baik secara tertulis maupun lisan. Organisasi PII melakukan pertemuan dengan DPRD Provinsi Bali dengan maksud membahas kasus tersebut. Wakil Sekjen Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufri mengeluhkan lambannya kasus ini oleh pemerintah pusat. Sedangkan surat audiensi sudah dikirim ke DPRD Bali, Gubernur, dan Dinas Pendidikan. Belum ada solusi mengenai kasus jilbab ini, namun PII akan terus memperjuangkan agar kasus tersebut tidak lagi ada di Bali. Komnas HAM berencana mengundang kemenag serta kemendikbud, Maret mendatang . Tujuannya, untuk membiicarakan banyak hal temasuk jaminan terpenuhnya kebebasan beragama di sekolah.
44
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika
39
Kemudian dalam berita yang berjudul “Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu”. Menurut Komnas HAM kasus ini menjadi sorotan karena jilbab jadi bagian kebebasan yang harus dibela. Dalam buku peraturan sekolah di SMPN 1 Singaraja tertulis jelas bahwa siswa perempuan dilarang menggunakan jilbab. Hal ini tertulis jeas dalam buku tata tertib sekolah yang tercantum pada Bab I Pasal 2 yang menyebutkan “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. Muslimah dan lembaga Islam lainnya diharapkan bisa membantu melakukan pembinaan yang sama. Demikian juga para ustaz agar mengimbau para orang tua mendukung anaknya yang berjilbab. “Kami belum sanggup menangani semua sekolah di Bali,” kata Fatimah selaku Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA 1. Pelanggaran HAM Dalam Wacana Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online 1. Analisis Level Teks Berita 1.1.
Berita berjudul
Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta
Muslim di Bali Bersatu (26/02/14) a. Struktur Makro; Tematik Struktur Makro merupakan level analisis teks dengan level analisis makna global dari suatu teks yang diamati dari topik atau tema yang diangkat surat kabar. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Gagasan penting Van Dijk, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks yang dirunut menunjuk pada satu titik gagasan umum, dan bagianbagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut.1 Gagasan utama atau makna global yang diambil dalam berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu yang terbit pada 26 Februari 2014 dan ditulis oleh Fuji Pratiwi
1
Eriyanto, Analisis Wacana, h.229-230.
40
41
adalah mengenai hak dasar yang perlu dibela yaitu kebebasan beragama. Berita ini menggambarkan bahwa banyak sekolah yang melarang siswinya menggunakan jilbab atau penutup kepala dan mengajak kepada semua elemen umat islam untuk bersatu membela kasus ini karena yang terlihat hanya PII saja yang bergerak dalam isu ini. Sesuai dengan wawancara dengan Fuji Pratiwi, wartawan Republika Online: “Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata”.2
b. Superstruktur; Skematik Dalam superstruktur yang diamati adalah bagaimana urutan kejadian diceritakan dalam sebuah berita. Terdapat pendahuluan, isi dan penutup dalam bagian berita. Menurut Van Dijk ada dua kategori skema besar dalam berita, Pertama, Summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Kedua, Story yakni isi berita secara keseluruhan, story terbagi menjadi sub-kategori yakni proses jalannya peristiwa dan komentar yang ditampilkan dalam teks.3 1) Pendahuluan – berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, pada Lead pembuka wartawan menulis bahwa kasus larangan jilbab di sekolah diberlakukan di puluhan sekolah
2 3
Wawancara dengan Fuji Pratiwi, Wartawan Republika Online, pada 01 November 2014. Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2012),h. 232
42
di Bali dan menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela. “Kasus pelarangan jilbab yang ternyata diberlakukan di puluhan sekolah di Bali, menjadi sorotan Komnas HAM. Mereka menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela”.4 2) Bagian isi – berita ini menjelaskan bahwa Komisioner Komnas HAM bernama Maneger Nasution menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian dari kebebasan beragama yang merupakan hak dasar yang perlu dibela. Maneger mengakui belum ada respon dari kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Maneger pun khawatir jika semua elemen umat Islam tidak bersatu dalam kasus ini maka pengaruhnya akan kecil. 3) Penutup – pada bagian akhir berita ini bahwa PW PII Bali bersama-sama dengan sejumlah elemen organisasi Islam di Bali akan terus mengumpulkan informasi tentang sekolah-sekolah yang melarang siswanya mengenakan jilbab di sekolah dan ada sejumlah sekolah yang menantang tim investigasi PII Bali untuk mengadukan pelarangan berjilbab ke instansi yang lebih tinggi. c. Struktur Mikro; Semantik Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang telah menelaah makna satuan lingual, baik makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.5
4
Berita berjudul Isu Pelanggaran Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu (Republika Online, Edisi 26/02/14) 5 Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.78
43
1) Latar – latar merupakan bagian erita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditamilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas perstiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa.6 Terjadinya peristiwa ini disebabkan karena adanya larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali. Larangan tersebut masuk dalam buku tata tertib sekolah dan ada beberapa sekolah yang memberikan opsi lain jika menemukan siswi yang menggunakan jilbab. Dan kasus ini dilaporkan oleh PII seperti yang diberitakan dalam berita tersebut: “...larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab””.7 2) Detil – elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditapilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebih tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan datadata. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut dengan kelemahan atau kegagalan 6
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 235 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 10 (Republika Online, Edisi 26 Februari 2014) 7
44
dirinya. Hal yang menguntungkan / pembuat teks akan diuraikan secara detil dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detil informasi akan dikurangi.8 Dalam berita tersebut terdapat infografi yang menjelaskan latar belakang permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali dan memberikan bukti bahwa larangan tersebut masuk dalam buku tata tertib siswa. 3) Maksud – elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil. Dalam detil, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detil yang panjang. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi
yang
menguntungkan
komunikator.
Informasi
yang
menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta.9 Terdapat elemen maksud pada berita ini yang menjelaskan alasan dasar dan alasan kuat mengapa elemen umat Islam harus bersatu untuk membela kasus ini. Hal tersebut dijelaskan pada paragraf 8, “Saya khawatir jika tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi memang harus melibatkan semua komponen...”10
8
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 238 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 240 10 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu (Republika Online, Edisi 26/02/14) 9
45
Kalimat ini menjelaskan ajakan untuk bersatu dalam membela hak dasar manusia dalam beragama dan juga selain umat Islam juga kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali. 4) Pra-anggapan
–
elemen
wacana
praanggapan
(presupposition)
merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Kalau latar berarti upaya mendukung pendapat dengan jalan memberi latar belakang, maka praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan membeikan premis yang dipercaya kebenarannya. Pranggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.11 Terdapat elemen pra-anggapan pada Lead berita ini, “Mereka menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela”12 Pada paragraf kedua terdapat pula pra-anggapan dalam berita ini, “Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian kebebasan beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela”.13 Kalimat-kalimat tersebut menjelaskan adanya bentuk pelanggaran HAM di Bali dalam kebebasan beragama yang merupakan hak dasar setiap manusia yang perlu dijunjung tinggi keberadaannya. Ketika berita ini diturunkan belum ada keputusan yang jelas dari pemerintah soal kasus ini sebab ketika PII mengirimkan laporan tersebut, hal ini tidak langsung
11
Eriyanto, Analisis Wacana,h. 256 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 1 (Republika Online, Edisi 26 Februari 2014) 13 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 2 12
46
ditanggapi oleh kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali. d. Struktur Mikro (Sintaksis) 1) Bentuk Kalimat – bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara bepikir logis, yaitu prinsip kausalitas.14 Pada paragraf pertama, “Mereka menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela”.15 Kalimat aktif ini digunakan untuk menjelaskan bahwa Komnas HAM menyoroti kasus tersebut secara sungguh-sungguh. 2) Koherensi – koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap peristiwa tersebut.16 Pada paragraf kelima, “Baik PII maupun Anita Whardani, belum pernah melaporkan kasus pelarangan jilbab ini ke Komnas HAM. Sehingga kedatangan Komnas HAM ke Pemda Denpasar juga sempat dipertanyakan atas laporan siapa. “Kami sampaikan, kedatangan kami ke suatu wilayah tidak harus karena ada laporan. Kami ke Bali pun atas hasil pantauan kami saja melihat kasus yang begulir,” kata dia, Rabu (26/2)”.17
Kalimat di atas menjelaskan elemen koherensi sebab akibat alasan Komnas HAM datang ke Pemda Denpasar yaitu dengan memantau kasus
14 15
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 251 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 1 16 17
Paragraf 5
Eriyanto. Analisis Wacana, h. 242 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
47
yang bergulir. Hal ini dikarenakan adanya isu larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali yang masuk ke dalam buku tata tertib sekolah pada Bab I Pasal 2 yang berbunyi “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. Hal ini sudah melanggar hak asasi manusia dalam kebebasan beragama. 3) Kata Ganti – elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.18 Pernyataan Komisioner Komnas HAM pada paragraf delapan “Saya khawatir jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi memang harus melibatkan semua komponen”.19 Kata ganti saya merupakan pendapat pribadi atau opini yang tidak melibatkan kelompok. Kata ganti tersebut mewakili Komnas HAM yang menyoroti kasus larangan jilbab di sekolah dan mengajak komponen umat Islam untuk membela kasus ini. 18 19
Paragraf 8
Eriyanto, Analisis Wacana, h.253-254 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
48
e. Struktur Mikro (Stilistik) 1) Leksikon – pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk ada fakta. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbedabeda.20 Pemilihan kata dalam laporan utama “Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu” adalah sebagai berikut: -
Kata yang ternyata dan sorotan dalam kalimat : kasus pelarangan jilbab yang ternyata diberlakukan di puluhan sekolah di Bali, menjadi sorotan Komnas HAM. Kata yang ternyata memiliki arti faktanya dan sorotan memiliki arti perhatian.
-
Kata memediasi dalam kalimat : Ia pun siap memediasi dan akan membantu karena ada akses informasi yang dihambat di sana. Kata memediasi memiliki arti menjadi penengah.
-
Kata bergulir dalam kalimat : kami ke Bali pun atas hasil pantauan kami saja melihat kasus yang bergulir. Kata bergulir memiliki arti terus menerus ada.
-
Kata elemen dalam kalimat : ia juga meminta semua elemen umat Islam untuk bersatu. Kata elemen memiliki arti unsur.
-
Kata komponen dalam kalimat : jadi memang harus melibatkan semua komponen. Kata komponen memiliki arti bagian dari keseluruhan.
20
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 255
49
-
Kata terang-terangan dalam kalimat : bahkan di SMPN 1 Singaraja, larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku saku siswa. Kata terang-terangan memiliki arti menerangkan secara jelas.
f. Struktur Mikro (Retoris) 1) Grafis – elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain.21 Unsur grafis yang muncul dalam pemberitaan Isu Pelarangan Jilbab pada Media Online Republika terdapat pada paragraf kedua dalam kalimat “Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian kebebasan beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela”. Dalam kalimat ini menggambarkan bahwa kasus ini harus segera diselesaikan karena ini menyangkut hak dasar manusia yang harus dibela. Kemudian di paragraf kedelapan dalam kalimat “Saya khawatir jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi memang harus melibatkan semua komponen”. Kalimat ini mengajak semua komponen islam untuk membela hak dasar beragama setiap warga negara, karena jika hanya segelintir yang membela kasus ini dampaknya tidak begitu besar.
21
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257
50
2) Metafora – dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.22 “Selain di Denpasar, pelarangan jilbab juga dilakukan sejumlah sekolah di Kabupaten Buleleng. Bahkan di SMPN 1 Singaraja, larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. (Paragraf 10) kalimat ini menjelaskan bahwa kasus ini bukan hanya larangan yang tidak tertulis atau lisan tetapi larangan ini nyata dan masuk dalam buku tata tertib siswa untuk tidak memakai jilbab. Tabel 4.1 Analisis Level Teks Berita Isu Larangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu Struktur
Elemen
Keterangan
Tema
Larangan penggunaan jilbab sekolah di
Wacana Makro
Bali menjadi sorotan Komnas HAM dan hak dasar yang harus dibela. Superstruktur Skema
1. Pendahuluan,
Lead
pembuka
wartawan menulis bahwa kasus larangan
jilbab
di
sekolah
diberlakukan di puluhan sekolah di
22
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 259
51
Bali dan menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela. 2. Isi, berita ini menjelaskan bahwa Komisioner Maneger
Komnas
Nasution
HAM
menekankan,
kasus pelarangan jilbab di Bali harus
di
bantu.
merupakan
Sebab
bagian
jilbab
kebebasan
beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela 3. Penutup, pada bagian akhir berita ini bahwa PW PII Bali bersamasama
dengan
sejumlah
elemen
organisasi Islam di Bali akan terus mengumpulkan informasi tentang sekolah-sekolah
yang
melarang
siswanya mengenakan jilbab di sekolah dan ada sejumlah sekolah yang menantang tim investigasi PII Bali untuk mengadukan pelarangan berjilbab ke instansi yang lebih tinggi. Struktur
Latar
Latar masalah ini adalah ditulisnya
Mikro
larangan penggunaan jilbab di buku tata
(Semantik)
tertib siswa dan melanggar hak asasi manusia dalam beragama. Detil
Dalam berita tersebut terdapat infografi yang
menjelaskan
permasalahan
latar
Larangan
belakang Penggunaan
Jilbab Sekolah di Bali dan memberikan bukti bahwa larangan tersebut masuk
52
dalam buku tata tertib siswa. Maksud
Pada paragraf 8 terdapat maksud pada berita ini yang menjelaskan alasan dasar dan alasan kuat mengapa elemen umat Islam harus bersatu untuk membela kasus ini.
Pra
pada Lead berita, “Mereka menilai jilbab
anggapan
jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela” Pada
paragraf
Komnas
kedua,
HAM
“Komisioner
Maneger
Nasution
menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali
harus
dibantu.
Sebab
jilbab
merupakan bagian kebebasan beragama merupakan
hak
dasar
yang
perlu
dibela”. Struktur
Bentuk
paragraf pertama, “Mereka menilai jilbab
Mikro
Kalminat
jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela”.
(Sintaksis ) Koherensi
Paragraf kelima, “Baik PII mau pun Anita
Whardani,
belum
pernah
melaporkan kasus pelarangan jilbab ini ke Komnas HAM. Sehingga kedatangan Komnas HAM ke Pemda Denpasar juga sempat
dipertanyakan
atas
laporan
siapa. “Kami sampaikan, kedatangan kami ke suatu wilayah tidak harus karena ada laporan. Kami ke Bali pun atas hasil pantauan kami saja melihat kasus yang begulir,” kata dia, Rabu (26/2)”.Kata saban dalam paragraf 1 Kata Ganti
Paragraf delapan “Saya khawatir jika
53
mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi memang harus melibatkan semua komponen”. Struktur
Leksikon
-
Mikro
Kata yang ternyata dan sorotan pada paragraf 1
(Stilistik)
-
Kata memediasi pada paragraf 4
-
Kata bergulir pada paragraf 6
-
Kata elemen pada paragraf 7
-
Kata komponen pada paragraf 8
-
Kata terang-terangan pada paragraf 10
Struktur
Grafis
Terdapat pada paragraf kedua dalam
Mikro
kalimat “Komisioner Komnas HAM
(Stilistik)
Maneger Nasution menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian kebebsan beragama merupakan hak dasar yang perlu
dibela”.
Dalam
kalimat
ini
menggambarkan bahwa kasus ini harus segera
diselesaikan
karena
ini
menyangkut hak dasar manusia yang harus dibela. Kemudian di paragraf kedelapan dalam kalimat “Saya khawatir jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan
kecil.
Jadi
memang
harus
melibatkan semua komponen”. Kalimat ini mengajak semua komponen islam untuk membela hak dasar beragama setiap warga negara, karena jika hanya segelintir
yang
membela
kasus
ini
dampaknya tidak begitu besar. Metafora
“Selain di Denpasar, pelarangan jilbab
54
juga dilakukan sejumlah sekolah di Kabupaten Buleleng. Bahkan di SMPN 1 Singaraja, larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. (Paragraf 10)
1.2.
Analisis Teks Berita Berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab
(02/04/14) a. Struktur Makro; Tematik Tema dalam judul berita “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab” adalah DPRD Bali mengajak Pengurus Besar PII dan PII di Bali untuk bertemu membahas kasus jilbab. Sekretaris Umum Pengurus Wilayah II Bali
Fatimah
Azzahra
mengatakan
bahwa
pertemuan
tersebut
dijadwalkan DPRD setelah tanggal 9 April. Tanggal pertemuan belum ditentukan, tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap menghadapi audiensi itu. Dan Komnas HAM masih berupaya untuk mempertemukan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membahas larangan jilbab di Bali, namun belum ada waktu yang tepat di antara perwakilan dua kementrian itu. selain dari pertemuan itu, PII juga memberikan data temuan pelarangan jilbab di 40 sekolah, SMP, SMA dan SMK di Bali ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
55
b. Superstruktur; Skematik Alur cerita yang muncul dalam berita “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab” ini diawali dengan judul “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab”. Kemudian dilanjutkan dengan paragraf yang disebut penulis sebagai pendahuluan. 1) Pendahuluan – “Pelajar Islam Indonesia (PII) akan melakukan pertemuan dengan DPRD Provinsi Bali membahas pelarangan jilbab di sekolah. Sebanyak 40 sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab oleh siswi Muslimah, baik secara lisan maupun tertulis”.23 Hal ini tentu menjadi fokus utama, isu besar dalam sebuah otonomi daerah di Bali, sehingga DPRD Provinsi Bali harus turun tangan untuk menangani kasus ini. 2) Isi – berita ini menceritakan bahwa DPRD akan menggelar pertemuan dengan PII yang dijadwalkan ada tanggal 9 April seperti yang dikatakan Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali, Fatimah Azzarah “Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu”.24 Namun tanggal pertemuannya belum ditentukan tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap untuk menghadapi audiensi itu. PII juga sudah dua kali melayangkan surat audiensi kepada gubernur, Dinas Pendidikan, dan DPRD namun baru DPRD yang menanggapi keinginan PII untuk
23
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 1 (Republika Online, Edisi 02 April 2014) 24 Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 2
56
bertemu membahas kasus jilbab. Selain itu PII memberikan data temuan kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa terdapat 40 sekolah mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali yang melarang menggunakan jilbab. 3) Penutup – PII selaku organisasi yang sangat menyoroti kasus jilbab ini memberikan
data
temuan
kepada
Kementrian
Pendidikan
dan
Kebudayaan bahwa terdapat sebanyak 40 sekolah mulai dari SMP, SMA dan SMK di Bali yang melarang siswinya menggunakan jilbab. Dan Komnas HAM juga berupaya mempertemukan wakil Kementrian Agama, Nasaruddin Umar dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. c. Struktur Mikro; Semantik 1) Latar – latar belakang berita ini menceritakan bahwa PII sudah dua kali melayangkan surat audiensi kepada gubernur, Dinas Pendidikan, dan DPRD. Baru DPRD saja yang menanggapi surat audiensi tersebut dan akan menggelar pertemuan setelah pemilu 2014 atau setelah tanggal 9 April 2014. Namun belum ada kepastian yang tanggal berapa pertemuan itu akan dilaksanakan. “Menurut Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali Fatimah Azzahra, pertemuan dijadwalkan DPRD setelah 9 April. “ Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu,” kata Fatimah melalui sambungan telepon, Selasa (1/4)”. 2) Detil – terdapat detil mengenai lambannya kasus jilbab ditangani dan PII melayangkan dua kali surat audiensi juga melaksanakan pertemuan dengan DPRD usai pemilu.
57
“Helmy mengeluhkan lambannya penanganan kasus ini oleh pemerintah pusat. PII akan tetap mengawal pengesahan dan penerapan peraturan Mendikbud mengenai seragam sekolah yang menekankan kembali diizinkannya pemakaian jilbab”. “Pada 7 Maret 2014, baik Pengurus Besar PII maupun pengurus PII di Bali bersiap-siap untuk mengirimkan suurat kedua ke gubernur, Dinas Pendidikan, dan DPRD. Baru DPRD yang menanggapi keinginan PII bertemu membahas kasus jilbab”. Detil ini ditunjukkan pada paragraf ke 8 dan paragraf ke 4 3) Maksud -
pada paragraf ke 6 dijelaskan secara eksplisit bahwa
dikirimkannya surat audiensi tersebut untuk mendesak DPRD Bali dan lain sebagainya agar memantau pendidikan di wilayahnya. “PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, khususnya, sebagai alat mendesak mereka memantau penddidikan di wilayahnya. Meski ada otonomi, dinas tak bisa lepas tangan. “Jika aturan diserahkan ke masing-masing sekolah, untuk apa ada struktur?”.” Hal ini menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Bali belum sepenuhnya menyoroti atau memantau pendidikan di wilayahnya. Sedangkan
banyak
sekolah
di
Bali
yang
melarang
siswinya
menggunakan jilbab. 4) Pra-anggapan – bagian praanggapan pada teks ini terdapat dalam paragraf 13 yang memaparkan “Permasalahannya pada belum adanya waktu yang tepat di antara perwakilan dua kementrian itu. “Kami mengundang pihak yang berwenang mengambil kebijakan,” kata
58
Maneger. Jangan sampai yang hadir justru berbeda dengan yang memutuskan kebijakan”. Pra-anggapan dalam teks tersebut mengenai alasan mengapa baru DPRD saja yang merespon dan ingin membahas kasus jilbab ini. Sedangkan PII sudah mengirimkan surat audiensi kepada pihak-pihak yang terkait terhadap kasus ini. 5) Nominalisasi – terdapat nominalisasi terkait poin evaluasi terhadap kasus larangan jilbab, pada paragraf 15 disebutkan “Selain itu, PII juga ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyerahkan data temuan pelarangan jilbab di 40 sekolah, mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali....” Nominalisasi ini digunakan untuk mempertegas dan menjabarkan fakta, dalam hal ini nominalisasi jumlah sekolah yang melarang siswinya menggunakan jilbab bukan hanya satu atau dua sekolah, melainkan 40 sekolah. d. Struktur Mikro; Sintaksis 1) Bentuk Kalimat – “PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, khususnya, sebagai alat mendesak mereka memantau pendidikan di wilayahnya. Meski ada otonomi, dinas tak bisa lepas tangan. “Jika aturan diserahkan ke masing-masing sekolah, untuk apa ada struktur?”.” Kalimat ini menekan Dinas Pendidikan Bali untuk tidak lepas tangan terhadap kasus ini meskipun ada otonomi daerah dan mereka juga diminta untuk memantau pendidikan di wilayah tersebut. 2) Koherensi – bentuk koherensi yang terdapat dalam berita ini adalah
59
“Wakil Sekjen Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufry mengatakan, surat audiensi kedua untuk mereka memantau pendidikan daerah atas permasalahan yang tidak bisa diabaikan. Surat ini sekaligus menjadi prosedur yang diikuti PB PII jika nanti harus melakukan gugatan hukum”. Kalimat ini menyatakan sebab akibat, sebab surat audiensi kedua dikirimkan untuk memantau pendidikan daerah atas permasalahan yang tidak bisa diabaikan dan akibatnya jika tidak mendapatkan respon maka surat audiensi ini sudah menjadi prosedur yang diikuti PB PII jika harus melakukan gugatan hukum. 3) Kata Ganti – pada paragraf 6 terdapat pernyataan sebagai berikut “PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, khususnya, sebagai alat mendesak mereka memantau pendidikan di wilayahnya...” Kata ganti dari kata “mereka” adalah untuk mewakili DPRD, Dinas Pendidikan dan pihak-pihak yang terkait dalam kasus ini. Pada paragraf 2 juga terdapat pernyataan “Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu”. Pemilihan kata “kami” dalam kalimat ini dimaksudkan untuk PII yang sudah mengirimkan surat audiensi dua kali kepada DPRD. Dan pada paragraf 13 “Kami mengundang pihak yang berwenang mengambil kebijakan,” Kata “kami” merujuk kepada Komnas HAM yang masih berupaya mempertemukan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
60
e. Struktur Mikro 1) Leksikon – terdapat pada kalimat, -
“Tanggal pertemuan belum ditentukan, tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap untuk menghadapi audiensi itu”. kata audiensi (paragraf 3) mengandung arti pertemuan dua belah pihak yang membahas satu tema atau proses dengar pendapat antar dua belah pihak, dan membahas suatu hal tesebut.25
-
“PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Povinsi Bali, khususnya, sebagai
alat
mendesak
mereka
memantau
pendidikan
di
wilayahnya...” kata alat (paragraf 6) yang dimaksud adalah yang dipakai untuk mencapai maksud.26 -
“PII akan tetap mengawal pengesahan dan penerapan peraturan Mendikbud mengenai seragam sekolah yang menekankan kembali diizinkannya pemakaian jilbab....” kata menekankan (paragraf 8) mengandung arti menegaskan
-
“Fatimah azzahra mengaku, masih belum ada solusi mengenai kasus jilbab ini”. Kata solusi (paragraf 10) mengandung arti hasil mufakat bersama.
-
“Muslimah dan lembaga Islam diharapkan bisa membantu melakukan pembinaan yang sama”. Kata pembinaan (paragraf 11) mengandung
25
http://www.pelangibiru.net/2011/04/audiensi-pengertian-dan-contoh-surat.html diunduh pada tanggal 07 November 2014 pukul 04.30 WIB 26 http://kbbi.web.id/alat
61
arti usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik.27 -
“Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, sampai sekarang belum terwujud”. Kata terwujud (paragraf 12) maksudnya adalah terlaksana.
-
“Ia juga mengapresiasi langkah PII yang beberapa waktu lalu langsung betemu dengan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar”. Kata mengapresiasi (paragraf 14) maksudnya adalah mengahargai.
-
“Maneger menegaskan, otonomi daerah mestinya tak melahirkan diskriminasi terhada siswi tertentu”. Kata diskriminasi (paragraf 15) mengandung arti membedakan.
2) Grafis – terdapat kalimat yang bercetak miring pada Lead berita tersebut, “Komnas HAM berharap mempertemukan dua kementrian untuk membuat solusi” kalimat ini menggambarkan adanya hrapan dari PII agar dua kementerian tersebut bertemu dan membuat solusi yang teat terhadap kasus larangan jilbab di Bali ini. 3) Metafora – unsur metafora yang muncul dalam berita ini yaitu dalam kalimat “Maneger menegaskan, otonomi daerah mestinya tak melahirkan diskriminasi terhadap siswi tertentu”. Tabel 4.2 Analisis Level Teks Berita DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab Struktur
Elemen
Keterangan
Tema
Tema dalam berita ini adalah DPRD
Wacana Makro 27
http://kbbi.web.id/bina
62
Bali mengajak Pengurus Besar PII dan PII di Bali untuk bertemu membahas kasus
jilbab.
Sekretaris
Umum
Pengurus Wilayah II Bali Fatimah Azzahra mengatakan bahwa pertemuan tersebut dijadwalkan DPRD setelah tanggal 9 April. Tanggal pertemuan belum ditentukan, tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap menghadapi audiensi itu. Superstruktur Skema
Pada pendahuluan – “Pelajar Islam Indonesia
(PII)
akan
melakukan
pertemuan dengan DPRD Provinsi Bali membahas pelarangan jilbab di sekolah. Sebanyak 40 sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab oleh siswi Muslimah, baik secara lisan maupun tertulis”.28 Hal ini tentu menjadi fokus utama, isu besar dalam sebuah otonomi daerah
di
Bali,
sehingga
DPRD
Provinsi Bali harus turun tangan untuk menangani kasus ini. Pada
bagian
menceritakan
isi bahwa
–
berita DPRD
ini akan
menggelar pertemuan dengan PII yang dijadwalkan ada tanggal 9 April seerti yang
dikatakan
Sekretaris
Umum
Pengurus Wilayah PII Bali, Fatimah
28
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 1 (Republika Online, Edisi 02 April 2014)
63
Azzarah “Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu”.29 Namun tanggal pertemuannya belum ditentukan tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap
untuk
menghadapi
audiensi itu. PII juga sudah dua kali melayangkan suurat audiensi kepada gubernur, DPRD
Dinas
namun
menanggapi bertemu
Pendidikan,
dan
baru
DPRD
yang
keinginan
PII
untuk
kasus
jilbab.
membahas
Selain itu PII memberikan data temuan kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa terdaat 40 sekolah mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali yang melarang menggunakan jilbab. Pada bagian penutup – PII selaku organisasi
yang
sangat
menyoroti
kasus jilbab ini memberikan data temuan
kepada
Kementrian
Penddidikan dan Kebudayaan bahwa terdapat sebanyak 40 sekolah mulai dari SMP, SMA dan SMK di Bali yang melarang jilbab.
siswinya
Dan
beruaya
Komnas
menggunakan HAM
mempertemukan
juga wakil
Kementrian Agama, Nasaruddin Umar dan
Kementrian
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
29
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 2 (Republika Online, Edisi 02 April 2014)
64
Struktur
Latar
Latar belakang berita ini menceritakan
Mikro
bahwa PII sudah dua kali melayangkan
(Semantik)
surat audiensi kepada gubernur, Dinas Pendidikan, dan DPRD. Baru DPRD saja yang menanggapi surat audiensi tersebut
dan
akan
menggelar
pertemuan setelah pemilu 2014 atau setelah tanggal 9 April 2014. Namun belum ada kepastian yang tanggal berapa
pertemuan
itu
akan
dilaksanakan. Detil
terdapat detil mengenai lambannya kasus
jilbab
ditangani
dan
PII
melayangkan dua kali surat audiensi juga melaksanakan pertemuan dengan DPRD usai pemilu. Maksud
pada paragraf ke 6 dijelaskan secara eksplisit bahwa dikirimkannya surat audiensi
tersebut
untuk
mendesak
DPRD Bali dan lain sebagainya agar memantau pedidikan di wilayahnya. Pra anggapan
Pra-anggapan
dalam
teks
tersebut
mengenai alasan mengapa baru DPRD saja
yang
merespon
dan
ingin
membahas kasus jilbab ini. Sedangkan PII sudah mengirimkan surat audiensi kepada
pihak-pihak
yang
terkait
terhadap kasus ini. Nominalisasi
terdapat
nominalisasi
evaluasi
terhadap
terkait
kasus
poin
larangan
jilbab, pada pparragraf 15 disebutkan “Selain itu, PII juga ke Kementrian
65
Pendidikan
dan
Kebudayaan
menyerahkan data temuan pelarangan jilbab di 40 sekolah, mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali....” Struktur
Bentuk
“PII
Mikro
Kalimat
Pendidikan Provinsi Bali, khususnya,
(Sintaksis )
ingin
sebagai
surat
alat
kepada
mendesak
Dinas
mereka
memantau pendidikan di wilayahnya. Meski ada otonomi, diinas tak bisa lepas tangan. “Jika aturan diserahkan ke masing-masing sekolah, untuk apa ada struktur?”.” Kalimat ini menekan Dinas Pendidikan Bali untuk tidak lepas
tangan
terhadap
kasus
ini
meskipun ada otonomi daerah dan mereka juga ddiminta untuk memantau ppendidikan di wilayah tersebut. Koherensi
bentuk koherensi yang terdaat dalam berita ini adalah “Wakil Sekjen Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufry mengatakan, surat audiensi
kedua
untuk
mereka
memantau pendidikan daerah atas permasalahan
yang
tidak
bisa
diabaikan. Surat ini sekaligus menjadi prosedur yang diikuti PB PII jika nanti harus melakukan gugatan hukum”. Kalimat ini menyatakan sebab akibat, sebab surat audiensi kedua dikirimkan untuk memantau pendidikan daerah atas permasalahan yang tidak bisa diabaikan dan akibatnya jika tidak
66
mendapatkan
respon
maka
surat
audiensi ini sudah menjadi prosedur yang
diikuti
PB
PII
jika
harus
melakukan gugatan hukum. Kata Ganti
pada paragraf
6 terdapat pernyataan
sebagai berikut “PII
ingin
surat
kepada
Dinas
Pendidikan Provinsi Bali, khususnya, sebagai
alat
memantau
mendesak
mereka
pendidikan
di
wilayahnya...” Kata ganti dari kata “mereka”
adalah
untuk
mewakili
DPRD, Dinas Pendidikan dan ppihakpihak yang terkait dalam kasus ini. Pada
paragraf
2
juga
terdapat
pernyataan, “Kami bertemu dengan ketua
DPRD
seusai
pelaksanaan
pemilu”. Pemilihan kata “kami” dalam kalimat ini dimaksudkan untuk PII yang
sudah
mengirimkan
surat
audiensi dua kali kepada DPRD. Dan
pada
paragraf
13,
“Kami
mengundang pihak yang berwenang mengambil kebijakan,” Kata “kami” merujuk kepada Komnas HAM yang masih
berupaya
mempertemukan
Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Struktur
Leksikon
-
kata
audiensi
(paragraf
3)
Mikro
mengandung arti pertemuan dua
(Stilistik)
belah pihak yang membahas satu tema atau proses dengar pendapat
67
antar
dua
belah
pihak,
dan
membahas suatu hal tesebut. -
kata
alat
(paragraf
6)
30
yang
dimaksud adalah yang dipakai untuk mencapai maksud.31 -
kata menekankan (paragraf 8) mengandung arti menegaskan
-
Kata
solusi
(paragraf
10)
mengandung arti hasil mufakat bersama. -
Kata pembinaan (paragraf 11) mengandung arti usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien
dan
efektif
untuk
memperoleh hasil yg lebih baik.32 -
Kata
terwujud
(paragraf
12)
maksudnya adalah terlaksana. -
Kata mengapresiasi (paragraf 14) maksudnya adalah mengahargai.
-
Kata diskriminasi (paragraf 15) mengandung arti membedakan.
Struktur
Grafis
Terdapat kalimat yang bercetak miring
Mikro
pada Lead berita tersebut, “Komnas
(Stilistik)
HAM berharap mempertemukan dua kementrian untuk membuat solusi” kalimat ini menggambarkan adanya hrapan dari PII agar dua kementerian tersebut bertemu dan membuat solusi yang teat terhadap kasus larangan
30
http://www.pelangibiru.net/2011/04/audiensi-pengertian-dan-contoh-surat.html diunduh pada tanggal 07 November 2014 pukul 04.30 WIB 31 http://kbbi.web.id/alat 32 http://kbbi.web.id/bina
68
jilbab di Bali ini. Metafora
unsur metafora yang muncul dalam berita
ini
“Maneger daerah
yaitu
dalam
menegaskan,
mestinya
tak
kalimat otonomi
melahirkan
diskriminasi terhadap siswi tertentu”.
2.
Analisis Level Kognisi Sosial Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya ada struktur
teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menawarkan suatu analisis yang disebut sebagai kognisis sosial. Dalam kerangka analisis wacana Van Dijk, perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut.33 Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan penelitian kognitif dan strategi si penulis dalam memproduksi suatu berita. Karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan,
prasangka,
atau
pengetahuan
tertentu
akan
suatu
peristiwa.34 Penting dalam mengamati kognisi sosial yang dialami dari penulis teks tersebut, karena pada dasarnya sifat dasar manusia adalah pencerita dan cerita dari setiap orang itu pasti mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda dalam memandang suatu hal dan peristiwa meskipun objek yang diamatinya nanti. Di dalam teks tersebut pasti terkandung suatu andangan dari penulis dan ideologis dari penulis. Sebuah teks tidak
33 34
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 260 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 260.
69
pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi.35 Dalam pandangan Van Dijk, Kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya teks ini tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk dan dibuat, proses ini juga memasukan informasi bagaimana peristiwa itu ditafsirkan, disimpulkan dan dimaknai oleh wartawan.36 Seperti dalam berita ini, dari hasil wawancara terhadap Fuji Pratiwi (wartawan Republika Online) yang menulis berita tentang larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali bahwa dalam penulisannya memiliki maksud memperjuangkan hak siswi berjilbab dan mereka berhak untuk memakai jilbab karna hal itu tidak menimbulkan gangguan sistemik, tidak juga mengganggu individu. Berikut kutipan wawancara dengan Fuji Pratiwi: “Memperjuangkan hak mereka, bahwa siapapun mereka siswa, guru atau pekerja lainnya. Mereka berhak untuk pakai jilbab karna sebenarnya diakan tidak menimbulkan gangguan sistemik, tidak juga mengganggu individu, nggak ada yang terganggulah dengan itu. kalaupun ada cibiran-cibiran dan omongan orang dibelakang, saya yakin itu nggak akan bertahan lama. Jadi, memperjuangkan bahwa itu adalah hal yang lumrah dimanapun terlebih Indonesia kan punya Bhineka Tunggal Ika...”. Dari pernyataan tersebut. dalam hal ini, penulisan kasus yang telah ditulis menyangkut maksud penulis itu adalah memperjuangkan setiap hak manusia tanpa membedakan suku bangsa. 35
Pernyataan Achmad
Aris Bandara, Wacana Teori Metode dan Penerapannya pada Wacana Media, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 33 36 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001). h. 266.
70
Syalaby Ichsan (redaktur Republika Online) yang sekaligus menulis berita yang sama pun, mengatakan demikian, “Jilbab itu patut dan negara mesti menjamin bahwwa setiap warganya menggunakan jilbab nggak cuma siswa sekolah tapi semua muslimah yang ingin menggunakan jilbab, kaya polwan atau TNI itukan nggak boleh make jilbab nah itu negara harus menjamin“. Jadi bagi Fuji dan Aby negara mesti menjamin hak setiap warganya karena kasus ini melarang adanya pemakain jilbab sedangkan jilbab adalah salah satu syariat Islam dimana diwajibkan bagi wanita menggunakan penutup kepala atau jilbab. Kemudian alasan mengapa pemberitaan tersebut layak diberitakan menurut Fuji Pratiwi karena menyangkut isu kemerdekaan seseorang dimana hak seseorang tidak bebas dan harus dibantu. Berikut kutipan wawancara dengan Fuji Pratiwi : “Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar gimanaun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara yang bebas itu nggak bnerlah....” Dan menurut Aby dalam pernyataannya alasan mengapa berita ini layak dibertakan sebagai berikut, “....masalah jilbab di Bali itu juga coba dijelaskan secara universal karna ikutan hak ya, hak asasi manusia bayangkan kalau seorang pelajar SMA Negeri tapi nggak boleh menggunakan jilbab. Itukan yang jadi pertanyaan walaupun dia berada di minoritas di Bali, saat dia sekolah di institusi negeri yang notabene negara dibiayai oleh APBN dan APBD, seharusnya negara bisa memenuhi hak sesuai dengan konstitusi soal kebebasan beragama...” Jadi dari pernyataan tesebut alasan diberitakannya kasus tersebut karena kebebasan hak beragama yang patut dipenuhi secara kontitusi dan mereka menjelaskan secara universal dalam pemberitaan tersebut.
71
Tujuan pemberitaan dari pemberitaan ini menurut Aby adalah, konstitusi harus memenuhi hak azasi manusia terutama kebebasan beragama. Bukan masalah Islamisasi atau syariatisasinya tapi hak azasi manusianya dan publik harus aware terhadap berita ini. Berikut pernyataannya, “Harus tanggap bahwa hak azasi manusia harus dipenuhi sesuai dengan konstitusi apalagi kebebasan beragama, itukan bukan sekolah itu harus mewajibkan memakai jilbab kepada semua orang melainkan orang muslim yang ingin menjalankan ibadah sesuai agamanya, dippenuhi kebutuhannya bukan masalah islamisasi atau syariatisasi tapi hak azasi manusia jadi ya gitu balik lagi ke hak azasi dan publik harus aware bahwa banyak nilai-nilai islam, meskippun mayoritas tapi banyak dilnggar oknum-oknum minoritas yang melanggar konstitusi”. Dan menurut Fuji tujuan dari pemberitaan tersebut selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata bahwa diharakan tidak ada lagi kasus seperti ini terulang kembali. Berikut pernyatannya. “Tentu selain empaati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian maksudnya kasus ini terjadi karena lalai, ttidak diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berhara dengan adanya ini semua ppihak jaddi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata”.
Dari pernyataan di atas tujuan dari pemberitaan tersebut adalah agar publik tau bahwa ada kasus seperti ini dimana sekolah negeri di Bali tidak memperbolehkan menggunakan jilbab atau penutup kepala. Dan masyarakat diajak untuk melakukan aksi nyata membela korban dari kasus ini. Mengenai mekanisme dalam peliputan berita Republika Online terdapat alur kerja yang menjelaskan tentang alur pembuatan berita
72
sebagai berikut yang akan dijelaskan melalui tabel – tabel yang akan menjelaskan secara terstruktur mekanisme alur peliputan: Gambar 1. Mekanisme Alur Pemberitaan Republika Online PEMRED
WAPEMRED
REDPEL
PENAWARAN
REDPEL
PENAWARAN
REDPEL
KORAN
ORDER
NEWSROOM
ORDER
ROL
REPORTER
Sumber: Wawancara pribadi dengan redaktur Republika Online Achmad Syalaby Jakarta, 21 Oktober 2014
Berikut merupakan analisis Kognisi Sosial dalam skema yang diringkas oleh Eriyanto dalam buku Analisis Wacana: 1.
Skema Person (Person Schemas) Wartawan penulis berita mengenai larangan penggunaan jilbab
sekolah di Bali ini merupakan wartawan yang mengharapkan adanya aksi nyata dari masyarakat untuk melihat bahwa kasus ini merpakan kasus dekriminasi terhadap kaum minoritas di Bali. Sumber berita yang datang pun dari komunitas PII yang juga aktif dalam memberikan laporanlaporan terhadap kaum Muslim yang mendapat masalah. Untuk itu
73
Komnas HAM dan yang lainnya harus tanggap dan ceat dalam menanggapi kasus ini. 2.
Skema Diri (Self Schemas) Salah satu wartawan, Fuji Pratiwi mengaku tertarik menulis berita
ini
karena
perjuangan
Anita
(korban)
yang
mempertahankan
penddirinnya menggunakan jilbab di sekolahnya dan tidak ingin pindah sekolah seperti teman-temaannya. Hal ini juga melanggar hak dasar manusia, ia juga berharap adanya aksi nyata ketika berita ini diturunkan bukan sekedar simpati atau empati belaka. Dan bukan hanya kasus jilbab ini saja yang ingin penulis tulis jika ada siswa nasrani dipaksa sekolah hari minggu dan dilarang ke gereja itu akan ia tulis karena ada hak seseorang yang diganggu. “Dari perjuangan si Nita atau Anita, Nita inikan udah make jilbab lama. Jadi anak-anak di Bali bilang kalau tetep mau make jilbabnya opsinya dua, pindah ke sekolah islam atau pindah ke Jawa. Itu bukan opsi yang mudah, pindah ke Jawa jauh dari orang tua itu...gimanaa....gitu. perjuangan mereka ternyata lebih berat untuk tetap bisa bertahan dengan selembar kain mereka harus rela pindah ke Jawa dan banyak yang sekolah di Jawa” . “Nah si Anita ini nakal nih, dia kekeh, dia bilang “yasudahlah sekolah mau berbuat apa, mau ngapain aja, saya tetep make jilbab, kalo saya dikeluarin yaudah”. Orang tua Anita ngelarang tapi Anita bilang “ini yang saya perjuangkan, saya mau make jilbab”.” “Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar gimanapun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara yang bebas itu nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu orang doanglah tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak, masif terstruktur gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak bisa walaupun korbannya banyak orang, kali aja ada korban-korban lainnya yang kita nggak tau, yang mungkin diem aja. Jadi nggak ada niatan mengadu domba muslim dengan hindu atau menjelek-jelekkan sekolah itu nggak ada. Murni, ada temen kita yang haknya tidak bebas, ayo dibantu. Toh kalau ada yang nasrani dipaksa sekolah hari minggu
74
dan dilarang ke gereja itu akan saya tulis karena ada kejadian kaya gitu, nggak bisa, nggak boleh zalim gitu”. 3.
Skema Peran (Self Schemas) Salah satu wartawan, Fuji Pratiwi mengatakan bahwa dia tertarik
meliput berita ini karena ini adalah hak dasar manusia yang harus dibela. Sebab memakai jilbab itu menjalankan syariat agama yang tidak bisa digganggu gugat, sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945 menyatakan: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.37 Dan ia juga merasakan bagaimana seseorang yang dilarang dengan mengguunakan jilbab pada jaman tahun 2000 dimana jilbab masih dipandang aneh. “Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar gimanapun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara yang bebas itu nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu orang doanglah tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak, masif terstruktur gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak bisa...” “...saya mengerti bahwa nggak enak dilarang mengunakan jilbab awal saya masuk SMP pun tahun 2000 itu masih ada sisa-sisa era dimana jilbab masih dianggap aneh, dan saya tau ini nggak bisa kaya gitu lagi. Itu tahun 2000 itu 18 tahun silam masa mau terulang lagi”. Media online Republika Online adalah media islam yang modern dan moderat. Hal ini terlihat dari berbagai isu-isu islam yang dominan. Dalam hal ini, Fuji sebagai wartawan Republika Online, dia ingin menegaskan
37
kepada
pemerintah
dan
masyarakat
bahwa
terjadi
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/artikel-ilmiah/85-instrumen-internasionaldan-peraturan-perundangan-indonesia.html diunduh pada tanggal 21 Maret 2014 pada pukul 02.30 WIB
75
pelanggaran HAM beragama di Bali dan berharap adanya aksi nyata dari pihak-pihak yang terkait. “Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata”. 4.
Skema Peristiwa (Event Schemas) Menurut Aby Syalaby, Redaktur sekaligus penulis berita kasus
larangan jilbab, ia melihat ini adalah hak yang harus dipenuhi oleh konstitusi karena walaupun di Bali islam itu minoritas, tak sepatutnya siswi Sekolah Menengah dilarang menggunakan jilbab. “....masalah jilbab yang di Bali itu juga coba dijelaskan dengan universal karna itukan hak ya, hak asasi manusia bayangkan kalau seorang pelajar di SMA Negeri tapi nggak boleh menggunakan jilbab. Itukan yang jadi pertanyaan walaupun dia berada di minoritas di Bali, saat dia sekolah di institusi negeri yang notabene negara dibiaya oleh APBN dan APBD, seharusnya negara bisa memenuhi hak sesuai dengan konstitusi soal kebebasan beragama”. 3.
Analisis Level Konteks Sosial 1. Praktik Kekuasaan Media massa merupakan pemberi informasi kepada masyarakat. Sehingga dalam hal ini media memiliki kuasa yang besar terhadap arus informasi yang berkembang dalam masyarakat dan menjadi penting bagi masyarakat. Media Online juga dituntut untuk memberikan suatu berita secara cepat dengan menggunakan jaringan internet. Dengan adanya media online ini masyarakat yang tidak buta teknologi disuguhkan berita yang singkat, padat, jelas dan cepat,
76
berbeda dengan media cetak. Dalam kasus larangan jilbab ini terhadap wawanccara tertulis dengan Fuji Pratiwi (salah satu wartawan Republlika Online) mengatakan bahwa masyarakat dan pemerintah perlu seacara intens melihat kejadian-kejadian seperti ini karena diketahui korban dari kasus ini sebelumnya tidak ernah melaporkan kasus ini ke lembaga yang berwenang. Media Republika Online dengan kekuasaanya sebagai media massa yang berlandaskan islam dan menjadi salah satu bagian dari keluarga besar Republika menggiring opini masyarakat dengan memberikan bukti-bukti nyata terhadap kasus tersebut dan mengajak kepada masyarakat juga lembaga-lembaga yang berwenang untuk melakukan aksi nyata terhadap kasus larangan penggunaan jilbab ini. Negara kita adalah negara yang berlandaskan hukum, dan dalam kasus ini hak seseorang dalam beragaama telah diganggu keberadaannya. Sedangkan dalam Pasal 29 UUD 1945 menyatakan: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin
kemerdekaan
tiaptiap
penduduk
untuk
memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.38 Berita ini juga lebih banyak ditulis di media Republika Online, jarang sekali media online yang mengikuti kasus ini sampaituntas padahal ini adalah kasus pelanggaran HAM beragama
dimana
kebebasan
seseorang
bergama
diganggu
keberadaannya. Seperti yang dikatakan oleh Fuji Pratiwi: 38
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/artikel-ilmiah/85-instrumen-internasionaldan-peraturan-perundangan-indonesia.html diunduh pada tanggal 21 Maret 2014 pada pukul 02.30 WIB
77
“Saya nggak tau ini sejalan atau nggak dengan ideologi media mereka, satu. Kedua, satu sisi alhamdulillah juga temen-temen dari PII selalu ngontaknya Republika kalau ada isu ini. Kita nggak bisa gerak kalau nggak ada didorong ssama temen-temen beliau, kita minta bantuan, kita mengadvokasi sampe kemendikbud sampe ini bener-bener selesai, gitu sih ini sejalan atau nggak dengan media lain”. Dari hasil wawancara dengan kedua narasumber diketahui dalam hal ini media Republika Onlline sebagai media massa ingin menyampaikan berita ini sehingga kasus ini tidak teulang kembali di masa mendatang yang membuat kaum Musllim harus rela dipindah sekolahkan dengan alasan menggunakan jilbab. 2. Akses Memengaruhi Wacana Dalam hal kasus larangan penggunaan jilbab, ROL mengatakan bahwa ROL mempunyai visi menjadikan medianya sebagai media islam yang modern dan moderat ingin memberikan informasi adanya larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali, di mana menggunakan jilbab merupakan salah satu syariat agama untuk kaum hawa atau wanita. Republika
Online sangat tertarik terhadap kasus ini karena
kasus ini dianggap melanggar Hak Azasi Manusia dalam beragama sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 dan berbeda dengan media online lainnya yang terus menerus atau lebih dominan terhadap berita politik. Pada dasarnya Republika Online mengharapkan adanya ketegasan dari pemerintah mengenai kasus ini. Sehingga kedepannya tidak ada lagi diskriminasi terhadap agama yang minoritas dalam masyarakat khususnya seperti di Bali.
78
Dikutip dari salah satu komentar masyarakat pada media online Dakwatuna.com bahwa : ”Biar adil, wajibkan saja bagi yg muslim untuk menggunakan seragam sesuai dengan agamanya. Namun sebaliknya mereka juga akan dikenakan sangsi berat bila tidak menggunakannya selama di sekolah (bila tidak menggunakan jilbab). Misalnya 3 kali tidak menggunakan seragam muslim akan di-skors dan bila tidak dilakukan sama sekali akan dikeluarkan dari sekolah. Bila tidak mampu membeli seragam muslim harus disubsidi oleh orang tua murid lain yang beragama sama dan tidak boleh diambil dari dana BOS. Jadi semua berlaku adil. Hak juga dibatasi oleh kewajiban, kewajiban untuk menjaga tatanan dan nilai sosial yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Insya Alloh semua akan merasa terwakili suaranya”. Kenyataannya di Bali penggunaan jilbab di sekolah dilarang dikarenakan agar siswi-siswi tidak ada yang berbeda seragamnya. Aturan ini masuk dalam buku tata tertib sekolah di SMPN 1 Singaraja, pada bab I pasal 2 yang berbunyi “ Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. Menurut Supriyanto Abdi varian ketiga ini menegaskan bahwa universalitas HAM sebagai khazanah kemanusiaan yang landasan normatif dan filosofisnya bisa dilacak dan dijumpai dalam berbagai sistem nilai dan tradisi agama, termasuk islam di dalamnya. Yang termasuk berpandangan demikian di antaranya adalah Abdullah Ahmed an-Naim.39
39
El Muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, h. 58-60
79
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (16: 90)
Allah Azza wa Jalla juga mewajibkan berbagai hak atas seorang muslim kepada sesama muslim secara umum. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh menghinanya, mengucilkannya, membiarkannya dan tidak boleh melanggar hakhaknya. Melalui pemaparan di atas kita mendapati bahwasanya Islam menjamin hak-hak individu dan masyarakat, dan ini tidak pernah dipelihara oleh negara-negara kafir yang mengaku demokratis dan menjaga hak-hak manusia. Sebaliknya, justru melanggar hak Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dengan melakukan perbuatan kufur dan syirik. Mereka melanggar hak-hak kaum muslimin dengan cara membunuh kaum muslimin secara massal, mengusirnya serta merampas harta benda mereka. Merubah penegakkan syari’at Allah Azza wa Jalla dengan sanksi sebagai pelaku kriminal. Negara-negara itu melarang penegakkan sanksi dari Allah Azza wa Jalla dan dianggap pelanggar hak-hak manusia. Seakan dalam pandangan negara-negara kafir itu, manusia yang wajib dilindungi hak-haknya adalah pelaku kejahatan,
80
pembuat kerusakan lagi zhalim. Sedangkan (menurut mereka, red) seorang muslim, orang yang terzhalimi dan yang dilanggar hakhaknya, bukanlah manusia yang harus dibela hak-haknya.
Ini merupakan fitrah terbalik dan pemikiran (fikrah) yang menyimpang yang memandang kebenaran sebagai kebathilan dan memandang yang bathil sebagai sebuah kebenaran.40
Artinya: “Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan ini baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya….”[Fathir/35 : 8]
40
http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/ diunduh pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB
81
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Setelah melakukan analisis dari penelitiaan yang telah diuraaikan oleh peneliti mengenai Isu Pelanggaran HAM Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut, Pada level teks media online Republika Online dalam menuliskan berita terkait larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali lebih mengajak kepada lembaga-lembaga yang berwenang untuk menuntaskan kasus ini. Hal ini telihat jelas ditulis oleh Republika Online. Terlihat dari bagaimana ROL menyusun berita dan memilih narasumber sehingga menjadi wacana. Republika Online juga melihat ini sebagai kasus pelanggaran HAM di mana dalam sebuah minoritas penggunaan jilbab di sekolah dilarang. Padahal menggunakan tutup kepala atau menggunakan jilbab menjadi salah satu syariat agama. Sementara di Bali hal ini dilarang contohnya adalah di Sekolah Menegah Atas Negeri 2 Denpasar. Pada level kognisi sosial salah satu wartawan yang berhasil peneliti wawancara, Fuji Pratiwi menyebutkan bahwa di Bali isu-isu seperti ini sangat sensitif terlebih di Bali pernah terjadi kasus Bom Bali I dan II. Akibatnya menimbulkan trauma terhadap masyarakat Bali itu sendiri. Dan mayoritas Hindu di sana juga tidak men-genalisir bahwa orang yang menggunakan jilbab itu memiliki niatan buruk dan merealisasikan hal
82
buruk itu, dan islam juga menjelaskan atau memberitahu bahwa mereka menggunakan jilbab hanya untuk melaksanakan kewajiban agama. Sedangkan Redaktur ROL yang sekaligus menulis berita ini Abi Syalaby Ichsan, mengatakaan bahwa isu ini adalah isu HAM di mana minoritas ditindas dan dilecehkan, bukan hanya di sekolah tapi di rumah sakit, polwan dan lain-lain. Isu-isu seperti ini yang diperjuaangkan. Publik juga harus tau bahwa ada pelanggaran HAM seperti ini, dimana hak kebebasan beragama seorang manusia harus dipenuhi secara konstitusi. Pada level konteks sosial, menurut masyarakat diperlukan adanya kesetaraan dan kebebasan beragama contohnya dalam penggunaan atributatribut agama seperti jilbab. Namun sayangnya dalam kasus ini masyarakat Bali cukup sensitif dengan orang-orang yang menggunakan jilbab. Karena sebelumnya masyrakat di Bali masih trauma dengan kejadian Bom Bali I dan II. Oleh karenanya mereka berpikir bahwa orang- orang yang menggunakan jilbab atau penutup kepala mempunyai niat buruk padahal sebenarnya tidak semua kaum muslimah yang mengunakan jilbab mempunyai niat buruk. Media Online Republika mendukung
dengan
adanya gerakan aksi nyata dari PII yang mengajak Komnas HAM, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan, DPRD dan lain-lain untuk menuntaskan kasus ini, karena sebelum Anita melaporkan hal ini ke PII. Sudah banyak siswi di Bali yang menjadi korban pelanggaran HAM ini. Mereka pindah sekolah ke sekolah islaam atau pindah ke jawa.
83
Media Online Republika menggunakaan agenda setting untuk memberitakan kasus ini, ROL ini sendiri memiliki kedekatan dengan Islam. Dengan menggunakan agenda setting ini ROL tidak selalu memenuhi berita yang membela kasus ini tetapi mereka memberi fakta yang diberikan oleh PII bahwa Anita dilarang menggunakan jilbab kemudian
mereka
meminta
pihak-pihak
yang
kompeten
seperti
Kementrian Pendidikan, Komnas HAM, komunitas kegaamaan bahkan mereka memberi ruang kepada kepala sekolah untuk berbicara mengapa ada larangan seperti ini. Media Online Republika sepenuhnya mengajak kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berwenang untuk menyoroti kasus ini dan melakukan aksi nyata karena hal ini sudah melanggar UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 yang berisikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaaannya itu. B.
Saran 1.
Saran Akademis Diharapkan ada penelitian yang lebih mendalam terhadap kasus ini dengan menampilkan bukti foto yang menjelaskan bahwa benar larangan ini ditulis dalam buku tata tertib siswa. Jadi masyarakat Indonesia benar-benar sadar bahwa ada pelanggaran HAM beragama di Bali yang notabene Islam di Bali adalah kaum minoritas dan dianggap mempunyai niat buruk akibat kasus Bom Bali I dan II. Juga memberikan bukti nyata terhadap penyelesaian kasus ini.
84
2.
Saran Praktis Kepada masyarakat pembaca Republika Online diharapkan kritis terhadap kasus ini dan ada aksi nyata dengan mendesak pihak-pihak yang berwenang untuk lebih intens terhadap kasus larangan HAM beragama ini karena hal ini adalah kasus yang cukup sensitif jika dilihat dari isinya. Diharapkan agar media lain juga memberitakan atau menyoroti kasus ini hingga tuntas walaupun ideologi atau visi misi mereka bukan keislaman seperti Republika Online, ini menyangkut kebebasan manusia di negara Indonesia yang berlandaskan hukum. Hak Azasi seorang manusia yang tidak dipenuhi oleh negara dan tidak sesuai dengan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berlaku. Jadi kasus ini bisa berkembang keberadaannya, diketahui banyak publik dan menegakkan hukum yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka Buku: Anonim. Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami. Bogor. Pustaka Thariqul Izzah. 2008 Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004 Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta. Kencana. 2006 Chandra, Muzzaffar. Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru. Bandung, Mizan. 1995 Creswell, W. John. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaif. Jakarta. KIK Press. 2003 Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. 2001 Hoetomo. Kamus Lengkap Bahsa Indonesia. Surabaya. Mitra Pelajar. 2005 Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, Malang: Uin Maliki Press. 2010 Majda, El. Muhtaj. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta, Kencana. 2007 _______________. Dimensi-dimensi HAM. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. 2008 Mulyana. Kajian Wacana. Teori, Metode Dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta. Tiara Wacana. 2005 Oetomo, Dede. Kelahiran Dan Perkembangan Analisis Wacana. Yogyakarta. Kanisius. 1993 Rokhmat, Labib. Tafsir Al Wa’ie. Jakarta, Wadi Press. 2010 Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semantik, Analisis Framing. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2004 Soyomukti. Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta. Ar-ruzz Media. 2010 Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik. Bogor. Ghalia Indonesia. 2011 Undang – Undang Dasar 1945 Internet:
http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/media-online-dan-sejarahnya.html diunduh pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 00:47 WIB http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/ diunduh pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB Skripsi: Skripsi karya Yusuf Gandang Pamuncak dengan judul Analisis Wacana Pemberitaan Harian Republika Tentang Makanan Calon Haji Berformalin. Skripsi karya Tezar Aditya Rahman dengan judul Hegemoni Media Islam dalam Wacana Separatisme Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada Qanun Bendera dan Lambang Aceh dalam Surat Kabar Republika
TRANSKRIP WAWANCARA Redaktur Republika Online, Achmad Syalaby Ichsan Gedung Republika/ Selasa, 02 Oktober 2014
1. Apa yang membuat harian Republika Online atau ROL tertarik menulis berita ini?
Pertama, ROL itukan bagian dari keluarga besar Harian Republika. Jadi dari dulu sejak didirikan tahun 2003, yang didirikan komunitas islam lewat ICMI dia komit sama isu-isu keislaman, juga Republika mengambil sekmen pasar islam, sekmen pasarnya lebih keislamlah karena belum ada media apapun yang mempunyai sekmen ini walaupun sekarang udah lebih longgar ketentuannya. Atas dasar itu ROL ini juga isu-isu seperti keislaman juga dikejar sama ROL, sebenarnya bukan cuman masalah jilbab, bukan cuma masalah keislaman aja tapi buat simbol, masalah jilbab yang di Bali itu juga coba dijelaskan dengan universal karna itukan hak ya, hak asasi manusia bayangkan kalau seorang pelajar di SMA Negeri tapi nggak boleh menggunakan jilbab. Itukan yang jadi pertanyaan walaupun dia berada di minoritas di Bali, saat dia sekolah di institusi negeri yang notabene negara dibiaya oleh APBN dan APBD, seharusnya negara bisa memenuhi hak sesuai dengan konstitusi soal kebebasan beragama. Itu aja sih, jadi pertama emang karena simbol jilbab itukan, kedua dari backgroundnya Republika, kemudian yang lebih universal itu menyangkut masyrakat luas. Jadi, mungkin media lain yang katanya
membela juga nggak aware sama masalah ini karena saya juga nggak tau ya kenapa.
2. Bagaimana kebijakan redaksi mengenai pengangkatan isu ini?
Jadi ini kan ROL online, online itu kan cepat, jadi kronologisnya sekjen PII pak Helmi mengirim email ke redaksi, ada temuan seperti ini, si Ani kan? Ada yang dilarang menggunakan jilbab, nah ditemukan isu seperti itu terus kita follow up. Kita beritakan temuan-temuan dari PII kemudian kita follow up dengan mengirim reporter kesana, dan ternyata temuannya seperti itu bahkan nggak cuma si Ani, hampir seluruh sekolah di Bali ternyata dilarang menggunakan jilbab. Bahkan di salah satu sekolah ada plang yang tulisannya nggak boleh menggunakan penutup kepala, nah itukan deskriminasi, seperti itu.
3. Adakah
strategi
khusus
yang
digunakan
Republika
dalam
mengangkat isu ini?
Strategi khusus, pertama, kita ngericek kesana, kita liat kredibilitas penyuplai beritanya kalo PII kita percaya karena kita udah seringlah dapat sumber dari PII. kedua, kita kirim reporter langsung kesana dan sampai sekarang jadi isu di kemendikbud kan? Kalo isunya cuma tong kosong doangkan ngga bakal difollow up sama kemendikbud.
4. Bagaimana alur sebuah berita dapat diposting di ROL?
Bisa dari redaktur, bisa dari reporter, kalo dari redaktur misalnya kita lihat dari isu yang bagus buat ROL itu apa trus kita distribusikan orderan kita lewat newsroom, kita kan ada newsroom nah dari newsroom nanti kita ke reporter didistribusikan jadi isu yang harus dibahas. Yang kedua dari reporter, reporter bisa listing isu menarik yang mereka mau garap hari ini, misalnya mau garap ada berita jembatan rubuh di deket kosannya itu bisa kasih ke kita nanti kita oke langsung jalanin, gitu. PEMRED
WAPEMRED
REDPEL
PENAWARAN
REDPEL
PENAWARAN
REDPEL
KORAN
ORDER
NEWSROOM
ORDER
ROL
REPORTER
5. Apa tanggapan anda terhadap kasus ini yang disebut-sebut sebagai pelanggaran HAM?
Kadang-kadang karena orang islam itu minoritas selalu jadi pelecehan atau ditindas padahal ajaran islam itu jelas, dan nggak cuma di sekolah tapi polwan, perawat, dan lain-lain, dan ini kan tentang HAM juga tentang isu keislaman jadi kita memperjuangkan itu.
6. Menurut anda apa yang harusnya publik tahu dari berita-berita tersebut?
Harus tanggap bahwa hak asasi manusia harus dipenuhi sesuai dengan konstitusi apalagi kebebasan beragama, itukan bukan sekolah itu harus mewajibkan memakai jilbab kepada semua orang melainkan orang muslim yang ingin menjalankan ibadah sesuai agamanya, dipenuhi kebutuhannya bukan masalah islamisasi atau syariatisasi tapi hak asasi manusia jadi ya gitu balik lagi ke hak asasi dan publik itu harus aware bahwa banyak nilai-nilai islam, meskpiun islam mayoritas tapi banyak dilanggar oknumoknum minoritas yang melanggar konstitusi.
7. Bagaimana kriteria layak berita di ROL?
Kalau di ROL itu pertama, karena kita ngejarnya hits ya, naikin peringkat jadi kalo bisnis di layer itukan yang penting peringkat jadi kalo di alexa ada peringkat. Waktu pilpres kemarin kita itu sempet 29 nah itu patokannya keterbacaan. Keterbacaan itu seberapa banyak orang yang mengklik berita itu, itu yang menjadi patokan kita membuat berita. Yang kedua kita sesuaiin dengan genre kita, emmm apa ya kalo musik kan kita nyebutnya genre istilahnya nah kalau kita segmentasi, berita yg sesuai
dengan segmentasi kita, komunitas islam, berita-berita kita soal keislaman.
8. Dalam rapat redaksi, siapa saja yang hadir dalam rapat tersebut?
Rapat setiap hari rabu, redpel, kepala rol sampai ke redaktur, karena redakturnya di lapangan jadi kadang nggak bisa hadir, kalo reporter bisa perpekan dan langsung komunikasi ke redakturnya.
9. Apa saja yang dibahas dalam rapat tersebut?
Biasanya menentukan isu, pertama topik terhangat, kedua paging berita itu maksudnya berita tersebut terkait dengan berita selanjutnya misalnya mengenai jilbab sekolah ini supaya beritanya terkait dengan yang dibawahnya itu bagaimana pagingnya yang sesuai, kemudian evaluasi, diliat dari peringkat kalau turun kenapa bisa turun trus apa yang harus dilakukan.
10. Siapa yang bertanggung jawab dalam menentukan isu di ROL?
Semua redaktur bisa menetukan tinggal bagaimana argumentasi yang paling kuat aja
11. Apakah pemilik media ikut berperan dalam menentukan isu?
Nggak
12. Apa hambatan dalam peliputan berita tersebut? So far si nggak ada ya tapi SDM kita masih kurang banyak banget untuk dua komunitas media, koran sama online. Harusnya kan bisa fokus tapi ini nggak, itu sih kelemahannya. 13. Bagaimana pandangan ROL mengenai penggunaan jilbab secara umum? Itu hak si ya dan kita harus melindungi hak itu, kita juga nggak mempermasalahkan orang yang tidak menggunakan jilbab itukan haknya dia juga kalo kita bner-bener warga negara yang baik dalam konteks UUD 45 harusnya setiap warga negara mendapat hak keadilannya masing-masing. 14. Apa latar belakang ROL mengangkat isu larangan penggunaan jilbab di Bali? Pertama segmentasi, orang udah tau segmentasi kita gimana, segmentasi kita itu keislaman, yang kedua ya itu tadi, itu isu HAM ngga tau buat media lain, buat kita itu isu HAM yang harus diangkat. 15. Bagaimana pandangan anda mengenai larangan penggunaan jilbab bagi siswa di Bali? Yaa yang itu tadi, inikan hak asasi manusia yang harus dipenuhi secara konstitusi.
16. Apakah ideologi wartawan ROL mempengaruhi pemberitaan? Kebanyakan sih emmm gini ya di republika itu macem-macem lah walaupun macem-macem tapi isunya masih keislaman. Dan kita umumnya itu masih komit dalam isu keislaman, walaupun backgroundnya islam yang salafi, PKS, muhammadiyah, NU dan lain-lain semua ada namun untuk isu keislaman nggak ada yang beda, sama. 17. Dalam menentukan judul, apa yang menjadi tolak ukur ROL dalam menentukan judl berita? Tolak ukur rol itu ya tadi aja jadi judul itu kan harus bisa memancing minat baca seseorang, jadi judul ROL tuh gak bisa kaya gini “PDIP lepas pimpinan DPR” (sambil menunjuk salah satu judul di koran Republika) judul ROL itu kalo dilihat kaya gini (sambil membaca judul ROL) “ingin berjilbab, siswa SMA disuruh pindah sekolah” nah yang kaya gitu-gitu yang mengundang minat pembaca, dan kita menghindari SARA, dalam kode etik kita itu SARA nggak boleh trus ambiguitas, itu nggak boleh. 18. Opini publik apa yang ingin dibentuk oleh ROL? Jilbab itu patut dan negara mesti menjamin bahwa setiap warganya menggunakan jilbab nggak cuma siswa sekolah tapi semua muslimah yg ingin menggunakan jilbab, kaya polwan atau TNI itukan gak boleh make jilbab nah itu negara harus menjamin.
19. Apakah ROL memiliki kepentingan khusus dalam pemberitaan tersebut? Iya ada, ya itu tadi supaya memenuhi jilbab di indonesia, disitu goalsnya
20. Apa yang membedakan pemberitaan di ROL dengan media online lainnya?
Yang penting isu-isu kaya gitu ya, isu keislaman kaya gtu karna mau nggak mau kan orang masih ngeliat layar terbesar untuk isu-isu keislamankan republika, bedanya disitu
21. Apakah ada kriteria dalam menentukan narasumber?
Pertama kita sebisa mungkin narsumnya objektif dan punya rekam jejak yang bagus, kaya untuk pilpres itu kita hati-hati banget kaya yang kemarin itu menghindari narsum yang sudah punya kepentingan di salah satu pihak, tapi kalo isu-isu yang kaya gini kita pilih yang membela orangorang yang berjilbab, karna kitakan tegas untuk membela orang-orang yang berjilbab kaya Komnas HAM, MUI, segala macem.
22. Bagaimana agenda setting yang digunakan ROL? Buat isu ini, kita gak melulu memenuhi berita kita dengan pihak-pihak yang pro jilbab, ini alurnya, awalnya kita kasih faktanya, faktanya itukan ada si Ani. Si Ani itu ngadu ke PII karna dia dilarang untuk menggunakan jilbab, itu faktanya terus kita minta pihak2 yang berkompeten kaya Kementrian Pendidikan, Komnas HAM, komunitas keagamaan dan kita
ngasih ruang juga buat kepala sekolah untuk berbicara kenapa melarang, dia mengakui tapi ada tersirat, itu yang kita setting supaya pemberitaannya profesional jadi bukan karna kita mau membela kemudian kita tidak menggunakan narsum dengan baik tapi kita menggunakan metode-metode yang baik. 23. Agenda setting ROL sendiri apa?
Secara keseluruhan, pemerintah harus punya cara yang cerdas itu dan itu goals kita udah adakan adanya kemendikbud itukan soal sanksi seragam khas. Sebenarnya goals kita itu untuk agenda setting itu, jadi si pelajar itu terlindungi disaat dia ingin menggunakan jilbab
24. Apa makna pembaca bagi ROL?
Ya pentinglah, jadi karna kita patokannya itu keterbacaan jadi kita bikin semenarik mungkinlah kaya rumah makan dengan pengunjungnya istilahnya gitu kalo menunya nggak enak yaa gak bakal laku.
25. Sebagai media online, apa arti ratting bagi ROL?
Yaa itu tadi sama
26. Apakah pemberitaan di ROL selalu dituntut untuk meningkatkan ratting? Apa alasannya?
Bisa iya bisa nggak, dari sisi bisnis iya tapi disisi lain kita juga harus bertahan dengan tidak terperosok dalam rating. Jadi kalo bikin berita heboh itu kan gampang tapi sesuai dengan fakta atau nggak, sesuai
dengan kode etik jurnalistik atau nggak. Nah kita mencoba ada di tengahtengah kita ngejar rating tapi tidak menggadaikan kode etik jurnalistiknya, masih dalam ruang kode etik jurnalisnya.
27. Apa strategi wartawan ROL dalam menghadapi tuntutan untuk memberitakan secara cepat?
Kalo cepet, bisa by phone. Ya dia harus terlatih emang dan wartawan kita emang dituntut supaya bisa nulis di online dan koran. Itu dari awal juga emang udah dilatih seperti itu, jadi reporter itu tidak dituntut harus bisa menulis panjang tapi dia harus bisa menulis pendek dan cepat.
Mengetahui,
Achmad Syalaby Ichsan
TRANSKRIP WAWANCARA Wartawan Republika Online, Fuji Pratiwi Masjid At-Tin/ Sabtu, 01 November 2014
1. Bagaimana strategi anda dalam menuliskan sebuah berita agar layak dibaca oleh pembaca? Strateginya...sebenarnya lihat dari segi angle dan isu besarnya apalagi yaa Republika itu media islam jadi memang saya berusaha menulis yang sejalan sama visinya Republika yaitu perwajahan islam yang moderat dan modern. Pokoknya saya tetep mengumpulkan model tulisan yang seperti itu yang bahasannya bisa dibaca semua orang, isu keislamannya dapat. 2. Dalam proses pembuatan hingga mem-publish sebuah berita, apakah seluruh tulisan tersebut berasal dari wartawan? Pasti ada editing ya kaya misalnya berita saya ada beberapa yang mungkin nggak lengkap kemudian redaktur melengkapi dengan menelpon sumber lain, bisa kaya gitu. Ada juga yang mungkin berita saya nggak lengkap ditambah dari media Antara jadi ditambah, dikombinasi ada yang kaya gitu. 3. Bagaimana penentuan tema dan narasumber di sebuah berita? Apakah berasal dari wartawan? Kombinasi sama redaktur juga, jadi kadang kita itu kan ada sistem budgetingkan, nah sistem budgeting itu ada bagian isu besar hari ini atau
isu besar pekan ini nah biasanya dari isu-isu itu diturunin nih isu agama garapnya apa, bagian ekonomi garapnya apa, dari situ ketauan kira-kira siapa ya yang bisa dihubungi untuk memenuhi budgeting ini. Nah kalo dari atas kalo ada perintah dari atas, mereka akan nunjuk “hubungin iniini yaa” tapi ada juga boleh tiap hari wartawan bikin isu misalkan kaya saya dulu di Kabar Kota, saya merhatiin bahwa ada yang nggak bener dari tata jalan milik kecamatan. Di jalan kecamatan itu banyak yang berlubang, udah banyak yang berlubang, lampu lalu lintasnya nggak ada itu rawan banget kecelakaan dan adik saya yang jadi korbannya. Adik saya cerita dan kejadian itu bukan cuma sekali disitu, ada orang-orang yang kecelakaan disitu juga. Dari situ saya mulai ngajuin “boleh nggak saya liputannya ini, hari ini” dan dibolehin jadi kombinasi antara redaktur dan wartawannya. 4.
Apakah wartawan juga berperan dalam menentukan tema pada rapat redaksi? Jika iya, apa kontribusinya? Jika tidak, mengapa? Pada rapat redaksi...bisa jadi, saya rasa sih bisa ya kaya usulan-usulan tema tapi saya nggak tau berapa persen komposisinya misalnya kaya tadi ya rapat budgeting, rapat penetuan tema besar sekarang. Saya nggak tau kalo emang ada ide dari reporter bagaimana, saya yakin sih bisa masuk tapi cuma dalam presentasinya saya nggak tau kalo yang itu.
5. Apa ideologi dari Republika Online? Sama ya pada dasarnya, Republika itu pengen menjadikan ini media perwajahan islam yang moderat dan modern. Jadi kita inklusif buat semua, Republika tidak membela satu kelompok tapi mewakili islam
secara keseluruhan, islam yang modern. Orang islam dianggap bodoh itu nggak, kita terbuka bahkan kita menyuguhi gaya hidup bahwa kesibukan orang muslim juga berkembang tidak hanya mengurusi zakat dan shalat di masjid tapi juga mengurusi zakat di mall, sadaqah di mall, gitu. Jadi visinya itu, media islam yang inklusif dan moderat. 6. Apakah ideologi wartawan dan ROL melatarbelakangi penulisan sebuah berita di ROL? Saya pikir iya ya, saya ngerasa temen-temen yang lainpun, apapun desknya baik ekonomi, entah itu nasional, isu-isu keislaman pasti selalu ada ya, nyeliplah walaupun nggak besar tapi selalu ada yang diangkat, kaya teman-teman di mabes atau polda gitu. Isu jilbab selalu dinaikin walaupun itu ngepost di kepolisian itupun dengan teman-teman di ekonomi kaya saya, nulis berita di bursa, adakalanya saya juga merhatiin bursa-bursa syari’ah walaupun saya nggak punya atau nggak harus selalu merhatiin itu, gitu. 7. Menurut anda makna pembaca bagi ROL apa? Makna pembaca bagi ROL itu....powerbooster lah, yang tetep bikin kami berjuanglah baik dari sisi bisnis maupun secara ideologi jadi kita mempertahankan gaya kita dan adanya pembaca komunitas muslim yang jumlahnya masif bikin kita tetap bertahan. 8. Apa arti ratting bagi ROL? Ratting kalo menurut saya....kaya semacam evaluasi, alat ukur keberhasilan lah jadi kita juga karna mungkin dari segi media islam yang umum, yang memuat banyak hal ekonomi dan politik, Republika juga
bersaing dengan media-media lain yang lebih umum. Dari ratting kita jadi tau sebenarnya daya saing media islam itu kaya apa sih dibanding dengan media-media lain yang umum, kaya gitu. 9. Apakah pemberitaan ROL selalu dituntut untuk meningkatkan ratting? Apa alasannya? Gimana ya.. yaa kurang lebih kaya gitu karna dari segi kuantitas atau kualitas. 10. ROL merupakan media online yang dituntut untuk memberitakan berita secara cepat. Bagaimana strategi wartawan ROL dalam menghadapi tuntutan tersebut? Jadi berusaha dengan dua kaki yang cepat dan satu sisi kita merekam supaya tidak ada informasi yang hilang dan tidak ada yang salah, satu sisi kita juga mengetik di handphone. Jadi kita memaksimalkan alat elektronik secepat dan semaksimal mungkin sehingga berita yang dibuat bisa cepat dibuat dan dikirim. Saya pernah via telphone, ada juga yang menggunakan bbm. Intinya memanfaatkan alat elektronik semaksimal mungkin. 11. Bagaimana bila terjadi hilang mata angin (suatu keadaan dimana wartawan kehilangan ide atau isu untuk membuat sebuah berita) dalam pemberitaan ROL? Apa strateginya? Kalo saya biasanya baca-baca dari koran-koran atau media lain, karna mungkin mereka punya isu besar yang mungkin kita miss dari hal tersebut, kaya gitu sih.
12. Bagaimana pandangan anda mengenai larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali? Pada dasarnya sama ya, saya pikir jilbab layaknya pakaian keagamaan menjadi hak setiap warga negara apapun agamanya. Nggak ada yang mempermasalahkan, saya pikir orang-orang di jawa terutama, nggak ada mempermasalahkan ya siapa yang make apa selama itu tidak melanggar norma hukum atau norma kesopanan. Pelarangan jilbab itu hak dasar karna memakai jilbab itu memenuhi syariat dan aturan Allah gitu tidak ada alasan untuk dilarang karna yang dia jalankan adalah keyakinan dia. 13. Apa
yang
ingin
ditampilkan
dalam
pemberitaan
larangan
penggunaan jilbab sekolah di Bali? Memperjuangkan hak mereka, bahwa siapapun mereka siswa, guru ataupun pekerja lainnya, mereka berhak untuk pakai jilbab karna sebenarnya diakan tidak menimbulkan gangguan sistemik, tidak juga mengganggu individu, nggak ada yang terganggulah dengan itu. Kalaupun ada cibiran-cibiran dan omongan orang dibelakang, saya yakin itu nggak akan bertahan lama. Jadi, memperjuangkan bahwa itu adalah hal yang lumrah dimanapun terlebih Indonesia kan punya Bhineka Tunggal Ika, ayo dong jangan sampe itu cuma jadi slogan aja. 14. Dari berita tersebut, bagaimana tanggapan anda mengenai HAM di Bali?
Kalau dilihat dari sektor pariwisata cukup welcome terhadap semua tipe wisatawan. Saya beberapa kali kesana dan saya tidak masalah dengan makanan, tempat shalat, kultur, interaksi dengan masyarakat. Cuman mungkin untuk kasus-kasus jilbab di sekolah jadi isu sensitif ya, pertama setelah kasus bom bali satu dan dua, saya paham kalau ada trauma cuma saya fikir juga dua pihak muslim dan yang mayoritas hindu juga samasama terbuka, maksudnya yang hindu juga melihat jangan men-genarilisir karena yang pakai jilbab juga belum tentu punya niatan buruk. Hanya segelintir orang yang punya niatan buruk dan merealisasikan ide buruk itu, yang muslim juga harus memberitahu bahwa tidak punya maksud apaapa bahwa yang kami jalankan keyakinan kami, ayo mari hidup samasama, bareng-bareng. 15. Apakah menurut anda peraturan HAM di Indonesia saat ini sudah berjalan dengan baik ? Saya pikir kalau aturan sudah cuma mungkin pelaksanaan dan pengawasannya ya, saya bersyukur ada Komnas HAM lembaga yang kecil tapi juga terbuka, inklusif untuk semua. Jadi kalau kita mengadu soal pelanggaran mereka cepet tanggap. 16. Ketika meliput berita tersebut apakah ada keterkaitan dengan ideologi ROL atau sekedar hanya ada isu kemudian difollow up isu tersebut dan diliput? Sejujurnya sih saya merasa punya keterkaitan ideologi disana karna bagaimanapun ini ada sebuah pelanggaran hak ya, terutama hak sebagai individu bebas, merdeka yang hak dasarnya yang dilanggar, kaya gitu.
Jadi kaitan saya disana, saya mengerti bahwa nggak enak dilarang mengunakan jilbab awal saya masuk SMP pun tahun 2000 itu masih ada sisa-sisa era dimana jilbab masih dianggap aneh, dan saya tau ini nggak bisa kaya gitu lagi. Itu tahun 2000 itu 18 tahun silam masa mau terulang lagi. 17. Adakah faktor penghambat dalam peliputan peristiwa tersebut? Iya pasti ada, ada beberapa yang kurang kooperatif, ada yang susah dihubungi. 18. Menurut anda kenapa kasus ini perlu diberitakan? Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar gimanapun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara yang bebas itu nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu orang doanglah tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak, masif terstruktur gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak bisa walaupun korbannya banyak orang, kali aja ada korban-korban lainnya yang kita nggak tau, yang mungkin diem aja. Jadi nggak ada niatan mengadu domba muslim dengan hindu atau menjelek-jelekkan sekolah itu nggak ada. Murni, ada temen kita yang haknya tidak bebas, ayo dibantu. Toh kalau ada yang nasrani dipaksa sekolah hari minggu dan dilarang ke gereja itu akan saya tulis karena ada kejadian kaya gitu, nggak bisa, nggak boleh zalim gitu. 19. Menariknya dari isu ini dibagian mana? Dari perjuangan si Nita atau Anita, Nita inikan udah make jilbab lama. Jadi anak-anak di Bali bilang kalau tetep mau make jilbabnya opsinya
dua, pindah ke sekolah islam atau pindah ke Jawa. Itu bukan opsi yang mudah, pindah ke Jawa jauh dari orang tua itu...gimanaa....gitu. perjuangan mereka ternyata lebih berat untuk tetap bisa bertahan dengan selembar kain mereka harus rela pindah ke Jawa dan banyak yang sekolah di Jawa. 20. Kemudian bagaimana dengan si Anita? Nah si Anita ini nakal nih, dia kekeh, dia bilang “yasudahlah sekolah mau berbuat apa, mau ngapain aja, saya tetep make jilbab, kalo saya dikeluarin yaudah”. Orang tua Anita ngelarang tapi Anita bilang “ini yang saya perjuangkan, saya mau make jilbab”. 21. Jadi Anita tetep sekolah disana dan teman-temannya pindah ke Jawa? Ada anak-anak sebelumnya, jadi mereka punya forum gitu, pelajar muslim Bali. Salah satu dari mereka cerita ada yang pindah ke Jawa atau pindah ke sekolah islam padahal mereka secara kemampuan nggak kalah sama temennya yang sekolah umum. Ini putri bangsa yang punya potensi bagus, nggak selayaknya dihalangi cuma karna hal ini, semua orang punya kesempatan yang sama lah. 22. Apakah anda melihat kasus ini diberitakan di media online lainnya? Jika iya, dimana? Jika tidak, mengapa? Saya nggak tau ini sejalan atau nggak dengan ideologi media mereka, satu. Kedua, satu sisi alhamdulillah juga temen-temen dari PII selalu ngontaknya Republika kalau ada isu ini. Kita nggak bisa gerak kalau nggak ada didorong sama temen-temen beliau, kita minta bantuan, kita
mengadvokasi sampe kemendikbud sampe ini bener-bener selesai, gitu sih ini sejalan atau nggak dengan media lain. 23. Adakah sebuah perencanaan redaksi dalam memberitakan kasus ini? Rencana redaksi ada lah pastinya, redaktur saya mas Feri kami sempet ngobrol bahwa yaaa tentu kami ingin ini goal, mas Feri sempet bilang bahwa jangan sampai ada Anita lain, di sekolah lain. Dalam wawancara kemendikbud saya selalu diminta tanya “apakah aturan ini hanya berlaku untuk semua sekolah atau hanya untuk SMA 2 doang?” dengan hal itu saya ngerasa berarti kita ngga ingin ini cuma jadi kasus sesaat di SMA 2 kemudian SMA lain menutup rapat-rapat rahasianya karna ada kasus ini. Jadi memang kita ingin ini berlaku dan goal, berhasil dan kita terapkan untuk semua. 24. Apakah ada kode etik dari ROL sendiri dalam membuat berita mengenai kasus ini? Iya tentu, ada beberapa ketika saya telpon Anita dan Anita cerita soal kejadian2 di sekolahnya dengan seniornya cuma Anita minta itu “tidak dimasukkan ya” kemudian ketika Anita menyebut nama dan dia bilang “saya sebut namanya tapi tolong jangan ditulis namanya ya” itukan namaya off the record dan saya menghormati jadi tetep ada lah kode etiknya. 25. Menurut anda, apa yang seharusnya publik dapatkan dari pemberitaan ini? Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran
bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata. 26. Mengenai pemberitaan perempuannya, apa yang seharusnya publik dapatkan? Bahwa perempuan berhak sekolah dengan menjaga nilai-nilai syariat, bahwa perempuan punya peran dan fungsi yang seimbang kaya orang mikir “yaudahlah Anita pindah aja sekolahnya ke sekolah agama” tapi kalau Anita lebih pinter dibidang sains atau sosial kenapa harus dikecilin di agama? Dia bisa memberikan kontribusi yang besar buat bangsa ini kenapa harus dikecilin dengan belajar agama, agama wajib cuma agama harus nggak usah disuruhlah tapi kemudian kalau kapasitas dia lebih besar dari belajar agama kemudian belajar yang lain kenapa harus dibatasin? Jadi saya pikir perempuan punya kesempatan, punya ruang yang sama buat belajar hal lain yang lebih bisa besar dan berkontribusi untuk masyarakat dan orang-orang di sekitarnya. Mengetahui,
Fuji Pratiwi
Dokumentasi Waancara Dengan Narasumber