HUBUNGAN SIKAP ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN USIA 7-18 TAHUN DI SLB C/C1 SHANTI YOGA KLATEN
Ambar Winarti, Ema Kurniawati ABSTRAK Latar Belakang : Retardasi mental adalah keadaan dengan fungsi intelektual umum yang kurang (bertaraf subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Di Indonesia 1-3% penduduknya mengalami retardasi mental, penderita tersebut meliputi retardasi mental ringan 80%, retardasi mental sedang 12%, retardasi mental berat 7%, dan retardasi mental sangat berat 1%. Pada sebagian besar kasus retardasi mental, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25 % kasus yang memiliki penyebab yang spesifik. Insiden tertinggi adalah masa anak-anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah Diskriptif Corelasi dengan pendekatan Cross Sectional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Tehnik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Analisis data menggunakan uji kendall tau. Hasil Penelitian : Karakteristik orang tua berdasarkan usia paling banyak usia 21-40 tahun ada 26 responden (70,3%). Berdasarkan pendidikan paling banyak adalah pendidikan SMA 16 responden (43,2%). Berdasarkan pekerjaan paling banyak tidak bekerja sebanyak 14 responden (37,8%). Karakteristik anak berdasarkan usia paling banyak adalah usia 11-14 tahun yaitu 21 responden (56,8%), untuk jenis kelamin paling banyak adalah perempuan yaitu 19 responden (51,4%).Sikap orang tua pada anak retardasi mental adalah cukup (51,4%). Tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun adalah sedang (59,5%). Hasil analisis kendall tau diperoleh p value=0,012 (p<0,05) sehingga Ha diterima Ho ditolak. Kesimpulan : Ada hubungan sikap Orang Tua dengan Tingkat Kepercayaan Diri Anak retardasi Mental Ringan Usia 7-18 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten. Kata Kunci : Sikap Orang Tua, Kepercayaan Diri, Retardasi mental
Ambar Winarti, Ema Kurniawati, Hubungan Sikap Orang Tua …. 31
I.
PENDAHULUAN Anak adalah karunia dari Allah SWT yang diberikan kepada setiap orang tua. Orang tua yang mendapatkan amanah ini berharap mempunyai anak yang sehat, tidak mengalami kekurangan baik jasmani, rohani maupun sosial. Di antara anak-anak tersebut ada yang mengalami kecacatan atau kelainan pada fisik atau mental baik yang dapat terjadi selama kehamilan, kelahiran, maupun selama pertumbuhan dan perkembangannya, misalnya retardasi mental. Retardasi mental adalah keadaan dengan fungsi intelektual umum yang kurang (bertaraf subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak) individu yang berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar ataupun daya penyesuaian serta proses pendewasaan individu. Seseorang dikatakan berkelainan mental atau retardasi mental jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan dan layanan secara spesifik (Efendi, 2006 h:88). World Health Organization (WHO, 2002) menyatakan terdapat 3% dari 48.100.548 orang di dunia yang mengalami retardasi mental tetapi hanya sekitar 1-1.5% yang terdata. Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di Indonesia 1-3% penduduknya mengalami retardasi mental, penderita tersebut meliputi retardasi mental ringan 80%, retardasi mental sedang 12%, retardasi mental berat 7%, dan retardasi mental sangat berat 1%. Pada sebagian besar kasus retardasi mental, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25 % kasus yang memiliki penyebab yang spesifik. Insiden tertinggi adalah masa anak-anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Depkes RI,2007; Sondakh, 2008). Di masyarakat anak dengan retardasi mental sering disamakan dengan idiot, padahal belum tentu semua anak retardasi mental adalah idiot. Idiot adalah istilah bagi anak retardasi mental yang sudah dalam taraf sangat berat. Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orangtua mengucilkan anak atau tidak menganggap anak sebagai anak yang retardasi mental. Anak yang retardasi mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua malu mempunyai anak yang keterbelakangan mental. Di sisi lain ada pula orang tua yang memberikan perhatian berlebihan pada anak retardasi mental. Orang tua yang menyadari memiliki anak retardasi mental berusaha memberikan yang terbaik pada anaknya dengan meminta bantuan pada ahli yang dapat menangani anak retardasi
32 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 10, Juni 2015
mental. Orang tua yang memahami dan menyadari kelemahan anak retardasi mental merupakan faktor utama untuk membantu perkembangan anak dengan lingkungan (Suryani, 2005). Dipertegas pula oleh Cahyaningrum (2004) bahwa orangtua mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan anak yang mengalami retardasi mental, sebagai orang terdekat dalam kehidupan anak dapat membantu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penyikapan orang tua pada anak retardasi mental sangat berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak retardasi mental. Banyak reaksi yang muncul dari orang tua yang memiliki anak retardsi mental saat mengetahui bahwa anaknya menderita kelainan. Diantaranya orang tua yang merasa malu dan kecewa terhadap kondisi anaknya. Reaksi tersebut menyebabkan sikap orang tua atau keluarga menolak dan menyembunyikan keberadaan anaknya yang menderita kelainan, mereka biasanya tidak mengizinkan anaknya keluar rumah. Akibat dari penolakan orang tua tersebut menimbulkan efek psikologis pada anak retardasi mental yakni timbulnya perasaan tidak aman, perasaan rendah diri, serta kepercayaan diri yang kurang dalam bersosialisasi dan berinteraksi (Efendi 2006 h:16&17). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian Diskriptif Corelasi dengan menggunakan desain cross sectional yaitu variabel sebab (variabel independent) dan variabel akibat (variabel dependent) yang terjadi pada subyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan/ dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010, h:37). Metode cross sectional untuk mengukur variabel independent yaitu sikap orang tua dan variabel dependent yaitu tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun. Pendekatan penelitian ini adalah retrospekif, yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang yaitu pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang terjadi, dikemudian dari efek tersebut ditelusuri, pengembangan atau variabel yang mempengaruhi akibat (Notoatmojo, 2010) Populasi penelitian ini adalah seluruh pasangan orang tua dan anak retardasi mental ringan yang bersekolah di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten untuk usia 7-18 tahun yang berjumlah 97 pasang responden. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang berupa pernyataan tertutup yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental. Dalam penelitian ini menggunakan α 5% dengan tingkat kepercayaan 95%
Ambar Winarti, Ema Kurniawati, Hubungan Sikap Orang Tua …. 33
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1) HASIL i. Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas kuesioner sikap orang tua No Aspek sikap Favourabel Unfavourabel Valid Tidak valid orang tua 1. Rasa 1,2,3,4 23,24,25,26, 1,2,3,4,25, 23,24 bersalah/ber 27 26,27 dosa 2. Rasa 5,6,7,8,9,10,11 28,29,30 5,6,7,8,9,10, kecewa/malu 11,28,29,30 3. Rasa 12,13,14,15,16 12,13,14,15, menerima ,17,18,19,20,2 16,17,18,19, apa adanya 1,22 20,21,22 Jumlah 23 7 28 2 Total 30 28 2 Dari hasil uji validitas yang dilakukan dari 30 soal didapatkan ada 2 soal dari kuesioner sikap orang tua yang tidak valid. ii. Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas kuesioner tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun No Aspek Nomor pernyataan valid Tidak kepercayaan diri valid 1. Kemandirian 1,2,3,4,5,6,7,8,9 1,2,3,4,5,6,7,8,9 2. Sosialisasi 10,11,12,13,14,15,16,17,18 10,11,12,13, 14,15,16,17,18 3. Toleransi 19,20,21,22,23,24,25,26 20,21,22,23,24, 19 25,26 Jumlah 26 25 1 Dari hasil uji validitas yang dilakukan dari 26 soal didapatkan ada 1 soal dari kuesioner sikap orang tua yang tidak valid. iii. Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik usia orang tua Di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten 2010/2011 Usia orang tua Frekuensi Prosentase (%) 11-20 tahun 0 0 21-40 tahun 26 70,3 41-65 tahun 11 29,7 >65 tahun 0 0 Total 37 100 Sumber data primer tahun 2011/2012 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak usia orang tua antara 21-40 tahun 70,3%.
34 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 10, Juni 2015
iv. Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik pendidikan ibu Di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten 2010/2011 Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma (D3) Sarjana (S1)
Frekuensi 3 7 7 16 2 2 Total 37 Sumber data primer tahun 2011/2012
Prosentase (%) 8.1 18,9 18,9 43,2 5,4 5,4 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pendidikan orang tua paling banyak adalah SMA 43,2%. v. Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik pekerjaan ibu Di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten 2010/2011 Pekerjaan Frekuensi Swasta 3 Wiraswasta 7 PNS 3 Buruh 10 Tidak bekerja 14 Total 37 Sumber data primer tahun 2011/2012
Prosentase (%) 8,1 18,9 8,1 27 37,8 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak pekerjaan dari orang tua adalah tidak bekerja 37,8%. A. Karakteristik Anak 1. Jenis Kelamin Anak Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik jenis kelamin anak Retardasi mental ringan usia 7-18 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten 2010/2011 Jenis kelamin Frekuensi Prosentase (%) Laki-laki 18 48,6 Perempuan 19 51,4 Total 37 100 Sumber data primer tahun 2011/2012 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak responden berjenis kelamin perempuan (51,4%).
Ambar Winarti, Ema Kurniawati, Hubungan Sikap Orang Tua …. 35
2. Usia Anak Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik usia anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten 2010/2011 Usia anak Frekuensi Prosentase (%) 7-10 tahun 11 29,7 11-14 tahun 21 56,8 15-18 tahun 5 13,5 Total 37 100 Sumber data primer tahun 2011/2012 Tabel di atas menunjukkan anak retardasi mental usia 11-14 tahun yang paling banyak yaitu (56,8%) dan yang paling sedikit adalah usia 15-18 tahun yaitu (13,5%). B. Sikap orang tua Tabel 4.6 Distribusi frekuensi karakteristik sikap orang tua Di SLB C/C1 shanti Yoga Klaten 2010/2011 Sikap orang tua Frekuensi Prosentase (%) Baik 10 27 Cukup 19 51,4 Kurang 8 21,6 Total 37 100 Sumber data primer tahun 2011/2012 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan 51,4% responden yang berada di SLB C/C1 Shanti yoga Klaten memiliki sikap yang cukup. C. Tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun Tabel 4.7 Distribusi frekuensi karakteristik tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun Di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten 2010/2011 Kepercayaan diri Frekuensi Prosentase (%) Tinggi 9 24,3 Sedang 21 56,8 Rendah 7 18,9 Total 37 100 Sumber data primer tahun 2011/2012 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan mayoritas tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental adalah sedang 56,8%.
36 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 10, Juni 2015
D. Hubungan Sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun Tabel 4.8 Hubungan Sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun Sikap orang Tingkat kepercayaan diri tua f Tinggi f Sedang f Rendah Baik 5 (50%) 4 (40%) 1 (10%) Cukup 4 (21,1%) 12(63,2%) 3 (15,8%) Kurang 0 5 (62,5%) 3 (37,5%) Total 9 (24,3%) 21(56,8%) 7 (18,9%) Sumber data primer tahun 2011/2012
Total 10(100%) 19 (100%) 8 (100%) 37 (100%)
P value
0,012
Berdasarkan tabel di atas responden yang menunjukkan sikap orang tua cukup baik dengan tingkat kepercayaan diri anak sedang sebanyak 63,2% sedangkan responden yang memiliki sikap baik dengan tingkat kepercayaan diri anak tinggi sebanyak 5 responden (50%). Berdasarkan analisis kendall tau diperoleh hasil p value=0,012 (p<0,05) sehingga Ha diterima Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten. Dalam penelitian ini menggunakan taraf significancy 95% dan α : 0,05.. 2) PEMBAHASAN Berdasarkan analisis kendall tau diperoleh hasil p value=0,012 (p<0,05) sehingga Ha diterima Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 718 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten. Hal itu dikarenakan bahwa orang tua mempunyai kasih sayang kepada anak oleh karena orang tua merasa bahwa anak merupakan bagian dari dirinya, dan terjadi bila anak tersebut merupakan anak yang diharapkan. Sebaliknya apabila anak tersebut tidak diharapkan maka sulit diharapkan adanya sikap kasih sayang dan hal ini akan mempengaruhi sikap orang tua kepada anaknya sependapat dengan Efendi (2006 h:18) bahwa sikap orang tua yang menerima kenyataan atas kehadiran anaknya yang menyandang kelainan biasanya cukup wajar sehingga anak retardasi mental mampu mandiri atau tidak bergantung pada orang lain, kasih sayang, perhatian dan perlakuan yang diberikan kepada anak yang berlainan sama seperti yang diberikan kepada anaknya yang lain. Orang tua yang bersikap baik dan berperilaku baik memberikan kesempatan dan mendorong anaknya untuk mengembangkan kemampuannya untuk mandiri.
Ambar Winarti, Ema Kurniawati, Hubungan Sikap Orang Tua …. 37
Hubungan sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden paling banyak memiliki sikap orang tua cukup baik dengan tingkat kepercayaan diri sedang sebanyak 12 responden (63,2%). Dari hasil penelitian juga didapatkan terdapat orang tua yang memiliki sikap baik tetapi tingkat kepercayaan diri rendah yaitu 10%. Hal tersebut bisa disebabkan karena dari anak itu sendiri yang cenderung pendiam dan bersikap tertutup terhadap orang tua, hasil tersebut didukung dari kuesioner yang mana responden menjawab tidak pernah yaitu pada pertanyaan anak mampu bercerita tentang kejadian yang pernah dialami pada orang tua/orang lain dan untuk pertanyaan anak berani untuk mengungkapkan keinginannya pada orang tua. Berdasarkan fakta di lapangan anak retardasi mental berjenis kelamin laki-laki responden cenderung lebih senang bersama orang tuanya dibanding bersosialisasi dengan teman lain serta anak sulit untuk diajak berinteraksi. Didapatkan juga bahwa anak retardasi mental perempuan cenderung selalu mendekat dan mau berinteraksi dengan peneliti seperti mengajak berkenalan sedangkan anak retardasi mental laki-laki cenderung pendiam dan menghindar. Hal ini dikarenakan jenis kelamin memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan. Soemantri (2006 h:16) mengungkapkan bahwa anak retardasi mental pria memiliki kekurangan tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya dan merusak. Sedangkan anak retardasi mental wanita memiliki kekurangan mudah dipengaruhi, kurang tabah, ceroboh, kurang dapat menahan diri dan cenderung melanggar ketentuan. Pada dasarnya orang tua yang memiliki sikap yang baik maka tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental juga tinggi. Tetapi pada kenyataannya bukan hanya dari sikap orang tua saja yang mampu mempengaruhi kepercayaan diri anak retardasi mental melainkan bisa dari faktor lain seperti dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan teman sebaya (Somantri, 2006 dan Efendi, 2006) selain itu dapat juga dipengaruhi oleh kondisi dari anak retardasi mental itu sendiri yang pada dasarnya memiliki kognisi yang kurang. Faktor kognisi atau kecerdasan memiliki peran penting dalam kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Somantri, (2006 h:105) mengatakan bahwa anak retardasi mental mempunyai kekurangan dalam kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru karena keterbatasan intelegensi yang dimiliki. Berhasil atau tidaknya anak retardasi mental dalam meniti tugas perkembangannya tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga khususnya kedua orang tuanya. Penerimaan orang tua
38 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 10, Juni 2015
mempunyai sumbangan efektif terhadap kemampuan anak retardasi mental dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Riya (2009) yang menunjukkan bahwa sikap orang tua yang baik maka kemampuan sosialisasi anak juga tinggi. Keluarga terutama orang tua yang bersikap baik akan memberikan kesempatan dan mendorong anaknya untuk mengembangkan kemampuannya untuk melakukan segala sesuatu dengan sendiri (mandiri), bukan dengan cara memberikan perlindungan yang berlebihan. Ketergantungan yang berlebihan dapat membuat anak takut untuk mandiri (Depsos, 2004 dalam Riya 2009). Zoelandri (2008) mengemukakan bahwa sikap ibu yang terlalu melindungi akan memperkuat rasa ketergantungan pada orang lain, serta kemampuan sosialisasi dan kehidupan emosionalnya menjadi terhambat. Untuk kemandirian anak bila orang tua senantiasa menghambat kemandirian anak, tidak mengajarkan ketrampilan yang mendukung kemandirian atau mencela setiap usaha anak untuk mandiri maka akan tumbuh menjadi anak yang pemalu atau ragu-ragu dalam bertindak. Sedangkan untuk toleransi anak (Hurlock, 1998) mengemukakan bahwa toleransi merupakan kepekaan atau kepedulian kebutuhan orang lain dan kesanggupan untuk turut merasakan perasaan orang lain serta mampu menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Hasil penelitian tentang sikap orang tua terhadap tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental di SLB C/C1Klaten juga di dapatkan hasil sikap orang tua cukup dengan tingkat kepercayaan diri tinggi sebanyak 4 responden (21,1%) dan sikap orang tua kurang tetapi tingkat kepercayaan diri sedang sebanyak 5 responden (62,5%). Berdasarkan fakta di lapangan hal tersebut dikarenakan faktor usia yaitu antara usia 15-18 tahun dimana pada usia tersebut anak lebih mampu untuk bersosialisasi dan memiliki kemandirian yang tinggi, hal ini didukung oleh kuesioner yang mana responden menjawab sangat sering pada pertanyaan mengenai aspek kemandirian. Menurut Somantri, (2006 h:104) bahwa pada anak retardasi mental, usia memiliki pengaruh terhadap kemampuan anak dalam meniti tahap-tahap perkembangannya. IV. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan analisis data dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Karakteristik responden: a. Karakteristik orang tua berdasarkan usia paling banyak usia 21-40 tahun ada 26 responden (70,3%). Berdasarkan pendidikan paling
Ambar Winarti, Ema Kurniawati, Hubungan Sikap Orang Tua …. 39
banyak adalah pendidikan SMA 16 responden (43,2%). Berdasarkan pekerjaan paling banyak tidak bekerja sebanyak 14 responden (37,8%). b. Karakteristik anak berdasarkan usia paling banyak adalah usia 1114 tahun yaitu 21 responden (56,8%), untuk jenis kelamin paling banyak adalah perempuan yaitu 19 responden (51,4%). 2. Sikap orang tua pada anak retardasi mental di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten adalah cukup (51,4%) 3. Tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental ringan usia 7-18 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten adalah sedang (59,5%) 4. Terdapat hubungan antara sikap orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental usia 7-18 tahun di SLB C/C1 Shanti Yoga Klaten yang di buktikan dengan hasil analisis kendall tau diperoleh p value=0,012 (p<0,05) sehingga Ha diterima Ho ditolak. 2. Saran Berdasarkan simpulan di atas maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1. Bagi orang tua Diharapkan orang tua mampu memberikan sikap yang sewajarnya pada anak retardasi mental meskipun kondisinya berbeda dengan anak lain. Karena sikap yang baik dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk meniti tugas perkembangannya juga dapat mempengaruhi kepercayaan dirinya yang meliputi 3 hal yaitu kemandirian, sosialisasi serta toleransi terhadap orang lain. 2. Bagi SLB Agar SLB dapat memantau tingkat kepercayaan diri perlu seringnya diadakan evaluasi anak yang melibatkan orang tua anak retardasi mental. 3. Bagi Peneliti Berikutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tingkat kepercayaan diri anak retardasi mental dengan memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepercayaan diri anak retardasi mental selain dalam keluarga serta perlu dilakukan penelitian secara cohort untuk melihat pengaruh sikap orang tua secara langsung dengan waktu yang lama.
40 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 10, Juni 2015
DAFTAR PUSTAKA Angelis. (2003). Pengertian Kepercayaan Diri [Internet]. Tersedia dalam: http://miklotof.wordpress.com/2010/06/23/pengertian-percaya-diri/. [Diakses: 5 April 2011] Anita Lie (2003) Ciri-Ciri Kepercayaan Diri [Internet]. Tersedia dalam http://Ciri2.http://ichwanmuis.com/?p=45. [Diakses 25 Februari 2011] Arikunto, S. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S (2007) Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Edisi kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Betz, Cecily L (2002) Laporan Pendahuluan Retardasi Mental (RM) [Internet]. Tersedia dalam: http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluanretardasi-mental-rm.html. [diakses 29 Mei 2011] Budhiman, M. (2008) Retardasi Mental [Internet]. Tersedia dalam: http://mediafarma.blogspot.com/2008/09/RM.html [Diakses: 25 Februari 2011]. Cahyaningrum (2004) Retardasi Mental [Internet]. Tersedia dalam: http://file://localhost/E:/retardasi-mental_files/retardasi-mental.html. [diakses 25 Februari 2011] Departemen Kesehatan RI (2007) Retardasi Mental [Internet]. Available from: http://www.encyclopedia.com. [Diakses: 25 Februari 2011] Departemen Sosial RI (2004) Pedoman Umum Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak Cacat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Bina Pelayanan Sosial Anak. Dewi Riya (2009) Hubungan Antara Sikap Orang Tua dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental di SLB C/C1 shanti Yoga Klaten Skripsi. Stikes Muhammadiyah Klaten: tidak dipublikasikan. Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedogogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara Ghosali, E.W (2007) Retardasi Mental [Internet]. Cermin Dunia Kedokteran No. 29: 1983. Tersedia dalam: http://www.portalkalbe/files/cdk/files/16/Retardasi Mental/pdf/htm. [Diakses: 25 Februari 2011].
Ambar Winarti, Ema Kurniawati, Hubungan Sikap Orang Tua …. 41
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Hurlock, E.B. (1998) psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi 5. Jakarta : Erlangga Junalia (2008) Hubungan Antara Sikap keluarga dengan Perkembangan Sosial anak Retardasi Mental di SLB C Negeri Pembina Yogyakarta. Skripsi, PSIK FK UGM Yogyakarta: tidak dipublikasikan Kuntjojo (2010) Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental [internet]. Tersedia dalam : http://kunt34.blogspot.com/2010/11/pencegahan-danpenanganan-retardasi.html. [diakses 3 Mei 2011] Lestarita (2009) “Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan Tingkat Kepercayaan diri Anak usia 4-5 tahun di TK AL FURQOON Masjid Raya Klaten”. Skripsi. Stikes Muhammadiyah Klaten: tidak dipublikasikan. Maramis, W.F. (2005) Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental internet. Tersedia dalam : http://kunt34.blogspot.com/2010/11/pencegahan-danpenanganan-retardasi.html. [diakses 3 Mei 2011] (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Rakhmat, J (2007) Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rini.
(2002) Kepercayaan Diri [Internet]. Tersedia dalam: http://sarahdevina.wordpress.com/2010/06/04/kepercayaan-diri/. [Diakses: 5 Mei 2011]
Riwidikdo, Handoko (2010) Statistik Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Saleh. (2002) Aspek-Aspek Kepercayaan Diri [Internet]. Tersedia dalam: http://miklotof.wordpress.com/2010/06/26/aspek-aspek-percaya-diri/. [Diakses: 3 april 2011] Soetjiningsih (1998) Tumbang Anak. Jakarta : EGC Somantri, S. (2006) Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama Sondakh.L.N. (2008) Mengenal Retardasi Mental/Ketergantungan Mental [Internet]. Tersedia dalam: http://www.portalkalbe/files/cdk/files/16/Retardasi Mental/pdf/htm. [Diakses: 25 Februari 2011].
42 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 5, No. 10, Juni 2015
Sugiyono (2007) Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta (2010) Metode Penelitian Kuantitatif, KUalitatif & (R&D). Bandung: Alfabeta. Suryani (2005) Retardasi Mental [Internet]. Tersedia dalam: http://file://localhost/E:/retardasi-mental_files/retardasi-mental.html. [diakses 25 Februari 2011] Thantaway (2005) Pengertian Kepercayaan diri/Percaya diri [Internet]. Tersedia dalam: http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepercayaan-diri/ [diakses 3 April 2011] Wong, D.L. (2030 Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, alis bahasa: Monica Ester. Edisi 4. Jakarta: EGC. World Health Organization (2002) Mental Reterdation. [Internet]. Available from: http://www,afro.who.int.htm. [Accessed: 15 januari 2011].