1
REPRESENTASI INTERTEKSTUAL (KUTIPAN LANGSUNG DAN KUTIPAN TIDAK LANGSUNG) DAN TEKSTUAL (KETRANSITIFAN) DALAM WACANA BERITA BOM BUNUH DIRI DI GEREJA BETHEL INJIL SEPENUH KEPUNTON, SOLO
Oleh: Putri Budi Winarti1 18011008018
ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Representasi Intertekstual (Kutipan Langsung dan Kutipan Tidak Langsung) dan Tekstual (Ketransitifan) dalam Wacana Berita Bom Bunuh Diri di Gereja Bethel Injil Kepunton, Solo”. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo yang direpresentasikan dalam segi intertekstual (kutipan langsung dan kutipan tidak langsung) dan tekstual (ketransitifan). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tertulis dalam bentuk berita yang diambil dari Surat Kabar Media Indonesia, Republika dan Kompas Indonesia. Hasil analisis intertekstual menunjukan bahwa Media Indonesia, Republika, dan Kompas Indonesia lebih banyak menyuarakan suara yang berasal dari pemerintah, baik dalam kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung. Hal tersebut menunjukan bahwa Media Indonesia, Republika, dan Kompas Indonesia memandang pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab pada peristiwa bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo. Hasil penelitian dari teori ketranstifan (kalimat aktif) menunjukan bahwa Media Indonesia, Republika dan Kompas Indonesia lebih banyak menempatkan pemerintah sebagai subjek pelaku yang bertanggung jawab atas segala masalah terorisme di Indonesia. Hal tersebut bertujuan untuk menegaskan kepada masyarakat Indonesia bahwa pihak
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
2
pemerintah telah bekerja dengan baik dalam mengatasi masalah terorisme di Indonesia.
ABSTRACT This minithesis titled “Representation in Discourse Intertextual (Direct Quote and Indirect Quote) and Textual (Transitive) Suicide Bomber News at Bethel Injil Kepunton Church, Solo. The method used in this study is qualitative. This study aims to describe a suicide bombing at Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo is represented in term of textual (transitive) and intertextual (direct quote and indirect quote). Source of data used in this study is data written in the form of news taken from Kompas Indonesia, Republika and Media Indonesia. Intertextual analysis result showed that Media Indonesia, Republika and Kompas Indonesia get more voiced sounds emanating from government, either in direct quotation and indirect quotation. This indicates that the Media Indonesia, Republika and Kompas Indonesia view the government who responsible of the bombing case at Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo. The result of transitive theory (active voice) indicates that the Media Indonesia,Republika and Kompas Indonesia as the government puts more of a subject the perpetrator was responsible for all the problems of terrorism in Indonesia. It aims to make clear to the people of Indonesia that the government has worked well in addressing the problem of terrorism in Indonesia. Kata Kunci : Bahasa, Kuasa, Analisis Wacana, Analisis Wacana Kristis, Wacana Politik
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
3
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa ialah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan. Namun, Dewasa ini bahasa tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa telah menjadi media untuk mengonstruksi kehidupan. Penelitian ini merupakan analisis dengan menggunakan teori wacana yang sangat berhubungan dengan komunikasi antara media massa dan masyarakat. Komunikasi ini terjadi pada saat lembaga media massa menyampaikan pesan kepada masyarakat, baik dalam bentuk lisan, tulis maupun visual, dan pesan tersebut disampaikan dan dipahami. Media massa merupakan suatu cerminan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, media massa merupakan kekuatan besar yang bisa memengaruhi masyarakat dan membentuk pola pikir masyarakat. Pembentukan pola pikir tersebut tidak terjadi dengan begitu saja, ada sesuatu yang menggiring masyakat pada pemikiran tersebut, salah satunya adalah media massa. Dengan kata lain, media massa telah berperan dalam membangun atau membuat opini publik. Salah satu bentuk pemberitaan media yang menarik untuk dikaji adalah peristiwa terorisme. Peristiwa peledakan bom yang ini terjadi adalah peledakan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo yang terjadi pada tanggal 26 Sepetember 2011. Peristiwa ini cukup menghebohkan masyarakat, karena peristiwa peledakan bom bunuh diri di tempat ibadah terjadi lagi setelah peledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon pada tanggal 15 April 2011. Salah satu ilmu yang bisa membongkar startegi dan ideologi yang digunakan media massa dalam membentuk opini publik adalah Analisis Wacana Kritis. Analisis wacana kritis mengonsepsikan bahasa sebagai suatu bentuk praktik sosial dan berusaha membuat umat manusia sadar akan pengaruh timbal balik antara bahasa dan struktur sosial 1
yang biasanya tidak mereka sadari
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
4
(Titscher dkk, 2009: 239). Pada Analisis Wacana Kritis terdapat teori analisis tekstual dan intertekstual yang digunakan untuk melihat bagaimana representasi teks wacana berita peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo, yang bisa membawa muatan ideologis tertentu . Dalam penelitian ini, penulis mencoba menggunakan kerangka analisis wacana kritis tekstual dan intertekstual Norman Fairclough dengan alasan agar wacana berita dapat dilihat secara rinci. Sesuai dengan penjabaran di atas, untuk penelitian ini penulis mengambil judul “Representasi Intertekstual (Kutipan Langsung dan Kutipan Tidak Langsung) dan Tekstual
(Ketransitifan) dalam
Wacana Berita Bom Bunuh Diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo”. 1.2 Identifikasi Masalah Kajian ini bermaksud utuk mengetahui bagaimana representasi tekstual (ketransitifan) dan intertekstual (kutipan langsung dan kutipan tidak langsung) yang digunakan Media Indonesia, Republika, dan Kompas Indonesia dalam pemberitaan Kasus Peledakan Bom Bunuh Diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo. 1.3 Metode dan Teknik Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat bahasa. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu yang ditentukan dengan cukup mendalam. Dengan menggunakan metode analisis wacana kritis ini, analisis akan difokuskan pada aspek kebahasaan dan konteks-konteks yang terkait dengan aspek tersebut. Konteks di sini dapat berarti bahwa aspek kebahasaan tersebut digunakan untuk tujuan dan praktik tertentu. Teori yang digunakan penulis dalam menganalisis data ialah ilmu teori analisis intertekstual dan tekstual pada teori Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough.
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
5
II.
KERANGKA TEORI Kerangka teori yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis wacana
kritis model Norman Fairclough. Analisi wacana kritis Norman Fairclough dikenal sebagai analisi tiga dimensi. Eriyanto (2006:286) menjelaskan bahwa dalam model Fairclough analisis wacana dibagi dalam tiga dimensi, yaitu teks (text),
praktik
wacana
(discourse
practice),
dan
praktik
sosiokultural
(sociocultural practice). Gambar 1 : Kerangka Analisis Wacana Tiga Dimensi Fairclough
Pendeskripsian Teks (Analisis teks) (APA) Teks Teks Praktik Wacana (discourse practice)
Penafsiran (Analisis Pemprosesan) (BAGAIMANA)
Praktik Sosiobudaya (sosiocultural practice)
Penjelasan (Analisis Sosial) Proses Penafsiran Praktik Wacana
(KENAPA)
Sumber : Fairclough (1992:73; 1995: 59; 2000:313) dan Idris (2006: 75) Penelitian ini hanya menggunakan teori tekstual (ketransitifan) dan Praktik Sosiobudaya intertekstual (kutipan langsung dan tidak langsung). Ketransitifan berguna untuk (situasi ; institusi masyarakat) melihat apakah jenis ; proses dan pemeran yang menonjol di dalam teks, apakah
suara utama (aktif atau pasif), dan sejauh mana signifikasinya dalam proses nominalisasi (Idris, 2006: 77). Ketransitifan dipakai untuk menunjukan tindakan yang dilihat sebagai dilakukan oleh aktor melalui suatu proses yang ditunjukan
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
6
dengan kata kerja (verba). Penelitian ini menggunakan teori ketransitifan pada kalimat aktif untuk melihat bagaimana posisi dan berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah masyarakat. Eriyanto (2006, 305)
mengemukakan bahwa intertekstualitas adalah
sebuah istilah dimana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi teks lainnya. Masalah intertekstualitas dalam berita dapat dideteksi dari pengutipan sumber berita/narasumber dalam berita. Menurut Fairclough dalam Eriyanto (2006), suara seorang sumber berita yang akan dijadikan berita bisa ditampilkan secara langsung (direct discourse) dapat juga secara tidak langsung (indirect discourse). Pemilihan antara pengutipan langsung dengan tidak langsung bukanlah semata-mata persoalan teknis jurnalistik, karena sebetulnya pilihan mana yang diambil menggambarkan strategi wacana bagaimana wartawan menempatkan dirinya di tengah banyak suara yang berada di luar dirinya. Kutipan langsung, ditandai dengan pemakaian tanda kutip untuk menunjukan bahwa bagian yang dikurung dengan tanda kutip tersebut adalah ucapan narasumber. Sebaliknya, dalam kutipan langsung, suara narasumber disuarakan lewat mulut dan suara wartawan. Ini misalnya ditandai dengan pemakaian kata seperti mengatakan, menyerukan, mengharuskan, dan sebagainya. Pengubahan kutipan langsung ke kutipan tidak langsung juga berakibat perubahan semantik, karena harus menyesuaikan dengan pola kalimat dengan kutipan tidak langsung.
III.
ANALISIS DATA
3.1 Intertekstual Pada penelitian ini penulis meneliti kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Pada kutipan langsung dapat diketahui siapa saja pihak yang dikutip,
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
7
topik apa saja yang menjadi bahan kutipan langsung, dan ditujukan pada siapa kutipan langsung tersebut. Sedangkan, pada kutipan tidak langsung dapat diketahui siapa saja yang dikutip secara tidak langsung, di tujukan pada siapa saja kutipan tidak langsung tersebut, dan apakah wartawan mencitrakan pihak tertentu secara positif atau negatif, karena kutipan tidak langsung dapat dimanfaatkan oleh wartawan untuk mentransformasikan suara yang diungkapkan oleh narasumber dengan cara wartawan itu sendiri. 3.1.1 Media Indonesia Jumlah pihak yang ucapannya dikutip dalam 7 data wacana pada Media Indonesia adalah sebanyak 19 (sembilan belas) orang, dari pihak pemerintah sebanyak 8 (delapan) orang atau 42,1%, dari pihak tokoh agama sebanyak 5 (lima) orang atau 26,3%, dari pihak korban sebanyak 1 (satu) orang atau 5,2%, dari pihak saksi sebanyak 1 (satu) orang atau 5,26%, dari pihak masyarakat sebanyak 3 (tiga) orang atau 15,7%, dan dari pihak pengamat sebanyak 1 (satu) orang atau 5,2%. Terlihat Media Indonesia banyak mengutip dari pihak pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa koran Media Indonesia menilai bahwa hanya dari pihak pemerintah kebenaran dan kronologis peristiwa peledakan bom bunuh diri bisa didapat. 3.1.1.2 Kutipan Langsung dan Kutipan Tidak Langsung Kutipan langsung dan tidak langsung yang ditampilkan pada data Media Indonesia berasal dari banyak pihak yaitu, dari pihak pemerintah, tokoh agama, korban, saksi, pengamat, dan masyarakat. Pemanfaatan kutipan langsung dan tidak langsung pada Media Indonesia lebih banyak menampilkan suara dari pihak pemerintah khususnya pihak kepolisian. Media Indonesia lebih banyak menampilkan suara dari pihak kepolisian karena dari pihak kepolisian bisa didapatkan informasi tentang peristiwa terjadinya peledakan bom bunuh diri di Solo, identitas pelaku, dan keterkaitan peristiwa bom bunuh diri di Solo dengan peristiwa bom bunuh diri lainnya yang terjadi di Indonesia. Hal itu memperlihatkan bahwa Media Indonesia merupakan media yang lebih mengutamakan memberikan informasi tentang peristiwa,
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
8
3.1.2 Republika 3.1.2.1 Pihak yang Dikutip Republika Jumlah pihak yang ucapannya dikutip dalam 8 data wacana pada Republika adalah sebanyak 26 (dua puluh enam) orang, dari pihak pemerintah sebanyak 11 (sebelas) orang atau 42,3%, dari pihak tokoh agama sebanyak 10 (sepuluh) orang atau 38,4%, dari pihak saksi sebanyak 1 (satu) orang atau 3,84%, dari pihak masyarakat sebanyak 2 (dua) orang atau 7,69%, dan dari pihak pengamat sebanyak 2 (dua) orang atau 7,69%. Republika lebih banyak menyuarakan suara yang berasal dari pemerintah untuk lebih menonjolkan informasi tentang kronologis peristiwa, dan identitas pelaku. Hal tersebut bertujuan untuk memperlihatkan bahwa pemerintah akan bertanggung jawab pada peristiwa peledakan bom di Solo. 3.1.2.2 Kutipan Langsung dan Kutipan Tidak Langsung Kutipan langsung dan tidak langsung yang ditampilkan pada data Republika berasal dari banyak pihak yaitu, dari pihak pemerintah, tokoh agama, saksi, pengamat, dan masyarakat. Pemanfaatan kutipan langsung dan tidak langsung pada Republika lebih banyak menampilkan suara dari pihak pemerintah khususnya pihak kepolisian. Pihak kepolisian menyatakan kronologis peristiwa, dan bantahan-bantahan terhadap dugaan pihak kepolisian telah gagal dalam menangani kasus terorisme di Indonesia. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah telah bekerja dengan maksimal dalam menangani kasus terorisme di Indonesia. 3.1.3 Kompas Indonesia 3.1.3.1 Pihak yang Dikutip Kompas Indonesia Jumlah pihak yang ucapannya dikutip dalam 8 (delapan) data wacana pada Kompas Indonesia adalah sebanyak 40 (empat puluh) orang, dari pihak pemerintah sebanyak 13 (tiga belas) orang atau 32,5%, dari tokoh agama sebanyak 9 (sembilan) orang atau 22,5%, dari pihak korban sebanyak 3 (tiga) orang atau 7,50%, dari pihak saksi sebanyak 3 (tiga) orang atau 7,50%, dari pihak
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
9
masyarakat sebanyak 6 (enam) orang atau 15%, dan dari pihak pengamat sebanyak 6 (enam) orang atau 15%. Kompas Indonesia lebih banyak menyuarakan suara yang berasal dari pemerintahan. Selain itu, Kompas Indonesia juga lebih banyak menampilkan narasumber daripada Republika dan Media Indonesia. Hal tersebut menunjukan bahwa Media Indonesia melihat peristiwa bom bunuh diri di Solo ini dari berbagai pihak. 3.1.3.2 Kutipan Langsung dan Kutipan Tidak Langsung Kutipan langsung dan tidak langsung yang ditampilkan pada data Kompas Indonesia berasal dari banyak pihak yaitu, dari pihak pemerintah, tokoh agama, korban, saksi, pengamat, dan masyarakat. Pemanfaatan kutipan langsung dan tidak langsung pada Kompas Indonesia lebih banyak menampilkan suara dari pihak pemerintah khususnya pihak kepolisian. Hal tersebut menunjukan bahwa Kompas Indonesia lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dalam memberikan informasi tentang kronologis peristiwa dan keseharian pelaku agar masyarakat bisa lebih waspada terhadap lingkungan sekitar. Pada kutipan tidak langsung Media Indonesia cukup dominan menampilkan kutipan tidak langsung dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Hal tersebut menunjukan bahwa adanya keberpihakan Kompas Indonesia pada pemerintah. 3.2 Tekstual (Ketransitifan) Tabel 3.1 Jumlah Kalimat Aktif dalam Media Indonesia No
1
Subjek
Jumlah Kalimat Aktif
%
1.
Pemerintah
31 kalimat aktif
40,2%
2.
Pelaku Terorisme
10 kalimat aktif
12,9%
3.
Tokoh Agama
10 kalimat aktif
12,9%
4.
Pengamat
7 kalimat aktif
9,09%
5.
Korban
10 kalimat aktif
12,9%
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
10
6.
Keluarga Pelaku
1 kalimat aktif
1,3%
7.
Masyarakat
8 kalimat aktif
10,4%
77 kalimat aktif
100%
Jumlah
Berdasarkan Tabel 3.1 terlihat bahwa Media Indonesia banyak menggunakan kalimat aktif pada wacananya. Selain itu, Media Indonesia juga banyak menggunakan kalimat aktif yang bersubjek dari pihak pemerintah. Kalimat aktif ini menempatkan pemerintah sebagai pelaku yang bertanggung jawab atas segala masalah terorisme di Indonesia. 3.2.2 Republika Tabel 3.2 Jumlah Kalimat Aktif dalam Republika No.
Subjek
Jumlah Kalimat Aktif
%
1.
Pemerintah
52 kalimat aktif
41,6%
2.
Pelaku Terorisme
9 kalimat aktif
7,20%
3.
Saksi
4 kalimat aktif
3,20%
4.
Tokoh Agama
35 kalimat aktif
28%
5.
Masyarakat
7 kalimat aktif
5,60%
6.
Pengamat
9 kalimat aktif
7,20%
125 kalimat aktif
100%
Jumlah
Berdasarkan Tabel 3.2 terlihat bahwa Republika banyak menggunakan kalimat aktif pada wacananya. Selain itu, Republika juga banyak menggunakan kalimat aktif yang bersubjek pemerintah dan tokoh agama.
Hal tersebut
menunjukan bahwa Republika memfokuskan pada topik peristiwa dan kerukunan antar agama.
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
11
3.2.3 Kompas Indonesia Tabel 3.3 Jumlah Kalimat Aktif dalam Kompas Indonesia. No.
Subjek
Jumlah Kalimat Aktif
%
1.
Pemerintah
50 kalimat aktif
46,2%
2.
Pelaku Terorisme
14 kalimat aktif
12,9%
3.
Saksi
7 kalimat aktif
6,48%
4.
Pengamat
9 kalimat aktif
8,3%
5.
Tokoh Agama
11 kalimat aktif
10,2%
6.
Korban
5 kalimat aktif
4,63%
7.
Keluarga Pelaku
9 kalimat aktif
8,33%
8.
Masyarakat
2 kalimat aktif
1,85%
107 kalimat aktif
100%
Jumlah
Berdasarkan Tabel 3.3 terlihat bahwa Kompas Indonesia banyak menggunakan kalimat aktif yang bersubjek dari pihak pemerintah. Kalimat aktif ini bisa saja dipergunakan oleh Media Indonesia untuk memperlihatkan kuasa pemerintah dalam permasalahan terorisme di Indonesia.
IV.
SIMPULAN Hasil analisis intertekstual menunjukan bahwa Media Indonesia,
Republika, dan Kompas Indonesia lebih banyak menyuarakan suara yang berasal dari pemerintah, baik dalam kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung. Hal tersebut menunjukan bahwa Media Indonesia, Republika, dan Kompas Indonesia memandang pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab pada peristiwa bom di GBIS Kepunton, Solo. Namun, kutipan tidak langsung bisa dimanfaatkan oleh wartawan untuk mentransformasikan suara yang diungkapkan
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
12
oleh narasumber dengan cara wartawan itu sendiri. Kutipan langsung dan kutipan tidak langsung dari pihak pemerintah dalam Media Indonesia, Republika dan Kompas Indonesia tersebut banyak membahas tentang kronologis peristiwa, dugaan pelaku dan motifnya, serta kinerja kepolisian dan intelijen dalam menangani kasus terorisme di Indonesia. Hasil penelitian dari teori ketranstifan (kalimat aktif) menunjukan bahwa Media Indonesia, Republika dan Kompas Indonesia lebih banyak menempatkan pemerintah sebagai subjek pelaku yang bertanggung jawab atas segala masalah terorisme di Indonesia. Pihak pemerintah yang senantiasa ditempatkan sebagai subjek dalam strategi transtifitas ini dapat juga menandakan kuasa pihak pemerintah itu sendiri. Hal tersebut bertujuan untuk menegaskan kepada masyarakat Indonesia bahwa pihak pemerintah telah bekerja dengan baik dalam mengatasi masalah terorisme di Indonesia. V.
DAFTAR SUMBER
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya. Darmayanti, Nani. 2010. “Analisis Wacana Pidato Politik Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai Calon Presiden Republik Indonesia 2009-2014”. Bandung: Universitas Padjajaran . 2010. “Analisis Wacana Kritis Berita Hubungan IndonesiaMalaysia
Dalam Harian Umum Kompas Indonesia”. Bandung:
Universitas Padjajaran. . 2012. “Bahasa dan Ideologi Akhbar Indonesia dan Malaysia dalam Dua Isu Terpilih : Analisis Wacana Kritis”. Malaysia: Universitas Kebangsaan Malaysia. Eriyanto. 2006. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.
13
Idris Aman. 2006. Bahasa dan Kepemimpinan: Analisis Wacana Mahathir Mohamad. Bangi : Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. Samsuri. 1991. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga. Tarigan, H.G. 1983. Pengajaran Wacana. Bandung: Jakarta. Titscher, Stefan, dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wikipedia,
2011.
Terorisme
di
Indonesia
[Online].
Available
at:
http://id.wikipedia.org/ (diakses 14 September 2011).
1
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Penulis lulus pada 31 Mei 2012.