BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan ”K adalah seorang karyawan dibagian staf accounting. Setelah terjadi restrukturisasi, bagian yang ditanganinya bersama anak perusahaan tempat dia bekerja dihilangkan dan sebagian besar teman sekantornya di PHK serta sebagiannya lagi dipindahkan. K termasuk beruntung dari teman-temannya yang lain. Karena K dipindahkan ke BTI, atau bagian perusahaan lain yang di lingkungan Bosowa Corporation tersebut. Pengalaman yang diungkapkan oleh K menyebutkan bahwa pekerjaan yang dia tekuni sebelumnya, karyawan diberikan tanggung jawab dan diberikan kebebasan berkreasi dalam mencapai target yang mereka ingin capai. Pada proses pengambilan keputusan-pun, karyawan dalam organisasi atau bidang yang dia tempati selalu dilibatkan. Ini yang kemudian dirasakan oleh K tidak didapatkan dari pekerjaan yang sekarang ini. Ketika terjadi perubahan organisasi, lebih karena ketidakpastian arah perubahan, K mengalami masa frustrasi, capek, dan bosan melihat kondisi perubahan yang terjadi dalam perusahaan. Ditambah lagi dia dipindahkan ke dalam lingkungan dimana K merasa tersingkirkan dalam lingkungan barunya tersebut. Keinginan untuk keluar dari perusahaan sangat kuat dimiliki oleh K. Tuntutan keluarga untuk berpenghasilan membuat K memutuskan untuk tetap bertahan dalam organisasi, walaupun dengan konsekuensi menjalani pekerjaan dengan “setengah hati”. Posisi tersebut membuat K mengalami masa tidak menentu saat terjadinya restrukturisasi organisasi. Bahkan dia menuturkan pernah menginginkan di PHK saja dari pada bertahan dalam ketidakpastian kerja. Setelah dipindahkan dari staf accounting ke BTI, dia mengalami kebingungan dalam memulai pekerjaannya. Bahkan dia merasa kehilangan arah ditempat kerja barunya. Akhirnya sampai saat sekarang ini dia masih tidak bisa fokus dengan pekerjaannya, bahkan selalu absen. Bertahan dalam organisasi adalah satu-satunya pilihan yang dia miliki, hal ini disebabkan hanya karena tekanan dan tuntutan dari keluarganya yang mengharuskan dia untuk tetap berpenghasilan (Mustadin, 2008). Gambaran fenomena seorang karyawan di Bosowa Corporation tersebut
menjadi
bahan
refleksi
yang
nyata
bahwa
perubahan
akan
memunculkan perilaku baru sebagai wujud dari identitas barunya. ”Kebebasan berkreasi” dalam organisasi yang merupakan identitas yang familiar bagi K tibatiba hilang dan mendapati sebuah situasi yang tidak jelas dengan adanya arah perubahan yang tidak jelas juga. K mencoba melakukan proses internalisasi diri
1
2
dengan karakteristik barunya, dan pada situasi tertentu merasa ingin ”lari” dari situasi itu. Tuntutan keluarga untuk tetap berpenghasilan menjadi alasan tunggal bertahan dalam situasi yang tidak menentu tersebut. Proses internalisasi identitas baru inilah membuat K mengalami kondisi frustrasi, bosan bahkan capek. Gambaran ini pula menunjukkan bahwa perubahan yang seharusnya menjadi sebuah harapan baru bagi kebaikan bersama baik bagi karyawan maupun organisasi menjadi hal yang tidak serta merta terwujud. Ada proses yang memunculkan komplikasi permasalahan di dalamnya yang sangat penting untuk dipaparkan lebih dalam dan lebih luas, agar tuntutan karyawan dan tuntutan organisasi memunculkan harmonisasi dan memberikan kebaikan bagi semua pihak. Perubahan yang muncul dan yang terjadi dalam organisasi adalah sebuah hal yang tidak bisa dihindari. Perubahan dalam organisasi disebabkan oleh beberapa faktor utama yang mempengaruhi, diantaranya; globalisasi, teknologi informasi, dan inovasi manajerial (Cummings & Worley, 2005). Pengaruh
globalisasi
memberikan
dampak
perubahan
pada
lingkungan
persaingan dan pasar. Persaingan ketat ini membuat organisasi dan setiap karyawan untuk menyesuaikan diri agar mampu tetap bertahan dan berkembang, sedangkan pada perkembangan bidang teknologi informasi dalam organisasi memberikan dampak pada jumlah penggunaan tenaga kerja serta biaya yang digunakan dalam organisasi. Merespon persaingan yang terbuka dalam era globalisasi ini, terkadang membuat perusahaan melakukan perubahan dalam strategi manajerial, misalnya merubah strategi pemasaran dengan menggunakan media internet (Kreitner & Kinicki, 2003; Cummings & Worley, 2005).
3
Perubahan teknologi yang sangat cepat menurut Liliweri (1997) menuntut organisasi menyesuaikan diri dengan cepat pula. Dampak yang ditimbulkan perubahan teknologi yang sangat cepat tersebut antara lain; struktur organisasi dan pilihan perilaku organisasi akan berubah, hubungan, interaksi, relasi sosial antar pribadi dan kelompok dalam organisasi juga berubah. Penyesuaian anggota organisasi terhadap teknologi tersebut berimplikasi terhadap anggota organisasi. Perubahan yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan juga banyak disebabkan oleh faktor internal. Faktor internal tersebut misalnya perubahan struktur organisasi yang bertujuan untuk peningkatan kinerja organisasi, baik dari sisi efisiensi dan efektivitas kerja serta biaya yang ditanggung oleh organisasi yang muncul akibat “gemuknya” organisasi. Isu utama dalam perubahan struktur internal organisasi saat ini ialah perubahan dari organisasi yang hirarkis atau birokratis (hierarchical and bureaucratic organization) menjadi organisasi yang ramping (flat organization). Organisasi yang hirarkis atau birokratis menyebabkan berbagai implikasi negatif dalam organisasi misalnya; pemborosan biaya dan panjangnya jalur distribusi informasi. Jalur distribusi informasi dapat menyebabkan organisasi lambat merespon perubahan atau tuntutan lingkungan yang ada. Hal inilah yang menjadi pemicu
banyak
organisasi
melakukan
restrukturisasi
organisasi
atau
perampingan organisasi (Osborne & Gaebler, 1992; Smither, Houston, & McIntire, 1996). Perubahan demografi karyawan
juga menjadi perubahan yang
signifikan dalam beberapa dekade ini. Perubahan demografi ini disebabkan meningkatnya jumlah prosentase karyawan wanita yang menduduki middle
4
sampai upper manajer dalam perusahaan atau organisasi. Peningkatan tersebut menyebabkan perubahan budaya dalam arus kerja dan dominasi pekerja yang sudah tua dalam perusahaan atau organisasi (Osborne & Gaebler, 1992; Smither et al., 1996). Perubahan yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi, memaksa organisasi terus membenahi diri. Hal ini dikarenakan organisasi dituntut untuk menyesuaikan diri misalnya strategi bisnisnya yang disebabkan berbagai bentuk perubahan lingkungan, baik lingkungan eksternal maupun internal (Smither et al., 1996; Himam, 2005). Faktor eksternal perubahan yang memaksa organisasi melakukan perubahan antara lain ekonomi dan perubahan pasar. Ekonomi dan perubahan pasar yang sangat cepat dikarenakan kebijakan internasional atau kebijakan politik suatu bangsa, terbukanya keran persaingan bebas di Indonesia misalnya. Hal tersebut menyebabkan persaingan yang semakin kompleks dan kompetitif. Faktor pasar pun sangat dipengaruhi oleh konsumen. Permintaan konsumen yang serba membutuhkan kepuasan menekan organisasi yang ingin survive membenahi diri dengan pelayanan yang cepat dan prima (Burke, 1987; Napier, 1989; Schweiger & Denisi, 1991; Cummings & Worley, 2005). Fenomena ini pun terjadi di beberapa perusahaan di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang melakukan perubahan dilatar belakangi oleh faktor-faktor yang bervariasi, baik itu disebabkan oleh faktor inernal maupun faktor eksternal. Berikut sebagian data perusahaan di Indonesia yang mengalami perubahan, baik yang mengalami merger ataupun yang mengalami akuisisi menurut data dari Tirthayatra (2005) yang dipublikasikan dalam situs Bapepam:
5
1.
BAT Indonesia Tbk merger dengan Rothmans of Pall Mall Indonesia Akuisisi pada tahun 2000 dan Merger pada tahun 2005.
2.
Bank Artagraha merger dengan Bank Inter Pasific pada tahun 2005.
3.
Sarasa Nugraha merger dengan Indo Acidatama Chemical Industry pada tahun 2005.
4.
Charoen Pokphand Indonesia merger dengan Mega Kahyangan dan Udangmas Pertiwi pada tahun 2004.
5.
Unilever Indonesia merger dengan Knor Indonesia Akuisisi dan Merger tahun 2004.
6.
Lippo Karawaci merger dengan Siloam Health Care, Kertika Abadi Sejahtera, Angga Dipa Berkat Mulia, Metropolitan Tatanugraha, Arya Duta Hotel, Sumber Waluyo, Lippoland Development pada tahun 2004.
7.
Bank CIC merger dengan Bank Danpac dan Bank Picco pada tahun 2004. Beberapa perusahaan yang mengalami akuisisi yang juga dipaparkan
oleh Tirthayatra (2005) dalam situs Bapepam antara lain: 1.
Sani Dasa Karsa mengambil alih Asuransi Bina Dana Artha Tbk. pada tahun 2005.
2.
Philip Morris mengambil alih Sampoerna Tbk. pada tahun 2005.
3.
Karya Putra Kreasi Nusantara mengambil alih Cahaya Kalbar Tbk. pada tahun 2005.
4.
Aspac Food Industries mengambil alih Multi Agro Persada Tbk. pada tahun 2005.
5.
Bank OCBC Overseas Investment mengambil alih Bank NISP pada tahun 2005.
6
Kemudian PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Bank Lippo Tbk berhasil melakukan merger pada tanggal 1 November 2008. Merger ini dilakukan setelah CIMB Group Sdn Bhd membeli 51% saham Lippo Bank dari Santubong Investments BV pada tanggal 28 Oktober 2008. Diikuti dengan saham Lippo Bank ditukarkan dengan saham Bank CIMB Niaga. Mulai saat itu saham Lippo Bank tidak lagi tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Pemegang saham Bank CIMB Niaga dan Lippo Bank menyatakan untuk menjual sahamnya kepada CIMB Group (cash options) dan akan menerima pembayaran tunai pada tanggal 7 November 2008. Dengan suksesnya proses merger ini, CIMB Group menjadi pemegang saham pengendali Bank CIMB Niaga dengan kepemilikan sekitar 77,75% (CIMB NIAGA, 2008). Kasus PT Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT Bank Lippo Tbk, merupakan sebuah gambaran kasus merger akan tetapi lebih tepat disebut akuisisi karena perusahaan pemilik Bank Niaga melakukan pembelian saham besar-besaran Bank Lippo, kemudian Bank Lippo pasca merger tidak meninggalkan bekas nama pada perusahaan baru hasil gabungan. Gabungan dari
kedua
bank
tersebut
menghasilkan penggabungan
karyawan
dan
penyusunan struktur organisasi gabungan dari kedua bank. Kasus lain pada institusi pendidikan yang berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional yaitu IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) yang beramai-rami berubah menjadi universitas. Di Yogyakarta IKIP Yogyakarta pada tahun 1999 sudah memperoleh perluasan kewenangan (wider mandate)
untuk
membuka
disiplin
ilmu
lain
selain
ilmu
menggunaan legitimasi Keputusan Presiden RI no 93 th 1999.
kependidikan
7
“Perubahan IKIP Yogyakarta menjadi Universitas Yogyakarta (UNY) memang mengandung pro dan kontra di dalam masyarakat. Hal ini menunjukan adanya indikasi kuat dan valid bahwa IKIP Yogyakarta memang telah menjadi bagian penting dari system kehidupan masyarakat dan system pendidikan nasional di Indonesia. Dinamika dan wacana dalam masyarakat menggambarkan adanya kekhawatiran akan terlantarnya pendidikan guru setelah IKIP Yogyakarta berubah menjadi UNY” (http: //www. uny. ac.id/ profil/ sejarah-uny). Di lingkungan Kementrian Agama, kajian dokumen yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 4 Februari 2010 menunjukkan bahwa perubahan IAIN menjadi UIN Sunan Kalijaga memunculkan berbagai macam permasalahan baik yang sifatnya struktural maupun non-struktural, perubahan yang secara dejure berdasarkan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 2004 tanggal 21 Juni 2004 yang dideklarasikan pada tanggal 14 Oktober 2004 memberikan implikasi yang signifikan terhadap kehidupan organisasi UIN Sunan Kalijaga. Dari sisi struktur organisasi, IAIN yang selama ini fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keagamaan setelah berubah menjadi UIN secara otomatis mendirikan berbagai macam simpul disiplin ilmu baik yang sifatnya program studi maupun fakultas. Ada 10 (sepuluh) program studi tambahan setelah IAIN Sunan Kalijaga berubah menjadi UIN, diataranya; Prodi Matematika, Prodi Fisika, Prodi Kimia, Prodi Bioligi, Prodi Teknik Informatika, Prodi Teknik Industri, Prodi Ilmu Komunikasi, Prodi Ilmu Perpustakaan, Prodi Sosiologi, dan Prodi Psikologi, kemudian 2 (dua) Fakultas baru yakni; Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, dan Fakultas Sains dan Teknologi (Abdullah, 2006). Secara Akademik sebenarnya, sebelum mengalami perubahan menjadi UIN, IAIN telah memperoleh ijin mendirikan program studi umum, akan tetapi tidak sebanyak setelah memperoleh SK perubahan IAIN menjadi UIN. Perubahan akademik dan organisasi secara struktur dan nama tidak hanya
8
memunculkan implikasi keorganisasian. Setelah resmi secara dejure dan selesai secara defacto pendirian dua fakultas dan 10 (sepuluh) program studi ini memunculkan sebuah polemik yang belum berujung, misalnya munculnya Ilmu komunikasi di bawah Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora secara langsung bersaing dengan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang berada di bawah Fakultas Dakwah. Begitupun dengan Sosiologi yang berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora harus bersaing secara langsung dengan Sosiologi Agama di Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam (Abdullah, 2006). Perubahan yang terjadi dalam kasus organisasi tersebut bukan tanpa resiko atau perlawanan. Pada level individu misalnya terkadang sering muncul resistensi terhadap perubahan yang direncanakan. Di lingkungan UIN Sunan Kalijaga, perubahan yang terjadi tidak berjalan tanpa hambatan baik secara eksternal maupun secara intenal. Hambatan secara internal lebih banyak disebabkan adanya pemahaman bahwa perguruan tinggi agama Islam seharusnya fokus pada pengembangan Ilmu agama Islam, tidak memasukkan disiplin ilmu umum. Secara umum Himam (2002) menjelaskan fenomena karyawan dalam proses perubahan organisasi tersebut. Fenomena tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Sense-making, perubahan yang terjadi dalam lingkungan manapun akan menimbulkan reaksi yang beragam dari setiap individu. Hal yang bisa muncul dalam kondisi ini adalah kekacauan dan ketidak pastian dalam diri individu. Untuk menimbulkan kepastian dan kemampuan adaptasi bagi individu maka perlu melakukan perencanaan dan
9
kesiapan yang matang dalam hal kerangka kerja dan konsep dalam tugas
nantinya.
Untuk
mewujudkan
restrukturisasi
konsep
dan
pemikiran terhadap pekerjaan perlu adanya refleksi yang baik akan kinerja selama ini dan kesalahan-kesalahan yang sering muncul dalam proses kerja tersebut. 2. Proses menemukan diri (self-discovery), mengadaptasi diri dalam perubahan
diri
dalam
organisasi
memerlukan
penemuan
dan
penambahan kekuatan dalam diri individu. Menemukan diri dan menambah penguatan diri akan membantu individu dalam berdedikasi terhadap pembelajaran yang terus menerus, komitmen terhadap kesuksesan dan karir manajemennya. 3. Taktik menyembunyikan diri, taktik menyembunyikan diri ini sejalan dengan
teori
“persona”
atau
sebuah
topeng
psikologis
untuk
menyembunyikan kondisi diri yang sebenarnya. Menyembunyikan diri dapat disebabkan karena faktor permusuhan terhadap perubahan atau kebingungan dan ketidak pastian dalam perubahan yang ada. Dalam taktik ini individu akan banyak memunculkan bentuk mekanisme proyeksi seperti rasionalisasi, atau sekalian menghindar dari perubahan tersebut atau sampai pada resistensi terhadap perubahan. 4. Entrepreneurship, perubahan yang terjadi dalam organisasi sangat berkaitan dengan income. Hal tersebut bisa saja menimbulkan dampak penambahan
penghasilan
atau
malah
mengurangi
penghasilan
(insecurity income). Penyesuaian diri yang seharusnya dimiliki oleh karyawan adalah mengembangkan jiwa entrepreneurship. Prinsip
10
tersebut akan membantu individu untuk survive dalam organisasi tersebut. 5. Mengembangkan relasi (collegiality), hal yang tersulit dalam mengadaptasi diri terhadap perubahan adalah bertahan sendiri dalam situasi yang kacau, oleh sebab itu seharusnya karyawan mengambil langkah untuk mengembangkan relasi dalam organisasi, karena lingkungan sekeliling akan mampu membantu untuk bertahan dalam ketidak pastian yang disebabkan oleh perubahan. Proses perubahan yang menyebabkan sense-making sampai pada mengembangkan relasi (collegiality) menentukan keberhasilan proses adaptasi individu dalam organisasi tersebut. Ketidak mampuan mengikuti proses perubahan yang terjadi dalam organisasi akan membawa individu menolak perubahan yang ada (resistance to change), bahkan taktik menyembunyikan diri bisa menjadi pilihan dari individu dalam menghadapi perubahan organisasi (Himam, 2002). Proses
perubahan
yang
terjadi
dalam
organisasi
tersebut,
menyebabkan individu mengembangkan sikap personal (personal attitude), sebagai bentuk ekspresi perasaan dan emosi guna mencari bentuk bagaimana mereka harus menyesuaikan diri terhadap situasi yang tidak familiar (unfamiliar situation) bagi karyawan tersebut. Sikap yang positif akan membawa para karyawan merasa senang atau optimis akan masa depan dan dampak bagi kehidupan diri mereka. Akan tetapi sikap yang negatif, memberikan dampak rasa takut dan perasaan tidak aman. Para karyawan merasa frustrasi akan kondisi baru dalam kehidupan kerja yang baru tersebut (Himam, 2005).
11
Karyawan yang bersikap negatif akan memunculkan keberpura-puraan dalam menghadapi kehidupan kerjanya. Mereka juga akan memakai “topeng” dalam kehidupan kerjanya. Fenomena tersebut bertujuan untuk bertahan pada pekerjaannya. Hal ini juga hanya untuk menutupi sikap menentang atau menolak yang mereka miliki (Himam, 2002). Pemunculan diri dalam bentuk yang tidak sebenarnya inilah yang akan membawa dampak pada pencarian diri yang lain (Erikson, 1974). Eksistensi yang tampak akan berbeda dari yang sebenarnya. Inilah yang disebut konflik super ego dan ego yang akan memunculkan kondisi disequilibrium dalam mental individu (Hall & Lindzey,1993). Identifikasi diri yang tepat pada konteks apapun akan mempengaruhi peningkatan kemampuan diri seseorang, mengidentifikasi diri pada kelompok yang tidak berdaya atau minoritas mampu mempengaruhi keterlibatan pada proses yang terjadi di lingkungan sekitar individu tersebut (Wood., et al. 1996), bahkan bisa saja memunculkan proses menyembunyikan diri dari proses yang sedang berlangsung agar tidak terjadi evaluasi yang objektif akan keberadaan dirinya tersebut atau diistilahkan oleh Himam (2002) sebagai strategi “taktik menyembunyikan diri”. Pada sikap yang positif, akan memiliki harapan bahkan kebanggaan ketika mampu bertahan dalam kondisi kerja yang berubah. Konsistensi diri (self) akan membawa pada keselarasan antara aktivitas mental dan apa yang ditampakkan. Konsistensi diri akan mampu membawa pada pemahaman diri (self objectification) (Allport, 1937). Perubahan yang terjadi yang disikapi negatif atau positif pasti akan membawa dampak baru pada diri karyawan. Diri akan dievaluasi dan diberikan identitas tersendiri. Bahkan bisa saja menjadi keberpura-puraan dalam
12
menghadapi realitas kerja yang baru, dan memunculkan kekacauan identitas diri para karyawan tersebut. Kegagalan pada pemberian label diri pada karakteristik atau kelompok yang muncul dalam proses perubahan organisasi akan membawa dampak pada manifestasi pikiran atau pada perilaku yang muncul dalam kehidupan kerja karyawan tersebut, bahkan implikasi emosional bisa terjadi dalam kurun jangka waktu yang panjang (Albert & Whetten, 1985; Ashfort & Mael, 1996; Maiping, 1996). Mengidentifikasi diri pada kelompok atau karakteristik yang positif atau mengasosiasikan diri ke dalam acuan yang lebih baik dapat membawa pada kemampuan diri yang lebih baik dibandingkan dengan mengidentifikasikan diri kelompok atau karakteristik yang negatif (Wood, et al. 1996; Chen, et al. 2004; Fuller, et al. 2006). Kegagalan pada pengidentifikasian diri pada karakteristik atau kelompok yang muncul dalam proses perubahan organisasi juga dapat membawa
individu
atau
karyawan
memunculkan
starategi
atau
“taktik
menyembunyikan diri” (Himam, 2002). Restrukturisasi organisasi yang memberikan dampak pada perubahan identitas organisasi menjadi sebuah fenomena yang harus terinternalisasi kedalam identitas diri karyawan, gambaran internalisasi identitas atas sebuah perubahan kelompok atau organisasi digambarkan oleh model pengembangan dan integrasi identitas sosial oleh Amiot dan kawan-kawan (2007), gambaran adaptasi pengembangan dan integrasi identitas ini ditunjukkan dalam empat tahap
yaitu
pertama;
Kategorisasi
awal
(anticipatory
categorization)
karakteristiknya adalah kondisi dasar diri dimana karakteristik diri dan atribut diri diarahkan sebuah kelompok.
13
Kedua; Kategorisasi, pada fase ini individu memiliki pembedaan diri yang tinggi, diri diisolasi dari identitas sosial yang ada, fase kategorisasi ini juga individu memiliki identitas yang lebih dominan dibanding identitas sosial yang ada, serta tidak adanya tumpang tindih interaksi antara identitas yang satu dengan yang lainnya. Ketiga; Compartmentalization atau fase pengkotakan identitas,
dalam
fase
ini
berbagai
macam
identitas
yang
didentifikasi
dikategorisasikan, dan tidak ada konflik antara indetitas sosial yang muncul, pada fase ini juga meningkat integrasi (overlapping) antara identitas yang satu dengan yang lainnya. Keempat; fase ini disebut fase integrasi (integration), pada fase ini konflik identitas menemukan pemecahan dan pengakuan, interrelasi dan stabilitas identias terpecahkan dengan menemukan kesamaan antara identitas yang satu dengan yang lainnya, atau minimal pengakuan antara identitas yang satu dengan yang lainnya, overlap antara identitas yang satu dengan yang lainnya mewujudkan totalitas kelompok yang sifatnya ingroup atau outgroup. Pada fase ini kemungkinan identitas yang simultan dapat diwujudkan. Fase-fase pengembangan dan negosiasi identitas dari Amiot dan kawan-kawan (2007), bisa menjadi acuan awal untuk menyelami, mengetahui, mengeksplorasi, dan mendalami pemahaman terhadap fenomena internalisasi identitas diri dalam konteks restrukturisasi organisasi. Penelitian ini juga dikembangkan untuk menghasilkan teori baru tentang dinamika interaksi identitas organisasi dan identitas karyawan dalam proses restrukturisasi organisasi yang mana teori tentang perkembangan identitas dan interaksi kedua identitas tersebut dalam perubahan organisasi belum ada sebelumnya.
14
B. Rumusan Permasalahan Proses restrukturisasi organisasi memunculkan berbagai macam bentuk perubahan dalam organisasi, diantaranya terjadinya pengurangan karyawan, perubahan struktur organisasi dan berubahnya budaya organisasi serta peraturan-peraturan organisasi. Perubahan yang sifatnya fundamental ini memunculkan respon yang berbeda-beda antara anggota organisasi yang satu dengan yang lainnya, ada banyak faktor yang menyebabkan respon yang berbeda ini diantaranya; peluang karir pasca perubahan, kepastian informasi perubahan yang diperoleh, faktor kepribadian karyawan serta kemampuan adaptasi karyawan itu sendiri. Perubahan identitas organisasi yang diikuti oleh berbagai turunan perubahan yang fundamental dalam organisasi memunculkan pola atau bentuk organisasi yang baik secara internal maupun eksternal berubah. Diantaranya nilai-nilai dalam organisasi, visi dan misi, peta politik, interaksi formal dan nonformal karyawan, peraturan organisasi dan norma yang dianut bersama. Oleh sebab itu karyawan yang telah membawa identitas lama dalam organisasi memerlukan pengembangan identitas yang sesuai dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Pada proses penemuan identitas yang pasti oleh organisasi tersebut, karyawan juga akan mengembangkan identitas yang dimilikinya agar menjadi selaras dengan identitas yang dikembangkan oleh organisasi. Dalam proses internalisasi identitas organisasi pada identitas diri karyawan ini, tentunya mengalami berbagai tahap pengembangan dan implikasi perilaku pada keseharian karyawan. Penelitian ini akan memaparkan lebih jauh tentang bagaimana hal tersebut terjadi, dan implikasi apa yang dimunculkan
15
ketika terjadi proses internalisasi identitas organisasi pada diri karyawan dalam proses perubahan organisasi tersebut. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Proses dan Dinamika Perubahan Identitas Organisasi IAIN menjadi UIN dan Bagaimana Karyawan Mengalami dan Memaknai Perubahan Identitas Tersebut”
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana identitas organisasi dan identitas karyawan berkembang dalam proses perubahan IAIN menjadi UIN. Tujuan penelitian ini dapat dilihat secara rinci sebagai berikut: 1.
Memberikan pemahaman baru terhadap kajian dan teori dalam memahami diri karyawan dalam organisasi yang mengalami proses perubahan identitas organisasi, serta dampaknya pada kemampuan karyawan untuk menghadapi tekanan kerja atau perubahan tuntutantuntutan kerja yang mereka hadapi dalam proses tersebut.
2.
Memberikan pemahaman tentang bentuk perkembangan identitas organisasi pada identitas karyawan dalam proses perubahan dan restrukturisasi organisasi.
3.
Memberikan pemahaman dan gambaran yang komprehensif tentang proses dan dinamika diri karyawan dari berbagai fase perkembangan identitas organisasi.
4.
Menghasilkan teori tahapan atau fase perkembangan identias organisasi dan karyawan pada organisasi yang mengalami resktrukturisasi.
16
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini akan menyajikan teori baru yang bisa digunakan untuk memahami dinamika perkembangan identitas organisasi pada situasi perubahan organisasi, serta menghasilkan teori baru dalam menjelaskan perubahan dan perkembangan identitas karyawan dalam proses perubahan organisasi, serta bagaimana dinamika kedua identitas tersebut (identitas karyawan dan organisasi) berinteraksi dalam situasi perubahan organisasi. Penelitian identitas organisasi pada saat proses perubahan organisasi khususnya saat restrukturisasi organisasi masih sangat terbatas. Sehingga penelitian
ini
perkembangan
sangat identitas
dibutuhkan organisasi
dalam dan
menjelaskan diri
karyawan
bagaimana dalam
fase proses
restrukturisasi, sehingga pemahaman secara teoritis terhadap kajian identitas dalam organisasi menjadi lebih lengkap dengan adanya disertasi ini. Penelitian ini juga sangat berguna bagi kajian perubahan identitas organisasi, karena penelitian ini diharapkan mampu menyajikan fakta empirik dengan analisis yang mendalam mengenai dinamika organisasi dan pengalaman karyawan dalam proses restrukturisasi khususnya pada organisasi pendidikan tinggi yang ada di Indonesia. Hal ini juga akan sangat bermanfaat untuk menata IAIN di Indonesia yang sedang merencanakan perubahan menjadi Universitas misalnya IAIN Sunan Ampel Surabaya dan IAIN Wali Songo Semarang dan IAIN se-Indonesia yang berencana berubah menjadi UIN, serta perguruan tinggi lainnya yang akan berubah menjadi Universitas.
17
Manfaat bagi individu atau karyawan yaitu memberikan pemahaman tentang bagaimana identitas diri karyawan dan identias organisasi mengalami interaksi pada situasi yang muncul dalam proses perubahan organisasi, sehingga mampu bertahan dan mengembangkan dirinya dalam kondisi perubahan tersebut.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang identitas diri dan identitas organisasi pada dasarnya bukanlah sebuah penelitian yang baru baik dengan menggunakan pendekatan kualitatif maupun dengan pendektan kuantitatif, akan tetapi penelitian yang membahas dinamika interaksi dan perkembangan identitas organisasi dan karyawan sebatas pengetahuan penulis hanya ditemukan pada studi literatur tidak pada studi empiris itupun tidak secara eksplisit menyebutkan fenomena tersebut (Kreiner, Hollensbe, & Sheep, 2006). Penelitian yang dilakukan Fuller dan kawan-kawan (2006) mencoba menghubungkan antara construed external image dengan identifikasi organisasi, penelitian ini memunculkan hasil bahwa external image memberikan sumbangsih pada pembentukan identitas organisasi. Dhalla (2007) mengungkapkan bahwa tidak hanya faktor eksternal yang membentuk identitas organisasi akan tetapi faktor internal juga berperan dalam pembentukan identitas organisasi. Identitas organisasi dan identitas individu memberikan implikasi pada perilaku sosial dan perilaku dalam organisasi telah dilakukan juga oleh beberapa peneliti, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa identitas organisasi dan identitas individu memberikan implikasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang (Akerlof & Kranton, 2000; Shamir et al., 2000; Wood et al., 1996; Dutton et al., 1994; Tice, 1992).
18
Burke (2006) fokus meneliti tentang mekanisme perubahan identitas seseorang dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan Gustavsson (2005) mengungkapkan bahwa pada perubahan organisasi memunculkan dampak pada penerimaan identitas individu, jenis identitas yang transendental akan mengalami penolakan, sedangkan identitas yang empirical lebih dapat menerima perubahan organisasi. Konsep identitas oleh Gustavsson ini disamakan dengan konsep self, dan yang dianggap dapat menerima perubahan adalah empiricall-self. Cassidy dan Threw (2004, 2001) melakukan penelitian pada identitas mahasiswa secara longitudinal. Penelitian ini menemukan bahwa masa transisi pendidikan seseorang dari sekolah menengah ke jenjang perguruan tinggi memberikan implikasi pada penemuan identitas diri siswa. Siswa pada masa transisi ini merasa lebih heterogen dan meningkat kesadaran religiusitasnya. Kemudian penelitian tahun 2001, Cassidy dan Threw mengungkap perbedaan self-esteem dan komitmen interaksi dari tahun pertama ketahun kedua mengalami perubahan pada diri siswa. Penelitian-penelitian
yang
dipaparkan
ini
menunjukkan
bahwa
penelitian mengenai identitas organisasi dan identitas karyawan secara bersamasama masih sangat terbatas, begitupun dengan penelitian identitas dalam konteks perubahan organisasi juga masih terbatas. Penelitian dinamika identitas organisasi dan identitas karyawan dalam proses perubahan organisasi malah belum pernah dilakukan secara empiris. Oleh sebab itu penelitian ini diharapkan mampu membangun sebuah referensi baru yang dapat menjelaskan dinamika dan perkembangan identitas organisasi dan identitas diri karyawan dalam proses restrukturisasi organisasi berdasarkan temuan empiris.