8.1
STATUS LINGKUNGAN PERMUKIMAN
8.1.1 Pertumbuhan Permukiman Pola Pengembangan Permukiman di Surabaya di Kota Surabaya dan karakteristik dari kawasan dapat di lihat pada tabel 8.1. Tabel 8.1 karakteristik kawasan di Kota Surabaya No 1
Kawasan
Karakteristik
Kawasan tengah
1. Dominasi kegiatan perdagangan dan jasa dapat diamati sejak
kota, dari utara
dari kawasan kota lama (Kembang Jepun dan sekitarnya),
ke selatan
koridor Tunjungan, Basuki Rahmat, hingga ke selatan mengikuti pola jaringan jalan. 2. Berkembang di bagian tengah kota menyisakan permukiman lama menjadi kantong-kantong hunian di bagian dalam kawasan. Perkampungan lama tersebut antara lain dijumpai di kawasan Peneleh, Kramat Gantung, dll. Koridor Raya Darmo, yang pada masa lalu dikenal sebagai hunian prestisius, perlahan semakin tergeser aktivitas bisnis. 3. Lahan belum terbangun dijumpai di kawasan Jambangan di sekitar Universitas Merdeka.
2
Di kawasan
1. Eksistensi tambak-tambak rakyat dari waktu ke waktu tampak
pantai Timur
mengalami perubahan gradual oleh perkembangan kegiatan
Surabaya
hunian. 2. Pembangunan
perumahan
berskala
besar
antara
lain
perumahan Araya, Bumi Marina Mas, Pakuwon City, dll. 3. Pada bagian selatan berkembang perumahan Gunung Anyar, Penjaringansari, dll Lahan belum terbangun, antara lain di sekitar Universitas Hang Tuah, Wonorejo, dan kawasan tambak 4. Perkembangan kawasan Surabaya bagian timur juga akibat pengaruh keberadaan perguruan tinggi negeri dan swasta di Sukolilo, AR Hakim, hingga Nginden. 3
Kawasan Barat Surabaya
1. Perkembangan berbagai kegiatan di kawasan Barat Surabaya menunjukkan pola lebih progresif 2. Lahan belum terbangun dijumpai di kawasan Benowo 3. Proporsi lahan yang belum terbangun relatif lebih luas daripada kawasan Timur Surabaya
Bab VIII - 1
No.
Kawasan
Karakteristik 4. Di kawasan Benowo sampai Romokalisari/ Tambak osowilangon adalah tambak garam milik rakyat meskipun ada konversi peruntukannya menjadi hunian, industri, gudang, dan juga untuk pengembangan LPA Benowo. 5. Di sebelah selatannya, sebaran lahan kosong dan areal pertanian juga masih mendominasi, khususnya lahan di sekitar perbatasan dengan wilayah Kabupaten Gresik 6. Lahan Kosong dan pertanian di hunian Citraland walau mulai berkurang dan di sebelah Selatan jalan Menganti, masih relatif banyak lahan yang belum terbangun 7. Pada blok Menganti Mastrip ini, kegiatan perkotaan yang intensif adalah hunian yang berorientasi ke jalan Mastrip, Menganti, dan Balas Klumprik, serta industri dan gudang yang tersebar di sepanjang jalan Mastrip. 8. Kawasan hunian massal yang menempati kawasan Bukit Lidah, yaitu kelompok Dharmala, Bukit Darmo, kelompok Pakuwon, dan kelompok Citraland. 9. Hunian massal yang sudah ada yaitu kelompok Darmo Permai, kelompok Darmo Satelit, dan lainnya 10. Perkembangan kawasan hunian Perumnas di Balongsari Tandes yang cenderung semakin intensif.
4.
Kegiatan
1.
Berkembang di sepanjang koridor Kertajaya-Kertajaya Indah
perdagangan dan
(Galaxy Mall), sekitar Rumah Sakit Haji-Klampis, koridor
jasa
Mulyosari di bagian timur. 2.
Kawasan utara kegiatan perdagangan dan jasa berkembang di koridor Kenjeran
3.
Kawasan selatan, perkembangan terlihat di koridor JagirPanjangjiwo, koridor Ngagel Jaya Selatan
4.
Barat
berkembang
di
koridor
Mayjen
Sungkono-HR.
Muhammad , koridor Wiyung-Menganti, koridor Banyu UripTandes, dan sebagainya. 5.
Kegiatan industri
1.
Di kawasan industri SIER – Rungkut-Brebek, kawasan dan lokasi industri di Margomulyo
2.
Kegiatan industri individual yang cenderung berlokasi dengan pola urban sprawl di seluruh penjuru kota, seperti yang terjadi di sepanjang jalan Mastrip, jalan Kalirungkut, dan di KenjeranBulak.
Bab VIII - 2
8.1.2
Jenis Permukiman Di Surabaya Jenis-jenis permukiman yang ada di Surabaya sangat variatif dari jenis permukiman
formal dalam bentuk rumah susun, real estate, hingga jenis perumahan informal dalam bentuk perumahan perkampungan dan rumah-rumah kumuh. Rumah-rumah formal biasanya dibangun oleh pengembang dan ada koordinasi antara pemilik, pengembang dan pemerintah mengenai pembangunannya sehingga lebih tertata. Sedangkan rumah-rumah informal yang berupa perkampungan-perkampungan merupakan tanah legal milik pemerintah yang ditempati warga kota yang dibangun atas hasil swadaya warga kota sehingga masih terkoordinasi pembangunannya dengan pemerintah, walaupun pada kenyataannya ada yang teratur dan tidak sedikit pula yang tidak teratur. Namun, permukiman informal yang berupa rumah -rumah kumuh menjadi suatu dilema bagi Kota Surabaya.
a. Rumah Susun Penyediaan permukiman berupa rumah susun yang ditujukan bagi konsumen golongan menengah ke bawah menjadi salah satu alternatif yang efisien untuk menyikapi konflik kebutuhan perumahan ditinjau dari nilai lahan Kota Surabaya yang cukup tinggi. Keberadaan lokasi rumah susun pada tabel 8.2
Tabel 8.2 Lokasi Rumah Susun Di Surabaya No. 1 2 3
Kawasan kawasan Surabaya Selatan kawasan Surabaya Timur di pusat kota
Lokasi Rusun Menanggal dan Waru gunung Rusun Penjaringansari Rusun Dupak, Sombo, dan Urip Sumoharjo
Hal ini berarti wilayah Surabaya bagian barat dan utara yang belum memiliki rumah susun. 1. Kota Surabaya bagian barat dinilai perkembangannya cukup lambat jika dibandingkan dengan yang di timur, hal ini mengindikasikan bahwa di Surabaya bagian barat masih banyak lahan-lahan hunian yang dapat dimanfaatkan. Pembangunan rusun dapat dijadikan alternatif pemecahan konflik apabila kepadatannya sudah mulai merambah ke wilayah ini. 2. Wilayah Surabaya bagian utara didominasi oleh kawasan industri dan pelabuhan yang seharusnya tersedia rumah susun untuk menampung karyawan atau buruh yang berada di sekitar kawasan industri. Dengan standar tarif yang relatif lebih rendah, pembangunan rumah susun menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan perumahan bagi golongan menengah ke bawah.
b. Real Estate Penyediaan rumah real estate cenderung dilakukan oleh pengembang swasta yang mayoritas penghuninya adalah golongan menengah ke atas. Pembangunan perumahan
Bab VIII - 3
real estate lebih tertata dan di Kota Surabaya sendiri penyediaan rumah real estate penyebarannya ke pinggiran kota sebelah barat, timur dan selatan. Berdasarkan riset dengan Sistem Survey Customer pada pameran perumahan di WTC tahun 2001 lalu didapatkan hasil tipe rumah sederhana dan menengah cenderung lebih diminati. Sebaran hunian real estate cenderung lebih banyak ke arah Surabaya bagian barat di mana lokasi real estate yang paling besar adalah Citraland di Kecamatan Lakarsantri (direncanakan seluas ± 2000 Ha). Sampai pada akhir tahun 2007 jumlah perumahan di Kota Surabaya mencapai 114 dan tersebar di seluruh kota dari tipe rumah sederhana sampai dengan rumah mewah. Di samping rumah-rumah yang dibangun oleh pengembang resmi (anggota REI), ada beberapa komplek permukiman skala kecil yang dibangun oleh perorangan (pribadi). Komplek permukiman ini tersebar, terutama pada daerah-daerah pinggiran. Pada umumnya berasal dari pemecahan sertifikat induk yang dipecah menjadi beberapa kapling kemudian dijual dalam bentuk berupa kapling tanah dan ada yang beserta bangunannya. Pembangunan rumah-rumah seperti ini jika tidak direncanakan dengan baik akan bisa menimbulkan beberapa masalah di kemudian hari.
c. Rumah Kumuh Rumah kumuh merupakan jenis hunian yang menempati tanah legal milik pemerintah tetapi kondisi fisiknya dapat dikatakan kurang baik yang dalam tata ruang biasa disebut slum dimana hunian ini sebagian besar berada di dekat pusat kegiatan. Berdasarkan studi yang pernah dilakukan oleh Laboratorium Permukiman ITS, 1. Lokasi-lokasi yang lebih banyak ditempati rumah-rumah kumuh adalah sekitar pasar, pertokoan, pabrik/kegiatan industri. 2. Umumnya yang bertempat tinggal di lokasi ini adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah bersedia tinggal walaupun kondisi lingkungan fisiknya buruk. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik yang baik belum menjadi kebutuhan prioritas mereka, yang lebih diprioritaskan adalah memperoleh kesempatan di bidang ekonomi untuk mencukupi kebutuhan mereka. Di Kota Surabaya sendiri yang merupakan kota besar akan lebih sering ditemui kawasan-kawasan kumuh dibanding dengan kota-kota lain. 3. Keberadaan rumah-rumah kumuh telah tersebar di seluruh kecamatan. Disimpulkan bahwa di Kota Surabaya sendiri yang paling banyak rumah-rumah kumuhnya adalah di sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. 4. Yang paling banyak adalah di wilayah Kenjeran, Kecamatan Benowo sebelah utara Surabaya yang juga di pesisir pantai. Untuk lebih jelasnya titik penyebaran lokasi kawasan kumuh Kota Surabaya dapat dilihat pada Gambar 8.1
Bab VIII - 4
Gambar 8.1 Peta titik Penyebaran Lokasi kawasan Kumuh Kota Surabaya
Bab VIII - 5
d. Apartemen Secara definitif, apartemen hampir sama dengan rumah susun tetapi berindikasi untuk golongan menengah ke atas yang merupakan salah satu jenis permukiman yang cocok untuk kawasan berkepadatan tinggi dan dekat dengan lokasi perdagangan (komersial). Di Kota Surabaya sebaran apartemen cenderung berada di pusat kota dan wilayah Surabaya barat di antara bangunan-bangunan komersial.
e. Ruko Pembangunan ruko merupakan salah satu upaya efisiensi penggunaan lahan terutama dalam mengembangkan kebutuhan warga kota akan perumahan sekaligus sebagai tempat usaha. Sebagian besar berada dekat area perumahan dan yang lain tersebar di pusat-pusat perdagangan. Keberadaan ruko di sekitar Taman Surya yang fungsi sebenarnya adalah pusat pemerintahan Kota Surabaya. Lokasi keberadaan ruko di Kota Surabaya antara lain dapat ditemui di kawasan Bratang, Mulyosari, Mayjend Sungkono, Jl.Raya Jemursari, kawasan Rungkut, Jl.Sumatera, kawasan Klampis, Gunung Anyar, Sinar Galaxy, Taman Bintoro, Jl. Raya Darmo, Jl.Panglima Sudirman, Jl.Embong Malang, Tunjungan dan Jembatan Merah.
f.
Perumnas Berdasarkan data yang bersumber dari Dinas Bangunan diketahui bahwa di Kota
Surabaya hanya mempunyai satu lokasi Perumnas yang terdapat di Manukan Kecamatan Tandes, dengan luas 200,72 Ha. Melalui Yayasan Kas Pembangunan (YKP), sejak tahun 1954 Pemerintah Kota Surabaya melakukan pembangunan tipe-tipe menengah dengan berbagai ukuran.
g. Hunian Liar Hunian liar sebenarnya identik dengan rumah kumuh, yang biasanya dibangun dekat dengan tempat usaha/kerja para penghuninya. Hunian liar merupakan rumah kumuh yang dibangun di atas tanah yang tidak diperuntukkan untuk bangunan (misalnya daerah bantaran sungai).
8.1.3
Perkembangan Kawasan Kumuh Kawasan kumuh terdiri dari kawasan kumuh legal dan kawasan kumuh ilegal, yaitu :
1. Kawasan kumuh legal (hunian Kumuh) Yang paling banyak adalah di wilayah Kenjeran dan di sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Kecamatan Benowo sebelah utara Surabaya yang juga di pesisir pantai. 2. Kawasan kumuh ilegal (hunian Liar)
Bab VIII - 6
Tabel 8.3 Lokasi Hunian Liar No 1
Skala Bantaran sungai Kalimas dan daerah indutri
2
dalam skala kecil
8.1.4
Lokasi Hunian Liar 1. Daerah Benowo (tambak osowilagon) 2. Kec. Gubeng 3. Kec. Wonokromo (Jagir, Ngagel Rejo) 4. Kec. Sukolilo (Jangkungan dan Medokan Semampir) 5. Kec. Rungkut (Kedung Baruk, Penjaringansari, Wonorejo dan Kali Rungkut) 6. Kec. Wonocolo (Sidoresmo). di tepi rel kereta api, dan tempat-tempat yang peruntukan lahannya bukan untuk bangunan
Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya mempunyai banyak kegiatan yang sifatnya sangat multikompleks,
akibat dari kegiatan ini tentunya akan mengurangi kualitas lingkungan kota. Sehingga penghijauan merupakan salah satu kegiatan yang sangat mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kota Surabaya khususnya, masyarakat pada umumnya. Wujud dari perhatian tersebut adalah pengelolaan ruang terbuka hijau di surabaya dilakukan oleh pemerintah kota dan masyarakat dan luasan tiap-tiap kecamatan yang dapat kita lihat pada tabel 8.4 dan 8.5. Tabel 8.4 Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Di Surabaya No 1
2
Pengelola RTH Pemerintah kota
Masyarakat
Area 1. Berupa taman/ jalur hijau 2. Lapangan olahraga 3. Makam 4. Kawasan konservasi Sebagian besar berupa taman-taman lingkungan dan lapangan olahraga serta makam dengan luasan tiap taman yang relatif kecil.
Tabel 8.5 Luas ruang terbuka hijau perkecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Sukomanunggal Tandes Asemrowo Benowo Pakal Lakarsantri Sambikerep Genteng Tegalsari Bubutan Simokerto Pabean Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran
Luas (Ha) 13.56 1.35 3.09 0.25 12.48 10.24 3.67 0.71 1.43 1.58 4.84 0.25
Bab VIII - 7
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
8.1.5
Kecamatan Bulak Tambaksari Gubeng Rungkut Tenggilis Mejoyo Gunung Anyar Sukolilo Mulyorejo Sawahan Wonokromo Dukuh Pakis Karang Pilang Wiyung Gayungan Wonocolo Jambangan TOTAL
Luas (Ha) 1.93 15.55 0.25 7.73 4.47 1.88 11.47 1.84 0.79 5.75 3.04 108.4
Sanitasi Lingkungan
8.1.5.1 Kondisi Umum Sanitasi Berdasarkan Pemukiman Kumuh Dan Tertata Serta Sepanjang Perairan. Perbedaan
kondisi
sanitasi
setempat
dapat
ditinjau
berdasarkan
kondisi
permukiman (kumuh dan tertata) dan kondisi zona batas perairan. Perbedaan pemukiman tersebut diharapkan dapat mewakili seluruh wilayah Kota Surabaya dalam menggambarkan kondisi sanitasi berdasarkan kategori pemukiman tersebut karena untuk beberapa aspek wilayah pemukiman kumuh, tertata dan sepanjang perairan tipikal dari perumahan maupun dan kondisi sanitasi dan lingkungan adalah relatif homogen. Adapun kondisi sanitasi dari beberapa kategori pemukiman tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. KONDISI UMUM SANITASI BERDASARKAN PEMUKIMAN KUMUH Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosialnya. Perumahan kumuh tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain : • Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan untuk di desa kurang dari 10 m2. • Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya. • Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses. • Jenis lantai tanah • Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
Bab VIII - 8
Letak persebaran permukiman kumuh beredar hampir merata di seluruh kawasan kota Surabaya. Akan tetapi kawasan utara kota Surabaya teridentifikasi lebih banyak titiktitik kawasan kumuhnya dibandingkan dengan kawasan lainnya. Berdasarkan identifikasi pada RTRW Kota Surabaya Tahun 2005. Kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan kumuh ada 23 buah yaitu: Ujung, Bulak Banteng, Wonokusumo, Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, Bulak, Gading, Dupak, Bongkaran, Sukolilo, Gebang Putih, Medokan Semampir, Keputih, Gununganyar, Rungkut Menanggal, Wiyung, Waru Gunung, Benowo, Moro Krembangan, Romo Kalisari, Pabean Cantikan, Sememi dan Kandangan. Gambaran beberapa wilayah pemukiman kumuh dan kondisi sanitasinya dapat dilihat pada Gambar 8.2 dan Gambar 8.3 sebagai berikut : Masih ada masyarakat yang membuang hajat di sungai sangat mencemari badan air.
Kondisi rumah yang semi permanen terbuat dari dinding triplek dan atap seng. Selain di sungai lebih parah lagi ada jamban melintang di saluran drainase. Gambar 8.2 Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Sukolilo
Kondisi rumah yang saling berdempetan dan semi permanent serta lahan yang sempit memungkinkan terdapatnya kamar mandi dan wc di luar rumah.
Kondisi rumah di pinggir kali bersifat non permanen memungkinkan terdapatnya ` kamar mandi dan wc yang pembuangannya langsung ke sungai.
Beberapa kondisi MCk yang sudah tak layak yang dibangun warga di daerah Pabean Cantikan. Gambar 8.3 Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Pabean Cantikan
Bab VIII - 9
Berdasarkan pengamatan lapangan, dapat ditemukan bahwa masyarakat di kawasan kumuh hidup di suatu lingkungan yang kondisi sanitasinya sangat buruk, mereka tidak mempunyai kamar mandi yang memenuhi persyaratan baik dari segi standar perancangan kamar mandi maupun dari segi kesehatan. Kamar mandi yang terletak di lokasi perumahan mereka tidak dapat digunakan untuk membuang air besar, kamar mandi tersebut hanya berfungsi untuk mandi dan cuci saja. Jika mereka ingin membuang air besar, mereka harus membawa air bersih dan menyeberangi kali yang berada di sekitar pemukiman mereka karena di sanalah letak jamban yang dapat digunakan. Di beberapa lokasi memanfaatkan MCK yang dibangun oleh Pemerintah Kota Surabaya, swadaya masyarakat, Dinas Kesehatan dan PU Cipta Karya. Kawasan Kumuh biasanya identik dengan masyarakat yang tinggal di permukiman padat dan memiliki latar belakang masyarakat ekonomi rendah sehingga tidak dapat memenuhi sarana sanitasi yang sehat. Sistem sanitasi dikawasan kumuh di Kota Surabaya ada beberapa memiliki jamban pribadi atau menggunakan fasilitasi MCK. Sistem pembuangan air limbahnya ke tanah atau saluran air hujan (got) sehingga mengakibatkan lingkungan tidak sehat.
8.1.5.2 Kondisi Umum Sanitasi Berdasarkan Pemukiman Tertata Kawasan tertata adalah dimana bangunan rumah tata letak teratur serta telah memiliki sarana sanitasi. Kawasan tertata ini biasanya berupa kampung tertata atau perumahan yang dibangun oleh pengembang. Di Kota Surabaya sistem sanitasi di kawasan tertata masing-masing rumah sudah memiliki jamban yang dilengkapi septic tank dan saluran pembuangan air limbah meskipun masih dibuang ke saluran air hujan. Jenis bangunan pelengkap untuk kawasan perumahan berbeda-beda tergantung tipe rumah. Untuk tipe rumah sederhana rata-rata menggunakan 2 cubluk yang dipasang secara seri sedangkan tipe rumah mewah sudah dilengkapi septic tank beton dilengkapi sumur resapan dan airnya dialirkan ke saluran air hujan sedangkan untuk septic tank fiber tidak terdapat resapan
langsung dialirkan ke got. Gambaran kondisi lingkungan tertata
dapat dilihat pada Gambar 8.4 sebagai berikut :
Contoh lingkungan di Tegalsari yang kondisi lingkungannya sudah tertata dengan penghijauan yang memadai serta kondisi rumah yang permanen memungkinkan sudah memiliki jamban pribadi dilengkapi dengan pengolahan septic tank serta sumur resapan.
Gambar 8.4 Kondisi Lingkungan Tertata di Wilayah Tegalsari
Bab VIII - 10
Adapun tipikal mengenai sistem pengolahan dari pemukiman tertata dengan menggunakan septick tank maupun cubluk dapat dilihat pada Gambar 8.5 dan Gambar 8.6 sebagai berikut:
Gambar 8.5 Sistem Pengolahan dengan
Gambar 8.6 Sistem Pengolahan dengan
Menggunakan Septick tank
Menggunakan cubluk
8.1.5.3 Kondisi Umum Sanitasi Berdasarkan Pemukiman Sepanjang Perairan Salah satu tujuan teknis sanitasi adalah penjagaan kualitas perairan dari pencemaran air limbah domestik. Dalam kerangka tujuan tersebut dan keberadaan perairan yang ada di dalam wilayah kota, maka Surabaya dapat dibagi dalam tiga zona batas perairan seperti yang terlihat pada Gambar 8.7
Gambar 8.7 Peta Perencanaan Sanitasi Perkotaan Surabaya
Bab VIII - 11
Kondisi umum sanitasi berdasar batas perairan dapat ditinjau atas: 1. Area pengaruh sanitasi, yaitu batasan permukiman sepanjang sungai yang sistem sanitasinya berpotensi mempengaruhi kualitas air sungai. Untuk area permukiman sepanjang sungai yang mempunyai topografi datar (kemiringan =< 1%): area pengaruh sanitasi pada sungai umumnya menjangkau bentang jarak sekitar 200 – 500m dari bantaran sungai. Batasan ini terdapat pada permukiman sepanjang K. Surabaya. 2. Tingkat dampak sanitasi. setempat pada perairan. Sanitasi setempat permukiman sepanjang perairan Kali Surabaya, Kali Wonorejo dan Kali Mas
Gambaran kondisi lingkungan dan sanitasi di wilayah dekat sungai dapat dilihat pada Gambar 8.8 sebagai berikut : Air sungai yang dibuat mandi sangat rentan dalam menimbulkan berbagai penyakit. Hal seperti ini banyak ditemui di daerah sekitar wilayah Genteng.
Air sungai yang dibuat mandi pada gambar diatas pada dasarnya sangat tercemar karena dibuat untuk buang hajat juga oleh masyarakat sekitar.
Gambar 8.8 Kondisi sanitasi di lingkungan dekat perairan sungai di Kota Surabaya
8.1.5.4 Fasilitas Sanitasi Limbah domestik, berasal dari berbagai aktifitas rumah tangga berupa tinja dan buangan cair lainnya seperti air bekas cucian harus dilakukan penangan dengan tersedianya fasilitas sanitasi. Berdasarkan jenis air limbahnya, terdapat beberapa fasilitas sanitasi yang digunakan penduduk Kota Surabaya.
8.1.5.4.1 Jamban Keluarga (Jaga) Fasilitas ini biasanya dimiliki secara pribadi terdiri dari pelat jongkok dan leher angsa yang dilengkapi dengan saluran pembuangan berupa cubluk atau tangki septik. Jumlah Jamban Keluarga (Jaga) yang ada di Kota Surabaya .
Bab VIII - 12
Tabel 8.6 Jumlah keluarga yang memiliki jamban Jumlah No
Kecamatan
Keluarga
Jamban Keluarga Jumlah
Jumlah
Jumlah
KK
KK
Memenuhi
Ada (KK)
Diperiksa
memiliki
Syarat
Yang
% KK memiliki
% memenuhi Syarat
1
Sukomanunggal
24,930
3,592
3,227
3,227
89.84
100.00
2
Tandes
27,560
9,520
7,705
7,705
80.93
100.00
3
Asemrowo
13,386
1,310
877
877
66.95
100.00
4
Benowo
14,107
4,369
3,953
3,953
90.48
100.00
5
Pakal
13,907
180
180
180
100.00
100.00
6
Lakarsantri
16,186
1,458
1,250
1,250
85.73
100.00
7
Sambikerep
14,238
85
55
55
64.71
100.00
8
Genteng
26,439
3,818
2,638
2,638
69.09
100.00
9
Tegalsari
35,355
2,674
1,734
1,734
64.85
100.00
10
Bubutan
34,938
6,977
5,420
5,420
77.68
100.00
11
Simokerto
30,669
17,889
13,998
13,998
78.25
100.00
12
Pabean Cantikan
25,710
1,679
512
512
30.49
100.00
13
Semampir
45,607
2,323
1,758
1,758
75.68
100.00
14
Krembangan
33,293
4,199
3,182
3,182
75.78
100.00
15
Kenjeran
25,905
1,835
1,574
1,574
85.78
100.00
16
Bulak
10,658
1,580
1,235
1,235
78.16
100.00
17
Tambaksari
40,422
6,417
5,226
5,226
81.44
100.00
18
Gubeng
35,923
26,511
7,368
7,368
27.79
100.00
19
Rungkut
51,572
2,412
1,588
1,408
65.84
88.66
20
Tenggilis Mejoyo
18,500
3,681
2,982
2,982
81.01
100.00
21
Gunung Anyar
16,163
1,280
976
976
76.25
100.00
22
Sukolilo
25,275
2,580
2,255
2,255
87.40
100.00
23
Mulyorejo
24,109
24,109
22,195
22,195
92.06
100.00
24
Sawahan
45,855
10,472
7,999
7,999
76.38
100.00
25
Wonokromo
26,708
7,267
6,627
6,627
91.19
100.00
26
Dukuh Pakis
16,229
7,315
5,210
5,210
71.22
100.00
27
Karang Pilang
22,679
1,615
1,514
1,514
93.75
100.00
28
Wiyung
18,834
2,255
2,224
2,224
98.63
100.00
29
Gayungan
15,803
1,730
1,597
1,597
92.31
100.00
30
Wonocolo
23,152
8,598
6,021
6,021
70.03
100.00
31
Jambangan
25,224
7,319
5,425
5,425
74.12
100.00
799,336
177,049
128,505
128,325
72.58
99.86
JUMLAH
Sumber : Bidang P2PHS Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2008
Bab VIII - 13
8.1.5.4.2 Mandi Cuci Kakus (MCK) Fasilitas ini merupakan fasilitas yang digunakan bersama yang terdiri dari kamar mandi dan kakus. Pada umumnya pemeliharaan MCK tersebut kurang diperhatikan. Jumlah dan Kondisi sarana MCK di Kota Surabaya dapat dilihat pada Tabel 8.7 Tabel 8.7 Kondisi MCK Kota Surabaya No
Kecamatan
Jumlah MCK
Kondisi MCK Baik
Cukup
1
Sukomanunggal
3
1
2
Tandes
-
3
Asemrowo
4
4
4
Benowo
1
1
5
Pakal
2
6
Lakarsantri
-
7
Sambikerep
-
8
Genteng
53
9
Tegalsari
10
Rusak 2
1
1
27
10
13
31
10
15
6
Bubutan
18
1
14
8
11
Simokerto
29
7
21
1
12
Pabean Cantikan
13
Semampir
69
5
61
14
Krembangan
20
7
13
15
Kenjeran
5
16
Bulak
1
1
17
Tambaksari
53
16
37
18
Gubeng
12
2
10
19
Rungkut
17
16
20
Tenggilis Mejoyo
9
7
21
Gunung Anyar
-
22
Sukolilo
6
23
Mulyorejo
12
4
7
1
24
Sawahan
40
22
12
4
25
Wonokromo
36
18
12
6
26
Dukuh Pakis
2
1
1
27
Karang Pilang
11
2
6
3
28
Wiyung
7
1
1
5
29
Gayungan
-
30
Wonocolo
6
6
31
Jambangan
12
5
7
472
164
253
JUMLAH
8
8 3
5
1 1
1
6
53
Sumber : Bidang P2PHS Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2008
Bab VIII - 14
8.1.5.4.3 Mandi Kakus (MK) Fasilitas ini merupakan fasilitas umum yang terdiri dari kamar mandi dan kakus. Pada umumnya terdapat di tempat-tempat umum seperti terminal, stasiun kereta api, sekolah dan lain-lain .
8.1.5.4.4 Tanpa Fasilitas Sebagian penduduk Kota Surabaya yang belum mempunyai fasilitas sanitasi memanfaatkan sungai atau saluran-saluran drainase sebagai tempat pembuangan air limbahnya. Seluruh wilayah permukiman Kota Surabaya melakukan pengolahan air limbahnya dengan sistem setempat (on site), yaitu pengolahan air limbah dari suatu unit rumah dengan sistem cubluk atau tangki septik yang ditempatkan pada kapling rumah itu sendiri dan air limbah bekas (dapur, cuci, mandi) dibuang ke saluran pembuang air limbah untuk kemudian dialirkan ke saluran air hujan atau lubang resapan jika saluran air hujan tidak ada. Jenis fasilitas pembuangan limbah Domestik yang ada di Kota Surabaya adalah berdasarkan konstruksi bangunan atas. Data mengenai fasilitas pengolahan air limbah perkecamatan disajikan dalam Tabel 8.8
Tabel 8.8 Sarana Pengolahan Air Limbah Kota Surabaya Jumlah Sarana Pengolahan Air Limbah Keluarga Jumlah % No Kecamatan Jumlah KK Jumlah KK % KK Yang Ada Memenuhi memenuhi Diperiksa memiliki memiliki (KK) Syarat Syarat 1 Sukomanunggal 24,930 3,592 3,077 3,077 79.92 79.92 2 Tandes 27,560 9,520 7,745 7,745 79.04 79.04 3 Asemrowo 13,386 1,310 929 1,007 70.92 76.87 4 Benowo 14,107 4,369 3,938 3,928 90.14 90.14 5 Pakal 13,907 180 179 179 99.44 99.44 6 Lakarsantri 16,186 1,458 1,358 1,358 75.85 75.85 7 Sambikerep 14,238 85 55 55 64.71 64.71 8 Genteng 26,439 3,818 2,645 2,645 72.00 72.00 9 Tegalsari 35,355 2,674 1,541 1,541 56.20 56.20 10 Bubutan 34,938 6,977 5,548 5,548 70.25 70.25 11 Simokerto 30,669 17,889 13,911 13,911 69.99 69.99 12 Pabean Cantikan 25,710 1,679 471 471 28.05 28.05 13 Semampir 45,607 2,323 1,701 1,701 67.99 67.99 14 Krembangan 33,293 4,199 3,017 3,017 70.41 70.41 15 Kenjeran 25,905 1,835 1,504 1,504 74.46 74.46 16 Bulak 10,658 1,580 1,284 1,284 81.27 81.27 17 Tambaksari 40,422 6,417 5,351 5,351 83.73 83.73 18 Gubeng 35,923 26,511 2,647 2,647 38.54 38.54 19 Rungkut 51,572 2,412 1,673 1,478 57.73 45.15 20 Tenggilis Mejoyo 18,500 3,681 2,981 2,981 80.98 80.98 21 Gunung Anyar 16,163 1,280 390 390 30.47 30.47 22 Sukolilo 25,275 2,580 2,395 2,395 92.54 92.54
Bab VIII - 15
No
Kecamatan
23 24 25 26 27 28 29 30 31
Mulyorejo Sawahan Wonokromo Dukuh Pakis Karang Pilang Wiyung Gayungan Wonocolo Jambangan JUMLAH
Jumlah Sarana Pengolahan Air Limbah Keluarga Jumlah % Jumlah KK Jumlah KK % KK Yang Ada Memenuhi memenuhi Diperiksa memiliki memiliki (KK) Syarat Syarat 24,109 22,195 22,195 22,195 100.00 100.00 45,855 10,472 7,242 7,242 63.15 63.15 26,708 7,267 6,840 6,840 93.85 93.85 16,229 7,315 5,210 5,210 71.22 71.22 22,679 1,615 1,520 1,520 94.12 94.12 18,834 2,255 2,184 2,184 96.85 96.85 15,803 1,730 1,458 1,458 84.28 84.28 23,152 8,598 6,655 6,655 77.51 77.51 25,224 7,319 5,535 5,535 75.63 75.63 799,336 175,135 123,184 121,727 70.34 69.50
Sumber : Bidang P2PHS Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2008
8.1.5.5 Fasilitas Pengolahan Limbah Tinja Limbah tinja dikumpulkan dari tangki septik dari seluruh Surabaya dengan mobilmobil tangki yang dioperasikan swasta /jasa pengurasan tinja. Setiap mobil tangki memiliki daya tampung + 4 m3 dan jumlah rata-rata yang beroperasi tiap harinya 80 unit mobil. Mobil tangki ini membuang limbahnya ke IPLT tetapi ada juga mempergunakan pembuangan ke Kali Wonokromo . Rata-rata 20 unit mobil tangki tiap harinya memanfaatkan pembuangan langsung ini. Atau sekitar 20 m3/hari masih dibuang ke kali Wonorejo, bagian hilir sungai Wonokromo. Tempat pembuangan langsung tidak menyediakan pengolahan lumpur tinja sama sekali. Kapasitas pembuangan diasumsikan sama dengan kapasitas mobil tangki. Pipa menyalurkan limbah secara langsung dan membuangnya ke kali yang kira-kira berjarak 10 m. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih dioperasikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, yang mengolah lumpur tinja dari tangki septick rumah tangga di seluruh Surabaya. IPLT yang dimiliki Pemerintah Kota Surabaya sejak tahun 1990 tersebut merupakan suatu teknologi intermediate yang digunakan untuk menyempurnakan sistem pembuangan limbah tinja yang pernah dioperasikan sebelumnya, dimana sistem yang lama belum berorientasi lingkungan. IPLT ini mengunakan sistem biologi dengan kolom oksidasi yang dilengkapi rotor dan mempunyai kapasitas olah maksimum sebesar : Tahun 1990
: 110 m3 /hari
Tahun Anggaran 1995 / 1996 : 200 m3/hari Tahun 1999
: 400 m3/hari
Pengelola
: Dinas Kebersihan Kota Surabaya.
Lokasi
: Keputih,
Surabaya
Timur
(sampai
saat
ini
IPLT
Keputih melayani seluruh kota Surabaya). Kapasitas IPLT
: 150 m3/hari
Kapasitas rencana
: 400 m3/hari
Bab VIII - 16
Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Keputih yang terletak di Surabaya Timur merupakan kesatuan rangkaian yang teridiri dari : 1. Unit Solid Sparation Chamber (SSC) Adalah tempat truck tinja membuang limbah tinjanya. Unit ini berfungsi untuk memisahkan kandungan solid (padatan) yang sangat tinggi pada lumpur tinja dengan air (supernatan), sehingga beban pengolahan yang akan diterima oleh oxydation ditch menjadi lebih berkurang. 2. Unit Ekualisasi (Balancing Tank) Limbah tinja yang telah mengalami proses penyaringan oleh bar screen di awal masuk, penyaringan oleh pasir dan kerikil di dasar unit SSC dan proses pengendapan, kemudian akan mengalir filtratnya menuju ke sump well dan supernatannya melimpah melalui v-notch wei mengalir menuju unit ekualisasi. Unit ekualisasi berfungsi sebagai unit pengolahan awal (pre treatment). Limbah supernatan akan mengalami proses pencampuran dan ekualisasi di unit ekualisasi dengan bantuan blower melalui proses aerasi. 3. Unit Oxydation Ditch (OD) Limbah cair yang berasal dari unit ekualisasi dipompakan masuk ke unit oxydation ditch. Unit oxydation ditc merupakan unit pengolahan utam. Proses yang terjadi pada unit ini adalah proses biologis secara aerobik. Proses biologis secara aerobik adalah proses pengolahan limbah cair yang memanfaatkan mikroorganisme dalam mendekomposisi limbah dengan bantuan oksigen yang disuplai oleh blower/aerator. Unit oxydation ditch menggunakan cage rotor, sebagai alat pensuplai oksigen. 4. Unit Pengendap Akhir (Final Clarifier) Mixed liquor dari unit oxydation ditch masuk ke unit pengendap akhir (final clarifier). Proses yang terjadi pada unit ini adalah proses fisik yaitu pengendapan (sedimentasi) dari partikerl-partikel solid. 5. Unit Distribusi Box Lumpur yang mengendap di dasar bak pengendap akhir akan mengalir secara gravitasi menuju unit distribution box. Sebagian lumpur akan disirkulasi secara gravitasi menuju unit distribution box. Sebagian lumpur akan disirkulasi ke unit oxydation ditch dan sebagian akan dibuang ke unit sludge drying bed (SDB) dengan bantuan pompa 6. Unit Polishing Pond Supernatan dari unit pengendap akhir akan mengalir melalui v-notch weir menuju ke unit polishing pond. Dalam perjalanan menuju ke unit polishing pon, air harus melalui beberapa bak kontrol terlebih dahulu. Air dalam unit polishing pon sebagian akan dialirkan menuju Kali Jagir dengan bantuan pompa sentrifugal dan sebagian akan diresirkulasi ke unit oxydation ditch sebagai air pengencer dengan bantuan pompa submersible
Bab VIII - 17
7. Unit Sludge Drying Bed (SDB) Lumpur buangan dipompakan menuju ke sludge drying bed (SDB), untuk di dewatered. Lumpur kering diambil dari beds oleh pemulung dan digunakan sebagai pupuk kebun 8. Unit Drying Area Terdapat 2 unit drying area yaitu drying area di sisi timur dan drying area di sisi selatan, yang berfungsi membantu proses pengeringan dari lumpur di unit SSC.
Proses pengolahan yang dilakukan pada IPLT di Kota Surabaya untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.9 sebagai berikut :
Dialirkan ke balancing tank tanpa pompa dan SSC Solid Sparation Chamber
Lumpur disedot dengan pompa menuju OD
BALANCING TANK
Proses aerasi untuk pengembangbiakan
OXIDATION DITCH (OD)
(Equalizer)
Dihasilkan padatan Penampungan awal pembuangan dari truk tinja.
Dihasilkan juga padatan dikuras dan dialirkan ke
SDB Sludge Drying Bed
Hasil endapan yang sudah kering dapat dijadikan pupuk
Endapan Lumpur yang tidak pekat diproses ulang di OD
DISTRIBUTION BOX II
Sebagai pendistribusi ke clarifier settling tank.
DISTRIBUTION BOX I
Dihasilkan endapan Lumpur dikembalikan Endapan yang pekat di bawa SETTLING TANK (Clarifier)
Proses
Air jernih di kembalikan ke OD sebagai
Dihasilkan air jernih (standar baku mutu) POLISHING POND Produksi air yang berlebih dialirkan ke sungai
Gambar 8.9 Proses Pengolahan Limbah Tinja Di IPLT Keputih
8.1.5.6 Banyaknya Penderita Penyakit Kondisi sanitasi sangat erat kaitannya dengan kondisi kesehatan dan terjangkitnya penyakit di suatu daerah. Data berikut ini menunjukkan data tentang sepuluh penyakit terbanyak pada tahun 2008 seperti yang terlihat pada Tabel 8.9, dimana tercatat di Dinas Kesehatan dari pencatatan puskesmas yang tersebar di seluruh kecamatan. Penyakit diare dan DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu indikator lingkungan yang buruk. Jumlah penderita diare dan demam berdarah dapat dilihat pada Tabel 8.10 dan Tabel 8.11
Bab VIII - 18
Tabel 8.9 Data Sepuluh Penyakit Terbanyak Kota Surabaya Tahun 2007
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Penyakit Infeksi Akut Lain Saluran Pernafasan Bagian Atas Radang sendi termasuk rematik Penyakit Gusi dan Jaringan Periodental Diare Tukak Lambung Penyakit Kulit Alergi Penyakit Pulpa dan Jaringan Peripikal Penyakit Lain Pada Saluran Pernafasan Bagian Atas Penyakit Kulit Efeksi Penyakit Tulang Belakang Penyakit Lain Jumlah
Jumlah 235,725 67,729 39,656 37,870 37,344 28,295 26,630 26,018 24,542 18,551 146,475 688,835
Prosentase 34.22% 9.83% 5.76% 5.50% 5.42% 4.11% 3.87% 3.78% 3.56% 2.69% 21.26% 100%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2007
Tabel 8.10 Jumlah Penderita Diare Per Kecamatan Surabaya Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Kecamatan Sukomanunggal Tandes Asemrowo Benowo Pakal Lakarsantri Sambikerep Genteng Tegalsari Bubutan Simokerto Pabean Cantikan Semampir Krembangan Kenjeran Bulak Tambaksari Gubeng Rungkut Tenggilis Mejoyo Gunung Anyar Sukolilo Mulyorejo Sawahan Wonokromo Dukuh Pakis Karang Pilang Wiyung Gayungan Wonocolo Jambangan JUMLAH
Tahun 2006 2.628 1.427 1.077 932 378 1.651 713 2.247 2.091 2.438 3.405 1.595 5.583 3.379 2.332 498 3.616 2.084 2.776 781 937 2.608 1.871 5.357 3.891 557 1.763 1.412 1.653 2.562 1.977 66219
Tahun 2007 1.810 1.985 1.240 1.055 620 1.249 1.298 2.596 2.714 2.149 3.592 1.460 4.285 3.982 2.002 1.953 3.876 2.076 2.778 581 969 2.851 1.848 6.677 2.902 744 1.876 1.555 1.667 2.193 2.486 69069
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2008
Bab VIII - 19
Tabel 8.11 Jumlah Demam Berdarah Per Kecamatan Kota Surabaya Tahun 2007 No. Kecamatan 2003 2004 2005 2006 1 Sukomanunggal 28 67 86 163 2 Tandes 18 20 94 189 3 Asemrowo 8 15 35 66 4 Benowo 2 6 29 52 5 Pakal 1 2 26 27 6 Lakarsantri 3 6 29 41 7 Sambikerep 0 7 46 71 8 Genteng 60 61 134 122 9 Tegalsari 43 23 86 128 10 Bubutan 36 41 93 150 11 Simokerto 30 56 123 118 12 Pabean Cantikan 36 30 62 119 13 Semampir 27 51 178 181 14 Krembangan 52 42 154 235 15 Kenjeran 11 37 124 122 16 Bulak 4 18 34 53 17 Tambaksari 44 123 226 378 18 Gubeng 80 114 122 208 19 Rungkut 26 19 70 153 20 Tenggilis Mejoyo 6 30 40 122 21 Gunung Anyar 21 23 58 92 22 Sukolilo 35 47 53 147 23 Mulyorejo 34 60 57 88 24 Sawahan 90 79 199 320 25 Wonokromo 42 76 74 232 26 Dukuh Pakis 32 35 55 71 27 Karang Pilang 13 14 66 85 28 Wiyung 40 41 60 122 29 Gayungan 24 17 39 108 30 Wonocolo 31 43 84 129 31 Jambangan 15 20 32 95 JUMLAH 892 1223 2568 4187
2007 115 164 51 62 33 88 88 67 152 147 76 90 124 128 129 20 236 146 147 87 58 95 83 208 95 100 102 73 68 101 81 3214
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2007
8.1.6
Akses Terhadap Infrastruktur Permukiman
8.1.6.1 Akses Terhadap Air Bersih Penduduk Kota Surabaya memanfaatkan air tanah, air PDAM dan air permukaan sebagai sumber air bersih.
1. KONDISI AIR TANAH Di daerah rawan air, sebagian besar penduduk menggunakan sumber air tanah tetapi dalam jumlah yang kurang mencukupi dan kurang memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi lingkungan. Demikian pula dengan kualitas air tanah yang dipakai ternyata kurang memenuhi syarat untuk air bersih atau air minum. Kondisi air tanah yang ada pada umumnya asin kecuali pada daerah di sepanjang Kali Mas dan Kali Surabaya.
Bab VIII - 20
A. Kualitas Air Tanah Tabel 8.12 Parameter Fisik Kimia Air Tanah di wilayah Kecamatan No 1
Parameter Fisik
Wilayah Kecamatan Yang tidak memenuhi syarat parameter fisik 1. kecamatan Tegalsari 2. Kecamatan Lidah kulon 3. Kecamatan Keputih 4. Kecamatan Gubeng Suhu air tanah normal berkisar 28 – 30 Celcius.
Kimia
1. Parameter sifat kimiawi airtanah yang dianalisis sebanyak 15 parameter, yaitu kadar As, Ba, Fe, F, Ca C03, Cl, Hn, Na, NH3, N, Se, Zn, Cn, deterjen, dan COD. umumnya masih berada di bawah nilai ambang batas standar untuk air minum, kecuali NH3, 2. CL umumnya melebihi batas nilai DHL > 1000 mmhos dan salinitas > 1 adanya gejala intrusi air laut (di wilayah Tegalsari,
Lontar,
Lidah
Kulon,
Kejambon,
Keputih,
Kendangsari dan Gubeng). Kadar Garam
Air tanah di sebagian besar wilayah Surabaya telah tercemar oleh intrusi air laut
B. Potensi Air Tanah Berdasarkan evaluasi data air tanah bebas dan tertekan serta debit mata air maka potensi air tanah Wilayah Surabaya dapat dibedakan menjadi 5 (lima) potensi air tanah sebagai berikut: Tabel 8.13 Potensi Air Tanah Pada Wilayah Kecamatan No 1
2
Potensi Air Tanah
Wilayah
Tawar Potensi
1. Kecamatan Suko Manunggal
Sedang
2. Kecamatan Sawahan berada di sebelah timur jalan tol menuju Perak
Tawar Potensi
1. Sebagian daerah Kecamatan Dukuh Pakis sampai ke Perbatasan
Rendah
dengan Kecamatan Sawahan. 2. Sebagian dari Kecamatan Suko Manunggal (sekitar Bundaran Tol daerah Darmo) 3. Kecamatan Wiyung 4. Surabaya Pusat dan Surabaya Selatan, kecuali daerah Wonokromo dan Wonocolo 5. Kecamatan Gayungan, Wonocolo dan Tenggilis. Di Surabaya Timur tersebar di daerah Rungkut bagian barat, 6. Sukolilo bagian barat, Gubeng bagian barat dan Tambaksari bagian barat
Bab VIII - 21
No 3
4
Potensi Air Tanah
Wilayah
Agak Payau/Agak
1. Kecamatan Sukomanunggal bagian utara
Asin Potensi
2. Tandes
Sedang
3. Sebagian Kecamatan Benowo
Agak Payau/Agak
1. Terbesar Surabaya Barat
Asin Potensi
2. Sebagian besar Surabaya bagian Timur
Rendah
3. Surabaya Utara 4. Sebagian kecil dari Surabaya bagian Selatan.
5
Payau/Asin
1. Perbatasan antara kecamatan Suko manunggal dengan Tandes bagian utara 2. Di perbatasan antara Tandes dan Kecamatan Benowo, 3. Benowo bagian barat sampai ke perbatasan dengan Kabupaten Gresik 4. Rungkut bagian timur
2.
KONDISI SUMUR GALI
Kondisi sumur gali di Kota Surabaya berdasarkan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan pada bulan Februari sampai dengan April 2008 menunjukkan bahwa mayoritas tidak memenuhi syarat. Tabel 8.14. Parameter Biologi Kimia Sumur Gali No 1
Parameter Biologi
Wilayah Kecamatan Yang memenuhi syarat 1. Kecamatan Tegalsari 2. Kecamatan Simokerto 3. Kecamatan Semampir.
2
Kimia
Yang tidak memenuhi syarat 1. Kecamatan Sukomanunggal 2. Kecamatan Benowo 3. Kecamatan genteng di Kelurahan Peneleh 4. Kecamatan Pabean Cantikan, 5. Kecamatan Semampir di Kelurahan Pegirian 6. Kecamatan Krembangan di Kelurahan krembangan Selatan
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2008
3.
KONDISI AIR PDAM Saat ini hampir 71 % penduduk Kota Surabaya terlayani sambungan air minum oleh
PDAM. Pipa distribusi PDAM sudah menjangkau seluruh wilayah Surabaya kecuali Surabaya Barat, sebagian kecil wilayah Surabaya Timur dan sebagian kecil di Wilayah Surabaya Selatan. Penyediaan air bersih di Kota Surabaya sepenuhnya menjadi tanggung jawab PDAM Kota Surabaya. Air terolah yang akan disalurkan ke konsumen harus telah
Bab VIII - 22
memenuhi standar kualitas air minum yang disyaratkan. Sistem distribusi air minum di Surabaya menggunakan sistem looping karena sistem ini lebih menjamin ketersediaan air dalam jaringan. Kondisi topografi Surabaya yang relatif datar, sehingga digunakan pompa untuk pendistribusian air bersih. Surabaya dilayani oleh Instalasi Penjernihan Air Minum yang terdapat di Surabaya yakni IPAM Ngagel I, II, III dan Karang Pilang I, II serta IPAM “intermiten” Kayoon yang baru saja dipindahkan. Masing-masing instalasi pengolahan kapasitas terpasang dan kapasitas produksi dapat dilihat pada Tabel 8.15 dan Tabel 8.16 Tabel 8.15 Kapasitas Terpasang Instalasi Penjernihan Air PDAM Kota Surabaya 2007 No Uraian Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 1 Sumber Air 330 330 330 2 Ngagel I 1.800 1.800 1.800 3 Ngagel II 1.000 1.000 1.000 4 Ngagel III 1.750 1.750 1.750 5 Karangpilang I 1.200 1.450 1.450 6 Karangpilang II 2.500 2.500 2.500 Jumlah 8.580 8.830 8.830 Sumber : PDAM Kota Surabaya, 2007
Tabel 8.16 Kapasitas Produksi Instalasi Penjernihan Air PDAM Kota Surabaya 2007 No 1 2 3 4 5 6
Uraian Sumber Air Ngagel I Ngagel II Ngagel III Karangpilang I Karangpilang II Jumlah
Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 325 318 324 313 1505 1.547 1.503 1.583 882 858 861 783 1446 1.413 1.608 1.792 1158 1.139 1.136 1.248 2301 2.444 2.486 2.441 7617 7.719 7.918 8.160
Sumber : PDAM Kota Surabaya, 2007
4.
KONDISI AIR PERMUKAAN Di daerah kumuh bangunan liar sepanjang perairan, sebagian besar penduduk
menggunakan sumber air permukaan untuk memenuhi kebutuhan air bersih terutama untuk mandi cuci dan kurang memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi lingkungan. Gambaran kondisi hidrologi Kota Surabaya adalah sebagai berikut: A. Kali Mas Tabel 8.17 Hasil Kualitas Air Sungai Kali Mas
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Dari tabel diatas menunjukkan untuk kualitas sungai kali mas berdasarkan hasil sampling parameter yang diuji masih menunjukkan angka di atas rata-rata. Seperti halnya bahan berbahaya seperti detergent, minyak dan lemak juga terkandung di dalam badan air sungai kali mas dengan angka yang relatif jauh dari standar. Pertemuan antara air sungai
Bab VIII - 23
(tawar) dengan air laut (asin) di Kalimas, sebenarnya berada di Kawasan Kayoon (terdapat pintu air).
B. Kali Surabaya Tabel 8.18 Hasil Kualitas Air Sungai Kali Surabaya (Karang Pilang) No Parameter 1 Total Suspended Solid (TSS) 2 BOD 3 COD 4 Detergent 5 Minyak dan Lemak
Satuan Hasil Analisa Metode Analisa Standar Baku Mutu mg/L 32,00 Gravimetri 50,00 63,70 Winkler 3,00 mg/L O2 122,70 Refluks 25,00 mg/L O2 mg/L LAS 0,85 Spektrofotometri 0,20 mg/L 2,50 Gravimetri 1,00
Satuan mg/L mg/L O2 mg/L O2 mg/L LAS mg/L
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Dari Tabel 8.18 mengenai kualitas air sungai kali surabaya yang melintasi kawasan Karang Pilang dimana pada wilayah tersebut air sungai dijadikan sebagai sumber air baku untuk air bersih Kota Surabaya masih terdapat juga parameter-parameter yang melebihi baku mutu air seperti BOD, COD, detergent dan lemak. Untuk TSS masih dibawah standar dan lebih baik daripada kualitas air di kali mas.
C. Kali Jagir Tabel 8.19 Hasil Kualitas Air Sungai Kali Wonorejo No Parameter 1 Total Suspended Solid (TSS) 2 BOD 3 COD 4 Detergent 5 Minyak dan Lemak
Satuan Hasil Analisa Metode Analisa Standar Baku Mutu mg/L 16,00 Gravimetri 50,00 mg/L O2 5,00 Winkler 3,00 mg/L O2 12,00 Refluks 25,00 mg/L LAS 0,67 Spektrofotometri 0,20 mg/L 0,00 Gravimetri 1,00
Satuan mg/L mg/L O2 mg/L O2 mg/L LAS mg/L
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Dari tabel diatas menunjukkan kualitas air sungai di kali Wonorejo masih relatif memiliki parameter yang berada di bawah baku mutu seperti halnya di kali wonorejo mempunyai kandungan minyak dan lemak yang cukup minim, kandungan COD dan TSS yang juga masih memenuhi standar, namun kandungan BOD dan detergent masih dominan karena diatas standar baku mutu. Untuk lebih jelas mengenai lokasi titik sampling di sungai Kota Surabaya dapat dilihat pada tabel 8.20 Tabel. 8.20 Pemakai Air PDAM Menurut Pemakaian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
U r a ia n Tahun 2006 P e ru m a h a n 1 1 5 ,7 8 4 ,8 2 0 P e m e r in t a h 6 ,4 2 2 ,0 1 8 P e rd a g a n g a n 1 5 ,3 7 4 ,3 1 9 In d u s tr i 5 ,2 8 1 ,5 2 0 S o s ia l U m u m 6 ,8 2 1 ,0 2 4 S o s ia l K h u s u s 1 0 ,3 3 6 ,0 8 2 P e la b u h a n 5 4 2 ,6 9 3 P e n ju a la n A ir T a n g k i 1 5 ,8 3 0 S w e e p in g 7 8 3 ,4 3 6 S u b T o ta l 1 6 1 ,3 6 1 ,7 4 2 D is t B a r a t 7 4 0 ,7 5 2 D is t T im u r 3 2 9 ,8 7 3 PMK 1 ,2 2 2 S u b T o ta l 1 ,0 7 1 ,8 4 7 T o ta l 1 6 2 ,4 3 3 ,5 8 9 S u m b e r : P D A M K o ta S u r a b a y a T a h u n 2 0 0 8
Tahun 2007 1 2 2 ,9 9 5 ,6 4 7 6 ,5 6 5 ,8 3 0 1 6 ,0 8 4 ,9 7 2 6 ,0 2 4 ,2 0 1 6 ,2 6 7 ,9 7 4 1 0 ,7 1 1 ,2 9 0 4 0 8 ,6 2 4 1 3 ,4 2 1 6 0 7 ,8 5 0 1 6 9 ,6 7 9 ,8 0 9 6 2 7 ,9 1 2 4 5 1 ,8 9 7 7 ,7 1 5 1 ,0 8 7 ,5 2 4 1 7 0 ,7 6 7 ,3 3 3
Bab VIII - 24
8.1.6.2 Akses Terhadap Listrik Di Kota Surabaya sistem penerangan atau distribusi listrik sudah menyebar di seluruh wilayah. Sistem penerangan ini didistribusikan PLN dengan pola penyebaran melalui jaringan tiang listrik yang umumnya terdapat di sekitar jalan lokal dan lingkungan dengan tegangan menengah. Supply listrik di Kota Surabaya didistribusikan melalui 3 Area pelayanan yang meliputi : • Cabang Surabaya Utara
meliputi : Indrapura, Ploso, Kenjeran, Tandes, Perak dan
Embong Wungu. • Cabang Surabaya Selatan meliputi : Darmo Permai, Dukuh Kupang, Ngagel, Rungkut, Gedangan. • Cabang Surabaya Barat meliputi Karang Pilang dan Sepanjang. Sampai dengan saat ini tidak ada rencana penambahan jaringan listrik dari pihak PLN, difokuskan pada penanganan gardu induk. Penambahan jaringan listrik hanya dilakukan pada kawasan perumahan baru. Sedangkan penanganan gardu induk dilakukan melalui renovasi/memperbaiki gardu induk yang bermasalah (gardu induk yang kelebihan beban) atau bisa juga menambah gardu induk baru bila diperlukan. Selain itu dalam kurun waktu ini PLN lebih memfokuskan pada pada tingkat pelayanan yang efisien dan efektif. Lebih lanjut rencana jaringan listrik disajikan pada Tabel 8.21 dan Tabel 8.22. Tabel 8.21 Rencana Penanganan Listrik Di kota Surabaya NO
GARDU INDUK
1
Gardu Induk Darmo Grand
2
Gardu Induk Sukolilo
3
Gardu Induk Rungkut
RENCANA Rencana penambahan penyulang Sangrilla Gardu Induk kelebihan beban; direncanakan Gardu Induk Wonorejo Direncanakan dihubungkan dengan Gardu Induk Wonorejo
Sumber : PLN Surabaya Selatan
Tabel 8.22 Banyaknya Pelanggan PLN Menurut Golongan Tarif dan Kapasitas Terpasang No 1
2
K e lo m p o k
- S -2 / T R
250 VA - 200 KVA
- S -3 / T R
> 200 KVA
Rum ah
6 ,1 4 4
1 3 ,0 2 2
2
34
52
26
55
81
2 0 9 ,8 7 4
1 3 0 ,0 6 6
3 0 0 ,9 7 7
6 4 0 ,9 1 7
1 1 ,6 7 0
1 ,7 3 6
2 4 ,1 4 5
3 7 ,5 5 1
2 ,3 0 6
60
4 ,6 3 6
7 ,0 0 2
0 250 VA - 2200 VA
- R -2 / T R
2201 VA - 6600 VA > 6600 VA
0
B is n is - B -1 /T R
250 VA - 2200 VA
1 2 ,8 0 5
5 ,2 9 8
1 6 ,1 7 0
3 4 ,2 7 3
- B -2 /T R
2201 VA - 200 KVA
1 1 ,0 9 0
1 ,2 7 4
1 0 ,7 3 9
2 3 ,1 0 3
- B -3 /T R
> 200 KVA
116
7
96
219
- I - 1 / TR
4 5 0 V A - 1 3 ,9 K V A
343
96
377
816
- I - 2 / TR
14 KVA - 200 KVA
0
In d u s tri
3 / TM
- I - 4 / TT
> 201 KVA
1 ,0 9 6
603
986
2 ,6 8 5
91
164
189
444
3
2
> 3000 KVA
5 0
G e d u n g P e m e r in t a h - P - 1 / TR - P - 2/ TM
6
2 ,5 9 2
16
200 VA
- R -1 / T R
-I 5
4 ,2 8 6
Tangga
- R -3 / T R
4
J u m la h
S o s ia l
- S -1 / T R
3
P e la n g g a n S u ra b a y a S u ra b a y a B a ra t S e la t a n
S u ra b a y a U ta ra
250 VA - 200 KVA
387
107
> 200 KVA
539
1 ,0 3 3
17
17 0
P e n e r a n g a n J a la n - P - 3 / TR J u m la h
220 VA - 197 KVA
802
346
1 ,4 8 1
2 ,6 2 9
2 5 4 ,8 8 2
1 4 2 ,3 8 0
3 6 6 ,5 8 7
7 6 3 ,8 4 9
S u m b e r : P T . P L N ( P e r s e r o ) U n it B is n is D is tr ib u s i J a w a T im u r T a h u n 2 0 0 6 K e te ra n g a n : TR
= Tegangan R endah
TM
= Tegangan M enengah
TT
= T e g a n g a n T in g g i
Bab VIII - 25
8.1.7
Pengelolaan Sampah Teknis operasional pengelolaan sampah di Kota Surabaya dimulai dari penanganan
sampah disumbernya, pengumpulan di TPS, pengangkutan sampai TPA dan penimbunan di TPA Benowo. 1. Timbulan Sampah Timbulan sampah yang dihasilkan di Kota Surabaya berasal dari kawasan perumahan (domestik), industri, kawasan komersil, wisata dan fasilitas umum lainnya. Timbulan sampah yang dikelola adalah timbulan sampah non B – 3 (Bahan Beracun dan Beracun – Hazardous Waste). Tabel 8.23 ini merupakan umlah timbulan sampah yang dihasilkan warga masyarakat Kota Surabaya dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.
Tabel 8.23 Laju Timbulan Sampah Kota Surabaya No
1
Uraian Asumsi Timbulan Sampah
Satuan
Data Timbulan Sampah 2007 2006 (data bulan April)
Volume
liter/org/hari
3,1
3,2
Berat
gram/org/hari
782.524
1.074,350
2
Pengolahan Mini Incinerator
ton/hari
120 (5,508%)
120 (5,512%)
3
Program 3R dan Pengelolaan Mandiri (Zero Waste)
ton/hari
413,7 (18,988%)
532 (24,437%)
4
Sampah Saluran
ton/hari
45 (2,065%)
45 (2,067%)
5
Sampah diangkut ke TPA
ton/hari
1.600 (0,073%)
1.480 (0.068%)
6
Jumlah Total Timbulan sampah
Ton/hari
2.178.7
2.177
Sumber: Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Surabaya, Pelayanan Bidang Persampahan Kota Surabaya Tahun 2004 – 2007.
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa penanganan sampah Kota Surabaya bukan merupakan hal yang mudah dan seringkali menemui banyak hambatan. Penentuan jumlah timbulan sampah merupakan salah satu bentuk masalah yang seringkali dihadapi di lapangan, baik karena masih banyak tempat yang belum terlayani, adanya sampah yang dibuang di lahan terbuka (illegal dumping) atau dibakar. Keberhasilan pengolahan sampah mandiri (program 3R dan komposting) sedikit ada kenaikan sebesar 5,54% akan tetapi sampah disaluran tidak mengalami perubahan sehingga sampah yang masuk TPA hanya sedikit penurunan sebesar 0.078%. Apabila hal tersebut tidak segera diperbaiki akan berdampak pada penuhnya TPA Benowo untuk empat tahun kedepan dengan asumsi sampah yang masuk 1200 ton/hari.
Bab VIII - 26
Perkiraan umur operasional dilakukan dengan pendekatan perhitungan kapasitas yang tersedia dari TPA Benowo, dengan asumsi desain lahan TPA sesuai dengan Sanitary Landfill dan menggunakan metode penumpukan sampah yang aman yaitu mendesain kemiringan lahan 1:2, ketinggian tiap tumpukan 2,5 m dan ketinggian tumpukan maksimal sebesar 20 m atau banyaknya tumpukan sampah adalah 8 lapis. Umur operasional TPA Benowo dengan beban 1.200 ton per hari akan mampu dioperasionalkan hingga 4 (empat) tahun mendatang. Gambar 8.10. Lahan TPA Benowo
Tabel 8.24 Jumlah Komposisi dan Karakteristik Sampah di TPA Benowo TOTAL
Material yang Bisa Didaur Ulang
Jenis Sampah Plastik Logam Tekstil Gelas/kaca Kayu/Bambu Kertas Sampah Jalan B3 Lain-lain TOTAL ANORGANIK Sisa Makanan Sayuran TOTAL ORGANIK TOTAL
%
ton/hari
%
ton/hari
7,69 0,63 3,00 0,95 9,51 7,58 12,57 0,03 3,45 45,41 38,03 16,56 54,59 100.00
92,28 7,56 36,00 11,40 114,12 90,96 150,84 0,36 41,40 544,92 456,36 198,72 654,08 1.200,00
10,00 50,00 0,00 50,00 0,00 10,00 10,00 0,00 0,00 Total Daur Ulang 0,00 0,00
9,23 3,78 0,00 5,70 0,00 9,10 15.08 0,00 0,00 42,89 0,00 0,00 42,89
Residu (ton/hari) 83,05 3,78 36,00 5,70 114,12 81,86 135,76 0,36 41,40 502,03 456,36 198,72 655,08 1.157,11
Sumber: Hasil Perhitungan, Data Pemantauan Lapangan, 2007.
Berdasarkan tabel tersebut dapat pula diketahui bahwa penyumbang terbesar sampah Kota Surabaya adalah berasal dari Kawasan Pemukiman, yaitu 29,89%, diikuti dengan Kawasan Pasar (15,76%) dan Penyapuan Jalan (14,77%). Hal lain yang perlu mendapat perhatian serius pemerintah dalam pengelolaan TPA adalah adanya sejumlah sampah yang berasal dari kawasan industri dan rumah sakit, khususnya pada sampah yang mengandung konsentrasi bahan beracun dan berbahaya (sampah B3), dimana saat pengamatan di lapangan ditemukan sebesar 0,65% sampah yang termasuk jenis ini yang berasal dari rumah sakit. Kondisi ini membutuhkan pengelolaan yang serius untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, khususnya pada para pekerja dan masyarakat sekitar TPA Benowo.
Bab VIII - 27
Tabel 8.25 Jumlah Komposisi dan Karakteristik Berdasarkan Sumber Timbulan Sampah No
Jenis Sampah
Sumber Timbulan Sampah
1
Kayu
3,91 (2,84%)
3,11 (2,26%)
Sapuan Jalan 1,11 (0,81%)
0,19 (0,14%)
Rumah Sakit 0,02 (0,01%)
2
Plastik
3,15 (2,29%)
1,02 (0,74%)
2,57 (1,87%)
2,71 (1,97%)
3
Logam
0,27 (0,2%)
0,08 (0,06%)
0,17 (0,12%)
4
Kertas
2,99 (2,17%)
1,22 (0,89%)
5
Kaca
0,33 (0,24%)
6
Sayur
7
Permukiman
Pasar
Komersial
Total Industri 0,03 (0,02%)
8,37 (6,08%)
1,66 (1,21%)
2,47 (1,79%)
13,58 (9,87%)
0,09 (0,07%)
0,04 (0,03%)
0,19 (0,14%)
0,84 (0,67%)
0,31 (0,23%)
4,16 (3,02%)
3,51 (2,55%)
4,45 (3,23%)
16,64 (12,09%)
0,13 (0,09%)
0,07 (0,05%)
1,97 (1,43%)
0,12 (0,09%)
0,21 (0,15%)
2,83 (2,06%)
6,81 (4,95%)
5,27 (3,83%)
0,43 (0,31%)
2,01 (1,46%)
0 (0%)
0,25 (0,18%)
14,77 (10,73%)
Sisa makanan
16,03 (11,65%)
7,34 (5,33%)
5,01 (3,64%)
6,16 (4,48%)
5,9 (4,29%)
4,19 (3,04%)
44,63 (32,43%)
8
Sapuan jalan
4,94 (3,59%)
3,2 (2,33%)
9,16 (6,66%)
1,45 (1,05%)
1,34 (0,97%)
1,64 (1,19%)
21,73 (15,79%)
9
Lainnya
10
B3
2,025 (1,47%) 0 (0%)
0,24 (0,17%) 0 (0%)
1,1175 (0,81%) 0 (0%)
1,0125 (0,74%) 0 (0%)
2,7825 (2,02%) 0,89 (0,65%)
2,8275 (2,05%) 0 (0%)
10,005 (7,27%) 0,89 (0,65%)
11
Kain
0,675 (0,49%)
0,08 (0,06%)
0,3725 (0,27%)
0,3375 (0,25%)
0,9275 (0,67%)
0,9425 (0,68%)
3,335 (2,42%)
Total
41,13 (29,89%)
21,69 (15,76%)
20,32 (14,77%)
20,09 (14,6%)
17,19 (12,49%)
17,2 (12,50%)
137,62 (100%)
Sumber: Hasil Analisa Survei 7 (tujuh) hari berturut-turut, April 2007. ( satuan dalam kg (prosentase)
Grafik 8.1 Sumber Timbulan Sampah
2. Pengumpulan sampah di TPS Fasilitas TPS yang ada di Surabaya berjumlah 103 unit dengan rincian depo (62 unit), landasan (106 unit), container (25 unit). 3. Pengangkutan sampah Pengangkutan sampah dilakukan oleh pihak ketiga, dengan armada angkutan di Surabaya sebanyak 56 unit truk dengan ritasi 2 kali/hari
Bab VIII - 28
8.1.8 Limbah B3 Domestik Limbah B-3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup
manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan timbulan sampah B3 yang di hasilkan oleh kegiatan Rumah Sakit dan medis dapat dilihat pada tabel 8.27 Tabel 8.26 Jumlah Komposisi dan Karakteristik Sampah di TPA Benowo Jenis Sampah B3 TOTAL SAMPAH
TOTAL % ton/hari 0,03 0,36 100.00 1.200,00
Material yang Bisa Didaur Ulang % ton/hari Residu (ton/hari) 0,00 0,00 0,36 42,89 1.157,11
Sumber: Hasil Perhitungan, Data Pemantauan Lapangan, 2007.
Tabel 8.27 Jumlah Komposisi dan Karakteristik Berdasarkan Sumber Timbulan Sampah Jenis Sampah B3 Total
Permukiman 0 (0%) 41,13 (29,89%)
Sumber Timbulan Sampah Sapuan Rumah Pasar Komersial Jalan Sakit 0 0 0,89 0 (0%) (0%) (0%) (0,65%) 21,69 20,32 20,09 17,19 (15,76%) (14,77%) (14,6%) (12,49%)
Industri 0 (0%) 17,2 (12,50%)
Total 0,89 (0,65%) 137,62 (100%)
Sumber: Hasil Analisa Survei 7 (tujuh) hari berturut-turut, April 2007. ( satuan dalam kg (prosentase)
8.1.8.1 Limbah Rumah Tangga Sumber limbah B3 lainnya adalah rumah tangga. Berbagai jenis buangan yang berasal dari produk yang dipergunakan untuk keperluan rumah tangga bersifat B3. Sebagai contoh adalah kemasan pestisida, cairan pencuci alat rumah tangga, batere, produk elektronik, produk otomotif dan sebagainya. Di negara maju, telah ada peraturan yang diundang-undangkan untuk pengelolaan limbah B3 rumah tangga. Program pendidikan masyarakatpun telah dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang limbah B3, baik cara-cara pengumpulannya maupun pembuangannya.
8.1.8.2 Limbah Medis Limbah medis merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis seperti rumah sakit dan laboratorium medis. Investigasi dilakukan terhadap 17 rumah sakit dan 10 laboratorium medis seperti yang disajikan pada Tabel 8.28 termasuk juga limbah dan jenis pengolahan yang dilakukan oleh rumah sakit dan laboratorium medis tersebut.
Bab VIII - 29
Tabel 8.28 Pengolahan Limbah B3 dari Rumah Sakit dan Laboratorium Medis No.
1
Rumah Sakit / Laboratorium Medis RS. Dr. Soetomo
Limbah B3 Limbah padat medis dari kegiatan instalasi rawat inap dan rawat jalan Limbah cair Limbah padat dan cair dari kegiatan operasi, instalasi rawat inap dan rawat jalan
2
RS. Husada Utama
3
RS. Dr. M. Soewandhie
Limbah padat dari kegiatan patologi
4
RS. Gotong Royong
5
RS. Cempaka Putih Permata RS. Marinir Gunung Sari
Limbah cair dari pencucian alat Limbah padat dari kegiatan operasi Limbah cair dari laboratorium Jarum dan spet
6
7
RS. Sumber Kasih
8
RS. Ibu dan Anak
9
RS. POLDA
10
RS. Islam
11
Rumah Bersalin dan Poliklinik Gigi Santa Melania Rumah Bersalin Ibu Kartini PT. KAI RSAL. Dr. Oepomo
12
13
14
RS. Al-Irsyad
15
RSAU. Soemitro
16
RS. Pelabuhan
17
Rumah Bersalin Panti Nirmala Lab. Klinik Ksatria
18
Limbah padat dan cair dari kegiatan operasi, laboratorium, perawatan, poli dan radiologi Spet, limbah radiologi Botol infus Limbah cair Limbah padat dari kegiatan medis Darah Spet, botol infus Foto rontgen Darah Kapas, spet, botol infus, kemasan obat, ampul Darah Spet, jarum, pembalut Cucian alat bekas operasi Spet, jarum, pembalut Cucian alat bekas operasi Spet, jarum Kasa, pembalut Cucian alat bekas operasi Jarum suntik, spet, kasa, pembalut, limbah radiologi, alat bekas operasi Cucian alat bekas operasi Jarum suntik, spet, limbah radiologi Cucian alat bekas operasi Spet, jarum, limbah radiologi Cucian alat bekas operasi Spet, jarum, kasa, pembalut Spet, jarum, kapas
Pengolahan yang dilakukan Diinsinerasi di RS. Dr. Soetomo
Diolah di IPAL RS. Dr. Soetomo Limbah padat diinsinerasi di RS. Haji Limbah Cair diolah di IPAL RS. Husada Utama Dibakar manual, meskipun sudah memiliki insinerator baru tetapi belum dioperasikan Diolah di IPAL RS. Dr. M. Soewandhie Diinsinerasi di RS. Dr. Soetomo Langsung ke sumur resapan Diinsinerasi di RS. Dr. M. Soewandhie Langsung dibuang pada bak sampah Diinsinerasi pihak ketiga Dijual kembali Langsung ke tangki septic Dibakar di lokasi menggunakan tungku pembakaran manual Langsung ke tangki septic Dijual kembali Dibakar manual Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Haji Langsung ke tangki septic Dibakar di lokasi menggunakan tungku pembakaran manual Langsung ke tangki septic Dibakar di lokasi menggunakan tungku pembakaran manual Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RSAL Dr. Ramelan Dibakar manual Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Dr. Soetomo
Langsung ke tangki septic Diolah pihak ketiga Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Haji Langsung ke tangki septic Ditimbun di lokasi Diolah oleh klinik Medika
Bab VIII - 30
No.
Rumah Sakit / Laboratorium Medis
19
Lab. Bakti Analisa
20
22
Klinik Diagnostik Kacapiring Lab. Medis Ketupa Lab. IKA
23
Klinik Lab. Fajar
24
Lab. Larisa
25 26
Lab. Klinik Biogen Lab. Kanker
27
Lab dan Klinik Spesialis Optima
21
Limbah B3 Cucian alat Limbah padat Limbah cair Limbah padat Limbah cair Spet, jarum Limbah cair Spet, jarum Kapas Limbah cair Spet Kapas Limbah cair Spet, kapas Darah, urine Spet, kapas, darah Slides Kapas Spet
Pengolahan yang dilakukan Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Haji Langsung ke tangki septic Dibakar manual Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Dr. Soetomo Dibakar manual Langsung ke tangki septic Dibakar RS. Bakti Rahayu Dibakar manual Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Haji Langsung ke tangki septic Diinsinerasi di RS. Dr. Soetomo Ditimbun di lokasi Dibakar manual Diinsinerasi di RSAL. Dr. Ramelan
Sumber : Investigasi 2007
Dari hasil investigasi seperti yang tercantum pada Tabel 8.28. diketahui bahwa rumah sakit yang sudah memiliki fasilitas pemusnahan limbah B3 berupa insinerator adalah RS. Dr. Soetomo Rumah sakit dan laboratorium yang belum memiliki fasilitas pemusnahan limbah B3, bekerjasama dengan rumah sakit yang sudah memiliki fasilitas tersebut untuk melakukan pemusnahan / insinerasi limbah B3 seperti RS. Dr. Soetomo, RS. Haji dan RSAL. Dr. Ramelan. Data yang diperoleh dari RS. Dr. Soetomo menyebutkan bahwa rumah sakit dan laboratorium yang sudah bekerjasama dengan RS. Dr. Soetomo untuk pemusnahan limbah B3
8.2
TEKANAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
8.2.1 Umum Jumlah penduduk merupakan faktor yang paling utama dalam penentuan perencanaan sistem penyaluran air buangan. Jumlah penduduk dapat memperhitungkan kuantitas air buangan di suatu area pelayanan dan pengembangan. Populasi penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 mencapai 2.829.486 jiwa dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 sebesar 2.784.196 jiwa. Jumlah Penduduk per Kecamatan Kota Surabaya pada Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 8.29
Bab VIII - 31
Tabel 8.29 Jumlah Penduduk per Kecamatan Kota Surabaya 2007 No. 1
2
Wilayah Surabaya Pusat
Surabaya Utara
Kecamatan
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Penduduk Th Penduduk Th Penduduk Th Penduduk Th 2004 2005 2006 2007 (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1 Tegalsari
113,777
114,867
115,998
2 Genteng
65,282
65,904
67,015
68,088
3 Bubutan
110,431
111,704
112,781
113,937
4 Simokerto
99,582
100,948
102,549
104,177
5 Pabean Cantikan
87,984
89,065
90,397
91,798
6 Semampir
180,158
183,134
185,650
188,696
7 Krembangan
118,256
120,098
121,443
123,036
8 Kenjeran
102,563
105,967
108,771
112,379
31,479
32,276
33,017
33,691
9 Bulak 3
4
5
Surabaya Timur
Surabaya Selatan
Surabaya Barat
117,429
10 Tambaksari
208,935
213,195
216,481
219,215
11 Gubeng
149,095
151,365
152,827
154,520
12 Rungkut
82,497
84,455
86,426
88,447
13 Tenggilis Mejoyo
50,607
51,662
52,653
53,727
14 Gunung Anyar
41,471
42,337
43,403
44,656
15 Sukolilo
91,115
93,041
94,826
96,677
16 Mulyorejo
71,961
73,846
75,440
76,936
17 Sawahan
211,753
214,062
216,636
219,420
18 Wonokromo
179,412
181,381
182,683
183,792
19 Karangpilang
63,937
65,070
66,081
67,281
20 Dukuh Pakis
54,905
56,023
56,972
57,993
21 Wiyung
54,215
55,327
56,573
57,664
22 Wonocolo
75,577
76,927
78,053
78,846
23 Gayungan
41,736
42,407
43,159
43,752
24 Jambangan
38,772
39,773
40,645
41,411
25 Tandes
87,484
88,927
90,310
91,813
26 Sukomanunggal
90,686
92,457
93,688
94,981
27 Asemrowo
33,581
34,687
35,602
36,803
28 Benowo
36,752
38,000
39,215
40,321
29 Pakal
32,090
32,984
33,906
34,911
30 Lakarsantri
41,316
42,372
43,523
44,485
31 Sambikerep
45,079
46,229
47,473
48,604
2,692,488
2,740,490
2,784,196
2,829,486
Jumlah
Sumber : Dinas kependudukan dan catatan sipil tahun 2007
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Sawahan sebesar 219.420 jiwa dan jumlah penduduk terendah berada pada Kecamatan Bulak sebesar 33.691 jiwa. Secara umum rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Surabaya mencapai 45.666 jiwa per tahun atau 1,64% per tahun.
Bab VIII - 32
Tabel 8.30 Pertambahan Penduduk Kota Surabaya Per Tahun No.
Wilayah
1 Surabaya Pusat
2 Surabaya Utara
Kecamatan
Pertambahan Penduduk (Jiw a) 2005-2004
1 Tegalsari
2007-2006
Rata-rata
1,131
1,431
2 Genteng
622
1,111
1,073
935
3 Bubutan
1,273
1,077
1,156
1,169
4 Simokerto
1,366
1,601
1,628
1,532
1,217
5 Pabean Cantikan
1,081
1,332
1,401
1,271
6 Semampir
2,976
2,516
3,046
2,846
7 Krembangan
1,842
1,345
1,593
1,593
8 Kenjeran
3,404
2,804
3,608
3,272
797
741
674
737
9 Bulak 3 Surabaya Timur
2006-2005
1,090
10 Tambaksari
4,260
3,286
2,734
3,427
11 Gubeng
2,270
1,462
1,693
1,808
12 Rungkut
1,958
1,971
2,021
1,983
13 Tenggilis Mejoyo
1,055
991
1,074
1,040
866
1,066
1,253
1,062
15 Sukolilo
1,926
1,785
1,851
1,854
16 Mulyorejo
1,885
1,594
1,496
1,658
4 Surabaya Selatan 17 Sawahan
14 Gunung Anyar
5 Surabaya Barat
2,309
2,574
2,784
2,556
18 Wonokromo
1,969
1,302
1,109
1,460
19 Karangpilang
1,133
1,011
1,200
1,115
20 Dukuh Pakis
1,118
949
1,021
1,029
21 Wiyung
1,112
1,246
1,091
1,150
22 Wonocolo
1,350
1,126
793
1,090
23 Gayungan
671
752
593
672
24 Jambangan
1,001
872
766
880
25 Tandes
1,443
1,383
1,503
1,443
26 Sukomanunggal
1,771
1,231
1,293
1,432
27 Asemrowo
1,106
915
1,201
1,074
28 Benowo
1,248
1,215
1,106
1,190
894
922
1,005
940
29 Pakal 30 Lakarsantri
1,056
1,151
962
1,056
31 Sambikerep
1,150
1,244
1,131
1,175
48,002
43,706
45,290
45,666
Jumlah Sumber : Dinas Kependudukan dan catatan Sipil Tahun 2007
Bab VIII - 33
Tabel 8.31 Tingkat Pertumbuhan Kota Surabaya 2004 - 2007 No. 1
2
3
4
5
Wilay ah Surabaya Pusat
Surabaya Utara
Surabaya Timur
Surabaya Selatan
Surabaya Barat
Tingka t Pe rtum buha n (%)
Kecam atan
2005-2004
2006-2005
2007-2006
1 Tegalsari
0,95
0,98
1,22
2 Genteng
0,94
1,66
1,58
3 Bubutan
1,14
0,95
1,01
4 Simokerto
1,35
1,56
1,56
5 Pabean Cantikan
1,21
1,47
1,53
6 Semampir
1,63
1,36
1,61
7 Krembangan
1,53
1,11
1,29
8 Kenjeran
3,21
2,58
3,21
9 Bulak
2,47
2,24
2,00
10 Tambaksari
2,00
1,52
1,25
11 Gubeng
1,50
0,96
1,10
12 Rungkut
2,32
2,28
2,28
13 Tenggilis Mejoyo
2,04
1,88
2,00
14 Gunung Anyar
2,05
2,46
2,81
15 Sukolilo
2,07
1,88
1,91
16 Mulyorejo
2,55
2,11
1,94
17 Sawahan
1,08
1,19
1,27
18 Wonokromo
1,09
0,71
0,60
19 Karangpilang
1,74
1,53
1,78
20 Dukuh Pakis
2,00
1,67
1,76
21 Wiyung
2,01
2,20
1,89
22 Wonocolo
1,75
1,44
1,01
23 Gayungan
1,58
1,74
1,36
24 Jambangan
2,52
2,15
1,85
25 Tandes
1,62
1,53
1,64
26 Sukomanunggal
1,92
1,31
1,36
27 Asemrowo
3,19
2,57
3,26
28 Benowo
3,28
3,10
2,74
29 Pakal
2,71
2,72
2,88
30 Lakarsantri
2,49
2,64
2,16
31 Sambikerep
2,49
2,62
2,33
1,75
1,57
1,60
Prosentase Kenaikan (%) Sumber : Dinas Kependudukan dan catatan Sipil Tahun 2007
Grafik perkembangan jumlah penduduk Kota Surabaya dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut : Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Surabaya Tahun 2004 - 2007
2,850,000 2,800,000 2,750,000 2,700,000 2,650,000 2,600,000 2004
2005
2006
2007
Grafik 8.2 Perkembangan Penduduk kota Surabaya
Bab VIII - 34
Populasi penduduk yang bersifat administratif ini berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya. Dalam kenyataannya pada siang hari jumlah penduduk Surabaya diperkirakan bertambah sekitar 30% dari jumlah tersebut. Hal ini disebabkan kota Surabaya menjadi daerah tujuan orang-orang di sekitarnya untuk mencari kehidupan di Surabaya, mengingat Surabaya adalah sebagai pusat perdagangan dan jasa untuk wilayah Indonesia Timur. Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah. Kepadatan penduduk tinggi apabila tidak diimbangi dengan peningkatan sarana dan prasarana yang memadai akan menimbulkan kawasan kumuh. Kepadatan Penduduk di Kota Surabaya pada tahun 2007 sebesar 75,94 jiwa/ha. Kepadatan Penduduk Terbesar di Kecamatan Simokerto sebesar 402,23 jiwa/ha sedangkan Kepadatan Penduduk Terendah di Kecamatan Benowo sebesar 8,81 jiwa /ha. Kepadatan Penduduk Kota Surabaya dapat dilihat pada Gambar 8.11 sebagai berikut :
Gambar 8.11 Peta Kepadatan Penduduk Kota Surabaya tahun 2007
Bab VIII - 35
Perencanaan sistem pengolahan air limbah memerlukan data kepadatan penduduk untuk sarana dan prasana yang dibutuhkan selama periode perencanaan. Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah. Kepadatan Penduduk di Kota Surabaya pada tahun 2007 sebesar 75,94 jiwa/ha dan pada tahun 2020 mencapai 93,83 jiwa/ha. Di tahun 2020 Kepadatan Penduduk Terbesar di Kecamatan Simokerto sebesar 496,95 jiwa/ha sedangkan Kepadatan Penduduk Terendah di Kecamatan Benowo sebesar 10,88 jiwa /ha. Proyeksi penduduk sampai dengan tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 8.32 dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 8.33 Tabel 8.32 No.
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun 2007 - 2020 Wilayah
Kecamatan
Luas
Jumlah
ha 1
2
Surabaya Pusat
Surabaya Utara
429
117.429
273,73
338,19
2 Genteng
404
68.088
168,53
208,22
3 Bubutan
386
113.937
295,17
364,69
4 Simokerto
259
104.177
402,23
496,95
5 Pabean Cantikan
680
91.798
135,00
166,79
6 Semampir
876
188.696
215,41
266,13 182,27
8 Kenjeran 9 Bulak Surabaya Timur
147,53 77,93
96,29
678
33.691
49,69
61,39
899
219.215
243,84
301,27
799
154.520
193,39
238,93
12 Rungkut
2.108
88.447
41,96
51,84
552
53.727
97,33
120,25
971
44.656
45,99
56,82
15 Sukolilo
2.369
96.677
40,81
50,42
16 Mulyorejo
1.421
76.936
54,14
66,89
Surabaya Selatan 17 Sawahan 18 Wonokromo
693
219.420
316,62
391,19
847
183.792
216,99
268,09
19 Karangpilang
923
67.281
72,89
90,06
20 Dukuh Pakis
994
57.993
58,34
72,08
21 Wiyung
1.246
57.664
46,28
57,18
22 Wonocolo
678
78.846
116,29
143,68
23 Gayungan
607
43.752
72,08
89,05
24 Jambangan Surabaya Barat
123.036 112.379
10 Tambaksari
14 Gunung Anyar
5
834 1.442
11 Gubeng 13 Tenggilis Mejoyo
4
Kepadatan Th 2020 Jiwa/ha
1 Tegalsari
7 Krembangan
3
(Jiwa)
Kepadatan Th 2007 Jiwa/ha
25 Tandes 26 Sukomanunggal
419
41.411
98,83
122,11
1.107
91.813
82,94
102,47 127,14
923
94.981
102,90
27 Asemrowo
1.544
36.803
23,84
29,45
28 Benowo
4.579
40.321
8,81
10,88
29 Pakal
1.901
34.911
18,36
22,69
30 Lakarsantri
3.648
44.485
12,19
15,07
31 Sambikerep Jumlah Sumber : Hasil analisa dan perhitungan
2.042
48.604
23,80
29,41
37.258
2.829.486
75,94
93,83
Bab VIII - 36
Tabel 8.33 Kepadatan Penduduk Kota Surabaya 2007
Sumber : Dinas kependudukan dan catatan sipil tahun 2007
8.2.2
Timbulan Sampah
8.2.2.1 Peningkatan Penduduk Semakin meningkatnya penduduk Surabaya serta beragamnya aktivitas, berakibat meningkatnya volume sampah dan beragamnya jenis sampah yang dihasilkan.
8.2.2.2 Pengelolaan sampah a. Tempat pembuangan akhir atau TPA di Surabaya hanya di Benowo, sedangkan di Keputih sudah ditutup. Lahan yang tersedia di TPA Benowo hanya 37 ha (terdiri dari 5 sel). Kondisi sel tersebut : • Telah terisi dan yang telah distabilkan sebanyak 2 sel dengan volume sampah 312.960 m3 • Tiga sel masih dalam proses penambahan timbunan sampah. b. Pengumpulan sampah yang kurang higienis. c.
Sarana pengangkutan sampah yang kurang memadai.
d. Jarak angkut sampah ke TPA Benowo yang terlalu jauh jika sumber sampah berada di wilayah Surabaya Timur.
Bab VIII - 37
e. Adanya rembesan lindi ke tambak sekitar TPA Benowo akibat pengoperasian sanitary landfill yang kurang benar.
8.2.3
Limbah B3 Domestik dan Non Domestik 1. Secara umum pabrik sering langsung membuang limbah B3 yang dihasilkan ke tanah tanpa diolah, misalnya menimbun di lokasi pabrik, membuangnya ke tempat pembuangan akhir sampah, membuangnya ke sungai, atau menjadikan tanah urukan. 2. Permasalahan lain yang ada dalam pengelolaan limbah medis adalah pemilahan antara limbah medis dengan limbah domestik rumah sakit, seperti RS. Husada Utama yang sudah melakukan pemilahan terhadap limbah medis dan limbah domestik dengan memisahkan kemasan dan membedakan warna kemasannya, namun pada pengelolaan selanjutnya limbah tersebut tercampur kembali karena kurangnya pengawasan pada pengelolaan limbah . Disamping itu, terdapat juga rumah sakit yang tidak memisahkan limbah medis dengan limbah domestiknya dan meletakannya dalam bak terbuka dengan kondisi yang kurang layak, yaitu rumah sakit Marinir Gunungsari 3. Berbagai kegiatan baik manufaktur, fasilitas kesehatan dan bengkel, seringkali langsung membuang bahan berbahaya dan beracun (baik yang bersifat padat, cair dan udara), misalnya menimbun di lokasi pabrik, membuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, membuang ke sungai, atau dijadikan material urugan. 4.
Hal ini terjadi karena adanya kekurang pahaman pemilik kegiatan usaha tentang penggolongan peraturan bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3. Selain itu, tingginya biaya pengelolaan limbah B3 juga menjadi penyebab dibuangnya limbah B3 langsung ke media lingkungan. Pembuangan secara langsung ini, memberikan dampak negatif berupa pencemaran untuk 10-15 tahun mendatang yang akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia serta makhluk hidup lainnya.
8.3
RESPON LINGKUNGAN PERMUKIMAN
8.3.1 Pertumbuhan Permukiman Tabel 8.34 Pertumbuhan permukiman Jenis Pemanfaatan
Arahan
Lokasi
Kws yang memberikan perlindungan skala lokal dan berfungsi sbg kws resapan air, pencegahan banjir, erosi,
Kws konservasi wilayah timur: kec. Rungkut,Gununganyar, Sukolilo, Mulyorejo
1. Kawasan Lindung
a. Kawasan lindung wilayah darat Kws yang memberikan perlindungan pada kawasan
Bab VIII - 38
bawahannya Kws perlindungan setempat
melindungi ekosistem. Kws tertentu yang berfungsi memberikan perlindungan thdp potensi sumberdaya yang ada di kws tsb.
Sempadan pantai: 0-100 m untuk kws industri/pergudangan,
1. Kawasan Lindung perdagangan, jasa komersial, perumahan real estate 10-50 m untuk perumahan non real estate dan/atau perumahan nelayan 0-50 m untuk kws pelabuhan, wisata pantai Sempadan sungai besar (Kali Surabaya, Sungai Kalimas, Kali Jagir Wonokromo): 25-50 m untuk kws non perumahan 15-25 m untuk kws perumahan 5-25 m untuk wisata air/fasum Sempadan sungai yang berfungsi sbg saluran primer kota, sekunder, tersier: Kws non perumahan: 15-25 m Kws perumahan, wisata air, fasum: 515 m Sempadan waduk/ boezem: Kws non perumahan: 25-50 m Kws perumahan: 1525 m Kws wisata air dan fasum: 5-25 m. Kws cagar budaya Ruang terbuka hijau Lahan atau kws terbuka untuk tempat tumbuhnya kelompok tanaman/vegetasi yang berfungsi sbg pengatur iklim mikro, resapan air, estetika kota: kws hijau pertamanan
Hutan kota: UP I Rungkut, UP II Kertajaya UP VII Wonokromo, UP XII Sambikerep Jalur hijau: bahu dan median jalan
Bab VIII - 39
Taman kota: lokasi strategis,
kws hijau pemakaman kws hijau pertanian kws hijau jalur hijau kws hijau pekarangan. Luasnya mencakup 20% luas wilayah kota.
jalur utama kota, ornamen kota Zona penyangga: sekitar LPA, sekitar kws militer.
kota kws hijau hutan kota
1. Kawasan Lindung
b. Kws lindung wilayah laut Kws lindung/konservasi laut
Kws lindung mangrove
2. Kawasan budidaya a. Kws budidaya wilayah darat Kws pemerintahan
Kws perumahan
Konservasi sumberdaya air Wisata air Penelitian Pencegahan abrasi laut Pelestarian tanaman mangrove Mengganti tanaman mangrove yang sudah rusak Penanaman mangrove baru
Wilayah laut sebelah timur: zona 4
Wilayah laut sebelah timur: zona 4
Kws pemerintahan pusat dan UP VI Tunjungan: sekitar provinsi Tugu Pahlawan, Indrapura Kws pemerintahan daerah UP VI Tunjungan: sekitar Yos Sudarso, Taman Surya Kws pemerintahan Kantor Camat/Kantor kecamatan/kelurahan Lurah Real estate: perusahaan Real estate baru: bagian berkewajiban menyediakan timur dan barat kota prasarana lingkungan, utilitas umum, fasos, seluas 40% luas keseluruhan lahan perumahan Pembangunan intensif: Kws perumahan baru, rus kws padat hunian un terpadu peningkatan kualitas lingkungan, pembenahan sarana prasarana program terpadu fisiksos-ekonomi masyarakat melalui pembenahan lingkungan, peremajaan kawasan, perbaikan
Bab VIII - 40
kampung 2. Kawasan budidaya
peningkatan kualitas lingkungan, pembenahan sarana prasarana program terpadu fisiksos-ekonomi masyarakat melalui pembenahan lingkungan, peremajaan kawasan, perbaikan kampung Kws fasilitas umum Fas.pendidikan Fas.kesehatan
Kws perdagangan dan jasa
Kws industri dan pergudangan
Sarana prasarana kebersihan dan penanganan sampah TPU Fas.peribadatan Ruang serba guna, gedung pertemuan, fasilitas kesenian dan budaya Fas.olahraga kws komersial dan jasa berskala nasional, regional, kota
kws Basuki Rahmat, Embong Malang, Blauran, Praban, Bubutan, Pahlawan, Ps Turi, Kapas Krampung, Tunjungan kws Perak Barat, Perak Timur, Jembatan Merah, Kembang Jepun Tersebar di tiap UP, pada pusat pertumbuhan
Kws perdagangan dan jasa skala kota dan lingkungan Kws perdagangan terpadu harus menyiapkan prasarana lingkungan, utilitas umum, area perdagangan informasl, fasos, dengan luas 40% luas lahan. perusahaan pembangunan kws industri harus menyediakan 40% lahannya untuk prasarana lingkungan, utilitas umum, bangunan perumahan, fasos harus disertai upaya terpadu dalam mencegah dan mengatasi
UP I Rungkut: sekitar SIER, Kalirungkut, Kedungbaruk UP X Wiyung: Karangpilang UP XI Tambak Osowilangun: Margomulyo, Tambak Osowilangun
Bab VIII - 41
pencemaran lingkungan 2. Kawasan budidaya Kws pariwisata
Wisata bahari/pantai: memperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistem pantai/pesisir Wisata satwa: upaya pelestarian satwa dan lingkungan alam Wisata budaya dan religi
Wisata kota lama dan cagar budaya
Kws khusus
Kws militer
Kws industri strategis Kws pelabuhan
b. kws budidaya wilayah laut
Kws pengembangan pantai
Kws penangkapan
UP III Tambak Wedi
UP VII Wonokromo
UP V Tanjung Perak: kws masjid Ampel UP VI Tunjungan: kws THR,Monkasel UP VII Wonokromo: Museum Empu Tantular UP IX Ahmad Yani: kws Masjid Al Akbar UP V Tanjung Perak: kws Jembatan Merah, Kembang Jepun UP VI Tunjungan: sekitar Tugu Pahlawan, Tunjungan, Pemuda UP V Tanjung Perak: pangkalan armatim UP VII Wonokromo, UP VIII Satelit: kws Hayam Wuruk, Makodam V Brawijaya UP X Wiyung: kws Karangpilang UP V Tanjung Perak: kws Ujung UP V Tanjung Perak: kws pelabuhan Tanjung Perak, pelabuhan terminal peti kemas Zona I, II, III. Reklamasi hanya boleh dilakukan pada zona I dan III.
Hanya diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan daya tarik investasi dan nilai ekonomi tinggi Tidak boleh untuk industri polutif Untuk pengembangan Zona III: sekitar pantai
Bab VIII - 42
ikan
budidaya dan panangkapan ikan.
Tambak Wedi Zona IV: sekitar perairan
2. Kawasan budidaya
Kws pariwisata laut Untuk pengembangan pariwisata berbasis laut: wisata bahari, wisata penelitian
Kws alur pelayaran Untuk alur pelayaran kapal dan jaringan utilitas angkutan barang, penumpang, penangkapan ikan, penyeberangan antar pulau, armada militer, jaringan utilitas kota.
8.3.2
Gunung Anyar dan pantai timur kota. Zona III: sekitar Jembatan Suramadu dan Pantai Kenjeran. Zona IV: kws perairan pantai timur untuk penelitian pelestarian sumberdaya hayati dan rehabilitasi pesisir/laut Zona I, II, III, IV, terutama pada kedalaman sedang dan dalam Zona III untuk jaringan utilitas yang melintasi perairan laut.
Ruang Terbuka Hijau
8.3.2.1 Rencana ruang terbuka hijau kota Surabaya Rencana pengembangan kawasan ruang terbuka hijau di Kota Surabaya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitasnya yang diwujudkan dalam bentuk pertamanan kota, hutan wisata, taman lingkungan, tempat rekreasi kota, lapangan olah raga, pemakaman, jalur hijau dan ruang-ruang hijau atau taman di pekarangan bangunan rumah tinggal maupun non rumah tinggal. Tabel. 8.35 Rencana Tata Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya No. 1
Jenis Pertamanan Kota
Rencana Selain dengan mempertahankan dan meningkatkan kualitas taman kota yang telah ada, seperti Taman Tugu Pahlawan, Taman Surya, Taman
Mayangkara
dan
Taman
Bungkul,
juga
diupayakan
penyediaan taman kota yang baru pada kawasan baru yang akan berkembang, terutama di kawasan Surabaya barat dan Timur. 2
Hutan Wisata
Hutan wisata dibuat dan dikembangkan pada kawasan Waru Gunung, guna melindungi dan meningkatkan kualitas dan fungsi fisik lingkungan sebagai kawasan resapan air juga untuk memberikan alternatif tempat wisata.
3
Taman Lingkungan
Taman lingkungan dikembangkan pada setiap kawasan kota untuk memberikan kenyamanan lingkungan.
4
Tempat kota
rekreasi
Ruang terbuka hijau yang selama ini berupa tempat rekreasi, seperti Kebun Binatang di Surabaya dan Jurang Kuping di Benowo tetap
Bab VIII - 43
No.
Jenis
Rencana dikembangkan terutama dengan meningkatkan kualitas lingkungan hijaunya yang juga berfungsi sebagai paru-paru kota.
5
Lapangan
Keberadaan lapangan olahraga seperti lapangan sepakbola di
Olahraga
Tambaksari, Jl. Bogowonto, Jl.Hayam Wuruk; lapangan hockey di Darmawangsa dan beberapa padang Golf di kawasan Surabaya barat dimantapkan fungsinya selain sebagai tempat berolahraga juga sebagai fungsi ekologis; pembangunan lapangan olahraga baru yang akan dilakukan harus diorientasikan pula pada upaya-upaya perlindungan dan peningkatan kualitas fisik lingkungan setempat.
6
Tanah
Upaya yang dilakukan adalah dengan mempertahankan fungsi religi
Pemakaman
dan ekologis pada tanah pemakaman bagi masyarakat dapat direncanakan penyediaannya pada kawasan yang secara fisik memungkinkan.
7
Jalur Hijau
Jalur hijau pada sepanjang jaringan jalan, sepanjang sisi rel kereta api, sungai dan saluran serta pada sepanjang tepi pantai timur Surabaya ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya selain untuk fungsi ekologis juga untuk memperkaya estetika koridor-koridor kota.
8.3.2.2 Peraturan dan Program Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya Selain menyiapkan inovasi baru sebelum peluncuran kegiatan yang mengerahkan seluruh warga kota, Pemerintah Kota juga menyiapkan perangkat lunak yang menunjang kegiatan penghijauan misalnya Peraturan Daerah nomor 7 tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, instruksi Walikota nomor 11 tahun 2005 tentang satu jiwa satu pohon yang lebih dikenal dengan sebutan Saji sapo. Diberlakukannya Peraturan Daerah maupun Instruksi Walikota tersebut ternyata benar-benar efektif dalam memacu peningkatan luasan ruang terbuka hijau dan jumlah pohon yang tertanam di kota ini. Untuk mewujudkan pengelolaan ruang terbuka hijau yang memperhatikan keseimbangan lingkungan, 1. Setiap rumah tinggal diwajibkan untuk menanami pohon pelindung, perdu, semak hias, penutup tanah / rumput dalam jumlah yang cukup. Bagi pengembang perumahan, berkewajiban mewujudkan pertamanan / penghijauan pada lokasi jalur hijau. 2. Sedangkan untuk bangunan kantor, hotel, industri / pabrik, bangunan perdagangan dan bangunan umum diwajibkan menanam 1 – 3 pohon pelindung, perdu dan semak hias serta penutup tanah / rumput dalam jumlah yang cukup. 3. Seluruh jalan di wilayah kota diusahakan ditanami dengan pohon penghijauan, sesuai yang dihimbaukan oleh Pemerintah Kota melalui sosialisasi kepada setiap pemilik kavling rumah tinggal, pengembang perumahan, bangunan kantor, hotel, industri, pabrik, bangunan perdagangan dan bangunan umum.
Bab VIII - 44
4. Lahan terbuka yang ada di kota wajib ditanami pohon pelindung minimal 1 batang sesuai dengan ketentuan yang tertuang di dalam Perda nomor 7 tahun 2002 pasal 6. 5. Untuk kawasan lain yang belum diatur pada pasal tersebut diatas ditentukan sebagai berikut : Tabel 8.36 Prosentase Kawasan Terbuka Hijau No.
Kawasan
1 2 3 4
Kawasan Hijau Pertamanan Kawasan Hijau Hutan Kota Kawasan Hijau Rekreasi Kota kawasan hijau permakaman vegetasi penutup tanah/ rumput Kawasan Hijau Pertanian Kawasan hijau jalur hijau dalam bentuk hijau tepi pantai, tepi sungai, tepi / tengah jalan, sepanjang rel kereta api, dibawah penghantar listrik tegangan tinggi
5 6
8.3.3
Persentase Luas Area 90 % 90 – 100 % 60 % lebih dominan daripada tanaman pelindung 80 – 90 % 90 %
Sanitasi Lingkungan Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk kota pada beberapa tahun terakhir
ini, menyebabkan terjadinya peningkatan volume air limbah domestik yang dihasilkan oleh warga kota. Pertambahan volume air limbah ini bila tidak diikuti dengan prasarana dan sarana yang memadai sudah pasti lambat laun akan menimbulkan dampak negatif terhadap kota itu sendiri. Penyebab permasalahan sanitasi ini meliputi : a. Belum dimilikinya sistem penanganan sanitasi yang baik; b. Belum adanya manajemen sanitasi yang maksimal dari masing-masing pemukiman; c.
Kesadaran masyarakat yang belum optimal;
d. Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah dan masyarakat; e. Belum optimalnya pengaturan hukum yang mengatur sanitasi. Rencana Induk Surabaya Sewerage and Sanitation Development Programme (Surabaya SSDP) telah tersusun pada tahun 1997, sebagai dokumen SSDP 1997. Kajian SSDP 1997 menetapkan jumlah penduduk pada tahun 1995 sebesar 2.6 juta jiwa, dan memprediksi jumlah penduduk menjadi 2.97 juta jiwa pada tahun 2010 dan 3.4 juta jiwa pada tahun 2020. Pada tahun 2008 ini, jumlah penduduk kota Surabaya sebesar 2.875.890 jiwa (laporan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2008), yang artinya terbukti adanya pertambahan jumlah penduduk. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pada umumnya disertai dengan perkembangan sosial ekonomi pada semua sektor pembangunan kota. Yang selanjutnya meningkatkan satuan volume pembuangan air limbah. Resultante pertambahan jumlah penduduk dan kemudahan perolehan air minum adalah peningkatan kuantitas (Q) air limbah domestik. Dari berbagai pengalaman perkembangan sosial ekonomi di banyak kota besar mengindikasikan adanya penurunan kualitas (C) air limbah. Indikatornya adalah penurunan rasio BOD/COD, yang menunjukkan kualitas air menjadi sulit diasimilasi lingkungan, atau meningkatkan beban lingkungan. Dengan asumsi yang sama, maka kota Surabaya menghadapi peningkatan beban (dari qc menjadi QC) air limbah domestik secara makro.
Bab VIII - 45
Pertambahan jumlah penduduk pada luas kota yang tetap dengan sendirinya meningkatkan kepadatan penduduk secara makro. Pertambahan jumlah penduduk disertai dengan penyebaran permukiman, yang telah menjangkau pada seluruh bagian kota. Dengan demikian, secara mikro, kepadatan penduduk kota Surabaya adalah meningkat dan menyebar pada seluruh bagian kota. Konsekuensinya adalah terdapat penyebaran spasial (dari A menjadi a) peningkatan beban (QC) air limbah domestik. 8.3.3.1
Pemutakhiran Rencana Induk Sistem Sanitasi 2008
8.3.3.1.1 Cakupan Wilayah On Site Dan Off Site Berdasarkan studi Surabaya SSDP 1997 dan observasi on the spot pada saat pekerjaan yang dilaksanakan pada tahun 2008 ini menunjukkan masyarakat menggunakan sistem sanitasi setempat. Termasuk dalam sanitasi setempat terdiri atas : 1. Sistem pembuangan air limbah di dalam area rumah secara individual. 2. Sistem pembuangan air limbah kolektif dalam suatu fasilitas umum (misalnya MCK). Kedua sistem tersebut dicirikan oleh pembuangan air limbah ke dalam tanah dan atau ke saluran air (termasuk got air hujan) serta tanpa sarana pengolahan air limbah. Sistem sanitasi setempat tersebut tidak berubah sejak studi Surabaya SSDP 1997 sampai dengan saat ini. Faktor kajian yang dapat mempengaruhi Kondisi Sanitasi Kota Surabaya akan diuraikan sebagai berikut : 1. KETERSEDIAAN AIR BERSIH DAN AIR MINUM Pada saat ini, ketersediaan air bersih perpipaan telah menjangkau hampir di semua daerah dengan tingkat pelayanan lebih dari 60%, yang akan terus membaik dalam masa depan. Dengan demikian, ketersediaan air bersih tersebut memungkinkan penggunaan sanitasi terpusat di hampir seluruh kota. 2. KETINGGIAN AIR TANAH DAN KUALITASNYA Ketinggian air tanah kota Surabaya adalah rata-rata 2-3 m di bawah permukaan tanah. Kondisi ini memperkecil kelayakan sanitasi setempat. Namun, kualitas air tanah dipengaruhi oleh air payau, sehingga layak menggunakan sanitasi setempat, karena air tanah tidak digunakan untuk penyediaan air minum. Atas dasar kondisi tersebut maka ketinggian air tanah dan kualitasnya tidak menjadi faktor penentu kelayakan sistem sanitasi. 3. KEPADATAN PENDUDUK DAN RENCANA SANITASI KOTA SURABAYA Kepadatan penduduk merupakan faktor yang utama dalam kaji ulang kondisi sanitasi dan menentukan perencanaan sistem penyaluran air buangan. Populasi penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 mencapai 2.829.486 jiwa, dengan tingkat kepadatan ratarata sebesar 75,94 jiwa/ha. Kepadatan rata-rata minimum untuk kelayakan sanitasi terpusat adalah 75,94 jiwa/ha. Dari kepadatan penduduk tersebut pada tahun 2007 persentase pelayanan di wilayah Surabaya untuk sanitasi terpusat meliputi : Sby pusat 100% , Sby utara 80%, Sby timur 25%, Sby selatan 40%, Sby barat 30%. Dengan prediksi kepadatan penduduk sampai 13 tahun ke depan, diperkirakan bahwa kepadatan saat ini tahun 2007 sebesar 75,94 jiwa/ha akan menjadi 93,83 jiwa/ha pada
Bab VIII - 46
tahun 2020 sehingga dalam hal ini persentase pelayanan untuk sanitasi terpusat sampai dengan tahun 2020 meluas untuk beberapa bagian wilayah seperti Surabayapusat tetap 100% karena sudah merupakan wilayah padat penduduk, Surabaya utara juga tetap 80% karena daerah tersebut banyak kawasan khusus dan otorita, Surabaya timur meningkat menjadi 40%, Surabaya selatan meningkat menjadi 70% dan Surabaya barat tetap 30% (justifikasi di bawah). Dengan demikian benchmark kepadatan penduduk saat ini untuk penetapan kelayakan sistem sanitasi sampai dengan tahun 2020, yaitu: •
Sanitasi setempat adalah layak untuk daerah dengan kepadatan < 93,83 jiwa/ha
•
Sanitasi terpusat adalah layak untuk daerah dengan kepadatan > 93,83 jiwa/ha
Berdasarkan pengaturan tersebut maka kecamatan-kecamatan di Kota Surabaya yang daerahnya layak untuk sanitasi terpusat atau sanitasi setempat dapat dilihat pada Tabel 8.41 sebagai berikut : Tabel 8.37 Rencana Sistem Sanitasi kota Surabaya N o. 1
2
3
4
5
W ila y a h S u ra b a y a P u sa t
S u ra b a y a U ta ra
S u r a b a y a T im u r
S u r a b a y a S e la t a n
S u ra b a y a B a ra t
K e ca m a ta n
K e p a d a ta n T h 2007
K e p a d a ta n T h 2020
J iw a /h a
J iw a /h a
S is te m S a n ita s i
1 T e g a ls a r i
2 7 3 ,7 3
3 3 8 ,1 9
T e rp u s a t
2 G e n te n g
1 6 8 ,5 3
2 0 8 ,2 2
T e rp u s a t
3 B u b u ta n
2 9 5 ,1 7
3 6 4 ,6 9
T e rp u s a t
4 S im o k e r t o
4 0 2 ,2 3
4 9 6 ,9 5
T e rp u s a t
5 P a b e a n C a n t ik a n
1 3 5 ,0 0
1 6 6 ,7 9
T e rp u s a t
6 S e m a m p ir
2 1 5 ,4 1
2 6 6 ,1 3
T e rp u s a t
7 K re m b a n g a n
1 4 7 ,5 3
1 8 2 ,2 7
T e rp u s a t
8 K e n je ra n
7 7 ,9 3
9 6 ,2 9
T e rp u s a t
9 B u la k
4 9 ,6 9
6 1 ,3 9
S e te m p a t
1 0 T a m b a ksa ri
2 4 3 ,8 4
3 0 1 ,2 7
T e rp u s a t
11 G ubeng
1 9 3 ,3 9
2 3 8 ,9 3
T e rp u s a t
12 R ungkut
4 1 ,9 6
5 1 ,8 4
S e te m p a t
1 3 T e n g g ilis M e j o y o
9 7 ,3 3
1 2 0 ,2 5
T e rp u s a t
14 G unung Anyar
4 5 ,9 9
5 6 ,8 2
S e te m p a t
1 5 S u k o lilo
4 0 ,8 1
5 0 ,4 2
S e te m p a t
1 6 M u ly o r e j o
5 4 ,1 4
6 6 ,8 9
S e te m p a t
17 Saw ahan
3 1 6 ,6 2
3 9 1 ,1 9
T e rp u s a t
1 8 W o n o k ro m o
2 1 6 ,9 9
2 6 8 ,0 9
T e rp u s a t
1 9 K a r a n g p ila n g
7 2 ,8 9
9 0 ,0 6
S e te m p a t
2 0 D u k u h P a k is
5 8 ,3 4
7 2 ,0 8
S e te m p a t
2 1 W iy u n g
4 6 ,2 8
5 7 ,1 8
S e te m p a t
2 2 W o n o c o lo
1 1 6 ,2 9
1 4 3 ,6 8
T e rp u s a t
23 G ayungan
7 2 ,0 8
8 9 ,0 5
S e te m p a t
2 4 Jam bangan
9 8 ,8 3
1 2 2 ,1 1
T e rp u s a t
25 Tandes
8 2 ,9 4
1 0 2 ,4 7
S e te m p a t
1 0 2 ,9 0
1 2 7 ,1 4
T e rp u s a t
2 3 ,8 4
2 9 ,4 5
S e te m p a t
26 Sukom anunggal 2 7 A se m ro w o 28 Benow o
8 ,8 1
1 0 ,8 8
S e te m p a t
29 Pakal
1 8 ,3 6
2 2 ,6 9
S e te m p a t
3 0 L a k a rs a n tri
1 2 ,1 9
1 5 ,0 7
S e te m p a t
3 1 S a m b ik e r e p
2 3 ,8 0
2 9 ,4 1
S e te m p a t
7 5 ,9 4
9 3 ,8 3
J u m la h
Sumber: Hasil Analisa
4. KONDISI PENGGUNAAN LAHAN Penggunaan lahan Kota Surabaya secara garis besar dibagi menjadi kawasan daerah terbangun dan tidak terbangun. Saat ini permukiman penduduk banyak terkonsentrasi di wilayah Barat dan Timur Surabaya. Fasilitas komersil seperti perkantoran, perdagangan dan jasa masih cukup banyak terkonsentrasi di pusat kota meskipun saat ini mulai berkembang di kawasan pinggiran kota. Berdasarkan kondisi penggunaan lahan, maka daerah-daerah
Bab VIII - 47
dengan konsentrasi penduduk dan fasilitas komersial akan terbatas ketersediaan lahan untuk sanitasi setempat. Dengan demikian daerah-daerah tersebut memerlukan sanitasi terpusat
8.3.3.1.2 Sistem Khusus Sanitasi Sepanjang Perairan Berdasarkan permasalahan dan kondisi saluran drainase, yang aliran airnya menuju ke perairan utama Kali Surabaya, Kali Wonokromo atau Wonorejo dan Kali Mas, maka ketiga perairan tersebut perlu mendapatkan pengamanan kualitas. Pendekatan pengamanan kualitas ketiga perairan tersebut secara teknis adalah dengan menempatkan perpipaan air limbah sepanjang pinggir sungai pada dua sisinya. Perpipaan tersebut dirancang untuk menampung aliran air limbah, yang kemudian dihantarkan menuju pusat pengolahan air limbah.
8.3.3.1.3 Jenis-Jenis On-Site Pada Wilayah Cakupannya Cakupan wilayah setempat (On-Site) di Kota Surabaya menyebar ke arah Barat dan Timur. Jenis-jenis On-site sanitation dapat menggunakan pilihan-pilihan teknologi yang tepat di suatu tempat, dengan didahului sosialisasi yang difokuskan kepada pemilihan teknologi oleh masyarakat setempat.
1. SISTEM CUBLUK TUNGGAL DAN KEMBAR (Dry on Plot Sistem) Pada rencana sistem cubluk tunggal maupun kembar ini baik untuk diterapkan di tempat yang memiliki muka air tanah dangkal untuk mencegah penggalian yang terlalu dalam dan berbatu. Desain dan konstruksi dibuat secara sederhana karena tidak membutuhkan material dan bahan yang banyak serta mudah dicari serta kesehariannya tidak perlu pembelajaran dalam pemakaiannya. Sistem ini juga sangat cocok untuk daerah-daerah yang sulit air karena pada sistem cubluk tunggal dan kembar ini tidak perlu banyak menggunakan air karena sistemnya relatif kering.
Gambar 8.12 Sistem Sanitasi Setempat
Gambar 8.13 Sistem Sanitasi Setempat
Cubluk Tunggal
Cubluk Kembar
Bab VIII - 48
Prinsip operasional dari sistem cubluk tunggal dan kembar ini adalah bahwa limbah tinja dialirkan melalui lubang untuk didekomposisi. Kandungan udara dalam lubang penampungan disalurkan melalui pipa ventilasi yang diletakkan di samping bangunan dengan tinggi sampai kurang lebih setinggi atap sehingga tidak menimbulkan bau dan membebaskan gas ke atmosfer. Pada ujung pipa vent dilengkapi dengan saringan agar tidak dibuat sarang tikus maupun serangga. Untuk cubluk kembar sistem yang digunakan hampir sama dengan cubluk tunggal hanya saja untuk lubang penampungan untuk cubluk kembar dibagi menjadi 2 kompartemen dengan kedalaman yang lebih dangkal daripada kedalaman lubang penampungan pada cubluk tunggal. Periode pemeliharaan untuk cubluk tunggal dan kembar ini minimal dikuras atau digali kurang lebih 2 (dua) tahun sehingga isi dari lubang penampungan tidak berbahaya.
2. SISTEM SANITASI SETEMPAT DAN PEMANFAATAN LUMPUR TINJA (Composting and Urine Diversion Toilet). Pada rencana sistem sanitasi setempat ini menggunakan jamban dengan pengolahan lumpur tinja yang dimanfaatkan kembali untuk komposting. Prinsip operasional dari penerpaan sistem ini relatif sedikit rumit karena untuk komposting bahan baku harus basah sehingga relatif sulit untuk melakukan pemeliharaan khususnya dalam hal pengurasan, karena apabila lubang penampungan tersebut dikuras maka hasil pemanfaatan lumpur tinja untuk komposting tersebut tidak akan berhasil. Sistem ini juga difungsikan hanya untuk menampung limbah tinja saja dan tidak untuk limbah domestik rumah tangga seperti buangan dapur dan cuci.
Gambar 8.14 Sistem Sanitasi Setempat dan Pemanfaatan Lumpur Tinja
3. SISTEM SANITASI SETEMPAT DENGAN METODE PENAMPUNGAN BASAH (Pour – Floush Toilet and Wet System) Pada alternatif sistem sanitasi setempat ini sedikit berbeda dengan sistem sanitasi sebelumnya yaitu dry system atau sistem kering. Metode sistem ini adalah menggunakan air sebagai alat penggelontor tinja yang akan masuk ke lubang penampungan tinja.
Bab VIII - 49
Sarana yang cocok sebagai media atau tempat pembuangan dalam hal ini adalah WC jongkok dan bisa diterapkan di dalam rumah karena mudah dalam pemeliharaannya.
Gambar 8.15 Sistem Sanitasi Setempat dengan Metode Penampungan Basah 4. SISTEM SANITASI SETEMPAT DENGAN METODE RESAPAN (Aqua – Privy and Soakaway) Pada sistem ini juga merupakan bagian dari sistem basah hanya saja pada lubang penampungan diberi pipa pelimpah yang berfungsi mengalirkan air limpahan menuju media peresap atau drainase. Sistem yang seperti ini pada saat sekarang lebih banyak digunakan oleh masyarakat umumnya karena untuk menghindari tingkat kejenuhan air pada lubang penampungan serta melubernya air keluar halaman serta tidak menimbulkan bau karena langsung diresapkan. Pada penerapan sistem sanitasi ini cocok diletakkan di dalam rumah karena relatif aman dari bau dan lalat hanya saja limpahan dari lubang penampungan kadang dapat mencemari air tanah sekitar karena langsung diresapkan dalam tanah atau dibuang ke drainase dapat mencemari badan perairan.
Gambar 8.16 Sistem Sanitasi Setempat dengan Metode Resapan
5. SISTEM SANITASI SETEMPAT DENGAN METODE TANGKI PENGOLAHAN (Conservancy Tank) Pada sistem sanitasi setempat ini limbah disiram ke dalam tangki dimana limbah ini disimpan dalam sebuah ruang isolasi yang terlindung dari lingkungan sekitar sebelum
Bab VIII - 50
dibuang dengan tangki untuk pengolahan. Pada penerapannya sistem sanitasi ini digunakan pada tanah yang sensitif dan berair serta ukuran tangki tergantung pada volume penyiraman setiap harinya. Sebagai alternatif sanitasi setempat dalam rencana induk sanitasi ini cocok pada daerah – daerah yang muka air tanahnya dangkal.
Gambar 8.17 Sistem Sanitasi Setempat dengan Metode Tangki Pengolahan
6. SISTEM SANITASI SETEMPAT DENGAN METODE TANPA AIR (No Water Consumption Toilet) Pada sistem ini merupakan sistem sanitasi setempat dengan tanpa menggunakan air (No Water Consumption). Penerapannya biasanya terdapat pada tempat-tempat yang rumahnya non permanen dan kebutuhan air bersihnya kurang atau kesulitan air. Prinsip operasionalnya meliputi tangki utama diisi dengan air untuk mengaktifkan sistem. Tidak ada penambahan air yang dibutuhkan untuk operasi selanjutnya. Limbah atau tinja jatuh pada tangki utama dimana dekomposisi tinja terjadi. Air yang berwarna coklat mengalir menuju tangki kedua. Tangki ini dilengkapi dengan anaerobik filter dan diletakkan pada tangki utama. Overflow dari air yang tidak terkontaminasi mengalir menuju resapan dan dapat dianggap sebagai filter tambahan. Tidak diperlukan pemeliharaan selama 15 – 20 tahun. Setelah 15 - 20 tahun lapisan pasir pada bagian bawah tangki utama dihilangkan dengan menggunakan pompa.
Gambar 8.18 Sistem Sanitasi Setempat dengan Metode Tanpa Air
Bab VIII - 51
8.3.3.1.4
Jenis-Jenis Off-Site Pada Wilayah Cakupannya
Cakupan wilayah terpusat
(Off-Site) di Kota Surabaya menyebar pusat kota
Wilayah cakupan off-site pada umumnya adalah cocok untuk permukiman dekat sepanjang sungai dan wilayah sanitasi terpusat lainnya.
1. SISTEM SANITASI DENGAN METODE PERPIPAAN (Full Bore Water Borne Sewerage) Pada sistem ini menggunakan sistem perpipaan yang mengalirkan limbah ke sistem terpusat nantinya. Penerapan sistem ini cocok untuk rumah-rumah permanen dengan perekonomian menengah ke atas. Setidaknya dalam pemakaian sistem ini sarana sanitasi dalam rumah harus memenuhi syarat sehingga lebih mudah dalam penerapannya. Prinsip operaional sistem ini meliputi air yang berasal dari toilet dan kemungkinan merupakan limbah domestik, dialirkan menggunakan sejumlah air tertentu menuju fasilitas pengolahan. Terdapat beberapa tipe untuk fasilitas tersebut dalam mengolah effluen dengan standar yang tinggi untuk kemudian dibuang ke lingkungan. Kriteria desain yang spesifik harus dilaksanakan untuk menghubungkannya dengan sambungan air limbah. Operasional yang terlatih, terorganisir dan efektif serta kemampuan pemeliharaan diperlukan untuk saluran ini dan fungsi penuh sebuah fasilitas pengolah limbah.
Gambar 8.19 Sistem Sanitasi dengan Metode Perpipaan Tanpa Manhole 2. SISTEM SANITASI DENGAN METODE SEPTICK TANK DAN RESAPAN (Septick tank and Soakaway or Small Bore Solid – Free Sewer) Pada sistem sanitasi berikut merupakan sistem sanitasi yang dipakai masyarakat sekarang pada umumnya yaitu dengan menggunakan tangki septik dan sumur resapan. Namun dalam hal ini pada sistem berikut air dari resapan langsung di alirkan ke sistem pengolahan. Penerapan sistem seperti ini sering digunakan karena sistemnya mudah hanya saja untuk alternatif saat ini ditambahkan pengolah lebih lanjut. Prinsip operasional dari sistem sanitasi ini meliputi limbah yang berasal dari toilet dan biasanya merupakan limbah domestik, dialirkan ke dalam tangki pengendap dimana limbah telah didiamkan selama 4 jam untuk penguraian dan pengendapan secara biologis. Sebagian cairannya diolah untuk
Bab VIII - 52
kemudian dipindahkan dari tangki ke drainase lapisan tanah bawah dan sistem resapan. Lumpur yang telah terurai biasanya menumpuk di dalam tangki dan memerlukan tangki secara periodik. Selain itu pada sistem ini diperlukan sambungan air yang baik di tiap rumah. Desain kriteria khusus harus diterapkan pada tangki pengendap dan sistem resapan.
Gambar 8.20 Sistem Sanitasi Terpusat dengan Metode Septick tank dan Resapan
Pilihan pada gambar di atas dapat diaplikasikan hanya di area dengan densitas pengendapan yang rendah dan dimana tanah memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengalirkan effluen. Pastikan jalan akses untuk mengosongkan tangki dengan tangki vakum tersedia, seperti halnya ketersediaan pengolahan dan pembuangan Lumpur. Kegagalan dalam sistem ini biasanya disebabkan karena desain dan konstruksi yang buruk dan penggunaan bahan pembersih yang tidak tepat. Sistem penyerapan akan mudah mengalami kegagalan dalam jangka waktu yang panjang jika pengujian tanah secara detail tidak dilakukan. Untuk metode small bore solid pada sistem ini prinsip pengolahan meliputi effluen cair dibawa oleh sebuah sistem pipa berdiameter kecil menuju titik pengolahan komunal (mungkin pengolahan secara off-site dimana menggunakan saluran limbah yang telah ada atau menggunakan tangker). Meskipun kebutuhan air lebih sedikit dari pada tangki septick dan peresapan, sambungan pada tiap rumah diperlukan. Pastikan
jalan akses untuk
mengosongkan tangki septick, seperti halnya ketersediaan pengolahan dan pembuangan lumpur. Pemeliharaan rutin pada sambungan pipa sangat dipentingkan dalam sistem ini.
3. SISTEM SANITASI DENGAN METODE JARINGAN PERPIPAAN (Shallow Sewer) Pada sistem ini juga merupakan salah satu alternatif sanitasi terpusat dengan metode perpipaan bawah tanah dengan bentuk jaringan-jaringan yang nantinya akan menuju IPAL komunal. Prinsip pengolahan pada sistem ini meliputi Limbah dari toilet dan limbah domestik dengan volume yang lebih kecil dibandingkan penyalur limbah konvensional akan dialirkan menuju sistem penyalur limbah on-site dan secara rutin dialirkan menuju fasilitas pengolahan yang ditunjuk atau ke dalam saluran bawah jalan dan kemudian
Bab VIII - 53
dialirkan menuju pengolahan utama. Selain itu pada sistem ini juga diperlukan ketersediaan air yang cukup dan sambungan yang menuju sistem saluran pembuang. Hal ini dapat diaplikasikan, meskipun terletak pada perkampungan yang kurang resmi dan perkampungan yang tidak teratur. Desain kriteria kurang sempurna, namun operasional yang terorganisasi dan efektif, serta kemampuan pemeliharaan sangat diperlukan.
Gambar 8.21 Sistem Sanitasi Terpusat dengan Metode Perpipaan dan Fasilitas Pengolahan limbah
5. SISTEM SANITASI DENGAN PENGOLAHAN IPAL TERPUSAT Pada sistem sanitasi ini penyaluran air limbah menggunakan perpipaan langsung tanpa menggunakan septick tank maupun resapan. Air limbah domestik seperti halnya dari dapur maupun cucian akan dialirkan menjadi satu perpipaan yang nantinya akan menuju pengolahan terpusat dan hasil effluen dari pengolahan tersebut akan dibuang ke saluran drainase. Metode pengolahan limbah domestik seperti ini dalam penerapannya cocok pada daerah-daerah pemukiman yang sudah tertata dengan perekonomian menengah ke atas serta dalam pemeliharaannya harus secara rutin dan berkala. Keunggulan dari sistem ini dari hasil endapan lumpur pada pengolahan terpusat dapat di daur ulang kembali menjadi pupuk atau lainnya.
Gambar 8.22 Sistem Sanitasi Terpusat dengan Metode Perpipaan dan IPAL Terpusat
Bab VIII - 54
6. SISTEM SANITASI DENGAN PENGOLAHAN IPAL TERPUSAT DAN FITOTEKNOLOGI Sama halnya seperti sistem pengolahan IPAL Terpusat diatas, sistem pengolahan ini hanya ditambah dengan menggunakan fitoteknologi ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam merencanakan suatu sistem sanitasi di Kota Surabaya ini. Metode fitoteknologi diterapkan pada bagian effluent yang melewati media tumbuh-tumbuhan sebelum mengalir ke saluran drainase.
Gambar 8.22 Sistem Sanitasi Terpusat dengan Metode Fitoteknologi
Metode ini cukup efektif karena dalam hal ini tumbuh-tumbuhan dapat menyerap air limbah sehingga effluent yang dihasilkan cukup memenuhi syarat. Hanya saja untuk pemeliharaan IPAL dan operasionalnya relatif membutuhkan biaya banyak.
8.3.3.2 Central Treatment Plant (IPAL) Dan Disposal (Pembuangan Akhir) Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk kondisi kualitas air limbah dan lingkungan kota Surabaya dapat menggunakan pilihan-pilihan sebagai berikut: 1. Serial proses anaerobik dan aerobik, 2. Serial proses anaerobik dan wetlands (menggunakan bozem yang ada), 3. Serial proses anaerobik dan fitoteknologi (menggunakan irigasi dalam lahan tumbuhan). Pembuangan akhir efluen hasil proses pengolahan IPAL dibuang menuju perairan: 1. Muara sungai, 2. Pembuangan ke laut. Pengamanan lokasi IPAL dan pembuangan akhir diperlukan dengan pendekatan sebagai berikut: 1. Pengamanan regulasi, yaitu lokasi-lokasi IPAL dan pembuangan akhir masuk dalam perda sanitasi, 2. Pengamanan teknis, yaitu lokasi-lokasi IPAL dan pembuangan akhir dinyatakan sebagai ruang/lahan hijau/wetlands. Demikian pula, dalam radius 500 m lokasi-lokasi tersebut dinyatakan sebagai ruang terbuka hijau.
8.3.3.3 Review Detail Engineering Desain Air Limbah Kota Surabaya 2008 (Modul Dupak). Maksud dilaksanakan pekerjaan Review Detail Desain Sistem Modul Air Limbah Kota Surabaya adalah mengevaluasi Usulan Master Plan Air Limbah Kota Surabaya untuk
Bab VIII - 55
memilih salah satu alternatif lokasi pembangunan sistem yang mungkin dilaksanakan dengan Bantuan Teknik dari Pemerintah Pusat untuk Penyusunan DED Sistem Air Limbah terpusat Kota Surabaya. Tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini adalah : 1. Memecahkan masalah Sanitasi Lingkungan di wilayah perencanaan terpilih, 2. Agar salah satu usulan Master Plan air limbah dapat terealisasi di Kota Surabaya, 3. Agar Surabaya sudah memiliki Sistem Pengelolaan Limbah Terpusat sebagai contoh untuk pengembangan wilayah perencanaan sistem pengelolaan limbah terpusat lainnya di Kota Surabaya, 4. Membantu mempersiapkan Dokumen Teknik Perencanaan Pembangunan Sistem Pengelolaan Limbah Terpusat Kota Surabaya khusus untuk Program Jangka Pendek, 5. Mempersiapkan Program dan Perkiraan Biaya Pembangunan Jangka Pendek dan Jangka Menengah. Kriteria lokasi perencanaan Review Detail Engineering Desain Air Limbah Kota Surabaya adalah sebagai berikut : 1. Lokasi perencanaan tidak harus kelurahan yang sangat padat, kumuh dan penduduknya berpenghasilan rendah, 2. Di lokasi perencanaan harus ada antara lain : Jalan untuk penanaman pipa + 2.00 – 3.00. Tersedia lokasi lahan IPAL. 300 jumlah rumah yang tersedia jadi pelanggan SPAB. 3. Masyarakat lokasi perencanaan mempunyai minat untuk merubah lingkungannya menjadi bersih & sehat dan bersedia membayar retribusi Sistem Penyaluran Air buangan perbulan, 4. Masyarakat tidak dikenai biaya SR, namun terkena biaya SR apabila ingin menjadi pelanggan baru setelah Pilot Proyek selesai, 5. Jumlah RT lokasi perencanaan berdekatan sehingga kemungkinan ekstensi (perluasan) SR tidak menyulitkan proses pembangunan, 6. Sistem Air Limbah di Lokasi Perencanaan ikut mendukung Progam Peningkatan Kualitas Air Boezem Morokrembangan. Lokasi perencanaan proyek akan dilaksanakan di Kelurahan Dupak. Wilayah Dupak termasuk daerah tangkapan air Boezem Morokrembangan dimana profil warga kelurahan Dupak sebagai berikut : ¾ Direncanakan mencakup 2 RW yang meliputi RW IV terdiri atas RT 012, RT 013 dan RT 014, sedangkan RW V terdiri atas RT 06, RT 07, RT 010, RT 013 sampai dengan RT 018, ¾ Kebanyakan warga sudah memiliki septick tank, ¾ Wilayahnya sering tergenang banjir di musim hujan, ¾ Penggunaan air bersih (PDAM) cukup merata, ¾ Frekuensi menguras septick tank cukup tinggi (sekitar 3 – 5 tahun sekali). ¾ Sering tergenang banjir.
Bab VIII - 56
¾ Kesadaran masyarakat mengenai kesehatan lingkungan (sanitasi lingkungan) sudah ada. Dalam penanganan permasalahan limbah domestik di area sekitar boezem Morokrembangan yaitu Kelurahan Dupak akan dibangun Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang berlokasi di sebelah utara Boezem Morokrembangan tepatnya di belakang lapangan tembak TNI Angkatan Laut yang status tanahnya adalah milik KODIKAL – Komando Pendidikan Angkatan Laut RI. Kebutuhan lahan untuk IPAL ini diperkirakan sekitar 10 hektar yang akan melayani kurang lebih 5000 KK dengan sistem Anaerobik Baffle Reactor yang dilengkapi dengan Fakultatif Lagoon dan Bak Sludge Driying Bed (SDB) sebagai penampung Lumpur. Sistem Pengolahan Limbah Modul Dupak jaringan perpipaan yang akan dibangun akan menerima limbah yang langsung dari sumbernya yaitu jamban/wc dari kamar mandi, cuci maupun dapur. Peta lokasi penempatan IPAL untuk modul Dupak dapat dilihat pada skematik pengolahan limbah di modul Dupak dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut : Air Limbah Domestik
Anaerobic Baffled Reactor
Effluen
Lumpur
Fakultatif Lagoon
Effluen
Lingkungan
Lumpur
Sludge Drying Bed
Lumpur kering
Lingkungan (kompos)
Effluen
Gambar 8.24 Skema Pengolahan Limbah Modul Dupak
8.3.3.4 Study Pemetaan Sarana Dan Prasarana Sanitasi Di Kalimas Surabaya Maksud dilaksanakan pekerjaan ini adalah mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang layak, sehat, bersih, aman dan serasi dengan lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini adalah : • Untuk pedoman perencanaan pengembangan sarana dan prasarana sanitasi, serta merumuskan indikasi program penanganannya yang sesuai dengan persyaratan, dapat diterima masyarakat dan berkelanjutan di Kalimas, yang dalam jangka panjang dapat memberikan kontribusi maksimal pada peningkatan kualitas Kalimas dari dampak domestik cair maupun padat, • Meningkatkan kesadaran bagi pemangku kepentingan (stakeholder) sanitasi, antara lain: DPRD, Pemerintah Daerah, Dinas Kabupaten (terkait), dan masyarakat, khususnya
Bab VIII - 57
masyarakat
yang
secara
tidak
langsung
mempengaruhi
tingkat
kesejahteraan
masyarakat, • Membantu dalam membentuk dan mengembangkan kelompok pengelola sarana dan prasarana sanitasi di tingkat masyarakat dalam kaitannya dengan aspek pembinaan oleh dinas terkait Lokasi perencanaan modul IPAL jangka pendek terpilih berdasarkan hasil survei pada kegiatan perencanaan Studi Pemetaan Sarana dan Sarana Sanitasi Di Kalimas Surabaya program jangka pendek sebagai berikut :
I. MODUL IPAL DARMO KALI Wilayah perencanaan untuk modul Darmo terletak di Kelurahan Darmo RW III dan RW IV yang berlokasi di Jalan Darmo Rejo dan Jalan Dinoyo Tenun. Kondisi sanitasi di bidang air limbah domestik sebagian besar warga sudah mempunyai MCK individu namun tidak semuanya dilengkapi septick tank dan untuk limbah cair kamar mandi maupun cuci kebanyakan langsung dibuang ke sungai. Pembangunan Instalasi Pembangunan Limbah di daerah Darmo Kali direncanakan membutuhkan lahan sebesar 378 m2 yang terletak di sebelah kali mas dengan cakupan pelayanan di Kelurahan darmo sebesar 145 KK dan panjang riolering sepanjang 413,4 m. Bangunan pengolahan limbah dibangun dengan sistem Anaerobik Baffle Reaktor (ABR) yang akan dilaksanakan secara terpadu dengan riolering pada sambungan rumah yang tersedia. Lokasi penempatan IPAL di tanah hutan kota milik dinas pengairan pengelolaan jasa tirta.
II. MODUL IPAL KEPUTRAN Wilayah Kelurahan Keputran yang termasuk dalam Daerah Aliran Sugai (DAS) Kalimas adalah RW VIII yang meliputi RT 02, RT 03 dan RT 04 serta RW III sebanyak satu RT yaitu RT 06. Di wilayah tersebut direncanakan juga akan dibangun sanitasi terpadu berupa Instalasi Pengolahan Limbah Domestik (IPAL) dengan sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR) yang mencakup pelayanan untuk RW VIII sebanyak 290 KK dan untuk RW III sebanyak 213 KK sehinggal total pelayanan pada modul Keputran ini sebanyak 503 KK dimana lokasi IPAL tepatnya berada di belakang Hotel Permata serta Lokasi penempatan IPAL di tanah hutan kota milik dinas pengairan pengelolaan jasa tirta. Jalur riolering diketahui sepanjang 786,8 m dari area pelayanan menuju IPAL tersebut.
III. MODUL IPAL GEMBLONGAN Wilayah perencanaan untuk modul Gemblongan berada di Kelurahan Bubutan yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Kalimas adalah RW IX dan RW XI. 1. Kondisi sanitasi limbah domestiknya sebagian besar masyarakat mempunyai MCK individu dan dilengkapi dengan septick tank serta pada wilayah ini juga tidak diketemukan adanya MCK umum,
Bab VIII - 58
2. Dalam implementasi kedepan akan dibangun Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) di wilayah Kelurahan Bubutan tepatnya di pinggir sungai dengan jalur yang merupakan sambungan dari Jl. Genteng Kali dimana untuk panjang
rioleringnya diperkirakan
sekitar 404,5 m dari area pelayanan. Lokasi penempatan IPAL di tanah hutan kota milik dinas pengairan pengelolaan jasa tirta. IPAL yang akan dibangun juga menggunakan sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR) yang akan melayani sekitar 342 KK dimana jumlah ini terbagi dalam dua RW yang antara lain meliputi RW IX sebanyak 268 KK dan RW XI sebanyak 74 KK.
IV. MODUL IPAL KREMBANGAN SELATAN Wilayah perencanaan untuk modul Krembangan Selatan berada di Kelurahan Krembangan Selatan yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Kalimas hanya 2 RT di wilayah RW I yaitu RT 05 dan RT 06. Untuk wilayah RT 05 kondisi wilayah sanitasi air limbah domestiknya sebagian besar warga sudah mempunyai MCK dan Septic tank, namun dapat dilihat bahwa kontribusi terbesar pencemaran sungai Kalimas di wilayah ini adalah penduduk liar dimana sebagaian besar pembuangan limbah domestiknya langsung dibuang ke badan air sungai. Sedangkan untuk wilayah RT 06 kondisi sarana limbah domestik tidak terdapat MCK, sehingga berakibat sekitar 20 KK dari 50 KK ada yang masih mandi dan uang air besar di sungai Kalimas. Dalam implementasi ke depan pada wilayah ini akan dibangun Instalasi pengolahan Limbah (IPAL) di wilayah Krembangan Selatan pinggir sungai yang merupakan sambungan dari Alun-Alun Contong dimana untuk panjang riolering diperkirakan sekitar 1.659 m dari area pelayanan. Lokasi penempatan IPAL di tanah hutan kota milik dinas pengairan pengelolaan jasa tirta dan dibangun dengan menggunakan sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR) yang akan melayani sekitar 120 KK terbagi dalam dua RT dalam satu RW yaitu RW I yang antara lain meliputi RT 05 sebanyak 70 KK dan RT 06 sebanyak 50 KK. Adapun program-progam Studi Pemetaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di Kalimas Surabaya meliputi Rencana Jangka Mendesak direncanakan dengan waktu perencanaan 1 tahun. Rencana Jangka Menengah merupakan lanjutan dari program jangka mendesak dengan waktu perencanaan 3 tahun dapat dilihat pada Tabel 8.44 dan Rencana Jangka Panjang merupakan lanjutan dari progam jangka sedang dengan waktu perencanaan 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 8.45 Tabel 8.38 Rencana Program Jangka Menengah No 1
Kelurahan Darmo
RW
RT
IV
9
III
8
Program Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) untuk 62 KK
Keterangan Program lanjutan dari program jangka mendesak Program lanjutan dari program jangka mendesak
Bab VIII - 59
No
Kelurahan
RW
RT
3
Alon-Alon Contong
XI
1-6
4
Nyamplungan
III
4
VIII (Gang Basin)
2
VI
4
5
5
Krembangan Selatan
1
6
Perak Utara
Kalimas Baru Gang I
Program Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) kapasitas untuk 16 KK Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) kapasitas untuk 20 KK Pembentukan Kader Lingkungan Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST)
Keterangan Program lanjutan dari program jangka mendesak BKM ada, bisa dikelola oleh UPL-BKM Lanjutan dari program jangka mendesak Lokasi dalam tahap kesepakatan
Rencana lokasi berada di masjid, Bisa dikelola oleh ta'mir masjid atau pokmas BKM ada, bisa dikelola oleh UPL-BKM Koordinasi dengan pihak PT. PELINDO
Sumber : Studi pemetaan Sarana dan Prasarana Kalimas Surabaya 2008
Tabel 8.39 No 1
Rencana Program Jangka Panjang
Kelurahan Darmo
RW
RT
III
7
Program
Keterangan
Penerapan Sistem Sanitasi Terpadu (SST) Kapasitas untuk 60 KK
Sumber : Studi pemetaan Sarana dan Prasarana Kalimas Surabaya 2008
8.3.3.5. Perencanaan Teknis Pengembangan IPLT Keputih Surabaya Tahun 2008 Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Keputih merupakan satu-satunya IPLT yang menerima limbah tinja dari seluruh Kota Surabaya. IPLT ini dibangun pada tahun 1989 dan mulai beroperasi pada tahun 1990 yang dikelola oleh dinas kebersihan dan pertamanan Kota Surabaya. Tujuan pembangunan IPLT Keputih adalah dalam rangka penanganan limbah cair di kota Surabaya khususnya limbah tinja dari rumah tangga. Kapasitas pengolahan eksisting dari IPLT keputih sat ini adalah sebesar 150 3
m /hari, sedangkan kapasitas pengolahan rencana akan diperbesar sampai 400 m3/hari. Sistem pengolahan limbah tinja di Keputih adalah kombinasi proses fisik dan biologis dengan memanfaatkan peralatan fisikal – mekanikal – elektrikal. Proses fisik berupa proses penyaringan dan pengendapan, sedangkan proses biologi adalah proses dekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan bantuan mikroorganisme aerobik. Effluen hasil pengolahan IPLT dibuang ke saluran menuju ke sungai yang berakhir ke laut. Saluran ini disudet dari sungai Wonorejo (badan air kelas C) dan sampai ke pembuangan effluen adalah badan air kelas D. Pengembangan IPLT Keputih ini dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki sistem yang ada sehingga kapasitas untuk pengolahan akan bertambah besar.
Bab VIII - 60
Permasalahan yang terjadi saat ini di IPLT Keputih diidentifikasi berdasarkan proses fisik dan biologis melalui perbandingan hasil effluen hasil olahan dengan baku mutu. Hasil analisis laboratorium untuk inlet dan outlet IPLT Keputih dari hasil pengambilan sampel menunjukkan bahwa konsentrasi COD dan BOD yang masuk ke unit Oxidation Ditch (OD) cukup tinggi, untuk COD berkisar 8.970 – 18.900 mg/L. Effluen hasil olahan untuk BOD juga masih tinggi yaitu berkisar 310 – 420 mg/L dengan asumsi standar effluen BOD adalah 100 mg/L. Sehingga dalam hal ini target pemecahan masalah diprioritaskan pada perbaikan aspek teknis operasional dan pemeliharaan yang diharapkan dapat menghasilkan perubahan kondisi eksisting kualitas hasil olahan yang masih diatas baku mutu menjadi memenuhi baku mutu yang ada.
8.3.4
Rencana Penanganan Sampah
1. Penanganan Pada Sumber Penanganan sampah dilakukan pada sumbernya dengan tujuan mereduksi volumenya dengan berbagai cara dan melibatkan partisipasi masyarakat. Tujuan dari reduksi ini untuk memperpanjang umur TPA dan meminimalkan dampak TPA yang ditimbulkan (bau dan lindi) dan memberi nilai ekonomis bagi penghasil. Penanganan yang dianjurkan adalah: •
Pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan 3R (Reduksi dan pemilahan, Reuse, dan Recyle) sampah di sumber dengan daya jualnya maupun penggunaan kembali menjadi kompos. Untuk mencapai hal tersebut perlu pendampingan, pelatihan dan penyediaan sarana dan prasarana 3R di masyarakat. Agar program ini dapat berkelanjutan, masyarakat perlu organisasi pengelola yang kuat, sebelum dilepas menjadi swadaya masyarakat,
Gambar 8.25 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengelola Sampah
Bab VIII - 61
•
Pembinaan pemulung,
•
Pengadaan program kampanye mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah melalui kampanye sekolah, media pertunjukan, dan media informasi seperti media cetak dan media radio,
•
Perda No 4 tahun 2000 tentang Retribusi Pelayanan Sampah/ Kebersihan, mewajibkan untuk: Area Komersial : industri yang menghasilkan sampah > 2,5 m3/hari diharuskan membuang sampahnya sendiri atau meminta langsung kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) untuk melaksanakannya.
Jika volume < 2,5 m3/hari
pengumpulannya dilakukan seperti pada perumahan oleh RT/RW setempat. Frekuensi pengumpulan dilakukan 1-2 kali sehari tergantung volume sampah yang dihasilkan Pasar : dibedakan menjadi dua, yaitu pasar yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar dilakukan oleh pekerja pasar sendiri, dan pasar sementara dilakukan oleh RT/RW setempat. Industri : industri dengan volume sampah > 2,5 m3/hari mengangkut sampahnya sendiri ke TPA, sedang industri yang menghasilkan volume sampah < 2,5 m3/hari dan pegawai lebih dari 10 orang mengangkut sampahnya sendiri ke TPS dan untuk industri kecil (home industry) pengangkutannya dilakukan oleh RW/RT setempat. Frekuensi pengangkuan tergantung pada perusahaan masing-masing. Industri Penghasil Sampah B3 : Untuk industri yang menghasilkan sampah termasuk dalam kategori B3 harus lebih dahulu dikelola secara terpisah agar menjadi aman. Sampah dalam kategori ini tidak diperkenankan dibuang di TPA. •
Pengumpulan sampah ke TPS Pengumpulan dilakukan oleh RT/RW setempat dengan frekuensi setiap hari untuk timbulan yang tinggi, 3 sampai 4 kali seminggu untuk timbulan sedang dan untuk timbulan rendah lebih jarang lagi disesuaikan dengan volume bak sampah yang terdapat di tiap-tiap wilayah. Sarana pengumpulan untuk area perumahan ini dapat berupa tong sampah, bak pasangan bata, bak plastik dan lain-lain.
2. Tempat Penampungan Sementara Guna meningkatkan pelayanan untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah timbulan sampah maka perlu untuk meningkatkan jumlah Tempat Pengumpulan Sampah Sementara (TPS) di tempat-tempat strategis atau lokasi yang belum terjangkau oleh tarif retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Direncanakan penambahan TPS (dengan tingkat pelayanan rata-rata 100 Ha) yang diperlukan sejumlah 93 buah dan container 337 buah dengan kapasitas 41 m3. Di TPS dapat dilakukan berbagai kegiatan untuk reduksi sampah dengan komposting, incinerasi, dan pemanfaatan sampah oleh pemulung.
Bab VIII - 62
3. Tempat Pembuangan Akhir a. Meminimalisasi dampak TPA • Lindi, untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh lindi maka perlu pembangunan IPAL yang layak (O & M yang sesuai dengan kemampuan anggaran). • Bau, salah satu cara untuk meminimalkan bau akibat tumpukan sampah yaitu dengan penyemprotan EM4 plus. • Kebakaran, pengambilan gas methan merupakan upaya untuk menghindari bahaya kebakaran. b. Perencanaan Operasional Sanitary Landfill dan Alternatif Pengelolaan Sampah dan Perencanaan Area Penimbunan Langkah awal untuk melakukan proses penimbunan pada TPA Benowo saat ini adalah dengan melakukan penataan timbunan sampah pada area penimbunan sampah seluas 14 Ha yang ada dan penuh dengan timbunan sampah saat ini, kemudian ditutup dengan lapisan tanah penutup (cover soil) setinggi 50 cm. Proses kegiatan penimbunan sampah baru dilakukan diatas timbunan sampah lama dengan arah timbunan dari timur ke barat.
Arah Timbunan
Gambar 8.26 Rencana Arah Timbunan Sampah TPA Benowo Setelah sampah diturunkan dari truk pengangkut, kemudian diratakan dan dipadatkan. Pada saat proses penimbunan truk naik ke timbunan sampah lama dengan jalan yang telah dibuat naik yang mempunyai kemiringan 0.5 atau berketinggian 2.5 m untuk setiap panjang 5 m. Direncanakan truk pengangkut sampah akan menurunkan muatan pada lokasi sebelah timur dan diratakan kemudian dilanjutkan sampai ke barat. POLA PENGUMPUL GAS
sel sel
sel
sel
sel
sel sel
TIPIKAL SEL SAMPAH
Gambar 8.27 Rencana Penataan Sel dan Timbunan Sampah di TPA Benowo
Bab VIII - 63
Perencanaan Sel Harian Setelah sampah yang lama diratakan pada lahan seluas 14 Ha, kemudian dipadatkan dan ditutup dengan lapisan tanah penutup (cover-soil). Perencanaan berikutnya adalah menata sampah yang baru dengan dibuat per sel dengan arah dari timur ke barat. Secara bertahap, setiap terbentuk sel pertama timbunan sampah kemudian dilakukan pemadatan timbunan sampah dan langsung ditutup dengan lapisan tanah penutup. Hal yang sama dilakukan untuk sel berikutnya dan pola ini berlanjut untuk pengelolaan sel-sel berikutnya.
Setiap sel direncanakan mempunyai
dimensi lebar 20 m dan penjang mengikuti bentuk lahan TPA dengan ketinggian 2,5 m, sesuai dengan beban sampah Kota Surabaya yang dikelola oleh TPA Benowo setiap harinya. Panjang timbunan mengikuti bentuk lahan TPA dan pola penimbunan dilakukan dengan desain semakin ke atas semakin mengecil, seperti bentuk candi Borobudur, untuk memberikan
ruang
gerak
yang
cukup
bagi
kendaraan
truk
yang
membongkar muatan sampahnya di TPA. Gambar berikut ini merupakan bentuk lapisan 10 m pertama dari pengelolaan timbunan sampah di TPA Benowo yang akan dilakukan.
Gambar 8.28 Rencana Lokasi Sel Penimbunan Sampah di TPA Benowo
Perencanaan Pengelolaan Gas Desain TPA untuk perencanaan pengelolaan gas dilakukan dengan mengunakan pipa pengumpul gas arah vertikal dan horizontal. Pipa arah vertikal dipasang pada saat timbunan mencapai 4 lapisan dengan ketinggian 10 m dengan cara penanaman pada timbunan sampah melalui proses pengeboran. Hal ini dilakukan karena jika menanam pipa dahulu maka kesulitan dalam pengisian sampah ke sel dan memadatkan sampah sebelum ditutup dengan lapisan tanah penutup. Prosedur penanaman pipa vertikal dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1)
Membuat lubang pengambilan gas pada sel timbunan sampah dengan jarak 20 m per lubang,
Bab VIII - 64
2)
Membuat pipa ukuran diameter 3 – 4 inch diberi lubang dengan diameter 1 cm dan jarak antar lubang 10 cm,
3)
Memasukkan pipa berlubang ke dalam sel timbunan sampah, kemudian di sekeliling pipa diberi kerikil yang berguna sebagai pembatas sampah agar tidak menutupi lubang pipa yang fungsinya sebagai masuknya gas methan. Selanjutnya, pipa horizontal (flexible pipe) dipasangkan pada pipa
vertikal yang berada diatas permukaan cover soil yang langsung disalurkan menuju bangunan mesin pembangkit listrik berkekuatan gas, setelah sebelumnya dilewatkan fasilitas pengukur tekanan gas untuk mengetahui besarnya tekanan dalam pipa. Hal ini dilakukan untuk pengambilan tindakan yang diperlukan jika tekanan dalam pipa penyalur tersebut sangat besar, yaitu dengan menyalurkannya pada fasilitas pembakar gas. Penanaman pipa vertikal diletakkan pada setiap jarak 20 m, sedangkan pipa horizontal adalah pipa yang menghubungkan dari pipa vertikal pada setiap sel dapat dilihat pada Gambar berikut :
1 2
Keterangan: 1 = pipa vertikal 2 = pipa horisontal Gambar 8.29 Rencana Peletakan Pipa Vertikal dan Horisontal TPA Benowo
Gambar 8.30 Rencana Pemasangan Perpipaan Gas dari Sumur ke Pipa Header dengan Menggunakan Pipa Fleksibel
Bab VIII - 65
Bahan penutup dari PVC atau HDPE min 0.150 m
Tanah
0,6 bahan pipa dari PVC atau HDPE min 0.150 m
Bahan lapisan penutup adalah
1,0 1,2
Bahan lapisan kedap air
0,3 Kedalaman 75% dari lapisan TPA
Pipa berlubang 2/3 bagian
Diameter kerikil antara 0,02-0,075 m
Lubang dengan bukaan area 1cm. kemiringan tiap lubang 90o berjarak 0,1-0,2 m
Bahan penutup dari PVC atau HDPE min 0.75 m
1,5 m Lebar penanaman pipa vent 0.6 m
Sumber : Owies dan Khera (1998)
Gambar 8.31 Pemasangan Pipa Ventilasi Gas Vertikal
Perencanaan Pengelolaan Lindi Perencanaan pengelolaan lindi pada TPA Benowo saat ini sudah berjalan dengan baik, dimana hal ini terlihat dari sudah dialirkannya air lindi sampah melalui saluran lindi yang ada. Pada saat ini, di TPA Benowo terdapat beberapa kolam penampungan lindi yang bermuara ke kolam penampungan pusat. Kondisi lahan antara kolam penampungan lindi yang satu dengan yang lainnya tidak datar atau naik turun mengikuti kontur yang ada, sehingga dibutuhkan pompa untuk membantu menyalurkan lindi ke kolam pusat. Saluran lindi yang ada di TPA Benowo dapat ditemukan di antara zona I.A, I.C, II.A dan II.B, tetapi guna penerapan Sanitary Landfill maka lahan seluas 14 Ha termasuk saluran aliran lindi tersebut akan diratakan dan didesain ulang. Agar penyaluran lindi berjalan dengan teratur, maka sebaiknya aliran tersebut tidak ditutup atau ditimbun, melainkan dibuatkan saluran tertutup dengan menggunakan box-culvert. Aliran lindi menuju ke kolam penampungan lindi seharusnya dipisahkan dari saluran drainase untuk penampunan air hujan untuk meringankan beban instalasi pengolahan air lindi yang ada. Perbaikan cara pengumpulan lindi sampah di TPA Benowo dilakukan dengan penanaman pipa manifold lindi yang berlubang dengan kedalaman 2 m dari bawah timbunan sampah yang direncanakan setinggi 10 m atau terdapat sebanyak 4 lapisan sampah. Pola penanaman pipa ini diberi lapisan kerikil pada sekeliling pipa untuk memudahkan mengalirnya lindi ke dalam pipa dan mencegah tersumbatnya pipa karena sampah, sedangkan arah aliran pipa ini langsung menuju ke bak penampungan air lindi.
Bab VIII - 66
Perencanaan Saluran Drainase Perencanaan saluran drainase untuk pengumpulan limpasan air hujan pada TPA Benowo diletakkan di tiap sisi mengelilingi lahan timbunan sampah yang direncanakan agar pada saat hujan tiba maka aliran air hujan yang jatuh pada timbunan sampah akan tertampung pada saluran drainase dan tidak tercampur dengan saluran pengumpul lindi yang diletakkan setelah saluran drainase. Arah aliran pada saluran drainase ini menuju ke Kali Lamong. Pembuatan saluran drainase ini berbatasan langsung dengan dinding penahan timbunan sampah, berbentuk segi empat dengan kemiringan tertentu untuk memperoleh aliran air secara gravitasi, dibuat dengan pasangan batu kali, dan berdampingan dengan saluran pengumpul lindi. sedangkan rencana penempatan saluran drainase pada TPA Benowo dapat dilihat pada Gambar berikut ini. Perencanaan saluran drainase dalam landfill diperlukan guna mencegah aliran run off masuk ke dalam landfill. Saluran Drainase
Gambar 8.32 Rencana Penempatan Saluran Drainase
Perencanaan Lapisan Pengisi (Liner) dan Lapisan Penutup Akhir (Cover) Penyediaan tanah penutup TPA merupakan kegiatan yang sangat menentukan efisiensi dan keamanan TPA. Penyediaan yang dilakukan secara terencana baik akan sangat mendukung kegiatan operasi penutupan sampah. Berdasarkan penggunaannya, tanah penutup dibedakan menjadi: 1.
Tanah penutup harian (daily cover) Penutupan sampah harian merupakan kegiatan menutup sebuah sel harian sampah yang telah diratakan dan dipadatkan. Penutupan harian lebih dimaksudkan untuk memutus daur hidup lalat sehingga tidak terjadi ledakan populasi lalat yang dapat mengganggu kesehatan maupun estetika lingkungan. Tujuan lain dari penutupan harian adalah untuk mengurangi bau dan rembesan air hujan. Setiap akhir hari operasi, sampah yang telah dipadatkan secara berlapislapis ditutup dengan lapisan tanah yang dipadatkan dengan ketebalan 30 cm, atau bergantung pada material penutup yang tersedia di area,
Bab VIII - 67
2.
Tanah penutup antara (intermediate cover) Penutupan antara lebih dimaksudkan untuk meningkatkan kepadatan dan stabilitas tumpukan sampah, terutama pada penumpukan sel yang berlapis-lapis. Bila timbunan sel ditumpuk secara berlapis-lapis, maka biasanya setiap lapis sel atau setidaknya 2 atau 3 lapis sel sampah perlu diberikan lapisan tanah antara semaksimal mungkin digunakan tanah sekitar, dengan perbandingan volume sampah dengan material cover adalah 5:1 – 10:1,
3.
Tanah penutup akhir (final cover) Lapisan penutup akhir diberikan setelah suatu TPA dinyatakan penuh dan pengoperasiannya akan dihentikan. Lapisan ini sangat penting artinya dalam peningkatan estetika landfill paska operasi, yaitu dengan memberikan lapisan sebagai media tanam tanaman. Menurut Tchobanoglous, Theisen, dan Vigil (1993), lapisan tanah penutup akhir terdiri dari : -
Lapisan kedap, berfungsi untuk mencegah resapan air hujan atau air permukaan lainnya. Terdiri dari tanah lempung dengan persyaratan sama seperti lapisan dasar landfill. Ketebalan lapisan ini direncanakan 60 cm,
-
Lapisan
drainase,
(mengalirkan permeabilitas
air).
mencegah Terdiri
minimum
akumulasi
dari -2
10
pasir
m/dtk.
air
atau
yang kerikil
Ketebalan
masuk dengan
lapisan
ini
direncanakan setinggi 30 cm, -
Lapisan penutup atau tanah media tanam, berfungsi untuk menunjang perkembangan tumbuhan penutup bukit landfill. Menggunakan jenis tanah dengan prosentase perbandingan lempung, lanau dan pasir yang hampir sama dan cocok untuk media tanam. Tebal lapisan ini direncanakan 60 cm.
Tanah yang digunakan untuk lapisan penutup dalam
dan akhir
penutupan harus dalam kondisi basah dengan air dengan kadar 50% yang fungsinya untuk memampatkan lapisan. Akhir penutupan tanah lapisan bawah adalah lapisan geotextil yang mempunyai kemiringan 2-3%
untuk
menghindari
lamanya
lindi
dalam
pipa
yang
mengakibatkan pendeknya umur pipa akibat korosi. Dan pada permukaan landfill harus bersifat impermeable, yaitu bahan yang digunakan adalah tanah liat dengan nilai koefisien permeabilitasnya tidak lebih dari 1x 10-7 cm/sec dan dengan air sedikitnya terletak 2 meter di bawah dasar dari tanah liat. Menurut spesifikasi ukuran yang di sarankan untuk Sanitary Landfill adalah ketebalannya 900 mm
Bab VIII - 68
padatan/mampatan dari tanah liat dengan nilai permeabilitas 1x 10-7 /detik. Lapisan pendukung ini merupakan lapisan pada dasar landfill yang dapat membantu dalam kontrol terhadap lindi dan perlindungan terhadap sistem penyalur dan pengumpul lindi. Lapisan ini terdiri dari Liner dasar (lapisan kedap berupa geomembran dan lempung), yang terdiri dari : Lapisan drainase, berupa lapisan kerikil dengan ukuran minimum 3 cm setebal minimum 30 cm atau 2 kali diameter luar pipa, Lapisan geotekstil untuk menyangga partikel kecil diatasnya tidak bercampur dengan di bawahnya (minimal dapat menyaring butiran D50), Lapisan lapisan tanah penutup, menggunakan tanah urug setebal 30 cm.
Kebutuhan Tanah Penutup Kebutuhan tanah penutup setidaknya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanah penutup harian dan cadangan yang cukup untuk kebutuhan selama sebulan. Setiap hari sel timbunan sampah harus ditutup dengan ketebalan antara 30 cm hingga 1 m, tergantung dari kualitas tanah penutup. Jika diperhitungkan beban sampah yang dikelola TPA Benowo setiap harinya sekitar 1.200 ton/hari atau setara dengan 1.600 m3/hari dengan faktor densitas sampah diasumsikan 0,75 gram/cm3 dan dengan mengambil rencana desain sel timbunan yang mempunyai dimensi lebar 20 m dan panjang mengikuti bentuk lahan TPA dengan ketinggian 2,5 m, maka dapat diperkirakan kebutuhan tanah penutup setiap harinya adalah sekitar: 192 m3/hari hingga 640 m3/hari. Kebutuhan tanah penutup ini dapat dipasok dari penggunaan timbunan sampah yang telah menjadi kompos atau dapat pula didatangkan
dari
daerah
sekitar
TPA
Benowo,
tentunya
dengan
mempertimbangkan kebutuhan angkutan, ketersediaan pasokan, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan tanah penutup tersebut.
8.3.5
Limbah B3 Adanya larangan pada Perda No. 4 Tahun 2000 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan pada pemakai persil sebagai tempat usaha, pabrik, industri, bengkel, rumah sakit, dan lainnya yang membuang sampah atau limbah yang berbahaya dan beracun ke lokasi pembuangan sampah akhir sebelum dilakukan netralisir terlebih dahulu/ dihilangkan sifat karakteristik B3-nya. Limbah B3 yang bersumber dari rumah sakit, laboratorium klinik, puskesmas bersifat infeksius yang belum mampu memusnahkan sendiri diperbolehkan bekerjasama dengan rumah sakit yang telah memiliki incinerator yang emisinya telah memenuhi standard emisi udara dan residu. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun
Bab VIII - 69
1999 efisiensi pembakaran minimal yang harus dicapai adalah sebesar 99,99 %, efisiensi penghancuran dan penghilangan yang harus dicapai untuk POHCs adalah 99,99 %, sedangkan untuk PCBs, furan dan dioxin adalah 99,9999 %. Efisiensi minimal yang harus dicapai tersebut dimaksudkan supaya hasil pembakaran dapat memenuhi standar emisi udara. Residu dari kegiatan pembakaran berupa abu dan cairan juga wajib dikelola dengan mengikuti ketentuan tentang pengelolaan limbah B3. Limbah B3 dari sumber lainnya diwajibkan untuk mengelola limbahnya sesuai dengan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 mulai dari peraturan pemerintah sampai peraturan menteri. Pengelolaan yang disyaratkan sebagai berikut: 1.
Pengemasan dan Penyimpanan Limbah B3 Pengemasan yang ditetapkan untuk limbah B3, wajib diberi simbol dan label
yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3. Pemberian label dan simbol ini sudah diatur pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008
tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan
Beracun, bahwa setiap kemasan atau tempat untuk penyimpanan, pengolahan, pengumpulan, pemanfaatan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3, kemasan yang digunakan untuk limbah B3 adalah drum, tong atau bak kontainer. Masing – masing jenis kemasan tersebut harus berada dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak serta bersesuaian dengan limbah yang disimpan. Kemasan juga harus terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan dan mampu mengamankan limbah yang disimpan didalamnya, serta memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan.
2.
Pengolahan Limbah B3
Jenis pengolahan limbah B3 yang dilakukan oleh kegiatan usaha antara lain penimbunan limbah B3 di lokasi industri, insinerasi limbah B3 di lokasi industri, pemanfaatan limbah B3 di lokasi industri, serta pengolahan / pemanfaatan limbah B3 oleh pihak ketiga yang telah memperoleh ijin dari Kementrian Lingkungan Hidup.
Bab VIII - 70