Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok Iis iswanto, Djoko Harmantyo, Tito Latief Indra Departemen Geografi FMIPA-UI, Kampus UI Depok 16424 Abstrak Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 (empat) di dunia. Perkembangan penduduk yang pesat yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Begitu halnya Kota Depok yang setiap tahunya mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok serta mengetahui hubungan seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat diketahui dari hasil perhitungan indek parameter setiap indikator dan pemberian bobot setiap indikator yang digunakan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis keruangan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan status sosial ekonomi digunakan bantuan analisis statistik dengan metode Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok tergolong baik. Sebagian besar tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman tergolong baik terdapat diwilayah perkotaan (urban) dan wilayah peralihan (sub urban), sedangkan pada wilayah perdesaan (rural) memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam kategori sedang. Kondisi sosial ekonomi (status sosial ekonomi) memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Kata Kunci : Kualitas Kesehatan Lingkungan, Struktur Ruang, Status Sosial Ekonomi. Abstract Indonesia is a developing country with the largest population of 4 (four) position in the world. The rapid growth of population, which is not supported by the provision of infrastructure and supporting facilities will impact the health and environmental quality of settlements. This situation will also happen in Depok City due to the growth population is increasing every year. This study aims to determine the spatial patterns of health and environmental quality level of Depok settlements and to know the effect of social relationship factor on the level of healthcare economics settlements quality. The level of health and environmental quality settlements can be known from the calculation of the parameter index of each indicator and the weighting of each indicator used. Data analyzing in this study obtained by using descriptive analysis and spatial analysis, whereas the relation between health and environmental quality settlements with the socioeconomic status obtained by using statistical analysis Chi Square method. The results indicate the level of health and environmental quality Depok settlement is fair. Most of the health and environmental quality level are quite good in residential urban region (urban) and transition region (sub-urban), while in rural areas (rural) has medium category level of health and environmental quality settlements. The Socio-economic conditions (socioeconomic status) effect the level of health care quality residential environment. Key Word : Quality of Environmental Health, Space Structure, Social Economy Status
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
PENDAHULUAN/ LATAR BELAKANG Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam tujuan Millennium Development Goals (MDG’s) disebutkan bahwa sesuai pembangunan nasional ditunjukan dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, memerangi HIV/AIDs, malaria, dan penyakit lainya, menjamin kelestarian lingkungan, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Upaya pencapaian target MDGs dalam peningkatan kesehatan dan kelestarian lingkungan diharapkan dapat tercapai kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Berdasarkan konstitusi WHO (World Health Organization) telah ditegaskan bahwa memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya merupakan hak asasi bagi setiap orang. Timbulnya masalah kesehatan lingkungan dalam suatu Negara sebenarnya amat dipengaruhi oleh banyak hal pada umumnya dapat dikelompokan ke dalam tiga hal, yaitu faktor lingkungan fisik, faktor manusia, dan faktor pemerintah. Dari ketiga faktor penyebab masalah kesehatan lingkungan yang saling berkait itu, faktor manusia agaknya merupakan faktor terpenting. Achmadi 1991 dalam Nasoetion 1997 menyatakan bahwa masalah kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: 1. Pertumbuhan dan persebaran penduduk, masalah kesehatan lingkungan cenderung timbul pada daerah padat persatuan area, misalnya daerah perkotaan. 2. Kebijakan para pengambil keputusan, kebijakan sebagai kekuatan suprasistem dapat mempengaruhi baik buruknya masalah kesehatan lingkungan 3. Mentalitas dan perilaku masyarakat, kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku sebagai penentu kebijakan maupun sebagai kelompok akibat, dan perilaku bersumber pada mentalitas. 4. Kemampuan alam untuk mengendalikan pencemaran Kota Depok memiliki luas area sekitar 200 Km persegi dengan kepadatan penduduk mencapai 1,8 juta penduduk. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok tahun 2011, laju pertumbuhan penduduk Kota Depok setiap tahunya cenderung meningkat. Peningkatan laju
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
pertumbuhan penduduk tahun 2006 dan tahun 2007 sebesar 3,45% pertahun, tahun 2008 laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan sebesar 3,42% pertahun, dan tahun 2009 laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,21% pertahun. Perkembangan penduduk yang pesat yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan suatu peneliatian tentang Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman di Kota Depok. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Depok, yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 63 kelurahan. Setiap wilayah penelitian tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman menjadi 3 (tiga) kelas yaitu: baik, sedang, dan buruk, sesuai dengan tingkat kesehatan lingkungan masingmasing wilayah. 1.2 Perumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis merumusakan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pola Ruang Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman di Kota Depok? 2. Apakah sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap kulitas kesehatan lingkungan permukiman? 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui : 1. Mengetahui pola spasial tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok. 2. Mengetahui hubungan seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap masalah tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman.
TINJAUAN TEORITIS 1. Lingkungan Hidup dan Permukiman Lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009/2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lainya. Jenis-jenis lingkungan hidup manusia terdiri atas lingkungan hidup alam, lingkungan hidup buatan, dan lingkungan hidup sosial.
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Definisi kawasan permukiman menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (3) tentang perumahan dan permukiman adalah kawasan permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Maksud dari lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan lingkungan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri dari kumpulan rumah-rumah yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan, serta berfungsi sebagai sarana tempat tinggal untuk beristirahat setelah melakukan tugas sehari-hari. Oleh sebab itu sebaiknya kondisi rumah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan, kebersihan, dan keindahan agar memberikan rasa kenyamanan dan ketentraman. Seperti diketahui kondisi rumah sangat mempengaruhi terhadap kesehatan penghuninya. 2. Kesehatan Lingkungan Kesehatan lingkungan menurut WHO adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat bagi manusia. Sedangkan definisi kesehatan lingkungan menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan) adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat, sejahtera, dan bahagia. Secara sederhana lingkungan dapat diartikan sebagai sesuatu yang berada di sekitar manusia. Lingkungan yang berada di sekitar manusia dapat dikatagorikan menjadi tiga, yaitu: lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan sosial. Pengertian kesehatan lingkungan adalah perkembangan dari istilah sanitasi dan Hygiene. Kedua istilah tersebut di artikan oleh Anwar (1983), masing-masing adalah sebagai berikut. Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, usaha pencegahan timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut serta membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan, termasuk usaha melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia.
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Sanitasi adalah usaha pengendalian faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. A World Health Organization Expert Communitte (Kusnoputranto, 1983) mendefinisikan sanitasi lingkungan adalah usaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Secara umum pengelolaan sanitasi lingkungan meliputi faktor penyediaan air rumahtangga yang baik, pengaturan pembuangan kotoran manusia, pengaturan pembuangan sampah, pengaturan pembuangan air limbah, pengaturan rumah sehat, pembasmian binatangbinatang penyebab penyakit seperti lalat dan nyamuk (Entjang, 1982). Untuk menilai keadaan lingkungan sehat, MDGs telah mimilih empat indikator yang diprogramkan dalam sektor kesehatan, yaitu persentase keluarga yang memiliki persediaan air minum sehat, persentase keluarga yang memiliki akses terhadap jamban sehat, persentase keluarga yang mengelola sampah dengan baik, dan persentase keluarga yang mengelola air limbahnya dengan aman. 3. Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kualitas kesehatan lingkungan permukiman menurut undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman adalah ukuran baik tidaknya suatu kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur berdasarkan pada suatu acuan baku yang dipakai serta adanya hubungan sosial di dalamnya. Secara umum kesehatan lingkungan permukiman dapat dilihat dari kondisi perumahan penduduk yang secara garis besar dapat digambarkan menurut keadaan rumah/konstruksi bangunan rumah, keadaan dingding, lantai dan atap rumah, banyaknya kamar tidur, ventilasi, jendela, keadaan dapur, tersedianya air bersih, jamban, tempat sampah, saluran air limbah, dan keadaan/kebersihan di sekitar lingkungan permukiman. Syarat-syarat rumah sehat menurut Azwar (1983), dengan mengacu pada pedoman American Public Health Association, menetapkan sehat tidaknya suatu rumah, yaitu: sistem pengadaan air di rumah tersebut baik atau tidak, fasilitas untuk mandi, sistem pembuangan air bekas, fasilitas pembuangan tinja, jumlah anggota yang tinggal dalam suatu rumah, terdapat vertilasi udara yang memadai dan kekuatan bangunan atau kondisi bangunan secara fisik. Dalam artikel “Environmental Health Insights” The Impact of Densification by Means of Informal
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Shacks in the Backyards of Low-Cost Houses on the Environment and Service Delivery in Cape Town, South Africa (Thashlin Govender, Jo M. Barnes and Clarissa H. Pieper, 2011) menyatakan bahwa perumahan yang dibangun oleh pemerintah kepada masyarakat di perkotaan sebagian besar memiliki sarana sanitasi yang buruk sejalan dengan kepadatan jumlah penduduk. 4. Status Sosial Ekonomi Masyarakat Status Sosial Ekonomi adalah kedudukan, tingkat sosial ekonomi seseorang dilihat dari segi pekerjaan atau jabatan, tingkat pendidikan dan keadaan ekonomi atau pendapatan dalam suatu kelompok serta masyarakat yang membedakanya dengan orang lain. Dengan demikian dalam suatu masyarakat kita dapat menentukan adanya lapisan masyarakat golongan atas, menengah dan rendah, dimana masing-masing kelompok mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda dengan kelompoknya. Beragamnya kedudukan atau status sosial ekonomi di dalam suatu lingkungan permukiman akan memunculkan stratifikasi sosial atau pengkelas-kelasan secara bertingkat. Menurut Yulisanti.A.I (2000), tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang ditentukan oleh pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Dalam penelitaian Nasoetion (1997), tentang “Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Kesehatan Lingkungan” bahwa Status sosial ekonomi mempunyai hubungan erat dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu indikator status sosial ekonomi yang berkaitan dengan perilaku dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. 5. Indikator Penentuan Kemiskinan Dalam menentukan ukuran kemiskinan, BPS melihat pada besaran pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan dan non pangan rumah tangga per orang per bulan. Indikator kemiskinan ditentukan dari tingkat konsumsi per kapita di bawah suatu standar yang disebut Garis Kemiskinan. Nilai garis kemiskinan yang digunakan untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kalori per orang per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non pangan. Menurut BPS, individu yang pengeluaranya lebih rendah dari garis kemiskinan tersebut dikategorikan miskin. 6. Struktur Ruang Ruang dapat diartikan sebagai bagian tertentu dari permukaan bumi yang mampu mengakomodasikan berbagai bentuk kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupanya (yunus, 2010). Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional (Perda Kota Depok, Tahun 2010). Struktur Ruang menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang adalah merupakan tatanan komponen pembentuk rona ruang yang terdiri dari: (1) komponen hayati dan non hayati (2) komponen lingkungan alam (3) komponen lingkungan buatan (4) komponen lingkungan sosial. Komponen pembentuk rona ruang tersebut secara hirarki dan fungsional saling berhubungan satu sama lain membentuk tata ruang dalam wujud struktur ruang yang meliputi adanya: 1. Hirarki pusat pelayanan, seperti pusat kota, pusat lingkungan maupun pusat pemerintah. 2. Hirarki prasarana jalan, seperti jalan arteri, kolektor dan lokal, dan prasarana kota lainya. 3. Rancangan bangun kota seperti ketinggian bangunan, garis langit dan lain sebagainya (penjelasan pasal 14 ayat 2 UU No. 2 Tahun 2012). Menurut Kartolo (1989) dalam Dessy Fatmasari (2007), penggunaan tanah akan membentuk suatu pola yang berkaitan dengan gambaran kondisi masyarakatnya, seperti dominasi lahan pertanian, sehingga pola tersebut adalah masyarakat pertanian, namun jika polanya membentuk permukiman yang sangat dominan, maka cerminanya adalah masyarakat jasa atau perkotaan. Berdasarkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan penggunaan tanah Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok membagi susunan pusat-pusat permukiman menjadi 3 wilayah, yakni wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub urban), dan wilayah perdesaan (rural). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini membahas tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman pada stuktur ruang Kota Depok. Struktur ruang kota dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah berdasarkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan penggunaan tanah, yakni wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural). Kualitas kesehatan lingkungan pemukiman dilihat dari aspek sanitasi lingkungan permukimannya seperti, sarana air bersih, jamban (MCK), sistem pembuangan air limbah rumah tangga, dan tempat pembuangan sampah. Sehingga akan diperoleh tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan klasifikasi baik, sedang, dan buruk sesuai dengan tingkat kesehatan lingkungan permukiman masing-masing wilayah. Selanjutnya, tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dihubungkan dengan aspek sosial ekonomi untuk mengetahui besaran hubungan antara tingkat kualitas kesehatan lingkungan
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
permukiman dengan sosial ekonomi. Sosial ekonomi yang akan diteliti meliputi: tingkat pendidikan terakhir dan jumlah penduduk miskin. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, analisis keruangan dan analisis statistik. 1. Analisis deskriptif, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran karakteristik sebaran nilai masing-masing variabel yang diteliti, sehingga didapatkan gambaran suatu daerah yang memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan baik, sedang, rendah berada pada karakteristik lokasi seperti apa. 2. Analisis keruangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparasi keruangan (spatial comparison analysis). Analisis komparasi keruangan adalah analisis yang digunakan dengan membandingkan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain dengan minimal ada 2 (dua) wilayah yamg diteliti bertujuan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan yang ada pada masing-masing wilayah dalam hal yang sama, sehingga dapat diketahui upaya untuk menentukan kebijakan pengembangan wilayah lebih lanjut (Yunus 2010). Analisis komparasi keruangan dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman pada wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural). 3. Metode statistik yaitu, untuk mengetahui hubungan antara kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan status sosial ekonomi dilakukan pengujian hipotesis menggunakan korelasi Chi square. Korelasi chi square merupakan uji statistik yang berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh serta mengukur kuatnya hubungan. Berikut adalah Rumus chi square (Hasan, 2001): 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Untuk mengetahui tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok, dalam penelitian ini diukur berdasarkan indikator sarana air bersih, jamban (MCK), sistem pembuangan air limbah, dan sistem pembuangan limbah padat (sampah). A. Sarana Air Bersih Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai akses terhadap sumber air bersih yaitu:
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
a. Persentase rumahtangga yang paling dominan menggunakan sarana air bersih dengan air Ledeng (PDAM) dimasukan dalam kategori kelas baik, karena pengolahan air ledeng menggunakan perpipahan atau terlindung total. b. Persentase rumahtangga yang paling dominan menggunakan sarana air bersih dengan sumur pompa tangan (SPT) atau bor dikategorikan kelas sedang. c. Persentase rumahtangga yang paling dominan menggunakan sarana air bersih dengan sumur gali dikategorikan kelas buruk. Hal ini dikarenakan sumur gali (SGL) masih belum memenuhi syarat kesehatan, misalnya banyak sumur yang tidak tertutup, plesteran disekitar sumur kurang lebar atau jarak antara sumur dengan jamban kurang dari 12 m, yang mengakibatkan tingginya kemungkinan pencemaran terhadap air sumur (Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Depok). Persentase penggunaan sarana air bersih pada wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) didapatkan 3 (tiga) kelas klasifikasi yakni klasifikasi baik, sedang, dan buruk. Di bawah ini adalah diagram pengguna sarana air bersih Kota Depok.
Gambar 5.1. Persentase Tingkat Sarana Air Bersih Kota Depok (Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada Gambar 5.1 menunjukan bahwa persentase pengguna sarana air bersih yang menggunakan air sumur gali atau klasifikasi buruk tertinggi berada pada wilayah perdesaan (rural) yaitu sebesar 32% atau sebanyak 20 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban) dengan tingkat klasifikasi buruk hanya memiliki persentase 19% atau sebanyak 12 kelurahan dan wilayah perkotaan (urban) hanya sebesar 8% atau 5 kelurahan. Tingkat klasifikasi buruk yang terdapat di wilayah perdesaan (rural) tersebar di Kelurahan Sawangan, Kedaung, Pasir Putih, Pengasinan, Bedahan, Sawangan Baru, Cinangka (Kecamatan Sawangan), Kelurahan Gandul (Kecamatan Cinere), Kelurahan Cipayung, Cipayung Jaya, B. Pondok Terong, Pondok Jaya, Ratujaya, Ratujaya, Cipayung, Jatimulya, Cilodong, Kalibaru (Kecamatan Cilodong),
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Kelurahan Cilangkap, Leuwinaggung (Kecamatan Tapos), Kelurahan Pondok Petir, dan Kelurahan Serua (Kecamatan Bojongsari). B. Jamban (MCK) Jenis Jamban Sarana pembuangan kotoran/jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah jamban leher angsa yang dilengkapi tangki septik. Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan yaitu: -
Klasifikasi baik menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga menggunakan jamban berbentuk leher angsa yang dialirkan ke septik tank.
-
Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga menggunakan jamban berbentuk leher angsa dialirkan ke cubuk.
-
Klasifikasi buruk menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga menggunakan jamban berbentuk cemplung dialirkan ke cubuk.
Penggunaan Jamban Kriteria alternatif untuk menilai penggunaan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan yaitu: -
Klasifikasi baik yaitu menunjukan bahwa tingginya nilai persentase rumah tangga yang memiliki jamban keluarga sendiri/pribadi yang digunakan hanya untuk 1 keluarga atau rumah tangga.
-
Klasifikasi sedang yaitu menunjukan bahwa tingginya nilai persentase rumah tangga yang memiliki jamban keluarga bersama, milik bersama atau milik sendiri tetapi digunakan bersama 2-10 rumah tangga.
-
Klasifikasi buruk yaitu menunjukan bahwa tingginya nilai persentase rumah tangga yang tidak memiliki tempat mandi, cuci, dan kakus pribadi, sehingga rumah tangga menggunakan MCK (Mandi, cuci, kakus). Rumah tangga jenis ini memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh, persentase jenis jamban yang dimiliki
rumahtangga pada wilayah perkotaan (rural), peralihan (sub urban), dan perdesaan (urban) didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yaitu klasifikasi baik dan sedang. Di bawah ini adalah diagram persentase jenis jamban rumahtangga yang tersebar di wilayah Kota Depok.
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Gambar 5.3. Persentase Rumahtangga menurut jenis jamban rumahtangga Kota Depok (Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada gambar 5.3 menunjukan bahwa persentase bentuk jamban keluarga baik pada wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) Kota Depok sebagian besar telah memenuhi syarat kesehatan. Dimana masyarakat sebagaian besar sudah menggunakan jenis jamban berbentuk leher angsa yang disalurkan ke tangki septik atau klasifikasi baik. Pada wilayah perkotaan (urban) hampir semua rumahtangga sudah memakai jenis jamban berbentuk leher angsa yang disalurkan ke tangki saptik (klasifikasi baik) yakni dengan persentase sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban) dan perdesaan (rural) masih terlihat ada rumahtangga yang memakai jenis jamban berbentuk leher angsa disalurkan ke cubuk yaitu masing-masing sebesar 2%. Bila dilihat dari persentase pengguna jamban rumahtangga yang tersebar di wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural), didapatkan 1 (satu) tingkat klasifikasi yaitu klasifikasi baik artinya hampir semua rumahtangga memiliki jamban keluraga sendiri/pribadi. Di bawah ini adalah diagram persentase pengguna jamban rumahtangga yang tersebar di wilayah Kota Depok.
Gambar 5.5. Persentase pengguna jamban rumahtangga Kota Depok
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
(Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada gambar 5.5 menunjukan bahwa persentase penggunaan jamban di seluruh wilayah Kota Depok baik wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), maupun perdesaan (rural) secara umum di dominasi oleh tingkat klasifikasi baik. Tingkat klasifikasi baik pada wilayah perkotaam memiliki persentase sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan, pada wilayah peralihan sebesar 35% atau sebanyak 22 kelurahan, dan pada wilayah perdesaan sebesar 46% atau sebanyak 29 kelurahan. C. Tempat Pembuangan Sampah Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu didapatkan 3 tingkat klasifikasi: -
Klasifikasi baik menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga memiliki tempat pembuangan sampah kedap air dan tertutup.
-
Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga memiliki tempat pembuangan sampah kedap air dan tidak tertutup.
-
Klasifikasi buruk menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga memiliki tempat pembuangan sampah tidak kedap air. Persentase tempat pembuangan sampah (TPS) pada wilayah perkotaan (urban), peralihan
(sub urban), dan perdesaan (rural) Kota Depok didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yakni klasifikasi baik dan buruk (Gambar 5.7).
Gambar 5.7 Persentase Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Kota Depok (Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada gambar 5.7 menunjukan bahwa persentase tempat pembuangan sampah (TPS) rumahtangga di wilayah Kota Depok baik wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) sebagian besar sudah memenuhi syarat kesehatan yakni tempat pembuangan sampah rumahtangga sebagian besar sudah kedap air dan tertutup atau klasifikasi baik. Pada wilyah perkotaan (urban) memiliki tingkat klasifikasi baik dengan persentase sebesar 17% atau
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
sebanyak 11 kelurahan, sedangkan tingkat klasifikasi buruk pada wilayah perkotaan memiliki persentase terendah yakni hanya sebesar 2% atau sebanyak 1 kelurahan. Pada wilayah peralihan (sub urban) maupun wilayah perdesaan (rural) memiliki tingkat klasifikasi baik dengan persentase masing-masing sebesar 25% atau sebanyak 16 kelurahan pada wilayah peralihan dan 33% atau sebanyak 21 kelurahan pada wilayah perdesaan. Untuk tingkat klasifikasi buruk mendominasi pada wilayah perdesaan yakni dengan persentase sebesar 13%. D. Sistem Pembuangan Air Limbah Rumahtangga Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai sistem pembuangan air limbah rumahtangga yang memenuhi syarat kesehatan yaitu didapatkan 3 tingkat klasifikasi: -
Klasifikasi baik menunjukan bahwa tingginya persentase rumahtangga memiliki sistem pembuangan air limbah saluran tertutup/peresapan.
-
Klasifikasi buruk menunjukan bahwa tingginya persentase rumahtangga memiliki sistem pembuangan air limbah saluran terbuka/Got. Di bawah ini adalah diagram persentase sistem pembuangan air limbah rumahtangga yang
tersebar di wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) Kota Depok.
Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Sistem Pembuangan Air Limbah (Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada gambar 5.9 menunjukan bahwa sistem pembuangan air limbah rumahtangga pada seluruh wilayah Kota Depok umumnya sudah menggunakan saluran tertutup/peresapan (klasifikasi baik). Persentase tertinggi sistem pembuangan air limbah rumahtangga yang menggunakan saluran tertutup/peresapan (klasifikasi baik) berada pada wilayah perdesaan (rural) sebesar 33% atau sebanyak 21 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban) yang tergolong klasifikasi baik memiliki persentase sebesar 25% atau sebanyak 16 kelurahan dan pada wilayah perkotaan (urban) sebesar 13% atau sebanyak 8 kelurahan. Untuk tingkat klasifikasi buruk tertinggi persentasenya pada wilayah perdesaan (rural) dengan persentase sebesar 13% atau sebanyak 8 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban) memiliki
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
persentase sebesar 10% atau sebanyak 6 kelurahan dan persentase pada wilayah perkotaan (urban) hanya 6% atau sebanyak 4 kelurahan. 5.1.2 Status Sosial Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan dalam menentukan status sosial ekonomi, yaitu: tingkat pendidikan dan tingkat jumlah keluarga miskin. 5.1.2.1 Pendidikan Persentase tingkat pendidikan terakhir dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 tingkat klasifikasi, yakni tinggi, sedang, dan rendah : -
Klasifikasi tinggi menunjukan bahwa tingginya persentase pendidikan terakhir yang ditempuh lebih dari SMA.
-
Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase pendidikan terakhir yang ditempuh hanya SLTP dan SMA.
-
Klasifikasi rendah menunjukan bahwa tingginya persentase pendidikan terakhir yang di tempuh tidak lebih dari SD. Hasil dari pengolahan data, persentase tingkat pendidikan terakhir pada wilayah perkotaan
(urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yakni klasifikasi sedang dan rendah. Di bawah ini adalah diagram persentase tingkat pendidikan terakhir yang tersebar pada wilayah Kota Depok.
Gambar 5.11 Persentase Tingkat Pendidikan Terakhir pada Struktur Ruang Kota Depok (Sumber: Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Dinas Kependudukan Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada gambar 5.11 menunjukan bahwa tingkat pendidikan terakhir pada seluruh wilayah Kota Depok baik wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) sebagian besar tergolong kelas sedang artinya sebagian besar penduduk sudah menempuh tingkat menengah yaitu SLTP dan SMA. Tingkat pendidikan terakhir pada wilayah perkotaan (urban)
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
terlihat cukup baik dibandingkan pada wilayah peralihan (sub urban) dan perdesaan (rural). Hal ini terlihat pada wilayah perkotaan hampir seluruh kelurahan didominasi dengan tingkat persentase kelas sedang yaitu sebesar 19% atau 12 kelurahan. 5.1.2.2 Kemiskinan Untuk menentukan tingkat kemiskinan dibagi kedalam 3 kelas klasifikasi berdasarkan persentase Rumah Tangga Sederhana (RTS), yaitu kelas tinggi, sedang, dan rendah : -
Klasifikasi tinggi menunjukan bahwa tingginya persentase Rumah Tangga Hampir Miskin (RTHM).
-
Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase Rumah Tangga Miskin (RTM).
-
Klasifikasi rendah menunjukan bahwa tingginya persentase Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Hasil dari pengolahan data, persentase RTS didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yakni
klasifikasi tinggi dan sedang. Di bawah ini adalah diagram persentase RTS pada struktur ruang Kota Depok.
Gambar 5.13 Persentase Kelompok Rumah Tangga Sederhana (RTS) (Sumber: Data BPS Tahun 2011, dan Pengolahan Data Sekunder 2012)
Pada gambar 5.13 menunjukan bahwa tingkat rumahtangga sederhana (RTS) pada wilayah perkotaan (urban) dan peralihan (sub urban) sebagian besar tergolong klasifikasi tinggi, artinya pada wilayah ini di dominasi oleh Rumah Tangga Hampir Miskin (RTHM), dengan persentase tertinggi masing-masing wilayah sebesar 13% atau 8 kelurahan pada wilayah perkotaan dan pada wilayah peralihan sebesar 24% atau 15 Kelurahan. 5.2 Pembahasan 5.2.1 Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam penelitian ini didapatkan dari hasil perhitungan beberapa indikator diantaranya adalah sarana air bersih, jamban (MCK), sistem pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pembuangan limbah padat (sampah). Berdasarkan hasil pengolahan data, maka tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman pada struktur ruang Kota Depok didapatkan 2 kelas yakni kelas baik dan sedang. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi baik mendominasi seluruh wilayah Kota Depok baik pada wilayah Perkotaan (urban), peralihan (sub urban) dan perdesaan (rural). Persentase tertinggi pada tingkat klasifikasi baik terdapat pada wilayah peralihan (sub urban) sebesar 32% atau sebanyak 20 kelurahan (lihat gambar 5.15 dan gambar 5.16). Sedangkan untuk tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman sedang, memiliki persentase terbesar pada wilayah perdesaan (rural) sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan (lihat Gambar 5.8 dan gambar 5.16). Pada kelurahan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi baik rata-rata rumahtangga memiliki jamban sendiri/pribadi artinya jamban hanya digunakan untuk 1 (satu) keluarga atau rumahtangga, bentuk jamban menggunakan leher angsa yang dilengkapi tangki septik, sarana air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari menggunakan air ledeng atau dengan sumur pompa tangan/bor, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memakai sistem pembuangan air limbah saluran tertutup/peresapan, serta memiliki tempat pembuangan sampah kedap air baik terbuka maupun tertutup. Sedangkan kelurahan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi sedang, rata-rata rumahtangga memiliki jamban pribadi, bentuk jamban leher angsa disalurkan ke tangki septik atau ke cubuk, sarana air bersih yang digunakan rumahtangga menggunakan sumur pompa tangan/bor dan sumur gali, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memiliki sistem pembuangan tertutup dan terbuka, serta memiliki TPS tidak kedap air.
Gambar 5.15 Persentase Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman pada Struktur Ruang Kota Depok
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
(Sumber: Laporan pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)
Pada Gambar 5.15 menunjukan bahwa tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman pada struktur ruang Kota Depok yang semakin jauh dari wilayah perkotaan didominasi oleh tingkat kualitas kesehatan lingkungan sedang. Hal ini terlihat dari persentase yang tersaji dalam diagram yang menunjukan bahwa pada wilayah perkotaan persentase tingkat klasifikasi sedang hanya memiliki persentase sebesar 2% atau sebanyak 1 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan sebesar 3% atau sebanyak 2 kelurahan dan pada wilayah perdesaan memiliki persentase yang tinggi yakni sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan (lihat Tabel 5.2). Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman tergolong baik pada wilayah perkotaan (urban) secara umum rumahtangga pada wilayah ini sudah memiliki jamban sendiri/pribadi, jamban rumahtangga berbentuk leher angsa yang disalurkan ke tangki septik, sarana air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari menggunakan air ledeng atau menggunakan sumur pompa tangan/bor, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memakai sistem pembuangan air limbah saluran tertutup/peresapan, serta memiliki tempat pembuangan sampah kedap air baik terbuka maupun tertutup. Sedangkan pada wilayah perdesaan (rural) yang memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi sedang sebagian besar rumahtangga pada wilayah ini masih banyak yang menggunakan sarana air bersih menggunakan air sumur baik yang terlindung maupun tidak terlindung, bentuk jamban yang digunakan berbentuk leher angsa disalurkan ke tangki septik atau ke cubuk serta memiliki TPS tidak kedap air. Tabel 5.1 Persentase Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman pada Struktur Ruang Kota Depok Struktur Ruang
Perkotaan Peralihan Perdesaan
Tingkat Kualitas Kesehatan LingkunganPermukiman
Baik Sedang Baik Sedang Baik Sedang Total
Jumlah Kelurahan
Persentase (%)
11 1 20 2 17 12 63
17 2 32 3 27 19 100
(Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2012) 5.2.2 Hubungan Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman dengan Status Sosial Ekonomi A. Pendidikan
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Faktor tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman, maka dapat diduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan dapat mempengaruhi terhadap kualitas kesehatan lingkungan permukimanya. Dengan kata lain seseorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung lebih memperhatikan dan lebih mengerti tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan, pentingnya kebersihan lingkungan, baik kebersihan di dalam rumah, di luar rumah, dan pentingnya pengadaan sarana sanitasi lingkungan. Berikut adalah jumlah kelurahan pada tingkat pendidikan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Tabel 5.2 Hubungan Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman dengan Tingkat Pendidikan pada Struktur Ruang Kota Depok Struktur Ruang
Perkotaan Peralihan
Perdesaan
Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman
Baik Sedang Baik Baik Sedang Sedang Baik Baik Sedang Sedang Total
Tingkat Pendidikan
Jumlah Kelurahan
Sedang Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Rendah
11 1 17 3 1 1 16 1 3 9 63
(Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2012) Berdasarkan hasil overlay antara tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan tingkat pendidikan menunjukan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Hal ini terlihat semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir semakin baik tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukimanya. Pada Tabel 5.2 menunjukan bahwa pada tingkat pendidikan klasifikasi sedang terdapat pada 44 kelurahan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik, sedangkan pada tingkat pendidikan klasifikasi rendah memiliki 4 kelurahan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir semakin baik pula tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dan sebaliknya. Pada wilayah perkotaan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan baik memiliki jumlah kelurahan lebih banyak pada
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
tingkat pendidikan sedang yakni 11 kelurahan. Sedangkan pada wilayah perdesaan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman sedang memiliki jumlah kelurahan lebih banyak pada tingkat pendidikan rendah. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara tingkat pandidikan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel uji chi square (lihat Lampiran). Dari hasil perhitungan dengan menggunakan output SPSS menunjukkan bahwa nilai chi square hitung sebesar 26,862 dan chi square tabel sebesar 3,841 (taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan 1) sehingga dapat diambil kesimpulan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. B. Kemiskinan Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder, wilayah yang memiliki jumlah keluraga miskin rendah atau klasifikasi tinggi umumnya memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman yang jauh lebih baik dibandingkan dengan wilayah yang memiliki jumlah keluarga miskin tinggi. Pada wilayah yang memiliki jumlah keluarga miskin tinggi umumnya penduduk tidak memperhatikan sarana sanitasi dasar yang berhubungan dengan peningkatan kualitas kesehatan lingkungan rumah tanggahnya, seperti sarana air bersih, kakus, tempat pembuangan air kotor, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain. Tabel 5.3 Hubungan Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman dengan Tingkat Rumahtangga Sederhana (RTS) pada Struktur Ruang Kota Depok Struktur Ruang
Perkotaan
Peralihan
Perdesaan
Tingkat Kualitas Kesehatan LingkunganPermukiman
Baik Baik Sedang Baik Baik Sedang Sedang Baik Baik Sedang Sedang Total
Klasifikasi Tingkat RTS
Jumlah Kelurahan
Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Tinggi
8 3 1 14 6 1 1 9 8 7 5 63
(Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2012)
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Pada tabel 5.3 menunjukan hasil overlay antara tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan tingkat rumahtangga sederhana (RTS). Dimana tingkat rumahtangga sederhana (RTS) memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukimanya. Hal ini terlihat pada wilayah dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik semakin banyak jumlahnya pada rumahtangga hampir miskin (RHM) atau klasifikasi tinggi, sedangkan pada wilayah dengan tingkat klasifikasi rumahtangga sederhana (RTS) sedang sebagian besar memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman sedang. Kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada rumahtangga sederhana (RTS) klasifikasi tinggi terdapat sebanyak 31 kelurahan. Pada wilayah perkotaan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada rumahtangga sederhana (RTS) klasifikasi tinggi memiliki 8 kelurahan yang tersebar di Kelurahan Pancoran Mas, Depok jaya, Pondok Cina Kecamatan Pancoran Mas, Abadijaya, Bhaktijaya, Mekar jaya, dan Tirtajaya Kecamatan Sukmajaya, dan Cinere Kecamatan Cinere. Pada wilayah peralihan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada rumahtangga sederhana (RTS) klasifikasi tinggi memiliki 14 kelurahan. Sedangkan, pada wilayah perdesaan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada rumahtangga sederhana (RTS) klasifikasi tinggi memiliki 9 kelurahan. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara tingkat rumahtangga sederhana (RTS) dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel uji chi square (lihat Lampiran). Dari hasil perhitungan dengan menggunakan output SPSS menunjukkan bahwa nilai chi square hitung sebesar 3,988 dan chi square tabel sebesar 3,841 dengan taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan (df) = 1 sehingga dapat diambil kesimpulan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara jumlah keluarga miskin dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. 5. KESIMPULAN Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok memiliki 2 (dua) kelas klasifikasi yakni kelas baik dan sedang. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam kategori baik sebagian besar tersebar pada wilayah perkotaan (urban) dan peralihan (sub urban), sedangkan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman kategori sedang hanya mendominasi wilayah perdesaan (rural).
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Faktor sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukimanya, dan sebaliknya. Begitu juga kaitanya dengan tingkat kemiskinan, pada wilayah dengan tingkat kemiskinanya rendah maka ada kecenderungan yang menunjukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman semakin baik, dan sebaliknya. KEPUSTAKAAN Achmadi, uf. Masalah Kesehatan Lingkungan Perkotaan di Indonesia dan Indikator permukiman sehat dan perkotaan. Andiwikarta, S. 1988. Sosiologi pendidikan: Isu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat. Ditjen Dikti, Depdikbud, Jakarta. Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta : Mutiara Sumber Widya. Badan Pusat Statistik (BPS). (2002). Indikator Kemiskinan. Jakarta. BAPPEDA. (2011). Buku Putih Sanitasi Kota Depok Tahun 2011. Depok. Bilivson. 2004. Struktur Ruang Sebagai Arahan Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten Barito Selatan. Tesis Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota Pascasarjana Universitas Diponegoro. Daldjoeni. N. 1998. Geografi Kota dan Desa. PT Alumni Bandung. Salatiga Daldjoeni, N. Suyitno, A. 1979. Pedesaan, Lingkungan dan Pembangunan. Alumni, Bandung. Dinas Kesehatan Kota Depok. (2011). Profil Sarana Sanitasi Dasar Kota Depok Tahun 2011. Depok. Dinas Kesehatan Kota Depok. (2011). Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan. Depok. Enjang, I. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Alumni, Bandung. Fatmasari, Dessy. 2007. Kualitas Lingkungan Permukiman di Kecamatan Cengkareng. Tesis Program Pasca Sarjana UI program studi kajian pengembangan perkotaan. Govender, Thashlin., Barnes Jo M., and H. Pieper Clarissa. (2011). The Impact of Densification by Means of Informal Shacks in the Backyards of Low-Cost Houses on the Environment and Service Delivery in Cape Town, South Africa. Environmental Health Insights 23-25. Kjellstrom, Tord., Friel, Sharon., Dixon, Jane., Corvalan, Carlos., Rehfuess, Eva., CampbellLendrum, Diarmid., Gore, Fiona., and Bartram, Jamie. (2007). Urban Environmental Health Hazards and Health Equity. Journal of Urban Health : Bulletin of the New York Academy of Medicine, Vol. 84, No. 1. The New York Academy of Medicine.
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013
Kurniasari, Intan. (2009). Spasial Tingkat Kesehatan Masyarakat Squater Area Ci Liwung. Depok: FMIPA. Lestarini, Wiji. (2007). Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Pemilihan Moda Transportasi untuk Perjalanan Kerja. Jurusan Teknik Sipil FT UI, Depok. Moorea, Melinda., Gouldb, Philip., S. Keary, Barbara. (2003). Global Urbanization and Impact on Health. International Journal of Hygiene and Environmental Health. Nasoetion, Panisean. (1997). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas kesehatan Lingkungan (studi kasus Kecamatan Kedaton, Kotamadya Bandar Lampung). Tesis Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia. Rahardjo, Sugeng. Saraswati, Ratna. 2002. Struktur Ruang Kota Depok. Jurnal Geografi. Rahardjo, S. 2005. Pengaruh Penggunaan Tanah Terhadap Kualitas Hidup. Disertasi Program Doktor Studi Kajian Ilmu Lingkungan, Jakarta. Republik Indonesia.(1992). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009/2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Republik Indonesia.(2011). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 pasal 1 ayat (3) tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.Lembaran Negara Republik Indonesia. Sandy, I.M., H. Kartono & S. Rahardjo, 1989. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana. Jurusan Geografi FMIPA UI, Depok. Slamet, juli. (1994). Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Bandung. Tobing, Imran SL. (2005). Dampak Sampah Terhadap Kesehatan Lingkungan dan Manusia. Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta. World Health Organization, Yunus, Sabari Hadi. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: pustaka pelajar.
Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013