6
6.1
KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI
Pendahuluan Penentuan
atribut
pada
dimensi
ekonomi
dalam
penelitian
ini
menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam atribut-atribut penting pada dimensi ekonomi. Disamping itu, ada beberapa atribut yang perlu disesuaikan mengingat obyek kajian merupakan kegiatan perikanan tangkap skala kecil yang melakukan trip penangkapan satu hari (one day fishing) atau kurang dari satu hari. Keberlanjutan perikanan dalam dimensi ekonomi akan ditentukan berdasarkan 11 atribut ekonomi, yaitu tingkat pendapatan atau keuntungan, kontribusi perikanan terhadap PDRB, pendapatan per kapita daerah, sifat kepemilikan sarana penangkapan (perahu, alat tangkap, dll), tingkat subsidi, alternatif pekerjaan dan pendapatan, besarnya pemasaran perikanan, rata-rata penghasilan relatif ABK terhadap UMR, penerimaan relatif antar setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja dan transfer keuntungan antara orang / pelaku ekonomi lokal dan orang / pelaku ekonomi luar daerah dan penyerapan tenaga kerja. Kajian ekonomi sangat penting mengingat berbagai interaksi dalam kegiatan perikanan tangkap skala kecil seperti interaksi teknologi dan sosial selalu terkait dengan alasan atau tujuan ekonomi. Berbagai referensi yang berkaitan dengan skala usaha seperti perbandingan situasi sosioekonomi-tekhnis antara nelayan tradisional dengan nelayan industrial (Kesteven, 1973), demikian juga dengan 9 ciri/karakteristik perikanan tradisional yang diungkapkan Smith (1983). Dengan demikian perikanan tangkap skala kecil dapat diklasifikasikan kedalam kondisi/karakter usaha dari nelayan sebagai operator usahanya. Dengan kata lain operator uasaha perikanan tangkap skala kecil dikalsifikasikan sebagai nelayan kecil. Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 mendefinisikan nelayan kecil sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendefinisian tersebut hampir sama dengan istilah subsisten yaitu sebutan untuk kegiatan meperoleh makanan secara
142 sederhana dan diambil sperlunya dari sumber daya yang ada, serta lebih ditujukan untuk dikonsumsi sendiri (subsistence economic) dari pada untuk tujuan pertukaran (commercial economic). Nelayan yang menggantungkan hidupnya kepada sistem ekonomi subsisten sumberdaya laut umumnya mengembangkan cara-cara menangkap ikan dengan berbagai jenis seperti pancing, tangguk, bubu, jaring, jala, pukat yang agak komplek dan bagan. Penentuan skala ekonomi pada kajian ini merupakan titik dasar dari penentuan skala usaha perikanan yang diteliti, dimana beberapa kriteria yang membatasi perikanan tangkap skala kecil yang harus dipenuhi ditentukan terlebih dahulu. Penetuan kriteria dilakukan berdasarkan kajian lapang yang dilakukan di dua lokasi penelitian yaitu perikanan pantai Pasauran Serang dan perairan pantai Tegal. Kriteria tersebut diantaranya adalah (1) total investasi awal ≤ 30 juta rupiah, (2) kepemilikan aset sendiri (bukan perusahaan milik pengusaha besar), (3) wilayah penangkapan dalam zona IA, (4) lama trip penangkapan 1 hari (one day fishing), (5) teknologi paling tinggi dalam operasi penangkapan hanya menggunakan motor tempel (10-25 PK), (6) panjang perahu yang digunakan 5-10 m. Disamping kriteria tersebut di atas penentuan skala perikanan dalam kajian ini, juga mempertimbangkan kriteria yang dibuat oleh (Kesteven, 1973) dan Smith (1983). 6.2
Metodologi Untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diterima oleh nelayan maka
dilakukan analisis usaha perikanan pada setiap jenis alat tangkap yang beroperasi baik di Kabupaten Serang yaitu payang bugis dan jaring udang maupun Kabupaten Tegal yaitu bundes, jaring rampus dan payang gemplo. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kegiatan perikanan tangkap yang dianalisis masih memberikan keuntungan. Selain itu, pentingnya analisis usaha perikanan tangkap dilakukan karena input dan output dari analisis ini dapat dipergunakan untuk membandingkan serta mengetahui tingkat pendapatan nelayan, upah minimum provinsi, rata-rata penghasilan relatif ABK, sifat kepemilikan sarana, tingkat subsidi, transfer keuntungan dan penyerapan tenaga kerja.
143 Atribut ekonomi yang lain adalah kontribusi perikanan terhadap PDRB. Kontribusi PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumberdaya alam. Indikator ini untuk melihat seberapa penting peran sektor perikanan dalam pembangunan daerah sehingga dapat ditentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Metode yang digunakan dalam penelitian Bab 6 ini sama seperti yang telah dibahas pada Bab 5, yaitu gabungan antara penelitian deskriptif dan survei langsung (pengamatan dan wawancara). Data tentang keuntungan, kepemilikan, tingkat subsidi, alternatif pekerjaan dan pendapatan, besarnya pemasaran perikanan, rata-rata penghasilan relatif ABK terhadap UMR, penerimaan relatif setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja, transfer keuntungan antara pelaku lokal dan pelaku ekonomi luar dan penyerapan tenaga kerja diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan nelayan dan pengamatan langsung di kedua lokasi penelitian. Data kontribusi perikanan terhadap PDRB dan pendapatan per kapita diperoleh berdasarkan laporan dinas perikanan, badan pusat statistik dan dinasdinas terkait yang berwenang mengeluarkan data-data tersebut. Pemilihan dan jumlah responden untuk wawancara langsung dilakukan sama seperti pada Bab 5 : keberlanjutan perikanan tangkap pada dimensi ekologi. Modifikasi atribut juga dilakukan pada dimensi ini sesuai dengan kondisi lapangan dengan tujuan agar hasil kajian ini dapat lebih bermanfaat dan diaplikasikan pada situasi yang lebih bervariasi. Modifikasi tersebut adalah atribut luasnya pemasaran ikan, dimana pada metode umum teknik Rapfish hanya mengenal pasar lokal, nasional dan pasar internasional dengan skor 0, 1, 2. Fakta dilapangan menunjukkan adanya pasar lokal, sebagian dipasarkan nasional, pasar nasional dan sebagian dipasarkan secara internasional serta seluruhnya dipasarkan secara internasional. Kondisi tersebut mengharuskan dilakukan modifikasi terhadap atribut aslinya sehinggan dalam analisis akan ditemui posisi diantara kedua kondisi dengan skor nilai setengah atau satu stengah dan seterusnya. Disamping membahas 11 atribut ekonomi seperti diuraikan di atas, pada bab ini juga membahas hal-hal yang berkaitan dengan dimensi ekonomi ditinjau dari perspektif keberlanjutan usaha antara lain dengan melakukan financial performance analysis. Kinerja usaha perikanan tangkap skala kecil atau financial
144 performance analysis dilakukan dengan mencari NPV, RTO, RTL, ROI, dan PP pada dua wilayah studi yaitu perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Pantai Kabupaten Tegal, sebagai berikut: (1)
NPV (Net Present Value) merupakan selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus: n
NPV = ∑ t
Bt − C t
(1 + i )t
keterangan : t = 1, 2, …, 10; i = interest rate (discount rate);
(1 + i )t = the discounted factor. (2)
RTO (Return to Owner) yaitu untuk mengetahui net benefit yang diterima oleh pemilik
RTO = Penerimaan - Total Biaya (3)
RTL (Return to Labour) yaitu untuk mengetahui penerimaan yang diterima oleh masing-masing ABK pada usaha perikanan RTL =
ω ( Penerimaan − Biaya operasional )
∑ ABK
keterangan :
ω = bagi hasil (4)
ROI (Return of Investment) yaitu untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik ROI =
(5)
Benefit Investasi
PP (Payback Period) yaitu untuk mengetahui lamanya pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik PP =
Investasi Benefit
Analisis dilakukan terhadap setiap jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap di Kabupaten Serang adalah payang bugis dan jaring udang lobster (jaring insang
145 dasar/klitik, bottom gill net/coral reef gill net).
Jenis ikan dominan yang
tertangkap dengan alat tangkap tersebut adalah layang, kembung, selar, tembang dan udang lobster. Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tegal adalah payang gemplo (payang jabur), bundes dan jaring rampus. Jenis ikan dominan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap tersebut adalah teri nasi, teri jawa, rebon, peperek, tenggiri, tigawaja, leres/julung-julung, tembang, beloso, kembung, udang dan rajungan. Financial performance analysis dalam perikanan tangkap terdiri dari biaya investasi (perahu, alat tangkap dan mesin), biaya tetap (penyusutan investasi, perbaikan perahu, perbaikan mesin, dan perbaikan alat tangkap), biaya variabel (bensin, solar dan perbekalan lainnya). Penerimaan merupakan hasil perkalian dari seluruh hasil tangkapan dengan harga. Dengan menghitung total hasil tangkapan dikurangi total biaya, dapat dihitung keuntungan per bulan dan per tahun. Financial performance analysis dapat dilakukan untuk semua jenis
perikanan tangkap di kedua wilayah dan pada setiap jenis alat tangkap. Dari perkiraan-perkiraan ini dapat ditentukan NPV dari perikanan tangkap setiap jenis alat tangkap di kedua wilayah studi. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat dilihat tingkat manfaat dari kegiatan perikanan tangkap yang akan dianalisis. Metode dalam penentuan indeks keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap dengan teknik Rapfish dilakukan melalui sistimatika yang telah ditentukan seperti telah diuraikan pada Bab 3 (Metode Umum Penelitian). Indeks status keberlanjutan ekonomi perikanan tangkap dimulai dengan pembuatan skor setiap atribut pada dimensi ekonomi berdasarkan kondisi realita data di lapangan baik dengan wawancara dan pengamatan (data primer) maupun dengan menggunakan data sekunder. Penyusunan skor ini berdasarkan acuan-acuan yang telah dibuat baik melalui literatur maupun judgment dari penulis dengan asumsi-asumsi dan dasar-dasar ilmiah. Skor yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam program microsoft excel dengan template ekonomi yang telah dipersiapkan sebelumnya
kemudian di-run sehingga diperoleh nilai multidimenstional scaling dari Rapfish yang lebih dikenal dengan indeks keberlanjutan. Di samping hal-hal tersebut di atas, dalam bab 6 penelitian ini (dimensi ekonomi) penulis telah melakukan modifikasi model pendekatan Rapfish berupa
146 penambahan atribut rata-rata penghasilan relatif anak buah perahu (ABK) terhadap upah minimum regional (UMR). Disamping itu penulis juga menambahkan atribut penerimaan relatif setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja dibandingkan dengan standar upah minimum provinsi (UMP), mengingat kedua hal tersebut menjadi patokan pendapatan masyarakat di Indonesia namun tidak terakomodir dalam pendekatan Rafish. 6.3
Hasil Penelitian
6.3.1
Kegiatan perikanan tangkap
6.3.1.1 Kabupaten Serang (1)
Alat tangkap payang bugis
Investasi awal usaha penangkapan dengan alat tangkap payang bugis ini membutuhkan biaya sebesar Rp.30.600.000,00 yang terdiri dari pembelian perahu sebesar Rp.10.000.000,00, mesin sebesar Rp.15.000.000,00, payang bugis sebesar Rp.5.000.000,00 dan rumpon sebesar Rp. 600.000,00. Umur teknis perahu dan mesin masing-masing 8 tahun, sedangkan umur teknis payang bugis adalah 3 tahun.
Jenis dan nilai investasi serta umur teknis sarana perikanan tangkap
dengan alat tangkap payang bugis dapat dilihat pada Tabel 6.1 dan Lampiran 9. Tabel 6.1 Jenis investasi dan nilai investasi, serta umur teknis investasi pada usaha perikanan payang bugis di perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang Nilai Investasi Umur Teknis (Rp.) (Tahun) 1 Perahu 10.000.000,00 8 2 Mesin 15.000.000,00 8 3 Payang bugis 5.000.000,00 3 4 Rumpon 600.000,00 1 Jumlah 30.600.000,00 Keterangan : (1) Nilai investasi adalah nilai rata-rata, (2) Investasi perahu, mesin dan alat tangkap adalah investasi awal dengan harga baru. No.
Jenis Investasi
Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan payang bugis, rumpon dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp. 5.820.000,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp. 1.500.000,00, perbaikan mesin sebesar Rp.1.000.000,00 dan perbaikan payang bugis sebesar
147 Rp.500.000,00 yang dilakukan setiap tahun sekali. Biaya tetap untuk rumpon dan pelumas dilakukan 12 kali dalam setahun, dimana untuk rumpon sebesar Rp.200.000,00 dan pelumas Rp.35.000,00 setiap bulannya. Rata-rata biaya tetap per tahun usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap payang bugis dapat dilihat pada Tabel 6.2 (Lampiran 9). Tabel 6.2 Rata-rata biaya tetap per tahun usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2 3 4 5
Jenis Biaya Tetap Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) Perbaikan Perahu 1.500.000,00 Perbaikan Mesin 1.000.000,00 Perbaikan Payang bugis 500.000,00 Rumpon 2.400.000,00 Pelumas 420.000,00 Jumlah 5.820.000,00 Keterangan: biaya tetap pertahun adalah biaya rata-rata yang dihitung dalam setahun Sementara itu total biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan setiap tahun dalam 200 trip sebesar Rp. 17.000.000,00.
Biaya variabel terdiri dari BBM
sebanyak 25 liter setiap trip sehingga dalam setahun biaya untuk BBM sebesar Rp.12.000.000,00 dan perbekalan konsumsi (makan, kopi dan rokok) sebesar Rp.25.000,00 per trip atau dalam setahun sebesar Rp.5.000.000,00. Rata-rata biaya variabel usaha perikanan dengan alat tangkap payang bugis dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Rata-rata biaya variabel usaha perikanan payang bugis setiap tahun di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang Biaya Perbekalan (Rp.)/tahun 1 BBM 12.000.000,00 2 Perbekalan Konsumsi 5.000.000,00 Jumlah 17.000.000,00 Keterangan : harga BBM dan biaya perbekalan adalah nilai pada saat penelitian. No.
Jenis Perbekalan
Ratarata/trip 25 liter 1 paket
Harga (Rp.) 2.400,00 25.000,00
Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap payang bugis antara lain layang, kembung, selar, tembang, dan tetengkek. Rata-rata hasil tangkapan ikan dan rata-rata harga setiap tahun untuk ikan layang 19.000 kg
148 (Rp.1.500,00), kembung 5.900 kg (Rp.5.000,00), selar 11.000 kg (Rp.1.000,00), tembang 6.000 kg (Rp.500,00) dan tetengkek 1.600 kg (Rp.5.000,00). Rata-rata total pendapatan setiap tahun untuk armada yang beroperasi dengan alat tangkap payang bugis sebesar Rp.80.000.000,00 (Tabel 6.4). Tabel 6.4 Jenis ikan, rata-rata jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun untuk usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No.
Jenis Ikan Rata-rata Jumlah Harga RataTertangkap Tangkapan (Kg) rata (Rp.) 1 Layang 19.000 1.500,00 2 Kembung 5.900 5.000,00 3 Selar 11.000 1.000,00 4 Tembang 6.000 500,00 5 Tetengkek 1.600 5.000,00 Rata-rata Total Pendapatan Setiap Tahun Sumber : data primer/responden diolah (2005)
Nilai Rata-rata (Rp.) 28.500.000,00 29.500.000,00 11.000.000,00 3.000.000,00 8.000.000,00 80.000.000,00
Sistem bagi hasil yang digunakan untuk payang bugis dalam setiap trip adalah 14 bagian setelah dikurangi biaya variabel yang terdiri dari perahu 2 bagian, payang bugis 2 bagian, mesin 2 bagian, nahkoda 2 bagian dan ABK 6/14 bagian (42,86 %). Dalam 1 perahu armada payang bugis mempunyai 6 orang ABK sehingga setiap ABK memperoleh 1/14 bagian (Tabel 6.5). Tabel 6.5 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2 3 4 5
Keterangan Perahu Mesin Payang bugis Nahkoda ABK Jumlah
Jumlah
Bagian
1 1 1 1 6
2 2 2 2 6 14
Jatah/Bagi Hasil yang Diterima (%) 14,29 14,29 14,29 14,29 42,86 100,00
Pendapatan pemilik armada payang bugis per bulan sebesar Rp. 2.065.694,44 atau dalam setahun memperoleh Rp.24.788.333,33, sedangkan untuk pendapatan rata-rata 1 nelayan ABK payang
bugis per bulan sebesar
Rp.375.000,00 atau dalam setahun memperoleh Rp.4.500.000,00 (Tabel 6.6).
149 Tabel 6.6 Kinerja usaha perikanan payang bugis di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan NPV Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun ROI PP
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Nilai 132.589.731,95 2.115.694,44 25.388.333,33 375.000,00 4.500.000,00 0,83 1,21
Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV dari usaha perikanan payang bugis sebesar Rp.132.589.731,95. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih yang diperoleh selama kurun waktu 8 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp.132.589.731,95 (Tabel 6.6, Lampiran 10). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan payang bugis sebesar 0,83. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 83 % dari investasi. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 1,21 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan akan kembali dalam waktu 1 tahun 2,5 bulan atau 14,5 bulan. Dengan kata lain, secara financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan
alat
tangkap
payang
bugis
memberikan
nilai
yang
positif
(menguntungkan). (2)
Alat tangkap jaring udang
Kegiatan perikanan dengan alat tangkap jaring udang ini membutuhkan investasi sebesar Rp.2.100.000,00 yang terdiri dari pembelian perahu sebesar Rp.1.200.000,00 dan jaring udang sebesar Rp.900.000,00. Umur teknis perahu selama 6 tahun dan jaring adalah 1 tahun. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun untuk perbaikan perahu sebesar Rp.170.000,00.
Jenis dan nilai
investasi serta umur teknis sarana kegiatan perikanan yang beroperasi dengan alat tangkap jaring udang dapat dilihat pada Tabel 6.7 dan Lampiran 11.
150 Tabel 6.7 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis usaha perikanan jaring udang di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2
Jenis Investasi Perahu Jaring Udang Jumlah
Nilai Investasi (Rp.) 1.200.000,00 900.000,00 2.100.000,00
Umur Teknis (Tahun) 6 1
Jumlah trip penangkapan dengan jaring udang di Kabupaten Serang ini dalam satu tahun sebanyak 300 kali.
Jenis ikan yang tertangkap dengan
menggunakan alat tangkap jaring udang ini antara lain udang dan ikan. Rata-rata penerimaan dari udang dalam 1 trip sebanyak 0,6 kg dengan harga rata-rata sebesar Rp.120.000,00 per kg sehingga dalam setahun nilai produksi udang sebesar Rp.21.600.000,00. Rata-rata penerimaan dari ikan dalam 1 trip sebanyak 1,83 kg dengan harga rata-rata sebesar Rp.12.000,00 per kg, sehingga rata-rata pendapatan setiap tahun dari ikan sebesar Rp.6.588.000,00. Tabel 6.8 Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun pada usaha perikanan jaring udang di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2
Harga RataRata-rata rata (Rp.) Produksi per Trip Udang 0,6 kg 120.000,00 Ikan Campur 1,83 kg 12.000,00 Total Pendapatan Rata-rata Setiap Tahun Jenis Ikan Tertangkap
Nilai Produksi Ratarata per Tahun (Rp.) 21.600.000,00 6.588.000,00 28.188.000,00
Rata-rata total pendapatan setiap tahun dari udang dan ikan untuk alat tangkap jaring udang sebesar Rp.28.188.000,00 (Tabel 6.8). Kegiatan perikanan tangkap dengan menggunakan jaring udang ini hanya dibutuhkan waktu 3 jam dalam sekali trip. Nelayan jaring udang ini biasanya berangkat jam 6 pagi dan pulang jam 9 pagi, sehingga waktu yang tersisa untuk melakukan kegiatan yang lain sebenarnya masih cukup banyak. Dalam melakukan kegiatan perikanan jaring udang menggunakan 1-2 orang nelayan yang terdiri dari 1 pemilik dan 1 ABK. Sistem bagi hasil yang
151 digunakan untuk usaha perikanan jaring udang yaitu 80 % untuk pemilik dan 20 % untuk ABK (Tabel 6.9). Tabel 6.9 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan jaring udang di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2
Keterangan
Jumlah
Bagian
1 1
0,8 0,2 1
Pemilik ABK Jumlah
Bagi Hasil yang Diterima (%) 80,00 20,00 100,00
Rata-rata pendapatan pemilik usaha seperti usaha perikanan jaring udang per bulan adalah sebesar Rp. 1.773.366,67 atau dalam setahun memperoleh Rp. 21.280.400,00 (Tabel 6.10), sedangkan untuk pendapatan rata-rata nelayan ABK jaring udang ini per bulan sebesar Rp.469.800,00 atau dalam setahun memperoleh Rp.5.637.600,00. Peran ABK pada alat tangkap jaring udang ini memang sangat kecil, karena nelayan pemilik sebenarnya tidak membutuhkan tenaga tambahan. Tenaga tambahan atau nelayan ABK ini terlibat dalam kegiatan pemilik jaring udang karena biasanya mereka minta diikutsertakan pada saat tidak mempunyai pekerjaan atau tidak sedang melaut. Oleh karena itu bagian yang diperoleh oleh ABK jaring udang ini hanya 20 % dari keuntungan dan mereka cenderung menerima karena mata pencaharian dengan menggunakan alat tangkap jaring udang ini bukanlah mata pencaharian utama. Tabel 6.10 Kinerja usaha perikanan tangkap jaring udang di perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan NPV Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun ROI PP
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Nilai 97.201.304,33 1.773.366,67 21.280.400,00 469.800,00 5.637.600,00 10,13 0,10
Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp.97.201.304,33. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih
152 yang diperoleh selama kurun waktu 8 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp.97.201.304,33 (Tabel 6.10 dan Lampiran 12).
Dengan kata lain,
secara finansial investasi untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap jaring udang ini memberikan manfaat bersih yang positif (menguntungkan). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan jaring udang sebesar 10,13. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 1013 % dari investasi.
Tingginya ROI ini dikarenakan usaha
perikanan dengan alat tangkap jaring udang ini mempunyai nilai investasi yang sangat kecil namun hasil tangkapan yang diperoleh bernilai ekonomi tinggi. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 0,10 yang berarti waktu
pengembalian investasi yang telah dilakukan kurang dari 1 tahun atau kurang lebih 2 bulan. Dengan kata lain, secara financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap jaring udang memberikan nilai yang positif (menguntungkan). 6.3.1.2 Kabupaten Tegal (1)
Alat tangkap rampus
Investasi awal usaha penangkapan dengan alat tangkap rampus ini membutuhkan biaya sebesar Rp.12.300.000,00 yang terdiri dari pembelian perahu sebesar Rp.6.000.000,00, mesin sebesar Rp.4.000.000,00, dan jaring rampus sebesar Rp.2.300.000,00 (Tabel 6.11 dan Lampiran 13). Umur teknis perahu dan mesin masing-masing 10 tahun, sedangkan umur teknis jaring rampus adalah 1 tahun. Tabel 6.11 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis investasi usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3
Jenis Investasi Perahu Mesin Jaring Rampus Jumlah
Nilai Investasi (Rp.) 6.000.000,00 4.000.000,00 2.300.000,00 12.300.000,00
Umur Teknis (Tahun) 10 10 1
Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan jaring rampus dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun
153 sebesar Rp.1.274.000,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp.150.000,00, perbaikan mesin sebesar Rp.500.000,00 dan perbaikan jaring rampus sebesar Rp.360.000,00 yang dilakukan setiap tahun sekali (Tabel 6.12). Biaya tetap pelumas dilakukan 2 kali dalam sebulan atau 24 kali dalam setahun, dimana untuk pelumas Rp.22.000,00 setiap bulannya. Tabel 6.12 Biaya tetap per tahun usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4
Jenis Biaya Tetap Perbaikan Perahu Perbaikan Mesin Perbaikan Jaring Rampus Pelumas Jumlah
Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 150.000,00 500.000,00 360.000,00 264.000,00 1.274.000,00
Total biaya variabel rata-rata perbekalan yang dikeluarkan setiap tahun untuk usaha perikanan dengan alat tangkap jaring rampus yang beroperasi dalam 220 trip sebesar Rp.8.712.000,00 (Tabel 6.13). Biaya variabel terdiri dari BBM sebanyak 12 liter setiap trip sehingga dalam setahun membutuhkan sebesar Rp.6.072.000,00, es sebesar Rp.220.000,00 per tahun, dan perbekalan konsumsi sebesar Rp.2.420.000,00 per tahun. Tabel 6.13 Biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan jaring rampus setiap tahun di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3
Banyaknya Perbekalan BBM 12 liter Es 1 paket Perbekalan Konsumsi 2 orang Jumlah Jenis Perbekalan
Harga (Rp.) 2.300,00 1.000,00 5.500,00
Biaya Perbekalan (Rp.) 6.072.000,00 220.000,00 2.420.000,00 8.712.000,00
Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap Rampus antara lain kembung, tigawaja, petek, dan tembang. Rata-rata hasil tangkapan ikan dan rata-rata harga setiap tahun untuk ikan kembung 3.020 kg (Rp.5.000,00), tigawaja 2.240 kg (Rp.2.000,00), petek 3.720 kg (Rp.800,00) dan tembang
154 7.660 kg (Rp.800,00). Rata-rata total pendapatan setiap tahun untuk alat tangkap Rampus sebesar Rp.28.684.000,00 (Tabel 6.14). Tabel 6.14 Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun pada usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4
Jenis Ikan Rata-rata Jumlah Harga RataTertangkap Tangkapan (Kg) rata (Rp.) Kembung 3.020 5.000,00 Tigawaja 2.240 2.000,00 Petek 3.720 800,00 Tembang 7.660 800,00 Rata-rata Total Pendapatan Setiap Tahun
Nilai Rata-rata (Rp.) 15.100.000,00 4.480.000,00 2.976.000,00 6.128.000,00 28.684.000,00
Usaha perikanan dengan alat tangkap jaring rampus dioperasikan oleh 2 orang nelayan, dimana pemilik terlibat juga sebagai nelayan (Tabel 6.15). Sistem bagi hasil yang digunakan dari penerimaan bersih setelah dikurangi biaya variabel adalah ½ bagian atau 50 % untuk pemilik dalam hal ini bagian untuk perahu, mesin dan jaring. Sementara itu ½ bagian lagi untuk 2 orang nelayan (pemilik dan ABK yang memperoleh 50 % dari ½ bagian tersebut). Tabel 6.15 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No 1 2
Keterangan Perahu, Mesin dan Jaring Rampus ABK (2 orang) Jumlah
Jumlah
Bagian
1
½
2
½ 1
Bagi Hasil yang Diterima (%) 50,00 50,00 100,00
Rata-rata pendapatan pemilik armada jaring rampus per bulan sebesar Rp. 451.000,00 atau dalam setahun memperoleh Rp. 5.412.000,00 (Tabel 6.16), sedangkan untuk pendapatan rata-rata nelayan ABK jaring rampus per bulan sebesar Rp.416.083,33 atau dalam setahun memperoleh Rp.4.993.000,00.
155 Tabel 6.16 Kinerja usaha perikanan jaring rampus di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan NPV Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun ROI PP
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Nilai 30.725.041,93 451.000,00 5.412.000,00 416.083,33 4.993.000,00 0,44 2,27
Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp.30.725.041,93. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih yang diperoleh selama kurun waktu 10 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp.30.725.041,93 (Tabel 6.16 dan Lampiran 14). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan dengan alat tangkap rampus sebesar 0,44. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 44 % dari investasi. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 2,27 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan selama 2 tahun 3 bulan atau 27 bulan. Secara keseluruhan financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap rampus memberikan nilai yang positif (menguntungkan). (2)
Alat tangkap bundes
Usaha perikanan dengan alat tangkap bundes menggunakan investasi awal sebesar
Rp.20.000.000,00
yaitu
untuk
perahu
Rp.9.000.000,00,
mesin
Rp.5.000.000,00 dan alat tangkap bundes Rp.6.000.000,00 (Tabel 6.17 dan Lampiran 15). Umur teknis untuk perahu adalah 10 tahun dan mesin selama 8 tahun sedangkan untuk alat tangkap bundes selama 7 tahun. Tabel 6.17 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis investasi usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3
Jenis Investasi Perahu Mesin Bundes Jumlah
Nilai Investasi (Rp.) 9.000.000,00 5.000.000,00 6.000.000,00 20.000.000,00
Umur Teknis (Tahun) 10 8 7
156 Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan bundes dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp.4.036.000,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp.1.000.000,00, perbaikan mesin sebesar Rp.500.000,00 dan perbaikan bundes sebesar Rp.2.200.000,00 yang dilakukan setiap tahun sekali (Tabel 6.18). Biaya tetap pelumas dilakukan 1 kali dalam sebulan atau 12 kali dalam setahun, dimana untuk pelumas Rp.28.000,00 setiap bulannya. Tabel 6.18 Biaya tetap per tahun usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4
Jenis Biaya Tetap Perbaikan Perahu Perbaikan Mesin Perbaikan Bundes Pelumas Jumlah
Jumlah Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 1.000.000,00 500.000,00 2.200.000,00 336.000,00 4.036.000,00
Total biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan setiap tahun untuk usaha perikanan dengan alat tangkap bundes yang beroperasi dalam 210 trip sebesar Rp.26.040.000,00. Biaya variabel terdiri dari BBM sebanyak 10 liter setiap trip sehingga dalam setahun membutuhkan sebesar Rp.4.830.000,00, air tawar sebesar Rp.210.000,00 per tahun, dan perbekalan konsumsi sebesar Rp.21.000.000,00 per tahun. Pada Tabel 6.19 ditunjukkan biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan armada perikanan alat tangkap bundes setiap tahun. Tabel 6.19 Biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan bundes setiap tahun di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3
Banyaknya Harga Perbekalan / Nilai BBM 10 liter 2.300 Konsumsi 1 paket 100.000 Air Tawar 1 paket 1.000 Total Biaya Rata-rata Perbekalan Jenis Perbekalan
Biaya Perbekalan (Rp.) 4.830.000,00 21.000.000,00 210.000,00 26.040.000,00
157 Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap bundes ini adalah rebon. Rata-rata hasil tangkapan rebon setiap tahun sebanyak 1.880 kg dengan rata-rata harga Rp.60.000,00 per kilogramnya, sehingga total pendapatan rata-rata dalam 1 tahun untuk alat tangkap bundes mencapai Rp.94.000.000,00. Usaha perikanan dengan alat tangkap bundes dioperasikan oleh 14 orang nelayan.
Sistem bagi hasil yang digunakan dari penerimaan bersih setelah
dikurangi biaya variabel adalah 40 bagian atau 40 % untuk pemilik dalam hal ini bagian untuk perahu, mesin dan bundes (Tabel 6.20). Sementara itu 60 bagian atau 60 % untuk 14 orang nelayan (setiap ABK memperoleh 1/14 dari 60 bagian tersebut). Tabel 6.20 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2
Keterangan Pemilik ABK (14 orang) Jumlah
Jumlah
Bagian
1 14
40 60 100
Bagi Hasil yang Diterima (%) 40,00 60,00 100,00
Rata-rata pendapatan pemilik armada yang mengoperasikan bundes per bulan
sebesar
Rp.1.730.488,10
atau
dalam
setahun
memperoleh
Rp.20.765.857,14. Untuk pendapatan rata-rata setiap nelayan ABK bundes per bulan sebesar Rp.242.714,29 atau dalam setahun memperoleh Rp.2.912.571,43 (Tabel 6.21). Tabel 6.21 Kinerja usaha perikanan bundes di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan NPV Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun ROI PP
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Nilai 129.122.677,43 1.730.488,10 20.765.857,14 242.714,29 2.912.571,43 1,04 0,96
Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp.129.122.677,43.
Angka ini menunjukkan bahwa hasil
158 bersih yang diperoleh selama kurun waktu 10 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp.129.122.677,43 (Tabel 6.21 dan Lampiran 16).
Tingkat
pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan dengan alat tangkap bundes sebesar 1,04. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 104 % dari investasi yang dilakukan. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 0,96 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan selama 11,5 bulan. Secara keseluruhan dengan financial performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap bundes memberikan
nilai yang positif (menguntungkan). (3)
Alat tangkap payang gemplo
Usaha perikanan dengan alat tangkap gemplo menggunakan investasi awal sebesar Rp.18.000.000,00 yaitu untuk perahu baru Rp.9.000.000,00, mesin Rp.5.000.000,00 dan alat tangkap payang gemplo Rp.4.000.000,00 (Tabel 6.22 dan Lampiran 17). Umur teknis untuk perahu adalah 10 tahun sedangkan mesin dan alat tangkap payang gemplo selama 5 tahun. Tabel 6.22 Jenis dan nilai investasi serta umur teknis usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3
Jenis Investasi
Nilai Investasi (Rp.)
Perahu Mesin Payang Gemplo Jumlah
9.000.000,00 5.000.000,00 4.000.000,00 18.000.000,00
Umur Teknis (Tahun) 10 5 5
Biaya tetap terdiri dari perbaikan perahu, perbaikan mesin, perbaikan payang gemplo dan pelumas. Total biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun sebesar Rp.3.392.000,00 yaitu perbaikan perahu sebesar Rp.900.000,00, perbaikan mesin
sebesar
Rp.500.000,00
dan
perbaikan
payang
gemplo
sebesar
Rp.1.800.000,00 yang dilakukan setiap tahun sekali (Tabel 6.23). Biaya tetap pelumas dilakukan 1 kali dalam sebulan atau 12 kali dalam setahun, dimana untuk pelumas Rp.16.000,00 setiap bulannya.
159 Tabel 6.23 Biaya tetap per tahun usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4
Jenis Biaya Tetap Perbaikan Perahu Perbaikan Mesin Perbaikan Bundes Pelumas Jumlah
Jumlah Biaya Tetap Per Tahun (Rp.) 900.000,00 500.000,00 1.800.000,00 192.000,00 3.392.000,00
Total biaya variabel rata-rata setiap tahun untuk usaha perikanan dengan alat tangkap payang gemplo yang beroperasi dalam 230 trip sebesar Rp.17.940.000,00. Biaya variabel ini terdiri dari BBM sebanyak 10 liter setiap trip sehingga dalam setahun sebesar Rp.5.520.000,00, perbekalan konsumsi
sebesar Rp.11.500.000,00 per tahun, air tawar sebesar Rp.230.000,00 per tahun dan es sebesar Rp.690.000,00 (Tabel 6.24).
Tabel 6.24 Biaya rata-rata perbekalan usaha perikanan payang gemplo setiap tahun di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4
Banyaknya Harga Perbekalan / Nilai BBM 10 liter 2400 Konsumsi 1 paket 50.000 Air Tawar 1 paket 1.000 Es 1 paket 3.000 Total Rata-rata Biaya Perbekalan Jenis Perbekalan
Biaya Perbekalan (Rp.) 5.520.000,00 11.500.000,00 230.000,00 690.000 17.940.000,00
Jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap payang gemplo ini antara lain teri nasi dan teri jawa. Rata-rata hasil tangkapan teri nasi setiap tahun sebanyak 2.975 kg dengan rata-rata harga Rp.7.000,00 per kilogramnya, sedangkan rata-rata hasil tangkapan teri jawa sebanyak 4.650 kg dengan rata-rata harga Rp.4.500,00 per kilogramnya. Total pendapatan rata-rata dalam 1 tahun untuk alat tangkap payang gemplo mencapai Rp.41.750.000,00 (Tabel 6.25).
160 Tabel 6.25 Jenis ikan, jumlah tangkapan dan harga rata-rata setiap tahun pada usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2
Jenis Ikan Rata-rata Jumlah Harga RataTertangkap Tangkapan (Kg) rata (Rp.) Teri nasi 2.975 7.000,00 Teri Jawa 4.650 4.500,00 Total Pendapatan Rata-rata Setiap Tahun
Nilai Rata-rata (Rp.) 20.825.000,00 20.925.000,00 41.750.000,00
Usaha perikanan dengan alat tangkap payang gemplo dioperasikan oleh 6 orang nelayan. Sistem bagi hasil yang digunakan dari penerimaan bersih setelah dikurangi biaya variabel adalah 40 bagian atau 40 % untuk pemilik dalam hal ini bagian untuk perahu, mesin dan bundes (Tabel 6.26). Sementara itu 60 bagian atau 60 % untuk 6 orang nelayan (Setiap ABK memperoleh 1/6 dari 60 bagian tersebut). Tabel 6.26 Sistem bagi hasil pada usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2
Keterangan Pemilik ABK (6 orang) Jumlah
Jumlah
Bagian
1 6
40 60 100
Bagi Hasil yang Diterima (%) 40,00 60,00 100,00
Pada Tabel 6.27 menunjukkan rata-rata pendapatan pemilik armada yang mengoperasikan payang gemplo per bulan sebesar Rp.286.000,00 atau dalam setahun memperoleh Rp.3.432.000,00. Untuk pendapatan rata-rata nelayan ABK payang gemplo per bulan sebesar Rp.198.416,67 atau dalam setahun memperoleh Rp.2.381.000,00. Tabel 6.27 Kinerja usaha perikanan payang gemplo di perairan Kabupaten Tegal No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan NPV Pendapatan Rata-rata Pemilik Perbulan Pendapatan Rata-rata Pemilik Pertahun Pendapatan Rata-rata 1 ABK Perbulan Pendapatan Rata-rata 1 ABK Pertahun ROI PP
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
Nilai 17.020.970,37 286.000,00 3.432.000,00 198.416,67 2.381.000,00 0,19 5,28
161 Berdasarkan hasil perhitungan dan interest rate sebesar 8 % diperoleh hasil NPV sebesar Rp.17.020.970,37. Angka ini menunjukkan bahwa hasil bersih yang diperoleh selama kurun waktu 10 tahun ke depan jika dinilai sekarang adalah sebesar Rp.17.020.970,37 (Tabel 6.27 dan Lampiran 18). Tingkat pengembalian investasi (return of investment atau ROI) untuk perikanan dengan alat tangkap payang gemplo sebesar 0,19. Hal ini berarti benefit yang diterima pemilik selama 1 tahun sebesar 19 % dari investasi yang dilakukan. Payback period (PP) yang diperoleh sebesar 5,24 yang berarti waktu pengembalian investasi yang telah dilakukan lebih dari 5 tahun 3 bulan.
Secara keseluruhan dengan financial
performance analysis untuk kegiatan usaha perikanan dengan alat tangkap payang
gemplo masih memberikan benefit, namun jika dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh tersebut memberikan manfaat yang sangat kecil baik bagi pemilik maupun bagi ABK. 6.3.2
Kondisi ekonomi dalam atribut Rapfish
Penyusunan skor status keberlanjutan pada dimensi ekonomi perikanan tangkap skala kecil berdasarkan keadaan lapang daerah penelitian dan berdasarkan acuan dari kriteria yang telah dibuat. Hasil wawancara dan pengamatan lapang yang dilakukan pada dua wilayah yaitu Kabupaten Serang (Pasauran, Kecamatan Cinangka) dan Perairan Kabupaten Tegal menghasilkan variabel atau atribut yang dapat dilihat pada Tabel 6.38 dan Lampiran 8. Untuk pendefinisian kriteria data dari variabel atau atribut pada Tabel 6.38 tersebut maka dilakukan analisis data sebagai fakta atau realita data dalam atribut Rapfish. 6.3.2.1 Keuntungan
Dalam atribut ekonomi keberlanjutan usaha perikanan tangkap faktor yang paling penting adalah profit. Faktor profit atau keuntungan inilah yang akan menentukan apakah seseorang akan bertahan atau berhenti dari usaha perikanan tangkap. Jika dilihat dari sisi pemilik maka yang akan dilihat seperti NPV, net benefit dan pendapatan (net revenue), sedangkan jika dilihat dari sisi ABK yang
dilihat adalah besarnya pendapatan dan keberlanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau rumah tangganya.
Dalam analisis finansial yang telah dilakukan
162 sebelumnya
terlihat
nilai-nilai
yang
dibutuhkan
untuk
terjaminnya
keberlangsungan atau keberlanjutan perikanan tangkap secara ekonomi. Secara umum pada Tabel 6.28 menunjukkan semua kegiatan perikanan tangkap baik payang bugis, jaring udang, jaring rampus, bundes dan payang gemplo menunjukkan hasil yang positif dan masih menguntungkan.
Faktor
ekonomi yang masih positif dan menguntungkan inilah yang menyebabkan pemilik armada perikanan tangkap masih bertahan sampai saat ini. Tapi jika ditinjau lebih mendalam, positifnya nilai NPV dan net revenue (pendapatan) disebabkan oleh sistem bagi hasil yang cenderung positif (menguntungkan), dimana biaya variabel (operasional) sebagai faktor pengurang terbesar dari penerimaan ditanggung bersama antara pemilik dan nelayan ABK. Pada Tabel 6.28 terlihat perbandingan nilai keuntungan dari masingmasing alat tangkap baik di Kabupaten Serang maupun Kabupaten Tegal. Secara keseluruhan, perbandingan nilai-nilai yang diperoleh melalui analisis finansial ditunjukkan bahwa usaha perikanan yang menggunakan jaring udang (Serang) sangat menguntungkan (0). Usaha perikanan yang menggunakan alat tangkap payang bugis (Serang) dan bundes (Tegal) masih menguntungkan (1). Usaha perikanan yang mengoperasikan jaring rampus (Tegal) dapat dikatakan sedikit menguntungkan (2), sedangkan untuk alat tangkap payang gemplo (Tegal) mendekati impas atau hanya kembali modal (3). Tabel 6.28 Perbandingan kinerja usaha perikanan payang bugis, jaring udang, jaring rampus, bundes dan payang gemplo Jenis Usaha Perikanan Payang bugis Jaring udang Rampus Bundes Payang gemplo
Pendapatan pemilik (Rp.) Pendapatan ABK (Rp.) NPV ROI PP (Rp.) (%) (tahun) per tahun per bulan per tahun per bulan 132.589.731 0,83 1,21 25.388.333 2.115.694 4.500.000 375.000 97.201.304 10,13 0,10 21.280.400 1.773.367 5.637.600 469.800 30.725.042 0,44 2,27 5.412.000 451.000 4.993.000 416.083 129.122.677 1,04 0,96 20.765.857 1.730.488 2.912.571 242.714 17.020.970 0,19 5,24 3.432.000 286.000 2.381.000 198.417
6.3.2.2 Kontribusi perikanan terhadap PDRB
Prestasi ekonomi suatu negara atau daerah dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat. Salah satu indikator yang ideal untuk mengukur tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah adalah pendapatan regional. Dalam kaitan prestasi
163 ekonomi suatu daerah alat ukurnya adalah PDRB yang merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah yang mampu diciptakan akibat timbulnya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah. Pendapatan regional pada dasarnya merupakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikurangi penyusutan, pajak tak langsung dan ditambah pendapatan netto yang mengalir dari daerah lain. Laju pertumbuhan PDRB merupakan suatu pendekatan indikator ekonomi makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. biasanya
digunakan
untuk
menilai
sampai
seberapa
pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu.
jauh
Indikator ini keberhasilan
Dengan demikian
indikator ini dapat pula dipakai untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan kegiatan perekonomian begitu juga sebaliknya. Aspek lain yang perlu diperhatikan berkenaan dengan PDRB terutama sekali adalah struktur (sebaran sektor) ekonominya. Struktur ekonomi dipandang sangat penting, karena kita bisa melihat seberapa besar tiap sektor berperan dalam menghasilkan total nilai tambah, selanjutnya bisa diamati sektor-sektor mana saja yang tumbuh dan sektor-sektor apa saja yang mempunyai peluang untuk dikembangkan. Ditinjau dari perhitungan atas dasar harga berlaku, PDRB Kabupaten Serang meningkat 8,15 % yaitu dari 8.212 milyar rupiah pada tahun 2002 menjadi 8.941 milyar rupiah pada tahun 2003 (Tabel 6.29). Menurut perhitungan atas dasar harga konstan 1993, PDRB Kabupaten Serang meningkat dengan laju pertumbuhan PDRB sebesar 4,02 % yaitu dari 2.752 milyar rupiah pada tahun 2002 menjadi 2.867 milyar rupiah pada tahun 2003. Tabel 6.29 PDRB Kabupaten Serang atas dasar harga konstan (tahun dasar 1993) dari tahun 2002 – 2003 No Lapangan Usaha 1 Pertanian (juta Rupiah) 2 Perikanan (juta Rupiah) Total PDRB Kab. Serang (juta Rupiah) % PDRB Perikanan Terhadap PDRB Pertanian % PDRB Perikanan Terhadap Total PDRB % PDRB Pertanian Terhadap Total PDRB Sumber : Kabupaten Serang dalam Angka, 2004
2002 370.205 38.137 2.751.767 10,302 1,386 13,453
2003 381.474 39.903 2.867.055 10,460 1,392 13,305
164 Sumbangan subsektor perikanan terhadap total PDRB Kabupaten Serang pada tahun 2002 hanya 1,386 % dan terjadi peningkatan menjadi 1,392 % pada tahun 2003 (Tabel 6.29). Sumbangan subsektor perikanan terhadap total PDRB Kabupaten Serang memang dirasakan sangat kecil.
Pada Tabel 6.30 juga
ditunjukkan PDRB subsektor perikanan terhadap sektor pertanian mempunyai peran yang cukup besar dimana PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2002 mencapai 10,302 % dan mengalami peningkatan menjadi 10,460 % pada tahun 2003. Secara keseluruhan subsektor perikanan pada tahun 2003 mempunyai peran 1,392 % terhadap total PDRB kabupaten Serang sehingga dapat dikatakan bahwa PDRB subsektor perikanan masih rendah (0). Total PDRB Kabupaten Tegal pada Tahun 2003 sebesar 1.045 milyar rupiah (Tabel 6.30).
Sumbangan sektor pertanian terhadap total PDRB di
Kabupaten Tegal sangat besar pada tahun 2003 mencapai 24,628 % atau 257 milyar rupiah. Sumbangan subsektor perikanan terhadap sektor pertanian Kabupaten Tegal memang dirasakan sangat kecil yaitu hanya mencapai 1,063 % atau 2,73 milyar rupiah.. Secara keseluruhan subsektor perikanan mempunyai peran 0,262 % pada tahun 2003 terhadap total PDRB kabupaten Tegal sehingga dapat dikatakan bahwa PDRB dari subsektor perikanan masih rendah (0). Tabel 6.30 PDRB Kabupaten Tegal atas dasar harga konstan (tahun 1993) tahun 2003 No Lapangan Usaha 1 Pertanian (juta Rupiah) 2 Perikanan (juta Rupiah) Total PDRB Kab. Tegal (juta Rupiah) % PDRB Perikanan Terhadap PDRB Pertanian % PDRB Perikanan Terhadap Total PDRB % PDRB Pertanian Terhadap Total PDRB Sumber : Kabupaten Tegal dalam Angka, 2004
2003 257.204,75 2.734,06 1.044.782,35 1,063 0,262 24,628
6.3.2.3 Pendapatan per kapita
Data PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumberdaya alam dan manusia serta teknologi yang dimiliki untuk terjadinya suatu proses produksi menghasilkan barang dan jasa.
Sehubungan dengan
keterbatasan data yang tersedia maka untuk mengukur tingkat kemajuan
165 perekonomian suatu daerah baru dapat digambarkan hanya dengan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Melalui PDRB kita juga bisa mengamati ketimpangan/gap ekonomi melalui distribusi pendapatan yang diterima oleh kelompok-kelompok tertentu dari penduduk. Apakah pendapatan tersebut menyebar secara merata di seluruh kelompok penduduk atau hanya merata di beberapa kelompok saja. Pendapatan penduduk per kapita diperoleh dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. PDRB Kabupaten Serang selalu meningkat baik ditinjau atas dasar harga berlaku sebesar 8,88 % maupun atas dasar harga konstan sebesar 4,19 % (Tabel 6.31). Jumlah penduduk Kabupaten Serang pada pertengahan tahun 2002 mencapai 1.702.340 orang dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,17 % pada tahun 2003 yang mencapai 1.756.278 orang.
Pendapatan per kapita
Kabupaten Serang berdasarkan harga berlaku pada tahun 2002 sebesar Rp.4.824.065,00 per tahun mengalami peningkatan 5,53 % pada tahun 2003 menjadi Rp.5.090.990,00 per tahun. Tabel 6.31 Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Serang tahun 2002 dan Tahun 2003 No 1
Uraian
2002 (Rp.)
2003 (Rp.)
PDRB Atas Dasar 8.212.199.000.000 8.941.194.000.000 Harga Berlaku 2 PDRB Atas Dasar 2.751.767.000.000 2.867.055.000.000 Harga Konstan 1993 3 Jumlah Penduduk 1.702.340 1.756.278 Pertengahan tahun 4 PDRB Per kapita atas 4.824.065 5.090.990 harga berlaku 5 PDRB Per kapita atas dasar harga konstan 1.616.461 1.632.461 1993 6 Kebutuhan Hidup 579.355,69 Minimum per Bulan Sumber : Kabupaten Serang dalam Angka, 2004
∆ (%) 8,88 4,19 3,17 5,53 0,99 -
Pendapatan per kapita Kabupaten Serang atas dasar harga konstan tahun 1993 pada tahun 2002 sebesar Rp.1.616.461,00 per tahun dan mengalami
166 peningkatan 0,99 % pada tahun 2003 menjadi Rp.1.632.461,00 per tahun. Namun dalam menghitung pendapatan per kapita Kabupaten Serang tahun 2003 digunakan PDRB berdasarkan atas dasar harga berlaku sebesar Rp.5.090.990,00 per tahun atau Rp.424.429,00 per bulan dibandingkan dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Kabupaten Serang tahun 2003 sebesar Rp.579.355,69 per bulan atau Rp.6.952.268,00 per tahun (Kabupaten Serang dalam Angka, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan perkapita Kabupaten Serang hanya 73,23 % dari KHM atau masih di bawah KHM (1). Pendapatan penduduk per Kapita diperoleh dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk. PDRB Kabupaten Tegal selalu meningkat baik ditinjau atas dasar harga berlaku sebesar 11,37 % maupun atas dasar harga konstan sebesar 5,05 % (Tabel 6.32).
Jumlah penduduk Kabupaten Tegal pada tahun 2002
mencapai 1.410.458 orang dan mengalami pertumbuhan sebesar 0,91 % pada tahun 2003 yang mencapai 1.423.346 orang. Pendapatan per kapita Kabupaten Tegal berdasarkan harga berlaku pada tahun 2002 sebesar Rp.1.944.770,67 per tahun mengalami peningkatan 10,36 % pada tahun 2003 menjadi Rp.2.146.315,46 per tahun. Tabel 6.32 Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Tegal tahun 2002 dan tahun 2003 (dalam Rupiah) No Uraian 2002 2003 1 PDRB Atas Dasar 2.743.017.350.000 3.054.949.530.000 Harga Berlaku 2 PDRB Atas Dasar 994.577.120.000 1.044.782.350.000 Harga Konstan 1993 3 Jumlah Penduduk 1.410.458 1.423.346 Pertengahan tahun 4 PDRB Per kapita atas 1.944.770,67 2.146.315,46 harga berlaku 5 PDRB Per kapita atas dasar harga konstan 705.144,80 734.032,59 1993 6 Kebutuhan Hidup 365.000 Minimum per Bulan Sumber : Kabupaten Tegal dalam Angka, 2004
∆ (%) 11,37 5,05 0,91 10,36 4,10 -
167 Pendapatan per kapita Kabupaten Tegal atas dasar harga konstan (tahun 1993) pada tahun 2002 sebesar Rp.705.144,80 per tahun dan mengalami peningkatan 4,10 % pada tahun 2003 menjadi Rp.734.032,59 per tahun. Dalam menghitung pendapatan per kapita Kabupaten Tegal tahun 2003 digunakan PDRB berdasarkan atas dasar harga berlaku sebesar Rp.2.146.315,46 per tahun atau Rp.178.849,62 per bulan dibandingkan dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Kabupaten Tegal tahun 2003 sebesar Rp.365.000,00 per bulan atau Rp.4.380.000,00 per tahun (Kabupaten Tegal dalam Angka, 2003).
Hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan perkapita Kabupaten Tegal hanya 49 % dari KHM atau sangat jauh dibawah KHM (0). 6.3.2.4 Sifat kepemilikan sarana penangkapan (penerima keuntungan dari kepemilikan)
Sifat kepemilikan sarana penangkapan pada akhirnya berhubungan dengan penerimaan keuntungan dari usaha perikanan. Kepemilikan sarana penangkapan ada yang dimiliki oleh pemilik lokal, campuran antara pemilik lokal dan nonlokal maupun pemilik nonlokal yang menanamkan modalnya di usaha perikanan pada suatu wilayah. Sifat kepemilikan sarana penangkapan ini selain menunjukkan penerimaan keuntungan juga menunjukkan tingkat kemandirian penduduk sekitar terhadap kepemilikan aset usaha perikanan yang tidak tergantung pada pihak luar. Pada penelitian di wilayah Serang dan Tegal, sifat kepemilikan sarana penangkapan semuanya dimiliki oleh pemilik lokal (0) baik untuk alat tangkap payang bugis, jaring udang, bundes, payang gemplo dan rampus. 6.3.2.5 Tingkat subsidi
Subsidi dalam kegiatan perikanan tangkap yang menggunakan mesin sangat diperlukan. Subsidi tersebut adalah bahan bakar minyak (BBM) seperti solar, minyak tanah, dan pelumas.
Jika subisidi tidak diberikan maka akan
meningkatkan biaya produksi sehingga akan menurunkan penerimaan atau keuntungan para nelayan. Ada 2 hal yang dapat dilakukan agar nelayan masih tetap mendapatkan keuntungan yaitu efisiensi biaya produksi atau memperbaiki
168 struktur harga jual ikan, namun jika menaikkan harga jual ikan pasar sulit menyerap produksi ikan tangkapan nelayan. Subsidi BBM atau bahan bakar minyak merupakan keharusan mutlak (4) antara lain usaha perikanan yang mengoperasikan alat tangkap payang bugis sebesar (70,59 %), jaring rampus (69,70 %), dan payang gemplo (30,77 %). Pada usaha perikanan yang beroperasi dengan bundes pengaruh faktor BBM sebesar 18,55 % dari biaya produksi yang sangat tergantung terhadap bahan bakar minyak (3). Ketergantungan subsidi BBM pada alat tangkap jaring udang bisa dikatakan tidak ada (0) karena masih sangat tradisional yaitu menggunakan dayung. Pada saat terjadi kenaikan harga BBM (solar) dari harga rata-rata Rp.2.300 per liter di tingkat nelayan menjadi Rp.4.300,00 per liter (Tabel 6.33). Biaya BBM untuk usaha perikanan dengan payang bugis meningkat 10,54 % (70,59 menjadi 81,13 %), jaring rampus meningkat 11,43 % (69,70 % menjadi 81,13 %), bundes meningkat 11,30 % (18,55 menjadi 29,86) dan payang gemplo meningkat 13,56 % (30,77 % menjadi 44,33 %). Hal ini menunjukkan sebenarnya diperlukan subsidi perikanan terutama BBM yang pada umumnya merupakan faktor terbesar dari biaya produksi. Tabel 6.33 Pengaruh BBM terhadap biaya produksi
No
Usaha Perikanan
1 2 3 4 5
Payang bugis Jaring Udang Jaring Rampus Bundes Payang Gemplo
Biaya Produksi / Variabel (Rp.) 17.000.000 8.712.000 4.830.000 17.940.000
Biaya BBM 12.000.000 6.072.000 26.040.000 5.520.000
Pengaruh BBM terhadap Biaya Produksi (%) Sebelum Setelah ∆ 70,59 81,13 10,54 69,70 81,13 11,43 18,55 29,86 11,30 30,77 44,33 13,56
6.3.2.6 Alternatif pekerjaan dan pendapatan
Fauzi dan Anna (2002) yang diacu dalam Susilo (2003) di dalam kajiannya terhadap status keberlanjutan perikanan tangkap di DKI Jakarta menyebutkan bahwa lapangan pekerjaan dan pendapatan alternatif di luar perikanan tangkap sangat sensitif terhadap status keberlanjutan perikanan tangkap. Makna dari pernyataan ini adalah bahwa kebijakan yang mampu menciptakan
169 lapangan pekerjaan di luar perikanan serta alternatif pendapatan tersebut harus diambil agar tingkat keberlanjutan pembangunan perikanan tangkap dapat lebih meningkat. Alternatif pekerjaan dan pendapatan nelayan penangkap ikan yang berada di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang jika pada saat musim ikan paceklik antara lain pertanian, perdagangan, pertukangan/kuli bangunan, pariwisata, dan lain-lain.
Dalam bidang pertanian yaitu berkebun, bersawah,
memetik hasil hutan seperti melinjo, pisang, kelapa, kayu bakar dan lainnya. Dalam bidang pariwisata para nelayan biasanya menyewakan perahu sebagai sarana pariwisata bahari, menyewakan tikar-tikar dan tempat peneduh. Dalam bidang perdagangan biasanya mereka ada yang berjualan ikan bakar. Selain itu ada juga nelayan yang berangkat ke kota serang atau tempat lainnya berusaha di bidang pertukangan atau menjadi kuli bangunan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa alternatif pekerjaan dan pendapatan di Kabupaten Serang tersedia cukup banyak (2). Alternatif pekerjaan dan pendapatan nelayan penangkap ikan yang berada di Kabupaten Tegal jika pada saat musim ikan paceklik antara lain pertanian, beternak bebek dan pertukangan/kuli bangunan serta tukang becak. Dalam bidang pertanian yaitu menjadi petani penggarap sawah padi dan penggarap ladang bawang.
Upah yang diterima oleh petani penggarap ini sangat kecil karena
banyaknya tenaga kerja yang berminat, juga keahlian mereka yang sangat terbatas dalam bidang pertanian. Dalam bidang peternakan para nelayan biasanya beralih beternak bebek untuk diambil telurnya, namun hal ini menjadi kendala karena selain modal yang besar dan waktu yang lama juga menimbulkan penyakit akibat kotoran bebek yang tersebar kemana-mana sehingga hal ini menjadi keterbatasan alternatif pendapatan. Selain itu ada juga nelayan yang berangkat ke kota Jakarta atau kota-kota lainnya berusaha di bidang pertukangan atau menjadi kuli bangunan dan menjadi tukang becak karena alternatif pekerjaan dalam bidang ini sangat kecil sekali. Dari semua kenyataan ini menunjukkan bahwa alternatif pekerjaan dan pendapatan di Kabupaten Tegal tersedia namun sangat sedikit (1).
170 6.3.2.7 Besarnya saluran pemasaran perikanan
Produksi untuk ikan yang tertangkap oleh nelayan payang bugis adalah ikan konsumsi. Ikan konsumsi yang tertangkap antara lain layang, kembung, selar, dan lainnya. Pemasaran ikan konsumsi yang tertangkap nelayan payang bugis tersebut kebanyakan mempunyai pasar lokal (0) dan nasional (1). Sementara itu untuk produk perikanan yang tertangkap oleh jaring udang antara lain udang lobster dan ikan-ikan karang.
Untuk udang biasanya dibeli oleh
pengumpul-pengumpul khusus udang dengan harga yang cukup tinggi dan mempunyai pasar internasional (2), sedangkan untuk ikan-ikan karang yang tertangkap biasanya dijual ke pengumpul yang mempunyai pasar nasional (1). Hasil produksi perikanan yang beroperasi dengan alat tangkap jaring rampus antara lain ikan kembung, ikan tigawaja, ikan pepetek, dan ikan tembang. Hasil produksi perikanan yang beroperasi dengan alat tangkap bundes adalah rebon, sedangkan hasil produksi perikanan yang menggunakan alat tangkap payang gemplo adalah teri nasi dan teri jawa. Secara keseluruhan usaha perikanan dengan alat tangkap jaring rampus, bundes dan payang gemplo adalah ikan-ikan konsumsi lokal (0) dan nasional (1). 6.3.2.8 Pendapatan relatif antar setiap alat tangkap
Upah Minimum Regional atau pada saat ini dikenal Upah Minimum Propinsi (UMP) yang berlaku di Banten adalah Rp.585.000,00 per bulan sesuai dengan Kebutuhan Hidup Minimum Propinsi (Tabel 6.34).
Upah Minimum
Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp.390.000,00 per bulan sedangkan Kebutuhan Hidup Minimum yang disyaratkan di propinsi ini sebesar Rp.405.282,00 per bulan. Hal ini berarti Upah Minimum Propinsi di Jawa Tengah masih di bawah atau kurang 3,77 % dari Kebutuhan Hidup Minimumnya.
171 Tabel 6.34 Daftar upah minimum propinsi / upah minimum kabupaten tahun 2005 untuk Provinsi Banten dan Jawa Tengah
1
Banten
UMP (Rp.) 585.000
2
Jawa Tengah
390.000
No
Propinsi
KHM (Rp.) 585.000
UMP/KHM (%) 100,00
405.282
96,23
Keterangan SK.Gub.No.561/Kep -246-Huk/04 tgl 2910-04 SK.Gub.No.561/54/2 004 tgl 07-11-2004
Sumber : (www.pajak.net) Keterangan : UMP :
Upah Minimum Propinsi
KHM :
Kebutuhan Hidup Minimum
Tingkat pendapatan nelayan payang bugis dan nelayan jaring udang di Kabupaten Serang, Propinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 6.35.
Nelayan
payang bugis memperoleh hasil atau rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp.375.000,00 atau Rp.4.500.000,00 per tahun sedangkan nelayan Jaring Udang memperoleh pendapatan Rp.469.800,00 atau Rp.5.637.600,00 per tahun (Tabel 6.35).
Rata-rata pendapatan nelayan ABK payang bugis masih dibawah (1)
sedangkan rata-rata pendapatan nelayan ABK jaring udang masih di bawah namun sebenarnya mendekati Upah Minimum Provinsi (1,5) jika dibandingkan dengan Upah Minimum Propinsi dan Kebutuhan Hidup Minimum Provinsi Banten. Tabel 6.35 Pendapatan rata-rata nelayan di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Kabupaten Tegal No 1 2 3 4 5
Keterangan Serang Payang bugis Jaring Udang Tegal Jaring Rampus Bundes Payang Gemplo
Pendapatan Rata-rata per Bulan
Kategori terhadap UMP dan KHM
Skor
Dibawah dibawah-mendekati
1 1,5
Rp. Rp.
375.000,00 469.800,00
Rp. Rp. Rp.
416.083,33 lebih tinggi 242.714,29 Dibawah 198.416,67 sangat jauh dibawah
3 1 0
172 Tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan di Kabupaten Tegal disajikan pada Tabel 6.35 sekligus menunjukkan keragaman tingkat pendapatan yang diperoleh oleh nelayan. Nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring rampus rata-rata pendapatan per bulan Rp.416.083,33 atau Rp.4.993.000,00 per tahun dimana nelayan ABK dengan alat tangkap jaring rampus ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan UMP dan KHM (3). Nelayan yang mengoperasikan bundes mempunyai pendapatan rata-rata per bulan Rp.242.714,29 atau Rp.2.912.571,43 per tahun yang masih dibawah dari UMP dan KHM (1). Nelayan yang menggunakan alat tangkap payang gemplo memperoleh rata-rata pendapatan per bulan sebesar Rp.198.416,67 atau Rp.2.381.000,00 per tahun, sehingga nelayan ABK payang gemplo ini masih sangat jauh dibawah standar Upah Minimum Provinsi maupun Kebutuhan Hidup Minimum (0). 6.3.2.9 Tingkat pendapatan dan produktifitas terhadap waktu bekerja
Pendapatan dan produktifitas nelayan dari usaha perikanan ini juga dapat dilihat dari jumlah curahan waktu bekerja dan penerimaan nelayan usaha perikanan tangkap dalam satu jam. Nelayan yang beroperasi dengan alat tangkap payang bugis rata-rata bekerja 7-8 jam dalam 1 trip, nelayan ABK yang menggunakan jaring udang rata-rata bekerja 3-4 jam per trip, nelayan yang mengoperasikan jaring rampus, bundes dan payang gemplo rata-rata bekerja 8-10 jam per trip. Rata-rata trip dalam 1 bulan diperoleh dengan cara membagi jumlah trip dalam 1 tahun dengan 12 bulan pada masing-masing alat tangkap. Rata-rata
jam bekerja dalam 1 bulan diperoleh dengan mengalikan antara rata-rata jam bekerja dalam 1 trip dengan rata-rata jumlah trip dalam 1 bulan. Penerimaan ratarata nelayan dalam 1 jam diperoleh yaitu dengan cara membagi penerimaan ratarata nelayan dalam 1 bulan (Tabel 6.36) dengan rata-rata jam bekerja dalam 1 bulan.
173 Tabel 6.36 Curahan waktu bekerja dan penerimaan nelayan pada usaha perikanan tangkap per jam No
Keterangan
1 2 3 4 5
Payang bugis Jaring Udang Jaring Rampus Bundes Payang Gemplo
Trip per tahun 200 300 220 210 230
Bekerja per trip (Jam) 7-8 3-4 8-10 8-10 8-10
Trip per bulan (Trip) 17 25 18 18 19
Bekerja per Bulan (Jam) 125,0 87,5 165,0 157,5 172,5
Penerimaan Nelayan per jam (Rp.) 3.000,00 5.369,14 2.521,72 1.541,04 1.150,24
Penerimaan para nelayan ini dapat dibandingkan dengan penerimaan di sektor formal, dimana penerimaan di sektor formal dicantumkan dengan UMP (Upah Minimum Provinsi) yuntuk Provinsi Banten sebesar Rp.585.000,00 per bulan dan untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp.390.000,00 per bulan. Jumlah jam kerja di sektor formal dalam 1 minggu sebanyak 35 jam yang berarti dalam 1 bulan sebanyak 140 jam. Hal ini berarti UMP di Kabupaten Serang atau Provinsi Banten sebesar Rp.4.178,57 per jamnya, sedangkan UMP di Kabupaten Tegal atau Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp.2.785,71 per jamnya. Secara umum pendapatan dan produktifitas setiap nelayan ABK dapat dilihat dari penerimaan perjamnya. Tabel 6.36 menunjukkan bahwa nelayan ABK yang mengoperasikan jaring udang mempunyai penerimaan per jamnya paling besar yaitu sebesar Rp.5.369,14 (2) di atas UMP Provinsi Banten. Penerimaan nelayan ABK yang beroperasi dengan payang bugis sebesar Rp.3.000,00 per jam mendekati UMP (2), nelayan ABK yang beroperasi menggunakan jaring rampus sebesar Rp.2.521,72 per jam mendekati UMP Provinsi Jawa Tengah (1,5), nelayan ABK yang beroperasi menggunakan bundes sebesar Rp.1.541,04 per jam di bawah UMP (0,5) dan terakhir nelayan ABK yang beroperasi menggunakan payang gemplo mempunyai penerimaan per jamnya sangat kecil yaitu sebesar Rp.1.150,24 di bawah UMP (0). 6.3.2.10 Transfer keuntungan
Transfer keuntungan di Kabupaten Serang pada usaha perikanan yang menggunakan payang bugis masih seimbang antar orang lokal dan orang luar (1)
174 karena selisih harga tidak terlalu berbeda jauh.
Selisih nilai dari transfer
keuntungan yang diperoleh dari pengumpul dan nelayan atau orang lokal masih seimbang yaitu sekitar 30 %. Transfer keuntungan untuk produk usaha perikanan yang menggunakan jaring udang di Kabupaten Serang keuntungannya lebih banyak dinikmati oleh orang luar (2) karena produk perikanan yang diperoleh nelayan jaring udang ini merupakan produk ekspor. Oleh karena itu, transfer keuntungan yang diperoleh oleh orang luar sangat tinggi (lebih dari 50 %) dibandingkan yang diterima oleh nelayan atau orang lokal (tidak lebih dari 30 %). Transfer keuntungan di Kabupaten Tegal pada usaha perikanan yang menggunakan jaring rampus, bundes dan payang gemplo terjadi terutama hanya pada orang-orang lokal (0) karena produksi perikanannya lebih banyak dijual di Kabupaten ini. 6.3.2.11 Penyerapan tenaga kerja
Penyerapan tenaga kerja dalam kegiatan perikanan tangkap tergantung dari ukuran perahu atau perahu, jenis alat tangkap dan jumlah waktu penangkapan dalam 1 trip penangkapan.
Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten
Serang yang menggunakan payang bugis dalam 1 trip penangkapan membutuhkan 5-6 orang yang termasuk dalam kategori sedang (1). Usaha penangkapan ikan yang menggunakan jaring udang dilakukan 1-2 orang yang termasuk ke dalam kategori rendah (0). Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Tegal yang menggunakan rampus dalam 1 trip penangkapan dalam 1 perahu membutuhkan 2 orang yang termasuk dalam kategori rendah (0). Pada kegiatan usaha perikanan tangkap yang menggunakan alat tangkap bundes dalam 1 trip penangkapan membutuhkan 14 orang yang termasuk dalam kategori tinggi (2). Kegiatan usaha perikanan tangkap yang menggunakan alat tangkap payang gemplo membutuhkan 6 orang dalam 1 trip penangkapan di Kabupaten Tegal yang termasuk kategori sedang (1).
Penyerapan jumlah tenaga kerja usaha perikanan di Kabupaten Serang dan Kabupaten Tegal berdasarkan kategorinya dapat dilihat pada Tabel 6.37.
175 Tabel 6.37 Kategori penyerapan tenaga kerja usaha perikanan berdasarkan alat tangkap No 1 2 3 4 5
Usaha Perikanan Payang bugis Jaring Udang Jaring Rampus Bundes Payang Gemplo
6.3.3
Jumlah Tenaga Kerja 6 2 2 14 6
Kategori Sedang Rendah Rendah Tinggi Sedang
Skor 1 0 0 2 1
Skor atribut dan indeks keberlanjutan dimensi ekonomi
Realitas data berupa skor-skor berdasarkan kondisi lapangan masingmasing atribut pada dimensi ekonomi. Analisis Rapfish pada dimensi ekonomi ini berjumlah 11 atribut ditunjukkan dalam Tabel 6.38.
Data keuntungan, sifat
kepemilikan, tingkat subsidi, pemasaran perikanan, rata-rata penerimaan relatif ABK terhadap UMR, penerimaan relatif setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja, transfer keuntungan antara pelaku ekonomi lokal dan pelaku ekonomi luar daerah, dan penyerapan tenaga kerja dianalisis berdasarkan per alat tangkap, sedangkan kontribusi perikanan terhadap PDRB, pendapatan per kapita daerah, alternatif pekerjaan dan pendapatan dianalisis secara agregat dari daerah atau wilayah masing-masing usaha perikanan. Nilai skor pada dimensi ekonomi seperti yang tercantum pada Tabel 6.38
di atas kemudian di analisis dengan metode
Rapfish. Tabel 6.38 Realitas data di lapangan dan nilai skor setiap atribut pada dimensi ekonomi
4
Payang bugis 1
Jaring Udang 0
Jaring Rampus 2
1
Payang Gemplo 3
2
0
0
0
0
0
0
3
0
1
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
4
4
0
4
3
4
2
0
2
2
1
1
1
0 4
2 0
0,5 1
1,5 1,5
0,5 3
0,5 1
0,5 0
No
Atribut
Baik
Buruk
1. 2.
Keuntungan Kontribusi perikanan terhadap PDRB Pendapatan per Kapita Daerah Kepemilikan (Penerima keuntungan dari kepemilikan) Tingkat subsidi Alternatif pekerjaan dan pendapatan Pemasaran perikanan Rata-rata penghasilan
0
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bundes
176
No
9.
10.
11.
Atribut
Baik
Buruk
Payang bugis
Jaring Udang
Jaring Rampus
Bundes
Payang Gemplo
2
0
2
2
1,5
0,5
0
0
2
1
2
0
0
0
2
0
1
0
0
2
1
relatif ABK terhadap UMR Penerimaan Relatif antar setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja Transfer keuntungan antara orang / pelaku ekonomi lokal dan orang / pelaku ekonomi luar daerah Penyerapan tenaga kerja
Hasil yang diperoleh dengan metode Rapfish pada dimensi ekonomi menunjukkan nilai indeks keberlanjutan perikanan secara ekonomi.
Indeks
keberlanjutan perikanan pada dimensi ekonomi dapat dilihat pada Tabel 6.39. Hasil ordinasi Rapfish pada dimensi ekonomi untuk seluruh alat tangkap yang dianalisis yaitu payang bugis (Serang), jaring udang (Serang), jaring rampus (Tegal), bundes (Tegal), dan payang Gemplo (Tegal) dapat dilihat pada gambar 6.1. Pada Gambar 6.1 ini digambarkan dengan jelas posisi status perikanan di kedua lokasi penelitian yaitu perikanan di perairan pantai Pasauran Serang dan pantai Tegal. Tabel 6.39 Indeks keberlanjutan perikanan setiap alat tangkap pada dimensi ekonomi di perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Kabupaten Tegal No.
Usaha Perikanan
Serang 1. Payang bugis 2. Jaring Udang Rata-rata indeks Kab. Serang Tegal 1. Jaring Rampus 2. Bundes 3. Payang Gemplo Rata-rata indeks Kab. Tegal
IKP pada Atribut Ekonomi
Status Keberlanjutan
54,53 60,97 57,75
Cukup Cukup Cukup
50,51 46,81 36,05 44,46
Cukup Kurang Kurang Kurang
177
60
Serang Payang bugis
Sumbu Y Setelah Rotasi
54
Serang Jaring udang Tegal Rampus
40
Tegal Bundes Tegal Gemplo 20
Anchor
60,97
100
0
Reference
0 0
25
50
54,53
75
100
50,51 36,05
-20
46,81
-40 42 -60
Sumbu X Setelah Rotasi : Skala sustainabilitas
Gambar 6.1
Posisi status keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Serang dan Tegal pada dimensi ekonomi
Nilai stress yang diperoleh pada dimensi ekonomi dari penelitian ini sebesar 13,04 % atau masih < 25 %. Stress merupakan “nilai simpangan baku” dari metode MDS. Makin kecil stress tentunya makin baik. Stress ini pada prinsipnya mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi dengan nilai jarak multi dimensi. Jika jarak antara dua nilai jarak ini dekat berarti simpangannya kecil dan berarti juga nilai stress-nya kecil. Nilai stress terbesar yang masih dapat diterima biasanya adalah 25%. Demikian juga nilai R2 dalam perhitungan Rapfish untuk dimensi ekonomi ini diperoleh sebesar 94,16 % dan jumlah iterasi sebanyak 2 kali.
Beberapa nilai statistik yang diperoleh dalam Rapfish pada dimensi
ekonomi dapat diihat pada Tabel 6.40. Tabel 6.40 Nilai statistik yang diperoleh dari hasil analisis Rapfish pada dimensi ekonomi No Atribut Statistik 1 Stress 2 R2 3 Jumlah Iterasi
Nilai Statistik 0,1304 0,9416 2
Persentase 13,04 94,16
178 Selanjutnya untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak (random error) dilakukan metode simulasi Monte Carlo terhadap seluruh dimensi. Kavanagh (2001) yang diacu dalam Fauzi dan Anna (2004) menyatakan ada tiga tipe untuk melakukan simulasi algoritma Monte Carlo. Dalam studi ini hanya dilakukan analisis Monte Carlo dengan metode “scatter plot” yang menunjukkan ordinasi dari setiap dimensi. Analisis dalam melihat tingkat kestabilan hasil ordinansi tersebut untuk melihat tingkat gangguan (perturbation) terhadap nilai ordinasi (Spence and Young), yang dilakukan iterasi sebanyak 25 kali. Hasil analisis Monte Carlo dari dimensi ekonomi dapat dilihat pada Gambar 6.2. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kegiatan perikanan di kedua Kabupaten pada setiap jenis alat telah banyak mengalami gangguan (perturbation) yang ditunjukkan oleh plot yang menyebar.
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot 60
Y setelah rotasi OtherSumbu Distingishing Features
40
20
0 0
20
40
60
80
100
-20
-40
-60
Sumbu X setelah rotasi : scatter plot skala sustainabilitas Fisheries Sustainability
Gambar 6.2 Kestabilan nilai ordinasi hasil Rapfish dengan Monte Carlo pada dimensi ekonomi. Hasil Rapfish yang diperoleh menggambarkan kondisi secara umum berdasarkan penilaian atas atribut-atribut ekonomi yang digunakan.
Atribut-
atribut ekonomi yang digunakan tersebut perlu dianalisis atribut mana yang paling sensitif mempengaruhi tingkat keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil
179 menurut dimensi ekonomi. Oleh karena itu diperlukan analisis sensitivitas atau analisis leverage. Analisis leverage ini pada dasarnya untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan ekonomi apabila satu atribut dikeluarkan dari analisis sehingga bisa dilihat tingkat sensitivitas skor keberlanjutan ekonomi akibat dikeluarkannya satu atribut. Menurut Picther et al. (2002), analisis sensitivitas atau analisis leverage dilakukan terhadap atribut-atribut pada masing-masing dimensi.
Perhitungan
dilakukan dengan metode stepwise yaitu dengan membuang setiap atribut secara berurutan satu persatu kemudian menghitung berapa nilai error atau root mean square (RMS) tersebut dibandingkan dengan RMS yang dihasilkan pada saat
seluruh atribut dimasukkan. Dalam statistik metode ini dikenal dengan metode Jackknife (Kavanagh, 2001). Pada dimensi ekonomi memperlihatkan bahwa
atribut tingkat subsidi, besarnya pemasaran perikanan, sifat kepemilikan sarana penangkapan dan alternatif pekerjaan dan pendapatan merupakan atribut yang dominan mempengaruhi skor keberlanjutan perikanan skala kecil yang dikaji. Nilai root mean square change dari dimensi ekonomi pada analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 6.3.
Penyerapan Tenaga Kerja
1,86
Transfer keuntungan antara pelaku ekonomi lokal dan pelaku ekonomi luar daerah Tingkat Pendapatan dan Produktifitas Terhadap Waktu Bekerja
2,87 3,22
Rata-rata penghasilan relatif ABK terhadap UMR
3,85
Besarnya pemasaran perikanan
4,74
Alternatif pekerjaan dan pendapatan
4,19
Tingkat subsidi
5,01
Sifat kepemilikan sarana penangkapan (kapal, alat tangkap, dll)
4,64
Pendapatan per Kapita
3,60
Kontribusi perikanan terhadap PDRB
2,84
Keuntungan
1,71 0
Gambar 6.3
1
2
3
4
5
Analisis distribusi sensitivitas atribut pada dimensi ekonomi
6
180 6.4
Pembahasan
Berbagai tahapan dan analisis untuk menentukan status keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di dua lokasi penelitian telah dilakukan diantaranya: (1) analisis kinerja usaha, (2) penentuan skor dan indeks keberlanjutan, (3) penggambaran ordinasi Rapfish dimensi ekonomi atas dasar alat tangkap dan lokasi penelitian, (4) uji goodness of fit dengan prosedur multidimensional scaling (MDS), (5) penentuan nilai koefisien determinasi (R2), (6) uji kestabilan ordinasi dengan teknik analisis Monte Carlo, (7) uji sensitivitas dengan metode analisis leverage, dan (8) penggambaran artribut sensitif pada dimensi ekonomi serta (9)
penentuan respons (alternatif imlpikasi kebijakan) yang harus dilakukan terhadap atribut sensitif. Indeks keberlanjutan perikanan tangkap pada dimensi ekonomi di kedua lokasi penelitian menunjukkan perbedaan signifikan (6.39). Indeks keberlanjutan perikanan tangkap di Kabupaten Serang dan Kabupaten Tegal yaitu perikanan tangkap dengan jaring udang sebesar 60,97, payang bugis sebesar 54,53, jaring rampus sebesar 50,52, bundes sebesar 46,81 dan payang gemplo sebesar 36,05. Indeks ini menunjukkan bahwa secara dimensi ekonomi kegiatan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Serang baik yang menggunakan alat tangkap jaring udang maupun payang bugis dalam status cukup berkelanjutan yang termasuk ke dalam selang 51-75.
Pada perikanan tangkap skala kecil di
Kabupaten Tegal yang termasuk dalam ambang batas antara status kurang berkelanjutan dan cukup berkelanjutan pada dimensi ekonomi hanya usaha perikanan yang menggunakan alat tangkap jaring rampus, sedangkan yang menggunakan bundes dan payang gemplo dalam status kurang berkelanjutan yang termasuk ke dalam selang 26-50. Status perikanan tangkap yang termasuk status cukup berkelanjutan atau termasuk dalam selang 51-75 adalah kegiatan perikanan tangkap skala kecil di pantai Pasauran Serang yang menggunakan alat tangkap jaring udang dan payang bugis. Jaring rampus di antara ambang batas bawah cukup berkelanjutan (51-75) yaitu 50,51 (cukup berkelanjutan).
Alat tangkap bundes (46,81) dan payang
gemplo (36,05) termasuk dalam kurang berkelanjutan atau dalam selang 26-50 yaitu .
181 Nilai dari koefisien determinasi (selang kepercayaan) atau R2 sebesar 94,16 %. Informasi lain yang diperoleh pada Tabel 6.40 adalah jumlah iterasi. Jumlah iterasi ini menyatakan pengulangan perhitungan sebanyak 2 kali pada metode Rapfish. Iterasi atau pengulangan perhitungan pada dimensi ekonomi ini untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut maupun kesalahan prosedur. Jumlah iterasi ini dapat juga dikatakan untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari indeks keberlanjutan perikanan tangkap yang telah diperoleh dari sisi ekonomi.
Menurut Fauzi dan Anna (2004), yang perlu
diperhatikan dalam analisis Rapfish adalah aspek ketidakpastian yang biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi, keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian, kesalahan dalam data entry, dan tingginya nilai stress yang diperoleh dari algoritma ALSCALL. Pada dimensi ekonomi diperoleh alat tangkap jaring udang memiliki indeks keberlanjutan paling tinggi dibandingkan alat tangkap yang lainnya, sedangkan yang paling rendah adalah alat tangkap payang gemplo. Secara umum pada dimensi ekonomi Kabupaten Serang mempunyai indeks status cukup berkelanjutan dibandingkan Kabupaten Tegal yang mempunyai indeks status kurang berkelanjutan. Atribut yang paling mempengaruhi indeks keberlanjutan dari segi ekonomi adalah tingkat subsidi, besarnya pemasaran perikanan, sifat kepemilikan sarana penangkapan dan alternatif pekerjaan dan pendapatan. Besarnya subsidi yang diberikan pada sektor perikanan akan menyebabkan semakin besarnya tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan namun jika subsidi tidak diberikan usaha perikanan yang dilakukan nelayan sulit untuk diteruskan. Hal ini tentu saja menjadi kondisi yang sangat dilematis. Pemberian subsidi ini menjadi dilema karena secara jangka pendek nelayan memperoleh keuntungan namun dalam jangka panjang para nelayan ini sudah tidak bisa melaut, karena ketika ada subsidi nelayan akan mengeksploitasi sumberdaya secara maksimal terlebih lagi apabila persepsi discount rate yang tinggi dari para stakeholders perikanan tangkap. Disisi lain, jika tingkat subsidi diturunkan maka harus ada perbaikan struktur harga jual ikan hasil tangkapan nelayan yang dihitung secara rasional. Begitu juga dengan besarnya pemasaran, semakin luas wilayah pemasaran, semakin tinggi
182 permintaan terhadap ikan serta akan semakin besar tekanan terhadap sumberdaya perikanan.
Sifat kepemilikan sarana penangkapan yang dikuasai bukan oleh
masyarakat lokal akan terjadi peningkatan eksploitasi sumberdaya karena pemilik modal dari luar wilayah akan mempunyai kecenderungan untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya dan jika sudah tidak menguntungkan para pemilik modal dari luar ini akan memindahkan modalnya ke wilayah lain yang lebih menguntungkan. Alternatif pekerjaan dan pendapatan bagi para penduduk lokal yang berprofesi nelayan perlu dikaji dan diciptakan, karena jika nelayan hanya mempunyai ketergantungan pada sektor ini secara jangka panjang usaha perikanan itu sendiri mengalami penurunan keuntungan. Kebijakan untuk dapat menjaga keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil dari dimensi ekonomi diarahkan pada pengurangan pemberian subsidi, pembatasan wilayah pemasaran dan mengurangi investasi dari luar yang bersifat profit semata dan perlunya penciptaan lapangan kerja alternatif agar nelayan tidak berkumpul dan bertumpu hanya pada sektor ini. 6.5
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh tentang keberlanjutan perikanan tangkap pada dimensi ekonomi adalah: (1) Kegiatan perikanan tangkap yang masih memberikan keuntungan paling besar bagi pemilik di perairan Kabupaten Serang adalah payang bugis yaitu Rp. 2.065.694,44 per bulan atau sama dengan Rp. 24.788.333,33 per tahun, sedangkan di Kabupaten Tegal adalah bundes yaitu Rp. 1.730.488,10 per bulan atau sama dengan Rp. 20.765.857,14 per tahun. (2) Kegiatan perikanan tangkap yang menghasilkan pendapatan nelayan ABK yang lebih tinggi di Kabupaten Serang adalah jaring udang yaitu Rp. 469.800,00 per bulan atau sama dengan Rp. 5.637.600,00 per tahun, sedangkan di Kabupaten Tegal adalah jaring rampus yaitu Rp. 416.083,33 per bulan atau sama dengan Rp. 4.993.000,00. (3) Kenaikan harga BBM (solar) dari harga rata-rata Rp.2.300 per liter di tingkat nelayan menjadi Rp.4.300,00 per liter telah merubah struktur biaya operasional perikanan tangkap khususnya yang menggunakan mesin sebagai
183 penggerak perahu, yaitu untuk payang bugis meningkat 10,54 % (70,59 menjadi 81,13 %), jaring rampus meningkat 11,43 % (69,70 % menjadi 81,13 %), bundes meningkat 11,30 % (18,55 menjadi 29,86) dan payang gemplo meningkat 13,56 % (30,77 % menjadi 44,33 %). (4) Indeks keberlanjutan seluruh alat tangkap untuk perikanan skala kecil pada dimensi ekonomi di Kabupaten Serang untuk jaring udang sebesar 60,97 dan payang bugis sebesar 54,53 (cukup berkelanjutan) (5) Indeks keberlanjutan untuk alat tangkap perikanan skala kecil pada dimensi ekonomi di Kabupaten Tegal untuk jaring rampus sebesar 50,51 (cukup berkelanjutan), bundes sebesar 46,81 dan payang gemplo sebesar 36,05, keduanya kurang berkelanjutan (6) Atribut yang paling berpengaruh terhadap penentuan indeks keberlanjutan dari segi ekonomi adalah tingkat subsidi, besarnya pemasaran perikanan, sifat kepemilikan sarana penangkapan dan alternatif pekerjaan dan pendapatan. (7) Kebijakan untuk dapat menjaga keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil dari dimensi ekonomi diarahkan pada pengurangan pembatasan subsidi, pembatasan wilayah pemasaran dan mengurangi investasi dari luar yang bersifat profit semata dan perlunya penciptaan lapangan kerja alternatif agar nelayan tidak berkumpul dan bertumpu hanya pada sektor ini.