3. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Waduk Djuanda, Jatiluhur Jawa Barat pada bulan Desember 2009-Februari 2010. Pengambilan sampel ikan, plankton, dan data kualitas air dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong. Penentuan stasiun penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa (1) ada keterkaitan distribusi antara ikan bandeng dan plankton, (2) sampel ikan yang diperoleh mewakili populasi ikan bandeng, dan (3) stasiun penelitian mencirikan tipe habitat perairan.
Berdasarkan hal tersebut ditetapkan empat
stasiun penelitian (Gambar 2) yaitu sebagai berikut: Stasiun 1: Bojong dan sekitarnya, merupakan zona riverine, daerah yang mendapat masukan dari aliran air Sungai Citarum dan Waduk Cirata Stasiun 2: Astap-Ancol (zona transisi); Stasiun 3: daerah genangan utama (zona lacustrine) dekat dengan DAM, dan Stasiun 4: Cilalawi dan sekitarnya (Zona Budidaya ikan KJA)
Penebaran Ikan Bandeng Penebaran ikan bandeng di Waduk Djuanda merupakan salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan RI untuk memanfaatkan sumberdaya pakan alami (plankton) di perairan waduk dan untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap. Penebaran ikan tersebut mulai dilaksanakan pada awal bulan Juli sampai Agustus 2008 sebanyak 2 juta ekor dengan ukuran antara 2,5-9,2 cm dan berat 0,1-9,5 gram. Lokasi penebaran pertama ini hanya dilakukan di satu lokasi yaitu di
daerah
genangan
utama
waduk
meliputi
wilayah
Pasir
Jangkung,
DAM/bendungan, Baras Barat, Pasir Canar dan Gabuk. Penebaran berikutnya dilakukan pada Bulan Oktober 2009-Januari 2010 dengan total penebaran sekitar 4 juta ekor dengan kisaran ukuran panjang 1,2-10,5 cm dan berat 0,15-8,5 gram. Lokasi penebaran tersebar di empat zona Waduk Djuanda yaitu zona riverine
15
(Galumpit, Bojong, dan Sodong), zona transisi (Ancol, Astap, dan Pasir Kole), zona genangan (Pasir Jangkung, DAM, Pelabuhan Biru, dan Gabrug) dan zona budidaya (Cilalawi, Cibinong, dan DAM Ubrug) (DKP-ACIAR 2009).
ST.3
ST.4
ST.2
ST.1
Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Waduk Djuanda (Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia, Bakosurtanal 2010)
Alat dan Bahan Bahan penelitian meliputi sampel ikan bandeng, plankton, dan sampel air yang diperoleh dari hasil pengambilan sampel di lapangan.
Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah experimental gillnet (jaring insang eksperimen), jaring plankton ukuran mata jaring 40 m, keping Secchi, mistar 16
ukur, dan Van dorn bottle sampler volume dua liter untuk pengambilan sampel air, serta alat pengukur kualitas air (Water quality Checker Horiba U-10).
Metode Pengumpulan Data Pelaksanaan penelitian dilakukan atas dua tahapan, yaitu penelitian di lapangan dan penelitian di laboratorium. Penelitian di lapangan meliputi pengambilan sampel ikan, sampel plankton dan pengukuran beberapa parameter kualitas air. Penelitian di laboratorium meliputi, pengukuran panjang dan bobot ikan, analisis makanan dan kebiasaan makan, identifikasi jenis, penghitungan komposisi, dan kelimpahan serta biomassa plankton, dan analisis beberapa parameter kimia perairan. Untuk menunjang penelitian, dilakukan pengambilan data sekunder meliputi data morfologi dan tinggi muka air waduk, data hasil tangkapan ikan oleh nelayan setempat, serta data lainnya yang terkait. Pengambilan Sampel Ikan Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan jaring insang eksperimental menggunakan beberapa ukuran mata jaring (1, 11/2, 2 dan 21/2 inchi). Panjang masing-masing jaring adalah 35 meter dan tinggi jaring 2 meter. Penangkapan ikan dilakukan pada pagi-sore hari. Jaring di angkat pada interval waktu 2 jam sekali atau sesuai dengan kondisi ikan hasil tangkapan. Seluruh sampel ikan yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan lokasi penelitian. Setiap sampel ikan yang diperoleh diukur panjang totalnya dengan mistar ukur ketelitian 1 mm dan ditimbang bobotnya dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1,0 gram. Sampel ikan kemudian diawetkan dengan formalin 10%.
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan plankton dan
kebiasaan makan dilakukan pengambilan sampel lambung ikan bandeng. Pengambilan Sampel Plankton Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan cara mengambil sampel air pada bagian permukaan. Sampel air yang diambil sebanyak 10 liter. Air tersebut kemudian disaring dengan menggunakan jaring plankton berukuran mata 17
jaring 40 m. Sampel air yang tersaring (19 ml) dimasukan dalam botol koleksi yang berlabel kemudian diawet dengan larutan Lugol 1% sebanyak 5-10 tetes. Sampel plankton kemudian diamati di bawah mikroskop, untuk selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan petunjuk Nedham dan Nedham (1963), Precott (1970), dan Mizuno (1979). Pengukuran Kualitas Air Pengukuran kualitas air dilakukan di setiap stasiun penelitian bersamaan dengan pengambilan sampel ikan. Sampel air untuk keperluan analisis kualitas air dimasukan dalam botol sampel 500 ml dan diawetkan dengan es untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium sesuai dengan parameter kualitas air yang akan dianalisis. Parameter kualitas air yang diukur beserta metode dan alat yang digunakan dalam pengukuran disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter, alat dan metode pengukuran dalam penelitian Parameter Fisika Suhu Kedalaman Kecerahan Kekeruhan
Satuan
Alat dan Metode
Lokasi
o
C m cm NTU
WQC Horiba U-10 Visual,tali berskala Visual, keping Secchi WQC Horiba U-10
in situ in situ in situ in situ
Kimia pH DO TN TP
mg/L mg/L mg/L
in situ in situ Lab. Lab.
NH4-N
mg/L
WQC Horiba U-10 YSI 550A Spektrofotometer/metode brucine Spektrofotometer/metode ammonium molybdate Spektrofotometer/metode phenate
Biologi Klorofil-a
mg/m3
Lab.
Plankton -Fitoplankton -Zooplankton Ikan
sel/L ind./L ekor
Spektrofotometer/metode spektrofotometri Plankton net/ Sedwick Rafter Cell
-Panjang dan bobot -Makanan dan kebiasaan makan
18
cm dan g %
Lab.
(APHA 1995)
in situ & Lab.
Jaring insang eksperimental (1, 11/2, 2, dan 21/2 inchi) / analisis lambung Mistar ukur dan timbangan (Effendie 1979), mikroskop
in situ & Lab. Lab. Lab.
Pengamatan dan Analisis di Laboratorium Pengamatan dan analisis di laboratorium dilakukan terhadap sampel yang diperoleh. Pengamatan dan analisis yang dilakukan meliputi, pengukuran panjang total dan bobot ikan, analisis makanan dan kebiasaan makan, serta identifikasi dan penentuan kelimpahan dan komposisi plankton. Kelimpahan dan Komposisi Plankton Kelimpahan dan komposisi plankton ditentukan berdasarkan sampel yang diperoleh, meliputi kelimpahan dan komposisi fitoplankton dan zooplankton. Kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan Sedwick Rafter Cell (SRC) menggunakan formula dari APHA (1995), adalah sebagai berikut: N= n x
1 V O x t x t Vd Vcg Op
Keterangan : N = n = Vd = Vt = Vcg = Ot = Op =
kelimpahan plankton (fitoplankton: sel/L & zooplankton: ind./L). jumlah plankton yang tercacah. volume air contoh yang disaring (L). volume air contoh yang tersaring (ml). volume SRC (ml). luas gelas penutup SRC (mm2). luasan observasi/pengamatan (mm2).
Analisis Data Kebiasaan Makanan Kebiasaan makanan ikan bandeng yang tertangkap pada setiap kelas ukuran dianalisis dengan penghitungan indeks bagian terbesar (Index of Preponderance, IP). Perhitungan indeks bagian terbesar merupakan kombinasi dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik seperti yang dikemukakan oleh Natarajan dan Jhigran dalam Effendie (1979), yaitu sebagai berikut: Index of Preponderance (IP) =
IiVi =x Oi ( Vi x Oi )
x 100
19
Keterangan : IP = indeks bagian terbesar. Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan. Vi = persentase volume satu macam makanan. Vi x Oi = jumlah dari Vi x Oi dari semua macam makanan. Penentuan makanan utama, makanan pelengkap dan makanan tambahan pada setiap kelas ukuran ikan ditentukan berdasarkan kriteria penilaian yang didasari dari nilai IP. Menurut Nikolsky (1963), kelompok makanan utama memiliki nilai IP lebih besar dari 40%, kelompok makanan pelengkap memiliki nilai IP antara 4%-40% dan kelompok makanan tambahan memiliki nilia IP kurang dari 4%. Indeks Pilihan Makanan Indeks pilihan makanan digunakan untuk mengetahui nilai pemilihan makanan pada setiap ukuran ikan terhadap suatu jenis makanan tertentu. Perhitungan indeks pilihan makanan dilakukan berdasarkan perhitungan indeks pilihan (Index of Electivity, Ei) dari Ivlev dalam Effendie (1997); Jobling et al. (2001) adalah sebagai berikut: Ei
=
ri - pi ri + pi
Keterangan : Ei = indeks pilihan makanan. ri = jumlah relatif organisme makanan ke-i yang dimakan. pi = jumlah relatif organisme makanan ke-i yang ada di dalam perairan.
Luas dan Tumpang Tindih Relung Makanan Luas relung makanan ikan bandeng pada setiap kelas ukuran yang tertangkap dihitung menggunakan perhitungan indeks Levins’s berdasarkan Krebs (1989).
Nilai indeks luas relung berkisar antara 0-1. Nilai indeks yang kecil
(mendekati 0) mengindikasikan bahwa ikan hanya memanfaatkan satu atau sangat sedikit jenis makanannya, dan bila nilai indeks besar (mendekati 1) mengindikasi-
20
kan bahwa ikan memanfaatkan banyak jenis makanan. Perhitungan luas relung makanan adalah sebagai berikut: BA
=
1
1
n-1
∑Pij2
-1
Keterangan : BA = indeks luas relung Levin’s yang distandarkan. n = jumlah total jenis makanan yang dimanfaatkan. Pij = proporsi jenis makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh ukuran ikan ke-i. Tumpang tindih relung makanan ditentukan berdasarkan indeks Morisita, seperti yang dijelaskan oleh Horn (Krebs 1989). Nilai tumpang tindih relung makanan berkisar antara 0-1. Jika nilainya mendekati nol maka tingkat kesamaan makanan kecil dan jika nilainya mendekati satu maka terdapat kesamaan makanan antar kelompok ukuran ikan. Perhitungan tumpang tindih relung makanan adalah sebagai berikut: Cik
=
2 ∑Pij Pkj ∑Pij2 + ∑Pik2
Keterangan : Cik = indeks Morisita-Horn dari kelompok ukuran ikan ke-i dan ke-k. Pij = proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh kelompok ukuran ikan ke-i. Pkj = proporsi makanan ke-j yang dimanfaatkan oleh kelompok ukuran ikan ke-k. Efektivitas pemanfaatan makanan Efektivitas
pemanfaatan
makanan
ditentukan
berdasarkan
rasio
jumlah/biomassa plankton yang dimakan terhadap jumlah/biomassa plankton yang tersedia berdasarkan nilai FR: Foraging ratio (Jacobs 1974 dalam Jobling et al. 2001). Semakin tinggi nilai FR maka menunjukan tingginya efektivitas ikan dalam memanfaatkan makanan. Efektivitas (FR) = r/p Keterangan : FR = efektivitas pemanfaatan makanan. r = jumlah/biomassa plankton yang dimakan. p = jumlah/biomassa plankton yang tersedia di perairan.
21
Pertumbuhan Beberapa analisis dilakukan untuk mendeskripsikan pertumbuhan ikan bandeng di Waduk Djuanda. Pertumbuhan ikan bandeng dianalisis berdasarkan penghitungan pertumbuhan panjang spesifik dan pertumbuhan panjang harian (Ricker 1979 dalam Alanara et al. 2001) yaitu sebagai berikut: SGR = [(ln L2 – ln L1) / (t2-t1)] x 100% DGR = (L2 – L1) / (t2-t1) Keterangan : SGR DGR L1 L2 t2-t1
= = = = =
persentase pertambahan bobot spesifik (%/hari). pertumbuhan panjang harian (mm/hari). panjang ikan pada pada pengamatan pertama. panjang ikan pada pengamatan berikutnya pada satuan waktu tertentu. selang waktu pengamatan (periode pertumbuhan).
Penentuan estimasi laju pertumbuhan berdasarkan ekspresi panjang dengan menggunakan model von Bertalanffy (Sparre & Venema 1999). Koefisien pertumbuhan (K) dan panjang teoritis (L) diduga berdasarkan metode plot von Bertalanffy yang dihitung dengan bantuan program FiSAT. Model pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy adalah sebagai berikut:
Lt =
L (1-e –K (t-to ) )
Keterangan : Lt L K t t0
= panjang ikan pada saat t. = panjang teoritis. = koefisien pertumbuhan. = waktu pada saat panjang ikan = Lt = umur ikan teoritis pada saat L = 0
Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi Analisis hubungan panjang berat ikan bandeng dilakukan untuk mengetahui sifat pertumbuhan allometrik dan isometrik. Hubungan panjang berat yang terjadi mengikuti persamaan sebagai berikut: W= aLb Keterangan : W = bobot ikan (gram). L = panjang total ikan (cm). a dan b = konstanta. 22
Untuk menguji nilai b sama dengan 3 atau tidak, dilakukan uji t berdasarkan Steel & Torrie (1995).
Jika nilai b lebih besar dari 3 berarti
pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan bobotnya atau disebut juga pola pertumbuhan allometrik positif, ikan akan terlihat gemuk (montok). Sedangkan bila nilai b lebih kecil dari 3 berarti kecepatan pertambahan panjang ikan lebih cepat dari pertambahan bobotnya, ikan akan terlihat kurus, atau disebut juga pola pertumbuhan allometrik negatif. Jika nilai b sama dengan 3 maka pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan bobotnya atau disebut juga pola pertumbuhan ikan isometrik (Effendie 1997). Faktor Kondisi Penentuan faktor kondisi menurut Effendie (1997) merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan yang dapat dijadikan sebagai indikasi untuk menilai kondisi ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Selanjutnya dijelaskan bahwa variasi nilai faktor kondisi bergantung kepada ketersediaan makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Perhitungan faktor kondisi dilakukan dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut: Kt =
W aLb
digunakan untuk perhitungan bila pertumbuhan ikan bersifat allometrik. Keterangan: Kt = faktor kondisi W = bobot ikan L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta Kt =
W. 105 L3
digunakanan untuk perhitungan bila pertumbuhan ikan bersifat isometrik. Keterangan: Kt = faktor kondisi W = bobot ikan L = panjang total ikan (mm) a dan b = konstanta
23
Distribusi dan Pengelompokan Ukuran Panjang Perhitungan dilakukan berdasarkan analisis frekuensi panjang dengan metode Bhattacharya (Sparre & Venema 1999). Perhitungan dilakukan dengan bantuan paket program FiSAT. Analisis ini dilakukan untuk melihat adanya perubahan ukuran populasi ikan berdasarkan pertambahan panjang. Frekuensi panjang ikan dihitung dengan membuat interval kelas. Jumlah dan interval selang kelas dihitung dengan rumus sebagai berikut: SK
=
JK
=
1 + 3,32 Log N Pmaks. - Pmin. SK
Dimana: SK N JK Pmaks. Pmin.
= = = = =
selang kelas panjang ikan jumlah/banyaknya ikan (ekor) jumlah kelas panjang maksimum ikan panjang minimum ikan
Analisis Data Hasil Tangkapan Ikan Analisis data hasil tangkapan dilakukan untuk melengkapi data mengenai ikan bandeng yang ditebar. Pengambilan data berasal dari hasil tangkapan para nelayan. Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi data komposisi dan ukuran hasil tangkapan, lokasi penangkapan, jenis alat tangkap yang digunakan, dan total hasil tangkapan. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode survei dan wawancara kepada para nelayan di sekitar lokasi penelitian serta pengumpulan data sekunder lainnya dari pihak yang terkait yang mendukung penelitian ini. Uji Statistik Uji statistik dilakukan dengan analisis sidik ragam (ANOVA; Steel & Torrie 1995) terhadap beberapa variabel kerja untuk melihat ada tidaknya perbedaan implikasi penebaran ikan bandeng dalam pemanfaatan plankton pada masing-masing zona penelitian. Model yang dikemukakan dalam analisis sidik ragam yang dilakukan adalah sebagai berikut: 24
Yij
= µ + i + j + ij
Dimana: Yij µ i j ij i j
= = = = = = =
satuan pengamatan dari zona penelitian ke-i dan waktu pengamatan ke-j pengaruh umum dari nilai rata-rata pengamatan. pengaruh zona penelitian ke-i. pengaruh antar waktu ke-j. pengaruh sisa/galat. zona atau lokasi penelitian ke-i. waktu pengamatan ke-j.
Tabel Sidik Ragam Sumber keragaman Antar zona (p) Antar waktu (k) Sisa/galat (s) Total
Derajat bebas (DB) p-1 k-1 (p-1)(k-1) pk-1
Jumlah Kuadrat(JK) JKP JKK JKS JKT
Kuadrat Tengah (KT) KTP KTK KTS
Fhit
Ftabel
KTP/KTS KTK/KTS
Tabel F Tabel F
Keterangan: JKT
= Jumlah kuadrat total:
JKP
2 2 = Jumlah kuadrat perlakuan: i Y i. / p - Y . ./pk
JKK
= Jumlah kuadrat kelompok: Y2.j /k - Y2. ./pk j
JKS
= Jumlah kuadrat sisa: JKT - JKP - JKK
KTP
= Kuadrat tengah perlakuan: JKP/DBp
KTK = Kuadrat tengah kelompok: JKT/DBk KTS
= Kuadrat tengah sisa: JKS/DBs
Fhit
= Nilai F hitung
Ftabel
= Nilai F tabel pada masing-masing derajat bebas
P
= Keragaman antar zona penelitian
K
= Keragaman antar waktu pengamatan
Hipotesis Hipotesis yang diuji berdasarkan tabel sidik ragam adalah sebagai berikut: Ho : 1 = 2 = p = 0 dan 1 = 2 = k = 0 H1 : sedikitnya ada satu dari i dan j ≠ 0 ; i = 1,2,...., p dan j = 1,2,...., k
25
Apabila Fhit lebih kecil dari Ftabel maka gagal menolak Ho atau implikasi penebaran yang ditunjukan pada satuan pengamatan (variabel) tetentu berbeda pada masing-masing zona penelitian (perlakuan/pengamatan) dan antar waktu pengamatan (kelompok).
Apabila Fhit lebih besar dari Ftabel maka terima Ho
implikasi penebaran yang ditunjukan pada satuan pengamatan (variabel) tetentu adalah sama pada masing-masing zona penelitian (perlakuan/pengamatan) dan antar waktu pengamatan (kelompok). Uji BNT Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) sebagai uji lanjutan dilakukan apabila Fhitung yang diperoleh berdasarkan analisis sidik ragam berbeda nyata. Uji BNT dilakukan berdasarkan perbandingan antara pasangan zona penelitian (perlakuan), dengan perhitungan sebagai berikut:
d = │ yi. - y.j │ dimana yi. merupakan rataan perlakuan ke-i dan y.j merupakan rataan perlakuan ke .j Kaidah keputusan yang diambil adalah sebagai berikut: d ≤ BNTα = tα/2 (db Sisa) √2KTS/n
maka gagal tolak Ho
d > BNTα = tα/2 (db Sisa) √2KTS/n
tolak Ho
Analisis PCA Analisis Komponen Utama (PCA: Principal Components Analysis) dilakukan pada seluruh variabel pengamatan untuk mengetahui karakteristik variabel penelitian yang mencirikan kondisi setiap stasiun pengamatan. Hubungan antara variabel penelitian diketahui berdasarkan analisis korelasi antar variabel penelitian berdasarkan matrik korelasi.
Hubungan kedekatan antar
stasiun penelitian diketahui berdasarkan jarak Euclidean dari analisis kelompok. Perhitungan PCA dan analisis kelompok dilakukan dengan menggunakan program MVSP 3.1. Matrik korelasi dihitung dengan menggunakan program MS.Excel.
26