14
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat,
Jambi.
Pemilihan
lokasi
penelitian
berdasarkan
intensitas
penangkapan oleh nelayan. Sebagai ilustrasi, peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Makro I (BIMA I) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama 3 minggu, mulai tanggal 19 Juni 2010 sampai dengan Juli 2010.
KARTOGRAFER: ADRIAN DAMORA C24061992
SKALA 1 : 35.500
TAHUN PEMBUATAN 2010
SUMBER PETA GOOGLE EARTH TAHUN 2009 SURVEY LAPANG TAHUN 2009-2010
Gambar 7. Peta lokasi penelitian di perairan Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi
15 3.2. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri atas mistar dengan ketelitian 1 mm, caliper dengan ketelitian 0,1 mm, timbangan digital dengan ketelitian 1 gram, kamera digital, spidol permanen, alat bedah, coolbox, tisu, botol sampel, styrofoam, plastik, baki, kertas label, alat tulis, dan alat tangkap udang berupa sondong . Bahanbahan yang digunakan adalah udang mantis, formalin 10 % sebagai pengawet udang dan gonad serta es batu. Program yang digunakan, antara lain Microsoft Excel dan Minitab. 3.3. Metode Kerja 3.3.1. Pengambilan udang contoh Pengambilan udang contoh dilakukan di dua tempat yaitu pantai berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi dan salah seorang nelayan penampung udang mantis di Kuala Tungkal. Pengambilan udang contoh di lapangan dilakukan pada tanggal 20-22 Juni 2010, sedangkan di nelayan penampung dilakukan pada tanggal 19-23 Juni 2010. Lokasi pengambilan udang contoh dibagi menjadi tiga stasiun yang ditentukan berdasarkan tingkat intensitas penangkapan udang mantis. Setiap stasiun memiliki sepuluh sub-stasiun dengan panjang 500 m per sub-stasiun dan berjarak 200 m antar sub-stasiun. Pengambilan contoh ini dilakukan di sepanjang garis pantai untuk melihat struktur populasi udang mantis H. raphidea. Pengambilan udang contoh dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring sondong yang bekerja dengan cara menyapu dasar perairan. 3.3.2. Penanganan udang contoh Hasil tangkapan jaring sondong terdiri dari banyak spesies, tidak hanya udang mantis. Oleh sebab itu, setiap kali pengambilan contoh dilakukan pemilahan udang mantis dengan spesies lainnya. Udang contoh yang sudah dipilah kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang sudah diisi air laut untuk menjaga udang contoh tetap hidup sesuai sub-stasiunnya. Setelah didaratkan, proses selanjutnya adalah identifikasi jenis kelamin udang contoh, pengukuran panjang dan bobot total tubuhnya; pembedahan, dan pengambilan gonad untuk udang mantis yang memiliki TKG III. Setelah dibedah, gonad jantan maupun betina ditimbang lalu diawetkan dalam botol sampel dengan
16 formalin 10 %, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis tingkat kematangan dan histologi gonadnya. 3.3.3. Pengamatan morfologi reproduksi Pengamatan morfologi organ reproduksi dilakukan terhadap udang mantis jantan dan betina, meliputi letak organ reproduksi (petasma dan thelicum) di tubuh udang mantis, panjang petasma (penis) sisi kanan dan kiri udang mantis jantan, dan hubungan panjang total dengan panjang penis sisi kanan dan kiri. Pengamatan ini berdasarkan penelitian Wortham-Neal (2002) terhadap spesies Squilla empusa. 3.3.4. Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) Pengamatan TKG dilakukan dengan dua cara: (1) morfologi yaitu pengamatn gonad udang secara visual yang dilakukan di lapangan, dan (2) histologi yaitu pengamatan gonad yang dilakukan di laboratorium. Gonad yang telah diamati secara morfologi, kemudian diawetkan dengan menggunakan larutan formalin 4 % di dalam botol sampel. Dasar yang digunakan dalam penentuan TKG dengan cara morfologi adalah bentuk, ukuran panjang, bobot, warna, dan perkembangan isi gonad yang terlihat (Tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad (TKG) udang mantis Squilla empusa (Wortham-Neal 2002) TKG Udang Betina I II
Belum matang Kematangan awal
III
Kematangan lanjut
Ovari belum berkembang. Ovari mulai berkembang dan berwarna merah muda di bagian rongga dada dan rongga perut. Ovari sudah berkembang penuh menyatu dengan telson.
Berat tubuh dan berat gonad udang dapat digunakan untuk mengetahui indeks kematangan gonad (IKG). Indeks kematangan gonad dapat diketahui dengan menggunakan formula GSI = (berat gonad)/(berat tubuh) x 100% (Effendie 1979). Menurut Gordon et al. (1995) in Effendie (2002) mengatakan bahwa hubungan antara indeks kematangan gonad atau gonadosomatic index (GSI) dengan panjang biota dapat menggambarkan ukuran biota saat matang gonad dalam suatu populasi.
17 3.4. Analisis Data 3.4.1. Sebaran frekuensi jumlah Langkah-langkah yang digunakan dalam membuat sebaran frekuensi adalah sebagai berikut (Walpole 1993): 1.
menentukan wilayah kelas (WK) = db-dk, db = data terbesar; dk = data terkecil.
2.
menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3.32 log N; N = jumlah data
3.
menghitung lebar kelas ( L) = WK/JK
4.
memilih ujung kelas interval pertama
5.
menentukan frekuensi jumlah untuk masing-masing kelas, caranya adalah membagi frekuensi dengan jumlah total lalu dikalikan 100%.
3.4.2. Hubungan panjang-bobot Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Hubungan panjang berat menggunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Lagler 1972; Jennings et al. 2001) : W = aLb Keterangan : W = berat total udang (gram) L = panjang total udang (mm) a dan b = konstanta hasil regresi Untuk mempermudah perhitungan, maka persamaan di atas dilogaritmakan sehingga menjadi persamaan linear sebagai berikut (Jennings et al. 2001) : loge W = loge a + b loge L Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b. Jika b = 3, maka hubungannya
bersifat
isometrik
(pertambahan
panjang
sebanding
dengan
pertambahan berat). Jika n ≠ 3, maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik (pertambahan panjang tidak sebanding dengan pertambahan berat). Jika b > 3, maka hubungannya bersifat allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya), sedangkan jika b < 3, maka hubungan yang terbentuk bersifat allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya). Untuk menentukan bahwa nilai b = 3 atau tidak sama dengan 3, maka digunakan uji-t, dengan rumus (Walpole 1993):
18
Thit =
3 Sb
hipotesa : Ho : b = 3 pola pertumbuhan isometrik H1 : b ≠ 3 pola pertumbuhan allometrik Selanjutnya Thit yang didapat akan dibandingkan dengan Ttabel pada selang kepercayaan 95%. Jika Thit > Ttabel, maka tolak Ho, dan sebaliknya jika T hit < Ttabel, maka terima Ho. 3.4.3. Rasio kelamin Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah udang jantan dengan udang betina. Rasio Kelamin =
J B
Keterangan : J = jumlah udang jantan (ekor) B = jumlah udang betina (ekor) Selanjutnya untuk menentukan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jantan dan kelamin betina, maka dilakukan uji Chi-Square (Steel & Torrie 1980 in Halomoan 1999) dengan hipotesa : Ho : J : B = 1:1 (nisbah kelamin seimbang) H1 : J : B ≠ 1:1 (nisbah kelamin tidak seimbang) Dengan rumus perhitungan : X2 =
(Oi e1 ) 2 e1 i 1 n
Keterangan : X2 = nilai bagi peubah acak X2 yang mempunyai sebaran penarikan contoh yang mendekati Chi-Kuadrat Oi = frekuensi udang jantan dan betina yang teramati ei = frekuensi harapan dari udang jantan dan betina Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran khi-kuadrat. Untuk penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan X2 hitung dan X2 tabel pada
19 selang kepercayaan 95%. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel, maka keputusannya adalah menolak hipotesa nol (Ho). Jika nilai X2 hitung < X2 tabel, maka keputusannya adalah terima hipotesa nol (Ho) (Walpole 1993).