11
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pengambilan contoh ikan dan analisis kebiasaan makanan. Pengambilan contoh dilakukan selama enam bulan dari Mei sampai Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh satu bulan satu kali di perairan Pantai Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar 4).
Analisis kebiasaan makanan dilakukan di
Laboratorium Biomakro 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
St 1
Peta Stasiun Pengambilan Contoh Keterangan Stasiun pengambilan contoh
U
St 2
Gambar 4. Peta lokasi penelitian 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini disajikan dalam lampiran 1. 3.3. Metode Kerja Metode kerja yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penentuan stasiun pengambilan contoh, penangkapan dan pengawetan contoh ikan, analisis ikan contoh di laboratorium dan analisis data (Gambar 5).
12
Ikan contoh hasil tangkapan
Pola pertumbuhan
Hubungan panjang bobot
Pengukuran panjang dan bobot tubuh ikan
Faktor Kondisi
Pengamatan dan pengukuran organ ikan
Pembedahan ikan
Mulut ikan
Hati ikan
Lambung ikan
Penentuan lebar bukaan mulut (LBM)
Analisis isi lambung
Lbm : PT
Komposisi makanan & variasi jenis makanan
Luas relung & tumpang tindih relung makanan
Kategori ikan berdasarkan makanan
Makanan utama
Tingkat persaingan
Pengukuran bobot isi lambung
Pengukuran bobot hati
ISC
IHS
Aktivitas makan
Gambar 5. Tahap-tahap penelitian 3.3.1. Penentuan stasiun pengambilan contoh ikan Penentuan stasiun pengambilan contoh ikan dilakukan secara purposive yakni berdasarkan daerah penangkapan ikan kuro oleh nelayan. Lokasi pertama ke arah laut dan lokasi kedua ke arah mangrove. Deskripsi dan posisi stasiun penelitian yang ditentukan berdasarkan GPS (Global Positioning System) ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Posisi dan deskripsi stasiun penelitian Stasiun
Posisi Koordinat Lintang Selatan Bujur Timur
1
6⁰12„16,9“
107⁰46„30,8“
2
6⁰13„27,5“
107⁰45„07,9“
Dekripsi Stasiun Terletak di daerah muara Sungai Cigadung Satu, masih di daerah pesisir, namun lebih mendekati ke arah laut Terletak di daerah mangrove sekitar Segara Menyan yang mendapatkan pengaruh dari Sungai Terusan
13
3.3.2. Pengambilan contoh ikan Contoh ikan diambil dengan menggunakan alat tangkap jaring rampus dengan ukuran mata jaring 31,75-50,80 mm. Ikan yang tertangkap diawetkan dalam larutan formalin 10% dan dibawa ke Laboratorium Biomakro 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB untuk dianalisis lebih lanjut. 3.3.3. Analisis contoh ikan di laboratorium Pengukuran panjang total ikan dimulai dari ujung kepala yang terdepan (biasanya ujung rahang terdepan) sampai ujung sirip ekor paling belakang dengan menggunakan penggaris (ketelitian 0,05 mm).
Pengukuran lebar bukaan mulut
dilakukan dengan cara membuka mulut ikan selebar-lebarnya kemudian diukur lebarnya. Pengukuran bobot total dilakukan dengan cara menimbang seluruh tubuh ikan contoh dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g dan 0,0001 g. Pengukuran bobot dan volume makanan dalam lambung dilakukan dengan cara ikan dibedah terlebih dahulu. Pembedahan dimulai dengan menggunting dari anus ke arah dorsal sampai LL (gurat sisi) kemudian ke arah anterior sampai belakang kepala lalu kearah bawah hingga ke dasar perut sampai isi perut ikan terlihat. Pengukuran isi lambung dilakukan dengan cara mengeluarkan seluruh isi lambung,
kemudian
ditimbang
dengan
menggunakan
timbangan
digital.
Pengukuran volume isi lambung dilakukan dengan cara memisahkan terlebih dahulu isi lambung berdasarkan jenis makanannya pada cawan petri, kemudian volume masing-masing jenis makanan tersebut diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml dan 25 ml.
Identifikasi jenis makanan ikan kuro dilakukan dengan cara
mengamati dan menentukan jenis makanan secara langsung dengan bantuan buku guide to identification of marine and estuarine invertebrates (Gosner 1971) untuk invertebrata serta buku taksonomi dan kunci identifikasi ikan (Saanin 1984) untuk ikan. Pengukuran bobot hati dilakukan dengan cara hati ikan dipisahkan dari organ pencernaan lainnya kemudian ditimbang bobotnya dengan menggunakan timbangan digital.
14
3.4. Analisis Data 3.4.1. Hubungan panjang bobot Hubungan antara panjang bobot
dilakukan
untuk
mengetahui
pola
pertumbuhan ikan yang ada di alam. Rumus yang digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan mengacu kepada Hile (1936) dalam Effendie (1979),yaitu: W = a Lb Keterangan: W L
= Bobot (g) = Panjang (mm)
a dan b = Konstanta Rumus tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai b yang nantinya digunakan untuk menentukan pola pertumbuhan ikan tersebut. Berdasarkan persamaan di atas, bila b = 3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut adalah isometrik yang artinya pertambahan panjang dan bobot seimbang; b < 3 maka bentuk pertumbuhan ikan tersebut allometrik negatif yang artinya pertumbuhan panjang ikan lebih cepat daripada pertumbuhan bobot; b > 3 maka pola pertumbuhan ikan tersebut allometrik positif yang artinya pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang (Ricker 1975 dalam Effendie 1979). 3.4.2. Faktor kondisi Perhitungan faktor kondisi (K) ikan bergantung dengan nilai b. Jika nilai b≠3, maka analisis faktor kondisi ikan mengikuti persamaan sebagai berikut (Effendie 1979).
Jika b = 3, maka analisis faktor kondisi ikan mengikuti persamaan sebagai berikut.
Keterangan: K
= Faktor kondisi relatif setiap ikan
W
= Bobot ikan (g)
L
= Panjang total ikan (mm)
a, b
= Konstanta
15
3.4.3. Indeks kepenuhan lambung (ISC) Indeks kepenuhan lambung dapat dihitung dengan persamaan menurut Spatura dan Gophen (1982) dalam Fitrinawati (2004), yaitu:
Keterangan: SCW = Bobot isi lambung (g) BW
= Bobot total ikan (g)
ISC
= Indeks kepenuhan lambung
3.4.4. Indeks hepatosomatik (IHS) Indeks hepatosomatik (IHS) didefinisikan sebagai rasio bobot hati dengan bobot badan. IHS memberikan indikasi mengenai status cadangan energi dalam tubuh ikan. Dalam lingkungan yang buruk, biasanya ikan memiliki hati yang lebih kecil karena sedikit energi yang disimpan dalam hati (www.epd.gov.hk). Indeks hepasomatik dapat dihitung dengan rumus yang dikemukakan Htun-hun (1978) dalam Kingdom & Allison (2011) yaitu:
3.4.5. Indeks bagian terbesar (IBT) Indeks bagian terbesar (IBT) dihitung dengan menggunakan rumus gabungan antara metode volumetrik dengan frekuensi kejadian (Natarajan& Jhingran 1961), yaitu:
Keterangan :
= Persentase volume satu macam makanan = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan IBT
= Indeks bagian terbesar
3.4.6. Luas relung dan tumpang tindih relung makanan Luas relung masing-masing spesies ikan dihitung dengan menggunakan persamaan Levins (1968) dalam Krebs (1989), yaitu:
16
Keterangan:
= Luas relung kelompok ke-i = Proporsi dari kelompok ke-i yang berhubungan dengan sumber daya makanan ke-j n
= Jumlah jenis makanan yang dimanfaatkan oleh spesies
m = Jumlah sumber daya makanan Luas relung dibakukan dalam skala 0-1 menurut persamaan Hulbert (1978) dalam Krebs (1989), yaitu:
Keterangan:
= Luas relung yang dibakukan B
= Luas relung Levins
n
= Jumlah status sumber daya yang tersedia (semua)
Standarisasi luas relung ini menghasilkan nilai relung yang berkisar antara 0-1. Tumpang tindih relung makanan antar spesies atau kelompok ukuran dapat dihitung dengan persamaan Pianka (1973) dalam Krebs (1989), yaitu:
Keterangan:
= Tumpang tindih relung antara spesies atau kelompok ukuran k dan spesies atau kelompok ukuran j = Proporsi sumber daya ke i dari total sumber daya yang diinginkan oleh spesies atau kelompok ukuran ke j = Proporsi sumber daya ke i dari total sumber daya yang diinginkan oleh spesies atau kelompok ukuran ke k
Nilai tumpang tindih relung makanan yang mendekati angka satu menunjukkan adanya kompetisi yang tinggi antara dua spesies atau dua kelompok ukuran yang dianalisis.