BAB II TERMODINAMIKA 2.1 Beberapa Pengertian Penting dan Konsep 2.1.1 Sistem dan Lingkungan Sebelum pembahasan lebih lanjut perlu diperhatikan beberapa definisi seperti di bawah ini : 1. Sistem ialah bagian dari alam yang dijadikan pusat perhatian di dalam penyelidikan. 2. Lingkungan ialah bagian lain dari alam yang tidak termasuk sistem. (antara sistem dan sekeliling dibatasi dengan batas). 3. Sistem terisolasi ialah sistem dimana bidang bataas mencegah interaksi antara sistem dengan lingkungannya. 4. Sistem terbuka ialah sistem dimana ada aliran massa melalui bidang batas. 5. Sistem tertutup ialah sistem dimana tidak ada aliran massa melalui bidang batas. 6. Kerja ialah energi yang mengalir melalui bidang batas dan yang dapat diubah untuk mengangkat suatu massa pada sekeliling. 7. Kalor ialah energi yang mengalir melalui bidang batas yang disebabkan oleh perbadaan temperatur sistem dan lingkungan, dan mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Sifat tenaga/energi kerja (Work) : 1. Hanya ada pada bidang batas 2. Hanya ada selama perubahan sistem 3. Berpengaruuh pada sekeliling 4. positip, masuk kepada sistem 5. negatip, keluar dari sistem
2.1.2 Keadaan sistem dan fungsi keadaan Keadaan sistem ditentukan oleh variabel-variabel sistem seperti tekanan, volum, suhu, komposisi, massa dst. Keadaan sistem dikatakan telah tertentu jika variabelvariabel itu telah memiliki nilai tertentu. Variabel sistem juga disebut sifat sistem. Jika dua sistem memiliki sifat yang sama maka keduanya dikatakan memiliki keadaan yang sama. Sekarang kita bahas satu sifat sistem misalnya volum. Volum sistem tergantung kepada keadaan sistem, artinya pada keadaan sistem yang berubah volum sistem dapat mengalami perubahan. Dikatakan bahwa volum sistem adalah fungsi dari keadaan dan lazim disebut sebagai fungsi keadaan. Demikian pula jika kita ambil sifat sistem lainnya, maka akan dapat dijelaskan bahwa sifat sistem itu adalah fungsi keadaan. Jika suatu sistem berubah dari satu keadaan ke keadaan lain, maka sifat sistem atau fungsi keadaannya juga akan berubah, dengan tidak tergantung kepada jalan yang ditempuh untuk merubah keadaan awal itu menjadi keadaan akhirnya. Jadi keadaan diperoleh tanpa memerlukan informasi mengenai jalan yang ditempuh. Perubahan fungsi keadaan, dengan demikian adalah tidak tergantung kepada jalan proses tetapi hanya tergantung kepada keadaan awal dan keadaan akhir. Diferensial dari suatu fungsi keadaan dinamakan diferensial eksak, sedangkan diferensial dari besaran yang gayut jalan atau diferensial dari besaran bukan fungsi dinamakan diferensial tidak eksak. Perubahan suatu fungsi keadaan diperoleh dengan mengintegralkan diferensialnya (diferensial eksak), dengan memperhatikan batas awal dan batas akhir integrasi (orang matematik menamakan batas atas dan batas bawah). Perubahan fungsi keadaan ini adalah tidak gayut jalan, dengan demikian integrasi dari suatu diferensial eksak dengan adanya batas awal dan batas akhir adalah tidak tergantung kepeda jalan. Ini adalah sesuatu yang penting yang perlu diingat jika kita akan mengintegrasikan suatu diferensial eksak.
2.1.3 Perubahan keadaan Keadaan sistem dapat berubah dari satu keadaan awal menjadi keadaan akhir. Perubahan sistem dari keadaan tertentu menjadi keadaan akhir tertentu dapat dicapai dengan berbagai cara yang biasanya dinamakan jalan proses atau disingkat saja menjadi jalan. Perubahan keadaan sistem dapat dilakukan secara terbalikan (reversible) ataupun secara takterbalikkan (irreversible). Uraian mengenai reversibilitas ini akan diuraikan di belakang. 2.1.4 Hukum ke nol termodinamika Untuk melengkapi cakrawala termodinamika perlu diketahui adanya hukum nol, yaitu hukum keseimbangan termal. Hukum ini mula-mula tidak disadari pentingnya terhadap konsep temperatur sebelum cabang termodinamika yang lain berkembang. Untuk mengetahui hukum nol, dimisalkan ada gas seperti pada gambar di bawah ini. Suatu gas mempunyai volume V1 tekanan p1 dan temperatur T1 terpisah dari gas yang lain yang mempunyai V 2, P2 dan T2. kemudian kedua gas dihubungkan dengan suatu dinding. Maka terdapatlah dua kemungkinan, yaitu kedua gas 1) tidak saling mempengaruhi dan 2) saling mempengaruhi. Jika tidak terjadi pengaruh, maka di dinding dikatakan mempunyai sifat insulasi atau adiabatik, tentu saja pada proses ini kedua tekanan tetap seperti sebelumnya. Tetapi jika terjadi pengaruh maka tekanan masing-masing akan berubah menjadi p1 dan p2, dan sistem dikatakan dalam kestimbangan termal. Demikian pula sistem yang yang terdiri dari tiga gas A, B, C seperti pada gambar 2.2. Gas A dalam keadaan keseimbangan termal dengan B, dan gas B dalam keseimbangan termal dengan C atau dengan lain perkataan, bahwa A dalam keseimbangan termal dengan B dan C juga dalam keseim,bangan termal dengan B. Maka kalau B diambil, gas A dan C masing-masing dalam keseimbangan termalyang satu terhadap yang lain dan pengalaman inilah yang yang akhirnya muncul sebagai hukum nol yaitu jika dua sistem yang berada dalam
keseimbangan termal dengan sistem ketiga, maka kedua-duanya dalam keseimbangan termal.
2.1.4.2. Termometri Hukum nol mengarahkan pengukuran temperatur suatu sistem. Untuk mengukur temperatur dipakailah thermometer. Dasar pembuatan termometer ialah memakai sifat sistem yang berubah secaraa terulangkan (reproducible) dengan temperatur, misalnya termometer gas ideal. Sejumlah gas ideal dimasukkan pada volume yang tetap. Sistem ini dibiarkan bersetimbang dengan es yang mencair pada tekanan 1 atm. Setelah beberapa waktu tekanan sistem menjadi konstan. Pada waktu konstan ini jarum tekanan diberi angka 0. Sistem diambil dan dibiarkan setimbang dengan air mendidih pada atm. Pada kesetimbangan yang baru tekanan akan menyesuaikan jarum tekanan akan bergerak dan kemudian berhenti. Jarum tekanan diberi harga 100. Diantara 0 sampai dengan 100 dibuatlah 99 tanda yang berjarak sama. demikian pula di bawah 0 dan di atas seratus. Selesailah pembuatan thermometer gas ideal. Jikalau termometer ini bersetimbang denegan suatu sistem yang akhirnya jarum tekanan menunjuk angka “Y”. maka temperatur sistem adalah “Y”. Kesimpulan pengukuran ini berdasarkan hukum nol. Perhitungan pada pembentukan thermometer dapat dikerjakan sebagai berikut : Jikalau Yo adalah sifat ke thermometer suatu sistem yang mengadakan kesetimbangan panas dengan es mencair, dan Y100 dengan air mendidih maka dY / dt = Y100 – Yo / 100-0 = Y100 – 0/100 ……..
(2.1)
Persamaan (1) diintegralkan menjadi : Y = Y100 – Yo / 100 t + c ……………… Harga c dapat dicari, ialah pada t = 0 ===> Y = Yo sehingga C = Yo Persamaan (2.2) dapat ditulis : Y = Y = Y100 – Yo / 100 t + Y0 Dan persamaan temeperatur menjadi : t = Y – Y0 / Y100 – Y0 x 100
(2.2)
Dari pengukuran sifat ke thermometer suatu sistem “Y” temperatur sistem tersebut dapat dihitung.
2.2 Hukum Pertama Termodinamika Sasaran termodinamika adalah mendapatkan hubungan energi yang satu terhadap yang lain. Dengan adanya kekekalan energi, maka jikalau suatu macam energi mengalami penyusutan, macam tenega yang lain akan dihasilkan. Misalnya energi listrik yang dihasilkan oleh suatu generator tidak terjadi begitu saja, melainkan generator tersebut digerakkan dengan adanya penyusutan energi potensial dan energi kinetik air. energi listrik yang dihasilkan oleh generator tersebut ditambah dengan energi yang hilang karena gaya gesekan harus sama dengan energi mekanis yang diberika oleh turbin. Hukum pertama termodinamika merupakan suatu pernyataan yang umum mengenai proses perubahan bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang lain. Agaknya selalu mungkin untuk membuat energi panas yang ekivalen dengan energi yang lain. Jika suatu massa dengan berat tertentu jatuh dari suatu ketinggian, maka energi potensial dan kinetik yang hilang akan berubah secara ekivalen menjadi energi panas. Peristiwa ini tidak akan terjadi sebaliknya demikian saja, tetapi harus memakai alat tertentu untuk mengangkat massa yang sudah jatuh. Tidak mungkin massa yang jatuh diberikan energi yang ekivalen dengan energi potensialnya langsung kembali keposisi yang semula. Disinilah hukum pertama tidak pernah mengatakan arah suatu proses. Untuk mengetahui arah ini hukum kedualah yang membicarakannya, sehingga suatu kombinasi hukum pertama dan kedua dapat dipakai untuk meramalkan manakah proses yang dapat terjadi, yang tidak mungkin dan manapula yang setimbang. 2.2.1
Kerja
Kerja ditakrifkan sebagai hasil kali gaya dengan jalan dimana keduanya memiliki arah yang sama. jika gaya F membentuk sudut θ dengan jalan s, maka kerja adalah sama dengan Fs cos θ. Ini memberikan hal-hal khusus berikut :
1. Jika gaya F searah jalan s, maka sudut θ adalah sama dengan nol, cos θ sama dengan satu, sehingga kerja mejadi hanya Fs. 2. Jika gaya F berlawanan arah dengan arah jalan s, maka sudut θ sama dengan 180º, cos θ sama dengan -1, dan kerja menjadi sama dengan –Fs. Kerja ekspansi Sejumlah gas dimasukkan dalam silinder pada T1 tekanan P1, dan volume V1, di atas piston ditaruhlah massa M (lihat gambar). Gambar 2.3 Kerja ekspansi Kunci S ditarik, maka akan mengangkat M sampai pada kunci S 1 setinggi h dari kunci S. Setelah mengangkat M sistem menpunyai temperatur T 1, tekanan P2 dan volume V2. Pada perubahan dari S menjadi S1 sistem melakukan kerja terhadap sekeliling oleh karena massa seberat M pada sekeliling h. besarnya kerja yang dilakukan oleh sistem ialah : W = M.g.h Dimana
(2.3) W = kerja (energi kerja) g = grafitasi h = tingi
jikalau luas penampang piston adalah A, maka tekanan luar yang melawan sistem adalah Mg/A = Pop. Sehingga persamaan (2.3) dapat ditulis : W = Pop . Ah atau W = Pop (V2 – V1)
(2.4)
persamaan (4) digambarkan pada gambar 2.3 yang terarsir, sedangkan bagian gambar 2.3 yang titik-titik merupakan perubahan secara isotermis. Harga M adalah sembarang, tetapi harus mengikuti batas supaya 0 ≤ Pop ≤ P, begitu pula kerja yang dilakukan oleh sistem yang mempunyai harga antara 0 ≤ Pop (V2 – V1) ≤ P (V2 – V1) dapat dimengerti bahwa Pop tersebut adalah konstan.
Gambar 2.4 Kerja ekspansi pada diagram P – V . Seandainya massa yang dipakai mula-mula M1 dan sesudahnya sistem berekspansi diganti dengan M2 yang lebih ringan, kerja yang dilakukan sistem adalah : Kerja total W, ekspansi dua langkah memberikan kerja lebih besar dari satu langkah. Jikalau perubahan sistem tidak hanya melalui dua langkah ganda, dengan sendirinya kerja yang dihasilkan akan ebih besar dari dua langkah. Gambar 2.5 Ekspansi dua langkah pada diagram P –V. Pada setiap langkah dengan perubahan volume yang sangat kecil dV, dimana massa M selalu dikurangi sedikit demi sedikit (Pop) selalu menyesuaikan volume gas maka : W = Pop dV
(2.5)
Kerja Kompresi Gambar 2.6. Kerja kompresi pada proses selangkah. Kerja kompresi adalah kerja suatu proses yang dimulai dari T, P2, V1 dimana V2 > V1. Supaya menjadi kompresi menjadi V1, massa yang dipasang pada piston harus mempuyai tekanan Pop > P1 . sehingga kerja yang diperlukan untuk kompresi ini seoerti pada gambar 2.6. Kerja kompresi untuk proses ini adalah : W = Pop (V1 - V2)
(2.6)
Untuk kompresi dua langkah, massa M2 yang dipakai adalah massa ringan (tetapi P”op > P2). Setelah massa menjalankan kompresi sampai pada V 1, barulah diganti dengan M yang lebih berat. Dari dua langkah ini W yang diperlukan akan lebih rendah dari proses satu langkah (lihat gambar 2.7) Gambar 2.7. kerja kompresi pada proses dua langkah.
Kalau pada ekspansi W (langkah ganda) > W (satu langkah), maka kompresi menjadi sebalikya, dimana W (langkah ganda) < W (satu langkah). kerja maksimum dan kerja minimum. seperti dimuka diterangkan, bahwa makin banyak langkah W ekspansi semakin menjadi besar dan W kompresi makin menjadi kecil. Tetapi harus diingat bahwa pertambahan besar W ekspansi mempunyai batas ialah sebesar W maksimum dan W kompresi mempunyai batas W minimum. Wmax = ∫ p dv
Wmin = ∫ p dv
atau Wmax, min = ∫ p dv = ∫ nRT/V dV Wmax,min = nRT ln Vf / Vi Dimana Vi = V mula-mula Vf = V akhir 2.2.2. Kalor Kalor adalah energi yang menyertai suatu proses yang mengalir akibat adanya beda suhu dengan arah aliran adalah dari suhu tinggi ke rendah. Sistem dan lingkungan dapat pula mengadakan alih panas. Jika alih panas antara sistem dan lingkungannya
ditiadakan,
maka
dinding
yang
membatasi
sistem
dan
lingkungannya disebut dinding adiabatis dan proses yang terjadi dinamakan proses adiabatis. Mengenai tanda dari kalor diperjanjikan sebagai berikut : 1. Jika kalor mengalir dari lingkungan ke sistem, artinya sistem menyerap kalor dari lingkungannya, maka kalor Q bertanda posisif, sedangkan 2. jika kalor mengalir dari sistem ke lingkungan, artinya sistem memberi kalor kepada lingkungannya, maka kalor Q bertanda negatif. Tenaga/Energi Sebelum kita bicarakan hukum pertama termodinamika perlu dimengerti terlebih dahulu macam-macam energi yang berkaitan dengan perubahan suatu sistem. Macam-macam energi tersebut adalah: 1. energi kinetik, energi sisitem disebabkan kerna gerakannya.
2. energi potensial: disebabkan karena posisinya dalam medan gaya. Misal, suatu massa dalam medan gravitasi. 3. energi panas (kalor: karena temperaturnya). 4. energi karena konstitusinya: energi kimia energi inti. 5. energi yang dimiliki suatu sistem karena massanya. 6. Suatu generator menghasilkan energi listrik. 7. Suatu motor menghasilkan energi mekanik. 8. energi magnit dan energi permukaan dan lain-lain. 3.2.4 Perubahan reversible dan irreversible Suatu sistem dibiarkan mengadakan nekspansi dari t, p 1, V1menjadi t, p2, V2 dan kemudian diadakan kompresi dari t, p2, V2 menjadi s t, p1, V1 seperti semula. Dari perubahan tersebut sistem dapat dikatakan mengadakan perubahan siklus. Banyaknya kerja siklus (wsik) dapat dihitung dengan menjumlahkan kerja ekspansi dan kerja kompresi. Perhitungan I. Kalau terjadi ekspansi sat langkah dengan pop=p2, dan kembali menjadi keadaan semula dengan kompresi satu langkah dimana pop=p1. Kerja ekspansi dan kerja kompresi menjadi: Wexp= p2(v2-v) Wkomp= p1(V1-V2)
+
Wsik = p2(V2 – V1) + p1 (V1-V2) = (p2 – p1) (V2 – V1) Oleh karena V2 – V1 = positip dan p2 – p1 = negatip, maka wsik adalah negatip yang berarti ada kerja yang diberikan pada sistem dari sekeliling. Pada peribahan ini adalah sistem kembali seperti sediakala, tetapi sekeliling tidak kembali kepada keadaan semula. Proses ini disebut irreversible. Perhitungan II. Ekspansi langkah gada dengan Pop = pgas. Dari rumus untuk kerja ekspansi dan kerja kompresi didapat Wexp = ∫ p dv Wkomp = ∫ p dv + Wsik = ∫ p dv + ∫ p dv = ∫ p dv - ∫ p dv = 0
Dedngan wsik = 0 berarti kembali kepada keadaan semula, an demikian pula sekeliling juga kembali kepada keaadaan semula. Perubahan ini dinamakan reversible, yang berarti proses maju dan proses mundur kalau dijumlahkan baik untuk sistem maupun untuk sekelilling tidak mengalami perubahan apa-apa atau proses reversible dapat pula disebut proses yang melewati semua keadaan setimbang dari sistem. Untuk lebih mengetahui perbedaaan proses reversible perhatikan keterangan di bawah ini. Pada gambar (a) massa m terdiri dari tak berhingga butir-butir kecil seberat dm. Setiap kali dm diambil, sistem mengembang sebesar dV dan terjadilah kesetimbangan. Demikian selanjutnya sampai butir habis. Dari V 1 menjadi V2 sistem akan selalu dalam kesetimbangan. Proses ini terjadi sangat lambat. Pada gambat (c) kalau m diambil, maka sistem akan meloncat sangat cepat. Dari V1 menjadi V2 sistem berada dalam keadaan tidak setimbang. Begitu pula V 2 tidak langsung tercapai, melainkan terdapatlah getaran dari V > V 2 menjadi V < V2 dan akhirnya berhenti pada V2. Dengan melihat perbedaaan proses reversible dan irreversible dapatlah dimengerti, bahwa proses dialam atau proses yang sesungguhnya terjadi adalah proses irreversible. Sedang proses reversible adalah proses ideal yang tidak pernah terjadi. Misalnya pengembangan dari V1 menjadi V2 terjadi, tetapi tak terhingga lamanya. Di muka telah diterangkan bahwa pada perubahan siklus kerja yang dihasilkan atau yang diperlukan merupakan jumlah W dari proses maju dan proses balik. Untuk proses maju dan proses balik yang melalui langkah ganda maka : Wsik = 0 dW Disamping itu untuk melakukan proses-proses ini, sistem mengeluarkan atau menerima kalor dari sekeliling. Jikalau kalor ditulis dengan simbol Q, seperti pada Wsik Qsik =
∮ dQ
Kemudian hukum pertama termodinamika mengatakan “Jikalau suatu sistem mengadakan perubahan siklus, maka kerja yang dilakukan terhadap sekeliling sama dengan kalor yang diambil dari sekeliling”
∮ dW =∮ dQ atau ∮ (dW - dQ )= 0 Pada termodinamika, suatu besaran yang mempunyai hargga nol pada integral siklus disebut sifat sistem (state propery). Jadi (dW – dQ) harus sama dengan diferensial dari suatu sifat sistem tersebut, dan diberi simbol dE, sehingga : dE = dQ – dW ……………(2.7) dan
∮ dE =∮ ( dQ - dW ) Dari persamaan (2.7) dE, energi dari sistem adalah sama dengan kalor yang diambil oleh sistem dari sekeliling dikurangi dengan kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap sekeliling. Persamaan (2.7) dapat pula ditulis sebagai : dQ = dE + dW yang berarti bahwa kalor yang diambil oleh sistem sebagian ditabung untuk menaikkan energi dalamnya dan sebagian lagi dipakai untuk melakukan kerja. Untuk perubahan sistem yang tertentu (finite), persamaan (2.7 di integralkan menjadi :
∮ dE =∫ dQ - ∫ dW ∆E = Q – W ………….. (2.8) Dari persamaan ini terlihat, bahwa ada perbedaan sifat antara E dengan W dan Q. Integral dE menjadi E dan integralkan dW, dQ hanya menjadi W dan Q. ini berarti pada sistem yang diam, yang tidak mengadakan perubahan, mempunyai harrga E tertentu, tetapi tidak mempunyai W dan Q. Hal ini disebabkan karena W dan Q hanya ada jikalau sistem mengalami proses perubahan. Disamping itu hargga E absolut tidak diketahui dengan pasti, melainkan hanya harga relatifnya dimana ∆E = E2 – E1.
Selain itu dapat dikemukakan, bahwa perubahan energi dalam suatu sistem akan diimbangi dengan perubahan energi dalam yang sama dari sekeliling. Atau pada dua sistem A dan B yang saling mempengaruhi yang terisolasi dari sekeliling penambahan energi dalam A akan mengakibatkan pengurangan energi dalam B. Misalnya A mengalami perubahan keadaan, sejumlah kalor Q mengalir dari B dan sejumlah kerja W dilaksanakan oleh A terhadap B. maka menurut persamaan (10) untuk sistem A : ∆E = Q – W Sedang sistem B mengalami pengurangan Q dan menderita kerja, sehingga ∆EB = + ( - Q) – (– W) Oleh karena itu : ∆EA = - ∆EB energi dalam total kedua sistem tersebut akan selalu sama kalau yang satu bertambah yang lainnya berkurang demikian sebaliknya. 2.2.5 Tekaan internal (dakhil) dan eksperimen Joule Identifikasi derivative partial ( ∂ E / ∂ V) T dengan sesuatu yang dapat diukur adalah sangat sukar. Hanya pada sistem gas, paling tidak prinsipnya saja, dapat diketahui dari percobaan Jou.l sebagai berikut. Disediakan dua bola gelas yaitu A dengan tekanan tertentu dan B divakumkan. Keduanya dimasukkan dalam bak air. Setelah terjadi kesetimbangan termal, suhu dicatat. Kran dibuka, gas mengalir dari A ke B. Setelah kesetimbangan termal tercapai suhu dicatat. Ternyata Joule memberitahukan bahwa percobaan ini tidak memberitahukan bahwa percobaan ini tidak memberikan perubahan temperatur sebelum dan sesudahnya. Interpretasi percobaan ini ialah : 1.
Perubahan sistem dimana gas mengalir dari A ke B terjadi dengan kondisi
sistem tidak melakukan kerja (dW = 0). Proses ini disebut ekspansi bebas. Dengan memakai hukum pertama termodinamika dE = dQ – dW, dan dengan
menggunakan kondisi dW = 0,didapatkan dE = dQ.Tetapi dQ pun juga sama dengan noll, karena tidak ada perubahan suhuh, sehingga dE = 0 Dari persamaan (11) dE = ( ∂ E / ∂ V) T dV = 0 Pada hal dV ≠ 0, oleh karena itu : 2.2.6 Entalpi dan Eksperimen Joule Pada eksperimen Joule di atas, kita peroleh panas Q = 0. Eksperimen selanjutnya yang dijalankan oleh J.P. Joule dan W. Thomson (Lord Kelvin) antara 1852 dan 1862, menunjukkan adanya perubahan suhu, yanng memberikan konsekuensi bahwa panas Q tidak nol, jika gas jauh dari sifat gas ideal. Makin mendekati sifat gas ideal, panas Q makin mendekati nol. Eksperiman yang dikerjakan oleh Joule dan Thomson ini berbeda dengan yang dikerjakan oleh Joule. Panas Q, yang dimaksud di atas adalah panas pada ekspansi Joule. Pada eksperimen Joule dan Thomson, gas dialirkan dari tekanan tinggi ke rendah, melalui tabung yang mengandung katup, terdiri dari dinding berpori katun. (Gb 4.3). Dengan adanya katup, maka ekspansi berjalan lambat, dan tekanan pada setiap sisi katup dijaga tetap. Tabung dibuat dari bahan yang memiliki daya hantar panas rendah, misalnya kayu, dan kondisi dibuat sedapat mungkin adiabetis. Andaikan p1 adalah tekanan tetap gas sebelum melewati katup, dan p2 adalah tekanan tetap gas setelah melewati katup; temperatur yang bersesuaian adalah T1 dan T2. Volum 1 mol gas pada T1 dan p1 adalah V1, sedangkan pada T2 dan p2 adalah V2. Kerja yang dilakukan oleh gas sehubungan dengan alirannya yang melewati katup adalah W yang sama dengan p2V2 – p1V1, sebab pada tekanan p2 itu volum bertambah sebesar V2 sedangkan pada sisi dengan tekanan p1, volum berkurang V1. Karena seluruh proses dianggap adiabatik, sehingga Q = 0, maka kehilangan energi sistem berubah menjadi kerja yaitu W tentu sama dengan –U. Jika U1 dan U2 adalah energi dakhil 1 mol gas pada keadaan awal dan pada keadaan akhir, artinya sebelum dan sesudaah melewati katup, maka - (U2 – U1) = p2V2 – p1V1
(2.9)
ruas kiri menunjukkan penurunan energi dakhil, dan ruas kanan adalah kerja yang dilakukan. Dengan mengatur kembali persamaan (2.9), maka didapat U1 + p1V1 = U2 + p2V2 (2.10) Besaran U + pV muncul diruaas kiri dan ruas kanan. Besaraan ini adalah definisi dari besaran yang ditanamkan entalpi yang dilambangkan dengan H. Jadi H = U + pV
(2.11)
Terlihat, bahwa pada eksperimen itu, H1 sama dengan H2, entalpi awal sama dengan entalpi akhir. Proses ini berlangsung pada entalpi tetap. Entalpi H dapat kita nyatakan sebagai fungsi keadaan berikut sebab U dan p, juga V adalah fungsi keadaan, sehingga dengan H = U + pV memberikan hasil bahwa H adalah fungsi keadaan atau sifat sistem. Dengan mengguunakan aturan siklus untuk derivatif paralele, dari H = H (T,p), kita dapatkan (∂T/∂p)H = -(∂H/∂p)T / (∂H/∂T)p
(2.13)
Besaran pada ruas kiri itu dinamakan koefisien Jooule Thomson, dan dinyatakan dengan lambang UJT. Besaran ini menunjukkan laju perubahan temperatur terhadap perubahan tekanan pada entalpi tetap. Untuk gas ideal, dimana tekanan internal (aU/aV)T = 0, dan pV = nRT, maka U = U(T)
(2.14)
Sebab perubahan volum pada T tetap tidak merubah U, sehingga pada T tetap, volum berubah dan tentu dasja tekanan juga berubah, U adalah tetap. Maka kita dapat menyatakan U untuk gas ideeal hanyalah fungsi temperatur T saja ; U = U(T). oleh karena itu, dari H = U + pV = U’(T)+ RT, untuk n = 1, maka : H = H(T)
(2.15)
Entalpi gas ideal hanyalah fungsi temperatur saja, jika n tetap. Dari (2.15), kita dapat menurunkan pernyataan berikut (∂H/∂p)T = 0
(2.16)
Sehingga untuk gas ideal, maka koefisien ekspansi joule Thomson, UJ T, adalah UJ . T ≠ 0
(2.17)
Sebab penyebut pada (2.13), untuk gas ideal adalah tidak nol
2.2.7
perubahan entalpi dan energi reaksi
Pada pembicaraan tentang etalpi maupun energi reaksi, maka koefisien reaksi diartikan sebagai jumlah nol zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Disini reaktan dipandang sebagai keadaaan awal sedangkan produk dipandang sebagai keadaan akhir. Ini mengakibatkan bahwa perubahan entalpi reaksi menjadi ∆H = H akhir –
awal
= Hproduk – H reaktan
dan perubahan energi reaksi menjadi ∆U = Uakhir – awal = Hproduk – Hreaktan entalpi produk dihitungsebagai jumlah dari entalpi zat-zat pada produk, dan entalpi masing-masing zat pada produk dihitung sebagai hasil kali koefisien reaksinya dengan entalpi molar zat. Dalam kaitannya dengan perhitungan ini digunakan perjanjian berikut : entalpi molar unsur pada keadaan stabilnya pada 25ºC dan 1 atm diambil sama deengan nol. Ini memberikan akibat bahwa jika dalam reaksi terdapat unsurunsur, dan reaksi dijalankan pada kondisi 25ºC dan 1 atm, maka entalpi unsurunsur tidak perlu diperhitungkan, jika menghitung perubahan entalpi reaksi. Selanjutnya kondisi 25ºC dan 1 atm ini dinamakan kondisi standar. Reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur-unsurnya dengan jumlah yang ekivalen, akan melibatkan suatu perubahan entalpi yang dimanamkan perubahan entalpi reaksi pembentukan. Jika reaksi dijalankan pada kondisi standar, maka perubahan entalpi reaksi yang sama deegan jumlah entalpi produk yang dalam hal ini sama dengan entalpi molar senyawa yang dibentuk (dibuat) dikurangai dengan jumlah entalpi reaktan yang dalam hal ini sama dengan nol, akanmenjadi pernyataan yang sederhana yaitu sama dengan entalpi molar senyawa saja. Jadi perjanjian diatas telah memberikan pernyataan perubahan entalpi pada reaksi penbentukan senyawa ∆Hºf = Hº Dimana
superskrip o menyatakan kondisi tekanan 1 atm, dan tanpa adanya
pemberitahuan apapun berarti suhu diambil sama dengan suhu kamar yaitu 25ºC ; pada persamaan itu H menyatakan entalpi molar.
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung perubahan entalpi reaksi pada kondisi standar, dengan hanya mengetahui perubahan entalpi pembentukan zat-zat dalam reaksi, yaitu jumlahkan besaran tersebut diuas kanan dabn jumlahkan juga diruas kiri, kemudian jumlahkan pada ruas kanan dikurangi dengan jumlah pada ruas kiri. Karena entalpi adalah fungsi keadaan suatu sifat sistem, maka perubahan entalpi adalah tidak gayut jalan melainkan hanya gayut kepada keadaan awal (reaktan) dan keadaan akhir (produk). Untuk proses pada volume tetap , maka kerja yang dilakukan oleh sistem, jika tidak ada kerja selain volume, adalah sama dengan nol. Ini mengakibatkan bahwa perubahan energi sistem adalah sama dengan kalor yang masuk kedalam sistem, menurut hukum pertama termodinamika. Jadi dalam hal seperti ini, dQ = dU dan dQ menjadi differensial eksak, atau nilai Q tidak gayut dalam. Untuk proses pada tekanan sistem p sama dengan tekanan melawan sistem pl dan bernilai tetap, p = pl = tetap, sdan tidak ada kerja selain kerja sistem volum, maka dW = pl = pV = pdV = d(pV), dan menurut hukum pertama termodinamika, dQ = dU + dW = dU + d(pV) = d(U + pV) = dH juga dalam kondisi seperti ini, maka dQ Adalah sama dengan dH yang merupakan differensial eksak, atau Q tidak lagi gayut jalan. Kedua alenia sebelum ini dapat digunakan untuk menerangkan hukum Hess sebagai berikut : “Pada tekanan tetap ataupun pada volume tetap, maka kalor reaksi tidak gayut jalam reaksi, tetapi hanya gayut keadaan awal dan keadaan akhir”. Dengan hukum hess dapat dihitung kalor dan suatu reaksi yang tidak atau sukar dilaksanakan dilaboratorium sengan menggunakan data kalor reaksi-reaksi yang dapat digabumgkan untuk reaksi tersebut. 2.2.8
Prinsip kalorimetri menurut hukum pertama.
Menurut hukum pertama, maka kalor yang menyertai suatu perubahan pada suatu tekanan ataupun volume tetap, adalah tidak gayut jalan. Ini dapat digunakan dalam menghitung kalor reaksi pada suatu suhu dan tekanan tetap, atau pada suatu suhu dan volum tetap.
Jika melaksanakan suatu reaksi, maka pada umumnya, suhu keadaan awal (reaktan) tidak lagi sama dengan suhu keadaan ahir (produk). Ini adalah hal yang mempersulit kita untuk memenuhi keinginan agar kita dapat memperoleh kalor reaksi tetapi pada kondisi dimana suhu reaktan sama dengan suhu produk. Sasaran ini dapat dicapau dengan mudah berkat adanya pengetahuan bahwa kalor yang menyertai suatu perubahan dapat menjadi tidak gayut jalan. Kondisi yang kita jumai dalam eksperimen biasanya adalah sebagai berikut : (a) Reaktan (T1,p)
produk (T2, p), dengan kalor Qt. kita ingin mengukur
kalor Q dari perubahan atau reaksi. (b) Reaktan (T1,p)
produk (T 1, p), dengan kalor Q. Perubahan (a) dapat
juga diperoleh dengan melakukan perubahan (b), kemudian melakukan perubahan (c) yaitu : (c) Reaktan (T1,p)
produk (T2, p), misal dengan kalor Q .
Jadi sekarang kita dapat memperhatikan adanya dua jalan untuk melaksanakan perubahan dengan keadaan awal reaktan Reaktan (T 1, p) menjadi keadaan akhir produk (T2, p), yaitu 1) melalui jalan a, dengan kalor Qt dan 2) melalui jalan b yang dilanjutkan dengan jalan c, dengan kalor Q + Q. karena pada tekanan tetap ini, kalor adalah tidak gayut jalan, maka keduanya harus menghasilkan kalor yang sama. Ini berarti bahwa Qt = Q + Q Dengan mengukur kalor Qt dan mengukur atau menghitung kalor Q, maka kalor Q dapat ditentukan. Ini adalah pinsip pengukuran kalor reaksi dengan cara yang disederhanakan.
2.3 2.3.1
Hukum Kedua Termodinamika
Mesin Daur
Mesin daur adalah mesin yang bekerja melalui proses daur. Dalam proses daur, harus dipenuhi persyaratan bahwa
keadaan mesin identik dengan keadaan
akhirnya. Untuk mesin daur ini berlaku Q =
∮ dQ ,
W= ∮ dW , dan U=0.
Dengan menggunakan hukum pertama termodinamika, Q=W, atau
∮ dQ =
∮ dW . Dalam hal ini, Q dan W berturut-turut adalah kalorr dan kerja total dalam proses daur itu dan bukannya untuk satu langkah tertentu. 2.3.2
Daur Carnot, Efisiensi dan COP
Mesin padas adalah alat yang memberikan kerja pada lingkungan dari panas pada proses daur (siklus). Seperti ditunjukkan pada Gb. 3, mesin mengambil panas dari waduk padas suhu tinggi sebesar mutlak Q1 dan melepaskan panas sebesaar mutlak Q2 ke waduk panas suhu rendah, dan memberikan kerja mutlak w kepada lingkungan. Pernyataan mutlak dperlukan karena besar panas maupun besar kerja adalah selalu positif, sedangkan panas dapat dipositid seperti Q 1 dan dapat pula negatif seperti Q2 dalam proses ini, demikian pula w dapat positid dan dapat pula seperti w dalam proses ini yang bernilai negatif. Mesin Carnot terdiri atas silinder ideal edngan torak yang dapat bergerak nenas tanpa gesekan dan dapat bertukar kerja dengan lingkungan. Mesin ini juga menggunakan zalir kerja yang diandaikan sebagai gas. Proses daur mesin ini terdiri atas empat langkah yang kesemuanya terbalikkan seperti tertera pada gambar 2.10 deengan urutan sebagai berikut: 1. Ekspansi isotermal dari keadaan 1 ke keadaan 2, dimana torak melakukan kerja sebesar mutlak w12 terhadap lingkungan dan sistem mengambil panas sebesar mutlak Q1 dari waduk suhu tinggi T1. Perhatikan bahwa w12 bernilai negatif dan Q12 bernilai positif. 2. Eksapansi adiabat dari keadaan 2 ke keadaan 3, sampai suhu gas mencapai T2. Pada langkah ini torak dan silindeer terisolasi secara termal, dan torak melakukan kerja terhadap lingkungan sebesar mutlak w 23. Dalam hal ini tidak terjhadai perpindahan panas antara sistem dan lingkungan. 3. Komresi isotermal dari keadaan 3 ke keadaan 4, dimana torak melakukan kerja sebesar mutlak w34 terhadap
sistem dan sistem memberikan panas
sebesaar mutlak Q2 terhadap waduk suhu rendah T2.
4. Kompresi adiabat sehingga suhu mencapai T 1 dari keadaan 1 semula. Pada langkah ini lingkungan melakukan kerja w41 terhadap sistem tanpa adanya perpindahan panas antar sistem dan lingkungan. Karena keadaan akhir identik dengan keadaan awal, maka ∆U = Uakhir-Uawal=0, untuk proses daur dan hukum ppertama termodinamika memberikan ∆U = 0 = Q1 + Q2 + w12 + w23 + w34 + w41 = Q1 + Q2 + w
(2.18)
dengan w adalah kerja total yang memberikan lingkungan kepada sistem (gas). Mesin menyerap panas Q1 dari waduk bersuhuu tinggi dan melakukan kerja kepada lingkungan, sehingga Q1bernilai positif dan w bernilai negatif. Dalam praktek diginakan waduk suhu rendah bagi mesin panas sehingga bernilai ekonomi terletak pada Q1. Efisiensi mesin panas kemudian diberikan oleh rasio kerja yang dihasilkan mesin atau sistem untuk diberikan kepada lingkungan –w 1 terhadap panas yang diambilnya dari waduk suhu tinggi. = -w/Q1=(Q1+Q2)/Q1 yang nilainya adalah positif karena w1 adalah negatif sedangkan Q1 adalah posiitif. Bentuk persamaan ini didapat dedngan memasukkan (2.18). pendinginan dapat dilaksanakan dengan membalik langkah-langkah pada mesin panas Carnot seperti tertera pada Gb. 3c. Langkah pertama adalah ekspasi adiabat dari keadaan 1 ke keadaan 4, langkah 2 adalah ekspansi isoterm dari keadaan 4 ke kkeadaan 3 dengan mengambil panas dari waduk suhu rendah T2 sebesar mutlak Q2, langkah 3 adalah komresi adiabat dari keadaan 3 ke keadaan 2, dan langkah keempat adalah kompresi isoterm dari keadaan 2 ke keadaan 1 deengan melepaskan panas sebesar mutlak Q1 kepada waduk suhu tinggi adalah udara kamar. Untuk mesin ini kerja total harus dilakuakn oleh lingkungan terhadap sistem, sehingga w bernilai positif. Kerja total ini merupakan jumlah dari kerja pada setiap langkah. Koefisien perlakuan B (COP=coefficient of performance) Mesin pendingin Carnot ditakrifkan sebagai B = Q2/w, yang menjadi B= -Q2/(Q + Q2)
Karena hukum pertama memberikan ∆U = 0 = Q1 + Q2 + w, sehingga w = -(Q 1+Q2) dapat disubsitusikan ke dalam persamaan takrif B. pompa kalor Carnot bertujuan untuk memberikan sebanyak mungkin kepadaa waduk suhu tinggi uuntuk kerja positif tertentu yang diberikan oleh lingkungan terhadap sistem. Untuk inin digunakan langkah-langkah yang sama dengan mesin pendingin. Waduk suhuh rendah biasanya adalah tanah atau benda cair biasa yang lebih dingin dari ruang yang dipanasi. Koefisien perlakuan mesin ini adalah B yang ditakrifkan sebagai rasio panas yang diberikan kepada waduk suhu tinggi – Q1 terhadap kerja (total) yang diberikan oleh lingkungan terhadap gas W, B=-Q1/w = - Q1/(Q1+Q2). Kedua koefisien perlakuan itu adalah kwantitas positif yang nilainya lebih dari satu. 2.3.3 Entropi 2.3.3.1 Hukum Kedua Termodinamika Dalam pemindahan panas dari waduk suhu tinggi ke waduk suhu rendah pada mesin daur, kelaziman eksperimen menunjukkan bahwa kerja dapat diberikan kepada lingkungan. Juga adalah suatu kelaziman pula bahwa dalam pemindahan panas kearah sebaliknya yaitu dari waduk suhu rendah ke waduk suhu tinggi, lingkungan memberikan kerja kepada sistem. Dari penngalaman ini Clausius menyatakan hukum kedua sebagai berikut : “ Panas tak pernah dapat berpindah dari benda suhu rendah ke benda suhu tinggi tanpa adanya perubahan lain yang berkaitan yang berlangsung secara serentak”. Dapat ditunjukkan bahwa hukum kedua dapat dinyatakan dalam berbagai cara ang senilai (equivalen). Hukum kedua adalah suatu postulat yang harus diterima begitu saja tanpa pembuktian dan digunakan untuk menurunkan kesimpulan-kesimpulan yang diuji deengan pengalaman atau eksperimen. Kesimpulan-kesimpulan ini ternyata selalu benar jika hukum kedua diterapkan terhadap sistem banyak zarah melalui ultra microskop, kadang-kadang ditemukan perpindahan zarah dari daerah konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi yang kelihatannya bertentangan dengan hukum kedua. Akan dapat diitunjukkan bahwa hukum kedua tak dapat diturunkan secara
langsung dengan mekanika, melainkan merupakan hukum statistik yang berlaku uuntuk sejumlah besar zarah. Pernyataan hukum kedua oleh Clausius dapat digunakan untuk membuktikan prinsip Carnot, bahwa tak ada mesin panas yang lebih efisien dari mesin terbalikkan yang bekerja antara dua waduk panas yang diberikan, dan bahwa semua mesin terbalikkan yang bekerja antara kedua waduk panas yang diketahui mempunyai efisiensi yang sama tidak tergantung kepada jenis zalir kerja yang digunakan. Prinsip ini tak akan diturunkan dari pernyataan Clausius tentang hukum kedua di sini, melainkan akan digunakan untuk mengantarkan kepada takrif skala suhu termodinamika T. Karena semua mesin terbalikkan yang bekerja antara dua waduk panas suhu tinggi T1 dan suhu rendah T2 mempunyai efisiensi n ang sama, maka n = f (T1,T2) dimana f adalah suatu fungsi umum yang sama untuk semua zalir kerja. Karena efisien i n = 1 + Q 2/Q1, maka rasio Q2/Q1 harus juga merupakan fungsi umum dari T1 dan T2, Q2/Q1 = g (T1,T2). Ada banyak skala suhu yang memenuhi persamaan terakhir ini, tetapi dengan mengambil takrif bahwa skala suhu termodinamika berbanding lurus dengan besar panas (sehingga merupakan nilai mutlak) yang dipertukarkan, akan didapat bahwa skala suhu termodinamika menjadi sebanding dengan skala suhu gas ideal yang akan di tunjukkan pada sub bab berikutnya. Jadi sekarang dipilih takrif skala suhu termodinamika sebagai T2/T1 = (besar Q2) / (besar Q1). Takrif ini memberikan ungkapan efisiensi mesin Carnot sebagai : n = besar W / besar Q1 = (besar Q2 - besar Q1) / (besar Q1) n = (T1 – T2) / T1 dan ungkapan koefisien perlakuan B menjadi
(2.19)
B = besar Q2 / besar W = besar Q2 / (besar Q1 – besar Q2) = T2 / (T1 – T2), serta ungkapan koefisien perlakuan B menjadi B = besar Q1 / besar W = besar Q1 / (besar Q1 – besar Q2) = T1 / (T1 – T2) 2.3.3.2 Hubungan Antara Skala Suhu Termodinamika dan Skala Suhu Gas Ideal Takrif gas idial memerlukan syarat bahwa (oU / oV)T = 0, sehingga perubahan volum pada suhu tetap (yang tentu saja juga menyebabkan perubahan tekanan) tidak mengubah nilai energi dakhil U, atau U konstan terhadap perubahan volum maupun tekanan pada suhu tetap, atau U adalah gayut suhu semata yang tidak gayut volum maupun tekanan, dan dituliskan U = U (T), dimana sekarang T tidak dimaksudkan untuk menyatakan termodinamika tetapi untuk menyatakan suhu gas ideal. Untuk mesin panas Carnot dengan zalir kerja satu mol ideal dimana U adalah fungsi suhu semata, U = U’(T), dapat ditunjukan bahwa dQ/T adalah diferiensial eksak pada uraian berikut, dimana U’(T) adalah dU’(T)/ dT dQ = dU’(T) + dw = U’(T)dT + pdV = U’(T) + RT / V dV maka dQ / T = (U ‘(T) / T) dT + R / V dV.
(2.20)
dengan mengambil M = (U ‘(T) / T) dan N= R / V, maka (∂M/∂V)T = 0, dan (∂N/∂T)V = 0, (∂M/∂V)T =(∂N/∂T)V sehingga dQ/T memenuhi syarat diferensial eksak. Oleh karena itu
∮
dQ/T =
Q1/T1 + Q2+T2, karena pada langkah kedua dan keempat adalah adiabatik dengan Q = 0 → dQ/T = 0, sehingga langkah pertama dan ketiga saja yang diperhitungkan. Dengan demikian didapatkan Q1/T1 + Q2/T2 = 0, yang memberikan efisiensi η = (Q1 + Q2 )/Q1 = (T1-T2)/T1
Ruas kanan ini jika dibandingkan dengan ruas kanan persamaan (2.10) menunjukkan kesamaan bentuk, hanya saja perlu diperhatikan bahwaa di sini T adalah suhu gas ideal, sedangkan T pada (15) adalah suhu termodinamika. Ini menunjukkan bahwa suhu termodinamika adalah sebanding dengan suhu gas ideal, sehingga untuk mudahnya dapat diambil sama, dan dengan demikian skala suhu termodinamika yang ditakrifkan seperti diatas selanjutnya harus juga memenuhi syarat bahwa titik tripel air mempunyai nilai suhu 273,16 satuan seperti suhu gas ideal. Satuan skala termodinamika selanjutnya dinamakan K (kelvin) untuk menghormati Lord Kevin yang telah mentakrifkan suhu termodinamika dari sifat mesin panas terbalikkan 2.3.3.3 Entropi Pada pembicaaraan diatas telah menunjukkan bahwa untuk gas ideal dQrev/T adalah diferensial dari eksak atau diferensial dari suatu fungsi;
dungsi ini
selanjutnya dinamakan entropi S yang pertama kali ditakrifkan oleh Clausius pada tahun 1685 Entropi S memenuhi
∮
ds = 0
untuk mesin Carnot dengan zalir kerja bukan has ideal. Maka juga dipenuhi
∮
ds = Q1/T1 + Q2+T2
yang menurut takrif suhu termodinamika T, maka Q1/T1 + Q2+T2 = 0, sehingga
∮
ds = 0
kedua alinea diatas menunjukkan bahwa
∮
ds = 0 untuk zalir kerja gas idedal
ataupun bukan has ideeal bagi suatu mesin Carnot, sehingga S adalah dungsi keadaan bagi gas ideal ataupun bukan gas ideal. Sekali lagi dituliskan takrif entropi ds = dQrev/T di sini dQrev/T adalah diferensial tak eksak sedang dS adalah diferensial eksak, dan 1/T yang mengubah suatu diferensial tak eksak menjadi eksak dinamakan faktor integral takrif entropi memberikan Qrev =
∮
TdS
Yang, menyatakan bahwa pada bahan T-Q panas yang masuk sistem pada proses terbalikkan adalah sama dengan luasnya di bawah liku jala proses. Proses daur Carnot jika dinyatakan dalam bagan T-S menjadi sederhana yaitu berupa empat persegi panjang seperti ditunjukkan oleh Gb. 4. Dari takrif ds = dQrev/T, maka perhitungan perubahan entropi dapat dikerjakan dengan integrasi Untuk proses terbalikkan deengan suhu tetap, maka integrasi memberikan Pada proses perubahan fasa, suhu dan tekanan adalah tetap. Pada tekanan tetap, maka seperti telah diturunkan bahwa panas Q sama dengan perubahan entalpi ∆H. dedngan demikian untuk setiap perubahan fasa, karena suhu tetap, maka ∆S = Qrev/T, dan karena tekanan te ap, maka Q rev = ∆H, sehingga = ∆H /T dengan T adalah suhu transisi. Kapasitas panas C ditakrifkan sebagai dw = CdT, yang untuk proses pada tekanan tetap dinyatakan dengan Cp dan untuk proses pada volum tetap dinyatakan dengan Cv dengan takrif ini, maka ∆S / dQrev/T = / (C/T)dT jika pada volum tetap maka C tinggal diganti dengan Cv dan pada proses dengan tekanan tetap maka diganti dengan Cp. untuk kasua dimana c adalah tetapan, maka pernyataan XS menjadi ∆S = C in(T1/T2) untuk gas ideal, pada perubahan T dan p, perubahan entropi dapat dihitung sebagai berikut dari persamaan (2.19) dengan mengambil U(T) = Cv = tetapan, maka integrasinya memberikan ∆S = C in(T1/T2)+ R in(V2/V1) yang dapat pula diubah dalam pernyataan Cp, p1, p2 dan T2, T1. 2.3.4
Arah proses dan syarat terjadinya
2.3.4.1 energi Bebas
Dalam termodinamika dikenal adanya dua macam energi bebas yaitu energi bebas Gibbs G dan energi bebas A yang ditakrifksn sebagai berikut : G = H –TS = U + pV – TS A = U – TS Diferensial dari kedua energi bebas ini adalah dG = dU + pdV + PdV – TdS – SdT, dan dA = dU – TdS – SdT yang dengan memasukkan dU + pDV = TdS, didapatkan dG = Vdp – SdT
dan dA = -pdV – SdT
Persamaan diperensial pertama menunjukan bahwa perubahan G pada suhu tetap oleh perubahan takanan dinyatakan oleh lereng (∂G/∂p)T yang sama dengan volum dan selalu bernilai positif. Ini menunjukkanbahwa energi bebas G selalu naik pada kenaikan tekkanan untuk kondisi suhu tetap. Sebelum membahas tentang kriteria bagi kesetimbangan kimia, terlebih dulu akan dijelaskan adanya kenaikan entropi sistem yang melakukan proses adiabat tak terbalikkan. Pandanglah adanya dua proses adiabatik 1 → 2 tak terbalikkan seperti ditunjukkan oleh Gb. 6a dimana entropi turun dan Gb. 6b dimana entropi naik. Langkah 2 → 3 dan 3 → 1 adalah terbalikan ang digambarkan dengan garis tegas karena kkeadaan-keadaan antara yang dillaluinya diketahui, sedangkan langkah 1 → 2 yang keadaan anntaranya tak diketahui dinyatakan dengan garis dari titiktitik yang lurus Untuk kedua bagan, bagi daur 1→ 2 →3→ 1, maka ∆U = 0, sehingga huukum pertama memberikan W+Q=0 Dimana w = w12+w23+w31, Q=Q12+Q23+Q31=Q23 sebab pada ruas kanan suku pertama adalah nol karena proses 1→ 2 adalah adiabatik, sedangkan suku ketiga adalah nol karena dS=0 sehingga dq=dqrev=TdS=0. Pada Gb. 6a panas diserap oleh sistem (panas bernilai positif) pada proses dau dan diubah dengan hukum kedua termodinamika. Pada Gb 6b, panas dilepaskan oleh sistem (panas bernilai negatif) pada proses
daur sebagai hasil dari kerja yang dberikan olegh lingkungan; kerja dapat diubah sempurna menjadi panas, dan ini tidak bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Menurut hukum kedua, maka proses yang mungkin adalah yang dinyatakan ooleh Gb. 6b. yaitu ∆Sadiabatik>=0 atau untuk proses infinitesimal dsadiabatik>=0, dimana tanda lebih ddari > diterapkan terhadap ketakterbalikan sedangkan tanda sama dengan = diterapkan terhadap proses terbalikkan. Proses yang berlangsung dalam sistem terpisah (terisolasi) adalah proses adiabatik karena sistem terpisah tidak mengadakan interaksi energi disamping juga materi, sehingga tidak ada panas yang keluar masuk sistem. Dengan demikian bagi suatu sistem terpisah berlaku juga Dsadiabatik>=0, Dimana dalam hal ini S adalah entropi sistem terpisah yang dapat dipandang sebagai jumlah dari entropi bagian-bagiannya. Sistem dan lingkungan dipandang membentuk sistem terpisah, maka harus dipenuhi Dss+da1>=0 Dimana ruas kiri pertidaksamaan yang terdidi atas dua suku addalah dS sistem terpisah. Subskrip S dan 1 menunjukkan sistrem dan lingkungan. Jika lingkungan berupa waduk panas dengan suhu T1 yang sangat mendekati suhu sistem ts maka perpindahan panas berlangsung secara terbalikkan, dan lingkungan mengalami roses terbalikkan dengan dq1=-dqs dan ds1=dq1=/T1=-dqs/Ts. dengan demikian pertidaksamaan memberikan untuk sistem yang mengalami proses tak terbalikkan. dQ-TdS<0 dimana kinni subskrip s untuk sistem telah dilenyapkan, untuk sistem dimana kerja hanyalah kerja volum semata, maka dQ=dU+pdV, sehingga dU+pdV-TdS<0
ketaksamaan ini merupakan induk untuk menurunkan berbagai kriteria bagi proses tak terbalikkan pada dua variabel tetap yaitu pada V, U, V, S, T, V, T, P dan p, S tetap. Untuk proses pada V,U tetap maka ketaksamaan memberikan ds>0 untuk proses pada V,S tetap maka ketaksamaan membbeikan dU<0 untuk proses pada T,V tetap maka ketaksamaan memberikan dA<0 dimana A yang disebut energi bebas Helmholtz adalah fungsi keadaan yang ditakrifkan sebagai A = U-TS untuk poses pada Tp tetap maka ketaksamaan memberikan dG<0 dimana G yang disebut tenaa bebas Helholtz adalah fungsi keadaan yang ditakrifkan sebagai G=H-TS=U+pV-TS. Untuk proses pada p,S tetap maka ketaksamaan memberikan dH<0 kriteria bagi proses terbalikkan didapat hanya dengan mengubah tanda ketaksamaan menjadi persamaan karena kimia mauppun fisika biasanya berlangsung opada kondisi kamar yaitu suhu dan tekanan tetap, maka yang bantyak digunakan unntuk membahas proses itu adalah kriteria menurut energi bebas Gibbs. Unntuk sistem yang dapat mengadakan kerja selain kerja volum, maka kriteria itu harus diubah, untuk ini akan dibahas kriteria dengan energi bebas Gibbs dan kriteria deengan energi bebas Helmholtz. Dari takrif G = U+pV-TS, maka dG=dU+PdV-TdS-SdT. Ppada suhu dan tekanan tetap, dG=dU+PdV-TdS subsitusi dU=dQ+dw memberikan dG=dQ=dw+PdV-TdS
jika proses dilaksanakan secara terbalikkan, maka dQ=TdS, dan dw=dw rev sehingga -dG=-dwrev+pd jadi unntuk proses terbalikkan pada suhu dan tekanan tetap, penurunan energi bebas Gibbs, -dG, adalah sama dengan kerja terbalikkan oleh sistem (merupakan kerja maksimum) di luar kerja tekanan-volum. 2.4
Hukum Ketiga Termodinamika Sebagai
pengantar
dari
mekanika
statistik
dan
hukum
ketiga
termodinamika, disini akan ditinjau percampuran dua kristal idedal secara statistik sederhana. Dalam kristal ideal jumlah susunan molekul sistem dapat dihitung yang dinyatakan dengan 0. Karena entropi merupakan sifat ekstensif, entropi sistem yang terdiri atas bagian pertama dan kedua adalah jumlah entropi tiap bagian yaitu S=S 1+S2. bila entropi sistem merupakan fungsi f(0), maka entropi susunan pada campuran adalah S=f(O1O2) karena jumlah susunan pada campuran adalah perkalian dari jumlah susunan bagian-bagian, S1 = f(O1) dan S2=f(O2). Dengan dedmikian, hubungan S=S1+S2 memberikan f(O1O2)= f(O1)+ f(O2) ini berakibat bahwa harus ada
hubngan logaritma antara S dan O.
Bolltzman mempostulatkan bahwa S=k 1n O Dedngan k adalah tatapan Boltzman, yaitu tatapan gas molekular R/NA dengan NA adalah tatapan Avogadro. Andaikan dua kristal kecil dihubungkan dan atom-atom dapat berdifusi dari satu ke yang lain. Kristal dianggap cukup serupa sehingga difusi tidak mengakibatkan peruabahn energi; dengan kata lain struktur kisi adalah sama dan interaksi atom-atom adalah identik, dan dikatakan bahwa kristal campuran yang terbentuk adalah larutan padat ideal. Pada Gb. . mula-mula ada empat atom A dalam kristal A dan empat atom B dalam kristal B. Lambang O 4:0 menyatakan
jumlah susunan dengan empat atom A di sebelah kiri bidang pemisah dan tak ada atom A di sebelah kanan, dan terlihat bahwa O4:0 = 1. Kita ingin menghitung jumlah susunan atom dalam berbagai keadaan campuran. Andaikan satu atom A berdifusi ke sebelah kanan bidang pemisah dan satu atom B berdifusi ke sebalah bidang pemisah. Karena atom A dapat menempati satu titik kisi di sebelah kanan yang memberikan empat susunan, dan satu atom B dapat menempati satu titik kisi di sebelah kiri yang juga memberikan empat susunan, maka buat campuran ada 4 x 4 susunan yang dapat dibedakan. O3:1 = 16 Andaikan dua atom A berdigusi ke kanan dan dua atom B berdifusi ke kiri. Atom pertama A dapat menempati empat tempa di sebelah kanan dan atom kedua dapat menempati tiga. Hal ini memberikan 4x3 susunan tetapi hanya 4x3/2! (2! Adalah dua faktorial) yang dapat dibedakan, karena kedua atom A dianggap identik.masing-masing susunan dari 4x3/2! Dari atom A di sebelah kanan dapat dikombinasikan dengan satu susunan dari 4x3/2! Dari ato B di sebelah kiri sehingga ada 36 susunan. O2:2 = 36 Andaikan tiga atom A berdifusi ke sebelah kanan bidang pemisah dan tiga atom B berdifusi ke sebelah kiri. Karena sato atom A yang tinggal di sebelah kiri daat menempati satu keempat titik kisi sebelah kiri dan satu atom B dapat menempati satu dari empat titik kisi sebelah kanan, maka jumlah susunan ada 16 lagi. O1:3 = 16 Bila keempat ato A bedifusi ke kanan maka hanya ada satu susunan, O0:4 = 1 Jumlah seluruh susunan yang mungkin adalah 1+16+36+16+1 = 70. jadi sesaat setelah kedua kristal berhubunganm maka keadaan akan sesuai dengan salah satu dari 70 susunan tersebut Karena untuk setiap susunan ini sama besar, maka tak ada alasan untuk mempercasyai bahwa satu susunan adalah lebih mungkin dari susunan yang lain.
Hal ini merupakan postulat dasar dari mekanika statistik, bahwa semua keadaan sistem dengan energi total dan volum yang sama mempunyai
nilai
kemungkinan/kebolehjadian yang sama. Jadi setelah beberapa saat, kebolehjadian untuk menemukan dua atom A di sebelah kanan bidang pemisah dan dua atom B di sebelah kiri adalah 36/70, sedangkan kebolehjadian untuk menemukan kristral berada pada keadaan awalnya adalah 1/70. ini menunjukkan bahwa keadaan tercampur sama rata adalah lebih mungkin keadaan leinnya, karena ada lebih banyak cara untuk mendapatkan keadaan tersebut. Bila yang ditinjau untuk mendapatkan keadaan tersebut. Bila yang ditinjau adalah dua kristal dengan jumlah atom yang lebih banyak, maka efek ini akan terlihat lebig tegas. Inilah sebabnya mengapa pada energi dan volum tertentu suatu proses spontan berlangsung menuju keadaan campuran merata karena waktu yang tersedia bagi setiap susnan adalah sama dan campuran merata memiliki jumlah susunan yang lebih banyak. Perubahan entropi untuk percampuran kedua kristal ideal dapat dihitung dengan relasi Boltzmann yaitu pada keadaan awal S1 = k 1n 1 dan pada keadaan kesetimbangan S2 = k 1n 70, sehingga ∆S = S2-S1 = k 1n (70/1). Perubahan entropi ternyata positif seperti yang telah dirumuskan untuk proses spontan pada sistem terisolasi. Contoh sederhana ini akan dijadikan umum untuk N 1 molekul komponen 1 dan N2 molekul komponen 2 yang akan disusun N 1+N2 titik kisi kristal campuran. Sejumlah molekul ini akan memberikan ujumlah (N1+N2)! (k! Dimaksudkan sebagai perkalian dari faktor-faktor k, k-1, k-2,...2.1) oleh karena molekul pertama yang akan ditempatkan mempunyai pilihan sebanyaknya N1+N2 titi kisi, molekul kedua mempunyai N1+N2 – 1, ..., molekul ke N1+N2 memilliki 1 pilihan. Namun demikian jumlah ini harus di koreksi karena tidak semua keadaan ini terbedakan, ada beberapa keadaan yang identik satu dengan yang lain. Karena molekulmolekul 1 adalah identik maka ada sejumlah N1! Yang memberikan keadaan susunan sama dan karena molekul-molekul 2 adalah identik maka ada N2! Yang memberikan keadaan susunan sama, sehingga ada N1!N2! yang memberikan
keadaan susunan sama. Setelah dikoreksi agar semua susunan berada satu dengan lainnya, maka jumlah susunan menjadi Ocampuran = (N1+N2)!/ N1!N2! Jumlah susunan molekul yang dapat dibedakan dari kristal murni komponen 1 adalah O1 = 1 Dan dari komponen 2 juga O2 = 1 Maka ∆Spewrcampuran = Scampuran – (S1+S2) = k 1nOcampuran – (k 1n O1 + k 1n O2) = k 1n (N1+N2)!/ N1!N2! Dengan pendekatan stirling dan mengingat bahwa fraksimol X1 = N1/(N1+N2), dan X2=N2/(N1+N2), Maka didapat ∆S pencampuran = -k(N1 ln X1+N1 ln X1) 2.4.1 Tinjauan statistik pada tahun 1902 Richards mengamati bahwa jika suhu diturunkan beberapa reaksi kimia memberikan ∆S° perubahan entropi standard menuju nol. Pada tahun 1906 Nernst mempostulatkan bahwa untuk reaksi isotermal dari zat padat kristal murni ∆S° mendekati nol pada suhu nol mutlak. Pada tahun 1913 Planck melanjutkan bahwa ∆S° pada suhu nol mutlak adalah mendekati nol karena entropi kristal murni setiap zat adalah nol pada nol absolut. Ini sesuai dengan keadaan kuantum tunggal 0 = 1 untuk kristal murni ideal sehingga S = k ln 0 = k ln 1 = 0 seperti telah dijelaskan diatas. Selanjutnya hukum ketiga termodinamika dinyatakan sebagai berikut : “Entropi kristal ideal pada suhu nol mutlak adalah nol”. Hukum ketiga termodinamika memungkinkan perhitungan ∆G° untuk reaksi-reaksi dari perhitungan kalorimetri saja pada suhu yang inginkan. Dari takrif G, maka XG° = XH° - T∆S°untuk perubahan pada suhu tetap termasuk reaksi kimia. Suku pertama dan kedua pada ruas kanan dapat diperoleh secara kalorimetri.
Entropi yang ditentukan secara kalorimetri untuk H2, CO, N2O dan H2O ternyata tidak mendekati nol pada suhu mendekati nol mutlak seperti yang diharapkan. Untuk H2 pada kasus khusus, karena H2 memiliki keadaan spin o dan p yang tak mencapai kesetimbangan pada pendinginan. Entropi molar kristal karbon monoksida mendekati 4.6 J K-1 mol-1 pada suhu mendekati nol mutlak. Nampaknya ini disebabkan oleh ketakteraturan dalam dalam susunan molekul CO. Dalam zat padat CO molekul tersusun sebagai CO, OC, CO, CO, OC dan tidak sebagai CO, CO, CO, CO, CO. Jika orientasi adalah acak sempurna, maka fraksimol CO sama dengan fraksimol OC sama dengan ½ sehingga entropi kristal campuran sama dengan perubahan entropi pencampuran yaitu XS pencampuran = -R( ½ ln ½ + ½ ln ½ ) = 5.76 J K-1 mol -1 Entropi molar NNO yang linear pada O K dapat pula diterangka dengan cara yang sama. Dalam kristal es susunan molekul HOH adalah sedemikian sehingga dua atom H tertuju pada dua atom O dari empat atom O total yang mengelilinginya menurut bentuk tetrahedral. Entropi molar 3.35 J K-1 disebabkan oleh susunan semacam ini. Kesimpulan
yang
senada dengan pernyataan
Clausius
mengenai
ketakmunkinan pada hukum kedua dapat diturunkan dari hukum ketiga yaitu tidak mungkin untuk mereduksi suhu suatu sistem sehingga mencapai nol mutlak. 2.5 Soal-soal Latihan Jika diperlukan gunakanlah faktor konversi berikut : 1 Joule = 1 Waat – detik = 107 erg 1 Kalori = 4,184 Joule 1. Suatu motor listrik memerlukan energi 1 K watt-jam dalam waktu tertentu. Pada waktu ini mesin menghasilkan energi mekanik sebesar 3200 K Joule. Berapa energi dalam kalori yang terbuang dalam menjalankan motor ini ? 2. Bola seberat 10 gram jatuh dari ketinggian 1 meter, kemudian berhenti. Berapa energi panas yang dihasilkan dalam kalori ? 3. Peluru seberat 30 gram keluar dari senapan dengan kecepatan 900 m/det. Berapa kalori energi panas yang diperlukan untuk memperhatikan peluru tersebut ?
4. Skala suatu thermometer t’, dibuat berdasarkan tekanan uap. Dalam skala celsius, tekanan uap adalah : t, °c 0
25
50
75
100
p, mm
5
24
93
289
760
jika pada es mencair dan mendidih pada skala t’diberi harga 0° dan 100°. Bagaimana hubungan t dan t’, buatlah grafiknya ! 5.
Sebutkan hukum ke nol termodinamika ?
6.
Bagaimana cara membuat termometer tahanan ?
7.
Sebutkan tiga macam pernyataan untuk hukum pertama termodinamika ?
8.
Sebutkan tiga macam pernyataan untuk hukum kedua termodinamika ?
9.
Sebutkan hukum ketiga termodinamika ?
10. Apakah takrif entropi menurut penjabaran mesin daur ? 11. Bagaimana hubungan antara entropi dengan keboleh jadian ? Kebolehjadian disini berkaitan dengan apa ? 12. Untuk gas iseal murni dengan jumlah mol tetap, buktikan bahwa entropi adalah fungsi keadaan ! 13. Gunakan pertolongan bahwa dG adalah deferensial eksak untuk membuat prosedur percobaan guna mengukur perubahan entropi oleh adanya perubahan tekanan dan suhu ! 14. Tunjukan suatu alasan bahwa persamaan ini TdS = dU + pdV tetap erlaku sekalipun proses yang terjadi adalah tak terbalikkan. 15. Jelaskan mengapa efisiensi mesin daur yang tak terbalikkan lebih rendah dari yang terbalikkan !