Sudaryatno Sudirham
Analisis Keadaan Mantap
Rangkaian Sistem Tenaga
ii
BAB 11
Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Di bab sebelumnya kita telah memperoleh formulasi impedansi dan admitansi per satuan panjang dari saluran transmisi. Selain itu kita telah melihat bahwa dengan transposisi saluran transmisi dibuat menjadi simetris dan memberikan matriks besaran urutan yang diagonal. Impedansi dan admitansi suatu saluran transmisi terdistribusi sepanjang saluran yang ratusan kilometer panjangnya. Dengan menggunakan model satu fasa, kita akan melihat bagaimana perubahan tegangan dan arus sepanjang saluran. Setelah itu kita akan melihat rangkaian ekivalen yang diperlukan dalam analisis jika saluran transmisi ini terhubung dengan peralatan lain, transformator misalnya. 11.1. Persamaan Saluran Transmisi Karena impedansi dan admitansi terdistribusi sepanjang saluran maka dalam penyaluran daya akan terjadi perbedaan tegangan dan arus antara setiap posisi yang berbeda. Kita lihat saluran transmisi dua konduktor lebih dulu, seperti pada Gb.11.1. ∆x
I s + ∆x
Vs
Z∆x I x
V s + ∆x Y∆ x V x
Ix
Vx
Ir
Vr
x Gb.11.1 Model satu fasa saluran transmisi.
3
Saluran transmisi ini bertegangan Vs di ujung kirim dan Vr di ujung terima. Kita tinjau satu posisi berjarak x dari ujung terima dan kita perhatikan suatu segmen kecil ∆x ke-arah ujung kirim. Pada segmen kecil ini terjadi hal-hal berikut: Tegangan V x di x. Tegangan V x + ∆x di (x + ∆x) karena terjadi tegangan jatuh ∆V x = Z∆xI x (Z adalah impedansi per satuan panjang). Arus I x mengalir dari x menuju ujung terima. Arus ∆I x = Y∆xV x mengalir di segmen ∆x (Y adalah admitansi per satuan panjang). Arus I x + ∆x mengalir menuju titik (x + ∆x) dari arah ujung kirim.
V x + ∆x − V x = ZI x ∆x − Ix I atau x + ∆x = YV x ∆x
V x + ∆x − V x = Z∆xI x atau I x + ∆x − I x = Y∆xV x Jika ∆x mendekati nol, maka
dV x = ZI x dx
dan
dI x = YVx dx
(11.1)
Jika (11.1) kita turunkan sekali lagi terhadap x kita peroleh
d 2 Vx dx
2
=Z
dI x dx
dan
d 2I x dx
2
=Y
dV x dx
(11.2)
Substitusi (11.1) ke (11.2) memberikan
d 2 Vx dx 2
= ZYVx
dan
d 2I x dx 2
= ZYI x
4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
(11.3)
Konstanta Propagasi. Persamaan (11.3) ini telah menjadi sebuah persamaan di mana ruas kiri dan kanan berisi peubah yang sama sehingga solusi dapat dicari. Untuk mencari solusi tersebut didefinisikan
γ 2 = ZY
atau γ = ZY
(11.4)
γ disebut konstanta propagasi. Karena Z memiliki satuan Ω/m dan Y memiliki satuan S/m, maka γ memiliki satuan per meter. Selain itu karena Z dan Y merupakan bilangan kompleks maka γ juga merupakan bilangan kompleks yang dapat dituliskan sebagai γ = α + jβ
(11.5)
α disebut konstanta redaman β disebut konstanta fasa
Impedansi Karakteristik. Dengan menggunakan pengertian konstanta propagasi maka persamaan (11.3) dapat dituliskan menjadi
d 2 Vx dx 2
= γ 2 Vx
dan
d 2I x
dan
d 2I x
dx 2
= γ 2I x
(11.6.a)
− γ2I x = 0
(11.6.b)
atau
d 2 Vx dx 2
− γ 2 Vx = 0
dx 2
Solusi persamaan (11.6.b) adalah (lihat bahasan analisis transien orde ke-dua di pustaka [3]):
Vx = k v1e γx + k v 2 e − γx dan I x = k i1e γx + k i 2 e − γx (11.6.c) Kita lihat lebih dulu persamaan pertama (11.6.c) yaitu
Vx = k v1e γx + k v1e − γx
(11.7.a)
Persamaan (11.1) dan (11.7.a) memberikan
5
dVx = ZI x = k v1γe γx − k v 2 γe γx dx
(11.7.b)
Persamaan (11.7.a) dan (11.7.b serta definisi (11.4) memberikan
k v1e γx − k v 2 e γx =
Z ZY
Ix =
Z Ix Y
(11.7.c)
Perhatikan bahwa ruas paling kiri (11.7.c) adalah tegangan. Hal ini berarti bahwa ruas paling kanan juga berdimensi tegangan. Oleh karena itu
Z di ruas paling kanan (11.7.c) haruslah berdimensi impedansi; Y impedansi ini disebut impedansi karakteristik, Zc. Zc =
Z Y
(11.8)
Dengan pengertian impedansi karakteristik ini maka (11.7.c) kita tulis menjadi
k v1e γx − k v 2 e γx = Z c I x
(11.9.a)
sementara persamaan pertama (11.6.c) dapat kita tulis
k v1e γx + k v 2 e − γx = V x
(11.9.b)
Pada x = 0 persamaan (11.9.a) dan (11.9.b) memberikan
k v1 − k v 2 = Z c I r k v1 + k v 2 = Vr
Z c I r + Vr 2 sehingga diperoleh Vr − Z c I r k v2 = 2 k v1 =
(11.9.c)
Dengan (11.9.c) ini maka persamaan pertama (11.6.c) menjadi
6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
V x = k v1e γx + k v 2 e − γx Z I + Vr γx Vr − Z c I r − γx = c r e + e 2 2
(11.9.d)
e γx + e − γx e γx − e − γx = Vr + ZcIr 2 2 = Vr cosh( γx) + Z c I r sinh(λx) Persamaan ke-dua (11.6.c) kita olah dengan cara yang sama.
I x = k i1e γx + k i 2 e − γx → → k i1e γx − k i 2 e − γx =
dI x = k i1 γe γx − k i 2 γe − γx = YV x dx
1 Vx Zc
(11.10.a)
Untuk x = 0,
I + Vr / Z c k i1 + k i 2 = I r k i1 = r 2 dan diperoleh 1 k i1 − k i 2 = Vr I − Vr / Z c Zc k i2 = r 2
(11.10.b)
Dengan (11.11.c) ini kita peroleh
I + Vr / Z c γx I r − Vr / Z c − γx Ix = r e + e 2 2 =
Vr e γx − e − γx e γx + e − γx + Ir 2 2 Zc
=
Vr sinh(λx) + I r cosh(γx) Zc
(11.10.c)
Jadi untuk saluran transmisi kita peroleh sepasang persamaan
Vx = Vr cosh(γx) + Z c I r sinh(γx) V I x = r sinh(γx) + I r cosh(γx) Zc
(11.11)
7
Persamaan (11.11) ini memberikan nilai tegangan di setiap posisi x pada saluran transmisi apabila tegangan dan arus di ujung terima diketahui. Dengan bantuan komputer tidaklah terlalu sulit untuk melakukan perhitungan untuk setiap nilai x. Parameter yang terlibat dalam perhitungan adalah konstanta propagasi γ dan impedansi karakteristik Zc. Konstanta propagasi mempunyai satuan per meter yang ditunjukkan oleh persamaan (11.4); impedansi karakteristik mempunyai satuan ohm (bukan ohm per meter) yang ditunjukkan oleh (11.8). 11.2. Rangkaian Ekivalen π Jika panjang saluran adalah d, tegangan dan arus di ujung kirim adalah Vs dan I s maka dari (11.11) kita peroleh
Vs = Vr cosh(γd ) + Z c I r sinh(γd ) (11.12) V I s = r sinh( γd ) + I r cosh(γd ) Zc Rangkaian ekivalen diperlukan dalam analisis saluran transmisi jika terhubung dengan piranti lain. Kita akan meninjau suatu rangkaian ekivalen yang disebut rangkaian ekivalen π seperti terlihat pada Gb.11.2. Is Ir Zt Vs
Yt 2
Yt 2
Vr
Gb.11.2. Rangkaian ekivalen π. Pada rangkaian ekivalen ini, impedansi dan admitansi yang terdistribusi sepanjang saluran dimodelkan sebagai impedansi dan admitansi tergumpal ekivalen. Aplikasi hukum Kirchhoff pada rangkaian ini memberikan:
8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Y Z Y Vs = Vr + Z t I r + t Vr = 1 + t t Vr + Z t I r (11.13.a) 2 2 Y Y I s = I r + t Vr + t Vs 2 2 Yt Yt Z t Yt (11.13.b) = I r + Vr + 1 + Vr + Z t I r 2 2 2 Z Y = 2 + t t 2
Yt Z Y Vr + 1 + t t 2 2
I r
Kita ringkaskan (11.3.a dan b) menjadi :
Z Y Vs = 1 + t t 2 Z Y I s = 2 + t t 2
Vr + Z t I Yt Z t Yt 2 Vr + 1 + 2 I r
(11.14)
Jika kita perbandingkan persamaan ini dengan persamaan (11.12), kita dapatkan Z Y 1 + t t = cosh(γd ) 2 Z t = Z c sinh( γd ) (11.15)
Z Y Y 1 2 + t t t = sinh( γd ) 2 2 Z c Substitusi persamaan pertama (11.15 ke persamaan ke-tiga memberikan Yt sinh( γd ) (e γd − e − γd ) / 2 = = 2 Z c (cosh(γd ) + 1) Z c (e γd + e − γd + 2) / 2
= =
(e γd / 2 − e − γd / 2 ) × (e γd / 2 + e − γd / 2 ) Z c (e γd / 2 + e − γd / 2 ) 2 (e γd / 2 − e − γd / 2 ) Z c (e
γd / 2
+e
− γd / 2
= )
1 γd tanh Zc 2 9
Jadi dalam rangkaian ekivalen π Yt 1 γd = tanh 2 Zc 2 d = jarak ujung terima dan ujung kirim
Z t = Z c sinh( γd ) dan
(11.16)
Z c = impedansi karakteristik Rangkaian ekivalen π diturunkan dari model satu fasa rangkaian tiga fasa seimbang. Untuk rangkaian tiga fasa tak-seimbang, fasor-fasor tak seimbang kita uraikan menjadi komponen-komponen simetris. Masing-masing komponen simetris merupakan fasa-fasa seimbang sehingga masing-masing komponen dapat di analisis menggunakan rangkaian ekivalen satu fasa. Dengan kata lain masing-masing komponen memiliki rangkaian ekivalen, yaitu rangkaian ekivalen urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol, seperti terlihat pada Gb.11.3. Besaran rangkaian ekivalen adalah: Konstanta propagasi urutan: γ 0 = Z 0Y0
γ 1 = Z1Y1
(11.17)
γ 2 = Z 2 Y2 Impedansi karakteristik urutan: Z c 0 = Z 0 / Y0
Z c1 = Z1 / Y1
(11.18)
Z c 2 = Z 2 / Y2 Impedansi urutan:
Z 0 = Z c 0 sinh γ 0 d Z1 = Z c1 sinh γ 1d
(11.19)
Z 2 = Z c 2 sinh γ 2 d
10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Admitansi urutan:
Y0 γ d 1 tanh 0 = 2 2 Z c0 Y1 γ d 1 tanh 1 = 2 2 Z c1
(11.20)
Y2 γ d 1 tanh 2 = 2 2 Z c2 I s0
I r0
Z t0 Vs0
Yt 0 2
Yt 0 2
Vr 0
Rangkaian Urutan Nol I s1
I r1
Z t1 V s1
Yt 1 2
Yt 1 2
V r1
Rangkaian Urutan Positif I s2
Ir2
Zt2 Vs 2
Yt 2 2
Yt 2 2
Vr 2
Rangkaian Urutan Negatif Gb.11.3. Rangkaian ekivalen urutan.
11
COTOH-11.1: Dari saluran transmisi 50 Hz dengan transposisi yang mempunyai konfigurasi seperti pada Contoh-10.2, tentukan (a) impedansi karakteristik; (b) konstanta propagasi; (c) rangkaian ekivalen π. 8, 4 m R = R = R = 0.088 Ω / km A
4,2 m
A
C
B
B
C
rA = rB = rC = r = 1,350 cm rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm
4,2 m
Kapasitas arus : 900 A
Penyelesaian: Impedansi dan admitansi per satuan panjang saluran ini telah dihitung pada contoh-10.2 dan 10.3.
Z1 = 0,088 + j 0,3896 Ω/km Y1 = j 2,923 µS/km a)
Impedansi karakteristik adalah
Zc =
Z = Y
0,088 + j 0,3896 j 2,923 × 10
−6
= 10 3 ×
0,088 + j 0,3896 j 2,923
= 369,67∠ - 6,4 o Ω b)
Konstanta propagasi
γ = ZY = (0,088 + j 0,3896)( j 2,923 × 10 −6 ) = (0,1198 + j1,074) × 10 −3 per km c)
Untuk jarak antara ujung kirim dan ujung terima 100 km, elemen-elemen rangkaian ekivalen π adalah
Z t = Z c sinh( γd ) = (369,67∠ − 6,4 o ) sinh[(0,1198 + j1,074) × 10 −1 ] = 8,77 + j 38,89 = 39.87∠77.3 o Ω
12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Yt 1 γd tanh = 2 Zc 2 =
(0,1207 + j1,074) × 10 −3 × 100 tanh o 2 369,67∠ − 6,4 1
= 3,14 × 10 −8 + j 0,1463 × 10 −3 ≈ j 0,1463 mS Is
Vs
8 .77 + j 38 ,89
j 0 ,1463
Ir
j 0 ,1463
Vr
11.3. Rangkaian Ekivalen Pendekatan Apabila kita melakukan perhitungan-perhitungan dengan menggunakan komputer pendekatan ini sebenarnya tidak diperlukan. Namun untuk saluran pendek, perhitungan secara manual kadang-kadang diperlukan sehingga kita memerlukan besaran pendekatan. Pada saluran yang pendek, γd << 1 . Dalam situasi ini kita dapat membuat pendekatan
Z t′ = Z c sinh γd ≈ Z c ( γd ) = Yt′ 1 γd 1 γd tanh = ≈ = 2 Zc 2 2 Zc
Z Y
ZY d = Zd (11.21)
1 Z /Y
ZY Yd d= 2 2
Rangkaian ekivalen π yang dibuat dengan menggunakan nilai-nilai pendekatan ini juga disebut rangkaian ekivalen nominal.
13
COTOH-11.2: Tentukan rangkaian ekivan π pendekatan untuk saluran pada Contoh-11.1. Penyelesaian: Dengan menggunakan relasi (11.21) elemen rangkaian ekivalen pendekatan adalah:
Z t′ = Z1 × 100 = 8,8 + j 38,96 Ω Yt′ Y1 j 2,923 × 10 −6 = × 100 = ×100 2 2 2 = j 0,1461 mS Lebih Lanjut Tentang Rangkaian Ekivalen Pendekatan. Kinerja saluran transmisi dinyatakan oleh persamaan (11.12) yaitu
Vs = Vr cosh(γd ) + Z c I r sinh(γd ) Is =
Vr sinh( γd ) + I r cosh(γd ) Zc
(11.12)
Pada saluran yang pendek, γd << 1 . Dalam situasi ini kita dapat membuat pendekatan
sinh(γd ) ≈ γd cosh(γd ) ≈ 1
dan
Dengan pendekatan ini persamaan kinerja saluran transmisi pendek dapat ditulis dengan lebih sederhana:
Vs = Vr + ( Z c γd ) I r γd Is = Vr + I r Zc
(11.22.a)
Sementara itu
Zc γ =
Z × ZY = Z Y
dan
γ = Zc
ZY
=Y
(11.22.b)
Z /Y
sehingga (11.22.a) menjadi
14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Vs = Vr + ( Zd ) I r I s = (Yd ) Vr + I r
(11.22.c)
Persamaan (11.22.c) ini memberikan diagram rangkaian ekivalen seperti tergambar terlihat pada Gb.11.4. di bawah ini, yang kita sebut rangkaian ekivalen pendekatan untuk saluran pendek Ir
Is
Zd
Yd
Vs
Vr
Gb.11.4. Diagram rangkaian ekivalen pendekatan Rangkaian ekivalen pendekatan hanya kita pakai apabila kita perlukan. Dalam analisis selanjutnya kita akan menggunakan rangkaian ekivalen π yang sebenarnya
11.4. Kinerja Saluran Transmisi Kinerja saluran transmisi dinyatakan oleh persamaan (11.12) yaitu
Vs = Vr cosh(γd ) + Z c I r sinh(γd ) (11.12) Vr sinh( γd ) + I r cosh(γd ) Zc Persamaan ini dapat ditulis dengan dengan menggunakan konstanta A, B, C, D:
Is =
Vs = AVr + B I r I s = C Vr + D I r
(11.23.a)
dengan
A = cosh γx ; B = Z c sinh γx C=
sinh γx 1 = B ; D = cosh γx = A Zc Z c2
(11.23.b)
15
Konstanta-konstanta ini dapat dapat pula diturunkan dari rangkaian ekivalen π yang telah kita peroleh pada persamaan (11.14) yaitu
Z Y Vs = 1 + t t 2 Z Y I s = 2 + t t 2
Vr + Z t I Yt Z Y Vr + 1 + t t 2 2
I r
(11.14)
yang jika kita perbandingkan dengan (11.23.a) kita dapatkan
Z Y A = 1 + t t 2 Z Y Y C = 2 + t t t 2 2
B = Zt
Z Y D = 1 + t t 2
= A
(11.23.c)
Memperbandingkan (11.23.c) dengan (11.23.b) akan kembali kita peroleh (11.15). Konstanta-konstanta A, B, C, D, adalah bilangan-bilangan kompleks karena Zt maupun Yt adalah bilangan kompleks yang nilainya ditentukan oleh ukuran, konfigurasi, dan panjang saluran. Kita lihat lagi Contoh-11.1. untuk memberi gambaran tentang nilai konstanta-konstanta ini. COTOH-11.3: Dari saluran transmisi 50 Hz dengan transposisi yang mempunyai konfigurasi seperti pada Contoh-11.1, tentukan konstanta A, B, C, D saluran transmisi ini. 8, 4 m
4,2 m
A
R A = RB = RC = 0.088 Ω / km rA = rB = rC = r = 1,350 cm rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm
4,2 m
B
C
Kapasitas arus : 900 A
Penyelesaian: γ dan Zc telah dihitung pada Contoh-11.1:
16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Z c = 369,67∠ - 6,4 o Ω γ = (0,1198 + j1,074) × 10 −3 per km Menggunakan formulasi (11.23.b), nilai konstanta adalah
A = cosh γx = 0,9943∠0,07 o B = Z c sinh γx = 39,87∠77,30 o C=
sinh γx 1 = B = 0,0003∠90,02 o 2 Zc Zc
D = cosh γx = A = 0,9943∠0,07 o
Dengan menggunakan konstanta-konstanta saluran, kita akan mecermati kinerja saluran. COTOH-11.4: Jika saluran transmisi pada soal-11.2 mencatu beban sebesar 250 MVA dengan factor daya 0.9 lagging pada tegangan 270 kV. Hitunglah tegangan di ujung kirim, arus di ujung kirim, tegangan jatuh di saluran, daya di ujung kirim, faktor daya di ujung kirim, dan susut daya di saluran. Penyelesaian: Dengan model satu fasa, tegangan beban 270 kV digunakan sebagai referensi. Tegangan fasa-netral adalah
Vr =
270
= 155,88 ∠0 o kV
3
Karena factor daya 0,9 lagging maka arus beban:
Ir =
250 270 × 0,9 × 3
= 0.53∠ - 25,8 o kA
17
Tegangan fasa-netral di ujung kirim:
Vs = 0,9943∠0,07 o Vr + 39,87∠77,30 o I r = 155 + j 0.2 + 13.3 + j16.7 = 169.1∠5.7 o kV Arus di ujung kirim:
I s = CVr + D I r = -2 × 10 -5 + j 0.05 + 0.48 − j 0.23 = 0.51∠ - 21,2 o kV Tegangan jatuh di saluran adalah
∆V = Vs − Vr = 169,1∠5,7 o − 155,88∠0 o = 12,4 + j16,9 = 21∠53,7 o kV atau
21 × 100 ≈ 12% dari tegangan di ujung kirim. 169,1
Daya kompleks ujung kirim
S s = 3 × Vs I ∗s = 3 × 169,1∠5,7 × 0,51∠21,2 = 260∠27 o MVA Faktor daya ujung kirim cos(27 o ) = 0.89 Daya nyata ujung kirim Ps = 260 × 0,89 = 232 MW Daya nyata ujung terima Pr = 250 × 0.9 = 225 MW Susut yang terjadi di saluran adalah
P − Pr Psaluran = s × 100% = 3.1% . Ps
18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Pengaruh Pembebanan. Dalam Contoh-11.4 di atas, pembebanan 250 MVA dengan factor daya 0,9 menyebabkan tegangan jatuh 12% dan susut daya 3,12% sementara factor daya di ujung kirim 0,89. Berikut ini kita akan melihat akibat dari perubahan pembebanan COTOH-11.5: Dengan panjang tetap 100 km, saluran transmisi pada Contoh-11.4 dibebani 200, 250, 300 MVA dengan faktor daya tetap 0.9 lagging. Hitunglah tegangan jatuh di saluran, daya di ujung kirim, faktor daya di ujung kirim, dan susut daya di saluran. Penyelesaian: Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama seperti pada Contoh-11.4. Hasil perhitungan dimuatkan dalam tabel berikut. Beban [MVA] 200
Panjang
250
100 km
300
100 km o
o
155,88∠0o
Vr [kV]
155,88∠0
I r [kA]
0.43∠-25.8o
0.53∠-25.8o
0.64∠-25.8o
166.2∠4.7o
169.1∠5.7o
172.1∠6.7o
Vs [kV]
155,88∠0
100 km
I s [kA]
0.40∠-20o
0.51∠-21.2o
0.62∠-22o
∆V [kV]
16.7∠54.3o
21∠53.7o
25.2∠53.3o
∆V [%]
10
12
15
Ss [MVA]
203
260
320
f.d.
0.9
0.89
0.88
Susut [%]
2.5
3.1
3.75
19
Pengaruh Panjang Saluran. Perubahan panjang saluran akan mengubah konstanta saluran. Kita lihat contoh berikut. COTOH-11.6: Dengan beban tetap 250 MVA dan factor daya 0,9 lagging, hitunglah tegangan jatuh di saluran, daya di ujung kirim, faktor daya di ujung kirim, dan susut daya di saluran untuk panjang saluran 100, 150, 200 km Penyelesaian: Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama seperti pada Contoh-11.4. Hasil perhitungan dimuatkan dalam tabel berikut. Panjang Saluran 100
Beban
150
250 MVA
200
250 MVA
250 MVA o
0.9773∠0.3o
B [Ω]
39.867∠77.3o 59.658 ∠77.3o
79.28∠77.4o
C [mS]
0.2917∠90.02o 0.4366 ∠90.06o 0.5802∠90.1o
A
o
0.9943∠0.07
0.9872∠0,17
D
0.9943∠0.07o
0.9872∠0.17o
0.9773∠0.3o
Vr [kV]
155.88∠0o
155.88∠0o
155.88∠0o
I r [kA]
0.53∠-25.8o
0.53∠-25.8o
0.53∠-25.8o
Vs [kV]
169.1∠5.7o
175.6∠8.3o
181.9∠10.8o
I s [kA]
0.51∠-21.2o
0.50∠-18.7o
0.49∠-16o
∆V [kV]
21∠53.7o
31∠54.9o
41∠56.1o
∆V [%]
12
18
22
Ss [MVA]
260
264
267
f.d.
0.89
0.89
0.89
Susut [%]
3.1
4.5
5.8
20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
11.5. Batas Pembebanan Kenaikan tegangan jatuh serta kenaikan susut daya seiring dengan peningkatan pembebanan sudah dapat kita duga. Pada pembebanan yang kita hitung pada contoh-11.5 sebesar 250 MVA, tegangan jatuh sudah mencapai 12% dan susut daya sudah 3,1%. Padahal jika kita mengingat kapasitas arus konduktor yang 900 A dan seandainya saluran kita bebani sesuai dengan kemampuan arus konduktornya, daya yang bisa diterima di ujung kirim adalah
S r 3fasa = 270 × 0,9 × 3 = 420 MVA Jika pembebanan sebesar ini kita paksakan, maka tegangan jatuh di saluran akan mencapai 20% dan susut mencapai 5,2%.
Batas Thermal. Sebagian energy yang melalui saluran transmisi terkonversi menjadi panas di saluran sebanding dengan kuadrat arus.
Psaluran = 3 × I 2fasa × R saluran Batas thermal menentukan seberapa besar arus yang diperkenankan mengalir pada konduktor agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan di saluran. Kenaikan temperatur konduktor akan menyebabkan pemuaian; jika temperature meningkat maka andongan akan bertambah . Dari relasi daya tiga fasa
S 3 fasa = VI 3 kita dapat menghitung berapa daya yang dapat dipasok melalui suatu saluran transmisi. Saluran transmisi dengan tegangan fasa-fasa 150 kV misalnya, setiap 10 amper arus berarti penyaluran daya sebesar 150 3 = 2,5 MVA ; pada transmisi 500 kV berarti penyaluran daya 85 MVA setiap 10 ampere arus. Namun bukan daya ini yang menjadi batas dalam menghitung pembebanan suatu saluran transmisi.
21
Tegangan dan Arus di Ujung Kirim. Jika konstanta saluran kita misalkan A = A∠α dan B = B∠β , tegangan ujung terima digunakan sebagai referensi Vr = V r ∠0 o , arus beban lagging
I r = I r ∠ − ϕ o , maka persamaan pertama (11.23.a) menjadi: Vs = AVr + B I r
(11.24.a)
= AVr ∠(α + 0) + BI r ∠(β − ϕ)
Sudut A∠α dan B∠β adalah konstanta yang ditentukan hanya oleh parameter saluran, yang bernilai konstan selama saluran tidak berubah. Oleh karena itu jika factor daya beban dipertahankan pada nilai tertentu (ϕ konstan) fasor tegangan di ujung kirim ditentukan hanya oleh arus beban Ir . Gb.11.5. memperlihatkan peristiwa tersebut.
Im
Vs
Vs′ BI r
α
AVr
β−ϕ Re
Vr Ir
I ′r
Gb.11.5. Perubahan arus beban dari I r menjadi I ′r menyebabkan perubahan tegangan di ujung kirim dari Vs menjadi Vs′ . Jika kita misalkan Z c = Z c ∠θ , maka persamaan ke-dua (11.23.a) menjadi: B Is = Vr + A I r Z c2 (11.24.b) BV r = ∠(0 − 2θ) + AI r ∠(α − ϕ) 2 Zc
22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Impedansi karakteristik Zc juga merupakan besaran konstan untuk satu saluran transmisi tertentu. Jika faktor daya beban dipertahankan konstan, beda susut fasa antara arus di ujung terima dan di ujung kirim hanya ditentukan oleh parameter saluran. Pembebanan. Peningkatan arus Ir berarti peningkatan pembebanan. Selain batas thermal sebagaimana telah dikemukakan di atas, ada pembatasan lain yang akan kita lihat berikut ini. Jika δ adalah sudut antara Vs dan Vr
Im
Vs α
AVr
δ
BI r
Re
Vr Ir Gb.11.6. Perubahan sudut δ. maka dari relasi tegangan beban
Vs = AVr + B I r kita peroleh arus
Vs AVr − B B Vs AV r = ∠(δ − β) − ∠(α − β) B B
Ir =
(11.25)
Daya per fasa di ujung terima adalah
S r 1fasa = Vr I r∗ =
Vr V s AV r2 ∠(β − δ) − ∠(β − α) B B
(11.26)
23
Jika kita menghendaki tegangan jatuh tidak melebihi nilai tertentu, kita dapat menetapkan tegangan di ujung terima dan di ujung kirim. Jika hal ini dilakukan maka V r V s dan Vr2 pada persamaan daya (11.26) akan bernilai konstan. Persamaan ini akan menunjukkan bahwa hanya sudut δ yang akan bervariasi apabila terjadi perubahan penerimaan daya di ujung terima. Sudut ini, δ, disebut sudut daya. Diagram Lingkaran. Dari (11.26), daya tiga fasa di ujung terima adalah
S r 3fasa =
3V r V s 3 AV r2 ∠(β − δ) − ∠(β − α) B B
(11.27)
Jika Vr dan Vs dipertahankan konstan, hanya sudut δ yang dapat bervariasi mengikuti perubahan daya. Karakteristik perubahan daya akan mengikuti bentuk kurva lingkaran. Kita akan mencoba menggambarkannya. Pada Contoh-11.2 kita amati bahwa sudut α jauh lebih kecil dari sudut β. Oleh karena itu sudut fasa suku ke-dua (12.4) akan berada di sekitar nilai β. Selain itu jika tegangan jatuh di saluran tidak lebih dari 10% seperti halnya hasil perhitungan pada Contoh-11.2, nilai VrVs di suku pertama tidak pula jauh berbeda dengan nilai Vr2 di suku ke-dua. Pengamatan ini kita perlukan karena kita akan menggambarkan diagram lingkaran tanpa skala. Diagram lingkaran diperlihatkan pada Gb.11.7. dengan penjelasan sebagai berikut:
1.
Pada bidang kompleks kita gambarkan fasor yaitu OM kemudian kita gambar −
3 AVr2 ∠(β − α) B
3 AV r2 ∠(β − α) yaitu B
OM ′ .
24 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pada fasor OM ′ kita tambahkan fasor
3V r V s ∠(β − δ) yaitu B
fasor M ′N Sudut antara M ′N dengan sumbu mendatar adalah (β − δ) . Pada perubahan sudut δ fasor M ′N akan bergerak mengikuti lingkaran yang berpusat di M ′ berjari-jari M ′N . Sudut δ sendiri adalah sudut antara fasor M ′N dengan garis M ′M ′′ yaitu garis sejajar fasor OM seandainya α = 0. Daya nyata maksimum terjadi jika (β − δ) = 0 yaitu pada waktu M ′N menjadi M ′N ′ Daya reaktif maksimum terjadi jika (β − δ) = 90 o Im M ′′ N ′′
δ
N
M O β−α
Re β−δ
M′
N′
Gb.11.7. Diagram lingkaran.
25
Daya Maksimum di Ujung Terima. Dalam meninjau daya maksimum ini, kita akan menyederhanakan relasi (11.27) dengan melihat saluran transmisi pada tegangan pengenalnya yang kita sebut V, misalnya transmisi 70 kV atau 150 kV, dan tidak memperbedakan Vr atau Vs. Dengan pengertian ini maka (11.27) menjadi:
S r 1fasa =
V2 AV 2 ∠(β − δ) − ∠(β − α) 3B 3B
(11.28.a)
Daya tiga fasa menjadi
S r 3fasa =
V2 AV 2 ∠(β − δ) − ∠(β − α) B B
(11.28.b)
Pada nilai δ = 0, kita tetap mendapatkan daya kompleks, bukan daya nyata. Daya nyata kita peroleh dengan mengambil bagian nyata dari relasi daya ini.
Pr 3fasa = Re S r 3fasa V 2 AV 2 = Re ∠(β − δ) − ∠(β − α) B B =
(11.29.a)
V2 AV 2 cos(β − δ) − cos(β − α) B B
dan daya reaktif Q adalah
Qr 3fasa = Im S r 3fasa V 2 AV 2 = Im ∠(β − δ) − ∠(β − α) B B =
(11.29.b)
V2 AV 2 sin(β − δ) − sin(β − α) B B
Daya nyata pada relasi (11.29.a) akan mencapai nilai maksimum pada waktu (β − δ) = 0 atau δ = β . Daya nyata maksimum ini merupakan daya maksimum yang bisa dicapai dalam tinjauan keadaan mantap (steady state); besarnya adalah
26 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Pr 3fasa
maks mantap
=
V2 [1 − A cos( β − α ) ] B
(11.30)
Pada waktu δ = β, yaitu pada waktu daya nyata mencapai nilai maksimum mantap, daya reaktif adalah
AV 2 sin( β − α ) B
Q r 3fasa maks mantap = −
(11.31)
Dan daya kompleks maksimum dalam keadaan mantap adalah
P2 +Q2
S 3fasa maks mantap = =
V2 B
(11.32)
1 + A 2 − 2 A cos( β − α )
Ini merupakan daya kompleks tiga fasa maksimum yang bisa dibebankan pada suatu saluran transmisi. Jika konduktor yang digunakan dalam saluran ini mempunyai kapasitas arus sebesar Ic, maka berdasarkan kapasitas arus ini daya yang bisa dibebankan pada saluran transmisi adalah
S 3 fasa saluran = VI c 3
(11.33)
Dan daya kompleks maksimum dalam keadaan mantap menjadi batas pembebanan saluran transmisi
S 3fasa maks mantap < S 3 fasa saluran CONTOH-11.7: Tinjaulah batas pembebanan saluran transmisi pada Contoh-11.3. di mana saluran transmisi mencatu beban sebesar 100 MW dengan factor daya 0.9 lagging pada tegangan 270 kV. 8, 4 m R = R = R = 0.088 Ω / km A
4,2 m
A
B
B
C
rA = rB = rC = r = 1,350 cm rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm
4,2 m
C
Kapasitas arus : 900 A
27
Sistem ini kita anggap memiliki tegangan penunjuk 275 kV. Beban beroperasi pada 270 kV dan tegangan di ujung kirim telah dihitung pada Contoh-11.3 sebesar 279 kV. Konstanta A dan B telah dihitung pada Contoh-11.2 yaitu A = 0,9943∠0,07 o dan B = 39,87∠77,30o
Daya maksimum yang dapat dibebankan pada saluran ini menurut (11.32) adalah
S 3fasa maks mantap =
V2 B
1 + A 2 − 2 A cos( β − α )
275 1 + 0,9943 − 2 × 0,09943 (cos( 77 ,30 − 0,07 ) 39,87 = 417 MVA
=
Dengan kapasitas arus sebesar 900 A, maka pembebanan saluran
S 3 fasa saluran = VI c 3 = 275 × 0,9 × 3 = 428 MVA
S 3fasa maks mantap < S 3 fasa saluran Jadi 417 MVA merupakan batas pembebanan maksimum.
28 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Pustaka 1.
Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik”, Penerbit ITB, Bandung, 2002.
2.
Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik Jilid-1”, ebook, Darpublic, Bandung, 2010
3.
Sudaryatno Sudirham, “Analisis Rangkaian Listrik Jilid-2”, ebook, Darpublic, Bandung, 2010
4.
Sudaryatno Sudirham, “Analisis Harmonisa Dalam Permasalahan Kualitas Daya”, Catatan Kuliah El 6004, ITB, Bandung, 2008.
5.
Vincent Del Toro : “Electric Power System”, Prentice-Hall International, Inc., 1992.
6.
Charles A. Gross : “Power System Analysis”, John Willey & Son, 1986. Turan Gönen: ”Electric Power Transmission System Engineering”, John Willey & Son, 1988.
7.
29
Daftar Simbol φ : fluksi magnet λ : fluksi lingkup γ : konstanta propagasi saluran transmisi ε : permitivitas µ : permeabilitas
A, B, C, D : konstanta saluran transmisi Zc : impedansi karakteristik
30 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga