Analisis Harmonisa Oleh: Sudaryatno Sudirham
BAB 1 Sinyal onsinus Pada Rangkaian Linier Penyediaan energi elektrik pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sumber tegangan berbentuk gelombang sinus. Arus yang mengalir diharapkan juga berbentuk gelombang sinus. Namun perkembangan teknologi terjadi di sisi beban yang mengarah pada peningkatan efisiensi peralatan dalam penggunaan energi listrik. Alat-alat seperti air conditioner, refrigerator, microwave oven, sampai ke mesin cuci dan lampu-lampu hemat energi makin banyak digunakan dan semua peralatan ini menggunakan daya secara intermittent. Peralatan elektronik, yang pada umumnya memerlukan catu daya arus searah juga semakin banyak digunakan sehingga diperlukan penyearahan arus. Pembebanan-pembebanan semacam ini membuat arus beban tidak lagi berbentuk gelombang sinus. Bentuk-bentuk gelombang arus ataupun tegangan yang tidak berbentuk sinus, namun tetap periodik, tersusun dari gelombang-gelombang sinus dengan berbagai frekuensi. Gelombang periodik nonsinus ini mengandung harmonisa. Pembahasan mengenai harmonisa dalam buku ini diharapkan menjadi pengantar untuk pembahasan mengenai Kualitas Daya. Kajian mengenai kualitas daya dalam system penyaluran energi elektrik mencakup setiap permasalahan pada sistem tenaga yang berdampak pada penyimpngan besaran tegangan, arus, dan frekuensi dan berakibat kegagalan kerja sistem atau kegagalan operasi peralatan di sisi beban. Perkembangan teknologi di sisi beban telah memunculkan berbagai beban dengan karakteristik masing-masing serta berbagai pola pembebanan. Karena beban terikat pada sistem pasokan daya, maka tuntutan pembebanan juga akan berimbas pada sistem. Setiap sebab yang akan menurunkan kinerja sistem perlu dihindarkan atau ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu muncullah permasalahan kualitas daya. Kegagalan kerja sistem tidak harus berarti ‘shut down’ dan kegagalan operasi peralatan tidak harus berarti ‘rusak’. Penurunan efisiensi dan penurunan life time termasuk dalam katagori kegagalan kerja sistem dan peralatan. Dengan demikian maka upaya peningkatan kualitas daya merupakan upaya mencegah kegagalan operasi peralatan di sisi beban (pengguna akhir) maupun meningkatkan kinerja pasokan. Upaya peningkatan kualitas dituntut baik pada penyaluran dari pembangkit ke jaringan, di dalam jaringan, maupun pasokan ke beban. Masalah faktor daya, ketidak-seimbangan, susut energi di jaringan, power interruption, adalah masalah-masalah yang selalu muncul dalam sistem distribusi tenaga listrik. Ketidakseimbangan pembebanan yang menyebabkan munculnya komponen-komponen arus negative sequence dan zero sequence juga akan menambah persoalan di jaringan. 1
Sesungguhnya persoalan kualitas daya tidak hanya terbatas pada usaha perbaikan apa yang sudah ada, melainkan mencakup antisipasi pada keadaan mendatang, baik yang didorong oleh perkembangan teknologi maupun oleh peraturan-peraturan dan juga kepentingan komersial. Beberapa perkembangan dalam teknologi energi elektrik yang perlu mendapat perhatian adalah: a) Distributed Generation Makin menyusutnya persediaan fossil fuel dan kesadaran akan lingkungan mendorong upaya ke arah energi alternatif dan energi terbarukan. Wind power, wave energy, photovoltaic, biomass, fuelcell, mikrohidro, adalah beberapa contoh. Skala pembangkit alternatif ini relatif kecil dan kebanyakan tersebar pada lokasi yang berjauhan. Jika daya dari pembangkit yang relatif kecil ini harus masuk ke jaringan, maka daya masuk ke jaringan melalui jaringan distribusi. b) Energy Storage Teknologi ini sudah sejak lama menjadi perbincangan. Penyimpanan energi sejauh ini dilaksanakan pada penyimpanan “energi pembangkit” seperti energi kimia (batere), mekanik (flywheel), hidro (hydro pumped storage), panas (thermal storage). Pembangkitan elektrik dari simpanan energi ini juga relative berskala kecil, yang bisa masuk ke jaringan melalui jaringan distribusi. c)
Power Electronic Perkembangan di bidang power electronic, dengan beban besar yang merupakan pembebanan nonlinier, memerlukan perhatian agar pengaruhnya pada sistem penyaluran daya serta dampaknya terhadap peralatan-peralatan konvensional sistem (seperti transformator) dapat ditekan. Perkembangan konversi AC/DC, diiringi oleh pengembangan tapis aktif; walaupun demikian pemantauan kaualitas daya tetap harus dilakukan.
1.1. Pendekatan umerik Sinyal onsinus Dalam pembahasan harmonisa kita akan menggunakan istilah sinyal nonsinus untuk menyebut secara umum sinyal periodik seperti sinyal gigi gergaji dan sebagainya, termasuk sinyal sinus terdistorsi yang terjadi di sistem tenaga. Dalam Analisis Rangkaian Listrik kita telah membahas bagaimana mencari spektrum amplitudo dan sudut fasa dari bentuk sinyal nonsinus yang mudah dicari persamaannya. Berikut ini kita akan membahas cara menentukan spektrum amplitudo sinyal nonsinus melalui pendekatan numerik. Cara ini digunakan jika kita menghadapi sinyal nonsinus yang tidak mudah dicari persamaannya. Cara pendekatan ini dapat dilakukan dengan bantuan komputer sederhana, terutama jika sinyal disajikan dalam bentuk kurva hasil dari suatu pengukuran analog. Dalam praktik, sinyal nonsinus diukur dengan menggunakan alat ukur elektronik yang dapat menunjukkan langsung spektrum amplitudo dari sinyal nonsinus yang diukur.
2
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
1.1.1. Penafsiran Grafis Deret Fourier Pencarian spektrum amplitudo suatu sinyal periodik y(t) dilakukan melalui penghitungan koefisien Fourier dengan formula seperti berikut ini.
1 T0
a0 =
0
T0 / 2
2 T0
∫−T / 2 y(t ) cos(nω0 t )dt
2 T0
∫−T / 2 y(t ) sin(nω0 t )dt
an = bn =
T0 / 2
∫−T / 2 y(t )dt ; n>0
0
T0 / 2
; n>0
0
dengan T0 adalah perioda sinyal. Integral
T0 / 2
∫−T / 2 y(t )dt adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva y(t) dengan sumbu-t dalam 0
rentang satu perioda. Jika luas bidang dalam rentang satu perioda ini dikalikan dengan (1/T0), yang berarti dibagi dengan T0, akan memberikan nilai rata-rata y(t) yaitu nilai komponen searah a0. Integral
T0 / 2
∫−T / 2 y(t ) cos(nω0t )dt
adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva y (t ) cos(nω0 t )
0
dengan sumbu-t dalam rentang satu perioda. Jika luas bidang ini dikalikan dengan (2/T0), yang berarti dibagi (T0/2), akan diperoleh an. Di sini T0 harus dibagi dua karena dalam satu perioda T0 terdapat dua kali gelombang penuh berfrekuensi nω0. Integral
T0 / 2
∫−T / 2 y(t ) sin(nω0t )dt
adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva y (t ) sin(nω0 t )
0
dengan sumbu-x dalam rentang satu perioda. Jika luas ini dikalikan dengan (2/T0) akan diperoleh bn. Seperti halnya penghitungan an, T0 harus dibagi dua karena dalam satu perioda T0 terdapat dua kali gelombang penuh berfrekuensi nω0. Dengan penafsiran hitungan integral sebagai luas bidang, maka pencarian koefisien Fourier dapat didekati dengan perhitungan luas bidang. Hal ini sangat membantu karena perhitungan analitis hanya dapat dilakukan jika sinyal nonsinus yang hendak dicari komponenkomponennya diberikan dalam bentuk persamaan yang cukup mudah untuk diintegrasi.
1.1.2. Prosedur Pendekatan umerik Pendekatan numerik integral sinyal y(t) dalam rentang p ≤ t ≤ q dilakukan sebagai berikut. 1. Kita bagi rentang p ≤ t ≤ q ke dalam m segmen dengan lebar masing-masing ∆tk; ∆tk bisa sama untuk semua segmen bisa juga tidak, tergantung dari keperluan. Integral y(t) dalam rentang p ≤ t ≤ q dihitung sebagai jumlah luas seluruh segmen dalam rentang tersebut. Setiap segmen dianggap sebagai trapesium; sisi kiri suatu segmen merupakan sisi kanan segmen di sebelah kirinya, dan sisi kanan suatu segmen menjadi sisi kiri segmen di sebelah kanannya. Jika sisi kanan segmen (trapesium) adalah Ak maka sisi kirinya adalah Ak-1, maka luas segmen ke-k adalah
Lk = ( Ak + Ak −1 ) × ∆t k / 2
(1.1)
3
Jadi integral f(t) dalam rentang p ≤ x ≤ q adalah q
∫p
m
f (t ) dt ≈
∑ Lk
(1.2)
k =1
2. Nilai ∆tk dipilih sedemikian rupa sehingga error yang terjadi masih berada dalam batasbatas toleransi yang kita terima. Jika sinyal diberikan dalam bentuk grafik, untuk mencari koefisien Fourier dari harmonisa ke-n, satu perioda dibagi menjadi tidak kurang dari 10×n segmen agar pembacaan cukup teliti dan error yang terjadi tidak lebih dari 5%. Untuk harmonisa ke-5 misalnya, satu perioda dibagi menjadi 50 segmen. Ketentuan ini tidaklah mutlak; kita dapat memilih jumlah segmen sedemikian rupa sehingga pembacaan mudah dilakukan namun cukup teliti. 3. Relasi untuk memperoleh nilai koefisien Fourier menjadi seperti berikut:
a0 = an = bn =
1 T0
[Ak
m
∑
k =1 m
2 T0
∑
2 T0
∑
+ Ak −1 ]∆t k = 2
T0
[Ak cos( nω 0 t ) + Ak −1 cos(nω 0 t k −1 )]∆t k 2
k =1 m
∑ Lka0
[Ak sin( nω0 t ) + Ak −1 sin( nω 0 t k −1 )]∆t k 2
k =1
=
=
∑ Lkan T0 / 2
(1.3)
∑ Lkbn T0 / 2
4. Formula untuk sudut fasa adalah
b ϕ n = tan −1 n an
(1.4)
5. Perlu disadari bahwa angka-angka yang diperoleh pada pendekatan numerik bisa berbeda dengan nilai yang diperoleh secara analitis. Jika misalkan secara analitis seharusnya diperoleh a1 = 0 dan b1 = 150, pada pendekatan numerik mungkin diperoleh angka yang sedikit menyimpang, misalnya a1 = 0,01 dan b1 = 150,2. 6. Amplitudo dari setiap komponen harmonisa adalah An = a n2 + bn2 . Sudut fasa dihitung dalam satuan radian ataupun derajat dengan mengingat letak kuadran dari vektor amplitudo seperti telah dibahas pada waktu kita membahas spektrum sinyal dalam Bab3. Persamaan sinyal nonsinus adalah ∞
y (t ) = a 0 +
∑ n =1
a n2 + bn2 cos(nω 0 t − ϕ n )
(1.5)
Berikut ini kita lihat sinyal periodik yang diberikan dalam bentuk kurva yang tak mudah dicari persamaannya. Prosedur pendekatan numerik dilakukan dengan membaca kurva yang memerlukan kecermatan. Hasil pembacaan kita muatkan dalam suatu tabel seperti pada contoh berikut ini.
4
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
COTOH-1.1: 200
y[volt]
150
100
50
0 0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
0,016
0,018
0,02
t[detik]
-50
-100
-150
-200
Carilah komponen searah, fundamental, dan harmonisa ke-3 sinyal periodik y(t) yang dalam satu perioda berbentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar di atas. Perhatikan bahwa gambar ini adalah gambar dalam selang satu periode yang berlangsung dalam 0,02 detik, yang sesuai dengan frekuensi kerja 50 Hz.
Penyelesaian: Perhitungan diawali dengan menetapkan nilai t dengan interval sebesar ∆t = 0,0004 detik, kemudian menentukan Ak untuk setiap segmen. Sisi kiri segmen pertama terjadi pada t = 0 dan sisi kanannya menjadi sisi kiri segmen ke-dua; dan demikian selanjutnya dengan segmen-segmen berikutnya. Kita tentukan pula sisi kanan segmen terakhir pada t = T0. Hasil perhitungan yang diperoleh dimuatkan dalam Tabel-1.1 (hanya ditampilkan sebagian), dimana sudut fasa dinyatakan dalam satuan radian. Pembulatan sampai 2 angka di belakang koma. Tabel-1.1. Analisis Harmonisa Sinyal Nonsinus pada Contoh-1.1. T0 = 0,02 s Fundamental Komp. Harmonisa ke-3 f ∆tk = 0,0004 s searah 0 = 1/T0 = 50 Hz t Ak Lka0 Lka1 Lkb1 Lka3 Lkb3 0 0,0004 0,0008 0,0012 : 0,0192 0,0196 0,02
50 75 100 120 : -5 20 50
Jumlah Lk a0 a1, b1 a3, b3 Ampli-1, ϕ1 Ampli-3, ϕ3
0,025 0,035 0,044 : -0,006 0,003 0,014
0,025 0,034 0,042 : -0,006 0,003 0,014
0,002 0,007 0,014 : 0,002 0,000 -0,001
0,024 0,029 0,025 : -0,003 0,003 0,014
0,006 0,019 0,035 : 0,005 -0,001 -0,001
0,398 19,90
0,004
1,501
-0,212
0,211
0,36
150,05 −21,18
21,13
29,92
-0,78
150,05
1,57 5
Tabel ini memberikan
a 0 = 19,90 a1 = 0,36; b1 = 150,05 ⇒ A1 = 0,36 2 + 150,05 2 = 150,05 ϕ1 = tan −1 (150,05 / 0,36) = 1,57 a3 = −21,18; b3 = 21,13 ⇒ A3 = (−21,18) 2 + 21,13 2 = 29,92 ϕ 3 = tan −1 (21,13 / − 21,18) = −0,78 Sesungguhnya kurva yang diberikan mengandung pula harmonisa ke-dua. Apabila harmonisa ke-dua dihitung , akan memberikan hasil
a 2 = 49,43 dan b2 = −0,36 amplitudo A2 = 49,43 dan ϕ 2 = −0,01 Dengan demikian uraian sampai dengan harmonisa ke-3 dari sinyal yang diberikan adalah
y (t ) = 19,90 + 150,05 cos(2πf 0 t − 1,57) + 49,43 cos(4πf 0 t + 0,01) + 29,92 cos(6πf 0 t + 0,78) 1.2. Elemen Linier Dengan Sinyal onsinus Hubungan tegangan dan arus elemen-elemen linier R, L, C, pada sinyal sinus di kawasan waktu berlaku pula untuk sinyal periodik nonsinus.
COTOH-1.2: Satu kapasitor C mendapatkan tegangan nonsinus v = 100 sin(ωt + 0,5) + 20 sin(3ωt − 0,2) + 10 sin(5ωt + 1,5) V (a) Tentukan arus yang mengalir pada kapasitor. (b) Jika C = 30 µF, dan frekuensi f = 50 Hz, gambarkan (dengan bantuan komputer) kurva tegangan dan arus kapasitor.
Penyelesaian: (a) Hubungan tegangan dan arus kapasitor adalah iC = C
dv dt
Oleh karena itu arus kapasitor adalah
d {100 sin(ωt + 0,5) + 20 sin(3ωt − 0,2) + 10 sin(5ωt + 1,5)} dt = 100ωC cos(ωt + 0,5) + 60ωC cos(3ωt − 0,2) + 50ωC cos(5ωt + 1,5)
iC = C
= 100ωC sin(ωt + 2,07) + 60ωC sin(3ωt + 1,37) + 50ωC sin(5ωt + 3,07) A
6
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
(b) Kurva tegangan dan arus adalah seperti di bawah ini. 150
[V]
vC
5 [A]
100 50 0
2,5
iC 0
0 0.015 detik 0.02 −2,5
0.01
0.005
-50
−5
-100 -150
Kurva tegangan dan arus pada contoh ini merupakan fungsi-fungsi nonsinus yang simetris terhadap sumbu mendatar. Nilai rata-rata fungsi periodik demikian ini adalah nol. Pendekatan numerik memberikan nilai rata-rata
v rr = 1,8 × 10 −14 V dan
i rr = 5 × 10 −17 A.
1.3. ilai Rata-Rata Dan ilai Efektif Sinyal onsinus ilai Rata-Rata. Sesuai dengan definisi untuk nilai rata-rata, nilai rata-rata sinyal nonsinus y(t) dengan perioda T0 adalah
Yrr =
1 T y (t )dt T0 0
∫
(1.6)
Nilai rata-rata sinyal nonsinus adalah komponen searah dari sinyal tersebut.
ilai Efektif. Definisi nilai efektif sinyal periodik y(t) dengan perioda T0 adalah
1 T0
Yrms =
T
∫0
y 2 (t )dt
(1.7)
Dengan demikian maka nilai efektif sinyal sinus y1 = Ym1 sin(ωt + θ) adalah
Y1rms =
1 T0
T
∫0 Ym1 sin 2
2
(ωt + θ)dt =
Ym1
(1.8)
2
∞
Nilai efektif sinyal nonsinus y (t ) = Y0 +
∑ Ymn sin(nω0 t + θ n ) adalah n =1
2
∞ 1 T Yrms = Y0 + Ymn sin(nω 0 t + θ n ) dt T0 0 n =1
∫
∑
Jika ruas kiri dan kanan dikuadratkan, kita dapatkan 2
∞ 1 T Y rms = Y0 + Ymn sin( nω 0 t + θ n ) dt T0 0 n =1 2
∫
∑
atau
7
Y 2 rms =
T
1 T0
∫0
Y 2 + 0
∞
2 Ymn sin 2 (nω 0 t + θ n ) dt n =1
∑
∞ 2Y Ymn sin( nω 0 t + θ n ) 0 n =1 ∞ 1 T + 2Ym1 sin(ω 0 t + θ1 ) Ymn sin(nω 0 t + θ n ) + dt n =2 T0 0 ∞ + 2Ym 2 sin(2ω 0 t + θ 2 ) Ymn sin(nω 0 t + θ n ) n =3 + .................................
∑
∑
∫
(1.9)
∑
Melalui kesamaan trigonometri 2 sin α sin β = cos(α − b) − cos(α + β) dan karena Y0 bernilai tetap maka suku ke-dua ruas kanan (1.8) merupakan penjumlahan nilai rata-rata fungsi sinus yang masing-masing memiliki nilai rata-rata nol, sehingga suku ke-dua ini bernilai nol. Oleh karena itu (1.9) dapat kita tulis T
1 T
∫0
Y 2rms =
1 T
Y 2 rms =
∞ 2 Y 2 + Ynm sin 2 (nω 0 t + θ n ) dt 0 n =1
∑
(1.10)
atau t
∫0
∞
Y02dt +
T
∑ T ∫0 Ynm2 sin 2 (nω0t + θn )dt 1
n =1
∞
= Y02
+
∑
(1.11)
2 Ynrms
n =1
Persamaan (1.11) menunjukkan bahwa kuadrat nilai efektif sinyal non sinus sama dengan jumlah kuadrat komponen searah dan kuadrat semua nilai efektif konponen sinus. Kita perlu mencari formulasi yang mudah untuk menghitung nilai efektif ini. Kita bisa memandang sinyal nonsinus sebagai terdiri dari tiga macam komponen yaitu komponen searah (y0), komponen fundamental (y1), dan komponen harmonisa (yh). Komponen searah adalah nilai rata-rata sinyal, komponen fundamental adalah komponen dengan frekuensi fundamental ω0, sedangkan komponen harmonisa merupakan jumlah dari seluruh komponen harmonisa yang memiliki frekuensi nω0 dengan n > 1. Jadi sinyal nonsinus y dapat dinyatakan sebagai
y = y 0 + y1 + y h Akan tetapi kita juga dapat memandang sinyal nonsinus sebagai terdiri dari dua komponen saja, yaitu komponen fundamental dan komponen harmonisa total di mana komponen yang kedua ini mencakup komponen searah. Alasan untuk berbuat demikian ini adalah bahwa dalam proses transfer energi, komponen searah dan harmonisa memiliki peran yang sama; hal ini akan kita lihat kemudian. Dalam pembahasan selanjutnya kita menggunakan cara pandang yang ke-dua ini. Dengan cara pandang ini suatu sinyal nonsinus dinyatakan sebagai 8
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
y = y1 + y h
(1.12)
dengan y1 = Y1m sin(ω 0 t + θ1 ) k
y h = Y0 +
dan
∑ Ynm sin(nω0 t + θ n ) .
n=2
Dengan demikian maka relasi (1.11) menjadi 2 Y 2 rms = Y12rms + Yhrms
(1.13)
Dalam praktik, komponen harmonisa yh dihitung tidak melibatkan seluruh komponen harmonisa melainkan dihitung dalam lebar pita spektrum tertentu. Persamaan sinyal dijumlahkan sampai pada frekuensi tertinggi yang ditentukan yaitu kω0; sinyal dengan frekuensi di atas batas frekuensi tertinggi ini dianggap memiliki amplitudo yang sudah cukup kecil untuk diabaikan.
COTOH-1.2: Suatu tegangan berbentuk gelombang gigi gergaji memiliki nilai maksimum 20 volt, dengan frekuensi 20 siklus per detik. Hitunglah nilai tegangan efektif dengan: (a) relasi nilai efektif; (b) uraian harmonisa. Penyelesaian: (a) Perioda sinyal 0,05 detik dengan persamaan: v(t ) = 400t . Nilai efektif:
Vrms =
1 0,05
0,05
∫0
0,05
(400t ) 2 dt =
1 1600 3 t 0,05 3 0
≈ 11,55 V
(b) Uraian sinyal ini sampai harmonisa ke-7 adalah diberikan dalam contoh di Bab-3, yaitu
v(t ) = 10 − 6,366 sin ω 0 t − 3,183 sin 2ω 0 t − 2,122 sin 3ω 0 t − 1,592 sin 4ω 0 t − 1,273 sin 5ω 0 t − 1,061 sin 6ω 0 t − 0,909 sin 7ω 0 t V Persamaan ini memberikan nilai efektif tegangan fundamental, tegangan harmonisa, dan tegangan total sebagai berikut.
V1rms =
6,366
≈ 4,5 V
2
Vhrms = 10 2 +
3,166 2 2,10 2 + ≈ 10,5 V 2 2
2 Vrms = V12rms + Vhrms = 4,49 2 + 10,35 2 ≈ 11,4 V
Contoh ini menunjukkan bahwa sinyal gigi gergaji memiliki nilai efektif harmonisa jauh lebih tinggi dari nilai efektif komponen fundamentalnya.
9
COTOH-1.3: Uraian dari penyearahan setengah gelombang arus sinus i = sin ω0 t A sampai dengan harmonisa ke-10 adalah:
i (t ) = 0,318 + 0,5 cos(ω 0 t − 1,57) + 0,212 cos(2ω 0 t ) + 0,042 cos(4ω 0 t ) + 0,018 cos(6ω0 t ) + 0.010 cos(8ω0 t ) + 0.007 cos(10ω0 t ) A Hitung nilai efektif komponen arus fundamental, arus harmonisa, dan arus total.
Penyelesaian: Nilai efektif arus fundamental, arus harmonisa dan arus total berturut-turut adalah 0,5 I1rms = = 0,354 A 2
I hrms = 0,318 2 +
0,212 2 0,042 2 0,018 2 0,012 0,007 2 + + + + = 0,354 A 2 2 2 2 2
2 I rms = I12rms + I hrms = 0,354 2 + 0,354 2 ≈ 0,5 A
Contoh-1.3 ini menunjukkan bahwa pada penyearah setengah gelombang nilai efektif komponen fundamental sama dengan nilai efektif komponen harmonisanya.
COTOH-1.4: Tegangan pada sebuah kapasitor 20 µF terdiri dari dua komponen yaitu v1 = 200 sin ωt dan v15 = 20 sin 15ωt . Jika diketahui frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitunglah: (a) nilai efektif arus yang diberikan oleh v1; (b) nilai efektif arus yang diberikan oleh v15; (c) arus efektif total; (d) gambarkan kurva ketiga arus tersebut sebagai fungsi waktu. Penyelesaian: a). Komponen tegangan pertama adalah v1 = 200 sin(100πt ) V. Arus yang diberikan oleh tegangan ini adalah
i1 = 20 × 10 −6 dv1 / dt = 20 × 10 −6 × 200 × 100π cos 100πt = 1,257 cos 100πt 1,257 = 0,89 A Nilai efektifnya adalah: I1rms = 2 b). Komponen tegangan ke-dua adalah v15 = 20 sin(1500πt ) V. Arus yang diberikan oleh tegangan ini adalah
i15 = 20 × 10 −6 dv15 / dt = 20 × 10 −6 × 20 × 1500π sin 1500πt = 1,885 cos1500πt Nilai efektifnya adalah: I15rms =
1,885
= 1,33 A
2
c). Tegangan gabungan adalah
v = 200 sin(100πt ) + 20 sin(1500πt ) Arus yang diberikan tegangan gabungan ini adalah
10
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
d (v1 + v15 ) dt = 1,257 cos 100πt + 1,885 cos 1500t
i = 20 × 10 −6 dv / dt = 20 × 10 −6
Arus ini merupakan jumlah dari dua komponen arus yang berbeda frekuensi. Kurva arus ini pastilah berbentuk nonsinus. Nilai efektif masing-masing komponen telah dihitung di jawaban (a) dan (b). Nilai efektif sinyal non sinus ini adalah 2 2 2 I rms = I 12rms + I 15 rms = 0,89 + 1,33 = 1,60 A
d). Kurva ketiga arus tersebut di atas adalah sebagai berikut. 4
i
A3
i1
i15
2 1 0 -1
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
detik
0.06
-2 -3 -4
COTOH-1.5: Arus i = 2 sin ωt + 0,2 sin 3ωt A, mengalir pada beban yang terdiri dari resistor 100 Ω yang tersambung seri dengan induktor 0,5 H. Pada frekuensi 50 Hz: (a) gambarkan kurva tegangan dan arus beban; (b) tentukan nilai efektif tegangan beban dan arus beban. Penyelesaian: (a) Arus beban adalah i = 2 sin ωt + 0,2 sin 3ωt . Tegangan beban adalah di v = v R + v L = iR + L = 200 sin ωt + 20 sin 3ωt + ω cos ωt + 0,3ω cos 3ωt V dt Kurva tegangan dan arus beban dibuat dengan sumbu mendatar dalam detik. Karena frekuensi 50 Hz, satu perioda adalah 0,02 detik. 600
A
V
4
400
v 2
200
i 0 0 -200
0.005
0.01
0.015
detik
0 0.02 −2 −4
-400 -600
(b). Nilai efektif arus beban adalah
I rms = I12rms + I 32rms =
2 2 0,2 2 + = 1,42 A 2 2
Tegangan beban adalah
v = 200 sin ωt + 20 sin 3ωt + ω cos ωt + 0,3ω cos 3ωt V 11
Nilai efektif tegangan beban, dengan ω=100π, adalah
Vrms =
200 2 + ω 2 20 2 + (0,3ω) 2 + = 272 V 2 2
1.4. Daya Pada Sinyal onsinus Pengertian daya nyata dan daya reaktif pada sinyal sinus berlaku pula pada sinyal nonsinus. Daya nyata memberikan transfer energi netto, sedangkan daya reaktif tidak memberikan transfer energi netto. Kita tinjau resistor Rb yang menerima arus berbentuk gelombang nonsinus
i Rb = i1 + i h Nilai efektif arus ini adalah 2 2 I Rbrms = I12rms + I hrms
Daya nyata yang diterima oleh Rb adalah 2 2 PRb = I Rbrms × Rb = I12rms Rb + I hrms Rb
(1.14)
Formulasi (1.14) tetap berlaku sekiranya resistor ini terhubung seri dengan induktansi, karena dalam bubungan seri demikian ini daya nyata diserap oleh resistor, sementara induktor menyerap daya reaktif.
COTOH-1.6: Seperti pada contoh-1.5, arus i = 2 sin ωt + 0,2 sin 3ωt A mengalir pada resistor 100 Ω yang tersambung seri dengan induktor 0,5 H. Jika frekuensi fundamental 50 Hz: (a) gambarkan dalam satu bidang gambar, kurva daya yang mengalir ke beban sebagai perkalian tegangan total dan arus beban dan kurva daya yang diserap resistor sebagai perkalian resistansi dan kuadrat arus resistor; (b) hitung nilai daya rata-rata dari dua kurva daya pada pertanyaan b; (c) berikan ulasan tentang kedua kurva daya tersebut. Penyelesaian: (a) Daya masuk ke beban dihitung sebagai: p = v × i sedangkan daya nyata yang diserap resistor dihitung sebagai: pR = i2R = vRiR Kurva dari p dan pR terlihat pada gambar berikut. 600
p = vi
W
p R = i 2R = v R i R
400 200
0 0
0.005
0.01
0.015
detik
0.02
-200 -400
12
(b) Daya rata-rata merupakan daya nyata yang di transfer ke beban. Daya ini adalah daya yang diterima oleh resistor. Arus efektif yang mengalir ke beban telah dihitung pada contoh-3.5. yaitu 1,42 A. Daya nyta yang diterima beban adalah Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
2 PR = I rms R = (1,42) 2 × 100 = 202 W. Teorema Tellegen mengharuskan daya ini sama dengan daya rata-rata yang diberikan oleh sumber, yaitu p = vi. Perhitungan dengan pendekatan numerik memberikan nilai rata-rata p adalah Prr = 202 W (c) Kurva pR selalu positif; nilai rata-rata juga positif sebesar 202 W yang berupa daya nyata. Pada kurva p ada bagian yang negatif yang menunjukkan adanya daya reaktif; nilai rata-rata kurva p ini sama dengan nilai rata-rata kurva pR yang menunjukkan bagian nyata dari daya tampak.
COTOH-1.7: Tegangan nonsinus pada terminal resistor 20 Ω adalah
v = 100 sin(ωt + 0,5) + 20 sin(3ωt − 0,2) + 10 sin(5ωt + 1,5) V Tentukan arus efektif yang mengalir dan daya nyata yang diserap resistor. Penyelesaian: Arus yang mengalir adalah
v = 5 sin(ωt + 0,5) + sin(3ωt − 0,2) + 0,5 sin(5ωt + 1,5) A R Nilai efektif masing-masing komponen arus adalah i=
I1rms =
5 2
;
I 3rms =
1 2
;
I 5rms =
0,5 2
Arus efektif yang mengalir adalah
I rms =
25 1 0,25 + + = 2 2 2
26,25 = 3,62 A 2
Daya nyata yang diserap resistor adalah
25 1 0,25 2 PR = I rms R= + + × 20 = 262,5 W 2 2 2 COTOH-1.8: Tegangan nonsinus v = 100 sin ωt + 10 sin 3ωt V, terjadi pada terminal beban yang terdiri dari resistor 100 Ω tersambung paralel dengan kapasitor 50 µF. Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, (a) Tentukan persamaan arus total beban; (b) hitung daya nyata yang diserap beban. Penyelesaian: (a). Arus total (i) adalah jumlah arus yang melalui resistor (iR) dan kapasitor (iC).
v = sin ωt + 0,1 sin 3ωt R dv iC = C = 50 × 10 −6 (100ω cos ωt + 30ω cos 3ωt ) dt Arus total beban: i = sin ωt + 0,1 sin 3ωt + 0,005 cos ωt + 0.0015ω cos 3ωt iR =
13
(b). Arus efektif melalui resistor
I Rrms =
12 0,12 + = 0,71 A 2 2
Daya nyata yang diserap beban adalah daya yang diserap resistor:
PR = 0,712 × 100 = 50 W 1.5. Resonansi Karena sinyal nonsinus mengandung harmonisa dengan berbagai macam frekuensi, maka ada kemungkinan salah satu frekuensi harmonisa bertepatan dengan frekuensi resonansi dari rangkaian. Frekuensi resonansi telah kita bahas di bab sebelumnya. Berikut ini kita akan melihat gejala resonansi pada rangkaian karena adanya frekuensi harmonisa. COTOH-1.9: Suatu generator 50 Hz dengan induktansi internal 0,025 H mencatu daya melalui kabel yang memiliki kapasitansi total sebesar 5 µF. Dalam keadaan tak ada beban tersambung di ujung kabel, tentukan frekuensi harmonisa sumber yang akan memberikan resonansi. Penyelesaian: Frekuensi resonansi adalah
ωr =
1 1 = = 2828,4 LC 0,025 × 5 × 10 −6 fr =
2828,4 = 450 Hz 2π
Inilah frekuensi harmonisa ke-9.
COTOH-110: Sumber tegangan satu fasa 6 kV, 50 Hz, mencatu beban melalui kabel yang memiliki kapasitansi total 2,03 µF. Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung kabel, induktansi total rangkaian ini adalah 0,2 H. Tentukan harmonisa ke berapa dari sumber yang akan membuat terjadinya resonansi pada keadaan tak ada beban tersebut. Penyelesaian: Frekuensi resonansi adalah
ωr =
1 1 = = 1569,4 rad/det LC 0,02 × 2,03 × 10 −6
1569,4 = 249,78 Hz 2π Resonansi terjadi jika sumber mengandung harmonisa ke-5. atau
14
fr =
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
BAB 2 Pembebanan on-Linier Pada pembebanan nonlinier arus yang mengalir ke beban merupakan arus periodik nonsinus, walaupun sumber memberikan tegangan sinus. Pembahasan akan kita lakukan di dua sisi yaitu tinjauan di sisi beban dan tinjauan di sisi sumber. Tinjauan di sisi beban adalah melihat beban yang menerima arus nonsinus tanpa mempersoalkan bagaimana sumber melayani pembebanan yang demikian ini. Tinjauan di sisi sumber adalah melihat sumber yang bertegangan sinus namun harus memberikan arus yang nonsinus.
2.1. Tinjauan Di Sisi Beban Rangkaian yang akan kita tinjau terlihat pada inonsinus Gb.2.1. Sebuah sumber tegangan sinus p.i. R s vs + memberikan arus pada resistor Rb melalui saluran Rb − dengan resistansi Rs dan sebuah pengubah arus p.i., misalnya penyearah; pengubah arus inilah yang menyebabkan arus yang mengalir di Rb berbentuk Gb.33.1. Pembebanan nonlinier. gelombang nonsinus. Menurut teorema Tellegen, transfer daya elektrik hanya bisa terjadi melalui tegangan dan arus. Namun dalam tinjauan dari sisi beban ini, Rb hanya melihat bahwa ada arus yang diterima olehnya. Cara bagaimana arus ini sampai ke beban tidaklah penting bagi beban.
i Rb = i1 + i h dengan i1 = I1m sin(ω 0 t + θ1 )
(2.1)
k
ih = I 0 +
∑ I nm sin(nω0t + θ n )
n=2
Inilah arus yang diterima oleh Rb. Daya nyata yang diterima oleh Rb adalah 2 PRb = I12rms Rb + I hrms Rb
(2.2)
2.2. Tinjauan Di Sisi Sumber Tegangan sumber berbentuk gelombang sinus, yaitu v s = Vs sin ω0 t . Daya yang diberikan oleh sumber adalah tegangan sumber kali arus sumber yang besarnya sama dengan arus beban. Jadi daya keluar dari sumber adalah
p s = v s (t )i s (t ) = V s I 1 sin ω 0 t sin(ω 0 t + θ1 ) k + V s sin ω 0 t I 0 + I n sin( nω 0 t + θ n ) n =2 Suku pertama (2.3) memberikan daya
∑
(2.3)
15
cos θ1 − cos(2ω 0 t + θ1 ) p s1 = V s I1 (sin ω 0 t sin(ω 0 t + θ1 ) ) = V s I1 2 (26.4) V s I1 Vs I1 = cos θ1 − cos(2ω 0 t + θ1 ) 2 2 Suku ke-dua dari persamaan ini mempunyai nilai rata-rata nol akan tetapi suku pertama mempunyai nilai tertentu. Hal ini berarti ps1 memberikan transfer energi netto.
Suku kedua (2.3) memberikan daya ∞
p sh = V s I 0 sin ω 0 t + V s
∑ [I n sin(nω0t + θ n ) sin ω0 t ]
(2.5)
n=2
= p s 0 + p sh 2 Suku pertama persamaan ini mempunyai nilai rata-rata nol. Suku kedua juga mempunyai nilai rata-rata nol karena yang berada dalam tanda kurung pada (2.5) berbentuk fungsi cosinus ∞
y = Vs
∑ [I n sin(nω0 t + θ n ) sin ω 0 t ]
n =2 ∞
= Vs
I
∑ 2n {cos((n + 1)ω0 t + θ n ) − cos((n − 1)ω0 t + θ n )}
n=2
yang memiliki nilai rata-rata nol. Hal ini berarti bahwa psh tidak memberikan transfer energi netto. Jadi secara umum daya yang diberikan oleh sumber pada pembebanan nonlinier dapat kita tuliskan sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu
p s = p s1 + p sh
(2.6)
Dari dua komponen daya ini hanya komponen fundamental, ps1, yang memberikan transfer energi netto. Dengan kata lain hanya ps1 yang memberikan daya nyata, yaitu sebesar V I Ps1 = s 1 cos θ1 = V srms I1rms cos θ1 2
(2.7)
dengan θ1 adalah beda susut fasa antara vs dan i1. Sementara itu Psh merupakan daya reaktif. Menurut teorema Tellegen, daya nyata yang diberikan oleh sumber harus tepat sama dengan daya yang diterima oleh beban. Daya nyata yang diterima oleh Rb adalah PRb seperti diberikan oleh persamaan (2.2). Daya nyata yang diberikan oleh sumber, yaitu Ps1 haruslah diserap oleh Rb dan Rs.
2.3. Kasus Penyearah Setengah Gelombang Sebagai contoh dalam pembahasan pembebanan nonlinier ini, kita akan mengamati penyearah setengah gelombang. Dengan penyearah ini, sinyal sinus diubah sehingga arus mengalir setiap setengah perioda seperti telah pernah kita temui. Rangkaian penyearah yang kita tinjau terlihat pada Gb.2.2.a.
16
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
vs
vR
R
a). Vs vs is iR pR
vs iR pR
pR
0 0
90
180
270
360
450
ωt [o] 540
630
720
b). −Vs Gb.2.2. Penyearah setengah gelombang dengan beban resistif. Arus penyearah setengah gelombang mempunyai nilai pada setengah perioda pertama (yang positif); pada setengah perioda ke-dua, ia bernilai nol. Uraian fungsi ini sampai dengan harmonisa ke-6, telah dihitung pada Contoh-3.3 di Bab-3, yaitu
0,318 + 0,5 cos(ω0 t − 1,57) + 0,212 cos(2ω0 t ) V i (t ) = I m × + 0,042 cos(4ω0 t ) + 0,018 cos(6ω 0 t )
(2.8)
Dalam rangkaian yang kita tinjau ini hanya ada satu sumber yang mencatu daya hanya kepada satu beban. Pada waktu dioda konduksi, arus sumber selalu sama dengan arus beban, karena mereka terhubung seri; tegangan beban juga sama dengan tegangan sumber karena dioda dianggap ideal sedangkan resistor memiliki karakteristik linier dan bilateral. Pada waktu dioda tidak konduksi arus beban maupun arus sumber sama dengan nol. Gb.2.2.b. memperlihatkan bahwa hanya kurva tegangan sumber yang merupakan fungsi sinus; kurva arus dan daya merupakan fungsi nonsinus. Pada persamaan (2.8) arus fundamental dinyatakan dalam fungsi cosinus yaitu
i1 = 0,5I m cos(ω0 t − 1,57) Fungsi ini tidak lain adalah pergeseran 1,57 rad atau 90o ke arah positif dari fungsi cosinus yang ekivalen dengan fungsi sinus
i1 = 0,5I m sin(ω0 t ) Pernyataan i1 dalam fungsi sinus ini sesuai dengan pernyataan bentuk gelombang tegangan yang juga dalam fungsi sinus. Dengan pernyataan yang bersesuaian ini kita dapat melihat beda fasa antara keduanya; ternyata dalam kasus penyearah setengah gelombang ini, arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber.
COTOH-2.1: Sebuah sumber dengan resistansi dan induktansi internal yang dapat diabaikan mencatu beban resistif melalui penyearah setengah gelombang. Tegangan sumber adalah v s = 380 sin ω0 t V dan resistansi beban Rb adalah 3,8 Ω. Hitung daya nyata yang diterima oleh beban dan daya nyata yang diberikan oleh sumber. Penyelesaian: Tinjauan Di Sisi Beban. Nilai puncak arus adalah 380/3,8 = 100 A. Persamaan arus sampai harmonisa ke-enam menjadi 17
31,8 + 50 cos(ω0 t − 1,57) + 21,2 cos(2ω0 t ) A i (t ) = + 4,2 cos(4ω 0 t ) + 1,8 cos(6ω0 t ) yang memberikan arus-arus efektif pada beban
I b1rms =
50
A;
2
I bhrms = 31,8 2 +
21,2 2 4,2 2 1,8 2 + + = 35,31 A; 2 2 2
Daya yang diterima beban adalah
(
)
2 2 P = I rms Rb = I b21rms + I bhrms × 3,8 = 9488 W ≈ 9,5 kW
Tinjauan Di Sisi Sumber. Tegangan sumber adalah v s = 380 sin ω 0 t . Komponen arus fundamental yang diberikan oleh sumber adalah sama dengan arus fundamental beban
i1s = i1Rb = 50 cos(ω0 t − 1,57) = 50 sin ω 0 t A dengan nilai efektif I 1srms = 50 / 2 A Tak ada beda fasa antara tegangan sumber dan arus fundamentalnya. Daya dikeluarkan oleh sumber adalah 380 50 Ps1 = V s rms I1s rms = × = 9,5 kW 2 2 Hasil perhitungan dari kedua sisi tinjauan adalah sama. Daya yang diberikan oleh komponen fundamental sebagai fungsi waktu adalah
p s1 =
V s I1 (1 − cos(2ω0 t ) = 380 × 50 (1 − cos(2ω0 t ) = 19(1 − cos(2ω 0 t ) kW 2 2
Gb.2.3 memperlihatkan kurva ps1 pada Contoh-2.1 di atas. Kurva ps1 bervariasi sinusoidal namun selalu positif dengan nilai puncak 19 kW, dan nilai rata-rata (yang merupakan daya nyata) sebesar setengah dari nilai puncak yaitu 9,5 kW. Kurva daya yang dikontribusikan oleh komponen searah, ps0 yaitu suku pertama (2.5), dan komponen harmonisa psh2 yaitu suku ke-dua persamaan (2.5), juga diperlihatkan dalam Gb.2.3. Kurva kedua komponen daya ini simetris terhadap sumbu waktu yang berarti memiliki nilai rata-rata nol. Dengan kata lain komponen searah dan komponen harmonisa tidak memberikan daya nyata. 20000
ps1
W 15000 10000 5000 0 -5000 0 -10000 -15000
ps0 t [det] 0.005
0.01
0.015
0.02
psh2
Gb.2.3. Kurva komponen daya yang diberikan sumber. 18
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Konfirmasi logis kita peroleh sebagai berikut. Seandainya tidak ada penyearah antara sumber dan beban, arus pada resistor akan mengalir sefasa dan sebentuk dengan gelombang tegangan sumber. Daya yang di keluarkan oleh sumber dalam keadaan ini adalah
p s = V s I s sin 2 ω0 t = 38000 sin 2 ω0 t cos 2ω0 t + cos 0 = 38(1 + cos 2ω0 t ) kW 2 Dalam hal penyearahan setengah gelombang, arus hanya mengalir setiap setengah perioda. Oleh karena itu daya yang diberikan oleh sumber menjadi setengahnya, sehingga = 38000
p setengah
gel = 19(1 + cos 2ω 0 t )
kW , dan inilah ps1.
COTOH-2.2: Sebuah sumber dengan resistansi dan induktansi internal yang diabaikan, mencatu beban resistif melalui kabel dengan resistansi 0,2 Ω dan penyearah setengah gelombang. Tegangan sumber adalah v s = 380 sin ω0 t V dan resistansi beban R adalah 3,8 Ω. Hitung daya yang diterima oleh beban. Penyelesaian: Rangkaian sistem ini adalah vs=380sinω0t seperti berikut
Rs=0,2Ω
Rb=3,8Ω
Tinjauan Di Sisi Beban. Nilai puncak arus adalah
Im =
380 = 95 A 3,8 + 0,2
Persamaan arus sampai harmonisa ke-6 menjadi
0,318 + 0,5 cos(ω 0 t − 1,57) + 0,212 cos(2ω 0 t ) i (t ) = 95 × + 0,042 cos(4ω 0 t ) + 0,018 cos(6ω 0 t ) = 30,21 + 47,5 cos(ω 0 t − 1,57) + 20,14 cos(2ω 0 t ) + 4,09 cos(4ω 0 t ) + 1,71 cos(6ω 0 t ) A Nilai efektif arus fundamental dan arus harmonisa total adalah
I1rms =
47.5
= 33,59 A;
2
I hrms = 30,212 +
20,14 2 4,09 2 1,712 + + = 33,54 A 2 2 2
Daya yang diterima Rb adalah 2 PRb = I rms Rb = (33,59 2 + 33,54 2 ) × 3,8 = 8563 W
19
Tinjauan Di Sisi Sumber. Tegangan sumber dan arus fundamental sumber adalah
v s = 380 sin ω 0 t V i s1 = i Rb = 47,5 cos( ω 0 t − 1,57) = 47,5 sin ω 0 t A Tidak ada beda fasa antara vs dan is1. Daya nyata yang diberikan oleh sumber adalah
Ps = v srms i1rms cos 0 o =
380 2
×
47,5
= 9025 W
2
Daya ini diserap oleh beban dan saluran. Daya yang diserap saluran adalah 2 2 Psaluran = 0,02 × i srms = 0,02 × (i12rms + i hrms )
= 0,02 × (33,6 2 + 33,55 2 ) = 450,7 W Perbedaan angka perhitungan PRb dengan (Ps – Psaluran) adalah sekitar 0,2%.
2.4. Perambatan Harmonisa Dalam sistem tenaga, beban pada umumnya bukanlah beban tunggal, melainkan beberapa beban terparalel. Sebagian beban merupakan beban linier dan sebagian yang lain merupakan beban nonlinier. Dalam keadaan demikian ini, komponen harmonisa tidak hanya hadir di beban nonlinier saja melainkan terasa is A juga di beban linier; gejala ini kita sebut i perambatan harmonisa. Berikut ini akan ib=ib1+ibh Rs a kita lihat gejala tersebut pada suatu vs R Ra b rangkaian yang mendekati situasi nyata. B Gb.2.4. memperlihatkan rangkaian yang dimaksud. Gb.2.4. Sumber mencatu beban paralel linier dan nonlinier. Tegangan sumber berbentuk sinusoidal murni v s = Vsm sin ω0t . Sumber ini mencatu beban melalui saluran yang memiliki resistansi Rs. Beban yang terhubung di terminal A-B (terminal bersama), terdiri dari beban linier Ra dengan arus ia dan beban Rb yang dialiri arus nonlinier ib = ib1 + ibh dengan ib1 adalah komponen fundamental dari ib dan ibh adalah komponen harmonisa total dari ib. Pada rangkaian sederhana ini, di sisi beban kita lihat bahwa aplikasi Hukum Arus Kirchhoff di simpul A, yaitu simpul bersama dari kedua beban, memberikan
(v A − v s ) / R s + v A / R a + (ib1 + ibh ) = 0 dan dari sini kita peroleh
vA =
Ra R s Ra vs − (ib1 + ibh ) R s + Ra Rs + Ra
(2.9)
Jadi sebagai akibat pembebanan nonlinier di suatu beban menyebabkan tegangan di terminalbersama juga mengandung harmonisa. Akibat selanjutnya adalah bahwa arus di beban lain yang terhubung ke terminal-bersama ini juga mengandung harmonisa.
20
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
ia =
vs Rs vA = − (ib1 + ibh ) Ra R s + Ra Rs + Ra
(2.10)
Sementara itu di sisi sumber, dengan tegangan sumber berbentuk sinus v s = Vsm sin ω0 t , keluar arus yang mengandung harmonisa yaitu
i s = i a + ib =
vs Rs (ib1 + ibh ) + (ib1 + ibh ) − R s + Ra R s + Ra
=
Ra vs + R s + Ra R s + Ra
(2.11)
(ib1 + ibh )
Adanya komponen harmonisa pada arus sumber dan beban yang seharusnya merupakan beban linier dapat menyebabkan penambahan penyerapan daya pada saluran. Hal ini akan kita bahas kemudian.
COTOH-2.3: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, v = 240 sin ω0 t V memiliki resistansi dan induktansi internal yang diabaikan. Sumber ini mencatu beban resistif Ra = 5 Ω melalui saluran yang memiliki resistansi 1Ω. Sebuah beban resistif lain yaitu Rb = 5 Ω dengan penyearah setengah gelombang dihubungkan paralel dengan Ra. Hitunglah: (a) daya nyata yang diserap Ra sebelum Rb dan penyearah dihubungkan; (b) daya nyata yang diserap Rb sesudah Rb dan penyearah dihubungkan; (c) daya nyata yang diserap Ra sesudah Rb dan penyearah dihubungkan; (d) daya nyata yang diserap saluran Rs; (e) daya nyata yang diberikan sumber; (f) bandingkan daya nyata yang diberikan oleh sumber dan daya nyata yang diserap oleh bagian rangkaian yang lain. Penyelesaian: (a) Sebelum Rb dan penyearah dihubungkan, rangkaian adalah seperti di samping ini.
is vs= 240sinω0t
Arus efektif yang mengalir dari sumber, daya nyata yang diserap Ra dan Rs , serta daya nyata yang diberikan sumber adalah
A Rs=1Ω
Ra = 5Ω B
I Rarms = (240 / 2 ) /(5 + 1) = 28,28 A PRa = 28,28 2 × 5 = 4000 W ; PRs = 28,28 2 × 1 = 800 W Ps = 28,28 × 240 / 2 = 4800 W = PRa + PRs (b) Setelah Rb dan penyearah dihubungkan, rangkaian menjadi
is vs
A Rs
ia Rb
Ra
iRb= iRb1+iRbh
B 21
Untuk menghitung iRb kita buat rangkaian ekivalen Thévenin terlebih dulu di terminal A-B. 1× 5 5 v sTh = × 240 sin ω 0 t = 200 sin ω 0 t V ; R sTh = = 0,833 Ω 1 +5 1+ 5 Setelah Rb dihubungkan pada rangkaian ekivalen Thévenin, rangkaian menjadi isTh A ib=ib1+ibh
0,833Ω 5Ω
vsTh = 200sinω0t
B
Nilai maksimum arus iRb adalah
I Rbm =
200 = 34,29 A 0,833 + 5
Arus yang melalui Rb menjadi
0,318 + 0,5 cos(ω 0 t − 1,57) + 0,212 cos( 2ω 0 t ) i Rb = 34,29 × + 0,042 cos( 4ω 0 t ) + 0,018 cos(6ω 0 t ) = 10,9 + 17,14 cos(ω 0 t − 1,57) + 7,27 cos(2ω 0 t ) + 1,47 cos( 4ω 0 t ) + 0,62 cos(6ω 0 t ) Dari sini kita peroleh
I Rb1rms =
17,14
= 12,12 A
2
I Rbhrms = 10,9 2 + 7,27 2 / 2 + 1,47 2 / 2 + 0,62 2 / 2 = 12.1 A Daya yang diserap Rb adalah PRb = (12,12 2 + 12.12 ) × 5 ≈ 1470 W
(c) Untuk menghitung daya yang diserap Ra setelah Rb dihubungkan, kita kembali pada rangkaian semula. Hukum Arus Kischhoff untuk simpul A memberikan 1 v A − vs v A 1 vs = − i Rb + + i Rb = 0 ⇒ v A + Rs Ra R s Ra R s
vA =
Ra R s Ra vs − (ib1 + ibh ) R s + Ra R s + Ra
5 5 ×1 × 240 sin ω 0 t − × (17,14 sin ω 0 t + ibh ) 6 6 5 = 185,71 sin ω0 t − ibh V = v A1 − v Ah 6 185,71 ⇒ V A1rms = = 131,32 V 2 =
22
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
5 5 10,9 + 7,27 cos(2ω 0 t ) × ibh = × 6 6 + 1,47 cos(4ω 0 t ) + 0,62 cos(6ω 0 t ) = 9,09 + 6,06 cos(2ω 0 t ) + 1,23 cos(4ω 0 t ) + 0,51 cos(6ω 0 t )
v Ah =
6,06 2 1.23 2 0,512 + + = 10,09 V 2 2 2 Daya yang diserap Ra adalah ⇒ V Ahrms = 9,09 2 +
2 2 V V 131,32 2 10,09 2 PRa = A1rms + Ahrms = + = 3469 W Ra Ra 5 5
(d) Tegangan jatuh di saluran adalah
∆v s1 = v s − v A1 = 240 sin ω 0 t − 185,71 sin ω 0 t = 54,29 sin ω 0 t V 54,29 = 38,39 V → ∆V s1rms = 2 → ∆V shrms = V Ahrms = 10,09 V Daya yang diserap saluran adalah
∆V s1rms 2 ∆V shrms 2 38,39 2 10,09 2 + = + = 1575 W Rs Rs 1 1 (e) Tegangan sumber adalah v = 240 sin ω 0 t V Arus fundamental sumber adalah ∆v i s1 = s1 = 54,29 sin ω0 t A Rs Daya nyata yang diberikan sumber 240 54,29 p s1 = V srms I s1rms = × = 6515 W R2 2 (f) Bagian lain rangkaian yang menyerap daya nyata adalah Rs, Ra, dan Rb. Daya nyata yang diserap adalah PRs =
PRtotal = PRs + PRa + PRb = 1575 + 3469 + 1468 = 6512 W Hasil ini menunjukkan bahwa daya nyata yang diberikan sumber sama dengan daya nyata yang diserap oleh bagian lain dari rangkaian (perbedaan angka adalah karena pembulatan-pembulatan).
2.5. Ukuran Distorsi Harmonisa Hadirnya harmonisa dalam sistem, menimbulkan dampak negatif. Oleh karena itu kehadirannya perlu dibatasi. Untuk melakukan pembatasan diperlukan ukuran-ukuran kehadiran armonisa.
2.5.1. Crest Factor Salah satu ukuran adalah crest factor, yang disefinisikan sebagai
crest factor =
nilai puncak nilai efektif 23
2.5.2. Total Harmonic Distortion (THD) Total Harmonic Distortion, disingkat THD, digunakan sebagai ukuran untuk melihat berapa besar pengaruh keseluruhan adanya harmonisa terhadap sinyal sinus. Pengaruh keseluruhan harmonisa diperbandingkan terhadap komponen fundamental, karena komponen fundamental-lah yang memberikan transfer energi nyata. V Untuk tegangan nonsinus, THD didefinisikan sebagai THDV = hrms (2.13) V1rms
I Untuk arus nonsinus, THD didefinisikan sebagai THD I = hrms I1rms
(2.14)
COTOH-2.4: Dari Contoh-2.1, dengan nilai puncak arus 100 A, persamaan arus penyearahan setengah gelombang sampai harmonisa ke-enam adalah
31,8 + 50 cos(ω 0 t − 1,57) + 21,2 cos( 2ω 0 t ) A i (t ) = + 4,2 cos( 4ω 0 t ) + 1,8 cos(6ω 0 t ) Hitunglah crest factor dan THDI.
Penyelesaian: Telah dihitung nilai efektif arus dalam contoh soal tersebut
I b1rms =
50
A;
2
I bhrms = 31,8 2 +
21,2 2 4,2 2 1,8 2 + + = 35,31 A 2 2 2
Nilai efektif arus adalah
I rms = 50 2 / 2 + 35,312 = 49,7 A Crest factor adalah: c. f . =
100 =2; 49,2
I 35,31 ≈ 1 atau 100% THDI adalah: THD I = hrms = I1rms 50 / 2 Crest factor dan THD hanyalah tergantung bentuk dan tidak tergantung dari nilai mutlak arus. Angka yang sama akan kita peroleh jika nilai puncak arus hanya 1 ampere. Hal ini dapat dimengerti karena persamaan arus secara umum adalah nmaks i (t ) = I m A0 + An cos( nω 0 t − ϕ n ) n =1
∑
sehingga dalam perhitungan Irms, I1rms, dan Ihrms faktor Im akan terhilangkan.
24
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
COTOH-2.5: Tentukan crest factor dan THD arus yang mengalir dari sumber tegangan sinusoidal v = 1000 2 sin ω0t yang mencatu arus ke beban resistif 10 Ω melalui saklar sinkron yang menutup setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda. Kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini. 300
vs(t)/5
200
is(t)
[V] [A] 100
[detik]
0 0
0,01
0,02
-100 -200 -300
Penyelesaian: Uraian bentuk gelombang arus seperti pada gambar di atas hanya memiliki harmonisa ganjil. Pendekatan numerik dari bentuk gelombang arus seperti yang digambarkan di atas memberikan spektrum amplitudo sampai harmonisa ke-11 sebagai berikut: A
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
83.79
44.96
14.83 14.83 8.71
8.71
0.00 10
12
33
5 4
75
96
11 7 harmonisa
Arus ini tidak memiliki komponen searah. Nilai efektif arus adalah
I brms = 0 +
83,79 2 44,96 2 14,83 2 14,83 2 8,72 2 8,712 + + + + + = 69,4 A 2 2 2 2 2 2
Nilai puncak arus terjadi pada t = 0,005 detik; Ibm = 141,4 A. Crest factor adalah c. f . =
141,4 Ibm = =2 69,4 I brms
Nilai efektif komponen fundamental dan komponen harmonisa total, berturut-turut adalah 83,80 I1rms = = 58,84 A ; 2
I hrms = 0 +
45,0 2 14,96 2 14,96 2 8,93 2 8,93 2 + + + + = 34,73 A 2 2 2 2 2
Total Harminis Distortion arus adalah THD I =
34,73 = 0,6 atau 60% . 58,84 25
Dalam menentukan THD data yang diperlukan adalah spektrum amplitudo; spektrum sudut fasa tidak diperlukan. Namun untuk keperluan lain spektrum sudut fasa tetap diperlukan.
26
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
BAB 3 Tinjauan di Kawasan Fasor Dalam bab ini kita akan meninjau sinyal nonsinus melalui pengertian fasor. Konsep fasor sendiri telah kita bahas di buku bagian pertama.
3.1. Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Fasor Sebagaimana dijelaskan di Bab-2 sub-bab 2.3.1, suatu sinyal sinus di kawasan waktu dinyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus seperti pada persamaan (2.17.a) v(t ) = V A cos[ω 0 t − φ] dengan VA adalah amplitudo sinyal, ω0 adalah frekuensi sudut, dan φ adalah sudut fasa yang menunjukkan posisi puncak pertama fungsi cosinus. Pernyataan sinyal sinus menggunakan fungsi cosinus diambil sebagai pernyataan standar. Dalam Bab-12 dijelaskan bahwa jika seluruh sistem bekerja pada satu frekuensi tertentu, ω, maka sinyal sinus dapat dinyatakan dalam bentuk fasor dengan mengambil besar dan sudut fasa-nya saja. Untuk suatu sinyal sinus yang di kawasan waktu dinyatakan sebagai v(t ) = A cos(ωt + θ) maka di kawasan fasor ia dituliskan dalam format kompleks sebagai
V = Ae jθ dengan A adalah nilai puncak sinyal.
Karena kita hanya memperhatikan amplitudo dan sudut fasa saja, maka pernyataan sinyal dalam fasor biasa dituliskan seperti pada (12.5) yaitu
V = A∠θ = A cos θ + jA sin θ yang dalam bidang kompleks digambarkan sebagai diagram fasor seperti pada Gb.3.1.a. Apabila sudut fasa θ = 0o maka pernyataan sinyal di kawasan waktu menjadi v(t ) = A cos(ωt ) yang dalam bentuk fasor menjadi V = A∠0 o dengan diagram fasor seperti pada Gb.24.1.b. Suatu sinyal yang di kawasan waktu dinyatakan sebagai v(t ) = A sin(ωt ) = A cos(ωt − π / 2) diagram fasor seperti Gb.3.1.c
di kawasan fasor menjadi
V = A∠ − 90 o
dengan
Im
V = A∠θ
Im
Im
Re a).
Re
V = A∠0o
θ
Re b).
c).
V = A∠ − 90o
Gb.3.1. Diagram fasor fungsi: a) v(t ) = A cos(ωt + θ) ; b) v(t ) = A cos(ωt ) ; c) v(t ) = A sin( ωt ) . Dalam meninjau sinyal nonsinus, kita tidak dapat menyatakan satu sinyal nonsinus dengan menggunakan satu bentuk fasor tertentu karena walaupun sistem yang kita tinjau beroperasi pada satu macam frekuensi (50 Hz misalnya) namun arus dan tegangan yang kita hadapi 27
mengandung banyak frekuensi. Oleh karena itu satu sinyal nonsinus terpaksa kita nyatakan dengan banyak fasor; masing-masing komponen sinyal nonsinus memiliki frekuensi sendiri. Selain dari pada itu, uraian sinyal sinyal nonsinus ke dalam komponen-komponennya dilakukan melalui deret Fourier. Bentuk umum komponen sinus sinyal ini adalah
i n (t ) = a n cos nωt + bn sin nωt yang dapat dituliskan sebagai
i n (t ) = a n2 + bn2 cos( nωt − θ n ) yang dalam bentuk fasor menjadi I n = a n2 + bn2 ∠ − θ n dengan θ = tan −1
bn an
Mengacu pada Gb.3.1, diagram fasor komponen sinyal ini adalah seperti pada Gb.3.2. Im an θ
Re
bn
I n = an2 + bn2 ∠ − θ
Gb.3.2. Fasor komponen arus nonsinus dengan an > 0 dan bn > 0. Fasor In pada Gb.3.2. adalah fasor komponen arus jika an positif dan bn positif. Fasor ini leading terhadap sinyal sinus sebesar (90o − θ). Gb.3.3 berikut ini memperlihatkan kombinasi nilai an dan bn yang lain. Im
Im
Im bn
bn an
an θ
θ
Re
Re
θ an
Re
bn an negatif, bn positif In lagging (900 − θ) terhadap sinyal sinus
an negatif, bn negatif In lagging (900 + θ) terhadap sinyal sinus
an positif, bn negatif In leading (900 + θ) terhadap sinyal sinus
I n = a n2 + bn2 ∠(180o + θ)
I n = an2 + bn2 ∠(180o − θ)
I n = an2 + bn2 ∠θ
Gb.3.3. Fasor komponen arus nonsinus untuk berbagai kombinasi nilai an dan bn. Perlu kita perhatikan bahwa pernyataan fasor dan diagram fasor yang dikemukakan di atas menggunakan nilai puncak sinyal sebagai besar fasor. Dalam analisis daya, diambil nilai efektif sebagai besar fasor. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apakah spektrum amplitudo sinyal nonsinus diberikan dalam nilai efektif atau nilai puncak.
28
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
COTOH-3.1: Dalam Contoh-32.3 di Bab-32 uraian di kawasan waktu arus penyearahan setengah gelombang dengan nilai maksimum Im A adalah
0,318 + 0,5 cos(ω0 t − 1,57) + 0,212 cos(2ω0 t ) + 0,042 cos(4ω0 t ) i (t ) = I m × + 0,018 cos(6ω0 t ) + 0.010 cos(8ω0 t ) + 0.007 cos(10ω0 t ) Nyatakanlah sinyal ini dalam bentuk fasor.
A
Penyelesaian: Formulasi arus i(t) yang diberikan ini diturunkan dari uraian deret Fourier yang komponen fundamentalnya adalah i1 (t ) = 0 + 0,5 sin ω 0 t ; jadi sesungguhnya komponen ini adalah fungsi sinus di kawasan waktu. Jika kita mengambil nilai efektif sebagai besar fasor, maka pernyataan arus dalam bentuk fasor adalah I 0 = 0,318 I m ; I 1 = I6 =
0,018 I m 2
0,5 I m 2
∠0 o ; I 8 =
∠ − 90 o ; I 2 = 0,010 I m 2
0,212 I m
∠0 o ; I 10 =
∠0 o ; I 4 =
2 0,007 I m
0,042 I m
∠0 o ;
2
∠0 o ;
2
Diagram fasor arus-arus pada Contoh-3.1 di atas, dapat kita gambarkan (hanya mengambil tiga komponen) seperti terlihat pada Gb. 3.4.
I4
I2 I1
Gb.3.4. Diagram fasor arus fundamental, harmonisa ke-2, dan harmonisa ke-4 Persamaan arus pada Contoh-3.1 yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dapat pula dinyatakan dalam fungsi sinus menjadi 0,318 + 0,5 sin(ω 0 t ) + 0,212 sin(2ω 0 t + 1,57) + 0,021 sin(4ω 0 t + 1,57) i (t ) = I m + 0,018 sin(6ω 0 t + 1,57) + +0.010 cos(8ω 0 t ) + 0.007 cos(10ω 0 t )
A
Jika komponen sinus fundamental digunakan sebagai referensi dengan pernyataan fasornya I1 = I1rms ∠0 o , maka masing-masing komponen arus ini dapat kita nyatakan dalam fasor sebagai: I 0 = 0,318 I m ; I 1 = I4 =
0,042 I m 2
0,5I m 2
∠0 o ; I 2 =
∠90 o ; I 6 =
0,018 I m
0,212 I m
∠90 o ;
2
∠90 o ;...........
2
Diagram fasor-fasor arus ini dapat kita gambarkan seperti terlihat pada Gb.3.5.
29
I2
I1
I4
Gb.3.5. Diagram fasor arus fundamental, harmonisa ke-2, dan harmonisa ke-4 Diagram fasor arus pada Gb.3.5 tidak lain adalah diagram fasor pada Gb.3.4 yang diputar 90o ke arah positif karena fungsi sinus dijadikan referensi dengan sudut fasa nol. Nilai fasor dan selisih sudut fasa antar fasor tidak berubah. Dengan menggunakan Gb.3.5. ini, kita lihat bahwa komponen harmonisa ke-2 ‘leading’ 90o dari komponen fundamental; demikian juga dengan komponen harmonisa ke-4. Namun fasor harmonisa ke-2 berputar kearah positif dengan frekuensi dua kali lipat dibanding dengan komponen fundamental, dan fasor harmonisa ke-4 berputar kearah positif dengan frekuensi empat kali lipat dibanding komponen fundamental. Oleh karena itulah mereka tidak dapat secara langsung dijumlahkan. Dalam pembahasan selanjutnya kita akan menggunakan cara penggambaran fasor seperti pada Gb.3.4 dimana fasor referensi adalah fasor dari sinyal sinus yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dan memiliki sudut fasa nol. Hal ini perlu ditegaskan karena uraian arus nonsinus ke dalam deret Fourier dinyatakan sebagai fungsi cosinus sedangkan tegangan sumber biasanya dinyatakan sebagai fungsi sinus. Fasor tegangan sumber akan berbentuk
Vs = V srms ∠ − 90 o dan relasi-relasi sudut fasa yang tertulis pada Gb.3.3 akan digunakan. Contoh-3.2: Gambarkan diagram fasor sumber tegangan dan arus-arus berkut ini v s = V srms sin ωt = 100 sin ωt V , I1rms = 30 A 30o lagging dari tegangan sumber dan I 2 rms = 50 A 90o leading dari tegangan sumber. Penyelesaian: Im I2 Re I1
30o
Vs 3.1.2. Impedansi Karena setiap komponen harmonisa memiliki frekuensi berbeda maka pada satu cabang rangkaian yang mengandung elemen dinamis akan terjadi impedansi yang berbeda untuk setiap komponen. Setiap komponen harmonisa dari arus nonsinus yang mengalir pada satu cabang rangkaian dengan elemen dinamis akan mengakibatkan tegangan berbeda. COTOH-3.3: Arus i = 200 sin ω 0 t + 70 sin 3ω 0 t + 30 sin 5ω 0 t A mengalir melalui resistor 5 Ω yang terhubung seri dengan kapasitor 20 µF. Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitung tegangan puncak fundamental dan tegangan puncak setiap komponen harmonisa. (a) Reaktansi dan impedansi untuk frekuensi fundamental adalah
X C1 = 1 /(2π × 50 × 20 × 10 −6 ) = 159,15 → Z1 = 5 2 + 159,15 2 = 159,23 Ω 30
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Tegangan puncak fundamental adalah
V1m = Z1 × I1m = 159,23 × 200 ≈ 31,85 kV (b) Impedansi untuk harmonisa ke-3 adalah
X C 3 = X C1 / 3 = 53,05 → Z 3 = 5 2 + 53,05 2 = 53,29 Ω Tegangan puncak harmonisa ke-3 adalah
V3m = Z 3 × I 3m = 53,29 × 70 = 3,73 kV (c) Impedansi untuk harmonisa ke-5 adalah
X C 5 = X C1 / 5 = 31,83 → Z 3 = 5 2 + 31,83 2 = 32,22 Ω Tegangan puncak harmonisa ke-5 adalah
V5m = Z 5 × I 5m = 32,22 × 30 = 0,97 kV 3.1.3. ilai Efektif Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, sinyal nonsinus dipandang sebagai terdiri dari dua komponen, yaitu komponen fundamental dan komponen harmonisa total. Nilai efektif suatu sinyal periodik nonsinus y, adalah 2 Yrms = Y12rms + Yhrms
(3.1)
dengan Y1rms : nilai efektif komponen fundamental. Yhrms : nilai efektif komponen harmonisa total. Karena komponen ke-dua, yaitu komponen harmonisa total, merupakan gabungan dari seluruh harmonisa yang masih diperhitungkan, maka komponen ini tidak kita gambarkan diagram fasornya; kita hanya menyatakan nilai efektifnya saja walaupun kalau kita gambarkan kurvanya di kawasan waktu bisa terlihat perbedaan fasa yang mungkin terjadi antara tegangan fundamental dan arus harmonisa total. 3.2. Sumber Tegangan Sinusiodal Dengan Beban onlinier Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, pembebanan nonlinier terjadi bila sumber dengan tegangan sinus mencatu beban dengan arus nonsinus. Arus nonsinus mengalir karena terjadi pengubahan arus oleh pengubah arus, seperti misalnya penyearah atau saklar sinkron. Dalam analisis di kawasan fasor pada pembebanan non linier ini kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini. 3.2.1. Daya Kompleks
Sisi Beban. Jika tegangan pada suatu beban memiliki nilai efektif Vbrms V dan arus nonsinus yang mengalir padanya memiliki nilai efektif Ibrms A, maka beban ini menyerap daya kompleks sebesar S b = Vbrms × I brms VA
(3.2) 31
Kita ingat pengertian mengenai daya kompleks yang didefinisikan pada persamaan (14.9) di Bab-14 sebagai S = VI * . Definisi ini adalah untuk sinyal sinus murni. Dalam hal sinyal nonsinus kita tidak menggambarkan fasor arus harmonisa total sehingga mengenai daya kompleks hanya bisa menyatakan besarnya, yaitu persamaan (3.2), tetapi kita tidak menggambarkan segitiga daya. Segitiga daya dapat digambarkan hanya untuk komponen fundamental.
Sisi Sumber. Daya kompleks |Ss| yang diberikan oleh sumber tegangan sinus v s = V sm sin ωt 2 V yang mengeluarkan arus nonsinus bernilai efektif I srms = I s21rms + I shrms A adalah
V S s = Vsrms × I srms = sm × I srms VA 2
(3.3)
3.2.2. Daya yata
Sisi Beban. Jika suatu beban memiliki resistansi Rb, maka beban tersebut menyerap daya nyata sebesar
(
)
2 2 Pb = I brms Rb = I b21rms + I bhrms Rb W
(3.4)
di mana I b1rms adalah arus efektif fundamental dan I bhrms adalah arus efektif harmonisa total.
Sisi Sumber. Dilihat dari sisi sumber, daya nyata dikirimkan melalui komponen fundamental. Komponen arus harmonisa sumber tidak memberikan transfer energi netto.
Ps1 = V srms I1rms cosϕ1 W
(3.5)
ϕ1 adalah beda sudut fasa antara tegangan dan arus fundamental sumber, dan cosϕ1 adalah faktor daya pada komponen fundamental yang disebut displacement power factor. 3.2.3. Faktor Daya
Sisi Beban. Dengan pengertian daya kompleks dan daya nyata seperti diuraikan di atas, maka faktor daya rangkaian beban dapat dihitung sebagai
f.d. beban =
Pb Sb
(3.5)
Sisi Sumber. Faktor daya total, dilihat dari sisi sumber, adalah
f .d. s =
Ps1 Ss
(3.6)
3.2.4. Impedansi Beban
Reaktansi beban tergantung dari frekuensi harmonisa, sehingga masing-masing harmonisa menghadapi nilai impedansi yang berbeda-beda. Namun demikian nilai impedansi beban secara keseluruhan dapat dihitung, sesuai dengan konsep tentang impedansi, sebagai
Zb =
Vbrms Ω I brms
(3.6)
Seperti halnya dengan daya kompleks, impedansi beban hanya dapat kita hitung besarnya dengan relasi (3.6) akan tetapi tidak dinyatakan dalam format kompleks seperti (a + jb). 32 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
3.2.5. Teorema Tellegen
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab-7, teorema ini menyatakan bahwa di setiap rangkaian elektrik harus ada perimbangan yang tepat antara daya yang diserap oleh elemen pasif dengan daya yang diberikan oleh elemen aktif. Hal ini sesuai dengan prinsip konservasi energi. Sebagaimana telah pula disebutkan teorema ini juga memberikan kesimpulan bahwa satu-satunya cara agar energi dapat diserap dari atau disalurkan ke suatu bagian rangkaian adalah melalui tegangan dan arus di terminalnya. Teorema ini berlaku baik untuk rangkaian linier maupun non linier. Teorema ini juga berlaku baik di kawasan waktu maupun kawasan fasor untuk daya kompleks maupun daya nyata. Fasor tidak lain adalah pernyataan sinyal yang biasanya berupakan fungsi waktu, menjadi pernyataan di bidang kompleks. Oleh karena itu perhitungan daya yang dilakukan di kawasan fasor harus menghasilkan angka-angka yang sama dengan perhitungan di kawasan waktu. 3.3. Contoh-Contoh Perhitungan COTOH-3.4: Di terminal suatu beban yang terdiri dari resistor Rb=10 Ω terhubung seri
dengan induktor Lb = 0,05 H terdapat tegangan nonsinus v s = 100 + 200 2 sin ω 0 t V . Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitunglah: (a) daya nyata yang diserap beban; (b) impedansi beban; (c) faktor daya beban; Penyelesaian:
(a) Tegangan pada beban terdiri dari dua komponen yaitu komponen searah dan komponen fundamental:
V0 = 100 V dan
V1 = 200∠ − 90 o
Arus komponen searah yang mengalir di beban adalah
I b 0 = V0 / Rb = 100 / 10 = 10 A Arus efektif komponen fundamental di beban adalah
V 200 I b1rms = 1rms = = 10,74 A Zb 10 2 + (100π × 0,05) 2 Nilai efektif arus rangkaian total adalah
I brms = I b20 + I b21rms = 10 2 + 10,74 2 = 14,68 A Daya nyata yang diserap beban sama dengan daya yang diserap Rb karena hanya Rb yang menyerap daya nyata. 2 PRb = I brms Rb = 14,68 2 × 10 = 2154 W
(b) Impedansi beban adalah rasio antara tegangan efektif dan arus efektif beban.
Vbrms = V02 + V12rms = 1002 + 200 2 = 100 5 V
33
V 100 5 Z beban = brms = = 15,24 Ω I brms 14,68 (c) Faktor daya beban adalah rasio antara daya nyata dan daya kompleks yang diserap beban. Daya kompleks yang diserap beban adalah:
S b = Vbrms × I brms = 100 5 × 14,68 = 3281 VA Sehingga faktor daya beban
f.d.b =
Pb 2154 = = 0,656 Sb 3281
COTOH-3.5: Suatu tegangan nonsinus yang terdeteksi pada terminal beban memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Beban terdiri dari resistor 5 Ω terhubung seri dengan induktor 4 mH. Hitung: (a) tegangan efektif, arus efektif, dan daya dari komponen fundamental; (b) tegangan efektif, arus efektif, dan daya dari setiap komponen harmonisa; (c) tegangan efektif beban, arus efektif beban, dan total daya kompleks yang disalurkan ke beban; (d) Bandingkan hasil perhitungan (a) dan (c). Penyelesaian:
(a) Tegangan efektif komponen fundamental V1rms =
150
= 106 V
2
Reaktansi pada frekuensi fundamental X L1 = 2π × 50 × 4 × 10 −3 = 1,26 Ω Impedansi pada frekuensi fundamental adalah Z1 = 5 2 + 1,26 2 = 5,16 Ω
V 106 Arus efektif fundamental I1rms = 1rms = = 20,57 A Z1 5,16 Daya nyata yang diberikan oleh komponen fundamental
P1 = I12rms R = 20,57 2 × 5 = 2083 W Daya kompleks komponen fundamental S1 = V1rms I1rms = 106 × 20,57 = 2182 VA
P 2083 Faktor daya komponen fundamental f.d.1 = 1 = = 0,97 S1 2182 Daya reaktif komponen fundamental dapat dihitung dengan formulasi segitiga daya karena komponen ini adalah sinus murni.
Q1 = 34
S1
2
− P12 = 2182 2 − 2083 2 = 531,9 VAR
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
(b) Tegangan efektif harmonisa ke-3 dan ke-5
V3rms =
30
= 21,21 V ;
5
V5rms =
2
= 3,54 V
2
Reaktansi pada frekuensi harmonisa ke-3 dan ke-5
X L3 = 3 × X L1 = 3 × 1,26 = 3,77 Ω ;
X L5 = 5 × X L1 = 5 × 1,26 = 6,28 Ω
Impedansi pada komponen harmonisa ke-3 dan ke-5:
Z 3 = 5 2 + 3,77 2 = 6,26 Ω ; Z 5 = 5 2 + 6,28 2 = 8,03 Ω Arus efektif komponen harmonisa ke-3 dan ke-5:
I3rms =
V5 V3rms 21,21 3,54 = = 3,39 A ; I 5rms = rms = = 0,44 A Z3 6,26 8,03 Z5
Daya nyata yang diberikan oleh harmonisa ke-3 dan ke-5
P3 = I 32rms R = 3,39 2 × 5 = 57,4 W ; P5 = I 52rms R = 0,44 2 × 5 = 0,97 W (c) Daya nyata total yang diberikan ke beban adalah jumlah daya nyata dari masingmasing komponen harmonisa (kita ingat komponen-komponen harmonisa secara bersama-sama mewakili satu sumber)
(
)
Pb = P1 + P3 + P5 = I12rms + I 32rms + I 52rms × R = 2174 W
(
)
2 = I12rms R + I 32rms + I 52rms R = I12rms R + I hrms R
Tegangan efektif beban
Vbrms =
150 2 30 2 5 2 + + = 108,22 V 2 2 2
Arus efektif beban
I brms = 20,57 2 + 3,39 2 + 0,44 2 = 20,86 A Daya kompleks beban
S b = Vbrms × I brms = 108,22 × 20,86 = 2257 VA Daya reaktif beban tidak dapat dihitung dengan menggunakan formula segitiga daya karena kita tak dapat menggambarkannya. (d) Perhitungan untuk komponen fundamental yang telah kita lakukan menghasilkan
P1 = 2083 W , S1 = 2182 VA , dan Q1 =
S1
2
− P12 = 531,9 VAR .
Sementara itu perhitungan daya total ke beban menghasilkan
Pb = 2174 W , dan S b = 2257 VA ; Qb = ? Perbedaan antara P1 dan Pb disebabkan oleh adanya harmonisa P3 dan P5 . 35
(
)
2 P1 = I12rms R sedang Pb = P1 + P2 + P3 = I12rms + I 32rms + I 52rms R = I brms R.
Daya reaktif beban Qb tidak bisa kita hitung dengan cara seperti menghitung Q1 karena kita tidak bisa menggambarkan segitiga daya-nya. Oleh karena itu kita akan mencoba memperlakukan komponen harmonisa sama seperti kita memperlakukan 2 komponen fundamental dengan menghitung daya reaktif sebagai Qn = I nrms Xn dan kemudian menjumlahkan daya reaktif Qn untuk memperoleh daya reaktif ke beban Qb.
Dengan cara ini maka untuk beban akan berlaku:
(
Qb = Q1 + Q3 + Q5 = I12rms X L1 + I 32rms X L3 + I 52rms X L5
)
Hasil perhitungan memberikan
Qb = Q1 + Q2 + Q3 = I12rms X L1 + I 32rms X L3 + I 52rms X L5 = 531,9 + 43,3 + 1,2 = 576,4 VAR Perhatikan bahwa hasil perhitungan
Q1 = I12rms X L1 = 531,9 VAR sama dengan Q1 =
S1
2
− P12 = 531,9 VAR .
Jika untuk menghitung Qb kita paksakan menggunakan formulasi segitiga daya, walaupun sesungguhnya kita tidak bisa menggambarkan segitiga daya dan daya reaktif total komponen hamonisa juga tidak didefinisikan, kita akan memperoleh
Qb =
Sb
2
− Pb2 = 2257 2 − 2174 2 = 604 VAR
lebih besar dari hasil yang diperoleh jika daya reaktif masing-masing komponen 2 Xn . harmonisa dihitung dengan formula Qn = I nrms
COTOH-3.6: Sumber tegangan sinusoidal v s = 1000 2sinωt V mencatu beban resistif
Rb = 10 Ω melalui dioda mewakili penyearah setengah gelombang. Carilah: (a) spektrum amplitudo arus; (b) nilai efektif setiap komponen arus; (c) daya kompleks sumber; (d) daya nyata yang diserap beban; (e) daya nyata yang berikan oleh sumber; (f) faktor daya yang dilihat sumber; (g) faktor daya komponen fundamental. Penyelesaian: a). Spektrum amplitudo arus penyearahan setengah gelombang ini adalah 80
A
70.71
70 60 50
45.00
40
30.04
30 20
6.03
10
2.60
1.46
0.94
65
68
7 10
0
01
36
12
23
44
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
harmonisa
Spektrum yang amplitudo ini dihitung sampai harmonisa ke-10, yang nilainya sudah mendekati 1% dari amplitudo arus fundamental. Diharapkan error yang terjadi dalam perhitungan tidak akan terlalu besar. b). Nilai efektif komponen arus dalam [A] adalah
I 0 = 45; I 1rms = 50; I 2 rms = 21,2; I 4rms = 4,3; I 6rms = 1,8; I 8rms = 1; I10rms = 0.7 Nilai efektif arus fundamental I1rms = 50 A Nilai efektif komponen harmonisa total adalah:
I hrms = 2 × 31,8 2 + 21,2 2 + 4,3 2 + 1,8 2 + 12 + 0,7 2 = 50 A Nilai efektif arus total adalah 2 I rms = I12rms + I shrms = 50 2 + 50 2 = 70,7 A
c). Daya kompleks yang diberikan sumber adalah
S s = V srms × I rms = 1000 × 70,7 = 70,7 kVA d). Daya nyata yang diserap beban adalah 2 Pb = I rms Rb = 70,67 2 × 10 = 50 kW
e). Sumber memberikan daya nyata melalui arus fundamental. Daya nyata yang diberikan oleh sumber adalah
Ps = V srms I 1rms cos ϕ1 Kita anggap bahwa spektrum sudut fasa tidak tersedia, sehingga perbedaan sudut fasa antara tegangan sumber dan arus fundamental tidak diketahui dan cosϕ1 tidak diketahui. Oleh karena itu kita coba memanfaatkan teorema Tellegen yang menyatakan bahwa daya yang diberikan sumber harus tepat sama dengan daya yang diterima beban, termasuk daya nyata. Jadi daya nyata yang diberikan sumber adalah
Ps = Pb = 50 kW f). Faktor daya yang dilihat oleh sumber adalah
f.d.s = Ps / S s = Pb / S s = 50 / 70,7 = 0,7 g). Faktor daya komponen fundamental adalah Ps 50000 cos ϕ1 = = =1 V srms I1rms 1000 × 50 Nilai faktor daya ini menunjukkan bahwa arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber.
I 50 h). THD I = hrms = = 1 atau 100% I1rms 50 37
Contoh-3.6 ini menunjukkan bahwa faktor daya yang dilihat sumber lebih kecil dari faktor daya fundamental. Faktor daya fundamental menentukan besar daya aktif yang dikirim oleh sumber ke beban, sementara faktor daya yang dilihat oleh sumber merupakan rasio daya nyata terhadap daya kompleks yang dikirim oleh sumber. Sekali lagi kita tekankan bahwa kita tidak dapat menggambarkan segitiga daya pada sinyal nonsinus. Sumber mengirimkan daya nyata ke beban melalui arus fundamental. Jika kita hitung daya nyata yang diserap resistor melalui arus fundamental saja, akan kita peroleh
PRb1 = I12rms Rb = 50 2 × 10 = 25 kW Jadi daya nyata yang diserap Rb melalui arus fundamental hanya setengah dari daya nyata yang dikirim sumber (dalam kasus penyearah setengah gelombang ini). Hal ini terjadi karena daya nyata total yang diserap Rb tidak hanya melalui arus fundamental saja tetapi juga arus harmonisa, sesuai dengan relasi
(
)
2 2 PRb = I brms Rb = I12rms + I brms × Rb
Kita akan mencoba menganalisis masalah ini lebih jauh setelah melihat lagi contoh yang lain. Berikut ini kita akan melihat contoh yang berbeda namun pada persoalan yang sama, yaitu sebuah sumber tegangan sinusoidal mengalami pembebanan nonlinier. COTOH-3.7: Seperti Contoh-3.6, sumber sinusoidal dengan nilai efektif 1000 V mencatu arus ke beban resistif Rb=10 Ω, namun kali ini melalui saklar sinkron yang menutup setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda. Tentukan : (a) spektrum amplitudo arus; (b) nilai efektif arus fundamental, arus harmonisa total, dan arus total yang mengalir ke beban; (c) daya kompleks yang diberikan sumber; (d) daya nyata yang diberikan sumber; (e) faktor daya yang dilihat sumber; (f) faktor daya komponen fundamental. Penyelesaian: (a) Diagram rangkaian adalah sebagai berikut: is
∼ V =1000 V srms
vs
saklar sinkron iRb Rb
10 Ω
Bentuk gelombang tegangan sumber dan arus beban adalah 300
vs(t)/5
200
iRb(t)
[V] [A] 100 0 -100
[detik] 0
0,01
0,02
-200 -300
Spektrum amplitudo arus, yang dibuat hanya sampai harmonisa ke-11 adalah seperti di bawah ini.
38
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
A
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
83.79
44.96
14.83 14.83 8.71
8.71
0.00 10
12
33
5 4
75
96
11 7 harmonisa
Amplitudo arus harmonisa ke-11 masih cukup besar; masih di atas 10% dari amplitudo arus fundamental. Perhitungan-perhitungan yang hanya didasarkan pada spektrum amplitudo ini tentu akan mengandung error yang cukup besar. Namun hal ini kita biarkan untuk contoh perhitungan manual ini mengingat amplitudo mencapai sekitar 1% dari amplitudo arus fundamental baru pada harmonisa ke-55. (b) Arus fundamental yang mengalir ke Rb
I1rms =
83,79
= 59,25 A
2
Arus harmonisa total
I hrms = 0 +
44,96 2 14,83 2 14,83 2 8,712 8,712 + + + + = 36,14 A 2 2 2 2 2
Arus total : I rms = 59,25 2 + 36,14 2 = 69,4 A (c) Daya kompleks yang diberikan sumber adalah
S s = V srms I rms = 1000 × 69,4 = 69,4 kVA (d) Daya nyata yang diberikan sumber harus sama dengan daya nyata yang diterima beban yaitu daya nyata yang diserap Rb karena hanya Rb yang menyerap daya nyata 2 Ps = Pb = I rms Rb = 69,4 2 × 10 = 48,17 kW
(e) Faktor daya yang dilihat sumber adalah
f.d.s = Ps / S s = 48,17 / 69,4 = 0,69 (f) Daya nyata dikirim oleh sumber melalui arus komponen fundamental.
Ps = V srms I 1rms cos ϕ1 f .d .1 = cos ϕ1 =
Ps 48170 = = 0,813 V srms I1rms 1000 × 59,25
I 36,14 (g) THD I = hrms = = 0,61 atau 61% I1rms 59,25 39
Perhitungan pada Contoh-3.7 ini dilakukan dengan hanya mengandalkan spektrum amplitudo yang hanya sampai harmonisa ke-11. Apabila tersedia spektrum sudut fasa, koreksi perhitungan dapat dilakukan. Contoh-3.8: Jika pada Contoh-3.7 selain spektrum amplitudo diketahui pula bahwa persamaan arus fundamental dalam uraian deret Fourier adalah
i1 (t ) = I m (− 0.5 cos(ω 0 t ) + 0,7 sin(ω 0 t ) ) Lakukan koreksi terhadap perhitungan yang telah dilakukan pada Contoh-3.7. Penyelesaian:
Persamaan arus fundamental sebagai suku deret Fourier diketahui:
i1 (t ) = I m (− 0.5 cos(ω 0 t ) + 0,7 sin(ω 0 t ) ) Sudut θ = tan −1 (0.7 / 0.5) = 57,6 o . Mengacu ke Gb.3.3, komponen fundamental ini lagging sebesar (90o−57,6o) = 32,4o dari tegangan sumber yang dinyatakan sebagai fungsi sinus. Dengan demikian maka faktor daya komponen fundamental adalah
f .d .1 = cos ϕ1 = cos(32,4 o ) = 0,844 Dengan diketahuinya faktor daya fundamental, maka kita dapat menghitung ulang daya nyata yang diberikan oleh sumber dengan menggunakan nilai faktor daya ini, yaitu
Ps = V srms I1rms cos ϕ1 = 1000 × 59,4 × 0.844 = 50 kW Daya nyata yang dikirim sumber ini harus sama dengan yang diterima resistor di 2 Rb = Ps . Dengan demikian arus total adalah rangkaian beban Pb = I rms
I rms = Ps / Rb = 50000 / 10 = 70,7 A Koreksi daya nyata tidak mengubah arus fundamental; yang berubah adalah faktor dayanya. Oleh karena itu terdapat koreksi arus harmonisa yaitu 2 I hrms = I rms − I12rms = 70,7 2 − 59,25 2 = 38,63 A
Daya kompleks yang diberikan sumber menjadi
S s = V srms I rms = 1000 × 70,7 = 70,7 kVA Faktor daya total yang dilihat sumber menjadi
f .d . s = Ps / S s = 50 / 70,7 = 0,7 THD I =
38,63 = 0,65 atau 65% 59,25
Perbedaan-perbedaan hasil perhitungan antara Contoh-3.8 (hasil koreksi) dan Contoh-3.7 telah kita duga sebelumnya sewaktu kita menampilkan spektrum amplitudo yang hanya sampai pada harmonisa ke-11. Tampilan spektrum ini berbeda dengan tampilan spektrum dalam kasus penyearah setengah gelombang pada Contoh-3.6, yang juga hanya sampai hrmonisa ke-10. Perbedaan antara keduanya terletak pada amplitudo harmonisa terakhir; pada kasus saklar sinkron amplitudo harmonisa ke-11 masih sekitar 10% dari amplitudo 40
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
fundamentalnya, sedangkan pada kasus penyearah setengah gelombang amplitudo ke-10 sudah sekitar 1% dari ampltudo fundamentalnya. Pada Contoh-3.8, jika kita menghitung daya nyata yang diterima resistor hanya melalui komponen fundamental saja akan kita peroleh
PRb1 = I12rms Rb = 59,25 2 × 10 = 35,1 kW Perbedaan antara daya nyata yang dikirim oleh sumber melalui arus fundamental dengan daya nyata yang diterima resistor melalui arus fundamental disebabkan oleh adanya komponen harmonisa. Hal yang sama telah kita amati pada kasus penyearah setengah gelombang pada Contoh-3.6. 3.4. Transfer Daya
Dalam pembebanan nonlinier seperti Contoh-3.6 dan Contoh-3.7, daya nyata yang diserap beban melalui komponen fundamental selalu lebih kecil dari daya nyata yang dikirim oleh sumber yang juga melalui arus fundamental. Jadi terdapat kekurangan sebesar ∆PRb; kekurangan ini diatasi oleh komponen arus harmonisa karena daya nyata diterima oleh Rb tidak hanya melalui arus fundamental tetapi juga melalui arus harmonisa, sesuai formula 2 PRb = ( I b21rms + I bhrms ) Rb
Padahal dilihat dari sisi sumber, komponen harmonisa tidak memberi transfer energi netto. Penafsiran yang dapat dibuat adalah bahwa sebagian daya nyata diterima secara langsung dari sumber oleh Rb , dan sebagian diterima secara tidak langsung. Piranti yang ada di sisi beban selain resistor adalah saklar sinkron ataupun penyearah yang merupakan piranti-piranti pengubah arus; piranti pengubah arus ini tidak mungkin menyerap daya nyata sebab jika demikian halnya maka piranti ini akan menjadi sangat panas. Jadi piranti pengubah arus menyerap daya nyata yang diberikan sumber melalui arus fundamental dan segera meneruskannya ke resistor sehingga resistor menerima daya nyata total sebesar yang dikirimkan oleh sumber. Dalam meneruskan daya nyata tersebut, terjadi konversi arus dari frekuensi fundamental yang diberikan oleh sumber menjadi frekuensi harmonisa menuju ke beban. Hal ini dapat dilihat dari besar daya nyata yang diterima oleh Rb melalui arus harmonisa sebesar 2 2 PRbh = I bhrms R = ( I12rms + I bhrms ) × Rb .
Faktor daya komponen fundamental lebih kecil dari satu, f.d.1 < 1, menunjukkan bahwa ada daya reaktif yang diberikan melalui arus fundamental. Resistor tidak menyerap daya reaktif. Piranti selain resistor hanyalah pengubah arus; oleh karena itu piranti yang harus menyerap daya reaktif adalah pengubah arus. Dengan demikian, pengubah arus menyerap daya reaktif dan daya nyata. Daya nyata diteruskan ke resistor dengan mengubahnya menjadi komponen harmonisa, daya reaktif ditransfer ulang-alik ke rangkaian sumber. 3.5. Kompensasi Daya Reaktif
Sekali lagi kita memperhatikan Contoh-3.6 dan Contoh-3.7 yang telah dikoreksi dalam Contoh 3.8. Telah diulas bahwa faktor daya komponen fundamental pada penyearah setengah gelombang f.d.1 = 1 yang berarti arus fundamental sefasa dengan tegangan; sedangkan faktor daya komponen fundamental pada saklar sinkron f.d.1 = 0,844. Nilai faktor daya komponen fundamental ini tergantung dari saat membuka dan menutup saklar yang dalam kasus penyearah setengah gelombang “saklar” menutup setiap tengah perioda pertama. 41
Selain faktor daya komponen fundamental, kita melihat juga faktor daya total yang dilihat sumber. Dalam kasus penyearah setengah gelombang, meskipun f.d.1 = 1, faktor daya total f.d.s = 0,7. Dalam kasus saklar sinkron f.d.1 = 0.844 sedangkan faktor daya totalnya f.d.s = 0,7. Sebuah pertanyaan timbul: dapatkah upaya perbaikan faktor daya yang biasa dilakukan pada pembebanan linier, diterapkan juga pada pembebanan nonlinier? Pada dasarnya perbaikan faktor daya adalah melakukan kompensasi daya reaktif dengan cara menambahkan beban pada rangkaian sedemikian rupa sehingga faktor daya, baik lagging maupun leading, mendekat ke nilai satu. Dalam kasus penyearah setengah gelombang f.d.1 = 1, sudah mencapai nilai tertingginya; masih tersisa f.d.s yang hanya 0,7. Dalam kasus saklar sinkron f.d.1 = 0,844 dan f.d.s = 0,7. Kita coba melihat kasus saklar sinkron ini terlebih dulu. COTOH-3.9: Operasi saklar sinkron pada Contoh-3.7 membuat arus fundamental lagging 32,4o dari tegangan sumber yang sinusoidal. Arus lagging ini menandakan adanya daya rekatif yang dikirim oleh sumber ke beban melalui arus fundamental. (a) Upayakan pemasangan kapasitor paralel dengan beban untuk memberikan kompensasi daya reaktif ini. (b) Gambarkan gelombang arus yang keluar dari sumber. Penyelesaian: a). Upaya kompensasi dilakukan dengan memasangkan kapasitor paralel dengan beban untuk memberi tambahan is saklar sinkron pembebanan berupa arus leading untuk iRb iC mengompensasi arus fundamental yang C vs Rb lagging 32,4o. Rangkaian menjadi sebagai berikut:
∼
Sebelum pemasangan kapasitor:
I1rms = 59,25 A ; I hrms = 38,63 A ; f .d . s = 0,7 S1 = V srms I1rms = 1000 × 59,25 = 59,25 kVA ; f.d.1 = 0,844;
P1 = 59,25 × 0,844 = 50 kW Qs1 =
S
2
− P12 = 31,75 kVAR
Kita coba memasang kapasitor untuk memberi kompensasi daya reaktif komponen fundamental sebesar 31 kVAR 2 2 Q s1 = V srms × Z C = V srms / ωC
→C =
Q s1 V srms ω
=
31000 1000 2 × 100π
= 99 µF ; kita tetapkan 100 µF
Dengan C = 100 µF, daya reaktif yang bisa diberikan adalah
QC = 1000 2 × 100π × 100 × 10 −6 = 31,4 kVAR
42
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Arus kapasitor adalah
I Crms =
V srms 1000 = = 31,4 A . 1 /(100π)C ZC
Arus ini leading 90o dari tegangan sumber dan hampir sama dengan nilai
Im I1sin32,4o
Re
I1rms sin(32,4 o ) = 31,75 A Diagram fasor tegangan dan arus adalah seperti di samping ini.
IC
32,4o
I1
I1cos32,4o Vs
Dari diagram fasor ini kita lihat bahwa arus
I C dan I1 sin 32,4 o tidak saling meniadakan sehingga beban akan menerima arus
I1rms cos(32,4 o ) , akan tetapi beban tetap menerima arus seperti semula. Beban tidak merasakan adanya perubahan oleh hadirnya C karena ia tetap terhubung langsung ke sumber. Sementara itu sumber sangat merasakan adanya beban tambahan berupa arus kapasitif yang melalui C. Sumber yang semula mengeluarkan arus fundamental dan arus harmonisa total ke beban, setelah pemasangan kapasitor memberikan arus fundamental dan arus harmonisa ke beban ditambah arus kapasitif di kapasitor. Dengan demikian arus fundamental yang diberikan oleh sumber menjadi I1rmsC ≈ I1rms cos(32,4 o ) = 50 A turun sekitar 10% dari arus fundamental semula yang 59,25 A. Arus efektif total yang diberikan sumber menjadi 2 I srmsC = I12rmsC + I hrms = 50 2 + 38,63 2 = 63,2 A
Daya kompleks yang diberikan sumber menjadi
S sC = 1000 × 63,2 = 63,2 kVA Faktor daya yang dilihat sumber menjadi
f .d . sC = 50 / 63,2 = 0,8 sedikit lebih baik dari sebelum pemasangan kapasitor f .d . s = 0,7 b). Arus sumber, is, adalah jumlah dari arus yang melalui resistor seri dengan saklar sinkron dan arus arus kapasitor. - bentuk gelombang arus yang melalui resistor iRb adalah seperti yang diberikan pada gambar Contoh-3.7; - gelombang arus kapasitor, iC, 90o mendahului tegangan sumber.
43
Bentuk gelonbang arus is terlihat pada gambar berikut: 300
[V] [A]
vs/5
200
iRb
100
is 0 0
0.005
-100
0.015 [detik] 0.02
0.01
iC
-200 -300
Contoh-3.9 ini menunjukkan bahwa kompensasi daya reaktif komponen fundamental dapat meningkatkan faktor daya total yang dilihat oleh sumber. Berikut ini kita akan melihat kasus penyearah setengah gelombang. Di Bab-3, sub-bab 3.6, kita membahas filter kapasitor pada penyearah yang dihubungkan paralel dengan beban R dengan tujuan untuk memperoleh tegangan yang walaupun masih berfluktuasi namun fluktuasi tersebut ditekan sehingga mendekati tegangan searah. Kita akan mencoba menghubungkan kapasitor seperti pada Gb.3.3 dengan harapan akan memperbaiki faktor daya.
is iC vs
C
iR R
Gb.3.3. Kapasitor paralel dengan beban. COTOH-3.10: Sumber tegangan sinusoidal v s = 1000 2sinωt V mencatu beban resistif
Rb = 10 Ω melalui penyearah setengah gelombang. Lakukan pemasangan kapasitor untuk “memperbaiki” faktor daya. Frekuensi kerja 50 Hz. Penyelesaian:
Keadaan sebelum pemasangan kapasitor dari Contoh-3.5: tegangan sumber V srms = 1000 V ; arus fundamental I1rms = 50 A ; arus harmonisa total I hrms = 50 A arus efektif total I rms = 70,7 A ; daya kompleks sumber S s = 70,7 kVA ; daya nyata Ps = P1 = 50 kW ; faktor daya sumber f .d . s = Ps / S s = 50 / 70,7 = 0,7 ; faktor daya komponen fundamental f .d .1 = 1 . Spektrum amplitudo arus maksimum adalah
44
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
80
A
70.71
70 60
45.00
50 40
30.04
30 20
6.03
10
2.60
1.46
0.94
65
68
7 10
0
01
12
23
44
harmonisa
Gambar perkiraan dibawah ini memperlihatkan kurva tegangan sumber vs/5 (skala 20%), arus penyearahan setengah gelombang iR, dan arus kapasitor iC seandainya dipasang kapasitor (besar kapasitor belum dihitung). 400
[V] [A]
vs/5 200
iR
0 0
0.01
iC
0.02
0.03
t [s]
-200
-400
Dengan pemasangan kapasitor maka arus sumber akan merupakan jumlah iR + iC yang akan merupakan arus nonsinus dengan bentuk lebih mendekati gelombang sinusoidal dibandingkan dengan bentuk gelombang arus penyearahan setengah gelombang iR. Bentuk gelombang arus menjadi seperti di bawah ini. 400
[V] [A]
vs/5
iR+iC
200
iR iR
0 0
iC
0.01
0.02
0.03
t [s]
-200
-400
Kita akan mencoba menelaah dari beberapa sisi pandang. a). Pemasangan kapasitor seperti pada Gb.3.3 menyebabkan sumber mendapat tambahan beban arus kapasitif. Bentuk gelombang arus sumber menjadi lebih mendekati bentuk sinus. Tidak seperti dalam kasus saklar sinkron yang komponen fundamentalnya memiliki faktor daya kurang dari satu sehingga kita punya titik-tolak untuk menghitung daya reaktif yang perlu kompensasi, dalam kasus penyerah setengah gelombang ini f.d.1 = 1; arus fundamental sefasa dengan tegangan sumber. 45
Sebagai perkiraan, daya reaktif akan dihitung dengan menggunakan formula segitiga daya pada daya kompleks total.
Qs =
2
Ss
− Ps2 = 70.7 2 − 50 2 = 50 kVAR
Jika diinginkan faktor daya 0,9 maka daya reaktif seharusnya sekitar
Q s = S s sin(cos -1 0,9) ≈ 30 kVAR Akan tetapi formula segitiga tidaklah akurat karena kita tidak dapat menggambarkan segitiga daya untuk arus harmonisa. Oleh karena itu kita perkirakan kapasitor yang akan dipasang mampu memberikan kompensasi daya reaktif QC sekitar 25 kVAR. Dari sini kita menghitung kapasitansi C.
QC = Pada frekuensi 50 Hz C =
Vs
2
=
ZC
1000 2 = 10 6 ωC = 25 kVAR (1/ωC )
25000 10 6 × 100π
= 79,6 µF . Kita tetapkan 80 µF
Arus kapasitor adalah
IC =
Vs
Z
=
1000 1 /(100π × 80 × 10 −6 )
= 25,13 A
yang leading 90o dari tegangan sumber atau I C = 25,13∠90 o Arus fundamental sumber adalah jumlah arus kapasitor dan arus fundamental semula, yaitu I s1C = I s1semula + I C = 50∠0 o + 25,13∠90 o = 55,96∠21o A
Nilai efektif arus dengan frekuensi fundamental yang keluar dari sumber adalah 2 I sCrms = I s21Crms + I hrms = 55,96 2 + 50 2 = 75 A
Jadi setelah pemasangan kapasitor, nilai-nilai efektif arus adalah:
I s1Crms = 55,96 A ; ini adalah arus pada frekuensi fundamental yang keluar dari sumber sementara arus ke beban tidak berubah
I hrms = 50 A ; tak berubah karena arus beban tidak berubah. I sCrms = 75 A ; ini adalah arus yang keluar dari sumber yang semula I rms = 70,7 A . Daya kompleks sumber menjadi S sC = V srms I sCrms = 1000 × 75 = 75 kVA Faktor daya yang dilihat sumber menjadi f.d.sC = Ps / S sC = 50 / 75 = 0,67
46
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Berikut ini adalah gambar bentuk gelombang tegangan dan arus serta spektrum amplitudo arus sumber. 300
V A
200
vs/5 100
iRb
isC
0 0
0.005
iC
0.01
0.015
0.02
-100 -200 -300
90
79.14
80
A
70 60
45.00
50 40
30.04
30 20 10
6.03
2.60
1.46
44
65
68
0.94
0
01
12
32
7 10
harmonisa
Pemasangan kapasitor tidak memperbaiki faktor daya total bahkan arus efektif pembebanan pada sumber semakin tinggi. Apabila kita mencoba melakukan kompensasi bukan dengan arus kapasitif akan tetapi dengan arus induktif, bentuk gelombang arus dan spektrum amplitudo yang akan kita peroleh adalah seperti di bawah ini. 300
V A
vs/5 200
isC
100
iRb
0 0
iC
0.005
0.01
0.015
0.02
-100 -200 -300
47
90
79.14
80
A
70 60 50
45.00
40
30.04
30 20 10
6.03
2.60
1.46
44
65
86
0.94
0
01
12
23
7 10 harmonisa
Dengan membandingkan Contoh-3.9 dan Contoh-3.10 terlihat bahwa perbaikan faktor daya dengan cara kompensasi daya reaktif dapat dilakukan pada pembebanan dengan faktor daya komponen fundamental yang lebih kecil dari satu. Pada pembebanan di mana arus fundamental sudah sefasa dengan tegangan sumber, perbaikan faktor daya tidak terjadi dengan cara kompensasi daya reaktif; padahal faktor daya total masih lebih kecil dari satu. Daya reaktif yang masih ada merupakan akibat dari arus harmonisa. Oleh karena itu upaya yang harus dilakukan adalah menekan arus harmonisa melalui penapisan. Persoalan penapisan tidak dicakup dalam Analisis Rangkaian Elektrik di buku ini melainkan dalam Elektronika Daya.
48
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
BAB 4 Dampak Harmonisa Pada Piranti Dalam analisis rangkaian linier, elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, merupakan idealisasi piranti-piranti nyata yang nonlinier. Dalam bab ini kita akan mempelajari pengaruh adanya komponen harmonisa, baik arus maupun tegangan, terhadap piranti-piranti sebagai benda nyata. Pengaruh ini dapat kita klasifikasi dalam dua kategori yaitu: a). Dampak langsung yang merupakan peningkatan susut energi yaitu energi “hilang” yang tak dapat dimanfaatkan, yang secara alamiah berubah menjadi panas. [5,6]. b). Dampak taklangsung yang merupakan akibat lanjutan dari terjadinya dampak langsung. Peningkatan temperatur pada konduktor kabel misalnya, menuntut penurunan pengaliran arus melalui kabel agar temperatur kerja tak terlampaui. Demikian pula peningkatan temperatur pada kapasitor, induktor, dan transformator, akan berakibat pada derating dari alat-alat ini dan justru derating ini membawa kerugian (finansial) yang lebih besar dibandingkan dengan dampak langsung yang berupa susut energi. Dampak taklangsung bukan hanya derating piranti tetapi juga umur ekonomis piranti. Pembebanan nonlinier tidaklah selalu kontinyu, melainkan fluktuatif. Oleh karena itu pada selang waktu tertentu piranti terpaksa bekerja pada batas tertinggi temperatur kerjanya bahkan mungkin terlampaui pada saat-saat tertentu. Kenaikan tegangan akibat adanya harmonisa dapat menimbulkan micro-discharges bahkan partialdischarges dalam piranti yang memperpendek umur, bahkan mal-function bisa terjadi pada piranti. 4.1. Konduktor
Pada konduktor, komponen arus harmonisa menyebabkan peningkatan daya nyata yang diserap oleh konduktor dan berakibat pada peningkatan temperatur konduktor. Daya nyata yang terserap di konduktor ini kita sebut rugi daya atau susut daya. Karena susut daya ini berbanding lurus dengan kuadrat arus, maka peningkatannya akan sebanding dengan kuadrat THD arus; demikian pula dengan peningkatan temperatur. Misalkan arus efektif nonsinus
I rms mengalir melalui konduktor yang memiliki resistansi Rs, maka susut daya di konduktor ini adalah
(
)
(
2 2 Ps = I rms R s = I 12rms + I hrms R s = I 12rms R s 1 + THD I2
(
)
(4.1)
)
Jika arus efektif fundamental tidak berubah, faktor 1 + THD I2 pada (4.1) menunjukkan seberapa besar peningkatan susut daya di konduktor. Misalkan peningkatan ini diinginkan tidak lebih dari 10%, maka THDI tidak boleh lebih dari 0,32 atau 32%. Dalam contoh-contoh persoalan yang diberikan di Bab-4, THDI besar terjadi misalnya pada arus penyearahan setengah gelombang yang mencapai 100%, dan arus melalui saklar sinkron yang mengalir setiap paruh ke-dua dari tiap setengah perioda yang mencapai 61%. COTOH-4.1: Konduktor kabel yang memiliki resistansi total 80 mΩ, menyalurkan arus efektif 100 A, pada frekuensi 50 Hz. Kabel ini beroperasi normal pada temperatur 70o C
49
sedangkan temperatur sekitarnya adalah 25o C. Perubahan pembebanan di ujung kabel menyebabkan munculnya harmonisa pada frekuensi 350 Hz dengan nilai efektif 40 A. Hitung (a) perubahan susut daya dan (b) perubahan temperatur kerja pada konduktor. (a) Susut daya semula pada konduktor adalah
P1 = 100 2 × 0,08 = 800 W Susut daya tambahan karena arus harmonisa adalah
P7 = 40 2 × 0,08 = 128 W Susut daya berubah menjadi
Pkabel = 800 + 128 = 928 W Dibandingkan dengan susut daya semula, terjadi kenaikan susut daya sebesar 16%. (b) Kenaikan temperatur kerja di atas temperatur sekitar semula adalah (70o − 25o) = 45o C. Perubahan kenaikan temperatur adalah
∆T = 0,16 × 45 o = 7,2 o C Kenaikan temperatur akibat adanya hormonisa adalah
T = 45 o C + 7,2 o C ≈ 52 o C dan temperatur kerja akibat adanya harmonisa adalah
T ′ = 25 o + 52 o = 77 o C 10% di atas temperatur kerja semula. COTOH-4.2: Suatu kabel yang memiliki resistansi total 0,2 Ω digunakan untuk mencatu beban resistif Rb yang tersambung di ujung kabel dengan arus sinusoidal bernilai efektif 20 A. Tanpa pengubah resistansi beban, ditambahkan penyearah setengah gelombang (ideal) di depan Rb. (a) Hitunglah perubahan susut daya pada kabel jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tak berubah. (b) Hitunglah daya yang disalurkan ke beban dengan mempertahankan arus total pada 20 A; (c) berikan ulasan. Penyelesaian:
(a) Sebelum pemasangan penyearah, susut daya di kabel adalah
Pk = 20 2 × 0,2 = 80 W Dengan mempertahankan besar daya tersalur ke beban tidak berubah, berarti nilai efektif arus fundamental dipertahankan 20 A. THDI pada penyearah setengah gelombang adalah 100%. Susut daya pada kabel menjadi
(
)
Pk* = 20 2 × 0,2 1 + 12 = 160 W Susut daya menjadi dua kali lipat. (b) Jika arus efektif total dipertahankan 20 A, maka susut daya di kabel sama seperti sebelum pemasangan penyearah yaitu 50
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Pk = 20 2 × 0,2 = 80 W Dalam situasi ini terjadi penurunan arus efektif fundamental yang dapat dihitung melalui relasi kuadrat arus efektif total, yaitu 2 2 I rms = I12ms + I hms = I12ms (1 + THD 2 ) = 20 2
2 2 Dengan THD 100%, maka I1rms = 20 /2
jadi I1rms = 20/ 2 = 14,14 A Jadi jika arus efektif total dipertahankan 20 A, arus fundamental turun menjadi 70% dari semula. Susut daya di kabel tidak berubah, tetapi daya yang disalurkan ke beban menjadi 0,7 2 ≈ 0,5 dari daya semula atau turun menjadi 50%-nya. (c) Jika penyaluran daya ke beban dipertahankan tetap, susut pada saluran menjadi dua kali lipat, yang berarti kenaikan temperatur dua kali lipat. Jika temperatur kerja semula 65oC pada temperatur sekitar 25o, maka temperatur kerja yang baru bisa mencapai lebih dari 100oC. Jika susut daya pada saluran tidak diperkenankan meningkat maka penyaluran daya ke beban harus diturunkan sampai menjadi 50% dari daya yang semula disalurkan; gejala ini dapat diartikan sebagai derating kabel. 4.2. Kapasitor 4.2.1. Ulas Ulang Tentang Kapasitor
Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif εr disisipkan antara dua pelat kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d, maka kapasitansi yang semula (tanpa bahan dielektrik) A C0 = ε 0 d berubah menjadi
C = C0ε r Jadi kapasitansi meningkat sebesar εr kali.
im
Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor diperlihatkan pada Gb.4.1. Arus kapasitor terdiri dari dua komponen yaitu arus kapasitif IC ideal yang 90o mendahului tegangan kapasitor VC , dan arus ekivalen losses pada dielektrik Irp yang sefasa dengan tegangan.
Itot
IC δ
IRp
VC
re
Gb.4.1. Diagram fasor arus dan tegangan kapasitor. Daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik adalah
P = VC I Rp = VC I C tan δ
(4.2)
atau 51
2
P = ε r V0 ωC V0 tan δ = 2 πf V0 C ε r tan δ
(4.3)
tanδ disebut faktor desipasi (loss tangent) εrtanδ disebut faktor kerugian (loss factor) 4.2.2. Pengaruh Frekuensi Pada Dielektrik
Nilai εr tergantung dari frekuensi, yang secara umum digambarkan seperti pada Gb.4.2. εr εr loss factor
εrtanδ power audio frekuensi listrik
radio
frekuensi frekuensi optik
Gb.4.2. εr dan loss factor sebagai fungsi frekuensi. Dalam analisis rangkaian, reaktansi kapasitor dituliskan sebagai
1 2πfC Gb.4.2. memperlihatkan bahwa εr menurun dengan naiknya frekuensi yang berarti kapasitansi menurun dengan naiknya frekuesi. Namun perubahan frekuensi lebih dominan dalam menentukan reaktansi dibanding dengan penurunan εr; oleh karena itu dalam analisis kita menganggap kapasitansi konstan. XC =
Loss factor menentukan daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik. Sementara itu, selain tergantung frekuensi, εr juga tergantung dari temperatur dan hal ini berpengaruh pula pada loss factor, walaupun tidak terlalu besar dalam rentang temperatur kerja kapasitor. Oleh karena itu dalam menghitung daya yang terkonversi menjadi panas dalam dielektrik, kita melakukan pendekatan dengan menganggap loss factor konstan. Dengan anggapan ini maka daya yang terkonversi menjadi panas akan sebanding dengan frekuensi dan sebanding pula dengan kuadrat tegangan. 4.2.3. Tegangan onsinus
Pada tegangan nonsinus, bentuk gelombang tegangan pada kapasitor berbeda dari bentuk gelombang arusnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanggapan kapasitor terhadap komponen fundamental dengan tanggapannya terhadap komponen harmonisa. Situasi ini dapat kita lihat sebagai berikut. Misalkan pada terminal kapasitor terdapat tegangan nonsinus yang berbentuk: vC (t ) = vC1 (t ) + vC 3 (t ) + vC 5 (t ) + .........
(4.4)
Arus kapasitor akan berbentuk
iC (t ) = ω 0 Cv C1 (t ) + 3ω 0 Cv C 3 (t ) + 5ω 0 Cv C 5 (t ) + .........
(4.5)
Dengan memperbandingkan (4.4) dan (4.5) dapat dimengerti bahwa bentuk gelombang tegangan kapasitor berbeda dengan bentuk gelombang arusnya. 52
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
COTOH-4.3: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V. Sebuah kapasitor 500 µF dihubungkan pada sumber tegangan ini. Gambarkan bentuk gelombang tegangan dan arus kapasitor. Penyelesaian: Jika persamaan tegangan
vC = 150 sin 100πt + 30 sin 300πt V maka persamaan arus adalah
iC = 150 × 500 × 10 −6 ×100π cos 100πt + 30 × 500 ×10 −6 × 500π cos 500πt Bentuk gelombang tegangan dan arus adalah seperti terlihat pada Gb.4.3. 200
[V] [A]
vC
100
iC 0 0
0.005
0.01
0.015
0.02
t [detik]
-100
-200
Gb.4.3. Gelombang tegangan dan arus pada contoh-4.3. COTOH-4.4: Sumber tegangan nonsinus memiliki komponen fundamental dengan nilai puncak 150 V dan frekuensi 50 Hz, serta harmonisa ke-3 dan ke-5 yang memiliki nilai puncak berturut-turut 30 V dan 5 V. Sebuah kapasitor 500 µF (110 V rms, 50 Hz) dihubungkan pada sumber tegangan ini. Hitung: (a) arus efektif komponen fundamental; (b) THD arus kapasitor; (c) THD tegangan kapasitor; (d) jika kapasitor memiliki losses dielektrik 0,6 W pada tegangan sinus rating-nya, hitunglah losses dielektrik dalam situasi ini. Penyelesaian:
(a) Reaktansi untuk komponen fundamental adalah
X C1 =
1 2π × 50 × 500 × 10 −6
= 6,37 Ω
Arus efektif untuk komponen fundamental
150 / 2 = 16,7 A 6,37 (b) Reaktansi untuk harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah I C1rms =
X C3 =
X C1 X = 2,12 Ω ; X C 5 = C1 = 1,27 Ω 3 5
Arus efektif harmonisa 53
IC 3rms =
30 / 2 = 10 A 2,12
I C 5rms =
5/ 2 = 2,8 A 1,27
THD I =
10 2 + 2,8 2 I hrms = = 0,62 atau 62% 16,7 I C1rms
(c)
V THDV = hrms = V1rms
30 2 5 2 + 21,5 2 2 = = 0,20 atau 20 % 106 150 / 2
(d) Losses dielektrik dianggap sebanding dengan frekuensi dan kuadrat tegangan. Pada frekuensi 50 Hz dan tegangan 110 V, losses adalah 0,6 watt.
P50 Hz,110 V = 0,6 W 2
P150 Hz,30 V =
150 30 × × 0,6 = 0,134 W 50 110 2
P250 Hz,5V =
250 5 × × 0,6 = 0,006 W 50 110
Losses dielektrik total:
Ptotal = 0,6 + 0,134 + 0,006 = 0,74 W 4.3. Induktor 4.3.1. Induktor Ideal Induktor yang untuk keperluan analisis dinyatakan sebagai memiliki induktansi murni L, tidak kita temukan dalam praktik. Betapapun kecilnya, induktor selalu mengandung resistansi dan kita melihat induktor sebagai satu induktansi murni terhubung seri dengan satu resistansi. Oleh karena itu kita melihat tanggapan induktor sebagai tanggapan beban induktif dengan resistansi kecil. Hanya apabila resistansi belitan dapat diabaikan, relasi teganganarus induktor untuk gelombang tegangan dan arus berbentuk sinus murni menjadi
v=L
di f dt
dengan v adalah tegangan jatuh pada induktor, dan if adalah arus eksitasi. Apabila rugi rangkaian magnetik diabaikan, maka fluksi φ sebanding dengan if dan membangkitkan tegangan induksi pada belitan induktor sesuai dengan hukum Faraday dan hukum Lenz. dφ ei = − 8 dt Tegangan induksi ini berlawanan dengan tegangan jatuh induktor v, sehingga nilai ei sama dengan v. 54
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
e = ei = 8
di f dφ =L dt dt
Persamaan di atas menunjukkan bahwa φ dan if berubah secara bersamaan. Jika φ berbentuk sinus maka ia harus dibangkitkan oleh arus if yang juga berbentuk sinus dengan frekuensi sama dan mereka sefasa. Arus if sendiri berasal dari sumber tegangan yang juga harus berbentuk sinus. Oleh karena itu baik tegangan, arus, maupun fluksi mempunyai frekuensi sama, sehingga kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk fasor V = Ei = jω8Φ = jωLI f
dengan Φ adalah fluksi dalam bentuk fasor. Relasi ideal ini memberikan Vrms =
Vrms =
2π 2
2π 2
f8φmaks = 4,44 f8 φmaks V = Ei
fLi fmaks = 4,44 fL i fmaks
Relasi ideal memberikan diagram fasor seperti di samping ini dimana arus yang membangkitkan fluksi yaitu Iφ sama dengan If.
If =Iφ
Φ
COTOH-4.5: Melalui sebuah kumparan mengalir arus nonsinus yang mengandung komponen fundamental 50 Hz, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-5 dengan amplitudo berturut-turut 50, 10, dan 5 A. Jika daya input pada induktor diabaikan, dan tegangan pada induktor adalah 75 V rms, hitung induktansi induktor. Penyelesaian:
Jika induktansi kumparan adalah L maka tegangan efektif komponen fundamental, harmonisa ke-3 dan ke-5 berturut-turut adalah V L1rms = 4,44 × 50 × L × 50 = 11100 × L V V L3rms = 4,44 ×150 × L ×10 = 6660 × L V
V L 5rms = 4,44 × 250 × L × 5 = 5550 × L V sedangkan V Lrms = V12rms + V32rms + V52rms . Jadi
75 = L × 11100 2 + 6660 2 + 5550 2 = 14084,3 × L Induktansi kumparan adalah
L=
75 = 0,0053 H 14084,3
55
4.3.2. Fluksi Dalam Inti
Jika tegangan sinus dengan nilai efektif Vrms dan frekuensi f diterapkan pada induktor, fluksi magnetik yang timbul dalam inti dihitung dengan formula
φm =
V rms 4,44 × f × 8
φ m adalah nilai puncak fluksi, dan 8 adalah jumlah lilitan. Melalui contoh berikut ini kita akan melihat fluksi dalam inti induktor bila tegangan yang diterapkan berbentuk nonsinus. COTOH-4.6: Sebuah induktor dengan 1200 lilitan mendapat tegangan nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental dengan nilai efektif V1rms = 150 V dan harmonisa ke3 dengan nilai efektif V3rms = 50 V yang tertinggal 135o dari komponen fundamental. Gambarkan kurva tegangan dan fluksi. Penyelesaian:
Persamaan tegangan adalah
v L = 150 2 sin ω 0 t + 50 2 sin(5ω 0 t − 135 o ) Nilai puncak fluksi fundamental
φ1m =
150 = 563 µWb 4,44 × 50 × 1200
Fluksi φ1m tertinggal 90o dari tegangan (lihat Gb.4.4). Persamaan gelombang fluksi fundamental menjadi
φ1 = 563 sin(ω 0 t − 90 o ) µWb Nilai puncak fluksi harmonisa ke-3
φ 3m =
50 = 62,6 µWb 4,44 × 3 × 50 × 1200
Fluksi φ3m juga tertinggal 90o dari tegangan harmonisa ke-3; sedangkan tegangan harmonisa ke-3 tertinggal 135o dari tegangan fundamental. Jadi persamaan fluksi harmonisa ke-3 adalah
φ 3 = 62,6 sin(3ω 0 t − 135 o − 90 o ) = 62,6 sin(3ω 0 t − 225 o ) µWb Persamaan fluksi total menjadi
φ = 563 sin(ω 0 t − 90 o ) + 62,6 sin(3ω 0 t − 225) µWb Kurva tegangan dan fluksi terlihat pada Gb.4.4.
56
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
600
[V] 400 [µWb]
φ
200
vL
t [detik]
0 0
0.01
0.02
0.03
0.04
-200 -400 -600
Gb.4.4. Kurva tegangan dan fluksi. 4.3.3. Rugi-Rugi Inti
Dalam induktor nyata, rugi inti menyebabkan fluksi magnetik yang dibangkitkan oleh if ketinggalan dari if sebesar γ yang disebut sudut histerisis. Keadaan ini diperlihatkan pada Gb.4.5. dimana arus magnetisasi If mendahului φ sebesar γ. Diagram fasor ini digambar dengan memperhitungkan rugi hiterisis
V = Ei
Ic Iφ γ
If
Φ
Gb.4.5. Diagram fasor induktor (ada rugi inti) Dengan memperhitungkan rugi-rugi yang terjadi dalam inti transformator, If dipandang sebagai terdiri dari dua komponen yaitu Iφ yang diperlukan untuk membangkitkan φ, dan Ic yang diperlukan untuk mengatasi rugi-rugi inti. Jadi arus magnetisasi menjadi If = Iφ + Ic. Komponen Ic merupakan arus fiktif yang jika dikalikan dengan V akan memberikan rugi-rugi inti Pc = I cV = VI f cos(90 o − γ ) watt
(4.6)
Rugi inti terdiri dari dua komponen, yaitu rugi histerisis dan rugi arus pusar. Rugi histerisis dinyatakan dengan Ph = wh vf (4.7) Ph rugi histerisis [watt], wh luas loop kurva histerisis dalam [joule/m3.siklus], v volume, f frekuensi. Untuk frekuensi rendah, Steinmetz memberikan formulasi empiris
(
Ph = vf K h B mn
)
(4.8)
di mana Bm adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, n tergantung dari jenis bahan dengan nilai yang terletak antara 1,5 sampai 2,5 dan Kh yang juga tergantung jenis bahan (untuk silicon sheet steel misalnya, Kh = 0,001). Nilai-nilai empiris ini belum didapatkan untuk frekuensi harmonisa. Demikian pula halnya dengan persamaan empiris untuk rugi arus pusar dalam inti
Pe = K e f 2 Bm2 τ 2 v
(4.9)
di mana Ke konstanta yang tergantung material, f frekuensi perubahan fluksi [Hz], Bm adalah nilai kerapatan fluksi maksimum, τ ketebalan laminasi inti, dan v adalah volume material inti.
57
4.3.4. Rugi Tembaga
Apabila resistansi belitan tidak diabaikan, V ≠ E1 . Misalkan resistansi belitan adalah R1 , maka
V = E1 + I f R1
(4.10)
Diagram fasor dari keadaan terakhir, yaitu dengan memperhitungkan resistansi belitan, diperlihatkan pada Gb.4.6.
Ei
Ic Iφ Φ
θ If
IfR1 V
Gb.4.6. Diagram fasor induktor (ada rugi tembaga). Dalam keadaan ini, daya masuk yang diberikan oleh sumber, selain untuk mengatasi rugirugi inti juga diperlukan untuk mengatasi rugi daya pada belitan yang kita sebut rugi-rugi tembaga, Pcu. Jadi
Pin = Pc + Pcu = Pc + I 2f R1 = VI f cos θ
(4.11)
dengan V dan If adalah nilai-nilai efektif dan cosθ adalah faktor daya. 4.4. Transformator 4.4.1. Ulas Ulang Tentang Transformator Transformator Berbeban. Rangkaian transformator berbeban dengan arus beban I2, diperlihatkan oleh Gb.4.7. Tegangan induksi E2 (yang telah timbul dalam keadaan tranformator tidak berbeban) akan menjadi I1 sumber di rangkaian sekunder dan φ I2 memberikan arus sekunder I2. Arus I2 ini membangkitkan fluksi magnetik yang V1 V2 φl1 φl2 melawan fluksi bersama φ (sesuai dengan hukum Lenz) dan sebagian akan bocor, φl2; φl2 yang sefasa dengan I2 menginduksikan tegangan El2 di belitan sekunder yang 90o mendahului φl2. Gb.4.7. Transformator berbeban.
Dengan adanya perlawanan fluksi yang dibangkitkan oleh arus di belitan sekunder itu, fluksi bersama akan cenderung mengecil. Hal ini akan menyebabkan tegangan induksi di belitan primer juga cenderung mengecil. Akan tetapi karena belitan primer terhubung ke sumber yang tegangannya tak berubah, maka arus primer akan naik. Jadi arus primer yang dalam keadaan transformator tidak berbeban hanya berupa arus magnetisasi If, bertambah menjadi I1 setelah transformator berbeban. Pertambahan arus ini haruslah sedemikian rupa sehingga fluksi bersama φ dipertahankan dan E1 juga tetap seperti semula. Dengan demikian maka persamaan rangkaian di sisi primer tetap terpenuhi. Karena pertambahan arus primer sebesar (I1 − If) adalah untuk mengimbangi fluksi lawan yang dibangkitkan oleh I2 agar φ dipertahankan, maka haruslah
(
)
8 1 I 1 − I f − 8 2 (I 2 ) = 0
(4.12)
Pertambahan arus primer (I1 − If) disebut arus penyeimbang yang akan mempertahankan φ. Makin besar arus sekunder, makin besar pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari primer ke sekunder. 58 Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Arus di belitan primer juga memberikan fluksi bocor di belitan primer, φl1, yang menginduksikan tegangan El1. Tegangan induksi yang dibangkitkan oleh fluksi-fluksi bocor, yaitu El1 dan El2, dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X1 dan X2, masing-masing di rangkaian primer dan sekunder. Jika resistansi belitan primer adalah R1 dan belitan sekunder adalah R2, maka kita peroleh hubungan untuk rangkaian di sisi primer
V1 = E1 + I1 R1 + E l1 = E1 + I1 R1 + jI1 X 1
(4.13)
untuk rangkaian di sisi sekunder
E 2 = V2 + I 2 R2 + E l 2 = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2
(4.14)
Rangkaian Ekivalen. Secara umum, rangkaian ekivalen adalah penafsiran secara rangkaian elektrik dari suatu persamaan matematik yang menggambarkan perilaku suatu piranti. Untuk transformator, rangkaian ekivalen diperoleh dari tiga persamaan yang diperoleh di atas. Dengan relasi E 2 = E1 / a = E1′ dan I 2 = aI1 = I1′ di mana a = 81 / 8 2 , tiga persamaan tersebut di atas dapat kita tulis kembali sebagai satu set persamaan sebagai berikut. Untuk rangkaian di sisi sekunder, (4.14) kita tuliskan
E2 =
E1 = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2 a
Dari persamaan untuk rangkaian sisi primer (4.13), kita peroleh
E1 = V1 − I1 R1 − jI1 X 1 sehingga persamaan untuk rangkaian sekunder dapat kita tuliskan
E2 =
E1 V1 − I1 R1 − jI1 X 1 = = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2 a a
I Karena I 1 = 2 maka persamaan ini dapat kita tuliskan a
jI X V1 I R = V2 + I 2 R 2 + jI 2 X 2 + 2 1 + 2 1 2 a a a2 X R = V2 + R 2 + 1 I 2 + j X 2 + 1 I 2 2 a2 a = V2 + (R 2 + R1′ ) I 2 + j ( X 2 + X 1′ ) I 2
(4.15)
R X dengan R1′ = 1 ; X 1′ = 1 2 a a2 Persamaan (4.15) ini, bersama dengan persamaan (4.12) yang dapat kita tuliskan I 2 = aI 1 − aI f = I1′ − aI f , memberikan rangkaian ekivalen untuk transformator berbeban. Akan tetapi pada transformator yang digunakan pada sistem tenaga listrik, arus magnetisasi hanya sekitar 2 sampai 5 persen dari arus beban penuh transformator. Oleh karena itu, jika If diabaikan terhadap I1 maka kesalahan dalam menghitung I2 dapat dianggap kecil. 59
Pengabaian ini akan membuat I 2 = aI1 = I 1′ . Dengan pendekatan ini, dan persamaan (4.15), kita memperoleh rangkaian ekivalen yang disederhanakan dari transformator berbeban. Gb.4.8. memperlihatkan rangkaian ekivalen transformator berbeban dan diagram fasornya.
I2 = I′1
∼
Re = R2+R′1 V1/a
jXe = j(X2+ X′1) V2 V1/a V2
jI2Xe
I2Re
I2
Gb.4.8. Rangkaian ekivalen transformator dan diagram fasor.
4.4.2. Fluksi Dan Rugi-Rugi Karena Fluksi Seperti halnya pada induktor, transformator memiliki rugi-rugi inti, yang terdiri dari rugi hiterisis dan rugi arus pusar dalam inti. Fluksi magnetik, rugi-rugi histerisis, dan rugi-rugi arus pusar pada inti dihitung seperti halnya pada induktor.
Rugi-Rugi Pada Belitan. Selain rugi-rugi tembaga pada belitan sebesar Pcu = I2R, pada belitan terjadi rugi-rugi tambahan arus pusar, Pl, yang ditimbulkan oleh fluksi bocor. Sebagaimana telah dibahas, fluksi bocor ini menimbulkan tegangan induksi El1 dan El2, karena fluksi ini melingkupi sebagian belitan; El1 dan El2 dinyatakan dengan suatu besaran ekivalen yaitu tegangan jatuh ekivalen pada reaktansi bocor ekivalen, X1 dan X2. Selain melingkupi sebagian belitan, fluksi bocor ini juga menembus konduktor belitan dan menimbulkan juga arus pusar dalam konduktor belitan; arus pusar inilah yang menimbulkan rugi-rugi tambahan arus pusar, Pl. Berbeda dengan rugi arus pusar yang terjadi dalam inti, yang dapat diperkecil dengan cara membangun inti dari lapisan lembar tipis material magnetik, rugi arus pusar pada konduktor tidak dapat ditekan dengan cara yang sama. Ukuran konduktor harus tetap disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengalirkan arus; tidak dapat dibuat berpenampang kecil. Oleh karena itu rugi-rugi arus pusar ini perlu diperhatikan karena nilainya sebanding dengan kuadrat frekuensi, seperti halnya rugi arus pusar pada inti yang diberikan pada formula empiris (4.9). Rugi arus pusar pada belitan (stray losses) Pl ini dapat kita analogikan dengan rugi arus pusar pada inti dan kita nyatakan dengan formula
Pl = K l f 2 Bm2
(4.16)
dengan Kl adalah suatu konstanta yang tergantung dari material konduktor, penampang dan panjang konduktor; f frekuensi, dan Bm nilai maksimum kerapatan fluksi yang dapat dianggap sebanding dengan nilai maksimum arus. Namun dalam menghitung Pl kita tidak menggunakan formula (4.16) melainkan memperhitungkan rugi arus pusar sebagai proporsi tertentu dari rugi tembaga yang ditimbulkan oleh arus tersebut, dengan tetap mengingat bahwa rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat ferkuensi. Proporsi ini berkisar antara 2% sampai 15% tergantung dari ukuran transformator. Kita lihat dua contoh berikut. 60
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Contoh-4.7: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 Ω mengalir arus sinusoidal murni bernilai efektif 40 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar yang diakibatkan oleh arus ini adalah 5% dari rugi tembaga Pcu = I2R. Penyelesaian: Rugi tembaga Pcu = 40 2 × 0,05 = 80 W Rugi arus pusar 5% × Pcu = 0.05 × 80 = 4 W Rugi daya total pada belitan 80 + 4 = 84 W.
Contoh-4.8: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,05 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental bernilai efektif 40 A, dan harmonisa ke-7 bernilai efektif 6 A. Hitung rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 10% dari rugi tembaga Pcu = I2R. Penyelesaian: Rugi tembaga total adalah 2 Pcu = I rms R = (40 2 + 6 2 ) × 0,05 = 81,8 W
Rugi arus pusar komponen fundamental
Pl1 = 0,1 × I12rms R = 0,1 × 40 2 × 0,05 = 8 W Rugi arus pusar harmonisa ke-7
Pl 7 = 0,1 × 7 2 × I 72rms R = 0,1 × 7 2 × 6 2 × 0,05 = 8,8 W Rugi daya total adalah
Ptotal = Pcu + Pl1 + Pl 7 = 81,8 + 8 + 8,8 = 98,6 W Contoh-4.8 ini menunjukkan bahwa walaupun arus harmonisa memiliki nilai puncak lebih kecil dari nilai puncak arus fundamental, rugi arus pusar yang ditimbulkannya bisa memiliki proporsi cukup besar. Hal ini bisa terjadi karena rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat frekuensi.
4.4.3. Faktor K Faktor K digunakan untuk menyatakan adanya rugi arus pusar pada belitan. Ia menunjukkan berapa rugi-rugi arus pusar yang timbul secara keseluruhan. Nilai efektif total arus nonsinus yang dapat menimbulkan rugi arus pusar adalah k
I Trms =
2 ∑ I nrms
A
(4.17)
n =1
dengan k adalah tingkat harmonisa tertinggi yang masih diperhitungkan. Dalam relasi (4.17) kita tidak memasukkan komponen searah karena komponen searah tidak menimbulkan rugi arus pusar. Rugi arus pusar total adalah jumlah dari rugi arus pusar yang ditimbulkan oleh tiap-tiap komponen arus dan tiap-tiap komponen arus menimbulkan rugi arus pusar sebanding dengan kuadrat frekuensi dan kuadrat arus masing-masing.
61
Jika arus nonsinus ini mengalir pada belitan yang memiliki resistansi R0, dan rugi-rugi arus pusar tiap komponen arus dinyatakan dalam proporsi g terhadap rugi tembaga yang ditimbulkannya, maka rugi arus pusar total adalah k
PK = gR0
2 ∑ n 2 I nrms
W
(4.18)
n =1
Rugi tembaga total yang disebabkan oleh arus ini adalah k
Pcu = R0
2 2 = R0 I Trms ∑ I nrms
W
(4.19)
n =1
Dengan (4.19) maka (4.18) dapat ditulis sebagai 2 PK = gKR0 I Trms W
(4.20)
dengan k
2 ∑ n 2 I nrms
K=
n =1
(4.21)
2 I Trms K disebut faktor rugi arus pusar (stray loss factor).
Faktor K dapat dituliskan sebagai k
K=
∑
n =1
n2
2 I nrms 2 I Trms
k
=
∑ n 2 I n2( pu)
(4.21.a)
n =1
I dengan I n ( pu ) = nrms I Trms Faktor K bukanlah karakteristik transformator melainkan karakteristik sinyal. Walaupun demikian suatu transformator harus dirancang untuk mampu menahan pembebanan nonsinus sampai batas tertentu. COTOH-4.9: Di belitan primer transformator yang memiliki resistansi 0,08 Ω mengalir arus nonsinus yang terdiri dari komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan harmonisa ke-11 bernilai efektif berturut-turut 40 A, 15 A, dan 5 A. Hitung: (a) nilai efektif arus total; (b) faktor K; (c) rugi daya total pada belitan ini jika rugi arus pusar diperhitungkan 5% dari rugi tembaga. Penyelesaian: (a) Nilai efektif arus total adalah
I Trms = 40 2 + 15 2 + 5 2 = 43 A (b) Faktor K adalah
K=
40 2 + 3 2 × 15 2 + 112 × 5 2 43 2
= 3,59
(c) Rugi daya total Ptot, terdiri dari rugi tembaga Pcu dan rugi arus pusar Pl.
Pcu = 43 2 × 0,08 = 148 W 62
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Pl = gPcu K = 0,05 × 148 × 3,59 = 26,6 W Ptot = 148 + 26,6 = 174,6 W 4.5. Tegangan Maksimum Pada Piranti Kehadiran komponen harmonisa dapat menyebabkan piranti mendapatkan tegangan lebih besar dari yang seharusnya. Hal ini bisa terjadi pada piranti-piranti yang mengandung R, L, C, yang mengandung harmonisa sekitar frekuensi resonansinya. Berikut ini kita lihat sebuah contoh.
COTOH-4.8: Sebuah sumber tegangan 50 Hz, 12 kV mempunyai resistansi internal 1 Ω dan reaktansi internal 6,5 Ω. Sumber ini mencatu beban melalui kabel yang mempunyai kapasitansi total 2.9 µF. Tegangan terbangkit di sumber adalah e = 17000 sin ω0 t + 170 sin 13ω0 t . Dalam keadaan tak ada beban terhubung di ujung kabel, hitunglah tegangan maksimum pada kabel. Penyelesaian: Tegangan mengandung harmonisa ke-13. Pada frekuensi fundamental terdapat impedansi internal
Z1int = 12 + 6,5 2 = 6,58 Ω
Z1int ernal = 1 + j 6,5 Ω ; Pada harmonisa ke-13 terdapat impedansi
Z13int = 12 + (13 × 6,5) 2 = 84,5 Ω
Z 13 int = 1 + j13 × 6,5 Ω ;
Impedansi kapasitif kabel Z C1 =
−j ω 0 × 2,9 × 10
−6
Z C13 =
= − j1097,6 Ω ;
−j 13 × ω 0 × 2,9 × 10 −6
= − j84,4 Ω
Impedansi total rangkaian seri R-L-C
Z1tot = 1 + j 6,5 − j1097,6 Ω ; Z1tot = 1091,1 Ω Z13tot = 1 + j13 × 6,5 − j84,4 Ω ; Z13tot = 1,0 Ω Tegangan fundamental kabel untuk frekuensi fundamental
V1m =
Z C1 Z1tot
V13m =
× e1m =
Z C13 Z13tot
1097,6 × 17000 = 17101 V 1091,1
× e13m =
84,4 × 170 = 14315 V 1,0
Nilai puncak V1m dan V13m terjadi pada waktu yang sama yaitu pada seperempat perioda, karena pada harmonisa ke-13 ada 13 gelombang penuh dalam satu perioda fundamental atau 6,5 perioda dalam setengah perioda fundamental. Jadi tegangan maksimum yang diterima kabel adalah jumlah tegangan maksimum fundamental dantegangan maksimum harmonisa ke-13. 63
Vm = V1m + V13m = 17101 + 14315 = 31416 V ≈ 31,4 kV Tegangan ini cukup tinggi dibanding dengan tegangan maksimum fundamental yang hanya 17 kV. Gambar berikut ini memperlihatkan bentuk gelombang tegangan. 40 30 20 10 0 0 -10 -20 -30 -40
v1+v13
[kV]
0.005
0.01
0.015
0.02 [detik]
v1
Gb.4.9. Bentuk gelombang tegangan.
4.6. Partial Discharge Contoh-4.8. memberikan ilustrasi bahwa adanya hamonisa dapat menyebabkan tegangan maksimum pada suatu piranti jauh melebihi tegangan fundamentalnya. Tegangan lebih yang diakibatkan oleh adanya harmonisa seperti ini bisa menyebabkan terjadinya partial discharge pada piranti, walaupun sistem bekerja normal dalam arti tidak ada gangguan. Jika hal ini terjadi umur piranti akan sangat diperpendek yang akan menimbulkan kerugtian besar secara finansial.
4.7. Alat Ukur Elektromekanik Daya sumber diperoleh dengan mengalikan tegangan sumber dan arus sumber. Proses ini dalam praktik diimplementasikan misalnya pada alat ukur tipe elektrodinamis dan tipe induksi. Pada wattmeter elektrodinamis, bagian pengukurnya terdiri dari dua kumparan, satu kumparan diam dan satu kumparan berputar. Satu kumparan dihubungkan ke tegangan dan satu kumparan dialiri arus beban. Jika masing-masing arus di kedua kumparan adalah iv = k1 I v sin ωt dan ii = k 2 I i sin(ωt + ϕ) , maka kedua arus menimbulkan medan magnit yang sebanding dengan arus di kedua kumparan. Momen sesaat yang terjadi sebagai akibat interaksi medan magnetik kedua kumparan sebanding dengan perkalian kedua arus
me = k 3 I v sin ωt × I i sin(ωt + ϕ) Momen sesaat ini, melalui suatu mekanisme tertentu, menyebabkan defleksi jarum penunjuk (yang didukung oleh kumparan yang berputar) ζ yang menunjukkan besar daya pada sistem arus bolak balik. ζ = kI vrms I irms cos ϕ Pada alat ukur tipe induksi, seperti kWh-meter elektromekanik yang masih banyak digunakan, kumparan tegangan dihubungkan pada tegangan sumber sementara kumparan arus dialiri arus beban. Bagan alat ukur ini terlihat pada Gb.4.10.
64
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
S1
S2
S1
S2 piringan Al
Gb.4.10. Bagan KWh-meter tipe induksi. Masing-masing kumparan menimbulkan fluksi magnetik bolak-balik yang menginduksikan arus bolak-balik di piringan aluminium. Arus induksi dari kumparan arus ber-interaksi dengan fluksi dari kumparan tegangan dan arus induksi dari kumparan tegangan berinteraksi dengan fluksi magnetik kumpran arus. Interaksi arus induksi dan fluksi magnetik tersebut menimbulkan momen putar pada piringan sebesar
M e = kfΦ v Φ i sin β di mana f adalah frekuensi, Φv dan Φi fluksi magnetik efektif yang ditimbulkan oleh kumparan tegangan dan kumparan arus, β adalah selisih sudut fasa antara kedua fluksi magnetik bolak-balik tersebut, dan k adalah suatu konstanta. Momen putar ini dilawan oleh momen lawan yang diberikan oleh suatu magnet permanen sehingga piringan berputar dengan kecepatan tertentu pada keadaan keseimbangan antara kedua momen. Perputaran piringan menggerakkan suatu mekanisme penghitung. Hadirnya arus harmonisa di kumparan arus, akan muncul juga pada Φi. Jika Φv berbentuk sinus murni sesuai dengan bentuk tegangan maka Me akan berupa hasil kali tegangan dan arus komponen fundamental. Frekuensi harmonisa sulit untuk direspons oleh kWh meter tipe induksi. Pertama karena kelembaman sistem yang berputar, dan kedua karena kWhmeter ditera pada frekuensi f dari komponen fundamental, misalnya 50 Hz. Dengan demikian penunjukkan alat ukur tidak mencakup kehadiran arus harmonisa, walaupun kehadiran harmonisa bisa menambah rugi-rugi pada inti kumparan arus.
4.8. Resume Secara keseluruhan, kehadiran harmonisa akan membawa dampak sebagai berikut. a. Penambahan rugi-rugi panas pada piranti yang berarti peningkatan susut energi pada jaringan distribusi. Penambahan susut energi ini dapat ditekan dengan membatasi THD sehingga penambahan susut ini masih dalam batas toleransi. b. Adanya penambahan susut energi tidak terekam oleh alat ukur energi dari jenis elektromekanik. c. Walaupun peningkatan susut energi pada jaringan distribusi masih dalam batas toleransi, tetapi losses itu terkonsentrasi pada bagian-bagian tertentu dari piranti. Hal ini perlu mendapat perhatian karena peningkatan panas pada piranti bisa berarti percepatan penuaan. d. Selain pemanasan, kehadiran harmonisa bisa menyebabkan tegangan maksimum yang lebih tinggi dari tegangan fundamental, yang bisa mengakibatkan terjadinya partial discharge, walaupun sistem bekerja dalam keadaan normal. Hal ini akan memperburuk keadaan karena proses penuaan peralatan akan jauh lebih cepat terjadi.
65
66
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
BAB 5 Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa Analisis harmonisa dalam sistem tiga fasa berikut ini dilakukan dengan anggapan beban seimbang.
5.1. Komponen Harmonisa Dalam Sistem Tiga Fasa
Frekuensi Fundamental. Pada pembebanan seimbang, komponen fundamental berbeda fasa 120o antara masing-masing fasa. Perbedaan fasa 120o antar fasa ini timbul karena perbedaan posisi kumparan jangkar terhadap siklus medan magnet, yaitu sebesar 120o sudut magnetik. Hal ini dijelaskan pada Gb.5.1.
180o mekanis = 360o magnetik b1 c11 a1
a11
c1 b11
S U
U
a2
Gb.5.1. memperlihatkan skema generator empat c22 b22 S kutub; 180o sudut mekanis ekivalen dengan 360o c2 b2 sudut magnetik. Dalam siklus magnetik yang o pertama sebesar 360 magnetik, yaitu dari kutub magnetik U ke U berikutnya, terdapat tiga Gb.5.1. Skema generator empat kutub kumparan yaitu kumparan fasa-a (a1-a11), kumparan fasa-b (b1-b11), kumparan fasa-c (c1-c11). Antara posisi kumparan fasa-a dan fasa-b terdapat pergeseran sudut magnetik 120o; antara posisi kumparan fasa-b dan fasa-c terdapat pergeseran sudut magnetik 120o; demikian pula halnya dengan kumparan fasa-c dan fasa-a. Perbedaan posisi inilah yang menimbulkan perbedaan sudut fasa antara tegangan di fasa-a, fasa-b, fasa-c.
Harmonisa Ke-3. Hal yang sangat berbeda terjadi pada komponen harmonisa ke-3. Pada harmonisa ke-3 satu siklus komponen fundamental, atau 360o, berisi 3 siklus harmonisa ke-3. Hal ini berarti bahwa satu siklus harmonisa ke-3 memiliki lebar 120o dalam skala komponen fundamental; nilai ini tepat sama dengan beda fasa antara komponen fundamental fasa-a dan fasa-b. Oleh karena itu tidak ada perbedaan fasa antara harmonisa ke-3 di fasa-a dan fasa-b. Hal yang sama terjadi antara fasa-b dan fasa-c seperti terlihat pada Gb.5.2 300
V
v1a
200
v1c
v1b
100
0
v3c
v3b
v3a
0
90
180
270
360
o
[]
-100 -200 -300
Gb.5.2. Tegangan fundamental dan harmonisa ke-3 pada fasa-a, fasa-b, dan fasa-c. Pada gambar ini tegangan v1a, v1b, v1c, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c, yang saling berbeda fasa 120o. Tegangan v3a, v3b, v3c, adalah tegangan harmonisa ke-3 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan terpotong untuk memperlihatkan bahwa 67
mereka sefasa. Diagram fasor harmonisa ke-3 digambarkan pada Gb.5.3. Jika V3a, V3b, V3c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka V3a tegangan fasa-fasa (line to line) harmonisa ke-3 V3b adalah nol. V3c Hal serupa terjadi pada harmonisa kelipatan tiga Gb.5.3. Diagram fasor harmonisa ke-3. yang lain seperti harmonisa ke-9. Satu siklus fundamental berisi 9 siklus harmonisa yang berarti lebar satu siklus adalah 40o dalam skala fundamental. Jadi lebar 3 siklus harmonisa ke-9 tepat sama dengan beda fasa antar fundamental, sehingga tidak ada perbedaan sudut fasa antara harmonisa ke-9 di fasa-a, fasa-b, dan fasa-c.
Harmonisa ke-5. Gb.5.4. memperlihatkan kurva tegangan fundamental dan harmonisa ke-5. Tegangan v1a, v1b, v1c, adalah tegangan fundamental dari fasa-a, -b, dan -c. Tegangan v5a, v5b, v5c, adalah tegangan harmonisa ke-5 di fasa-a, -b, dan -c; masing-masing digambarkan terpotong untuk menunjukkan bahwa mereka berbeda fasa. 300
V
v1b
v1a
200
v5a
100
v1c v5c
v5b
0 0
90
180
270
360
-100
[ o]
-200 -300
Gb.5.4. Fundamental dan harmonisa ke-5 Satu siklus fundamental berisi 5 siklus harmonisa atau satu siklus harmonisa mempunyai lebar 72o dalam skala fundamental. Perbedaan fasa V5b antara v5a dan v5b adalah (2 × 72o − 120o) = 24o o dalam skala fundamental atau 120 dalam skala harmonisa ke-5; beda fasa antara v5b dan v5c juga V5a 120o. Diagram fasor dari harmonisa ke-5 terlihat pada Gb.5.5. Jika V5a, V5b, V5c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa (line V 5c
to line) harmonisa ke-5 adalah 3 kali lebih Gb.5.5. Diagram fasor harmonisa ke-5. besar dari tegangan fasa-netral-nya.
Harmonisa Ke-7. Satu siklus harmonisa ke-7 memiliki lebar 51,43o dalam skala fundamental. Perbedaan fasa antara v7a dan v7b V7c adalah (3 × 51,43o − 120o) = 34,3o dalam skala fundamental atau 240o dalam skala harmonisa ke-7; beda fasa antara v7b dan v7c juga 240o. V7a Diagram fasor dari harmonisa ke-7 terlihat pada Gb.5.6. Jika V7a, V7b, V7c merupakan fasor tegangan fasa-netral maka tegangan fasa-fasa V 7b
(line to line) harmonisa ke-7 adalah 3 kali lebih besar dari tegangan fasa-netral-nya.
68
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
Gb.5.6. Diagram fasor harmonisa ke-7.
5.2. Relasi Tegangan Fasa-Fasa dan Fasa-etral Pada tegangan sinus murni, relasi antara tegangan fasa-fasa dan fasa-netral dalam pembebanan seimbang adalah
V ff = V fn 3 = 1,732 V fn di mana Vff tegangan fasa-fasa dan Vf-n tegangan fasa-netral. Apakah relasi masih berlaku jika tegangan berbentuk gelombang nonsinus. Kita akan melihat melalui contoh berikut.
COTOH-5.1: Tegangan fasa-netral suatu generator 3 fasa terhubung bintang mengandung komponen fundamental dengan nilai puncak 200 V, serta harmonisa ke-3, 5, 7, dan 9 dengan nilai puncak berturut-turut 40, 25, 20, 10 V. Hitung rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral. Penyelesaian: Dalam soal ini harmonisa tertinggi yang diperhitungkan adalah harmonisa ke-9, walaupun nilai puncak harmonisa tertinggi ini masih 5% dari nilai puncak komponen fundamental. Nilai efektif tegangan fasa-netral fundamental sampai harmonisa ke-9 berturut-turut adalah nilai puncak dibagi
2:
V1 f −n = 141,42 V ; V3 f − n = 28,28 V ; V5 f −n = 17,68 V V7 f −n = 14,14 V ; V9 f − n = 7,07 V Nilai efektif tegangan fasa-netral total
V f −n = 141,42 2 + 28,28 2 + 17,68 2 + 14,14 2 + 7,07 2 = 146,16 V Nilai efektif tegangan fasa-fasa setiap komponen adalah
V1 f − f = 244,95 V ; V3 f − f = 0 V ; V5 f − f = 26,27 V V7 f − f = 22,11 V ; V9 f − f = 0 V Nilai efektif tegangan fasa-fasa total
V f − f = 244,95 2 + 0 + 26,27 2 + 22,112 + 0 = 247,35 V Rasio tegangan fasa-fasa terhadap tegangan fasa-netral
Vf − f V f −n
=
247,35 = 1,70 146,16
Perbedaan nilai perhitungan tegangan efektif fasa-netral dan tegangan efektif fasa-fasa terlatak pada adanya harmonisa kelipatan tiga; tegangan fasa-fasa harmonisa ini bernilai nol.
69
5.3. Hubungan Sumber Dan Beban 5.3.1. Generator Terhubung Bintang Jika belitan jangkar generator terhubung bintang, harmonisa kelipatan tiga yang terkandung pada tegangan fasa-netral tidak muncul pada tegangan fasa-fasa-nya. Kita akan melihatnya pada contoh berikut.
COTOH-5.2: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung bintang membangkitkan tegangan fasa-netral yang berbentuk gelombang nonsinus yang dinyatakan dengan persamaan
v = 800 sin ω 0 t + 200 sin 3ω 0 t + 100 sin 5ω 0 t V Generator ini mencatu tiga induktor terhubung segi-tiga yang masing-masing mempunyai resistansi 20 Ω dan induktansi 0,1 H. Hitung daya nyata yang diserap beban dan faktor daya beban.
Penyelesaian: Nilai efektif komponen tegangan fasa-netral adalah
V fn1rms = 800 / 2 V ; V fn3rms = 200 / 2 V ; V fn5rms = 100 / 2 V . Tegangan fasa-fasa sinyal nonsinus tidak sama dengan 3 kali tegangan fasa-netralnya. Akan tetapi masing-masing komponen merupakan sinyal sinus; oleh karena itu tegangan fasa-fasa masing-masing komponen adalah
(
3 kali tegangan fasa-netral-nya.
)
V ff 1rms = 800 / 2 3 = 800 3/2 V ; V ff 3rms = 0 V ; V ff 5rms = 100 3 / 2 V V ffrms = 800 2 (3 / 2) + 100 2 (3 / 2) = 987,4 V Reaktansi beban per fasa untuk tiap komponen
X 1 = 2π × 50 × 0,1 = 31,42 Ω ; X 3 = 3 X 1 = 94,25 Ω ; X 5 = 5 X 1 = 157,08 Ω Impedansi beban per fasa untuk tiap komponen
Z f 1 = 20 2 + 31,42 2 = 37,24 Ω Z f 3 = 20 2 + 94,25 2 = 96,35 Ω Z f 5 = 20 2 + 157,08 2 = 158,35 Ω Arus fasa:
I f 1rms = I f 3rms = I f 5rms = 70
V ff 1rms
=
Z f1 V ff 3rms
800 3 / 2 = 26,3 A 37,24
=0 A
Z f1 V ff 5rms Z f5
=
100 3 / 2 = 0,77 A 158,35
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
I frms = 26,3 2 + 0,77 2 = 26,32 A Daya nyata diserap beban
Pb = 3 × I 2frms × 20 = 41566 W ≈ 41,6 kW Daya kompleks beban
Sb = 3 × V ff × I f = 3 × 987,4 × 26,32 = 77967 W ≈ 78 kW Faktor daya beban
f .d . =
Pb 41,6 = = 0,53 78 Sb
5.3.2. Generator Terhubung Segitiga Jika belitan jangkar generator terhubung segitiga, maka tegangan harmonisa kelipatan tiga akan menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada belitan jangkar generator tersebut.
COTOH-5.3: Sebuah generator 3 fasa, 50 Hz, terhubung segitiga. Resistansi dan induktansi per fasa adalah 0,06 Ω dan 0,9 mH. Dalam keadaan tak berbeban tegangan fasa-fasa mengandung harmonisa ke-3, -7, dan -9, dan -15 dengan amplitudo berturutturut 4%, 3%, 2% dan 1% dari amplitudo tegangan fundamental. Hitunglah arus sirkulasi dalam keadaan tak berbeban, jika eksitasi diberikan sedemikian rupa sehingga amplitudo tegangan fundamental 1500 V. Penyelesaian: Arus sirkulasi di belitan jangkar yang terhubung segitiga timbul oleh adanya tegangan harmonisa kelipatan tiga, yang dalam hal ini adalah harmonisa ke-3, -9, dan -15. Tegangan puncak dan tegangan efektif masing-masing komponen harmonisa ini di setiap fasa adalah
V3m = 4% × 1500 = 60 V ; V3rms = 60 / 2 V V9 m = 2% × 1500 = 30 V ; V9 rms = 30 / 2 V V15m = 1% × 1500 = 15 V ; V15rms = 15 / 2 V Reaktansi untuk masing-masing komponen adalah
X 1 = 2π × 50 × 0,9 × 10 −3 = 0,283 Ω X 3 = 3 × X 1 = 0,85 Ω X 9 = 9 × X 1 = 2,55 Ω X 15 = 15 × X 1 = 4,24 Ω Impedansi di setiap fasa untuk komponen harmonisa
Z 3 = 0,06 2 + 0,85 2 = 0,85 Ω Z 9 = 0,06 2 + 2,54 2 = 2,55 Ω Z15 = 0,06 2 + 4,24 2 = 4,24 Ω 71
Arus sirkulasi adalah
I 3rms =
60 / 2 = 49,89 A 0,85
I 9rms =
30 / 2 = 8,33 A 2,55
I15rms =
15 / 2 = 2,5 A 4,24
I sirkulasi ( rms ) = 48,89 2 + 8,33 2 + 2,5 2 = 50,6 A 5.3.3. Sistem Empat Kawat Dalam sistem empat kawat, di mana titik netral sumber terhubung ke titik netral beban, harmonisa kelipatan tiga akan mengalir melalui penghantar netral. Arus di penghantar netral ini merupakan jumlah dari ketiga arus di setiap fasa; jadi besarnya tiga kali lipat dari arus di setiap fasa.
COTOH-5.4: Tiga kumparan dihubungkan bintang; masing-masing kumparan mempunyai resistansi 25 Ω dan induktansi 0,05 H. Beban ini dihubungkan ke generator 3 fasa, 50Hz, dengan kumparan jangkar terhubung bintang. Tegangan fasa-netral mempunyai komponen fundamental, harmonisa ke-3, dan ke-5 dengan nilai puncak berturut-turut 360 V, 60 V, dan 50 V. Penghantar netral menghubungkan titik netral generator dan beban. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap beban. Penyelesaian: (a) Tegangan fasa-netral efektif setiap komponen
V fn1rms = 254,6 V; V fn3rms = 42,4 V; V fn5rms = 35,4 V Reaktansi per fasa
X 1 = 2π × 50 × 0,05 = 15,70 Ω X 3 = 3 × X 1 = 47,12 Ω X 5 = 5 × X 1 = 78,54 Ω Impedansi per fasa
Z 1 = 25 2 + 15,70 2 = 29,53 Ω Z 3 = 25 2 + 47,12 2 = 53,35 Ω
Z 5 = 25 2 + 78,54 2 = 82,42 Ω Arus saluran 72
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
254,6 = 8,62 A 29,53 42,4 I 3rms = = 0,795 A 53,35 35,4 I 5rms = = 0,43 A 82,42 I1rms =
I saluran rms = 8.62 2 + 0,795 2 + 0,43 2 = 8,67 A (b) Tegangan fasa-fasa setiap komponen
V1 f − f = 440,9 V; V3 f − f = 0 V; V5 f − f = 61,24 V Tegangan fasa-fasa
V f − f = 440,9 2 + 0 + 61,2 2 = 445 V Arus di penghantar netral ditimbulkan oleh harmonisa ke-3, yang merupakan arus urutan nol.
I netral = 3 × I 3rms = 3 × 0,795 = 2,39 A (c) Daya yang diserap beban adalah daya yang diserap elemen resistif 25 Ω, yaitu P = 3 × I 2f − n × R . Arus beban terhubung bintang sama dengan arus saluran. Jadi daya yang diserap beban adalah
Pb = 3 × I 2 × R = 3 × 8,67 2 × 25 = 5636 W = 5,64 kW 5.3.4. Sistem Tiga Kawat
Pada sistem ini tidak ada hubungan antara titik netral sumber dan titik netral beban. Arus harmonisa kelipatan tiga tidak mengalir. Kita akan melihat kondisi ini dengan menggunakan contoh berikut. COTOH-5.5: Persoalan seperti pada contoh-29-4 akan tetapi penghantar netral yang menghubungkan titik netral generator dan beban diputus. Hitung nilai efektif (a) arus saluran (fasa); (b) tegangan fasa-fasa; (c) arus di penghantar netral; (d) daya diserap beban. Penyelesaian:
(a) Karena penghantar netral diputus, arus harmonisa ke-3 tidak mengalir. Arus fundamental dan harmonisa ke-5 telah dihitung pada contoh-6.4. yaitu
254,6 = 8,62 A 29,53 35,4 = = 0,43 A 82,42
I1rms = I 5rms Arus saluran menjadi I saluran
rms
= 8,62 2 + 0,43 2 = 8,63 A
73
(b) Walaupun arus harmonisa ke-3 tidak mengalir, tegangan fasa-netral harmonisa ke3 tetap hadir namun tegangan ini tidak muncul pada tegangan fasa-fasa. Keadaan ini seperti keadaan sebelum penghantar netral diputus V f − f = 440,9 2 + 0 + 61,2 2 = 445 V
(c) Arus di penghantar netral = 0 A (d) Daya yang diserap beban
Pb = 3 × I 2 × R = 3 × 8,632 × 25 = 5589 W = 5,59 kW 5.4. Sumber Bekerja Paralel Untuk mencatu beban yang besar sumber-sumber pada sistem tenaga harus bekerja paralel. Jika sumber terhubung bintang dan titik netral masing-masing sumber ditanahkan, maka akan mengalir arus sirkulasi melalui pentanahan apabila terdapat tegangan harmonisa kelipatan tiga.
COTOH-5.6: Dua generator tiga fasa, 20 000 kVA, 10 000 V, terhubung bintang, masingmasing mempunyai reaktansi jangkar 20% tiap fasa. Tegangan terbangkit mengandung harmonisa ke-3 dengan amplitudo 10% dari amplitudo fundamental. Kedua generator bekerja paralel, dan titik netral masing-masing ditanahkan melalui reaktansi 10%. Hitunglah arus sirkulasi di pentanahan karena adanya harmonisa ke-3. Penyelesaian: Tegangan kedua generator adalah
V ffrms = 10000 V V fnrms = Reaktansi jangkar 20% : X a = 20% ×
10000
= 5774 V
3 3 × 5774 2 =1 Ω 20 000 × 1000
Reaktansi pentanahan 10% : X g = 10% ×
3 × 5774 2 = 0,5 Ω 20 000 × 1000
Reaktansi pentanahan untuk urutan nol : X 0 = 3 × 0,5 = 1,5 Ω Tegangan harmonisa ke-3 adalah 10% dari tegangan fundamental :
V fn3rms = 577,4 V Kedua generator memiliki Xa dan Xg yang sama besar dengan tegangan harmonisa ke-3 yang sama besar pula. Arus sirkulasi akibat tegangan harmonisa ke-3 adalah
I sirkulasi =
74
V fn3rms
(X a + X 0 )
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa
=
577,4 = 231 A 2,5
5.5. Penyaluran Energi ke Beban Dalam jaringan distribusi, untuk menyalurkan energi ke beban digunakan penyulang tegangan menengah yang terhubung ke transformator dan dari transformator ke beban. Suatu kapasitor dihubungkan paralel dengan beban guna memperbaiki faktor daya. Dalam analisis harmonisa kita menggunakan model satu fasa dari jaringan tiga fasa.
5.5.1. Penyulang Dalam model satu fasa, penyulang diperhitungkan sebagai memiliki resistansi, induktansi, kapasitansi. Dalam hal tertentu elemen ini bisa diabaikan.
5.5.2. Transformator Perilaku transformator dinyatakan dengan persamaan
V1 = E1 + I1 R1 + jI1 X 1 E 2 = V2 + I 2 R2 + jI 2 X 2 8 I I 1 = I f + I ′2 dengan I ′2 = 2 I 2 = 2 81 a V1 , I 1 , E1 , R1 , X 1 berturut turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian primer. V2 , I 2 , E 2 , R2 , X 2 berturut turut adalah tegangan terminal, arus, tegangan induksi kumparan, resistansi, dan reaktansi bocor rangkaian sekunder; V2 sama dengan tegangan pada beban. E1 sefasa dengan E2 karena dibangkitkan (diinduksikan) oleh fluksi yang sama, sehingga nilai masing-masing sebanding dengan jumlah lilitan, 81 dan 82. Jika a = 81 / 8 2 maka dilihat dari sisi sekunder nilai E1 menjadi E1 ' = E1 / a , I1 menjadi I1 ' = aI1 , R1 menjadi R1/a2, X1 menjadi X1/a2. Rangkaian ekivalen transformator berbeban menjadi seperti pada Gb.5.7.a. Dengan mengabaikan arus eksitasi If dan menggabungkan resistansi dan reaktansi menjadi RT = R1′ + R2 dan X T = X 1′ + X 2 maka rangkaian ekivalen menjadi seperti pada Gb.5.7.b.
∼1 V
R′1
X′1
E1 R
If c
Ic
R2 Iφ Xc
X2 B
V2
(a) RT ∼ V1
XT B
V2
(b) Gb.5.7. Rangkaian ekivalen transformator berbeban.
5.6. Rangkaian Ekivalen Untuk Analisis Karena resistansi dan reaktansi transformator diposisikan di sisi sekunder, maka untuk menambahkan penyulang dan sumber harus pula diposisikan di sisi sekunder. Tegangan sumber Vs menjadi Vs/a, resistansi penyulang menjadi Rp/a2, reaktansi penyulang menjadi 75
Xp/a2 . Jika resistansi penyulang Rp/a2 maupun resistansi transformator RT diabaikan, maka rangkaian sumber–penyulang–transformator–beban menjadi seperti pada Gb.5.8. Bentuk rangkaian yang terakhir ini cukup sederhana untuk melakukan analisis lebih lanjut. Vs/a adalah tegangan sumber. Xp/a2
XT
Vs/a
XC
B
V2
Gb.5.8. Rangkaian ekivalen penyaluran energi dari sumber ke beban dengan mengabaikan semua resistansi dalam rangkaian serta arus eksitasi transformator. Apabila kita menggunakan rangkaian ekivalen dengan hanya memandang arus nonlinier, maka sumber tegangan menjadi bertegangan nol atau merupakan hubung singkat seperti terlihat pada Gb.5.9. Xp/a2
XT
ibeban XC
B
Gb.5.9. Rangkaian ekivalen pada pembebanan nonlinier. Jika kita hanya meninjau komponen harmonisa, dan tetap memandang bahwa arus harmonisa mengalir ke beban, arah arus harmonisa digambarkan menuju sisi beban. Namun komponen harmonisa tidak memberikan transfer energi neto dari sumber ke beban; justru sebaliknya komponen harmonisa memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada sistem pencatu daya. Oleh karena itu sistem pencatu daya “bisa melihat” bahwa di arah beban ada sumber arus harmonisa yang mencatu sistem pencatu daya dan sistem pencatu daya harus memberi tanggapan terhadap fungsi pemaksa (driving function) ini. Dalam hal terakhir ini sumber arus harmonisa digambarkan sebagai sumber arus yang mencatu sistem seperti terlihat pada Gb.5.10. Xp/a2
XT XC
sumber arus harmonisa
Gb.5.10. Rangkaian ekivalen untuk analisis arus harmonisa.
76
Sudaryatno Sudirham, Analisis Harmonisa