Sudaryatno Sudirham
Analisis Keadaan Mantap
Rangkaian Sistem Tenaga
ii
BAB 10
Penyulang dan Saluran Transmisi Saluran transmisi penyulang merupakan koridor yang harus dilalui dalam penyaluran energi listrik Kita akan membahas saluran udara (dengan konduktor terbuka) dan pembahasan kita bagi dalam dua bab. Di bab ini kita membahas impedansi dan admitansi saluran transmisi, sedangkan di bab berikutnya akan kita bahas rangkaian ekivalen dan pembebanan. Walaupun rangkaian ekivalen saluran transmisi cukup sederhana, ada empat hal yang perlu kita perhatikan yaitu: • • • •
Resistansi konduktor, Imbas tegangan di satu konduktor oleh arus yang mengalir di konduktor yang lain, Arus kapasitif karena adanya medan listrik antar konduktor, Arus bocor pada isolator
Arus bocor pada isolator biasanya diabaikan karena cukup kecil dibandingkan dengan arus konduktor. Namun masalah arus bocor sangat penting dalam permbahasan isolator Karena saluran udara memanfaatkan udara sebagai bahan isolasi, perlu kita lihat besaran-besarn fisis udara yang akan masuk dalam perhitungan-perhitungan saluran transmisi, yaitu: Permeabilitas: permeabilitas magnetik udara dianggap sama dengan permeabilitas ruang hampa:
µ = µ 0 µ r ≈ µ 0 = 4π × 10 −7 H/m Permitivitas: permitivitas elektrik udara dianggap sama dengan permitivitas ruang hampa:
ε = εr ε0 ≈ ε0 =
10 −9 F/m 36π
10-1
10.1. Resistansi Material yang biasa digunakan sebagai konduktor adalah tembaga atau aluminium. Untuk saluran transmisi banyak digunakan aluminium dan kita mengenal jenis-jenis konduktor aluminium, seperti: • • •
Aluminium: AAL (all aluminium coductor) Aloy aluminium: AAAL (all aluminium alloy conductor) Dengan penguatan kawat baja: ACSR (aluminium conductor steel reinforced)
Data mengenai ukuran, konstruksi, resistansi [Ω per km], radius [cm], GMR [cm] (Geometric Mean Radius), serta kemampuan mengalirkan arus [A], dapat kita peroleh dari standar / spesifikasi namun untuk sementara kita tidak membahasnya. Relasi resistansi untuk arus searah adalah
R AS =
ρl Ω A
(10.1)
dengan l panjang konduktor [m], A luas penampang konduktor [m2], ρ adalah resistivitas bahan.
ρ Al = 2,83 × 10 −8 Ω.m [20 o C] ρ Cu = 1,77 × 10 −8 Ω .m [20 o C] Resistansi tergantung dari temperature,
T + T0 ρ T 2 = ρT 1 2 T1 + T0
(10.2)
T0 = 228 o C untuk aluminium = 241o C untuk tembaga Resistansi untuk arus bolak-balik lebih besar dari resistansi untuk arus searah karena ada efek kulit yaitu kecenderungan arus bolakbalik untuk mengalir melalui daerah pinggiran penampang konduktor. 10-2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Selain daripada itu, kondukor saluran transmisi merupakan pilinan konduktor sehingga panjang konduktor sesungguhnya lebih dari panjang lateral yang kita ukur. 10.2. Induktansi Arus pada suatu konduktor menimbulkan medan magnit di sekeliling konduktor dan juga di dalam konduktor walaupun tidak merata di seluruh penampang. Menurut hukum Ampere, jika arus yang mengalir pada konduktor adalah i maka medan magnet H di
∫ Hdl = i . Di titik berjarak x di luar
sekitar konduktor adalah
l
konduktor relasi ini menjadi
Hx =
1 2πx
(10.3)
Jika konduktor kita anggap sangat panjang dan l adalah satu segmen dari padanya, maka fluksi magnet yang melingkupi segmen ini sampai jarak Dx dari konduktor adalah
λ=
Dx
∫r
µil µil D x ln dx = 2πx 2π r
(10.4)
dimana r adalah radius konduktor. Persamaan (10.4) ini adalah fluksi lingkup di luar konduktor. Masih ada fluksi di dalam konduktor yang harus diperhitungkan. Untuk mencakup fluksi di dalam konduktor itu didefinisikan suatu radius ekivalen yang disebut Geometric Mean Radius (GMR), r’, sehingga (10.4) menjadi
λ′ =
µil D x ln 2π r′
(10.5)
Sistem Dua Konduktor. Kita perhatikan suatu saluran kirim dialiri arus i dengan saluran balik yang juga dialiri arus i tetapi dengan arah yang berlawanan seperti terlihat pada Gb.10.1. Kita pandang sistem dua konduktor ini sebagai satu segmen dari loop yang sangat panjang. Pada ujung-ujung segmen loop ini terdapat tegangan di antara kedua ujung konduktor, yaitu v A dan v ′A .
10-3
A
iA
A′
D A! : jarak A ke N v ′A r A′ : GMR konduktor A r!′ : GMR konduktor N
vA N
iA
N′
Gb.10.1. Saluran kirim A dan saluran balik N. Jika panjang segmen ini adalah l maka arus iA di saluran A memberikan fluksi lingkup di bidang segmen loop ini sebesar
λ A!1 =
µi A l D A! ln 2π rA′
(10.6.a)
Arus iA di saluran balik N memberikan fluksi lingkup sebesar
λ A! 2 =
µi A l D A! ln 2π r!′
(10.6.b)
Fluksi λ A!1 dan λ A! 2 saling menguatkan di bidang segmen loop ini sehingga fluksi lingkup total menjadi
λ A! = λ A1 + λ A2 =
2 µi A l D A! ln r A′ r!′ 2π
(10.6.c)
λ A! adalah fluksi lingkup konduktor A-N yang ditimbulkan oleh iA, dan merupakan fluksi sendiri yang akan memberikan induktansi sendiri LAA. Sistem Tiga Konduktor. Kita lihat sekarang sistem tiga konduktor A-B-N seperti terlihat pada Gb.10.2 dengan arus iA dan iB yang masing-masing menglir di A dan B. Konduktor N adalah saluran balik yang mengalirkan arus balik (i A + i B ) . Kita akan menghitung fluksi lingkup segmen loop yang menjadi perhatian kita yaitu fluksi lingkup pada segmen loop A-N.
10-4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
iA
A
A′
iB
B′
B i A + iB N
N′
Gb.10.2. Saluran kirim A dan B, dan saluran balik N. Dalam situasi ini arus iA di konduktor A dan arus (iA+iB) di N memberikan fluksi lingkup sebesar
λ A!B1 =
µi A l D A! µ(i A + i B )l D A! ln ln + 2π 2π r A′ r!′
(10.7.a)
sedangkan arus iB di konduktor B memberikan
λ A!B 2 =
µi B l D AB µi B l D B! ln ln + 2π 2π rB′ rB′
(10.7.b)
Karena arus iB searah dengan iA maka suku pertama (10.7.b) memperlemah fluksi antara A dan B, sedangkan suku ke-dua memperkuat fluksi antara B dan N. Fluksi lingkup antara A dan N dengan kehadiran B menjadi λ A!B = λ A!B1 + λ A!B 2 =
D µi l µi Al DA! ln + ln A! + B 2π rA′ r!′ 2π
DA! D D ln − ln AB + ln B! ′ ′ r r rB′ ! B
atau
λ A!B =
2 D A!
µi A l µi l D D ln + B ln A! B! 2π 2π rA′ r!′ r!′ D AB
(10.7.c)
λ A!B adalah fluksi lingkup segmen loop A-N dengan kehadiran arus di konduktor B yang jika kita bandingkan dengan (10.6.c) terlihat bahwa suku ke-dua (10.6.c) adalah tambahan yang disebabkan oleh adanya arus iB..
10-5
Kita lihat sekarang fluksi lingkup segmen loop B-N antara konduktor B dan N. Fluksi lingkup yang ditimbulkan oleh arus di B dan arus di N adalah
λ B!A1 =
µi B l D B! µ(i B + i A )l D B! ln ln + 2π 2π rB′ r!′
(10.8.a)
dan fluksi yang ditimbulkan oleh iA yang memperkuat fluksi λ B!A1 adalah
λ B!A2 =
D µi l D µi A l D A! ln − ln AB = A ln A! 2π 2π r A′ rA′ D AB
(10.8.b)
sehingga fluksi lingkup konduktor B-N menjadi
λ B!A = λ B!A1 + λ B!A2 =
2 µi B l D B! µi l D D ln + A ln B! A! 2π 2π rB′ r!′ D AB r!′
(10.8.c)
Kita lihat bahwa formulai (10.8.c) mirip dengan (10.7.c) Sistem Empat Konduktor. Dengan cara yang sama, kita menghitung fluksi-fluksi lingkup pada sistem empat konduktor dengan tiga konduktor A, B, dan C masing-masing dengan arus iA, iB, dan iC , dan satu konduktor balik N dengan arus (i A + i B + iC ) seperti terlihat pada Gb.10.3.
A v A! B C
v B! v C!
v ′A!
iB
v ′B!
iC i A + i B + iC
A′ B′
C′
′ v C! N′
N
Dij : jarak konduktor i dan j ; ri′ = GMR konduktor i, j : A, B, C, N Gb.10.3. Sistem empat konduktor. 10-6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Fluksi lingkup konduktor A-N, B-N, dan C-N: µl D D iA ln A! + (iA + iB + iC ) ln A! r!′ 2π rA′
λ A! =
+
µ D D iB ln B! − iB ln AB rB′ rB′ 2π
µ D D iC ln C! − iC ln AC + rC′ rC′ 2π =
(10.9.a)
µl D D D D D2 iA ln A! + iB ln A! B! + iC ln A! C! ′ ′ ′ r!′ DAC r! DAB rAr! 2π
D D µl i B ln B! + (i A + i B + iC ) ln B! 2π rB′ r!′
λ B! =
=
+
D D µ i A ln A! − i A ln AB ′ 2π rA rA′
+
D D µ iC ln C! − iC ln BC 2π rC′ rC′
D D D2 D D µl i A ln B! A! + i B ln B! + +iC ln B! C! 2π r!′ D AB rB′ r!′ r!′ D BC (10.9.b)
λ C! =
=
D D µl iC ln C! + (i A + i B + iC ) ln C! ′ 2π rA r!′ +
D D µ i A ln A! − i A ln AC 2π r A′ rA′
+
D D µ i B ln B! − i B ln BC 2π rB′ rB′
D D D D D2 µl i A ln C! A! + i B ln C! B! + iC ln C! 2π r!′ D AC r!′ D BC rC′ r!′ (10.9.c)
10-7
Penurunan relasi (10.9) sudah barang tentu tidak terbatas hanya untuk empat konduktor. Akan tetapi kita mengaitkannya dengan keperluan kita untuk meninjau sistem tiga fasa. Oleh karena itu kita batasi tinjauan pada sistem empat konduktor. Dalam bentuk matriks, (10.9) dapat kita tuliskan µ D2 ln A! 2π rA′ r!′ λ A! λ = l µ ln DB! DA! B! r!′ DAB 2π λC! µ D D ln C! A! r!′ DAC 2π
µ D D ln A! B! r!′ DAB 2π µ D2 ln B! 2π rB′ r!′ µ D D ln C! B! 2π r!′ DBC
µ D D ln A! C! r!′ DAC 2π i A µ D D ln B! C! iB 2π r!′ DBC iC µ D2 ln C! 2π rC′ r!′
(10.10) Turunan terhadap waktu dari fluksi lingkup imbas 2 µ DA! µ DA! DB! ln ln ′ ′ π π 2 2 r r r!′ DAB A ! v AA′ 2 µ µ 1 D D DB! = ln B! A! ln v ′ BB 2π 2π rB′ r!′ l r!′ DAB vCC ′ µ DC! DA! µ DC! DB! ln ln 2π r!′ DAC r!′ DBC 2π
memberikan tegangan µ DA! DC! ln diA 2π r!′ DAC dt µ DB! DC! diB ln 2π r!′ DBC dt 2 diC µ DC! dt ln 2π rC′ r!′
(10.11) Jika tegangan dan arus adalah sinusoidal, persamaan matriks di atas dapat kita tuliskan dalam fasor µ D2 ln A! 2π rA′ r!′ VAA′ µ 1 D D VBB′ = jω ln B! A! l r!′ D AB 2π µ VCC ′ D D ln C! A! 2 r!′ D AC π
D D µ ln A! B! 2π r!′ D AB D2 µ ln B! 2π rB′ r!′ D D µ ln C! B! 2π r!′ DBC
D D µ ln A! C! 2π r!′ D AC I A DB! DC! µ ln IB 2π r!′ DBC IC D2 µ ln C! 2π rC′ r!′
(10.12) Persamaan ini memberikan tegangan imbas pada setiap konduktor.
10-8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
10.3. Impedansi Jika resistansi konduktor dimasukkan maka kita dapatkan matriks impedansi yang tidak hanya memberikan tegangan imbas tetapi tegangan jatuh di konduktor. Dalam memasukkan resistansi ini kita amati hal berikut: Semua arus fasa melalui masing-masing konduktor fasa, dan melalui konduktor netral secara bersama-sama. Oleh karena itu impedansi sendiri suatu fasa akan mengandung resistansi konduktor fasa dan resistansi konduktor netral, sedangkan impedansi bersama akan mengandung resistansi konduktor netral saja. Persamaan (10.12) berubah menjadi:
V AA′ Z AA 1 VBB′ = Z BA l VCC ′ Z CA
Z AB Z BB Z CB
Z AC I A Z BC I B Z CC I C
(10.13.a)
dengan Z AA = RA + R! + j
2 ωµ DA! ωµ DA! DB! ln ; Z AB = R! + j ln ; ′ ′ 2π rAr! 2π r!′ DAB
Z AC = R! + j Z BA = R! + j
2 ωµ DB! D A! ωµ DB! ln ; Z BB = RB + R! + j ln ; 2π 2π rB′ r!′ r!′ DAB
Z BC = R! + j ZCA = R! + j
ωµ DA! DC! ln 2π r!′ DAC
ωµ DB! DC! ln 2π r!′ DBC
ωµ DC! DA! ωµ DC! DB! ln ; ZCB = R! + j ln ; 2π 2π r!′ DAC r!′ DBC ZCC = RC + R! + j
2 ωµ DC! ln 2π rC′ r!′
(10.13.b) Walaupun matriks impedansi pada (10.13.a) terlihat simetris namun tidak diagonal. Matrik impedansi urutan akan berbentuk diagonal jika konfigurasi konduktor memiliki kesimetrisan seperti pada konfigurasi ∆ atau dibuat simetris melalui transposisi.
10-9
Konfigurasi ∆ (Segitiga Sama-sisi). Konfigurasi ini adalah konfigurasi segitiga sama-sisi di mana konduktor fasa berposisi di puncak-puncak segitiga; D AB = D BC = D AC = D . Konduktor netral berposisi di titik berat segitiga sehingga
D A! = D B! = DC! = D / 3 .
D
D D/ 3
D Gb.10.4 Konfigurasi ∆ (equilateral). Jika kita misalkan resistansi konduktor fasa sama besar yaitu R dan GMR-nya pun sama yaitu r maka jika kita masukkan besaranbesaran ini ke (10.13.b) kita peroleh Z AA = R + R ! + j
ωµ D2 ωµ D ln ; Z AB = R ! + j ln ; ′ ′ 2π 3r r! 2π 3r!′ Z AC = R ! + j
Z BA = R ! + j
Z CA = R ! + j
ωµ D ln 2π 3r!′
ωµ ωµ D D2 ln ; Z BB = R + R ! + j ln ; 2π 3r!′ 2π 3r ′r!′ (10.14) ωµ D ln Z BC = R ! + j 2π 3r!′ ωµ ωµ D D ln ; Z CB = R ! + j ln ; 2π 3r!′ 2π 3r!′ Z CC = R + R ! + j
ωµ D2 ln 2π 3r ′r!′
Pada (10.14) ini terlihat bahwa
Z AB = Z BC = Z CA = Z m Z AA = Z BB = Z CC = Z s 10-10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
sehingga (10.13.a) dapat dituliskan:
V AA′ Z s 1 VBB′ = Z m l VCC ′ Z m
Zm Zs Zm
Z m I A Z m I B Z s I C
(10.15.a)
dengan Z s = R + R! + j
ωµ D2 ln 2π 3r′r!′
Ω/m
ωµ D ln Ω/m Z m = R! + j 2π 3r!′
(10.15.b)
Impedansi urutan dapat kita peroleh dengan cara seperti pada Contoh-9.2 di bab sebelumnya.
[Z 012 ] = [T]−1 [Z ABC ][T] 1 1 1 Z s Z m Z m 1 1 1 [T] [Z ABC ][T] = 1 a a 2 Z m Z s Z m 1 a 2 3 1 a 2 a Z m Z m Z s 1 a Z s + 2Zm Z s + 2Zm Z s + 2Z m 1 1 2 2 = Z s − Z m aZ s + (1 + a ) Z m a Z s + (1 + a) Z m 1 3 Z s − Z m a 2 Z s + (1 + a) Z m aZ s + (1 + a 2 ) Z m 1 -1
Z s + 2Z m = 0 0
0 Zs − Zm 0
1 a a 2 1 a2 a
1 a a 2
0 0 Z s − Z m
Dengan memasukkan (10.15.b) kita peroleh Z 0 = Z s + 2 Z m = R + 3R ! + j Z1 = Z 2 = Z s − Z m
ωµ D4 Ω/m ln 2π 27 r ′(r!′ ) 3
(10.16)
ωµ D = R+ j ln Ω/m 2π r ′
10-11
COTOH-10.1: Penyulang tiga fasa, 20 kV, 50 Hz, panjang 20 km. Konduktor penyulang berpenampang 95 mm2 dan memiliki radius efektif 6 mm. Resistivitas konduktor adalah 0,0286 Ω.mm2/m dan penyulang dibangun dalam konfigurasi ∆ dengan jarak antar konduktor 1m. Hitunglah impedansi sendiri dan impedansi bersama serta impedansi urutan positif, dengan mengabaikan kapasitansi. Penyelesaian:
ρl 0,0286 = = 0,00031 Ω/m A 95 Dengan konfigurasi ∆, impedansi sendiri dan impedansi bersama fasa A dihitung menggunakan formulasi (10.14): 0.00031 + 0,00031 − 7 2 Z AA = × 20000 100π × 4π ×10 1 ln + j 2π 3 × 0,006 × 0,006 Resistansi konduktor: R A =
= 12,04 + j12,85 = 17,61∠46,86 o Ω 100π × 4π × 10 −7 12 × 20000 Z AB = 0,00031 + j ln 2 3 0 , 006 π × = 6,02 + j 5,05 = 7,86∠39,96 o Ω Z AC = Z AB Impedansi urutan positif dihitung dengan relasi (10.16)
Z1 = Z s − Z m = Z AA − Z AB = 12,04 + j12,85 − 6,02 + j 5,05 = 6,02 + j 7,8 = 9,86∠52,35 o Ω COTOH-10.2: Beban 5000 kW dengan factor daya 0,8 dicatu melalui penyulang tiga fasa, 20 kV, 50 Hz, sepanjang 20 km yang diberikan pada Contoh-10.1. Dengan mengabaikan kapasitansi antar konduktor, hitunglah tegangan di ujung kirim apabila tegangan di ujung terima (beban) ditetapkan 20 kV dengan cara: a) menggunakan besaran-besaran fasa; b) menggunakan besaran urutan. 10-12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Penyelesaian: a)
Karena kapasitansi diabaikan, maka perbedaan tegangan antara ujung kirim dan ujung terima hanya disebabkan oleh impedansi saluran. Dengan pembebanan seimbang, perhitungan dilakukan menggunakan model satu fasa. Kita amati fasa A. Impedansi sendiri dan impedansi bersama fasa A telah dihitung pada contoh-10.1:
Z AA = 12,04 + j12,85 = 17,61∠46,86 o Ω Z AB = Z AC = 6,02 + j 5,05 = 7,86∠39,96 o Ω Dengan menggunakan tegangan fasa-netral ujung terima fasa A sebagai referensi, maka tegangan fasa-netral ujung terima fasa A, B, dan C adalah 20 VrA = ∠0 o = 11,55∠0 o kV 3
VrB = 11,55∠ − 120 o kV VrC = 11,55∠ − 240 o kV Arus fasa A, B, dan C adalah 5000 / 3 IA = = 180,4 A → I A = 180,4∠ − 36,87 o A 11,55 × 0,8
I B = 180,4∠ − 156,87 o A I C = 180,4∠ − 276,87 o A Tegangan jatuh di fasa A adalah:
V AA′ = Z AA I A + Z AB I B + Z AC I C = 17,61∠46,86 o × 180,4∠ − 36,87 o + 7,86∠39,96 o × 180,4∠ − 156,87 o + 7,86∠39,96 o × 180,4∠ − 276,87 o = 3129,33 + j 551,34 − 641,39 − j1263,93 − 773,90 + j1187,43 = 1714,04 + j 474,84
10-13
Tegangan fasa-netral di ujung kirim:
VsA = VrA + V AA′ = 11,55 + 1,71 + j 0,48 = 13,2∠2 o kV Tegangan fsa-fasa di ujung kirim: V s LL = 13,2 3 = 22,8 kV b). Pada pembebanan seimbang, besaran urutan yang ada hanyalah urutan positif. Impedansi urutan positif telah dihitung pada contoh-10.1.
Z 1 = 6,02 + j 7,8 = 9,86∠52,35 o Ω Tegangan jatuh di fasa A adalah:
V AA′ = Z 1 × I A = 9,86∠52,35 o ×180,4∠ − 36,87 o = 1778,59∠15,48 o = 1,71 + j 0,48 V VsA = VrA + V AA′ = 11,55 + 1,71 + j 0,48 = 13,2∠2 o kV Tegangan fasa-fasa di ujung kirim: V s LL = 13,2 3 = 22,8 kV
Transposisi. Suatu upaya untuk membuat konfigurasi menjadi simetris adalah melakukan transposisi, yaitu mempertukarkan posisi konduktor sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan transmisi mempunyai konfigurasi simetris ataupun hampir simetris seperti terlihat pada Gb.10.4. Panjang total saluran, d, dibagi dalam tiga seksi dan posisi konduktor fasa dipertukarkan secara berurutan. Kita misalkan ketiga konduktor fasa pada Gb.10.5 memiliki resistansi per satuan panjang sama besar dan demikian juga jari-jari serta GMR-nya; R A = R B = RC = R , r A = rB = rC = r dan r A′ = rB′ = rC′ = r ′ . Kita dapat mencari formulasi impedansi fasa dan impedansi urutan dengan melihat seksi per seksi.
10-14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
D A! = D1 D B! = D2
D A! = D2
D A! = D3
D B! = D3
DC! = D3
DC! = D1
D B! = D1 DC! = D2
Gb.10.5. Transposisi. Kita lihat konduktor A di seksi pertama: ;
Z AA =
ωµ D12 d ln R + R! + j 3 2π r ′r!′
Z AB =
1 ωµ ωµ d DD DD ln 1 2 ; Z AC = R! + j ln 1 3 R! + j 3 2π DAB r!′ 3 2π DAC r!′
(10.17.a) Konduktor A di seksi ke-dua: Z AA =
d ωµ D22 R + R! + j ln 3 2π r′r!′
Z AB =
d ωµ D2 D3 R! + j ln 3 2π DABr!′
;
D D ωµ 1 ; Z AC = R! + j ln 2 1 3 2π DAC r!′
(10.17.b) Konduktor A di seksi ke-tiga Z AA =
d D2 ωµ ln 3 R + R! + j 3 2π rA′ r!′
Z AB =
d DD ωµ R! + j ln 3 1 3 2π DAB r!′
;
1 DD ωµ ; Z AC = R! + j ln 3 2 ′ 3 2 D π AC r!
(10.17.c)
10-15
Impedansi per satuan panjang konduktor A di seluruh seksi dapat dinyatakan sebagai: 2 ωµ D1 Z AA = R + R ! + j ln 2π r ′r!′
1/ 3
1/ 3
Z AB = R ! + j
ωµ D1 D 2 ln 2π D AB r!′
Z AC = R ! + j
ωµ D1 D3 ln 2π D AC r!′
D 22 r ′r!′
1/ 3
D 2 D3 D r′ AB !
1/ 3
D 2 D1 D r′ AC !
D32 r ′r!′
1/ 3
1/ 3
D3 D1 D r′ AB !
1/ 3
D3 D 2 D r′ AC !
1/ 3
1/ 3
(10.18) Jika didefinisikan:
D h = 3 D1 D 2 D3
dan D f = 3 D AB D BC D AC
(10.19)
maka formulasi (10.18) menjadi
Z AA = R + R ! + j
Z AB = R ! + j
2 ωµ D h ln 2π r ′r!′
2 ωµ D h ln 2π D f r!′
;
2 ωµ D h ; Z ln = + R j ! AC 2π D f r!′ (10.20)
Fasa B dan C memiliki formula yang mirip dengan fasa A dan kita mendapatkan relasi
V AA′ Z s 1 VBB′ = Z m l VCC ′ Z m
Zm Zs Zm
Z m I A Z m I B Z s I C
(10.21.a)
dengan
10-16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Z s = R + R! + j
2 ωµ D h ln 2π r ′r!′
2 ωµ D h ln Z m = R! + j 2π D f r!′
Ω/m
Ω/m
(10.21.b)
Impedansi urutan
[Z 012 ] = [T]−1 [Z ABC ][T] dan dengan (10.21.b) kita peroleh:
D h6 ωµ ln 2π D 2 r ′(r!′ ) 3 f ωµ D f ln Z1 = Z 2 = Z s − Z m = R + j 2π r′ Z 0 = Z s + 2 Z m = R + 3R ! + j
(10.22)
COTOH-10.3: Hitunglah impedansi urutan positif pada frekuensi 50 Hz dari suatu saluran transmisi dengan transposisi yang mempunyai konfigurasi sebagai berikut: 8, 4 m
4,2 m
A
R A = RB = RC = 0.088 Ω / km rA = rB = rC = r = 1,350 cm rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm
4,2 m
C
B
Kapasitas arus : 900 A
Penyelesaian: (perhatikan bahwa R dinyatakan dalam Ω/km) Untuk menggunakan relasi (10.22), kita hitung lebih dulu Df dengan menggunakan relasi (10.19): D f = 3 4 × 4 × 8 = 5,29 m
Jadi:
2π × 50 × 4π ×10 −7 ×1000 5,29 ln 2π 0,01073 = 0,088 + j 0,3896 Ω/km
Z1 = 0,088 + j
10-17
10.4. Admitansi Kita pandang satu konduktor lurus dengan panjang tak hingga dan mengandung muatan dengan kerapatan ρ per satual panjang. Pada konfigurasi sederhana ini, penerapan hukum Gauss untuk menghitung displacement D menjadi sederhana.
∫ Dds = ρl S
dengan S adalah luas dinding silinder dengan sumbu pada konduktor sepanjang l. Bidang equipotensial di sekitar konduktor akan berbentuk silindris dengan sumbu pada konduktor tersebut. Kuat medan listrik di suatu titik berjarak x dari konduktor adalah: Ex =
Untuk udara ε = ε 0 =
ρl D ρ = = ε ε × 2πx × l 2πεx
1 × 10 −9 36π
F/m
Kuat medan listrik ini menyebabkan terjadinya perbedaan potensial antara dua titik di luar konduktor, seperti digambarkan pada Gb.10.5. A B xA xB
Gb.10.5. Dua titik di luar konduktor.
v AB =
xB
∫x
A
Edx =
xB
∫x
A
x ρ ρ dx = ln B 2πεx 2πε x A
(10.23)
v AB adalah penurunan potensial dari A ke B yang bernilai posistif jika xB > xA. Jika ρ adalah muatan negatif maka v AB adalah kenaikan potensial.
Beda Potensial Dua Konduktor Tak Bermuatan. Kita lihat sekarang satu konduktor k dengan jari-jari rk dan bermuatan ρk. Dua konduktor lain yang tidak bermuatan, i dan j, berjarak Dik dan Djk dari konduktor k seperti terlihat pada Gb.10.6. 10-18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
k , rk , ρ k
i
Dik
j
D jk
Gb.10.6. Satu konduktor bermuatan dan dua konduktor tak bermuatan. Potensial konduktor i yang diakibatkan oleh adanya muatan di konduktor k adalah beda potensial antara titik di permukaan konduktor k dan posisi konduktor i. Sedangkan beda potensial antara konduktor k dan j adalah beda potensial antara permukaan konduktor k dan posisi konduktor j. Beda potensial antara konduktor i dan j adalah selisih antara keduanya. v ij
ρk
= v kj =
ρk
− v ki
ρk
D jk ρ k Dik ln − ln 2πε rk rk
ρk D = ln ik 2πε D ij
(10.24.)
Beda Potensial Tiga Konduktor Bermuatan. Tiga konduktor bermuatan A, B, C diperlihatkan pada Gb.10.7. Setiap muatan di setiap konduktor akan menyebabkan beda potensial di dua konduktor yang lain. D AC
D AB A, r A , ρ A
D BC B, rB , ρ B
C, rC , ρ C
Gb.10.7. Tiga konduktor bermuatan.
v BC = v BC v BC
ρA
=
ρA
+ v BC
ρB
+ v BC
ρC
D ρA ln AC 2πε D AB
10-19
v BC
ρB
=
vBC ρ = c
Jadi v BC =
D ρB ln BC rB 2πε
ρC r ln C 2πε DBC
D D r 1 ρ A ln AC + ρ B ln BC + ρ C ln C 2πε D AB rB D BC
(10.25)
Beda Potensial Empat Konduktor Bermuatan. Empat konduktor bermuatan terlihat pada Gb.10.8:
A, r A , ρ A
B, rB , ρ B
C, rC , ρ C
N , r! , ρ !
Gb. 10.8. Sistem empat konduktor. Kita akan meninjau sistem empat konduktor seperti terlihat pada gambar di atas dengan ketentuan konservasi muatan, yaitu
ρA +ρA +ρA +ρA = 0 v A! =
(10.26)
D D D r 1 ρ A ln A! + ρ B ln B! + ρ C ln C! + ρ ! ln ! 2πε rA D AB D AC D A!
D D D r 1 ρ A ln A! + ρ B ln B! + ρ C ln C! + ρ ! ln ! v C! = 2πε D AC D BC rC DC! v B! =
v !! =
D D D r 1 ρ A ln A! + ρ B ln B! + ρ C ln C! + ρ ! ln ! 2πε D AB rB D BC D B!
D D D D 1 ρ A ln A! + ρ B ln B! + ρ C ln C! + ρ ! ln !! D A! D B! DC! D !! 2πε
=0
(10.27) Jika kita terapkan relasi konservasi muatan (10.26)
ρ a + ρb + ρ c + ρ n = 0 atau ρ n = −(ρ a + ρb + ρ c ) maka ρ! akan ter-eliminasi dari persamaan (10.27) 10-20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
D2 D D + ρ B ln B! + ρ C ln B! C! rB r! D BC r! D D D2 + ρ B ln C! B! + ρ C ln C! D BC r! rC r! (10.28.a)
v A! =
D2 D D D D 1 ρ A ln A! + ρ B ln A! B! + ρ C ln A! C! 2πε r A r! D AB r! D AC r!
v B! =
D D 1 ρ A ln A! B! 2πε D AB r!
v C! =
D D 1 ρ A ln C! A! D AC r! 2πε
yang dalam bentuk matriks kita tuliskan: 1 D2 ln A! 2πε ra rn v A v = 1 ln DB! DA! B 2πε DAB rn vC 1 D D ln C! A! DAC rn 2πε
1 D D ln A! B! 2πε DAB rn 1 D2 ln B! 2πε rb rn 1 D D ln C! B! 2πε DBCB rn
1 D D ln A! C! 2πε DAC rn ρ A 1 DB! DC! ln ρ B 2πε DBC rn ρC 1 D2 ln C! 2πε rc rn
(10.28.b) atau secara singkat
v A f AA v = f B AB v C f CA
f AB f BB f CB
f AC ρ A f BC ρ A f CC ρ C
(10.28.c)
atau
~ ~v ABC = [F ABC ] ρ ABC
(10.28.d)
Din D jn 1 ln Dij rn 2πε
(10.28.e)
dengan
f ij =
i, j = A, B, C Untuk tegangan sinusoidal keadaan mantap, dapat kita tuliskan:
10-21
V A f AA V B = f BA VC f CA
f AC ρ A f BC ρ B f CC ρ C
f AB f BB f CB
(10.29.a)
atau
ρ A f AA ρ = f B BA ρ C f CA
f AB f BB f CB
f AC f BC f CC
−1
V A VB VC
(10.29.b)
atau
~ ~ ~ ρ ABC = [F ABC ]-1 V ABC = [C ABC ] V ABC
(10.29.c)
Kita ingat relasi kapasitor Q = CV . Dari (10.25.c) kita turunkan
[C ABC ] = [F ABC ]-1
F/m
(10.30)
[YABC ] = jω[C ABC ] Ω/m
(10.31)
dan kita peroleh admitansi
Namun kita tidak menghitung [YABC] dengan menggunakan (10.31) melainkan dari (10.30) dengan menghitung [F ABC ] dan sini menghitung [F012 ] sehingga diperoleh [C 012 ] dan [Y012 ] .
f AA
[FABC ] = f BA
f AB
f CA
f BB f CB
f AC f BC f CC
(10.32)
nilai urutannya adalah
[F012 ] = [T]−1 [F ABC ][T]
(10.33)
dan akan kita peroleh
[C012 ] = [F012 ]−1
sehingga
[Y012 ] = jω[C012 ]
(10.34)
10-22 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
Konfigurasi ∆.
D AB = D BC = D AC = D ; D A! = D B! = DC! = D / 3 .
1 D2 ln 2πε 3rrn [F ABC ] = 1 ln D 2πε 3rn 1 D ln 2πε 3rn fs = f m f m
fm fs fm fs fm f m
fs + 2 fm 0 = 0 F0 = f s + 2 f m =
fm f m [T ] f s
0 fs − fm 0
0 0 f s − f m
1 D4 ln 2πε 27r (rn ) 3
F1 = F2 = f s − f m
1 D ln 2πε 3rn 1 D ln 2πε 3rn 1 D 2 (10.35) ln 2πε 3rrn
fm f m f s fm fs fm
−1
[F012 ] = [T]
1 D ln 2πε 3rn 1 D2 ln 2πε 3rrn 1 D ln 2πε 3rn
(10.36)
(10.37)
1 D ln = 2πε r
Kapasitansi
C0 =
1 2πε = 4 F0 ln[ D / 27r (r! ) 3 ]
1 2πε = C2 = C1 = F1 ln( D / r )
(10.38)
10-23
Admitansi
Y0 = jωC 0 = j
2πεω 4
ln[ D / 27r (r! ) 3 ]
(10.39)
2πεω Y1 = jωC1 = Y2 = j ln( D / r )
Transposisi. Kita telah melihat bahwa jika transposisi dilakukan maka impedansi urutan dapat berbentuk matriks diagonal. Hal yang sama akan terjadi pada admitansi. Dengan transposisi matriks [FABC] berbentuk fs fm fm [F ABC ] = f m f s f m (10.40) f m f m f s Pada tahap ini kita perlu mengingat kembali bahwa walaupun dalam analisis rangkaian listrik besaran resistansi, induktansi, impedansi, serta admitansi difahami sebagai konstanta proporsiaonalitas rangkaian linier, namun sesungguhnya mereka adalah besaranbesaran dimensional. Mereka merupakan besaran yang tergantung dari ukuran yang dimilikinya serta sifat-sifat fisis material yang membentuknya. Oleh karena itu, selama dimensinya sama, pengolahan aritmatika dapat dilakukan. Dalam kasus transposisi saluran transmisi, sebagaimana ditunjukkan oleh matriks [FABC] di atas, konduktor-konduktor memiliki nilai sama jika dilihat dalam selang saluran yang ditransposisikan yaitu yang terdiri dari tiga seksi. Dengan demikian maka admitansi dapat kita peroleh dengan mengambil nilai rata-rata dari admitansi per seksi.
(
1 f ij seksi-1 + f ij seksi-2 + f ij seksi-3 3 dengan f ij = f s jika i = j
f ij =
) (10.41)
f if = f m jika i ≠ j Kita memperoleh (lihat Gb.10.4.)
10-24 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga
D2D2D2 1 ln 1 2 3 6πε r 3 r!3 D D D D D D 1 fm = ln 1 2 2 3 3 1 6πε D AB D BC D AC r!3
fs =
(10.41)
Dengan definisi (10.19)
D h = 3 D1 D 2 D3
dan D f = 3 D AB D BC D AC
kita peroleh
fs =
D2 1 ln h 2πε rr!
(10.42)
Dh2 1 fm = ln 2πε D f r! sehingga 6
Dh 1 ln 2πε D 2 r (rn ) 3 f Df 1 F1 = F2 = f s − f m = ln r 2πε
F0 = f s + 2 f m =
(10.43
Kapasitansi adalah
C0 =
1 2πε F/m = F0 ln[ D 6 / D 2 r (r! ) 3 ] h f
1 2πε C1 = F/m = C2 = F1 ln( D f / r )
(10.44)
Admitansi adalah
Y0 = jωC 0 = jω
2πε ln( Dh6
/ D 2f rr!3 )
2πε S/m Y1 = Y2 = jω ln( D f / r )
S/m (10.45)
10-25
COTOH-10.4: Hitunglah admitansi urutan positif pada frekuensi 50 Hz dari suatu saluran transmisi dengan transposisi yang mempunyai konfigurasi seperti pada Contoh-10.3: 8, 4 m
4,2 m
A
R A = RB = RC = 0.088 Ω / km 4,2 m
B
C
rA = rB = rC = r = 1,350 cm rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm Kapasitas arus : 900 A
Penyelesaian: Dengan menggunakan relasi (10.37), di mana Df sudah dihitung pada Contoh-10.2 dan ε = (1 / 36π) × 10 −9 F/m maka:
Y1 = jω
2π × 50 × 2π × (1 / 36π) × 10 −9 2πε = j ln( D f / r ) ln(5,29 / 0,01350)
= j 2,923 × 10 −9 S/m = j 2,923 µS/km Catatan: Formulasi untuk Y0 pada (10.39) tidak terlalu cocok untuk menghitung admitansi urutan nol. Kopling kapasitif tidak hanya terjadi antar konduktor tetapi juga dengan tanah.
10-26 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Sistem Tenaga