DIPLOMASI Tabloid
Media Komunikasi dan Interaksi
Perempuan Dalam
No. 8, Tahun I, Tgl. 15 Agustus - 14 September 2008
Customer Service: (021) 686 63162 Email:
[email protected]
http://www.diplomasionline.net
KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Diplomasi Indonesia
Kemajuan Perempuan Sebagai Tiang Penyangga Negara
ISSN 1978-9173
www.diplomasionline.net
9
771978 917386
Dirgahayu HUT RI & Departemen Luar Negeri RI ke-63
DIPLOMASI
No. 8, Tahun I
Media Komunikasi dan Interaksi
DIPLOMASI
15 Agustus - 14 September 2008
Media Komunikasi dan Interaksi Daftar Isi 04
Fokus Policy Planner Bukan Hanya Memantau di Belakang Meja, Tetapi Harus Mengikuti Proses
05
Fokus Dalam Diplomasi, Perempuan Memiliki Kelebihan
07
Dari Diplomasi Bela Diri Politik Menuju Diplomasi Ekonomi
06
Fokus Menerjemahkan Kedekatan Politis Negara Eropa Tengah dan Timur Dalam Kerjasama Ekonomi
09
Sorotan Kerjasama Teknik Bagian Dari Soft Diplomasi
16
Sorotan Diplomasi Bukan Monopoli Laki-Laki
20
Lensa Menangani Isu Multilateral Sangat Menarik
21
Menggodok Rekomendasi Kebijakan Kawasaan Asia Pasifik dan Afrika
12
Kilas Protokoler Menyangkut Martabat dan Harga Diri
17
Perancis Selatan, Peluang Pasar Bagi Komoditi Ekspor Indonesia
No. 8, Tahun I
Teras Diplomasi
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
A Good Girl is Certainly Better Than a Bad Boy
E
lena Stefoi, seorang sejarawan sekaligus Duta Besar Rumania untuk Kanada, mengucapkan kalimat yang saya tuliskan sebagai judul diatas sebagai penutup dari pidatonya pada seminar ttg perempuan di Kanada. Pada masamasa perang ucapnya, perempuan berdiplomasi sementara laki-laki pergi berperang. Subjek diplomasi dan perempuan menjadi begitu menggelisahkannya, hingga kalau kita mengetik dua kata itu pada mesin pencari “google” keluarlah berlembar-lembar bahasan tentang betapa terlambatnya dunia memberikan tempat bagi perempuan di dunia yang dipenuhi oleh laki-laki sebagai “homo diplomaticus”. Secara resmi di berbagai negara, diakuinya perempuan sebagai seorang diplomat penuh, tak jauh dari perang dunia kedua. Bahkan di Rusia, perempuan dipandang sama dengan diplomat laki-laki baru pada tahun 1960-an. Sebenarnya, signifikansi perempuan dalam diplomasi dimulai jauh sebelum masehi. Steven Saylor dalam epik novelnya “Roma” mengungkapkan sejarah yang menarik. Tahun 491 SM tercatat saat Corolianus seorang panglima perang yang dibuang oleh rakyat Roma hendak membalas dendam pada tanah kelahirannya, perempuanperempuan Roma memasang dirinya sebagai benteng terakhir. Ibunda Corolianus, Veturia, dengan gagah berani mendatangi Panglima Perang yang dikenal keji itu, dan mengajaknya berunding. Entah apa yang dikatakan Veturia pada pertemuan empat mata dengan Corolianus dalam tenda yang tertutup, Corolianus akhirnya mengurungkan membalas dendam pada kota yang telah membuangnya itu, dan memilih untuk dibunuh oleh pasukan Volci, sekutunya sekaligus musuh bebuyutan Roma, yang menuduhnya berkhianat. Kehebatan diplomasi perempuan juga amat dikenal saat Cleopatra menjalin hubungan
cinta dengan Julius Caesar, yang membuat kejatuhan Alexandria dari penguasaan Alexander the Great ke tangan Roma dengan sangat bermartabat. Setelah Caesar meninggal, Cleopatra menjalin kembali hubungan cinta dengan Marcus Antonius, orang kepercayaan Caesar, demi menjaga keutuhan Mesir. Walaupun akhirnya Cleopatra mati ditangan Octavius, musuh politik dari Antonius, namun Mesir senantiasa utuh sampai saat ini dan patung Cleopatra yang bersepuh emas tetap dipuja di kuil Venus. Apakah kehebatan perempuan dalam diplomasi selalu berkaitan dengan hubungan darah dan cinta? Seperti yang dilakukan oleh Veturia dan Cleopatra? Susah untuk mengatakannya. Peran dominan perempuan sebagai ibu dan kekasih, semakin jarang ditemukan. Diplomat perempuan, semakin hari, semakin mengadopsi role model dalam dunia diplomasi, gaya laki-laki sebagai “homo politicus”. Apakah ini baik atau buruk? Saya tidak tahu. Apakah laki-laki senang berdiplomasi dengan perempuan yang berbicara seperti laki-laki atau perempuan sebagaimana adanya? Sejarah mencatat pujian yang paling jujur terhadap diplomat perempuan tercatat saat seorang laki-laki diplomat Inggris, membisikkan apreasiasinya pada counterpartnya dari Washington, tentang Ruth Bryan Owen, perempuan Amerika yang menjadi US chief of mission pertama di Copenhagen tahun 1933-1936, “seorang diplomat perempuan yang bisa diajak bicara seperti seorang laki-laki,” pujinya. Encoding ini menjadi jamak dalam dunia diplomasi. Perempuan diharapkan menjadi laki-laki. Sulit bagi seorang diplomat perempuan untuk menikmati kehidupan berkeluarga, menjadi ibu dan istri yang bahagia dan menjadi profesional dalam karirnya sekaligus. Kadang mereka dihadapkan pada pilihan yang sama ekstrimnya, dan akhirnya mengorbankan salah satunya.
Akibatnya kita kehilangan ”perempuan” dalam diplomasi, kita bertemu dengan laki-laki dalam bentuk fisik perempuan. Seharusnya ada satu sistem yang dapat mengadopsi keutuhan perempuan tersebut dalam pengaturan karir di dalam satu departemen, sebab dalam keutuhannya perempuan adalah juga ibu karena fungsi rahimnya dan Istri dalam peran purbanya sebagai pasangan dari lawan jenisnya. Keutuhan potensi diplomasi perempuan, terletak pula dalam sejauh mana sistem menerima dimensi-dimensi yang tak terlepas dari seorang perempuan. Diperlukan juga laki-laki yang pemberani dan berbeda untuk menjadi pasangan dari seorang diplomat perempuan. Sebab dalam dunia tradisional laki-laki adalah penjelajah dan perempuan adalah pemelihara. Bagaimanapun, kadang fungsi ini menjadi tertukar. Namun, alam akan terus mendampingi agar tiap fungsi menjalankan peran asal-nya dengan baik. Diplomat yang ibu adalah juga penjelajah dan pemelihara, sebagaimana juga diplomat yang istri. Dan pada nature-nya, seorang laki-laki adalah seorang penjelajah dimanapun Ia berada. Jadi tidak pernah ada rasa takut untuk kehilangan peran di layar kehidupan. Dengan sistem seperti ini, di masa depan roda kehidupan mungkin akan mempertemukan kita dengan seorang Veturia dan Cleopatra. Jika saat itu datang sebaiknya kita bersiap sebab perempuan-perempuan seperti ini muncul dalam masa-masa genting yang penuh dengan konflik dan peperangan. Pada saat itu kita akan betul-betul memahami apa yang Elena ungkapkan diatas. Siska Widyawati,
[email protected]
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana P. Sadadi Staf Redaksi Cahyono Joni M. Achmad Fino Kardiono Saiful Amin Arif Hidayat Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor Daniel Ximenes Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-2301090, Website http://www.diplomasionline.net Email
[email protected] Diterbitkan oleh Pilar Indo Meditama bekerjasama dengan Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected] Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
4
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Fokus
Policy Planner Bukan Hanya Memantau di Belakang Meja, Tetapi Harus Mengikuti Proses Artauli R.M.P. Tobing Kepala BPPK Deplu
BPPK bertugas merumuskan kebijakan atau rekomendasi kebijakan yang sifatnya bilateral. untuk mencapai tahapan badan pengkajian yang ideal, butuh proses dan waktu. Pertama, kita harus merubah mindset yang sudah tertanam, yaitu bahwa yang namanya litbang itu adalah tempat yang tidak terlalu popular dan orang malas kalau kesitu, mereka mempertanyakan apa saja sih yang dilakukan di BPPK itu, ini yang sulit dirubah. Juga pandangan bahwa litbang adalah “tempat pembuangan”, sehingga muncul anggapan bahwa orangorang yang tidak laku dimana-mana, mereka itu dibuangnya ke litbang. Padahal menurut hemat saya itu adalah pemikiran yang salah, karena ternyata BPPK ini tantangannya justru besar, karena kita dituntut untuk membuat berbagai kajian yang menyangkut rekomendasi atau input kebijakan kedepan. Bagaimana mungkin kita bisa membuat kerangka fikirnya kalau kita tidak faham hutannya seperti apa, mulainya darimana dan bagaimana. Tentunya kita juga diharapkan untuk mahir menangani masalah apapun baik bilateral, regional, dan multilateral. Kita memang dituntut untuk banyak membaca dan mengetahui banyak hal serta mengikuti dari dekat perkembangan-perkembangan yang ada. Contohnya adalah selalu menghadiri pertemuan bilateral antara Menlu kita dengan Menlu negara asing, mengikuti sidang yang sifatnya regional seperti sidang ASEAN atau sidang multilateral seperti di PBB. Itu adalah suatu proses yang tidak mudah, karena kita bukan hanya sekedar menghadiri atau mengikuti sidang, tetapi harus bisa mengambil sari pemahaman dari
pembicaraan-pembicaraan itu, halhal mana yang perlu kita kaji untuk bisa menghasilkan suatu opsi atau usulan rekomendasi kedepan. Melakukan berbagai Upaya Untuk itu kita sudah melakukan upaya, walaupun mungkin bukan satu jalan keluar atau jawaban terhadap tantangan di BPPK, tetapi setidak-tidaknya dapat membantu. Kita baru saja selesai menjalani suatu pelatihan untuk para pejabat BPPK, yaitu yang kita sebut Training for Policy Planners yang didanai sepenuhnya oleh CIDA (Canadian Internasional Development Agency). Disitu kita dilatih pemahaman mengenai bagaimana mengumpulkan data, membuat suatu kajian terhadap berbagai isu sehingga bisa memberi suatu masukan untuk kebijakan kita. Training itu prosesnya selama 30 hari, tetapi dibagi dalam 3 kelompok, jadi setiap kelompok masing-masing 10 hari. Saya tidak mengatakan bahwa setelah proses itu kemudian kita sudah langsung menjadi pengkaji yang hebat, tapi setidak-tidaknya sekarang kita sudah mengerti bahwa yang dituntut sebagai policy planners itu seperti apa. Program pelatihan ini memang kita desain bersama-sama dengan konsultan CIDA yang kebetulan juga menjadi koordinator pelaksanaan program ini. Nara sumber pelatihan ini adalah beberapa mantan Dubes, sehingga dengan demikian mudah-mudahan dari proses ini teman-teman di BPPK sudah mulai lebih faham apa artinya menjadi policy planners, bagaimana kita harus bekerja menganalisa dan memberikan rekomendasi. Di BPPK itu ada tiga pusat, yaitu Pusat Aspasaf , Pusat Amerop dan Pusat Organisasi Internasional yang mencakup masalah-masalah regional dan multilareral. Tantangan lain BPPK adalah yang menyangkut hal-hal regional seperti
isu-isu bilateral, tetapi kita sudah berupaya melakukan pendekatan kepada masing-masing Satua Kerja (Satker) Regional. Saya sangat menghargai jika ada pertemuan bilateral, misalnya pertemuan Menlu RI dengan Menlu Jerman, waktu itu saya dilibatkan. Ini saya lihat sebagai salah satu peluang yang bagus untuk mendapatkan pengertian yang lebih mengenai masalah-masalah bilateral. Baru-baru ini saya mengikuti Sidang ECOSOC di New York, ini suatu kemajuan yang dulu sulit untuk dilaksanakan. Jadi sebetulnya policy planners itu tidak hanya duduk dibelakang meja saja, tetapi juga mengikuti prosesnya. Dan saya fikir yang dituntut oleh pimpinan adalah proses yang kita lakukan untuk mencapai suatu rekomendasi. Untuk itu kita masih harus banyak belajar, dan tidak berhenti disini saja. Policy planners itu memang sulit dan merupakan tugas yang penuh tantangan, tetapi pekerjaan ini saya nikmati dan karena memang saya suka sekali pekerjaan ini. Nama BPPK itu muncul pada masa restrukturisasi Deplu tahun 2002 bersamaan dengan penyebutan
Aspasaf dan unit-unit operasional lainnya. Kalau untuk membahas kebijakan seperti pelarangan terbang maskapai Indonesia, biasanya melalui forum Pertemuan Kelompok Ahli, orang-orangnya terbatas hanya terdiri dari para pakar, dalam arti mereka yang berkecimpung secara teori, akademisi, dan praktisi dari segi diplomasi dan profesi yang menangani. Format lainnya yang lebih khusus adalah Diskusi Terbatas atau Round table Discussion, sedangkan yang besar adalah format seminar atau sosialisasi, seperti yang kita lakukan untuk ASEAN, seminar hubungan ekonomi IndonesiaJerman di Medan, seminar mengenai ketahanan pangan di Bandung, seminar kerja sama ekonomi di Sumatera Barat melalui pemanfaatan jalur samudera Hindia yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan beberapa universitas disana. Agustus ini kita ada debriefing yang merupakan kegiatan rutin triwulan, ini adalah forum pertanggung jawaban bagi para dubes yang baru mengakhiri masa tugas kepada publik, juga untuk menyampaikan permasalahanpermasalahan pending matter yang
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI
5
Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
Fokus masih ada sebagai bahan acuan bagi penerusnya. Seminar Ketahanan Pangan Seminar mengenai ketahanan pangan adalah dalam rangka mengkaitkan pangan dengan diplomasi, jadi upaya-upaya diplomasi apa yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk mencari terobosan-terobosan baru dalam menghadapi krisis pangan. Presiden SBY adalah kepala negara pertama yang menghimbau agar masalah krisis pangan ini diatasi secara global, tidak dengan sendirisendiri. Pada waktu di PBB, saya kebetulan bertemu dengan salah satu pejabat tinggi PBB, yaitu penasehat PBB untuk masalah kebijakan, pejabat seperti ini baru dibentuk dalam tiga tahun terakhir ini. Dalam perbincangan dia mengingatkan bahwa kontribusi yang diberikan Indonesia kepada PBB, terutama dalam menghadapi permasalahan dunia, banyak sekali, yang terutama adalah interfaith dialog, itu sangat luar biasa karena sudah mendunia dan sangat
dihargai. Demikian juga halnya dengan isu ketahanan pangan, dorongan presiden SBY agar isu pangan ini menjadi isu global menjadi perhatian banyak pihak, mereka tahu Indonesia dan ingin tahu proses keinginan kita karena kita bukan sembarang negara, kita adalah negara besar dan mempunyai asset sebabai negara muslim terbesar. Peran itulah yang kita ambil dalam ICIS dan capacity building untuk Palestina. Itu adalah bentuk upaya soft diplomasi yang luar biasa, sehingga Indonesia menjadi suatu negara yang diperhitungkan, itu merupakan keberhasilan diplomasi kita, jadi walaupun di dalam negeri sering terdengar suara sumbang, tetapi di luar kita sangat dihargai dan ini merupakan keberhasilan diplomasi kita. Sekalipun kita pernah mengalami cooling down, tetapi saya tidak pernah minder, saya malah sangat bangga sebagai bangsa Indonesia.[]
Perempuan Indonesia Memiliki Kesempatan Luas
S
aya sebagai sekretaris Menteri Luar Negeri RI yang pertama, yaitu Bapak Achmad Subardjo. Saat itu namanya bukan Departemen Luar Negeri, tetapi Kementrian Luar Negeri. Karena belum memiliki kantor, maka rumah Bapak Achmad Subarjo dijadikan kantor. Jumlah pegawai hanya beberapa Herawati Diah orang saja. Pegawai perempuan dua orang. Sekretaris Menlu RI Pada masa itu kami lebih banyak bertugas Pertama (1945) melayani wartawan asing yang ingin mendapat penjelasan tentang keberadaan Indonesia yang salah satunya dicap sebagai sarang teroris disamping juga berupaya berhubungan dengan pemimpin-pemimpin dunia diluar negeri untuk memperoleh pengakuan kemerdekaan RI. Bapak Achmad Subardjo sering mengirim kawat ke New York dalam rangka pengakuan kedaulatan RI, karena New York adalah markas besar PBB. Saya sendiri berlatarbelakang jurnalis, seperti suami saya. Saya sangat senang melihat perkembangan yang dialami wanita Indonesia sekarang karena perkembangannya selama 63 tahun Indonesia merdeka itu sangat pesat. Kesempatan bagi wanita Indonesia itu sangat luas, terbukti banyak pimpinan di Indonesia ini yang perempuan apalagi presiden kita juga dulu pernah dijabat oleh seorang perempuan,hal tersebut kita patut disyukuri. Apalagi pimpinan deplu saat ini juga banyak yang perempuan. Namun demikian hendaknya jangan melupakan sejarah. Sekarang ini saya aktif pada organisasi yang fokus pada pemberdayaan perempuan dan sering bekerja sama dengan kementrian pemberdayaan perempuan Ibu Meutia Hatta. Kami banyak melakukan diskusi dan seminar serta kegiatan-kegiatan lain yang menyangkut peningkatan capacity building bagi perempuan.[]
Dalam Diplomasi, Perempuan Memiliki Kelebihan D
epartemen Luar negeri memberi kesempatan dan peluang yang sama bagi diplomat baik laki-laki maupun perempuan, karena pos-pos yang ditempati oleh diplomat pria bisa juga untuk wanita. Sekarang ini di Aljazair Dubesnya wanita. Sebelumnya, di Afrika Utara itu salah satu pimpinnannya adalah wanita, dan saya sendiri pernah menjadi Kepala perwakilan di Vietnam, yang sebelum-sebelumnya selalu ditempati oleh pria bahkan militer. Saya adalah wanita pertama yang menjabat kepala perwakilan asing di Vietnam. Sewaktu diangkat menjadi Dubes Vietnam saya sempat berfikir akan diperlakukan sebelah mata, tetapi ternyata tidak, karena sebetulnya itu tergantung bagaimana kita. Di sisi lain, tetapi bukan berarti diskriminatif, terkadang diplomat wanita memiliki nilai tambah, mungkin dengan pendekatan yang lebih luwes dan lembut. Walaupun pria juga ada yang lembut, tetapi asosiasinya pria itu
adalah maskulin. Dengan pendekatan wanita yang lebih persuasive, saya melihat ini merupakan peluang disamping juga harus mempunyai bobot substantive, jadi ada pesan khusus yang harus disampaikan, yaitu berisi, tidak sekedar lemah lembut tetapi ada muatannya, ada nilai tambah dari segi substansi yang disampaikan Dalam diplomasi yang dituntut adalah penguasaan substansi, yaitu bagaimana kita secara persuasive mampu memperjuangkan kepentingan nasional kita, jadi tidak tergantung pada harus pria atau wanita, karena dasarnya adalah kemampuan dan skill kita untuk bisa mempertarungkan apa yang harus kita hadapi. Satu hal yang membuat saya bangga, yaitu walaupun wanita itu biasanya lembut tetapi dia harus kuat secara mental dan fisik, bahkan harus memiliki Kekuatan ganda, karena dia sebagai Ibu rumah tangga dan bekerja, dengan demikian harus tahan banting.
DIPLOMASI
6
Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Fokus
Retno L.P. Marsudi Dirjen Amerop
K
awasan Amerika dan Eropa (Amerop) merupakan kawasan yang cukup strategis bagi Indonesia. Didalam kawasan tersebut terdapat negara-negara besar antara lain Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, Jerman, Brazil dll. Empat diantara Negara anggota tetap Dewan keamanan PBB merupakan Negara dikawasan Amerika Eropa. Dari sisi ekonomi, banyak negaranegara Amerop yang merupakan mitra dagang dan investasi tradisional Indonesia yang sekaligus merupakan sumber teknologi dan ilmu pengetahuan. Sebagian lagi merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi pasar alternatif Indonesia. Data mengenai perdagangan investasi dan pariwisata beberapa Negara AmerikaEropa dapat dilihat dalam table terpisah. Melihat arti penting dan strategis seperti tersebut diatas , maka diperlukan suatu pendekatan yang khusus kepada negara-negara di kawasan ini. Kekhususan pendekatan dilakukan secara berbeda dari satu negara dengan negara lain, mengingat kondisi politik serta tingkat kemajuan ekonomi negaranegara dalam kawasan Amerop yang cukup beragam. Satu prinsip dasar yang harus menjadi pegangan setiap pelaku hubungan luar negeri Indonesia adalah kesetaraan, saling menghormati dan saling menguntungkan. Prinsip-prinsip tersebut kelihatannya klise dan mudah untuk dilaksanakan namun dalam prakteknya tidak semua negara dapat dan berkeinginan untuk tetap memegang prinsip tersebut. Dengan tetap berpegang pada prinsip tersebut tidak mudah bagi kita untuk diintimidasi oleh pihak lain yang merugikan kepentingan Indonesia. Jika pada masa dulu, diplomasi Indonesia banyak difokuskan bahwa diplomasi “bela diri” politik untuk membela posisi Indonesia di bidang pemajuan hak asasi manusia dan demokratisasi, maka dengan capaian dan perubahan politik dalam negeri maka diplomasi saat ini dapat lebih ditekankan pada diplomasi ekonomi.
Perubahan yang terjadi di Indonesia dan melahirkan “ New Indonesia” memudahkan Indonesia untuk berhubungan dengan negara lain yang berujung bagi terciptanya hubungan politik Indonesia dengan hampir seluruh Negara di dunia. Sesuai dengan arahan Presiden dan Menlu, maka tugas diplomasi Indonesia adalah mengkonversikan kedekatan politik tersebut dengan kedekatan ekonomi dan kedekatan di bidang lainnya. Tugas para diplomat antara lain adalah mencari peluang baru yang dapat mendukung pemajuan ekonomi bangsa (Opportunity seeker). Mengubah mind set diplomat Dengan diplomasi ekonomi tersebut maka mind set para diplomat Indonesia juga secara total harus diubah. Untuk mengubah mind set diperlukan berbagai upaya. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Amerop adalah dengan mendidik para diplomat untuk pandai melakukan intelijen pasar (market intelligence). Beberapa upaya lainnya yang akan dilakukan adalah berbagai pembekalan mengenai aturan perdagangan internasional, promosi investasi, promosi ketenagakerjaan serta promosi pariwisata. Program perwakilan RI diluar negeri sebagian besar mengarah pada promosi perdagangan investasi dan pariwisata. Pemanfaatan kerjasama pembangunan dengan mitra Indonesia juga sedapat mungkin dipergunakan untuk penguatan ekonomi bangsa. Sudah saatnya dalam kerjasama pembangunan, Indonesia menyatakan secara jelas bidang-bidang kerjasama yang diingin-kan oleh Indonesia dan bukan bidang-bidang kerjasama yang semata-mata ditentukan oleh pihak ketiga. Koordinasi dengan Departemen Teknis Dalam melakukan diplomasi ekonomi tentunya para diplomat tidak dapat melakukannya sendiri namun dengan berkoordinasi dengan departemen teknis terkait lainnya. Koordinasi memang harus diakui merupakan sesuatu yang istimewa yang sulit dijalani namun saya yakin bahwa ke depan koordinasi kita akan semakin menjadi lebih baik. Satu factor yang saya yakini akan membantu
Dari Diplomasi Bela Diri Politik Menuju Diplomasi Ekonomi
kerja sebagai diplomat selain pembentukan system yang mapan, adalah pengembangan jejaring kerja melalui pendekatan personal. Pada akhirnya pengembangan jejaring dengan pendekatan khusus ini akan sangat membantu untuk mengatasi kesulitan koordinasi dan birokrasi. Jejaring kerja yang dimaksud disini tidak ada kaitannya sama sekali dengan kolusi dan nepotisme. Satu hal yang perlu mendapatkan pemahaman adalah bagaimanapun kecanggihan seorang salesman (diplomat), maka laku tidaknya “dagangan”kita akan sangat tergantung pada kondisi dalam negeri Indonesia. Saya sangat setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa politik luar negeri merupakan perpanjangan tangan dari politik dalam negeri. Andil politik luar negeri dalam memperjuangkan kepentingan nasional banyak tergantung pada kondisi dalam negeri. Sehingga yang diperlukan adalah suatu sinergi dari semua pemangku kepentingan di Indonesia untuk secara serempak maju dan mengubah paradigma lama yang merugikan kepentingan nasional bagi kemajuan Indoneisa. Kasus kemajuan secara sinergis diraih Cina yang penduduk 1.3 miliyar mungkin perlu dikaji lebih dalam.
Larangan terbang Maskapai Indonesia Mengenai masalah larangan terbang UE bagi semua maskaapi Indonesia, dapat disampaikan bahwa berdasarkan hasil pertemuan tanggal 9-10 Jli 2008, maka komisi Eropa memutuskan untuk tetap memberlakukan larangan terbang tersebut. Indonesia sangat kecewa dalam menaggapi keputusan ini. Upaya dan komitmen otoritas penerbangan Indonesia untuk memenuhi criteria komisi Eropa memang tidak akan mencapai hasil apabila pihak komisi Eropa terus memindahkan “goal posts” dari satu tiitk ke titik lainnya. Terlepas dari kesungguhan dan komitmen tinggi, komisi Eropa tidak memberikan gesture dan keinginan untuk mengangkat larangan terbang yang sudah berlaku selama setahun tersebut. Memang sangat disayangkan bahwa larangan terbang tersebut muncul pada saat hubungan Indonesia dan Uni Eropa sedang dalam mood yang sangat baik dan sedang bersiap untuk menandatangani Comprehensive Partnership Agreement. Larangan terbang ini sama sekali tidak mencerminkan niatan komisi Eropa untuk meningkatkan hubungan baik dengan Indonesia.[]
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI
7
Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
Fokus
Perempuan Akan Banyak Tampil dalam Diplomasi
P
erempuan dalam diplomasi itu, sebetulnya adalah bagaimana kita sebagai perempuan tidak saja menjalankan tugas-tugas sebagai perempuan tetapi juga melakukan tugas kita sebagai professional. Jadi balancing between family and carier, itu selalu menarik untuk dieksplore
Ameria W.A. Siregar Direktur Eropa Tengah dan Timur
M
emajukan perdagangan antara Indonesia dengan 18 negara di kawasan Eropa Tengah dan Eropa Timur itu tidak mudah. Walaupun total volume perdagangan sekarang cukup menggembirakan, yaitu naik sekitar 26,8% pada tahun 2006 ke 2007, tetapi impornya masih lebih banyak daripada ekspornya.Kita harus berupaya lebih keras untuk meningkatkan perdagangan RI dengan Negara-negara dikawasan Eropa Tengah dan Timur. Saat ini, kita sudah punya hubungan diplomatik dengan Moldova, kemudian juga dengan negara-negara pecahan dari Yugoslavia, Serbia dan Montenegro yang sudah berpisah sejak 2006. Negara-negara besar di kawasan Eropa Tengah dan Eropa Timur antara lain adalah Rusia, Polandia,
dan biasanya yang terjadi memang seperti itu, dan saya kira itu lebih sulit daripada kita melaksanakan pekerjaan kita unsich di kedinasan. Menurut saya, Deplu itu merupakan suatu departemen yang mengarusutamakan gender dalam program-programnya. Dalam beberapa tahun terakhir rekrutmen diplomat baru, tampak bahwa kompisi wanita hampir separuh dari total diplomat baru. Pada tataran eselon 1, telah terdapat 3 eselon 1 dan 11, yang berarti telah mencapai angka lebih 25%. Hal itu juga tercermin di jajaran Eselon II. Bisa kita bayangkan kedepan nantinya
Ukraina, Cekoslowakia dan Hongaria. Negara-negara tersebut ternasuk paling aktif melakukan berbagai terobosan dan inisisatif. Dubes-Dubes dari negara-negara tersebut sangat aktif dan cukup besar kontribusinya dalam meningkatkan total volume perdagangan dengan Indonesia. Walaupun semangat pengusaha dari kawasan tersebut ke Indonesia dan sebaliknya, belum sebagaimana diharapkan, namun demikian, beberapa pengusaha yang melakukan ekspansi usaha sendiri, mencari berbagai peluang. Direktorat Eropa Tengah dan Eropa Timur kedepan perlu ditata ulang. Hal ini disebabkan dari 18 negara yang berada dibawah Direktorat Eropa Tengah dan Eropa Timur, 6 diantaranya sudah menjadi anggota Uni Eropa. Karenanya dimasa mendatang perlu ada restrukturisasi, untuk menata kembali sesuai dinamika dan perkembangan yang terjadi. Dalam beberapa hal sering terjadi kekeliruan dimana Slovenia dianggap masuk wilayah cakupan Direktorat Eropa Tengah dan Timur (Ertengtim). Secara fisik Slovenia itu memang berada dibawah Direktorat Ertengtim tetapi karena dicover oleh perwakilan kita di Wina, Austria, maka Slovenia masuk wilayah Eropa Barat. Demikian juga dengan Latvia, Estonia, dan Lithuania yang secara geografis masuk ke Ertengtim, tetapi karena yang meliput itu negara-negara perwakilan kita di Skandinavia, jadi masuk ke Eropa Barat.
bahwa dengan komposisi 50:50 itu akan lebih banyak lagi perempuanperempuan yang tampil. Dan saya melihat bahwa temanteman diplomat perempuan itu kemampuannya tidak kalah dengan teman-teman diplomat laki-laki, mereka bagus-bagus semuanya. Saya bangga melihat diplomatdiplomat wanita muda yang sangat trampil dalam pekerjaan. Seorang diplomat yang baru saja lulus dari sekolah dinas luar negeri (sekdilu) saat ini sudah dapat dilepas untuk melakukan negosiasi. Kemajuan ini sungguh patut dibanggakan.[]
Retno L.P. Marsudi Dirjen Amerop
Menerjemahkan Kedekatan Politis
Negara Eropa Tengah dan Timur Dalam Kerjasama Ekonomi Penekanan diplomasi kita pada saat ini difokuskan pada hubungan dan kerjasama ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara-negara dikawasan Ertengtim itu sangat baik, mengingat secara historis Indonesia memiliki kedekatan politis dengan Negara-negara tersebut. Hubungan Indonesia dengan Yugoslavia dan Rusia sudah terjalin erat sejak awal, sehingga secara politis hubungan itu aman. Landasan hubungan politik yang bagus itu sebetulnya dapat diterjemahkan kedalam hubungan kerjasama dibidang ekonomi dan perdagangan, jadi tugas kita sebetulnya adalah memasukkan uang ke republik kita. Kita harus mengacu kepada kebijakan nasional dan tidak boleh menyimpang dari koridor, tetapi paling tidak negara-negara di kawasan Ertingtem umumnya tergantung kepada minyak dan Rusia. Oleh karena itu banyak terjadi persinggungan, seperti Ukraina dengan Rusia, maupun negara-negara lainnya dengan Rusia, dan mereka mencoba untuk menata kembali hal itu. Pada saat yang bersamaan, setiap kali ada pertemuan bilateral dengan negara-negara di kawasan
tersebut, disampaikan juga bahwa mereka berminat untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia di bidang perminyakan, seperti misalnya Hongaria, Kroasia dan sebagainya. Deplu memang harus aktif berkomunikasi baik dengan Kadin maupun dengan para pengusaha. Tentu saja kita juga melakukan koordinasi dengan departemendepartemen teknis, BPEN dan Departemen Perdagangan. Jadi untuk bisa meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara Ertengtim, yang diperlukan adalah dedikasi dari semua stakeholders, disamping kita juga harus bisa meyakinkan mereka disana. Kerjasama ekonomi perdagangan dikoordinasikan antara Deplu dengan departemen-departemen teknis terkait di Indonesia, kemudian dengan perwakilan-perwakilan negara sahabat di Jakarta dan juga dengan perwakilan kita di Ertengtim. Yang diperlukan adalah koordinasi untuk meningkatkan apa saja, jadi buat kami disini semuanya adalah tantangan.[]
8
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan
U
paya pembenahan birokrasi dan perang terhadap korupsi terus dilakukan oleh Departemen Luar Negeri. Pengawasan internal yang efektif dan berjalan sebagaimana mestinya telah membuat Deplu dan Perwakilan RI di Luar Negeri secara bertahap mengalami perbaikan, mulai dari kinerja, pelayanan maupun penggunaan anggaran. Penyelewengan dan pungutan liar dibeberapa KBRI dan Konsulat RI juga telah berhasil diungkap. Oknum-oknum yang terlibat telah diproses secara hukum. Ini semua tidak terlepas dari komitmen dan kerja keras sosok Dienne Moehario, SH, MA, Inspektur Jenderal (Irjen) Deplu bersama tim ITJEN Lainnya. Berikut petikan wawancara Khariri Makmun dari tabloid Diplomasi dengan Irjen Deplu, Dienne Moehario.
Lankah-langkah apa yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (ITJEN) untuk mendorong kinerja Deplu dalam kaitanya dengan Benah Diri Deplu ? Hampir lebih dari tujuh tahun yang lalu, tahun 2001, Sejak undang-undang nomor 37 tahun 1999 tentang hubungan Luar Negeri disahkan DPR RI dan Menteri Luar Negeri menegaskan kembali dalam rapat kerja kepala perwakilan di Jakarta tahun 2004, Departemen Luar Negeri (DEPLU) menegakkan dan memajukan apa yang disebut sebagai upaya “ Benah Diri Deplu” atau reformasi Departemen Luar Negeri. Dalam hubungan ini, Inspektorat Jenderal (ITJEN) melanjutkan kegiatan aktif pengawasan organisasi Deplu dan Perwakilan, menguatkan profesionalisme aparat pengawasan intern departemen dan menumbuhkan budaya kerja (corporate culture) baru guna menyesuaikan dengan tuntutantuntutan dan perubahan, antara lain menekankan misi pengawasan lebih dinamis, lebih optimal, bertindak tegas (tanggap), cepat dan tidak ragu-ragu guna menyelamatkan uang negara dan tercapainya ketertiban, yakni tertib waktu, tertib administrasi termasuk administrasi keuangan (memerangi korupsi) dan tertib fisik. ITJEN berkoordinasi pula dengan aparat penegak hukum dalam upaya memberantas korupsi.
dok.google
Masalah apa yang masih perlu banyak Pembenahan ? Deplu telah menegakkan dan memajukan apa yang kita sebut sebagai upaya “benah diri“ sebagai prioritas yang berkesinambungan, terdiri dari tertib waktu, tertib administrasi termasuk administrasi keuangan dan tertib fisik. Banyak hal yang tidak tertib sesungguhnya bersumber dari pelanggaran terhadap sumpah jabatan, sehingga sumpah jabatan menjadi ikatan pada diri
Pengawasan Intern Yang Ketat Mendorong Terwujudnya Good Governance Dan Clean Government
Dienne Moehario, SH, MA Inspektur Jenderal (Irjen) Deplu
dan adanya uraian, alur / prosedur kerja yang konkrit.
yang bersangkutan sebagai pejabat; kemampuan profesionalitas belum penuh disertai kesadaran akan “sense of awareness”; dan tidak bertindak rutin-business as asual, melainkan harus aktif/business anusual sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dari sisi birokrasi, sejauhmana kemajuan yang telah di capai ? Alhadulillah dapat kita katakan bahwa upaya “benah diri” intern DEPLU dan perwakilan dalam melaksanakan tertib waktu, tertib administrasi, termasuk administrasi keuangan dan fisik dapat ditegakkan karena sikap “mind set” aparat pelaksana DEPLU dan Perwakilan itu yang harus berlaku untuk bertindak tertib. Dengan demikian, DEPLU ikut mendukung secara aktif program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, agar terbentuk pemerintah yang bersih dan baik (good governance) serta tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Upaya benah diri Deplu tersebut dihargai oleh DPR RI, dalam rapat kerja Komisi I dengan Menteri Luar Negeri tanggal
23 Juni 2008, pada kesimpulan pertama menyatakan : “komisi I DPR RI menghargai langkah yang dilaksankan Menteri Luar Negeri untuk melakukan penertiban terhadap berbagai penyimpangan yang terjadi di Departemen Laur Negeri dalam upaya menigkatkan kinerja dan efisiensi terhadap pengelolaan keuangan negara agar terlaksana sesuai dengan ketentuan perundangan, proses dan prinsip pengelolaan keuangan negara serta prinsip good governance”. Strategi apa yang dilakukan ITJEN untuk memerangai Korupsi ? Ada kebersamaan kita yang ditopang oleh profesionalisme dan komitmen segenap jajaran Deplu. Dengan mengacu pada misi Deplu yang tertuang dalam Sapta Drama Caraka, maka fokus orientasi dan fokus kerja kita makin terarah, sistematis dan mencapai hasil diharapkan. Berjalannya sistem yang tertib yakni transparansi dalam pelaksanaan ,kegiatan, anggaran, kejelasan peraturan perundangan yang berlaku
Selain pungutan liar, apakah ada modus korupsi lain yang dilakukan oleh oknum tertentu di KBRI atau KJRI ? Sekarang tidak ada pungutanpungutan seperti itu di Perwakilan RI, karena hanya ada pungutanpungutan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Seluruh Perwakilan RI menaati hal tersebut. Pimpinan Deplu Tidak Mentolerir diwilayah operasi pewakilan RI ada pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apakah masih ada indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh oknum di Deplu maupun Kedutaan? Melalui Pengawasan Intern dapat diketahui apakah suatu instansi Pemerintah melaksanakan kegiatan sesuai tugas dan fungsinya secara efesien dan efektif sesuai rencana kebijakan yang telah ditetapkan dan ketentuan. Selain itu pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintah diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government. Hasil-hasil pengawasan intern pemerintah (ITJEN, BPKP) dan pengawasan ekstern pemerintah (BPK) di Deplu dan perwakilan segera ditindaklanjuti dengan menyetorkan kerugian negara ke kas negara dan bagi pelaku pelanggaran dijatuhkan hukuman disiplin PNS.[]
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI
9
Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan
Kerjasama Teknik
Bagian Dari Soft Diplomasi
Esti Andayani
Direktur Kerjasama Teknik
K
erjasama teknik atau technical cooperation, merupakan bagian dari soft diplomasi. Dalam bantuan pembangunan, ada yang disebut bantuan teknik yaitu bantuan dalam bentuk pengembangan kapasitas yang bisa dilakukan dua arah, yaitu kita memberikan ataupun menerima bantuan. Tetapi didalam pola republik ini, kalau kita menerima bantuan itu tidak hanya melalui Deplu, kerjasama tekhnik biasanya lewat Bapenas, jadi ada aturan-aturan yang tidak sepenuhnya ditangani oleh Deplu. Walaupun tetap melalui Deplu, tetapi biasanya harus ada Bapenas, Sekneg dan Departemen Keuangan. Kalau bantuan itu hanya berupa uang yang harus dikelola, maka harus melalui Depkeu dan Bapenas. Tetapi kalau berupa tenaga ahli dan lain sebagainya, itu cukup melalui Deplu dan Sekneg saja, walaupun semuanya nanti harus tercatat didalam mekanisme kebijakan pemerintah secara umum. Di Deplu, kerjasama teknik itu tidak cukup hanya ditinjau dari kita menerima bantuan, karena setelah sekian puluh tahun kita menerima bantuan dari asing, sekarang ini kita juga punya kapasitas untuk membantu negara lain, khususnya negara-negara berkembang yang tingkat pembangunannya sama dengan kita dan lebih khusus lagi dengan negara-negara yang tingkat pembangunannya jauh dibawah kita. Contoh yang paling terlihat dalam hal ini adalah bantuan untuk Palestina, tetapi kalau yang sudah
lama kita lakukan sebetulnya adalah dengan Afrika dan negara-negara Pasifik. Selama ini kegiatan tersebut pasti melibatkan perempuan, dan kalau jumlah pesertanya sedikit, paling tidak ada satu perempuan, tetapi kebanyakan justru fifty-fifty. Jadi memang terlihat sebetulnya bahwa tidak ada lagi sekarang di negara manapun yang tidak memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkiprah di berbagai bidang. Kerja sama teknik ini sebetulnya sudah ada sejak dulu, yaitu sebelum era 1990an, tetapi dulu berada dibawah kerjasama bidang ekonomi dan budaya. Struktur Deplu itu telah mengalami beberapa kali perubahan, dulu itu ada yang namanya hubungan ekonomi sosial budaya luar negeri, hubungan ekonomi luar negeri, dan kerjasama teknik yang di gabung dengan jasa ekonomi, jadi berada di Direktorat Jenderal Ekonomi Iuar Negeri. Setelah restrukturisasi lagi, semua itu hilang sama sekali, tidak ada direktorat yang menangani kerjasama teknik, karena masingmasing regional diharapkan menangani kerjasama teknik itu. Tetapi kemudian akhirnya menjadi tidak fokus, karena semuanya berjalan sendiri-sendiri, tidak ada lagi yang menangani selain Sekneg melalui Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri, tetapi mereka tidak bisa melakukan hubungan langsung dengan negara lain, dan tetap harus melalui Deplu. Dan di Deplu tidak ada counterpartnya, dimana yang cocok pada waktu itu adalah di Direktorat Diplomasi publik (Diplik), tetapi karena di Diplik lebih kepada diplomasi publiknya, maka tetap berbeda sehingga sampai pada satu titik lebih banyak ditangani oleh multilateral yang akhirnya juga tidak terlalu fokus. Sehingga pada tahun 2005 mulai dibahas perlunya kerjasama teknis ini, apalagi fokus Menlu sebetulnya kerjasama teknik ini juga bisa dijadikan sebagai alat diplomasi sama seperti di Diplik,
tetapi lebih kepada teknis. Dengan memberikan bantuan teknis kepada negara-negara yang khususnya lebih rendah tingkat pembangunannya, maka mereka akan sangat berterima kasih dan akan lebih mudah seandainya suatu ketika nanti kita ingin bantuan mereka untuk mendukung posisi-posisi kita. Mereka biasanya akan melihat bahwa Indonesia telah membantu pembangunan mereka, oleh karena itu mereka akan memberikan suaranya untuk kita. Karena Negara sekecil apapun itu tetap dianggap satu suara, jadi memang lebih banyak politisnya. Contohnya Vanuatu, Negara ini sering sekali posisinya mendukung kemerdekaan OPM, padahal sebetulnya kita telah banyak membantu mereka. Setelah posisi mereka mendukung OPM maka semua bantuan kita hentikan. Mereka meminta bantuan tetapi kita bilang tidak. Selama mereka masih mendukung OPM maka kita akan stop bantuan. Itulah contoh kasus yang paling kelihatan, dan saya yakin Negara-negara lainpun saat memberikan bantuan mereka mempertimbangkan hal tersebut. Bantuan yang telah kita berikan secara tidak langsung menjadi bagian dari soft diplomasi. Itu sebetulnya terkait juga dengan strategi kita. Dulunya kita memberikan pelatihan tanpa mengambil manfaat apa yang bisa kita dapat dibalik itu. Hal ini tentu akan merugikan kita sendiri. Dalam waktu dekat ini kami sedang menangani batuan untuk Laos. Mereka meminta bantuan pelatihan ukiran-ukiran kayu. Sebelum memberi pelatihan kita melakukan survey terlebih dahulu. Survey yang kita lakukan adalah untuk mengetahui sejauhmana dinamika pasar furniture mereka, apakah kedepan dapat menjadi pesaing bagi produk furniture Indonesia atau tidak. Kedua setelah kita berbicara dengan ahlinya, kita hanya akan mengajarkan tekniknya
sedangkan desain terserah mereka. Kita latih mereka selama sebulan di Jepara. Dua orang instruktur dari Jepara tertarik untuk melihat kayukayu di Laos. Ternyata menurut mereka jenis kayu di Laos lebih lebih kaya jenisnya daripada di Indonesia. Setidaknya ada 9 jenis kayu yang tidak ada di Indonesia. Menurut instruktur Jepara banyak potensi kita untuk bekerjasama secara partnership joint venture dengan perusahaan di Laos. Bantuan lainnya, kita berikan kepada Tanzania dan Nigeria disektor pertanian. Saya menyarankan kepada Departemen Pertanian agar saat kita memberi bantuan di Negara tersebut bukan hanya menyumbang begitu saja, tetapi harus dibuat perjanjian. Mereka kita latih teknik pertanian, tetapi mereka harus membeli sekian tahun alat-alat produksinya dari Indonesia. Sekecil apapun yang kita berikan sudah semestinya dilakukan dengan suatu strategi. Kepada siapa kita memberikan kita juga harus tahu manfaatnya . Saat menyusun program bantuan harus mempelajari juga secara politis sesuatu yang akan kita dapatkan. Disamping itu ada hal yang belum digarap dengan baik yaitu bagaimana memanfaatkan dana dari Negara-negara donor untuk mendanai kegiatan yang bisa kita berikan kepada Negara lain yang lebih rendah tingkat pembangunannya dari pada kita. Jadi tidak harus selalu uang itu dari kita. Contohnya seperti JICA, lembaga ini banyak membiayai pelatihan-pelatihan di Indonesia bukan untuk orang Indonesia tetapi untuk orang asing lainnya. Dengan pola ini, kita dapat membiayai sutu program pelatihan untuk Negara-negara sahabat dengan biaya dari Negara lain. Karena memang pada prinsipnya kerjasama teknik itu bukan untuk mencari keuntungan, karena keuntungannya terselubung secara politis. Dari sisi ekonominya membuat networking dan terobosan.[]
10
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan
Indonesia Menjadi Salah satu Negara Prioritas Bagi Swedia Linggawati Hakim
Duta Besar RI Untuk Swedia
H
ubungan bilateral Indonesia dengan Swedia memang pernah kurang harmonis di masa lalu karena masalah GAM. Indonesia tidak menempatkan Duta Besar nya di Stockholm selama kurang lebih 4 tahun (2002-2006), namun sejak tercapainya Perjanjian Damai dengan GAM pada bulan Agustus 2005, hubungan bilateral dengan Swedia telah memasuki era baru. Pemerintah RI kemudian menempatkan saya sebagai Duta Besar sejak akhir November 2006 hingga sekarang. Sejak awal, saya berkeinginan untuk meningkatkan kembali hubungan bilateral kedua negara melalui berbagai kerjasama yang akan membawa manfaat kongkrit bagi
Indonesia maupun Swedia. Setelah Perjanjian Damai dengan GAM, beberapa tokoh GAM di Swedia juga sudah mulai melakukan komunikasi dengan KBRI, bahkan beberapa di antaranya telah mengadakan pertemuan dengan saya. Biasanya mereka akan meminta visa ke KBRI untuk berkunjung ke Indonesia, termasuk membawa keluarganya untuk mengunjungi Aceh. Sejauh ini tidak ada masalah yang timbul dari warga Aceh di Swedia yang umumnya sudah memiliki kewarganegaraan Swedia. Walaupun masih ada beberapa tokoh GAM yang belum dapat menerima Perjanjian Damai, namun secara umum terdapat keinginan bersama di antara masyarakat Aceh di Swedia, untuk turut memberikan kontribusi positif bagi upaya pembangunan di Aceh agar rakyat Aceh dapat menikmati perdamaian dan kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam berbagai kegiatan, KBRI selalu berupaya untuk mengundang dan melibatkan
Linggawati Hakim, Duta Besar RI untuk Swedia saat menyampaikan presentasi mengenai Indonesia di Boras Unuversity, Swedia.
sejumlah warga Aceh di Swedia. Beberapa di antaranya bahkan aktif berperan dalam forum pengajian dan kegiatan kemasyarakatn yang diselenggarakan oleh KBRI Stockholm. Era Baru Baru Bilateral RI Swedia Hubungan bilateral IndonesiaSwedia memasuki era baru sejak tahun 2006. Perubahan sikap dan perhatian yang cukup besar Swedia terhadap Indonesia tercermin dari pernyataan Menlu Swedia, Carl Bildt, pada saat menyampaikan kebijakan luar negeri Pemerintah Swedia di depan Parlemen di awal tahun 2008, yang memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara prioritas di dalam mengembangkan hubungan luar negeri Swedia. Sikap ini kemudian diikuti oleh kunjungan Menlu Swedia, Carl Bildt, ke Indonesia pada tanggal 21 – 22 April 2008. Kunjungan tersebut merupakan kunjungan resmi bilateral Menlu Swedia ke Indonesia yang pertama kalinya sejak pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan Swedia pada tahun 1950. Berbagai pertemuan dan kegiatan Menlu Swedia selama berada di Indonesia ditujukan untuk memperomosikan upaya peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Pada kesempatan tersebut, Menlu RI dan Menlu Swedia juga telah meluncurkan Dialog HAM bilateral IndonesiaSwedia yang substansinya telah dituangkan dalam suatu kesepakatan (Exchange of Notes) antara kedua negara pada akhir tahun 2007. Perlu dicatat bahwa Dialog HAM dengan Swedia agak berbeda dengan dialogdialog politik/HAM lainnya karena lebih difokuskan pada kegiatan dan
program-program yang kongkrit, khususnya peningkatan capacity building di Indonesia dalam upaya mempromosikan dan menghormati HAM. Dalam kerangka Dialog HAM ini, Swedia banyak memberikan bantuan pendidikan, pelatihan, riset, pertukaran kunjungan dan pengalaman di antara para ahli HAM kedua negara, yang pelaksanaannya melibatkan institusi seperti RWI (Roul Wallenberg Institute) dan SIDA (Swedish International Development Agency). Swedia merupakan salah satu mitra penting bagi Indonesia di dalam meningkatkan kerjasama di berbagai bidang. Bantuan kerjasama pembangunan Swedia yang dialokasikan untuk Indonesia pada periode 2005-2009 adalah antara SEK 440 juta (US $74 juta) sampai dengan SEK 680 juta (US $ 134 juta). Swedia juga selalu memberikan dukungan bagi pencalonan Indonesia di berbagai BadanBadan internasional, seperti Dewan HAM PBB, Dewan Keamanan PBB, Dewan ITU (International Telecommunication Union), ILC (International Law Commission) dan IMO (International Maritime Organization). Meningkatkan hububungan Ekonomi Dengan meningkatnya hubungan bilateral antara Indonesia dan Swedia, kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi antara kedua negara diperkirakan akan mengalami peningkatan yang tajam. Menteri Perdagangan Swedia, Mr. Sten Tolgfors, telah melakukan kunjungan ke Indonesia pada bulan Mei 2007 dengan membawa rombongan pengusaha Swedia. Beberapa perusahaan Swedia telah kembali memandang Indonesia sebagai negara tujuan pengembangan investasi mereka. Saat ini terdapat 44 perusahaan besar Swedia yang telah membuka kantor cabangnya di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah ABB, Astra Zeneca, Atlas Copco, Chubb Safes, Electrolux, Ericsson, Hennes Mauritz (HM), IKEA, Oriflame, Sandvik, Scania,
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
11
Sorotan Selain itu, kunjungan delegasi dari kedua negara, baik dari kalangan pemerintahan (eksekutif ) maupun parlemen (legislatif ) dan civil society/LSM juga semakin meningkat sejak awal tahun 2007. Hal ini mencerminkan peningkatan intensitas hubungan antara berbagai insititusi di kedua negara (people to people contact). Saya juga mempunyai hubungan baik dengan Dubes Swedia di Jakarta, Dr. Ann Marie Pennegård. Bahkan sebelum beliau berangkat ke Jakarta untuk menduduki jabatan Dubes, saya sudah menjalin hubungan yang baik dengan beliau. Adanya komunikasi dan kerjasama yang baik di antara kami sangat membantu pelaksanaan tugas di dalam meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Swedia dan mencapai tujuan bersama yang akan membawa manfaat bagi kepentingan kedua negara. Kontribusi Diplomat Perempuan Menurut hemat saya, Deplu merupakan salah satu Departemen yang telah memberikan perhatian dan kesempatan yang baik bagi perempuan untuk berkembang dan menduduki posisi-posisi strategis di Deplu maupun di Perwakilan RI. Pimpinan Deplu perlu terus melanjutkan kebijakan ini sehingga diplomat perempuan dapat turut memberikan kontribusi yang signifikan dalam kiprah diplomasi Indonesia. Namun hal ini tentunya perlu dilakukan berdasarkan ‘merit system’, bukan hanya sebagai hadiah atau sekedar memenuhi quota perwakilan perempuan untuk menduduki jabatan-jabatan strategis di Deplu. Saya kira saat ini cukup banyak perempuan di Deplu yang mempunyai potensi untuk mencapai karir setinggi.tingginya, bahkan di masa mendatang akan lebih banyak perempuan di Deplu yang menduduki posisi pimpinan mengingat dalam beberapa tahun terakhir ini setengah dari para calon diplomat yang direkrut oleh Deplu adalah perempuan.[]
Wiwiek Setyawati
Direktur HAM dan Kemanusaiaan
Dalam perkembangannya dan sejalan dengan dinamika masyarakat demokrasi Indonesia, tupoksi Direktorat Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kemanusiaan memerlukan penyesuaianpenyesuaian, khususnya berkenaan dengan tuntutan masyarakat yang memerlukan pelibatan langsung Dit Ham dan Kemanusiaan dengan para pemangku kepentingan HAM secara lebih intensive dan efektif pada tingkat domestik, baik pada tingkat pemerintahan maupun non pemerintahan, dalam rangka pembangunan kapasitas nasional di bidang HAM. Dit Ham dan Kemanusiaan
Membangun Kapasitas Nasional di Bidang HAM S ekarang ini HAM merupakan bagian terintegrasi dari polugri negara-negara anggota PBB, tidak terkecuali bagi Indonesia. Dalam hal ini Deplu telah memiliki direktorat khusus untuk menangani persoalan HAM ini, yaitu Direktorat HAM dan Kemanusiaan yang berada dalam lingkup kerja Direktorat Jenderal Multilateral. Direktorat HAM dan Kemanusiaan ini mempunyai tugas menangani permasalahan di bidang hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan kelompok rentan serta kemanusiaan . Dan dalam melaksanakan tugasnya tersebut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 538, Direktorat HAM dan Kemanusiaan menyelenggarakan fungsi penyiapan perumusan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang multilateral, melakukan tugas koordinasi dan pelaksanaan, melakukan perundingan dalam kerangka kerjasama, membuat dan menyusun mengenai standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang multilateral, memberikan bimbingan teknis, informasi, evaluasi, dan melakukan pelaporan di bidang multilateral mengenai pelaksanaan administrasi direktorat yang terkait atau mengenai hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan kelompok rentan dan kemanusiaan.
juga telah dilibatkan dalam berbagai aktivitas NGO dan aktor non pemerintah lain di bidang HAM melalui serangkaian kegiatan konsultasi, sosialisasi dan advokasi mengenai pemajuan dan perlindungan HAM. Disamping itu, sejalan dengan mandat Keppres 40/2004 mengenai RAN HAM 2004-2009, Deplu cq Dit HAM merupakan focal point bagi penyusunan berbagai Laporan Indonesia kepada PBB berkenaan dengan pelaksanaan berbagai Perjanjian Internasional HAM Inti/ Internasional Core Human Rights Treaties serta berkenaan dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban internasional RI di bidang HAM.
dok.presidensby
SKF, Swedish Match Cigars, dan Tetra Pak. Perusahaan besar seperti Ericsson bahkan telah menempatkan Indonesia sebagai negara tujuan investasi dan pasar ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Perluasan kegiatan industri dan investasi Ericsson selama tahun 2007 mencerminkan peningkatan investasi Swedia di Indonesia. Pada periode 2007-2008, kecenderungan ekspor-impor antara kedua negara mengalami perubahan yang cukup berarti, dimana nilai impor Swedia dari Indonesia mengalami kenaikan sekitar 7%. Saat ini perusahaan Scanoil sedang dalam proses mengembangkan investasi senilai US$ 300 juta dengan membuka perkebunan jarak di beberapa kepulauan di Indonesia untuk proyek energi alternatif (bio fuel). Diharapkan investasi perusahaan-perusahaan besar Swedia di Indonesia akan turut memberikan kontribusi bagi kemajuan ekonomi nasional dan membuka lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. KBRI Stockholm juga banyak melakukan kegiatan promosi kebudayaan dan pariwisata guna memperkenalkan Indonesia dan meningkatkan minat orang Swedia untuk mengunjungi Indonesia, khususnya dalam Visit Indonesia Year 2008. Kegiatan tsb meliputi pagelaran seni tari dan musik Gamelan, peragaan busana, hidangan makanan khas Indonesia, pameran pariwisata, festival Seni, peragaan busana dan pemutaran film Indonesia. Perbaikan citra Indonesia di Swedia secara umum juga tercermin dari peningkatan jumlah wisatawan Swedia ke Indonesia yang cukup besar selama tahun 2007. Trend penurunan jumlah wisatawan pada tahun 2006 sebagai akibat insiden Bom Bali II di tahun 2005, telah berangsur membaik. Jumlah wisatawan Swedia ke Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan mencapai 40.000 orang atau mengalami kenaikan sebesar 35% dibandingkan jumlah tahun 2006.
Pelaksanaan mandat tersebut mengharuskan Dit HAM dan Kemanusiaan untuk secara aktif menggalang jaringan dengan para pemangku kepentingan HAM (Pemerintah dan Non Pemerintah) di 33 Provinsi dan 476 Kabupaten/Kota agar dapat menangkap secara tepat dan akurat mengenai situasi pemajuan dan perlindungan HAM pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota dan dalam rangka menjamin bahwa upayaupaya daerah di bidang Ham adalah sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional HAM yang telah diratifikasi oleh Indonesia.[]
12
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan
Menggodok Rekomendasi
Kebijakan Kawasaan Asia Pasifik dan Afrika
Kepala Pusat P2K2 Aspasaf
B
adan Penelitian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Luar Negeri sebelumnya adalah Litbang, dan pada saat restrukturisasi di Deplu pada tahun 2002 dirubah menjadi BPPK. Dalam strukturnya, BPPK membawahi 4 direktorat yaitu sekretariat dan tiga pusat pengkajian ; Asia Pasifik dan Afrika (ASPASAF), Amerika dan Eropa (AMEROP) dan Organisasi Internasional. Struktur ini dibuat hampir sama dengan di operasional, dan kami sebagai Pusat Pengkajian Aspasaf, tentunya lebih banyak bekerjasama dengan Dirjen Aspasaf. Tugas kami adalah mengkaji dan mengembangkan kebijakan luar negeri kita, akan tetapi bukan berarti mengkaji atau mengevaluasi kebijakan yang sudah dilaksanakan, tetapi lebih kepada yang kedepan, apa yang sebaiknya kita laksanakan dikawasan untuk masa mendatang. Karena kami bertugas untuk kawasan Aspasaf, maka kajian yang kami lakukan adalah kebijakankebijakan di kawasan itu, seperti misalnya baru-baru ini kami mengkaji kebijakan polugri Indonesia untuk kawasan Afrika, karena secara politik dan historis hubungan kita sudah lama dan relatif baik. Dalam perkembangannya sekarang ini, kita melihat sebagian negara Asia seperti Vietnam, Thailand dan Cina telah melakukan kontak ekonomi yang lebih maju dengan negara-negara Afrika, karena mereka melihat bahwa Afrika itu sangat potensial. Sementara kita yang sudah memiliki hubungan sangat lama
itu hanya untuk background kami didalam melakukan kajian. Agar kami bisa mengetahui segala sesuatu tentang APEC maka kami mengiktui sidang APEC. Uniknya di BPPK itu pertemuan-pertemuan yang kita lakukan tidak ditentukan, baik waktunya, topik bahasan dan orangorangnya, semua itu kami yang menentukan sendiri. Kami membahas suatu isu bersama-sama dengan kelompok think-tank, karena kawasan yang kami tangani ini sangat luas dan mereka juga banyak kegiatannya, oleh karena itu maka kami harus berupaya untuk mengikuti kegiatan mereka. Seperti misalnya ketika Presiden Timor Leste berkunjung kesini, kami melakukan kajian tentang bagaimana hubungan kita dengan Timor Leste. Dari situ kami bisa menghasilkan policy recommendation, walaupun mungkin hubungan kita sudah bagus, tetapi mungkin ada hal-hal yang perlu ditingkatkan, jadi kami mengikuti aktivitas mereka, kalaupun kami tidak ingin melakukan kajian itu boleh-boleh saja, tetapi karena kami ingin mengikuti apa yang mereka lakukan maka kami pun ikut,
bahkan kami harus menyimpulkan baiknya nanti seperti apa. Sebenarnya penekanan diplomasi kita diseluruh kawasan itu sama, tetapi kalau di BPPK itu lebih banyak politik, walaupun sebenarnya kita bisa melakukan kajian ekonomi tetapi memang kalau dilihat mana yang lebih banyak politiknya atau ekonominya di kami di BPPK lebih banyak politiknya. Kalau di Afrika lebih banyak mengenai ekonomi, beberapa kajian kami itu mengenai ekonomi, karena kita melihat Afrika itu memiliki potensi di bidang ekonomi. Hubungan historis dan politik Asia-Afrika itu cukup, tetapi dalam bidang ekonomi tampaknya perlu ditingkatkan. Selama ini masih ada mindset kalau hubungan ke Afrika itu kurang berkembang, padahal disitu peluangnya banyak. Kalau Asia Pasifik itu kajiannya lebih banyak ke politik, yaitu bagaimana kita bisa meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan Timor Leste, Australia dan Pasifik, karena banyak negara dikawasan ini yang mendiskreditkan kita terutama kalau di PBB.[]
dok.kapanlagi
Marina Estella Anwar Bey
tampaknya malah tertinggal, padahal semestinya tidak demikian. Untuk itu kami melakukan pengkajian, dengan cara membentuk expert meeting atau pertemuan kelompok ahli, round table discussion berupa diskusi terbatas kemudian kelompok kecil dengan para pakar. Selain Aspasaf, kami juga memiliki tugas tambahan, selain di Dirjen Aspasaf terdapat Kerjasama Intra Kawasan (KIK) yang menangani APEC. Karena pada 2007 Regional Economic Coopration sudah disetujui, maka mereka meminta kami untuk membantu melakukan pengkajian. Untuk ASEAN, sebagaimana PBB dan badan kerjasama internasional lainnya, ditangani oleh Organisasi Internasional, kalau kami lebih kepada hubungan bilateral. Tingginya intensitas di kawasan Aspasaf, jelas berpengaruh terhadap kami. Sebetulnya BPPK itu unik, kalau di direktorat lain mereka melakukan operasional unit dan menjalankan kebijakan luar negeri itu sesuai dengan agendanya, kalau kami tidak ditentukan seperti itu. Kami boleh menghadiri sidang ataupun ikut sebagai peserta, tetapi
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
13
Sorotan
D
Setiap Kawasan Memilki Penekanan Yang Berbeda
iplomasi berorientasi pada pencapaian sesuatu dari luar untuk kepentingan didalam, dan sekarang lebih difokuskan pada upaya untuk membawa sumbersumber kemakmuran dari luar demi kemakmuran dalam negeri. Intinya adalah bagaimana hubungan politik yang sudah baik antara Indonesia dengan negara-negara di berbagai kawasan dapat diimplementasikan dalam kegiatan ekonomi yang menguntungkan Indonesia. Sekretaris Dirjen (Sesdirjen) mempunyai otonomi untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan administrasi, keuangan, dan kepegawaian, kalau kita lihat nomenklaturnya, di Dirjen itu ada Sesdirjen yang menangani hal-hal diluar substansi. Berbeda dengan lainnya, Sesdirjen Aspasaf dilibatkan dalam kegiatan substansi seperti misalnya diperbantukan ke Direktorat KIK. Tingginya aktivitas Aspasaf itu saya rasa karena memang area coverage nya yang luas, disamping juga karena Aspasaf merupakan kawasan arena corner polugri kita. Diluar ASEAN sudah pasti urusannya adalah masalah regional. kawasan terdekat dan merupakan pintu terdepan dari Indonesia adalah ASEAN, setelah lingkar kawasan
memiliki penekanan yang berbeda, seperti untuk Jepang, Cina dan Astimpas itu penekanannya seimbang antara ekonomi dan politik, jadi ada hubungan politiknya yang luar biasa dan juga ada hubungan ekonominya yang luar biasa. Kalau kawasan Asia Selatan seperti India, Pakistan dan Iran, penekanan politiknya lebih banyak, tetapi sekarang ekonominya juga sudah mulai berkembang. Sedangkan kawasan Timur Tengah, politiknya memang didominasi oleh Palestina dan Irak, tetapi ekonominya sekarang juga sedang menggeliat, karena kita sedang menggalakkan usaha-usaha untuk menarik investasi asing dari kawasan ini. Hal itu bisa dilihat dari setiap kali kunjungan para pejabat tinggi kita, mereka pasti mencari peluang investasi, dan sumber-sumber modal itu ada di Timur Tengah. Kalau Afrika memang khas, dimana ada beberapa negara yang memang sudah maju, tetapi yang lain masih memerlukan bantuan dari kita, jadi dalam hal ini kita lebih kepada merangkul mereka
ASEAN, terdapat Australia dan terus meluas. Memang secara geografis, center-center kegiatan kita ada di kawasan ini. Area kawasan dibawah Dirjen Aspasaf sangatL luas. Jadi siapapun Dirjennya yang pasti memang harus luar biasa, Dirjen ini dipilih, karena saya rasa memang pasti mempunyai kualitas, yaitu seseorang yang memang mumpuni untuk kawasan ini Menurut pandangan saya, masing-masing kawasan memang
untuk bisa menaikkan citra kita dimata internasional. New Asia Afrika Strategic Partnership itu adalah contoh upaya kita untuk merangkul kawasan AsiaAfrika, dimana kerjasama teknik juga kita tujukan kesana. Kalau kita lihat Asia Pasifik dan Afrika itu, masing-masing memang ada kekhususannya, apakah itu dalam bentuk keseimbangan bidang ekonomi ataupun sosial budaya. Karena kita memiliki hubungan emisional yang luar biasa dengan
negara-negara Timur Tengah, maka kita juga memiliki keterikatan dengan mereka. Dengan Afrika itu tampaknya memang seperti baru saja memulai, tetapi sebetulnya kita sudah menginisiasi gerakan Asia-Afrika itu sejak lama, yaitu tahun 1955. Kesadaran untuk merangkul mereka itu sudah sejak lama, tetapi karena kemudian ada beberapa kegiatan lain,maka sekarang dirangkul kembali, tetapi kita tidak pernah meninggalkan mereka, hanya saja sekarang ini lebih disemangatkan lagi. Afrika itu ternyata tidak seperti yang kita duga, gambaran tentang kemiskinan, kumuh, AIDS dan perang antar suku, itu memang ada, tetapi tidak seperti yang dibayangkan. Negara-negara yang sudah maju juga banyak di Afrika, jadi barangkali persepsi tentang Afrika ini yang harus dirubah. Dulu kita berfikir bahwa kawasan Afrika itu tidak aman untuk posting perempuan, tetapi setelah kita lihat ternyata tidak ada yang tidak aman, yang tidak aman itu kalau kita mencari tempat-tempat yang memang tidak aman. Seperti kalau kita di Jakarta, pada umumnya aman, tapi memang di beberapa tempat tertentu ada yang tidak aman bagi perempuan. Jadi mungkin bagi perempuan jika posting dikaitkan dengan kesetaraan gender, posting itu bisa dimana saja, karena perempuan bisa bekerja dimana saja. Saya pribadi tidak melihat adanya hambatan dalam hal ini. Peran Diplomasi Perempuan Di Indonesia perempuan diakui peranannya dan itu lebih bisa untuk dikedepankan, karena itu kita harus mewaspadai pandangan-pandangan yang ingin memarginalkan peran perempuan. Kalau ada upaya-upaya untuk menempatkan perempuan di garis belakang, itu jangan kita lihat sebagai suatu panutan. Ini bukan berarti karena saya sebagai seorang pegawai, tetapi sebagai ibu rumah tangga saya juga mengharapkan perempuan mendapatkan kesempatan
Kenssy Dwi Ekanigsih Sekretaris Dirjen Aspasaf
sesuai dengan porsinya. Perkembangan peran perempuan di Deplu saya fikir memang bagus sekali, hal itu pertama karena memang ada perhatian dari Pimpinan mengenai keberadaan perempuan di Deplu. Kedua memang karena jumlahnya cukup banyak dan yang mampu juga banyak, dan yang membuat saya senang sekali, sekarang ini Sekdilu itu 51 % nya perempuan. Pada saat saya masuk Sekdilu, perempuannya itu hanya 20% dalam satu kelas, jadi dari segi kuantitas ini menggembirakan, dan dari segi kualitas saya juga melihat sudah mulai banyak perempuan yang menjadi pimpinan baik di Eselon I dan Eselon II. Jadi menurut saya di Deplu ini termasuk yang bagus untuk peranan perempuannya, tetapi jangan berfikir bahwa jabatan bagi perempuan tersebut adalah jatah, tapi memang karena yang bersangkutan dianggap bisa dan mampu menjalankan tugasnya. Pada umumnya orang berpandangan bahwa dunia diplomat ini dunia laki-laki, namunn sekarang diplomat perempuannya menjadi semakin banyak, saya rasa bukan karena kita melakukan promosi atau apa, tetapi yang jelas bahwa diplomasi ternyata juga bisa dilakukan oleh perempuan.[]
14
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Fokus
Lucia H. Rustam
Duta Besar RI untuk Swiss
S
WISS adalah sebuah negara netral yang terletak di center Eropa, dan baru bergabung menjadi anggota PBB tahun 2002. Meskipun secara geografis berada tepat di tengah-tengah benua Eropa, Swiss bukan negara anggota Uni Eropa dan dalam waktu dekat juga tidak berencana untuk menjadi anggota organisasi supranasional tersebut. Sebagai negara Konfederasi dengan sistem pemerintahan Federal, politik luar negeri Swiss memiliki lima pilar yaitu perdamaian dunia, HAM dan demokrasi, kepentingan ekonomi negara, pelestarian lingkungan, dan pengentasan kemiskinan. Hubungan Swiss dengan Indonesia yang telah terjalin sejak tahun 1952, juga dijalankan dan dijalin dengan berdasarkan pada kelima pilar dimaksud. Dinamika hubungan bilateral RISwiss Hubungan bilateral IndonesiaSwiss yang telah terjalin selama 56 tahun berlangsung harmonis, stabil dan hampir dapat dikatakan tanpa kendala yang berarti. Swiss tidak menggunakan isu HAM dan demokrasi sebagai kondisionalitas dalam melaksanakan hubungan luar negeri termasuk dalam hubungan bilateralnya dengan Indonesia. Kedua negara senantiasa menjunjung tinggi kerjasama yang saling menghormati dan saling menguntungkan. Banyak kepentingan Indonesia di organisasi dan forum internasional yang senantiasa didukung oleh Swiss dan demikian juga sebaliknya. Perhatian Swiss terhadap perkembangan dalam negeri Indonesia cukup besar dan positif, termasuk partisipasi Swiss sebagai pengamat Pilkada di Aceh dan upaya nasional pemberantasan korupsi serta upaya peningkatan kapasitas daya saing ekonomi nasional (competitiveness). Kepala Perwakilan RI Bern, dalam melaksanakan tugasnya memiliki visi dan misi yang bertujuan untuk mencapai hubungan bilateral yang lebih
Komoditi Ekspor Indonesia Dinilai Menarik di Pasar Swiss efektif dan efisien. Upaya menuju arah tersebut dilaksanakan dengan pendekatan dan pengenalan yang lebih dalam terhadap Indonesia. Hasil dari upaya tersebut terwujud dan turut mewarnai dinamika hubungan bilateral Indonesia-Swiss dalam bentuk antara lain pertemuan antar pejabat tinggi kedua Negara baik di Indonesia maupun di Swiss. Kunjungan dan pertemuan puncak kedua negara ditandai dengan kunjungan Presiden Swiss Micheline Calmy-Rey ke Indonesia bulan Februari tahun 2007 yang merupakan kunjungan pertama kali
beberapa pertemuan pejabat tinggi kedua negara. Pada awal tahun ini di Davos, kedua Menlu telah mengadakan pertemuan bilateral sebagai kelanjutan dari upaya kerjasama kedua negara dalam mempererat dan mendekatkan hubungan yang sudah terjalin selama ini. Hubungan dan kerjasama kedua negara menjadi lebih dinamis dan lengkap dengan adanya interaksi para pejabat legislatif dan judikatif masingmasing negara. Wakil Ketua MPR awal tahun 2007 telah mengadakan pertemuan dengan Presiden
Lucia H. Rustam, Duta Besar RI untuk Swiss
Presiden Swiss ke Indonesia sejak dibukanya hubungan diplomatik tahun 1952. Kunjungan yang diisi dengan serangkaian pertemuan dan kegiatan meliputi pertemuan dengan Presiden dan Wapres RI, peresmian proyek air bersih di Aceh dan bantuan kepada korban banjir di Jakarta, telah ditindak lanjuti dalam
Parlemen Swiss di Bern. Sementara itu, Wakil Jaksa Agung juga telah bertemu counterpartnya akhir tahun lalu guna membicarakan kerjasama hukum kedua negara. Perkembangan Ekonomi dan Perdagangan RI – Swiss: Swiss yang tidak memiliki
sumber daya alam kecuali air, sangat menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Untuk itu, salah satu pilar kebijakan politik luar negeri Swiss adalah untuk mendukung perekonomian negara, yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan daya saing (competitiveness) melalui strategi access to market, domestic competition, dan promotion of developing countries. Dengan letak geografisnya yang berada di tengah-tengah benua Eropa, UE merupakan mitra penting dan utama perekonomian Swiss dimana hampir 80% komoditi impor Swiss berasal dari UE, utamanya Jerman, Perancis, Italia, Belanda, Belgia, Austria, dan Spanyol, sedangkan ekspor Swiss ke pasaran UE mencapai hampir 67%. Disamping menjalin hubungan ekonomi dengan UE, Swiss juga mengembangkan kerjasama ekonominya dengan negaranegara lain, termasuk dengan negara-negara di kawasan Asia. Swiss memandang bahwa kawasan Asia merupakan kawasan dengan ekonomi yang dinamis dan memiliki pasar yang besar. Beberapa negara di Asia termasuk Indonesia akan berkembang menjadi pemain baru dengan kekuatan ekonomi yang besar. Hubungan ekonomi dan perdagangan Indonesia-Swiss dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, meskipun balance of trade masih defisit bagi Indonesia, namun ekspor Indonesia ke Swiss terus meningkat sejak tahun 2004. Untuk tahun 2007, ekspor Indonesia ke Swiss adalah sebesar ChF 170,4 juta sementara impor Indonesia dari Swiss adalah sebesar ChF 388,7 juta. Sementara itu di bidang investasi, berdasarkan data dari BKPM, total realisasi penanaman modal Swiss di Indonesia untuk periode 1 Januari 1990 – 31 Desember 2007 adalah US$ 650 juta dengan jumlah proyek sebanyak 110 buah. Dengan nilai dan jumlah proyek tersebut, Swiss menduduki peringkat ke lima sebagai penanam modal asing di Indonesia, di antara negara-negara Eropa setelah Inggris, Belanda, Jerman dan Perancis. Kunjungan Presiden Swiss,
DIPLOMASI
No. 8, Tahun I
15
Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan Michelin Calmy Rey pada bulan Februari 2007 dan Wakil Menteri Ekonomi Swiss, J.D. Gerber pada bulan Juli 2008 ke Indonesia, menunjukkan arti pentingnya Indonesia bagi Swiss dan telah medorong penguatan kerjasama ekonomi dan pembangunan kedua negara, yang ditandai dengan disepakatinya beberapa proyek bantuan pembangunan Swiss, antara lain: proyek air bersih di Jakarta, bantuan keuangan untuk UKM, pengembangan Eco-Tourism di Flores Barat, pembangunan ekonomi lokal di Flores dan Alor, dan bantuan bagi UKM korban bencana banjir di Jakarta. Untuk tahun 2008 ini, Pemerintah Swiss telah memasukkan Indonesia dan enam negara berkembang lainnya sebagai target country dan akan mendapatkan bantuan dalam rangka pengembangan ekonomi dan perdagangan sampai dengan tahun 2012. Disamping melalui jalur bilateral, strategi memperluas access to market, juga diupayakan oleh Pemerintah Swiss melalui European Free Trade AssociationEFTA (Swiss, Liecthenstein, Norway, dan Iceland). Swiss telah menandatangani perjanjian kerjasama EFTA tersebut dengan beberapa negara, dan mengharapkan dapat segera menandatangani kesepakatan tersebut dengan Indonesia. Negosiasi mengarah pada dicapainya kesepakatan tersebut dengan Indonesia telah dimulai dan diharapkan dapat diselesaikan pada tahun ini atau tahun 2009. Komoditi ekspor Indonesia ke Swiss: Perbedaan jenis komoditi perdagangan antara Indonesia dan Swiss merupakan salah satu sebab defisit perdagangan kedua negara berada di pihak Indonesia. Ekspor Indonesia ke Swiss yang berjumlah 72 jenis komoditi terdiri dari antara lain alat-alat elektronik, alat perekam suara & gambar dan komponennya; minyak atsiri; pakaian dan aksesorinya; mebel, tempat tidur, lampu; sepatu dan komponennya; kopi, teh dan bumbu-bumbu; plastik dan produk olahannya; serta
lonceng. Sementara itu, impor Indonesia terdiri dari mesin-mesin pabrik, produk-produk makanan dan obat-obatan, dan produk kimia, yang merupakan barang komoditi modal dengan harga tinggi. Permintaan Komoditi terbaru: Peluang peningkatan perdagangan kedua negara masih terbuka lebar, khususnya bagi ekspor Indonesia. Selain itu, besarnya perhatian Pemerintah Swiss pada isu pelestarian lingkungan dan upaya untuk memperoleh sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, di antaranya biofuel, dapat dimanfaatkan untuk memasok komoditi bahan untuk biofuel seperti misalnya jarak dan kelapa sawit. Peluang dan tantangan pasar Swiss: Dengan kondisi sebagai negara yang sangat menggantungkan perekonomian dari perdagangan luar negeri, pasar Swiss sangat terbuka bagi komoditi-komoditi ekspor dari negara-negara lain,
termasuk dari Indonesia. Meskipun menerapkan standar kualitas barang yang cukup tinggi dan sangat ketat di bidang kesehatan (sanitary), beberapa kebijakan perekonomian Swiss cukup menarik dan kondusif bagi kegiatan ekspor negara lain. Kebijakan tersebut meliputi penerapan pajak yang rendah untuk produk-produk industri; bantuan pengembangan industri jasa di bidang logistik dan jasa perbankan; dan di sektor pertanian, mengurangi hambatan tarif serta peningkatan access to market. Disamping itu, khusus untuk produk-produk industri dan pertanian, Swiss sampai saat ini juga masih memberikan fasilitas keringanan bea masuk termasuk bagi Indonesia melalui skema Generalized System of Preference (GSP). Swiss dikenal dengan keunggulan daya saingnya/competitiveness (laporan WEF, Davos, tahun 2007 dan The World Competititveness Yearbook, IMD Business School Lausanne tahun 2008). Berkaitan dengan hal ini, Presiden RI dan
Presiden Swiss dalam kesempatan kunjungannya ke Indonesia awal tahun 2007, telah sepakat untuk melakukan kerjasama kedua negara dalam upaya peningkatan competitiveness. Untuk ini, sebuah Tim dari Indonesia telah berkunjung ke Swiss pada bulan Januari 2008 yang kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan Wakil Menteri Ekonomi Swiss bulan Juli 2008 ke Jakarta guna membicarakan program-program yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan competitiveness tersebut. Secara umum, komoditi ekspor Indonesia dinilai cukup menarik di pasaran Swiss, terutama minyak atsiri, mebel, pakaian, sepatu dan komponennya. Disamping itu, Swiss sebagai negara produsen dan eksportir coklat senantiasa memerlukan bahan produksi coklat. Untuk itu, peluang ekspor kakao ke Swiss masih cukup besar apabila standar yang meliputi proses pengolahan dan sanitasi yang ditetapkan oleh produsen Swiss dapat dipenuhi.[]
Pengawasan Dan Pembenahan Internal Nurul Qomar Inspektur Wilayah IV
T
ugas utama inspektorat adalah pengawasan, baik tugas-tugas yang berada di dalam Deplu maupun tugas-tugas di perwakilan dan kebetulan untuk wilayah IV cakupan kerjanya adalah seluruh wilayah Amerika, Caledonia dan Pasific Selatan, jadi mulai dari Papua New Guenea ke bawah, Australia dan New Zealand, dimana kurang lebih ada 19 perwakilan dan 4 Satuan Kerja. Kita melakukan pengawasan internal Deplu, jadi kalau ada yang tidak benar dalam pelaksanaan kerjanya kita melakukan pembenahan, kita masuk kedalam koridor dan membenahi kembali yang salah. Misalnya ketika mereka melakukan kegiatan di luar ketentuan, adalah menjadi tugas kita untuk mengingatkan bahwa ketentuannya tidak seperti itu, tetapi seperti ini dan kita giring kembali kearah ketentuan yang seharusnya. Ruang lingkup objek pengawasan kita adalah pengawasan mengenai kinerja dan
juga keuangan. Kalau dalam kinerja itu jelas, bahwa ada target pekerjaan yang harus dicapai dan setiap unit kerja itu memiliki targetnya masing-masing. Kalau seandainya mereka belum bisa memenuhi target, kita berkewajiban untuk mengingatkan. Saya dan auditor di wilayah IV terdiri dari11 personil, dan 3 diantaranya adalah perempuan, tetapi disini saya tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pekerjaan walaupun terkadang memang menjadi pertimbangan bagi saya untuk beberapa hal. Perempuan di Indonesia sudah semakin maju, karena mungkin juga karena pendidikan yang juga sudah berkembang. Kita harus bisa mengikuti perkembangan jaman kalau kita mau maju karena dengan demikian wawasan kita menjadi lebih luas, terutama pendidikan. Sekarang ini kesempatan badi perempuan itu tidak ada masalah di Indonesia tinggal bagaimana kita sekarang, mau maju apa tidak. Jadilah diri sendiri dan mau membuka diri untuk meningkatkan wawasan, jangan diam.[]
16
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan
Diplomasi Bukan Monopoli Laki-Laki Karirnya sebagai seorang Diplomat di mulai Sejak tahun 1984 dan menyelesaikan Sekdilu X pada tahun 1985. saat ini menjabat sebagai Konjen RI New York.
Trie Eddi Mulyani Konsul Jenderal RI New York
U
ntuk menjadi diplomat yang handal itu diperlukan sejumlah kriteria. Namun dari kriteria tersebut, yang paling menarik bagi saya adalah ‘the art of negotiation”, yang sebenarnya merupakan kebiasaan yang lazim dalam kehidupan seharihari. Tetapi, apabila kita tidak mengetahui persis cara-cara untuk melakukan negosiasi dengan tepat maka tidak akan memberikan hasil seperti yg diharapkan. Selain itu, selama ini kesan yang paling sering muncul adalah bahwa diplomasi adalah dunia laki-laki. Perempuan boleh dibilang berada di garis belakang dalam diplomasi. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi saya. Hingga saat ini, kesan tersebut masih belum sepenuhnya surut meskipun sudah banyak peningkatan di sana-sini. Masih segar dalam ingatan saya ketika pada tahun 1988, saya baru akan memulai tugas penempatan pertama di PTRI New York. Ketika menghadap pimpinan, kalimat pertama yang terucap dari beliau adalah: “Apakah kamu bisa bekerja?” Kesangsian itu mungkin karena melihat perawakan saya yang mungil dan penampilan saya yang lebih mirip anak sekolah. “Saya tidak akan menjanjikan apa-apa. Namun saya akan berupaya seoptimal mungkin”, itu saja jawaban saya. Alhamdulillah beliau yang semula menyangsikan kemampuan saya pada awal karir justru menjadi orang yang memberikan kepercayaan penuh kepada saya untuk membantu tugastugas beliau selama kurang lebih 10 tahun lamanya, sejak di PTRI New York hingga selesainya masa tugas
kepemimpinan beliau pada saat Indonesia menjadi Ketua Gerakan Non Blok (GNB). Sebelum ditunjuk sebagai Konjen RI New York tahun 2007, saya bertugas sebagai Inspektur Wilayah II di lnspektorat Jenderal Deplu. Selama 7 (tujuh) tahun saya bertugas di lingkungan Inspektorat Jenderal sejak tahun 2000. Tahun 1992 -1996 saya diperbantukan pada Kepala Badan Pelaksana Ketua Gerakan Non-Blok di Jakarta, menangani logistik dan keuangan. Adapun pengalaman penempatan saya di luar negeri adalah sebagai Sekretaris Ketiga di PTRI New York (19881992), Sekretaris I pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris, Perancis, merangkap Andora (19961998), serta di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Budapest, Hungary, merangkap Rep. Croasia, Rep. Bosnia-Herzegovina dan Rep. Macedonia, dengan gelar Counselor (1998-2000). Selama meniti karir di Deplu, saya berkesempatan untuk belajar langsung dari tokoh-tokoh hebat seperti Bapak Ali Alatas, Bapak Nana Sutresna, Ibu Erna Witoelar, Bapak Billy Judono, Bapak Menlu Hassan Wirajuda, Bapak Dubes Sudjadnan Parnohadiningrat, dan masih banyak lagi, yang kesemuanya memperkaya pengetahuan dan pengalaman saya. Yang menarik, selama di Deplu, saya sering sekali mendapat tugas diluar tupoksi saya. Namun saya selalu menganggap ini sebagai suatu amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya. Dan, semua tugas tersebut boleh dikatakan selesai dengan baik. Halangan dan tantangan sudah tentu datang silih berganti. Ibarat pohon, semakin tinggi, semakin kencang angin menerpa. Saya selalu mengatakan pada diri sendiri, apa yang kita inginkan belum tentu selalu dapat kita capai. Untuk itu diperlukan “balancing,” antara karir dan kehidupan sosial serta spiritual. Salah satu faktor yang membuat saya bisa mencapai semua ini adalah
dukungan, pengertian dan kasih sayang yang tak putus-putusnya dari suami, anak-anak serta lingkungan. Tanpa mereka saya bukan apa-apa. Hal pertama yang saya lakukan ketika mengemban jabatan sebagai Konsul Jenderal adalah melakukan pendekatan kepada para pemangku kepentingan terkait; dalam hal ini yaitu pejabat pemerintah setempat, media massa, akademisi, pelaku bisnis (chamber of commerce) dan tentu saja masyarakat di 15 negara bagian di belahan pantai timur AS yang merupakan wilayah kerja KJRI New York. Secara simultan kami dari KJRI New York melakukan kunjungan kerja guna bertemu, menjajaki peluang kerjasama, bertukar pendapat hingga menggali aspirasi dari para stakeholders tersebut. Sejak 26 Juni 2008 lalu, saya diberi kepercayaan sebagai Presiden the Society of Foreign Consuls in New York (SOFC) yang beranggotakan 110 negara. Kawasan pantai timur AS memiliki potensi berlimpah dan daya serap pasar yang menjanjikan. Kawasan ini memberi kontribusi lebih dari 30 persen GDP AS. Pantai Timur juga merupakan lokasi berbagai pelabuhan besar yang menjadi pusat dan lalu lintas perdagangan global AS termasuk bagi Indonesia. Sekitar 26% nilai ekspor Indonesia didapatkan dari lalu lintas barang di 12 pelabuhan ini. Dengan julukan “big apple”, kota New York merupakan markas pusat dari berbagai institusi perbankan, perusahaan besar maupun media massa Amerika Serikat. KJRI NY berupaya membangun dan mengisi kemitraan dengan segenap potensi dan peluang yang tersedia di 15 negara bagian di belahan pantai timur AS. Tantangannya adalah bagaimana menerjemahkan kedekatan dan jejaring kerja yang sudah diraih menjadi interaksi ekonomi yang produktif dan saling menguntungkan. Tahun 2008 ini diproyeksikan sebagai tahun peluang bagi upaya
membuka dan memperluas pasar bagi produk-produk Indonesia, meningkatkan arus masuk investasi asing, mempromosikan pariwisata –melalui program Visit Indonesia 2008- dan memperluas kesempatan kerja. Di samping itu KJRI NY akan terus meningkatkan dan mengembangkan upaya-upaya diplomasi publik secara inovatif dan kreatif guna mengkomunikasikan kepada dunia tentang Indonesia yang demokratis dengan masyarakat yang pluralistik, Islam yang moderat, dan upaya pembangunan ekonomi yang progresif. Upaya yang sama juga dilakukan untuk mengkomunikasikan peran aktif Indonesia dalam memelihara perdamaian dan keamanan dunia serta membangun kawasan Asia Tenggara yang aman, damai dan berkemakmuran. Dengan demikian, diharapkan dapat dibangun konstituen diplomasi, yakni para pemangku kepentingan yang memahami dan mendukung citra positif Indonesia di luar negeri. Memang bukan pekerjaan yang mudah, namun merupakan tantangan yang menarik. Menurut saya, Deplu cukup memberi peluang pada perempuan untuk maju. Deplu adalah lembaga pemerintah yang menjadi salah satu pioneer dalam upaya pengarusutamaan gender. Dilihat dari proporsi penerimaan calon PDLN, misalnya, tampak peningkatan yang cukup berarti. Sejak tahun 2004, jumlah diplomat laki-laki dan perempuan yang diterima menunjukkan kecendurungan berimbang. Namun sayang, hal ini belum diikuti dengan peningkatan jumlah perempuan yang menduduki tampuk pimpinan perwakilan RI di luar negeri. Bayangkan, dari 119 perwakilan, hanya 6 yang dipimpin oleh perempuan. Saya sangat berharap jumlah ini terus meningkat di masa yang akan datang. Diplomasi bukan monopoli laki-laki.[]
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
17
Sorotan
Perancis Selatan, Peluang Pasar Bagi Komoditi Ekspor Indonesia
Nahari Agustini Konsul Jenderal RI Marseille
S
elama ini hubungan bilateral RI – Perancis berjalan baik tanpa adanya hambatan yang berarti. Dinamika politik luar negeri kedua negara cukup ‘sepaham’, hal ini terlihat dari berjalan lancarnya hubungan dan kerjasama di berbagai bidang : politik, ekonomi/ perdagangan, maupun pensosbud. Walaupun hubungan bilateral berjalan baik, namun kondisi dalam negeri Perancis (dan Eropa pada umumnya) terakhir ini agak ‘kurang menguntungkan’ bagi Indonesia, mengingat adanya pergantian pucuk pimpinan Perancis yang mengutamakan reformasi di segala bidang. Bahkan dalam kebijakan polugrinya Presiden Nicolas Sarkozy tidak menyebut kawasan Asia sebagai partner utama dalam menjalin kerjasamanya, bahkan dinilai sebagai negara-negara ‘pesaing besar’ bagi UE. Alasan tersebut cukup mendasar mengingat komoditi Asia telah membanjiri pasar Perancis dan Eropa. Beberapa tokoh kenegaraan Perancis memprediksi bahwa negara-negara UE akan ‘dijajah’ oleh bangsa berkulit kuning. Di mata Perancis, Indonesia merupakan negara terpenting di kawasan ASEAN, mengingat letak geografis, kekayaan alam, jumlah penduduk, juga sebagai negara yang demokratis. Namun demikian, bagi investor asing, Indonesia masih termasuk dalam kelompok negara ‘’haute risque’’ atau berisiko tinggi. Risiko dimaksud karena dinilai masih relatif tingginya tingkat korupsi, lambannya proses perijinan, biaya tinggi, kepastian hukum serta sarana infrastruktur yang dinilai belum
memadai. Oleh karenanya, meningkatkan citra positif Indonesia di Perancis Selatan merupakan salah satu misi KJRI Marseille, yang terus dilaksanakan sebagai dasar untuk meningkatkan kerjasama antara Indonesia dengan Perancis Selatan dalam berbagai sektor. Kepentingan - kepentingan RI di negara Perancis ditangani oleh dua Perwakilan RI, yakni KBRI Paris sebagai perwakilan diplomatik konsuler dengan wilayah kerja Perancis Utara dan Tengah; dan KJRI Marseille sebagai perwakilan konsuler dengan wilayah kerja Perancis Selatan. Wilayah kerja KJRI Marseille terdiri dari 23 Département (setingkat daerah tingkat II), yakni Alpes de Haute Provence, Haute Alpes, Alpes-Maritimes, Ardeche, Ariege, Aude, Averyron, Bouchesdu-Rhone, Drome, Gard, HauteGarrone, Gers, Herault, Lozere, Pyrenées-Atlantiques, HautePyrenées, Pyrenées-Orientales, Tarn, Tarn-et-Garonne, Var, Vaucluse, Aude, dan Corse. Ke-23 département tersebut termasuk dalam 6 région/ wilayah (setingkat Propinsi) yakni : Provence-Alpes-Côte d Azur (PACA), Midi-Pyrenées, LanguedocRoussillon, Rhône Alpes, Aquitaine dan Corse (pulau Corsica). Potensi ekonomi Perancis Selatan Potensi ekonomi Perancis Selatan memiliki potensi-potensi ekonomi yang cukup baik khususnya di bidang industri, pertanian, jasa dan kerjasama pengusaha menengah dan kecil dan industri pariwisata. Secara umum, wilayah tersebut memiliki peranan penting dalam berbagai bidang seperti di bidang industri yang berbasis teknologi tinggi (perusahaan pesawat Airbus di kota Toulouse, perusahaan Eurocopter di kota Marignane/pabrik helikopter terbesar di dunia), perdagangan, jasa keuangan dan perbankan serta industri pariwisata serta posisi strategis pelabuhan Marseille di wilayah Perancis Selatan dan laut
Penyerahan Surat Tauliah (Letter of Commission) kami kepada Préfét (Gubernur) PACA, Monsieur Michel SAPPIN, saat memulai tugas sebagai Konjen RI di Marseille, tgl. 14 Agustus 2007.
Mediterania. Industri pariwisatanya sangat maju. Wilayah PACA (Provence Alpes - Côte d’Azur) yang terletak di pesisir laut Mediterania telah menjadi lokasi terpenting bagi orang-orang kaya yang memiliki kapal-kapal pesiar maupun yacht, yang berlokasi mulai dari Marseille, Antibes, Cannes, Saint Tropez, sampai Monaco. Terdapat pula industri pariwisata dan pertanian serta pengembangan pembangunan real-estate di pulau Corsica. Semakin dinamisnya perkembangan ekonomi, terutama di sektor industri berteknologi tinggi dan jasa transportasi serta industri pariwisata, tak luput dari peran aktif Pemda dan Kadin setempat di masing-masing wilayah dalam membuat program-program untuk mengembangkan potensi daerah. Hasilnya, pendapatan daerah dari sektor-sektor tersebut terus meningkat. Wilayah PACA dengan ibukotanya Marseille memegang peranan penting di bidang petrokimia, metalurgi baja, micro-elektronik, telekomunikasi, pengolahan makanan, ocean engineering, pariwisata, budaya dan
perfilman. Kota Marseille dan sekitarnya telah masuk nominasi pencalonan sebagai Ibukota Pusat Budaya Eropa tahun 2013 (Marseille Provence 2013: Capitale Eropéenne de la Culture). Dalam upaya untuk mewujudkannya, pemerintah daerah terus mempercantik kota Marseille dan mentargetkan pemasukan 1 milyar Euro dari bidang pariwisata dalam kurun waktu 8 tahun ke depan. Untuk menarik 5,5 juta turis per tahun, Marseille menawarkan tiga pintu, yaitu cruising, wisata bisnis, dan wisata budaya. Berdasarkan data dari KADIN Perancis Selatan, terdapat 64 perusahaan yang melakukan aktivitas ekspor ke Indonesia dan 25 perusahaan yang melakukan aktivitas impor dari Indonesia. Perusahaanperusahaan tersebut bergerak, antara lain, di bidang industri aeronautika; farmasetika, parfum dan produk kecantikan; pangan dan minuman, mekanika dan elektronika; mebel; industri pakaian dan kulit; transportasi; agen perjalanan; serta pendidikan dan konsultan. Neraca perdagangan RI-Perancis Selatan
DIPLOMASI
18
Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
Sorotan Sorotan untuk Indonesia).
Penyambutan yang hangat dari Walikota Kota Romans, Mr. Henri BERTHOLET, pada acara Festival Folklore Internasional di kota Romans-sur-Isère, tgl. 12 Juli 2008
Hubungan/kerjasama ekonomi dan perdagangan antara Indonesia dengan Perancis Selatan cukup baik dengan surplus perdagangan di pihak Indonesia. Kecuali pada tahun 2007, perdagangan Indonesia minus sebesar Euro 16.028.608. Hal tersebut terjadi akibat besarnya ekspor Perancis Selatan ke Indonesia di bidang industri aeronatika dan peralatan berat. Ekspor industri pesawat dan suku cadangnya mencapai Euro.80.205.990 (ekspor tahun 2006 hanya bernilai Euro.16.188.000). Jenis pesawat yang dibeli Indonesia tersebut antara lain : Helikopter jenis Super Puma dan jenis Colibri dari perusahaan Eurocopter; pembelian pesawat komersial Airbus seri A320 untuk maskapai penerbangan
nasional; serta peralatan elektronika/ radar; dll, untuk kelengkapan kapal TNI-AL dari perusahaan Thales di kota Nice. Selain itu masih ada rencana pembelian Helikopter EC725 dari Eurocopter. Berdasarkan data dari Kantor Duane Perancis, ekspor Perancis Selatan ke Indonesia tahun 2007 bernilai € 166,449,921, sementara impor Perancis Selatan dari Indonesia sebesar € 150,421,313. Pada kuartal I tahun 2008 ini, total nilai perdagangan antara Indonesia dan Perancis Selatan sebesar Euro 99.714.647, dengan nilai ekspor Indonesia ke Perancis Selatan sebesar Euro.63.113.366 dan nilai impor Indonesia dari Perancis Selatan sebesar 36.601.281 (surplus
Paramadina Social Responsibility PELATIHAN PUBLIC SPEAKING
P
No. 8, Tahun I
rogram Studi Hubungan Internasional (HI), Universitas Paramadina menyelenggarakan ’Pelatihan Public Speaking’ bagi pelajar SMU, khususnya para pengurus OSIS SMU se-Jabodetabek pada tanggal 19 Agustus 2008. Peserta pelatihan ini, antara lain, dari SMAN 87, SMAN 95, SMA 50 Jakarta, SMA 71, SMA Percik, SMA Al-Azhar 2, SMA GIS, SMA Alkhoiriyah, dan SMA AsSyafiyah. Pelatihan Public Speaking terdiri dari tiga sesi, yaitu sesi pertama dan kedua diisi materi tentang mental dan teknik berbicara di depan umum dengan narasumber Peni Hanggarini, MA (Ketua Program Studi HI Paramadina) dan Very Aziz, M.Si (Dosen Program Studi HI Paramadina), Sedangkan sesi ketiga adalah pratek dan evaluasi. Kegiatan ini dibuka oleh Deputi Rektor bidang Akademik dan Riset, Totok Sofiyanto Amin, E.d.D. Dalam pidato pembukaan, beliau mengatakan bahwa ‘Pelatihan Public Speaking’ ini merupakan wujud pengabdian Universitas Paramadina terhadap masyarakat (Paramadina Social Responsibility) dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. “Universitas Paramadina sebagai bagian dari masyarakat memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pengabdian masyarakat, salah satunya adalah pelatihan public speaking ini. Karena kegiatan ini bersifat pengabdian masyarakat, maka para peserta pelatihan tidak dipunggut biaya”, ujar sang Deputi Rektor I. (DX)
Peluang bagi Indonesia Berdasarkan riset pasar ke beberapa wilayah kerja dan partsisipasi UKM pada pameran dagang di Marseille maka peluang pasar produk Indonesia di wilayah kerja KJRI Marseille adalah : - Furniture (kayu Jati, rotan, bambu, seagrass, banana poles, abaca banana, water hyacinth), shell handicraft untuk asesoris kamar mandi, art deco, embroidery, batik painting, ceramic terracota, dekorasi rumah, berbagai bentuk keranjang dari rotan slimit, dll. Mebel kayu jati nuansa antik/ primitive/elegant sangat digemari. Berbagai komoditi dari Indonesia ini berpeluang masuk selama kualitas produk dijaga dan dipertahankan. - Textiles - Oil aromatika (minyak gosok). - Produk udang beku, leg-frogs dan ikan air tawar beku. - Produk mie-instant (Indomie dan Supermie), bumbu masak, kerajinan rotan, dll (sudah dapat ditemui di beberapa super market seperti Carrefour, Casino, Géant). Peluang untuk meningkatkan kunjungan wisatawan Perancis Selatan cukup besar. Alangkah baiknya jika pihak profesional wisata seperti perusahaan penerbangan, asosiasi perhotelan dan pihak-pihak
lain dapat menawarkan paket wisata khusus dan murah pada periode ‘low season’ untuk menarik wisatawan Perancis Selatan berkunjung ke Indonesia. Cara-cara ini akan sangat baik mengingat iklim di Indonesia yang banyak menarik wisatawan pensiunan, ekonomi menengah, serta pihak lain yang tidak menginginkan berlibur di masa ‘high season’. Tantangannya Tantangan pasar di Perancis Selatan adalah untuk lebih mengenalkan produk-produk Indonesia yang bertehnologi tinggi. Berdasarkan riset di lapangan dan hasil pembicaraan dengan pelaku ekonomi di Perancis Selatan, terdapat kesan bahwa masyarakat Perancis selatan belum sepenuhnya ‘’mengenal’’ Indonesia dan potensi-potensi yang dimiliki. Menurut pandangan mereka, sebenarnya barang-barang Indonesia yang bertehnologi tinggi memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk-produk yang sama dari negara-negara tertentu yang sudah banyak masuk pasar Perancis Selatan. Untuk mengatasi tantangan tersebut dan memanfaatkan dinamisnya perkembangan wilayah Perancis Selatan, KJRI Marseille terus berupaya mempromosikan Indonesia dengan meningkatkan kegiatankegiatan pengenalan seni budaya, potensi pariwisata dan mengikuti pameran-pameran dagang di berbagai kota. Selama beberapa tahun terakhir ini BKPM hadir dalam Pameran Dagang Intenasional di Marseille.[]
No. 8, Tahun I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
15 Agustus - 14 September 2008
19
Lensa
Aljazair, Pasar Potensial
Bagi Produk Ekspor Indonesia
Yuli Mumpuni Widarso Duta Besar RI Untuk Aljazair
K
etika mempelajari hubungan bilateral Indonesia - Aljazair, saya melihat bahwa diantara kedua negara tidak terdapat masalah politik, bahkan kedua bangsa merupakan sahabat dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah. Persahabatan antara bangsa Indonesia dan Aljazair telah terjalin sebelum Aljazair merdeka dari penjajahan Perancis tahun 1962, yakni ketika Indonesia menyelenggarakan Konperensi AsiaAfrika di Bandung tahun 1955, Indonesia mengundang delegasi kelompok pejuang kemerdekaan Aljazair FLN (Front de Libération National). Oleh karena itu, untuk bidang politik ini hal pertama yang ingin saya lakukan di Aljazair adalah memelihara hubungan persahabatan, dan meningkatkannya dengan mendorong kalangan Parlemen kedua negara untuk mengadakan kerjasama antar Parlemen. Selain itu, peningkatan kerjasama juga dapat dilakukan di berbagai fora internasional, terutama karena kedua negara sama-sama anggota GNB dan OKI. Di bidang sosial dan budaya, saya juga melihat bahwa sebagai sesama negara yang mayoritas penduduknya Muslim, terdapat cukup banyak potensi kerjasama yang dapat dikembangkan, seperti kebudayaan dan pendidikan. Di sektor ini saya ingin melakukan kegiatan pengenalan budaya Indonesia di
Aljazair dan mendorong kerjasama saling tukar bea siswa serta saling kunjung kalangan jurnalis untuk lebih memperkenalkan potensi kedua negara. Sementara itu di bidang ekonomi, dengan jumlah penduduk yang mencapai 32 juta, tingkat pertumbuhan ekonomi 5,2% dan perdapatan perkapita mencapai US$ 4.450 (2007) yang membelanjakan uangnya sejumlah lebih dari 15 milyar US$ untuk mengimpor barang-barang kebutuhannya, Aljazair merupakan pasar yang potensial bagi produk ekspor Indonesia. Potensi tsb merupakan tantangan bagi Indonesia terutama karena kegiatan industri di Aljazair belum berkembang, kecuali industri minyak dan gas. Di sektor ini saya ingin mengajak semua pemangku kepentingan di Indonesia untuk melakukan kegiatan promosi ekonomi dan perdagangan agar volume ekspor Indonesia ke Aljazair yang pada tahun 2007 baru mencapai US$ 167,948 juta dapat meningkat. Upaya meningkatkan hubungan bilateral Indonesia – Aljazair Berangkat dari instruksi Pemerintah Indonesia dan tekad untuk lebih meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral RI – Aljazair, upaya-upaya yang saya lakukan antara lain : (1) mendorong Parlemen kedua negara untuk meningkatkan kerjasama dan persahabatan; (2) meningkatkan volume ekspor Indonesia ke Aljazair; (3) mendorong Pemerintah kedua negara untuk mengadakann review terhadap pelaksanaan semua kesepakatan bilateral yang telah ada di berbagai bidang dan membahas upaya bersama dalam meningkatkan kerjasama bilateral di beberapa sektor baru, seperti pariwisata, kebudayaan, pendidikan, perikanan, investasi sektor minyak dan gas; dan (4) menggandeng kalangan media kedua negara untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang potensi kedua negara. Dalam hal kerjasama Parlemen,
mengingat hubungan diantara kedua bangsa telah terjalin sejak lama maka diantara Parlemen kedua negara juga telah terjalin hubungan silaturahmi yang sangat baik. Guna melembagakan hubungan silaturahmi tsb maka pada bulan April 2008 saya telah mendorong terselenggaranya kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke Alger. Kunjungan berlangsung sukses dan diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan untuk membentuk “Persahabatan Parlemen Indonesia – Aljazair Untuk Peningkatan Kerjasama Bilateral”. Mengenai upaya meningkatkan volume ekspor Indonesia ke Aljazair, saya telah mengadakan pendekatan ke berbagai pihak di Aljazair, termasuk KADIN Aljazair dan menyelenggarakan business meeting untuk menyampaikan potensi bisnis di Indonesia. Selain itu, saya juga mendukung partisipasi pengusaha Indonesia dalam pameran dagang di Aljazair, dan memperkenalkan nonconventional commodity Indonesia yakni perhiasan, yang mendapat tanggapan sangat positif dari kalangan pembeli di Aljazair. Berita mengenai kegiatan business meeting dan partisipasi Indonesia dalam pameran dagang Aljazair dapat dibaca di www.deplu.go.id. Di bidang pariwsiata, dalam rangka mendukung promosi Visit Indonesia Year 2008, dan mengingat potensi masyarakat Aljazair maupun masyarakat asing yang bekerja di Aljazair (expatriates), pada bulan Maret 2008 telah diluncurkan program promosi di Aljazair, menggandeng kalangan industri pariwisata di Aljazair. Dalam kesempatan tersebut, juga telah diluncurkan penerbitan buletin KBRI Alger”INDONESIA” dan situs KBRI Alger untuk lebih mempromosikan potensi Indonesia kepada masyarakat Aljazair (Buletin yang
telah terbit dapat dibaca di www. indonesia-dz.org). Di bidang kebudayaan, bekerjasama dengan Kementerian Kebudayaan Aljazair dan Depbudpar RI, pada bulan Juni 2008 telah diselenggarkan Malam Indonesia (Soirée Indonésie) di kota Alger dan Constantine untuk lebih memperkenalkan kekayaan dan keanekaragaman seni budaya Indonesia kepada masyarakat Alajzair dan mempromosikan potensi pariwisata Indonesia. Berita mengenai hal tsb mohon lihat di www.deplu. go.id dan www.indonesia-dz.org. Di bidang pendidikan, saya meminta perhatian para pemangku kepentingan di Jakarta untuk memberikan perhatian bagi peningkatan kerjasama pendidikan dan alhamdulillah mendapat tanggapan yang sangat positif dari Menteri Agama RI yang berkunjung ke Aljazair pada bulan April 2008, antara lain untuk membahas kerjasama pendidikan bidang kajian Islam (berita lengkap silahkan baca di www.indonesia-dz.org). Di bidang perikanan, diantara kedua negara telah terdapat MOU on Fisheries Cooperation tetapi jumlah ekspor produk perikanan Indonesia ke Aljazair sangat kecil sehingga tidak tercatat dalam daftar Biro Statistik Aljazair. Mengingat produk perikanan Indonesia telah masuk ke pasar internasional dan pasar Aljazair sangat menjanjikan maka saya juga mendorong the competent authorities dan kalangan pengusaha perikanan Indonesia untuk masuk ke pasar Aljazair. Berita tentang pertemuan saya dengan Menteri Perikanan Aljazair mengenai peningkatan kerjasama sektor perikanan dapat dilihat di www.indonesia-dz.org. BERSAMBUNG KE HLM. 22
Media Komunikasi dan Interaksi
Media Komunikasi dan Interaksi
Lensa
Menangani Isu Multilateral Sangat Menarik
Indah Nuria Savitri Sekretaris III PTRI
S
aya resmi bertugas di Perwaikilan Tetap RI (PTRI) Jenewa sejak tanggal 24 November 2007. Sehari setelah tiba dari Indonesia, saya langsung bertugas untuk mengikuti sidang 30th International Conference of ICRC. Tugas dan tanggung jawab utama PTRI Jenewa adalah mewakili kepentingan Republik Indonesia di PBB, WTO dan organisasi internasional lainnya di Jenewa. Isuisu yang menajdi tanggung jawab PTRI antara lain menyangkut isu keamanan internasional; perlucutan senjata; hukum internasional; hak atas kekayaan intelektual; hak asasi manusia, sosial dan kemanusiaan; ilmu dan teknologi; ekonomi perdagangan dan pembangunan; lingkungan hidup; kerja sama Selatan-Selatan; perdagangan internasional; kesehatan; ketenagakerjaan; migrasi; telekomunikasi dan meteorologi. PTRI juga terlibat secara aktif pada beberapa organisasi internasional di mana Indonesia memiliki kepentingan dan komitmen yang sama, seperti ASEAN melalui ASEAN – Geneva Committee, G-15, G-33, G-20, ITCB, Gerakan NonBlok dan Organisasi Konperensi Islam. Pada intinya PTRI menangani isu multilateral dan hal ini yang membedakan PTRI dengan KBRI, karena KBRI menangani isu bilateral
No. 7, Tahun I DIPLOMASI Tgl. 15 Juli - 14 Agustus 2008
dengan negara terkait. Sebelum ditugaskan di PTRI saya bertugas di Direktorat Diplomasi Publik, jadi tidak memiliki pengalaman multilateral yang merupakan core task dari PTRI Jenewa. Tapi justru di situ sisi menariknya bertugas di PTRI Jenewa, karena saya harus belajar semua dari awal. Seperti punya pacar baru, you are eager and thrilled to lear the rope. Another interesting thing here is your circle of friends. Saat ini posisi saya sebagai Sekretaris Ketiga untuk Politik II, yang antara lain bertugas menangani isu HAM dan kemanusiaan, di antaranya Dewan HAM dan seluruh special procedures dan mechanism, UNAIDS, UNOCHA dan mekanisme PBB lainnya di bidang kemanusiaan dan bencana alam. Perwakilan Tetap RI Jenewa (PTRI) memiliki tugas utama menangani isu-isu multilateral di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kemanusiaan pada Dewan HAM (DHAM) termasuk seluruh special procedure dan mechanism terkait, UNAIDS, UNOCHA, UN CERF, ICRC dan UNISDR. Bidang Politik II pada prinsipnya menangani isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan kemanusiaan, yang dibahas di berbagai forum PBB maupun organisasi internasional lainnya. Sepanjang tahun 2007 – 2008 bidang politik II telah melaksanakan tugas-tugas diantaranya mempersiapkan bahan pernyataan, intervensi maupun dokumen terkait untuk Delri dalam berbagai sidang sesi regular maupun sesi khusus DHAM dan seluruh special procedures dan special mechanism yang terkait di dalamnya, the Joint UN Programme on HIV/ AIDS (UNAIDS), UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA), termasuk Relief Web, IRIN, dan UN Central Emergency Relief Fund (CERF), International Committee of the Red Cross (ICRC), serta UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR). Disamping itu juga harus
menghadiri dan berpartisipasi dalam berbagai pertemuan formal, informal, maupun side events yang diadakan dalam kerangka DHAM, termasuk segmen Universal Periodic Review (UPR), Durban Declaration and Plan of Action (DDPA), Durban Review Conference (DRC); Special Procedures, termasuk CEDAW, CAT, Convention on Disabilities, serta optional protocol;
the Joint UN Programme on HIV/ AIDS (UNAIDS), UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA), termasuk Relief Web, IRIN, dan UN Central Emergency Relief Fund (CERF),serta UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR).[]
Diplomasi Publik Bukan Branding Nation
Yvonne Mewengkang Direktorat Diplomasi Publik
D
iplomasi Publik (Diplik), menurut pandangan saya merupakan sesuatu yang unik. Sebelum masuk Deplu, saya pernah melaksanakan tugas magang di Direktorat Diplomasi Publik. Sangat menarik dapat merasakan masamasa magang di Dit. Diplik serta saat menjalankan tugas sebagai staf di Direktorat ini. Diplomasi Publik berbeda dengan praktek diplomasi konvensional. Diplik bukanlah propaganda ataupun nation branding. Sementara ini, masih banyak yang salah persepsi tentang Diplik, seolah diplomasi publik hanyalah seputar masalah kebudayaan. Peran dan ruang lingkup Dit. Diplik sangat luas dalam rangka mendukung politik luar negeri Indonesia melalui pemberdayaan kaum moderat Indonesia, diseminasi informasi mengenai polugri, merangkul dan mempengaruhi publik di luar maupun dalam negeri. Untuk itu, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, saya selalu berusaha untuk mengimplementasikan hal penting yang sering dikatakan oleh pimpinan agar diplomatdiplomat Indonesia lebih reaching out . Hal ini sangat berpengaruh saat melakukan tugas keseharian saya, tanpa melupakan strategi
inovatif dan kreatif yang berfokus pada kekuatan ide, pemikiran dan prakarsa. Pelajaran berharga yang saya dapat dari Diplik adalah positive thinking, karena kita berinteraksi dengan orang yang berbeda-beda. Jika pada awalnya kita sudah berpikiran negatif, maka program yang dilaksanakan akan sulit untuk berjalan dengan lancar. Saat ini saya dapat melihat orang dari berbagai sudut, karena setiap orang itu unik. Dalam masalah kesetaraan perempuan, Deplu lebih maju. Tanpa banyak bicara, Deplu konsekwen melakukan kesetaraan jender. Tidak ada pembedaan tugas berdasarkan jenis kelamin. Siapapun berhak memikul beban dan tanggung jawab yang sama selama memiliki kemampuan. Secara tidak langsung, Deplu telah mengubah mainstream tentang jender. Perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Ada suatu kondisi yang membuat perempuan sama dengan laki-laki, namun ada pula kondisi khusus yang membuat perempuan berbeda, namun bukan berarti untuk dibedakan. Menurut saya, jika kita melakukan tugas dengan baik, orang akan melihat kita sebagai individu yang telah melakukan tugas dengan baik, bukan melihat kita sebagai seorang laki-laki ataupun perempuan. Saya melihat kehidupan saya sebagai seorang diplomat perempuan di Deplu, dengan optimisme yang tinggi. I love my job. Kita berharap di masa depan perempuan-perempuan Indonesia akan lebih banyak berkiprah, baik dalam dunia diplomasi maupun lainnya. Saatnya kita yakin dengan kemampuan yang kita miliki dan menentukan masa depan sesuai cita-cita kita. Saya yakin, dengan kemauan dan usaha yang keras, segala hal yang kita upayakan akan berakhir dengan hasil yang memuaskan.[]
dok.google
20
DIPLOMASI
No. No.7,4,Tahun TahunI I
DIPLOMASI Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl.Tgl. 15 April 15 Juli- 14 - 14Mei Agustus 2008 2008
21
Kilas
Protokoler Menyangkut Martabat dan Harga Diri
Sugiyah S. Hariyadi Direktur Protokol
S
ejarah protokol itu sebetulnya sama tuanya dengan sejarah bangsa-bangsa di dunia yaitu berawal dari tata krama kerajaan pada jaman dulu, protokol itu kedalam mengatur mengenai hirarki, dimana awalnya adalah sebuah kebiasaan yang akhirnya berkembang menjadi hukum kebiasaan yang harus dipatuhi karena hirarki ini menyangkut harga diri. Pentingnya protokol keluar adalah dalam hubungan antar kerajaan, dimana kebiasaan antara satu kerajaan dengan kerajaan lainnya berbeda, sehingga kalau hendak berkunjung ke kerajaan lain itu nanti harus bagaimana. Hal itu kemudian dirundingkan, sehingga masingmasing pihak sama-sama senang dan puas tanpa ada yang dirugikan. Karena masalah protokol ini kemudian dianggap penting dalam hubungan antar negara, maka pada tahun 1815 hal ini diundangkan melalui Vienna convention dan terus berkembang hingga melahirkan Vienna convention of diplomatic relation. Dimana kalau kita berkunjung kesuatu negara, walaupun kita ini diplomat yang mempunyai kekebalan diplomatik, tetapi kita tidak bisa bebas karena ada pasal 41 yang kita dituntut untuk menghargai hukum setempat, dan yang mengatur itu adalah protokol. Karena itu setiap negara merasa perlu memiliki lembaga atau institusi yang khusus menangani protokoler ini, dan disetiap negara, protokoler itu adanya di departemen luar negeri.
Dinegara kita ada Protokol Istana atau Kepresidenan dan Wakil Presiden, di MPR-DPR,DPD dan Depdagri ada Kepala Biro Protokol juga di daerah-daerah yang digabungkan di Biro Humas. Untuk Protokol Negara itu hanya memiliki satu yaitu di Direktorat Protokol disini yang dikoordinir oleh Dirjen Protokol Konsuler Deplu yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Protokol Negara. Protokol Negara itu tugasnya adalah mengkoordinir protokolprotokol semuanya itu tadi, yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Biro Protokol dan yang namanya Direktur Protokol itu hanya ada satu yaitu di Deplu. Kepala Protokol Negara dalam hal ini adalah rujukan tertinggi dalam masalah keprotokolan. Jadi protokol itu memang penting karena menyangkut dignity dan image building, dimana orang itu dihormati atau tidak, penting atau tidak pentingnya itu dari protokolnya. Misalnya ketika Presiden berkunjung ke Singapura untuk keperluan business meeting, walaupun kunjungan itu tidak sebagai Pemimpin Negara tetapi tetap Singapura menyambutnya sebagai Kepala Negara, itu artinya Singapura itu respect kepada Pemimpin Indonesia. Dalam dunia protokol itu dikenal apa yang namanya nobless obless, itu artinya bahwa setiap bangsawan itu berkewajiban, kewajiban dalam dunia diplomasi adalah menjunjung tinggi komitmen yang semuanya itu diatur dengan sangat detil didalam protokol, dimana cara duduk saja diatur sedemikian rupa, cara bicara dan sebagainya. Protokol itu sebetulnya pelayan kelas tinggi, fungsi kita itu melayani, karena itu orang yang masuk di protokol itu harus cerdas, cermat dan punya tanggung jawab, karena berjalannya suatu program acara itu bertumpu pada kita. Orang hanya melihat bagaimana berjalannya
suatu acara, tetapi di belakang itu sebetulnya kita sudah mempersiapkan secara detil dua bulan sebelumnya dan melalui perundingan yang mungkin cukup alot, karena masingmasing pihak bisa saja mempunyai keinginan dan aturan yang berbeda, dan kita berupaya untuk mencapai suatu titik temu yang disepakati semua pihak. Tamu VVIP itu Presiden dan Wakil Presiden, kemudian tamu VIP yaitu Menlu, ini menjadi tanggung jawabnya Protokol Negara, kita juga melayani pimpinan DPR-MPR khususnya kalau akan menerima tamu luar negeri yang koordinasinya ke Subdit Tamu Asing. Kemudian ada Subdit Kunjungan yang mengatur jika pimpinan akan ke luar negeri, kemudian ada Protokoler Diplomatik yang mengatur tamu negara termasuk dubes. Semuanya diproses disini mulai dari permintaan agreement, sampai pemberitahuan persetujuan, penjemputan, pengaturan duduk dan sebagainya secara rinci. Ketika suatu negara besar datang kesini, kita sudah mempunyai aturan bahwa ini adalah kunjungan kenegaraan, dimana mereka boleh membawa senjata maksimal 3 buah dengan masing-masing senjata berisi 10 peluru, nanti tempatnya di hotel A, mereka sudah oke, tetapi kemudian last minute mereka mau lebih dan minta tempatnya diganti karena mereka merasa tidak nyaman dan tidak secure. Oleh karena ini menyangkut dignity, harga diri bangsa, maka saya langsung kordinasi dengan Sekmil dan menyarankan untuk mengirimkan pasukan garnisun dan kendaraan tempur guna meyakinkan mereka bahwa kenyamanan dan secure mereka kita jamin sepenuhnya. Saya memahami bahwa sebagai kepala negara yang beresiko tinggi, rasa kekhawatiran mereka itu bisa dimaklumi, tetapi tetap saja kita juga punya harga diri dimana keamanan mereka kita jamin jika mereka
menuruti aturan yang sudah kita buat. Sampai saya mengeluarkan katakata ; “ anda datang kesini sebagai tamu kami, dan anda tahu persis bahwa anda bukan berkunjung ke negara bagian anda, anda berkunjung ke negara lain dimana kami punya aturan dan ketentuan yang harus dihormati, semuanya sudah kita jamin baik secara protokoler, pelayanan first class, kendaraan anti peluru, kemudian mau apa lagi”. Peraturan di protokoler itu tidak ada warna abu-abu, yang ada hanya hitam dan putih, aturannya hanya boleh dan tidak boleh, tetapi dalam aplikasinya memang kita harus lentur dan fleksibel. Dalam dunia protokol itu ada prinsip your wise is my command titah paduka hamba laksanakan, seorang protokol harus seperti itu. Dunia protokol itu jam kerjanya 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, every day is Monday. Protokol Negara itu antara lain bertugas memberikan pelayanan keprotokolan, yang mendapatkan pelayanan itu adalah tamu negara, dubes khususnya kalau mereka meminta pertemuan dengan anggota kabinet atau dengan Presiden, Lembaga-lembaga Negara, Para pemimpin, kepala lembaga-lembaga negara baik yang pusat maupun daerah, semuanya melalui kita Kedua, mengurus Upacara Diplomatik, yaitu mengurus mulai dari Dubesnya, agreement nya sampai dia menyerahkan agreement nya itu kepada kita. kemudian mengurus tamu-tamu asing yang datang kesini, baik yang sifatnya kenegaraan, diplomatik maupun non diplomatik. Tamu-tamu asing yang full services itu adalah tamu negara, kalaupun bukan tamu negara tetap akan kita urus pertemuannya dengan siapa, begitu juga kalau ada tamu yang tidak kita undang. Ketiga adalah kunjungan, kita menangani kunjungan Pimpinan Negara yaitu Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri, Kepala lembaga tinggi negara dan kunjungan Menlu. Kunjungan ke dalam negeri juga kita yang mengatur.[]
DIPLOMASI
22
Media Komunikasi dan Interaksi
No. 8, Tahun I
15 Agustus - 14 September 2008
Lensa
SAMBUNGAN HAL. 19 Aljazair... Sementara itu mengenai upaya untuk lebih memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat aljazair juga dilakukan dengan mengundang jurnalis Aljazair ke Indonesia. Kesempatan tsb saya manfaatkan ketika Indonesia menyelenggarakan Global Inter-Media Dialogue di Bali, Mei 2008 dan NAASP Ministerial Conference on Capacity Building for Palestine di Jakarta, Juli 2008. Kegiatan pengiriman jurnalis tsb mendapatkan apresiasi dari kalangan media di Aljazair sebagai suatu langkah konkrit untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Aljazair mengenai perkembangan di Indonesia. Deplu Menaruh Perhatian Bagi Diplomat perempuan Jumlah diplomat wanita pada kurun waktu tahun 1980-an hingga tahun 2000-an belum banyak. Setiap tahun jumlah penerimaan diplomat baru wanita rata-rata di bawah 30% dari jumlah total yang diterima (100 – 150 orang). Jumlah pejabat Deplu yang wanita juga tidak sampai 20% dari total jumlah pejabat di Deplu. Bahkan untuk jabatan Eselon I setelah era Ibu Artati Marzuki sebagai Sekjen Deplu, baru Menlu Hassan Wirajuda yang mengangkat diplomat wanita sebagai pejabat Eselon I. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri terjadi banyak pekembangan karena baik Presiden maupun Menlu menaruh perhatian terhadap karier diplomat wanita Indonesia. Sejak saat itu hingga kini terdapat cukup banyak jabatan tinggi di Deplu dan Perwakilan RI di luar negeri yang dipercayakan kepada diplomat wanita. Selain itu, dalam setiap ujian penyaringan masuk pegawai Deplu, rata-rata jumlah calon wanita mencapai 50% dari total penerimaan. Demikian pula mengenai penempatan di luar negeri bagi pasangan diplomat, sekarang tidak ada lagi himbauan seperti dulu, tetapi diserahkan kepada masingmasing pasangan. Jika mereka memilih untuk ditempatkan pada saat yang bersamaan, maka dinas akan mencoba mencarikan pos yang berdekatan, andaikata tidak di satu pos yang sama karena sulit untuk mencari dua posisi kosong di satu
Perwakilan. Demikian pula untuk mencapai jenjang karier tertinggi diplomat, yaitu Duta Besar, Deplu memberi peluang yang sama antara diplomat pria dan wanita. Ukurannya adalah pada kemampuan masing-masing individu. Kondisi saat ini bahkan jauh lebih baik karena Deplu
mendapat dukungan sepenuhnya dari DPR RI, khususnya Komisi I yang selalu mendorong adanya calon Dubes wanita. Alhamdulillah, saya dapat mencapai posisi tertinggi ini, sebagai Duta Besar wanita pertama di negara sahabat yang sangat menghargai Indonesia. Masyarakat
di Aljazair menyambut dengan sangat positif dan hangat kedatangan saya di Aljazair, yang menurut mereka mewakili saudara kandung di seberang lautan. Insya Allah, saya dapat mewakili citra wanita Indonesia yang santun, cerdas dan Muslimah.[]
Meningkatkan Peran Perempuan
Dra. Nining
Deputy Urusan Jaringan Kelembagaan, Menteri Pemberdayaan Perempuan
V
isi Pemberdayaan Perempuan adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender didalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita sebagai national machinery dari pemberdayaan perempuan. Jadi breakdown nya nanti ada pada misi yang intinya adalah meningkatkan kualitas hidup perempuan dan juga yang paling inti dari itu semua adalah penegakan HAM, bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Kalau mengenai kewajibannya sudah jelas ini tidak perlu diceritakan, tetapi bagaimana dengan hak-hak perempuan yang sering terlupakan. Dimana itu sebetulnya ada jaminannya di UUD 45, di Deklarasi HAM, Konvensi PBB tentang anti segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan sebagainya. Baik mandate nasional maupun internasional itu intinya semuanya sama, yaitu bahwa laki-laki dan perempuan harus diberikan kesempatan yang sama. Misi yang kedua adalah meningkatkan peran perempuan di jabatan publik dan proses pengambilan keputusan di legislative, kemudian bagaimana kita memberikan perlindungan kepada anak, bagaimana kita melakukan penguatan-pengutan
lembaga pengarus utamaan gender, gender mindstreaming. Ketika kita akan mencapai tujuan nasional berupa gender equality dan gender equity, itu benarbenar sudah dicanangkan oleh PBB juga, itu karena isu perempuan adalah isu global, dimana progress for women is progress for all. Jadi dalam hal ini kita tidak meng ada-ada, apalagi ketika kita melihat bahwa dimana ada kemiskinan disitu ternyata para perempuannya tidak berdaya. Sebetulnya perempuan adalah asset bangsa yang memiliki potensi tetapi karena tidak diberi kesempatan pada akhirnya dia menjadi kendala. Untuk itu kita perlu melakukan upaya pemberdayaan perempuan dengan strategi yang dicanangkan oleh PBB pada 1995 di Konferensi Internasional tentang Perempuan di Beijing. Dalam upaya mencapai kesetaraan dan keadilan gender itu kita menggunakan gender mindstream sebagai strateginya, artinya kita memberikan wawasan kepada laki-laki dan perempuan dimana ketika kita berbicara mengenai pembangunan nasional kita harus mengintegrasikan kepentingan laki-laki dan perempuan, baik dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasinya itu harus ada warna perempuannya agar balance dan equalitynya ada disitu. Untuk bidang politik dimana kita juga sudah menetapkan bahwa keberadaan perempuan di legislative itu minimal adalah 30 %. Menurut penelitian yang dilakukan oleh PBB, angka 30 % itu merupakan critical match yang berarti bahwa kalau angka itu bisa kita dapat, maka perempuan bisa menjadi agent of change. Kita memiliki UU No.11 tahun 2005 tentang Ekosos dan UU No.12 tahun 2005 tentang hak sipil dan politik, kalau undang-undang ini dijalankan dan dipadukan dengan baik maka secara otomatis perempuan akan setara dengan laki-laki. Dan jangan lupa bahwa kesetaraan yang kita inginkan itu bukan berarti pengambil-alihan peran, yang kita inginkan adalah equal partnership dan tidak mendikotomikan antara laki-laki dengan perempuan, tetapi kita harus bekerjasama hand in hand. Kalau perempuan bergerak diproses pengambilan keputusan,
tentunya ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dan implementasinya ada warna perempuannya, kalau hanya dihasilkan oleh laki-laki saja keputusannya akan menjadi seperti maskulin, dan undangundang yang dihasilkan menjadi bias. Kita tidak menginginkan hal seperti itu, oleh karena itu berikan kesempatan kepada perempuan, karena perempuan juga punya kepentingan-kepentingan yang harus diakomodasikan. Dalam masalah ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan bergerak pada tataran kebijakan, itu artinya kita menyusun kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan perempuan, setelah kebijakan itu ada kemudian kita menyebarkan kepada institusi supra struktur kalau di pemerintahan dan infrastruktur kalau di masyarakat. Saya disini dalam menurunkan kebijakan itu bertugas mengajak LSMLSM yang ada, bahwa kita memiliki undang-undang ini oleh karena itu mari kita bersinergi jangan malah bertentangan. Jadi kita bertugas lebih sebagai fasilitator dan koordinator, sedangkan yang terkait dengan teknis pelaksanaa itu adalah tugas dari departemen teknis. Kementerian Pemberdayaan Perempuan itu hanya bergerak di tataran kebijakan, disamping itu Poksi kita itu bergerak di sosialisasi, advokasi, orientasi dan memfasilitasi semuanya. Ketika kita berbicara mengenai pendidikan kita mengajak Diknas, apa dan bagaimana kurikulumnya, coba kita lihat apakah hak laki-laki dan perempuan itu sudah masuk belum. Jangan lagi seperti; ini ibu budi, ibu budi pergi kepasar, ini bapak budi, bapak budi pergi ke kantor dan seterusnya, itu sudah tidak boleh lagi seperti itu, karena sekarang ini sudah banyak ibu-ibu yang pergi ke kantor dan juga banyak bapakbapak yang pergi ke pasar. Jangan dilupakan bahwa dalam millennium development goals disebutkan bahwa kesetaraan dan pemberdayaan perempuan itu merupakan salah satu goals yang harus ada kemajuan pada tahun 2015, dan kita tidak bisa menyepelekan ini karena merupakan raport kita.[]
No.No. 8, Tahun 4, Tahun I I
DIPLOMASI
23
Media Komunikasi dan Interaksi
Tgl. 15 15 Agustus April --14 14Mei September 2008 2008
Lensa
Isu Tentang Pemukiman dan UN Habitat Menjadi Concern Bagi Indonesia
Perempuan Mampu Menangani Hal-hal Strategis
Desy Nurmala Dewi Direktorat Informasi dan Media
S
aat ini saya bertugas di subdirektorat fasilitas media, yaitu subdirektorat yang berhubungan langsung dengan teman-teman wartawan media nasional dan media asing yang terakreditasi di Indonesia. Kami berhubungan langsung dengan isuisu yang menyangkut pembuatan film, peliputan media asing, dan production house yang datang ke Indonesia, dan yang pasti kami bersentuhan langsung dengan pelayanan public. Kalau instansi pemerintah yang lain atau pihak swasta punya humas atau public relation, maka humas dan PRnya Deplu itu adalah Infomed. Operasi kami yang rutin adalah melayani pembuatan press ID teman-teman wartawan asing yang bertugas di biro Indonesia atau wartawan Indonesia yang bertugas di media asing dan berkedudukan di Indonesia. Setiap minggunya kami rapat clear house dimana kalau ada permohonan ijin kunjung dari luar Indonesia, kami rapat dengan instansi lain. Kegiatan rutin lainnya adalah menerbitkan siaran pers, mendampingi wartawan saat meliput disini dan sebagainya. Program tahunan Infomed itu biasanya ada tiga, yang pertama adalah sosialisasi kebijakan luar negeri melalui media massa radio, baik itu radio nasional maupun swasta nasional, dimana kami mengundang pembicara dari lingkungan Deplu dan akademisi untuk berbicara mengenai polugri, apa yang ada dibalik sebuah keputusan kebijakan polugri kita agar masyarakat mengerti secara keseluruhan.
Kedua, kegiatan lokakarya media massa, dimana selama 1-2 hari kami sharing mengenai berbagai isu domestik dan internasional dengan media massa domestik dan internasional yang ada di Indonesia. Ketiga, Journalist visit program dimana untuk tahun 2008 ini rencananya kami akan mengundang para Pemred dari negara AsiaAfrika. Tahun 2009 kami berencana mengundang teman-teman dari South East Pacific Dialog dan Pacific Island Forum, sekitar 10 negara selama 10 hari keliling ke Bali, NTT, dan Lombok kemudian melakukan courtesy call dengan Menhubpar, dan Gubernur dari provinsi yang dikunjungi supaya mereka mengerti tataran media masa Indonesia yang sesungguhnya dan mengalami sendiri, jadi begitu pulang mereka bisa mengkomunikasikan dan menginformasikan dengan baik bagaimana sesungguhnya Indonesia dan media massa Indonesia. Sejauh ini saya merasa cukup baik, karena pimpinan disini telah memberikan kesempatan seluasluasnya, baik itu laki-laki atau perempuan, terutama kepada yang masih muda. Beliau selalu menegaskan akan memberikan kesempatan kalau kita berkeinginan untuk mengambil jenjang pendidikan yang lebih tinggi supaya kualitas kita lebih baik. Beliau selalu mengakomodir itu dan tidak pernah membatasi kita untuk memperoleh itu. Pertama, perempuan itu harus tahu posisi dan perannya dan juga harus tahu kesempatan mana yang bisa diraih, karena tidak semuanya terbuka untuk perempuan, jadi kita harus lebih jeli dan ulet mencari celah mana yang kira-kira bisa diambil. Kedua, instansi atau organisasi apapun harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada perempuan. Karena kalau secara pribadi perempuan ingin lebih maju, tetapi kalau instansi atau organisasinya itu sendiri tidak memberikan kesempatan, perempuan tidak akan bisa bergerak. Perempuan harus diberi kepercayaan mulai dari tingkat pekerjaan sektor informal, formal maupun strategis dimana sebuah keputusan dibuat.[]
D
i Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup ini saya bertugas sebagai staff di Subdit Pembangunan Sektoral. Disini kami menangani kerjasama pembangunan sektoral, yaitu antara lain yang terkait dengan infrastruktur, ICT, UN Habitat, isu-isu yang terkait dengan water, dan sebagainya. Segala sesuatu yang terkait dengan lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bawah internasional. jadi yang terkait dengan non ekonomi dan non lingkungan hidup ditangani disini. Berbeda dengan kerjasama teknis yang bentuk emphasisnya lebih kepada training, dan programprogram capacity building antara Indonesia dengan negara-negara lain, Direktorat ini focus pada kerjasama sektoral Isu-isu yang sekarang sedang burning adalah mengenai keamanan, energi, dan infrastruktur, terutama yang terkait dengan pemukiman. Rencananya nanti pada tahun 2010 kita akan menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara Asia Pacifik untuk masalah pemukiman dan pembangunan perkotaan. Karena isuisu yang terkait dengan pemukiman dan UN habitat memang sudah menjadi concern kita. Dalam hal ini saya melihat posisi Indonesia sebenarnya equal terkait isu-isu tentang pemukiman, artinya bahwa diantara negaranegara berkembang memang sudah mempunyai concern bersama untuk bisa mengedepankan isu-isu yang menjadi concern bersama. Kita juga tidak bisa menafikan policy bahwa kita membutuhkan mitra, yaitu kemitraan dengan negara-negara maju, tetapi saya melihat kecenderungannya sudah mulai bergeser. Jadi sekarang ini emphasize-nya lebih kepada soft cooperation, salah satu contohnya adalah di UN habitat, dimana yang saya tangani ada yang namanya Exo, yaitu sebuah mekanisme dimana negara-negara berkembang itu saling membantu semuanya untuk bisa
Rina Setyawati
Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
memberdayakan pemukiman untuk masyarakat miskin. Semacam ada trust fund bersama dan itu tidak totally hand on negara-negara maju, mekanismenya masih baru dan rencananya akan dilaunching pada tahun 2008 ini. Bagi saya ini merupakan sebuah inisiatif yang cukup maju dari negaranegara berkembang. Exo ini merupakan keputusan bersama negara-negara berkembang pada waktu Government in Council tahun 2007 lalu, jadi merupakan keputusan bersama untuk adanya sebuah mekanisme untuk bisa mempercepat pembangunan perkotaan terutama bagi masyarakat miskin. Munculnya kesepakatan bersama negara-negara berkembang ini, saya melihatnya bukan kepada masalah ketidak-percayaan terhadap negaranegara maju, tetapi lebih kepada karena memang kita melihat bahwa diantara negara-negara berkembangpun ada sejumlah negara yang mempunyai kapasitas untuk bisa membantu negaranegara lainnya, terutama negara-negara di kawasan selatan. Hal ini lebih merupakan refleksi dari keinginan kita terhadap penguatan kapasitas negaranegara selatan.[]
Galeri Foto
Pada tanggal 4 Agustus dilaksanakan acara pembukaan Program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI)/ Indonesian Arts and Culture Scholarship BSBI 2008. acara yang berlangsung meriah ini diselenggarakan di Gedung Pancasila. Pada tahun ini, BSBI diikuti oleh 51 peserta yang terdiri dari para pelajar berprestasi baik pria maupun wanita yang berasal dari 30 negara sahabat akan belajar mengenai seni dan budaya Indonesia selama kurang lebih tiga bulan (2 Agustus – 31 Oktober 2008). Gambar 1: Para peserta penerima Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI)/ Indonesian Arts and Culture Scholarship tahun 2008 dengan penuh antusias dan semangat menyanyikan lagu Indonesiaku. Gambar 2: Sekjen Deplu, Imron Cottan (pertama dari kiri)dan Umar Hadi, Direktur Diplomasi Publik (kedua dari kiri) sedang menyimak pidato Menlu. Gambar 3: Peserta dan undangan menyimak pidato Menlu. Menlu RI berharap para peserta dapat mengenal lebih dekat Indonesia sebagai “unity in diversity” yang walaupun mempunyai keanekaragaman budaya, etnis dan kepercayaan namun tetap bersatu dengan rasa saling toleransi dan pengertian bersama.
3
4
1
2
5
Gambar 4: Menlu Hassan Wirajuda menyampaikan konferensi Pers Selasa, 5 Agustus 2008, usai membuka kegiatan Conference dan Workshop bertema Promoting Initiatives on Disaster Risk Management, dalam rangka memperingati 50 Tahun Hubungan Diplomatik antara RI dan Selandia Baru, di hotel Borobudur, Jakarta.
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.diplomasionline.net
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
Gambar 5: Menlu RI didampingi Ketua umum PBNU, Hasyim Muzadi dan Direktur Diplomasi Publik, Umar Hadi mengadakan konferensi Pers penyelenggaraan ICIS ke-3. Konferensi Pers ini diadakan di Gedung PBNU, Jakarta, 26/7.
Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094