. ," . /~ . t.:"
,s
.
.-:Ii'
.
,'
-
... ; .
.
. '"
a
.
t
..
".
t·,
/:
.
• •i
DINAMIKA PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR DAN PERBATASAN MARITIM
Dr. H. Hasan Almutahar. M.5i
Dinamika Pcmbangunan !\Iasyaraut Pesisir DaD Perbatasan Maritim P~tpusta"aan NasIoNlI: Katalog dalam Trrbib" HAk (.pta dimdu"&1 undOlng-4.1ncf.ang All rughl R."" ..... d
(c)
lOfl,lnc£on,e.sb:
PontiOlNk
Dr. H. Hasan Almutohor. M.Si Editor: Dr. Ismail Rus,l.an. M.S.I Layout 8. [)e~ign (over
Setia Furwadi 8t Fahmi 'ch~..'an
Oiterl)itkan oleh SlAIN Pontlanak Pre-ss )31an LAltJend. $UptaplO No. 19 leJp ....fax. 0561·734170 Pondani'k, Kitimillnfin Bar.rt
VINAMIKA PEMSANCUNAN MASYARAKAT VAN PERSATASAN MARITIM vlit • 1,}7 halam.ln:
PESISIR
160(1'11'11)1.240 mm
Ollating menguttf 4an mempertJ.lnya" sebagl3n ~ ..u seluruh isi buku bnp .. se.z:lnfe-nulls darEptntrbit s"r11l)iVC'I"ll~..n1 V.I'U1 ill: UlldilOg'-..1dang nomor 19 I ;!hl,ln 10<17len,.." 11'1'1(l1n& .. ;tII; (Ipfil: fWr.l1& ,i"lM 6t\'I:"1I \4'TII.f. ct;.1'1 cln~ ~~ "loC,.,k,uIl."npct"tJtI,d,," ~b"g ...im..."" (iI.IA· .uct d.lam p-ill4l1 laYiI( il) at., V",wI y.., (I) dAn Ay.1 (1:) dlptd;wt.ld.ng.m p«diwl.l pM.,r .. rn.,.\)ir't-tI'\,l)il'tp.tllJ~ ~t)A. ,('U,u)bubn auudmcU p~ing~dilrit )(p.1OOO.01)() .. (~AJ ItJY RlJplilh~;t;lUpfQniI pcnf.w.., Pd{ia~I~ 1(1"'1\) 1.ibI:u'lIi.v'\I"'~ dtnd~ ~ b.Jr'Y. ftp. ~NWl.ooc.ono,' CIltM,\Mb A~pUh) (J) ~ It.Ip.J, ~1n ~ I'fttft)Wfk ...... I~\ I'l'"*~tan.. .u..u I'JIt"fju.aI u~ umwa \WIu u ha.liI pCI~"4f' tW .. (ipw ~~ ~ ~'\ud ~ 81.-1 (I), ~ ~ .. , wnPtill litIN. (5) tolIluIt
<,)
of' ...
1,..,1".'... b..,~
~.reb.M.,.-.
"'JU'
"*"
Or. I'l. I'taUln AIMutahar. M.SI
KATA PENGANTAR
A
lhamdUlillah,penUliSmengUCaPkanpUjikehadapanAllah SWT dengan rahmat dan hidayahNyalah buku ini yang berjudul Dinamika Pembangunan Masyarakat Pesis!r Dan Perbatasan Maritim. Dilihat darl keberadaan jenis pelaksanaan rnasa depan konsep-konsep dan pradlgma perkembangan pedesaan peslslr masyarakat daerah pedesaan sebagian besar penduduk berdiam dl pedesaan 71% yang melaksanakan pekerjaan komoditas pertanian dan nelayan yang dibutuhkan masyarakat. Kenyataan menunjukan bahwa pelaksanaan pembangunan pedesaan belum memuaskan hasilnya mengalami gejala-gejala sosiel. seperti kemiskinan, tertinggal (marginal). Pekerjaan sulit diperoleh, akibatnya banyaknya pengangguran dan gejala pathalogi sosiallalnnya. Untuk itu perlu adanya konsep-konsep pembangunan dan pedesaan Reliable (meyakinkan) accep table (dapat diterima) dan implemen table (dapat dilaksanakan). Alhamdulillah, penulis menerima arnanah dari pemerintah untuk mengajar ( tenaga pengaJar) matakuliah Pembangunan
Dr. H. Hasan AlmtJtahar. M.5A
Masyarakat Kota Dan Desa dan matakuliah Perbandingan Pembangunan Masyarakat. Tulisan buku ini hanya sekelumit pengalaman ± 30 tahun yang memberikan matakuliah kepada mahaslswa Fisip Untan dan menulis jumal naslonal dan internasional dan ikut berpartisipasi sebagai narasumber seminar Nasional dan Internasional dari materi pembangunan, pedesaan masyarakat pesisir dan masyarakat kawasan perbatasan dibidang pembangunan URBAN, RURAL dan S05iologi Politik Alhamdulillah, dapat memberikan
penulis mengharapkan
agar tulisan buku ini
mantaat khalayak pembaca.
Pontlanak,
Oktober 2012
Dr. H. Hasan Almutahar. M.St
_
Dini!lmika P(!mbangunitn
Mas)'~rak.lt Pesj~, Oan Pef~t~~n
Mt'Ifk1m
Or. H. Hasan Alm.,ahar. M.s1
DAFTAR 151
KATA PENGANTAR
jii
DAFTARISI
v vii
OAFTAR TABEl
BAB I PENOAHULUAN
1
BAB II KARAKTERISTIK SOSIAL MASYARAKAT
9 9
A. Karakteristik Sosial Masyarakat BAB III STRUKTUR SOSIAl MASYARAKAT PESISIR
33
BAB IV POLA PATRON KUEN YANG TERJADI 01 ANTARA PENDUOUK PESISIR PERBATASAN PAlOH KABUPATEN SAMBAS DENGAN PENDUDUK SEMATAN DAN SERAWAK
43
BAB V DINAMIKA PERUBAHAN TEKNOlOGI PERIKANAN DAN FORMASI SOSIAl
67
BAB VI KOTA PANTAI KOTA MANDIRI
83
A. WilayahPesisir dan Pulau-pulau KeeilHarus di Berdayakan B. TerbentuknyaKotaPantai C. PradigmaPengembanganKotaPantai
(hnamlka PembanguRaIl Masyarekat Pes.i~irOal\ P~rbatas.an Marirlm _
83 85 87
Dr. H. Hawn""""""'" M.SI
D. Kota Mandiri
E. Pradiqma Pembangunan F. Stratl!9i Pembangunan
88 Kota Pontianak
91
Kawasan Dan Penataan
Ruang Kawasan
92
G. Konsep Daerah (Kota) Tetangga dan Daerah (Kota) Penyangga BAB VII INSTITUSI DALAM DEUMITASI BATAS MARITIM
A. Institusi dllndonesia
95 99
di Negara Lain
99 104
C. Mengenal Batas Maritim Indonesia
109
D. Batas Maritim Yang Sudah dl Sepakati
110
E. Batas Maritim Yang Belum Disepakati
119
B.lnstitusi
DAFTAR PUSTAKA
123
Glosary
129
Indeks
135
_
DiMmika PernbaofJUl'Wln MaSY.1AUI Pesisir Din Perbatasan ~rjtim
DAFTAR lABEL
label 2. 1 Matrik Masyarakat
12
label 2.2 Kerangka Kluckon
16
label 2.3 Perbedaan Solidaritas Organik Dan Mekanik
17
label 2.4 Peng90longan
Nelayan Berdasarkan
Karakterlstik Usaha
30
Tabel 4.1.Ciri-Ciri Hubungan Tengkulak Dan Nelayan
64
Tabel 5.1 Perkembangan Modernisasi
AlatTangkap
70
di Indonesia Jenis Alat Tangkap Keterangan TabelS.2 Lokasi Kontradiktif
Dalam Hubungan
Kelas
75
BASI
PENDAHULUAN
5
05iO'09i masyarakat pesisir merupakan bidang kajian S05iologi yang relatif baru berkembang di Indonesia. Padahal, seperti
diketahui, secara geografis bangsa Indonesia merupakan Negara kepulauan yang lautnya mencapai 70 % total wilayah. Oengan kondisi laut yang demikian luas disertai kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, pada kenyataannya Indonsia belum mampu menjadi bangsa yang maju. Salah satu masaJahnya adalah pelaku usaha perikanannya yang masih dldominasi nelayan tradisional dan marginal. Kondisi ini bukanlah suatu yang independen, melainkan akibat pilihan kebijakan pembangunan ma.salalu yang terJalu mengandalkan daratan dan mengabaikan lautan. Oampaknya masyarakat pesisir kurang berkembang dan terus dalam posisl marjlnal. Disinyalir kesadaran akan kesalehen kebljakan pembangunan masalalu tersebut telah muncul sehingga terbentuklah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Hadirnya (OKP) adalah bukti
tumbuhnya
kesadaran
dan kemauan
politik untuk membangun
OInamlka Pemb01!nguNn MIIly,r,kelt Pesisi, 0." Pt,b.l.tasao Maritill'l _
kelautan dan perikanan. Dengan adanya DKP,diharapkan programprogram pembangunan kelautan dan perikanan dapat dijalankan secara sistematis sehingga menghasilkan rnasyaraket, khususnya masyarakat pestslr yang sejahtera dan mandiri Selanjutnya pembangunan kelautan dan perikanan tengah marak-maraknya, ada sejumlah pertanyaan tentang efektivitas pelaksanaan program-program pembangunan. Mengapa sejumlah pertanyaan itu muncul ? Tentu karena didasarkan pada fakta empiris yang menunJukan masih kurang tepatnya berbagai pendekatan program pembangunan sehingga banyak program yang gagal. (ontoh menarik mengenai kegagalan ini. Ada satu pemerintah provinsi (pemprov) yang ingin sekali agar masyarakatnya menjadi nelayan yang tangguh dan mandlr!. Untuk itu, pemprov itu menyediakan kapal yang relatif besar bagi para nelayan yang selama ini hanya mengunakan prahu-prahu tradisional yang keeil.Akibatnya saat ini kapal itu tidak dapat digunakan para nelayan. Intinya, meski diawali dengan yang balk,jika pendekatan yang tidak sesuai, hasilnya pun belum tentu baik. Ditelusuri mengapa demikian ? pemprov tadi tidak berpikir sebelumnya bahwa perlu modal yang cukup serra kemampuan teknis yang memadai untuk mngoprasikan sebuah kapal besar. Para nclayan tradistonal jelas tidak mempunyai modal dan tidak punya kemampuan untuk mengoprasikan aramada yang begitu modern. Selain ttu, kebtasaan one day fishing tldak begitu mudah diubah menjadai one week fishing, atau lebih lama lagi, karena kegiatan penangkapan ikan dilaut yang dilakukan nelayan dengan kapal besar akan meliputi wilayah yang lebih luas sehingga waktu yang diperlukanpun lebih lama. Dislnyalir melakukan penangkapan ikan dalam waktu yang lebih lama, tentu ada konsekuensi-konsekuensi sosioloqis didalam komunitas nelayan. 8anyak peran sosial yang akan hilang yang pernah dijalankan nelayan one-day fishing. Siapa yang akan mengganti peran-peran sosiet yang hilang itu ? tentu proses perubahan yang begitu cepat dalam masyarakat pesisir seperti akan
_
Oin1m!ka Pembang\ ...nlln Masyat-itkM fE'shi, nit" ~batasan Marilim
tidak menyebabkan keseimbangan sistem sostal yang selarna ini telah mapan. Hasil temuan banyak kalangan yang selalu menganggap jelek adanya pola patron-kllen dalam masyarakat pesisir. Ikatan patron-khan dalam masyarakat pesisir. Setiap kall ada program pemberdayaan, selalu ada proposal untuk memutus ikatan patronklien masyarakat pesislr.lkatan patron-klien hanya dianggap sebagai ikatan ekonomi yang mudah dlgantl dengan ikatan-Ikatan lain yang lebih formal seperti koperasi. Langkah-Iangkah praktis seperti itu saat ini hegitu popular dikalangan lSM, akademis, bahkan birokrat. Begitu mereka datang kemasyarakat pesistr, tidak jarang yang lang sung menawarkan bantuan dana untuk melunasi utang-utang para nelayan kepada tengkulak atau toke. Namun, mereka tidak pemah menyadari bahwa ikatan nelayan-tengkulak tidak sernata ikatan ekonomi, tetapl juga ikatan sosial. Menurut Wolf, (2001: 62Y1katan seperti itu tidak semata ikatan instrumental, tetapi ikaten emoslonal juga. Efeknya,program pemutusan patron-klien itu hanyalah sementara karena programprogram tersebut bersifat proyek yang memiliki betas waktu dan pembiayaan. Meskipun utang nalayan kepada toke telah lunas, ternyata hal Itu tidak dapat memutuskan hubungan nelayan terhadap toke pada masa-masa selanjutnya. Ketika masa proyek usal, tidak ada lag; yang mendampingi nelayan dalam membangun institusi ekonoml mereka. Artinya, tidak ada lag; sumber jaminan sosial ekonomi nelayan setain toke. Oleh karena itu, nelayan kembali menJalin Ikatan ek.onomi dan 5051almereka dengan para toke dengan kegiatan ikatan Patron Kliensebagai jalan satu-satunya. Contoh yang terungkap, terlihat bahwa para akademisl atau orang diluar komunitas pestsir seolah-oleh lebih tahu permasalahan masyarakat pesisir, padahal tidak mngetahui karakter masyarakat pesisir yang sebenarnya. Meskipun tahu karakter masyarakat pesisir secara umum, tldak dapat menyamakan masyarakat pesislr yang satu dengan masyarakat pesisir yang lain seperti Desa Sunqal Duri Kabupaten Bengkayang di Kalimantan barat. Dan masvarakat pestsir
Oinamilca P<mbangunan
Masyatajoal ~
Oon f«ba ....... MarilFo _
01. H ......
n Almut.har. MSI
di Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya tidak dapat dianggap sarna dengan masyarakat pesisir dikepulaun Riau atau Papua karena masyarakat pesisir Indonesia memiliki keragaman yang sangat tinggi. Misalnya. perbedaan antara suku laut di Riau orang melayu dan para nelayan kapallong ine dan orang melayu, orang di pulau Madura dan orang bugis sungguh sangat kontras. Suku laut dan orang bugis sendiri rnerupakan gejala yang menarik untuk dicermati. Selama ini, suku laut dan orang dikenal sebagai gambaran masyarakat bahari yang memiliki jiwa bahari dengan tradlsl yang menjadikan laut sebagai basis kebudayaan. Selanjutnya dapat ditelusuri sepertl suku laut dulunya hidup berkelana menangkap ikan dengan sampan beratap berkajang yang berfungsi juga sebagai rumah sehingga semua aktivitas kehidupan suku laut dilakukan disampan tersebut. Namun, saat ini sudah sulit menemukan pola hidup suku laut yangsepertiitu.Sebaliknya mereka sudahhiduprnenetapdi sepanjang wilayah pesisir meskipun tradisional. Mayoritas masyarakat suku laut kini bermukim disepanjang daerah aliran sungai dan wilayah pesisir dengan mengrove sebagai ekosistemnya. Mereka tin99al dirumah pang9un9 yang terbuat dari kayu dan beratap daun nipah I rumbia. Sementara itu, di bawah rumah, masih terdapat genangan air sisa air pasang. Umumnya jarak antar rumah berdekatan satu sama lain. Pola rumah yang seperti itu hanya mengandalkan ventilasi dari pintu depan dan belakang. Jalan penghubung di dalam pemukiman itu pun terbuat dari kayu dan dibangun dengan tonggak-tonggak kayu. Sepet-tiyaQfLdigambarkan .Pusat Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir ~SPL. 201!Vkegiatan ekonomi utama penduduk disuku laut di I"drag.r. Fliiiradalah menangkap kerang, ikan, udang dan meneari kayu dihutan baka«, Pola merawai dilakukan setiap hari oleh dua orang nelayan. Sistem bagi hasil yang digunakan adalah pendapatan bersih dibagi dua setelah dikurangi biaya sewa motor dan bahan bakar, Jika penghasilan mereka sehari RP200.000, setelah dikurangi sewa motor sebesar Rp 35.000 dan bahan bakar sebesar Rp 25.000, pendapatan bersi mereka Rp 140.000. Harus dibagi dua.
_
DiRamJka Pembangunan Mas.yarakat Pcsisi( Dan Perbatasan Mar.nnl
Or. Ii. HIlSaI"l Almll1w,. MSt
masing-masing mendapar Rp 70.000. Meskipun salah satu nelayan pemilik perahu, sistem bagi hasil yang digunakan tetap sama. Untuk kegiatan penangkapan ikannya sendiri, nelayan dikenakan retrlbu5i/trayek melaut sebesar Rp 25.000 untuk satu trip. Biasanya pembayaran dilakukan sekaligus untuk tiga trip sebesar Rp. 75.000. Disioyallr kondlsi laut seperti itu berbeda sekali, misaloya, dengan masyarakat peSisir Sungal Kunyit Kabupaten Mempawah sudah tidak ditemukan lagi prahu sampan mempergunakan layar dan dayung, sekarang menggunakan me sin. Bahkan, kapal-kapal besarlah yang dominasi seperti kapal purse seine atau mini purse seinL Pola bagl hasilnyapun jauh berbeda, Masyarakat peslslr Sungai Kakap memiliki cara yang berbeda pula dengan cara yang dipakai di Sungai Duri. Artinya, tipologi masyarakat pesisir dapat dirumuskan berdasarkan tingkat perkembangan ekonomi, slstem sosial, maupun kondisi ekosistem kebudayaan. Almutahar,(2008:41). vOi teJusurl semakln terasa bahwa untuk membangun masyarakat pestslr diperlukan pemahaman s05101091 masyarakat peslstr; 50siologl masyarakat pesistr berbeda dengan 50sl0109i pertanian yang baslsnya pada keglatan pertanian dl darat. 50sl010g1 masyarakat pesis!r ini dlrekonstruksi dari basis sumberdaya. Jika 505101091pedesaan berbasis society, 5Osl010g1 masyarakat pesisir lebih berbasis pada sumber daya. Terungkap, kajlan-kajian sosiologi masyarakat pesisir bersumber pada aktivitas masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan. Pradigma 5Osiologi masyarakat peststr ini belum berkembang. Belum banyak sosloloq yang menaruh perhatian pada masyarakat pesisir ini, Aklbatnya, semakin sulit untuk menemukan literaturliteratur tentang masyarakat pesisir ini. Inilah yang kemudian mendorong penulis untuk menulis dan menerbitkan buku Dinamika Pembangunan Masyarakat Pesisir ini. rnotlvasl ini sengaja dibangkitkan meski diliputi rasa malu dan ketidak puasan rerhadap has II penulisan buku ini, Penulis sadar sepenuhnya bahwa buku ini belumlah sampai pada analisis yang terperinci untuk setiap jenis masyarakat peslstr yang ada. Hal ini sangat berkaltan dengan "jam
Or. H. Hasan AlmuUNr. M.5J
penelitian'
penults
yang belum
seberapa
dalam
soal penelitian-
penelitian sosiologi masyarakat pesisir. Oleh karena Itu, tulisan inl hanya menyajikan paparan sing kat mengenai masyarakat pesisir berdasarkan hasil riset maupun teort-teorl yang ada. Tepatnya, buku inl hanya sebagai pradigma bagi mereka yang ingin atau mulai belajar sosiologi masyarakat pesisir. Buku ini terdiri darl, Bab I berisi pendahuluan perlunya memelajari sosiologi masyarakat peslslr, Oi Babll im, berisi karakterlstlk sosial masyarakat peslstr. Padahal, sosiologi masyarakat pesisir tidak hanya nelayan, tetapi meliputi juga pembudidaya ikan. pengolahan ikan, pedagang dan un sur lainnya. BABIIIlebih fokus pada struktur sosial masyarakat pesisir yang dicirikan dengan pola patron-kllen, Didalamnya disajikan juga pola patron klien orang Indonesia dan orang Malaysia. Dan temuan penelitian pelaksanaan PNPM di di kawasan pesisir di teme]o, Kabupaten Sambas dan kawasan pesisir Benua Kayong Kabupaten Ketapang stratifikasi scsioloqis masyarakat pesisir. Bab IV berisi pola Patron-Klien yang terjadi antara penduduk Temajo Kabupaten Sambas (Indonesia) dengan orang Malaysia. Bab Vmengungkapkan perubahan teknologl perikanan. Bab VIberisi kota pantai kota mandiri. Bab VII berisi tentang Institusi dalam delimitasl batas maritim.
Dr. H. Hasan Almutahar. M.51
RANGKIJMAN "
Sosiologl masyarakat pesisir merupakan bldang kajian sosiologi yang relatif baru berkembang di Indonesia. Padahal, seperti diketahui, secara geografis bangsa Indonesia merupakan Negara kepulauan yang lautnya mencapai 70 % total wilayah. Dengan kondlsi laut yang demikian luas disertai kekayaan sumber daya alam yang begltu besar, pada kenyataannya Indonsia belum, mampu menjadi bangsa yang maju. Salah satu masalahnya adalah pelaku usaha perikanannya yang masih dldominasl nelayan tradisional yang marginal (tertinggal). Kondisi ini bukanlah suatu yang independen, melainkan akibat pilihan kebijakan pembangunan masalalu yang terlalu mengandalkan daratan dan mengabaikan lauren. Dampaknya masyarakat psisir kurang berkembang dan terus dalam posisi marjinal. Disinyalir nelayan melakukan penangkapan Ikan dalam waktu yang leblh lama, tentu ada konsekuensi-konsekuensi sostologis didalam komunitas nelayan. Banyak peran sosial yang akan hilang yang pernah dijalankan nelayan seperti one-day fishing. Siapa yang akan mengganti peran-peran soslal yang hilang itu ? tentu proses perubahan yang begitu cepat dalam masyarakat persisir seperti akan tidak menyebabkan keseimbangan sistem sosial yang selama ini telah mapan. Hasil temuan banyak kalangan yang selalu rnenqanqqap jelek adanya pol a patron-klien dalam masyarakat pesisir. Ikatan patron-klien dalam masyarakat pesisir. Setiap kall ada program pemberdayaan, selalu ada proposal untuk memutus ikatan patron-klien masyarakat pesisir.lkatan patron-klien hanya dianggap sebagai ikatan ekonomi yang mudah diganti dengan ikatan-ikatan lain yang lebih formal seperti koperasi. Langkah-Iangkah praktis seperti itu saat ini begitu popular dikalangan LSM, akademis, bahkan birokrat. Begitu mereka datang kernasyarakat peststr, tidak jarang yang langsung menawarkan bantuan dana untuk melunasi utang-utang para nelayan kepada tengkulak atau toke. Namun, saat ini sudah sulit menemukan pola hidup suku laut, sebaliknya mereka sudah hidup menetap di sepanjang wilayah pesisir meskipun tradisional: Mayoritas masyarakat suku
Olnamb
P1!mbangunan Masyarakat Pe-sisir Dan Pcfbatasan
Man1im
Or. H. ~13san Alnlutllhllr, M.SI
laut kini bermukim disepanJang gaerah'aliran sungai dan wilayafi peslslr dengan mengroye sebagai ekosisjernnya. Mereka tinggal dirumah panggung yan'g terbuat dari kayL dan beratap-daun nigah I rurnbia. Sementara itu, di bawah rumah, rnasihrerdapat genaRgan air slsa air pasanq, Umumnya jarak antar rumah bergekatan satu sama lain, Pola rumah yang seperti itu hanya-rnenqaridalkan ventilasi dari pintu depan dan belakanq, Jalan penqhubqnq di dalam pemukiman itu pun terbuat' dari kayu dan dibangun.den-. gan tonggak-ton9gak kayu~ " ...,
onarruka ~bangunan Masy.arakar Pesisir Dan PctbittMiUl Maritim
Dr. H. Hasan Alm.lahar. M.SI
BAB2 KARAKTERISTIK SOSIAL MASYARAKAT PESISIR
ecara 50siologis, masyarakat pesisir merupakan pembangunan pertanian arti luas seperti pembangunan, perikanan, perkebunan peternakan dan kehutanan masyarakat agraris seiring. Masyarakat agraris yang di representaslkan kaum petani menghadapi sumberdaya yang terkontrol, yaitu pengelolaan lahan untuk produksi suatu komoditas dengan output yang relat;f dapat diprdiksi. Sifat produksi seperti itu memungkinkan tetapnya lokasi produksi sehingga mobilitas usaha relatif rendah dan elemen resikopun tidak terlalu besar. Dalam hal im, usaha pembudidaya perikanan dapat digolongkan kedalam usaha masyarakat pertanian (agraris) karena sifat sumberdaya yang dlhadapi relatit mirip. Kemiripan ini terletak pada penentuan jumlah, tempat dan waktu pembudidayaan. Dalam hal ini, pembudidayaan ikan dilakukan di darat, pantai atau laut dan sungai sehingga pola panennya lebih terkontrol. Pola panen yang terkontrol terjadi karena adanya input yang terkontrol pula; input produksi (beni h, makanan, teknik dan lainnya) sudah ditentukan untuk mencapai output yang diharapkan.
5
Dlnamlka PenlbangtJnan
Masy.fa~iltPesisir Oan Pe'rQatasan M~ri'im _
Or. H. Hasan AltIlll,at)O'lr. M.SI
Karakteristik tersebut sarna dengan petani nelayan. Nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga seat ini masih bersifat open access. Karakteristik sumberdaya seperti ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindab untuk memperoleh hasil maksimal. Oengan demikian, elemen risikonya menjadi sangat tinggi. Kondisi surnberdaya yang berisiko menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter keras, tegas dan terbuka. Oi telusuri petani nelayan yang merangkap sebagai petani di pantai dan di daratan, Hal ini ditunjang karena kondisi ekosistem yang memegang memungkinkan seperti tersedianya areal lahan persawahan disekitar pantai . Ada musim tertentu bagi nelayan untuk turun kesawah atau kekebun. Ada pula musim tertentu bagi mereka untuk kembali melaut. Pekerjaan rangkap seperti itu merupakan bag ian dari pola adaptasi masyarakat pesisir terhadap kondisl ekosistem yang mereka hadapi. __.._ X Searah ungkapa~th ____(2004: 42};" .7 masyarakat nelayan itu memiliki kemiripan dengan masyarai
Oi.,.,mika~bangunan
MasyafakatPesisirDan~lbat3San Marit~m
Or, H, Hasan Almutahar,
mereka dapat mengatur dan menganggap
NI, SJ
din mereka sebagai suatu
kesatuan sosial dengan betas-betas
yang dirumuskan secara jelas. Sementara itu Soejono Soekanto (1995 : 141). merino unsur-unsur V· masyarakat sebagal berikut : Manusia yang hidup berseme Bercampur dalam waktu yang lama Sadar sebaqal satu kesatuan Sadar sebagai suatu slsrem hidup bersama Oi sinyalir pengertian masyarakat dari satuan-satuan soslal lainnya. Garna (2008: 54). membuat suatu matriks masyarakat. Dalam r,
1. 2. 3. 4.
hal ini, tarnpaknya cenderung memaknai masyarakat sebagai komunitas. Matriks ini terdiri dari sumbu horisontal yang merupakan satuan-satuan sosial dan sumbu vertikal yang merupakan umur pengikat satuan sosial tersebut. Satuan-satuan sosial terse but mencakup kerumunan, golongan sostel, kategori sestet, jaringan sosial. kelornpck, himpunan, dan komunitas. Sementara itu, unsur pengikat tersebut mencakup pusat ortentest, sarana lnterakst, aktivitas interaksi, kesinambungan. identitas. lokasi, system adat dan norma. organisasi tradlsronel, organisasi buatan, serta pimpinan. Menurut Garna (2008:83). Identitas ternpat" merupakan unsur pengikat yang penting dan dapat membedakannya dari satuan sosiallalnnya. Meski demikian, kita berbicara tentang masyarakat pesisir, ada baiknya klta menempatkannya sebagai bagian dari Continuum peradaban seperti ada empat tipe komunitas. yaitu City (kota), twon (kota kedl), peasant village (desa petani), dan Tribal VII/age (desa Ierisalasi). Setiap komunitas tersebut memiliki karakteristik kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya. Proses transformasi dari desa terisolasi kekota ditandai dengan : 1) Kendurnya ikatan adat istiadat 2) Sekularisasi, dan 3) Individualisasi.
Or. II .......
Almut.h .... IASI
-,...UrllUr""Uns_
501iol
Pu~t otle:ntasi
"-u; m...
""" •
GaIonpn
~'aoa intef,ksi AktiviUis Intefaksl
:I
SiSltmfdat
dan
*0
.
Or9..n~sl buaran Pimplna"
-
..
Sumber. Garna (2008:56)
J......
+
-
So.,.,
n
+
. •
· · ·
..
....
Hl_ ...
KGINHlt-
pok SoaoI
non
W
+
+
+
+
+
+
•
...
•
...
+
+
.r
•
·
0
..
•
•
:I
"•
"-
-
-
..
-
-
±
-
±
•
· ·
%
-
±
nOf'rna
Organi.wsllradiso".1
So.1oI
%
ldenthou loWi
Ka~
So .....
"
Kesloambu"']a n '
-
Tabel 2.1 MlItrlk MaSY.fllkat
-
•
•
...
• • •
\.
Keterangan : : Ada + . : Tidak ada : Mungkin ada, mungkin tidak ± 0
•
: Tidak rei evan : Unsur pengikat dasar
Ditelusuri dan terungkap, masyarakat pesislr itu sendiri bebeda pada setlap tipe komunitas. Namun, kebanyakan masyarakat pesisir dl Indonesia merupakan representrasi tipe komunitas desa petani dan desa terisolasi. Meski demikian, masyarakat
pesisir (khu5usnya
yang bergerak dibidang perikanan), pada umumnya menCir~n sesuatu sebagai kebudayaan (folk). Dharmawan (2001: 65), .... T jelaskan lebih jauh karakteristik Folk·saciety sebagai berikut : ~..... Thus, we mpy characterize the folk society as small, isolated, non-literate and homoqenous whih a strong sense of group solidarity.
_
Oinamiu Ptmbangun31l MMyank.'t P~s4sirO.an~'Ntirsan
Mamim
r
Dr. H. Has.n AIm .... h.r. M.s1
There is nu much division of labor in the folk society: what one person does is what another does ..in the ideal folk society, all the tools and ways of production are shered by everybody ..for me obviose exception to the homogeinity of the folk society lies in the differences between what men do and know what wnomen do and MOW .•. of me ideal folk SOCietyas a group economically independent of all others: the people produce what they consume and consumewhat they produce ... the ways in which the members of the society meet the recurrent problems of life are conventionalized ways: they are the resultof/ong in tercommunicationb within the group In the face of theseproblems; and conventionalized ways have become interrelated within one another so that chay constitute a coherent and self-consistent system. Such a system is what we mean in saying that the folk society is characterized by 'a culture ... the member of folk society are gUided in acting by previously estabilished comprehensive and interdependent conventional understandings .. in dhe folk society, conventional behavior is strogly patterned: it reds to conform to a type ora norm ... Selanjutnya, searahungkapan Adimihardja Kusnaka (2010: 44), V· melihat bahwa kebudayaan folk itu dapat diteliti dalam komunitas keeil. Dalam konteks masarakat pesisir, masyarakat desa terisolasi (Masyarakat pulau keeil) dan masyarakat desa pantai dapat dijadikan gambaran wujud komunitas keeil itu. Komunitas kecil tersebut memillki beberapa dri, yaitu : 1. Mempunyai identitas yang khas (distinctiveness) 2. sebagai individu yang berkepribadian. 3. Bersifat seragam Terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas (smallness) sehingga masih saling mengenal dengan difrensiasi terbatas (homogeneity) 4. Kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas sehingga semua
dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar diluar ( all-providing selft suffiCiency). Meski demikian disinyalir dan terungkap, bahwa komunitas keeil tersebut sebenarnya dapat dibagi-bagi lagi dalam sebuah garis kontinum yang menempatkan komunitas terisolasi (tribal commu-
{)(.Ii. H... " Almutoh ... M5I
nity) pada ujung kiri dan komunitas petani (peasant community) pada
ujuog kanan. Komunitas pada ujung kill rnemihkl empat sifat dlatas
secara berlebihan, sedangkan komunltas kedl pada ujung kanan teIah mengalami pengi!tlduran keempat eifi tersebut. Sementara ltu, antera dua ujung tersebut berisi variasi-variasi tipe komunitas keeil yang tempatnya bergantung pada banyak sedikitnya elrl yang dimiliki.
(jII mba r
II. 1. Gil" 5 contin um kom unites keci'.
CommunIty
Trlb., Commu.ity I ..•. --r---'
'-----
UtbGtl
I.
C_-' -.e...
I
L._ __
Sumber: AdimihardJa, (2010:78).
._
.. __
i>
Padaujung kanan, mendefinisikan Peasant community sebagai suatu' masyarakat kecil yang tidak terisolasi dan tidak memenuhi semua kebutuhan hidupnya, tetapi disatu pihak mempunyai hubungan horizontal dengan komunitas-komunltas petani lain disekttarnya. Oi pihak lain, mereka memiliki hubungan vertical dengan komunitas-komunitas di daerah perkotaan. Searah ungkapan ~arna (2008: 74) digambarkar, pula bahwa suatu komunitas keeil adalah bagian yang terintegrasi dari lingkun-
r! i
gan alam tempat komunltas kecil itu berada. Oleh karena itu, komunltas keeil merupakan suatu sistem ekologi dengan masyarakat dan kebudayaan penduduk serta Ilngkungan alam setempat sebagai dua unsur pokok dalam suatu lingkaran pengaruh timbal balik yang mantap. Dengan demikian, jenis komunitas keell pada masyarakat pes isir merupakan system ekoJogi yang dapat menggambarkan betapa kuatnya interaksi antara masyarakat pesislr dan lingkungan pesisir dan sumber daya alam laut. Selanjutnya dapat diungkapkan dengan mengaeu pada alur Kluekhon tentang hakikat hidup manusia. Jlka mengacu pada pern- , ikifan Kluekhon (1994: 41), rnasyarakat pesisir yang berjenis dese \.. pantai dan desa terisolasi dicirikan oleh sikap mereka terhadap alam dan manusia. Terhadap alarn urnumnya mereka tunduk. Ada pula yang berusaha menjaga keselarasan dengan alam. Sikap tunduk terhadap alam dilatarbelakangi pandangan mereka bahwa alam memiliki kekuatan magis. Mengaeu pada pernikiran positivism August Comte, sikap tersebut merupakan salah satu ciri dari tahap perkembangan teolcqis masyarakat seperti upaya sedekah laut dengan hari robo-robo masyarakat pesisir Kabupaten Pontianak sebenarnya merupakan bag ian dari sikap ketundukan kepada alam. Sementara itu, adanya Awing-awing di lombok atau sas! di Motuku, mlsalnya, merupakan salah satu bentuk sikap masyarakat pesisir yang hendak selaras dengan alam. Tentu ciri masyarakat peslslr jenis kornunilas tersebut berbeda dengan. Kluekhon (1994:48)
OiMmik~Pembant;lunan Ma~yafaka,~s.lSif ~n ~tiiKao
Maritlm _
Or. Ii. H.u.an Atmvt.nal. M.SI
•
Tabel2.2 Kerangka K1uckhon O"ontU N.... Panclangan I1WlI>5ial.madap f!II,am (MAl
M~' afam
I<..pada r"9IUnduk d,hsyat.
Iu.,..
""·109--
ManuN. ~Jha)r.lt 9tt)lvi.Ltm
Orienta"; wrticaJ de"9'A nua lettergantu"gan ~Plda
IndNlduah'inu~yang
Manus"" berusaha
MM-
t.rM ..n dengln
.Iom
H.ilIk~athubu~n
0....,'.. 1kolat.",1
MlinusQ drAQan
(horlsontaQ ~R(JoIn ,.sa
hobungan~·
kfl.fr9ll'lfungan
1Tld">",(MM)
sesame (berJivaI gptong
pada
royong)
menllai t'n99i uSclha ltas
ktku.t ... senditi
tok,c)h..lokoh atasao yang bt!p'lngkoi.
Sumbe«: Kluckhon (1994:48) \,,/
Keberadaan kola keeil dan kota besar yang masyarakatnya memiliki kecendrungan menguasai alam dengan praktik-praktik pembangunan yang merusak alam serta bercirikan individualisme yang menilai tin99i usaha alas kemampuan sendir] , Sementara itu, untuk menJelaskan solldaritas terhadap masyarakat folk membagi solidaritas menjadi dua, yakni solidaritas organik dan solidaritas mikanik. Ori sokdantas mekanik ditandai dengan masih kuatnya kesadaran konflik (collective conscience} sebagai basis ikatan sostel. Hal ini karena homogenitas masyarakat belum mengalami dev/sion of labour seperti masyarakat perkotaan. Sistem hukumnyapun bersifat refresif sebagai bentuk kemarahan kolektif yang berarti belum berlakunya hukum formal dalam mengatur kehidupan bermasyarakat Kenyataan ditemukan maraknya pembakaran kapal atau prahu yang menggunakan alat tangkap terlarang oleh nelayan lokal, rnisalnya, merupakan salah satu pot ret sistem hukum yang represif yang beriaku didalam masyarakat peslslr. Hal ini betbeda sekali dengan system hukum pada tipe solidaritas organik yang lebih menekankan hukum restitutlf yang bersltat rnemulihkan. Hukum restitutif berfungsi mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antar berbagai individu yang khusus atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam jenis hukum ini,
Dr. H. Hasan A,lmu\""" M,_Sf
sangsi yang diberikan berstfat memulihkan ke adaan dan bukan balas den dam. Secara ringkas, sifat pokok dari dua jenis solidaritas itu dapat dilihat pada table 11.3. Tilbel2.3
Perbedaan Jenis Solidlilritas O'9anik Diln Meltlilnik
SoU... rita. _";k Pembo91.ln
KMada,..n Hokum
~.;a.eodah
Ic~rktif 1wc1l'
~Pre1i(dornilliln
lQn~lIi
telhadbp pola-pola I"orm"lir
SGI;.... iI1o. O....... lk Pemboglon ko'fa Ilngg;
Kevdara~"oIektl' 'en)ah Hukum restiMi( domlnan Konsen~l.1l t..-hadep polrpola
abstrak
ca." Vfnl.1m
itu mal'h cfj iOg91P pentirtg
anggap Iebih P
Se, ..ra. retulf sal10g ketetgantut\901'' it" rendah
Secar-a t.tala, Yllfng ketergintl.lll9an itu tinggi
8ersifat J)fimiti( otc)u Pt1dtiaan
8e~ifatindu5Irial pttlkot.»n
Sumber: Johnson (2000:72)
di
V
Selanjutnya memperjelas karakteristik masyarakat pesisir sebagai representasi komunitas desa-pantai dan desa terisolasi tersebut, berikut ini akan diuraikan secara singkat karakteristiknya dari berbagai aspek : 1. $istem pengetahuan 2. 5istem kepercayaan 3. Peran wanita 4. Posisi soslal nelayan
1.Sistem Pengetohuan Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya dtdapat darl warisan orang tua atau pendahulu di berdasarkan pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan local tersebutlah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka sebagai petani nelayan. 5eperti digambarkan Juwono [1998:24), para nelayan di Desa Kirdowono menggunakan dugodugo, yakni seutas tali dengan batu pemberat untuk mengetahui
0<. H........ n Almutallaf. M.SI
arah dan kekuatan aliran arus sekaligus kedalam laut. Arah arus dapat diketahui dari kecendrungan arah tali dugo-dugo setelah dimasukkan kelaut. Sementara itu, kekuatan arus dapat dirasakan dengan memegang dugo-dugb. 8egitu pula untuk sistem kalender dan penunjuk arah, para nelayan di Kirdowono menggunakan rasl-rasi bintang tertentu. Sepertl digambarkan Juwono, mereka mengenal enam buah rasi bintang yang muncul secara bergantian sepanjang tahun, yaknl linrang Lumbung, iintong Woluku, Un tong Wuluh, Lintanggubuk, dan Lintang Ianjar. Sebagai penunjuk arah, nelayan mengenal Lintang Prau yang menunjuk arah utara. Namun, jika melakukan pelayaran malam ketika langit mendung, penentuan arah dilakukan dengan membaca arah arus. Pada saat Unrang Wuluh muncul arus laut pada malam hari bergerak kebarat. Sementara itu, pada saat Lintang We/uku muncul pada malam hari, arus bergerak dari utara dengan kecepatan rendah. Saat Untang Lanjar muncul di malam hari, arus mengalir deras ke tlmur. Terungkap
pula pacta masyarakat
suku laut. Sistem penge-
tahuan tradisional nelayan suku laut terhadap lingkungan hidupnya cukup tinggi. Namun, karena belum dilengkapi pengetahuan modern tentang dunia (uar, kebanyakan nelayan kurang mampu mernanfaatan peluang-peluang yang tersedia dibanding masyarakat miskin lainnya. Cukup banyak pengetahuan tradisional netayan suku laut yang bersifat positif dan perlu dikembangkan seperti pengetauan tentang kondisi dan rahasia alam yang berkaitan dengan musim ikan, tingkah laku organisme laut dan berbagai keterampilan tradisional. Nelayan suku laut mengenal
konsep
Perbont, yaitu suatu
kondisi air laut pada saat surut atau pasang tanggung ketika air taut berwarna merah dan tenang. Saat itu diyakini sebagai kondisi banyak ikan. Pada seat air dalam dengan (iri-ciri warna hijau kernerah-merahen, nelayan percaya ikan-ikan besar banyak berkeliaran. Sebatiknya, jika kondisi air banyak mengandung ulat air atau ekorekor menu rut bahasa khas nelayan suku laut, hal itu diyakini sebagai
_
Oirlirnilc .. Pembangun,an
Masyatalr.at Pesh.ir Dan Pe.batb1r1rl Maritim
Of. H.. Hlsan "Imutahar. M.s1
kondisi laut yang tldek ada ikannya. Pengetahuan lainnya adalah tentang pemeliharaan sampan atau perahu dengan cara mengasap badan sampan sambil membakar daun nipah dalam jangka waktu tertentu agar kayu sampan atau perahu awet dan tidak dimakan binatang laut seperti kapang (perusak dan pembolong kayu) dan krikip (dan binatang yang menempel dikayu). Selain it\J, suku nelayan Duano ahU dalam pekerjaan menacak tongkat dengan memanfaatkan ilmu gaya barat melalui pasang-surut air laut dan trampil pula dalam dunla selam-menyelam yang diwariskan secara turun-temurun. Pengetahuan local (indigenous know/edge) tersebut merupakan kekayaan intelektual mereka yang hingga kini terus dipertahankan. Dalam beberapa literatur ekonomi sumberdaya, ind; qenaus know/edge telah mendapat tempat sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan sebagai sumber metode RAPFISH(Rapid Approisal for Fishe"ies). Inilah yang mesti dikembangkan lebih jauh. Sudah sepatutnya system pengetahuan yang dimiliki masyarakat nelayan dihargai sekaligus dikombinasikan dengan temuan-temuan modern yang dilahirkan lembaga riset ataupun perguruan tlnggi. 2. 5istem Kepercayaon
Secara teologis, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan lkan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Tradisi tersebut antara lain, terlihat pada tradisi sowan ke suhu atau dukundukun dalam rangka mendapatkan keselamatan saat melaut dan memperoleh hasil tangkapan yang baik (along). Contohnya, semua nelayan nakoda yang berasal dari Wonokerto, Pekalongan melakukan hal itu. Mengapa nakoda yang melakukannya ? Alasannya, dalam setiap misi penangkapan ikan, nakodalah yang paling bertanggung jawab terhadap keselamatan awak maupun hasil tangkapan. Para suhu menganjurkan agar sebelum menangkap ikan.
Dr. H. ti;Man AJmutahar. f4S1
khususnya ketika kapal baru sampai di muara, para ABKharus menyalakan dupo atau menyan (wewangian) disekitar kapat. Pada saat melempar jarring k~ laut, nelayan harus menebarkan bunga-bunga disekitar jaring. Nas1t.atsuhu tersebut dianggap konstribusi bagi kesuksesan mereka mEmangkap ikan.Tanpa sowen ke sunu, mereka seolah-olah kurang percaya diri ketika melaut. Sebagal penghargaan atas jasa-jasa para sunu, dalam system bagi hasil, ada bagian yang harus diberikan kepada suhu tersebut; biasanya satu bagian. Selaln sowan ke sunu, dl Pekalongan masih berkembang tradisi cadranan, yakni upacara rutin yang dilakukan para nelayan setlap pertengahan bulan Suro (Muharram) dalam rangka memberikan sesajen untuk penghuni disekitar pantal utara Jawa. SesaJen tersebut berupa kepala kerbau dan beberapa jenis makanan yang disusun di atas sebuah tumpeng dan diletakkan di sebuah kapal keol. Kapal tempat tumpeng tersebut dilayarkan ke laut dan diking ratusan kappa-kapal nelayan. Selanjutnya, seluruh kapal harus berjalan mengeIIlinglkapal sesajen yang keelI itu secara terus menerus Satria, (2001: 65).
\I
Acara codranan tidak semata dilakukan di Pekalongan, tetapi diwilayah pantallainnya di utara maupun diselatan jawa dengan istilah yang bermacam-macam, seperti pesta laut atau sedekah lout. Selanjutnya ungkapan Kirdowono perawatan ~rahu dilakukan secara magis. Seperti digambarkan Juwon0\)'l998: 24 ). perahu telah dipersonifikasi sebagai manusia yang dapat sakit dan harus di obati. Pengobatan peri u dilakukan dengan cara kosokan atau penggosokan rnelalui tahapan-tahapan berikut : 1) Bagian dalam perahu dan palka diberihkan, lumut-Iumut yang menempel di gosok dengan sabut kelapa atau pasir hingga bersih. 2) Perahu dicuci dengan air cue ian beras atau banyu leri yang direndam daun pinang (areca carhecu), alang-alang (imprerata cylindrica/), daun klayu, daun galling (vitis trifolia). abu merang padi ketan hitam, dan berlian. . 3) Badan perahu dilumuri dengan sambetan, yaitu ramuan rem-
I
0.. H. Ha.. n AlmUl4h.r.
M.s1
pah-rempah yang terbuat dari lempuyung, kunir, adas pulasari, dan jahe, Air cucian beras dan sambetan sudah dibacakan do'ado'a oleh dukun. 4) Pemilik perahu mengadakan selamatan keeil diprahu dengan sesaJI serta kemenyan sekaligus berdo'a agar perahunya mem. bawa rezekl yang besar serta terlindung dari bahaya. $istem kepereayaan terse but hingga kini masih mencirikan kebudayaan nelayan. Meski demlkian, seiring perkembangan teologis aklbat meningkatnya tlngkat pendidikan atau intensitas pendalaman terhadap nilai-nilai agama, upacar-upacara ito bagi sebagian kelompok nelayan hanyalah sebuah rltualisme. Maksudnya, suatu tradisi yang terus dipertahankan meskipun telah kehilangan makna sesungguhnya. Jadi tradisi tersebut dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrument stabilitas 50sial dalam komunitas nelayan. 3. Peran Wanita
Aktivitas ekonomi wanita merupakan gejala yang sudah umum bagi kalangan masyarakat strata bawah, tidak terkecuaUwanita yang berstatus sebagai istri nelayan. Umumnya, selain banyak bergulat dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam kegiatan penangkapan diperairan dangkal (seperti beach seine), pengolahan lkan, maupun kegi~njasa dan perdagangan. Ada satu rumusan yang diungkap X ~nac (1998: 6S),.'pembagian kerja keluarga nelayan adalah peria menangKa'p'11
Dr. H. Ha .. n Alrnot.lh .... ",.$1
gatasi kesulitan ekonomi adalah dengan mendorong istri mereka mencari nafkah. Menariknya lagi, ternyata istri nelayan tersebut dominan juga dalam mengatur pengeluaran rumah tangga sehari-hari sel'lingga sudati~epatutnya peranan-peranan istri nelayan tersebut menjadi salah sa'tu pertimbangan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat pesislr seperti melaksanakan usaha hasll industri membuat kerupuk ikan. Di sinyalir istri nelayan pada umumnya hanya menjalankan tungsi domestik dan ekonomi dan tidak sampai pada wilayah sosial poUtik. Namun jika dicermati, sebenarnya istri nelayan kreatif juga dalam menghasilkan pranata sostal yang penting bagi stabilitas sosial komunitas nelayan. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya acara pengajian, arisan, serta simpan pinjam yang berperan besar dalam membantu mengatasi penghasilan nelayan yang tidak pasti Kusnadi, (2007:78). Oleh karena itu, peran sosial istri nelayan tersebut tidak dapat dipandang kecil, \. 4. Posisi Sosial Neiayan
Posisi so sial nelayan dalam masyarakat menarik untuk dicermati juga secara kultural maupun struktural. Hal ini karena dikebanyakan masyarakat, nelayan memiliki status yang relatif rendah. Lihat saja di India. Pada umumnya nelayan berkasta rendah dan mil. skin Pollnac, (1998: 32). Saat ini, posisi nelayan di Jepang mengalami degradasi status sehingga Jepang mengalami masalah regenerasi nelayan karena sedikitnya kalangan mud a yang bersedia menJadj nelayan meski dijanjikan berbagai fasjlitas subsidi dari pemerintah. Menurunnya status nelayan di Jepang di indikasikannya pula dengan minat wanita Jepang untuk menjadi Ist,i Mla~aR Re~ahnya posisi nelayan secara kultural digambarkan(i:jrth (2004; 49l,j..tlam bukunya yang terkenal Mlay Fisherman: Their Peasant uronomy. Di dalam buku itu, Firth menggolongkan nelayan sebagai Peasant yang memiliki karakteristik, "disrespect. impliying not merely a low economic level and small-scale semi-subsltence production, but also a low cultural, even intellectual position.
Meskl status rnereka rendah, kluarga nelayan sangat bangga dengan profesinya. Sepertl dituliskan Goodwin (1990: 123). v
'We don't think you know how much we appreciate the hOld exhausting,
and dangerous
or that we understand what your tears produces.
We are thankful
treasures, and the food we eat to reach you anymore.
work you
do,
blood, sweat and for our home,
our
We don't know how
Our lives as vast as the sea
Irom which you fish. We wont to love you and respect you ... Every rime you leave, you souls with you.
take other people's
We sit looking at the ful/moon,
won·
dering how and when you're. The kids draw pictures of your boat and reJl everyone with such pride in their
eyes, 'Mydoddy's a fisherman ~ Rendahnya posisi nelayan akibat keterasingan nelayan. Keterasingan tersebut mengakibatkan masyarakat bukan nelayan tidak mengetahui Jebih jauh cera hidup masyarakat nelayan. Keterasingan tersebut terjadi karena sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi dengan masyarakat lain. Hal inl karena banyaknya alokasi waktu nelayan untuk kegiatan penangkapan ikan daripada untuk bersosialisasi dengan masyarakat bukan nelayan yang memang secara geogratis relatif jauh dari pantai. Posisi sosial nelayan dapat dilihat juga secara politis. Jika kita melihat tests yang dikemukakan Goodwin dalam Satria (2001: 98), V salah satu dri nelayan keen (small-scale fisher) adalah ketiadaan kemampuan untuk memberi pengaruh kepada kebijakan publik. Akibatnya, nelayan terus dalam posisi dependen dan marjinal. Dari tesis itu, terllhat faktor capital menjadi domlnan dalam menentukan posisl nelayan. Semakln besar penguasaan kapital, semakin besar pula kesempatan untuk memberi pengaruh kepada kebijakan publik. Jadi, kekuatan ekonomi atau kapital mempunyai peranan yang
r sangat pentlng dan menentukan bagi kehldupan politlk, hukum dan s05ial. Jlka kita memal¥!l persepektif Marxis.faktor capital memang merupakan kunci ter~ntuknya kelas-kelas soslel. Semakin besar penguasaan kapital, s~makin besar kesempatan menempati kelas atas. Semakin keaatas kelas sostalnya, semakin besar kesempatan untuk memengaruhi proses politik atau kebijakan publik. Pandangan kaum Marxis itu merupakan turunan filsafat matenaltsme yang \/dikembangkan Karl Marx dan Frederich Engels, (2000: 441.Intinya. masyarakat sebenarnya terdiri dari dua komponen pokok. Pertoma. infrastruktur (cara produksi yang terdiri dari kekuatan produksi dalam konteks nelayan berupa kapal, alat tangkap dan modal dan hubungan produksi yang merujuk pada pemilikan kekuatan produksil. seduo, Suprastuktur (aspek kehidupan sosial, seperti politlk, hukum dan aqama). Sebagian mengatakan bahwa infrastrukturlah yang akan menentukan suprastruktur, bukan sebaliknya. Artinya, kekuatan-kekuatan ekonomilah yangsebenarnya menentukan kehidupan pollok. hukum. dan kehidupan sosial Jainnya. Jika demikian halnya. posisi sosial nelayan akan secara atomatis meningkat sCiring dengan peningkatan modal mereka, Hal ini dapat dltihat pada Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang pengurusnya adalah para elite nelayan bermodal. Merekalah yang rnarnpu merespon dan menyalurkan aspirasi terhadap suatu kebiJakan. Sementara itu, para nelayan ked I yang tidak bermodal masih merupakan marginal dan miskin dalam proses pengambilan keputusan seperti dalam formulasi perundangan dan kebijakan pembangunan. Misalnya, dalam UUPerikanan Nomor 9/1985, tidak ada upaya eksplisit penyusun UUuntuk memberikan perlindungan bagi institusi lokal yang secara historis eksis dan dipraktlkkan para nelayan. ses; yang merupakan salah satu bentuk kearifan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya pesisir tidak mendapat tempat dalam perundangan formal yang dibuat pemerintah. Nelayan Iradisionalpun tidak rnarnpu berbuat epa-ape atas produk perun-
0,. H. klun
dangan yang merugikan
AfmlJtlhlr. M.51
mereka. Padahal, jika kita lihat negara lain
yang menerapkan prinsip-prinsip liberal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, mereka masih mengakui tradlsi lokal. Misalnya Selandia Baru yang menerapkan slstern kuota bagi suku Maori sebesar 10%. Selain tidak dapat berbuat banyak terhadap produk kebijakan yang dibuat pemerintah, secara empiris nelayan tidak mampu berbuat banyak menghadapi praktik-pfilktik perikanan maupun nonperikanan di wilayah pesisir yang ternyata sangat mengganggu alctivitas mereka. Beberapa praktik yang hingga saat ini masih terus mengganggu antara lain tra wi masuknya kapal asing, dan penambangan pasir. Ketiga contoh itu lebih merupakan masalah ekonomi politik dan bukan sekadar masalah so sial biasa. Praktik trawl masih terus menghantui masyarakat nelayan tradisional. Memang diakui bahwa trowl metupakan alat tangkap yang sangat efisien, Di dunia mana pun tidak ada yang melafilng beroperasinya trawl jika diatur melalui sistem zonasi. Namun, harus diingat bahwa di negara-negara maju, enforcement dapat berjalan sehingga kehadiran trawl tidak terlalu bermasalah bagi nelayan nontlowl meski ada pula kasus dl Jepang yang menunjukkan teryala trawl pun bermasalah. Sementara di Indonesia, dengan mayoritas nelayan yang masih tradisional, tampaknya praktik trawlmasih sulit diterima kecuali di wilayah-wilayah tertentu yang formasi sosialnya sudah modem seperti Pekalangan dan pesisir Jawa lalnnya. Hal ini terbukti dengan berkembangnya cothok etau arad yang hingga saat ifli relatif tidak menimbulkan masalah. 8erbeda dengan dl Jawa, kehadiran tlowl di luar Jawa (khususnya di wilayah kepulauan} sangat merugikan nelayan tradtsional. Penghasilan nelayan secara signifikan menurun seiririg berkembangnya mini trawl dan sejenisnya. Namun, nelayan tidak mampu menolak kehadiran crawl karena lemahnya posisi soslal mereka. Isu trowl menjadi persoalan ekonomi politik ketika secara historis terlihat adanya peran Angkatan Laut dalam memaksakan
Of. H. H....
A,I"..,r"h ar, M.SI
kehadiran trawl di Pekalongan pada tahun 197O-an. Kehadiran trawl diPekalongan merupakan hasil kolaborasi antara Angkatan laut dan para pemilik kapal dari Bagan Siapi-api yang memicu konflik sosial yang ·))esar dl Pekalongan pada waktu itu. Meksi demikian, apakah saat ini isu trawl masih merupakan isu ekonomi politik atau isu sosial biasa, tampaknya perlu studi khusus seperti yang pemah penulis lakukan diTemajo Kabupaten Sambas. Selanjutnya disinyalir menghadapi masalah kapal asing pun, nelayan tidak dapat berbuat banyak kecuali nelayan Muara Angke yang mampu menguslr kapal kapal asing. Nelayan di pulau-pulau keeil seperti di Kepulauan Natuna, klni semakin terancam secara fisik sehingga ada beban psikologis (rasa takut) untuk melaut. Tentu, nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering kita sebut anak buah kapal (ABK). Mengenai pengertiannya, Ditjen Perikanan (2000: 65), mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air maupun tanaman air lainnya. Adapun orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaTing atau mengangkut alat-alat perlengkapan kedalam perahu atau kapal tidak dikategorikan sebagai nelayan. Sementara itu, ahli mesin dan juru masak yang bekerja diatas kapal penangkap disebut sebagai nelayan meskipun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan ikan. Sama dengan penangkapan ikan, pada kegiatan pembudidayaan, orang yang disebut sebagai petani ikan adalah orang yang melakukan pekerjaan pemeliharaan ikan sebagai an990ta rumah tangga maupun buruh atau tenaga kerja. \.} Selanjutnya, Ditjen Perikanan (2000:56), mengklasifikasikan nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan, yaitu:
v
11 Nelayan atau petani !kan penuh adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi
Oinanllka Pembangunan Masyarakat Pe5isir Dan Perbiltil'oan M;j'it~m
0" H, H.s.ln ,Almutahar. M.SI
penangkapan/pemeliharaan Ikan/btnatanq
air lainnyal tanaman
air. 2) Nelayan atau petani ikan sambi Ian utama adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharan ikan Ibinatang air lainnyaltanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penanqkapan/pemeliharaan, nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain. 3} Nelayan atau petani ikan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian keell waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan/pemeliharaan ikan/binatang air lainnyal tanaman air. Ditelusuriada dua cara untuk menghitung jumlah nelayan. Pertama, melalui pendekatan unit ekonomi rumah tanggil atau perusahaan perlkanan. Kedua, melalui pendekatan rumah tangqa (sebagai sumber data adalah nelayan), yaitu rurnah tangga perikanan dan rumah tangga buruh perikanan. Pengalaman menunjukkan bahwa cera pcrtama memi(iki kelemahan pada kemungkinan penghitungan dua kali karena seorang nelayan pada tahun yang sarna bekerja pada dua rumah tangga atau perusahaan perikanan yang berbeda karena sistem musiman. Oleh karena itu, cera yang terbaik adalah cara kedua. Meltsi demikian, mengingat kesulitan yang dihadapi, data nelayan yang disajikan dalam tulisan ini diestimasi berdasarkan cera pertama. Ktasifikasi nelayan tadi saat ini semakin kurang memadai seiring perkembangan karakteristik usaha perikanan. Ada pemilik kapal yang saat ini tidak lagi melaut, bahkan belum pemah melaut sarna sekali. Misalnya, pemilik kapal di Sui Kakap tidak sedikit yang memillkl latar belakang pengusaha pedagang. Apakah mereka dapat disebut nelayan pemilik? Dalam bahasa nelayan, mereka sering disebut sebagai toke. Tentu, kemudian ada pula istilah patron istilah patron pun kemudian lebih cenderung bermakna pemilik modal. Inl terjadi karena nelayan klien leblh memilih bekerja di darat darlpada di laut. Umum terjadi pada usaha perikanan
r yang sudah keluar dari ciri tradtstonal. Sementara itu, pada usaha tradlsional, istilah nelayan pemilik masih berlaku karena perabu masih benar-benar ikut ..melakukan kegiatan penangkapan ikan. Klasifikasi sema1tin rumit juga ketika saat inl ABK semakin hirarkis, Ada yang bersfatus sebagai nakoda, motoris, juru arus,juru selam. bahkan sampai Juru masak. Ada lagi status sebagai ontel, yaitu buruh yang melayani ASK.Oleh karena itu. wajar pula ketika menyebut nelayan buruh. orang meqatakan, 'Nelayan buruh yang mana?". Di sinyalir keragaman status nelayan di atas terjadi seiring berkembangnya usaha perikanan. Untuk lebih memahami pengertian nelayan, perlu dipahami juga tingkatan usaha perikanan V· itu. Pollnac (l998:63), pernah membedakan nelayan kedalam dua kelompok; nelayan besar (largE·scale fishermen) dan nelayan kecil (small-scale fishermen). Pembedaan ini berdasarkan respon untuk mengantisipasi tingginya risiko dan ketidakpastian. Tampaknya, pengelompokkan Polinac kurang memadai untuk konteks negara berkembang seperti Indonesia umumnya dan Kalimantan Barat khususnya. Oleh karena itu, penulis mencoba menggolongkan nelayan menjadi 4 (empatl !ingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi (alattangkap dan armada), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi. nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsistence). Sebutan ini muncul karena alokasi hasll tangkapan yang dijuallebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari Pertama,
peasont-tisheratau
(khususnya pangan) dan bukan diinvestaslkan kembali untuk pengembangan skala usaha searah ungkapan. Umumnya, mereka masih rnenqqunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tldak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama. Ciri-dri umum nelayan sebagai peasant pernah digambarkan Firth. (2004: 68) juga: ./'
Or. tl HUlIn AmullihAr.
Mo.SI
'7hele fishermen as farming part of a peasant economy: with relatifly simple,
non-mechanical
technology;
and a substantial production
small-scale production
units;
for such an economy may be
outlined. /n peasant economy, the manner of apportioning the product of the economy process is in some cases not very clearly, defined in an overt way-as when the producing is an individual family; in other cases, it may
unit
be laid down by
definite rules of custom and be quite complex ~
Kedua, dengan berkembangnya motorisasi peri kanan, pun berubah dari peasant fisher menjadi post-peasant fisheryang dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan nelayan
ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Pengua.saan sarana perahu motor itu semakin membuka peluang bagi nelayan untuk menangkap ikan eli wilayah perairan yang lebihjauh dan memperoleh surplus dari hasiltangkapan Itu karena mempunyai daya tangkap lebih besar. Umumnya, nelayan jenis ini masih beroperasi di wllayah pesislr. Pada jenis ini, nelayan sudah mula I berorientasi pasar. Sementara itu, tenaga kerja atau ABK-nya sudah meluas Ketiga orientasi pada yang dicirikan yang berbeda
dan tidak bergantung pada anggota keluarga saja. adalah commercial fisher, yaitu nelayan yang telah berpeningkatan keuntungan. Skala usahanya sudah besar dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status seperti adanya patron, orang Malaysia klien orang In-
donesia dl pestsir pantai Temajo Kabupaten Sambas ..Teknologi yang digunakanpun lebih modern dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam penqoperasian kapal maupun alat tangkapnya. Keempar adalah industrial fisher yang pengertiannya
dapat mengacu pada Pollnac. Grl nelayan industri menurut Pollnac (1998: 78) adalah:
v 1) Oi organisasi dengan
cara-cara yang mirip dengan
perusahaan
r
Or. 1-1..... san AJmutahar. M.S. .;
agroindustry di Negara-negara maju 2) Secara relaliflebih padat modal; 3) Memberlkan pendapatan yang lebihtlnggl daripada perikanan j' sederhana, balk untuk pemllik maupun awak perahu.
,
4) Menghasilkan vntuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Nelayan skala besar dicirlkan dengan
majunya kapasitas
teknoloql penangkapan maupun jumlah armadanya. Mereka lebih berorientasl pada keuntungan (profit oriented) dan mellbatkan buruh nelayan sebagal anak buah kapal (ASK) dengan organisasi kerja yang kompleks.
_I.
label 2. 4. Pet\ggolong;an Nelayan Berdasarkan Karakteristik Us.ha. Oriente,1
Ekonomi
dlnhs.:a,
n.,k&t
Hubu",." Produluj
ToI<noIogi
U""h.T ••dl. s.~1
SubshtM; f"'ngoa
RI)rn<'lh~
Rendah
Ttdak h&afi'rlds,status tefdiri tlal'i ~rnilik dao A.$KyAng t.omog~(\.
U~ahaPo, fuzt!i·
o;'.b1kt ......surplno; rum ..h tan99a pau,
Rf'ndah
T!dalehiaritfk~ ~us tero'irldari pemilik mod.lt(pbtton}. Np.I~n
lK>tlt11
(khn)
donlltitik.
Us.ahal(om~"i~J
S~lfpfUs.:Pasar domes·
Me~ngah
lie; pk
Hirarkis. status tP.Tdiridali ~ilil<, mon."..
"-'60ge0 Usaha IMUII.n
Surplus; tlMpor
T1n991
HirarlUs, sta'us. Tt'rdiri dari """,ml(. .... 0.)0 t. dan ASK l'1"'9
M1f(o~n
Sumber : Jhonson (2000:85)
V
I
Or. H. Hasan Almutahar. M.S)
RANGKUMAN
Karakteristik nelayan. jnenqhadapi sumberdaya yang hingg,a saat Inlmaslh bersifat open a:~cess.Kara!
Sistem pengetahuan Sistem kepercayaan Peran wanita Posisi sosial nelayan
Dr. H. Ha.. o Almutah.r. "'.sI
BAB3 STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT PESISIR
5
elring dengan khasnya karakteristik ekosistem peSISlr, karakteristik masyarakat pesisir pun memiliki kekhasan secara soslologis. Bab 2 telah membahas gambOlran umum karakteristik soslat masyarakat peslsir tersebut. 5ementara itu, bab 3ini secara lebih khusus akan mengkaji aspek struktur sosial di antara karakteristik sosial yang ada. Sunarto (2003:58), menyatakan bahwa struktur sosial merupakan pola perilaku berulang-ulang yang memunculkan hubungan antar indlvldu dan antarkelompok dalam masya rakat. Dalam mengkaji struktur sostel ini, ada dua konsep
L·
penting, yaitu status dan peranan. Status adalah suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peranan adalah aspek dinamis dari status. Misalnya, seseorang yang berstatus sebagai nakoda ,tau juru mudi berkewajiban memimpin dan bertanggung jawab atas anak buah kapal dalam menJalankan operasi penangkapan ikan di laut. Ada pun peranannya antara lain menentukan daerah penangkapan, mengorganisasi anak buah kapal dalam bekerja. atau mewakili anak buah kapal dalam berbagai hal yang berurusan
L
.. .. _.__ ....
_
-
..
Dr..... HaNn AJmutahar. M.Si
d enga n pemilik kapal. Meski demikian, tullsen tentang struktur sosial pada bab Ini akan dibatasi pada struktur yang terbentuk pada hubungan produksi (term~tkpasar) pada usaha perikanan; perikanan tangkap maupun budldaya. Patron-Kilen: CiriStruktur Sosial Masyarakat Pesisir Struktur sostal dalam masyarakat nelayan umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan patron-k1 ien tersebut merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan res;ko dan ketidak pastian. Sagi nelayan, menjal!n ikatan dengan patron merupakan langkah yang penting untuk menjaga kelangsungan kegiatannya karena pola patron-Idien merupakan instilusi jamlnan sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena hingga saat ini nelayan belum menemukan alternatif imtitus; yang mampu menjamin kepentingan sosial ekonomi mereka. Mengenai hubungan patron-klien ini, Najib ,lJ.999:76), mengungkapkan bahwa tata hubungan patron- klien umumnya berkaitan dengan: 1) Hubungan antarpelaku yang menguasai sumberdaya yang tidak sama. 2) Hubungan yang bersifat khusus yang merupakan hubungan pribadi dan mengandung keakraban. 3) Hubungan yang didasarkan pada a sa 5 saling menguntungkan. Oi sinyalir karakteristik hub u n 9 a n patron-klien it u sejalan , J dengan kategori Wolf (2001: 41) tentang dua macam kelompok ternan, yaltu berdasarkan emotional friendship dan instrumental friendship~ Artinya. hubungan patron-kllen pada umumnya rnerupakan ikatan emotional friendship sekaligus instrumental friendship. Oua kategori ini dapat dijadikan kerangka unt u k melihat kuat tidaknya ikatan patron-kllen tersebut. Oi te'lusuri poJa patron-klien dalam kerangka jaringan soslal rnerupakan pola hubungan yang didasarkan pada principle of
Dr. H. Ha,.n Almutah.r. M. SI
reciprocity atau asas timbal balik untuk menjelaskan gejala petron-klien, yaitu dyadic contract. atau hubungan antara dua satuan yang bekerjasama. " Sementara itu, James Scott (l993:~ melihat hubungan patron-klien se bagai feno mena yang terbe ntu k atas dasa r ketidak samaan dan sifat f1eksibilitas yang tersebar sebagal sebuah sistem pertukaran pribadi. Dalam pertukaran, itu, berarti ada arus dari patron ke kllen dan sebaliknya. arus dari patron ke klien meliputi: 1) penghidupan subsisten dasar, berupa pemberian pekerjaan tetap, penyediaan saprodi (sarana produksl padi), jasa pemasaran,dan bantu an teknis, 2) jaminan krlsls subslsten berupa pinjaman yang diberikan pada saat klien menghadapi kesulitan ekonomi, 3) perlindungan terhadap klien dari ancaman pribadi (musuh pribadi) maupun ancaman umum (tentara, pejabat, atau pemungut pejakl, memberikan jasa kolektif berupa bantuan untuk mendukung sarana umum setempat (sekolah, tempat ibadah, atau jalan) serta mendukung festival serta perayaan desa. Menurut James Scott (1993:641), arus dari kllen ke patron sulit dikategorlsasl karena klienadalah Nmilik"patron yang menyediakan tenaga dan keahliannya untuk kepentingan patron apa pun bentuknya, seperti jasa pekerjaan dasar, jasa tambahan bagi rumah tangga patron, jasa domestik prlbadl. Selain Itu, disinyalir klien merupakan anggota setia dari faksi lokal patron terse but. Meskipun penggambaran Scott merupakan hasil kajiannya berdasarkan konteks sosial masyarakat agraris, gambarannya tentang hubungan patron-klien masih dapat digunakan unruk menggambarkan kondlsi masyarakat pesisir. Berdasarkan tata hubungan tadi, jelaslah bahwa hubungan antara nelayan dengan patron yang menguasa sumberdaya tidak sarna, Artinya, patron menguasai sumberdaya modal jauh lebih besar daripada nelayan klien. Dengan ketidaksamaan penguasaan sumberdaya itu, terjalinlah ikatan patron-klien. Masyhurl (1999:71), menggambarkan bahwa pada saat hasil tangkapan kurang balk,
nelayan kekurangan uang. Padaakhimya, ia melepas barang-barang yang mudah dijual dengan harga leblh murah kepada patron. Seringkall.peran penjualan dilakukan isterHsteri nelayan melalui mekanis. pegadaian sehingga mereka menjadi sering berhubungan denga'n institusi pegadaian searah ungkapan JUWO~1998: 42). Selanjutnya, nelayan akan meneari hutang kepada patron dengan jaminan ikatan pekerjaan atau hasil tangkapan yang hanya akan dijuat kepada patron dengan harga lebih rendah dari harga pasar.lkatan patron klien tersebut merupakan mekanisme pertukaran antara patron dan klien. Oalam hal ini, patron mem berikan bantuan modal. kapal motor, serta alat tangkap kepada kllen. Patron meriyediakan juga berbagai bentuk bantuan yang diperlukan idien di tuar kepentingan modal. Adapun ckiIan pelu nasan utang klien pada patron dibayarkan pada setiap penjualan hasil tangkapan. Oi telusuri nelayan klien harus menjual hasil tangkapannya kepada patron dengan harga yang umumnya ditetapkan patron secara sepihak. Hastl tangkapan ikan kakap merah yang berlaku di pasar adalah Rp 32.000 per kg. Namun, nelayan harus menjual ikan kakap ke patron dengan harga Rp 20.000 per kg. dengan pola patron-klien yang sepertl itu. klien sering dihadapkan pada sejumlah masalah sepertl pelunasan kredit yang tidak pernah berakhirnya. Menurut patron, hal itu karena klien tidak disiplin dan mementingkan pengeluaran konsumtif sepertl pembelian barang-barang elektronik.. Oi pihak lain, nelayan klien menganggap hal itu merupakan taktik patron untuk terus mengikat klien sehingga bisnisnya dapat terus berjalan. Hasll temuan penelitian ini di masyarakat pesisir Sungai Kakap kabupaten Kubu Raya, Sungai Kunyit Kabupaten Mempawah dan Sungai Ouri Kabupaten Bengkayang. Almutahar, (200B:71) -J Hal yang sarna terjadi juga pada masyarakat pesisir kawasan perbatasan Temajo. Sebagian besar penduduk asll tidak memiliki alat tangkap ikan sendiri sehingga mereka harus menyewa kepada toke-toke (ina Malaysia. Hubungan dengan patron tidak hanya sebatas pinjam-meminjam uang dan alat tangkap sewa menyewa.
I
Or, H, HIIs.anAlmuuhar. M.SI
narnun ada keterikatan nelayan untuk menjual hasil tangkapannya kepada patron tersebut, MasaIahnya terletak pada peran toke yang menentukan harga secara sepihak {price maker, dan seringkali r~ .yat.Ig.ditawilr~~n mutahar, (2012: 32).:--
berada )(
di bawah
harga jual rata-rata. AI-
"katan patron-klien serupa ini ditemukan pula di sekitar Kepulauan Riau. Mekanisme pertukaran jasanya pun relatlf sarna, yaitu patron memberikan bantuan modal (khususnya untuk pembellan atat tangkap) dan klien menjual hasil tangkapannya ke patron dengao harga yang lebih rendah dari harga pasar. Dalam hal ini, nelayan dalam postsi sebagai price taker. Oi Pulau Busung, misalnya, para nelayan harus menjual udang ke patron sebesar Rp 5S.000 per kg. Sementara harga udang di pasar mencapai Rp 70.000. Menghadapi kenyataan seperti itu, nelayan tidak memiUki kekuatan untuk meningkatkan posisi tawar mereka meskipun mereka sadar bahwa keadaan yang seperti itu sangat merugikan mereka. Hal ini terjadl juga pada perikanan budidaya. Prinsipnya sarna bahwa patron yang umumnyawarga keturunan (ina meminjamkan modal kepada para nelayan lokal untuk melakukan pembudidayaan ikan bawal dan kerapu. Modal itu digunakan untuk membuat jaring apung, pengadaan bibit, serta pengadaan pakan harus dijual kepada patron dengan harga yang lebih murah dari harga pasar. Selanjutnya, patron yang merupakan nelayan besar sekaligus pedagang memasarkan hasl! panen ke Singapur melalui pedagang perantara. Pola ini dapat ditemukan di ke.pulauan Natuna. Dengan kondisi struktur yang demikian, jelaslah pada umumnya nelayan yang berlatar belakang etnik Melayu dan etnik lokallainnya dengan strata sosial yanglebih rendah dibandingkan para patron keturunan (ina. Setidaknya, hal ini terlihat pada penguasaan dan pemilikan alat produksi. OJ sinyalir hubungan patron-klien memiliki karakteristik yang berbeda·beda pada masing-masing daerah. Hal Ini d.perfihatkan pola hubungan patron-klien pada daerah pesisir Benua kayong di Kabupaten Ketapang. Adanya hungan
patron-klien
di daerah
lnl
Or. H. Haun Afmu1aha.-. J.lSl
terjalin antara nelayan tangkap dengan kontrak atau pedagang pengumpul sehingga sistem yang terbentuk disebut dengan sistem pelanggan . BI.sa berlaku bagi nelayan-nelayan jaring rajungan, sera, dan jarins"udang, Pengertian langganan dalam slstern Inl adalah orang yang memberikan bantuan uang kepada nelayan untuk keqiatan produksi maupununtuk memenuhi kebutuhan ruman tangga. Biasanya kontrak langganan berprofesl sebagai pengumpul lkan, udang, kepitlng dan telur penyu. Almutahar (2008:48) c> Sistem yang berlaku adaLah kontrak memberikan bantuan kepada nelayan berupa alat tangkap maupun uang untuk membantu nelayan memiliki alat tangkap sendiri. Selain itu, kontrak membantu nelayan juga untuk memenuhl kebutuhan sehari-hari mereka. Sebagai timbal baliknya, nelayan harus menjual hasil tangkapannya kepada kontrak. Bagi nelayan, biasanya bantuan diberikan secara cuma-curna tanpa ada kewajlban untuk membayar. Lebih unlk lagi, jika jaring itu hllang di laut, pinjaman yang diberikan pun dlanggap hilang sehlngga seringkali pasaran memberikan lagi bantuan untuk membeli jaring yang baru. Namun. blasanya pasaran akan selalu memberikan pinjaman kepada nelayan. Jika tidak, nelayan itu akan berallh kepada langganan lain. Kewajiban yang diberikan kepada nelayan adalah menjual hasil tangkapannya kepada langganan. Harga yang dljuallebih rendah dibandingkan harga pasar dengan selisih sekitar Rp 10.000 per kg. Perbedaan harqa ;ual itu pun berlaku untuk udang. ikan. ataupun cumi. Jika nelayan yang terikat tidak m~njual hasll tangkapannya kepada langganan, ia akan segera ditegur dan diperingatkan. Sistem langganan pad a alat tangkap sediklt berbeda dengan jaringan patrpn orang Malaysia Untuk alat tangkap. nelayan dlharuskan mengembalikan pinjaman modal yang diterima. tetapl tidak harus mengembalikan pinjaman sehari-hari (untuk kebutuhan hidup). Pernbedaan in; muncul karena biaya yang dibutuhkan untuk m~mbuat 'jaringan pukat cukup besar mencapai Rp 25. 000.000. namun, kewajiban klien tetap sama dengan nelayan kontrak langganan, yaitu menjual nasi] tangkapannya ke patron.
Sistem langganan yang terbentuk di Kecamatan Sui Kakap, menunjukkan saling ketergantungan antara nelayan dan toke. Dengan situasi sepertl itu, masing-masing plhak bersedia mengamiii' rislko dan konsekuensi. Bagi seorang patron yang harus selalu memberikan pinjaman kepada nelayan, risiko kerugian akan lebih besar pada saat hasil tangkapan nelayan sedikit karena jumlah pinjaman relatif sama. Sementara bagi nelayan, konsekuensi menjuill ikan dengan harga lebih rendah harus diterima meskipun mereka berpeluang memperoleh untung yang lebih pada seat hasil tangkapannya banyak. Almutahar (2008:32). V Bentuk lain dari hubungan patron-kllen dalam kegiatan bucidaya ikan kerapu dapat ditemukan di pesisir pantai Kabupaten llengkayang. Pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan inl adalah nelayan dan toke (orang (ina) pihak yang berperan sebagai pembell ,kan kerapu atau dapat dlkatakan sebagal pengumpul ikan. Adapun nelayan yang dimaksud dalam hubungan Ii'lladalah orang yang menjalankan usaha budidaya lkan kerapu. Selain sebagai pembeli atau pengumpul ikan dati nelayan, paIron menjalankan fungsi juga sebagai informal lender yang memberikan pinjaman dan bantuan kepada nelayan guna mendukung leglatan budldayanya. Peran ini dijalankan untuk mengikat nelayan "9ar tetap menjual ikan kepadanya sehingga permintaan terhadap itan dapat selalu terpenuhi.Tentu orang cina dapat dibedakan berdasarkan kekuatan modal dan jaringan pasar yang dimilikinya.
OInamlb
Pembanguniln
Masyatab1
Pesisir~n h:rbaLM&n Mari1im _
0.. II. Hasan A'm\llOhlr.
MS.
II
I
\
Of, H. H,'5DIl AlmulahO)r. M.SI
RANGKUMAN Struktur sosial dalam masyarakat nelayan umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya Ikatan patrcn-kt ien tersebut merupakan konsekuensi dari slfat kegiatan penangkapan lkan yang penuh dengan resiko dan ketidak pastian. Bagi nelayan, m~njalil') ikatan denqao patron merupakan untuk kelangsungan kegi~taRnya karena pola patron-klien merupakan institusi jaminan ;sosial ekonomi. Hal inl terjadi karena hingga saat ini nelayan belum menemukan alternatif institusi yang mampu menJamin kepentingan soslal ekonomi mereka. Hubungan patron-klien ini, mengungkapkan bahwa tata hubungan patron- klien umumnya berkaitan dengan: 1) Hubungan antarpelaku yang menguasai sumberdaya yang tidak sama. 2) Hubungan yang bersifat khusus yang merupakan hubungan pribadi dan mengandung keakraban. 3) Hubungan yang didasarkan pada asas saling menguntungkan. Hal yang sama terjadi juga pada masyarakat pesisir kawasan perbatasan Temajo. Sebagian besar penduduk asli tidak memiliki alat tangkap ikan sendiri sehingga mereka harus menyewa kepada toke-toke (ina Malaysia (patron). Hubungan dengan patron tidak hanya sebatas pinjam-meminjam uang dan alat tangkap sewa menyewa, namun ada keterikatan nelayan klien untuk menjual hasil tangkapannya kepada patron tersebut. Masalahnya terletak pada peran patron yang menentukan harga secara sepihak (price maker, dan=serlnqkall harga yang ditawarkan berada di bawah harga jual rata-rata.
Dt. H. Huon Almulollo,.
M.s1
BAB4 POLA PATRON KLIEN YANG TERJAOI 01 ANTARA PENDUOUK PESISIR PERBATASAN PALOH KABUPATEN SAMBAS DENGAN PENDUDUK SEMATAN DAN SERAWAK
K
alimantan Baral (Kalbar) merupakan salah satu dari 4 (empal) wilayah dEIndonesia yang memilki kawasan perbatasan darat
yang berbatasan Ian sung dengan Negara tetangga yaitu Malaysia. Sampai saat ini pembangunan di kawasan perbatasan belum
mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah,meski secara tegas dinyatakan bahwa wialayah perbatasan merupakan cermin halaman depan suatu Negara. Kawasan perbatasan Kalbar memiliki panjang seki tar 847 km yang melintasi 5 (lima) Kabupaten. 16 Kecamatan dan 97 Desa, dengan luasnya 2.490.491 ha. Panjangnya kawasan perbatasan relatif belum diimbangi dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pembangunan. Akibatnya, hampir sernua daerah di kawasan perbatasan mengalami ketertinggalan di bidang pembangunan. Dari kondisi yang kurang menguntungkan ini, keJelasan serta fokus pembang,man kawasan perbatasan memerlukan perhatlan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah secara komprehensif dan berkesinambungan
dalam pengolahan
kawasan perbatasan
ke
r Or. H. Hasan Almutahar. M.SI
. T
depan (SApPEDAProvinsi Kalbar,2007). \ Fok~s penulisan ini di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Selanjutnya, berdjjsarkan observasi penulis terlihat adanya indikasl hubungan patror{l(orang Malaysia)dan Klien(orang Indonesia) baik di sektor perkebufian dan perikanan, patron memiliki kekuasaan untuk menetapkan harga barang dan kualitasnya, seperti hasil usaha tani lada yang akan di jual masyarakat Paloh Sajingan di Malaysiaterlebih dahulu diu}ikadar airnya berdasarkan standar. lalu ditentukan harganya oleh Patron. Demlklan pula untuk hasil perikanan yang di jual ke Malaysia. Harga ikan sangat tergantung beberapa harga yang di tetapkan oleh Patron. Permasalahan yang penulis ungkapkan dalam tulisan iniadalah mengapa kondisi-kondisi tersebut terdapat di perbatasan Paisa ? Kondisi ini memiliki kaitan dengan sistem budaya yang da dikawasan Paloh. yang uniknya merupakan kawasan perbatasan dengan Negara Jiran Serawak Malaysia. Dalam hubungannya dengan pengelolaan sumber daya alam, SDAapa saja yang turut dikelola yang dikuasai oleh para patron dan SDAmerupakan aset NKRIyang sangat beharga di Kawasan Perbatasan? penulis dalam hal ini mengunakan perpsektif budaya yang menekankan pada aspek pengetahuan. ideide serta pandangan stake holders yang terlibat dalam ikatan patron klien tersebut. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut yang uniknya karena kawasan ini berada di perbatasan maka prespektif budaya yang penuli.s gunakan dalam penulisan ini lebih bersifat patron-klien masyarakat lokal,adanya kekerabatan secara sosial budaya penduduk yang melaksanakan pola patron klien ini berasal dari satu rumpun dengan adanya beberapa kesamaan etnik, budaya dan sistem kekerabatan yang ada namun secara politik mereka telah di pisahkan m~njadi dua warganegara yang berbeda 5ehingga memberikan ciri-ciridan indikasi pola hubungan patron klien yang lebih unik karena merniliki karakteristik tersendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada model gambar sebagai berikut:
..
DiMmJta
P~mban9utlanMasyarakat Pe-!.Isir Dan P~bat&SanMaritim
Or, Ii. HOlon
Almuta"',.
M,S(
Gambar4.1 Model. I
I
I
P3UOtl
Modal
I
""ria .... ,
IT\oItC.ial
J
t-
I
I
Akti\l113:$
!umbcr Ua),a
_j
HarSIl
I
I I
Mcn~ia"kltn pesenan
lIasli
..i.
J'c.lron run~ nwnemuklln
TC:lIa;a lah,.n
I
taut dar.1t
t t Jtuuk pillIon
H
I
KliCJ1
•
I
T
J
I
I
K)~n
Sclalu dorog,kan
I
I
1,0);&1
I
J
Sumber: Diolah Penulis Berdasarkan Jatar belakang permasalahan yang telah dikernultakan maka yang menjadi masalah pokok penulisan adalah pola hubungan patron klien di antara penduduk perbatasan Paloh Kab Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Serawak. Kata patron berasal dari bahasa latin pater yang beartl bapak, dari parer berubah menjadi patris dan patronis yang bearti bengsawan atau patriclus yang bearti seseorang yang dlan9gap pelindung sejumlah rakyatjelata yang menjadi pengikutnya, Kata klien atav dient berasal dan. kata cliens yang berarti pengikut atau pekerja. Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan pekerjaan mengantungkan diri pada patron, bahkan kadang kala mengglJnakan nama atau paham dari patron. James Scott 11993:67Vmenyatakan, hubungan patron klien merupakan hubungan antara dua pihak dengan pihak yang memiliki status ekonomi lebih tinggi menggunakan pengaruhnya dan resourcesnya untuk melindungi dan member manfaat pada pihak yang status so sial ekonominya lebih rendah. Dalam hubungan ini, imbaJan
Or. Ii.Iio>an Alrnutoha,. M.s1
yang diberikan klien adalah dalam bentuk bantuan atau dukungan termasuk pelayanan kepada patron. Selanjutnya Hedd~ Shri Ahimsa-Putra (2007:81)vSearah pendapat Scott tentang c1n'i-cirihubungan patron-klien, yaitu : 1. Terdapatnya ketidaksa'maan (inequality) dalam pertukaran : terdapat ketidaksamaan yang mencerminkan perbedaan dalam kekayaan, kekuasaan dan kedudukan. Hutang merupakan kewajiban seorang klien karen a ketidaksamaannya itu yang membuat ia tetap terikat pada patronnya. Kritikpenulis atas pendapat Scott di sini adalah bahwa Scott menyamakan dua konsep yang harusnya menu rut penulis dibedakan, yaitu konsep ketidaksamaan (inequality) dan ketidakseimbangan {imbalance}. 2. Adanya tatap muka (face to face character): hal ini menunjukkan hubungan yang pribadi antara patron dan kliennya. 3. Sifatnya yang luwes dan meluas (diffuse flexibility):hubungan seorang patron dengan klien bukan saja sebagai patronnya tetapi juga oleh hubungan sebagai tetangga, dan sebagainya. Bantuan yang ada dalam hubungan itu juga bermacam-macam, sehingga hubungan ini dapat menjadi semacam jaminan sosial bagi kedua pihak. J.R . Scott sebagai pakar kajian patronase tidak secara langsung memasukkan hubungan patron-klien ke dalam teori pertukaran, jika memperhatikan pemaparannya mengenai gejala patronase, maka akan terlihat kedalamnya unsur pertukaran yang merupakan bag ian terpenting dari pola hubungan seperti ini. Berdasarkan penjelasan pakar ilmu politik Universitas Yale Amerika Serikat ini, hubungan patron-klien bermula dengan adan)la pemberian barang atau jasa dalam berbagai bentuk yang sangat berguna atau di perlukan oleh salah satu pihak, dati bagi pihak yang menerima barang atau jasa tersebut berkewajiban untuk membalas pemberian tersebut James Scott, (1993: 91-92). V Selanjutn)la untuk keberlanjutan hubungan patron-klien di Kawasan Petbatasan Kalimantan Barat antar pelaku yang melakukann)la, maka barang atau jasa yang di pertukarkan tersebut harus
Or, H. Haun
Almutil .... r. M,Sl
seimbang dan setara sifatnya dalam artian reward atau cost yang dipertukarican seharusnya kurang lebih sama nilainya baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Dengan demikian, semangat untuk terus mempertahankan suatu keseimbangan dan kesetaraan yang memadai dalam transaksi pertukaran mengungkapkan suatu kenyataan bahwa keuntungan yang diberikan oleh orang lain harus di baJassehingga hubungan dalam bentuk pertukaren Itu dapat terus berJanjut. Selaln itu Koentjaraningrat (1991: .j-g()"161)juga di jealaskan hubungan patron klient inl dengan ungkapan yang lain disebut juga sebagai hubungan 'induk semang-klien' , dimana dl dalamnya terjadi hubungan timbal balik. Hal ini karena pada umumnya, induk semang adalah orang atau pihak yang memiliki kekuasaan dalam suatu masyarakat atau komunitas dan harus memberi perlindungan atau pengayoman semaksimal mungkln kepada klien-kliennya. Sedangkan sebaliknya, para kllen harus membalas budi balk yang telah diberikan induk semang dan melakukan pembelaan terhadap pihak Jain sebagai saingannya. Dalam hal ini induk semang-klien telah di ikat daJam suatu norma timbal balik yang melekat pada hubungan patron dengan kllen yang pada gilirannya menglsyaratkan beberapa fungsi yang berkelanjutan. Di samplng posisinya sebagai unsur pembentuk hubungan yang dinamakan hubungan patron-klien, ia juga berfungsi sebagai pembeda dengan jenis hubungan lain berslfat pemaksaan (coercion) atau hubungan karena adanya wewenang formal (formal authority). Namun pertukaran barang atau jasa yang seimbang, dalam hubungan patron-klien dapat mengarah pada pertukaran yang tidak seimbang, Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam transaksi pertukaran barang atau jasa yang diakibatkan oleh plhak yang bersifat superior di satu sisi dan pihak yang bersifat inferior dl sisi lain sehingga berimplikasi pada terciptanya kewajlban untuk tunduk dan patuh dengan plhak superior tersebut hingga pada akhirnya rnernunculkan hubungan yang bersifat tidak setara (asimetris). Hubungan semacam inl dengan hubungan personal ( non kontraktual ) maka
Or. K Hlsan AJmutlhar. M.St
akan mengarah menjadi hubungan patron-klien. Berdasarkan pemaparan inilah Wolf menekankan bahwa hubungan patron-klien merupakan hubungan yang be~lfat vertikal antara seseorang atau pihak yang mempunyai keduduten sosial, politik dan ekonomi yang lebih tinggi dengan seseorang itau pihak yang berkedudukan sostal, politik dan ekonominya lebih rendah. lkatan yang tidak simetris tersebut merupakan bentuk persahabatan yang berat sebelah,Wolf, (2~1: 152-153).
Selaln itu Scott juga menambah bahwa seseorang patron berposisi dan berfungsi sebagai pemberi terhadap kliennya, sedangkan klien berposisi sebagai penerima segala sesuatu yang diberikan oleh ptronnya sebagaimana yang dikemukakan oleh James Scott, 972: 92-94) seperti berikut :
-e
"There is an imbalance in exchange between the two partners who express and reflect the disparity in their relative wealth, power and status. A client in this sense is someone who has entered an unequal exchange relation in which he is unable to reciprocate fully. A debt of obligation binds him to the patron." Dari beberapa pendapat dan pemaparan konsep patron klien di atas dapat di sinyalir bahwa dalam hubungan patron-klien, pertukaran barang atau jasa yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memang diarahkan atau bahkan sengaja diciptakan untuk tidak seimbang. Dengan demikian dapat ditelaah bahwa dalam pertukaran barang atau jasa yang dilakukan antara patron dan kliennya memang paqa hakikatnya memberikan implikasi terhadap keberadaan pihak yang dirugikan dan juga pihak yang diuntungkan. Namun, menu rut penulis pandangan yang mengatakan bahwa pertukaran barang atau jasa yang terjadi dalam hubungan patron klien adalah tidak seimbang dan tidak menguntungkan pihak lainoya pada dasarnya merupakan pandangan yang subyektif atau hanya melihat dari satu sisi berdasarkan perspektif luar. Perspektif ini memberikan argumentasinya jika hubungan patronase Inlterlalu
Oinamikol Pemb.ac)goraao Masyarakat P6isirDa:n Pe.b.ltasar\ Matitim
Or. H.""san A~r.
M.SI
diperhitungkan dan dipertimbangkan secara ekonomis. Namun epabila dipematikan ditelusuri lebih mendalam akan dltemukan suatu kenyataan bahwa bukankah hubungan tersebut tidak akan terjadi kalau masing-masing pihak yang terlibat tidak diuntungkan artinya hubungan inl dapat bertahan dalam jangka walrtu yang cukup lama karena para pelaku yang terlibat didalamnya mendapatkan keuntungan. Dislsi lain, dldalam penulisan inj penulis menitik beratkan pada hubungan patron-klien dengan adanya kekerabatan yang telah terlaksana cukup lama telah terjadi hubungan pertukaran (exchange relationship) darl indikator kekerabatan sosial budaya keberadaannya di masyarakat Paloh dan Sajingan. Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara dua Negara yang berdaulat. Pada awalnya perbatasan sebuah Negara atau state's border dibentuk dengan lahirnya Negara. Sebelumnya penduduk yang tinggal diwilayah tertentu tidak merasakan perbedaan itu, bahkan tidak jarang mereka berasal dari etnis yang sama. Namun dengan munculnya Negara, mereka terpisahkan dan dengan adanya tuntutan Negara itu mereka mempunyai kewarganegaraan yang berbeda. Ricklefs ( 1981:10')/ meneyabutkan bahwa perbatasan dari Negara yang kini bern ama Indonesia adalah dibangun oleh kekuatan mililer colonial (BelandaJ dengan mengorbankan nyawa manusia, uang, perusakan lingkungan, perenggangan ikatan soslal dan perendahan harkat dan kebebasan manusia. Hasil ternuan secara mikro masyarakat Paloh dan Sajingan memilikihubungan patron klien dimana kebanyakan pemodalanveslor atau pihak yang memiliki wewenang menetapkan harga barang dan menguasai pasar adelah rnasyarakat perbatasan Malaysia yang notabene kebanyakkannya adalah berasal dari elnik Tionghoa Malaysia, namun secara makro masyarakat perbatasan Paloh terutama etnik Melayu dan Dayak Sematan masih berperan sebagai klten, baik sebagai buruh, petani maupun pekerja yang bekerJa dengan patron. Melihat kondlsi Intpada umumnya terlihat belum tercipta kesetaraan kawasan perbatasan yang kava akan sumber daya alam seharusnya
Or. H. K1!W'1fl A.im\ttatlOlu.
M.SI
juga mampu berperan sebagai patron de beberapa sektor, oleh sebab itu untuk meneliti permasalahan pola hubungan patron klien masyarakat perbatasan se}ta implikasinya terhadap ketahanan budaya yang ada penulis jela!lkan lebih rinci sebagai berikut. Pola Patron Klienyarfg Terjadi di Antara Penduduk Perbatasan Paloh Sajingan Kab Sambas dengan Penduduk Sematan dan Biawak Sarawak. Searah dengan nilai-nilai sosial dan budaya masing-masing etnik merupakan dasar pegangan hidup yang bersifat positif dapat diselaraskan. dimana akan tercipta suatu sikap keterbukaan (membuka dlri),toleranst, menerima perbedaan. menghargai dan dihargai, dan membangun kerjasama yang saling menguntungkan. Selanjutnya kajian ini menggunakan pendekatan exchange dan kekerabatan dimana dalam proses hubungan patron-klien masing-masing kelompok etnik atau individu menggunakan simbol-simbol yang dUnterprestasikan dan di pahami bersama. Oleh karena itu berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk meneliti pola hubungan Patron-K1ienmasyarakat kawasan perbatasan paisa serta implikasinya terhadap eksistensi masyarakat yang telah ada. yang menjadi keunikan kajian ini dibanding kajian yang telah dlbuat oleh peneliti lain adalah. kajian ini dibuat di kawasan perbatasan secara langsung melibatkan eksistensi sosial budaya masyarakat perbatasan yang memiliki banyak kesamaan meskipun secara palitik mereka dibedakan. Selanjutnya untuk memahami mengapa hubungan patron klien dapat terus berlanjut karna adanya kondisi pendukung patron klient yang di jelaskan J.e. Scott (l) adanya perbedaan yang '. mencolok dalam kepemilikan atas kekayaan, status serta kekuasaan (2) keinginan untuk memperoleh keamanan pribadi di saat tidak adanya control sosial yang mengakibatkan keamanannya terancam (3) hubunqan kekerabatan yang tidak efektif untuk memberikan baik perlindungan dan keamanan kepada individu maupun keinginan-keinginan untuk memperoleh kakayaan, status dan kekuasaan. Namun. berbeda dengan batas fisik, batas cultural antara In-
_
Dinamika Penlbangunan Masyarakat Pesitir Dan Perbatasan Mamim
Dr. H.Hot.., AIm","~.r.". SI
donesia dan Malaysia tak pernah jelas. Dan tidak hanya dengan Malaysia, dengan Brunei Darussalam, Thailand Selatan Philippina Selatan-pun bangsa lndonesia rnemiliki kesamaan kultural karena berasal dari rumpun etnolinguistik yang sarna yaitu Austronesia ( Malayo Polynesia). Sehlngga memiliki akar bahasa yang nyaris sama, dan pengalaman sejarah yang hampir sarna, yaitu semper berada di bawah kesultanan-kesultanan Islam sebelum mengalami penjajahan Eropa Barat (terkecuali untuk Thailand Selatan). Tak heran beberapa kesenian khas Indonesia seperti wayang ataupun pentas seni batik mudah juga ditemukan di Malaysia maupun Thailand Selatan dan Brunei Darussalam. Terungkap keuntungan dalam pertukaran soslal dilihat sebagai jumlah hadiah yang lebih besar yang diperoleh atas biaya yang di keluarkan. Makin besar keuntungan yang diterima seseorang sebagai hasil tindakannya, makin besar kemungkinan la melaksanakan tindakan itu, Homans, (19~31). Selanjutnya Sturuktur berskala luas hanya dapat dipahami jika klta memahaml prilaku scstal mendasari secara mamadal. Proses pertukaran adalah identlk ditingkat individual dan kemasyarakatan. Cara penyatuan proses mendasari jauh lebih konflik, Homans, (1974:35SY. Searah dengan ungkapan Peter M. Blau 0989:56) yang mengatakan bahwa pola patron-klien merupakan (exchange relationship) yaitu : 1) Pertukaran
hanya terjadi diantara pelaku yang mengharapkan imbalan dari pelaku lain dalam pola mereka. 2) Oalam mengejar imbalan, para pelaku dikonseptuafisasikan sebagai seseorang yang mengajar profit. 3) Pertukaran antara dua macam, yang langsung
(dalam jaringan
interaksi yang relative kecil) dan kurang lang sung (dalam system sosial yang lebih besar). 4) Ada empat macam imbalan dengan derajat berneda, yaitu uang, persetujuan sosial, penghormatan atau penghargaan dan kepatuhan. Dikawasan perbatasan Kalimantan Barat ditelusuri ada em pat jenis imbalan yang dapat diberikan klien pada patron dan patron
--Or, H,
Hasan Almutahar. Mjl,
menyiapkan material untuk klien : 1) Kliendapat menyediakan tenaganya bagi usaha patron di ladang. sawah,laut djJn usaha lainnya; 2) Klien dapat rliIoenyerahkanbahan makanan hasil usaha tani yang di usahakan'di darat dan dililut buat patron atau pelayanan rumah tangga; 3) Kliendapat menjadi kepentlngan politik patron, bahkan bersedia menjadi kaki tangan patron. Patron menyiapkan modal. material untuk klien pengelolaan sumber daya alam. Analisis Patron klten yang terjadi di antara pen dud uk perbatasan Paloh sajingan kabupaten sambas dengan penduduk sematan dan biawak Sarawak. Penulis menggunakan pendapat Andi, I.R.(2003:10-U) menjelaskan keberlanjutan hubungan ini dapat terjadi karena nilainya yang seimbang. di mana nilai barang atau jasa yang dipertukarkan tersebut ditentukan oleh pelaku atau pihak yang melakukan pertukaran. apabila barang atau jasa tersebut semakin dibutuhkan maka ia akan semakin tinggi nilainya. Oleh karena sebab itu ada beberapa unsur yang penting untuk dapat mempertahankan hubungan patron klien sebagaimana dipaparkan Heddy Shri Ahimsa-Putra (2007:34)yaitu : l 1. Apa yang di berikan oleh satu pihak adalah sesuatu yang berharga di mata pihak yang lain. 2. Hubungan timbal balik yang terjadi karena pihak penerima merasa berkewajiban membalas pemberian beharga itu, 3. Ada norma dalam masyarakat yang memungkinkan pihak yang lebih rendah penduduknya (klien) melakukan penawaran dan menarik -diridari hubungan timbal balik itv. Searar. ungkapan Patron di sinyalir hubungan inl terjadllc:arena keerkaitan individu dalam hubungan sosial merupakan pencerminan diri se9a9ai makhluk sosiat Dalam kehidupan bermasyarakat. hubungan fOsialyang dilakukan individu merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan keberdaannya. Setiap individu merniliki kemampuan yang berbeda-beda dalam hal kuantitas dan kual-
_
Dillamiu
PemblngoMin
"""Y
Or, H. HMIO Almulahar, "".sl
itas, juga intensitas hubungan sosial yang dilakukannya, sekalipun terbuka luas peluang individu untuk melakukan hubungan secara maksimal. Hubungan tersebut bukan hanya mellbatkan dua individu, melainkan juga banyak individu. Hubungan antar individu tersebut alum membentuk hubungan sosial yang sekaligus merefleksikan terjCldinya pengelompokkan sosial dalam kehidupan masyarakat. fengertian hubungan sosial mengacu pada hubungan sosial teratur,konsisten,dan bertangsunglama Slamet,(2003: 11)V Searah dengan ungkapan Siamet, (2003: 15~.ditelusuri masyarakat kawasan perbatasan secara historis mereka telah lama mengadakan hubungan sosial yang terlaksana seperti kerjasama dalam bidang perdagangan lintas batas yang tidak terkontrol, namun keberadaan mereka telah diikat dengan adanya hubungan kekerabatan. Ini terlihat dari nilai-nilai sosial, budaya dan bahasa yang sama. Akibat adanya hubungan sosial yang bersahaja maka telah terjadi patron-klien secara spesifik dalam pengelolaan sumber daya alam laut-pantal seperti usaha tani ikan,udang,kepiting,telur penyuh,keripang,alat transportasi seperti perahu, mesln-mesin dan alat penangkapan Ikan mereka peroleh modalnya dari patron (orang Malaysia)kawasan perbatasan terungkap adanya usaha tanl, kelapa, lada, karet dan kelapa sawit. Oi sinyalir hasil temuan penelitian kenyataannya, praktek patronase tak terlepas dengan kepentingan ekonomi dan politik. Melalui perlindungan yang diberikan, patron berharap mendapatkan dukungan ekonomi dan politik secara langsung sebagai kornpensasi barang ataupun jasa yang telah diberikan. Dengan demlkian jika patron tidak mendapatkan timbal baliknya yang bersifat ekonomi dan politikdari kliennya, maka patron tidak akan memberikan perllndungan apapun. Searah ungkapan Jamesy (2004:to6) hubungan patron-klien yang terlihat sebagai suatu fakta sosial kultural, dan hanya dldasarun pada perjanjian informal menjadi manifestasi yang halus dan tersembunyi dart kepentingan sosial, politik dan ekonomi yang dlwamai ketidaksetaraan. Sangat jelas sekali dalam hubungan yang
Dr. H.Ifao... A'm""'har.IIL~1
diwarnai ketidaksetaraan akan membuka peluang untuk terJadinya eksploitasi terhadap pihak yang tidak memiliki .kekuesaan (kilen). Searah dengan penjela~James Scott (1972;1~) menyebutkan tiga faktor yang menjadi p ebab tumbuh dan berkembangnya relasi patrones dalam suatu I«Imunitas, yaitu ; ketirnpangan pasar yang kuat dalam penguasaan kekayaan, status dan kekuasaan yang banyak diterima sebagai sesuatu yang sah, ketidaan jamlnan fisik,status dan kedudukan yang kuat dan bersifat personal serta ketidakberdayaan kesatuan keluarga sebagai wahana yang efektif bagi keamanan dan pengembangan diri. Keberadaan patron-klien di kawasan perbatasan disinyalir akibat dari keterbelakangan suatu komunitas bukanlah satu-satunya penyebab tumbuh dan berkembangnya suatu relasi patronase. bahwa suatu masyarakat yang peripherynya rendah sehingga sumberdayanya lebih banyak dikuasai oleh pusat. Hasil temuan terungkap hanya kalangan tertentu saja yang dapat berhubungan dengan alam transcendental memang sangat rentan 'terjangkiti' oleh relasi patronase. Demikian juga fenomena hubungan patron klien yang terjalin di perbatasan Paisa, yang terungkap terjadinya manisfestasi kepentingan social, ekonomi dan politik yang dikhawatirkan apabila berlajut dapat menggugat keutuhan ketahanan budaya secara mikronya dan bahkan secara makro dapat menggugat ketahanan nasional yang ada. Kerja sama (cooperation) atau kemitraan dapat diartikan sebagai tindakan kolektif dari satu orang dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang ( lembaga, pemerintah dan sebagainya) untuk me~capai tujuan bersama Soedjatmoko, (1995:79) Ungkapan itu ditelu!auri keberadaan patron-klien di Paloh sajingan Kawasan Perbatasan, Kabupaten Sambas adanya kerja sarna atau kemitraan adalah suatu usaha bersama antara orang-perorang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama Dengan demikian kerja sama adalah suatu bentuk interaksi sosial yang bersifat dinamik. Dia blsa berkembang jika timbul kesa-
Dinamika Pembaogunan Ma$)'arabt PesisirOan f'.etbalasall Maritim
Dr. H. Ho .. n Almutaha,. M.S'
daran dan para pelakunya bahwa tujuan yang akan dicapai bersama tersebut akan memiliki manfaat yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat. Hasils temuan terul1gkap interaksi pola atau kemitraan tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interakasi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat, balk oleh pelaku-pelaku komunitas maupun oleh pelaku-pelaku institusi swasta maupun pemerintah. Interaksi tersebut dapat berupa kerja sama (cooperation), pertentangao (conflict) dan persaingan (competition). Holsti (\995:39) menyatakan bahwa kemitraan dalam masyarakat dapat di golongkan dua kategori yaitu kerja sama dan konflik. Diantara kedua ketegori tersebut, ada kategori ketiga, yaitu kernpetlsi, Suatu kondisi interaksi dapat disebut juga sebagai kontlik jika ditandai dengan adanya benturan kebijakan dengan satu pihak pada akhirnya memperoleh kemenangan, sedangkan yang lain dipaksa untuk menerima kekalahan. Kondisi kompetisi berbeda dengan konflik, karena pada kondisi inftidak terjadi benturan kebijakan secara formal, melainkan hanya terjadi perebutan atau persaingan pengusaan terhadap suatu hal tertentu. Kondisi kerjasama ditandai dengan adanya Interaksi antar aktor yang saling membantu untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Hoisti -if99S:65) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kerjasama mitra adalah "the voluntary adjustment by states of their polldes so thet they manage their differences and reach some mutually beneficial outcame" . Dengan demikian dapat disinyaJirbahwa seiring dengan semakin tingginya tingkat interdependensi suatu pola antara patron-klien dapat melakukan kerjasama guna mempermudah pencapalan tujuan yang telah menjadi suatu tuntunan bahkan dapat dikatakan sebagai suatu keharusan. Searah ungkapan Syarif Alqadri (199\) 1), pola dan kerjasama antar bangsa ditimbulkan oleh adanya kesadaran bahwa tidak ada suatu masyarakat yang dapat memenuhi semua kebutuhan noereka secara lengkap atau menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa masing-masing Negara memiliki perbedaan, keadaan alam,
Dr. H. Hasan Alnutahar. M.SI
demografls, tetapi juga dalam bidang sosial budaya. Untuk itu, usaha memenuhi keperluan dalam negeri yang selalu menlngkat Itu mendorong ~r1u adanya kemitraan pol a kerjasama. paila tingkat yang lebih umum, sturuktualisme dapat dipahami sebagai'sebuah usaha untuk menemukan sturuktur umum yang dapat dalam aktivitas manusia. Dari sudut pandang ini, suatu sturuktur dapat didefinisikan sebagai : Sebuah unit yang tersusun dari beberapa elemen dan selalu ditemukan pada pola yang sama dalam suatu "aktivitas"yang tergambar. Unit tidak bisa dipecah dalam elemen-elemen tunggal, bagi kesatuan sturuktur tidak terlalu dipahami oleh polanya. Secara fakta hubungan patron-klien antara masyarakat kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia dalam mencapai kesejahteraan·Apa yang adalah sebuah realitas (reality) yang menyembunyikan realitas lain (another), realitas terdalam lagi tersembunyi dan penemuan atas realitas dalam itu adalah tujuan besar kognisi keilmuan:' AnalisisSikap Pola Antar-Kerabat, seperti Levi-Straussjuga banyak mempelajari masalah sturuktur sosial dari sistem kekerabatan, karena itu seharusnya azas-azas simbolik dari manusia sebagai makhluk kolektif yang berinteraksi dalam masyarakat. Di sinyalir hasil temuan penelitian yang telah disampaikan searah dengan keberadaan masyarakat kawasan perbatasan yang terdiri dari orang Melayu Indonesia telah melaksanakan jaringan 50Sial melalui ikatan perkawinan dan tukar-menukar barang dan jasa, begitu juga untuk orang Dayak Iban Indonesia bekerja diladang, kilang milik orang Dayak Iban Malaysia dan telah terjadi perkilwinan silang diantara mereka . .. Keberadaan penduduk kawasan perbatasan dengan adanya keklirabatan berdasarkan keturunan, perkawinan, diantara mereka, adanya kekerabatan telah mengikat mereka untuk melaksanakan akti'iitas patron-klien searah dengan kebutuhan ekonomi yang mendesak untuk keluarga mereka. Di sisi lain, sangat dikhawatirkiln adanya kelompok eksternal seperti orang keturunan Tiong Hoa yang berdomisili di Malaysia yang memperalat penduduk Indone-
_
Oillamika Pembitnguniln
Masya~bt PesisirDall ~r~~sao
Maritim
Dr. H. HAwI Alrnutahar. M.51
sia untuk mengelola
sumber daya alam searah dengan permintaan
pasar. Oi sisi lain di telusuri san perbatasan diprediksikan
dengan adanya patron-klien
pada tahun 2020 Inti kebudayaan
, bagaimana dl jelaskan di atas mengikat elemen-elemen yang lebih luas, sedangkan elernen-elemen mengikat disebut'elemen
dl kawase-
kebudayaan
kebudayaan yang tidak
kebudayaan selebihnya".
Inti kebudayaan
yang mengikat Itu memiliki kaitan yang erat dengan aspek ekonomi,
yang secara
sistem soslal, polltik. teknologi,dan
pola kependudukan
empiris kesemuanya
satu dengan yang dalam suatu
itu berkaitan
ikatan erat dan variasinya yang kuat. Oalam kajian interaksi manusia dengan lingkungannya,
inti kebudayaan itu periu di pahami karena
merupakan factor penentu (dominan) anya. Adlmihardja, (2010:15). Keberadaan penduduk sia terungkap interaksinya
patron-kilen,
dalarn proses adaptasi kedu-
l kawasan perbatasan Indonesla-Malayadanya ikatan erat dan varlasinya dan
manusia, alam, dan maha pendpta,
ungkapan
orang
Dayak sebagal berikut :' Adil Kalino Bacu Ramin Kasuraga Basegat Kajubata
Arus" Gambar 4.2 Modell! Aktivitas dan Hubungan Patron-Kilen
Kawasan Perbatasan Paloh Sajingan Dengan Malaysia
l ...... toni. ~nbor dO)~ ilI3I'II. 13IIIIdoraI EX'Ploitasi SI)A OaratOlR I(
awtlSQn f>etbua..tan
naw Patok \\iJayah bcrSI:~
K~'3Wl
Sumber: Diolah Penulis
Rekomendasi patron klien Kawasan Perbatasan Paloh Sajingan (Paisa) di Kabupaten Sambas di sinyalir kawasan Kalimantan Barat yang terdiri dari, kabupaten dan 16 kecamatan yang memlliki panjang 847 Km, a,abila dilaksanakan pembangunan jalan setiap kabupaten 50km untuk periode tahun 2015 berarti Rp. 250 km pada tahun 2021 jalan infrastruktur akan dapat di selesaikan, Jumlah penduduk yang berdiam di 5 kabupaten 16 kecamatan 97 desa luas lahan 2.490.491 Ha sepanjang jalan yang telah dibangun diserahkan kepada masyarakat lokal setiap keluarga 5 Ha dengao kebijakan biaya sertifikat qratls, Selanjutnya untuk melestarikan SDAdan membuka lapangan pekerjaan mendatangkan tranmigrasi yang ditempatkan sepanjang Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat. Dislsi lain untuk keamanan NKRIsebaiknya TNI satrap 10 km sepanjang Kawasan Perbatasan mendirikan Bangunan perwakilan KODAMXII Tanjungpura dan menerima pemuda pemudi penduduk Kawasan Perbatasan untuk menjadi tenaga TNI,Polisi dengan kebijakan WAMllDAdan Biayal Gaji dan laln-latnnya. Pemerintah provinsi dan Kabupaten Kota yang membiayal. Rekomendasi yang di ungkapkan untuk menjaga/meJestarikan keamanan NKRIdan mengantisipasi adanya patron-klien yang terungkap dan di temukan apabila tidak dapat terlaksana, rekomendasi ini maka pada tahun 2020 wilayah kawasan perbatasan Kalimantan Barat akan bergeser dari batas wi'ayah Negara jiran Malaysia masuk kebatas NKRll0 Km merupakan invansi dari patron (orang Malaysia).
,
_
DII"Iamib
Pembal1!=lunan Masy.lf~Ut Pt-~i~irO&n Pflrbatasan Maritim
Or. H. I !alan Almurah .... MSI
Gambar4.3 Model. III Rekomendasi Patron-Klien Kawasan Perbatasan Kabupaten Sambas
I ,cnil'lk.tll ,,,oab SII. Wlluk
, ,
m:U)'llIWl
I
In(nLwuktur JOllanso Km
I
5etl.lp Kabup.8It!11
I-I
J..b:i} ..1al3l1tW-.31
;rutlS
Troll'lmIC'''~1
I
KiJlllloontaRB;IIf~t
r
~
I
x".,,·.san PCtNl4$ln
1
I
!
I\.odiIm
r<'atlhan
__
nl_' '_~_. S_I._IS_' _
prb}Ufll
P"I>
i(CUfI"IOIl'Iall
IlrllIJ'U TNI "Jah'lt.1S
tlSatul
tall' huulk.uhuro
t ,-
xu TanJun;p\ll,
__J~
I
Aobo~~ w....mJ)AJ
Sumber: Diolah Penulis Pembangunan MaSYilUilkat Kawasan Perbatasan Pesisir
Keberadaan penduduk kawasan perbatasan terlihat patron-ktien menunjukkan suatu eksistensi yang mengedepankan harkat dan martabat manusia dalam proses sosial yang berwawasan pembangunan yang mengutamakan nilai-nilai sosial yang mendasari merupakan suatu kntik dan respon atau jawaban terhadap aplikasi paradigma pembangunan kawasan perbatasan yang marginal dan miskin, upaya pemerintah dengan menggagas PNPM. Almutahar (2008:86) V Kawasan perbatasan dalam proses pemberdayaan masyarakat melaksanakan penyadaran dan keterlibatan masyarakat dalam PNPMMandlri Perdesaan, dan optimalisasi rungsi aparat desa. Pemerintah desa sangat mendukung akan berfungsi PNPM Mandiri Perdesaan, dengan anggapan Lahwa melalui program Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa itu mampu mengangkat ekonomi masyarakat.
I
Or. H. ~an 'dmlJ'Uhar. M.S'
Dalam rangka penggalangan dan penggerakan program pernberdayaan, fasilitator desa dan pemerintah desa menjaring partisipasi maSl':kat sernakslmal mung kin, tanpa partisipasi masyarakat pemberd an itu tidak akan terlaksana. Oengan cara memotivasi dan men~upayakan agar warga masyarakat sadar dan mengerti bahwa fungsi PNPMMandiri Perdesaan membantu masalah di desa mereka. Berkembangnya Pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan desa tergantung pada masyarakat itu sendiri dan mereka mempunyai tanggung jawab serta kewajiban untuk itu. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan, maka dapat ditelusuri bahwa pada tahap identilikasi masalah, yaitu kegiatan awal untuk memilih jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, menunjukan partisipasi individu atau kelompok rnasyarakat perbatasan sang at mendukung. Menurut pengakuan informan masyarakat perbatasan bernama so (38 th) selaku ketua kelompok masyarakat (pokmas), dapat diketahui bahwa pada waktu pertama kali PNPMakan dilaksanakan oleh pokmas dan anggota dari pokmas perbatasan yang turut serta berpartisipasi dalam memilih jenis keqiatan yang akan mereka laksanakan, terungkap jenis kegiatan yang akan dilaksanakan itu umumnya ditentukan oleh pihak pemerintah (aparat pemerintah). Sementara itu pengakuan dari informan masyarakat perbatasan lainnya bernama TR(44 th) dapat disinyalir bahwa dalam rapat pemilihan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, warga perbatasan tidak dilibatkan. yang dilibatkan hanya ketua kelompok dan sekretaris. Temuan dalam penelitian terungkap partisipasi warga perbatasan dalam memilih jenis kegiatan apa yang akan dilaksanakan akan dilakukan oleh anggota kelompok masyarakat perbatasan diarahkan oleh p'lhak aparat pemerintah seperti masalah yang sangat mendesak untuk secepatnya di carikan cara mengatasi seperti pembangunan.jalan antar desa ke kota Kecamatan. Temuan penelitian menurut informan terungkap sebagian tidak searah dengan keinginan masyarakat, terlihat dari sumber daya alam seperti di Desa penduduknya 32.80% berdiam di pesisir pan-
_
Dillamik~ Pembangunan
Masyaraki:t ~~kir Diln 9rrbatal'o11l """ritilll
Dr. H, ""un AlmUf41"ar. "'.SI
tai bermata pencarlan sebagai nelayan tradisional dan 67.20% berdiam di sepanjang jalan dan dataran kaki bukit bermata pencarian perkebunan kelapa, karet, dan perfanian padi. Disinyalirdari kondisi penduduk sebagian bermata pencarian sebagai nelayan. Ungkapan kepala desa di waktu pertemuan Pokmas mengusulkan untuk rnernbantu kepada penduduk yang berdiam di pesislr pantal dengan rencana kerja memberl alat-alat tangkap ikan yang mempergunakan mesin motor dan peti pending in hasil tangkapan. Setelah dlusulkan ternyata ditolak, yang disetujui adalah (1). Pembangunan fislkjalan yang mempergunakan robot beton. (2).Simpan pinjam untuk usaha kecil.(3).Simpan Plnjam Perempuan (SPP). Searah dari has;1wawancara peneliti dengan beberapa informan perbatasan sebagaimana terse but, maka dapat ditelusuri bahwa kondisi pada tahap awal k.egiatan pemberdayaan yaitu identifikasi rnasafah menunjuk.an anggota kelompok masyarakat perbatasan menurut informan selaku ketua lSM menga1akan kami tidak dilibatkan dalam keglatan terse but. Ungkapan tersebut ditelusuri dari identifikasi masalah kegiatan nampaknya hanya dilakukan oleh beberapa anggota kelompok masyarakat perbatasan dan ditambah petugas-petugas aparat pemerintah. Hasil identifikasi masalah yang dilakukan oleh mereka Inilah yang kemudian dianggap mencerminkan masalah yang dihadapi seluruh ang90ta kelompok masyarakat perbatasan sebagai peserta pemberdayaan. Selanjutnya menurut Mikkelsen (200S:S4~ partisipasi digunakan untuk menggambarkan proses pemberdayaan (empowering process). Dalam hal ini, partisipasi dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan (enable) masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri sampai disini tentang alternativ pemeceban masalah apa yang ingin mereka pilih. Temuan dari hasil penelitian mengenai kawasan perbatasan, searah ungkapan James Scott (1972:178), disebut hubungan aparat
O'.I1.I1o> .... I\I"'UI ...
1. Il0l.51
pemerintah daerah-rnasyarakat merupakan proses hubungan yang bersifat penuh dengan emosional pribadi antara dua orang mengabdi dan memprilaku pel'1)erintah daerab, Hubungan yang bersifat Individual antara dua indKiklu yaitu aparat pemerintah daerah masyarakat mengandung inte1aksi resiprokal timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki oleh setiap plhak. aparat pemerintah daerah memiliki sumber daya dalam bentuk kedudukan, kekuasaan,jabatan, perlindungan dan kasih sayang termasuk materil dalam bentuk harta dan sejenisnya. Masyarakat memiliki sumber daya partisipasi dalam memutuskan suatu permasalahan. Nelayan menjual ikan kerapu kepada patron 1 dengan harga Rp 75.000 per kg. Harga yang berlaku di daerah ini adalah harga pasar akibat persaingan antar patron dalam merebut pangsa pasar. Setiap patron akan berusaha menawarkan harga yang wajar kepada nelayan agar nelayan tetap menjual ikan padanya. Perpindahan nelayan dari satu patron ke patron lain mudah terjadi jika ada selisih harga yang ditawarkan patron lain yang dianggap menguntungkan nelayan. Untuk mengembalikan pinjamannya, hasil penjualan nelayan dlpatong sebesar Rp 5.000 per kg pada setiap kali penjualan. Potongan ini akan terus dilakukan sepanjang nelayan masih terus meminjam dari patron untuk kebutuhan kegialan usaha maupun untuk kebutuhan rumah tangga. Adapun pada umumnya tidak memiliki jaringan ke pengekspar sehingga ikan dijual kepada pedagang ketiling dengan harga sekitar Rp 55.000 per kg. Selanjutnya menjual ikan tersebut kepada para eksportir dengan harga sekitar Rp 85.000 per kg. Kondisi itu menunjukkan rantai pemasaran ikan kerapu yang cukup panjang di Kelurahan Sui Kaka'p.Marjin pemasaran yang cukup besar ini tidak dirasakan nelayan, tetapi justru dinikmati patron karena modal dan jaringilO yang m,reka miliki. Fenomena patron-kllen lainnya dapat ditemukan di Kabupaten Bengkayang, gejala sosial antara nelayan pencari telur ikan terbang (torani) atau sering disebut dengan pedagang pengumpul torani
Or. H. Hos an AmutOha r; M.SI
memiliki nilai jual yang sangat Iinggi berkisar Rp 150.000 hingga Rp 300.000 per kg dan diekspor keJepang, Taiwan, dan Korea. Setiap kali melaut dapat menangkap 30-40 kg torani kering. Memerlukan waktu 20-30 hari untuk melaut dan rnasa melaut umumnya dilakukan pada bulan Mei hlngga September. Untuk melaut, memerlukan modal yang umumnya diperoleh dari hasi! pinjaman dengan patron sekltar Rp 3.000.000 hingga Rp 7.000.000.Plnjaman modal itu dlkembalikan dengan mengambil hasil usaha tani ikan tangkapan Mekanisme patron-ktten di berbagai kasus tadi seolah merupakan ikatan yang 'saling menguntungkan". Namun, berdasarkan hasit-hasil studi, keuntungannya berbeda-beda. Dalam hal ini, patron lebih banyak memetik keuntungan dibandingkan klien. Ini sesuai dengan hasll studi Najlb (1999:94),yang menunjukkan bahwa mekanisme hubungan tersebut seringkali bersifat eksploitatif dan sengaja dipelihara patron. Inllah sisl negatif dad pola petron-klien, Namun, pola inidianggap memiliki sifatpositifjuga karena mampu mendorong terjadinya mobilltas vertlkal nelayan. Seperti di Temajo Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas,para nelayan tradisional akhimya mampu memiliki perahu motor melalui peran patron. Jadi, selain memiliki sisinegatif, pol a patron-klien temyata memiliki sis; positif juga. Sisi positif inl muncul karena secara riil hubungan patron-klien mampu mengantisipasi nelayan untuk keluar dari perangkap keterbelakangan. Meski demikian, penggambaran bahwa hubungan petron-klien merupakan hubungan yang asimetris tldak dapat digeneralisasi. Artinya, ditemukan juga adanya pola hubungan patron-klien (tengkulak dengan nelayan) yang relatif tidak bersifat eksploitatif seperti studi, Anggrainl (2002:78), dl Pulau Panggang. ~ Namun, jika dikaji lebih jauh, hubungan tengkulak dan nelayan di Pulau Pan9gang itu tidak terikat seperti hubungan patron-klien pada umumnya. Pola patron-klien terus terjadi dalam komunitas nelayan karena memang belum ada institusi formal yang mampu berperan
sebagaimana patron, Institusi tersebut belum berjalan secara efektif kerens ada kesenjangan kultur institusi yang dibangun secara fonnal dengan kultur ne4ayan yang masih menekankan aspek persona4s. Di 51silain, nelayan sendiri belum mampu membangun institdsi baru secara mandiri. Meski diakui bahwa para nelayan itu memiliki etos kerja dan mobilltas tinggi serta sclidantas sesarna yang kuat, tetap saja mereka masih memilikl 5ejumlah kelemahan, khususnya kemampuan dalam mengorganisasi diri untuk kepentingan ekonomi (kcperasi) maupun profesi. Sebagian nelayan. karena status nelayan dianggap. Tabel4.1 Ciri-rtriHubungan Tengkulak dan Nelayan di Kelurahan Polau Panggang Cifi Umum
1. Kedva bela" pihak menguasai sumberdaya yang berbeda 2. Hubul\gan
terbentuk alas dasar saling percaya dan sua-
sana kekeluargaan
3.
Hubungan
yang berdasarkan
szes ·saling mengun,un-
gkan" serta saling menerima dan memberi. Clrl K"usus
1. TIdak bersifat eksploitatif
2. Tidak terdapat hubungan meogikal 3. kebebasan nelayan dalam memilih pernbeli 4. Te,dapa, peran nelayan daJam menentukan horg.
Sumber: Aggraini (2002: 35)
\
5ebagai way of life, etika subsisten masih menjadl pegangan mereka. Umumnya. ikatan-ikatan komunal yang ada pun (seperti 'ikatan dengan patron} dipertahankan untuk menjaga kepentingan subsisten mereka. Oleh karena itu, [elaslah alasan sulit dilepaskan,nya ikatan patron-klien.
Dr. H. Hawn AlmuLlh.t. M.Sf
Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial berarti pembedaan populasi berdaserkan kelas secara hirarkls. 8 a sis pembedaan kelas menurut Sorokin (1962: 75) adalah hak dan privilege (rights and privileges), kewajiban dan tanggung jawab (duties and respon-slbilitles),nilai sosial dan privasi (socialvalues and privations), serta kekuasaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat (social power and influences among the members of a society) Sorokin (1962:78) membagi bentuk strati- , fikasi menjadl tlga, yaitu: a) Stratifikasi berdasar ekonomi (economically stratified), yaitu jika dalam suatu masyarakat terdapat perbedaan ateu ketldaksetaraan status ekonomi, b) Stratifikasi berdasarkan politik (politically stretitiedi, yaitu jika terdapat rangklng sosial berdasarkan otontas, pretise kehormatan dan gelar, atau jlka ada pihak yang mengatur (the rulers) dan yang diatur (the ruled). c) Stratltikasi berdasarkan pekerjaan (occupationally stretified), yaitu jika masyarakat terdiferensiasi ke dalam berbagai pekerjaan dan beberapa di antara pekerjaan itu lebih 1inggl statusnya dlbandlngkan pekerjaan lain. Untuk konteks masyerakat pesisir, stratifikasl merupakan aspek yang penting dipelajari. Dengan mempelajari stratitikasi, kelompok superior dan kelompok inferior masyarakat pesisir dalam konteks ekonomi maupun politik akan dapat ditemukan. Dengan demikian, semakin memudahkan kita untuk memahami berbagai fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat pesisir itu.
Or, H, Hasan Alnlutahar. M,$I
r: '"
.-~. JJJ,~Scott
sebagai pC)~arkajian patr~ase tidC!k..sec~.r!, langsuog -r/iemasukkan hubungan patron-klien ke dalatn teorl pertukaran jika memperhatikan pemaparannya mengenai gejala . Ratwn'lse,maka akan terlihat'Kedalamnya uflsur pertukaran,ya[]g l)1e[~I.'l{l~~"p:l'lagian terpenting diu!iR9La hU~M,~gansep'e.!:tiini~~~ dasa~kan penjelasan pakat ilmw'p,0lifik' Upi.((etsitas Yale Am~fil(? Serikaf iAr;hUbongan patron-klien'b,eri:r!ulaJJengan adanya pernmerian oarang atau jasa dalam berbag~l b~ntwk yang sangat her" guna atau arperlukarr oleh saiah satu pih'ak" dem bagi pihak YClRg mener.ima.oarar.1g atau jasa tersebut berkewajiban untuk membalas pemberian: . '.. ,. ,. Selain itu Scott juga menambah bahwa seseorang patren berposisi dan hlerfungsi sebagai pemberi terhadap ~Ii~nn;ya, seoangkan klien berposisi sebagai penerima seqala sesuatu yang dlberikan, Hasil temuan secara mikro rnasyarakat pesisir temajo Kecamatan Palo memiliki hubungan patron klien dimana kebanyakan pemodal/lnvestor atau pihak yang merniliki wewenang menetapkan harga barang dan menguasai pasar adalah masyarakat perbatasan Malaysia yang nota bene kebanyakkannya adalah berasal dari etnik Tjonghoa Malaysia, narnun secara makro masyarakat perbatasan terutama seperti etnik Melayu dan Dayak di Palo dan Sematan masih berperan sebagai klien, baik sebagai buruh, petani maupun pekerja yang bekerja dengID') patron. Melihat kondisi ini pada umumnya terlihat belum tercipta kesetaraan kawasan perbatasan yang kaya akan sumber daya alam seharusnya juga mampu berperan sebagai patron de beberapa sektor, oleh sebab itu penulis mengungkapkan permasalahan pola hubungan pa.rron kllen masyarakat perbatasan serta implikasinya terhadap ketaha,ran budaya dan petukaran yang di jelaskan penulis ."
'4M
Dinarruke Pemhangufliln
(\tli'1syarnkatPesislr Dan Perbatasan h1aritim
Dr. H. Hasan Alm ...t"har. M.SI
BABS DINAMIKA PERUBAHAN TEKNOLOGI PERIKANAN DAN FORMASr SOSIAL
Perubahan Teknologi Perikanan sebagai Perubahan Kebudayaan
P
erubahan teknologi peri kanan, perikanan penangkapan maupun bud,daya, secara antropologis dapat dilihat sebagai perubahan kebudayaan. Perubahan teknologl ltu dapat terjadi
melalui adopsi dan dapat pula melalui inovasl. Oalam suatu proses inovasi, pe nem ua n baru seorang individu berupa alat dalam masyarakat sering disebut discovery.Jika penemuan itu diakui dan diterima masyarakat, baru dinamakan invention. Antara discovery dan invention seringkali butuh waktu yanglama karena biar bagaimanapun masyarakat Ingin memastikan kemanfaatan suatu temuan teknologi baru. Bagl masyarakat pesisir, untuk menerima suatu temuan harus didasarkan pada bukti empiris. Artinya, apakah sudah ada orang yang pernah mencoba ? Apakah percobaan tersebut berhasil ataukah tidak ? Oalam konteks masyarakat pesisir, kecepatan perubahan antara dua proses itu sangat bergantung pada tingkat risiko yang ditanggung
bagi orang yang hendak menggunakan
te-
Dr. H. Hasari A1mutahor. M.s1
knologi baru tersebut. Bagi masyarakat pesislr kategori peasant, umumnya proses perubahan dari discovery menJadi invention butuh w~!
_
Olnamika Pemball9l1nan MJilyara .... ' Ptslsil' Dan Pf:rbat's.ifl Marltim
hukum intemasional bahwa kita tidak dapat melarang kapal asing melakukan operasi penangkapan ikan meskipun kita sendiri tidak mampu memanfaatkan potensi perikanan yang ada. Namun harus dicatat bahwa izln bagi kapal asing dikeluarkan setelah adanya perjanjian bilateral atau multilateral dengan negara yang benderanya terdapat di kapal asing itu. Tentu izln tersebut disertai dengan ketentuan quota ikan yang boleh ditangkap serta fee yang harus dibayar. Meski demiklan, ternyata praktik pencurian ikan (illegal fishing) oleh kapal aslng justru marak. Hal ini berarti pelanggaran terhadap hukum internaslonal sehingga per1u penegakan hukum bagi kapal asing, termasuk para pengusaha seperti terjadi di Pulau Natuna dan Pulau Datok Kecamatan Paloh Indonesia yang memungkinkan terjadinya praktlk terse but, Almutahar, (2008:44) \ 01 sinyalir melihat potensi yang ada, termasuk di wilayah peralran peslsir luar Kecamatan. upaya peningkatan teknologi atau armada penangkapan memang merupakan suatu keharusan. Namun, upaya pengembangan kapasitas penangkapan itu harus mempertimbangkan beberapa hal karena perubahan teknologi akan berpengaruh terhadap perubahan soslal. Upaya kegiatan penangkapan ikan, moderenisasi mulai berkembang di Indonesia sejak zaman Hlndia 8elanda. Pada waktu itu telah dilakukan percobaan dengan menggunakan jaring yang dilakukan Institut voor Zee Visserij. Tahun, 1948-1951, di perairan ada dua- jenis perahu motor. Sejak seat itu, motorisasi perikanan terus berkembang dliringi perkembangan berbagai jenis alat tangkap. menjelaskan awal perkembanqan berbagai alat tangkap perikanan di Indonesia.
Dr. H. Hasan ",,""ltahat.
M.SI
Tabel S. 1. Perkembangan Modemisasi Alat Tangkap di Indonesia Jenis Alat Tangkap Keterangan Jenis Alat Tangkap
Ketetangan
Ja,log Muro-aml
Jar;ng inl diperi<enalkan dl Indonesia oleh orang Jepang sebelum Perang Dunia II
)ar;ng lampa'a
Jaring In; diperk Jaring diperkenalkan Pertama kal; nelayan dari Kepulauan Fijiyang membawa KMSenll'Osldan KMSenileba ke AirTembaga pada tahun 1952.
Jaring Otoshl-ami (Teichi-amil Jaring ini mulai di(:oba di Indonesia pada set-net) tahun 1956. I
Tuna Longline
Jarlng insang (gillnet)
IJaring
lingkar (purse seine)
Pukat Udang Payaos (Rumpon laut Dalam) . _ •..
•
tampers lapdu ;
_
.._.-
Dasar Giltong. dan
Percobaan penangkapan ikan tuna dengan pancing rawai atau longl;ne dilakukan pada tahun 1956-1958 Semula. jaring insang yang di pakai di lndenesia terbuat dari benang lawe vang disamak secara tradisional. Sejak tahun 1963. diperkenalkan jaring insang dari benang sintesis Purse seine berkembang sejak tahun 1964.
dengan
pesat
Peng9unaan TEO (Turtle EKcluder Device) di Indone· si. dirnulai seJak tahun 1982. Peng9unaan alat pengumpul ikan pelagis besar di Indo nesia telah ditintls Drljeo Perl· kanan pada tahun 198(}-1983 Alat tangkap inl dikembangkan untuk menggantikan trawl. Rancang bangun alat tangkap in; dilakukan BPPIpada tahun 198fJ-1983.
Oinamika Peombang:unan Masyafa«at PeslslfOan
Pematasan
Mi,iUm
"'.Ii. Huon
I
! "'om,," .......
_
Almotal>a,. M.S'
Mulai dilalwkan pad.. tahun 1985 oIeh (T1(8) Pemda OK! dengan menenggelamkan 100.000 beak dan leblk dari lOa bu./tJuk bekas di perairan TelukJakarta. Waktu rtu, TKBmasih dikenat dengan rumpon.
Sumber, Satria ( 2001:45)
V
Hasil temuan Satria dapat disinyalir dengan perubahan teknologi budidaya. Teknologi budidaya perairan maslh perlu terus dipacu untuk meningkatkan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan para pembudidaya ikan. Apa!agi, seiring dengan transfermast masyarakat kearah ciri industrial dengan kemampuan kendali masyarakat terhadap sumberdaya yang semakin besar, budidaya perikananpun menjadi sangat penting. Padaumumnya, moderenisasi perikanan melalui peningkatan kualitas alat tangkap didorong untuk meningkatkan produksi perikanan. Emanuel (1999 : 84)~erbagai pengalaman menunjukkan. Secara umum, ada beberapa pengaruh positif dari kelangsungan moderenisasi perikanan tersebut, antara lain: 1) Terjadinya peningkatan produksi perikanan 2) meningkatnya pendapatan nelayan 3) mendorong tersedianya lapangan kerja baru. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa moderenlsasi penkanan seringkali menyebabkan juga berbagai permasalahan.8erbagai studi menunjukkan bahwa moderenisasi perikanan seringkali rnenyebabkan ketimpangan karena kesempatan untuk memperoleh bantuan teknologi dan modal seringkali bias kepada segelintir nelayan serta ketimpangan pendapatan antara nelayan buruh dengan pemilik kepal. Moderenisasi perikanan tldak jarang menyebabkan Juga terjadinya konflik. Konsep Formasi Sosiel Salah satu teori yang dapat menjelaskan
pengaruh
me-
moderenisasikan terhadap perubahan sosial adalah teori formasi
r Dr.H.IIo"," Alm~hor. M.SI
soslal. Pada umumnya, moderenisasi perikanan akan menyebabkan terjadinya perubahan formasi. Konsep pokok formasi sosial adalah cara produksl ("lode of production) yang terdiri dari kekuatan dan hubungan procliksl. Kekuatan produksi mencakup alat-alat kerja, manusia dan ketakapannya, serta pengalaman-pengalaman dalam produksi (teknologi). Sementara itu, hubungan produksi adalah hubungan kerjasama atau pembagian kerja antara manusla yang terlibat dalam proses produksi, yaitu struktur pengorganisilsian sosial produksi seperti hubungan antara pemilik modal dan pekerja. Hubungan-hubungan produksi itu bukan hanya ditentukan tingkat perkembangan kekuatan produksi dan struktur kelas yang terbentuk di dalam milsyarakat, melainkan ditentukan tuntutan efisiensi produksi. Magnis Suseno, (1999: 128). Formasi sosial merupakan gejala ketika dua atau lebih cara produksi hadir secara bersamaan dalam msyarakat dan salah satu cara produksi mendominasi yang lainnya.Ketika cara produksi kapita lis yang mendominasi, formasi sosial pun dlsebut kapitalis. Begitu pula ketika cara produksi tradisional atau feodal yang mendominasi. Konsep formasi sosial tersebut penting untuk dipahami sehingga masyarakat nelayan tidak lagi dilihat sebagai objek pembangunan pertanian khususnya perikanan. Di perlukan proses waldu yang cukup lama untuk merombak formasi soslal tradisional menjadi formast sosial kapitalis. Dalam proses transformasi inilah dua cara produksi atau lebih akan melakukan artikulasi. Pada umumnya. cara produksi kapitalis yang akan mendominasi. Gejala-gejala sosial masyarakat pesisir yang patut diperhatikan adalah terpinggirkannya cara produksi tradisional dalam formasi sosial kapitalis yang beradaptasi atau "pergeseran nilai tradisional~ Jika merupakan nasil adaptasi, moderenisasi akan men jadi instrumen percepatan evolusi. Sebaliknya, jika merupakan 'perubahan secara evolusi'; mo~erenisasi bersifat zero sum game dan ini merupakan potensi konfllk, Kusnadi (2000:38) I Fenomena nelayan tradisional terlihatketika alat tangkap trawl berjaya sejak tahun '970-an. Padakurun waktu itu, di sepanjang
_
Oinamika Pembangunan Ma$y~r1lat Peslsir Oan Perbalasan MaritiM
Or, H, ..... n Almutah.r, M,SI
pesislr Pulau Jawa terdapat kompetisi yang tidak seimbang antara atat tangkap tradisional dengan trawl Pada akhimya, kehadiran trawl tersebut mempercepat terbentuknya formast sosial kapitalis di sepanjang pesisir Jawa. Namun, harus dlakul terbentuknya formasi sosiel sejak tahun 1970-an tersebut menghabiskan biaya 505ial dan lingkungan yang tidak kecil. Kontlik antara nelayan tradisional dan nelayan trawltidak terhindarkan. Begitu pula ketika terjadi kerusakan sumberdaya hayati pesisir.Oleh karena itu, pada tahun 1980 dlkeluarkan Kepres yang melarang pengoperasian trawl Contoh perubahan formasi soslal akibat perubahan teknologi dapat dlllhat aklbat adanya pelarangan pengoperasian trawl, terjadi pula perubahan teknologi penangkapan, Purse seinemenjad i dornman.
Oisinyallr, perubahan teknologi penangkapan tidak saja menimbulkan konflik antara beragam cara produksi, tetapi menyebabkan timbulnya konflik pula di dalam cara produksi yang sarna. Pada formasi soslal yang baru kasus Pekalongan, nelayan tradisional pun terjadi tatkala mereka melakukan adaptasi modernisasi dengan menjadi ABKkapal trawl, atau kapal purse seine, Mereka tidak lagi dalam pertarungan antara beragam cara produksi, melainkan didalam hubungan satu cera produksi dengan memasuki cara produksi baru yang lebih modem. Mereka harus berhadapan dengan hubungan produksi pada cara produksi tradisional. Hubungan produksi pada cara produksi baru bersifat hirarkis dengan spesialisasi pekerjaan yang semakin ooggi. Oi telusuri para ASK adalah pola bagi hasil yang seringkali bias kepada pemilik kapal (juragan), Lemahnya ASK sepenuhnya mereka sadari, namun mereka tidak berdaya. Hlngga kini, belum ada organisasi nelayan yang secara sistematis memperjuangkan kepentingan buruh nelayan tersebut. Sudah saatnya Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) memperlebar cakupan perjuangannya sampal membela kepentingan buruh nelayan. disadari pula bahwa hal Itu memang sulitterwujud karena HNSI pacta umumnya dikelola
para pemilik kapal sehinggga
terus terjadi konf-
Cr.u. f ,",san Afmut.ahat. M.St
Ilk antarkepentingan selaku pimpinan HNSI dengan kepentingan pemilik kapal. Oi beberapa daerah Isasi nelayan non- HNSI dan ini posistif bagi perj4ngan membela OJ sinyalir,-ilnalisjs formasi
sudah mulal berkembang organmerupakan kecenderungan yang buruh nelayan. soslal secara lebih detail, khu-
susnya untuk masyarakat yang sudah memiliki usaha-usaha industrial dapat menggunakan atau merupakan kerangka, Wright (1982: 57).Wright menggunakan anallsts formasi sosial Juga untuk melihat gejala masyarakat yang maslh transisional. Masyarakat transisional yang dimaksud adalah masyarakat yang memiliki keragarnan cara produksi yang cukup tinggi; dari borjuis keeil hingga borjuis besar. Kerangka Wright tampak leblh realistik dan lengkap karena mempertimbangkan juga posisi-poslsi sosial yang selama Ini jarang diperhatikan, seperti posisi pekerja semiotonom (guru, dokter, atau peneliti) serta borjuis keeil. Wright merinci juga eara tingkat kendali setiap posis] dalam cera produksi borjuis besar maupun borjuis keel! seperti ditunjukkan tabel.
Dr. H. Hasan Almulahar. M.SI
Tabe15.2 Lokasi Kontradiktif dalam Hubungan Kelas No
Proses 50sial Subslanlif yang MenJadl Bagian Hubungan 1(ela.s.
1. Kela,
Pemilik ekonoml : kenda li atas infeslasi dan sumberdaya.
,__
2. BorJuls o. Kapi- + talis Iradi· sional + b. Ehekutif Parsial tinggi Minimal c. Manager Minimal TIng9i
Penguasaan Penguasaan : Kendali kendall atas pro- alas lenaga kerja orng duksl fisik lain. + + +
+ Parsial Parsial Minimal Minimal
Minimal
-
-
d.
+ +
Manager m e n e ngah
e. Teknokral If. Mandor
.-
: 3.
+
+
Minimal
--, I
'Majikan
I
Keell
4. Petty 80rJuis 5.
+
+
-
Minimal
Minimal
-
-
-
-
Pekerj. Semioto-
-
!
~. 6.
Proletariat
Sumber Wright (1982:34) Keterangan:
l.
+ :kontrol sepenuhnya
parslal : kontrollemah
-
minimal
: tidak ada control
: kontrol residual
Dr. H. Koson Almutahar. M.SI
Pola Bagi Hasil Pada kasus lain, terlihat juga bahwa perubahan alat tangkap ikan membawa perubal'4n pada hubungan produksi seperti ditunjukkan Juwono (1998) di Kirdowono. Salah satu aspek perubahan hubungan produksi itu adalah dalam system bagi hasil. Seperti diketahui, ciri umum hubungan produksi pada usaha perikanan tangkap adalah adanya sistem bagi hasil Sistern bagi hasll dalam usaha perikanan terbentuk sebagai konsekuensi dari tingginya risiko usaha penangkapan. Sistem bagi hasil tersebut sangatlah beragam seiring dengan perbedaan karakteristik alat produksi dan karakteristik soslal seperti terlihat pada studi Juwono t(1998) di Kirdowono, Kusnadi\. (2000) di Situbondo, dan Satri~ (2001) di Pekalongan. 1. Pola Bagi Hasil di Kirdowono
Hasil studi Juwono, menunjukkan sistem bagi hasilantara juragan-pandega di masyarakat nelayan Kirdowono dibagi dua aturan, yaitu aturan biasa dan aturan darurat. Aturan darurat dilakukan jika hasil tangkapan yang diperoleh sedikit sehingga menggunakan model serang rata atau penghasilan dibagi dibedakan menjadi dua model, yaitu model telunq bagen dan papal enem. Model telung bagen adalah bagi hasil yang memberi juragan tiga porsi bag en; begen awak, bagen prau, dan bagen jaring. Sementara itu, masing-masing pandega hanya mendapat satu bag en. Cara inibiasanya diterapkan pada perahu- perahu yang hanya memerlukan sedikit pandega. Adapun model papal enem, memberi bagian kepada juragan sebesar 40%, sedang kan pandega mendapat 60 % cara ini diterapl(an pada prahu-prahu yang diawaki banyak pandega. Juwono, (1998:21) ~ Sebagai contoh, sebuah perahu kantong (berpandega empat orang) pada suatu pelayaran mendapat hasil Rp 40.000 Hasil tersebut terlebih dahulu dikurangi biaya perbekalan sebesar, Rp 5.000. Sisanya, Rp 35.000, dibagi tujuh bag ian; tiga bagen
_
Dlnatnll.a PembangtJnan MaS)'3takat P@SlsirDanPerbatasanMaritim
Or, H, ""'san AlmUl4har, M.s1
I
juragan dan (4 x I) bagen pandega. Hasilnya, juragan mendapat Rp 15.000 dan setlap pendega mendapal Rp 5.000, Khusus untuk juru mudl, la maslh mendapat bonus dari juragan sebesar 1()%dari penerimaan juragan, yaJtu Rp 1,500, Dengan demikian, sistem bagi hasil pada model telung bagen, juragan mendapatkan bag ian sedikit lebih besar dari yang diterima melalui model papat enem, Hal ini karena pada model telung bagen, juragan menerima sekitar 42% dan pandega (blasanya berjumlah empat orang) menerima 52% darl hasil tangkapan. Meski demikian hal ini tidak terlalu dipermasalahkan para pandega karena mereka rata-rata menerima14,S% dari seluruh hasi!. Sementara itu, pada model papal enem, meski bagian juragan hanya 40%, tetapi 60% jatah pandega harus dibagikan kepada 8 hingga 30 pandeqa. Penurunan bagian juragan sebesar 2% itu dapat dianggap sebagai pengorbanan juragan untuk menambah sedlklt hasil bagi pandega. Rumus Model telung bagen menu rut Juwono (1998:23) Keterangan: X = Hasil )uragan Y = Hasil Penjualan Z = Blaya Perbekalan 3 = Porsi Bagen )uragan Sementara itu ada dua model pada system bag Ihasil di antara pandega , yaitu undo usuk (bertingkat berjenjang) dan serang rata. Model undo usuk diterapkan pada perahu yang mempunyai banyak pandega. Pada model ini penghasilan seorang pandega dapat berbeda satu dengan yang lain bergantung pada statusnya. Pandega biasa mendapat satu porsi bagen yang dikena! dengan bagen awak atau penghasilan badan. Pandega pegawenya mendapat satu porsi bagen awak ditambah bagen pegewe nya dan bagen pegawe ini Jumlahnya berbeda-beda antara satu jabatan dan
I.;'
Dr. H. Hasan Almutaha,. M.SI
jabatan lain. Model serang rata digunakan pada perahu-perahu yang mempunyai pandega sedikit. I(iterapkannya model serang rata rnempunyai alasan sosial kar. berfungsl sebagai jaminan sosial pada perahu berawak banyak"'ketika hasil tangkapan yang diperoleh sangat sedikit. Pada model ini, setiap pandega mendapat hasil yang sama jumlahnyadengan pandega lain. Juru mudi dan pandega pegawelainnya pada kasus lnl mengorbankan hasil mereka demi menambah penghasilan pandega biasa yang menjadi bawahan mereka. 2. Pola Bagi Hasil di Pesisir 5itubondo Proses produksi dalam kehidupan nelayan sleret di Desa Pesisir, Kecamatan Besuki, melibatkan dua kelompok, yaitu orenga (pemilik perahu) dan pandhiga (pihak yang mengoperasikan perahu). Dalam proses tersebut. ada sistem bagi hasil yang mengatur pembagian hasil tangkapan antara orenga dan pandhiga bardasarkan norma-norma yang berlaku Kusnadi, (2000:94). Oi desa Pesisir berlaku dua sistem bagi hasil perahu sleret. yaitu system bagi tiga (telon) dan system bagi dua ( maron). Sistem bagi tiga yang dimaksud adalah hasll tangkapan dibagi menjadi tiga bag ian. Satu bag ian untuk orenga dan dua bang ian untuk pandiga. Adapun pada system bagi dua, hasil tangkapan dibagi dua bagian dengan satu bag ian untuk orange dan satu bag ian untuk pandhiga. Namun, system yang umumnya digunakan nelayan Oesa pesisir adalah system bagi tiga (telon). Perbedaan system bagi tiga dengan system bagi dua adalah dalam menanggung biaya oprasi dan biaya perbaikan. Pada sistem bagi tiga. bag ian yang Cliterimaorange merupakan hasil bersih tanpa harus mengeluarkan lagi biaya untuk perbaikan kerusakan peralatan tangkap dan biaya kebutuhan bakar. Kebutuhan itu diambil dari dua pertiga bag ian yang menjadi bagian pandhiga. Sementara itu, sistem bagi dua membebankan biaya-biaya tersebut kepada orenga. Bagian yang diterima pandhiga merupakan pendapatan
_
Oirl~rnjca Pemban9unan ~sya~k~t Pesisir Dan Pf>rbata}an Maritim
D•. H. Hasan Almutahar. M5I
berslh,
Pembagian hasll (nyancang) dilakukan nelayan sebelum
turun ke darat dan bentuknya bukan berupa uang, melainkan Ikan. Pembagian hasil untuk pandhiga merniliki sistern tersendiri. Bagian yang diterima masing-masing pan
Dr.H. ~!laFi Almu~h.ar.
M_~.
kesatu (nelayan pemilik) dan enam bag ian pihak kedua (nelayan ABK). Adapun besarya b:a untuk Lawuhan dan Bonus masing-masing ASK memili ersentase yang berbeda sesuai dengan peran yang diembannya. ,; Kesepakatan pola bagi hasil antara nelayan pemilik dengan nelayan bukan pemilik pada alat tangkap purseselnetersebut akan batal dengan sendirinya dan dibuat kesepakatan lagi jika terdapat hal-hal lain. Pertama. hasil tangkap ikan bersih kurang dari perbekalan sehingga kekurangannya dibebankan kepada perbekalan berikutnya dan pihak kesatu wajib mernberikan pinjaman kepada pihak kedua sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah). Kedua. hasil tangkap ikan bersih sama dengan perbekalan sehingga pihak kesatu wajib memberikan pinjaman kepada pihak kedua sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah). Ketiga. hasil tangkap ikanbersih sampai sejumlah Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) setelah dipotong perbekalan sehingga sisanya dibagi dua, yaitu 50% (lima puluh per sen) untuk pihak kesatu dan 50 % (Iimapuluh persen) untuk pihak kedua dan keempat. Jjka bagian yang diterima pihak kedua kurang dari Rp 1.000.000 (satu juta rupiah). pihak kesatu masih wajib memberikan pinjaman sehingga jumlah yang diterima pihak kedua mencapai Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
_
DinamiQ Pemball9l.1nan Mit5yarakat P~sisirOan Pe,batasan Maritim
0,. H. Hasan AlmutW,. M.SJ
RANGi
Or. H. Hasan Alrnut.ahlr. M.SJ
I
I
Or. H. ~~n AJmutah .. r: M.S.
BAB6 KOlA PANTAI, KOlA MANDIRI
A.Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,Harus Diberdayakan , IndoneSia merupakan salah satu Negara maritim terbesar di dunla, sekitar 50 juta penduduknya bermukim di wilayah pantei dan pesisir sepanjang 8' .000 k~ometer. SOjuta penduduk pesisir tersebut memberlkan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 22 % (Kusnadi 2007~S2).Wilayah peslsir dan pulau-pulau keeil haws diberdayakan dan harus ditingkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Masyarakat peslslr yang pada umumnya mempunyai mata pencehanan sebagai nelayan mempunyai tingkal keseiehteraan yang sangat rendah bila dibandingkan dengan masyarakat dataran rendah dan dataran tinggi, apalagi masyarakat perkotaan, ~utahar,(2012:41).·' . Disioyalir nampaknya masyarakat nelayan tidak dapat melepaskan diri dari kungkungan pengaruh tengkulak yang sudah lama sekali mencengkramnya. Pada umumnya nelayan adalah temah permodalannya, peralatannya dan pemasarannya serta keterbatasan
Or. Ii....... n Almut.ah.r. 1.1.51
teknologi penangkapannya. Oleh karerna itu tidak mampu bersaing dengan perusahaan perikanan yang bermodal besar dan daerah operasinya di samudera Ilji!s. Selain keterbatasan ~knologi penangkapan, kendala lain yang dihadapi oleh petani nel~n adalah margin keuntungan yang diterima nelayan sangat kedl. Sebagian besar keuntungan dinikmati oleh pedagang perantara dan patron dan dibawa keluar daerah luar negr~ tidak ada yang ditinggalkan di ma.syarakat petani nelayan. maka terdapat kesuhtan untuk melaksanakan pembangunan yang berprinsip pada pernbangunan sumber daya maritim (maritim resource based developmentl. Masyarakat nelayan tidak menikmati multiplier effect dari pemanfaatan produksi perikanan yang dilaksanakan di wilayahnya. Gambar 6.1 Pradigma Kota Pantai Pengembangan Oi Temajo Kecamatan Paloh. Kabupaten Sambas
.....,
Iotari,.."
P-~",ei Ptt~n.1'I
• 'P.(dile:~ill
~ ~e.aM..i'" •
Pqw:iwt~
Sumber: Diolah Penulis
Or. H. Hasan
Almutahar. M.S.'
Potensi sumber daya perikanao dan kelautan selama ini kurang mendapat perhatian dan sentuhan secara nyata dari pihak pemerintah dan dunia usaha akibatnya terjadi patron klien yang menguasai kawasan pesisir pantai itu per1u menyusun sistem pemanfaatan dan pengelolaan produksi perikanan yang berorientasi pada keberhasiIan usaha dan kelestarian lingkungan alamnya secara mandirl. B.Terbentuknya Kota Pantai Memperhatikan wilayah kemaritiman maka terlihat ada ternpat-tempat produksi dan penangkapan ikan yang tersebar di wilayah kepulauan, perairan (Iaut) dan wilayah pestsir panta!. Tempat-tempat tersebut jlka dihubungkan akan menjadi suatu sabuk (belt), semacam fisher production belt (sabuk sosial produksi perikanan). Banyak sabuk perikanan yang dapat dihubungkan ke desa pusat penangkapan ikan. Wilayah peisisir pantai yang dihuni oleh nelayan merupakan konsentrasi pemukiman nelayan yang masih sangat kecil tersebar dan lemah sebagai suatu desa petani nelayan. Di antara desa-desa nelayan yang mempunyai potensi dan prospek pengembangan yang cukup prospektif dapat dipilih sebagai pusat penangkapan dan pengolahan ikan, yang akan dikembangkan pad a masa depan untuk menjadi suatu"kota pantai" Maka kota pantai dapat diberi batasanyaitu sebagai kota yang terletak di tepi pantal, yang berkembang karena kegiatan masyarakatnya yang berbasis pada sumber daya kemaritiman (maritime resource based costal dry). Contoh kota Johar Malaysia, Singapure, Hongkong. Nederland .saudi Arabia Kota pantai atau coastal city yang berhadapan dengan wilayah perairan dan pulau-pulau kedl yang memiliki sumber daya perikanan dan kelautan yang kaya itu merupakan suatu arena pemanfaatan dan pengelolaan produksi perikanan dan kelautan yang potensial. Perairan dan pulau-pulau keen yang terse bar itu merupakan wilayah produksl sumber daya perikanan dankelautan. sedangkan kota pantai
berfunsgi
sebagai
pusat
penggerak
dalam
kegia-
.!<
Dr. H. Hasan AlmtJtahal. M.SI
tan penampungan, pengolahan produksi dan pengelolaan serta pemasarannya ke luar daerah. Untuk kegiatan pengumpulan hasll tangkapan di laut dan perpasarannya ke luar memerlukan tersedianya aksesibilitas transpor6si laut, darat dan transportasi udara pola pengiriman jika digunakat'l pesawat terbang. Maka fasilitas penunjang yang dibutuhkan adalah tersedianya pelabuhan (dennaga) laut, jalan darat dan Bandar udara. Sebagai kota pantai yang basis berkembangkan adalah pada sumber daya kemaritiman dalam hal ini adalah pada penangkapan ikan dan pemasaran komoditas ikan itu akan menimbulkan kegiatan-kegiatan lain, seperti industry pengolahan, perdagangan, perbankan prawisata dan dibutuhkan pula berbagai kegiatan [asa pelayanan bagi penduduknya, seperti ; pendidikan, kesehatan, pusat perbelanjaan, rekreasi dan hiburan dan lainnya. Oi telusuri kegiatan perikanan sebagai basis penggeraknya, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi local lebih tinggi dan lebih luas. Pertumbuhan kota pantat akan berkembang dan meningkat terus karena dukungan tersedianya sumber daya perikanan, modal, sumber daya manusia, teknologi dan tersedianya fasilitas transportasi yang cukup dan lancar. Kota pantai memiliki dri-ciri utama yaitu pada tahap pertamanya adalah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani nelayan mencapai posisi yang relatif terbesar (misalnya penangkapan ikan sekitar 40 % dan pengolahan perikanan sekitar 20 %). Upaya perkembangannya lebih lanjut, peranan industry pengolahan perikanan akan menjadi lebih besar, sedangkan penduduk yang melakukan kegiatan penangkapan ikan menurun karena penggunaan teknologi penangkapan yang lebih maju, sektor perdagangan dan perbankan akan bertambah besar. Sebagai konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan soslal budaya pada kota pantai, membutuhkan tersedianya prasarana fisik {jalan, terminal, pelabuhan laut, Bandar udara), utilitas perkotaan (Iistrik,air bersih), fasilitas pelayanan ekonomi (pasar, pusat pembelanjaan, bank sarana angkutan dan lainnya),fasilitas pe-
Dr. ~. Hllan AlmulAlMI. M.SI
layanan soslal (pendidikan, kesehatan, rekreasl dan sebagainya) dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan masyarakat kota. C. Pradigma Pengembangan Kota Pantai
Pradigma kola pantal yang berpotensi akan berkembang cepat. Kotapantai sebagai konsentrasi berbagai kegiatan ekonomi dan sosial mempunyai daya tarik yang kuat bagi penduduk lain, yang menjanjikan yaitu: (1) dapat menyediakan lapangan kerja (labour employment provision). Penduduk yang mempunyai keterampllan yang dibutuhkan oleh kota pantai tersebut akan berdatangan ke kota pantai tersebut. Berkembangnya kota pantai tersebut dapat dimaksudkan pula sebagai suatu wahana pembangunan perkotaan yang menampung tenaga kerja yang berasal dari kota-kota lain, hal inj berarti; (2) dapat menciptakan pemerataan pembangunan perkotaan (equal distribution in urban development). Kota besar yang mempunyai tingkat kepadatan yang relative tingg! (dalarn kepadatan penduduk, kepadatan lalu lintas dan kepadatan dalam kegiatan-kegiatan lalnnya) dengan munculnya kota pantai terse but. Maka terjadi perpindahan penduduk dari kota besar yang relative padat ke kota pantal, hal Iniakan memberikan dampak. searah ungkapan Adi Sasmita, (2006:48). a. Kepadatan dl kota besar berkurang. b. Perkembangan kota pantai meningkat, dan c. Terjadinya pemerataan dalam penyeJenggaraan peJayanan PLIblik dan pem-bangunan prasarana dan sarana perkotaan yang dilaksanakan secara serasi dan merata sesuai dengan kondisi soslal, budaya dan ekonomi lokal. serta mengacu pada standar pelayanan minimal. d. Membuka lapangan kerja dan memotivasi tenaqa yang proposional untuk membal19un kota adanya prilaku swasta dafam negeri dan luar negeri.
Cr. H. Hasan Ahnutohar. M.st
D. Kota Mandiri 1. Pengertian dan Ciri-ciriKota Mandiri Mandiri umumnya ~iartikan sebagai suatu kota utama atau kota raya, khususnya ibtiltota yang merupakan kota terbesar atau kota yang sangat pentil'lg di suatu negara atau daerah. Daerah mandiri merupakan suatu daerah perkotaan besar yang dicirikan oleh adanya konsentrasi yang sangat tinggi dalam hal penduduk dan berbagai kegiatan industri, perdagangan, perbankan dan keuangan serta tersedianya fasilitas-fasilitas modern. Hal ini menjadi penyebab semakin berkembangnya daerah terbangun kota yang melampaui batas wilayah adminisrasi kota, Kondisitersebut pada akhirnya akan mendorong tingginya harga tanah di daerah perkotaan sebagai aklbat adanya kebutuhan (permintaan) lahan yang tidak seimbang dengan ketersediaan (penawaran} lahan. Disadari bahwa aspek kependudukan merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan dan pengembangan tata ruang perkotaan. Faktor penduduk merupakan faktor penentu, tetapi dapat pula menjadi falctorsasaran pengembangan tata ruang, misalnya dalam penyediaan prasarana perkotaan bagi penduduk perkotaan. Konsep pradigma pengembangan daerah mandiri adalah mengkonsolidasikan pengembangan pusat kota utarna dengan pusat-pusst pertumbuhan yang ada di sekitarnya, yang terdapat dalam kawasan mandiri sehingga terkonsentrasi pada pusat kota utama. Disamping itu tujuan lainnya dan pengidentifikasian kawasan metropolitan itu adalah menggabungkan daerah metropolitan dalam satu unit yang utuh, yang memiliki basis perekonomian dan aglomerasi kota. Dalam menentukan bates-betas pradigma kawasan mandiri ditentukan oleh beberapa kriteria diantaranya adalah: (1) letak geografis; (2) pusat-pusat pertumbuhan; (3) fungsi dan peranan kota; (4) pengelompokkan aktifitas (kegiatan) dan; (5) hal-haltalnnya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan batas tersebut. Pradigma kawasan mandiri harus dilihat dalam konteks
..
Oin~mika.P~l11bangunan M~s~bt P£.&.isirDan PerbatMan Mar1tim
D< H. ~n
AI""'raN/. M.51
yang IUCl5 dinamis. Mengisyaratkan penyediaan sumber daya lahan secsra dini yang cukup memadai luasnya yang diharapkan mampu menampung perkembangan investasi dan pemba-ngunan masa depan, dengan demikian dapat diciptakan suatu kondisi penawaran dan permintaan (supply dan demand) lahan pemukiman dan lahan untuk berbagai kegiatan yang terbesar di seluruh kawasan mandiri. Kota Mandiri (self contained town) adalah kota yang memiliki fungsi-fungsi perkotaan yang lengkap dan secara ekonomi mampu mandiri dalam arti dapat memenuhi kebutuhan kegiatan perkotaan dan pengemba9annya berdasarkan hasil kegiatan ekonominya. Tldak semua kota yang direncanakan sebagai kota mandirl pada kenyataannya betul-betul merupakan kota yang mandlrl karena kehidupannya ternyata masih banyak tergantung pada kegiatan perekonomian kota besar dl sekitarnya. Dalam lingkup pradigma kota mandiri, terdapat beberapa kota mandiri, kota-kota mandlri yang terdapat dalam wilayah, meskipun memenuhi persyaratan sebagai kota mandlri namundalam kenyataannya masih mempunyai keterkaitan pedagangan dan perekonomian dengan kawasan pusat bisnis (niaga) di daerah pusat mandlrl. Kesetaraan utama yang dimiliki maslng-masing kota mendiri, misalnya: a. b. c. d. e.
Pemukiman (golongan atas/keya, menengah atau bawah mlskin). Perdagangan (grosir atau eceran, ekspor, impor atau antar pulau). Fasilitas pembelanjaan (mall, pertokoan dan lainnyal. Fasilitas pasar (sentra!, cabang, pembantu) Fasilitas kesehatan (rumah sakit kelas AlBIC,rumah berselin, Puskesmas dan laionya).
f. Fasilitas pendidikan (pergutuan tinggi, SLTA,SLTPdan lainnya). g. lndustri (kawasan industry, industry kedl dan kerajlnan tangan). h. Fasilitas perhotelan (berbintang dan melali) dan rumah makan (besar, sedang. kecil). I. Fasilitas rekreasi (pariwisata, tepian pantai dan lainnya). j. Perkantoran (pemerintah, swasta)
Or. H. tiasan Alm.lah",.
M.S!
k. Transportasi (pelabuhan laut, Bandar udara terminal angkutan (antar propinsi/ kabupaten, perkotaan. (AdiSasmita, 2006:1!1J Selanjutnya , masing-masing kota mandiri ditentukan tingkat hirarkinya Clan dihitung tingkat keterkaitan antar kota serta arah orientasiny.l secara spssial, Setelah diketahui ciri-ciri utama, hirarki dan orientasi keterkaitan spastalnya dari masing-masing kawasan pertumbuhan, maka dengan mudah dirumuskan arah dan strategi pengembanngannya. Secara umum, strategi pengembangan yang akan disusun itu harus sejalan dengan sasaran pengembangan daerah mandiri, yaitu meliputi : strategi pembangunan ekonomi, strategi pusat pertumbuhan, strategi pemukiman, strategi industry, strate9i transportasi, strategi pariwisata, strategi air bersih dan sanitasi, strategi lingkungan hidup, strategi rekr!a~j_ga~.s~rate~~..~~ba~~unan berkelanjutan. Searah un9kapa~rdiansyah, (2006:71):\ l· Strategi-strategi di atas merupakai'fbagian integral dari keseluruhan proses pembangunan dan harus dikoordinasikan dalam suatu program pembangunan perkotaan secara menyeluruh yang mencakup berbagai sector dan sub sector, seperti pembuangan sampah, pembuangan limbah, penyediaan air bersih, perbaikan kampong, perbaikan pasar, jalan kota, drainase, pengendalian banjir, perumahan, sarana transportasi dan lainnya. Makin terkonsentrasinya dan berbagai kegiatan bisnis, ekonomi dan sosial di kota-kota besar, termasuk mandiri, merupakan kecenderungan yang tidak dapat dielakkan. Konsekuensi logisnya adalah menimbulkan dampak ketidak-nyamanan lingkungan kehidupan, kepadatan penduduk dan bangunan, transportasi dan sirkulasi semrawut dan macet, ketersediaan prasarana dan sarana perkotaan yang tidak seimbang, demikian pula fasilitas pelayanan bagi penduduk, pemukiman kumuh, benturan kepentingan dalam pemanfaatan lahan, serta pembangunan tidak terkendali. Kepadatan dan kemacetan terdapat pada pusat kota utama metropolitan. Persoalan pokok pembangunan kota mandiri adalah bagaimana membina konsentrasi penduduk dan kegiatan urban secara lebih merata, sehingga terdpta kondlsi ekonoml aglomerasi dan
_
Oinamika PernbangUBatl MaS)'.tt.lk.!it PMI1it Dan P~ba~an Maritim
I Or, H,
i'la"" Afrnvt.ho"
M.SI
skala ekonomi (economic of scale) yang efislen,demikian pula dalam pengadaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana perkotaan untuk melayanf berbagai kegiatan penduduknya yang maleln meningkat. Ditelusurl pradlgma penataan dan pengendalian pembangunan daerah yang semakin pesat memerlukan dukungan strategi-strategl sektoral, sub sektoraJ dan spasiaVregional yang dapat dikelola (managable) dan sejalan dengan pencapaian sasaran pembangunan perkotaan yang komprehensif dan berwawasan kepada pembangunan yang berkelanjutan. Kota Pontlanak, ibu kota propinsi Kalimantan Barat dalam pengembangannya kearah kota mandiri mempunyal peluang dan sekaligus merupakan tantangan untuk secara dini mempersiapkan dan menyiapkan lahan perkotaan sebagai wadah pengembangannya dan merumuskan konsep pengembangan spasialnya yang workable dan managable. Metropolitan dl Indonesia yang terletak eli Kawasan Timur Indonesiua (KTI)KotaKhatulistiwa. E.Pradigma Pembangunan Kota Pontlanak Berkembangnya kota sebagai akibat dari urbanisasi yang sangat tinggi telah menimbulkan kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas dan tingginya poluasi udara, air dan kebisingan di pusat perkantoran yang harus dikurangi dengan cara menyebarkan ke pusat-pusat (konsentrasi) pertumbuhan yang berada di sekitarnya yang selanjutnya ada beberapa pakar yang member sebutan "kota rnandlri~ Pusat-pusat (konsentrasil mandirl tersebut diharapkan mampu menyerap sebagian besar dari dinamika pembangunan dan potensi pertumbuhan urbanisasi yang sangat pesat itu dan jika dibiarkan akan selalu mengarah kepada pusat kota utama. Konsep kota rnandlri merupakan konsentrasl penduduk dan kegiatan-kegiatan ekonomi dan blsnis serta sosial dan tersedianya parasarana dan sarana perkotaan dan fasilitas pelayanan lainnya yang mampu melayani berbagai kebutuhan penting bagi kehidupan masyarakat setempat. Konsep kota mandiri kurang mendasarkan pada batas wilayah administrasi tetapi lebih menekankan pad a fun-
Dr. H. IlMan Almulahar. M.SI
gsinya. Konsep kota mdndiri telah menimbulkan perdebatan yang cukup luas, terutama mengenal pengertian "mandiri· yang seringkali dik,itkan dengan ·self sufficient". Mandlrl bukan diartlkan mampu me.yani seluruh kebutuhan penduduknya, tetapi terutama mellput{ kebutuhan dasar bagi penduduknya. Istilah Kota Mandiri telah digunakan dalam Program Pembangunan. Pradigma kota Pontianak mandiri bertujuan mengkonsolidasikan pengembangan kola Pontianak dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ada di sekltarnya, yaltu Kubu Raya dan Mempawah, Singkawang dan dalam suatu sistem pengembangan wilayah yang terpadu. Pada dasarnya adalah ditujukan untuk penyebaran perkembangan perkotaan secara berimbang ke pusat-pusat konsentrasi tersebut. Dalam konsentrasi pengembangan wilayah metropolitan terdapat sembilan kota mandiri sebagai kawasan perkotaan. Lokasikesembi Ian kota mandiri tersebut akan menentukan wujud keseluruhan pola pembangunan metropolitan. Setiap kota mandiri tersebut akan tumbuh menjadi kawasan pemukiman dan berbagai kegiatan perkotaan yang secara ekonomis dan sosial diharapkan tidak terlalu bergantung kepada Kota Pontianak. F .Strategi Pengembangan Kawasan dan Penataan Ruang Kawasan Pembangunan yang didasarkan pada unit perencanaan yang relativeluas, umumnya tidak memberikan output yang optimal, karena pembangunan proyek-proyek yang letaknya tersebar berjauhan saw sarna lainnya, tidak menimbulkan interaksi spasial yang intetnsif dan responsif Sebaliknya pembangunan yang menggunakan unit perencanaan yang relatifsempit, outputnya akan kurang optimal karena pemanfaatan sumber daya dilakukan dalam kuantitas yang terbatas atau skala produksinya rendah. Maka muncul strategi ·pengembangan kawasan~dimana unit perencanaannya meliputi suaw kawasan yang terdiri dan beberapa daerah. Dislnyalirkawasanyang meliputibeberapa daerah, umumnya ting-
_
DinamJka Pembangunan Mas~arakat Pesisil Dan PEIftMtas-1nMaritim
0.. H. Ha .. n Almutahar. M.SI
kat ketersediaan sumber daya relatif besar, maka pemanfaatan dan pengelolaan su rnber daya pembang unan ditanga nf secera bersama-sama dlharapkan hasilnya aka" relatif opti mal karena skala produksinya lebih besar. Pembangunan dalarn suatu tentori yang meliputi beberapa daerah itu dapat dilaksanakan secara lebih interaktlf, maka kebertiasUan pembangunan dapat leblh terjamin karena ditunjang oleh semangat kebersamaan dan rasa kebanggaan dari masyarakat yang bersangkutan pada beberapa daerah tersebut Beberapa langlah yang terletak berdekatan umumnya memiliki keterkaitan emosional yang lebih kuat balk dalam kegiatan sosial maupun dalam kegiatan ekonomi dan poIitik. Mengisyaratkan kawasan Kalimantan, yang terbentang dlhubungkan oleh jalan poros lintas Kalimantan, Kalimantan, Utara, Tirnur, Selatan Barat dan Tengah Jarak kota. Kawasan meliputi beberapa daera h (ting kat II) yang memll ikipusat atau Ibu kotanya masing-masing. Dalam penataan ruang kawasao yang mellputi agar menerapkan azas-azas sebagai berikut : 1. Azas merata Pembangunan dilaksanakan secara merata ke seluruh bagian kawasan. )angan teljadi kepadatan pembangunan pada satu atau beberapatempatsaja. Kepadatanyang tiT1991akan menimbulkan dampak negatif. yaitu dalam bentuk ketidak efektipan dan ketidak elisienan. Azas merata ini serlng dikonotasikan dengan penqernan adil. 2. Azas interaktif memper1ihatkan saling keterkaitan pembangunan antara daerah secara Intensif, sehingga dampaknya saling menunjang, maka pemanfillilltan dan pengelolaan sumber daya pembangunan dilakukan secara optimal. yang berarti pela secara efektif dan efisien, 3. Azas responsif dimaksudkan ma.sing-masing daerah (Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat) tanggap memanfaatkan setiap peluang pembangunan dan per-tumbuhan dalam bentuk kegiatan pemhangunan. balk yang bersifat peningkatan dan yang bersifat penunjang sedara sektoral dan regional. Banjar rnasin, Sarnarinda, Sampit, Palang Karaya dan Pontianak. 4. Azas manfaat yang optimal. Penataan ruang kawasan dllakukan untuk menunjang pencapaian sasaran yang telah ditetapkan sece-
Or. H. Hasan -.lmut.h ... M.SI
ra sebaik-baiknya (optimal). Secara optimal berate setiap keg~tan pembangunan yang dilakukan itu disesuaikan dengan rungsi jalan dEflikian dapat dihindari benturan-benturan kepentingan dari ber~ai kelompok dalam masyarakat yang berarti dapat dihindari terjaainya dampak negatif atau dapat dikatakan dlperoleh manfaatJadi optimalisasi harus dikaitkan dengan manfaat Penataan Nang secara geografis harus diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan manusia dalam kehidupannya sehari-hari pada saat sekarang dan pada masa depan, maka penataan ruang seharusnya berorientasi pada tata Nang ekonomi (economic space). 5. Asas aksesibilitasi atau kernudahan perhubungan, akan rnandorong arus barang dan aNS manusia secara cepat (lancar), arnan dan murah. Angkutan yang lancer, aman dan murah akan menunjang berlangsungnya perdagangan dalam lingkup kotalkabupaten dan antar kotalkabupaten secara efisien. Perdagangan sedara efisien berarti pasar menjadi lebih ksas, biaya transpor lebih murah dan harga barang lebih murah. 6. Azas keberlanjutan (sustainable). Peoataan ruang kawasan dilakukan dengan mempert1atikan dinamika perkembangan mass depan. Perencanaan leota dan kawasan harus melihat ke depan 30 tahun dan bahkan 50tahun kedepan (jangka panjang) bukan s.ekedarS tahunke depan (jangka pendek). Pembanguoan kawasan berwawasan jangka panjang atau berkelanjutan yang berarti berwawasan lingkungan. Dalam pengembangan kawasan dan peoataan ruang kawasan, ada dua hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu: (1) konsep kesetaraan (kotaldaerah tetangga) dan; (2) azas penetaan ruang (merata, interaktif. responsive, optima!isasi, aksesibilitas dan berkelanjutan. Ditelusuri upaya menatap kepada penataan ruang kawasan yang dioamis dan berdemensi jangka panjang, maka kita harus mewujudkan pradigma kola rnandiri yang indah. Dari beberapa pradlgma yang indah tersebut dipilih yang baik tetapi dapat diterima dan dapat dilaksanakan (the best idea, accepted and omplementtable).
_
Oinamika P«nball9unan Masyarebr J1esisirOan Petbatas.an Ma,itim
Dr. H. Ha.. n A!mutiiha,. M.SI
G. Konsep Daerah (Kota)tetangga Vs Daerah (Kota) Penyangga Kawasan Kalimantan Barat meliputi daet'ah tingkat II,dan Kabupaten. Kota Pontianak merupakan kota utama yang berfungsi sebagai penggerak utama pembangunan terhadap kota-kota yang berada di kawasan kabupaten dan bahkan kota-kota lainnya di Propinsi pulau Kalimantan. Karena besaran kotanya, kedudukan dan fungsinya kota Pontianak adalah terbesar maka muncul konsep"kota penyangga"kotct-kota yang berada di sekitamya itu dianggap sebagai penyangganya, menyangga terhadap pengembangan kota Pontianak sebagai kota disangga membutuhkan sumber daya tenaga kena dan bahan atau barang-barang kebutuhan yang diperiukan oleh penduduk berbagai kegiatan perkotaan di kota Pontianak.
yaitu yang baku dan
Koosep kota pef1yangga mempunyai konotasi yang kurang fair atau kurang berimbang. kota yang disangga dianggap lebih tinggi kedudukannya, sedangkan kota yang menyangga dianggap lebih rendah kedudukannya. Konsep kota penyangga ini dapat menimbulkan image psikologis negatif, terutama pada pihak pernerlntah daerah dan masyarakat kota-kota kedl yang dianggap kota penyangga. Image psikologis negatlf tet'Sebut dapat merupakan hambatan dalam mengembangkan keterkaitan ekonomi dan spasial antar kota dan kabupaten, Pollnae, (1998:81). Memperhatikan kecenderungan timbulnya image psikologis yang berdampak negatif tersebut maka penulis sebagal pemerhatian pradigma pembangunan perkotaan menyarankan untuk digunakan konsep "kota penyangga" (neihhbouring dties). Istilah tetangga yang digunakan dalam konsep ini mencerminkan sifat-sifat tetangga yang baik yaitu saling tolong menolong dan saling membantu, bukan sebaliknya yaitu saling bersaingan atau saling merugikan. Oi telusuri pada dasamya kedudukan kota-kota atau kabupatenkabupaten yang bertetangga itu adalah setara. Jangan ada anggapan bahwa kota atau kabupaten yang masih kurang ma)u dianggap lebih rendah kedudukannya dibandingkan kota atau kabupaten yang sudah lebihmaJuataulebihluaswilayahnya.Dikaitkandenganpenyelenggaraan otonomi darah, kewenangan yang dlberikan pemerintah pusat kepada
Dr. H. H... n Aim",.hat. M.SI
pemetintah daerah itu tidak berarfti dapat dimanfaatkan sebebasbebasnya, tetapi harus memperhatikan pula kepentingan kabupatenkabupaten tetangganya.\ Pembangunan dairah itu esensinya adalah selain menekankan pembangunan pada masing-masing daerah, tetapi mengutamakan pula pada peningkatan interaksi antar daerah untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, yang dimaksudkan pula untuk mengurangi tingkat kesenjangan spaslal antar daerah. Hallnl berarti bahwa pembangunan yang dilakssanakan harus melibatkan pula berbagai daerah, termasuk daerah-daerah yang tertetak berdekatan (bertetangga) seperti kota Mempawah, Kubu Raya, Singkawang dan Bengkayang. Gambar6.2 Pradigma Pembangunan Kota Mandiri Prt)vinsi lCain'l3l1taJI
I
I
~ I. T... lan
E
2. Sanjar masiJ 3. SamaMda •.
k
Pa1ang Karaya
0
t
I
SOA
n ~ SDM
~
~ 1. Politik
sumber
0
*
Budiva
I
)1
t
I
Singk>wa'lji Samhal !el.p.ng I~ong 0 8e~k~.", ~ n 1.Inwu 0 Lond.ll kabPontianak m IekJd ••
E k
lafr.. Strukt~r 1. Jala" Da,a: 1. Sungai/bul lll4i ..
i
1 P~dukung Pony.ngg.
K>bup"ten I KOI>
r0-
m i
~-
2. $osi.1 3. Gecs"pi
I
1
-
I
I
Ponllilo.k
~n"l1!!
kapuas thi11t
'--
IE
I
di Olah Penulis
Dinamlka f:'~mbangunan M&$o)'at~bt Pc1i1ir Dan P~lbat~tI Maritim
'"
Mal.ysi.
I
Or, H,
Hasan A'mutahar.
M,SI
RANGKUMAN Wilayah peisisir pantai yang dihuni oleh nelayan merupakan Konsentrasi pemuklman nelayan yang masih sangat kedt, tersebar dan lemah sebagai suatu desa petani nelayan. Oi antara desa-desa nelayan yang mempunyai potensi dan prospek pengembangan yang cukup prospektif dapat dipilih sebagai pusat penangkapan dan pengolahan ikan, yang akan dikembangkan pada masa depan untuk menjadl suatu "kota pantai" Akan mengarah tetJadi perpin:dahan penduduk dari kota be5€lrYa!1g relative padat ke kota pantai.hal inl akan memberikari dampak; yaitu : a. Kepadatan di kota besar berkurang. b. Perkembangan kota pantai rneninqkat, dan e. Terjadinya pemerataan dalam penyelenggaraan pelayanan pubilk dan pem-bangunan prasarana dan sarana perkotaan yang dilaksanakan seeara serasi dan merata sesuai dengan kondisi sosial, budaya dan ekonomi lokal, serta mengaeu pada standar peiayanan minimal. d. Membuka lapangan kerja dan memotivasi tenaga yang proposional untuk membangun kota adanya prilaku swasta dalam negeri dan luar negeri mengarah kekota mandlri. Konsep kota mandiri merupakan konsentrasi penduduk dan kegiatan-kegiatan ekonomi dan bisnis serta sosial dan tersedianya parasarana dan sarana perkotaan dan fasilitas pelayanan lainnya yang mampu melayani berbagai kebutuhan penting bagi kehidupan masyarakat setempat. Konsep kota mandlri mendasarkan pada batas wilayah administrasi tetapi lebih menekankan pada f\Jngsinya. Konsep kota mandiri telah menimbulkan perdebatan yang eukup luas, terutama mengenai pengertian "mandlri" yang seringkali dikaitkan dengan 'self sufficient" Mandiri bukan diartikan mampu melayani seluruh kebutuhan penduduknya. tetapi terutama meliputi kebutuhan dasar bagi penduduknya. Istilah Kota Mandlri telah digunakan dalam Program Pembangunan. Kawasan yang meliputi beberapa daerah, umumnya tingkat ketersedlaan sumber daya relatif besar, maka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pembangunan ditangani secara bersama-sama diharapkan hasilnya akan relatif optimal karena skala
Oinamik3 Pembangunan ;'-AasyarakoltPesisir ~n ~,boltaun tt'arltm
Ii'.
0(. H. Hasan Alnlutahar, M.SI
pro(lUl(sinyaleoill besar, Pembanogunan aalam SiJ~~u,teritoriyang meliputi beberapadaerah itu dapat diiaksanakari;'seC!a'r~h~biliinteraktif make keliJii!rhasillmpembangunan dapat'.lefuih' terjamil':1 k_arenaditunjahgpleh .~angat kebersamaan ~an~Fa~~,~E:lbilng9.~an dan.masyarakat YiD~9bersangkutan pad a oeoera'pa Claerllh tersebut. Beperapa langlal1 yar:igterletak berdekatan umumnya memili~i kef~k~itan emosional xa$9:,~e~iP,~u~tbai~ ?alam keqiatan soslal ma,9Pu!1dalam keglatal'l'eRonoml iilan_pohtlk. Pembafl§u'Vilfl daerah itu esensinya a~alal'i selain menekankan .!E'emoarigunan pada masing-ma'sing daerah, tetapi meflglJtamakan pula pad a Reningl
'
n
Dinamika Pembanqunan ~Ail~Yi'l''''katPesisir Dan Pcrbatasan Maritim
0<. H. H.san ",lmutaN,. M.SI
BAB 7 INSTITUSI DALAM DELIMITASI BATAS MARITIM
enetapkan batas maritim internasional edalah suatu tugas penting dan merupakan salah satu prioritas utama dar; sebuah Negara. Tugas ini tentunya tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh suatu badan tertentu saja tetapi memerlukan suatu kerjasama yang balk antara beberapa institusi yang berbeda. Pada bagian ini akan rnenielaskan secara rinci institusi-institusl yang terlibat dan peran mereka dalam delimitasi batas maritim. Bab Ini utamanya akan membahas lnstitusl yang ada di Indonesia dan mamba has seCMa 5ingkat institusi di beberapa Negara lain sebagai perbandingan.
M
A. Institusi di Indonesia OiIndonesia, Jsu batas internasional merupakan permasalahan yang bersifat multi dimensi Nurdjaman, (2002 : 47). Menurut penulis yang sama, secara umum terdapat setidaknya dalam negeri dan luar negeri institusi ~ang rnemainkan peran sifnifikandalam isu betas ini, meskipun memang tidak semuanya terkait dengan betas maritime. Rais (2002 ~ 55) mengemukakan bahwa untuk dapat melak-
Dr. H. Hasan Alm .... h.r. M.SI
sanakan proses delimitasi dan penegasan batas intemasional, sebuah Negara harus membentuk komlte yang berslfat teknls (technical com'1littee) dan non teknis (non-technical committee). Oalam konteks InWonesia,komite teknis biasanya disebut sebagai Komite Survei Balls Nasional, sedangkan komite non teknis disebut Komite Batas Nasional. Rais(2002 : 55-57)l1ebihjauh mengemukakan bahwa idealnya, ketua komite seharusnya dijabat oleh kepala badan pemetaan nasional, dalam hal ini Bakorsurtanal, sedangkan ketua komite non teknis dipangku oleh Menterl Oalam Negeri. Indonesia memiliki setidaknya lima institusi utama yang terkait dengan batas maritim internasional. Kelima institusi ini adalah Departemen Luar Negeri, Badan Koordinasi 5urvei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Jawatan Hindro-Oseanografi, TNI AL (Janhidros) dan Oepartemen Kelautan dan Perikanan (OKP).Masing-masing institusi tersebut dan perannya dalam delimitasi batas maritim dijelaskan sebagai berikut: 1. Departemen Luar Negeri
Adalah penting bagi suatu Negara untuk memiliki sebuah institusi/otoritas politik yang handal untuk melakukan negosiasi batas maritime dengan Negara lain. Oi banyak Negara. tanggung jawab semacam ini umumnya dilaksanakan oleh Oepartemen Luar Negeri (Oeplu). Oi Indonesia, tanggungjawab untuk melakukan negosiasi batas maritime dilaksanakan oleh Oirektorat Politik dan Keamanan Wilayah atau Directorate of politics and Regional Security. sebagai bagian dari Oeplu. Oeplu juga memili ki tanggung jawab untuk melaksanakan kajian pendahuluan sebelum negosiasi di mulai. Selanjutnya temuan kasusIndonesia dan Timur Leste.misalnya. Deplu telah berperan dalam melakukan kajian dan pengumpulan datalinformasi/bukti pendukung. Untuk mendukung posisi Indonesia dalam negosiasi, Oeplu bersama Janhidros sudah melakukan kunjungan ke Australia (Wollongong. Sydney dan Canberra) untuk mengumpulkan data. memperoleh masukan dari para ahli terkait dan mengumpulkan informasi mengenai batas maritime antara In-
_
Osnamila hmbangunan
Masyatakat ~s"sil' Da.n P1!tbata'S.dnMatitim
Or. H. tiAsan "'mu~f1i11r. M.SI
donesia dan Timor teste, khusus pacta lokasi LautTlmor, Batas maritim final akhimya merupakan hasil sebuah negosiasi antara delegasi Negara-negara terkait. Deplu memiliki posis; yang kuat dan strategis terutama dalam hubungan masyarakat (humas). Oleh karena ltu, Oeplu diharapkan dapat mengkomuni-kasikan secara gambling kebutuhan dan kebijakan dalam hal delimitasi batas maritime terutama dalam kaitannya dengan kasus dan sengketa yang seringkali meresahkan masyarakat. Meskipun demikian, tanpa kemampuan negosiasi yang handal dan Deplu, anallsis terbaik yang komprehenslf dari aspek teknis, legal dan ilmiah tidak akan membantu banyak. UJung tombaknya tetap adaah delegasi yang handal kareoa keputusan final perihal batas maritime adalah tergantung negosiasi. Keputusan yang dicapai, dalam beberapa hal, blsa saja menyimpang dari ketentuan hukum dan ttdak sesuai dengan kaidah i1miah sepanjang hal itu telah disepakati kedua belah pihak dalam negosiasi. 2. Departemen Dalam Negeri Rais(2002:671,berpendapat bahwa Departemen Dalam Negeri (Depdagril seharusnya berperan sebagai coordinator komite batas nasional. Inl berarti bahwa Dedagri seharus menJadi koordinatorl pemimpin dalam negosiasi bates maritime. Sebagai coordinator, Dedagri bertang9un9 jawab atas pelaksanaan kaJian pendahuluan, pengkajian teknis, kolaborasi para ahli dan persiapan final sebelum pelaksanaan negosiasi yang sesungguhnya. Fungsi dan tugas ini seharusnya dilaksanakan oleh Direktorat lenderal Pemerintahan Umum Depdagri.
3. Bakosurtanal Bakorsurtanal singkatan dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, dalam bahasa Inggri5, National Coordinating Agency to, Surveys and Mapping, merupakan institusi pemerintah yang fungsi utamanya adalah untuk mengkoordinasikan akti sfevitas sur-
D<. H. 1m... AI"",t.har.
M.St
vey dan pemetaan di Indonesia. Visl,misi dan struktur organisasiOy'a -~ bisa dilihat di website Bakorsurtanill, http://www.bakosurtanal.goJd:-' , Mengisyaratkan dalal)'lrangka menjalankan tugasnya Bakorsurtanal memiliki beberapa p&at. Salah satunya adalah Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBWIyan!J menangani masalah pemetaan batas internaslonal, tennasuk delimitasi batas maritime intemasional. Tuqas utama dari PPBWadalah untuk mengembangkan kebijakan teknis dalam kaitannya dengan pemataan batas, balk itu di darat maupun di laut ,Bakosurtanal, (2005: 55). PPBWmemiliki tujuh fungsi utama yang terkait dengan pemetaan dan pengelolaan basis data batas wilayah. Ketujuh fungsi tersebut adalah : a. Menyiapkan pembentukan kebijakan teknis. b. Mempersiapkan rencana dan program sistematis. c. Mendifinisikan. norma, petunjuk. prosedur. standar dan spesifikasi dalam delimitasi dan penegasan batas. d. Melakukan pengawasan (monitoring) atas penerapan kebijakan teknis yang sudah ditetapkan sebelumnya. e. Menyelenggarakan pelatihan (training) bagi kegiatan yang terkait dengan pemetaan batas yang diselenggarakan oleh institusi pemerintah lainnya. f. Mengkoordinasikan aktivitas fungsional. g. Mengevaluasi dan membuat laporan terkait aktivitas tertentu. h. Menyelesaikan kewajiban lain yang dimandatkan oleh Deputi Pemetaan Dasar Bakorsurtanal. Disinyalirmenjalankan fungsi dan tugasnya yang terkait dengan pemetaan dan pengelolaan basis data batas, PPBWbiasanya berkolaborasi dengan institusi pendid ikan, khususnya yang memiliki disiplin geodesi atau geomatika. Dua institusi pendidikan yang serIng berkolaborasi dengan PPBWadalah Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika FT.UGM(Geodesi UGMIdan Departemen teknis Geodesi dan Geomatika FTSLITB(Geodesi ITS). Proyek pen ega san betas wilayah darat antar Indonesia dan Timor teste, misalnya melibatkan Geodesi UGM dalam proses de-
Oinamika PembCingun(lfl Ma5yaralcat Pt!os.i1ir Dan ~rbatas.an Matltrm
0,. fl.......0 Alm"lahar. M,sl
markasinya. Mengingat hasil dan demarkasi batas darat akan menghasilkan titik terminal di tepi daret yang menjadi awal batas maritime, maka kegiatan demarkasi batas darat menjadi sangat penting artinya bag; delimitasi batas maritim. 4. Jawatan Hldro-Oseanografi TN. AL (Janhidros] Janhidros sebelumnya dikenal dengan nama Oishidros, Dtnas Hidro-Oseanografi, Janhidros, yang merupakan singkatan dan Jawatan Hidro-Oseanografi atau Hydro-Oceanografi Office, merupakan Badan Pelaksana Pusat Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan laut (All. Tanggung jawabnya terkait dengan fungsl Hidro-Oseanografi seperti survey lapangan, penelitian, penerapan lingkungan [aut, pemetaan dan mempublikasikan informasi yang reievan untuk menjamin keselamatan navigasi, baik itu untuk kepentingan militer maupun kepentingan sipU/umum. Dishidros, (2005: 81). \... Produk-produk Janhidros meliputi peta laut/navigasi, peta batimetri samudera yang bersifat umum, peta ZEE dan srus pangkal. peta tekruk, peta pariwisata bahart, peta Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKIJdan catalog koleksi data maritime. Oari produk tersebut, peta laut dan buku-buku nautika bisa dibeli oleh masyarakat umum, selain itu tidak dikomersialkan untuk umum. Terkait dengan perannya dalam delimitasi batas maritim. tanggung jawab Janhidros adalah untuk menyediakan peta laut dan batimetri yang terpercaya untuk kajian dan anallsls se.anjutnya dalam delimtasi. Untuk melakukan anahsis dan kajian yang akurat sebelum melakukan neqostasi, peta laut yang mutakhir dan akurat sangat diperlukan. Dalam struktur organisasi Janhidros, tuqas in; dilaksanakan oleh bagian tertentu yang disebut dengan Sub Dinas Peta (Subdlspeta). 5. Departemen
Kelautan dan Perikanan
Dilihat darl sejarah administrasi kenegaraan Republik Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan (Departemenr of Marine Affairs and Fisheries) yang dsingkat OKP merupakan departemen
baru
Or. Ii.
~sa."'rn .... !>or; M.SI
yang ada sejak pemerintahan Preslden Abdurrahman Wahid (Gus Our). Meskipun merupakan departemen baru, OKPmemiliki peran yan, tidak keell dalam hal delimitas betas maritime Indonesia dengal\J'legara Tetangga, terutama dalam hal batas ZEE. DKPmelalui pusat Riset Wrlayah Laut dan 5umberdaya Non Hayati, Badan Rlset Kelautan dan Perikanan telah melakukan kajian yang cukup komprehensif tentang batas wilayah maritime Indonesia dengan Negara tetangga. Laporan akhir kaj;an tersebut diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul"KaJian Batas WilayahLaut Negara", oleh Pusat Riset Wilayahlaut dan sumberdaya Non Hayati,Badan RIset Kelautan dan Perikanan , Ambo (2002 : 35). Walaupun diterbitlcan oleh DKP,kajian ini merupakan kolaborasi antara DKPsendiri dengan lembaga lain terkait yaitu BakosurtanaJ, Janhidros dan Oepartemen Luar Negeri (Oeplu).Tentunya harus dipahami bahwa Janhidros adalah penyedia data spasial mengingat perannya dalam memproduksi peta laut dan Bakosurtanal yang berperan sebagai teknis. Ditelusuri mengingat persoalan delimitasi batas maritim menjadi urusan multi-institusi. sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk menetapkan aturan main bagi institusi-institusi terkait Aturan ini harus secara tegas menjelaskan peran dan dan tanggung jawab masing-masing institusi yang terlibat. B.Institusi di Negara Lain Masing-masing Negara memiliki kebijakan berbeda etas batas maritimnya de"9an Negara tetangg3. Oleh karena itu, institusi yang terlibat pun berbeda. Apa yang dimiliki oleh Indonesia belum tentu dipunyal Negara lain, demikian pula sebaliknya. Ada baiknya mengetahui instftusi yang ada di Negara lain untuk dijadikan perbandingan bagi Indonesia, berikut inj aka dibahas secara singkat Institusi yang berkaitan dengan batas maritim di beberapa Negara tetangga. Upaya menangani batas marinm, Australia memiliki suatu lembaga yang dinamakan Geoscience Ausrralia (GA).GA sendlri merupakan metaformofosis dari Australia Land Informaton Group (Auslig) yang berkedudukan di Canberra. Terkait dengan batas maritime. GA
Dr. H. HaSIn A~har.
M.SI
bertugas untuk menentukan garis pangkal, batas klaim maritime, batas maritim Australia dengan Negara tetangga dan membentuk sistem informasi batas maritime dengan Negara tersebut, Australia Maritime Boundary Information System (AMBIS)merupakan salah satu produk dari GA tentang batas maritim Australia. Perkembangan selanjutnya GAjuga memiliki Australian Marine Spatia/Information
Sys-
tem (AMSIS). Dalam rangka menegaskan klaim wilayah laut dan menentukan batas manttm, GA juga sudah mengembangkan sebuah perangkat lunak yang dinamakan Marzone, merupakan kerjasama GA dengan Deportement of Geomotic Engineering University Of Me/bourn. Perangkat lunak ini diraneang untuk mengimplementasikan secara teknis prinsip-prinsip dasar UNClOS dalam hal klam wilayah dan delimitasi batas maritim. Selain GA,Australia tentunya juga, seperti Negara lain, memiliki departemen luar negeri sebagai ujung tombak dalam melakukan negosiasi dalam delimitasi batas maritime. 5eperti juga Indonesia, Deplu Australia memegang peranan yang sangat vital dalam mencapai kesepakatan batas maritim dengan Negara tetangga. Untuk kasus batas maritime dengan Timor Leste,misalnya. perjuangan dan diplomas; Deplu Australia terlihat sangat kuat dengan berhasilnya meyakinkan Timor Leste untuk menunda delitimasi batas maritime di Timor Lesta. 5ebagai gantinya. dlsepakatl pembentukan kawasan perusahaan migas bersama yang disebut Joint Petroleum Development Area (JPDA). Banyak yang berpendapat bahwa keputusan ini tidak adit bagi Timor Lesta,tetapi itulah hasil yang disepakati kedua Negara.lni tidak lepas dari peran delegasi negosiasi Australia yang dkomandan oleh Alexander Downer, sebagai menteri luar Negeri. Sementara itu, bagi Timor Leste, batas maritime juga sanqat penting, terutama di Laut Timor. Karena itulah, Negara termuda di duma ini membentuk institus; sendiri untuk menangani masalah ini, yaitu, Timor Sea Office (T50). Sebagai Negara baru, Timor teste menyadari art! penting kedaulatan naslonal. Ketika Alkatlri menjadi perdana Menteri, agenda kenegaraan utama yang dieanangkan adalah
penyelesaian bates maritime dengan Negara tetangga. lnllah yang melatarbelakangi didirikannya TSO. TSO dldirlkan utamal'ya untuk menegosiasikan Traktat Laut nmor (TImor Sea Treaty) a"ara Timor Leste dengan Australia. Pada awalnya institusi ini merut)akan bagian darl United Nations Trans;tonal Administration in East Timor NNTAET) dan berhasil mencapai kesepakatan dengan Australia perihal pembentukan kawasan pembagian hasil minyak sementara (temporary petroleum revence shoring area) di Laut Timor. Menurut informasi di website TSO, tugas utarna terkini dari TSO adalah menentukan batas maritime TImor Leste dengan dua Negara tetangganya yaitu Indonesia dan Australia, TImor Sea Office, (2004:4~ Institusi ini dari stafyang meliputi Manuel de Lemos (coordinator asisten dan manajer keuangan), Paul Cleary (direktur komunikasi), Manuel Mendonca (asisten staf komunkas), Shane Matthews (manajer keuangan dan administrasi), dan Rosita Noronhha (Office Assietant). TSOjuga mempekerjakan ahli internasional untuk mendukung fungsnya seperti PeterW. Galbraith (negosiator kepala). Nuno Antunes (penaslhat hokum laut) dan Philip Danel (penasihat fiscal petroleum). Satu keberhasilan TSO yang cukup menumental adalah dicapainya perjanjian dengan Australia tentang Kesepakatan Maritim Khusus di Laut Timor atau Certain Maritime Agreements in the Timor Sea «(MATS).Perjanjlan Inl disepakati di Sydney tanggal 12 Januari 2006 dan mengatur perlhalladang minyak Greater Sunrise,terurama dalarn hal aturan pembagian pendapatan antar Timor leste dan Australia. Di slsl lain. Timor Leste Juga memiliki departemen luar negeri yang berperan dalarn negosiasi betas maritim. Menteri luar negeri Timor teste pertama adalah DR. Jose Ramos Horta dan sekarang menjadi perdana menteri. Horta pernah dianugerahi nobel perdamaian atas jasa dan usahanya dalam mewujudkan solusi yang adil dan damai untuk menyelesaikan konflik di Timor Leste. Dia sangat aktif di forum internasional dan menjadi duta bagi Timor Leste di dunia
Dr, H, Hasan Afmutahar.
internasional.
Dalern hal dilimitas.i batas laut, deplu Timor
teste
M,'SI
ber-
sama Horta telah melakukan negosiasi dengan Australia. Oi sinyalir TImor Leste melalui Horta dan deplunya tidak berhasil meyakinkan batas maritime.
Australia hingga saat ini akan perlunya permanen Meski demikian, solusi inovatit dengan membentuk
JPNA dan dlsepekatinya
traktat Certain Maritime Agreements in the
Timor Sea ((MATS), merupakan pencapaian yang sangat balk, sebagai pertanda
kekuatan diplomasi
kedua Negara menyepakati
Timor leste. Lepas dari keberhasilan pembagian
hasil eksploltasl
alam di laut Timor, beberapa pengamat semestinya hasil kesepakatannya lagl untukTimor
kekayaan
maslh berpendapat
bahwa
bisa dibuat lebih menguntungkan
Leste.
Sebagai Negara pantai
yang
Negara, Malaysia juga menjadikan
berbatasan delimitasi
dengan
beberapa
batas maritim sebagai
sesuatu yang serius. Seperti halnya Negara lain, Malaysia tentu saja memiliki Oepartemen
Luar negeri yang tekait lang sung dengan ne-
goslas; betas maritime. I
Pada prinsipnya,
deplu Malaysia berfungsi
sama dengan deplu Negara lainnya dalam negosfasl batas maritim. Selain deplu Malaysia memiliki suatu instilusi lain yang dlsebut
den-
gan MIMA (Maritime Institute of Malaysia). Institute Inl merupakan institusi penelitian yang dibentuk pemerintah
Malaysia yang salah satu
fungsinya adalah melakukan kajian atas batas maritim. Terungkap
dari segi penyediaan
data yang spasial, Malaysia
memiliki Jabatan Ukur dan Pemetaan (JUPEM) yang di dalamnya terdapat institusl dengan kewenanqan
terkait penentuan
dan penega-
san batas internasional termasuk batas maritim. JUPEM ini, di Indonesia, setara kedudukannya
dengan Bakosurtanal yang terkait dengan
peri hal teknis terutama dukungan
data spasial.
Seperti halnya Malaysia yang memiliki menangani
imtitusi
data spa sial, Vietnam juga memiliki
vey and Mapping (DOSM) yang merupakan
yang khusus
Departement
of Sur-
bag Ian dari Ministry of
Natura! Resourses and Environment (MONRE) atau Kementerian Sumberdaya Alarn dan Ungkungan.
DOSM merupakan
organisasi pe-
metaan naslonal Vietnam yang didirikan tahun 2003 dan merupakan
Dr. H. Hasan Almutahar. M.st
gabungan dari beberapa lembaga terkait yang sebelumnya berdiri sendiri. DOSM in memliki peran untuk mendukung Kementerian Sumberdaya Alam dan Linpkungao dalam hal mengelola keglatan survey dan pemetaan; mdilgelola survey geodesi dasar, mengetur survey dasar dana pemet""n darat, udara dan wlayah laut Vietnam. Terkait dengan penyediaan data teknis yang mendukung perundingao batas antar Negara, DOSMVietnam merupakan lembaga teknis yang bertanggungjawab dalarn menyediakan data tersebut, tentu saja dengan dukungan lihak lain. Di Filipina, institusi teknis yang terlibat dalam persoalan batas maritim adalah National Mapping and ResoureInformation Authority atau NAMRIA,yang merupakan bagian dari Deperrement of Environ· ment and Natural resources (DENR).Seperti halnya institusi teknis Negara lain, NAMRIA berperan dalam pengadaan data terkait dengan kebutuhan dilimitasi batas maritime. Dalam hallaporan tahunan 2005, misalnya, NAMRIAmengklaim melakukan survey hidrograrr dan barimetri untuk 27.172 km persegi wilayah maritimnya. NAMRIAjuga aktjf terlibat secara teknis dalam perundingan batas maritime, termasuk dengan Indonesa. Sementara itu, untuk aspek non teknis, kementerain luar negeri Filipina memiliki Maritime and Ocean Affars Center (MOA() yang bertugas untuk memberikan masukan terkait kelautan termasuk batas maritime. Sebelumnya, MOAC merupakan unit teknis yang mendukung eABeOM-MOA - Cabinet Committee on Maritime and Ocean Affairs yang karena alasan tertentu dibubarkan pada tahun 200, Garcia,{2005:78~ Disinyalir keberhasilan sebuah negosiasi penetapan batas maritime memang sangat tergantung pada kerjasama yang baik semua institusi erkait di suatu Negara. Kemampuan diplomasi yang handal tentu saja tidak akan berarti apa-apa kalau tidak didukung oleh ketersediaan data teknis seperti peta laut dengan spesifikasi yang memadai. Uraian di atas, memberikan pemahaman umum tentang keberadaan institusi terkait batas maritime di Indonesia dan beberapa Negara lain. Informasi tersebut tentunya masih sangat terbatas
OinamiJta P.mbangunan
Missy~bt P('$i5ir Oan ~rbatas.an
MaflUm
0.. fl. >IOSOoNmut.nar.
M.Sl
karena menggambarkan beberapa Negara saja. Pembacadipersllahkan melakukan pencarian lebih daIam baik melalui sumber informasi cetak (buku, Koran, majalah) maupun elektronik, terutama enternet yang bisa diakses dengan mudah. Gambar 7.1 Instansi Dalam Dilintasi Batas Maritim
IndoneW
l
tuga1 Ubma SUdtu
Ntl:tra
,,L
lua'~t'l dikfQl'3C politlle d<:n kearnanan wll3yJh
f
.t ~
r.omile blUrII
+
LuarN"eri
MItf'Ui daIam n.ri
C
"
"
M,.nt,i ltl3f
nYf£cim
~e'i
+
konAik
l
~rtemen
Pff'ji"tiansejlfih bttas
• fl.>tlt')l'ld~n
TU2j1i~ri~ pangkil' sstem inrorrnaos.i nesos..si mediator
Pttikan;,tIo
GtOlciMce Aulltali> (GAl lupsbjt~
wilayah rnaritim
t limo, S(A or',Cf (ISO)
t MAAlnME INmUlE OF M.lillysia (Mirna)
• Nationa' Mappi",
AIId~" Intormihon AU\irority {NJmrtil Ft'~gln1
Sumber di olah penults. C. Mengenal BatasMari1im Indonesia Pada bagian awal buku ini, sudah dljelaskan bahwa Indonesia memiliki batas maritim potensial dengan sepuluh Negara te1angga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Fillpina, Palau, Papua Nuginl, Australia dan Timor teste, Dilihat dari jumlah batas maritim yang disepakati, Indonesia bisa dikatakan cukup berhasil karena relah membuat kesepakatan dengan 7 negara tetangga,
Or. H. Iia ..... Almulahar. M.st
meskipun tidak kesemua jeni~ batas maritim (Iaut territorial, ZEE, landas kontinen) berhasil disepakati dengan tujuh Negara tersebut. bagi Indonesia yang men:t~an Negara kepulauan, batas maritime memiliki arti yang sangat ting. Adanya suatu batas maritim sarna artinya dengan suatu tanflgung jawab untuk menjaga, mempertahankan, termasuk meman-faatkan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. dalam hal ini sumberdaya kelautan. Penyelesaian batas maritim dengan tujuh Negara tetangga hingga kin menghasilkan 18 perjanjian dengan ditandatangannya perjanjian terakhir untuk batas landas kontinen antara Indonesia dengan Vietnam bulan Juni 2003, Deplu, (2003:35). Ke 18 perjanjian tersebut disepakati oleh Indonesia dengn India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Papua Nugini dan Australia. Sementara itu mash terdapat liga batas maritim potensial yang belum sama sekali disepakati yaitu antara Indonesia dengan Filipina, Palau dan Timor Lesta. Dilihat dari jenis batas maritim yang harus diselesaikan, masih terdapat dua jenis batas maritim yang belum disepakati yaitu landas kontinen san ZEE.Batas maritim landas kontinen adalah antara Indonesia dan Malaysia, di laut (ina Selatan dan di Laut Sulawesi; dengan Filipina di laut Sulawesi dan Samudera Pasifik dan dengan Timor lesta di Selat Ombai, Selat Wetar dan Laut Timor. Sementara itu, batas maritime ZEE antara Indonesia dengan Negara-negara tetangga, hingga kini baru terselesaikan sekitar 3S %, yaitu dengan Papua Nugini dan Australia yang panjangnya 1.330 millaut dan itopun masih dijabarkan dalam bentuk Memorandum of Under-standing DKP,(2002:78). v 8erikut akan dijelaskan secara singkat mengenai batas wilayah laut Indonesia dengan Negara-negara tetangga yang sudah disepakati dan yang belum. D.Satas MaritimYang Sudah Disepakati Hingga buku ini ditulis, Indonesia sudah menyepakati batas maritime dengan tujuh Negara, meskipun tidak berarti sudah memutuskan semua segmen batas dengan ketujuh Negara tetangga
Oln~mlkaPembangunan Masyarakat PeiisifDan FP.tb.a •.asanMariti'"
0.. H. Huan Afmut.ho,. M5I
terse but. Berikut penjelasan singkat batas maritim yang sudah disepakati dengan ketujuh Negara yang dimaksud. 1. Indonesia -India Pada tang9al8 Agustus 1974 Indonesia dan India telah menandatangani Persetujuan Garis Batas landas Kontinen yang disahkan dengan Keppres. RI.No. S1/1974 pada tanggal 2S September 1974. Persetujuan inl menetapkan garis batas landas kontinen di daerah peralran antara Sumatera, Indonesia denqan Nicobar Besar,India. Pada tanggal 14 Januari 1977 Indonesia dan India kembali menandatangani perjanjian landasan kontinen yang merupakan kelanjutan dari perjanjian tahun 1974. Garis yang disepakati tahun 1977 ini merupakan atas garis batas tahun 1974 di daerah perairan laut Andaman dan Samudera Hindia yang delimitasinya menggunakan metode garis ekuldlstan, Forbes,( 2001:67).Penandatanganan perjanjian ini dllakukan dl New Delhi dan disahkan dengan Keppres nomor 26/1977. Masih terkait dengan batas landas kontinen, pada tanggal 22 Juni 2006 Inonesia dan India menyepakati batas maritime landas kontinen di laut Andaman dengan menetapkan titlk temu tiga (trl junction point) yang melibakan Thailand. Persetujuan trilateral ini disepakati di New Delhidan disahkan dengan Keppres Nomor 24/1978 pada lan9gal16 Agustus 1978. Arsana, (2007:S7).. 2. Indonesia - Thailand Didasarkan atas hasil persetujuan kedua Negara yang ditandatangani pada tanggal 17 Desember 1971 di Bangkok telah ditetapkan betas lances kontinen antara Indonesia dan Thailand di peralran Selat Malaka bagian Utara di laut Andaman. Persetujuan ini dlsahkan dengan Keppres RI.Nomor 21 Tahun 1972, tentang 'Persetujuan antara Pemerlntah RIdan Thailand tentang penetapan Kontinen suatu landas Garis Batas Kedua Negara di bag Ian Utara Selat Malaka dan Laut Andaman'tanggalll Maret 1972. Melanjutkan persetujuan pada tahun 1971 Indonesia dan
Or. H, HI"," Almutahar. MSI
Thailand menanda-tangani persetujuan lain tentang penetapan perbatasan landas kontinen di Laut Andaman pada tanggal 11 Desember 1975 di Jakarta. Perjanjian ini disahkan pemberlakuannya I
dengan Keppres RI Nomor "\tahun 1977,tentang persetujuan antara Pemerintah RI dan Thailalfd tentang penetapan Garis batas dasar Laut antara kedua Negara di laut Andaman lang gal 11 Maret 1972. Padata099al22 Juni 1978,Pemerintah RI,pemerintah India dan pemerlntah Thailand membuat persetujuan mengenai titik perternuan tiga garis batas dan penetapan garis batas landas kontinen di Laut Andaman. Perjanjian inj ditandatangani dl New Delhi dan pernberlakuannya disahkan dengan Keppres Rio Nomor 24 tahun 1978, tentang "Persetujuen Antara Pemerintah RI,India dan Thailand tentang Penetapan Tltik Pertemuan Tiqa GarisBatasdan Penetapa Garis Batas Ketiga Negara di Laut Andaman' tan99al16 Agustus 1978. Oewasa inj Indonesia dan Thailand sedang dalam proses perundingan batas lEE. Pertemuan di Jakarta sudah dilakukan pada tanggal 13-15 Agustus 2003 dan akan dilanjutkan beberapa pertemuan lain, Oeplu, (2003:58).Sampai buku inl ditulls, beberapa pertemuan sudah dilakukan menyusul pertemuan pertama tahun 2003 tersebut. Goos, (2005:63). '. 3. Indonesia - Malaysia Dislnyalir temuan telah terjadi Malaysia,Indonesia memiliki tiga lokasi yang berpotensi memerlukan delimitasi batas maritim. Ketiga lokasi tersebut adalah Selat Malaka antara Semenanjung Malaysia dan Sumatera, laut China Selatan dan Laut Sulawesi. Batas maritim ini meliputi laut territorial, landas kontinen dan ZEE. Batasmaritime antara Indonesia dan Malaysia merupakan selah satu batas maritim yang pertama kali dirundlngkan oleh Indonesia. Perjanjian batas yang pertama Oktober 1969 dan disahkan deQgJn Keppres nomor 89/1969 tanggal 5 Nopember 1969,Deplu, (200:Y:78) yang menghasilkan tiga segmen garis batas.Segmen pertama ada di selat Malaka hingga mendekati perbatasan Malaysia dengan Singapura seanjang 400,8 millaut. Segmen kedua dimulai dari sisi timur
Or. H. H... n """WOhlt. M.SI
Selat Singapura hingga laut China Selatan. Segmen ketiga merupakan kelanjutan dari batas darat di Pulau Borneo bagian barat laut yaitu d! Tanjung Datu, Forbes, (20011.7-6).Garis batas yang disepakati dalam perjanjian ini men99unakan metode delimitasl ekuidistan termodifikasi (modifiel equidistance). Segmen garis batas landas kontinen di Selat Malaka antara Indonesia dan Malaysia berakhir di sebelah utara Selat Malaka yaitu pada titik temu tiga antara Indonesia, Malaysia dan Thailand. PerjanJian atas titik temu tiga Ini dlsepekatl di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971 dan dlsahkan dengan Keppres Nomor 2/1971 tanggalll Maret 1972. Sarna halnya dengan garis batas pada perjanjlan sebelumnya, metode yang digunakan dalam dellmitasi batas maritime ini juga rnenqqunakan garis ekuidistan terrnodlfikasi Forbes, (2001 :56). t· Selaln batas landas kontinen, Indonesia dan Malaysia juga menyepakati perjanjian bataslaut territorial yang ditandatangani di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Maret 1970 dan berlaku pada tanggal 10 Maret 1971, The Geograper, (1973:45) setelah disahkan dengan UU. No. 2/1971. Perjanjian batas laut territorial ini menghasilkan garis batas di perairan sempit Selat Malaka yang lebarnya kurang dari 24 mil laut, Depll.t; (2003:35). Forbes (2001 :25) menegaskan bahwa metode yang digunakan dalam delimitasi inl adalah ekuidistan yang disederhanakan (simplified equidistance). Batas maritim antara Indonesia dan Malaysia termasuk salah satu yang paling tinggl tingkat permasalahannya, setidaknya jika dilihat dari kasus dan sengketa yang diberitakan di media rnassa, Permasalahan muncul ketika Malaysia menerbitkan 2 lembar peta wlayahnya pada tanggal 21 Oesember 1979 melalui Kedutaan Besar RI.Oi Kuala Lumpur. Kedua lembar pata wilayah tersebut menggambarkan Semenanjung Malaysia dan SerawakiSabah, Jengkap dengan kontinen antara Malaysia dan Indonesia. Peta 1979 ini menggambarkan wilayah Malaysid dengan klaim maritim yang sangat eksesif, mencakup wl1ayah maritime yang belum disepakati batasnya seperti di laut Sulawesi, di sebelah selatan
Oin!mlu Pembil"'9'J.....n Masyafaur PeslslrDan ferb.ltas.an Maritlm
Or. H. Hasan IIImul.h ....MSI
Pulau Sipadan dan Ligitan. lCedua pulau yang saat ini belum jelas kepemilikannya dimasukkan dalam Peta Malaysia yang akhirnya memicu prates tidak saja dpri Indonesia tetapi hampir semua Negara tetangga Malaysia. Indondlia sendiri sudah melakukan prates pada awal tahun 1980, beberapf saat setelah peta tersebut dipublikasikan. Malaysia dalam peta wilayahnya menerapkan prinsip-prinsip penarikan garis pangkal lurus kepulauan, padahal seperti kita ketahul Malaysia bukan Negara kepulauan menurut kanvensi PBBtentang hukurn LautTahun 1982. Hal tersebut mengakibatkan sebagian zone ekonomi ekslusif Indonesia masuk menjadi laut territorial Malaysia yang disebabkan penerapan dari prinsip garis pangkal lurus kepulauan antara Pulau Jarak dengan Pulau perak yang jaraknya 123 millaut dan kemudian dijadikan garis pangkal dalam penetapan lat teritorialnya, DKP,(2002:62). '. Penggunaan Suar Horsburg yang terletak pada pintu masuk Selat Singapura dari arah tlmur sebagai titik dasar juga menjadi masalah batas laut territorial Indonesia - Malaysia di Selat Singapura antara Pulau Bintan (Indonesia) dan Johor Timur (Malaysia). Hingga kini masih belum ditetapkan batas pada daerah dengan jarak kuang lebih hanya 11 millaut tersebut dan menurut peta yang dikeluarkan Malaysia, Malaysia menetapkan batas laut teritorialnya sampai jarak 3,3 mil laut dari Pulau Bintan. Kasus Blok Ambalat yang terjadi di awal tahun 2005 merupakan satu bukti belum tuntasnya maritim Indonesia dan Malaysia. Sampai buku ini ditulis, perundingan batas maritime antara kedua Negara masih berlangsung yang dise-Ienggarkan secara bergantian di kedua Negara. 4. Indonesia - Singapura Penegasan batas antara Indonesia - Singapura telah dimulai sejak awal tahun 1970an, kemudian disepakati 6 (enam) titik koordinat sebagai bates batas laut Negara dalam penetapan batas laut pada tanggal 2S Mei 1973. Keenam titik tersebut diperoleh dengan menerapkan metade ekuidistan dengan pertimbangan bahwa lebill'
_
OInamYta. P4!mbangonan MaSydJ1'lbt ~isjr Di'n Perbat~s~n Marilim
i
Dr. H. Hasan Almut.ha,. M. SI
selat Singapura kurang dari 1S mil laut. Keenam titik koordinat itu selanjutnya dihubungkan sebagai batas maritime antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura. Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut dengan UU. No.7 tahun 1973 tanggal 8 Desember 1973 sekaJigus menandai pemberlakuannya secara resmi bagi Indonesia. Arsana (2007:86) "Mengisyaratkan secara keseluruhan, perbatasan laut antara Indonesia dengan Singapura hingga saat Ini ini belum semuanya dlsepakat! oleh kedua Negara. Segmen barat dan Timur di Selat Singapura merupakan permasalahan perbatasan maritime yang harus disele- ,... saikan antara Indonesia dengan Malaysia. Menurut Deplu (2003:79). segmen yang mungkin dibicarakan adaJah di bagian barat sejauh 18 millaut. Sementara itu untuk penyelesaian di segmen timur masih menunggu penyelesaian sengketa kepemilikan Pulau Batu Putih/ Pedro Branca antara Malaysia dan Singapura. Pada awal tahun 2007, isu batas maritime antar Indonesia dan Singapura kembali mengemuka. Isu reklamasi pantat Singapura dan pelarangan ekspor pasir oleh Indonesia ke Singapura mewarnai ketegangan antar kedua Negara. Oi luar itu. batas maritim ernara kedua Negara tengah berlangsung secara bergantian di dua Negara. Saat buku ini ditulis, sebuah perundlnqan terakhir dilakukan di Singapura yang merupakan putaran ketiga yang berakhir tanggal 29 Mart 2007, Arsana (2007:53). ~ 5. Indonesia - Vietnam Semenjak maslh di bawah pemerintah Vietnam Selatan telah dilakukan suatu perundingan anrara Indonesia dengan Vietnam mengenai landas kontinen, tepatnya tahun 1972 dan kemudian dllakukan perundingan kembali pada tahun 1975. Hal tersebut kemudian berLanjut menjadi perundingan perjanjian tingkat teknis I sId VIIIyang berlangsung di Jakarta, Indonesia maupun di Hanoi, Vietnam. Pada perundingan Tingkat Teknis ke 7 tahun 1984, Vietnam tetap berpegang pada usul bahwa "Disputed Area· harus dbagi ber-
Dr. H. Hasan Almutah",.III.SI
dasarkan prlnslp equity (keadilanl. Disputed area adalah daerah yang terletak di antara ·garis tengah" sebagal usullndonesla dan "harmonizest lina· atau usul Vietnam. Indonesia sendiri berpendapat bahwa meribagi dua "ispute area" tersebut, akan merugikan Indonesia, DKP, (200'2:28). "Yang menjadi persoalan adalah perbedaan persepsi tentang disputed area yang dimaksud. Perbedaan cukup mendasar adalah mengenai postsi daerh yang harus diselesaikan. Perundingan berlangsung sang at a lot, memakan waktu sekitar 25 tahun terhitung sejak pemerintahan baru Vietnam sampai akhimya disepakati. Kesepakatan antara Indonesia dan Vietnam dicapai pada tanggal 23 Juni 2003 yang membuah persetujuan Garis Batas Landas Kontinen, Deplu, (2003:81).\Pada saat buku inj ditulis, Indonesia sedang mengusahakan proses ratifikasi perjanjian dengan Vietnam ini, sementara Vietnam telah melakukannya beberapa saat setelah menanda- tangani perjanjjan terse but tahun 2003. Pada timggal 13 Pebruari 2007~ewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akhfihya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang batas landas kontinen antara Indonesia dan Vietnam. Sepertj yang diberitakan The Jakarta Post pada tanggal14 pebruari 2007, ratifikasi ini diharapkan akan bisa memperkuat kedudukan Indonesia sehubungan dengan klaimnya atas Laut Natuna. Langkah selanjutnya bagi Indonesia tentu saja adalah sesegera mungkin memberlakukan undang-undang yang dimaksud. 6. Indonesia - Papua Nugini {PNG} Dengan PNG, Indoneia memiliki batas darat dan laut. Batas darat disepakati pertama kali di Jakarta pada tanggal 12 Pebruari 1973 dan disahkan dengan UU.No.6 /1973 pada tanggal 8 Desem· ber 1973. Saat itu PNG tidak bertindak sendiri tetapi diwakili oleh Australia selaku Negaril protektorat (pelindung) terhadap PNG. Pada tanggal13 Nopember 1980, Indonesia dan PNGmenandatangani perjanjian batas maritim landas kontinen di kawasan Samudera Pasifik yang diselesaikan dengan metode ekuidistan. Per-
_
O;namib ~mbangunan Mas~.uakalPeslsitDan p~(batasi\nMatitim
Dr. H. iii"," Almlltll\al'. M.SI
janjian ini meneruskan garis bagas maritim antara Indonesia dan Australia tahun 1971 yang dlmulai dari titik C-2 pada perjanjian Indonesia - Australia 1971, Kesepakatan ini disahkan pemberlakuannya melalui Keppres No. 21/1982 yang juga sekaligus menentukan batas maritime ZEEbag! Indonesia an PNG,Deplu, (2003:87). L 7. Indonesia - Australia Hingga buku Inidltulis.tndonesia dan Australia sudah menyepakati enam perjanJian batas maritim. Tiga di antaranya adalah mumi dengan Australia. sementara dua lainnya adalah perjanjian antara Indonesia dengan Australia yang bertindak atas nama PNG.Perjanjian pertama tanggal18 Mei 1971 adalah tentang batas landas kontlnen di LautArafura dan LautTimor. Perjanjlan Inldlsahkan pemberlakuannya di Indonesia dengan Keppres RI.No.42/1971 tanggall luli 1971. Untuk wilayah laut Timor.di awallahun 1970an Australia berhasH memperoleh keuntungan batas dasar laut dengan diterapkannya konsep·kelanjutan alamiah"dengan memperhitungkan qeomorfotologi dasar laut. Mengingat adanya Palung Timor (Timor Trench) yang secara signifikan lebih dekat ke Indonesia (setidaknya menurut data yang tersedla pada saat itul. maka garis bates dasar laut berada dekat Indonesia, dl sebelah utara garis median antara kedua Negara. Garis batas akhir yang dihasilkan merupakan kompromi antara keinginan Indonesia untuk menggunakan garis tengah dengan usulan Australia yang ingin menggunakan sumbu Timor Trench sebagai garis batas. Meskipun garis batas tersebut pada dasarnya menggunakan prinsip kedalaman 200 m isobaths di samping sisi selatan dan bukan sumbu Timor Trench. tetap saja garis batas tersebut lebih dekat ke Indonesia dan memberikan keuntungan pada Australia. Perjanjian tahun 1971 dilanjutkan dengan perjanjian kedua tertanggal 9 Oktober 1972 tentang batas maritim di sebelah selatan Pulau Tanimbar (Laut Arafura) dan sebelah Selatan Pulau Rote dan Pulau Timor.Perjanjian ini disahkan dengan Keppres RI.No.66/1972 tanggal4 Desember 1972. Perjanjian tahun 1971-1972 ini mening· galkan celah (keterputusan Garis)pada bagian laut di sebelah selatan
0,. H. Hasan A1mutah .... M.St
Timor Leste, karena saat itu limot leste masih dalam kekuasaan Portugal. Portugal sendiri tidak bersedia merundingkan batas dengan Indonesia dan Australia p;1a waktu itu. Celah inilah yang kemudian disebut sebagai ·CeJah n I' atau ·Timar Gap". Garis segmen barat berhenti di titik A17 dan gclfissegmen timur dimulai dari A 16 ke arah timur. Celah (kekosongan garis) terjadi antara titik A 17 dan A16}. Perjanjian ketiga dilakukan oleh Australia atas nama PNGpada hari yang sama tentang batas maritim di Samudera Pasitik.Perjanjian keempat juga dilaksanakan atas nama PNGpad a tanggal12 Pebruari 1973 perihallandas kontinen di laut Arafura dengan menggunakan prinsip ekuidistan termodifikasi. KetikaTimor leste berintegrasi dengan Indonesia. ada keinginan Australia untuk menutup Celah limor dengan menarik garis dari A17 dan A16. Akan tetapi, Indonesia sendiri tidak menyetujui karena itu berarti Indonesia akan sangat dirugikan mengingat Celah limor mengandung cadangan energy yang besar. Indonesia kemudian mengusulkan Daerah Pengembangan Bersama atau leblh dikenal dengan istilah Joint Development Zone" yang merupakan suatu bentuk pengaturan sementara dalam menangani masalah inl, Usul inidiwujudkan dengan perjanjian batas maritim kelirna antara Indonesia dan Australia yang ditandatangani pada tanggal 11 Desember 1989. Perjanjian ini menetapkan zona kerjasama di Laut Timor. Penentuan kawasan kerjasama ini sebagian menggunakan ekuidistan terutama untuk sisi di sebelah selatan. Dengan kemerdekaan Timor leste pada tahun 2002 setelah adanya referendum tahun 1999. maka perjanjian antara Indonesia dan Australia perihal celah limor sudah tidak berlaku lagi. Kini.kini persoalan batas di daerah tersebut menjadi urusan tiga Negara yaltu Indonesia. Australia dan Timor leste. Sementara untuk kawasan yang dulu merupakan zona kerjasama antara Indonesia dan Australia. kini menjadi urusan Timor leste dan Australia. Hingga buku ini ditulis, Timor leste dan Ausralia bersepakat untuk menunda penarikan garis batas, sebagai ganti kedua Negara ini membentuk Joint Petroleum Development Area (JPDA).
Dinamika Pf'mba1l9unan Mt1syar.
Of. H. Hasan AIm",.""'. M.SJ
Perjanjian terakhir (keenam) antara Indonesia dan Australia disepakati pad a tanggal 14 Maret 1997 untuk tubuh air, ZEE dan dasar laut. Kesepakatan inl menggunakan prinsip ekuidistan sehingga bera da pada gari 5 tenga h a nta ra Indo nes ia da n Austratia. Saya ngnya perjanjian ini belum berlaku secara resmi mengingat Indonesia sendlrl belum meratifikasi dalam peraturan nasional. E. Batas Maritim Yang Belum Disepakati 1. Indonesia - Filipina Batas maritim antara Indonesia dan fillpina memang belum disepakati hingga buku in) ditulis. Namun begitu, kajian secara serius dilakukan setidaknya oleh pihak Indonesia. termasuk negosiasi sendiri berlangsung untuk membicarakan batas maritim ini. Pada awalnya, ada dua permasalahan utama dalam delimitasi betas maritim antara kedua Negara. Permasalahan pertama adalah berlaku dan dianutnya Traktat Paris 1898 dan Traktat 1930 oleh Filipina yang menyebabkan wllayah maritim filipina berupa kotak. tidak menganvt prinsip jarak dari garis pangkal seperti ditegaskan oleh hukum internasional. Hal ini menyulitkan negosiasl karena dasar hukum yang digunakan Filipina berbeda dengan Indonesia yang cenderung mengacu kepada UNClOS. Hal ini terungkap juga dalam Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggl pada bulan Juni 1994, Deplu. (2003:92). \. Permasalahan kedua adalah kepemllikan Pulau Palmas atau oleh Indonesia disebut Pulau Miangas. Sebelum adanya kesepakatan akan kepemilikan pulau ini. filipina telah memuat seluruh begian wiJayah Filipina yang didasarkan pada perjanjian perjanjian terdahulu yang pada intinya bahwa Pulau Miangas termasuk ke dalam wilayah filiplna. Dasar hukum yang digunakan adalah : a. Traktar Paris. 10 Desember 1898. khususnya pasallll yang dibuat antara Amerika dan Spanyol. b. Traktar Washington, 7 Des ember 1900. antara pemerintah Amerika dan Spanyol. c. Traktar 2 Januari 1930. antara Amerika dan Inggris. Meskipun demikian, pihak Indonesia tidak hanya berdiam diri
Oinamika Pemba"9Ul'\in Ma"S)'arak~t~sisir Oao ~lbatasan M"flt"ll _
Dr. H. Hasan ~lrnut".I\ar. M.SJ
saja, dengan berpedoman pada keputusan Mahkamah ArbiUasi Permanen yang diadakan tahun 1928 di Den Haag. Prosesarbistrasi tersebul meneliti sengketa antara Amerika Serikat dengan Belanda untuk mengetahui apakah\ampai saat penyerahan kepada Amerika 5erikat, Spanyol dapat merflbuktikan penguasaannya atas Pulau Miangas secaraefektif. Ternyata hal ini tidak dapat dibuktikan oleh Spanyol, sementara Belanda dapat membuktikan secara administrative penguasaannya atas pulau tersebut sejak tahun 1677. Berdasarkan perincian di alas, Pulau Miangas adalah merupakan wilayah kedaulatan Pemerintah Hindia Belanda pada waktu ltu, sehingga dengan demikian sesuai Terr/toT/ale Zee en Morietieme Kringen O,donontie (TZMKO) 1939. Pulau Miangas menjadi wilayah kedaulatan Republik Indonesia, DKP. (2002:86). " Persoalan wilayah maritim Filipina yang berbentuk kotak karena berlakunya Traktat Paris 1898 dan Traktat 1930 kini juga telah terselesaikan. Filipina sudaj menyepakati untuk mengacu kepada UNCLOSdalam menyelesaikan betas maritim dengan Indonesia. Setelah 1994, penjajagan pembicaraan lanjutan pernah dllakukan di Indonesia melalui pertemuan Joint Commission Bilareral Cooperation (JeBC) bulan Pebruari 1998 dan perternuan informal tanggal9 Nopember 2000. Pertemuan JCBCketiga diselenggarakan di Manila pada tan9gal 20-21 Desember 2002 dan sepakat untuk rnulai memfokuskan pembicaraan yang terkait dengan penetapan bates maritim. Gagasan untuk menggunakan UNCLOS 1982 kemudian muncul pada pertemuan selanjutnya tanggal l-S Desember 2003, pada seat kedua belah plhak bertukar pandangan mengenai dasar hukum dalam menyelesaikan batas maritim kedua Negara. Hlngga buku inl ditulis, dlketahui bahwa negosiasi sudah pada tingkat teknis hingga telah dlbicarakannya prinsip dan metode penarikan garis batas di Samudera Pasilik, yaltu kawasan perairan Mlndanau. Pembicaraan masih belum menemuka titik temu karena adanya perbedaan pada pandangan dalam mewujudkan batas maritim yang "adll" atau eq(Jitable.
2. Indonesia - Palau Kepulauan Palau atau yang dikenal dengan Republik Palau terletak di sebelah utara Papua. Indonesia. Negara keeil ini merupakan bekas perwakilan Amerika Serikat yang kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 30 Januari 1971. Palau merupakan Negara kepulauan kedl, mesklpun belum pernah secara resml mem-proklamirkan garis pangkal kepulauannya. Palauterletak kurang dari 400 millaut di sebelah tenggara Pulau Mindanao, Filipina ,Schofield and Arsana.•(2005:84). Dengan pusat pemerintahan di Koror. Palau memillkl hasil sumber alam terbesar berupa perikanan. Hal tersebut pula yang mendukung Palau dalam nenerbitkan pet a rencana batas "Fisheries Zone" dengan garis batas lebih mendekatl wilayah Indonesia. DKP,( 2002: 89). Jarakterdekat antara Indonesia - Palauadalah 115 millaut. Hingga buku in; dltulis, belum ada satupun perjanjian betas maritim yang disepakati antara Indonesia dengan Palau. Salah satu alasan utama adaah belum terbentuknya hubungan diplomatik antara Indone.sia dengan Palau. Meski demikian, Indonesia sendiri sudah menyatakan klalmnya yang melewati garis tengah antara Indonesia dan Palau. Nampaknya ini dilakukan Indonesia dengan memertimbangkan panjangnya garis pantal Indonesia (Sulawesi) yang relevan untuk delimitasi lebih panjang dibandingkan garls pantai pulau. Akibat klaim yang menurut beberapa paksr, cukup eksesif inl, Indonesia menguasai sekitar 37.500 millaut wilayah maritim di sisi Palau dilihat dari simulasi g.arisrnedlen mum! dengan mempertimbangkan titik pangkal reievan antara kedua Negara. Prescott (2004:44) berpendapat bahwa hal ini akan sulit diterima oleh Palau dalam proses negoslasi batas maritim. 3. Indonesia-Timor Leste Timor Leste memperoleh kemerdekaannya secara resrnl tanqgal 20 Mei 2002 setelah adanya referendum tahun 1999. Timor Leste melepaskan diri dari Indonesia dan akhirnya merdeka sebagai
Dr. H. Hasan Alnllllilllilr. hI.S!
Negara sendiri. Ada beberapa konsekuensi internasional yang wajib diselesaikan Timor Leste termasuk dengan Indonesia. salah satunya adalah menyelesaikan perbatasan baik di darat maupun di laut. Penyelesaian batas ""ritim antara Indonesia dan TImor Leste tentu saja harus menun~u penyelesaian penegasan batas darat antara kedua Negara. Mengingat hingga saat ini batas darat yang terselesaikan baru 97 persen. Maka negosiasi batas maritime belum dimulai. Hal ini karena batas laut pada dasarnya adalah kelanjutan dari batas darat. Penjelasan dan anallsls yang komprehensif perihal batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste dapat dilihat dl "Kajian Batas Maritim Indonesia dan TImor Leste':
Or. H. Hasan AJmtJtahl,. M.SI
DAFTAR PUSTAKA
Andi, Imade R. (2003), Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan lntervensl Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit. L Adimihardja, Kusnaka (2010). Particapatory Research Appraisal: Pengabdian Dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora. V· Ahimsa-Putra, Heddy.S. (2007). Hubungan
patron-klien
de Sulawesi
Selatan: Kondisi pada Akhir Abad XIX.Prisma 6. !. Almutahar
Hasan. (2008). Penelitian Kerjasama Internaslonal Judul :
The Development Oil-Palm Plantation Increasing The National Sustainability lAStudy in West Kalimantan Border Region): Program Insentif Risel Oeser Kementrian Negara Riset dan Teknologi. / Alqadrie, Syarif Ibrahim. (1993). Kemiskinan dan Paradigma
IImu
Sostal: Reorientasi KebiJaksanaan Pembangunan Dalam Upaya Mengantaskan Kemisikinan. Universitas Tanjungpura, Ponti-
'_
Dr. H. Has.an Alm"'tahar. M,s"
anak. Anggraini, Eva. (2002). Anallsis Model Pengelolaan Sumberdaya Laut
d-t Ke!embagaan.
: Tinjaun 505iol09i kaslkan). FPIK-IPB.
,
( Skripsl, tidak dipubli-
IV
Arsena, I M.A (2007). Indonesia-Singapore
talks on Maritime borders
Making Progress. The Jakarta Post. 5 April 2007, Jakarta.
L.·
Bakosurtanal, (200S). Websait Bakosurtanal. 01 akses tanggal 3 april
I.
2005 puku120.00 dari Http://www.Bakosurtanal.go.id. Blau, Peter .M. (1989). Bureucrachy
in Modern Socity, New York; Me
Graw-Hill 3 Edition. Chris, Verdiansyah. (2006). Politik Kota dan Hak Warga Kota: Masalah Keseharian Kola Kita. Jakarta: Buku Kompas. DEPLU. (2003). Buku Putih Politik luar Negeri Republik Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian Dan Pengembangan
Kebijakan (BPPK)
DEPLU RI dan Indonesia Council On Word Affairs (ICWAJ Dharmawan,
Didin S.(2001). Farm Household livelihood
and Soslo-Econorntk
l
Strategies
Changes in Rural Indonesia. Kiel Wissen-
schaftsverlag Vauk Kiel KG.
V
Direktorat Jendral Perikanan. (2000). 6uku Statistik Perikanan IndoI.
nesia. Goodwin, James
, .I
..
'
R. (1990). Crisis in The World's Fisheries: People Prob-
lem and Policies. California:
Stanford University Press.
;
Dishidros, (200S). Websait Dishisdros (Janhidros), Diakses tanggal 20 Mel 2005 Puku114.00 dari Http://www.Dishidros.or.id!._..-· Departemen
Kelautan
Negara.DKP.
dan Perikanan.
{2002}. Kajian
"'-
Emanuel, DK. (1999). Bagaimana Meningkatkan
_
Batas laut
Oinamika PPmh.lnguMn
Taraf Hidup Lapisan \ . ',./
Masy4lfollkatPf~~i' Dan Ped>atasan Marltim
0.. H. Hoi¥> AlmutthM. M.Sl
Miskin di Desa Pantai. Jawa Tengah: PPWP. Firth, Raymond. (2004) Malay Fishermen: London: Routledge & Kegan Paul. Ltd.
Their Peasant Econo my.
1./
Forbes, V. Louis. (2001). Conflict and Cooperation
in Managing
time Space In Semi-Enclosed Seas, University Garna, Judistria. K (2008). Teori Sosial Pembangunan
OF Hawaii Press.
National marine Policy:
....
II.Bandung: Pri-
maco Akademika C.V dan Judistira Garna Foundation. Garcia. M. (2005). Progress in the Implementation
Mari-
.
!..
of The Philippine
.
Goodwin, James R. (19901. Crisis in The World's Fisheries: People Problem and Policies. Caljfornia : Stanford University Press. Gooss, J. (2005). Project t-Report,
L-.'
Diakses tang9al 04 Februari 2006
Pukull 0.00 dari http://www.personal.psu.edu/users/j/j/jjg307/ POI sample report.htrnl. Holst], K,J.(1995). PoUtik Internasional: Kerangka Untuk Analisis, Edisi Keempat Jilld Kesatu. Terjemahan M. Tahir Azhary, Jakarta: Erlangga.
\.'
Homans G.c. (19741. Social Behavlur : Its Elementry From. New York, Harcourt.
v'
Horton. Paul B & Chester L. Hunt. (1991). S05io109i. Jakarta: Erlangga.·V Jamesy.
O. (2004). Keadilan Pemberdayaan & Penang9ulangan
skinan. Jakarta Selatan : Blantika.
Kemi-
\,.
Jhonson, Doyle Paul. (2000).Teori 505iol091 Klasik Dan Modern. karta: Gramedla.
Ja-
L·
Juwono, Pujo Semedi H. (1998) Ketika Nelayan Harus Sandar Dayung. Jakarta: Kophalindo.
v'
Kluckhon (1994). Universal Kategories of culture Antropology
tuday
V'
Dr. H. Hasan Ai"..".h ... M.St
A-l Krouber Editor New York: Kolombia Univesite prees. Kusnadi. (2007). Nelayan : Strategi Adaptasi Bandung: HUP" ___
Sosial.
Dan Jaringan
Sosial.
\,..
. (2000). Nelayan~ 8andung: HUP.
Koentjaraningrat.
dan Jaringan
Strategi Adaptasi
'-'
(1991). Metode-metode
karta; Gramedia.
Penelitian Masyarakat. Ja-
V
Marl(, Karl & Engels Frederich, (2000). Manifesto of the Communist
v
Party. Diakses 12 Juni 2008 dari http://www.
Marxists.org/ar-
chive/marx!works/1848/communist-manifesto/ch01.htm. Masyhuri (1999). Pember Dayaan Nelayan Tertinggal
Dalam Menga-
tasl Krisis Ekonorni: Telah Terhadap sebuah Pendekatan. Jakarta : Puslitbang Ekonomi Dan Pembangunan
t-
UP!.
Mikkelsen, Britha. (2005). Methods For Devolepmeot
Work and Re-
search. 2nd edition. New Dehli: SAGE Publication. \._Najib,Mukhamad.
(1999). Manajemen
~
Strategis Dalam Pengemban-
gao Daya Saing Organisasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. NurdJaman, P .(2002). Optirnahsasi Peran Dan fungsi Surve Pemetaan delam Pengelolaan Batas wilayah. Prosiding Forum Komunikasi Teknis Batas Wilayah. Prosiding Forum KomunikasiTeknis Wilayah, PP.29-S0.
\".,
Pusat Kajian Pollnac, Richard S.(1998). "Kaarakteristik daya Dalam Pembangunan pembangunan
Variabel-Variabel
Sosial dan Bu505iologi dalam
pedesaan. Jakarta: UI Pers.
Prescott, V. (2004). Maritime
I
Boundary
Delimitation
In Sotutheast
Asia The Case of Indonesia, Workshop on Maritime Delimitation,
Batas
Boundary
Yogyakarta Indonesia.
Rais, J. (2002). Lembaga-Iembaga
yang berperan dalam survey dan
t
Dr. H. H... n ",.,ut""",. M.S'
Penegasan Batas Negara. Prosiding Forum Komunikasi Teknis Batas Wilayah, PP.51-63, Bogor, Indonesia, 8-9 Juli. Ricklefs, M.e. (19811. A History of Modern Indonesia. london: Millan. 1.-
Mac-
Satria, Arief. (2001). Dinamlka Modernisasi Perikan,!n : Formasi 50sial dan Mobilltas Nelayan. Bandung:HUP. >\./ Sasmita, Adi. (2006). Pembangunan Perumahan Dikota-Kota Ujung Pandang : Hari Pagi Pedoman Flakyat .... 5itorus, Felix, 5atyawan Sunito, Endriatmo SoetartO,lvanovich (1998). 505iol09i Umum. Boqor: Dokls. ,. Schofield, C and Arsana. I M.A (2005). The Delimitation
Besar.
Agusta.
of Indonesia's
Maritime Boundaries and the Re!>olution of Disputes. National " Seminar: Flapuhnya Batas Negara Kepulauan Republik Indonesia:Refleksi Masyarakat Kita Untuk Ambalat: Yogyakarta, 3 Mei. Scoot, J.e. (1972). Patron-Klien Politics and Political Change, dalam Noorman Warren Lichmann, The Political Economic of Develop- . ment,los Angeles: University of California Press Berkeley. V ____
{1993). Perlawanan Kaum Tani.lakarta donesia. L.
: Yayasan Obor In-
Slamet, M. (2003). Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Membentuk Pola Prilaku Manusia Pembangunan. Disunting olen Ida Yustina dan Adjat Sudradjat Bogar: IPS Press, .... Soedjatmoko. (1995). Pembinaan Aspek-Aspek 505;0109'5 Kultur ',.. Dalarn Menunjang Moderenisasi, Rajawali Press. Soejono Soekanto. (1995). Sosioloql : Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawal' Pers. V Sorokin, Pitlrim. (1962). Sosial Stratification' dalam Takot Parsons.", Edwar Shills, Kaspar P. Naegale, Jesse R Pits (ed) The Theory of
Dr. H. Ha-wn
Afmutaha( .... 51
Society: Foundation of Modrn Sodology Theory. The Free Press of Glence.
Sunarto,
Kamanto. (2003).,fengantar
Penerbit
H-Ul.
Sosiologi.
Jakarta; Lembaga
I..
Suseno, Franz Magnis. (1999). Pemikiran Karl Marx: Dari Sosial isme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka
l
Utama.
The Geograper. (1973). Indonesia-Malaysia Limit in The Seas. Washington
Territorial Sea Boundary.
D.C : Departeman
Timor Sea Office, (2004). Fact Sheet-Maritime tanggal01
of States.
I
Boundaries. Oi akses
Oktober 2005 Puku119.00 dari Http:// www. TImor-
seaoffice .gov.tp/bound
ariesfa cts.ht rn,
\
Upe. Ambo. (2002). Buku Panduan Pembuatan garam bermutu: PsmI
berdayaan Lahan leering Dan kawasan Pestsir Untuk Industri
'.'Garam Raleyat. Jakarta; Badan Riset Kelautan dan perikanan. Wright. B. (1982). Howlo
Live With Austism and Asperger Syndrome. \
Jakarta: Dian Rakyat.
\.
Wolf. (2001). Ufe In The City.Dami International
sri. Milano: Firenze.
JURNAL Almutahar
Hasan. (2012). Jurnal Borne-Kalimantan.
Bangsa Kajian Masyarakat, limantan An International
Budaya dan sejarah Borneo-Ka-
Journal on SOCiety, Culture and His-
tory of Borneo- Kalimantan. Malaysia: rimur Universitas Malaysia Serawak.
_
Jurnal Antar
Institusi Pengajian Asia
L
Dinamika ~mbal\gunan MaSYUIk.lt PflisirOiO Perbatasan Maritim
Or. H. Ha~J'I AJmUtihar. IA.SI
GLOSARI
And Regional Security
: Balas maritime dilaksanakan torat Politi!
Arad
: Alat tangkap gan)
Awing-awing
: Sikap masyarakat (Lombok)
seerah dengan
alam
Bagen
: Bag! has!1 juragan kapal mendapat gian
3 ba-
Banyu leri
: Perahu dicuci dengan air beras
Berkajang
: Sampan Beratap
Cadranan
: Upacara rutin yang dilakukan nelayan setiap pertengahan bulan sura (muharram).
ikan tradislonal
oleh Oirek-
(Pekalon-
Collective Conscience: Hatl nurani kolektlf
(MATS
: Certain maritime agreemebts in the timor (perjanjian yang menyatakan peri hal la-
Dr. H. Koso. Alm ... ah.,. M.SI
dang minyakn dengan Australia (Greater sunrise) Commercial fisher
: l1elayan yang berorientasi pada peningkatan keuntungan.
Competition
; Persaingan
Conflict
; Pertentangan
Cooperation
: Kerjasama atau kemitraan
Cothok
: Alattangkap ikan tradisional
Delimitasi
: Penegasan Batas
Disputet Area
: Daerah yang terletak diantara garis tengah sebagai usul Negara Indonesia dengan Vietnam
I
DKP(Departemen Kelautan Dan Perikanan) : Merupakan departemen yang ada sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid Directorate of polities :Tanggungjawilb Negosiasi Discovery
: Penemuan baru seorang individu berupa alat dalam masyarakat.
Dupa atau Menyan
:Wewangian
Devision of labour
: Berlakunya hukum formal karena homegenitas
DOSM
: Depatemen of survey and mapping organisasi pemetaan nasional Vietnam.
Dugo-dugo
: Seutas tali dengan batu pemberat, untuk mengetahui arah arus laut.
Dyadic contract
: Dua kesatuan adanya kerja sarna
Oin.amiu P@mbangullan
MiS)'il~t
~s.iSit Dan Perbatasan Ma,itim
Dr. K. Ktwn Almuuhar. M.51
Elemen Kebudayaan Selebihny
: Elemen kebudayaan yang tidak mengikat. Equal distribution in urban development: Menciptakan pemerataan pembangunan \(ola
Filsafat Matrealisme
: Masyarakat terdiri dua komponen infrastruktur dan supra struktur
Gioscience Australia (GAl: Tugas untuk menentukan garis pangkal rna riti m e Australia Illegal fishing
: Pencurian ikan
Imprarata cylindrical
: Alang-alang daun kayu
Industrial fisher
: Ori-ciri nelayan industry.
Informal lender
: Patron menjalankan fungsi memberikan pinjaman I<epadanelayan.
Janhidros
: Jawatan Hidro Oseanografi, bertugas survey lapangan penelitian pemetaan mempublikasi mformasl
JPDA
: Joint Petrolium Development
Kapang
: Perusakdan pembolong kayu
Kota mandiri
: Kota dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kota penyangga
: Kota yang terdapat disekitar kota mandiri.
Krlklp
: Binatang yang men empel dikayu. Labour employment
provision
: Menyediakan lapangan kerja
langganan
: Orang yang memberikan bantuan uang kepada nelayan untuk keglatan produksi maupun rumah tangga.
OiNmikiS ~mbangYnan
Ma1Ylrakat PHhiir Dan PerbatM80 Maritim _
01, H, t-Casan Atrn\Jtahaf.
M,SI
Lerge stale fishermen
: Nelayan besar
Lintang prau
: Menunjuk arah utara
lintang wuluh
: 41uncul arus laut pada malam han bergIlfiIk kebarat
lintang weluku
: Muncul pada malam hari arus bergerak dari utara dengan kecepatan rendah
Lintang lanjar
Local Indigenou s Knowledge Malayo Polynesia
: Muncul pada malam hari dan arus mengalir deras ketimur.
: Kearifan lokal : Kesamaan kultur dart rumpun etnis ling' guistik yang sama
Maritime resource based development : Melaksanakan pembangunan sumberdaya Maritime. MIMA (Maritime Institute of Malaysia) : Mima merupakan institusi yang melakukan kajian atas batas maritim. Mengrove
: Oi sepanjang aliran sungai wilayah peststr
Mode Of Production
: Cara produksi yang terdiri dari kekuatan dan hubungan produksi.
Namria
: National mapping and resiource information authority. Bertugas menentukan persoalan batas maritime Filipina.
National Mapping and Resoure Information Authority atau NAMRIA : Merupakan institusi teknis yang terlibat dalam persoa\an batas maritim dan ber-
I
;
r-------------------
------Dr. H. Hasan Almutaha" M.S.
!
Nyancang
Ontel:
peran dalam penggandaan data terkait dengan kebutuhan dilimitasi batas maritime. : Pembagian hasil yang dilakukan nelayan sebelum turun kedarat bukan berupa uang melainkan Ikan Buruh yang melayanl ABK
Open access
: Akses terbuka.
Oren 9a
: Pemili k pera hu
Pandhiga
: Pihak yang mengoperaslkan
Patron-Klien
: Masyarakat
Peasant Community
: Komunitas petani
Perban
: Kondisi air laut pada saat surut atau pasang tanggung ketika air laut berwarna merah dan tenang.
PNG
: Papua Nugini
PPBW
: Pusat Pemetaan Wilayah
Principle of reciprocity
: Hubungan arus timbal balik
Protektorat
: Pe4indung
Purse same
: Kapal atau Perahu
Sesi
: Masyarakat tradisional
Small scale
: Nelayan kecil
Self sufficient
: Merupakan komite teknis yang biasa disebut komite Surve Batas Nasional
Society
: Masyarakat
Sowan ke suhu
: Dukun-dukun
perahu
--~
0(. H. Hasan Nmutahar. M.5f
State's border
: Perbatasan sebuah Negara.
Stratifikasi sosial
: Perbedaan kelas
Struktur
4
secara
hlrarkis
: Sebuah unit tersusun terdiri dari unit-unit dalam aktlvltas
Toke
: Individu yang memlliki modal usaha
Trawl
: Alat tangkap ikan
TSO
:TImor Sea Office
TZMKO
: Terltorial zee en marietieme donantie keputuean
or-
Pulau Mlangas meru-
pakan wilayah Indonesia Zee
kringen
: Zona Ekonoml Eklusif
Dr. H. Hawn Almouh ..r: M.S.'
INDEKS
A
ASK 20.26.28.29.30.79.80.132.135
o Dayak 49.56.57.66135
Desa iii.3.17. 43.59.60.78.125.135 Discovery 130. 135 H Hubungan vii. 30.34.36,4 1.47.52.53.57.62.64.72.73.75.123.132.135 Hubungan
sosial 135
Ikatan Patron klien 135 Informasi 108. 135 Interaksi 12.55, 135 Inovilsi 136
Dr. H.
~s.."pJmutolhar. Pd.51
J James scott,36
K
I
Kabupaten kota 136 Karakteristik sosial136 Kawasan perbatasan 43,59,136 Keberadaan penduduk 56,57,59,136 Kelautan 1,100,103,104,124,128,130,136 Kerabat 56,136 Ketidak samaan 136 Klien 1.3,6,44,50,52,57,59,127,13.2,136 Konflik 73,136 Kota iii.v,vi,58,84,85,86.87,89,91 ,92,95,96,97,124,127,131,136 Kota Pantai v,84,85,87,1 36 Kota Mandiri v,87,89.92.96,97.136 Komunitas Kecil136
l Lan99anan 131, 136
M Mandiri Pedesaan 136 Masyarakat Pesisir iii,S,10,136 Modernisasi perikanan 136 N Nelayan tradisional136 Nelayan vii,10,18,22,2426.27,28.30,62.64,73,125.126,127,129, ,136 NKRI(Negara Kesatuan Republik Indonesia) 44,58,136
__
Dinamika Pernwn9\1nan
Mils)'arabt Pesisir Oan Pe1'batasan MtlfitiAl
131,132
Dr.H.Ha~o AJmulIhat. M. SI
o Orang Melayu 137 Orang Malaysia 137
P Pandega 77,137 Pasar 30,137 Patron 3,6,34,36,44,50,52,5759,127,130,132,135,137 Peasant fisher 137 Pembangunaniii,vi.5.59,61 Pemberdayaan Pemberdayaan
,91,92,93.94,96,97,98,123,125,126,127,137
59,60,123,125,127,128,137 Masyarakat 59,123.127
Petani nelayan 137 Perbatasan 44,46.50,54,57,58,59,133,137 Perikanan 1,24,26,30,67,68,70,100,103,104.124,127,130,137 Pertukaran 51,137 Perubahan 505ial137 PNPM (Program Nasional Pemerintah daerah masyarakat) 6.59,60,137 Pola Patron Kilen 50,137 Posisl 505IaI17,22,23,31, 137
5 50A (sumber daya alaml 44,58,137 50siol09i Iv,I,5,7, 124,125,127.128, 137 Stratifikasi 50sia165, 133, 137 Struktur 50slaI17,31,34,137 Sumber daya laut 137 Trawl 133,137 Wani1a 21,137 Wolf 3,34,48,128,137
0,. H. MaAn Almutat\lt. M..SoI