DINAMIKA PEMBANGUNAN MASYARAKAT KABUPATEN GARUT (1993-2008) Oleh Dwi Vina Lestari 1
ABSTRAK Karya ini bertujuan untuk mengetahui dinamika pembangunan kehidupan masyarakat Kabupaten Garut dalam bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, dan perekonomian tahun 1993-2008. Penulisannya menggunakan metode sejarah, terdiri atas empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian ini, dinamika pembangunan masyarakat Kabupaten Garut selama tiga kepemimpinan bupati (1993-2009) mengalami peningkatan. Keadaan ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah maupun pusat dalam menetapkan berbagai kebijakan untuk memajukan pembangunan di Kabupaten Garut. Dalam bidang kependudukan dilihat dari penurunan laju pertumbuhan penduduk. Dalam bidang kesehatan dilihat dari peningkatan Angka Harapan Hidup. Dalam bidang pendidikan dilihat dari peningkatan rata-rata lama sekolah dan Angka Melek Huruf. Dalam bidang perekonomian dilihat dari Persentase Distribusi Regional Bruto dan peningkatan daya beli masyarakat. Secara keseluruhan, perkembangan tersebut dapat dilihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 1996 sebesar 65,5% (berada pada posisi menengah bawah) menjadi 70,53% pada tahun 2008 (berada pada posisi menengah atas). Kata kunci: dinamika, heuristik, kritik, interpretasi, historiografi, dan IPM.
ABSTRACT This paper aims to discover the dynamics of Garut community s development in population, health, education, and economy from 1993 to 2008. This research employs the historical method, consists of four levels, namely heuristic, criticism, interpretation, and historiography. The result shows that there is continuous escalation in the dynamics of development in Garut District during three period of regent ledership (19932009). This situation is due to the role of regency government, as well as the provincial in settling the policies to promote development in Garut. Garut District development progress in this research are seen from declined population growth rate for population aspect, increased in the Number of Life Expectancy for health aspect, increased in average length of schools and the Number of Literacy for education sector, and Percentage of Gross Regional Distribution and increase in community s purchasing power for economy aspect. On the whole, these developments can be seen from the number of Human Development Index (HDI) 1
Mahasiswa Strata Satu, Universitas Padjdjaran, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Ilmu Sejarah, Lulus 18 Juli 2012.
1
in 1996 is 65.5% (the lower middle position) to 70.53% in 2008 (the upper middle position). Keyword: dynamics, heuristic, criticism, interpretation, historiography, and HDI I. PENDAHULUAN Saat ini, penulisan sejarah kuantitatif jarang ditemui. Padahal, jenis sejarah tersebut dengan metode kuantitatifnya sangat menarik, khususnya mengukur kemajuan atau perbedaan dalam perbandingan, namun sukar untuk ditetapkan apabila data tidak memadai (Kartodirdjo, 1993: 108). Untuk membuktikan pengertian tersebut dan mengisi kekosongan yang ada, dilakukan penelitian sejarah kuantitatif, dengan objek penulisan Kabupaten Garut. Keberadaannya sebagai salah satu kabupaten yang ada di Indonesia tentunya mengalami perkembangan atau dinamika, baik secara sosial maupun ekonomi. Hal ini didukung oleh fakta sejarah, bahwa Kabupaten Garut tidak hanya mengisi sejarah revolusi di Indonesia. Akan tetapi, juga ikut berperan dalam pembangunan, khususnya di Jawa Barat. Sehubungan dengan anggapan tersebut, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Kabupaten Garut dalam catatan sejarahnya terlihat melakukan berbagai upaya pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pembangunan merupakan isu yang paling menarik dalam sistem pemerintahan pusat maupun daerah. Paradigma ini semakin populer sejak United Nation Development Program (UNDP) memperkenalkan Human Development Indeks (HDI) atau dikenal sebagai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai alat ukur kesejahteraan manusia pada tahun 1990 (Tjiptohenyanto, 2008: 1). Sejak saat itu, keberhasilan pembangunan di suatu daerah selalu dilihat dari tingkat IPM, begitu juga di Kabupaten Garut. Dalam perkembangannya, selama kurun waktu 1996-2008 IPM di Kabupaten Garut mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun tetap berada di bawah IPM Provinsi Jawa Barat. Untuk melihat proses tersebut, menarik jika di lihat perkembangannya secara kuantitatif. Pada penelitian ini akan diketahui gambaran umum, sistem pemerintahan, dan faktor yang menyebabkan dinamika pembangunan Kabupaten Garut tahun
2
1993-2008, serta jalannya proses pembangunan tersebut. Selain itu, bertujuan untuk menambah dan melengkapi koleksi sejarah Kabupaten Garut. Penulisan karya ini dibatasai oleh ruang lingkup berupa batasan spasial dan temporal. Batasan spasial adalah Kabupaten Garut dan batasan temporal adalah tahun 1993-2008. Sementara itu, metode yang digunakan adalah metode sejarah. Metode sejarah memiliki empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi (Herlina, 2008: 15-16). Pertama, heuristik. Heuristik adalah tahapan atau kegiatan mencari, menemukan, dan menghimpun sumber, informasi, jejak masa lampau (Herlina, 2008: 17). Dalam penelitian ini, pencarian sumber dilakukan di beberapa perpustakaan yang ada di Bandung, Kabupaten Garut, dan Jatinangor. Sumber yang telah dicari dan dihimpun kemudian diuji, dikenal dengan kritik yang merupakan tahapan kedua dari metode sejarah. Kritik dapat dibedakan atas dua yaitu kritik eksternal (keautentikan sumber) dan kritik internal (kredibilitas sumber) (Herlina, 2008: 24-25). Setelah sumber diseleksi, maka akan terkumpul data yang perlu dimaknai, dikenal dengan interpretasi merupakan tahapan ketiga dari metode sejarah, terdiri atas analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) (Herlina, 2008: 36-37). Pada tahapan ini, penulis melakukan rekonstruksi imajinatif terhadap objek yang diteliti, sehingga menjadi suatu yang harmonis, masuk akal, dan dipahami sebagai kisah sejarah. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan terhadap ilmu-ilmu sosial sebagai alat analisis. Dalam hal ini, penulis menggunakan konsep pembangunan. Siagian mengartikan pembangunan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 2007:4). Tahapan terakhir dari metode sejarah adalah historiografi atau penulisan. Historiografi merupakan tahapan atau kegiatan menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imaginatif masa lampau sesuai dengan jejak-jejaknya (Herlina, 2008: 16).
3
II. PEMBAHASAN a. Gambaran Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak pada 6º56'49'' - 7º45'00'' Lintang Selatan (LS) dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur (BT) yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang sebelah utara, Kabupaten Tasikmalaya sebelah timur, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur sebelah barat, dan Samudera Hindia sebelah selatan (Pemerintah Kabupaten Garut, 2011: 5). Pembentukan Kabupaten Garut berawal pada tanggal 16 Februari 1813, ketika Raffles mengeluarkan surat keputusan mengenai pembentukan kembali Kabupaten Limbangan dengan ibukotanya di Suci. Sebagai sebuah ibukota kabupaten, Suci tidak memenuhi persyaratan karena daerahnya sempit untuk perluasan kota. Oleh karena itu, Bupati Limbangan, Adiwijaya (1813-1831) membentuk sebuah panitia guna mencari tempat yang cocok bagi ibukota kabupaten. Pada mulanya panitia menemukan tempat sekitar tiga kilometer di sebelah Timur Suci, yakni Cimurah, namun sulit diperoleh air bersih. Kemudian, panitia mencari tempat ke arah Barat dari Suci, kurang lebih lima kilometer, dan menemukan sebuah tempat yang cocok guna dijadikan ibukota. Pada waktu itu panitia menemukan mata air yang tertutup semak belukar berduri, salah seorang dari mereka tangannya kakarut (tergores) dan orang Belanda meniru kata itu dengan menyebut gagarut . Sejak saat itu, mereka menamakan tanaman berduri dengan Ki Garut dan telaganya dengan Ci Garut . Dengan ditemukannya Ci Garut maka daerah sekitar tempat itu dikenal dengan nama Garut. Selanjutnya, pada tanggal 15 September 1813 diletakkan batu pertama untuk membangun sarana dan prasarana ibukota. Sekitar tahun 1821 ibukota Kabupaten Limbangan pindah dari Suci ke Garut. Pada tanggal 1 Juli 1913, berdasarkan surat keputusan Gubernur Jendral tanggal 7 Mei 1913 No.60, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut dengan ibukotanya Garut (Sofianto, 2001: 9-11). Kabupaten
Garut
merupakan
daerah
agraris.
Sebagian
besar
masyarakatnya bekerja sebagai petani. Selain itu juga bergerak dalam sektor
4
industri dan pariwisata. Masyarakatnya dikenal sebagai orang Sunda dan bersifat religius. Dilihat dari kondisi pemerintahannya, selama tahun 1993-2008 di daerah ini terjadi peralihan dua zaman dari Orde Baru ke Reformasi, peralihan dua sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi, dan pergantian tiga kepala daerah mulai dari Drs. H. Toharudin Gani (1993-1998), Drs. H. Dede Satibi (1999-2004), dan Agus Supriadi (2004-2009).
b. Pembangunan Masyarakat Kabupaten Garut (1993-2008) Pembangunan merupakan proses perubahan kehidupan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik secara berencana dan berkesinambungan. Dalam pengertian yang sederhana masyarakat diartikan sebagai sekelompok manusia yang memiliki kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Dalam hal ini, kebijakan pembangunan ditujukan untuk kepentingan masyarakat umum, sehingga menciptakan manusia yang berumur panjang, kreatif, dan sejahtera. Untuk melihat kebijakan tersebut, maka dapat diperhatikan dari, laju pertumbuhan penduduk, kesehatan, pendidikan, ekonomi. Pertama, dari laju pertumbuhan penduduk. Grafik 1.1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Garut Tahun 1993-2008 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Garut Tahun 1993-2008 3 2 1 0
2.75
2.32
1.55
1993-1998
1993-1998
1999-2004
1999-2004
2005-2008
2004-2009
Tahun
Sumber: diolah dari data kependudukan Kabupaten Garut yang dimuat dalam buku Kabupaten Garut dalam Angka 1993,1994, 1995, 1996, 1997, 1998, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut.
5
Berdasarkan grafik 1.1, rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Garut menunjukkan trend menurun. Pada tahun 1993-1998 sebesar 2,32%, mengalami sedikit peningkatan menjadi 2,75% pada 1999-2004. Keadaan ini disebabkan karena selama kurun waktu 1999-2004 terjadi peningkatan angka kelahiran di Kabupaten Garut, sehingga jumlah penduduk di daerah ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Dalam perkembangannya, dalam kurun waktu 2005-2008 terjadi penurunan menjadi 1.55%. Fakta ini menunjukkan bahwa program Keluarga Berencana (KB) di daerah Garut mengalami keberhasilan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan kurangnya sarana dan prasarana pendidikan, serta rendahnya kehidupan ekonomi mengakibatkan terjadinya migrasi penduduk, salah satunya ke Kota Bandung. Kedua, dilihat dari perkembangan kesehatan. Kesehatan merupakan tolak ukur kualitas kehidupan manusia, terutama yang berkaitan dengan pendidikan dan perekonomian. Untuk itu, kualitas dan kuantitas kesehatan di Kabupaten Garut dapat dilihat dari perkembangan Angka Harapan Hidup (AHH). Grafik 1.2 Perkembangan Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Garut Tahun 1993-2008.
AHH
Perkembangan Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Garut Tahun 1993-2009 80 60 40 20 0
62.8
1996
64.8
62.97
61.2 1993
63.5
59.4
1999
2002
2005
2008
tahun
Sumber: diolah dari data Angka Harapan Huruf (AHH) di Kabupaten Garut yang dimuat dalam buku Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Garut.
Berdasarkan grafik 1.2, secara umum Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Garut tahun 1993-2008 cenderung meningkat, namun mengalami penurunan pada tahun tertentu. Pada tahun 1993, AHH di Kabupaten Garut sebesar 62,8% (±1.070.867 jiwa penduduk), mengalami sedikit penurunan pada 1996 menjadi 61,2% (±1.154.906 jiwa penduduk) dan 59,4% (± 1.141.395 jiwa
6
penduduk) pada 1999. Bisa jadi keadaan ini terjadi akibat tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga terjadi penurunan Angka Harapan Hidup (AHH). Dalam perkembangannya, sejak tahun 2002 hingga 2008 mengalami peningkatan dari 62,97% (1.347.033 jiwa penduduk) menjadi 64,8% (±1.519.629 jiwa penduduk). Keadaan ini terjadi karena perkembangan prasarana kesehatan (berupa Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit ABRI, Puskesmas, Balai Pengobatan, BKIA, Apotek, Toko Obat), tenaga medis, dan para medis baik secara kualitas maupun kuantitas, secara merata dan menyeluruh. Selain itu, terjadi akibat program kesehatan yang dilakukan pemerintah, berupa pelayanan kesehatan masyarakat, penyuluhan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi, dan pembinaan pengobatan tradisional. Ketiga, dilihat dari bidang pendidikan. Sama halnya dengan sistem pendidikan nasional, pendidikan di Kabupaten Garut terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal. Sehubungan itu, maka pendidikan formal terdiri atas pendidikan anak usia dini (2 tahun), pendidikan dasar (6 tahun), pendidikan menengah pertama (3 tahun), pendidikan menengah atas (3 tahun), dan pendidikan tinggi (5 tahun). Sementara itu pendidikan non formal terdiri atas Paket A, Paket B, dan Paket C. Perkembangan dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah dan Angka Melek Huruf (AMH). Dalam perkembangannya, selama tahun 1993-2008 kedua tolak ukur ini menunjukkan trend meningkat. Grafik 1.3 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata Lama Sekolah
di Kabupaten Garut tahun 1993-2008 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Garut tahun 1993-2008
8 6
6.7
5.7
7.1
6.8
6.2
4 2 0 1996
1999
2002 Tahun
7
2005
2008
Sumber: diolah dari data rata-rata lama sekolah di Kabupaten Garut yang dimuat dalam buku Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Garut.
Berdasarkan grafik 1.3, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Garut tahun 1993-2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 1996 berkisar sekitar pada 5,7 tahun. Tiga tahun kemudian, mengalami peningkatan menjadi 6,2 tahun. Dalam perkembangannya, pada tahun 2002 meningkat menjadi 6,7 tahun. Keadaan ini terus berlanjut pada tahun 2005 menjadi 6,8 tahun dan 7,1 tahun pada tahun 2008. Keadaan ini terjadi akibat perkembangan sarana dan prasarana pendidikan secara merata dan menyeluruh ke seluruh daerah yang ada di Kabupaten Garut. Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah, berupa program Wajib Belajar Sembilan tahun, dan peningkatkan kesadaran masyarakat Kabupaten Garut terhadap pendidikan. Realita tersebut juga dapat diperhatikan dari rasio sekolah terhadap murid (secara kuantitas) dan rasio guru terhadap murid (secara kualitas) setiap tahunnya mengalami penurunan. Semakin kecil angka rasio yang dihasilkan, menjelaskan semakin meningkatnya mutu pendidikan di Kabupaten Garut. Tingginya laju pertumbuhan guru dan sekolah terhadap jumlah murid mengakibatkan semakin kecil angka rasio yang dihasilkan. Dalam hal ini, guru bisa memperhatikan perkembangan murid secara merata dan murid merasa nyaman dengan fasilitas yang ada, sehingga tujuan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai. Akibatnya, terjadi peningkatan usia rata-rata lama sekolah di Kabupaten Garut dari kelas enam sekolah tingkat SD semester dua pada tahun 1996 menjadi kelas delapan semester satu sekolah tingkat SMP tahun 2008, serta Angka Melek Huruf (AHH) dari 92,74% pada tahun 1993 menjadi 98,89 % pada tahun 2008. Secara umum, perkembangan pendidikan di Kabupaten Garut dalam pendidikan formal, informal, dan non formal dapat diketahui dari Angka Melek Huruf (AMH). AMH merupakan persentase penduduk yang berumur sepuluh tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis kata-kata atau kalimat yang sederhana baik huruf latin maupun lainnya (Badan Pusat Statistik, 2005: 70). Semakin tinggi persentase AMH, maka semakin tinggi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Kabupaten Garut.
8
Berdasarkan grafik 1.4, perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Garut tahun 1993-2008 trend meningkat. Pada tahun 1993 AMH di wilayah ini sebesar 92,74% (± 1.581.405 jiwa penduduk). Tiga tahun kemudian, AMH di Garut mengalami mengalami peningkatan menjadi 92,9% (± 1.753.117 jiwa penduduk). Dalam perkembangannya, kembali mengalami peningkatan pada tahun 1999 menjadi 96,8% (±1.860.052 jiwa penduduk). Akan tetapi, pada tahun 2002 sedikit mengalami penurunan menjadi 95,72% (2.047.610 jiwa penduduk). Bisa jadi keadaan ini disebabkan oleh perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi, sehingga setiap daerah harus mengurus pembangunan daerahnya secara mandiri. Selanjutnya, pada tahun 2005 kembali terjadi peningkatan menjadi 98,16% (± 2.197.891 jiwa penduduk). Situasi ini kembali terjadi pada tahun 2008 menjadi 98,89% (± 2.319.007 jiwa penduduk). Grafik 1.4 Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Garut Tahun 1993-2008
AMH
Perkembangan Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Garut Tahun 1993-2008 100 80 60 40 20 0
92.74 92.9
1993
1996
96.8
1999
95.72
2002
98.16
2005
98.89
2008
Tahun
Sumber: diolah dari data Angka Melek Huruf (AMH) di Kabupaten Garut dimuat dalam buku Indikator Makro Ekonomi Kabupaten Garut.
yang
Sama halnya dengan peningkatan rata-rata lama sekolah, peningkatan AMH di Kabupaten Garut setiap tahunnya disebabkan oleh peningkatan sarana dan prasarana pendidikan secara luas dan merata ke daerah-daerah yang ada di Kabupaten Garut. Disamping itu, kebijakan pemerintah dalam memajukan mutu pendidikan dan meningkatnya perekonomian masyarakat juga merupakan faktor pendorong dalam proses pembangunan dalam bidang pendidikan di Kabupaten Garut.
9
Keempat, dilihat dalam perekonomian. Pembangunan ekonomi merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita suatu daerah mengakibatkan semakin tingginya daya beli masyarakat. Grafik 1.5 Perkembangan Kemampuan Daya Beli (PPP) di Kabupaten Garut Tahun 1993-2008
Angka PPP
Perkembangan Kemampuan Daya Beli (PPP) di Kabupaten Garut Tahun 1996-2008 700 600 500 400 300 200 100
568.2
537 547.42
1994
1996
1998
2000
2002
626.93 546.12 548.5 541.61
2004
2006
634.95 630.72
2008
Tahun
Sumber: diolah dari data Susenas 1999 dalam buku Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diterbitkan PBS Jawa Barat, BPS Susenas tahun 1996 dalam buku Analisis Komponen Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat 1996-1999 yang diterbitkan PBS Jawa Barat tahun 2000, Penyusunan Data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Jawa Barat tahun 2006, Indikator Makro Kabupaten Garut tahun 2004, BPS Kabupaten Garut terdapat dalam Selayang Pandang Kabupaten Garut yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Garut tahun 2011.
Berdasarkan grafik 1.5, secara umum perkembangan kemampuan daya beli masyarakat Kabupaten Garut tahun 1993-2008 menunjukkan trend yang relatif konstan. Pada tahun 1996 sebesar Rp 568,2. Mengalami sedikit penurunan menjadi Rp 547,42 pada tahun 1999. Tiga tahun kemudian, kembali mengalami penurunan menjadi Rp 537. Dalam perkembangannya, tahun 2003 mengalami sedikit peningkatan menjadi Rp 546,12. Keadaan seperti ini terus berlanjut, hingga tahun 2008 kemampuan daya beli masyarakat Kabupaten Garut berkisar sekitar Rp 634,96. Angka tersebut cenderung stabil. Hal ini disebabkan oleh ± 45% masyarakat Kabupaten Garut bergerak dalam sektor pertanian. Sisanya bergerak dalam sektor pertambangan, penggalian, industri, listrik, gas, air minum, pertambangan, hotel, restoran, angkutan, bank & lembaga keuangan, dan jasajasa, sehingga kemampuan daya beli di Kabupaten Garut tidak menunjukkan 10
perkembangan yang pesat. Fakta tersebut juga dapat diperhatikan dari Persentase Produk Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Garut pada tahun 2008, sebesar 46,01% berasal dari sektor pertanian. Akibatnya, selama tahun 1996-2008 PPP di Kabupaten Garut hanya berkisar antara Rp 568,2- Rp 634,95. Secara umum, keberhasilan pembangunan di Kabupaten Garut dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat ukur kesejahteraan manusia dengan melihat tiga indikator yang meliputi aspek kesehatan, pendidikan, dan kemampuan ekonomi (Tjipteheriyanto dan Nagib, 2008: 1-2). IPM juga dikenal dengan Human Developmeny Index (HDI) dan diperkenalkan oleh United Nation Development Program (UNDP) tahun 1990. Grafik 1.6 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Garut dan Jawa Barat Tahun 1996-2008
Angka IPM
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Garut dan Jawa Barat Tahun 1996-2008 75 73 71 69 67 65 63 61 59 57 55
IPM Kabupaten Garut IPM Jawa Barat
1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
2009
Tahun
Sumber: diolah dari Analisa Komponen Indeks Pembangunan Manusia Jawa Barat 19961999, Data Basis untuk Analisa Indeks Pembangunan Manusia, Indikator Makro Kabupaten Garut tahun 2004,Penyusunan data Basis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat tahun 2007, Penyusunan Data Basis Untuk Analisis IPM Jawa Barat 2006-2008.
Berdasarkan grafik 1.6, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Garut dan Jawa Barat menunjukkan trend meningkat dengan satu kali penurunan pada tahun 1999. Pada tahun 1996 IPM Kabupaten Garut sebesar 65,5% dan Jawa Barat sebesar 69,6%. Tiga tahun kemudian, IPM kedua wilayah ini mengalami penurunan menjadi 59,4% untuk Kabupaten Garut dan 64,6% untuk Jawa Barat. 11
Keadaan ini disebabkan oleh krisis ekonomi 1998 dan pergantian sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Khusus untuk Kabupaten Garut, penurunan terjadi akibat penurunan AHH dari 61,2% menjadi 59,4%, dan kemampuan daya beli dari Rp 568,2 menjadi Rp 547,42 pada tahun 1999. Dalam perkembangannya, pada tahun 2002 kembali terjadi peningkatan menjadi 65,59% untuk Kabupaten Garut dan 67,45% untuk Jawa Barat. Satu tahun kemudian, angka ini kembali mengalami peningkatan menjadi 66,03% untuk Kabupaten Garut dan 67,87% untuk Jawa Barat. Keadaan ini terus terjadi hingga tahun 2008 menjadi 70,53% untuk Kabupaten Garut dan 71,12% untuk Jawa Barat. Perkembangan tersebut terjadi sebagai akibat dari peningkatan pembangunan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi secara luas dan merata. Meskipun demikian, dalam kurun waktu 1996-2008, IPM Kabupaten Garut berada di bawah IPM Jawa Barat.
III.
SIMPULAN Kabupaten Garut merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis, daerah ini terletak pada 6º56'49'' - 7º45'00'' Lintang Selatan (LS) dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur (BT) yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang sebelah utara, Kabupaten Tasikmalaya sebelah timur, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur sebelah barat, dan Samudera Hindia sebelah selatan. Masyarakatnya dikenal dengan suku Sunda. Mayoritas penduduknya beragama islam dan berprofesi sebagai petani. Secara umum, proses pembangunan masyarakat Kabupaten Garut tahun 1993-2008 mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka IPM setiap tahunnya dari 65,5% pada tahun 1996 menjadi 70,53% pada tahun 2008. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan pemerataan pembangunan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Selain itu, situasi ini disebabkan keadaan lingkungan saat itu. Meskipun demikian, selama kurun waktu tersebut IPM Kabupaten Garut berada dibawah IPM Jawa Barat. Untuk itu, diperlukan
12
peningkatan pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi agar IPM Kabupaten Garut setara dengan IPM Provinsi Jawa Barat.
DAFTAR SUMBER
BPS Kabupaten Garut. Kabupaten Garut Dalam Angka 1993, 1994, 1995, 1996, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009. BPS Provinsi Jawa Barat. 2000. Analisis Komponen Pembangunan Manusia Jawa Barat 1996-1999. BPS Provinsi Jawa Barat. 2002. Data Basis Untuk Analisis Indeks Pembangunan Manusia. BPS Kabupaten Garut. Indikator Makro Kabupaten Garut Tahun 2004. BPS Provinsi Jawa Barat. 2009. Penyusunan Data Basis Untuk Analisis IPM Jawa Barat 2006-2008. Herlina, Nina. 2008. Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika. Humas Pemda TK 1 Jabar.1995. Jawa Barat Setelah 50 Tahun Kemerdekaan RI. Imadudin, Lim dan Sidu Galba. 2006. Sejarah Kabupaten/KOTA di Jawa Barat dan Banten; Garut-SubangBekasi- Tasikmalaya-Tanggerang. Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Kartodirjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Siagian, Sondang P. 2007. Administrasi Pembangunan; Konsep, Dimensi dan Strategi. Jakarta: Bumi Aksara. Sofianto, Kunto. 2001. 13
Garoet Kota Intan; Sejarah Lokal Kota Garut, Sejak Zaman Kolonial Belanda Hingga Masa Kemerdekaan. Jatinangor: Alqarprint Jatinangor. Tjiptoheriyanto, Priyono dan Laila Nagib (ed). 2008. Pengembangan Sumber Daya Manusia; Antara Peluang dan Tantangan. Jakarta: LIPI Press.
14