DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL TAHUN AJARAN 2012-2013
JAKARTA 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL TAHUN AJARAN 2012-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang wajib diikuti oleh setiap warga negara, dan pemerintah menjamin penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa pendidikan nasional sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab; c. bahwa dalam mewujudkan pendidikan nasional yang berkualitas, dilakukan evaluasi pendidikan secara terukur dan berkesinambungan melalui pengendalian mutu secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan, dimana evaluasi tersebut oleh pemerintah diwujudkan dalam bentuk Ujian Nasional (UN); d. bahwa dalam penyelenggaraan Ujian Nasional sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas, penetapan kriteria utama kelulusan tidak sejalan dengan amanat undang-undang yang mengamanatkan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan; e. bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia telah melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan Ujian Nasional sebanyak tiga kali dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, dan pada tahun 2012, DPD RI telah melaksanakan pengawasan terhadap Sistem Pendidikan Nasional yang didalamnya mencakup pengawasan terhadap penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun 2012; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, berkenaan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2012-2013;
417
Mengingat : 1. Pasal 22D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243); 4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata tertib; 5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009; Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-14 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang IV Tahun Sidang 2012-2013 tanggal 13 Juni 2013 MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERTAMA
:
KEDUA
:
KETIGA
:
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG HASIL PENGAWASAN DPD RI ATAS PELAKSANAAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL TAHUN AJARAN 2012-2013. Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2012-2013 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Isi dan rincian Hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam diktum Pertama, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2013 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PIMPINAN Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA.
418
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR HEMAS
DR. LAODE IDA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL TAHUN AJARAN 2012-2013 BAB I PENDAHULUAN A.
UMUM Pendidikan merupakan salah satu hak dasar yang wajib dipastikan pemenuhannya oleh negara agar setiap warga negara dapat mengembangkan potensi diri, kepribadian, dan keterampilan untuk memperbaiki peri kehidupannya sebagaimana amanat UUD NRI Tahun 1945. Atas dasar itu negara menyelenggarakan pembangunan nasional di bidang pendidikan. Pembangunan nasional di bidang pendidikan dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dalam UU Sisdiknas dirumuskan dengan sangat jelas tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Pasal 3 UU Sisdiknas menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan merumuskan sistem yang dapat memastikan penyelenggaraan pendidikan berkualitas, di antaranya dengan melakukan evaluasi pendidikan secara terukur dan berkesinambungan sebagaimana disebut dalam Pasal 57 ayat (2) UU Sisdiknas. Evaluasi pendidikan dilakukan sebagai bagian atau wujud kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan, evaluasi itu telah ditetapkan oleh UU Sisdiknas yang menjadi bagian integral dari seluruh sistem pendidikan nasional. Sejalan dengan itu, pelaksanaan evaluasi terhadap peserta didik yang merupakan salah satu unsur dari evaluasi pendidikan dilakukan berdasarkan dan berpijak pada argumentasi di atas. Evaluasi terhadap peserta didik juga seharusnya didukung oleh seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan dan sejalan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana disebut dalam Pasal 4 UU Sisdiknas. Sejak kelahirannya, Dewan Perwakilan Daerah RI sesuai dengan fungsi dan kewenangannya, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, telah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Ujian Nasional (UN)—yang didalilkan oleh pemerintah sebagai bentuk evaluasi peserta didik—sebagai bagian dari pengawasan atas pelaksanaan UU Sisdiknas. Hasil pengawasan DPD RI sejak tahun 2009 hingga tahun 2012 memperlihatkan ketegasan
419
sikap dan komitmen DPD RI terhadap penyelenggaraan UN berikut berbagai persoalan yang menyertainya. Ketegasan sikap dan komitmen DPD RI itu, antara lain, menyangkut keabsahan pelaksanaan UN. Pada pokoknya DPD RI berpendapat bahwa penyelenggaraan UN dari sisi aspek hukum bertentangan dengan UU Sisdiknas, sedangkan dari aspek proses pemelajaran, penyelenggaraan UN telah melanggar prinsip-prinsip dan hakikat pendidikan. Berbagai bentuk kebocoran dan/atau kecurangan terhadap bahan UN yang selalu terjadi pada setiap penyelenggaraan UN masih ditemui pada penyelenggaraan UN 2013. Duplikasi dan penggandaan bahan UN yang tidak memenuhi prinsip-prinsip kerahasiaan dilakukan sebagai jalan keluar atas kekurangan bahan UN pada hari pelaksanaan UN. Kisruh penyelenggaraan UN 2013 mencapai puncaknya dengan terjadinya penundaan dan/atau pengunduran penyelenggaraan UN tahun 2013 bagi jenjang pendidikan sekolah menengah atas dan sederajat. Lebih buruk lagi, penundaan dan/atau pengunduran penyelenggaraan UN tahun 2013 itu terjadi bukan di satu atau dua provinsi saja melainkan terjadi di sebelas provinsi di Indonesia, yakni (i) Kalimantan Selatan, (ii) Kalimantan Timur, (iii) Sulawesi Utara, (iv) Gorontalo, (v) Sulawesi Tengah, (vi) Sulawesi Barat, (vii) Sulawesi Selatan, (viii) Sulawesi Tenggara, (ix) Bali, (x) Nusa Tenggara Barat, dan (xi) Nusa Tenggara Timur. Terjadinya penundaan tersebut bukan hanya membuktikan bahwa penyelenggaraan UN bermasalah, melainkan juga membuktikan bahwa penyelenggaraan UN tersebut cacat hukum karena tidak dilakukan secara serentak sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) No.0020/P/BNSP/I/2013 tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan UN. B. DASAR HUKUM 1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pasal 31 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pasal 224 ayat (1) huruf e (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota; 7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional; 8. Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0020/P/BSNP/I/2013 tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, Sekolah Menengah Kejuruan serta Pendidikan Kesetaraan Program Paket A/ULA, Program Paket B/WUSTHA, serta Program Paket dan Program Paket C Kejuruan Tahun Pelajaran 2012/2013. C. MAKSUD DAN TUJUAN Tujuan pengawasan pelaksanaan UU Sisdiknas yang difokuskan pada penyelenggaraan UN tahun 2013 adalah sebagai berikut : 1. menggali informasi, temuan, aspirasi, dan data dari berbagai kalangan yang terlibat dalam pelaksanaan UU Sisdiknas, terutama yang berkaitan dengan berbagai persoalan dalam pelaksanaan ujian nasional sebagai bentuk evaluasi hasil belajar peserta didik; 2. menetapkan dan merumuskan sikap dan pernyataan politik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan UN sebagai bentuk evaluasi hasil belajar peserta didik; dan 3. menyampaikan hasil pengawasan dan rekomendasi agar terjadi perubahan kebijakan yang konstruktif terhadap sistem pendidikan nasional secara umum dan secara khusus terhadap pelaksanaan UN sebagai bentuk evaluasi hasil belajar peserta didik. D. KELUARAN DAN TINDAK LANJUT Hasil pengawasan ini disahkan pada tanggal 13 Juni 2013 dalam Sidang Paripurna DPD RI ke-14 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2012-2013 untuk selanjutnya disampaikan kepada DPR RI, Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara terkait guna ditindaklanjuti sesuai mekanisme dan ketentuan undang-undang yang berlaku.
420
BAB II PELAKSANAAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL TAHUN AJARAN 20122013 A.
SUBJEK KEGIATAN PENGAWASAN Pelaksanaan fungsi pengawasan DPD RI diarahkan pada obyek pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta terkait pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama dalam perspektif perdaerahan. B.
OBJEK KEGIATAN PENGAWASAN Salah satu program kerja DPD RI pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 adalah fungsi pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2012-2013. Berbagai kasus terkait dengan masalah penyelenggaraan ujian Nasional Tahun Ajaran 2012-2013 menjadi dasar bagi Sidang Pleno Komite III DPD RI untuk melakukan pengawasan tersebut. C.
METODE DAN INSTRUMEN PENGAWASAN Sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Peraturan Tata Tertib DPD RI, Pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dilakukan melalui rangkaian sebagai berikut : a. pembahasan terhadap aspirasi masyarakat; b. Inventarisasi masalah c. pengamatan/observasi secara langsung ke lapangan (objek pengawasan); d. wawancara; e. telaah data dan dokumentasi; f. diskusi terbuka melalui RDPU dengan pakar dan para pemangku kepentingan yang terkait, dan; g. penyusunan hasil pengawasan D.
WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN PENGAWASAN Pengawasan atas pelaksanaan UU Sisdiknas dilakukan oleh DPD RI terhadap seluruh aspek dan proses pelaksanaan ujian nasional tahun 2013, yaitu sebagai berikut. a. Pengawasan UN dilakukan selama empat tahun terakhir (2009 s.d. 2012); b. Penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah (masa reses) dilakukan tanggal 29 Maret s.d. 28 April 2013; c. Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Prof. Iwan Pranoto, guru besar Institut Teknologi Bandung dilakukan tanggal 3 Mei 2013; d. Penyusunan Pokok-Pokok Materi Hasil Pengawasan DPD RI terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2012-2013; dan e. Penyusunan Hasil Pengawasan DPD RI terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Ajaran 2012-2013 pada tanggal 2 sampai dengan 4 Mei 2013.
421
BAB III TEMUAN MENONJOL PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL BERKENAAN DENGAN PENYELENGGARAAN UJIAN NASIONAL TAHUN AJARAN 2012-2013 Pengawasan DPD RI terhadap UU Sisdiknas difokuskan pada pelaksanaan Ujian Nasional 2013 sebagai bentuk evaluasi hasil belajar peserta didik, yaitu sebagai berikut : A. Sikap, Pandangan, dan Pendapat Serta Rekomendasi DPD RI terhadap pelaksanaan UN dalam empat tahun terakhir (2009 s.d. 2012) DPD RI secara konsisten telah menetapkan sikap, pandangan, dan pendapatnya untuk menolak penyelenggaraan UN sebagai syarat kelulusan peserta didik. Sikap, pandangan, dan pendapat tersebut merupakan rangkuman atas hasil pengawasan DPD RI yang dilakukan sejak tahun 2009 s.d. 2012 terhadap penyelenggaraan UN sebagai bagian dari pengawasan atas pelaksanaan UU Sisdiknas sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 22 ayat (3) UUD 1945, bahkan tidak hanya itu, DPD RI juga telah memberikan berbagai rekomendasi atas penyelenggaraan UN sebagai upaya perbaikan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Penolakan DPD RI atas penyelenggaraan UN berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagai berikut: Pertama, Pelaksanaan Ujian Nasional sebagai bentuk evaluasi terhadap peserta didik yang dilaksanakan oleh pemerintah—dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)—berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 63 ayat (1) Jo Pasal 67 ayat (1) Jo Pasal 76 ayat (3) huruf b, bertentangan dengan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang secara tegas menyebutkan bahwa evaluasi terhadap peserta didik merupakan wewenang pendidik bukan pemerintah. Kedua, penyelenggaraan UN mengingkari amar putusan Mahkamah Agung atas perkara No. 2596K/Pdt/2009 yang mewajibkan kepada pemerintah untuk melakukan pemenuhan dan pemerataan atas standar nasional pendidikan, seperti standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, hingga pemenuhan akses informasi sebagai prasyarat penyelenggaraan UN. Faktanya adalah bahwa pemenuhan dan pemerataan atas standar nasional pendidikan belum dilakukan oleh pemerintah, tetapi UN tetap diselenggarakan. Pemenuhan dan pemerataan atas standar nasional pendidikan harus menjadi kewajiban hukum yang utama dan menjadi prioritas bagi pemerintah jika dibandingkan dengan kewajiban hukum penyelenggaraan UN. Ketiga, hasil UN gagal mewujudkan tujuannya sebagai pemetaan mutu pendidikan nasional yang sebenarnya. Hasil pemetaan yang dilakukan berdasarkan angka kelulusan peserta didik tidak valid dan tidak dapat dipertahankan secara ilmiah karena masih terdapat berbagai kecurangan dalam penyelenggaraan UN. Keempat, penyelenggaraan UN juga telah melanggar prinsip-prinsip pedagogis, filosofis, sosiologis, dan psikologis dalam penyelenggaraan pendidikan karena menimbulkan berbagai dampak buruk yang seharusnya dihindari bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter kuat dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kelima, penyelenggaraan UN yang signifikannya dipertanyakan dan diragukan merupakan pemborosan atas penggunaan anggaran negara yang luar biasa yang sarat akan penyalahgunaan dan penyelewengan. B.
Temuan dan Fakta atas Penyelenggaraan UN Tahun 2013 Meskipun dari sisi teknis pemerintah mendalilkan bahwa telah melakukan berbagai upaya agar penyelenggaran UN tahun 2013 lebih baik, temuan DPD RI atas penyelenggaraan UN tahun 2013, baik yang merupakan fakta hukum maupun teknis penyelenggaraan UN, menunjukan sebaliknya, bahkan terkesan lebih buruk. Beberapa temuan DPD RI atas penyelenggaraan UN 2013 diuraikan sebagai berikut. Pertama, ketentuan Pasal 31 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menegaskan adanya jaminan hak setiap warga negara untuk mendapat pendidikan dasar. Selain itu, pada Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 NRI Tahun dirumuskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Implikasinya, pemerintah harus dapat memastikan pemenuhan hak sekaligus kewajiban konstitusional setiap warga negara mengikuti pendidikan dasar, dalam hal ini pendidikan dasar sembilan tahun. Di dalam konteks di atas, penyelenggaraan UN—
422
khususnya pada jenjang pendidikan tingkat dasar (SD)—bertentangan dan melanggar ketentuan konstitusional UUD NRI Tahun 1945. Hal itu disebabkan bahwa peserta didik yang tidak lulus UN di jenjang pendidikan SD akan berdampak pada tertundanya atau tidak terpenuhinya hak dan sekaligus kewajiban konstitusional warga negara untuk mendapatkan pendidikan dasar sembilan tahun yang dijamin Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945. Kedua, adanya konflik antar peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pasal 35 ayat (3) UU Sisdiknas menegaskan bahwa pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. Di sisi lain, Pasal 67 ayat (1) PP Standar Nasional Pendidikan merumuskan bahwa pemerintah menugasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan. Kedua ketentuan di atas saling bertentangan sebab Pasal 35 ayat (3) UU Sisdiknas tidak memberikan kewenangan kepada BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional, tetapi hanya memberikan kewenangan sebatas pengembangan standar nasional pendidikan berikut pemantauan dan pelaporan pencapaiannya. Hal itu berbeda dengan ketentuan Pasal 67 ayat (1) PP Standar Nasional Pendidikan di atas. Ketiga, penyelenggaraan UN menimbulkan budaya buruk yang mereduksi mutu pendidikan nasional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan pembentukan karakter peserta didik. Budaya buruk dimaksud, antara lain, digunakannya model pengukuran domain kognitif teramat rendah sehingga merusak budaya belajar dan bernalar peserta didik. Pengamanan yang berlebihan terhadap penyelenggaraan UN menimbulkan trauma psikologis bagi peserta didik. Selain itu, dalam penyelenggaraan UN masih terdapat praktik kecurangan dan kebohongan sehingga akan berdampak negatif terhadap pembentukan karakter peserta didik. Pada akhirnya, berbagai permasalahan penyelenggaraan UN di atas berakibat pada kegagalan tujuan UN sebagai pemetaan mutu pendidikan dan terjadi praktik pemborosan anggaran negara. Keempat, strategi pemerintah mengatasi kebocoran dan/atau kecurangan terhadap bahan UN melalui penyiapan dua puluh varian bahan UN berikut lembar jawabannya menimbulkan kontradiksi dengan tujuan yang hendak dicapai. Faktanya, penyiapan dua puluh varian bahan UN tidak serta merta mengurangi tingkat kebocoran dan/atau kecurangan karena adanya kekurangan jumlah soal UN di daerah sehingga dilakukan penggandaan yang membuka peluang kebocoran. Selain itu, dua puluh varian bahan UN tersebut tidak didukung dengan pengukuran ilmiah tentang kesetaraan antar varian bahan UN. Kelima, terjadinya penundaan dan/atau pemunduran penyelenggaraan UN tingkat sekolah menengah atas dan sederajat. Penundaan dan/atau pengunduran penyelenggaraan UN pada sebelas provinsi bukan hanya membuktikan bahwa penyelenggaraan UN bermasalah, melainkan juga membuktikan bahwa penyelenggaraan UN cacat hukum karena tidak dilakukan serentak sebagaimana disebut dalam Bagian IV tentang Pelaksanaan UN Huruf A Nomor 4 Lampiran Peraturan BNSP No.0020/P/BNSP/I/2013 tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan UN. Keenam, penyelenggaraan UN telah menisbikan kewenangan daerah dalam melakukan evaluasi terhadap peserta didik yang dilakukan pendidik pada setiap satuan pendidikan di seluruh Indonesia sebagaimana amanat Pasal 58 ayat (1) UU Sisdiknas. Penyelenggaraan UN— yang sentralistik yang dilakukan oleh pusat—hanya menempatkan pemerintah daerah sebagai pihak yang diajak bekerja sama dalam penyelenggaraan UN sebagaimana disebut dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2013. Hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan, yakni kemajemukan bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU Sisdiknas, karena berdampak pada berkurangnya sebagian besar kewenangan daerah di bidang pendidikan, khususnya dalam penyelenggaraan UN. Padahal, sebagaimana amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pendidikan merupakan bidang pembangunan yang telah dilimpahkan kewenangannya secara penuh kepada pemerintah daerah untuk mengurusnya. C.
Penanggung Jawab Penyelenggaraan UN Tahun 2013 Berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan UN sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, pada akhirnya berujung pada pertanyaan mendasar menyangkut siapa yang paling bertanggung jawab atas kekisruhan penyelenggaraan UN berdasarkan kewenangan yang diberikan. Fakta hukum sebagai temuan DPD RI terkait penanggung jawab penyelenggaraan UN diuraikan sebagai berikut: Pertama, pemerintah adalah penyelenggara dan penanggung jawab utama penyelenggaraan UN. Jika merujuk Pasal 63 ayat (1) Jo Pasal 66 ayat (1) PP Standar Nasional Pendidikan yang
423
pada pokoknya menyatakan bahwa penilaian terhadap peserta didik dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk ujian nasional, diperoleh makna bahwa penyelenggara UN adalah pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah adalah penanggung jawab utama dari seluruh tahapan dan rangkaian penyelenggaraan UN. Kedua, berdasarkan ketentuan Pasal 67 ayat (1) PP Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan. Di sisi lain, ketentuan Pasal 16 Permendikbud Nomor 3 Tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional memberikan kewenangan kepada BSNP untuk menerbitkan Peraturan BSNP mengenai prosedur operasional standar penyelenggaraan UN. Ketentuan Pasal 16 Permendikbud di atas bertentangan dengan hakikat kewenangan BSNP berdasarkan Pasal 67 ayat (1) PP Standar Nasional Pendidikan, sebab BSNP hanya menjalankan tugas atau mandat dari Pemerintah, dalam hal ini Mendikbud. Konsekuensinya, seharusnya hanya pemerintah—dalam hal ini Mendikbud—yang dapat menerbitkan peraturan berkenaan dengan penyelenggaraan UN. BSNP tidak dapat menerbitkan peraturan untuk menyelenggarakan UN. D. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Menjadi Akar Permasalahan Penyelenggaraan UN Seluruh hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh DPD RI mengindikasikan bahwa PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjadi akar berbagai permasalahan penyelenggaraan UN yang telah terjadi selama ini. Dengan demikian, PP No 19 Tahun 2005 tidak dapat dijadikan sebagai landasan hukum bagi penyelenggaran evaluasi (UN) terhadap peserta didik.
424
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil pengawasan sebagaimana diuraikan di atas, DPD RI menyimpulkan dan menyampaikan rekomendasi sebagai berikut. A. Kesimpulan 1. DPD RI menolak penyelenggaraan UN sebagai syarat kelulusan peserta didik sebagaimana hasil keputusan DPD RI terkait hasil pengawasan atas penyelenggaraan UN tahun 2009 hingga 2012. 2. DPD RI menilai penyelenggaraan UN selayaknya dibatasi sebagai sarana untuk pemetaan mutu pendidikan semata dan tidak dikaitkan dengan kelulusan peserta didik. 3. Penyelenggaraan UN—khususnya pada jenjang pendidikan tingkat dasar (SD)—bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 karena UN melanggar hak sekaligus kewajiban konstitusional warga negara dalam pemenuhan wajib belajar sembilan tahun. 4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak dapat dijadikan dasar hukum penyelenggaraan UN karena bertentangan dengan UU Sisdiknas sehingga kehadirannya justru menjadi pangkal masalah dari berbagai persoalan penyelenggaraan, seperti inkonsistensi regulasi mengenai lembaga yang berwenang dalam menyelenggarakan UN. 5. Penyelenggaraan UN menimbulkan budaya buruk, seperti kebohongan, kecurangan, dan pembodohan yang mereduksi mutu pendidikan nasional sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan pembentukan karakter peserta didik. 6. Upaya pemerintah—dalam mengatasi kebocoran dan/atau kecurangan terhadap bahan UN melalui penyiapan dua puluh varian bahan UN berikut lembar jawabannya—tidak menjamin teratasinya persoalan kebocoran dan/atau kecurangan dalam penyelenggaraan UN. 7. Penundaan penyelenggaraan UN di 11 provinsi tidak sesuai dengan ketentuan Bagian IV tentang Pelaksanaan UN Huruf A Nomor 4 Lampiran Peraturan BNSP No.0020/P/ BNSP/I/2013 tentang POS Penyelenggaraan UN yang mensyaratkan penyelenggaraan UN secara serentak. 8. Badan Nasional Standar Pendidikan tidak berwenang menerbitkan peraturan yang mengatur penyelenggaraan UN. Kewenangan pengaturan UN berada pada Pemerintah sesuai dengan ketentuan Pasal 67 PP Standar Nasional Pendidikan. 9. Daerah tidak berperan dalam penyelenggaraan UN, padahal pendidikan telah menjadi kewenangan otonomi penuh pemerintah daerah sebagaimana amanat UU Pemerintahan Daerah. B. Rekomendasi Berdasarkan simpulan di atas, Komite III DPD RI merekomendasikan hal-hal sebagai berikut. 1. Mendesak pemerintah melaksanakan seluruh rekomendasi DPD RI terhadap pengawasan pelaksanaan UN tahun 2009 hingga 2012. 2. Menghapus penyelenggaraan UN sebagai syarat kelulusan peserta didik karena selain bertentangan dengan ketentuan Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945 juga berdampak pada budaya buruk, kecurangan, kebohongan, dan pemborosan anggaran negara yang mereduksi mutu pendidikan nasional serta tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan pembentukan karakter peserta didik. 3. Membatasi penyelenggaraan UN hanya sebatas sebagai sarana pemetaan mutu pendidikan. 4. Mendesak Pemerintah untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan menerbitkan PP baru sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan evaluasi terhadap peserta didik yang substansi materinya tidak bertentangan dengan UU Sisdiknas. 5. Mengembalikan kewenangan daerah untuk menyelenggarakan evaluasi terhadap peserta didik.
425
BAB V PENUTUP Demikian hasil pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkenaan dengan Penyelenggaraan Ujian ANsional Tahun Ajaran 2012-2013. Hasil pengawasan ini disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ke-14 dan selanjutnya disampaikan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan masukan dan pertimbangan agar Pendidikan di Indonesia pada masa yang akan datang menjadi lebih baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada bangsa dan Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Juni 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PIMPINAN Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA.
426
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR HEMAS
DR. LAODE IDA