DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT FINALISASI PENYUSUNAN DRAFT RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KOMITE IV DPD RI MASA SIDANG V TAHUN SIDANG 2015-2016
I.
KETERANGAN
1. 2.
Hari Tanggal
: :
Selasa 19 Juli 2016
3. 4. 5.
Waktu Tempat Pimpinan Rapat
: : :
20.23 WIB – 22.26 WIB Hotel Shangri-La Pimpinan Rapat 1. Dr. H. Ajiep Padindang, SE., MM (Ketua) 2. Drs. H. Ghazali Abbas Adan (Wakil Ketua) 3. Drs. H. A. Budiono, M.Ed (Wakil Ketua)
6.
Sekretaris Rapat
:
7.
Acara
:
Finalisasi Penyusunan Draft RUU SPPN
8. 9.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT: RAPAT DIBUKA PUKUL 20.23 WIB
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Jadi kita tadi telah men-skorsing sore. Saya memang sengaja skorsing karena beberapa teman ini malam dua rapat yang sama di alat kelengkapan yang lain, ini susahnya memang. BAP kan mulai malam ini juga dan kalau tidak, dia tidak bisa rumuskan laporan nanti di Sidang Paripurna. Baik, dengan mengucapkan bismillahirahmanirohim saya cabut skorsing yang kita jalankan tadi sore. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam. Salam sejahtera untuk kita sekalian. Pak Budi beserta Bapak Ibu Anggota ditempat yang saya hormati, Ibu Siska, Pak Sofwat dan Pak Abu Bakar Jamalia, Pak Heri. Kita lanjutkan diskusi kita dan mungkin mudah-mudahan masih bertambah teman-teman yang hadir dan kepada staf ahli Kom ite IV yang saya butuhkan itu semacam simpulan pandangan. Ini sudah bagus tapi nanti kedalam begitu. Tadi sore banyak masukan-masukan, banyak pemikiran, Pak Kodrat dan teman-temannya, tim ahli penyusun. Saya ingin membagi dua sesi. Sesi pertama taruhlah 30 menit komentar umum dari Bapak-bapak kalau ada tapi saya sebenarnya mau langsung komentar apa bisa diintrodusir dalam pasal atau sulit? Nah kalau sulitnya dimana, kalau membahasakannya bisa kemudian. Jadi kita sudah lebih teknis lagi karena tadi ada beberapa hal teknis dan Ibu Siska kemarin malam sudah menyampaikan juga ditanggapannya di Bab 8 pasal sekian ya. Jadi ada saya janjikan bahwa nanti besok malam ditanggapi karena itu saya kira Ibu Siska tidak kalau mau mengulang boleh juga sebelum kita memberikan tanggapan atau sudah dicatat malam lalu. Ya oke. Baik sudah bisa? Saya persilakan dengan hormat. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih banyak Pak Ketua. Alhamdulilah di luar apa yang mungkin tidak bisa dipenuhi malam ini Pak Ketua, yang jelas kami semua sepakat bahwa pengenaan sanksi sebagai alat penguat legitimasi dari undang-undang ini bisa kami akomodir dalam dua sisi. Tapi sebelum ke masalah sanksi ingin mengutarakan terlebih dahulu terkait dengan beberapa pertanyaan yang sifatnya memang butuh dijawab karena ini menjadi sesuatu yang sifatnya juga harus mempunyai tanggung jawab DPD sebagai inisiator dari undang-undang ini. Yang pertama yaitu masalah desa Pak. Memang desa ini punya undang-undang sendiri, undang-undangnya juga sangat jelas begitu ya menempatkan desa. Tapi memang kelemahan selalu ada pada setiap undang-undang termasuk undang-undang yang sedang kita susun ini Pak. Kalau kita samakan misalkan desa seperti halnya seperti pemerintahan otonom yang normal yang diatur dalam undang-undang 1945 contohnya yaitu kabupaten, kota, provinsi dan negara begitu ya, kita akan sangat ya merasa tidak mampu sama sekali bagaimana desa yang ribuan ini masukan ke dalam undangundang perencanaan pembangunan ini. Hanya satu mungkin jalan masuknya desa di Musrembang Pak atau apapun namanya itu. Tadi kan Pak Ketua sudah katakan peran serta 1 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
masyarakat. Jadi mau tidak mau Pak memang ini yang agak sulit kita terima ya, dan kita sadar betul bahwa karena ada undang-undang yang mengatur desa ya sudah berarti undangundang ini memang masalah desa itu dikecualikan, supaya jujur bahwa undang-undang ini memang punya satu kelemahan juga, gitu Pak ya. Nah Pak Ketua izinkan saya untuk masalah sanksi. Jadi masalah sanksi ini memang terkait dengan dari pemikiran... PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Kalau bisa dari depan saja, dari judul kita belum klop ini. Jadi kita dari depan ke belakang. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Baik, dari sisi judul Pak, memang kita harus putuskan dan kami juga sangat meminta bahwa keputusan ini tidak dari tim saja karena ada staf ahli juga dan teman-teman, Bapakbapak Senator ini pertimbangan sudah kami utarakan kenapa kami lebih cocok dengan rencana perencanaan pembangunan tanpa ada nasional karena sebetulnya kita sudah bicara nasional dan daerah di dalamnya. Perangkatnya pun juga jelas nasional dan daerah, itu adalah pilihan tim akhirnya putuskan bahwa kami lebih cenderung setuju tentang Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan, tanpa nasional. Kecuali kalau memang ingin berbicara nasional dan kita akhirnya ketentuan Pak Ketua. Ketentuan kembali harus kita pisahkan bahwa toh disebutkan pembangunan nasional termasuk juga pembangunan daerah perencanaannya dan pembangunannya. Ini juga keputusan tim. Itu yang pertama mengenai masalah judul. Ya silakan Pak. PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Interupsi Pimpinan. Apakah disisir satu persatu. Jadi misalnya ini soal judul bagaimana keputusannya begitu. Terus kalau sudah ada kesepakatan pindah lagi ke materi lain, gitu. Jadi supaya satu persatu jangan nanti putar-putar terus. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Iya saya sudah bilang tadi tanggapi runut dari depan ke belakang tapi bukan berarti kita mau sahkan baru per sel per sel karena seperti judul ini kan itu baru pandangan tim ahli penyusun, padahal berkembang juga misalnya judulnya adalah sistem perencanaan dan penganggaran, yang disimpulkan oleh tim ahli adalah sistem perencanaan pembangunan, itu kan jadi kita tidak bisa putuskan menerima sistem perencanaan pembangunan. Jadi ini kita tidak bisa langsung putuskan menerima sistem perencanaan pembangunan, kalau masih ada waktu kita diskusikan lagi. Lanjut saja dulu. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Ya oke Pak Ketua. Sebagai tambahan Pak Ketua tangan Bapak-bapak Senator dan mungkin teman-teman staf ahli sudah saya upayakan transfer akhir dari PP yang sedang disusun oleh Bappenas, yang judulnya juga tentang Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional. Dalam draft PP ini yang sedang disusun saya kira sudah clear bahwa PP ini juga nanti akan menjadi penguat dari undang-undang yang kita punya sehingga alasan kami dengan membuat 2 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
nomenklatur undang-undang sistem perencanaan pembangunan akan dikuatkan juga oleh PP yang sebetulnya PP ini juga sudah diamanatkan dalam undang-undang ini, kira-kira demikian. Lalu yang berikutnya adalah masukan tentang, yang kami coba ini Pak ya yang kami coba inventarisir yaitu tentang masalah pendefinisian ya, kami pikir sudah bisa diakomodir nah tadi juga ada beberapa teman Bappenas yang diminta Pak Deputi untuk hadir, ini Pak yang salah satunya masalah kohesif. Masalah kohesif ini kami sadari memang mau tidak mau harus dimasukan karena kalau kohesif itu berarti unsur kolaborasinya tidak terlalu pure murni hierarki yang sifatnya top down tapi juga tidak murni bottom up, kohesif ini bisa menjadi tambahan yang cukup menarik dalam materi draft undang-undang. Kemudian yang lain juga masalah sistem ya, nanti sistem kita akan tambahkan dalam ketentuan umum. Apa itu sistem? Kalau perencanaan ada, pembangunan ada maka sistem juga memang kita terima untuk memang menjadi salah satu pengaya dalam ketentuan umum. Yang lain juga sebetulnya masalah sudah ya. Yang berikutnya, nah ini, tadi Pak John sudah mengklarifikasi sebetulnya masalah pemerataan dalam asas dan tujuan. Kalau di kita sudah ada berkeadilan kata Pak John sebenarnya tidak ada masalah, tapi unsur pemerataan itu bisa kita perkuat dipenjelasan karena sudah ada dijelaskan, dijelaskan, dijelaskan. Kira-kira itu jawaban yang bisa kami penuhi. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Sebentar Pak. Jadi supaya sepaham kita, kata dijelaskan itu bukan berarti penjelasan pasal, itu adalah penjelasan tentang asas. Beda penjelasan pasal, beda penjelasan karena definisi pada sebuah istilah. Oke sepaham dulu. Jadi misalnya begini, Bapak katakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam kurung dijelaskan, bukan penjelasan pasal itu, penjelasan tentang apa itu penyelenggaraan pemerintah yang baik kan? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Iya, jadi begini Pak, karena kalau kita kembalikan penjelasan dari batang tubuh ini tidak akan menjadi berbeda dengan undang-undang yang existing maka ini penjelasan pasal. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Bukan Pak Kodrat, apa yang dimaksud penjelasan dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dalam sebuah peraturan perundang-undangan adalah menjelaskan sebuah istilah yang tidak bisa dibahasakan secara tegas di dalam pasal. Oleh karena itu dipenjelaskan diuraikan, tapi dengan contoh penyelenggaraan pemerintahan yang baik itu tidak perlu dijelaskan karena semua orang paham apa itu pemerintahan yang baik, good govermence itu maka tidak perlu ada kata dijelaskan. Kebersamaan tidak perlu dijelaskan dalam pejelasan pasal, kan begitu. Biasanya pengantarnya penjelasan itu dia dimuat dalam pengantar umum, gitu. Oke malah sepaham. Karena jangan sampai pengertian kita yang dimaksud dijelaskan ini adalah masih menggunakan teori-teori dalam.. Tidak ya? Jadi kuncinya di sini diterima tidak kearifan sebagai salah satu asas? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Ini kalau kita memutuskan Pak, kalau memang tadi apalagi Pak Ketua katakan tidak perlu ada penjelasan toh semuanya sudah jelas begitu ya, apalagi Pak John juga sudah 3 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
mengklarifikasi bahwa pemerataan itu terjawab oleh berkeadilan. Bila arahnya adalah bagaimana menambahkan tentang kearifan lokal, maka kami berkeputusan tidak menerimanya dengan alasan bahwa kearifan lokal sudah banyak muncul di dalam beberapa hal yang terkait dengan otonomi daerah tapi kembali bahwa ini karena ini forum diskusi Pak, toh ada ada undang-undang juga undang-undang lain, undang-undang lingkungan contohnya dengan bijak memasang kata kearifan lokal tapi asasnya memang panjang, asasnya sampai M begitu ya, asasnya cukup pendek, tapi itu kembali Pak itu baru keputusan kami karena tidak ada masalah sebetulnya memasukan sebagai penguat. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pak Maret barangkali, kearifan bisa menjadi bahasa asas dari segi hukum ini? PEMBICARA : MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima Pak Ketua, sebetulnya begini Pak, kalau kita bicara teori mengenai asas memang agak sulit Pak ya dimasukan, tapi saya kembali melihat bahwa sudah ada aturan yang memang mencantumkan kearifan lokal sebagai asas, itu ada di Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Jadi menurut saya secara praktis kearifan lokal bisa dijadikan asas Pak karena dalam praktek sudah dilakukan seperti itu. Tapi kalau kita kaitannya dengan teori memang butuh kajian lebih luas Pak ya, sampai kearifan lokal itu bisa di state sebagai sebuah asas. Mungkin itu sedikit tambahan Pak. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Jadi ada pertimbangannya adalah kami punya ambigu dalam hal ini walaupun keputusan tidak memasangnya sekarang, toh ada tetap justifikasi bahwa ada undang-undang lain yang ada kearifan lokal dalam asasnya. Tapi kita sudah ada. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pertanyaan yang paling mendasar kearifan sebenarnya saya tidak katakan kearifan lokal, kearifan begitu ya. Nantilah kalau dia perda maka digunakan kata kearifan lokal,. Kearifan ini sebagai suatu kata, begitu pentingkah dalam pandangan Bapak-bapak, begitu pentingkah dia menjadi asas di perencanaan dan penganggaran. Kalau di Undang-Undang lingkungan ya mungkin jawabannya begitu penting karena berkait dengan komunitas masyarakat adat yang bertugas menjaga lingkungan tapi dalam konteks perencanaan dan penganggaran seberapa urgensi asas itu menjadi nafas sebuah perencanaan penganggaran. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Banyak Pak Ketua. Jadi kembali kepada jawaban semula itu Pak kami berpikir dalam even dalam naskah akademikpun masalah kearifan ini tidak terlalu krusial dalam masalah perencanaan karena sebetulnya perencanaan bagaimanapun sudah memasukan Pak unsur diskresi kebijakan karena tadi ada partisipasi masyarakat adapun unsur leadership ada unsur leadership yang bertahap sehingga kearifan memang sudah ada di dalamnya, termasuk yang kita, kalau kita mau pakai kearifan lokal, even kearifan, saya pikir tidak perlu ada asas di unsur perencanaan, toh proses perencanaan sendiri akan sangat kental dengan kearifan seseorang pimpinan karena otonomi di daerah dibuat dan juga tadi Pak leadership tadi. Kalau 4 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
saya pikir, kami pikir mohon maaf tim memutuskan tidak memasang itu karena alasan tersebut Pak. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Lanjut kalau begitu, tidak usah, daripada panjang diskusinya soal itu, ke pemerintahan yang baik itu ke pemerintahan yang baik itu sudah ada kearifan di dalamnya. Maksud saya ini tidak usah diperdebatkan. PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL DRAFTER) Sedikit saja Pak pemahaman saya di sini tentang masalah kearifan. Jadi begini, kalau menurut hemat kami, yang memuncul inikan Pak John. Justru pada asas keadilan itu sudah cukup karena persoalan yang kemarin itu kan perbedaan. Kalau kearifan nanti konteksnya merujuk pada khasanah lokal, dengan budaya, ilmu pengetahuan, itu biasanya. Jadi kalau menurut kami keadilan itu sudah menjawab. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Lanjut. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih Pak Ketua, terima kasih Pak. Yang berikutnya adalah kalau tidak salah pasal yang memuat hal yang terkait dengan ruang lingkup. Ini jawabannya mungkin Pak Dani ya apakah lazim Pak, sesuatu yang sifatnya menjadi isi dari pasal kemudian diulang kembali menjadi judul bab. Terima kasih. PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL DRAFTER) Terima kasih Pimpinan. Izin Pimpinan. Jadi dalam naskah akademis pun disebutkan bahwa ruang lingkup itu adalah ruang lingkup dengan peraturan perundang-undangan. Nah kemudian kenapa menjadi judul bab, Penafsiran bukan, tafsirnya adalah bahwa ini bagian daripada ruang lingkup pengaturan undang-undang. Jadi bab itu mencerminkan ruang lingkup. Terima kasih. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih banyak. Demikian Pak. Dalam artian hukum artinya ada sedikit kelaziman yang bisa diterima. Kemudian yang berikut, kita juga ingin sedikit meluruskan dan memohon izin dari para Senator. Kami akan menambah ayat tambahan tentang bagaimana RPJPN ini menjadi satu hal yang sama kuatnya atau minimal punya kekuatan ya. Kami sama seperti Pak Ajiep tadi, kami tidak bisa membahasakan langsung menjadi GBHN tapi memang RPJPN ini kita akan 5 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
coba dibentuk ya dengan tambahan ayat menjadi pedoman. Kalau silakan saja kalau misalkan kita ada yang tadi beberapa hal muncul tambahkan ayat tambahkan haluan negara, mungkin mirip-mirip ke GBHN tapi kalau kami milih tadi Pak Ajiep bilang pola. Mungkin yang tepat adalah kalau menambahkan ayat bahwa RPJPN ini yang sudah melalui jaringan aspirasi ini adalah pedoman pembangunan. Saya kasih buat Pak. RPJPN akan, mohon maaf, tambahan ayatnya adalah RPJPN menjadi pedoman pembangunan dalam upaya mencapai tujuan negara. Demikian Pak. Dan terima kasih juga tambahan dari Pak Ajiep terutama Pak Ketua telah ingatkan bahwa RPJPN ini penjaringan aspirasinya memang bukan langsung oleh DPD dan DPR Pak, memang ada tim independen, kalau tidak salah dibahasakan juga ya? Jadi karena dari awal juga sudah diinginkan misalnya peran perguruan tinggi, peran masyarakat, LSM, dan seterusnya. Jadi diputuskan kami terima Pak. Jadi jaring asipirasi ini memang harus diupayakan diinisiasi oleh DPD dan DPR tapi prosesnya tentu oleh pembentukan tim. Bagaimana mungkin Pak Maret yang bahasa ayatnya? PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Baik mohon izin Pak Ketua. Tadi hasil kesepakatan tim, pembahasan kami sebetulnya memang karena mungkin menghindari istilah GBHN, haluan, tadi sempat kami juga jadikan alternatif tapi mungkin jiwanya itu adalah kita men-state istilah negara di situ. Jadi mungkin usulan kami itu adalah tambahan satu ayat yang men-state secara tegas bahwa RPJPN nasional itu menjadi pedoman pembangunan dalam upaya mencapai tujuan negara. Jadi itu rumusan awal yang coba kami usulkan, nanti mohon mungkin berkenan Bapak Ibu Senator juga untuk mengkritisinya mungkin. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Sebentar, sebentar. Pak Budi ini yang pedoman ya pedoman. Padahal di pasal itu sendiri bukan pedoman lagi itu sebenarnya. RPJPN jadi dasar perencanaan pembangunan jangka panjang kan? Kalau Bapak pasang lagi satu ayat kata pedoman itu mengecilkan arti ayat sebelumnya yang sudah dasar. Pedoman itu kan lemah pengertian sebagai pedoman. Nah ini bagaimana memperkuat justru RPJPN ini sebagai landasan sebagai dasar, sebagai pengambilan, apa penetapan kebijakan apapun itu begitu. Jadi jangan kata pedoman menurut saya, karena pedoman ini melemahkan lagi, melemahkan. Setuju tambah misalnya tambah satu ayat tapi jangan melemahkan ayat sebelumnya. PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Izin Pak Ketua. Terima kasih Pak. Mungkin memang pedoman pembahasan kami sebelumnya tadi apakah kita menjadikan haluan Pak ya tapi tadi mungkin pertimbangan kami untuk menghindari istilah GBHN, tapi mungkin tadi Pak Ketua sampaikan juga menginspirasi apakah mungkin nanti secara tekstual kami ubah bahwa RPJPN ini menjadi landasan bagi misalnya bagi seluruh bangsa, nah itu mungkin itu landasan itu mungkin usulan yang baik Pak mungkin itu masukan. Terima kasih. 6 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Sedikit dulu. Jadi teman-teman begini, kerangka pikirnya kan begini, RPJPN ini ditetapkan dalam Tap MPR bukan undang-undang, kan begitu konsepnya kan? PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Izin Pak. Sebetulnya RPJPN itu tetap dengan undang-undang Pak. Jadi ide awalnya adalah ini, mohon izin Pak saya cerita sedikit bahwa aspirasi oleh DPR dan DPD tadi itu sebetulnya dibahas di MPR sebagai hasil kesepakatan itu menjadi dasar dalam penyusunan RPJPN yang ditetapkan oleh undang-undang. Jadi bentuk penetapan RPJPN itu tetap dengan undang-undang Pak. Hanya dalam proses penyusunan itu ada tadinya kita ingin menyatakan ketetapan MPR sebagai landasan karena secara nasional gitu kan ini pembangunannya lingkupnya lebih besar, itu Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik-baik, justru saya katakan bahwa RPJPN ini yang sekarang kita punya gagasan itu bukan dengan undang-undang lagi, tapi dia dengan Tap MPR. Konteksnya begini Pak Maret dan Bapak-Bapak sekalian silakan diskusikan saja, berkembang dan menjadi pemikiran bahkan nanti ini akan menjadi misi MPR. MPR akan mengeluarkan, pertama MPR akan memperkuat posisi ketetapan MPR, itu dulu. Jadi Pak Maret jadi begini, GBHN dulu kan kuat, ketetapan MPR, kenapa dia kuat? Karena dia Tap. Tap MPR sekarang tidak kuat karena dia bukan sumber hukum. Nah dalam perubahan dalam amademen UUD 1945 nanti akan diubah untuk memposisikan Tap MPR itu sebagai sumber hukum, itu intinya itu sebagai sumber hukum. Kalau sekarang Tap MPR tidak sumber hukum karena itu Tap MPR yang mengamanatkan amademen terhadap penguatan kewenangan DPD ini yang susah jalan, padahal sebenarnya ini Tap MPR ini Pak. Tap MPR nomor sekian mengatkaan tugas MPR selanjutnya adalah mengubah Undang-Undang Dasar 1945 untuk memperkuat posisi kewenangan DPD. Sekarang ini kami setengah mati berjuang untuk bisa ini, padahal sudah Tap MPR. Nah oleh karena itu, pemikiran kita supaya tadi GBHN dalam bahasa yang lain, taruhlah GBHN dalam bahasa RPJPN sekarang, itu ditetapkan memang dengan Tap MPR. Itu sebabnya MPR membentuk badan pekerja. Badan pekerja seperti kayak Orde Baru, maaf ya, badan pekerja inilah yang menyerap aspirasi dari masyarakat, dari cendekiawan, dari segala macam lahirlah rancangan RPJPN tadi yang kemudian ditetapkan dengan Tap MPR yang nanti dijabarkan dalam RPJM dengan undang-undang misalnya atau dengan apa, selanjutnya begitu. Nah kira-kira kerangka pikirnya seperti itu. Oke. PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Izin Pak Ketua. Baik Pak. Mohon izin juga Pak Ketua. Sebetulnya saya setuju Pak dengan Pak Ketua sampaikan tadi bahwa memang kami menyusun ini dalam mindset Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pak dimana Tap MPR belum jadi sumber hukum tapi memang manakala barangkali ke depannya Tap MPR nanti punya status yang menjadi sumber hukum justru kami pada awalnya memang inginnya dengan ketetapan MPR namun melihat kendala secara formil Undang-Undang Nomor 12 bahwa Tap MPR di posisi saat ini memang belum punya kekuatan hukum sebagai sumber hukum kami berikan alternatif seperti ini tapi kedepannya kalau memang itu jadi lebih kuat kami justru merekomendasikan ini dengan ketatapan MPR Pak. 7 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Sekarang pertanyaan kepada legal drafter, ini hubungan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang tata peraturan perundang-undangan. Kalau kita cantumkan disitu kata-kata atau kalimat ditetapkan dengan keputusan atau dengan ketetapan MPR melanggarkah itu? Melanggarkah itu dengan asumsi-asumsinya bahwa nanti RUU pembahasan 2017 dan tahun 2017 itu amandemen terjadi di sana itu. Sebenarnya targetnya ini amandemennya tahun 2017, gerakan untuk proses amandemen itu akhir tahun, AgustusSeptember, amandemen akan ditargetkan 2017. Pada saat yang sama, undang-undang ini akan kita targetkan sudah terbahas 2017. Kira-kira bisa Pak Maret atau... PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Izin sedikit Pak, sebelum Pak Dani. Sebetulnya begini Pak, kalau justifikasi secara konsep Pak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 itu sebetulnya itu yang mengunci itu sebenarnya penjelasan pasalnya Pak, penjelasan tentang Ketetapan MPR bahwa itu adalah ketetapan MPR yang berlaku sebelumnya. Itu yang jadi permasalahan. Namun secara konsep Pak penjelasan itu tidak mengikat, bukan norma. Makanya kami berani mencantumkan ketetapan MPR dengan asumsi ya kami sedikit mem-break gitu Pak ya hukum formil itu karena kita asumsikan bahwa sesuai hierarki Tap MPR di atas Undang-Undang. Nah jadi kami state berani seperti itu namun memang secara formil ada kendala dan saya sudah justifikasi ke tim legal drafting bahwa penjelasan itu bukan norma begitu, kita berani saja seperti itu Pak tapi mungkin Pak Dani bisa justifikasi itu. Terima kasih Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Dani, legal drafter. PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL DRAFTER) Izin Pimpinan. Saya ingin bacakan tentang ini juga menjadi diskusi yang sangat intens di tingkat antara legal drafter dan tim perumus karena pada prinsipnya legal drafter tetap berpegang kepada ketentuan undang-undang khususnya lampiran 2 angka 1.7. Walaupun kemudian itu disebutkan sebagai penjelasan itu bukan sebuah norma, namun di sini disebutkan bahwa penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi membentuk peraturan perundangundangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frase, kalimat, atau padanan kata/istilah asing dan norma yang disertai dengan contoh. Nah kita kembali pada ketentuan penjelasan Pasal 7, izin Pimpinan saya buka. Pasal 7 Ayat (1) huruf b, yang dimaksud dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 MPR Tahun 2003 tentang peninjauan terhadap materi status hukum, Ketetapan MPR Sementara Ketetapan Majelis Permusyawaratan tahun 1960 sampai dengan tahun 2002 tanggal 7 Agustus. 8 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
Jadi singkatnya begini Pimpinan, bahwa saat ini hanya ada 3 Ketetapan MPR yang existing. Pertama, Ketetapan MPR mengenai Timor-Timor. Kedua, Ketetapan MPR mengenai PKI dan ketiga mengenai sistem ekonomi. Selain itu semuanya sudah dicabut dan sudah diganti dengan undang-undang. Oleh karenanya semangat daripada ulasan Pasal 7 Ayat (1) huruf b ini bermakna bahwa hanya 3 Ketetapan MPR yang masih dijadikan sebagai sumber hukum, selain itu tidak boleh lagi. Terima kasih Pimpinan. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Jadi saya tambahkan sedikit. Itu oke saya terima, cuma kan perkembangan diskusinya begini, Tap MPR itu didorong untuk kembali menjadi kuat hasil amademen karena di sana nanti akan mengatur visi presiden, misi presiden, yang bisa dimintai pertanggungjawabannya oleh MPR itulah yang disebut haluan negara. Kalau sekarang ini tidak ada kewenangan DPR apalagi MPR untuk meminta pertanggungjawaban terhadap komitmen visi presiden terhadap rakyat ketika dia calon untuk pertanggungjawabkan sekarang. Jadi kan sekarang kesulitan MPR apalagi, DPR apalagi MP kalau presiden sekarang melenceng dari visi ketika dia calon karena tidak ada media yang, tidak ada secara institusi hukum yang bisa dimintakan pertanggungjawaban, mana komitmen janji politik, ini kan cuma bahasa awam saja. Presiden ataupun gubernur ataupun bupati, mana janji politiknya dulu? Itu cuma bahasa bahasa awam. Sekarang bagaimana menguatkan secara hukum bahwa presiden ataupun gubernur ataupun bupati telah melanggar komitmen visinya sebagai calon yang dia jabarkan dalam kepemerintahannya. Itu keinginan-keinginan yang berkembang di MPR sekarang sehingga mendorong lahirnya Tap MPR. Nah kira-kira bagaimana mewadahi ini secara, saya sependapat bahwa itu tidak mungkin dengan ada sekarang tapi bagaimana kita mewadahi disitu karena inilah yang paling aktual Pak, ini yang paling aktual. Sekarang yang berkembang di MPR, sekarang ini saja Pak John dan Pak Bambang saya punya teman Komite IV ini sedang rapat untuk mempersiapkan kesimpulan pendapat DPD terhadap usulan amandemen. Bayangkan itu. Pak Rahmi sebelum kembali ke Pak Maret. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR) Terima kasih. Terhadap RPJPN ya, terkait dengan apakah kita dengan apakah kita memberi bobot hukumnya dengan Tap MPR, soalnya tadi tidak bisa jadi dasar hukum. Nah cuma kan juga tidak mungkin kita menunggu sesuatu yang belum jelas ini. Menurut kami boleh kita tetapkan RPJPN ini dengan Tap MPR dan itu menurut hemat kami dengan adanya tambahan ayat baru, ini tetap tidak bisa jadi dasar hukum karena tadi misalnya RPJPN ini menjadi dasar ini misalnya. Jadi undang-undang ini sudah mengokohkan posisi ini sebagai dasar dalam penyusunan program-program turunannya. Jadi artinya sekalipun dia tidak bisa jadi dasar hukum dengan ada ditetapkan dengan Tap MPR tetapi di dalam undang-undang ini sudah menguatkan dia menjadi dasar dengan tambahan ayat tadi, begitu tapi sekaligus saya ingin supaya konsisten ini nanti termasuk RPJPD ya coba kita bunyikan menjadi dasar tingkat pembangunan daerah, biar konsisten.
9 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Ya kalau itu Pak Rahmi, Undang-Undang 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional sudah dikunci sebenarnya bahwa itu adalah dasar penyusunan RPPD dan RPJMD. Jadi kalau cuma di situ oke sependapat, toh dalam pelaksanaannya tidak konsisten juga penjabarannya di RPJPD maupun di RPJMN dan RPJMD. Nah sekarang bagaimana membuat konsisten. Ya bedanya nanti di sanksi tapi saya sekali lagi tidak harus menjadi sebuah pasal atau bab tapi dia langsung di sini bisa jadi, melekat di dalam tambahan ayat misalnya pada saat kita bicara tentang RPJPN, ini dijabarkan dalam apa dan itu menjadi sanksi kalau tidak dijabarkan. Sekarang kan sebenarnya tidak perlu dibahasan bahwa ini sanksinya begini tapi otomatis dia kayak menjadi sanksi. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Ya mungkin kita bisa ke sanksi dulu Pak sebelum masuk ke dalam bahasan pasal per pasal karena terkait dengan apa yang ingin coba dibahas. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Silakan, silakan. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih Pak Ketua. Jadi memang praktis konsekuensi dari melanggar adanya misalkan begini Pak, melanggar itu kan paling paling clear dan sudah terlihat adalah RPJM oleh satu orang pimpinan yang terpilih gitu ya ini kan pasti membuat RPJM yang tidak berdasarkan pada RPJPN ini. Ada dua hal, kami mohon maaf tidak bisa mengakomodir bila perencanaan ini belum selesai. Jadi mohon maaf kalau misalkan calon kepala daerah atau calon presiden mempunyai visi misi yang berbeda dengan RPJPN, itu bukan ranah undang undang ini karena itu ranah Undang-Undang Pemilihan, mungkin KPU, walaupun kita bisa amanatkan, tapi hanya itu. Nah tapi kalau perencanaan yang sudah menjadi produk atau sudah disahkan menjadi undang-undang, ini RPJM pak, jadi undang undang kemudian kita ingin berikan sanksi atau dua pilihan dan dua-duanya mungkin akan kita masukan. Yang pertama terkait dengan jangka waktu penyelesaian RPJM tersebut. Kalau seorang presiden melalui berapa 9 bulan tadi ya? eh 6 bulan ya, belum menyelesaikan RPJMnya seperti yang sempat terjadi, maka dalam hal ini yang paling pantas menurut kami adalah teguran, ya pemanggilan ditegur oleh DPR dan DPD, itu yang pertama. Masalah jangka waktu, jadi saya nggak tahu nih bahasanya dipanggil, ditanyakan, ditegur dan diperingatkan, pilihannya cukup banyak atau cukup lengkap. Yang kedua adalah apabila RPJM tersebut sudah disahkan oleh DPR pada prakteknya kemudian jauh atau sedikitnya tidak mengikuti pola yang dinginkan oleh amanat RPJPN menjadi pedoman untuk dasar pembangunan negara maka yang dilakukan bahwa kita harus paham yang salah sebetulnya bukan cuma presiden dan pemerintah yang dia pimpin tapi juga yang mengesahkan yaitu DPR, DPD dan juga masayarakat. Nah makanya pilihannya sanksinya adalah judisial review Pak dan ini tentunya menjadi tanggung jawab bersama. Jadi yang pertama adalah kalau belum selesai 6 bulan itu adalah pemanggilan, peneguran, peringatan, pertanyaan atau apapun nanti. Yang kedua adalah kalau sudah selesai, sudah dianggap oke oleh DPR disahkan, ditetapkan oleh undang undang, perundang-undangan 10 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
kalau.. Kan gini Pak Ketua dan teman teman, tadi kan pilihannya apakah pakai perpres atau undang-undang. Kalau pakai undang-undang maka ada klausul tentang berapa kali dia harus bisa diubah tapi kalau dia perpres seperti yang saya sebutkan barusan perundang-undangan nyata adalah perpres maka kembali tanggung jawabnya dikembalikan kepada si presiden. Kalau dia undang undang yang salah juga yang menetapkan undang undang itu, kenapa setuju? Silakan ini juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan. Makanya kembali ke awal, dari awal kami tim berpendapat ini harus perpres RPJPN ini atau perkada di tingkat daerah karena tidak ingin menyandra DPR/DPRD sebagai orang yang ikut melakukan kesalahan terhadap perencanaan, tapi kan kemarin Kemendagri juga beberapa Senator harus undang-undang biar kuat. Ya kalau undang-undang kuat sulit Pak, bagaimana mau memanggil si DPR, bagaimana bisa melakukan satu teguran. Jadi yang paling pas memang sanksinya adalah judicial review ya, itu uji materil. Bagi saya sih kalau udah uji materil kalau saya jadi presiden atau jadi walikota, gubernur ya sudah itu satu peringatan yang humiliated, itu menurut saya Pak eh menurut kami, mohon maaf. Tadinya juga kami berpikir ya sudalah undang-undang saja biar kuat tapi kalau undang-undang kurang kuat Pak maka isi dari RPJPN ini tidak bisa dikembalikan ke si presiden tapi ke DPR juga, ini yang menjadi dasar kenapa bunyinya seperti itu. Jadi dua hal. Karena begini Pak, kembali mohon masukan juga yang kami coba gali itu apa unsur pelanggarannya. Cuma satu kita punya yaitu unsur secara lalai atau bahkan sengaja yang lebih parah membuat inkonsistensi perubahan dokumen RPJMN dibandingkan dengan RPJPM yang harusnya menjadi pendoman itu, cuma itu unsurnya dan saya yakin tidak ada lalai ini pasti sengaja yang butuh sanksi tapi ya kembali bahwa sanksinya adalah uji materil karena kalau kita jadikan... PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Oke, tidak bisakah Bapak lihat misalnya ini kan.. Itu tadi oke, saya bisa pahami tapi membahasakannya di pasal ini agak repot ini ya, agak perlu rumusan yang lebih bijaksana karena kalau kita mau langsung kata sanksi tadi memanggil itu malah tidak bijak. Oleh karena itu tidak bisakah Bapak katakan sanksi politik kalau apabila presiden, kepala daerah tidak menyusun RPJMN atau RPJMD maka dia tidak dapat menyusun rencana kerja pemerintah dan pada gilirannya tidak dapat mengajukan RAPBN Perubahan ataupun RAPBD, itu sanksi besar itu Pak karena anggaran mandek, dan di situlah dia janji politiknya dia tidak mampu penuhi karena dia tidak bisa bawa programnya. Ini luar biasa, karena itu wajib dia cepat buru buat RPJMN maupun RPJMD karena dia mau memasukan itu sebagai dasar untuk penyusunan RKP dan RKPD untuk menunju ke RAPBN ataupun RAPBD. Ini sudah sanksi, ini yang saya maksud bahasa tidak berarti kalimat sanksi tapi sesungguhnya secara subtansial menjadi sanksi, ini yang disebut sanksi politik PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Dijawab ya Pak Ketua. Makasih Pak Ketua ya. Artinya kami walaupun ada pertimbangan bahwa kalau mandek lalu ada shutdown politik maka yang menjadi korban adalah kita semua masyarakat umum tapi kami berpikir bahwa tujuannya bukan hanya kemanfaatan, karena asasnya kemanfaatan itu agak sedikit dibawah tapi kepastian hukum dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Jadi kami ambil keputusan kalau itu yang menjadi ... iya kami setuju. Sekali tadi hanya berpikir bahwa dipanggil atau ditegur atau bagaimana berpikirnya kalau shutdown politik karena RAPBN tidak disetujui saya agak kurang tega gitu karena korbannya bukan cuma pemerintahan tapi saya juga yang PNS misalkan atau mungkin 11 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
teman-teman yang juga pakai uang negara, ini terjadi Pak di Amerika Serikat terjadi tahun lalu, shut down bahkan one month before shut down nggak ada itu, nggak ada kegiatan, maka tadi ya sudah dipanggil saja diperingatkan, tapi kalau tadi Pak Ajiep mengatakan bisa nggak? Bisa, Karena asas kami yang kami gunakan kemanfaatan itu nomor terkahir sebelum profesionalitas. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Dan Bapak bisa bayangkan kalimat memanggil kepala daerah saja jangan nggak usah presiden, ke DPRD itu menjadi sebuah persoalan politik. Memanggil ya, belum apa-apa sudah dipanggil ke DPRD oleh DPR Provinsi apalagi partai yang berkuasa di sana bukan calonnya itu kepada terpilih menjadi persoalan politik. Jadi tidak bisa menurut saya memang kita gunakan kata memanggil ke lembaga parlemen dalam konteks ini yang paling tepat tadi itu ini yang dirumuskan sedikit bahasanya Pak. Baik, lanjut. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih banyak Pak. Ada tambahan Pak, mungkin saya kurang Pak Ketua dan teman teman juga para Senator. Beda kasus untuk yang RPJMD Pak. Kalau tadi kan jelas karena tidak mungkin untuk presiden itu ditegur oleh koordinator, evaluator, perencanaan. Kalau di daerah maka sanksinya jelas dipanggil oleh menteri dalam hal ini undang-undang Menteri Bappenas Pak. Kalau ini kan menjadi tidak lagi, tadi Pak Ajiep katakan di daerah itu agak repot, nggak Pak. Justru yang peneguran, pemanggilan mohon maaf, itu oleh menteri Pak. Kalau di nasional memang agak sulit, bagaimana presiden dipanggil oleh menteri makanya dipanggil oleh DPR atau diperingatkan oleh DPR, kecuali pilihannya Pak Ajiep saya katakan ini Pak Ketua concern-nya tentang harus ini memang kuat kalau RAPBN tidak disetujui, di luar isu kemanfaatan, mungkin yang paling penting bukan kemanfaatan tapi yang paling penting sesuai dengan asas keadilan penyelenggaraan negara yang baik dan benar. Jadi kami minta usulan saja atau minta keputusan dari Senator, Pak Ketua mohon arahan mana yang akan dipakai. Kalau daerah ya juga sama Pak, pertimbangannya kenapa kami panggil sanksinya ada pemanggilan, teguran oleh menteri Bappenas karena ya satu, kami berpikirnya kalau shut down itu manfaatnya tidak ada sama sekali. Mohon maaf, Pak, ini pendapat kami. Terima kasih, Pak. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR) Mungkin ini persoalan rasa berbahasa ya, Pak. Kalau pendapat kami, menggunakan begini misalnya kalau terlambat, jadi kalau terlambat itu misalnya seorang gubernur, maka dia ini dia menjelaskan. Jadi, di sini yang bersalah itu dapat proaktif menjelaskan sebab keterlambatannya, menjelaskan mengapa tidak seperti itu. Sebab di dalam bahasa menjelaskan itu implisit di sana. Ketika tidak menjelaskan, kita minta penjelasan. Tetapi, rasa bahasanya itu yang bersalah proaktif, apalagi dia pejabat politik. Demikian, Pimpinan. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Ya sama tadi menteri yang Bapak maksud kalau mau buat ke Menteri Bappenas. Pemerintah itu perpanjangan tangannya ke daerah adalah Menteri Dalam Negeri. Ini terus 12 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
terang ini kan tidak ikhlasnya Menteri Bappenas maupun Menteri Keuangan untuk mengakui bahwa dalam tatanan kenegaraan kita Mendagri adalah wakil pemerintah pusat untuk daerah. Ini yang susah mau diterima kan, dipahamkan, padahal kenyataannya seperti itu. Perda disahkan oleh Mendagri, yang sedikit kelewatan Mendagri-nya itu pedoman penyusunan anggaran dikeluarkan oleh Mendagri. Harusnya kan pedoman penyusunan perdanya saja, bukan anggarannya, begitu. Tetapi oke, kalau saya redaksionalnya ini silakan tim ahli nanti meredaksionalkan ulang. Itu tentu selesai malam ini dalam waktu yang singkat. Kesepahaman substansinya saja dulu, Pak, tentang tadi yang berkait itu ya. Jadi, bukan sanksi secara implisit hokum, tetapi sanksi dalam bentuk sanksi kebijakan atau sanksi politik, tetapi tidak di apa, bahasanya itu di PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Atau mungkin Pak Ketua sebagai masukan saja, kalau memang kita bicara tentang Kemendagri sebagai pihak yang menegur atau diberi penjelasan, maka konsistensi kita juga di sini bicara tentang menteri dalam UU ini adalah cuma satu, Pak, Menteri Bappenas. Jadi, ini agak, kita lebih baik mungkin pasang dulu, Pak, ini saran dari tim, Pak. Tetap saja menteri toh nanti juga orang akan mencoba men-challenge begitu ya. Toh saya yakin yang Pak Ajiep katakan, bukan cuma Pak Ajiep yang mention. Akan banyak, terutama ke saya pribadi bahwa yang punya rasa, bukan punya, merasa punya kewenangan tertinggi untuk daerah itu adalah Kemendagri. Tetapi, kembali untuk redaksi tentang tadi, terima kasih banyak, Pak, betul dengan memberikan, diharuskan memberikan penjelasan itu intinya memang sudah harus datang untuk menjelaskan. Kalau yang di tingkat daerah, kita akan coba tetap oleh menteri. Kalau yang di pusat, oleh DPR dan DPD. Kalau sudah disahkan, karena tadi alasannya jelas kita upayakan ini menjadi tetap perpres atau apa pun ke daerah itu sebagai perkada, maka uji materiil atau judicial review adalah salah satu sanksi. Saya kira itu, Pak, untuk sanksi, Pak. MD itu, Pak, tadi kan pertamanya perda. Nah, kalau kita ingin sanksi itu jalan supaya tidak ada pertanggungjawaban dari banyak pihak, kita hanya menargetkan si pimpinan, maka memang harus perkada, Pak. Sama seperti di tingkat nasional, jangan dikasih, jangan dibuat UU, nanti dibawa-bawa oleh bersangkutan, “Oh ini sudah disetujui, sudah dibaca, sudah direview oleh yang mengesahkan”. Jadi, yang salah berjamaah ini kita hindari, Pak, di sini. Artinya, bukan perda, RPJMD disahkan oleh perkada. PEMBICARA: Ya, itu di ... (kurang jelas, red.) PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Ini kan masalah ini kan berkaitan juga dengan masalah sanksi tadi. Kalau itu peraturan kepala daerah otomatis penjelasan itu kan bisa ke DPRD, bukan begitu? Tetapi, kalau dia itu berupa perda berarti kan Kementerian Dalam Negeri. Nah, sebab begini kalau tidak salah peraturan presiden itu kan termasuk dalam hierarkis, tetapi kalau peraturan itu berarti kan tidak. Ini kan pertama kelemahan posisi hukum. Masuk ya? Termasuk ya. Oke, berarti itu tidak masalah masalah ini ya. Tetapi yang kedua ini, kalau dengan pertimbangan lebih mudah dilakukan perubahan, sebab salah satu yang kita khawatirkan itu kan RPJM ini jangan sampai banyak intervensi politik. Kalau dia dalam bentuk peraturan daerah, dia itu lebih kokoh ya dan tidak sembarangan orang. Tetapi, kalau dalam bentuk peraturan gubernur, 13 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
bupati, walikota sekarang kan itu kan punya partai tertentu ini. Artinya, bahwa intervensi politik sangat mungkin masuk untuk perubahan itu kalau menggunakan peraturan daerah, tetapi kalau dengan perda, dia lebih kokoh, tidak mudah, sementara dalam konteks berjalan, yang kita khawatirkan ini banyak intervensi politik. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Atau sebaliknya para ahli, kalau dia perda justru lebih banyak intervensi politik. Kalau DPR tidak mengesahkan, padahal dia menang misalnya si A, yang berkuasa di DPR si B. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR) Tetapi begini, kalau itu perda itu kan melalui sebuah keputusan yang format yang harus diminta itu dari berbagai partai, kan begitu. Tetapi, kalau itu gubernur, kita begini, gubernur itu yang menjadi ketuanya itu adalah dari partai gubernur itu misalnya. Wah, itu kacau sekali itu. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Silakan, Pak. PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Pak Ketua, izin Pak. Begini, pak, ini mungkin sedikit pandangan, Pak. Apabila dasarnya kan RPJMD itu dia bersumber dengan RPJP, Pak. Dalam praktik apabila RPJP dan RPJM sama-sama ditetapkan oleh perda, asas peraturan perundang-undangan lex specialis itu berlaku, Pak. Jadi, banyak sekali terjadi karena levelnya sama-sama perda seolah-olah RPJP ini dapat dikesampingkan, Pak. Jadi, tidak lagi diacung, Pak. Kenapa kami menempatkannya sebagai peraturan kepala daerah? Agar Perda RPJP itu sebagai batu uji, Pak, pada saat nanti menguji materiil. Tetapi, kalau dia kedudukan hukumnya sama-sama perda, selevel, itu dalam asasnya lex specialist seolah-olah bisa mengesampingkan RPJP, padahal sebetulnya seharusnya dia bersumber pada RPJP. Mungkin itu sedikit, Pak Ketua. Terima kasih, Pak. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik, dan sebenarnya alasan yang dulu itu adalah alat pengendalian pemerintah pusat karena kalau dia perda, maka pemerintah pusat punya kewenangan untuk mengevaluasi rancangan perda tersebut dan bahkan tidak mengesahkan. Itu sebabnya memang berbeda Kementerian Bappenas dengan Kementerian Dalam Negeri dalam melihat hal ini dari dulu. Kementerian Bappenas itu saya terus terang saja malah pernah ada edaran yang berbeda. Sudah pernah ada keluar edarannya Menteri Bappenas waktu itu bahwa tidak harus dengan perda, cukup dengan peraturan kepala daerah. Mendagri berikutnya buat pedoman peraturan bahwa harus dengan peraturan daerah karena itu adalah alat kendali pemerintah pusat apakah visi-misi kepala daerah yang disahkan jadi perda tersebut sejalan dengan visi-misi. Kalau dia hanya peraturan kepala daerah ya paling kan ujung-ujungnya nanti dievaluasi, baru dicabut. 14 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
Sebetulnya di situ rumahnya itu. Kalau saya, Bapak-Ibu sekalian, biarlah dulu seperti ini karena toh sekarang perda ini lama sekali, Pak Rahmi. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR) Sementara saya melihat perda itu lebih pas. Ini dari sisi hukum ini. RPJM itu kan penjabarannya nanti melahirkan APBD-APBD. APBD ini dengan kekuatan perda. Jadi, penjabaran dari RPJM dengan peraturan kepala daerah itu melahirkan perda. Jadi ada persoalan hukum di sini. Mohon mungkin... PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Mungkin sebelum Pak Ramdhani mohon izin Pak Ketua. RPJM tidak secara langsung untuk mempengaruhi anggaran. Itu lebih ke RKP atau di daerah RKPD. Sekarang kita upayakan namanya RPT atau RPT TIM. Memang ada kaitan ke daerah karena kita punya anggaran yang sifatnya jangka menengah ya, tapi karena kami sudah luruskan juga di dalam pasal-pasal hanya berupa indikasi sehingga tidak akan menjadi masalah. Menurut Tim demikian makanya kami masih punya kekuatan, keyakinan bahwa untuk kemudahan pemberian sanksi memang harus perda Pak untuk di daerah. Terima kasih banyak Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Ada tadi diminta Pak. Iya. PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL DRAFTER) Terima kasih Pimpinan. Jadi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 itu sebenarnya berbentuk hierarkis saja Pak, bahwa kemudian peraturan ini bahwa tidak boleh bertentangan kan, bahkan dasar pijakan dalam penyusunannya, begitu. Oleh karenanya kemudian ketika kita melihat hubungan pasal 7 dan pasal 8 dimana pasal 8 ini ada namanya peraturan undang-undang dan peraturan lembaga-lembaga negara lainnya, ini kedudukannya agak berbeda. Sebenarnya lahirnya suatu peraturan perundang-undangan itu atas dua hal. Pertama itu atas dasar kewenangan, yang kedua atas dasar pendelegasian. Oleh karenanya kemudian kalau berbicara kemudian nanti apakah peraturan gubernur ini akan melahirkan peraturan daerah, saya pikir ini tidak linear perbandingannya, begitu Pak, karena masingmasing mempunyai kewenangan yang terpisah, begitu. Kalau berbedanya peraturan gubernur dengan perda ya semangatnya perda pertama dia pertama dia merupakan ada pengesahan di situ, bukan penetapan karena pengesahan itu melibatkan ada unsur masyarakat dan unsur penyelenggara pemerintah. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Iya. Pak Sofwat.
15 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Jadi kalau menurut saya sudah benar, karena apa? karena pemerintah daerah ini adalah bawahan dari pemerintah pusat. Kalau pakai peraturan daerah, itu bisa-bisa nanti tidak nyambung antara kebijakan presiden dengan kebijakan para kepala daerah. Saya kira sudah benar. Apalagi DPRD itu bagian daripada pemerintahan daerah. Berarti DPRD juga bawahan dari pemerintah pusat. Jadi menurut saya betul saja dibuat oleh kepala daerah karena kepala daerah adalah menjabarkan pemerintah pusat. Karena begini, kalau dulu kan ada istilah bupati kepala daerah, bupatinya itu sebagai aparat pemerintah pusat terus kepala daerah. Nah kalau sekarang kan di hapus. Bupati Tangerang. Jadi bupati itu merangkap sebagai kepala daerah dan sebagai kepala pemerintahan. Di dalam rancangan pembangunan ini dia bertindak sebagai kepala pemerintahan. Karena kepala pemerintahan di daerah berarti juga di adalah bawahan daripada pemerintahan pusat. Saya pikir sudah betul saja dengan peraturan kepala daerah itu menurut saya. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik, kita lanjut yang lain. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih Pak Ketua. Terima kasih Pak Sofwat. Yang berikut adalah tanggapan tentang masukan yang sebenarnya perlu dibahas ya. Yang lain memang tidak perlu menjadi pembahasan. Nah tadi Pak Hari menanyakan tentang masalah kependudukan, begitu ya, apakah bisa ditambahkan. Pada saat kami memutuskan di awal bahwa sistem itu akan dijelaskan maka sekaligus di sini sudah pasti ada penjelasan tambahan tentang sosial dimana sosial itu termasuk diantaranya masalah kependudukan, demografi dan seterusnya. Jadi itu sebagai alternatif. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Kalau dia langsung masuk poin di situ kependudukan? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Nah kalau sosial kependudukan maka kita harus pasang itu di satu ayat ya dan kita mungkin akan mendapatkan banyak. Saya sih khawatir dari teman-teman LD Pak, LDUI kan cukup kuat kan mereka Lembaga Demografi UI, cukup punya pengaruh juga dalam pengambilan kebijakan dan mereka memisahkan diri antara sosial dan kependudukan, padahal nanti jadi sektoral pak. Sekarang ini kependudukan kesannya ada di ranah, ranah bukan ekonomi bukan sosial padahal secara kacamata teori kependudukan ada di sosial, kemiskinan itu juga ada di dalam sosial dan ekonomi. Jadi kami sepanjang memang nanti kependudukan itu dijelaskan melalui kacamata definisi sosial seharusnya kependudukan masuk. Tidak usah dipasang di ayat ini begitu sebagai jalan keluar. Mungkin pak bisa tambahkan.
16 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pak Haripinto bisa dipahami? PEMBICARA: HARIPINTO TANUWIDJAJA (KEP. RIAU) Ya kenapa tidak pakai sistem informasi, kenapa Bapak pakai judul data dan informasi? Kenapa tidak kita langsung kita menggunakan saja sistem informasi karena pada akhirnya menuju sistem informasi perencanaan? Lalu di pasal lain kan ada disana diatur hubungannya tadi dengan sistem informasi apa itu, ada dipasal lain tadi dikaitkan itu pak, iya silakan. Sistem informasi, bukankah sistem informasi itu adalah di dalamnya data dan informasi. Coba-coba kenapa tidak ke depan ini sistem informasi menjadi judul, judul apa bab dan di dalam babnya itu adalah data dan informasi itu kira-kira begitu tadi. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih, Pak. Mungkin bisa dijelaskan terlebih dahulu. Setelah kita meyakini dari dinas akademik bahwa perencanaan sebagai sebuah sistem tidak akan berjalan tanpa ada dukungan dari perangkat dan juga pendukung dan diluar perangkat dan pendukung ada data dan informasi ini yang menjadi syarat utama sebuah perencanaan itu bisa baik dan apa layak serta implementatif, applicable dan lain-lain. Kami memasang data dan informasi terpisah dengan dasar yang pertama data itu apa hanya angka, informasi itu adalah data yang dianalisis sehingga menjadi informasi. Sistem informasi tidak bicara masalah data. Sistem informasi hanya bagaimana sebuah network, proses menyampaikan informasi. Jadi data itu memang harus ada Pak Ketua sebagai judul penguat karena kami iya perencana biasanya bilang perencanaan tanpa data apalagi data yang akurat tidak, bukanlah perencanaan. Kalau kita pisahkan kemudian sistem informasi ke dalam partisipasi atau mohon maaf peran serta masyarakat memang sekarang ini data-data tadi yang kita di dalam bab ini data dan informasi itu diolah dan dibunyikan. Tadi Pak Haripinto mengatakan bagaimana Musrenbang itu bisa dimanfaatkan, memanfaatkan sistem informasi kepada masyarakat sebelum disusun perencanaan itu memungkinkan kalau si sistem ada di bab peran serta masyarakat. Kalau ini harga mati, data itu harga mati harus ada. Tentunya data yang bukan cuma data angka saja tetapi data yang plus analisis sehingga menjadi informasi. Demikian, Pak Ketua, yang bisa apa dijadikan penjelasan kenapa kami pisahkan antara data dan informasi dengan sistem informasi sebagai alat penyebarluasan dan lalu lintas data informasi. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pak Haripinto ada komentar balik? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih Pak Ketua, Pak Hari.
17 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PEMBICARA: HARIPINTO TANUWIDJAJA (KEP. RIAU) Sebentar-sebentar, bab 7 tentang data dan informasi ini bab yang sebelumnya tidak ada ya pak ya. Di Undang-Undang SPPN tidak ada ini. Sebenarnya kalau kita bicara masalah perencanaan itu secara otomatis tanpa diamanatkanpun tidak dinormakanpun kita pasti berdasarkan data dan informasi. Itu yang pertama. Tapi kalau saya melihat pada ayat 2 nya, nampaknya ingin memunculkan ini nampaknya ingin memunculkan bahwa data dan informasi itu harus meliputi minimal ini begitu pak kan begitu. Jadi saya melihat bab inikan singkat sekali ini ya. Bab ini sangat singkat sebelumnya tidak ada. Kenapa?. Iya saya ingin konfirmasi saja jadi saya katakan bahwa setiap perencanaan pasti data dan informasi itu dibutuhkan sebagai dasar perencanaan. Tanpa data dan informasi yang akurat perencanaan itu jelas gagal lah. Namun nampaknya saya melihat ayat 2 ini nampaknya ingin memberikan batasan minimal bahwa data itu harus meliputi ini semuanya nah ini memang benar begitu pak, begitu ya. Nah tadi masalah penduduk atau kependudukan ini memang bisa include di dalam sosial ya tapi bisa juga tidak include karena sosial itu bisa diartikan dari sifat dari penduduk itu juga, penduduk itu sendiri begitu loh. Sisi sosialnya penduduk indonesia itu mungkin berbeda dengan negara lain begitu dari sisi itu. Jadi memang tidak harus ada dalam penjelasan harus dijelaskan memang harus ada dalam penjelasan artinya sosial ini meliputi apa saja disana pak misalnya. Itu saja terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Iya sebelah. Baik Pak tadi Pak Rahmi juga. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALBAR) Iya terima kasih, Pimpinan. Data dan informasi kalau kami lihat di dalam ayat 1 itu disitu mengandung ini ya mengandung 2 pesan sebenarnya. Yang pertama tentang data dan informasi yang dimaksud, ini jelaskanlah data dan informasi yang dimaksud itu a, b, c, d, e. Tapi kalau jaman orba dulu yaitu ipoleksosbudhankam tambah wilayah dan seterusnya tapikan disini menyebut sekuarang-kurangnya okelah. Yang kedua di sini juga memberi pesan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Nah ini juga mesti ada penjelasan di ayat berikutnya. Nah sekalipun kita, contoh begini sekarang kan yang menjadi ... (kurang jelas, red.) kita kan BPS. Kita tidak perlu menyebut BPS tapi barangkali bisa kita menyebutkan dari lembaga-lembaga yang mungkin yang disepakati atau yang dibeli atau yang apalah. Nah sehingga itu nanti menjadi ini menjadi kesepakatan kita karena memang dalam kenyataannya ketika kita membahas APBD segala macam kita tanya dasar mencari ini di mana datanya dari sini, dari situ akhirnya yang mana yang standar sebenarnya itu. Jadi menurut kami perlu tambahan ayat yang menjelaskan tentang yang akurat yang diperlukan dari mana ini asalnya. Apa kita ambil kesepakatan atau bagaimana? Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Ya jadi pertama dari segi struktur, strukturnya saja dia 1 bab dengan 1 pasal. Kemudian yang kedua dari segi pemahaman, pengertian apa itu data? Apa itu informasi? Sebenarnya kalau saya bisa dipecah ini Pak ya. Jadi bab ini pasal pertama itu data itu apa 18 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
yang bapak maksudkan karena tidak ada ketentuan umum jadi berarti harus dijelaskan dijabarkan disini. Informasi itu apa karena pasti 2 pengertian berbeda karena kata dan, kecuali kalau data informasi itu berarti 1 kalimat. Ini Data dan Informasi berarti memang substansinya 2. Itu ayat 1 tentang 1 pasal tentang apa itu data apa itu informasi, 1 pasal tentang ini yang bapak memang ayat Pasal 24 ayat (1) nya ini perencanaan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian ini ayat 2 sosial ekonomi nah ini saya minta tanggapan secara hukum. Ini bisa jadi ayat semuanya ini sebenarnya karena kalau mau dijadikan penjelasan pasal, sekali lagi penjelasan pasal itu pada dasarnya adalah yang terkait dengan istilah. Inikan bukan cuma sekadar istilah tadi sosial dia sekaligus makna. Iya mungkin dengan teman-teman tadi silakan. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih banyak, Pak Ketua. Yang pertama adalah tentang penjelasan mengapa kami gunakan data dan informasi memang kata dan ini seringkali menjadi masalah hukum tapi ya sesuai dengan rekomendasi dari teman-teman legal bisa pak selama memang umum bagi perencana data dan informasi adalah satu kesatuan. Data hanyalah angka tidak bisa bunyi apa-apa tapi kalau data diolah minimal di analisis maka menjadi informasi yang siap. Nah tapi data dan informasi memang tidak bisa menjadi data informasi karena memang satu kesatuan. Ini yang coba ingin dijelaskan mungkin keputusannya tadi Pak Ajiep sudah ada alternatif mungkin pasal ayat 1 nya menjelaskan data dan informasi adalah 1 kesatuan. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM) Sebentar sebelum itu pak. Sekarang saya ingin tanya pada legal drafter ini ya. Kata informasi ini bagaimana pak posisi informasi, sebab informasi itu penjelasan informasi itu dapat dipercaya atau tidak bukan akurat, saya pikir kok informasi apa bisa di, informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kalau data oke lah data itu angka-angka atau grafik dan lain sebagainya tapi kalau informasi ini apakah masuk juga dalam bahasa hukum yang artinya itu sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan, bisa akurat, bisa dipercaya dan lain sebagainya. Silakan pak. PEMBICARA: B. AKHMAD RAMDHANI SALMIMA, S.H., M.H. (LEGAL DRAFTER) Terima kasih, Pimpinan. Sesuai pemaknaan dalam kamus besar Bahasa Indonesia informasi adalah penerangan atau pemberitahuan kabar atau berita tertentu atau keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu. Dalam konstruksi sistem penyusunannya sendiri memang idealnya adalah kita membagikan data dan informasi itu dalam 2 pasal tersendiri. Kalau toh kemudian tidak masuk dalam bagian-bagian ya minimal dia memang harus terpisah dalam 2 pasal. Cuma memang ini sepengetahuannya inikan lahir dari pasal sebelumnya begitu yang memang hanya memunculkan 1 pasal. Nah dengan demikian ada penyempurnaan munculnya seperti ini pak. Memang dari segi substansi pun kita belum masuk sampai kesitu. Kalau dari perspektif drafting hanya melihat pada sisi teknis penyusunannya saja seperti itu.
19 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik, cukup. PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Saya masih mempertanyakan masalah substansi dari informasi itu sendiri pak. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pak Dani tadi sudah menjelaskan pengertian informasi dari sudut bahasa tapikan beda itu pengertian dari sudut manajemen. Kalau dia sebagai suatu pandangan teori manajemen maka informasi adalah hasil olahan data karena itu di kami, kami orang manajemen itu memakai sistem informasi, tidak memakai kata data karena data itu sudah otomatis adalah ya begitu. Saya tadinya sebenarnya berfikir kenapa data dan informasi Pak Kodrat itu kalau saya kenapa bukan sistem informasi sudah pasti didalamnya data sebagai bahan baku yang diproses menghasilkan informasi. Tidak ada informasi kalau tidak ada data bukan begitu. Itu dari segi pandangan manajemen, sistem manajemen perencanaan informasi. Itu teori informasi, sistem informasi. PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Pak Ketua. Jadi apa yang dimaksudkan oleh Pak Budiono, itu ya benar saja makanya kan informasi itu ada yang akurat, ada yang tidak akurat jadi di undang-undang ini dicantumkan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Jadi informasi yang tidak akurat itupun jangan dijadikan dasar begitu. Ini sudah betul itu maksudnya kecuali kalau misalnya data dan informasi titik, nah itu jadi persoalan tapi karena ini masih ada yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan ya jadi informasi yang benar begitu. Saya kira betul lah itu kalimat. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Cuma kalimatnya menjadi ganjil karena menjadi definisi sekarang pak, ini kan kalimat definisi, perencanaan pembangunan dasar pengolahan data dan informasi. Meskinya kan dibalik, data dan informasi sebagai untuk perencanaan pembangunan, nah begitu kalimat ini tapi saya pikir ini bisa nanti diperbaiki redaksionalnya, PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Sekarang cari saja mana subjek, mana objek, mana predikat kalau subjeknya adalah pembangunan nasional. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Subjeknya disini data dan informasi. Subjeknya data karena judulnya adalah data dan informasi. Perencanaan itu keterangan, predikat sebenarnya. Jadi kalau dikaitkan dengan bab ini menjadi subjek itu adalah data dan informasi karena itu kalimat harus dimulai dengan kata data dan informasi, baru berjalan. 20 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Mungkin ini sistem Amerika ini. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Saya kira ini tidak terlalu substansi untuk kita perdebatkan karena bisa disempurnakan nanti kemudian. Yang penting substansinya adalah memang yang diinginkan oleh tim ahli disitu adalah data dan informasi. Data dan informasi sebagai sumber perencanaan yang baik, sebagai bahan perencanaan yang baik. Saya sebenarnya juga banyak sekali kata-kata perencanaan pembangunan, andaikata di depan definisinya sudah yang dimaksud perencanaan pembangunan adalah ini maka tidak perlu selalu ada kata-kata didalamnya perencanaan pembangunan begitu, cukup perencanaan saja. Apalagi pak, belum selesai. Silakan-silakan. Iya itu yang saya katakan tadi secara substansial kita sepaham, ini bisa dijabarkan dalam bentuk penambahan pasal dan ayat. Jadi yang penting kan sudah sepaham, bahwa itu yang dimaksud tadi itu, perencanaan membutuhkan data yang akurat, informasinya yang dapat dipertanggungjawabkan tapi kalimatnya langsung disambung disitu Pak Budi, data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,. Kalau mau dipisah data yang akurat, informasi yang dipertanggungjawabkan, kan begitu kalau mau dipisah. Pak Kodrat ada? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Iya, oke pak. Jadi ingin mengklarifikasi ulang bahwa sekali lagi data dan informasi adalah untuk satuan dalam bahasa perencanaan. Kedua, juga tadi, terima kasih pak, memang tadinya juga kami berniat memasang data dan informasi secara kelembagaan yang dipertanggungjawabkan. Itu memang idealnya sudah mencakup bahwa data ini harus data yang legal. Contohnya banyak orang yang bicara masalah data tapi data yang tidak bisa dipertanggungjawabkan karena memang berasal dari sumber yang tidak jelas pak, itu kan kasus di kampus paling banyak. Jadi kami berbicaranya dipertanggungjawabkan karena memang ada amanah undang-undang. Kami juga punya sumber data lain sebetulnya, misalkan di Jawa Barat pak ada Pusdalisbang (Pusat Data dan Analisa Pengembangan). Kami juga pada saat pendirian Pusdalisbang, karena capek pak dengan BPS yang katanya lambat dan memang harus menunggu waktu cukup lama sehingga dibutuhkan Pusdalisbang, tapi untuk menghindari ada istilah pertanggungjawaban, kami minta jangan data pak, tapi data dan analisis pembangunan. Jadi bukan sumber data di Pusdalisbang, sumber informasi walaupun data yang digunakan memang ada juga data olahan tertentu. Nah saya kira itu juga masukan yang mohon dipahami, kami sudah coba masukan ke dalam aturan dan dipertanggungjawabkan seperti juga diundang-undang sebelumnya, satu pertanggungjawaban secara hukum bahwa BPS lah sumber utama. Kedua, akurat. Tentunya akurat itu ikut serta mutakhir pak di dalamnya, up to date, kira-kira demikian. Nah fungsi dari data ini sehingga menjadi informasi mohon di lihat ke masalah kebijakan di atas. Jadi tidak mungkin data ini tidak menjadi informasi kalau sang perencana yang mungkin keterlibatan profesional di sini itu tidak memahami bahwa dalam perencanaan khususnya untuk RPJPM, itu dibutuhkan beberapa hal yang apa namanya, bukan wajib sih tapi memang sudah menjadi keharusan dalam penyusunan perencanaan. Jadi dalam kebijakan sudah disebutkan bahwa visi misi sebagaimana dimaksud di ayat 2, yaitu kebijakan, itu harus melalui beberapa tahapan juga terlebih dahulu terutama yang paling penting adalah evaluasi 21 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
dari kebjakan sebelumnya, itu kan evaluasi di data. Sebelumnya punya data, 2-3 tahun, 5 tahun sebelumnya analisis terhadap sumber daya, milik apa, punya apa, kapasitasnya apa, itu data juga pak, ketiga analisis lingkungan, baik itu internal luas bukan cuma lingkungan tapi lingkungan, apa, luas, jadi kira-kira kebutuhan analisis dari data menjadi informasi, salah satunya di depan sudah diamanatkan. Tidak mungkin ada analisis atau evaluasi kebajakan kalau tidak ada data. Yang baik adalah data yang tadi, yang akurat dipertanggungjawabkan dan minimal setidaknya melingkupi sosial, ekonomi. Kalau saya akhirnya berpandangan dan kami dengan tim akan coba bahas lagi, mungkin dibetulkan, perlu dibunyikan pak, kalau memang semangatnya adalah by name, by address, tadi pak ya seperti juga UKP4 juga begitu pak walaupun tidak disebutkan tapi mereka by name, by address, mohon maaf pak. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Oke, saya kira cukup ya bisa dipahami. Lanjut masih ada? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Berikutnya ini ada tentang koordinasi, tadi pertanyaan dari Pak Azhari ya gubernur akan melakukan selaku otonomi pusat mengoordinasikan. Ini Bahasa Indonesia ya, bukan mengkoordinasikan, mengoordinasikan pelaksanaan perencanaan melalui dekosentrasi dan tugas perbantuan, lalu dengan siapa? Mohon diberi masukan, kami berpikir bahwa toh sudah semua tahu bahwa untuk, ini masuk di bab penganggaran kalau tidak salah, betul ya Pak Ajiep ini masuk di bab penganggaran. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Tidak, tidak, jadi supaya tidak terlalu jauh penjelasannya, ini waktu lagi. Sebenarnya pertanyaannya itu, kenapa masuk kata-kata dekosentrasi dan tugas perbantuan. Kalau tugas koordinasinya gubernur sudah dipahami, tidak harus menyebut kata dengan apa dekosentrasi dan tugas perbantuan, iya kan begitu. Itu saja kemudian kenapa pakai gubernur di ayat 4, di ayat 3. Bukan, anda tadi itu dikonotasikan beda pengertian kepada daerah kemudian gubernur tidak konsisten, itu tadi sebenarnya yang dimaksud Pak Gafar itu. Oke kalau sudah tidak usah lagi diinikan supaya tidak memperpanjang cuma ini redaksional diperbaiki nanti, jangan katakata mengoordinasikan pelaksanaan perencanaan melaui dekosentrasi, ini redaksionalnya mau diperbaiki. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Pak ketua, tadinya kami berpikir memang gubernur praktis langsung bisa melakukan pelaksanaan perencanaan, koordinasinya tapi yang menjadi fakta bahwa dalam semangat desentralisasi keuangan pak, tidak hanya Dau, Dak dari pusat ke daerah, dari nasional Jakarta ke gubernur atau ke bupati, walikota. Pada faktanya saya juga sering membantu teman-teman di provinsi melakukan ya tadi ya hibah dan juga Bansos bahkan dalam bantuan kegiatan. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Lagi-lagi tidak usah terlalu melebar sebenarnya kan Bapak hanya mau mengatakan, ada PP yang mengatur tugas gubernur mengkoordinasikan sekaligus program kegiatan dekosentrasi di daerah. Jadi kita sudah sepaham. Jadi yang beginian tidak usah kita 22 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
perpanjang, redaksional diperbaiki, ini kata-kata mengoordinasikan pelaksanaan perencanaan melalui gubernur selaku wakil pemerintah pusat, tidak perlu selaku wakil pemerintah pusat lagi karena ketentuan umum di depan mengatakan gubernur adalah begitu, cukup gubernur mengkoordinasikan pelaksanaan pelaksanaan tugas dekosentrasi dan pembantuan di bidang pembangunan, nah kira-kira begitu bahasanya. Jadi redaksionalnya mau disempurnakan. Oke lanjut. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih banyak, Pak. Kemudian, ya tadi belum saya jawab ya dengan masalah Perpres. Bappenas, kami pikir ini juga sudah melalui, saya minta Pak ... (kurang jelas, red.) dari bagian hukum yang bisa menjawab ini. PEMBICARA: MARET PRIYANTA, S.H., M.H. (TIM AHLI RUU SPPN) Baik. Perpres itu sumbernya ada 2 aspek pak, kekuasan dan juga kewenangan presiden. Memang membentuk badan itu dengan presiden punya kewenangan membentuk badan, di levelingnya memang peraturan presiden. Kedua, melihat kondisi eksisting sekarang bahwa Bappenas yang dibentuk pada era presiden sekarang itu pun sudah ada peraturan presiden tentang Bappenas pak. Jadi ini akan harmonis dengan kondisi eksisting sekarang yang tidak mengubah kondisi apapun bahwa Bappenas memang saat ini sudah ada Perpres tentang Bappenas, memang dia dibedakan dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Mungkin begitu Pak Ketua sedikit Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik, terima kasih. Cuma memang tidak nyambung dari atas ini, coba lihat tarik dulu sedikit ke atas lagi, ini bab tentang, bukan, turun, turun. Ini bab tentang kelembagaan, kelembagaan yang dimaksud itu adalah kelembagaan pendiriannya atau kelembagaan pengelolaan perencanaan. Kalau saya pemahaman saya kelembagaan tentang pengelolaan perencanaan bukan tentang pembentukan kelembagaan karena kita melampui batas tentang undang-undang pembentukan undang-undang kelembagaan negara, ada itu undangundangnya, di daerah juga diatur tentang peraturan daerah tentang pendirian SKPD. Jadi tidak, memang ayat 6 ini tidak harus ada di situ, jadi tidak harus ada itu, tidak diatur di sini begitu, jadi bisa saja, kalau ini seakan-akan ya maaf saja seakan-akan saya mendapat titipan dari Bappenas untuk memperkuat posisinya di undang-undang ini, wah saya tidak mau itu, biarlah itu urusan lain, dicabut saja itu supaya tidak perdebatan. Oke lanjut. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih Pak Ketua. Dihapuskan saja. Oke. Kemudian yang berikutnya adalah penggantian faksi masyarakat menjadi peran serta masyarakat. Kemudian penjelasan tadi tentang sistem informasi kembali bahwa kami akan coba kembangkan dalam penjelasan pasal dimana tadi juga masukan dari Kemendagri dan Kemenkeu sangat banyak pak dan Bappenas tolong jangan tutup partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat hanya dengar satu mekanisme tolong dibuka selebar-lebarnya dengan mencoba mengakomodasi inovasi daerah tadi Pak Ajiep, Pak Ketua sudah katakan, ada yang namanya dewan kota, ada yang namanya komite perencana, ada yang disebut sebagai perumus kebijakan publik, banyak pak ini tapi 23 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
kita akan coba jelaskan. Terima kasih. Kemudian yang lain sudah ya untuk sanksi itukan terakhir tadi sudah dibahas sebelumnya. Terima kasih Pak Ketua. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Saya kira sisa dua yang masih perlu kita coba kesepahaman lagi ya tentang Musrenbang itu. Kalau memang tidak bisa menemukan keputusan lain ya kita tetap menggunakan Musrenbang. Yang mau dipertegas di sini adalah pasal yang mengatur bagaimana itu mekanisme Musrenbang. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Tambahan pak, boleh, informasi untuk Musrenbang. Jadi kami sudah mendapat masukan dari Bappenas, amanah dari undang-undang ini untuk PP, Perpres ya, kami sebutkan sebagai tata cara, musrenbang Pak. Rupanya memang kurang cukup kuat kalau cuma mungkin diatur oleh Perpres. Kami mungkin akan menambahkan diatas, dibawah, diatas judul Musrenbang. Mohon maaf pak Basri yang ada pesan amanah dari Undang-Undang yaitu Perpres. Nah itu ya, tata cara penyelenggaraan Musrenbang diatur, ini akan kami ubah Pak, mungkin mohon persetujuan, kami akan ubah sesuai dengan masukan dari kemendag dan Bappenas. Jadi tata cara dan format penyelenggaraan Musrenbang karena yang kita bahas, yang tadi malam juga, kemarin malam, ya memang tiap tahun juga berubah Pak formatnya dan itu di atur oleh Perpres. Saya pikir kalau hanya tata cara penyelenggaraan nanti membatasi, Pak Arifin tadi bilang sistem informasi itu sekarang makin canggih kalau nanti diatur penyelenggaraannya saja tanpa memandang format penyelenggaraannya, akan tidak termanfaatkan. Itu Pak sebagai masukkan juga bahwa kami akan menambahkan karena ini pesan juga, tadi malam juga, bahwa beberapa amanah undang-undang ini harus lebih dipertegas. Untuk Musrenbang jangan hanya penyelenggaran tapi tata cara penyelenggaraan dan dari tata cara dan format penyelenggaraan. Ini masukakan dari Bappenas dan Kemendagri. Kami pikir sebatas itu informasinya. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik. Substansinya yang penting kita tahu bahwa penyelenggara musrenbang itu diatur nanti dalam peraturan presiden atau peraturan pemerintah? Peraturan presiden, tapi ini juga kata tata cara ini sebenarnya, ya kenapa musrenbang berlanjut dalam peraaturan ini? Supaya jangan ada kata format masuk dalam Undang-Undang, kok format masuk dalam bahasa undang-undang, kan gitu. Tata cara juga masuk dalam bahasa undang-undang. Kalau mau obyektif bahasanya lebih anu, penyelenggaraan atau teknis penyelenggaraan musrenbang lebih lanjut diatur dengan peraturan presiden. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Secara tepat lebih ke teknis Pak, hanya memang tata cara ini ada dimana-mana, termasuk yang disebutkan oleh Permen Dagri 54, tata cara gitu. 24 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Jangan kita selalu melihat yang ada sekarang di Permen Dagri, di Bappenas maupun di kementerian keuangan karena inilah kita punya maksud mendorong ada undang-undang untuk menghentikan semua sejumlah peraturan-peraturan itu, ya yang diantara satu dengan yang lain sering terjadi tumpang tindih gitu loh. Jadi ceritanya begitu. Saya dari tadi itu tidak mau terlalu memperhatikan apa itu PP yang ada disana, apa itu Bappenas, jangan karena terkoptasi cara berpikir kita dalam menyusun ini, kan gitu. Oke, jadi itulah nanti ada rumusannya, enggak masalahlah itu yang penting pemahamannya disitu. Lanjut ada yang lain? Cukup. Dari Tim masih ada yang mau ditambahkan? Dari Bapak-bapak? Boleh PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Kira-kira ini berapa PP, Perpres yang digunakan ini? PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Tentang teknis pengendalian dan evaluasi perencanaan. Cukup? Pak Basri? PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUT) (Tanpa mic, red.) PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pak Basri dan Pak Kodrat, ini yang diubah tadi, teman-teman mempertanyakan dan melihat kondisi yang sudah terjadi di Surabaya ya, tentang planing dan budgeting. Mungkin memang dipasal yang mengatur Musrenbang ini kita harus munculkan satu ayat yang langsung mematangkan itu, bahwa itu bagian daripada, Musrenbang itu jangan, ah maksudnya begini, Musrenbang ini tidak berarti musyawarah itu tidak lagi, hanya dengan pendekatan pertemuan, bisa dengan pendekatan teknologi informasi tadi, dengan itu. Jadi tidak lagi mempertemukan 100 orang, tapi cukup dia dengan sistem komputer, online maka terjadilah, kaya Jakarta kan sudah terapkan, Surabaya itu malah tahun lalu itu malah lebih dulu terapkan. Nah itu juga Pak Basri yang tadi katakan bisa mengurangi waktu, tenaga dan segala macam. Dari Maluku Utara kirim surat-suratnya melalui e-planing-nya Bappenas nanti kemudian pengambilan keputusannya itulah yang membutuhkan pertemuan. Nah itu juga mendorong partisipasi masyarakat. Dimana dia bisa masukin, apakah diperan serta masyarakat ataukah di Musrenbang? Kalau saya cenderung dilegitimasi satu ayat di Musrenbang. Musrenbang yang kita masksud sekarang ini bukan lagi sekedar Musrenbang yang pertemuan tatap muka tapi Musrenbang dengan sistem tekhnologi. Pak Haripinto malam lalu mengungkapkan tentang India misalnya. Di India itu penyerapan aspirasi masyarakat sebenarnya terbuka terus-menerus karena asumsinya tuntutan masyarakatkan dinamis gitu. Di Vietnam yang negara komunis pun seperti itu. Jadi kita kan waktu itu melihat dimana peran serta masyarakat? Kok setiap saat dia bisa memberikan informasi? Bahkan di India itu, Pak Kodrat ya Bapak-bapak sekalian, di India itu sampai kepada lelangnya itu ditangani semacam Bappeda-nya karena dia merencanakan maka sekaligus dia melelang. Kalau kita di Indonesia kan tidak, merencanakan, menteri keuangan yang kasih uang, menetapkan ini, masing-masing 25 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
lembaganya yang melelang. Kalau di India yang kami dapati tempo hari, yang rencanakan adalah Bappedanya sampai lelangnya Pak. Itu sebabnya kemudian pemerintah Indonesia tidak pernah mendirikan atau sekarang baru langsung badan, apa yang namanya, unit, ULP ya. ULP-ULP bareng ULP, itu kan dulu dimotori oleh Bapenas juga karena mau dikaitkan antara perencanaan sampai pada dan memang di India ternyata efektif, efektif cara itu karena yang merancanakan adalah dia, maka dia yang tahu ini yang harus dimenangkan, kira-kira seperti itu. Dimana bisa kira-kira dikaitkan? Di Musrenbang atau apa di, inikan tidak cukup kalau hanya dikatakan diatur dengan Peraturan Presiden ya. Kita munculkan saja kalau Peraturan Presidennya. Pak Kodrat ada komentar? PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Terima kasih banyak Pak Ketua. Mohon maaf Pak Basri memang kami menyebutkan di pasal, diawal tentang Musrenbang ini memang tentang Musrenbang pusat dan daerah. Itu sudah eksplisit ya, cuma memang kami pikir tidak perlu dijelaskan, musyawarah di pusat itu apa karena kami sudah mengamanatkan, dinormakan dalam Musrenbang itu ada di desa sampai ketingkat yang paling tinggi. Yang kedua juga mungkin sebagai pengalaman, dari mungkin, dari tahun 2005 sampai tahun 2015, saya ikut Musrenbangnas duduk paling depan begitu, selalu berubah Pak formatnya, selalu berubah. Dari yang banyak, rombongan seperti pasar malam, saya katakan tadi malam, sampai sekarang tidak ada lagi karena dibagi-bagi waktunya. Kabupaten ini dan ini hari apa dan jam berapa. Jadi tidak lagi seperti tahun 2013 yang saya ingat sampai tumpek-blek dalam satu ruangan ballrom di Hotel Bidakara yang bahkan saya sendiri tidak tahu itu, tidak bisa jalan karena saking padatnya. Tapi sekarang, tahun ini saya ingat, mulai tidak ada lagi karena cuma kepala-kepala daerahnya saja, sementara konsultasinya dilakukan secara bergiliran dalam waktu 2 minggu, kalau tidak salah. Jadi itu format, itu format, artinya memang yang penting saya sepakat dengan Bapak bahwa Musrenbang ini jangan sekedar hanya Musrenbang-Musrenbangan, dimana kedepan juga untuk nafas akuntabilitas dan efisiensi, memang betul penyelenggaraan Musrenbang dapat dilakukan dengan menggunakan tekhnologi. Sama dengan yang di peran serta masyarakat. Saya kira ini kompromistis dimana Musrenbang harus bunyi sekarang, toh sudah dalam proses sudah dalam perbaikan, tapi perlu norma dan normanya ada di undang-undang. Demikian Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Pak Budi ada? PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM) Ini Pak. Untuk melawan lupa dan ini Pak menghindari perencanaan instan. Biasanya kalau kita itu diberi waktu dalam waktu singkat berapa bulan begitu atau berapa hari. Maka kita berpikirnya instan sekali ya, hanya yang diingat pada saat itu saja. Kemudian sesudah waktunya selesai, berakhir, itu baru ingat lagi begitu Pak. Nah sebab itu mungkin perlu dipikirkan juga bagaimana yang namanya penyerapan aspirasi secara online itu tidak dibatasi waktu. Jadi sifatnya itu sepanjang tahun, katakanlah seperti itu. Hanya nanti pada saat kita membutuhkan data itu kita cut, kita ambil data atau masukannya sampai mana. 26 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
Sebab kenyataannya sering sekali Pak, begitu sudah jadi, katakanlah maaf, jadi-jadi suatu perencanaan, ya sudah final jadi RKP kemudian masih muncul pemikiran-pemikiran lagi itu. Nah oleh sebab itu mungkin juga diatur di sini bahwa yang namanya serap aspirasi itu, secara online itu berlakunya bisa tidak dibatasi oleh waktu, hanya pada saat, beberapa saat sebelum, sebelum pelaksanaan Musrenbang begitu. Terima kasih Pak PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Itulah Pak Budiono, terima kasih masukannya. Itulah alasan kami walaupun pada awalnya ada yang mempertanyakan kenapa harus ada peran serta masyarakat pada saat kita punya Musrenbang. Artinya Musrenbang dipisahkan dengan peran serta masyarakat. Musrenbang itu adalah sesuatu yang kita inginkan menjadi yuridis dan legitimasi adanya peran serta, aspirasi masyakat yang tersampaikan pada prinsip perencanaan. Tetapi pada prosesnya ini harus selalu dikawal melalui peran serta masyarakat. Jadi Musrenbang memang harus, mohon maaf harus one point of time, pada saat perencanaan sedang disusun tetapi untuk perencanaan yang sudah disusun pengawalannya, bahkan even evaluasinya, itu sudah kita titipkan amanahnya dalam peran serta masyarakat di bagian tersendiri, terima kasih. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM) Mungkin ada tersendiri di setiap pengembangan Pak. Bentuk peran serta masyarakat dan seterusnya adalah penyusunan, pemberdayaan, bukannya ini lebih tepatnya pemanfaatan Pak? Yang C itu loh Pak, menurut kemungkinan pemikiran saya Pak, pemanfaatan sistem informasi, bukan pengembangan. Kalau pengembangan tugasnya programmer saya pikir ya. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Peran serta masyarakat paling sedikit meliputi satu perencanaan, pemberdayaan, pemanfaatan sistem informasi. Dimana disini SDM perencanaan? Karena Bapak masukkan asas profesionalisme, dimana dia masuk gitu Pak? Nanti, di bab mana? Pasal 2. Penyusunan perencanaan nasional meliputi fungsional perencanaan pembangunan, itu mengikutsertakan fungsional perencanaan tapi dimana penegasannya untuk menciptakan manusia-manusia profesional perencana? Ini mengikutsertakan fungsional perencanaan pembangunan, yang sudah fungsional, ya kan? Undang-undang ini juga mengamanahkan mestinya adanya kewajiban kita untuk membuat manusia perencana yang profesional. Kemudian ayatnya inilah yang mengikat, mengikutsertakan mereka, tetapi harus ada ya. Perencanaan pembangunan nasional mengikutsertakan, oke setuju mengikutsertakan, tetapi membuat fungsional perencanaan itu di mana? Ayat 2 mengenai keikutsertaan dan pembiayaan perencanaan pembangunan sebagaimana ayat 1 diatur dalam Peraturan Pemerintah, gitu ya? PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM) Begini ya, sebenarnya dalam ketentuan hasil TKS bahwa seluruh kementerian maupun seluruh lembaga, maupun seluruh SKPD, itu mesti ada yang namanya jabatan fungsional Pak. Jadi jabatan struktural dan fungsional, jadi maksudnya misalnya di Bappenas atau di Bappeda itu masih ada, itu hanya saja di SKPD, di Pemerintahan Daerah itu seringkali tidak terisi jabatan itu. Kalau yang dipendidikan itu jelas, guru adalah fungsional di sana. Nah 27 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
itu sebenarnya di sini sudah ada, tanpa diatur di sini pun sebenarnya pejabat-pejabat fungsional itu sudah ada, sehingga mungkin di sini lebih mendorong, lebih mendukung agar dalam setiap institusi itu ada pejabat-pejabat fungsional ini dan ada betul dan dimanfaatkan betul dan tidak dimutasi ke sana ke mari. Jadi kariernya tuh memang karier fungsional. Nah itu sejak rekruitmen CPNS memang langsung di sana, fungsional di sana. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik, sebab tadi malam pemikiran berkembang itu, supaya Bappeda nanti tidak ada lagi jabatan struktural kecuali pimpinan Bappeda-nya. Semua pejabatnya itu fungsional, makna di Undang-undang ASN seperti itu, maknanya seperti itu. Makanya tadi pertanyaannya dimana kita punya pengaturan terhadap pembentukan. Kalau ayat 2 ini saya terima tapi tadi harus dibalik Pak, ketentuan mengenai pembinaan karena jangan keikutsertaan yang lebih utama, pembinaannya dulu. Kita membina orang-orang barulah kita ikutsertakan, kalaulah keikutsertaan yang dominan nanti sembarang orang lagi yang diikutsertakan baru dibina di sana. Kepala Satpol PP menjadi Kepala Bappeda, nanti Kepala Bappeda baru diikutkan pelatihan perencanaan kan itu maknanya di situ. Sekaligus sebenarnya menyebarkan asas profesional kan di situ, apa sudah cukup dengan dua ayat ini satu pasal? Bab ini apa di atas? Bab tentang pendukung ya? Dari bab tentang kelembagaan. Oke, baik Bapak-Ibu sekalian, teman-teman Anggota masih? Saya sudah bisa simpulkan? Coba simpulannya begini. Naskah akademik kemarin kita sudah simpulkan sebenarnya, bahwa apa yang disusun oleh tim ahli dengan segala masukan, bahkan masukan lagi tadi siang, saya mau simpulkan ulang menjadi naskah akademik yang disusun oleh tim ahli yang tadi kita bahas bersama dengan Komite IV. Pada dasarnya dapat kita terima dengan segala penyempurnaan-penyempurnaannya dan menugaskan selanjutnya staf ahli Komite IV untuk melakukakan penyempurnaan dengan narasumber utama adalah, saya sebenarnya tidak mau meyebutkan mantan tetapi saya tidak tahu istilah apa yang paling tepat, dengan tim ahli yang ada sekarang, Bapak berakhir bersama kita secara formalnya pada Bulan Juli, sehingga sesudah bulan Juli, inilah yang saya sebut dengan narasumber utama bagi kami di Komite IV dengan staf ahli melakukan untuk penyempurnaan-penyempurnaan, jadi begitu pengertiannya dan memang begitu semuanya bahwa setelah selesai secara formal masa tugas itu, selanjutnya menjadi narasumber. Saya kira begitu kesimpulannya. Kemudian yang kedua adalah draft RUU yang telah kita bahas yang disusun oleh staf ahli dan dibahas oleh Komite IV, banyak hal yang mesti kita sempurnakan secara redaksional kalau substansial kita sudah sepaham semuanya tetapi ini membutuhkan penyempurnaapenyempurnaan redaksional bahkan juga masih ada pembentukan struktur ada mungkin penambahan ayat seperti tadi, dan kita terima dengan catatan akan disempurnakan Komite IV dengan staf ahli dan narasumbernya adalah tim ahli penyusun draft. Bisa begitu kesimpulannya? Kita setujunya ya sudah seperti itu ya? KETOK 3X Baik terima kasih, maka secara formal, tugas tim ahli dapat kita terima. Sekali lagi dengan dua kesimpulan seperti tadi, dan kepada staf ahli Komite IV tugas selanjutnya yang paling berat adalah secara rutin, Bapak-bapak Ibu menyempurnakan ini, narasumber adalah tim ahli perancang RUU, tetapi inikan dia narasumber setelah selesai 30 Juli, karena itu saya bermohon, kami bermohon kepada tim ahli dalam satu minggu ke depan ini untuk penyempurnaan, yang tadi kita bicarakan tolong tetap berkenan untuk menyempurnakan 28 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
terutama karena terlalu banyak tadi digantungkan pada penjelasan pasal, sementara penjelasan pasalnya sendiri belum ada, saya anggap ada, dalam pengertian tanggung jawab Pak Kodrat dan tim untuk menyelesaikan itu dalam satu minggu ke depan, sebelum berakhir 31 Juli. Baik, untuk tim ahli ada komentar sebelum kita tutup? Pak Kodrat dan teman-teman silakan. PEMBICARA: KODRAT WIBOWO, Ph. D. (TIM AHLI RUU SPPN) Mungkin dari kami Pak bahwa konsep perencanaan ini kan adalah hasil bersama sehingga kami juga sangat mengapresiasi kalau notulensi hasil pertemuan hari ini, bukan hanya kesimpulan Pak Ajieb dan juga dokumentasi yang tersedia di sekretariat bisa kami dapatkan karena sehebat-hebatnya kami mencoba merangkum atau mencoba menginventarisir masalah selalu ada yang lewat Pak. Padahal kami mempunyai PR yaitu membuat penjelasan, materi penjelasan bukanlah hal yang mungkin mudah, ya mudah, tapi takes time, supaya tidak mubazir, mungkin mohon, sudah jelas? Tapi jangan sudah jelas sudah jelas, nanti ujung-ujungnya kan tidak lucu. Itu yang saya tahu dari teman-teman konsultan yang hukum katanya sudah jelas, itu yang tidak kami inginkan tapi untuk supaya bisa memuat sebuah penjelasan yang baik, mudah-mudahan ada masukkan tertulis Pak, dari para senator yang hadir, atau dari sekretariat punya dokumentasi, notulensi sebagai pelengkap, syukur-syukur bisa trasnkip ya, untuk kami manfaatkan untuk melengkapi draft undang-undang ini. Terutama dalam menyusun penjelasan. Terima kasih Pak. PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUT) (Tanpa mic, red.) Dalam posisi yuridis pembuatan RPJP ini maka fungsi pengawasan dari parlemen ke RPJP itu juga tidak ada. Kita sudah pada saatnya bahwa itu amandemen terhadap pemerintah daerah menyebabkan RPJP itu sangat dipengaruhi oleh kemauan tapi kita di posisi regional itu (tidak jelas) oleh kepala daerah itu maka posisi disitu justru kepala daerah itu harus menjadi kepala daerah yang menyampaikan kepentingan-kepentingan parlemen itu membutuhkan sistem kita yang (tidak jelas) hubungan kepala daerah dengan DPR. Saya kira itu. (Tanpa mic, red.) PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Baik Pak Basri terima kasih banyak. Pak Budi, komentar singkat Pak. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed. (JATIM) Jadi RUU ini relatif baik Pak, baik pasal maupun ayatnya, dan halamannya ini relatif singkat, pendek, dibanding RUU yang sudah pernah ada. Ini apa memang sengaja dibuat seperti ini? Apa sengaja artinya untuk membuka ruang untuk penambahan atau biar lebih fleksibel mungkin perlu ada penjelasan, tapi mungkin nanti Pak tidak sekarang.
29 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV) Ya Pak Budi, di Undang-undang 25 tahun 2004 terdiri atas 10 bab dan 37 pasal di RUU sekarang ini terdiri atas 11 bab, 33 pasal. Jadi babnya bertambah pasalnya berkurang, ayatnya lebih banyak. Jadi di RUU yang baru ini ayatnya banyak dan poinnya lebih banyak. Jumlahnya diatas 30 dan diatas 40. Amanahnya juga untuk ditindaklanjuti. Undang-undang lama tidak ada amanah yang tegas memerintahkan untuk ditindaklajuti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden dan RUU dan sudah ada amanah yang tegas untuk menindaklanjtui dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden, tapi sekali lagi kesimpulan saya tadi, kalau Bapak cermati kalimatnya adalah masih kita terbuka untuk menyempurnakan berdasarkan berbagai masukan, maksud saya ini berkait dengan rencana kerja kita, ukuran kerja kita bahwa hasil yang, produk yang dihasilkan oleh tim ahli kita terima malam ini dengan segala penyempurnaanya dan pada selanjutnya nanti menjadi narasumber, jika ada yang kita sempurnakan. Saya kira Bapak sekalian tidak ada yang tidak bisa berubah sepanjang itu disepakati, tidak ada yang tidak bisa diubah sepanjang kita sepakati. Kesepakatan bisa terbangun dari kesepahaman. Sebelum saya tutup, staf ahli komite ada komentar? Tidak ada? Cukup? Baik. Jadi saya atas nama Komite IV beserta tim ahli menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras Bapak-bapak sekalian, luar biasa dalam waktu yang singkat. Pemerintah terkadang membutuhkan waktu dua tahun untuk merancang Undangundang dengan anggaran sekian miliar tetapi di DPD untuk melahirkan sebuah RUU inisiatif dengan waktu kinerja paling enam bulan sudah jadi dengan, sebenarnya kalau secara kualitas, sering saya baca naskah di pemerintah maupun di RUU, kurang lebih sama. Hanya mereka di sana kalau sudah rapat satu jam, sudah terlalu lama itu kan, kita ini sudah rapat 21 jam kalau ditotal dari kemarin. Itu pun kalau benar saya punya, benar kalau dikumpul. Jadi saya atas nama komite IV dan juga mewakili sekretariat, pada tim ahli terima kasih anyak dan mengucapkan mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan selama ini komunikasi kita. Kepada staf ahli komite, pekerjaan berat selanjutnya di komite dengan staf di sekretariat. Saya ucapkan terima kasih pada Bapak-bapak Anggota Komite IV. Sekali lagi saya mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan atas pernyataan saya ataupun cara kepemimpinan saya, Pak Budi, ataupun Pak Ghazali, terima kasih kepada Bapak-bapak di tim ahli dan semuanya. Saya tutup dengan ucapan Alhamdulillahirabbil Alamin. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat malam, selamat istirahat bagi yang mau istirahat.
RAPAT DITUTUP PUKUL 22.26 WIB
30 RAPAT FINALISASI KOMITE IV DPD RI MS V TS 2015-2016 DI HOTEL SHANGRILA SELASA, 19 JULI 2016 (MALAM)