Nomor :
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DPD RI MS III TS 2015-2016 DENGAN KPAI DAN DR. BOYKE
I.
KETERANGAN
1. 2.
Hari Tanggal
: :
Rabu 20 Januari 2016
3. 4. 5.
Waktu Tempat Pimpinan Rapat
: : :
09.43 WIB - Selesai R.Sidang 2 C 1. Fahira Idris, SE (Wakil Ketua Komite III) 2. Ir. Abraham Liyanto (Wakil Ketua Komite III)
6. 7. 8.
Acara
:
Hadir Tidak hadir
: :
Membahas Hukuman Kebiri bagi pelaku kejahatan Kekerasan Seksual. Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT :
RAPAT DIBUKA PUKUL 09.43 WIB
PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Bismillahirohmanirrohiim. Bisa kita mulai ya. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat pagi. Salam sejahtera bagi kita semua. Kepada yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI. Kepada yang kami hormati Ketua, Wakil Ketua dan Komisioner KPAI. Disini telah hadir Ibu Putu Elvina kemudian Ibu Erlinda, Ibu Dra. Maria Ulfa Anshor, dan yang lainyang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Mengawali RDPU Komite III DPD RI ini marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan perkenan-Nya kita semua dapat hadir di ruang sidang yang mulia ini dalam keadaan sehat wal afiat dan tanpa kurang apapun. Sebelum kami membuka Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III DPD RI, terlebih dahulu marilah kita berdoa menurut keyakinan dan agama bapak/ibu sekalian agar kegiatan pagi ini dapat berjalan dengan baik serta memberikan hasil yang bermanfaat bagi kita semua. Berdoa dimulai. Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III serta Komisioner KPAI dan hadirin yang kami hormati. Dengan mengucapkan Bismillahirohmanirrohim, pada hari ini Rabu tanggal 20 Januari 2016 RDPU DPD RI berkenaan dengan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan kekerasan seksual, saya buka dan terbuka untuk umum. KETOK 1X Sebagaimana undangan yang telah disampaikan oleh sekretariat kepada Bapak/Ibu Anggota Komite III dan tamu undangan bahwa hari ini Komite III DPD RI mengadakan rapat dengar pendapat berkenaan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan kekerasan seksual dan di tengah-tengah kita telah hadir Wakil Ketua Ibu Putu Elvina, didampingi komisioner juga ada Ibu Erlinda dan Ibu Maria Ulva Anshor beserta jajaran yang lain dan seyogyanya kami juga telah mengundang dr. Boyke Dian Nugraha tapi dalam kesempatan ini beliau ternyata sedang berada di sehingga tidak dapat berada di tengah-tengah kita pada hari ini. Berbicara permasalahan kekerasan seksual terutama pada kasus-kasus yang menimpa anak-anak yang menjadi korban kita mengakui bahwa permasalahan ini tidak pernah menemui ujung pangkalnya. Berbagai kasus terus berulang di tengah-tengah kehidupan kita, berbagai pengungkapan kasus yang telah dilakukan pihak kepolisian dan kecaman-kecaman dari berbagai pihak kepada para pelaku kekerasan seksual terhadap anak rupanya tidak juga memberikan efek jera kepada pelaku itu sendiri bahkan sering kita dengar diberbagai media massa bahwa tidak jarang pelaku kekerasan seksual yang merupakan para narapidana pada kasus yang sama. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan bagi kita semua dimana anak-anak tersebut merupakan aset bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Oleh sebab itu akhir-akhir ini dengan semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual pada anak yang RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
1
kembali muncul di tengah-tengah kita gaung pemberlakuan hukum Kebiri dengan cara menyuntikkan zat kimia untuk mengurangi daya seksualitas bagi pelaku seksual kembali mencuat. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah memberi ancaman kepada para pelaku kejahatan seksual dengan hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal Rp. 60 juta dan maksimal Rp. 300 juta namun ternyata pada kenyataannya masih belum dapat memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Hal inilah yang kemudian mendorong sebagian masyarakat untuk mewacanakan pemberian hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI, Wakil Ketua, serta Komisioner KPAI dan hadirin yang kami hormati. Sebagai gambaran bahwa hukuman kebiri telah diterapkan di sejumlah negara seperti Belanda, Jerman Perancis, Belgia, Swedia, Denmark dan Ceko dimana para pelaku kejahatan seksual boleh memilih hukuman baginya, apakah di penjara untuk waktu yang lama atau di kebiri dan di Asia sendiri Korea Selatan telah memulai pemberlakuan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Bagi Indonesia sendiri sebagaimana kami sebutkan diawal bahwa wacana pemberian hukuman kebiri mulai didengungkan kembali dan hal ini patut kita apresiasi karena hal ini merupakan bentuk keprihatinan masyarakat terhadap kejahatan seksual yang hingga kini belum tertangani dengan baik. Lahirnya wacana di atas rupanya juga tidak dapat diterima oleh sebagian dari masyarakat kita termasuk juga di antara kami anggota Komite III ada yang sependapat dan ada juga yang tidak. Pro kontra itu timbul dimana-mana atas pemberlakuan hukuman kebiri ini. Bagi sebagian penggiat hak asasi manusia pemberlakuan hukuman kebiri ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM dimana hukuman kebiri dapat menghapus kesempatan seseorang untuk mendapatkan keturunan. Hal inilah yang perlu kita diskusikan dalam forum rapat dengar pendapat hari ini sehingga kita semua dapat memperolehi jalan yang terbaik bagi penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak. Yang terhormat Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI serta komisioner KPAI dan hadirin yang kami hormati. Demikianlah pengantar singkat kami untuk menyingkat waktu kami persilakan narasumber untuk menyampaikan pandangannya. Silakan. PEMBICARA : PUTU ELVINA, S. Psi (WAKIL KETUA KPAI) Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat Pimpinan Komite III DPD RI Ibu Fahira Idris dan; Para senator yang saya muliakan. Terima kasih karena pagi ini kita sudah mengawali hari untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting terkait aset Bangsa Indonesia yaitu anak yang jumlahnya sepertiga dari total penduduk Indonesia. Dalam rangkaian dengar pendapat kali ini tema terkait pemberatan hukuman menjadi tema yang luar biasa dan untuk hari ini Pak Ketua, Bapak Asrorun Ni’am Sholeh mohon izin karena di hari ini dalam waktu yang hampir bersamaan akan diadakan rapat terbatas terkait kelanjutan Perpu dan hal yang lain dengan Pak Presiden sehingga beliau harus menyiapkan segala sesuatunya dalam waktu singkat. Nah hari ini saya perkenalkan diri dulu bahwa mulai dari ujung kiri Ibu Poppy Kepala Sekretariat KPAI kemudian sebelah kiri saya juga tadi sudah dikenalkan dr. Maria Ulfa Anshor, beliau menjadi komisioner yang membidangi masalah sosial dan bencana, kemudian di sebelah kanan saya Ibu Erlinda, beliau membidangi hak sipil dan kebebasan. Nah saya sendiri Putu Elvina membidangi anak berhadapan dengan hukum dan divisi pengaduan KPAI. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
2
Urgensi pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan terhadap anak tentu saja ini bukan tema yang berdiri sendiri tapi sebelumnya saya disini sudah ada slide mungkin perlu selayang pandang tentang KPAI bagaimana kemudian komisi perlindungan anak yang diamanatkan dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tugasnya meningkatkan efektivitas pengawasan. Artinya tusi KPAI di Undang-Undang yang perubahan dari 23 Tahun 2002 menjadi 35 Tahun 2014 lebih domain persentasi tugasnya lebih banyak kepada pengawasan sehingga dalam Undang-Undang tersebut ada sekitar 7 tugas yaitu salah satunya mengumpulkan data informasi, layangan pengaduan masyarakat, mediasi sengketa dan melakukan telaah serta melaporkan pelanggaran terhadap UndangUndang tersebut. Kemudian memberikan masukan usulan kebijakan perlindungan anak dan saya pikir juga ini adalah rangkaian dari tugas KPAI memberikan masukan usulan terkait kebijakan perlindungan anak dan pengawasan serta kerjasama. Berikutnya kemudian KPAI memiliki 9 komisioner di slide berikutnya. 9 komisioner ini, 3 diantaranya yang hadir di hadapan bapak/ibu hari ini dan kemudian yang lain mohon izin karena ada yang tugas luar dan kebetulan juga komisioner bidang yang membidangi kesehatan sedang keluar negeri untuk alasan tugas sehingga mohon maaf juga Ibu Fahira. Nah ini adalah 9 komisioner yang melakukan pengawasan terkait perlindungan anak di Indonesia jadi artinya kalau kita bicara tentang kuantitas itu jauh dari sempurna kalau bicara bagaimana pemetaan angka kekerasan terhadap anak di Indonesia dengan jumlah kekerasan serta bagaimana proporsi penduduk dan provinsi, kabupaten, kota itu juga sangat luas sehingga dalam rangkaian ini sebenarnya KPAI juga mendorong terbentuknya KPAID yang ada di daerah. Sampai sejauh ini memang ada 25 Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah yang terbentuk di tingkat provinsi maupun kabupaten, kota karena sifatnya yang tidak wajib ini mutlak menjadi kebutuhan yang harus dipikirkan oleh pemerintah daerah. Saya pikir juga ini imbas dari PP 37 Tahun 2007, 38 Tahun 2007 terkait pembagian urusan pemerintahan salah satunya adalah urusan perempuan dan anak menjadi urusan wajib pemerintah daerah sehingga berkaitan dengan beberapa kasus mungkin bapak/ibu di DPD juga bisa mendorong kelembagaan terkait didaerahnya masing-masing karena kalau KPAI sendiri tentu ini tidak akan selesai. Kalau kemudian LSM atau pun P2TP2A yang lain juga tidak akan selesai, butuh satu negara untuk mengurusi anak Indonesia. Nah ini sekilas tentang Komisi Perlindungan Anak. Slide berikutnya yaitu terkait bagaimana pemberatan hukuman pemberatan hukuman terhadap kejahatan seksual terhadap anak ini dibutuhkan memang mengingat UndangUndang yang eksisting yang ada sekarang Undang-Undang Perlindungan Anak memang tadi disampaikan pimpinan bahwa ya maksimal hukuman misalnya 15 tahun ya dengan minimal 3 tahun dan kenyataannya dalam beberapa kondisi pada saat kasus-kasus itu sudah masuk ke wilayah peradilan kebanyakan vonis terhadap pelaku kejahatan seksual itu biasanya di bawah tuntutan jaksa penuntut umum. Nah itu sering terjadi misalnya kasus kemaren JIS bahkan itu juga sangat ekstrim tuntutan jaksa itu 10 tahun kemudian pelakunya dibebaskan divonis pengadilan. Beberapa kasus yang lain misalnya jaksa 7 tahun kemudian hakim menerapkan ada yang 3 tahun di ancaman yang minimal itu banyak sekali padahal kalau kita lihat profil kejahatan seksual terhadap anak pelakunya adalah orang-orang terdekat. Nah dalam UndangUndang Perlindungan Anak di perubahan 35 Tahun 2014 maupun 23 Tahun 2002 itu dikatakan kalau pelakunya adalah orang yang terdekat dengan korban misalnya ayah, ibu kakek, nenek atau sebagainya ada pemberatan hukuman sepertiga dari ancaman biasa tapi ternyata dari pengawasan KPAI pemberatan hukuman yang sepertiga saja itu jarang diaplikasikan sehingga kemudian kasus-kasus kekerasan terhadap anak ya cenderung makin lama makin meningkat. Nah nanti kita lihat beberapa kasus misalnya yang baru-baru ini yang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Solid AG misalnya jaksa 10 tahun kemudian hakim memutus 4 tahun dan di daerah juga banyak yang mungkin tidak terjangkau oleh KPAI. Nah RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
3
terkait denda juga ini jarang dilakukan. Dibeberapa kasus seperti kasus di Saint Monica itu juga pelakunya bebas alasan-alasan yang muncul terkait ke kasus kekerasan seksual lebih banyak kepada alasan pembuktian. LPSK tahun 2015 kalau tidak salah saya sekitar dirilis mereka itu ada peningkatan permohonan terkait korban kekerasan seksual terhadap anak ke LPSK itu menaik sekitar 90% dari tahun sebelumnya. Nah itu permohonan untuk perlindungan korban kekerasan seksual naik meningkat sekitar 90%dari angka tahun sebelumnya di LPSK. KPAI dan LPSK memang sekarang sedang membuat suatu kajian sampai sejauh mana kemudian pembuktian kasus-kasus kekerasan yang memang mendapatkan kendala luar biasa karena memang aparat penegak hukum kita masih menggunakan bentuk bentuk yang masih yang apa namanya konvensional artinya seperti itu butuh saksi bukti 2 hal itu baru kemudian bisa diproses tapi kan kendalanya kemudian untuk melaporkan kasus kekerasan seksual saja terhadap bagi anak itu luar biasa. Anak tidak serta merta cerita pada saat itu makanya kemudian muncul kasus-kasus kekerasan seksual laporan kepolisian itu yang sudah cukup lama baru kemudian dilaporkan. Nah ini memang menjadi kendala untuk pembuktian kalaupun ada visum kemudian tapi kemudian divisum tersebut memang akhirnya mendapat kesulitan di aparat penegak hukum adalah subjeknya siapa yang melakukan kekerasan seksual nah itu menjadi kendala yang lain. Nah artinya proses akses terhadap hukum bagi korban kekerasan seksual itu tidak mudah sehingga kemudian menjadi pemicu munculnya suatu wacana atau urgensi terkait pemberatan hukuman tadi dan beberapa kasus misalnya di suatu daerah dimana ayah kandungnya yang melakukan kejahatan seksual terhadap anaknya sekitar usia 12 tahun sampai kemudian hamil tapi kemudian tidak menerima pemberatan hukuman dengan alasan istri kemudian akan kehilangan pendapatan misalnya seperti itu atau istri tidak rela kalau suaminya di penjara cukup lama sementara anak jadi korban. Nah ini kan menjadi suatu faktor yang membingungkan sebenarnya bagi aparat penegak hukum tapi di satu sisi itu perlu untuk penegakan hukum terhadap korbankorban kekerasan seksual yang usia anak. Oke, lanjut kemudian urgensinya lagi karena KPAI kemudian merilis kasus-kasus kekerasan seksual yang masuk ke KPAI karena KPAI salah satu tugasnya adalah menerima pengaduan masyarakat dan trendnya memang cukup cukup signifikan nah di rapat terbatas di istana kemaren memang KPAI di undang untuk bagaimana kemudian membicarakan tentang maraknya kasus-kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak ini berawal misalnya dari kasus Angeline di Bali atau PNF anak dalam kardus yang di Tangerang, Jakarta Barat. Nah kegelisahan seperti inilah kemudian diadakan rapat terbatas di istana kemarin dimana di situ dalam rapat terbatas memang setuju semua pihak yang hadir saat itu terkait pemberatan hukuman dan KPAI juga setuju untuk pemberatan hukuman hanya apakah pemberatan hukuman itu sifatnya seperti apa, mekanismenya seperti apa, KPAI menyerahkan itu kepada pemerintah untuk mendesain bagaimana pemberatan hukuman tersebut. Nah inilah yang kemudian melebar menjadi wacana kebiri tersebut karena waktu itu memang diusulkan oleh jaksa Pak Prasetyo ya dan Kemensos waktu itu mengusulkan tentang kebiri tapi kemudian KPAI mengatakan bahwa bentuknya kalau merubah Undang-Undang memang cukup lama karena Undang-Undang Perubahan 35 Tahun 2014 saja itu belum selesai, turunanturunannya saja belum ada apalagi mau merubah itu, itu butuh waktu yang lama sehingga bentuk perpu menjadikan alternatif untuk jawaban pemberatan hukuman dan KPAI juga menanti dari pemerintah terkait bagaimana disain Perpu itu apakah bentuknya kebiri atau yang lain. Nah tentu saja ini yang menjadi isu yang harus kita bahas berikutnya dan saya yakin juga di DPD juga mempunyai andil yang cukup besar terkait masalah itu karena implementasinya nanti tentu di daerah-daerah. Lanjut lagi, Perpu kebiri ini seperti saya jelaskan tadi ini menjadi jalan tengah untuk menjawab apa pemberatan hukuman itu wadahnya seperti apa? Nah mekanisme hukum yang menjerakan kepada pelaku kejahatan seksual itu memang mutlak seperti saya jelaskan di awal bahwa selama ini memang aparat RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
4
penegak hukum kita memang mengalami keraguan untuk penetapan atau pemberatan. Terkait pemberatan yang sepertiga tadi saja saya katakan itu tidak semua jalan makanya ini mungkin menjadi shock terapi terkait Perpu tentang pemberatan hukuman menjadi shock terapi mudah-mudahan walaupun nanti kita perlu kajian yang mendalam terkait bagaimana bentuk Perpu tersebut. Oke lanjut. Nah dalam pantauan KPAI dan telaah KPAI ada 4 hal lahirnya kejahatan seksual yang pertama adalah rentannya ketahanan keluarga ini ditandai dengan naiknya angka perceraian dan disharmoni. KPAI nanti dilihat di angka pengaduan KPAI angka-angka terkait ketahanan keluarga itu luar biasa kasus pengaduan terkait hak kuasa asuh juga luar biasa artinya semua bermula dari keluarga dan ternyata juga pelaku kejahatan seksual terhadap anak itu juga keluarganya dan bermula disitu. Lalu kemudian yang kedua mudahnya akses terhadap pornografi. Kemarin juga KPAI sudah membahas ini di RDP dengan Komisi VIII, membahas ini juga dengan presiden terkait maraknya akses pornografi, link-link porno yang masuk kepada yang masuk ke media sosial mulai dari facebook, twitter dan lain sebagainya dan angka pengaduan terkait kejahatan pornografi dalam cybercrime itu juga angkanya cukup signifikan tinggi di KPAI sehingga memang butuh dalam penyelesaian laporan terkait pornografi cybercrime memang tidak mudah untuk memblok. Jadi biasanya pengadu masuk ke KPAI kemudian KPAI menulis surat meminta Kominfo untuk memblok itu juga tidak mudah ternyata. Nah ini tentu saja membutuhkan cara dan kebijakan regulasi tertentu yang memberikan hak kepada kominfo untuk memblok agar penyebab kejahatan seksual mulai dari faktor pornografi setidaknya bisa dikurangi. Kemudian kondisi kasus-kasus kekerasan seksual yang pelaku anak kalau pelaku dewasa, pelaku anak juga cukup banyak nah misalnya kemarin kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak 7 tahun terhadap teman-temannya nah ini tentu saja tidak bisa diproses hukum karena usia mereka 7 tahun atau kemarin misalnya anak-anak usia 10 tahun mencabuli teman-temannya bahkan saudaranya sendiri waktu itu ramai-ramai sekitar umur 9 tahun, satu tahun dibawahnya nah proses ini tidak bisa dilakukan proses hukum karena Undang-Undang sistem peradilan pidana anak membatasi terkait pelaku anak. Nah kita juga KPAI juga ingin melihat sampai sejauh mana kemudian pemberatan hukuman ini harus dilakukan tentu saja pelaku anak dikecualikan dalam pemberatan hukuman yang masuk di Perpu nantinya karena khawatir jangan sampai pemberatan itu diberlakukan sama ya dewasa seperti itu juga anak seperti itu juga, nah ini yang perlu mendapat perhatian serius nah ternyata pelaku-pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang usia anak juga cukup signifikan nah celakanya kita belum punya mekanisme yang firm, yang solid saling terkait bagaimana penanggulangan pemulihan psyco sosial terkait pelaku dan korban anak. Misalnya kasus Emon yang korbannya 100 sekian, 162. Emonnya memang diproses hukum tapi kemudian korban-korbannya bagaimana proses psyco sosial itu masih tanda tanya walaupun diawal ada dikatakan dirujuk ke ini pendampingnya ini belum ada sampai saat ini menjamin apakah 165 anak tadi menjalani terapi atau rehabilitasi. Faktor-faktornya banyak seperti kemarin misalnya orangtua tidak bisa nganterin anak terus menerus karena kendala faktor ekonomi, biaya untuk menjangkau tempat terapi, terapisnya memang sedikit kita bisa hitunglah berapa tenaga psikolog yang ada di suatu daerah seperti Sukabumi itu misalnya sementara kasusnya ratusan korban. Nah ini menjadi kendala. Artinya pada saat kita tidak siap juga dengan upaya rehabilitasi terhadap korban maupun pelaku anak ya ini juga menjadi tanda tanya kalau kemudian pemberatan hukuman yang sifatnya rehabilitatif terhadap pelaku dewasa itu menjadi hal yang kemudian mengemuka, anak saja tidak selesai untuk rehabnya bagaimana dewasa kan begitu. Nah ini menjadi pemikiran yang saya harap ini menjadi point-point yang bisa didiskusikan atau dikaji lebih dalam. Nah yang ketiga adalah maraknya tayangan kekerasan di media. Kita tahu betul media kita di Indonesia itu lebih banyak berpihak kepada rating daripada substansi yang RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
5
bersifat pendidikan. Nah hal ini juga menjadi pemicu kalau kemudian regulasi terhadap maraknya apa namanya tayangan-tayangan yang mengaminin kekerasan, mengamini bully, yang memberikan pembiaran terhadap bagaimana anak sah-sah saja berperilaku seperti ini mem-bully gurunya, mem-bully orang tuanya, mem-bully teman-temannya dan hal yang lain ini kan cenderung menjadi tayangan yang akhirnya mewarnai sedikit banyak karakter anak kita. Jadi artinya kalau perspektif perlindungan anak segala hal yang akan mempengaruhi masa depan anak itu harusnya dilarang atau itu harusnya diawasi dan dikontrol baik regulasi maupun implementasinya tapi kemudian kita setengah-setengah dalam hal itu. Lalu kemudian mekanisme hukuman 4 hal, yang keempat adalah mekanisme hukuman yang tidak menjerakan sehingga pelakunya terulang kembali. PNF yang kasus anak kardus di Jakarta Barat pelakunya adalah residivis ya artinya sistem pemenjaraan memang disepakati bahwa persentasi penjeraan itu hanya berapa persen saja kan begitu ya tapi kemundian dalam kondisi angka kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat tanpa ada upaya yang signifikan atau revolusioner untuk menghentikannya atau mencegahnya maka kita akan jalan ditempat sementara angkanya semakin tinggi. Nah ini adalah rincian tabel di slide 9 ini adalah angka kasus yang masuk ke KPAI mulai dari 2011-2015. Nah ini artinya angka-angka yang kita lihat di 2 tahun terakhir 2014-2015 dibawah itu kalau 2014 itu sekitar 5.066 yang dilaporkan ke KPAI 2015, 3820 yang masuk ke KPAI. Memang terjadi penurunan ya. Penurunan itu memang hampir di semua cluster atau bidang KPAI tadi saya katakan membidangi 9 bidang, 9 cluster. Nah yang paling signifikan penurunannya adalah di poin pengaduan di cluster angka 8 ya anak berhadapan dengan hukum di 2014 itu sekitar 2.000-an kasus kemudian di 2015 menjadi 1072 kasus. Memang hal ini ditenggarai oleh ada beberapa faktor, pertama adalah sistem peradilan pidana anak yang sudah diimplementasikan sehingga kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku itu banyak di diversi ini cukup baik ya dengan adanya sistem peradilan pidana anak ini cukup baik tapi kemudian beberapa hal juga yang masih perlu menjadi PR besar adalah ya anak-anak nanti coba kita lihat data anak sebagai korban kekerasan seksual di berikutnya. Nah ini tahun 2015 saja di termin pertama, semester pertama itu ada 105 kasus anak sebagai korban kekerasan seksual. Lalu masuk mulai Juli kemarin wacana terkait pemberatan hukuman itu muncul di bulan Oktober pada rapat terbatas KPAI dengan Presiden. Itukan mulai Oktober baru kemudian di media wacana itu mulai muncul pro dan kontra tapi terimbasnya terkait pengaduan memang cukup signifikan. Artinya kalau di semester pertama itu 105 kasus Juli, Agustus mulai Oktober itu ngedrop ya mungkin pemberitaan KPAI memang belum meninjau ini secara akademis apakah faktor-faktor wacana yang bergulir di publik itu yang menjadi penguat terkait menurunnya laporan tersebut atau tidak karena di tahun-tahun sebelum trendnya naik pada saat belum terjadi wacana apapun, belum ada sikap apa pun itu trendnya naik tapi di 2015 semester kedua itu trendnya cenderung menurun. Nah ini tentu saja apakah wacana pemberatan hukuman tadi memang menjadi shock terapi atau tidak itu yang harus dipikirkan tapi dengan angka tadi menujukan seperti itu di 3 bulan terakhir. Nah itu data KPAI trend sejak mulai Oktober 2015 sampai Desember 2015. Kita tidak tahu prediksi di 2016 apakah sama tapi intinya memang hampir setiap tahun sebelumnya trend-trend tersebut menunjukkan kenaikan yang signifikan. Oke di slide berikutnya, di slide 12 ini adalah trend-trend angka yang relatif turun karena berbagai isu atau wacana yang mengemuka tadi yang mengemuka di publik misalnya adalah anak sebagai korban kekerasan fisik yang tadinya 100 kemudian di semester kedua menjadi 82 kasus ya. Bagi kita ini cukup bagus ya tapi KPAI masih perlu meninjau sampai sejauh mana faktor-faktor apa yang menjadi penentu terhadap turunnya trend pengaduan tersebut. Oke. Nah tapi di lain pihak di slide 13 anak sebagai pelaku kekerasan dan tawuran di sekolah itu meningkat 2014 anak sebagai pelaku bully itu 67 di 2014 dan 2015 menaik menjadi 79 pelaku bully ya. Anak pelaku tawuran juga naik jadi angka-angka kekerasan di RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
6
sekolah kalau yang lain secara umum turun angka kekerasan yang di sekolah atau anak yang masih sekolah justru naik. Nah rapat hari ini Ratas dengan Presiden hari ini membahas isu yang ini terkait bully, meningkatnya angka bullying di sekolah. Nah kemudian lanjut di slide 14 nah ini adalah anak korban kekerasan dan tawuran di sekolah penurunan jadi korbannya menurun kalau biasanya kasus 1 bully itu korbannya ada beberapa dengan pelaku yang beberapa nah kalau sekarang korbannya mungkin satu pelakunya ramai biasa kalau di sekolah pelaku bully itu tidak pernah sendiri jarang sekali, berapa kasus saja yang satu lawan satu tapi biasanya 1 anak di bully beberapa anak ya itu sering sehingga korbannya turun tapi pelakunya bertambah. Nah inikan membahayakan kalau calon penerus pimpinan bangsa itu justru mempunyai riwayat pem-bully semua kan repot ya. Nah ini, ini adalah angka-angka terkait korban kekerasan dan tawuran di sekolah yang memang 2 faktor yang bertolak belakang kalau satu tadi kekerasan seksual secara umum menurun tapi disisi lain pelaku pem-bully disekolah naik. Nah ini yang kemudian lalu anak lanjut slide berikutnya adalah anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku ya. Ini perbandingan juga cenderung menurun ya cenderung menurun karena tadi ada SPPA, kemudian anak berhadapan dengan hukum sebagai korban juga cenderung menurun ini dilingkup yang umum bukan lingkup sekolahan. Nah lanjut dalam HAM dalam perspektif pelindungan anak. Ya tentu saja kalau KPAI di slide 17 mengatakan bahwa dasar hukum terkait bagaimana kinerja atau mekanisme kerja KPAI tidak jauh dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Nah ini mungkin yang perlu dikaji apakah kemudian pelanggaran HAM kalau kita lihat misalnya praktek pengkebirian itu di beberapa negara seperti pimpinan katakan di Amerika misalnya. Di Amerika itu telah di 8 negara bagian mempraktekkan pengkebirian ya walaupun satu sifatnya sukarela artinya si apa namanya, si pelaku yang meminta seperti itu mekanismenya ya meminta untuk dikebiri atau ditahan lama. Nah artinya kalau tinjauannya seperti itu kalau kita berkaca pada negara-negara yang sudah menjalankan pengkebirian bahkan negara-negara itu adalah negara-negara pengusung HAM paling keras ya di dunia seperti Amerika dengan 8 negara bagian, Inggris kemudian juga Estonia, Argentina, Australia nah tentu ini juga harus dilihat secara mendalam. Kajian-kajian ini yang di Indonesia masih minim tapi tentu saja kita bisa lihat bagaimana sejarah proses pemberatan hukuman dalam bentuk kebiri atau kastrasi di negara-negara yang sudah melakukan tadi apakah itu signifikan praktek yang dilakukan di Amerika, di Inggris dan negara lain terhadap dengan angka penurunannya apakah mereka juga menyiapkan langkah-langkah pencegahan yang massif, apakah mereka juga menyiapkan langkah-langkah rehabilitasi yang masif kalau itu menjadi faktor pencetus atau faktor yang kemudian di ukur untuk penurunan kasus ya kita kalau mau adopt juga harus menyiapkan dengan rangkaian atau kerang-kerangka tersebut pencegahan yang massif, rehabilitatifnya juga masif tapi kalau hanya pengebirian berdiri sendiri itu yang dikatakan tidak adil. Ya tapi kalau kita bicara keadilan juga dalam perspektif yang pro terhadap kebiri mereka juga kehilangan anak-anak yang menjadi korban diawalnya seperti itu. Nah artinya ini memang butuh tinjauan yang cukup panjang dalam beberapa hal bagaimana Perpu ini bisa berjalan. Nah kebiri dalam tinjauan kesehatan saya yakin juga mereka masih pro dan kontra terutama yang KPAI dapatkan dalam diskusi-diskusi adalah keengganan apa tenaga kesehatan untuk melakukannya ya tapi saya tidak tahu Perpunya seperti apa bunyinya? mekanismenya seperti apa? Kita juga belum melihat KPAI belum lihat seperti itu tapi yang jelas kalau kemudian pilihannya adalah kastrasi kimia tentu itu ada jangka waktu 3 bulan, berapa bulan, lalu bagaimana kalau tidak diimbangi dengan rehabilitasi yang lain kalau tidak diimbangi dengan pencegahan itu berarti uang negara akan habis di situ saja kan begitu ya. Nah ini adalah tinjauan dari kastrasi kimiawi yang sempat diwacanakan yang akan berimbas kepada penurunan atau reduksi keinginan seksual seseorang dengan penyuntikan anti RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
7
testoteren. Nah ini KPAI belum mengkaji sejauh itu makanya ini menjadi domainnya pemerintah untuk membuat kajian-kajian untuk memperkaya Perpu yang mereka buat. Mungkin itu Pimpinan yang bisa saya sampaikan terkait urgensinya pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual yang KPAI setuju terkait pemberatan tadi tapi yang harus dibicarakan adalah bagaimana wajah Perpu yang diusulkan dan tentu saja KPAI mewanti-wanti agar Perpu ini tidak sembarangan karena angka-angka pelaku anak yang melakukan kejahatan seksual juga cukup banyak. Demikian Pimpinan, terima kasih. Assalamu’alaikum Wr.Wb. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Kita berikan applause dulu untuk narasumber. Selanjutnya nanti kami akan persilakan pada bapak/ibu anggota Komite III untuk menanggapi penjelasan dan mungkin juga bertanya tapi sebelumnya izinkan saya memperkenalkan dulu sahabat-sahabat senator saya. Dari sisi kiri yang terhormat Bapak KH. Muslihuddin Abdurrasyid, senator dari Kalimantan Timur. Yang kedua, yang terhormat Bapak KH. Ahmad Sadeli Karim, senator dari Banten. Yang ketiga, yang terhormat Bapak Dr. Sulistiyo, senator dari Jawa Tengah. Yang keempat Bapak Ir. Abraham Liyanto, senator dari NTT. Yang kelima, yang terhormat Bapak Mervin Sadipun Komber, senator dari Papua Barat. Yang terakhir di ujung kiri yang terhormat Ibu Muliati Saiman, senator dari Sultra ya. Di sisi kanan yang terhormat Ibu Hj. Emilia Contessa, senator dari Jawa Timur. Yang kedua, yang terhormat Bapak dr. Delis Julkarson Hehi, senator dari Sulteng. Yang ketiga, yang terhormat Bapak H. Abdurrahman Abubakar Bahmid, senator dari Gorontalo. Yang keempat, yang terhormat Bapak Oni Suwarman, senator dari Jawa Barat. Yang kelima, yang terhormat Bapak Bahar Buasan, senator dari Babel. Yang keenam, yang terhormat Ibu Dra. Hj. Eni Khairani senator dari Bengkulu. Di ujung kanan terakhir Bapak KH Muh. Syibli Sahabuddin, senator dari Sulbar. Di sisi kanan belakang yang terhormat Ibu Novita Anakotta, senator dari Maluku. Yang kedua, yang terhormat Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Darmayanti Lubis, senator dari Sumut. Yang ketiga, yang terhormat Ibu Maria Goreti, senator dari Kalbar. Terakhir di ujung kanan yang terhormat Bapak Dr. Ir. H. Aziz Qahar Mudzakkar, senator dari Sulsel ya. Yang pertama kira-kira siapa yang mau bertanya? Yang pertama Ibu Novita, kedua Bapak Abraham Liyanto, Ibu Emilia Bapak Abdurahman, dr. Delis, Bapak Aziz Qahar Mudzakkar, Prof. Darmayanti, Bapak Sulistiyo ya. Untuk pertama kami persilakan kepada yang terhormat Ibu Novita Anakotta, silakan. PEMBICARA : NOVITA ANAKOTTA, SH., M.H (MALUKU) Terima kasih Pimpinan. Saya langsung saja memberikan pertanyaan kepada para narasumber dari KPAI. Yang pertama bahwa tugas P2TP2A sebenarnya mirip-mirip dengan KPAI mulai dari tugas preventif, kuratif sampai rehabilitative, untuk itu pertanyaan saya sejauh mana KPAI melakukan baik kordinasi sampai dengan sinkronisasi dengan pihak P2TP2A karena buntut dari semua tindakan yang dilakukan adalah pasti anggaran, itu tidak mungkin tidak. Yang kedua, apakah jaminan dengan adanya pemberatan hukuman akan mengurangi yang namanya kekerasan seksualitas terhadap anak? Demikian, terima kasih.
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
8
PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Ibu Novita. Selanjutnya yang terhormat Bapak Abraham Liyanto. PEMBICARA : Ir. ABRAHAM LIYANTO (NTT) Terima kasih Pimpinan. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera buat kita sekalian. Om swastiastu. Narasumber yang saya hormati. Yang pertama saya ingin penjelasan lebih serius soal kebiri ini karena kebiri tadi sudah dijelaskan ada beberapa negara sudah dilakukan begitu ya bedanya dengan di Indonesia ini bagaimana, memang mungkin banyak yang belum mengerti. Saya sebenarnya mendukung kebiri itu supaya bisa mengurangi paling tidak bisa mengantisipasi karena kejadian-kejadian terhadap anak inikan makin bertumbuh ini bisa merusak negara ke depan pasti itu ya ambil contoh yang paling dekat ini di Sukabumi kalau tidak salah tahun yang lalu ya Emon atau siapa itu iya masih remaja anak kecil tapi sudah 74 anak yang di sodomi ini. Nah ini Pak Jawa barat pak, Pak Oni tahu tidak itu teman kamu nama Emon itu, wah hati-hati kamu, Oni ini tahu tandanya serius ini termasuk di Jawa Barat ini 74 anak itu berarti ya setiap hari ada dia satu. Nah kalau anak-anak dikebiri kasian juga ya, ini mungkin bertentangan dengan HAM karena hak reproduksinya hilang kan begitu ya, bagaimana kita kalau di negara barat itu sudah biasa. Pertanyaan saya yang serius ini, kebiri itu apa dimatikan barangnya atau dibuang barangnya seumur hidup, atau bisa disetel, tidak ini kan serius supaya kita bisa, atau bisa disetel begitu maksudnya, kalau sudah bertobat dikasih hidup lagi itu iyakan tapi ingat barangkali ini bisa terjadi pada wanita juga, bisa tidak wanita juga dikebiri karena yang apa namanya yang over seperti begini bukan terjadi pada laki-laki manusia ini kan hampir samakan ada ya nah ini nanti Pak dokter yang jawab ini, cara kebirinya pasti dia tahu saya belum tahu belum maka tapi yang saya tahu Undang-Undang Kebiri di negara maju itu sudah dilakukan, Jerman, Australia, Inggris barangkali itu dilakukan tapi tidak tahu teknologinya bagaimana, dokter apa bisa disetel? Kalau sudah tobat dihidupin lagi masih ketemu jahat dimatikan lagi. Itu saja barangkali. Terima kasih ibu biar pengetahuan kita lebih mendalam, supaya iya atau tidak kebiri ini jangan kita pikir yang lain-lain kebiri terhadap sapi atau kambing begitu barangkali begitu. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Abraham, selanjutnya yang terhormat Ibu Emilia Contessa. PEMBICARA : Hj. EMILIA CONTESSA (JAWA TIMUR) Terima kasih pimpinan. Selamat pagi. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Bapak, ibu sekalian khususnya kepada para tamu. Jadi kalau ini kita bicara masalah kebiri ya. Saya supaya tidak mengambil jatah waktunya teman-teman yang lain saya ingin menyatakan bahwa saya setuju hukuman itu diberlakukan kepada para pedofil karena ternyata pedofil ini luar biasa sampai itu juga bisa RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
9
terjadi kepada di dalam rumah sendiri di dalam lingkungan dan dilakukan oleh yang oleh orang yang terdekat sekali pun. Jadi saya sangat setuju demi melindungi anak-anak kita saya dari Jawa Timur dan kemarin pada waktu saya reses ya di Kediri saya mendapat informasi dari data LSM para penggiat pelindung anak-anak di Kediri itu dan itu saya rasa semua di Jawa Timur itu sudah tahu para pegiat pelindung anak-anak itu bahwa di Kediri itu adalah ada salah seorang multi miliarder sangat berkuasa dan dia melakukan itu yang saya dengar dari teman-teman LSM puluhan anak yang menjadi korban tapi tidak pernah ada proses hukum. Sampai ke manapun proses itu misalnya sudah masuk ke proses hukum sudah di tahan, tidak lama kemudian pasti keluar. Saya tidak tahu prosesnya atau sebabnya apa saya tidak tahu tapi pokoknya proses hukum tidak pernah berjalan. Nah saya ini informasikan mungkin orang-orang yang seperti ini yang seharusnya mendapat hukuman kebiri itu. Jadi saya informasikan saya rasa ibu-ibu pasti sudha tahu juga namanya pasti sudah tahu, saya pun sudah tahu, saya sudah laporkan juga secara lisan kepada pimpinan saya, saya berharap itu bisa ditindaklanjuti atau diproses, kalau perlu kita bikin satu gerakan yang besar supaya orang-orang yang, kalau dia mungkin seperti Emon dia melakukan kejahatan, dia tidak melindungi dirinya dengan uang tapi bagi orang yang yang mempunyai harta mudah saja dia ya bebas jadi justru orang-orang yang seperti ini yang mungkin kita akan kita harus ya kita harus proses. Saya sangat mendukung sekali lagi setahu saya memang tidak di kebiri seperti mengkebiri kambing atau sapi pak mungkin itu hanya gairahnya saja, begitu ya bu ya, dia dimatikan diberi obat secara berkala supaya dia tidak mengkebiri kambing atau sapi timbul gairahnya dimatikan, diberi obat secara berkala supaya dia tidak timbul gairahnya dan tidak menjahati anak-anak kita. Saya rasa itu saja. Terima kasih. Assalamu’alaikum Wr. Wb. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Ibu Emilia. Yang selanjutnya yang terhormat Bapak H. Abdurrahman Abubakar Bahmid. PEMBICARA : H. ABDURRAHMAN ABUBAKAR BAHMID, Lc (GORONTALO) Ya terima kasih. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Para senator yang terhormat. Para narasumber. Yang pertama, kita sepakat bahwa penanganan kejahatan terhadap anak bukan hanya seksual ini perlu penanganan secara komprehensif baik pendidikan, sistem maupun manajemennya, masalah sosialnya, bagaimana pelaku kejahatan seksual misalnya dipublikasi sehingga mendapat ada dampak malu dari di pelaku dan ada kewaspadaan dari masyarakat sekitar. Dari sisi media yang memang sangat parah baik televisi nomor satu atau sosial media atau internet juga termasuk pendekatan hukum dan sistem peradilan, dan keseluruhan ini membutuhkan kehadiran negara semua ini. Yang kedua, khusus masalah kejahatan seks ya, kekerasan seksual pada anak kita sepakat bahwasannya ini adalah sebuah kejahatan yang luar biasa, ini kejahatan tidak biasa ini dampaknya ini seperti dampak teror karena menimbulkan kepanikan yang luar biasa pada orang tua, kita merasa hidup jadi tidak aman. Lalu apa bedanya dengan teroris? Teroris itu mungkin korbannya hanya 3, 4, 10 orang tapi dampak yang diakibatkan dari tindakan terorisme adalah tujuannya adalah menimbulkan kepanikan dan itu dihasilkan oleh masalah ini. Ditambah lagi kalau teroris korbannya mati selesai tapi kalau ini menimbulkan dampak RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
10
ganda, akan menimbulkan jaringan baru, akan jadi korban itu akan menjadi pelaku. Ini berarti sangat sangat luar biasa. Jadi anak kita kalau misalnya jadi korban maka dia bukan cuma sekedar jadi korban setelah itu dia akan menjadi pelaku dan ini sulit untuk dihentikan. Oleh karena itu saya sepakat harus ada pembe/ratan hukuman, hukuman terhadap para pelaku walaupun dengan catatan anak tentu harus diberikan catatan khusus dan catatan khusus juga misalnya para pelaku-pelaku yang mungkin masih melakukannya secara uji coba, yang mungkin belum terlalu parah, ini mungkin juga perlu ada pengecualian-pengecualian hukum, entah nanti teknisnya bisa dibahas karena kita menginginkan hukuman.Tujuan dari hukuman bagi pelaku kejahatan itu kan menimbulkan efek jera, Penjara tidak menimbulkan efek jera bahkan kalau para koruptor ya itu misalnya kalau masuk penjara dibilang masuk pesantren. Jadi penjara itu tidak menimbulkan efek jera apalagi dengan sistem peradilan kita, bahkan penjara itu menjadi sekolah tinggi, sekolah lanjutan jadi orang masuk penjara justru tambah hebat, tambah jago melakukan kejahatan. Di tempat saya ada salah seorang anak yang melakukan kejahatan seksual kepada anak yang masih balita masuk penjara berapa hampir 2 tahun kira-kira keluar tambah hebat, jadi jagoan. Dia berguru di dalam dia. Jadi ini masalah yang sangat bagi saya harus ditangani secara tidak tidak secara biasa. Yang kedua hukum juga bukan cuma sekedar menimbulkan efek jera, efek jera bagi pelaku dan efek jera bagi orang yang punya niat jadi orang yang punya niat memikirkan hukumannya begitu berat, wah tidak jadi dan yang berikut juga akan menimbulkan rasa keadilan pada korban dan keluarga. Jadi kalau cuma orang hukumannya ringan jadi tidak menimbulkan rasa keadilan. Oleh karena itu saya sepakat bukan bahkan mungkin bukan cuma sekedar dikebiri bahkan mungkin sampai hukuman mati kita begitu gencar mendukung teroris dihukum mati padahal ini efeknya juga sangat berat. Jadi saya sepakat pemberatan hukuman bahkan sampai hukuman mati. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Abdurrahman. Selanjutnya yang terhormat Bapak dr. Delis Julkarson Hehi. PEMBICARA : dr. DELIS JULKARSON HEHI, MARS (SULTENG) Ya terima kasih pimpinan dan Ibu-ibu dari KPAI yang saya hormati, narasumber . Jadi pada prinsipnya tadi saya sendiri sepakat dengan pemberatan hukuman pada pelaku kekerasan dengan kejahatan pada anak. Secara prinsip apalagi kebiri kita yang direkomendasikan KPAI adalah kebiri kimia yang sifatnya sementara, tidak permanen. Memang apa yang disampaikan oleh Pak Ustad tadi saya sependapat bahwa efek jera ini harus diberikan pada pelaku, tidak ada jalan lain karena tanpa hukuman yang berat cenderung orang untuk memandang remeh tapi saran saya untuk KPAI mungkn juga yang beberapa kali kasus kekerasan dan kejahatan seksual pada anak itu akhirnya divonis oleh pengadilan perlu memberikan tekanan juga dan koordinasi juga di Komisi Yudisial untuk melaporkan hakimhakim yang memutuskan itu karena kita tahu bahwa sistem peradilan dan sistem penegakan hukum kita masih tanda tanya besar. Nah itu ada kasus yang seperti itu malah divonis bebas tapi ada kasus lain yang malah menurut pandangan kita secara orang awam hukum itu seharusnya dibebaskan malah berikan hukuman, contoh kasus guru di Jawa Barat yang mencukur anak itu dijatuhkan hukuman. Kemudian saya punya pengalaman tetangga saya juga seorang Bapk Guru yang mencubit paha anak didiknya divonis 1 tahun penjara dan itu masuk guru juga pada itu dalam rangka penegakan disiplin karena itu saya pikir bahwa sistem KPAI juga saya pikir harus berkoordinasi dengan Komisi Yudisial dalam rangka mengevaluasi hakim-hakim yang mengadili kasus-kasus tindak kekerasan soasial pada anak. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
11
Yang kedua, saya ingin bertanya kepada KPAI ada beberapa negara yang sudah menerapkan ini? Sejauh mana efek dari penerapan ini apakah angka kejadian itu menurun di negara tersebut ataukah tidak? Nah kalau tidak berarti ada tanda tanya besar apakah ini fiktif atau tidak tapi pada prinsipnya kami sependapat, kami setuju jika ada pemberatan hukuman pada anak. Yang berikut adalah saya sepakat secepatnya tadi dengan ibu tadi menyampaikan konten pornografi ini harus benar-benar dihapuskan dan diperketat karena dari sinilah sumbernya juga selain faktor keluarga ini tadi yang disampaikan dari sinilah pelaku mendapat inspirasi untuk melakukan itu. Demikian juga pada anak-anak dulu kita waduh masih SD saja pegang pipi saja sudah luar biasa itu sekarang anak-anak waduh sudah luar baisa sekali. Jadi saya pikir ini juga dengan Kemenkominfo perlu terus langkah-langkah serius untuk membatasi konte-konten pornografi. Mungkin itu saja dari saya. Terima kasih pimpinan saya kembalikan. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih dr. Delis yang berikutnya Bapak Aziz Qahhar Mudzakkar. PEMBICARA : Ir. H. ABDUL AZIS QAHHAR MUDZAKKAR, M.Si (SULSEL) Ya, terima kasih. Saya tidak terlalu ke hukuman kebiri ini mumpung ketemu KPAI saya kira banyak hal mendasar terkait dengan preventif yang sangat penting kita bicarakan sebenarnya. Saya kira kita semua tahu bahwa ya modal besar untuk soal ini dan sekaligus kemudian melahirkan soal besar ketika tidak terurus adalah masalah di keluarga. Nah ini sejauh mana program KPAI dalam pemberdayaan keluarga yang misalnya ditenggarai ya sudah rentan terhadap masalah-masalah seperti ini. Saya kira tipologi keluarga seperti ini kan semestinya bisa diidentifikasi dari awal sehingga ada upaya-upaya untuk lebih preventif ya karena ya memang sumbernya dari sini ini kalau itu tidak bergerak di sini KPAI tidak bergerak di sini ya saya kira kita akan selalu kerepotan kalau hanya tinggal masalahnya yang selalu di urus. Nah saya kira ini ini yang ya kalau memang mau revisi Undang-Undang nya saya kira ini bisa lebih diperkuat kesana sehingga termasuk masalah anggaran ya negara harus lebih besar memberi anggaran kepada program pembinaan keluarga ya tapi tentu dengan yang betul-betul berbasis dari suatu kajian-kajian ilmiah. Yang kedua, tadi sebenarnya disinggung juga Pak Dokter tapi saya ingin mendengar secara langsung terkait upaya-upaya kerjasama dengan pihak keamanan untuk meminimalisir efek dari peredaran cd-cd porno ya. Saya kira ya sumbernya kan dari sini begitu juga tadi situs ya karena itu sebenarnya faktor ini ya inilah yang sebenarnya menyulut dari sikap-sikap awal seperti itu yang kemudian pada akhirnya kan melahirkan melahirkan perilaku seksual menyimpang. Saya kirakan ya ditingkat orang dewasa yang melakukan seperti ini kan sudah memang karena perilaku seksual menyimpang tapi pada awalnya kan di kalangan remaja ya inikan karena kebebasan cd-cd, film porno, situs porno yang pada akhirnya memang merusak kepribadian anak ya akhirnya menjadi tuntutan perkembangan fisik mereka, ya sebenarnya bukan sekadar persoalan seksualnya tapi memang kemudian terjadi suatu kerusakan sistem saraf atau apa namanya, kira-kira begitu yang kemudian melahirkan perilaku menyimpang ya tadi yang dikatakan saya kira apa yang kadang-kadang kita lihat juga di you tube bagaimana perilaku anak-anak kita yang masih berseragam sekolah ya misalnya melakukan bully ramairamai dan sebagai, saya kira ini ya ini kalau dilacak tentunya ya berawal dari ya mungkin berawal mereka nonton bareng film porno dan lain sebagainya. Sebenarnya dari segi ini yang sangat perlu mendapat perhatian ya bagaimana cd-cd porno ini kerjasama pihak keamanan ya
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
12
situs porno saya kira ya KPAI harus lebih keras ya tekanannya atau suaranya kepada pihak pemerintah ya untuk hal-hal seperti ini karena sumbernya dari sana. Yang terakhir saya juga ingin klarifikasi adalah bagaimana kerjasama dengan sekolah-sekolah. Ya kita tahu bahwa guru-guru ini terdepan dalam berinteraksi dengan anakanak sekolah tapi sejauh mana upaya-upaya preventif juga yang dilakukan terkait sekolah ya karena sering sekali sekolah hanya bisa panik ketika itu terjadi sekolahannya bisa panik menghukum sana sini tapi habis itu terjadi lagi. Nah karena sebagian besar sekolah atau guru-guru ini kan tidak mengerti sebenarnya apa yang harus dilakukan untuk mengatasi soal ini. Saya kira itu saja bu. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Aziz. Selanjutnya yang terhormat Prof. Darmayanti ya. PEMBICARA : Prof. Dr. Ir. Hj. DARMAYANTI LUBIS (SUMUT) Bismillahirohmanirrohim. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat Pagi. Salam sejahtera semua, Ibu kayanya cuma ibu-ibu ya. Ibu-ibu narasumber yang saya hormati. Pertama saya pikir siapapun kita orang tua, guru termasuk anggota DPD, semua lakilaki, perempuan sepakatlah bahwa kekerasan seksual terhadap anak ini kalau menurut saya harus dihilangkan bukan sekedar dikurangi tetapi harus dihilangkan dari negara kita ini karena sudah sangat memprihatinkan. Itu pertama. Yang kedua, saya tidak mau langsung mengatakan bahwa hari ini kita setuju tidak setuju setuju tidak setuju pun DPD. Siapapun kita disini Pak Jokowi dan jalan juga pasti saya yakin pasti tidak usah kita cerita, hari ini kami setuju ayo ramai-ramai siapapun, karena ada 90 lembaga lebih itu yang menyatakan tidak setuju tetapi tetap saja kan jalan. Jadi itu berlaku Pak Sulis, sendok di tangan aku, bakso di tangan aku, ya suka-suka aku lah, kan itu berlaku jadi kita tidak usah membahas, saya pikir aku setuju, tidak setuju, sekarang apa yang harus dilakukan KPAI kemudian kita mendukung dari DPD, bagaimana kita menghapuskan ini? Nah itu yang paling penting saya pikir yang harus kita tinjau kalau ini turun 105 jadi 88, pertama pertanyaan saya adalah ini dimana? Karena data Ibu sendiri pun di sini hanya data anak sebagai korban. Saya tidak melihat data persisnya dimana karena setahu saya di daerah saya, di Sumut itu saya di Medan ada di Madina, Madina itu jauhnya 350 mil apa kilo saya lupa, gitu-gitu ya jalannya jelek, itu lebih parah kejadiannya dan tidak ada yang tahu, media tidak menyoroti, KPAI nya saya tidak tahu ada atau tidak disana, entah apa-apanya itu saya tidak tahu ada atau tidak, tetapi isu itu saya baca di koran, saya sendiripun tidak tahu dimana itu tetapi itu kampung nenek saya. Ya kampung nenek saya itu orang-orang yang datang dari apa, pesantren-pesantren itu sangat menyedihkan buat saya, ayah memperkosa anaknya seperti itu. Nah ini kan memang yang harusnya menjadi pemikiran kita bagaimana ini, saya tidak tahu mungkin di Papua nanti bisa bicara banyak di daerahnya, saya bicara di daerah saya. Tadi Ibu Emil bicara di daerahnya karena beliau tahu persis tapi itu masalah hukum ya Bu Emil ya, masalah hukum yang tidak jalan, law enforcement di negara kita. Jadi banyak sekali celah-celah yang kita harus sikapi saya pikir itu. Yang kedua adalah kalau pun menurun tadi kata ibu-ibu ini, saya tidak tahu sudah menurun atau tidak sih. Yang ketiga, ini saya langsung saja lah ke kebiri kalau mau cerita yang kebiri kita. Kebiri itu kan pedofilia, saya tidak ahli saya orang teknik. Pedofilia itu kan kalau mau cerita, cerita apa ya, kelainan otak yang saya baca selintas-lintas, yang bergairah terhadap anak begitu yang saya bacabaca. Nah kalau misalnya dia dikebiri 3 bulan, 3 bulan, 3 bulan kan begitu kan karena dia RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
13
tidak permanen 3 bulan, 3 bulan otaknya begitu juga, dia kaya maniak maniaknya begitu juga tetap saja kalau menurut teman saya lihat foto anak saja pun itu foto baby saja dia sudah terangsang itu teman saya yang dari PKPA bicara. Kira-kira seperti itu yang punya penyakit itu. Lihat foto baby, foto baby telanjang, foto baby telanjang kaya mana sih coba, semua kita pernah lihat lah ya, kita ayah-ayah kita emak-emak asal kecuali Pak Delis yang telanjang, kira-kira seperti itu, tidak ser dia lihat Pak Delis telanjang itu dia bergairah. Nah sekarang yang mau diobati apanya pertanyaan saya seksnya kah ataukah ada kesalahan jiwanya kan itu yang jadi masalah, kalau menurut saya itu yang jadi masalah, karena dia maniak. Maniak itu orang istilahnya apa dulu itu yang mencuri-mencuri yang enteng-enteng saya, dia tidak pencuri, dia punya banyak tapi begitu nampaknya letak di sini itu barang dia angkatnya. Itukan sakit jiwa, memang ada. Jadi kenapa kita masuk ke masalah praktis, bukan masalah mendasarnya itu yang ini. Nah itu yang pedofilia tadi ya menurut saya. Jadi tidak artinya setelah dikebiri-kebiri, saya khawatir kebiri-kebiri ini dia merasa sudah, aku sudah dihukum kebiri, aku bisa mengulangi hukuman aku, tadinya 15 tahun di Undang-Undang kita kan paling maksimal, sekarang aku hanya bisa menjadi 3 tahun dan dia kembali berkeliaran di luar sana, apa ibu-ibu mau menahan setelah dia dikebiri nanti dia kan punya hak juga setelah aku dikebiri apa artinya aku tidak dihukum lagi. Kalau saya sepakat tadi, kalau di tempat saya memang para MUI-MUI itu, para ulama-ulama itu bilang itu lebih pantas hukuman mati tapi ada tidak di negara kita begitu. Kalau di tempat aku ya, di tempat saya ulama-ulama bilang. Kenapa mencuri sedikit-sedikit saja sudah dihukum tangan, potong tangan, potong ini, begitu-begitu. Itu saya punya loh ayatnya punya saya mau share sama ini ketua-ketua MUI yang sekarang ada di sini bahwa begitu gondoknya mereka hanya mereka belum membuat. Jadi kebiri itu menurut mereka ringan-ringan tak jelas berat-berat tak jelas begitu loh. Jadi harus jelas ini yang intinya yang mau saya angkat saya pikir. Yang ketiga, terakhir Bu Ketua karena hari ini Pak dr. Boyke tidak ada, tidak ada ahli kesehatan, dr. Delis sudah jadi orang politik beliau ini tokoh 2,5 tahun. Itu hanya kami yang tahu, kira-kira tidak ada di sini orang kesehatan jadi sehingga akhirnya kita hanya baru mendengar 1 pihak. Saya sangat ingin mendengar kira-kira dari kesehatannya dari apa? Tadi Bu Maria tanya nanti kalau dia belum kawin, terus dia kalau kawin nanti kaya gimana isterinya, kaya mana semua dikebiri-kebiri dia tidak gairah juga nengok isterinya kira-kira seperti itu atau tidak sih? Nah itu dari segi, itu pertanyaannya Ibu Maria kira-kira begitu. Tapi intinya ayu kita sama-sama apa pun yang mau kita lakukan, saya kebiri ini biarlah Pak Jokowi nanti kan pasti banyak juga yang bicara saya pikir ada juga MK ya kan lagi Perpu kalau menurut saya hanya berlaku dalam 3 bulan sangat singkat Perpu setelah itu mau ngapain, setelah itu kita mau ngapain itu. Ini menurut saya ada sebuah kepanikan saja sih di pemerintah, panik ini hebat sekali kejadiannya belum siap, belum siap menurut saya. Jadi sekarang sudahlah disiapkan saja dengan Perpu kan biasa pemerintah itu Perpu lah jalan keluar. Ya benar itu saya akui banget begitu Perpu itu cuma begitu cari jalan keluar ya kan tapi, benar, tapi kan kita bicara tidak itu, aku bicara tentang anak cucu saya, saya bicara banyak sekali kita bicara begitu. Biarlah pemerintah jalan dengan maunya apa silakan nanti kita buktikan dan saya meminta bukti sama ibu-ibu karena saya juga sudah punya data benarkah negara-negara yang sudah menempuh kebiri ini berkurang kejahatan seksualnya atau bagaimana karena kita tidak bisa bicara sembarangan-sembarangan saja. Jadi kalau orang panik kita cuma ikut-ikutin kata pak ini tadi ya sudahlah silakan saja saya tidak mau ikut panik saja begitu. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Prof. Selanjutnya Bapak Dr. Sulistiyo. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
14
PEMBICARA : Dr. H. SULISTYO, M.Pd (JAWA TENGAH) Terima kasih. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pimpinan, bapak/ibu anggota dan Ibu-ibu dari KPAI yang saya hormati. Saya kebetulan ada data sedikit, PGRI kan kerja sama dengan KPAI. Saya agak kaget ketika teman-teman KPAI menunjukkan data menurun di akhir tahun sebab sementara yang kami temui di lapangan justru ada kenaikan kejadian dan peristiwa bahkan banyak yang menimpa teman-teman saya para guru yang melakukannya. Ketika Bu Erlinda pulang dari Magelang waktu saya juga hadir ada satu guru agama yang disana mencabuli lebih dari 30 anak, saya sempat juga mendatangi walaupun hanya dipegangi saja begitu tapikan ini juga ada masalah. Kemudian di Solotigo ada orang yang kalau kebetulan menikah tetapi mendapati istrinya tidak perawan kemudian minta agar dicarikan perawan dan itu adiknya sendiri mulai kelas 4 SD baru terungkap kelas 2 SMP misalnya, ini di akhir tahun 2005 ini. Saya belum menghimpun data secara nasional tetapi laporan-laporan dari teman-teman memang agak meningkat. Itu dari yang laporan yang memprihatinkan ada juga yang tidak dilaporkan tidak terungkap di media dan ini jumlahnya juga cukup besar. Nah apakah ada upaya dari teman-teman KPAI untuk mengungkap persoalan itu yang tidak terlaporkan, tidak terungkap dan bagaimana modelnya? Yang kedua, mungkin ada, apa ada kesulitan dalam melaksanakan tugas fungsinya selama ini sehingga mudah-mudahan nanti DPD punya cara untuk memberikan dukungan dan support terhadap KPAI agar dalam melaksanakan tugas fungsinya semakin baik termasuk berkaitan dengan penganggaran dan sebagainya karena kita ingin KPAI terus terang saja harus lebih menonjol daripada LSM yang urusi anaklah karena ini lembaga negara yang dibentuk dengan formal dan posisinya sangat bagus. Kemudian yang ketiga tentang KPID, apakah selama ini ada kesulitan untuk pembentukan di daerah walaupun itu mungkin prosesnya masih mana suka tetapi saya memandang kalau ada dengan Bapernas di kabupaten/kota yang lembaga formal yang sekarang juga nanti dengan BKKBN akan dipisahkan itu kelihatannya BKKBN ditarik ke pusat kemudian mereka masih melakukan fungsi di daerah, saya mendapat informasi kan psikologinya juga tidak ada kemudian kemampuan personalnya juga terbatasnya nah kalau ada dukungan KPAID mungkin menjadi lebih baik juga untuk mengungkap dan juga menangani kasus-kasus itu. Nah proses pembentukan KPAID itu bagaimana dan kesulitan apa dan urgensinya menurut KPAi ini apa memang mendesak ataukah kita biarkan saja asal jalan. Yang berikutnya tentang kabupaten atau daerah ramah anak. Apakah setelah ditetapkan sebagai daerah ramah anak itu betul-betul ada pembinaan yang menjadikan peristiwa itu menurun atau tidak ada? Karena seperti di Kota Magelang kan ramah anak tapi juga tetap muncul misalnya itu yang saya temukan. Nah berdasarkan pengalaman selama ini apakah ada signifikansinya terhadap penekanan peristiwa kejahatan seksual itu? Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Sulistyo. Selanjutnya yang terhormat Ibu Maria Goreti . PEMBICARA : MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR) Terima kasih pimpinan. Ibu dan bapak Anggota Komite III. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
15
Ibu dan bapak narasumber yang kebanyakan ibu-ibu. Terus terang Ibu untuk kasus ini saya rasa tidak hanya 10 tahun terakhir saya di awal di DPD RI juga pernah memulangkan seorang guru olahraga yang tapi ini bukan pedofil, menghamili tapi yang bersangkutan itu guru olahraga dan guru les juga saya bingung karena di mana-mana banyak guru-guru mengeluh karena bapak yang bersangkutan ini, saya dari Provinsi Kalimantan Barat dimana memang Guru Penjaskes itu sangat kurang ibu dan bapak sekalian sehingga harus memasok dari provinsi lain. Nah yang bersangkutan ini terpaksa harus dikembalikan ke daerah asalnya karena itu tadi di mana-mana menyebarkan sperma, dimana-mana menyebarkan sperma dan hamil begitu anak kelas 2 SMP, anak kelas 1 SMP begitu. Nah banyak guru yang mengadu kepada kami dan saya akhirnya menyampaikan kepada tokoh masyarakat yang bersangkutan dan membawa bapak ini. Namanya Bapak Asep, bapak ini jadi supaya bukan bicara fitnah. Lalu kami juga punya bidan senior yang bekerja di Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang tiap hari maaf yang bersangkutan bidan Kori namanya bidan ini pernah menceritakan kepada kami waduh mengapa negara baru sekarang mempersoalkan ini saya sudah 30 tahun jadi bidan di Jakarta dan tinggal di daerah Tebet Pal Batu yang bersangkutan ini bidan ini saya hampir tiap hari menjahit anus saya maaf saya terbuka saja saya hampir tiap hari menjahit anus-anus anak-anak begitu karena apa, karena sayakan bingung saya meskipun sudah 40 tahun umur enggak terlalu tahu juga tadinya apa itu begitu bentuknya seperti apa mungkin di sini tidak ada yang mau membukanya saya itu menjahit de dia bilang begitu dengan saya. Jadi memang betul apa yang menjadi keprihatinan ibu-ibu sekalian kalau anak-anak kita sudah begitu kondisinya sudah hancur ya badannya begitu tentu pikirannya juga akan hancur begitu. Tapi Ibu menurut penuturan yang bersangkutan kepada saya sama seperti tadi Ibu Darmayanti Lubis disampaikan kebanyakan pelaku itu adalah kaum keluarga paman, kakak tiri, ayah tiri, kakek tiri begitu bahkan ada juga yang guru les begitu. Nah ini menjadi kesulitan bagi keluarga-keluarga untuk menindak atau melaporkan ini karena kadang-kadang mungkin ibu, bapak juga masih ingat kita punya teman Ibu Herlina Murib itu anaknya kan korban pedofil. Herlina Murib, mungkin Ibu Enni, Pak Sulis masih ingat anggota DPD sendiri putrinya itu kena pedofil begitu dan yang melakukannya adalah pamannya Herlina, Herlina Murib ya Anggota Komite III dulu bukan Nah jadi itu ada di dekat-dekat kita ibu dana bapak sekalian dan saya setuju bukan pada hormon test osteronnya begitu karena kalau kita lihat saya bukan juga berlatar belakang kedokteran ya ibu saya hanya belajar miosis atau pembelahan sel itu hanya pada saat SMA. Nah pada saat pembelahan sel itu konon hormon-hormon atau apa ya namanya ya hasrat yang seperti Ibu Darmayanti Lubis tadi sampaikan itu memang ada pada kita semua ada pada kita semua ketertarikan kepada anak tapi mungkin kita hanya tertarik untuk mencium pipinya tidak sampai menyetubuhi begitu. Nah tapi saya percaya itu datang dari otak jadi bisakah kita memberikan point bagaimana orang yang sudah menjadi pelaku pedofil ini apa namanya kembali malah diberikan vitamin pada otaknya bukan hanya pada penyuntikan di itu tadi pemberian horman testoterennya tetapi kepada otaknya yang di apa namanya di cuci lagi, kalau dicuci saya ini maksudnya memang dibersihkan begitu bu karena apa kalau mereka dipenjara misalnya bertepatan Desember sampai Januari pada saat kami reses saya pergi ke rutan sampai lembaga pemasyarakatan ke rumah tahanan kelas 2A, ke lembaga pemasyarakatan dan di sana ternyata tidak ada pembinaan ibu-ibu sekalian orang-orang dibiarkan, narkoba masih, ibu saya bisa bawa saksinya bahwa narkoba masih dijual di sana, macam-macam masih menyuntik-nyuntik itu masih ada di rutan dan di LP. Jadi saya tidak yakin lembaga pemasyarakatan kita itu bersih begitu atau membuat orang memiliki efek jera begitu. Mereka bahkan mohon maaf ditempatkan itu ada pejabat mantan PU kemarin divonis 12 tahun Ibu Fahira karena ada kasus lagi dia ditambah lagi 18 tahun tapi masih bergaya. Masih bergaya maksudnya masih ada arogansi dia memimpin lagu di keyboard saya punya fotonya dia masih bergaya masih otoriter begitu sampai ada kakak saya yang umur 73 tahun RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
16
bilang coba kamu lihat Pak Lulu lihat tuh gayanya masih kayak orang bukan dipenjara ya saya lihat masih arogansinya ada begitu. Jadi saya mau mengatakan lembaga pemasyarakatan tidak membuat orang menjadi orang kembali begitu. Nah jadi bagaimana kita berpikir lebih komprehensif seperti Ustadz Azis Kharmuzakar, Ibu Darmayanti Lubis tadi bukan persoalan setuju atau tidak tapi menambahkan beberapa poin ke misalnya pembinaan si pedofil, pedofil kan Bangsa Indonesia juga kan mereka manusia juga jadi saya rasa kita harus tetap mencintai para phedophil itu anak juga manusia saya anu juga itu, apa namanya tidak memungkiri juga tapi jangan karena pikiran kita yang dengan kebencian lalu kita misalnya menghukum kembali para pedofil ini kalau bisa kita kembalikan mereka menjadi manusia biasa kembali. Terima kasih pimpinan. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Ibu Maria. Selanjutnya yang terhormat Bapak Oni Suwarman. Cukup ya, oke. Terima kasih teman-teman. Saya ingin menambahkan sedikit saja bahwa memang kalau kita di sini kan tidak membahas yang setuju atau tidak setuju tapi kalau kalau saya berbicara pribadi saya termasuk yang juga setuju dengan adanya hukuman ini tetapi memang saya merasa kita masih kurang komprehensif pembahasannya sehingga kurang bisa meyakinkan banyak orang, masih banyak orang yang tidak tahu ya terutama juga bagi terutama yang umat muslim pun masih banyak yang menolak hanya karena dia berpikir bahwa itu di potong bukan dengan sistem penyuntikan. Kalau saya kebetulan di Jakarta juga sering menangani kasus ini ya salah satu yang menjadi concern saya adalah Indonesia ini sudah menjadi destinasinya pedofil begitu ya di Bali ya, tadi malam, running text malam saja ada 15 anak korban pedofil di Bali yang dilakukan oleh warga negara Australia. Kalau kita bicara hak asasi manusia kalau saya pribadi memang hak asasi manusia yang mana sih yang harus kita bela saat ini begitu ya bukan soal kalau tadi Ibu Maria berbicara masalah penjara tidak membuat efek jera kalau saya melihat bahwa memang entah itu bisa dibilang kepanikan atau tidak kepanikan dalam nanti hasil daripada Perpu nanti paling tidak kalau bagi saya pribadi, ini bukan DPD RI ya. Saya pribadi merasa bahwa efek jera itu penting dan kalaupun misalnya nanti berlaku saya rasa juga enggak serta merta tibatiba ada 1000 orang dikebiri ya, tetapi itukan pasti melalui proses ya begitu dan saya pun juga, kalaupun nanti hukum kebiri berlaku, saya juga lebih setuju misalnya hukum kebiri yang berupa paket dengan rehabilitasi jadi tidak berdiri sendiri begitu. Dan yang saya juga sangat support adalah saya ingin sekali KPAID itu terbentuk di seluruh wilayah Indonesia karena dengan hanya ada baru beberapa ya makanya data kan agak kurang siknifikan tadi Jawa tengah merasa naik, Jakarta juga saya juga bisa bilang bahwa kok tidak sesuai karena Jakarta juga data yang saya miliki adalah naik jadi semoga ke depan KPAID itu bisa terbentuk di seluruh wilayah Indonesia dan utamanya adalah yang saya paling concern adalah bagaimana nanti KPAI merumuskan juga dengan Menteri perlindungan anak tentang sosialisasi kepada anak karena contohnya anak-anak di Inggris ya, anak-anak di Amerika sejak mereka pre school, mereka sudah diajari oleh sekolahnya, maupun orangtuanya untuk mengenali ciri-ciri pelaku. Kan contohnya misalnya tidak boleh menerima permen dari sembarangan orang dan lain sebagainya. Saya rasa, saya juga berharap program-program itu nanti ada di Indonesia dan juga sosialisasi terhadap keluarga karena kita ini kan merasa keluarga ya keluarga, enggak mungkin ada yang jahat dalam keluarga, tetapi ternyata yang menjadi pelaku selama ini kan keluarga tapi selama belum terjadi pada keluarga kita, kita masih merasa keluarga itu aman. Nah oleh karena itu saya merasa bagaimana dengan orang-orang, ibu-ibu yang awam sekali soal itu dan perlu
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
17
disosialisasikan. Oleh karena itu saya persilakan kepada KPAI dan narasumber untuk menanggapi pertanyaan dari beberapa senator kita. Terima kasih. PEMBICARA : PUTU (KPAI) Baik, terima kasih pimpinan. Ada sekitar 10 pertanyaan yang saya jawab secara random dan pertama Bu Novita terkait bagaimana kordinasi meliputi tugas ya tugas KPAI dengan P2TP2A ini juga nanti akan saya sinkronkan dengan KPAID karena terkait kelembagaan memang dalam perlindungan anak selain KPAI itu dalam di Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 itu memang dibunyikan bahwa untuk mengefektifkan upaya pengawasan perlindungan anak di Indonesia maka dibentuklah lembaga independen yang disebut dengan KPA. Jadi kalau merujuk kepada Undang-Undang tugas KPAI lebih banyak untuk pengawasan bagaimana penyelenggaraan anak atau penyelenggaraan perlindungan anak itu dilakukan oleh pemerintah, oleh negara, oleh lembaga kementrian, oleh dinas instansi, oleh masyarakat sampai kepada individu nah itu tugasnya yang cukup berat mengawasi. Nah tentu saja ini harus mutlak dilakukan kordinasi dengan badan-badan atau lembaga-lembaga penyedia layanan. Lembaga penyedia layanan salah satunya adalah P2TP2A makanya pada saat masyarakat mengadu ke KPAI untuk meminta bantuan layanan itu tidak ada di KPAI. Pemberi layanan adalah kementerian lembaga terkait atau dalam struktur provinsi, kabupaten kota, dinas dan instansi pemberi layanan nah salah satunya P2TP2A yang di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan atau kantor atau biro atau badan pemberdayaan perempuan ditingkat provinsi, kabupaten, kota. Nah koordinasinya tentu saja kalau selama ini KPAI menerima pengaduan karena salah satunya tusinya adalah menerima pengaduan masyarakat mekanisme koordinasi adalah merujuk kepada lembaga layanan apakah layanan kesehatan, sosial kemudian hukum dan yang lain sebagainya maka penyedia layanan inilah yang harus optimal untuk memberikan apa yang dibutuhkan oleh anak yang mencari, yang mengadu kepada KPAI. Nah seperti itu koordinasinya. Nah kemudian, apakah kemudian dengan minimnya KPAID di daerah itu bermasalah? Sangat bermasalah KPAI hanya ada di tingkat pusat di 25, maksudnya 25 daerah itu termasuk provinsi, kabupaten dan kota yang sudah terbentuk dan sebagiannya pun itu masih dalam regulasi penguatannya itu dasar hukumnya dalam bentuk Pergub atau Perwako hanya sebagian saja yang sudah masuk ke Perda yang artinya kalau ini menjadi kewajiban daerah harusnya daerah memikirkan hal tersebut tidak menjadi suatu pilihan. Nah sayangnya di Undang-Undang memang bunyinya tidak seperti itu tapi KPAI terus mendorong terbentuknya kelembagaan independen tersebut di daerah karena memang kita menyadari minimnya atau sulitnya dalam pendataan misalnya. Nah terkait pendataan kenapa kemudian di 2015 KPAI menunjukkan penurunan karena itu adalah data-data primer yang masuk ke pengaduan KPAI siapa yang bisa masuk ke KPAI tentu saja yang bisa mengakses KPAI secara mudah tapi kalau yang masih di daerah dan segala macam itu tidak bisa makanya saya berani katakan bahwa secara umum sebenarnya kalau data itu terkumpul secara komprehensif dan valid ini angka terus naik ya di daerahdaerah terpencil itu banyak pak tak terlaporkan. Kemarin data koordinasi dengan kepolisian angka kekerasan terhadap kekerasan seksual terhadap anak itu meningkat, karena apa? Kepolisian punya tangan-tangan sampai ke Polsek, datanya jelas lebih. Nah KPAI ini data berdasarkan yang masuk ke KPAI. Jadi bapak/ibu bisa pikirkan bagaimana keterbatasan data tersebut dan bagaimana pentingnya KPAID itu akan bisa men-support setidaknya bagaimana pemetaan kekerasan terhadap anak di daerah tadi kalau kemudian disinkronkan dengan data KPAI, sayangnya itu belum bunyi karena memang lembaganya juga belum banyak. Nah itu terkait bagaimana KPAI, KPAID dan P2TP2A. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
18
Lalu isu yang paling substansi ya itu kebiri sendiri. Walaupun bukan KPAI yang mengusulkan di rapat terbatas karena KPAI sepakat untuk pemberatan hukuman bagaimana bentuknya itu yang KPAI serahkan kepada pemerintah. Nah yang berkembang memang kebiri dengan bentuk suntikan kimia ya kastrasi kimia. Nah memperkuat dengan kajian yang mendalam itu perlu berkaca kepada negara-negara yang tadi ada beberapa pertanyaan apakah efektif atau tidak pada negara-negara yang sudah mengimplementasikan atau meregulasikan kebiri tadi. Dari literatur yang saya baca karena kan kita membuat kajian kecil terkait ini belum komprehensif karena issuenya baru tahun lalu kan berkembang nah belum selesai kajian di KPAI selesai terkait apakah efektif atau tidak tapi sampai saat ini di beberapa negara yang sudah mempraktekkan tadi belum dicabut. Hanya angka-angka apakah dengan pemberlakuan kebiri misalnya di 8 Negara Bagian Amerika signifikan dengan penurunan angka itu di literatur yang saya search cari belum kelihatan. Saya khawatir juga ini menjadi dark number juga ya tapi kemudian ini exercise. Saya tidak tahu sampai sejauh mana Pemerintah Indonesia mau meng-exercise ini mulai dari Perpu kebiri kimia tadi apakah kita lagi menunggu juga sama-sama menunggu exercise-nya, apakah signifikan akan menurunkan angka atau tidak, itu butuh kajian dan yang menggembirakan tadi walaupun kebiri atau Perpu dijadikan excuse untuk penyelesaian masalah yang yang darurat atau singkat tapi kita agak tenang karena itu tidak bersifat selamanya pada saat misalnya ada evaluasi tentu saja saya dan KPAI mengharapkan evaluasi mendalam kalau ini di exercise oleh pemerintah kalau kemudian evaluasi dan kajiannya ternyata trennya memang signifikan menurunkan angka kalau kemudian di endors dengan pencegahan yang masif, rehabilitasi yang masif Perpu bisa dicabut. Nah itu kalau bicara tentang kepanikan ya panik saya seorang ibu rumah tangga panik juga begitu ya, artinya kadang-kadang kita jadi semacam apa musuh yang tidak jelas terhadap keluarga kita juga kan begitu agak parno juga yang memiliki anak perempuan 5 tahun di rumah seperti itu muncul. Jadi kalau dikatakan tadi oleh Pak Abdurrahman bahwa ini menjadi extra ordinary crime mungkin sebagian ibu rumah tangga sepakat karena kalau kita bicara extra ordinary crime di Indonesia itu sampai hukuman mati, misalnya trafficking pembalakan liar, korupsi dan sebagainya dan narkoba, itukan masuk ke dalam extra ordinary crime sehingga layak dihukum mati walaupun sudah ada Undang-Undang hukum matinya tapi masih jadi kontroversi itu kan yang sekarang terjadi di Indonesia. Lalu apakah kemudian ini pemerintah sepakat menjadi extra ordinary crime mengingat yang menjadi korban adalah masa depan kita yaitu pemerintah yang putuskan. Nah itu kemudian yang menjadi pertimbangan KPAI ya tentu saja dalam fungsi telaah KPAI memang melakukan beberapa kajian yang sangat minim karena terus terang tadi juga ditanya apa sih yang ingin diperkuat seperti Pak Sulis dan Pak katakan apa yang bisa dibantu karena memang KPAI terbatas satu SDM nya yang kedua juga penganggarannya minim. Kalau kita melakukan pengawasan saja untuk melakukan pengawasan di daerah itu terbentur dengan anggaran apalagi coverage area nya memang se-Indonesia lalu untuk mengkaji misalnya kemarin KPAI juga melakukan kajian terkait karena memang di awal kan makanya dikatakan keluarga menjadi kunci masalah timbulnya kekerasan seksual terhadap anak. Nah KPAI kemarin sudah melakukan riset terkait keluarga bagaimana pengasuhan keluarga di Indonesia dan itu adalah riset nasional dan ternyata gambarannya adalah sangat memprihatinkan bagaimana pola pengasuhan keluarga di Indonesia hasilnya sudah ada, sudah dibukukan oleh KPAI. Mudah-mudahan ini menjadi telaah-telaah khusus karena kemarin pada saat kita Ratas, sesudah Ratas kan audiensi tanggal berapa dengan presiden? Hari Selasa yang lalu, 12 Januari ya. 12 Januari pada saat kita ditanya apa prioritas pencegahan yang pertama pengasuhan dan keluarga karena itu adalah akar permasalahan baik dia sebagai pelaku maupun korban. Nah artinya pola pencegahan tadi yang dikatakan oleh siapa pencegahan keluarga sampai sejauh si KPAI mendorong ini? Sayangnya ranah KPAI sesuai tusi Undang-Undang tidak di faktor pencegahan, KPAI hanya di faktor RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
19
pengawasan. Pencegahan dilakukan oleh kementerian terkait Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan itu yang menteri-menteri atau kementerian yang diamanahkan untuk pencegahan berbasis rumah kah atau berbasis masyarakat kah. Jadi kalau ditanya ke KPAI, apa program KPAI untuk pencegahan? Tidak ada tapi program pengawasan KPAI banyak walaupun pengawasannya masih terseok-seok karena minimnya anggaran tadi begitu ya. Nah salah satunya memang kemarin kita lakukan yang kita sampaikan ya tadi itu, revitalisasi keluarga yang banyak mengalami disfungsi. Nah ini kan perlu program-program yang berbasis masyarakat makanya ini yang seharusnya sama-sama, mudah-mudahan DPD sebagai salah satu fungsi controling juga melihat program-program itu karena kalau itu tidak dilakukan pencegahan secara masif makanya angka-angka Emon dan korban-korbannya akan bertambah. Nah program-program pencegahannya jalan, program rehabilitasi juga di kementerian dan lembaga terkait tidak di KPAI nah itu juga yang menyulitkan. Nah isu atau permasalahan yang menyulitkan kita adalah sampai sejauh mana sebenarnya kepatuhan atau KPAI kan melakukan pengawasan bapak/ibu, hasil pengawasan itu kan kemudian menjadi rekomendasi kepada pemerintah. Nah dalam fungsinya KPAI memang melihat, sejauh ini memang pemerintah tidak terlalu taat untuk menjalankan rekomendasi. Artinya, kita misalnya melihat nih dari pengaduan masyarakat, tren angka kekerasan nih kayanya seperti ini, akan naik atau turun? Lalu kemudian munculah rekomendasi-rekomendasi pengasuhan yang positif misalnya seperti itu, sistem peradilan pidana anak misalnya seperti itu, nah tapi kan tidak semua rekomendasi yang dikeluarkan oleh KPAI itu bisa disikapi dengan baik. Endorcement terhadap rekomendasi itu saya pikir sudah cukup baik bagi KPAI kalau itu dilaksanakan. Nah kemudian terkait pemberatan hukuman. Misalnya dr. Delis katakan bahwa koordinasi dengan bukan kalau KY itu terkait etika pidana, etika hukumnya, etika bagaimana menjalankan proses peradilan pidana. Nah kemarin KPAI sudah beraudiensi dengan MA terutama hakim anak ada 5 hakim anak waktu itu kita juga menyampaikan keluh kesah yang sama terkait bagaimana minimnya vonis-vonis hakim yang bahkan banyak yang di bawah tuntutan jaksa. Nah ternyata memang dalam beberapa kasus itu KPAI banyak rekomendasinya misalnya laporan masuk penguatan dari masyarakat atau dari LBH atau macam-macam minta penguatan KPAI tapi KPAI memang merekomendasikan agar kasuskasus tersebut dipakai dengan dasar hukum Undang-Undang Perlindungan Anak yang sifatnya lex specialis karena bapak, ibu banyak proses-proses persidangan atau proses hukum terhadap anak masih pakai KUHP. Nah itu jadi masalah tersendiri terhadap substansi di daerah-daerah yang jauh dari pantauan itu masih banyak makai KUHP daripada UndangUndang Perlindungan Anak. Nah kalau lah ini tidak seragam perspektif aparat penegak hukum ya wajar kemudian masalah itu menjadi krusial misalnya yang ini hanya memvonis kebanyakan memvonis jauh dari tuntutan Jaksa ya artinya kan mereka akan selalu berfikir lebih enak memvonis orang yang apa namanya mereka punya punya kriteria atau kehatihatian yang tidak bisa diintervensi, itu bahasa MA terkait kita mengendors untuk penegakan hukum yang sifatnya maksimal karena biasanya dipakai itu ancaman minimal semua. Nah itu itu sudah kita koordinasi dan komunikasikan dengan MA terkait masalah itu. Nah implementasi proses hukum terkait kasus kekerasan seksual itu cukup banyak sebenarnya dan itu persentasi terbesar di KPAI untuk anak berhadapan dengan hukum baik sebagai korban maupun pelaku itu dua terbesar sesudah pengasuhan. Jadi kalau data KPAI yang masuk murni ke KPAI presentasi pertama adalah kasus pengasuhan. Ya jelas artinya puncak dari masalah kriminal terhadap anak ya diproses pengasuhan atau dikeluarga. Lalu kemudian yang kedua anak berhadapan dengan hukum. Pada saat itu adalah keluarga rentan makanya rentan juga anak menjadi korban dan anak menjadi pelaku. Nah itu linear RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
20
memang angkanya di KPAI. Nah itu mungkin yang Pak Aziz apakah tadi pemberdayaan sudah saya jelaskan KPAI tidak di ranah pemberdayaan, ada kementrian lembaga terkait itu. Tekanan yang lebih keras itu ya tentu saja KPAI meminta dukungan baik itu penguatan dari segi sisi regulasi sejauh kemudian komitmen pemerintah untuk menjalankan apa yang dibicarakan itu sudah cukup baik sebenarnya. Artinya kita perlu meng-endorse sama-sama terkait masalah itu kalau kemudian pemberatan hukum dijadikan alternatif walaupun kita belum bisa mengukur apakah efektif atau tidak, perlu kajian yang mendalam ya saya yakin kalau itu di exercise kita KPAI akan terus mengevaluasi sampai sejauh mana penerampannya itu efektif atau tidak. Nah untuk mengevaluasi berarti KPAI harus menguatkan pengawasan. Pengawasannya ya tentu saja yang menyulitkan karena ini terkait individu kalau kita bicara terkait bentuk kastrasi kimiawi tadi belum ada literatur yang mengatakan walaupun ada berapa kajian mengatakan karena dikastrasi secara kimiawi bahkan mungkin cenderung yang tadinya pelaku kejahatan biasa dia tidak termasuk ciri pedofil atau psikopat bisa menjadi psikopat tapi itu belum ada referensi yang cukup baik untuk masalah itu. Nah KPAI juga berharap kalau kemudian ini menjadi suatu jalan tengah terhadap pemberatan hukuman tentu perlu dibuat sistematika berjenjang untuk pengkriteriaan apakah dia layak di kastrasi atau tidak, itu yang menjadi perhatian. Misalnya kalau pedofil kan itu jelas itu adalah penyimpangan seksual, kalau psikopat juga itu penyimpangan psikologis. Nah ternyata juga pelaku-pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak masuk kategori pedofil atau psikopat nah ini mau, mau diapain yang seperti ini. Lalu kemudian kasusnya pada beberapa kasus pelaku kejahatan seksual terhadap anak kandungnya sendiri di mana ayahnya atau pamannya. Secara umum dia adalah manusia yang normal kalau kita hitung kalau kita assesment bagaimana apa namanya assesment secara menyeluruh psikologis dan lainnya pasti yang lainnya normal karena dia bekerja, dia berinteraksi dengan positif, dia menjadi makhluk sosial yang baik hanya bagian itu saja yang dia bermasalah. Lalu apakah kita katakan dia kategorinya gangguan jiwa kalau jiwa bagian yang lain tidak? Dia sholat, dia beribadah dan dia yang lainnya tapi dia juga melakukan kekerasan seksual selagi ada kesempatan. Nah itukan mengkategorikan itu pun cukup panjang itu. Ya kalau dia pedofil enak kita ini ternyata hasil assessment, psikologinya dan yang lainnya dia pedofil riwayatnya itu enak kita memberikan kastrasi. Kalau dia psikopat juga enak assesment mengatakan dia psikopat dan segala macam. Lalu kalau bagaimana individu yang normal yang melakukan itu? Nah ini juga menjadi perhatian yang panjang yang saya sendiri dalam diskusi-diskusi masih belum ketemu ya. Artinya kalau ini di exercise oleh pemerintah sesudah itu harus kita lihat betulbetul ampuh atau tidak, evaluasi mendalam harus sehingga kalau kemudian itu menjadi hal yang perlu penekanan saya harap dari senator juga melakukan hal yang sama. KPAI terbuka untuk kajian-kajian walaupun kita terbatas dengan banyak hal, banyak program yang sebenarnya kita ingin lakukan tapi ya keterbatasan tadi ya. Jadi itu yang mungkin bisa saya sampaikan mungkin ada teman-teman untuk menambahkan Bu Maria Ulfa dan Bu Erlinda. Silakan. PEMBICARA : MARIA ULFA (KPAI) Mohon izin menambahkan Ibu Fahira, Pimpinan Rapat. Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Saya ingin menambahkan 2 hal saja. Yang pertama terkait dengan inses. Kemudian yang kedua terkait dengan kejahatan seksual yang dilegalkan melalui perkawinan karena banyak sekali yang kemudian berakhir dengan perkawinan dianggap selesai tetapi sesungguhnya ini adalah modus yang kami tidak menyebutkan sebagai larangan agama ya.
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
21
Agama membolehkan pernikahan tetapi kemudian disalahgunakan untuk kepentingan kejahatan seksual. Baik, saya kira yang pertama tadi sudah disampaikan juga oleh Bu Putu dan juga beberapa pertanyaan terkait dengan kejahatan seksual inses dilakukan oleh paman, oleh ayah, oleh kakak dan orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Saya ingin mengilustrasikan pengalaman saya menjadi salah satu apa namanya konsultasi di rubrik rakyat Bengkulu ini tadi ada Ibu Eni yang dari Bengkulu itu lebih dari 3 tahun saya mengisi rubrik itu setiap hari Minggu itu di antara pertanyaan-pertanyaan sebagian besar adalah inses dan ternyata setelah saya lihat di dalam apa namanya data lainnya itu mohon, mohon ijin saya menyebutkan Bengkulu itu termasuk yang insesnya tertinggi. Jadi dari beberapa konsultasi yang saya peroleh dengan pembaca khususnya rakyat Bengkulu ya cukup tinggi sekali menurut hemat kami ini juga menjadi bagian yang harus dilihat data itu data ibarat fenomena gunung es yang muncul dan seperti Pak Sulis bilang itu yang terlapor, yang tidak terlapor jauh lebih besar, dipastikan jauh lebih besar. Jadi kalau misalnya apa dari sejumlah data yang muncul dan orang melaporkan keluarganya inses inikan juga apa namanya ada, ada polemik yang luar biasa begitukan ada kontradiksi di dalam keluarga yang juga sangat luar biasa di satu sisi ingin menyelamatkan anak, di sisi yang lain harus harus melaporkan kejahatan yang dilakukan oleh orang yang dicintainya misalnya apakah dia adiknya, anaknya atau dia juga suaminya. Nah ini yang saya kira situasi ini yang membuat seringkali juga kemudian penegakkan hukum menjadi lemah. Sudah diproses misalnya di tingkat kepolisian tapi kemudian dari pihak pelapor mencabut. Nah ini yang saya kira memang pemahaman terhadap hukuman acara kita ini yang, yang menurut saya masih ambigu. Nah kita berharap bahwa kasus perkosaan, pelecehan seksual maupun kekerasan terhadap anak itu tidak dilihat apakah berdasarkan delik aduan atau, atau berdasarkan yang lain tapi itu kepolisian harusnya bisa menindak secara tegas dan menggunakan rujukannya adalah Undang-Undang Perlindungan Anak, bukan, bukan yang lain begitu atau, atau plus Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi salah satu bagian dari apa rujukannya begitu. Nah yang kedua, yang terkait dengan kejahatan seksual yang tadi saya katakan dilegalkan melalui perkawinan. Ini kebetulan KPAI juga dari pemantauan kami di beberapa daerah terutama di sekolah-sekolah kejahatan dalam pacaran itu hampir sebagian besar solusinya adalah dikawinkan termasuk juga perkosaan itu juga dikawinkan dengan pemerkosanya untuk dalam tanda kutip menutupi aib kemudian dikemas dalam bentuk perkawinan seolah-olah dengan perkawinan lalu selesai tapi sesungguhnya ini adalah modus yang alih-alih mau menyelamatkan apa namanya praktek kejahatan seksual tapi yang terjadi adalah ya menjadi apa namanya menimbulkan masalah baru. Beberapa kasus misalnya anak yang dilakukan sesama sesama anak umur 13 tahun, umur 14 tahun atau mungkin SMP, SMA lah usia-usia mereka sebenarnya dilakukan bersama temannya tapi kemudian sekolah maupun orangtua memilih untuk menikahkan untuk penyelesaiannya tetapi dari proses perkawinan maupun dari perkawinan yang dilakukan anak dengan anak maupun orang dewasa dengan anak ini juga dampaknya sangat berbahaya bagi anak baik kelanjutan tumbuh kembang anak yang pasti dia pendidikannya kemudian menjadi harus drop out terutama anak perempuan begitu ya. Kemudian dia melahirkan anak jadi anak melahirkan anak, dan anak mengasuh anak kemudian yang terjadi. Anak usia 13 tahun misalnya punya anak atau usia 15 tahun dia punya anak dan itu terjadi dibanyak tempat. Kita di Indonesia ini termasuk negara yang tingkat perkawinan anaknya tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Kemudian dampak dari perkawinan anak itu juga pada tingginya angka kematian ibu dan Indonesia dalam hal ini ada termasuk yang tergolong tinggi di Asia. Kita angka kematian Ibu di Indonesia ini 359 per 1000 kelahiran hidup jadi termasuk yang juga tinggi ini yang implikasinya, dampaknya. Belum lagi terhadap perkembangan organ reproduksi anak yang juga sangat buruk belum waktunya dibuahi tetapi dia harus menerima proses pembuahan, RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
22
kehamilan, persalinan. Jadi selain angka kematian ibu tinggi juga ada menimbulkan kanker servik dan lain-lain. Nah oleh karena itu menurut hemat kami memang kita tidak bisa bicara soal kejahatan seksual ini dari satu sisi tapi harus kajiannya harus komprehensif meliputi berbagai aspek baik dampaknya maupun akar persoalan dari kejahatan seksual itu sendiri. Nah untuk yang terkait dengan tadi yang pelakunya ada inses maupun yang pelakunya adalah guru ini tadi Pak Sulis juga menyampaikan dan juga diantaranya KPAI termasuk yang memantau pada tahun yang lalu ada 11 lembaga keagamaan yang juga menjadi pelaku kejahatan seksual pada anak. Jadi artinya di sini tidak lagi dibatasi oleh ruang atau oleh tingkat pemahaman keagamaan seseorang tapi ternyata juga banyak di antaranya tokoh-tokoh agama yang dalam hal ini mohon maaf saya menyebutnya tokoh pesantren, tokoh diagama lain jika ada diantaranya menjadi pelaku kejahatan seksual. Nah ini yang saya kira memang sekali lagi untuk melihat pemberatan hukuman itu saya sepakat juga di KPAI kami menyepakati bahwa tidak hanya dilihat dari satu sisi pada aspek pemberatan hukumannya atau aspek kebirinya tetapi menjadi bagian yang harus di telaah pada aspek-aspek lainnya supaya intervensi yang akan dilakukan baik kepada korban maupun kepada pelaku itu bisa betul-betul diselesaikan secara tuntas pelakunya misalnya dia juga tidak apa jera, jeranya itu betul-betul dengan kesadaran begitu tidak dengan apa namanya paksaan pada saat mereka menjalani hukuman. Nah pada sisi korban juga harus ada intervensi pemulihan yang juga secara tuntas karena korban perkosaan ini terutama anak itu traumanya bisa seumur hidup begitu dan ini yang saya kira memang harus dilihat secara menyeluruh itu saja. Terima kasih. Kepada Pak Sulis tadi yang PGRI itu punya MoU dengan KPAI itu saya ingat betul karena waktu itu kebetulan saya apa yang menandatanganinya dengan Pak Sulis di Hotel Cempaka dan itu sampai sekarang masih berlaku yang beberapa kali kami juga konsultasi dengan Ibu Sekretaris terkait dengan kasus-kasus terutama kekerasan anak yang terjadi di sekolah. Nah ini juga saya kira apa namanya menjadi bagian yang penting bagi KPAI untuk sama-sama dengan melibatkan para guru terutama para tokoh agama dan lain-lain untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan terhadap kekerasan anak dan kejahatan seksual. Terima kasih. PEMBICARA : ERLINDA (KPAI) Bismillahirohmanirohim. Terima kasih Bu Putu. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat Ibu Pimpinan, Ibu Fahira Idris beserta para senator yang saya hormati. Karena pada kesempatan kali ini kami di undang untuk bersama-sama kita mencari solusi yang terbaik bagi generasi bangsa kita ini yang saat ini kalau saya pribadi mengatakan sedang di ujung tombak karena pada dasarnya anak-anak bangsa kita ini tidak hanya dijajah pada kekerasan ataupun kejahatan seksual tapi pemahaman-pemahaman yang tak kalah pentingnya juga diimbas termasuk membenci orangtua sendiri ataupun harus berjihad demi kepentingan agama tapi ternyata itu adalah suatu paham yang sangat apa sesuatu yang membuat anak kita menjadi makin tidak nasionalis. Pada kesempatan kali ini saya hanya menambahkan beberapa saja yang paling utama di sini kita juga harus menyikapi bahwa Polri sebagai Polri, Kejaksaan dan hakim harus mempunyai komitmen yang kuat dalam penegakan hukum bagaimana penambahan hukuman itu bisa dilakukan tapi proses pada di awal saja kalau ini pada penegakan hukum saya headline di sini itu juga jarang bisa dilanjutkan kepada tahapan P21. Sudah hampir berapa bulan ini walaupun komisioner bidang anak berhadapan dengan hukum adalah Ibu Putu, saya juga kami punya tanggungjawab yang RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
23
sama karena terkadang nomor-nomor handphone kita ini juga menjadi nomor 24 untuk menerima pengaduan dan 3 hari yang lalu teman saya sendiri ponakannya mengalami pemerkosaan oleh oknum tidak bertanggungjawab padahal tukang pulsa. Ternyata para penyidik belum bisa meningkatkan penyidikan. Jadi baru lidik penyidikan karena dianggap tidak ada saksi, alat bukti petunjuk pun juga minim dan sebagainya. Nah ini yang sangat, sangat banyak kendala termasuk juga yang seperti yang disampaikan oleh Ibu Emilia Kontesa yang di Kediri seperti itu ibu padahal sudah masuk tahapan pelidikan tapi pada peningkatan penyidikan itu sangat sulit sehingga apalagi orang ini adalah orang yang mempunyai kekayaan dan mohon maaf relasi dengan para petinggi pun juga sangat kuat luar biasa walaupun kita berkoar-koar meminta media untuk mendukung masalah ini pun juga ternyata sampai hari ini pun juga masih jalannya buntu termasuk juga mungkin kasus yang ada di Solo seperti itu dan kita juga mohon dukungan para stake holder termasuk Pimpinan Anggota Dewan dan DPD untuk bantu kami juga. Untuk hal-hal semacam ini pemerintah harus komitmen jadi bagi para mohon maaf petinggi, aparat atau mempunyai uang itu di mata hukum sama apalagi kita tahu betul yang dikatakan bunda banyak sekali korbannya tapi ternyata untuk penegakan hukum saja juga minim dan rehabilitasinya pun juga minim. Bersambung dengan Emon, Emon data di kami itu bersama dengan P2TP2A Sukabumi itu 162 bapak, ibu yang terhormat 162 dan izinkan saya hari ini memberikan informasi karena saya beberapa waktu yang lalu saya waktu itu di Sukabumi bersama Pak Joko. Pak Joko salah satu psiikolog dari P2TP2A. Ada 3 ibu yang pada akhirnya merelakan dirinya itu menjadi fasilitator sebagai pemuas kekerasan seksual pada anaknya yang korban Emon. Jadi ada 3 ibu kandung yang harus merelakan dirinya untuk memberikan tadi seksualitas kepada anaknya karena sang ibu mengatakan jika anak diberikan melakukan seksual pada orang lain pasti anaknya akan mendapatkan pidana akhirnya dia merelakan dirinya. Nah ini saya mohon ini fakta, bukti saat ini 1 suudah dikirim ke Jakarta untuk rehabilitasi karena teman-teman di Sukabumi sangat, sangat kewalahan. Nah ini mohon ya kita semuanya memikirkannya solusi yang terbaik seperti apa? Rehabilitasi yang tuntas terhadap adik-adik korban ini dan kemarin saya dapat kabar baik bahwa pelaku dari kekerasan seksual atau kejahatan seksual di Jakarta Utara, kemarin sudah divonis oleh PN Jakarta utara adalah 15 tahun penjara dan kurungan 1 miliar tapi sangat memiriskan hati saya kemarin saya bertemu dengan Pak RT dan korban-korban ternyata rehabilitasi yang dilakukan yang katanya, saya tidak mau menyebutkan lembaga-lembaganya yang katanya komitmen akan memberikan rehabilitasi secara tuntas tapi faktanya hari ini hanya hit and run pada waktu itu kami dari KPAI dan saya pribadipun juga mengawasi. Kami mengawasi untuk bagaimana rehabilitasi secara tuntas itu dilakukan untuk para korban karena ternyata korban-korban ini pun juga sudah menjadi perilakunya berubah, sudah hampir mirip sebagai pelaku walaupun dia belum mencari korban lain karena dia melakukan sesama tadi pelaku dari yang Jakarta Utara itu yang atas nama Iwan tadi adik kita baru usia 15 dan kakaknya. Jadi satu keluarga itu adik kakak semua mendapatkan kekerasan seksual dan akhirnya sesama adik kakak ini melakukan sodomi karena tadi karena prilakunya sudah menyimpang tadi. Nah ini yang saya berharap bahwa DPD juga bisa memberikan apa kekuatannya penguatan pada kita semua bahwa penyidik pun harus tuntas juga bisa untuk menerima. Jadi Polri harus bisa bertanggung jawab untuk meningkatkan strategi penyidikan terhadap tindak pidana anak khususnya kekerasan seksual dan pelecehan karena mohon maaf ada murid kita juga yang mengalami pelecehan seksual yang sampai hari ini masih belum mau ke sekolah oleh oknum guru. Memang tidak diperkosa tapi dilecehkan tapi tidak bisa diambil guru tersebut karena tidak ada yang melihat padahal kami mengatakan saya pribadi mengatakan kalau melihat berartikan bikin film namanya seperti itu tapi kan harusnya seorang penyidik itu harus punya taktik dan strategi, apalagi saat ini kita tahu kita dalam masa-masa yang memang sangat luar
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
24
biasa. Termasuk juga cyber bullying juga sangat meracuni anak-anak kita, tidak hanya lewat pornografinya tapi sesatu hal sentuhan-sentuhan juga mengakibatkan kearah sana. Nah yang selanjutnya terakhir adalah bagaimana kita menyikapi dampak tidak hanya kekerasan ataupun kejahatan seksual yang dilakukan oleh oknum guru, pendidik kita yang sangat kita prihatin karena kita berharap gurulah yang akan menciptakan anak bangsa ini menjadi anak-anak yang kita inginkan tapi ternyata kok guru malah memberikan tadi trauma yang sangat dalam kepada anak-anak kita? Tidak hanya kejahatan seksual tapi bagaimana seorang guru pun juga, oknum guru merendahkan diri anak hanya karena maaf dia tidak bisa mengerjakan PR-nya mungkin atau tidak melakukan tadi ya, tidak bisa nilai 80 sesuai KKM karena mata pelajaran lainnya di sini saya secara pribadi menganalisa bahwa saat ini kita adalah di masa era globalisasi di masa teknologi "z" guru pun juga harus kita tadi tambahkan pelatihan, pemahaman, dan keterampilan mereka tidak hanya pada ketrampilan mungkin tadi bahasa, sains dan sebagainya tapi satu adalah memahami psikologi anak yang secara benar karena psikologi tumbuh kembang anak itu sekarang dipengaruhi oleh tadi ya, teknologi, apalagi saat ini media sosial sangat luar biasa mempengaruhi anak-anak kita. Yang kedua, guru juga perlu memahami penanganan dan pencegahan kekerasan pada anak. Bagaimana anak tersebut mungkin potensi untuk mem-bully anak-anak yang lain, guru bisa menscreening dari awal, seperti itu tapi bagaimana guru bisa men-screening dari awal? Guru harus mempunyai keterampilan tadi keterampilan psikologi tadi, keterampilan terhadap tumbuh kembang anak secara usianya, baik dia remaja maupun misalnya Paud. Selanjutnya adalah memahami bahwa guru bisa memahami pendidikan tidak hanya hasil belajar tapi di situ adalah proses. Nah kita berharap bahwa penanaman karakter itu bukan tercermin pada anak-anak, kita sekarang belajar PPKN, misal seperti itu, gotong-royong adalah tidak tapi bagaimana kita seorang guru pun juga menjadi role model dan anak-anak kita dibiasakan dengan suatu aturan tapi aturan yang memang membuat anak-anak kita menjadi lebih baik bukan untuk mempermalukan mereka. Selanjutnya adalah memperhatikan kompetensi kerja dan daya saing global karena sangat memprihatinkan saat ini anak-anak kita ternyata dididik ataupun dibentuk hanya untuk menjadi pegawai-pegawai yang dicocok hidungnya, mau saja, jadi hanya sebagai staf-staf saja dan sebagainya. Nah ini sangat disayangkan harusnya anak bangsa kita ini kita ciptakan menjadi ya tadi, pemimpin di negaranya sendiri. Jadi tidak orang lain yang menjadi pemimpin tapi bangsa kita sendiri yang menjadi pemimpin. Selanjutnya adalah tadi ya kendala di kami kalau mau jujur juga adalah di Undang-Undang 35 sosialisasi itu dihapuskan sementara kalau pribadi saya sendiri sosialisasi sangat penting tidak hanya untuk mesosialisasikan Undang-Undang Perlindungan Anak itu sendiri ataupun ada negara yaitu melalui KPAI tapi juga ada Undang-Undang yang lain Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak termasuk juga karena kami tidak mempunyai tusi program yang seperti disampaikan Bu Putu itu tadi, kami hanya pengawasan sehingga kementeriankementerian mana yang tidak mengoptimalkan program-programnya dalam perlindungan anak ini kita memberikan rekomendasi tapi sayangnya tidak tahu alasan apa mungkin ego esektoral atau kebijakan-kebijakan dari kementerian maupun lembaga itu sendiri, sehingga rekomendasi-rekomendasi kami tidak dijalankan. Nah balik lagi ke guru. Penting sekali memperkaya pengetahuan psikologi anak bagi guru tadi bagaimana guru tidak hanya sebagai transfer knowledge tapi dia bisa menciptakan karakter-karakter anak sesuai dengan usia apalagi saat ini kita benar-benar dijajah dengan yang namanya pornografi, cyber crime dan sebagainya. Guru bisa menjadi tadi, mediator ataupun fasilitator bahwa mana yang boleh mana yang tidak, itu juga dan yang paling utama lagi tadi sangat setuju pada Bu Putu bahwa kerentanan keluarga memang menjadi momok disemuanya dan ini menjadi dasar utama tidak hanya kerjasama dengan mungkin Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, Kemensos, tapi pada grassroots RT, RW pun juga mempunyai itu tadi bahwa kita harus mempunyai mungkin melalui RW ataupun camat kecamatan-kecamatan bahwa RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
25
parenting skill kepada keluarga itu utama. Tidak hanya parenting skill bagaimana pola asuh yang berkualitas, bagaimana membangun komunikasi yang hangat kepada anak tapi juga tadi memupuk pada keluarga-keluarga yang lain untuk sadar bahwa saat ini kita memasuki wilayah ataupun zona yang sangat membahayakan dan kita sendiri seperti yang tadi dikatakan Bu Fahira bahwa Indonesia menjadi destinasi untuk tadi ya kejahatan seksual atau Pedofilia. Nah ini kita ingatkan kepada orang tua orang tua di seluruh masyarakat karena sekali lagi seperti yang dikatakan pada anggota DPR pada waktu 13 Januari yang lalu hari Rabu Minggu lalu bahwa memang tidak sinkron. Mungkin di sini juga kalau boleh dibahas sedikit nanti beberapa menit tidak sinkron antara lembaga kami yang dinamakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia tapi tusi kami sendiri juga hanya banyak itu pada pengawasan saja sehingga kami pada tahapan pencegahan itu sangat, sangat minim sekali sementara mohon maaf dengan segala hormat jika kami turun dalam pada kasus ataupun pada preventif masyarakat itu meminta kami adalah sebagai dewa untuk bisa semuanya, program kami bisa, terutama penegakan hukum juga kami juga harus bisa all out dan sebagainya dan sebagainya sementara kaki kami ya tadi ya dikerangkeng. Jadi kami semacam harimau tapi tidak punya gigi dan tidak punya cakar jadi menang gagah perkasa tapi nah seperti itu. Itu ya secara pribadi saya mengatakan sangat setuju yang dikatakan oleh DPR. Oleh karena itu mungkin dukungan yang kuat dari para senator yang terhormat hari ini di DPD bisa memberikan penguatan dan tadi sudah diungkapakan oleh Bu Putu juga, bagaimana kami bisa mengawasi pengawasan dengan efektif anggaran saja mohon maaf di Tahun 2015 hanya 10 miliar dan itu dipotong nanti ada kepala sekertariat. Dipotong untuk membayar karyawan serta listrik dan sebagaimana itu sudah lebih dari 5 miliar sendiri, bagaimana program kami bisa untuk coverage area yang 34 provinsi. Seperti Ibu Putu kemarin sudah melakukan pengawasan hanya di 7 provinsi saja, itu sudah sangat kewalahan. Mohon maaf jika terlalu banyak yang saya sampaikan di sini namun sekali lagi hari ini adalah hari yang sangat luar biasa dan pribadi saya harus bisa memanfaatkan ini lebih baik lagi. Terima kasih. Mohon maaf apabila ada sesuatu yang kurang. Assalamu'alaikum Wr. Wb. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Silakan. PEMBICARA : MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR) Terima kasih ketua, ibu-ibu sekalian terutama narasumber. Melalui pimpinan rapat kami terima kasih atas penjelasannya. Saya hanya mau menambahkan sedikit dan bertanya kalau boleh Ibu dari Komisi Perlindungan Anak ini apakah tadi sudah nangkap hanya pada pengawasan saja kok KPAI ini lalu apakah dalam pikiran ibu-ibu sekalian penindakan pada pelaku itu berfokus kepada kaum bapak-bapak atau ibu-ibu juga karena Ibu Fahira mungkin masih ingat waktu kami pertemuan dengan Ibu Walikota Surabaya, Ibu Rismawati ini sedikit berbeda tapi ada hubungannya. Pada paska penggusuran doli itu diakui disana pelaku pelecehan terhadap anak laki-laki, itu bukan dilakukan oleh anak laki-laki tetapi oleh ibu-ibu usia 60 mungkin Ibu Fahira masih ingat waktu itu dengan bayaran Rp. 6.000,- ibu, itu disampaikan oleh Walikota Risma kepada kami Anggota DPD ketika kami berkunjung kesana dan kira-kira itu tadi, apakah ibu-ibu ini juga bisa kita ya kita apa ya namanya kalau pelakunya itu adalah ibu-ibu. Maksud saya, saya ingin mengatakan begini bu, kita jangan bias gender juga kan bu pelaku ini kan bisa juga ibu-ibu sendiri itu saya sebenarnya langsung mau (suara hilang) hilang ingatan itu waktu mengetahui kok ada ya ibu sekejam itu minta bayaran sama anak-anak SD 6000 rupiah, (suara hilang). RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
26
Tidak, tertekan oleh Pak Bahar Jadi itu ibu, mungkin kita harus (suara hilang). PEMBICARA : Ir. ABRAHAM LIYANTO (NTT) Pimpinan saya tambahkan. Saya tidak bertanya, saya mau kasih solusi atau ajak kerjasama saja KPAI. Saya apanamanya terkesima yang disampaikan ibu yang terakhir, namanya siapa? Linda. Terkesima kata-katanya, data yang disampaikan. Ini jangan macam-macam dr. Delis kita sudah tua ini kan, terkesima boleh lah ya. Tidak, saya serius. Kalau memang data demikian dan ini hal-hal yang barangkali sepele ya kita suka tertawakan tetapi harus ada jalan keluar kan begitu maksudnya kita duduk bersama ini untuk itu. Saya usul ketua bisa mendapat data yang lengkap yang tadi ibu sampaikan itu yang 160 kalau kita baru tahu di koran kan umum toh itu baru 60 sekian, ibu bilang 100 lebih. Itu yang kesatu. Yang kedua ya yang lain-lain yang disampaikan itu yang saya terkesima itu. Saya pikir kalau dari KPAI saja barangkali ya ada keterbatasan-keterbatasan tadi tapi kalau di Lembaga Tertinggi DPR dan DPD ini kita punya apanamanya peluang yang lebih untuk bisa pressure atau tekan kepada pihak-pihak yang terkait dan bahkan bisa lebih cepat begitukan karena ini lembaga negara dan kita punya media untuk itu kadang kala juga banyak temanteman kita ini tidak tahu apa yang mau kita kerjakan lebih serius untuk membela negara dan masyarakat ini karena banyak kesempatan setiap minggu kita bisa secara keseluruhan, secara nasional lewat komite ini untuk ekspose hal-hal yang memang asal data yang dari KPAI itu benar dan bisa dipertanggungjawabkan, kita yang ekspose bersama-sama dengan KPAI. Jadi panggungnya disini, corongnya disini jadi bentuk kerja sama seperti itu pimpinan supaya nanti lembaga ini, khusus komite ini bila perlu bentuk Pokja apa, apa namanya panjang atau, untuk kita selidiki itu ini asik ini, apalagi yang ditempat-tempat yang Pak Oni tadi ini ya kan dimana Jawa Barat begitu, ada 4 senator di situ. Itu usulan konkrit saya ibu kalau boleh ya ditindaklanjut sehingga kerja-kerja politik kita ini lebih efektif dan agar tidak hanya bicara-bicara begini tapi ada harapan buat KPAIyang tadi ada hal-hal yang memang ini, bisa kita tindak lanjut kita juga berharap sebaliknya, kerja-kerja kita bisa lebih produktif dan bisa lebih kelihatan karena keterbatasan wewenang yang lainnya, kita manfaatkan seperti ini. Ini serius untuk kepentingan kita di daerah. Di daerah kita bisa bicara bersama-sama dengan media, koran daerah, per personperson kita masing-masing, disini secara nasional, komite, ketua dan anggota yang punya passion disitu bisa langsung, mengangkat, mengungkap apa yang disampaikan ibu siapa? Iya itu. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Mau ada tanggapan? PEMBICARA : PUTU (KPAI) Iya ibu. Ibu Maria memang kalau profil pelaku itu tidak hanya laki-laki di Kalbar Kalimantan ya kalau tidak salah Kalimantan Barat waktu itu, itu pelakunya ibu kandung sendiri korbannya umur 4 tahun. Jadi agak luar biasa dan profil ibunya seorang ASN juga, pekerjaannya ya PNS. Jadi artinya PNS pendidikannya waktu itu saya betul-betul karena waktu itu teman saya yang dari KPAID Kalimantan yang menjelaskan hari itu karena kita dalam pertemuan yang sama pada saat dengar telepon saya bilang kasus ya? Iya. Kenapa? Cabul. Korbannya siapa? Anak perempuan. Usia berapa? 4 tahun. Saya sudah langsung, pasti laki-laki ternyata saya tanya lagi pelakunya siapa? Ibunya. Nah yang dilaporkan sekarang RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
27
neneknya karena neneknya berusaha untuk menyelamatkan cucunya dengan membawa cucunya pulang kampung sekarang neneknya diproses menculik cucunya. Nah seperti itu lalu kemudian ada beberapa kasus yang memang pelakunya perempuan sama dengan kasus yang di pelacur di Dolly itu juga sama. Nah artinya kenapa kemudian, alternatif pemberatan hukuman itu harus komprehensif ya kita tidak serta merta sama dengan korban kekerasan seksual. Kalau dulu sekitar 10 tahun dulu kita pasti mengidentifikasi korban nya adalah perempuan begitu kalau saya mau masuk itu semua laki-laki 165 itu kan begitu. Jadi sekarang ya kekhawatiran tidak hanya miliki anak perempuan tapi anak laki-laki juga dan di Cirebon juga seperti itu pelakunya juga anak-anak laki-laki juga terhadap teman-teman lakilaki. Jadi seperti itu perlu komprehensif tolong di pantau untuk masalah Perpu dan turunannya atau bagaimana implikasi dan implementasinya itu perlu tinjauan mendalam saya setuju dan kalau pun itu jadi ya seperti Ibu Profesor tadi katakan bahwa putusan itu ada di presiden ya tentu saja senator dan yang lain sebagainya termasuk KPAI perlu lihat lagi kalau itu di exercise sampai sejauhmana evaluasi kita kearah itu. Nah Pak Abraham terkait kerjasama dan endorcement dari senator tentu saja itu merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh KPAI. Saya sangat sepakat bagaimana meramu kerjasama tentu saja kita harus konkritkan dalam hal yang detail. Terkait hal-hal yang lain karena memang tusi KPAI di pengawasan sehingga upaya pencegahan tadi termasuk sampai sampai sejauh mana KPAI mencegah pornografi yang menjadi salah satu faktor pola kekerasan seksual karena memang pelaku-pelaku anak, kalau pelaku-pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang usianya anak itu kebanyakan berasal dari konten pornografi. Bagaimana anak ter-ekspose? Lalu kemudian addict pada saat dia sudah addict dan eskalasi itu mulai menjadi penyimpangan perilaku. Artinya dia sudah tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang salah. Nah itu yang dikhawatirkan. Kalau Cina sudah lebih maju untuk melakukan protection terhadap konten pornografi dengan kebijakan Negara Cina untuk kemudian langsung meng-cut misalnya akses-akses mulai dari akses-akses yang sifatnya medsos, jaringan dan lain sebagainya tapi kemudian mereka tidak hanya membuat blok dengan menutup akses-akses seperti itu tapi mereka juga mensubstitusi artinya melakukan alternative, membuat alternatif misalnya kalau mereka memblok google mereka membuat search engine versi mereka yang aman. Nah artinya kebijakan itu luar biasa satu sisi melindungi rakyat dengan regulasi seperti itu tapi rakyat juga diberi pilihan. Nah Indonesia sebagai user facebook terbesar nomor 4 atau nomor 7 regulasi terkait itu masih minim bahkan KPAI minta untuk memblok konten porno saja kepada kementerian terkait itu take time Kominfo itu memblok itu butuh waktu karena memang ada regulasi yang mereka tidak boleh memblok sembarangan. Nah ini yang harus menjadi suatu apa namanya pemikiran besar bagaimana kita melindungi anak kita yang besar tadi dengan regulasi-regulasi yang berani. Saya pikir itu yang harus dilakukan. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT : FAHIRA IDRIS, SE. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih kepada narasumber. Kita beri applause dulu, ulasannya luar biasa. Ini saya sengaja buat satu pantun ini, anak kecil pandai menari, menari indah gerak serentak, mengenai rencana hukum kebiri, semoga KPAI punyai solusi terbaik untuk anak. Dengan demikian kita telah menyelesaikan rapat dengar pendapat hari ini, maka dengan mengucapkan Hamdallah, kita akhiri Rapat Dengar Pendapat Umum. Semoga Tuhan YME senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
28
Wabillahi taufik wal hidayah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
KETOK 3X Oh iya ini kebetulan kita ada makan siang, semoga ibu-ibu dan bapak-bapak bisa ikut mencicipi bersama. Terima kasih ibu. RAPAT DITUTUP PUKUL 12.26 WIB
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KPAI MS III TS 2015-2016 RABU, 20 JANUARI 2016
29