DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE III DENGAN KOMNAS HAM MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I.
KETERANGAN
1. 2.
Hari Tanggal
: :
Rabu 17 Februari 2016
3.
Waktu
:
09.25 WIB–12.23 WIB
4.
Tempat
:
R. Rapat 2C
5.
Pimpinan Rapat
:
1. Drs. Hardi Selamat Hood (Ketua Komite III) 2. Fahira Idris, S.E. (Wakil Ketua Komite III) 3. Ir. Abraham Liyanto (Wakil Ketua Komite III)
6.
Acara
:
Pembahasan terkait RUU Penyandang Disabilitas, RUU Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan hukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual
7. 8.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT: RAPAT DIBUKA PUKUL 09.25 WIB
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Bismillaahirrahmaanirrahiim. Asalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komite III DPD RI yang kami hormati. Ketua dan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (Komnas HAM RI) dan, Hadirin yang berbahagia. Mengawali rapat dengar pendapat Komite III DPD RI kali ini marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan perkenan-Nya kita semua dapat hadir di ruang sidang yang mulia ini dalam keadaan sehat wal afiat dan tanpa kurang apapun. Sebelum kami membuka RDP dengan Komnas HAM perkenankanlah terlebih dahulu kita berdoa menurut agama dan kepercayaan bapak/ibu sekalian agar kegiatan RDP pada pagi ini dapat berjalan dengan baik serta memberikan hasil yang bermanfaat bagi kita semua dalam menjalankan tugas-tugas konstitusional kita. Berdoa mulai. Selesai. Yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komite III DPD RI. Ketua dan anggota Komnas HAM dan hadirin yang kami hormati. Dengan ucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim pada hari ini Rabu, Tanggal 17 Februari 2016 Rapat Dengar Pendapat Komite III DPD RI dengan Komnas HAM saya buka dan terbuka untuk umum. KETOK 1X Sebagaimana undangan yang telah disampaikan oleh sekretariat kepada Bapak-Ibu Anggota Komite III dan tamu undangan bahwa pada hari ini Komite III DPD RI mengadakan RDP berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang Disabilitas, Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dan wacana hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual dan di tengah-tengah kita telah hadir ketua dan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Yang Terhormat Bapak Nurkholis, SH., MH., dan tadi juga saya dapat kartu nama dari Bapak Untung Tri Basuki. Yang terhormat Bapak, Ibu Anggota Komite III DPD RI, ketua dan anggota Komnas HAM dan hadirin yang kami hormati. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau seringkali disebut Komnas HAM memiliki peran yang sangat strategis dan merupakan garda terdepan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Hingga saat ini sebagaimana kita ketahui bersama baik secara langsung maupun melalui media massa keberadaan Komnas HAM selalu menjadi rujukan bagi setiap warga negara maupun kelompok-kelompok masyarakat yang merasa hak asasinya tercabut. Hal tersebut sejalan dengan penjaminan negara yang menjunjung tinggi hak dan martabat setiap individu sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Tentunya hal ini menempatkan negara memiliki kewajiban terhadap pemenuhan hak-hak yang paling mendasar bagi setiap warga negaranya. Bahkan konstitusi negara kita, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah menjamin akan hal tersebut dan keberadaan Komnas HAM merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk menjadi jembatan bagi warga negara dengan pemerintah dalam pemenuhan setiap hak-haknya yang tercabut baik secara konstitusi, RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
1
administratif, maupun sosial budaya tentunya selama hak-hak tersebut tidak bertentangan dengan hukum positif yang berlaku. Pun dalam bahasan pertemuan kita hari ini yang berkenaan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas, RUU tentang penghapusan kekerasan seksual dan Perpu hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual tentunya sangat syarat dengan persoalan hak asasi manusia baik dalam hal pemenuhan hak asasi manusia maupun ketidakadilan dalam pemenuhan hak asasi manusia itu sendiri. Dalam kaitannya dengan Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas jelas kita melihat dalam hal ini terdapat dipenuhi atau tidak dipenuhinya hak-hak mendasar para penyandang disabilitas. Dari berbagai kajian yang telah dilakukan oleh Komite III DPD RI ditemukan bahwa RUU tentang penyandang disabilitas belum semuanya memenuhi hak-hak dasar penyandang disabilitas. Sebagai contoh ialah hak memperoleh pekerjaan. Di dalam Rancangan UndangUndang ini belum secara jelas memberikan jaminan bagi penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Selain itu RUU ini juga belum mampu memberikan pemahaman yang lebih luas dalam memberikan pandangan terhadap penyandang disabilitas mengingat persepsi yang berkembang selama ini di masyarakat dalam memandang penyandang disabilitas sebagai orang yang memiliki keterbatasan padahal jika merunut dalam Undang-Undang Dasar 1945 penyandang disabilitas juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan bernegara. Yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komite III DPD RI. Ketua dan anggota Komnas HAM dan hadirin yang kami hormati. Selain Rancangan Undang-Undang tentang penyandang disabilitas, kedua hal yang telah kami sebutkan di awal juga sangat kental dengan perspektif hak asasi manusia. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa setiap kekerasan yang dilakukan oleh satu pihak kepada pihak lain baik secara langsung dalam hal ini kontak fisik maupun secara tidak langsung tentunya sangat rentan terjadi pelanggaran HAM pada salah satu pihak yang menjadi korban terlebih lagi apabila kekerasan tersebut merupakan kekerasan seksual yang memberikan dampak yang begitu besar bagi para korban bahkan dapat menimbulkan trauma berkepanjangan. Atas dasar itu dengan makin maraknya kekerasan seksual yang terjadi di sekitar kita telah menimbulkan reaksi dan gelombang keprihatinan yang begitu luas di tengah masyarakat kita dan hal itu telah memicu adanya berbagai alternatif dalam penanggulangan kekerasan seksual salah satunya ialah pengebirian bagi pelaku kekerasan seksual, melalui suntik ya bukan melalui pemotongan. Namun demikian penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual justru menimbulkan pro-kontra baru ditengah masyarakat terutama dilihat dari aspek perspektif HAM. Pemberian hukuman kebiri telah melanggar HAM dalam memperoleh kesempatan untuk meneruskan keturunannya. Oleh karena itu dalam kegiatan RDP pagi ini kami mengharapkan adanya pandangan-pandangan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam memandang ketiganya tema diatas tentunya dalam perspektif HAM. Yang terhormat Bapak-Ibu Anggota Komite III DPD RI. Ketua, Komisioner Komnas HAM dan hadirin yang kami hormati. Demikianlah pengantar singkat kami. Untuk menyingkat waktu kami persilakan kepada narasumber untuk menyampaikan pandangannya. Silakan. PEMBICARA: NUR KHOLIS (KETUA KOMNAS HAM) Terima kasih Pimpinan. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Asalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Selamat siang. Om swastiastu. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
2
Yang saya hormati Wakil Ketua Komite III DPD RI Ibu Fahira Idris, SE., MH bu ya, para anggota Komite III DPD RI, Anggota Komnas HAM Pak Nurkhoiron Sekretaris Jenderal Komnas HAM dan seluruh jajaran Komnas HAM dan jajaran DPD. Kami mengucapkan terima kasih atas undangan pada pagi ini pimpinan dan kami akan menyampaikan sekaligus 3 hal tadi nah nanti sambil berjalan kita akan berdiskusi tentu kalau ada pendalaman kami membawa jajaran ini pimpinan untuk dapat melengkapi barangkali penjelasan yang tertulis. Kami mulai dengan RUU Disabilitas. Dalam catatan kami salah satu poin penting itu adalah peran Komnas HAM ingin mendorong pasti RUU masuk ke dalam prolegnas karena ini dianggap sangat penting oleh Komnas HAM untuk ada pengaturan. Yang kedua, pandangan umum bahwa Komnas HAM memandang penting untuk right base, pendekatan right base, pendekatan berdasarkan hak yaitu memandang disabilitas sebagai bentuk interaksi sosial yang tercermin dalam lingkungan, jadi existing. Nah yang kedua, pendekatan sosial. Yang ketiga, pemenuhan berdasarkan kebutuhan pemenuhan HAM. Kemudian yang keempat berbasis pada prinsip-prinsip persamaan. Berikutnya pola pengaturan RUU Penyandang Disabilitas. Kita lihat dalam struktur tentu akan ada asas itu yang paling penting dalam pengaturan dan hak penyandang disabilitas kemudian pada tingkat implementasi siapa melakukan apa kemudian juga pengaturan tentang pengawasan atau reward and punishment terkait dengan juga anggaran dan pengaturan lain. Nah ini kira-kira yang diharapkan struktur RUU ini menurut pandangan Komnas HAM sangat penting. Kemudian yang berikutnya bidang yang terkait dengan disabilitas kemudian yaitu keadilan dan perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan kewirausahaan, dan koperasi, kesehatan, politik, keagamaan, keolahragaan, pariwisata dan hiburan, kesejahteraan sosial, infrastruktur, pelayanan publik, transportasi, kebencanaan, habilitasi, dan rehabilitasi, pendataan dan kartu penyandang disabilitas, komunikasi dan informasi, dan perempuan dan anak. Ini bidang-bidang yang dianggap sangat berhubungan. Kemudian ada beberapa catatan yang ditulis oleh tim itu terkait dengan hal-hal yang luput ya misalnya Pasal 32, 33 dan 34 mengenai kecakapan di muka umum. Penyandang disabilitas tidak diberikan hak untuk membela diri dan memperoleh second opinion hanya mewajibkan melampirkan satu bukti dari dokter atau psikiater. Kemudian pada kenyataannya diagnosa dokter, psikiater bisa sangat berbeda-beda. Ini hak yang paling standar sebagaimana didalam diatur dalam hak atas kesehatan bahwa second opinion itu juga merupakan hak seluruh warga negara. Kemudian diagnosa menderita suatu masalah gangguan jiwa bahkan yang berat sekalipun seperti skizofrenia tidak menjamin bahwa yang bersangkutan tidak cakap secara hukum. Kemudian keputusan tidak bisa hanya berdasarkan selembar surat keterangan dari seorang dokter, keputusan ini harus melibatkan pertimbangan beberapa orang. Yang poin kedua soal diagnosa ini memang sangat panjang debatnya bapak/ibu semua ini saya kira data-data yang muncul yang sudah ada di data-data pemerintah seperti dimunculkan yaitu itu ada data Susenas 2004-2006 itu jumlahnya sekitar 3 jutaan penyandang disabilitas. Kemudian pada sensus 2010 BPS merilis 4,45% dari populasi jadi kalau kurang lebih itu sekitar 10 juta. Berikutnya tentang masalah terkait dengan pendataan dan pemetaan ini masih sulit untuk menentukan besaran penduduk yang mengalami disabilitas terutama karena berubahnya definisi operasional yang digunakan. Kemudian BPS menggunakan indikator kesejahteraan sosial maka data yang ada mencerminkan sasaran pembangunan nasional untuk pengentasan kemiskinan bukan untuk bukan penduduk dengan status disabilitas. Kemudian survei yang ada tidak mampu merepresentasikan dengan baik prefelensi disabilitas dir anah mental, emosional, dan intelektual terutama autisme (ADHD) dan beberapa disabilitas intelektual lainnya karena stigma dan diskriminasi. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
3
Berikutnya pelayanan sosial dan aksesibilitas secara umum tidak akses misalnya soal transportasi umum kurang aksesibilitas lalu akses halte, bus dan seterusnya, pintu, kemudian surat izin mengemudi dengan memberikan SIM. Kemudian disabilitas seat. Kemudian di pesawat terkait dengan inform concern. Kemudian fasilitas jalan, itu jalur pemadu disabilitas. Kemudian di bangunan gedung ini hasil 3% di DKI ini hasil survey 3% DKI maksudnya hanya 3% bangunan di DKI yang memenuhi standar. Kalau kemudian LBH 25 gedung pemerintah kurang aksesibel dan tidak aksesibel. Kemudian ini nanti kemudian saya minta penjelasan dari teman-teman RSUD Cengkareng indeksnya 2,9 karena kalau soal indeks ini pasti ada indikator-indikator yang harus dijelaskan. Kemudian Plaza Semanggi dengan indeks 1,87 tidak aksesibel. Kemudian di sektor pendidikan itu inklusi secara umum ini pemahaman dan tidak difasilitasi. Kemudian direktorat pendidikan sekolah luar biasa di tahun 2007, 24,7% atau 78.689 anak dengan disabilitas mengenyam pendidikan formal dari total 318.600 anak dengan disabilitas. Pimpinan nanti saya mohon waktu untuk menjelaskan dari staf yang terkait karena saya tidak terlalu cukup memahami angka-angka ini. Kemudian persyaratan masuk seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri menyebutkan larangan bagi penyandang disabilitas pada tahun 2014. Akses pekerjaan data survey sosial ekonomi nasional, Susenas 20% ya, 2012 sekitar 74,4% penyandang disabilitas tidak memiliki pekerjaan nah ini mengkhawatirkan sekali ini. Kemudian mereka yang bekerja hanya 25,8% dan menyebar diberbagai sektor seperti pertanian 39,9% buruh 32,1% jasa 15% pedagang/wiraswasta 8,5%, pegawai swasta 2%, PNS, POLRI, TNI 13% peternakan perikanan 10% pegawai BUMN 0,1 % nah ini menterinya mesti ditegur ini. Kemudian hambatan syarat sehat jasmani dan rohani ini yang masih menjadi hambatan, tes psikologi, syarat ijazah pendidikan formal. Kemudian kuota tidak ada pengawasan dan pemberian sanksi. Ada salah satu usulan yang ditawarkan nah kalau ini saya agak paham pimpinan. Terkait dengan pembentukan komisi nasional disabilitas, ini mengapa diusulkan? Komisi ini mempunyai peran mendasar untuk mengontrol pelaksanaan Undang-Undang Penyandang Disabilitas. Kemudian KND juga berfungsi untuk memberikan konsultasi dan pendampingan kepada pemerintah dan swasta dalam melaksanakan program-program yang terkait disabilitas secara efektif dan selain itu KND juga mutlak diperlukan untuk menerima pengaduan dari berbagai kasus pelanggaran hak-hak penyandang disabilitas serta menjalankan fungsi mediasi dalam perkara antara penyandang disabilitas, pemerintah, dan swasta. KMD juga berperan untuk berperan penting untuk membuat berbagai pengkajian, komprehensif dan membantu pemerintah dalam membuat laporan kepada Komisi Disabilitas PBB. Pelaksanaan ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan (3) konvensi hak penyandang disabilitas yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Ini mungkin menjadi catatan bahwa kita sudah melakukan ratifikasi atas konvensi secara hukum HAM dan hukum internasional konvensi mengharuskan ketaatan beberapa ketentuan dalam negeri untuk sejalan dengan konvensi. Poin kedua, pimpinan izinkan saya menyampaikan tentang rancangan sikap Komnas HAM atas Rancangan Perpu hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual ini juga baru kemarin kita laksanakan diskusi. Pertama, Komnas HAM berpendapat bahwa hukum pidana kebiri belum efektif sebagaimana juga dalam kritik kami terhadap berbagai hukuman misalnya hukuman mati. Kami menyatakan belum ada dasar yang menyatakan bahwa hukuman ini memiliki kaitan yang signifikan terhadap penurunan tindak pidana kejahatan yang dimaksud, itu satu. Kemudian yang kedua, hukuman kebiri belum tentu memberikan efek jera dan justru dapat menimbulkan dendam. Kemudian pemberian hukum kebiri tentu tidak sejalan dengan HAM dan tidak sesuai terutama Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pelanggaran yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap hak atas persetujuan tindakan medis, the right to inform concern dan hak atas perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang, the protection of the physical and RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
4
mental integrity of the person sebagaimana ini menambahkan, sebagaimana tadi pimpinan sampaikan terkait dengan beberapa hak yang dilanggar hak atas hidup nah kami menambahi yaitu terkait dengan persetujuan tindakan medik karena ini juga di atur di dunia kedokteran kalau akan ada tindakan medik itu harus ada persetujuan. Nah itu menjadi hak person juga nah itu juga sebenarnya diatur dalam ketentuan yang lain. Kemudian tindakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mengembangkan upaya pemulihan melalui rehabilitasi secara menyeluruh baik medis, psikologis, dan sosial. Kemudian yang berikutnya yang perlu dikembangkan pemerintah adalah bagaimana mengubah cara pandang masyarakat terhadap relasi dengan perempuan dan anak, mengembangkan kurikulum tentang reproduksi dan program pencegahan dan atau perlindungan anak secara terpadu. Kemudian perpu tentang pemberian hukuman kebiri sebaiknya dipertimbangkan lagi dan Komnas HAM menyatakan belum perlu diterbitkan. Kemudian yang terakhir Ibu Pimpinan sebenarnya kita juga mengundang Komnas Perempuan tetapi sampai jam yang ditentukan belum hadir jadi saya mewakili ini. Kondisi perlindungan masyarakat rentan kekerasan seksual perempuan dan anak di Indonesia menurut data Komnas anti kekerasan terhadap perempuan, kasus kekerasan seksual yang dilaporkan Komnas perempuan meningkat setiap tahunnya. Tahun 2010 tercatat 2.645 kasus kemudian pada tahun 2011 terjadi peningkatan yang cukup luar biasa 4.335 kasus. Kemudian pada tahun 2012 fluktuatif menjadi 3.937 kasus dan tahun 2013 tercatat 5.000. Ini lompatannya tinggi juga di tahun 2013 menjadi 5.629 kasus dan tahun 2014 tercatat 4.458 kasus. Pelaku kekerasan seksual bisa siapa saja, baik orang yang memiliki hubungan darah perkawinan ataupun kekerabatan dengan korban maupun tidak. Mayoritas pelaku adalah orang yang dikenal oleh korban. Kekerasan seksual menyasar semua umur bukan saja orang dewasa tetapi juga anak bahkan balita. Kekerasan seksual berdampak pada kehancuran fisik, psikis, seksual dan relasi sosial korban. Kekerasan seksual bukan hanya berdampak bagi korban tetapi juga bagi keluarga dan komunitasnya. Mayoritas anak perempuan dalam usia sekolah yang mengalami kekerasan seksual juga terampas haknya untuk melanjutkan pendidikan. Jadi dampak ikutannya itu juga menurut catatan Komnas HAM itu juga seperti efek domino jadi dia mengalami kekerasan seksual nah dibeberapa daerah masih kita temukan justru dia yang menjadi korban berikutnya dipermalukan. Kita pernah mengencourage korban perkosaan, anak perempuan, meng-encourage memarahi sekolah lah pokoknya kok sekolah kok menghentikan, memberhentikan, lah salah dia apa? Wong dia korban perkosaan kemudian karena hamil dia dianggap tidak bermoral itu. Nah inikan dia korban dua kali, nah mestinya memang karena bukan salah dia kita menegor sekolah dan juga memberikan advokasi penguatan bahwa dia adalah korban. Nah ini jadi kalau korban perkosaan misalnya ini memang efek domino dia, ada kekerasan fisik yang dilakukan kemudian efeknya itu di sosial bahkan di dunia pendidikan kita masih menganggap bahwa salah atau sekolah masih kadang-kadang salah melihat yang mana korban yang mana pelaku. Program pemerintah yang sudah berjalan dengan melindungi kelompok rentan kekerasan seksual yaitu pembentukan RPK dan atau UU PPPA di kepolisian, pemberian layanan kesehatan bagi korban yang datang ke institusi kesehatan meskipun demikian program tersebut belum memadai karena UU PPPA belum merata disemua Polres dan belum menjangkau sampai ke Polsek kemudian kapasitas APH yang masih belum memahami kekerasan seksual sebagai kekerasan berbasis gender. Di institusi kesehatan masih dijumpai tenaga kesehatan yang bertanya tentang kekerasan seksual yang dialami korban dan menyalahkan korbannya korban haknya atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan. Ini seperti yang kami sampaikan disebelumnya. Berikutnya saat ini belum ada atau belum memadai upaya pemerintahan dan atau negara untuk menyediakan layanan lainnya yang dibutuhkan korban seperti penyediaan hukum acara khusus bagi penanganan kasus kekerasan seksual untuk mencegah refiktimisasi RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
5
jadi di Indonesia itu kalau jadi korbannya itu kadang-kadang korbannya bisa menderita bertubi-tubi 5-6 kali dia sudah jadi korban bukannya negara atau sistem hukum kita menyelamatkan dia malah menjadi korban-korban berikutnya. Nah jadi dalam Rancangan Undang-Undang aspek refiktimisasi ini memang menjadi penting. Contoh sederhana dalam penegakan hukum misalnya orang kenapa enggan menjadi saksi misalnya kenapa orang enggan melapor karena memang sistem hukum kita kadang-kadang membuat itu mereka menjadi korban berikutnya. Nah inilah yang dalam beberapa peraturan-peraturan baru diharapkan Komnas HAM menyarankan bahwa aspek ini dapat menjadi perhatian terutama aspek perlindungan kepada para korban. Kemudian berikutnya institusi kesehatan masih mengenakan biaya kepada korban yang mengakses layanan kesehatan belum meratanya layanan kesehatan yang dibutuhkan korban kekerasan seksual pencegahan IMS dan HIV, belum adanya upaya negara untuk memberikan dukungan pada lembaga pengada layanan berbasis komunitas yang melakukan pendampingan korban kekerasan seksual sehingga ketika lembaga yang memberikan layanan tidak dapat bertahan tidak ada ruang bagi korban untuk tetap mengakses hanya atas kebenaran keadilan dan pemulihan. Mohon maaf tata letaknya agak berantakan, bapak-ibu peserta sidang dan pimpinan. Kemudian pandangan Komnas HAM tentang rancangan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. RUU ini sangat penting untuk melengkapi KUHP maupun Undang-Undang lainnya yang tidak merinci secara detail tentang perkosaan, pelecehan seksual. Demikian, Pimpinan mohon izin kalau berkenan ada yang mau menambahi pimpinan. Pak Khairun silakan, Pak Khairun adalah anggota Komnas HAM. PEMBICARA: KHAIRUN (ANGGOTA KOMNAS HAM) Terima kasih. Selamat pagi. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang saya hormati Pimpinan Sidang Ibu Fahira Idris dan seluruh jajarannya, para anggota DPD. Pak Enka selaku kolega saya sebagai Ketua Komnas HAM dan teman-teman semua dari Komnas HAM. Saya tidak banyak menambahkan karena sebagian besar sudah disampaikan oleh Pak Ketua cuma ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan. Pertama terkait Undang-Undang Disabilitas Komnas HAM sebetulnya sudah berkoordinasi dengan DPR beberapa kali kita di panggil dan di dalam rencananya Prolegnas Tahun 2016 ini Undang-Undang ini akan segera disahkan dan kami berharap betul DPD juga ikut mendorong aspek kesegeraan undangundang ini karena mengingat urgensinya dan yang kedua kalau ini segera diundangkan saya kira akan ada capaian yang besar yang telah dilakukan oleh pemerintah atau negara kita terkait upaya penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia karena kita dulu punya undang-undang yang judulnya masih penyandang cacat ya sementara ini sudah mulai mengarah kepada apa kebijakan atau peraturan yang berbasiskan pada hak asasi manusia. Selain itu saya juga perlu informasikan bahwa meskipun undang-undang ini belum disahkan ada beberapa inisiatif yang sudah dilakukan oleh beberapa pimpinan daerah terkait upaya untuk memberikan perlindungan bagi kawan-kawan kita yang berada dikelompok disabilitas misalnya ada di Yogyakarta ada perda tentang perlindungan disabilitas tentang kaitannya dengan transportasi dan tadi juga disampaikan oleh Pak Ketua bahwa hampir semua atau banyak sekali sekolah kita yang belum inklusif tetapi ada satu sekolah perguruan tinggi di Jawa Timur, mungkin ada DPD yang dari Jawa Timur di sini di Malang ya sudah ada inisiatif yang patut di contoh. Saya berharap DPD ikut mendorong bu di tempat-tempat lain kalau perlu mempromosikan ke tempat lain. Universitas Brawijaya sudah memberikan kuota ya bagi kelompok disabilitas untuk bisa masuk ke sana, mereka dipermudah bukan hanya masuknya tapi juga ada penerjemahnya, ada perpustakaan khusus, dan seterusnya ya RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
6
bimbingan khusus dan saya kira di Jawa Timur juga mulai dikembangkan beberapa sekolah inklusif. Saya berharap sekali peran DPD bisa dimaksimalkan untuk saling sharing pengalaman dan pengetahuan antar daerah karena sebagaimana yang selama ini mulai berkembang di dunia internasional peringkatan dan penghormatan hak asasi manusia tidak saja perlu diatur didalam ranah policy atau kebijakan nasional tetapi dia harus didorong sampai ke bawah sampai kepada kebijakan-kebijakan daerah sehingga betul-betul pemenuhan hak asasi manusia dapat langsung dirasakan oleh warga negara dan saat ini Komnas HAM mendorong apa yang sering disebut sebagai human right cities, kota ramah HAM yang didalamnya juga kami mendorong kepada walikota dan bupati agar memberikan perhatian khusus kepada kelompok-kelompok rentan, utamanya kelompok disabilitas dan ada beberapa yang bisa dijadikan contoh misalnya Wonosobo. Mungkin ada yang dari Jawa Tengah bahkan kalau tidak salah tahun ini Wonosobo sudah menyiapkan Perda hak asasi manusia. Jadi ada Perda hak asasi manusia ini sangat menarik dan kami berharap sharing pengetahuan-pengetahuan yang bagus bisa ditransformasi dapat dimediasi oleh para Anggota DPD karena saya kira peran DPD kan bagaimana bisa memaksimalkan masing-masing wilayahnya itu memiliki satu kemajuan-kemajuan khusus ya khusunya dibidang hak asasi manusia dan saling sharing diantara DPD ya saya kira juga bagus untuk melihat sudah seberapa jauh masing-masing daerah atau wilayahnya telah mencapai kemajuan dan kekurangan apa yang bisa diberikan terhadap daerah-daerah yang lain. Yang kedua, tadi juga disampaikan bahwa Undang-Undang Kebiri ini terkait dengan Undang-Undang Kebiri. Komnas HAM tadi sudah disampaikan oleh Pak Ketua dan kami perlu sampaikan bahwa hari 2 hari yang lalu ya 15 Februari, 2 hari yang lalu kita sudah melakukan release siaran pers kepada mengundang banyak media ke Komnas HAM terkait pandangan Komnas HAM tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual. Jadi sebagian yang tadi juga sudah disampaikan. Jadi memang Komnas HAM sangat melihat pentingnya dimensi pemenuhan dimensi pemenuhan atau penghormatan pada hak asasi manusia terutama terkait bagaimana berikan perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang sebenarnya bagian dari hak hidup ya, right to life dan itu betul-betul dijamin oleh Undang-Undang di dalam Undang-Undang 39 Tahun 1999. Dan yang ditekankan di dalam Komnas HAM adalah dua hal sebetulnya yang pertama sebaiknya kejahatan seksual itu lebih ditekankan untuk diutamakan aspek pencegahan. Yang kedua adalah aspek rehabilitasi terhadap para korban. Nah pencegahan ini sebetulnya sudah ada peraturannya bapak-ibu sekalian yaitu Nomor 5 Tahun 2014 tentang gerakan anti kejahatan seksual terhadap anak. Itu saya kira bisa dimaksimalkan dalam kaitannya untuk membangun upaya-upaya pencegahan dan upaya pencegahan ini saya kira akan jika dimaksimalkan mungkin akan semakin meningkatkan bukan hanya mengurangi tingkat kejahatan tapi meningkatkan pengetahuan masyarakat kita tentang pentingnya kita semua untuk melihat aspek kejahatan seksual sebagai bagian dari persoalan yang harus kita hadapi secara bersama-sama dan harus kita hadapi dengan perspektif yang multi demansional kita tidak boleh apa namanya terlalu reaksioner atau reaktif, utamanya hanya memberikan hukuman penjahat itu tanpa kita melihat aspek-aspek lain bagaimana sebetulnya dalam kontek yang sering diperdebatkan di Komnas HAM pemberian hukuman yang bersifat kejahatan fisik itu ya maksud saya yang kaitannya dengan pengurangan integritas fisik dan mental seseorang itu sebetulnya tidak berbanding lurus dengan penghilangan kejahatan itu sendiri dan ini sudah terbukti di banyak negara. Saya kira begitu masukan dari kami. Mungkin ada dari Mba Wati atau yang lain mau menambahkan, silakan. Demikian pimpinan kami kembalikan ke pimpinan kalau ada diskusi berikutnya Insya Allah kami bisa menjawab. Terima kasih pimpinan.
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
7
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Kita beri applause dulu untuk teman-teman dari Komnas HAM. Terima kasih untuk paparannya yang luar biasa walaupun tentunya ada beberapa yang menggelitik saya juga untuk bertanya dan tentunya juga teman-teman saya. Oleh karena itu kami persilakan kepada Bapak/Ibu Anggota Komite III DPD RI untuk menanggapi atau mau bertanya penjelasan dari narasumber kita kali ini. Saya persilakan dulu sebelah kanan dari sebelah kanan Ibu Emilia ya terus kemudian kiri Mervin, Ibu Suryati. Yang lain, Pak Jajuli baik Ibu Maria. Iya yang pertama kami persilakan kepada Yang terhormat Ibu Emilia Contessa Senator dari Jawa Timur. PEMBICARA: Hj. EMILIA CONTESSA (JAWA TIMUR) Terima kasih Pimpinan. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang saya hormati Bapak-bapak dari Komnas HAM, bapak dan ibu ya. Kemudian Pimpinan dan rekan-rekan para senator yang saya muliakan. Bicara masalah hak daripada disabilitas tentu buat saya pribadi sangat menarik karena saya ingin bicara masalah bukan masalah kejahatan seksualnya tapi saya ingin bicara hak dari para disabilitas Di Jawa Timur ada beberapa tempat yang secara berkala saya datangi sekolah-sekolah SLB ada beberapa yang rata-rata sebetulnya para pembinanya atau pelindungnya itu adalah istri bupati. Saya sangat kesenangan pada waktu saya mendapat informasi bahwa pelindung atau pembina mereka itu adalah istri bupati pada umumnya tapi pada kenyataannya hampir semua sekolah SLB itu di daerah mereka mengeluh karena sepertinya mereka tidak mendapatkan perhatian, alat-alat sekolah yang tidak cukup kemudian guru-guru yang hampir tidak ada jadi ibu pimpinannya itu yang akan mengajarkan mereka sehingga ada beberapa yang mereka saya pernah sampaikan juga, mereka meminta kepada saya untuk di berikan alat-alat salon agar mereka bisa belajar nyalon. Sebetulnya kan kita kita harus membuat, mempersiapkan anak-anak disabilitas itu untuk bisa mereka mandiri, untuk tidak tergantung kepada orang tapi apabila sarana, pendidikan, ilmu yang mereka harus dapatkan dan itu tidak lengkap, tidak sempurna, tidak cukup bagaimana kita mengharap anak-anak kita disabilitas mereka bisa mandiri itu pertama walupun saya tidak mengingkari ada beberapa anak-anak disabilitas yang mereka mempunyai kecerdasan yang baik sekali sehingga ada beberapa universitas di Jawa Tmur antara lain Umbra, ada anak-anak kita disabilitas yang juga sudah kuliah di Umbra dan beberapa universitas yang lain. Ini juga saya sangat mengapresiasi dan saya berharap anak-anak kita para anak-anak kita disabilitas itu mereka juga mendapatkan apa itu namanya menggunakan hak dan kesempatan yang sama sebab kalau kita berbicara disabilitas di Indonesia, Amerika saja contohnya sangat berbeda seperti langit dan bumi kemudian kebetulan ada keponakan saya dia warga negara Amerika dan dia tidak punya tangan karena kena kanker karena sekali pada waktu itu dan dia kuliah, dia ambil komputer dia dibayar gaji yang sama dengan orang-orang yang apa yang normal seperti itu. Nah itu yang sebetulnya kita harapkan, yang kita bisa harapkan untuk bisa didapatkan kepada anak-anak kita yang disabilitas. Kemudian yang kedua, saya juga pergi ke beberapa perusahaan di Jawa Timur yang saya tahu mereka menerima karyawan dari disabilitas. Saya datangi ada beberapa perusahaan, ada perusahaan sepatu ada beberapa perusahaan yang lain dan itu saya datangi satu persatu saya ingin melihat langsung, apa betul, bahkan saya sangat mengapresiasi bahkan ada salah satu di antaranya itu dia yang meng-create, dia yang mendesain jadi sangat sangat penting posisinya di perusahaan sepatu itu, ada salah satu sepatu, Kashogi apa begitu RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
8
di Jawa Timur antara lain salah satunya. Kemudian anak-anak yang saya merasa kurang diperhatikan pendidikannya, haknya saya sudah pernah juga sampaikan kepada Ibu Mensos dan saya pada waktu itu memang agak keras bicara kepada Mensos karena saya selalu bicara bahwa hak dan kewajiban anak-anak kita para disabilitas dengan anak-anak yang normal tentu sama. Jadi seharusnya pemerintah memberikan perhatian juga kepada anak-anak kita disabilitas sama dengan termasuk pendidikannya dan haknya yang lain kepada sama dengan anak-anak kita yang lain begitu. Dua minggu setelah kami RDP itu memang ada perintah dari Menteri Sosial untuk mendata seluruh disabilitas yang ada di Indonesia. Saya hanya menunggu tindak lanjut dari apa, dari ini dari perintahnya Mensos tapi ternyata sampai hari ini sudah berjalan sudah masuk ke-2016 juga belum ada tindakan apa-apa. Saya hanya berharap ke depan mungkin pimpinan kita bisa melakukan sesuatu untuk supaya kita bisa memberikan perhatian lebih dan memberikan hak kepada anak-anak disabilitas sebagaimana yang didapatkan oleh anak-anak kita yang lain. Saya akan kembali ke Jawa Timur, dan saya akan Insya Allah saya akan keliling lagi mendatangi beberapa SLB yang belum saya kunjungi sebelumnya. Saya kira cukup sekian. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Wa’alaikum salam. Terima kasih Ibu Emilia. Selanjutnya yang terhormat Bapak Mervin Sadipun Komber ,Senator dari Papua Barat. PEMBICARA: MERVIN SADIPUN KOMBER (PAPUA BARAT) Terima kasih pimpinan. Pak Ketua Komnas HAM yang saya hormati. Saya pikir di Undang-Undang tentang Disabilitas ini saya mau tanyakan itu begini tadi disampaikan tentang adanya beberapa transportasi umum sarana-sarana dan prasarana yang tidak pro terhadap kaum disabilitas. Bagaimana caranya sehingga harus dalam aturan Undang-Undang ini kita mencantumkan sanski yang tegas atau sanksi yang ringan atau bagaimanalah saya minta pandangan ini dari Komnas HAM sehingga maksud saya adalah ada ruang bagi teman-teman disabilitas terutama kalau kita lihat di pesawat terbang atau di bis atau di kapal laut itu. Contoh kecil di kapal laut pak itu toilet-toiletnya itu sangat tidak standar untuk mereka, itu contoh kecil. Bagaimana kita harus mencantumkan sehingga adanya kerjasama yang apa terpadu antara Komnas HAM dengan atau badan apalah yang dibentuk dalam Undang-Undang ini untuk memperhatikan hak-hak dari para penyandang cacat terutama terkait dengan pelayanan sosial dan aksesibilitasnya. Yang kedua, saya agak sedikit apa yah trenyuh istilah Jawanya mungkin dengan tentang hukuman kebiri ini. Bagaimana pandangan Komnas HAM sehingga mengatakan itu tidak efektif sedangkan belum dilaksanakan. Contoh kecil kalau hanya hukuman tahun-tahun 1, 2 tahun dia keluar pasti lagi dia akan melakukan itu. Di Cina itu koruptor dihukum mati ada efek efektif bisa menekan angka korupsi tetapi kenapa mengkebiri atau hukuman terhadap itu masih diberi tanda petik atau diberi lampu merah atau lampu kuning oleh Komnas HAM sedangkan yang kita harus lihat ini adalah masa depan anak itu. Hak asasi anak itu sudah tercabut dari awal ketika dia mengalami pelecehan seksual atau dia mengalami korban daripada pencabulan itu sehingga saya mengkhawatirkan akan terjadi pengadilan-pengadilan jalanan oleh massa kalau kemudian hukum yang dikenakan kepada mereka para pelaku kejahatan seksual ini tidak sebanding dengan apa yang dibuat terhadap RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
9
mereka yang menjadi korban itu. Contoh kecil pak mungkin beberapa hari yang lalu kan mungkin kalau kita lihat di media sosial itu kasus pelecehan seksual yang terjadi di Timika dia lari ke hutan dalam keadaan telanjang mohon maaf lalu kemudian ditangkap oleh warga masyarakat dan diperlakukan seperti binatang ya karena itu warga merasa bahwa diserahkan ke Polisi akan sama saja seperti itu tapi berhasil juga dia diselamatkan oleh polisi. Di beberapa tempat Papua Barat ada satu kasus ketika ketahuan itu dia langsung di tombak di bunuh di tempat karena menurut mereka kalau masuk ke hukum positif tidak akan terselesaikan mending di bunuh saja karena dia juga merusak keluarganya. Saya minta pandangan ini pak, soal ini kenapa sampai belum dilaksanakan sudah disampaikan bahwa ini tidak akah menurunkan angka bagi para pelaku kejahatan. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Bapak Mervin. Yang selanjutnya yang terhormat Ibu Hj. Suryati Armaiyn, Senator dari Maluku Utara. PEMBICARA: Hj. SURIATI ARMAIYN (MALUKU UTARA) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi. Pimpinan serta sahabat-sahabat senator, Komnas HAM, pimpinan dan jajarannya yang saya hormati. Sudah jelas kalian apa yang bapak sampaikan tentunya kita tahu bersama selama ini pemerintah kurang ramah atau kurang memperhatikan kebutuhan fasilitas dari disabilitas ini tentunya dengan RUU ini kita akan mendorong Insya Allah supaya apa yang mereka butuhkan itu bisa terpenuhi. Tadi bapak sampaikan masalah pemerkosaan yang ditanya oleh petugas kesehatan kemudian kalau di sekolah mereka diberhentikan, sudah sejauh mana Komnas HAM ini bekerja sama dengan instansi atau departemen terkait ini. Nah untuk itu perlu ada suatu hubungan kerjasama koordinasi yang baik sehingga tidak terjadi hal-hal yang demikian. Kemudian kedua, apa yang disampaikan Pak Mervin tentang hukuman kebiri kalau saya pribadi saya juga tidak setuju karena dari sisi agama juga barangkali tidak pas itu kemudian tadi bapak katakan juga bahwa masalah HAM juga. Jadi di sini Perpu tentang pemberian hukuman kebiri sebaiknya dipertimbangkan lagi dan tidak terbitkan barangkali disini Perpu tentang pemberian hukuman kebiri diberikan hukuman yang seumur hidup, selama-lamanya apa begitu jadi kalau dipertimbangkan lagi seolah-olah ya antara ya atau tidak seperti itu RUU itu harus kita tegas saja kalau tidak setuju ya tidak setuju dengan pemberian hukuman seumur hidup ya. Saya pikir ini saja. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Ibu Suryati. Yang selanjutnya yang terhormat Ibu Maria Goreti, Senator dari Kalimantan Barat. PEMBICARA: MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR) Terima kasih Ibu Pimpinan. Ibu/bapak Anggota Komite III yang saya hormati dan; RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
10
Bapak dan Ibu dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang juga saya hormati. Dari saya hanya 2 poin, Ibu pimpinan, yang pertama tentang disabilitas tadi bapak sudah banyak menjelaskan kepada kami. Ini saya rasa untuk minggu ini adalah stake holder yang terakhir yang kita bicara mengenai disabilitas ini dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial kemarin sudah menghadirkan para menteri perempuan juga tetapi saya berkali-kali mengatakan bahwa masih ada di Indonesia, di kabupaten yang saya datangi tidak terlalu jauh dari ibu kota provinsi, orang-orang yang dipasung orang-orang yang di taruh di seperti kandang burung ibu dan bapak sekalian sudah sampaikan itu datanya ada faktanya ada, Ibu Wakil Ketua kami juga memberikan support moral kepada saya waktu itu dijemput saja Ibu Maria begitu tapi ketika kita datang ke sana kan rumah kita juga tidak punya, tidak, layaklah untuk menampung orang-orang yang seperti itu dan fenomena itu masih ada ibu dan bapak sekalian. Memang kalau boleh saya walaupun belum terlalu tua untuk mengatakan bahwa kinerja pemerintah kita mundur menurut saya karena justru mereka-mereka yang ada di dekat-dekat jalan itu, di pasar-pasar kita masih bisa melihat mereka berjalan-jalan. Pernah terpikir kemana ya dinas sosial dan sebagainya begitu. Pertanyaan saya kepada ibu dan bapak sekalian dari Komnas HAM apakah ada pemetaannya pak kalau kemarin Ibu Khofifah Indarparawansa itu mengatakan Indonesia harus bebas pasung kaya-kaya begitu tapi apakah ini diikuti oleh apa namanya, pemerintah atau aparatur atau birokrat di bawahnya, aparatur sipil negara dibawahnya artinya sampai ke kabupaten ataupun provinsi. Ternyata itu juga mereka mengatakan kami tidak mampu seperti yang diharapkan oleh kita semua. Jadi adakah pemetaannya itu dan kalau misalnya adakah kepikiran dari ibu dan bapak dari Komnas HAM ini, tadi kalau diomongkan mengenai RUU Penyandang Disabilitas itu di poin-poin mana saja kira-kira yang akan dititik tekankan karena pasti RUU itu ada akan dibahas di kami juga di DPD RI Komite III ini bolehkah kami di share kan juga pemikiran-pemikiran Bernas dari ibu dan bapak sekalian. Yang kedua dari saya, walaupun ini agak di luar agenda kita Ibu Pimpinan, saya mohon maaf dan saya minta Komnas HAM menjawab pertanyaan saya bagaimana dengan hukuman mati di Indonesia karena walaupun ini bukan tema kita pagi ini tapi saya ingin mendengar meskipun pada saat tanggal 28 Oktober lalu kami mengajak anggota komisioner dari Komnas HAM juga untuk hadir disarasehan mengenai hukuman mati itu tapi saya rasa hari ini juga saya ingin mendengarkan pikiran-pikiran dari Komnas HAM mengenai hukuman mati di Indonesia. Itu saja Ibu Pimpinan dari saya. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih. Satu lagi yang terhormat Bapak Stefanus dari Sulawesi Utara. PEMBICARA: Ir. STEFANUS B.A.N LIOW (SULAWESI UTARA) Terima kasih Ibu pimpinan. Komnas HAM yang kami hormati. Teman-teman senator, staf ahli dan semua yang hadir di tempat ini yang saya sangat hormati. Saya memberikan apresiasi kepada Komnas HAM yang selama ini berjuang untuk hak asasi manusia sekalipun memang disadari dan diakui dalam perjuangan ini banyak kendala, banyak hambatan yang dijumpai. Berkaitan dengan disabilitas ini memang kalau umum dikaji Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat lebih memberikan penekanan pada pendekatan kesejahteraan dana rehabilitasi maka dalam Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas ini pada pemenuhan hak asasi RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
11
manusia alangkah lebih baiknya memang demikian selain pada pendekatan kesejahteraan dan rehabilitasi tetapi juga pada pemenuhan hak-hak asasi manusia sebagaimana yang telah di paparkan oleh Ketua Komnas HAM tadi harusnya ada penyediaan tentang fasilitasnya tetapi kami ingin mendapatkan masukan dan informasi kira-kira kalaupun mau dihitung dengan angka-angka dalam hal mereka untuk mendapatkan hak pekerjaan sejumlah instansi yang tertentu ada berkembang sampai 2% minimal 2% memang jumlah-jumlah seperti ini perlu dimasukkan supaya sebagai suatu kewajiban kalau tidak semaunya instansi perusahaan pemerintah daerah pemerintah pusat dan seterusnya tidak akan ambil di situ dan memang sanksinya kira-kira apa kalaupun itu tidak dipenuhi oleh instansi. Kemudian berkaitan dengan hukum kebiri dari awal dalam berapa kali kegiatan expert meeting, RDP dan seterusnya saya pun secara pribadi menyatakan tidak sependapat dengan rencana Perpu untuk hukum kebiri ini sekalipun memang perbuatan pelakunya mohon maaf saya pakai kata seperti bahkan melebihi binatang tetapi dia tetap orang sehingga memang perlu mungkin untuk efek jera adalah hukuman yang setimpal, yang seberat ada yang mengatakan kalau pakai hukum kebiri tinggal dengan suntik 2 tahun dia akan kembali lagi. Jadi seperti hal tidak. Jadi lebih baik memang hukum yang seberat-beratnya tetapi ke depan juga memang langkah-langkah pencegahan itu memang dibutuhkan karena seseorang melakukan itu mungkin karena orang tuanya, karena orang sekitarnya sehingga dalam rangka pencegahan itu memang perlu melibatkan banyak orang, teristimewa atau yang terutama adalah dalam lingkup keluarga. Berkaitan dengan penghapusan Rencana Undang-Undang penghapusan tentang KDRT ini Undang-Undang sebelumnya kan sudah 11 tahun atau 10 tahun yang lalu tentu upaya untuk melaksanakan penghapusan dari visi undang-undang ini. Memang 11 tahun pemberlakuan Undang-Undang Penghapusan KDRT ini di lapangan memang dijumpai sosialisasi yang terbilang kurang, sosialisasinya terbilang kurang demikian pun juga dengan pencegahannya, demikian pun juga dengan penindakan hukum karena ada keenggangan, istri enggan mau lapor kepada Komnas perempuan mau lapor kepada pemerintah daerah dengan badan apa pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak karena itu katanya masalah internal keluarga padahal kalaupun itu disosialisasikan dengan hukuman yang berat sebagaiman yang sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Penghapusan KDRT maka ini adalah satu pendekatan untuk meminimalisasi terjadinya KDRT yang di daerah kami juga ini dari data kepolisian yang kami jumpai justru memang terjadi peningkatan KDRT di Sulawesi Utara itu yang dilaporkan atau yang dijumpai oleh pihak kepolisian. Barangkali Ibu Pimpinan, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Terima kasih Pak Stefanus. Ada yang lain? Cukup. Mungkin ada satu tambahan dari saya Pak Ketua, ini ada titipan aspirasi juga dari dari teman saya yang tidak hadir. Berdasarkan informasi seorang penyandang disabilitas salah satu mahasiswa pasca Ilmu psikologi di UGM yang sedang melakukan penelitian tugas akhir mengenai kekerasan terhadap penyandang disabilitas kekerasan yang dimaksudkan dalam hal ini termasuk kekerasan secara seksual terhadap penyandang disabilitas di Indonesia yang sering sekali terjadi namun sangat sulit diungkap karena keterbatasan mereka dan adanya pandangan masyarakat timur yang cenderung memilih menutup aib. Jadi salah satu upaya untuk memberikan efek jera yaitu dengan memberikan hukuman yang menurut dia adalah hukuman mati atau seumur hidup, atau hukuman suntik kebiri. Jadi ini dia sedang melakukan tugasnya di sana. Jadi apa saja kirakira upaya untuk mengadvokasi agar peristiwa ini tidak terulang-ulang terjadi karena di Jogja terjadi dan bagaimana pandangan Komnas HAM mengenai hak pendidikan karena begini RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
12
salah satu yang kasian di Jakarta ini ada seorang yang buta warna dia sudah S1 pada saat dia melamar ke pekerjaan yang sifatnya administratif sebetulnya tidak memerlukan warna dan sebagainya dia ditolak, akhirnya sekarang dia ending bekerja sebagai kuli bangunan, itu sangat miris sekali, itu banyak terjadi di Jakarta. Terus kemudian bagaimana pandangan Komnas HAM mengenai aturan diwajibkannya Universitas Negeri seperti berorientasi ke pendidikan seperti Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Jakarta, UPI Bandung, Universitas Negeri Medan mengenai kewajiban membuka program studi pendidikan luar biasa. Kemudian apa saran dari Komans HAM mengenai dibentuk Komite Nasional Disabilitas sehingga penyandang disabilitas dapat terpenuhi hak-haknya secara efektif, efisien dan tepat sasaran dan terakhir bagaimana saran dari Komnas HAM agara para penyandang Disabilitas bisa terpenuhi hak pendidikannya secara optimal. Oleh karena itu baik pendidikan Paud, sekolah dasar, sekolah menengah itu minimal harus memiliki satu orang guru dari program studi pendidikan luar biasa yang bertugas mendampingi anak penyandang disabilitas. Sekian dari kami Pak. Dipersilakan untuk menjawab. Terima kasih. PEMBICARA: NUR KHOLIS (KETUA KOMNAS HAM) Terima kasih Ibu Pimpinan, para Anggota. Saya akan mendahului karena kewajiban nanti kita akan share kepada seluruh para Anggota dan jajaran. Ibu Emilia walaupun tidak ada mungkin apa yang menjadi, apa yang sudah dilakukan oleh Ibu Emilia dengan memberikan perhatian kunjungan-kunjungan ke SLB itu merupakan langkah yang yang sangat baik karena itu perspektif HAM nya kuat menurut saya karena kan memang di negara yang seperti Indonesia ini menjadi minoritas, menjadi kelompok rentan itu tidak banyak teman itu pengalaman Komnas HAM. Penyandang disabilitas ini kalau mereka tidak berjuang sedari awal, dari dulu negara itu sebenarnya sangat pelan memberikan perhatian pada mereka. Nah kesadaran-kesadaran biasanya akan muncul setelah melihat langsung dan atau biasanya kalau ada anggota keluarganya. Jadi memang ini edukasi terkait dengan kelompok-kelompok yang memiliki kebutuhan khusus atau penyandang disabilitas ini memang harus terus ditingkatkan di kursus juga harus kita lebih cerdaskan saya kira itu menjadi catatan penting tapi kalau bapak/ibu semua itu sudah mengunjungi dan mengambil beberapa langkah menyarankan kepada pemerintah, Komnas HAM itu sangat mengapresiasi sekali. Kemudian terkait dengan ini juga pertanyaan yang umum tadi saya dengar terkait dengan mempekerjakan mereka mungkin kita tidak atau belum bisa semaju seperti di Amerika dimana orang yang memiliki kemampuan. Orang itu dinilai dari kemampuan kalau di negara-negara yang develop bukan dinilai dari keluarganya atau lulusannya tapi dari kemampuan itulah yang dia dibayar. Nah kalau dia bisa menunjukkan kemampuan yang sama ya itu yang dia mendapatkan upah yang sama. Itu kira-kira dan pointnya itu yang harus didorong di dalam seluruh peraturan Republik Indonesia. Pak Mervin, terkait dengan pengaturan dan sanksi. Memang penyandang disabilitas akan di beberapa peraturan itu memang ada yang tidak ada sanksinya pak tetapi terkait dengan Undang-Undang ini hendaknya harus diberikan sanksi tetapi jenis sanksi itu itu yang menjadi diskursus yang menarik. Jadi tergantung tingkat kesalahannya. Nah ini yang menjadi penting bagi pengaturan terkait penyandang disabilitas ini. Apa yang disebut UndangUndang yang tidak memiliki sanksi-sanksi tapi sebenarnya mengandung rekomendasi. Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia itu banyak larangan, banyak perintah tapi di pasal-pasal terakhir itu tidak ada sanksinya. Negara wajib memenuhi hak atas pendidikan kesehatan semuanya hampir 40-an hak diatur dalam Undang-Undang 39 karena RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
13
dia turunan dari Undang-Undang Dasar, dari konstusi tetapi di pasal berikutnya itu tidak ada hanya memerintahkan Komnas HAM untuk melakukan monitoring, melakukan mediasi, melakukan pengkajian dan penyuluhan atas pelaksanaan hak-hak tersebut di atas. Kira-kira begitu. Nah tetapi sebagaimana Undang-Undang biasanya yang penting itu saya mau kembali ke awal dulu pak, kenapa Undang-Undang 39 tidak ada sanksi? Filsafatnya begini pak, ini sedikit sharing saja. Kalau di negara-negara yang cukup maju dimana ekonominya sudah cukup cukup mapan, orang kalau dibilang melanggar HAM itu malu apalagi sampai Komnas HAM membuat rekomendasi bahwa anda sudah melanggar HAM langsung malu itu tindakannya luar biasa pontang panting tapi di Indonesia kalau tidak tertangkap tangan itu apalagi hanya rekomendasi itu memang kita mengalami penurunan peradaban pak. Dulu Indonesia itu mungkin tidak begini dulu kalau dibilang apa kita itu melanggar hak orang lain itu seingat saya malu pak seingat saya ya saya lahir besar di kampung juga di kampung pak nah itu malu tapi sekarang tidak nah itu problem Indonesia yang paling mendasar. HAM itu sebenarnya diatas hukum dia filsafat jadikan filsafat pasti diatas hukum. Nah makanya sebenarnya menjalankan tugas di Komnas HAM ini kalau menjalankan Undang-Undang 39 itu ya pendakwah pak, filsafat. Nah filsafat itu memang tidak ada sanksinya karena dia moral tapi itu mendasarkan kepada masyarakat yang memiliki peradaban yang cukup tinggi nah itu koreksi Komnas HAM, kita itu mengalami peradaban yang menurun kita tuh malu kalau sampai sudah. Makanya KPK itu lebih efektif karena dia punya sadap kemudian tangkap tangan. Nah kita mengatakan memang Undang-Undang 39 itu lebih tinggi pak dari KPK dari tata urutan perundang-undangan karena moral kita, kita tidak ngomong hukum bu hukum itu di bawah moral, memang moral tidak menyelesaikan masalah tapi moral itu adalah ukuran sebuah bangsa kira-kira begitu Pak. Kami tetap akan memperjuangkan disitu, di moral itu. Beda dengan Undang-Undang yang kami mandati juga Undang-Undang 26. Kami ini kan punya 3 Undang-Undang Pak Mervin, Undang-Undang 26 kalau ada pelanggaran HAM berat. Pelanggaran berat berbeda lagi, tidak sebagaimana diatur oleh Undang-Undang 39 kejahatan yang luar biasa maka kami sebagai nah kita sudah menyelidiki 10 kasus termasuk Wasior Wamena itu sudah kita selidiki dan kasusnya ada di Jaksa Agung malah sudah 3 hari ini saya dengan Jaksa Agung lagi mengawasi 2 tim kami sedang bertemu tim penyelidik dan penyidik di Bogor sudah kita temukan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang berat. Itu kira-kira kalau itu Undang-Undangnya mengatur apa yang dimaksud kejahatan, sanksinya juga ada, nah itu yang kita jalankan. Kemudian soal jadi kalau soal RUU ini pak menurut saya memang kita harus merinci jenis-jenis hukumannya nanti. Misalnya tadi ada pertanyaan kalau misalnya di jalan-jalan, di mobil itu tidak ada apa menyediakan, di kantor-kantor, di gedung-gedung tidak menyediakan yang paling efektif menurut Komnas HAM itu adalah administratif. Cabut izinnya, cabut izin operasinya nah itu efektif tetapi itu harus dijalankan oleh lembaga negara yang apa yang memiliki integritas tinggi karena kalau disuap nanti mau tidak jalan itu pak jadi mensyaratkan itu lagi pak. Nah kalau bisa beruntun nanti Undang-Undangnya dibuat begitu jadi supaya apa contohnya seperti itu. Kemudian soal itu sanksinya saya kita begitu pak. Jadi ada yang administratif tetapi yang sifatnya langsung menohok jantungnya begitu tapi bukan penjara. Nah itu kadang-kadang efektif saran kami seperti itu. Kemudian soal kebiri bapak mengalami di mengalami distrust pengadilan misalnya masyarakat yang bapak wakili di Papua Barat pak ya saya beberapa ketemu dengan para anggota MRP. Pak, saya tanya pak kasus-kasus pelanggaran HAM berat mau di bawa ke pengadilan atau rekonsiliasi pak. Macam beragam jawaban beragam jawaban tapi satu jawabannya saya ingat begini pak saya tidak percaya ke pengadilan makanya tidak usah kepengadilan kasus pelanggaran HAM berat karena nanti keputusannya tidak adil tambah sakit hati kami. Begitu bapak. Nah saya pikir ya logikanya sederhana tapi masuk akal. Nah jadi itu kami sampaikan apa informasi itu dan sangat penting informasi itu. Jadi tetapi pak RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
14
masalah jenis hukuman itu berbeda dengan lagi dengan proses penegakkan hukum. Jadi kalau jenis hukuman tadi misalnya soal kebiri bapak begini orang yang melakukan kejahatan pedophilia kan harus dihukum berat bahkan sampai dikebiri kan begitu. Logikanya dalam diskursus hukum ada 2 pak menurut pemahaman Komnas HAM ini pak. Ada teori terbaru bahwa hukuman itu bukan lagi arena balas dendam pak yang hukum yang modern, hukum hukum pidana modern. Jadi hukuman itu hendaklah mengembalikan korban pulih, memulihkan juga pelaku untuk menjadi orang yang baik. Nah karena balas dendam itu teori yang balas dendam itu ternyata banyak riset menunjukkan tidak efektif. Saya ingin menjawab sekaligus tentang hukuman mati. Hasil riset di beberapa universitas menunjukkan tidak ada hubungan sebab akibat antara tindak pidana tertentu korupsi, pembunuhan berencana termasuk pelanggaran HAM berat dengan jenis hukum hukumannya dijatuhkan utamanya hukuman mati karena pidana itu sendiri tindak pidana itu sendiri tidaklah berdiri sendiri. Kemudian yang kedua hukuman itu juga tidak berdiri sendiri. Misalnya begini pak Komnas HAM itu tidak setuju banget dengan narkoba, peredaran narkoba kami tahu dampaknya kepada anak dan lain sebagainya. Kami juga tidak setuju dengan kejahatan terhadap anak kami kutuk itu kalau ada di apa peradaban itu itu sudah tidak manusia tetapi di sisi lain kami juga harus melindungi hak lain, kami juga tidak setuju kalau ini kemudian dijadikan arena balas dendam. Maka kebiri termasuk hukuman mati bukanlah jawaban, terbukti karena yang terjadi itu adalah di Indonesia di masyarakat kita itu kadang-kadang kalau ada hukum, orang melakukan kejahatan kita hukum seberat-beratnya, dendamnya terbalaskan. Nah sebagai orang yang negara yang penuh dengan kasih sayang dan Pancasila dimana ya perasaan orang Indonesia itu seperti sekarang yang hilang, yang menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia. Nah itu kira-kira yang menjadi pertimbangan kami kenapa kami menolak hukuman mati, kami menolak kebiri, kami pada sisi yang sama sekaligus kami mengutuk yang namanya narkoba pelanggaran HAM berat, kejahatan terhadap anak dan perempuan dan seterusnya termasuk korupsi korupsi kami menolak keras karena itu pelanggaran HAM tapi kami juga tidak setuju dengan hukuman mati. Lantas bagaimana mengatasinya? Misalnya narkoba pak, saya tanya Pak Lauli, Pak Lauli data menunjukkan 60 persen peredaran narkoba kan ada di penjara terus kenapa kita salahkan hukuman matinya kalaupun kita mau menghabiskan narkoba di Indonesia koreksi kita semua. Penjara 60 persen beredar kok siapa tahu kalau penjara kita rapikan berkuranglah 40 persen. Kalau aparatnya kita bersihkan berkuranglah 20 %. Kita stop agennya dari luar negeri berkuranglah tambah lagi 20 persen maka narkoba dalam 5 tahun ke depan habis sekarang ini sibuk kita mendebatkan soal hukuman mati dan tidak pengaruh disana ditembak 15 orang berikutnya, hari berikutnya ditemukan sarang narkoba yang luar biasa. Di Cina hukuman mati diterapkan itu terkait dengan sistem yang lain karena otoriter itu negara jadi bukan semata-mata orang kapok melakukan korupsi itu karena digantung tetapi ada elemen lain yang mengikuti. Negara itu otoriter banget, otoriter. Jadi sistem itu mempengaruhi kemudian yang harus melihat kajian itu lebih luas negara itu relatif otoriter menurut saya, saya koreksi relatif otoriter. Nah oleh karena itu bapak/ibu semua Komnas HAM hendak mengajarkan bahwa pemenuhan hak itu adalah sejalan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang penuh dengan kasih sayang dan tidak melakukan upaya balas dendam melalui upaya-upaya legal termasuk membuat UndangUndang yang kemudian mendidik masyarakat yang tidak menghormati HAM dan menyuburkan dendam di masyarakat. Kemudian berikutnya soal Bu Suryati ya. Terima kasih bahwa sejauh mana koordinasi Komnas HAM dengan lembaga-lembaga terkait, terkait dengan berbagai aspek. Saya kira yang paling dekat itu kerjaan Komnas HAM itu bapak/ibu semua itu ya dengan DPR RI dan DPD karena punya-punya konstituen yang di sana yang diurus Komnas HAM itu rata-rata konstituennya bapak/ibu semua. Ada 5.000 kasus setiap tahun dan itu rata-rata mereka adalah konstituen dari DPR atau DPD yang kita urusi terkait dengan pemenuhan hak RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
15
sipil politik ekonomi, sosial budaya dan seterusnya. Hanya seperti saya katakan tadi Komnas HAM ini sifatnya rekomendasi. Nah kita rekomendasikan kepada pemerintah, pemerintah ini kan kadang-kadang aparatur penegak hukum, aparatur negara kalau tidak ketangkap tangan di Indonesia masih banyak itu walaupun yang baik saya akui banyak, banyak juga. Kalau tidak tertangkap tangan belum mau mengakui kesalahan atau belum mau menjalankan kewajiban tapi kalau hanya rekomendasi maka diabaikan tetapi Komnas HAM akan tetap berjuang disitu karena ini memang masih perlu proses. Hukuman kebiri tidak sesuai dengan agama, saya tidak masuk kesitu itu bu karena itu tadi saya kutip pendapatnya Ibu Suryati karena ini mungkin wilayahnya lain. Saya monggo saja karena itu pendapat freedom of speech kami menghormati itu tapi mungkin nanti khususnya forumnya berbeda. Mbak Maria. Memang soal penyandang disabilitas ini dipandang sebagai orang yang berbeda itu sebenarnya dari tahun ke tahun berkurang ya tetapi faktanya orang masih banyak dipasung. Di Jawa Timur itu juga masih banyak orang yang dipasung hampir setengah desa orang dipasung karena dianggap gila itu juga masih ada. Nah oleh karena itu memang yang paling konkrit menurut saya kita marahi lah kontrol itu pemerintahnya karena begini alasannya kasus Gafatar, Komnas HAM menyesalkan tindakan pemerintah tapi apa komentar Komnas HAM meminta saudara gubernur, meminta saudara bupati mengambil alih tanggung jawab. Ada 2 hal alasan kami bu pertama itu wilayah mereka, yang kedua mereka yang pegang anggaran. Nah uang negara ini ya untuk mengurus-urusi yang seperti itu, kewenangan yang diberikan negara itu ya untuk untuk itu. Nah kasus-kasus yang seperti ini bu memang ibu bisa saja menempatkan mereka mereka karena konstituen kita ke kantor kita, kantor perwakilan itu apa namanya bu? Kantor perwakilan DPD itu punya semacam kantor ya tetapi tapi peruntukkannya bukan itu karena sudah ada anggaran negara yang disediakan dan berdasarkan Undang-Undang 39 itu kewajiban gubernur, bupati. Komnas HAM paling seneng memanggil-manggil bupati, gubernur kalau lalai melakukan hal-hal sesuai dengan kewenangan kami tentu. Nah tapi mari kita letakkan kerangka negara ini pada kontek hukum tata negara yang benar. Siapa yang dikasih otoritas, siapa yang pegang anggaran dia yang harus bekerja. Nah kita boleh, Komnas HAM boleh, tapi sifatnya membantu DPD boleh tapi membantu jadi stimulus. Kalau kemudian diserahkan kepada kita ya sudah kami saja yang jadi walikota, kami saja yang jadi gubernur kan begitu. Ada tidak usah ini, parkir saja, anda awasi saja kami tapi ketatanegaraannya rusak. Nah itu jadi saya kira kami ingin mengkontekskan lagi supaya tata negara kita, hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam hak asasi manusia itu menjadi ini benar lagi bu. Jadi contoh itu disampaikan saja kepada Pak bupatinya dan atau gubernur bila perlu saya mendukung Pimpinan DPD kirim surat teguran entah apa cari dasar hukumnya, kirim surat keberatan kepada kepala daerah karena didaerah anda masih ada ini, ini, ini hasil kunjungan kita ke lapangan. Tidak menyalahi menurut saya bu kan kita dipilih oleh rakyat kita ditugasi oleh negara ya memang kadang-kadang untuk membela rakyat kecil itu ya kadang-kadang juga harus tegas walaupun dengan kasih sayang Pak Mervin. Untuk hal-hal tertentu kepada aparat negara perlu tegas sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Nah kemudian kalau soal hukuman mati sudah saya jawab bu. Kemudian kalau soal RUU apa disabilitas nanti Mas Yosa mungkin poin-poinnya dimana yang jadi prioritas tapi biasanya ada dari Komnas HAM. Pak Stevanus. Apa ya prosentasi itu, kita setuju ada persentase intinya di dalam RUU ini nah cuma seberapa besar itu harus ada kajian dari, mungkin gampangannya dari jumlah saja tapi prinsipnya Komnas HAM setuju itu ada persentase tapi nanti dari berapa besarnya itu dari jumlah dari jadi secara kualitatif kami setuju ada persentase tapi untuk berapa persennya itu mungkin gabungkan antara analisis kualitatif dan kuantitatif dari angka-angka. Apakah nanti membandingkan berapa jumlah penduduk Indonesia kemudian berapa jumlah penyandang disabilitas Indonesia seperti disampaikan tadi apa 3 juta misalnya tapi yang terpenting memang saya setuju yang tadi harus ada sanksi kalau tidak dilaksanakan. Nah RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
16
pengaturannya harus tegas di situ sanksi apa yang paling ditakutkan oleh perusahaan sama pemerintah kalau pemerintah dipecat bisa dicopot misalnya sebut saja di undang-undang dapat dicopot kalau pemerintah kalau korporasi dapat dicabut izinnya itu sudah jantungan mereka sama kasus korupsi sebagai tambahan bapak/ibu semua dihukum 3 tahun, 2 tahun dia senyum-senyum pak coba kalau disita seluruh aset kekayaan yang didapat dari korupsi kalau tidak nangis keluar dari KPK. Nah itu jadi memang hukum itu harus efektif sesuai masanya sesuai jamannya. Nah jamannya menurut saya sekarang ini administrasi yang terkait dengan izin perijinan, yang kedua terhadap pelaku-pelaku yang lain itu terkait dengan pencopotan jadi mungkin dapat diatur. Kalaupun tidak langsung di situ dapat pakai perantara misalnya kata-katanya dalam hal pemerintah daerah dalam hal tidak melaksanakan ketentuan ini maka DPR dapat apa yang bersangkutan dapat dilakukan usulan pencopotan misalnya ya apalagi kalau setingkat kepala dinas dan seterusnya, melalui rapat DPR bisa juga pakai antara situ bisa juga melalui atasannya langsung. Nah jadi itu penting. Nah ini kalau bapak kita masuk ke situ ini efek dominonya lain lagi. Saya kadang-kadang setuju pak, kepala daerah terutama gubernur itu ditunjuk oleh presiden. Karena apa? Bisa lebih memudahkan kalau dia salah langsung copot tapi kalau bupati, kepala daerah saya setuju, kami, saya atas nama pribadi setuju dipilih karena itu memang mereka punya wilayah. Nah ini saya kira kalau soal sanksi mungkin saran-saran kami sanksinya itu hal-hal yang demikian yang lebih konkrit. Nah untuk KDRT ini kami setuju adanya, pimpinan. Adanya sosialisasi karena memang begini bu ya kita itu kadang-kadang kalau ada kasus lama banget datang ke Komnas HAN itu nangis-nangis dulu, diajak ngobrol dulu kadang-kadang kami sampai mengganti orang yang menghadapi lalu datang ngadu perempuan nggak nyaman nih ngobrol dengan anggota Komnas kita mundur, ganti yang perempuan, yang perempuan pun masih dia tidak nyaman ganti lagi mungkin yang lebih senior. Nah hal-hal demikian membuktikan bahwa memang korban kekerasan terhadap perempuan ini kalau dia mengadu itu luar biasa. Nah oleh karena itu ada aspek memang kita perlu mengkampanyekan bahwa itu adalah hak bukan masalah internal. Nah yang kedua, kita memberikan apa perlindungan yang sangat luar biasa seharusnya sistem yang kita buat terhadap pelanggaran HAM terhadap perempuan. Kurang lebihnya itu kebetulan laptop saya habis baterei ini saya tidak bisa melihat pertanyaan berikutnya ini. Nah tapi untuk berikutnya saya serahkan atas ijin pimpinan kepada Pak Wiron. Nah nanti Pak Yosa itu mungkin soal penyandang disabilitas kalau ada tambahan. Silakan. PEMBICARA: WIRON (KOMNAS HAM) Saya tidak menjawab satu persatu pertanyaan mungkin umum saja karena tadi sudah dijawab satu-satu sama Pak Ketua. Terkait Undang-Undang Disabilitas memang nanti ini akan ditambahi oleh Mas Yosa yang lebih tahu dari staf kami yang mengikuti kajian-kajian terkait Undang-Undang Disabilitas memang kelakuan dalam perdebatannya yang saya tahu perdebatannya mengarah kepada apakah Undang-Undang ini akan dibuat lebih detail atau hanya disampaikan hal-hal yang umum saja. Saya kira itu masing-masing akan mempunyai kelemahan dan kelebihannya tetapi mungkin saran Komnas HAM akan lebih baik kalau Undang-Undang ini memuat hal-hal umum tetapi ada penegasan setiap apa namanya implementasinya itu dapat langsung ditekankan pada masing-masing instansi terkait karena di dalam konteks disabilitas atau pun konsep disabilitas itu sendiri sebetulnya kalau kita mengacu kepada konsep asalnya sebagai orang dengan kebutuhan khusus dalam kontek kebijakan yang berbasis pada hak asasi manusia sebetulnya yang ditekankan adalah prinsip equality, persamaan. Persamaan itu sebetulnya berbeda dengan penyeragaman. Nah ini sebetulnya yang terjadi di Indonesia kebijakannya itu diseragamkan seolah-olah semua orang punya kebutuhan yang sama padahal ada satu kelompok di masyarakat yang mempunyai RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
17
kebutuhan khusus begitukan. Nah itu sebetulnya dalam kontek disability prinsip inklusif itu sangat penting. Jadi sebetulnya kalau mereka dikhususkan itu malah sebetulnya malah melanggar prinsip inklusifitas kaya sekolah khusus kelompok sekolah luar biasa misalnya sebetulnya itu malah dalam hal tertentu kalau di dilakukan dengan tidak benar malah akan membuat mereka semakin eksklusif. Yang benar itu adalah bagaimana membuat sebuah kebijakan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Pendidikan inklusif itu artinya seluruh pendidikan itu harusnya saya tadi betul harusnya menyediakan satu fasilitas ya semua pendidikan dari Paud sampai kampus, universitas atau perguruan tinggi ini harus menyediakan fasilitas ya aksesibel bagi penyandang disabilitas begitu bukan buat sekolah khusus tetapi bagaimana semua guru itu punya kesadaran inklusif, bisa memberikan pendidikan bukan hanya kepada siswa-siswi atau mahasiswanya yang seperti kita tapi juga bisa memberikan pendidikan kepada siswa-siswi yang punya kebutuhan khusus begitu. Nah ini yang harusnya dibangun dalam pendidikan di tempat-tempat lain juga harus begitu. Di dalam kontek penyediaan transpotasi misalnya itu akses transportasi umum harus aksesibel bagi kelompok disabilitas kita harus cek apakah sudah masuk di peraturan PU misalnya. Nah kalau tidak salah terkait dengan peraturan ketenagakerjaan saya lupa apa namanya nomor berapa tetapi yang saya ingat ada peraturan ketenagakerjaan di Indonesia yang mengharuskan dalam perusahaan 100 orang satu harus kelompok disabilitas. Nah itu yang harusnya di apa namanya ditekankan artinya dia seluruh bidang pekerjaan itu harus aksesibel di kelompok penyandang disabiltas. Dalam hal ini sebetulnya kita sudah kalah jauh dengan India. India bahkan sudah memberikan akses kuota bagi perusahaan khususnya perusahaan-perusahaan besar bagi kelompok penyandang penyakit penyandang leprosi kusta, Indonesia penyandang kusta malah banyak yang di pasung dan perhatian kita terhadap kelompok ini sangat kurang. Karena berdasarkan data yang dihimpun oleh Komnasham kita baru mendapatkan sampai tahun 2012 data yang tersedia hanya ada 20000 penyakit kusta di Indonesia harusnya itu bisa lebih karena banyak yang tidak terdata. Tahun 2013 Kemenkes yang lalu pernah menemukan ada satu daerah khusus di Papua itu ada penyandang kustanya banyak tapi itu belum terdata mungkin Pak Patwa bisa mengecek nanti yang dari Papua. Nah ini artinya bahwa masih banyak kawan-kawan kita bukan hanya mereka tidak mendapatkan akses berbagai bidang ya tetapi di data saja belum nah ini yang menjadi masalah buat kita. Jadi saya kira prinsip dari Undang-Undang Disabilitas ini yang penting adalah bagaimana Undang-Undang ini nanti bisa memberikan penekanan bahwa setiap departemen tertentu itu harus memiliki kebijakan inklusif di pendidikan, di pekerjaan kemudian atau dibidang bidang yang lain. Nah ini memang kalau di dalam konteks hak ekosob kita sendiri sudah meratifikasi melalui UndangUndang Tahun 2005 Nomor 12 pemenuhan dalm kontek hak ekosob (ekonomi, social, budaya) terutama kepada kelompok disabilitas dinilai secara progresif. Nah nanti kalau di dalam Undang-Undang ini diatur juga soal komisi nasional untuk apanamanya disabilitas kira-kira dia bisa melakukan upaya pemantauan sudah sejauh mana negara secara progresif memberikan pemenuhan hak-haknya bagi kawan-kawan penyandang disabilitas begitu. Nah ini sangat penting sekali ini harus perlu diatur soal bagaimana pengaturan dan pengawasan ketika Undang-Undang ini implementasikan begitu. Namun sekali lagi yang paling penting dari Undang-Undang ini adalah menekankan setiap departemen atau kementrian terkait dibawah eksekutif itu memilih kebijakan-kebijakan inklusif bukan malah mengekslusi mereka. Nah itu pandangan umum saya terkait dengan disabilitas. Nah terkait dengan pengebirian tadi, saya kira saya sama dengan Pak Ketua bahwa memang kita sebetulnya sepakat dengan hukuman yang berat, penjatuhan hukuman yang berat tetapi bukan hukuman yang justru sifatnya balas dendam atau sama-sama mencederai martabat manusia begitu ya termasuk pengebirian dan macam nah ini sebenarnya memang harus dicari kalau bukan pengebirian lalu apa. Saya kira banyak hal yang bisa tadi dikatakan misalnya mereka di apa namanya dipindahkan di pulau tertentu untuk menjadi pekerja sosial RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
18
kan masih banyak tidak seperti atau seumur hidup sampai dia bisa tobat atau ada fungsi rehabilitasinya juga di sana ketika sudah dia bisa menjadi baik seperti kita dia bisa dilepaskanbegitu. Jadi ada banyak cara saya kira yang bisa dilakukan tanpa harus membuat hukuman yang justru mencederai harkat dan martabat seseorang dan hukuman yang justru tidak memungkinkan seseorang untuk bertobat padahal kalau dalam agama kan orang tobat itu ampuni kan harusnya kita mencoba yang itu bukan mencontoh yang sifatnya balas dendam. Nah terkait dengan hukuman mati pun sebetulnya prinsip di dalam hak asasi manusia itu kita perlu dibedakan antara anti hukum hukuman mati dan menolak hukuman mati. Kita sadar bahwa seperti di Indonesia khususnya umat Islam itu tidak anti hukuman mati diperbolehkan melakukan praktik hukuman mati tetapi kita menolak hukuman mati dalam konteks sekarang karena hukuman mati yang sekarang ini seperti di obral bahkan ada yang salah orang begitu itu. Nah itu kalau salah orang, orangnya sudah mati bagaimana itu begitu loh. Ini berat ini, itu sebetulnya yang harus dibedakan kalaupun nanti kita itu masih sepakat dengan hukuman mati itu syarat-syarat yang sangat ketat terus diberlakukan. Misalnya kalau di dalam perdebatan kita di Komnas HAM mungkin perlu ada pemberlakuan hukuman mati tetapi ada syarat kedaruratan yang sedemikian rupa sehingga segala daya upaya tidak bisa dilaksanakan presiden bisa melakukan semacam instruksi ke publik di bawah hukuman mati bisa diterapkan. Artinya dalam kondisi sangat darurat begitu misalnya begitu ya tapi dalam konteks sekarang hukuman mati ini menurut saya sangat jauh dari apa namanya keinginan kita untuk mendapatkan keadilan begitu. Banyak yang salah tangkap penjahat narkoba itu cuma kurir yang ditangkap dijebloskan sebagai hukuman mati dan ini sebetulnya yang menjadi keprihatinan kita begitu loh. Memang di dalam kovenan hak sipil politik itu tidak langsung serta merta bahwa kita yang meratifikasi ekosob itu langsung harus dihapus seluruh praktek hukuman mati tetapi harus ada satu klausul tentang progress dari penegakan hukum di Indonesia atau di sebuah negara yang meratifikasi sebuah konvensi sipil politik itu ke depan dapat menghilangkan praktik hukuman mati tapi pada saat yang sama bisa memberikan satu penegakan hukum yang efektif begitu. Nah itu artinya bukan konteks hukuman matinya tetapi pembenahan penegakan hukum secara menyeluruh yang paling penting begitu, aparatur hukumnya dibenahin, lapasnya dibenahin, perilaku hakimnya dibenahin. Nah itu yang paling penting bukan langsung apanamanya membuat jalan pintas dengan memperkuat aspek hukuman matinya. Nah ini sebetulnya yang paling penting yang harus kita cermati. Jadi saya kira perdebatan hukuman mati di Indonesia itu harus dibedakan antara anti hukuman mati dengan dan menolak hukuman mati begitu ya. Saya kira begitu. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Iya oke , kita masih ada waktu 5 menit lagi. Terima kasih. PEMBICARA: YOSA NAINGGOLAN (KOMNAS HAM) Iya, saya Yosa Nainggolan, saya dari bagian pengkajian dan penelitian Komnas HAM. Jadi ada beberapa yang ingin saya sampaikan. Pertama saya ingin mengklarifikasi untuk yang slide, tadi ada slide yang di nomor 4 itu kosong kalau tadi bapak/ibu lihat kemudian yang sudah kita bagikan juga itu kosong ternyata di halaman 4. Itu sebetulnya salah satunya isinya mengenai pandangan umum Rancangan Undang-Undang Penyandang Disabilitas yang di dalamnya itu berisi mengenai jalur kembar atau twin track approach. Jadi dalam RUU penyandang disabilitas itu sebetulnya isinya yang pertama adalah harusnya desain universal. Desain universal itu harus terintegrasi dengan fasilitas umum. Jadi yang kedua, jalur kedua adalah kebutuhan khusus penyandang disabilitas membutuhkan keahlian RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
19
khusus. Jadi twin track ini maksudnya dalam RUU adalah kita membuat sesuatu yang umum yang bisa terintegrasi dengan yang lain. Kemudian yang keduanya ada beberapa hal khusus yang harus diatur dalam RUU ini yang berisi kebutuhan khusus bagi penyandang disabilitas. Jadi itu klarifikasi saya pertama terkait dengan slide yang tadi disitu kosong. Nah kemudian tadi sudah disampaikan oleh Ketua Komnasham sebetulnya RUU penyandang disabilitas yang sudah ada di pembahasan di DPR RI adalah RUU yang berisi 161 pasal yang sebetulnya 3 tahun lalu Komnasham menginisiasi untuk menyusun RUU ini jumlahnya hampir 400-an pasal. Kenapa kemudian menjadi berkurang? Itu ada diskusi panjang yang me-merge jadi menyatukan beberapa pasal-pasal yang dibuat Komnasham sampai kemudian yang dibahas saat ini 161 pasal dan kalau bisa disampaikan di sini bahwa 161 pasal itu menurut kami sudah cukup memadai dalam konteks pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Itu satu. Kemudian saya ingin menyampaikan soal kouta tadi disampaikan di diskusikan kecil soal itu. Kouta 2 per 100 yang ada dalam RUU ini menjadi penting. Kenapa? Karena kuota itu salah satu bentuk kekhususan bagi penyandang disabilitas. Kalau disamakan dengan yang non disabilitas itu tentu saja penyandang disabilitas itu tidak akan sama, tidak akan setara, dia tidak akan equality. Nah RUU ini mencoba mensejajarkan itu, kenapa tidak setara dengan latar belakang pendidikan yang selama ini sulit mereka akses kemudian selama ini juga mereka berinteraksi sangat sulit, untuk mendapatkan pekerjaan oleh karena itu kouta ini menjadi penting. Nah angka 2 per100 itu ada dalam naskah akademis yang disusun dalam RUU Penyandang Disabilitas itu. Salah satu best practice nya waktu itu karena saya mengikuti prosesnya, penyusunannya itu di Provinsi Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan dianggap salah satu provinsi yang bisa menjadi contoh bagaimana kuota 2 per 100 itu bisa digunakan di Indonesia. Jadi itu representasi sebetulnya. Jadi melakukan pengkajian dari berbagai perusahaan dan institusi berapa banyak yang jumlah penyandang disabilitasnya kemudian kita cocokan ternyata 2 per 100 menjadi cukup. Ya jumlahnya. Nah persoalannya adalah tadi disampaikan oleh Pak Ketua soal sanksi. Selama ini tidak pernah ada yang memberikan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mau menuruti atau menaaati peraturan-peraturan tersebut. Di Undang-Undang 4 Tahun 97 yang saat ini masih berlaku karena RUU belum disahkan itu sampai sekarang 1 per 100 itu tidak pernah ada perusahaan yang kena sanksi. Terus ketika kita tanya kenapa kemudian Kementerian Kerja tidak memberikan sanksitterhadap perusahaan-perusahaan ini, mereka sendiri tidak punya tools untuk itu siapa yang kemudian akan memanggil perusahaannya kemudian apa saja hukumannya nah itu menjadi sulit. Nah di dalam RUU Penyandang Disabilitas yang saat ini sedang disusun saat ini sedang disusun itu sudah sangat jelas ada soal itu. Jadi itu yang kedua ingin saya sampaikan. Yang ketiga yang terakhir yang mungkin saya sampaikan soal disabilitas di ranah hukum tadi disampaikan sedikit oleh Ibu Pimpinan Sidang,. Bahwa selama ini memang kecenderungannya teman-teman penyandang disabilitas terutama perempuan ketika di ranah hukum dia menjadi sulit menerima keadilan karena memang akses di ranah hukum itu tidak bisa memberikan kenyamanan buat mereka mulai dari pemeriksaan sampai penuntutan, tidak ada pendamping buat teman-teman tuna rungu misalnya siapa yang akan mendampingi mereka ketika mereka harus diperiksa. Kemudian tidak ada juga pendamping buat temanteman tuna netra, tidak ada interpreter buat itu. Nah pokoknya yang ingin disampaikan disini adalah memang perlu kekhususan yang harus termuat dalam Undang-Undang di Indonesia. Saya tidak tahu apakah nanti harmonisasi dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu bisa dilakukan karena saat ini juga sedang melakukan diskusi soal itu. Jadi RUU Penyandang Disabilitas harus juga harmonis dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dia bisa memberikan enjoyment kalau dalam bahasa human right nya buat teman-teman disabilitas Mungkin itu dari saya. Terima kasih bu. RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
20
Oh iya kalau Komisi Nasional Disabilitas itu sesuai dengan ICRPD jadi konvensi hak penyandang disabilitas yang sekarang sudah diratifikasi di Pasal 19 Tahun 2011 yang isinya memang secara khusus meminta kepada setiap negara yang meratifikasi ada lembaga khusus yang dia bisa melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja goverment yang selama ini melakukan perlindungan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Di diskusi terakhir dengan beberapa teman dan DPO (Disable Person Organization) itu mereka menganggap belum ada pengawasan yang cukup efektif buat bagaimana kinerja pemerintah. Nah karena itu usulan mereka salah satunya adalah Komisi Nasional Disabilitas. Jadi buat Komnas HAM diskusi juga kemarin terakhir bahwa iya kita sebetulnya memang perlu membuat Komisi Nasional Sebelas karena memang Komnas HAM sendiri punya keterbatasan soal sumber daya itu diskusi terakhir bisa saya sampaikan. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Ya closing statement nya pak, silakan. PEMBICARA: NUR KHOLIS (KETUA KOMNAS HAM) Ibu Pimpinan, para anggota, anggota Komnas HAM juga, Sesjen, Bapak-bapak, Ibuibu semua yang saya hormati, saya muliakan. Kami itu kalau rapat selalu semangat bu jadi karena saking banyaknya masalah yang ada di Komnas HAM. Jadi yang masuk mulai dari yang tidak diurusi sampai yang diurusi mulai dari pelanggaran HAM berat yang kita diminta Presiden membantu Polhukam sampai kepada yang terakhir LGBT dan lain sebagainya. Nah tetapi kami selalu menyampaikan bahwa apa pun yang terjadi masalah, perbedaan selalu ada, kami menghormati perbedaan sepanjang perbedaan-perbedaan ini tidak dimanifestasikan dengan kekerasan. Jadi freedom of speech kami sangat menghargai tetapi kami tidak dapat menerima kalau freedom of speech kemudian dimanifestasikan dengan kekerasan. Oleh karena itu kami sekali lagi bu terima kasih atas undangannya. Nah ini juga dapat kami juga dapat belajar dari bapak, ibu semua prespektif bapak/ibu semua dan tentu lain kali kalau memang ada upaya apa terkait dengan materi-materi lain kalau diberi undangan Insya Allah kami akan memberikan perspektif. Nah yang terakhir dalam konteks kerjasama mungkin kita itu ada MoU kalau tidak salah ya, masih jalan tidak MoU dengan DPD. Sudah ada MoU nya? Belum ada MoU. Nah mungkin kami menyarankan perlu ada MoU karena begini bapak, ibu semua kadang-kadang Komnas HAM itu di daerah kan tidak punya perwakilan, kita kan cuma punya 6, kadangkadang kita juga tidak punya tempat untuk bertemu dengan warga dan lain sebagainya itu praktisnya. Nah yang lain, di sisi lainnya kami melihat bapak, ibu adalah perwakilan masyarakat dan masyarakat itu biasanya yang bermasalah juga banyak. Nah itu kalau kita bisa saling sinergi disitu saya kira hubungan kita akan membaik karena berdasarkan kebutuhan masyarakat. Jadi hubungan itu berdasarkan kebutuhan masyarakat. Maka dengan ini kami secara resmi tapi sekali lagi saya mau cek bu bener belum ada MoU. Kami mengusulkan ada MoU antara Ketua Komnas HAM dengan Ketua DPD sehingga nanti MoU ini dapat digunakan oleh Komnas HAM dan seluruh jajarannya maupun oleh seluruh anggota DPD yang merupakan perwakilan dari seluruh wilayah Republik Indonesia. Demikian kalau ada yang kurang berkenan pimpinan saya mohon maaf. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Saya kembalikan kepada pimpinan.
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
21
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kita beri applause dulu untuk Komnas HAM. Terima kasih banyak kepada Bapak Nurkholis dan jajarannya. Nanti kami akan cek dulu pak karena staf mengingat bahwa pernah ada MoU dengan Komite I tapi takutnya sudah expired atau tidak. Nah ini usulan yang sangat baik sekali dan akan kami usulkan untuk di cek dan diperpanjang kembali kalau misalnya memang sudah ada MoU nya. Oleh karena itu sekali lagi terima kasih kepada para narasumber atas penjelasan yang telah diberikan. Dengan demikian kita telah menyelesaikan agenda rapat dengar pendapat hari ini maka dengan mengucapkan Hamdalah kita akhiri rapat ini. PEMBICARA: MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR) Ibu, sebentar. Kalau boleh menyela mohon maaf dan. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Iya boleh. PEMBICARA: MARIA GORETI, S.Sos., M.Si. (KALBAR) Kepada ibu, bapak anggota Komite III terutama karena Ibu Wakil Ketua kami tadi menginginkan untuk mengecek kembali tentang MoU itu apakah boleh dari saya usul ibu misalnya dari Komnas HAM itu ada satu apa hotline pengaduan dari kami misalnya ketika kami berada di lapangan kan kadang-kadang kami juga tidak bisa rapat lagi seperti ini begitu. Kami sering sekali menemukan sesuatu dan kadang-kadang juga harus minta tolong kepada stake holder yang lain ibu. Jadi kalau bisa di share kan ke kami apa nomor pengaduan atau kalau bisa kami mengajak yang di provinsi kami masing-masing begitu kalau diperkenankan itu di saya sih usul kepada pimpinan untuk segera ditindaklanjuti karena kami inginkan hampir setiap minggu berada di daerah juga masing-masing begitu dan seringkali menemukan hal-hal itu dan stagnan juga di sana begitu di daerah kami masing-masing Demikian pimpinan usul dari saya. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Silakan Bapak Mervin. PEMBICARA: MERVIN SADIPUN KOMBER (PAPUA BARAT) Iya Pak Komnas HAM saya tertarik jadi menurut saya kalau penyelesaian masalah Wasior Kalau dalam rapat-rapat butuh tempat yang netral kantor DPD di Manokwari siap. Manukwari, Wasior kan Manukwari. Sama Meriadi di Bentunit itu. Saya juga minta yang terakhir itu pimpinan, itu tolong dilihat itu KKR itu. Di Undang-Undang Otsus ada. Dalam menyelesaikan masalah HAM di Papua hidupkan saja KKR selesai itu. Komisi Kebenaran Rekonsiliasi itu di Undang-Undang Otsus ada. Terima kasih.
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
22
PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Mengenai nomornya pak, apakah bisa di share sekarang kepada teman-teman? PEMBICARA: NUR KHOLIS (KETUA KOMNAS HAM) Ibu Pimpinan. Kita ada 6 perwakilan itu lebih gampang ada Kalbar, ada , ada Papua cuma ada di Jayapura barat belum nanti barat, Insya Allah. Maluku, Aceh, Palu, dan Sumatera Barat, ada 6. Kami tidak gampang mendirikan perwakilan ini bu karena harus mencari yang betul-betul independent, yang tidak mau disuap, segala macam ini syaratnya berat banget jadi iya pasti itu dan pasti itu. Jadi syaratnya berat makanya kami sulit mendirikan kantor-kantor perwakilan. Nah kalau pengaduan kita berapa ya? Tapi untuk anggota DPD saya kasih nomor saya nanti Saya kasih kartu saya nanti ya. Baik bu, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: FAHIRA IDRIS, S.E. (WAKIL KETUA KOMITE III) Iya terima kasih saya ulangi kembali. Maka dengan mengucapkan Hamdalah kita akhiri rapat dengar pendapat ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Satu pantun untuk Komnas HAM “anak kecil pakai sepatu warna merah dibalut kertas, Komnas HAM harus membantu agar segera disahkan Undang-Undang Disabilitas”. Wabilahi taufik wal hidayah. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. KETOK 1X Pak kalau tahu berbalas pantun ya pak ya. Kalau bisa ini pak kita foto bersama sebentar Pak Nurcholis di depan sama teman-teman. RAPAT DITUTUP PUKUL 12.23 WIB
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN KOMNAS HAM MS III TS 2015-2016 RABU, 17 FEBRUARI 2016
23