DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKOPERASIAN
Jakarta 2015
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
BAGIAN KESATU NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKOPERASIAN
Jakarta 2015
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKOPERSIAN
Jakarta 2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi
i
BAGIAN KESATU: NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PERKOPERASIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................................................. 1.1.1. Koperasi dan Konstitusi Negara.............................................................. 1.1.2. Perundang-undangan Koperasi di Indonesia ........................................... 1.1.3. Koperasi dan Perekonomian Indonesia ................................................... 1.1.4. Koperasi dan Pendidikan .........................................................................
1 1 1 3 7 10
1.2. Identifikasi Masalah.......................................................... ............................. 13 1.3. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik............. 14 1.4. Metode Penelitian..................................................................................... ....... 14 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 2.1. Kajian Teoritis...................................................................... .......................... 2.1.1. Umum ..................................................................................................... 2.1.2. Kajian Teoritis ........................................................................................
17 17 17 17
2.2. Praktik Empiris.................................................................... .......................... 2.2.1. Kajian Terhadap Pelaksanaan Jatidiri Koperasi ..................................... 2.2.2. Kajian Peran Koperasi dalam Demokrasi Ekonomi di Indonesia .......... 2.2.3. Kajian Praktik Penyelenggaraan Koperasi .............................................
25 25 37 40
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN TERKAIT PERKOPERASIAN 3.1. Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait ......................................
67 67
BAB IV KAJIAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS PENGATURAN PERKOPERASIAN DI INDONESIA 4.1. Landasan Filosofis................................................................ .......................... 4.2. Landasan Sosiologis............................................................. ........................... 4.3. Landasan Yuridis................................................................. ...........................
73 73 73 74
BAB IV JANGKAUAN, ARAH, DAN LINGKUP PENGATURAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN 5.1. Jangkauan Pengaturan................................................................. ................. 5.2. Arah Pengaturan..................................................................... ....................... 5.3. Usulan Batang Tubuh RUU...........................................................................
75 75 76 86
i
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan......................................................................... ............................. 6.2. Saran................................................................................... .............................
90 90 90
DAFTAR PUSTAKA
91
BAGIAN KEDUA: RUU TENTANG PERKOPERASIAN
ii
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tata perekonomian nasional dan sistem ekonomi nasional disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam mewujudkan masyarakat yang berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat memiliki peran strategis dalam upaya memperkuat sitem ekonomi kerakyatan dan sesuai dengan tata perekonomian nasional; c. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian masih terdapat kekurangan dan belum mampu dan efektif menjawab dinamika ekonomi global dan tuntutan ekonomi daerah bagi kepentingan seluruh masyarakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian; Mengingat:
Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menetapkan:
MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1
1. Perkoperasian 2.
3. 4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
adalah segala sesuatu yang berhubungan dan menyangkut Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui usaha bersama yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Anggaran Dasar Koperasi adalah pedoman dasar organisasi Koperasi yang mengatur secara langsung kehidupan Koperasi dan hubungannya dengan para Anggota Koperasi, untuk terselenggaranya tertib organisasi Koperasi. Jati Diri Koperasi adalah identitas Koperasi yang meliputi definisi, nilai, dan prinsip Koperasi. Pra Koperasi adalah organisasi atau kelompok kerjasama sosialekonomi yang ada dimasyarakat yang secara khusus dapat dikembangkan menjadi Koperasi. Pendidikan Perkoperasian adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keyakinan kepada para pemangku kepentingan dalam pengembangan Koperasi. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-orang. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi. Anggota Koperasi yang selanjutnya disebut Anggota adalah pemilik dan sekaligus pengguna layanan Koperasi. Pengurus adalah perwakilan Anggota yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk mencapai tujuan Koperasi. Pengawas adalah perwakilan Anggota yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah bidang Koperasi. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. BAB II NILAI DAN PRINSIP
Pasal 2
Koperasi berlandaskan nilai: a. menolong diri sendiri; b. bertanggung jawab atas diri sendiri;
2
c. d. e. f. g. h. i. j.
demokrasi; persamaan; berkeadilan; solidaritas; kejujuran; keterbukaan; tanggung jawab sosial; dan kepedulian terhadap orang lain.
Pasal 3
Prinsip Koperasi meliputi: a. keanggotaan secara sukarela dan terbuka; b. pengendalian oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis; c. partisipasi Anggota dalam kegiatan ekonomi Koperasi; d. otonom dan kemandirian; e. pendidikan, pelatihan, informasi; h. kerja sama antar Koperasi; dan i. kepedulian terhadap masyarakat. BAB III PERAN DAN FUNGSI
Pasal 4
Koperasi berperan: a. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional; dan b. mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama.
Pasal 5
Koperasi berfungsi: a. membangun, mengembangkan potensi dan kemampuan Anggota dalam memanfaatkan sumber daya melalui pengembangan kegiatan dan usaha bersama yang sinergis untuk meningkatkan kualitas hidup Anggota; dan b. meningkatkan kesejahteraan Anggota dan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya. BAB IV PEMBENTUKAN Bagian Kesatu Bentuk Koperasi Koperasi berbentuk: a. Koperasi Primer; dan b. Koperasi Sekunder.
Pasal 6
3
Bagian Kedua Koperasi Primer
Pasal 7
(1) Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dibentuk oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang. (2) Dalam hal pembentuk kurang dari 20 (dua puluh) orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembentukan Koperasi Primer harus melalui persetujuan Bupati/Walikota. Bagian Ketiga Koperasi Sekunder
Pasal 8
(1) Koperasi Sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dibentuk oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. (2) Koperasi Primer dapat menjadi Anggota lebih dari satu Koperasi Sekunder.
Pasal 9
Pengurus dan Pengawas Koperasi Sekunder dilarang merangkap sebagai Pengurus dan Pengawas Koperasi Primer. Bagian Keempat Syarat Pembentukan
Pasal 10
Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki Anggaran Dasar Koperasi; b. akta pendirian yang di buat oleh pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sesuai undang-undang yang mengatur tentang jabatan notaris; dan c. pelatihan Perkoperasian yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah terhadap calon Pengurus dan calon Pengawas.
Pasal 11
(1) Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b memuat Anggaran Dasar Koperasi dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi. (2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. nama Koperasi; b. tempat kedudukan Koperasi; dan c. alamat lengkap Koperasi. (3) Keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh Notaris.
4
Bagian Kelima Pendaftaran dan Pengesahan
Pasal 12
(1) Masyarakat yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 mendaftarkan pendirian Koperasi kepada Pemerintah Daerah. (2) Pemerintah Daerah mengajukan pengesahan akta pendirian Koperasi kepada Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat mengesahkan akta pendirian Koperasi dan mengumumkan badan hukum Koperasi di Berita Negara Republik Indonesia. (4) Tata cara pendaftaran dan pengesahan Koperasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. BAB V PRA KOPERASI
Pasal 13
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendorong terbentuknya Pra Koperasi berdasarkan kearifan lokal di kalangan masyarakat. (2) Pra Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dibina untuk menjadi Koperasi. (3) Pemerintah Daerah bertanggungjawab mengidentifikasi Pra Koperasi di daerah dan memberikan pelatihan dalam rangka pengembangan Pra Koperasi untuk mendapatkan badan hukum Koperasi (4) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VI ANGGARAN DASAR KOPERASI
Pasal 14
Anggaran Dasar Koperasi paling sedikit memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. tujuan, bentuk dan usaha Koperasi; c. jangka waktu berdirinya Koperasi; d. modal Koperasi; e. dana cadangan Koperasi; f. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dan Pengawas; g. jangka waktu dan periode kepengurusan; h. syarat, susunan, tugas dan wewenang Pengurus dan Pengawas; i. jumlah Pengurus dan Pengawas; j. syarat keanggotaan; k. tanggungan Anggota; l. pendidikan dan/atau pelatihan Anggota dan/atau calon Anggota Koperasi. m. hak dan kewajiban Anggota tidak penuh; dan n. penerimaan dan pemberhentian Anggota; o. hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, Pengawas, dan pengelola usaha;
5
p. q. r. s. t. u. v. w. x.
pengelolaan Koperasi; syarat, tata cara penetapan simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan khusus Anggota; pelaksanaan Rapat Anggota: pelaksanaan rapat Anggota luar biasa; penggunaan sisa hasil usaha; perubahan Anggaran Dasar Koperasi; penggabungan dan peleburan; pembubaran; dan sanksi.
Pasal 15
Anggaran Dasar Koperasi harus mendapatkan persetujuan Anggota melalui Rapat Anggota.
Pasal 16
(1) Nama dan/atau singkatan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a harus: a. sesuai ketertiban umum dan kesusilaan;dan b. tidak mencirikan bagian dari organisasi termasuk Koperasi lain yang telah terdaftar dalam 1 (satu) kabupaten/kota. (2) Dalam hal nama yang digunakan telah menjadi nama Koperasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pada nama Koperasi diakhiri dengan perkataan sesuai tempat kedudukan Koperasi. BAB VII PENGUMUMAN
Pasal 17
(1) Badan hukum Koperasi yang telah disahkan, diumumkan dalam Berita Negara. (2) Akta pendirian Koperasi dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang ditunjuk, harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. (3) Ketentuan mengenai pendirian Koperasi, Anggaran Dasar Koperasi, Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan pengumuman diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII KEANGGOTAAN
Pasal 18
(1) Syarat menjadi Anggota meliputi: a. warga negara Indonesia; b. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. mampu berkontribusi dan memanfaatkan layanan Koperasi; dan d. mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan tentang Perkoperasian yang diselenggarakan oleh Koperasi sesuai dengan Anggaran Dasar Koperasi. (2) Syarat menjadi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
6
Pasal 19
(1) Berdasarkan cakupan layanan Koperasi, Anggota Koperasi dibedakan menjadi: a. Anggota b. Anggota tidak penuh (2) Anggota tidak penuh sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) butir b adalah Anggota yang tidak dapat berkontribusi dan menerima semua jenis pelayanan yang diberikan Koperasi secara penuh. (3) Anggota Tidak Penuh memiliki hak dan kewajiban keanggotaan yang berbeda dengan Anggota yang diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi.
Pasal 20
(1) Penerimaan Anggota ditetapkan oleh Rapat Anggota. (2) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
Pasal 21
(1) Anggota wajib: a. mematuhi Anggaran Dasar Koperasi; b. berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Koperasi; c. mengembangkan dan memelihara, nilai dan prinsip Koperasi; dan/atau d. mematuhi keputusan Rapat Anggota. (2) Jika tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Anggota dijatuhi sanksi: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara sebagai Anggota; dan d. pemberhentian status keanggotaan. BAB IX ORGANISASI Bagian Kesatu Perangkat Organisasi
Pasal 22
Perangkat organisasi Koperasi terdiri atas: a. Rapat Anggota; b. Pengurus; dan c. Pengawas.
Bagian Kedua Rapat Anggota
Pasal 23
(1) Rapat Anggota memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. (2) Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
Pasal 24
Rapat Anggota berwenang: a. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
7
b. c. d. e. f. g.
menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar Koperasi; menetapkan penerimaan dan pemberhentian Anggota; memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengurus dan Pengawas; menetapkan rencana kerja; menetapkan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi; meminta keterangan dan menerima atau menolak pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam pelaksanaan tugas masing-masing; h. menetapkan pembagian sisa hasil usaha; i. memutuskan penggabungan, peleburan, pemisahan dan pembubaran Koperasi; j. menyelesaikan perselisihan internal di Koperasi; dan k. menetapkan keputusan lain.
Pasal 25
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. (3) Dalam pemungutan suara setiap Anggota mempunyai satu hak suara. (4) Koperasi Primer yang jumlah anggotanya melebihi jumlah tertentu dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui perwakilan atau utusan Anggota yang diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi. (5) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur secara demokratis dengan mempertimbangkan jumlah Anggota secara adil.
Pasal 26
(1) Rapat Anggota diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lama: a. untuk Koperasi Primer 3 (tiga) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup; dan b. untuk Koperasi Sekunder 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.
Pasal 27
(1) Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) diajukan Laporan Tahunan yang berisi dokumen sebagai berikut: a. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai; b. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Koperasi; c. laporan keuangan yang paling sedikit terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut; d. laporan tentang perkembangan jumlah Anggota; e. laporan tentang manfaat yang diterima oleh Anggota dari usaha Koperasi; f. laporan aset Koperasi; dan g. pencapaian dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Rencana Anggaran yang ditetapkan Anggota. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan.
8
(3) Dalam hal laporan keuangan tidak dapat memenuhi standar akuntansi keuangan, Pengurus wajib memberikan penjelasan dan alasannya. (4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditandatangani oleh semua Pengurus dan Pengawas.
Pasal 28
Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dapat diaudit oleh Akuntan Publik apabila diminta oleh: a. Rapat Anggota; dan/atau b. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan bidangbidang dan kewenangannya berdasarkan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 29
(1) Dalam hal perlu pengambilan keputusan Rapat Anggota yang bersifat mendesak dapat diselenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa. (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan Rapat Anggota Luar Biasa ditetapkan pada Anggaran Dasar Koperasi. Bagian Ketiga Pengurus (1) (2) (3) (4)
Pasal 30
Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota. Jumlah Pengurus dicantumkan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Pengurus bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Untuk pertama kali, pengangkatan Pengurus dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Pengurus pada akta pendirian Koperasi. (5) Pengurus harus mengikuti Pendidikan Perkoperasian secara periodik. (6) Pengurus dipilih dan diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat dipilih kembali. (7) Pengurus dalam masa tugasnya dapat diberhentikan dan diganti melalui Rapat Anggota.
Pasal 31
(1) Pengurus dilarang merangkap sebagai Pengawas. (2) Pengurus yang merangkap sebagai Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) diberhentikan sebagai Pengurus.
Pasal 32
(1) Kriteria pengurus meliputi: a. memiliki komitmen dan kemampuan mengelola organisasi dan usaha Koperasi: b. memahami pengertian, nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koperasi; c. memiliki pengetahuan Koperasi dan ekonomi kerakyatan; d. tidak pernah dinyatakan pailit; dan e. tidak pernah dinyatakan bersalah yang menyebabkan Koperasi atau perseroan pailit. (2) Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan imbalan yang ditetapkan oleh Rapat Anggota.
9
Pasal 33
(1) Pengurus bertugas: a. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar Koperasi, anggaran rumah tangga, rencana kerja dan rencana anggaran yang telah ditetapkan dalam Rapat Anggota; dan b. menyelenggarakan pendidikan bagi calon Anggota, Anggota, Pengurus, Pengawas, dan Karyawan. (2) Pengurus berwenang: a. mengambil keputusan dalam bidang usaha organisasi dan keuangan; dan b. mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan. (3) Pengurus berkewajiban: a. melaksanakan Rapat Anggota Tahunan paling lama 2 (dua) tahun buku terlampaui; dan b. menyelenggarakan pembukuan keuangan, inventaris dan administrasi secara tertib; Bagian Keempat Pengawas
Pasal 34
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. (2) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. (3) Untuk pertama kalinya, susunan dan nama Pengawas dicantumkan dalam akta pendirian Koperasi. (4) Pengawas mengikuti Pendidikan Perkoperasian secara periodik. (5) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. (6) Pengawas dapat diberhentikan dan diganti melalui Rapat Anggota.
Pasal 35
(1) Pengawas mendapatkan imbalan yang besarannya ditetapkan oleh Rapat Anggota. (2) Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus. (3) Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus sebagaimana dimaksud ayat (2) diberhentikan sebagai Pengawas.
Pasal 36
(1) Pengawas bertugas: a. memberikan saran kepada Pengurus; b. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus; dan c. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota. (2) Pengawas berwenang: a. mendapatkan informasi dan laporan berkala dari Pengurus tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi serta kemanfaatan Koperasi bagi Anggota; dan b. mengakses dan menelaah dokumen yang ada pada Koperasi. (3) Pengawas berkewajiban: a. melakukan audit atas laporan tahunan; b. merahasiakan hasil pengawasannya pada pihak yang tidak berkepentingan; dan c. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota.
10
Pasal 37
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) Pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik untuk melakukan audit terhadap Koperasi. Bagian Kelima Pengelola Usaha
Pasal 38
(1) Pengurus dapat mengangkat pengelola usaha yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. (2) Pengelola usaha bertanggung jawab kepada Pengurus. (3) Pengelolaan usaha oleh pengelola usaha tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus. (4) Hubungan antara pengelola usaha dengan Pengurus merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan. (5) Pengangkatan pengelola usaha diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar Koperasi. BAB X PENDIDIKAN PERKOPERASIAN
Pasal 39
(1) Pendidikan Perkoperasian merupakan dasar untuk berkembangnya Koperasi baik secara kuantitas, kualitas dan sustainabilitas. (2) Menteri menetapkan standar pendidikan tertentu bagi: a. Anggota, Pengurus, Pengawas, dan pengelola usaha; dan b. pendidik Koperasi, lembaga pendidikan Koperasi dan pejabat yang menangani Perkoperasian di pusat maupun daerah.
Pasal 40
(1) Pelaksanaan Pendidikan Perkoperasian bersifat makro, menengah, dan mikro. (2) Pendidikan Perkoperasian yang bersifat makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pendidikan Perkoperasian yang ditujukan untuk memberikan pemahaman Koperasi kepada masyarakat yang diintegrasikan melalui sistem pendidikan nasional, upaya promosi dan sosialisasi melalui media masa. (3) Pendidikan Perkoperasian yang bersifat menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas, kinerja tenaga pendidik, pelatih Koperasi dan pejabat yang menangani Perkoperasian di dan/atau daerah. (4) Pendidikan Perkoperasian yang bersifat mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendidikan yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia Koperasi meliputi Anggota, Pengurus, Pengawas, dan pengelola usaha.
11
Pasal 41
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bekerja sama dengan Gerakan Koperasi menyusun rencana dan melaksanakan Pendidikan Perkoperasian secara terintegrasi dan sinergis. (2) Pendidikan Perkoperasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) secara khusus diprioritaskan untuk melahirkan para pemimpin Koperasi yang professional dan memiliki jiwa kewirausahaan kooperatif. (3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk menjamin terselenggaranya Pendidikan Perkoperasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut dalam penyelenggaraan dan anggaran Pendidikan Perkoperasian diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI PERMODALAN Bagian Kesatu Sumber Permodalan
Pasal 42
(1) Modal Koperasi terdiri atas: a. modal sendiri; dan b. modal pinjaman. (2) Modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. simpanan pokok; b. simpanan wajib; c. simpanan khusus; d. dana cadangan; dan e. hibah. (3) Modal pinjaman sebagaimana dimakud pada ayat (1) huruf b bersumber dari: a. Anggota; b. Koperasi lainnya dan atau anggotanya; c. Bank dan lembaga keuangan lainnya; d. penerbitan obligasi, sukuk, dan surat hutang lainnya; dan/atau e. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Koperasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
(1) Simpanan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a dibayar Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota. (2) Simpanan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b dibayar Anggota selama masa keanggotaan. (3) Simpanan pokok dan simpanan wajib sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) hanya bisa diambil saat keanggotaan berakhir. (4) Simpanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c disetor Anggota sebagai penguatan modal Koperasi dan dapat diambil oleh Anggota atau dialihkan kepada Anggota lain.
12
Pasal 44
(1) Dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf d dikumpulkan dari penyisihan sebagian sisa hasil usaha. (2) Besarnya penyisihan untuk dana cadangan paling sedikit 20% (dua puluh perseratus). (3) Dana cadangan digunakan untuk: a. menambah modal Koperasi sendiri; atau b. menutup kerugian Koperasi bila diperlukan dengan persetujuan Rapat Anggota. (4) Dana cadangan tidak boleh dibagikan kepada Anggota walaupun saat Koperasi diputuskan untuk dibubarkan diwaktu pembubaran.
Pasal 45
(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e yang diterima Koperasi tidak boleh mengurangi otonomi Koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dibagikan kepada Anggota, Pengurus dan Pengawas. (3) Hibah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 46
(1) Modal pinjaman Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b dapat diterima sepanjang tidak mengurangi otonomi Koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan Anggota. (2) Ketentuan mengenai modal pinjaman dan konsekuensinya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur tentang perbankan atau yang mengatur tentang perbankan syariah.
Pasal 47
Selain sumber permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) Koperasi dapat melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan dengan syarat tidak mengorbankan kepentingan Anggota.
Pasal 48
Pengurus memperkuat jumlah modal sendiri yang secara proporsi lebih besar dari jumlah modal pinjaman.
Pasal 49
Ketentuan mengenai permodalan Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB XIII SISA HASIL USAHA
Pasal 50
(1) Sisa hasil usaha merupakan selisih antara penerimaan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai biaya organisasi dan biaya usaha. (2) Sisa hasil usaha tidak dikenakan pajak penghasilan. (3) Sisa hasil usaha disisihkan terlebih dahulu untuk dana cadangan dan sisanya digunakan untuk:
13
a. Anggota sebanding dengan kontribusi dan partisipasi Anggota dalam memanfaatkan jasa usaha Koperasi; b. pendidikan, dana Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi; dan/atau c. dana sosial. BAB XII KEGIATAN, SEKTOR, BENTUK USAHA, DAN PELAYANAN KOPERASI Bagian Kesatu Kegiatan Usaha
Pasal 51
(1) Koperasi mengembangkan kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi Anggota dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. (2) Kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) bersifat dinamis sesuai keputusan Rapat Anggota. (3) Kegiatan usaha yang terkait dengan aspek keuangan, meliputi: a. jasa keuangan; b. perbankan; c. perasuransian; dan d. pegadaian. (4) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijalankan dengan pola keuangan konvensional atau syariah. (5) Koperasi menjalankan usaha yang berkaitan langsung untuk meningkatkan kekuatan usaha produktif Anggota dan memperbaiki kualitas hidup Anggota. Bagian Kedua Sektor Usaha
Pasal 52
(1) Sektor usaha Koperasi meliputi: a. sektor primer; b. sektor sekunder; dan c. sektor tersier. (2) Sektor primer sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a merupakan sektor perekonomian yang memanfaatkan sumberdaya alam seperti pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, perkebunan dan pertambangan. (3) Sektor sekunder sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b merupakan sektor yang mengolah hasil dari sektor primer menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, yaitu sektor industri seperti industri pangan, pakaian dan perumahan. (4) Sektor tersier sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c merupakan sektor jasa yang mendukung berkembangnya sektor lain, seperti jasa keuangan, asuransi, perdagangan, pariwisata, transportasi, pendidikan, dan kesehatan.
14
Bagian Ketiga Bentuk Usaha
Pasal 53
(1) Koperasi dapat menjalani bentuk usaha yang bersifat: a. serba usaha; atau b. tunggal usaha. (2) Koperasi serba usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat memiliki usaha inti dan usaha sampingan. (3) Koperasi tunggal usaha hanya memiliki usaha inti.
Pasal 54
Usaha inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) umunnya disebut sebagai penjenisan usaha inti antara lain: a. Koperasi produksi; b. Koperasi pemasaran; c. Koperasi konsumsi; d. Koperasi profesi; e. Koperasi jasa; f. Koperasi perumahan; atau g. Koperasi simpan pinjam. Paragraf 1 Koperasi Produksi
Pasal 55
(1) Koperasi produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang: a. pengadaan sarana produksi kepada Anggota; b. kegiatan produksi yang dilakukan Anggota; dan c. pengolahan dan pemasaran hasil produksi dari usaha Anggota. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki jenis usaha produksi yang sejenis dan berdomisili atau memiliki lokasi usaha pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 2 Koperasi Pemasaran
Pasal 56
(1) Koperasi pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang pemasaran hasil produksi Anggota atau usaha pemasaran yang dijalankan Anggota. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pedagang atau pelaku tata niaga yang berdomisili atau memiliki lokasi usaha pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 3 Koperasi Konsumsi
Pasal 57
(1) Koperasi konsumsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang penyediaan barang kebutuhan Anggota.
15
(2) Syarat menjadi Anggota Koperasi konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masyarakat yang berdomisili atau bekerja pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 4 Koperasi Profesi
Pasal 58
(1) Koperasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf d menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan Anggota untuk menjalankan profesinya dan meningkatkan profesionalitas usahanya. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi orang yang memiliki profesi yang sejenis dan berdomisili atau memiliki lokasi usaha pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 5 Koperasi Jasa
Pasal 59
(1) Koperasi jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf e menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang jasa pengadaan fasilitas yang dibutuhkan Anggota untuk meningkatkan kualitas hidupnya. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masyarakat yang berdomisili atau bekerja pada wilayah kerja Koperasi. Paragraf 6 Koperasi Perumahan
Pasal 60
(1) Koperasi perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf f menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan dibidang pengadaan perumahan tempat tinggal berikut sarana dan prasarana perumahan yang dibutuhkan Anggota untuk meningkatkan kualitas hidupnya. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi perumahan meliputi masyarakat yang berdomisili atau akan berdomisili pada fasilitas perumahan yang dibangun oleh Koperasi. Paragraf 7 Koperasi Simpan Pinjam
Pasal 61
(1) Koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf g menyelenggarakan kegiatan usaha dibidang penyediaan dana pembiayaan usaha produktif maupun konsumtif yang dibutuhkan Anggota, serta fasilitas penyimpanan dan manajemen investasi dana milik Anggota. (2) Syarat menjadi Anggota Koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masyarakat yang berdomisili atau bekerja pada wilayah kerja Koperasi.
16
Pasal 62
(1) Selain dalam bentuk Koperasi simpan pinjam, usaha simpan pinjam pada Koperasi dapat dijalankan berupa unit usaha simpan pinjam Koperasi. (2) Unit usaha simpan pinjam Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penghimpunan dana dari Anggota dalam bentuk simpanan Anggota; b. memberikan pinjaman kepada Anggota; c. menempatkan dana pada Koperasi lain; d. melakukan usaha jasa keuangan lain untuk memenuhi kepentingan Anggota. (3) Pembukuan unit simpan pinjam Koperasi dilaksanakan secara terpisah dari usaha lain. (4) Mekanisme pembiayaan dapat dilakukan dengan pola konvensional maupun syariah. (5) Tata cara pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
Pengaturan lebih lanjut tentang kegiatan, sektor dan bentuk usaha yang dijalankan Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pelayanan Koperasi
Pasal 64
(1) Pelayanan Koperasi diarahkan untuk menyejahterakan Anggota. (2) Anggota tidak penuh dapat menerima pelayanan Koperasi yang terkait dengan usaha sampingan. (3) Selain Anggota tidak penuh, Koperasi dapat memberikan pelayanan usaha sampingan kepada bukan Anggota yang bertujuan untuk memasyarakatkan nilai Perkoperasian dan mengembangkan keanggotaan Koperasi. (4) Koperasi yang inti usahanya dibidang simpan pijam tidak dapat memberikan pelayanan terhadap bukan Anggota. (5) Koperasi yang inti usahanya selain dibidang simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan pelayanan terhadap bukan Anggota yang jumlahnya persentasinya paling tinggi 20% (dua puluh perseratus) dari total volume usaha Koperasi dan ditetapkan melalui Rapat Anggota.
Pasal 65
(1) Koperasi dapat mengembangkan integrasi usaha secara vertikal maupun horizontal dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Anggota. (2) Integrasi usaha secara vertikal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikembangkan antara Koperasi Primer dengan Koperasi Sekunder. (3) Integrasi usaha secara vertikal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menganut prinsip subsidiaritas. (4) Integrasi usaha secara horisontal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan antara Koperasi sejenis atau dengan Koperasi tidak sejenis untuk saling memperkuat dalam memberikan pelayanan kepada Anggota.
17
Pasal 66
(1) Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lainnya dan dapat membentuk perusahaan bukan Koperasi dengan pihak ketiga sepanjang pelaksanaan sejalan dengan Jati Diri Koperasi. (2) Dalam membentuk kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) saham Koperasi paling sedikit 51% (lima puluh satu perseratus). (3) Pembentukan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persertujuan Rapat Anggota. BAB XIV PENGGABUNGAN KOPERASI
Pasal 67
(1) 1 (satu) Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan Koperasi lain; (2) Beberapa Koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu Koperasi baru. (3) Penggabungan atau peleburan Koperasi bertujuan untuk peningkatan pelayanan Anggota dan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan rasionalitas pengembangan dan efisiensi usaha. (4) Penggabungan atau peleburan harus dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota Koperasi yang memperhatikan kepentingan: a. Anggota yang harus mendapat prioritas utama; b. karyawan; c. kreditur; dan d. pihak ketiga lainnya. (5) Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi: a. hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil penggabungan atau peleburan; b. Anggota yang digabung atau dilebur menjadi Anggota Koperasi hasil penggabungan atau peleburan. (6) Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri status badan hukumnya dibatalkan oleh Menteri. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajauan permohonan, pemberian persetujuan, dan penolakan terhadap penggabungan atau peleburuan Koperasi serta perubahan status badan hukumnya diatur dengan peraturan perundang-undangan. BAB XV TATA KELOLA KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Gerakan Koperasi
Pasal 68
(1) Gerakan Koperasi dapat mendirikan organisasi yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi. (2) Pembiayaan organisasi sebagaimana dimasksud pada ayat (1) dibebankan kepada Gerakan Koperasi.
18
(3) Organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki anggaran dasar yang paling sedikit memuat nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, tugas dan tata kerja organisasi. Bagian Kedua Pemberdayaan
Pasal 69
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama Gerakan Koperasi menetapkan kebijakan pemberdayaan yang mendorong Koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang sesuai Jati Diri Koperasi. (2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengambil langkah untuk mendukung pertumbuhan dan pengembangan Koperasi bagi kepentingan anggotanya meliputi: a. bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya; b. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan , dan penelitian Koperasi; c. pemberian kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi; d. pemberian prioritas kepada masyarakat yang bergabung dalam Koperasi dalam penerapan kebijakan yang berkenaan dengan usaha Anggota; e. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antarkoperasi dan badan usaha lain; f. pemberian bantuan konsultasi dan falisilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan g. insentif pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan/atau h. bimbingan dan kemudahan yang dilaksanakan dengan tetap menghormati otonomi Koperasi. (3) Upaya pemberdayaan Koperasi yang dilaksanakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Pembinaan
Pasal 70
(1) Untuk melindungi Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama dengan Gerakan Koperasi: a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang diprioritaskan untuk diusahakan oleh Koperasi; dan b. melakukan pengawasan untuk mencegah timbulnya penyimpangan nilai dan prinsip Koperasi baik secara ideologi maupun operasional. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perpajakan dan retribusi yang mendukung pengembangan usaha Koperasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengaenai peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian pelindungan kepada Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
19
Pasal 71
(1) Menteri melaksanakan koordinasi pembinaan Koperasi antar kementerian dan/atau lembaga serta dengan Pemerintah Daerah. (2) Menteri mengoordinasikan proses penyusunan dan pengintegrasian kebijakan pembinaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembinaan Koperasi dalam rangka memantapkan pembinaan Koperasi. Bagian Keempat Pengawasan dan Pemeriksaan
Pasal 72
Jika Pengurus dan/atau Pengawas tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Menteri atau pejabat yang menangani perkoperasian menjatuhkan sanksi berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara sebagai Pengurus dan/atau Pengawas sampai terbentuknya Pengurus dan/atau Pengawas baru; dan d. pembubaran Koperasi.
Pasal 73
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk melaksanakan pemeriksaan terhadap Koperasi atas permintaan: a. Anggota; b. Pengurus berdasar hasil rapat Pengurus; dan/atau c. Pengawas. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan secara tertulis. (3) Permohonan yang diajukan oleh Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat dilakukan oleh Anggota atas nama diri sendiri atau atas nama Koperasi apabila mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) dari jumlah seluruh Anggota. (4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menunjuk akuntan publik. (5) Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. (6) Menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan salinan laporan pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang berkepentingan. (7) Tata cara pemeriksaan Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kelima Pembubaran
Pasal 74
Koperasi dapat dibubarkan berdasarkan: a. keputusan Rapat Anggota; b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; atau c. Keputusan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
20
Pasal 75
(1) Keputusan Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf c meliputi: a. terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar Koperasi yang bersangkutan; b. melanggar ketertiban umum dan /atau kesusilaan; c. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; d. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut. (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat pemberitahuan rencana pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan. (3) Dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan ke pengadilan secara tertulis dan disertai dengan alasan sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan rencana pembubaran kepada Koperasi yang bersangkutan.
Pasal 76
(1) Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia. (2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 77
Dalam hal Koperasi yang dibubarkan tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya menanggung sebatas simpanan pokok dan simpanan wajib serta modal partisipasi.
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut mengenai persayaratan dan tata cara pembubaran Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Bagian Kesatu Larangan
Pasal 79
Kata Koperasi dilarang digunakan oleh orang atau badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 80
Orang atau badan yang menggunakan kata Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dipidana penjara paling lama 4 (empat) dan
21
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Bagian Kedua Sanksi
Pasal 81
(1) Anggota secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Koperasi yang merugikan keuangan atau kekayaan Koperasi, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Pengurus, Pengawas dan/atau pengelola usaha dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya dalam Koperasi yang merugikan keuangan atau kekayaan Koperasi dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 82
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan UndangUndang ini; dan b. Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasar Koperasi paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan UndangUndang ini. BAB XX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. (2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
22
Pasal 84
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Undang-undang ini harus ditetapkan paling lambat 8 (delapan) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 85
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di … pada tanggal … PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal … MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
23
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR .. TAHUN … TENTANG PERKOPERASIAN I. UMUM Di Indonesia, pengembangan Koperasi merupakan bagian integral dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Sebagai dasar penyelenggarakan ekonomi nasional terdapat tiga hal penting yang menjadi ruh dalam ayat 1 ini. Pertama, apa yang dimaksud dengan “perekonomian” tentulah bukan hanya usaha Koperasi saja, tetapi meliputi usaha-usaha non Koperasi seperti PT, Firma, CV, dan lain-lainnya. Kedua, “disusun” artinya tidak dibiarkan tersusun sendiri sesuai mekanisme pasar-bebas atau pun kehendak dan selera pasar. Secara imperatif negara menyusun, menata, negara mendesain (lebih dari sekedar mengintervensi). Ini menegaskan adanya peran serta pemerintah dalam menyusun perekonomian, bukan tersusun dengan sendirinya sesuai mekanisme pasar. Ketiga, “usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” Wujud ketersusunan jelas, yaitu tersusun sebagai “usaha bersama” berdasar kepentingan bersama. Dalam usaha bersama itu berlaku “asas kekeluargaan” yang bukan berarti kekerabatan, yaitu suatu kegotong-royongan kooperatif. Dengan demikian Pasal 33 UUD 1945 menolak pasar-bebas (laissez-faire) yang mengemban paham liberalisme dan individualisme. Pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan kembali bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Pada ayat 4 ini kembali menegaskan kembali peran demokrasi ekonomi dengan prinsip-prinsip yang sebenarnya terdapat pada nilai dan prinsip Koperasi.
Sebagai suatu bentuk organisasi sosial-ekonomi, Koperasi memiliki karakteristik yang sesuai untuk dapat mengelola secara lebih optimal berbagai potensi yang dimiliki Indonesia, baik berupa potensi keragaman bio-fisik, dan potensi keragaman sosial-budaya, melalui kegiatan usaha kolektif yang melibatkan partisipasi aktif anggota Koperasi dan masyarakat dengan tujuan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan kemajuan bangsa. Berkaitan dengan hal tersebut, proses patok duga perlu dilakukan terhadap keberhasilan negara-negara lain dalam mengembangkan gerakan Koperasi sehingga dapat mengambil manfaat praktek terbaik pengelolaan sumber daya melalui Koperasi. Gerakan Koperasi internasional dapat menjadi referensi untuk memajukan gerakan koperasi di Indonesia. Gerakan Koperasi merupakan salah satu gerakan masyarakat tertua yang tersebar diberbagai negara. International Co-operative Alliance 24
(ICA) merupakan wadah pemersatu gerakan Koperasi sedunia. ICA terbentuk pada tahun 1895 dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. ICA berupaya untuk terus mendorong agar gerakan Koperasi semakin maju dan mampu membantu anggota dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka melalui upaya kolektif yang produktif, efektif dan efisien, serta berkelanjutan. Atas dasar pertimbangan tersebut, dan guna mendorong serta mempercepat tumbuh dan berkembangnya Koperasi yang sehat dan unggul sesuai dengan jatidirinya serta dalam menyelaraskan Koperasi dengan perkembangan lingkungan yang dinamis, maka diperlukan Undang-Undang yang mampu menciptakan lingkungan yang mendukung. Paradigma yang digunakan juga memahami bahwa Koperasi bukan sekedar berorientasi pada masyarakat ekonomi lemah, tetapi menjadi sebuah gerakan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia, dan sebagai dasar pembangunan ekonomi nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pengembangan Koperasi dalam konteks ini sudah barang tentu mencakup semua langkah-langkah yang berkait dengan pendidikan, pemberdayaan, bimbingan, pembinaan, penumbuhan dan pengembangan Koperasi serta upaya lainnya demi kemajuan Koperasi. Sehingga diharapkan Gerakan Koperasi di Indonesia mampu menemukan bentuknya yang ideal, yang diindikasikan dengan lahirnya generasi Koperasi yang mandiri, sehat, dan unggul. Selain itu, pengembangan Koperasi Indonesia perlu diarahkan untuk mampu memenuhi berbagai kebutuhan anggota yang semakin lama semakin berkembang dan bervariasi. Oleh karenanya Undangundang Perkoperasian perlu menitikberatkan ragam usaha yang dikembangkan Koperasi tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan aspek ekonomi anggota, namun juga aspek sosial dan budaya. Hal ini sejalan dengan pengertian Koperasi yang didekalarasikan oleh ICA pada tahun 1995, yang sekaligus mengindikasikan bahwa pengembangan Koperasi di Indonesia ke depan memiliki kompatibilitas dengan pengembangan Koperasi internasional. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “keanggotaan menolong diri sendiri” adalah Koperasi merupakan kumpulan orang yang mempunyai energi untuk melakukan usaha bersama dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasinya. Hal ini menunjukkan bahwa individu para anggota merupakan sumber kekuatan Koperasi yang sesungguhnya.
25
Huruf b Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab atas diri sendiri” adalah peran individu anggota dalam organisasi Koperasi akan menentukan kualits dan perkembangan Koperasi itu sendiri. Semakin aktif dan produktif para anggota serta semakin kuat sinergi para anggota, akan mewujudkan kehidupan Koperasi yang semakin sehat dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi para anggotanya. Huruf c Yang dimaksud dengan “demokrasi” adalah sistem pengorganisasian Koperasi yang dilakukan oleh Anggota, dari Anggota, dan untuk Anggota, setiap Anggota memiliki status dan kedudukan yang sama. Huruf d
Yang dimaksud dengan “persamaan” mengutamakan persamaan hak dan perlakuan yang sama bagi anggotanya.
adalah Koperasi kewajiban serta
Huruf e Yang dimaksud dengan “berkeadilan” adalah sebagai pemilik dan pengguna Koperasi, setiap anggota mempunyai keleluasaan dalam memanfaatkan energi yang dimiliki untuk mengembangkan Koperasi. Huruf f
Yang dimaksud dengan “solidaritas” adalah Anggota merasakan senasib dan sepenanggungan untuk bersamasama memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, dan budayanya. Huruf g
Yang dimaksud dengan “kejujuran” adalah Anggota tidak suka berbuat curang dan memiliki sifat suka akan kebenaran dan lurus hati.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah Anggota yang harus mengawasi administrasi dan pengelolaan Koperasi. Anggota melakukan pengawasan melalui informasi yang diperoleh mengenai semua hal tentang Koperasi. Huruf i
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial” adalah Kebijakan dan tindakan koperasi hendaknya juga selaras dan memberi manfaat kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Huruf j
Yang dimaksud dengan “kepedulian terhadap orang lain” adalah Koperasi memperhatikan juga kepentingan orang lain di luar koperasi. Pasal 3 Huruf a:
Yang dimaksud dengan “keanggotaan secara sukarela dan terbuka” adalah keanggotaan dalam Koperasi tidak boleh merupakan keharusan. Koperasi sebagai suatu organisasi secara prinsip terbuka untuk semua orang yang berpartisipasi. Keanggotaan secara terbuka tidak berarti 26
bahwa setiap orang yang ingin menjadi anggota pada suatu koperasi harus diterima menjadi anggota. Namun demikian, koperasi tidak boleh menciptakan hambatan-hambatan yang tidak relevan dan dibuat-buat. Huruf b
Yang dimaksud dengan “pengendalian oleh anggota diselenggarakan secara demokratis” adalah Anggota memiliki kekuasaan tertinggi dalam koperasi yang berwenang memutuskan segala hal yang penting berkaitan dengan koperasi. Setiap anggota harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengambil bagian dalam pembuatan keputusan koperasi yang dilakukan melalui Rapat Anggota. Huruf c
Yang dimaksud dengan “partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi Koperasi” adalah Koperasi dibangun atas dasar partisipasi aktif dari para anggotanya. Partisipasi aktif tersebut bisa dilihat dari dua hal, yaitu sebagai pengguna dan pemilik. Sebagai pengguna, anggota koperasi berpartisipasi mengkonsumsi dan menggunakan produk dan jasa koperasi. Sebagai pemilik anggota koperasi berpartisipasi dalam hal pengelolaan dan pengawasan.
Huruf d Yang dimaksud dengan “otonom dan kemandirian” adalah hak anggota untuk menentukan tujuan yang akan dicapai dan bagaimana untuk mencapainya beserta bagaimana organisasi koperasi itu dijalankan serta adanya kebebasan dalam pembuatan keputusan. Kemandirian mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian tergantung pula pengertian kebebasan yang bertanggungjawab dan berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri. Otonomi dan kebebasan yang dimaksud bukan tanpa batas, tetapi tetap dalam koridor ketentuan perundang-undangan. Huruf e Yang dimaksud dengan “pendidikan, pelatihan, dan informasi” adalah Kemampuan tiap anggota untuk memahami hak, tanggung jawab, dan kewajibannya dalam koperasi sangat penting. Koperasi merupakan wadah ekonomi untuk sekaligus sebagai tempat pendidikan para anggotanya dengan menganut pendidikan yang beroriantasi pada pekerjaan dan berlangsung seumur hidup. Huruf h Yang dimaksud dengan “kerja sama antar Koperasi” adalah Koperasi didirikan terutama untuk mendukung kebutuhan anggota. Peningkatan kesejahteraan anggota dapat tercapai melalui peningkatan pelayanan koperasi kepada anggota. Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, maka koperasi harus mampu melakukan upaya kerjasama baik itu antar koperasi maupun antar koperasi dengan badan usaha lainnya. Huruf i Yang dimaksud dengan “kepedulian terhadap masyarakat” adalah Koperasi tidak hanya memberikan manfaat terbatas kepada anggota
27
saja. Koperasi juga bekerja untuk kepentingan pembangunan masyarakat yang lebih luas, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara berkelanjutan melalui kebijakan yang disetujui oleh para anggota koperasi. Koperasi harus mampu menjaga lingkungan kerja Anggotanya dengan kegiatan-kegiatan pembangunan secara berkesinambungan. Koperasi akan tumbuh dan berkembang bilamana masyarakat di sekitarnya dapat menerima dan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Koperasi. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kearifan lokal” adalah merupakan gagasangagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas.
28
Pasal 16 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan sesuai ketertiban umum dan kesusilaan adalah bahwa nama dan/atau singkatan Kopeasi harus memperhatikan kedua aspek tersebut. Misalnya tidak menggunakan nama yang terkesan adanya pelecehan terhadap sesuatu, Koperasi “Bangsa Pengecut” atau Koperasi “Jakarta Bangkrut”. Demikian pula dengan aspek kesusilaan, dimana tidak menggunakan kata-kata yang terkesan porno. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “mampu berkontribusi dan memanfaatkan layanan Koperasi” adalah sesuatu yang sesuai dengan penerapan Prinsip Koperasi yang pertama, yaitu keanggotaan secara sukarela dan terbuka. Namun pengertian terbuka dalam Prinsip Koperasi ini tidak berarti semua orang bisa menjadi anggota koperasi tertentu. Karena suatu koperasi merupakan perkumpulan dari orang-orang yang memiliki kebutuhan yang sama (common needs), dan koperasi memberikan pelayanan kepada anggotanya untuk dapat memenuhi kebutuhan yang sama tersebut. Jadi jika ada orang ynag tidak memiliki jenis kebutuhan yang sama, maka dia tidak bisa dilayani oleh koperasi, sehingga buat apa dia menjadi anggota. Misalnya seseorang yang tidak memiliki sapi perah, tidak bisa menjadi anggota koperasi peternak sapi perah, dimana dia tidak dapat secara langsung berkontribusi dalam transaksi usaha dan juga tidak dapat memanfaatkan pelayanan yang diberikan koperasi. Huruf d Yang dimaksud dengan “mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan tentang Perkoperasian” adalah untuk menekankan pentingnya pendidikan dan latihan bagi anggota koperasi. Untuk menjadi anggota koperasi seseorang harus paham tentang apa itu koperasi dan mengapa seseorang perlu bergabung dalam koperasi. Apa yang menjadi hak dan kewajiban anggota koperasi dan bagaimana potensi anggota dapat berkembang bersama koperasi. Oleh karenanya pendidikan anggota harus menjadi dasar bergerak dan
29
Ayat (2)
berkembangnya koperasi. Adapun jenis materi dan lama masa pelatihan dapat berbeda antara satu jenis koperasi dengan lainnya, sehingga perlu diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi. Misalnya pada koperasi konsumen, bentuk pelatihan bisa disampaikan dalam bentuk pengarahan singkat. Namun untuk koperasi usaha profesi butuh pelatihan yang agak lebih mendalam. Selanjutnya Koperasi harus memperhatikan jenis pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh anggotanya yang diberikan secara periodik selama masa keanggotaan.
Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “cakupan layanan koperasi” adalah berbagai jenis usaha yang dijalankan koperasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan anggotanya. Pada koperasi yang bersifat serba usaha, terdapat usaha yang bersifat usaha inti (core business) dan usaha sampingan. Anggota penuh atau yang selanjutnya disebut sebagai Anggota adalah orang-orang yang memenuhi semua persyaratan untuk menjadi Anggota dan mampu berkontribusi serta menerima pelayanan koperasi secara penuh. Misalnya pada Koperasi Peternak Sapi Perah yang memiliki usaha inti untuk melayani berbagai kebutuhan peternak dalam mengembangkan usahanya yang terkait dengan sapi perah. Maka hanya orang-orang yang memiliki sapi perah yang dapat menjadi Anggota. Sementara itu Koperasi Peternak Sapi Perah tersebut juga memiliki usaha sampingan, seperti unit simpan pinjam dan unit warung serba ada (waserda). Untuk jenis-jenis usaha sampingan ini koperasi dapat melayani orang-orang yang tidak memiliki sapi perah. Sehingga warga masyarakat yang berdomisili di wilayah kerja koperasi tersebut dapat menjadi Anggota Tidak Penuh. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Anggota Tidak Penuh” disini adalah orangorang yang tidak memenuhi syarat menjadi Anggota Koperasi karena tidak memiliki sumberdaya yang terkait dengan usaha inti (core business) yang dijalankan koperasi. Namun mereka mereka mau menjadi anggota kopeasi untuk dapat memanfaatkan sebagian usaha koperasi yang bersifat sampingan (bukan usaha inti). Adanya jenis Anggota Tidak Penuh sekaligus merupakan penerapan Prinsip Koperasi ketujuh, terkait dengan kepedulian terhadap masyarakat. Dengan adanya jenis Anggota Tidak Penuh, maka Koperasi semakin kuat dalam mentaati koridor koperasi, yaitu tidak melayani bukan anggota. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “hak dan kewajiban yang berbeda” adalah terkait untuk memelihara rasa keadilan antara jenis anggota ini. Anggota Tidak Penuh yang menerima hanya pada usaha sampingan Koperasi tidak dibebankan kewajiban yang sama dengan anggota. Demikian pula hak yang dimiliki Anggota Tidak Penuh juga tidak sama dengan Anggota. Salah satunya adalah Anggota Tidak Penuh tidak memiliki hak suara, walaupun mereka dapat menyampaikan aspirasinya dalam rapat Anggota.
30
Pasal 20 Ayat (1)
Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “keanggotaan tidak dapat dipindahtangankan adalah persyaratan untuk menjadi Anggota Koperasi adalah kepentingan ekonomi yang melekat pada anggota yang bersangkutan. Dalam hal Anggota Koperasi meninggal dunia, keanggotaannya dapat diteruskan oleh ahli waris yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Koperasi, hal ini dimaksudkan untuk memelihara kepentingan ahli waris dan mempermudah mereka untuk menjadi anggota. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemegang kekuasaan tertinggi” adalah bahwa Rapat Anggota mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan pada perangkat organisasi Koperasi lainnya. Meskipun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada koperasi, Rapat Anggota tidak boleh menetapkan keputusan yang bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 24 Huruf a Cukup Huruf b Cukup Huruf c Cukup Huruf d Cukup Huruf e Cukup Huruf f Cukup Huruf g Cukup Huruf h Cukup Huruf i Cukup
jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas.
31
Huruf j Yang dimaksud “perselisihan internal” adalah merupakan keadaan ketidak-setujuan, kontroversi, dan pertentangan di antara dua Anggota Koperasi atau lebih Anggota Koperasi secara berterusan. Huruf k Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “jumlah tertentu” adalah jumlah anggota untuk yang secara teknis operasional akan menyulitkan untuk terselenggaranya Rapat Anggota. Misalnya untuk sebuah koperasi primer yang keanggotaannya sangat banyak pada suatu daerah, atau anggotanya tersebar jauh pada berbagai daerah. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “mempertimbangkan jumlah anggota secara adil” adalah dikarenakan Koperasi Sekunder merupakan mekanisme integrasi vertikal bisnis beberapa Koperasi Primer, sehingga hak suara pada Koperasi Sekunder harus mencerminkan jumlah hak suara anggota yang terdapat pada Koperasi Primer - Koperasi Primer yang menjadi anggota Koperasi Sekunder tersebut. Koperasi Primer yang memiliki anggota lebih banyak akan memiliki hak suara yang lebih besar pada Koperasi Sekunder dibandingkan dengan Koperasi Primer yang jumlah anggotanya sedikit. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “standar akuntansi keuangan” adalah merupakan suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar akuntansi keuangan juga diperlukan untuk memudahkan penyusunan laporan keuangan, memudahkan pemeriksaan (audit), serta memudahkan pembaca laporan keuangan untuk menginterpretasikan dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas.
32
Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “Pendidikan Perkoperasian” adalah Pendidikan bagi para pengurus, pengawas dan pengelola usaha serta karyawan koperasi menjadi sangat penting. Mereka harus dapat memahami bahwa mengembangkan organisasi dan usaha koperasi itu sangat berbeda dengan mengembangkan korporasi atau bentuk usaha lainnya. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “imbalan” adalah merupakan setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada Pengurus Koperasi karena telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan Kopersi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “secara periodik” adalah pendidikan diberikan berulang secara berkala disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan sebagai Pengawas. Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “jangka waktu tertentu” adalah durasi waktu sejak Pengawas diangkat dan Pengawas diberhentikan
33
dalam Rapat Anggota yang Anggaran Dasar Koperasi.
lamanya
ditentukan
dalam
Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Yang dimaksud dengan “audit” adalah audit yang dilaksanakan Akuntan Publik merupakan pemeriksaan terhadap laporan keuangan Koperasi yang akan menghasilkan pendapat (opini) pihak ketiga mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan keuangan tersebut. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “sustainabilitas” adalah Sebagai people based organization, koperasi dapat berkembang jika dan hanya jika kualitas sumbedaya manusia yang terlibat di dalamnya dapat berkembang. Aset utama koperasi adalah kualitas SDM yang merupakan modal personal yang diikuti dengan kuatnya modal sosial di antara anggota koperasi. Adapun modal finansial akan lebih mudah dibangun jika modal personal dan modal sosial dalam koperasi dapat dibangun secara baik. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “standar pendidikan tertentu” adalah Pendidikan bagi para pengurus, pengawas dan pengelola usaha serta karyawan koperasi menjadi sangat penting. Mereka harus dapat memahami bahwa mengembangkan organisasi dan usaha koperasi itu sangat berbeda dengan mengembangkan korporasi atau bentuk usaha lainnya, keberhasilan upaya pengembangan koperasi sangat tergantung pada kualitas tenaga pendidik, pelatih dan para pejabat pembina koperasi. Mereka yang bisa menjamin koperasi dapat dikembangkan sesuai dengan jati dirinya. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “terintegrasi dan sinergis” adalah Tanggung jawab pendidikan harus berada di tangan gerakan koperasi. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dan katalisator. Pemerintah wajib mengembangkan pendidikan koperasi di sekolahsekolah. Pemerintah wajib menyelenggarakan penddikan koperasi bagi aparat pemerintah yang mengurus koperasi.
34
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “modal sendiri” adalah modal yang mengandung resiko, dan biasanya disebut ekuiti. Modal sendiri tidak boleh diberikan balas jasa secara tetap dalam bentuk bunga. Huruf b Yang dimaksud dengan “modal pinjaman” adalah modal
yang berasal dari luar untuk memperkuat permodalan Koperasi. Persyaratan-persyaratan untuk mendapatkan modal pinjaman harus dapat menjamin otonomi Koperasi dan tidak boleh menghambat pengendalian Anggota secara demokratis, modal pinjaman dapat diberikan balas jasa secara tetap berdasarkan perjanjian. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “diprioritaskan” adalah perlunya perhatian khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan perkoperasian bagi para pemimpin koperasi. Hal ini dikarenakan secara teoritis pemimpin memiliki peran sentral dalam kesuksesan sebuah koperasi. Demikian juga secara empiris dijumpai banyak fakta yang menjelaskan bahwa dibalik kesuksesan koperasi terdapat peran pemimpin yang berkualitas. Hal ini menyebabkan dalam proses pendirian koperasi harus disertai dengan pendidikan bagi pemimpin koperasi yaitu para Pengurus dan Pengawas dan yang dimaksud dengan “jiwa kewirausahaan kooperatif”, adalah kemampuan menjalankan jenis-jenis usaha bersama yang inovatif yang terkait dengan pengembangan usaha atau potensi yang dimiliki Anggota. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan Simpanan Khusus adalah simpanan yang tidak diberlakukan secara merata kepada semua anggota. Sifat simpanan khusus adalah sukarela. Simpanan khusus ditawarkan kepada anggota yang memiliki dana untuk berkontribusi dalam membiayai suatu jenis usaha koperasi, dengan ada sistem pembagian manfaat yang diatur secara khusus. Misalnya, jika Koperasi Peternak Sapi Perah bermaksud membangun pabrik pakan
35
ternak dengan biaya yang cukup besar, maka koperasi dapat menawarkan sumber pendanaan dari internal koperasi melalui jenis Simpanan Khusus ini. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “hibah” adalah penerimaan yang diperoleh Koperasi dengan segala bentuk, jenis dan sebutan, yang dilakukan tidak dalam rangka hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan, dan tanpa syarat apapun. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “bersifat dinamis” adalah usaha yang
dilaksanakan oleh koperasi dapat menyesuaikan dengan perkembangan kegiatan anggota.
seiring
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “kekuatan usaha produktif” atau productive power adalah unit-unit usaha koperasi yang melayani anggota agar usaha yang dijalankan anggota menjadi lebih produktif dan menguntungkan. Hal ini banyak dijumpai pada koperasi produsen, koperasi jasa profesi. Sedangkan yang dimaksud dengan “memperbaiki kualitas hidup” adalah unit-unit usaha koperasi yang melayani anggota agar anggota terfasilitasi untuk mendapatkan
36
kemudahan sehari-hari.
dalam meningkatkan
kualitas
kehidupan
mereka
Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Koperasi produksi” adalah koperasi petani, koperasi nelayan, koperasi peternak, koperasi petani kebun dan hutan, Koperasi produsen memudahkan anggota dalam memperoleh sarana produksi yang dibutuhkan yang sesuai kriteria 6 tepat, yaitu: tepat kualitas, tepat jumlah, tepat jenis, tepat waktu, tepat harga dan tepat lokasi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Koperasi pemasaran” adalah Koperasi Pedagang Pasar, koperasi eksportir, koperasi distributor produk kesehatan, koperasi toko atau warung ritel, dll. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Koperasi profesi” adalah Koperasi pekerja (worker co-operatives). Koperasi profesi menyediakan kesempatan bekerja beserta fasilitas yang dibutuhkan anggotanya untuk bisa bekerja secara lebih profesional. Contoh koperasi profesi adalah koperasi dokter, koperasi dokter gigi, koperasi apoteker, koperasi konsultan keuangan, koperasi supir taksi, koperasi dosen, koperasi seniman, dan lain-lain. Koperasi profesi di Indonesia masih belum banyak dikenal, namun sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar terkait dengan potensi SDM anggota yang relatif terdidik. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “koperasi jasa” adalah koperasi penyedia jasa asuransi, koperasi pendidikan, koperasi kesehatan, koperasi angkutan, dan lain-lain.
37
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “koperasi perumahan” adalah Koperasi perumahan banyak berkembang di Eropa, terutama pada wilayah industri ata perkotaan yang padat penduduknya. Para penghuni perumahan adalah anggota koperasi, bahkan pembangunan kompleks perumahan atau apartemen diinisiasi oleh anggota koperasi yang kemudian dilaksanakan pembangunannya oleh koperasi perumahan. Sehingga para pemilik dan penghuni unit rumah yang dibangun adalah para anggota koperasi. Jika anggota pindah ke lokasi lain, maka harus dihentikan keanggotaannya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “koperasi simpan pinjam” adalah Koperasi simpan pinjam melayani fasilitas pembiayaan maupun penyimpanan yang dapat digunakan hanya oleh anggota koperasi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “unit simpan pinjam” adalah pada koperasi selain menjadi sarana untuk membantu pembiayaan yang dibutuhkan anggota, juga dapat menjadi tempat anggota menyimpan dananya. Oleh karenanya, usaha simpan pinjam yang dilaksanakan koperasi diharapkan dapat juga berfungsi sebagai wadah pendidikan finansial bagi anggota koperasi, transaksi keuangan yang dilakukan usaha simpan pinjam koperasi tidak lepas dari pengawasan lembaga Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas.
38
Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha secara vertikal maupun horizontal” adalah Penerapan dari prinsip koperasi ke-6 yaitu adanya kerjasama antara koperasi, salah satunya diwujudkan dalam mendirikan koperasi sekunder, adanya beberapa jenis usaha yang dikembangkan oleh koperasi primer memungkinkan koperasi primer menjadi anggota beberapa koperasi sekunder sesuai dengan jenis usahanya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “prinsip subsidiaritas” adalah prinsip apa yang tidak mampu dilaksanakan oleh koperasi primer harus dilaksanakan oleh koperasi sekunder, prinsip subsidiaritas menegaskan bahwa usaha yang tidak sanggup dilaksanakan oleh koperasi primer dapat dilaksanakan oleh koperasi sekunder. Namun tidak boleh koperasi sekunder menjalankan usaha yang sama dengan usaha koperasi primer, sehingga dapat mematikan usaha koperasi primer. Demikian pula usaha koperasi sekunder tidak boleh sama sekali tidak terkait dengan apa yang menjadi kebutuhan pengembangan usaha koperasi primer. Dengan kata lain, berbagai usaha koperasi sekunder seharusnya mendukung penuh kebutuhan koperasi-koperasi primer anggotanya. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kemitraan” adalah pola kemitraan yang dimaksud dapat membentuk perusahaan seperti CV, Firma, dan atau PT.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “membentuk kemitraan” adalah usaha patungan, maka nilai saham minimal yang harus dimiliki koperasi adalah 51 persen. Hal ini untuk meyakinkan bahwa kepentingan anggota tidak digantungkan pada pihak lain. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas.
39
Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
40