2003 Danang Widjajanto Term paper Intoductory Science Philosophy (PPS702) Graduate Program / S3 Institut Pertanian Bogor April 2003
Posted 25 April, 2003
Instructors : Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng Dr Bambang Purwantara
DEGRADASI LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL LORE-LINDU DAN SEKITARNYA Oleh:
Danang Widjajanto
[email protected]
1. PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang. Taman Nasional Lore-Lindu (TNLL) yang terletak pada koordinat 1º 8’ – 1º
30’ LS dan 119º 58’ – 120º 61’ BT adalah merupakan salah satu kawasan terpenting dari konservasi flora dan fauna endemik Sulawesi Tengah selain dari fungsinya sebagai kawasan resapan air tanah yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat di sekitarnya.
Lahan dengan luas 229.000 ha pada kawasan
tersebut terbentang pada ketinggian sekitar 200 – 2610 m diatas permukaan laut (dpl) adalah merupakan deretan pegunungan malleugraf yang terdiri atas puncak-puncaknya antara lain: Gunung Nokilalaki (2355 m dpl), Gunung Moa (1280 m dpl) Gunung Sibaronggo ( 1347 m dpl ), dan Gunung Momi (1116 m dpl). Berbagai peninggalan budaya asli seperti megalith, tarian tradisional, dan rumah tradisional merupakan obyek penelitian dan pariwisata yang menarik di kawasan tersebut. Secara umum kawasan Taman Nasional Lore-Lindu (TNLL) mempunyai keragaman dalam iklim dan pola penggunaan lahan yang tinggi. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson pada bagian hulu adalah didominasi oleh
tipe iklim A, pada bagian tengah didominasi oleh tipe iklim B dan C, dan bagian hilir didominasi oleh tipe iklim D dan E (Widjajanto dan Pagiu, 2002). Penduduk di kawasan TNLL memiliki keragaman yang tinggi dalam etnis, yaitu terdiri dari:
Kaili, Bugis, Makassar, Mandar, Kulawi, Lindu, Sangir,
Minahasa, Toraja, jawa, Bada, Napu, Sunda, dan lain sebagainya.
Sebagian
besar masyarakat di TNLL hulu dan tengah mempunyai mata pencaharian sebagai petani, pencari rotan, pedagang, dan buruh bangunan. Tanaman yang banyak dibudidayakan dikawasan tersebut adalah:
coklat, padi, palawija,
kelapa, dan sayur-mayur. Pada bagian hilir TNLL sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai pegawai negeri dan swasta, pedagang, petani, dan buruh bangunan. Selama terjadinya krisis ekonomi dan politik di Indonesia pada beberapa tahun terakhir terdapat migrasi penduduk dalam jumlah yang relatif tinggi. Pembabatan hutan secara tidak terkendali terjadi pada tahun 2001 di kawasan DAS
Gumbasa Hulu (kawasan Dongi-Dongi) untuk dijadikan sebagai areal
pertanian, terutama untuk budidaya tanaman coklat. Rentannya stabilitas batas hutan di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu, khususnya sebagai akibat tekanan penduduk di sekitarnya menyebabkan perlu adanya berbagai upaya pengkajian ilmiah yang meliputi aspek biofisik, sosialekonomi, budaya dan teknologi, dan pelaksanaan hukum.
Perubahan pola
penggunaan lahan yang berkaitan dengan perubahan perilaku fisik tanah adalah merupakan pokok bahasan yang utama dalam penulisan ini.
2.
Tujuan Penulisan: Tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari pengaruh perubahan
penggunaan lahan terhadap terjadinya degradasi lahan di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu dan sekitarnya.
3.
Manfaat Penulisan: Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini adalah diharapkan penulisan
ini dapat : 1. memberikan sumbangan informasi yang dapat dipergunakan dalam promosi konservasi sumberdaya lahan dan lingkungan di kawasan Taman Nasional lore-Lindu baik melalui pelaksanaan penelitian maupun tujuan praktis,
2
2. Sebagai dasar informasi pengelolaan jangka panjang di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu.
2. TINJAUAN PUSTAKA Barrow ( 1991 ) mendefinisikan degradasi lahan sebagai hilangnya atau berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung kehidupan. kehilangan atau perubahan kenampakkan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain. Barrow (1991) menyatakan bahwa faktor-faktor utama penyebab degradasi lahan adalah: 1) bahaya alami, 2) perubahan jumlah populasi manusia, 3) marjinalisasi tanah, 4) kemiskinan, 5) status kepemilikan tanah, 6) ketidakstabilan politik dan masalah administrasi, 7) kondisi sosial ekonomi, 8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian yang tidak tepat, 10) aktifitas pertambangan dan industri. Bahaya alami seperti
banjir dan tanah longsor bukanlah merupakan
satu-satunya penyebab utama degradasi lahan di banyak negara berkembang, akan tetapi jumlah penduduk, kemiskinan, marjinalisasi, status kepemilikan lahan, dan masalah stabilitas politik dan administrasi lebih banyak mendominasi penyebab degradasi lahan. Memburuknya perekonomian negara menyebabkan penggunaan lahan banyak mengalami konversi dari hutan menjadi kawasan pertanian, dari kawasan pertanian subur menjadi lahan terlantar, illegal logging, dan lain sebagainya. Persawahan dan lahan kering adalah merupakan penggunaan lahan yang umum diterapkan pada praktek budidaya pertanian di negera-negara Asia Tenggara. terjadi
Timbulnya kerusakan fisik dan kehilangan hara tanah seringkali
pada
lahan
pertanian
dengan
pola
pengelolaan
yang
tidak
memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga sebagai akibatnya terjadilah marjinalisasi lahan-lahan subur. Pada umumnya pengolahan tanah pada pola penggunaan lahan kering akan menghasilkan agregat tanah dengan kisaran ukuran 2 – 10 cm. Persiapan pengolahan tanah pada kondisi tersebut ditujukan untuk menciptakan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan respirasi akar tanaman.
Pengolahan
tanah pada lahan kering akan menyebabkan menurunnya berat jenis volume tanah bertekstur lempung berpasir dari 1,34 – 1,08 Mg m-3 (Widjajanto, 1999).
3
Rose (1985) menyatakan bahwa perubahan karakteristik air tanah adalah merupakan fungsi dari perubahan tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, mimeral liat, dan kandungan senyawa kimia dalam tanah.
Adanya campur
tangan oleh manusia dalam mengelola lahan seringkali menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik air tanah. Rendahnya
luas
permukaan
tanah-tanah
bertekstur
pasir
menyebabkannya mempunyai kapasitas menahan air yang relatif rendah dibandingkan dengan tanah bertekstur liat.
Struktur dan kandungan bahan
organik tanah juga menentukan kemampuan tanah untuk menahan air.
3. DISKUSI 1.
Perubahan Penggunaan Lahan dan Sifat Fisik Tanah. Perubahan karakteristik air tanah pada beberapa penggunaan lahan
yang berbeda di DAS Gumbasa hulu dan tengah yang didominasi oleh tekstur tanah lempung berliat (clayey loam ) telah dipelajari oleh Widjajanto dan Pagiu (2002). Gambar 1 menunjukkan perubahan karakteristik air tanah pada tanahtanah yang mengalami pola penggunaan lahan sebagai kawasan hutan primer, areal bekas pembabatan hutan, Sawah, Kebun cacao, dan lahan tidur yang
Kandungan Air Tanah ( % v / v )
ditumbuhi oleh alang-alang. Hutan Primer
80 70
Areal Bekas Pembabatan Hutan Sawah
60 50 40 30 20
Kebun Cacao
10
Lahan Tidur
0 0
2
4
6
8
Hisapan Matriks Tanah ( pF )
Gambar 1. Kurva Karakteristik Air Tanah di DAS Gumbasa Hulu dan Tengah yang mempunyai pola penggunaan lahan sebagai
4
hutan primer, areal bekas pembabatan hutan, sawah, kebun cacao, dan lahan tidur yang ditumbuhi alang-alang (Widjajanto dan Pagiu, 2002). Karakteristik air tanah pada tanah yang mengalami pola penggunaan lahan sebagai hutan primer menunjukkan kemampuan hisapan matriks tanah terhadap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan sebagai areal pembabatan hutan, sawah, kebun cacao, dan lahan tidur (lahan bera). Hal ini disebabkan karena adanya aktifitas penggunaan lahan sebagai areal budidaya pertanian menyebabkan terjadinya perubahan struktur tanah. Kondisi porositas tanah dipengaruhi oleh adanya pengelolaan lahan. Perilaku beberapa sifat fisik tanah pada pola penggunaan lahan yang berbeda di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu telah dipelari oleh Widjajanto, Monde, Sudhartono, dan Paada (2001) yang dijelaskan pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1.
Perilaku Beberapa Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Pola Penggunaan Lahan yang Berbeda di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu (Widjajanto et al, 2001).
LOKASI PENGAMATAN / ALTITUDE
LATITUDE
( m dpl ) SADAUNTA 612 SIMORO 154 KAMARORA 644 MAKMUR 585 PANDERE 105 SEDOA 1200 TAMADUE 1159 TAMADUE 1130 WATUTAU 1100 LELIO 823 LENGKEKA 785 TUARE 765 MOA 502 LEMPELERO 420
S 01º 22' 59,6" / E 119º 57‘ 53,1" S 01º 14' 47,8" / E 119º 56‘ 25,3 " S 01º 10' 57,3"/ E 120º 08‘ 37,1" S 01º 08' 53,7" / E 120º 03‘ 01,3" S 01º 11' 53,6" / E 119º 56‘ 02,4 " S 01º 21' 57,1" / E 120º 19‘ 54,8 " S 01º 32' 08,5" / E 120º 22‘ 45,9 " S 01º 29' 21,5" / E 120º 23‘ 10,8 " S 01º 33' 49,6"/ E 120º 20‘ 13,1 " S 01º 50' 58,1" / E 120º 16‘ 58,8 " S 01º 52' 22,2" / E 120º 12‘ 59,7" S 01º 53' 51,5" / E 120º 10‘ 01,9" S 01º 45' 27,4" / E 120º 04‘ 44,8" S 01º 39' 59,2" / E 120º 02‘ 57,1"
PENGGUNAAN LAHAN
BERAT JENIS VOLUME TANAH ( Mg m-3 )
LAJU INFILTRASI AIR TANAH
KANDUNGAN AIR TANAH TERSEDIA
Hutan Primer
1,05
( cm / jam ) 27,2
( % w/w ) 19,96
Kebun Kelapa
1,35
6,40
8,71
Alang-Alang ( Lahan Tidur ) Sawah
1,26
8,70
12,13
1,30
4,80
11,23
Kebun Kelapa
1,35
5,10
8,56
Hutan Primer
1,28
17,5
18,42
Padang Rumput
1,4
2,0
7,18
Hutan Primer
1,22
12,1
19,24
Padang Rumput
1,34
5,5
12,62
Hutan Primer
1,21
29,4
20,64
Hutan Primer
1,18
33,5
22,22
Hutan Primer
1,12
25,4
21,03
Hutan Primer
1,05
27,5
23,03
Kebun Campuran
1,26
11,9
10,77
5
Perubahan
penggunaan lahan di
kawasan penyangga menyebabkan
terjadinya perubahan perilaku fisik tanahnya dibandingkan dengan lahan yang mengalami pola penggunaan lahan sebagai hutan primer di kawasan TNLL. Kapasitas menahan air tanah tersedia berkisar antara
18,42 % - 23,03 %,
sedangkan penggunaan lahan sebagai lahan budidaya pertanian dan pemberaan berkisar antara
8,56 – 12,62 %.
Terjadinya pemadatan tanah yang tinggi
diindikasikan dengan meningkatnya berat jenis volume tanah dan rendahnya laju infiltrasi air tanah.
2.
Sedimentasi di Sungai Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu. Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu terdiri atas 3 DAS Utama, yaitu:
DAS Gumbasa, DAS Lariang, dan DAS Puna. Hulu Sungai Gumbasa terletak pada kawasan Dongi-Dongi, Kecamatan Palolo yang terletak pada ketinggian berkisar antara 1200 m dpl dan mengalir ke arah Teluk Palu, hulu Sungai Lariang terletak di Kecamatan Lore Utara pada ketinggian 1200 m dpl dan mengalir menuju arah Sulawesi Selatan. Aliran Sungai Puna mengarah menuju ke Teluk Tomini. DAS Gumbasa merupakan kawasan berpenduduk terpadat dari seluruh bagian di TNLL dan mengalami tekanan penduduk yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan DAS Lariang dan DAS Puna. Deforestasi dan erosi tanah menunjukkan persentase yang lebih tinggi pada DAS Gumbasa dibandingkan dengan DAS Lariang dan DAS Puna (Thaha, 2001).
Widjajanto et al (2001)
melaporkan hasil pengukuran debit aliran sungai dan sedimentasi DAS Gumbasa dan DAS Lariang selama musim kemarau disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2.
Nama Desa Sadaunta Salua Simoro
Hasil Pengukuran Debit Aliran Sungai dan Sedimentasi pada Musim Kemarau di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu dan Sekitarnya (Widjajanto et al, 2001 ) Nama Sungai / DAS S. Miu / Gumbasa S. Miu / Gumbasa S. Miu / Gumbasa S. Sopu /
Latitude S 01º 22' 59,6" / E 119º 57‘ 53,1" S 01º 20' 04,4" / E 119º 57‘ 42,0" S 01º 14' 47,8" / E 119º 56‘ 25,3 S 01º 10' 57,3"/
Altitude (m) dpl
Debit Aliran Sungai (m3 detik-1)
Laju Aliran Sedimen Melayang (Mg Hari-1)
612
4,99
0,0042
253
10,27
0,0139
154
11,29
0,0190
6
Kamarora Air Panas Makmur Pakuli Pandere Pandere Kalukulau Sibowi Sidondo Tulo Dolo Kalukubula Sedoa Tamadue Tamadue Watutau Watutau Talabosa Talabosa Torire Lelio Lengkeka Tuare Moa Moa Lempelero Lempelero Watukilo
Gumbasa S. Sopu / Gumbasa S. Sopu / Gumbasa S. Sopu / Gumbasa S. Sopu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Palu / Gumbasa S. Sedoa / Lariang S. Kalae / Lariang S. Hambu / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. lariang / Lariang S. Lariang / Lariang S. Watukilo / Lariang
E 120º 08‘ 37,1" S 01º 09' 18,5" / E 120º 06‘ 05,7"
644
7,00
0,0027
615
11,33
0,0043
585
23,64
0,0200
145
33,20
0,0482
105
25,48
0,0502
100
43,48
0,0860
85
72,73
0,0848
83
62,55
0,1243
81
81,42
0,2033
64
82,26
0,5565
59
136,78
0,6854
41
179,11
1,5290
1200
8,90
0,0090
1159
0,62
0,0006
1130
4,61
0,0023
1100
9,73
0,0105
1099
11,44
0,0120
1089
13,84
0,0114
1079
19,91
0,0272
1076
27,78
0,0304
823
28,30
0,0391
785
45,27
0,0782
765
57,59
0,1000
560
71,96
0,0982
502
91,99
0,0954
114,10
0,1498
Tidak Diukur
420 Tidak Diukur
121,71
0,1420
S 01º 35' 53,8" / E 120º 01‘ 57,3"
470
5,58
0,0045
S 01º 08' 53,7" / E 120º 03‘ 01,3" S 01º 13' 21,4" / E 119º 57‘ 01,8" S 01º 11' 53,6" / E 119º 56‘ 02,4 " S 01º 10' 43,2" / E 119º 55‘ 41,3 " S 01º 09' 10,8" / E 119º 54‘ 09,0 " S 01º 07' 33,6" / E 119º 54‘ 08,0 " S 01º 05' 26,6" / E 119º 54‘ 00,7 " S 01º 01' 37,7" / E 119º 52‘ 45,8 " S 00º 59' 30,2" / E 119º 52‘ 0,5 " S 00º 56' 40,1" / E 119º 52‘ 50,5 " S 01º 21' 57,1" / E 120º 19‘ 54,8 " S 01º 32' 08,5" / E 120º 22‘ 45,9 " S 01º 29' 21,5" / E 120º 23‘ 10,8 " S 01º 33' 44,3"/ E 120º 20‘ 17,5 " S 01º 33' 49,6"/ E 120º 20‘ 13,1 " S 01º 37' 14,8"/ E 120º 18‘ 52,8" S 01º 37' 24,2"/ E 120º 18‘ 50,6" S 01º 38' 45,8"/ E 120º 18‘ 01,6" S 01º 50' 58,1" / E 120º 16‘ 58,8 " S 01º 52' 22,2" / E 120º 12‘ 59,7" S 01º 53' 51,5" / E 120º 10‘ 01,9" S 01º 49' 51,7" / E 120º 06‘ 42,4" S 01º 45' 27,4" / E 120º 04‘ 44,8" S 01º 39' 59,2" / E 120º 02‘ 57,1"
4. KESIMPULAN
7
Berdasarkan hasil penelitian di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu dapat disimpulkan bahwa: 1. Perubahan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian dan kebun campuran di
kawasan
DAS
Gumbasa
dan
DAS
Lariang
menyebabkan
relatif
memburuknya perilaku fisik dan aliran air dalam tanah, 2. Laju pengangkutan sedimen melayang pada Sungai Lariang relatif lebih kecil dibandingkan dengan Sungai Gumbasa DAFTAR PUSTAKA Barrow , C.J. 1991. Land Degradation. Development and Breakdown of Terrestrial Environments. Cambridge University Press. Cambridge. Rose, Calvin W. 1985. Development in Soil Erosion and Deposition Models. Advances in Soil Science. Vol 2. Springer. Thaha, A.R. 2001. Studi Erosi Tanah di Taman Nasional Lore-Lindu. The Nature Conservancy, Lore-Lindu Field Office, Palu. Widjajanto, D. 1999. Perubahan Perilaku Fisik dan Laju Evaporasi Lahan Persawahan Selama Periode Bera. Universitas Tadulako, Palu. Widjajanto, D dan S. Pagiu, 2002. Studi Potensi Air Tanah Permukaan di Sub DAS Sopu. Universitas Tadulako, Palu. Widjajanto, D., A. Monde., A. Sudhartono., dan A. Paada . 2001. Studi Air di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (Dalam Tinjauan Konservasi Tanah dan Air). The Nature Conservancy, Lore-Lindu Field Office, Palu.
8