RDTR KAWASAN INDUSTRI DAN SEKITARNYA
Oleh: Mutiara Khusnul Chotimah, ST, MSi Kasi Pembinaan Provinsi dan Kabupaten Wialyah 4 Direktorat Pembinaan Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang
OUTLINE I. Latar Belakang II. Kedudukan “Kawasan Industri” dalam RTRW dan RDTR III. Proses Penyusunan RDTR dan PZ (Permen PU No.20 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten dan Kota)
IV. Mekanisme Persetujuan Substansi dan Legalisasi Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR dan PZ).
I. LATAR BELAKANG Penetapan 14 Kawasan Industri Prioritas di luar Pulau Jawa yang luasnya berkisar antara 300 - 5.500 Ha memberikan pengaruh di kawasan sekitarnya.
Kawasan industri dan sekitarnya perlu disusun rencana detail tata ruang dan peraturan zonasinya sesuai peraturan perundangundangan di bidang penataan ruang.
II. KEDUDUKAN “KAWASAN INDUSTRI” DALAM RTRW DAN RDTR PP Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
• Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
• Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
II. KEDUDUKAN “KAWASAN INDUSTRI” DALAM RTRW DAN RDTR RTRW Provinsi/Kabupaten Kawasan Budidaya
1. Biasanya dalam batang tubuh perda RTRW Kota menyebutkan kecamatan yang ditunjuk
-Kawasan Peruntukan Hutan Produksi - Kawasan Hutan Rakyat - Kawasan Peruntukan Pertanian -Kawasan Peruntukan Pertambangan
2. Atau ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Kota dengan atau tanpa batas deliniasi
- Kawasan Peruntukan Industri
Catatan : Belum tentu tergambarkan dalam peta
- Kawasan Peruntukan Pariwisata - Kawasan Peruntukan Permukiman - Kawasan Peruntukan Lainnya
1. Biasanya dalam batang tubuh perda RTRW Provinsi menyebutkan kabupaten yang ditujuk sedangkan dalam batang tubuh perda RTRW Kabupaten menyebut kecamatan yang ditunjuk 2. Atau ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi atau Kabupaten dengan atau tanoa batas deliniasi Catatan : Belum tentu tergambarkan dalam peta
RTRW Kota Kawasan Budidaya -Kawasan Perumahan - Kawasan Perdagangan dan Jasa - Kawasan Perkantoran
- Kawasan Industri - Kawasan Pariwisata - Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau - Kawasan Ruang Evaluasi Bencana - Kawasan Peruntukan Ruang Bagi Kegiatan Sektor Informal - Kawasan Ruang lainnya (pertanian, pertambangan dll)
II. KEDUDUKAN “KAWASAN INDUSTRI” DALAM RTRW DAN RDTR PERDA RTRW KABUPATEN/KOTA (skala 1:50.000/1:25.000)
PERDA RDTR DAN PZ BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN (skala 1:5000)
MASTERPLAN/ BLOCK PLAN/SITE PLAN KAWASAN INDUSTRI (Skala 1:1000)
Kawasan peruntukan industri dapat berupa penunjukan wilayah administrasi kecamatan. Deliniasi Kecamatan dapat dijadikan batas deliniasi RDTR atau menggunakan batasan fungsional .
II. KEDUDUKAN “KAWASAN INDUSTRI” DALAM RTRW DAN RDTR Deliniasi Kawasan Peruntukan Industri RTRW
Deliniasi Blockplan/Masterplan Kawasan Industri
Zona Industri dalam RDTR
Deliniasi RDTR Kawasan Industri dan sekitarnya (wilayah yang secara fungsional masih mendapat dampak langsung dari keg perindustrian)
II. KEDUDUKAN “KAWASAN INDUSTRI” DALAM RTRW DAN RDTR
Struktur Kalimat Perda RTRW Kabupaten, Kota dan RDTR BWP RTRW KABUPATEN • [DELINEASI FUNGSI] terdapat di [ALAMAT ADMINISTRATIF] • “KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI terdapat di Kecamatan ...”
RTRW KOTA • [DELINEASI FUNGSI] terdapat di [ALAMAT ADMINISTRATIF] • “KAWASAN INDUSTRI terdapat di Kecamatan ....”
RDTR BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN • [DELINEASI FUNGSI] terdapat di [DELINEASI FISIK] • “ZONA INDUSTRI terdapat di Blok...”.
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ ALUR PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.1 III.4 III.3
III.2
*
* * *
*Standar kebutuhan, standar antar zona, standar ruang, dan kebutuhan ruang di dalam kawasan industri yang dikelola oleh perusahaan kawasan industri dapat mengacu Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri
III.PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 1 PENDETAILAN RTRW DAN ANALISIS BWP
Bobot Muatan Rencana Tata Ruang Sosial-politik Hankam
Kehutanan Geologi tata lingk. Pertanian
Transportasi Kelembagaan Urban design Arsitektur Sosial-Budaya
Rencana Tapak (Sumber: Dading Sugandhi, Prof DR. Ir. Djoko Sujarto, MSc)
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ TAHAPAN
CARA
PEMILIHAN BWP
Top Down (pendetailan/penurunan pola ruang dalam RTRW) Bottom Up (berangkat dari eksisting kawasan )
Deliniasi kawasan : RDTR Kawasan Industri dan Sekitarnya
PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS BWP
Pengumpulan data primer dan sekunder Melakukan analisis karakterisk wilayah, analisis potensi dan masalah pengembangan BWP dan analisis kualitas kinerja kawasan dan linggngan
Rumusan Konsep RDTR dan Penentuan Tujuan Penataan Ruang
1
2
3 PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN RDTR DAN PZ (terbagi dalam 6 muatan)
OUTPUT
Dilakukan pertahap muatan RDTR dan PZ Dilakukan dengan mengacu pada berbagai ketentuan, pedoman dan/atau standar sektor terkait
5 MUATAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.1 PEMILIHAN DAN PENETAPAN BWP Kriteria Perencanaan RDTR berikut PZ : • •
RTRW kabupaten/kota belum dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena tingkat ketelitian petanya belum mencapai 1:5000; dan/atau RTRW kabupaten/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang perlu disusun RDTR-nya.
Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR berikut PZ : • • • • •
wilayah administrasi; kawasan fungsional, seperti bagian wilayah kota/sub wilayah kota; bagian daerah wilayah kabupaten/kota yang memiliki ciri perkotaan; kawasan strategis kabupaten/kota yang memiliki ciri kawasan perkotaan; dan/atau bagian wilayah kabupaten /kota yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan menjadi kawasan perkotaan.
Masa Berlaku RDTR berikut PZ : RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.1 PEMILIHAN DAN PENETAPAN BWP III.1.1 PENETAPAN BWP berdasarkan RTRW RENCANA POLA RUANG: PENDELINEASIAN MAKRO
Rencana pola ruang pada RDTR merupakan penurunan dari rencana pola ruang di RTRW yang didelineasi menjadi BWP-BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan: a) morfologi wilayah perencanaan b) keserasian dan keterpaduan fungsi wilayah perencanaan c) jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan wilayah perencanaan kota yang memperhatikan rencana struktur ruang RTRW.
RTRW Top-Down
RDTR
Pembagian BWP Kota Padang
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.1 PEMILIHAN DAN PENETAPAN BWP Contoh Pendetailan Rencana Pola Ruang RTRW Kota Padang menjadi Bagian Wilayah Kota Padang Barat yang akan diRDTRkan
RTRW Top-Down
RDTR
III.1 PEMILIHAN DAN PENETAPAN BWP RTRW Kota Contoh pendetailan rencana pola ruang di RDTR
Rencana pola ruang RDTR digambarkan kedalam peta BWP yang terdiri atas Sub BWP. Zona yang terdapat pada wilayah perencanaan RDTR HARUS TETAP SESUAI DOMINASI KAWASAN PADA RENCANA POLA RUANG RTRW meskipun terdapat zona-zona lainnya selain zona dominasi tersebut. Pendetailan ke SKALA 1:5000 MENUNJUKKAN BAHWA DI DALAM ZONA YANG MENDOMINASI TERSEBUT BISA SAJA TERDAPAT FUNGSI ZONA LAINNYA.
Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Sub BWP
RTRW Top-Down
RDTR
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.1 PEMILIHAN DAN PENETAPAN BWP III.1.2 PENETAPAN DOMINASI ZONA BERDASARKAN KONDISI EKSISTING
RDTR Buttom-Up KONDISI EKSISTING
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.1 PEMILIHAN DAN PENETAPAN BWP III.1.2 HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTAR ZONA NO
PROGRAM KEGIATAN
KEBUTUHAN RUANG
PELAKU
WAKTU
1
Zona Industri
Kavling industri besar dan menengah, pembangkit listrik, gudang, perumahan karyawan, pengolahan limbah, fasilitas non industri, terminal peti kemas, dan pelabuhan.
Pelaku industri
24 jam
2
Zona Perdagangan dan Jasa Pariwisata
Plaza, Lapangan olah raga, Area Bermain, Promenade, Sentra Oleh-Oleh, waterboom, hotel/penginapan, Area Kuliner
Masyarakat umum
Pagi-malam
3
Zona perdagangan dan jasa perkantoran
Aula Serbaguna, Kantor Pengelola, Kantor Camat, rumah sakit, Area Kuliner, perumahan
Masyarakat umum
Pagi-malam
4
Zona perdagangan dan jasa pertanian
Pasar, Kantor Lurah, Balai Kelurahan, puskesmas, kebun bibit dan semai, gudang, koperasi, dan perumahan
Masyarakat umum
Pagi-sore
Perumahan perdesaan dan pusat kuliner
Masyarakat desa, Masyarakat umum
5
Zona Permukiman Perdesaan
RDTR Buttom-Up
Pagi-malam
KONDISI EKSISTING
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III.2 PENGGUNAAN KETENTUAN, PEDOMAN DAN STANDAR SEKTOR TERKAIT DALAM ANALISA PENYUSUNAN RDTR
Standar Kebutuhan, Standar Ruang, dan Standar Antar Zona dapat mengacu ke Standar Nasional Indonesia tentang Permukiman dan dapat mengacu ke Peraturan sektoral terkait, misalnya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri sebagaimana terlampir.
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ • • • •
Tujuan Penataan Ruang Rencana Pola Ruang Rencana Jaringan Prasarana Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan Penanganannya • Ketentuan Pemanfaatan Ruang
I. Muatan RDTR
II. Peraturan Zonasi
• Komponen Materi Peraturan Zonasi • Pengelompokan Materi
III.3.1 Tujuan Penataan Ruang 1
TUJUAN PENATAAN RUANG Contoh Tujuan RDTR dan PZ: Mewujudkan kawasan pusat kota Padang Barat sebagai embrio kawasan strategis pertumbuhan ekonomi serta sebagai ikon kota Padang.
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ
Peta Dasar
DELINEASI FISIK (“MENGGAMBAR”): 1. Dimulai dengan penggunaan peta dasar yang menunjukkan kondisi fisik suatu kota 2. Dimana akan dihasilkan suatu BWP
Delineasi Wilayah Perencanaan (yang disebut BWP)
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ Peta citra satelit
DELINEASI FISIK (“MENGGAMBAR”): 3. Digunakan pula peta citra satelit beresolusi tinggi (landuse) 4. Dimana akan dihasilkan delineasi Sub BWP
Delineasi Sub BWP
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ DELINEASI FISIK (“MENGGAMBAR”):
III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ
5. Sub BWP dibagi lagi ke dalam blok-blok
Delineasi blok di dalam Sub BWP
BLOKadalah sebidang lahan yang dibatasi sekurangkurangnya oleh batasan fisik nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran, irigasi, saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, dan pantai) atau yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota)
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ DELINEASI FISIK (“MENGGAMBAR”):
III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ
Blok 8
Blok 6
Blok 5
Blok 4
Blok 3
Blok 2
Blok 1
Blok 9
Blok 7
1. Pembagian blok & sub blok sangat bergantung pada bagaimana mendefinisikannya 2. Bila blok didefinisikan sebagai bagian kawasan perencanaan yang dibatasi jalan, maka semua bagian kawasan yang dibatasi oleh jalan apapun dan berapa pun ukuran luasnya akan menjadi blok seperti gambar di sebelah kiri
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ
DELINEASI FISIK (“MENGGAMBAR”):
Blok 1
Blok 5
Sub-Blok 3d
Sub-Blok 3c
Sub-Blok 3b
Sub-Blok 3a
Blok 2
Blok 3
Blok 6
Blok 4
1. Bila blok didefinisikan sebagai bagian kawasan yang dibatasi oleh jalan lingkungan, maka blok 3, 4, 5 dan 6 yang merupakan blok “kecil” yang dipisahkan oleh gang, akan menadi satu kesatuan blok seperti pada gambar di sebelah kiri 2. Penggabungan dua atau beberapa blok “kecil” menjadi satu blok sebaiknya harus memperhatikan pola penggunaan lahan yang ada pada masing-masing blok “kecil” 3. Blok “kecil” yang dapat digabung menjadi satu kesatuan blok baru adalah yang memiliki homogenitas penggunaan lahan. 4. Blok “kecil” yang penggunaan lahannya tidak homogen sebaiknya tidak digabungkan karena pada ahirnya blok “kecil” ini akan menjadi sub blok tersendiri
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ DELINEASI FUNGSI (“MEWARNAI”): 1. Sub BWP dibagi ke dalam zona - zona dasar . 2. Zona dasar tersebut dirinci lagi ke dalam subzona - sub zona sesuai klasifikasi zona 2.
Ilustrasi pembagian subzona di dalam blok pada suatu Sub BWP
budi daya
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ DELINEASI FISIK
Ilustrasi blok pada Sub BWP
DELINEASI FUNGSI
Ilustrasi sub zona pada Sub BWP
- Suatu blok (fisik) dapat terdiri dari satu atau lebih sub zona (fungsi) - Apabila BWP terlalu luas untuk digambarkan kedalam satu peta berskala 1:5000, peta rencana pola dapat digambarkan lagi kedalam beberapa lembar peta
:
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.2 Pola Ruang ZONA LINDUNG, yang meliputi: a) Zona Hutan lindung b) Zona yang memberi perlindungan terhadap zona bawahannya - zona bergambut dan zona - zona resapan air c) Zona perlindungan setempat - sempadan pantai - zona sekitar danau atau waduk - sempadan sungai - zona sekitar mata air d) Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) - taman RT - taman kota - taman RW - pemakaman e) Zona suaka alam dan cagar budaya f) Zona rawan bencana alam - zona rawan tanah longsor - zona rawan gelombang pasang - zona rawan banjir (zona ini digambarkan dalam peta terpisah) g) Zona lindung lainnya.
2
POLA RUANG
ZONA BUDI DAYA, yang meliputi: a) Zona perumahan - Kepadatan sangat tinggi - Kepadatan tinggi - Kepadatan sedang - Kepadatan rendah - Kepadatan sangat rendah Bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut kedalam rumah susun sumah kopel. rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dsb b) Zona perdagangan dan jasa - Deret - Tunggal c) Zona perkantoran - Perkantoran pemerintahan Perkantoran swasta d) Zona sarana pelayanan umum - Pendidikan - Kesehatan - Sosial budaya -Transportasi - Olah raga - Peribadatan e) Zona industri - Industri kimia dasar - Industri kecil - Industri mesin dan logam dasar - Aneka industri
-
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.2 Pola Ruang f) Zona Khusus (yang selalu ada di wilayah perkotaan namun tidak termasuk ke dalam zona sebagaimana dimaksud pada a hingga f) - Pertahanan dan keamanan - Tempat pengolahan akhir (TPA) - Instalasi pengolahan air limbah - Instalasi penting lainnya g) Zona lainnya (zona yang tidak selalu ada di kawasan perkotaan) - Pertanian - Pariwisata - Pertambangan - Dan lain-lain
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.3 Rencana Jaringan Prasarana
3
RENCANA JARINGAN PRASARANA Terdiri dari Jaringan Energi/kelistrikan Jaringan Telekomunikasi, Jaringan Air Minum,Jaringan Drainase, Jaringan Air Limbah,Penyediaan Prasarana Lainnya
Contoh Peta Rencana Jaringan Listrik
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.4 Penetapan Sub BWP Prioritas
4
SUB BWP PRIORITAS Minimum harus memuat lokasi dan tema penanganannya
Ilustrasi Kawasan Koridor Utama BWP
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.5 Ketentuan Pemanfaatan Ruang 5
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG Upaya mewujudkan RDTR dalam bentuk program pengembangan BWP dalam jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa perencanaan
Ketentuan Pemanfaatan Ruang disusun berdasarkan : a. Rencana Pola dan Rencana Jaringan Prasarana b. Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan c. Kesepatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan d. Masukan dan kesepatan dengan para investor e. Prioritas pengemabnagn BWP dan pentahapan rencana pelaksanaan program sesua dengan RPJP dan RPJM serta RPI2JM
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.6 Peraturan Zonasi 6
PERATURAN ZONASI Terdiri dari zoning text dan zoning map :
- WAJIB
1.
Zoning text/zoning statement/legal text: –
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan (ITBX) b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang c. ketentuan tata massa bangunan d. ketentuan prasarana dan sarana minimum e. Ketentuan pelaksanaan
–
2.
berisi aturan-aturan (= regulation) menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan, permitted and conditional uses, minimum lot requirements, standar pengembangan, administrasi pengembangan zoning
Zoning map:
- PILIHAN
–
a. ketentuan tambahan b. ketentuan khusus c. standar teknis d. ketentuan pengaturan zonasi
–
berisi pembagian blok peruntukan (zona), dengan ketentuan aturan untuk tiap blok peruntukan tersebut menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan
III. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ III. 3 MUATAN RDTR DAN PZ III.3.6 Peraturan Zonasi Contoh Matriks ITBX....
No
CONTOH ZONING TEXT
Zona
Zona Perumahan
Kegiatan Perumahan 1. Rumah tunggal 2. Rumah kopel 3. Rumah deret 4. Townhouse 5. Rumah susun rendah
R-1
R-2
R-3
R-4
R-5
B B B B B
B B I I I
I I I I I
I I I I T
I I I I T
6. Rumah susun sedang 7. Rumah susun tinggi 8. Asrama 9. Rumah kost 10. Panti jompo
I I I I X
I I I I X
I I I I I
T T I I I
T T I I I
Contoh matriks ITBX untuk Kegiatan Perumahan dan Perdagangan –Jasa pada Zona Lindung
Pemanfaatan Bersyarat secara Terbatas (T) : Ruko, warung, toko, pasar lingkungan, diijinkan secara terbatas dengan batasan : tidak mengganggu lingkungan sekitarnya KDB maksimum sebesar 60%, KLB maksimum 1,0-1,8, KDH minimal 60% dari luas persil. jumlah maksimal perbandingan dari masing-masing kegiatan lahan tersebut dengan jumlah rumah yang ada di blok tersebut adalah 1 : 4 Pemanfaatan Bersyarat Tertentu (b) : Rumah tunggal, kopel, deret, townhouse, diijinkan dengan syarat : menyesuaikan dengan desain arsitektur dari rumahrumah lain yang ada di sekitarnya, serta memperoleh persetujuan dari Ketua RT dan Ketua RW setempat. Rumah mewah dan rumah adat diijinkan dengan syarat : memperoleh persetujuan dari Ketua RT dan Ketua RW setempat, memperoleh persetujuan dari masyarakat setempat, serta dibatasi jumlahnya hanya 5 untuk setiap blok.
I. PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PZ I.4 MUATAN RDTR DAN PZ Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang - KDB maksimum - KLB maksimum - Ketinggian Bangunan Maksimum - KDH Minimum)
Ketentuan tata massa bangunan minimum - tinggi bangunan maksimum atau minimum - jarak garis sempadan bangunan minimum, - bebas antar bangunan minimum - tampilan bangunan (optional)
Ketentuan prasarana dan sarana minimum -
rencana pasarana parkir bongkar muat dimensi jaringan jalan kelengkapan jalan Kelengkapan prasarana lainnya
Ketentuan pelaksanaan - ketentuan variansi pemanfaatan ruang - ketentuan insentif/disinsentif - ketentuan penggunaan lahan yang tidak sesuai
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri) PENERAPAN SISTEM MODUL KAPLING KAWASAN INDUSTRI
PENETAPAN PINTU KELUAR-MASUK KAPLING
(Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
(Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
STANDAR PRASARANA DAN SARANA UMUM KAWASAN INDUSTRI
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
(Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
STANDAR PRASARANA DAN SARANA UMUM KAWASAN INDUSTRI (LANJUTAN)
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
(Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
STANDAR PRASARANA DAN SARANA UMUM KAWASAN INDUSTRI (LANJUTAN)
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
(Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
STANDAR PRASARANA DAN SARANA UMUM KAWASAN INDUSTRI (LANJUTAN)
(Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri) POLA PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN INDUSTRI
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI Peraturan Terkait Pemberian Persetujuan Substansi RDTR
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 Tentang Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota Beserta Rencana Rincinya 2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umun Nomor 01/PRT/M/2013 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten Kota 3. Surat Edaran Nomor 02/SE/Dr/2013 Perihal Pertunjuk Teknis Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten dan Kota
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI
A
Persetujuan Substansi RDTR oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang
B
Persetujuan Substansi RDTR oleh Gubernur (Dekon)
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI
Prosedur Pemberian Persetujuan Substansi RDTR oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Bupati Menteri ATR
2 Pengajuan permohonan perubs setelah mendapat rekomendasi gubernur
4
2
Dirjen Tata Ruang 3
Surat rekomendasi gubernur Surat permohonan persetujuan substansi Bupati ke Menteri PU
3
Tabel evaluasi (Melalui direktorat yang terkait)
4
Berita Acara Rapat Koordinasi BKPRN Surat Persetujuan Substansi Menteri PU
5
Dihadiri oleh seluruh anggota BKPRN/hanya yang terkait saja.
c.q
1
1
Rapat Koordinasi BKPRN
Pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen Evaluasi Materi Muatan Teknis Rancangan Perda RDTR
Dimungkinkan mengundang instansi pusat diluar BKPRN yang terkait dengan substansi RDTR
Evaluasi akhir oleh DJPR
Perbaikan dan penyempurnaan dokumen oleh Pemda berdasarkan masukan BKPRN
Masih tetap berkoordinasi dengan Ditjen Penataan Ruang melalui Subdir terkait
Persetujuan Substansi RDTR dari Menteri PU
5
Catatan : Berlaku Pada Provinsi yang belum mendapatkan Pelimpahan Persetujuan Substansi dari Menteri ATR (dekon)
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI Pemda Kabupaten Pemda Kabupaten atau Kota
1
Prosedur Pemberian Persetujuan Substansi RDTR oleh Gubernur (Dekon)
Menteri ATR c.q Gubernur Kepala SKPD Dekonsentrasi yang menangani persetujuan substansi RDTR
Tim BKPRD (Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Teknis BKPRD)
Kepala SKPD (Bimbingan Penyempurnaan Materi Muatan Teknis RDTR)
2
3
4
5
Setda Provinsi (Pembuatan Checklist Substansi dan Pemeriksaan Kelengkapan Dokumen oleh Biro Hukum, Proses Pemarafan Persetujuan Substansi RDTR Di Lingkungan Pemda) Gubernur (Penandatanganan Surat Persetujuan Substansi RDTR oleh Gubernur, dengan tembusan kepada Menteri PU dan Dirjen Penataan Ruang)
6
1
Surat permohonan bupati atau walikota kepada Menteri dan atau c.q gubernur dengan lampiran)
2
Surat disposisi gubernur - Pemeriksaan dan evaluasi materi - Penyiapan dokumen rapat koordinasi BKPRD
3 4 5 6 7
7
Berita Rapat Koordinasi BKPRD Dokumen persetujuan substansi termasuk kronologis proses persubs Dokumen persetujuan substansi yang sudah diparaf Surat persetujuan substansi dari gubernur Dihadiri oleh seluruh anggota BKPRD/hanya yang terkait saja.
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI
Prinsip Persetujuan Substansi Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota 1. Pengecekan kesesuaian/konsistensi rencana rinci tata ruang kabupaten/kota dengan RTRW kabupaten/kota dan kebijakan nasional bidang penataan ruang; 2. Pengecekan kesesuaian dengan pedoman yang berlaku; 3. Berdasarkan pendekatan self assessment oleh Pemda; 4. Penekanan peran Pemerintah (Direktorat Wilayah/Perkotaan) sebagai pembina agar daerah mampu melakukan self assessment; dan 5. Pembahasan melalui forum BKPRN.
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI
Surat Permohonan Persubs Raperda RDTR dari Bupati/Walikota kepada Menteri ATR/Gubernur, dengan melampirkan: - Raperda RDTR dan lampiran petanya - Materi Teknis RDTR - Buku Fakta dan Analisis - Buku Rencana - Berita Acara Rekomendasi Peta dari BIG - Surat Rekomendasi Gubernur bagi yang provinsinya belum mendapatkan pelimpahan - Berita Acara Konsultasi Publik - Dokumen KLHS
Konsep standar surat permohonan persetujuan substansi, rekomendasi gubernur, tabel evaluasi, persetujuan substansi Menteri Agraria dan Tata Ruang, berita acara rapat koordinasi BKPRN sama dengan konsep surat pada permohonan persubs untuk RTRW, karena bersifat mutatis mutandis sesuai Permen PU No. 11/PRT/M/2009
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI Pemeriksaan Dokumen Materi Muatan Teknis dalam Rangka Evaluasi 1.
Raperda RDTR Kabupaten/Kota yang terdiri dari : a. Naskah raperda; dan b. Lampirannya berupa peta rencana pola ruang, peta rencana jaringan prasarana, peta penetapan sub BWP yang diprioritaskan, peta zona-zona khusus, dan tabel indikasi program pemanfaatan ruang prioritas;
2.
Materi Teknis yang terdiri dari : a. Buku fakta dan analisa yang dilengkapi dengan peta pendukung b. Buku rencana; dan c. Album peta, termasuk peta wilayah perencanaan dan peta penggunaan lahan eksisting
3.
Peraturan daerah tentang RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan
4.
Dokumen KLHS (tidak ada dalam juknis, namun sudah diminta setiap BKPRN RDTR oleh Kemen LH)
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.1 PERSETUJUAN SUBSTANSI
Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan dalam rangka evaluasi :
1. 2. 3.
4. 5.
Kesesuaian dengan RTRW Kabupaten/Kota dan tidak bertentangan dengan kepentingan provinsi dan nasional Kesesuaian materi muatan teknis RDTR kabupaten/kota dengan Permen PU 20/2011 Kesesuaian proses dan prosedur dengan Permen 20/2011 serta ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang lainnya Kesesuaian naskah raperda RDTR dengan format standar raperda Kesesuaian dan keserasian antara muatan yang tercantum dalam raperda dan materi teknis, peta, serta indikasi program pemanfaatan ruang prioritas.
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.2 PROSES LEGALISASI/PENETAPAN PERDA
˃
Secara garis besar proses penetapan Perda RDTR kabupaten/kota setelah mendapatkan persetujuan substansi adalah sebagai berikut: 1
2
3
4
Pengajuan Raperda Kabupaten/Kota tentang RDTR dari bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Pembahasan Raperda RDTR oleh DPRD bersama Pemerintah Kabupaten/Kota Penyampaian Raperda RDTR kepada Gubernur untuk dievaluasi
Penetapan Raperda Kabupaten/Kota tentang RDTR oleh Kepala Daerah
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.2 PROSES LEGALISASI/PENETAPAN PERDA
1. Pengajuan Raperda Kabupaten/Kota tentang RDTR dari walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota >> Tim teknis daerah melakukan persiapan untuk mengajukan pembahasan Raperda Kabupaten/Kota tentang RDTR kepada DPRD Kabupaten/Kota. >> Walikota menyampaikan surat permohonan pembahasan Raperda RDTR kepada DPRD dengan melampirkan dokumen pendukungnya. 2. Pembahasan Raperda RDTR oleh DPRD bersama Pemerintah Kabupaten/Kota >> Pembahasan Raperda RDTR dilakukan oleh Tim Panitia Khusus (Pansus) RDTR bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rapat paripurna >> Pembahasan ini bertujuan untuk mendapatkan persetujuan bersama Pemerintah Kabupaten/Kota dengan DPRD serta pengesahan dari DPRD terkait Raperda RDTR yang diajukan
IV. MEKANISME PERSETUJUAN SUBSTANSI DAN LEGALISASI RDTR DAN PZ IV.2 PROSES LEGALISASI/PENETAPAN PERDA
3. Penyampaian Raperda RDTR kepada Gubernur untuk dievaluasi >> Pemerintah Kabupaten/Kota mengajukan Raperda RDTR kepada Pemerintah Provinsi untuk dilakukan evaluasi
>> Pelaksanaan evaluasi Raperda RDTR dilakukan melalui pembahasan oleh tim BKPRD Provinsi bersama pemerintah Kabupaten/Kota bersangkutan >> Provinsi dilakukan hingga Raperda RDTR dinyatakan sesuai dengan hasil evaluasi dan kemudian ditindaklanjuti hingga penandatanganan hasil evaluasi oleh Gubernur 4. Penetapan Raperda Kabupaten/Kota tentang RDTR oleh Kepala Daerah >> Setelah Pemerintah Kabupaten/Kota memperoleh hasil evaluasi dari Gubernur, maka Raperda RDTR dapat diproses untuk selanjutnya dilakukan penomoran oleh Sekda Kabupaten/kota dan kemudian ditetapkan/disahkan menjadi perda oleh Kepala Daerah
TERIMA KASIH