Untuk Pembangunan Kawasan Industri
BEBERAPA FAKTA SBG.DASAR PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI
Kawasan Industri di Indonesia
The Government of Indonesia (GoI) has started to develop industrial estates in early 1970ies as an effort to provide readily available and developed industrial land with adequate infrastructure to support the promotion of foreign and domestic direct investment and to encourage regional development. Some industrial estates have been developed in Jakarta, Surabaya, Cilacap, Medan, Makassar, and Lampung in cooperation with local and provincial governments. In 1989 the GoI issued Presidential Decree 53/1989 concerning Industrial Estates, which opened the industrial estate business to private companies, and set the legal and technical standard requirements for development and operation of the estates. Later the decree was replaced by the Presidential Decree 41/1996, which sets the guidelines for industrial estates in Indonesia. The decree defines industrial estate as “a center for industrial activities with provisions of infrastructure and supporting facilities, which is developed and operated by a licensed industrial estate company”. The purpose of industrial estate development are to accelerating industrialization in the regions; facilitating industrial activities; directing industrial location; and strengthening environmental friendly industrialization. Today HKI has 83 company members, in 12 provinces, covering total gross area of about +27,000 hectares. There are about +6,000 manufacturing companies operating and employing some +1,000,000 people in the industrial estates. In addition we have to consider also the linkages and multiplier effects created by the manufacturing operations to benefit the national economy and the welfare of our people. Lihat dalam: http://www.hki-industrialestate.com/
URGENSI SEKTOR INDUSTRI Pada 2003, output sektor industri di Indonesia mencapai Rp 104,59 triliun. Rinciannya, output industri kecil sebesar Rp 23,08 triliun, output industri menengah sebesar Rp 17,57 triliun, dan output industri besar mencapai Rp 63,83 triliun. Penyumbang output terbesar adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp 56,7 triliun. Sedangkan industri pupuk, kimia, dan karet tercatat sebagai penyumbang output terbesar kedua yaitu sebesar Rp 14,65 triliun. Meskipun investasi dan output industri terus menunjukkan peningkatan yang signifikan, namun pemerintah juga berharap terdapat persebaran industri yang merata. Karena saat ini industri masih terkosentrasi di pulau Jawa. Saat ini dari 3,03 juta industri di seluruh Indonesia, 62,5 persen diantaranya masih terpusat di Jawa yaitu sebesar 1,89 juta industri. Sedangkan industri di luar Jawa tercatat sebesar 37,5 persen atau 1,13 juta industri. Jawa Tengah tercatat sebagai propinsi dengan populasi industri terbesar yaitu 798.814 pabrik atau memiliki share 26,3 persen. Kemudian disusul dengan propinsi Jawa Timur yang memiliki industri sebesar 549.625 pabrik atau share 18,1 persen.
LATEST ISSUES: Disiapkan Zoning Kawasan Industri Ditarget Industri Tumbuh 8,1 Persen Per Tahun Jakarta,(Pontianak Post, 14/09/2004) Berlakunya otonomi daerah mengakibatkan beberapa peraturan pemerintah pusat tidak berfungsi. Salah satunya adalah mengenai peraturan pemerintah pusat mengenai kawasan industri yang tumpang tindih dengan aturan pemerintah daerah. Untuk mengatasi itu, pemerintah pusat kini sedang membahas RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) mengenai zoning kawasan industri.
"Kita saat ini sedang menyusun peraturan yang nantinya menjadi panduan pemerintah daerah dalam mengeluarkan perizinan industri. Karena kita konsisten untuk menciptakan iklim investasi dan pengembangan industri yang intensif," kata Sekjen Depperindag, Hariyanto Eko Waluyo, di Jakarta, akhir pekan lalu. RPP Kawasan Industri akan didukung oleh road map pengembangan industri non migas, yaitu meliputi arah pengembangan industri dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Dalam hal ini industri akan diproyeksikan tumbuh 8,1 persen per tahun.
Kebijakan Pengaturan Pembangunan Kawasan Industri
AMANAT PASAL 14 UUPA - KI (1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya: a. untuk keperluan Negara, b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
Penjelasan Pasal 14 UUPA
Pasal ini mengatur soal perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai yang telah dikemukakan dalam penjelasan umum (II angka 8). Mengingat akan corak perekonomian Negara dikemudian hari dimana industri dan pertambangan akan mempunyai peranan yang penting, maka disamping perencanaan untuk pertanian perlu diperhatikan, pula keperluan untuk industri dan pertambangan (ayat 1 huruf d dan e). Perencanaan itu tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pertambangan, tetapi juga ditujukan untuk memajukannya. Pengesahan peraturan Pemerintah Daerah harus dilakukan dalam rangka rencana umum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan sesuai dengan kebijaksanaan Pusat.
Peraturan Teknis Pembangunan KI Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974, tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan Tanah untuk Keperluan Perusahaan Keppres Nomor 53 Tahun 1989, tentang Kawasan Industri Keppres Nomor 33 Tahun 1990, tentang Penggunaan Tanah bagi Pembangunan Kawasan Industri Keppres Nomor 53 tahun 1993,tentang Kawasan Industri Surat Keputuan Menteri Perindustrian Nomor: 230/M/SK/10/ 1993 Tentang, Perubahan SK-Menteri Perindustrian Nomor: 291/M/SK/10/ 1989 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN STANDAR TEKNIS KAWASAN INDUSTRI,Tanggal: 23 OKTOBER 1993 PP Nomor 13 Tahun 1995, tentang Izin Usaha Industri Keppres Nomor 41 tahun 1996,tentang Kawasan Industri
Pengertian Kawasan Industri
Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri (Keputusan Presiden Nomor 98 tahun1993 ). Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1996 ).
STATUS HUKUM PERUSAHAAN PENGEMBANG KAWASAN INDUSTRI (PMDN No.5/1974)
Yang dapat diberikan tanah untuk usaha industrial estate adalah badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah atau dari pemerintah dan pemerintah daerah dapat berbentuk perusahaan umum (PERUM), perusahaan perseroan (PERSERO) atau bentuk lain menurut peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 6 ayat 3) Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah daerah harus berbentuk perusahaan daerah, yang dibentuk dengan peraturan daerah yang bersangkutan.
STATUS HUKUM PERUSAHAAN PENGEMBANG KAWASAN INDUSTRI (Keputusan Presiden Nomor 98 tahun1993) Pasal 8 (1) Perusahaan Kawasan Industri dapat berbentuk : a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); b. Koperasi; c. Perusahaan Swasta Nasional; d. Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing; e. Badan Usaha Patungan antar badan-badan usaha tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d.
Pengalihan Hak atas Tanah (PMDN No.5/1974)
Atas dasar rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang sudah ditetapkan, maka :
tanah-tanah yang dikuasai oleh Industrial Estate yang bersangkutan dengan hak pengelolaan, atas usul perusahaan tersebut oleh pejabat yang berwenang yang dimaksudkan dalam pasal 3 dapat diberikan kepada para pengusaha industri/pihakpihak yang memerlukannya dengan hak guna bangunan atau hak pakai, menurut ketentuan dan persyaratan peraturan perundangan agraria yang berlaku; tanah-tanah yang dikuasai oleh industrial estate yang bersangkutan dengan hak guna bangunan atau hak pakai, dapat dipindahkan haknya kepada para pengusaha industri/pihak-pihak lain yang memerlukannya, menurut ketentuan dan persyaratan peraturan perundangan agraria yang berlaku.
LARANGAN PENCADANGAN TANAH DAN PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN KEPPRES NO.33 TAHUN 1990
Pasal 1 Pencadangan tanah dan/atau pemberian ijin lokasi dan ijin pembebasan tanah bagi setiap perusahaan kawasan industri, dilakukan dengan ketentuan : 1.Tidak mengurangi areal tanah pertanian; 2.Tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber alam dan warisan budaya; dan 3.Sesuai dengan sarana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah Daerah Setempat.
Pasal 2 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, pelaksanaan kegiatan pembangunan kawasan industri juga tidak dapat dilakukan pada : a.Kawasan Pertanian; b.Kawasan Hutan Pruduksi; c.Kawasan Lindung.
LARANGAN ALIH FUNGSI TANAH UNTUK KAWASAN INDUSTRI
Kepres No. 53/1989
Pembangunan kawasan industri, tidak boleh alih fungsi sawah irigasi teknis/tanah pertanian subur (pembangunan kawasan industri tidak mengurangi areal tanah pertanian dan tidak dilakukan diatas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumberdaya alam dan warisan budaya) Kepres No. 33/1990 Pelarangan pemberian izin perubahan fungsi lahan basah dan pengairan beririgasi bagi pembangunan kawasan industri (pemberian izin pembebasan tanah untuk industri harus dilakukan dengan pertimbangan tidak akan mengurangi areal tanah pertanian dan tidak boleh di kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah berupa sawah dengan pengairan irigasi serta lahan yang dicadangkan untuk usaha tani-irigasi)
PENGATURAN KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN Keputusan Presiden No.41 tahun 1996
STATUS HUKUM PERUSAHAAN PENGEMBANG KAWASAN INDUSTRI
(Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1996 ) Pasal 5 (1) Perusahaan Kawasan Industri berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. (2) Perusahaan Kawasan Industri dapat berbentuk : a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); b. Koperasi; c. Perusahaan Swasta Nasional; d. Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing; e. Badan Usaha Patungan antar badan-badan usaha tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
Perijinan Bagi Perusahaan Kawasan Industri Pasal 6 (1) Setiap Perusahaan Kawasan Industri wajib memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri. (2) Izin Usaha Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya tidak berstatus Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri, diberikan oleh Menteri. (3) Izin Usaha Kawasan Industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka Undangundang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970, dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 1970, diberikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri. (4) Izin Usaha Kawasan Industri bagi Perusahaan Kawasan Industri yang tidak berstatus Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri dan yang berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri berlaku untuk seterusnya selama Perusahaan Kawasan Industri masih melaksanakan pengelolaan Kawasan Industri tersebut, dan untuk Perusahaan Kawasan Industri yang berstatus Penanaman Modal Asing berlaku untuk 30 tahun, sepanjang memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PP No.13 tahun 1995, tentang IZIN USAHA INDUSTRI
Jenis perizinan sebagaimana diatur dalam PP ini dimaksudkan sebagai langkah penyederhanaan di bidang perizinan khususnya bagi perusahaan industri yang berlokasi di Kawasan Industri termasuk Kawasan Berikat yang melaksanakan kegiatan pengolahan atau bagi perusahaan industri yang jenis, komoditi ataupun proses produksinya tidak merusak ataupun membahayakan lingkungan dan tidak menggunakan sumber daya alam secara berlebihan. Disamping itu, juga untuk mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di Kawasan Industri atau Kawasan Berikat mengingat Kawasan tersebut adalah tempat perusahaan melakukan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya. Dengan adanya langkah penyederhanaan ini, maka kepada pengusaha industri yang memenuhi ketentuan kriteria tersebut diatas dapat langsung diberikan Izin Usaha Industri tanpa diwajibkan melalui pentahapan memiliki Persetujuan Prinsip terlebih dahulu, tetapi cukup dengan membuat Surat Pernyataan.
PP No.13 tahun 1995, tentang IZIN USAHA INDUSTRI Pasal 4 (1) Untuk memperoleh Izin Usaha Industri diperlukan tahap Persetujuan Prinsip. (2) Izin Usaha Industri diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi. (3) Izin Usaha Industri dapat diberikan langsung pada saat permintaan izin, apabila Perusahaan Industri memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Perusahaan Industri berlokasi di Kawasan Industri yang telah memiliki izin; atau b. Jenis dan komoditi yang proses produksinya tidak merusak ataupun membahayakan lingkungan serta tidak menggunakan sumberdaya alam secara berlebihan;
KEGIATAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI KEGIATAN PENGEMBANGAN: Pasal 7 (1) Perusahaan Kawasan Industri wajib melakukan kegiatan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri. Pasal 8 (1) Perusahaan Kawasan Industri wajib melakukan kegiatan : a. penyediaan/penguasaan tanah; b. penyusunan rencana tapak tanah; c. rencana teknis kawasan; d. penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; e. penyusunan Tata Tertib Kawasan Industri;f. pematangan tanah; f. pemasaran kapling industri;h. pembangunan serta pengadaan prasarana dan sarana penunjang termasuk pemasangan instalasi/peralatan yang diperlukan.
KEGIATAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN INDUSTRI
KEGIATAN PENGEMBANGAN: Kegiatan pengelolaan Kawasan Industri meliputi kegiatan pengoperasian dan/atau pemeliharaan prasarana dan sarana penunjang Kawasan Industri, termasuk kegiatan pelayanan jasa bagi perusahaan industri di dalam Kawasan Industri.
Perijinan Awal Usaha Kawasan Industri Sebelum melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (1), Perusahaan Kawasan Industri harus memperoleh Persetujuan Prinsip, dengan ketentuan : a. bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya tidak berstatus Penanaman Modal Asing/Penanaman Modal Dalam Negeri, diberikan oleh Menteri; b. bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970, dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, diberikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri.
IJIN LOKASI Pasal 9
(1) Perusahaan Kawasan Industri yang sudah memperoleh Persetujuan Prinsip wajib memperoleh Izin Lokasi Kawasan Industri dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II setempat. (2) Pemberian Izin Lokasi kepada Perusahaan Kawasan Industri dilakukan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan Pemerintah Daerah setempat.
Hak atas Tanah yang Diperoleh (Pasal 11 Keputusan Presiden No.41 tahun 1996) 1)
2) 3) 4)
Untuk menjalankan kegiatan pengembangan Kawasan Industri, kepada Perusahaan Kawasan Industri yang sudah memperoleh Izin Usaha Kawasan Industri dapat mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan Induk atas tanah yang telah dikuasai dan dikembangkan. Hak Guna Bangunan Induk Kawasan Industri dapat dipecah menjadi Hak Guna Bangunan untuk masing-masing kapling. Dalam hal Hak Guna Bangunan Induk Kawasan Industri belum diterbitkan, Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri dapat mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan atas kapling yang diperolehnya. Ketentuan dan Tata cara pemberian Hak Guna Bangunan Induk untuk Kawasan Industri dan Hak Guna Bangunan untuk masing-masing kapling diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Ketentuan Perolehan Tanah (Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 ) Pasal 12 (1) Dalam waktu tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sejak dikeluarkan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Kawasan Industri harus sudah menyediakan kapling industri siap bangun seluas 20% (dua puluh persen) dari luas tanah yang diizinkan. (2) Luas kapling industri siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) minimum 20 Ha (dua puluh hektar). (3) Dalam waktu tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berkewajiban untuk mematangkan seluruh tanahnya sebagai suatu Kawasan Industri. (4) Apabila Perusahaan Kawasan Industri tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3), maka Persetujuan Prinsip dapat ditinjau kembali.
PERSYARATAN PENGALIHAN/PENYEWAAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Pasal 10 Untuk melakukan kegiatan penjualan dan/atau penyewaan kapling dan/atau bangunan industri yang sudah dibangunnya Perusahaan Kawasan Industri wajib memiliki Izin Usaha Kawasan Industri
Perluasan Kawasan Industri
(Keputusan Presiden No.41 tahun 1996) Pasal 12 (1) Perusahaan Kawasan Industri yang telah melakukan kegiatan pengembangan dan telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri dapat mengajukan Izin Perluasan Kawasan Industri. (2) Izin Perluasan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. (3) Izin Perluasan bagi Perusahaan Kawasan Industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970, dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, diberikan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri.
Perihal Pengelolaan – KI (Keputusan Presiden No.41 tahun 1996) Pasal 14 Perusahaan Kawasan Industri yang dan telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri serta telah menyediakan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya dapat mengalihkan pengelolaan Kawasan Industri kepada Perusahaan Pengelola Kawasan Industri sesuai dengan ketentuan yang disepakati bersama.
Penetapan menjadi– KI (Keputusan Presiden No.41 tahun 1996) Pasal 17 (1) Tanah yang dimiliki oleh satu perusahaan atau beberapa perusahaan yang sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hektar di dalam Kawasan Peruntukan Industri yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta sudah dimanfaatkan untuk kegiatan industri, dapat ditetapkan sebagai Kawasan Industri. (2) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan Perusahaan Kawasan Industri. (3) Ketentuan dan tata cara penetapan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Menteri.
Keputusan Presiden No.41 tahun 1996 sebagai Dasar Hukum Pengaturan--KI
Dengan berlakunya Keputusan Presiden No.41 tahun 1996, maka Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 98 Tahun 1993 dinyatakan tidak berlaku. Semua peraturan pelaksanan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 dan Keputusan Presiden Nomor 98 Tahun 1993 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diatur berdasarkan Keputusan Presiden ini..