J. Tek. Ling
Edisi Khusus
Hal. 01-08
Jakarta Juli 2008
ISSN 1441-318X
KEBERADAAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI Adinda Arimbi Saraswati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstrak Some functions that involves in Green Open Area ( the function of ecology, social, economic and architecture) and the estetic value of Green Open Area (object and environment) it is not only able to increase the ecological quality, but it is to be an indicator of the sustainability of ecological development. In getting Green Open Area with has function and esthetic, therefore minimal large, patern, structure and form and its distribution the must to be considered in build and develop the area. The ecological, condition, the wish of user, direction and the aim of development of area is to be a main part to fix the Green Open Area functions. Keyword: Green Open Area
1. PENDAHULUAN Dewasa ini kemajuan pertumbuhan kawasan industri semakin pesat adanya. Industri berlomba-lomba memperluas usaha dan jaringan kerjasamanya. Pembangunan instalasi yang mendukung kegiatan industri dipergiat dan usaha-usaha untuk menambah produksi dipercepat. Seringkali pihak industri hanya mengutamakan keuntungan produksi semata dan kurang atau bahkan tidak peduli terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Kerusakan lingkungan yang terjadi diakibatkan adanya buangan limbah tanpa proses terlebih dahulu, penggunaan air tanah yang tidak bijaksana sehingga menyebabkan makin berkurangnya jumlah air tanah dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kondisi lingkungan sekitar. Pembangunan fisik kota telah menyita ruang terbuka dan ruang terbuka hijau dan dengan cepat terjadi ketidakseimbangan kuantitas antara ruang terbangun dengan ruang terbuka. Hal ini mengakibatkan menurunnya kenyamanan dan kesegaran
serta mengganggu kesehatan dan menurunkan kinerja warga pengguna kawasan industri (RTH). Dalam kawasan industri, tata hijau atau ruang terbuka hijau, mempunyai peranan penting tidak saja hanya menambah keindahan dan keasrian lingkungan, tetapi juga mempunyai fungsi sebagai indikator lingkungan. Berkurangnya RTH disebabkan antara lain oleh perubahan dalam pola spasial kota dengan berkembangnya kawasan-kawasan permukiman, industri, perdagangan dan kawasan-kawasan terbangun lainnya. Perubahan tersebut telah mengkonversi lahan-lahan terbuka tanpa bangunan menjadi lahan untuk peruntukan lain yang memiliki fungsi bertolak belakang dengan lahan terbuka. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan karena memacu timbulnya pencemaran, masalah kesehatan lingkungan serta masalah sosial. Percepatan pengurangan jumlah RTH yang memadai pada kenyataannya berbeda antara suatu kawasan dengan kawasan
Keberadaan Ruang Terbuka... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 1 - 8
1
lainnya. Hal tersebut dipengaruhi antara lain oleh strategi pengembangan kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan preferensi masyarakat dalam memilih ruang untuk mendukung kegiatannya. Kepentingan industri cenderung adalah meminimisasi keberadaan RTH, karena dianggap mengurangi sisi ekonomis dari pengembangan kawasan industri. Banyaknya lahan hijau yang seharusnya dikembangkan menjadi RTH, berubah fungsi menjadi daerah terbangun, sehingga keberadaan RTH semakin sempit bahkan tidak ada. Sementara itu kebijakan Pemerintah dalam menerapkan keberadaan RTH sudah demikian jelas yaitu terdapat pada Peraturan Pemerintah tentang Tata Ruang. RTH yang terletak pada suatu kawasan dengan nilai komersial yang tinggi cenderung untuk berubah menjadi peruntukan lain dengan lebih cepat dibandingkan dengan RTH pada kawasan lain yang memiliki nilai ekonomis lebih rendah. Selain faktor ekonomi, letak RTH yang umumnya berada pada tempat-tempat yang strategis sangat berperan terhadap kecepatan perubahan RTH menjadi peruntukan lain. Dalam tahap awal perkembangan kota dan juga termasuk suatu kawasan industri, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung aktivitas dan pembangunan maka ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lainlain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Polusi udara yang tinggi adalah faktor lain yang menjadi ciri kawasan industri yang tidak memiliki RTH dengan fungsi ekologis optimal. Polusi udara yang terjadi terdiri dari gas dan partikel/unsur/butir padat yang diemisi oleh industri, transportasi, sistem 2
pemanas dan lain lain. Polusi udara yang teremisi, merubah komposisi atmosfir perkotaan, menurunkan transmissivitas dan meningkatkan daya serap terhadap radiasi matahari. Dengan kata lain, polusi udara menyerap cahaya matahari dan visibilitas udara menurun, sehingga lebih sedikit radiasi matahari yang menjangkau permukaan tanah. 2. FUNGSI EKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU Fungsi hijau dalam RTH pada suatu kawasan sebagai ’paru-paru’ kota sebenarnya hanya merupakan salah satu aspek berlangsungnya fungsi daur ulang antara gas CO2 dan O2, hasil fotosintesis khususnya pada dedaunan. Sistem tata hijau ini berfungsi sebagai semacam ventilasi udara dalam bangunan. Penanaman tumbuhan atau vegetasi berkayu dapat memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya dalam manfaat proteksi, estetika, rekreasi, penghasil O2 dan kegunaan khusus lainnya. Ruang Terbuka Hijau dapat membantu meningkatkan kualitas lingkungan kota dan secara mikro dapat menciptakan kondisi yang nyaman dan ketercapaian keseimbangan antara lingkungan alam dengan lingkungan binaan. Tanaman dengan kegiatan fisiologis dalam tubuhnya dapat berkemampuan untuk menetralisir keadaan lingkungan yang masih berada di bawah daya tampung lingkungan. Kemampuan ini dapat berasal dari kerja fotosintesis, evapotranspirasi, aroma yang dikeluarkan tanaman maupun bentuk fisik tanaman. Dengan mengaitkan kemampuan tersebut dengan fungsi RTH dalam pengendalian iklim mikro, maka fungsi RTH sebagai : 1.
ameliorasi iklim, artinya dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. Ruang terbuka Hijau menghasilkan O2 dan uap air (H2O) yang menurunkan suhu serta menyerap CO2. CO2 bersifat gas
Saraswati, A. A. 2008
rumah kaca yang dapat menaikkan suhu udara dan berpengaruh pada iklim mikro setempat. 2.
3.
4.
5.
memberikan perlindungan terhadap terpaan angin kencang dan peredam suara. Tanaman berfungsi sebagai windbreak (pamatah angin) dan peredam suara (soundbreak). Sebagai pematah angin tanaman akan mengurangi kecepatan angin yang mengakibatkan laju angin yang berhembus akan menurun. Sebagai soundbreak tanaman akan mengurangi kebisingan dengan efektifitas yang ditentukan oleh ketebalan dan kerapatan tanaman. perlindungan terhadap terik sinar matahari. Kehadiran tanaman dalam RTH akan mengintersepsi dan memantulkan radiasi sinar matahari untuk fotosintesis dan transpirasi sehingga di bawah tajuk akan terasa lebih sejuk. Ruang Terbuka Hijau berfungsi sebagai shelter belt yaitu sabuk pelindung dari gangguangangguan alami dan buatan. perlindungan terhadap asap dan gas beracun, serta penyaring udara kotor dan debu. Pemakaian timah hitam (timbal, Pb) pada bensin menimbulkan dampak negatif pada asap yang dikeluarkan. Adanya tanaman, Pb dapat masuk kedalam tanaman melalui penyerapan dari akar dan daun melalui proses pertukaran gas pada stomata daun1). Setiap 1 jam 1 Ha daun-daun tumbuhan hijau mampu menyerap 8 kg CO 2, jumlah ini sama dengan jumlah CO2 yang dihembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang bersamaan. Ruang Terbuka Hijau dalam bentuk hutan kota dengan luas 25 Ha dalam satu tahun mampu menghasilkan 1 ton O2 yang dilepas ke udara. Oksigen diperlukan manusia untuk bernapas. Manusia bernapas setiap 4 detik, 16
6.
kali setiap menit, 960 kali setiap jam, 23.040 kali setiap hari atau 8.409.600 kali setiap tahun. Jika dianggap usia rata-rata manusia Indonesia 70 tahun maka manusia akan menghirup sekitar 289 juta liter O2 kedalam pembuluh paru-paru yang halus. pengaman dan pembatas antara jalur lintas lintasan kereta api dengan pemukiman penduduk, mengeraskan tanah yang terkena lintasan kereta api sehingga melancarkan arus transportasi lalu lintas kereta, menyerap CO2 dan polutan lain yang dikeluarkan bersamaan asap, meredam kebisingan yang dihasilkan mesin lokomotif.
Adanya sembilan fungsi dan peranan penghijauan perkotaan di Indonesia sebagaimana dijelaskan2) bahwa pentingnya keberadaan RTH, yaitu: 1. 2.
3. 4.
5.
6. 7. 8. 9.
sebagai paru-paru kota; sebagai pengatur lingkungan (mikro), vegetasi akan menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk, nyaman dan segar; pencipta lingkungan hidup (ekologis); penyetimbangan alam (adaphis) merupakan pembentukan tempattempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya; perlindungan (protektif) terhadap kondisi fisik alami sekitarnya (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu); keindahan (estetika); kesehatan (hygiene), misalnya untuk terapi mata; rekreasi dan pendidikan (edukatif) sosial politik ekonomi.
Manfaat RTH juga digambarkan sangat besar yaitu satu hektar pohon mampu mentralisir 736.000 liter limbah cair buangan 16.355 penduduk, menghasilkan 0,6 ton oksigen yang dapat menyegarkan 1.500
Keberadaan Ruang Terbuka... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 1 - 8
3
warga per hari, menyimpan 900 meter kubik air tanah per tahun, serta menguapkan air untuk kelembaban kota 4.000 liter per hari. Satu hektar pohon juga mampu menurunkan suhu 5 sampai 8 derajat Celsius atau setara dengan 5 unit alat pendingin udara berkapasitas 2.500 kcal per 20 jam, meredam kebisingan suara 25-75 persen, dan meredam kekuatan angin sebanyak 75 persen1). Hal berikutnya yang menjadi pertimbangan adalah jenis tanaman apa yang telah tersedia dan dipertahankan sebanyak mungkin (pohon peneduh, semak atau penutup tanah). Prinsip pembangunan taman ekologis dapat diterapkan dengan: 1. 2. 3. 4.
5.
Pembentukan jalan setapak yang beraneka ragam dan berliku-liku. Penciptaan sudut yang tenang, teduh dan nyaman Penggunaan pagar hijau dengan perdu beranekabentuk dan warna bunga Pengarahan pemandangan dan cahaya dengan aturan dan pilihan tanaman tertentu Pemilihan tanaman yang sesuai tempat dan mudah perawatannya.
3. PEMBANGUNAN KAWASAN INDUTRI RAMAH LINGKUNGAN Perencanaan pembangunan yang ramah lingkungan juga berdampak pada konsep perencanaan konstruksi, pengaturan jendela berkaca dan penempatan massa. Iklim sangat mempengaruhi konsep pembangunan suatu gedung yang nyaman ditambah pula dengan konsep penghematan energi untuk pengaturan suhu dengan menggunakan AC (air conditioner). Di Indonesia yang mempunyai iklim tropis panas lembab membutuhkan efek pencahayaan yang tepat dan pengaturan suhu yang sesuai agar suasana kerja dapat nyaman. Suhu dan kelembaban yang tinggi sangat tidak nyaman karena penguapan sedikit dan gerak udara biasanya kurang. Beberapa unsur pembangunan suatu kawasan baik perkotaan maupun industri yang perlu diamati antara lain 3): 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Desain dan konstruksi bangunan. Adanya kemungkinan terdapat masalah bangunan dan geoteknik. Desain untuk ventilasi dan pendinginan dengan cara alami, mungkin akan sangat diperlukan. Ruang terbuka dan ekologi perkotaan. Desain perkotaan sebaiknya menggabungkan koridor-koridor habitat, badan air dan anak sungai, dan pohonpohon peneduh. Penggunaan lahan multi fungsi mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi perkotaan, dengan fokus pada kelompok permukiman baru untuk perencanaan dan pemeliharaan karakter ekologis. Utilitas. Area-area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-area pantai akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar akan terjadi pada perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah, yang akan mempengaruhi drainase serta jaringan suplay air bersih. Infrastruktur utama lainnya sering kali berada pada lintas otoritas kewenangan dan membutuhkan pendekatan yang kolaboratif. Transportasi. Berbagai prasarana transportasi seperti jalan kereta api (terutama di daerah pantai dan daerahdaerah yang berpotensi banjir) kanalkanal, pelabuhan laut dan udara harus diadaptasikan terhadap kejadiankejadian cuaca ekstrim. Pengembangan sistem drainase dan pembuangan air kotor. Area perkotaan akan membutuhkan desain engineering yang memasukkan unsur area permeabel dan soft engineering. Perencanaan dan zoning sensitif terhadap iklim dan menuntut konsistensi pembuatan keputusankeputusan yang didasarkan pada pengetahuan mengenai keterhubungan unsur-unsur iklim dan elemen kota serta berbagai konsekuensi terhadap berbagai perubahan.
Saraswati, A. A. 2008
Batas kemampuan suatu lingkungan menerima beban adalah permasalahan global, sedangkan kegiatan manusia membebani lingkungan secara individual merupakan permasalahan lokal. Oleh karena itu manusia merupakan pusat perhatian pada pemikiran yang berkesinambungan terhadap perencanaan lingkungan dan pembangunan. Gambar berikut menerangkan daya tampung ekosistem dan beban lingkungan maksimal yang dapat diakibatkan oleh kegiatan pembangunan. Beban lingkungan tersebut mengandung pencemaran yang disebabkan oleh persiapan pembangunan, yang meliputi bahan, penggunaan dan pembongkaran. Berdasarkan ambang batas dan faktor ekonomi (statistik pengeluaran, statistik lalu lintas, standar amdal dan pelaksanaan nyata) akan dapat ditentukan pencemaran lingkungan maksimal yang diperbolehkan per unit hunian. Pada lahan yang akan digunakan untuk membangun gedung, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu mengenai kesuburan tanah yang ada apakah dapat hilang dengan adanya pembangunan. Tanah yang berpotensi subur sebaiknya dipertahankan sebagai lahan hijau dan tidak dialihfungsikan sebagai daerah yang terbangun. Gedung juga membutuhkan perlindungan terhadap radiasi matahari, hujan, serangga dan perlindungan terhadap angin keras 3) . Secara fisiologis iklim mempengaruhi kenyamanan termal manusia. Suhu inti manusia adalah ± 37 ºC pada otot dan di permukaan kulit manusia suhu menjadi lebih rendah yaitu 30 - 35ºC sedangkan pada ujung hidung dan telinga yaitu 22ºC. Dengan metabolisme energi dalam tubuh maka badan manusia melepaskan kalor sebesar ± 100 Watt. Pertukaran panas manusia dengan lingkungannya tergantung dari suhu udara, suhu permukaan yang berada di sekelilingnya, penyalur panas oleh permukaan tersebut, kelembapan dan angin.
Pengaruh iklim terhadap bangunan juga dapat menjadi pertimbangan yaitu sebaiknya dibuat secara terbuka dengan jarak yang cukup di antara bangunan tersebut agar gerak udara terjamin. Orientasi bangunan ditempatkan diantara lintasan matahari dan angin sebagai kompromi antara letak gedung berarah dari timur ke barat dan yang terletak tegak lurus terhadap arah angin. Gedung sebaiknya berbentuk persegi panjang yang memberikan efek penerapan ventilasi silang. Ruang di sekitar bangunan sebaiknya dilengkapi pohon peneduh tanpa menganggu aliran angin. Perlu dipersiapkan saluran dan resapan air hujan dari atap dan halaman yang telah diperkeras. Meskipun demikian tetap harus menyisakan minimal 30% lahan terbuka untuk penghijauan. Pengaruh suhu terhadap bangunan dapat diatur dengan memperhatikan letak, bentuk dan lapisan permukaan gedung. Bidang yang kurang panas selalu akan menerima panas dari bidang yang lebih panas. Hal yang sama juga terjadi antara dua benda (lewat udara) maupun antara dua permukaan dinding (lewat tembok) dimana benda hangat berupa udara yang hangat akibat radiasi matahari dan benda dingin berupa udara di dalam rumah. Penukaran panas pada lapisan bidang permukaan luar gedung dapat juga dipengaruhi oleh faktor pantulan dan penyerapan sinar panas. Panas diserap oleh bagian dinding luar dan akan menghangatkan juga permukaan dinding dalam sesudah beberapa saat menurut daya serap panas dan tebalnya dinding. Perlindungan bangunan terhadap matahari merupakan tuntutan utama pada iklim tropis panas lembab. Langkah yang paling sederhana adalah dengan penanaman pohon peneduh di sekitar bangunan.Dengan melihat situasi pembangunan dan masalahmasalah lingkungan di perkotaan yang sangat kompleks dan parah dan mengakibatkan kualitas lingkungan menurun, maka pengembangan daerah hijau (hutan kota dan taman kota) sebagai peredam sumber polusi udara harus
Keberadaan Ruang Terbuka... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 1 - 8
5
dikembangkan.Masalah-masalah lingkungan yang mendorong perlunya pengembangan daerah hijau adalah : 1.
Tingkat polusi udara (debu, asap, aerosol dan sebagainya) sudah melewati ambang batas. Satu hektar hutan memiliki potensi untuk mengikat 1.000 kg debu/tahun yang diakibatkan oleh polusi udara dan mengolahnya menjadi humus7) 2. Suhu udara yang semakin panas. Setiap pohon yang ditanam mempunyai kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata lima pendingin udara (AC) yang dioperasikan selama 20 jam setiap harinya. 3. Kebisingan yang semakin parah. Setiap 93 m² hutan mampu menyerap kebisingan sebesar 8 dB dan setiap hektar hutan dapat menetralisir CO2 yang diakibatkan oleh 20 kendaraan bermotor. 4. Air tanah semakin terkuras. Setiap pohon besar mampu menguapkan 280 – 380 L air/hari dan 170 – 230 L air/hari dapat diterserap oleh tanah di sekeliling akarnya dan kemudian air tersebut meresap kedalam tanah menjadi air tanah 8). 5. Kebutuhan Oksigen setiap jam atau setiap hari bagi manusia terus meningkat. Setiap pohon besar mampu memproduksi 4.580 kg O2 pertahun dan setiap manusia membutuhkan 2,9 kg O2 per hari, sedangkan sebuah mobil sedan 100 kg O2 untuk setiap 100 km. 6. Ruang terbuka hijau yang seharusnya 30% dari luas wilayah permukiman semakin sempit karena taman-taman berubah fungsi menjadi bangunan gedung. Hal ini perlu dihentikan segera dan melakukan penataan ulang. Telah diketahui perubahan iklim dapat mempengaruhi fungsi dan struktur ruang hijau, yang pada akhirnya berdampak pada lingkungan perkotaan pada kawasan itu 6
sendiri. Pengetahuan mengenai hal ini menjadi penting untuk memberikan respon terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim dengan strategi yang adaptif melalui manajemen, perancangan dan perencanaan ruang hijau perkotaan. Adanya 3 (tiga) tujuan penataan RTH4), yaitu : 1.
Dapat menciptakan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan dan manusiawi serta serasi sesuai dengan keindahan kota; 2. Dapat meningkatkan dan memelihara mutu lingkungan hidup perkotaan yang hijau, segar, nyaman, bersih, indah dan teratur dan 3. Dapat menjaga dan memelihara lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang berguna bagi kebutuhan hidup masyarakat penghuni. Banyak pendapat tentang luas RTH ideal yang dibutuhkan oleh suatu kawasan. Hal tersebut dinyatakan bahwa dari sudut kesehatan 5) seorang penduduk kota maksimal memerlukan ruang terbuka seluas 15 m2, kebutuhan normal 7 m2 dan minimal harus tersedia 3 m2. Pendapat lain berasal dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase RTH yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota atau bila kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Untuk Indonesia, Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa luas RTH yang dibutuhkan untuk satu orang adalah seluas 1,8 m2. Jadi RTH walaupun hanya sempit atau dalam bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika RTH akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus benar-benar diperhitungkan dan proporsional.
4. KEBERADAAN RTH DALAM KAWASAN INDUSTRI Secara umum keberadaan RTH bertujuan untuk menjaga menjaga
Saraswati, A. A. 2008
kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur-unsur lingkungan, sosial dan budaya. Demikian pula halnya dengan keberadaan RTH di suatu kawasan industri penelitian dari Dirjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2006 dapat menjelaskan bahwa keberadaan RTH yang berkaitan dengan suatu kawasan industri diharapkan mampu menjaga keseimbangan ekosistem dan dapat berfungsi antara lain sebagai: 1.
2.
Penahan dan penyaring partikel padat dari udara Dengan adanya RTH-kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayanglayang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Manfaat dari adanya tajuk pada RTH-kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk di RTHkota. Ameliorasi iklim Keberadaan RTH diupayakan untuk mengelola lingkungan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya permukaan yang diperkeras, misalnya jalan (beraspal maupun dari beton), gedung bertingkat, jembatan laying, papan reklame, menara, antene pemancar radio dan lain-lain. Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik dari bumi6). Selanjutnya dijelaskan bahwa jumlah pantulan radiasi surya suatu RTH sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman,
3.
4.
5.
umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah hijau lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Pengelolaan Sampah RTH-kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah yaitu dapat berfungsi sebagai penyekat bau,. penyerap bau, pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah dan penyerap zat yang berbahaya dan beracun/B3 yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta B3 lain. Pelestarian air tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori-pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang lebih besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Selain itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang meresap masuk kedalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan (surface run off). Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah (aquifer). Dengan demikian RTH-kota yang dibangun pada daerah resapan air akan dapat membantu mengatasi masalah kekurangan air baku (air dengan kualitas yang baik). Mengurangi tekanan yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan Kesejukan dan kenyamanan yang ditimbulkan akibat adanya RTH mampu mengurangi kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOX dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan keberadaan RTH tersebut. RTH juga mampu mengurangi kekakuan dan monotonitas suatu kegiatan di kawasan yang sudah mulai terkena dampak pencemaran lingkungan.
Keberadaan Ruang Terbuka... J. Tek. Ling. Edisi Khusus 1 - 8
7
5. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1.
1.
Prayoto, Krisantini, Sudirman. Y, Pencemaran dan Penyebaran Logam Berat di LPA Cacing, dalam Himpunan Karya Ilmiah, KPPL, Jakarta, 1993
2.
Slamet, Ruang Terbuka Hijau Kota Jakarta, Antara Fungsi dna Keberadaan, Laporan Penelitian Hukum Lingkungan, Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta, 2003
3.
Frick, Heinz. Arsitektur Ekologis, seri ke 2, Penerbit Kanisius, Soegijapranata University Press, Jogjakarta, 2006
4.
Hendrawan, A, Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan dan Pemeliharaan Ruang Hijau Kota, studi kasus Ruang Hijau Kota DKI Jakarta, Laporan Penelitian Hukum Lingkungan, Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta, 2001
5.
Bianpoen, Papan dan Masyarakat di Jakarta, majalah Widyapura No.3 tahun VI, Jakarta, 1989
6.
Grey, J.& Frederick. C.Deneke, Urban Forestry, John Wiley&Sons Book Company,Inc, 1978
7.
Minke, Gernot/Witter, Gottfried. Hauser mit grunem Pelz. Edisi ke 3 Franfurt/ M: Dieter Fricke, 1983 Vester, Frederic. Ein Baum ist mehr als ein Baum. edisi ke-2. Munchen: Kosel, 1986
2.
3.
4.
Ruang Terbuka Hijau berpotensi dapat memperbaiki kondisi kualitas udara dan air tanah. Tanaman dalam RTH melalui proses fotosintesis dapat menyerap polutan udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan cerobong asap pabrik. Tanaman melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai imbuhan untuk air tanah, meningkatkan kenyamanan dan paruparu kota. Bentuk fisik tanaman yang khas secara tidak langsung bermanfaat untuk melindungi, mencegah bising, mencegah erosi dan sedimentasi. Keberadaan RTH dewasa ini semakin menyusut dengan laju pertumbuhan penduduk yang mendorong adanya alihfungsi lahan, sebagai tempat permukiman dan perluasan areal usaha dan industri. Keberadaan pengurangan jumlah RTH sangat dipengaruhi antara lain oleh strategi kebijakan pengembangan kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat dan preferensi masyarakat dalam menentukan skala prioritas kebutuhan ruang bagi masing-masing kepentingan kegiatan.
8.
8
Saraswati, A. A. 2008