MINGGU 13
Pokok Bahasan
: Ruang terbuka dan ruang terbuka hijau kota
Sub Pokok Bahasan
: a. Fungsi, nilai dan jenis ruang terbuka b. Vegetasi c. Manfaat penghijauan kota d. Kebutuhan ruang terbuka untuk kota e. Permasalahan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau
kota f.
Strategi pengadaan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau kota
Fungsi dan Nilai Ruang Terbuka Kota Secara umum ruang terbuka dianggap sebagai "semua tanah dan air yang tidak tertutup bangunan". Dengan definisi ini ruang terbuka dianggap sebagai bagian dari permukaan tanah, di dalam area permukiman atau diluar area tersebut. Keberadaan ruang terbuka di dalam kota sangat penting, baik bagi penduduk maupun Iingkungan kota, karena ada beberapa nilai yang dikandungnya. Nilai-nilai tersebut diaktualisasikan dalam hubungan manusia dengan alam. Dengan mengenal pentingnya ruang-ruang terbuka, seseorang dapat memahami nilai yang dikandung ruang-ruang terbuka tersebut. Ruang terbuka sangat penting bagi masyarakat. Ruang-ruang tersebut mempunyai berbagai fungsi atau manfaat, seperti ruang untuk kegiatan rekreasi, mengurangi polusi udara dan suara, mempengaruhi cuaca setempat, serta manfaat psikologis dan estetika.
Dari berbagai fungsi ruang terbuka, nilai dari ruang terbuka dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, seperti dikatakan oleh Bradly dan Milward (1984), yaitu: nilai sosial dan budaya, nilai psikologis, nilai ekologi dan alam, dan nilai estetika atau keindahan. Sedangkan Setiawan (2003) menambahkan adanya nilai ekonomi pada ruang terbuka kota.
Nilai sosial dan budaya
Bradly dan Millward (1984) mengatakan bahwa penduduk urban membutuhkan lebih banyak berhubungan dengan alam, karena hal ini merupakan bagian dari kehidupan urban. Penduduk urban hanya mempunyai tempat untuk tinggal yang
Universitas Gadjah Mada
terbatas luasannya, karena mahalnya harga tanah di kota. Oleh karena itu, mereka membutuhkan ruang-ruang terbuka untuk interaksi sosial dengan tetangga, keluarga dan teman-temannya. Taman, plaza, dan ruang-ruang trebuka informal sering dipakai untuk pertunjukan musik, budaya tradisional, pawai dan kegiatan lainnya di hari libur. Sehingga, ruang terbuka sangat bermanfaat untuk arti-arti sosial dan budaya.
Nilai psikologis
Pada konteks ini, nilai ruang terbuka tidak hanya sebagai tempat untuk pertemuan sosial, keluarga, tetangga dan tempat bermain anak-anak, tetapi juga sebagai tempat bagi seseorang untuk menyendiri, dan menikmati kesunyian. Ruang terbuka dapat dipakai sebagai tempat duduk pelepas lelah sementara di siang hari, sebelum seseorang mulai bekerja kembali dengan kondisi psikologis lebih segar.
Nilai ekologi dan alam. Ruang-ruang hijau di dalam kota dan di pinggir kota dapat berfungsi sebagai paruparu kota, yang menyaring debu dan polutan lainnya, sehingga udara menjadi lebih bersih dan lugnkungan menjadi lebih baik. Selain itu ruang-ruang terbuka dapat mengurangi tingkat kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Nilai estetika Nilai ini dikandung oleh ruang terbuka karena kontribusinya kepada pemandangan atau lansekap kota. Lansekap yang bagus akan memacu tumbuhnya apresiasi bagi yang menikmatinya. Menikmati alam tidak lagi untuk alasan-alasan ekonomi atau sosial, tetapi suatu rasa menikmati kualitas alam. Dalam konteks ini intervensi manusia pada pengelolaan ruang terbuka akan menentukan nilai estetika dari ruang terbuka tersebut.
Nilai ekonomi
Nilai ekonomi yang dikandung ruang terbuka kota kadang-kadang justru menempati peringkat paling tinggi atau dominan, karena semakin banyaknya penduduk kota yang memerlukan ruang untuk kebutuhan kegiatan ekonomi, sementara lahan semakin terbatas. Kegiatan berjualan di ruang terbuka atau berdagang kaki lima yang selalu memanfaatkan ruang terbuka kota banyak ditemui
Universitas Gadjah Mada
di semua kota di Indonesia. Ruang terbuka juga dapat dipakai untuk melakukan eksibisi atau pameran dengan menjual produk-produk tertentu.
Seperti halnya nilai-nilai yang dikandung ruang terbuka di atas, Spitthover dalam Kennedy dan Kennedy (1997) menjelaskan juga manfaat ruang terbuka untuk memenuhi kebutuhan sosial dan ekologi, antara lain sebagai tempat untuk:
Tumbuh dan berkembangnya anak
Kegiatan rekreasi, istirahat dan relaksasi
Kontak sosial
Kegiatan dan kreativitas individual
Kehidupan flora dan fauna
Tumbuhnya tanaman pangan
Komposting (pengolahan sampah)
Menyimpan dan menyaring air hujan
Fasilitas pengolahan air secara alami
Parkir kendaraan (mobil, sepeda, dll)
Jenis Ruang Terbuka Kota Menurut Setiawan dan Tjatera (1991), ruang terbuka terdiri dari dua kelompok, yaitu: 1) Ruang terbuka yang menjadi bagian dalam area permukiman, dan 2) Ruang terbuka publik. Berdasarkan fungsi dan kepemilikannya, ruang terbuka di dalam area permukiman dibagi menjadi dua, yaitu: a) Ruang terbuka untuk fungsi umum/publik; termasuk semua ruang yang tidak
tertutup bangunan seperti jalan lingkungan, lapangan sepak bola, dan sebagainya, yang dapat dimanfaatkan oleh semua penduduk. b) Ruang terbuka untuk fungsi privat; termasuk semua ruang terbuka yang
berhubungan dengan tempat tinggal, yaitu halaman rumah, balkon, teras terbuka, yang dimiliki dan hanya dipakai oleh penghuni rumah. Ruang terbuka publik adalah ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang di dalam kota. Ruang tersebut menjadi milik pemerintah lokal atau swasta. Contohnya adalah jalan, trotoar, taman kota, ruang terbuka di tepi sungai, dan sebagainya. Sementara itu Spitthover dalam Kennedy dan Kennedy (1997) lebih memerinci pembagian ruang terbuka menjadi 3 jenis, yaitu disamping ruang terbuka privat dan publik, juga ada ruang terbuka komunal. Menurut Spitthover, ruang
Universitas Gadjah Mada
terbuka komunal merupakan ruang terbuka dengan jumlah terbatas yang berada di lingkungan perumahan, dimiliki dan dipakai oleh penduduk di lingkungan perumahan tersebut, seperti tempat bermain, lapangan olah raga, ruang terbuka di sekitar toilet atau sumur umum, dan sebaginya. Sedangkan ruang terbuka publik merupakan ruang terbuka yang dapat dipakai oleh siapapun, misalnya plaza, jalan lingkungan, taman kota, ruang terbuka di pinggir sungai, dan sebagainya. Berdasarkan sifat pemakaiannya, Wilkinson (1983) menjelaskan bahwa ada dua jenis ruang terbuka, yaitu ruang terbuka aktif dan ruang terbuka pasif. Ruang terbuka aktif dimaksudkan sebagai ruang-ruang yang dipakai untuk kegiatan manusia, misalnya untuk bermain, beristirahat, berolah raga, dan sebagainya. Sedangkan ruang terbuka pasif adalah ruang-ruang terbuka di dalam kota yang tidak difungsikan untuk tempat kegiatan manusia, jadi hanya berfungsi sebagai keindahan kota atau ruang-ruang terbuka yang memang tidak dimanfaatkan, misalnya: ruang terbuka disepanjang rel kereta api, sepanjang sungai, lahan tidur, dan sebagainya. Ruang terbuka aktif dapat dibagi menjadi empat: 1) Taman kota dan taman lingkungan, yang merupakan bentuk ruang terbuka
yang paling baik untuk area permukiman karena berfungsi untuk pendidikan, estetika, rekreasi dan budaya. Semua masyarakat, termasuk anak-anak, orang dewasa, orang tua, wanita, pria, dan orang cacat dapat memakai taman tersebut; 2) Taman bermain, terutama utuk anak-anak dan remaja; 3) Plaza di tengah kota atau di lingkungan permukiman, yang biasanya
dengan permukaan diperkeras, merupakan magnet untuk kegiatan sosial bagi masyarakat dan berbagai kelompok usia; 4) Ruang terbuka kecil di beberapa tempat dipusat kota atau permukiman.
Sementara itu, Setiawan dan Tjatera (1991) membagi ruang terbuka menjadi empat, yaitu: 1) Ruang terbuka yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah, dan umumnya
dimanfaatkan untuk kegiatan umum, seperti olah raga, pertemuan, taman rekreasi, jalan, plaza; 2) Ruang terbuka milik sekelompok masyarakat, yang biasanya berada
didalam area permukiman. Ruang terbuka ini dipakai oleh seluruh anggota masyarakat untuk kegiatan sosial, bermain anak-anak, olah raga, dan sebagainya;
Universitas Gadjah Mada
3) Ruang terbuka privat, yang dimiliki oleh individu, berupa halaman rumah; 4) Ruang terbuka alamiah, yang difungsikan untuk penyeimbang lingkungan,
meliputi ruang terbuka di sepanjang tepi sungai dan tanah pertanian.
Hough (1995) menjelaskan bahwa ekologi sebuah kota ditandai dengan adanya lansekap pola-pola jalan, tempat perbelanjaan, perkantoran, pusat pemerintahan, taman dan area permukiman. Selain itu, ada beberapa bagian kota yang sering dilupakan atau tidak mendapat perhatian, misalnya ruang terbuka di pinggiran sungai, rel kereta api, utilitas umum, tanah kosong, halaman rumah-rumah di kampung, dan sebagainya. Jadi ada dua jenis lansekap dimiliki oleh sebuah kota. Yang pertama, lansekap yang tertata, dengan bangunan-bangunan bagus, pohonpohon, bunga, rumput yang terpelihara, kolam, plaza dan tempat-tempat yang direncanakan dan dirancang dengan balk lainnya. Lansekap ini dirancang khusus dengan
aturan-aturan
yang
resmi
dengan
mengutamakan
keindahan.
Keberadaannya tergantung pada masukan energi dan teknologi yang tinggi. Lansekap jenis kedua biasanya ditandai dengan vegetasi alamiah yang tumbuh dengan sendirinya di ruang-ruang terbuka, dan genangan air atau banjir setelah turun hujan. Tempat-tempat ini, yang disebut lansekap vernakular, merupakan bagian kota yang sering dilupakan, tidak dirancang secara khusus. Menurut Hough (1995), jenis lansekap vernakular masih dianggap lebih mempunyai lingkungan alamiah, lebih mempunyai kedekatan dengan lansekap pedesaan. Dengan demikian, ruang terbuka di dalam kota dapat merupakan ruang yang dirancang khusus, seperti taman kota, lapangan olah raga, plaza, jalan dan trotoar; dan juga dapat merupakan ruang yang tidak dirancang secara khusus atau ada dengan sendirinya, seperti lahan di pinggiran sungai, lahan kosong di sekitar pabrik, dan sebagainya. Ruang Terbuka Hijau Kota Salah satu bagian dari ruang terbuka kota adalah ruang terbuka hijau, yang dengan jenis vegetasi, lokasi dan pola tumbuhnya akan membentuk tata hijau kota. Ruang terbuka hijau (green open space) dapat diartikan sebagai ruang atau area terbuka di dalam kota yang ditumbuhi tanaman hijau, balk berupa pohon besar, semak, perdu, maupun rumput (Gordon, 1990). Ruang untuk menanam tanaman tampaknya menjadi faktor yang paling kritis dalam upaya penghijauan kota. Ruang
Universitas Gadjah Mada
untuk menanam tersebut secara fisik dibatasi oleh bangunan, kabel-kabel listrik, jalan, trotoar, dan infrastruktur di dalam tanah. Juga dibatasi oleh ruang-ruang lain untuk meletakkan tanda lalu lintas, lampu jalan, tempat sampah, dan lain-lain. Sehingga ruang untuk tanaman di dalam kota terkadang tidak cukup untuk memenuhi tuntutan agar tanaman dapat berfungsi dengan semestinya. Dengan banyaknya manfaat tanaman untuk berlangsungnya kehidupan kota, maka penyediaan ruang untuk potion dan jenis tanaman lainnya dirasa perlu.
Lokasi penghijauan kota dapat dilihat dari kepemilikan tanahnya, yaitu tanah milik pemerintah untuk publik, tanah milik swasta, tanah yang menjadi tanggungjawab pemerintah dan swasta, dan tanah penduduk/pribadi. Tanah pemerintah untuk publik bisa terdiri dari taman, tanah disepanjang tepi jalan den rel kereta api, tanah disekitar bangunan publik, tanah disepanjang tepi sungai dan tepi danau,d an sebagainya. Tanah milik swasta meliputi tanah-tanah di area permukiman penduduk, area komersial, dan area industri. Sedangkan tanah milik pribadi umumnya berupa halaman rumah.
Taman kota Pada seting urban, taman merupakan tempat tumbuh pohon, perdu, semak, rumput yang perannya sangat besar dalam penghijauan kota. Taman kota sangat bervariasi, mulai dari hanya sepetak kecil tanah di pusat kota yang ditumbuhi pepohonan sampai yang cukup luas di tempat-tempat tertentu atau di pinggiran kota. Tanaman di taman kota ada yang tumbuh alamiah, ada yang merupakan buatan manusia. Kebun Raya Bogor merupakan contoh bentuk taman kota alamiah yang berukuran luas, yang dapat dijadikan sebagai paru-paru kota.
Taman kota dapat dapat bersifat pasif dan aktif. Pasif apabila taman tersebut hanya berupa pepohonan, yang tidak dimanfaatkan untuk rekreasi. Sedangkan taman aktif apabila dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi, tempat bermain anak, berjalan-jalan, dan sebagainya. Meskipun demikian, banyak pula taman-taman kota saat ini yang tidak ditumbuhi pepohonan, tetapi hanya tanamantanaman hias berbentuk perdu dan rerumputan, yang kurang banyak manfaatnya untuk membantu keseimbangan Iingkungan.
Universitas Gadjah Mada
Tanah di sepanjang tepi jalan Di tepi kanan kiri jalan lingkungan atau jalan raya, serta ditanah pembagi jalan (ditengah-tengah dua jalur jalan) biasanya masih tersisa tanah memanjang yang bisa dimanfaatkan untuk trotoar dan tumbuhnya pepohonan. Umumnya sisa tanah tersebut dapat ditanami sederet pohon, kecuali apabila tanah cukup luas yang bisa ditanami pohon, semak dan diberi elemen-elemen taman seperti bangku taman.
Daerah perdagangan di pusat kota merupakan area yang paling sukar untuk ditanami pohon. Ada hambatan spasial dan kegiatan manusia di daerah tersebut yang tidak memungkinkan tumbuhnya banyak pohon. Namun demikian, keberadaan pohon di pusat perdagangan akan mempengaruhi, terutama lingkungan visual dari daerah tersebut. Pohon dapat menyatukan elemen-elemen arsitektural, melembutkan kesan keras bangunan, menambah wama dan karakter lingkungan. Jenis-jenis pohon yang mempunyai batang lurus dengan ranting dan daun cenderung keatas merupakan jenis pohon yang sesuai untuk tepi jalan, khususnya dengan luas tanah terbatas.
Tanah di sepanjang rel kereta api Umumnya di kiri kanan rel kereta api yang melintasi tengah kota disisakan tanah kosong, yang fungsinya antara lain untuk ruang pengamanan. Tanah-tanah tersebut banyak yang kurang dimanfaatkan, sehingga sering hanya ditumbuhi tanaman liar, sebagai tempat pembuangan sampah, atau untuk rumah-rumah liar. Tanah di sepanjang rel kereta api dapat dimanfaatkan untuk penghijauan kota, dengan ditanami pepohonan.
Tanah di sekitar bangunan publik Penghijauan dapat dilakukan di halaman-halaman sekolah, gereja, rumah sakit, auditorium, museum, kantor pemerintah, dan bangunan umum lainnya. Begitu juga dengan tanah makam, yang sangat potensial untuk ditumbuhi banyak pohon.
Tanah di sepanjang sungai Di banyak kota di negara berkembang, tanah-tanah di sekitar sungai kurang tertata dan kurang mendapat perhatian, sehingga area ini banyak dipakai sebagai tempat pembuangan sampah atau dibangun rumah-rumah kumuh. Bahkan banyak
Universitas Gadjah Mada
juga yang dibiarkan kosong. Tanah-tanah ini dapat dimanfaatkan sebagai area penghijauan kota. Vegetasi Salah satu faktor utama dalam pemilihan jenis tanaman untuk penghijauan kota adalah kebutuhan untuk mendapatkan volume penghijauan yang tinggi, karena tanaman mempunyai manfaat tinggi terhadap efek ekologi, seperti fungsi bioklimatik (Spitthover dalam Kennedy dan Kennedy, 1997). Disamping itu tanaman, khususnya pohon, merupakan elemen penting dalam perancangan urban, karena dapat membantu memberi karakter dan identitas suatu tempat. Meskipun demikian, di Indonesia masih jarang perencana kota maupun arsitek lansekap yang mempunyai kemampuan dan benar-benar memberi perhatian dalam merancang lansekap kota dengan pepohonan.
Berbagai hal dalam pemilihan tanaman penghijauan kota perlu diperhatikan, seperti bentuk dan jenis pohon. Pemilihan jenis pohon yang tidak tepat akan mengakibatkan tujuan untuk mendapatkan volume penghijauan yang tinggi tidak tercapai. Bentuk pohon merupakan elemen penting dalam perancangan lansekap kota dan benar-benar harus diperhatikan ketika akan menanam pohon untuk penghijauan kota. Ada tujuh karakter bentuk dasar pohon menurut Grey (1996), yang juga ditunjukkan pada Gambar 13.1, yaitu:
Iregular (tak beraturan)
Menyebar di atas
Oval
Piramida
Cambuk
Bundar
Menjuntai
Universitas Gadjah Mada
Gambar 13.1 Tujuh bentuk dasar pohon Sumber. Grey, 1996, digambar ulang
Menurut Grey dan Deneke (1986), untuk kebutuhan pohon di sepanjang tepi jalan, bentuk pohon dengan dahan dan ranting menyebar di atas paling sesuai, karena dahan tidak mengganggu kegiatan yang ada di bawahnya dan dapat memberikan keteduhan. Bentuk cambuk apabila ditanam berdekatan, paling sesuai untuk tujuan menutup (screening) dan memperlembut aksen garis tegas dari bangunan tinggi. Bentuk ini tidak dapat memberikan keteduhan. Sedangkan bentuk piramida, misalnya Gemara, tidak sesuai apabila ditanam di sepanjang tepi jalan, karena tidak dapat memberi keteduhan. Pohon bentuk piramida dapat ditanam di antara pohon-pohon rindang lainnya untuk menyerap debu dan suara, atau ditanam di area yang cukup luas.
Sementara Grey (1996) membagi pohon menjadi tiga, berdasarkan ketinggian yang dapat dicapai apabila pohon tersebut dewasa, yaitu: Pohon kecil, ketinggian kurang dari 9 meter Pohon sedang, ketinggian mencapai 9 meter Pohon besar, ketinggian mencapai 18 meter
Jadi dalam pemilihan pohon untuk penghijauan kota, bentuk dan ketinggian pohon perlu diperhatikan, selain itu juga kecepatan tumbuh pohon, ketahanan terhadap penyakit dan polusi, kesesuaian dengan jenis tanah dan kemudahan pemeliharaannya.
Universitas Gadjah Mada
Untuk penghijauan kota-kota di Indonesia (diambil contoh untuk penghijauan taman kota dan jalur sepanjang jalan), kriteria umum pemilihan jenis vegetasi berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negri tentang Pedoman Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan adalah sebagai berikut.
1) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau pertamanan kota:
Karakteristik tanaman: tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat.
Jenis ketinggian pohon bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang.
Kecepatan tumbuh sedang
Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya
Jenis tanaman tahunan atau musiman, dan
Jarak tanaman setengah rapat, 90% dari luas areal yang harus dihijaukan.
1) Kriteria vegetasi untuk kawasan hijau jalur hijau:
Kriteria tanaman: struktur daun setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari luas areal yang harus dihijaukan.
Kecepatan tumbuhnya bervariasi
Dominasi jenis tanaman tahunan
Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya
Jarak tanaman setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari luas areal yang harus dihijaukan.
Manfaat penghijauan kota Keberadaan tanaman sangat penting bagi kota. Pohon dapat menghasilkan keteduhan, keindahan, dan banyak manfaat lainnya. Dari sudut eko-perancangan urban, beberapa manfaat penghijauan kota antara lain: mempengaruhi iklim kota, manfaat teknis, sebagai habitat burung dan satwa lain, serta manfaat lainnya seperti arsitektural, keindahan, dan memberikan efek psikologis manusia.
Universitas Gadjah Mada
Pengaruh tanaman terhadap iklim kota
Elemen utama dari iklim yang mempengaruhi kita adalah radiasi matahari, temperatur udara, pergerakan angin, dan kelembaban. Dengan pemakaian pohon dan tanaman lain, iklim mikro kota dapat diciptakan agar memberikan kenyamanan bagi penduduknya.
Modifikasi temperatur Kota cenderung mempunyai temperatur lebih tinggi daripada daerah pedesaan disekitarnya. Penyebabnya adalah kurangnya vegetasi di dalam kota dan besamya penyerapan atau absorbsi radiasi matahari oleh permukaan. Radiasi matahari yang memasuki atmosfer bumi, sebagian hilang melalui refleksi penutupan awan; sebagian disebar oleh partikel-partikel dalam atmosfer; sebagian lagi terserap oleh polutan (misalnya CO2, butiran air, dan ozone), dan sisanya (sekitar setengah) mengenai permukaan bumi. Selama slang hari, radiasi matahari diserap oleh permukaan kota - aspal, semen, logam, kaca, genting, dan sebagainya. Semuanya itu merupakan insulator yang tidak balk - bisa menangkap panas, tetapi segera hilang sangat cepat bila dibanding sinar yang mengenai vegetasi atau tanah. Sehingga udara disekitar permukaan-permukaan tersebut menjadi panas, karena panas radiasi yang diterima sebagian diserap yang menyebabkan permukaan menjadi panas, atau dipantulkan kembali ke udara dan menyebabkan udara sekitar menjadi panas.
Pohon, semak, dart rumput akan menurunkan temperatur Iingkungan kota dengan mengontrol radiasi sinar matahari. Daun-daun pohon dapat merefleksikan sinar, mengabsobsi sinar, dan meneruskan sinar, sehingga panas yang kita diterima bukan panas langsung dari matahari.
Keefektifan pohon untuk melakukan ketiga hal tersebut tergantung dari kepadatan daunnya, bentuk daun, dan pola batang-batangnya. Pohon dan tanaman lain dapat menurunkan temperatur melalui evapotranspirasi. Pohon dapat dikatakan sebagai pendingin ruang (AC) alamiah. Menurut Kramer dan Kozlowski dalam Grey dan Deneke (1986), sebuah pohon yang berdiri sendiri dapat menghasilkan kira-kira 400 liter air per hari (dalam kondisi tanah yang bagus). Ini sebanding dengan lima ruang ber AC, yang masing-masing mempunyai kapasitas 2.500 kkal/jam, bekerja
Universitas Gadjah Mada
selama 20 jam per hari. Dalam hal ini penanaman pohon dapat menurunkan ketergantungan akan pendingin ruang dengan tiga cara, yaitu:
Menahan radiasi sinar matahari yang akan mengenai bangunan dan tanah didekatnya;
Menciptakan iklim mikro yang dingin di dekat bangunan dengan evapotranspirasi;
Mengatur dan mendinginkan aliran udara yang akan mengenai atau masuk bangunan.
Dengan pengaturan vegetasi yang benar, maka manfaatnya dapat diperoleh secara maksimal, serta dapat mengurangi pemakaian energi listrik. Parker (1983) melakukan studi tentang fungsi pohon dalam menurunkan energi pendingin ruang di daerah selatan Florida yang beriklim panas-lembab seperti di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa suhu dinding yang menghadap ke barat dapat turun 28°F dengan adanya pohon besar yang ditanam di dekat dinding tersebut. Juga adanya satu atau dua pohon kecil yang dapat memberi bayangan diluar unit AC yang dipasang di dalam ruang dapat lebih mengefisienkan kerja mesin tersebut sebanyak 10%.
Kota merupakan aglomerasi dan berbagai struktur yang saling berkaitan, sebagai contoh: banguna tinggi, jalan sempit, pabrik, bangunan rendah, jalan raya, tempat parkir, taman, bukit, sungai, dan sebagainya. Masing-masing lokasi di dalam kota mempunyai iklim mikro sendiri, sehingga kebutuhan akan vegetasi untuk membantu menurunkan temperatur juga berbeda-beda.
Pengatur aliran angin Pergerakan udara atau angin mempengaruhi kenyamanan manusia. Efeknya bisa positif atau negatif, tergantung dari seberapa jauh pemakaian vegetasi di daerah urban. Angin dapat meningkatkan evaporasi pendinginan selama slang hari, apalagi jika melewati sekelompok pohon (Gambar 13.2). Pohon akan mengurangi pencapaian sinar matahari pohon dapat
kebawah, dan dengan adanya angin,
menurunkan kecepatan angin, yaitu dengan memecah dan
mengarahkan angin, sehingga suhu dibawah pohon dan disekitarnya akan menjadi lebih dingin. Pohon dapat dikatakan sebagai pengontrol angin, yang di banyak kota di dunia, terutama di daerah dengan hembusan angin yang kuat, pohon sangat diandalkan untuk memperlambat hembusan angin.
Universitas Gadjah Mada
Pohon dan semak dapat mengontrol angin dengan cara menahan dengan daunnya, meneruskan, membelokkan, dan menyerapnya. Tingkat pengontrolannya tergantung dari ukuran dan bentuk pohon, kepadatan daun, serta letak dari pohon. Seakin besar pohon, semakin besar fungsinya sebagai pencegah angin. Apabila pohon semakin tinggi, umumnya di bagian bawah akan lebih terbuka dan angin bisa mengalir. Dengan adanya bayangan pohon membuat sejuk udara disekitamya. Pohon dapat dipakai untuk memperlambat angin di sekitar bangunan, disekitar sudut-sudut atau pintu masuk bangunan. Bahkan pohon dapat dipakai sebagai penghambat angin di jalan-jalan kota atau jalan raya.
Gambar 13.2 Sekelompok pohon yang terkena angin dapat mendinginkan udara disekitarnya Sumber diolah dari Grey dan Deneke, 1986
Universitas Gadjah Mada
Gambar 13.3 Pohon menurunkan kecepatan angin Sumber diolah dari Grey dan Deneke, 1986
Pengontrol air hujan dan kelembaban Selain sebagai pengontrol radiasi sinar matahari dan aliran angin, pohon juga mengatur masuknya air hujan ke dalam tanah dan penguapan oleh tanah. Jadi keberadaan tanaman, khususnya pohon cukup penting dalam siklus hidrologi. Pada waktu turun hujan tanaman menyerap dan memperlambat turunnya air hujan ke permukaan tanah, sehingga akan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan menghindarkan adanya banjir atau erosi tanah. Meskipun besarnya penyerapan air dan kontrol banjir tergantung pula dari jenis tanah, kandungan organik tanah, topografi, jenis dan intensitas hujan, serta komposisi penutupan tanah oleh vegetasi.
Penyerapan air hujan oleh daun dan batang pada sekelompok pohon berbentuk tajuk seperti pohon pinus lebih besar daripada oleh sekelompok pohon berbentuk bukan tajuk (Gambar 13.4). Diperkirakan 40% air hujan akan diserap oleh pohon pinus dan sisanya menuju tanah, sedangkan pohon bukan tajuk (berkayu keras) akan menyerap 20% air hujan dan 80% air hujan sisanya terus turun menuju permukaan tanah. Meskipun demikian, semakin besar dan lama curah hujan, semakin kurang efektif pohon akan menyerap air.
Universitas Gadjah Mada
Gambar 13. 4 Penyerapan air hujan oleh pohon. Pohon bentuk tajuk dengan daun lebat Iebih menyerap air hujan yang jatuh mengenainya daripada pohon bercabang Sumber diolah dari Grey dan Deneke, 1986 Pengaruh tanaman terhadap hal-hal teknis Penanaman
pohon
dan
tanaman-tanaman
lainnya
di
kota
sangat
bermanfaat untuk mengatasi masalah teknis lingkungan, seperti kontrol erosi tanah, polusi udara, polusi suara, pengelolaan air limbah, kontrol lalu lintas, dan silau. Masing-masing akan dijelaskan pada sub-bab di bawah ini.
Tanaman sebagal pengontrol erosi tanah Erosi tanah merupakan hilangnya lapisan permukaan tanah akibat terpaan angin atau air, yang biasanya disebabkan kurang stabilnya tanah. Erosi tanah di daerah urban sering terjadi di tempat-tempat terbuka yang tanahnya dibiarkan kosong tanpa dianami, atau di tempat yang sedang dilangsungkan kegiatan konstruksi, dimana banyak permukaan tanah yang terbuka. Erosi tanah ini merupakan salah satu sumber polusi air, karena partikei-partikel tanah yang terbawa air hujan akan turut mengalir dan masuk ke dalam tanah atau sungai, menyebabkan air tanah atau air permukaan menjadi keruh.
Universitas Gadjah Mada
Pemanfaatan tanaman dapat berfungsi mencegah terjadinya erosi tanah oleh air dengan:
Kemampuannya menyerap sebagian air hujan sebelum jatuh ke tanah. Air hujan yang jatuh akan diserap sebagian oleh tanaman (pohon) sehingga sisa air yang terus jatuh tidak membahayakan. Disamping itu tanaman, dengan daun, dahan dan batangnya akan membantu mengurangi kecepatan air yang jatuh ke tanah.
Menahan tanah dengan akarnya. Akar tanaman, khususnya yang berbentuk serabut atau tunggang, berfungsi mengikat tanah, sehingga butiran tanah tidak mudah lepas.
Meningkatkan penyerapan air oleh tanah. Tanah-tanah yang ditanami pohon, semak, atau rumput akan menjadi lebih gembur, daripada tanah terbuka tanpa tanaman, sehingga lebih memudahkan air hujan terserap masuk ke dalam tanah
Mengurangi polusi suara Polusi suara sering pula disebut sebagai 'polusi yang tak terlihat', yang umumnya mempengaruhi secara fisik dan psikolgis bagi pendengamya. Intensitas suara yang berkaitan dengan skala kenyaringan suara diukur dengan desibel (dB). 0 dB merupakan intensitas suara paling rendah yang masih dapat ditangkap telinga manusia dibawah kondisi sangat sepi, dan intensitas paling tinggi sekitar 120 dB. Tabel 13.2 menunjukkan tingkat intensitas suara berdasarkan jenis sumber suara:
Tabel 13.2 Tingkat intensitas suara Sumber suara
Intensitas suara (dB)
Pesawat udara tinggal landas (jarak 15 m)
120
Truk besar, sepedamotor besar, alat pengeboran (jarak 4 m)
80
Alat pembersih lantai listrik (vacuum cleaner) (jarak 1 m)
70
Rata-rata suara di perumahan
50
Area perumahan di malam hari
40
Suara bisikan
30
Sumber. Herrington dalam Grey dan Deneke, 1986
Universitas Gadjah Mada
Seberapa efektif tanaman dapat mengontrol suara ditentukan oleh:
Suara itu sendiri (jenis, asal, tingkat desibel, intensitas)
Tanaman (spesies, penataan dalam hubungannya dengan sumber kebisingan dan pendengar, ketinggian dan kepadatan tanaman)
Kondisi iklim (arah dan kecepatan angin, temperatur dan kelembaban)
Gambar 13.5 Tanaman sebagai pencegah kebisingan di beberapa setting urban Sumber diolah dari Grey dan Deneke, 1986
Universitas Gadjah Mada
Gambar 13.6 Tanaman sebagai pencegah kebisingan di area permukiman Sumber diolah dari Grey dan Deneke, 1986
Universitas Gadjah Mada
Dalam mereduksi suara, gelombang suara akan diserap dan dipecah oleh daun, dahan dan ranting tanaman yang ringan dan fleksibel. Jenis tanaman yang paling efektif untuk mereduksi kebisingan adalah tanaman yang mempunyai banyak daun tebal dan fleshy. Juga tanaman harus ditanam berkelompok atau berjajar, karena apabila hanya satu pohon berdiri sendiri akan tidak efektif dalam menyerap suara. Sedangkan posisi tanaman sebagai pembatas antara sumber suara dan penerima suara sangat penting. Tanaman pembatas yang ditanam dekat dengan sumber suara akan lebih efektif daripada ditanam didekat tempat yang tidak menginginkan suara itu.
Ada
beberapa
rekomendasi
untuk
penanaman
tanaman
dalam
perancangan urban yang dapat efektif mereduksi suara berdasarkan pada studi yang telah dilakukan oleh Van Haverbeke dalam Grey dan Deneke (1986), yaitu: 1) Reduksi suara lalu lintas di daerah urban dapat dilakukan dengan penanaman
sederet pohon atau semak setebal 6-16 m dengan jarak dari pusat suara 5-16 m. Semak atau pohon kecil setinggi 2-2,5 m yang ditanam dipinggir jalan raya sebaiknya diikuti dengan penanaman jajaran pohon dibelakangnya setinggi 4,510 m. 2) Untuk hasil yang optimum, pohon dan semak-semak harus ditanam dekat
dengan sumber bunyi, dan bukannya dekat dengan area yang akan dilindungi dari bunyi tersebut. 3) Jalan raya yang dekat dengan daerah perumahan sebaiknya diberi
penghalang deretan tanaman semak dan deretan pohon tinggi dibelakangnya, dengan total lebar keduanya sekitar 6 meter. Penanaman harus cukup rapat dan menerus. 4) Jika mungkin, gunakan pohon tinggi yang bervariasi yang mempunyai daun
lebat dan relatif dengan ketinggian sama. Apabila penanaman pohon tinggi tidak dimungkinkan, dapat dipakai pohon pendek atau semak dan rumput atau tanaman penutup tanah yang lain, daripada memakai perkerasan.
Keefektifan tanaman sebagai penghalang bunyi semakin meningkat dengan meningkatnya kelebatan daun, ketinggian pohon dan kepadatan penanaman. Tanaman mampu mereduksi suara apabila ditanam secara berkelompok atau berjajar membentuk pagar penghalang yang lebat. Satu pohon yang ditanam tidak akan mampu mereduksi suara. Pohon, semak, dan vegetasi
Universitas Gadjah Mada
lain akan cukup efektif mereduksi suara apabila ditanam secara benar. Selain itu penanaman tanaman sebagai penghalang suara akan lebih memberi efek psikologis dan visual lebih baik daripada jenis penghalang yang lain.
Tanaman mereduksi polusi udara Keberadaan tanaman, khususnya pohon besar sangat diperlukan oleh suatu kota. Barangkali menanam pohon merupakan upaya yang paling mudah dilakukan untuk mengurangi polusi udara yang ada, baik yang berasal dari lalu lintas, industri, maupun domestik. Polutan paling penting adalah yang berbentuk gas dan partikel.
Tanaman dikenal menghasilkan oksigen pada saat berfotosintesa. Pada saat mengeluarkan oksigen ke udara (proses oksigenasi), polutan-polutan udara yang berada didekat tanaman akan bercampur dengan oksigen baru tersebut, sehingga tingkat polusi akan berkurang. Bahkan beberapa tanaman tertentu dapat menyerap beberapa jenis polutan udara, yang adalah hidrogen fluorida, sulfur dioksida,nitrogen dioksida, dan sedikit karbon monoksida. Semakin tinggi pohon dengan daun lebat, semakin efektif menyerap polutan udara.
Pohon-pohon atau semak-semak dipinggir jalan sangat berfungsi untuk menangkap partikel-partikel polutan, seperti pasir, debu, abu dan asap. Daun, ranting, batang dan seluruh permukaan tanaman mampu menangkap partikel polutan, yang kemudian akan dibersihkan oleh air hujan yang mengenainya, atau juga oleh angin yang bertiup. Sehingga pada kondisi yang sama, suatu area dengan banyak ditumbuhi pohon besar akan mempunyai udara lebih sehat daripada area yang tidak atau kurang mempunyai pohon. Di area perdagangan di pusat kota biasanya hanya sedikit atau bahkan tidak ditumbuhi pohon sama sekali, sehingga udara terasa lebih panas dan berdebu.
Tanaman juga membantu mengurangi bau yang tidak sedap, yang berasal dari, misalnya tempat pembuangan sampah. Daun, ranting, dan batang tanaman akan menyerap bau atau mencampur udara bau dengan oksigen yang dihasilkannya.
Universitas Gadjah Mada
Tanaman sebagai pengontrol silau Silau (glare) oleh cahaya matahari sering kita alami di tempat-tempat yang mempunyai permukaan mudah merefleksikan cahaya, seperti permukaan kaca, logam, beton, aspal, alumunium dan air. Secara arsitektural, silau dapat dikurangi dengan pemakaian tirai, kanopi diatas jendela, perletakan jendela dan bangunan yang menghindari silau. Tanaman dapat dipakai untuk menghalangi dan meredam silau. Tanaman dapat berfungsi sebagai filter sinar matahari setiap saat sepanjang hari. Selain itu pohon dengan daun lebat dapat dipakai disepanjang jalan raya untuk meredam silau di pagi hari dan sore hari.
Tanaman sebagai habitat burung
Cepatnya peningkatan pemakaian tanah, terutama di kota-kota metropolitan, telah menurunkan jumlah populasi burung yang ada. Para perencana dan perancang kota sebaiknya tidak hanya melihat pohon sebagai pemberi keteduhan, pengarah jalan dan keindahan. Lebih dari itu pohon merupakan tempat berlindung, bertengger dan beristirahat, mencari makan, serta berbiak bagi burung.
Keberadaan burung di area kota, terutama burung yang dapat bernyanyi, akan menambah wama, pergerakan, dan suara pada lansekap kota, dan ini akan meningkatkan kualitas hidup penduduknya serta memberikan pemahaman atau paresiasi lebih baik terhadap alam. Selain itu di taman-taman kota yang ditumbuhi pohon-pohon dengan berbagai jenis burung dapat dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak dan orang dewasa, khususnya untuk meningkatkan pengetahuan mereka akan pelestarian lingkungan. Menghadirkan
burung
di
kota
memerlukan
pemahaman
terhadap
kehidupan burung, untuk kemudian dapat dipilih jenis-jenis pohon yang sesuai serta tata letak penanamannya. Sebaiknya memeilih jenis pohon yang dapat menarik berbagai jenis burung, daripada jenis pohon yang hanya akan ditempati oleh satu jenis burung. Penanaman pohon dan semak diruang-ruang terbuka yang cukup luas akan memberi tempat lebih baik kepada burung, misalnya di taman kota, hutan kota, dan daerah-daerah perumahan. Meskipun demikian, ditempat sempit pun bisa ditanami, seperti dipinggir-pinggir jalan. Di tanah sempit dianjurkan agar pola penanaman pohon berkelompok atau berjajar saling berdekatan.
Universitas Gadjah Mada
Manfaat lain penghijauan kota
Penghijauan kota banyak dimanfaatkan untuk memenuhi persyaratan arsitektur dan keindahan. Bahkan hal inilah yang umumnya lebih mendapat perhatian dari para perancang urban, karena berkaitan dengan aspek visual dari penataan tanaman yang dapat dinikmati oleh manusia di sekitarnya. Beberapa kemungkinan penataan tanaman yang dapat dilakukan untuk fungsi arsitektur dan keindahan antara lain:
Tanaman (pohon dan semak) dapat membuat ruang terbuka yang luas menjadi lebih sempit, sehingga menimbulkan perasaan meruang dan lebih nyaman bagi pemakainya.
Tanaman dipakai sebagai penghubung suatu tempat dengan ternpat lain.
Tanaman dipakai sebagai pengarah untuk menuju ke suatu tempat atau ruang.
Tanaman dipakai sebagai pembatas ruang dan pandangan.
Tanaman dipakai sebagai penutup ruang agar penghuni memperoleh privasi
Tanaman dipakai untuk memperindah ruang (taman)
Pohon juga dipakai untuk memberikan efek psikologis bagi manusia., misalnya perasan nyaman berjalan atau berlari pagi di bawah pohon. Area di bawah pohon dapat sebagai tempat bermain anak-anak, tempat untuk bersosialisasi, dan beristirahat baik fisik maupun mental. Keberadaan pohon juga dapat memberikan memori atau kenangan bagi seseorang.
Semua manfaat penghijauan tersebut dapat dicapai dengan pengadaan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, baik berupa pertamanan kota, hutan kota, lapangan olah raga, area pemakaman, pertanian, jalur hijau, maupun pekarangan rumah. Kebutuhan ruang terbuka untuk kota Ruang terbuka publik, khususnya taman kota (park), disamping dibutuhkan untuk paru-paru kota, juga untuk melayani kebutuhan ruang terbuka hijau bagi warga kota, yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat melakukan kegiatan rekreasi atau relaksasi. Mesipun demikian, standard pasti tentang kebutuhan ruang terbuka yang harus disediakan untuk kota maupun lingkungan permukiman belum ada, khususnya bagi kota-kota di Indonesia. Standard-standard luasan
Universitas Gadjah Mada
ruang terbuka yang diperuntukan bagi kota-kota di negara Barat tampaknya belum tentu sesuai apabila diterapkan di kota-kota di Indonesia. Walaupun demikian, perlu pula diketahui beberapa standard kebutuhan ruang terbuka untuk kota-kota di negara Barat, yang dibuat oleh Model Ekosistem Kota dan UNEP.
Menurut standard Model Ekosistem Kota (Odum dalam Yayasan Dian Desa, 1999), pada suatu kota, idealnya lahan yang harus dialokasikan untuk taman dan jalur hijau sebanyak 15% dari total luas area. Alokasi lahan kota menurut Odum secara rind adalah sebagai berikut. Tabel 13.3 Alokasi lahan-kota menurut standard Model Ekosistem Kota Pruntukan lahan
Prosentase
Perdagangan dan industri
15%
Sarana transportasi
20%
Perkantoran dan sarana pendidikan
10%
Taman dan jalur hijau
15%
Permukiman
40%
Sumber. Odum dalam Yayasan Dian Desa, 1999
Dari standard di atas, luas lahan taman dan jalur hijau (15%) merupakan luas lahan yang harus disediakan oleh pemerintah. Tentunya jumlah luas ruang terbuka hijau kota masih ditambah dengan ruang-ruang hijau yang ada di permukiman, perkantoran, dan lahan-lahan lainnya. Selanjutnya dari tabel di atas terlihat bahwa lahan taman dan jalur hijau seharusnya mempunyai luas yang sama dengan luas lahan untuk kegiatan perdagangan dan industri. Hal ini menunjukkan betapa area terbuka hijau menjadi bagian penting dari kota yang keberadaannya tidak kalah dengan fungsi-fungsi kota yang lain.
Selanjutnya, menurut Irwan (1997) dalam penelitiannya tentang hutan kota di Jakarta, ruang terbuka hijau suatu kota ditetapkan sekitar 40% dari seluruh luas wilayah kota. Tentunya luasan ini sudah termasuk taman, jalur hijau, ruang hijau di permukiman dan tempat-tempat lain. Apabila menggunakan standar ini, maka ruang terbuka hijau di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya telah memenuhi syarat karena luasnya masing-masing 42,6%, 56,7%, dan 68,5% dari luas kota (Fandeli,
Universitas Gadjah Mada
2001).
Masalahnya
adalah
bahwa
ruang-ruang
hijau
tersebut
terdapat
kecenderungan semakin sempit, beralih fungsi ataupun tidak terurus dengan baik.
Sedangkan, menurut UNEP (UNEP dalam Yayasan Dian Desa, 1999), standard luas ruang terbuka, khususnya taman dan tempat bermain, bagi lingkungan permukiman ditunjukkan pada Tabel 13.4.
Tabel 13.4 Standard taman, tempat bermain dan lapangan olah raga menurut UNEP No.
Jenis
Umur pemakai (tahun)
Luas area normal (ha)
Luas area Rasio optimal (orang) (ha)
1.
Area bermain di lingkungan 4-15 1-2 perumahan Lapangan olah raga 2. 10-24 4-8 di perumahan 3. Taman lingkungan Semua 3-5 perumahan umur 4. Pusat rekreasi Semua 0,4 lingkungan umur perumahan 5. Taman lingkungan Semua 6 (permukiman) umur 6. Pusat rekreasi Semua 0,5 lingkungan umur (permukiman) Sumber. UNEP dalam Yayasan Dian Desa, 1999
1-2
0,5 ha/1.000
6-10
0,5 ha/1.000
4-8
2.000-5.000
1-2
20.000
16
15.000-75.000
1,25
20.000
Untuk kota-kota di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum (DPU) mempunyai standard kebutuhan ruang terbuka untuk taman, tempat bermain dan berolah raga bagi lingkungan permukiman, berdasarkan pada jumlah penduduk, seperti ditunjukkan pada Tabel 13.5.
Apabila dibandingkan dengan standard dari UNEP, standard perbandingan antara jumlah penduduk dan kebutuhan luas ruang hijau yang dibuat oleh DPU masih terlalu kecil, dalam arti lahan untuk ruang hijau (taman, tempat bermain dan
Universitas Gadjah Mada
lapangan olah raga) di area permukiman luasannya masih kurang besar atau belum sesuai dengan jumlah penduduk yang ada. Tabel 13.5 Standard kebutuhan taman, tempat bermain, lapangan olah raga di lingkungan permukiman
No.
1.
2.
3.
4.
6.
Jenis
Minimum penduduk pendukung
Taman, tempat bermain Taman, tempat bermain
250 orang
Lokasi
Di tengah kelompok perumahan 2.500 orang Di pusat kegiatan RW
Taman,
30.000
Dikelompokkan
tempat bermain, lapangan olah raga Taman, tempat bermain, lapangan olah raga Taman, tempat bermain, lapangan olah raga
orang
dengan sekolah
Jalur hijau
120.000 orang
480.000 orang
-
Luas tanah
% terhadap area yang dilayani 250 m2 2%
1.250 m2
1,04%
9.000
0,625%
Radius pencapaian
Standard
200 m
1 m2/ orang
500 m
0,5 m2/ orang
-
0,3 m2/ orang
m2
Dikelompokkan dengan sekolah
24.000 m2
0,416%
-
0,2 m2/ orang
Dapat di pusat wilayah dan merupakan zone yang lain dari pusat wilayah menyebar
124.000 m2 (12,4 ha)
0,83%
-
0,3 m2/ orang
-
-
-
15 m2/ orang
Sumber. Departemen Pekerjaan Umum dalam Manan, 1997
Selain standard DPU, berdasarkan Pedoman Pekerjaan Survey Taman DKI Jakarta 1989 yang ditulis oleh Setiadi dalam Manan (1997), ada beberapa jenis taman yang perlu dimiliki oleh kota-kota di Indonesia, antara lain:
Universitas Gadjah Mada
Taman Regional: memenuhi kebutuhan taman warga kota pada perbatasan daerah, dengan batasan luas sesuai kebutuhan.
Taman Pusat Kota: memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau umum satu kota, dengan luas sesuai kebutuhan.
Taman Wilayah: memenuhi kebutuhan ruang hijau umum wilayah kota dengan luas taman diperhitungkan jumlah penduduk wilayah kota x 0,9 m2.
Taman Kecamatan: memenuhi kebutuhan ruang hijau umum wilayah kecamatan, dengan luas taman diperhitungkan jumlah penduduk satu kecamatan x 0,2 m2.
Taman Kelurahan: memenuhi kebutuhan ruang hijau umum wilayah kelurahan, dengan luas taman diperhitungkan jumlah penduduk satu kelurahan x 0,13 m2.
Taman Lingkungan: memenuhi kebutuhan ruang hijau umum lingkungan RW/RT, dengan luas taman diperhitungkan jumlah penduduk satu RT x 1,0 m2 dan jumlah penduduk satu RW x 0,33 m2..
Walaupun beberapa tolok ukur dibuat untuk penyediaan ruang terbuka hijau kota, namun hal yang lebih panting adalah kualitas dari ruang hijau tersebut. Kualitas ini terutama sangat berkaitan dengan vegetasi yang tumbuh di ruang tersebut, menyangkut jenis, bentuk, lokasi tanam, jumlah dan kondisinya. Permasalahan Ruang Terbuka Dan Ruang Terbuka Hijau Kota Dari banyak peristiwa penting yang terjadi pada abad 20, proses percepatan
urbanisasi
dan
perkembangan
kota,
khususnya
di
negara
berkembang, merupakan suatu hal yang sangat fenomenal. Implikasi percepatan urbanisasi dan perkembangan kota terhadap persoalan-persoalan lingkungan sangatlah besar dan kompleks Peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan tentunya mempunyai implikasi yang sangat besar bagi perkembangan dan penataan kota, terutama karena tuntutan perkembangan berbagai fasilitas dan ruang kota. Tidak saja bahwa pertambahan penduduk kota berarti meningkatnya kepadatan di pusat kota dan tekanan terhadap daerah-daerah pertanian
subur
atau
daerah-daerah
yang
mempunyai
nilai
ekologis
penting,pertambahan penduduk juga berarti meningkatnya limbah, polusi, serta berbagai persoalan lingkungan urban lainnya (Rahmi dan Setiawan, 1999).
Universitas Gadjah Mada
Tuntutan akan pemanfaatan ruang dan tanah yang lebih efisien akan semakin dituntut.
Cepatnya laju pembangunan di kota-kota terutama di negara berkembang telah membawa berbagai konsekuensi, antara lain: 1) Meningkatnya kebutuhan ruang untuk mewadahi jumlah penduduk yang semakin banyak dan kegiatan yang semakin meningkat. Pembangunan yang terus terjadi banyak memerlukan lahan, sementara luas lahan terbatas; 2) Pertumbuhan kota yang tidak terencana atau organis menyebabkan lingkungan yang kumuh, tidak sehat dan tidak teratur; 3) Terbatasnya infrastruktur kota seperti jalan, air bersih dan sanitasi, sehingga tidak semua penduduk mempunyai akses yang baik
Pemakaian tanah yang tidak terencana dan kebijakan pengelolaan tanah yang tidak efektif di banyak negara berkembang mengakibatkan timbulnya berbagai dampak negatif pada lingkungan. Sehingga keputusan pemakaian tanah untuk kegiatan kota merupakan penentu kritis terhadap kualitas lingkungan. Menurut Naughton dan Hunter (1994), masalah-masalah yang diakibatkan oleh tata guna tanah yang kurang baik adalah: kerusakan lingkungan tanah-tanah labil, seperti daerah tangkapan air hujan, daerah aliran air sungai, hutan; kemacetan dan kecelakaan lalu lintas; polusi udara; dipakainya tanah-tanah yang berbahaya untuk tempat tinggal, seperti tanah terjal, daerah aliran sungai, tanah kosong dekat dengan industri yang berpolusi tinggi dan area pembuangan sampah; hilangnya bangunan atau kawasan bersejarah, ruang terbuka, dan tanah pertanian.
Pada saat kota terus berkembang, khususnya kebutuhan ruang terbuka yang mempunyai kontribusi terhadap kualitas kehidupan lingkungan kota, baik untuk fungsi-fungsi sosial-budaya, keseimbangan lingkungan maupun estetika kota semakin diperlukan. Akan tetapi, pada saat ini kondisi ruang-ruang terbuka kota-kota di negara berkembang, termasuk Indonesia sangat terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Lebih lanjut perkembangan kota yang pesat juga semakin mendesak dan mengurangi jumlah ruang-ruang terbuka kota yang ada. Sebab-sebab berkurangnya keberadaan ruang terbuka kota antara lain:
Banyaknya alih fungsi ruang terbuka karena meningkatnya kebutuhan ruang untuk kegiatan ekonomi;
Universitas Gadjah Mada
Alokasi
lahan
untuk
ruang
terbuka
cenderung
diabaikan
karena
pertumbuhan kota yang tidak terencana atau organis;
Kurang adanya kebijakan pemerintah akan pentingnya ruang terbuka kota;
Sementara itu di kota-kota di Indonesia, ruang-ruang terbuka, khususnya ruang terbuka untuk publik/umum dan ruang hijau yang jumlahnya kian berkurang, kualitasnya tidak cukup baik dan tidak terawat. Ruang-ruang terbuka publik yang ada, yang seharusnya dapat dipakai terutama untuk fungsi-fungsi sosial dan lingkungan, belum dimanfaatkan secara optimal. Kepemilikan dan pengelolaan ruang-ruang tersebut sebagian besar tidak jelas, dan bukan milik publik, sehingga masyarakat tidak mudah untuk memanfaatkan ruang-ruang terbuka tersebut. Kebijakan dan perencanaan untuk ruang-ruang terbuka publik itupun kurang jelas. Tidak ada rencana induk (master plan) dan detail guidelines untuk ruang terbuka dan tata hijau kota, sehingga tidak jelas arah pengembangan ruang-ruang terbuka tersebut. Kondisi buruk dari ruang terbuka publik dan tata hijau di sebagian besar kota-kota di Indonesia ini telah membawa pada apa yang disebut dehumanisasi kota, atau kota yang tidak manusiawi (Setiawan, 2003), sebab keberadaan ruangruang terbuka dan tata hijau kota merupakan indikator keberlanjutan kota.
Pemakaian ruang-ruang terbuka di sepanjang sungai atau tanah-tanah labil untuk permukiman penduduk ilegal dapat membahayakan, baik bagi penduduk sendiri dari ancaman banjir dan erosi, maupun bagi lingkungan, seperti berkurangnya daerah tangkapan air hujan, air sungai terpolusi limbah domestik, dan kualitas tanah sebagai tanah subur berkurang. (Rahmi dan Setiawan. 1999). Apabila penduduk dipindahkan, pemerintah harus menyediakan lahan lain dan perumahan yang memadai untuk mereka. Keadaan ini sering terjadi dan menjadi masalah di kota-kota besar di negara berkembang.
Konversi lahan terbuka untuk kegiatan urban cukup banyak terjadi. Di Singapura sebagai misal, seluruh area terbuka yang ditanami mangrove (bakau) telah diubah untuk pembangunan urban. Akibatnya daerah tangkapan ikan dan kolam-kolam udang di daerah pantai yang telah menghidupi penduduk sekitamya menjadi hilang. Begitu juga di Sri Lanka, pengeringan situ-situ selama limabelas tahun terakhir untuk kebutuhan kegiatan urban telah mengakibatkan timbulnya banjir yang cukup serius di beberapa bagian kota Kolombo (Bartone, 1990).
Universitas Gadjah Mada
Contoh lain adalah kota Bangkok, seperti yang dikemukakan oleh Setchell (1995) yang pada awalnya mempunyai luas 1.600 km2, telah berkembang sejak tahun 1974 menjadi lebih tiga kalinya. Selama tahun 1981-1988, seluas 614,3 km2 tanah pertanian yang produktip telah dikonversi menjadi area urban yang sangat luas, seluas kota Singapura. Jalan-jalan raya baru dibangun melewati tanah-tanah pertanian, yang mengakibatkan tumbuhnya kegiatan urban disepanjang jalan-jalan tersebut. Banyak tanah kosong bekas tanah pertanian yang tidak dimanfaatkan ditemui diantara jalanjalan tersebut (Setchell, 1995). Pola pengembangan yang ekstensif ini berdampak pada dibutuhkannya biaya infrastruktur dan tingkat konsumsi energi yang sangat tinggi di masa datang.
Masalah lingkungan yang berkaitan dengan tata guna tanah lainnya, seperti telah disebutkan di atas, adalah hilangnya ruang-ruang terbuka akibat adanya alih fungsi (Bartone, 1994). Banyak ruang terbuka di kota-kota di negara berkembang yang fungsi awalnya untuk kegiatan publik dan estetika kota telah difungsikan untuk kegiatan-kegiatan lain seperti tempat tinggal, pembuangan sampah, dan sebagainya, sebagai dampak dari terbatasnya lahan yang ada. Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan perekonomian kota, persoalan tata ruang dan lingkungan perkotaan di Indonesia akan semakin meningkat. Kebutuhan akan lahan dan berbagai fasilitas perkotaan lain akan terus meningkat, sehingga menuntut bentuk-bentuk pengelolaan kota yang jauh lebih efisien.
Dari berbagai persoalan tentang ruang terbuka dan ruang hijau kota di atas, Setiawan (2003) menjelaskan adanya beberapa faktor penyebab timbulnya persoalan-persoalan tersebut, antara lain adalah:
Proses perkembangan dan pembangunan kota yang 'market driven' (dikuasai pasar), telah membawa kota-kota pada proses dehumanisasi yang mengkhawatirkan. Meningkatnya persoalan-persoalan sosial perkotaan merefleksikan situasi dan kondisi kota yang tidak kondusif untuk perkembangan kebudayaan manusia.
Rencana kota yang cenderung tidak mempunyai visi jelas, dan lebih menekankan pada aspek spasial dan ekonomi, sehingga menyebabkan hilangnya `roh' atau identitas kota.
Kebijakan dan tindakan pemerintah terhadap kota juga tidak mempunyai visi jelas, sehingga seringkali tidak ada kebijakan dan tindakan yang
Universitas Gadjah Mada
bertujuan untuk jangka panjang serta tidak adanya integrasi diantara masing-masing dan antar keduanya.
Ruang atau lahan kota sangat terbatas. Sementara itu pemilikan tanah oleh individu tidak dibatasi, sehingga banyak lahan diakumulasi oleh sekelompok orang.
Dana untuk kepentingan publik sangat terbatas, sedangkan alokasinya terkadang tidak sesuai.
Belum adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi mereka dalam pembangunan kota.
Strategi Pengadaan Ruang Terbuka Dan Ruang Terbuka Hijau Kota Dengan berbagai manfaat, kondisi dan permasalahan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau kota, maka beberapa strategi dapat dilakukan untuk pengadaannya, diantaranya adalah: 1) Dokumentasi, inventarisasi dan registrasi
Upaya awal yang perlu dilakukan untuk tujuan perencanaan dan pengelolaan adalah mendokumentasikan dan menginventarisasi ruang terbuka dan ruang terbuka hijau yang ada di kota, meliputi jenis, fungsi atau penggunaan, lokasi, kondisi, pemilikan, dan pengelolaannya. Selanjutnya perlu pula dilakukan registrasi atau pendaftaran bagi ruang terbuka (termasuk ruang hijau) yang ada, agar memiliki legalisasi secara hukum. Hal ini nantinya untuk menghindari adanya penyerobotan lahan atau pengalih fungsian ruang terbuka oleh pihak lain. 2) Perencanaan
Perencanaan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau suatu kota perlu dilakukan, baik perencanaan untuk jangka waktu pendek, menengah, maupun panjang. Suatu kota perlu memiliki rencana induk (master plan) untuk ruang terbuka dan ruang terbuka hijau. Dengan rencana induk tersebut, program-program untuk ruang terbuka dan tata hijau kota dapat dilakukan secara terarah dan terencana. Perencanaan untuk ruang terbuka kota dapat berupa: penyengkeran, penambahan, pengalokasian, pengembangan, penataan, dan kemungkinan penggunaan untuk multi fungsi. Semua penentuan bentuk rencana tersebut perlu memeperhatikan khususnya aspek lingkungan dan sosial masyarakat. 3) Pengembangan
Untuk pengembangan ruang terbuka dan ruang trebuka hijau kota menjadi lebih baik diperlukan adanya kemitraan antara pemerintah kota, masyarakat dan pihak
Universitas Gadjah Mada
swasta. Dalam semua pembuatan rencana dan pelaksanaannya, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dan swasta. Pemerintah perlu mendengar aspirasi masyarakat tentang ruang terbuka. Selain itu, dana untuk kepentingan publik yang berkaitan dengan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau perlu dialokasikan. 4) Pemanfaatan/pengorganisasian
Ruang-ruang terbuka publik yang ada perlu terus dimanfaatkan, misalnya untuk kegiatan festival, bazaar, kegiatan-kegiatan sosial dan komersial. Jangan sampai terjadi privatisasi ruang terbuka publik atau pemanfaatan yang kurang optimal. Untuk itu, diperlukan juga adanya kontrol dan monitoring penggunaan ruang terbuka publik tersebut, sehingga pemerintah periu meningkatkan kapasitasnya untuk melakukan kedua hal itu. 5) Penumbuhan kesadaran publik
Masyarakat kota perlu mengerti dan menyadari manfaat keberadaan ruang terbuka dan ruang terbuka hijau kota, karena masyarakat kota sebenamya turut bertanggung jawab terhadap pengelolaan ruang-ruang tersebut. Untuk itu diperlukan penyadaran masyarakat, yang dapat dilakukan melalui kampanye. Kampanye untuk menjaga dan memelihara ruang terbuka dan penghijauan kota dapat
dilakukan oleh pemerintah,
perguruan
tinggi,
lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan pihak swasta terkait, baik secara langsung berhadapan, melalui media elektronik (radio, TV), media cetak (koran, majalah, poster), maupun melalui media lain, seperti iklan di bis kota, tulisan di bak sampah dan kotak pos. Kesadaran publik juga perlu diberikan kepada anakanak di sekolah melalui pelajaran-pelajaran lingkungan, maupun praktek penanaman tanaman dan pemeliharaannya. 6) Advocacy
Advocacy
atau
pendampingan,
pemihakan.
bantuan,
diberikan
kepada
masyarakat yang mempunyai masalah dengan ruang terbuka. Sebagai contoh, pengambilalihan secara paksa ruang terbuka komunal (milik masyarakat setempat) oleh pihak lain untuk fungsi lain; penebangan pohon-pohon di hutan kota milik masyarakat oleh
Universitas Gadjah Mada
pihak lain tanpa ijin; dan sebagainya. Tanpa advocacy, biasanya masyarakat berada pada posisi lemah dan tidak berdaya, karena tidak adanya bukti atau legalitas kepemilikan. Advocacy pada umumnya dilakukan oleh pihak swasta, LSM, atau perguruan tinggi. Alternatif penghijauan kota: pertanian kota dan hutan kota Ada berbagai macam upaya untuk penghijauan kota, seperti misalnya pembuatan taman kota, penanaman pohon di sepanjang jalan, pembuatan taman di halaman perkantoran dan rumah tinggal, penanaman pohon di pemakaman, dan sebagainya. Kegiatan pertanian kota oleh penduduk dan pengadaan hutan kota juga merupakan dua upaya untuk penghijauan kota. Bahkan, disamping manfaat penghijauan, pertanian kota dan hutan kota mempunyai manfaat sosial dan ekonomi yang dapat dirasakan oleh penduduk kota. Bahkan pertanian kota mampu membantu ekonomi penduduk dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Di bawah ini akan dijelaskan tentang kegiatan pertanian kota dan pengadaan hutan kota. Pertanian Kota Kata pertanian selalu diasosiasikan dengan pedesaan, karena di daerah pedesaanlah umumnya bercocok tanam dilakukan. Padahal, kota merupakan area yang sangat potensial untuk kegiatan pertanian yang produktif. Memang kegiatan ini belum merupakan hal yang biasa dilakukan di kota-kota besar di negara kita. Semua kebutuhan kota yang berhubungan dengan hasil pertanian disediakan oleh desa, sehingga kota sangat tergantung pada desa. Pertanian kota telah banyak dilakukan di kota-kota di negara yang kurang maju industrinya, tetapi harus memproduksi makanan untuk penduduk sangat banyak dengan keterbatasan energi dan ruang. Cina merupakan contoh yang paling baik untuk produksi pertanian kota. Dengan penduduk lebih satu milyar jiwa dan keterbatasan fasilitas transportasi, pemerintah Cina mempunyai kebijakan untuk menciptakan lebih banyak produsen daripada konsumen kota. Sedikitnya 85% sayuran yang dikonsumsi penduduk kota dapat dihasilkan dari pertanian di dalam kota. Shanghai dan Beijing dapat memproduksi lebih dari 1 juta ton sayuran pertahun untuk kebutuhan penduduknya (Wade, 1980).
Universitas Gadjah Mada
Pertanian kota, meskipun dapat dilakukan dalam skala besar-besaran seperti di Cina dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan makanan penduduk kota, sebenamya dapat dilakukan dalam skala kecil untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bentuk ini, yang disebut- 'vemakular lansekap', telah banyak dilakukan oleh penduduk kota-kota di negara maju, seperti Amerika dan Eropa. Mereka memanfaatkan halaman rumah, atap, pinggir jalan-jalan lingkungan, dan sebagainya untuk ditanami sayuran yang mereka butuhkan untuk bahan makan sehari-hari, seperti tomat, selada, kol dan anggur. Bagi sebagian besar penduduk kota, bertanam sayuran untuk kebutuhan keluarga akan sangat membantu mengurangi pengeluaran sehari-hari, disaat harga bahan makanan semakin meningkat.
Di Indonesia, lingkungan perkotaan dicirikan dengan banyaknya tanahtanah terbuka dan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Hal ini disebabkan karena proses perkembangan kota yang tidak terencana atau inkremental, sehingga banyak tanah kosong diantara kawasankawasan permukiman. Lebih lanjut proses spekulasi tanah yang tidak terkontrol juga memacu terjadinya tanah-tanah terlantar yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Tanahtanah negara yang tidak dimanfaatkan dapat juga menjadi loksi yang baik untuk pertanian kota. Begitu pula dengan tanah-tanah marjinal di sepanjang tepi sungai, rel kereta api, di bawah jembatan, pada lereng-lereng bukit, di bawah jalur /jaringan listrik, semuanya dapat dimanfaatkan untuk pertanian kota yang produktif.
Pekarangan-pekarangan rumah, tanah sekitar pekuburan seringkali merupakan lokasi atau site yang potensial untuk kegiatan pertanian. Bahkan baikon atau atap rumah dapat dimanfaatkan untuk bertanam sayuran. Sejengkal tanah pun dapat dimanfaatkan oleh penduduk untuk ditanami tomat atau cabal. Penduduk tidak hanya dapat menanam sayuran, tetapi juga tanaman obat keluarga (TOGA) yang banyak jenisnya, pohon buah-buahan, serta memelihara ikan dan temak.
Singkatnya, pertanian kota merupakan satu altematif optimalisasi lahanlahan kota yang semakin Iangka. Khususnya di Jawa, dimana lahan lahan-lahan pertanian subur semakin berkurang, pertanian kota akan merupakan altematif
Universitas Gadjah Mada
yang sangat diandalkan di masa depan. Studi dari UNDP menyarankan bahwa model pertanian di Jawa harus dirubah dari pola tanaman tunggal padi-padian ke pola yang Iebih intensif dimulai dengan horticulture. Hal ini didasarkan studi bahwa model budidaya yang intensif di perkotaan menghasilkan tiga sampai enam kali jumlah nutrisi yang dihasilkan dari jenis tanaman tunggal padi-padian (Setiawan, 2000).
Kegiatan pertanian kota dapat digalakkan melalui pendidikan bagi anakanak sekolah, penyuluhan, kerja bakti kampung, dan sebagainya. Pendidikan dan penyuluhan dapat berupa manfaat bercocok tanam, cara penanaman dan pemeliharaan, sampai pemasaran hasil apabila hasil pertanian akan dijual. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian dapat menyediakan benih atau bibit tanaman unggul yang murah dan mudah didapat oleh penduduk.
Pertanian di perkotaan, apabila dilakukan dengan baik dan memperhatikan aspek-aspek
lingkungan,
mempunyai
banyak
keuntungan.
Keuntungan-
keuntungan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: keuntungan sosial, ekonomi, dan lingkungan, seperti terlihat pada Kotak 13.1. Kesemuanya, apabila dikaitkan dengan konsepsi pembangunan kota yang berkelanjutan snagatlah sesuai, oleh karena tidak saja pertanian kota meningkatkan prosuktifitas kota, melainkan juga mengatasi persoatan sosial dan lingkungan kota. Dengan kata lain, pertanian kota apabila dikembangkan secara terpadu merupakan alternatif penting dalam mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan.
Kotak 13.1 Keuntungan kegiatan pertanian perkotaan Keuntungan sosial:
Meningkatkan persediaan pangan
Meningkatkan nutrisi banyak kaum miskin kota
Mengurangi pengangguran
Meningkatkan sotidaritas komunitas
Mengurangi kemungkinan konflik sosial
Keuntungan ekonomi:
Membuka lapangan kerja
Meningkatkan pendapatan masyarakat
Universitas Gadjah Mada
Mengurangi kemiskinan
Meningkatkan jumlah wiraswasta
Meningkatkan produktifitas lingkungan kota
Keuntungan lingkungan:
Konservasi sumberdaya (tanah dan air)
Daur ulang limbah kota (misal: permanfaatan sampah untuk kompos)
Efisiensi sumberdaya tanah
Membantu menciptakan iklim mikro yang sehat
Meningkatkan kualitas lingkungan.
Khususnya
ketika
Indonesia
mengalami
krisis
ekonomi,
berbagai
keuntungan sosial sebagaimana disebutkan di atas sangatlah dirasakan. Dengan membengkaknya jumlah -masyarakat miskin di perkotaan, pertanian perkotaan menjadi alternatif bagi sumber bahn pangan yang terjangkau. Dalam kaitan ini, pertanian kota juga secara tidak Iangsung membantu mewujudkan keadilan sosial terutama dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin kota untuk memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan nutrisi kesehatannya. Lebih lanjut, apabila diusahakan secara bersama oleh komunitas, pertanian kota juga dapat menjadi media bagi perkuatan masyarakat lokal dan meningkatkan solidaritas warga kota. Perkuatan hubungan dan kerjasama warga miskin kota ini dalam jangka panjang sangat membantu upaya-upaya pemberdayaan warga kota, terutama karena berkembangnya modal sosial (social capital) masyarakat miskin yang selama ini tidak terakomodasikan.
Selain itu, pengembangan pertanian kota mempunyai manfaat sangat besar, tidak saja potensinya untuk menyerap tenaga kerja, melainkan juga potensinya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kota. Lebih lanjut, apabila masyarakat miskin kota dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, mereka dapat memanfaatkan uangnya untuk kebutuhan lain seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Bagi kota secara keseluruhan, pertanian kota sangat membantu ekonomi kota karena seluruh rangkaian kegiatan tersebut, mulai dari persiapan, penanaman, pemrosesan hasil, kemasan, dan distribusi atau pemasaran, telah membantu menciptakan lapangan kerja baru di kota. Pertanian
Universitas Gadjah Mada
kota juga membantu ekonomi kota karena memanfaatkan sumberdaya kota yang selama ini terlantar, terutama tanah, air dan limbah sampah.
Meskipun pertanian kota mempunyai banyak keuntungan sebagaimana dikemukakan di atas, dalam prakteknya kegiatan ini menimbulkan pula beberapa persoalan, antara lain:
Polusi kota dalam beberapa hal dapat mempunyai implikasi negatif terhadap tanaman dan hewan yang dipelihara di perkotaan. Sebagai contoh tanaman yang ditanam di tepi jalan yang padat mungkin akan menyerap kandungan metal dari udara di sekitamya. Berdasar penelitian, di Amerika jenis-jenis sayur seperti kol, bayam, dan sayuran hijau lainnya cenderung mengakumulasi cadmium, sehingga harus ditanam jauh dari jalan raya. Sebaliknya beberapa jenis buah-buahan seperti tomat, terong, melon dan yang lainnya mengandung konsentrasi metal rendah (Wade, 1986).
Penggunaan pestisida yang tidak terkontrol juga dapat berakibat negatif terhadap kesehatan penduduk kota, bahkan dapat berarti mengurangi kesempatan pemerintah kota untuk memanfaatkan lahan-lahan kota untuk fungsi-fungsi komersial yang tinggi.
Tiga persoalan di atas tentunya dapat dipecahkan mengingat potensi besar kegiatan pertanian di perkotaan. Kontrol yang ketat terhadap penggunaan pestisida dapat mengurangi resiko pertanian kota. Di sisi lain, pertanian perkotaan masih mengalami banyak hambatan, seperti:
Belum diakuinya keberadaan dan potensi pertanian kota oleh para pemcana dan pemerintah kota. Hal ini menyebabkan tidak adanya perhatian dan dukungan terhadap kegiatan pertanian kota.
Tidak adanya dokumentasi dan informasi menyangkut kegiatan ini, sehingga tidak banyak masyarakat yang dapat mencontoh dan ikut terlibat dalam kegiatan yang sebenarnya sangat potensial ini.
Akses ke sumberdaya tanah dan air, input pertanian, serta dukungan finansial masih rendah. Banyak warga kota yang sebenamya mampu melakukan kegiatan pertanian kota, akan tetapi mereka tidak punya akses ke tanah-tanah yang seringkali terlantar di kota, sehingga tidak jadi terlibat di pertanian kota.
Universitas Gadjah Mada
Tidak adanya kebijakan pengembangan kota yang mendukung pertanian kota, sehingga banyak kegiatan ini terpaksa berhenti atau tidak berkembang.
Untuk
mendukung
berkembangnya
kegiatan
pertanian
kota
yang
berwawasan lingkungan, beberapa usul di bawah ini dapat menjadi perhatian pemerintah dan pemerhati kota:
Perlunya ditingkatkan pengetahuan masyarakat dan pemerintah kota tentang pentingnya perhatian pada pertanian di perkotaan.
Mengembangkan kebijakan yang mendukung pertanian kota.
Mengembangkan organisasi para petani kota.
Mengembangkan penelitian dan pelatihan dibidang pertanian kota.
Meningkatkan akses ke sumberdaya, masukan, dan pelayanan kegiatan pertanian kota.
Meningkatkan praktek-praktek pertanian kota yang berwawasan lingkungan.
Mengintegrasikan pengembangan pertanian kota pada perencanaan dan pengelolaan kota secara lebih komprehensif.
Hutan Kota Pengadaan hutan di dalam kota atau disebut hutan kota sangat diperlukan, khususnya untuk fungsi penghijauan kota yang mampu menciptakan iklim mikro perkotaan. Disebut hutan kota karena jenis tanaman yang ditanam berupa pohonpohon besar, yang ditanam secara berkelompok menyerupai hutan. Pengadaan hutan kota telah banyak dijumpai di kota-kota besar. Misalnya hutan kota di kawasan tugu Monas di Jakarta, atau di kampus Universitas Indonesia di Depok. Kebun Raya Bogor di Bogor dan Central Park di tengah kota New York merupakan salah satu contoh hutan kota yang cukup luas. Meskipun demikian, tidak semua kota di Indonesia memiliki hutan kota.
Satu hal yang dianggap sebagai kendala dalam pengadaan hutan kota adalah tidak tersedianya lahan yang cukup luas di kota. Padahal sebenamya hutan kota tidak memerlukan lahan khusus, karena dapat diadakan dimana saja, bahkan di lahan yang sempit pun dapat dipakai sebagai hutan kota. Seperti juga lahan untuk pertanian kota, hutan kota dapat memakai lahan-lahan kosong yang
Universitas Gadjah Mada
kurang berfungsi, seperti bantaran sungai, lahan kosong disekitar pekuburan, halaman bangunan pemerintah yang cukup luas, dan sebagainya. Apabila tata letak hutan kota dapat direncanakan secara khusus, maka dapat dipilih lokasi yang strategis, misalnya ditengah kota, yang dapat dimanfaatkan pula sebagai taman kota dan berfungsi sebagai paru-paru kota. Di kawasan permukiman penduduk, hutan kota juga diperlukan, meskipun hanya berukuran kecil, yang terdiri dari beberapa pohon saja. Hutan kota juga dapat diadakan di pinggiran kota, yang berfungsi sebagai sabuk hijau, pembatas antara kota dan kawasan di luamya. Tetapi pengadaan sabuk hijau ini akan memerlukan lahan yang sangat luas, yang tidak semua kota di Indonesia dapat memenuhinya. Jadi, hutan kota sangat fleksibel dalam luas dan bentuknya. Seperti telah banyak disinggung di sub-bab sebelumnya mengenai manfaat tanaman, maka manfaat hutan kota sebagai penghijaun kota antara lain adalah untuk:
Mengontrol udara disekitamya, termasuk mendinginkan udara dan mengatur arah dan kecepatan angin;
Mencegah erosi tanah, mengurangi polusi udara dan suara;
Habitat burung dan hewan lainnya;
Rekreasi, lebih mendekatkan diri pada alam;
Pendidikan tentang alam bagi anak anak;
Pergantian suasana di dalam kota;
Lansekap kota. Selain itu, hutan kota dapat pula menghasilkan produk-produk hutan,
seperti kayu dan buah-buahan, yang dapat dimanfatkan penduduk. Pengadaan hutan kota saat ini tampaknya belum menjadi perhatian utama dari para pengelola kota. Penghijauan kota di kota-kota di Indonesia masih cenderung mengutamakan nilai estetika saja, sehingga yang terbentuk adalah taman-taman kota dengan tanaman perdu dan rumput yang tertata rapi dan teratur, serta bersih, dalam arti tidak banyak pohon besar yang dapat mengganggu penampilan rancangan taman tersebut. Di beberapa kota, taman penghijauan ini mempunyai nama, misalnya Taman Kalpataru, Taman PKK, Taman Lingkungan, dan sebagainya. Jenis penghijauan seperti ini jelas membutuhkan pemeliharaan tinggi, sehingga pada kenyataannya banyak tamantaman tersebut yang terlantar karena kurangnya pemeliharaan. Disamping itu jenis penghijauan ini tidak memberi manfaat secara optimal kepada lingkungan.
Universitas Gadjah Mada
Penghijauan kota seharusnya lebih mementingkan fungsinya untuk penyeimbang lingkungan, daripada sekedar untuk keindahan. Hutan kota, apabila dipelihara dengan baik akan menunjang keindahan kota, disamping bermanfaat sebagai penyeimbang lingkungan dan bermanfaat bagi penduduknya.
Bentuk hutan kota Telah disinggung di atas bahwa hutan kota dapat diadakan di semua tempat atau kawasan dengan berbagai bentuk lahan kota, seperti di lahan sempit, luas, memanjang, dan sebagainya. Bentuk hutan kota menurut Fandeli (2001) pada berbagai penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Gadjah Mada
Tabel 13.6 Bentuk hutan kota pada berbagai penggunaan lahan Lokasi Kawasan permukiman Kawasan industri
Bentuk hutan Berderet, lajur memanjang Kompak berupa tegakan pohon
Kawasan perkantoran Kawasan sekolah/kampus
Berderet atau tegakan hutan kompak Tegakan hutan kompak
Lahan Sempit Sesuai ketersediaan ruang terbuka Sempit hingga luas
Karakteristik vegetasi Pohon berukuran rendah Potion perindang
Potion perindang dan potion hias Arboretum (kumpulan potion berbagai jenis) Potion hias
Luas
Kawasan perdagangan Kawasan jalur tepi jalan, sungai, pantai
Berderet, berlajur
Sempit
Berderet, lajur memanjang
Sempit memanjang
Tempat rekreasi, taman kota, lapangan
Tegakan hutan
Sedang hingga
Green belt memanjang jenis potion campuran Tegakan, arboretum
kompak
luas
atau kebun plasma
Kebun raya, padang Berupa blok golf Hutan pinggir kota Berupa blok
nutfah Tegakan hutan campuran Tegakan hutan campuran
Luas Luas
Sumber. Fandeli, 2001
Dari tabel di atas terlihat bahwa bentuk dari hutan kota terutama ditentukan oleh luas lahan yang ada, sedangkan karakteristik vegetasi yang ditanam tergantung dari lokasi hutan dan luas lahan.
Luas hutan kota Berapakah sebaiknya luas hutan yang harus dimiliki oleh suatu kota? Tentunya semakin luas hutan yang ada akan semakin baik bagi suatu kota, mengingat
banyaknya
manfaat
yang
dimiliki
oleh
hutan
kota.
Tetapi
kenyataannya, hampir di semua kota besar di Indonesia, jumlah luas ruang terbuka hijau semakin lama semakin berkurang, sehingga hutan kota yang sudah ada pun banyak yang beralih fungsi atau tidak terpelihara.
Universitas Gadjah Mada
Secara idela luas hutan kota dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor dominan, yaitu tingkat cemaran, kenyamanan, dan upaya konservasi jenis flora endemik (Fandeli, 2001). Salah satu indikator, yaitu produksi Carbon (002) yang dihasilkan oleh aktifitas penduduk kota dapat dipakai untuk menentukan luas hutan kota. Didasarkan pada penyerapan CO2 oleh pohon dalam proses fotosintesis dan selanjutnya proses respirasi menghasilkan bio massa, maka sebenarnya dapat dihitung berapa jumlah pohon yang hams ditanam. Dengan asumsi bahwa setiap orang dalam kegiatannya mengeluarkan Carbon dan di supply oksigen oleh satu pohon, maka setiap kota perlu memiliki jumlah pohon sebanyak jumlah penduduknya. Dengan asumsi ini maka perhitungan untuk luas hutan kota dapat dilihat pada Tabel 13.7 ini. Tabel 13.7 Perhitungan luas hutan kota berdasar emisi Oksigen dan absorbsi Carbon Kota Hutan Kota No. Kelompok Penduduk Produksi Carbon Berdasar 02 Berdasar (Jiwa) (ton/tahun) Carbon Jumlah Luas (Ha) Pohon (Ha) 1 Metropolitan 10 juta 325,8 10 juts 5.000 2.692 2 Besar 5 juts 162,9 5 juts 2.500 1.346 3 Sedang 1 juta 32,6 1 juta 500 269 4 Kecil 0,5 juts 16,3 0,5 juta 250 134 Sumber. Fandeli, 2001
Rerata (Ha) 3.846 1.923 384,5 192
Catatan: Perhitungan didasarkan DKI jakarta dengan 10 juta penduduk, emisi Carbon di udara 325 ton/tahun.
Apabila ditinjau dari faktor kenyamanan, maka kemampuan pohon untuk mempengaruhi suhu di sekitamya mempunyai peranan besar. Dalam proses transpirasinya, pohon dapat mendinginkan suhu disekitarnya yang membuat orang dibawahnya merasa nyaman. Orang semakin merasa nyaman dan nikmat apabila berada di hutan kota yang berstrata banyak, beraneka ragam jenis, banyak jumlahnya dan ditata baik (Irwan, 1997). Perhitungan jumlah pohon dan luas hutan kota dapat dilakukan dengan asumsi setiap rumah minimal harus memiliki satu atau dua pohon besar, seperti Tabel 13.8 berikut ini.
Universitas Gadjah Mada
Tabel 13.8 Luas hutan berdasar suhu yang nyaman No.
1 2 3
Kota
Metropolitan Besar Sdang
4 Kecil Sumber. Fandeli, 2001
Jumlah Jiwa
10 juta 5 juta 1 juta
Jumlah Bangunan Rumah 2 juta 1 juta 200.000
0,5 juta
100.000
Hutan Kota Jumlah 1 Luas Pohon (Ha) 2 juta 10.000 1 juta 5.000 200.000 1.00 0 100.000 I 500
Catatan: asumsi 1 Ha = 200 pohon
Luas hutan kota dapat pula diperhitungkan dari banyaknya jenis flora endemik. Pengadaan hutan kota dapat dipakai sebagai upaya konservasi jenis flora endemik. Banyak jenis pohon dan tanaman lainnya yang dapat ditanam pada hutan kota. Semakin banyak jumlah dan jenis flora yang ditanam, tentunya semakin luas pula kebutuhan lahan untuk hutan kota.
Pemilihan jenis pohon Pemilihan jenis pohon untuk ditanam juga perlu mendapat perhatian. Seringkali pohon yang dipilih adalah jenis pohon yang cepat tumbuhnya, seperti angsana atau sengon, Pohon-pohon ini mempunyai umur tidak panjang, disamping tidak mempunyai batang yang kuat. Selain itu juga jenis pohon yang sedang popular dan diminati pada saat itu, seperti pohon glodogan yang berbentuk tajuk, ramping menjulang keatas. Jenis pohon ini tentu saja tidak dapat memberi keteduhan, serta berumur pendek. Meskipun demikian, pohon-pohon ini banyak ditanam di kota-kota di Indonesia. Jenis pohon yang sesuai untuk hutan kota atau penghijauan kota pada umumnya di Indonesia yang beriklim panas-lembab sebenamya adalah:
pohon besar, bercabang banyak dan berakar tunggang,
berbatang kayu keras, tidak mudah patah,
berdaun lebat, membentuk payung atau kanopi,
berumur panjang,
berbuah atau tidak berbuah
Universitas Gadjah Mada
Beberapa contoh pohon yang dapat dipakai untuk hutan kota adalah: mahoni, kenari, trembesi, dan asam jawa. Pohon-pohon ini mempunyai masa pertumbuhan yang relatif lama, sehingga sambil menunggu besarnya pohonpohon tersebut, pada penanamannya dapat diseling dengan pohon jenis lain yang cepat tumbuhnya, seperti angsana atau sengon.
Pemerintah dan masyarakat perlu menyadari dan memahami pentingnya penghijauan kota, khususnya hutan kota, karena keberadaan hutan kota merupakan upaya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Sebagai contoh, penghijauan di lingkungan perumahan dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong, dengan bibit-bibit pohon sumbangan dari pemerintah daerah; atau masyarakat turut menjaga kelestarian hutan kota yang dikelola oleh pemerintah, dalam arti tidak merusaknya. Pemerintah dan para ahli kehutanan dapat pula bekerjasama, misalnya menyelenggarakan pelatihan tentang pengelolaan hutan kota bagi pegawai pemerintah yang terlibat dalam penghijauan kota, serta masyarakat. Pemerintah dan para ahli juga perlu mengenalkan dan menggalakan kepada masyarakat jenis pohon yang sesuai untuk kebutuhan kota yang beriklim panaslembab, khususnya untuk fungsi penyeimbang lingkungan.
Universitas Gadjah Mada