Analisis Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Jakarta Timur Putra Wijaya (Mahasiswa) Dra. Afiati Indri Wardani, M.Si (Pembimbing) Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini membahas tentang pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kota Administrasi Jakarta Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Jakarta Timur serta berbagai faktor yang menjadi penghambat dalam upaya pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Jakarta Timur. penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi. Setelah dilakukan penelitian, menunjukkan bahwa masih terdapat faktor-faktor yang menghambat pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Jakarta Timur sehingga belum mencapai target seperti yang telah tercantum dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau, Pembanguan, Peraturan Daerah. Abstract This study discusses the development of public green open space has been done by the government in East Jakarta. The purpose of this study is to find out how the development of Public Green Open Space in East Jakarta and its barriers. This research is qualitative research by using deep interview to particular informant and observation. After doing interview, it shows that the barriers still exist, so the development of Public Green Open Space in East Jakarta haven’t reach the target that insist in regulation (Perda Provinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah). Keywords: Public Green Open Space, Development, Regulation.
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam membangun suatu kawasan khususnya perkotaan diperlukan adanya suatu
konsep tata ruang yang baik, tepat, dan tentunya mempunyai pandangan jauh ke depan guna mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, salah satu unsur yang harus diperhatikan dalam membangun tata ruang perkotaan adalah dengan mempertimbangkan keberadaan lingkungan alam yang mempunyai peran besar terhadap keseimbangan ekologis. Saat ini pembangunan yang cukup pesat tengah terjadi di kota-kota besar di Indonesia termasuk di Jakarta. Perlahan-lahan ruang-ruang kosong di Jakarta berubah fungsi menjadi gedung-gedung pencakar langit serta pemukiman penduduk dengan hanya menyisakan sedikit ruang terbuka hijau. Hal inilah yang kemudian memunculkan berbagai permasalahan khususnya permasalahan lingkungan seperti banjir yang kerap melanda Jakarta dan tingkat polusi udara yang cukup tinggi. Dalam mengurangi dampak tersebut salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan mengembangkan kawasan hijau di Jakarta. Salah satu wilayah yang menjadi fokus pengembangan kawasan hijau di Jakarta adalah wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Akan tetapi pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Administrasi Jakarta Timur sampai saat ini masih sangat minim dan belum mencapai target sesuai dengan yang telah direncanakan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari luasan RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur yang hanya sekitar 2,2 persen dari luas wilayah DKI Jakarta yang mencapai 64.457,19 Ha seperti pada tabel berikut ini: Tabel RTH Publik Di Jakarta Timur Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis RTH Taman Kota Jalur Hijau Jalan Taman Bangunan Umum Jalur Hijau Tepian Air Taman Rekreasi RTH Pemakaman Hutan Kota Jumlah
Jumlah 182 197 13 30 1 29 18 452
Sumber: Berbagai sumber
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
Luas (m2) 447.596,78 1.686.206,09 2.385.260,00 237.320,00 6.500.000,00 1.696.500,00 1.213.300,00 14.226.122,87
Jumlah ini masih jauh dari target yang direncanakan apabila melihat kembali Perda No. 6 mengenai RTRW DKI Jakarta tahun 1999 yang menargetkan ketersediaan RTH di Kota Administrasi Jakarta Timur yang diharapkan mampu menyumbang 4,72 persen dari luasan RTH Provinsi DKI Jakarta. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat Kota Administrasi Jakarta yang sekarang ini sudah dipadati oleh pemukiman-pemukiman penduduk dan pusatpusat industri. Keadaan ini sudah jelas dapat menimbulkan masalah-masalah lingkungan yang dapat berdampak pada timbulnya bencana-bencana ekologi seperti banjir yang kerap melanda Kota Administrasi Jakarta Timur Jakarta akibat minimnya RTH yang sangat berguna sebagai titik-titik resapan air. 1.2
Pokok Permasalahan Pokok permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimanakah pembangunan ruang
terbuka hijau (RTH) publik di Kota Administrasi Jakarta Timur dan faktor yang menjadi penghambat dalam membangun RTH publik khususnya di Kota Administrasi Jakarta Timur. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimanakah pembangunan
RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur serta mengidentifikasi faktor yang menjadi penghambat dalam pembangunan RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur. 2.
Kerangka Pemikiran
2.1
Kota Istilah kota memiliki definisi yang beragam. Dalam konteks ruang, kota merupakan
suatu sistem yang tidak berdiri sendiri. Secara internal kota merupakan satu kesatuan sistem kegiatan fungsional di dalamnya dan secara eksternal, kota sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Dalam konteks inilah secara garis besar kota dapat dikatakan sebagai suatu tempat yang memiliki konsentrasi penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang ada di sekitarnya. Selain itu kota merupakan tempat yang dapat ditinjau dari berbagai
sudut
pandang
yang
menggambarkan
karakteristik,
keberagaman
dan
kompleksitasnya. Menurut Branch karakteristik kota dibagi kedalam tiga aspek yang meliputi:
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
1. Aspek fisik Karakteristik kota menurut aspek fisik merupakan kawasan terbangun yang memiliki letak saling berdekatan/terkonsentrasi yang meluas dari pusatnya hingga ke wilayah pinggiran, atau wilayah geografis yang didominasi oleh struktur binaan (man made structure). Dalam pengertian ini kota menpunyai karakteristik yang meliputi: a. Bangunan-bangunan dan kegiatan-kegiatan yang berada dipermukaan tanah atau dekat dengan permukaan tanah; b. Instalasi-instalasi dibawah permukaan tanah; c. Kegiatan-kegiatan didalam ruangan kosong di angkasa. 2. Aspek sosial Karakteristik kota menurut aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang membentuk suatu komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja serta meningkatkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan, dan kegiatan rekreatif di kota-kota. Aspek yang mempengaruhi hal ini adalah besaran komposisi penduduk dan keruangan. 3. Aspek ekonomi Karakteristik kota berdasarkan aspek ekonomi, berarti kota memiliki fungsi sebagai penghasil barang dan jasa untuk menunjang kehidupan penduduknya dan untuk keberlangsungan kota itu sendiri. Ekonomi kota dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian yaitu, ekonomi publik, ekonomi swasta (privat), ekonomi khusus (Branch, 1995:51-71). 2.2
Tata Ruang Tata ruang didefinisikan sebagai wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
yang direncanakan maupun tidak (Sinulingga, 1999:97). Tata ruang merupakan wujud pola dan struktur ruang yang terbentuk secara alamiah dan juga sebagai hasil dari proses-proses alam maupun dari hasil proses sosial akibat adanya pembelajaran yang terus menerus (learning process) yang terus-menerus (Eko Budihardjo, 1997:5). Proses “pembelajaran” yang berkelanjutan ini adalah buah pengalaman manusia yang di dalam kehidupannya berada dalam siklus tanpa akhir berupa: Pemanfaatan – Monitoring (mengamati) – Evaluasi (pembelajaran) – Tindakan Pengendalian – Perencanaan (upaya memperbaiki, mengantisipasi masa depan, dan memutuskan tindakan) – Pemanfaatan – dst (Ernan Rustiadi, 2011:391). Terdapat beberapa elemen yang membentuk tata ruang suatu wilayah,
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
elemen-elemen ini dimaksudkan untuk menciptakan suatu pola ruang yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta menjaga keberlangsungan ekologi suatu wilayah, elemen-elemen pembentuk tata ruang tersebut yaitu: a. Kumpulan dari industri tersier (pelayanan jasa), termasuk di dalamnya pelayanan, administrasi, keuangan, pemerintahan, perdagangan, dan lain-lain, yang cenderung berkumpul di suatu tempat dan membentuk sistem tempat sentral yang tersebar merata dalam wilayah tersebut. Lokasi ini akan berkembang menjadi kota-kota dalam wilayah tersebut b. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) yang tersebar tidak merata seperti manufaktur, pertambangan, yang condong untuk mengadakan anglomerasi dan kadang-kadang berdekatan dengan sumber daya alam yang memerlukan pengolahan. Kumpulan industri
ini akan memperbesar tempat sentral apabila berlokasi pada
tempat sentral tersebut, sehingga tempat sentral berubah menjadi kota yang semakin besar sehingga terdapat sistem hirarkis kota-kota dalam suatu wilayah. c. Lingkungan pemukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau. d. Jaringan transportasi yang menghubungkan tempat-tempat a, b, dan c seperti jalan raya dan rel kereta api (Sinulingga,1999:25). 2.3
Perencanaan Kota Perencanaan kota sangat erat kaitannya dengan perencanaan pembangunan. Hal ini
dikarenakan perencanaan kota ini bertujuan untuk membangun suatu wilayah kota yang tertata dengan baik, berkelanjutan dan mampu mengakomodir kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini pengertian perencanaan pembangunan seperti yang dikemukakan oleh Conyer & Hills, Perencanaan merupakan proses yang kontinu, yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai cara memanfaatkan sumberdaya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan. (Pontoh & Kustiwan, 2008:28). Perencanaan kota dapat digambarkan sebagai suatu aktivitas atau proses yang mengatur segala sesuatu sebelumnya serta memberikan arahan pengendalian terhadap konsekuensi-konsekuensi dari semua tindakan yang diambil (Pontoh & Kustiwan, 2008:292). Ada 5 pendekatan yang dominan dalam melakukan aktivitas perencanaan kota, yaitu:
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
1. Comprehensive Planning Comprehensive planning merupakan suatu pola perencanaan tradisional, yang memiliki tujuan utama pembangunan lingkungan fisik kota. Faktor-faktor dalam pendekatan ini meliputi perencanaan dalam bidang sosial-demografi, ekonomi, transportasi, dan lain sebagainya. 2. Incremental Planning Pendekatan ini mempertanyakan kemampuan pembuatan keputusan yang kompleks dan bercakupan luas dalam pendekatan comprehensive planning. Hal ini dikarenakan pedekatan comprehensive planning membutuhkan data dan analisa kompleks yang dianggap di luar kemampuan para perencana. Pendekatan incremental planning ini berfokus kepada pencapaian tujuan yang lebih realistis dalam waktu yang singkat. 3. Advocacy Planning Pendekatan ini mempertanyakan keberadaan suatu kepentingan umum tunggal. Davidoff sebagai pelopor dari pendekatan ini berpandangan bahwa satu badan perencanaan tidak mungkin untuk mewakili kebutuhan masyarakat yang beragam dan perencanaan ini harus memperjuangkan kepentingan-kepentingan berbagai kelompok masyarakat dengan lebih berfokus kepada perencanaan sosial yang lebih peduli pada masyarakat. 4. Strategic Planning Pendekatan ini memfokuskan pada pada tugas-tugas strategis yang jelas dan spesifik, berbeda dengan tujuan-tujuan yang luas dan tidak terfokus pada comprehensive planning. Karakteristik utama dari pendekatan ini adalah berorientasi pada tindakan dan partisipatif. 5. Equity Planning Pendekatan ini menyadari akan ketimpangan sosial ekonomi yang disebabkan oleh pembangunan kota dan menganggap bahwa para perencana mempunyai tanggung jawab untuk membantu kelompok yang tertinggal dan kurang beruntung (Pontoh & Kustiwan, 2008:284-286), 2.4
Layanan Kota Kawasan kota merupakan ruang permukaan daratan di mana terdapat konsentrasi
penduduk dengan segala kegiatannya, yang membutuhkan tersedianya layanan kota atau dalam terminologi lain di kenal dengan prasarana dan sarana kota dalam jumlah dan kualitas
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
yang memadai. Definisi prasarana dan sarana kota ini adalah kelengkapan dasar fisik kota yang memungkinkan kota dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Menurut Charles K. Coe dalam buku Handbook of Urban Services: A Basic Guide for Local Governments terdapat 17 prasarana dan sarana kota (layanan kota) pokok yang dibagi ke dalam 4 area fungsional, yaitu: a.
Public safety and health services. 1. Police; 2. Fire; 3. Emergency management; 4. Emergency medical; 5. Animal control; 6. Public health.
b.
Public works and planning services. 7. Planning and inspection; 8. Water treatment and distribution; 9. Wastewater and stormwater management; 10. Street maintenace and construction; 11. Solid waste collection and disposal; 12. Forestry.
c.
Leisure services. 13. Park and recreation; 14. Libraries.
d.
Support services. 15. Public equipment; 16. Public buildings; 17. Public facilities.
Dalam membangun prasarana dan sarana kota tentunya tidak akan selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satunya adalah menyangkut ketersediaan layanan kota seperti RTH, tentunya banyak permasalahan dan tantangan yang semakin kompleks harus di hadapi oleh pemerintah dalam upaya penyediaannya. Berbagai permasalahan dan tantangan yang kerap dihadapi oleh pemerintah dalam upaya membangun prasarana dan sarana kota tersebut antara lain:
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
1. Terbatasnya anggaran pembangunan dari sumber-sumber pendapatan nasional dan daerah (APBN dan APBD), sehingga proyek dan kegiatan pembangunan fisik yang mendapat perhatian adalah yang berskala kecil/lokal dan kurang diarahkan pada yang berskala besar yang mempunyai peranan strategis; 2. Pembangunan investasi non-fisik perkotaan tidak diberikan alokasi yang cukup, misalnya untuk pelatihan SDM, untuk riset dan pengembangan, dan untuk berbagai kegiatan operasional pembinaan, pengaturan dan pengendalian pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja pembangunan yang optimal; 3. Peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan dari pihak swasta dan partisipasi masyarakat, yang merupakan potensi modal pembiayaan pembangunan seperti melalui pinjaman daerah, retribusi daerah, dan penerbitan obligasi yang masih belum dilakukan; 4. Masih terbatasnya kemampuan SDM staf aparat pemerintah kota terutama dalam prencanaan pembangunan perkotaan yang komprehensif dan berkelanjutan, termasuk pula perencanaan pembangunan prasarana dan sarana perkotaan; 5. Masih lemahnya koordinasi antar instansi dalam lingkup pemerintah daerah, terutama dalam penyusunan rencana pembangunan; 6. Penataan kawasan perkotaan selama ini masih dirasakan belum bersifat interaktif dan responsif terhadap pembangunan prasarana dan sarana perkotaan secara spasial, sehingga kegiatan pelayanan terkonsentrasi pada puat perkotaan dan tidak tersebar ke seluruh penjuru kota; 7. Perencanaan dan penyelenggaraan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan tidak diarahkan untuk mewujudkan pembangunan kota secara berkelanjutan, melainkan hanya untuk jangka waktu yang relatif pendek (Adisasmita, 2010:90-91). 2.5
Pembangunan Berkelanjutan Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mulai populer sejak
dicanangkannya pernyataan tentang pentingnya kesadaran segenap pihak tentang berbagai isu lingkungan global, yang disusul dengan terbitnya buku “Our Common Future” oleh World Commission on Environment and Development yang merupakan komisi sidang umum PBB di bawah pimpinan Gro Harlem Brutland (Budihardjo & Sujarto, 2005:1). Pengertian pembangunan berkelanjutan itu sendiri menurut Gro Harlem Brutland adalah Pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Budihardjo & Sujarto, 2005:2). Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan suatu interaksi antara tiga sistem, yaitu: Sistem biologis dan sumberdaya; sistem ekonomi; sistem sosial (Budihardjo & Sujarto, 2005:17).
Ekologi
Sosial
Ekonomi
Gambar Konsep Pembangunan Berkelanjutan 3.
Metode Penelitian
3.1
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dipakai pada penelitian ini adalah pedekatan kualitatif. Penelitian ini
berusaha mendapatkan informasi selengkap mungkin mengenai pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) publik di kota administrasi Jakarta Timur. Informasi diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi yang diharapkan mampu menggali informasi yang berkaitan dengan pembangunan RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur. 3.2
Jenis Peneitian Berdasarkan tujuannya jenis penelitian ini termasuk penelitian deskripsi. Pada
penelitian ini peneliti berusaha mengumpulkan informasi mengenai pembangunan RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur dan menggali lebih jauh guna mengetahui hubungannya dengan ketersediaan RTH di Kota Administrasi Jakarta Timur yang masih
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
belum mencapai target yang tercantum dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No.6 Tahun 1999 mengenai RTRW. 3.3
Teknik Pengumpulan Data Ada dua teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menyusun skripsi ini yaitu
melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan dilakukan dengan cara mempelajari dan menelaah berbagai bahan bacaan dan sumber-sumber tertulis lainnya, seperti buku, artikel, dan literatur lainnya, yang berkaitan dengan konsep serta teori-teori tentang ruang terbuka hijau (RTH). dan melalui studi lapangan yang dilakukan dengan cara melakukan kegiatan wawancara secara mendalam (depth interview) serta observasi di sejumlah lokasi RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur. 3.4
Teknik Pengelolaan Data Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara
berusaha untuk menganalisis data yang didapatkan, kemudian dihubungkan dengan pokok permasalahan yang ada. Selanjutnya dalam analisis dan intepretasi data akan dilakukan secara kualitatif. 3.5
Narasumber Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dan relevan guna menjelaskan tentang
analisis pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) publik terkait ketersediannya di Jakarta Timur maka penulis melakukan depth interview terhadap pihak-pihak yang penulis anggap dapat menyempurnakan penelitian ini yang berasal dari: Dinas Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Pertanian Dan Kehutanan, LSM Walhi Jakarta, dan Akademisi. 3.6
Site Penelitian Site yang dipilih oleh peneliti dalam melakukan penelitian adalah Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Publik di Kota Administrasi Jakarta Timur. Kota Administrasi Jakarta Timur menjadi pilihan peneliti dalam melakukan penelitian dikarenakan Jakarta Timur marupakan kawasan yang diprioritaskan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam RTRW sebagai kawasan hijau yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar terutama dalam ketersediaan RTH di
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
Ibukota yang sangat berguna dalam mengatasi masalah-masalah lingkungan yang dapat timbul seperti polusi udara dan lain sebagainya. 3.7
Proses Peneiitian Proses penelitian ini dimulai dari merumuskan latar belakang masalah yang
menjelaskan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan khususnya di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur yang memiliki tingkat pertumbuhan pembangunan yang cukup pesat sehingga lambat laun dapat mengancam keberadaan lingkungan alami yang ada di wilayah perkotaan dengan mengumpulkan berbagai data dan fakta pendukung yang bersumber dari internet, literatur, maupun data-data yang berasal dari berbagai instansi terkait seperti BPLHD, Dinas Pertamanan & Pemakaman, dan Dinas Pertanian & Kehutanan. Setelah dirumuskan permsalahan yang hendak dibahas, selanjutnya untuk menghasilkan suatu penelitian yang komprehensif dan berkorelasi, peneliti mengambil beberapa contoh penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan sebelumnya yang berasal dari jurnal, skripsi, maupun tesis yang didapat melalui publikasi elektronik dan perpustakaan serta menyusun kerangka pemikiran yang berkaitan dengan tema penelitian. Berdasarkan dari latar belakang masalah dan landasan pemikiran yang telah disusun sebelumnya, kemudian peneliti merumuskan metode penelitian yang sesuai dengan tema atau judul skripsi yang telah ditentukan. Untuk tahapan selanjutnya adalah dilakukan analisis sesuai tema yang telah ditentukan dengan terfokus pada bagaimana pembangunan RTH publik di Jakarta Timur dan identifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat
dalam
pembangunan RTH publik di Jakarta Timur dengan didukung oleh data primer yaitu wawancara dengan narasumber dari Sudin Pertamanan, Sudin Pertanian & kehutanan, Dinas Tata Ruang, Akademisi, dan LSM Walhi serta data-data sekunder yang didapat dari berbagai instansi terkait seperti BPLHD, Dinas Pertamanan & Pemakaman dll. Dari analisis tersebut barulah kemudian ditarik kesimpulan terkait pertanyaan penelitian dan saran dari peneliti. 4.
Analisis Pembanguanan Ruang Terbuka Hijau Publik di Jakarta Timur
4.1
Pembangunan RTH Publik di Jakarta Timur Dalam usaha membangun RTH publik di Jakarta Timur tentunya ada suatu proses atau
tahapan pembangunan. Ada 3 proses/tahapan yang utama dalam membangun RTH publik yaitu: Pembebasan lahan → Merancang DED (Detail Engineering Design) →
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
Pembangunan RTH publik. Akan tetapi pembangunan RTH di kota administrasi Jakarta Timur masih berjalan dengan sangat lambat dan banyak menemui hambatan. Apabila melihat dari Perda No. 6 Tahun 1999 mengenai RTRW Provinsi DKI Jakarta, sampai tahun 2010 diharapkan RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur dapat mencapai luasan 3.232,57 Ha atau 4,72 persen dari luas keseluruhan provinsi DKI Jakarta. Masih lambatnya pembangunan RTH publik ini dapat dicermati dari tidak tercapainya target yang telah ditetapakan oleh pemerintah dalam Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tersebut. Berdasarkan data yang dihimpun oleh peneliti, luasan RTH publik di Jakarta Timur baru mencapai total 1.423,20 Ha atau baru sekitar 2,2 persen dari luas RTH publik di Jakarta yang berarti baru mencapai setengah dari target yang diharapkan oleh pemprov DKI Jakarta yaitu sebesar 4,72 persen. Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2001 sampai 2010 RTH publik di Jakarta Timur hanya bertambah sebesar 40.030,11 m2. Ini berarti tiap tahunnya rata-rata RTH publik yang dibangun di Jakarta Timur hanya sekitar 4.003,01 m2 atau hanya 0,00060 persen dari luas DKI Jakarta, sedangkan untuk mencapai target 4,72 persen paling tidak setiap tahunnya minimal dibangun 0,39 persen atau 2.605.164,66 m2, seperti pada tabel berikut ini: Tabel Pembangunan RTH Publik Jakarta Timur 2001 s/d 2010 Luas (m2)
Tahun
Taman interaktif Gg. Toge RT 004 & 001 RW 005, Kel.Klender, Kec.Duren Sawit, Jakarta Timur
160,00
2001
2
Taman interaktif Jl. Pengembang RT 004 RW 011 Kel.Cipinang Besar Utara, Kec.Jatinegara, Jakarta Timur
400,00
2001
3
Taman interaktif Jl. Pengembangan RT 014 RW 001 Kec.Cipayung, Jakarta Timur
435,00
2001
4
Taman interaktif RT 006 RW 007 Kel.Tengah Kec.Kramat Jati, Jakarta Timur
400,00
2001
5
Taman interaktif RT 007 RW 005, Kel.Dukuh, Kec.Kramat Jati, Jakarta Timur
293,00
2001
6
Taman interaktif RT 001 RW 005 Kel.Jatinegara Kaum, Kec.Pulogadung, Jakarta Timur
900,00
2002
7
Taman interaktif RT 004 RW 011 Kel.Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur
600,00
2002
8
Taman interaktif RT 005 RW 014 Kel.Penggilingan Kec.Cakung, Jakarta Timur
836,00
2002
9
Taman interaktif RT 009 RW 008 Kel.Cipinang Muara Kec.Jatinegara, Jakarta Timur
803,00
2002
No
Wilayah
1
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
Tabel Pembangunan RTH Publik Jakarta Timur 2001 s/d 2010 (Lanjutan) No
Wilayah
Luas (m2)
Tahun
10
Taman interaktif RT 012 RW 004 Kel.Pisangan Timur, Kec.Pulogadung, Jakarta Timur
606,00
2002
11
Taman interaktif RT 003 RW 009 Kel.Kalisari Kec.Pasar Rebo, Jakarta Timur
442,00
2003
12
Taman interaktif Jl. Bulak Tengah X RT 004 RW 015 Kel.Klender Kec.Duren Sawit, Jakarta Timur
1.035,00
2004
13
Taman interaktif Jl. Ciracas Raya RT 003 RW 006 Kel.Ciracas Kec.Ciracas, Jakarta Timur
1.281,00
2004
14
Taman interaktif Jl. Kebon Kelapa RT 002 RW 009 Kel.Utan Kayu Selatan Kec.Matraman, Jakarta Timur
921,00
2004
15
Taman Interaktif Jl.Bulak Tengah X RT 004 RW 015 Kel.Klender Kec.Duren Sawit, Jakarta Timur
1.035,00
2004
1.281,00
2004
921,00
2004
400,00
2006
1.136,00
2006
12.034,75
2006
781,75
2007
691,64
2007
2.994,58
2007
433,45
2007
16 17
Taman Interaktif Jl.Ciracas Raya RT 003 RW 006 Kel.Ciracas Kec.Ciracas, Jakarta Timur Taman Interaktif Jl.Kebon Kelapa RT 002 RW 009 Kel.Utan Kayu Selatan Kec.Matraman, Jakarta Timur
18
Taman interaktif Kec.Pulo Gadung, Jakarta Timur
19
Taman Gedung Werda Tama Jaya Jakarta Taman Kampus YPKP DKI Jakarta, Ciracas Jakarta Timur Taman interaktif Kec.Cakung, Jakarta Timur
20 21 22
Taman Gedung LPMJ Jl. Bekasi Timur, Pulo Gadung Jakarta Timur
23
Taman Rusun Tipar Cakung
24
Taman SMAN 42 Jl. Rajawali, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur
25
Taman Interaktif Rt. 006 Rw. 004 Kel. Cakung Barat Kec. Cakung, Jakarta Timur
1.632,94
2010
26
Taman interaktif Segitiga Intirub Jl. Cililtan Besar, Jakarta Timur
3.453,00
2010
27
Taman Eks SPBU 31-13601 Jl. Inspeksi Saluran Timur Kec.Jatinegara, Jakarta Timur
1.230,00
2010
28
Taman Eks SPBU 34-13207 Jl.Jend.A. Yani (Sisi Selatan), Pulo Gadung, Jakarta Timur
1.443,00
2010
29
Taman Eks SPBU 34-14304 Jl.Jend.A. Yani (Sisi Utara), Pulo Gadung, Jakarta Timur
1.450,00
2010
Total
40.030,11
Sumber: Dinas Pertamanan & Pemakaman Provinsi DKI Jakarta.
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
4.2
Faktor-Faktor Yang Menghambat Pembangunan RTH Publik Di Jakarta Timur
4.2.1 Adanya Kebutuhan Akan Sarana dan Prasarana Lain Yang Lebih Mendesak Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan penduduk di Kota Administrasi Jakarta Timur mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jakarta Timur sebagai salah satu Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta yang merupakan sentra perindustrian telah mendorong masyarakat di daerah pinggiran untuk datang ke Jakarta Timur demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tabel Tingkat Pertumbuhan Penduduk Jakarta Timur Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan
Luas
Jumlah Penduduk
Pasar Rebo 12,98 194.094 Ciracas 16,08 256.961 Cipayung 28,45 237.712 Makasar 21,85 189.251 Kramat Jati 13 277.290 Jatinegara 10,25 268.159 Duren Sawit 22,65 389.107 Cakung 42,28 511.248 Pulogadung 15,61 263.122 Matraman 4,88 149.000 TOTAL 188,03 2.735.994 Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta.
Pertumbuhan Penduduk (2000-2011) 2000-2010 2010-2011 2,37 2,57 1,91 2,07 3,70 4,02 1,70 1,84 1,63 1,77 0,49 0,53 1,05 1,13 1,35 1,47 0,28 0,30 0,37 0,40 1,40 1,56
Kepadatan Penduduk 14.959,10 15.979,90 8.356,00 8.660,10 21.329,00 26.155,70 17.176,50 12.092,50 16.859,10 30.510,30 14.550,50
Dari tabel tersebut bisa dilihat tingkat pertumbuhan penduduk Jakarta Timur yang mengalami pertumbuhan sebesar 1,40 persen dari tahun 2000 s/d 2010 dan bertambah 1,56 persen hanya dalam jangka waktu satu tahun dari tahun 2010 s/d 2011. Dari tabel tersebut dapat terlihat bagaimana pesatnya pertumbuhan penduduk Kota Administrasi Jakarta Timur terutama pada beberapa tahun belakangan ini yaitu antara tahun 2010-2011. Dari data pertumbuhan penduduk Jakarta Timur yang sangat pesat tersebut sudah tentu akan berdmpak holistik terutama terhadap sarana dan prasarana pendukung lainnya seperti pemukiman. Selain itu pertambahan penduduk yang sangat pesat ini juga akan mendorong mobilitas suatu wilayah sehingga diperlukan adanya ketersediaan akan akses antar wilayah yang memadai seperti jalan dan sistem transportasi. Dari uraian penjelasan tersebut, mengapa RTH publik di wilayah Jakarta Timur sangat sulit berkembang dapat dikarenakan adanya kebutuhan akan sarana dan prasarana lain yang dirasa pemerintah cukup mendesak seperti pemukiman dan jaringan jala dan transportasi yang lebih diprioritaskan guna memenuhi kebutuhan penduduk Jakarta yang jumlahnya terus bertambah.
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
4.2.2 Tingginya Harga Tanah Salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam pembangunan RTH publik di Jakarta Timur terutama adalah dalam hal pembebasan lahan terkait dengan harga lahan di Jakarta Timur yang sudah semakin mahal dikarenakan oleh ketersediaan lahan di Jakarta Timur yang sudah semakin terbatas. Tingginya harga tanah di Kota Administrasi Jakarta Timur memang masih menjadi salah satu kendala terbesar yang dihadapi Pemerintah Kota dalam upaya pembebasan lahan guna membangun RTH publik di Jakarta Timur. Ketersediaan akan lahan ini memang menjadi faktor penting dalam pembangunan RTH publik, akan tetapi di tengah pesatnya pembangunan dan jumlah penduduk di Jakarta Timur yang terus bertambah seperti beberapa tahun belakangan ini membuat ketersediaan akan lahan menjadi semakin terbatas, seperti yang di jabarkan pada tabel dibawah ini. Tabel Luas Lahan Terbangun Jakarta Timur 2010 Kecamatan
Lahan Terbangun (Bangunan + Jalan)
Pasar Rebo Ciracas Cipayung Kramat Jati Makassar Jatinegara Duren Sawit Matraman Pulogadung Cakung Jumlah %
1.032,27 1.453,67 1.928,50 1.167,40 1.290,40 988,61 1.944,21 530,14 1.351,33 2.845,57 14.532,84 78,50
Sumber: Sudin Tata Ruang, data diolah peneliti.
Dari tabel tersebut, jumlah lahan terbangun di Jakarta Timur sudah mencapai 78,50 persen dari luas total wilayahnya. Jumlah ini tentunya pasti akan bertambah mengingat semakin padatnya Jakarta Timur dari tahun ke tahun. Inilah yang kemudian mengakibatkan harga tanah di Jakarta Timur tiap tahun makin melambung. Keterbatasan akan lahan ditambah dengan kebutuhan lahan yang tinggi ini merupakan penyebab utama semakin tingginya harga tanah di Jakarta Timur yang sudah tentu dapat menambah beban anggaran yang harus dikeluarkan oleh pemeintah untuk membangun RTH publik di Jakarta Timur.
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
4.2.3
Kurangnya Perhatian Dari Pemerintah Akan Ketersediaan RTH Publik Dalam hal ini, pemerintah dirasa masih mengesampingkan keberadaan RTH publik di
Kota Administrasi Jakarta Timur. Padahal keberadaan RTH publik ini sangatlah penting untuk tetap menjamin keberlangsungan suatu wilayah perkotaan ditengah pesatnya pembangunan. Ini dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara pembangunan fisik kota dengan lingkungan telah menimbulkan masalah yang serius pada wilayah perkotaan. Dampak dari adanya ketidakseimbangan antara pembangunan fisik dengan lingkungan kota di kota administrasi Jakarta Timur ini salah satunya dapat dirasakan dari bencana banjir yang sering melanda Jakarta Timur setiap tahunnya. Ini dapat dikarenakan oleh mulai minimnya daerah-daerah resapan air akibat pembangunan kota yang semakin pesat. Salah satu indikator dari masih kurangnya perhatian dari pemerintah itu sendiri dapat dicermati dari masih terdapatnya RTH publik yang beralih fungsi menjadi bagunan lain seperti SPBU. Selama tahu 2008 terdapat 3 RTH publik yang beralih fungsi menjadi area SPBU seperti pada tabel berikut ini: Tabel RTH Publik Jakarta Timur Yang Beralih Fungsi Tahun 2008 No
Lokasi
Luas (m2)
1
Jalan Inspeksi Saluran Timur, Jatinegara
1.230
2
Jalan Jenderal A Yani, Pulogadung (sisi utara)
1.450
3
Jalan Jenderal A Yani, Pulo Gadung (sisi selatan)
1.443
Jumlah
4.123
Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta, data diolah peneliti.
Selain dari kurangnya perhatian pemerintah dalam mengubah tatanan kota secara fisik agar dapat serasi, selaras, dan seimbang dengan tetap mempertahankan atau dengan lebih mengembangkan lagi RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur. Pemberdayaan terhadap masyarakat tampaknya juga kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Masih kurangnya perhatian pemerintah dalam memberdayakan masyarakat ini dapat dicermati dari masih minimnya penyuluhan-penyuluhan atau kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat. Selama dua tahun sejak tahun 2009 sampai tahun 2011 di Kota Administrasi Jakarta Timur sendiri hanya diadakan satu kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Kegiatan ini dikenal dengan gerakan kampung hijau
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
yang dilakukan di Kampung Bulak, Klender di RW 15 Jakarta Timur. sebaiknya untuk lebih menumbuhkan lagi rasa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, kegiatan semacam ini sebaiknya dilakukan oleh pemerintah secara rutin dan merata di setiap wilayah di Jakarta Timur guna mendidik masyarakat untuk mencintai lingkungannya sehingga bisa dapat terjaga dan lestari. 4.2.4 Masih Rendahnya Kesadaran Masyarakat Dalam mencapai tujuan untuk menghijaukan kembali Jakarta Timur, tentunya pemerintah tidak dapat bergerak sendiri. Kesadaran masyarakat dalam ikut menjaga dan melestarikan lingkungannya juga menjadi faktor utama. Karena pemerintah tidak dapat bekerja secara maksimal apabila tidak didukung juga oleh masyarakat. Dalam usaha pengembangan RTH publik ini masih saja banyak masyarakat yang kurang peka terhadap lingkungannya. Salah satu indikatornya adalah masih banyaknya warga yang membuang sampah sembarangan di areal RTH publik serta masih terdapat warga yang bertempat tinggal di bantaran sungai yang seharusnya difungsikan sebagai RTH publik jalur sehijau tepian airseperti pada tabel berikut. Tabel Rumah Tangga di Bantaran Sungai Jakarta Timur Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan / Kelurahan / Desa
Jumlah Rumah Tangga
Pasar Rebo Ciracas Makasar Kramat Jati Jatinegara Duren Sawit Cakung Pulo Gadung Jumlah
24 804 1.225 562 1.693 881 617 646 6.452
Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta, data diolah peneliti.
Hal ini tentunya sudah melanggar peraturan yang berlaku seperti yang tertuang dalam Perda No. 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum pasal 36 mengenai tertib bangunan yang melarang setiap warga untuk medirikan bangunan di bantaran sungai.
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
5
Simpulan dan Rekomendasi
5.1
Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: 1. Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Kota Administrasi Jakarta Timur masih minim dan belum mencapai target sesuai dengan yang telah direncanakan oleh pemerintah; 2. Tidak tercapainya target pembangunan RTH publik oleh pemerintah ini disebabkan oleh berbagai faktor penghambat antara lain: a) Adanya kebutuhan akan sarana dan prasarana lain yang lebih mendesak b) Tingginya harga tanah di Kota Administrasi Jakarta Timur. c) Kurangnya perhatian dari pemerintah itu sendiri baik dari sisi mempertahankan dan mengembangkan keberadaan RTH publik maupun dari sisi pemberdayaan masyarakat. d) Masih kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menjaga dan melestarikan keberadaan RTH publik di Kota Administrasi Jakarta Timur. 5.2
Saran beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam
membangunan RTH publik di kota administrasi Jakarta Timur, yaitu : 1. Menahan laju pertumbuhan penduduk khususnya penduduk pendatang agar tidak semakin menambah beban kota, sehingga lahan-lahan yang masih ada di Jakarta Timur bisa dioptimalkan untuk pembangunan RTH publik; 2. Perlu
dilakukannya
kegiatan-kegiatan
yang
sifatnya
dapat
menumbuhkan
kepedulian dan mendidik masyarakat umtuk peduli terhadap lingkungannya oleh pemerintah seperti dengan diadakannya penyuluhan-penyuluhan atau lomba-lomba kebersihan yang rutin diadakan dan menyeluruh di Kota Administrasi Jakarta Timur; 3. Meningkatkan peran swasta untuk mendukung upaya Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur dalam membangun RTH publik melalui program CSR (Coorporate Social Responsibility);
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013
4. Perlunya disusun rencana pembangunan RTH publik dalam jangka pendek, seperti dengan merencanakan target minimal luasan RTH publik yang harus dibangun oleh pemerintah setiap tahunnya di Kota Administrasi Jakarta Timur. Datar Pustaka Adisasmita, Rahardjo. (2010). Pembangunan Kota Optimum, Efisien & Mandiri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Branch, Melville C. (1995). Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar & Penjelasan (Bambang Hari Wibisono, Penerjemah). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. (1999). Kota Berkelanjutan. Bandung: Alumni. Coe, Charles K. (2009). Handbook of Urban Services: A Basic Guide for Local Governments. New York: M.E. Sharpe, Inc. Joga, Nirwono dan Iwan Ismaun. (2011). RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pontoh, Nia K. dan Iwan Kustiwan. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: ITB. Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. Panuju. (2011). Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sinulingga, Budi D. (1999). Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sinulingga, Budi D. (1999). Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Analisis pembangunan..., Putra Wijaya, FISIP UI, 2013