Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kurangnya Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Di Kota Depok
Oleh Septi Dewi Kurnia (Mahasiswa) Afiati Indri Wardani (Pembimbing)
Program Studi Ekstensi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Abstrak Kota Depok sebagai Kota Hinterland merupakan wilayah yang sedang tumbuh dan berkembang sejak pemekaran dari Kabupaten Bogor pata tahu 1999. Akibat dari perkembangan dan pertumbuhan yang semakin pesat maka Kota Depok juga mengalami peningkatan guna memenuhi berbagai kebutuhan kota dan penduduknya. Jumlah penduduk Kota Depok yang saat ini dengan jumlah penduduk 1.738.570 juta jiwa per tahun 2010 dan lahan yang seluas 118,50 km², tergolong padat yang cukup padat. Dengan jumlah penduduk dan luas wilayah tersebut maka kondisi RTH sudah mulai jauh dari kata cukup untuk perbandingan kebutuhan RTH dengan jumlah wilayah dan jumlah penduduk. Dalam meningkatkan kualitas hidup Kota Depok perlu peningkatan luas RTH. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kurang tersedianya RTH Publik di Kota Depok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara terstruktur yang dilakukan pada dinas-dinas yang terkait, faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab kurang tersedianya RTH Publik adalah faktor keterbatasan lahan, faktor lemahnya pengawasan, faktor keterbatasan dana, faktor fokus perencanaan, faktor implementasi perencanaan, faktor peraturan yang menjadi acuan, faktor kinerja kelembagaan.
Kata Kunci: RTH, Pembangunan, Penyediaan 1 Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
2
Pendahuluan Pelayanan perkotaan merupakan pelayanan yang diperlukan atau dimungkinkan oleh konsentrasi fisik penduduk (Nick Devas:1980). Nick Devas juga merincikan pelayanan perkotaan, di antaranya air bersih, sanitasi, perbaikan kampung, pembuangan sampah, jalan perkotaan, drainase, pemadam kebakaran, penerangan jalan, pertamanan dan tempat rekreasi, pasar, pengaturan lalu lintas, angkutan umum dan tersedianya tanah kosong untuk bangunan. Keseluruhan layanan perkotaan perlu dibuat perencanaan terlebih dahulu, supaya memperhatikan efek ke masa depan atau efek jangka panjang atas apa yang dibuat dalam perencanaan perkotaan. Salah satu yang menjadi perhatian dalam proses perencanaan adalah aspek ruang terbuka, yang termasuk dalam pelayanan perkotaan sebagai taman atau biasa disebut Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ruang terbuka hijau memiliki arti penting bagi pembangunan berkelanjutan suatu kota. Perkembangan pembangunan suatu kota tidak hanya memiliki efek positif, akan tetapi juga memiliki efek negatif. Efek negatif adanya pembangungan yang berkembang pada suatu kota, di antaranya banjir, terdapat banyak pemukiman kumuh, kemiskinan, kriminalitas, pengangguran, meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, menurunnya kelembaban dan hilangnya habitat berbagai jenis burung karena hilangnya berbagai vegetasi dan RTH dan juga isu Global Warming yang tengah melanda dan menyebabkan cuaca ekstrim. Isu-isu akibat pembangunan tersebut merupakan hasil dari pembangunan yang tidak terencana dengan baik, sehingga segala sesuatu yang dilakukan tidak dengan pertimbangan aspek lain seperti manfaat yang nantinya akan dirasakan dampaknya baik itu jangka panjang maupun jangka pendek. Pembangunan yang baik merupakan pembangunan berkelanjutann berwawasan lingkungan, yaitu pembangunan dengan penghematan penggunaan sumberdaya dan pertimbangan jauh kedepan. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang muncul akibat dari pembangunan, tentu saja Negara pada umumnya dan pemerintah kota secara khusus dapat membantu dalam meminimalisis berbagai permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat di sebuah Negara khususnya isu lingkungan yang nantinya akan menjadi asset bagi pembangunan generasi selanjutnya. Upaya yang dapat diambil dalam menghadapi isu lingkungan ini salah satunya dengan menyediakan lahan terbuka (open space). Penyediaan saja juga masih kurang bermanfaat jika tidak dimanfaatkan dengan maksimal untuk mengurangi dampak dari isu lingkungan.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
3
Ruang terbuka merupakan ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur dimana dalam penggunaanya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan, ruang terbuka dapat berbentuk jalan, trotoar, dan ruang terbuka hijau (RTH) (Permendagri 01 tahun 2007). RTH memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis, serta fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi dan estetika/arsitektural. Pada UU No 26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota, pemerintah setempat diminta untuk memuat rencana penyediaan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau diatur dalam pedoman ini. Perubahan penggunaan lahan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, perkembangan pembangunan akan mengakibatkan pula keberadaan ruang tebuka hijau kota sebagai salah satu komponen ekosistem kota menjadi kurang diperhatikan, walaupun keberadaan ruang terbuka hijau kota diharapkan dapat menaggulangi masalah lingkungan di perkotaan (Zoer’aini, 1995:40). Salah satu akibat langsungnya adalah berkurangnya keragaman vegetasi yang juga berpengaruh pada kondisi lingkungan yang semakin buruk. Kondisi lingkungan yang buruk juga dapat memengaruhi pola tingkah laku dan kondisi kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, sehingga ruang terbuka hijau yang ada dapat diperhatikan dan diperluas serta diintensifkan fungsinya. Keserasian dan keselarasan ruang terbuka hijau dengan laju pembangunan kota akan menunjang kelestarian makhluk hidup, khususnya manusia (Mangunsong dan Sihite: 1994). Dalam rencana pembangunan di perkotaan, khususnya pemukiman, memerlukan persiapan perancangan kota yang seimbang dengan lingkungan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menyiapkan bentuk dan struktur hutan kota. Perencanaan yang baik merupakan rencana yang dapat terlaksana sesuai dengan perencanaan semula, namun di dalam pelaksanaannya, banyak yang tidak sesuai dengan yang direncanakan, misalnya taman dan jalur hijau pun dibangun menjadi gedung-gedung, seperti pompa bensin, bangunan sekolah, kantor dan lain-lain sebagainya. Kota Depok yang termasuk kawasan Jabodetabek, merupakan sebagai salah satu kota penyangga ibukota Negara, Kawasan Jabodetabek ini merupakan wilayah dengan proses urbanisasi terbesar di Indonesia karena kecenderungan menjadi salah satu pusat perdagangan dan industri dan jasa yang mendorong penduduk bekerja dan bermukim di wilayah ini. Depok
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
4
sebagai kota penyangga juga diarahkan untuk permukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan, pariwisata dan resapan air. Berdasarkan visi RPJPD Kota Depok 2006-2025 yaitu menjadikan Depok Kota niaga dan Jasa yang religius dan berwawasan lingkungan. Sehingga mobilitas kegiatan penduduk akan semakin tinggi dan kompetitif sehingga proses urbanisasi akan terus mengalami peningkatan yang berdampak pada semakin tingginya area permukiman dan konversi lahan pertanian ke non pertanian. Hal yang terjadi kemudian adalah laju pembangunan yang sangat terlihat di daerah ini. Kota Depok justru mengarah menjadi kota jasa perdagangan dan pendidikan. Untuk itu tak mengherankan bila pembangunan perumahan sama pesatnya dengan pembangunan fasilitas perdagangan dan pendidikan. Berikut ini adalah table ketersediaan RTH Kota Depok. Tabel 1 Ruang Terbuka Hijau di Kota Depok
Sumber : Lampiran VII RTRW Kota Depok 2012-2032 (data diolah peneliti) Menurut data Dinas Tata Kota dan Pemukiman Kota Depok menyebutkan jumlah ruang terbuka hijau di Kota Depok saat ini belum mencapai idealnya yang harus dimiliki oleh sebuah perkotaan yang ada dalam Peraturan Menteri dan Pekerjaan Umum (PU). Sebagaimana yang tercantum dalam UU mengenai tata ruang yang mengatakan bahwa idealnya sebuah kota memiliki 30% lahan untuk RTH dengan komposisi 20% publik dan 10% privat.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
5
Berdasarkan tabel di atas Depok masih berada pada presentase 9,26% dimana idealnya RTH publik yang dimiliki sebenarnya sebesar 20%, sedangkan untuk RTH privat 6,27% yang sebenarnya memiliki jumlah idealnya sebesar 10%. Pada RTRW yang sebelumnya pembagian kawasan untuk RTH tidak terlalu difokuskan, sejak dikeluarkannya UU tata ruang yang baru, kota Depok mulai mereview kembali RTRW yang sudah ada guna melanjutkan arahan-arahan dalam peraturan tersebut untuk kriteria RTH kota. Untuk itu dalam Raperda RTRW yang baru periode 2012-2032, diharuskan mencapai ke target sampai dengan 20% milik publik. Kondisi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok saat ini jika dilihat berdasarkan data yang diperoleh dari pihak pemerintah Kota Depok, kondisinya cukup jauh dari harapan yang harus dimiliki oleh sebuah kota. Jumlah RTH di Kota Depok jauh dari yang kata sesuai, sesuai dengan UU No 26 tahun 2007 dan permen PU No 05 tahun 2008 mengenai Penataan Ruang. Pada peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat tersebut penyediaan RTH perkotaan harus memenuhi 30% RTH dari luas wilayah Kota Depok, dengan komposisi 20% Publik dan 10% privat. Jumlah RTH Kota Depok saat ini sampai tahun 2011 adalah sejumlah 3.110, 88 Ha atau hanya 15,53% dari luas wilayah Kota depok yang seluas 20,029 Ha. Untuk itu peneliti ingin mengetahui apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kurangnya Ketersediaan RTH di Kota Depok. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam sebuah kota. Pada setiap kota baik kota besar maupun kota kecil, pasti memerlukan RTH untuk penyeimbang lingkungan mereka. Seiring dengan perkembangan Kota Depok, ada banyak perubahan yang terjadi di dalamnya, seperti perubahan jumlah penduduk yang meningkatnya tiap tahunnya. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok ini, mengakibatkan pergeseran penggunaan lahan. Seperti yang sebelumnya merupakan lahan pertanian, perkebunan dan taman milik penduduk, berubah fungsinya menjadi bangunan-bangunan yang padat penduduk. Perubahan penggunaan lahan tersebut terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk dan mengakibatkan peningkatan jumlah akan kebutuhan fasilitas umum perkotaan. Pergeseran penggunaan lahan tersebut berdampak pada berkurangnya ruang terbuka hijau dan berkurangnya keindahan kota. Berkurangnya jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota Depok tidak hanya dikarenakan peningkatan jumlah penduduk saja, akan tetapi juga dikarenakan banyak hal lain, diantaranya fokus perencanaan pemerintah yang belum fokus pada penyediaan RTH, jumlah anggaran yang diperoleh dari APBD masih jauh dari kata cukup, implementasi perencanaan yang dibuat tidak tepat sasaran, lemahnya pengawasan lingkungan dari pihak pemerintah Kota Depok, lembaha pemerintah yang masih kurang berperan aktif dalam penyediaan,
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
6
pengelolaan dan penataan RTH, faktor lain yang berasal dari luar pemerintahan adalah keterbatasan lahan dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk turut serta menjaga RTH seperti taman-taman yang sudah dibuat oleh pemerintah. Faktor-faktor tersebut merupakan hasil temuan yang diperoleh pada saat melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkain dengan ruang terbuka hijau. Terkait dengan pemaparan latarbelakang masalah tersebut, penulis akan menganalisis mengenai “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kurangnya Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Kota Depok”. Pokok Permasalahan Pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang memengaruhi kurangnya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Depok. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk membahas pertanyaan penelitian sesuai dengan ruang lingkup permasalahan penelitian yang diangkat, yakni Menjelaskan faktor-faktor apakah yang memengaruhi ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Depok. Tinjauan Teoritis Dalam penelitian ini peneliti memiliki dua kelompok teori sebagai berikut, yaitu konsep teori mengenai perencanaan kota dan pembangunan kota serta teori mengenai faktorfaktor yang memengaruhi ketersediaan ruang terbuka Hijau . Adapun acuan yang digunakan adalah konsep kota yang dikemukakan oleh Watt dan Stearns dan Montag (dalam Zoer’aini, 2005:31) mengemukakan pengertian sebuah kota sebagai berikut: (1) Suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan meruakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktifitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa); (2) Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi bersifat tidak statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan dan sulit dikontrol; (3) Mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh mana pengaruh itu sangat tergantung kepada perencanaannya.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
7
Teori lain mengenai konsep pembangunan kota yang dikemukakan oleh Menurut Yunus (2005:237), Menurut Yunus (2005:237), paradigma pembangunan kota terdapat Urban Oriented Paradigm (UOP) dan Ruban Oriented Paradigm (ROP). Urban Oriented Paradigm (UOP), menangatakan urban is just for urban residents/city is just for the city is self, asumsinya masih tersedianya banyak lahan kosong baik dalam maupun diluar kota (urban fringe areas. Paradigma selanjutnya, Ruban Oriented Paradigm (ROP) mengatakan the development of a city is not just for the city it self but also for the rural areas. Kota dalam hal ini dikelilingi oleh lahan pertanian yang potensial bago ekonomi nasional, dan pembangunan kota harus bertindak hari-hati dan mengacu pada sustainable development (intra & inter generation dan intra dan inter frontier). Konsep teori perencanaan kota Melville (1999:117), yang mengatakan Melville (1999:90) mengatakan bahwa perencanaan kota merupakan hasil dari dua kelompok yang sama-sama memiliki kekuatan, yaitu pemerintah dan non pemerintah. Pemerintah merupakan struktur perwakilan dan administrasi dalam bentuk organisasi yang resmi dan berkekuatan hukum untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan kota. Non pemerintah terdiri atas berbagai kekuatan yang bukan merupakan bagian dari pemerintah resmi, tetapi bagaimanapun juga memiliki pengaruh atau menentukan perencanaan kota. Keterkaitan antara kedua kekuatan tersebut dalam rangka menentukan bentuk perencanaan kota, sangat berbeda-beda dengan antar masyarakat, antar sistem politik dan antar kurun waktu sepanjang sejarah. Namun demikian, biasanya perencanaan kota merupakan hasil dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasidan individu-individu, baik di dalam, maupun diluar pemerintah. Selain itu konsep faktor-faktor yang memengaruhi ketersediaan RTH oleh Zoer’aini (2005:5), yang mengemukakan rencana pembangunan diperkotaan, khususnya pemukiman, memerlukan persiapan perancangan kota yang seimbang dengan lingkungan, seperti menyiapkan bentuk dan struktur hutan kota, jika perencanaan yang sudah teratur dan baik dapat terlaksana sesuai dengan perencanaan semula, namun di dalam pelaksanaannya, banyak yang tidak sesuai dengan yang direncanakan, misalnya taman dan jalur hijau pun dibangun menjadi gedung-gedung, seperti pompa bensin, bangunan sekolah, kantor dan lain-lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut: a. Pertambahan penduduk yang sangat cepat;
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
8
b. Perencanaan pembangunan yang tidak matang dan selalu ketinggalan; c. Persepsi para perancang dan pelaksana belum sama dan belum berkembang; d. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan; e. Kebutuhan pembangunan yang sangat mendesak, dan; f. Para perencana yang belum berwawasan lingkungan dengan tidak berpandangan kedepan. (Zoer’aini,2005:5) Faktor-faktor tersebutlah yang termasuk penyebab dari kurang tersedianya ruang terbuka hijau. Permasalahan ketesediaan RTH kota secara Ideal disebabkan oleh (Purnomohadi, 1995 dan KLH, 2001 dalam Widodo 2012:41). 1. Inkonsistensi kebijakan dan strategi Penataan Ruang Kota, kurangnya pengertian dan perhatian akan urgensi eksistensi RTH dalam kesatuan wilayah perkotaan. Perencanaan strategis pembangunan RTH di daerah belum memadai, karena dianggap sebagai ruang publik (commom property) yang secara ekonomis tidak menguntungkan sehingga saling melepas tanggung jawab. 2. Pemeliharaan RTH tidak konsisten dan tidak rutin. RTH sering dianggap sebagai tempat sampah, gubuk liar dan sarang vector pembawa penyakit, sehingga cenderung lebih menjadi masalah disbanding dengan manfaat. 3. Kurangnya pamahaman butir (1), berakibat tidak tersedianya RTH yang memadai, semakin mengurangi peluang bagi warga kota, terutama anak-anak, remaja, wanita, manusia usia lanjut dan penyandang cacat, untuk mendapat pendidikan dan pelajaran tentang kehidupan langsung dari alam sekitar, serta fasilitas olahraga, berekreasi dan bermain. 4. Pencemaran ekosistem perkotaan terhadap media tanah, air, dan udara semakin meningkat dan menimbulkan penyakit fisik dan psikis yang serius. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dan dalam pelaksanaannya diikuti dengan sosialisasi untuk mendukung keberhasilan perencanaan dan meminimalisasi kesalahan dan kekurangan. Metode Penelitian
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
9
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan faktor-faktor apa yang memengaruhi kurang tersedianya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jenis Penelitian Berdasarkan tujuan, , jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif memiliki perhatian menyajikan gambaran yang lengkap tentang penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Depok beserta pelaksanaan dan hambatan yang ditemui pada saat implementasi. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1. Kajian Kepustakaan Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara membaca buku-buku, artikel, media internet, literatur, undang-undang dan tulisan-tulisan lain yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini. 2. Observasi Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung ke lapangan untuk melihat keadaan yang sesungguhnya terjadi. Informan Untuk memperoleh informasi mengenai implementasi proses perizinan penyiaran televisi baik di SubBagian Perizinan Televisi DPPI Menkominfo ataupun di KPI, maka informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah: 1. Kepala Sub Bidang Infrastruktur Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Depok, Ibu Kania 2. Staf Seksi Fisik dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Depok. 3. Kepala Seksi pemeliharaan Taman Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok, Lintang Yuniar 4. Staf Seksi Perencanaan Tata Ruang Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (DISTARKIM) Kota Depok, Pipit.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
10
5. Kepala Bidang Konservasi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok, Sony Triyarmin 6. Badan Pengawas dan Pengendalian Lingkungan (WASDAL) Kota Depok. 7. Pakar Tata Ruang, Universitas Indonesia. Mengenai Penyediaan Ruang Terbuka Hijau secara Akademis. Hasil Penelitian Secara singkat dapat dijelaskan bahwa kurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Depok dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah perencanaan pembangunan yang kurang berwawasan lingkungan, implementasi perencanaan yang tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, keterbatasan anggaran, lemahnya pengawasan dan keterbatasan lahan bagi ruang terbuka hijau di Kota Depok. Pembahasan Dalam penelitian ini telah diwawancarai empat dinas yang terkait dengan lingkungan hidup, terutama RTH. Dinas-dinas tersebut merupakan dinas yang langsung berhubungan dengan lingkungan, mulai dari perencanaan secara makro sampai dengan perencanaan secara mikro ada pada dinas terkait tersebut. Selain itu juga pelaksanaan dan pengawasan juga dilakukan oleh dinas-dinas tersebut. Faktor-faktor yang Memengaruhi kurangnya Ketersediaan RTH di Kota Depok Dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa faktor yang memengaruhi ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Depok. Faktor-faktor tersebut diantaranya sebagai berikut; Perencanaan Pembangunan Perencanaan merupakan awal dari seluruh kegiatan yang bertujuan agar mencapai sasaran dengan efisien dan efektif, selain itu perencanaan juga sebagai alat agar kegiatan yang dijalankan, berjalan sesuai dengan pedoman dan arahan. Perencanaan pembangunan menjadi salah satu permasalahan yang memengaruhi kurangnya ketersediaan RTH dikarenakan dalam perencanaan terdapat banyak kepentingan yang ditampung di dalamnya. Permasalahan yang terjadi dalam lingkup perencanaan pembangunan Kota Depok, yang di antaranya mengakibatkan kurangnya lahan RTH, yaitu fokus perencanaan pembangunan, prioritas
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
11
kebijakan publik yang lebih mendahulukan kepentingan mendesak dan belum adanya pengesahan peraturan yang menjadi acuan dalam pengelolaan RTH, khususnya RTH publik. Perencanaan pembangunan mempengaruhi arah perkembangan kota itu sendiri nantinya. Menyusun perencanaan pembangunan merupakan sesuatu yang sulit. Kesulitan dalam penyusunan itu antara lain karena meliputi banyak stake holder yang terlibat, disamping masalah politik yang tidak dapat diabaikan. RTH dari sisi perencanaan sudah menjadi salah satu yang menjadi prioritas utama Kota Depok. Kota Depok sudah mulai memperhatikan penataan ruang dan lingkungan. Pada tahun 2011, Kota Depok hanya memiliki 9 skala prioritas yang didalamnya tidak membahas mengenai lingkungan perkotaan. Pada skala prioritas tahun 2011, Kota Depok tidak memfokuskan prioritas lingkungannya, melainkan hanya menyebutkan tata ruang pada skala prioritas ke tujuh, sebagai salah satu prioritas dalam APBD Kota Depok. Pada tahun 2013, Kota Depok Sudah mulai memfokuskan lingkungan hidup. perbedaan skala prioritas antara 2011 dengan 2013, prioritas pembangunan untuk tahun 2011 lebih mencakup hal yang umum, tidak seperti skala prioritas pembangunan tahun 2013 yang sifatnya lebih rinci dan mendetail. Berdasarkan tabel di atas, membuktikan bahwa memang kota depok sebelumnya belum focus pada lingkungan, dengan adanya skala prioritas ini, RTH Kota Depok diharapkan dapat dikelola dengan lebih baik. Hal tersebut dikarenakan dengan masuknya aspek lingkungan perkotaan tersebut pada skala prioritas, akan meningkatkan anggaran dalam APBD yang di keluarkan Kota Depok. Kota Depok baru mulai memperhatikan RTH sejak adanya UU tata ruang yang mewajibkan setiap kota memiliki RTH kota 30% dari luas wilayah mereka, selain itu Kota Depok juga sudah mulai memperhatikan RTH sejak setelah terpilih mengikuti program P2KH (Program Pengembangan Kota Hijau). Selain itu fokus perencanaan yang ada pada RTRW yang lama, pembangunannya adalah menjadikan Kota Depok sebagai kota niaga, hal itu lah yang membuat perhatian terhadap RTH masih kurang. pemerintah Kota Depok dalam hal RTH lebih memfokuskan pada penataannya saja, hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumber daya seperti lahan yang kurang. Hal tersebut disebabkan karena pihak pemerintah saat ini kesulitan dalam pengadaan lahan, dikarenakan alokasi APBD yang masih terbatas dan fokus kepada pembangunan Kota Depok. Hal lainnya yang menjadi faktor kurangnya ketersediaan RTH adalah dalam perencanaan, pemerintah lebih mendahulukan kepentingan yang mendesak, dalam artian lebih dirasakan manfaatnya secara fisik. Terbukti dalam perencanaan, pada perencanaan yang
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
12
dibuat oleh pemerintah kota setiap tahunnya membagi anggaran sesuai dengan yang dibutuhkan, berdasarkan pembagian anggaran tersebutlah terlihat bahwa Kota Depok lebih mengutamakan kebutuhan yang lebih mendesak dan lebih mengutamakan kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Depok. Seperti yang dikemukakan oleh pihak Perencanaan dan Pembangunan Kota Depok. Ruang terbuka hijau saat ini masih belum menjadi prioritas dari pemerintah Kota Depok, pemerintah lebih fokus pada kepentingan yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan tergolong kebutuhan primer. Sebenarnya RTH sangat berkaitan juga dengan kesehatan masyarakat, karena lingkungan sangatlah menentukan tingkat kesehatan masyarakatnya. Untuk itu pejabat yang terlibat didalamnya haruslah memiliki kesadaran agar pejabat di Kota Depok tidak hanya sekedar meningkatkan pelayanan kesehatan saja, akan tetapi juga dari lingkungannya. Hal tersebut dapat dilakukan, salah satunya dengan cara memberikan pelatihan terkait dengan masalah lingkungan terutama dengan ruang terbuka hijau dan dampak lingungan yang tidak sehat kepada para pejabat pemerintahan yang terlibat didalamnya seperti Badan Lingkungan Hidup, Dinas kebersihan dan Pertamanan , dan Bappeda selaku perencana pembangunan. RTH masih dianggap kebutuhan yang sifatnya pelengkap saja dalam kehidupan mereka sehari-hari. Berikut ini adalah salah satu prioritas program dan SKPD Pelaksana Kota Depok. Permasalahan lain dalam perencanaan ruang terbuka hijau adalah mengenai pembuatan praturan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang dijadikan acuan oleh pemerintah Depok untuk merencanakan program kerja sampai saat ini masih belum disahkan, walaupun sudah mengalami perevisian saat pembahasan ulang di DPRD Jawa Barat. Peraturan merupakan acuan dalam membuat perencanaan pembangunan dalam segala hal, termasuk dalam merencanakan RTH. RTH di Kota Depok sampai saat ini belum optimal dari mulai penyediaan, pengelolaan dan penataan dikarenakan peraturan yang masih belum diperdakan. Sehingga belum ada perencanaan yang dibuat yang sesuai dengan Peraturan PU No 5 tahun 2008 tentang Penataan Ruang yang mewajibkan penyediaan RTH Kota Depok 30%. Sampai saat ini pihak pemerintah Depok hanya melakukan penataan saja, maka pihak Pemkot Depok hanya merevitalisasi yang sudah ada dan merawat untuk kepentingan umum.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
13
Implementasi Rencana Kerja Impelementasi dalam hal ini terkait dengan pelaksanaan Rencana Kerja Dinas-Dinas yang terkait dengan RTH, seperti Bappeda, Dinas Tata Ruang dan Permukiman, Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Badan Lingkungan Hidup. Implementasi yang merupakan suatu inti dari sebuah perencanaan, dan dalam implementasi harus berpedoman pada perencanaan, dalam implementasi biasanya selalui ditemui hambatan-hambatan, nantinya akan mempengaruhi keberhasilan dari program yang dijalankan. Pada implementasi program kerja tahunan yang dibuat oleh tiap-tiap dinas ini ditemukan beberapa masalah yang menyebabkan implementasi terhambat, yakni dimensi ruang yang bergeser yang mengakibatkan dimensi waktu yang juga bergeser dan dimensi biaya yang juga ikut terpengaruh. Implementasi pada prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta, serta badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Dengan demikian, implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu. Di samping itu, implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, tetapi mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut. dalam implementasi biasanya selalui ditemui hambatan-hambatan, nantinya akan mempengaruhi keberhasilan dari program yang dijalankan perencanaan yang tadinya sudah dibuat sedemikian rupa namun dalam praktek penerapan di lapangan mengalami masalah. Hal ini tidak dapat dielakkan, karena apa yang terjadi dilapangan tidak dapat diprediksi. Seperti komponen-komponen perencanaan pembangunan yang terdiri dari dimensi ruang, waktu dan biaya, dimensi tersebut saling mempengaruhi dalam implementasinya, jika salah satu dimensi terhambat maka akan menghambat dimensi lainnya yang secara keseluruhan sudah ada timeframe masing-masing. Tiap-tiap dimensi memiliki dinamika sindiri-sendiri. Dimensi ruang yang berpengaruh juga kepada dimensi waktu, dimana ruang yang menjadi lingkup dalam perencanaan tidak dapat diprediksi kondisinya, dalam kenyataannya dimensi ruang ini mempengaruhi dimensi waktu
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
14
yang sudah direncanakan, seperti dalam melakukan pembebasan lahan untuk pembangunan lahan hijau, dimana ada banyak kepentingan yang sudah menempati wilayah yang akan dilakukan pembebasan lahan untuk pembanugnan taman yang tidak akan begitu mudahnya membebasan lahan dan mengundur waktu proses dalam pelaksanaan pembangunan taman. Begitu juga dalam dimensi waktu, dimana anggaran yang sudah dibuat mengalami perubahan sejalan dengan perubahannya dimensi waktu. Keterbatasan Anggaran Anggaran seringkali menjadi masalah yang tidak kunjung habisnya. demikian pula dengan alokasi anggaran yang diberikan oleh pihak pemerintah Kota Depok untuk biaya penyediaan/pengadaan dan kegiatan penyelenggaraan. Dalam pelaksanaan dilapangan, anggaran juga menjadi salah satu masalah, untuk menyediakan sebuah taman memerlukan biaya, namun biaya tersebut kurang memenuhi kebutuhan untuk menyelesaikan sebuah taman kota, karena terhambat alokasi biaya untuk penyediaan RTH yang kurang inilah, RTH di Kota Depok masih tergolong minim. Anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Depok, dirasakan masih kurang. Penyediaan Pohon yang difasilitasi oleh Pihak BLH dan DKP terhambat karena permasalahan anggaran, anggaran yang kurang menyebabkan ketersediaan bibit pohon kurang, dan juga pelaksanaan pembuatan taman juga menjadi tersedat dan tidak selesai sesuai target. Lemahnya Pengawasan. Salah satu dari lima fungsi dasar manajemen adalah kontrol atau pengawasan yang berfungsi membantu memastikan apakah aktifitas yang dilakukan sudah sesuai dengan hasil yang diinginkan. Selain itu, fungsi ini juga dapat digunakan untuk memfasilitasi bagaimana melakukan perbaikan terhadap hal tersebut. Apabila sistem pengawasan berjalan baik maka akan diperoleh berbagai keuntungan mapun kelebihan dari proses pengawasan yaitu tujuan akan diwujudkan lebih cepat, murah dan lebih mudah dicapai, menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran dan transparan, menimbulkan saling percaya dan menghilangkan rasa curiga dalam organisasi. Menumbuhkan perasaan aman dihati setiap orang dalam organisasi sehingga mendorong kondisi jiwa yang sehat. Memupuk perasaan memiliki atas perusahaan atau oganisasi.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
15
Lemahnya pengawasan pada pelaksanaannya dikarenakan beberapa hal, yaitu jumlah SDM yang terbatas. pengawasan yang dilakukan tidak berjalan dengan efektif, karena ada wilayah yang tidak terjangkau, dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia. Jumlah Personel dalam pengawasan membutuhkan jumlah yang seimbang dengan jumlah yang diawasi, agar pengawasan yang dilakukan berjalan dengan maksimal. Walaupun pengawasan dilakukan setiap hari oleh pihak pengawas, hal itu tetap kurang efektif dikarenakan jumlah yang terbatas ditiap-tiap kecamatan. Pengawas di Kota Depok yang mengawasi Kota Depok secara keseluruhan masih kurang, dari tiap-tiap kecamatan, hal itu yang mengakibatkan masih banyaknya bangunan yang tidak berizin berdiri di tempat yang tidak semestinya dibangun, karna tidak terjangkau leh personil yang terbatas dan mengkibatkan lahan hijau semakin berkurang. Pengawasan yang dilakukan oleh dirasakan tidak efektif karena masih ada wilayah yang tidak terjangkau karena SDM yang terbatas harus mengawasi keseluruhan wilayah Kota Depok. Hal lainnya, yaitu tugas dan fungsi pengawas yang tidak maksimal, Pengawasan yang dilakukan oleh pihak pengawas lingkungan hanyalah sampai batas mengawasi teknis bangunan dan lingkungan yang terkait dengan kesesuaian siteplan untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangungan (IMB). Pihak pengawas di Kota Depok ini hanyalah menggawasi kesesuaian antara siteplan yang diajukan oleh pemohon untuk mendirikan bangunan dan ijin pendirian bangunan, dan memenuhi syarat Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang memiliki perbandingan 60:40 antara yang terbangun dan tidak terbangun. Fungsi pengawasan yang dijalankan oleh pengawas
dan pengendalian Lingkungan adalah
lebih fokus dalam
pengawasan lingkungan, bukan hanya melihat dari sisi KDB yang ditentukan saja, namun juga melihat dari sisi lingkungan, salah satunya ruang terbuka hijau dalam hal implementasi. Pengawasan yang langsung ke lingkungan, seperti RTH masih belum terawasi diungkapkan oleh pihak wasdal belum menjurus kepengawasan lingkungan. Kurangnya pengawasan yang ada pada badan pengawas, mengakibatkan kurangnya kesadaran yang timbul dari masyarakat Kota Depok, mereka seharusnya ikut berpartisipasi dalam merawat dan menjaga lingkungan. Kesadaran lingkungan merupakan suatu syarat yang mutlak bagi pengembangan lingkungan secara efektif. Artinya tanpa adanya kesadaran tentang lingkungan hidup bagi manusia maka tentu pengembangan lingkungan kearah yang bermanfaat tidak akan tercapai. Searah dengan yang dikemukakan oleh Pakar Tata Ruang Universitas Indonesia, beliau mengemukakan kedasaran akan lingkungan juga dibutuhkan, guna mendorong keberhasilan penyediaan RTH di Kota Depok, tidak hanya dari pemerintah
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
16
sebagai aktor utama, tetapi juga masyarakat Kota Depok itu sendiri yang juga harus diikutsertakan.
Keterbatasan Lahan Lahan merupakan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan umumnya dimiliki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat diusahakan. Daerah perkotaan mempunyai kondisi penggunaan lahan yang dinamis, sehingga perlu terus dipantau perkembangannya, karena seringkali pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan peruntukannya dan tidak memenuhi syarat. Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin meningkatnya perubahan penggunaan lahan. Pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi terutama terjadi di daerah perkotaan. Makin banyaknya penduduk di kota Depok (pada grafik 1) berakibat pertumbuhan alami maupun migrasi berimplikasi pada makin besarnya tekanan penduduk atas lahan kota, karena kebutuhan lahan untuk tempat tinggal mereka dan lahan untuk fasilitas-fasilitas lain sebagai pendukungnya yang semakin meningkat. Hal ini menjadi persoalan besar bagi perencana, pengelola kota maupun penduduk sendiri. Bagi para perencana dan penglola kota dinamika pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pengaturan penggunaan lahan kota yang terbatas tetapi selalu berubah mendatangkan pekerjaan tersendiri. Grafik 1 Jumlah Penduduk Kota Depok tahun 2005-2011 2000000 1500000 jumlah penduduk
1000000 500000 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
17
Sumber: Data diolah Peneliti Layaknya pada suatu kota, ruang terbuka hijau yang dimiliki harus seimbang dengan jumlah penduduknya. Luasan minimal RTH yang sesuai dengan jumlah penduduk dapat menimbulkan suasanya yang nyaman. Berikut ini tabel penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok, sehingga daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat. Penyebab lain yang menyebabkan adanya keterbatasan lahan di kota depok dikarenakan oleh harga lahan yang relatif tinggi. Berasal dari jumlah kepadatan penduduk yang meningkat tiap tahunnya dan sudah mulai banyaknya pusat-pusat bisnis, niaga, akses trasnportasi dan perbelanjaan mempengaruhi lingkungan sekitarnya, termasuk berdampak pada harga jual tanah yang tinggi. Hal tersebut yang menjadikan lahan di kota Depok yang terbatas ini melampaui batas normal, terutama di pusat kota Depok. Untuk pemerintah kota dapat memiliki lahan dan mengelolanya menjadi kawasan hijau untuk paru-paru kota, pemerintah harus membeli lahan. Pihak privat yang juga sudah mulai mengerti potensi yang dimiliki oleh Kota Depok ini tidak serta merta memberi harga yang normal. Disinilah letak kesulitan yang dimiliki oleh pemerintah Kota Depok. Selain itu, penyebab lain dari kekurangan lahan di Kota Depok adalah Kota Depok ini didominasi oleh lahan privat. Berdasarkan hal itulah mengapa pemerintah kesulitan untuk menyediakan lahan untuk kepentingan publik dan RTH, padahal dalam Permen PU nomor 05 tahun 2008 yang menjadi acuan mengelola RTH di setiap Provinsi itu setiap kota haruslah menyediakan lahan untuk RTH sejumlah 30% untuk RTH, dengan komposisi 10% privat dan 20% publik. Jika diamati secara umum, Depok masih terlihat hijau, akan tetapi kepemilikan lahan yang banyak hijau tersebut bukanlah dari unsur publik, namun kebanyakan milik privat yang tidak dikelola dengan baik, dan juga dapat sewaktu-waktu hilang karena dibangun oleh pemiliknya. Pemerintah kota tidak bisa melakukan apapun karena lahan itu adalah milik pribadi, jika pemerintah mau mengelola berarti pemerintah kota depok harus membeli lahan tersebut. Simpulan Peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kurangnya kertersediaan RTHdi Kota Depok. Faktor yang pertama, diawali dari perencanaan pembangunan, focus perencanaan pembangunan yang lebih mengarah kota niaga yang memfokuskan pada infrastruktur pembangunannya. Faktor
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
18
yang kedua, adalah pada saat implementasi perencanaan terdapat masalah yang saling berkaitan erat sehingga dalam pelaksanaan program kerja yang dibuat oleh pemerintah Kota Faktor yang ketiga, faktor keterbatasan anggaran juga menjadi faktor lain dalam ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Depok. Faktor yang keempat, adalah lemahnya pengawasan, pengawasan dalam hal penyediaan lahan di Kota Depok masih terbatas terkait dengan kuantitas dan kualitas dari SDM yang mengawasi. Faktor yang kelima, adalah keterbatasan lahan, lahan bagi RTH di Kota Depok masih terbatas dikarenakan semakin padatnya jumlah penduduk setiap tahunnya. Faktor yang terakhir adalah kurangnya kesadaran masyarakat. Saran Dalam penyediaan ruang terbuka hijau perlu adanya komitmen dan kesadaran dari pemerintah Kota Depok dan stakeholders terkait untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau yang ideal. a. Untuk dalam hal pengawasan perlu dibuat tim yang fokus untuk memperhatikan lingkungan saja, bukan hanya sekedar memperhatikan konsistensi lahan saja. b. Penyediaan anggaran oleh pemerintah Kota Depok yang mencukupi untuk penyediaan anggaran terutama yang bersumber dari APBD kota Depok sendiri, agar Kota Depok dapat menyediakan lahan dan bukan hanya sekedar penataan saja. Hal ini dilakukan untuk menambah julah luasan RTH agar terwujud target RTH 30% dari luas wilayah Kota depok, c. Pemerintah Kota Depok perlu mendata lebih lanjut mengenai ketersediaan lahan di wilayah Kota Depok secara berkala serta memilah lahan-lahan mana yang berpotensi untuk dijadikan Ruang Terbuka Hijau dan lahan mana yang berpotensi ekonomis sebagai tenpat investasi agar mengurangi kejadian sengketa lahan. d. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya Ruang Terbuka Hijau agar dapat menimbulkan rasa memiliki untuk menjaga lingkungan agar tetap hijau. e. Menempatkan personil yang berkompeten di bidangnya, sehingga tugas dan fungsi tiap-tiap dinas dapat terwujud secara optimal. Kepustakaan
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
19
Buku Bintarto, R, “Urbanisasi dan Permasalahannya”, Ghalia Indonesia 1981. Branch, Melville, C., Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan, Yogyakarta:Gajah Mada University, 1995. Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto, Kota Berkelanjutan, Bandung: PT. Alumni, 2005. Budiharjo, Eko Tata Ruang Perkotaan, Bandung: PT.Alumni, 2005. Dieter-evers, Hans, Sosiologi Perkotaan, Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia, LP3ES,1985. Gallion, Arthur B., dan Simon Eisner, Pengantar Perancangan Kota (Desain dan Perencanaan Kota), Jakarta: Erlangga, 1992. Gunawan, Sabar, Kajian Kinerja Lembaga Pengawasan Daerah, Bandung: PKP2A I LAN, 2007. Haeruman Js, H., 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Proyek Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Kantor Menteri Negara PPLH. Hatt, P.K and A.J.Reiss JR., Cities and Societies, Glencoe, Illinois: The Free Press. Glencoe. 1959 Haworth, Lawrence, “The Good City”, Indiana University Press, Bloomington and London 1966. Huda, Ni’matul, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah, Yogyakarta: FH UII Press, 2007. Irwansyah, Zoer’aini D., Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota, Jakarta: Bumi Aksara, 2005. Kreitner, Robert, Management. 5th ed., Boston: Houghton Mifflin company, 1992. Kunarjo. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Yogyakarta:UI Press, 2002. Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara RI Jilid 2, Jakarta: CV Haji Masagung, 1994. Mangunsong, I., dan Jamartin Sihite. Prediksi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta barat Tahun 2005. Majalah Trisakti No 14/th.IV/4/1994 hal 17-22, Jakarta, 1994. Mirsa, Rinaldi, Elemen Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Nurmandi, Achmad. Manajemen Perkotaan: Aktor, Organisasi dan Pengelolaan Daerah Perkotaan di Indonesia. Yogyakarta: Lingkaran Bangsa. 1999.
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013
20
Page, A.N. and W.R. Seyfried.1970. Urban Analysis. Washington: Scott. Foresman and Company. Purnomohadi, Ning.. Ruang Terbuka HijauSebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta: Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006 Siagian, Sondang P., Filsafat administrasi, edisi ke 25, Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997 Sihite, J., dan Nur Intan, 1997. Pengelolaan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau Kota. Majalah Trisakti No 3/th.I/8/1997 hal 41-57, Jakarta. Sjoberg, Gideon, “The Origin and Evolution of Cities”, dalam buku “Cities”, A Scientific American Book, Alfred A. Knopf, Inc, New York, 1965. Soesilo, Nining, I., “Ekonomi, Perencanaan & Manajemen kota”, Depok: MPKP UI, 1999. Steanrs, F.W. and T. Montag. 1974, The Urban Ecosystem. Stoudsburg, Pennsylvania: John Willey and Sons. Watt, K.E.F. 1973. Priciples of Environmental Sciencs. New York San Francisco. Toronto: McGraw Hill. Winardi, Asas-asas Administrasi Bisnis (Business Administration), Bandung: CV Mandar Maju, 1993. Yunus, Hadi Sabari. Manajemen Kota Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2005
Faktor-faktor yang memengaruhi…, Septi Dewi Kurnia, FISIP UI, 2013