Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan bagian 1 :
Pendekatan perhitungan Suhu udara, Damping depth dan Diffusivitas thermal
Oleh : Idung Risdiyanto
Pendahuluan Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu penggunaan lahan yang dianggap sebagai penjaga kesetimbangan lingkungan di kawasan perkotaan. Salah satu kondisi lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh RTH adalah lingkungan atmosfer yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi proses biofisika yang ada di perkotaan. Oleh karena itu, kondisi RTH secara kualitatif dan kuantitatif dapat menjadi suatu ukuran dari kondisi lingkungan perkotaan. Kondisi RTH suatu kawasan dapat dinyatakan dalam bentuk luasan, kerapatan vegetasi dan sebaran lokasinya. Selain RTH, salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai lingkungan atmosfer kawasan perkotaan adalah indek kenyamanan (Thermal Humidity Index-THI). THI merupakan suatu indeks yang digunakan untuk menilai kondisi mikrometeorologi suatu lokasi yang mempengaruhi proses biometeorologi dan metabolisme makhluk hidup yang ada di lokasi tersebut. Suatu lokasi dikatakan nyaman jika keadaan biometeorologi yang ada dapat menghasilkan suatu proses metabolisme yang normal atau dengan kata lain kondisi mikrometeorologinya tidak menjadi faktor pembatas. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka proses-proses yang melibatkan pertukaran dan keseimbangan energi yang terjadi dalam lingkungan biofisik menjadi faktor yang digunakan untuk menilai kenyamanan suatu lokasi. Status energi suatu lokasi sering digambarkan sebagai kesetimbangan panas dan secara kuantitatif dapat dinilai dari unsur suhu yang ada pada sistem dan obyek biofisik didalamnya. Selain unsur suhu, unsurunsur mikrometeorologi lain yang mempengaruhi adalah kondisi fluks uap air yang dapat dianggap sebagai suatu media bagi fluks energi. Fluks uap air ini dapat dinilai dengan unsur tekanan uap air aktual atau dengan tingkat kelembaban relatif. Kedua unsur tersebut (suhu dan kelembaban) kemudian digunakan untuk mendapatkan suatu indeks yang menunjukkan tingkat kenyamanan lokasi. Selain unsur-unsur cuaca tersebut, status energi suatu lokasi juga ditentukan oleh jenis permukaan lahan yang berpengaruh terhadap proses pertukaran energi baik berupa radiasi elektromagnetik gelombang pendek maupun panjang melalui proses-proses konveksi, konduksi dan emisi. Proses-proses tersebut kemudian akan menghasilkan suatu besaran atau nilai unsur-unsur cuaca pada lapisan atmosfer diatasnya. Pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa jenis permukaan lahan akan menentukan kondisi cuaca mikro diatasnya yang terkait dengan kesetimbangan energi diatasnya. Meskipun belum ada bukti kuantitatif yang menunjukkan bahwa jenis permukaan Idung Risdiyanto
bervegetasi memberikan efek normal pada proses metabolisme yang terjadi pada mahluk hidup, namun secara kualitatif banyak penelitian yang menyatakan bahwa jenis penutupan ini memberikan kondisi yang nyaman. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian yang bersifat kuantitatif yang dapat membuktikan pernyataan tersebut. Tujuan Berdasarkan pada latar belakang tersebut diatas maka tujuan dari penelitian adalah : 1. Menghasilkan bukti kuantitatif bahwa penutupan lahan tertentu dapat memberikan kondisi nyaman bagi proses-proses bifisik yang terjadi didalamnya melalui pendekatan neraca/kesetimbangan energi. 2. Menentukan jenis penutupan lahan beserta interkasinnya dengan jenis penutupan lahan yang laian yang sesuai dengan batasan nilai THI atau indeks kenyamanan yang dapat diketahui sebagai nilai yang nyaman. 3. Menentukan lokasi dan luas jenis penutupan lahan tertentu yang dapat menghasilkan suatu indeks kenyamanan yang diinginkan. Hipotesa Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa ruang terbuka hijau merupakan jenis penutupan lahan yang dapat menghasilkan suatu indeks kenyamanan yang sesuai atau dinginkan. Metodologi Metodologi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan penginderaan jauh yang telah dapat dibuktikan dapat menggambarkan status neraca energi suatu kawasan pada berbagai jenis penutupan lahan. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, maka tahapan-tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Menentukan status neraca energi suatu kawasan dengan melihat interaksi spasial antara berbagai jenis penutupan lahan dengan menggunakan citra satelit.
2.
Menurunkan unsur-unsur cuaca mikro dari status neraca energi yang dapat digunakan untuk menentukan nilai THI
3.
Menetapkan batasan dan nilai THI yang sesuai dengan proses biofisik atau metabolisme mahluk hidup (manusia, hewan dan tanaman) dan menentukan jenis interakasi antar penutupan lahan yang sesuai
4.
Melakukan klasifikasi dan menentukan jenis penutupan lahan yang dapat dikonversi dengan jenis penutupan lahan tertentu yang akan menghasilkan nilai indeks kenyamanan yang diinginkan.
Idung Risdiyanto
5.
Melakukan analisis spasial dengan metode “compass base” dimana suatu titik /sel dengan nilai tertentu akan mempengaruhi secara radial terhadap titik/sel di sekitarnya dengan batas ketinggian dan jarak terhadap titik/sel tersebut.
6.
Melakukan proses iterasi dan filtering terhadap semua sel dalam suatu kawasan yang mempunyai berbagai jenis penutupan lahan hingga didapatkan nilai THI spasial untuk semua kawasan. (Pada proses ini digunakan metode neural network dimana setiap proses iterasi akan menghasilkan suatu fungsi baru yang akan digunakan untuk melakukan proses selanjutnya)
7.
Berdasarkan hasil proses iterasi (point 6), dilakukan overlay spasial antara lahan yang boleh dikonversi dengan data spasial THI dan kemudian di iterasikan kembali dengan metode yang sama dengan point 6 sampai kemudian dihasilkan suatu sebaran spasial nilai THI yang diinginkan.
Hasil Sementara Sebagai pengujian terhadap metodologi yang dikembangkan dalam kajian ini digunakan data satelit Landsat untuk daerah kota Bogor. Sebagai pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan lokasi untuk pengujian ini adalah sebagai berikut: -
Metodologi yang dikembangkan bersifat mekanistik, sehingga jika di lokasi uji ditemukan hubungan kuantitatif yang dapat dturunkan sebagai persamaan matematis, maka metodologi dapat dikembangkan untuk kawasan lain.
-
Tersedianya data iklim mikro yang sesuai untuk pengujian metodologi yang dikembangkan.
-
Penelitian merupakan salah satu aplikasi penginderaan jauh dengan metode kesetimbangan energi permukaan.
Pada laporan ini akan dilaporkan beberapa hasil yang telah dicapai sampai dengan bulan Juli. Laporan kemajuan ini mencakup beberapa penurunan peubah dan paramater yang mempengaruhi kondisi lingkungan atmosfer dekat permukaan di kawasan perkotaan, yaitu nilai Damping depth dan Diffusivitas thermal pada berbagai penutupan lahan. . A. Pendekatan perhitungan Suhu udara, Damping depth dan Diffusivitas thermal Pendugaan suhu udara dari suhu permukaan menggunakan hukum perpindahan panas. Hukum perpindahan panas termasuk dalam salah satu hukum pengangkutan yang kecepatan pengangkutan massa atau energi dinyatakan sebagai hasil kali dari suatu faktor dan tenaga penggerak. Persamaan hukum perpindahan panas dapat diubah menjadi persamaan difusi dengan suhu menjadi konsentrasi kalor melalui pengaliran dengan kapasitas volumetrik dan diffusivitas thermal (Campbell,1977 dalam Khomarudin,2005). Persamaan pendugaan suhu udara menggunakan persamaan yang diungkapkan oleh Geiger (1959), Campbell (1977), Oke (1978), Arya (1988), dan Monteith dan Unsworth Idung Risdiyanto
(1989). Persamaan tersebut sebenarnya digunakan untuk menduga suhu tanah, namun dengan mengetahui nilai diffusivitas thermal udara, maka suhu udara dapat diduga dengan persamaan tersebut. Persamaan tersebut mengungkapkan bahwa suhu udara pada ketinggian tertentu mengikuti pola sinusoidal dan dipengaruhi oleh fluktuasi amplitudo suhu permukaan yang dihitung dari selisih suhu tertinggi dengan suhu rata-ratanya atau selisih antara suhu rata-rata dengan suhu minimumnya. Selain itu, suhu udara pada ketinggian tertentu dipengaruhi oleh peredaman kedalaman (damping depth) dan diffusivitas thermal udara. Persamaan adalah sebagai berikut : _
T (0, t ) = T + A(0)sin ωt .................................(1) _
T ( z , t ) = T + A(0)e − z / D sin(ωt − z / D ) ...................(2)
Keterangan : T (0,t) = Suhu permukaan pada waktu tertentu ( 0C ) T (z,t) = Suhu tanah atau udara pada kedalaman atau ketinggian pada waktu tertentu ( 0C) A (0) = Amplitudo ( jarak suhu maksimum dan minimum terhadap suhu _
_
permukaan rata-ratanya) ( T max = T + A(0) dan T min = T − A(0) ) (0C) ω
= Fluktuasi sudut getaran ( 2π ) (s-1), t
t z D
= Waktu getaran (s), = Ketinggian (m), = Peredaman ketinggian (damping depth) tergantung dari diffusivitas thermal udara (m). 1/ 2
k
2k D = ....................................(3) ω = Diffusivitas thermal (m2s-1)
Damping depth Damping depth adalah tetapan yang menggambarkan penurunan amplitudo suhu dengan bertambahnya jarak dari permukaan (Nofziger, 2003).
Idung Risdiyanto
Gambar 1.Grafik suhu pada empat kedalaman tanah. (Sumber Nofziger, 2003)
Diffusivitas thermal Diffusivitas thermal adalah besarnya aliran perpindahan panas melalui bagian suatu bahan suatu bahan ke bagian lainnya, atau disebut juga sebagai tingkat perubahan temperatur dalam proses perpindahan panas. Jadi jika semakin besar diffusivitas thermal suatu bahan maka semakin besar pula peningkatan panas dari suatu bahan tersebut. (Nofziger, 2003) menyatakan bahwa diffusivitas thermal adalah perubahan temperatur yang dihasilkan dalam suatu unit volume oleh jumlah aliran panas yang melalui suatu volume bahan dalam suatu unit waktu di bawah unit gradien temperatur. Tabel 1. Diffusivitas thermal dan Damping Depth pada berbagai kondisi udara Diffusivitas Thermal No Kondisi Udara Damping Depth (m2s-1)
1
TenangUap air,300C
22.8 X 10-6
0.79
2
0
Tenang,Kering, 30 C
25.7 X 10
-6
0.84
3
Ribut,Sangat Stabil
0.001
5.23
4
Ribut,Netral
1
165.52
Ribut,Tidak Stabil 10 523.42 5 Sumber : Monteith dan Unsworth (1989) dan Seller (1965)
Idung Risdiyanto
Hasil Pendugaan nilai damping depth dan diffusivitas thermal Untuk menduga nilai damping dilakukan dengan menggunakan persamaan 2 dan 3. Untuk nilai A(0) diambil nilai A(0) pada persamaan 2 untuk masing-masing penutup lahan. Nilai A(0) diperoleh dengan mengangap bahwa persaman 2 tersebut merupakan persamaan linier regresi, sehingga dengan memasukkan suhu permukaan sebagai Y dan sin(ωt), maka akan didapatkan nilai A(0) dan T rata-rata. Untuk nilai D (damping depth) dilakukan dengan melakukan penurunan terhadap persamaan 3 di atas, yaitu dengan mengangggap bahwa pola suhu harian mengikuti pola sinusoidal. Sehingga nilai Amplitudo merupakan selisih antara nilai maksimum suhu udara dan nilai rata-rata suhu udara. Pada persamaan 3 amplitudo untuk suhu udara adalah A(0)e-z/d pada setiap penutupan lahan. Dengan diketahuinya nilai A(0) maka nilai D akan didapatkan. Berikut nilai amplitudo suhu permukaan dan suhu rata-rata permukaan pada setiap penutupan lahan. Tabel 2. Amplitudo dan T rata-rata pada 3 jenis penutup lahan Penutupan Lahan A(0) T Kawasan Terbangun
12.61 25.4
Badan Air
5.25
26.2
Vegetasi
5.41
25.7
Dengan mendapatkan nilai amplitudo dari persamaan 2 maka nilai D (damping depth) pada masing-masing penutup lahan dapat diperolehdiperoleh. Nilai damping depth (D) dari masing-masing penutupan lahan dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Damping Depth pada berbagai penggunaan lahan.
No
Penggunaan Lahan
Damping Depth (m)
1
Kawasan terbangun
1.3049
2
Badan Air
1.6360
3
Vegetasi
2.3331
Berdasarkan persamaan untuk menghitung suhu udara pada ketinggian tertentu,semakin besar nilai damping depth (D) perbedaan suhu pada setiap ketinggian sangat kecil dan landaian perubahan suhunya tidak curam dibandingkan dengan nilai damping depth yang kecil. Hal ini dibuktikan dari data hasil pengukuran bahwa perbedaan antara suhu udara dan suhu permukaan pada kawasan terbangun lebih tinggi dibandingkan pada badan air dan vegetasi. Perbedaan suhu udara dan suhu permukaan pada badan air juga lebih tinggi daripada perbedaan suhu udara dan suhu permukaan pada penutup lahan vegetasi. Adapun nilai diffusivitas thermal dari masing-masing penggunaan lahan menurut hasil pendugaan adalah sebagai berikut :
Idung Risdiyanto
Tabel 4.Diffusivitas thermal pada berbagai penggunaan lahan
No
Penggunaan Lahan
Diffusivitas Thermal (m2s-1)
1
Kawasan terbangun
6.19 x 10-5
2
Badan Air
9.74 x 10-5
3
Vegetasi
1.98 x 10-4
Pada tanah, nilai diffusivitas thermal berbanding terbalik dengan besarnya faktor-faktor penghambat pada tanah tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah besarnya kadar air tanah pada suatu profil tanah. Sedangkan untuk udara besarnya nilai diffusivitas thermal pada masing-masing penggunaan lahan dipengaruhi oleh besarnya hambatan pada udara di atas permukaan pada masing-masing penggunaan lahan tersebut. Hambatan ini dapat berupa kadar uap air dan kondisi udara, dimana pada kondisi udara yang tenang maka hambatannya akan lebih kecil daripada kondisi udara yang ribut atau tidak stabil. Udara yang mengandung uap air lebih banyak maka hambatannya akan lebih besar dibandingkan udara dengan kadar uap air yang lebih sedikit. Sehingga nilai diffusivitas thermal akan semakin menurun dengan meningkatnya faktor-faktor penghambat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, Michael, Simon Hook.Tanpa Tahun. ASTER User Handbook Version 1& 2. Jet Propulsion Laboratory. Pasadena Byers, Horace Roberts. 1959. General Meteorology. McGraw-Hill Book Company. New York Khomarudin, M Rokhis, et al.2004. Laporan Akhir. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Analisis Perubahan Penutup Lahan dan Urban Heat Island. PPRUK. Pusat Pengembangan Pemanfaatan Dan Teknologi Penginderaan Jauh-LAPAN. Khomaruddin, M Rokhis. 2005.Pendugaan Evapotranspirasi Skala Regional Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh. Tesis.Sekolah Pasca Sarjana IPB. Nofziger, et al. 2003. Soil Temperature Changes with Time and Depth. Department of Plant and Soil Sciences, Oklahoma State University, Stillwater. Rosenberg, Norman J. 1974. Microclimates. John Wiley & Sons. Canada
Idung Risdiyanto