DAYA SAING BUAH NENAS (Ananas comosus L. Merr) (Kasus di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)
Oleh : AGUS SUHERMAN A14104655
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AGUS SUHERMAN. DAYA SAING BUAH NENAS (Ananas comosus L. Merr) Kasus di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dibawah Bimbingan YAYAH KARLIAH WAGIONO Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan beragam buah-buahan. Komoditi buah-buahan adalah salah satu produk hortikultura yang memiliki peranan besar dalam ekspor sektor pertanian untuk menghasilkan devisa negara. Iklim tropis di Indonesia merupakan keuntungan alamiah dibandingkan negaranegara di iklim subtropis, sehingga dapat dijadikan sebagai negara penghasil buah-buahan tropis terbesar di dunia. Salah satu komoditas buah tropis penting di Indonesia yang berperan sebagai produk andalan dalam negeri adalah buah nenas. Jumlah produksi nenas setiap tahunnya mengalami peningkatan. Untuk tahun 2006, jumlah produksi nenas sebesar 1.427.781 ton atau mengalami kenaikan sekitar 35,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah produksi sebesar 925.082 ton. Selain itu permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri terhadap buah nenas dalam bentuk olahan maupun segar cukup tinggi dan cenderung terus meningkat. Produksi nenas dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi domestik dan luar negeri, sehingga memungkinkan kebutuhan nenas dipenuhi oleh pemerintah dengan melakukan impor dari beberapa negara seperti Thailand. Kebutuhan nenas yang tinggi baik untuk memenuhi permintaan dalam negeri maupun untuk memenuhi permintaan ekspor sebenarnya merupakan pendorong bagi peningkatan produksi nenas dalam negeri hingga mampu bersaing dengan nenas dari negara lain. Salah satu cara peningkatan produksi nenas dalam negeri melalui pengusahaan tanaman nenas dengan baik dan benar, agar produktivitas, mutu, dan daya saingnya meningkat. Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini antara lain: (1) Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan buah nenas pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor. (2) Bagaimana kebijakan pemerintah serta pengaruh perubahan harga output, harga input, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan perubahan jumlah output pengusahaan buah nenas terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis daya saing komoditi nenas melalui keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan buah nenas pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor. (2) Menganalisis kebijakan pemerintah serta pengaruh perubahan harga output, harga input, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan jumlah output pengusahaan buah nenas terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kedua Kecamatan merupakan penghasil nenas terbesar di Kabupaten
masing-masing. Penelitian ini dilakukan selama Bulan Juli sampai Agustus 2006. Metode yang digunakan yaitu Policy Analysis Matriks (PAM). Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai Keuntungan Privat (KP) dan nilai Keuntungan Sosial (KS) yang lebih besar dari nol untuk kedua lokasi peneitian. Hasil analisis juga menunjukkan usahatani nenas di kedua lokasi penelitian memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, atau berdaya saing. Hal tersebut bisa dilihat hari nilai PCR dan nilai DRC yang kurang dari satu untuk kedua lokasi penelitian. Berdasarkan nilai-nilai tersebut berarti pengusahaan nenas di kedua lokasi penelitian layak untuk diusahakan dan dikembangkan baik dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Dampak kebijakan terhadap output-input pada kedua lokasi penelitian belum berjalan secara efektif atau berdampak disinsentif sehingga menyebabkan nilai tambah keuntungan yang diperoleh petani lebih rendah. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai EPC < 1 untuk kedua lokasi penelitian. Nilai EPC kurang dari satu (EPC < 1), menunjukan kebijakan pemerintah tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk berproduksi. Berdasarkan Hasil analisis sensitivitas (penurunan harga output, peningkatan harga input 15 persen, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, penurunan jumlah output 40 persen, dan analisis sensitivitas gabungan), pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang tetap memiliki daya saing walau pun terjadi perubahan pada variabel-variabel tersebut. Sedangkan untuk pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor pada saat terjadi peningkatan harga input, dan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pengusahan nenas tetap memiliki daya saing. Tetapi jika Harga output turun, jumlah output turun 40 persen, dan pada analisis sensitivitas gabungan, pengusahaan nenas tidak memiliki dayasaing.
DAYA SAING BUAH NENAS (Ananas comosus L. Merr) (Kasus di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)
Oleh : AGUS SUHERMAN A14104655
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : DAYA SAING BUAH NENAS (Ananas comosus L. Merr) (Kasus di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Nama : Agus Suherman NRP : A14104655
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “DAYA SAING BUAH NENAS (Ananas comosus L. Merr) (KASUS DI KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR DAN KECAMATAN JALAN CAGAK, KABUPATEN SUBANG, PROPINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK
TERTENTU.
SAYA
JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Januari 2008
Agus Suherman A14104655
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Agus Suherman,dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 10 Juni 1983 sebagai anak kedua dari pasangan, Ayahanda H. Damiri dan Ibunda Jusmaini. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pada tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak Kuntum Mekar Bojong Gede, dan pada tahun 1995 menamatkan pendidikan dasar di SDN Bojong Gede I, Kabupaten Bogor. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP PGRI 9 Bogor, hingga lulus tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian pada Program Studi Diploma III Manajemen Bisnis dan Koperasi, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Ekstensi pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih dan sayang, melimpahkan berkah dan rahmat-Nya yang Maha luas dan tiada terbatas. Atas izin Allah SWT pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor. Skripsi yang ditulis mengambil topik mengenai “Dayasaing Buah Nenas (Ananas comosus L. Merr) (Kasus di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap output dan input dalam kegiatan usahatani nenas. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan serta dapat memperkaya khasanah pembaca. Penelitian ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis.
Bogor, Januari 2008
Agus Suherman A14104655
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahhirobbil ‘alamin..... Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan nikmat-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini, juga kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan dalam kehidupan penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain: 1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang menjadi sumber inspirasi dan mengajarkan banyak hal dalam kehidupan ini. 2. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc. Selaku dosen pembimbing yang telah bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan arahan, masukan dan mengevaluasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, Ms. Selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis. 4. Etriya, Sp, MM. Selaku dosen komisi pendidikan pada ujian sidang yang telahbanyak memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 5. Ir. Netti Tinaprilla, MM. Selaku dosen evaluator pada saat kolokium. 6. Kakanda Laila Sari, adik-adik ku Titi, Apri, dan Diana, terimakasih atas doa dan dukannya selama ini. 7. Siti Fatimah Dalimunthe selaku pembahas dalam seminar, terima kasih atas kritik dan sarannya dan juga telah bersedia menjadi seksi konsumsi untuk seminar.
8. Seluruh petani responden di kedua lokasi penelitian yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini. 9. Dinas Pertanian Kabupaten Bogor dan Dinas Pertanian Kabupaten Subang. 10. Teman seperjuangan penulis selama ini Windarsyah (Cuday), terimakasih atas hari-hari yag menyenangkan dan atas motivasinya teman. 11. Muhammad Iskhaq Juarsa, Sp, yang telah membantu penulis dalam mengolah data. 12. Teman-teman yang ada dikosan bafak (Bambang “Abeng” Irawan, Diki “Urip” Nugraha, Ingga “Bagoy” Rahman, Agus “gurniwa” Suwito, Andi “Casper”, dan Opi), serta teman yang ada di cidangiang ( Elsa, Levi, Ewa, dan Ana). Terimakasih karena telah hadir dalam kolokium dan seminar. 13. Hani Yuliyanti, Sp, yang telah membantu menyediakan konsumsi untuk sidang. 14. Rekan-rekan Ekstensi MAB dan berbagai pihak lainnya yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas kebaikan semua pihak yang telah membarikan doa, bantuan dan dukungannya kepada penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .. ............................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
9
1.4. Kegunaan Penelitian .....................................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
11
2.1. Karakteristik Buah Nenas .............................................................
11
2.2. Alat Analisis Daya Saing Komoditi ..............................................
14
2.3. Tinjauan Studi Terdahulu .............................................................
16
2.3.1. Studi Tentang Buah Nenas .................................................
16
2.3.2. Studi Mengenai Policy Analysis Matrix (PAM)..................
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................
19
3.1. Kerangka Teoritis...........................................................................
19
3.1.1. Konsep Daya Saing .............................................................
19
3.1.2. Keunggulan Komparatif......................................................
19
3.1.3. Keunggulan Kompetitif .......................................................
20
3.1.4. Kebijakan Pemerintah.. .......................................................
22
3.1.4.1. Kebijakan Terhadap Output ...................................
23
3.1.4.2. Kebijakan Terhadap Input .....................................
24
3.1.5. Analisis PAM (Policy Analysis Matrix)..............................
27
3.1.6. Analisis Sensitivitas .. .........................................................
28
3.2. Kerangka Operasional .. ................................................................
30
II.
IV. METODE PENELITIAN ..................................................................
34
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................
34
4.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................................
34
4.3. Metode Pengumpulan Data .. .........................................................
34
4.4. Analisis Data .. ...............................................................................
35
4.4.1. Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) ..............................
35
4.4.1.1. Analisis Keuntungan .. ..........................................
38
4.4.1.2. Analisis Efisiensi ..................................................
39
4.4.1.3. Analisi Dampak Kebijakan Pemerintah .. .............
40
4.4.2. Identifikasi Input dan Output...............................................
44
4.4.3. Pengalokasian Komponen Biaya Input Tradable dan Non Tradable ......................................................................
45
4.4.4. Alokasi Biaya Tataniaga ......................................................
45
4.5. Analisis Harga Bayangan...............................................................
46
4.5.1. Harga Bayangan Output.......................................................
47
4.5.2. Harga Bayangan Input .. ......................................................
48
4.6. Analisis Sensitivitas ...... ................................................................
52
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN..............................
54
5.1. Letak Geogrfis dan Administrasi Kabupaten Bogor .....................
54
5.1.1. Karakteristik Responden......................................................
55
5.1.2. Saluran Pemasaran...............................................................
57
5.2. Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Subang..................
57
5.2.1. Karakteristik Responden......................................................
58
5.2.2. Saluran Pemasaran...............................................................
60
VI. ANALISIS DAYA SAING NENAS ..................................................
61
6.1. Kondisi Usahatani Nenas ...............................................................
61
V.
6.2. Struktur Penggunaan Biaya dalam Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor......................................
62
6.3. Analisi Daya Saing Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor...........................................................................
63
6.3.1. Analisis Keunggulan Kompetitif.........................................
65
6.3.2. Analisis Keunggulan Komparatif........................................
66
6.3.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah ..........................
69
6.3.3.1. Analisis KebijakanOutput ...................................
70
6.3.3.2. Analisis Kebijakan Input.....................................
71
6.3.3.3. Analisis Kebijakan Input-Output ........................
74
6.4. Sturtur Penggunaan Biaya dalam Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang ..........................
77
6.5. Analisis Daya Saing Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang ......................................................................
78
6.5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif .......................................
80
6.5.2. Analisis Keunggulan Komparatif......................................
81
6.5.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah...........................
84
6.5.3.1. Analisis KebijakanOutput ...................................
85
6.5.3.2. Analisis Kebijakan Input.....................................
86
6.5.3.3. Analisis Kebijakan Input-Output ........................
89
6.6. Perbandingan Daya Saing Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan Daya Saing Nenas Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang .................................................
92
VII. ANALISIS SENSTIVITAS PADA PENGUSAHAAN NENAS....
95
7.1. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .......................................................................
95
7.2. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang...........................................................
100
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................
106
8.1. Kesimpulan ..................................................................................
106
8.2. Saran ............................................................................................
108
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
109
LAMPIRAN.................................................................................................
113
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Perkembangan Ekspor Buah-buahan Indonesia (2003-2005)..............
2
2. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2002-2006 (Ton) ............
3
3. Potensi Pengembangan Nenas di Jawa Barat Tahun 2005 ..................
4
4. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Nenas Di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2005 ...........................................
5
5. Perbandingan Nutrisi Nenas dengan Buah Lainnya ...........................
12
6. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi................................................
22
7. Konstruksi Model Policy Analysis Matrix (PAM) ..............................
36
8. Biaya Produksi Rata-rata Usahatani Nenas Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, (Luas 1 Ha) Musim Tanam Tahun 2006................
62
9. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/ Kg Nenas).....................
64
10. Indikator-Indikator Analisis PAM pada pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 ........................
64
11. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .................................................................................
70
12. Indikator Indikator Analisis Dampak Kebjakkan Pemerintah terhadap Input Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .................................................................................
72
13. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input-Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .................................................................................
74
14. Biaya Produksi Rata-Rata Usahatani Nenas Kecamatan Jala Cagak, Kabupaten Subang, (Luas 1 Ha) Musim Tanam Tahun 2006..............
77
15. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) .................................................................
79
16. Indikator-Indikator dari Analisis PAM pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006...............
79
17. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang ...............................................................................
85
18. Indikator-indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input Pengusahaan Buah Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang ...............................................................................
87
19. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang ..........................................................
89
20. Analisis Daya Saing Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Jalan Cagak .......................................................................
92
21. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor .................................................................................
97
22. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamtan Jalan Cagak, Kabupaten Subang ...............................................................................
102
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor .................
24
2.
Subsidi dan Pajak Pada Input Tradable ............................................
25
3.
Dampak Subsidi dan Pajak Pada Input Non Tradable ......................
26
4.
Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional .............................
33
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Perkembangan Populasi dan Produksi Buah Nenasdi Kabupaten Bogor Tahun 2006 ...............................................................................
113
2. Perkembangan Produksi Buah nenas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2001-2006 .................................................................................
113
3. Perkembangan Ekspor Nenas Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Tahun 2000-2006 .................................................................................
113
4. Produksi Buah Per Propinsi Tahun 2004 (Ton) ..................................
114
5. Alokasi Biaya Input Output dalam Komponen Domestik dan Asing .
115
6. Perhitungan Standard Convertion Faktor dan Shadow Price Exchange Rate Tahun .........................................................................
116
7. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) .............
117
8. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas)......................
118
9. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas)..........
119
10. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) ............
120
11. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 700,00/kg.....................
121
12. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas)bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 700,00/kg Nenas ......................
122
13. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output Menjadi Rp 500,00/kg ............
123
14. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi penurunan Harga Output menjadiRp 500,00/kg Nenas...........
124
15. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas)bila Terjadi peningkatan Harga Input Sebesar 15 persen............................
125
16. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas)bila Terjadi Peningkatan Harga Input Sebesar 15 persen........................................
126
17. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Sebesar 15 persen........................................ 127 18. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Sebesar 15 persen ..........................
128
19. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah Menjadi Rp 8.465,00/US$ .....
129
20. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Perubahan Nilai Tukar Rupiah Menjadi Rp 8.465,00/US$ ...................................
130
21. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Perubahan Nilai Tukar Rupiah Menjadi Rp 8.465,00/US$..................................................................................
131
22. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Perubahan Nilai Tukar Rupiah Menjadi Rp 8.465,00/US$...............
132
23. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40 persen .........................................................
133
24. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40 persen .........................................................
134
25. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40 persen ..................................................
135
26. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40 persen .........................................................
136
27. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan..........................................................................
137
28. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan..........................................................................
138
29. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan .................................................................
139
30. Tabel Matriks Kebijakan (Pam) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan..........................................................................
140
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan beragam buah-buahan. Komoditi buah-buahan adalah salah satu produk hortikultura yang memiliki peranan besar dalam ekspor sektor pertanian untuk menghasilkan devisa negara.
Iklim
tropis
di
Indonesia
merupakan
keuntungan
alamiah
dibandingkan negara-negara di iklim subtropis, sehingga dapat dijadikan sebagai negara penghasil buah-buahan tropis terbesar di dunia. Salah satu komoditas buah tropis penting di Indonesia yang berperan sebagai produk andalan dalam negeri adalah buah nenas. Buah nenas yang diperdagangkan pada pasar internasional maupun domestik sebagian besar berasal dari kebun rakyat yang belum terpelihara secara baik, dengan sistem produksinya masih bergantung pada alam (tradisional). Bentuk buah nenas yang lonjong/silindris dan rasa buah yang manis asam dengan aroma yang khas membuat nenas menjadi buah yang unik yang tidak dimiliki oleh komoditas buah-buahan lainnya.
Karena rasanya yang segar (agak
masam), nenas sangat baik sebagai bahan olahan seperti selai, juice, nenas kaleng, pure. Komoditas nenas merupakan komoditi ekspor buah terbesar kedua
di
Indonesia setelah manggis (Tabel 1). Volume dan nilai nenas dari tahun 20032005 cukup berfluktuatif. Volume ekspor pada tahun 2003 sebesar 2.284.432 kg dengan nilai ekspor sebesar US dollar 2.315.283. Pada tahun 2004 volume ekspor mengalami peningkatan menjadi 2.431.263 Kg, nilai ekspornya juga
mengalami peningkatan menjadi US dollar 2.529.122.
Pada tahun 2005
terjadi penurunan volume ekspor nenas menjadi 643.716 Kg dengan nilai ekspor US dollar 219.703. Volume ekspor nenas tertinggi dicapai pada tahun 2004 dengan volume ekspor 2.431.263 Kg, ekspor nenas tertinggi dicapai pada tahun yang sama dengan nilai ekspor sebesar US dollar 2.529.122. Volume dan nilai ekspor nenas berfluktuasi, hal ini disebabkan mutu nenas yang masih rendah dan adanya persaingan antar negara eksportir.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Segar Indonesia (2003-2005) Komoditas
2003
Tahun 2004 Volume Nilai (kg) (US$) 3.045.379 3.291.855
2005 Volume Nilai (kg) (US$) 8.472.770 6.386.091
Volume (kg) 9.304.511
Nilai (US$) 9.306.042
Pepaya
187.972
231.350
524.686
1.301.371
60.485
112.597
Pisang
10.615
7.899
992.505
722.772
3.647.027
1.288.873
Nenas
2.284.432
2.315.283
2.431.263
2.529.122
643.716
219.703
Duku
16.921
6.313
21.044
12.662
1.643
1.643
Durian
14.241
12.943
1.494
6.710
2.911
11.857
Jambu
32.052
28.859
47.871
49.843
106.274
102.074
Jeruk
85.920
22.026
632.996
517.554
526.038
282.219
Mangga
559.224
460.674
1.879.664
2.013.390
964.294
999.981
Rambutan
604.006
958.850
134.772
117.336
_
_
984.820
523.031
1.341.923
794.924
1.591.329
1.415.391
Manggis
Buah tropis lainnya
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006
Buah nenas diekspor, diperdagangkan dalam bentuk nenas segar, sari buah (pineapple juice) dan dalam bentuk kalengan (preserved).
Jenis-jenis nenas
olahan yang diekspor dalam bentuk kalengan (Preserved) seperti selai nenas, sirup buah nenas, dan sirup kulit buah nenas. Negara-negara tujuan ekspor nenas Indonesia adalah Perancis, Jerman dan Amerika Serikat, sedangkan negara pesaing utama Indonesia adalah Thailand.
Jumlah produksi nenas setiap tahunnya mengalami peningkatan. Untuk tahun 2006, jumlah produksi nenas sebesar 1.427.781 ton atau mengalami kenaikan sekitar 35,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah produksi sebesar 925.082 ton (Tabel 2). Selain itu permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri terhadap buah nenas dalam bentuk olahan maupun segar cukup tinggi dan cenderung terus meningkat. Permintaan pasar terhadap buah nenas segar mencapai 600.000 ton/ tahun, dan permintaan pengalengan dan jus lebih dari 10 juta ton/ tahun, sementara produksi rata-rata nenas di Indonesia hanya sekitar 850.000 ton/ tahun. Sebagai buah ekspor unggulan, nenas mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif karena nenas hanya dihasilkan oleh negara-negara tertentu (daerah tropis), sehingga banyak negara lain yang ingin mengembangkan nenas di negaranya. Menghadapi persaingan global yang akan datang, pemerintah bertujuan mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan upaya peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Buah nenas produksi dalam negeri diharapkan dapat memiliki daya saing baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.
Tabel 2. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2002 – 2006 (Ton) No
Tahun
Komoditas 2002
2003
2004
2005
2006
1
Pisang
4.384.384
4.177.155
1.182.824
5.177.608
5.037.472
2
Mangga
1.402.906
1.526.474
1.437.665
1.412.884
1.621.997
3
Jeruk
968.132
1.529.824
2.071.084
2.214.020
2.565.543
4
Pepaya
605.194
626.745
732.611
548.657
643.451
5
Nenas
555.588
677.089
709.918
925.082
1.427.781
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007
Selama ini buah nenas untuk kebutuhan ekspor berasal dari beberapa sentra produksi nenas yang tersebar di berbagai daerah, salah satu daerah penghasil nenas terbesar adalah Jawa Barat.
Jawa Barat memiliki enam
kabupaten yang menjadi sentra produksi nenas.
Keenam Kabupaten tersebut
antara lain adalah Subang, Bogor, Sumedang, Ciamis, Pandeglang, dan Cianjur. Departemen Pertanian (2005) dalam Program pengembangan sentra produksi hortikultura di Jawa Barat pun menetapkan beberapa daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan nenas. Potensi pengembangan nenas di Jawa Barat secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Potensi Pengembangan Nenas di Jawa Barat Tahun 2005 Prioritas Kabupaten Luas (Ha) Pertama
1. Subang
102 500
Kedua
1. Sumedang
43 875
2. Ciamis
43 063
3. Bogor
39 094
4. Pandeglang
29 218
5. Cianjur
28 938
Sumber : Departemen Pertanian, 2006
Berdasarkan data dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa Subang merupakan kabupaten yang memiliki luas lahan pertanian nenas terbesar, dan merupakan prioritas utama Departemen Pertanian Jawa Barat.
Kabupaten lain menjadi
prioritas kedua karena luasan lahannya tidak sebesar luas lahan yang ada di Subang. Meskipun demikian kabupaten lain juga memiliki prospek yang bagus jika diberikan pengarahan yang baik. Perkembangan Luas panen dan produksi nenas di Jawa Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan, sedangkan perkembangan produktivitas nenas
di Jawa Barat setiap tahunnya berfluktuasi. Hal tersebut dikarenakan pembudidayaan nenas masih kurang baik. Selain itu faktor lain yang menyebabkan berfluktuasinya produktivitas nenas adalah adanya penyakit yang menyerang tanaman nenas.
Perkembangan luas panen, Produksi, dan
produktivitas nenas di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Nenas di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2005 Tahun
Luas Panen Pertumbuhan (%) 820 951 15,98 1.160 21,98 1.103 (4,91) 3.144 185,4 3.147 0,10 218,55 Ha
Produksi Pertumbuhan (%) 76.466 72.691 (4,94) 124.804 71,69 161.497 29,40 281.824 74,51 313.593 11,27 181,93 Ton
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Laju (%/thn) Sumber : Departemen Pertanian, 2006
Produktivitas Ton/Ha Pertumbuhan (%) 932,51 764,36 (18,30) 1.075,90 40,76 1.464,20 36,90 896,40 (38,78) 996,50 11,17 31,75
1.2. Perumusan Masalah Perubahan lingkungan strategis seperti globalisasi ekonomi menuntut adanya perubahan kebijakan pengembangan agribisnis yang berdaya saing. Peningkatan dayasaing komoditas pertanian khususnya nenas sangat dituntut, karena sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO) Indonesia harus bisa menghadapi persaingan dunia yang telah mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin kompleks dan kompetitif. Upaya peningkatan keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif, dan fasilitas kemudahan ekspor diharapkan akan mampu meningkatkan dayasaing produk buah Indonesia di pasar internasional.
Nenas merupakan salah satu komoditas buah tropis dengan permintaan ekspor cukup tinggi, tetapi setiap tahunnya nilai ekspor buah nenas berfluktuasi. Berfluktuasinya nilai ekspor nenas disebabkan oleh skala usaha kecil yang tersebar sehingga beragamnya kualitas dan mutu nenas Indonesia. Selain itu tidak adanya jaminan kontinuitas pengiriman ekspor nenas juga menjadi salah satu masalah mengapa nilai ekspor nenas berfluktuasi. Produksi nenas dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi domestik dan luar negeri, sehingga memungkinkan kebutuhan nenas dipenuhi oleh pemerintah dengan melakukan impor dari beberapa negara seperti Thailand. Beberapa tahun ini sudak ada nenas impor yang masuk kedalam negeri. Hal tersebut sangat Hal tersebut sangat disayangkan karena jika dibandingkan dengan nenas lokal dalam nengeri, nenas impor tersebut kualitas nenas lokal tidak kalah enak.
Kebutuhan nenas yang tinggi baik untuk memenuhi permintaan
dalam negeri maupun untuk memenuhi permintaan ekspor sebenarnya merupakan pendorong bagi peningkatan produksi nenas dalam negeri hingga mampu bersaing dengan nenas dari negara lain. Salah satu cara peningkatan produksi nenas dalam negeri melalui pengusahaan tanaman nenas dengan baik dan benar, agar produktivitas, mutu, dan dayasaingnya meningkat. Ekspor nenas segar Indonesia umumnya berasal dari perkebunan rakyat yang luasnya masih relatif sempit sehingga belum bisa memenuhi skala usaha yang ekonomis untuk agribisnis nenas. Skala usaha kecil yang tesebar tersebut menyebabkan beragamnya produk yang dihasilkan, sehingga menyebabkan penurunan kualitas dan mutu yang akhirnya akan menyebabkan penurunan harga jual nenas.
Masalah lain yang dihadapi oleh petani nenas adalah adanya hama dan penyakit layu nenas ( Pineapple Melybug Wilt / PMW). Penyebab penyakit ini adalah kutu putih jenis Dysmicoccus brevipes (Db) yang dibawa oleh semut. Sejak lama, hama dan penyakit layu nenas merupakan salah satu yang dihadapi oleh para petani dan pelaku agribisnis nenas. Hama dan penyakit layu nenas bisa menurunkan hasil sampai 40 Persen1. Nenas
segar
merupakan
produk
pertanian
yang
mudah
rusak
(perishable), sehingga untuk nenas non olahan memerlukan perlakuan khusus agar tetap segar sampai ke konsumen.
Distribusi nenas dari daerah sentra
produksi yang tersebar juga merupakan masalah dalam ekspor nenas. Mata rantai yang panjang dalam distribusi ini seringkali berimbas pada sektor hulu. Para pedagang besar dan juga eksportir menekan harga di tingkat petani karena mahalnya biaya distribusi, sehingga pendapatan petani (farmershare) sangat kecil.
Sementara, sistem distribusi juga sangat mempengaruhi kualitas buah
karena semakin panjang dan rumitnya sistem distribusi, kemungkinan rusak buah nenas akan semakin tinggi. Selain itu tingginya biaya ekspor yang disebabkan karena biaya pengepakan (packaging) nenas juga menyebabkan eksportir susah bersaing dengan buah produksi negara lain.
Pertumbuhan produksi hortikultura di Indonesia secara umum cenderung lebih didasari oleh adanya intervensi pemerintah melalui pemberian subsidi terhadap harga masukan (input) dan keluaran (output), maupun penyediaan infrastruktur pemasaran (Adiyoga, 1999 dalam Indriyati, 2007).
Kebijakan
pemerintah yang dilakukan untuk menciptakan situasi yang baik (menguntungkan petani dan konsumen dalam negeri) agar buah nenas Indonesia memiliki 1
Pustakatani. 2006. Kutu Putih Penyebab Layu Nenas. http://WWW.Pustakatani.org, Senin, July 31, 2006.
dayasaing, diantaranya pemberian subsidi, penurunan pajak serta insentif terhadap nilai tukar. Jawa Barat merupakan kawasan sentra produksi nenas terbesar di Indonesia. Subang merupakan Kabupaten yang memiliki luas lahan pertanian nenas terbesar, dan merupakan prioritas utama Departemen Pertanian Jawa Barat. Selain Subang, Bogor juga merupakan salah satu Kabupaten penghasil nenas untuk daerah Jawa Barat. Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor memiliki prospek yang bagus sebagai kawasan sentra produksi nenas, namun masih memiliki beberapa permasalahan dalam hal ukuran skala usaha, kontinuitas produksi, mutu dan pemasaran yang kurang optimal yang menyebabkan turunnya harga jual nenas Indonesia.
Komoditi yang mampu
bersaing di era global adalah komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif serta mampu mengenali pasarnya. Permasalahan yang dihadapi petani nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, yaitu para petani tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli input pertanian, seperti pupuk dan obat-obatan. Selama ini petani membeli input (pupuk) hanya sesuai kemampuan mereka, tidak sesuai dengan dosis pupuk yang dianjurkan. Selama ini pemerintah belum pernah memberikan bantuan berupa pemberian kredit pertanian, modal yang dipergunakan para petani selama ini hanya menggunakan modal pribadi para petani. Kecamatan Cijeruk dan termasuk daerah binaan IPB untuk menerapkan usahatani dengan sistem SPO.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan buah nenas pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana kebijakan pemerintah serta pengaruh perubahan harga output, harga input, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan perubahan jumlah output pengusahaan buah nenas terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis dayasaing komoditi nenas melalui keunggulan komparatif dan kompetitif pengusahaan buah nenas pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis kebijakan pemerintah serta pengaruh perubahan harga output, harga input, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan jumlah output
pengusahaan buah nenas terhadap keunggulan komparatif dan
kompetitif pada sentra produksi buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
berguna
bagi
berbagai
pihak
yang
berkepentingan. Berdasarkan penelitian ini pemerintah diharapkan bisa membuat atau mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi petani nenas. Dengan kebijakan pemerintah, petani sebagai
produsen bisa lebih mengusahakan komoditi nenas karena memiliki daya saing yang tinggi. Selain itu secara lebih luas lagi dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah, maupun Instansi terkait dalam merumuskan strategi pengembangan dan pembangunan komoditas hortikultura terutama buah-buahan yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.
Hasil penelitian ini
diharapkan juga dapat berguna bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Buah Nenas Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orangorang Spanyol menyebutnya pina. Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15.
Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai
tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik. Klasifikasi tanaman nenas adalah: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo
: Farinosae (Bromeliales)
Famili
: Bromiliaceae
Genus
: Ananas
Species : Ananas comosus (L) Merr Rasa buah nenas manis-asam, tinggi serat dan berair serta memiliki aroma yang khas. Selain itu buah nenas mengandung nutrisi (gizi) yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan buah-buahan lainnya seperti apel, mangga dan pear. Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa kandungan karbohidrat dan vitamin C dalam nenas paling tinggi bila dibandingkan apel, mangga dan pear.
Kandungan protein, fosfor dan zat besi dalam nenas juga tinggi. Buah nenas segar yang sudah masak selain bisa langsung dikonsumsi, dapat juga diolah menjadi sari buah, sirup, buah kaleng dan lain-lain.
Tabel 5. Perbandingan Nutrisi Nenas dengan Buah Lainnya. Jenis Buah Nutrisi Apel Mangga Pear Kalori(kal) 58,00 46,00 59,00 Protein (gr) 0,30 0,40 0,40 Lemak(gr) 0,04 0,20 0,40 Karbohidrat (gr) 14,90 11,90 15,10 Kalsium (mg) 6,00 15,00 11,00 Fosfor (mg) 10,00 9,00 11,00 Zat Besi (mg) 0,30 0,10 0,20 Vitamin A (SI) 12,00 12,00 20,00 Vitamin B1 (mg) 5,00 0,08 0,02 Vitamin C (mg) 0,64 6,00 4,00
Nenas 52,00 0,40 0,20 16,00 7,00 11,00 0,30 13,00 0,08 24,00
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan R.I (1981).
Tanaman nenas berbentuk semak dengan susunan tubuh yang terdiri dari bagian utama meliputi akar, batang, daun, buah dan tunas-tunas.
Sistem
perakaran nenas sebagian tumbuh di dalam tanah dan sebagian lagi menyebar di permukaan tanah. Akar-akar melekat pada pangkal batang dan termasuk berakar serabut (Monocotlyedonae) dan bijinya berkeping tunggal. Bentuk batang nenas mirip gada, berukuran cukup panjang antara 20-25 cm atau lebih, tebal dengan diameter 2,0-3,5 cm dan beruas-ruas pendek. Daun nenas tumbuh memanjang sekitar 130-150 cm atau lebih, pinggir daun ada yang berduri dan tanpa duri. Bunga atau buah nenas muncul pada ujung tanaman yang tersusun dalam tangkai yang berukuran relatif panjang antara 7-15 cm atau lebih.
Seluruh bagian
tanaman terdapat tunas, yaitu tunas akar (anakan), tunas batang, tunas tangkai, tunas dasar buah dan tunas mahkota yang digunakan sebagai perbanyakan tanaman secara vegetatif (Dumaria, 2003).
Tanaman nenas dapat tumbuh dengan baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (m dpl), didaerah dengan iklim basah maupun kering dan dibudidayakan di daerah antara 25º LU – 25º LS (Verheij dan Coronel, 1997). Menurut Hutabarat (2003), semua jenis tanah cocok untuk budidaya tanaman nenas tapi dengan aerasi dan drainase yang harus diperhatikan. Tanah yang berpasir dengan kandungan bahan organik yang tinggi serta tingkat keasaman (pH) sekitar 4.5 – 6.5 merupakan lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas. Temperatur minimum untuk pertanaman nenas antara 15º C - 20º C, sedangkan temperatur maksimumnya berkisar antara 25º C – 32º C . Temperatur optimum yang cocok untuk pertanaman nenas adalah 30º C di siang hari dan 20º C pada malam hari. Tanaman nenas tidak toleran terhadap suhu yang terlalu dingin dan hujan salju, sedangkan buahnya sangat sensitif terhadap sinar matahari. Oleh karena itu, pada saat berbuah sebaiknya tanaman nenas diberi naungan. Pada musim dingin atau suhu yang terlalu dingin pertumbuhan tanaman nenas dapat tertunda; daunnya menjadi sempit, memendek dan kaku; jumlah tunas buah (slip) meningkat namun ukuran buahnya mengecil dan rasa buahnya lebih asam serta kadar gulanya rendah (Nakasone dan Paull, 1997). Apabila tanaman terlalu banyak mendapat sinar matahari maka tanaman akan menderita luka bakar pada buah yang hampir masak. Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal empat jenis nenas, yaitu sebagai berikut : Cayenne ( Daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (Daun pendek, berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/ Spanish (Daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat
dengan mata datar), Abacaxi (Daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas kultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah Cayenne dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerto Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas yang dikategorikan unggul adalah nenas Subang, Bogor, dan Palembang. (Dumaria, 2003).
2.2. Alat Analisis Daya Saing Komoditi Ada beberapa alat analisis dayasaing komoditi yang biasa digunakan. Pertama adalah dengan metode Domestic Resources Cost (DRC) atau biaya sumberdaya domestik (BSD) merupakan salah satu cara kriteria investasi yang digunakan untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu proyek. Hal ini dipandang dari berapa banyak sumberdaya domestik yang digunakan dalam memproduksi produk, jika produk tersebut di impor atau dugunakan sebagai substitusi impor.
Biaya sumberdaya domestik (BSD) mengukur berapa
banyaknya domestic resources cost (sumber-sumber domestik naional misalnya dalam rupiah) yang harus dikorbankan di dalam memproduksi suatu barang atau jasa, dimana barang tersebut di ekspor, yang akan menghasilkan suatu unit devisa dalam dollar atau apabila dijual didalam negeri sendiri sebagai substitusi impor yang dapat menghemat satu unit devisa. Konsep ini dapat digunakan untuk mengukur keunggulan komparati (analisis ekonomi) dan Keunggulan kompetitif (analisis finansial). Metode lain untuk menganalisis dayasaing suatu komoditi dengan melihat hubungan faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap komoditi tersebut
adalah dengan linier regresi. Alat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara parameter-parameter yang ditaksir berpengaruh (variabel bebas) terhadap kondisi tertentu (variabel tak bebas). Variabel bebas tersebut mengacu kepada data berkala ( time series). Selanjutnya keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya dapat diukur dengan koefisien korelasi ( Supranto, 1984). Untuk mengetahui elastisitas antara variabel bebas dan variabel tak bebas ini digunakan rumus elastisitas (Soedarsono, 1989). belum
dapat
menggambarkan
efisiensi
Namun alat analisis ini
penggunaan
sumberdaya
dalam
memproduksi suatu barang, baik yang diukur pada kondisi tidak adanya intervensi pemerintah maupun pada kondisi aktual. Untuk melihat dayasaing komoditi nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor perlu dilakukan analisis keunggulan komoditi tersebut pada kondisi perdagangan internasional (komparatif) dan pada kondisi adanya intervensi kebijakan pemerintah (kompetitif), dengan menggunakan alat analisis Matrik Analisis Kebijakan, atau Policy Analysis Matrix (PAM). PAM memiliki kerangka kerja yang sederhana secara konseptual dalam mengelola informasi pada tingkat mikro ekonomi untuk menunjukan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dari sebuah sistem pertanian. Atas dasar inilah PAM dipilih sebagai alat analisis dayasaing komoditi nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor.
Namun PAM memiliki kelemahan, sisi praktis dari alat analisis ini
sekaligus menjadikan PAM bersifat statis dan tidak memungkinkan dilakukannya suatu simulasi untuk melihat perubahan respon penawaran.
2.3. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu 2.3.1. Studi Tentang Buah Nenas Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Subang dilakukan oleh Dumaria (2003) tentang Analisis efisiensi usaha tani nenas di desa tambakan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas dan Analisis Efisiensi Ekonomi. Berdasarkan model fungsi produksi yang terbentuk, menunjukkan bahwa jumlah nilai elastisitas produksi sebesar 1,3040. Nilai tersebut menunjukkan bahwa skala usaha berada pada kondisi skala usaha yang meningkat. Untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) yang harus sama dengan satu.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penggunaan luas
lahan, bibit, pupuk urea, dan ethrel masih belum efisien. Petani perlu menambah penggunaan faktor-faktor produksi untuk mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan pupuk kandang, pupuk TSP dan pupuk KCl sudah tidak efisien. Petani perlu mengurangi penggunaan faktor – faktor produksi tersebut untuk mencapai nilai maksimum. Ekawati (2005) tentang Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Dengan menggunakan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Model fungsi yang dipilih adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas yang memiliki R-Sq 99,7 persen. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwa Variabel bibit berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf satu persen dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf 40 persen. Pengaruh bibit di lokasi penelitian saat ini masih relatif rendah,
baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Penggunaan tenaga kerja mencapai 817,23 HKP per hektar. Kesimpulannya dengan segala kondisi yang ada saat ini, usahatani nenas Bogor perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi karena komoditas ini merupakan komoditas penyangga bagi kehidupan petani di Desa Sukaharja.
2.3.2. Studi Mengenai Policy Analysis Matrix (PAM) Penelitian mengenai Policy Analisis Matrix (PAM) telah dilakukan oleh Dewi (2004), Dhuhana (2005), Kuraisin (2006) dan Indriyati (2007). Dewi (2004) meneliti tentang analisis keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan kedelai Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan analisis PAM, usahatani kedelai Desa Bade menguntungkan secara finansial dan ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Artinya komoditas kedelai layak untuk diusahakan dan dikembangkan di Desa Bade baik dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Dhuhana (2005), melakukan penelitian tentang analisis komparatif dan kompetitif usaha emping melinjo di Kabupaten Serang.
Hasil analisis PAM
menunjukan usaha emping melinjo memiliki keuntungan di atas normal, baik dalam kondisi distorsi kebijakan maupun dalam pasar persaingan sempurna. Selain itu analisis PAM juga menunjukan bahwa usaha emping melinjo di Kabupaten Serang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Kondisi ini terlihat dari Nilai Biaya Privat (PCR) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DCR) yang lebih kecil dari satu.
Kuraisin (2006), tentang analisis dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi susu sapi di Kabupaten Bogor. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa dengan menggunakan analisis PAM usaha sapi perah di Kabupaten Bogor menguntungkan secara finansial dan ekonomi, artinya komoditas susu layak untuk diusahakan dan dikembangkan baik dengan atau tanpa kebijakan pemerintah.
Sedangkan adanya kebijakan pemerintah
menyebabkan surplus produsen berkurang, keuntungan privat lebih kecil dari pada keuntungan sosial. Indriyati (2007), melakukan penelitian tentang analisis dayasaing buah nenas (Ananas comosus L. Merr) kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu,Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitiannya menujukkan pengusahaan nenas di kedua lokasi penelitian memiliki dayasaing. Kondisi ini ditunjukkan nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu untuk kedua lokasi penelitian. Dampak kebijakan terhadap output-input pada kedua desa belum berjalan dengan efektif atau kebijakan output-input yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi petani nenas di kedua desa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa sampai saat ini belum ditemukan penelitian tentang analisis daya saing buah nenas yang membandingkan daya saing pengusahaan nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor dengan menggunakan alat analisis PAM. Potensi sumberdaya komoditas nenas yang cukup tinggi di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor, selain itu permintaan pasar luar negeri terhadap komoditas nenas sangat tinggi menjadikan penelitian ini perlu dilakukan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Kosep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah, sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simajuntak dalam Sumarliah, 2001). Menurut Kadariah dkk (1978), efisiensi tidaknya produksi suatu komodoti yang bersifat tradable tergantung pada dayasaingnya di pasar dunia. Artinya, apakah biaya produksi riil yang terjadi dari pemakaian sumber-sumber domestik cukup rendah sehingga harga jualnya tidak melebihi tingkat harga batas yang relevan (border price). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditi tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditi dapat diliihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
3.1.2. Keunggulan Komparatif Keunggulan
komparatif
(The
Law
Of
Comparative
Advantage)
pertamakali dikemukakan David Ricardo pada awal abad ke-19. Hukum tersebut menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dalam memproduksi kedua komoditi dibandingkan dengan negara lain,
namun masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Suatu negara harus melakukan
spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif), Salvatore, 1997. Keunggulan komparatif mengukur efisiensi pengusahaan suatu komoditi berdasarkan analisis ekonomi. Perhitungan dengan nilai ekonomi selalu memakai harga sosial atau harga bayangan yang menggambarkan opportunity cost dari unsur biaya maupun penerimaan. Asumsi yang digunakan dalam konsep keunggulan komparatif adalah kondisi pasar persaingan sempurna baik untuk pasar input maupun pasar output. Asumsi ini dalam dunia nyata sulit ditemukan, karena adanya campur tangan pemerintah yang menyebabkan pasar terdistorsi. Analisis ekonomi menilai suatu proyek atau aktivitas ekonomi atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan tanpa memperhatikan siapa yang menyumbangkan dan menerima manfaat tersebut. Dengan demikian suatu komoditi yang memiliki keunggulan komparatif menunjukkan bahwa kegiatan dalam menghasilkan komoditi tersebut efisien secara ekonomi.
3.1.3. Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif merupakan alat untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Konsep keunggulan kompetitif berdasarkan pada asumsi bahwa perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata.
Konsep keunggulan
kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai uang yang berlaku atau berdasarkan analisis finansial. Konsep keunggulan kompetitif bukan suatu konsep yang menggantikan keunggulan komparatif, tetapi merupakan suatu konsep yang bersifat saling melengkapi. Jika keunggulan komparatif merupakan alat untuk mengukur keuntungan sosial (Social Profitability) dan dihitung berdasarkan harga sosial (Shadow Price) serta harga bayangan nilai tukar uang (Shadow Exchangerate atau SER), maka sebaliknya keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur keuntungan privat (Private Profitability) dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku. Keunggulan komparatif merupakan ukuran dayasaing yang relevan bagi suatu negara, sedangkan keunggulan kompetitif untuk suatu perusahaan individu. Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar internasional.
Akan tetapi apabila
komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya memiliki keunggulan komparatif, maka di negara tersebut dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau adanya hambatan yang bersiat disintesif, misalnya perpajakan atau prosedur administrasi yang menghambat aktivitas tersebut sehingga merugikan produsen. Sebaliknya suatu komoditi unggul secara kompetitif tapi tidak unggul secara komparatif, misalnya komoditi yang dihasilkan diproteksi pemerintah melalui jaminan harga, perijinan dan kemudahan fasilitas lainnya.
3.1.4. Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk peningkatan ekspor ataupun sebagai usaha untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah diberlakukan terhadap input dan output yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga input dan output yang diminta produsen dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu komoditi ada dua bentuk, yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif (pajak), sedangkan hambatan perdagangan berupa tarif dan quota. Menurut (Salvatore, 1997), Subsidi adalah pembayaran dari atau untuk pemerintah. Pemerintah menetapkan dua bentuk kebijakan yang berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi dapat berupa subsidi positif yaitu subsidi yang diberikan pemerintah dan subsidi negatif yaitu bila dibayarkan kepada pemerintah yang disebut pajak. Intervensi pemerintah pada kebiijakan output dibagi ke dalam delapan tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan (Tabel 6). Tabel 6. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditi Instrumen Dampak Pada Produsen Kebijakan Subsidi Subsidi kepada produsen a. tidak merubah harga a. pada barang impor pasar DN ( S + PI ; S – Pi) b. merubah harga b. pada barang ekspor pasar DN (S + PE; S – PE) Kebijakan perdagangan (merubah harga pasar DN)
Dampak Pada Konsumen Subsidi kepada konsumen a. pada barang ekspor (S + CI; S – CE) b. pada barang impor (S + CE ; S – CE)
Hambatan pada barang- Hambatan pada barangbarang ekspor (TCE) barang impor (TPI)
Sumber : Monke and Pearson, 1989, Halaman 39
Keterangan : DN : Dalam Negeri S+ : Subsidi S- : Pajak PE : Produsen Barang Ekspor PI : Produsen Barang Impor CE : Konsumen Barang Ekspor CI : Konsumen Barang Impor TPI : Hambatan Pada Produsen Barang Impor TCE : Hambatan Pada Produsen Barang Ekspor Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada impor atau ekspor suatu komoditi, yang berupa pajak dan quota dengan maksud untuk menurunkan kuantitas barang yang diimpor dan untuk menciptakan perbedaaan harga internasional dengan harga pada pasar domestik. Kebijakan perdagangan ada dua, yaitu kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Kebijakan ekspor ditujukan untuk melindungi konsumen dalam negeri melalui penetapan harga domestik yang lebih rendah dari harga internasional, dengan cara pengenaan pajak ekspor. Kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri melalui penetapan harga pasar domestik yang lebih rendah, sehingga kebijakan yang dilakukan berupa pengenaan tarif impor atau quota impor.
3.1.4.1. Kebijakan Terhadap Output Kebijakan terhadap output baik berupa pajak maupun subsidi, dapat diterapkan pada produsen barang impor dan barang ekspor. Kebijakan pemerintah terhadap ouput dijelaskan dengan menggunakan Transfer Ouput (TO) dan Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) serta Nominal Protection Rate on Ouput (NPRO). Dampak dari subsidi negatif terhadap produsen untuk barang ekspor dapat dilihat pada Gambar 1.
P
S
A PW
B
C E
PD
F
H
G
D Q1
Q2
Q4
Q3
Q
Gambar 1. Dampak Subsidi Negatif pada Produsen Barang Ekspor Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 45
Pada kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku bagi produsen dan konsumen domestik adalah PW (harga dunia). Pada tingkat harga PW, jumlah output yang diproduksi sebesar Q3, jumlah permintaan domestik sebesar Q1, sehingga banyaknya ekspor sebesar Q3-Q1. Dengan adanya subsidi negatif (pajak) terhadap produsen sebesar PW-PD, maka harga yang berlaku bagi produsen dan konsumen domestik adalah PD.
Dengan adanya pajak, produksi domestik
berkurang menjadi Q4, dan permintaan domestik bertambah menjadi Q2, sehinga nilai ekspor berkurang menjadi Q4-Q2.
Besarnya transfer output (TO) atau
transfer pajak terhadap pemerintah sebesar CFGE.
3.1.4.2. Kebijakan Terhadap Input Selain kebijakan terhadap output, kebijakan pemerintah juga diterapkan pada input.
Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input yang dapat
diperdagangkan (tradable) dan input yang tidak dapat diperdagangkan (non
tradable).
Pada input yang tidak diperdagangkan (non tradable), intervensi
pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak. a. Kebijakan Input Tradable Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable dapat ditunjukkan pada Gambar 2. Pada Gambar 2(a) menunjukan adanya pajak pada input menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output domestik turun dari Q1 ke Q2 dan kurva supply bergeser ke atas.
Efisiensi
ekonomi yang hilang yaitu ABC, yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang dengan biaya produksi untuk menghasilkan output tersebut sebesar Q2BCQ1.
S’
P
S
P
S’
S C PW
A
PW
C
A B
D
D
B Q2
Q1
Q
(a) S - II
Q1
Q2
Q
(b) S + II
Gambar 2. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 45
Gambar 2(b) menunjukan dampak subsidi pada input tradable yang digunakan. Pada kondisi perdagangan bebas harga yang berlaku adalah sebesar PW dan produksi yang dihasilkan adalah Q1. Adanya subsidi pada input tradable menyebabkan biaya produksi semakin rendah dan penggunakan input intensif sehingga kurva penawaran bergeser kebawah (S’) dan produksi mengalami
kenaikan dari Q1 menjadi Q2. Sedangkan efisiensi yang hilang karena adanya subsidi tersebut adalah ABC yang merupakan pengaruh perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu Q1ACQ2 dengan penerimaan output yang meningkat yaitu Q1ABQ2. b. Kebijakan Input Non Tradable Pada input non tradable, kebijakan pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak. Kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah pajak dan subsidi. P
P
S
S C
Pc
B
Pd Pp
C
Pp A
Pd
E
A
B E
Pc D
PP
D
’
Q1
Q2 Q3
Q
(a) S – N
Q1
Q2
Q
(b) S + N
Gambar 3. Dampak Subsidi dan Pajak pada Input Non Tradable Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 47
Keterangan : Pd
: Harga domestik sebelum diberlakukan pajak dan subsidi
Pc
: Harga di tingkat konsumen setelah diberlakukan pajak dan subsidi
Pp
: Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan pajak dan subsidi Pada Gambar 3(a) terlihat bahwa sebelum diberlakukan pajak terhadap
input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Adanya pajak sebesar Pc – Pd menyebabkan produksi yang dihasilkan turun menjadi Q2. Harga di tingkat produsen turun
menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc.
Efisiensi
ekonomi yang hilang dari produsen sebesar BEA dan dari konsumen BCA. Pada Gambar 3(b) menjelaskan bahwa sebelum diberlakukan subsidi terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari permintaan dan penawaran input non tradable berada pad Pd dan Q1. Harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi yaitu Pp, sedangkan harga yang dibayarkan konsumen menjadi lebih rendah yaitu Pc.
Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari
konsumen sebesar ABE.
3.1.5. Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) Matriks Analisis Kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM), merupakan hasil dari dua persamaan akuntansi, diperkenalkan pertama kali oleh Monke dan Pearson pada tahun 1989. Model analisis yang digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif dan kompetitif terhadap suatu komoditi dapat menggunakan model analisis Policy Analysis Matrix (PAM).
Matriks
analisis kebijakan (PAM) digunakan untuk menganalisa dayasaing (efisiensi dan keuntungan) yang diperoleh dari pengusahaan suatu komoditi serta pengaruh intervensi pemerintah terhadap dayasaing komoditi tersebut. Hasil analisis PAM dapat digunakan untuk mengidentifikasi petani mana (dilihat dari jenis komoditi yang diusahakan, teknologi yang digunakan maupun wilayah agroklimat di mana usahatani berlangsung) yang berdayasaing dibawah kebijakan input-output pertanian yang berlaku, serta bagaimana keuntungan mereka berubah jika kebijakan tersebut berubah. Analisis PAM juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki dayasaing yang tinggi
atau rendah dalam suatu sistem produksi komoditi dilihat dari teknologi dan wilayah tertentu, serta bagaimana suatu kebijakan dapat memperbaiki dayasaing tersebut melalui penciptaan efisiensi usaha dan pertumbuhan pendapatan. Informasi keuntungan yang diperoleh dari penggunaan analisis PAM dapat dilihat dari matriks PAM.
Matriks PAM menunjukkan tingkat efisiensi
pemakaian sumberdaya yang diusahakan baik efisiensi ekonomi maupun efisiensi finansial. Pengukuran tingkat efisiensi dalam matrik PAM ditunjukkan oleh nilai rasio biaya privat (PCR) dan rasio sumberdaya domestik (DRC) dengan asumsi yang digunakan dalam analisis PAM adalah: 1. Perhitungan berdasarkan harga privat (privat cost) yaitu harga yang benarbenar diterima produsen dan konsumen atau harga yang terjadi setelah adanya kebijakan. 2. Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan pemerintah. Pada komoditi tradable harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar Internasional. 3. Output bersifat tradable dan input dapat digolongkan ke dalam komponen tradable dan komponen non tradable. 4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling menghilangkan.
3.1.6. Analisis Sensitivitas Analisis Sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan hasil analisis suatu kegiatan ekonomi, karena analisis PAM bersifat statis sehingga tidak ada dinamika. Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisa untuk
menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Menurut Kadariah (1988), analisis sensitivitas dilakukan dengan cara : (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan-perubahan tersebut, dan (2) menentukan dengan berapa besaran suatu variabel harus berubah sampai hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima. Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Analisis kepekaan dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan analisis sensitivitas adalah : 1. Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu. 2. Analisis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubahubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
Dalam kaitannya dengan Matriks Analisa Kebijakan (PAM), analisis sensitivitas akan mereduksi kelemahan dari alat analisis PAM tersebut. Karena PAM bersifat statis dan tidak dimungkinkannya dilakukan simulasi untuk melihat pengaruh perubahan dari faktor-faktor penting dalam usahatani buah nenas. Dalam penelitian ini, perubahan-perubahan faktor yang dianggap penting dalam
usahatani buah nenas diantaranya adalah perubahan harga jual nenas, perubahan harga input, perubahan nilai tukar rupiah, dan perubahan jumlah output nenas.
3.2. Kerangka Operasional Nenas merupakan salah satu komodoti buah andalan Indonesia untuk di ekspor. Buah nenas diekspor, diperdagangkan dalam bentuk sari buah (Pineapple juice) dan dalam bentuk kalengan (Preserved). Sebagai buah ekspor unggulan, nenas mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif karena nenas hanya dihasilkan oleh negara-negara tertentu (daerah tropis), sehingga banyak negara lain yang ingin mengembangkan nenas di negaranya. Menghadapi persaingan global yang akan datang, pemerintah bertujuan mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan upaya peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif.
Buah nenas produksi dalam negeri diharapkan dapat memiliki
dayasaing baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Permintaan ekspor nenas yang tinggi sebenarnya merupakan pendorong bagi peningkatan produksi nenas dalam negeri sehingga mampu bersaing dengan nenas dari negara lain. Namun sistem budidaya dan tataniaga nenas di Indonesia masih kurang baik, sehingga menyebabkan harga nenas di Indonesia berfluktuasi. Selain itu mutu nenas di Indonesia masih kurang bagus, ukurannya pun terlalu beragam. Lokasi yang tersebar dan skala usaha para petani di Indonesia yang umumnya masih kecil menyebabkan beragamnya kualitas dan mutu nenas Indonesia. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi dengan produksi nenas terbesar di Indonesia. Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki luas lahan nenas terbesar
adalah Kabupaten Subang, sedangkan Kabupaten Bogor juga merupakan salah satu kabupaten penghasil nenas di Jawa Barat selain Kabupaten Subang. Kedua kabupaten tersebut memiliki prospek yang bagus untuk mengembangkan komoditi nenas di Indonesia. Kebijakan Pemerintah perlu dilakukan untuk mendukung usaha perkebunan nenas di Indonesia. Otonomi daerah menyebabkan setiap daerah memiliki kebijakan yang mungkin berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Kebijakan pemerintah dapat berupa pemberian subsidi input seperti bibit atau benih, pupuk, dan obat-obatan. Kebijakan lain dapat berupa pemberian kredit, Tarif pajak yang rendah bagi para petani, dan juga menekan quota impor nenas yang masuk ke Indonesia. Kebijakan lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah penyuluhan kepada para petani mengenai bagaimana cara bertani nenas yang baik dan benar. Hal ini perlu dilakukan karena masih banyak petani yang mengalami kesulitan mengatasi penyakit yang merusak tanaman nenas. Dengan adanya penyuluhan dari pemerintah, diharapkan para petani nenas dapat mengatasi penyakit yang merusak tanaman nenas, dan para petani dapat memaksimalkan produksi nenasnya. Petani nenas di Indonesia perlu meningkatkan mutu nenas yang diproduksinya, agar nenas yang diproduksi memiliki dayasaing yang tinggi. Upaya yang dapat dilakukan petani agar kualitas nenasnya dapat bersaing adalah dengan meningkatkan teknik budidaya nenas yang baik. Masalah lain yang dihadapi yaitu tingginya biaya ekspor yang disebabkan karena biaya pengemasan yang tinggi.
Alat analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah adalah dengan pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis PAM dapat menunjukan pengaruh individu kolektif dari kebijakan harga dan kebijakan faktor domestik, PAM juga memberikan informasi dasar bagi Benefit Cost Analysis untuk kegiatan investasi dibidang pertanian. Metote PAM akan menganalisis keuntungan baik secara privat maupun sosial, analisis dayasaing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif) dan analisis dampak kebijakan yang mempengaruhi dayasaing usahatani nenas. Hasil analisis tersebut dapat menggambarkan keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif dari pengusahaan buah nenas. Kelemahan dari analisis PAM adalah hasil analisisnya yang bersifat statis, sehingga diperlukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas digunakan untuk menganalisa keunggulan kompetitif dan komparatif dari usahatani buah nenas, jika terdapat perubahan harga pupuk, perubahan harga output, perubahan jumlah output, dan perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Skema kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
-
Volume ekspor dan nilai ekspor nenas yang fluktuatif Rendahnya kualitas nenas Indonesia Persaingan antar negara eksportir
Sistem Kebijakan Pemerintah (suku bunga, nilai tukar, subsidi, dan pajak)
Analisis Ekonomi dan Finansial Usahatani nenas
Policy Analysis Matrix (PAM)
Keunggulan Kompetitif - Keuntungan Privat - Rasio Biaya Privat
Keunggulam Kamparatif - Keuntungan sosial - Rasio Biaya Sumberdaya
Analisis Dampak Kebijakan - Kebijakan Input - Kebijakan Output - Kebijakan Input-Output
Analisis Sensitivitas : - Harga Output Turun - Harga Input Naik 15% - Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Menguat - Jumlah Output Turun 40% - Sensitivitas Gabungan
Gambar 4. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kabupaten propinsi Jawa Barat, yaitu di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor.
Penelitian di Kabupaten Subang
dilakukan di Kecamatan Jalan Cagak, sedangkan penelitian di Kabupaten Bogor dilakukan di Kecamatan Cijeruk. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa kedua kecamatan tersebut merupakan kecamatan penghasil nenas terbesar di Kabupaten masing-masing. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007.
4.2. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner kepada petani dan pihak–pihak yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan data sekunder diinventarisasi dan ditelusuri dari dinas atau instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT) IPB, Perpustakaan dan lembaga tekait lainnya.
4.3. Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini pengumpulan data pada petani responden dan pihakpihak terkait dilakukan dengan menggunakan metode purposive yaitu metode
pengambilan sampel secara sengaja. Jumlah responden yang dijadikan sampel sebanyak 20 petani. Sebanyak 10 sampel berasal dari petani di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, dan 10 sampel lagi di ambil dari petani di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Cara pemilihan responden yaitu berdasarkan rekomendasi dari ketua kelompok tani di masing-masing lokasi penelitian. Petani yang menjadi responden yaitu petani yang usia tanamannya lebih dari 18 bulan (sudah menghasilkan).
4.4. Analisis Data Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data penelitian terdiri atas beberapa tahapan. Pertama adalah penentuan input usahatani buah nenas. Tahap kedua adalah pengalokasian input ke dalam komponen tradable dan non tradable. Tahap berikutnya adalah penentuan harga bayangan input dan output dan setelah itu dilakukan alokasi biaya tataniaga. Setelah harga bayangan diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan matriks analisa kebijakan (PAM). Langkah terakhir adalah analisis sensitivitas. Penentuan input usahatani buah nenas adalah seluruh bahan, peralatan, tenaga kerja dan lain sebagainya yang diperlukan dalam proses usahatani buah nenas dan dalam perolehannya menimbulkan biaya.
4.4.1. Analisis PAM (Policy Analysis Matrix) Penelitian ini menggunakan model analisis PAM (Policy Analysis Matrix) atau matriks analisis kebijakan. PAM digunakan untuk menganalisis intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Penggunaan PAM ini dengan
pertimbangan bahwa dengan menggunakan model ini dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni dapat diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif pengusahaan buah nenas di Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor, serta dampak keefektifan kebijakan pemerintah yang diterapkan terhadap komoditi nenas. Untuk membantu dalam pengolahan data menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Matriks PAM terdiri dari tiga baris. Baris pertama merupakan perhitungan dengan harga pasar yaitu harga yang sebenarnya diterima atau dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolah.
Harga ini telah dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai ekonomi sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Sedangkan baris ketiga merupakan selisih antara harga privat dan harga sosial. Elemen-elemen untuk melakukan analisis finansial dan ekonomi ditunjukan oleh matriks PAM (Tabel 7).
Tabel 7. Konstruksi Model Policy Analysis Matrix (PAM) Biaya (costs) Penerimaan Komponen Input Input non (revenue) Tradable Tradable Harga privat A B C (Private Prices) Harga sosial E F G (Social Prices) Pengaruh divergensi I J K (Effects of Divergences) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Keuntungan (profit) D H L
Keterangan : 1. Keuntungan Privat (D)
=A–B–C
2. Keuntungan Sosial (H)
=E–F–G
3. Transfer Output (I)
=A–E
4. Transfer Input (J)
=B–F
5. Transfer Faktor
= C – G, dan
6. Transfer Bersih
=D–H=I–J–K
Rasio indikator untuk perbandingan output yang berbeda ; Æ
Rasio Biaya Privat (PCR)
: C/(A-B)
Æ
Rasio Biaya Sumberdaya Domestik(DRC)
: G/(E-F)
Koefisien Proteksi Normal : Æ
Output Tradable (NPCO)
:
A/E
Æ
Input Tradable (NPCI)
:
B/F
Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
:
(A-B)/(E-F)
Koefisien Profitabitas (PC)
:
(A-B-C)/(E-F-G) atau D/H
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
:
L/E atau (D-H)/E
Analisis daya saing suatu sistem komoditi serta dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditi tersebut dapat sekaligus dianalisis dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM) dengan melihat kembali elemen-elemen yang ada pada matriks PAM. Daya saing suatu komoditi dapat diukur dari tingkat keuntungan baik privat maupun sosial serta efisiensi (keunggulan komparatif dan kompetitif). Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah terhadap output, input dan input-output dapat dilihat dari nilai-nilai transfer, nilai proteksi, koefisien keuntungan dan rasio subsidi.
4.4.1.1. Analisis Keuntungan Keuntungan adalah selisih antara penerimaan (nilai penjualan komoditi yang diterima) dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Analisis keuntungan terdiri atau keuntungan privat dan keuntungan sosial. Keuntungan privat (KP) menunjukan selisih antara penerimaan dengan biaya yang sesungguhnya diterima dan dibayarkan petani. Nilai KP yang lebih besar dari nol berarti secara finansial, yaitu kondisi adanya kebijakan pemerintah atau komoditi menguntungkan untuk diusahakan. Jika nilai KP kurang dari atau sama dengan nol maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu kegiatan usaha tidak menguntungkan pada kondisi adanya intervensi pemerintah terhadap input dan output. KP dirumuskan oleh Monke and Pearson (1989) sebagai berikut :
KP = D = Penerimaan Privat (A) – Biaya Input Tradable Privat (B) – Biaya Input Non Tradable Privat (C) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 20
Keuntungan sosial (KS) menunjukan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dihitung dengan harga sosial. Jika nilai KS lebih besar dari nol maka secara ekonomi, yaitu pada kondisi pasar persaingan sempurna, kegiatan pengusahaan komoditi dapat dilanjutkan karena menguntungkan atau komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif. Jika nilai KS kurang dari atau sama dengan nol maka kegiatan usaha tidak menguntungkan secara ekonomi, atau pada kondisi pasar persaingan sempurna.
KS = H = Penerimaan Sosial (E) – Biaya Input Tradable Sosial (F) – Biaya Input Non Tradable Sosial (G) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 20
4.4.1.2. Analisis Efisiensi Tingkat efisiensi pengusahaan suatu komoditi dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari nilai Rasio Biaya Privat (Privat Cost Rasio atau PCR) yaitu rasio antara biaya input domestik privat dengan nilai tambah privat. Jika nilai PCR lebih kecil dari satu, maka berarti bahwa untuk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik lebih kecil dari satu satuan. Hal ini menunjukan bahwa pengusahaan komoditi tersebut efisien secara finansial atau memiliki keunggulan kompetitif pada saat ada kebijakan pemerintah. Jika nilai PCR lebih besar atau sama dengan satu maka yang terjadi adalah sebaliknya.
PCR =
Biaya Input Non Tradable Private (C) Penerimaan Privat (A) - Biaya Input Tradable Privat (B)
Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Keunggulan komparatif suatu komoditi juga dapat dilihat dari nilai Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost atau DRC). Jika nilai DRC lebih kecil dari satu, maka pengusahaan komoditi efisien secara ekonomi atau memiliki keunggulan komparatif pada kondisi tanpa adanya kebijakan. Hal sebaliknya berlaku jika nilai DRC lebih besar dari satu.
DRC =
Biaya Input Domestik Sosial (G) Penerimaan Sosial (E) - Biaya Input Tradable Sosial (F)
Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
4.4.1.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah
Dampak kebijakan pemerintah yang diidentifikasi dari analisis PAM meliputi dampak kebijakan pemerintah terhadap output, input dan dampak kebijakan terhadap input-output.
Dampak Kebijakan Output
Kebijakan pemerintah terhadap output dijelaskan oleh nilai Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient on Output atau NPCO).
Nilai TO merupakan selisih antara
penerimaan privat dengan penerimaan sosial dari aktivitas produksi. Nilai transfer output yang positif menunjukan bahwa masyarakat membeli produk dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya dibayarkan, sedangkan produsen menerima harga yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya diterima. Jika tranfer output bernilai negatif, berarti terdapat kebijakan subsidi negatif pada output yang membuat harga privat lebih rendah dari harga sosialnya. Untuk output ekspor, angka negatif menunjukan bahwa kebijakan menyebabkan harga output yang diterima produsen di dalam negeri lebih kecil dari harga di pasar dunia. Berdasarkan matriks PAM, nilai TO yang dirumuskan oleh Monke and Pearson (1989) dihitung sebagai berikut :
TO = I = Penerimaan Privat (A) – Penerimaan Sosial (E) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 24
Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient on Output atau NPCO) menunjukan dampak insentif pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial.
Nilai NPCO negatif menunjukan bahwa akibat kebijakan pemerintah, harga privat lebih kecil dari harga dunia, sehingga dapat dikatakan bahwa produsen output memberikan nilai transfer kepada pemerintah (TO). Kebijakan ini dapat berupa subsidi negatif kepada produsen untuk barang ekspor. ⎛ Penerimaan Privat (A) ⎞ ⎟⎟ NPCO = ⎜⎜ ⎝ Penerimaan Sosial (E) ⎠
Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 24
Dampak Kebijakan Input
Dampak kebijakan pemerintah terhadap input tradable dijelaskan dengan nilai Transfer Input (TI) dan Koefisien Proteksi Input Nominal (Nominal Protection Coefficient on Input atau NPCI), sedangkan dampak kebijakan input domestik dijelaskan oleh Transfer Faktor (TF). Nilai TI menunjukan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable yang mengakibatkan terjadinya perbedaan input tradable privat dan sosial. Nilai transfer input menunjukkan
kebijakan
pemerintah
pada
input
tradable
positif
menyebabkan
keuntungan yang diterima secara privat lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai transfer input negatif menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkan keuntungan yang diterima secara finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan.
TI = J = Biaya Input Tradable Privat (B) – Biaya Input Tradable Sosial (F) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 24
Koefisien Proteksi Input Nominal (Nominal Protection Coefficient on
Input atau NPCI). Nilai NPCI lebih dari satu menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input, sementara sektor yang menggunakan input akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Nilai NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya hambatan ekspor input, sehingga produksi menggunakan input lokal.
⎛ Biaya Input Tradable Privat (B) ⎞ ⎟⎟ NPCI = ⎜⎜ ⎝ Biaya Input Tradable Sosial (F) ⎠ Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Nilai Transfer Faktor (TF) menunjukkan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap produsen dan konsumen yang berbeda dengan kebijakan pada input tradable. Nilai TF menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable. Bilai nilai transfer faktor positif berarti terdapat subsidi negatif pada input non tradable, sedangkan nilai transfer faktor negatif berarti terdapat subsidi positif pada input non tradable.
TF = K = Biaya Input Non Tradable Privat (C) - Biaya Input Non tradable Sosial (G) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Dampak Kebijakan Input- Output
Pengaruh kebijakan input-output dapat dijelaskan melalui analisis Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection Coefficient atau EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP). Koefisien Proteksi Efektif (EPC) adalah analisis gabungan proteksi output dengan
proteksi input. Nilai EPC menggambarkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Nilai EPC lebih besar dari satu menunjukan kebijakan untuk melindungi produsen domestik berjalan dengan efektif. Jika EPC lebih kecil dari satu maka kebijakan untuk melindungi produsen domestik tidak berjalan dengan baik. ⎛ Penerimaan Privat (A) - Biaya Input Tradable Privat (B) ⎞ ⎟⎟ EPC = ⎜⎜ ⎝ Penerimaan Sosial (E) - Biaya Input Tradable Sosial (F) ⎠ Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Transfer Bersih (TB) adalah selisih antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Nilai TB juga menggambarkan selisih antara transfer ouput dengan transfer input. Jika nilai transfer bersih lebih besar dari nol, maka nilai tersebut menunjukan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Jika nilai transfer bersih lebih kecil dari nol maka yang terjadi adalah sebaliknya.
TB = L = Keuntungan Privat (D) – Keuntungan Sosial (H) atau TB = Transfer output (I) – Transfer Input (J) – Transfer Faktor (K) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 25
Koefisien Keuntungan (Profitability Coefficient atau PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosial. Nilai PC yang kurang dari satu menunjukan kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang diterima produsen lebih kecil bila dibandingkan tanpa ada kebijakan. Jika nilai PC lebih dari satu maka yang terjadi adalah sebaliknya.
PC = Keuntungan Privat (D) / Keuntungan Sosial (H) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Rasio Subsidi Bagi Produsen (Subsidi Ratio to Producers atau SRP) menunjukan insentif bersih atas penerimaan yang dihitung dengan harga sosial, yaitu : SRP = Transfer Bersih (L) / Penerimaan Sosial (E) Sumber : Monke and Pearson (1989), Halaman 19
Nilai SRP negatif menunjukan kebijakan pemerintah yang berlaku membuat produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi.
Jika nilai SRP adalah positif maka yang terjadi adalah
sebaliknya. Untuk output dan input yang dapat diperdagangkan secara internasional, harga sosial dapat dihitung berdasarkan harga perdagangan internasional. Untuk komoditas yang diimpor dipakai harga CIF (Cost, Insurance and Freight). Sedangkan komoditas yang diekspor digunakan harga FOB (Free on Board). Sedangkan untuk input non tradable digunakan biaya imbangan (opportunity cost).
4.4.2. Identifikasi Input dan Output
Penentuan input usahatani buah nenas adalah seluruh bahan, peralatan, tenaga kerja dan lain sebagainya yang diperlukan dalam proses usahatani buah nenas dan dalam perolehannya menimbulkan biaya. Input yang digunakan antara
lain lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk organik, pupuk anorganik, dan peralatan. Sedangkan output yang dihasilkan adalah buah nenas.
4.4.3. Pengalokasian Komponen Biaya Input Tradable dan Non Tradable
Menurut Monke dan Pearson (1989), terdapat dua pendekatan dalam pengalokasian biaya kedalam komponen tradable dan non tradable yaitu pendekatan langsung dan pendekatan total. Pendekatan langsung mengasumsikan bahwa seluruh biaya input
yang dapat diperdagangkan baik impor maupun
produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional.
Dengan kata lain, input non tradable yang
sumbernya dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi barang non terdable tetap dihitung sebagai komponen biaya asing. Pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi kedalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut memiliki kemungkinan untuk diproduksi didalam negeri. Penelitian ini menggunakan pendekatan total dalam mengalokasikan biaya kedalam komponen biaya input tradable dan non tadable.
4.4.4. Alokasi Biaya Tataniaga
Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yaitu kegunaan tempat, bentuk dan waktu termasuk
didalamnya penanganan dan pengangkutan. Dalam penelitian ini, biaya tataniaga diperoleh dengan menghitung seluruh biaya tataniaga dari daerah produsen sampai kepelabuhan ekspor atau dari pelabuhan impor sampai kedaerah konsumen. Biaya tataniaga yang ada dalam penelitian ini yaitu biaya pengangkutan. Besarnya biaya tataniaga output nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah Rp 80,00 per kilogram nenas. Besarnya biaya tataniaga Output nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang adalah Rp 160,00 per kilogram nenas. Sedangkan untuk biaya tataniaga pupuk di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah Rp 57,14 per kilogram pupuk. Besarnya biaya tataniaga pupuk di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang adalah Rp 114,29 per kilogram pupuk.
4.5. Analisis Harga Bayangan
Harga bayangan adalah sebagian harga yang terjadi dalam perekonomian pada
keadaan
persaingan
sempurna
dan
kondisinya
keseimbangan
(Gittinger,1982). Kondisi biaya imbangan sama dengan harga pasar sulit ditemukan, maka untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya imbangan atau harga sosial perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar yang berlaku. Alasan penggunaan harga bayangan adalah sebagai berikut : 1. Harga bayangan tidak mencerminkan korbanan yang dikeluarkan jika sumberdaya tersebut dipakai untuk kegiatan lainnya.
2. Harga yang berlaku dipasar tidak menunjukkan apa yang sebenarnya diperoleh oleh masyarakat melalui suatu produksi dari aktivitas tersebut.
4.5.1. Harga Bayangan Output
Harga bayangan output yang digunakan adalah harga perbatasan (border price)
tingkat harga internasional yang berlaku diperbatasan negara yang
bersangkutan terhadap luar negeri. Untuk output yang diekspor harga bayangan yang dipakai adalah harga fob (free on board).
Harga fob kemudian
dikonfersikan dengan nilai tukar bayangan rupiah (Shadow exchange rate / SER) dan selanjutnya dikurangi biaya tataniaga. Rumus untuk harga bayangan output dapat dituliskan sebagai berikut [(fob x SER) – Biaya Tataniaga]. Dalam pengusahaan buah nenas, output yang dihasilkan merupakan komoditi ekspor, sehingga perhitungan harga bayangannya menggunakan harga fob sebesar US$ 0,341 per kilogram. Harga tersebut dikalikan dengan konversi nilai tukar Rupiah bayangan (SER), yang pada penelitian kali ini menggunakan SER tahun 2006 sebesar RP 9.120,32 (lihat Lampiran 6, halaman 118) dan dikurangi biaya tataniaga masing-masing kecamatan. Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor memiliki biaya tataniaga sebesar Rp 80,00 per kilogram nenas, sehingga hasil harga bayangannya adalah Rp 3030,03 per kilogram nenas. Sedangkan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki biaya tataniaga sebesar Rp 160,00 per kilogram nenas, sehingga hasil harga bayangannya adalah Rp 2.950,03 per kilogram nenas.
4.5.2. Harga Bayangan Input
a. Harga Bayangan Input Bibit Perbanyakan tanaman nenas yaitu secara vegetatif dengan tunas akar, tunas batang, tunas tangkai buah, tunas dasar buah, mahkota buah dan stek batang. Bibit nenas termasuk dalam komponen input non tradable, sehingga harga bayangannya sama dengan harga finansialnya. Harga bibit di Kecamatan Cijeruk Rp 150 per bibit dan harga bibit di Kecamatan Jalan Cagak Rp 100 per bibit. b. Harga Bayangan Pupuk dan Obat-obatan Pupuk yang digunakan dalam usahatani buah nenas diantaranya adalah Pupuk Kandang, pupuk Urea, TSP, KCl. Sedangkan untuk pemberantasan hama dan penyakit digunakan insektisida dan fungisida.
Pupuk Kandang yang
digunakan berasal dari dalam negeri dan termasuk input non tradable, sehingga harga bayangan sama dengan harga finansialnya yaitu Rp 150 per kilogram. Harga bayangan pupuk Urea dapat ditentukan dari besarnya produksi dan biaya pemasaran. Namun, karena dalam biaya produksi terkandung berbagai macam subsidi, maka kurang menggambarkan harga yang sebenarnya, sehingga harga bayangan ditentukan berdasarkan harga border price (free on board). Perhitungan harga bayangan untuk pupuk urea yaitu fob US$ 0,243 per kilogram dikalikan dengan SER tahun 2006 sebesar Rp 9.120,32 (lihat Lampiran 6, halaman 118) dan dikurangi biaya tataniaga masing-masing lokasi peneitian. Untuk Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor biaya tataniaganya sebesar Rp 57,14 per kilogram sehingga didapat harga bayangan Rp 2.159,09 per kilogram. Sedangkan untuk Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang biaya tataniaganya
sebesar Rp 114,29 per kilogram sehingga didapat harga bayangan sebesar Rp 2.101,95 per kilogram. Untuk pupuk TSP dan KCl, walau sudah dapat diproduksi di Indonesia, tetapi sebagian besar kebutuhan dalam negeri masih didatangkan dari impor, sehingga harga penentuan harga bayangan didasarkan pada harga cost insurance freight (CIF) yang kemudian dikalikan dengan SER dan ditambah biaya
transportasi dan pemasaran. Perhitungan harga bayangan untuk pupuk TSP yaitu cif US$ 0,353 per kilogram dikalikan dengan SER tahun 2006 Rp 9.120,32 (lihat
Lampiran 6, halaman 118) dan ditambah biaya tataniaga masing masing lokasi penelitian. Sehingga didapat harga bayangan TSP dikecamatan Cijeruk, Kabuaten Bogor sebesar Rp 3.276,62 per kilogram, sedangkan harga bayangan TSP di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang sebesar Rp 3.333,76 per kilogram. Perhitungan harga bayangan untuk pupuk KCL yaitu cif US$ 0,215 per kilogram dikalikan SER tahun 2006 RP 9.120,32 (lihat Lamiran 6, halaman 118) dan ditambah biaya tataniaga masing-maing lokasi penelitian. Sehingga didapat harga bayangan KCL di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang sebesar Rp 2.075,15. Sedangkan untuk di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor petani nenasnya tidak menggunakan Pupuk KCL sehingga tidak perlu mencari harga bayangan KCL untuk daerah Bogor. c. Harga Bayangan Tenaga Kerja Tenaga kerja terdiri dari dua yaitu tenaga kerja terlatih dan tidak terlatih. Tingkat upah pasar dalam pasar persaingan sempurna mencerminkan nilai produktifitas marjinalnya (Gittinger, 1986). Hal ini tidak berlaku pada sektor
pertanian karena tingkat upah dipedesaan cenderung lebih tinggi.
Hal ini
disebabkan karena adanya Share proverty institutions seperti gotong royong atau sambatan (Suryana, 1980). Oleh karena itu harga bayangan tenaga kerja tidak terdidik disesuaikan dengan tingkat pengangguran dilokasi penelitian. Tingkat pengangguran di Jawa Barat sebesar 10,95 persen (BPS, 2006), Sehingga harga bayangan upah tenaga kerja tidak terdidik sebesar 89,05 persen dari upah pada harga finansialnya. d. Harga Bayangan Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama dan termasuk input non tradable dalam usahatani. Penentuan harga bayangan lahan didasarkan oleh nilai sewa lahan tersebut, karena sulit untuk mengukur nilai dari suatu usahatani. Sewa lahan di Kecamatan Cijeruk, Kabuaten Bogor adalah sebesar Rp 3.000.000,00 per hektar, per tahun.
Sedangkan untuk sewa lahan di Kecamatan Jalan Cagak,
Kabupaten Subang sewa lahannya adalah sebesar Rp 1.000.000,00 per hektar, per tahun. e. Harga Bayangan Nilai Tukar Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan atas perkembangan nilai tukar dollar. Untuk menentukan harga bayangan nilai tukar digunakan formula yang telah dirumuskan oleh Squire dan Van Der Tak dalam Gittinger (1986) yaitu : SER =
OER SCF
Dimana
:
SER2006
: Shadow exchange rate (nilai tukar bayangan) tahun 2006
OER2006
: Official exchange rate (nilai tukar resmi) tahun 2006
SCF2006
: Standar convertion factor (faktor konversi standar) tahun 2006
Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut : SCF =
M+X (M + Tm ) + (X − TX )
Dimana : M : Nilai impor X : Nilai ekspor Tm : Pajak impor TX : Pajak ekspor f. Harga Bayangan Bunga Modal Kerja Harga bayangan bunga modal adalah tingkat-tingkat bunga tetentu atau tingkat pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah (Suryana, 1981). Tingkat pengembalian riil yang merupakan harga bayangan modal dapat ditentukan setelah menyesuaikan tingkat bunga riil dengan kebijakan pajak atau subsidi modal yang dilakukan pemerintah. Karena dalam analisis ekonomi, pajak atau subsidi modal diperoleh dari tingkat bunga riil. Bunga untuk analisis finansial ditaksir dengan menghitung tinggat bunga yang berlaku umum pada Bank pemerintah. Saat ini bunga yang berlaku di Bank pemerintah sebesar 11,5%. Pada penelitian ini, sumber dana yang digunakan petani di kedua lokasi penelitian berasal dari petani itu sendiri, sehingga harga bayangan bunga modal kerja tidak diperhitungkan dalam analisis ekonomi.
4.6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui perubahan perhitungan biaya dan manfaat dari perubahan input atau output dari hasil analisis suatu aktivitas perekonomian. Perubahan yang dimasukkan dalam penelitian ini yaitu perubahan harga pupuk dan perubahan dari harga output, adapun analisis sensitivitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis sensitivitas jika terjadi penurunan harga output. Analisis sensitivitas yang pertama yaitu jika harga output turun. Untuk Kecamatan Cijeruk, asumsinya jika harga output turun menjadi Rp 700 dan untuk Kecamatan Jalan Cagak, asumsinya jika harga output turun menjadi Rp 500. Penentuan asumsi harga 0utput turun, yaitu berdasarkan keterangan petani mengenai penurunan harga yang pernah terjadi. 2. Analisis sensitivitas jika terjadi kenaikkan harga input 15 persen. Analisis sensitivitas kedua yang dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta daya saing pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang bila terjadi peningkatan biaya pupuk sebesar 15 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus). Penggunaan analisis sensitivitas untuk kenaikan harga input pupuk anorganik sesuai dengan kebijakan pemerintah, untuk menaikkan harga pupuk anorganik sebesar 10-15 persen. Persentasi yang digunakan dalam peningkatan harga pupuk anorganik adalah 15 persen.
3. Analisis sensitivitas jika bila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menguat. Analisis Sensitivitas yang ketiga dilakukan untuk menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta keunggulan kompetitif dan komparatif pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menguat menjadi Rp 8.465/US$. Nilai ini diperoleh dari data tujuh tahun terakhir nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. 4. Analisis sensitivitas jika terjadi penurunan jumlah output sebesar 40 persen. Analisis sensitivitas yang keempat dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta dayasaing pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bila terjadi penurunan produksi nenas 40% dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus). Penurunan produksi 40% dipilih berdasarkan penelitian Dwi Sartiami, seorang peneliti Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang menemukan bahwa Pineapple Melybug Wilt atau PMW dapat menurunkan produksi nenas sampai 40%. 5. Analisis sensitivitas gabungan. Analisis Sensitivitas yang terakhir adalah analisis sensitivitas gabungan dari tiga perubahan variabel yaitu: meningkatnya harga input sebesar 15 persen, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Rp 8.465/US$, dan menurunnya produksi nenas sebesar 40 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Bogor
Secara geografis Kabupaten Bogor berada pada posisi 106.10 Bujur timur dan 6.190
–
6.470 Lintang Selatan dengan luas wilayah sekitar 317.102 hektar.
Kondisi ini memungkinkan untuk melakukan kegiatan bertani sepanjang tahun. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Bogor sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan
: Kabupaten Tangerang, Kabupaten/ Kota Bekasi dan Kota Depok
2. Sebelah Timur berbatasan dengan
: Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan
: Kabupaten
Sukabumi
dan
Kabupaten Cianjur 4. Sebelah Barat berbatasan dengan
: Kabupaten Lebak Propinsi Banten, serta di tengah-tengah terletak Kota Bogor
Secara administratif Kabupaten Bogor terdiri atas 40 Kecamatan dan 427 Desa/ Kelurahan. Bila ditinjau dari topografi, wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, dimulai dari daerah bagian selatan yang merupakan daerah pegunungan sampai daerah utara yang merupakan daerah dataran rendah. Pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor terdiri dari lahan sawah seluas 48.598 Ha, lahan kebun 67.680 Ha, padang rumput 820 Ha, bangunan 41.142 Ha, kolam 2.323 Ha, hutan rakyat 16.288 Ha, hutan Negara 44.587 Ha, perkebunan 26.505 Ha dan selebihnya seluas 69.354 Ha diperlukan untuk keperluan lain-lain.
Salah satu aset pembangunan yang paling dominan yang dimiliki banyak negara berkembang pada umumnya adalah jumlah penduduk dan angkatan kerja yang demikian besar jumlahnya. Hasil registrasi penduduk akhir 2005 tercatat bahwa penduduk Kabupaten Bogor yaitu 3.7.00.207 jiwa dan jumlah ini merupakan yang terbesar diantara Kabupaten/ Kota di Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-lakinya berjumlah 1.880.535 jiwa dan perempuan 1.819.672 jiwa dengan ratio jenis kelamin 103. Sarana dan prasara pendidikan yang tersedia di Kabupaten Bogor antara lain SD Negeri ada 1.558 unit, SD Swasta 82 unit. Adapun SLTP Negeri berjumlah 61 unit dan SLTP Swasta ada 437 unit. Sedangkan untuk SLTA Negeri ada sebanyak 31 unit dan SLTA Swasta sebanyak 240 unit. Sedangkan untuk sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia antara lain tiga rumah sakit pemerintah, satu rumah sakit khusus, dan empat rumah sakit swasta. Sedangkan jumlah puskesmas sebanyak 101 puskesmas dan 73 puskesmas pembantu. Sarana jalan yang tesedia di Kabupaten bogor terdiri dari Jalan aspal, jalan tanah, dan jalan setapak atau jalan kecil.
5.1.1. Karakteristik Responden
Lokasi penelitin di Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Jalan Cagak. Desa penghasil nenas di Kecamatan Cijeruk antara lain Desa Cipelang dan Desa Sukaharja. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dilihat yaitu umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan nenas dan status kepemilikan lahan. Sebagian besar petani nenas di Kecamatan Cijeruk menjadikan usahatani nenas sebagai mata pencaharian
sampingan karena selain bertani nenas para petani mempunyai mata pencaharian lain yang dijadikan usaha utamanya. Umur petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar 20 – 50 tahun. Luas pengusahaan lahan berkisar antara 0,2 – 1 hektar dengan status bukan milik sendiri. Pengalaman bertani nenas didapat dari orang tua secara turun temurun.
Sebagian besar petani sudah bertani nenas selama sembilan tahun.
Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar yaitu SD (70%) dan sisanya SLTP (30%). Jenis kelamin dari petani responden yaitu semuanya laki-laki. Dari 10 responden petani nenas di Kecamatan Cijeruk, masalah yang dihadapi sama yaitu mereka kesulitan dalam hal permodalan, sehingga mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli pupuk.
Kurangnya modal
menyebabkan para petani tidak dapat mengusahankan usahatani nenasnya dengan maksimal.
Oleh karena itu para petani sangat mengharapkan bantuan dari
pemerintah. Petani nenas di Kecamatan Cijeruk hanya menggunakan pupuk kandang, pupuk Urea, dan pupuk TSP, mereka tidak menggunakan pupuk KCL, hal ini dikarenakan mahalnya harga ppupuk KCL. Selain itu para petani juga tidak menyemprot tanamannya dengan pestisida, karena tanaman nenasnya jarang terserang penyakit. Jika dibandingkan dengan nenas Subang ukuran nenas Bogor relatif lebih kecil, karena varitas nenas Bogor lebih kecil sehingga hasil panen per hektarnya pun lebih sedikit. Sebagian petani nenas di Kecamatan Cijeruk sudah bisa memanfaatkan hasil panen nenasnya menjadi nenas olahan, seperti dodol nenas, permen nenas,
dan minuman kemasan dari sari nenas.
Kesulitan dana menyebabkan usaha
tersebut belum bisa dikembangkan.
5.1.2. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran nenas di Kecamatan Cijeruk dapat dibagi dua yaitu: 1. Pola I
: Petani
Pedagang Pengumpul
Pasar Bogor/ Pasar Anyar.
2. Pola II
: Petani
Pasar Bogor/ Pasar Anyar/ warung buah (warung rujak).
Sebagian besar petani langsung menjual nenas ke pedagang pengumpul sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya transportasi.
5.2. Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Subang
Kabupaten Subang merupakan wilayah yang secara administrative terletak di Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar 205.176,95 hektar atau 5,39 persen luas dari Propinsi Jawa Barat dengan ketinggian tempat antara 0-1500 meter diatas permukaan laut. Kabupaten Subang terbagi dalam 3 zona daerah yaitu 45,15 persen bagian merupakan dataran rendah, 34,85 persen bagian adalah daerah berbukit sedang dan 20 persen bagian lain merupakan daerah pegunungan. Secara geografis Kabupaten Subang berbatasan dengan wilayah lain yaitu : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan
: Laut Jawa
2. Sebelah Timur berbatasan dengan
: Kabupaten
Indramayu
dan
Sumedang 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan
: Kabupaten Bandung
4. Sebelah Barat berbatasan dengan
: Kabupaten Sumedang
Karawang
dan
Dengan struktur geografis yang 20 persen bagian merupakan pegunungan, menjadikan Kabupaten Subang memiliki objek wisata yaitu Gunung Tangkuban Perahu, Ciater dan perkebunan-perkebunan teh yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Objek-objek wisata tersebut tersebut merupakan peluang yang baik bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi daerahnya. Jumlah penduduk Kabupaten Subang berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang (2006) sebanyak 1.441.191 orang, dengan komposisi 730.656 orang laki-laki, dan 710.535 orang perempuan.
Laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Subang mencapai 1,35 persen dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 776,92 per Km2. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2006, penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja di Kabupaten Subang berjumlah 578.167 jiwa. Lapangan pekerjaan pertanian masih merupakan sektor paling dominan dalam menyerap tenaga kerja sebesar 57,42 persen. Tingginya lapangan pekerjaan di sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja karena lapangan pekerjaan sektor ini tidak banyak membutuhkan tenaga terdidik dan terampil. Jumlah tenaga kerja terbanyak kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,83 persen, dan yang ketiga adalah sektor industri pengolahan yang menyerap tenaga kerja sebesar 38.331 jiwa atau 6,73 persen.
5.2.1. Karakteristik Responden
Lokasi penelitian di Kabupaten Subag yaitu di Kecamatan Jalan Cagak. Hampir seluruh Desa di Kecamatan Jalan Cagak memiliki usahatani nenas,
diantaranya Desa Bunihayu, Desa Jalan Cagak, Desa Tambakan. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dilihat yaitu umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan nenas dan status kepemilikan lahan. Sebagian besar petani nenas di Kecamtan Jalan Cagak mengusahakan sebagai mata pencaharian Utama karena mereka tidak memiliki usaha lain selain bertani nenas. Umur petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar 26 – 50 tahun. Luas pengusahaan lahan berkisar antara 0,1–1 hektar dengan status bukan milik sendiri. Pengalaman bertani nenas didapat dari orang tua secara turun temurun. Sebagian besar petani sudah bertani nenas lebih dari sepuluh tahun. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar yaitu SD (50%) SLTP (30%), dan SLTA (20%). Jenis kelamin dari petani responden yaitu semuanya laki-laki. Permasalahan yang dihadapi petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak sama dengan permasalahan yang dihadapi petani nenas di Kecamatan Cijeruk , dari 10 responden petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak, masalah yang dihadapi yaitu mereka kesulitan dalam hal permodalan, sehingga mereka tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli pupuk. Kurangnya modal menyebabkan para petani tidak dapat mengusahankan usahatani nenasnya dengan maksimal. Oleh karena itu para petani sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah. Petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak umumnya memakai pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP, dan juga pupuk KCL, tetapi pupuk yang mereka gunakan belum mengikuti dosis pupuk yang dianjurkan. Sama seperti petani nenas di Kecamatan Cijeruk, petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak juga
tidak menggunakan pestisida, hal ini disebabkan tidak adanya dana untuk penyemprotan dan serangan penyakit yang menyerang tanaman nenas mereka tidak terlalu banyak.
5.2.2. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran di Kecamatan Jalan Cagak dapat dibagi dua yaitu: 1. Pola I
: Petani
Pedagang Pengumpul
Pasar/ Pedagang Pengecer/
Industri Pengolahan 2. Pola II : Petani
Pasar/ Industri Pengolahan.
3. Pola III : Petani
Pedagang pengumpul
Eksportir nenas.
Sebagian besar petani langsung menjual nenas ke pedagang pengumpul sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya transportasi. Sebenarnya petani bisa memasarkan langsung ke Industri pengolahan nenas yang ada di Subang seperti Dodol, Keripik nenas, tetapi karana kecilnya jumlah panen setiap petani sehingga menyebabkan biaya angkut menjadi besar. Oleh karena itu sebagian besar petani lebih suka menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul.
VI. ANALISIS DAYA SAING NENAS
6.1. Kondisi Usahatani Nenas
Pengusahaan nenas yang dilakukan di kedua daerah tidak jauh berbeda, tetapi ada beberapa perbedaan. Perbedaan pertama yaitu petani nenas yang ada di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor tidak menggunakan pupuk KCL, sedangkan petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang menggunakan pupuk KCL. Perbedaan yang kedua yaitu varietas cultivar nenas yang dibudidayakan di kedua lokasi penelitian berbeda. Varietas yang dibudidayakan di Kecamatan Cijeruk yaitu varietas Queen (daun pendek, berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut, kadar air lebih rendah), sedangkan varietas yang dibudidayakan di Kecamatan Jalan Cagak yaitu varietas Smooth Cayenne (daun halus, tidak berduri, buah besar, kadar air lebih tinggi). Perbedaan yang lainnya yaitu dari segi harga, Harga jual nenas Bogor dari petani ke pedagang pengumpul lebih tinggi dari harga jual nenas Subang. Walaupun sudah memiliki kelompok tani, tehnik budidaya nenas yang dilakukan para petani di kedua daerah tersebut masih belum maksimal. Hal tersebut dikarenakan para petani mengalami kesulitan dalam hal modal pertanian, sehingga untuk membeli input seperti pupuk dan obat-obatan para petani hanya membeli sesuai kemampuannya. Banyak petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Selama ini pihak IPB sudah mencoba membantu petani nenas antaralain dengan memberikan peminaan tentang cara bertani nenas dengan menggunakan sistem SPO. Sebagian besar petani nenas, di kedua lokasi penelitian memasarkan hasil panennya ke pedagang pengumpul (tengkulak). Hal
ini sebenarnya kurang menguntungkan bagi para petani, karena harga yang ditawarkan para tengkulak terlalu rendah. Tetapi hal ini tetap dilakukan para petani, karena para petani tidak ingin repot memasarkan hasil panennya.
6.2. Struktur Penggunaan Biaya dalam Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
Pada pengusahaan nenas yang dilakukan oleh petani nenas di Kecamatan Cijeruk, Komponen biaya input poduksi yang digunakan adalah bibit (22,97 persen), pupuk (9,09 persen), tenaga kerja (44,72 persen), peralatan (0,26 persen), sewa lahan (22,97 persen). Proporsi penggunaan input terbesar adalah untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 44,72 persen. Pada Tabel 8 dapat dilihat biaya rata-rata produksi usahatani nenas yang dilakukan oleh petani responden di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Tabel 8. Biaya Produksi Rata-rata Usahatani Nenas Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, (Luas 1 Ha) Musim Tanam Tahun 2006 Persentase (%) No Uraian Nilai (Rp/Ha) Rp/Kg 2 1 Sewa Lahan 4.500.000 197,65 22,97 2 Bibit 4.500.000 197,65 22,97 3 Pupuk Urea 763.392 33,53 3,90 TSP 226.785 9,96 1,16 Pupuk Kandang 790.178 34,71 4,03 4 Tenaga Kerja Persiapan 4.062.500 178,43 20,74 penanaman 762.500 33,49 3,89 Perawatan 3.625.000 159,22 18,50 Pemupukan 312.500 13,73 1,60 5 Peralatan Cangkul 27.000 1,19 0,14 Kored 11.250 0,49 0,06 Golok 11.250 0,49 0,06 total 19.592.355 860,53 100,00 2
Keterangan * : Biaya per kilo gram = Biaya total (Rp/Ha) dibagi dengan hasil panen per hektar (22.767,86 Kg).
Pada Tabel 8, dapat dilihat biaya rata-rata produksi per kilogram yang dikeluarkan 10 petani responden nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor diperoleh dari jumlah biaya yang dikeluarkan dibagi dengan 22.767,86 Kg ( yang merupakan rata-rata produksi nenas per hektar yang dihasilkan oleh 10 petani responden pada tahun 2006).
6.3. Analisis Daya Saing Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor
Pendekatan yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi yaitu melalui analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui daya saing suatu komoditi ( keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif ) adalah Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) yang disusun berdasarkan data penerimaan, biaya produksi, dan biaya tataniaga yang dihitung berdasarkan harga finansial (privat) dan harga ekonomi (bayangan atau sosial).
Masing-masing
biaya produksi pada harga finansial dan ekonomi dibagi menjadi komponen tradable (asing) dan non tradable (domestik).
Nilai penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga kemudian dihitung ke dalam analisis finansial dan ekonomi, selanjutnya dialokasikan kedalam komponen tradable dan non tradable. Hasil perhitungan dari penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga dapat dilihat pada Lampiran 7. Setelah perhitunganperhitungan tersebut dilakukan, maka disusunlah natriks PAM yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (RP/Kg Nenas) Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable 1.000,00 Harga Privat 12,61 946,88 40,51 Harga Sosial 3.030,03 18,24 819,55 2.192,24 Dampak Kebijakan -2.030,03 -5,63 127,33 -2.151,74
Dari Tabel 9 dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai-nilai yang akan menjadi indikator tingkat keuntungan yang diperoleh dari usahatani nenas pada kondisi finansial dan ekonomi. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif serta pengaruh kebijakan pemerintah terhadap input dan output. Berdasarkan Tabel 9, maka dapat diperoleh indikator-indikator analisis PAM yang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Indikator-Indikator dari Analisis PAM pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 Indikator Keuntungan Privat (KP) Keuntungan Sosial (KS) Transfer Bersih (TB) Rasio Biaya Privat (PCR) Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) Transfer Output (TO) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Transfer Input (TI) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) Transfer Faktor (TF) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) Rasio Subsidi Produsen (SRP) Koefisien Keuntungan (PC)
Nilai
40,51 2.192,24 -2.151,74 0,96 0,27 -2.030,03 0,33 -5,63 0,69 127,33 0,33 -0,71 0,02
6.3.1. Analisis Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif adalah suatu indikator yang menunjukan bahwa komoditi yang dihasilkan memiliki efisiensi secara finansial. Untuk mengetahui keunggulan kompetitif dapat dilihat dari nilai PCR ( Private Cost Ratio/ Rasio Biaya Privat ) dan KP ( Keuntungan Privat ). Nilai PCR dan KP dihasilkan dari perhitungan komponen biaya finansial (Input Tradable dan Input Non Tradable), penerimaan finansial dan keuntungan finansial.
Nilai finansial tersebut baik
biaya, penerimaan dan keuntungan merupakan nilai sebenarnya yang diterima petani. Keuntungan Privat (KP) pengusahaan nenas merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram buah nenas. Harga yang digunakan dalam analisis ini adalah harga aktual yang tejadi di pasar yang telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 9 dapat dilihat penerimaan nenas secara finansial adalah sebesar
Rp 1.000,00 per kilogram nenas. Biaya total
yang dikeluarkan Rp 959,49 per kilogram nenas, yang terdiri dari biaya input tradable sebesar Rp 12,61 dan biaya input non tradable sebesar Rp 946,88.
Keuntungan privat yang diperoleh adalah sebesar Rp 40,51 artinya bahwa keuntungan yang diterima pengusahaan nenas dengan adanya kebijakan pemerintah dan terjadinya distorsi harga adalah sebesar Rp 40,51 per kilogram nenas. Dengan nilai Keuntungan Privat (KP) yang lebih besar dari nol (KP > 0) menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk menguntungkan dan layak untuk dijalankan saat adanya intervensi dari pemerintah. Keunggulan kompetitif suatu komoditi dapat dilihat dari bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi finansial dalam
pengusahaan nenas. Efisiensi finansial dapat diukur dengan menggunakan Rasio Biaya Privat (PCR) yang merupakan rasio antara biaya input non tradable dengan selisih antara penerimaan dan biaya input tradable pada tingkat harga aktual. Suatu aktivitas akan efisien secara finansial apabila nilai PCR yang diperoleh lebih kecil dari satu ( PCR < 1 ). Nilai
PCR < 1 berarti sistem komoditi
tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat (terdapat kebijakan pemerintah/ intervensi pemerintah). Semakin kecil nilai PCR, maka semakin besar tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai PCR nenas Bogor adalah 0,96 (Tabel 10). Nilai PCR sebesar 0,96 artinya untuk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat diperlukan faktor sumberdaya domestik sebesar 0,96 satuan. Berdasarkan nilai tesebut, dapat diartikan bahwa usahatani nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor memiliki keunggulan kompetitif.
6.3.2. Analisis Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif merupakan salah satu indikator untuk menilai apakah usahatani nenas mempunyai dayasaing yang tinggi, mampu hidup tanpa bantuan pemerintah dan kegagalan pasar. Keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai Keuntungan Sosial (KS) dan Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). Nilai KS dan DRC dalam analisis keunggulan komparatif nenas, merupakan indikator yang menunjukan tingkat efisiensi pengunaan sumberdaya dan tingkat keuntungan pengusahaan nenas secara sosial atau dalam kondisi pasar persaingan sempurna.
Keuntungan Sosial (KS) adalah keuntungan yang diperoleh jika terjadi pasar persaingan sempurna, dimana tidak ada campur tangan pemerintah dan kegagalan pasar . Berbeda dengan analisis Keuntungan Privat (KP), dalam analisis Keuntungan Sosial (KS) komponen input dan output dinilai dengan menggunakan harga bayangan. Dari Tabel 9 dapat dilihat besarnya nilai Keuntungan Sosial (KS) yang diperoleh dari usahatani nenas di Kecamatan Cijeruk bernilai positif (KS > 0) yaitu sebesar Rp 2.192,24 per kilogram nenas, yang berarti pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk menguntungkan secara ekonomi walaupun tanpa adanya kebijakan pemerintah. Pengusahaan nenas Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor memiliki Keuntungan Sosial (Rp 2.192,24) lebih besar dari Keuntungan Privat (Rp 40,51) (KS > KP).
Nilai KS yang lebih besar dari nilai KP, memiliki arti bahwa
pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk lebih menguntungkan pada saat tidak adanya intervensi pemerintah baik terhadap input maupun output dibandingkan ketika adanya intervensi dari pemerintah. Keuntungan Privat (KP) yang lebih kecil dibandingkan dengan Keuntungan Sosial (KS) karena penerimaan ekonomi atau harga fob nenas cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 3.030,03 per kilogram. Selain itu biaya input non tradable yang dikeluarkan berdasarkan analisis ekonomi jauh lebih rendah, sehingga Keuntungan Sosial (KS) yang diperoleh dari pengusahaan nenas menjadi lebih tinggi dari pada Keuntuntungan Privatnya (KP). Faktor yang menyebabkan biaya input non tradable lebih rendah secara ekonomi dibandingkan dengan biaya input non tradable secara finansial diantaranya dapat dilihat dari unsur upah tenaga kerja tidak terdidik yang nilainya 89,05 persen ( berasal dari persentase penduduk yang bekerja di Jawa Barat) dari
upah finansialnya. Selain itu pada input non tradable secara ekonomi tidak ada biaya bunga modal, karena modal yang digunakan adalah modal dari petani sendiri. Keadaan ini menyebabkan biaya ekonomi yang dikeluarkan lebih kecil dari biaya finansialnya, sehingga keuntungan ekonomi menjadi lebih besar. Selain dari Keuntungan Sosial (KS), keunggulan komparatif pengusahaan nenas juga dapat diketahui dari Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). DRC merupakan rasio antara biaya non tradable dengan selisih antara penerimaan dan biaya tradable pada harga bayangan atau harga sosial yaitu tingkat harga tanpa adanya intervensi pemerintah. DRC menyatakan bahwa suatu usaha efisisen secara ekonomi jika nilanya kurang dari satu (DRC < 1).
Nilai DRC < 1
memiliki arti bahwa untuk memperoleh tambahan satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik lebih kecil dari satu rupiah yang dinilai pada harga sosial. Apabila nilai DRC > 1 menunjukkan semakin besar penggunaan sumberdaya atau terjadi pemborosan sumberdaya domestik. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk adalah 0,27 (Tabel 10). Hal ini mengindikasikan, bahwa untuk memproduksi nenas di Kecamatan Cijeruk hanya membutuhkan biaya sumberdaya domestik sebesar 27 persen terhadap biaya impor yang dibutuhkan. Dengan kata lain, setiap 1,00 US$ yang dibutuhkan untuk mengimpor komoditi tersebut, hanya dibutuhkan biaya domestik sebesar 0,27 US$ per kilogram. Artinya untuk memenuhi kebutuhan domestik akan komoditi nenas lebih baik diproduksi sendiri di Kecamatan Cijeruk dari pada mendatangkan atau mengimpor dari negara lain.
Nilai DRC yang kurang dari satu (DRC < 1) menunjukan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor memiliki keunggulan komparatif.
Nilai DRC yang lebih kecil dari nilai PCR (DRC < PCR),
menunjukan bahwa kebijakan pemerintah tidak meningkatkan efisiensi dalam pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk.
Keuntungan Sosial sebesar Rp
2.192,24 per kilogram nenas dan nilai DRC sebesar 0,27 terjadi jika nenas Bogor di jual pada pasar internasional, atau di ekspor dan tidak ada intervensi dari pemerintah.
6.3.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah
Kebijakan adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam suatu negara, selain itu kebijakan berguna untuk membantu perekonomian negara tersebut terhadap berlakunya perdagangan bebas, sehingga menuntut kita untuk memproduksi output yang berkualitas dan dapat bersaing di pasar dunia.
Kebijakan yang ditetapkan
pemerintah tersebut dapat berdampak positif atau negatif, pengaruhnya jika berdampak positif akan membantu pelaku bisnis dalam pengembangan usaha dan bagi pemerintah akan mendapatkan keuntungan berupa devisa. Berbeda jika kebijakan tersebut mempunyai dampak negatif, yang akan berakibat menurunnya tingkat produksi atau kerugian dalam usaha. Kebijakan pemerintah dapat berupa penentuan tarif impor, subsidi input maupun pajak. Untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah yang akan dilihat yaitu kebijakan terhadap output (Output Transfer/ TO, Nominal Protection Coefficient on Output/ NPCO) Kebiakan input meliputi
(Input Transfer/TI, Nominal
Protection Coefficient on Input/ NPCI) dan Transfer Factor/ TF) Input dan
kebijakan Input-Output (Effective Protection Coefficient/ EPC, Net Transfer/ TB, Proffitability Coefficient/ PC dan Subsidy Ratio to Producer/ SRP).
6.3.3.1. Analisis Kebijakan output
Kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dari dua nilai yaitu Transfer Output (TO) dan Koefisien proteksi Output Nominal (NPCO). Transfer Output (TO) adalah selisih antara penerimaan yang dihitung pada harga finansial dengan penerimaan yang dihitung pada harga bayangan.
Nilai positif dari
Transfer Output (TO > 0) menunjukkan besarnya intensif masyarakat (konsumen domestik) terhadap produsen. Dengan kata lain masyarakat membeli lebih tinggi dari harga seharusnya yang dibayarkan. Namun, jika Transfer Output bernilai negatif (TO < 0) berarti konsumen membeli dengan harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya. Nilai Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Indikator Nilai Transfer Output (TO) -2.030,03 Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) 0,33
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Transfer Output pada Kecamatan Cijeruk adalah negatif Rp 2.030,03 per kilogram nenas. Artinya harga output nenas di pasar domestik lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional atau terdapat transfer output dari produsen ke konsumen sebesar Rp 2.030,03
sehingga konsumen membeli komoditas nenas dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya.
Nilai transfer Output yang negatif juga berarti
terdapat kebijakan subsidi negatif atau pajak pada output yang membuat harga privat lebih rendah dari harga sosialnya. Nilai Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) adalah rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga finansial dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan. Nilai NPCO yang lebih kecil dari satu (NPCO < 1) menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor komoditi dengan pajak atau hambatan ekspor. Berdasarkan Tabel 11 nilai NPCO yang diperoleh dalam pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk sebesar 0,33 menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah berupa subsidi negatif (pajak) yang menyebabkan harga finansial lebih kecil dari harga bayangan. Produsen nenas di Kecamatan Cijeruk hanya menerima harga 33 persen dari harga yang seharusnya diterima. Kondisi ini mengakibatkan produsen tidak mendapatkan insentif untuk meningkatkan produksinya. Dampak dari hambatan ekspor ini tidak hanya berpengaruh terhadap petani, hambatan ekspor ternyata berdampak juga kepada konsumen domestik nenas.
Harga yang diterima oleh konsumen lebih rendah dari harga yang
seharusnya diterima. Dari analisis ini terbukti hambatan ekspor bertujuan untuk melindungi konsumen domestik.
6.3.3.2. Analisis Kebijakan Input
Kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi tidak hanya pada harga output, tetapi juga terhadap harga input. Kebijakan input
berupa subsidi dan hambatan impor terhadap input pertanian, bertujuan agar produsen dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan dapat melindungi produsen dalam negeri.
Untuk mengetahui besarnya insentif yang diberikan
pemerintah terhadap input produksi ditunjukan oleh nilai Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Nominal pada Input (NPCI). Indikator-indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap input dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Indikator-indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Indikator Nilai Transfer Input (TI) -5,63 Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) 0,69 Transfer Faktor (TF) 127,33
Nilai Transfer Input (TI) merupakan selisih antara biaya input tradable pada harga finansial dengan biaya input tradable pada harga bayangan. Apabila nilai Transfer Input (TI) yang diperoleh positif (TI > 0) berarti terdapat kebijakan subsidi negatif yaitu pajak pada input produksi. Sebaliknya jika nilai TI yang diperoleh negatif (TI < 0) menunjukkan adanya kebijakan subsidi pada input. Subsidi pada input akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan pada harga finansial lebih rendah dari tingkat harga bayangan atau sosial. Nilai Transer Input (TI) pada Tabel 12 diperoleh negatif sebesar 5,63, berarti bahwa kebijakan pemerintah pada input tradable menguntungkan petani nenas di Kecamatan Cijeruk sebesar Rp 5,63 per kilogram nenas.
Artinya
terdapat subsidi atas input asing (pupuk) dari pemerintah sehingga harga yang dibayarkan petani terhadap input tersebut lebih rendah dari pada harga yang sebenarnya.
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) merupakan rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga finansial dan biaya input tradable berdasarkan harga bayangan. Nilai NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradable apabila di bandingkan tanpa adanya kebijakan pemerintah. Nilai NPCI lebih dari satu (NPCI > 1) berarti terdapat kebijakan proteksi terhadap produsen input seperti terdapat pajak terhadap input tersebut, sementara sektor yang akan menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Sebaliknya Nilai NPCI yang kurang dari satu (NPCI < 1) berarti terdapat subsidi terhadap input tersebut. Berdasarkan hasil analisis nilai NPCI yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Cijeruk sebesar 0,69 (Tabel 12). Nilai tersebut berarti bahwa terdapat kebijakan proteksi terhadap konsumen input berupa subsidi yang menyebabkan harga finansial input lebih rendah dibandingkan harga bayangannya. Sehingga pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk menerima harga input yang lebih murah sebesar 69 persen dari harga yang seharusnya. Selain input yang diperdagangkan (tradable), produsen juga menggunakan input domestik yang tidak diperdagangkan di pasaran dunia (non tradable). Besaran yang menunjukkan perbedaan antara harga yang sesungguhnya diterima produsen dengan harga sosial untuk pembayaran faktor produksi yang tidak diperdagangkan (non tradable) disebut Transfer Faktor (TF). Pada Tabel 12, menunjukkan nilai Transfer Faktor (TF) pada pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk bernilai positif yaitu sebesar Rp 127,33. Nilai ini menunjukkan bahwa harga input non tradable yang dikeluarkan pada harga finansial lebih tinggi dibandingkan dengan input non tradable yang dikeluarkan
pada harga sosial. Artinya petani membayar biaya input non tradable lebih tinggi dari yang seharusnya yang dibayarkan.
Sehingga petani mendapat kerugian
sebesar Rp 127,33 per kilogram nenas. Nilai Transfr Faktor (TF) yang positif menunjukkan bahwa terdapat kebijakan pemerintah terhadap input domestik berupa subsidi negatif. Adanya perbedaan pada biaya non tradable finansial dan ekonomi disebabkan oleh unsur pajak dan perhitungan upah tenaga kerja tidak terdidik pada harga sosial yang nilainya sebesar 89,05 persen dari upah yang sebenarnya, atau 10,95 persen lebih rendah dari upah tenaga kerja pada harga finansial.
6.3.3.3. Analisis Kebijakan Input-Output
Analisis kebijakan pemerintah pada input-output merupakan gabungan antara kebijakan input dan kebijakan output.
Dampak kebijakan secara
keseluruhan baik terhadap input maupun terhadap output dapat dilihat dari Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP). Hasil perhitungan indikator pada analisis kebijakan input-output pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Indikator Nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) 0,33 Transfer Bersih (TB) -2.151,74 Koefisien Keuntungan (PC) 0,02 Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) -0,71
Koefisien proteksi efektif (EPC) merupakan gabungan antara Koefisien Proteksi Output Niminal (NPCO) dengan Koefisien proteksi Input Nominal
(NPCI). EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. EPC merupakan rasio antara selisih penerimaan dan biaya input tradable yang dihitung pada harga aktual dengan selisih penerimaan dan biaya input tradable yang dihitung pada harga bayangan.
Nilai EPC lebih dari satu (EPC > 1) berarti kebijakkan
pemerintah untuk melindungi produsen domestik berjalan dengan efektif atau kebijakan tersebut memberikan insentif kepada produsen untuk terus berproduksi. Jika nilai EPC kurang dari satu (EPC < 1), maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk berproduksi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisisen Proteksi Efektif (EPC) di Kecamatan Cijeruk adalah 0,33. Artinya dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output pada pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk belum berjalan secara efektif atau kebijakan pemerintah saat ini kurang mendukung atau melindungi petani nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor untuk berproduksi. Transfer Bersih (TB) adalah Selisih Keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Nilai TB menunjukkan bahwa adanya tambahan surplus produsen atau berkurangnya surplus produsen akibat adanya kebijakan pemerintah. Nilai TB yang positif menunjukkan bahwa adanya kebijakan insentif yang membuat surplus produsen bertambah. Sedangkan nilai TB yang negatif mengakibatkan surplus produsen berkurang. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai TB yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Cijeruk adalah negatif Rp 2.151,74 perkilogram nenas (Tabel 13). Ini berarti belum terlihat adanya insentif ekonomi
untuk meningkatkan produksi nenas.
Sehingga surplus produsen berkurang
sebesar Rp 2.151,74 per kilogram nenas. Koefisien Keuntungan (PC) merupakan rasio antara keuntungan bersih aktual dengan keuntungan bersih ekonomi.
Nilai PC menunjukkan pengaruh
gabungan pada output, input tradable dan input non tradable.
Rasio PC ini
digunakan untuk melihat dampak kebijakan yang menyebabkan perbedaan tingkat keuntungan privat (finansial) dan keuntungan ekonomi (sosial). Nilai PC juga menunjukkan
pengaruh
keseluruhan
dari
kebijakan
yang
menyebabkan
keuntungan privat berbeda dengan keuntungan ekonomi. Nilai PC yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Cijeruk sebesar 0,02 (Tabel 13)., artinya kebijakan pemerintah menyebabkan keuntungan yang diperoleh dari pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk adalah sebesar 2 persen dari keuntungan yang seharusnya diperoleh. Dengan demikian, kebijakan pemerintah menyebabkan keuntungan bersih yang diterima lebih kecil dari keuntungan bersih sosialnya. Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) merupakan rasio antara transfer bersih dengan penerimaan berdasarkan harga bayangan.
Nilai Rasio Subsidi bagi
Produsen negatif (SRP < 0) menunjukan adanya kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi terhadap input yang lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi. Sedangkan bila nilai Rasio Subsidi bagi Produsen positif (SRP > 0) berarti adanya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi terhadap input lebih rendah dari biaya imbang untuk berproduksi. Rasio Subsidi bagi Produsen yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor adalah negatif 0,71. Nilai SRP ini berarti bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku
selama ini menyebabkan petani nenas mengeluarkan biaya produksi lebih besar 71 persen dari biaya imbang (opportunity cost) untuk berproduksi.
6.4. Struktur Penggunaan Biaya dalam Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang
Pada pengusahaan nenas yang dilakukan oleh petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Komponen biaya input poduksi yang digunakan adalah bibit (17,98 persen), pupuk (12,51 persen), tenaga kerja (61,17 persen), peralatan (0,27 persen), sewa lahan (8,08 persen). Proporsi penggunaan input terbesar adalah untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 61,17 persen. Pada Tabel 14 dapat dilihat biaya rata-rata produksi usahatani nenas yang dilakukan oleh petani responden di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. Tabel 14.
Biaya Produksi Rata-rata Usahatani Nenas Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, (Luas 1 Ha) Musim Tanam Tahun 2006 Persentase No Uraian Nilai (RP/ Ha) Rp/Kg3 (%) 1 Sewa Lahan 1.500.000 31,48 8,08 2 Bibit 3.338.461 70,06 17,98 3 Pupuk Urea 1.159.615 24,33 6,24 TSP 212.820 4,47 1,15 KCL 526.923 11,06 2,84 Pupuk Kandang 423.077 8,88 2,28 4 Tenaga Kerja Persiapan 4.400.000 92,33 23,69 penanaman 1.760.000 36,93 9,48 Perawatan 4.400.000 92,33 23,69 Pemupukan 800.000 16,79 4,31 5 Peralatan Cangkul 27.000 0,57 0,15 Sabit 11.250 0,24 0,06 Golok 11.250 0,24 0,06 18.570.396 389,69 100,00 total
3
Keterangan * : Biaya per kilo gram = Biaya total (Rp/Ha) dibagi dengan hasil panen per hektar (47.653,85 Kg).
Pada Tabel 14, dapat dilihat biaya rata-rata produksi per kilogram yang dikeluarkan 10 petani responden nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang, diperoleh dari jumlah biaya yang dikeluarkan dibagi dengan 47.653,85 Kg (yang merupakan rata-rata produksi nenas per hektar yang dihasilkan oleh 10 petani responden pada tahun 2006).
6.5. Analisis Daya Saing Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang
Pendekatan yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi yaitu melalui analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui dayasaing suatu komoditi ( keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif ) adalah Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matriks) yang disusun berdasarkan data penerimaan, biaya produksi, dan biaya tataniaga yang dihitung berdasarkan harga finansial (privat) dan harga ekonomi (bayangan atau sosial).
Masing-masing
biaya produksi pada harga finansial dan ekonomi dibagi menjadi komponen tradable (asing) dan non tradable (domestik).
Nilai penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga kemudian dihitung ke dalam analisis finansial dan ekonomi, selanjutnya dialokasikan kedalam komponen tradable dan non tradable. Hasil perhitungan dari penerimaan, biaya produksi dan biaya tataniaga dapat dilihat pada Lampiran 8. Setelah perhitunganperhitungan tersebut dilakukan, maka disusunlah natriks PAM yang dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (RP/Kg Nenas) Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 750,00 11,56 422,96 315,48 Harga Sosial 2.950,03 15,36 361,36 2.573,30 Dampak Kebijakan -2.200,03 -3,81 61,60 -2.257,82
Dari Tabel 15 dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai-nilai yang akan menjadi indikator tingkat keuntungan yang diperoleh dari usahatani nenas pada kondisi finansial dan ekonomi. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif serta pengaruh kebijakan pemerintah terhadap input dan output. Berdasarkan Tabel 15, maka dapat diperoleh indikator-indikator analisis PAM yang disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Indikator-Indikator dari Analisis PAM pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 Indikator Nilai Keuntungan Privat (KP) 315,48 Keuntungan Sosial (KS) 2.573,30 Transfer Bersih (TB) -2.257,82 Rasio Biaya Privat (PCR) 0,57 Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) 0,12 Transfer Output (TO) -2.200,03 Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) 0,25 Transfer Input (TI) -3,81 Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) 0,75 Transfer Faktor (TF) 61,60 Koefisien Proteksi Efektif (EPC) 0,25 Rasio Subsidi Produsen (SRP) -0,77 Koefisien Keuntungan (PC) 0,12
6.5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif adalah suatu indikator yang menunjukan bahwa komoditi yang dihasilkan memiliki efisiensi secara finansial. Untuk mengetahui keunggulan kompetitif dapat dilihat dari nilai PCR ( Private Cost Ratio/ Rasio Biaya Privat ) dan KP ( Keuntungan Privat ). Nilai PCR dan KP dihasilkan dari perhitungan komponen biaya finansial (Input Tradable dan Input Non Tradable), penerimaan finansial dan keuntungan finansial.
Nilai finansial tersebut baik
biaya, penerimaan dan keuntungan merupakan nilai sebenarnya yang diterima petani. Keuntungan Privat (KP) pengusahaan nenas merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu kilogram buah nenas. Harga yang digunakan dalam analisis ini adalah harga aktual yang tejadi di pasar yang telah dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 15, dapat dilihat penerimaan nenas secara finansial adalah sebesar
Rp 750,00 per kilogram nenas. Biaya total yang
dikeluarkan Rp 434,52 per kilogram nenas, yang terdiri dari biaya input tradable sebesar Rp 11,56 dan biaya input non tradable sebesar Rp 422,96. Keuntungan privat yang diperoleh adalah sebesar Rp 315,48, artinya bahwa keuntungan yang diterima pengusahaan nenas dengan adanya kebijakan pemerintah dan terjadinya distorsi harga adalah sebesar Rp 315,48 per kilogram nenas. Dengan nilai Keuntungan Privat (KP) yang lebih besar dari nol (KP > 0) menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak menguntungkan dan layak untuk dijalankan saat terdapat kebijakan pemerintah. Keunggulan kompetitif suatu komoditi dapat dilihat dari bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi finansial dalam
pengusahaan nenas. Efisiensi finansial dapat diukur dengan menggunakan Rasio Biaya Privat (PCR) yang merupakan rasio antara biaya input non tradable dengan selisih antara penerimaan dan biaya input tradable pada tingkat harga aktual. Suatu aktivitas akan efisien secara finansial apabila nilai PCR yang diperoleh lebih kecil dari satu (PCR < 1). Nilai
PCR < 1 berarti sistem komoditi tersebut
mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat (terdapat kebijakan pemerintah/ intervensi pemerintah). Semakin kecil nilai PCR, maka semakin besar tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai PCR nenas Subang adalah 0,57 (Tabel 16). Nilai PCR sebesar 0,57 artinya untuk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat diperlukan faktor sumberdaya domestik sebesar 0,57 satuan. Berdasarkan nilai tesebut, dapat diartikan bahwa usahatani nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki keunggulan kompetitif.
6.5.2. Analisis Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif merupakan salah satu indikator untuk menilai apakah usahatani nenas mempunyai dayasaing yang tinggi, mampu hidup tanpa bantuan pemerintah dan kegagalan pasar. Keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai Keuntungan Sosial (KS) dan Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). Nilai KS dan DRC dalam analisis keunggulan komparatif nenas, merupakan indikator yang menunjukan tingkat efisiensi pengunaan sumberdaya dan tingkat keuntungan pengusahaan nenas secara sosial atau dalam kondisi pasar persaingan sempurna.
Keuntungan Sosial (KS) adalah keuntungan yang diperoleh jika terjadi pasar persaingan sempurna, dimana tidak ada campur tangan pemerintah dan kegagalan pasar . Berbeda dengan analisis Keuntungan Privat (KP), dalam analisis Keuntungan Sosial (KS) komponen input dan output dinilai dengan menggunakan harga bayangan. Dari Tabel 15 dapat dilihat besarnya nilai Keuntungan Sosial (KS) yang diperoleh dari usahatani nenas di Kecamatan Jalan Cagak bernilai positif
(KS > 0) yaitu sebesar Rp 2.573,30 per kilogram nenas, yang berarti
pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak menguntungkan secara ekonomi walaupun tanpa adanya kebijakan pemerintah. Pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki Keuntungan Sosial (Rp 2.573,30) lebih besar dari Keuntungan Privat (Rp 315,48) (KS > KP). Nilai KS yang lebih besar dari nilai KP, memiliki arti bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak lebih menguntungkan pada saat tidak adanya intervensi pemerintah baik terhadap input maupun output dibandingkan ketika adanya intervensi dari pemerintah. Keuntungan Privat (KP) yang lebih kecil dibandingkan dengan Keuntungan Sosial (KS) karena penerimaan ekonomi atau harga fob nenas cukup tinggi, yaitu sebesar Rp 2.950,03 per kilogram. Selain itu biaya input non tradable yang dikeluarkan berdasarkan analisis ekonomi jauh lebih rendah, sehingga Keuntungan Sosial (KS) yang diperoleh dari pengusahaan nenas menjadi lebih tinggi dari pada Keuntuntungan Privatnya (KP). Faktor yang menyebabkan biaya input non tradable lebih rendah secara ekonomi dibandingkan dengan biaya input non tradable secara finansial diantaranya dapat dilihat dari unsur upah tenaga kerja non terdidik yang nilainya
89,05 persen ( berasal dari persentase penduduk yang bekerja di Jawa Barat) dari upah finansialnya. Selain itu pada input non tradable secara ekonomi tidak ada biaya bunga modal, karena modal yang digunakan adalah modal dari petani sendiri. Keadaan ini menyebabkan biaya ekonomi yang dikeluarkan lebih kecil dari biaya finansialnya, sehingga keuntungan ekonomi menjadi lebih besar. Selain dari Keuntungan Sosial (KS), keunggulan komparatif pengusahaan nenas juga dapat diketahui dari Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). DRC merupakan rasio antara biaya non tradable dengan selisih antara penerimaan dan biaya tradable pada harga bayangan atau harga sosial yaitu tingkat harga tanpa adanya intervensi pemerintah. DRC menyatakan bahwa suatu usaha efisisen secara ekonomi jika nilanya kurang dari satu ( DRC < 1 ).
Nilai DRC < 1
memiliki arti bahwa untuk memperoleh tambahan satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik lebih kecil dari satu rupiah yang dinilai pada harga sosial. Apabila nilai DRC > 1 menunjukkan semakin besar penggunaan sumberdaya atau terjadi pemborosan sumberdaya domestik. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai DRC yang diperoleh dari pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak adalah 0,12 (Tabel 16). Hal ini mengindikasikan, bahwa untuk memproduksi nenas di Kecamatan Jalan Cagak hanya membutuhkan biaya sumberdaya domestik sebesar 12 persen terhadap biaya impor yang dibutuhkan.
Dengan kata lain, setiap 1,00 US$ yang
dibutuhkan untuk mengimpor komoditi tersebut, hanya dibutuhkan biaya domestik sebesar 0,12 US$ per kilogram. Artinya untuk memenuhi kebutuhan domestik akan komoditi nenas lebih baik diproduksi sendiri di Kecamatan Jalan Cagak dari pada mendatangkan atau mengimpor dari negara lain.
Nilai DRC yang kurang dari satu (DRC < 1) menunjukan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki keunggulan komparatif. Nilai DRC yang lebih kecil dari nilai PCR (DRC < PCR), menunjukan bahwa kebijakan pemerintah tidak meningkatkan efisiensi dalam pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak. Keuntungan Sosial sebesar Rp 2.573,30 per kilogram nenas dan niali DRC sebesar 0,12 terjadi jika nenas Subang di jual pada pasar internasional, atau di ekspor dan tidak ada intervensi dari pemerintah.
6.5.3. Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah
Kebijakan adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam suatu negara, Selain itu kebijakan berguna untuk membantu perekonomian negara tersebut terhadap berlakunya perdagangan bebas, sehingga menuntut kita untuk memproduksi output yang berkualitas dan dapat bersaing di pasar dunia.
Kebijakan yang ditetapkan
pemerintah tersebut dapat berdampak positif atau negatif, pengaruhnya jika berdampak positif akan membantu pelaku bisnis dalam pengembangan usaha dan bagi pemerintah akan mendapatkan keuntungan berupa devisa. Berbeda jika kebijakan tersebut mempunyai dampak negatif, yang akan berakibat menurunnya tingkat produksi atau kerugian dalam usaha. Kebijakan pemerintah dapat berupa penentuan tarif impor, subsidi input maupun pajak. Untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah yang akan dilihat yaitu kebijakan terhadap output (Output Transfer/ TO, Nominal Protection Coefficient on Output/ NPCO) Kebiakan input meliputi
(Input Transfer/TI, Nominal
Protection Coefficient on Input/ NPCI) dan Transfer Factor/ TF) Input dan
kebijakan Input-Output (Effective Protection Coefficient/ EPC, Net Transfer/ TB, Proffitability Coefficient/ PC dan Subsidy Ratio to Producer/ SRP).
6.5.3.1. Analisis Kebijakan output
Kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dari dua nilai yaitu Transfer Output (TO) dan Koefisien proteksi Output Nominal (NPCO). Transfer Output (TO) adalah selisih antara penerimaan yang dihitung pada harga finansial dengan penerimaan yang dihitung pada harga bayangan.
Nilai positif dari
Transfer Output (TO > 0) menunjukkan besarnya intensif masyarakat (konsumen domestik) terhadap produsen. Dengan kata lain masyarakat membeli lebih tinggi dari harga seharusnya yang dibayarkan. Namun, jika Transfer Output bernilai negatif (TO < 0) berarti konsumen membeli dengan harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya. Nilai Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Indikator Nilai Transfer Output (TO) -2.200,03 Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) 0,25
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Transfer Output pada Kecamatan Jalan Cagak adalah negatif Rp 2.200,03 per kilogram nenas. Artinya harga output nenas di pasar domestik lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional atau terdapat transfer output dari produsen ke konsumen sebesar Rp 2.200,03
sehingga konsumen membeli komoditas nenas dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya. Nilai transfer Output yang negatif juga berarti terdapat pajak pada output yang membuat harga privat lebih rendah dari harga sosialnya. Nilai Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) adalah rasio antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga finansial dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan. Nilai NPCO yang lebih kecil dari satu (NPCO < 1) menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor komoditi dengan pajak atau hambatan ekspor. Berdasarkan Tabel 17 nilai NPCO yang diperoleh dalam pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak sebesar 0,25 menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah yang menyebabkan harga finansial lebih kecil dari harga bayangan. Produsen nenas di Kecamatan Jalan Cagak hanya menerima harga 25 persen
dari harga yang seharusnya
diterima. Kondisi ini mengakibatkan produsen tidak mendapatkan insentif untuk meningkatkan produksinya. Dampak dari hambatan ekspor ini tidak hanya berpengaruh terhadap petani, hambatan ekspor ternyata berdampak juga kepada konsumen domestik nenas.
Harga yang diterima oleh konsumen lebih rendah dari harga yang
seharusnya diterima. Dari analisis ini terbukti hambatan ekspor bertujuan untuk melindungi konsumen domestik.
6.5.3.2. Analisis Kebijakan Input
Kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi tidak hanya pada harga output, tetapi juga terhadap harga input. Kebijakan input
berupa subsidi dan hambatan impor terhadap input pertanian, bertujuan agar produsen dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan dapat melindungi produsen dalam negeri.
Untuk mengetahui besarnya insentif yang diberikan
pemerintah terhadap input produksi ditunjukan oleh nilai Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Nominal pada Input (NPCI). Indikator-indikator dampak kebijakan pemerintah terhadap input dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Indikator-indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Indikator Nilai Transfer Input (TI) -3,81 Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) 0,75 Transfer Faktor (TF) 61,60
Nilai Transfer Input (TI) merupakan selisih antara biaya input tradable pada harga finansial dengan biaya input tradable pada harga bayangan. Apabila nilai Transfer Input (TI) yang diperoleh positif (TI > 0) berarti terdapat kebijakan subsidi negatif yaitu pajak pada input produksi. Sebaliknya jika nilai TI yang diperoleh negatif (TI < 0) menunjukkan adanya kebijakan subsidi pada input. Subsidi pada input akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan pada harga finansial lebih rendah dari tingkat harga bayangan atau sosial. Nilai Transer Input (TI) pada Tabel 18 diperoleh negatif sebesar 3,81, berarti bahwa kebijakan pemerintah pada input tradable menguntungkan petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak sebesar Rp 3,81 per kilogram nenas. Artinya terdapat subsidi atas input asing (pupuk) dari pemerintah sehingga harga yang dibayarkan petani terhadap input tersebut lebih rendah dari pada harga yang sebenarnya.
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) merupakan rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga finansial dan biaya input tradable berdasarkan harga bayangan. Nilai NPCI menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada input tradable apabila di bandingkan tanpa adanya kebijakan pemerintah. Nilai NPCI lebih dari satu (NPCI > 1) berarti terdapat kebijakan proteksi terhadap produsen input seperti terdapat pajak terhadap input tersebut, sementara sektor yang akan menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Sebaliknya Nilai NPCI yang kurang dari satu (NPCI < 1) berarti terdapat subsidi terhadap input tersebut. Berdasarkan hasil analisis nilai NPCI yang dieroleh petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak sebesar 0,75 (Tabel 18). Nilai tersebut berarti bahwa terdapat kebijakan proteksi terhadap konsumen input berupa subsidi yang menyebabkan
harga
finansial
input
lebih
rendah
dibandingkan
harga
bayangannya. Sehingga petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak menerima harga input yang lebih murah sebesar 75 persen dari harga yang seharusnya. Selain input yang diperdagangkan (tradable), produsen juga menggunakan input domestik yang tidak diperdagangkan di pasaran dunia (non tradable). Besaran yang menunjukkan perbedaan antara harga yag sesungguhnya diterima produsen dengan harga sosial untuk pembayaran faktor produksi yang tidak diperdagangkan (non tradable) disebut Transfer Faktor (TF). Pada Tabel 18, menunjukkan nilai Transfer Faktor (TF) pada pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak bernilai positif yaitu sebesar Rp 61,60. Nilai ini menunjukkan bahwa harga input non tradable yang dikeluarkan pada harga finansial lebih tinggi dibandingkan dengan input non tradable yang dikeluarkan
pada harga sosial. Artinya petani membayar biaya input non tradable lebih tinggi dari yang seharusnya yang dibayarkan.
Sehingga petani mendapat kerugian
sebesar Rp 61,60 per kilogram nenas. Nilai Transfr Faktor (TF) yang positif menunjukkan bahwa terdapat kebijakan pemerintah terhadap input domestik berupa subsidi negatif. Adanya perbedaan pada biaya non tradable finansial dan ekonomi disebabkan oleh unsur pajak dan perhitungan upah tenaga kerja tidak terdidik pada harga sosial yang nilainya sebesar 89,05 persen dari upah yang sebenarnya, atau 10,95 persen lebih rendah dari upah tenaga kerja pada harga finansial.
6.5.3.3. Analisis Kebijakan Input-Output
Analisis kebijakan pemerintah pada input-output merupakan gabungan antara kebijakan input dan kebijakan output.
Dampak kebijakan secara
keseluruhan baik terhadap input maupun terhadap output dapat dilihat dari Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP). Hasil perhitungan indikator pada analisis kebijakan input-output pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Indikator-Indikator Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Indikator Nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) 0,25 Transfer Bersih (TB) -2.257,82 Koefisien Keuntungan (PC) 0,12 Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) -0,77
Koefisien proteksi efektif (EPC) merupakan gabungan antara Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) dengan Koefisien proteksi Input Nominal
(NPCI). EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. EPC merupakan rasio antara selisih penerimaan dan biaya input tradable yang dihitung pada harga aktual dengan selisish penerimaan dan biaya input tradable yang dihitung pada harga bayangan.
Nilai EPC lebih dari satu (EPC > 1) berarti kebijakkan
pemerintah untuk melindungi produsen domestik berjalan dengan efektif atau kebijakan tersebut memberikan insentif kepada produsen untuk terus berproduksi. Jika nilai EPC kurang dari satu (EPC < 1), maka kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif atau menghambat produsen untuk berproduksi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisisen Proteksi Efektif (EPC) di Kecamatan Jalan Cagak adalah 0,25. Artinya dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output pada pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak belum berjalan secara efektif atau kebijakan pemerintah saat ini kurang mendukung atau melindungi petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang untuk berproduksi. Transfer Bersih (TB) adalah Selisih Keuntungan privat dengan keuntungan sosial. Nilai TB menunjukkan bahwa adanya tambahan surplus produsen atau berkurangnya surplus produsen akibat adanya kebijakan pemerintah. Nilai TB yang positif menunjukkan bahwa adanya kebijakan insentif yang membuat surplus produsen bertambah, sedangkan nilai TB yang negatif mengakibatkan surplus produsen berkurang. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai TB yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak adalah negatif Rp 2.257,82 perkilogram nenas (Tabel 19). Ini berarti belum terlihat adanya insentif ekonomi
untuk meningkatkan produksi nenas.
Sehingga surplus produsen berkurang
sebesar Rp 2.257,82 per kilogram nenas. Koefisien Keuntungan (PC) merupakan rasio antara keuntungan bersih aktual dengan keuntungan bersih ekonomi.
Nilai PC menunjukkan pengaruh
gabungan pada output, input tradable dan input non tradable. Rasio PC ini digunakan untuk melihat dampak kebijakan yang menyebabkan perbedaan tingkat keuntungan privat (finansial) dan keuntungan ekonomi (sosial). Nilai PC juga menunjukkan
pengaruh
keseluruhan
dari
kebijakan
yang
menyebabkan
keuntungan privat berbeda dengan keuntungan ekonomi. Nilai PC yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak sebesar 0,12 (Tabel 19), artinya kebijakan pemerintah menyebabkan keuntungan yang diperoleh dari pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak adalah sebesar 12 persen dari keuntungan yang seharusnya diperoleh. Dengan demikian, kebijakan pemerintah menyebabkan keuntungan bersih yang diterima lebih kecil dari keuntungan bersih sosialnya. Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) merupakan rasio antara transfer bersih dengan penerimaan berdasarkan harga bayangan.
Nilai Rasio Subsidi bagi
Produsen negatif (SRP < 0) menunjukan adanya kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi terhadap input yang lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi. Sedangkan bila nilai Rasio Subsidi bagi Produsen positif (SRP > 0) berarti adanya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi terhadap input lebih rendah dari biaya imbang untuk berproduksi. Rasio Subsidi bagi Produsen yang diperoleh petani nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang adalah negatif 0,77. Nilai SRP ini berarti bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku
selama ini menyebabkan pengusahaan nenas mengeluarkan biaya produksi lebih besar 77 persen dari biaya imbang (opportunity cost) untuk berproduksi.
6.6.
Perbandingan Daya Saing Nenas Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan Dayasaing Nenas Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang
Analisis dayasaing terhadap suatu komoditi meliputi analisis kompetitif dan analisis Komparatif. Analisis keunggulan kompetitif dapat diukur dengan menggunakan nilai Keuntungan Privat (KP) dan Rasio Sumberdaya Privat (PCR). Nilai KP dan PCR merupakan indikator untuk melihat apakah komoditi yang dihasilkan efisien menggunakan sumberdaya dan menguntungkan Secara finansial.
Sedangkan, analisis keunggulan komparatif dapat diukur dengan
menggunakan nilai Keuntungan Sosial (KS) dan Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). Nilai KS dan DRC dalam analisis keunggulan komparatif merupakan indikator untuk menilai apakah komoditi nenas yang dihasilkan para petani memiliki dayasaing. Pada Tabel 20 dapat dilihat analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif pengusahaan nenas dari dua daerah penghasil nenas di Jawa Barat. Tabel 20. Analisis Dayasaing Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Jalan Cagak Nilai Indikator Kecamatan Kecamatan Jalan Cijeruk Cagak Keuntungan Privat (KP) 40,51 315,48 Rasio Sumberdaya Privat (PCR) 0,96 0,57 Keuntungan Sosial (KS) 2.192,24 2.573,30 Rasio Sumberdaya Domestik 0,27 0,12 (DRC)
Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa kedua lokasi penelitian memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, dan menguntungkan secara
finansial maupun secara ekonomi. Berdasarkan nilai Keuntungan Privat (KP) Kecamatan Jalan Cagak memiliki Keuntungan Privat yang lebih tinggi dari Kecamatan Cijeruk disebabkan oleh, hasil panen Kecamatan Cijeruk lebih rendah lebih rendah jika dibandingkan hasil panen di Kecamatan Jalan Cagak sehingga menyebabkan biaya produksi usahatani nenas di Kecamatan Cijeruk lebih tinggi. Selain perbedaan hasil penen, biaya sewa lahan di Kecamatan Cijeruk (Rp 4.500.000,00/ Ha) juga lebih tinggi jika dibandingkan sewa lahan di Kecamatan Jalan Cagak (Rp 1.500.000,00/ Ha).
Jadi walaupun harga jual nenas di
Kecamatan Cijeruk (Rp 1.000,0/ Kg) lebih tinggi dari harga jual nenas di Kecamatan Jalan Cagak (Rp 750,00/ Kg), tetapi Keuntungan Priviat di Kecamatan Jalan Cagak lebih tinggi karena Biaya Privat di Kecamatan Jalan Cagak lebih rendah. Berdasarkan nilai Rasio Sumberdaya Privat (PCR) kedua lokasi penelitian memiliki nilai PCR kurang dari satu (PCR < 1), hal tersebut menunjukkan kedua lokasi penelitian memiliki keunggulan kompetitif dalam usahatani nenas. Kecamatan Jalan Cagak memiliki nilai PCR lebih rendah dibandingkan nilai PCR di Kecamatan Cijeruk, hal ini berarti Kecamatan Jalan Cagak memiliki keunggulan kompetitif yang lebih besar dibandingkan keunggulan kompetitif Kecamatan Cijeruk. Karena Semakin kecil nilai PCR berarti suatu komoditas semakin memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan nilai Keuntungan Sosial (KS) Kecamatan Jalan Cagak memiliki Keuntungan Sosial yang lebih tinggi jika dibandingkan keuntungan sosial di Kecamatan Cijeruk, penyebabnya sama dengan perbedaan Keuntungan Privat karena BiayaSosial total Kecamatan Cijeruk lebih tinggi dibandingkan
Biaya Sosial di Kecamatan Jalan Cagak.
Berdasarkan nilai Rasio Sumberdaya
Domestik (DRC) Kedua lokasi penelitian memiliki nilai DRC kurang dari satu (DRC < 1), hal tersebut menunjukkan bahwa kedua lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif. Kecamatan Jalan Cagak memiliki nilai DRC yang lebih rendah dibandingkan nilai DRC di Kecamatan Cijeruk, hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Jalan Cagak memiliki keunggulan komparatif lebih besar dari keunggulan komparatif di Kecamatan Cijeruk. Berdasarkan nilai Keuntungan Sosial dan nilai DRC di kedua lokasi penelitian, menunjukkan kedua lokasi penelitian memiliki keunggulan komparatif. Hal ini berarti jika output nenas diperdagangkan pada pasar internasional atau diekspor dan tidak ada intervensi dari pemerintah keuntungan yang akan diperoleh para petani lebih besar jika dibandingkan petani menjual nenas di dalam negeri. Selama ini nenas bogor belum pernah diekspor keluar negeri, sedangkan nenas subang sudah diekspor.
Tetapi agar produk nenas subang dapat diekspor
kualitasnya harus bagus, ukurannya harus seragam yaitu untuk ukuran sedang (1-1,2 kilogram) dan ukuran besar (1,2-2,5 kilogram). Selain itu ciri-ciri nenas yang baik untuk diekspor yaitu buah dipanen pada saat 5-10 persen mata buah menguning.
Karena jika nenas di panen pada saat 20-40 persen kulit buah
menguning atau sampai seluruh kulit buahnya menguning atau nenas terlalu masak, maka nenas tidak akan kuat disimpan terlalu lama.
VII. ANALISIS SENSITIVITAS PADA PENGUSAHAAN TANAMAN NENAS
Nilai PCR dan DRC pada analisis dayasaing dapat berubah apabila komponen biaya pengusahaan nenas berubah.
Untuk mengamati perubahan
tesebut digunakan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan mengingat matriks PAM mempunyai keterbatasan, yaitu merupakan analisis yang bersifat statis sehhingga memerlukan simulasi kebijakan untuk mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi dalam sistem ekonomi yang dinamis. Bentuk perubahan yang terjadi seperti perubahan harga pada input dan output. Pada penelitian ini menggunakan lima macam analisis sensitivitas. Empat analisis pertama adalah jika terjadi perubahan pada satu variabel saja dan variabel lain dianggap tetap (Ceteris paribus), sedangkan analisis yang kelima adalah jika terjadi perubahan variabel diatas secara bersamaan.
Masing-masing variabel
tersebut adalah perubahan harga input, perubahan harga input, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, perubahan jumlah output, dan analisis sensitivitas gabungan.
7.1. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Kabupaten Bogor
Cijeruk,
Analisis sensitivitas yang pertama dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta keunggulan kompetitif maupun komparatif bila harga nenas ditingkat petani berubah menjadi Rp 700,00 perkilogram dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
Analisis sensitivitas kedua yang dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta dayasaing pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bila terjadi peningkatan biaya pupuk sebesar 15 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
Penggunaan
analisis sensitivitas untuk kenaikan harga input pupuk anorganik sesuai dengan kebijakan pemerintah, untuk menaikkan harga pupuk anorganik sebesar 10-15 persen. Persentasi yang digunakan dalam peningkatan harga pupuk anorganik adalah 15 persen. Analisis Sensitivitas yang ketiga dilakukan untuk menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta keunggulan kompetitif dan komparatif pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menguat menjadi Rp 8.465/US$. Nilai ini diperoleh dari data tujuh tahun terakhir nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Analisis sensitivitas yang keempat dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta dayasaing pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bila terjadi penurunan produksi nenas 40 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
Penurunan
produksi 40 persen dipilih berdasarkan penelitian Dwi Sartiami, seorang peneliti Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang menemukan bahwa Pineapple Melybug Wilt atau PMW dapat menurunkan produksi nenas sampai 40 persen. Analisis Sensitivitas yang terakhir adalah analisis sensitivitas gabungan dari tiga perubahan variabel yaitu: meningkatnya harga input sebesar 15 persen, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Rp 8.465/US$, dan
menurunnya produksi nenas sebesar 40 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus). Tabel 21. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Indikator Sebelum Harga Output Hrga Input Rupiah Perubahan Turun Menjadi Naik Menguat Rp 700 15 Persen Rp 8.465/ US$ KP 40,51 - 259,49 33,98 40,51 PCR 0,96 1,38 0,97 0,96 KS 2.192,24 2.192,24 2.197,24 1.973,36 DRC 0,27 0,27 0,27 0,29
Indikator
KP PCR KS DRC
Sebelum Perubahan
40,51 0,96 2.192,24 0,27
Jumlah Output Turun 40 Persen - 302,96 1,31 1.788,63 0,40
Sensitivitas Gabungan
-313,83 1,32 1.572,81 0,43
Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa dengan adanya penurunan harga output menjadi Rp 700 per kilogram nenas menyebabkan Keuntungan Privat (KP) yang diperoleh bernilai negatif. Hal ini disebabkan harga jual nenas lebih rendah dari biaya inputnya. Penurunan harga output menyebabkan pengusahaan nenas di Kecamatan
Cijeruk mengalami kerugian secara privat
sebesar Rp 259,49 per kilogram nenas dan nilai Rasio Biaya Privat (PCR) menjadi 1,38. Nilai PCR lebih dari satu (PCR > 1) menunjukan pengusahaan nenas di Kecamatan
Cijeruk tidak memiliki keunggulan kompetitif. Penurunan Harga
output menjadi Rp 700 tidak merubah Keuntungan Sosial dan nilai DRC, sehingga pengusahaan nenas masih memiliki keunggulan komparatif. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan dengan adanya peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen tidak menyebabkan Keuntungan Privat (KP)
yang diperoleh bernilai negatif. Peningkatan harga input pupuk menyebabkan Keuntungan Privat (KP) berubah menjadi sebesar Rp 33,98 perkilogram nenas. Sedangkan untuk Rasio Biaya Privat (PCR) berubah menjadi 0,97. Nilai Keuntungan Sosial (KS), dan Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) tidak mengalami perubahan walaupun terjadi peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, walaupun terjadi peningkatan harga input sebesar 15 persen pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk masih memiliki daya sang. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menjadi Rp 8.465/US$, maka akan menurunkan nilai Keuntungan Sosial (KS) menjadi Rp 1.973,36 per kilogram nenas. Sedangkan untuk nilai Keuntungan Privat (KP) tetap, karena perubahan nilai tukar ini hanya berdampak pada input tradable dan harga nenas pada harga bayangan terkait dengan harga pupuk dan harga output nenas yang dikonversi terhadap ruiah. Dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika juga berdampak terhadap menurunnya keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRC yang meningkat , sedangkan untuk keunggulan kompetitif yang ditunjukkan oleh nlai PCR tetap, karena perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika hanya berpengaruh terhadap harga bayangan saja. Keunggulan komparatif nenas Bogor turun menjadi 0,29. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor tetap mempunyai Keuntungan Sosial (KS) dan keunggulan komparatif , dayasaing dan layak untuk diusahakan walaupun terjadi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa dengan menurunnya jumlah produksi 40 persen akibat serangan Pineapple Melybug Wilt atau PMW menyebabkan Keuntungan Privat (KP) bernilai negatif. Nilai KP negatif 302,96 menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan produksi sebesar 40 persen maka petani nenas akan mengalami kerugian privat sebesar Rp 302,96 per kiogram nenas. Penurunan produksi nenas sebesar 40 persen juga menyebabkan nilai PCR menjadi 1,31. Nilai PCR lebih dari satu (PCR > 1) menunjukkan babwa jika terjadi penurunan produksi nenas sebesar 40%, maka pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk tidak memiliki keunggulan kompetitif. Penurunan jumlah produksi nenas sebesar 40 persen hanya menyebabkan nilai Keuntungan Sosial (KS) dan nilai Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) menurun, tetapi tidak mengakibatkan kerugian. Nilai KS setelah terjadi penurunan produksi menjadi 1.788,63, berarti walaupun produksi turun 40 persen petani tetap memperoleh Keuntungan Sosial (KS) sebesar Rp 1.788,63 per kilogram nenas.
Sedangkan nilai DRC turun menjadi 0,40, berarti walaupun terjadi
penurunan produksi sebanyak 40 persen pengusahaan nenas tetap memiliki keunggulan komparatif. Jika terjadi perubahan tiga variabel Bersamaan, hasil analisis menunjukkan bahwa Keuntungan Privat (KP) negatif Rp 313,83 per kilogram nenas. Keuntungan Sosial (KS) sebesar Rp 1.572,81 per kilogram nenas, artinya secara sosial, pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor layak untuk diusahakan tetapi tidak layak secara finansial. Hasil analisis menunjukkan jika terjadi perubahan tiga variabel tersebut pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor tidak memiliki keunggulan kompetitif, hal ini
ditunjukkan oleh nilai PCR yang lebih dari satu (PCR > 1) yaitu sebesar 1,32. Walaupun tidak memiliki keunggulan kompetitif tetapi pengusahaan nenas masih memiliki keunggulan komparatif, hal ini ditunjukkan oleh nilai DRC yang kurang dari satu (DRC < 1). Nilai DRC 0,43 menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk tetap memiliki keunggulan komparatif walaupun terjadi perubahan tiga variabel sekaligus. Secara keseluruhan hanya pada saat harga input naik dan dan nilai tukar rupiah menguat saja pengusahaan nenas masih memiliki daya saing. Sebaliknya jika harga output turun, jumlah output turun dan pada sensitivitas gabungan pengusahaan nenas tidak memiliki daya saing.
7.2. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Kabupaten Subang
Jalan Cagak,
Analisis sensitivitas yang pertama dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta keunggulan kompetitif maupun komparatif bila harga nenas ditingkat petani berubah menjadi Rp 500 perkilogram dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus). Analisis sensitivitas kedua yang dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta dayasaing pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang bila terjadi peningkatan biaya pupuk sebesar 15 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus). Penggunaan analisis sensitivitas untuk kenaikan harga input pupuk anorganik sesuai dengan rencana kebijakan pemerintah, untuk menaikkan harga input pupuk anorganik sebesar 10-15 persen. Persentasi yang digunakan dalam peningkatan harga pupuk anorganik adalah 15 persen.
Analisis Sensitivitas yang ketiga dilakukan untuk menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta keunggulan kompetitif dan komparatif pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang bila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menguat menjadi Rp 8.465/US$. Nilai ini diperoleh dari data tujuh tahun terakhir nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Analisis sensitivitas yang keempat dilakukan adalah menguji kepekaan keuntungan privat dan ekonomi serta dayasaing pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang bila terjadi penurunan produksi nenas 40 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
Penurunan
produksi 40 persen dipilih berdasarkan penelitian Dwi Sartiami, seorang peneliti Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang menemukan bahwa Pineapple Melybug Wilt atau PMW dapat menurunkan produksi nenas sampai 40 persen. Analisis Sensitivitas yang terakhir adalah analisis sensitivitas gabungan dari tiga perubahan variabel yaitu: meningkatnya harga input sebesar 15 persen, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Rp 8.500/US$, dan menurunnya produksi nenas sebesar 40 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus).
Tabel 22. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Indikator Sebelum Harga Output Hrga Input Rupiah Perubahan Turun Menjadi Naik Menguat Rp 700 15 Persen Rp 8.465/ US$ KP 315,48 65,48 309,50 315,48 PCR 0,57 0,87 0,58 0,57 KS 2.573,30 2.573,30 2.573,30 2.353,74 DRC 0,12 0,12 0,12 0,13
Indikator
KP PCR KS DRC
Sebelum Perubahan
315,48 0,57 2.573,30 0,12
Jumlah Output Turun 40 Persen 61,62 0,92 2.374,80 0,19
Sensitivitas Gabungan
51,66 0,93 2.157,84 0,20
Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa dengan adanya penurunan harga output menjadi Rp 500 per kilogram nenas tidak menyebabkan Keuntungan Privat (KP) yang diperoleh bernilai negatif. Penurunan harga jual nenas menjadi Rp 500 menyebabkan nilai Keuntungan Privat (KP) turun menjadi Rp 65,48 per kilogram nenas. Berarti walaupun harga jual nenas turun menjadi Rp 500 pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki Keuntungan Privat (KP). Niali Rasio Biaya Privat (PCR) turun menjadi 0,87. Nilai PCR kurang dari satu (PCR < 1) menunjukan pengusahaan nenas di Jalan Cagak tetap memiliki keunggulan kompetitif walaupun terjadi penurunan harga output nenas menjadi Rp 500. Penurunan harga output nenas menjadi Rp 500 tidak menyebabkan perubahan Keuntungan Sosial (KS) dan Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). Hal ini karena harga output yang berubah hanya harga outpu privat, sehingga tidak menyebabkan perubahan pada Keuntungan Sosial (KS) dan Rasio Sumberdaya Domestik (DRC). Jadi pengusahaan nenas di Jalan Cagak, Kabupaten Subang
tetap memiliki Keuntungan Sosial dan Keunggulan Komparatif. Berarti walupun terjadi penurunan harga, nenas subang tetap memiliki daya saing. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan dengan adanya peningkatan harga input pupuk sebesar 15 persen tidak menyebabkan Keuntungan Privat (KP) yang diperoleh bernilai negatif. Peningkatan harga input pupuk menyebabkan Keuntungan Privat (KP) berubah menjadi sebesar Rp 309,50 perkilogram nenas. Nilai Rasio Biaya Privat (PCR) naik menjadi 0,58, hal ini berari bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki keunggulan kompetitif. Peningkatan harga input pupuk 15 persen hanya merubah Keuntungan Privat (KP), dan Rasio Biaya Privat (PCR) saja, tetapi tidak merubah Keuntungan Sosial (KS)
nilai
dan nilai Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) dari
pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang.
Berarti
walupun terjadi kenaikan harga input pupuk sebesar 15 persen, nenas subang tetap memiliki daya saing. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menjadi Rp 8.465/US$, maka akan menurunkan nilai Keuntungan Sosial (KS) menjadi Rp 2.353,74 per kilogram nenas. Sedangkan untuk nilai Keuntungan Privat (KP) tetap, karena perubahan nilai tukar ini hanya berdampak pada input tradable dan harga nenas pada harga bayangan terkait dengan harga pupuk dan harga output nenas yang dikonversi terhadap rupiah. Dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika juga berdampak terhadap menurunnya keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRC yang meningkat , sedangkan untuk keunggulan kompetitif yang ditunjukkan oleh nlai PCR tetap, karena perubahan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika hanya berpengaruh terhadap harga bayangan saja. Keunggulan komparatif nenas Subang turun menjadi 0,13. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang tetap mempunyai Keuntungan Sosial (KS) dan keunggulan komparatif , daya saing dan layak untuk diusahakan walaupun terjadi perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa dengan menurunnya jumlah produksi 40 persen akibat serangan Pineapple Melybug Wilt atau PMW tidak menyebabkan Keuntungan Privat (KP) bernilai negatif. Nilai Keuntungan Privat (KP) 51,66 menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan produksi sebesar 40 persen maka pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap mengalami Keuntungan Privat sebesar Rp 51,66 per kiogram nenas. Penurunan produksi nenas sebesar 40 persen menyebabkan nilai PCR menjadi 0,92. Nilai PCR kurang dari satu (PCR < 1) menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan produksi nenas sebesar 40 persen, maka pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki keunggulan kompetitif. Penurunan jumlah produksi nenas sebesar 40 persen hanya menyebabkan nilai Keuntungan Sosial (KS) dan nilai Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) menurun, tetapi tidak mengakibatkan kerugian. Nilai KS setelah terjadi penurunan produksi menjadi RP 2.157,84 per kilogram nenas, berarti walaupun produksi turun 40 persen pengusahaan nenas tetap memperoleh Keuntungan Sosial (KS) sebesar Rp 2.157,84 per kilogram nenas. Sedangkan nilai DRC turun menjadi 0,19, berarti walaupun terjadi penurunan produksi sebanyak 40 persen pengusahaan nenas tetap memiliki keunggulan komparatif. Berarti walaupun
terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 40 persen, nenas subang tetap memiliki daya saing. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan jika terjadi perubahan tiga variabel bersamaan, Keuntungan Privat (KP) turun menjadi Rp 51,66 per kilogram nenas.
Keuntungan Sosial (KS) sebesar Rp 2.157,84 per kilogram
nenas. Artinya baik secara finansial maupun secara sosial pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang layak untuk diusahakan.
Hasil
analisis menunjukkan jika terjadi perubahan tiga variabel tersebut pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki keunggulan kompetitif, hal ini ditunjukkan oleh nilai PCR yang kurang dari satu (PCR < 1) yaitu sebesar 0,93. Pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak masih memiliki keunggulan komparatif, hal ini ditunjukkan oleh nilai DRC yang kurang dari satu (DRC < 1). Nilai DRC 0,20 menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki keunggulan komparatif walaupun terjadi perubahan tiga variabel sekaligus. Secara keseluruhan setelah dilakukan analisis sensitivitas terhadap variabel-variabel tersebut pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki daya saing. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Keuntungan Privat (KP), nilai Keuntungan Sosial (KS) yang lebih besar dari nol, dan nilai PCR, nilai DRC yang kurang dari satu.
VIII. KESIMPULANDAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan Penelitian dan hasil analisis, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah : 1. Pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai Keuntungan Privat (KP) yang bernilai positif yaitu Rp 40,51 per kilogram dan nilai Keuntungan Sosial (KS) bernilai positif sebesar Rp 2.192,24 per kilogram. Selain itu pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor memiliki keunggulan Kompetitif dan komparatif. Hal ini terlihat dari nilai PCR lebih kecil dari satu (PCR < 1), yaitu sebesar 0,96 dan nilai DRC lebih kecil dari satu (DRC < 1), yaitu sebesar 0,27. Nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu menunjukkan pengusahaan nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif atau memiliki daya saing. Nilai DRC 0,27 berarti pada saat pasar persaingan sempurna dan tidak ada intrvensi dari pemerintah, setiap US$ 1,00 yang dihasilkan dalam ekspor nenas, biaya sumberdaya domestik yang dibutuhkan hanya US$ 0,27. Pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai Keuntungan Privat (KP) yang bernilai positif yaitu Rp 315,48 per kilogram dan nilai Keuntungan Sosial (KS) bernilai positif sebesar Rp 2.573,30 per kilogram.
Selain itu pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak,
Kabupaten Subang memiliki keunggulan Kompetitif dan komparatif. Hal ini
terlihat dari nilai PCR lebih kecil dari satu (PCR < 1), yaitu sebesar 0,57 dan nilai DRC lebih kecil dari satu (DRC < 1), yaitu sebesar 0,12. Nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu menunjukkan pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif atau memiliki dayasaing. Nilai DRC 0,12 berarti pada saat pasar persaingan sempurna dan tidak ada intrvensi dari pemerintah, setiap US$ 1,00 yang dihasilkan dalam ekspor nenas, biaya sumberdaya domestik yang dibutuhkan hanya US$ 0,12. 2. Hasil analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap output-input pada kedua Kecamatan belum berjalan dengan efektif atau kebijakan output-input yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi petani nenas di kedua Kecamatan. Hal ini ditunjukkan dari nilai Koefisien Efektif Proteksi(EPC) yang kurang dari satu di kedua Kecamatan yaitu sebesar 0,33 (Kecamatan Cijeruk 0,25 (Kecamatan Jalan Cagak). Berdasarkan indikator Transfer Bersih, dengan adanya
kebijakan pemerintah petani nenas di kedua Kecamatan tidak
memperoleh tambahan keuntungan dan penerimaannya menjadi berkurang. Berdasarkan Hasil analisis sensitivitas yang menggunakan asumsi harga output turun, Harga input naik 15 persen nilai tukar rupiah menguat, Jumlah output trun 40 persen, dan analisis sensitivitas gabungan pada Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor hanya pada saat harga input naik dan dan nilai tukar rupiah menguat saja pengusahaan nenas masih memiliki daya saing. Sebaliknya jika harga output turun, jumlah output turun dan pada sensitivitas gabungan pengusahaan nenas tidak memiliki daya saing. Secara keseluruhan setelah dilakukan analisis sensitivitas terhadap variabel-variabel tersebut
pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki daya saing. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Keuntungan Privat (KP), nilai Keuntungan Sosial (KS) yang lebih besar dari nol, dan nilai PCR, nilai DRC yang kurang dari satu.
8.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis hal-hal yang dapat disarankan untuk pengusahaan nenas adalah : 1. Sebaiknya usahatani nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang tetap terus dijalankan dan dikembangkan karena menguntungkan serta memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dengan kata lain pengusahaan nenas memiliki daya saing. Kepada pemerintah, sebaiknya terus melakukan pengembangan usahatani nenas, memfasilitasi petani nenas dalam menerapkan teknologi baru dan memberikan penyuluhan untuk mencegah penyakit Pineapple Melybug Wilt atau PMW, karena dapat menurunkan hasil panen hingga 40 persen. 2. Perlu ditingkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk nenas guna meningkatkan Volume permintaan ekspor nenas, karena petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar jika nenas yang diproduksi yang dijual kepasar internasional atau di ekspor. 3. Di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor bisa dikembangkan usaha pengolahan nenas agar menjadi sebuah industri. Bagi penelitian berikutnya dapat meneliti kelayakan usaha dari industri pengolahan nenas, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. 2001. Optimalisasi Produksi Nenas Kaleng, di PT INNI Pioner Food Industry, Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2003. Tabel Input-Output. BPS. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Perkembangan Ekspor Buah-buahan Indonesia. Jakarta. Departemen Pertanian. 2005. Perkembangan Produksi Buah-buahan Unggulan Indonesia. Departemen Pertanian. 2005. Potensi Perkembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat. Departemen Pertanian. Kabupaten Bogor. 2007. Laporan Tahunan Kabupaten Bogor. Dewi. 2004. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Serta Dampak Kebijakan Pemerintah Pada Pengusahaan Kedelai Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dhuhana, Z. 2005. Analisis Komparatif Dan Kompetitif Usaha Emping melinjo Di Kabupaten Serang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dumaria, E. 2003. Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Desa Tambakan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ekawati, L. Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger, J. Price. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisis Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Hutabarat, R. 2003. Agribisnis dan Bididaya Tanaman Nenas. PT. Atalya Rileni Sudeco. Jakarta.
Ibnu, M. 2001. Analisis Nilai Tambah Bauran Pemasaran Nenas Kaleng, Studi Kasus : Pada PT Great Pineapple. Co. Lampung. Skripsi. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indriyati, S. 2007. Analisis Dayasaing Buah Nenas (Ananas comosus L. Merr) (Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatra Selatan). Skrpsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertaian Bogor. Bogor. Kadariah, et al. 1988. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Edisi I. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kuraisin, V. 2006. Analisis Dayasaing danDampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditi Susu Sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Monke, E. A dan S. R. Pearson. 1989. The Policy Analysis Matrix For Agricultural Development. Cornell University Press : Itacha and London. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nakasone, H. Y. And R. E, Paull. 1999. Tropical Fruits. CAB International. New York. Rukmana, R. 1995. Budidaya dan Pasca panen Nenas. Penerbit KANISIUS. Yogyakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Penerbit Erlangga. Jakarta. Saptana dkk. 2001. Analisis Keunggulan Kompetif Komoditas Unggulan Hortikultura. Laporan Hasil Penelitian. Departemen Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Smith, A. 1937. The Wealth of Nations Dalam Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasinal. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sobir, et. al. 2007. Acuan Standar Operasional Produksi. Pusat Kajian Buahbuahan Tropika, LPPM-IPB. Sunandar, I. 2006. Analisis Dayasaing Dan Dampak Kebijakkan pemerintah Terhadap Pengusahaan Komoditas Tanaman Karet Alam (Hevea braziliensis) (Kasus di Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih, Propinsi Sumatra Selatan). Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suryana, R. N. 1995. Keunggulan Komparati, Kompetitif dan Dampak Kebijakan Pemeritah dalam Produksi Kapas di Indonesia. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Verheij, E. W. M. Dan R. E. Coronel. 1997. Prosea. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2. Buah-buahan yang dapat Dimakan. Gramedia. Jakarta. Yusran, L. M. 2006. Analisis Keunggulan Kompetitif Dan Keunggulan Komparatif Pengusahaan Manggis (Gracinia mangostana Linn) (Kasus di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor dan di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta). Program Sarjana Ekstensi. Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Perkembangan Populasi dan Produksi Buah Nenas di Kabupaten Bogor Tahun 2006 No Kecamatan Populasi (Rumpun) Produksi (Ton) 1 Parung Panjang 4.500 14 2 Taman Sari 78.940 87 3 Cijeruk 112.444 245 4 Cigombong 8.407 18 5 Cibinong 5.500 37 Jumlah 209.791 401 Sumber : Departemen Pertanian Kabupaten Bogor, 2007
Lampiran 2. Perkembangan Produksi Buah Nenas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2001-2006 Tahun Produksi (Kuintal) 2001 15.600 2002 38.420 2003 33.149 2004 154.620 2005 109.120 2006 142.812 Sumber : Departemen Pertanian Kabupaten Bogor, 2007
Lampiran 3. Perkembangan Ekspor Nenas Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Tahun 2000-2004 Negara Volume (Kg) 2000 2001 2002 2003 2004 1.375 1.250 617.812 2.036.187 Malaysia 390.562 17.679 30.898 78.500 10.937 Singapura 27.382 757 2.812 2.375 16.000 Hongkong 1.062 17.820 3.250 3.250 29 Rep. Of Korea 24.742 19.273 3.125 26.531 39.381 Jepang 29.625 1.083.312 2.021.500 552.500 113.085 USA 1.465.312 18.000 23.585 16.468 17.992 Kanada 20.886 54.000 110.164 36.800 18.398 Denmark 72.000 26.160 10.812 1.687 2.812 Jerman 563.125 760 27.542 7.812 34.398 Arab Saudi 2.375 1.625 22.000 79.484 130 UEA 95.007 Sumber : United Nations Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE), 2006
Lampiran 4. Produksi Buah per Provinsi Tahun 2005 (Ton). Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat Indonesia
Mangga
Jeruk
Pepaya
Nenas
Pisang
Durian
Manggis
12,911 13,292 4,712 3,069 2,493 5,589 1,567 11,682 1,983 1,531 271,158 193,687 26,332 604,952 10,605 45,613
11,395 586,578 68,675 85,204 12,038 218,397 4,148 95,570 39,620 15 21,220 29,510 2,981 395,428 1,529 107,563
6,399 26,264 3,394 7,977 3,308 8,780 2,152 24,751 1,328 1,120 58,765 46,428 10,211 203,056 4,962 15,407
415 144,000 842 46,643 4,181 179,465 93 26,489 1,616 313,593 57,628 457 87,491 437 1,386
48,930 184,523 34,351 29,939 19,549 95,956 30,385 549,928 15,330 1,078 1,420,088 732,096 45,389 856,873 214,481 119,564
39,386 110,751 46,500 7,273 15,826 29,000 2,590 17,703 2,805 258 34,459 34,410 7,262 53,101 11,095 13,761
1,859 7,971 11,278 2,130 1,919 1,927 83 302 641 4 20,781 1,512 1,085 2,562 2,620 2,398
66,012
4,183
9,996
10,681
59,056
4,840
314
21,337 2,666 877
21,434 146,314 1,112
23,220 4,122 1,728
5,852 13,540 16,608
119,119 96,841 25,223
249 42,455 7,709
1 1,283 221
15,346 6,256 13,542 6,117 55,904 697 1,327 3,762 6,795 192 877 1,412,884
114,432 7,998 1,534 46,152 175,783 22,557 923 2,952 2,525 3,940 311 2,214,020
10,596 12,598 4,536 2,542 34,652 11,228 512 5,140 1,414 187 1,886 548,657
3,810 3,040 2,559 435 1,652 1,207 100 280 209 225 148 925,082
72,038 66,715 55,712 16,772 183,853 39,462 5,169 1,279 19,402 9,010 9,497 5,177,607
7,020 15,947 9,972 13,121 29,796 1,467 245 2,690 1,767 102 2,644 566,205
166 120 844 131 1,035 1 199 1,324 64,711
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004.
Lampiran 5. Alokasi Baya Input Output dalam Komponen Domestik dan Asing No Komponen Domestik (%) Asing (%)
A 1 B
Penerimaan Nenas
100
0
Biaya Poduksi
1
Sewa Lahan
100
0
2
Benih
100
0
3
Pupuk Organik
100
0
4
Pupuk Anorganik
71
29
5
Tenaga Kerja
100
0
6
Penyusutan Peralatan
100
0
7
Bunga Modal
100
0
Sumber : Tabel Input Output, 2003 (diolah)
Lampiran 6. Perhitungan Standard Convertion Faktor dan Shadow Price Exchange Rate Tahun 2000-20006 (milyar rupiah) Tahun
Xt
Mt
TXt
TMt
OERt
2000
596.079,8
2001
SCFt
SER
321.574,5
923,0
4.976,0
9.545
0,996
9.587,16
585.737,4
322.005,8
397,0
9.975,0 10.400
0,990
10.509,73
1002
510.954,9
279.722,8
349,0
12.249,0
8.940
0,985
9.074,55
2003
516.457,6
275.541,7
438,0
11.960,0
8.465
0,986
8.588,15
2004
524.436,0
340.489,3
315,0
11.636,0
9.042
0,987
9.160,35
2005
785.501,0
529.117,1
317,9
14.927,1
9.170
0,989
9.271,91
2006
539.400,0
539.300,0
377,7
12.141,7
9.020
0,989
9.120,32
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006
M+X
SCF =
(M + Tm ) + (X − TX )
SCF =
( 539.400
SER =
OER SCF
SER =
9.020 0,989
539.400 + 559.300 + 12.141,7 ) + ( 559.300 − 377,7 )
SER = 9.120,32 Keterangan
:
SER2006
: Shadow exchange rate (nilai tukar bayangan) tahun 2006
OER2006
: Official exchange rate (nilai tukar resmi) tahun 2006
SCF2006
: Standar convertion factor (faktor konversi standar) tahun 2006
M
: Nilai impor
X
: Nilai ekspor
Tm
:
TX
: Pajak ekspor
Pajak impor
Lampiran 7. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nanas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
197.65
197.65
197.65
197.65
2
Benih
197.65
197.65
197.65
197.65
3
Pupuk
Domestik
Asing
1000.00
Total 3030.03
23.81
9.72
33.53
33.06
13.50
46.57
7.07
2.89
9.96
11.59
4.73
16.32
34.71
34.71
34.71
34.71
178.43
178.43
158.89
158.89
Tenaga Kerja penanaman
33.49
33.49
29.82
29.82
Perawatan
159.22
159.22
141.79
141.79
Pemupukan
13.73
13.73
12.23
12.23
Cangkul
1.19
1.19
1.19
1.19
K0red
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
0.49
98.96
98.96
Peralatan
Golok 6
Total
Urea
Persiapan
5
Asing
TSP Pupuk Kandang 4
Domestik
Bunga modal
Total Biaya Ustan Nenas
946.88
12.61
959.49
819.55
18.24
837.79
119
Lampiran 8. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1000.00 12.61 946.88 40.51 Harga Sosial 3030.03 18.24 819.55 2192.24 Dampak Kebijakan -2030.03 -5.63 127.33 -2151.74
Keterangan :
A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 40,51
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,96
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.192,24
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,27
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.030,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,33
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 5,63
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,69
Transfer Faktor (TF)
= 127,33
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,33
Transfer Bersih (TB)
= -2.151.74
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,02
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,71
120
Lampiran 9. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) No A 1 B 1 2 3
Uraian Penerimaan Output Output Nenas Biaya Produksi Sewa Lahan
Benih Pupuk Urea TSP KCL Pupuk Kandang 4 Tenaga Kerja Persiapan penanaman Perawatan Pemupukan 5 Peralatan Cangkul Sabit Golok 6 Bunga Modal Total Biaya Ustan Nenas
Analisis Finansial Domestik Asing Total
Analisis Ekonomi Domestik Asing Total
750.00
2950.03
31.48
31.48
31.48
31.48
70.06
70.06
70.06
70.06
24.33 4.47 11.06 8.88
26.90 5.29 5.43 8.88
92.33 36.93 92.33 16.79
92.33 36.93 92.33 16.79
82.22 32.89 82.22 14.95
82.22 32.89 82.22 14.95
0.57 0.24 0.24 44.81 422.96
0.57 0.24 0.24 44.81 434.52
0.57 0.24 0.24
0.57 0.24 0.24
17.27 3.17 7.85 8.88
7.06 1.30 3.21
11.56
361.36
10.99 2.16 2.22
15.36
37.89 7.44 7.65 8.88
376.73
121
Lampiran 10.
Keterangan Harga Privat Harga Sosial Dampak Kebijakan
Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) Biaya Input Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable 750.00 11.56 422.96 315.48 2950.03 15.36 361.36 2573.30
-2200.03
-3.81
61.60
Keterangan :
A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 315,48
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,57
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.639,37
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,12
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.200,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,25
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 2,69
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,75
Transfer Faktor (TF)
= 51,95
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,25
Transfer Bersih (TB)
= - 2.249,29
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,15
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,76
-2257.82
122
Lampiran 11. Tabel Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 700,00/kg Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nanas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
197.65
197.65
197.65
197.65
2
Benih
197.65
197.65
197.65
197.65
3
Pupuk
6
Total
Domestik
Asing
700.00
Total 3030.03
Urea
23.81
9.72
33.53
33.06
13.50
46.57
7.07
2.89
9.96
11.59
4.73
16.32
34.71
34.71
34.71
34.71
178.43
178.43
158.89
158.89
penanaman
33.49
33.49
29.82
29.82
Perawatan
159.22
159.22
141.79
141.79
Pemupukan
13.73
13.73
12.23
12.23
Cangkul
1.19
1.19
1.19
1.19
K0red
0.49
0.49
0.49
0.49
Golok
0.49
0.49
0.49
0.49
Tenaga Kerja Persiapan
5
Asing
TSP Pupuk Kandang 4
Domestik
Peralatan
Bunga modal
Total Biaya Ustan Nenas
98.96 946.88
98.96 12.61
959.49
819.55
18.24
837.79
123
Lampiran 12. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 700 / kg Nenas Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 700.00 12.61 946.88 -259.49 Harga Sosial 3030.03 18.24 819.55 2192.24 Dampak Kebijakan -2330.03 -5.63 127.33 -2451.74
Keterangan :
A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= - 97,44
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 1,14
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.335,03
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,23
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.330,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,23
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 4,27
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,68
Transfer Faktor (TF)
= 106,72
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,23
Transfer Bersih (TB)
= - 2.432,47
Koefisien Keuntungan (PC)
= - 0,04
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,80
124
Lampiran 13. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi penurunan Harga Output Menjadi Rp 500,00/kg Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nenas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
31.48
31.48
31.48
31.48
2
Benih
70.06
70.06
70.06
70.06
3
Pupuk
Domestik
Asing
Total
Domestik
Asing
500.00
Total 2950.03
Urea
17.27
7.06
24.33
26.90
10.99
37.89
TSP
3.17
1.30
4.47
5.29
2.16
7.44
KCL
7.85
3.21
11.06
5.43
2.22
7.65
Pupuk Kandang
8.88
8.88
8.88
8.88
Persiapan
92.33
92.33
82.22
82.22
penanaman
36.93
36.93
32.89
32.89
Perawatan
92.33
92.33
82.22
82.22
Pemupukan
16.79
16.79
14.95
14.95
Cangkul
0.57
0.57
0.57
0.57
Sabit
0.24
0.24
0.24
0.24
Golok
0.24
0.24
0.24
0.24
Bunga Modal
44.81
44.81
Total Biaya Ustan Nenas
422.96
4
5
6
Tenaga Kerja
Peralatan
11.56
434.52
361.36
15.36
376.73
125
Lampiran 14. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Penurunan Harga Output menjadi Rp 500 / kg Nenas Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 500.00 11.56 422.96 65.48 Harga Sosial 2950.03 15.36 361.36 2573.30 Dampak Kebijakan -2450.03 -3.81 61.60 -2507.82
Keterangan :
A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 140,07
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,72
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.639,37
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,10
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (OT)
= - 2.450,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,17
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 2,69
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,74
Transfer Faktor (TF)
= 51,95
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,17
Transfer Bersih (TB)
= - 2.499,29
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,05
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,85
126
Lampiran 15. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk Sebesar 15% Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nanas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
197.65
197.65
197.65
197.65
2
Benih
197.65
197.65
197.65
197.65
3
Pupuk 38.56
33.06
13.50 4.73
Urea TSP
6
Total
Domestik
Asing
1000.00
27.38
11.18
8.13
3.32
Total 3030.03
46.57
11.45
11.59
34.71
34.71
34.71
16.32
178.43
178.43
158.89
158.89
penanaman
33.49
33.49
29.82
29.82
Perawatan
159.22
159.22
141.79
141.79
Pemupukan
13.73
13.73
12.23
12.23
Cangkul
1.19
1.19
1.19
1.19
K0red
0.49
0.49
0.49
0.49
Golok
0.49
0.49
0.49
0.49
Tenaga Kerja Persiapan
5
Asing
34.71
Pupuk Kandang 4
Domestik
Peralatan
Bunga modal
Total Biaya Ustan Nenas
98.96 951.51
98.96 14.50
966.02
819.55
18.24
837.79
126
Lampiran 16. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input Pupuk Sebesar 15% Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1000.00 14.50 951.51 33.98 Harga Sosial 3030.03 18.24 819.55 2192.24 Dampak Kebijakan -2030.03 -3.73 131.96 -2158.26
Keterangan : A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 197,43
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,80
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.335,03
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,23
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.030,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,33
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 2,94
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,78
Transfer Faktor (TF)
= 110,51
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,33
Transfer Bersih (TB)
= - 2.137,60
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,08
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,71
127
Lampiran 17. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Terjadi Peningkatan Harga Input 15% Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nenas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
31.48
31.48
31.48
31.48
2
Benih
70.06
70.06
70.06
70.06
3
Pupuk
Domestik
Asing
Total
Domestik
Asing
750.00
Total 2950.03
Urea
19.87
8.11
27.98
26.90
10.99
37.89
TSP
3.65
1.49
5.14
5.29
2.16
7.44
KCL
9.03
3.69
12.72
5.43
2.22
7.65
Pupuk Kandang
8.88
8.88
8.88
8.88
Persiapan
92.33
92.33
82.22
82.22
penanaman
36.93
36.93
32.89
32.89
Perawatan
92.33
92.33
82.22
82.22
Pemupukan
16.79
16.79
14.95
14.95
Cangkul
0.57
0.57
0.57
0.57
Sabit
0.24
0.24
0.24
0.24
Golok
0.24
0.24
0.24
0.24
Bunga Modal
44.81
44.81
Total Biaya Ustan Nenas
427.21
4
5
6
Tenaga Kerja
Peralatan
13.29
440.50
361.36
15.36
376.73
129
Lampiran 18. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila terjad Peningkatan Harga Input Pupuk Sebesar 15% Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 750.00 13.29 427.21 309.50 Harga Sosial 2950.03 15.36 361.36 2573.30 Dampak Kebijakan -2200.03 -2.07 65.84 -2263.80
Keterangan : A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 385,63
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,48
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.639,37
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,10
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.200,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,25
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 1,54
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,85
Transfer Faktor (TF)
= 55,24
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,25
Transfer Bersih (TB)
= - 2.253,74
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,15
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,76
130
Lampiran 19. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 8.465,00/ US$ Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nanas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
197.65
197.65
197.65
197.65
2
Benih
197.65
197.65
197.65
197.65
3
Pupuk
Domestik
Asing
1000.00
Total 2806.57
9.72
33.53
30.63
12.51
43.13
TSP
7.07
2.89
9.96
10.77
4.40
15.17
34.71
34.71
34.71
34.71
Tenaga Kerja 178.43
178.43
158.89
158.89
penanaman
33.49
33.49
29.82
29.82
Perawatan
159.22
159.22
141.79
141.79
Pemupukan
13.73
13.73
12.23
12.23
1.19
1.19
1.19
1.19
Peralatan Cangkul
6
Total
23.81
Persiapan
5
Asing
Urea Pupuk Kandang 4
Domestik
K0red
0.49
0.49
0.49
0.49
Golok
0.49
0.49
0.49
0.49
98.96
98.96
Bunga modal
Total Biaya Ustan Nenas
946.88
12.61
959.49
816.29
16.91
833.20
131
Lampiran 20. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Nilai Tukar Rupiah Menjadi Rp 8.465,00/US$ Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1000.00 12.61 946.88 40.51 Harga Sosial 2806.57 16.91 816.29 1973.36 Dampak Kebijakan -1806.57 -4.29 130.59 -1932.86
Keterangan : A. Indikator Dayasaing
1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 202,56
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,80
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.114,89
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,24
B. Indikator Dampak Kebijakan
1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 1.806,57
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,36
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 3,31
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,73
Transfer Faktor (TF)
= 109,08
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,35
Transfer Bersih (TB)
= - 1.912,33
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,10
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,68
132
Lampiran 21. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 8.465,00/ US$ Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nenas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
31.48
31.48
31.48
31.48
2
Benih
70.06
70.06
70.06
70.06
3
Pupuk
Domestik
Asing
Total
Domestik
Asing
750.00
Total 2726.57
Urea
17.27
7.06
24.33
24.86
10.16
35.02
TSP
3.17
1.30
4.47
4.92
2.01
6.93
KCL
7.85
3.21
11.06
5.06
2.07
7.13
Pupuk Kandang
8.88
8.88
8.88
8.88
Persiapan
92.33
92.33
82.22
82.22
penanaman
36.93
36.93
32.89
32.89
Perawatan
92.33
92.33
82.22
82.22
Pemupukan
16.79
16.79
14.95
14.95
Cangkul
0.57
0.57
0.57
0.57
Sabit
0.24
0.24
0.24
0.24
Golok
0.24
0.24
0.24
0.24
Bunga Modal
44.81
44.81
Total Biaya Ustan Nenas
422.96
4
5
7
Tenaga Kerja
Peralatan
11.56
434.52
358.59
14.23
372.82
133
Lampiran 22. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Nilai Tukar Rupiah Menjadi Rp 8.465,00/US$ Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 750.00 11.56 422.96 315.48 Harga Sosial 2726.57 14.23 358.59 2353.74 Dampak Kebijakan -1976.57 -2.67 64.37 -2038.26
Keterangan : A. Indikator Dayasaing 1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 390,07
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,47
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.418,54
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,11
B. Indikator Dampak Kebijakan 1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 1.976,57
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,28
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 1,92
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,80
Transfer Faktor (TF)
= 53,83
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,27
Transfer Bersih (TB)
= - 2.028,47
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,16
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,74
134
Lampiran 23. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40% Analisis Finansial
Analisis Ekonomi
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nanas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
329.41
329.41
329.41
329.41
2
Benih
197.65
329.41
197.65
197.65
3
Pupuk
4
Total
Domestik
Asing
1000.00
Total 3030.03
39.68
16.21
55.88
55.11
22.51
77.61
TSP
11.79
4.81
16.60
19.31
7.89
27.20
Pupuk Kandang
34.71
57.84
34.71
34.71
Tenaga Kerja 178.43
297.39
264.82
264.82
penanaman
33.49
55.82
49.71
49.71
Perawatan
265.36
265.36
236.30
236.30
Pemupukan
22.88
22.88
20.37
20.37
1.98
1.98
1.98
1.98
Peralatan Cangkul
6
Asing
Urea
Persiapan
5
Domestik
K0red
0.82
0.82
0.82
0.82
Golok
0.82
0.82
0.82
0.82
164.93
164.93
Bunga modal
Total Biaya Ustan Nenas
1281.94
21.02
1599.14
1211.00
30.40
1241.40
135
Lampiran 24. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40% Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1000.00 21.02 1281.94 -302.96 Harga Sosial 3030.03 30.40 1211.00 1788.63 Dampak Kebijakan -2030.03 -9.38 70.93 -2091.59
Keterangan : A. Indikator Dayasaing 1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= - 329,08
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 1,33
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 1.871,69
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,38
B. Indikator Dampak Kebijakan 1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.030,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,33
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 7,12
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,68
Transfer Faktor (TF)
= 177,86
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,33
Transfer Bersih (TB)
= - 2.200,77
Koefisien Keuntungan (PC)
= - 0,18
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,73
136
Lampiran 25. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40% No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nenas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
2
Benih
3
Pupuk
Analisis Finansial Domestik
Asing
Analisis Ekonomi
Total
Domestik
Asing
750.00
Total 2950.03
52.46
52.46
52.46
52.46
116.76
116.76
70.06
70.06
Urea
28.80
11.76
40.56
44.83
18.31
63.15
TSP
5.28
2.16
7.44
8.81
3.60
12.41
KCL
13.08
5.34
18.43
9.05
3.70
12.75
8.88
14.80
8.88
8.88
153.89
153.89
137.04
137.04
penanaman
61.56
61.56
54.81
54.81
Perawatan
153.89
153.89
137.04
137.04
Pemupukan
27.98
27.98
24.92
24.92
Cangkul
0.94
0.94
0.94
0.94
Sabit
0.39
0.39
0.39
0.39
Golok
0.39
0.39
0.39
0.39
Bunga Modal
44.81
44.81
Total Biaya Ustan Nenas
669.12
Pupuk Kandang 4
Tenaga Kerja Persiapan
5
7
Peralatan
19.26
694.30
549.63
25.61
575.23
137
Lampiran 26. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) bila Produksi Nenas Turun 40% Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 750.00 19.26 669.12 61.62 Harga Sosial 2950.03 25.61 549.63 2374.80 Dampak Kebijakan -2200.03 -6.34 119.49 -2313.18
Keterangan : A. Indikator Dayasaing 1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 156,05
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,79
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.402,49
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,18
B. Indikator Dampak Kebijakan 1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 2.200,03
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,25
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 4.48
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,74
Transfer Faktor (TF)
= 50,89
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,25
Transfer Bersih (TB)
= - 2.246,44
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,06
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 076
138
Lampiran 27. Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan No
Uraian
Analisis Finansial Domestik
Asing
Analisis Ekonomi Total
Domestik
Asing
Total
A
Penerimaan Output
1
Output Nanas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
329.41
329.41
329.41
329.41
2
Benih
197.65
329.41
197.65
197.65
3
Pupuk
4
45.63
18.64
64.26
51.04
20.85
71.89
TSP
13.55
5.54
19.09
17.95
7.33
25.28
Pupuk Kandang
34.71
57.84
34.71
34.71
Tenaga Kerja 178.43
297.39
264.82
264.82
penanaman
33.49
55.82
49.71
49.71
Perawatan
265.36
265.36
236.30
236.30
Pemupukan
22.88
22.88
20.37
20.37
1.98
1.98
1.98
1.98
Peralatan Cangkul
6
2806.57
Urea
Persiapan
5
1000.00
K0red
0.82
0.82
0.82
0.82
Golok
0.82
0.82
0.82
0.82
164.93
164.93
Bunga modal
Total Biaya Ustan Nenas
1289.66
24.17
1610.01
1205.58
28.18
1233.76
139
Lampiran 28. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1000.00 24.17 1289.66 -313.83 Harga Sosial 2806.57 28.18 1205.58 1572.81 Dampak Kebijakan -1806.57 -4.01 84.08 -1886.64
Keterangan : A. Indikator Dayasaing 1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= - 337,62
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 1,34
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 1.653,76
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,41
B. Indikator Dampak Kebijakan 1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 1.806,57
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,36
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 3,29
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,84
Transfer Faktor (TF)
= 188,11
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,35
Transfer Bersih (TB)
= - 1991,38
Koefisien Keuntungan (PC)
= - 0,20
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,71
140
Lampiran 29.
Biaya Finansial dan Biaya Ekonomi dalam Komponen Domestik dan Asing Pada Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Pada Tahun 2006 (Rp/Kg Nenas) Pada Sensitifitas Gabungan
No
Uraian
A
Penerimaan Output
1
Output Nenas
B
Biaya Produksi
1
Sewa Lahan
2
Benih
3
Pupuk
Asing
Total
Domestik
Asing
750.00
Total 2726.57
52.46
52.46
52.46
52.46
116.76
116.76
70.06
70.06
33.11
13.53
46.64
41.44
16.93
58.36
TSP
6.08
2.48
8.56
8.20
3.35
11.55
KCL
15.05
6.15
21.19
8.44
3.45
11.88
8.88
14.80
8.88
8.88
153.89
153.89
137.04
137.04
penanaman
61.56
61.56
54.81
54.81
Perawatan
153.89
153.89
137.04
137.04
Pemupukan
27.98
27.98
24.92
24.92
Tenaga Kerja Persiapan
5
Domestik
Analisis Ekonomi
Urea
Pupuk Kandang 4
Analisis Finansial
Peralatan Cangkul
0.94
0.94
0.94
0.94
Sabit
0.39
0.39
0.39
0.39
Golok
0.39
0.39
0.39
0.39
Bunga Modal
44.81
44.81
Total Biaya Nenas
676.19
7
22.15
704.26
545.00
23.72
568.72
141
Lampiran 30. Tabel Matriks Kebijakan (PAM) Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang Tahun 2006 (Rp/kg Nenas) pada Sensitivitas Gabungan Biaya Input Keterangan Penerimaan Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 750.00 22.15 676.19 51.66 Harga Sosial 2726.57 23.72 545.00 2157.84 Dampak Kebijakan -1976.57 -1.57 131.19 -2106.19
Keterangan : A. Indikator Dayasaing 1. Keunggulan Kompetitif Keuntungan Privat (KP)
= 148,63
Rasio Biaya Privat (PCR)
= 0,80
2. Keunggulan Komparatif Keuntungan Sosial (KS)
= 2.183,45
Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)
= 0,19
B. Indikator Dampak Kebijakan 1. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Output Transfer Output (TO)
= - 1.976,57
Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)
= 0,28
2. Dampak Kebijakan Pemerintah Tehadap Input Transfer Input (TI)
= - 1,27
Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)
= 0,92
Transfer Faktor (TF)
= 59,52
3. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Input-Output Koefisien Proteksi Efektif (EPC)
= 0,27
Transfer Bersih (TB)
= - 2.034,82
Koefisien Keuntungan (PC)
= 0,07
Rasio Subsidi Produsen (SRP)
= - 0,75