Buletin tritonis edisi I April 2017
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Dari Redaksi
T
anpa terasa kalender 2016 telah hilang dari meja kerja, dan seperti biasa, kini telah terpampang kalender 2017. Selama semester II tahun 2016, buletin Tritonis laksana tidur tanpa pernah mengunjungi para pembaca. Sejatinya, sepanjang 2016 sampai dengan 2017 redaksi Tritonis sedang sibuk merancang buletin ini seperti dalam bentuknya sekarang. Ternyata, gampang-gampang susah untuk menghadirkan media ini secara rutin. Gampang karena buletin yang diasuh Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih khususnya Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Kehumasan, telah rutin hadir tiap triwulanan. Susah karena memang adanya keinginan untuk menyajikan tulisan sepopuler mungkin agar menjangkau le bih banyak kalangan. Dibantu oleh berbagai pihak dan guna menambah wawasan kita, dalam edisi ini kami sajikan artikel mengenai “Ecosystem Approach To Fisheries Management (EAFM) Perikanan Karang di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat: Aspek Habitat dan Ekosistem” dan “Mengapa Hiu Paus Muncul Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Sepanjang Tahun?”. Disamping itu, Liputan dari “Hari Bhakti Rimbawan ke 34” serta destinasi wisata “Wisata Budaya Kampung Napan Yaur”. Tentu saja masih banyak hal yang bisa diperbaiki demi kesempurnaan media ini. Untuk itu, salah satunya, kami menunggu komentar dan masukan dari Anda, para pembaca. Selamat Membaca
SUSUNAN REDAKSI Pengarah: Kepala Balai Besar TNTC Penanggung Jawab: Acha Anis Sokoy, S.Hut Redaktur: Saiful Anwar Penyunting/Editor: Ahmad Yusuf Arif, S.H., M.H Layout: Ran Ogistira Staf Redaksi : Eko Setyawan, S.Si, M.Si, Esie Mega Wangi, S.Si Yahya Rum Popang, S.Hut, Yoslianto, S.Hut. Buletin Tritonis (Tanggap, Realistis, Informatif dan inspiratif) Merupakan media informasi dan komunikasi konservasi untuk menyebarluaskan informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara umum, pengelolaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kawasan konservasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Alamat Redaksi Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jln. Essau Sesa-Sowi Gunung Manokwari-Papua Barat Telp : (0986)212303 Fax : (0986)214719 E-mail:
[email protected] Website: telukcenderawasih-nationalpark.org
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Daftar Isi
01 Daftar isi LIPUTAN
02 Hari Bhakti Rimbawan
kabar kawasan
DESTINASI WISATA
21 Mengapa Hiu Paus
39 Wisata Budaya Kampung
Muncul di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Sepanjang Tahun?
Ke 34 Tahun 2017
GALERI FOTO
05 Penandatanganan Nota
24
Kesepahaman Bersama Tentang Pengelolaan Pusat Hiu Paus (Whale Shark Center) antara Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih, UNIPA dan WWF-Indonesia
08 Pameran Wisata Taman
45 Kuri Pasai
Laut Kwatisore
35 Masoi: Hasil Hutan Bukan
Konsep Pengembangan Pariwisata
Aset yang teracuhkan
30 Menemui Hantu
ARTIKEL
17 Ekowisata: Salah Satu
42 Pariwisata:
SERBA-SERBI
BIODIVESITY
Fisheries Management (EAFM) Perikanan Karang di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat: Aspek Habitat dan Ekosistem
OPINI
kabar kawasan
Nasional Teluk Cenderawasih di Bali ITT Expo 2017
10 Ecosystem Approach To
Napan Yaur
Kayu Papua yang Tidak Terkelola dengan Baik
37 Mengenal Sirih
Hutan (Piper Sp.)
Raksasa yang Tertipu
01
02 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Liputan
HARI BHAKTI RIMBAWAN KE 34 TAHUN 2017
�
Apel Rimbawan peringatan Hari Bhakti Rimbawan
T
ahun ini Peringatan Hari Bhakti Rimbawan sudah masuk ke usia 34, bertemakan “Dengan Semangat Kerja Nyata, Rimbawan Indonesia Bertekad Menjaga Kelestarian Hutan Untuk Meningkatkan Pembangunan Lingkungan Hidup Yang Berkelanjutan”. Tema ini bermaksud untuk menuntut agar eksistensi rimbawan tetap dijaga untuk mejaga hutan demi lingkungan hidup yang lebih baik. Dalam sambutan Menteri Kehutanan yang dibacakan oleh Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih pada apel peringatan Hari Bhakti Rimbawan me ngatakan, Berkat kerja keras rimbawan, selama 2016 Kementerian LHK telah menghasilkan berbagai terobosan seperti Indonesia menjadi contoh Negara pertama di dunia dengan Lisensi Forest Law Enforcement and Governance and Trad ing (FLEGT-license), sistematisasi hutan rakyat, kolaborasi Hutan Tanaman Rakyat dengan industri, penetapan Hutan Adat, memperoleh Guinness Book of World Record dalam penanaman pohon, meng atasi kebakaran hutan dan lahan, Indonesia posisi terdepan dalam mengatasi perubahan iklim melaui skema REDD+, serta mendapatkan berbagai penghargaan dari
Kementerian dan Lembaga di Indonesia. Hal tersebut merupakan prestasi sekaligus tantangan untuk terus menjaga apa yang telah dicapai selama ini. Kepala Balai Besar TNTC tak lupa berpesan kepada peserta Apel Rimbawan bahwa Rimbawan BBTNTC harus bisa lebih dewasa lagi dalam bekerja. Kehutanan memang tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang bangsa Indonesia, kehutanan bahkan pernah menjadi sumber APBN utama di luar migas. Sejarah panjang kehutanan Indonesia sudah tertulis sejak jaman penjajahan, baik oleh VOC (1602 – 1799), Hindia Belanda (1850 – 1942) hingga Jepang (1942-1945). Di jaman orde baru Kehutanan masih melekat pada Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal Kehutanan, sampai dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 16 Maret 1983. Momentum awal terbentuknya hukum tentang kehutanan di Indonesia, dapat dikatakan dimulai sejak tanggal 10 September 1865, yaitu dengan diundangkannya pertama sekali Reglemen tentang Hutan (Boschreglement) 1865. Reglemen ini merupakan awal mula adanya pengaturan
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Kepala Seksi P2 memeriksakan darah sebelum mendonorkan darahnya
secara tertulis upaya konservasi sumber daya hayati. Adapun lembaga pelaksananya adalah Jawatan Kehutanan yang sudah ada sejak Pemerintah Hindia Belanda. Sebagai landasan kerjanya, Jawatan Kehutanan yang ditetapkan pada tahun 1927 berdasarkan pada Reglement voor de beheer de boscchen van den Lande op java en Madoera, yang dikenal juga sebagai Boschordonantie voor Java en Madoera 1927, kemudian diteruskan oleh pemerintahan Jajahan Jepang, dan dialihkan kepada Pemerintah Republik Indonesia setelah kemerdekaan. Kehutanan pada masa pemerintahan orde lama sedikit banyaknya masih melekat pada peraturan-peraturan yang dibawa oleh pemerintah Hindia Belanda, barulah pada tanggal 24 Mei 1967 lahir undang-undang nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (UUPK). Berlakunya UUPK produk bangsa Indonesia ini dimaksudkan demi kepentingan nasional, dan sekaligus mengakhiri keberlakuan Boschordonantie 1927 yang telah berlaku selama 40 tahun lamanya.
Sambutan Pembina Apel, Ben G. Saroy
Kehutanan pada saat itu masih melekat pada Departemen Pertanian. Barulah pada tanggal
03
04 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Staf BBTNTC melakukan donor darah
Gaung rimbawan sebenarnya sudah ada sejak tahun 60-an. Saat itu para rimbawan Indonesia mencetuskan “Deklarasi Kaliurang” yang menjadi cikal bakal landasan idiil rimbawan Indonesia. Namun eksistensi rimbawan Indonesia baru ter akomodasi semenjak di tetapkannya Departemen Kehutanan sebagai salah satu kementerian di Ka binet PELITA IV. Peringatan Hari Bhakti Rimbawan tahun ini dilaksanakan dengan sederhana. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Besar TNTC dalam menyambut Hari Bhakti Rimbawan adalah Lomba menulis dan Aksi Sosial Donor darah bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia wilayah Papua Barat. Aksi sosial donor darah untuk kemanusiaan ini bertujuan membantu menyediakan stok darah di wilayah Manokwari, demikian yang dikatakan Acha Anis Sokoy, KBTU BBTNTC. Semoga apa yang kita sumbangkan dapat membantu bagi yang membutuhkannya, lanjutnya. 16 Maret 1983 Kehutanan terpisah dari Departemen Pertanian. Tanggal tersebut pula yang kemudian dijadikan momen dalam memperingati Hari Bhakti Rimbawan.
Semoga Hari Bhakti Rimbawan tahun ini tidak menyulutkan semangat para rimbawan dalam menjaga rimba raya dan tetap berinovasi mengembangkan setiap sektor kehutanan. Salam Rimba!!!
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Liputan
PENANDATANGANAN NOTA KESEPAHAMAN BERSAMA
05
Tentang Pengelolaan Pusat Hiu Paus (Whale Shark Center) antara Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih, UNIPA dan WWF-Indonesia
By: Imam S. Hartanto *)
� Gambar 1. Peserta Rapat Penandatanganan Nota
Kesepahaman Bersama Antara BBTNTC-UNIPA dan WWFIndonesia tampak serius mendengarkan arahan dari Kepala Balai Besar TNTC.
S
alah satu program prioritas unggulan sekaligus turunan Program Prioritas Nasional dalam rangka Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik melalui Sub Agenda Pariwisata adalah pengembangan Pusat Hiu Paus (Whale Shark Center). Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) selaku pengelola kawasan konservasi di Teluk Cenderawasih menyadari bahwa dalam rangka mendukung program unggulan dimaksud maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak (stakeholders), dalam bentuk kerjasama/ kemitraan yang mendukung pengelolaan. *) PEH Pertama BBTNTC
WWF Indonesia dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Papua (FPIK UNIPA) selaku mitra, telah menyatakan komitmennya untuk mendukung optimalisasi pengelolaan kawasan TNTC. Menyambut niat positif WWF Indonesia dan FPIK UNIPA maka Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih telah membangun komitmen bersama yang tertuang dalam sebuah Nota Kesepahaman Bersama tentang Pengelolaan Pusat Hiu Paus (Whale Shark Center). Agenda penandatangan Nota Kesepahaman Bersama tersebut dilakukan pada hari Senin tanggal 6 Maret 2017 bertempat di Kantor BBTNTC, Manokwari. Pertemuan ini dihadiri oleh Dekan Fakultas
06 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
� Gambar 2. Nota Kesepahaman
Bersama ditandatangani oleh Ir. Ben G. Saroy, M.Si (di tengah) mewakili Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih, Ir. Mudjirahayu, M.Si (sebelah kiri) mewakili Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNIPA dan Drs. Benja V. Mambai, M.Si (sebelah kanan) mewakili Yayasan WWFIndonesia.
� Gambar 3. Hasil
penandatangan Nota Kesepahaman Bersama antara BBTNTC, UNIPA dan WWF-Indonesia.
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Papua (FPIK-UNIPA) dan Direktur WWF Papua Program beserta unsur pimpinan terkait serta para pejabat eselon lingkup Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih. Dalam kesempatan itu, Ben Gurion Saroy, selaku Kepala Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih menjelaskan bahwa “Ide untuk membangun pusat informasi pengelolaan Hiu Paus ini muncul terkait dengan potensi yang luar biasa dengan ikan Hiu Paus tersebut. Sejak dulu kita sudah kenal dengan ikan ini, namun masyarakat Papua menganggap ikan ini adalah hantu laut. Namun, setelah tahun 2010 mulai banyak turis asing yang datang untuk melihat ikan yang dikenal ramah terhadap manu-
sia ini. Akibatnya, mulai berkembang pula kegiatan wisata Hiu Paus baik dalam skala lokal, regional maupun nasional”. “Namun demikian, semakin meningkatnya kegiatan pariwisata menimbulkan ancaman terhadap spesies tersebut padahal di sisi yang lain kita juga harus melakukan upaya perlindungan yang optimal terhadap spesies prioritas kawasan ini.”, lanjut beliau. “Saya mewakili pihak manajemen sangat mendukung rencana pengembangan Whale Shark Center ini bersama BBTNTC dan UNIPA. Pada prinsipnya WWF akan mendukung sesuai dengan kemampuan WWF. dikatakan Benja V. Mambai, selaku Direktur WWF Program Papua sekaligus Acting
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
CEO WWF-Indonesia. Kemudian untuk selanjutnya dikatakan, “kita perlu bersama-sama menyusun strategi yang lebih detil terkait pengembangan Whale Shark Center itu sendiri”. Komitmen dan antusiasme yang sama juga diutara kan oleh Mudjirahayu selaku Dekan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua (UNIPA). Beliau mengatakan bahwa “Universitas memiliki prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi ya itu pendidikan, penelitian dan pengabdian masya rakat. Kami sangat menyambut baik kegiatan ini. Harapan kami, akan banyak yang dapat dihasilkan dari Whale Shark Center ini terkait dengan publikasi dan dokumentasi mengenai Hiu Paus itu sen diri. Kami sangat menghargai inisiasi ini, kami akan menyediakan dan mendukung sumberdaya yang ada untuk kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat”. Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama ini diharapkan agar pengelolaan pe ngembangan pariwisata, informasi dan penelitian terhadap Hiu Paus semakin optimal. Sehingga keberlangsungan spesies yang dilindungi ini dapat terus terjaga sampai masa yang akan datang.
07
08 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Liputan
PAMERAN WISATA TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH DI BALI ITT EXPO 2017
B
alai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) hadir di Bali dalam rangka pameran promosi wisata yg bertajuk Investmen Tourism Trade Expo 2017 (ITT Expo 2017) yang berlangsung dari tanggal 27 s/d 30 April 2017, bertempat di Lippo Mall Kuta, Bali. Pada ajang ITT Expo 2017 ini, Balai Besar TNTC hadir dengan mengusung tema “Lets Dive in Teluk Cenderawasih National Park” untuk memperkenalkan destinasi dan atraksi wisata khas TNTC, yakni berinteraksi bersama hiu paus. “Tujuan keikut sertaan kami pada ITT 2017 Bali ini adalah untuk memper kenalkan kawasan TNTC sebagai salah satu destinasi wisata yang memiliki objek, daya tarik dan atraksi wisata alam yang unik dan khas, sehingga para wisatawan yang berada di Bali dapat mengenal keunikan kawasan TNTC sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan tujuan destinasi wisata mereka” demikian yang dikatakan Acha A. Sokoy selaku supervisor kegiatan ini. “Dipilihnya Bali sebagai lokasi kegiatan promosi kali ini, karena kita ketahui bahwa Bali me rupakan salah satu pintu masuk wisatawan mancanegara ke Indonesia, oleh karena itu kehadiran dan keikutsertaan kami pada event pameran promosi ITT Expo 2017 ini sangat tepat dan akan kami manfaatkan semaksimal mungkin untuk menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung ke TN Teluk Cenderawasih dan berenang bersama hiu terbesar, yakni hiu paus”, lanjutnya. Taman Nasional Teluk Cenderawasih terletak di dua kabupaten dan dua provinsi, yaitu Kabupaten Teluk Wondama (Provinsi Papua Barat) dan Kabupaten Nabire (Provinsi Papua), merupa
Pose pengunjung pada stand pameran BBTNTC
kan taman nasional perairan (laut) terluas di Indonesia dengan luas kawasan 1.453.500 Ha, dibagi atas luas daratan 68.200 Ha (meliputi pesisir pantai 12.400 Ha dan daratan pulau-pulau 55.800 Ha) dan perairan/ laut seluas 1.385.300 ha, Keunikan kawasan ini adalah adanya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang tinggi, baik di perairan laut maupun di pesisir dan daratan pulau disertai keindahan panorama bawah lautnya yang unik dan khas. Salah satu objek dan atraksi wisata unggulan yang unik dan khas yang ada di kawasan TNTC adalah berinteraksi dengan Hiu terbesar di dunia, Whale Shark. Keunikan Hiu paus yang ada di TNTC
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Kunjungan Sekretaris Dinas Pariwisata Prov. Bali ke Stand BBTNTC
Tim BBTNTC pada Pameran Bali
dibanding wilayah lain adalah jika di daerah lain hanya dapat dijumpai pada musim tertentu, namun di kawasan TNTC ini anda dapat menjumpai dan berinteraksi dengan hiu paus setiap harinya sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Akses atau route perjalanan untuk menuju kawasan Taman
Salah satu sudut stand BBTNTC
Nasional Teluk Cenderawasih, dapat ditempuh melalui jalur udara dari Jakarta, Makassar, Bali dengan tujuan Manokwari atau Nabire. Kemudian lanjutkan ke pesisir dan pulau-pulau di dalam kawasan TNTC me lalui pelabuhan laut Manokwari, Ransiki, Wasior maupun Nabire menggunakan speed boat atau perahu motor.
Sebelum berkunjung ke TNTC anda diwajibkan membuat Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Reser vasi simaksi bisa langsung dengan mendatangi kantor Balai Besar TNTC di Manok wari atau melalui email telukcenderawasih@gmail. com.
09
10 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
ARTIKEL
Ecosystem Approach To Fisheries Management (EAFM)
Perikanan Karang di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat: Aspek Habitat dan Ekosistem Oleh: Tresia S. Tururaja1), Roni Bawole1), Fanny F.C Simatauw1), Imam Syuhada2), Juswono Budisetiawan2) dan Irwanto2)
P
erikanan karang sangat bergantung pada ekosistem pesisir, seperti terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove. Keber adaan eksositem tersebut akan menentukan kelim pahan ikan karang di suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen per ikanan karang dengan pendekatan ekosistem, terutama dari aspek habitat dan ekosistem. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Aspek yang diamati yaitu kualitas air, kekeruhan, eutrofikasi, status ekosistem lamun, mangrove dan terumbu karang, habitat unik, perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat, kondisi suhu perairan. Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek habitat dan ekosistem di Kabupaten Teluk Wondama berstatus sedang dengan nilai kompo sit 4592,18 dari nilai total komposit 8700, artinya kualitas habitat dan ekosistem baru mencapai 52,7 8%. Dengan demikian kualitas pengelolaan selama ini perlu ditingkatkan dari kategori sedang menjadi kategori baik. Berbagai tindakan pencegahan dan pengelolaan dapat dilakukan guna memperbaiki kualitas habitat dan lingkungan. Intervensi penge lolaan dapat dilakukan dengan cara pengolahan limbah rumah tangga sebelum dibuang diperairan, pemantauan kualitas air secara periodik, penertiban penebangan liar, trasplantasi lamun, reklamasi mangrove dan pembuatan karang buatan.
PENDAHULUAN Kabupaten Teluk Wondama berada di wilayah pesisir Semenanjung Wandamen, yang secara geo grafis terletak pada 00° 15’–03° 25’ LS dan 132° 35’–134° 45’ BT dengan luas 14.953,8 km. Wilayah ini diapit oleh dua kawasan konservasi yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu Cagar Alam (CA) Pegunungan Wondiboy seluas 73.002 hektar di wilayah daratan dan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Sebagai bagian dari TNTC, Kabupaten Teluk Wondama memiliki kekayaan sumberdaya perairan yang melimpah yaitu dengan 3 tipe ekosistem pesisir yaitu terumbu karang,
padang lamun dan hutan mangrove serta potensi sumberdaya ikan yang melimpah, baik jenis-jenis ikan pelagis maupun ikan demersal. Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) dikelola secara zonasi berdasarkan Rencana Pengelolaan Tahun 2010–2029 berdasar pada Surat Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 121/IV-KK/2009. TNTC memiliki 460 jenis karang yang terdiri dari 67 genus dan 260 subgenus dari jenis karang Scleractinia tersebar pada tepi pulau-pulau (CII et all., 2006). Kekayaan lain berupa 836 jenis ikan yang terdiri dari jenis ikan estuari, ikan penghuni daerah mang rove, ikan karang dan ikan pelagis, dan dicatat pula 201 spesies moluska. Keragaman flora-fauna daratan terdiri atas 17 jenis vegetasi mangrove, 9 jenis vegetasi hutan pantai, 35 jenis vegetasi hutan daratan, 7 jenis lamun, 184 jenis burung, 14 jenis mamalia, dan 17 jenis reptilia. Perubahan orientasi pemanfaatan sumber daya terjadi pada saat Kabupaten Teluk Wondama menjadi kabupaten baru Tahun 2002. Pengem bangan pembangunan dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten Teluk Wondama dan Balai Besar TNTC berdampak pada beragamnya kepentingan me manfaatkan sumber daya. Pertambahan pen duduk, perluasan permukiman, perkembangan kegiatan perikanan, dan meningkatnya kegiatan transportasi laut menyebabkan kawasan TNTC mendapat tekanan ekologis dan munculnya konflik kepentingan (conflict of interest). Ecosystem Approach To Fisheries Manage ment (EAFM) dipahami sebagai sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejah teraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan dll) dengan tetap mempertimbangkan pe ngetahuan, informasi dan ketidakpastian ten tang komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu,
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
komprehensif dan berkelanjutan (KKP, 2014). Berdasarkan definisi dan prinsip EAFM maka implementasi EAFM khususnya di Kabupaten Teluk Wondama memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan perikanan khususnya pada aspek habitat dan ekosistemnya.
METODE Tahap awal penelitian dimulai pada Desember 2014, dan berlanjut hingga Maret 2015, dengan lokasi penelitian adalah Teluk Wondama (Gambar 1) dan Manokwari. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode observasi dan pengukuran langsung terhadap obyek penelitian serta kuesioner terstruktur. Data penunjang diperoleh dari dokumen yang dipublikasikan oleh pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan
hasil penelitian, dan laporan lain serta peraturan perundangan yang terkait. Adapun data yang dikumpulkan mencakup ekosistem dan habitat. Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak EAFM sebagai alat bantu dalam menilai indikator pendekatan ekosistem untuk pengolahan perikanan (KKP, 2014). Langkah selanjutnya yaitu digunakan teknik flag modeling berbasis microsoft exel yang disajikan dalam bentuk grafik. Indeks komposit dari domain habitat dan ekosistem ditunjukkan berupa hasil penilaian (Adrianto et al., 2005). Indeks yang menggambarkan kriteria pengelolaan disajikan dalam tiga warna dimana warna hijau menunjukkan kondisi pengelolaan dalam keadaan baik, kuning sedang dan merah status buruk. Warna bertujuan agar stakeholders dan pengelola kawasan dapat mmemahami secara cepat status capaian kinerja pengelolaan sehingga tindakan pengelolaan segera diambil demi meuwujudkan pengelolaan yang berkelanjutan.
Gambar 1. Peta perairan Teluk Wondama (Bawole,2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Perairan Dalam kajian EAFM terdapat 3 sub indikator kualitas perairan yang penting untuk diukur yaitu keberadaan limbah yang dapat dideteksi secara
klinis dan visual, tingkat kekeruhan perairan dan eutrofikasi (KKP, 2014). Berdasarkan data hasil penelitian DKP Provinsi Papua Barat (2009); Bawole (2012) dan KKP (2012) yang ditunjukan pada Tabel 1. Beberapa aspek telah melewati
11
12 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017 ambang batas Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut seperti DO, salinitas,
nitrat, fosfat sedangkan BOD5 dan pH berada dibawah ambang batas.
Tabel 1. Kisaran Nilai Aspek Fisik-Kimia Perairan Teluk Wondama Aspek Fisik-Kimia DO (ppm) Salinitas (‰) Suhu (0C) BOD5 (mg/L) Nitrat, NO3 (mg/L) Nitrit (mg/L) Kecerahan (m) pH COD (mg/L) Fosfat, PO4-P (mg/L) pB (mg/L) Cd (ppm) Logam berat Hg (mg/L)
DKP Provinsi Papua (2009) 6,44 – 7,22 30 – 34 29 - 31 1,16 – 2,40 0,20
Bawole (2012) 4,37 – 7,07 30 – 35 29,40 – 32,50 4,87 – 11,93 0,35 – 0,67
0,05 – 0,07
0,12 – 0,15
Oktober 2014-Februari 2015, terjadi rekla masi pantai di Dusner dengan adanya Tempat Penampungan Kayu. Dampak yang ditimbulkan berupa terjadinya pencemaran akibat proses sedimentasi sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan terumbu karang yang ada disekitar daerah Dusner (DKP Kab. Teluk Wondama, 2015). KKP (2012) menyatakan sesuai perhitungan indeks pencemaran, Perairan Teluk Wondama termasuk dalam kriteria 2 atau tercemar sedang.
Kekeruhan Proses sedimentasi dapat digolongkan ke dalam 4 tipe (KKP, 2014): Tipe 1: pengendapan partikel mandiri (discrete particle setting); Tipe 2: pengendapan partikel floc (floculant setting); Tipe 3 : pengendapan secara perintangan (hindered setting); dan Tipe 4: pengendapan secara pemanpatan (compression setting). Sedimen yang tersuspensi, dalam bentuk partikel halus dan kasar, menimbulkan dampak negatif terhadap biota perairan. Sedimen ini dapat menutupi biota sehingga sulit bernafas dan akan mati lemas, meningkatkan kekeruhan perairan sehingga mengganggu organisme yang memerlukan cahaya untuk berfotosintesis, dan dapat menimbulkan eutrofikasi. Sedimentasi yang sangat tinggi dapat menimbulkan pendangkalan atau mengubah sistem perairan menjadi daratan (KKP, 2014). Kekeruhan perairan Kabupaten Teluk Wondama digolongkan dalam kriteria nilai 1 yaitu dengan nilai >20, meskipun hanya terdapat 1 lokasi di Roswar dengan nilai NTU 17,68.
KKP (2012) 6-9,6 28-32 26,5-30 1,6-22,7 0-3 0-0,3 0,5-8 6-8 60,1-276,18 0,1-0,5 <0,1 <0,003 <0,001
Eutrofikasi Air disebut sebagai eutrofik jika kensentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 μg/L. Nitrat (NO3–N) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kisaran nitrat yang diperoleh Bawole (2012), DKP Provinsi Papua (2009) dan KKP (2012) yang terlihat pada Tabel 1 berkhisar antara 0,1-3 mg/l, lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria kehidupan biota air laut berdasarkan baku mutu air laut menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu 0,008 mg/l. Liong 1992 dalam DKP Provinsi Papua Barat (2009) bahwa di perairan Teluk Wondama termasuk dalam kategori dengan tingkat kesuburan baik. Kandungan fosfat yang diperoleh Bawole (2012), DKP Provinsi Papua Barat (2009) dan KKP (2012) yaitu 0,1-0,5 mg/l, sesuai dengan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 telah melewati ambang batas yaitu 0,015 mg/l. Berdasarkan kajian data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan kajian nitrat dan fosfat, maka eutrofikasi dapat dimasukkan dalam kategori 1 atau setara dengan konsentrasi klorofil a > 5μg/l.
Indikator Status Ekosistem Lamun Kajian pada indikator ini bertujuan untuk mengetahui tutupan dan densitas lamun, serta keberadaan jenis lamun di suatu wilayah. Eko sistem padang lamun sangat penting artinya bagi kehidupan penyu hijau dan dugong, karena tumbuhan ini merupakan sumber makanan
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
bagi kedua jenis hewan air tersebut. Selain itu, ekosistem padang lamun juga dikenal sebagai daerah asupan berbagai juvenil ikan dan sebagai daerah perlindungan dari predator bagi ikan-ikan kecil. Hasil analis citra landsat ETM+ tahun 2002 dan 2009 menunjukkan tutupan lamun 7887,80 ha (Bawole, 2012). BBTNTC (2012a) mengidentifikasi Lamun di Pulau Yoop, yaitu Halophila decipiens, H. pinifolia, H. spinulosa, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii, dan Syringodiumisoetifolium. Enhalus acoroides merupakan jenis yang dominan dengan nilai INP tertinggi. Berdasarkan interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2002, luasan lamun disekitar Pulau Yoop sekitar ± 750 ha. Penelitian yang dilakukan KKP (2012) di perairan pulau Roswar ditemukan 4 jenis lamun yaitu Thalassia hemprici, Syringodium isoenti folium, Enhalus acroides dan Halophila ovalis. Perhitungan Nilai Indeks Ekologi pada masingmasing lakosi (Furu, Siedi dan Manggararasi) yaitu nilai keanekaragaman (0.803; 0,973; 1.054) ; kemerataan (0,731; 0,885; 0,770) dan dominansi (0,511; 0,408; 0,391). Jenis Syringodium isoeti folium memiliki jumlah yang lebih banyak di bandingkan jenis yang lain. Hal ini disebabkan karena tipe substrat pada lokasi-lokasi pengamatan cenderung lebih banyak pasir, lumpur berpasir dan patahan karang, selain itu juga disebabkan oleh kondisi pantai yang landai. Sedangkan jenis lamun yang paling sedikit ditemukan adalah Halophila ovalis. Berdasarkan hasil penilaian kondisi lamun di Kabupaten Teluk Wondama kondisi tutupan lamunnya tergolong jarang sampai sedang (Skor 2) sedangkan keanekaragamannya tergolong rendah sampai sedang (Skor 2). Kondisi yang demikian dapat disebabkan oleh pemangsaan (dugong) maupun aktifitas manusia seperti penggunaan alat tangkap yang merusak (bom dan potassium). Keberadaan lamun di perairan kabupaten Teluk Wondama perlu dijaga dikarenakan secara alami fungsi fisika-kimia lamun dapat memperlambat laju abrasi pantai, karena lamun merupakan perangkap sedimen (sedimen trap) dan fungsi penting lainnya adalah lamun dapat mengendapkan zat pencemar untuk diolah kembali oleh biota pengurai (detritus), sehingga mendukung perbaikan kualitas perairan secara alami.
Indikator Status Mangrove Kabupaten Teluk Wondama memiliki ekosistim mangrove yang masih dalam kondisi yang cukup baik diantaranya terdapat pada beberapa kampung di Distrik Rumberpon dan Pulau Yoop Distrik Windesi. BBTNTC (2012b) menginventasrisasi mangrove di Tanjung Yenemberei dimana ke rapatan mangrove yang paling dominan yaitu Rhizophora mucronata (91.667) sebesar 44.0% sedangkan kerapatan yang paling kecil terdapat pada jenis Sonneratia alba (0.521) atau 0.25 % dengan total kerapatan pada keseluruhan jenis mencapai 208.33 pohon/ha. Kategori pohon mangrove di Kampung Yariari secara khusus kerapatan jenis tertinggi yaitu Rhizophora apiculata adalah 1,12 individu/100 m2 atau 112 pohon/hektar dengan nilai kerapatan relatif 28,79 % (Pabonean, 2011). Perubahan luasan mangrove di kabupaten Teluk Wondama yang terjadi di Semenanjung Wondamen selain alih fungsi seperti untuk pemukiman, perkantoran dan lain-lain, juga akibat banjir bandang Tahun 2010. Vegetasi mangrove terus menyusut karena mendapatkan tekanan fisik dan alami yang cukup berat, sehingga mengakibatkan terdegradasinya vegetasi mangrove di wilayah pesisir tepi barat Semenanjung Wandamen. Hal ini terlihat bahwa terjadi perubahan kerapatan negatif yang meningkat luasannya, sedangkan kerapatan yang stabil dan yang positif semakin menurun luasannya. Tahun 2010 luas vegetasi mangrove dalam yang berada dalam keadaan baik pasca banjir bandang berkurang menjadi 413,28 ha sedangkan yang rusak 23,67 ha. Kerusakan vegetasi mangrove di tepi barat Semenanjung Wandamen terbesar terjadi di Warwai sebanyak 5,05%, Sanduay 1,92%, Wasior 1,03%, Iriati 0,37%, Rado 0,04% dan di Miei 0,02%. Berdasarkan hasil penilaian kondisi hutan mangrove di Kabupaten Teluk Wondama memiliki tingkat kerapatan yang rendah (skor 1) dengan keanekaragaman sedang (skor 2). Rhizophora mucronata memiliki nilai penting tertinggi dibandingkan dengan jenis mangrove yang lain dan menyebar sepanjang pesisir. Nilai penting tergolong sedang (skor 2). Berdasarkan data luasan mangrove di Semenanjung Wandamen luasan mangrove berkurang dari data awal terutama disebabkan oleh banjir bandang (2010) sehingga diberi skor 1.
13
14 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017 Indikator Status Terumbu Karang Terumbu karang yang dapat dijumpai di Kabupaten Teluk Wondama digolongkan dalam lima bentuk pokok hamparan, yaitu: Terumbu Karang berbentuk potongan (patch reef), terumbu karang pantai (fringging reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu Karang berbentuk cincin (atol), dan terumbu karang perairan dangkal (shallow water reef). Presentase tutupan karang hidup bervariasi antara 30,4065,64%. Variasi ini dipengaruhi antara lain oleh tingkat intervensi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam (BBTNTC, 2009a). Khusus untuk zona lereng terumbu di kawasan TNTC terdiri dari dua tipe, yaitu: lereng terumbu yang landai dan yang berbentuk tubir (drop-off). Pada zona lereng terumbu ini terdapat jenis-jenis karang, antara lain: Leptoseris spp., Montiphora spp., Oxyphora spp., Mycedium elephantathus dan Piristesrus. Hasil analisis citra landsat ETM+ tahun 2002 dan 2009 menunjukkan karang hidup 2.895,20 ha, karang mati 5.474,80 ha, karang mati dan alga 9.050,40 ha, dan pasir 11.806,80 ha (BBTNTC, 2009b). Hasil penilaian WWF (2011) terhadap kondisi tutupan karang hidup di 20 titik disimpulkan 55% (11 site) dalam kondisi sedang, 30% kondisi baik (6 site) dan 15% (3 site) kondisi sangat rusak. Menurut Biloro (2014), presentase tutupan karang life (life coral) adalah 44%, karang mati (dead coral) 15%, pasir 31% OT (others) 8% dan alga 2%. Kondisi tutupan karang hidup sebagian besar dalam kategori sedang menunjukkan terumbu karang di Kabupaten Teluk Wondama sebagian besar mulai mengalami degradasi sehingga perlu adanya pengelolaan sehingga dapat mengembalikan fungsinya seperti semula. Hasil penilaian diberi skor 2, kondisi tutupan karang hidup tergolong sedang (25-49,9%). Keanekaragaman jenis karang berdasarkan tutupan karang hidup tergolong sedang (nilai berkisar 1
rusakan terumbu karang yaitu penggunaan bom, penambatan jangkar perahu, penggunaan alat pendorong perahu.
Habitat Unik atau Khusus Habitat unik atau khusus didefinisikan sebagai habitat atau spesies khusus yang mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang sangat tinggi, sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam pemantauannya. Informasi tentang lokasi-lokasi spawning ground, nursery ground, feeding ground, dan upwelling sangat penting untuk menentukan bahwa suatu perairan memiliki habitat unik/khusus yang berperan dalam mendukung keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan (KKP, 2014). Beberapa habitat atau spesies khusus yang dilaporkan oleh BBTNTC (2012c) yaitu habitat peneluran penyu di Pulau Wairundi dan Pulau Anggrameos, habitat makan duyung (dugong) di Sobey, habitat kima di Pulau Matas dan habitat ketam kenari di Pulau Yembenemberai. Berdasarkan zonasi Taman Nasional Teluk Cendera wasih, pulau Matas ditetapkan sebagai kawasan zona inti. Hal ini dikarenakan pulau Matas memiliki potensi sebagai habitat berbagai jenis burung, terumbu karang, kima (Tridacnidae), peneluran penyu, dan lokasi pemijahan ikan. Kabupaten Teluk wondama juga merupakan jalur migrasi hiu paus (whale shark). Penilaian diberi skor 2, karena tersedianya informasi adanya habitat unik dan tetapi dikelola secara baik, hal ini terlihat dari monitoring tidak dilakukan secara rutin tanpa pengawasan yang intensif.
Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Perairan dan Habitat Kawasan Teluk Cenderawasih termasuk Teluk Wondama, beriklim tropis lembab. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, Teluk Cenderawasih termasuk dalam iklim tipe A dengan nilai Q = 12,47% dengan rata-rata curah hujan per tahun berkisar antara 1.500–3.500 mm/tahun dan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 79 - 90%. Temperatur udaranya berkisar antara 25 – 30oC, kecepatan anginnya mencapai 3,5 – 9,0 knot dan 22 – 23 knot (BBTNC, 2013). Curah hujan di kawasan ini sering berfluktuasi namun secara umum tidak nampak antara musim hujan dengan musim kemarau. Distribusi hujan terjadi secara merata sepanjang tahun, karena
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
pola angin lokal yang setiap saat bertiup dari arah Barat atau Barat laut akan mengakibatkan gelombang besar dan hujan lebat. Semakin besar dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat, maka keberlanjutan sumber daya perikanan semakin terancam, sehingga diperlukan strategi adaptasi dan mitigasi untuk menekan pengaruh perubahan iklim tersebut (KKP, 2014).
Kondisi Suhu Perairan Teluk Cenderawasih Purba (2010) menyatakan Teluk Cendera wasih memiliki suhu rata-rata menjadi lebih hangat sebagai konsekuensi morfologi semi tertutup, yakni 29,65oC. Teluk Cenderawasih pada kedalaman 3 meter suhu maksimum 31.94oC, minimum 27,10oC, dan rata-rata 29,71oC (kisaran 4,84oC). Pada kedalaman 20 m memiliki suhu maksimum 31,31oC, minimum 24,94oC , dan rata-rata 2,56oC (kisaran 6,37 oC). Mansawan (2011) membandingkan hasil pengukuran suhu permukaan laut di Perairan Teluk Cenderawasih dimana hasilnya pengukuran SPL dengan Logger umumnya lebih tinggi nilainya jika dibandingkan dengan hasil perekaman satelit NOAA, dengan rata-rata selisih hasil pengukuran sebesar 2,53oC.
Banjir yang melanda Wondama beberapa tahun ini menyebabkan kerusakan yang cukup parah pada beberapa lokasi. Perubahan iklim yang terjadi ini mendorong pemda setempat untuk melakukan beberapa tindakan mitigasi bencana seperti perbaikan tanggul yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum, penanaman sejuta mangrove oleh Kementerian Kehutanan, pembuatan papan petunjuk jalur evakuasi serta pembuatan bangunan yang berada pada lokasi yang aman oleh Badan Penagggulangan Bencana Daerah. Namun demikian, langkah yang diambil ini belumlah dianggap berpengaruh secara nyata terhadap kondisi perairan dan habitat tertentu di wilayah pesisir. Berdasarkan hasil pustaka yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa perairan Kabupaten Teluk Wondama dapat digolongkan pada skor 2 yaitu telah diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi. Berdasarkan hasil monitoring WWF (2014) menyebutkan di daerah Roswar (Kampung Yomber) telah terjadi coral bleaching dengan luasan 10m2. Perairan Kabupaten Teluk Wondama dapat dikategorikan dalam skor 3 yaitu habitat tidak terkena dampak perubahan iklim (coral bleaching <5%). Berdasarkan nilai komposit di tiap indikator seperti ditunjukan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kondisi Habitat dan Ekosistem Teluk Wondama
Aspek habitat dan ekosistem di Kabupaten Teluk Wondama diberikan status sedang atau kuning dengan nilai komposit 4592,18 dari nilai total komposit 8700, artinya kualitas habitat dan ekosistem baru mencapai 52,7 8%. Dengan demikian kualitas pengelolaan selama ini perlu ditingkatkan dari kategori sedang menjadi kategori baik. Berbagai tindakan pencegahan dan pengelolaan dapat dilakukan guna memperbaiki kualitas habitat dan lingkungan. Intervensi pengelolaan dapat dilakukan dengan cara pengolahan limbah rumah tangga sebelum
dibuang diperairan, pemantauan kualitas air secara periodik, penertiban penebangan liar, trasplantasi lamun, reklamasi mangrove dan pembuatan karang buatan.
KESIMPULAN Aspek habitat dan ekosistem di Kabupaten Teluk Wondama terkategori status sedang dengan nilai komposit 4592,18 dari nilai total komposit 8700, artinya kualitas habitat dan ekosistem baru mencapai 52,7 8%. Dengan demikian kualitas
15
16 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017 pengelolaan selama ini perlu ditingkatkan dari kategori sedang menjadi kategori baik. Berbagai tindakan pencegahan dan pengelolaan dapat dilakukan guna memperbaiki kualitas habitat dan lingkungan. Intervensi pengelolaan dapat dilakukan dengan cara pengolahan limbah rumah tangga sebelum dibuang diperairan, pemantauan kualitas air secara periodik, penertiban penebangan liar, trasplantasi lamun, reklamasi mangrove dan pembuatan karang buatan.
DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. Y. Matsuda, Y. Sakuma. 2005. Assesing Sustainability of Fishery Systems in A Small Island Region: Flag Modeling Approach. Proceeding of IIFET. 2005. Tokyo. Bawole R. 2012. Penatakelolaan Zona Pemanfaatan Tradisional Dalam Kawasan Konservasi Laut (Kasus Taman Nasional Teluk CenderawasihKabupaten Teluk Wondama, Papua Barat). (Disertasi). Bagor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. 2009a. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2010-2029. Manokwari-BBTNTC. BBTNTC. 2009b. Taman Nasional Teluk Cenderawasih. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20 INDOENGLISH/tn_telukcendrawasihhtm. Diunduh pada 19 Mei 2011). BBTNTC. 2012a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi dan identifikasi Lamun di Pulau Yoop. Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari. BBTNTC. 2012b. Rekapitulasi Laporan Pelaksanaan Kegiatan Teknis BBTNTC. Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari. BBTNTC. 2012c. Rekap Laporan Tahun 2011. Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari. BBTNTC. 2013. Buku Informasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Kementerian Kehutanan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. DIPA BA 029 TA 2013. 45 hal. Biloro,R.H.H. 2014. Distribusi Spasial Life Form Karang Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Papua. Skripsi, Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Peternakan Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Negeri Papua. Manokwari. 54 Hal. CII, TNC, BBTNTC, UNIPA. 2006. RAP of The Bird’s Head Peninsula, Papua Indonesia. Sorong : CII, TNC, BBTNTC dan UNIPA. 215 pg. [DKP] Provinsi Papua Barat. 2009. Penyusunan Kawasan Strategis Perikanan di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. Manokwari: Papua Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Teluk Wondama. 2015. Wawancara Kepala Seksi Bidang Pengawasan dan Perijinan. Tgl 18 Februari 2015. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Teluk Wondama. Laporan Akhir. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan : Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (loka PSPL) Sorong, Dirjen kelautan, Pesisir dan PulauPulau Kecil KKP. PT Bias Reka. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Modul Penilaian Indikator Untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management). National Working Group on Ecosystem Approach to Fisheries Management, Direktorat Sumberdaya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta. 209 hal. Mansawan, A.A. 2011. Perbandingan Suhu Per mukaan Laut dengan Menggunakan Hobopro MCSST Satelit NOAA-AVHRR dan BUOY TAO Di Perairan Teluk Cenderawasih. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan FPPK. UNIPA. 56 hal. Pabonean, W. 2011. Pola Distribusi Dan FaktorFaktor Fisik Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Di Kampung Yariari Distrik Rumberpon. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Peternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Negeri Papua. Purba, G. 2010. Monitoring Suhu Permukaan Laut di Bentang Laut Kepala Burung, Papua, Laporan Akhir 205-2010. Kerjasama Universitas Negeri Papua dan Bird’s Head Seascape Papua. Manokwari. 21 hal. WWF. 2011. Data Monitoring Reef Health. Manokwari WWF. 2014. Data Tim Monitoring Oceaconal WWF. Wondama.
ARTIKEL
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Ekowisata:
Salah Satu Konsep Pengembangan Pariwisata
S
uatu taman nasional dibentuk karena memiliki karakteristik alam yang khas dan sumber daya alam yang perlu dilestarikan sehingga dapat bermanfaat untuk pendidikan dan penelitian juga wisata. Taman nasional merupakan konsep pelestarian alam yang berkola borasi dengan pemanfaatan lain seperti pariwisata, ini dimaksudkan karena keindahan kawasan taman nasional harus tetap di nikmati tanpa melanggar kaidah konservasi. Oleh karena itu, taman nasional dikelola dengan sistem zonasi mulai dari zona yang dapat dimanfaatkan hingga zona dengan proteksi yang ketat. Taman Nasional Teluk Cende rawasih (TNTC) merupakan salah satu taman nasional laut yang terluas di Indonesia dengan ciri khas kekayaan sumber daya alam laut dan ekosistem pulau-pulaunya. Sejak ditetap kan sebagai taman nasional, ka-
wasan ini dikelola berdasarkan sistem zonasi yang terbagi ke dalam zona inti, zona tradisional, zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemanfaatan umum dan zona khusus. Pengelolaan dengan sistem zonasi tersebut bertujuan untuk menjaga keanekaragaman sumber daya alam dan ekosistemnya. Setiap taman nasional di Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam yang dapat dijadikan objek wisata. Kegiatan wisata yang dapat dilakukanpun bera gam, seperti mendaki, tracking, diving, memancing, memotret dan masih banyak lainnya. Demikian pula dengan Taman nasional Teluk Cenderawasih memiliki tempat-tempat mena rik untuk berwisata. Keindahan bawah laut, lansekap pulau-pulau kecil, budaya masyarakat serta religinya dapat menjadi objek wisata di kawasan ini.
Namun Pemanfaat an taman nasio nal sebagai tempat wisata masih berupa wisata alam, belum tersentuh konsep pengem bangan pariwisata. Wisata alam Menurut Sastrayuda (2010), terkait pada setiap jenis wisata-wisata massal dan wisata pertualangan. Wisata alam adalah perjalanan wisata yang bertujuan untuk menikmati kehidup an liar atau daerah alami yang belum dikembangkan. Wisata alam mencakup banyak kegiatan, dari kegiatan menikmati pemandangan dan kehidupan liar yang relatif pasif, sampai kegiatan fisik seperti wisata petualangan yang sering mengandung resiko. Manajemen pengelola yang baik harus dapat membuat suatu konsep dalam pengembangan kegiatannya dalam hal ini pari wisata. Usaha pariwisata tidak hanya menyiapkan sekedar atraksi wisata, akan tetapi me
17
18 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017 melindungi wisata alam dan kehidupan lainnya sebagai sumber pendapatan (Goodwin, 1997:124) dalam Sastrayuda (2010)
nawarkan pula peluang untuk menghargai lingkungan secara berkesinambungan. Ada tang gung jawab secara ekonomi dalam pelestarian lingkungan yang ketika dikunjungi dan dinikmati wisatawan melalui berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan pendapatan yang dapat dikembalikan bagi kepentingan konservasi sehingga dapat dinikmati oleh para pecinta dan pemelihara lingkungan berikutnya. Kemudian tercipta hubungan timbal balik antara masyarakat dalam kawasan dengan lingkungannya sebagai sumber daya alam yang menghasilkan manfaat ekonomi bagi mereka. Selama ini, taman nasional teluk cenderawasih masih memanfa atkan potensi sumber daya alam yang masih alami sebagai objek wisata dengan minim pengembangan, sehingga dampak wisata dirasakan oleh masyarakatpun belum terasa. Pengembangan seperti sarana dan prasarana penunjang wisata, misalnya transpotasi dan penginapan di dalam kawasan masih minim, pelestarian tempat-tempat wisata untuk belum berjalan maksimal. Sedangkan kawasan taman nasional ini sangat berpeluang menjadi destinasi wisata nasional. Dalam indikator kinerja kegiatan, jumlah pengunjung ke kawasan Taman Nasional Teluk Cende rawasih meningkat dari 1482 orang pada tahun 2014 menjadi 5722 orang di tahun 2015. Peningkatan pengunjung tersebut harusnya menjadi bahan pertimbangan untuk membuat suatu konsep pengembangan pariwisata agar wisatawan yang masuk dapat memberi dampak positif dalam peningkatan kunjungan wisatawan di tahun mendatang.
Ekowisata memiliki persyaratan tambahan yaitu pelestarian alam. Berbeda dengan wisata pada umumnya, ekowisata merupakan kegiatan wisata memiliki perhatian khusus terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan sebagai salah satu poin utama dalam kegiatan berwisata. Hubungan timbal balik manusia dengan lingkungannya sangat dibutuhkan dalam eko wisata. Hal tersebut dapat tercipta jika dua aspek ini dapat ditingkatkan yaitu: (1) ketergantungan manusia terhadap sumber daya alam dan lingkungannya makin tinggi, (2) keberpihakan masya rakat kepada lingkungan makin meningkat, Sastrayuda ( 2010 ). Menurut Choy (1998:179) dalam Sastrayuda ( 2010 ), prinsip utama ekowisata adalah:
Ekowisata Salah satu konsep pengem bangan wisata alam yang sering didengar dan umunya dilakukan oleh pelaku usaha adalah Eko wisata. Menurut Sastrayuda (2010) ekowisata termasuk dalam wisata alam yang memanfaatkan sumber daya alam dalam bentuk yang masih lain dan alami, termasuk spesies, habitat, bentangan alam, pemandangan dan kehidupan air laut dan air tawar. Ekowisata adalah “Wisata alam berdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya spesies dan habitatnya secara langsung dengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara tidak langsung dengan memberikan pandangan kepada masyarakat setempat, untuk membuat masyarakat setempat dapat menaruh nilai, dan
1. Lingkungan ekowisata harus bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang relatif belum tercemar atau terganggu 2. Masyarakat ekowisata harus dapat memberikan manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi langsung kepada masyarakat setempat. 3. Pendidikan dan pengalaman ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya yang terkait, sambil berolah pengalaman yang mengesankan. 4. Keberlanjutan ekowisata harus dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi dan lingkungan tempat kegiatan, tidak me rusak, tidak menurunkan
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
mutu, baik jangka pendek dan jangka panjang.
ternatif yang mengedepankan nilai-nilai dan keunikan lokal.
5. Manajemen ekowisata harus dapat dikelola dengan cara yang bersifat menjamin daya hidup jangka panjang bagi lingkungan alam dan budaya yang terkait di dae rah tempat kegiatan eko wisata, sambil menerapkan cara mengelola yang terbaik untuk menjamin kelangsung an hidup ekonominya.
Dalam pengembangan ekowisata ini tentunya harus ada kolaborasi antara pihak pengelolaa, pelaku usaha dan masyarakat. Ada beberapa pendekatan-pendekatan yang dapat diambil agar konsep ini berjalan sesuai dengan maknanya
Apa yang diharapkan dari konsep ekowisata ini? Yang pertama tentunya adalah pelestarian dan mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan akibat dari adanya aktivitas wisata. Kedua, adanya kesadaran dan penghargaan terhadap tempat-tempat wisata oleh wisatawan dan ketiga, pemberdayaan masyarakat setempat dengan menciptakan produk wisata al-
a. Pendekatan lingkungan Dalam kegiatan berwisata tentunya ada kegiatan-kegiatan yang tidak ramah lingkungan. Melalui pendekatan ini pelaku usaha dan wisatawan dituntut untuk tidak hanya mempunyai kesadaran lingkungan dan kepekaan sosial budaya yang tinggi, tetapi mereka harus mampu melakukan kegiatan wisata dengan mengeluarkan pengeluaran ekstra untuk pelestarian alam sehingga timbul rasa sifat-sifat empati terhadap lingkungan.
b. Pendekatan partisipasi dan pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu poin utama dalam pengelolaan wisata. Pelibatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dimulai dari tahap perencanaan sehingga timbul ide-ide yang murni tanpa paksaan yang nantinya akan ada rasa peduli terhadap lingkungan mereka sendiri. c. Pendekatan sektor publik Peran sektor publik dibutuh kan dalam pembinaan otori tas untuk menyusun kebijak an dan pengendalian tentang manfaat sumber daya alam dan lingkungan yang berkait an dengan program dan pembiayaan. d. Pendekatan pengembangan infrastruktur Sarana dan prasarana dasar kepariwisataan harus dapat tersedia, walaupun hanya se
19
20 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
batas infrastruktur dasar se perti jalan dan penginapan. Tentunya butuh tahapan dalam pengembangan infrastruktur agar tidak merusak lingkungan. e. Pendekatan pengendalian dampak ekologi pariwisata Kegiatan wisata tentu sangat berdampak kepada pemanfaatan sumber daya yang tersedia seperti terhadap areal yang digunakan, banyak nya energi yang terpakai, banyaknya sanitasi, polusi suara dan udara, sehingga menimbulkan tekanan terhadap flora dan fauna. Perlu direncanakan pembinaan us-
aha pariwisata oleh pihak-pihak yang akan melakukan monitoring lingkungan pariwisata. f. Pendekatan zonasi kawasan ekowisata Pengelolaan dengan zonasi ini bertujuan untuk membagi ruang-ruang agar ada pelestarian sumber daya alam sehingga dapat dimanfaatkan pelaku usaha, wisatawan dan masyarakat. Selama berdirinya TNTC, konsep kepariwisataan belum dikembangkan secara maksimal, sehingga kegiatan wisata berjalan ditempat. Meningkatnya jumlah
pengunjung TNTC dari tahun ke tahun dapat dijadikan salah satu alasana bahwa pengelolaan kegiatan pariwisata TNTC harus lebih baik dan kreatif lagi agar kawasan ini betul-betul menjadi destinasi wisata yang mempu nyai manfaat untuk masyarakat juga. Semoga di tahun ini pariwisata TNTC dapat berkembang dan mempunyai tujuan yang jelas dalam pengelolaannya.
Daftar Pustaka Sastrayuda, G.S (2010). Hand out mata kuliah Concept Resort and Leisure, Strategi Pengembangan dan Penge lolaan Resort dan Leisure.
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
kabar kawasan
MENGAPA HIU PAUS MUNCUL DI TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH SEPANJANG TAHUN? Oleh : Evi Nurul Ihsan – WWF Indonesia
S
udah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa lokasi terbaik untuk berinteraksi dengan hiu paus di Indonesia adalah di Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Dalam kurun waktu 5 tahun Peningkatan kunjungan wisatawan pada tahun 2011-2016 telah mengalami peningkatan sekitar 600%. Asal wisatawan berimbang antara wisatawan domestik dan wisata wan mancanegara. Ikan terbesar di dunia ini memang sangat bersahabat dengan para wisatawan. Selama kita tidak mengganggu dengan cara mengejar, menunggangi, dan memegangnya. Hiu paus adalah ikan yang hidup di perairan tropis dan memakan zooplankton, udang krill dan ikan-ikan berukuran kecil. Di Indonesia, hiu paus sudah dilindungi sejak tanggal 20 Mei
2013 berdasarkan Kepmen KP No.18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus). Sementara itu Pada tahun 2016, status hiu paus dalam IUCN yang sebelumnya Red List berubah menjadi Endangered. Dataset IUCN telah menunjukkan penurunan populasi sebesar 63% selama 75 tahun (3 generasi) di Perairan Indo-Pasifik. Kemunculan Hiu paus Di TNTC memiliki keistimewaan tersendiri. Hiu paus muncul se panjang tahun tanpa memper hatikan musim. Di lokasi lain seperti di belize, Ningalo Reef Australia, Filipina dan Probolinggo hiu paus muncul pada musimmusim tertentu. Keistimewaan ini memancing banyak perta nyaan dari berbagai pihak baik itu dari pengelola BBTNTC, para peneliti dari berbagai universitas
juga berbagai pihak lainnya. Hasil pemantauan rutin WWF Indonesia bersama BBTNTC sejak tahun 2011 hingga sekarang menunjukkan bahwa kemunculan hiu paus erat kaitannya dengan kehadiran bagan. Lebih jauh lagi, kemun culan hiu paus di TNTC berkaitan dengan ikan puri hasil tangkapan nelayan bagan di dalam kawasan TNTC. Secara sederhana, jika nelayan tidak mendapatkan ikan puri pada malam hari, kemungkinan kecil hiu paus akan muncul di pagi hari. Sebaliknya, jika nelayan mendapatkan ikan puri pada malam hari, kemungkinan hiu paus muncul di pagi hari sangatlah besar. Dalam satu hari hiu paus memerlukan makanan sebanyak 142 kg. Jika dikonversikan de ngan kebutuhan makan manusia dewasa, maka jumlah tersebut
21
22 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Gambar 1. Zooplankton yang tersaring di perairan Kwatisore
dapat memenuhi kebutuhan makanan manusia dewasa un tuk 6 bulan!. Di beberapa lokasi lain seperti di La Paz Mexico, hiu-hiu remaja dengan rata-rata panjang tubuh 3,2 sampai 5,2 meter ditemukan memakan zooplankton dari jenis crustacea (udang-udangan) yang didominasi oleh jenis copepoda (Clark, 1997). Berdasarkan hasil peman tauan dan studi literatur di beberapa lokasi lain yang memiliki pola serupa dalam hal kemun culan hiu paus di TNTC. Fakta ke munculan hiu paus yang hanya berdasarkan dengan keterikatan dengan ikan puri hasil tangkapan nelayan bagan tentulah masih kurang. Penulis sendiri meyakini ada sesuatu hal lain yang menyebabkan jumlah dan kemunculan hiu paus di TNTC cukup tinggi dan bahkan menjadi kesitimewaan sendiri karena muncul sepanjang musim. Karena pada beberapa kasus di
lapangan, terkadang hiu paus tetap muncul meskipun nela yan bagan tidak mendapat kan ikan puri pada malam hari sebelumnya.
Pada tataran trofik level atau rantai makanan pada ekosistem laut. Ikan puri (Encrasich olina punctifer, Fowler 1938)) dan hiu paus memiliki preferensi
Jika dikonversikan dengan kebutuhan makan manusia dewasa, maka jumlah tersebut dapat memenuhi kebutuhan makanan manusia dewasa untuk 6 bulan Hasil penelitian BBTNTC, Fakultas Biologi UGM dan WWF Indonesia menunjukkan bahwa komunitas zooplankton di kawasan perairan TNTC yang membentang dari pantai Sowa hingga Teluk Umar (8 stasiun sampling) mempunyai kelompok taksa yang hampir sama. Curstacea (udang-udangan) mendominasi perairan pada semua jarak sampling dengan proporsi 78-88% dari keseluruhan zooplankton yang ditemukan, dimana antara 59-65 persennya terdiri dari golongan copepoda yang merupakan salah satu makanan alami dan menjadi favorit si hiu paus.
makanan yang sama yaitu kelompok crustacea (udang-udangan). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan banyak informasi terbaru terkait pakan alami untuk hiu paus di TNTC. Dugaan sementara menun jukkan bahwa kemunculan hiu paus di TNTC tidak hanya erat kaitannya dengan ikan puri, namun memang perairan TNTC menyediakan pakan alami hiu paus dalam hal ini adalah crus tacea (udang-udangan) yang merupakan jenis dari zooplank ton. Pembuktian ini perlu di lakukan penelitian lanjutan karena berbagai penelitian me
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
ngenai diet hiu paus di berbagai lokasi di dunia menghasilkan hasil yang sangat bervariasi. Di Mexico, dilaporkan bahwa diet hiu paus terdiri dari 85% copepoda (Nelson & Eckert, 2006). Di Australia, mangsa hiu paus terutama terdiri atas udang krill (Pseudeuphausia latifrons), Copepoda, dan gerombolan ikan kecil (Taylor, 2007), sementara di Tanzania, komposisinya lebih dari 50 persen berupa spesies udang sergestid Lucifer hanseni
mengenai perbedaan biomassa zooplankton di berbagai lokasi di TNTC dalam kaitannya de ngan frekuensi kemunculan hiu paus perlu dilakukan. Selain itu, juga sangat penting untuk diteliti adalah sampel pakan yang diambil pada saat hiu paus makan, sehingga komposisi dan biomasa mangsa yang dimakan oleh hiu paus dapat diidentifikasi dan diestimasi. Selama ini, kemuncul an hiu paus untuk makan, baik di TNTC maupun di berbagai lokasi
Gambar 2.Proses penyaringan Zoopalnkton dilakukan selama 2 menit
dengan kecepatan 2 knot
(Rohner et al., 2015). Terdapat indikasi bahwa hiu paus tidak mempunyai preferensi atas jenis mangsa tertentu, tetapi lebih menunjukkan preferensi terhadap kuantitas biomasa mangsanya. Dengan demikian, generalisasi tidak dapat dilaku kan terhadap hasil penelitian di TNTC ini. Mengingat penelitian ini bersifat preliminary untuk men dapatkan gambaran umum me ngenai pakan alami hiu paus di TNTC, penelitian lebih lanjut
yang lain, selalu dilaporkan terjadi pada pagi hari, sehingga sam pling dalam penelitian ini juga dilakukan pada pagi hari. Akan tetapi, belum ada informasi baik mengenai distri busi harian plankton maupun perilaku makan hiu paus yang alami di TNTC, sehingga hasil penelitian ini masih menyisakan gap informasi mengenai ketersediaan pakan hiu paus yang sesungguhnya. Perlu juga dilakukan penelitian mengenai kemelimpahan temporal atau
musiman ikan puri di wilayah TNTC, karena jika kemunculan hiu paus diasumsikan berkaitan dengan ketersediaan ikan puri di TNTC, terdapat kemungkinan bahwa frekuensi kemunculan hiu paus akan berkorelasi positif dengan kelimpahan ikan puri pada waktu tertentu. Masih lebarnya gap infor masi mengenai ekologi hiu paus di TNTC dapat berdampak negatif terhadap keberlanjutan populasinya. Gap informasi ter sebut menghambat penyusun an strategi pengelolaan habitat hiu paus, karena upaya untuk menjaga populasi hiu paus di TNTC perlu didasarkan atas pengetahuan mengenai pakan alami mereka dan cara mempertahankannya, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak pencemaran dari daratan lewat sungai yang masuk ke perairan TNTC. Ketidaktahuan mengenai pakan alami hiu paus di TNTC juga telah menimbulkan sikap antipati sejumlah anggota masyarakat yang menduga bahwa hiu paus menyebabkan kerugian karena telah memangsa ikan tangkapan mereka. Solusi untuk permasalahan ini memerlukan kolaborasi berbagai pihak yang terlibat untuk memberikan edukasi bagi masyarakat me ngenai ekologi hiu paus dan nilai pentingnya dalam mendukung perekonomian setempat, serta penelitian yang lebih ekstensif mengenai ekologi hiu paus itu sendiri. Hal ini terutama untuk memastikan berjalannya ber kelanjutannya industri wisata berbasiskan hiu paus yang aman dan ramah lingkungan. Salam Lestari
23
24 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
GALERI FOTO
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Apel Hari Bhakti Rimbawan, 16
Maret 2017 di Halaman Kantor Balai Besar TNTC yang diikuti oleh staf dan penjabat BBTNTC
Rangkaian kegiatan Hari
Bhakti Rimbawan dalam aksi sosial donor darah, 10 Maret 2017
Dibalik layar pembuatan film promosi wisata TNTC, 18 April 2017.
25
26 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
27
28 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Salah satu jenis dari Soft Coral di perairan Nusrowi dalam kawasan Taman
Nasional Teluk Cenderawasih. 27-12-2016
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
29
30 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
KABAR KAWASAN
Menemui Hantu Laut Kwatisore Oleh: M. Syukron Makmun *)
S
iang ini saya punya janji dengan hantu. Tapi bukan yang mengerikan seperti pocong atau kuntilanak. Yang satu ini adalah hantu laut, yakni hiu paus yang berkeliaran di sekitar Kwatisore, perairan Teluk Cen derawasih, Papua. Sekian lama menanti perjum paan dengan hiu paus, saya tak pernah menyangka bahwa rasa deg-degannya akan separah ini. Rasanya seperti janjian sama Chelsea Islan. Hati berdebar-debar, salah tingkah, takut pula. Hiu paus atau yang juga dikenal sebagai Gurano Bintang oleh masya rakat Papua ini memang sudah lama berkeliaran di Kwatisore. Bahkan *) telusuRI.org
menurut cerita orang-orang tua, dahulu jika melihat sang hantu laut melintas, masyarakat setempat akan langsung menghentikan aktivitas dan diam menunggu sampai mereka pergi. Tujuannya satu, yaitu agar tidak tertimpa sial. Namun seiring perkembangan zaman, mitos-mitos mulai ditinggalkan. Cara masyarakat untuk menghormati gurano bintang pun sudah berganti. (Apalagi sekarang adalah masa ketika orang-orang sudah mulai berani adu nyali dengan hantu.) Ikan seukuran minibus ini kemudian menjelma sebagai atraksi wisata di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Banyak pejalan penasaran untuk menyaksikan langsung keindahan corak gugusan bintang yang menghiasi tubuh hiu paus yang legendaris itu. Saat bersiap-siap untuk bertemu sang hantu laut, imajinasi saya tentangnya sudah melayang ke mana-mana. Andai saja di Kwatisore ada sinyal internet tentu sudah banyak video dan artikel yang saya lahap. Tapi jangankan akses internet, untuk SMS atau menelepon saja susah. Entah perlu berapa periode kepres-
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
idenan lagi agar akses komunikasi di tempat ini bisa lancar. Tentu saja saya tidak sendirian menemui hiu paus, melainkan bersama tim peneliti dari WWF dan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih (BBTNTC). Kami berangkat ke sana menumpang Gurano Bintang, kapal milik WWF yang dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dan penelitan. Perairan TNTC adalah wilayah jelajahnya. Kapal-motor kayu berbobot mati 34 ton, panjang 23 meter, dan lebar 5,3 meter serta didominasi warna kuning dan merah itu membelah laut Teluk Cendrawasih yang tenang menuju salah satu dari sekian ba nyak bagan ikan di kawasan itu. Bagan adalah perahu yang panjangnya tak sampai 20 meter. Di sisi kanan dan kirinya terpasang jaring-jaring raksasa. Bagan bisa dipindah-pindah. Mobilitasnya itu membuat bagan sekalian disulap menjadi tempat tinggal selama di laut. Uniknya, nelayan bagan justru adalah orang-orang yang berasal dari luar Kwatisore, sebagian besar dari Pulau Sulawesi. Para ne layan bisa tinggal berminggu-minggu di tengah laut untuk mencari ikan puri yang kemudian akan dijual di Nabire.
Dahulu hiu paus suka berpindah-pindah untuk mencari makanannya, yaitu ikan kecil dan plankton, sehingga keberadaannya sulit untuk diketahui. Tapi semenjak bagan-bagan bermunculan di wilayah Kwatisore, hiu paus mulai sering muncul di kawasan itu. Karena bagan menyediakan ikan-ikan kecil seperti puri, hiu paus kemudian menganggap bahwa tempat itu merupakan lokasi untuk mencari makan. Secara instingtif, mereka akan datang ke bagan untuk memamah puri-puri sisa yang dilempar oleh nelayan bagan. Tercatat ada 137 ekor hiu paus yang sekarang berkeliaran di sini. Selama ini nelayan memang tidak terlalu terganggu oleh keha diran hiu paus. Bahkan bisa dibilang sekarang nelayan dan hiu paus sudah menjalin simbiosis mutualisme. Hiu paus mendapatkan makanan, sementara nelayan memperoleh penghasilan tambahan dari wisatawan yang mampir ke bagan yang membeli ikan puri untuk dilemparkan pada gurano bintang. Aturan dalam melihat hiu paus cukup ke tat, sebab ikan ini termasuk hewan yang dilin dungi. Apalagi Teluk Cendrawasih juga adalah kawasan taman nasional. Sebelumnya kami memang sudah melakukan briefing terlebih da-
31
32 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
hulu tentang cara melihat hiu paus. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat ingin menemui si besar nan bersahabat ini, di antaranya adalah menjaga jarak, tidak menyentuh, dan tidak membuat gerakan tiba-tiba. Kapal Gurano Bintang berlabuh agak jauh dari bagan. Kami menghampiri bagan dengan perahu kecil. Melihat kedatangan kami, nelayan yang sedang berjaga di bagan seperti paham dan langsung mempersiapkan seember ikan puri.
Ada dua hiu paus yang sedang berenang-renang. Mereka hanya berputar-putar saja, seperti sengaja bermain-main di sekitar bagan. Jika dilihat dari atas, gurano bintang tampak seperti ikan lele raksasa yang panjangnya setengah dari ukuran bagan. Sang nelayan mulai menuangkan wadah berisi ikan puri agar hiu paus mendekati bagan. Benar saja, ia mendekat, mulutnya yang besar dan ompong terbuka lebar. Ia menengadah ke atas seakan paham bahwa ia akan mendapat jatah makan. Sang nelayan tampak seperti tuan yang sedang mengu-
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
rus peliharaan, hanya saja peliharaannya kurang lazim, yakni seekor hiu. Meskipun hiu paus yang juga mendapatkan predikat sebagai ikan hiu terbesar di dunia ini hanya memakan ikan kecil dan plankton, tetap saja saya bergidik saat pertama kali melihatnya dari dekat. Benar-benar seperti melihat hantu. Namun lama-kelamaan keberanian saya muncul. Rasa penasaran untuk mengamati tingkah lakunya yang anggun juga perlahan timbul.
Saya pun terus berusaha untuk meyakinkan diri. Ketika separuh badan sudah masuk air laut, saya menyesal. Tak peduli sejinak dan seramah apa pun hiu paus, saya tetap kalang kabut ketika ia mulai berenang mendekati saya. Saya panik, tak lucu kalau saya tiba-tiba pingsan dikuasai rasa panik. Kuliah singkat kiat-kiat berenang dengan hiu paus yang saya terima tadi sudah tak lagi saya gubris. Sekarang yang penting adalah berenang sejauh mungkin dari dia.
33
34 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Tapi saya masih curi-curi pandang. Jika diperhatikan dari dekat, hiu paus yang kami temui ini sepertinya punya banyak bekas luka. Goresan dan luka membekas di mulut, sirip, hingga badannya. Barangkali karena kena jaring atau tali kapal. Menurut Evi, salah seorang peneliti dari WWF, masih banyak hiu paus yang mengalami kondisi serupa. Penyebabnya memang beragam, dari mulai terkena jeratan tali atau tali pancing hingga yang tersambar baling-baling kapal. Jika menemukan hal seperti itu, mau tak mau para peneliti itu mesti mendekati hiu paus dan mencoba melepaskannya dari benda-benda asing yang mengganggu. Tentu saja mereka juga sekalian mengambil foto dan
mengidentifikasi hiu paus untuk keperluan penelitian. Seru juga, ya. Ikan puri yang dilemparkan nelayan ke laut sudah mulai habis. Gurano bintang dengan ge rakan lembut juga mulai menjauh dari bagan. Datang karena makan, mereka pergi karena kenyang. Masih dengan bekas-bekas luka di badan, mereka menyelam ke dalam biru. Sampai akhirnya kamipun berpisah dengan hantu laut itu. Saya berharap ini bukan pertemuan pertama dan yang terakhir kami, karena berengan bersamanya ada sensai tersendiri, ada rasa takut namun menyenangkan bias berjumpa dengan ikan hiu terbesar ini. Sampai jumpa “hantu laut”.
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Biodivesity
35
Masoi:
Hasil Hutan Bukan Kayu Papua yang Tidak Terkelola dengan Baik
Oleh: Freddy Jontara Hutapea *)
D
engan kawasan hutan yang sangat luas, Pa pua memiliki berbagai produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berguna dan bernilai ekonomi tinggi. Beberapa HHBK ini telah dikenal luas oleh masyarakat, dan telah dikomersilkan dalam skala kecil, menengah maupun besar. Meskipun demikian, pengelolaan HHBK ini masih belum optimal dan cenderung kurang bijaksana. Masoi (Cryptocarya massoy) merupakan HHBK Papua bernilai ekonomi tinggi yang telah diperjualbelikan secara luas. Meskipun demikian, keberadaan masoi di hutan Papua semakin mengkhawatirkan akibat sistem pengelolaan yang tidak memperhatikan prinsip kelestarian. Tulisan ini bertujuan memberikan ulasan singkat mengenai masoi, pemanfaatan, dan permasalahannya. Masoi merupakan tumbuhan aromatik (ar omatic plant) yang berasal dari famili Lauraceae. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan endemik Papua dan Papua New Guinea, yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Sorong, Manokwari,
Nabire, Biak Numfor, Yapen Waropen, Merauke, Jayapura, dan Papua Nugini bagian barat (Rali et al., 2007; Remetwa, 2000). Sejak dahulu, tumbuhan ini sudah digunakan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat lokal Papua (Triantoro & Susanti, 2007). Masoi merupakan pohon berukuran sedang dengan tinggi mencapai 25 - 35 m. Batang utama pohon ini berbentuk silindris, sedikit berbuncak, dan berpelin tapi tidak berlekuk. Tinggi bebas cabang pohon ini mencapai 20 m, dan diameter setinggi dada (DBH) sekitar 100 cm (Gambar 1) (Khuswandi, 2015). Bagian utama yang dimanfaatkan dari tum buhan ini adalah kulit kayunya (Gambar 1). Kulit kayu ini mengandung lactone yang berupa minyak berwarna keemasan dan memiliki aroma yang wangi (Rai, 2014). Kulit masoi ini dijual dengan harga yang beragam. Menurut Ramah (2016), kulit masoi dihargai sekitar Rp. 50.000 - 60.000 per karung (kualitas biasa) dan Rp. 75.000 per kg (kua
Gambar 1.
Pohon masoi (kiri) dan kulit masoi yang siap dipasarkan (Foto: google. com).
*) Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
36 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
litas bagus). Sedangkan harga nasional mencapai Rp. 100.000-200.000 per kg. Tingginya permintaan terhadap kulit kayu masoi mengakibatkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap masoi. Saat ini, masoi berdia meter kecil (± 8 cm) sudah dipanen oleh masyara kat. Akibatnya, keberadaan tumbuhan ini semakin sedikit dan semakin susah ditemui di hutan. Apa bila tidak ada langkah konkrit memperbaiki penge lolaannya, tumbuhan ini dikhawatirkan akan punah seperti tumbuhan lainnya Dalbergia nigra yang telah lebih dahulu terancam punah. Meskipun publikasi terdahulu telah menyoroti masalah ini, hingga saat ini belum ada upaya mengembangkan teknologi budidaya masoi yang efektif yang dapat mencegah masoi dari kepunah an (Triantoro & Susanti, 2007). Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Manokwari sebagai institusi yang berge rak dalam bidang penelitian dan pengembangan lingkungan hidup dan kehutanan di tanah Papua juga belum memiliki program untuk mengembangkan teknologi budidaya yang efektif untuk masoi. Dalam beberapa tahun terakhir, fokus penelitian masoi di balai ini masih seputar eksplorasi potensi sebaran dan biofisik; kajian teknik konservasi insitu, dan peningkatan produktivitas masoi. Publikasi ilmiah, baik internasional maupun nasional yang ditelusuri melalui google scholar, yang menunjukkan penelitian dan ulasan mengenai budidaya masoi juga belum tersedia. Kebanyakan publikasi masih membahas seputar kegunaan masoi, tek nologi penyulingan minyak masoi, dan senyawa aktif yang terdapat di dalamnya. Dengan tekat menjadikan Provinsi Papua Barat sebagai provinsi konservasi, penelitian yang berfokus pada pemecahan permasalahan pengelolaan sumber daya alam
harus menjadi prioritas agar sumber daya alam ini tidak sampai punah dan hanya menjadi kenangan di masa mendatang. Masoi merupakan HHBK Papua bernilai ekonomi tinggi. Akan tetapi, pengelolaan yang tidak memperhatikan prinsip kelestarian mengancam keberadaan tumbuhan ini. Apabila tidak ada langkah nyata mengatasi persoalan ini, maka tumbuhan ini diperkirakan akan mengalami kepunahan dan hanya akan menjadi kenangan di masa mendatang.Untuk itu, diperlukan berbagai upaya untuk menyelamatkan keberadaan masoi di hutan Papua.
Daftar pustaka Khuswandi. (2015). Mengenal masoi, HHBK andalan Papua. Disadur dari http:// balithutmanokwari.or.id/254.html. Rai, P. P. (2014). Status of medicinal and aromatic plants in Papua New Guinea: a review. Pacific Journal of Medical Sciences, 12(2), 66-80. Rali, T., Wossa, S. W., & Leach, D. N. (2007). Comparative chemical analysis of the essential oil constituents in the bark, heartwood, and fruits of Cryptocarya massoia (Oken) Kosterm. (Lauraceae) from Papua New Guinea. Molecules, 12, 149-154. Ramah. (2016). 26 karung kulit kayu masohi asal Papua Nugini ditangkap. Disadur dari http:// kabarpapua.co/26-karung-kulit-kayu-masohiasal-papua-nugini-ditangkap/. Remetwa, H. (2000). Pemetaan potensi dan penyebaran HHBK di Irian Jaya. Buletin Penelitian Kehutanan, 4(2), 15-28. Triantoro, R. G. N., & Susanti, C. M. E. (2007). Kandungan bahan aktif kayu kulilawang (Cinnamomum culilawane) dan masoi (Cryptocaria massoia). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 5(2), 85-92.
Biodivesity
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Mengenal sirih hutan (Piper sp.) Oleh: Nithanel M. H. Benu & Freddy Jontara Hutapea *)
K
awan hutan yang luas menjadikan Papua kaya akan keanekaragaman hayati baik flora, fauna dan mikro organisme. Sebagian kekayaan ini telah dikenal luas dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu flora yang telah dimanfaatkan masyarakat lokal Papua adalah sirih (Piper betle L.). Sirih ini biasanya dikonsumsi bersama pinang, tembakau, gambir dan kapur. Meskipun demikian, masih terdapat jenis sirih yang belum diketahui nama jenis atau spesiesnya. Tulisan ini dibuat berdasarkan pengamatan di lapangan dan bertujuan untuk memberikan ulasan mengenai salah satu sirih yang belum diketahui nama jenisnya, Piper sp. Sirih ini biasa dikenal dengan nama lokal iferfa efek (suku meyah), dan biasanya disebut dengan sirih hutan. Piper sp. (Gambar 1) merupakan liana kecil yang merayap dengan panjang mencapai 5 m. Batang tumbuhan ini berwarna coklat kehijauan, bulat, beruas (panjang mencapai 6,1-18,9 cm, dan merupakan tempat keluarnya akar), dan penumpu terletak diujung dan berwarna hijau kekuningan. Daun tumbuhan ini adalah daun tunggal, berbentuk jantung, berselang seling, ujung daun meruncing, tepi rata, dan pangkal berbentuk jantung. Ukuran daun berkisar antara 12
sampai 19,9 cm (panjang), dan 8,5 sampai 14,8 cm (lebar). Panjang tangkai daun mencapai 2,13,5 cm, dan daun tidak berbau apabila diremas. Bunga Piper sp. majemuk berbentuk bulir yang terletak diruas berlawanan de ngan kedudukan daun. Panjang tangkai bunga mencapai 2-4 cm. Buah Piper sp. merupakan buah buni berbentuk bulat telur de ngan ukuran 0,5-0,7 x 0,3-0,4 mm, dan gundul. Buah muda umumnya berwarna hijau, sedangkan buah matang berwarna merah kekuningan. Biji Piper sp. berbentuk bulat dengan dia meter mencapai 2-3 mm. Piper sp. dapat ditemukan di Arboretum Inamberi Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Manokwari. Di tempat ini, Piper sp. berdampingan de ngan vegatasi plot percontohan seperti Gmelina arborea, Swiete nia macrophylla, Agathis labillar dieri, Pometia acuminata, Intsia bijuga, Araucaria cunninghamii, Palaquium amboinensis, Aleur ites moluccana, Pometia pinnata dan Cryptocarya massoy, seda ngkan vegetasi alami Elaeocar pus angustifolius, Litsea leder mannii, Prunus javanica, Ficus racemosa, Passiflora sp., Photos scandes, Photos rumphii, Smilax sp., Arcangelesia flava, Spathi ostemon jevensis dll.
Secara sekilas, bagian daun dan batang tumbuhan ini memi*) Balai Penelitian dan Pengembangan liki kemiripan dengan sirih yang Lingkungan Hidup dan Kehutanan biasa di makan (P. betle). Akan Manokwari
tetapi, bagian bunga dan buah Piper sp. berbeda dengan P. betle (Gambar 2). Bunga P. betle berbau apabila diremas, sedangkan Piper sp. tidak berbau. Buah P. betle berbau dan berasa pedas, sedangkan buah Piper sp. tidak berbau dan tidak memiliki rasa (hambar). A
B
C
37
38 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017 D
E
Bagian Bunga dan buah Pip er sp. ini sedikit mirip dengan tumbuhan lada (Piper nigrum) (Gambar 3). Perbedaannya, buah lada berbentuk bulir sedangkan Piper sp. berbentuk tandan, berukuran pendek, dan susunan buahnya tidak beraturan. Permukaan atas daun P. nigrum mengkilap, licin, dan memiliki urat daun sekunder (2 pasang), sedangkan Piper sp. memiliki urat daun sekunder sebanyak 3 pasang, dan berwarna hijau tua kusam. 1
F
G
2
3 H
Gambar 2. A: Penampakan sirih
yang biasa dimakan (P. betle), B: Daun P. betle; C: buah P. betle (Foto: www.google.com).
Gambar 1. Penampakan Piper sp.
A: Habitat, B: Daun & kedudukan daun, C: Helaian daun, D: Penumpu, E: Ruas, F: bunga, G: Buah muda, H: Buah tua (Foto: N. Benu, 2017).
Berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar, sirih hutan (Piper sp.) (buah, daun dan batang) tidak dapat digunakan
Gambar 3. Penampakan P.
nigrum L. (Foto: www. google. com)
seperti P. betle karena tidak menghasilkan warna merah, tidak menghasilkan rasa pedas, hambar, dan sedikit gatal. Sirih ini masih belum dimanfaatkan dan belum diketahui potensi pemanfaatannya. Sehingga masih terbuka kesempatan melakukan penelitian mengenai potensi dan pemanfaatan Piper sp.. Papua memiliki kekayaan alam hayati yang melimpah, dimana sebagian diantaranya telah dimanfaatkan oleh masya rakat lokal Papua. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa jenis flora papua yang belum diketahui nama jenisnya dan pemanfaatannya. Salah satu diantaranya adalah sirih hutan (Piper sp.). Sekilas penampakan spesies ini mirip dengan sirih yang biasa dimakan (P. betle). Namun demikian, kedua jenis spesies ini berbeda.
destinasi wisata
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
WISATA BUDAYA KAMPUNG NAPAN YAUR Oleh : Aswadi Hamid *) Masyarakat Kampung Napan Yaur begitu taat dengan agama yang dianutnya, mayoritas menganut kepercayaan Kristen Protestan, beberapa kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh Persekutuan kaum Bapak (PKB), Persekutuan Wanita (PW), Persekutuan Angkatan Muda (PAM), Persekutuan Anak dan Remaja (PAR) secara rutin dilaksanakan.
Aktivitas mama-mama di Kampung Napan Yaur
T
aman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) tidak ha nya kaya akan keanekaragaman hayatinya, tetapi juga budaya masyarakat yang ada di dalam kawasan. Kali ini kita akan mengenal salah satu kampung yang berada di dalam kawasan TNTC, Kampung Napan Yaur. Secara admi nistrasi Napan Yaur termasuk dalam Distrik Teluk Umar Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Menuju ke Napan Yaur kita dapat menggunakan perahu motor ± 5 jam perjalanan, atau dengan Speed Boat selama ± 2 jam dari Kota Nabire.
Dalam aktivitas keseharian masya rakat kampung Napan Yaur yang menarik yang dimiliki oleh masyarakat ketika ingin menyebarluaskan informasi maupun mengumpulkan masyarakat dalam suatu pertemuan menggunakan alat yang seder hana seperti Lonceng, Terompet, Tifa. Lonceng digunakan sebagai pertanda akan segera dimulainya kegiatan tertentu, mi salnya ada pertemuan di balai desa, kebaktian di gereja atau sebagai bel sekolah. Ada
Kampung Napan Yaur masih mengikuti adat isti adat warisan leluhur mereka dari Suku Hegure (Yaur) dan Wandamen (Wamesa). Tindik Telinga, Upacara Pelepasan perahu, Upacara Gunting Rambut dan Upacara Penyam butan Tamu adalah upacara adat yang masih secara rutin dilakukan. Bahasa sehari-hari yang mereka gunakan adalah bahasa Hegure dan Wamesa. Mayoritas bermata pencaha rian sebagai nelayan dengan memanfaatkan hasil laut untuk mencukupi kehidupannya. Jika cuaca yang tidak mendukung untuk melaut maka mereka cenderung beralih untuk bercocok tanam (berkebun). Bercocok tanam dilakukan masya rakat secara sederhana dalam skala kecil dan hasilnya ha nya untuk dikonsumsi sendiri. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, terdapat kios-kios yang pada umumnya warga dari luar kampung yang membuka tempat usaha.
*) Fungsional PEH Pelaksana BPTN Wilayah I Nabire
Kampung Napan Yaur
39
40 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Masyarakat Napan Yaur dengan terompet Tritonnya
juga terompet Triton, terompet yang terbuat dari cangkang biota laut jenis Triton. Terompet ini digunakan untuk menyampaikan atau menginformasikan jika ada yang meninggal. Dan Tifa/ Tambur, yang terbuat dari kayu dan kulit binatang ini digunakan sebagai penanda dimulainya suatu pertemuan yang dihadiri oleh orang banyak. Budaya Kampung Napan Yaur memang sangat menarik untuk kita eksplore. Jika suatu saat anda berkunjung ke kampung ini berikut referensi aktifitas budaya dan cerita rakyat yang hingga kini masih dijaga oleh masyarakat Kampung Napan Yaur.
Bambu Gila Budaya Bambu Gila merupakan Tarian Adat Napan Yaur sebagai gambaran penyatuan masyarakat dengan alam yang menggunakan bambu yang berasal dari hutan. Biasanya dilakukan pada waktu me nyambut HUT Kemerdekaan RI, permintaan dari tamu yang mengunjungi kampung Napan Yaur maupun pada acara-acara tertentu. Dalam tarian tersebut terdapat sekelompok orang
yang semuanya memegang sebatang bambu. Bambu tersebut dipegang di depan dada seperti memeluk. Kemudian diiringi dengan nyanyian dan kelompok pemegang itu menari maka semakin lama bambu tersebut seperti hidup atau memiliki jiwa sehingga akan mengendalikan gerakannya sendiri. Semakin lama bambu tersebut akan menggila dan mengendalikan jalannya permainan dan para pemain akan berlari mengikuti arah bambu tersebut. Hal inilah yang menyebabkan permainan atau tarian tersebut dinamakan ‘Bambu Gila’.
Iho Hawumi Merupakan cerita rakyat atau dongeng yang melegenda di Kampung Napan Yaur tentang air mata seorang wanita. Alkisah, zaman dahulu kala ada sepasang Suami Istri yang bernama Sun dewani dan Iho Hawumi hidup di Tanjung Mangguar. Suatu waktu, Iho Hawumi meminta Sundewani untuk memanjat dan mengambil buah sukun dan akan ditadah (ditangkap di bawah) olehnya. Sang suami menolak permintaan sang istri tetapi sang istri terus memaksa. Singkat cerita, akhir
nya sang suami mengambil dan membuang buah sukun ke arah sang istri, namun sukun mengenai gelang (disebut dengan istilah sarak) yang dipakai oleh sang istri sehingga gelang tersebut patah. Iho Hawumi bersedih dan menangis karena gelang tersebut merupakan pemberian dari orang tuanya. Hal ini menyebabkan mereka bertengkar dengan hebat dan Iho Hawumi menangis tersedu-sedu. Masyarakat Napan Yaur percaya bahwa tangisan Iho Hawumi masih ada hingga kini dan tangisan tersebut diabadikan pada sebuah buah batu di Tanjung Mangguar yang setiap saat mengeluarkan air yang digambarkan sebagai air mata Iho Hawumi.
Igwa Ha’re Igwa Ha’re merupakan per tanda alam berupa pasir yang diyakini oleh masyarakat setempat sejak dahulu kala hingga sekarang. Kepercayaan ini mengenai letak pasir yang ada sejak dahulu kala di Tanjung Mangguar dan Tanjung Madiana. Apabila Pasir tersebut bergeser ke arah Kampung Napan Yaur (arah Barat) menandakan air laut surut pada siang hari, atau yang biasa disebut masyarakat setempat de ngan nama ‘Meti Siang’. Tetapi bila pasir tersebut bergeser ke arah Pulau Anggrameos (arah Timur) menandakan air laut surut pada malam hari yang dikenal dengan ‘Meti Malam’. Kepercayan tersebut digunakan masyarakat dalam melaksanakan aktivitas mencari kerang (bia) di karang yang disebut masyarakat lokal dengan ‘Bameti.
Hewura dan Gwara Hure Merupakan cerita asal mu asal laut di antara Pulau Ang gromeos dan Tanjung Mangguar
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Senja di dermaga Napan Yaur
dan Tanjung Madiana yang saat ini ditetapkan sebagai Zona Inti Taman Nasional Teluk Cende rawasih. Alkisah, terdapat dua ekor anjing yang diberi nama Hewura (berwarna hitam) dan Gwara Hure (berwarna putih). Kedua anjing tersebut dilepaskan oleh nenek moyang dari Pulau Anggromeos menuju Tanjung Mangguar. Dengan naluriah kebatiniah pada saat itu, apa bila Anjing yang berwarna Putih berhasil sampai pada Tanjung Mangguar maka lautan akan dangkal dan berpasir. Namun apabila Anjing yang berwarna
hitam yang berhasil sampai di Tanjung Mangguar, maka lautan akan dalam/biru. Menurut ce rita, dalam pertarungan renang dua ekor anjing tersebut, ter nyata Gwara Hure (Anjing Putih) tenggelam dan Hewura (Anjing Hitam) yang berhasil berenang sampai di Tanjung Mangguar. Hal inilah yang merupakan penyebab laut di antara Pulau Anggrameos dan Tanjung Mangguar sangat dalam. Setiap suku memiliki budaya masing-masing yang unik dan berkesan sakral, budaya terse-
but perlu dijaga karena merupakan warisan turun temurun dari leluhurnya. Dimasa sekarang kemajuan teknologi dan informasi membuat budaya masyarakat adat mulai tergerus, mungkin suatu saat jika tidak dijaga dan diwariskan untuk anak-anak kita akan hilang. Semoga kita semua yang ada di zaman sekarang ini mampu memperkenalkan dan mau menjaga adat istiadat yang kita miliki untuk masa depan generasi penerus kita.
41
BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017 42 ●OPINI
OPINI
Pariwisata: Aset yang teracuhkan Oleh : Neny Sartika, S.Hut*
M
anusia adalah makhluk hidup yang dianugerahi potensi yang luar biasa oleh Tuhan YME, yang dapat menjadi penemu, pengamat, peneliti dan berbagai jenis pekerjaan lainnya. Namun, pada dasarnya manusia tidak dapat bekerja terus menerus, ada satu titik dimana manusia akan menghadapi rasa jenuh dan membutuhkan space yang lebih untuk menyegarkan pikiran dan jasmani mereka dari segala rutinitas yang ada. Ada beragam hiburan yang dapat menjadi obat kejenuhan seperti mendengarkan musik, menonton film, bermain game, hang out dengan keluarga atau sahabat bahkan berselfie di depan cermin pun dapat menjadi suatu hiburan bagi sese orang. Namun, dibalik keberagaman hiburan yang ada, travelling merupakan alternatif yang sangat digandrungi oleh manusia belakangan ini. Tidak hanya pada kalangan muda, namun yang tua pun turut menjadikan travelling sebagai suatu pilihan ampuh dalam menghilangkan kejenuhan dari ruti nitas mereka. Travelling atau perjalanan wisata bukan ha nya dianggap sebagai kebutuhan, melainkan sudah menjadi gaya hidup. Berbicara mengenai travelling, Indonesia adalah negara yang banyak dianugerahi kenikmatan oleh Tuhan. Julukan zambrud khatulistiwa, negara seribu pulau, negara maritim, negara megabio-dioversity, negara agraris, dan juga sebagai Heaven Earth atau yang disebut sebagai surganya dunia. Beberapa julukan dunia untuk Negara Indonesia merupakan bukti nyata kelimpahan sumberdaya alam yang dimilikinya, tanah yang subur, warga yang ramah serta keindahan alam yang me* Analis Rehabilitasi Hutan dan Lahan BPDASHL Remu Ransiki
mikat. Tidak heran, jika para penduduk di negara bumi lainnya antusias untuk berkunjung dan menghabiskan waktu menikmati keindahan dan atraksi wisata yang tersajikan secara alami di negeri tercinta ini. Berdasarkan laporan kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2015, sektor pariwisata merupakan salah satu pencipta devisa yang tinggi. Sector pariwisata menyumbang devisa sebesar US$ 11,9 mili ar US$ atau setara Rp. 163 trilliun (meningkat 113% dibandingkan tahun 2014 yang mencapai angka devisa sebesar US$ 11,17 miliar). Peningkatan pene rimaan devisa di tahun 2015 tidak saja bersumber dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) dari 9,4 juta di tahun 2014 menjadi 10,4 juta di tahun 2015, tetapi juga bersumber dari pe ningkatan rata-rata pengeluaran per kunjungan dari US$ 1.183,43 di tahun 2014, menjadi US$ 1.190 di tahun 2015. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, 2015, Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Asdep Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepari wisataan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), menyebutkan, jumlah kunjungan wisman tahun 2015 sebanyak 10.406.759 wisman terdiri atas wisman yang melalui 19 pintu masuk (19 point of entry) sebagai “foreign visitor” sebanyak 9.729.350 wisman atau sebesar 93,49 persen dan lewat pintu perbatasan atau “foreigners who enter througt the cross border post” sebanyak 370.869 wisman atau 3,56 persen. Merujuk pada data tersebut maka Indonesia memiliki peluang yang besar dalam peningkatan kepariwisataan. Hanya saja diperlukan adanya pembenahan infrastruktur, pengembangan sum
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
berdaya manusia dan sarana/prasarana di tempat-tempat wisata Indonesia. Berkaca pada negara tetangga, Singapura sangat mengandalkan sektor jasa dan pariwisata untuk melakukan perdagangan yang luas dengan negara-negara di dunia. Hal inilah yang seharusnya menjadi pembelajaran Indonesia, untuk memanfaatkan sektor pariwisata dalam memberikan kontribusi besar untuk perekonomian Indonesia dengan cara mengelola secara kreatif kekayaan alam dan potensi sumber daya manusia di dalamnya. Pembangunan kepariwisataan tidak boleh hanya terfokus pada kota-kota yang besar, namun harus tersebar merata ke daerah kecil ataupun pelosok, sehingga pengembangan destinasi dan pemasaran wisata di daerah dapat berjalan secara berkelanjutan. Di Dalam UU No 10 Tahun 2009 menyebutkan bahwa keberadaan obyek wisata pada suatu daerah akan sangat menguntungkan, antara lain meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya taraf hidup masyarakat dan memperluas kesempatan kerja mengingat semakin banyaknya pengangguran saat ini, pengembangan SDM, meningkatkan rasa cinta lingkungan serta melestarikan alam dan budaya setempat. Kementerian Pariwisata berperan sebagai penggerak utama, yaitu sebagai katalisator, advokator, regulator, koordinator, fasilitator, hub agency, public outreach, yang akan senantiasa menjaga keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan budaya, serta lingkungan. Dari tiga puluh empat provinsi yang ada di Indonesia, Provinsi Papua Barat merupakan salah satu wilayah tujuan wisata di Indonesia menawarkan berbagai macam obyek wisata baik obyek wisata alam, wisata pantai, maupun wisata budayanya. Salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Papua Barat yang kaya akan obyek dan daya tarik wisata tersebut adalah Kabupaten Manokwari. Ada ba nyak obyek wisata yang terdapat di wilayah Kabupaten Manokwari yang mempunyai prospek untuk dikembangkan. Danau Anggi di pegunungan Arfak menjadi salah satu destinasi wisata yang menjadi pilihan wisatawan. Hamparan hutan hijau yang masih alami, pegunungan yang menjulang tinggi, dan kehidupan pedesaan yang masih tradisional menjadi daya pikat kepada calon wisatawan. Danau Anggi yang terdiri atas dua danau besar ini terletak di kawasan cagar alam pegunungan Arfak dan berada di ketinggian kurang lebih 2.400
meter di atas permukaan laut. Untuk mencapai wilayah tempat tinggal suku asli Arfak tersebut, dibutuhkan sekitar 4 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan 4wd. Perjalanan menuju danau Anggi relatif cukup lama, namun disepanjang perjalanan kita akan disuguhkan pemandangan alam yang luar biasa. Bila kita berangkat dini hari dari Manokwari, kemungkinan besar kita akan menyaksikan “sunrise”, matahari yang terbit diantara pegunungan Arfak, perpaduan gradasi warna yang bervarian menjadikan keindahan ini tidak akan
Danau Anggi, Sumber : dokumentasi pribadi, 2016
terbayar dengan nilai uang dan kita tidak akan berhenti bersyukur bila menyaksikannya. Destinasi wisata lain yang dapat dinikmati di Manokwari adalah Hutan Wisata Gunung Meja. Taman Wisata Alam (TWA) ini berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kita dapat menikmati sejuknya hutan sambil meng amati burung dan keragaman jenis tumbuhan dan satwa. Hutan ini merupakan kawasan hutan konservasi dan berada di lahan seluas 460,25 hektar. Letaknya sekitar 3 kilometer dari pusat Kota Manokwari, dapat dijangkau menggunakan jenis kendaraan beroda dua maupun roda empat. Ada dua alternatif jalan untuk menjangkau pintu gerbang Gunung Meja, bisa melalui Jalan Brawijaya dan melalui Amban sekitaran kampus Universitas Negeri Papua (UNIPA). Selain keindahan panorama pegunungan, Manokwari juga menyuguhkan keindahan daerah pesisir. Pantai Undi, Pantai Pasir Putih Yen Beba, Pantai Bakaro, Pantai Amban, Pantai Maruni dan Pulau Mansinam merupakan deretan tempat wisata yang menjadi destinasi wisata andalan Kabupaten Manokwari. Meskipun sama-sama merupakan destinasi wisata pantai, namun masing-masing memiliki keunikan panorama tersendiri. Pantai Undi misal nya, pantai yang terletak sekitar 80 kilometer atau
43
44 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
Gunung Meja, Sumber: Google, 2016
Pantai Pasir Purih, Sumber :Google 2016.
sekitar dua jam perjalanan dari pusat kota Manokwari ini merupakan salah satu pantai pinggiran Samudera Pasifik. Hempasan ombak cukup besar sehingga para pengunjung tidak disarankan untuk berenang dan terlalu dekat dengan garis pantai. Namun pengunjung dapat dengan puas mengambil gambar panorama disekitar pantai, dengan berlatar gelombang ombak dan jejeran pohon serta keindahan birunya langit.
indah pantai bakaro membuat pengunjung menjadi betah dan ingin terus mengeksplore kekayaan wisata yang dimiliki kota ini.
Pantai
Pantai
Undi, Sumber :Google 2016.
Pantai Pasir Putih Yen Beba, bisa dikatakan menjadi salah satu icon kebanggaan yang dimiliki Kabupaten Manokwari. Pasir putih yang bersih, air yang jernih serta gradasi 3 warna air lautnya yang sangat menawan menjadikan pantai ini menjadi salah satu alternatif wisata yang menyenangkan. Sebagian besar masyarakat Kota Manokwari menghabiskan waktu bersama keluarga, sahabat dan rekan kerja setiap pekannya untuk menikmati keindahan pantai ini. Ada juga Pantai Bakaro, kawasan pantai ini terdapat tradisi pemanggilan ikan oleh masyarakat pesisir Bakaro dengan menggunakan peluit yang dibentuk dari cangkang kerang. Gradasi warna air laut yang beragam, cerahnya langit biru di angkasa, udara yang sejuk dan kejernihan air layaknya “cristal water” yang tersaji gratis melalui pesona
Bakaro , Sumber : Google, 2016
Potensi wisata yang luar biasa tersebut sayangnya tidak disertai dengan pengelolaan yang maksimal, sehingga panorama yang seharusnya tersajikan secara sempurna tercoreng dengan tumpukan sampah, minimnya fasilitas, muntahan pinang serta ketidakpedulian pemerintah dan masyarakat terhadap obyek-obyek wisata tersebut. Kurangnya kepekaan dan kepedulian peme rintah dan masyarakat, kurangnya sosialisasi kepada seluruh komponen masyarakat, minimnya fasilitas bak sampah di tempat umum, serta tidak adanya sanksi yang tegas kepada pelaku buang sampah menjadi poin pemicu utama lunturnya keindahan kota ini. Hal ini sangat disayangkan mengingat manokwari merupakan ibu kota Provinsi Papua Barat, serta menjadi provinsi konservasi pertama di dunia yang seharusnya menjadi tolak ukur, percontohan sebagai kabupaten yang maju, kabupaten yang sehat, kabupaten yang bersih dan bersahaja. Semoga kedepannya potensi wisata yang dimiliki kota ini dapat kembali menjadi syurga kecil yang jatuh ke bumi untuk selalu dijaga dan dikelola sumber daya alamnya secara bijak, lestari, dan berkelanjutan, sehingga senantiasa terpelihara untuk kehidupan kita pada saat ini maupun generasi nanti.
EDISI JANUARI-APRIL 2017 ● BULETIN TRITONIS ●
Serba-serbi
Cerita rakyat dari Wandamen
S A N G R A K S A S A YA N G T E R T I P U Oleh: Thitus Charlesr, A.Md
D
i wilayah leher burung pulau Papua, oleh tu ketika terjadilah hal yang menimbulkan perpecamasyarakat pribumi yang mendiami pesisir han diantara mereka. Teluk Wondama dan Teluk Bintuni, telah Pada suatu waktu Kuri sedang pergi untuk membagi ke dua wilayah ini menjadi dua bagian berburu rusa di wilayah padang yaitu daerah air kabur dan daerah alang-alang Bintuni dan Pasai sePasai yang pada saat air jenih. Kedua wilayah ini memidang menyiapkan makan siang liki karakteristik budaya yang hamitu dalam kondisi takut untuk mereka santap bersama, pir sama. karena akan dimakan menu makan siang yang disiapkan Dahulu kala hidup sosok rakadalah daging buaya yang me oleh Kuri tidak kehilangan sasa yang diberi nama “KURI” dan reka tangkap dari kali yang meng akal ia memohon kepada beberapa orang anak muda yang hubungkan antara air kabur dan Kuri untuk bersabar menamai dirinya “PASAI”. air jernih (kali Wosimi). Di percaya sejenak, dia berjanji daging buaya yang berasal dari Karena memiliki sosok tubuh akan menggantikan daerah tersebut rasanya sangat yang begitu besar sehingga ada nikmat dan cocok untuk dijadikan daging yang sudah habis saja hal-hal yang mengakibatkan sebagai menu makan siang mereka dilahapnya dengan daging pergaulannya dengan masyarakat pada saat itu. lain dalam komunitasnya tidak yang rasaya dua kali lipat terlalu harmonis. Kuri selalu saja Saat sedang asik memang lebih nikmat dari daging dimarahi karena memiliki porsi gang sambil menyantap daging tersebut makan banyak sehingga ada saja buaya, tiba-tiba muncullah Kuri anggota keluarga yang tidak kedengan kondisi yang sangaat ke bagian makanan, kalau tidur ada anggota keluarga lelahan dan lapar, lalu bertanyalah dia “daging apayang tidak kebagian tempat tidur didalam rumah kah yang sedang dimakan…? berikanlah padaku” (gubuk). Hal-hal tersebut telah mengakibatkan Kuri dan ketika daging tersebut habis dilahapnya diapun diasingkan dari kehidupan warga kampung ke tem- menghabiskan sisa daging yang hendak disiapkan pat yang jauh. untuk makan siang mereka, walupun dalam kondisi yang belum terlalu matang dan masih sedang diDi tempat tersebut Kuri hidup menyendiri panggang di atas tempat pembakaran daging. Ter hinga pada suatu ketika datanglah Pasai menemui nyata menurut Kuri daging tersebut sangat nikmat. Kuri. Kuri dan Pasai telah membangun hubungan Karena belum bisa memenuhi hasratnya untuk persahabatan yang baik dimana dari kehidupan semenikmati nikmatnya daging, ia pun memutuskan hari-hari keduanya hidup saling membantu dalam untuk menyantap Pasai sebagai gantinya. hal berbagi tempat tinggal serta berburu dan mencari makan bahkan dalam kesehariannya mereka Pasai yang pada saat itu dalam kondisi takut selalu bermain dan bercanda bersama. Hingga sua- karena akan dimakan oleh Kuri tidak kehilangan
45
46 ● BULETIN TRITONIS ● EDISI JANUARI-APRIL 2017
“
Pasai yang hendak menyediakan sesuatu yang sudah dijanjikannya akhirnya memutuskan untuk mengambil jantungnya Kuri dengan cara dimantra-mantrai (pakai obat suanggi untuk membunuh
dan menghidupkannya kembali) dan setelah sang Kuri di maantrai jantungnya dikeluarkan dengan menggunakan tulang daun rotan yang memiliki duri sangat tajam”
akal ia memohon kepada Kuri untuk bersabar sejenak, dia berjanji akan menggantikan daging yang sudah habis dilahapnya dengan daging yang rasaya dua kali lipat lebih nikmat dari daging tersebut, Kuripun menyetujuinya dengan menyandra seorang dari Pasai sambil menantikan datangnya daging yang sudah dijanjikan kepadanya. Namun karena kelelahan, ditambah lagi dengan nikmatnya daging yang baru saja disantapnya maka Kuri pun tertidur. Pasai yang hendak menyediakan sesuatu yang sudah dijanjikannya akhirnya memutuskan untuk mengambil jantungnya Kuri dengan cara dimantra-mantrai (pakai obat suanggi untuk membunuh dan menghidupkannya kembali) dan setelah sang Kuri di maantrai jantungnya dikeluarkan dengan menggunakan tulang daun rotan yang memiliki duri sangat tajam. Selanjutnya jantung tersebut dipanggang bersamaan dengan beberapa potong daging buaya. Namun karena aroma dari daging panggang yang sangat tajam (tercium sangat enak) maka Kuri terbangun dari tidurnya dan menagih janjinya kepada Pasai. Mana daging panggang yang sudah kau janjik an padaku ?, Tanya Kuri…!!! Sebentar lagi daging tersebut sudah dapat kau makan jadi mari duduklah bersama kami di pinggir api dan menantikan matangnya daging ini sambil menikmati keladi bakar…!!! Jawab Pasai. Kuripun melanjutkan pertanyaannya; bina tang apakah yang sudah kalian buru/ bunuh dan
dimanakah binatang itu bisa ditangkap…? Kam kasi tau saya supaya besok sa pi cari lagi…!!! Jawab Pasai: Karena memiliki daging yang sa ngat enak? binatang ini sangat susah di cari, belum lagi binatang ini memiliki ukuran tubuh yang besarnya sama dengan mu. Iyo ka ? bah daging tu de su masak jadi mari kam kasih sa makan sudah…!!! Akhirnya daging tersebut disajikan kepada Kuri; Ini daging de su masak jadi ko makan sudah….!!! Sambil menyantap daging tersebut ia pun, berkata: be…!!! Dagingni enak sampe…!!! Kam kasi tau sa sudah sa mo pi cari yang lain lagi. Pasai menjawab coba ko pigi lihat di tempat yang tadi ko tidur…!!! pasti ko ko bisa dapat jawaban untuk tangkap binatang itu, jawab Pasai. Setelah mengamati keadaan di sekitar tempat tidurnya tadi, akhirnya Kuri pun sadar kalau daging yang tadi sudah dia makan adalah bagian dari anggota tubuhnya, iapun sangat marah dan mengusir Pasai bahkan penduduk di kampung dari lingkungan tersebut untuk pergi jauh dan tinggal di tempat yang banyak buayanya yaitu di wilayah air kabur dan Kuri bersama beberapa orang anggota keluarganya dari suku Maniwaklah yang tinggal di wilayah air jernih. Dipercaya kalau tulang benulang dari Kuri masih tersimpan rapi dan dijaga oleh keturunan nya di pulau Yoop hingga saat ini.