DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA
ANNISA MEIDIANTY
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Annisa Meidianty NIM H14110073
ABSTRAK ANNISA MEIDIANTY. Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI. Industrialisasi pertanian dianggap penting bagi perekonomian Indonesia, karena dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian dan memperluas pasar produk pertanian. Peningkatan nilai investasi pada sektor pertanian dan agroindustri berperan dalam mencapai tujuan industrialisasi pertanian yaitu memperbaiki distribusi pendapatan dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap perekonomian Indonesia dan menganalisis dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor pertanian dan agroindustri berperan penting dalam perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri secara bersamaan lebih baik dalam memperbaiki distribusi pendapatan dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dibandingkan peningkatan investasi pada sektor agroindustri saja. Kata kunci : agroindustri, investasi, pertanian, SNSE
ABSTRACT ANNISA MEIDIANTY. The Impact of Increased Investment in Agricultural and Agroindusty Sector on Income Distribution and Labor Absorption. Supervised by WIWIEK RINDAYATI. Agricultural industrialization is important for Indonesian economy, because it can increase value-added and market size of agricultural products . An increased investment in agriculture and agroindustry sector can play a part in achieving the goal of agricultural industrialization which is improving income distribution and increasing labor absorption . The objectives of this study are to analyze the role of agricultural and agroindustry sector in Indonesian economy and to analyze the impact of the increased investment in agricultural and agroindustry sector on income distribution and labor absorption using Social Accounting Matrix (SAM) approach. The result of this study shows that agriculture and agroindustry sector have important role on Indonesian economy. It also shows that increased investment in agriculture and agroindustry sector will have greater impact in improving income distribution and increasing labor absorption compared to the increased investment in agroindustry sector only. Keywords : agriculture, agroindustry, investment, SAM
DAMPAK PENINGKATAN INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah H. Ide Guswandi dan ibu Hj. Erni Wilda atas kasih sayang, doa dan dukungan yang tidak pernah putus baik moril maupun materil. Terima kasih untuk adik Farhan Dheni Aulia untuk semangat dan doanya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, kritik serta motivasi dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Eka Puspitawati selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik, saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen dan staff akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB atas ilmu dan bantuannya kepada penulis. 4. Teman-teman satu bimbingan : Khairunnisa, Oktavina Widya, Dian Rahmadhani dan Selamet Widodo atas dukungan dan bantuannya kepada penulis. 5. Sahabat-sahabat penulis : Agnes Eka, Ramadhian, Kurnia Sekar Negari, Ika Fauziah dan Rusy Laytifah serta teman-teman ESP 48 dan Sharia Economics Student Club (SES-C) atas semangat dan motivasinya kepada penulis. 6. Pihak-pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015 Annisa Meidianty
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
Investasi
6
Konsep Pembangunan Ekonomi
7
Tahap Pembangunan Pertanian
7
Social Accounting Matrix (SAM)
8
Komponen Pendapatan Nasional
10
Penelitian Terdahulu
11
Kerangka Pemikiran
13
METODOLOGI PENILITIAN
14
Data dan Sumber Data
14
Metode Analisis
15
Analisis Multiplier
15
Analisis Simulasi Kebijakan
16
Asumsi dan keterbatasan model
18
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
18
Investasi Asing dan Investasi dalam Negeri
20
Ketenagakerjaan
21
Distribusi Pendapatan
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Peran Sektor Agroindustri dalam Perekonomian Nasional Pengganda nilai tambah (VAM)
23 23 23
Pengganda pendapatan institusi
25
Pengganda produksi
26
Pengganda total (GM)
28
Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan
30
Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi
30
Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan institusi
31
Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan sektor produksi
32
Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja
34
SIMPULAN DAN SARAN
35
Simpulan
35
Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
39
DAFTAR TABEL 1
Laju pertumbuhan produk domestik bruto sektor pertanian dan industri pengolahan non-migas atas dasar harga konstan 1993 1998 – 2001 (%) 2 Jumlah tenaga kerja menurut sektor ekonomi, 2010-2014 3 Realisasi investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2012-2014 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kerangka dasar SNSE Nilai investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2013, 2014 dan nilai injeksi pada tabel SNSE Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, 2010-triwulan III 2014 sisi pengeluaran (%) Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, 2010-triwulan III 2014 sisi produksi (%) Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), 2012-2014 (US$ juta) Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), 2012-2014 (Rp miliar) Jumlah tenaga kerja berdasarkan sektor, 2010-2014 Pengganda nilai tambah berdasarkan SNSE 2008 Pengganda institusi berdasarkan SNSE 2008 Pengganda produksi berdasarkan SNSE 2008 Pengganda total berdasarkan SNSE 2008 Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan institusi Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja
1 2 5 9 17 19 19 20 21 22 24 26 28 29 31 32 33 35
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kontribusi sektor perekonomian terhadap PDB (%), 1998 – 2014 Kerangka pemikiran Distribusi pendapatan nasional Maret 2004 dan Maret 2013 (%)
2 14 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nomor kode dan nama neraca pada SNSE 2008 2 Nilai pengganda faktor produksi dan institusi sektor pertanian dan agroindustri berdasarkan SNSE 2008 3 Nilai injeksi investasi pada sektor agroindustri (simulasi 1) 4 Nilai injeksi investasi pada sektor pertanian dan agroindustri (simulasi 2)
39 42 43 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor perekonomian yang penting bagi negara berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari peran sektor pertanian sebagai sumber pendapatan utama masyarakat negara berkembang khususnya yang tinggal di pedesaan. Selain itu, sektor pertanian juga menyerap banyak tenaga kerja. Johnston dan Mellor (1961) mengemukakan lima peran pertanian dalam perekonomian negara berkembang yaitu : 1) pertumbuhan sektor pertanian adalah salah satu karakteristik pembangunan ekonomi, 2) pertumbuhan ekspor dari produk pertanian meningkatkan pendapatan dan penerimaan devisa, 3) penyedia tenaga kerja bagi sektor manufaktur dan sektor lanjutan lainnya, 4) sektor pertanian adalah kontributor utama bagi kapital yang dibutuhkan untuk investasi industri sekunder, dan 5) sektor pertanian menyediakan pasar bagi sektor industri karena banyaknya penduduk di pedesaan. Saat terjadi krisis moneter pada tahun 1998, sektor pertanian berhasil menjadi sektor yang dapat bertahan dan menyelamatkan perekonomian nasional di tengah terpuruknya sektor-sektor industri yang banyak menggunakan input impor (tabel 1). Selain sektor pertanian primer, sektor agroindustri yang merupakan sektor industri berbasis pertanian juga berhasil bertahan dari krisis karena kemampuan sektor agroindustri dalam menggunakan bahan baku dari dalam negeri. Tabel 1 Laju pertumbuhan produk domestik bruto sektor pertanian dan industri pengolahan non-migas atas dasar harga konstan 1993 1998 – 2001 (%) Jenis Industri Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan Makanan, minuman dan tembakau Tekstil, barang kulit dan alas kaki Barang kayu dan hasil hutan lain Kertas dan barang cetakan Pupuk, kimia dan barang dari karet Semen dan barang galian bukan logam Logam dasar besi dan baja Alat angkutan, mesin dan peralatan Barang lainnya
1998
1999
2000
2001
-1.13
2.16
1.88
0.98
2.41 10.83 6.72 5.87 10.45 6.38 13.11 42.90 15.67
0.85 7.48 -2.23 -5.05 17.34 16.96 -0.47 21.30 23.72
-0.23 4.65 -14.87 8.50 -25.48 -13.54 -4.04 2.29 -16.01 10.26 -29.75 5.24 -26.91 -0.21 -52.35 -10.27 -36.02 -1.51
Sumber : BPS, 2001
Selain keberhasilan untuk bertahan dari krisis, sektor pertanian juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, khususnya di daerah pedesaan. Meskipun tiap tahunnya jumlah tenaga kerja sektor pertanian semakin menurun, tetapi proporsinya tetap menjadi yang terbesar dibandingkan tenaga kerja pada sektor lainnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.
2 Tabel 2 Jumlah tenaga kerja menurut sektor ekonomi, 2010-2014 Jumlah tenaga kerja (juta orang) 2010 2011 2012 2013 2014 41.5 39.3 38.9 39.2 39.0 13.8 14.5 15.4 15.0 15.3 5.6 6.3 6.8 6.4 7.3 22.5 23.4 23.2 24.1 24.8 5.6 5.1 5.0 5.1 5.1 16.7 2.6 2.7 2.9 3.0 16.0 16.6 17.1 18.5 18.4 1.5 1.7 1.9 1.7 1.7
Sektor ekonomi Pertanian Industri pengolahan Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan telekomunikasi Keuangan Jasa masyarakat Lainnya
Ket : data diambil pada bulan Agustus setiap tahunnya Sumber : BPS, diolah Bappenas (2015)
Besarnya jumlah tenaga kerja ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan PDB sektor pertanian. Sejak tahun 1998 hingga 2014, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional cenderung menurun seperti yang diperlihatkan dalam gambar 1.
30
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
25
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
20 Listrik, Gas dan Air Bersih 15 Bangunan 10
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
0
Pengangkutan dan Komunikasi 1999
5
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1998
PRESENTASE TERHADAP PDB (%)
35
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
TAHUN
Sumber : BPS (diolah)
Gambar 1 Kontribusi sektor perekonomian terhadap PDB (%), 1998 – 2014 Menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB meskipun banyak tenaga kerja yang terserap pada sektor tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sektor pertanian relatif rendah. Kondisi ini akan berdampak pada menurunnya kesejahteraan masyarakat pertanian dan memperlebar ketimpangan distribusi pendapatan. Bergesernya struktur perekonomian dari perekonomian berbasis pertanian menjadi perekonomian berbasis industri menghendaki adanya keseimbangan pembangunan antara keterkaitan yang kuat antara sektor pertanian dengan sektor
3 industri, karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan pertanian sebagai lapangan pekerjaan utama. Karena pembangunan agroindustri dianggap menjadi jalan keluar sehingga terjadi keseimbangan antara pembangunan sektor pertanian dengan sektor industri. Menurut Departemen Pertanian (2005) menyebutkan bahwa paling sedikit terdapat lima alasan kenapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional masa depan, yaitu : (1) industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia; (2) produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan; (3) memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektorsektor lainnya; (4) memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya; dan (5) memiliki peluang untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya. Pembangunan agroindustri dengan daerah pedesaan sebagai wilayah penunjang dan penyedia bahan baku telah menjadi program pemerintah sejak tahun 2005. Pembangunan agroindustri di pedesaan diharapkan dapat mengurangi gap antara daerah perkotaan dan pedesaan, sehingga tercapai distribusi pendapatan yang merata. Sementara beberapa tahun terakhir, industrialisasi produk pertanian pun kembali menjadi prioritas utama pemerintah, di mana agroindustri ditetapkan sebagai salah satu industri andalan masa depan. Sesuai dengan tujuan pembangunan pemerintah yang dikenal dengan triple track strategy yaitu pro-growth, pro-job dan pro-poor, maka industrialisasi pertanian diharapkan dapat berperan besar dalam meningkatkan perekonomian nasional, menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya tenaga kerja sektor pertanian dan meningkatnya tenaga kerja pada sektor industri. Dalam pelaksanaannya, pelaksanaan industrialisasi pertanian memerlukan berbagai sarana pendukung, di antaranya investasi baik investasi pemerintah maupun investasi dari pihak swasta. Investasi merupakan salah satu komponen dalam peningkatan pendapatan nasional seperti dalam model ekonomi Keynes. Meskipun tidak banyak studi yang membahas peranan investasi atau modal pada pembangunan negara berkembang, namun studi yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 1990-an, pertumbuhan persediaan modal pada negara berpendapatan menengah menyumbang paling banyak 0,5 dari pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pada umumnya. Pada pembangunan sektor agroindustri, investasi diperlukan baik dari sektor hulu dan hilir agar pengembangan sektor agroindustri tersebut berjalan dengan baik dan terintegrasi. Investasi pada sektor hulu diperlukan agar terdapat modal misalnya berupa mesin dan teknologi untuk meningkatkan tingkat dan kualitas produksi bahan baku yang akan digunakan dalam proses pengolahan pada sektor hilir. Sedangkan investasi pada sektor hilir diperlukan untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas kapital agar produk-produk agroindustri yang dihasilkan memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi. Selain itu, dengan adanya investasi diharapkan dapat menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja terdidik maupun terlatih yang dibutuhkan dalam proses produksi. Untuk meningkatkan nilai investasi khususnya
4 pada sektor agroindustri, pemerintah melakukan berbagai kebijakan sehingga investor berminat untuk menanamkan modalnya. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain dengan memberikan insentif pajak dan insentif investasi. Rumusan Masalah Pembangunan perekonomian bagi seluruh negara memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, di samping meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi. Suatu negara harus menghadapi berbagai kendala dalam membangun perekonomiannya, di antaranya penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Rendahnya daya saing produk pertanian Indonesia yang sebagian besar masih berupa barang primer membuat produktivitas dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia semakin menurun. Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB membuat kesejahteraan tenaga kerja Indonesia yang sebagian besar terserap pada sektor pertanian semakin menurun. Sementara sektor industri yang menjadi andalan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi membuat pembangunan ekonomi menjadi terpusat di kota-kota besar sehingga memperparah ketimpangan pendapatan antara masyarakat kota dengan masyarakat di pedesaan yang sebagian besar masih bergantung pada sektor pertanian. Berdasarkan data dan latar belakang yang telah dipaparkan, pengembangan agroindustri atau industri berbasis pertanian menjadi penting agar tidak terjadi ketimpangan antara sektor pertanian dan sektor non-pertanian yang juga dapat berdampak pada pengurangan kemiskinan dan ketimpangan. Studi oleh FAO dan UNINDO (2009) menyebutkan bahwa agroindustri dapat menjadi faktor yang kuat dalam pembangunan ekonomi, karena selain mampu menyerap banyak tenaga kerja, dari sudut pandang investasi luar negeri dan perdagangan internasional, produkproduk agroindustri akan lebih berdaya saing dibandingkan dengan produk dari pertanian kecil. Pemerintah sendiri sudah mencanangkan program industrialisasi pertanian dengan tujuan agar produk-produk pertanian memiliki nilai tambah yang besar sehingga dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, industrialisasi pertanian juga diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan sehingga distribusi pendapatan semakin merata. Investasi sebagai salah satu komponen pertumbuhan perekonomian nasional berperan penting dalam upaya industrialisasi pertanian, karena industrialisasi pertanian membutuhkan modal baik pada sektor hulu maupun sektor hilir. Berdasarkan strategi triple track yaitu pembangunan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan, kenaikan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri dapat dikatakan mampu membantu pencapaian tersebut, karena investasi pada sektor pertanian dan agroindustri berpengaruh terhadap pertumbuhan pendapatan nasional, membuka lapangan pekerjaan khususnya di pedesaan dan dengan sendirinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Namun selama ini investasi pada sektor pertanian primer dinilai kurang menarik, karena sektor pertanian dinilai memiliki banyak risiko dan nilai tambahnya kecil bila dibandingkan dengan sektor industri. Karena itulah pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan nilai investasi sektor pertanian dan sektor agroindustri yang dapat dikatakan berhasil
5 karena terjadi kenaikan nilai investasi yang signifikan pada sektor pertanian dan sektor agroindustri (tabel 3). Tabel 3 Realisasi investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2012-2014 Sektor Tanaman pangan dan perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Industri makanan Industri kayu Industri kertas dan pencetakan
PMA ( US$ juta) 2012 2013 2014
PMDN (Rp miliar) 2012 2013 2014
1 601.9
1 605.3
2 .206.7
9 631.5
6 589
12 707.3
19.8 26.9 29.0
11.3 28.8 10.0
30.8 53.3 35.3
97.4 144.5 14.7
361 0 4
650.7 0.3 21.7
1 782.9
2 117.7
3 139.6
11 166.7
15 081
19 596.4
76.3
39.5
63.7
57.0
391
585.1
1 306.6
1 168.9
706.5
7 561
6 849
4 093.7
Sumber : BPKM, 2015 (diolah)
Meskipun terdapat kenaikan nilai investasi, namun dapat terlihat bahwa terdapat ketimpangan nilai investasi yang sangat jauh antara sektor tanaman pangan dan perkebunan dan sektor industri makanan dengan sektor pertanian dan agroindustri lainnya. Hal tersebut dikarenakan pengembangan industrialisasi pertanian oleh pemerintah sebagian besar terfokus pada produk-produk di sektor tanaman pangan dan perkebunan yang berbasis pengusaha besar seperti CPO, sehingga investasi yang didorong pun adalah investasi pada sektor industri berbasis pertanian pangan dan perkebunan. Padahal sektor pertanian dan agroindustri mempunyai lingkup yang luas, sehingga menurut Direktur Eksekutif Institute for Sustainable Agriculture and Rural Livelihood (Elsppat) Daniel Mangoting, banyak tenaga kerja di sektor pertanian lainnya menjadi tidak terserap. Berdasarkan paparan di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap perekonomian Indonesia? 2. Bagaimana dampak peningkatan investasi terhadap distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis peranan sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian Indonesia. 2. Menganalisis dampak peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.
6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini bagi penulis, kalangan akademisi dan pelaku industri antara lain : 1. Sebagai bahan studi komparatif bagi penelitian yang berkaitan dengan investasi sektor pertanian dan agroindustri. 2. Sebagai bahan pertimbangan kebijakan untuk pengembangan sektor pertanian dan agroindustri. 3. Pengaplikasian ilmu yang telah dipelajari selama rentang waktu perkuliahan sebagai manfaat bagi penulis. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian akan menggunakan tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia ukuran 105 x 105 yang diterbitkan BPS tahun 2008. Tabel SNSE 2008 adalah tabel SNSE terakhir yang dipublikasikan oleh BPS. Karena BPS belum memperbaharui tabel SNSE hingga tahun 2015, maka dapat dikatakan bahwa tabel SNSE tahun 2008 masih relevan untuk dianalisis. Data pendukung yang digunakan adalah data-data terbaru yang didapatkan dari BPS. Fokus dalam penelitian ini adalah sektor pertanian dan agroindustri di mana pada tabel SNSE, sektor agroindustri yang akan diinjeksi adalah sektor dengan dengan kode sektor 35 dan 37 yaitu industri makanan, minuman dan tembakau serta industri kayu dan barang dari kayu. Sementara sektor pertanian primer yang akan diberikan injeksi pada penelitian ini adalah sektor dengan kode sektor 28, 30, 31 dan 32 yaitu sektor pertanian tanaman pangan, sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sektor kehutanan dan perburuan dan sektor perikanan. Injeksi pada sektor-sektor tersebut didasarkan pada ketersediaan data aktual yang didapatkan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang akan digunakan pada penelitian ini. Industri kertas dan pulp tidak dimasukkan dalam pengelompokkan karena industri kertas dan pulp menjadi satu kelompok dengan industri alat angkutan, logam dan industri lainnya. Penelitian ini tidak mendisagregasi tabel SNSE sesuai dengan industri-industri pada sektor industri agro karena keterbatasan ilmu dari penulis.
TINJAUAN PUSTAKA Investasi Investasi merupakan barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Menurut Bank Indonesia, investasi merupakan penanaman modal, biasanya dalam jangka panjang untuk pengadaan aktiva tetap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain untuk memperoleh keuntungan. Investasi terbagi menjadi tiga sub-kelompok, yaitu investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi residensial adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga oleh tuan tanah. Investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (Mankiw, 2007).
7 Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa sekitar setengah dari pertumbuhan pendapatan agregat pada 9 negara maju sejak tahun 1975 lebih disebabkan oleh adanya ekspansi input modal fisikal riil di negara tersebut. Banyak studi yang mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat investasi di AS pada tahun 1970-an (sebesar 18 persen dari GNP, terendah di antara negara-negara industri pada masa itu) sebagai penyebab utama dari rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita negara tersebut sejak tahun 1970-an, dibandingkan dengan Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa Barat (Arsyad, 2010). Pada penelitian dengan pendekatan SNSE, pengeluaran investasi diartikan dengan investasi dari pihak swasta, karena investasi yang dikeluarkan pemerintah seperti pembangunan infrastruktur digolongkan dalam pengeluaran dari anggaran pemerintah. Konsep Pembangunan Ekonomi Todaro dan Smith (2010) mengemukakan tiga tujuan pembangunan ekonomi yaitu : 1) meningkatkan ketersediaan dan perluasan distribusi barangbarang kebutuhan pokok, 2) meningkatkan kualitas kehidupan, termasuk di dalamnya perluasan lapangan kerja dan perbaikan kualitas pendidikan, dan 3) memperluas pilihan-pilihan ekonomi dan sosial masyarakat. Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan secara fisik maupun sikap pandang masyarakat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh proses sosial, ekonomi dan institusi untuk mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu pembangunan ekonomi pada umumnya dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). Tahap Pembangunan Pertanian Pembangunan pertanian terdiri dari tiga tahap, yaitu pertanian tradisional, tahap penakeragaman produk pertanian dan tahap pertanian modern. Pertanian tradisional adalah tahap pembangunan pertanian di mana produksi pertanian ditujukan untuk konsumsi sehingga jumlahnya hampir sama. Pertanian tradisional memiliki tingkat produktivitas yang rendah karena masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana. Tahap penakeragaman produk pertanian adalah tahap di mana produk pertanian pokok tidak lagi mendominasi dan perlahan-lahan digantikan dengan produk pertanian yang ditujukan untuk perdagangan seperti teh, kopi dan buahbuahan. Perubahan tersebut juga dikombinasikan dengan peternakan sederhana. Pertanian modern adalah tahapan terakhir pembangunan pertanian adalah produksi pertanian yang berorientasi pada kebutuhan pasar dan tidak lagi berorientasi konsumsi. Pembangunannya berpengaruh pada sektor perekonomian secara luas dan bergantung pada kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, sumber daya manusia dan luas pasar domestik serta internasional. Produksi pada pertanian modern sangat memperhatikan skala ekonomis yang efisien seperti produksi pada sektor industri. Tahap pertanian modern dikenal juga dengan agribisnis dengan agroindustri sebagai sub-sistemnya.
8 Social Accounting Matrix (SAM) Social Accounting Matrix (SAM) atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah teknik yang berhubungan dengan penghitungan pendapatan ekonomi yang menyediakan konsep dasar untuk menilai pertumbuhan ekonomi dan isu distribusi dengan satu kerangka kerja dalam perekonomian (Huseyin, 1996). Round (1981) mendefinisikan SAM sebagai sistem perhitungan tunggal di mana masing-masing komponen makroekonomi diwakilkan oleh kolom untuk pengeluaran, dan baris untuk pemasukan. BPS (2003) menyebutkan bahwa SNSE merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matrik yang merangkum berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu negara dan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi dan sosial pada suatu waktu tertentu. Kerangka dasar pembentukan SNSE adalah berbentuk matrik dengan ukuran 4x4, yang berbasis pada neraca-neraca pelaku ekonomi (actors) yang telah dikonsolidasikan. Pada kerangka SNSE terdapat 4 neraca utama, yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi, dan neraca lainnya (rest of the world) (BPS, 2002). Kerangka dasar SNSE dapat dilihat pada tabel 4.
9 Tabel 4 Kerangka dasar SNSE Pengeluaran
Neraca Endogen Faktor Institusi 1
2
Penerimaan Faktor Produks i
Neraca Endogen
0
T21
Sektor Produks i
2
3
Alokasi pendapatan faktor ke institusi
0
L1 Neraca Eksogen
Jumlah
3
4
5
T13
X1 Y1
1
Institusi
Sektor
Neraca Endogen
4
Alokasi pendapatan faktor ke luar negeri Y’1
0
Alokasi nilai tambah ke faktor produksi
T22
Pendapatan faktor produksi dari luar negeri X2
Transfer antar institusi
0
Transfer dari luar negeri
T32
T33
X3
Penerimaa n domestik
Penerimaa n antara
Ekspor dan investasi
L2 L3 Tabungan pemerintah swasta dan rumah tangga Y’2
Impor dan pajak tak langsung
Distribusi pendapatan faktorial Y2 Distribusi pendapatan institusiona l Y3 Total output menurut sektor produksi Y4
L4 Transfer lainnya
Total penerimaan neraca lainnya
Y’4 Y’3
Jumlah
5
Distribusi pengeluara n faktor
Distribusi pengeluara n institusi
Total input
Total pengeluara n lainnya
Sumber : BPS, 2003
Tujuan menggunakan SNSE adalah untuk melihat kinerja sosial ekonomi suatu wilayah secara makro, seperti (BPS, 2003) : 1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu wilayah, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional/propinsi menurut sektor-sektor ekonomi maupun pengeluaran, konsumsi, investasi dan tabungan masyarakat, hutang dan piutang negara atau pemerintah daerah, dan leakages (kebocoran), yaitu besarnya penerimaan suatu negara atau wilayah yang mengalir ke luar negeri atau ke luar wilayah.
10 2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor- faktor produksi tenaga kerja dan modal. 3. Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga. 4. Pola pengeluran rumah tangga. 5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan. Melalui penggunaan SNSE, kinerja ekonomi dan sosial suatu negara atau propinsi, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional, termasuk masalahmasalah distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan rumah tangga maupun distribusi pendapatan faktorial, dan juga pola pengeluaran rumah tangga, dapat ditelaah. Data SNSE menggunakan kerangka keseimbangan umum, hal yang sama pada tabel I-O. Tetapi cakupan SNSE lebih luas dari tabel I-O. Tabel I-O menyajikan informasi mengenai distribusi pendapatan, konsumsi rumah tangga dan tenaga kerja tetapi secara agregat sehingga perincian secara mendalam tidak dapat dilakukan. Selama ini distribusi pendapatan dalam I-O hanya menurut sektor ekonomi, tidak menurut golongan tenaga kerja/rumah tangga. Jumlah tenaga kerja hanya dirinci menurut sektor ekonomi tanpa merinci apakah tenaga kerja tersebut bekerja sebagai manajer, staf, dan sebagainya. Sedangkan menurut Wagner (1999) dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010), ada tiga keuntungan menggunakan model SAM dalam suatu perencanaan ekonomi. Pertama, SAM dapat menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara aktivitas produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, serta perdagangan luar negeri. Berarti model SAM dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan perekonomian. Kedua, SAM mampu memberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, penghitungan multiplier dalam SAM mampu mengukur dampak dari suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan dan permintaan, yang menggambarkan struktur perekonomian. Komponen Pendapatan Nasional Teori makroekonomi membagi pendapatan nasional (PDB) ke dalam 4 komponen, yaitu konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor neto (NX). Apabila PDB dilambangkan dengan Y, maka : Y = C + I + G + NX Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga. Barang yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut terdiri dari 3 subkategori, yaitu barang yang tahan lama, barang yang tidak tahan lama, dan jasa. Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk digunakan di masa yang akan datang. Investasi terdiri dari 3 subkategori, yaitu investasi bisnis, investasi tempat hunian dan investasi inventori. Pengeluaran pemerintah merupakan barang dan jasa yang dibeli oleh federal, negara, dan pemerintah daerah dalam bentuk peralatan militer,
11 jalan, dan lainnya. Sedangkan ekspor neto merupakan selisih antara nilai ekspor dan nilai impor suatu negara. Penelitian Terdahulu Penelitian dengan pendekatan SAM atau SNSE telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Adelman dan Robinson (1986) menganalisis tentang dampak kebijakan di sektor pertanian Amerika Serikat dengan menggunakan tabel SAM Amerika Serikat tahun 1982. Adelman dan Robinson menganalisis nilai pengganda (multiplier) dekomposisi (decomposed multiplier) yang kemudian diinjeksi dengan shock berupa kebijakan. Kebijakan yang diinjeksikan pada tabel SAM oleh Adelman dan Robinson adalah : 1) peningkatan ekspor sektor pertanian; 2) peningkatan ekspor sektor industri pengolahan; 3) peningkatan nilai tambah sektor pertanian; 4) peningkatan pendapatan rumah tangga akibat transfer dari pemerintah dalam bentuk subsidi atau pengurangan pajak, sehingga pada penelitian Adelman dan Robinson, neraca pemerintah dijadikan sebagai neraca eksogen. Hasil penelitian menyebutkan bahwa peningkatan nilai tambah sektor pertanian akan lebih banyak meningkatkan nilai tambah petani. Peningkatan ekspor sektor pertanian akan lebih banyak meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Peningkatan ekspor industri pengolahan akan lebih banyak meningkatkan nilai tambah sektor non-pertanian. Sedangkan peningkatan transfer pemerintah kepada rumah tanggaakan lebih banyak meningkatkan nilai tambah sektor non-pertanian. Keuning dan Thorbecke (1989) menganalisis tentang dampak pengurangan anggaran pemerintah terhadap distribusi pendapatan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 1980 berukuran 106 x 106 yang didisagregasi menjadi SNSE berukuran 75 x 75. Peneliti melihat dampak pengurangan anggaran pemerintah tersebut melalui 6 simulasi kebijakan dengan hasil analisis yaitu pengurangan investasi pada sektor pertanian akan menurunkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan upah tenaga kerja pada sektor pengolahan. Selain itu pengurangan anggaran untuk pendidikan dapat menurunkan pendapatan tenaga kerja terlatih, dan secara tidak langsung akan menurunkan pendapatan rumah tangga. Townsend dan McDonald (1998) menganalisis tentang dampak perubahan kebijakan pada sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan di Afrika Selatan. Penelitian Townsend dan McDonald menggunakan tabel SAM Afrika Selatan tahun 1988 berbentuk matriks ukuran 112 x 112. Peneliti menganalisis dampak kebijakan pertanian di Afrika Selatan dengan menghitung multiplier keterkaitan ke depan dan ke belakang, multiplier nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, serta multiplier pendapatan faktor dan pendapatan rumah tangga. Hasil penghitungan multiplier tersebut digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan. Hasil menelitian Townsend dan McDonald yaitu kebijakan pertanian di Afrika Selatan dapat menstimulasi pertumbuhan sektor perekonomian lainnya dan telah mencapai tujuan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan. Kebijakan yang direkomendasikan untuk meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan adalah mengurangi bantuan baik dalam bentuk harga maupun non-harga. Kalangi (2006) melakukan penelitian tentang dampak investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan. Kalangi menggunakan tabel SNSE tahun 2002 berukuran 120x120
12 yang diolah oleh Backe (2005) dengan penyederhanaan sehingga tabel SNSE yang digunakan menjadi tabel SNSE dengan ukuran 29x29 dan penghitungan elastisitas tenaga kerja terhadap PDB. Simulasi yang dilakukan adalah injeksi pada PMA dan PMDN sebesar 1 triliun rupiah yang didistribusikan pada sektor pertanian, sektor agroindustri dan sektor lainnya melalui 8 skenario kebijakan. Hasil analisis Kalangi menyebutkan bahwa kenaikan PDB sebesar 1% akan meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 66 ribu sampai 2.7 juta orang, dengan rata-rata tenaga kerja yang terserap sebesar 917 ribu orang. Sementara melalui injeksi investasi, skenario pemberian investasi pada sektor pertanian dan pemberian investasi pada sektor pertanian dan agroindustri secara bersamaan akan memiliki dampak yang lebih besar pada peningkatan rumah tangga pedesaan sehingga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Susilowati (2007) meneliti tentang dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan Social Accounting Matrix (SAM) tahun 1998 dan 2003 di mana sektor agroindustri pada tabel SNSE dikelompokkan menjadi menjadi sektor agroindustri makanan dan agroindustri non-makanan. Hasil analisis Susilowati adalah sektor agroindustri non-makanan memiliki pengganda output lebih tinggi dibandingkan sektor agroindustri makanan dan sektor pertanian primer. Sektor agroindustri nonmakanan juga meningkatkan PDB nasional melalui nilai tambah yang ditunjukkan melalui pengganda keterkaitan sektor. Namun dalam penyerapan tenaga kerja, sektor agroindustri makanan memiliki peran yang lebih besar dibandingkan sektor agroindustri non-makanan dan sektor pertanian primer. Pengembangan sektor agroindustri kurang dirasakan oleh golongan rumah tangga buruh dan petani, melainkan lebih banyak manfaatnya terhadap rumah tangga non-pertanian di perkotaan. Pengembangan sektor agroindustri makanan akan menghasilkan pendapatan yang lebih besar bagi rumah tangga buruh dan rumah tangga pertanian, sementara pengembangan sektor agroindustri non-makanan lebih meningkatkan pendapatan rumah tangga non-pertanian. Agar pengembangan sektor agroindustri dapat meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional, perlu diimbangi dengan peningkatan produktivitas sektor pertanian primer dan pengembangan sektor agroindustri, khususnya sektor agroindustri kecil dan menengah. Sarmila (2013) menganalisis peranan investasi pada sektor peternakan terhadap pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Data yang digunakan oleh Sarmila adalah tabel SNSE tahun 2008 berbagai data pendukung. Sarmila menginjeksikan dana pagu indikatif Kementerian Pertanian untuk program swasembada daging sapi (PSDS) tahun 2014 sebesar 2.5 triliun rupiah sebagai investasi pemerintah pada sektor produksi pertanian. Berdasarkan penelitian Sarmila, dana PSDS tersebut dapat meningkatkan pendapatan tenaga kerja di seluruh sektor yang terkait dengan peternakan sebesar 3 227.87 miliar rupiah dan penyerapan tenaga kerja berdasarkan domisili mencapai 140 194 orang. Sarmila menarik kesimpulan bahwa dengan dana tersebut, target jumlah penyerapan tenaga kerja dengan adanya PSDS dapat tercapai. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada penggunaan tabel SNSE tahun 2008 dan penggunaan data aktual berupa data PMA dan PMDN yang didapatkan dari BKPM. Selain itu penelitian ini akan melihat dampak dari perubahan output pada masing-masing simulasi terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja. Penelitian ini juga akan membahas hasil penghitungan nilai
13 pengganda yang merupakan dasar bagi analisis simulasi kebijakan melalui pendekatan SNSE. Kerangka Pemikiran Pembangunan sektor pertanian melalui industrialisasi pertanian dengan pengembangan agroindustri merupakan solusi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Industrialisasi pertanian juga diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga pedesaan sehingga dapat memperbaiki distribusi pendapatan. Investasi merupakan komponen yang penting dalam industrialisasi pertanian, karena modal diperlukan baik pada sektor hulu maupun hilir. Penanaman investasi juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga kenaikan investasi dapat berperan dalam pencapai tujuan industrialisasi pertanian. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) untuk melihat peranan sektor pertanian dan agroindustri terhadap perekonomian nasional dengan menghitung nilai pengganda. Nilai pengganda yang akan dilihat meliputi pengganda nilai tambah, pengganda institusi, pengganda produksi dan pengganda total. Pendekatan SNSE juga digunakan untuk melihat dampak investasi pada sektor pertanian dan agroindustri terhadap distribusi pendapatan, serta pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja pada analisis lebih lanjut. Penelitian dengan SNSE dapat melihat bagaimana pendapatan akan didistribusikan pada kelompok-kelompok tenaga kerja dan rumah tangga, sehingga dapat terlihat apakah terjadi ketimpangan distribusi pendapatan antarkelompok. Hasil analisis ini diharapkan akan menjadi bahan studi dalam pembangunan sektor pertanian dan agroindustri di Indonesia. Kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada gambar 2.
14
Gambar 2 Kerangka pemikiran
METODOLOGI PENILITIAN
Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2008. Selain itu, untuk menunjang penelitian digunakan data lainnya yang berhubungan seperti data data realisasi PMA dan PMDN berdasarkan sektor tahun 2013 dan 2014 serta data distribusi jumlah tenaga kerja tahun 2008. Data-data tersebut didapatkan dari BPS serta dari berita-berita yang terkait.
15 Metode Analisis Analisis dalam penelitian ini menggunakan neraca SNSE berukuran 105x105. Neraca SNSE 2008 terdiri dari 101 neraca endogen dan 4 neraca eksogen. Neraca endogen meliputi neraca faktor produksi (17 neraca), neraca institusi (10 neraca), neraca sektor produksi (24 neraca), neraca margin perdagangan dan margin pengangkutan, neraca komoditas domestik (24 neraca) dan komoditas impor (24 neraca). Sedangkan neraca eksogen terdiri dari neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi dan luar negeri. Pada analisis neraca SNSE digunakan analisis pengganda neraca dan analisis simulasi kebijakan. Analisis ini dilakukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap perekonomian Indonesia dan penyerapan tenaga kerja sesuai dengan tujuan penelitian Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2013. Analisis Multiplier Terdapat dua macam analisis multiplier dalam pengolahan model SAM, yaitu accounting SAM (pengganda neraca) dan fixed price multiplier (pengganda harga tetap). Analisis pengganda neraca pada SAM kurang lebih sama dengan analisis pengganda neraca pada model Input-Output yang meliputi own multiplier, other linkage multiplier dan total multiplier. Sedangkan analisis pengganda harga tetap dihunakan untuk mengukur respons rumah tangga terhadap perubahan neraca eksogen yang memperhitungkan expenditure propensity. Matriks SAM sederhana dapat dituliskan dengan persamaan umum sebagai berikut : ……..…………………………………………………….(1)
Y=T+X
dimana Y adalah pendapatan/pengeluaran, T adalah transaksi dan X adalah neraca eksogen. Sedangkan matriks T dapat ditulis sebagai berikut : 0 𝑇 𝑇 = ( 21 0
0 𝑇22 𝑇32
𝑇13 0) 𝑇33
……...…………………………………….(2)
Jika besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, Aij, dianggap sebagai perbandingan antara pengeluaran sektor j untuk sektor ke-i dengan total pengeluaran ke j (Yj), maka : Aij = Tij / Yj
………………..………………………………………….(3)
dengan matriks Aij dapat disusun sebagai berikut : 0 𝐴𝑚 = (𝐴21 0
0 𝐴22 𝐴32
𝐴13 0 ) 𝐴33
…………………….…………………......(4)
Jika persamaan (1) dibagi dengan Y, maka : Y/Y = T/Y + X/Y, karena A = T/Y maka I = A + X/Y (I - A) Y = X Y = (I – A)-1 X
16 Y = Ma X
…………………………………………………………..(5)
dimana Ma = (I – A)-1 merupakan matriks pengganda neraca. Berdasarkan nilai Ma dapat dilihat nilai pengganda neraca, sementara bila nilai pengganda tersebut diberikan stimulus atau injeksi pada neraca eksogen (X), dapat dilihat besaran perubahan nilai neraca tersebut yang akan dilihat melalui analisis simulasi kebijakan. Nilai pengganda neraca sendiri terdiri dari : 1. Pengganda nilai tambah atau value-added multiplier (VAM) merupakan pengaruh suatu sektor perekonomian terhadap pendapatan nasional (PDB) atau pendapatan daerah (PDRB). Nilai pengganda nilai tambah didapatkan dengan menjumlahkan nilai pengganda di neraca faktor produksi yang terdiri dari neraca pendapatan tenaga kerja dan modal sepanjang kolom sektor ke-i. Karena salah satu komponen VAM adalah pengganda tenaga kerja, maka dapat juga dilihat pengaruh sektor produksi terhadap pendapatan tenaga kerja. 2. Pengganda institusi merupakan pengaruh suatu sektor perekonomian terhadap pendapatan institusi. Nilai pengganda ini dihitung dari dari penjumlahan nilai pengganda pendapatan rumah tangga atau household income multiplier (HIIM), pengganda pendapatan perusahaan atau private income multiplier (PIM) dan pengganda pendapatan pemerintah atau government income multiplier (GIM) sepanjang kolom sektor ke-i. Nilai HIIM juga dapat digunakan untuk melihat distribusi pendapatan kelompok-kelompok rumah tangga dalam suatu negara atau daerah. 3. Pengganda produksi atau production multiplier (PROM) menunjukkan pengaruh suatu sektor produksi terhadap perubahan produksi total dalam perekonomian. Pengganda produksi didapatkan dengan menjumlahkan nilai own multiplier dan pengganda keterkaitan sektor lainnya atau other-sector linkage multiplier (OSLM). Komponen-komponen dalam PROM dapat digunakan untuk melihat keterkaitan suatu sektor produksi dengan sektor produksi lainnya dan sektor produksi itu sendiri. 4. Pengganda total menunjukkan pengaruh suatu sektor ekonomi terhadap output perekonomian secara keseluruhan. Nilai pengganda total didapatkan dari penjumlahan nilai pengganda nilai tambah, pengganda institusi dan pengganda produksi. Analisis Simulasi Kebijakan Analisis dengan pendekatan SNSE juga dapat digunakan untuk melihat skenario kebijakan yang dapat diterapkan di suatu wilayah. Pada penelitian ini akan digunakan data aktual sebagai injeksi yaitu data realisasi investasi pada sektor pertanian dan agroindustri tahun 2013 dan 2014. Nilai PMA dan PMDN pada masing-masing tahun akan ditambahkan dan dilihat selisihnya sehingga didapatkan nilai injeksi yang akan digunakan dalam penelitian. Konversi nilai PMA dilakukan menggunakan nilai rata-rata kurs tahun 2013 yaitu 11 597 rupiah per US$ dan ratarata kurs tahun 2014 yaitu 12 057 rupiah per US$, sehingga nilai investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2013 dan 2014 dan nilai investasi yang akan diinjeksi dapat dilihat pada tabel 5.
17 Tabel 5 Nilai investasi sektor pertanian dan agroindustri tahun 2013, 2014 dan nilai injeksi pada tabel SNSE Nilai investasi (miliar rupiah) Nama sektor Tanaman pangan dan perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Industri makanan Industri kayu Industri kertas dan pencetakan
2013
2014
Nilai injeksi
25 205.83 491.68 334.36 120.12 39 640.32 848.80 25 205.83
39 313.69 1 022.23 643.28 447.25 57 450.23 1 352.59 39 313.69
14 107.87 530.55 308.91 327.13 17 809.91 503.80 14 107.87
Sumber : BPKM (2015), diolah
Simulasi dengan data aktual tersebut akan dibagi menjadi dua skenario, yaitu : Skenario 1 : penginjeksian selisih nilai investasi sektor industri makanan dan kayu pada sektor agroindustri. Skenario 2 : penginjeksian selisih nilai investasi seluruh sektor pada tabel 5 pada sektor pertanian dan sektor agroindustri. Berdasarkan penghitungan masing-masing nilai injeksi, dapat dilihat perubahan dari pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi dan pendapatan sektor produksi. Perubahan pada pendapatan faktor produksi dan institusi untuk penelitian ini akan dirinci menjadi pendapatan kelompok tenaga kerja dan kelompok rumah tangga berdasarkan pengelompokkan dalam neraca SNSE tahun 2008. Analisis lebih lanjut dapat memperlihatkan pengaruh sektor produksi setelah diberi stimulus/injeksi terhadap penyerapan tenaga kerja dengan pendekatan elastisitas penyerapan tenaga kerja. Analisis akan dilakukan dengan menghitung rasio jumlah tenaga kerja pada tiap kelompok tenaga kerja di tabel SNSE dengan nilai PDB atas dasar harga faktor produksi yang didapatkan pada SNSE tahun 2008. Angka perubahan nilai pendapatan faktor produksi yang didapatkan pada masingmasing simulasi kebijakan dikalikan dengan rasio tersebut untuk mendapatkan jumlah tambahan tenaga kerja yang akan terserap. Angka perubahan sebagai dampak dari injeksi pada neraca rumah tangga dapat menunjukkan kelompok rumah tangga mana yang akan menerima dampak lebih besar dari suatu kebijakan. Pada neraca SNSE 105x105, rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi rumah tangga pertanian dan rumah tangga bukan pertanian. Rumah tangga pertanian dapat dikelompokkan kembali menjadi rumah tangga pertanian golongan buruh dan pengusaha pertanian. Sedangkan rumah tangga bukan pertanian digolongkan berdasarkan lokasi pedesaan dan perkotaan. Pada masing-masing lokasi, kelompok rumah tangga dikelompokkan lagi secara lebih rinci menjadi : (1) rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar, (2) rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas, (3) rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas.
18 Asumsi dan keterbatasan model Analisis dengan pendekatan SNSE memiliki asumsi yang hampir sama dengan pendekatan Input-Output, yaitu : 1. Keseragaman (homogenity), yaitu tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada substitusi otomatis dari output sektor yang berbeda. 2. Kesebandingan (proportionality), yaitu hubungan antara input dan output di dalam sektor merupakan fungsi linier atau jumlah tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut. 3. Penjumlahan (additivity), yaitu efek total dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan. 4. Efek kapasitas atau kapasitas sumberdaya berlebih. Artinya sisi penawaran selalu dapat merespon perubahan sisi permintaan, sehingga interaksi permintaan dan penawaran tidak pernah menimbulkan kesenjangan antara keduanya. Berarti harga-harga bersifat tetap (fixed price) dan bersifat eksogen (tidak muncul dalam persamaan SNSE).
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 hingga triwulan III tahun 2014 cenderung berfluktuasi. Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari sisi pengeluaran dan sisi produksi. Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran dapat dilihat pada tabel 6. Pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga yang meningkat nilainya sejak tahun 2010 hingga triwulan III tahun 2014. Pada triwulan I-III tahun 2014, konsumsi rumah tangga menyumbang 3% dari 5.1% pertumbuhan ekonomi pada periode triwulan I-III tahun 2014. Konsumsi pemerintah menyumbang 0.2 dari pertumbuhan ekonomi dan nilainya meningkat dari tahun 2013 sebesar -0.4%. pembentukan modal tetap bruto atau investasi mengalami penurunan sumbangan terhadap pertumbuhan PDB yaitu 1.9% pada tahun 2013 dan 1.2% pada triwulan IIII tahun 2014. Ekspor barang dan jasa mengalami penurunan drastis hingga -0.8% pada periode triwulan I-III tahun 2014, dan bertolak belakang dengan impor barang dan jasa yang mengalami kenaikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2010 hingga triwulan III tahun 2014 lebih dipengaruhi oleh permintaan domestik dibandingkan dengan permintaan luar negeri.
19 Tabel 6 Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, 2010-triwulan III 2014 sisi pengeluaran (%)
Konsumsi rumah tangga Pengeluaran pemerintah Pembentukan modal tetap bruto Perubahan stok Diskrepansi statistik Ekspor barang dan jasa Impor barang dan jasa PERTUMBUHAN PDB Permintaan domestik Permintaan luar negeri PERTUMBUHAN PDB
2010
2011
2012
2013
2.7 0.0 2.0 0.1 0.5 6.5 -5.6 6.2 5.3 0.9 6.2
2.7 0.3 2.0 0.4 -0.4 6.3 -4.8 6.4 4.9 1.6 6.5
2.9 0.1 2.4 1.7 0.7 1.0 -2.5 6.3 7.8 -1.5 6.3
3.0 -0.4 1.9 3.0 -0.9 0.2 -2.8 6.2 8.7 -2.5 6.2
2014 Tw 1-3 3.0 0.2 1.2 0.6 -0.8 -0.3 1.2 5.1 4.2 0.9 5.1
Sumber : BPS, diolah Bappenas (2015)
Sumbangan dari sisi produksi terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2010 hingga triwulan III tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 7. Tahun 2010 dan 2011, sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi sektor produksi dengan sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan PDB. Namun tahun 2012 hingga triwulan III 2014, sektor industri non migas menjadi sektor produksi dengan sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara sektor produksi dengan sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri non migas dan sektor. Tabel 7 Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi, 2010-triwulan III 2014 sisi produksi (%)
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan - Industri migas - Industri non-migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, jasa usaha Jasa-jasa PERTUMBUHAN PDB Sumber : BPS, diolah Bappenas (2015)
2010
2011
2012
2013
0.4 0.3 1.2 0.0 1.2 0.0 0.4 1.5 1.2 0.5 0.6 6.2
0.4 0.3 1.6 -0.0 1.6 0.0 0.4 1.6 1.0 0.7 0.6 6.5
0.5 0.1 1.5 -0.1 1.5 0.0 0.5 1.4 1.0 0.7 0.5 6.3
0.2 -0.4 1.6 -0.1 1.7 0.1 0.5 1.4 1.0 0.7 0.5 6.2
2014 Tw 1-3 0.4 -0.0 1.2 -0.0 1.3 0.0 0.4 0.8 1.0 0.6 0.6 5.1
20 Investasi Asing dan Investasi dalam Negeri Investasi asing (PMA) di Indonesia terus mengalami kenaikan seperti yang ditunjukkan pada tabel 8. PMA di Indonesia lebih banyak didominasi oleh investasi pada sektor pertambangan meskipun nilainya sedikit menurun dibandingkan tahun 2013. Pada sektor sekunder, sektor industri makanan menjadi sektor dengan nilai investasi tertinggi yaitu 3 139.6 US$ juta pada tahun 2014. Namun sektor industri kayu menjadi sektor dengan nilai investasi yang relatif kecil dibandingkan sektor sekunder lainnya, yaitu 63.7 US$ juta pada tahun 2014. Nilai PMA sektor pertanian pada tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun 2013 yang dapat diartikan minat investor terhadap sektor pertanian primer meningkat. Namun investasi pada sektor pertanian masih terfokus pada sektor tanaman pangan dan perkebunan yang disebabkan besarnya promosi pemerintah kepada investor untuk menanamkan modalnya di sektor tersebut, khususnya sektor perkebunan. Tabel 8 Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA), 2012-2014 (US$ juta) Sektor Sektor primer Tanaman pangan dan perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Sektor sekunder Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya Sektor tersier Total
2012 5 933.1 1 601.9 19.8 26.9 29.0 4 255.4 11 770.0 1 782.9 473.1 158.9 76.3 1 306.6 2 769.8 660.3 145.8 2 452.6
2013 6 471.8 1 605.3 11.3 28.8 10.0 4 816.4 15 858.8 2 117.7 750.7 96.2 39.5 1 168.9 3 142.3 472.2 874.1 3 327.1
2014 6 991.3 2 206.7 30.8 53.3 35.3 4 665.1 13 019.3 3 139.6 422.5 210.7 63.7 706.5 2 323.4 543.9 916.9 2 471.9
3.4
26.1
7.2
1 840.0
3 732.2
2 061.3
100.2 6 861.7 24 564.7
111.7 6 286.9 28 617.5
151.8 8 519.2 28 529.7
Sumber : BKPM, 2015
Struktur investasi dalam negeri (PMDN) memiliki perbedaan dengan struktur PMA, seperti yang dijelaskan dalam tabel 9. Sektor tersier menjadi sektor penyumbang terbesar dari total PMDN dengan total investasi 80 570.8 miliar rupiah pada tahun 2014. Sektor penyumbang investasi terbesar berikutnya adalah sektor sekunder dengan sektor industri makanan sebagai sektor dengan nilai investasi
21 terbesar yaitu 19 596.4 miliar rupiah. Sementara seperti pada struktur PMA, investasi pada sektor industri kayu cenderung bernilai kecil yaitu 585.1 miliar rupiah pada tahun 2014. Nilai PMDN pada sektor pertanian juga jauh lebih banyak pada sektor tanaman pangan dan perkebunan yaitu 12 707.3 miliar rupiah pada tahun 2014. Sektor kehutanan menjadi sektor dengan realisasi PMDN terkecil yaitu 0.3 miliar rupiah pada tahun 2014. Tabel 9 Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), 2012-2014 (Rp miliar) Sektor Sektor primer Tanaman pangan dan perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Sektor sekunder Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya Sektor tersier Total
2012 20 369.1 9 631.5 97.4 144.5 14.7 10 480.9 49 888.9 11 166.7 4 450.9 76.7 57.0 7 561.0 5 069.5 2 855.0 10 730.7 7 225.7
2013 25 715.5 6 589 361 0 4 18 762 51 171.1 15 081 2 446 80 391 6 849 8 886 2 905 4 625 7 568
2014 16 520.6 12 707.3 650.7 0.3 21.7 3 140.7 59 034.7 19 596.4 1 451.5 103.1 585.1 4 093.7 13 313.6 2 117.5 11 923.1 5 292.6
-
210
-
664.4
2 069
490.1
31.5 21 924.0 92 182.0
62 51 263.9 128 150.6
68.1 80 570.8 156 126.2
Sumber : BKPM, 2015
Pemaparan data PMA dan PMDN di atas dapat menjadi suatu kesimpulan bahwa investor, baik investor asing maupun investor dalam negeri lebih berminat untuk menanamkan investasinya pada sektor pertanian pangan dan perkebunan untuk sektor hulu dan sektor industri makanan sebagai sektor hilirnya. Sementara sektor kehutanan dan sektor industri kayu belum terlalu menarik minat investor baik investor asing maupun investor dalam negeri. Ketenagakerjaan Penyerapan tenaga kerja di Indonesia secara umum semakin meningkan selama 5 tahun terakhir dan sejalan dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja (tabel 10). Sektor pertanian merupakan sektor dengan tingkat penyerapan tenaga
22 kerja tertinggi, yaitu sekitar 39 juta orang bekerja pada sektor pertanian. Sektor lainnya yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Tenaga kerja di sektor industri pengolahan sendiri relatif sedikit dibandingkan dengan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB, yang berarti tenaga kerja di sektor industri pengolahan relatif lebih produktif. Tabel 10 Jumlah tenaga kerja berdasarkan sektor, 2010-2014 Angkatan kerja (juta orang Kesempatan kerja (juta orang) Pertanian Industri pengolahan Bangunan Perdagangan, hotel, restoran Pengangkutan, telekomunikasi Keuangan Jasa kemasyarakatan Lainnya
2010 116.5 108.2 41.5 13.8 5.6 22.5 5.6 1.7 16.0 1.5
2011 117.4 109.7 39.3 14.5 6.3 23.4 5.1 2.6 16.6 1.7
2012 118.0 110.8 38.9 15.4 6.8 23.2 5.0 2.7 17.1 1.9
2013 120.2 112.8 39.2 15.0 6.4 24.1 5.1 2.9 18.5 1.7
2014 121.9 114.6 39.0 15.3 7.3 24.8 5.1 3.0 18.4 1.7
Ket : data diambil bulan Agustus tiap tahunnya Sumber : BPS, diolah Bappenas (2015)
Distribusi Pendapatan Distribusi pendapatan nasional Indonesia semakin tidak merata selama hampir 10 tahun terakhir seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Pada bulan Maret 2014, 40% penduduk berpendapatan menengah dan 40% penduduk berpendapatan terendah mengalami penurunan presentase pendapatan nasional sekitar 3-4%, namun 20% penduduk tertinggi mengalami kenaikan presentase pendapatan nasional yang cukup besar yaitu sekitar 7%. Penduduk 40% terendah
42.07
37.13
20.8 2004 (Maret)
Penduduk 40% menengah
Penduduk 20% tertinggi
49.04
34.09
16.87 2013 (Maret)
Sumber : Bappenas (2015)
Gambar 3 Distribusi pendapatan nasional Maret 2004 dan Maret 2013 (%)
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Sektor Agroindustri dalam Perekonomian Nasional Analisis dengan pendekatan SNSE dapat membantu untuk melihat peranan sektor perekonomian dalam perekonomian nasional. Analisis pengganda neraca dalam penelitian ini terdiri dari analisis pengganda nilai tambah (VAM), analisis pengganda pendapatan institusi yang terdiri dari pendapatan rumah tangga (Household Income Multiplier/HIIM), pengganda pendapatan perusahaan (Private Income Multiplier/PIM), dan pengganda pendapatan pemerintah (Government Income Multiplier/GIM). Selain itu akan dilihat juga pengganda produksi (PROM) yang terdiri dari own multiplier dan keterkaitan dengan sektor lain (OSLM), serta pengganda total (GOM). Analisis lebih lanjut akan memperlihatkan peran sektor agroindustri dalam penyerapan tenaga kerja. Pengganda nilai tambah (VAM) Angka pengganda nilai tambah menunjukkan besar pengaruh pada neraca sektor faktor produksi (tenaga kerja dan modal) akibat perubahan pada neraca eksogen. Pada penghitungan pengganda neraca SNSE 2008, nilai pengganda nilai tambah tertinggi berada pada sektor pertanian tanaman pangan dengan nilai VAM 2.2472 dan diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya dengan nilai VAM 2.1030. Sektor dengan nilai VAM terendah adalah nilai VAM pada sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya dengan nilai 1.3667. Angka pengganda ini mengandung arti bahwa untuk setiap injeksi ekonomi pada sektor pertanian sebesar 1 miliar, maka pendapatan tenaga kerja dan modal akan naik sebesar 2.2472 miliar rupiah. Interpretasi yang sama juga berlaku untuk sektor lainnya. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tanaman pangan lebih berperan dalam meningkatkan PDB dibandingkan dengan sektor lainnya. Secara umum, sektor pertanian menempati peringkat 10 besar pada nilai VAM kecuali sektor kehutanan dan perburuan yang menempati peringkat 11. Sektor agroindustri yang menempati peringkat 10 besar dalam nilai VAM adalah industri makanan, minuman dan tembakau dengan nilai 1.8908, sementara industri kayu dan barang dari kayu memiliki nilai VAM yang rendah yaitu 1.7811 dan menempati peringkat 14. Penghitungan nilai pengganda ini sesuai dengan distribusi PDB nasional pada tahun 2008, di mana sub-sektor pertanian tanaman pangan menjadi sub-sektor dengan presentase terbesar terhadap PDB dibandingkan dengan subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Sementara sub-sektor industri makanan, minuman dan tembakau merupakan sub-sektor dengan presentase terhadap PDB terbesar dibandingkan sub-sektor lainnya dalam sektor industri pengolahan nonmigas. Pengganda nilai tambah terdiri dari pengganda nilai tambah tenaga kerja dan pengganda nilai tambah modal. Pada tabel 11 terlihat bahwa nilai tambah sektor agroindustri lebih banyak berasal dari nilai tambah tenaga kerja. Hal tersebut berarti sektor pertanian dan agroindustri di Indonesia cenderung bersifat padat karya seperti sebagian besar sektor perekonomian lainnya. Tetapi nilai pengganda tenaga
24 kerja sektor pertanian primer lebih tinggi dibandingkan nilai pengganda tenaga kerja sektor agroindustri. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan banyaknya tenaga kerja di Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian. Hasil penghitungan ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Susilowati (2007), sementara sektor lainnya seperti sektor pertambangan batu bara, biji logam dan minyak bumi serta sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen memiliki nilai tambah modal yang lebih besar yang berarti bahwa industri tersebut bersifat padat modal. Tabel 11 Pengganda nilai tambah berdasarkan SNSE 2008 No Sektor 28 29 30 31 32
Nama Sektor
Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan batu bara, biji 33 logam dan minyak bumi Pertambangan dan penggalian 34 lainnya Industri makanan, minuman dan 35 tembakau Industri pemintalan, tekstil, 36 pakaian dan kulit 37 Industri kayu dan barang dari kayu Industri kertas, percetakan, alat 38 angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya Industri kimia, hasil dari tanah liat, 39 semen 40 Listrik, gas dan air minum 41 Konstruksi 42 Perdagangan 43 Restoran 44 Perhotelan 45 Angkutan darat Angkutan udara, air dan 46 komunikasi Jasa penunjang angkutan dan 47 pergudangan 48 Bank dan asuransi 49 Real estate dan jasa perusahaan Pemerintahan dan pertahanan, 50 pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya Jasa perseorangan, rumah tangga 51 dan jasa lainnya Sumber : data diolah
Tenaga Kerja 1.6416 1.3381 1.2897 0.9461 0.9474
Modal
VAM
Rank
0.6056 0.6834 0.7245 0.9250 0.9421
2.2472 2.0215 2.0142 1.8711 1.8895
1 5 6 11 10
0.5754
1.0918
1.6671
17
1.3476
0.7554
2.1030
2
1.1469
0.7439
1.8908
9
0.8388
0.7538
1.5926
22
0.9728
0.8083
1.7811
14
0.6976
0.6691
1.3667
24
0.6727
0.8037
1.4764
23
0.5987 0.8613 1.2326 1.3994 1.0512 1.0851
1.0399 0.7317 0.6942 0.6748 0.8682 0.6758
1.6386 1.5930 1.9267 2.0742 1.9193 1.7609
19 21 7 4 8 15
0.8121
0.8215
1.6336
20
1.1598
0.6931
1.8529
12
0.8143 0.7369
0.9685 0.9597
1.7828 1.6965
13 16
1.4263
0.6554
2.0817
3
0.9476
0.6982
1.6458
18
25 Pengganda pendapatan institusi Pengganda pendapatan institusi terdiri dari pengganda pendapatan rumah tangga (Household Income Multiplier/HIIM), pengganda pendapatan perusahaan (Private Income Multiplier/PIM), dan pengganda pendapatan pemerintah (Government Income Multiplier/GIM). Pada tabel 12 dapat terlihat bahwa sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor dengan pengganda pendapatan institusi terbesar dibandingkan sektor lainnya dengan nilai pengganda institusi 2.5979. Angka tersebut berarti bahwa setiap injeksi ekonomi pada sektor pertanian tanaman pangan akan meningkatkan pendapatan institusi sebesar 2.5979 miliar rupiah, dengan share terbesar pada pendapatan rumah tangga sebesar 1.8975 miliar rupiah. Sektor dengan nilai pengganda pendapatan institusi terkecil adalah sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya dengan nilai pengganda 1.6934. Seluruh sub-sektor dalam sektor pertanian berperan sangat baik dalam mengingkatkan pendapatan institusi yang dapat dilihat pada nilai pengganda institusi sektor pertanian yang seluruhnya berada dalam peringkat 10 besar. Sektor pertanian tanaman pangan menempati peringkat pertama, sedangkan sektor lainnya yaitu sektor pertanian tanaman lainnya menempati peringkat 6, sektor peternakan dan hasil-hasilnya menempati peringkat 5, sektor kehutanan dan perburuan menempati peringkat 9 dan sektor perikanan menempati peringkat 8. Sektor agroindustri sendiri belum berperan banyak terhadap pendapatan institusi. Industri makanan, minuman dan tembakau menempati peringkat 11 dengan nilai pengganda 2.2743, sementara sektor industri kayu dan barang dari kayu menempati peringkat 14 dengan nilai pengganda 2.1828. Jika dilihat dari masing-masing komponen penggandanya, pendapatan rumah tangga lebih besar dihasilkan oleh sektor tanaman pangan dengan nilai HIIM 1.8975. Hasil penghitungan ini dapat dijelaskan dengan masih banyaknya rumah tangga pertanian di Indonesia. Pendapatan perusahaan dan institusi lebih banyak dihasilkan oleh sektor pertambangan batu bara, biji logam dan minyak bumi dengan nilai PIM 0.8118 dan nilai GIM 0.3478. Hal ini dapat dijelaskan dengan tingginya angka investasi sektor pertambangan, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing yang berdampak pada penerimaan sektor privat dan penerimaan pemerintah.
26 Tabel 12 Pengganda institusi berdasarkan SNSE 2008 No Sektor 28 29
Nama Sektor
Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil30 hasilnya 31 Kehutanan dan perburuan 32 Perikanan Pertambangan batu bara, 33 biji logam dan minyak bumi Pertambangan dan 34 penggalian lainnya Industri makanan, minuman 35 dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, 36 pakaian dan kulit Industri kayu dan barang 37 dari kayu Industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang 38 dari logam dan industri lainnya Industri kimia, hasil dari 39 tanah liat, semen 40 Listrik, gas dan air minum 41 Konstruksi 42 Perdagangan 43 Restoran 44 Perhotelan 45 Angkutan darat Angkutan udara, air dan 46 komunikasi Jasa penunjang angkutan 47 dan pergudangan 48 Bank dan asuransi Real estate dan jasa 49 perusahaan Pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, 50 kesehatan, film dan jasa sosial lainnya Jasa perseorangan, rumah 51 tangga dan jasa lainnya Sumber : data diolah
HIIM
PIM
GIM
Total
Rank
1.8975 1.6208
0.4682 0.5211
0.2321 0.2468
2.5979 2.3887
1 6
1.5880
0.5506
0.2580
2.3966
5
1.3177 1.3256
0.6937 0.7063
0.3083 0.3134
2.3196 2.3452
9 8
1.0069
0.8118
0.3478
2.1665
15
1.6597
0.5738
0.2703
2.5039
2
1.4513
0.5630
0.2600
2.2743
11
1.1434
0.5661
0.2541
1.9636
21
1.3002
0.6080
0.2746
2.1828
14
0.9674
0.5019
0.2241
1.6934
24
0.9939
0.6008
0.2638
1.8586
23
1.0106 1.1575 1.5215 1.6825 1.4035 1.3637
0.7739 0.5500 0.5271 0.5151 0.6532 0.5117
0.3329 0.2479 0.2486 0.2475 0.2951 0.2385
2.1174 1.9554 2.2972 2.4451 2.3518 2.1139
17 22 10 4 7 18
1.1428
0.6157
0.2738
2.0323
19
1.4466
0.5254
0.2461
2.2182
13
1.2020
0.7240
0.3182
2.2442
12
1.1202
0.7165
0.3131
2.1497
16
1.7011
0.5015
0.2433
2.4459
3
1.2327
0.5265
0.2409
2.0001
20
Pengganda produksi Angka pengganda produksi (PROM) dapat menjelaskan dampak dari injeksi di suatu sektor produksi terhadap sektor produksi lain dan dirinya sendiri, sehingga komponen pengganda produksi terdiri dari own multiplier dan Other SectorLinkage Multiplier (OSLM). Pada tabel 13 dapat terlihat bahwa sektor restoran
27 memiliki angka PROM tertinggi yaitu 4.2464. Angka tersebut berarti bahwa jika sektor restoran diberi injeksi sebesar 1 miliar rupiah, maka pendapatan sektorsektor produksi akan naik sebesar 4.2464 miliar rupiah. Sedangkan sektor yang memiliki angka PROM paling kecil adalah sektor pertambangan batu bara, biji logam dan minyak bumi dengan nilai pengganda 2.6306. Nilai pengganda produksi sektor pertanian cukup baik pada sektor pertanian tanaman pangan, sektor pertanian lainnya dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Sektor pertanian tanaman pangan menempati peringkat pengganda produksi ke-4 dengan nilai 3.7704, sektor pertanian tanaman lainnya menempati peringkat 7 dengan nilai pengganda 3.6721 sedangkan sektor peternakan dan hasil-hasilnya menempati peringkat 2 dengan nilai 4.0061. Sedangkan sektor kehutanan dan perburuan serta sektor perikanan tidak memiliki nilai pengganda produksi yang baik, yang berarti kedua sektor tersebut tidak terlalu memiliki pengaruh terhadap pendapatan sektor lainnya secara keseluruhan apabila diberikan stimulus ekonomi. Pengganda produksi pada sektor agroindustri memiliki peringkat yang cukup baik apabila dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Nilai PROM tertinggi pada sektor agroindustri adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan nilai PROM 3.6049 dan berada pada peringkat 3 di antara sektor lainnya. Nilai ini berarti apabila sektor industri makanan, minuman dan tembakau diberikan injeksi sebesar Rp 1 miliar maka akan meningkatkan pendapatan sektor produksi secara kumulatif sebesar Rp 3.6049 rupiah. Sedangkan sektor industri kayu dan barang dari kayu menempati peringkat 9 dibandingkan sektor lainnya secara keseluruhan dengan nilai PROM 3.6252.
28 Tabel 13 Pengganda produksi berdasarkan SNSE 2008 No Sektor 28 29 30 31 32
Nama Sektor
Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan batu bara, biji 33 logam dan minyak bumi Pertambangan dan penggalian 34 lainnya Industri makanan, minuman dan 35 tembakau Industri pemintalan, tekstil, 36 pakaian dan kulit 37 Industri kayu dan barang dari kayu Industri kertas, percetakan, alat 38 angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya Industri kimia, hasil dari tanah liat, 39 semen 40 Listrik, gas dan air minum 41 Konstruksi 42 Perdagangan 43 Restoran 44 Perhotelan 45 Angkutan darat Angkutan udara, air dan 46 komunikasi Jasa penunjang angkutan dan 47 pergudangan 48 Bank dan asuransi 49 Real estate dan jasa perusahaan Pemerintahan dan pertahanan, 50 pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya Jasa perseorangan, rumah tangga 51 dan jasa lainnya Sumber : data diolah
Own Multiplr 1.2670 1.1230 1.2808 1.0236 1.1665
OSLM
PROM
Rank
2.5034 2.5491 2.7253 2.1174 2.0347
3.7704 3.6721 4.0061 3.1410 3.2013
4 7 2 17 16
1.1433
1.4873
2.6306
24
1.0130
2.5919
3.6049
10
1.4644
2.4955
3.9600
3
1.3486
2.0994
3.4480
13
1.2365
2.3887
3.6252
9
1.3284
1.6758
3.0042
20
1.2184
1.6396
2.8580
23
1.0893 1.0282 1.2573 1.1099 1.0047 1.0829
1.8079 2.3965 2.4563 3.1365 2.5823 2.5695
2.8971 3.4247 3.7136 4.2464 3.5869 3.6525
22 14 6 1 11 8
1.1239
1.9397
3.0637
19
1.0629
2.4826
3.5455
12
1.3001 1.0789
1.8259 1.8752
3.1260 2.9541
18 21
1.1754
2.5526
3.7280
5
1.0795
2.1628
3.2423
15
Pengganda total (GM) Pengganda total (gross-output multiplier) menjelaskan peran suatu sektor perekonomian terhadap perekonomian secara keseluruhan. Pengganda total tertinggi terdapat pada sektor restoran dengan nilai GM sebesar 8.7657 (tabel 14) dengan kontribusi terbesar dari nilai pengganda produksi (PROM). Artinya apabila sektor restoran diberikan injeksi sebesar 1 miliar rupiah maka akan meningkatkan pendapatan perekonomian secara keseluruhan sebesar 8.7657 miliar rupiah. Sektor pertanian pangan menempati peringkat 2 dengan nilai GM 8.6155 dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya menempati peringkat 3 dengan nilai GM 8.4169. Sektor kehutanan dan perburuan serta sektor perikanan memiliki nilai
29 pengganda total yang kurang baik karena kedua sektor tersebut memiliki nilai pengganda produksi yang cukup rendah. Sektor agroindustri yaitu sektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan nilai GM 8.1251, sedangkan sektor kayu dan barang dari kayu menempati peringkat 11 dengan nilai GM 7.5891. Tabel 14 Pengganda total berdasarkan SNSE 2008 No Sektor 28 29
Nama Sektor
Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil30 hasilnya 31 Kehutanan dan perburuan 32 Perikanan Pertambangan batu bara, 33 biji logam dan minyak bumi Pertambangan dan 34 penggalian lainnya Industri makanan, 35 minuman dan tembakau Industri pemintalan, 36 tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu dan barang 37 dari kayu Industri kertas, percetakan, alat angkutan 38 dan barang dari logam dan industri lainnya Industri kimia, hasil dari 39 tanah liat, semen 40 Listrik, gas dan air minum 41 Konstruksi 42 Perdagangan 43 Restoran 44 Perhotelan 45 Angkutan darat Angkutan udara, air dan 46 komunikasi Jasa penunjang angkutan 47 dan pergudangan 48 Bank dan asuransi Real estate dan jasa 49 perusahaan Pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, 50 kesehatan, film dan jasa sosial lainnya Jasa perseorangan, rumah 51 tangga dan jasa lainnya Sumber : data diolah
VAM 2.2472 2.0215
Pendapatan PROM Total Institusi 2.5979 3.7704 8.6155 2.3887 3.6721 8.0823
Rank 2 7
2.0142
2.3966
4.0061
8.4169
3
1.8711 1.8895
2.3196 2.3452
3.1410 3.2013
7.3317 7.4360
14 13
1.6671
2.1665
2.6306
6.4642
22
2.1030
2.5039
3.6049
8.2118
5
1.8908
2.2743
3.9600
8.1251
6
1.5926
1.9636
3.4480
7.0042
16
1.7811
2.1828
3.6252
7.5891
11
1.3667
1.6934
3.0042
6.0643
24
1.4764
1.8586
2.8580
6.1930
23
1.6386 1.5930 1.9267 2.0742 1.9193 1.7609
2.1174 1.9554 2.2972 2.4451 2.3518 2.1139
2.8971 3.4247 3.7136 4.2464 3.5869 3.6525
6.6531 6.9731 7.9375 8.7657 7.8580 7.5273
21 17 8 1 9 12
1.6336
2.0323
3.0637
6.7296
20
1.8529
2.2182
3.5455
7.6166
10
1.7828
2.2442
3.1260
7.1530
15
1.6965
2.1497
2.9541
6.8003
19
2.0817
2.4459
3.7280
8.2556
4
1.6458
2.0001
3.2423
6.8882
18
30 Dampak Peningkatan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri terhadap Distribusi Pendapatan Analisis ini dapat memperlihatkan pengaruh dari peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri terhadap distribusi pendapatan di berbagai neraca dalam SNSE. Neraca yang akan dilihat dampaknya adalah neraca faktor produksi, neraca institusi dan neraca sektor produksi. Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi Dampak investasi pada sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi dapat dilihat pada tabel 15. Dapat terlihat bahwa terjadi perubahan angka yang cukup signifikan pada pendapatan faktor produksi apabila investasi hanya diberikan pada sektor agroindustri (simulasi 1) dan apabila investasi tersebut diberikan pada sektor pertanian dan sektor agroindustri (simulasi 2). Pemberian investasi pada sektor agroindustri akan menaikkan pendapatan tenaga kerja sebesar 0.6387%, sedangkan apabila investasi diberikan pada sektor pertanian dan agroindustri, pendapatan faktor produksi akan naik sebesar 1.2703%. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil analisis multiplier, di mana seluruh sub-sektor dalam sektor pertanian memiliki peringkat yang baik pada pengganda faktor produksi. Peningkatan investasi pada sektor agroindustri akan lebih berdampak pada kenaikan pendapatan tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di desa (3) yang akan menerima kenaikan pendapatan sebesar 1.2517% dan tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di kota (4) yang akan menerima kenaikan pendapatan sebesar 1.2087%. Sedangkan tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji di kota (16) akan menerima tambahan pendapatan terkecil akibat peningkatan investasi pada sektor agroindustri yaitu 0.4664%. Faktor produksi bukan tenaga kerja akan menerima tambahan pendapatan sebesar 0.5202% akibat peningkatan investasi pada sektor agroindustri. Kelompok tenaga kerja yang akan menerima tambahan pendapatan tertinggi dari peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri sama dengan simulasi 1, tetapi nilainya sangat jauh dan mencapai hampir 3 kali lipat dari dampak peningkatan investasi di sektor agroindustri saja. Tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di desa dan di kota (kode 3 dan 4) akan menerima tambahan pendapatan jika ada peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri masing-masing sebesar 3.6845% dan 3.5653%. Kelompok tenaga kerja yang akan menerima tambahan pendapatan terendah adalah kelompok tenaga kerja produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar penerima upah dan gaji di kota (kode 6) dengan tambahan pendapatan sebesar 0.8610%. Hasil penghitungan ini dipengaruhi oleh nilai pengganda tenaga kerja pada sektor pertanian (lampiran 2), di mana pada sektor pertanian, tenaga kerja produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar penerima upah dan gaji di kota memiliki nilai pengganda yang relatif kecil. Sementara faktor produksi bukan tenaga kerja akan menerima tambahan pendapatan sebesar 0.9077%.
31 Tabel 15 Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi Faktor Prod. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Total
Nilai Awal (miliar) 131 127.84 35 006.17 387 957.54 40 419.47 220 335.46 413 958.38 132 047.45 120 263.76 92 286.63 435 131.74 150 447.17 226 526.39 70 180.94 192 172.92 13 012.01 33 451.07 2 470 974.96 5 165 299.90
Perubahan (%) SIM 1 1.1453 1.0888 1.2517 1.2087 0.4824 0.5287 0.6177 0.6986 0.6839 0.6200 0.8270 0.7970 0.5326 0.5323 0.5260 0.4664 0.5202 0.6387
SIM 2 2.9190 2.6470 3.6845 3.5653 0.7603 0.8610 0.9927 1.1375 1.2431 1.1366 1.5218 1.4654 1.0332 0.9968 1.0892 0.8731 0.9077 1.2703
Ket : SIM 1 : Simulasi 1 SIM 2 : Simulasi 2 Kode faktor produksi dapat dilihat pada Lampiran 1 Sumber : data diolah
Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan institusi Dampak peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri dapat dilihat pada tabel 16. Rumah tangga pengusaha pertanian (kode 19) akan mendapatkan kenaikan pendapatan tertinggi yaitu 0.8227% apabila ada peningkatan investasi pada sektor agroindustri, dan 2.0328% apabila ada peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri. Kelompok rumah tangga lainnya yang akan mendapat kenaikan pendapatan tertinggi adalah rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas di pedesaan (kode 22) yaitu 0.7246% apabila ada peningkatan investasi pada sektor agroindustri dan 1.5762% apabila ada peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri. Kelompok rumah tangga yang akan menerima kenaikan pendapatan terkecil akibat adanya peningkatan investasi adalah rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan dan buruh kasar perkotaan (kode 23). Kelompok rumah tangga ini akan menerima kenaikan pendapatan sebesar 0.5610% akibat peningkatan investasi di sektor agroindustri dan 0.9769% akibat peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri. Perusahaan (kode 26) akan menerima kenaikan pendapatan dari masing-masing peningkatan investasi sebesar 0.5077% dan 0.8918%. Sementara
32 pemerintah akan menerima kenaikan pendapatan dari masing-masing peningkatan investasi sebesar 0.5658% dan 1.1083%. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan investasi dapat membantu pencapaian target industrialisasi pertanian yaitu meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan. Tabel 16 Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan institusi Institu si 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Total
Nilai Awal (miliar) 176 756.68 731 562.84 494 234.22 173 151.87 468 454.52 710 495.47 243 905.49 827 883.49 1 916 701.70 1 264 033.40 7 007 179.68
Perubahan (%) SIM 1 0.7116 0.8227 0.6083 0.7011 0.7246 0.5610 0.5796 0.6180 0.5077 0.3564 0.5658
SIM 2 1.6098 2.0328 1.1687 1.5681 1.5762 0.9769 1.0471 1.1341 0.8918 0.6403 1.1083
Ket : kode institusi dapat dilihat pada Lampiran 1 Sumber : data diolah
Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan sektor produksi Dampak peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri terhadap pendapatan sektor produksi dapat dilihat pada tabel 17. Peningkatan nilai investasi pada sektor agroindustri akan meningkatkan pendapatan sektoral sebesar 0.0066%, sedangkan apabila peningkatan investasi terjadi pada sektor pertanian dan agroindustri, dampaknya terhadap kenaikan pendapatan sektoral akan meningkat hampir 2 kali lipatnya yaitu 0.0120%. Sektor pertanian akan menerima kenaikan pendapatan terbesar akibat adanya peningkatan investasi, diikuti oleh sektor jasa dan sektor industri. Peningkatan investasi di sektor agroindustri (simulasi 1) akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian sebesar 0.0111% dengan sektor pertanian tanaman pangan (kode 28) dan sektor pertanian tanaman lainnya (kode 29) mendapatkan kenaikan pendapatan tertinggi yaitu 0.0134%. Sektor industri akan menerima kenaikan pendapatan sebesar 0.0056% dengan sektor industri makanan, minuman dan tembakau (kode 35) sebagai penerima kenaikan pendapatan terbesar yaitu 0.0227%. Sektor jasa akan menerima tambahan pendapatan sebesar 0.0067% akibat adanya kenaikan pendapatan di sektor agroindustri, dengan sektor perdagangan (kode 42) sebagai penerima kenaikan pendapatan terbesar yaitu 0.0089%. Apabila peningkatan investasi terjadi di sektor pertanian dan agroindustri (simulasi 2), sektor pertanian akan menerima tambahan pendapatan sebesar 0.0289% dengan sektor pertanian tanaman pangan (kode 28) sebagai penerima pendapatan terbesar yaitu 0.0456%. Nilai ini lebih tinggi kurang lebih 3 kali lipat apabila dibandingkan dengan peningkatan investasi pada sektor agroindustri saja. Kondisi yang sama juga terjadi pada peningkatan pendapatan sektor pertanian lainnya yang mencapai kurang lebih 3 kali lipat dari kenaikan pendapatan pada simulasi 1.Sektor
33 industri akan menerima pendapatan sebesar 0.0083% dengan kenaikan pendapatan terbesar pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau (kode 35) yaitu 0.0287%. Sedangkan sektor jasa akan menerima tambahan pendapatan sebesar 0.0127% dengan kenaikan pendapatan terbesar pada sektor perdagangan (kode 42) yaitu 0.0161%. Tabel 17 Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap pendapatan faktor produksi Sektor Prod. 28 29 30 31 32 TTL PERT 33 34 35 36 37 38 39 40 41 TTL INDS. 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 TTL JASA Total
Perubahan (%)
Nilai Awal (miliar) 468 256.55 202 251.11 265 105.49 52 221.85 182 474.58
SIM 1 0.0134 0.0134 0.0074 0.0032 0.0104
SIM 2 0.0456 0.0197 0.0172 0.0102 0.0187
1 170 309.58 610 107.14 82 053.44 952 513.77 292 371.06 173 145.44 1 246 992.57 1 162 701.21 206 047.02 1 219 988.91
0.0111 0.0015 0.0010 0.0227 0.0032 0.0050 0.0027 0.0034 0.0035 0.0005
0.0289 0.0029 0.0017 0.0287 0.0065 0.0071 0.0053 0.0067 0.0067 0.0009
5 945 920.56 965 459.25 285 031.99 39 602.62 2 663 67.40 326 708.70 48 417.57 268 189.98 286 491.48 493 328.10 279 257.24
0.0056 0.0089 0.0060 0.0022 0.0066 0.0054 0.0053 0.0069 0.0060 0.0053 0.0060
0.0083 0.0161 0.0120 0.0041 0.0126 0.0104 0.0100 0.0126 0.0113 0.0103 0.0115
3 258 854.33 10 375 084.47
0.0067 0.0066
0.0127 0.0120
Ket : kode sektor produksi dapat dilihat pada Lampiran 1 Sumber : data diolah
Industrialisasi pertanian bertujuan untuk mengembangkan sektor pertanian on farm sehingga kontribusinya terhadap PDB bertambah. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi di sektor pertanian sangat diperlukan karena investasi di sektor hilir saja belum cukup untuk meningkatkan pendapatan sektor
34 produksi pertanian. Namun investasi perlu dilakukan secara lebih merata di seluruh sektor pertanian dan agroindustri, khususnya di sektor peternakan karena sektor peternakan memiliki potensi yang sangat baik apabila dikembangkan jika dilihat dari nilai pengganda produksinya, tetapi realisasi investasi khususnya PMA dari sektor peternakan selama ini relatif kecil. Dampak peningkatan investasi di sektor pertanian dan agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja Kenaikan penyerapan tenaga kerja khususnya tenaga kerja di pedesaan merupakan target dari industrialisasi pertanian. Penghitungan penyerapan tenaga kerja menggunakan elastisitas penyerapan tenaga kerja dapat memperlihatkan berapa tenaga kerja yang akan terserap akibat perubahan total pendapatan faktor produksi dari simulasi kebijakan pada SNSE. Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 18. Pada simulasi 1 yaitu peningkatan nilai investasi pada sektor agroindustri, pendapatan faktor produksi akan meningkat sebesar 32 988.99 miliar rupiah. Kenaikan pendapatan faktor produksi tersebut berdampak pada jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 660.70 ribu orang. Pada simulasi 2 yaitu peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri, jumlah kenaikan pendapatan faktor produksi adalah 65 612.73 miliar rupiah. Kenaikan output tersebut akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 314.09 ribu orang. Tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di desa akan menjadi kelompok tenaga kerja yang paling banyak terserap. Apabila terdapat peningkatan investasi pada sektor agroindustri, kelompok tenaga kerja ini akan terserap sebanyak 190.22 ribu orang dan 377.94 ribu orang apabila terdapat peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri. Kelompok tenaga kerja yang paling rendah penyerapannya adalah tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji di desa, di mana kelompok tenaga kerja ini akan terserap sebanyak 2.19 ribu orang apabila terdapat peningkatan investasi pada sektor agroindustri dan 4.36 ribu orang apabila terdapat peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan industrialisasi pertanian yaitu untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pedesaan akan tercapai baik dengan peningkatan investasi di sektor agroindustri maupun peningkatan investasi di sektor pertanian serta sektor agroindustri secara sekaligus. Namun jumlahnya cukup jauh berbeda apabila peningkatan investasi tersebut dilakukan pada sektor pertanian dan agroindustri jika dibandingkan dengan peningkatan investasi pada sektor agroindustri saja.
35 Tabel 18 Dampak kebijakan di sektor agroindustri terhadap penyerapan tenaga kerja Kelompok tenaga kerja Pertanian
Produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar Tata usaha, penjualan, jasa-jasa
Kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi
Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji
Desa Kota Desa Kota
Jumlah Tenaga Kerja (ribu orang) SIM 1 SIM 2 44.32 88.15 9.71 19.30 190.02 377.94 17.77
35.35
Desa Kota Desa Kota
38.51 59.57 41.62
76.60 118.49 82.79
36.88
73.35
Desa Kota Desa Kota
15.34 56.44 45.84
30.51 112.26 91.18
64.59
128.46
Desa Kota Desa Kota
10.82 21.88 2.19
21.51 43.51 4.36
5.19
10.32
660.70
1314.09
Total Sumber : data diolah
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Sektor pertanian dan agroindustri berperan cukup baik bagi perekonomian Indonesia dengan melihat pada nilai pengganda total (GM) yang merepresentasikan pengaruh suatu sektor perekonomian terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Sektor pertanian tanaman pangan dan sektor peternakan menempati peringkat 2 dan 3 pada nilai GM dengan nilai GM 8.6155 dan 8.4169. Sektor pertanian tanaman lainnya menempati peringkat 7 dengan nilai GM 8.0823. Sektor kehutanan dan sektor peternakan menempati peringkat nilai GM yang kurang baik karena nilai pengganda produksi kedua sektor tersebut relatif rendah. Sektor industri makanan, minuman dan tembakau menempati peringkat 6 dengan nilai GM 8.1251
36
2.
sedangkan sektor industri kayu dan barang dari kayu menempati peringkat 11 dengan nilai GM 7.5891. Peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri akan meningkatkan pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi, pendapatan sektor produksi dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Tetapi peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri secara bersamaan akan memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan peningkatan investasi pada sektor agroindustri saja. Peningkatan investasi pada sektor pertanian dan agroindustri akan meningkatkan pendapatan faktor produksi sebesar 65 612.73 miliar rupiah, meningkatkan pendapatan institusi sebesar 77 661.90 miliar rupiah, meningkatkan pendapatan sektor produksi sebesar 124 464.90 miliar rupiah dan menyerap tenaga kerja sebanyak 1 314.09 ribu orang. Peningkatan investasi tersebut akan berperan dalam mencapai tujuan industrialisasi pertanian yaitu meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan, meningkatkan pendapatan sektor pertanian dan menyerap tenaga kerja di pedesaan. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan simpulan, dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Peningkatan investasi pada sektor pertanian dan sektor agroindustri secara bersamaan akan lebih berdampak pada peningkatan distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, untuk itu iklim investasi pada sektor pertanian dan agroindustri khususnya sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan sebagai industri hulu dan industri makanan, minuman dan tembakau sebagai industri hilir harus dipertahankan. Perlu kebijakan untuk menarik investor di sektor kehutanan dan sektor peternakan dan perikanan pada sektor hulu dan sektor industri kayu dan barang dari kayu pada sektor hilir, untuk itu pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk pemberian insentif pajak dalam bentuk tax allowance, tax holiday dan perbaikan kualitas birokrasi. 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa tenaga kerja dan rumah tangga golongan bawah yaitu tenaga kerja dan rumah tangga buruh pertanian kurang mendapatkan peningkatan pendapatan dari seluruh opsi kebijakan, sehingga diperlukan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan buruh petani misalnya peningkatan keahlian, peningkatan penguasaan teknologi dan kemudahan akses modal. 3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis tabel SNSE dengan lebih mendalam dengan melakukan agregasi dan disagregasi, sehingga analisis yang dihasilkan dan kebijakan yang direkomendasikan akan lebih spesifik.
37
DAFTAR PUSTAKA Arsyad L. 2010. Ekonomi Pembangunan. UPP STIM YKPN : Yogyakarta. Adelman I, Robinson S. 1986. U.S. Agriculture in a General Equilibrium Framework: Analysis with a Social Accounting Matrix. American Journal of Agricultural Economics, Vol. 68, No. 5. Adnan, PEP dan Darmono S. 2010. Investment on the Community Income and the Economic Growth in Central Java. Journal of Economics, Business and Accountancy Ventura Volume 13, No. 3, December 2010, pages 195 – 212. Austin, JE. 1981. Agroindutrial Project Analysis. Washington D.C : World Bank Economic Development Institute. [Bappenas]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Perekonomian Indonesia tahun 2015: Prospek dan Kebijakan. Jakarta : Bappenas. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2008. Jakarta : BPS. ______________________. 2002. Statistik Indonesia 2002. Jakarta : BPS. ______________________. 2007. Statistik Indonesia 2007. Jakarta : BPS. ______________________. 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta : BPS. ______________________. 2014. Statistik Indonesia 2014. Jakarta : BPS. [CAPSA] Centre for Alleviation of Poverty through Sustainable Agriculture. 2012. The Role of Policies in Agricultural Transformation Lessons from Brazil, Indonesia amd The Republic of Korea. CAPSA Working Paper No.106. Daryanto A, Hafizrianda Y. 2013. Analisis Input – Output & Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor : IPB Press. [Ditjen PPI] Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri. 2015. Arah Pengembangan Perwilayahan Industri Berdasarkan UU No.3/2014 Tentang Perindustrian dan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional [internet]. [diunduh 4 April 2015]. Tersedia pada : http://agro.kemenperin.go.id/media/download/522. [FAO dan UNINDO] Food and Agriculture Organization, United Nations Industrial Development Organization. 2009. Agro-Industries for Development. CAB International. Fatah L. 2007. The Potentials of Agro-Industry for Growth Promotion and Equality Improvement in Indonesia. Asian Journal of Agriculture and Development, Vol. 4, No. 1. Gul H. 2013. Economic Impact of an Increase in the Foreign Tourism Receipt : A SAM-Based Income Multiplier Analysis for Turkey. International Journal of Akdeniz University Tourism Faculty ISSN: 2147-9100.
38 Kalangi LS. 2006. Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan [Thesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2011. Outlook Industri 2012 : Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Keuning S, Thorbecke E. 1989. The Impact of Budget Retrenchment on Income Distribution in Indonesia: A Social Accounting Matrix Application. OECD Development Centre Working Paper No. 3. Pyatt G, Round JI. 1985. Social accounting matrices : a basis for planning. Washington, DC : The World Bank. Sarmila IR. 2013. Peran Investasi di Sektor Peternakan terhadap Pendapatan dan Penyerapan Tenaga Kerja [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sen H. 1996. Social Accounting Matrix (SAM) and Its Implication for Macroeconomic Planning. Unpublished Assessed Article, Bradford University, Development Project Planning Centre (DPPC), Bradford, UK. Supriyani dan Suryani E. 2006. Peranan, Peluang dan Kendala Pengembangan Agroindustri di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 24 No. 2 Desember 2006:92-106. Susilowati SH. 2007. Dampak Kebijakan Makroekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Tiffania D. 2008. Peranan Sektor Industri Agro dalam Perekonomian Jawa Barat: Suatu Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Townsend, RF dan McDonald, S. 1998. Biased Policies, Agriculture, and Income Distribution in South Africa: A Social Accounting Matrix Approach. Journal of Studies in Economics and Econometrics, 22 (1):91-114.
39
LAMPIRAN Lampiran 1 Nomor kode dan nama neraca pada SNSE 2008 Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22
23
Nama neraca Tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar bukan penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar bukan penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa bukan penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa bukan penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi penerima upah dan gaji (kota) Tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji (desa) Tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji (kota) Bukan tenaga kerja Rumah tangga pertanian (buruh) Rumah tangga pertanian (pengusaha pertanian) Rumah tangga bukan pertanian, pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar (pedesaan) Rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas (pedesaan) Rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas (pedesaan) Rumah tangga bukan pertanian, pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar (perkotaan)
40 24 25
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas (perkotaan) Rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas (perkotaan) Perusahaan Pemerintah Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan batu bara, biji logam dan minyak bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu dan barang dari kayu Industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Listrik, gas dan air minum Konstruksi Perdagangan Restoran Perhotelan Angkutan darat Angkutan udara, air dan komunikasi Jasa penunjang angkutan dan pergudangan Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya Jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya Margin perdagangan Margin pengangkutan Komoditas Domestik Sektor Pertanian tanaman pangan Komoditas Domestik Sektor Pertanian tanaman lainnya Komoditas Domestik Sektor Peternakan dan hasil-hasilnya Komoditas Domestik Sektor Kehutanan dan perburuan Komoditas Domestik Sektor Perikanan Komoditas Domestik Sektor Pertambangan batu bara, biji logam dan minyak bumi Komoditas Domestik Sektor Pertambangan dan penggalian lainnya Komoditas Domestik Sektor Industri makanan, minuman dan tembakau Komoditas Domestik Sektor Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Komoditas Domestik Sektor Industri kayu dan barang dari kayu
41 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
Komoditas Domestik Sektor Industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam dan industri lainnya Komoditas Domestik Sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Komoditas Domestik Sektor Listrik, gas dan air minum Komoditas Domestik Sektor Konstruksi Komoditas Domestik Sektor Perdagangan Komoditas Domestik Sektor Restoran Komoditas Domestik Sektor Perhotelan Komoditas Domestik Sektor Angkutan darat Komoditas Domestik Sektor Angkutan udara, air dan komunikasi Komoditas Domestik Sektor Jasa penunjang angkutan dan pergudangan Komoditas Domestik Sektor Bank dan asuransi Komoditas Domestik Sektor Real estate dan jasa perusahaan Komoditas Domestik Sektor Pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya Komoditas Domestik Sektor Jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya
42 Lampiran 2 Nilai pengganda faktor produksi dan institusi sektor pertanian dan agroindustri berdasarkan SNSE 2008 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
28 0.1810 0.0408 0.7710 0.0769 0.0386 0.0870 0.0318 0.0317 0.0301 0.1303 0.0515 0.0757 0.0238 0.0578 0.0051 0.0087 0.6056 0.1175 0.6866 0.1828 0.1130 0.2895 0.1824 0.0703 0.2556 0.4682 0.2321
29 0.2139 0.0446 0.4726 0.0341 0.0470 0.0908 0.0312 0.0307 0.0350 0.1303 0.0467 0.0691 0.0230 0.0559 0.0049 0.0083 0.6834 0.1125 0.5052 0.1770 0.0918 0.2349 0.1829 0.0679 0.2486 0.5211 0.2468
30 0.1891 0.0470 0.3901 0.0434 0.0483 0.0960 0.0320 0.0340 0.0369 0.1368 0.0571 0.0838 0.0247 0.0590 0.0035 0.0079 0.7245 0.1101 0.4538 0.1769 0.0841 0.2220 0.1962 0.0735 0.2713 0.5506 0.2580
31 0.1299 0.0477 0.2258 0.0287 0.0513 0.0748 0.0300 0.0267 0.0334 0.1172 0.0378 0.0569 0.0200 0.0506 0.0069 0.0083 0.9250 0.0930 0.3260 0.1575 0.0665 0.1814 0.1788 0.0674 0.2470 0.6937 0.3083
32 0.1297 0.0686 0.2361 0.0460 0.0322 0.0726 0.0237 0.0247 0.0257 0.1081 0.0413 0.0611 0.0203 0.0472 0.0030 0.0071 0.9421 0.1074 0.3354 0.1431 0.0644 0.1766 0.1788 0.0689 0.2510 0.7063 0.3134
35 0.0961 0.0242 0.3138 0.0314 0.0628 0.1280 0.0474 0.0473 0.0329 0.1377 0.0544 0.0801 0.0214 0.0569 0.0039 0.0085 0.7439 0.0761 0.3695 0.1671 0.0733 0.1973 0.2221 0.0771 0.2690 0.5630 0.2600
37 0.0511 0.0155 0.1325 0.0147 0.0981 0.1430 0.0910 0.0692 0.0296 0.1278 0.0448 0.0673 0.0206 0.0528 0.0047 0.0102 0.8083 0.0572 0.2510 0.1748 0.0663 0.1705 0.2411 0.0770 0.2623 0.6080 0.2746
43 Lampiran 3 Nilai injeksi investasi pada sektor agroindustri (simulasi 1) Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Nilai awal (miliar) 131 127.84 35 006.17 387 957.54 40 419.47 220 335.46 413 958.38 132 047.45 120 263.76 92 286.63 435 131.74 150 447.17 226 526.39 70 180.94 192 172.92 13 012.01 33 451.07 2 470 974.96 176 756.68 731 562.84 494 234.22 173 151.87 468 454.52 710 495.47 243 905.49 827 883.49 1 916 701.70 1 264 033.40 468 256.55 202 251.11 265 105.49 52 221.85 182 474.58 610 107.14 82 053.44 952 513.77 292 371.06 173 145.44 1 246 992.57 1 162 701.21 206 047.02 1 219 988.91 965 459.25 285 031.99 39 602.62
Injeksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dampak (miliar) 7 454.13 1 926.70 23 646.86 2 398.66 6 152.00 11 920.01 4 937.67 4 801.19 3 331.67 14 291.64 6 490.64 9 435.72 1 988.91 5 418.80 377.13 857.03 69 618.56 6 486.60 30 675.16 16 169.18 6 407.76 17 806.84 21 582.43 7 558.55 27 252.51 52 656.79 24 295.49 30 334.35 12 857.06 10 175.45 2 655.82 9 420.33 4 990.73 412.25 100 102.32 4 992.53 20 188.24 18 430.54 21 760.60 3 956.48 3 245.07 44 568.39 9 119.74 451.54
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
266 367.40 326 708.70 48 417.57 268 189.98 286 491.48 493 328.10 279 257.24 999 122.75 171 856.86 577 140.56 222 204.64 353 117.38 63 838.69 246 164.73 639 241.01 100 344.98 1 207 352.97 336 299.77 212 728.61 1 499 127.34 1 241 017.46 124 490.71 1 243 975.54 999 122.75 294 529.53 42 569.71 273 462.36 335 669.63 50 969.63 270 696.10 295 933.47 496 717.10 286 239.82
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 809.91 0 503.80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 746.10 9 472.35 1 494.04 9 926.41 9 100.28 13 754.12 9 022.73 46 122.40 6 190.63 37 459.02 14 125.50 13 553.58 3 246.61 12 715.17 5 229.05 504.15 126 884.08 5 742.65 24 803.52 22 157.09 25 728.63 4 032.61 3 308.87 46 122.40 9 423.62 485.37 10 031.62 9 762.03 1 572.79 10 019.17 9 400.20 13 849.75 9 248.34
45 Lampiran 4 Nilai injeksi investasi pada sektor pertanian dan agroindustri (simulasi 2) Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Nilai awal (miliar) 131 127.84 35 006.17 387 957.54 40 419.47 220 335.46 413 958.38 132 047.45 120 263.76 92 286.63 435 131.74 150 447.17 226 526.39 70 180.94 192 172.92 13 012.01 33 451.07 2 470 974.96 176 756.68 731 562.84 494 234.22 173 151.87 468 454.52 710 495.47 243 905.49 827 883.49 1 916 701.70 1 264 033.40 468 256.55 202 251.11 265 105.49 52 221.85 182 474.58 610 107.14 82 053.44 952 513.77 292 371.06 173 145.44 1 246 992.57 1 162 701.21 206 047.02 1 219 988.91 965 459.25 285 031.99
Injeksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dampak (miliar) 5 182.13 1 329.69 16 567.47 1 674.93 4 031.69 7 991.00 3 183.96 3 161.22 2 260.57 9 683.62 4 424.12 6 426.86 1 345.32 3 671.62 251.72 572.70 46 771.79 4 441.44 21 100.99 10 892.26 4 347.72 12 111.14 14 500.67 5 103.26 18 426.64 35 389.16 16 349.43 21 344.74 9 096.00 6 968.63 1 335.92 6 559.78 3 351.39 280.27 71 559.73 3 369.06 9 582.62 12 387.12 14 610.20 2 651.65 2 199.25 30 399.72 6 169.50
46 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
39 602.62 266 367.40 326 708.70 48 417.57 268 189.98 286 491.48 493 328.10 279 257.24 999 122.75 171 856.86 577 140.56 222 204.64 353 117.38 63 838.69 246 164.73 639 241.01 100 344.98 1 207 352.97 336 299.77 212 728.61 1 499 127.34 1 241 017.46 124 490.71 1 243 975.54 999 122.75 294 529.53 42 569.71 273 462.36 335 669.63 50 969.63 270 696.10 295 933.47 496 717.10 286 239.82
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 107.87 0 530.55 308.91 327.13 0 0 17 809.91 0 503.80 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
306.47 6 473.84 6 366.25 978.88 6 709.97 6 155.78 9 313.36 6 067.18 31 459.70 4 051.77 26 358.01 9 993.39 9 282.13 1 633.10 8 854.12 3 511.42 342.75 90 705.09 3 875.26 11 773.32 14 891.73 17 274.35 2 702.67 2 242.49 31 459.70 6 375.07 329.43 6 663.50 6 560.94 1 030.47 6 772.68 6 358.66 9 378.11 6 218.88
47
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Annisa Meidianty, lahir di Jakarta 15 Mei 1993. Putri pertama dari dua bersaudara, pasangan H. Ide Guswandi dan Hj. Erni Wilda. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1999 di SD Negeri Malaka Sari 05 Pagi, lalu melanjutkan ke pendidikan menengah pertama pada tahun 2005 di SMP Negeri 27 Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada tahun 2008 di SMA Negeri 12 Jakarta dan lulus pada tahun 2011. Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan tinggi dengan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis berhasil dalam ujian SNMPTN dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi pada program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif di organisasi Sharia Economics Student Club (SES-C) dan berbagai kepanitiaan lainnya.