Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
DAMPAK PENGEMBANGAN KOMODITAS KAYU MANIS RAKYAT TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH: KASUS KABUPATEN KERINCI, PROVINSI JAMBI1) (The Cinnamon Commodity Development Effect to Regional Economic: Case Study of Kerinci Regency Jambi) Askar Jaya, Ernan Rustiadi2), Isang Gonarsyah2), Deddy S. Bratakusumah2), dan Bambang Juanda2) ABSTRACT The main idea of this study was to evaluate the influence of export to regional economic development. The cinnamon was superior export commodity of Kerinci regency, which support to regional economic development. The purpose of this study was to analyze cinnamon sector effect to regional economic development of Kerinci Regency of Jambi and to analyse cinnamon price integration on farmers and export corporation level. The study used qualitative and quantitative methods. The data consisted of primary and secondary data. The primary data were collected from survey and interview with respondents, such as farmers, traders, cinnamon entrepreneurs, local government staffs and other informants. The secondary data were collected from Badan Pusat Statistik, Central Bank of Indonesia and FAOSTAT. The analysis model consisted of descriptive model, input-output model, OLS regression combined with cointegration model and error correction model (ECM). The results showed that the cinnamon had low correlation to support regional economic development and indicate regional leakage. The farmers’ level price had no significant integration to export corporation price. Increasing quality and industry processing development is the most important strategy. Key words: cinnamon, sectoral linkages, price integration, regional economics, agroindustry processing PENDAHULUAN Indonesia merupakan produsen sekaligus pengekspor utama kayu manis dunia dewasa ini. Pada tahun 2003-2005 Indonesia menguasai pangsa dunia sebesar 26.10%, diikuti Cina sebesar 24.63%, Sri Lanka 8.05%, Vietnam 5.30%, dan negara lainnya 35.92%. Pada tahun yang sama jumlah ekspor Indonesia adalah sebesar 37 192 ton dengan nilai 22.4 US$ (FAOSTAT, 2005). Selanjutnya, kayu manis secara dominan dikembangkan dalam bentuk perkebunan rakyat. Pada tahun 2005 luas areal pengembangannya adalah 134 770 ha, yang tersebar di 19 wilayah provinsi, dengan produksinya 100 775 ton.
1)
2)
Bagian dari disertasi penulis pertama, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB Berturut-turut Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing 67
Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1 Januari 2009:67-79
Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, merupakan salah satu wilayah kabupaten terluas dalam melakukan pengembangan kayu manis di Indonesia, dengan luas areal pengembangannya 42 610 ha (31.61%), dan produksinya 65 422 ton (64.92%) dari total produksi nasional (Ditjenbun, 2005). Dominannya pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci menempatkan komoditas tersebut sebagai komoditas unggulan dan juga andalan ekspor daerah Kabupaten Kerinci (BPS Kerinci, 2005). Berbagai permasalahan dalam pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci, antara lain, sebagai berikut: (1) terjadinya kecenderungan petani akhirakhir ini melakukan panen kayu manis dengan sistem tebang habis serta melakukan alih fungsi lahan kayu manis menjadi lahan untuk tanaman semusim seperti palawija dan sayur-sayuran atau membiarkan lahan petani meninggalkan lahan setelah dipanen menjadi lahan tidur; (2) tidak berkembangnya industri turunan/pengolahan di dalam daerah dan rendahnya kualitas produk yang dihasilkan petani dalam memenuhi permintaan ekspor, padahal komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah; (3) rendahnya harga komoditas di tingkat petani. Dari ketiga permasalahan yang dihadapi di atas, permasalahan yang pertama diduga akan meningkatkan eksternalitas negatif bagi Kabupaten Kerinci, terutama bagi sumber pendapatan masyarakat dan mengurangi lapangan pekerjaan serta mengganggu fungsi wilayah karena Kerinci merupakan wilayah konservasi. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan kembali peran, dampak, dan potensi komoditas kayu manis dalam konteks agribisnis dan pengembangan ekonomi wilayah sehingga kajian ini menarik untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) menganalisis dampak komoditas kayu manis terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci ditinjau dari aspek keterkaitan dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto (NTB), pendapatan, dan serapan tenaga kerja jika dibandingkan dengan komoditas dan sektor unggulan lainnya seperti padi dan teh, sektor industri pengolahan makanan dan minuman, serta sektor perdagangan yang merupakan sektor unggulan daerah Kabupaten Kerinci; (2) menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam sistem pengembangan pertanian berbasis perkebunan rakyat dan perkebunan estate serta kaitannya dengan perekonomian wilayah; (3) menganalisis posisi integrasi harga komoditas kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir serta menganalisis model keseimbangan jangka panjang. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam sistem ekonomi terbuka, ekspor merupakan komponen yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Mankiw, 2000; Amstrong dan Taylor, 2001). Giddens (1999) menyatakan bahwa globalisasi perdagangan berimplikasi makin terbukanya akses pasar dan interkoneksi dunia pada level kultural, politik, dan ekonomi. Konsep tersebut dapat diartikan bahwa globalisasi perdagangan akan mempengaruhi perekonomian wilayah melalui kegiatan ekspor dan impor. Kemudian dalam konteks agribisnis, pemasaran dan harga komoditi akan mempengaruhi pendapatan petani, sedangkan pendapatan petani mempengaruhi kesejahteraan, perekonomian wilayah, dan keberlanjutan 68
Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
pengembangan komoditas. Dari kerangka berpikir di atas dampak dan integrasi harga dalam pengembangan komoditas unggulan daerah menjadi komponen yang perlu dan menarik untuk dilakukan. Pengembangan sistem agribisnis yang baik diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta perekonomian wilayah. Selanjutnya untuk mengetahui dampak komoditas terhadap perekonomian wilayah, analisis peran, dampak, potensi dan indikasi kebocoran wilayah serta analisis integrasi harga dalam upaya mendorong pengembangan dan keberlanjutannya perlu dilakukan. Dari pemikiran di atas, secara sederhana dapat dibangun alur pikir seperti Gambar 1. Komoditas unggulan daerah (kayu manis)
Budidaya dan pengolahan
Pemasaran dan harga
Globalisasi perdagangan
Pendapatan petani
Eksportir
Dampak dan potensi kebocoran wilayah
Integrasi harga
Perekonomian wilayah Keterangan:
dilihat dari sisi mempengaruhi
Gambar 1. Kerangka pendekatan penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Kayu manis diduga memiliki peran yang strategis dalam perekonomian wilayah, tetapi dari aspek keterkaitan diduga masih memiliki keterkaitan yang lemah dalam mendorong pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Kerinci. (2) Lemahnya keterkaitan kayu manis dalam mendorong perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci diduga sebagai dampak dan indikasi dari kebocoran wilayah dalam sistem pengembangannya. (3) Harga kayu manis di tingkat petani diduga tidak terintegrasi sempurna dengan harga di tingkat eksportir, dan integrasi harga diduga akan mengalami keseimbangan jangka panjang. Lokasi dan Data Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci dari bulan September 2007 sampai Februari 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data sekunder seperti data ekspor bersumber dari BPS Pusat Jakarta dan FOASTAT data nilai tukar rupiah bersumber dari Bank Indonesia; Tabel input-output bersumber dari Bappeda dan BPS Kerinci. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam (indepth 69
Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1 Januari 2009:67-79
interview) dan penyebaran kuesioner kepada petani, pedagang/pengusaha kayu manis, masyarakat dan Pemda Kabupaten Kerinci, serta informan yang terkait dengan penelitian ini. Sampel penelitian berjumlah 72 responden, yang terdiri dari 55 responden petani, 9 responden pedagang, 3 responden tokoh masyarakat, 2 responden dari pengusaha kayu manis, serta 3 responden dari Pemda Kabupaten Kerinci. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan terdiri dari metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif. Untuk analisis peran digunakan metode deskriptif, sedangkan untuk analisis dampak kayu manis terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci digunakan metode kuantitatif dan kualitatif yang ditinjau dari dua perspektif, yaitu perspektif makro dan mikro. Analisis perspektif mikro dengan unit analisis adalah individu petani, pedagang dan stakeholders lainnya yang berkaitan dengan pengembangan komoditas kayu manis. Dari sisi makro, unit analisis adalah wilayah Kabupaten Kerinci, yang meliputi perekonomian wilayah seperti PDRB, serapan tenaga kerja, keterkaitan dan multiplier effect output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja, dengan metode membandingkan kayu manis dengan sektor unggulan daerah lainnya seperti padi, teh, industri pengolahan makanan dan minuman, dan perdagangan serta mengidentifikasi indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam konteks pertanian berbasis perkebunan rakyat dan perkebunan estate. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan dan dampak sektor terhadap perekonomian wilayah adalah model input-output (I-O). (1) Untuk menganalisis keterkaitan langsung ke belakang (direct backward linkage) digunakan formula ................................................................................. (1)
(2)
(3)
(4)
70
dengan Bj adalah koefisien keterkaitan ke belakang, aij merupakan rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j. Bj*>1 mengindikasikan sektor j memiliki keterkaitan kebelakang yang kuat, dalam pengertian memiliki pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi derived demand yang ditimbulkan oleh sektor tersebut. Untuk menganalisis keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) digunakan formula ................................................................................. 2) dengan Fi merupakan koefisien keterkaitan langsung ke depan. Untuk menganalisis dampak pengganda permintaan akhir suatu sektor terhadap output digunakan formula ................................................................................... (3) dengan X adalah output yang terbentuk akibat adanya perubahan permintaan akhir, (1-A)-1 adalah matrik pengganda, dan F merupakan permintaan akhir. Untuk menganalisis dampak permintaan akhir suatu sektor terhadap nilai tambah bruto digunakan formula ................................................................................................ (4)
Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
(5)
(6)
dengan V adalah nilai tambah bruto (NTB) yang terbentuk akibat adanya perubahan permintaan akhir, V merupakan matrik diagonal koefisien NTB, dan X dampak permintaan akhir Untuk menganalisis dampak pengganda pendapatan digunakan formula .............................................................................................. (5) dengan W adalah matriks pendapatan, matrik diagonal koefisien pendapatan, dan X merupakan matrik. Untuk menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah dari aspek keterkaitan dan multiplier effect output, nilai tambah bruto, pendapatan dan tenaga kerja digunakan skenario, dengan asumsi kondisi saat ini sektor yang diujicobakan dibandingkan dengan hasil setelah di skenario, (asumsi yang dibangun adalah industri turunan/pengolahan tumbuh di Kabupaten Kerinci). Data skenario yang digunakan adalah nilai final demand ekspor kayu manis dan teh, yang kemudian diujicobakan pada sektor industri pengolahan makanan dan minuman. Besarnya selisih saat ini dengan hasil ujicoba (skenario) menunjukkan potensi dan indikasi kebocoran wilayah (Reis dan Rua, 2006). Model Analisis Integrasi Harga Kayu Manis
Untuk menduga model integrasi harga kayu manis di tingkat petani dan di tingkat eksportir, digunakan model modifikasi Ravalion (1986), dengan formula. .....................................
(6)
dengan PP(t) adalah harga jual kayu manis di tingkat petani periode t (Rp/kg); PP(t-1) merupakan harga jual kayu manis di tingkat petani pada periode t-1 (Rp/kg); PX(t-1) adalah harga jual kayu manis di tingkat eksportir pada periode t-1 (Rp/kg); 1 merupakan periode lag; e merupakan galat. Untuk mengidentifikasi keterpaduan harga digunakan indeks integrasi (MII). Untuk memperoleh indeks integrasi digunakan formula (Simatupang et al., 1999; Malian et al., 2004) dengan 0≤MII≤ ∞ .....................................................................
(7).
Jika indeks integrasi MII = 0, mengindikasikan pasar atau harga terpadu secara sempurna, dan jika MII < 1 mengindikasikan pasar atau harga masih terpadu secara kuat. Namun, jika MII >1, menunjukkan bahwa pasar atau harga terintegrasi secara lemah. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi model keseimbangan jangka panjang integrasi harga digunakan model kointegrasi dan error corection model (ECM) (Engle dan Granger, 1987). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum peran kayu manis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci adalah sangat penting, seperti ditunjukkan dalam pembentukan output, kayu manis berkontribusi sebesar 5.58%, kemudian terhadap nilai tambah bruto sebesar 6.35%, dan kontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah sebesar 21.23% (Tabel 1).
71
Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1 Januari 2009:67-79
Tabel 1. Kontribusi komoditas kayu manis versus padi, teh, dan sektor industri makanan dan minuman, serta perdagangan terhadap output, NTB, dan ekspor wilayah di Kabupaten Kerinci, tahun 2006 Sektor Padi Teh Kayu manis Industri makanan dan minuman Perdagangan
Output 349.82 146.29 206.14 400.38 424.57
Miliar Rupiah NTB 316.03 121.25 167.78 84.62 328.32
Ekspor 83.01 152.39 118.45 -
Output 9.47 3.96 5.58 10.86 11.49
Persentase NTB 11.96 4.59 6.35 3.50 12.43
Ekspor 11.56 21.23 16.50 -
Jika peran kayu manis dibandingkan dengan peran komoditas lainnya seperti padi dan teh dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, dan ekspor terlihat bahwa kayu manis memiliki peran penting dan dominan dalam pembentukan ekspor daerah. Artinya secara makro kayu manis merupakan salah satu faktor penting yang dapat berperan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Dari sisi produktivitas PDRB, ekspor dan output per tenaga kerja (tk) dan per hektar (ha), terlihat bahwa pada tahun 2006, produktivitas kayu manis untuk PDRB/tk, berkontribusi sebesar 8.47 juta rupiah/tk, ekspor sebesar 7.69 juta rupiah/tk, dan output sebesar 10.40 juta rupiah/tk. Selanjutnya, dari sisi produktivitas PDRB/ha, terlihat kayu manis berkontribusi sebesar 3.97 juta rupiah/ha, ekspor sebesar 3.60 juta rupiah/ha, dan output sebesar 4.87 juta rupiah/ha (Tabel 2). Tabel 2. Produktivitas sektor ditinjau dari aspek PDRB, ekspor dan output per tenaga kerja(tk) dan hektar (ha) di Kabupaten Kerinci tahun 2006 Sektor Padi Teh Kayu manis Industri makanan dan minuman Perdagangan
PDRB/tk 8.69 47.78 8.47 30.34 21.90
Ekspor/tk 0.00 32.71 7.69 42.47 0.00
Produktivitas Output/tk PDRB/ha 9.62 10.65 57.65 46.19 10.40 3.97 143.57 28.32 -
Ekspor/ha 0.00 31.62 3.60 -
Output/ha 11.79 55.73 4.87 -
Jika dibandingkan dengan produktivitas kayu manis dengan sektor lainnya seperti padi dan teh, terlihat bahwa kayu manis memiliki produktivitas yang masih rendah, seperti untuk PDRB/tk, PDRB/ha, dan output/ha. Rendahnya produktivitas kayu manis tersebut menunjukkan belum optimalnya pengelolaan kayu manis dalam konteks agribisnis komoditi unggulan daerah guna mendorong perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Selain itu, rendahnya produktivitas kayu manis untuk PDRB/ha dan output/ha mengindikasikan rendahnya lend rent serta masih kurang produktifnya penggunaan lahan perkebunan kayu manis di Kabupaten Kerinci. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan penurunan pemanfaatan lahan, sebagaimana ditunjukkan dengan data penurunan lahan perkebunan kayu manis di Kabupaten Kerinci, seperti dari 50 439 ha pada tahun 2000, turun menjadi 42 610 ha pada tahun 2005 (Disperta Kerinci, 2005). Terjadinya kecenderungan penurunan pemanfaatan lahan dikhawatirkan akan mendorong eksternalitas negatif bagi Kabupaten Kerinci seperti terganggunya 72
Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
sumber pendapatan masyarakat dan fungsi wilayah Kabupaten Kerinci sebagai wilayah konservasi, sebagai akibat meningkatnya lahan kritis. Keterkaitan Sektor Kayu Manis terhadap Perekonomian Wilayah Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien keterkaitan ke depan kayu manis terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci sebesar 0.8836, keterkaitan ke belakang sebesar 0.8332. Dengan nilai koefisien keterkaitan <1, kayu manis memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang masih lemah seperti ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Keterkaitan ke depan dan ke belakang kayu manis versus sektor lainnya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci tahun 2006 Keterkaitan langsung
Sektor Padi Teh Kayu manis Industri makanan dan minuman Perdagangan
ke depan 2.837 0.430 0.371 1.129 6.479
ke belakang 0.418 0.741 0.806 3.417 1.045
Selanjutnya, jika dibandingkan dengan keterkaitan sektor lainnya seperti padi, teh, industri makanan dan minuman, serta sektor perdagangan (Tabel 3) dapat dinyatakan bahwa kayu manis masih memiliki keterkaitan yang lemah. Lemahnya keterkaitan kayu manis dalam mendorong pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Kerinci terkait dengan belum berkembangnya penggunaan output kayu manis sebagai input sektor lainnya serta kayu manis belum didukung oleh industri turunan/pengolahan di daerah. Dampak Pengganda (Multiplier Effect) Kayu Manis versus Sektor Lainnya terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Kerinci Hasil analisis menunjukkan bahwa multiplier effect kayu manis terhadap output, yaitu sebesar 1.745, sedangkan sektor industri makanan dan minuman sebesar 5.078, perdagangan sebesar 4.074, padi sebesar 4.027, dan teh sebesar 1.314. Dari nilai pengganda tersebut dapat diartikan bahwa untuk kayu manis, jika setiap peningkatan permintaan akhir kayu manis sebesar 1 miliar rupiah, output perekonomian wilayah akan meningkat sebesar 1.74 miliar rupiah. Demikian juga untuk sektor industri makanan dan minuman, padi dan teh, seperti ditunjukkan Tabel 4. Tabel 4. Dampak pengganda (multiplier effect) sektor kayu manis versus sektor lainnya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci, tahun 2006 Sektor Padi Teh Kayu Manis Industri makanan dan minuman Perdagangan
Output 4.027 1.314 1.745 5.078 4.074
Koefisien NTB 1.731 0.928 0.904 2.144 2.323
Pendapatan 0.934 1.043 1.204 1.484 2.355 73
Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1 Januari 2009:67-79
Dampak pengganda nilai tambah bruto kayu manis adalah sebesar 0.904, sektor industri makanan dan minumam sebesar 2.144, sektor perdagangan sebesar 2.323, padi sebesar 1.731, dan teh sebesar 0.928. Nilai koefisien multiplier efect nilai tambah bruto kayu manis sebesar 0.904, mengandung makna bahwa jika setiap peningkatan permintaan akhir kayu manis sebesar 1 miliar rupiah, nilai tambah bruto perekonomian wilayah akan meningkat sebesar 904 juta rupiah. Demikian juga untuk sektor industri makanan dan minuman, perdagangan, padi, dan sektor teh (Tabel 4). Selanjutnya, dampak pengganda (multiplier effect) pendapatan untuk kayu manis adalah sebesar 1.204, sektor industri makanan dan minuman sebesar 1.484, perdagangan sebesar 2.355, padi sebesar 0.934, dan teh sebesar 1.043. Nilai koefisien multiplier effect pendapatan kayu manis sebesar 1.204 mengandung makna bahwa jika setiap peningkatan permintaan akhir kayu manis sebesar 1 miliar rupiah, pendapatan perekonomian wilayah akan meningkatkan sebesar 1.204 miliar rupiah. Multiplier effect kayu manis yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa kayu manis memiliki prospek yang sangat baik untuk mendorong peningkatan pendapatan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Indikasi dan Potensi Kebocoran Wilayah Hasil analisis potensi kebocoran wilayah dalam pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci yang ditinjau dari aspek keterkaitan, dampak pengganda (multiplier effect) terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Indikasi kebocoran wilayah dalam pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci, tahun 2006 Indikator Keterkaitan ke depan Keterkaitan ke belakang Multiplier output Multiplier NTB Multiplier pendapatan Multiplier tenaga kerja
Kondisi eksisting 0.37 0.81 1.74 0.90 1.20 2.05
Pengembangan agribisnis kayu manis Jika industri Indikasi turunan berkembang kebocoran wilayah 4.10 3.73 1.61 0.80 3.23 1.49 1.23 0.33 1.64 0.44 2.80 0.75
Keterangan (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Hasil analisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam pengembangan kayu manis, dengan membandingkan kondisi saat ini dengan hasil setelah melakukan skenario, jika diasumsikan semua produksi kayu manis Kabupaten Kerinci diolah di dalam daerah sebelum diekspor, terlihat bahwa besarnya indikasi dan potensi kebocoran wilayah yang terjadi adalah sebagai berikut: (1) dari sisi keterkaitan ke depan terlihat kebocoran wilayah berpotensi sebesar 3.73; (2) dari sisi keterkaitan ke belakang terlihat indikasi dan potensi kebocoran wilayah sebesar 3.73; (3) dari sisi multiplier effect output, terlihat indikasi dan potensi kebocoran wilayah sebesar 1.49; (4) dari sisi multiplier effect nilai tambah bruto, terlihat indikasi dan potensi kebocoran wilayah sebesar 0.33; (5) dari sisi multiplier effect pendapatan, terlihat indikasi dan potensi kebocoran wilayah sebesar 0.44; (6) dari aspek tenaga kerja, terlihat indikasi dan potensi kebocoran wilayah 74
Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
sebesar 0.75. Hasil identifikasi tersebut menunjukkan adanya indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci terhadap perekonomian wilayah, yaitu sebesar selisih antara kondisi saat ini dengan kondisi setelah dilakukan skenario jika diasumsikan berkembangnya industri turunan/pengolahan di daerah. Potensi Kebocoran Wilayah Kayu Manis (Perkebunan Rakyat) versus Teh (Perkebunan Negara) di Kabupaten Kerinci Hasil simulasi dengan membandingkan kayu manis yang merupakan komoditas perkebunan rakyat dan teh yang merupakan komoditas perkebunan pemerintah, dengan asumsi berkembangnya industri turunan atau pengolahan komoditi tersebut di dalam wilayah Kabupaten Kerinci, menunjukkan bahwa kayu manis memiliki potensi kebocoran wilayah yang lebih besar daripada komoditi teh, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil skenario yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Skenario identifikasi potensi kebocoran wilayah pengembangan kayu manis versus teh, asumsikan berkembangnya industri pengolahan di Kabupaten Kerinci Komponen Keterkaitan ke depan Keterkaitan ke belakang Multiplier output Multiplier NTB Multiplier pendapatan Multiplier tenaga kerja
Kayu manis (perkebunan rakyat) Kondisi Jika industri Keterangan eksisting berkembang 0.37 4.10 >4 0.81 1.61 >1 1.74 3.23 >3 0.90 1.23 >1 1.20 1.64 >1 2.05 2.80 >2
Perkebunan teh (estate negara) Kondisi Jika industri Keterangan eksisting berkembang 0.43 1.04 >1 0.74 0.76 <1 1.31 2.01 >2 0.93 1.16 >1 1.04 1.24 <1 0.38 0.57 <1
Dari Tabel 6 terlihat bahwa jika diasumsikan semua produksi kayu manis diolah di dalam daerah sebelum diekspor, kayu manis mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah, yang potensinya lebih besar jika dibandingkan dengan ketika tidak dilakukan pengolahan di dalam wilayah, sebagaimana ditunjukkan dengan koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang, serta multiplier effect output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Indikasi dan potensi kebocoran wilayah kayu manis terjadi karena pengembangannya masih belum didukung pengembangan industri turunan/pengolahan di dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Selanjutnya, dengan membandingkan hasil skenario di atas, terlihat bahwa untuk kondisi saat ini, kayu manis memiliki indikasi dan potensi kebocoran wilayah yang lebih besar jika dibandingkan dengan perkebunan teh. Namun, jika diasumsikan berkembangnya industri turunan di daerah, kayu manis berpotensi memiliki multiplier effect nilai tambah bruto, pendapatan, dan serapan tenaga kerja yang lebih besar jika dibandingkan dengan perkebunan teh yang pengembangannya bersifat padat modal.
75
Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1 Januari 2009:67-79
Dampak Kebocoran Wilayah Pengembangan Kayu Manis terhadap Perekonomian Wilayah Hasil analisis menunjukkan bahwa dampak kebocoran wilayah dalam pengembangan kayu manis terhadap perekonomain wilayah adalah sebesar selisih antara potensi kebocoran wilayah dikurangi kondisi saat ini saat penelitian ini dilakukan, yaitu sebesar 3.73 untuk aspek keterkaitan ke depan, dan 0.80 untuk aspek keterkaitan ke belakang. Dampak kebocoran wilayah kayu manis adalah setiap peningkatan final demand kayu manis sebesar 1 miliar rupiah menyebabkan terhadap kebocoran NTB sebesar 330 juta rupiah, pendapatan sebesar 440 juta rupiah, dan tenaga kerja sebesar 75 serapan tenaga kerja. Dari hasil analisis data saat ini sektor kayu manis dan membandingkannya dengan hasil skenario, jika diasumsikan komoditas kayu manis dilakukan pengolahan terlebih dahulu di dalam daerah sebelum di ekspor, dapat dinyatakan bahwa dampak kebocoran wilayah yang terjadi dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Kerinci. Integrasi Harga Ekspor Kayu Manis Hasil pendugaan model integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir menunjukkan bahwa model yang digunakan cukup baik karena memiliki probabilitas-t sebesar 0.04 atau signifikan pada taraf nyata 0.05, dengan R square model sebesar 0.86%, yang mengandung makna bahwa model dapat dijelaskan oleh peubah yang digunakan sebesar 86%. Dengan probabilitas-t harga petani satu bulan sebelumnya sebesar 0.000 dan koefisien peubahnya sebesar 0.9088. Selanjutnya, terlihat bahwa lag harga petani signifikan mempengaruhi harga petani, sedangkan lag harga ekportir memiliki probabilitas 0.47, dan apabila lag harga ekportir dikonsultasikan dengan taraf nyata 0.05, terlihat peubah tersebut tidak signifikan mempengaruhi harga di tingkat petani, seperti ditunjukkan Tabel 7. Tabel 7. Hasil pendugaan model integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir tahun 2001-2006 (data bulanan) Peubah Intersep Lag harga petani Lag harga eksportir
Dugaan parameter 1.6295 0.9088 0.0443
Stat. t 2.0408 18.075 0.7252
Prob>[T] 0.04 0.00 0.47
R2 0.86
Stat. D-W 1.98
MII 20.75
Dari Tabel 7 terlihat bahwa dari hasil pendugaan model integrasi diperoleh indeks integrasi (MII) harga kayu manis sebesar 20.75. Nilai indeks tersebut apabila dikonsultasikan dengan nilai probabilitasnya, yaitu 0.00, terbukti indeks integrasi >0. Nilai tersebut mengandung makna bahwa integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir sangat lemah. Dengan lain perkataan, penentuan harga beli kayu manis di tingkat petani tidak terintegrasi secara sempurna oleh harga eksportir. Lemahnya integrasi harga kayu manis di tingkat petani dan eksportir mengindikasikan adanya distorsi dalam pemasaran komoditas, lemahnya posisi 76
Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
tawar (bargaining position) petani, tidak efisiennya pemasaran kayu manis di tingkat petani, dan indikasi terjadinya informasi asimetrik. Keseimbangan Jangka Panjang Model Integrasi Harga Kayu Manis di Tingkat Petani dengan Harga di Tingkat Eksportir Hasil estimasi model keseimbangan jangka panjang dengan deteksi Augmented Dickey-Fuller Test membuktikan bahwa terdapat t-statistik sebesar 6.0247 < t-critical 1%, yaitu -2.598. Nilai tersebut mengidikasikan residual untuk data level tidak mengandung masalah unit root, dengan kata lain residual (e) sudah stasioner, seperti ditunjukkan hasil estimasi pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pendugaan model keseimbangan jangka panjang integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan eksportir tahun 2001-2006 (data bulanan) Peubah ADF- test E(-1)
Dugaan parameter -0.9903
Stat. t -6.0246 -2.0483
Prob > [T] 0.00 0.04
V -Test -2.5984
Dari pendugaan model di atas dapat diputuskan menolak Ho dan menerima Ha, yaitu terjadi kointegrasi di antara semua variabel yang disertakan dalam model integrasi harga kayu manis. Dengan perkataan lain, dalam jangka panjang akan terjadi keseimbangan atau kestabilan variabel dalam model. Selain itu, penentuan harga di tingkat petani tidak hanya dipengaruhi oleh harga petani pada satu bulan sebelumnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh variabel error term et. Sebagaimana ditunjukkan dengan signifikansi model et sebesar 0.04 taraf nyata 0.05, serta memiliki nilai koefisien et sebesar -0.9903 dan < 0, yang mengindikasikan untuk mencapai keseimbangan jangka panjang, penyesuaian model perlu dikoreksi setiap bulan sebesar 0.99%. Dari hasil pendugaan model integrasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir dapat disimpulkan bahwa dalam jangka pendek fluktuasi harga di tingkat petani dipengaruhi oleh harga di tingkat petani satu bulan sebelumnya, serta model akan mengalami keseimbangan jangka panjang. Keterkaitan antara Kebocoran Wilayah, Integrasi Harga, dan Pengembangan Komoditas Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa tidak terintegrasinya harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir mengindikasikan tidak efisiennya pemasaran kayu manis yang terjadi, hal ini karena tidak semuanya sinyal harga dapat ditangkap oleh petani. Dari kondisi tersebut berarti pendapatan petani yang bersumber dari harga komoditi akan mengalami hambatan. Selanjutnya, karena sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan petani serta perekonomian wilayah, tidak terintegrasinya harga berpotensi mendorong kebocoran wilayah. Besarnya potensi sumber pendapatan dan perekonomian wilayah yang tidak dapat dimanfaatkan akibat tidak terintegrasinya harga menunjukkan indikasi dan potensi kebocoran wilayah. Selain itu, karena kayu manis merupakan komoditas ekspor dan merupakan sumber pendapatan petani, 77
Forum Pascasarjana Vol. 32 No. 1 Januari 2009:67-79
tidak terjadinya integrasi harga yang sempurna dapat mempengaruhi pendapatan, dan akhirnya dapat mempengaruhi motivasi petani terhadap keberlanjutan pengembangan agribisnis komoditas itu sendiri. Lemahnya integrasi harga kayu manis, di satu sisi disebabkan oleh lemahnya posisi tawar petani dan adanya indikasi informasi asimetrik serta dominannya peran pedagang dalam pemasaran komoditas, sedangkan di sisi lain karena adanya tanggung jawab yang besar dilakukan oleh pedagang dalam meningkatkan mutu grade kayu manis dalam memenuhi standar ekspor. Kondisi ini terjadi karena komoditas yang diperdagangkan petani umumnya belum memenuhi standar ekspor dan permintaan buyer dari luar negeri. Selanjutnya, karena kayu manis merupakan komoditas unggulan daerah dan juga menjadi andalan ekspor daerah, keterkaitan integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga eksportir yang tidak sempurna dapat berdampak pada lambannya pengembangan kayu manis dan perekonomian wilayah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran kayu manis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci adalah sangat penting karena sebagai sumber pendapatan masyarakat, dan juga berkontribusi terhadap pembentukan output, NTB, dan penyerap lapangan kerja. Walaupun kayu manis merupakan komoditas unggulan dan dominan dikembangkan di kabupaten Kerinci, keberadaanya belum mampu menjadi leading sector dalam perekonomian wilayah. Lemahnya keterkaitan kayu manis dalam mendorong perekonomian wilayah menunjukkan adanya indikasi dan potensi kebocoran wilayah. Selanjutnya, dari aspek integrasi harga, terbukti bahwa penentuan harga kayu manis di tingkat petani tidak signifikan dipengaruhi oleh harga di tingkat eksportir. Tidak terintegrasinya harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir mengindikasikan lemahnya posisi tawar petani dan tidak efisiennya pemasaran kayu manis, serta indikasi terjadinya informasi asimetrik. Saran Untuk meningkatkan kontribusi kayu manis yang lebih besar dalam mendorong perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci diperlukan upaya mendorong pengembangan industri turunan dan pengolahan di dalam wilayah serta pengembangan struktur pohon industri yang lebih luas. Tidak terintegrasinya harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir menunjukkan perlunya upaya memperpendek saluran pemasaran dan memperkuat kelembagaan petani seperti dengan merevitalisasi peran koperasi petani (KUD) di perdesaan serta perlunya meningkatkan kerja sama perdagangan komoditas baik antardaerah maupun antarnegara. DAFTAR PUSTAKA Armstrong, H. and Taylor, J. 2001. Regional Economics and Policy. Third Edition. Oxford: Blackwell Published, Ltd. 78
Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat terhadap Perekonomian (A. Jaya et al.)
[BPS]. 2005. Statistik Ekspor-Impor Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS]. 2005. Kerinci Dalam Angka: Sungai Penuh. Sungai Penuh: Badan Pusat. [BPS]. 2006. Kerinci Dalam Angka: Sungai Penuh. Sungai Penuh: Badan Pusat. Ditjen Perkebunan. 2005. Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistics of Indonesia 2003-2005). Jakarta: Departemen Pertanian, Ditjen Perkebunan. Engle, R.F dan Granger, C.W.J. 1987. Co-integration and error correction: Representation, estimation,and testing econometrica. 55(2): 251-276. FAOSTAT. 2005. Statistics of Food and Agricultural Organization of the United Nation, External Trade; http//www. faostat.fao.org. Giddens, A. 1999. Runaway World: How Globalisation is Reshaping Our Lives. London: Profile. Malian, H., Rachman, B., dan Djulin, A. 2004. Permintaan ekspor dan daya saing panili Provinsi Sulawesi Utara. J. Agr. Ekonomi. 22(1): 26-45. Mankiw, N.R. 2000. Teori Makro Ekonomi Edisi keempat. Harvard University. Jakarta: Erlangga. Ravallion, M. 1986. Testing market integration. Amer. J. Agr. Econ. 68(1):102-109. Reis, H. and Rua, A. 2006. An Input-Output Analysis: Linkages vs Leakages, Economic Research Department Banca de Portugal, Antonio.rua@ bportugal.pt. Simatupang, P., Purwoto, A., Hendiarto, Supriatna, A., Susila, W.R., Sayuti R., dan Elizabeth, R. 1999. Koordinasi vertikal sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing komoditas kopi. Laporan hasil penelitian. Bogor: Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian.
79