ANALISIS TATANIAGA KAYU MANIS (Cynamomum burmanii BLUME) DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
NEZI HIDAYANI H34080079
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN NEZI HIDAYANI. Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RACHMAT PAMBUDY). Kayu manis Kerinci merupakan kayu manis dengan kualitas terbaik di dunia. Kayu manis juga berperan dalam menghasilkan devisa dan meningkatkan PDRB Kabupaten Kerinci. Permintaan kayu manis semakin meningkat dengan semakin banyaknya industri yang memanfaatkan kayu manis sebagai bahan baku, terutama untuk pasar luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi saluran dan lembaga- lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (2) menganalisis fungsi-fungsi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (3) mengidentifikasi dan menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (4) menganalisis margin tataniaga dan farmer’s share dari lembaga-lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci, (5) menganalisis efisiensi dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Waktu penelitian dari bulan Februari hingga Maret 2012. Responden penelitian adalah petani kayu manis sebanyak 30 orang dan pedagang sebanyak 20 orang. Pengambilan responden petani dilakukan secara purposive sedangkan pedagang menggunakan snowball sampling Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat struktur dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk melihat efisiensi operasional dan efisiensi harga dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Berdasarkan analisis kualitatif didapatkan bahwa dalam pendistribusian kulit kayu manis ada lima saluran yang digunakan yaitu saluran Ia, Ib, IIa, IIb, III. Dalam saluran tersebut ada beberapa lembaga tataniahga yang terliat yaitu petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, pabrik sirup kayu manis dan eksportir. Saluran Ia merupakan saluran yang melibatkan petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksportir. Saluran Ib melibatkan petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besarkebupaten dan eksportir. Saluran IIa melibatkan petani, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksportir. Saluran IIb melibatkan petani, pedagang pengumpul kecamatan, dan pabrik sirup kayu manis. sedangkan saluran III melibatkan petani, pedagang besar kabupaten, dan eksportir. Struktur pasar yang terjadi dalam perdagangan kayu manis di Kabupaten Kerinci adalah pasar persaingan tidak sempurna. Dimana pedagang mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam penentuan harga dan petani hanya menerima harga (price taker), barang yang diperdagangkan pun masih belum terdiferensiasi, secara umum petani jarang yang memberikan nilai tambah terhadap produk, bahkan grading dan sortasi pun lebih banyak dilakukan oleh pedagang. Informasi
pasar terdistribusi tidak sempurna, sehingga petani tidak sepenuhnya tahu informasi yang diberikan oleh eksportir melalui para pedagang. Sedangkan untuk perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga. Sistem penentuan harga kayu manis berdasarkan kepada kadar air dan informasi harga yang diterima dari eksportir. Walaupun dalam prakteknya terjadi tawar-menawar, harga yang berlaku tetap saja harga yang ditawarkan oleh pedagang. Sistem pembayaran yang digunakan ada dua yaittu pembayaran tunai dan pembayaran sebagian. Penggunaan sistem pembayaran didasarkan pada kepercayaan atas lamanya kerjasama tersebut dijalin. Sedangkan untuk kerjasama, sudah ada kerjasama yang terjalin antara petani dan pedagang, dan sesama pedagang, namun kerjasama tersebut belum berjalan secara maksimal. Berdasarkan perhitungan efisiensi operasional menggunakan margin tataniga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya maka didapatkan bahwa saluran yang berakhir di eksportir tidak efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pada beberapa saluran nilainya kecil dari satu yang mengindikasikan saluran ini tidak layak, hanya saluran Ia dan saluran IIb yang nilai ratio keuntungan dan biayanya yang lebih besar dari satu, namun pada saluran Ia nilai farmer’s share sama dengan margin yaitu 50 persen. Pada saluran IIb, nilai ratio keuntungannnya sangat tinggi yaitu 17,48 dan nilai farmer’s share lebih besar dari margin tataniaga sehingga saluran ini bisa dikatakan efisien. Namun, saluran ini volumenya sangat sedikit sehinggga belum bisa sepenuhnya dijadikan alternatif saluran penjualan kayu manis. Petani bisa mengkombinasikan penjualan, tidak hanya menjual ke eksportir namun juga menjual ke pabrik sirup kayu manis untuk memaksimumkan keuntungan. Berdasarkan analisis keterpaduan pasar melalui pendekatan analisis harga di tingkat petani yang berperan sebagai pasar lokal selaku pengikut harga dan tingkat pedagang eksportir yang berperan sebagai pasar acuan selaku penentu harga, dapat diketahui bahwa pasar di tingkat petani kayu manis di Kabupaten Kerinci dengan pasar eksportir (eksportir Padang) tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya perubahan harga di tingkat eksportir sebagai pasar acuan tidak sampai kepada pasar di tingkat petani. Hal ini menunjukkan sistem tataniaga kayu manis di lokasi penelitian belum efisien. Sistem tataniaga di Kabupaten Kerinci dapat lebih efisien lagi dengan memaksimalkan peran kelompok ataupun koperasi. Selama ini informasi harga tidak transparan, karena baik pedagang maupun petani tidak pernah tahu berapa harga kayu manis yang dijual oleh eksportir setelah di olah keluar negeri. Selain itu, adanya pabrik sirup kayu manis dan penyulingan minyak kayu manis agar lebih ditunjang dari berbagai segi agar nantinya bisa meningkatkan nilai tambah dari kayu manis.oleh sebab itu, perlu adanya kerjasama anatar petani, pedagang, asosiasi, dan pemerintah untuk meningkatkan efektifitas pemasaran kayu manis.
ANALISIS TATANIAGA KAYU MANIS (Cynamomum burmanii BLUME) DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
NEZI HIDAYANI H34080079
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi
Nama
: Nezi Hidayani
NIM
: H34080079
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS NIP : 19591223 198903 1 002
Diketahui : Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Tataniaga Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka pada akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Nezi Hidayani H34080079
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simabur pada tanggal 19 Mei 1990. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Lukman dan Ibunda Armiyanis. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 27 Galogandang pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Batusangkar diselesaikan pada tahun 2005. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Batusangkar pada tahun 2008. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama mengikuti pendidikan , penulis pernah bergabung di HIPMA (Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis) pada tahun 2009-2011 sebagai sekretaris di CCDD (Creativity and Career Development Departement) dan B’Hero (Bearou of Human Resources and Development)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Tataniaga
Kayu Manis (Cynamomum burmanii BLUME) di Kabupaten
Kerinci,Provinci Jambi”. Penelitian ini bertujuan menganalisis sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Namun demikian, sangat disdari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membantu ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2012 Nezi Hidayani
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan inspirasi dan mengilhami sehingga skripsi ini dapat terselesaikan juga. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabarannya yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dan selama tiga tahun ini.
2.
Ir. Popong Nurhayati, MM dan Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Ama, Apa, dan adik-adikku tercinta (Dayat, Yani, Ari, Nadya, Adek) terimakasih atas do’a dan inspirasinya selama ini.
4.
Keluarga besarku. Amak, ayah (alm), anduang, maketek, makdang, tekdes, tek as, makngah, amai-amaiku, sepupuku, dan keluarga besarku lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu yang selalu menyemangati dan motivasi aku sampai sekarang ini.
5.
Teman-teman terbaikku di SMA N 1 Batusangkar: Iwid, Mumut, Igieth terimakasih untuk motivasi selama ini.
6.
Tubagus Fatwa Perkasa untuk motivasi dan pencerahannya.
7.
Sahabat terbaikku selama di IPB, AgriAngel: Gebry Ayu Diwandani, Endah Puspitasari, dan Anisa Roseriza, AgriMinang: Layra Nichi Sari, Jauhar Samudera Nayantakaningtyas, Afrisya Meizi, Fitria Ramadhani, Aklima Dhiska Suwanda, AgriGarden: Diki More sari, Ervan Fareza, Andika Yuli Sutrisno, Lutfiah Nur, Penghuni 308 ( Ulya, Asti, dan Itoh) dan 305 (Kiki, mbak Ila, mbak Rizka, dan Dora) + Tirawati + Butet + mbak Fitri + Mbak Nur, Terimakasih untuk pelajaran berharganya yang hadir lewat kegilaan kita selama ini. Tak lupa juga untuk cewek-cewek di Satellite 2 : Kak Dita, Kak Bina, Kak Ingggit, Kak Rara, Kak Dina, Ita, dan Yane terimakasih untuk semuanya.
8.
Salwa Edi dan Keluarga, Tek Na sekeluarga, dan Keluarga besar Gebry, Desy, Hilda, dan Eby Terimakasih sudah membantu dalam proses penelitian dan menampung penulis selama penelitian ini, hanya terimakasih yang bisa penulis sampaikan dan semoga Allah membalas segala kebaikan.
9.
Teman-teman seperjuangan se PA dan se PS : Nur Elisa Faizaty dan Adnan Azhari Rimbawan untuk bantuan dan semangatnya.
10. Teman-teman B07 dan
cewek-cewek lorong 3 A3 ( Angkatan 45),
terimakasih buat semuanya, karena semua cerita bermula dari sini. 11. Keluarga besar PUSAKO Tanah Datar : Ayah, Bunda, Mita si adiak panuah, da Ya uda panuah, si Barangin Merry, Roni, Chayang, Dessy dan semuanya terimakasih untuk do’a dan semua pelajaran yang diberikan. 12. Pemerintah Kabupaten Kerinci, AECI Sumbar,dan untuk pihak-pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 13. Teman-teman seperjuangan minor AGH, teman-teman AGB 45, terimakasih atas kebersamaan selama tiga tahun ini. Semoga kesuksesan menyertai kita semua. Amiiin.
Bogor, Juli 2012 Nezi Hidayani
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
iv
DARTAR LAMPIRAN ...................................................................
v
I.
1 1 6 7 8 8
PENDAHULUAN ..................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................ 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................... ...........
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1 Karakteristik Kayu Manis ..................................................... 2.2 Budidaya Kayu Manis ......................................................... 2.2.1 Pembibitan ............................................................... 2.2.2 Persiapan Lahan dan Penanaman ........................ ...... 2.2.3 Pemeliharaan .................................................. ........... 2.2.4 Pemanenan .............................................................. 2.2.5 Pasca Panen ............................................................. 2.3 Penelitian Tataniaga Terdahulu ............................................
9 9 10 10 11 11 12 13 16
III. .KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 3.1.1 Konsep Tataniaga .................................................... 3.1.2 Saluran Tataniaga .................................................... 3.1.3 Lembaga Tataniaga .................................................. 3.1.4 Struktur Pasar .......................................................... 3.1.5 Konsep Perilaku Pasar ............................................. 3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga ...................................... 3.1.6.1 Konsep Margin Tataniaga ........................ 3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share ........................... 3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya ....... 3.1.6.4 Analisis Keterpaduan Pasar ...................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................
20 20 20 21 22 24 25 25 26 28 29 29 32
IV. METODE PENELITIAN ........................................................ 4.1 Lokasi Penelitian ................................................................. 4.2 Data dan Sumber Data ............................................... ............ 4.3 Metode Pengumpulan Data .................................................. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis data .................................. 4.4.1 Analisis Saluran Tataniaga ....................................... 4.4.2 Analisis Fungsi Lembaga Tataniaga ......................... 4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ......................... 4.4.4 Margin Tataniaga .....................................................
34 34 34 34 35 35 35 36 36
i
4.4.5 Farmer’s share .............................................. ............ 4.4.6. Rasio keuntungan dan Biaya ...................................... 4.4.7. Analisis Keterpaduan pasar ........................................ 4.4.7.1. Pengujian Hipotesa ...................................... 4.5. Definisi Operasional ............................................................
37 37 37 38 41
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ................... 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci ................................... 5.1.1 Keadaan Geografis ..................................................... 5.1.2 Pemerintahan dan Penduduk ....................................... 5.2 Karakteristik Petani Responden ............................................ 5.3 Karakteristik Pedagang Responden ....................................... 5.4 Gambaran Umum Usahatani Kayu Manis di Kabupaten Kerinci....................................................................................
43 43 43 45 48 50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6.1 Sistem Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ............ 6.1.1 Saluran Ia ................................................................. 6.1.2 Saluran Ib ................................................................. 6.1.3 Saluran IIa ................................................................. 6.1.4 Saluran IIb ................................................................. 6.1.5 Saluran III ................................................................. 6.2 Fungsi- Fungsi Tataniaga ..................................................... 6.2.1 Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Desa ............. 6.2.2 Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Kecamatan .... 6.2.3 Fungsi Tataniaga Pedagang Besar Kabupaten ............. 6.2.4 Fungsi tataniaga Eksportir .......................................... 6.3 Analisis Struktur Pasar ......................................................... 6.3.1 Jumlah Penjual dan Pembeli ........................................ 6.3.2 Hambatan Keluar Masuk Pasar ................................... 6.3.3 Kondisi dan sifat Produk ............................................. 6.3.4 Informasi Pasar ............................................................ 6.4 Perilaku Pasar ................................................................. 6.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ................................ 6.4.2 Sistem Penentuan Harga ............................................. 6.4.3 Sistem Pembayaran ..................................................... 6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga .......................................... 6.5 Kinerja Pasar ................................................................ 6.5.1 Margin Tataniaga ........................................................ 6.5.2 Farmer’s share ........................................................... 6.5.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ...................................... 6.5.4 Efisiensi tataniaga ....................................................... 6.5.5 Analisis Integrasi Pasar Kayu Manis ..........................
53 53 56 57 58 58 59 59 60 61 62 64 66 66 67 68 68 68 69 70 71 72 73 73 77 78 81 82
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 7.1 Kesimpulan ........................................................................... 7.2 Saran ....................................................................................
86 86 87
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
88
LAMPIRAN ....................................................................................
91
51
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia..............
1
2.
Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci .............................
16
3.
Karakteristik Struktur Pasar ..................................................................
25
4.
Luas Penggunaan Lahan Dirinci Menurut Jenis Penggunaannya di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 .............................................................
43
Luas Wilayah Kabupaten Kerinci dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan Tahun 2009 ......................................
45
Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 ..........................................................................................
46
Persentase Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 ................
47
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan .................................................................
48
9.
Karakteristik Petani Responden di Kabupaten Kerinci ...........................
49
10.
Karakteristik Pedagang Responden di Kabupaten Kerinci .....................
51
11.
Fungsi- Fungsi Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ................
60
12.
Kualitas dan Harga Beli Kayu Manis di Tingkat Pedagang Besar Kabupaten .............................................................................................
63
Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Jenis Mutu Tahun 2011 ...........................................................................................
65
Analisis Margin Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci, Jambi .................................................................
74
Farmer ‘s Share Pada Saluran Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ..................................................................................................
77
Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada Saluran Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci ...................................
79
17.
Nilai Efisiensi Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci .................
81
18.
Hasil Olahan Data Keterpaduan Pasar Produsen dengan Pasar Eksportir Kayu Manis di Padang (2009 – 2011) ..................................................
83
5. 6. 7. 8.
13. 14. 15. 16.
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ..............
3
2.
Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci ...................
4
3.
4.
Kontribusi Komoditas Kayu Manis, Padi, Teh, Sektor Industri Makanan dan Minuman, serta Perdagangan Terhadap Output, Nilai Tambah Bruto (NTB ) dan Ekspor Wilayah di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 .......................................................................................... Proses Terjadinya Margin dan Nilai Margin Tataniaga ...........................
5 27
5.
Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................................
33
6.
Peta Wilayah Kabupaten Kerinci ............................................................
44
7.
Bagan Alur Tataniaga Kayu Manis di Kerinci .......................................
54
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Produksi Manis di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 ................................
92
2.
Perkembangan Harga Perdagangan Cassiavera Di Kabupaten Kerinci ....
93
3.
Biaya Tataniaga Pada Setiap Lembaga dan Saluran Tataniaga ...............
94
4.
Analisis Margin Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci, Jambi ................................................................ .
96
Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Negara Tujuan Tahun 2011 ..............................................................................
98
Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Jenis Mutu Tahun 2011 ..........................................................................................
100
Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Perusahaan Tahun 2011 ............................................................................................
101
8.
Daftar Perusahaan Eksportir Sumbar Tahun 2012 ..................................
102
9.
Input Data Minitab ................................................................................
103
10.
Output Data Minitab .............................................................................
104
11.
Dokumentasi .........................................................................................
105
5. 6. 7.
v
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah
yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah dapat digunakan dalam bentuk segar atau kering untuk perasa, aroma, dan untuk pewarna pada berbagai industri. Rempah-rempah merupakan salah satu
komoditas penting
yang
berpengaruh dalam perdagangan dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Begitu pentingnya produk rempah-rempah sehingga nilainya dianggap setara dengan logam mulia1. Berdasarkan kajian BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional), pasar rempah dunia untuk Uni Eropa rata-rata mengalami peningkatan sembilan persen setiap tahun. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia HS CODE 0904112000
2
SITC
DIGIT
CODE
09
07511000
HS DESC Black
pepper,
NET WEIGHT
FOB VALUE
(KG)
(US $ )
123. 898.998
36.369.424
55.951.988
10.666.852
neither crushe 0904111000
09
07511000
whitepepper, neither crushe
0908100020 0908200000
0906110000
09
07525000
Nutriag, shelled
33.526.123
7.155.633
09
07525000
Mace
24.635.347
2.755.503
09
07522000
Cinnamon
20.228.734
19.606.694
13.535.197
13.670.558
(Cinnamomum zey) 0906200000
09
07523000
Cinnamon
and
cinnamon tree 0908300000
09
07525000
Cardamoms
9.162.274
4.486.583
0908100010
09
07525000
Nutmeg, in shell
7.671.472
1.628.674
0907000020
09
07524000
Cloves, cloves and
8.393.145
3.905.698
4.639.315
1.696.532
stems 0910999000
09
07525000
Other spices
Sumber: Data Ekspor Impor BPS, 2010 (diolah)
1
http://binaukm.com/ [diakses tanggal 19 Desember 2011]
Berdasarkan data ekspor impor tahun 2010 (Januari sampai Oktober) dari Badan Pusat Statistik, nilai ekspor produk rempah-rempah secara keseluruhan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai ekspor untuk sektor rempah-rempah sampai dengan Oktober 2010 adalah sebesar US$ 333,263,352. Nilai ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2009 yang berada pada angka US$ 257,213,249. Sebagai komoditas ekspor, produk rempah Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi karena memiliki keunggulan mutu dibandingkan dengan negara pesaing. Selain itu industri yang menggunakan rempah sebagai bahan bakunya mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 15 juta jiwa baik sebagai petani, karyawan industri, maupun sebagai pedagang (AD/ART Dewan Rempah Indonesia, 2007). Meningkatnya nilai ekspor dan peran rempahrempah tersebut menunjukkan bahwa sektor ini merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai prospek dikembangkan sebagai penghasil devisa negara. Kayu manis merupakan salah satu dari sepuluh produk ekspor rempah yang potensial. Menurut FAOSTAT (2011), total ekspor kayu manis Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar 37.192 ton, dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 38.361 ton. Meskipun total ekspor Indonesia mengalami peningkatan, namun China merupakan negara dengan jumlah ekspor terbesar yaitu sebesar 41.778 ton pada tahun 2009. Prospek pasar dan potensi pengembangan kayu manis cukup menjanjikan karena penggunaannya mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuhnya industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku rempah, serta penggunaannya untuk bahan baku industri terutama rokok, obat, kosmetik, dan industri spa. Kayu manis tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia yaitu di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Kalimantan. Di Pulau Sumatera tersebar di sepanjang pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu sampai ke Lampung. Di Pulau Kalimantan penghasil kulit manis yang terkenal terdapat di Kalimantan Selatan, Kabupaten Barabai dan Kabupaten Kandangan, di sepanjang punggung Pegunungan Meratus. Sementara di Jawa, penghasil
kayu manis yang terkenal antara lain Kabupaten Magelang,
Temanggung, dan Wonosobo. Namun, sentra produksi kayu manis Indonesia
2
terdapat di Kabupaten Kerinci, Jambi karena merupakan pemasok 80 persen dari total ekspor kayu manis Indonesia 2. Kerinci dikenal sebagai penghasil kayu manis (kulit manis) kualitas terbaik di Indonesia, bahkan juga di dunia. Kayu manis menjadi sangat disukai oleh konsumen luar negeri adalah karena kayu manis di Kerinci sudah memiliki “Organic Sertificated Cassia”, kualitas volatil oil dan aroma yang sangat spesifik. Demikian terkenalnya Kabupaten Kerinci sebagai penghasil kayu manis, sampaisampai nama "Kerinci" pun menjadi standar produk kayu manis di pasar dunia. Total luas lahan tanaman kayu manis di Kabupaten Kerinci cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 dan 2006 luas lahan berturut-turut yaitu 44.705 Ha dan 42.293 Ha, namun pada tahun 2007 menurun secara drastis yaitu 31.697 Ha. Pada tahun 2008 luas lahan mulai meningkat dan turun lagi pada tahun 2009. Namun pada tahun 2010 dan 2011 jumlah lahan mulai meningkat kembali. Fluktuasi jumlah luas tanam ini disebabkan karena para petani mengkonversi lahannya dengan tanaman lain seperti tanaman hortikultura, palawija, dan tanaman perkebunan lainnya.
LUAS TANAM (Ha) 50000 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
44705
42293
40944 37268
40972
36754
31697
LUAS TANAM (Ha)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 1. Perkembangan Luas Tanam Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Sumber: Data BPS Kabupaten Kerinci, 2012 (diolah)
2
Diperindag Kabupaten Kerinci, 2009
3
Produksi kayu manis di Kabupaten Kerinci berfluktuasi setiap tahunnya. Penurunan yang signifikan terlihat pada tahun 2007 yaitu dengan total produksi sebesar 53.645,5 Ton. Penurunan tersebut terus berlanjut sampai pada tahun 2009. Namun sejak tahun 2010 produksi sudah mulai stabil. Turunnya produksi kayu manis turut dipengaruhi oleh berkurangnya luas lahan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh kurangnya motivasi petani untuk menanam kayu manis disebabkan harga yang tidak sesuai dengan harapan petani.
Produksi (Ton) 70000 61575
60000
53645,5 65422 51502
50000
53515
53546
46787
40000 30000 20000 Produksi (Ton)
10000
0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 2. Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Sumber: Data BPS Kabupaten Kerinci, 2012 ( diolah)
Secara umum peran kayu manis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci adalah sangat penting. Kayu manis berkontribusi terhadap nilai tambah bruto sebesar 6,35 persen dan kontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah sebesar 21,23 persen. Jika peran kayu manis dibandingkan dengan peran komoditas lainnya seperti padi dan teh dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, dan ekspor terlihat bahwa kayu manis memiliki peran penting dan dominan dalam pembentukan ekspor daerah. Secara makro kayu manis merupakan salah faktor penting yang dapat berperan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci (Askar Jaya, 2009). Selain menjadi penyumbang devisa, usahatani kayu
4
manis juga menjadi mata pencaharian 13.000 keluarga petani (Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kerinci, 2011)
Persentase NTB Padi 11,96
12,43
Teh Kayu manis
4,59
3,5 6,35
Gambar 3.
Industri makanan dan minuman Perdagangan
Kontribusi Komoditas Kayu Manis, Padi, Teh, Sektor Industri Makanan dan Minuman, serta Perdagangan Terhadap Output, Nilai Tambah Bruto (NTB ) dan Ekspor Wilayah di Kabupaten Kerinci Tahun 2007
Sumber : Jurnal “Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat Terhadap Perekonomian Wilayah”, 2009
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa meskipun kayu manis memiliki peranan yang cukup besar terhadap nilai tambah bruto Kabupaten Kerinci, namun tidak serta merta diikuti oleh peningkatan produksi. Harga merupakan motivasi utama bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya. Oleh karena itu, hendaklah harga yang berlaku menguntungkan semua pelaku pemasaran terutama petani sebagai produsen. Hal ini tentu saja dapat tercapai dengan sistem pemasaran yang efisien, sehingga produk bisa sampai pada tangan konsumen dengan tepat waktu dengan biaya seminimalnya. Oleh karena itu, perlu dianalisis rantai pemasaran kayu manis Kabupaten Kerinci untuk menentukan sistem pemasaran yang paling efisien untuk meningkatkan pendapatan petani kayu manis.
5
1.2.
Perumusan Masalah Kayu manis sebagai komoditas primadona dari Kerinci mulai terlupakan
karena sekarang masyarakat sudah mulai enggan untuk menanam kayu manis. Salah satu penyebabnya adalah harga yang dinilai tidak sesuai dengan biaya usahatani kayu manis. Pada tahun 1960-1990 harga kayu manis tergolong tinggi sehingga keuntungan dari usahatani kayu manis lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan bisa digunakan untuk menyekolahkan anak ataupun untuk berangkat haji. Sementara pada tahun 1990-2007 harga kayu manis turun dengan drastis, harganya hanya berkisar Rp 2.000,00/kg-Rp 2.500,00/ kg. Hal ini mengakibatkan banyak petani yang tidak memanen kayu manis atau bahkan banyak yang mendiversifikasi lahan mereka dengan tanaman semusim untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, penjualan di tingkat pedagang pengumpul dan eksportir tetap tinggi, bahkan mencapai lima kali lipat 3 Rendahnya harga di tingkat petani ini disebabkan karena rendahnya mutu produk yang dihasilkan. Rendahnya mutu tidak disebabkan karena rendahnya kandungan minyak dan aromanya, namun disebabkan oleh kesalahan dalam memproses di tingkat petani dan pedagang. Rendahnya mutu disebabkan oleh tingginya kadar air, banyaknya campuran benda asing. Di tingkat petani, penurunan mutu produk disebabkan karena pascapanen yang masih sangat sederhana, pemanenan sebelum waktunya, peralatan panen yang tidak steril (korosi), serta cara pengeringan yang kurang baik. Rendahnya mutu ini mengakibatkan rendahnya tingkat harga kayu manis. Adanya kebijakan dari pemerintah daerah untuk menaikkan harga kayu manis sejak tahun 2010 harga dinilai cukup stabil. Namun, kebanyakan petani masih menganggap harga ini belum layak, jika dibandingkan dengan nilai kebutuhan pokok lainnya. Rantai pemasaran kayu manis ditingkat lokal dan internasional yang terlalu panjang dinilai tidak efisien sehingga mengakibatkan tidak adanya transparansi harga (informasi pasar tidak sempurna). Harga pada umumnya ditentukan oleh pedagang, sehingga petani hanya bertindak sebagai pihak penerima harga. Hal ini mengakibatkan petani menjadi pihak yang memiliki
3
Laporan Pengkajian Pemasaran Kayu Manis di Kerinci, 2008
6
posisi tawar yang lemah dan peran pedagang lebih menonjol sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani. Pada umumnya petani menjual kayu manis kepada para pedagang, baik itu pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Petani menjual kayu manis dalam bentuk kulit baik dalam keadaan basah maupun kering, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petani hanya mampu menjual kayu manis dalam bentuk produk primer, belum melakukan pengolahan. Terbatasnya kemampuan petani dalam pengembangan produk olahan kayu manis mengakibatkan petani hanya mendapatkan keuntungan yang kecil dari hasil penjualan. Pengolahan lebih banyak dilakukan oleh para eksportir untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti permintaan dari Amerika, Jepang, Jerman, Belanda, Belgia, Venezuella, Hungaria, Mexiko, Yunani, Kanada, dan Singapura Pada tahun 2005 komposisi ekspor sebagian besar dalam bentuk kayu manis (95 persen) dan sisanya berupa bubuk kayu manis (Towaha dan Indriati, 2008). Oleh karena itu, eksportir merupakan pihak yang menerima share yang terbesar dari pemasaran kayu manis ke luar negeri. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah 1. Bagaimana pola saluran tataniaga kayu manis, fungsi tataniaga, serta lembaga yang terlibat dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci? 2. Bagaimana struktur, perilaku, dan keragaan pasar dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci ? 3. Bagaimana efisiensi operasional dan efisiensi harga pada sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan proposal ini yaitu: 1. Mengidentifikasi saluran dan lembaga-lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci 2. Menganalisis fungsi-fungsi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci 3. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.
7
4. Menganalisis margin tataniaga dan farmer’s share dari lembaga-lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. 5. Menganalisis efisiensi dari sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci.
1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi pelaku pasar, sebagai bahan masukan mengenai pengembangan tataniaga kayu manis, terutama bagi petani dan lembaga pemasaran kayu manis di Kabupaten Kerinci 2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan hasil penelitian kayu manis di Kabupaten Kerinci dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dan perkembangan komoditas kayu manis dari mulai produksi hingga pemasaran. 3. Bahan masukan bagi penelitian berikutnya, khususnya yang berkaitan dengan pemasaran.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai tataniaga kayu manis di
Kerinci yang meliputi identifikasi saluran dan lembaga tataniaga yang terkait serta fungsi masing-masing lembaga tersebut. Selain itu, juga dianalisis struktur, perilaku, dan keragaan pasar serta keuntungan tiap lembaga tataniaga. Penelitian ini ditekankan pada analisis rantai pemasaran yang paling efektif bagi semua pelaku pemasaran terutama petani sehingga dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian yang ada. Penelitian ini dibatasi hanya pada analisis saluran pemasaran kayu manis sampai kepada eksportir maupun pengolahan. Sementara efektififitas pemasaran dari eksportir ke pasar luar negeri dan perbandingan efektifitas eksportir kayu manis di berbagai daerah bukanlah menjadi bahasan dalam penelitian ini.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karakteristik Kayu Manis Terdapat beberapa spesies tanaman kayu manis yang sering disingkat
dengan sebutan Cinnamomun sp. Roy et al (2009) mengelompokkan tiga spesies utama tanaman kayu manis yang terkenal di pasar dunia yaitu: 1.
Cinnamomum cassia (berasal dari Cina), produknya sering disebut Chinese cinnamon
2.
Cinnamomun zeylanicum atau Cinnamomum verum (berasal dari Sri Lanka) produknya sering disebut Ceylon cinnamon
3.
Cinnamomun burmanii (berasal dari Indonesia), produknya sering disebut Cassiavera atau Indonesian cassia Taksonomi dari tanaman kayu manis asal Indonesia yang berasal dari
Kabupaten Kerinci yaitu: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisio
: Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)
Class
: Magnoliopsida (Berkeping dua)
Ordo
: Laurales
Family
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
Di beberapa daerah di Indonesia terdapat berbagai spesies tanaman kayu manis. Di Jawa dikenal Cinnamomum javanicum dan Cinnamomum sintok (kayu sintok). Namun, spesies ini tidak pernah dibudidayakan secara massal karena hasilnya tidak sebaik
Cinnamomun burmanii. Sementara di Maluku terdapat
Cinnamomum cullilawan yang biasa disebut sebagai kulit lawang atau kayu lawang yang minyak atsirinya dikenal sebagai minyak lawang. Namun, yang paling banyak diibudidayakan adalah Cinnamomum burmanii oleh rakyat di sepanjang Bukit barisan. Tanaman kayu manis berupa pohon, tumbuh tegak, dan tinggi tanaman dapat mencapai 15 meter. Batang berkayu, bercabang, warna hijau kecokelatan,
9
daun tunggal, berbentuk lanset, ujung dan pangkal meruncing, tepi rata, saat masih muda berwarna merah tua atau hijau ungu, daun tua berwarna hijau, bunga majemuk malai, muncul dari ketiak daun, berambut halus, mahkota berwarna kuning. Buah buni, warna hijau waktu muda dan hitam setelah tua. Biji kecil, bentuk bulat telur. Kulit batang mengandung dammar, lender, dan minyak asiri yang mudah larut (Syukur dan Hermani, 2001).
2.2. Budidaya Tanaman Kayu Manis Tanaman kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian 0 sampai 2000 mdpl, namun produksi optimumnya adalah pada ketinggian 500-1500 mdpl, dengan suhu 18o- 23o C. Tanah yang paling cocok untuk tanaman kayu manis adalah tanah yang subur, gembur, agak berpasir, dan kaya akan bahan organik. Tanah yang berpasir membuat kayu manis dapat menghasilkan kulit yang paling harum. Di dataran rendah tumbuhnya lebih cepat daripada di dataran tinggi, tetapi di dataran yang rendah kulit yang dihasilkan kurang tebal, dan rasanya juga agak kurang baik. Di tempat tinggi pertumbuhannya lambat, tetapi kulitnya lebih tebal, dan berkualitas lebih baik. Tanaman kayu
manis banyak dijumpai pada skala perkebunan rakyat
Hampir sebagian masyarakat di Kerinci adalah petani kayu manis. Jumlah petani kayu manis adalah sekitar 12. 830 kepala keluarga untuk luas lahan 40.972 Ha. (BPS Kabupaten Kerinci, 2011). Terdapat
dua sistem tanam yang dilakukan
dalam pembudidayaan kayu manis yaitu sistem monokultur dan sistem tumpang sari.
2.2.1. Pembibitan Persiapan awal penanaman adalah menyiapkan bibit. Bibit yang digunakan dapat berasal dari biji, tunas (carang), dan stek. Kriteria bibit yang baik umumnya sama yaitu tidak cacat fisik atau luka, sehat dan memiliki pertumbuhan bibit yang baik. Bibit yang sudah terserang hama atau penyakit biasanya pertumbuhannya lambat. Selain kriteria tersebut, bibit harus sudah memiliki tinggi 50-60 cm. Untuk mendapat kualitas kulit manis yang baik ditinjau dari bentuk stick, umur panen yang ideal adalah 6-12 tahun. Hal ini disebabkan kulit tananaman belum
10
begitu tebal sehingga dapat menggulung dengan baik. Hanya saja tanaman umur 6-12 tahun masih rendah kandungan minyaknya. Kandungan minyak yang tinggi diperoleh dari tanaman berumur lebih dari 15 tahun. Saat panen terbaik ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua. Tanaman yang sudah berdaun demikian biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu kulit sehingga kulit mudah terkelupas. Selain dengan memperhatikan warna daun, tanda-tanda pada tanaman sebagai petunjuk bahwa kulit sudah terkelupas adalah mulai tumbuhnya pucuk baru (Rismunandar dan Paimin, 2001).
2.2.2. Persiapan Lahan dan Penanaman Kayu manis dapat tumbuh di dalam semak belukar tanpa pemeliharaan yang intensif. Namun untuk mendapatkan tanaman dengan hasil yang optimal tentu perlu dilakukan persiapan lahan. Biasanya, lahan dibersihkan dari kayu-kayu dan rumput-rumputan liar atau gulma. Setelah lahan dibersihkan, lalu dipersiapkan lubang tanam pada jarak tanam yang diinginkan. Pada penanaman kayu manis dengan sistem monokultur, jarak tanam yang digunakan petani biasanya cukup rapat, dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m. Namun dengan menerapkan sistem tanam monokultur ini maka petani harus melakukan penjarangan, yaitu pada umur 6 tahun dan 10 tahun. Pada sistem tanam tumpang sari lahan juga ditanami dengan tanaman jenis lain sambil menunggu kayu manis menghasilkan. Jenis tanaman yang umumnya digunakan sebagai tumpang sari dengan kayu manis antara lain palawija, sayur, buah, kopi, dan cengkeh. Untuk penanaman sistem tumpang sari, jarak tanamnya harus lebih lebar. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 2 m x 2 m; 2,5 m x 2,5 m; 3 m x 3 m; 4 m x 4 m; dan 5 m x 5 m. Penggunaan jarak tanam ini tergantung pada jenis tanaman lain yang akan ditanam (Rismunandar dan Paimin, 2001).
2.2.3. Pemeliharaan Kayu manis tumbuh di hutan tropis dan beradaptasi sangat baik dengan semak belukar. Pemeliharaan kayu manis tidak terlalu sulit, apalagi kalau di tumpang sari dengan tanaman palawija lainnya. Pada umur lima tahun rantingranting paling bawah diambil untuk mempercepat pertumbuhan ke atas agar
11
batang menjadi cepat tinggi. Dari bagian batang inilah akan diperoleh kulit kayu manis dengan golongan KM dan KF (kulit batang) yang dipanen pada usia lebih dari 20 tahun.
2.2.4. Pemanenan Panen kayu manis ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua dan tumbuhnya pucuk baru. Jika tanaman sudah mempunyai tanda-tanda tersebut biasanya sudah cukup banyak aliran getah diantara kayu dan kulit sehingga kulit mudah terkelupas dan segera dapat dipanen. Kayu manis yang diperdagangkan adalah dalam bentuk kulit kering, sehingga waktu yang baik untuk memanen atau menguliti tanaman kayu manis adalah menjelang musim hujan agar setelah panen kulit kayu dapat langsung dijemur. Umur panen sangat mempengaruhi produksi kulit kayu manis. Semakin tua umur tanaman maka hasil kulit kayunya akan lebih tebal sehingga produksinya pun akan lebih tinggi. Untuk mendapatkan kualitas kulit kayu manis dalam bentuk stick, umur
ideal untuk dipanen adalah 6-12 tahun. Hal ini
disebabkan kulit tanaman belum begitu tebal sehingga kulit kayu dapat menggulung dengan baik. Jika ditinjau dari kandungan minyak atsiri, makin tua umur tanaman maka kandungan minyak atsirinya makin tinggi pula, tanaman kayu manis berusia 20 tahun memiliki kandungan minyak atsiri sebesar 3- 4,5%. Sistem panen sangat menentukan mutu kulit kayu manis yang dihasilkan, bila cara panen kurang benar maka mutu kayu manis akan turun. Ada empat sistem panen yang biasanya digunakan, yaitu: a. Sistem tebang sekaligus Sistem ini sangat umum dilakukan petani kulit manis. Caranya dengan memotong langsung tanaman sehingga dekat tanah, setelah itu dikuliti. b. Sistem situmbuk Cara panen ini dilakukan oleh petani di daerah Situmbuk, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Pada sistem ini, sekitar dua bulan sebelum batang kayu manis ditebang, kulit batang tanaman dikupas melingkar mulai pada ketinggian 5 cm dari pangkal batang hingga 80 sampai 100 cm. Selanjutnya baru tanaman tersebut ditebang pada ketinggian 5 cm dari
12
pangkal batang. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan tunas baru yang dapat dijadikan bibit. c. Sistem batang dipukuli sebelum ditebang Sistem ini dikembangkan oleh petani di daerah Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Caranya yaitu dengan memukuli kulit batang secara melingkar agar kulit yang diperoleh lebih tebal. Pemukulan batang dilakukan dua bulan sebelum tanaman dikuliti. Benda atau alat yang digunakan sebagai pemukul harusnya benda keras seperti pemukul dari kayu. d. Sistem Vietnam Pada sistem ini dilakukan pengupasan kulit membentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 30 cm atau 10 cm x 60 cm. Pengupasan kulit ini secara berselang-seling sehingga tampak seperti gambar kotak papan catur. (Rismunandar dan Paimin, 2001). Teknis pengupasan tanaman kayu manis dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Pengupasan kulit batang Kulit batang kayu manis dikupas dengan menggunakan alat khusus terbuat dari besi yang dibengkokkan pada bagian ujungnya, disebut penganit. Kulit batang dikupas mulai dari bagian bawah dengan panjang sekitar 120 cm. Pengupasan biasanya dilakukan setelah ditebang dan terlebih dahulu batang dikikis agar bersih dari kotoran dan lumut. Setelah dikupas dari batangnya, permukaan kulit kayu manis harus dibersihkan lapisan kulit terluarnya menggunakan peraut sampai kulit kayu manis berwarna kemerahan. 2. Pengupasan kulit dahan dan kulit ranting Kulit dahan dan ranting dikupas setelah tanaman ditebang. Setelah itu, tanaman yang sudah ditebang itu dibiarkan selama dua minggu, agar semua bagian dahan dan ranting dapat dikupas dengan mudah. Sebelum dikupas, dahan dan ranting dikerok dengan pisau untuk membersihkan lumut dan kerak
2.2.5. Pascapanen Pengolahan merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pasca panen kayu manis. Pengolahan bertujuan untuk mendapatkan produk kayu manis yang siap diperdagangkan. Kegiatan pengolahan sangat penting sebagai lanjutan setelah
13
kulit kayu manis dipanen dan selanjutnya diproses agar menjadi produk siap jual. Untuk menghasilkan produk siap jual, maka pengolahan harus dilakukan dengan baik agar memperoleh produk yang bermutu baik karena akan mempengaruhi tingkat harga jual. Pada umumnya, kegiatan pengolahan tanaman kayu manis yang dilakukan oleh petani hanya berupa penjemuran produk sampai kering. Kulit kayu manis yang kurang bersih dan penjemuran yang kurang berhasil yang menyebabkan kulit kayu manis berjamur, hal akan berdampak pada kualitas produk yang rendah dan harganyapun juga rendah. Setelah itu baru dilakukan grading, namun tidak semua petani melakukan grading tergantung kepada kebutuhan mereka. Petani kebanyakan tidak ingin pusing jadi mereka mencampur semua kulit yang sudah kering tersebut pada saat dijual. Sebagai produk perdagangan, ada beberapa bentuk produk turunan kayu manis antara lain berupa kulit kayu, minyak asiri, oleoresin, dan bubuk kayu manis. 1. Minyak atsiri Minyak atsiri kayu manis merupakan produk sampingan dari tanaman kayu manis. Minyak ini mengandung bahan kimia organik yang membentuk aroma khas. Minyak atsiri dapat diperoleh dari daun, buah, biji, akar, dan bunga melalui proses destilasi. Minyak asiri kayu manis banyak diminta oleh Amerika Serikat dan Eropa untuk keperluan industri makanan, minuman maupun farmasi. Beberapa jenis minyak atsiri yang terkenal yaitu : a. Minyak cassia Minyak cassia adalah minyak atsiri yang berasal dari tanaman kayu manis spesies Cinnamon aromaticum atau nama lainnya Cinnamon cassia. Spesies ini berasal dari China b. Minyak cinnamon Terdapat berbagai jenis minyak cinnamon berdasarkan asal tanaman kayu manisnya, yaitu : i.
True cinnamon berasal dari Cinnamon berasal dari Cinnamomun verum dan Cinnamomun zeylanicum, berasal dari Sri Lanka.
14
ii.
Saigon cinnamon berasal dari Cinnamomum loureiroi/Vietnamese cinnamon. Spesies ini berasal dari Vietnam.
iii.
Indonesian cinnamon, cassiavera cinnamon, atau minyak atsiri cassiavera berasal dari Indonesia.
2. Oleoresin Oleorosin berbentuk cairan kental atau semi padat, yang memiliki aroma dan rasa seperti bahan asalnya. Oleorosin dalam cassiavera merupakan campuran resin (sekresi hidrokarbon dari tanaman konifera) dan minyak atsiri. Oleoresin kayu manis sudah mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Kandungan oleoresin menjadi lebih baik dibanding produk aslinya seperti kulit atau bubuknya. Keuntungan dari oleoresin dibanding produk aslinya adalah hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan, volume ekspor berkurang, nilai bisa tetap atau lebih tinggi karena tidak membutuhkan banyak ruang, kemasannya kecil, sisa hasil olahannya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan lain seperti pupuk serta tidak akan rusak karena kontaminasi.
3. Bubuk Kayu Manis Bubuk kayu manis mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak asiri, berasa pedas dan mengandung bahan mineral, dan kimia organik seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Bubuk kayu manis ini biasanya dikemas dalam karung.
4. Kulit Kayu Manis Kulit kayu manis merupakan hasil utama dari kayu manis. Produk ini berupa potongan kulit yang dikeringkan. Sampai saat ini kulit kayu manis merupakan komoditas ekspor penghasil devisa yang dapat diandalkan bersaing dengan India, Srilanka, Vietnam dan RRC. Untuk memenuhi mutu internasional, pengusaha mengolah kembali (upgrading) kulit kayu manis yang dihasilkan oleh produsen melalui perlakukan yaitu pencucian dan pembersihan, pengeringan, penyortiran awal, pemotongan, penyortiran akhir, pengepakan, dan penyimpanan.
15
Kulit kayu manis yang dijual tersebut memiliki beberapa klasifikasi. Klasifikasi dan spesifikasi dari kulit kayu manis yaitu : Tabel. 2 Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
No.
Jenis
Ketebalan
Minyak Konten Atsiri (v / b basis kering)
Warna
1
AA
≈ 1,5 mm
min. 2,5%
coklat muda
2
A Stick
≈ 1,5 mm
min. 2,5%
coklat muda
3
KM
≈ 3,5 mm
≈ 4,5%
coklat kemerahan
4
KF
≈ 2,5 mm
3,1 - 3,5%
coklat kemerahan
5
KS
≈ 1,5 mm
2,7 - 3-0%
coklat kemerahan
6
KA
≈ 1,0 mm
2,0 -2,6%
coklat kemerahan
7
KTP
>0,5 mm- 0,75 mm
8
KB
≈ 0,75 mm
1,5 - 2,0%
coklat muda
9
KC
≈ 0,4 mm
1,25 - 1,5%
Coklat
Kuning tua kehitaman
Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, 2012
2.3.
Penelitian Tataniaga Terdahulu Kiptiyah dan Semaoen (1994) dalam WACANA volume 12 nomor 1,
Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, secara umum menyimpulkan bahwa pemasaran produk-produk pertanian belum atau tidak efisien, yang dianalisis dari berbagai pendekatan seperti : pendekatan biaya dan keuntungan, pendekatan margin dan Net Profit Margin, pendekatan integrasi pasar serta pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance). 16
Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar, serta faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya pendapatan yang diterima oleh petani produsen
disebabkan oleh
struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, share harga yang diterima petani rendah, margin pemasaran tinggi, share biaya, dan keuntungan diantara lembaga pemasaran distribusinya tidak merata. Metode penelitian tataniaga meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Hasniah, 2005). Berdasarkan analisis kualitatif, Hermansyah (2008) menyimpulkan bahwa dalam pemasaran nanas di Pelembang ada tiga saluran yaitu I. Petani pedagang pengumpul desa pengecer konsumen, saluran II yaitu petani pedagang pengumpul desa pedagang pengumpul kota pedagang besar pengecer konsumen, dan saluran III yaitu : petani padagang pengumpul kota pedagang besar pedagang pengecer konsumen. Dari ketiga saluran ini didapatkan bahwa farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi adalah saluran III. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tiga lebih efisien.
Hal ini sesuai dengan kesimpulan yang
didapatkan oleh Rahma (2008), yang menunjukkan bahwa saluran tataniaga dikatakan efisien jika marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan yang tinggi. Selain itu struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya, dan jumlah produksi. Afrizal (2009) meneliti mengenai pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di daerah penelitian ini terdapat empat saluran utama dalam memasarkan
gambir.
Berdasarkan
analisis
mendistribusikan gambir, terlihat bahwa
margin
pemasaran
saluran III relatif
dalam
lebih baik
dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya margin
pemasaran,
tingginya
farmer’s
share,
dan
relatif
meratanya
pendistribusian keuntungan dan biaya antar lembaga pemasaran yang ada.
17
Terdapat beberapa faktor pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran yang akan digunakan yaitu jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen gambir yang membuat mahalnya biaya transportasi, produksi petani yang relatif kecil, kondisi geografis yang mengakibatkan susahnya untuk mengakses lahan. Harsoyo (2003) meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannnyua. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran, dan farmer’s share. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemasaran salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut. Dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang diterima petani sudah cukup besar yaitu 70 persen. Menurut penelitian dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, diketahui bahwa strukur pasar yang terbentuk mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna karena pemasaran dikuasai oleh perusahaan yang menguasai dalam skala besar, sehingga IRT (Industri Rumah Tangga) sulit untuk masuk. Sedangkan berdasarkan analisis transmisi harga maka didapatkan nilai koefisien regresi yaitu = 2,03 >1 (elastis), dimana harga jambu mete relatif elastis. Nilai = 2,03 mengindikasikan bila terjadi kenaikan harga sebesar satu persen di tingkat konsumen, maka akan menaikkan harga sebesar 2,03 persen di tingkat produsen, hal ini dapat terjadi karena produk mete yang sampai di tingkat konsumen adalah produk olahan (kacang mete) yang nilai jualnya tinggi, dan permintaan terhadap produk kacang mete ini juga relatif tinggi meliputi pasar ekspor maupun pasar lokal dan domestik. Hal ini tentu saja mendorong terjadinya peningkatan permintaan atas mete gelondong dari petani yang berakibat pada naiknya harga pada masa panen berikutnya.
18
Sementara untuk analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan koefisien regresi (b11), pengujian statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (berbeda nyata). Hal ini memberikan indikasi bahwa setiap perubahan harga sebesar satu persen di tingkat pasar di atasnya akan mempengaruhi harga di tingkat pasar di bawahnya sebesar nilai koefisien regresi yaitu 0,827 persen di tingkat petani PPD (saluran I) dan seterusnya. Dengan demikian pasar tidak berintegrasi secara vertikal (tidak efisien). Penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci merupakan penelitian berulang karena sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Afwandi pada tahun 1992. Afwandi (1992) meneliti mengenai efisiensi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci dan korelasi harga jual kayu manis di tingkat petani di Kabupaten Kerinci dengan harga jual di tingkat eksportir di Sumatera Barat. Topik ini diteliti kembali karena perbedaan kurun waktu sekitar 20 tahun sejak tahun 1992 dengan 2012 membuat data yang diteliti tersebut tidak akurat lagi untuk dijadikan sebagai referensi. Mengingat selama jangka waktu tersebut telah terjadi berbagai perubahan, mulai dari perubahan luas lahan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan, dan perkembangan sistem pemasaran turut
yang
mempengaruhi turun naiknya usaha kayu manis ini. Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat topik ini kembali untuk diteliti. Dalam penelitian analisis tataniaga kayu manis penelusuran
ini akan dilakukan
jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian
sejumlah lembaga pemasaran. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, farmer’s share, serta integrasi pasar petani dengan pasar eksportir Padang yang diamati dari pasar yang menjadi lokasi distribusi produk tersebut.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang
dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan konsep teoritis tersebut akan disusunlah kerangka konsep yang menjembatani peneliti dengan konsep penelitiannya.
3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi (Abbott, 1987). Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Kohls dan Uhl (1990), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1.
Pendekatan Fungsi (The Functional Approach), yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standardisasi, pembiayaan, risiko dan informasi pasar).
2.
Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach), yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasiorganisasi yang memberikan fasilitas pemasaran.
3.
Pendekatan Perilaku (The Behavioral System Approach). Pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pendekatan perilaku ini terdiri dari
20
pendekatan input-output, power, communication, dan adaptive behaviour sistem. Sistem tataniaga pertanian merupakan kesatuan sistem dari aktivitas ekonomi yang dimulai dari proses produksi barang-barang pertanian sampai dengan tingkat konsumsi (Purcell, 1979). Fungsi ekonomi dalam sistem tataniaga ini berjalan secara interaktif dan terkoordinasi untuk menciptakan saluran pemasaran yang ringkas, sehingga penyediaan produk menjadi efektif dan efisien. Sistem ini disusun oleh komponen-komponen terkecil yang disebut dengan subsistem. Komponen-komponen ini bekerjasama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi dan saling tergantung antara bagian satu dengan bagian yang lain. Sistem pemasaran terdiri dari sistem komunikasi (communication system), sistem teknis (technical system), dan sistem kekuatan (power system).
3.1.2. Saluran Tataniaga Menurut Kotler (1997), saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung dan bekerjasama dalam proses (usaha) menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga siap digunakan atau dikonsumsi, yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Saluran tataniaga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Penyaluran Langsung Saluran tataniaga seperti ini disebut juga saluran tataniaga nol tingkat, karena tidak ada perantara dalam sistem ini, produk langsung disalurkan ke konsumen. 2. Penyaluran Semi Langsung Saluran tataniaga ini disebut juga saluran tataniaga satu tingkat, karena dalam sistem ini terdapat satu perantara. Biasanya yang bertindak sebagai perantara adalah para pedagang pengecer. 3. Penyaluran Tidak Langsung Sistem saluran seperti ini disebut juga saluran pemasaran dua tingkat, dimana terdapat dua perantara yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga tergantung pada : (a) Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh
21
jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran tataniaga yang terjadi, (b) Skala produksi, semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya, (c) Cepat tidaknya produk rusak, produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen, (d) Posisi keuangan pengusaha, pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987), yaitu : 1.
Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli potensial, konsentrasi pasar secara geografis, volume pesanan, dan kebiasaan pembeli.
2.
Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.
3.
Pertimbangan internal perusahaan, yang meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman manajemen, pengawasan penyaluran, dan pelayanan penjualan.
4.
Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen, dan pertimbangan biaya.
3.1.3. Lembaga Tataniaga Hanafiah dan Saefuddin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga,
22
mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu: 1.
Berdasarkan fungsi yang dilakukan : a. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya. b. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan. c. Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.
2.
Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang : a. Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul, dan lain-lain. b. Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dan lain-lain. c. Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan.
3.
Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar : a. Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain. b. Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih. c. Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain. d. Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro, dan lain-lain.
4.
Berdasarkan bentuk usahanya : a. Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi. b. Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dan sebagainya.
23
Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987).
3.1.4. Struktur Pasar Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi pasar, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar. Ada tiga hal yang perlu diketahui agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, yaitu : (1) konsentrasi pasar dan jumlah produsen, (2) sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar
dan
(3) diferensiasi produk (Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi pasar, dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan. Pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu produsen dan konsumen. Dilihat dari sisi produsen terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopoli, duopoli, dan oligopoli, sedangkan dari sisi pembeli (konsumen) terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan oligopsoni (Dahl dan Hammond, 1977). Struktur pasar sangat diperlukan dalam analisis sistem tataniaga karena melalui analisis struktur pasar, secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat (market conduct) dan akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang akan dalam
24
sistem tataniaga tersebut (market performance). Karakteristik masing-masing struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Struktur Pasar Karakteristik
Struktur pasar
Jumlah pembeli
Jumlah penjual
Sifat produk
Pengetahuan informasi pasar
1
Banyak
Banyak
Homogen
Sedikit
Hambatan keluar masuk pasar Rendah
2
Banyak
Banyak
Diferensiasi
Sedikit
Tinggi
3
Sedikit
Sedikit
Homogen
Banyak
Tinggi
4
Sedikit
Sedikit
Diferensiasi
Banyak
Tinggi
5
Satu
Satu
Unik
Banyak
Tinggi
No
Sisi pembeli
Sisi penjual
Persaingan murni Persaingan monopsonistik Oligopsoni murni Oligopsoni diferensiasi Monopsoni
Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopoli murni Oligopoli diferensiasi Monopoli
Sumber: Dahl dan Hammond, 1977
3.1.5. Konsep Perilaku Pasar Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam mengahadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga
mampu
merencanakan kegiatan tataniaga
secara
efisien
dan
terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya.
3.1.6. Konsep Efisiensi Tataniaga Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional. Menurut Dahl dan Hammond (1977), efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar tataniaga, yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi,
25
aktivitas fisik, dan fasilitas. Menurut Kohls dan Uhl (1990), salah satu cara meningkatkatkan efisiensi operasional adalah dengan penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal kerja. Pendekatan efisiensi harga dianalisis melalui analisis tingkat keterpaduan pasar, sedangkan pendekatan efisiensi operasional melalui marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio biaya dan keuntungan tataniaga. Efisiensi pemasaran dapat tercapai jika sistem tataniaga tersebut dapat memberikan kepuasan pada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002). Purcell (1979) dalam Hermansyah (2008), mengungkapkan bahwa efisiensi operasional dapat ditunjukkan pada kondisi : 1. Menurunkan biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen 2. Meningkatkan kepuasan konsumen tanpa meningkatkan biaya 3. Meningkatkan biaya dan meningkatkan kepuasan tapi jumlah output lebih besar daripada jumlah input Sementara itu, terdapat tiga kondisi efisiensi harga yaitu : 1. Tersedia alternatif pada konsumen 2. Perbedaan harga yang terjadi merupakan refleksi daripada biaya. 3. Perusahaan relatif bebas masuk atau keluar pasar sebagai respon dari laba atau kerugian akibat adanya perbedaan harga
3.1.6.1. Konsep Marjin Tataniaga Insentif ekonomi merupakan salah satu faktor yang mampu memotivasi petani dalam melakukan kegiatan produksi. Insentif ekonomi tersebut dapat diketahui melalui besarnya keragaan dan perkembangan marjin tataniaga. Kohls dan Uhl (1990) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin tataniaga
26
ini terdiri dari dua komponen yaitu besarnya biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan pemasaran (marketing profit). Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan maksimal atau dengan keuntungan
tertentu
akan
diusahakan
meminimumkan
pengorbanannya.
Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen. Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga tataniaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin tataniaga. Definisi marjin tataniaga menurut Kohls dan Uhl (1990) juga digambarkan oleh kurva marjin tataniaga (Gambar 4).
Gambar 4. Proses Terjadinya Marjin dan Nilai Marjin Tataniaga Keterangan: Pf : Harga di tingkat produsen Pr : Harga di tingkat konsumen Df : Kurva permintaan produsen Dr : Kurva permintaan konsumen Sf : Kurva penawaran produsen Sr : Kurva penawaran konsumen Qr,f : Jumlah keseimbangan di tingkat produsen dan konsumen (Pr-Pf) : Marjin tataniaga (Pr-Pf)Qr,f : Nilai marketing marjin yang merupakan hasil kali antara jumlah yang terjual dengan selisih harga di tingkat konsumen dan harga di tingkat produsen
27
Selama barang bergerak dari petani sampai ke konsumen terjadi pertambahan nilai pada barang yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga sehingga tingkat kepuasan konsumen dapat ditingkatkan. Perlakuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga tataniaga terdiri dari beberapa komponen seperti tenaga kerja, modal, dan manajemen yang masing-masing memberikan proporsi tertentu. Jumlah dari komponen ini jika ditambah dengan keuntungan dari lembaga tataniaga disebut marjin tataniaga bagi lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, marjin tataniaga secara keseluruhan dari produsen ke konsumen adalah jumlah saluran marjin tataniaga dari lembaga tataniaga. Rendahnya marjin tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmers’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. 3.1.6.2. Konsep Farmer’s Share Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhl (1990) mendefinisikan farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan suatu komoditas. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan konsumen (Pr). Secara matematik dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : Fsi =
x 100%
Keterangan : Fs : Farmer’s Share Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen
Saluran tataniaga yang tidak efisien akan memberikan marjin dan biaya tataniaga yang lebih besar. Biaya tataniaga ini biasanya dibebankan ke konsumen melalui harga beli sehingga harga yang tataniaga yang tinggi menyebabkan besarnya perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai farmer’s share.
28
3.1.6.3. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya tataniaga merupakan besarnya keuntungan yang diterima lembaga tataniaga sebagai imbalan atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya, dengan meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masingmasing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio keuntungan biaya (R/C) = Keterangan : Li : keuntungan lembaga pemasaran Ci : biaya pemasaran
3.1.6.4. Analisis Keterpaduan Pasar Menurut Azzaino (1982), keterpaduan pasar menekankan pada keterkaitan harga antar berbagai tingkat lembaga tataniaga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen yang disebabkan karena adanya perubahan tempat, waktu maupun bentuk komoditas. Efisiensi harga dapat dicerminkan oleh besarnya koefisien korelasi harga. Kunci dari keadaan efisiensi tersebut adalah adanya sebaran dan ketersediaan informasi pasar yang lancar serta akurat. Hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dapat didekati dengan pendekatan korelasi harga dan model keterpaduan pasar yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan dilanjutkan oleh Heytens (1986). Heytens (1986) mengemukakan bahwa dalam suatu pasar yang terintegrasi secara efisien, terdapat korelasi positif diantara harga di lokasi pasar yang berbeda. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lain. Keterpaduan pasar dapat terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis integrasi pasar adalah menggunakan metode autoregresive distributed lag yang dapat mengatasi masalah kelemahan model regresi sederhana, yang menganggap perubahan harga
29
di tingkat konsumen dan produsen bergerak pada waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Model ini didasarkan apda hubungan bedakala (lag) bersebaran autoregresive antara harga di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lainnya. Analisis ini menerangkan adanya hubungan antara perubahan harga di suatu pasar tertentu dengan harga di pasar lain. Model statistik yang mampu menjelaskan perubahan harga bulanan pada pasar lokal sebagai fungsi dari beberapa variabel bebas menurut Heytens (1986) adalah sebagai berikut : Pit – Pit-1 = β0 + (1+β1)Pit-1 + β2(Pjt – Pjt-1) + β3Pjt-1 + β4Xt + et.............(1) Dimana : Pit Pit-1 Pjt Pjt-1 Xt et βt
= = = = = = =
Harga di tingkat pasar lokal (ke-i) pada waktu ke-t Harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya (t-1) Harga di tingkat pasar acuan untuk waktu ke-t Harga di tingkat pasar acuan pada waktu sebelumnya (t-1) Peubah exogenus (musim panen atau regional) Random error Parameter estimasi
Jika diasumsikan bahwa deret waktu di pasar lokal dan pasar acuan mempunyai pola musim yang sama, maka tidak perlu memasukkan peubah (Xt) untuk musim setempat. Untuk memudahkan interpretasi hasil maka persamaan di atas disederhanakan lagi menjadi : Pit = β0 + (1+β1)Pit-1 + β2(Pjt – Pjt-1) + ( β3 - β1) Pjt-1+ et................(2) Dimana model akan diduga dengan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) sebagai berikut : Pit = b0 + b1Pit-1 + b2(Pjt – Pjt-1) + b3Pjt-1+ et...............................(3) Dimana :
b1 = b2 = b3 =
b1
=
1 + β1
b2
=
β2
b3
=
β3 – β1
Koefisien perubahan harga di tingkat pasar lokal Koefisien perubahan margin harga di tingkat pasar acuan Koefisien perubahan harga di tingkat pasar acuan
30
Secara umum persamaan di atas menunjukkan bagaimana harga disuatu pasar (pasar rujukan) mempengaruhi pembentukan harga di pasar lainnya (pasar lokal), dengan mempertimbangkan harga yang lalu (t-1) dan harga yang sekarang (t). Berdasarkan persamaan (3) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal. Keterpaduan pasar dalam jangka panjang dicapai jika b2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dan proposional dengan persentase yang sama. Tentunya b2 tidak harus sama dengan satu, meskipun informasi perubahan harga di tingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar lokal. Jika Pjt – Pjt-1 = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka pendek, berarti koefisien b2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga (1+β1) dan (β3 - β1) menjelaskan kontribusi relatif dari pasar lokal pada saat diinginkan. Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar (IMC = Index Market connection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar lokal terhadap bentuk harga pasar rujukannya. Nilai IMC ini dapat digunakan untuk mengetahui keterpaduan pasar dalam jangka pendek. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : IMC =
.................................................................................................(4)
Jika harga yang terjadi di pasar rujukan pada waktu sebelumnya merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga yang terjadi di suatu pasar lokal tertentu, berarti kedua pasar tersebut terhubungkan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa informasi permintaan dan penawaran di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal dan akan mempengaruhi harga yang terjadi di pasar lokal tersebut. Jika koefisien b1 = 0 dan b3 > 0 maka nilai IMC = 0 artinya harga ditingkat pasar produsen pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pada pasar produsen sekarang. Hal ini berarti pasar tersebut berada dalam keadaan integrasi jangka pendek yang kuat. Jika koefisien b1 > 0 dan koefisien b3 = 0, maka IMC menjadi tak hingga. Hal ini menunjukkan pasar tersebut mengalami segmentasi pasar. Integrasi pasar jangka pendek akan cenderung terjadi pada kondisi dimana b1< b3 sehingga nilai IMC antara 0 dan 1. Semakin mendekati nol maka derajat integrasi pasar jangka pendek relatif tinggi.
31
Jika nilai b2 = 1 berarti bahwa pasar berada dalam keseimbangan jangka panjang yang kuat dimana kenaikan harga di pasar rujukan akan segera diteruskan ke pasar lokal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa koefisien b2 digunakan untuk mengetahui keterpaduan jangka panjang dan IMC untuk mengetahui keterpaduan pasar jangka pendek. Keterpaduan jangka pendek disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar-pasar yang secara geografis terpisah melalui aliran informasi dan komoditas.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Kayu manis merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten
Kerinci. Kayu manis diusahakan hampir sebagian besar petani di Kerinci. Kayu manis masih sangat potensial, mengingat permintaannya yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri yang memanfaatkan kulit manis sebagai salah satu bahan baku. Selain itu adanya sertifikat organik, dan kekhasan tersendiri menjadikan kayu manis Kerinci sangat diminati oleh konsumen luar negeri. Harga kulit manis masih dinilai rendah oleh petani, sehingga terjadinya konversi lahan dengan tanaman semusim. Jikapun ada kenaikan harga, petani kurang merasakan dampaknya. Adanya informasi pasar yang tidak sempurna, menyebabkan petani hanya bisa bertindak sebagai price taker. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini menganalisis tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Analisis tataniaga yang digunakan berupa analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif terkait dengan Analisis Saluran Tataniaga dan pendekatan SCP (Structure, Performance, Conduct). Sementara analisis kuantitatif meliputi analisis ratio keuntungan dan biaya, analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share,dan analisis keterpaduan pasar. Secara ringkas, pemikiran operasional dapat dilihat pada bagan berikut :
32
Harga yang relatif rendah Rendahnya posisi tawar petani Informasi pasar tidak tersedia Belum efektifnya industri pengolahan
Analisis Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci
Analisis kuantitatif
Analisis kualitatif
Analisis ratio keuntungan dan biaya Analisis marjin Tataniaga Analisis Farmer’s Share Analisis Keterpaduan Pasar
Analisis Saluran Tataniaga Pendekatan SCP (Structure,
performance, conduct)
Saluran pemasaran yang efisien
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani di Kabupaten Kerinci
Gambar 5 . Kerangka Pemikiran Operasional
33
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kerinci merupakan merupakan sentra produksi kayu manis di Indonesia. Pengambilan data sampel petani dan lembaga tataniaga komoditi kayu manis dilakukan selama dua bulan yaitu sejak Februari-Maret 2012.
4.2.
Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang
dikumpulkan dari beberapa sumber. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak yang terlibat dalam tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul, dan eksportir. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga pemerintah yang mempunyai data untuk penelitian ini, diantaranya Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten
Kerinci,
Dinas
Perdagangan
Kabupaten
Kerinci,
Kementerian Perdagangan, Biro Pusat Statistik (BPS), dan Asosiasi Eksportir Cassiavera Indonesia di Sumatera Barat. Selain itu untuk melengkapi data-data yang diperlukan diperoleh melalui internet, hasil penelitian terdahulu, artikelartikel pada surat kabar, majalah, buku-buku, serta literatur yang mendukung.
4.3.
Metode Pengumpulan Data Penentuan sampel petani dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja
(purposive). Jumlah responden petani terdiri dari 30 orang untuk seluruh Kabupaten Kerinci. Sampel yang diambil sebanyak 30 orang
karena secara
statistik data sudah tersebar normal dengan jumlah sampel 30. Responden petani diambil dari enam kecamatan dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Kerinci dengan pertimbangan luas lahan, total produksi, banyaknya keluarga tani yang terlibat serta akses transportasi yang digunakan oleh peneliti. Dari 30 responden tersebut diantaranya yaitu 10 responden dari Kecamatan Batang Merangin, delapan responden dari Kecamatan Gunung Raya, tiga responden di Kecamatan
34
Kayu Aro, lima responden di Kecamatan Gunung Kerinci, dua responden di Kecamatan Siulak, dan sisanya dari Kecamatan Keliling Danau. Sedangkan penentuan sampel pedagang dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu dengan cara mengikuti arus komoditi kayu manis dari petani sampai konsumen. Responden yang didapatkan sebanyak 21 orang yang terdiri dari empat orang pedagang pengumpul desa, delapan orang pedagang pengumpul kecamatan, delapan orang pedagang besar kabupaten, dan satu eksportir. Sedangkan responden untuk pabrik pengolahan sirup kayu manis di Kabupaten Kerinci berjumlah satu orang.
4.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, keragaan, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis margin tataniaga, analisis imbangan penerimaan terhadap biaya, serta analisis keterpaduan pasar.
4.4.1. Analisis Saluran Tataniaga Analisis ini dilakukan secara kualitatif untuk melihat saluran pemasaran yang ada di lokasi penelitian dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam menyalurkan komoditi kayu manis mulai dari produsen sampai ke pedagang pengecer yang pada akhirnya sampai ke konsumen akhir. Alur tataniaga tersebut dijadikan dasar dalam menggambarkan pola tataniaga. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu jenis barang akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat didalamnya.
4.4.2. Analisis Fungsi Lembaga Tataniaga Fungsi-fungsi lembaga tataniaga dapat dilihat dari masing-masing fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan kayu manis mulai dari produsen hingga ke tangan konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut terdiri
35
dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) serta fungsi fasilitas (standardisasi dan grading, penanggungan risiko, pembayaran dan informasi pasar). Analisis dari fungsi tataniaga dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya tataniaga. Kegunaan dari fungsi tataniaga juga dapat dilakukan jika antar lembaga tataniaga saling berhubungan. Fungsi tataniaga merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam proses tataniaga.
4.4.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis struktur pasar dapat dilihat dari jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, diferensiasi produk, dan kebebasan untuk keluar masuk pasar, serta informasi perubahan harga pasar. Analisis perilaku pasar dapat diamati melalui praktek penjualan dan pembelian antara lembaga-lembaga tataniaga, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta kerjasama di antara lembaga tataniaga.
4.4.4. Marjin Tataniaga Margin tataniaga terdiri dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Perhitungan margin tataniaga merupakan pertambahan dari biayabiaya dan keuntungan tataniaga yang diperoleh masing-masing lembaga tataniaga. Bentuk model matematik margin pemasaran adalah sebagai berikut: mji = Psi – Pbi ................................................................................. (5) mji = Bti + πi ................................................................................... (6) Dengan demikian : πi = mji – Bti .................................................................................... (7) jadi, besarnya total margin pemasaran adalah: Mij = Σ mji, i = 1,2,3,........n Dimana : mji = Margin tataniaga pada lembaga ke-i (Rp/kg) Psi = Harga penjualan lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg) Pbi = Harga pembelian lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg) Bti = Biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg) πi = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i (Rp/kg) Mij = Total margin tataniaga (Rp/kg)
36
4.4.5. Farmer’s Share Penyebaran marjin tataniaga dilihat berdasarkan bagian (share) yang diperoleh masing-masing lembaga tataniaga. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan margin tataniaga sehingga semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut : FS = P / K x 100% Keterangan : FS = Farmer’s share (persentase) P = Harga di tingkat petani (Rp/kg) K = Harga beli konsumen (Rp/kg)
4.4.6. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Return Cost Ratio atau imbangan penerimaan terhadap biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam satu proses produksi. Apabila πi /Ci >1 maka usahatani yang dilakukan layak dilaksanakan. Sebaliknya, apabila πi/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan atau tidak layak diusahakan. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Rasio keuntungan/Biaya = Keuntungan (πi) / Biaya Tataniaga (Ci) 4.4.7. Analisis Keterpaduan Pasar Untuk
menghitung
indeks
keterpaduan
pasar
perlu
diketahui
perkembangan harga dari waktu ke waktu serta penyebaran harga yang terjadi di pasar. Analisis indeks keterpaduan pasar antara harga di pasar petani kayu manis dan harga di pasar eksportir Padang dapat diukur dengan menggunakan metode IMC. Data yang harga yang digunakan adalah data harga bulanan selama tiga tahun, mulai dari Januari 2009 - Desember 2011. Penyusunan persamaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi sederhana (OLS) yang akan menghasilkan persamaan : Pit = b1Pit-1 + b2 (Pjt– Pjt-1) + b3 Pjt-1 + et ....................................(8) Dimana : Pit
=
Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke-t
37
Pit-1
=
Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t-1
Pjt
=
Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke-t
Pjt-1
=
Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke t-1
bi
=
Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n
Pada penelitian ini akan dianalisis keterpaduan pasar kayu manis antara pasar ditingkat petani dengan pasar eksportir Padang. Dimana persamaanpersamaannya adalah sebagai berikut : Pt = b1Pt-1 + b2 (Pjt– Pjt-1) + b3 Pjt-1 + et..............................................(9) Dimana : Pt
=
Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke-t
Pt-1
=
Harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t-1
Pjt
=
Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke-t
Pjt-1
=
Harga kayu manis di tingkat eksportir Padang pada waktu ke t-1
bi
=
Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n
4.4.7.1. Pengujian Hipotesa Untuk menguji secara statistik peubah bebas yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah terikat dapat dilakukan uji statistik t dan uji statistik F. Peubah bebas yang diuji yaitu harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t-1 (Pt-1), harga kayu manis di tingkat eksportir padang pada waktu ke-t (Pt-1), harga kayu manis di tingkat eksportir pada waktu ke t-1 (Pjt-1), dan peubah terikatnya adalah harga kayu manis di tingkat petani pada waktu ke t (Pt). Uji statistik t dapat digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah, apakah secara terpisah dan apakah peubah ke-i berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak, apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari peubah tidak bebas. Pengujian dari masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student, dengan hipotesa : H0 : b1 = 0, peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas H1 : b1 ≠ 0, peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas Pengujian dengan t-hitung adalah sebagai berikut :
38
t hitung = Dimana Se (bi) adalah standar error parameter dugaan bi Kriteria uji : t hitung < t tabel : terima H0 t hitung > t tabel : tolak H0 Jika hipotesa nol ditolak, berarti peubah yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima, maka peubah yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bebas. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak adalah : H0 : b1 = b2 = ...... = bk = 0 H1 : b1 ≠ b2 ≠ ...... ≠ bk ≠ 0 Statistik uji yang digunakan dalam uji F adalah : Fhit = Dengan derajat bebas (k-1), (N-k), dimana : SSR
=
Jumlah kuadrat regresi
SSE
=
Jumlah kuadrat sisa
N
=
Jumlah pengamatan
k
=
Jumlah parameter
Kriteria uji : F hitung < F tabel : terima H0 F hitung > F tabel : tolak H0 Jika hipotesa nol ditolak berarti minimal ada satu peubah yang digunakan berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima berarti secara bersama peubah yang digunakan tidak bisa menjelaskan variasi dari peubah tidak bebas. Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antar pengamatan. Uji autokorelasi ini menggunakan uji Durbin Watson. Pengujian dengan metode ini dilakukan karena di dalam model terdapat variabel lag. Pengujian ini digunakan dengan hipotesa : H0 : ρ = 0 dan H1: ρ ≠ 0
39
Sedangkan koefisien Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : dw = Dimana : dw
=
Nilai Durbin Watson
et – et-1 =
Lag nilai kesalahan
e2t
Kuadrat nilai kesalahan
=
Koefisien Durbin watson (d) hitung dibandingkan dengan nilai tabel dU dan nilai dL. Jika nilai d hitung < dL maka terdapat autokorelasi (+) dan (d) hitung > 4-dL terdapat autokorelasi (-). Jika nilai (d) hitung terdapat pada daerah lain, maka tidak terdapat autokorelasi antar pengamatan. Artinya model dapat digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Untuk mengetahui apakah suatu pasar terpadu dalam jangka panjang maupun jangka pendek, maka dilakukan pengujian hipotesa terhadap keterpaduan pasar. Secara umum hipotesa yang akan diuji adalah : 1.
Keterpaduan Pasar Jangka Panjang H0 : b2 = 1, pasar kayu manis terintegrasi dalam jangka panjang H1 : b2 ≠ 1, pasar kayu manis tidak terintegrasi dalam jangka panjang
t hitung = Dimana Se (b2) adalah standar error parameter dugaan b2 Apabila t hitung < t tabel maka hipotesa nol diterima secara statistik, yang artinya kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya t hitung > t tabel, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. 2.
Keterpaduan Pasar Jangka Pendek H0 : b1/ b3 = 0, pasar kayu manis terintegrasi dalam jangka pendek H1 : b1/ b3 ≠ 0, pasar kayu manis tidak terintegrasi dalam jangka pendek Hipotesis b1/ b3 = 0 setara dengan b1 = 0 sehingga hipotesis di atas dapat
dituliskan sebagai berikut : H0 : b1 = 0, pasar kayu manis terintegrasi dalam jangka pendek H1 : b1 ≠ 0, pasar kayu manis tidak terintegrasi dalam jangka pendek t hitung =
40
Dimana Se (b1) adalah standar error parameter dugaan b1 Apabila t hitung < t tabel maka hipotesa nol diterima secara statistik, yang artinya kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika t hitung > t tabel, maka hipotesa nol ditolak dan hipotesa alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek. Pengujian kedua hipotesa tersebut (hipotesa keterpaduan jangka pendek dan hipotesa keterpaduan jangka panjang) adalah untuk melihat apakah suatu pengamatan cukup dekat dengan nilai yang dihipotesakan, sehingga membawa kita untuk menerima hipotesa yang dinyatakan (dalam hal ini hipotesa nol).
4.5.
Definisi Operasional
Dalam penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci ini terdapat beberapa istilah yang dipergunakan. Maka untuk menyamakan persepsi ,berikut beberapa penjelasannya: 1. Lembaga emasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran melalui proses distribusi kayu manis dari produsen ke konsumen luar negeri atau importir luar negeri, seperti : a.
Petani kayu manis adalah petani responden yang memiliki usahatani kayu manis.
b.
Pedagang Pengumpul Desa (PPD) disebut juga pedagang pengumpul tingkat I yang melakukan pembelian langsung dari satu atau lebih petani responden dan menjual kembali ke pedagang pengumpul selanjutnya Biasanya pedagang ini bertempat tinggal dekat dengan daerah produksi. Volume barang yang dijual biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan PPK serta pasar tujuan yang terbatas hanya di kawasan desa tertentu.
c.
Pedagang Pengumpul Kecamatan (PPK) disebut juga pedagang pengumpul tingkat II yang membeli barang dagangannya dari satu atau lebih pedagang pengumpul desa atau petani dan menjual kembali dagangannya ke pedagang pengumpul kabupaten . Volume barang yang dijual biasanya lebih besar dibandingkan dengan pedagang pengumpul desa.
41
d.
Pedagang Besar
Kabupaten (PBK) adalah pedagang responden yang
melakukan pembelian barang dagangan dari satu atau lebih pedagang pengumpul kecamatan dan kadang juga berkeliling untuk untuk dijual kembali ke eksportir dan beberapa industri dalam negeri e.
Eksportir kayu manis merupakan gudang dan melakukan pengolahan hasil terhadap kulit kayu manis yang dibeli dari pedagang besar kabupaten.
2.
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang sama. Marjin pemasaran ini terdiri dari penjumlahan seluruh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran dalam proses penyaluran.
3.
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan secara langsung dalam pemberian jasa kegiatan pemasaran. Biaya dihitung dengan merata-ratakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh setiap responden lembaga pemasaran. Komponen biaya yang diperhitungkan mencakup biaya pengangkutan, biaya penyusutan, biaya bongkar muat, biaya pengemasan, dan biaya retribusi.
4. Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran ini.
42
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1. Keadaan Geografis. Kabupaten Kerinci terletak di daerah bukit barisan, dengan ketinggian 500-1500 mdpl. Wilayah ini membentang pada1 o 40’ LS sampai dengan 2o 26’LS, dan pada 101o 08’ BT sampai 101o 50’BT. Kabupaten Kerinci merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang memiliki luas sebesar 380.850 atau sama dengan 7,13 persen dari total wilayah Provinsi Jambi. Sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sementara wilayah untuk hunian dan pemanfaatan untuk budidaya hanya sebesar 49,63 persen.
Tabel 4.
Luas Penggunaan Lahan Dirinci Menurut Jenis Penggunaannya di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 Uraian
1. Sawah
Luas (Ha)
Persentase Terhadap Total
16,630.0
3.96
-
-
120,587.0
28.71
4. Bangunan dan halaman sekitarnya
3,345.0
0.80
5. tegal, Ladang, Kebun, Hama
36,450.0
8.68
6. Padang rumput
16,082.0
3.83
7. Tambak, Kolam, Tebat, dan Empang
-
-
8. Hutan Negara/ Hutan Lebat (TNKS)
214,999.9
51.19
846.0
0.20
10. Lahan kering yang sementara tidak
3,625.0
0.86
diusahakan
7,435.1
1.77
420,000.0
100
2. Sawah Lebak, Polder, dll 3. Perkebunan
9. Hutan Rakyat/ Belukar
11. Lainnya/ Sungai./ Jalan Jumlah
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci, 2009
Batas-batas wilayah Kabupaten Kerinci yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Sebelah selatan berbatasan
43
dengan Kabupaten Merangin. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bungo. Sebelah arat kabupaten ini berbatasan dengan dua propinsi yaitu Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumantera Barat.
Gambar 6. Peta Wilayah Kabupaten Kerinci Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2009
Kabupaten Kerinci beriklim tropis dengan suhu rata-rata 22o C dengan suhu maksimum sebesar 28,8o C terjadi pada bulan Mei, serta suhu minimum sebesar 16,9o C terjadi pada bulan Juli. Curah hujan rata-rata per bulan sebesar 86 mm3. Kelembaban udara rata-rata sebesar 82,82 mmHg. Dilihat dari kondisi geografis dan keadaan iklim, Kabupaten Kerinci sangat cocok untuk dijadikan kawasan pertanian. Kerinci memang sudah dikenal
44
dengan kawasan agribisnis karena memiliki berbagai komoditas yang potensial untuk dikembangkan seperti: 1. Bahan pangan meliputi : padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau 2. Hortikultura a.
Buah-buahan meliputi : alpokat, mangga, rambutan, duku, langsat, jeruk, durian, jambu air, sirsak, belimbing, pisang, nenas, markisa, nangka, pepaya, manggis, dan terung pirus.
b.
Sayur-sayuran : kentang, kol, kubis, bawang merah, bawang putih, cabe, buncis, tomat, kacang panjang, kangkung, bayam, seledri, daun bawang, sawi, wortel, ketimun, terung, labu siam, kacang merah
3. Perkebunan dan kehutanan meliputi : kayu manis, kopi, cengkeh, karet, kelapa sawit, tembakau, kapulaga, kemiri, lada, teh, tebu, vanili, pinang, coklat.
5.1.2. Pemerintahan dan Penduduk Tabel 5.
Luas Wilayah Kabupaten Kerinci dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan Tahun 2009
Kecamatan
Luas (Ha)
Desa
Banyak/ Number Kelurahan
Total
1. Gunung Raya
74.677
15
1
16
2. Batang Merangin
56.732
14
-
14
3. Keliling Danau
30.439
20
-
20
4. Danau Kerinci
29.847
14
-
14
5.825
15
-
15
6. Air Hangat
21.675
22
-
22
7. Air Hangat Timur
16.000
16
-
16
2.580
14
-
14
9. Gunung Kerinci
35.000
10
1
11
10. Siulak
59.020
27
-
27
11. Kayu aro
32.805
29
-
29
12. Gunung Tujuh
16.250
11
-
11
380.850
207
2
209
5. Sitinjau Laut
8. Depati VII
Jumlah
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci, 2009
45
Kabupaten Kerinci terdiri dari 12 kecamatan, 207 desa dan dua kelurahan, Sebagian besar desa berada di lereng dan kaki gunung atau bukit dan sebagian lagi berada di dataran. Dengan terbitnya UU No.25 tahun 2008, Kabupaten Kerinci dimekarkan menjadi dua daerah tingkat II. Dengan terjadinya pemekaran wilayah ini, maka jumlah kecamatan yang sebelumnya 17 berkurang menjadi 12, dan jumlah desa/kelurahan berkurang menjadi 209 dari 278. Jumlah penduduk Kabupaten Kerinci pada tahun 2009 tercatat sebanyak 237.065 jiwa dengan komposisi penduduk wanita lebih banyak dari penduduk laki-laki. Hal ini terlihat dari Sex Ratio penduduk laki-laki terhadap wanita lebih kecil dari 100 yaitu 98,22. Sedangkan jumlah rumah tangga tercatat sebanyak 70.337, sehingga rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 3,37 orang.
Tabel 6.
Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2009
Kecamatan 1. Gunung Raya
Penduduk (Orang) Laki-laki
Perempuan
Rasio Jenis Jumlah
Kelamin
7,737
7,654
15,391
101
2. Batang Merangin
11,312
11,745
23,057
96
3. Keliling Danau
10,902
11,583
22,485
94
4. Danau Kerinci
8,151
8,170
16,321
100
5. Sitinjau Laut
7,194
7,055
14,249
102
10,583
11,013
21,596
96
7. Air Hangat Timur
9,200
9,543
18,743
96
8. Depati VII
7,026
7,316
14,342
96
9. Gunung Kerinci
5,796
5,898
11,694
98
10. Siulak
15,201
15,476
30,677
98
11. Kayu aro
18,341
18,172
36,513
101
6,028
5,969
11,997
101
6. Air Hangat
12. Gunung Tujuh
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci, 2009
Dilihat dari struktur penduduk, jumlah penduduk usia muda (<15 tahun) masih cukup tinggi yaitu 28,82 persen, hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk masih tinggi, dimana penduduk usia muda ini belum produktif. Tingginya jumlah penduduk usia muda ini menunjukkan tingkat 46
kelahiran masih cukup tinggi, bahkan penduduk 0-4 tahun (balita) lebih tinggi dari penduduk usia 5-9 tahun. Meskipun tingkat kelahiran masih cukup tinggi, namun laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kerinci saat ini relatif rendah. Hal ini salah satu disebabkan oleh banyaknya penduduk yang mencari kerja ke luar daerah bahkan ke luar negeri (Malaysia). Tahun 2009 laju pertumbuhan penduduk Kerinci tercatat sebesar 0,70 persen. Laju pertumbuhan ini turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 0,76 persen. Kepadatan penduduk mencapai 62 jiwa/km. Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Kabupaten Kerinci tahun 2009 sebanyak 176.980 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70 persen merupakan angkatan kerja, dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 66,1 persen. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sekitar 94 persen sudah bekerja. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 5,88 persen Tingkat pengangguran ini menurun selama kurun waktu empat tahun terakhir.
Tabel 7. Persentase Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kerinci Tahun 2009 Lapangan Usaha
Persentase
Pertanian
61.30
Industri Pengolahan
1.71
Perdagangan, Rumah Makan, Hotel
13.94
Jasa Kemasyarakatan
12.80
Lainnya (Pertambangan, Penggalian, Listrik,
10.25
Gas, Air, Bangunan, Angkutan, Pergudangan, Komunikasi Keuangan) Jumlah
100
Sumber: Sakernas, 2008-2009
Sebagian besar angkatan kerja di Kabupaten Kerinci bekerja di sektor pertanian terutama di sub sektor tanaman pangan. Hal ini dilihat dari luasnya lahan pertanian yang terdapat di Kabupaten Kerinci sehingga daerah ini menjadi lumbung pangan bagi daerah sekitarnya. Di samping itu juga diserap di sektor jasa, perdagangan, industri, dan lainnya. Berdasarkan perbandingan empat sektor
47
utama, pilihan bekerja di sektor pertanian masih mendominasi pasar kerja di Kab. Kerinci, yaitu sekitar 61,30 persen pada tahun 2009, yang diikuti oleh sektor perdagangan 13,94 persen, sektor jasa 12,80 persen, dan sektor industri hanya 1,71 persen. Ditinjau dari tingkat pendidikan, lebih dari 48 persen penduduk yang bekerja adalah berpendidikan SD dan belum tamat SD, 19,81 persen tamat SLTP, 20,45 persen tamat SLTA, dan hanya 7,75 persen tamat perguruan tinggi. Sedangkan pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja tahun 2009 didominasi oleh tamatan Perguruan Tinggi. Tabel 8.
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan
yang Bekerja
Persentase
Tidak sekolah
3.83
Tidak Tamat SD
23.42
SD
24.74
SMP/Sederajat
19.81
SMA/Sederajat
20.45
Perguruan Tinggi
7.75
Total
100
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci, 2009
5.2.
Karakteristik Petani Responden Metode pengumpulan data dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan jumlah produksi, luas lahan, jumlah petani, dan akses ke tempat penelitian. Sampel yang diambil sebanyak 30 orang dari seluruh Kabupaten Kerinci. Karakteristik yang diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, penglaman usahatani, dan luas lahan. Karakteristik petani responden kayu manis di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada tabel 8.
48
Tabel 8. Karakteristik Petani Responden di Kabupaten Kerinci UMUR Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
25 – 35
4
13,3
36 – 45
6
20
46 – 55
11
36,67
56 – 65
5
16,67
66 – 70
1
3,33
> 70
3
10
Jumlah (orang)
Persentase (%)
-
0
Tamat SD
15
50
Tamat SMP
9
30
Tamat SLTA/ Sederajat
5
16,67
D1/ D2/ D3/ S1/ S2
1
3,33
Jumlah (orang)
Persentase (%)
<10
5
16,67
11– 20
8
26,67
21 – 30
7
23,33
31 – 40
6
20
> 40
4
13,33
Jumlah (orang)
Persentase (%)
≤ 0,5
2
6,67
0,5 < x ≤ 1
8
26,67
1<x≤2
9
36,67
>2
11
36,67
TINGKAT PENDIDIKAN Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD
PENGALAMAN USAHATANI Pengalaman usahatani (tahun)
LUAS LAHAN Kepemilikan Lahan (ha)
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa umur petani kayu manis tersebar dari 25 tahun sampai 70 tahun ke atas. Rata-rata petani yang mengusahakan tanaman kayu manis berumur 46-55 tahun. Pada umumnya petani hanya lulusan SD yaitu sebanyak 15 orang dari 30 responden, dan sembilan orang adalah lulusan SMP. Walaupun hanya lulusan SD, namun pengalaman petani tersebut sudah
49
cukup lama bertanam kayu manis, lebih dari 25 orang sudah bertanam kayu manis lebih dari 10 tahun. Rendahnya tingkat pendidikan petani akan mempengaruhi produktivitasnya dan keterbukaan dalam menerima transfer teknologi. Hal ini dapat dilihat dari budaya dari petani kayu manis itu sendiri dimana mereka tetap melakukan budidaya secara individu tanpa ada kesadaran untuk berkelompok. Petani
berpikir
bahwa
bekal
pengalaman
saja
sudah
cukup
untuk
membudidayakan kayu manis. Pola pikir yang masih tradisional tersebut membuat penyuluh sulit untuk memberikan pemahaman-pemahaman baru kepada petani. Mengingat tanaman kayu manis adalah tanaman tahunan dan tentu saja akan dipetik hasilnya dalam waktu cukup lama, sehingga banyak petani yang menanam kayu manis sebagai investasi untuk hari tua. Oleh karena itu tak heran jika 11 dari petani responden memiliki lahan lebih dari dua hektar. 5.3.
Karakteristik Pedagang Responden Pedagang yang terlibat dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci
adalah pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, dan pedagang besar kabupaten. Pedagang yang diwawancarai adalah empat orang pedagang pengumpul desa, delapan orang pedagang pengumpul kecamatan, dan delapan orang pedagang besar kabupaten. Karakteristik pedagang kayu manis di Kerinci dapat di lihat pada tabel 9. Rata-rata para pedagang kayu manis di Kabupaten Kerinci berumur 41 tahun ke atas yaitu 16 orang dari 20 pedagang ressponden. Sedangkan pengalaman berdagangnya pada umumnya adalah lebih dari 6 tahun. Satu orang pedagang besar kabupaten yang berdagang kurang dari lima tahun merupakan pedagang yang melanjutkan usaha keluarga yang selama ini sempat terhenti. Pengalaman berdagang yang sudah cukup lama ini mengindikasikan bahwa pedagang bisa saja sudah memilki berbagai macam kerjasama, baik itu dengan petani, pedagang lain, maupun dengan eksportir. Pengalaman usaha ini juga dapat memperkuat kerjasama karena adanya saling percaya antara kedua belah pihak. Eksportir yang menjadi responden merupakan ssalah satu dari eksportir kayu manis di Sumatera Barat. Data untuk eksportir ini diperoleh melalui wawancara dengan AECI (Asosiasi Eksportir Cassiavera Indonesia). perusahaan
50
eksportir tersebut bernama PT. Rempah Sari yang sudah beroperasi lebih dari 30 tahun. Tabel 9. Karakteristik Pedagang Responden di Kabupaten Kerinci Pedagang Pengumpul Desa
Karakteristik
Jumlah
%
Pedagang Pengumpul Kecamatan Jumlah
%
Pedagang Besar Kabupaten Jumlah
%
Eksportir Jumla h
%
Umur < 40 Tahun
1
25%
2
25%
1
12,5%
41 – 50 Tahun
1
25%
2
25%
3
37,5%
>50 Tahun
2
50%
4
50%
4
50,0%
1
12,5%
1
100%
1
100%
Pengalaman Berdagang 0 – 5 Tahun
1
25%
6 – 10 Tahun
1
25%
2
25,0 %
3
37,5%
>10 Tahun
2
50%
6
75,0 %
4
50,0%
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
5.4.
Gambaran Umum Usahatani Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Petani di kabupaten Kerinci menanam kayu manis dengan berbagai alasan
diantaranya yaitu sebagai investasi untuk hari tua, tabungan yang bisa dipanen sewaktu-waktu saat dibutuhkan, sebagai pelindung tanah kritis di lereng perbukitan, dan juga sebagai pembatas tanah seperti halnya di Kecamatan Kayu Aro. Kayu manis bisa ditanam secara monokultur maupun tumpang sari. Kayu manis yang ditanam secara monokultur lebih banyak ditanam di daerah perbukitan yang sulit untuk dijangkau. Sedangkan penanaman secara tumpang sari biasanya dengan tanaman hortikultura, dan tanaman palawija, seperti kopi. Usahatani kayu manis di Kabupaten Kerinci tidak jauh berbeda dengan usahatani kayu manis di daerah lain. Pada umumnya, petani di Kabupaten Kerinci mengunakan bibit yang berasal dari biji. Beberapa petani melakukan penyemaian
51
sendiri, ada juga petani yang membeli bibit dari petani lainnya. Petani umumnya langsung menanam biji di persemaian pemeliharaan. Persemaian ini langsung diberikan naungan untuk mencegah kematian bibit terhadap cahaya matahari langsung. Setelah berumur 6-8 bulan bibit bisa dipindahkan ke kebun. Jarak tanam untuk tanaman monokultur biasanya adalah 1.5 m x 1.5 m dan 2 m x 2 m, sedangkan untuk tumpang sari biasanya lebih jarang yaitu 3 m x 3m dan 4 m x 4 m. Penanaman kayu manis dilakukan bertahap untuk lahan yang cukup luas, karena biasanya kegiatan penanaman hanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Setelah dilakukan penanaman, maka dilakukan pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan ini berupa penyiangan yang dilakukan 2-3 kali dalam setahun. Pemupukan jarang dilakukan bahkan hampir tidak pernah pada tanaman monokultur. Hanya saja pada tanaman tumpang sari, pemupukan biasanya diberikan untuk tanaman lain misalnya hortikultura, namun secara tidak sengaja tanaman kayu manis juga ikut terpupuk. Kegiatan penjarangan tanaman dilakukan biasanya pada umur delapan tahun dan penjarangan kedua pada umur 15 tahun. Panen kayu manis sebaiknya dilakukan pada umur 10 tahun dan diameter batang sekitar satu meter. Untuk mendapatkan mutu KA stick dan AA tanaman kayu manis dipanen pada umur 6-12 tahun, sebab kulitnya masih belum tebal dan bisa menggulung dengan baik. Namun kandungan minyaknya masih rendah. Kandungan minyak yang tinggi didapatkan dari tanaman berumur 15 tahun ke atas (umur 20 tahun memiliki kadar minyak 3,5-4,5 %). Kayu manis yang dipanen umur 4-5 tahun menghasilkan 1-1,5 kg kulit kering, umur 6-8 tahun menghasilkan empat kg kulit kering, umur >8-10 tahun mampu menghasilkan 7-8 kg kulit kayu manis kering. Para petani menyadari bahwa semakin lama umur tanaman kayu manis makan mutu kulit yang dihasilkan semakin baik dan produksinya semakin tinggi. Namun, sebagian petani terpaksa memanen kayu manisnya sebelum umur lima tahun karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Petani hanya memanen beberapa pohon sesuai dengan jumlah uang yang dibutuhkan. Biasanya panen seperti ini hanya dilakukan sendiri saja oleh petani tersebut atau jika memerlukan tambahan tenaga hanya meggunakan tenaga kerja keluarga.
52
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1.
Sistem Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci dari petani ke pabrik
pengolahan dan ke pasar luar negeri melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga yang terlibat dalam tataniaga kayu manis di lokasi penelitian yaitu : 1.
Petani merupakan lembaga yang berperan dalam memproduksi kulit kayu manis.
2.
Pedagang pengumpul desa merupakan pedagang pengumpul yang memiliki pasar yang sempit yang hanya melingkupi sebuah desa, dan biasanya petani mengandalkan pedagang pengumpul untuk menjual secara cepat disaat yang mendesak mendesak dan sangat memerlukan uang karena pedagang pengumpul desa lokasinya lebih dekat dengan petani. Pedagang pengumpul akan menjual kayu manisnya kepada pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang kabupaten.
3.
Pedagang
pengumpul kecamatan memiliki pasar yang lebih luas dari
pedagang pengumpul desa, pedagang ini bergerak dari satu desa ke desa lain dalam satu kecamatan, membeli kayu manis kepada para pedagang pengumpul desa ataupun langsung membeli kepada petani. Pedagang pengumpul selanjutnya akan melakukan penjualan kepada pedagang besar kabupaten atau pabrik sirup kayu manis. 4.
Pedagang besar kabupaten merupakan pedagang yang memiliki akses pasar lebih luas dari pedagang pengumpul kecamatan. Pedagang ini langsung berhubungan dengan eksportir sebagai pabrik pengolahan kayu manis di luar Kabupaten Kerinci.
5.
Eksportir merupakan lembaga yang melakukan penjualan kayu manis ke pasar luar negeri. Kayu manis yang dijual ke luar negeri biasanya sudah diolah oleh eksportir sesuai dengan permintaan pasar di luar negeri.
6.
Pabrik sirup kayu manis merupakan pabrik pengolahan kayu manis yang terdapat di Kabupaten Kerinci yaitu di Kecamatan Siulak. Terdapat beberapa pabrik sirup kayu manis
dan
masih berskala rumah tangga. Pabrik ini
53
biasanya melakukan pembelian dari pedagang kecamatan dengan memilih kayu manis dengan kualitas terbaik. Skema saluran pemasaran
kayu
manis di Kabupaten Kerinci secara
keseluruhan dapat dilihat pada bagan berikut :
PETANI 71,77%
5,85% 22,38%
PEDAGANG BESAR KABUPATEN (GUDANG)
21,78%
PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN
0,26%
5,58%
PEDAGANG PENGUMPUL DESA
0,60%
PENGOLAHAN SIRUP KAYU MANIS
EKSPORTIR KAYU MANIS (GUDANG DAN PENGOLAHAN)
0,26% 21,78%
71.77%
PASAR LUAR NEGERI
5,58%
Gambar 7. Bagan alur tataniaga Kayu Manis di Kerinci Keterangan : : Saluran I : Saluran Ib : Saluran IIa : Saluran IIb : Saluran III
54
Proses tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci di awali dari penjualan kayu manis yang berbentuk asalan dengan tiga cara yaitu melalui pedagang pengumpul desa (PPD), Pedagang Pengumpul Kecamatan (PPK), Pedagang besar kabupaten (PBK). Berikut adalah lima jalur pemasaran di Kabupaten Kerinci : 1. Saluran Ia
: Petani PPD PPK PBK eksportir pasar luar negeri
2. Saluran Ib
: Petani PPD PBK eksportir pasar luar negeri
3. Saluran IIa : Petani PPKPBK eksportir pasar luar negeri 4. Saluran IIb : Petani PPK industri pengolahan sirup kayu manis 5. Saluran III : Petani PBK eksportir pasar luar negeri
Penjualan kayu manis dari petani dilakukan dalam berbagai bentuk yaitu: 1.
Penjualan yang dilakukan diladang, dimana yang dijual adalah batang kayu manis yang belum dipanen dengan memperkirakan jumlah kulit yang akan dihasilkan dari tanaman tersebut ketika dipanen. Sistem penjualan ini disebut sistem “beli padang”. Jika terjadi jual beli menggunakan sistem ini maka pedaganglah yang akan menanggung semua biaya panen.
2.
Penjualan kayu manis dalam bentuk asalan. Penjualan kayu manis ini berupa penjualan kulit yang sudah dipanen dalam keadaan basah dan kering. Harga kulit basah lebih rendah daripada kulit kering. Penjualan kulit kering pun juga dibagi dua yaitu penjualan kulit yang sudah dikelompokkan berdasarkan grade yang sudah ditentukan dan penjualan kulit kering campuran.
Dalam penelitian ini, untuk memudahkan melakukan analisis dan perhitungan maka digunakan beberapa asumsi yaitu 1. Jual beli yang terjadi dalam tataniaga kayu manis adalah penjualan kulit kayu manis yang sudah dikeringkan. 2. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh eksportir dalam memasarkan kayu manis ke luar negeri adalah sama untuk setiap saluran 3. Eksportir merupakan salah satu lembaga perantara yang berperan dalam tataniaga kayu manis untuk memasarkan produk ke luar negeri. Eksportir tidak dijadikan sebagai tujuan akhir dari tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci karena tidak semua kulit kayu manis yang diolah
55
menjadi produk turunannya, sebagian masih menyerupai bentuk aslinya namun untuk ukuran dan bentuknya disesuaikan dengan permintaan dari pasar luar negeri. 4. Harga yang berlaku merupakan harga rata-rata dari berbagai kualitas kulit manis. 5. Harga jual ke luar negeri oleh eksportir merupakan harga rata-rata dari semua produk yang dijual baik yang sudah diolah menjadi produk turunan maupun yang belum.
6.1.1. Saluran Ia Saluran ini merupakan saluran terpanjang dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Saluran pemasaran Ia ini digunakan oleh lima orang petani responden (16,67 persen dari total petani responden). Petani menjual produknya langsung kepada pedagang pengumpul desa (PPD), kemudian pedagang pengumpul desa menjualnya ke padagang pengumpul kecamatan (PPK), dan selanjutnya dijual ke pedagang besar kabupaten. Pedagang besar kabupaten akan menjualnya langsung ke eksportir dan eksportir akan menjual ke pasar luar negeri. Kayu manis tersebut biasanya langsung dijemput oleh pedagang pengumpul desa ke petani ataupun sebaliknya, dan barang yang terkumpul di pedagang pengumpul desa nantinya akan dijemput juga oleh pedagang pengumpul kecamatan, dan pedagang kecamatan biasanya akan mengantarkan kepada pedagang kabupaten. Selanjutnya
setelah mencapai kuota pengiriman baru
pedagang besar kabupaten mengirim ke eksportir. Dalam saluran pemasaran ini pedagang pengumpul desa pada umumnya lebih banyak bertindak sebagai perantara saja sehingga biaya pemasaran yang dikeluarkan sangat kecil. Penentuan harga di tingkat petani di Kabupaten Kerinci ditentukan oleh para pedagang besar kabupaten berdasarkan informasi yang didapat oleh para eksportir, sehingga petani dan pedagang pengumpul lainnya hanya mengikuti harga yang telah ditetapkan. Sementara harga yang ditetapkan oleh eksportir tentunya menyesuaikan dengan harga jual produk tersebut ke importir maupun konsumen luar negeri. Harga jual petani ke pedagang pengumpul desa adalah sebesar Rp 5.500,00/kg, harga jual pedagang pengumpul desa sebesar Rp.
56
5.500,00/kg, harga jual pedagang pengumpul kecamatan sebesar Rp 6.000,00/kg, harga jual pedagang besar kabupaten adalah Rp 7.250,00/kg, sedangkan harga jual eksportir adalah Rp 11.000,00/kg Volume barang yang diperdagangkan oleh petani responden pada saluran ini sangat sedikit yaitu 265 kg. Volume ini tidak mencukupi kuota pengiriman barang yang dilakukan oleh pedagang kabupaten. Minimal pedagang kabupaten akan mengirim minimal 10 ton kulit kayu manis kering setiap minggunya. Sehingga kekurangan ini akan diambil dari daerah lain yang produksinya lebih banyak.
6.1.2. Saluran Ib Saluran pemasaran ini digunakan oleh tiga orang petani responden (10 persen dari total responden). Pada saluran ini ada dua orang pedagang pengumpul desa dan dua orang pedagang kabupaten yang terlibat. Pada saluran pemasaran ini petani menjual kulit kayu manis kepada pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul desa akan langsung menjualnya kepada pedagang besar kabupaten, pedagang besar kabupaten yang selanjutnya yang akan menjual kepada eksportir, dan eksportir menjual ke pasar luar negeri. Penentuan harga biasanya mengikuti harga yang ditentukan oleh pedagang walaupun dalam prosesnya juga terjadi tawar-menawar. Harga jual dari petani ke pedagang pengumpul desa adalah Rp 5.500,00/kg, harga dari pedagang pengumpul desa ke pedagang kabupaten adalah Rp 6.000,00/kg, harga jual dari pedagang besar kabupaten ke eksportir adalah Rp 7.000,00/kg, dan harga jual eksportir sebesar Rp 11.000,00/kg. Volume barang yang diperdagangkan dalam saluran pemasaran ini adalah sebesar 5200 kg. Volume ini juga belum mencukupi kuota minimal pengiriman barang ke eksportir, sehingga nantinya pedagang kabupaten akan mencukupkan kuota tersebut dengan kayu manis dari kecamatan lain.
6.1.3. Saluran IIa Saluran pemasaran ini digunakan oleh delapan orang petani responden. Pada saluran pemasaran ini petani menjual kulit kayu manisnya kepada pedagang
57
pengumpul kecamatan, pedagang pengumpul kecamatan nantinya akan menjual ke pedagang kabupaten, setelah mencapai kuota yang telah ditetapkan barulah pedagang kabupaten menjual kepada eksportir, dan nantinya eksportir yang akan berurusan langsung dengan pasar luar negeri. Volume kayu manis yang diperdagangkan adalah 21850 kg. Harga jual kayu manis dari petani ke pedagang kecamatan adalah Rp 5.750,00/kg, harga beli oleh pedagang besar kabupaten adalah sebesar Rp 7.000,00/kg, sedangkan harga jual eksportir sebesar Rp 11.000,00/kg. Pada umumnya sistem pembayaran yang dilakukan adalah sesuai dengan kesepakatan, sistem bayar tunai atau bayar sebagian. Jika pedagang kekurangan uang tunai maka pedagang menawarkan untuk membayar sebagian dan jika petani bersedia untuk dibayar dengan jangka waktu seminggu tentu transaksi akan berlanjut. Namun jika petani tidak bersedia tentunya akan mencari pedagang lain yang bisa membayar secara tunai. Sistem ini juga diterapkan untuk pedagang kecamatan dan pedagang besar kabupaten.
6.1.4. Saluran IIb Saluran ini merupakan bagian dari saluran sebelumnya, namun yang membedakannya adalah tujuan akhir dari penjualan produk ini yaitu pabrik sirup kayu manis di Kerinci. Jumlah petani yang terlibat ada dua orang dan ada satu pedagang pengumpul kecamatan. Saluran ini merupakan saluran yang banyak terdapat di Kecamatan Siulak dan Kecamatan Gunung Kerinci. Saluran ini masih jarang diterapkan karena pabrik sirup kayu manis yang ada belum mampu menampung kulit manis yang ada di pasar Kabupaten Kerinci dan juga karena pabrik ini menghendaki kulit kayu manis dengan mutu yang bagus. Harga jual kayu manis dari petani ke pedagang kecamatan adalah Rp 5.750,00/kg, dan harga jual ke pabrik sirup kayu manis mencapai Rp 10.000,00/kg. Harga ini lebih tinggi daripada harga jual ke tingkat eksportir karena kayu manis yang akan diolah untuk menjadi sirup adalah kayu manis dengan kualitas terbaik, dipilih kulit terbaik dari grade A.
58
6.1.5. Saluran III Saluran pemasaran ini merupakan saluran yang paling bayak diterapkan dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci yaitu digunakan adalah dua belas orang petani responden (40 persen dari total responden). Pada saluran pemasaran ini petani menjual kulit kayu manis kepada pedagang besar kabupaten. Volume penjualan kayu manis adalah sebanyak 72.000 kg/minggu. Biasanya pedagang kabupaten yang datang menjemput kayu manis ke lokasi petani dan biasanya petani menjual ke pedagang langganannya sehingga petani tidak perlu terlalu lama melakukan tawar-menawar. Harga jual oleh petani ke pedagang kabupaten adalah Rp 6.000,00/kg, dimana harga ini adalah harga tertinggi yang diterima petani dibandingkan dengan saluran lain,
harga jual petani ke eksportir bisa mencapai Rp 7.500,00/kg,
sedangkan harga jual eksportir yaitu Rp 11.000,00/kg. Sistem pembayaran yang diterapkan tergantung pada kesepakatan anatar penjual dan pembeli. Ada dua sistem pembayaran yang digunakan yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran sebagian.
6.2.
Fungsi-Fungsi Tataniaga Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pemasaran kayu manis di
Kabupaten Kerinci antara lain petani, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten. Dalam kegiatannya pihakpihak tersebut menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Lembaga-lembaga pemasaran di Kabupaten Kerinci pada umumnya menggunakan fungsi-fungsi pemasaran yang dapat dilihat pada Tabel 11.
59
Tabel 11. Fungsi – Fungsi Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Fungsi – Fungsi Tataniaga Saluran dan Lembaga Tataniaga
Pertukaran
Fisik
Fasilitas Sortasi dan Grading
Biaya
Informasi Pasar
v
v
v
*
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
-
*
*
*
-
v
v
v
v
v
v
V
v
v
v
v
v
v
v
v
V
v
v
v
v
v
v
v
v
V
v
v
v
v
v
Petani
v
-
v
v
*
v
v
v
v
Pedagang besar Kabupaten Eksportir
v
v
v
V
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Jual
Beli
Angkut
Kemas
Simpan
Petani
v
-
*
-
-
-
Pedagang Pengumpul desa Pedagang Pengumpul Kecamatan
v
v
*
*
*
v
v
*
v
Pedagang Besar Kabupaten Eksportir
v
v
v
v
v
Petani
v
Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang besar Kabupaten Eksportir
Risiko
Saluran I
Saluran II
Saluran III
Sumber : Data Primer 2012 (diolah) Keterangan : v : Fungsi dijalankan : Fungsi Tidak Dijalankan * : Fungsi Dijalankan Sebagian Lembaga
6.2.1. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Desa Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dijalankan oleh pedagang pengumpul terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul melakukan pembelian dari petani kayu manis. Volume pembelian pedagang pengumpul sangat beragam mengingat kayu manis 60
merupakan tanaman tahunan, dan tidak semua petani panen pada saat yang sama. Harga beli kulit kayu manis ditingkat pedagang pengumpul desa pada saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp 5.300,00-Rp 6.000,00 per kg. Cara pembayaran kepada pembudidaya dilakukan secara tunai. Fungsi penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu menjual kayu manis kepada pedagang perantara diatasnya, pedagang pengumpul kecamatan. Harga jual kulit kayu manis dari pedagang pengumpul desa ke pedagang pengumpul kecamatan yaitu Rp 5.500,00 – Rp 6.000,00 per kg.
Cara pembayaran yang dilakukan
adalah secara tunai, atau ada juga tempo satu minggu, jika penjualan barang dalam jumlah banyak. Pedagang pengumpul desa pada umumnya tidak melakukan fungsi fisik karena pedagang pengumpul desa yang pada umumnya lebih berperan sebagai perantara. Pedagang pengumpul desa hanya membeli dari petani yang mengantrakan barangnya langsung ke pedagang pengumpul desa, dan pedagang desa langsung menjualnya ke pedagang diatasnya. Di desa, petani terkadang mengandalkan pedagang pengumpul desa karena mau membeli hasil panen yang jumlahnya sedikit, dan transaksi yang dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan pedagang lain. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengumpul terdiri dari permodalan, dan informasi pasar serta penanggungan risiko. Modal usaha yang digunakan oleh pedagang pengumpul berasal dari modal sendiri. Risiko yang dihadapi adalah risiko harga. Harga kayu manis yang kurang stabil masih berpeluang untuk berubah setiap saat, sehingga pedagang tentu saja salah orang yang akan dirugiakan selain petani. Fungsi informasi pasar dilakukan pedagang pengumpul yaitu dengan mengumpulkan informasi mengenai waktu panen petani dan harga yang sedang berlaku. Diantara sesama pedagang pengumpul biasanya saling memberikan informasi.
6.2.2. Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Kecamatan Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kecamatan terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul kecamatan
61
membeli kayu manis dari pedagang pengumpul tingkat desa dan ada juga yang langsung dari petani.
Pada
saluran pemasaran Ia dan Ib yang melibatkan
pedagang pengumpul desa biasanya volume pembeliannya relatif kecil. Sedangkan petani yang menjual langsung ke pedagang kecamatan rata-rata penjualannya lebih dari 100 Kg. Harga beli pedagang pengumpul kecamatan adalah sebesar Rp 5.500,00-Rp 5.750,00. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang pengumpul kecamatan yaitu fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul kecamatan adalah dengan menjemput kulit kayu manis ke tempat penjualnya, petani, dan pedagang pengumpul desa. Sedangkan fungsi penyimpanan yang dilakukan yaitu menyimpan kayu manis di gudang yang telah disediakan sampai memenuhi kuota penjualan yang ditetapkan oleh pedagang tersebut, dan selanjutnya akan dijual ke pedagang kabupaten. Sebenarnya tidak ada kuota yang ditetapkan untuk penjualan ke pedagang besar kabupaten, kuota tersebut hanya ditentukan oleh seberapa besar keuntungan yang ingin diperoleh pedagang, karena dengan menjual lebih banyak juga mengurangi biaya pemasaran Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul kecamatan adalah fungsi permodalan, dan informasi serta penanggungan risiko. Pada umumnya pedagang kecamatan menggunakan modal sendiri dalam melaksanakan usahanya, namun ada juga yang mendapat bantuan modal dari bank. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang pengumpul kecamatan yaitu dengan memberikan informasi harga ke pedagang dibawahnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari pedagang diatasnya. Risiko yang dimiliki oleh pedagang pengumpul kecamatan adalah risiko harga dimana harga sering berubah. Banyak pedagang yang suka menumpuk barang di gudang, untuk di jual di saat harga tinggi, namun jika harga jatuh tentu pedagang akan mengalami kerugian.
6.2.3. Fungsi Tataniaga Pedagang Kabupaten Pedagang besar kabupaten merupakan pedagang yang memiliki peran yang cukup besar dalam sistem tataniaga ini karena langsung berhubungan dengan eksportir kayu manis di berbagai daerah. Pedagang besar kabupaten melakukan
62
berbagai fungsi dalam tataniaga kayu manis yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.
Tabel 12.
Kualitas dan Harga Beli Kayu Manis di Tingkat Pedagang Besar Kabupaten
Grade AA
Harga Beli Pedagang Besar Kabupaten (Rp/Kg) 10.000
KM
7.000 – 8.000
KF
7.000 – 7.500
KS
7.000
KA
6.500-7.000
KTP
6.000-6500
KB
5.500-6.000
KC
5.000
Sumber : Data Primer, 2012 (diolah)
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang kabupaten yaitu meliputi penjualan dan pembelian kayu manis. Pedagang kabupaten membeli kayu manis dari beberapa jenis penjual yaitu pedagang pengumpul kecamatan dan petani. Biasanya harga beli kayu manis oleh pedagang kabupaten yaitu sebesar Rp 6000,00-Rp 6.250,00 per kg. Pedagang besar kabupaten membeli kayu manis dari seluruh Kabupaten Kerinci. Setelah barang tersebut mencapai kuota penjualan yaitu minimal 10 ton kulit kayu manis kering
(satu truk), maka
selanjutnya kayu manis akan dijual kepada eksportir di berbagai daerah. Eksportir kayu manis tersebar di Jambi, Lampung, Medan, Padang, Surabaya, dan Jakarta. Eksportir yang ada di Padang merupakan eksportir lama, namun eksportir di daerah lainnya merupakan eksportir baru. Harga beli rata-rata oleh eksportir Padang yaitu berkisar Rp 7.000,00-Rp 7.500,00 per kg. Harga jual sebenarnya ditentukan oleh grade dan kadar air dari kulit kayu manis itu sendiri. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang besar kabupaten yaitu fungsi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan yaitu
pedagang besar
kabupaten langsung menjemput kayu manis ke tempat penjual. Selain dijemput langsung ada juga yang menjual dengan langsung mengantarkan ke gudang
63
pedagang besar kabupaten. Pedagang kabupaten menggunakan mobil yang kapasitasnya dua ton kulit kayu manis untuk menjemput ke tempat pembeli. pedagang besar kabupaten yang menjual kayu manis langsung mengantarkannya kepada eksportir yang ditujunya. Pada umumnya penjualan ini menggunakan truk yang kapasitasnya 10-13 ton. Jika produksi kayu manis tinggi maka pedagang bisa menjual dua truk per minggu ke eksportir, atau tergantung permintaan. Selain itu, fungsi fisik yang dilakukan adalah fungsi penyimpanan. Barang yang sudah dibeli, disimpan di gudang. Setelah mencapai kuota penjualan yang ditetapkan oleh pedagang tersebut baru dijual. Lamanya penyimpanan tergantung kepada jumlah kulit kayu manis yang ingin dijual atau berdasarkan permintaan dari eksportir. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar kabupaten adalah fungsi permodalan, sortasi dan grading, penanggungan risiko dan informasi. Modal yang digunakan oleh pedagang besar kabupaten biasanya menggunakan modal sendiri dan bantuan dari bank atau pinjaman dari beberapa lembaga keuangan bukan bank. Besarnya modal yang digunakan adalah minimal Rp 150.000.000,00. Untuk memudahkan penjualan maka pedagang besar kabupaten melakukan fungsi sortasi dan grading. Pedagang mengelompokkan kayu manis berdasarkan grade yang sudah ditetapkan. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan adalah jika terjadi kerusakan ataupun penyusutan ini ditanggung oleh pedagang kabupaten. Sedangkan fungsi informasi yang dilakukan adalah memberikan informasi harga kepada pedagang dibawahnya dan petani berdasarkan informasi harga di eksportir. Pedagang besar kabupaten langsung berhubungan dengan eksportir, jadi jika terjadi spekulasi harga tentunya yang pertama kali diuntungkan adalah pedagang besar kabupaten.
6.2.4. Fungsi Tataniaga Eksportir Eksportir merupakan penghubung antara produsen dalam negeri dengan pembeli di luar negeri, sehingga eksportir memiliki peran yang sangat penting dalam tataniaga kayu manis ini. Mengingat perannya yang begitu penting, tentu saja eksportir melakukan berbagai fungsi tataniaga untuk menhasilkan produk
64
yang sesuai dengan harapan pembeli di luar negeri. fungsi yang pada umumnya dijalankan adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh eksportir yaitu meliputi penjualan dan pembelian kayu manis. Eksportir membeli kayu manis dari pedagang besar kabupaten. Selanjutnya eksportir akan menjual ke pasar luar negeri. Harga jual rata-rata kayu manis ke pasar luar negeri adalah Rp 11.000/Kg. Berikut daftar harga jual kayu manis ke luar negeri sesuai dengan jenis spesifikasi mutunya yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 13. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Jenis Mutu Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Mutu AA Cut A Cut A Broken B Broken C Broken A Sticks AA Cut & WSD AA Cut WSD AA Sticks A Cut WSD AA Cutting A Cutting Ground Cassia B Sticks Powder Dust Jumlah
Volume (Kg)
Nilai (US $)
Harga Rata-Rata (US $)
862.066,65 1.108.152,00 12.731.546,65 8.322.430,00 1.309.550,00
1.779.156,74 1.771.656,80 15.293.371,39 9.686.127,60 1.528.517,06
2,06 1,60 1,20 1,16 1,17
2.132.485,00 31.484,00 81.978,00 490.038,00 18.000,00 19.000,00 30.000,00 222.578,00 125.232,00 31.000,00 11.350,00
2.616.614,17 69.116,25 174.331,98 950.539,02 66.515,60 27.230,00 34.890,00 244.178,77 153.062,38 36.990,32 2.525,00
1,23 2,20 2,13 1,94 3,70 1,43 1,16 1,10 1,22 1,19 0,22
27.526.890,30
34.434.823,08
Sumber : AECI, 2011
Fungsi fisik yang dilakukan oleh eksportir yaitu fungsi pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan yaitu eksportir melakukan pengangkutan barang sampai barang tersebut dimuat dalam kontainer kapal. Selain itu, fungsi fisik yang dilakukan adalah fungsi penyimpanan. Barang yang sudah dibeli dari pedagang besar kabupaten disimpan di gudang sampai ada pemesanan dari luar negeri. Sedangkan pengolahan yang
65
dilakukan adalah ekportir memberikan nilai tambah terhadap kayu manis sesuai dengan permintaan. Adakalanya kayu manis diolah menjadi produk turunan seperti powder, namun tidak sedikit juga yang dibentuk menjadi stick dan dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan oleh pembeli dari luar negeri. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh eksportir adalah fungsi permodalan, sortasi dan grading, penanggungan risiko dan informasi. Modal yang digunakan oleh eksportir biasanya menggunakan modal sendiri dan pinjaman dari bank. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan adalah jika terjadi kerusakan selama pengiriman ataupun terjadi penyusutan selama penyimpanan ini akan ditanggung oleh eksportir. Sedangkan fungsi informasi yang dilakukan adalah memberikan informasi harga kepada pedagang besar kabupaten mengenai tingkat harga yang berlaku dan diharapkan pedagang kabupaten dapat mendistribusikan kepada pedagang lain dan petani.
6.3.
Analisis Struktur Pasar Struktur pasar kayu manis di Kabupaten Kerinci dapat dilihat berdasarkan
empat indikator utama yaitu jumlah penjual dan pembeli yang terlibat, hambatan keluar dan masuk pasar, sifat produk, dan informasi pasar.
6.3.1. Jumlah Penjual dan Pembeli Salah satu indikator untuk menilai konsentrai pasar adalah dengan membandingkan antara jumlah petani sebagai produsen dengan jumlah pedagang yang terlibat dalam memasarkan komoditas tersebut. Berdasarkan pengamatan dan informasi di lapang diketahui bahwa
struktur pasar kayu manis yang
terbentuk adalah lebih mengarah ke pasar oligopsoni dari sisi penjual. Hal ini dikarenakan jumlah petani sebagai penjual lebih banyak daripada jumlah pedagang sebagai pembeli. Akibatnya, petani cenderung menjadi pihak penerima harga sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang, daya tawar petani menjadi lemah dibandingkan dengan pedagang. Perbandingan antara jumlah pedagang pengumpul desa dengan pedagang pengumpul kecamatan dan perbandingan anatara jumlah pedagang pengumpul kecamatan dengan pedagang besar kabupaten juga menunjukkkan bahwa pasar
66
lebih mengarah ke pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan jumlah pedagang pengumpul desa lebih banyak dari pedagang pengumpul kecamatan dan jumlah pedagang kecamatan lebih banyak daripada jumlah pedagang besar kabupaten. Jumlah pedagang besar di suatu wilayah cukup terbatas, karena pedagang tersebut memiliki daerah operasional yang tidak hanya terbatas di daerah domisilinya saja, namun juga ke berbagai daerah di Kabupaten Kerinci. Biasanya mereka juga memiliki kerjasama dengan pedagang pengumpul di suatu daerah. Sedangkan pada tingkat eksportir struktur pasar yang terbentuk adalah mengarah pada oligopsoni atau lebih dekat ke monopsoni dari sudut pembeli, dimana daya tawar pedagang besar relatif kecil. Eksportirlah yang bertindak sebagai penentu harga. Kekuatan ini membuat eksportir mampu mengendalikan harga beli dari pedagang, sehingga walaupun harga di tingkat konsumen relatif tetap mereka bisa menekan harga beli dari pedagang, dan pedagang tentunya juga akan menekan harga ditingkat petani. Dapat disimpulkan dari jumlah partisipan baik itu penjual maupun pembeli di pasar kayu manis maka struktur pasar kayu manis bersifat persaingan tidak sempurna.
6.3.2. Hambatan Keluar Masuk Pasar Hambatan keluar masuk pasar dalam pemasaran kayu manis dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki oleh lembaga yang terlibat serta adanya rasa saling percaya diantara para pelaku pasar. Umumnya para lembaga yang terlibat memiliki pengalaman usaha yang cukup lama (lebih dari sepuluh tahun). Faktor-faktor yang disebutkan di atas dinilai menyulitkan pelaku pasar yang masih baru untuk masuk ke dalam pasar. Terlebih lagi untuk penjualan ke luar negeri memiliki persayaratan yang cukup banyak terkait dengan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk yang dipasarkan. Tidak mudah bagi pendatang baru untuk masuk ke dalam pasar. Pendatang baru yang mampu bertahan harus memiliki modal yang lebih besar atau minimal sama dengan pelaku pasar yang sudah ada. Hal ini dikarenakan untuk menyaingi perusahaan yang sudah ada tentunya diperlukan sesuatu yang baru dan lebih baik, misalnya saja teknologi. Teknologi yang lebih canggih bisa meningkatkan
67
efisiensi dan perusahaan baru yang lebih efisien tentunya akan bisa bersaing dan bertahan di pasar.
6.3.3. Kondisi dan Sifat Produk Kayu manis yang diperjual belikan relatif homogen, karena belum adanya diferensiasi terhadap produk. Kayu manis yang diperjualkan pada umumnya lebih banyak yang berbentuk asalan. Belum ada pengolahan ataupun nilai tambah yang diberikan terhadap kayu manis. Petani jarang melakukan sortasi dan grading, sehingga penetapan harga jual lebih sering mempergunakan perkiraan yang mungkin sebenarnya jauh dari teliti. Namun karena pedagang tersebut sudah menjalankan usaha cukup lama, petani percaya saja kepada perkiraan yang dilakukan tersebut. Grading dan sortasi lebih banyak dilakukan oleh pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang besar kabupaten. Di tingkat eksportir sudah terjadi pengolahan produk kayu manis, namun sebagian besar kayu manis yang dijual lebih banyak yang berbentuk stick dengan berbagai ukuran sesuai permintaan.
6.3.4. Informasi Pasar Informasi pasar diperlukan oleh produsen dan semua pihak yang terlibat dalam pemasaran hasil-hasil pertanian tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu, waktu, dan harga pasar. Informasi di pasar kayu manis belum tersedia sesuai dengan kebutuhan. Informasi pasar yang diterima oleh petani bersumber dari pedagang pengumpul kecamatan, pedagang pengumpul desa,dan pedagang kabupaten. Aliran informasi cukup berjalan dengan baik diantara sesama petani, sesama pedagang, dan antara petani dengan pedagang. Namun, informasi di tingkat eksportir biasanya sangat sulit untuk didapat. Hal ini mengakibatkan harga yang terjadi di tingkat eksportir dan penjualan ke luar negeri tidak diketahui oleh pedagang dan apalagi petani.
68
6.4.
Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga
tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga.
6.4.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci melibatkan beberapa lembaga dalam proses pembelian dan penjualan. Proses pemasaran dimulai dari petani hingga akhirnya nanti sampai di tangan eksportir yang melakukan pengolahan hasil. Petani melakukan proses penjualan dengan tiga cara yaitu menjual kepada pedagang pengumpul desa, menjual ke pedagang pengumpul kecamatan, dan menjual langsung ke pedagang besar kabupaten. Setelah barang tersebut sampai di tangan pedagang kabupaten, barang tersebut dijual kepada eksportir di berbagai daerah dianatanya Padang, Jakarta, Jambi, Lampung, Medan, dan Surabaya. Selain dijual kepada eksportir ada juga kayu manis yang dijual dari petani ke pedagang pengumpul kecamatan dan selanjutnya dijual kepada pabrik pengolahan sirup kayu manis di Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci. Petani menjual hasil panen kayu manisnya ke pedagang langganannya, tapi tidak ada kontrak yang mengikat sehingga petani sewaktu-waktu nantinya juga bisa menjual ke pedagang lain yang dinilai yang lebih menguntungkan. Hal yang sama juga berlaku untuk pembelian dan penjualan dari pedagang pengumpul ke pedagang kabupaten, dan pedagang kabupaten ke eksportir. Hal ini dinilai lebih efektif, karena jika menjual atau membeli kepada langganan transaksinya lebih gampang dan lebih cepat apalagi dengan adanya saling percaya diantara dua belah pihak. Pedagang pengumpul desa pada umumnya lebih bersifat seperti spekulan atau perantara antara petani dan pedagang pengumpul kecamatan, sehingga mengambil keuntungan dari perbedaan harga di tingkat petani dan pedagang pengumpul kecamatan. Petani biasanya menjual kepada pedagang pengumpul desa karena biasanya mereka menjual dengan jumlah sedikit dan karena mereka membutuhkan uang kas secara cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pedagang pengumpul kecamatan biasanya menjemput kayu manis yang akan dibelinya ke
69
lokasi pedagang pengumpul desa. Biasanya pedagang ini menggunakan mobil “pick up” sebagai sarana transportasi. Penjualan dari pedagang besar kabupaten ke eksportir biasanya menggunakan truk yang kapasitasnya 10-13 ton. Kuota ini bisa lebih dan bisa saja kurang jika tergantung kepada produksi kayu manis dan permintaan dari eksportir itu sendiri. Biasanya pedagang besar kabupaten bisa mengirim ke eksportir dua truk tiap minggu. Eksportir yang paling banyak dituju adalah eksportir Padang, sementara untuk eksportir lain hanya sebagian kecil saja.
Pedagang kabupaten
yang menjual selain ke Padang merupakan pedagang kabupaten yang mencoba untuk memperluas pasar, agar tidak terjadi kejenuhan pasar eksportir Padang.
6.4.2. Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga penjualan dan pembelian kayu manis di Kabupaten Kerinci ditentukan melalui proses tawar-menawar antara penjual dan pembeli. Tawar-menawar ini disesuaikan dengan tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran dan berpatokan kepada harga yang diterima oleh pedagang kabupaten dari eksportir. Pada awalnya, harga kayu manis jauh lebih rendah, namun setelah adanya kebijakan untuk meningkatkan harga kayu manis, barulah harga yang berlaku mulai cukup stabil dalam beberapa tahun belakangan ini. Permintaan kayu manis yang melebihi penawaran juga mempengaruhi harga kayu manis itu sendiri. Ketika barang yang diminta tidak sesuai kuota, dan pedagang perlu tambahan untuk memenuhi kekurangan kuota tersebut, maka harga kayu manis akan naik dibanding biasanya. Terdapat beberapa komponen yang mempengaruhi
pertimbangan dalam
penentuan harga kayu manis yaitu 1.
Persentase kadar air kulit kayu manis. Semakin tinggi persentase nilai kadar air kayu manis, maka harga per kilogram kayu manis yang diterima petani akan semakin rendah. Dalam praktek jual beli umumnya pedagang memotong harga dengan memperhitungkan kadar air sebesar 10%.
2.
Harga yang ditentukan oleh eksportir mengacu pada harga kayu manis sebelumnya. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, dimana rantai
70
pasar dikuasai oleh sedikit pedagang, dan ini memungkinkan terjadinya kolusi dalam penentuan hargakayu manis. Informasi harga yang berlaku dan permintaan kayu manis didapat dari pedagang kabupaten.
Pedagang kabupaten memiliki peran yang cukup besar
karena dapat memprediksi perubahan yang terjadi di pasar kayu manis. Sumber informasi harga dan permintaan dapat dimanfaatkan untuk menekanan harga dan jumlah permintaan yang akan dipenuhi, sehingga pedagang kabupaten akan menyesuaikan jumlah permintaan pasokan dari pedagang pengumpul. Petani biasanya hanya menerima harga yang ditetapkan oleh pedagang, baik itu pedagang pengumpul maupun pedagang kabupaten. Meski dalam prosesnya tetap ada tawar-menawar, namun harga yang terbentuk biasanya tidak jauh berbeda dari yang sudah ditetapkanpara pedagang tersebut. Petani hanya bisa menerima karena petani bergantung kepada para pedagang untuk menjual dan memasarkan hasil panennya. Selain itu, jikapun petani ingin mendapatkan untung besar dengan menjual langsung kayu manis ke eksportir, petani akan mengalami kesulitan untuk mengakses pasar karena banyaknya biaya imbangan yang dikeluarkan.
6.4.3. Sistem Pembayaran Lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci menerapkan berbagai sistem pembayaran yang beragam disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di masing-masing lembaga tataniaga. Kondisi umum lembaga-lembaga tataniaga menghadapi proses transaksi yang beragam antara lain, sitem pembayaran tunai dan sistem pembayaran sebagian. a.
Sistem pembayaran tunai diterapkan oleh pedagang pengumpul yang mempunyai modal awal yang memadai sehingga mampu membayar tunai kepada petani di tempat transaksi jual beli kayu manis tersebut. Biasanya sistem pembayaran ini diterapkan oleh petani yang menjual kayu manisnya kepada pedagang pengumpul desa. Petani menjual ke pedagang pengumpul desa karena transaksinya cepat, dekat dengan lokasi, dan pembayarannya tunai.
71
b.
Sistem pembayaran sebagian adalah sistem yang cenderung banyak dilakukan saat bertransaksi antara pedagang pengumpul, pedagang kabupaten, dan eksportir. Para pedagang tersebut membayar terlebih dahulu setengah dari harga kayu manis yang mereka beli sebelum dibawa ke pasar tujuan untuk dijual. Hal ini dilakukan ketika para pedagang kekurangan modal untuk membeli kayu manis.
6.4.4. Kerjasama Antar Lembaga Kerjasama telah dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam mendistribusikan kayu manis dari produsen dan konsumen. Lembaga tataniaga melakukan kerjasama atas dasar lamanya mereka melakukan jual beli dan adanya rasa saling percaya. Namun, penetapan harga tetap dilakukan berdasarkan harga yang terjadi di tingkat eksportir. Kerjasama ditingkat petani belum berjalan cukup baik dilihat dari tidak adanya kelompok yang mewadahi para petani. Kerjasama di tingkat petani hanya sebatas sharing antara satu petani dengan petani lain, belum melembaga, dan kerjasama tersebut juga masih sebatas memberikan informasi mengenai harga yang berlaku. Kerjasama di tingkat pedagang belum berjalan dengan baik karena kerjasama disini hanya sebatas memberikan informasi pasar maupun harga. Belum ada kelembagaan yang concern terhadap kegiatan ini dan mewadahi mereka dalam satu wadah. Adanya kerjasama diharapkan mampu mengefisienkan sistam tataniaga karena informasi tersebar secara merata dan transparan. Jikapun ada kendala, misalnya modal dapat teratasi dengan adanya kerjasama. Namun, pedagang cenderung untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri, kecuali ada beberapa pedagang yang bekerjasama dengan pedagang yang leih besar karena sudah terikat kontrak. Kerjasama di tingkat eksportir belum berjalan dengan maksimal. Meskipun sebenarnya sudah ada asosiasi yang mewadahi mereka, misalnya AECI (Asosiasi Eksportir Cassiavera Indonesia) yang berlokasi di Padang, namun eksportir tetap mengaku bahwa mereka tidak mengetahui secara transparan harga
72
di pasar internasional. Sehingga harga yang terjadi merupakan hasil tawarmenawar dengan pembeli di luar negeri. Kerjasama antar lembaga tataniaga yang terjadi mulai dari tingkat petani sampai pedagang kabupaten untuk komoditi kayu manis sampai dengan pengambilan sampel dinilai cukup berjalan dengan baik. Pelaku-pelaku pemasaran sudah menjalin kerjasama cukup lama dan baik. Petani berlangganan dengan pedagang pengumpul dan pedagang kabupaten untuk mengurangi biaya pengangkutan dan tidak perlu melakukan pencarian pasar lagi. Bahkan ada pedagang yang meminjam modal kepada petani, karena sudah saling percaya antara kedua belah pihak. Selain itu, diharapkan juga eksportir bisa membantu dalam hal keterbatasan modal di tingkat petani, maupun pedagang perantara dan pedagang besar sehingga sistem tataniaga tetap bisa berjalan dan lebih efisien. 6.5.
Kinerja Pasar Kinerja pasar sangat dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar.
Indikator yang dijadikan ukuran untuk menilai kinerja pasar yaitu 1.
Efisiensi operasional, merupakan ukuran dari biaya minimum
biaya
pemasaran untuk mendistribusikan produk dari produsen ke konsumen. Hal ini dapat dinilai menggunakan margin pemasaran dan farmer’s share. 2.
Efisiensi harga, menyangkut ukuran keterkaitan harga dalam distribusi produk yang dapat dianalisis dengan menganalisis keterpaduan pasar.
6.5.1. Margin Tataniaga Marjin tataniaga merupakan
perbedaan harga yang dibayar oleh
konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Marjin tataniaga ini terdiri dari dua komponen yaitu biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Analisis marjin tataniaga ini digunakan untuk melihat tingkat efisiensi teknis tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci. Hasil analisis margin dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 14. Harga jual petani kayu manis bervariasi di beberapa saluran tataniaga di Kabupaten Kerinci. Hal ini dikarenakan harga yang terbentuk ditentukan proses 73
tawar menawar yang telah dilakukan sebelumnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan karena fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masingmasing lembaga tataniaga kayu manis. Harga yang digunakan dalam perhitungan margin tataniaga adalah harga rata-rata, baik itu harga jual maupun harga beli. Harga berbeda di setiap saluran meskipun tingkatan lembaganya sama, misalnya terjadi perbedaan harga jual di tingkat petani.
Harga jual di tingkat petani
bervariasi mulai dari Rp 5500,00/kg-Rp 6.000,00/kg. Biaya pemasaran yang digunakan adalah biaya rata-rata yang digunakan masing-masing lembaga. Pada umumnya masing-masing lembaga menjalankan fungsi yang sama, sehingga jenis biaya yang dikeluarkan juga sama. Petani mengeluarkan biaya pemasaran untuk panen dan pasca panen. Sedangkan komponen dari biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang meliputi biaya tenaga kerja (panen, sortasi dan grading, pengemasan dan pengangkutan), penyusutan, dan transportasi. Komponen biaya yang dikeluarkan oleh eksportir adalah biaya grading dan sortasi, penyusutan, pengemasan, biaya pengiriman dokumen, biaya ekspedisi, biaya Terminal Handling Cost, biaya asuransi, dan biaya AECI. Biaya Terminal Handling Cost merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memuat kayu manis ke atas kapal. Biaya pengiriman dokumen merupakan biaya yang dikeluarkan terkait dengan pengiriman dokumen ke pihak importir yang berada di luar negeri. Baik harga maupun biaya dinilai dengan satuan Rp/kg untuk mempermudah perhitungan. Keuntungan pemasaran merupakan selisih antara harga jual dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembagalembaga dalam rantai tataniaga. Pada saluran Ia, Ib, IIb, dan saluran III petani mengeluarkan biaya pemasaran, sedangkan saluran Ia petani tidak mengeluarkan biaya pemasaran karena petani melakukan semua kegiatan pasca panen sendiri (tenaga kerja keluarga). Sedangkan untuk pedagang baik itu pedagang pengumpul maupun pedagang kabupaten akan mengeluarkan biaya pemasaran juga, namun pada saluran I pedagang pengumpul desa tidak mengeluarkan biaya pemasaran karena pedagang ini hanya berfungsi sebagai perantara anatara petani dengan pedagang kecamatan.
74
Tabel 14. Analisis Margin Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci, Jambi
Keterangan
Saluran Ia
Saluran Ib
Saluran IIa
Saluran IIb
Saluran III
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
Rp/kg
PETANI Biaya Pemasaran
900,00
800,00
800,00
900,00
5.500,00
5.500,00
5.750,00
5.750,00
6.000,00
Harga Beli
5500,00
5.500,00
Biaya Pemasaran
112,50
162,50
Keuntungan
137,50
337,50
Margin
250,00
500,00
5.750,00
6.000,00
5.750,00
5.750,00
5.750,00
Biaya Pemasaran
165,00
230,00
230,00
Keuntungan
335,00
270,00
4.020,00
Margin
500,00
500,00
4.250,00
6.250,00
6.250,00
10.000,00
Harga Jual PPD
Harga Jual PPK Harga Beli
Harga Jual PBK Harga Beli
6.250,00
6.000,00
6.250,00
6.000,00
Biaya Pemasaran
388,75
483,75
480,00
545,00
Keuntungan
611,25
516,25
770,00
955,00
Margin
1.000,00
1.000,00
1.250,00
1.500,00
Harga Jual
7.250,00
7.000,00
7.500,00
7.500,00
Harga Beli
7.250,00
7.000,00
7.500,00
7.500,00
Biaya Pemasaran
2196,50
2.196,50
2.196,50
2.196,50
Keuntungan
1.554,00
1.803,50
1.304,00
1.303,50
Margin
3.750,00
4.000,00
3.500,00
3.500,00
11.000,00
11.000,00
11.000,00
11.000,00
Total Biaya
2.862,75
3.742,75
3.706,50
1.030,00
3.641,50
Total Keuntungan
2.637,75
2.657,00
2.344,00
4.020,00
2.259,00
Total Margin
5.500,00
5.500,00
5.250,00
4.250,00
5.000,00
EKSPORTIR
Harga Jual
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
75
Dari hasil perhitungan margin tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci maka perhitungan margin dikelompokkan menjadi dua bagian berdasarkan tujuan akhir dari kayu manis yaitu saluran yang tujuan akhir penjualan kayu manisnya adalah importir luar negeri dan yang kedua adalah pabrik pengolahan sirup kayu manis Kerinci. Saluran yang tujuan akhir penjualannya adalah eksportir meliputi saluran Ia, saluran Ib, saluran IIa, dan saluran III, sementara saluran yang tujuan akhirnya pabrik sirup kayu manis adalah saluran IIb. Pengelompokan ini digunakan untuk mempermudah membandingkan margin tataniaga untuk melihat saluran yang lebih efisien. Pada saluran yang tujuan akhir penjualannya ke pasar luar negeri didapatkan total margin yang paling tinggi yaitu saluran Ia, saluran Ib, saluran IIa, dan saluran III. Margin tataniaga yang didapatkan oleh pedagang perantara dari harga jual pada tingkat ekaportir pada saluran Ia dan Ib adalah sebesar 50 persen, margin tataniaga saluran IIa yaitu 48 persen, dan saluran III mendapatkan margin sebesar 45 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selisih harga yang diterima petani dengan yang dibayar oleh konsumen luar negeri ataupun importir jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena para eksportir mampu memberikan nilai tambah terhadap produk dan menjadikannya bernilai sebagaimana yang diinginkan oleh pasar luar negeri. Selain itu tingginya perbedaan tersebut disebabkan juga karena mengingat biaya yang dikeluarkan oleh eksportir untuk memberikan nilai tambah terhadap produk tersebut juga tinggi dan tentunya eksportir berusaha untuk mengimbangkan anatara pengeluaran dan keuntungan yang diinginkan. Saluran yang produk akhirnya dijual ke pabrik sirup kayu manis margin tataniaganya sebesar 42,5 persen, yang menunjukkan bahwa selisih harga yang terjadi cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena pabrik yang melakukan pembelian kayu manis memilih kayu manis denga kualitas terbaik, sehingga harga yang diterapkan oleh pedagang pengumpul kecamatan lebih tinggi daripada penjualan kepada pedagang kabupaten. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci secara urut dari yang tertinggi adalah saluran Ib,
76
saluran IIa, saluran III, dan saluran Ia. Biaya tataniaga pada saluran Ib adalah Rp 3742,75, saluran IIa sebesar Rp 3706,50, saluran III sebesar Rp 3.641,50, dan saluran I sebesar Rp 2862,75. Rendahnya biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh saluran I karena petani pada saluran ini tidak mengeluarkan biaya pascapanen karena hanya menggunakan tenaga kerja keluarga dan pedagangnya hanya bersifat sebagai perantara antara petani dengan pedagang kecamatan. Saluran IIb mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 1030,00. Biaya yang dikeluarkan pada saluran ini adalah berasal dari petani dan pedagang kecamatan. Keuntungan pemasaran yang didapatkan oleh lembaga yang menjual produknya sampai ke eksportir dapat diurutkan yaitu saluran dengan keuntungan yang terbesar adalah saluran Ib, saluran Ia, saluran IIa, dan saluran III. Pada saluran Ia total keuntungan yang didapat adalah sebesar 23,98 persen, pada saluran Ib sebesar 24,15 persen, saluran IIa dan saluran III sebesar 21 persen. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan yang didapatkan masing-masing lembaga tidak jauh berbeda. Sedangkan pada saluran IIb keuntungan yang diperoleh yaitu sebesar 40 persen. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tataniaga yang menjual hasil ke pabrik sirup kayu manis lebih menguntungkan daripada penjualan ke eksportir. Namun, pabrik sirup kayu manis di Kabupaten Kerinci belum mampu menampung kayu manis yang ada, karena permintaan terhadap sirup kayu manis masih tergolong kecil dan pasarnya masih baru. 6.5.2 Farmer’s Share Farmer’s share
merupakan rasio antara harga yang diterima petani
dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Farmer’s share melihat efisiensi tataniaga dari sisi pendapatan petani. Saluran tataniaga yang tidak efisien akan memberikan marjin dan biaya tataniaga yang lebih besar. Biaya tataniaga ini biasanya dibebankan ke konsumen melalui harga beli. Harga yang tinggi menyebabkan besarnya perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai farmer’s share. Farmer’s share
yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa sistem
tataniaga berjalan efisien. Hal ini disebabkan karena farmer’s share berkaitan dengan nilai tambah yang diberikan oleh lembaga tataniaga kepada suatu produk
77
untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Berdasarkan penelitian, dapat dijabarkan farmer’s share dari tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci yang dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Farmer ‘s share pada saluran Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Saluran Tataniaga
Harga di Tingkat Produsen (Rp/Kg)
Harga Ke Pasar Luar Negeri (Rp/Kg)
Farmer's share (%)
Ia
5.500
11.000
50
Ib
5.500
11.000
50
IIa
5.750
11.000
52
III
6.000
55
Saluran Tataniaga
Harga di Tingkat Produsen (Rp/Kg)
IIb
5.750
11.000 Harga di Tingkat Pabrik Pengolahan Kayu Manis (Rp/Kg) 10.000
Farmer's share (%) 57,5
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Pada tabel farmer’s share di atas dapat dilihat bahwa pada saluran yang menjual produknya kepada eksportir didapatkan bahwa farmer’s share
yang
tertinggi yaitu pada saluran III, selanjutnya saluran IIa, saluran Ib, dan saluran Ia. Sedangkan farmer’s share untuk kayu manis yang dijual ke pabrik sirup kayu manis malah lebih rendah yaitu sebesar 57,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa saluran ini lebih efisien dari saluran yang menjual kayu manis ke pasar luar negeri namun keuntungan perbedaan harga yang cukup tinggi hanya dinikmati oleh pedagang perantara. Rendahnya bagian yang diterima petani sebagai produsen kayu manis merupakan salah satu indikator tidak efisiennya pemasaran yang terjadi, dimana pemasaran hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Hal ini bisa disebabkan karena tidak adanya transparansi harga dan belum adanya nilai tambah yang diberikan petani terhadap produk tersebut. Untuk itu perlu adanya penyuluhan kepada para petani tentang pentingnya grading dan sortasi, agar petani mau melakukan proses grading dan sortasi sehingga kayu manis yang dijual harganya lebih tinggi daripada hanya dijual secara asalan dan campuran.
78
6.5.3. Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya merupakan salah satu indikator yang menunjukkan efisiensi sebuah sistem tataniaga. Hal ini dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran. Berdasarkan penelitian didapatkan nilai rasio dan keuntungan tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci seperti tabel 16.
Tabel 16.
Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada Saluran Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci
Lembaga Tataniaga
Saluran Ia
Ib
IIa
IIb
III
Pedagang Pengumpul Desa πi (Rp/Kg)
137,50
337,50
Ci (Rp/Kg)
112,50
162,50
1,22
2,08
Rasio πi / Ci
Pedagang Pengumpul Kecamatan πi (Rp/Kg)
335,00
270,00
4.020,00
Ci (Rp/Kg)
165,00
230,00
230,00
2,03
1,17
17,48
Rasio πi / Ci Pedagang Besar Kabupaten πi (Rp/Kg)
861,00
516,25
770,00
955,00
Ci (Rp/Kg)
388,75
483,75
480,00
545,00
2,21
1,07
1,60
1,75
πi (Rp/Kg)
1553,50
1803,50
1303,50
1303,50
Ci (Rp/Kg)
2196,50
2196,50
2196,50
2196,50
0,71
0,82
0,59
0,59
πi (Rp/Kg)
2.887,00
2.657,00
2.344,00
4.020,00
2.259,00
Ci (Rp/Kg)
2862,75
2842,75
2906,50
230,00
2741,50
1,01
0,93
0,81
17,48
0,82
Rasio πi / Ci Eksportir
Rasio πi / Ci TOTAL
Rasio πi / Ci
Sumber : Data Primer 2012 (diolah) Keterangan : πi : keuntungan yang diterima Ci : Biaya yang dikeluarkan
79
Berdasarkan tabel 16 dapat dibandingkan R/C rasio antara saluran yang menjual ke eksportir dengan yang menjual ke pabrik kayu manis, maupun antara sesama saluran yang menjual ke importir
untuk melihat saluran yang lebih
efisien. Pada kelompok saluran yang menjual ke importir didapatkan bahwa ratio biaya dan keuntungan yang tertinggi adalah pada saluran III, selanjutnya saluran Ia, saluran IIa dan terakhir saluran Ib. Saluran Ia didapatkan nilai total rasio keuntungan dan biaya sebesar 1,01, namun tidak menyebar merata antara pedagang pengumpul, pedagang kabupaten, dan eksportir. Keuntungan yang didapat oleh pedagang pengumpul desa sebesar Rp 137,50,00, pada pedagang pengumpul kecamatan mengeluarkan biaya sebesar Rp 165,00 dengan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 335,00. Sedangkan pedagang besar kabupaten mengeluarkan biaya sebesar 388,75 dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 861,00. Eksportir mengeluarkan biaya sebesar Rp 2196,50/kg dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1553,5/kg. Nilai total rasio keuntungan dan biaya pada saluran Ib adalah 0,93, yang tersebar cukup
merata antara pedagang pengumpul desa, pedagang besar
kabupaten, dan pedagang eksportir. Pedagang pengumpul desa nilainya rasionya sebesar 2,08 sementara pedagang besar kabupaten hanya 1,07. Pedagang pengumpul desa mengeluarkan biaya sebesar Rp 162,50 dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 338,00. Sedangkan pedagang besar kabupaten mengeluarkan biaya sebesar Rp 483,75 dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 516,25. Eksportir mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.196,59/kg dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.803,5/kg. Saluran IIa yang melibatkan pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksportir mendapatkan nilai total ratio keuntungan dan biaya sebesar 0,81 yang tersebar tidak merata diantara pedagang tersebut. Pedagang pengumpul kecamatan mengeluarkan biaya sebesar Rp 230,00 dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 270,00. Pedagang kabupaten mendapatkan keuntungan sebesar Rp 770,00 dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 480,00. Eksportir mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.196,59/kg dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.803,5/kg.
80
Saluran III mendapatkan nilai total rasio keuntungan dan biaya sebesar 0,82. Pedagang kabupaten mengeluarkan biaya sebesar Rp 545,00 dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 955,00. Eksportir mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.196,59/kg dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.803,5/kg. Sedangkan saluran yang menjual kayu manis ke pabrik sirup kayu manis mendapatkan nilai total ratio keuntungan dan biaya sebesar 17,48. Pedagang pengumpul kecamatan mengeluarkan biaya sebesar Rp 230,00 dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4.020,00. Jika dibandingkan kedua kelompok saluran ini tentu saja saluran yang dinilai lebih efisien adalah saluran yang menjual ke pabrik sirup kayu manis. 6.5.4. Efisiensi Tataniaga Sistem tataniaga yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga tataniaga memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Berikut ini nilai efisiensi tataniaga pada masing-masing saluran tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci :
Tabel 17 . Nilai Efisiensi Tataniaga Kayu Manis di Kabupaten Kerinci Saluran Tataniaga
Harga (Rp/Kg)
Total Biaya (Rp/Kg)
Margin (%)
Farmer’s Share (%)
Keuntungan/Biaya
Ia
11.000
2.862,75
50,00
50,00
1,01
265
Ib
11.000
3.742,75
50,00
50,00
0,93
5.600
Iia
11.000
3.706,50
48,00
52,00
0,81
21.850
Iib
10.000
1.030,00
42,50
57,50
17,48
600
III
11.000
3.641,50
45,00
55,00
0,82
72.000
Volume (kg)
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan tabel diketahui bahwa saluran pemasaran kayu manis di Kabupaten Kerinci yang paling efisien dapat ditinjau dari beberapa poin analisis diantaranya margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Pada kelima saluran tersebut dapat dilihat bahwa tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci belum berjalan dengan efisien, hal ini dapat dilihat dari nilai farmer’s share yang rendah.
81
Pada saluran tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci didapatkan bahwa semua saluran yang tujuan akhirnya adalah pasar luar negeri tidak efisien, dilihat dari berbagai indikator yang digunakan. Saluran IV merupakan saluran yang memiliki margin terkecil dan farmer’s share yang tinggi, namun dilihat dari rasio keuntungan dan biaya, maka nilai rasio keuntungan terhadap biayanya yang kecil dari satu mengindikasikan bahwa slauran ini tidak efisien. Dilihat dari rasio keuntungan dan biaya, saluran I sudah dapat dikatakan efisien, namun nilai margin yang lebih besar dari farmer’s share mengindikasikan bahwa saluran ini tidak efisien. Saluran IIIb yang menjual kayu manis dengan tujuan akhir pabrik kayu dapat dikatakan lebih efisien dari saluran yang menjual ke pasar luar negeri. dilihat dari nilai ratio keuntungan dan biaya yang mencapai 17,48 dan nilai farmer’s share yang lebih tinggi dari saluran lain dimana nilai marginnya sebesar 42,5 persen dan farmer’s share sebesar 57,5 persen. Namun, tingginya nilai ratio keuntungan dan biaya tidak diikuti oleh pemerataan keuntungan dianatara lembaga yang terlibat. Dari analisis tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci didapatkan bahwa saluran yang berakhir di pasar luar negeri tidak efisien. Saluran yang berakhir di pabrik kayu manis dapat dikatakan efisien, namun saluran ini belum bisa menjadi alternatif untuk petani menjual kayu manis dengan harga yang lebih tinggi karena volumenya masih sedikit. Oleh karena itu solusinya, petani dapat mengkombinasikan penjualannya, tidak hanya menjual ke eksportir tapi juga sebagian ke pabrik kayu manis. Selain itu dibutuhkan sebuah regulasi untuk menjaga harga kayu manis tetap stabil atau regulasi untuk meningkatkan harga kayu manis melihat rendahnya share yang diterima petani.
6.5.5. Analisis Integrasi Pasar Kayu Manis Integrasi atau keterpaduan pasar berguna untuk melihat keeratan hubungan pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan (yang mempengaruhinya), yang dilihat berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau lebih. Model yang digunakan untuk menganalisis aspek keterpaduan pasar dalam tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci adalah model yang dikembangkan
82
oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Model didasarkan pada hubungan hubungan bedakala (lag) bersebaran autoregresive antara harga di tingkat petani dengan harga di pasar acuan yaitu harga tingkat eksportir. Data yang digunakan untuk analisis integrasi
adalah data time series
bulanan tahun 2009-2011 (Lampiran 11). Data harga di tingkat petani didapatkan dari Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, sementara harga di tingkat eksportir didapatkan dari AECI (Asosiasi Eksportir Cassiavera Indonesia) di Padang. Pengolahan data dianalisis dengan menggunakan model Indeks of Market Connection (IMC) melalui pendekatan model Autoregressive Distributed Lag yang diduga dengan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square, OLS). Hasil olahan data keterpaduan pasar di tingkat petani kayu manis dengan tingkat eksportir (dalam penelitian ini digunakan eksportir di Padang
dapat
dilihat pada Tabel 18 .
Tabel 18.
Hasil Olahan Data Keterpaduan Pasar Petani dengan Pasar Eksportir Kayu Manis di Padang (2009-2011)
Variabel Bebas Bedakala harga di tingkat petani ( Pt) Selisih harga di tingkat eksportir ( Pjt-Pjt-1) Bedakala harga di tingkat eksportir ( Pjt) F-hitung Koefisien determinasi (R2) R2-adjusted IMC DW thitung jangka pendek ttabel jangka pendek thitung jangka panjang ttabel jangka panjang
Parameter Dugaan 0,715 - 0,071 0,0434 40,16 79,5 % 77,6% 16,5 2,013 5,36 1,645 10,408 1,645
P-value (significance) 0,000 0,497 0,161 0,000
Sumber : Data Sekunder 2012 (diolah)
Uji statisistik terhadap kesesuaian model diperoleh nilai F-hitung sangat nyata pada taraf kepercayaan 95 persen (α = 5 persen) yang mengindikasikan bahwa model cukup baik karena variabel bebas dapat menjelaskan keragaman variabel terikat. Keragaman harga kayu manis di tingkat petani (Pt) dapat
83
dijelaskan oleh keragaman variabel bebas yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi sebesar 79,5 persen dan sisanya sebanayak 20,5 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
R2-adjusted sebesar 77,6 persen. Pengujian
autokorelasi hasil uji Durbin-Watson menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat autokorelasi
(error
yang
berpola)
pada
pengujian
tingkat
pertama.
Uji
multikolinearitas yang dilakukan terhadap model diduga dengan melihat Varian Inflation Factor (VIF). Hasil VIF menunjukkan bahwa semua variabel yang memiliki nilai VIF < 10, menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas antar masingmasing variabel bebas.
Hasil estimasi parameter koefisien b1 adalah sebesar 0,715, dengan nilai PValuenya adalah 0,000 (Lampiran 10). Model akan signifikan jika nilai P-Value lebih kecil dari nilai taraf nyata. Taraf nyata yang digunakan adalah 5 persen. Jadi, dapat dilihat bahwa berapapun harga yang terjadi di tingkat petani pada bulan lalu berpengaruh nyata pada penentuan harga bulan berikutnya, dimana peningkatan perubahan harga pada bulan lalu sebesar 100 persen, cateris paribus, akan meningkatkan harga pada bulan berikutnya sebesar 71,5% pada taraf kepercayaan 5 persen. Sedangkan nilai koefisisen b3 adalah - 0,071 dengan P-Value 0,161 (Lampiran 10) yang menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 5% jika terjadi peningkatan perubahan harga di pasar acuan (tingkat eksportir) tidak berpengaruh nyata pada peningkatan harga di tingkat petani. Keseimbangan jangka panjang sempurna ditunjukkan oleh nilai b2 = 1. Semakin dekat nilai parameter dugaan b2 dengan satu, maka keterpaduan jangka panjang akan semakin baik. Nilai b2 = 1 juga dapat diartikan bahwa pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna, sedangkan apabila nilai b2 kurang dari satu menunjukkan pasar dalam kondisi tidak bersaing sempurna. Namun, apabila nilai b2 lebih besar dari satu maka perubahan harga pada pasar eksportir akan sangat berpengaruh terhadap pembentukkan harga di tingkat petani. Parameter dugaan untuk nilai koefisien b3 sebesar - 0,0707 dengan P-Value 0,497 (Lampiran 10). Hal ini berarti, perubahan harga minggu lalu di tingkat eksportir tidak akan berpengaruh di tingkat petani. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jarak antara eksportir
dengan petani tidak memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya
perubahan harga minggu lalu di tingkat eksportir terhadap minggu ini di tingkat petani. 84
Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji-t pada masing-masing variabel independen untuk menguji faktor yang dapat menjelaskan atau faktor yang berpengaruh nyata terhadap harga kayu manis di tingkat petani. Hanya satu variabel yang signifikan pada taraf nyata pengujian α = 5 persen yaitu variabel Pjt atau bedakala harga di tingkat eksportir. Variabel lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap harga kayu manis di tingkat petani. Berdasarkan hipotesis uji-t, maka dapat diukur tingkat keterpaduan jangka pendek dan jangka panjang. Hipotesis uji-t untuk koefisien b1 memiliki t-hitung lebih besar dari t-tabel, sehingga H0 diterima pada taraf nyata sebesar 5 persen, Artinya tidak terdapat keterpaduan jangka pendek antar perubahan harga di pasar acuan. Indikator keterpaduan jangka pendek dapat dilihat dari nilai IMC. Keterpaduan pasar jangka pendek akan terjadi jika nilai IMC lebih kecil dari satu. Berdasarkan hasil analisis keterpaduan pasar pada tabel 18, diketahui nilai IMC sebesar 16,5, hal ini berarti bahwa tidak terjadi keterpaduan pasar jangka pendek. Pasar dalam kondisi persaingan tidak sempurna dan sistem pemasaran tidak efisien. Ini juga berarti bahwa dalam praktek penentuan harga kayu manis, perubahan harga di tingkat eksportir hanya sedikit yang diteruskan ke petani. Berdasarkan hasil uji-t untuk melihat keterpaduan jangka panjang dengan melihat indikator dari variabel b2 menunjukkan bahwa H0 ditolak karena nilai thitung lebih besar dari t-tabel pada taraf kepercayaan lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa harga di tingkat petani tidak terpadu dengan harga di tingkat eksportir dalam jangka panjang. Selain itu, indikator tidak adanya keterpaduan jangka panjang dapat dilihat dari nilai koefisien b2 yang lebih kecil dari satu. Keterpaduan jangka panjang akan terjadi apabila nilai koefisien b2 lebih besar dari satu.
85
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1.
Sistem tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksportir, serta pabrik sirup kayu manis. Pada sistem tataniaga ini
terdapat empat saluran utama yang
dikelompokkan berdasarkan tujuan akhir pemasaran kayu manis yaitu penjualan ke pasar luar negeri dan penjualan kepada pabrik kayu manis di Kecamatan Siulak, Kerinci. 2.
Sebagian besar lembaga tataniaga yang terlibat melakukan ketiga fungsi utama tataniaga, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi fisik yang dilakukan lembaga yang terlibat adalah pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan, sedangkan fungsi fasilitas yang dilakukan adalah fungsi sortasi dan grading, modal, penanggungan risiko dan fungsi informasi
3.
Struktur pasar yang dihadapi oleh setiap lembaga tataniaga berbeda. Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung mengarah ke pasar persaingan sempurna. Sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer adalah mengarah ke pasar oligopoli. Sehingga secara keseluruhan pasar yang kayu manis di kabupaten Kerinci adalah pasar persaingan tidak sempurna. Perilaku pasar pada masing – masing lembaga juga berbeda. Praktek penjualan kadang terjadi di tempat penjual namun ada juga di tempat pembeli. Sistem pembayaran yang digunakan adalah
sistem pembayaran tunai dan
pembayaran sebagian. 4.
Hasil analisis efeisiensi tataniaga menggunakan analisis margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya menunjukkan bahwa saluran yang berakhir ke pasar luar negeri tidak efisien. Saluran IIb merupakan saluran yang paling efisien karena rantainya paling pendek, margin pemasaran yang kecil dan farmer’s share yang lebih besar dari saluran lain, serta rasio keuntungan terhadap biayanya yang tinggi. 86
5.
Berdasarkan hasil analisis keterpaduan pasar melalui pendekatan analisis harga di tingkat petani yang berperan sebagai pasar lokal selaku pengikut harga dan tingkat eksportir yang berperan sebagai pasar acuan selaku penentu harga, dapat diketahui bahwa pasar di tingkat petani kayu manis di Kabupaten Kerinci dengan pasar eksportir (eksportir Padang) tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Artinya perubahan harga di tingkat eksportir sebagai pasar acuan tidak sampai kepada pasar di tingkat petani. Hal ini menunjukkan sistem tataniaga kayu manis di lokasi penelitian belum efisien.
7.2 Saran 1.
Petani hendaknya bergabung dan memanfaatkan peran dari kelompok tani dan koperasi secara maksimal. Memaksimalkan fungsi kelompok dapat mempermudah
informasi
dalam
mengakses
pasar
serta
mampu
meningkatkan posisi tawar petani, sehingga akan tercipta sebuah sistem tataniaga yang lebih efisien dan pasar yang terintegrasi. 2.
Tidak efisiennya tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci disebabkan oleh belum adanya nilai tambah terhadap produk yang dijual. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Kerinci sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator mendorong berkembangnya industri pengolahan kayu manis domestik, seperti pabrik sirup kayu manis dan penyulingan minyak atsiri dari kayu manis dan mencari pasar untuk pemasaran produk industri tersebut, baik pasar domestik maupun luar negeri melalui kerja sama dengan Asosiasi Eksportir Cassiavera Indonesia dan Dewan Rempah Indonesia. Sehingga nantinya dapat menampung kayu manis dan diharapkan nantinya dapat mengurangi kebergantungan petani kepada eksportir.
3.
Saluran IIb merupakan saluran yang lebih efisien, namun belum bisa dijadikan alternatif saluran. Petani dapat mengkombinasikan penjualan dengan tidak hanya menjual ke eksportir tapi juga menjual ke pabrik sirup kayu manis untuk memaksimalkan keuntungan.
87
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, John C.1987. Agricultural Marketing Enterprises For the Developing World. Cambridge University Press. Melbourne. Australia. Afrizal, Roni. 2009. Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat.[tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Afwandi. 1992. Analisis Efisiensi Tataniaga Kulit Kayu Manis Kasia di Kabupaten Kerinci, Jambi. [skripsi]. Bogor :Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2009. Efisiensi Pemasaran Jambu Mete di Kabupaten Lombok Barat. WACANA volume 12 nomor 1. Azzaino, Z. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor . Dahl, D.C. and J.W.Hammond. 1977. Marketing and Price Analysis: The Agriculture Industries. New York : Mc Grow-Hill Company. Dinas Perkebunan dan Kehutanan. 2011. Data Perkembangan Produksi Kayu Manis di Kabupaten Kerinci. Kerinci : Dinas Perkebunan dan Kehutanan. FAOSTAT. 2011. Statistics of Food and agriculture Organization of The United nation, External Trade; http//www. Faostat.fao.org. Hanafiah, AM dan Saefudin. 2006. Tataniaga Hasil Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia (UI) Press. Harsoyo, Y. 2003. Analisis Efisiensi Produksi dan pemasaran Komoditi Salak Pondoh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hasian, DE. 2008. Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasniah. 2005. Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditi Pepaya Sayur [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Heytens, P.J. 1986. Testing market integration. Food Research institute Studies, 20(1) : 33-49.
88
Jaya, A. Et al. 2009. Dampak Pengembangan Komoditas Kayu Manis Rakyat Terhadap Perekonomian Wilayah: Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Laporan hail penelitian forum pasca sarjana Kohls, R. L. And J. N. Uhl. 1990. Marketing of Agricultural Products. Ninth Edition. New York: Macmillan Publishing Company. Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran jilid I dan II. Edisi milenium. Prenhalindo. Jakarta. Limbong, W. H dan Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Purcell, W.D. 1979. Agricultural Marketing: System, Coordination, Cash, and Future Price. A Prentice Hall Company, Virginia. Rachma, M. 2008. Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Besar (studi kasus di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Rachmawati, S. 2003. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration. American Jurnal Egricultural economics vol 68,no. 1. Rismunandar. 1995. Kayu Manis, Penerbit penebar swadaya, Jakarta. Rismunandar, Paimin, F.B., (2001), Kayu Manis budidaya dan pengolahan Edisi Revisi, Penerbit penebar swadaya, Jakarta. Roy, Hely. J et al. 2009. Cinnamon and type 2 diabetes. Pennington Nutrition series, Number 3. Pennington Biomedical Research Center. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta Syukur, C dan Hermani., (2001), Budidaya Tanaman Obat Komersial. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
89
Towaha, J dan G. Indriati. 2008. Multifungsi Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum). Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Volume 14 Nomor 2. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci. 2008. Kabupaten Kerinci dalam Angka. Kerinci: BPS Kabupaten Kerinci. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci. 2011. Kabupaten Kerinci dalam Angka. Kerinci: BPS Kabupaten Kerinci.
90
LAMPIRAN
91
Lampiran 1. Produksi Manis di Kabupaten Kerinci Tahun 2011 LUAS TANAM (Ha) Kecamatan
Gunung Raya Batang Merangin Danau Kerinci Keliling Danau
Komposisi tanaman ( Ha) TB TTM/T M TM R Total 1122 6056 5142 26 4 1027 1072 433 1 21 5
Produksi (Ton)
Produktivitas (Kg/Ha)
Jumlah petani
15018
2921
2216
27225
2651
2402
817
375
3
1195
764
2037
327
2635
1966
22
4623
3209
1632
927
Siulak
496
917
2
1415
617
673
983
Depati VII
261
37
2
300
23
622
265
32
38
2
72
26
684
156
Air Hangat Air Hangat timur Gunung Kerinci
1246
126
3
1375
75
595
1044
761
271
2
1034
646
2384
737
783
2003
15
2801
1726
862
1624
Kayu Aro Gunung Tujuh
2033
1772
42
3847
2969
1676
1128
1076 1662 9
1079 2399 7
206
2361 4097 2
1248
1157
1021
53546
17894
12830
Sitinjau Laut
TOTAL
346
92
Lampiran 2. Perkembangan Harga Perdagangan Cassiavera di Kabupaten Kerinci HARGA/ TAHUN (Rp/Kg) BULAN
2009
2010
KA
KB
KC
KA
KB
Januari
4000
3000
2000
4000
3500
Februari
4000
3000
2000
4000
Maret
4000
2950
2000
April
4000
2950
Mei
4125
Juni
2011 KC
KA
KB
KC
2500
5500
4500
3000
3500
2500
5500
3500
3000
5125
3375
2833
6000
4500
3000
2000
6000
4500
3000
5500
4000
2500
3500
2125
6000
4000
3000
5500
4000
3000
4000
3375
2125
6000
4000
3000
5500
4000
3000
Juli
4000
3500
2000
4791,5
3791,75
2833,25
5500
4000
3000
Agustus
4000
3500
2500
4833
3667
2833
5000
4200
2800
September
4000
3500
2500
4750
3583,5
2833
5500
4000
3000
Oktober
4000
3500
2500
5000
4000
3000
5600
4000
3000
November
4000
3500
2500
5000
4250
3000
6000
4250
3000
Desember
4000
3500
2500
5500
4250
3000
6000
4000
2500
93
Lampiran 3. Biaya Tataniaga Pada Setiap Lembaga dan Saluran Tataniaga Jumlah Biaya Rata - Rata (Rp/kg) pada setiap saluran tataniaga Jenis Biaya Pada Setiap Lembaga Tataniaga
Ia
Ib
IIa
IIb
III
Petani Biaya Panen Biaya Pengemasan Biaya angkut Biaya Sortasi
-
Biaya Bongkar Muat
-
Jumlah Biaya Tataniaga
900
800
800
100
100
50
50
50
50
900
Pedagang Pengumpul Desa Biaya Transportasi
50
50
Biaya Tenaga Kerja
-
50
Biaya Penyusutan
-
-
Biaya Komunikasi
-
Biaya Bongkar Muat
-
-
Biaya Restribusi
-
-
Biaya Listrik
-
-
Biaya Pengemasan
62,5
62,5
Jumlah Biaya PPD
112,5
162,5
Pedagang Pengumpul Kecamatan Biaya Transportasi
50
Biaya Tenaga Kerja Biaya Penyusutan Biaya Pengemasan Biaya Sewa Kios
40 -
94
Biaya Bongkar Muat
75
30
30
Biaya Restribusi
-
Biaya Listrik
-
-
-
165
230
230
Biaya Komunikasi Jumlah Biaya PPK Pedagang Besar Kabupaten Biaya Tenaga Kerja
62,5
62,5
100
50
Biaya Penyusutan Biaya Pengemasan Biaya Sewa Kios Biaya Bongkar Muat
81,25
81,25
100
70
-
-
-
-
45
40
30
75
Biaya Restribusi
-
Biaya Transportasi
200
300
250
350
Jumlah Biaya PBK
388,75
483,75
480
545
500
500
500
500
209,59
209,59
209,59
209,59
Pengemasan
120
120
120
120
Ekspedisi
741
741
741
741
426,25
426,25
426,25
426,25
51,9
51,9
51,9
51,9
142,76
142,76
142,76
142,76
5
5
5
5
Jumlah Biaya Eksportir
2196,5
2196,5
2196,5
0
2196,5
Total Biaya Tataniaga
2.862,75
3.742,75
3.706,50
1.030,00
3.641,50
Eksportir Grading dan sortasi Penyusutan
Biaya Terminal Handling Cost Biaya pengiriman dokumen Biaya asuransi Biaya AECI
95
Lampiran 4. Analisis Margin Tataniaga Kayu Manis pada Bulan Februari 2012 di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi Saluran 1 Keterangan
Rp/kg
Saluran 2 %
Rp/kg
Saluran 3a %
Rp/kg
Saluran 3b %
Rp/kg
Saluran 4 %
Rp/kg
%
PETANI Biaya Pemasaran Harga Jual
900,00
8,00
800,00
7,00
800,00
8,00
900,00
8,00
5.750,00
52,00
5.750,00
58,00
6.000,00
55,00
5.500,00
50,00
5.500,00
50,00
5.500,00
50,00
5.500,00
50,00
Biaya Pemasaran
112,50
1,02
162,50
1,48
Keuntungan
137,50
1,25
337,50
3,07
Margin
250,00
2,27
500,00
4,55
5.750,00
52,27
6.000,00
54,55
5.750,00
52,27
5.750,00
52,00
5.750,00
58,00
Biaya Pemasaran
165,00
1,50
230,00
2,00
230,00
2,00
Keuntungan
335,00
3,05
270,00
2,00
4.020,00
40,00
Margin
500,00
4,55
500,00
5,00
4.250,00
43,00
6.250,00
56,82
6.250,00
57,00
10.000,00
100,00
6.250,00
56,82
6.000,00
54,55
6.250,00
57,00
6.000,00
55,00
Biaya Pemasaran
388,75
3,53
483,75
12,92
480,00
4,00
545,00
5,00
Keuntungan
611,25
5,56
516,25
19,43
770,00
7,00
955,00
9,00
Margin
1.000,00
9,09
1.000,00
18,18
1.250,00
11,00
1.500,00
14,00
Harga Jual
7.250,00
65,91
7.000,00
63,64
7.500,00
68,00
7.500,00
68,00
PPD Harga Beli
Harga Jual PPK Harga Beli
Harga Jual PBK Harga Beli
EKSPORTIR Harga Beli
7.250,00
65,91
7.000,00
63,64
7.500,00
68,00
7.500,00
68,00
Biaya Pemasaran
2196,50
19,97
2.196,50
19,97
2.196,50
20,00
2.196,50
20,00
Keuntungan
1.554,00
14,13
1.803,50
16,40
1.304,00
12,00
1.303,50
12,00
Margin
3.750,00
34,09
4.000,00
36,36
3.500,00
32,00
3.500,00
32,00
11.000,00
100,00
11.000,00
100,00
11.000,00
100,00
11.000,00
100,00
Total Biaya
2.862,75
26,03
3.742,75
34,03
3.706,50
34,00
1.030,00
10,00
3.641,50
33,00
Total Keuntungan
2.637,75
23,98
2.657,00
24,15
2.344,00
21,00
4.020,00
40,00
2.259,00
21,00
Total Margin
5.500,00
50,00
5.500,00
50,00
5.250,00
48,00
4.250,00
42,50
5.000,00
45,00
Harga Jual
2
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Negara Tujuan Tahun 2011
279.250
411.451,25
Harga Rata-Rata (US $) 1,47
18.186.701
22.538.934,70
1,24
52.000
41.680,00
0,80
9.000
18.900,00
2,10
3.192.000
3.676.301,64
1,15
Belgia
254.200
335.448,50
1,32
7
Brazil
474.900
628.335,51
1,32
8
Bulgaria
25.000
2.275,00
0,09
9
Canada
254.000
265.442,20
1,05
10.500
8.981,25
0,86
No
Negara Tujuan
1
Algeria
2
Amerika Serikat
3
Arab
4
Australia
5
Belanda
6
Volume ( Kg)
Nilai (US $)
10
Colombia
11
Costa Ricca
24.000
30.660,00
1,28
12
China
288.000
395.086,47
1,37
13
Estonia
44.685
60.760,05
1,36
14
Filandia
50.000
47.225,80
0,94
15
France
186.088
359.799,68
1,93
16
Greece
190.550
282.061,48
1,48
17
India
621.232
965.802,11
1,55
18
Inggris
8.000
14.840,00
1,86
19
Italia
9.050
17.472,00
1,93
20
Jepang
2.600
5.697,12
2,19
21
Jerman
286.000
385.896,60
1,35
22
Libanon
19.000
33.425,00
1,76
23
Malaysia
117.825
165.166,52
1,40
24
Maroco
149.990
158.040,00
1,05
25
Mexico
188.000
217.678,75
1,16
26
Norwey
27.000
40.550,00
1,50
27
Polandia
149.000
167.379,98
1,12
28
Port Louis
22.500
37.850,00
1,68
29
Portugal
71.975
169.266,80
2,35
30
Panama
25.000
26.175,00
1,05
31
Rep. Dominika
120.500
135.931,00
1,13
32
Rusia
80.000
85.892,50
1,07
33
Singapura
129.020
191.613,10
1,49
34
Spanyol
209.000
246.225,00
1,18
35
Swedia
239.870
339.346,33
1,41
36
Thailand
393.454
593.768,93
1,51
37
Tunisia
20.000
32.400,00
1,62
38
Turky
26.000
33.625,00
1,29
39
Ukraine
35.000
37.750,00
1,08
40
Uruguai
10.000
21.034,10
2,10
41
Venezuela
344.000
415.641,50
1,21
42
Vietnam
702.000
793.012,21
1,13
27.526.890
34.434.823,08
Jumlah
2
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Per Jenis Mutu Tahun 2011 No 1
Jenis Mutu AA CUT
Volume (Kg) 862.066,65
Nilai (US $) 1.779.156,74
Harga Rata-Rata (US $) 2,06
1.108.152,00
1.771.656,80
1,60
2
A CUT
3
A BROKEN
12.731.546,65
15.293.371,39
1,20
4
B BROKEN
8.322.430,00
9.686.127,60
1,16
5
C BROKEN
1.309.550,00
1.528.517,06
1,17
6
A STICKS
2.132.485,00
2.616.614,17
1,23
7
AA CUT &WSD
31.484,00
69.116,25
2,20
8
AA CUT WSD
81.978,00
174.331,98
2,13
9
AA STICKS
490.038,00
950.539,02
1,94
10
A CUT WSD
18.000,00
66.515,60
3,70
11
AA CUTTING
19.000,00
27.230,00
1,43
12
A CUTTING
30.000,00
34.890,00
1,16
13
GROUND CASSIA
222.578,00
244.178,77
1,10
14
B STICKS
125.232,00
153.062,38
1,22
15
POWDER
31.000,00
36.990,32
1,19
16
DUST
11.350,00
2.525,00
0,22
27.526.890,30
34.434.823,08
Jumlah
3
Lampiran 7.
No 1
Rekapitulasi Data Realisasi Ekspor Cassia Sumbar Perusahaan Tahun 2011
Nama Perusahaan PT N.S.I
Per
Volume (Kg) 8.518.577,65
Nilai (US $) 10.199.466,50
Harga Rata-Rata (US $) 1,20
2
PT S.T.S
5.231.909,65
7.467.728,93
1,43
3
CV ANM
4.102.500,00
5.084.722,44
1,24
4
PT P.K
3.300.015,00
3.538.458,75
1,07
5
CV. R.S
3.288.104,00
4.611.804,12
1,40
6
PT TA
2.484.227,00
2.661.498,13
1,07
7
CV. R &Co
601.557,00
871.144,21
1,45
27.526.890,30
34.434.823,08
Jumlah
4
Lampiran 8. Daftar Perusahaan Eksportir Sumbar Tahun 2012
No
Nama Perusahaan
Alamat
Kontak
1
PT NATRACO SPICES INDONESIA
Jln. DIPONEGORO No.5 Padang
Phone : 0751 31878 ; fax : 0751 34288-36455; email :
[email protected]
2
CV REMPAH SARI
Jln. Pulau Air No. 30. Padang-Sumbar
phone : 0751 25761 - 22854; fax: 0751 28453 ; email : rempah2indosat.net.id
3
PT TROPICAL ANDALAS
Jln. Raya Indarung-Ulut Gadut Padang-Sumbar
phone : 0751 73967 - 71272 71273 ; fax : 0751 71271 ; email :
[email protected]
4
PT. PASURA KOERINCI
Jln. Tepi Pasang No. 26 Padang-Sumbar
phone : 0751 35211- 39999 ; email :
[email protected]
5
PT SUMATRA TROPICAL SPICES
Jln. Raya Padang Bukittinggi Km 24
Phone : 0751 482500; fax : 0751 482700 ; email :
[email protected]
6
CV ANOM
Jln. By Pass Km. 9 padangSumbar
Phone : 0751 61914-62888 ; fax : 0751 61215 ; email :
[email protected]
7
CV RASDI & Co
Jln. Adinogoro No. 38 Simpang Lalang. Padang Sumbar
phone : 0751 4855134 ; fax : 0751 481492 ; email :
[email protected]
5
Lampiran 9. Input Data Minitab 14.0 Periode t
Pt
Pt-1
1
3000
2
3000
3 4
Pjt
Pjt-1
6316,958
Pjt - (Pjt-1) 6316,958
3000
6109,724
6316,958
-207,235
2983,333
3000
5931,712
6109,724
-178,012
2983,333
2983,333
5765,482
5931,712
-166,231
5
3250
2983,333
6042,475
5765,482
276,9938
6
3166,667
3250
6746,946
6042,475
704,4705
7
3166,667
3166,667
6700,978
6746,946
-45,9683
8
3333,333
3166,667
6622,049
6700,978
-78,9281
9
3333,333
3333,333
6232,293
6622,049
-389,757
10
3333,333
3333,333
6222,999
6232,293
-9,29373
11
3333,333
3333,333
6486,9
6222,999
263,9014
12
3333,333
3333,333
6619,166
6486,9
132,2661
13
3333,333
3333,333
6728,996
6619,166
109,8292
14
3333,333
3333,333
7246,839
6728,996
517,8429
15
3777,667
3333,333
7395,249
7246,839
148,4107
16
4500
3777,667
7564,554
7395,249
169,3052
17
4333,333
4500
7484,198
7564,554
-80,3559
18
4333,333
4333,333
7765,467
7484,198
281,2684
19
3805,5
4333,333
7791,838
7765,467
26,3715
20
3777,667
3805,5
8605,344
7791,838
813,5056
21
3722,167
3777,667
9389,195
8605,344
783,851
22
4000
3722,167
9686,675
9389,195
297,4799
23
4083,333
4000
9348,191
9686,675
-338,484
24
4250
4083,333
9530,683
9348,191
182,4916
25
4333,333
4250
10492,18
9530,683
961,4925
26
4000
4333,333
11381,27
10492,18
889,0983
27
4500
4000
11299,7
11381,27
-81,5721
28
4000
4500
12217,18
11299,7
917,4799
29
4166,667
4000
11965,5
12217,18
-251,683
30
4166,667
4166,667
11139,8
11965,5
-825,694
31
4166,667
4166,667
11448,99
11139,8
309,182
32
4000
4166,667
11512,1
11448,99
63,10953
33
4166,667
4000
11411,28
11512,1
-100,811
34
4200
4166,667
11294,74
11411,28
-116,54
35
4416,667
4200
11084,38
11294,74
-210,367
36
4166,667
4416,667
11092,67
11084,38
8,290871
6
Lampiran 10. Input Data Minitab 14.0 Regression Analysis: pt versus pt-1; Pjt - (Pjt-1); Pjt-1 The regression equation is pt = 743 + 0,715 pt-1 - 0,071 Pjt - (Pjt-1) + 0,0434 Pjt-1
35 cases used, 1 cases contain missing values
Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 742,9 331,8 2,24 0,032 pt-1 0,7151 0,1334 5,36 0,000 2,8 Pjt - (Pjt-1) -0,0707 0,1029 -0,69 0,497 1,1 Pjt-1 0,04336 0,03019 1,44 0,161 2,8
S = 231,206 R-Sq = 79,5% R-Sq(adj) = 77,6% PRESS = 2094523 R-Sq(pred) = 74,13%
Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 3 6439815 2146605 40,16 0,000 Residual Error 31 1657147 53456 Total 34 8096962
No replicates. Cannot do pure error test.
Source DF Seq SS pt-1 1 6254968 Pjt - (Pjt-1) 1 74601 Pjt-1 1 110247
Unusual Observations Obs pt-1 pt Fit SE Fit Residual St Resid 16 3778 4500,0 3753,0 53,3 747,0 3,32R 17 4500 4333,3 4294,6 138,8 38,8 0,21 X R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2,02168
7
Lampiran 11. Dokumentasi
Kayu manis kualitas KA
Kayu manis kualitas KTP
Kayu manis kualitas KB
Kayu manis kualitas KC
Kayu manis bentuk stick
Sirup kayu manis
8
Penjemuran kayu manis
Grading dan sortasi
Pengemasan kayu manis
Kayu manis setelah dikemas
Kemasan siap dikirim ke luar negeri
Proses muat kayu manis saat dikirim
9