ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
oleh BENNI ADMAN A14303006
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN BENNI ADMAN, 2008. Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Di Bawah Bimbingan ADI HADIANTO. Disparitas pembangunan wilayah dan pendapatan merupakan fenomena dampak pembangunan yang kurang tearah dan umumnya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan ini menimbulkan dikotomi di dalam perencanaan tata-ruang yaitu antara wilayah perkotaan yang penuh dengan moderenisasi dengan wilayah perdesaan yang cenderung masih terbelakang, tingkat urbanisasi yang cukup tinggi, serta tidak adanya keterkaitan pembangunan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi juga dapat dikatakan sebagai indikator pembangunan. Adanya kebijakan otonami daerah memberikan keleluasaan pelaksanaan desentralisasi yaitu adanya pemberian kewenangan yang seluasluasnya kepada daerah, seperti kota dan kabupaten untuk mengurus dirinya sendiri yang bertumpu pada kemampuan daerah itu sendiri yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Pemerintah Kabupaten Kerinci dengan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran dan Penggabungan Daerah ditambah dengan Keputusan Bupati Kabupaten Kerinci No 471 Tahun 2006 tentang Pemekaran Kecamatan melakukan pemekaran 6 kecamatan menjadi 17 kecamatan. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar. Pemilihan pusat pemerintahan haruslah mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah serta kemampuan wilayah tersebut terhadap wilayah disekitarnya. Pemilihan pusat pemerintahan yang optimal diharapkan mampu memberikan pelayanan administrasi, sosial, politik, serta ekonomi sehingga pembangunan wilayah dapat terlaksana dan terjadi pemerataan. Terkait hal tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan; (2) Menganalisis kecamatan yang paling optimal sebagai pusat pemerintahan berdasarkan perhitungan P-Median; (3) menganalisis kesesuaian lokasi pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan PMedian dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram. PMedian dengan menggunakan program komputer Java Applets P-Median Problem dan metode skalogram. Analisis P-Median digunakan untuk menganalisis lokasi optimal untuk pusat pemerintahan. Sedangkan metode skalogram digunakan untuk menganalisis hirarki pusat-pusat pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan. Berdasarkan kepentingan Pemerintah Daerah, pemilihan Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan dikarenakan letak geografisnya, Kota Sungai Penuh terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Kerinci dan pada jalur penghubung untuk kesegala arah (dilalui jalan kolektir primer yaitu jalan provinsi
yang menghubungkan Kabupaten Kerinci ke Kabupaten Bangko, Kabupaten Kerinci ke Provinsi Padang via Muara Labuh dan Tapan, serta Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via Tapan). Faktor lain yang mendasari adalah dari segi historis, Kota Sungai Penuh telah dijadikan pusat pemerintahan sejak zaman penjajahan dan merupakan peninggalan pemerintah kolonial. Berdasarkan analisis P-Median dengan menggunakan tiga bobot, yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah, dan bobot sama, didapat hasil yang sama yaitu pusat pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Dilihat dari posisi Kecamatan ini, maka lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci. Analisis skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Sarana dan prasarana yang relatif lengkap yaitu 15 jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan demikian berdasarkan analisis P-Median maupun skalogram, Kota Sungai Penuh telah layak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci.
ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
Oleh : BENNI ADMAN A14303006
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi Nama : Benni Adman NRP
: A14303006
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Adi Hadianto, SP NIP. 132 311 723
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
LOKASI
OPTIMAL
PUSAT
PEMERINTAHAN
DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI”
BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor,
April 2008
Benni Adman A14303006
YANG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Koto Majidin, Kabupaten Kerinci pada tanggal 12 Desember 1984 dari ayah Bulganin ibu Afniar (almh). Penulis merupakan putra sulung dari tiga bersaudara. Jenjang pendidikan penulis dimulai di pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK Dharma Wanita) selama satu tahun dan diselesaikan pada tahun 1991. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD No.116/III Pondok Agung pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 3 Sungai Penuh dan lulus pada tahun 2000. Pendidikan selanjutnya ditempuh pada SMU Negeri 2 Sungai Penuh dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Forum Rohis Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian periode 2004-2005. Penulis juga menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Kerinci-Bogor periode 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar sarjana pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis factor-faktor penting yang menjadi acuan penetapan lokasi optimal pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci guna mendukung pembangunan wilayah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
April 2008
Benni Adman A14303006
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Segala sesuatu yang enulis sajikan dalam skripsi ini merupakan usaha penulis untuk memperoleh hasil yang terbaik. Akan tetapi semua ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengaturkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan ummi Asmiati yang selalu mendoakan, memberi semangat, nasehat dan dukungan moril, materil serta memberikan yang terbaik bagi penulis, juga atas dorongan adik-adikku, Andri dan Aidi. 2. Adi Hadianto, SP selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, waktu dan arahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Ir. Nindyantoro, MSP dan A. Faroby Falatehan, SP, ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang telah memberi arahan dan petunjuk demi sempurnanya skripsi ini. 4. Hans Moravia, ST selaku staf Bappeda Kabupaten Kerinci yang banyak membantu penulis dalam proses pengumpulan data. 5. Seluruh teman-teman EPS 40 atas dorongan dan kebersamaannya selama menjalani pendidikan di IPB. 6. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Kerinci-Bogor atas kebersamaannya. 7. Sobat-sobatku (Alon, Hafid, Yayan, Hamna, Monsaputra, Vega, Enni) atas dorongan, kebersamaan dan pengalaman selama ini. 8. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini dan belum tercantum dalam halaman ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... i DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5 1.4. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..................................... 5 II. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ........................................ 7 2.1. Kerangka Teori Lokasi ..................................................................... 7 2.1.1. Most Accessible ....................................................................... 7 2.1.2. Teori Tempat Pusat .................................................................. 8 2.1.3. Teori Hakimi ........................................................................... 11 2.1.4. Konsep Spread-Backwash Effect .............................................. 11 2.1.5. Aglomerasi dan Deglomerasi ................................................... 13 2.2. Permasalahan Lokasi di Negera Berkembang ................................... 15 2.3. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep SpreadBackwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem ........... 17 2.4. Fungsi Kabupaten dan Pemerintah Daerah........................................ 18 2.5. Hasil Penelitian Terdahulu................................................................ 21 2.6. Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 22 III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 27 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 27 3.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 27 3.3. Metode Analisis Data ....................................................................... 26 3.3.1. Metode P-Median Algoritma ................................................... 27 3.3.2. Metode Skalogram ................................................................... 33 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................. 35 4.1. Geografis.......................................................................................... 35 4.1.1. Letak Wilayah ......................................................................... 35 4.1.2. Topografi dan Morfologi ......................................................... 35
ii
4.1.3. Jenis dan Tata Guna Tanah ...................................................... 36 4.1.4. Hidrologi ................................................................................. 37 4.2. Kondisi Sosial Budaya...................................................................... 37 4.2.1. Kependudukan ......................................................................... 37 4.2.2. Ketenagakerjaan ...................................................................... 39 4.2.3. Pendidikan ............................................................................... 40 4.2.4. Kesehatan ................................................................................ 41 4.3. Perekonomian Wilayah..................................................................... 41 4.3.1. Perkembangan PDRB / Kapita ................................................. 41 4.3.2. Keuangan Dareah .................................................................... 44 V. RTRW KABUPATEN KERINCI......................................................... 46 5.1. Dasar Pertimbangan, Tujuan, dan Sasaran RTRW Kabupaten........... 46 5.1.1. Dasar Pertimbangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten .............. 46 5.1.2. Tujuan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten .............. 46 5.1.3. Sasaran Perencanaan Tata ruang Wilayah Kabupaten............... 47 5.2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang ................................ 47 5.2.1. Rencana Struktur Ruang .......................................................... 47 5.2.2. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang ........................................... 48 5.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya .................... 49 5.3.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung .................................. 49 5.3.2. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya ............................ 50 5.4. Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan, Pedesaan, dan Kawasan Tertentu ..................................................................... 50 5.4.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan ................................ 50 5.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Pedesaan ................................. 51 5.4.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu .................................. 51 5.5. Rencana Sistem Prasarana ................................................................ 52 5.5.1. Sistem Transportasi ................................................................. 52 5.5.2. Sistem Telekomunikasi ............................................................ 53 5.5.3. Sistem Energi .......................................................................... 53 5.5.4. Sistem Pengelolaan Lingkungan .............................................. 54 5.6. Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis .......................................... 55 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 57 6.1. Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci .. 57 6.1.1. Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci .................................................... 57 6.1.2. Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci Berdasarkan Analisis P-Median .............. 58 6.1.3. Berdasarkan Hasil Analisis Skalogram .................................. 66 6.2. Keterkaitan Antara Keputusan Pemda dan Analisis P-Median dalam Menentukan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan ............................. 73 6.3. Hubungan Antara Hasil Analisis P-Median dengan Metode Skalogram ............................................................... 73 6.4. Keterkaitan Antara Hasil Analisis P-Median dan Metode Skalogram
iii
dengan RTRW Kabupaten Kerinci .................................................... 74 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 76 7.1. Kesimpulan ...................................................................................... 76 7.2. Saran Kebijakan ............................................................................... 77 7.3. Saran Penelitian................................................................................ 77 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79 LAMPIRAN ................................................................................................ 81
iv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Hubungan Teori tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep SpreadBackwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem ............... 18 2. Matriks Skalogram ................................................................................ 33 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Kerinci Tahun 2005-2006 .................................................................................. 38 4. Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabuten Kerinci Tahun 2006 ........................................................................................... 39 5. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ......................................................... 40 6. Rasio Murid Terhadap Guru di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ............ 41 7. Produk Domestik Bruto Harga Berlaku (PDRB HB) 2006 ..................... 42 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ........................................................................................... 43 9. Pembagian Perwilayahan Pengembangan Kabupaten Kerinci ................ 51 10. Hirarki Sarana dan Prasarana Pelayanan di Pusat-Pusat Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ............................................. 67 11. Fasilitas-Fasilitas Pelayanan Utama di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ......................................................................................... 71 12. Jenis Sarana dan Prasarana Berdasarkan Derajat Penyebaran di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ........................................................... 72
v
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pola Unit Pemerintahan di Indonesia ....................................................... 19 2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................ 25 3. Koordinat Nilai Lokasi (Garis Lurus) ...................................................... 32 4. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh Jarak ........................................................................................ 60 5. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh Waktu ...................................................................................... 61 6. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh Jarak ........................................................................................ 62 7. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh Waktu ...................................................................................... 63 8. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Jarak ........................................................................................ 64 9. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Waktu ...................................................................................... 65
vi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman Teks
1. Potensi Pengembangan Kabupaten Kerinci.............................................. 81 2. Hirarki dan Arahan Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Kerinci .................................................................................. 82 3. Jarak Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (km) ................................. 83 4. Waktu Tempuh Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (menit) ............. 84 5. Analisis Skalogram Kabupaten Kerinci 2006 .......................................... 85 6. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 ............................................................................................. 86 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 ............................................................................................. 87 Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Kerinci ...................................................... 88 2. Kondisi Kota dan Pusat-Pusat Pemukiman .............................................. 89 3. Peta Lokasi Optimal Hasil Analisis P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk, Bobot Luas Wilayah dan Bobot Sama dengan Mempertimbangkan Faktor Jarak Tempuh dan Waktu Tempuh ... 90
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Disparitas pembangunan wilayah dan pendapatan merupakan fenomena
dampak pembangunan yang kurang tearah dan umumnya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan ini menimbulkan dikotomi didalam perencanaan tata-ruang yaitu antara wilayah perkotaan yang penuh dengan medernisasi dengan wilayah perdesaan yang cenderung masih terbelakang, tingkat urbanisasi yang cukup tinggi, serta tidak adanya keterkaitan wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan. Wilayah merupakan ruang yang terdiri dari kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan. Dalam ruang lingkup pembangunan nasional, terdapat keterkaitan pembangunan wilayah dengan tujuan pembangunan nasional. Perubahan hubungan yang semula tergantung menjadi saling ketergantungan membutuhkan adanya perubahan struktural dibidang politik dan ekonomi di tingkat nasional dan di tingkat wilayah termasuk didalamnya aspek tata-ruang seperti lokasi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan. Menurut Hanafiah (1990) dalam Siregar (2005) pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam proses pemilihan lokasi untuk membangun pusat pemerintahan karena pembangunan pusat pemerintahan di suatu wilayah akan mendorong wilayah tersebut menjadi pusat pertumbuhan. Pusat pemerintahan sangat penting artinya dalam pembangunan daerah karena pusat pemerintahan
2
diharapkan dapat menjadi embrio bagi pembangunan wilayah di sekitarnya. Selain itu pusat pemerintahan memiliki peran yang penting antara lain untuk mendorong pembangunan wilayah, mendorong penyebaran pembangunan dan meningkatkan pemerataan pembangunan. Diberlakukannya
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
yang
merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi, telah memberikan keleluasaan pelaksanaan desentralisasi yaitu adanya pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, seperti kota dan kabupaten untuk mengurus dirinya sendiri yang bertumpu pada kemampuan daerah dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Salah satu wujud kewenangan daerah yang dapat dilakukan antara lain melakukan pemekaran daerah, sebagai wujud pelaksanaan otonomi yang pelaksanaannya secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Pembentukan daerah, secara operasional telah diatur dalam pasal 5 dan 6 Undang-undang No 22 Tahun 1999 (atau pasal 4 sampai 8 dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004) dan secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa daerah dapat dibentuk atau dimekarkan jika memenuhi syaratsyarat antara lain: kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, serta pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
3
Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabunagn Daerah dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Daerah otonom disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota sedangkan pemekaran daerah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah. Dalam konteks ini, Kabupaten Kerinci sebagai salah satu daerah otonom, telah melakukan pemekaran wilayah kecamatan dari enam kecamatan menjadi 17 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar. Sampai saat ini ibukota Kabupaten Kerinci masih berada di Kota Sungai Penuh. Pemilihan pusat pemerintahan haruslah mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah serta kemampuan wilayah tersebut terhadap wilayah disekitarnya. Pemilihan pusat pemerintahan yang optimal diharapkan mampu
4
memberikan pelayanan administrasi, sosial, politik, serta ekonomi sehingga pembangunan wilayah dapat terlaksana dan terjadi pemerataan. Dalam pemilihan lokasi yang optimal bagi pusat pemerintahan perlu diketahui bahwa pemerintah menawarkan jasa yang berupa pelayanan publik yang terdiri dari pelayanan administrasi, pelayanan umum, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jara, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. Lokasi pusat pemerintahan seharusnya dekat dengan masyarakat baik jarak, murah dalam segi biaya, serta mudah dijangkau dari sudut pandang accessible. Pilihan most accessible, lokasi pusat pemerintahan yang optimal adalah lokasi yang memiliki kriteria jarak rata-rata yaitu jarak total dari tempat seseorang ke pusat pelayanan minimum. Ini disebut jarak agregat minimum dan sama juga dengan jarak rata-rata minimum. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah yang dapat ditarik adalah
sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh menjadi pusat pemerintahan? 2. Kecamatan manakah yang paling optimal untuk dijadikan pusat pemerintahan setelah adanya pemekaran berdasarkan P-Median?
5
3. Apakah pemilihan pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan PMedian juga sesuai dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan. 2. Menganalisis Kecamatan yang paling optimal sebagai pusat pemerintahan berdasarkan perhitungan P-Median. 3. Menganalisis kesesuain lokasi pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan P-Median dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram.
1.4
Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Pemerintah Kabupaten Kerinci dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi dalam penentuan lokasi pusat pemerintahan dalam rangka pembangunan wilayah. 2. Masyarakat umum dapat menambah informasi dan pengetahuan dalam perencanaan pembangunan daerah. 3. Mahasiswa sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini hanya menganalisis aspek spasial dari
wilayah Kabupaten Kerinci dengan menekankan pada variabel bobot jumlah penduduk dan bobot luas wilayah dalam pengaruh jarak dan waktu tempuh.
6
Belum memperhitungkan variabel tanah negara dan variabel biaya transportasi. Dari sisi data penelitian juga dibatasi hanya menggunakan data periode tahun 2006.
7
II. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN 2.1
Kerangka Teori Lokasi
2.1.1
Most Accessible Manusia tersebar di alam ini secara tidak merata tetapi harus mendapatkan
berbagai macam barang dan pelayanan yang terletak di berbagai tempat. Mereka akan memilih lokasi pelayanan yang berada dalam posisi most accessible bagi mereka. Lokasi untuk pelayanan umum biasanya ditentukan oleh biaya yang dapat dijangkau masyarakat. Lokasi yang dapat dijangkau ini juga mempunyai banyak pilihan. Dari pilihan yang ada, masyarakat akan memilih yang berada dalam posisi most accessible bagi mereka. Tidak hanya pada masalah lokasi umum namun pada masalah lain mereka juga akan tertarik pada fasilitas yang most accessible. Rusthon (1979), berusaha memberi batasan pada most accessible. Suatu lokasi adalah most accessible untuk seseorang jika fasilitas-fasiltas yang didapat: 1. Jarak total dari tempat seseorang ke pusat pelayanan minimum. Ini disebut jarak agregat minimum dan ini juga sama dengan jarak rata-rata minimum. Jadi yang menjadi kriteria adalah jarak rata-rata. 2. Jarak terjauh dari tempat seseorang ke pusat pelayanan adalah minimum, ini disebut jarak minimax. 3. Jumlah masyarakat pada daerah terdekat yang mengelilingi pusat pelayanan selalu sama dengan jumlah yang telah ditetapkan, hal ini disebut batas keseimbangan.
8
4. Jumlah masyarakat pada daerah terdekat yang mengelilingi pusat pelayanan selalu lebih besar dari jumlah yang telah ditetapkan, ini disebut batas ambang. 5. Jumlah masyarakat yang terdapat mengelilingi pusat pelayanan tidak pernah lebih besar dari jumlah yang telah ditentukan. Ini disebut batas kapasitas (daya tampung). Defenisi yang dipakai tergantung pada permasalahan yang dihadapi oleh pembuat kebijaksanaan. Para pembuat kebijaksanaan bisa saja mencari definisi yang berbeda untuk masalah yang berbeda. Namun pembuat kebijaksanaan juga membuat keputusan dengan mengembangkan beberapa definisi untuk memcahkan permasalahan yang baru seperti misalnya: suatu lokasi adalah most accessible pada seseorang jika untuk mendapatkan pelayanan jarak dari tempatnya ke pusat pelayanan terdekat minimum, berdasarkan pada batasan di atas tidak ada orang yang menempuh jarak lebih jauh dari yang telah ditetapkan. Definisi-definisi yang tertulis di atas bukan merupakan suatu pengertian atau definisi baku dari most accessible namun hanya merupakan ilustrasi permasalahan lokasi yang ada di dalam masyarakat. Tetapi secara umum kita dapat mendefinisikan most accessible sebagai mudah tidaknya sesorang mencapai lokasi pusat pelayanan yang terdekat. 2.1.2
Teori Tempat Terpusat Pada tahun 1993, Walter Christaller memperkenalkan Teori Tempat
Sentral (Central Place Theory) yang selanjutnya dikembangkan oleh Lorsch, Berry dan Garrison. Christraller (1993) dalam Anggraeni (2005) mengemukakan
9
konsep-konsep dasar atau unsur-unsur pokok Tempat Sentral (TS) adalah sebagai berikut : 1. Wilayah yang dilayani oleh tempat sentral merupakan wilayah komplemen bagi tempat sentral. 2. Tempat sentral mempunyai kegiatan sentral, yaitu yang melayani wilayah terluas disebut tempat sentral orde tertinggi sedangkan tempat sentral yang melayani orde terkecil disebut tempat sentral orde rendah. 3. Batas pelayanan dari tiap kegiatan sentral digambarkan sebagai batas jangkauan dari komoditi tersebut. 4. Permintaan terhadap komoditi sentral tersebut tergantung secara timbal balik terhadap distribusi dan variasi kondisi sosial ekonomi penduduk serta konsentrasi penduduk di tiap tempat sentral. 5. Permintaan terhadap tempat kegiatan sentral tergantung pada jarak dan usaha konsumen untuk memperoleh komoditi tersebut. Diasumsikan permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang hingga titik nol yaitu berdasarkan pertambahan jarak dari tempat sentral. Kegiatan-kegiatan pelayanan tempat sentral yang terdiri atas berbagai komoditi tersebut bervariasi dalam skala, hierarki, batas ambang dan jangkauan. Dari setiap kegiatan pelayanan tersebut mempunyai: (a) Ambang Penduduk (Threshold Population) dan (b) Jangkauan Pasar (Market Range). 1. Batas Ambang Penduduk; merupakan jumlah penduduk minimum yang menunjang atau membutuhkan adanya suatu kegiatan pelayanan. Di bawah batas ambang tersebut, kegiatan pelayanan dari tiap komoditi tidak akan ada.
10
2. Jangkauan Pasar; merupakan suatu jarak yang ditempuh dan diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh suatu pelayanan atau komoditi. Di luar batas tersebut, konsumen yang bersangkutan akan mencari tempat sentral lain. Christaller dan Losch (1972) dalam Anggraeni (2005) mendapatkan teori tempat pemusatan yang dikenal dengan central place theory yang menjelaskan struktur tata ruang suatu sistem ekonomi yang mendasari ukuran, jumlah, lokasi dan penyebaran serta pengelompokan ekonomi dan tempat pemukiman. Selain itu, studi Christaller mengidentifikasikan tujuh tempat sentral mulai dari dukuh atau kampung sampai kota metropolitan. Jarak tujuh kilometer merupakan jarak diantara pusat terkecil berdasarkan asumsi bahwa jarak sekitar empat kilometer merupakan jarak tempuh seseorang berjalan dalam satu jam Hanafiah (1986) dalam Mieriki (2004). Untuk keperluan praktis, hierarki tempat sentral dapat ditelaah berdasarkan prinsip-prinsip berikut: 1. Prinsip pemasaran dan penawaran, yaitu berdasarkan prinsip bahwa setiap tempat sentral hanya dapat melayani secara maksimum sepertiga dari enam sub tempat ditambah dengan tempat sentral itu sendiri. 2. Prinsip transportasi, yaitu berdasarkan prinsip jarak minimum antara tempat utama dan sub tempat sentral yang dilayani dan terletak pada jalurjalur lalu lintas di antara tempat sentral utama. 3. Prinsip administrasi, yaitu berdasarkan prinsip kontrol atau pengelolaan dan pemerintahan dalam pengertian bahwa fungsi tempat-tempat sentral yang mengelilinginya.
11
2.1.3
Teori Hakimi Hakimi (1964) dalam Rusthon (1979) mengeluarkan suatu teori yang
menunjukkan bagaimana menemukan suatu titik optimum dalam suatu jaringan. Dengan adanya jarak yang tetap diantara simpul-simpul yang ada dalam jaringan maka akan dapat ditemukan satu simpul diantara semua simpul yang ada yang mempunyai jarak terpendek dan mempunyai kriteria bobot yang ditetapkan. Simpul atau titik yang dimaksudkan disebut sebagai titik dari jaringan. Ini merupakan teori yang penting karena itu dianjurkan untuk menggunakan teori ini dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan penaksiran. Simpul-simpul alternatif pada jalur network. Secara ringkas teori Hakimi berbunyi: “Adanya satu simpul dalam jaringan yang meminimkan jumlah jarak terpendek yang berbobot dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu dimana simpul tersebut juga merupakan bagian dari jaringan tersebut”. 2.1.4
Konsep Spread-Backwash Effect Myrdal (1957) dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa konsep-konsep
ini mengandung pengertian pemencaran atau penyebaran atau penetesan dan pengertian penarikan atau pengumpulan atau polarisasi yang terjadi diantara kutub dan wilayah pengaruhnya atau “hinterland”. Ada beberapa hal yang menarik tentang konsep kutub pertumbuhan yaitu: 1. Adanya keuntungan aglomerasi, konsep ini akan menjadi suatu cara yang efisien untuk menimbulkan perkembangan yang labih cepat di daerah tersebut.
12
2. Dari segi anggaran belanja, pemusatan investasi pada titik-titik pertumbuhan tertentu akan lebih murah daripada pemberian bantuan besarbesaran kepada daerah-daerah yang banyak. 3. Spread effect yang ditimbulkan oleh titik pertumbuhan akan membantu memecahkan persoalan-persoalan yang dialami oleh daerah-daerah yang tertinggal. Konsep spread effect menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan propulsip pada waktunya akan memancar keluar dan memasuki ruang disekitarnya. Suatu perusahaan propulsip (propulsive firm) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Relatif besar. 2. Menimbulkan dorongan-dorongan pertumbuhan yang nyata kepada lingkungannya. 3. Mempunyai kemampuan berinovasi yang tinggi. 4. Termasuk dalam suatu industri yang sedang bertumbuh dengan cepat. Berry (1972) dalam
Siregar berpendapat bahwa
peranan
pusat
pertumbuhan dalam pembangunan adalah penjaring inovasi yang membawa pertumbuhan ke bawah hierarki perkotaan dan menyebarkan keuntungan yang ada dari pusat-pusat petumbuhan tersebut ke wilayah pinggiran (hinterland). Ia mengidentifikasikan bahwa adopsi merupakan satu fungsi dari aksesibilitas atau kemudahan pada waktu difusi dan memaksimalkan faktor aksesibilitas tersebut. Myrdal (1957) dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu kawasan tertentu akan berimplikasi pada meruginya tempat lain (backwash effect). Pendapat ini juga berlaku bagi hubungan antara pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya. Pertumbuhan yang pesat dari pusat-pusat
13
pertumbuhan akan berimplikasi pada penarikan tenaga potensial dan modal dari daerah-daerah yang berada dalam pengaruhnya. Pusat-pusat yang sedang mengalami pertumbuhan, menuntut terjadinya peningkatan permintaan yang secara langsung akan mendorong pada peningkatan investasi. Fenomena ini selanjutnya akan meningkatkan pendapatan serta permintaan yang pada akhirnya akan meningkatkan investasi juga, demikian selanjutnya. Pada daerah lain dimana momentum pertumbuhannya kurang maka aliran investasi masuk akan rendah dan justru investasi tersebut akan terserap atau mengalir pada pusat-pusat pertumbuhan (Siregar, 2005). 2.1.5
Aglomerasi dan Deglomerasi Menurut
Nasoetion
(1985)
dalam
Anggraeni
(2005)
terdapat
kecenderungan pada individu penduduk dan perusahaan untuk memilih lokasi pada daerah-daerah yang relatif telah berkembang atau daerah-daerah yang menjadi pemusatan di dalam wilayah yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena adanya berbagai keuntungan yang dihasilkan oleh daerah-daerah pemusatan tersebut yang menjadi daya tarik penduduk dan perusahaan atau aktivitas ekonomi untuk memilih lokasi pada daerah-daerah tersebut. Menurut Weber (1909) dalam Anggraeni (2005), selain faktor biaya transportasi dan biaya tenaga kerja yang mempengaruhi lokasi, masih ada faktor lain yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi atau deglomerasi (agglomerative and deglomerative forces) yang merupakan faktor-faktor lokal yang menentukan konsentrasi dan pemencaran berbagai kegiatan dalam tata ruang. Keuntungan dengan adanya aglomerasi antara lain fasilitas seperti tenaga listrik, air, perbengkelan, pemondokan dan lain-lain. Seringkali pada lokasi seperti
14
ini sudah terdapat tenaga kerja yang terlatih. Fasilitas ini akan menurunkan biaya produksi/kebutuhan modal karena kalau terpisah jauh semua fasilitas tersebut harus dibangun sendiri. Sedangkan deglomerasi antara lain kenaikan harga tanah dan kenaikan biaya-biaya lainnya serta kesesakan lokal (tidak ada tempat untuk ekspansi dan kemacetan lalu lintas) yang menyebabkan perusahaan akan memencar atau menyebar ke wilayah sekitar. Untuk penentuan lokasi usaha, para pengusaha memperhitungkan faktorfaktor ini dan memilih berdasarkan biaya minimum. Weber menyatakan bahwa biaya transportasi merupakan faktor utama dalam determinasi lokasi, sedangkan kedua faktor lainnya merupakan faktor yang dapat memodifikasi lokasi. Asumsinya adalah bahwa biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak angkut (Anggraeni, 2005). Menurut Losch (1954) dalam Siregar (2005), pasar adalah suatu variabel dalam menentukan lokasi industri. Pembeli tersebar di daerah luas dengan intensitas permintaan yang berbeda-beda. Dengan demikian pasar merupakan faktor penentu lokasi yang sangat penting bahkan mungkin lebih penting dari faktor biaya. Dengan demikian lokasi optimal adalah lokasi dimana diperoleh laba maksimum. Dalam konsep lokasinya, Losch mendasarkan pada asumsi: 1. Tidak ada perbedaan-perbedaan spesial dalam distribusi input bahkan bahan baku, tenaga kerja dan modal pada wilayah yang homogen. 2. Kepadatan penduduk yang seragam dan selera yang konstan. 3. Tidak ada interdepenensi antara perusahaan-perusahaan. Perkembangan teori ini lalu disempurnakan oleh Isard (1956) dalam Siregar (2005) yang mengembangkan konsep aglomerasi sebagai berikut :
15
1. Faktor skala usaha yang ekonomis Faktor skala usaha yang ekonomis yaitu suatu besaran skala usaha yang ekonomis dari suatu perusahaan tertentu sebagai konsekuensi dari perluasan perusahaan di suatu lokasi. 2. Faktor lokalisasi yang ekonomis Faktor lokalisasi yang ekonomis yaitu lokasi yang ekonomis bagi sekelompok perusahaan industri yang sejenis sebagai konsekuensi dari peningkatan produksi total pada suatu lokasi. 3. Faktor urbanisasi yang ekonomis Faktor urbanisasi yang ekonomis yaitu suatu lokasi yang ekonomis bagi semua perusahaan dari berbagi jenis industri sebagai konsekuensi kegiatan ekonomi secara keseluruhan di suatu tempat berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pendapatan, produksi dan tingkat kesejahteraan setempat. 2.2
Permasalahan Lokasi di Negara Berkembang Permasalahan lokasi yang terjadi di negara maju dan negara berkembang
memiliki perbedaan. Menurut Rusthon (1979) dalam Amalia (2003) ada lima hal yang menjadi permasalahan di negara berkembang, yaitu: 1. Sistem transportasi yang masih terbelakang. Konsekuensi dari sistem transportasi yang masih terbelakang terasa bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Pembuat kebijaksanaan diharuskan
menentukan
apakah
membangun
fasilitas
baru
atau
memperbaiki sistem transportasi yang ada. Pada negara sedang berkembang membangun sistem transportasi dan penentuan lokasi
16
pelayanan seringkali merupakan masalah yng berkaitan. Pembuat kebijaksanaan transportasi menentukan sistem berdasarkan pelayanan. Sedangkan pembuat kebijaksanaan pelayanan menentukan lokasi pusat pelayanan berdasarkan sistem transportasi yang ada. 2. Penggabungan dari susunan lokasi berbagai fasilitas. Pada beberapa negara berkembang, mereka lebih memilih membangun suatu pusat pelayanan umum yang baru bagi daerah yang kekurangan daripada memilihara pusat pelayanan yang sudah ada dan melengkapi pola lokasi tersebut dengan fasilitas-fasilitas yang lebih baik. Hingga untuk negara berkembang diperlukan suatu pola lokasi yang tepat yang berkelanjutan dan selalu berkembang. 3. Melayani atau Membangun. Bebagai penelitian pada negara-negara maju memperlihatkan bahwa pola lokasi pelayanan umum merupakan ukuran dari tingkat kehidupan dan kebutuhan masyarakat sekitar lokasi tersebut. Namun pada negara sedang berkembang seringkali terjadi sebuah pusat pelayanan dibangun pada wilayah dimana tingkat kebutuhan dan kehidupan masyarakatnya belum sepadan dengan fasilitas yang akan dibangun. 4. Mengatasi kesalahan lokasi pengaruh penjajahan. Salah satu masalah yang biasanya harus dipecahkan pada negara sedang berkembang adalah sistem lokasi yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan. Negara yang menjajah meninggalkan pola lokasi yang hanya menguntungkan bagi pihak penjajah hingga pola yang ada merupakan pola yang menunjukkan tujuan dari negara penjajah. Dan pola yang telah
17
ditetapkan pada zaman penjajahan tersebut seringkali tidak dipakai lagi setelah negara tersebut merdeka. 5. Pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat. Negara-negara sedang berkembang sangat berupaya untuk mengatasi perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Perencanaan pusat-pusat pelayanan sering mengarah kepada cara-cara mencapai tujuan tersebut. 2.3.
Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep SpreadBackwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem Penelitian ini memilih studi kasus di wilayah Kabupaten Kerinci Provinsi
Jambi. Untuk menganalisis berbagai aspek diperlukan teori-teori yang mendukung penelitian ini sehingga tujuan dari penelitian dapat terpenuhi. Teori-teori yang dimaksud antara lain teori tempat sentral (central place theory), teori lokasi serta konsep spread effect, dimana teori-teori tersebut berkaitan langsung dengan metode analisis yang penulis gunakan melalui program komputer Java Applets PMedian Problem. Sementara teori yang mendasari analisis P-Median adalah Teori Hakimi dan Most Accessible. Hubungan diantara teori-teori tersebut dengan analisis PMedian dapat dilihat pada Tabel 1.
18
Tabel 1. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem No
1
2
3
Jenis Teori Teori Tempat Sentral Teori ini memilih pusat dengan konfigurasi-konfigurasi yang tepat. Teori ini merupakan model ideal karena setiap jarak yang ditentukan menuju pusat adalah sama, sehingga tercipta suatu konfigurasi yang tepat. Teori Lokasi Adanya biaya transportasi dan biaya tenaga kerja serta adanya aglomerasi. Biaya berkaitan dengan jarak dan waktu yang menentukan pola lokasi dan kerangka geografis. Aglomerasi merupakan faktor-faktor lokal yang menentukan tingkat konsentrasi berbagai kegiatan dalam tata ruang. Konsep Spread Effect Konsep Spread Effect menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan propulsif dari pusat atau kutub pertumbuhan akan menarik berbagai bentuk keuntungan ke daerah pengaruh atau hinterlandnya.
Analisis P-Median P-Median hanya memilih pusat melalui jarak atau alternatif-alternatif yang ada. Berbeda dengan teori tempat sentral, secara faktual jarak ataupun alternatif yang lainnya tidak selalu sama sehingga pusat dapat ditemukan dan dipilih dengan analisis P-Median. P-Median mencari dan menentukan lokasi yang menjadi pusat dengan biaya yang paling minimum. Selain itu analisis P-Median memilih pusat yang memiliki kekuatan aglomerasi dengan menggunakan pembobotan.
Analisis P-Median memilih pusat yang memungkinkan memberikan Spread Effect yang optimal karena konsep most accessible.
Sumber: Anggraeni, R. 2005. Lokasi Optimal Pusat pemerintahan dan Pusat Pelayanan untuk Propinsi dan Kabupaten (Studi kasus Kabupaten Serang Propinsi Banten)
2.4.
Fungsi Kabupaten dan Pemerintah Daerah Desentralisasi adalah kewenangan untuk menjadi daerah dengan
kewenangan otonomi yang bersifat luas, nyata dan bertanggungjawab. Disamping itu, pemerintah pusat dapat menugaskan pelaksanaan tugas mereka yang belum diotonomikan kepada daerah atau oleh pemerintah kebupaten kepada kepala desa dengan kewajiban daerah/desa untuk mempertanggungjawabkan tugas yang
19
ditugaskan tersebut kepada pemberi tugas. Penugasan yang demikian ini dilakukan berdasarkan atas tugas pembantuan. Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintahan dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas–luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di Indonesia pemerintah daerah terdiri dari tiga tingkatan yaitu wilayah propinsi, wilayah kabupaten atau kota serta wilayah kecamatan. Sedangkan wilayah pemerintah terendah adalah Desa dan Kelurahan. Pola pemerintah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Negara Kesatuan
Propinsi
Kabupaten/Kota
Kecamatan Desa/Kelurahan Sumber : S.H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Sebuah Pengantar: Tinjauan Khusus Pemerintah Daerah Indonesia, 1997 dalam (Kurniawan, 2006)
Gambar 1. Pola Unit Pemerintahan di Indonesia
20
Menurut Surandajang (1997), fungsi kabupaten dikaitkan dengan pembangunan di Indonesia antara lain : 1. Pendorong ekonomi daerah yang luas atau memberikan kontribusi besar bagi
perekonomian
nasional
dan
daerah,
yaitu
mengakomodasi
pertumbuhan kota-kota khusus yang perlu diperhatikan dan diikuti perkembangannya mengingat pentingnya peranan kota tersebut dalam perekonomian maupun regional. 2. Sebagai kota penyangga yang diharapkan akan mampu mengurangi arus migrasi langsung ke kota-kota megapolitan, metropolitan, dan besar tersebut. 3. Sebagai pusat pertumbuhan yang berfungsi untuk menarik pembangunan pedesaan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab III mengenai Pembagian Urusan Pemerintah menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah
untuk
kabupaten/kota
merupakan
urusan
berskala
kabupaten/kota yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan; (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan pendidikan; (g) penanggulangan masalah lingkungan; (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan; (i) fasilitasi pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah; (j) pengendalian lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan; (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; (m) pelayanan administrasi umum pemerintah; (n) pelayanan administrasi pelayanan modal; (o) pelayanan penyelenggaraan dasar
21
lainnya; dan (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 2.5.
Hasil Penelitian Terdahulu Amalia (2003) dalam penelitiannya bertujuan menganalisis pemilihan
lokasi yang baik untuk pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Alternatif lokasi yang akan dipilih antara lain adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung, dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah). Guna menganalisis hal tersebut digunakanlah program komputer Java Applets P-Median Problem sebagai alat analisis dengan menggunakan bobot luas wilayah. Hasil perhitungan program menunjukkan bahwa lokasi optimal adalah Kecamatan Cibedug sebagai lokasi kantor Pemda Kabupaten Bogor, dengan Kecamatan Cibungbulang, Ciawi dan Cileungsi sebagai lokasi untuk kantor Pemda pembantu. Untuk bobot jumlah penduduk, Kecamatan Cibungbulang sebagai lokasi optimal untuk kantor Pemda Kabupaten Bogor dengan Kecamatan Ciawi, Cileungsi dan Rumpin sebagai lokasi untuk kantor Pemda pembantu. Sedangkan bobot pengaruh jarak, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan jarak untuk dijadikan kantor Pemda Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Ciawi dengan kantor Pemda di Kecamatan Rumpin, Cileungsi dan Gunung Putri. Sedangkan Kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang adalah kecamatan yang dipertimbangkan (underconsideration). Hasil penelitian Diana (2004) untuk mencari lokasi pusat pemerintahan yang baik digunakan program komputer Java Applets P-Median Problem sebagai alat analisis pemilihan lokasi ibukota yang baru. Dengan menggunakan tiga bobot yang berbeda yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah dan bobot sama,
22
yaitu sama-sama menunjukkan Kecamatan Wonosobo merupakan lokasi yang optimal. Penelitian Siregar (2005) yang bertujuan untuk menganalisis pemilihan lokasi yang baik untuk pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan menggunakan
bobot
jumlah
penduduk,
hasil
perhitungan
menunjukkan
Kecamatan Padangsidempuan Timur sebagai lokasi optimal untuk pusat pemerintahan. Sedangkan untuk bobot pengaruh jarak, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan jarak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kecamatan Padang Bolak. Begitu pula untuk bobot pengaruh biaya, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan biaya untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kecamatan Padang Bolak. 2.6.
Kerangka Pemikiran Penelitian Lokasi pusat pemerintahan merupakan hal yang penting dalam
perencanaan pengembangan wilayah, karena lokasi yang tepat merupakan jaminan bagi terwujudnya efisiensi baik teknis maupun ekologis. Lokasi pusat pemerintahan tersebut diharapkan dapat memberikan spread effect yang positif bagi wilayah-wilayah hinterkandnya. Oleh karenanya, dalam pembangunan wilayah diperlukan alternatif-alternatif lokasi sebagai pusat pemerintahan agar tidak terjadi permasalahan-permasalahan di kemudian hari. Hanafiah
(1988)
mengemukakan
bahwa
beberapa
pakar
telah
mengidentifikasi beberapa keuntungan dari usaha-usaha mengkonsentrasikan pembangunan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:
23
1. Konsentrasi kegiatan sosial ekonomi akan menciptakan suatu skala ekonomi, meningkatkan manfaat dan penyebarannya, serta menarik lebih banyak penduduk. 2. Pusat pelayanan akan lebih berinteraksi dengan wilayahnya melalui pasar, pasokan
pelayanan
administrasi
dan
fasilitas
akan
menciptakan
kesempatan ekonomi dan kesempatan kerja yang lebih baik. 3. Pusat pelayanan yang mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap akan menarik orang-orang inovatif dan wiraswasta yang mempunyai nilai, sikap dan tingkah laku yang akan menciptakan lingkungan berkembang lebih baik. 4. Manfaat investasi di pusat pelayanan akan menciptakan akumulasi modal untuk pembangunan selanjutnya, menciptakan suatu prinsip perbandingan keuntungan secara lokal, serta kesempatan yang lebih baik, serta kesempatan yang lebih baik di kemudian hari melalui pengaruh imbasan. 5. Investasi prasarana bagi pelayanan kepentingan umum akan menarik berbagai kegiatan ekonomi yang selanjutnya akan menciptakan dasar pertumbuhan dan perluasan. 6. Konsentrasi fasilitas pelayanan sosial ekonomi menghendaki perbaikan sarana jalan yang berarti meningkatkan kemudahan ke pusat pelayanan tersebut. 7. Lokasi yang sama bagi berbagai kegiatan sosial ekonomi dan prasarana, selain memantapkan interaksi, juga menimbulkan pengaruh komplementer dan berganda untuk menciptakan pasar baru bagi bahan baku dan barang setengah jadi secara ekonomi eksternal bagi produsen lain.
24
Pemerintah
Kabupaten
Kerinci
dengan
menggunakan
Peraturan
Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran dan Penggabungan Daerah ditambah dengan Keputusan Bupati Kabupaten Kerinci No 471 Tahun 2006 tentang Pemekaran Kecamatan melakukan pemekaran 6 kecamatan menjadi 17 kecamatan. Dalam melakukan proses pengembangan wilayah harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, kapital, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dengan demikian diharapkan pengembangan wilayah akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan asumsi pengembangan wilayah ini akan meningkatkan output yang selanjutnya disertai peningkatan penerimaan. Untuk menentukan tingkat optimasi dalam mencari alternatif lokasi pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci dalam pengembangan wilayah maka dapat digunakan metode P-Median, dan melihat kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki dengan metode skalogram. Kedua metode ini akan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Kerinci sehingga lokasi pusat pemerintahan yang terpilih akan menjadi rekomendasi solusi pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
25
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Perencanaan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kerinci
Pemekaran Wilayah
Pemilihan Lokasi Pusat Pemerintahan yang Optimal
1.Faktor Historis Wilayah 2. Letak Geografis 3.Faktor sosial,politik, dan budaya
Metode P-Median
Metode Skalogram
Kriteria Pusat Pemerintahan 1.Most Accessible 2.Jumlah Penduduk 3.Luas Wilayah
Kelengkapan Prasarana
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci
Lokasi Pusat Pemerintahan Terpilih
Rekomendasi
Sarana
dan
26
Sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci masih berada di Kecamatan Sungai Penuh. Dengan adanya pemekaran kecamatan di Kabupaten Kerinci maka perlu ditentukan lokasi pusat pemerintahan yang optimal. Pemilihan lokasi pusat pemerintahan yang optimal sangatlah penting untuk terwujudnya efisiensi teknis maupun ekonomi. Apabila dikaitkan dengan lokasi sebagi pusat pemerintahan yang sekaligus sebagai pusat pertumbuhan, alternatif pemilihan lokasi pusat pemerintahan dan pertumbuhan yang optimal harus didasarkan pada pemikiran-pemikiran intelektual yang didasarkan pada keseimbangan berbagai komponen dari sistem sehingga diperolah hasil akhir yang sesuai perhitungan. Hasil perhitungan ini dapat dijadikan sebagai analisis kebijakan suatu daerah.
27
III. METODE PENELITIAN 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Pemilihan
daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Adapun alasan pengambilan lokasi tersebut adalah dengan adanya pemekaran kecamatan yang berada di Kabupaten Kerinci. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2007 dengan tahapan-tahapan pengumpulan data, pengolahan data serta penulisan hasil penelitian. 3.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari instansi yang terkait seperti Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten, Biro Pusat Statistik, Badan Perencana Pembangunan Daerah, Dinas Tata Ruang dan instansi terkait lainnya. Data pendukung dari internet, buku, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bobot jumlah penduduk tiap kecamatan, data bobot luas wilayah tiap kecamatan, data sarana dan prasarana, dan data jarak dan waktu tempuh dari satu kecamatan ke kecamatan yang lainnya yang ada di Kabupaten Kerinci. 3.3
Metode Analisis Data
3.3.1
Metode P-Median Algoritma Dasar metode P-Median Algoritma adalah teorema yang dikembangkan
oleh Hakimi (1964) dalam Rushton (1979) yang menyatakan bahwa titik optimum
28
dari suatu jaringan yang dapat meminimumkan jumlah perkalian jarak-jarak terpendek dengan bobot dari semua simpul adalah titik yang berasal dari simpul jaringan tersebut. Perhitungan masalah P-Median ini diselesaikan dengan menggunakan program komputer Java applet P-Median Problem, karena program ini dapat digunakan untuk analisa dengan sejumlah simpul. Dalam metode P-Median ada dua buah faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor jarak antara simpulsimpul dan faktor bobot simpul yang akan dianalisis. Disamping itu, penentuan faktor jarak dan bobot tergantung pada tiga hal, yaitu: 1. Masalah apa yang sedang diselidiki. 2. Kelengkapan data yang diperlukan. 3. Pertimbangan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diselidiki. Adapun yang dimaksud dengan faktor jarak dan bobot dapat dijelaskan sebagai berikut: Minimumkan Z =
m
n
j =1
i =1
∑ ∑ a ij w d i
ij
Dimana: Z = Sekian x km atau sekian x rupiah, yang maknanya adalah semua y dari semua simpul dengan sekian km untuk mencapai pusat pelayanan. aij = 1, jika simpul yang dilayani i lebih dekat ke simpul pelayanan j daripada ke simpul pelayanan lainnya, selain dari itu sama dengan 0. wi = Bobot dari simpul yang dilayani i. dij = Jarak terpendek antara simpul yang dilayani (i) dan (j). m = Jumlah pusat yang dialokasikan. n
= Jumlah jaringan pusat pada jaringan jalan
29
a. Faktor Jarak Pengertian jarak dalam studi kasus ini erat hubungannya dengan lokasi suatu tempat dalam ruang. Ada dua pengertian mengenai lokasi, yaitu: 1. Lokasi Absolut, yaitu posisi yang erat kaitannya dengan suatu sistem jaringan konvensional, atau dinyatakan dengan garis lintang dan garis bujur astronomis. Pada dasarnya lokasi yang demikian tidak berubah letaknya dan satuan jarak yang umum dipakai adalah mil, km dan m. Minsalnya: alamat perusahaan Y. 2. Lokasi Relatif, yaitu posisi yang dinyatakan dalam bentuk jarak atau diidentikkan dengan salah satu faktor lain. Misalnya kota X terletak 100 km dari kota Y, atau kota X terletak 3 jam perjalanan mobil dari kota Y. Disamping itu, lokasi relatif dapat pula dinyatakan dalam bentuk karcis bus atau kereta api. Banyak cara untuk menyatakan jarak atau lokasi dalam konteks relatif selain menggunakan unit jarak. Lokasi relatif dapat berubah secara radikal walaupun lokasi absolutnya tetap konstan. Berdasarkan uraian diatas serta sesuai dengan studi yang dilakukan, dimana pembahasannya menyangkut posisi suatu kecamatan berkenaan dengan lokasi kecamatan lain, berarti pembahasan berada dalam konteks lokasi relatif. Jarak yang diukur merupakan jarak relatif dalam satuan unit jarak (km). b. Faktor Bobot Pengukuran masa dari suatu simpul tertentu tergantung pada masalah yang sedang diselidiki. Bobot tersebut dapat berbentuk sebagai jumlah penduduk suatu kota, jumlah komoditi pertanian suatu daerah, jumlah tenaga kerja, pendapatan
30
daerah, produksi suatu pabrik, uang yang beredar, besarnya modal yang ditanamkan, jumlah keluarga, jumlah kenderaan, jumlah tempat tidur dari suatu Rumah Sakit, aliran berbagai jenis barang. Data yang diperlukan untuk analisis P-Median dengan program komputer Java Applets P-Median Problem ini adalah data sekunder yang terdiri dari: Data Jarak Sesuai dengan program yang diinginkan, maka data jarak yang diberitahukan adalah jarak dari setiap calon pusat ke simpul lain yang jaraknya paling kecil dari batasan jarak maksimum implisit yang ditentukan. Dalam penelitian ini jarak yang dipakai adalah jarak antara satu ibukota kecamatan ke ibukota kecamatan yang lain. Data Biaya Sesuai dengan program yang diinginkan, maka data biaya yang diberitahukan adalah biaya dari setiap calon pusat simpul lain yang biayanya paling kecil dari batasan biaya maksimum implisit yang ditentukan. Biaya yang dipakai adalah biaya transportasi dari satu ibukota kecamatan ke ibukota kecamatan yang lain. Data Bobot Bobot simpangan ditentukan oleh besarnya kebutuhan pelayanan. Pengukuran bobot dari suatu simpangan tersebut sangat tergantung pada permasalahan yang sedang diselidiki, dalam penelitian ini bobot yang dipakai adalah jumlah penduduk dan luas wilayah.
31
Data Pusat-Pusat yang Telah Pasti Lokasi pusat-pusat ini ditentukan pada simpangan yang mempunyai kebutuhan pelayanan dengan pelayanan bersama mendekati suatu unit, sehingga dapat diperkirakan bahwa lokasi pelayanan akan berada pada simpul tersebut. Jumlah Pusat-Pusat yang Dipilih Jumlah pusat ditentukan oleh jumlah seluruh kebutuhan pusat pelayanan. Dalam studi kasus Kabupaten Kerinci ini yang dipilih ditentukan oleh simpangan yang dijadikan alternatif pemilihan ibukota kabupaten. Program P-Median dapat menentukan dua solusi sekaligus yaitu solusi yang terbaik dengan mewarnai node dengan warna hijau dan untuk hasil yang dipertimbangkan (under consideration) dengan lingkaran warna merah pada node. Metode P-Median tersebut dapat memberikan solusi yang masuk akal dalam menspesifikasikan grafik yang rumit dan berubah-ubah yang memiliki kurang dari seratus node dan dilihat sebagai algoritma secara sistematis menghasilkan upper bound yang terendah dan lower bound yang tertinggi. Dengan metode P-Median
juga dapat menunjukkan suatu lokasi yang most accessible. Dalam kasus satu dimensi (garis lurus) penentuan lokasi optimal, fungsi objektif dapat dirumuskan sebagai berikut :
Minimum Z = Misalkan 0-10 ada jarak antar kantor kecamatan (asumsi lokasi pusat pelayanan kesehatan), titik iterasi adalah 5 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut : Z=|1-5| + |3-5| + |4-5| + |6-5| + |10-5| = 13 Jika titik iterasi adalah 4 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut :
32
Z=|1-4| + |3-4| + |4-4| + |6-4| + |10-4| = 12 Jika titik iterasi adalah 6 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut : Z=|1-6| + |3-6| + |4-6| + |6-6| + |10-6| = 14
Titik Pelayanan A
0
1
2
B
C
3
4
D
5
6
E
7
8
9
10
Koordinat Nilai Lokasi Gambar 3. Lokasi Optimal Satu Dimensi (Garis Lurus) Jika ia berpindah ke lokasi 6, kemudian sebuah titik koordinat kurang dari 5 (lokasi sebelumnya adalah x) masing-masing akan menyumbangkan satu unit peningkatan terhadap nilai fungsi objektif. Terdapat tiga macam titik dalam kasus ini jadi penambahannya terjadi 3 unit. Sebaliknya, semua titik dengan koordinat lebih besar 6 akan memberikan masing-masing satu unit penurunan terhadap fungsi. Terdapat dua macam titik, jadi penurunnya terhadap nilai fungsi sebesar dua unit. Efek keuntungan perpindahan lokasi x dari 5 ke 6 adalah sebuah peningkatan nilai fungsi objektif dari 13 ke 14 unit. Alternatifnya, sebuah perpindahan x dari posisi 5 ke 4 akan menyebabkan penurunan masing-masing satu unit untuk tiga titik pertama dan peningkatan masing-masing satu unit dua titik.
33
3.3.2
Metode Skalogram Skalogram
merupakan
metode
paling
sederhana
karena
hanya
menunjukkan daftar dari komponen-komponen pendukungnya. Komponenkomponen yang dibutuhkan antara lain : 1. Data pemukiman/wilayah yang ditinjau; 2. Jumlah penduduk/populasi masing-masing pemukiman 3. Data fungsi/fasilitas pelayanan yang terdapat pada setiap pemukiman Contoh matriks skalogram dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Matriks Skalogram No
Kecamatan
Jumlah
Jenis Prasarana
Penduduk
SD RSU ...
∑
Jenis ∑
dst Prasarana
Unit Ranking
Prasarana
1 2 ... dst ∑ Jenis Prasarana ∑ Unit Prasarana Penyebaran (%) Rangking Dari berbagai sumber
Metode skalogram merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui hierarki pusat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Penetapan hierarki pusat pemukiman ataupun fasilitas pelayanan didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan ataupun fasilitas pelayanan yang tersedia. Secara umum metode ini lebih menekankan atas jumlah dan jenis fasilitas dibandingkan dengan kriteria kualitatif yang menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan.
34
Penelitian ini memasukkan analisis skalogram karena metode ini dapat mengetahui hierarki wilayah dengan cepat berdasarkan fasilitas pelayanan yang tersedia. Tahapan-tahapan metode skalogram, misalnya penyusunan hirarki peringkat kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat jumlah penduduk. 2. Kemudian kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya berdasarkan jumlah jenis fasilitas yang ada pada wilayah tersebut. 3. Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut. 4. Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas. 5. Kemudian peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut.
35
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1
Geografis
4.1.1
Letak Wilayah Kabupaten Kerinci terletak diantara 01°41’ Lintang Selatan dengan 02°26’
Lintang Selatan dan diantara 108o08’ Bujur Timur sampai dengan 101o50’ Bujur Timur. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu rata-rata 21,7o C. Kabupaten Kerinci memiliki luas 4.200 Km2 yang terletak di sepanjang Bukit Barisan dan berada pada ketinggian 500 meter sampai 1500 meter dari permukaan laut, dengan batas-batas adalah : •
Sebelah Utara
: Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat
•
Sebelah Selatan
: Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
•
Sebelah Timur
: Kabupaten Bangko Provinsi Jambi
•
Sebelah Barat
: -Kabupaten Bengkulu Utara Prop. Bengkulu -Kabupaten Pesisir Selatan Prop. Sumatera Barat
Dibawah ini adalah Peta Administrasi Kabupaten Kerinci. 4.1.2
Topografi dan Morfologi Wilayah Kabupaten Kerinci merupakan daerah pegunungan yang
membentang dari Gunung Kerinci sampai Gunung Raya sebagian besar (98,44%) berada pada ketinggian 500 m-3805m dpl merupakan bagian dari bukit barisan. Karakter wilayah bergelombang dan berbukit-bukit membetuk eclave yang sangat luas dan sebagian ditutupi hutan lebat yang alami. Sebagian wilayah (81,22%) Kabupaten Kerinci terletak pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Daerah ketinggian 500 m – 1000 m dpl seluas 72.246 Ha. Sedangkan yang berada di bawah 500 m
36
dpl hanya 6.636 m dpl terdapat di Kecamatan Gunung Raya dan Batang Merangin. Secara umum wilayah Kabupaten Kerinci dapat dikelompokkan dalam beberapa satuan morfolagi yaitu daratan, perbukitan yang bergelombang halus sampai sedang dan pegunungan. Dari bentuk morfologinya dan penyebaran batuannya, maka orientas kearah utara akan dijumpai morfologi yang lebih tinggi yaitu morfologi perbukitan gelombang sampai pegunungan, yang diikuti dengan variasi dan jenis batuan yang ada, sedangkan pada orientas ke arah selatan akan dijumpai morfologi dataran rendah dan batuan yang relatif sejenis. 4.1.3
Jenis dan Tata Guna Tanah Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Kerinci terbagi atas 6
(enam) jenis tanah yaitu Andosol, Latosol, Podsolik, Alluvial, Podsolik-Latosol dan Latosol serta jenis tanah komplek Latosol-Litosol. Dari sisi penyebarannya jenis tanah yang mendominasi adalah Andosol dengan wilayah penyebaran seluas (275.755 Ha atau 65,65%), Latosol (88.704 Ha atau 21,12%), Podsolik (28.761 Ha atau 6,85%), alluvial (11.200 Ha atau 2,67%), Campuran Podsolik-Latosol dan Litosol (12.975 Ha atau 3,09%), serta Campuran Latosol dengan Litosol (2.605 Ha atau 0,62%). Jenis tanah alluvial merupakan tanah yang baru berkembang yang dimanfaatkan untuk usaha pertanian dan terdapat pada daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa tertentu dan tanah alluvial yang berasal dari alluvium umumnya merupakan tanah subur yang cocok untuk lahan pertanian. Perkembangan tanah untuk budi daya selama lima tahun terakhir akibat dari perekonomian global dan fluktuasi harga komoditi pertanaian dan jenis tanah
37
sawah turun rata-rata per tahun sebesar 0,9 persen dari luas lahan pertanaian, tegalan naik 0,82% dari luas tanah pertanian, pekarangan naik 0,31 persen. 4.1.4
Hidrologi Potensi sumber daya air di Kabupaten Kerinci sangat berlimpah, hal ini
disebabkan oleh letaknya di dataran tinggi dengan topografi pegunungan dan hutan lebat, umumnya sungai dan anak sungai bermuara di Danau Kerinci, kemudian mengalir sampai Pantai Timur Jambi. Sungai yang terbesar adalah sungai Bantang Merangin yang mengalir melalui Danau Kerinci. Sungai lain yang terdapat di Kabupaten Kerinci adalah Sungai Sakai, Sungai Rumpun, Sungai Tanduk, Sungai Cibudak, Sungai Dadap, Sungai Tutup, dll. Yang menjadi permasalahan adalah daerah aliran sungai (DAS) yang melewati wilayah Kabupaten Kerinci sudah mengalami pencemaran dan kerusakan akibat penebangan hutan, sehingga pada musim hujan banyak massa tanah hanyut (erosi) dan mengakibatkan kedangkalan sungai dan mempengaruhi kadar kapur, kolloid tanah liat humus tersuspensi di dalam tanah. Potensi air lainnya di Kabupaten Kerinci juga terdapat danau antara lain, Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh, Danau Lingkat, Danau Belibis dan danaudanau kecil lainnya yang berpotensi untuk produk air mineral dan pembangkit tenaga listrik PLTA. 4.2
Kondisi Sosial Budaya
4.2.1. Kependudukan Pada tahun 1990 penduduk Kabupaten Kerinci berjumlah 280.017 jiwa dan tahun 2005 meningkat menjadi 308.785 jiwa. Dalam kurun waktu 1990-2005 penduduk Kabupaten Kerinci meningkat menjadi 28.768 jiwa atau rata-rata 0,68%
38
per tahun. Sementara pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Kerinci sudah mencapai 311.354 jiwa. Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Kerinci Tahun 2000-2006 Tahun Jenis Kelamin Laki-Laki 2000 146.986 2001 148.421 2002 149.729 2003 149.979 2004 151.187 2005 152.954 2006 154.227
Jumlah (Jiwa) Perempuan 148.054 149.033 150.644 152.830 154.056 155.831 154.127
295.040 297.454 300.370 302.809 305.243 308.785 311.354
Pertumbuhan (%) 0,53 0,82 0,98 0,81 0,80 1,16 0,83
Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci dalam Angka 2006
Melalui perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah, sampai tahun 2005 kepadatan penduduk di Kabupaten Kerinci adalah 120 jiwa/Km2. Pada tahun 2006 kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Pesisir Bukit yaitu 784 jiwa/Km2 dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Gunung Raya 20 jiwa/Km2. Pada umumnya penyebaran penduduk di wilayah Kabupaten Kerinci tidak merata.
39
Tabel 4. Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Gunung Raya Batang Merangin Keliling Danau Danau Kerinci Sitinjau Laut Tanah Kampung Sungai Penuh Hamparan Rawang Pesisir Bukit Kumun Debai Air Hangat Air Hangat Timur Depati Tujuh Gunung Kerinci Siulak Kayu Aro Gunung Tujuh Total
Jumlah Penduduk 15.059 22.560 21.999 15.968 13.940 8.280 32.794 13.087 16.533 8.715 21.129 17.712 14.660 11.441 30.014 35.725 11.738 311.354
Luas (Km2) 743,85 565,1 303,2 297,3 39,5 11 191,77 21,64 21,1 142 222,21 151,52 25,8 444,76 590,2 266,55 162,5 4.200
Kepadatan (jiwa/Km2) 20 40 73 54 353 753 171 605 784 62 95 117 568 26 51 134 72 74
Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci dalam Angka 2006
4.2.2. Ketenagakerjaan Data penduduk berdasarkan kelompok umur menggambarkan banyaknya usia produktif dan non produktif dalam suatu wilayah. Usia produktif atau usia angkatan kerja dapat digolongkan dari usia 15 sampai 54 tahun sedangkan kelompok usia non produktif dari 0 tahun sampai 14 tahun dan usia 55 tahun ke atas. Untuk Kabupaten Kerinci, usia non produktif berjumlah 121.308 jiwa atau 38,96, sedangkan usia produktif berjumlah 190.046 jiwa atau 61%. Berikut adalah Tabel Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006.
40
Tabel 5. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 No 1 2 3 4
5 6 7
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD SD Sederajat SMTP SMTA a. SMA/SMU b. STM c. SMEA d. SPMA e. SMTA Lainnya Sarjana Muda (D1/D2) Sarjana Muda (D3) Sarjana Penuh (S1) Jumlah Total
Pencari Kerja Laki-Laki Perempuan 0 0 26 27 66 15
0 53 81
298 55 62 31 190 210 162 637 1.737
379 60 112 50 274 442 322 1.199 2.972
81 5 50 19 84 232 160 562 1.235
Total
Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci Dalam Angka 2006
Tenaga kerja di Kabupaten Kerinci relative tersedia baik dari segi kuantitas dan kualitas. Berdasarkan table di atas, jumlah pencari kerja sebagian besar berpendidikan sarjana penuh (S1) sebanyak 40,34 persen. Tenaga kerja yang berpendidikan SMTA berjumlah 16,60 persen, berpendidikan SMTP (2,7%). Sedangkan yang berpendidikan Sekolah Dasar berjumlah 1.8 persen. 4.2.3
Pendidikan Kesadaran dan kemampuan masyarakat Kabupaten Kerinci dalam
pendidikan relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah dengan kateristik serupa di wilayah ekitarnya. Hal ini terlihat dari relatif tingginya partisipasi pendidikan di kabupaten ini, yang diidikasikan dari semakin tingginya pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi di dalam mengikuti jenjang pendidikan. Tingginya tingkat partisipasi pendidikan ini dimungkinkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah rasio murid terhadap guru. Dalam tabel 6
41
dapat dilihat rasio murid dan guru dari tingkat pendidikan TK sampai dengan SMA di Kabupaten Kerinci. Tabel 6. Rasio Murid Terhadap Guru di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar SMP SMA
Murid 2.919 54.033 14.918 10.629
Rasio Murid Terhadap Guru 8 15 8 9
Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci Dalam Angka 2006
4.2.4
Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Kerinci mengandalkan dari
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan setingkat Puskesmas Pembantu. Hal ini merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mengantisipasi kesulitan medan yang ada di Kabupaten Kerinci. Dominannya Puskesmas pembantu atau Pustu di Kerinci terlihat dari jumlahnya yang mencapai 50 buah dan tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Kerinci. Selain itu dokter-dokter praktek masih terkonsentrasi di ibukota Kabupaten yaitu di Kecamatan Sungai Penuh. 4.3
Perekonomian Wilayah
4.3.1
Perkembangan PDRB / Kapita Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya
peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor tersebut menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari masing-masing sektor. Perekonomian Kabupaten Kerinci didukung oleh empat sektor unggulan yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, pengangkutan/ komunikasi, dan jasa. Berikut adalah tingkat kemampuan ekonomi
42
Kabupaten Kerinci dalam hal Produk Domestik Regional Bruto Harga Berlaku (PDRB HB). Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto Harga Berlaku (PDRB HB) 2006 No
Kecamatan
1 Gunung Raya 2 Batang Merangin 3 Danau Kerinci 4 Keliling Danau 5 Sungai Penuh 6 Hamparan Rawang 7 Sitinjau Laut 8 Air Hangat 9 Air Hangat Timur 10 Gunung Kerinci 11 Kayu Aro 12 Kumun Debai 13 Tanah Kampung 14 Pesisir Bukit Jumlah Rata-Rata
Jumlah Penduduk (Jiwa) 15.059 22.560 15.968 21.999 31.921 13.087 13.940 21.129 17.712 11.441 35.725 8.715 8.280 16.533
Jumlah PDRB HB
98.530.896.339 89.956.035.068 32.842.870.065 52.029.137.578 233.060.193.361 34.578.978.656 88.435.142.356 75.268.620.319 43.161.750.932 123.207.583.945 232.089.748.793 29.963.827.072 47.392.834.272 72.252.461.355 1.252.770.080.111 89.483.577.151
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, www.kerincikab.go.id (Kecamatan Depati Tujuh, Siulak, dan Gunung Tujuh tidak ada data)
Rata-rata pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Kerinci adalah 5,31 persen lebih besar dari laju pertumbuhan Kabupaten Kerinci sendiri terhadap Provinsi Jambi yang hanya mencapai 5,01 persen. Kecamatan Kayu Aro memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi diantara kecamatan lainnya. Hal ini disebabkan di wilayah tersebut terdapat perkebunan teh yang sangat besar dan lahan persawahan irigasi yang cukup luas. Kecamatan lain yang memiliki laju pertumbuhan tinggi adalah kecamatan Sungai Penuh dan Pesisir Bukit. Laju pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada Tabel 8.
43
Tabel 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Kerinci 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kecamatan Gunung Raya Batang Merangin Danau Kerinci Keliling Danau Sungai Penuh Hamparan Rawang Sitinjau Laut Air Hangat Air Hangat Timur Gunung Kerinci Kayu Aro Kumun Debai Tanah Kampung Pesisir Bukit Rata-Rata
Laju Pertumbuhan (LPE) 6,0 5,8 4,5 4,9 6,3 4,5 4,6 4,9 5,3 5,0 6,5 5,2 4,8 6,1 5,31
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci 2006 (Kecamatan Depati Tujuh, Siulak, dan Gunung Tujuh tidak ada data)
PDRB Per-kapita Kabupaten Kerinci atas harga berlaku meningkat dari Rp 3.391.206,45 pada tahun 2000 dengan rata-rata per bulan Rp 282.600,53 menjadi sebesar Rp 3.891.839,1 atau sebesar Rp 324.319,92 per bulan pada tahun 2001, pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi Rp 4.770.055,59 atau sebesar Rp 397.504,63 perbulan. Sedangkan tahun 2003 meningkat menjadi Rp 477.83,35, dan pada tahun 2004 PDRB per-kapita mencapai Rp 6.523.996,15 dengan rata-rata per bulan Rp 543.666,34, akhirnya pada tahun 2005 PDRB perkapita mencapai Rp 7.456.251,38. Perkembangan PDRB /Kapita di atas menjadikan pertumbuhan PDRB perKapita meningkat sebesar 14,76 persen pada tahun 2001, meningkat sebesar 22, 57 persen pada tahun 2002, meningkat sebesar 20,22 persen pada tahun 2003 dan pada tahun 2004 ini meningkat lagi sebesar 13,77 persen. Sedangkan PDRB per-kapita Kabupaten Kerinci atas harga konstan 2000 meningkat dari Rp 3.391.2006,45 pada tahun 2000 menjadi sebesar Rp 4.493.634,32 pada tahun 2002, pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi Rp 3.627.223,63 dan tahun 2003 meningkat menjadi Rp
44
3.752.777,55,
sedangkan
pada
tahun
2004
ini
meningkat
3.902.424,90.
Perkembangan ini menjadikan peertumbuhan PDRB per-kapita meningkat sebesar 3,82 persen pada tahun 2002 dan 3,46 persen pada tahun 2003 dan 3,99 persen pada tahun 2004. 4.3.2
Keuangan Daerah Jenis pendapatan yang menyusun penerimaan asli daerah Kabupaten
Kerinci terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMN dan pendapatan lainnya. Pada tahun 2005 total pendapatan asli daerah sebesar Rp 11.234.833.734,38 mengalami kenaikan sebesar 22,39 persen dibandingkan tahun 2004, kenaikan juga terjadi pada komponen pendapatan lainnya yaitu retribusi daerah 63,83 dan bagian laba BUMN sebesar 11,92 persen. Dana Alokasi Umum (DAU) kabupaten Kerinci sebesar Rp. 193.116.000.000 sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 13.458.268.000yang dialokasikan untuk dana alokasi khusus reboisasi sebesar Rp. 738.268.000 dan dana alokasi khusus non reboisasi sebesar Rp. 12.720.000.000. Penerimaan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Kerinci dari PBB saat ini adalah dari sisi penerimaan masih mengandalkan sumber pendapatan dari sektor pertanian, dari pertambangan dan bahan galian. Secara lebih lengkap dapat dilihat pada realisasi pemasukan PBB tahun 2006 yang terdiri dari sektor perkotaan, perdesaan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Ketiga sektor tersebut yang paling memberikan kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan, yaitu sebesar Rp 16.076.240.873 dari total jumlah penerimaan yang sebesar Rp 17.616.772.362.
45
Akan tetapi jumlah penerimaan yang lebih besar berasal dari penerimaan pajak (berdasar data tahun 2006)
yang berasal dari pajak Penerangan Jalan
sebesar Rp 2.210.766.435 dan pajak Hotel dan Restoran sebesar Rp 224.005.765 dari total penerimaan pajak tahun 2006 sebesar Rp 4.289.858.342,7 Sumber pendapatan daerah yang lain adalah retribusi daerah. Retribusi daerah pada tahun 2006 yang besar adalah pada jenis retribusi SHP sebesar Rp 459.292.490 selain itu adalah retribusi pasar sebesar Rp 421.182.700 dan retribusi Leges sebesar Rp 237.402.300. Jenis retribusi yang belum dapat dioptimalkan adalah retribusi hiburan, reklame, parkir, tempat penginapan, dan izin gangguan. Padahal jenis retribusi tersebut paling banyak dinikmati oleh golongan masyarakat menengah ke atas yang notabene memiliki kondisi keuangan yang relatif lebih baik. Pendapatan daerah berikutnya adalah dari bagian laba BUMD dan pendapatan lainnya.
Bagian laba BUMD berasal dari BPD sebesar Rp
1.181.884.582,56 sedangkan pendapatan lainnya adalah Jasa Giro dan penerimaan lainnya sebesar Rp 2.383.488.764,85.
46
V. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KERINCI 5.1
Dasar Pertimbangan, Tujuan, dan Sasaran Tata Ruang Wilayah Kabupaten
5.1.1
Dasar Pertimbangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berdasarkan hasil kajian terhadap faktor-faktor eksternal (determinan) dan
faktor internal (potensi dan masalah) terkait Kabupaten Kerinci, maka didapat 5 (lima) faktor penting yang harus menjadi bahan pokok-pokok pertimbangan perencanaan Kabupaten Kerinci pada masa yang akan datang, yaitu : 1. Peluang eksternal bisa dimanfaatkan untuk mengatasi keterisolasian Kabupaten Kerinci. 2. Posisi penting Kabupaten Kerinci sebagai hulu DAS Batanghari, memiliki beberapa DAS lainnya, serta memiliki separuh kawasan lindung (TNKS) menjadikan Kabupaten Kerinci diarahkan menjadi fungsi konservasi. 3. Perlunya evaluasi dan kontrol penggunaan lahan budidaya untuk kepentingan fungsi resapan air dan mitigasi bencana alam. 4. Pertimbangan rawan bencana dalam pengembangan sarana dan prasarana wilayah/perkotaan terkait dengan sebaran penduduk. 5. Mengarahkan kegiatan ekonomi prospektif sesuai daya dukung lingkungan (contoh : Pariwisata, Perkebunan, Perikanan Darat, Pertanian Lahan Basah dan Kering sebagai konpensasi konservasi lahan). 5.1.2
Tujuan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tujuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten adalah mewujudkan
ruang wilayah kabupaten yang berkualitas, serasi, optimal sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan daerah serta sesuai dengan kebutuhan pembangunan
47
dan kemampuan daya dukung lingkungan. Lebih lanjut tujuan tata ruang wilayah kabupaten adalah : 1. Terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh. 2. Terwujudnya tertib pemanfaatan ruang. 3. Terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang. 5.1.3
Sasaran Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sasaran perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Kerinci adalah sebagai
berikut : 1. Terumuskannya pengelolaan kawasan berfungsi lindung dan budidaya. 2. Terumuskannya pengelolaan kawasan pedesaan perkotaan dan kawasan tertentu. 3. Tersusunnya transportasi,
sistem
prasarana
pengairan,
wilayah
energi/listrik,
yang
meliputi
telekomunikasi,
prasarana prasarana
pengelolaan lingkungan. 4. Terumuskannya
pengembangan
kawasan-kawasan
yang
perlu
di
proritaskan pengembangannya selama jangka waktu rencana. 5. Tersusunnya penatagunaan lahan/tanah, air, udara, hutan, mineral dan sumber daya alam lainnya. 5.2
Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang
5.2.1
Rencana Struktur Ruang Arahan struktur tata ruang wilayah Kabupaten Kerinci merupakan arah
garis besar pola pemanfaatan ruang wilayah yang diinginkan di masa mendatang sebagai pengejewantahan visi pembangunan daerah dikaitkan dengan potensi dan
48
masalah pembangunan wilayah. Dalam rencana struktur tata ruang yang sangat terkait adalah sistem pusat-pusat permukiman/perkotaan yang dikaitkan dengan sistem rencana jaringan prasarana. 5.2.2
Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Pembahasan rencana pengembangan kawasan budidaya akan meliputi
uraian tentang beberapa aspek yang berkaitan dengan pembudidayaan kawasan yang meliputi kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan, kawasan pertambangan, kawasan perindusterian, kawasan pariwisata, kawasan pemukiman pedesaan, kawasan permukiman perkotaan dan kawasan lainnya yang masih berkaitan dengan kegiatan budidaya. Adapun untuk menentukan suatu kawasan, harus diperhatikan kesesuain lahan bagi suatu kegiatan dengan memperhatikan faktor-faktor fisik dasar, yaitu faktor kemiringan lahan, ketinggian tempat, jenis tanah dan kawasan. Konsep pengembangan pola pengembangan pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten terbagi dalam : 1. Zona Kawasan Lindung (Taman Nasional Kerinci Seblat). 2. Zona
Kawasan
Penyangga
(Perkebunan
Tanaman
Keras,
Hutan
Kemasyarakatan). 3. Zona Budidaya Non Pertanian ( Permukiman, Industri, Pusat Kota, Sarana dan Prasarana, dll). 4. Zona Budidaya Pertanian (Pertanian Lahan Basah, Pertanian Lahan Kering, Kebun campuran, dll). 5. Zona Kawasan Perlindungan Setempat : Merupakan zona kawasan buffer terhadap sungai dan danau.
49
6. Kawasan Budidaya Sumber Daya Air (Perikanan Darat dan Danau). 5.3
Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya
5.3.1
Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
menjaga kelestarian lingkungan hidup yang mencangkup sumberdaya alam, budaya dan sejarah bangsa untuk kepentingan berlangsungnya pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan lindung harus dilindungi dari kegiatan-kegiatan produksi dan kegiatan manusia yang lainnya yang dapat merusak kelestarian lingkungan kawasan. Untuk penentuan arahan kebijakan dalam pemanfaatan kawasan lindung perlu terlebih dahulu dikenali tujuan dan sasaran pemanfaatan kawasan tersebut. Secara umum tujuannya adalah mengurangi resiko kawasan lingkungan hidup dan kehidupan sebagai akibat dari kegiatan pembangunan. Sedangkan sasarannya adalah : 1. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidroorologis).
2. Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistem serta keunikan alam. Kebijaksanaan pengembangan pada kawasan pada kawasan lindung adalah sebagai berikut : 1. Daerah dengan fungsi sebagai suaka alam harus benar-benar dan tidak boleh ada kegiatan lain pada daerah tersebut, kecuali kegiatan yang bersifat untuk menjaga fungsi kawasan tersebut. 2. Kawasan dengan fungsi sebagai kawasan lindung (sempadan sungai, sempadan
danau/waduk,
kawasan
dengan
faktor
pembatas
50
lereng/ketinggian) dimanfaatkan dengan tanaman yang berfungsi untuk reboisasi. 5.3.2
Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya Arahan pengembangan kawasan budidaya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu (1) Kawasan Budidaya Pertanian yang terdiri dari tanaman pangan lahan kering, tanaman pangan lahan basah, tanaman tahunan/tanaman keras, kawasan perkebunan, kawasan hutan produksi pola partisipasi masyarakat, dan kawsan penyangga/buffer; (2) Kawasan Budidaya Non-Pertanian yang terdiri dari kawasan permukiman (permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan), kawasan pariwisata, kawasan perindusterian, kawasan penambangan dan bahan galian. 5.4
Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan, Pedesaan dan Kawasan Tertentu
5.4.1
Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan Dalam struktur tata ruang wilayah kabupaten keberadaan kota-kota perlu
dilihat keterkaitannya dalam konteks wilayah Kabupaten Kerinci sendiri maupun wilayah sekitarnya, baik secara spasial maupun fungsional. Pola pengembangan sistem kota-kota ini mencangkup arahan mengenai hirarki kota, fungsi kota, arahan kebijaksanaan dan strategi pengembangan kota-kota. Oleh karena itu dalam mengembangkan kota-kota di Kabupaten Kerinci baik hirarki maupun fungsinya, arah kebijaksanaan pengembangan masing-masing hirarki kota adalah : 1. Pengembangan Kota Hirarki I (Kota Sungai Penuh). 2. Pengembangan Kota Hirarki II ( Kota Semurup, Sanggaran Agung, Jujun, Siulak Deras, Batang Sangir dan Tamiai ).
51
3. Pengembangan Kota Hirarki III ( Kota Lempur, Hiang, Rawang, Siulak, Pelompek, Kumun, Tanah Kampung, Sungai Tutung, Koto Tuo dan Sungai Liuk ). Tabel 9. Pembagian Perwilayahan Pengembangan Kabupaten Kerinci No WP/Sub WP 1 A A1 A2 2
3
B B1 B2 C C1 C2
Pusat WP/Sub Pusat Lingkup Wilayah Kecamatan WP Sungai Penuh Sungai Penuh, Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Semurup Kumun Debai, Pesisir Bukit, Air Hangat Timur, Senggaran Agung Air Hangat, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Depati Tujuh Jujun Batang Merangin, Gunung Raya Lempur Tamiai Siulak Deras Gunung Kerinci, Kayu Aro, Siulak Deras Gunung Tujuh, Siulak Batang Sangir
Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2006-2016
5.4.2
Rencana Pengelolaan Kawasan Pedesaan Kawasan pedesaan di Kabupaten Kerinci yang mempunyai kecenderungan
untuk dapat dikembangkan menjadi sentra-sentra produksi komoditi andalan sehingga dapat lebih meningkatkan hubungan/keterkaitan fungsional diantara kawasan-kawasan tersebut serta keterkaitannya dengan sistem jaringan prasarana transportasi dan sarana wilayah lainnya dalam mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Kerinci yang ditetapkan. Hirarki dan arahan pengembangan perkotaan dan pedesaan dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2. 5.4.3
Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu Pengelolaan kawasan tertentu yang dimaksud dalam wilayah Kabupaten
Kerinci adalah Kawsan Lindung (Taman Nasional Kerinci Seblat). Sesuai dengan SK Menhutbun No. 901/KPTS2/I/99, bahwa luas TNKS yang ada di Kabupaten
52
Kerinci adalah 215.000 Ha. Sesuai dengan fungsi TNKS tersebut, maka bentuk pengelolaan TNKS ini sebagai kawasan tertentu yang merupakan kawasan perlindungan berskala nasional, dititikberatkan pada upaya pelestarian alam atau mempertahankan aset alam konservasi. Kawasan lain sebagai kawasan tertentu adalah kawasan rawan bencana, mengingat Kabupaten Kerinci memiliki fisik dan geomorfologi yang rentan terhadap bencana alam : gempa, longsor, banjir dan gunung berapi. 5.5
Rencana Sistem Prasarana
5.5.1
Sistem Transportasi Masalah transportasi merupakan salah satu yang dijumpai di Kabupaten
Kerinci yaitu masih rendahnya kualitas prasarana transportasi terutama jaringan jalan yang menghubungkan antar wilayah Kerinci dengan Kabupaten Merangin maupun Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok Sumatera Barat. Masalah utama yang terjadi adalah kondisi alam yang berbukit-bukit dangan medan yang berat dan rawan longsor serta keterbatasan pengembangan prasarana jalan dengan adanya kawasan TNKS. Alternatif
pengembangan
prasarana
transportasi
ini
adalah
mengembangkan terminal angkutan regional maupun lokal di tiap-tiap sentra pelayanan khususnya kota-kota kecamatan sesuai dengan fungsi dan posisinya dalam jenjang pelayanan. Pengaktifan kembali lapangan terbang Depati Parbo untuk mendukung kegiatan usaha potensial dan kepariwisataan di Kabupaten Kerinci sangat diharapakan, namun sampai saat ini belum terealisasi.
53
5.5.2
Sistem Telekomunikasi Rencana sistem telekomunikasi terkait dengan kebutuhan pada tahun ke
depan. Berdaarkan proyeksi penduduk pada tahun 2016 dan kebutuhan sarana telekomunikasi pada tahun tersebut maka terdapat beberapa korelasi berikut ini : 1. Kebutuhan total rumah tangga mencapai 16.000 SST dan akan terkonsentrasi di kawasan Perkotaan Sungai Penuh, Koto Tuo, dan Siulak Deras. 2. Untuk wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh fixed-phone, dapat menggunakan jaringan selular yang bersifat mobile dan wireless. Untuk rencana jaringan telepon tetap, jaringan mengikuti jaringan jalan kolektor primer, yaitu : Sungai Penuh – Koto Tuo – Semurup – Siulak – Siulak Deras – Batang Sangir – Pelompek. Selain itu ada juga jaringan jalan lain adalah Sungai Penuh – Sanggaran Agung – Tamiai dan Sungai Penuh – Kumun – Jujun – Lempur. Jaringan telepon yang mengikuti jaringan jalan lokal adalah semurup – Sungai Liuk – Koto Tuo – Sungai Tutung. 5.5.3
Sistem Energi Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka arahan dasarnya adalah
pembangunan pembangkit dan infrastruktur listrik di masa datang menjadi prioritas agar dapat mendukung kebutuhan ekonomi masyarakat. Keterbatasan kapasitas produksi dan kenaikan harga BBM khususnya minyak solar sebagai bahan baku PLTD perlu disikapi dengan alternatif energi seperti batubara, mikro hidro, panas matahari, dll.
54
Sumber energi listrik alternatif yang potensial di Kabupaten Kerinci adalah energi listrik tenaga air. Menurut laporan RUKD Kabupaten Kerinci 2004, ada beberapa alternatif energi, yaitu : 1. Tenaga Air Tenaga air di Kabuapaten Kerinci merupakan sumber energi yang paling potensial karena curah hujan yang cukup tinggi (2.561 mm/tahun) serta ketersediaan air terjun dan sungai yang cukup banyak. 2. Panas Bumi Energi panas bumi yang ada di Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya dan Desa Semurup Kecamatan Air Hangat. 3. Batubara Deposit batubara di Kabupaten Kerinci dapat ditemui di kecamatan Sitinjau Laut. Penggunaan batubara ini labih murah dan mudah walaupun terkompensasi dengan polusi udara yang cukup masif. Pengembangan rencana listrik yang paling memungkinkan adalah pengembangan sumber tenaga listrik di seluruh kawasan, yaitu air terjun bedeng, pancuran aro dan batu namora yang terletak di Kecamatan Batang Merangin. Hal ini diperlukan karena keterbatasan penyediaan listrik dari PLTD selain terkendala dengan semakin meningkatnya harga BBM. 5.5.4
Sistem Pengelolaan Lingkungan Rencana sistem pengelolaan lingkungan adalah pengelolaan sampah dan
instalasi pengolahan air limbah. Untuk pengelolaan sampah telah terdapat satu Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kecamatan Danau Kerinci. Penempatan
55
ini tidak begitu baik, karena berdekatan dengan Danau Kerinci, karena secara ekologis akan menganggu ekosistem sungai. Beberapa alternatif lokasi yang diarahkan sebagai lokasi TPA adalah di satu di setiap wilayah pengembangan. Untuk wilayah pengembangan A, yang terdiri dari Kecamatan Air Hangat, Danau Kerinci, Sitijau Laut, Air Hangat Timur, Kumun Debai, dan Sungai Penuh. Alokasi TPA diletakkan di Kecamatan Sitinjau Laut. Untuk Wilayah Pengembangan B, yang terdiri dari Kecamatan Gunung Raya dan Batang Merangin, alokasi TPA diletakkan di Kecamatan Gunung Raya da sekitar Lempur. Untuk wilayah pengembangan C yang terdiri dari Keamatan Kayu Aro, Gunung Tujuh, dan Gunung Kerinci, alokasi TPA dapat dialokasikan di Kecamatan kayu Aro. 5.6
Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Dalam rangka menyiapkan investasi pengembangan yang bersifat lokal
maupun regional di dalam wilayah Kabupaten Kerinci merupakan aspek penting dalam penataan ruang wilayah kabupaten, sehingga perlu menetapkan kawasan yang strategis arat kawasan prioritas. Pengembangan kawasan prioritas pada dasarnya mengacu pada kepentingan sektor/ subsektor atau permasalahan yang mendesak penanganannya. Berdasarkan kecenderungan, pengaruh dan perkembangan dampak yang ditimbulkannya, maka kawasan prioritas dapat dikelompokkan atas 2 tingkatan, yaitu tingkat regional/nasional dan tingkat sub regional dengan penyebarannya sebagai berikut :
56
1. Kawasan Tingkat Regional/Nasional Kawasan prioritas yang potensi dan persoalannya mempunyai pengaruh dan kepentingan ditingkat regional provinsi, antar provinsi dan nasional 2. Kawasan Tingkat Sub-Regional Kawasan
prioritas
yang
didalamnya
kepentingan di tingkat lokal kabupaten.
mempunyai
pengaruh
dan
57
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci
6.1.1
Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci Dalam pelaksanaan penataan ruang dan wilayah Provinsi Jambi, konsep
dasar pengembangan perlu dijabarkan dalam rangka formal, yaitu ketentuanketentuan yuridis yang menjadi acuan perencanaan ini. Adapun kerangka formal yang menjadi acuan adalah UU No. 24 Tahun 1992 yang telah dirubah menjadi UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, khususnya terkait dengan pasal 21, kebijaksanaan pemerintah sebagai upaya penguatan proses desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan jiwa UU No. 22 dan 25 tahun 1999, UU No. 54 tahun 1999 tentang telah dimekarkannya Provinsi Jambi menjadi 9 daerah Kabupaten dan satu Kotamadya (Kota). Dengan dibentuknya Kabupaten Kerinci, maka penetapan Ibukota Kabupaten merupakan hal yang penting. Penetapan ini mutlak untuk dilakukan mengingat ibukota memiliki peran yang sangat strategis, yaitu sebagai pengendali pusat pemerintahan. Dalam penetapan lokasi pusat pemerintahan dipilih kota Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Adapun alasan dipilihnya Kota sungai penuh sebagai pusat pemerintahan adalah: 1. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Sungai Penuh terletak ditengahtengah wilayah Kabupaten Kerinci dan pada jalur penghubung untuk ke segala arah (dilalui jalan kolektor primer yaitu jalan provinsi yang menghubungkan Kabupaten Kerinci ke Kabupaten Bangko, Kabupaten
58
Kerinci ke Povinsi Sumatera Barat via Muara Labuh dan Tapan, serta Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via Tapan). 2. Penetapan Pusat Pemerintahan di Kabupaten Kerinci berdasarkan sejarahnya merupakan peninggalan dari pemerintah jajahan/kolonial. 6.1.2
Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci Berdasarkan Analisis P-Median Penentuan lokasi optimal secara umum memang relatif komplek.
Pemilihan lokasi memerlukan pertimbangan yang matang dari segi geografis daerah untuk efisiensi pelayanan, histori wilayah serta aspek politik dan ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, alternatif terbaik tentang penetapan ibukota kabupaten berdasarkan kepentingan Pemda adalah Kota Sungai Penuh. Akan tetapi dengan menggunakan program komputer Java Applets P-Median maka kita dapat membandingkan apakah keputusan Pemda tersebut telah sesuai dengan hasil olahan komputer untuk mencari alternatif lokasi yang paling baik. Pada prinsipnya penggunaan analisis ini bertujuan untuk meminimalkan jarak yang akan ditempuh berdasarkan bobot pada masing-masing simpul. Dalam penelitian ini, Kabupaten Kerinci memiliki 17 Kecamatan sehingga dalam pengolahannya digunakan 17 simpul. a. Faktor Jarak Pengertian jarak dalam kasus ini mengikuti pengertian relatif, yaitu satu posisi yang berkenaan dengan posisi yang lainnya. Dalam analisis ini, jarak yang dilihat adalah jarak antar ibukota kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Kerinci. Satuan jarak yang dipakai adalah kilometer (km) dengan simpul yang digunakan adalah ibukota kecamatan. Matriks jarak ke-17 simpul dapat dilihat pada lampiran 3.
59
b. Faktor Waktu Pengertian waktu dalam kasus ini adalah waktu tempuh yang berkenaan dengan satu posisi dengan posisi yang lainnya. Dalam analisis ini, waktu yang digunakan adalah waktu tempuh antar ibukota kecamatan di wilayah Kabupaten Kerinci. Satuan waktu yang dipakai adalah menit. Simpul yang digunkan adalah ibukota kecamatan. Matriks waktu ke-17 simpul dapat dilihat pada lampiran 4. c. Faktor Bobot Pengukuran nilai dari suatu simpul tertentu akan sangat mempengaruhi hasil dari pengolahan dan sangat bergantung dengan masalah yang dianalisa. Pada penelitian ini faktor bobot yang dianalisa adalah: 1. Jumlah Penduduk Asumsi yang mendasari adalah bahwa dengan sejumlah penduduk tertentu yang terdapat dalam suatu kecamatan, maka jumlah tersebut dapat mewakili suatu aktivitas lokasi. Dengan semakin besar jumlah penduduk di suatu kecamatan, maka semakin besar pula bobot wilayah tersebut karena terkait dengan pusat pemerintahan yang mampu melayani kebutuhan penduduk yang tersebar di masing-masing simpul. 2. Luas Wilayah Pemukiman Dengan asumsi luas wilayah pemukiman yang dianggap memadai merupakan
suatu
syarat
terselenggaranya
pembangunan
dan
pengembangan ibukota kabupaten. Penggunaan data luas wilayah pemukiman dimaksudkan untuk membatasi luasan wilayah konservasi kedalam analisis, karena wilayah konservasi merupakan daerah yang tidak
60
boleh dijadikan pemukiman (hal-hal yang merusak kelestariannya) sehingga tidak relevan jika dimasukkan ke dalam analisis. Selain dengan menggunakan kedua bobot diatas, analisis juga dilakukan dengan mengasumsikan bahwa bobot tiap ibukota kecamatan adalah sama sehingga faktor yang mempengaruhi adalah faktor jarak dan waktu antar ibukota kecamatan. 1. Bobot Jumlah Penduduk Dengan menggunakan bobot jumlah penduduk, hasil perhitungan program komputer menunjukkan lokasi optimal pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci adalah Kecamatan Sungai Penuh (ibukota kabupaten ini). Hal ini terlihat dari output komputer berdasarkan pengaruh jarak yang menunjukkan Kota Sungai Penuh melalui dua kali iterasi dengan nilai upper bound 1774.0 dan lower bound 1774.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 4. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh Jarak Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
61
Berdasarkan pengaruh waktu melalui tiga kali iterasi, hasil dari komputer menunjukkan Kota Sungai Penuh sebagai lokasi dengan nilai upper bound sebesar 3548.0 dan lower bound 3548.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 5. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh Waktu Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh) Nilai upper bound merupakan nilai estimasi kemungkinan terburuk dari skenario yang digunakan. Sedang nilai lower bound merupakan nilai estimasi kemungkinan terbaik dari skenario. Karena nilai dari upper bound dan lower bound sama, maka menurut program ini solusi optimal dari permasalahan telah
ditemukan. Dipilihnya Kota Sungai Penuh dikarenakan Kota Sungai Penuh mampu meminimalkan jarak dan waktu tempuh sehingga mudah dijangkau. Sedangkan dipilihnya bobot jumlah penduduk terbesar dimaksudkan untuk memudahkan perekrutan pegawai/pekerja dalam pengembangan wilayah. Jadi dengan menggunakan bobot jumlah penduduk berdasarkan pengaruh jarak dan waktu solusi optimal yang dihasilkan oleh program P-Median adalah
62
Kota Sungai Penuh atau Kecamatan Sungai Penuh. Lokasi optimal yang terpilih di Kecamatan Sungai Penuh ini merupakan lokasi yang efisien dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga Kecamatan Sungai Penuh layak untuk berkembang sebagai pusat pemerintahan. 2. Bobot Luas Wilayah Dengan menggunakan bobot luas wilayah pengaruh jarak, hasil perhitungan komputer menunjukkan bahwa lokasi yang optimal di Kabupaten Kerinci adalah Kecamatan Sungai Penuh. Hal ini terlihat dari output komputer yang menunjukkan Kota Sungai Penuh melalui tiga kali iterasi dengan nilai upper bound 2313.0 dan lower bound 2312.9999999999995 atau dengan pembulatan
menjadi 2313.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 6. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh Jarak Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
63
Berdasarkan pengaruh waktu melalui tiga kali iterasi, output komputer menunjuk Kota Sungai Penuh dengan nilai upper bound 4626.0 dan nilai lower bound 4626.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 7. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh Waktu Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh) Nilai upper bound merupakan nilai estimasi kemungkinan terburuk dari skenario yang digunakan. Sedangkan lower bound merupakan estimasi kemungkinan terbaik dari skenario. Karena nilai dari upper bound dan lower bound sama maka menurut program ini solusi optimal dari permasalahan telah
ditemukan. Dipilihnya Kota Sungai Penuh dikarenakan Kota Sungai Penuh mampu meminimalkan jarak dan waktu tempuh sehingga mudah dijangkau. Sedangkan dipilihnya bobot luas wilayah terbesar dimaksudkan agar wilayah dalam hal ini lahan tersedia secara luas dalam pengembangan wilayah. Jadi dengan menggunakan bobot luas wilayah berdasarkan pengaruh jarak dan waktu solusi yang dihasilkan oleh program P-Median adalah Kota Sungai
64
Penuh atau Kecamatan Sungai Penuh. Lokasi optimal yang terpilih di Kecamatan Sungai Penuh ini merupakan lokasi yang efisien dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga Kecamatan Sungai Penuh layak untuk berkembang sebagai pusat pemerintahan. 3. Bobot Sama Dengan menggunakan bobot sama pengaruh jarak, hasil perhitungan komputer menunjukkan bahwa lokasi optimal di Kabupaten Kerinci adalah Kecamatan Sungai Penuh. Hal ini terlihat dari output komputer yang menunjukkan Kota Sungai Penuh melalui satu kali iterasi dengan nilai upper bound dan lower bound 280.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 8. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Jarak Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh) Untuk pengaruh waktu melaui 1 kali iterasi menunjukkan Kecamatan Sungai Penuh atau Kota Sungai Penuh sebagai lokasi optimal dengan nilai upper bound dan lower bound 562.0.
65
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 9. Hasil Olahan P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Waktu Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh) Berdasarkan tiga bobot yang digunakan, yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah, dan bobot sama, dapat diketahui bahwa hasil yang mendominasi sebagai lokasi pusat pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Jika dilihat posisi Kecamatan Sungai Penuh, maka lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya yang terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci, sehingga dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat yang berada di wilayah hinterlandnya.
66
6.1.3 Hasil Analisis Skalogram Pada dasarnya analisis Skalogram memberikan hirarki yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan dan pelayanan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit prasarana pelayanan yang lebih banyak. Hal tersebut membuat metode ini lebih menekankan pada aspek kuantitatif dalam sistem pelayanan dibandingkan dengan aspek kualitatifnya yang menyangkut pada perbedaan derajat fungsi atau peranan dari fasilitas pelayanan itu sendiri. Disamping itu distribusi penduduk dan jangkauan pelayanan secara spasial tidak dipertimbangkan dengan spesifik dalam metode ini. Dalam penelitian ini terdapat 16 jenis prasarana yang menjadi variabel penelitian yaitu sarana peribadatan (Mesjid, Musholla, Gereja), sarana pendidikan (Sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan), fasilitas kesehatan (Rumah sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Dokter, dan Bidan), sarana perkonomian (pasar, toko, koperasi), dan PDAM. Berdasarkan hasil analisa skalogram yang disajikan pada Tabel Lampiran 5 dapat diketahui informasi tentang hirarki atau peringkat pusat pertumbuhan dan pelayanan dari yang paling tinggi sampai yang terendah seperti Tabel 10 dibawah ini.
67
Tabel 10. Hirarki Sarana Prasarana Pelayanan di Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kecamatan
Gunung Raya Batang Merangin Keliling Danau Danau Kerinci Sitinjau Laut Tanah Kampung Sungai Penuh Hamparan Rawang Pesisir Bukit Kumun Debai Air Hangat Air Hangat Timur Depati Tujuh Gunung Kerinci Siulak Kayu Aro Gunung Tujuh Jumlah
Wilayah Pengembangan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah Jenis Prasarana
Juml ah Unit Prasa rana
Peringk at
B B
15.059 22.560
12 13
86 73
4 7
B A A A
21.999 15.968 13.940 8.280
13 11 11 10
80 74 73 41
5 6 8 15
A A
32.794 13.087
15 11
209 60
1 12
A A A A
16.533 8.715 21.129 17.712
8 9 14 9
31 40 72 52
17 16 9 13
C C C C
14.660 11.441 30.014 35.725 11.738
9 11 10 14 9 189
71 63 87 100 43 1255
10 11 3 2 14
Sumber : Turunan dari Analisa Skalogram Tahun 2006
Jumlah jenis prasarana didapat dari perhitungan ada tidaknya setiap kecamatan memiliki jenis prasarana yang dimasukkan ke dalam variabel penelitian. Jumlah unit prasarana didapat dengan menjumlahkan setiap jenis prasarana yang terdapat dalam setiap kecamatan sedangkan peringkat kecamatan disusun berdasarkan jumlah unit prasarana yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan tersebut. Kecamatan yang memiliki jumlah unit prasarana terbanyak akan diberikan peringkat pertama dan seterusnya. Dari data hasil analisa Skalogram, Wilayah Pembangunan di Kabupaten Kerinci yang memiliki total jenis sarana dan prasarana pembangunan terbanyak
68
adalah Kecamatan Sungai Penuh yaitu sebanyak 15 jenis dari 16 jenis fasilitas pelayanan yang dimasukkan dalam analisis penelitian dan diikuti oleh kecamatan Air Hangat dan Kecamatan Kayu Aro yang masing-masing memiliki 14 jenis fasilitas pelayanan. Kecamatan Pesisir Bukit adalah kecamatan yang memiliki fasilitas pelayanan terendah yaitu sebanyak 8 jenis fasilitas pelayanan. Untuk unit total sarana dan prasarana pembangunan, Kecamatan Sungai Penuh menempati peringkat pertama dengan 209 jenis sarana dan prasarana dan diikuti oleh Kecamatan Kayu Aro dengan 100 jenis sarana dan prasarana, Kecamatan Siulak menempati urutan ketiga dengan 87 jenis sarana dan prasarana. Kecamatan yang memiliki jumlah unit sarana dan prasarana terendah adalah Kecamatan Pesisir Bukit dengan 31 jenis sarana dan prasarana. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci tahun 2006, Kabupaten Kerinci dibagi menjadi tiga Wilayah Pengembangan (WP). Kecamatan yang Termasuk WP A meliputi Wilayah Otonomi Sungai Penuh (Kecamatan Sungai Penuh, Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Kumun Debai, Pesisir Bukit), Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, Depati Tujuh, dan Danau Kerinci. Kecamatan Gunung Raya, Keliling Danau, dan Batang Merangin termasuk dalam Wilayah Pengembangan B. Sedangkan yang termasuk Wilayah Pengembangan C adalah Kecamatan Kayu Aro, Gunung Kerinci, Siulak, dan Gunung Tujuh. Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan yang menempati hirarki yang paling tinggi dalam ketersediaan sarana dan prasarana/fasilitas pelayanannya adalah kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pengembangan A yaitu
69
Kecamatan Sungai Penuh (Kecamatan Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Kumun Debai, Pesisir Bukit, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, Depati Tujuh, dan Danau Kerinci). Masyarakat yang berada di kecamatan-kecamatan ini memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak yaitu 148.154 jiwa atau 47,58 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Kerinci tahun 2006. Sarana dan prasarana yang relatif lengkap dibuktikan dengan hasil analisa skalogram dimana Kecamatan Sungai Penuh memiliki jumlah jenis sarana dan prasarana pembangunan terbanyak yaitu 15 jenis dan memiliki jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di suatu wilayah juga berkaitan dengan jumlah masyarakat yang dilayaninya, yang memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut. Suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk relatif banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang juga jumlah penduduknya lebih sedikit. Jadi alokasi sarana dan prasarana pembangunan akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan. Faktor jumlah penduduk ini juga menyebabkan rendahnya tingkat ketersediaan sarana dan prasarana pembangunan di beberapa pusat pengembangan. Kecamatan Sungai Penuh seharusnya memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak berdasarkan tingginya hirarki pusat-pusat pengembangan yang dimilikinya. Dapat dilihat bahwa Kecamatan Sungai Penuh memiliki jumlah penduduk 32.794 jiwa yang menempati urutan kedua setelah kecamatan Kayu Aro dengan unit sarana dan prasarana sebanyak 209 berarti untuk memanfaatkan 1 unit sarana dan prasarana yang tersedia kita harus bersaing dengan 156 jiwa. Namun
70
hal itu dinilai baik karena peluang untuk dapat memanfaatkan sarana dan prasarana pembangunan tersebut menjadi lebih besar. Berbeda halnya dengan dengan Kecamatan Kayu Aro yang memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu 35.729 jiwa tetapi hanya memiliki 100 unit sarana dan prasarana saja. Ini berarti untuk memanfaatkan 1 unit sarana dan prasarana yang tersedia kita harus bersaing dengan 357 jiwa. Dilihat dari kelengkapan sarana dan prasarana pembangunan yang dimiliki, Kecamatan Kayu Aro dinilai relatif kurang lengkap dibanding Kecamatan Sungai Penuh yang memiliki 15 jenis sarana dan prasarana pembangunan. Ternyata dari hasil analisis tersebut, hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan yang didasarkan pada ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi tidak tersusun atas pertimbangan jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan distribusi sarana dan prasarana pembangunan di suatu wilayah tidak hanya memperhitungkan jumlah penduduk, melainkan ada indikator lainnya seperti topografi, luas wilayah, sistem transportasi dan komunikasi. Kecamatan-kecamatan dengan peringkat sarana dan prasarana yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat jumlah penduduknya, akan lebih mudah dalam memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan dari sarana dan prasarana pembangunan tersebut apabila dengan kecamatan yang peringkat sarana dan prasarananya lebih rendah dari jumlah penduduknya. Kecamatan yang memiliki peringkat sarana dan prasarana pembangunan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduknya adalah Kecamatan Sungai Penuh, Kayu Aro, Siulak, Gunung Raya. Namun kondisi tersebut tidak menjadikan kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai permintaan terhadap sarana dan prasarana pelayanan akan
71
seimbang dengan penawarannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh wilayah dan penyebaran sarana dan prasarana di wilayah tersebut di wilayah kecamatan. Analisis skalogram juga memperlihatkan hirarki sarana dan prasarana pembangunan yang terdapat dalam tata ruang wilayah pembangunan. Hirarki ini dimaksudkan untuk mengetahui ketersediaan jenis sarana dan prasarana berdasarkan alokasi di setiap kecamatan. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengetahui jenis prasarana pembangunan yang tingkat ketersediaannya tinggi, sedang atau rendah. Tabel 11. Fasilitas-Fasilitas Pelayanan Utama di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 No
Jenis Fasilitas
Jumlah Unit Prasarana
Peringkat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Mesjid 287 2 Musholla 115 5 Gereja 1 15 Sekolah Dasar 298 1 Sekolah Menengah Pertama 51 6 Sekolah Menengah Atas 18 11 Sekolah Menengah Kejuruan 7 13 Rumah Sakit Umum 1 16 Puskesmas 20 10 Puskesmas Pembantu 42 8 Dokter 43 7 Bidan 132 4 Pasar 15 12 Toko 25 9 PDAM 7 14 Koperasi 184 3 Jumlah 1246 Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci dalam Angka 2006, hasil analisis skalogram (diolah)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa fasilitas yang memiliki peringkat tinggi adalah fasilitas yang paling dibutuhkan oleh masyarakat pada suatu wilayah. Sarana dan Prasarana peribadatan (Mesjid, Musholla, Gereja) berada pada urutan pertama untuk fasilitas yang paling dibutuhkan. Kemudian sarana pendidikan yang terdiri dari SD,SMP,SMA,SMK. Fasilitas kesehatan terdiri dari
72
Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Dokter, dan Bidan. Untuk mememenuhi kebutuhan sehari-hari juga tersedia pasar dan toko. Penyebaran sarana dan prasarana pembangunan di suatu wilayah dapat diketahui dengan melihat berapa jumlah kecamatan yang memiliki sarana dan prasarana tersebut. Penyebaran sarana dan prasarana dapat dikategorikan tinggi (lebih dari 90%), sarana dan prasarana yang derajat penyebarannya cukup/sedang (30%-90%), dan sarana dan prasarana yang derajatnya rendah (kurang dari 30%). Tabel 12. Jenis Sarana dan Prasarana Berdasarkan Derajat Penyebarannya di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 Derajat Penyebaran Tinggi (≥ 90%)
Sedang (30%-90%) Rendah (≤ 30%)
Jenis Fasilitas 1. Mesjid 2. Musholla 3. SD 4. SMP 5. Puskesmas Pembantu 6. Dokter 7. Bidan 8. Koperasi 1. SMA 2. Puskesmas 3. Pasar 3. Toko 4. PDAM 1. Gereja 2. SMK 3. RSU
Sumber : Hasil Olahan Analisis Skalogram
Jika dilihat derajat penyebaran fasilitas pelayanan, sebagian besar sarana dan prasarana yang ada di Wilayah Kabupaten Kerinci berada pada derajat penyebaran yang tinggi (lebih dari 90%) yaitu Mesjid, Musholla, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Puskesmas Pembantu, Dokter, Bidan, dan Koperasi. Untuk derajat penyebaran 30-90 persen (kategori sedang) yaitu Sekolah Menengah Atas, Puskesmas, pasar, toko, dan PDAM. Sedangkan fasilitas pelayanan seperti Gereja, Sekolah Menengah Kerujuan, dan Rumah Sakit Umum memiliki derajat penyebaran kurang dari 30 persen (kategori rendah).
73
6.2
Keterkaitan Antara Keputusan Pemda dan Analisis P-Median dalam Menentukan Lokasi Optimal Pusat Pemerintah Penetapan lokasi optimal pusat pemerintahan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kerinci jika dikaitkan dengan hasil analisis program komputer P-Median Solver ternyata memiliki hasil yang sama. Keputusan Pemda menetapkan Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh sebagai lokasi pusat pemerintahan kabupaten sudah optimal berdasarkan bobot jumlah penduduk, luas wilayah, dan bobot sama dengan mempertimbangkan faktor jarak antar simpul dan faktor waktu tempuh antar simpul. Sebagai hasil akhir dari analisis P-Median bila dibandingkan dengan keputusan Pemerintah Daerah, hasil yang dipilih adalah Kota Sungai Penuh (Kecamatan Sungai Penuh) sebagai lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci. Analisis P-Median ini bisa ditarik kesimpulan karena berdasarkan ketiga bobot yang berbeda menunjukkan hasil yang sama yaitu lokasi optimal pusat pemerintahan berada di Kota Sungai Penuh (Kecamatan Sungai Penuh). 6.3
Hubungan Antara Hasil Analisis P-Median dan Metode Skalogram Metode P-Median menentukan lokasi pusat pemerintahan yang optimal
dengan memilih lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai wilayah terdekat dengan meminimalkan jarak tempuh. Semakin minimal jarak tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi tersebut, maka oleh program dipilih sebagai lokasi yang paling optimal dan efisien. Sedangkan dengan metode skalogram menentukan hirarki wilayah berdasarkan fasilitas (sarana dan prasarana) pembangunan yang tersedia. Dengan menghubungkan kedua hasil analisis tersebut, maka akan didapat kesimpulan apakah lokasi optimal pusat
74
pemerintahan yang terpilih oleh P-Median sudah memadai dari segi fasilitas pembangunan yang diperlihatkan oleh analisis skalogram. Kecamatan Sungai Penuh yang dengan menggunakan bobot jumlah penduduk, luas wilayah, dan bobot sama dengan pengaruh jarak dan waktu tempuh sebagai lokasi optimal bila dilihat dari fasilitas pelayanan yang tersedia sudah lengkap. Ini terlihat dari jumlah jenis sarana dan prasarana pembangunan yang tersedia paling banyak yaitu 15 jenis dari 16 jenis fasilitas yang di analisis. Dari segi jumlah unit fasilitas pelayanan Kecamatan Sungai Penuh juga memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 209 unit dan menempati pasisi pertama. Dengan jumlah penduduk sebanyak 32.794 jiwa, ini berarti seseorang harus bersaing dengan 156 orang lainnya untuk dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan. Dengan demikian, Kecamatan Sungai Penuh telah layak untuk menjalankan fungsinya sebagai pusat pemerintahan kabupaten. 6.4
Keterkaitan Analisis P-Median dan Metode Skalogram dengan RTRW Kabupaten Kerinci Dalam mengembangkan kota-kota di Kabupaten Kerinci baik hirarki
maupun fungsinya, arah kebijaksanaan pengembangan masing-masing hirarki kota adalah : (1) Pengembangan Kota Hirarki I (Kota Sungai Penuh) yang dikembangkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal. Dalam lingkup wilayah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh merupakan pusat pengembangan utama yang berfungsi sebagai pusat kegiatan administrasi, pemasaran, dan jasa; (2) Pengembangan Kota Hirarki II (Kota Semurup, Sanggaran Agung, Jujun, Siulak Deras, Batang Sangir, dan Tamiai) yang berfungsi mendukung Kota Sungai Penuh; (3) Pengembangan Kota Hirarki III (Kota Lempur, Hiang, Rawang,
75
Siulak, Pelompek, Kumun, Tanah Kampung, Sungai Tutung, Kota Tuo, Siulak Liuk). Hasil analisa Skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan yang menempati hirarki yang paling tinggi dalam ketersediaan sarana dan prasarana/fasilitas pelayanannya adalah kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pengembangan A (Kota Hirarki I) yaitu Kecamatan Sungai Penuh (Kecamatan Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Kumun Debai, Pesisir Bukit, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, Depati Tujuh, dan Danau Kerinci). Kota Sungai Penuh memiliki jumlah jenis sarana dan prasarana pembangunan terbanyak yaitu 15 jenis dan memiliki jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan jumlah penduduk 32.794 jiwa berarti untuk memanfaatkan 1 unit sarana dan prasarana yang tersedia harus bersaing dengan 156 jiwa. Analisis P-Median merekomendasikan lokasi optimal pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci adalah di Kota Sungai Penuh. Hal ini sesuai dengan RTRW Kabupaten Kerinci yang menempatkan Kota Sungai Penuh sebagai Kota Hirarki I serta sebagai pusat pemerintahan. Posisinya yang berada di bagian tengah wilayah semakin memantapkan perannya sebagai pusat perkembangan wilayah ini. Dengan demikian, Kota Sungai Penuh telah layak untuk menjalankan fungsinya sebagai pusat kabupaten.
76
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan kepentingan Pemerintah Daerah, pemilihan Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan dikarenakan letak geografisnya, Kota Sungai Penuh terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Kerinci dan pada jalur penghubung untuk kesegala arah (dilalui jalan kolektor primer yaitu jalan provinsi yang menghubungkan Kabupaten Kerinci ke Kabupaten Bangko, Kabupaten Kerinci ke Provinsi Padang via Muara Labuh dan Tapan, serta Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via Tapan). Faktor lain yang mendasari adalah dari segi historis, Kota Sungai Penuh telah dijadikan pusat pemerintahan sejak zaman penjajahan dan merupakan peninggalan pemerintah kolonial. 2. Berdasarkan analisis P-Median didapat hasil yang sama yaitu pusat pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Dilihat dari posisi Kecamatan ini, maka lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci. 3. Analisis skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Sarana dan prasarana yang relatif lengkap yaitu 15 jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan demikian berdasarkan analisis P-Median maupun skalogram, Kota Sungai Penuh telah layak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci.
77
7.2 Saran Kebijakan 1. Pemerintah sebaiknya dalam melakukan pengelompokan Wilayah Pengembangan berdasarkan potensi yang ada di wilayah tersebut sehingga arahan pengembangan wilayah benar-benar sesuai dengan fungsi yang akan dijalankan oleh wilayah tersebut. 2. Untuk pengembangan wilayah ke depan, pemerintah daerah perlu melengkapi infrastruktur untuk mendorong percepatan pembangunan daerah, seperti memperbaiki sistem tarnsportasi (jalan) sehingga memudahkan penduduk untuk mencapai lokasi pelayanan. 3. Mengingat penyebaran penduduk di Kabupaten Kerinci tidak merata antara kecatan yang satu dengan yang lainnya. Pemerintah daerah perlu membangun suatu pola lokasi yang tepat. Apakah akan membangun suatu pusat pelayan yang baru atau memilihara pusat pelayanan yang sudah ada dan melengkapi pola lokasi tersebut dengan fasilitas-fasilitas yang baru. 7.3 Saran Penelitian 1. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan adanya respesifikasi dari model bagi peneliti selanjutnya dengan mengganti atau menambah variabelvariabel lainnya yang lebih relevan. Seperti Variabel transportasi,variabel kepemilikan lahan, dsb. 2. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk menganalisis ketersediaan tanah negara untuk lokasi pemerintahan, serta mengkaji ketersediaan fasilitas pelayanan yang lebih mendetil agar dapat melihat secara jelas dampak yang ditimbulkan dengan ditetapkannya suatu lokasi sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan.
78
3. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan peneliti menambah jenis prasarana dalam analisa skalogram.
79
DAFTAR PUSTAKA Amalia, R. 2003. Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Anggraeni, R. 2005. Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dan Pusat Pelayanan Untuk Propinsi dan Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Serang, Propinsi Banten). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Anonimous. 2004. Teori Lokasi Umum. Modul Mata Kuliah Perencanaan Pembangunan Wilayah. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hadianto, Adi. 2004. Analisis Fungsi dan Analisis Daya Dukung Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. BPS Kabupaten Kerinci. 2006. Kerinci Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci 2006-2016. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 03 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 04 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 05 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 10 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pardnya Paramita. Jakarta. Diana, Sidqi Ferin. 2004. Analisis Pemilihan Pusat Pemerintahan yang Optimal di Kabupaten Wonosobo dalam Pengembangan Wilayah. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
80
Gunawan, Gun-Gun. 1998. Peran dan fungsi Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan dalam Pembangunan Wilayah. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hanafiah, T. 1988. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Pedesaan. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. --------. 1989. Aspek Lokasi dalam Analisis Ekonomi Wilayah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hyuan. 2001. P-Median Problem Solver. Software Internet Java Applets. www.hyuan.com/java. Kamaluddin, R. 1992. Bunga Rampai Pembangunan Nasional dan Daerah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang Sampai Otonomi Daerah. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor. Richardson, Harry W. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Terjemahan Paul Sihotang. LPFEUI. Jakarta. Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta. Rusthon, G. 1979. Optimal Location of Facilities. Departement of Geography. Universitas of Iowa. Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Sarundajang, S.H. 1997. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Sebuah Pengantar: Tinjauan Khusus Pemerintah Daerah di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Siregar, M. Ali Fiqri A.S. 2005. Analisis Pemilihan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Di Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Pengembangan Wilayah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Situs : www.kerincikab.com
81
Lampiran 1. Potensi Pengembangan Kabupaten Kerinci No Sektor 1 Fisik Dasar
2
Ekonomi
3
Sosial-BudayaKependudukan
Potensi Pengembangan a. Wilayah Kabupaten Kerinci memilik jenis tanah yang subur. b. Adanya sungai-sungai besar. c. Kondisi fisik dan letak TNKS yang memiliki ekologis. d. Struktur jalan yang berbentuk linier memudahkan akses terhadap daerah sekitar. e. Penyediaan energi listrik yang terus dikembangkan melalui pembangkit listrik tenaga air. a. Nilai PDRB yang cenderung mengalami pertumbuhan rata-rata 18,75%. b. Tahun 2004 sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan. c. Tanaman perkebunan (Teh dan Kayumanis) yang memiliki prospek ekonomi yang lebih baik. d. Memiliki kawasan hutan yang berada di kawasan TNKS. e. Sektor pariwisata yang terus dikembangkan. f. Bahan galian yang berupa batu gamping, batu marmer, dll. g. a. Sejak tahun 2004, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI-WARSI) melaksanakan program ”Mendorong Pengelolaan Sumberdaya Alam DAS Batanghari dengan Pendekatan Bioregion”. b. Perbandingan antara jumlah penduduk produktif dan non produktif 88.544 jiwa atau 29% dan 18.316 atau 61%.
Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2006-2016
82
Lampiran 2. Hirarki dan Arahan Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Kerinci No Orde Kota Pengembangan Fasilitas dan Utilitas - Perkantoran Pemerintahan Kabupaten 1 I Sungai Penuh
2
II
3
III
4
Sanggaran Agung Jujun Semurup Siulak Deras Batang Sangir Tamiai
Rawang Sungai Tutung Lempur Hiang Tanah Kampung Kota Tuo Siulak Deras Sungai Liuk Pelompek Kumun Kawasan Pedesaan
-
Perkantoran lain dan swasta Kawasan perdagangan dan jasa Pasar Induk dan Pasar lingkungan Pusat Pertokoan Terminal Regional dan Terminal Kota Kawasan Pergudangan Bank dan Lembaga Keuangan lainnya Biro perjalanan wisata Kantor pusat Pelayanan telekomunikasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Puskesmas Fasilitas Pendidikan sampai setingkat PT Gedung Olahraga Lapangan Olahraga/Stadion Sentra Industri dan kerajinan Kawasan Permukiman Kelistrikan/PLN dan Air Bersih/PDAM Persampahan/TPA Telepon/Telkom. Perkantoran kecamatan dan swasta Pasar Permanen/satelit dan pertokoan Terminal dan pergudangan Lembaga Keuangan Rumah Sakit/Puskesmas Fasilitas Pendidikan minimal setingkat SLTA Gedung/lapangan Olahraga Biro Perjalanan wisata Sentra industri dan kerajinan Fasilitas telekomunikasi Kawasan permukiman Kelistrikan /PLN atau tainnya Air Bersih / PDAM atau lainnya Persampahan Telepon/Telkom. Perkantoran Kecamatan dan swasta Pasar lingkungan dan pertokoan Sub Terminal Lembaga Keuangan Puskesmas/Puskesmas Pembantu Fasilitas Pendidikan sampai setingkat SLTA Gedung/Lapangan Olahraga Sentra industri kecil Fasilitas telekomunikasi Kawasan Permukiman Kelistrikan, Air Bersih, Persampahan Telepon. Pasar lingkungan dan toko/warung Kawasan Agribisnis/Pertanian Lembaga Keuangan dan KUD Balai Pengobatan / BKIA Fasilitas Pendidikan minimal setingkat SD
Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2006-2016
83
Lampiran 3. Jarak Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (km) Gunung Tujuh
Kayu Aro
Siulak
Gunung Kerinci
Depati Tujuh
Air Hangat Timur
Air Hangat
Kumun Debai
Pesisir Bukit
Hamparan Rawang
Sungai Penuh
Tanah Kampung
Sitinjau Laut
Danau Keinci
Keliling Danau
Batang Merangin
Gunung Raya
Gunung Raya
Kecamatan
-
Batang Merangin
21
-
Keliling Danau
12
22
-
Danau Kerinci
20
25
9
-
Sitinjau Laut
30
33
19
8
-
Tanah Kampung
32
37
21
12
4
-
Sungai Penuh
40
41
19
16
8
4
-
Hamparan Rawang Pesisir Bukit
44
45
23
20
12
8
4
-
43
44
22
19
11
7
3
4
-
Kumun Debai
36
37
15
12
10
7
4
8
7
-
Air Hangat
49
50
28
25
17
13
9
8
7
13
-
Air Hangat Timur
47
48
26
23
15
11
7
4
9
11
9
-
Depati Tujuh
45
46
25
21
13
9
5
6
3
9
4
10
-
Gunung Kerinci
63
64
42
29
31
27
23
22
20
27
14
22
18
-
Siulak
52
53
31
28
20
16
12
14
9
16
3
11
7
11
-
Kayu Aro
85
86
64
61
53
50
45
41
43
49
36
45
40
23
34
-
Gunung Tujuh
90
91
69
66
58
54
50
48
48
54
51
50
45
28
39
5
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, Bappeda Kabupaten Kerinci 2006
-
84
Lampiran 4. Waktu Tempuh Antar Kecamatan Di Kabupaten Kerinci (menit)
Gunung Tujuh
Kayu Aro
Siulak
Gunung Kerinci
Depati Tujuh
Air Hangat Timur
Air Hangat
Kumun Debai
Pesisir Bukit
Hamparan Rawang
Sungai Penuh
Tanah Kampung
Sitinjau Laut
Danau Keinci
Keliling Danau
Batang Merangin
Gunung Raya
Gunung Raya
Kecamatan
-
Batang Merangin
42
-
Keliling Danau
24
44
-
Danau Kerinci
40
50
18
-
Sitinjau Laut
60
66
38
16
-
Tanah Kampung
64
74
42
24
8
-
Sungai Penuh
80
82
38
32
16
8
-
Hamparan Rawang Pesisir Bukit
88
90
46
40
24
16
8
-
86
88
44
38
22
14
6
8
-
Kumun Debai
72
74
30
24
20
16
8
16
14
-
Air Hangat
98
100
56
50
34
26
18
16
14
26
-
Air Hangat Timur
94
96
52
46
30
24
14
8
18
22
18
-
Depati Tujuh
90
92
48
42
26
18
10
12
6
18
8
20
-
Gunung Kerinci
126
128
84
58
62
54
46
44
40
54
28
44
36
-
Siulak
104
106
62
56
40
32
24
28
18
32
6
22
14
22
-
Kayu Aro
170
172
128
122
106
98
90
82
86
98
72
90
80
46
68
-
Gunung Tujuh
180
182
138
132
116
108
100
96
96
108
82
100
90
56
78
10
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, Bappeda Kabupaten Kerinci 2006
-
85 Lampiran 5. Analisis Skalogram Kabupaten Kerinci 2006 Kopersai
PDAM
Toko
Pasar
Bidan
Dokter
Puskesmas Pembantu
Puskesmas
RSU
SMK
SMA
SMP
SD
15.059 Gunung Raya 2 Batang 22.560 Merangin 21.999 3 Keliling Danau 15.968 4 Danau Kerinci 5 Sitinjau Laut 13.940 8.280 6 Tanah Kampung 32.794 7 Sungai Penuh 13.087 8 Hamparan Rawang 9 Pesisir Bukit 16.533 8.715 10 Kumun Debai 21.129 11 Air Hangat 17.712 12 Air Hangat Timur 14.060 13 Depati Tujuh 11.441 14 Gunung Kerinci 30.014 15 Siulak 35.729 16 Kayu Aro 11.738 17 Gunung Tujuh Jumlah jenis Prasarana (JJP) Jenis Unit Prasarana (JUP) Penyebaran (%) Peringkat 1
Gereja
Jumlah Penduduk
Musholla
Kecamatan
Masjid
No
JJP
JUP
Rank
21
17
-
18
5
2
-
-
2
5
2
5
2
1
-
6
12
86
4
22
3
-
21
3
2
-
-
2
5
2
5
2
1
1
4
13
73
7
16
4
-
26
4
1
-
-
2
3
2
9
1
1
1
10
13
80
5
18
13
-
17
4
1
-
-
1
4
2
6
1
-
-
7
11
74
6
17 11
7 2
-
16 10
1 2
1 -
1
-
1 -
2 1
2 2
14 6
1
-
1 -
11 5
11 10
73 41
8 15
17
14
1
29
6
7
-
1
2
4
14
24
2
16
1
71
15
209
1
19
9
-
11
1
1
-
-
1
2
2
7
-
-
1
6
11
60
12
8 7
2 3
-
12 10
2 1
-
2 2
-
1
1 1
2 2
9
-
-
-
5 4
8 9
31 40
17 16
19 17
4 1
-
19 17
3 2
1 -
1 -
-
2 1
3 3
2 2
6 5
1 -
1 -
1 -
9 4
14 9
72 52
9 13
15
8
-
15
5
-
-
-
1
1
2
13
-
-
-
11
9
71
10
15
13
-
13
3
1
-
-
1
4
2
4
-
2
-
5
11
63
11
24 30 11
10 3 2
-
22 32 10
3 4 2
1 -
1 -
-
1 1 1
5 6 2
2 2 1
5 6 8
2 3 -
3 -
1 -
13 7 6
10 14 9
87 100 43
3 2 14
17 287 100 2
17 115 100 4
1 1 5,9 15
17 298 100 1
17 51 100 6
10 18 58,8 10
5 7 29,4 14
1 1 5,9 16
15 20 88,2 9
17 52 100 5
17 45 100 7
16 132 94,1 8
9 15 52,9 11
7 25 41,2 13
7 7 41,2 12
17 184 100 3
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, Bappeda Kabupaten Kerinci 2006
86
Lampiran 6. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 No Kecamatan
Ibu Kota
Luas (Ha)
1 2 3 4
Gunung Raya Batang Merangin Kaliling danau Danau Kerinci
5 6
Sitinjau Laut Tanah Kampung
7
Sungai Penuh
8
Hamparan Rawang
9 10 11 12
Pesisir Bukit Kumun Debai Air Hangat Air Hnagat Timur
13 14
Depati Tujuh Gunung Kerinci
15
Siulak
16
Kayu Aro
17
Gunung Tujuh Total
Lempur Tamiai Jujun Sanggaran Agung Hiang Tanah Kampung Sungai Penuh Simp. 3 Rawang Sungai Liuk Kumun Semurup Sungai Tutung Koto Tuo Siulak Deras Pasar Baru Siulak Batang Sangir Pelompek
Sumber : Kerinci Dalam Angka 2006
74.385 56.510 30.320 29.130
% Thdp Total 17.71 13.45 7.22 6.93
Bobot 18 13 7 7
3.950 1.100
0.94 0.26
1 1
19.177
4.57
4
2.164
.052
1
2.110 14.200 22.221 15.152
.050 3.38 5.29 3.61
1 3 5 4
2.580 44.476
0.61 10.59
1 10
59.020
14.05
14
26.622
16
6
16.250 420.000
4 100
4 100
87
Lampiran 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006
No Kecamatan
Ibu Kota
Jumlah
1 2 3 4
Gunung Raya Batang Merangin Kaliling danau Danau Kerinci
5 6
Sitinjau Laut Tanah Kampung
7
Sungai Penuh
8
Hamparan Rawang
9 10 11 12
Pesisir Bukit Kumun Debai Air Hangat Air Hnagat Timur
13 14
Depati Tujuh Gunung Kerinci
15
Siulak
16
Kayu Aro
17
Gunung Tujuh Total
Lempur Tamiai Jujun Sanggaran Agung Hiang Tanah Kampung Sungai Penuh Simp. 3 Rawang Sungai Liuk Kumun Semurup Sungai Tutung Koto Tuo Siulak Deras Pasar Baru Siulak Batang Sangir Pelompek
Sumber : Kerinci Dalam Angka 2006
15.059 22.560 21.999 15.968
% Thdp Total 4.84 7.25 7.06 5.13
Bobot 5 7 7 5
13.940 8.280
4.48 2.66
4 3
32.794
10.53
11
13.087
4.20
4
16.533 8.715 21.129 17.712
5.21 2.79 6.79 5.69
5 3 7 6
14.060 11.441
4.52 3.67
4 4
30.014
9.64
10
35.725
11.47
11
11.738 311.354
3.77
4 100
88
Lampira Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Kerinci
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2006
89
Lampiran Gambar 2. Kondisi Kota dan Pusat-Pusat Pemukiman 101 10’BT
101 15’BT
101 20’BT
101 25’BT
101 30’BT
101 35’BT
101 40’BT
101 45’BT
101 50’BT
101 55’BT
Ke Muara Labuh
Provinsi Sumatera Barat
1 35LS
1 40LS
Kabupaten Bungo
KEC. KAYU ARO
1 45LS
KEC. GUNUNG KERINCI KEC. AIR HANGAT 1 50LS
KEC. AIR HANGAT TIMUR
1 55LS
KEC. HAMP. RAWANG
KEC. SITINJAU LAUT KEC. DANAU KERINCI
SUNGAI PENUH KEC. SUNGAI PENUH
2 00LS
Ke Tapan KEC. BATANG MERANGIN
2 05LS
Provinsi Sumatera Barat Ke Bangko
KEC. KELILING DANAU 2 10LS
2 15LS KEC. GUNUNG RAYA
Kabupaten Merangin
Provinsi Bengkulu
2 20LS
Keterangan :
Batas Provinsi
Jalan Kolektor Primer
Batas Kabupaten
Jalan Kolektor Sekunder
Batas Kecamatan
Jalan Lokal Primer
Ibukota Kabupaten
Lapangan Terbang
Ibukota Kecamatan
Pusat Kota / Core City (Hirarki I)
Danau
Kota Sekunder (Hirarki II)
Sungai
Kota Tersier (hirarki III)
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2006
90
Lampiran Gambar 3. Peta Lokasi Optimal Hasil Analisis P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk, Bobot Luas Wilayah dan Bobot Sama dengan Mempertimbangkan Faktor Jarak Tempuh dan Waktu Tempuh.
Wilayah yang ditandai dengan titik Pemerintahan Kabupaten Kerinci.
menunjukkan Lokasi Optimal Pusat