PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM WILAYAH (Studi Kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci)
SILVIA ROSALINA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan Iklim Wilayah “Studi Kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Silvia Rosalina NIM G24090014
ABSTRAK SILVIA ROSALINA. Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan Iklim Wilayah (Studi Kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci). Dibimbing oleh TANIA JUNE dan DODO GUNAWAN. Perubahan iklim wilayah dapat dilihat dari perubahan suhu maksimum dan minimum suatu wilayah selama beberapa tahun terakhir. Kota Jambi merupakan wilayah dengan pertumbuhan pembangunan yang lebih cepat dibandingkan dengan Kabupaten Kerinci, sehingga berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahan. Citra landsat TM dan ETM tahun 1996 dan 2006 digunakan untuk analisa perubahan lahan. Kota Jambi mengalami pertambahan lahan terbangun 11% selama 10 tahun tahun terakhir dengan kerapatan vegetasi yang berkurang. Kabupaten Kerinci mengalami penurunan luas hutan primer (4%) dan sawah (1%), serta peningkatan kebun campuran (5%). Berdasarkan analisis uji Mann Kendall pada data observasi, terjadi tren peningkatan suhu maksimum selama 30 tahun ke depan dengan 0.048oC/tahun pada Kota Jambi dan 0.037oC/tahun pada Kabupaten Kerinci, namun tidak terjadi tren pada suhu minimum Kota Jambi dan penurunan suhu minimum pada Kabupaten Kerinci. Proyeksi model CCAM menunjukkan pada periode jangka pendek (2015-2034) dan jangka panjang (2015-2096) terjadi tren peningkatan suhu maksimum dan minimum di Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci. Namun, model belum cukup baik menggambarkan kondisi wilayah kajian, dengan nilai R2 dibawah 50% dan RMSE yang kecil. Kata Kunci: perubahan iklim, Uji Mann Kendall, tutupan lahan, Jambi
ABSTRACT SILVIA ROSALINA. Effect of Land Cover Change on Regional Climate Change (Case study: Jambi city and Kerinci regency. Supervised by TANIA JUNE and DODO GUNAWAN. Regional climate change can be known from maximun and minimum temperature over the last few years. Jambi city is a growing area with more rapid development than Kerinci regency, and therefore contributes to changes in LULC. LULC analysis by using Landsat TM and ETM images in 1996 and 2006. Changes of LULC to building increase about 11% over the last 10 years. On the other hand, in Kerinci regency primary forest decreases by 4%, farm decreases by and 1%, and mix plantation decreases by 5%. Based on Mann Kendall Test maximum temperature increase significantly within 30 years with rate 0.048oC/year in Jambi city and 0.037oC/year in Kerinci regency, but there was no trend in minimum temperature in Jambi city. There is a decrease in minimum temperature in kerinci regency. Model projections show an increase in maximum and minimum temperature trends for the short-term and long-term future in Jambi city and Kerinci regency. However the model were not good enough to describe condition of study area, with R2 values below 50% and small RMSE. Keywords: climate change, Mann Kendall Test, LULC, Jambi
PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM WILAYAH (Studi Kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci)
SILVIA ROSALINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan Iklim Wilayah (Studi Kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci) Nama : Silvia Rosalina NIM : G24090014
Disetujui oleh
Dr. Ir. Tania June, M. Sc Pembimbing I
Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan baik. Skripsi dengan judul “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan Iklim Wilayah (Studi Kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci)” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi penulis melibatkan banyak pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penulis sampaikan terimakasih kepada, 1. Kedua orang tua penulis Ayahanda Bambang Eka Hartadi dan Ibunda Listiyani, serta adik tercinta Febrina Ananda Putri atas doa, dukungan dan nasehatnya selama ini. 2. Dr. Ir. Tania June, M.Sc. dan Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat selama penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku ketua departemen, Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl selaku ketua komisi kemahasiswaan serta staf pengajar GFM atas ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang diberikan selama perkuliahan. 4. Mas Aji dan staf pusat penelitian dan pengembangan BMKG yang telah membantu dalam penyediaan data model dalam penelitian ini. 5. Sahabat terkasih Nur Amalina, Ika Purnamasari, dan Hanifah Nurhafizhoh yang setia menjadi pendengar keluh-kesah dan memberikan semangat, nasihat serta masukan kepada penulis. 6. Teman-teman satu bimbingan Rosalina, Dissa, Sholah dan ka Okta atas dukungan, kerjasama, masukan, bantuan selama bimbingan, penelitian dan penyusunan skripsi. 7. Teman-teman GFM 46 Muha, Winda, Hijjaz, Rikson, Dimas, Edo, Arifin, Noya, Ika F, Wayan, Lidya, Sasa, May, Risna, Eka F, Enda, Nita, Eka, Nunu, Wengki, Tomi, Sunte, Dodik, Zen, Ika P, Ica, Ervan, Jame, Dwi, Ima, Izal, Umar, Asri, Eko, Iif, Halim, Normi, Uto, Dp, Hifdi, Ian, Dieni, Zia, Bambang, Dhungka, Didi, Rini, Nowa. 8. Teman-teman cendana Elin, Karin, Ella yang membantu menyemangati dan menghibur, Miqdad yang sering direpotkan dalam pengolahan data citra. 9. Teman-teman kosan aulia senasib sepenanggungan (Elin, Intan, Santi, Cilah, Cicit, Lena, Eno, Sevira, dan Sinta). 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2013 Silvia Rosalina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kondisi Umum Provinsi Jambi
2
Karakteristik Wilayah Urban dan Rural
3
Perubahan Iklim
5
METODE
6
Bahan dan Alat
7
Pengolahan Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Kondisi Umum Wilayah Kajian Kota Jambi
10
Perubahan Suhu
12
Analisis Tren
14
Proyeksi Suhu Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1
Fungsi Bahan dan Alat Penelitian
2
Hasil analisis tren uji Mann Kendall
3
Proyeksi Perubahan Suhu Periode Jangka pendek (atas) dan Periode
4
7 14
Jangka panjang (bawah)
16
Validasi Data Model CCAM
17
DAFTAR GAMBAR 1
Perubahan tutupan lahan Provinsi Jambi tahun 1990 dan 2005
3
2
Variasi suhu udara dan suhu permukaan
5
3
Suhu rata-rata global
6
4
Diagram alir penelitian
6
5
Perubahan Lahan Kota Jambi
10
6
Tutupan lahan Kota Jambi tahun 1996 (kiri) dan 2006 (kanan)
11
7
Perubahan Lahan Kabupaten Kerinci
11
8
Tutupan lahan Kabupaten Kerinci tahun 1996 (kiri) dan 2006 (kanan)
12
9
Suhu rata-rata (atas), suhu maksimum (tengah), suhu minimum (bawah) bulanan Kota Jambi dan Kerinci tahun 1981-2013
10 Perubahan suhu Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci Tahun 2015 - 2096
13 16
DAFTAR LAMPIRAN 1
Hasil analisis tren Uji Mann Kendall
20
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang meningkat, mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dimana kemajuan di bidang industri, dan infrastruktur yang mengarah ke pembentukan daerah urban. Kebutuhan akan pangan, lahan sebagai tempat hunian, komoditas kayu, pertanian, dan perkebunan terus meningkat sedangkan lahan yang tersedia tetap, sehingga menyebabkan konversi lahan menjadi hutan industri, kawasan pertanian, perkebunan, pemukiman dan kawasan terbangun. Perubahan fungsi lahan tersebut mempengaruhi iklim mikro daerah urban maupun daerah rural. Daerah rural merupakan daerah di sekitar daerah urban yang tutupan lahannya masih didominasi oleh vegetasi dengan kepadatan penduduk rendah serta tingkat polusi yang rendah. Mata pencaharian masyarakat masih didominasi oleh kegiatan pertanian. Daerah urban merupakan daerah dengan tutupan lahan yang tidak lagi didominasi oleh vegetasi, namun didominasi oleh aspal, beton, kaca logam, dll. Kepadatan penduduk daerah urban sangat tinggi dan tingkat polusi yang cukup tinggi. Daerah urban merupakan tempat pemanfaatan bagi pengembangan campuran industri dan komersial, daerah pemerintahan dan fasilitas umum, peruntukkan khusus bagi keperluan pemerintah, dan daerah pengembangan industri. Berdasarkan United Nations (2009) daerah urban merupakan rumah bagi lebih dari 50% penduduk dunia dan pada 2050 diperkirakan mencapai 70%. Laju perkembangan daerah urban lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah rural. Perkembangan suatu daerah terutama yang disebabkan oleh perubahan tutupan lahan mempengaruhi kondisi iklim di daerah tersebut. Berubahnya iklim mikro dapat disebabkan oleh bentuk, kontruksi, jenis bahan permukaan dan polutan. Salah satu indikator berubahnya iklim setempat adalah terbentuknya Urban Heat Island (UHI). UHI merupakan keadaan dimana wilayah urban memiliki suhu yang lebih hangat dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. UHI terjadi ketika terdapat suatu wilayah dengan tutupan lahan yang masih alami digantikan oleh permukaan terbangun yang akan memerangkap radiasi matahari yang masuk ketika siang hari dan meradiasikannya kembali ketika malam hari (Quattrochi et al. 2000; Oke 1982). Suhu rata-rata dari sebuah kota (urban) dengan satu juta atau lebih penduduk memiliki suhu 1-3oC lebih hangat dibandingkan dengan daerah sekitarnya (rural) (Oke 1997). Apabila dilihat dari pertumbuhan penduduk dan infrastruktur, Kota Jambi merupakan daerah urban, sedangkan Kabupaten Kerinci merupakan daerah rural. Dimana masing-masing wilayah memiliki karakteristik permukaan yang berbeda. Perubahan tutupan lahan di Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci diduga mempengaruhi iklim wilayah yang ditandai dengan terjadinya perubahan suhu udara di wilayah tersebut.
2 Tujuan Penelitian 1. Melihat pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap perubahan iklim wilayah Jambi. 2. Melihat proyeksi suhu di Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci selama periode jangka pendek dan jangka panjang.
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0.45o LU – 2.45o LS dan antara 101.10o BT – 104.55o BT. Di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur dengan Selat Berhala, sebelah Selatan dengan Provinsi sumatera Selatan dan sebelah barat dengan Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah Provinsi Jambi 53,435 km2 dengan luas daratan 50,160.05 km2, luas lautan 425,4 km2 dan panjang pantai 185 km. Secara administratif Provinsi Jambi terbagi ke dalam 11 Kabupaten/Kota, yaitu Batanghari, Bungo, Kerinci, Merangin, Muaro Jambi, Sarolangun, Tajung Jabung Barat, Tajung Jabung timur, Tebo, Kota Jambi, dan Kota Sungai Penuh (Jambi dalam Angka 2010). Topografi bagian Timur Provinsi Jambi umumnya merupakan rawa-rawa sedangkan wilayah Barat pada umumnya adalah tanah daratan (lahan kering) dengan topografi bervariasi dari datar, bergelombang sampai berbukit (Jambi dalam Angka 2010). Sebagian besar wilayah Provinsi Jambi beriklim tipe B berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dengan bulan basah antara 8-10 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Rata-rata curah hujan bulanan Jambi adalah 179-279 mm pada bulan basah dan 68-106 mm pada bulan kering. Musim hujan di Propinsi Jambi dari bulan November sampai Maret dan musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober. Rata-rata curah hujan 116-154 hari pertahun (Jambi dalam Angka 2010). Provinsi Jambi dengan luas wilayah 53,435 km² diantaranya sekitar 60% lahan merupakan kawasan perkebunan dan kehutanan yang menjadikan kawasan ini merupakan salah satu penghasil produk perkebunan dan kehutanan utama di wilayah Sumatera. Kelapa sawit dan karet menjadi tanaman perkebunan primadona dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 400,168 hektar serta karet mencapai 595,473 hektar (Jambi dalam Angka 2010). Jumlah penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2010 berjumlah 3,088,618 jiwa (Data BPS hasil sensus 2010). Sedangkan sebanyak 46.88% dari jumlah tenaga kerja Provinsi Jambi bekerja pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan; 21.58% pada sektor perdagangan, dan 12.58% pada sektor jasa. Dengan kondisi ketenagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di provinsi ini sangat tergantung pada hasil pertanian, perkebunan sehingga menjadikan upaya pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah melalui pengembangan sektor pertanian (Jambi dalam Angka 2010).
3
Sumber: Swallow et al. (2007)
Gambar 1 Perubahan tutupan lahan Provinsi Jambi tahun 1990 dan 2005 Provinsi Jambi merupakan daerah dengan konversi lahan yang aktif dari hutan menjadi pertanian dengan nilai ekonomi tinggi (sebagian besar merupakan kelapa sawit dan karet). Pemerintah juga mendukung transmigrasi sehingga meningkatkan konversi hutan ke pertanian dan pemukiman. Karenanya hanya 34% dari provinsi yang benar-benar merupakan hutan. Sementara 64% yang dikategorikan sebagai lahan hutan pada kenyataannya sebagian besar digunakan untuk perkebunan karet dan pertanian lainnya (Swallow et al. 2007) Karakteristik Wilayah Urban dan Rural Daerah rural merupakan daerah di sekitar daerah urban yang tutupan lahannya masih didominasi oleh vegetasi. Sedangkan daerah urban merupakan daerah dengan tutupan lahan yang tidak lagi didominasi oleh vegetasi, namun didominasi oleh aspal, beton, kaca, logam, dll. Jenis tutupan lahan tersebut membedakan kemampuan menyerap dan meyimpan panas sehingga mempengaruhi iklim wilayah daerah tersebut. Iklim merupakan rata-rata variabilitas suhu, hujan, dan angin selama beberapa periode waktu (minimal 30 tahun). Iklim dipengaruhi oleh faktor alami dan non alami (aktivitas manusia). Iklim urban merupakan kondisi atmosfer dimana suhu, kelembaban, arah/kecepatan angin, dan kualitas udara berbeda pada sebuah kota dibandingkan dengan lingkungan rural. Iklim rural merupakan kebalikan dari iklim urban, yaitu kondisi atmosfer pada suatu daerah yang berada di sekitar daerah perkotaan. Pada daerah rural suhu lebih rendah dibandingkan daerah urban. Observasi pertama kali mengenai daerah urban dilakukan oleh Howard (1833). Menurut Howard (1833) dalam Landsberg (1981) suhu rata-rata di daerah urban (kota London) lebih tinggi dibandingkan di daerah rural. Kondisi sinoptik yang paling menggambarkan perbedaan antara daerah urban dan rural. Perbedaan utamanya adalah dari topoklimat dimana berbeda pada fluks radiasi dan pertukaran turbulensi. Perbedaannya terlihat pada kondisi yang cerah dan tenang, dan tak terlihat pada kondisi berawan dan berangin (Landsberg 1981).
4 Urban Heat Island (UHI) adalah fenomena dimana suhu wilayah urban lebih hangat dibandingkan dengan daerah rural di sekitarnya. Istilah urban heat island pertama kali digunakan oleh Gordon Manley (1958). Suhu rata-rata di daerah urban dengan 1 juta penduduk memiliki suhu 1-3oC lebih panas dibandingkan dengan daerah rural sekitarnya, dan ketika cerah dan malam yang tenang perbedaan suhu dapat menjadi lebih tinggi. Permukaan UHI akan lebih kuat pada hari ketika matahari bersinar cerah. Ini terjadi karena penutupan awan yang tinggi dapat menutupi radiasi matahari, mengurangi pemanasan di kota, sedangkan angin yang kuat dapat menaikkan percampuran udara di atmosfer sehingga memperkecil perbedaan suhu antara urban dan rural. (Landsberg 1981). Lingkungan Biofisik Wilayah Urban Pada wilayah urban, radiasi netto ditambah dengan pelepasan waste heat dari beberapa sumber (emisi industri, pembuangan dan kebocoran mesin, air conditioner, kebocoran rumah tangga dan bangunan, serta panas dari metabolisme manusia). Pada wilayah urban sensible heat merupakan fluks yang dominan (Bridgman 1995). Faktor yang membedakan iklim antara daerah urban dan rural adalah material yang menutupi daerah tersebut, morfologi atau bentuk permukaan, serta emisi yang dihasilkan. Emisi dari daerah urban antara lain panas (dari kendaraan, industry, pemanasan dari gedung-gedung) atau gas (karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil) atau partikulat (dari proses industry) semua itu mempengaruhi atmosfer urban dan penyerapan dan perpindahan energi, dan kemudian cuaca serta iklim dari perkotaan (Oke 1987). Material yang menutupi daerah urban (aspal, beton, dsb) merupakan material yang berbeda dengan material alami (pohon, rumput, dsb). Material ini memiliki kapasitas termal dan kemampuan hidrologis yang berbeda, sehingga mempengaruhi bagaimana permukaan menyerap dan menyimpan panas dan air. Material bangunan yang digunakan pada wilayah urban mempunyai kapasitas panas yang kecil dan kemampuan mengkonduksi panas serta albedo yang besar. Material ini mempunyai kemampuan yang besar dalam menyerap dan menyimpan panas pada siang hari dan dengan lambat melepaskan panas pada malam hari. Sehingga menyebabkan suhu permukaan lebih hangat. Pada wilayah urban, vegetasi dikurangi dengan menambah tutupan permukaan kedap air, sehingga presipitasi dialirkan melalui selokan, saluran air yang mencegah terjadinya infiltrasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya ketersediaan air, sehingga energi panas yang ada tidak digunakan untuk evapotranspirasi melainkan memanaskan permukaan. Aktivitas manusia yang berasal dari lalu lintas, aktivitas pabrik, penggunaan heating dan air conditioning, menghasilkan panas di permukaan. Selain itu polusi udara yang berupa polutan dan debu yang dilepaskan ke atmosfer, menahan panas di atmosfer bawah. Morfologi dari permukaan urban berbeda dari tutupan lahan lainnya. Dinding dan atap dari gedung-gedung meningkatkan area permukaan yang nampak di permukaan yang menyebabkan penyerapan yang lebih besar dari radiasi matahari yang masuk dan menyebabkan aliran udara di atas permukaan. Sehingga mengurangi kemampuan pendinginan permukaan karena energi yang diemisikan di permukaan terperangkap di urban canyon (Bridgman 1995).
5 Kondisi iklim daerah urban dibandingkan daerah rural menurut Landsberg (1981), memiliki suhu lebih tinggi, kelembaban relatif lebih rendah, kelembaban absolut lebih tinggi, perawanan dan presipitasi lebih tinggi, radiasi dan lama matahari bersinar lebih sedikit, serta kecepatan angin lebih rendah. Lingkungan Biofisik Wilayah Rural Daerah rural dengan kondisi permukaan yang sebagian besar tertutup vegetasi dan badan air, sehingga memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan daerah rural. Vegetasi dan badan air memiliki albedo yang rendah jika dibandingkan dengan material urban. Pada daerah rural radiasi netto sebagian besar digunakan sebagai latent heat untuk evaporasi. Sensible heat bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi radiasi netto. Pada malam hari kehilangan radiasi netto diseimbangkan dengan aliran latent dan sensible heat keluar dari permukaan bumi. Latent heat merupakan fluks utama pada wilayah rural. Selain itu, kecepatan angin di wilayah rural cenderung lebih tinggi dibandingkan di daerah urban yang meningkatkan percampuran udara sehingga suhu permukaannya cenderung lebih rendah (Bridgman 1995).
Sumber: Wong (2008)
Gambar 2 Variasi suhu udara dan suhu permukaan Perubahan Iklim Menurut IPCC (2007) Perubahan iklim merupakan perubahan kondisi iklim yang dapat diidentifikasi (sebagai contoh menggunakan tes statistik) dengan perubahan rata-rata variabel iklim dan berlangsung dalam periode yang luas, baik dekade atau lebih lama lagi. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2004) perubahan iklim diindikasikan oleh adanya perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara 50-100 tahun. Dalam rata-rata global suhu permukaan telah meningkat sekitar 0.74oC selama 100 tahun (antara tahun 1906-2005). Pada periode 25, 50, 100, dan 150 tahunan, laju pemanasan semakin cepat pada beberapa periode terakhir (IPCC 2007). Dalam skenario emisi tinggi yang dikembangkan IPCC (2000), hingga akhir abad ini (tahun 2100) kenaikan suhu rata-rata global dapat mencapai 4oC.
6
Sumber : IPCC (2007)
Gambar 3 Kenaikan suhu rata-rata global Kawasan Asia Tenggara diperkirakan akan mengalami peningkatan suhu rata-rata permukaan udara sebesar 3.77oC sampai akhir abad ini dengan kondisi cuaca yang lebih kering dalam 2-3 dekade mendatang dalam skenario emisi tinggi (IPCC 2007). Beberapa kajian untuk wilayah Indonesia juga dilakukan berdasarkan data observasi dengan adanya peningkatan suhu udara dan perubahan curah hujan yang cenderung menurun (Boer et al. 2007 dalam Ministry of Environment 2007; Kaimuddin 2000).
METODE Penelitian dilakukan dengan tahapan yang ditunjukkan oleh diagram alir penelitian pada Gambar 4, dengan rincian keterangan pada bagian bahan dan alat, pengolahan data pada halaman 7-10.
Gambar 4 Diagram alir penelitian
7
Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam pengolahan data dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Fungsi Bahan dan Alat Penelitian No 1. 2. 3.
4. 5.
6.
7.
8.
Bahan/Alat Fungsi Data Observasi Suhu Harian Kota Melihat trend suhu selama 30 Jambi dan Kabupaten Kerinci tahun terakhir Data Model CCAM Melihat proyeksi suhu selama 100 tahun ke depan Citra Landsat TM dan ETM tahun Mengetahui tutupan lahan 1996 dan 2006 wilayah kajian yang akan diolah Seperangkat komputer dengan Mengolah data suhu dan data sistem operasi Windows 7 citra Ms Office Excel 2007 Mengolah data suhu observasi selama 30 tahun dan data model selama 100 tahun ke depan Grads 2.0.a9.oga.1 Mengekstrak data suhu model menjadi data dengan ekstensi .txt Envi 4.5 Mengolah data citra untuk mengklasifikasikan tutupan lahan daerah kajian Arc Map 9.3 Menampilkan klasifikasi lahan daerah kajian dalam bentuk peta tutupan lahan Pengolahan Data
Pemilihan Wilayah Kajian Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kondisi lokal terhadap perubahan iklim wilayah, sehingga dibutuhkan pemilihan wilayah kajian yang tepat dan dapat menggambarkan perubahan kondisi lokal. Wilayah kajian dalam penelitian ini adalah wilayah urban dan wilayah rural, dimana wilayah urban (Kota Jambi) dan rural (Kabupaten Kerinci) diharapkan dapat menggambarkan perubahan kondisi lokal. Berdasarkan kondisi penduduk dan infrastruktur Kota Jambi dapat dikatakan daerah Urban dengan kepadatan penduduk 2,246 jiwa/km2 dan tutupan lahan sekitar 60% merupakan lahan terbangun. Sedangkan Kabupaten Kerinci merupakan daerah rural dengan kepadatan penduduk 73 jiwa/km2 dan tutupan lahan sekitar 90% merupakan vegetasi (Jambi dalam Angka 2005).
8 Pengolahan Data Citra Daerah kajian penelitian adalah Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci. Citra satelit yang digunakan adalah tahun 1996 dan 2006 dan dapat di download di http://glovis.usgs.gov dengan path/row 125/61 untuk kota jambi dan 126/61-62 untuk Kabupaten Kerinci. Pengolahan data citra ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan daerah kajian. Pengolahan data citra menggunakan Envi 4.5 (ITT, Boulder, CO, USA). Tahapan pertama adalah koreksi geometrik. Koreksi geometrik bertujuan untuk membetulkan atau memulihkan citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat bumi. Setelah itu dilakukan komposit band. Komposit band yang digunakan adalah komposit band 5, band 4, dan band 2. Komposit band bertujuan untuk memperjelas kenampakan suatu objek pada citra sehingga lebih mudah diidentifikasi. Setelah komposit band, dilakukan pemotongan citra (cropping) untuk membatasi citra sesuai dengan daerah kajian. Tahapan terakhir adalah melakukan klasifikasi penutupan lahan. Penutupan lahan pada penelitian ini dibagi menjadi 6 klasifikasi untuk Kota Jambi dan 8 klasifikasi untuk Kabupaten Kerinci yaitu badan air, lahan terbangun, lahan terbuka, sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, hutan primer, kebun campuran, rawa, dan perkebunan teh. Badan air merupakan danau dan sungai. Lahan terbangun merupakan bangunan dan daerah pengerasan termasuk didalamnya jalan aspal ataupun beton. Lahan terbuka merupakan kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi. Vegetasi jarang merupakan tutupan vegetasi yang kerapatannya rendah sedangkan vegetasi rapat merupakan vegetasi yang kerapatannya tinggi. Hutan primer merupakan hutan alam. Kebun campuran merupakan vegetasi campuran baik perkebunan industri maupun perkebunan masyarakat. Proses klasifikasi ini menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Hasil klasifikasi tutupan lahan ini ditampilkan dengan Arc Map 9.3 (ESRI, Redland, CA, USA). Pengolahan Data Iklim 1. Data model yang digunakan untuk analisis trend adalah data model Conformal Cubic Atmospheric Model (CCAM) - CSIRO Mk 3.5 dari Coupled Global Climate Model (CGCM) yang dikembangkan oleh Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation in Australia (CSIRO). Model tersebut menyediakan data suhu udara, suhu tanah, RH, CH, kecepatan angin, evaporasi, namun yang digunakan dalam penelitian adalah suhu udara maksimum, minimum, dan rata-rata. 2. Ekstrak data model. Model berisi data wilayah seluruh dunia yang terbagi menjadi grid-grid. Sehingga, untuk mendapatkan data suhu daerah kajian, perlu mengekstrak grid yang mewakili daerah kajian tersebut. Sembilan grid posisi stasiun iklim digunakan untuk mewakili daerah kajian, data dari sembilan grid posisi tersebut diekstrak dengan menggunakan software Grads 2.0.a9.oga.1 (IGES, Boston, MA, USA). Data ekstrak dari 9 grid tersebut dihitung rata-rata aritmatiknya sehingga didapatkan nilai suhu daerah kajian. Data hasil ekstrak ini merupakan data suhu maksimum dan minimum harian tahun 1986 – 2005 dan proyeksi jangka pendek tahun 2015 – 2034 dan jangka panjang tahun 2080-2096. 3. Validasi model. Data suhu model tersebut dibandingkan dengan data observasi wilayah kajian dengan metode RMSE, untuk mengetahui seberapa
9 besar error dari model. Model yang baik memiliki nilai RMSE yang kecil. Selain itu, dilakukan analisis regresi linear untuk mengetahui seberapa baik hubungan antara data model dan data observasi yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi (R2). Model yang baik adalah yang memiliki nilai koefisien determinasi mendekati satu.
Ket.
Sebelum melakukan analisis proyeksi suhu, perlu dilakukan koreksi data suhu model dengan data suhu observasi. Faktor koreksi dihitung berdasarkan perbedaan antara data observasi dan data model. Faktor koreksi dapat dihitung berdasarkan persamaan:
Faktor koreksi yang diperoleh digunakan untuk menentukan suhu terkoreksi dari model.
4. Uji Homogenitas (Uji keacakan). Uji homogenitas dilakukan untuk menentukan apakah data suhu tersebut merupakan data yang bersifak acak (homogen) atau tidak. 5. Analisis data suhu maksimum dan suhu minimum. Data suhu diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 sehingga menghasilkan grafik trend dan proyeksi suhu. Berdasarkan grafik trend dan proyeksi suhu dapat terlihat perubahan suhu sekarang dengan proyeksi suhu masa depan. 6. Analisis tren. Analisis tren dilakukan dengan menggunakan uji Mann Kendall. Uji Mann Kendall dapat mengetahui terjadi atau tidaknya tren pada suatu data iklim, dan dapat mengetahui signifikansi tren suatu data iklim, menurun atau menaik. Persamaan untuk Uji Mann Kendall adalah sebagai berikut:
Xi dan Xj adalah data urut, n adalah jumlah data dan sgn() adalah fungsi sgn yang nilainya +1, 0, atau -1 dan tergantung pada nilai (Xi-Xj) positif, nol atau negatif, seperti pada persamaan,
10 Ragam S diperoleh dari persamaan,
Uji statistik Z diperoleh dari persamaan,
Jika nilai |Z| ≥Z 1-α/2 terpenuhi maka data yang diuji memiliki tren pada α yang digunakan (Sahoo dan Smith 2009). Pada penelitian ini α yang digunakan sebesar 5%. Jika Z bernilai positif maka tren yang terjadi adalah tren naik, dan sebaliknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Kajian Kota Jambi Tutupan lahan Kota Jambi adalah vegetasi, badan air, dan lahan terbangun (Gambar 6). Sebagian besar wilayah merupakan lahan terbangun. Sungai Batanghari merupakan badan air di Kota Jambi dengan luas 4.3 km2 (Jambi dalam Angka 2010). Tutupan lahan Kota Jambi didominasi oleh non vegetasi (lahan terbangun, lahan terbuka, dan badan air) namun tutupan lahan yang berupa vegetasi masih banyak (sekitar 40%) jika dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung yang wilayahnya hampir tidak ada vegetasi. 70
1996
60
2006
50 40 %
30 20 10 Badan Air
Lahan Terbangun
Lahan Terbuka
Sawah
Vegetasi Jarang
Vegetasi Rapat
Gambar 5 Perubahan Lahan Kota Jambi tahun 1996-2006
11 Perubahan tutupan lahan kota jambi 10 tahun terakhir terjadi dari lahan bervegetasi ke lahan terbangun (Gambar 5). Luasan badan air, sawah dan lahan terbuka tidak mengalami perubahan. Sedangkan lahan terbangun bertambah sekitar 11%. Vegetasi dengan kerapatan tinggi berkurang sekitar 12 %, sedangkan vegetasi dengan keapatan rendah bertambah sekitar 5%. Hal ini menunjukan terjadi pengurangan kerapatan vegetasi dan konversi menjadi lahan terbangun. Kota Jambi yang dilewati oleh Sungai Batanghari membuat wilayah ini memiliki badan air yang cukup besar yaitu sekitar 4% dari keseluruhan wilayah Kota Jambi.
Gambar 6 Tutupan lahan Kota Jambi tahun 1996 (kiri) dan 2006 (kanan) Kondisi Umum Wilayah Kajian Kabupaten Kerinci Tutupan lahan Kabupaten Kerinci didominasi oleh vegetasi yaitu sekitar 90% dari luasan Kabupaten Kerinci. Kondisi ini karena Kerinci merupakan wilayah yang digunakan sebagai taman nasional yang dikenal sebagai Taman Nasional Kerinci. Lahan terbangun di Kerinci sangat sedikit yaitu sekitar 0.5% sehingga lahan terbangun tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap iklim Kerinci (Gambar 8). Berdasarkan grafik pada Gambar 7, selama 10 tahun terakhir, perubahan tutupan hutan primer menurun sekitar 4% sedangkan luasan kebun campuran bertambah sekitar 5%. Luasan sawah menurun sekitar 1%. Dengan badan air, lahan terbangun, lahan terbuka, rawa dan perkebunan teh tetap. Hal ini menunjukan terjadi konversi hutan primer dan sawah menjadi kebun campuran (Swallow et al. 2007).
%
70 60
1996
50
2006
40 30 20 10 0 Badan Air
Hutan Primer
Kebun Lahan Lahan Campuran Terbangun Terbuka
Rawa
Sawah
Perkebunan Teh
Gambar 7 Perubahan Lahan Kabupaten Kerinci tahun 1996-2006
12
Gambar 8 Tutupan lahan Kabupaten Kerinci tahun 1996 (kiri) dan 2006 (kanan) Perubahan Suhu Suhu rata-rata Kota Jambi adalah 27.0oC sedangkan Kabupaten Kerinci adalah 22.5oC (JDA 2010). Perbedaan nilai suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor alami dan non alami. Faktor alami diantaranya radiasi matahari, tutupan awan, curah hujan, ketinggian, dsb. Faktor non alami diantaranya aktivitas manusia, perubahan tutupan lahan, polusi udara, dsb. Pengaruh utama perbedaan suhu pada wilayah kajian adalah ketinggian dan perubahan tutupan lahan. Data observasi selama 32 tahun terakhir (Gambar 9) menunjukkan suhu rata-rata, suhu maksimum dan suhu minimum Kota Jambi lebih tinggi dibandingkan dengan Kerinci. Kota Jambi memiliki ketinggian 23 mdpl dan Kerinci 938 mdpl, perbedaan ketinggian yang sangat besar tersebut merupakan faktor utama perbedaan suhu antara Kota Jambi dan Kerinci. Kerinci yang wilayahnya lebih tinggi memiliki suhu permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan Kota Jambi. Selain itu, tutupan lahan juga sangat mempengaruhi perbedaan suhu, dimana Kerinci yang 90% ditutupi oleh vegetasi sedangkan Kota Jambi hanya 30% ditutupi oleh vegetasi. Vegetasi yang lebih sedikit dan lahan terbuka kedap air di Kota Jambi mengurangi daerah resapan air sehingga energi panas dari radiasi matahari sebagian besar tidak digunakan untuk evapotranspirasi namun untuk memanaskan permukaan. Bangunan di Kota Jambi menyebabkan suhu lebih tinggi karena material bangunan cenderung memiliki kapasitas panas yang kecil, konduktivitas panas yang besar, dan albedo yang besar. Sedangkan Kerinci merupakan wilayah yang jumlah bangunannya sedikit. Kota Jambi sebagian besar ditutupi oleh material kota sedangkan Kabupaten Kerinci sebagian besar ditutupi oleh vegetasi. Dimana material kota dapat merefleksikan gelombang pendek berkali-kali, sehingga panas banyak terperangkap di dalam kota, sedangkan material vegetasi merefleksikan gelombang pendek hanya satu sampai dua kali, karena permukaannya yang cenderung lebih bulat (Bridgman 1995). Aktivitas manusia juga turut berperan dalam membuat suhu Kota Jambi lebih hangat dibandingkan Kerinci, seperti lalu lintas, kegiatan industri, penggunaan pendingin ruangan, dimana hal ini tidak terjadi di Kerinci. Kondisi ini juga menyebabkan suhu Kota Jambi pada malam hari lebih hangat, didukung oleh Sungai Batanghari di Kota Jambi yang merupakan badan air yang cukup besar.
Jan-81 Apr-82 Jul-83 Okt-84 Jan-86 Apr-87 Jul-88 Okt-89 Jan-91 Apr-92 Jul-93 Okt-94 Jan-96 Apr-97 Jul-98 Okt-99 Jan-01 Apr-02 Jul-03 Okt-04 Jan-06 Apr-07 Jul-08 Okt-09 Jan-11 Apr-12
Jan-81 Apr-82 Jul-83 Okt-84 Jan-86 Apr-87 Jul-88 Okt-89 Jan-91 Apr-92 Jul-93 Okt-94 Jan-96 Apr-97 Jul-98 Okt-99 Jan-01 Apr-02 Jul-03 Okt-04 Jan-06 Apr-07 Jul-08 Okt-09 Jan-11 Apr-12
32
34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24
30
Jan-81 Apr-82 Jul-83 Okt-84 Jan-86 Apr-87 Jul-88 Okt-89 Jan-91 Apr-92 Jul-93 Okt-94 Jan-96 Apr-97 Jul-98 Okt-99 Jan-01 Apr-02 Jul-03 Okt-04 Jan-06 Apr-07 Jul-08 Okt-09 Jan-11 Apr-12
13
30
Suhu rata-rata
28 y = -0.0096x + 27.613
26
24
22
20 y = -0.00002x + 23.625
18
Kerinci
Kerinci
Kerinci
Jambi
Suhu maksimum
26
16 y = 0.0483x + 29.939
y = 0.0377x + 26.879
Jambi
28
Suhu minimum
24 y = -0.0112x + 23.555
22
20
18
y = 0.0348x + 18.687
14
Jambi
Gambar 9 Suhu bulanan Kota Jambi dan Kerinci tahun 1981-2013
14 Analisis tren data observasi suhu rata-rata Kota Jambi dan Kerinci tidak terjadi perubahan, sehingga cenderung memiliki suhu rata-rata yang tetap. Suhu minimum Kota Jambi tidak mengalami tren namun pada Kabupaten Kerinci mengalami tren turun. Suhu maksimum Kota Jambi dan Kerinci selama 32 tahun terakhir mengalami peningkatan. Kota Jambi mengalami laju peningkatan 0.0483oC/tahun sehingga selama 32 tahun meningkat sekitar 1.54oC. Sedangkan Kerinci mengalami laju peningkatan 0.0377oC/tahun sehingga selama 32 tahun meningkat sekitar 1.21oC. Hal ini sesuai dengan analisis tren bahwa suhu maksimum Kota Jambi dan Kerinci menunjukkan tren naik. Apabila dilihat dari laju peningkatan suhu, Kota Jambi memiliki laju peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kerinci. Analisis Tren Analisis tren suhu pada Kota Jambi dan Kerinci dilakukan dengan metode uji Mann Kendall, pada selang kepercayaan 95% (α=5%). Analisis tren suhu ratarata dan suhu minimum di Kota Jambi menunjukkan tidak terjadinya tren selama 32 tahun terakhir, sedangkan suhu maksimum Kota Jambi menunjukkan tren naik. Suhu maksimum dan suhu minimum menunjukkan kemampuan suatu wilayah dalam menyerap dan menyimpan panas. Suhu maksimum terjadi pada siang hari dan sangat dipengaruhi oleh radiasi matahari sedangkan suhu minimum terjadi pada malam hari. Tabel 2 Hasil analisis tren uji Mann Kendall Kota Jambi Kerinci Tmean Tmax Tmin Tmean Tmax Tmin S -17.00 203.00 -59.00 -6.00 233.00 -127.00 Var (S) 3802.67 3802.67 3802.67 3802.67 3802.67 3802.67 ZS -0.26 3.28 -0.94 -0.08 3.76 -2.04 Zcrit,0.05 1.96 1.96 1.96 1.96 1.96 1.96 Tren NT SI NT NT SI SD *Data tersedia pada periode 1981-2012; ZS: Z hitung; Zcrit, 0.05: Z tabel dengan α=5% SI: Naik Signifikan; SD: Turun Signifikan; NT: Tidak terjadi Tren
Suhu minimum terjadi pada malam hari dan dipengaruhi oleh penyimpanan energi oleh permukaan dan pelepasan energi dari bumi. Pada malam hari, sumber panas berasal dari bumi yaitu berupa gelombang panjang. Tutupan lahan Kota Jambi oleh badan air (Sungai Batanghari) cukup besar sehingga mempunyai kapasitas panas yang besar dalam menyimpan radiasi matahari yang masuk, dan melepaskan panas secara perlahan-lahan. Badan air yang besar dengan luasan yang tetap, mempertahankan suhu minimum pada malam hari sehingga tidak terlalu rendah juga mempertahankan suhu maksimum pada siang hari sehingga tidak terlalu tinggi. Keadaan Kota Jambi masih banyak vegetasi dengan jumlah bangunan yang tidak terlalu padat serta gaya hidup masyarakat yang pemakaian energinya masih sedikit memungkinkan tidak terjadi kenaikan tren suhu minimum, karena suhu minimum pada malam hari tidak dipengaruhi oleh radiasi matahari namun dipengaruhi oleh permukaan bumi (pemakaian energi, pelepasan energi gelombang panjang, dan tutupan awan). Perubahan tutupan lahan cenderung tidak berpengaruh terhadap suhu minimum Kota Jambi.
15 Kerinci yang sebagian besar ditutupi oleh vegetasi yang kapasitas penyimpanan panasnya lebih sedikit dibanding perkotaan, sehingga pelepasan energi pada malam hari cenderung sedikit. Tutupan pemukiman yang hanya 0.5 % dari keseluruhan Kabupaten Kerinci, memungkinkan pemakaian energi sangat sedikit. Berdasarkan perubahan tutupan lahan danau, lahan terbangun, dan lahan terbuka tidak mengalami perubahan sehingga tidak berpengaruh besar terhadap perubahan suhu. Berkurangnya lahan sawah yang cukup besar yaitu sekitar 2.5% mempengaruhi perubahan suhu minimum. Perubahan lahan irigasi mempengaruhi iklim, yang disebabkan oleh kelembaban tanah, albedo permukaan, dan evaporasi yang ditunjukkan oleh suhu permukaan wilayah (Dai et al. 1999). Lahan irigasi meningkatkan kapasitas panas dan konduktivitas tanah dengan kebasahannya dan menyebabkan pemanasan suhu minimum (Misra dan Michael 2012; Lobell 2008). Sehingga pengurangan sawah (lahan irigasi) berdampak pada penurunan suhu minimum. Terjadinya tren peningkatan suhu maksimum pada Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci terlihat dari nilai ZS yang lebih besar dari Zcrit,0.5. Di Kota Jambi Perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi non vegetasi yang terus bertambah merupakan faktor utama terjadinya peningkatan suhu maksimum. Pada tutupan lahan non vegetasi seperti aspal, kaca, dan beton, radiasi matahari yang datang lebih besar digunakan untuk pemanasan permukaan. Pemakaian energi (pendingin ruangan, penggunaan alat listrik, transportasi) juga mempengaruhi peningkatan suhu maksimum. Tren peningkatan suhu di Kabupaten Kerinci disebabkan oleh perubahan tutupan lahan dari vegetasi yang berupa hutan alam menjadi vegetasi yang berupa hutan industri dan kebun campuran milik masyarakat. Menurut Swallow et al. (2007) kerapatan hutan di Jambi cenderung menurun dan lahan irigasi (sawah) yang berkurang, hal ini yang menyebabkan radiasi matahari lebih banyak digunakan untuk pemanasan permukaan dibandingkan untuk evaporasi dan transpirasi. Suhu rata-rata di Kota Jambi dan Kerinci, tidak terjadi tren selama 32 tahun terakhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan di Kota Jambi dan Kerinci yang tidak terlalu signifikan selama 32 tahun terakhir tidak mempengaruhi tren suhu rata-rata. Proyeksi Suhu Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci Proyeksi Suhu Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci dilakukan selama 100 tahun ke depan dengan menggunakan model CCAM (Conformal Cubic Atmospheric Model). Hasil proyeksi dibagi menjadi dua periode waktu yaitu periode jangka pendek (2015-2034) dan periode jangka panjang (2015-2096). Hasil proyeksi model selama periode jangka pendek (2015-2034) menunjukkan peningkatan suhu selama 21 tahun, yang cukup tinggi pada suhu maksimum yaitu sekitar 1.5oC dengan laju peningkatan 0.07oC per tahun. Sedangkan suhu minimum Kerinci pada periode waktu ini memiliki laju peningkatan lebih tinggi dibandingkan Kota Jambi. Hasil proyeksi model selama periode jangka panjang (2015-2096) menunjukkan peningkatan suhu selama 82 tahun yang merata pada suhu maksimum dan minimum. Peningkatan suhu maksimum maupun minimum di Kabupaten Kerinci lebih tinggi dibandingkan dengan Kota Jambi. Dengan kondisi Kerinci yang 90% merupakan vegetasi, hal
16 ini mungkin terjadi karena konversi lahan vegetasi menjadi lahan non vegetasi pada periode ini di Kerinci sangat tinggi dibandingkan dengan Kota Jambi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pembukaan lahan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan suhu. Tabel 3 Proyeksi Perubahan Suhu Periode Jangka pendek (atas) dan Periode Jangka panjang (bawah)
Kota Perubahan Suhu (oC/tahun) Akumulatif Perubahan Suhu 21 tahun (oC)
Jangka Pendek (2015-2034) Tmaks Tmin Jambi Kerinci Jambi Kerinci 0.0730 0.0730 0.01095 0.03285 1.5330 1.5330 0.22995 0.68985
Kota Perubahan Suhu (oC/tahun) Akumulatif Perubahan Suhu 82 tahun (oC)
Jangka Panjang (2015-2096) Tmaks Tmin Jambi Kerinci Jambi Kerinci 0.00084 0.00096 0.0006 0.00072 0.0689 0.0787 0.0492 0.0590
Suhu maksimum 39 34
y = 0.00084x + 26.163
29 y = 0.00096x + 24.45 24 Jambi 19
Kerinci Jan-15 Mar-18 Mei-21 Jul-24 Sep-27 Nop-30 Jan-34 Mar-37 Mei-40 Jul-43 Sep-46 Nop-49 Jan-53 Mar-56 Mei-59 Jul-62 Sep-65 Nop-68 Jan-72 Mar-75 Mei-78 Jul-81 Sep-84 Nop-87 Jan-91 Mar-94
14
Suhu minimum
Kerinci y = 0.0006x + 20.793
y = 0.00072x + 15.069 Jan-15 Mar-18 Mei-21 Jul-24 Sep-27 Nop-30 Jan-34 Mar-37 Mei-40 Jul-43 Sep-46 Nop-49 Jan-53 Mar-56 Mei-59 Jul-62 Sep-65 Nop-68 Jan-72 Mar-75 Mei-78 Jul-81 Sep-84 Nop-87 Jan-91 Mar-94
30 28 26 24 22 20 18 16 14
Jambi
Gambar 10 Perubahan suhu Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci Tahun 2015 2096
17 Pada periode jangka panjang laju peningkatan suhu cenderung lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode jangka pendek. Hasil validasi data model dengan menggunakan RMSE dan Regresi Linear menunjukan bahwa model memiliki error yang cukup kecil yaitu antara 0.5oC sampai 1oC dengan koefisien determinasi (R2) yang sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa model CCAM belum cukup baik menggambarkan wilayah Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci, namun dapat memproyeksikan seberapa besar perubahan suhu wilayah Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci untuk kedepannya. Tabel 4 Validasi Data Model CCAM
RMSE (oC) R2 (%)
Jambi Kerinci Tmax Tmin Tmean Tmax Tmin Tmean 1.08 0.83 0.86 0.72 0.96 0.48 0.28 0.85 14.95 3.35 0.20 32.40
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tren suhu maksimum Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci selama 30 tahun terakhir yang meningkat menunjukkan perubahan kondisi lokal berpengaruh terhadap perubahan iklim wilayah. Tren suhu maksimum yang meningkat sebanding dengan meningkatnya perubahan lahan vegetasi menjadi non vegetasi di Kota Jambi sedangkan di Kabupaten Kerinci sebagian besar perubahan lahan dari hutan alam menjadi hutan industri dan perkebunan. Laju peningkatan suhu maksimum di Kota Jambi lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Kerinci, karena perubahan lahan vegetasi menjadi non vegetasi yang besar di Kota Jambi dibandingkan Kerinci. Berdasarkan model CCAM diduga selama 100 tahun ke depan tren suhu maksimum terus meningkat, dengan terus meningkatnya perubahan lahan vegetasi menjadi non vegetasi. Suhu minimum dan suhu rata-rata Kota Jambi selama 30 tahun terakhir tidak menunjukkan terjadinya tren. Hal ini menunjukkan perubahan kondisi lokal tidak berpengaruh terhadap perubahan suhu minimum dan suhu rata-rata. Namun, proyeksi model CCAM selama 100 tahun ke depan menunjukkan terjadinya peningkatan suhu minimum dan suhu rata-rata. Hal ini menunjukkan perubahan kondisi lokal tidak berpengaruh terhadap suhu minimum dan maksimum pada 100 tahun ke depan. Pada Kabupaten Kerinci suhu minimum mengalami tren turun yang disebabkan oleh penurunan luasan sawah. Suhu rata-rata Kabupaten Kerinci tidak mengalami perubahan tren. Hal ini menunjukan perubahan kondisi lokal khususnya perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap perubahan iklim wilayah. Model CCAM untuk melakukan proyeksi suhu maksimum, minimum dan rata-rata belum cukup menggambarkan Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci dengan baik. Hasil validasi model dengan menggunakan RMSE dan regresi linier menunjukkan error yang kecil namun, koefisien determinasi yang sangat kecil.
18 Saran Perubahan iklim wilayah suatu wilayah digambarkan dengan tren suhu beberapa tahun terakhir dari wilayah tersebut. Sehingga, dibutuhkan data suhu observasi yang panjang (minimal 30 tahun). Proyeksi suhu di masa yang akan datang pada suatu wilayah dibutuhkan untuk menggambarkan kondisi iklim wilayah dimasa yang akan datang, sehingga dibutuhkan model yang dapat menggambarkan wilayah tersebut dengan baik. Penyesuaian Model CCAM terhadap kondisi wilayah kajian perlu dilakukan lagi agar proyeksi yang dihasilkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Boer R. 2007. Deteksi Perubahan Iklim dan Dampak Sosio-ekonominya. Laporan proyek kerjasama BMG dan IPB. Bogor (ID). Bridgman H. 1995. Urban Biophysical Environments. New York (US): Oxford University Press. Dai A, KE. Trenberth, TR Karl. 1999. Effect of Clouds, Soil Moisture, Precipitation, and Water Vapor on Diurnal Temperature Range. J. Climate. 19: 548-563. Howard L. 1833. Climate of London Deduced from Meteorological Observation. London (GB): Harvey and Darton. [JDA] Jambi Dalam Angka. 2010. [internet]. [diacu 2013 Februari 13]. Tersedia dari: http://www.jambiprov.go.id. [JDA] Jambi Dalam Angka. 2005. [internet]. [diacu 2013 Februari 13]. Tersedia dari: http://www.jambiprov.go.id. Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. [internet]. [diacu 2012 Desember 11]. Tersedia dari: http://climatechange.menlh.go.id. Landsberg, Helmut E. 1981. The Urban Climate. London (GB): Academic Press, Inc. Lobell DB, Celine B. 2008. The effect of irrigation on wilayah temperature: A spatial and temporal analysis of trend in California, 1934-2002. J. Climate. 21: 2063-2071.doi:10.1175/2007JCLI1755.1 Misra V, Michael J. 2012. Varied diagnosis of observed surface temperature trends in the southeast US. J. Climate. doi: 10.1175/JCLI-D-12-00241.1 Oke TR. 1997. Urban Climates and Global Environmental Change. In: Thompson R.D. and A. Perry (eds.) Applied Climatology: Principles & Practices. New York (US): Routledge. pp. 273-287. Oke TR. 1987. Boundary Layer Climates. New York (US): Routledge. Oke TR. 1982. The Energetic Basis of the Urban Heat Island. Quarterly Journal of the Royal Meteorological Society. 108:1-24. The threshold city population for heat islands of the size 2-5°F may be closer to 100,000 inhabitants in some cases. See also Aniello, C., K. Morgan, A. Busbey, and L. Newland. 1995. Mapping Micro-Urban Heat Islands Using Landsat TM and a GIS. Computers and Geosciences 21(8):965-69. Swallow B, Noordwijk VM, Dewi S, Murdiyarso D, White D, Gockowski J, Hyman G, Budidarsono, Robiglio V, Meadu V, et al. 2007. Opportunities
19 for Avoided Deforestation with Sustainable Benefits. Kenya (KE): ASB Partnership for the Tropical Forest Margin. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. United Nations. 2009. World Urbanization Prospects, the 2009 revision: highlights. department of Econoic and Social Affairs, Population Division, 47 pp. Wong E. 2008. Reducing Urban Heat Island: Compendium of Strategies. Hogan K, Rosenberg J, Denny A, editor. Amerika Serikat (US).
20 Lampiran 1 Hasil analisis tren Uji Mann Kendall
1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CH 1234.90 1426.10 1296.70 936.90 169.30 233.90 53.50 21.60 16.00 210.30 58.60 334.60 391.70 256.40 597.90 214.60 166.80 95.70 0.00 210.30 58.60 334.60 391.70 693.00 2811.60 2130.30 1584.70 1604.10 1795.40 2418.05 1458.77 1299.49
Kota Jambi Tmean Tmax 26.82 31.06 26.86 30.46 27.28 31.00 26.88 30.40 27.48 30.24 27.15 30.24 27.24 30.05 27.45 30.04 26.95 30.00 28.80 30.01 28.85 30.00 28.90 30.01 27.50 30.11 27.22 30.38 27.67 30.94 27.68 30.48 28.02 30.73 28.38 30.59 27.58 30.12 27.59 30.62 27.22 30.13 28.10 30.59 27.75 30.75 27.53 31.55 27.01 31.73 26.96 31.68 26.73 31.29 26.76 31.32 27.05 31.69 27.18 31.75 26.93 31.60 26.99 32.01
Tmin 22.73 23.51 23.86 23.28 23.20 22.94 23.85 23.24 23.31 25.67 23.98 22.30 23.71 23.47 23.64 23.68 23.46 23.89 23.00 22.96 23.06 23.58 23.08 22.93 22.93 22.90 23.02 23.09 23.42 23.69 23.34 23.16
CH 871.22 367.03 800.93 417.12 239.29 437.12 156.98 0.00 0.00 0.00 0.00 3.05 0.00 231.16 109.72 230.62 21.08 42.17 0.00 0.00 0.00 3.05 0.00 0.00 0.00 225.04 671.85 732.37 659.12 1693.51 904.00 1074.94
Kerinci Tmean Tmax 23.13 27.49 22.47 26.36 23.01 26.83 22.96 26.89 23.02 27.07 22.95 27.25 23.50 27.42 22.10 27.05 22.35 27.00 22.63 27.30 22.87 27.36 22.59 26.96 22.91 27.60 23.11 27.42 23.08 27.45 22.64 27.35 22.92 27.60 23.72 28.68 23.11 27.63 22.10 26.75 22.94 27.08 22.95 27.72 24.43 28.08 24.10 29.10 23.04 27.34 23.42 28.09 22.82 27.91 22.40 27.47 22.48 27.53 22.77 27.95 22.61 28.18 22.68 28.16
Tmin 17.54 19.78 19.48 18.70 18.30 18.46 19.43 18.30 18.36 18.41 18.52 18.42 18.46 18.64 17.63 16.74 17.15 18.57 17.41 16.55 17.70 17.50 19.58 17.28 16.21 17.00 18.33 18.03 17.93 18.92 17.87 18.36
S Var (S) ZS Zcrit,.05 Tren
123.00 3802.67 1.98 1.96 SI
-17.00 3802.67 -0.26 1.96 NT
-59.00 3802.67 -0.94 1.96 NT
-11.00 3802.67 -0.16 1.96 NT
-6.00 3802.67 -0.08 1.96 NT
-127.00 3802.67 -2.04 1.96 SD
Tahun
203.00 3802.67 3.28 1.96 SI
233.00 3802.67 3.76 1.96 SI
*Data tersedia pada periode 1981-2012; SI: Naik Signifikan; SD: Turun Signifikan; NT: Tidak terjadi Tren Keterangan: |ZS| ≥ Zcrit,0.05 memiliki tren ZS > 0 tren naik ZS < 0 tren turun
21
RIWAYAT HIDUP SILVIA ROSALINA, lahir di Jakarta, pada tanggal 7 September 1991. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bambang Eka Hartadi dan Listiyani. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al Masjidil Islami pada tahun 1996-1997, sekolah dasar di SDN Bojong Gede I pada tahun 1997-2003, sekolah menengah pertama di SMPN 2 Cibinong pada tahun 2003-2006, dan sekolah menengah atas di SMAN 2 Cibinong pada tahun 2006-2009. Pada tahun 2009 Penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB), program sarjana Meteorologi Terapan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama di kampus penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi di Departemen Sains dan Aplikasi (2010-2012). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan seperti Scholarship Expo (2010), Meteorologi Interaktif (2011) sebagai sekretaris, Meteorologi Fair (2012) sebagai sekretaris. Selain itu, penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasific (CCROM - SEAP). Untuk menyelesaikan studi di Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA, penulis melaksanakan tugas akhir yang berjudul Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Perubahan Iklim Wilayah (Studi kasus: Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci).