DAMPAK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT TERHADAP KEMISKINAN DAN PEREKONOMIAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
AHMAD ARIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul: DAMPAK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT TERHADAP KEMISKINAN DAN PEREKONOMIAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2011
Ahmad Aris NRP.A165040011
i
ABSTRACT
AHMAD ARIS. Impact of People’s Coconut Plantation Development on Poverty and Economy of Indragiri Hilir Regency, Supervising Commission: BAMBANG JUANDA as Chairman, AKHMAD FAUZI and DEDI BUDIMAN HAKIM as Members. Indragiri Hilir Regency is a center of coconut production in Indonesia and most of its people do business in the coconut sector as the main livelihood. However, this region has got the highest percentage of poverty among the regencies / cities in Riau Province in recent years. This study was aimed to analyze: (i) the impact of the coconut sector development on the economy of Indragiri Hilir Regency, (ii) the indications of and potential regional leakage in the development of coconut sector and its impact on the economy of Indragiri Hilir Regency, and (iii) the policy options which can increase revenue and reduce poverty in the Regency of Indragiri Hilir. The data used in this research was of secondary type and processed with the following analyses: (i) Input-Output analysis, (ii) analysis of Social Accounting Matrix (SAM), (iii) analysis of Poverty Index Foster-Greer-Thorbecke, (iv) analysis of Ordinary Least Square (OLS), (v) analysis of Gini Ratio, (vi) analysis of Incremental Capital Output Ratio (ICOR) and (vii) descriptive analysis. The research showed the following results: (i) the coconut sector and coconut processing industries contribute significantly to the formation of output, gross added-value, and the labor absorption in the Regency of Indragiri Hilir, (ii) the coconut sector still has a weak forward linkage and the coconut industrial sector at the household level still has a weak backward linkage, (iii) the simulated investment in the industrial sector at the household level gave the highest increase of average income in the group of households of Indragiri Hilir Regency and the lowest was in the simulated investment in oil palm sector, (iv) the simulated investment in the coconut industrial sector on the household scale and road infrastructure can reduce the value of Gini Ratio index or the income gap among the households in the Regency of Indragiri Hilir, (v) every simulation could only reduce the poverty in the group of farmer households having land of 0.00 to 1.00 Ha and those with land of > 1:00 Ha., (vi) the highest reduction of poverty depth and severity could be obtained from the simulated investment in the coconut industrial sector of the household scale, and the lowest was in the simulated investment in the oil palm sector, (vii) the parameter of the variable of development budget allocation in each district, the number of production institutions in each district, the number of marketing institutions in each district, the percentage of agricultural households in each district and the real location of coconut processing industry on factors affecting poverty in the Regency of Indragiri Hilir. Key words : coconut farmers, poverty, SAM, regional leakage, increased revenue
ii
RINGKASAN AHMAD ARIS. Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Komisi Pembimbing BAMBANG JUANDA sebagai Ketua, AKHMAD FAUZI dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota. Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu sentra produksi kelapa di Indonesia dan sebagian besar peduduknya berusaha di sektor kelapa sebagai mata pencaharian utamanya. Disisi lain, kabupaten ini memiliki persentase penduduk miskin yang tertinggi diantara kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau pada beberapa tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk : (i) menganalisis dampak pengembangan sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek output, PDRB, tenaga kerja, dibandingkan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan dan tenaga kerja, (ii) menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, dan (iii) menganalisis opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan menurunkan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dianalisis dengan menggunakan Analisis Input-Output, Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Analisis Indeks Kemiskinan Foster-Greer-Thorbecke, Analisis Regresi Model Ekonometrika, Analisis Gini Ratio, Analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan Analisis Deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) sektor kelapa memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan output, PDRB, dan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Hilir, dimana sektor kelapa memberikan kontribusi sebesar 13.44 persen terhadap output total wilayah, sebesar 17.86 persen terhadap PDRB total wilayah dan sebesar 27.92 persen terhadap serapan tenaga kerja total wilayah. Selanjutnya sektor industri pengolahan kelapa memberikan kontribusi sebesar 21.05 persen terhadap output total wilayah, sebesar 15.76 persen terhadap PDRB total wilayah dan sebesar 3.26 persen terhadap serapan tenaga kerja total wilayah; (ii) Sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa memiliki peranan yang lebih besar terhadap pembentukan Output, PDRB dan tenaga kerja bila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya. (iii) Sektor kelapa memiliki keterkaitan kedepan yang masih lemah dengan indeks keterkaitan kedepan sebesar 0.75 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga juga memiliki keterkaitan kebelakang yang lemah dengan nilai indeks keterkaitan kebelakang sebesar 0.71; (iv) Sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa memiliki multiplier effect yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan tenaga kerja, nilai tambah bruto, dan output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir; (v) Sektor kelapa mengalami kebocoran wilayah, terutama pada sektor industri pengolahan kelapa skala besar yang disebabkan oleh adanya aliran pendapatan modal dan tenaga kerja yang keluar wilayah; (vi) simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLP RT ) memberikan peningkatan pendapatan rata-rata yang tertinggi pada kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar iii
4.81 persen, kemudian disusul simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan raya (I-IKLP RT +JLN) sebesar 4.59 persen dan simulasi investasi di sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga (I-KLP+IKLP RT ) sebesar 4.48 persen. Simulasi investasi di sektor kelapa sawit (I-KLS) memberikan peningkatan pendapatan rata-rata yang terendah pada kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu hanya 3.73 persen, kemudian disusul simulasi investasi di sektor industi kelapa skala besar (I-IKLP BS ) yaitu sebesar 3.77 persen; (vii) Investasi di sektor kelapa (simulasi investasi di sektor kelapa (I-KLP), investasi di sektor industri kelapa skala besar (I-IKLP BS ) dan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLP RT ) memberikan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga secara berturut-turut adalah 4.15 persen, 3.77 persen dan 4.81 dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan simulasi investasi di sektor kelapa sawit (I-KLS) yang hanya memberikan peningkatan pendapatan sebesar 3.73 persen; (viii) simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLP RT ) dan simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan (I-IKLP RT +JLN) dapat menurunkan nilai indeks Gini Ratio atau kesenjangan pendapatan antara rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. (ix) Setiap simulasi hanya mampu menurunkan kemiskinan pada kelompok rumah tangga petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 2.78 persen dan pada kelompok rumah tangga petani memiliki lahan > 1.00 Ha sebesar 5.66 persen. Sedangkan pada kelompok rumah tangga lainnya tidak mengalami penurunan kemiskinan; (x) Penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir pada masing-masing simulasi kebijakan sebesar 2.36 persen; (xi) Penurunan kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan tertinggi dapat diperoleh dari simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga (I-IKLP RT ), kemudian disusul simulasi investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan (I-IKLP RT +JLN), simulasi investasi di sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga (I-KLP+IKLP RT ), simulasi investasi di sektor kelapa dan infrastruktur jalan (I-KLP+JLN), simulasi investasi di sektor kelapa (I-KLP), simulasi investasi di sektor industri kelapa skala besar (I-IKLP BS ) dan simulasi investasi di sektor kelapa sawit (I-KLS), dan (xii) parameter peubah alokasi anggaran pembanguan disetiap kecamatan, jumlah kelembagaan produksi disetiap kecamatan, jumlah kelembagaan pemasaran hasil disetiap kecamatan, persentase rumah tangga pertanian disetiap kecamatan dan lokasi industri pengolahan kelapa yang nyata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Implikasi kebijakan dan rekomendasi antara lain: (i) Investasi disektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa hanya mampu menurunkan jumlah kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Indragiri Hilir rata-rata hanya sebesar 2.36 persen. Oleh karena itu investasi disektor kelapa dipandang belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Rendahnya penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ini terkait dengan rendahnya alokasi anggaran yang dapat di alokasikan di sektor perkebunan kelapa dan industri pengolahannya yaitu hanya maksimum Rp. 100 milyar setiap tahunnya (Biro Keuangan Setda Inhil, 2009). Sementara berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan pendekatan ICOR dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 9 persen, maka diperoleh kebutuhan investasi di sektor kelapa dan industri iv
pengolahannya sebesar Rp. 520 milyar. Oleh karena itu perlu adanya pengalokasian anggaran yang lebih banyak disektor kelapa seperti untuk replanting dan pengembangan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga. (ii) Kebocoran wilayah disektor kelapa dapat diatasi melalui peningkatan industri pengolahan kelapa di dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir terutama industri kelapa skala rumah tangga dan menengah. (iii) Pemberian kewenangan yang besar oleh Pemerintah terhadap industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir untuk membuka perkebunan kelapa hybrida yang mencapai 73 758 Ha telah memberikan dampak sosial yaitu pemasaran kelapa rakyat menjadi sangat sempit, oleh karena itu perlu ada kebijakan pengembangan kapasitas industri kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir dengan meningkatkan kerjasama pemasaran yang dilakukan dengan pola pengembangan badan usaha milik petani dan investor. (iii) Untuk meningkatkan pengembangan wilayah perlu: (a) optimalisasi kebijakan komoditas kelapa sebagai komoditi unggulan melalui alokasi APBD dan akses kredit (ii) memperkuat struktur pasar yang kompetitif (iii) memperkuat posisi tawar menawar petani kelapa (iv) pengembangan industri pengolahan. Kata kunci : petani kelapa, kemiskinan, SNSE, kebocoran wilayah, peningkatan pendapatan
v
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB.
vi
DAMPAK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA RAKYAT TERHADAP KEMISKINAN DAN PEREKONOMIAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
AHMAD ARIS
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 vii
viii
Judul Disertasi
: Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir
Nama Nomor Pokok Program Studi
: Ahmad Aris : A165040011 : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Anggota
Mengetahui :
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Prof. Dr.Ir. Bambang Juanda, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 7 April 2011
Tanggal Lulus : ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup Tanggal 7 Maret 2011 1. Dr. Ir. Sumaryanto, MS. Ketua Kelompok Peneliti Ekonomi Pertanian dan Manajemen Agribisnis Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Kementerian PertanianRI) 2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS. (Dosen PS-PWD-IPB)
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka Tanggal 7 April 2011
1. Dr. Sudirman Saad, SH. M.Hum. Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan-RI 2. Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Sc Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi dengan judul “ Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir” dapat diselesaikan. Sejak dari proses penelitian hingga penyelesaian disertasi, penulis mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu atas segala dukungan yang diberikan berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih, terutama ucapan terima kasih yang setinggi tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim. M.Ec, sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala curahan pemikiran serta perhatian dalam bimbingan, hingga penyelesaian disertasi dan studi penulis. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana beserta jajarannya dan staf administrasi yang telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PS-PWD) beserta para dosen dan staf administrasi, atas segala perhatian, dukungan, dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi pada Program Doktor Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor. Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sumaryanto, MS (Ketua Kelompok Peneliti Ekonomi Pertanian dan Manajemen Agribisnis PSEKP Kementerian Pertanian-RI) dan Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS (Dosen PS-PWD IPB) selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Sudirman Saad, SH. M. Hum (Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan-RI). dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec (Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor) selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.
xi
Pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Gubernur Riau, atas segala bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama mengikuti tugas belajar program doktor pada Institut Pertanian Bogor (IPB). Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Program Studi PWD dan Civitas Akademika IPB, serta semua pihak yang telah mendukung kelancaran studi penulis di Institut Pertanian Bogor umumnya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayahanda Abdurahman dan Ibunda Riona (Almarhumah), Bapak dan Ibu mertua, adik dan segenap keluarga, atas segala dukungan, doa dan pengorbanannya serta teristimewa untuk istriku tercinta Rima Apriani, S.S. dan putriku tercinta Nayra Kirana Ahmad, terima kasih atas segala dukungan, pengorbanannya dan do’anya selama penulis menempuh pendidikan S-3 pada Institut Pertanian Bogor. Sebagai penutup, penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi pribadi penulis dan juga bagi konsep pengembangan perkebunan kelapa rakyat, kemiskinan serta pengembangan ekonomi wilayah umumnya, amin!
Bogor, Juni 2011
Ahmad Aris
xii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, pada tanggal 01 Agustus 1972, anak pertama dari delapan bersaudara, dari pasangan Abdurahman dan Riona (Almarhumah). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama di Kabupaten Indragiri Hilir dan pendidikan menengah atas di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) Jurusan Budidaya Pertanian (Agronomi) pada Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Kemudian pada tahun 2001-2003 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan (S-2) Magister Ilmu Perencanaan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2004 penulis kembali diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan (S-3) pada Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan di Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan Program Doktor, penulis berstatus sebagai pegawai izin belajar pada Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Pada tahun 2006, penulis melangsungkan pernikahan dengan Rima Apriani, S.S. anak ke dua dari pasangan Remedi Sinulingga dan Yusmaniar Nasution. Dari pernikahan tersebut kami dikaruniai seorang putri yaitu Nayra Kirana Ahmad.
xiii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiv PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 11 Kebaruan Penelitian (Novelty) ..................................................................... 11 Keterbatasan Penelitian………………………………………………….. . 12 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... Konsep Pengembangan Ekonomi ............................................................... Keterkaitan antar Sektor dan Multiplier Terhadap Ekonomi Wilayah ....... Konsep Kebocoran Wilayah ...................................................................... Perkembangan Definisi Kebocoran Wilayah .................................... Isu-Isu Kebocoran Wilayah .............................................................. Pengukuran Kebocoran Wilayah ....................................................... Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi .................................................... Pengertian dan Penyebab Kemiskinan .............................................. Ukuran Kemiskinan ........................................................................... Tinjauan Penelitian Terdahulu ....................................................................
13 13 21 31 31 32 36 37 38 44 50
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... Kerangka Pemikiran ................................................................................... Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ...................................................... Hipotesis Penelitian ..................................................................................... Lokasi Penelitian ....................................................................................... Jenis dan Sumber Data ................................................................................ Metode Analisis Data ................................................................................. Analisis Kebutuhan Investasi dengan Pendekatan ICOR ................. Analisis Indeks Daya Penyebaran dan Analisis Derajat Kepekaan . Analisis Pengganda .......................................................................... Analisis Pengganda Kebijakan ........................................................... Analisis Gini Ratio ............................................................................. Analisis Kemiskinan .......................................................................... Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir .................................................................. Analisis Kebocoran Wilayah ............................................................. Simulasi Kebijakan ............................................................................
57 57 63 64 65 65 66 67 70 71 73 77 79 83 84 85
GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ................................................................ 87 Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir .............................................. 87 xv
Neraca Faktor Produksi .................................................................... Neraca Institusi ................................................................................ Neraca Sektor Produksi .................................................................... Hasil SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .................................. Kinerja Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir .............................................. Struktur dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............................................................................................. Nilai Tambah Faktor Produksi ......................................................... Kinerja Sosial Kabupaten Indragiri Hilir .................................................... Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga ............................................. Distribusi Upah dan Gaji Menurut Sektor Dan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral ...................................................................... Distribusi Pendapatan TK Menurut Rumah Tangga ......................... Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (disposible income) ............ Transfer Antar Institusi .................................................................... Neraca Daerah Terintegrasi ....................................................................... Neraca Produksi ............................................................................... Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi................................... Neraca Kapital .................................................................................. Neraca Luar Negeri .......................................................................... PERAN SEKTOR KELAPA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ........................................... Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ...................... Produk Domestik Regional Bruto .................................................... Produk Domestik Regional Bruto Perkapita ................................... Tenaga Kerja Menurut Tenaga Usaha ............................................ Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ...................... Output Perekonomian ..................................................................... Peran Sektor Kelapa Terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir .............................................................................................. Peran Kelapa Terhadap Sektor Pertanian ......................................... Peran Kelapa Terhadap Subsektor Perkebunan ................................ Peran Sektor Kelapa Terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ........................... Keterkaitan Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ............................................................................................ Multiplier Effect Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ........................................................................... Gambaran Umum Kelapa Rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir ................ Rangkuman Hasil Analisis ......................................................................... KEBOCORAN WILAYAH SEKTOR KELAPA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR .......................................................................................... Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa .............................................. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan forward leakages dan backward leakage ....................................................... Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Ekspor Terhadap Output ...................................................................
88 89 91 92 97 97 99 101 101 103 104 105 106 107 108 109 109 110 113 113 113 120 122 124 124 129 129 132 135 138 148 156 157 161 161 161 162 xvi
Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara ................................................ Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Import Terhadap Total Input Antara ................................................ Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Tenaga Kerja yang Keluar Wilayah................................ Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Modal yang Keluar Wilayah ........................................... Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Versus Sektor Lainnya .............................................................................................. Dampak Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ........................................................................... Rangkuman Hasil Analisis ......................................................................... DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ........................................................................................... Dampak Investasi di Sektor Kelapa Terhadap Distribusi Pendapatan ........ Dampak Investasi di Sektor Kelapa Terhadap Kemiskinan ........................ Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga .................................................. Dampak Investasi Sektor Kelapa Terhadap Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ........................................................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir .............................................................................................................. Rangkuman Analisis ................................................................................... DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR .............................. Dampak investasi sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa .... Dampak Investasi Disektor Kelapa .................................................... Dampak Investasi Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) ...... Dampak Investasi Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga ..... Dampak Investasi Disektor Kelapa Sawit ................................................... Dampak investasi disektor kelapa dan industri kelapa ............................... Dampak Investasi Disektor Kelapa dan Infrastruktur Jalan .............. Dampak Investasi Disektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga dan Infrastruktur Jalan ....................................................................................... Rangkuman Hasil Analisis .......................................................................... SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................................................ Simpulan ..................................................................................................... Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi ...................................................... Saran Penelitian Lanjutan ...........................................................................
164 165 165 167 168 171 173
175 175 181 181 182 189 195 199 199 199 200 202 204 205 206 208 209 213 213 214 215
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 217 LAMPIRAN ........................................................................................................ 225
xvii
DAFTAR TABEL Tabel 1.
2. 3.
Halaman Luas Areal dan Produksi Kelapa (Kelapa Dalam dan Kelapa Hybrida) pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 ............................................................................................................
3
Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 .........................................................................................
3
Pertumbuhan Rata-rata PDRB Masing-masing Sektor Perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir dari Tahun 2000-2006 .......................................
5
4.
Tujuan, Analisis, Jenis Data dan Sumber Data Penelitian Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ................................................... 66
5.
Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .......................... 87
6.
Klasifikasi Sektor Produksi pada SNSE Kabupaten Inhil Tahun 2005 SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 Ukuran 9 x 9 Sektor .......... 88
7.
Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir, tahun 2005 (9x9) (Rp Juta) ........................................................................................... 94
8.
Arti Kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 (9 x 9) ........ 95
9.
Pertumbuhan PDRB Harga Berlaku Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Tahun 2003 – 2005 ............................. 98
10.
Nilai Tambah Faktor Produksi Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005....................................................... 100
11.
Perkembangan Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Desa/Kelurahan Perkecamatan Pada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ....................... 102
12.
Distribusi Upah dan Gaji Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005........................................................ 103
13.
Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Rumah Tangga 2005 ............................................................................................... 104
14.
Distribusi Pendapatan Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .......................................................................... 105
15.
Sumber Transfer Institusi di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .......... 107
16.
Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ........................... 108
17.
Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ................................................................................................. 109
18.
Neraca Kapital Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005............................... 110
19.
Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ............................ 111
20.
Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 ............ 114 xviii
21.
Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 .... 115
22.
PDRB Empat Puluh Dua Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) Tahun 2005 ................................................... 116
23.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Konstan 2000 (Persen) Periode 2002-2006 ...................................... 117
24.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Berlaku (Persen) Periode 2002-2006 ................................................ 117
25.
Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 ........................ 119
26.
Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 .............. 120
27.
Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2002-2006 .............................................................. 121
28.
Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006 ..................................................... 121
29.
Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006........................................................................... 122
30.
Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Dalam Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir (jiwa)Tahun 2007............................... 123
31.
Komposisi Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .. 125
32.
Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Produsen Tahun 2005 .......................... 126
33.
Distribusi Nilai Tambah Bruto Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Menurut Komponennya Tahun 2005 ........................................................... 127
34.
Struktur Permintaan Akhir Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Menurut Komponennya Tahun 2005 .................................................. 128
35.
Output Sektor Pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ........... 129
36.
Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ............................................................................................................ 130
37.
Distribusi Output Subsektor Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hili Tahun 2005 .................................................................................................. 132
38.
Distribusi Nilai Tambah Bruto Subsektor Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005.......................................................................... 133
39.
Distribusi Pembentukan Nilai Tambah Bruto Sektor Kelapa Menurut Komponennya Tahun 2005.......................................................................... 135
40.
Kontribusi PDRB Perkapita Sektor Kelapa Versus Sektor Perkebunan Lainnya di Kabupaten Indragiri Hilir 2005 ................................................. 135
xix
41.
Kontribusi Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005................................ 136
42.
Produktivitas Sektor Kelapa Versus Sektor Padi, Kelapa Sawit, Industri Kelapa serta Sektor Perdagangan, Tahun 2005........................................... 137
43.
Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005................................ 139
44.
Daya Penyebaran (DP) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Tahun 2005.......... 142
45.
Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 .................. 144
46.
Indeks Derajat Kepekaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ........................................................................................ 147
47.
Multiplier Effect Output Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ........................................................................................ 149
48.
Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 ...................................................... 151
49.
Multiplier Effect Pendapatan terhadap Perekonomian Kabupaten Wilayah Indragiri Hilir Tahun 2005 ........................................................... 153
50.
Multiplier Effect Tenaga Kerja di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 155
51.
Nilai Koefisien Keterkaitan Kedepan dan Kebelakang Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ................................................................................................. 162
52.
Nilai Rasio Ekspor Terhadap Output Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .................. 163
53.
Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ...................................................................................................... ..... 164
54.
Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Impor Sektor Kelapa dan Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ..... 165
55.
Nilai Rasio Pendapatan Tenaga Kerja Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Keluar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ................................................................................................. 166
56.
Nilai Rasio Pendapatan Modal Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Keluar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ................................................................................................. 167
57.
Nilai Koefisien Keterkaitan Kedepan dan Kebelakang Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa dan Sektor Kelapa Sawit .................... 169
58.
Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Import terhadap Total Input Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa, dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ............................. 169
xx
59.
Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa Dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005........................................................................... 170
60.
Nilai Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .................... 171
61.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 100 Milyar ................... 175
62.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 Milyar ...................................................................................... 176
63.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah tangga Sebesar 100 Milyar ..................................................................................... 177
64.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya investasi disektor kelapa sawit 100 milyar ........................... 178
65.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi Disektor Kelapa sebesar 50 Milyar dan Industri Kelapa Skala Rumah Tangga sebesar 50 Milyar ......................................... 179
66.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi Disektor Kelapa Sebesar 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan raya sebesar 50 Milyar .................................................. 179
67.
Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi Disektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan raya sebesar 50 Milyar ............ 180
68.
Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ................................................................................................. 181
69.
Perkembangan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir........................................................................................................... ... 182
70.
Persentase Penurunan Kemiskinan Masing-Masing Simulasi Kebijakan ... 184
71.
Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi dan Nilai ICOR Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 -2008 .............................................. 186
72.
Persentase Penurunan Kedalaman Kemiskinan Masing-Masing Simulasi Kebijakan ..................................................................................................... 186
73.
Persentase Penurunan Keparahan Kemiskinan ........................................... 188
74.
Hasil Pendugaan Paramenter Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir .................................................... 194
75.
Persentase Pertumbuhan Pendapatan Masing-masing Simulasi Kebijakan ..................................................................................................... 196
76.
Nilai Indeks Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Simulasi Masing-masing Kebijakan ........................................................................... 197
xxi
77.
Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ........................................................ 199
78.
Dampak Investasi di Sektor Industri Pengolahan Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ............................................................................................................
201
79.
Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ........ 202
80.
Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sawit Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ........................................................ 204
81.
Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 Milyar dan Industri Kelapa Skala Rumah tangga 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ............................................................................................................ 205
82.
Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ............................ 206
83.
Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah tangga 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 ............................................................................. 208
84.
Dampak Masing-Masing Simulasi Kebijakan Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Faktor Produksi, Rumah Tangga dan Sektor Produksi............ 209
xxii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.
Halaman
Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Kabupaten Kota di Provinsi Riau Tahun 2000-2006 ..................................................................
5
Persentase Penduduk Miskin pada Masing-masing Kabupaten Kota di Provinsi Riau Tahun 2006 ...........................................................................
6
3.
Perspektif Pembangunan Wilayah Berkelanjutan .......................................
21
4.
Rasio Gini dan Kurva Lorenz ......................................................................
49
5.
Poverty Gaps dan FGT Indeks ....................................................................
50
6.
Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................
60
7.
Kerangka dan Alur Penelitian……………………………………………..
63
8.
Struktur PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Klasifikasi 9 Sektor, Tahun 2005..................................................................................... 97
9.
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2002-2006 ......................................................................... 118
10.
Laju Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2003-2006 ............................................ 119
11.
Distribusi Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007........................................................................... 123
12.
Posisi Keterkaitan ke Depan Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005.......................................................................................... 140
13.
Posisi Keterkaitan ke Belakang Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005........................................................................... 145
14.
Distribusi Peran Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Komponen Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ...................................... 158
15.
Distribusi Peran Sektor Industri Pengolahan Kelapa terhadap Pembentukan Komponen Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ............................................................................................................. 159
16.
Indikasi kebocoran wilayah sektor kelapa versus sektor kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir ........................................................................... 170
2.
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN
Halaman
1.
Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Produsen Tahun 2005 (42x42)....................................................... 225
2.
Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Produsen Tahun 2005 (42x42 dalam jutaan rupiah)................................................. 227
3.
Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ....................... 236
4.
Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir 2005 (56 x 56 Dalam Juta Rupiah) ..................................................................................................... 237
5.
Pengganda Neraca di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 .................. 246
6.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) .............................. 254
7.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) .................................................................................................... 255
8.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ..................................................................................................... 256
9.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Sawit Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) .............. 257
10.
Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) .............................. 258
11.
Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) ................................................................................. 259
12.
Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga dan 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Dekomposisi Nilai Pengganda (Dalam Juta Rupiah) .............................. 260
13.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ........................................................................ 261
14.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ....... 262
15.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ...... 263
16.
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Sawit Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ................................ 264
xxiv
17.
Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ......................................................................... 265
18.
Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Kelapa dan 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ........................................................................................... 266
19.
Dampak Investasi Sebesar 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga dan 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ................................................. 267
20.
Data untuk Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ................................................. 268
21.
Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ................................................. 270
xxv
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Dalam proses pembangunan, ketersedian sumber daya merupakan prasyarat yang sangat diperlukan, seperti sumber daya alam (natural resource endowment), sumber daya manusia (human resource), sumber daya sosial dan sumber daya buatan. Ketersediaannya perlu diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan (growth), efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity) serta keberlanjutan (sustainability), baik pada tingkatan nasional maupun regional (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2005). Dalam konteks pengembangan ekonomi wilayah kasus Kabupaten Indragiri Hilir terlihat bahwa peran sektor pertanian masih merupakan sektor dominan terhadap pembentukan PDRB, yaitu sebesar 44.86 persen (BPS, 2007). Sedangkan komoditas unggulan daerah yang paling dominan dikembangkan di daerah serta yang paling dominan berkontribusi terhadap pembentukan ekspor daerah adalah komoditas kelapa. Komoditas tersebut selain menempatkan Kabupaten Indragiri Hilir sebagai penghasil kelapa terbesar di Indonesia, juga berkontribusi dominan menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor kelapa terbesar dunia (nomor satu) dewasa ini (Idroes, 2007). Dengan rata-rata pangsa ekspor Indonesia pada tahun 2002-2006 yaitu 26.87 persen terhadap total ekspor dunia, dengan jumlah ekspor pada tahun 2006 yaitu sebesar 939 873 metrik ton (MT) atau dengan nilai US$ 526.29 juta (Idroes, 2007). Peranan komoditas kelapa terhadap perekonomian Indonesia masih cukup penting, baik sebagai sumber pendapatan bagi petani, sumber devisa, maupun penyediaan lapangan kerja melalui kegiatan usaha tani, pengolahan, pemasaran dan perdagangan (ekspor dan impor). Pada tahun 2006 total nilai ekspor produk kelapa Indonesia mencapai US$ 526.29 juta atau mencapai 0.61 persen dari nilai total ekspor nasional (Idroes, 2007). Walaupun sumbangan ekspor kelapa terhadap penerimaan devisa negara relatif kecil, namun memberikan manfaat tersendiri
bagi kelangsungan hidup masyarakat petani kelapa yang mencapai 7 017 100 Kepala Keluarga, belum termasuk industri pengolahannya. Provinsi Riau merupakan provinsi yang mempunyai areal pertanaman kelapa yang paling luas diantara provinsi yang ada di Indonesia, yaitu seluas 545 488 Ha dengan produksi sebanyak 488 698 ton kopra/tahun. Dengan demikian maka luas areal perkebunan kelapa Provinsi Riau mencapai 15.36 persen dari luasan areal perkebuan kelapa nasional atau 15.50 persen dari produksi kelapa nasional (Ditjen Perkebunan, 2007). Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Riau yang memiliki areal pertanaman kelapa terluas di Provinsi Riau, di mana Kabupaten Indragiri Hilir memiliki areal pertanaman kelapa dalam seluas 387 552 hektar dengan produksi sebanyak 395 006 ton kopra/tahun. Di samping itu juga terdapat pertanaman kelapa hybrida yang umumnya diusahakan oleh PT. Perkebunan Swasta Nasional (PT. Pulau Sambu Group) seluas 73 758 hektar dengan produksi 124 805 ton kopra/tahun yang melalui pola perkebunan inti dan plasma. Jadi secara keseluruhan luas pertanaman kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir 461 310 hektar dan melibatkan 120 188 kepala keluarga petani kelapa (Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir, 2007). Luasan areal perkebunan kelapa pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 1. Secara umum masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir berusaha di sektor pertanian yaitu sektor perkebunan. Sektor perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Indragiri Hilir adalah perkebunan kelapa. Adapun luasan areal dan produksi masing-masing jenis komoditas perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 2. Peranan komoditas kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir cukup besar dimana komoditas kelapa memberikan kontribusi sebanyak 17.86 persen terhadap PDRB Kabupaten Indragiri Hilir dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebanyak 15.75 persen. Jadi secara keseluruhan komoditas kelapa dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebanyak 33.61 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2006 (Baplitbang Kabupaten Indragiri Hilir, 2007). 2
Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Kelapa (Kelapa Dalam dan Kelapa Hybrida) pada Masing-masing Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 No
Kecamatan
Luas Areal Kelapa (ha) Dalam Hybrida Total 24 502 4 983 29 458 5 127 663 5 790 8 852 335 9 187 38 502 1 029 39 531 25 168 488 25 656 18 347 3 18 350 26 346 26 346 36 676 36 676 20 530 9 744 30 274 31 963 31 963 11 019 24 857 35 876 19 532 27 692 47 224 36 065 271 36 336 25 767 1 411 27 178 41 958 1 516 43 474 17 262 766 18 028 6 6 387 552 73 758 461 310
1 Tempuling 2 Tembilahan Hulu 3 Tembilahan Kota 4 Kuala Indragiri 5 Batang Tuaka 6 Gaung Anak Serka 7 Gaung 8 Mandah 9 Pelangiran 10 Kateman 11 Pulau Burung 12 TL Belengkong 13 Enok 14 Tanah Merah 15 Reteh 16 Keritang 17 Kemuning Jumlah Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2008).
Produksi Kopra (ton) Dalam Hybrida Total 43 889 30 525 74 414 6 471 1 221 7 692 10 028 843 10 871 39 408 858 40 266 22 525 354 22 879 18 732 9 18 741 18 773 18 773 31 904 31 904 19 782 13 401 33 183 38 108 38 108 7 382 54 348 61 730 14 180 18 925 18 925 47 834 206 48 040 14 527 930 15 457 31 919 1 260 33 179 29 544 1 925 31 469 3 3 395 006 124 805 591 811
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007 No Komoditi Luas Areal (ha) Produksi (ton) 1 Kelapa Dalam 387 552 395 006 2 Kelapa Hybrida 73 758 124 805 3 Kelapa Sawit 137 510 985 129 4 Karet 3 128 4 600 5 Kopi 4 220 629 6 Kakao 1 466 215 7 Pinang 5 746 6 055 8 Sagu 7 422 11 110 9 Nilam 517 787 10 Mengkudu 724 11 Lain-lain 4 554 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (2008).
Petani (KK) 100 034 20 154 20 600 2 173 8 297 2 153 17 330 3 329 1 770 1 065 -
Pengembangan agribisnis kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir perlu terus ditingkatkan karena potensi pengembangannya cukup besar dan lahan yang tersedia cukup luas yaitu mencapai 210 283 Ha yang masih memiliki potensi untuk pengembangan perkebunan kelapa (Disbun Inhil, 2008), secara umum merupakan mata pencaharian utama masyarakat daerah ini, semangat dan partisipasi masyarakat cukup tinggi, dan merupakan sumber penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. 3
Disatu
sisi
komoditas
pertanian
lainnya
yang
dominan
ke
dua
dikembangkan setelah komoditas kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir adalah komoditas kelapa sawit. Pada komoditas ini terjadi peningkatan luas areal yang sangat luas dimana pada tahun 2002 seluas 63 037 Ha, meningkat menjadi 137 510 Ha pada tahun 2007 dan melibatkan sebanyak 20 600 kepala keluarga petani yang bekerja di sektor kelapa sawit. Namun komoditas kelapa sawit ini secara umum dikembangkan oleh perkebunan swasta (perusahan), sedangkan masyarakat tempatan secara umum hanya sebagai tenaga kerja harian pada perkebunan kelapa sawit tersebut. Selanjutnya komoditas kelapa sawit ini memberikan share sebesar 3.79 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir. Perumusan Masalah Kabupaten Indragiri Hilir memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yaitu mencapai 7.29 persen pertahun selama kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2006. Kondisi ini menempatkan Kabupaten Indragiri Hilir pada peringkat kedua tertinggi setelah Kota Pekanbaru yang memiliki rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 9.74 persen pertahun. Selanjutnya kabupaten/kota yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi paling rendah di Provinsi Riau pada periode waktu tahun 2000-2006 adalah Kabupaten Bengkalis dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar - 0.60 persen. Untuk lebih jelasnya pada Gambar 1 berikut ini dapat dilihat perbandingan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau pada periode waktu tahun 20002006.
4
Sumber : BPS Provinsi Riau, 2007
Gambar 1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Periode Tahun 2000 -2006 Sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki rata-rata pertumbuhan paling tinggi pada kurun waktu tahun 2000-2006 adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
masing-masing sebesar 10.22 persen, kemudian
disusul sektor pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.89 persen, sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.19 persen. Sedangkan sektor pertanian hanya memiliki pertumbuhan sebanyak 6.72 persen dan menempati peringkat kedua terrendah setelah sektor listrik, gas dan air bersih dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4.47 persen. Pada tabel berikut ini dapat dilihat pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir. Tabel 3. Pertumbuhan Rata-rata PDRB Masing-masing Sektor Perekonomian di Kabupaten Indragiri Hilir dari tahun 2000 - 2006. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Perekonomian Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
Pertumbuhan PDRB Tahun 2000 – 2006 (%) 6.70 10.22 8.19 4.47 6.98 7.51 8.89 10.22 7.52
Sumber : BPS Provinsi Riau, 2007
5
Walaupun
pertumbuhan
ekonomi
sektor
pertanian
relatif
lambat
dibandingkan sektor-sektor perekonomian lainnya, namun komoditas kelapa memiliki peranan yang penting dalam perekonomian wilayah dan perekonomian masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini tercermin dari besarnya kontribusi sektor perkebunan kelapa dan industri pengolahanya terhadap
perekonomian
wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, dimana pada tahun 2006 memberikan kontribusi sebesar 33.61 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir. Begitu juga kontribusinya terhadap perekonomian masyarakat sangat besar yaitu melibatkan sebanyak 120 188 KK atau sekitar 83.29 persen dari jumlah KK yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir mengantungkan hidupnya pada kegiatan perekonomian kelapa. Peranan komoditas kelapa dalam perekonomian regional dan perekonomian masyarakat cukup besar, namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin paling tinggi di antara kabupaten yang ada di Provinsi Riau yaitu mencapai 197 414 jiwa atau setara dengan 31.45 persen dari jumlah penduduk total Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 627 699 jiwa (Balitbang Provinsi Riau, 2007). Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Sumber : Balitbang dan BPS Provinsi Riau, 2007
Gambar 2. Persentase Penduduk Miskin pada Masing-masing Kabupaten Kota di Provinsi Riau Periode Tahun 2006
6
Masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama adalah sebagai petani kelapa. Upaya yang telah dilakukan oleh petani kelapa untuk memperbaiki tingkat perekonomiannya adalah dengan melakukan konversi kebun kelapanya yang sudah kurang produktif ke pertanaman kelapa sawit yang diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraanya di kemudian hari. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan karena usaha tani kelapa sawit yang dilakukan justru tetap menyengsarakan petani karena bibit sawit yang mereka gunakan umumnya merupakan bibit-bibit palsu yang dibeli dari pedagang-pedagang bibit liar.
Hal ini terjadi karena para petani tidak
memiliki akses untuk membeli bibit sawit unggul (hybrida) ke pusat penelitian kelapa sawit di Medan, sehingga setelah tanaman kelapa sawitnya berproduksi, produksinya sangat rendah, bahkan hanya mencapai 1/5 dari produksi sawit yang menggunakan bibit unggul. Kondisi ini menyebabkan biaya pemeliharaan kebun sawitnya tidak dapat menutupi produksi yang diperolehnya. Petani kelapa sawit juga memiliki kesulitan untuk memasarkan hasil panennya karena lokasi industri kelapa sawit yang jauh dan tranportasi yang digunakan adalah teransportasi air yang sangat tergantung dengan konsidi pasang surut air laut. Kondisi ini menyebabkan mutu hasil panennya kelapa sawit petani menjadi menurun karena terjadinya peningkatan asam lemak bebas, sebagai akibat lokasi industri tempat penjualan tandan buah segar kelapa sawit tidak dapat ditempuh oleh petani kelapa sawit dalam jangka watu kurang dari 24 jam setelah tandan buah segar kelapa sawit dipanen. Dari segi produktivitas, pertanaman kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir masih cukup rendah yaitu hanya mencapai 1.21 ton kopra/Ha/tahun (Disbun Kab. Indragiri Hilir, 2007). Rendahnya produktivitas pertanaman kelapa tersebut antara lain disebabkan keterbatasan penguasaan teknologi produksi, keterbatasan infrastruktur berupa kanal (saluran air), keterbatasan modal usaha tani, manajemen budidaya yang belum efisien. Dari segi budidaya, usaha tani kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir umumnya masih diusahakan secara monokultur. Petani belum menerapkan teknologi budidaya yang tersedia. Pemeliharaan tanaman hanya terbatas pada 7
pengelolaan gulma yaitu berupa pengendalian secara mekanis dengan membabat atau secara kimia dengan herbisida pada saat akan dilakukan panen yaitu dengan rotasi tiga bulan sekali, sedangkan kegiatan pemeliharaan lainnya seperti pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan, begitu pula dengan teknologi pascapanen yang dilakukan masih tradisional dengan produk masih sekitar kopra atau kelapa butiran. Hanya sebagian kecil petani yang melakukan diversifikasi produk berupa gula kelapa dan belum memanfaatkan produk samping seperti serabut dan tempurung. Dari segi tataniaga, para petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memasarkan produknya dalam bentuk kelapa butiran dan kopra ke pedagang pengumpul dan hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat memasarkan kelapanya ke pabrik pengolahan kopra. Kelembagaan tataniaga kopra yang berkembang dikalangan petani adalah kelembagan informal berupa sistem kontrak tradisional melalui sistem kekerabatan dan kepercayaan antara petani dengan tengkulak. Tengkulak ini merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan pengolahan kopra atau minyak kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Dilihat dari sisi industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, maka secara spatial tidak tersebar merata di setiap kecamatan yang ada, dimana dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, 14 kecamatan merupakan sentra kelapa. Namun bila dilihat dari sisi industri pengolahannya, maka hanya terdapat 4 kecamatan yang merupakan lokasi industri pengolahan kelapa yaitu : Kecamatan Kateman, Kecamatan Tanah Merah, Kecamatan Tempuling dan Kecamatan Reteh. Kondisi ini memberikan implikasi terhadap sulitnya aksebilitas petani kelapa yang bermukim pada kecamatan-kecamatan yang jauh dari industri pengolahan kelapa untuk memasarkan produksinya ke pabrik pengolahan kelapa, sehingga petani kelapa tersebut cenderung memasarkan kelapanya kepada pedagang pengumpul (tauke) yang ada disekitar wilayah tempat tinggalnya. Dari berbagai fenomena, terlihat bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dalam kegiatan ekonominya, kelapa merupakan komoditi yang dominan dihasilkan masyarakat, komoditi tersebut juga merupakan salah satu sumber utama 8
pendapatan sebagian besar masyarakat/petani di Kabupaten Indragiri Hilir. Secara nasional Indragiri Hilir tercatat sebagai wilayah terluas, sekaligus sebagai pemasok kebutuhan kelapa terbesar nasional serta sebagai pengekspor kelapa terbesar dari Indonesia. Namun dibalik kegembiraan tersebut, terlihat berbagai persoalan menghadang Kabupaten Indragiri Hilir. Seperti sejak krisis moneter tahun 1997 masyarakat berhadapan dengan peningkatan kebutuhan/ biaya hidup, namun dari sisi pendapatan petani, terlihat kurang berkembangnya substitusi sumber pendapatan. Sementara sumber pendapatan utama sebagian masyarakat yaitu berasal dari sektor perkebunan kelapa. Sehingga rendahnya pendapatan yang diperoleh bersamaan dengan tingginya kebutuhan biaya hidup telah mendorong semakin tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara belajar dari pengalaman masa krisis tahun 1997, terlihat bahwa kerentanan ekonomi dalam menghadapi masa krisis mengalami goncangan yang hebat, namun demikian sektor petanian terbukti ketangguhanya sebagai sektor ekonomi yang mampu bertahan dan tumbuh ketika saat krisis mendera bangsa ini. Sehingga menyadarkan kita bahwa ke depan pentingnya perubahan paradigma pembangunan dengan memperhatikan pemberdayaan dan membangun keterkaitan serta perlunya dukungan dan konsistensi kebijakan pemerintah pada sektor-sektor ekonomi yang berbasis sumberdaya dan komunitas lokal, terutama dalam pengembangan sektor pertanian dan perkebunan serta pengembangan usaha kecil dan menengah. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal tahun 2001 dan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas dalam merencanakan arah pembangunan daerahnya masing-masing sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan, terutama dalam memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang tersedia guna mendukung percepatan, pemerataan dan keberlanjutan pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Untuk itu pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir perlu berupaya bagaimana potensi lokal yang ada seperti perkebunan kelapa dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan output perekonomian, nilai
tambah
bruto,
pendapatan
masyarakat,
penyerapan
tenaga
kerja,
9
pertumbuhan
ekonomi
wilayah
dan
mengurangi
kesenjangan
distribusi
pendapatan antar pelaku ekonomi. Berangkat dari latar belakang dan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan batasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa? Bagaimanakah posisi keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.
2.
Bagaimana Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir?
3.
Opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di
atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu sebagai berikut : 1.
Menganalisis peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek Output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja.
2.
Menganalisis Indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir.
3.
Menganalisis opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.
10
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan bahan pertimbangan bagi perencana dan pengambil kebijakan dalam pengembangan komoditas kelapa di Indonosia secara umum dan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir secara khusus di masa yang akan datang, serta dapat menjadi sumber informasi bagi stakeholders yang membutuhkan informasi tentang dampak pengembangan kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian wilayah khususnya Kabupaten Indragiri Hilir. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya mendorong pembangunan ekonomi wilayah untuk kepentingan keberlanjutan pembangunan pada masa yang akan datang. Disamping itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi perbandingan serta simultan bagi penelitian selanjutnya.
Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir merupakan suatu penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan baku yang dikemas dalam suatu rangkaian baru yang berkontribusi untuk melihat dampak pengembangan sektor kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indagiri Hilir. Dalam menganalisis peranan sektor kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir digunakan pendekatan analisis model Input-Output (I-O) dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang menempatkan komoditas kelapa, industri pengolahan kelapa skala besar dan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga sebagai sektor tersendiri dalam struktur perekonomian wilayah, yang belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam menganalisis struktur perekonomian wilayah di Kabupaten Indragiri Hilir dan bahkan satu-satunya di Indonesia. Selain itu kebaruan penelitian ini ditunjukkan oleh penelusuran potensi dan implikasi kebocoran wilayah di sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa. Disamping itu kebaruan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan 11
di Kabupaten Indragiri Hilir serta melihat dampak pengembangan sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa terhadap peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.
Keterbatasan Penelitian Karena adanya berbagai keterbatasan dalam penelitian ini baik dari segi keterbatasan waktu, biaya, dan penggunaan model, sehingga
penelitian ini
memiliki berbagai keterbatasan yaitu : (i) data yang digunakan khususnya untuk Tabel Input-Output (I-O) dan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Indragiri Hilir adalah tahun 2005; (ii) faktor harga dalam model I-O dan SNSE adalah given sehingga dalam penelitian ini aspek pasar tidak dapat dianalisis dengan menggunakan model I-O dan SNSE; (iii) penggunaan model I-O dan SNSE memiliki hubungan linier (liontief)
12
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Ekonomi Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi et al,. 2005).
Selanjutnya Todaro (2000)
pembangunan paling tidak harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahaminya. Komponen yang paling hakiki tersebut yaitu kecukupan makanan (sustenance), memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Todaro (1998), juga mendefinisikan pembangunan merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahanperubahan besar dari struktur sosial sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga
nasional
sebagai
akselerator
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan ketimpangan, dan kemiskinan absolut. Sedangkan dari sudut pandang yang lebih sempit, Glasson (1977) mendefinisikan
pembangunan
wilayah
yaitu
kemampuan
wilayah
yang
bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sehubungan dengan itu, Anwar dan Rustiadi (2000) mengemukakan tujuan pembangunan wilayah secara umum, yakni (1) pertumbuhan ekonomi (growth), (2) pemerataan (equity), (3) dan keberlanjutan (sustainability). Selanjutnya Anwar dan Rustiadi juga mengemukakan bahwa pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spatial (keruangan), serta antar pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah, sehingga programprogram pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Teori pembangunan ekonomi, pasca-perang dunia kedua, awalnya di dominasi oleh pemikiran neoklasik dimana akumulasi kapital merupakan engine pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Salah satu model yang sering digunakan sebagai rujukannya adalah model Harrod-Domar. Pada tahun 194013
an, Harrod (1948) dan Domar (1946) secara terpisah membangun suatu model makro dinamis melalui pengembangan teori Keynes. Dimana pada tahun 1950-an dan 1960-an, model ini diaplikasikan untuk perencanaan ekonomi di negara berkembang. Teori ini memang berhasil membangun ekonomi Jerman dan Israel, tetapi useless untuk diterapkan di negara berkembang karena faktanya investasi saja tidak cukup. Secara implisit teori ini mengasumsikan adanya sikap-sikap yang sama antara negara berkembang dengan negara maju. Akan tetapi asumsi ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di negara-negara berkembang. Di negara berkembang, Indonesia misalnya, sangat kekurangan faktor-faktor komplementer yang paling penting seperti halnya kecakapan manajerial, tenaga kerja yang terlatih, kemampuan perencanaan dan pengelolaan berbagai proyek pembangunan, kelembagaan dan faktor budaya yang kondusif bagi pembangunan (Todaro, 2000). Dalam perspektif demikian, oleh Hayami (2001) model Harrod-Domar yang diterapkan di negara berkembang berakhir pada jebakan keseimbangan ekonomi yang rendah (low equilibrium trap). Oleh karena itu model ini juga disebut sebagai model of low equilibrium trap. Dimana untuk melepaskan diri dari perangkap keseimbangan rendah menuju ekonomi berkelanjutan, perlu melalui mobilisasi tingkat tabungan yang tinggi, dimana tidak ada tabungan yang dihasilkan jika dibiarkan tergantung pada mekanisme pasar. Lompatan yang luar biasa dalam memobilisasikan tabungan dan investasi adalah “critical minimum effort” bagi ekonomi berpendapatan rendah. Model ini berimplikasi bahwa jika impor modal skala besar seperti yang dialami selama masa kolonial dipandang tidak berharga bagi ekonomi berkembang yang baru merdeka, maka tidak ada alternatif pembangunan lainnya kecuali memaksa masyarakatnya mengencangkan ikat pinggangnya (Hayami, 2001). Dalam perkembangan selanjutnya, teori pembangunan ekonomi diwarnai oleh model yang dikembangkan oleh Solow (1956) dan Swan (1956). Dengan menggunakan fungsi produksi neoklasik, Solow (1956) dan Swan (1956) dalam Hayami (2001) mengembangkan sudut pandang yang sangat berbeda dari model Harrod-Domar dalam kaitannya dengan akumulasi modal dan pertumbuhan 14
ekonomi. Perbedaannya terletak pada asumsi fungsi produksi yang digunakan. Pada model Harrod-Domar diasumsikan bahwa rasio kapital dan output bersifat tetap. Asumsi ini berimplikasi bahwa fungsi produksi agregat memiliki bentuk Y=AK, dimana A=1/c dan bersifat konstan; dan c=K/Y. Sementara Solow-Swan model menggunakan bentuk fungsi produksi Neoclassical yakni Y= f (L,K;T); dimana Y adalah output dan L adalah Tenaga Kerja yang berada dalam tingkat teknologi T. Kontribusi
penting
dari
model
Solow-Swan
yaitu
terlihat
dari
kemampuannya dalam menjelaskan peranan perubahan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Solow-Swan model pertumbuhan pendapatan per kapita tidak bisa berkelanjutan tanpa disertai
kemajuan teknologi. Namun
demikian model ini masih sangat terbatas, karena mengasumsikan teknologi sebagai faktor eksogen. Determinan kemajuan teknologi belum bisa dijelaskan oleh model Solow-Swan. Oleh karena itu keterbatasan model Solow-Swan tersebut dilengkapi oleh endogenous growth model yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988). Pada model pertumbuhan endogenus, berusaha untuk menjelaskan mekanisme bagaimana pengetahuan baru tercipta melalui aktivitas ekonomi, sehingga meningkatkan skala ekonomi. Asumsi dasar yang digunakan adalah bahwa pengetahuan baru untuk memperbaiki ekonomi produksi terakumulasi sedikit demi sedikit melalui upaya-upaya individual perusahaan untuk mendesain dan mengkonstruksi mesin dan pabrik lebih efisien dalam aktivitas investasinya dan pengetahuan sebagai barang publik. Sehingga dalam jangka panjang, keseluruhan desain yang ditemukan oleh semua perusahaan dalam suatu ekonomi akan menjadi stok pengetahuan yang dapat digunakan oleh perusahaan lainnya. Dan pada gilirannya, efisiensi produktif dari suatu perusahaan akan meningkat secara paralel dengan peningkatan pada total modal dan pengetahuan dalam ekonomi. Dari model pertumbuhan endogen tersebut maka dapat diambil intinya yaitu akumulasi kapital dalam bentuk tangible (berwujud, yakni kapital fisik) dan kapital dalam bentuk intangible (yakni pengetahuan dan ide-ide baru) serta bersama-sama dengan teknologi merupakan faktor penting sebagai determinan 15
pertumbuhan ekonomi (Hayami, 2001). Selanjutnya Hayami (2001) menjelaskan bahwa dalam konteks pembangunan sistem sosial perlu memperhatikan keterkaitan institutions (Rule), budaya (culture) faktor produksi dan teknologi. Dengan lain perkataan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perlu dukungan keterkaitan komponen tesebut. Kemudian
pada
teori
pembangunan
ekonomi
wilayah,
dalam
perkembangannya mencoba memasukkan faktor institusi/kelembagaan sebagai determinan pembangunan ekonomi wilayah yang dikenal dengan teori Growth Machine Theory (GMT) dan The New Institutional Economics (NIE) Theory. Pada dua teori ini terlihat sudah memperhatikan peranan politik dan political institution dalam pembangunan ekonomi. Karena pemikiran local politicians dan perencana lokal akan secara langsung mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan penentuan kebijakan pembangunan. Keterlibatan politik seperti langsung dalam penentuan kebijakan, peraturan-peraturan, pajak, penyediaan infrastruktur publik. Oleh karena itu dimensi politik dijadikan sebagai komponen penting yang perlu diperhatikan. The New Institutional Economics (NIE) berusaha memasukkan faktor kelembagaan (institusi) dan perubahan institusi dalam teori pembangunan ekonomi. Proposisi yang dikembangkan oleh NIE adalah bahwa perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat didekati melalui perubahan kelembagaan (institutional
change)
dan
penataan
kelembagaan
sebagai
infrastruktur
pengembangan wilayah. Pendekatan ini adalah turunan (derivat) dari mazhab institusionalisme yang mengembangkan keyakinan bahwa kelembagaan menjadi kata-kunci penting suatu perubahan sosio-ekonomi regional. Gagasan ini dikembangkan dari ide dasar Coase (1937) yang mengajukan proposisi bahwa kelembagaan memastikan bekerjanya sistem organisasi lebih kokoh sekaligus menghindarkan
beban
biaya
tinggi
yang
diperlukan
untuk
memonitor
ketidakpastian dalam proses-proses transaksi yang harus ditanggung oleh para pihak yang berinteraksi. North (1990) mengukuhkan proposisi Coase dengan menyodorkan satu teori institutional adaptation and change yang berbasiskan pada asumsi-kerja bahwa 16
kelembagaan politik dan ekonomi memang menjadi kebutuhan untuk disesuaikan dan dikembangkan guna menekan transaction cost dilemma yang selalu hadir pada suatu sistem sosial-ekonomi yang berkembang semakin kompleks sebagai akibat pertukaran-pertukaran ekonomi yang bekerja di bawah kelembagaan kapitalistik. Dalam pandangan North (1990) perkembangan perekonomian dan pertukaran (transaksi ekonomi) di suatu wilayah yang terus meningkat perlu di imbangi dengan pengembangan sistem tata-pengaturan kelembagaan yang kompatibel, jika tidak, maka akan muncul informal forms of governance yang hadir untuk memfasilitasi kebutuhan dan pemanfaatan kesempatan untuk shortterm profits. Sementara Menurut GMT pertumbuhan ekonomi suatu kawasan (negara, daerah) dapat terbentuk sebagai akibat langsung dari aktivitas tata pengaturan administrasi-politik yang secara operasional mampu men-generate keputusankeputusan dan aturan-aturan yang decisive bagi berkembangnya aktivitas ekonomi kawasan tersebut. Artinya, “kekuatan pengaturan politik lokal” dapat berfungsi sebagai mesin penggerak perkembangan wilayah lokal. Dalam melihat pertumbuhan regional pada dasarnya menggunakan konsepkonsep pertumbuhan ekonomi secara agregat. Hanya saja pada pertumbuhan regional titik penekanan analisisnya lebih diletakkan pada akumulasi faktor produksi. Akumulasi faktor produksi tenaga kerja dan modal dalam suatu daerah dari satu tahun ke tahun berikutnya. Selain itu bila dikaitkan dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), maka dapat dilihat pertumbuhan neraca sektor produksi, dan neraca rumah tangga. Dalam sistem dinamik, tingkat pertumbuhan suatu daerah dapat ditemukan lebih tinggi/lebih rendah dari pada tingkat normal yang dicapai oleh perekonomian nasional. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan regional maka pada sistem neraca sosial ekonomi dapat dijadikan instrumen untuk melihat pertumbuhan akumulasi dari faktor produksi, sektor produksi dan rumah tangga di daerah. Mengacu pada Model Harrod-Domar yang menjelaskan pentingnya peranan investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai dampak ganda yang dimiliki investasi, seperti (1) investasi dapat menciptakan pendapatan, 17
dan (2) investasi membesarkan kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama disebut sebagai dampak permintaan, dan kedua disebut sebagai dampak penawaran investasi (Kasliwal, 1995). Arsyad (1999) menjelaskan yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi daerah adalah apabila terjadi peningkatan pendapatan masyarakat di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di wilayah tertentu. Pertambahan pendapatan tersebut di ukur dalam nilai rill atau di nyatakan
dalam
harga
konstan.
Djojohadikusuma
(1994)
menjelaskan
pertumbuhan ekonomi pada dasarnya terkait dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam satu daerah. Pertumbuhan menyangkut perkembangan berdemensi tunggal dan di ukur dengan meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. Identifikasi pertumbuhan menurut Kuznet dalam Djojohadikusumo, (1985) memiliki beberapa ciri, yaitu (1) laju pertumbuhan pendapatan perkapita dalam arti nyata (2) distribusi angkatan kerja menurut sektor kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkah, dan (3) pola persebaran penduduk. Selanjutnya
Sukirno
(1985)
melihat
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yaitu (1) tanah dan kekayaan alam (2) jumlah dan kualitas penduduk dan tenaga kerja (3) barang modal dan tingkat teknologi, (4) sistem sosial dan sikap masyarakat (5) luas pasar sebagai sumber pertumbuhan. Sedangkan menurut Todaro (2000) komponenkomponen pertumbuhan ekonomi yang penting dalam masyarakat, yaitu : (1) akumulasi modal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya alam (2) perkembangan penduduk, khususnya yang menyangkut pertumbuhan angkatan kerja, dan (3) kemajuan teknologi. Pembangunan yang dilaksanakan disuatu daerah pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah (region) tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. Implikasinya bahwa kegiatan pembangunan belum mampu menciptakan spread effect maupun trickling down effect yang memihak kepada masyarakat. 18
Menurut Anwar (1992), kegiatan pembangunan seringkali bersifat eksploitasi dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor keluar wilayah. Lebih lanjut dikatakan, multiplier yang ditimbulkan kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional, sehingga penduduk setempat seolah-olah (as if) menjadi penonton. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya disparitas terhadap pembangunan atau tingkat pertumbuhan suatu wilayah, sehingga kemampuan wilayah dalam mengelola barang dan jasa, baik dalam bentuk barang jadi maupun setengah jadi akan berbeda. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya keterkaitan kebelakang (backward linkage) sedang keterkaitan kedepannya (forward linkage) cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya dampak pengganda (multiplier effect), karena nilai tambah (value added) yang semestinya dapat ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah lain. Menurut Anwar (1995) beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya tingkat kebocoran wilayah antara lain : (1). Sifat Komoditas Komoditas yang bersifat eksploitasi umumnya yang natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktifitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lain. (2). Sifat Kelembagaan Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan (owners), karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi. Faktor pemilikan lahan juga berpengaruh terhadap persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata, namun sering terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya warga negara Indonesia atau warga negara asing dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan terlihat berbeda jika 19
dibandingkan dengan yang berasal daerah setempat. Pada umumnya yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit sedangkan yang berasal dari daerah setempat selain profit, juga memperhatikan sosial budaya dan lingkungan. Selain itu tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input. Konsep
pembangunan
berkelanjutan
sudah
mulai
diadopsi
dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi dimana tujuan sosial, ekonomi dan ekologi dipertimbangkan dalam kerangka pembangunan. Menurut Laporan Komisi Lingkungan dan Pembangunan (The Burdtland Comission) yang berjudul Our Common Future dalam Gonarsyah, (2005) pembangunan berkelanjutan artinya memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Lebih jauh Serageldin (1996) menguraikan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan dalam tiga tujuan pokok yang saling berkaitan, yakni : (1) tujuan ekonomi, yaitu pertumbuhan berkelanjutan dan efisiensi kapital, (2) tujuan sosial, yaitu pengentasan kemiskinan dan pemerataan, serta (3) tujuan ekosistem, yaitu pengelolaan sumberdaya yang menjamin keberlanjutan. Uraian yang dikemukakan terdahulu menunjukkan bahwa tujuan ganda efisiensi dan keberlanjutan dapat dicapai dengan memperlakukan keberlanjutan sebagai kendala. Artinya, masyarakat yang berpegang pada kedua tujuan tersebut akan membatasi diri untuk hanya mempertimbangkan jalur-jalur efisiensi yang juga berkelanjutan (sustainable). Sejauhmana kendala keberlanjutan mengikat (binding) atau tidak tergantung sekali kepada kemajuan sosial dan peningkatan (augmenting) sumberdaya. Lepas dari polemik antara kubu optimis dan kubu pesimis mengenai keberlanjutan ekonomi, yang penting bagi kita adalah mempertimbangkan
kebijakan
yang
dapat
meningkatkan
kemungkinan
tercapainya jalur yang efisien dan keberlanjutan (Gonarsyah, 2005). Pada Gambar 3 terlihat bahwa untuk menuju pembangunan wilayah yang berkelanjutan maka diperlukan adanya saling keterkaitan yang bersinergi antar aspek politik, ekonomi dan manajemen, kelembagaan (sosial dan budaya), tata 20
ruang serta lingkungan. Dengan lain perkataan bahwa untuk mencapai pembangunan wilayah yang berkelanjutan maka sejak dini diperlukan pemahaman masyarakat dan pemerintah daerah, serta semua komponen pembangunan bahwa antar aspek seperti Gambar 3. memiliki peran yang tidak dapat diabaikan satu sama lain begitu saja.
Aspek Politik
Aspek Tata Ruang
Aspek Ekonomi & Manajemen
Aspel Lingkungan
Aspek kelembagaan (Sosial budaya)
Gambar 3. Perspektif Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Keterkaitan antar Sektor dan Multiplier terhadap Ekonomi Wilayah Pendekatan makro yang hingga saat ini dipandang relevan untuk menelaah dampak atau keterkaitan antara sektor perekonomian wilayah adalah analisis Input-Output yang sekaligus merupakan pengembangan teori ”Keseimbangan umum Walras” (Daryanto dan Hafizrianda, 2010). Dalam table I-O tersebut keadaan perekonomian wilayah diasumsikan berada dalam keseimbangan dalam artian jumlah penawaran komoditas sama dengan jumlah permintaan.
21
Alat analisis Input-Output (model I-O) pada hakekatnya dikembangkan untuk menganalisis dan mengukur hubungan-hubungan antar berbagai sektor produksi dan konsumsi dalam perekonomian regional. Ketergantungan antara sektor-sektor dalam sistem tertentu dijabarkan melalui seperangkat persamaanpersamaan linier, serta karakteristik struktural direfleksikan oleh besaran koefisien persamaan yang bersangkutan. Hasil analisa Input-Output menunjukan sektor-sektor kunci (key sector) dalam perekonomian regional yang menjadi pertimbangan utama untuk dikembangkan yang pada akhirnya menentukan tingkat pertumbuhan atau pembangunan ekonomi yang biasa diukur dengan nilai produk dosmestik Regional Bruto (PDRB) atau Gross Dosmestic Product (GDP) yang merupakan nilai pasar yang berlaku dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu wilayah dalam satu tahun. Penggunaan nilai PDRB ini penting dan sering digunakan mengingat sebagian besar PDRB yang diperoleh dari data wilayahnya. Dalam konteks nasional istilah yang digunakan pada akhirnya akan menjadi pendapatan wilayah dan untuk hal tersebut adalah Gross National Product (GNP). Jadi PDRB mencerminkan pertumbuhan ekonomi (Rustiadi et al., 2005). Dengan demikian analisis Input-Output menitik beratkan analisis dan kajian tentang pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi erat kaitannya dengan pembangunan sosial. Pembangunan sosial dapat mendorong pembangunan ekonomi terutama pembangunan sosial yang berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan sosial (Social Enforcement) melalui norma-norma sosial yang akan menciptakan keadaan ekonomi yang lebih efisien dari pada mekanisme pelaksanaan hukum yang eksplisit (Explicit Legal Enterforcement) (Anwar, 2005). Dalam analisis Input-Output dikaji tentang pendapatan, tenaga kerja kondisi riil pembangunan ekonomi, dan dampaknya terhadap kesempatan kerja. Dengan demikian analisis Input-Output yang menitikberatkan kajian kinerja pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan pembangunan sosial karena pembangunan ekonomi atau lebih tepat pertumbuhan ekonomi merupakan persyaratan bagi terciptanya pembangunan manusia, karena dengan pembangunan ekonomi 22
terjamin peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja (Rustiadi et al. 2005). Tabel I-O merupakan gambaran perekonomian suatu wilayah pada tahun tertentu secara makro dan menyeluruh (comprehensive) sehingga dapat digunakan sebagai alat analisis dan dasar perencanaan ekonomi yang praktis dan bersifat kuantitatif. Salah satu keunggulan tabel tersebut adalah dapat menjadi dasar untuk perencanaan pembangunan, baik partial, struktural, maupun global, karena untuk setiap kebijakan yang akan diambil, dapat pula diperhitungkan segala macam kemungkinan akibat/dampak yang akan terjadi, baik terhadap objek pembangunan itu sendiri maupun yang lain-lainnya. Dengan demikian sasaran pembangunan akan dapat dicapai relatif lebih tepat. Pandangan tersebut bertolak dari kenyataan bahwa tabel I-O merupakan suatu analisa matriks yang menunjukkan hubungan transaksi barang dan jasa yang terjadi di suatu wilayah, pada suatu periode tertentu, dan juga menunjukkan keterkaitan suatu sektor dengan sektor ekonomi lainnya. Tabel tersebut sangat menonjolkan hubungan dan keterkaitan antar sektor produksi, antara input dan output, antara domestik dan impor. Demikian juga hubungan antara permintaan akhir. Tabel I-O yang menunjukkan dampak akibat bertambahnya satu unit permintaan akhir terhadap seluruh sektor disebut derajat kepekaan atau keterkaitan ke hilir atau keterkaitan kedepan (forward linkage). Sedang dampak yang diakibatkan satu unit permintaan masing-masing sektor terhadap output seluruh sektor disebut daya penyebaran atau keterkaitan kebelakang (backward linkage) hubungan ke bahan hulu. Apabila derajat kepekaan dan daya penyebaran ini dihitung indeksnya masing-masing, akan diperoleh forward linkage effect ratio dan backward linkage effect ratio. Indeks tersebut dapat dipakai untuk mengetahui sektor-sektor mana yang merupakan sektor kunci (key sector) dimana dalam perencanaan pembangunan ekonomi tentunya akan mendapat prioritas untuk dikembangkan. Keterkaitan perlu diperhatikan, karena setiap kasus dalam proses pembangunan saling mempengaruhi sehingga tingkat pertumbuhan suatu sektor ekonomi juga dipengaruhi sektor-sektor lain baik secara langsung maupun tidak 23
langsung. Disamping keterkaitan intersektor dalam proses pembangunan perlu memperhatikan bentuk-bentuk keterkaitan lainnya antara lain keterkaitan spasial, keterkaitan lokasi dan produksi sebagaimana dikemukakan Williams dan Nilson (1980), Batten dan Roy 1982) dalam Rustiadi et al., keterkaitan
lokasi
dan
produksi
(2005). Konsep dasar
(Location-Production
Interaction/LPI)
mempertimbangkan tiga fenomena dalam suatu formulasi yang simultan, yakni : 1. Lokasi stock kapital fisik 2. Aktifitas produksi yang terjadi pada stock tersebut 3. Aliran-aliran berbagai aktifitas. Interaksi lokasi produksi tersebut di definisikan sebagai distribusi peluang (P
rs ijk
) dimana r adalah wilayah asal, i, aktifitas yang respon terhadap faktor-
faktor produksi/resproduksi (k) yang difasilitasi j dan s adalah wilayah tujuan. Sebagai contoh kita dapat menghubungkan teori lokasi perdagangan Ohlins (1993) dengan model interaksi produksi dari Input-Output Wilson (1970) dalam Rustiadi et al., (2005). Keterkaitan (linkage) yang juga berperan dalam proses pembangunan ekonomi adalah interaksi antar wilayah (interaksi spasial). Interaksi spasial merupakan suatu proses yang terjadi disuatu wilayah karena aktifitas yang dilakukan manusia di dalam/antar wilayah. Aktifitas-aktifitas yang dimaksudkan antara lain mobilitas kerja, migrasi arus informasi dan arus komoditas. Analisis interaksi spasial mempelajari pergerakan komoditi, barang-barang, orang, informasi, dan lainnya antar titik-titik dalam ruang. Analisis yang popular digunakan untuk menduga besarnya interaksi spasial adalah model gravitasi yang dapat digunakan untuk menganalisis dan menduga pola interaksi spasial. Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri dikembangkan Aldelman dan Hirschman dalam Syafaat dan Mardianto (2002). Pandangan Adelman mengenai pengembangan sektor pertanian berbeda dengan Hirschman. Hirschman memandang sektor pertanian sebagai sektor yang pasif, sementara Adelman sebaliknya. Perbedaan pandangan itu terletak pada kriteria pemilihan sektor kunci (leading sektor) dalam akselerasi pembangunan. Kriteria yang digunakan Hirschman dalam menentukan sektor kunci menurut pandangan 24
Adelman terlalu sempit karena hanya mempertimbangkan keterkaitan produk dan yang lebih spesifik keterkaitan kebelakang yang jelas akan menempatkan sektor pertanian pada sektor inferior. Padahal kenyataannya berdasarkan hasil penelitian Rangarajan (1982); Bell dan hazel (1980); Adelman (1984); Haggblade et al. (1991); Delgado et al. (1994); Bautista (1986); Capallo dan Mundlak (1982), menunjukkan bahwa keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri tidak hanya keterkaitan produk, tetapi ada media keterkaitan lainnya, yaitu keterkaitan konsumsi, investasi, dan tenaga kerja yang mampu menjelaskan secara lebih menyeluruh mengenai keterkaitan kedua sektor tersebut. Oleh karena itu, maka kriteria yang diciptakan oleh Hirschman untuk menentukan sektor kunci tidak mampu mengartikulasikan potensi keterkaitan sektor pertanian dengan industri. Hasil penelitian Rangarajan dalam Syafaat dan Mardianto (2002) menunjukkan bahwa (a) semakin tinggi output sektor pertanian maka semakin tinggi pula pengeluaran untuk komoditas bukan pangan (nonfood) dan pengeluaran untuk pakaian; (b) semakin tinggi pendapatan rumah tangga, maka semakin tinggi pula simpanan (savings) rumah tangga. Haggblade et al., dalam Syafaat dan Mardianto (2002) menemukan bahwa sumbangan keterkaitan konsumsi berkisar 90-99 persen di Sierra Leon dan 71-83 persen di Malaysia, dan 56-68 persen di Oklahoma. Delgado et al. (1994) menemukan bahwa sumbangan keterkaitan konsumsi adalah 42 persen di Senegal, 70 persen di Niger, 93 persen di Burkina, dan 98 persen di Zambia. Fakta tersebut menunjukkan bahwa potensi keterkaitan sektor pertanian berada pada keterkaitan konsumsi dan investasi dimana kedua keterkaitan tersebut tidak dipunyai oleh sektor industri. Oleh karena itu kriteria penentuan sektor kunci perlu ditambah dengan keterkaitan konsumsi dan investasi. Dengan tiga kriteria keterkaitan, yaitu produk, konsumsi, dan investasi. Dengan demikian pertanian akan terpilih sebagai sektor kunci dalam akselerasi pembangunan ekonomi nasional. Keterkaitan melalui konsumsi berasal dari nilai tambah yang diperoleh dari suatu sektor digunakan untuk membeli produk industri lain dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Dengan kata lain, keterkaitan konsumsi merupakan penciptaan permintaan produk yang dihasilkan oleh berbagai industri. Adanya permintaan tersebut merupakan faktor utama 25
peningkatan permintaan investasi. Oleh karena itu keterkaitan konsumsi juga merupakan pencipta artikulasi antar sektor. Nilai tambah yang digunakan untuk konsumsi terdiri dari upah, laba, dan sewa. Dengan demikian semakin intensif penggunaan tenaga kerja suatu sektor maka semakin tinggi pula dampak terhadap keterkaitan konsumsinya. Hasil kajian Simatupang dalam Syafaat dan Mardianto (2002) menunjukkan bahwa semua sub sektor dalam lingkup sektor pertanian termasuk dalam kategori penyerapan tenaga kerja sedang sampai tinggi. Pangsa pengeluaran konsumsi rumah tangga pertanian sebesar 48.01 persen lebih tinggi dibanding rumah tangga non pertanian kota dan desa yang masing-masing sebesar 42.53 dan 30.63 persen. Elastisitas pengeluaran rumah tangga non pertanian untuk konsumsi makanan sedikit lebih rendah dibanding non makanan. Ini berarti bahwa dampak peningkatan pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi bagi rumah tangga pertanian lebih tinggi dari pada rumah tangga non pertanian. Implikasi dari kajian Simatupang tersebut adalah bahwa peningkatan pendapatan rumah tangga pertanian sangat penting dalam pembangunan keterkaitan konsumsi. Peningkatan pendapatan rumah tangga pertanian dapat ditempuh melalui pengembangan teknologi. Keterkaitan antar sub sektor pertanian dalam sektor pertanian telah terbukti di beberapa negara yang mengandalkan pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasionalnya seperti kasus Costa Rica (Celes dan Lizano, 1995); Colombia (Berry, 1995); India (Bhalla, 1995); kecuali kasus Filipina (Baustita, 1995) dimana sektor pertanian tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor non pertanian. Dalam model ekonomi makro dikenal suatu terminologi yang disebut sebagai pengganda (multiplier) yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap variabel endogen (endogenous variable) akibat perubahan pada variabel eksogen (exogenous variable). Pengganda dimaksud, misalnya, pengganda pendapatan nasional yang dirumuskan sebagai 1/(1-MPC) dimana MPC = Marginal Propensity to Consume atau kecendrungan hasrat mengkonsumsi. Pengganda tersebut menjelaskan bahwa perubahan pendapatan nasional ditentukan oleh perubahan MPC; semakin besar MPC, maka semakin besar pendapatan nasional. 26
Dalam tabel I-O, pengganda demikian dapat juga diperoleh, tidak hanya merupakan satu besaran pengganda tetapi bahkan merupakan beberapa (sekelompok) besaran pengganda yang dinyatakan dalam bentuk matriks pengganda (multiplier matrix). Sama dengan pengganda pada model ekonomi makro yang telah dijelaskan diatas, matriks pengganda pada tabel I-O juga menjelaskan perubahan yang terjadi pada berbagai peubah endogen sebagai akibat perubahan pada suatu atau beberapa peubah eksogen. Matriks pengganda dalam tabel I-O digunakan untuk melakukan analisis dampak (impact analysis) seperti analisis dampak output, analisis dampak pendapatan, analisis dampak tenaga kerja, analisis dampak nilai tambah bruto, analisis impor dan analisis keterkaitan (daya penyebaran dan derajat kepekaan). Dampak pengganda dapat diartikan sebagai suatu dampak yang terjadi baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap berbagai kegiatan ekonomi didalam negeri sebagai akibat dari adanya perubahan pada variabelvariabel eksogen perekonomian nasional. Salah satu keunggulan analisis dengan model I-O adalah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antar sektor produksi. Hubungan ini dapat berupa (1) hubungan kedepan (forward linkage), adalah hubungan dengan sektor hilir; dan (2) hubungan kebelakang (backward linkage) yang hampir selalu merupakan hubungan dengan bahan mentah ataupun sektor hulu. Sejauh ini pemanfaatan analisis Input-Output cenderung mengedepankan analisis kuadran I dan III sehingga hanya mampu memberikan informasi hubungan langsung antara sektor dan hubungan pasar namun tidak mampu memberikan penjelasan dan pemahaman keterkaitan yang bersifat kelembagaan. Oleh karena itu model Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) merupakan suatu model yang dapat melihat keterkaitan kelembagaan dalam suatu perekonomian wilayah. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) pertama kali diperkenalkan oleh Richard Stone dkk. (Cambride University) yang memformulasikan System for National Account atau SNA di Inggris. Model ini telah banyak dibuat dan digunakan oleh negara-negara berkembang sebagai salah satu alat dalam 27
menentukan berbagai kebijakan pembangunan nasionalnya. Sebagai contoh Pyatt dan Roe (1978) telah menggunakan model SAM untuk merencanakan pembangunan Sri Langka. Kemudian Mc Carthy dan Taylor (1980) menggunakan model SAM dalam perencanaan kebijaksanaan pangan di Pakistan. Eckaus (1981) menerapkan SAM untuk analisis distribusi pendapatan di Mesir, dan Keuning dan Thoebecke (1992) menggunakan model SAM untuk melihat dampak keterbatasan anggaran pemerintah Indonesia akibat turunnya harga minyak bumi pertengahan tahun 1980-an terhadap distribusi pendapatan beberapa golongan masyarakat. Pengalaman yang diperoleh oleh banyak negara yang mengaplikasikan strategi pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya pendapatan nasional, akan tetapi disuatu sisi memunculkan masalah lain yang cukup serius, diantaranya adalah masalah distribusi pendapatan yang tidak merata dan pengangguran. Berdasarkan pengalaman tersebut, banyak negara mulai memperhatikan di samping masalah peningkatan pendapatan, tetapi juga masalah pemerataan pendapatan dan ketenagakerjaan dalam perencanaan pembangunan. Beberapa konsepsi telah direkomendasikan oleh para ahli untuk dapat memantau masalah pemerataan pendapatan dan permasalahan pengangguran. Untuk mengukur ketidakmerataan pendapatan, saat ini telah berkembang teori Indeks Gini (Gini Index), Ukuran Bank Dunia ataupun dengan menggunakan Kurva Lorenz. Sedangkan permasalahan pengangguran dapat dipantau dengan menggunakan
ukuran
Unemployment
Rate,
yaitu
suatu
ukuran
yang
membandingkan jumlah penduduk yang menganggur dengan mereka yang bekerja. Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) merupakan salah satu cara yang lain yang digunakan untuk memantau permasalahan pemerataan atau distribusi pendapatan dan masalah ketenagakerjaan di suatu daerah. Sistem ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai distribusi pendapatan dan permasalahan pengangguran secara komprehensif sehingga memudahkan dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Secara umum SNSE merupakan pendekatan terbaik bagi kerangka perhitungan
28
keseimbangan umum perekonomian yang tersedia bagi para peneliti ekonomi dan sosial (Thorbecke, 1985). Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah sebuah neraca ekonomi masukan ganda tradisional berbentuk matrik partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antara agen, terutama sekali antara sektor-sektor di dalam blok produksi, sektor-sektor di dalam blok institusi (termasuk di dalamnya rumah tangga), dan sektor-sektor di dalam blok produksi di suatu perekonomian (Pyatt dan Roe, 1978). Selain itu SNSE juga merupakan suatu sistem pendataan yang baik karena: (1) SNSE merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu perekonomian untuk suatu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, SNSE dapat dengan mudah memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu wilayah; dan (2) SNSE memotret struktur sosial ekonomi di suatu wilayah dan juga memberikan gambaran tentang kemiskinan dan distribusi pendapatan masyarakat. Disamping itu SNSE juga merupakan alat analisa yang penting karena: (1) analisa yang menggunakan SNSE dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat. Dengan demikian, dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan; dan (2) analisa yang menggunakan SNSE juga masih tergolong relatif sederhana. Dengan demikian, penerapannya dapat dilakukan dengan mudah dalam mendukung sistem perencanaan dan pengambilan kebijakan daerah (Daryanto, A dan Hafizrianda, 2010). Pada prinsipnya, SNSE dibentuk atas dasar dua pilar utama: (1) Sebagai suatu sistem kerangka data yang bersifat modular yang dapat menghubungkan variabel-variabel ataupun subsistem-subsistem yang terdapat didalamnya secara terpadu. (2) Sebagai suatu sistem klasifikasi data yang konsisten dan konfrehensif, sehingga dapat digunakan sebagai alat analisis ekonomi-sosial terutama yang berkaitan
dengan
pertumbuhan
ekonomi,
distribusi
pendapatan
dan
ketenagakerjaan.
29
Sekitar akhir tahun 1930-an para ahli statistik dan perencanaan pembangunan menyusun suatu kerangka statistik (statistical framework) yang dapat mengabungkan berbagai indikator atau ukuran pembangunan yang selama ini disusun secara terpisah-pisah dan berdiri sendiri (partial), seperti ukuranukuran pendapatan, produksi, konsumsi, dan sebagainya. Dalam suatu kerangka dasar neraca ekonomi nasional (national accounting framework). Kerangka statistik diharapkan mampu memperhatikan keterkaitan antara variabel-vaiabel sosial ekonomi, sehingga kinerja perekonomian secara nasional atau regional dapat dijelaskan secara simultan. Sistem Neraca Sosial Ekonomi merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matriks yang merangkum berbagai variabel sosial ekonomi secara kompak dan terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran keragaan perekonomian suatu daerah pada suatu waktu tertentu, seperti produk domestik regional, distribusi pendapatan, dan tenaga kerja. Salah satu pendekatan (model) yang selama ini diangap memadai dalam melihat integrasi kinerja perekonomian adalah analisis dengan mengunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Proses pembuatan sistem ini mempunyai kelebihan, yaitu: (1) sebagai suatu sistem data yang menyeluruh, konsisten dan lengkap sehingga dapat menangkap keterkaitan antar pelaku ekonomi di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, (2) mampu menganalisis dampak kebijakan yang berkaitan dengan kesempatan kerja, kemiskinan, dan distribusi pendapatan, dan (3) sebagai suatu alat analisis yang sederhana dan komprehensif. Menurut Thorbecke (1985), Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dapat digunakan untuk menyusun perencanaan pembangunan, dengan cara mensimulasi, neraca eksogen terhadap perubahan neraca endogen. Model perencanaan pembangunan yang didasarkan pada kerangka SNSE akan memberikan saransaran, yaitu : (1) perlakuan perubahan struktural, terutama yang berhubungan dengan perubahan dalam distribusi asset dan dalam menghasilkan distribusi pendapatan faktor dan institusi, (2) perlakuan sektor-sektor informal, terutama yang berhubungan dengan tingkat dan kriteria klasifikasi yang merinci aktifitas produksi, (3) penggabungan beberapa dimensi regional, dan (4) perlakuan kebutuhan dasar, pengukuran dan identifikasi kemiskinan sesuai dengan klasifikasi rumah tangga. 30
Konsep Kebocoran Wilayah Perkembangan Definisi Kebocoran Wilayah Dilihat dari unsur kata “kebocoran wilayah” terdiri dari dua unsur kata yaitu “kebocoran” dan “wilayah”. Kata kebocoran oleh beberapa ahli didefinisikan, seperti Doeksen dan Charles (1969), diartikan sebagai jumlah perubahan total output sebagai hasil perubahan satu dolar pada permintaan akhir yang tidak terhitung pada suatu wilayah karena berkaitan dengan impor, atau jumlah pendapatan baru yang tidak dihasilkan di dalam suatu wilayah sebagai akibat kenaikan satu dolar pada pendapatan karena adanya impor. Selanjutnya Bendavid (1991) menjelaskan bahwa kebocoran adalah tipe pengeluaran yang tidak meningkatkan tambahan pendapatan domestik seperti pada pengeluaran pembelian barang-barang yang berasal dari impor, termasuk pembelian yang dilakukan di luar wilayah, pengeluaran untuk pajak, tabungan, dan sejenisnya dimana pada kegiatan pengeluaran tersebut tidak menghasilkan arus peningkatan pendapatan bagi masyarakat dan wilayah. Selain itu dalam model dasar arus melingkar pendapatan nasional (circular flow of national income model), semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga dibelanjakan untuk konsumsi sekarang. Dalam model arus melingkar pendapatan yang diperluas, sebagian dari pendapatan yang diterima oleh rumah tangga ditabung, sebagian digunakan untuk membayar pajak dan sebagian dibelanjakan untuk barang dan jasa yang di impor. Pada kondisi seperti ini tabungan (saving), pajak (taxation) dan impor (imports) merupakan penarikan atau “kebocoran” arus pembelanjaan pendapatan (Bendavid, 1991). Sedangkan Reis dan Rua (2006) menjelaskan bahwa dalam ekonomi terbuka kecil, kebocoran didefenisikan adanya tambahan impor produk jika permintaan akhir untuk output meningkat sebesar satu unit. Sedangkan Rada dan Taylor (2006) menjelaskan kebocoran dapat dilihat dari sisi agregat demand pada perubahan investasi, ekspor dan belanja pemerintah, yang menghasilkan multiplier pendapatan yang kecil bagi suatu daerah. Kemudian “kata wilayah” menurut konsep nomenklatur kewilayahan seperti “kawasan”, “daerah”, “regional”, ”area”, “ruang”, dan istilah-istilah sejenis, 31
banyak dipergunakan, dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya, walaupun masing-masing memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbeda-beda (Rustiadi et al,. 2005). Namun demikian secara teoritik tidak ada perbedaan nomenklatur atara istilah wilayah, kawasan, dan daerah, semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan wilayah (region). Dengan demikian ”wilayah” dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi. Selain itu Anwar (2004) menjelaskan bahwa kegiatan pembangunan yang menggunakan teknologi padat modal serta kurang memanfaatkan tenaga kerja lokal berpotensi menciptakan kebocoran wilayah, hal ini karena multiplier yang ditimbulkan tidak dapat ditangkap secara optimal oleh suatu wilayah. Dari berbagai konsep dan pendefinisian kata kebocoran dan wilayah, maka dapat diartikan bahwa ”kebocoran wilayah” merupakan jenis aktivitas pengeluaran/penerimaan wilayah yang tidak meningkatkan tambahan pendapatan suatu wilayah, atau dengan kata lain kebocoran wilayah merupakan kondisi terjadinya aliran nilai tambah ke wilayah lainnya karena adanya potensi nilai tambah yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga menyebabkan kecilnya multiplier yang dapat ditimbulkan dari kegiatan ekonomi suatu wilayah. Isu-Isu Kebocoran Wilayah Dalam bidang ekonomi regional isu-isu tentang kebocoran wilayah merupakan salah satu hal penting yang sering menjadi perhatian para ahli ekonomi wilayah. Untuk mendapatkan jawaban mengapa kebocoran wilayah dipermasalahkan dalam bidang ekonomi regional, beberapa literatur menjelaskan seperti Rustiadi et al. (2005) bahwa kebocoran wilayah dapat mendorong semakin besarnya perangkap kemiskinan serta dapat mendorong semakin lebarnya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Selain itu ditinjau dari tujuan pembangunan yaitu perlu diarahkan pada pertumbuhan (growth), efisiensi (effeciency) dan pemerataan (equity) serta keberlanjutan (sustainability), terutama dalam memberi panduan kepada alokasi sumberdaya, baik pada tingkatan nasional maupun regional (Anwar, 2005) maka terjadinya kebocoran wilayah dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan wilayah. Sedangkan Hayami (2001), menjelaskan 32
bahwa pertumbuhan ekonomi perlu memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengannya serta perlu dilihat dari peningkatan rata-rata nilai tambah per kapita (pendapatan) yang diwujudkan melalui peningkatan penggunaan sumberdaya per kapita dan/atau “kemajuan teknologi” sebagai peningkatan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat, baik melalui input tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam dalam periode tertentu, dengan “nilai tambah” yang didistribusikan ke pemilik sumberdaya sebagai pendapatannya, sehingga secara agregasi pendapatan masyarakat dapat menjadi pendapatan wilayah. Karena dalam pembangunan ekonomi wilayah peningkatan nilai tambah dan pendapatan, merupakan sasaran pentingnya yang perlu dilakukan. Dengan demikian sehingga terjadi kebocoran nilai tambah tentu mempengaruhi pendapatan wilayah. Artinya kebocoran wilayah dapat merugikan pembangunan ekonomi wilayah. Hal tersebut sesuai dengan Bendavid (1991) menjelaskan bahwa
dalam
pembangunan
ekonomi
wilayah,
multiplikasi
pendapatan
merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Terjadi kebocoran nilai tambah sehingga multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi di suatu wilayah akan semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar multiplier pendapatan yang hilang. Dari berbagai konsep di atas sehingga dapat dipahami alasan mengapa para ahli ekonomi regional melihat kebocoran wilayah sebagai persoalan dalam pembangunan ekonomi wilayah. Selain itu Gonarsyah (1977) menjelaskan bahwa kecilnya pendapatan suatu wilayah dapat mendorong terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan serta dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama ketidakpercayaan pada kemauan baik (good will) dan kemampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan menciptakan pembangunan yang merata. Dengan kata lain terjadinya kebocoran wilayah dapat mengakibatkan kecilnya pendapatan suatu wilayah. Kecilnya pendapatan mendorong kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan wilayah. Beberapa ahli melihat beberapa penyebab terjadi kebocoran wilayah (regional leakages) diantaranya karena adanya international dan interregional 33
demonstration effect, yaitu adanya sifat masyarakat tertinggal yang cenderung mencontoh pola konsumsi di kalangan masyarakat modern. Artinya wilayahwilayah yang telah lebih maju memperkenalkan produk-produk yang mutunya "lebih baik" sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional mengimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut, dan pada akhirnya sejumlah modal yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya melainkan mendorong terjadi kebocoran wilayah (Anwar, 2004). Kemudian Rustiadi et al. (2005) juga menjelaskan bahwa beberapa kekuatan penting yang menyebabkan kondisi kebocoran wilayah diantaranya yakni: (a) wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang “menghambat” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (back-wash effects); (b) Wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang “mendorong” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (spread effects). Selain itu fenomena backwash pada kawasan perdesaan dan daerah-daerah tertinggal berlangsung melalui beberapa tahap aliran, seperti: (1) aliran bahan mentah/bahan baku (sumberdaya alam), (2) aliran sumberdaya manusia berkualitas/produktif (brain drain), (3) aliran sumberdaya finansial (capital outflow), (4) aliran sumberdaya informasi, dan (5) aliran kekuasaan (power). Berlangsung aliran bahan baku/mentah berupa sumberdaya alam seperti kayu, ikan, serta berbagai produk pertanian dan hasil ekstraksi sumberdaya alam yang dialirkan ke perkotaan untuk diolah (processing) guna menghasilkan produkproduk olahan. Pada tahap awal memang diyakini memiliki nilai tambah, dan proses masih dapat dianggap netral (tidak merugikan) jika: (1) pusat-pusat pengolahan di perkotaan merupakan lokasi-lokasi yang memiliki locational rent terbaik untuk kegiatan-kegiatan pengolahan, (2) proses ekstraksi sumberdaya alam di perdesaan dilakukan tanpa mengurangi daya dukung dan kualitas lingkungan (tidak menyebabkan degradasi atau kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup), serta (3) diiringi dengan terjadinya peningkatan produktivitas di perdesaan. Sedangkan pada saat perdesaan dan kawasan hinterland ditinggalkan oleh sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga produktivitas perdesaan menjadi stagnan atau lebih rendah dibandingkan perkotaan.
34
Selain itu dari sisi sumberdaya terjadi proses "brain-drain" dalam arti mengalirnya intelektual perdesaan ke kota atau disedotnya intelektual-intelektual desa oleh perkotaan. Rendahnya kapasitas sumberdaya manusia perdesaan akibat mengalirnya sumberdaya manusia berkualitas ke kawasan perkotaan disatu sisi, dan terkonsentrasinya aktivitas-aktivitas pengolahan yang menghasilkan nilai tambah tinggi di kawasan perkotaan yang didukung oleh sumberdaya manusia yang lebih produktif, dan mengakibatkan terjadinya aliran konsentrasi kapital ke perkotaan. Lemahnya kapasitas produksi kawasan perdesaan menyebabkan masyarakat desa semakin tergantung pada konsumsi produk-produk manufaktur perkotaan. Akibat output barang/jasa yang dihasilkan di kawasan perdesaan bersifat inferior terhadap produk-produk olahan dari perkotaan, sehingga menyebabkan perdesaan mengalami net-capital outflow, atau dalam kondisi demikian berarti desa mengalami "kebocoran". Kemudian Anwar (2004) menjelaskan bahwa beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kebocoran wilayah antara lain karena: (1) Sifat komoditas yang bersifat eksploitatif. Seperti pada umumnya natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga sebagian besar nilai tambah ditangkap wilayah lainnya, (2) Sifat kelembagaan, yaitu menyangkut kepemilikan (owners). Dari berbagai isu dalam kebocoran wilayah sehingga dapat diartikan bahwa kebocoran wilayah merupakan isu penting yang memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Dengan demikian sehingga terjadinya kebocoran wilayah maka multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi di suatu wilayah tentu semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang. Dengan lain perkataan bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah maka perlu menekan tingkat kebocoran wilayah. 35
Pengukuran Kebocoran Wilayah Beberapa literatur menjelaskan bahwa untuk melakukan identifikasi tentang kebocoran wilayah dalam perspektif ekonomi wilayah dapat digunakan pendekatan analisis model Input-Output, sebagaimana digunakan Doeksen dan Charles (1969); Bendavid (1991); Reis dan Rua (2006). Dalam melakukan pendeteksian kebocoran wilayah Doeksen dan Charles (1969) menjelaskan dapat diidentifikasi dari aspek multiplier output, dan multiplier income. Sedangkan Bendavid (1991) menjelaskan bahwa kebocoran wilayah dapat dilihat dari besar kecilnya komponen input antara yang berasal dari impor, termasuk juga pembelian yang dilakukan di luar wilayah. Selain itu Rada dan Lance (2006) menjelaskan bahwa kebocoran dapat dilihat dari sisi aggregat demand ketika terjadinya perubahan dalam injeksi investasi, ekspor dan belanja pemerintah. Kemudian Rodriguez dan Kroijer (2008) menjelaskan kebocoran dapat dilihat dari sisi pengeluaran lokal kaitannya dengan desentralisasi fiskal. Landesmann dan Robert (2006) menjelaskan kebocoran dapat dilihat dari derajat integrasi pasar modal (FDI, tenaga kerja asing). Sun (2007) menjelaskan Kebocoran dapat dilihat dari besar kecilnya rasio barang impor. Sedangkan Christopher dan Bryan (1994) dalam Jaya (2009). menjelaskan kebocoran dapat ditandai oleh besarnya aspek tabungan (saving), pajak (taxation) dan besarnya belanja input impor, namun tidak meningkatkan pendapatan wilayah. Kemudian menurut Reis dan Rua (2006) kebocoran wilayah dapat dilihat dari kebocoran ke belakang (backward leakage) dan kebocoran ke depan (forward leakage). Untuk mengidentifikasi kebocoran ke depan dapat digunakan nilai koefisien kebocoran sektor (Reis dan Rua, 2006) yaitu analog dengan pengukuran keterkaitan sektor yang ditunjukkan dengan rendahnya rata-rata koefisien sektor yang terboboti pada backward leakage atau forward leakage. Skema pembobotan pada impor, dan secara alami pada barang impor i tidak harus sama dengan impor sektor produksi. Untuk memboboti backward leakage yaitu menggunakan barang impor. Sedangkan untuk forward leakage digunakan sektor impor. Misalkan l j adalah jumlah elemen pada kolom ke-j dari matrik Am(I - Ad)-1 dan li* yaitu jumlah elemen pada baris ke-i dari matrik (I– A*d)-1A*m. 36
Selanjutnya Doeksen dan Charles (1969) menjelaskan bahwa di Oklahoma secara umum daerah yang memiliki tingkat keterkaitan sektor ekonomi yang rendah, merupakan daerah yang mengalami kebocoran yang tinggi. Demikian juga daerah yang memiliki keterkaitan sektor ekonomi yang tinggi, karena daerahnya memiliki tingkat pengeluaran impor yang lebih besar, maka daerah tersebut juga memiliki tingkat kebocoran yang tinggi. Sedangkan hasil penelitian Reis dan Rua (2006) menunjukkan bahwa kebocoran wilayah sektor jasa di Portugal lebih rendah dibandingkan dengan kebocoran sektor lainnya, dan multiplier effect sektor akan lebih tinggi jika keterkaitan menyebar dalam perekonomian serta berdampak pada rendahnya kebocoran wilayah. Dari berbagai konsep tentang pengukuran kebocoran wilayah maka dapat diartikan bahwa untuk mendeteksi indikasi, potensi dan dampak kebocoran wilayah, maka dapat diidentifikasi dengan memperhatikan (i) koefisien keterkaitan sektor ke depan dan koefisien keterkaitan ke belakang pada model input output; yaitu semakin kecil nilai koefisien keterkaitan sektor maka semakin besar potensi terjadinya kebocoran wilayah, dan begitu juga sebaliknya semakin kuat keterkaitan antar sektor maka semakin kecil terjadinya kebocoran wilayah (ii) rasio input dan impor; yaitu semakin besar input impor yang digunakan dalam proses produksi maka semakin besar terjadinya potensi kebocoran wilayah, (iii) rasio permintaan antara dengan ekspor; yaitu semakin kecil permintaan antara dibandingkan dengan ekspor menunjukkan kecilnya nilai tambah yang diperoleh suatu wilayah atau semakin besarnya potensi kebocoran yang terjadi (iv) Dalam konteks sistem agribinis, dominan nilai tambah yang dimanfaatkan atau mengalir ke wilayah lain, menciptakan potensi kebocoran wilayah. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Strategi pembangunan yang menitik beratkan kepada pertumbuhan ekonomi menganggap bahwa kesejahteraan masarakat dapat ditingkatkan dengan cepat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, namun berdasarkan penelitianpenelitian yang telah dilakukan para ahli (seperti Adelman dan Morris, 1973; Wei, 1983), pada suatu sisi strategi pertumbuhan ekonomi memang memberikan dampak pendapatan per kapita, tetapi pada sisi lain ternyata meninggalkan 37
masalah lain, seperti kemiskinan. Dan juga pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh suatu negara atau wilayah menyembunyikan adanya sekelompok masyarakat yang menjadi bertambah buruk (wose off) dalam hal kondisi sosial ekonomi secara relatif dibandingkan dengan kelompok yang lain; dan bahwa terdapat perbedaan pendapatan yang semakin melebar antar kelompok atau golongan masyarakat. Dengan demikian, prestasi pembanguanan suatu negara atau wilayah belum cukup diukur oleh peningkatan pendapatan per kapita tetapi perlu juga untuk mengetahui bagaimana pendapatan nasional (regional) didistribusikan kepada berbagai golongan masyarakat. Kemiskinan yang terjadi di suatu wilayah juga mempunyai hubungan dengan kondisi wilayah dan pembangunan ekonomi wilayah. Suatu wilayah yang terbentuk dengan sumberdaya alam yang subur, maka penduduk yang tinggal disekitar wilayah tersebut dapat menggunakan sumberdaya alam yang ada untuk memperoleh atau meningkatkan penghasilan atau pendapatan. Sebaliknya, ada suatu wilayah yang merupakan kawasan yang kurang subur sehingga tidak memungkinkan masyarakat di sekitar kawasan untuk dapat menggunakan sumberdaya alam yang ada untuk memperoleh atau meningkatkan pendapatan mereka sehingga mereka menjadi miskin. Oleh karena itu disuatu sisi, kemiskinan dapat disebabkan kondisi wilayah secara fisik (kondisi alam). Tetapi dapat juga terjadi bahwa di sekitar suatu wilayah yang subur ternyata terdapat penduduk yang miskin. Keadaan ini dapat terjadi karena : (i) sumberdaya alam di sekitar wilayah tersebut belum digunakan oleh penduduk setempat secara optimal, (ii) penduduk disekitar wilayah tersebut tidak mempunyai kemampuan yang cukup (seperti keterampilan, modal dsb) untuk dapat mengelola sumberdaya alam untuk menghasilkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan mereka, dan (iii) sumberdaya alam yang diolah di wilayah tersebut tidak dapat dinikmati oleh penduduk atau masyarakat setempat karena adanya kebocoran regional (regional leakages). Pengertian dan Penyebab Kemiskinan Secara umum kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan 38
kelompoknya dan tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, dan pikirannya dalam kelompok tersebut (TKPK, 2006 dan Syahyuti, 2006). Selanjutnya pada RPJM Nasional kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan
kehidupan
yang
bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik perempuan maupun laki-laki. Sedangkan kemiskinan (ketertinggalan) wilayah ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur bagi penduduk di wilayah bersangkutan. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Bappenas (2002) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Lebih lanjut Bappenas (2004) dalam Susanto (2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok
orang,
tidak
mampu
memenuhi
hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Ravallion (2001) mengemukakan bahwa kemiskinan meliputi dimensi politik, sosial budaya dan psikologi, ekonomi dan akses terhadap asset. Dimensi tersebut saling terkait dan saling mengunci/membatasi. Kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu 39
bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas. Menurut Sumodiningrat (2005), masyarakat miskin secara umum ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut: 1. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation). 2. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness). 3. Ketidakmampuan menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi (inaccesibility). 4. Ketidakberdayaan dan ketidakmampuan menentukan nasib dirinya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis; dan 5. Membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor). Pendefinisian yang lebih tegas dan mendalam disampaikan oleh KIKIS (2002) yaitu kemiskinan adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan asasi atau esensial sebagai manusia. Kebutuhan asasi, meliputi: kebutuhan akan subsistensi, afeksi, keamanan, identitas, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang. Kemiskinan subsistensi terjadi karena rendahnya pendapatan, tak terpenuhinya kebutuhan akan sandang, pangan, papan, serta kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Kemiskinan perlindungan terjadi karena meluasnya budaya kekerasan atau tidak memadainya sistem perlindungan atas hak dan kebutuhan dasar. Kemiskinan afeksi terjadi karena adanya bentuk-bentuk penindasan, pola hubungan eksploitatif antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam. Kemiskinan pemahaman terjadi karena kualitas pendidikan yang rendah, selain faktor kuantitas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan. Kemiskinan partisipasi terjadi karena adanya diskriminasi dan peminggiran rakyat dari proses pengambilan
keputusan,
sedangkan
kemiskinan
identitas
terjadi
karena
dipaksakannya nilai-nilai asing terhadap budaya lokal yang mengakibatkan hancurnya nilai sosio-kultural yang ada. 40
Di sisi lain, Chambers (2001) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: (1) kemiskinan itu sendiri (proper), (2) ketidakberdayaan (powerless), (3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), (4) ketergantungan (dependence), dan (5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Sedangkan Mas’oed (1997) membedakan kemiskinan menjadi dua jenis, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan (artificial). Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumberdaya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus. Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumberdaya, sarana, dan fasilitas sosial ekonomi yang ada secara merata. Sedangkan Nasikun (2001) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, antara lain : a.
Policy induce processes; proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan dan menyuburkan.
b.
Socio-economy dualism; Negara eks koloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
c.
Population growth; perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.
d.
Recources management and the environment; adanya unsur kesalahan manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
e.
Natural cycles and processes; kemiskinan terjadi karena siklus alam, misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terjadi secara
terus
menerus.
41
f.
The marginalization of woman; peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
g.
Cultural and etnic factor; bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
h.
Exploitatif
intermediation;
keberadaan
penolong
menjadi
penodong,
seperti rentenir (lintah darat). i.
Internal political fragmentation and civil strata; suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
j.
Internatinal
processes;
bekerjanya
sistem-sistem
internasional
(kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin. Selanjutnya, selain beberapa faktor tersebut di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di daerah perdesaan disebabkan oleh keterbatasan asset yang dimiliki (Suryawati, 2005), yaitu: a. Natural assets; seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan kurang memadai untuk mata pencahariannya. b. Human assets; menyangkut kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah
dibandingkan
masyarakat
perkotaan
(tingkat
masih
pendidikan,
keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi). c. Physical assets; minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di perdesaan. d. Financial assets; berupa tabungan (saving) serta akses untuk memperoleh modal usaha. e. Social assets; berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.
42
Namun demikian, secara umum penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain (Makmun, 2003) : 1. Kemiskinan Struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat. 2. Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk; dan 3. Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian. Selain pengertian kemiskinan tersebut di atas, penyebab kemiskinan juga penting untuk dipahami. Ada banyak penyebab kemiskinan dan tak ada satupun jawaban yang mampu menjelaskan semuanya secara sekaligus. Ini ditunjukkan oleh adanya berbagai pendapat mengenai penyebab kemiskinan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat tertentu yang mencoba mencari penyebab kemiskinan. Smeru (2001) menyimpulkan bahwa penyebab dasar kemiskinan antara lain; (i) kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal; (ii) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (iii) kebijakan yang bias perkotaan dan bias sektor; (iv) adanya perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (v) adanya perbedaan sumberdaya manusia dan perbedaan antar sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (vi) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (vii) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungannya; dan (viii) tidak adanya tata kepemerintahan yang bersih dan baik (good governance). Sumodiningrat (2005) mengklasifikasikan pengertian kemiskinan ke dalam lima kelas, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, kemiskinan kronis dan kemiskinan sementara. Kemiskinan absolut, adalah apabila tingkat pendapatan seseorang di bawah garis kemiskinan (poverty line) atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum 43
(basic needs), antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif, adalah apabila seseorang mempunyai penghasilan di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih
rendah
dibandingkan
dengan
pendapatan
masyarakat
sekitarnya.
Kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang sifatnya struktural, yakni kesenjangan akibat kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat. Kemiskinan kultural, mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Kemiskinan kronis, disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (a) kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif, (b) keterbatasan sumber daya dan keterisolasian (daerah-daerah kritis sumber daya alam dan daerah terpencil), dan (c) rendahnya taraf pendidikan dan derajat perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. Kemiskinan sementara, terjadi akibat adanya: (a) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, (b) perubahan yang bersifat musiman seperti dijumpai pada kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan, dan (c) bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Ukuran Kemiskinan Di Indonesia, pengertian kemiskinan didasarkan pada pengertian yang ditetapkan berdasarkan kriteria dari tiga institusi (BPS, 2008) yaitu: 1. Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makannya kurang dari 2 100 kalori per kapita per hari. Data kemiskinan yang digunakan oleh BPS terdiri dari data Susenas dan untuk menyalurkan BLT. Data Susenas merupakan data yang bersifat makro, data ini hanya menunjukkan jumlah agregat dan persentase penduduk miskin, tetapi tidak dapat menunjukkan siapa, dimana alamatnya secara rinci, data ini hanya digunakan untuk mengevaluasi pertambahan/pengurangan jumlah penduduk miskin. Sedangkan untuk menyalurkan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dalam rangka kompensasi BBM, sifatnya mikro yang dapat menunjukkan nama 44
kepala keluarga yang berhak menerima BLT dan lokasi tempat tinggalnya. Sedangkan untuk mengukur kemiskinan dengan menggunakan kebutuhan dasar makanan (setara 2 100 kalori per kapita per hari) dan bukan makanan (variabel kuantitatif), penentuan rumah tangga penerima BLT didasarkan pada pendekatan karakteristik rumah tangga dengan menggunakan 14 variabel kuantitatif penjelas kemiskinan. Ke 14 variabel yang digunakan adalah luas lantai per kapita, jenis lantai, jenis dinding, fasilitas tempat buang air besar, sumber air
minum, sumber penerangan, bahan bakar, membeli daging,
ayam/susu, frekuensi makan, membeli pakaian baru, kemampuan berobat, lapangan usaha kepala rumah tangga, pendidikan rumah tangga, dan asset yang dimiliki rumah tangga. 2. Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera, apabila memenuhi kriteria berikut (BPS, 2008) : a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya. b. Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari. c. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. d. Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah. e. Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. 3. Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US$ 1.00 per kapita per hari (BPS, 2008). Menurut Darwis dan Nurmanaf (2001), secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. Garis kemiskinan yang ditentukan berdasarkan tingkat produksi, misalnya produksi padi per kapita, hanya dapat menggambarkan kegiatan
produksi
tanpa
memperhatikan
pemenuhan
kebutuhan
hidup.
Perhitungan garis kemiskinan dengan pendekatan pendapatan rumah tangga dinilai paling baik. Cara ini tidak mudah dilakukan karena kesulitan untuk memperoleh data pendapatan rumah tangga yang akurat. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka garis kemiskinan ditentukan dengan pendekatan
45
pengeluaran yang digunakan sebagai proksi atau perkiraan pendapatan rumah tangga. Garis kemiskinan yang dipergunakan BPS dinyatakan sebagai jumlah rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang setara dengan 2 100 kalori per kapita ditambah dengan pemenuhan kebutuhan minimum lainnya seperti sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan dan bahan bakar. Penggunaan kebutuhan kalori dengan pendekatan pengeluaran sebagai dasar penentuan garis kemiskinan, sebelumnya telah diperkenalkan oleh Sayogyo tahun 1977. Konsep ini dinilai lebih mendekati kondisi kehidupan masyarakat yang sesungguhnya karena pengeluaran pokok di luar kebutuhan pangan juga diperhitungkan (Yusdja et al., 2003). Berdasarkan garis kemiskinan yang dipergunakan, dapat dihitung jumlah penduduk miskin di suatu wilayah. Garis kemiskinan dibedakan antara daerah perkotaan dan perdesaan, dimana garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan sesuai dengan perbedaan indeks harga bahanbahan kebutuhan pokok masyarakat di kedua wilayah tersebut. Garis kemiskinan juga berubah dari tahun ke tahun, dikoreksi menurut perkembangan tingkat harga kebutuhan pokok masyarakat (Sumedi dan Supadi, 2004). Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kemiskinan dalam studistudi empiris adalah sebagai berikut (Yudhoyono dan Harniati, 2004; Nanga, 2006; dan Foster et al., 1984): 1. Incidence of poverty, yang menggambarkan persentase dari populasi yang hidup dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan. Indeksnya disebut poverty headcount index, yang merupakan ukuran kasar dari kemiskinan, karena hanya menjumlahkan berapa banyak orang miskin yang ada di dalam perekonomian kemudian dibuat persentasenya terhadap total penduduk. Dengan ukuran ini, setiap orang miskin memiliki bobot yang sama besarnya, tidak ada perbedaan antara penduduk yang paling miskin dan penduduk yang paling kaya di antara orang-orang miskin. 2. Depth of poverty, yang menggambarkan tingkat kedalaman kemiskinan di suatu wilayah yang diukur dengan poverty gap index. Indeks ini mengestimasi 46
jarak atau perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi dari garis kemiskinan tersebut. Kelemahan indeks ini adalah mengabaikan atau belum memperhatikan distribusi pendapatan di antara penduduk miskin. 3. Severity of poverty, yang menunjukkan kepelikan kemiskinan di suatu wilayah, yang merupakan rata-rata dari kuadrat kesenjangan kemiskinan (squared poverty gaps). Indikator ini selain memperhitungkan jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan juga ketimpangan pendapatan di antara orang miskin tersebut. Indeks ini juga sering dinamakan sebagai indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index) Tambunan (2001) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan, yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan yaitu asiomatic approach dan stochastic dominance. Pendekatan yang sering digunakan dalam studi-studi empiris adalah pendekatan pertama dengan tiga alat ukur yaitu: (1) the generalized entropy (GE), (2) the Atkinson measure, dan (3) Gini coefficien Rumus GE dapat dituliskan sebagai berikut:
1 GE (α ) = 2 α −α
1 n yi α ∑ − 1 ……………………………............(2.1) n i =1 y
dimana: n adalah jumlah individu (orang) di dalam sampel, yi adalah pendapatan dari individu (1, 2, n), dan y = (1/n) yi adalah ukuran rata-rata pendapatan. Nilai GE terletak antara 0 sampai. Nilai GE nol berarti distribusi pendapatan merata (pendapatan dari semua individu di dalam sampel sama) dan berarti kesenjangan yang sangat besar. Parameter mengukur besarnya perbedaan antar pendapatan dari kelompok yang berbeda di dalam distribusi tersebut. Dari persamaan (2.1) di atas, dapat diturunkan cara mengukur ketimpangan dari Atkinson sebagai berikut: 1 n yi 1−ε A = 1 − ∑ n i =1 y
1− ε
………………………………………......….(2.2) 47
dimana: ε adalah parameter ketimpangan (0 < ε < 1), semakin tinggi nilai ε maka semakin tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A terletak antara 0 sampai 1. Nilai A sama dengan nol berarti tidak ada ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Alat ukur ketiga yang sering digunakan dalam setiap studi empiris mengenai kesenjangan dalam pembagian pendapatan adalah koefisien atau rasio Gini, yang formulanya dapat dirumuskan sebagai berikut: n
G = 1 − ∑ Pi{F * (Yi) + F * (Yi − 1)} …………………………...........…(2.3) i =1
dimana: G adalah nilai koefisien gini, n adalah jumlah sampel, Pi= 1/n, F*(Yi) adalah persentase pendapatan sampel ke-i dibagi total pendapatan seluruh sampel, dan F*(Yi-1) adalah jumlah persentase kumulatif pendapatan sampel ke-(i-1). Nilai Gini (G) berada pada selang 0 sampai 1. Apabila rasio Gini = 0, berarti kemerataan yang sempurna (setiap orang mendapat porsi dari pendapatan yang sama). Apabila rasio Gini = 1, berarti ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan. Dengan kata lain, satu orang (satu kelompok pendapatan) di suatu negara menikmati semua pendapatan negara tersebut. Dengan menggunakan grafik, rasio Gini dapat digambarkan dengan Kurva Lorenz seperti yang disajikan pada Gambar 4. Koefisien Gini adalah rasio antara daerah di dalam grafik yang terletak di antara kurva Lorenz dan garis kemerataan sempurna (yang membentuk sudut 450 dari titik 0 sumbu Y dan X) terhadap daerah segitiga antara garis kemerataan dan sumbu Y dan X. Semakin tinggi nilai rasio Gini, yakni mendekati 1 atau semakin menjauh kurva Lorenz dari garis 450, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
48
Sumber: Tambunan (2001)
Gambar 4. Rasio Gini dan Kurva Lorenz Foster et al. (1984) mengemukakan suatu ukuran atau indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis kemiskinan melalui distribusi pendapatan. Ukuran atau indikator tersebut adalah Foster-Greer-Thorbecke (FGT) poverty index, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: α
1 N g ( p; z ) P ( z; a ) = ∑ ,α ≥ 0 .......................................................(2.4) N i =1 z
dimana: g(p;z) = distribusi dari poverty gaps z
= garis kemiskinan (poverty line)
Untuk mengetahui bagaimana interpretasi FGT indeks, menurut nilai, dapat dilihat pada Gambar 5, yang menggambarkan kontribusi total kemiskinan P(z;) dari masing-masing individu dengan tingkat kemiskinan p yang berbeda. Kontribusi tersebut ditunjukkan oleh [g(p;z)/z]. Untuk = 0, kontribusinya adalah 1 untuk yang miskin dan 0 untuk yang kaya (yang mempunyai ranking melebihi F(z) pada gambar atau sama dengan pendapatan Q(p) yang melebihi z). Headcount index adalah daerah empat persegi panjang. 49
Untuk =1 kontribusi seseorang pada tingkat kemiskinan p, persis sama dengan poverty gaps, g(p;z)/z. Rata-rata kemiskinan yang dinormalkan adalah yang berada pada daerah di bawah g(p;z)/z. Demikian juga untuk nilai yang lebih besar, misalnya kontribusi untuk P(z;=3) dari individu-individu pada tingkat kemiskinan p adalah (g(p;z)/z)3, sehingga rata-rata kemiskinan P(z;=3) adalah area yang berada di bawah kurva (g(p;z)/z)3.
Sumber: Foster et al. (1984)
Gambar 5. Poverty Gaps dan FGT Indeks Duclos dan Araar (2004) memperkenalkan dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan. Kedua pendekatan ukuran kemiskinan tersebut adalah: (1) equality distributed equivalent (EDE), yaitu standar hidup dari masyarakat dimana pendapatan menjadi acuan batas garis kemiskinan, dan (2) kombinasi antara pendapatan dan garis kemiskinan menjadi poverty gaps dan mengelompokkannya dalam kesejahteraan masyarakat. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang menganalisis tentang kelapa telah banyak dilakukan namun penelitian yang dilakukan masih bersifat parsial dan belum dilakukan secara komperensif. Dari berbagai penelitian yang telah dilaksanakan dapat dilihat perkembangannya antara lain : Tarigan (2003) meneliti tentang Pengembangan Usaha Tani Kelapa Berbasis Pendapatan Melalui Penerapan Teknologi yang Berwawasan Pengurangan Kemiskinan Petani Kelapa di Indonesia, Sumarti (2003) Dinamika Kesejahteraan Petani Kelapa dan Strategi Pengembangan Kelapa Rakyat, Mahmud (2003) Pemberdayaan Petani Kelapa dengan Sistem Usahatani Kelapa Terpadu, Aris (2003) Analisis Pengembagan Agribisnis Kelapa 50
Rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir, Kuswari (2005) Pengembangan Agribisnis Kelapa dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Luntunhan (2006) Peningkatan Pendapatan Komunitas Petani Kelapa Melalui Inovasi Teknologi di Desa Sei Arah Kabupaten Indragiri Hilir. Dari berbagai penelitian terdahulu yang telah dilakukan, maka untuk mengisi keterbatasan penelitian/kajian tersebut dalam aspek sosial ekonomi masyarakat kaitannya dengan pembangunan wilayah, maka peneliti tertarik untuk melakukan perluasan penelitian tentang kelapa dengan menggunakan pendekatan model analisis sosial ekonomi. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), guna melihat lebih luas dampak dari pengembangan kelapa terhadap distribuasi pendapatan, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, serta keterkaitannya dengan institusi pembangunan ekonomi wilayah baik masyarakat, pemerintah maupun swasta. Guna mendapatkan hasil yang komprehensif maka Model SNSE yang akan digunakan. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) merupakan perluasan dan penyempurnaan dari Model Input-Output. Untuk kasus Indonesia penggunaan model tersebut hingga dewasa ini masih relatif terbatas. Ditinjau dari perkembangan studi-studi yang mengunakan kerangka analisis tersebut antara lain seperti Sastrowiharjo (1989) menggunakan model Input-Output untuk mengetahui pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi Provinsi Jambi. Hasil studinya menemukan bahwa proses pertumbuahan perekonomian Provinsi Jambi ditentukan oleh pertumbuhan permintaan akhir berupa konsumsi rumah tangga, pengeluaran rutin pemerintah, pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek pembangunan, Investasi swasta, stok dan ekspor. Dalam jangka pendek, pertumbuhan permintaan akhir untuk setiap komoditi bersifat independen, artinya tidak ditentukan oleh sistem produksi itu sendiri, tetapi ditentukan oleh faktorfaktor lain. Temuan lainnya yaitu struktur perekonomian Provinsi Jambi tahun 1984 mengalami perubahan yang berbeda, yaitu kelompok sektor pertanian pada tahun 1978 memberikan sumbangan terhadap PDRB 53.46 persen, dan pada tahun 1984 turun menjadi sebesar 44.46 persen.
51
Selanjutnya Sembiring (1995) menggunakan model Input-Output dalam mengakaji peran agroindustri terhadap pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Hasil studinya menemukan bahwa sektor agroindustri penyumbang terbesar terhadap output dan ekspor, masing-masing sebesar 26.30 persen dan 33.90 persen, tetapi sektor ini juga pengimpor terbesar, yaitu sebesar 45.00 persen untuk proses produksinya, sehingga terjadi defisit terbesar yaitu 34.89 persen. Kontribusi sektor agroindustri terhadap nilai tambah dan kesempatan kerja masih rendah dibanding dengan sektor pertanian, tetapi produktivitas tenaga kerja di sektor agroindustri relatif jauh lebih tinggi (Rp. 11.88 juta/orang/tahun). Sedangkan sektor pertanian (Rp. 1.61 juta/orang/tahun). Selain itu ditemukan sektor agroindusti belum jadi sektor utama (the leading sector) tetapi termasuk sebagai salah satu sektor utama (a leading sector) dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 1990. Arief (1993) model input output adalah keseimbangan di dalam masingmasing sektor produksinya. Di dalam tabel input output banyak sektor sama dengan banyak komoditi.
Walaupun tabel input output disusun secara rinci,
namun tabel Input-Output hanya memperlihatkan keseimbangan total antara produksi dan konsumsi, tanpa melihat aspek sosial yang akan terjadi dalam perekonomian. Sebagai contoh model input output tidak mencakup aspek distribusi pendapatan sebab dalam model ini rumah tangga hanya dianggap sebagai satu aktor (tidak dibedakan menurut lapisan sosial ekonominya). Keterbatasan yang dihadapi oleh model input output tersebut dapat diperluas dengan menggunakan model sistem neraca sosial ekonomi (SNSE). SNSE semula dirintis oleh Richard Stone dan kawan-kawannya dari Cambridge University of England. SNSE, merupakan gabungan berbagai ukuran ekonomi yang semula terpisah-pisah. Ia merangkum berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terintegrasi untuk memperlihatkan gambaran umum mengenai perekonomian satu negara dan keterkaitan antara variabel sosial dan ekonomi pada waktu tertentu. Berbeda dengan dua model sebelumnya, SNSE melihat keseimbangan umum dengan mengutamakan pemerataan struktur produksi, distribusi pendapatan dan konsumsi.
52
Selanjutnya Narapalasingam (1985) menggunakan Social Accounting Matrix/SAM untuk menganalisis perekonomian Sri Lanka 1970. Webster (1985) menggunakan Social Accounting Matrix untuk menganalisis perekonomian Swaziland tahun 1971-1972. Sedangkan Greenfield (1985) mengunakan Social Accounting Matrix untuk perekonomian Bostwana tahun 1974-1975 dalam Pyatt and Round (1985). Sedangkan Budiyanti dan Schreiner (1991) menerapkan Social Accounting Matrix terhadap data PATANAS 1988. Hasil analisisnya diperoleh bahwa Social Accounting Matrix bermanfaat dalam menganalisis sumber-sumber dan distribusi pendapatan antar sistem usahatani (tanaman dan ternak), daerahdaerah produksi, buruh tani, dan tenaga kerja wanita. Khan dan Thorbecke (1989) menggunakan kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi dalam menganalisis dampak langsung dan tidak langsung pilihan teknologi terhadap distribusi pendapatan, jumlah pendapatan, komposisi output dan kesempatan kerja di Indonesia. Dalam enam sektor yang spesifik dampak dari distribusi teknologi dilihat dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi secara terpisah dengan menggunakan model fixed price multiplier, diperoleh gambaran tentang pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang lebih sensitif dalam mengadopsi teknologi baru. Secara teoritis, Sistem Neraca Sosial Ekonomi dapat digunakan sebagai alat analisis wilayah yang lebih kecil. Sementara aplikasinya diperkenalkan oleh Lewis dan Thorbecke (1992) dengan contoh kasus Kota Kutus, Kenya. Seperti halnya pada SNSE sebelumnya dalam studi tersebut neraca di klasifikasikan atas: aktivitas produksi, faktor produksi, dan institusi yang di dalamnya tercakup rumah tangga, kapital dan rest of the world. Namun dalam konteks ini rest of the world yang dimaksud adalah seluruh wilayah ekonomi di luar Kota Kutus maupun di luar Kenya. Selanjutnya Sutomo (1995) menerapakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi untuk menganalisis Ekonomi untuk Provinsi Riau dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu hasil studinya yakni distribusi pendapatan antar golongan rumah tangga di kedua Provinsi Riau dan NTT berada dalam keadaan timpang, hal tersebut ditunjukkan oleh indeks gini di kedua provinis tersebut melebihi 0.50 53
sedangkan distribusi pendapatan faktorial antara tenaga kerja dan kapital menunjukkan bahwa proses produksi di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki insentif tenaga kerja yang ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja sebesar 0.68 lebih besar dari pada kapital 0.32. Namun di Provinis Riau terjadi sebaliknya yakni insentif kapital yaitu koefisien kapital sebesar 0.52 lebih besar dari pada tenaga kerja 0.48. Ini berarti bahwa masing-masing provinsi tersebut peningkatan penggunaan tenaga kerja dan kapital memiliki peranan penting dalam meningkatkan nilai tambah bruto wilayah. Kemudian Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi digunakan Wagner (1999) dalam meneliti peranan kunjungan wisata asing terhadap perekonomian wilayah di APA de Guaraquecaba, Brazil. Wagner mengukur tiga jenis multiplier yakni : type I, type II, dan multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Output multiplier type I digunakan untuk melakukan estimasi hanya pada blok aktifitas atau matrik antar sektor ekonomi. Multiplier type II menggambarkan dampak intra, inter, dan extra group. Sedangkan multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi selain dapat menjelaskan dampak dan yang ditunjukkan oleh multiplier type II, juga menggambarkan pembayaran modal terhadap rumah tangga. Nilai multiplier yang dihasilkan untuk type II lebih besar nilainya dibandingkan dengan type I dan nilai multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi, nilainya lebih besar dibandingkan dengan type II. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa secara umum sektor yang paling besar dipengaruhi oleh besarnya kunjungan wisata asing adalah rumah tangga perdesaan yang menghasilkan output kerajinan dengan input lokal. Mereka banyak memperoleh manfaat yang lebih besar dari kedatangan wisatawan asing dengan mendapatkan dollar yang lebih besar dari produk yang dihasilkannya. Selanjutnya Antara (1999) hasil penelitiannya menunjukkan produksi tanaman pangan menimbulkan effek pengganda, peningkatan produksi padi berperan besar dalam meningkatkan permintaan produk-produk industri alat angkutan. Peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur ekonomi sebesar 15 persen, berdampak menumbuhkan perekonomian Bali sebesar 0.05 persen, pendapatan rumah tangga 0.05 persen, sektor produksi 0.09 persen dan khususnya sektor produksi pertanian 0.10 persen. Pembangunan ekonomi Bali
54
memprioritaskan tiga sektor utama yaitu pertanian, pariwisata dan industri kecil telah menunjukkan hasil yang relatif baik. Sedangkan Manaf (2000) menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia tahun 1995 untuk meneliti pengaruh subsidi harga pupuk terhadap pendapatan petani melalui analisis alur struktur atau structural path analysis (SPA). SPA ini digunakan untuk mengidentifikasi alur-alur asal pengaruh yang dipancarkan dari satu sektor asal ke sektor-sektor tujuan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh yang terbesar dari adanya subsidi harga pupuk diterima oleh sektor perkebunan. Sedangkan pengaruh paling kecil justru diterima oleh rumah tangga petani pemilik lahan luas 0.5-1.0 hektar, itupun setelah melalui faktor produksi modal. Selanjutnya Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi digunakan oleh Sinha et al. (2000) dalam melakukan analisis rumah tangga baik formal maupun informal. Studi tersebut melakukan simulasi kebijakan peningkatan ekspor tekstil, baik yang formal maupun informal dengan menggunakan analisis multiplier. Hasil simulasi menunjukkan bahwa faktor produksi di sektor formal terlihat lebih merasakan dampak apabila naiknya ekspor tekstil tersebut. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan pendapatan yang tinggi. Dampak peningkatan ekspor juga banyak dirasakan oleh sektor rumah tangga di sektor formal dibandingkan dengan rumah tangga sektor informal. Nielsen (2002) telah berhasil membangun Sistem Neraca Sosial Ekonomi di negara Vietnam tahun 1996 dan 1997 dalam kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Neilsen mengelompokkan sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di negara vietnam menjadi delapan sektor produksi pertanian, dua sektor jasa pertanian dan tiga belas sektor agroindustri. Sementara itu, Bautista (2000) juga telah membangun model Sistem Neraca Sosial Ekonomi untuk wilayah Vietnam pusat yang terdiri dari 25 sektor produksi, 4 kelompok rumah tangga, 2 kelompok perusahaan, dan pemerintah, modal, serta neraca luar negeri, masingmasing satu kelompok. Studi yang dilakukan oleh Bautista terhadap perekonomian Vietnam pusat dengan analisis multiplier dengan kesimpulan bahwa nilai multiplier baik gross output, value added, maupun pendapatan rumah 55
tangga terutama keluarga di sektor pertanian selalu lebih besar dibanding dengan sektor pertambangan dan industri pengolahan. Berdasarkan hasil penelitiannya Bautista merekomendasikan untuk menerapkan pembangunan berbasis pertanian di Vietnam Pusat.
56
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Pembangunan
suatu
wilayah
pada
hakekatnya
ditujukan
untuk
meningkatkan pertumbuhan (growth), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability).
Dalam
proses
pembangunan,
ketersediaan
sumberdaya
merupakan prasyarat yang sangat diperlukan, seperti ketersedian Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Sosial (SDS) dan Sumber Daya Buatan (SDB). Selanjutnya dalam pembangunan yang berbasis pengembangan wilayah dipandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, ruang (spatial) serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah (Anwar, 2005 dan Rustiadi et al., 2005). Dari konsep tersebut dapat diartikan bahwa untuk mendorong pencapaian tujuan pembangunan maka ketersediaan sumberdaya perlu terintegrasi dengan sistem pengelolaan dan pemanfaatannya. Dalam suatu wilayah terdapat beberapa sektor perekonomian. Sektor perekonomian yang dominan memberikan nilai tambah dan menyerap lapangan kerja serta memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lainnya merupakan ciri dari suatu sektor atau komoditas unggulan. Oleh karena itu sektor atau komoditas unggulan tersebut perlu mendapat perhatian dalam rangka menciptakan nilai tambah yang sebesar-besarnya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah. Nilai tambah komoditas dipengaruhi oleh kinerja sistem produksi. Dengan demikian keterkaitan subsistem-subsistem sejak dari input, produksi, pengolahan hasil (processing) dan pemasaran hasil serta faktor pendukung seperti kelembagaan dan kebijakan pemerintah, perlu dikelola secara utuh terutama untuk meningkatkan nilai tambah komoditas (Syafa’at, 2003; Soekartawi, 2004). Agar sistem produksi secara keseluruhan mampu berkembang dan berkelanjutan (sustainable) maka semua unit kegiatan produksi secara ekonomi harus mampu hidup (economically viable). Untuk itu unit-unit usaha dalam struktur vertikal proses produksi harus “mampu menciptakan laba” (profit making enterprise) atau nilai tambah (Syafa’at et al., 2003).
Nilai tambah komoditas unggulan daerah dipengaruhi oleh kinerja sistem produksi, dimana keterkaitan subsistem-subsistem mulai dari hilir hingga hulu serta faktor pendukung, perlu dikelola secara utuh dan terintegrasi guna meningkatkan nilai tambah komoditi. Jika sistem produksi komoditi tidak diikuti oleh sektor processing atau sektor turunan, maka dampaknya akan mempengaruhi kecilnya nilai tambah yang dihasilkan. Dengan demikian pengembangan sektor turunan secara ekonomi, berarti dapat mempengaruhi pendapatan faktor produksi (modal dan tenaga kerja), pendapatan institusi (kelompok rumah tangga) dan pendapatan wilayah. Demikian juga ketika pendapatan dan nilai tambah dari sistem produksi kurang menguntungkan maka selain dapat berdampak pada perekonomian wilayah juga dapat berdampak pada rendahnya pendapatan faktor produksi dan institusi serta pendapatan sektor produksi. Kondisi ini akan mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan sektor pertanian. Dengan kata lain, rendahnya nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan sistem produksi pertanian, maka dapat mengganggu produktivitas dan pemanfaatan lahan, dan pada gilirannya dapat mendorong terjadinya peningkatan eksternalitas negatif terhadap pemanfaatan lahan pertanian, seperti terjadinya konversi lahan, turunnya produktivitas lahan, yang akhirnya tentu dapat menganggu keberlanjutan sumberdaya alam pertanian dan sistem produksi pertanian itu sendiri. Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, peranan nilai tambah dan pendapatan merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi (Bendavid, 1991). Dimana nilai tambah dan pendapatan mempengaruhi pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah. Untuk meningkatkan nilai tambah maka diperlukan pengembangan rantai industri pengolahan, sehingga output yang dipasarkan dalam suatu wilayah merupakan suatu produk akhir, bukan bahan mentah/bahan baku. Peningkatan nilai tambah akan dapat meningkatkan multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi suatu wilayah. Menurut Bendavid (1991) menjelaskan bahwa terjadinya kebocoran wilayah akan memberikan dampak pada kecilnya multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi di suatu wilayah, atau dengan kata lain semakin besar
58
kebocoran yang terjadi, maka semakin besar pula multiplier pendapatan yang hilang bagi suatu wilayah. Selanjutnya Rada dan Taylor (2006) menjelaskan bahwa kebocoran dapat dilihat dari sisi agregat demand seperti ketika peningkatan investasi, ekspor dan belanja pemerintah menghasilkan multiplier pendapatan yang kecil bagi suatu daerah. Selanjutnya Christopher dan Bryan (1994) menjelaskan kebocoran dapat terjadi ketika bagian dari pendapatan yang dibelanjakan oleh rumah tangga untuk konsumsi (consumption) barang-barang dan jasa-jasa dominan mengkonsumsi yang bukan diproduksi di dalam negeri atau dominan impor. Dari beberapa konsep kebocoran wilayah, dapat diartikan bahwa selain dari sisi pengeluaran, kebocoran wilayah juga dapat dilihat dari sisi penerimaan. Adanya sumber penerimaan wilayah dalam bentuk nilai tambah yang tidak dapat dimanfaatkan guna meningkatkan pendapatan domestik maka kondisi tersebut merupakan indikasi kebocoran wilayah. Hal ini sesuai dengan Anwar (2004) menjelaskan bahwa kebocoran wilayah dapat terjadi apabila nilai tambah ekonomi suatu wilayah mengalir ke wilayah lain, karena tidak dapat dimanfaatkan atau ditangkap secara optimal oleh suatu wilayah. Dengan demikian berarti kebocoran wilayah dapat merugikan perekonomian wilayah serta dapat mengganggu keberlanjutan pembangunan (Rustiadi et al., 2005). Armstrong dan Taylor (2001), Mankiw (2000) menjelaskan bahwa dalam sistem “ekonomi terbuka” ekspor merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Dari konsep tersebut dapat diartikan bahwa apabila kinerja ekspor dan pemasaran komoditas dalam sistem produksi terganggu maka dampaknya tentu dapat mempengaruhi pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan perekonomian wilayah, sehingga pada gilirannya dapat mempengaruhi keberlanjutan sistem produksi itu sendiri. Karena kinerja sistem produksi mempengaruhi nilai tambah dan pendapatan, selanjutnya pendapatan mempengaruhi perekonomian wilayah. Dengan demikian terjadinya kebocoran nilai tambah tentu dapat mempengaruhi perekonomian wilayah, dan pada gilirannya tentu dapat mempengaruhi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi wilayah.
59
Adanya keterkaitan sistem produksi komoditas unggulan daerah dengan kebocoran wilayah serta dampaknya terhadap perekonomian masyarakat dan wilayah, sehingga kajian kebocoran wilayah dalam sistem produksi komoditas unggulan daerah serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah dalam upaya pengembangan ekonomi wilayah dan pencapaian tujuan pembangunan wilayah menarik untuk dilakukan. Untuk menyederhanakan kerangka berpikir penelitian ini, secara flow chart dapat dijelaskan seperti Gambar 6 berikut ini :
Pembangunan Wilayah
Tujuan Peningkatan Pendapatan Pemerataan Keberlanjutan
S U M B E R D A Y A
Impor
SDA SDM SDS SDB
Ekspor
Keberlanjutan Sektor Perekonomian Wilayah
Konversi & Degradasi Lahan
Pertanian
Perkebunan Kelapa Nilai Tambah Rendah
Proses Produksi Pendapatan Wilayah Investasi
Pendapatan Faktor Produksi
PEREKONOMIAN WILAYAH
Pendapatan Institusi
Multiplier Pendapatan
Pendapatan Kegiatan Produksi
Pertumbuhan
Kebocoran Wilayah
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Dari kerangka pemikiran yang telah dibangun di atas dalam mengkaji dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, maka dijelaskan secara detil kerangka pemikiran dan alur kajian seperti di bawah ini. 60
Kebijakan pembangunan wilayah, seringkali menyebabkan semakin meningkatnya kesenjangan tingkat pendapatan antar kelompok masyarakat yang ada dalam suatu wilayah, misalnya antara kelompok perkotaan dan perdesaan, antar kelopok petani dan buruh tani, antar kelompok perusahaan dan petani, dan antar kelompok masyarakat lainnya. Pengalaman berbagai daerah atau negara menunjukkan bahwa sasaran pembangunan ini terutama growth-equity sering kali tidak dapat diwujudkan secara searah. Kondisi ini juga dialami oleh Kabupaten Indragiri Hilir, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam kurun waktu 2000 – 2006 mencapai 7.27 persen, namun tingkat pemerataannya (equity) sangat rendah. Hal ini tercermin dari tingginya angka kemiskinan yaitu mencapai 31.45 persen pada tahun 2006. Berdasarkan hal ini, maka untuk melihat apakah program pembangunan yang dilaksanakan berdampak pada pertumbuhan sekaligus menghasilkan struktur ekonomi yang relatif merata (menurunkan kemiskinan) atau sebaliknya, diperlukan suatu analisis sedemikian rupa melalui ”injeksi” atau investasi terhadap suatu sektor untuk dilihat dampaknya pada pertumbuhan dan pemerataan atau kemiskinan. Analisis yang dimaksud juga harus mampu menghasilkan pengetahuan mengenai sektor mana saja yang akan memberikan dampak pertumbuhan dan/atau dampak pemerataan serta penurunan kemiskinan yang relatif paling baik. Struktur perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir didominasi oleh sektor pertanian, khususnya sektor perkebunan kelapa rakyat, dimana komoditas kelapa dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebesar 33.61 persen terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir serta melibatkan
120 188 KK petani
kelapa. Pengembangan komoditas kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir diduga menghadapi persoalan diantaranya persoalan kemiskinan petani kelapa. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya kemiskinan petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir bisa disebabkan akibat keterisolasian wilayah, keterbatasan infrastruktur, biaya trasportasi yang mahal, terbatasnya alokasi anggaran pembangunan dan tingginya biaya pembanguan akibat kondisi wilayah yang umumnya rawa dan bergambut, kelembagaan produksi dan pemasaran hasil pertanian yang belum berfungsi dan belum memadai, serta turunnya produktivitas 61
tanaman akibat intrusi air laut dan genangan air pada lahan-lahan pertanian akibat saluran drainase yang tidak memadai dan berfungsi dengan baik. Untuk mengetahui dampak pengembangan kelapa terhadap kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir maka perlu dilakukan analisis simulasi kebijakan dengan melihat dampak investasi terhadap sektor perkebunan kelapa rakyat dan industri pengolahan kelapa dan sektor penunjang lainnya terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat dan wilayah. Dari sisi ekonomi wilayah, untuk mengetahui peran dan keterkaitan ekonomi sektor perkebunan kelapa rakyat terhadap output perekonomian, nilai tambah bruto, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi wilayah dan distribusi pendapatan antar pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan dominannya sektor kelapa dalam mendukung penyerapan tenaga kerja wilayah perlu diidentifikasi, sehingga dapat diketahui peran dan keterkaitannya terhadap perekonomian wilayah, perekonomian masyarakat dan kebocoran wilayah khususnya di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Untuk menggambarkan alur penelitian dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap perekonomian masyarakat dan wilayah kasus Kabupaten Indragiri Hilir, maka secara flow chart dapat dijelaskan seperti pada Gambar 7 di bawah ini.
62
Pembangunan Wilayah
Kelapa merupakan sumber perekonomian utama masyarakat
Pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan pembangunan
Permasalahan: - Pertumbuhan ekonomi wilayah tinggi, kemiskinan tinggi - Keterkaitan ekonomi sektor kelapa - Industri pengolahan kelapa rakyat - Kebocoran wilayah
Kebutuhan pengembangan perekonomian masarakat dan wilayah
Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir
Peran sektor kelapa dibandingkan sektor lainnya thdp perekonomian wilayah
Analisis Deskriptif
Keterkaitan ekonomi sektor kelapa dengan sektor lainnya dan Multiplier Y, NTB, Income, dan TK
Analisis Keterkaitan Sektor, Analisis Multiplier
Kebocoran wilayah sektor kelapa
Faktor2 yg mempengaruhi kemiskinan di Kab. Inhil
Analisis Kebocoran Wilayah
Analisis Regresi OLS
Kemiskinan turun & peningkatan pendapatan
Analisis Simulasi Kebijakan
Pengembangan Sektor Kelapa Terhadap Perekonomian Masyarakat dan Kab. Inhil
Gambar 7. Kerangka dan Alur Penelitian Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Analisis dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap
kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, dilakukan dengan pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif serta di analisis dari aspek makro dan mikro. Analisis kualitatif dilakukan untuk memberikan penjelasan hasil penelitian seperti berbentuk tabel, gambar dan grafik serta berbentuk penjelasan atau narasi yang secara deskriptif kualitatif, terutama dalam menjelaskan masalah kebocoran wilayah dan sistem produksi komoditas kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Inhil Provinsi Riau. Sedangkan analisis
63
kuantitatif dilakukan untuk menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja serta distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat, kemiskinan dan kebocoran wilayah. Karena adanya berbagai keterbatasan dalam penelitian ini baik dari segi keterbatasan waktu, biaya, dan penggunaan model, sehingga peneliti membatasi penelitian ini dari aspek makro dibatasi pada analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), sehingga dalam penelitian ini aspek pasar tidak dapat dianalisis dengan menggunakan model SNSE. Dari sisi mikro akan dilakukan analisis dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap perekonomian masyarakat
baik
dari
aspek
distribusi
pendapatan
antar
kelompok
masyarakat/rumahtangga maupun terhadap penurunan kemiskinan dari hasil simulasi kebijakan yang ada. Hipotesis Penelitian Dari kerangka pemikiran penelitian dapat diturunkan beberapa hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut: 1) Sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa memiliki peran yang besar terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir baik ditinjau dari aspek Output, PDRB dan
tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor
pertanian lainnya. 2) Sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa masih memiliki keterkaitan yang lemah terhadap perekonomian wilayah dan memiliki multiplier effect yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan tenaga kerja, nilai tambah bruto, dan output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. 3) Sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir diduga mengalami kebocoran wilayah. 4) Investasi di sektor kelapa dan sektor industri kelapa diduga memiliki dampak terhadap penurunan kemiskinan, penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan, penurunan nilai indeks Gini Ratio. Serta meningkatan
64
pertumbuhan faktor produksi, petumbuhan pendapatan rumah tangga dan pertumbuhan sektor produksi. 5) Diduga kebijakan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga akan memberikan dampak yang lebih baik terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan pendapatan bila dibandingkan dengan kebijakan investasi disektor kelapa, sektor industri pengolahan kelapa skala besar dan sektor kelapa sawit. Lokasi Penelitian Penelitian mengambil lokasi di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, dengan pertimbangan: (i) Kabupaten Indragiri Hilir memiliki aktivitas perekonomian yang didominasi oleh sektor perkebunan terutama komoditi kelapa baik dalam penggunaan lahan, produksi dan serapan tenaga kerja, (ii) Indragiri Hilir merupakan wilayah pengembang kelapa terluas di Indonesia, dan juga teridentifikasi sebagai wilayah yang terbesar kontribusinya dalam memasok kelapa nasional, sekaligus sebagai penyumbang ekspor kelapa terbesar dari Indonesia, (iii) kegiatan masyarakat dalam pengembangan kelapa di wilayah tersebut diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian wilayah dan masyarakat. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data-data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan pada berbagai instansi/lembaga yang berkompeten seperti Bappeda, BPS, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, Bagian Pembanguan Setda Inhil, Bagian Keuangan Setda Inhil, Dinas PU, Dinas Pertanian, BPMD, Balitbang, Mappi Kabupaten Indragiri Hilir, APCC, PT. Pulau Sambu Group dll. Untuk lebih jelasnya jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
65
Tabel 4. Tujuan, Analisis, Jenis Data dan Sumber Data Penelitian Dampak Pengembangan Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan dan Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir No Tujuan 1 Menganalisis peran sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditinjau dari aspek output, PDRB dan tenaga kerja, dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya dan sektor industri pengolahan kelapa, serta menganalisis keterkaitan sektor kelapa dan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja
Analisis Analisis perekonomian wilayah Analisis keterkaitan sektor kelapa Analisis multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja
Jenis Data Tabel Input-Output dan SNSE Kabupaten Inhil Tahun 2005 Data-data sekunder lainnya
Sumber Data Bappeda Kabupaten Inhil dan instansi terkait lainnya di Kabupaten Indragiri Hilir
2
Menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir
Analisis Kebocoran Wilayah
Tabel I-O dan SNSE Inhil Tahun 2005
Bappeda , PT. Pulau Sambu, Perdagangan dan Perindustrian dll
Menganalisis opsi kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi angka kemiskinan
Analisis Kemiskinan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan Analisis simulasi kebijakan
3
Data-data sekunder lainnya
Tabel I-O dan SNSE Inhil Tahun 2005 SUSENAS Data-data sekunder lainnya
BPS, Bappeda dan instansi terkait lainnya di Kabupaten Inhil
Metode Analisis Data Untuk menjawab tujuan penelitian, maka analisis yang akan dilakukan terdiri dari analisis daya penyebaran dan kepekaan, analisis dampak pengganda (multiplier effect) dan termasuk di dalamnya dampak suatu kebijakan terhadap kinerja perekonomian dalam suatu wilayah, analisis gini ratio, analisis kemiskinan, analisis kebocoran wilayah dan analisis simulasi kebijakan dalam
66
rangka menumbuhkan sektor kelapa secara berkualitas di Kabupaten Indragiri Hilir. Analisis Kebutuhan Investasi dengan Pendekatan ICOR Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dengan investasi dapat dikaji melalui konsep Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Dengan demikian besar kecilnya perkiraan investasi pada masa mendatang sangat ditentukan oleh nilai ICOR. Konsep ICOR menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output, yang dihasilkan dari kenaikan tertentu pada persediaan modal (Jhingan, 2000; dan Yantu, 2007). Daryanto dan Hafizrianda (2010) mengemukakan perkiraan ICOR tahunan dilakukan berdasarkan data time series tahunan yang dapat dipisah berdasarkan gestation period (tenggang waktu) sebagai berikut :
(a) ICOR Tanpa Tenggang Waktu Bila investasi yang dilakukan pada tahun ke-t diasumsikan akan menghasilkan tambahan pendapatan (output) pada tahun ke-t juga, maka perkiraan ICOR yang diperoleh melalui pendekatan ini merupakan ICOR tanpa tenggang waktu yang dapat dihitung dengan rumus :
kt =
I it ∆Yit
I it x 100 Yit −1 = ...............................(3.1) g it
dimana : k it
= adalah ICOR pada tahun t untuk sektor i
I it
= adalah investasi pada tahun ke-t untuk sektor i
Y it-1
= adalah pendapatan regional pada tahun ke t-1 untuk sektor i
g it
= adalah laju pertumbuhan sektor i pada tahun ke-t
(b) ICOR Tenggang Waktu Satu Tahun Perkiraan ICOR dengan tenggang waktu satu tahun mengandung pengertian bahwa investasi yang dilakukan pada tahun t-1 baru akan memberikan tambahan 67
hasil pada tahun t. Perkiraan ICOR dengan tenggang waktu satu tahun dapat dihitung dengan rumus :
kt =
I it −1 ∆Yit
I it −1 x 100 Yit −1 = ………………..(3.2) g it
dimana : k it
= adalah ICOR pada tahun t untuk sektor i
I it-1
= adalah investasi pada tahun ke t-1 untuk sektor i
Y it-1 = adalah pendapatan regional pada tahun ke t-1 untuk sektor i g it
= adalah laju pertumbuhan sektor i pada tahun ke-t (%)
(c) ICOR Tenggang Waktu Lebih dari Satu Tahun Dalam beberapa aktivitas tertentu, jangka waktu antara investasi dan tambahan hasil yang diperoleh sebagai akibat investasi tersebut dapat lebih dari satu tahun. Bila jangka waktu tahun ke t-2 baru akan memberikan tambahan pendapatan regional pada tahun t maka perhitungan ICOR dilakukan dengan cara:
kt =
I it − 2 ∆Yit
I it − 2 x 100 Yit −1 = ………...….(3.3) g it
Sedangkan bila tambahan hasil baru diperoleh tiga tahun kemudian maka ICOR dihitung dengan formulasi :
kt =
I it − 3 ∆Yit
I it − 3 x 100 Yit −1 = …….…….…(3.4) g it
dimana : k it
= adalah ICOR pada tahun t untuk sektor i
I it-2
= adalah investasi pada tahun ke t-2 untuk sektor i
I it-3
= adalah investasi pada tahun ke t -3 untuk sektor i
Y it-1
= adalah pendapatan regional pada tahun ke t-1 untuk sektor i
g it
= adalah laju pertumbuhan sektor i pada tahun ke-t (%) 68
(d) ICOR Rata-Rata ICOR rata-rata dihitung berdasarkan perkembangan investasi dan tambahan hasil secara kumulatif dalam jangka waktu tertentu. Secara umum ICOR rata-rata dapat dihutung berdasarkan rumus : t =n
kt =
∑I t =0
it − n
∆Yit
……………..…….……….(3.5)
Dimana :
k
= adalah ICOR rata-rata
I
= adalah investasi
∆Y = adalah tambahan hasil (pendapatan regional) i
= adalah sektor ke-i
t
= adalah tahun ke-t
n
= adalah tenggang waktu yang digunakan dimana h ≥ 1
(e) Perkiraan Kebutuhan Investasi Perkiraan kebutuhan investasi dapat dihitung bila besaran ICOR tahunan atau rata-rata dan telah ditetapkan sasaran pertumbuhan ekonomi wilayah, maka investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan target pertumbuhan tersebut dihitung dengan persamaan :
Iˆ = k ∆Y ……….………………………………(3.6) Dimana Î adalah perkiraan investasi yang dibutuhkan, k adalah ICOR dan ΔY besarnya pertumbuhan ekonomi (PDRB). Perkiraan kebutuhan investasi dihitung berdasarkan tenggang waktu, hal ini disesuaikan dengan waktu ICOR yang digunakan. Misalkan ICOR yang dipakai memiliki tenggang waktu satu tahun, maka perkiraan investasi yang dihitung juga memiliki tenggang waktu satu tahun. Demikian bila tenggang waktu ICOR adalah dua tahun, berarti perkiraan investasi juga berdasarkan tenggang waktu dua tahun.
69
Analisis Indek Daya Penyebaran dan Analisis Derajat Kepekaan Keterkaitan ke belakang (backward linkage) sering disebut sebagai daya penyebaran, dan keterkaitan ke depan (forward linkage) sering disebut sebagai derajat kepekaan. Dalam model SNSE kedua jenis keterkaitan tersebut dapat diduga dari matriks pengganda output. Untuk mengukur daya penyebaran sektor digunakan rumus :
αj =
Σibij ................................................................................ (3.7) 1 ΣiΣjbij n
Dimana :
αj
: adalah indeks daya penyebaran sektor j dan lebih dikenal sebagai daya penyebaran. Bila indeks αj tersebut = 1, mengandung arti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Dan apabila > 1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada diatas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi; dan jika sebaliknya < 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah. Makna indeks keterkaitan ke belakang jika indeks kurang dari (sama
dengan/ lebih dari) satu, artinya keterkaitan sektor tersebut ke arah belakang/hulu adalah kurang dari (sama dengan /lebih dari) rata-rata keterkaitan sektor pada umumnya. Angka derajat keterkaitan yang rendah sektor ini memiliki makna bahwa kemajuan yang pesat pada sektor tersebut tidak banyak memicu atau mendorong berkembangnya sektor-sektor perekonomian lainnya. Selanjutnya
untuk
menganalisis
besar
kecilnya
derajat
kepekaan
(keterkaitan ke depan) digunakan rumus :
βi =
Σjbij ..................................................................................... (3.8) 1 ΣiΣjbij n
dimana :
βi = adalah indeks derajat kepekaan sektor (i) atau lebih dikenal sebagai derajat kepekaan. 70
Bila nilai indeks βi = menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor (i) sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dan apabila > 1, menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor (i) berada lebih tinggi dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor; sedangkan < 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor (i) lebih rendah dari rata-rata indeks derajat kepekaan atau disebut dampak keterkaitan kedepan (forward linkages effect ratio). Keterkaitan ke depan atau ke hilir (indeks kepekaan) memberikan makna, jika kurang dari (sama dengan/ lebih dari) satu, maka derajat keterkaitan sektor tersebut ke arah depan/hilir adalah kurang dari (sama dengan /lebih dari) rata-rata keterkaitan sektor pada umumnya. Artinya adalah perkembangan dari suatu sektor akan mendorong berkembangnya sektor-sektor yang lebih hilir dari sektor tersebut. Sektor lebih hilir yang dimaksud adalah sektor-sektor yang dalam proses produksinya menginput barang yang dihasilkan. Analisis Pengganda (a). Dampak Pengganda Output Dengan menggunakan model input-output/SNSE hubungan timbal balik permintaan akhir dengan output dapat diduga. Artinya output yang diproduksi tergantung dari jumlah permintaan akhirnya. Demikian juga dalam keadaan tertentu output justru yang menentukan besaran permintaan akhir. Sehingga secara matematis hubungan permintaan akhir dengan output dirumuskan sebagai berikut: X = (1 – A)-1 F ................................................................................ (3.9) dimana : X
: Output yang terbentuk akibat perubahan permintaan akhir -1
(1 – A)
: Matrik pengganda
F
: Permintaan akhir
(b). Dampak Pengganda Nilai Tambah Bruto Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam 71
input-output, maka hubungan antara NTB dengan output bersifat linier. Artinya, kenaikan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan Nilai Tambah Bruto (BPS, 2000). Hubungan tersebut dapat dijabarkan dalam persamaan: V = Vˆ X
……………………………………………...…………(3.10)
dimana : V : Nilai Tambah Bruto yang terbentuk akibat perubahan permintaan akhir
Vˆ : Matrik diagonal koefisien NTB X : Dampak permintaan akhir = (I − A) F −1
(c). Dampak Pengganda Pendapatan Untuk mengidentifikasi pengganda pendapatan (income multiplier) dapat digunakan formula sebagai berikut: ∧ W = W X ………….………….……………………..…………...… (3.11) ^
dimana W adalah matriks income, W matrik diagonal koefisien income, dan X merupakan matrik X=(1-A)-1.F. (c). Dampak Pengganda Tenaga Kerja Untuk
mengukur
dampak
perubahan
Permintaan
Akhir
terhadap
kesempatan kerja (employment multiplier) dapat menggunakan matriks kebalikan Leontief. Pengganda ini digunakan untuk melihat penambahan kesempatan kerja baru akibat peningkatan Permintaan Akhir di suatu sektor tertentu. Pengganda tenaga kerja di rumuskan sebagai: E = Lˆ(I − A)−1
......................................................................... (3.12)
dimana E = Matriks pengganda tenaga kerja dan
72
Lˆ = Matriks koefisien tenaga kerja yaitu berisi rasio tenaga kerja terhadap total
input tiap sektor. Matriks Lˆ adalah matriks diagonal dengan komponennya di peroleh dengan rumus: l jj =
TK j Xj
....... .......................................................................................... (3.13)
dimana TK j : jumlah tenaga kerja sektor i X j : total input sektor j Perubahan jumlah Tenaga Kerja (∆E) yang dibutuhkan akibat perubahan Permintaan Akhir domestik dirumuskan sebagai: ∆E = Lˆ(I − A)− 1 ∆F ...................................................................... (3.14)
Dengan menggunakan formula di atas dapat diduga pengganda kesempatan kerja yang terbentuk apabila terjadi perubahan permintaan akhir perekonomian wilayah. Analisis Pengganda Kebijakan Sebelum membahas metode yang lebih komplek maka terlebih dahulu dijelaskan mengenai metode analisis dalam model SNSE sederhana. Ditinjau dari sudut analisis dalam kerangka SNSE menyangkut keterkaitan antara neracaneraca, yaitu sejauh mana perubahan satu neraca terhadap neraca lainnya, maupun terhadap perubahan neraca itu sendiri. Analisis yang akan digunakan yaitu analisis multiplier, dengan alat analisis yang digunakan adalah apa yang disebut dengan pengganda Neraca (Accounting Multipier) dan pengganda harga tetap (Fixed Price Multiplier). Analisis accounting multiplier, merupakan analisis yang sama dengan pengganda untuk matrik leontief seperti analisis Input-Output. Tetapi analisis fixed price multiplier berbeda dengan accounting multiplier, perbedaannya terletak pada respon rumah
73
tangga terhadap perubahan dalam neraca eksogen dengan memperhitungkan kecenderungan pengeluaran (expenditure propensity). Pyatt and
Round (1979) melakukan dekomposisi terhadap pengganda
neraca yang hasilnya adalah sebagai berikut: Ma = M 3 M 2 M 1 ……………………..……................................… (3.15) dimana: Ma : Matrik dekomposisi Pengganda. M 1 : Pengganda transfer, menunjukkan pengaruh dari satu blok pada dirinya sendiri. M 2 : Pengganda open loop atau cross-effect, merupakan pengaruh dari suatu blok ke blok yang lain. Injeksi pada salah satu sektor dalam sebuah blok tertentu akan berpengaruh terhadap sektor lain di blok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain tersebut. M3 : Pengganda closed loop, merupakan pengaruh dari suatu blok ke blok yang lain, untuk kemudian kembali pada blok semula. Dekomposisi matrik pengganda neraca persamaan (3.9) dapat juga dibuat menjadi bentuk aditif, yaitu : Ma = I + ( Ma1 − I ) + ( Ma2 − I ) Ma1 + ( Ma3 − I ) Ma2 Ma1
..… (3.16)
Bentuk persamaan (3.10) menunjukkan matriks identitas, I menggambarkan dampak awal injeksi neraca eksogen terhadap neraca endogen, sedangkan bentuk kedua, ketiga dan keempat pada persamaan tersebut disebut sebagai pengganda transfer (tranfer multiplier), pengganda putaran terbuka (open loop multiplier) dan pengganda putaran tertutup (close loop multiplier). (a) Pengganda Transfer Pyatt and Round (1988) mengungkapkan M a1 adalah pengganda transfer, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok pada diri sendiri M a1 = (1-Ao)-1 ………………........…………………….… (3.17)
74
Ao adalah matrik diagonal dari matriks A, yaitu
0
A
0 = 0 0
0 A22 0
0 0 A33
…….………………………… . (3.18)
Sehingga matrik pengganda transfer (Ma 1 dalam bentuk matrik dapat dinyatakan sebagai berikut : I Ma1 = 0 0
0 ( I − A22 ) 0
0 −1 ( I − A33 ) 0
−1
……… (3.19)
Melalui pengganda transfer (M a1 ) ini, dapat diketahui pengaruh injeksi pada sebuah sektor terhadap sektor lain dalam satu blok yang sama, setelah melalui keseluruhan sistem didalam blok tersebut, sebelum berpengaruh terhadap blok yang lain. Dalam memahami Ma 1 seolah-olah ada asumsi bahwa injeksi pada suatu sektor hanya berpengaruh terhadap sektor-sektor lain dalam blok yang sama dan tidak terhadap sektor-sektor yang berada pada blok yang lain. Oleh karena itu Ma 1 disebut sebagai pengganda transfer. Matrik M a1 pada persamaan (3.13) dapat diketahui besarnya penganda pada masing-masing blok. Pada blok kegiatan produksi misalnya, besarnya pengganda transfer adalah (I-A 33 )-1. Ini berarti bahwa setiap injeksi pada salah satu sektor produksi akan berpengaruh pada sektor produksi yang lain sebesar injeksi tersebut, yang dikalikan dengan (I-A 33 )-1. Dalam model I-O (I-A 33 )-1 tidak lain adalah matrik kebalikan leontif. Blok Institusi, besarnya pengganda transfer adalah (I-A 22 )-1. Ini berarti setiap injeksi pada salah satu institusi akan berpengaruh pada institusi yang lain sebesar injeksi tersebut, dikalikan dengan (I-A 22 )-1. Blok faktor produksi, besarnya pengganda transfer adalah I. Hal tersebut berarti bahwa injeksi pada salah satu faktor produksi hanya akan berpengaruh terhadap faktor produksi yang di injeksi tersebut, tidak terhadap faktor produksi lain. Misalnya dilakukan injeksi terhadap tenaga kerja pertanian perkebunan
75
kelapa penerima upah dan gaji di perdesaan sebesar Rp. 100, maka yang bertambah hanyalah penerimaan tenaga kerja penerima upah dan gaji diperdesaan itu sendiri, sebesar Rp.100. Faktor produksi yang lain tidak mengalami perubahan apa-apa. 2). Pengganda Open Loop Pyatt and Round (1988) mengungkapkan M a2 adalah pengganda open loop atau cross-effect, yang merupakan pengaruh dari satu blok ke blok yang lain. Injeksi pada salah satu sektor dalam sebuah blok tertentu akan berpengaruh terhadap sektor lain di blok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain. Matrik tersebut didefinisikan sebagai: M a2 = (1+ A* + A*2)
……………………..……..….......... (3.20)
Dimana A* = (I-A0)-1 (A-A0)Y Sehingga A* merupakan sebuah matrik dengan : A* 13 = A 13 .................................................................................... (3.21) A 21 = (I-A 22 )-1 A 21 ....................................................................... (3.22) A* 23 = (I-A 33 )-1 A 32 ..................................................................... (3.23) Sedangkan sel yang lain berisi angka atau matrik nol. 0 0 * * A = A21 0 0 * A32
* A13 0 ........................................................ (3.24) 0
Dengan demikian pengganda open loop adalah M a2
A *13 A *32 I = A *21 I A *32 A *21 A *32
A *13 A *21 A *13 I 76
..................................
(3.25)
3). Pengganda Closed Loop Pyatt and Round mengungkapkan M a3 adalah pengganda closed loop, atau sering disebut pengganda putaran tertutup yang menggambarkan pengaruh dari suatu blok ke blok yang lain, yang kemudian kembali pada blok semula. Matrik pengganda tersebut didefinisikan sebagai: M a3 = (1-A*3)-1 ……………………………............………...…… (3.26) M a3
merupakan matrik diagonal, yang diagonal utamanya secara
berurutan dari kiri atas ke kanan bawah berisi (I- A* 13 A* 32 A* 21 )-1, (I- A* 21 A* 13 A* 32 ) -1 dan (I- A* 32 A* 21 A* 13 ) –1 Injeksi pada salah satu faktor produksi akan berpengaruh pada sektor-sektor lain pada blok institusi, kemudian berpengaruh pada blok kegiatan produksi, dan akhirnya berpengaruh kembali kepada sektor-sektor dalam blok faktor produksi. Satu putaran dari blok faktor produksi kembali ke blok faktor produksi ini disebut pengaruh
closed
loop
faktor
produksi,
dengan
pengganda
sebesar
(I-A* 13 A* 32 A* 21 )-1. Demikian pula dengan blok institusi dan kegiatan produksi. Injeksi pada salah satu sektor dalam blok institusi pada akhirnya akan berpengaruh closed loop pada sektor-sektor dalam blok institusi itu sendiri, setelah berpengaruh pada blok kegiatan produksi dan faktor produksi, dengan pengganda sebesar (I-A* 21 A* 13 A* 32 ) –1.. Sedangkan pengganda closed loop untuk blok kegiatan produksi adalah sebesar (I-A* 32 A* 21 A* 13 ) –1.. Analisis Gini Ratio Analisis Gini Ratio (GR) digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan institusional (antar golongan rumah tangga), keragaan distribusi pendapatan institusional adalah salah satu kelebihan kerangka analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Walaupun demikian, SNSE hanya menyajikan distribusi pendapatan sesuai penggolongan institusi.
Namun untuk melihat lebih jauh
ketimpangan distribusi pendapatan, masih dibutuhkan bantuan alat analisis
77
tambahan. Ratio gini akan digunakan untuk menjelaskan distribusi pendapatan institusional di Kabupaten Indragiri Hilir. Indek Gini dapat digunakan untuk melihat kemiskinan relatif di Kabupaten Indragiri Hilir yang dilakukan dengan melihat perubahan nilai Indeks Gini Ratio dari masing-masing simulasi kebijakan yang ada terhadap kelompok rumah tangga yang ada pada SNSE Kabupaten Indragiri Hilir. Apabila nilai Indek Gini sebelum adanya simulasi kebijakan dan sesudah adanya simulasi kebijakan perubahannya menyebabkan nilai indek Gini Ratio semakin mendekati nol (semakin kecil) maka kemiskinan relatif di kabupaten Indragiri Hilir semakin berkurang akibat kebijakan tersebut. Sebaliknya apabila nilai Indeks Gini Ratio sesudah adanya simulasi kebijakan semakin besar (mendekati 1) maka kemiskinan relatif yang terjadi akibat kebijakan tersebut semakin tinggi. Indek Gini dirumuskan sebagai berikut : GR = 1 − ∑
( Pi − Pi −1 ) (Yi − Yi −1 ) 10000
............................................. (3.27)
dimana : GR
= Rasio atau indeks Gini adalah rasio antara persentase kumulatif jumlah golongan rumah tangga dengan persentase kumulatif jumlah pendapatan golongan rumah tangga
Pi
= Persentase kumulatif jumlah golongan rumah tangga kelas ke-i
P i-1
=
Persentase
kumulatif
jumlah
golongan
rumah
tangga
sebelum kelas ke-i Yi
=
Persentase kumulatif jumlah pendapatan golongan
rumah
tangga kelas ke-i Yi-1
=
Persentasi kumulatif
jumlah pendapatan golongan
rumah
tangga sebelum kelas ke-i Indek Gini mempunyai selang nilai selang antara 0 dan 1. Bila indeks Gini bernilai 0 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sangat merata, sedangkan bila bernilai 1 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sangat tidak merata. Biasanya indeks Gini jarang sekali mempunyai nilai 0 atau 1. Oleh karena itu Todaro (1987) menyatakan bahwa : 78
1. Bila koefisien Gini berada diantara 0.2 sampai dengan 0.35 maka distribusi pendapatan disebut sebagai merata 2. Bila Koefisien Gini berada diantara 0.36 sampai dengan 0.5 maka distribusi pendapatan disebut sebagai tidak merata 3. Bila koefisien Gini berada diantara 0.51 sampai dengan atau lebih dari 0.7 maka distribusi pendapatan disebut sangat tidak merata. Analisis Kemiskinan Untuk mengkaji dampak pengembangan perkebunan kelapa rakyat terhadap insiden kemiskinan (poverty incidence) digunakan indeks kemiskinan FGT (Foster-Greer-Thorbecke). Perubahan pendapatan masing-masing golongan rumah tangga dari analisis simulasi kebijakan digunakan untuk menganalisis kemiskinan indeks FGT dengan menggunakan data SUSENAS tahun 2006. Meskipun menggunakan analisis di luar model SNSE, pada dasarnya analisis kemiskinan dalam penelitian ini tetap mengacu pada kerangka SNSE, karena pengelompokan
rumah
tangga
pada
SNSE
disusun
berdasarkan
data
pengelompokan rumah tangga yang ada pada SUSENAS. Dengan menyelaraskan pengelompokan rumah tangga pada data SUSENAS dengan model SNSE akan diperoleh keterkaitan pembahasan antara analisis kemiskinan dengan model SNSE. Dari data SUSENAS dapat dibentuk struktur data kelompok rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan, lokasi (desa-kota), rata-rata pengeluaran dan jumlah anggota rumah tangga. Dari data rata-rata pengeluaran rumah tangga dan dengan menggunakan batas garis kemiskinan yang telah ditetapkan, maka dapat ditetapkan jumlah rumah tangga yang tergolong miskin, yaitu rumah tangga yang memiliki pendapatan (yang diproksi dari pengeluaran) di bawah garis kemiskinan. Adapun garis kemiskinan (poverty line) Kabupaten Indragiri Hilir yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 sebesar Rp 159 998 per bulan. Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai data dasar (base data) untuk menghitung indeks kemiskinan. Perubahan pendapatan rumah tangga hasil dari simulasi kebijakan, dianggap sebagai data setelah simulasi. Selanjutnya dapat dihitung indeks kemiskinan dari data dasar dan data hasil simulasi tersebut.
79
Untuk menghitung indeks kemiskinan, data pendapatan rumah tangga berdasarkan golongan rumah tangga (yang didekati dari data pengeluaran), diubah ke dalam pendapatan masing-masing individu. Hal ini dilakukan karena perhitungan FGT poverty index didasarkan pada pengeluaran masing-masing individu atau per kapita penduduk miskin. Ada dua pendekatan dalam menghitung pendapatan masing-masing individu sebagai dasar penghitungan kemiskinan. Pertama, berdasarkan rata-rata per kapita. Rata-rata per kapita ini belum mempertimbangkan tingkat konsumsi menurut golongan umur, jenis kelamin dan skala ekonomi dalam konsumsi. Kedua, berdasarkan skala ekivalensi atau equivalence scales (ES), yang menunjukkan ukuran pendapatan relatif dari masing-masing rumah tangga yang berbeda untuk mencapai standar hidup. Penghitungan melalui pendekatan skala ekivalensi didasarkan pada kenyataan bahwa kriteria untuk menentukan garis kemiskinan pada umumnya lebih banyak didasarkan pada kecukupan kebutuhan energi kalori, sementara kebutuhan kecukupan pangan individu berbeda menurut umur dan jenis kelamin (LIPI, 2004). Dengan demikian penghitungan pendapatan masing-masing individu dengan menggunakan pendekatan rata-rata pendapatan per kapita dipandang kurang tepat. Konsep ES pada prinsipnya menyetarakan kebutuhan konsumsi anak dengan populasi dewasa untuk menghitung angka kemiskinan. United States Panel Poverty and Family Assistance menyetarakan kebutuhan konsumsi anak 0.7 populasi dewasa. Artinya secara umum anak mengkonsumsi 70 persen dari kebutuhan konsumsi dewasa (Susilowati, 2007). Beberapa kajian di Australia menggunakan nilai pembobot untuk anak berkisar 0.3 sampai 0.7 (Whiteford, 1985). Demikian pula beberapa negara telah menghitung dan menerapkan skala ekivalensi dalam menghasilkan ukuran kemiskinan. Sebagai contoh skala ekivalensi yang digunakan di Srilanka, Taiwan dan Peninsula nilainya berkisar 0.9 (BPS, 2005). Dengan angka ekivalensi mendekati satu, implikasinya skala ekivalen akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan perhitungan angka kemiskinan melalui pendapatan (pengeluaran) per kapita.
80
Dalam menentukan ES, berdasarkan economic of scale (e) yang nilainya ditentukan oleh jumlah anak dan anggota rumah tangga dewasa. Nilai e berkisar 0-1. Jika e meningkat, maka ES akan menurun sehingga jika e = 1 atau tidak ada skala ekonomi maka besaran ES dihitung sebagai jumlah orang anggota rumah tangga. Teknik menghitung ES yang telah dilakukan selama ini di negara-negara Luxemburg sangat beragam karena masing-masing memiliki preferensi dalam aspek tertentu. Tidak ada pedoman yang pasti teknik penghitungan ES sehingga Whiteford (1985) menyatakan tidak ada suatu metoda menghitung ES yang telah dilakukan selama ini di Australia yang dapat dikatakan metoda tertentu lebih baik dibanding metoda penghitungan ES yang lain. Meskipun penghitungan kemiskinan dengan menggunakan pendekatan ratarata pendapatan per kapita dipandang kurang tepat, penghitungan ukuran kemiskinan di Indonesia selama ini belum menerapkan skala ekivalensi karena belum dilakukan penelitian untuk menentukan besaran skala ekivalensi yang dapat mewakili Indonesia. Penelitian ini menggunakan metoda penghitungan ES yang dikembangkan oleh Cockburn (2001) yang telah diterapkan untuk mengkaji angka kemiskinan di Australia dan di Nepal dengan formula sebagai berikut: ESi = 1 + 0.7 (Zi-1-Ki) + 0.5 Ki .................................................... (3.28) dimana: i adalah indeks rumah tangga, Z adalah jumlah anggota rumah tangga dan K adalah jumlah anak. Formula tersebut menunjukkan bahwa dengan memperhitungkan skala ekonomi dan umur, maka kepala rumah tangga diperhitungkan 1, anggota rumah tangga dewasa lain diperhitungkan 0.7 dan anak-anak diperhitungkan 0.5. Formula yang sama telah digunakan oleh Oktaviani et al. (2005) untuk mengkaji dampak penurunan subsidi minyak di Indonesia terhadap kemiskinan, Astuti (2005) dan Sitepu (2007) untuk menghitung perubahan angka kemiskinan sebagai dampak investasi di sektor tertentu, serta Susilowati (2007) untuk mengkaji dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Indonesia. 1 q z − yi P0 ( y; z ) = ∑ , (α ≥ 0) .......................................(3.30) n i =1 z 0
81
dimana yi adalah rata-rata nilai pengeluaran per kapita individu ke i dalam rumah tangga yang sudah diranking berdasarkan tingkat pengeluaran, total populasi dinyatakan sebagai n dan jumlah populasi miskin adalah q, batas kemiskinan adalah z, sehingga poverty gap ratio adalah Gi = (z – yi)/z, dimana Gi = 0 pada saat yi > z. Nilai α ada tiga macam, yaitu: 1. Nilai α = 0, P 0 menyatakan headcount index, merupakan proporsi populasi yang berada di bawah garis kemiskinan. Formula (3.29) di atas akan menjadi: P0 ( y; z ) =
1 q z − yi ∑ n i=1 z
0
atau
P0 = q / n
.......................................(3.30)
Misalnya terdapat sebanyak 10 persen populasi termasuk ke dalam kelompok miskin, maka P 0 = 0.10. 2. Nilai = 1, menunjukkan ukuran poverty gap ratio (kedalaman kemiskinan) dimana masing-masing penduduk miskin dibobot berdasarkan jarak relatif mereka dari garis kemiskinan. Formula (3.30) menjadi: P1 ( y; z ) =
1 q z − yi ..................................................................(3.31) ∑ n i =1 z
Misalnya besaran P1 = 0.1, artinya total kesenjangan kemiskinan seluruh populasi miskin terhadap garis kemiskinan adalah 10 persen. Adapun P1/P0 ratarata kesenjangan kemiskinan (poverty gap) yang dinyatakan sebagai proporsi terhadap garis kemiskinan. 3. Nilai = 2, formula (3.31) menjadi: 1 q z − yi P2 ( y; z ) = ∑ n i =1 z
2
..................................................................(3.32)
Artinya bobot yang diberikan kepada masing-masing penduduk miskin proporsional dengan kuadrat kekurangan pendapatan mereka terhadap garis kemiskinan. Indeks tersebut merupakan ukuran yang sensitif terhadap perubahan pendapatan atau distribusi pendapatan populasi miskin (distributionally
82
sensitive index). Ukuran ini dinamakan rasio “keparahan” kemiskinan (poverty severity). Pengukuran kemiskinan dengan FGT poverty index dapat digunakan juga apabila populasi rumah tangga dipisahkan (disaggregated) menurut kelompok (sub-group) populasi, sehingga kontribusi masing-masing kelompok dapat diketahui. Dalam penelitian ini populasi dibagi menjadi 7 kelompok, maka profil kemiskinan digambarkan melalui Pj untuk j = 1, 2, ..., 7 sebagai berikut: Pj =
(
1 7 ∑ p z j yij n i =1
)
......................................................................(3.33)
Adapun kemiskinan agregat sebagai rata-rata ukuran kemiskinan kelompok, diformulasikan sebagai : Pj = Dimana : P j Nj
1 7 ∑ Pj N j n i =1
..........................................................................(3.34)
= ukuran kemiskinan untuk kelompok j, dimana j = 1, 2......7 = jumlah populasi kelompok j
y ij = rata-rata pengeluaran individu i yang berada pada kelompok j Profil kemiskinan menurut kelompok tersebut menggambarkan konsistensi, dimana ketika kemiskinan dalam suatu kelompok meningkat, maka secara agregat kemiskinan populasi juga akan meningkat, demikian pula sebaliknya. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir maka dilakukan analisis dengan menggunakan model ekonometrika. Menurut Juanda (2007) dan Juanda (2009), secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : ln Y i
= a 0 + a 1 lnP JlN + a 2 lnB TRS + a 3 lnA AG + a 4 lnJ LBP + a 5 lnJ BPRS + a 6 lnRT PT + a 7 lnPR TAN + a 8 D 1 + a 8 D 2 + e .......................................................(3.35)
dimana:
83
Yi
=
P JlN
=
Persentase penduduk miskin di setiap kecamatan tahun 2007 dan 2008 Panjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 di setiap kecamatan (Km) tahun 2007 dan 2008
B TRS
=
Biaya transportasi di setiap kecamatan (Rp) tahun 2007 dan 2008
A AG
=
Rata-rata
alokasi
anggaran
pembangaunan
di
setiap
kecamatan tahun 2007 dan 2008 (Milyar) J LBP
=
Jumlah
kelembagaan produksi pertanian (kelompok tani) di
setiap kecamatan tahun 2007 dan 2008 J LBPRS
=
Jumlah kelembagaan pemasaran hasil pertanian (koperasi dan tauke) di setiap kecamatan tahun 2007 dan 2008
RT PT
=
Persentase rumah tangga pertanian di setiap kecamatan (%) tahun 2007 dan 2008
RT TAN
=
Rata-rata produktivitas tanaman kelapa di setiap kecamatan tahun 2007 dan 2008 (ton kopra/ha/tahun)
D1
=
Dummy lokasi industri pengolahan kelapa di masing-masing kecamatan 0 = Industri pengolahan kelapa tidak ada 1 = terdapat industri pengolahan
D2
= Dumny tipologi wilayah 0 = wilayah dataran tinggi 1 = wilayah pesisir
a0 a 1 , .. e
= Intersept 9
= Koefisien Regresi = Kesalahan baku.
Analisis Kebocoran Wilayah Untuk melakukan analisis potensi dan dampak kebocoran sektor kelapa terhadap perekonomian wilayah dapat dilakukan dengan melakukan analisis pada Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir. Kebocoran wilayah pada sektor kelapa dapat dilihat dengan menghitung ratio pendapatan modal dan ratio pendapatan
84
tenaga kerja yang keluar wilayah pada Tabel SNSE atau disebut dengan capital outflow. Semakin tinggi ratio pendapatan modal dan pendapatan tenaga kerja yang keluar wilayah maka kobocoran wilayah semakin tinggi. Disamping itu untuk melihat tingkat kebocoran wilayah sektor kelapa dibandingkan sektor lainnya juga dapat dilihat rasio ekspor terhadap output, rasio ekspor terhadap input antara, rasio impor terhadap input antara. Semakin tinggi nilai ratio-ratio tersebut menunjukkan semakin tingginya kobocoran wilayah, dan sebaliknya semakin rendah nilai rasio tersebut menunjukkan semakin kecilnya terjadinya kebocoran wilayah pada suatu sektor perekonomian. Kriteria lainnya yang dapat digunakan untuk melihat adanya kebocoran wilayah di sektor kelapa adalah nilai indeks keterkaitan kedepan (forward linkage). Dimana nilai indeks keterkaitan kedepan yang rendah atau kecil dari rata-rata seluruh sektor (< 1) mengindikasikan sektor kelapa tersebut mengalami kebocoran wilayah. Sebaliknya bila nilai keterkaitan ke depan (forward linkage) yang tinggi atau lebih besar dari rata-rata seluruh sektor ( >1) maka sektor kelapa tidak mengalami kebocoran wilayah. Simulasi Kebijakan Simulasi kebijakan dalam menentukan besarnya investasi di Kabupaten Indragiri Hilir sebagai dasar dalam melakukan simulasi investasi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kebijakan APBD Kabupaten Indragiri Hilir, dimana alokasi anggaran disektor pertanian khususnya di perkebunan kelapa dan industri pengolahannya berkisar antara Rp. 50 –100 milyar pertahun (Biro Keungan Setda Inhil, 2009). Dengan menggunakan asumsi maksimum dari Kebijakan APBD tersebut, maka dalam penelitian ini besarnya investasi yang digunakan dalam melakukan simulasi adalah sebesar Rp. 100 milyar. Berdasarkan kebijakan APBD Kabupaten Indragiri Hilir tersebut, maka dalam penelitian ini terdapat tujuh simulasi kebijakan yang diteliti atau dilihat dampaknya terhadap distribusi pendapatan, kemiskinan dan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir. Ketujuh simulasi kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :
85
Simulasi 1 (I-KLP) Simulasi 2 (I-IKLP BS ) Simulasi 3 (I-IKLP RT ) Simulasi 4 (I-KLS) Simulasi 5 (I-KLP+IKLP RT )
Simulasi 6 (I-KLP+JLN) Simulasi 7 (I-IKLP RT +JLN)
: Peningkatan investasi disektor kelapa sebesar 100 milyar : Peningkatan investasi disektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 100 milyar : Peningkatan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 100 milyar : Peningkatan investasi disektor kelapa sawit sebesar 100 milyar : Peningkatan investasi disektor kelapa 50 milyar dan industri kelapa skala rumah tangga 50 milyar. : Peningkatan investasi di sektor kelapa 50 milyar, dan infrastruktur jalan 50 milyar : Peningkatan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga 50 milyar, infrastruktur jalan 50 milyar
Peningkatan investasi dalam hal ini adalah shock yang dilakukan pada Neraca Pembentukan Modal Tetap Bruto sebagai salah satu neraca eksogen dalam tabel SAM.
86
GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, Hasil SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, kinerja ekonomi, kinerja sosial dan neraca daerah terintegrasi. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Klasifikasi yang digunakan dalam SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 dibagi dalam 2 klasifikasi yaitu : a. Klasifikasi agregat berukuran 9 x 9 b. Klasifikasi agregat berukuran 56 x 56 Pada Tabel 5 dan Tabel 6 dapat dilihat klasifikasi SNSE dan klasifikasi sektor produksi pada Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Tabel 5. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Tenaga Kerja Faktor Produksi Modal Pertanian
Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00-1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha
1 2 3 4 5
Bukan Pertanian
Rumah Tangga Desa Golongan Rumah Tangga Desa Golongan Rumah Tangga Kota Golongan Rumah Tangga Kota Golongan
6 7 8 9
Rumah Tangga Institusi
Institusi Lainnya
Bawah Atas Bawah Atas
Perusahaan
10
Pemerintah
11
Sektor 42 sektor Produksi Kapital Neraca Pajak Tidak Langsung minus subsidi Eksogen The Rest of The World JUMLAH
12-53 54 55 56
Tabel 6. Klasifikasi Sektor Produksi pada SNSE Kabupaten Inhil Tahun 2005 Sektor Produksi Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedelai
Kode 12 13 14 15 16 17
Sayur-Sayuran
18
Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya
29 30 31
Udang
32
Sektor Produksi Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Industri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga
Kode 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Pada dasarnya SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005, baik yang berukuran 9 x 9 maupun 56 x 56 diklasifikasikan menjadi empat klasifikasi utama, yaitu: (1) Neraca faktor produksi; (2) Neraca institusi; (3) Neraca sektor produksi ; dan (4) Neraca eksogen (sisa). Neraca Faktor Produksi Klasifikasi neraca faktor produksi pada SNSE Kabupaten Indragiri Hilir dibedakan atas tenaga kerja dan modal. (a) Tenaga kerja Faktor produksi tenaga kerja dikelompokan menjadi tenaga kerja pertanian dan tenaga kerja bukan pertanian. Tenaga kerja pertanian adalah tenaga kerja yang bergerak di sektor pertanian, termasuk didalamnya subsektor perkebunan,
88
tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan sektor pertanian (jasa pertanian). Tenaga kerja bukan pertanian adalah tenaga kerja yang bergerak diluar sektor pertanian. Kelompok ini mencakup seluruh tenaga kerja yang bergerak disemua sektor non pertanian atau tidak berhubungan dengan sektor pertanian (jasa non pertanian). (b) Modal Faktor produksi modal dikelompokkan menjadi modal usaha yang tidak berbadan hukum dan modal usaha yang berbadan hukum. Modal usaha tidak berbadan hukum adalah modal usaha yang diinvestasikan pada usaha-usaha yang tidak berbadan hukum. Pada umumnya usaha-usaha yang tidak berbadan hukum merupakan usaha rumah tangga skala kecil yang dimiliki oleh perorangan. Modal usaha berbadan hukum adalah modal usaha yang diinvestasikan pada usaha-usaha yang berbadan hukum. Pada umumnya usaha-usaha yang berbadan hukum merupakan usaha skala menengah dan besar yang pengelolaannya sudah menuntut profesionalisme. Modal usaha berbadan hukum dapat berupa modal swasta dalam negeri, pemerintah dan modal asing. Neraca Institusi Neraca institusi diklasifikasikan menjadi tiga jenis institusi yaitu: rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. (a) Rumah Tangga Rumah tangga yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah rumah tangga yang berdomisili di Kabupaten Indragiri Hilir. Pengertian rumah tangga dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir merupakan konsep rumah tangga yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, yaitu sekelompok orang yang tinggal dalam satu atau makan dari satu dapur. Rumah tangga dalam konsep ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu rumah tangga pertanian dan rumah tangga bukan pertanian. Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang aktivitas ekonomi anggota rumah tangganya bergerak disektor pertanian, termasuk didalamnya 89
subsektor perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan sektor pertanian (jasa pertanian). Rumah tangga pertanian selanjutnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu rumah tangga buruh tani, rumah tangga pengusaha pertanian dengan luas lahan 0.00–1.00 ha dan rumah tangga pengusaha pertanian dengan luas lahan di atas 1.00 ha. Rumah tangga bukan pertanian adalah rumah tangga yang aktivitas ekonomi anggota rumah tangganya bergerak diluar sektor pertanian atau tidak berhubungan dengan sektor pertanian (jasa non pertanian). Rumah tangga bukan pertanian selanjutnya dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu rumah tangga desa golongan bawah, rumah tangga desa golongan atas, rumah tangga kota golongan bawah dan rumah tangga kota golongan atas. Rumah tangga desa golongan bawah adalah rumah tangga yang pendapatannya terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di desa. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai pedagang keliling, warteg, tenaga tata-usaha golongan rendah, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor jasa perorangan, pekerja kasar atau yang sejenis. Rumah tangga desa golongan atas adalah rumah tangga yang pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di desa. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai manajer, profesional, militer, dosen/guru besar, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas, atau yang sejenis. Rumah tangga kota golongan bawah adalah rumah tangga yang pendapatannya terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di kota. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai pedagang keliling, warteg, tenaga tata-usaha golongan rendah, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor jasa perorangan, pekerja kasar atau yang sejenis. 90
Rumah tangga kota golongan atas adalah rumah tangga yang pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di kota. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai manajer, profesional, militer, dosen/guru besar, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas, atau yang sejenis. Anggota rumah tangga adalah mereka yang bertempat-tinggal dan menjadi tanggungan rumah tangga bersangkutan. Anggota rumah tangga yang telah berdomisili di wilayah lain lebih dari enam bulan dianggap bukan lagi menjadi anggota rumah tangga tersebut. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan, baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus dan lain-lain), balas jasa kapital (bunga, deviden, bagi hasil, dan lain-lain) dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). (b) Perusahaan Perusahaan yang dimaksud dalam kegiatan SNSE Kabupaten Indragiri Hilir 2005 adalah perusahaan swasta yang menjalankan operasi bisnis atau kegiatan ekonominya di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Perusahan tersebut dapat bergerak di bidang pertanian dan bukan pertanian. (c) Pemerintah Pemerintah yang dimaksud dalam kegiatan SNSE Kabupaten Indragiri Hilir adalah Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. Neraca Sektor Produksi Klasifikasi sektor produksi dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir 2005 merupakan replikasi klasifikasi lapangan usaha yang terdapat pada tabel Input-Output Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005. Seperti yang terdapat pada Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir, neraca sektor produksi terdiri atas: (1) permintaan antara; dan (2) permintaan akhir. Neraca permintaan antara terdiri dari 91
atas (1) permintaan antara atas PDRB yang sama; (2) permintaan antara atas PDRB yang berbeda. Sedangkan neraca permintaan akhir terdiri atas: (1) Neraca permintaan institusi; (2) marjin perdagangan; (3) subsidi; (4) neraca kapital swasta; dan (5) neraca ekspor. Proposi permintaan akhir institusi total diambil dari Tabel I-O dan permintaan akhir rumah tangga menurut jenis/golongan yang dibagi berdasarkan data Susenas. Sedangkan permintaan akhir pemerintah dibagi berdasarkan data anggaran pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah. Data neraca kapital swasta dan ekspor diambil dari Tabel I-O, sedangkan marjin perdagangan dan subsidi diperoleh dari perhitungan. Neraca Eksogen Klasifikasi neraca eksogen dalam kegiatan SNSE Kabupaten Indragiri Hilir meliputi neraca kapital, pajak tidak langsung dan neraca luar negeri (the rest of the world). Hasil SNSE Kabupaten INHIL Tahun 2005 Hasil SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 diperlihatkan pada matriks SNSE ukuran 9 x 9 (seperti pada Tabel 7) sebagai hasil agregasi dari matrik 56 x 56. Pada tabel 7 terlihat bahwa total nilai output yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi sebesar Rp. 7 878 566.66 juta yang terdiri dari output domestik sebesar Rp. 7 143 499.73 juta dan nilai impor sebesar Rp. 735 066.93 juta. Dari total output domestik tersebut nilai tambah yang dihasilkan di daerah ini berjumlah sekitar Rp. 4 654 045.18 juta, atau sekitar 65.15 persen dari total output domestik. Nilai tambah ini dapat dihitung dari dua sisi yakni dari sisi supply yang merupakan penjumlahan balas jasa faktor produksi tenaga kerja sebesar Rp. 1 508 750.79 juta, modal (termasuk penyusutan) sebesar Rp. 2 919 574.96 juta, dan pajak tak langsung sebesar Rp. 225 719.43. Perhitungan nilai tambah juga dapat dihitung dari sisi permintaan yang merupakan akumulasi dari pemintaan konsusmsi rumah tangga sebesar Rp 2 562 928.77 juta, permintaan konsumsi pemerintah sebesar Rp. 513 096.65 juta, Investasi sebesar Rp. 284 392.95 juta, Ekspor sebesar Rp. Rp. 2 028 693.74 juta dikurang impor yang jumlahnya sebesar Rp. 735 066.93 juta. 92
Besarnya nilai tambah faktor produksi tenaga kerja yang keluar wilayah berjumlah sebesar Rp 182 097.77 juta. Sedangkan besarnya pendapatan modal adalah yang keluar wilayah adalah Rp. 374 328.83 juta. Sebaliknya terdapat balas jasa faktor produksi tenaga kerja yang berasal dari luar wilayah yang memberi tambahan tenaga kerja rumah tangga dalam wilayah yang jumlahnya sebesar Rp 8 730.65 juta dan pendapatan modal yang berasal dari luar jumlahnya sekitar Rp. 8 452.87 juta. Pendapatan dari seluruh rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir diperkirakan sebesar Rp. 3 053 622.27 juta selama tahun 2005, yang bersumber dari pendapatan tenaga kerja sebesar Rp. 1 335 383.66 juta, dari pendapatan modal sebesar Rp. 1 604 266.42 juta dan sisanya berasal dari transfer berbagai institusi sebesar Rp. 113 972.19 juta. Rata-rata pendapatan pada kelompok rumah tangga pendapatan tinggi diperkotaan mencapai Rp. 79.19 juta per rumah tangga per tahun, sedangkan pendapatan rumah tangga paling kecil pada kelompok rumah tangga pendapatan rendah di pedesaan dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp. 6.42 juta per rumah tangga per tahun. Selanjutnya total pendapatan institusi perusahaan diperkirakan sebesar Rp. 758 967.63 juta. Sedangkan penerimaan pemerintah diperkirakan sebesar Rp. 950 926.92 juta. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
93
Tabel 7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 (9 x 9) (Rp Juta) I. Faktor Produksi
I. Faktor Produksi
II. Institusi
II. Institusi
Tenaga Kerja
Modal
Rumah tangga
1
2
3
III.
Perusahaan
Pemerintah
4
5
IV.
V.
VII.
Sektor Produksi
Neraca Kapital
Pajak Tak Langsung minus subsidi
The Rest of The world
7
8
Tenaga Kerja
1
6 1 508 750.79
Modal
2
2 919 574.96
Rumah tangga
3
Perusahaan
4
Pemerintah
5
1 335 383.66
0.00
9 8 730.65
1 517 481.43
8 452.87
2 928 027.82
1 604 266.42
38 281.75
33 002.73
42 687.70
0.00
3 053 622.27
695 182.12
0.00
63 785.52
0.00
0.00
758 967.63
254 250.46
7 016.03
15 616.33
448 324.66
0.00
950 926.92
2 028 693.74
7 878 566.66
III. Sektor Produksi
6
2 562 928.77
IV. Neraca Kapital
7
445 395.71
V. Pajak Tak Langsung minus subsidi
8
VII. The Rest of The World
9
Jumlah
Jumlah
513 096.65
646 563.05
225 719.43 2 489 454.56
284 392.95
-53 182.09
1 038 776.67
225 719.43
225 719.43
182 097.77
374,328.83
0.00
0.00
0.00
735 066.93
754 383.72
1 517 481.43
2 928 027.82
3 053 622.27
758 967.63
950 926.92
7 878 566.66
1 038 776.67
2 045 877.26 225 719.43
2 045 877.26
94
Tabel 8. Arti Kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 (9 x 9) I. Faktor Produksi
I. Faktor Produksi
Tenaga Kerja Modal Rumah tangga
Perusahaan
II. Institusi
Pemerintah
II. Institusi
Tenaga Kerja
Modal
Rumah tangga
Perusahaan
Pemerintah
1
2
3
4
5
Transfer perusahaan ke rumah tangga
Transfer pemerintah ke rumah tangga
Transfer antar perusahaan
Transfer pemerintah ke perusahaan
Pajak langsung dari perusahaan
Transfer antar pemerintah
1 2 3
Alokasi pendapatan faktor produksi tenaga kerja ke rumah tangga
Alokasi pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke rumah tangga
4
Alokasi pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke perusahaan
5
Alokasi pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke pemerintah
Transfer antar rumah tangga
Pajak langsung dari rumah tangga
III. Sektor Produksi
6
Pengeluaran rumah tangga
IV. Neraca Kapital
7
Tabungan rumah tangga
Tabungan perusahaan
Tabungan pemerintah
V. Pajak Tak Langsung minus subsidi
8
VII. The Rest of The World
9
Jumlah
Pendapatan faktor produksi tenaga kerja ke luar negeri
Pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke luar negeri
Transfer dari rumah tangga ke luar negeri
Transfer dari perusahaan ke luar negeri
Transfer dari pemerintah ke luar negeri
Pengeluaran faktor produksi tenaga kerja
Pengeluaran faktor produksi bukan tenaga kerja
Jumlah pengeluaran rumah tangga
Jumlah pengeluaran perusahaan
Jumlah pengeluaran pemerintah
95
Lanjutan Tabel 8 III. Sektor Produksi
I. Faktor Produksi
II. Institusi
6 Alokasi nilai tambah ke faktor produksi tenaga kerja Alokasi nilai tambah ke faktor produksi bukan tenaga kerja
IV.
V.
VII.
Neraca Kapital
Pajak Tak Langsung minus subsidi
The Rest of The world
7
8
1
Modal
2
Rumah tangga
3
Transfer dari luar negeri ke rumah tangga
Perusahaan
4
Transfer dari luar negeri ke perusahaan
Pemerintah
5
Penerimaan pemerintah dari pajak tak langsung
III. Sektor Produksi
6
IV. Neraca Kapital
7
V. Pajak Tak Langsung minus subsidi
8
Pajak tak langsung minus subsidi
VII. The Rest of The World
9
Jumlah impor
Piutang luar negeri
Jumlah input bruto atas dasar harga produsen
Pengeluaran akumulasi bruto
Jumlah
9 Pendapatan faktor produksi tenaga kerja dari luar negeri Pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja dari luar negeri
Tenaga Kerja
Input antara
Investasi barang modal domestic
Transfer dari luar negeri ke pemerintah
Jumlah
Penerimaan faktor produksi tenaga kerja Penerimaan faktor produksi bukan tenaga kerja Penerimaan rumah tangga Penerimaan perusahaan Penerimaan pemerintah
Ekspor barang dan jasa
Penerimaan produksi atas dasar harga produsen
Hutang luar negeri
Pembelanjaan akumulasi bruto Jumlah pajak tak langsung
Jumlah pajak tak langsung
Jumlah pengeluaran transaksi berjalan dan modal
96
Kinerja Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Indikator-indikator kinerja ekonomi yang diturunkan dari kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 diantaranya adalah struktur dan pertumbuhan PDRB dan nilai tambah faktor produksi . Struktur dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dari segi struktur perekonomian, Kabupaten Indragiri Hilir dicirikan oleh tiga sektor utama sebagai motor penggerak (engine power) roda perekonomian yakni masing-masing sektor pertanian, sektor industri dan sektor pedagangan. Dari ke tiga sektor tersebut, tercatat hingga tahun 2005, sektor pertanian memberi kontribusi sekitar 49.57 persen, kemudian disusul oleh sektor industri 16.56 persen dan sektor perdagangan dengan kontribusi sekitar 15.01 persen. Dari total nilai tambah pertanian, subsektor perkebunan memberi kontribusi sekitar 44.43 persen, sub sektor kehutanan berkontribusi sebesar 23.60 persen, sedangkan tanaman pangan hanya memberi kontribusi sekitar 14.68 persen. Selanjutnya dari total nilai tambah sektor industri tercatat subsektor industri kelapa memberi kontribusi sekitar 95.14 persen, kemudian subsektor industri kayu memberi kontribusi sekitar 4.78 persen. Struktur PDRB Kabupaten INHIL 2005 Pertambangan dan Penggalian 0.63%
Pertanian 49.57%
Industri 16.56% Listrik, Gas dan Air Minum 0.09%
Jasa-Jasa 9.52% Keuangan & Jasa Perusahaan 1.61%
Gambar 8.
Angkutan & Komunikasi 2.98%
Bangunan 4.03% Perdagangan, Restoran & Hotel 15.01%
Struktur PDRB Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Klasifikasi 9 Sektor, Tahun 2005
Selanjutnya, dengan mengkonversi struktur PDRB Kabupaten Indragiri Hilir, menurut harga berlaku selama tiga tahun terakhir, tampak bahwa secara 97
total PDRB harga berlaku daerah ini mengalami pertumbuhan sebesar 19.11 persen per tahun. Meskipun indikator pertumbuhan PDRB harga berlaku, tidak dapat mencerminkan secara langsung tentang peningkatan kapasitas produksi di masing-masing sektor, karena bisa jadi pertumbuhan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga dan bukan dari peningkatan produksi. Akan tetapi tentunya indikator tetap menjadi penting untuk melihat sektor-sektor mana yang memiliki peningkatan daya saing. Berdasarkan indikator pertumbuhan PDRB harga berlaku ini, tampak bahwa sektor industri, mengalami pertumbuhan paling besar yakni mencapai 65.54 persen. Pertumbuhan sektor industri ini, terutama bersumber dari pertumbuhan sub-sektor industri kelapa, karena berdasarkan dari hasil I-O 2005, sub sektor industri kelapa ini memberi kontribusi sekitar 95.14 persen terhadap nilai tambah total sektor industri. Tabel 9.
Pertumbuhan PDRB Harga Berlaku Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Tahun 2003-2005
No 1
Sektor
Perkembangan Nilai Tambah Bruto (Harga Berlaku) 2003 2004 2005
Pertumbuhan (%)
Pertanian
1 667 520.32
1 897 944.37
2 307 155.69
a. Tanaman Pangan
380 024.41
415 793.63
338 720.67
-4.56
b. Perkebunan
722 195.15
829 992.24
1 025 178.48
19.22
c. Peternakan
36 937.21
41 732.44
69 752.23
40.06
17.69
d. Kehutanan
384 231.77
441 551.25
544 597.76
19.13
e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian
144 131.78
168 874.81
328 906.55
55.97
38 183.17
44 327.24
29 257.62
-8.95
3
Industri
317 077.64
348 275.52
770 523.33
65.54
4
Listrik, Gas dan Air Minum
5 412.59
6 321.21
4 296.24
-7.62
2
5
Konstruksi dan Bangunan
136,593.14
153 487.23
187 433.16
17.24
6
Perdagangan
491 608.67
563 555.23
679 833.53
17.63
7
Restoran dan Hotel
8
Angkutan
23,994.23
26 712.23
18 552.86
-9.61
104 285.96
117 262.12
133 454.80
13.13
a. Angkutan jalan raya
37 887.89
41 780.23
58 242.72
24.84
b. Angkutan Laut
61 696.67
69 651.25
64 664.52
2.87
c. Penunjang angkutan
4 701.40
5 830.63
10 547.56
52.46
6 142.87
7 029.52
5 346.21
-4.76
10
Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan
148 307.97
249 707.04
75 088.98
-0.78
11
Jasa-Jasa
349 292.71
308 995.30
443 102.74
15.93
a. Pemerintahan Umum
288 856.35
255 531.40
342 138.48
11.18
9
b. Jasa Lainnya
60 436.36
53 463.90
100 964.26
38.65
Jumlah
3 288 419.28
3 723 617.02
4 654 045.18
19.11
Sumber : BPS Inhil Tahun 2006, diolah
98
Dari Tabel 9 diatas dapat juga dilihat bahwa selain sektor industri yang mengalami pertumbuhan tinggi, sub sektor perikanan, penunjang angkutan dan peternakan juga mengalami pertumbuhan tinggi. Selanjutnya sektor yang mengalami kemerosotan adalah sub sektor tanaman pangan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air minum, restoran dan hotel, komunikasi serta sektor keuangan dan jasa perusahaan. Nilai Tambah Faktor Produksi Dari kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, juga diperlihatkan nilai tambah faktor produksi yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, pendapatan kapital (masih termasuk penyusutan), surplus usaha dan pajak tak langsung netto. Hasil nilai tambah faktor produksi dari kerangka SNSE adalah imbalan jasa faktor produksi tenaga kerja berjumlah Rp. 1 508 750.79 juta atau sekitar 32.42 persen dari total nilai semua faktor produksi. Dari total nilai tambah faktor produksi tenaga kerja ini, tercatat subsektor perkebunan yang memberi kontribusi paling tinggi yakni sekitar 24.45 persen, disusul sub sektor pemerintahan umum. Selanjutnya untuk komponen surplus usaha, tercatat nilai tambah ini berkontribusi sekitar Rp. 2 639 842.57 juta atau sekitar 56.72 persen. Sektor yang menghasilkan surplus usaha paling besar adalah sektor industri yakni sekitar 16.79 persen dari total nilai tambah surplus usaha, kemudian disusul oleh sektor perdagangan dengan kontribusi sebesar 16.24 persen. Sedangkan untuk nilai tambah yang bersumber dari modal dan pajak tak langsung masing-masing adalah Rp. 279 732.39 juta dan Rp. 225 719.43 juta atau masing-masing berkontribusi sekitar 6.01 persen dan 4.85 persen terhadap total nilai tambah. Untuk nilai tambah faktor produksi modal tercatat sektor industri memberi kontribusi paling tinggi yakni sekitar 19.47 persen, kemudian disusul sektor perdagangan dengan kontribusi sekitar 18.89 persen. Dalam kerangka SNSE ini tercatat pula sektor industri memberi kontribusi terbesar dalam menciptakan pajak tak langsung yakni sekitar 36.36 persen, kemudian disusul oleh sub sektor perkebunan dengan kontribusi sekitar 24.95 persen.
99
Tabel 10.
Nilai Tambah Faktor Produksi Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 Struktur Nilai Tambah (Rp. Juta)
No. 1
2 3
4 5 6 7 8
9 10 11
Nilai Tambah Bruto 2 307 155.69 338 720.67 1 025 178.48 69 752.23 544 597.76 328 906.55
Pertanian a. Tanaman Pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri a. Industri kelapa b. Industri kayu c.Industri makanan, pakaian, alat pertanian dan lainnya Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi dan Bangunan Perdagangan Restoran dan Hotel Angkutan a. Angkutan jalan raya b. Angkutan Laut c. Penunjang angkut Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa
610 204.57 72 306.63 368 928.52 12 648.81 95 589.16 60 731.45
1 505 553.53 244 763.50 577 260.61 55 707.59 373 599.68 254 222.16
98 057.55 21 585.79 22 663.03 1 376.55 38 491.52 13 940.65
Pajak Tak Langsung Netto 93 340.04 64.76 56 326.32 19.28 36 917.40 12.29
9 759.66
15 150.65
2 406.30
1 941.02
29 257.62
190 631.09 179 454.04 11 007.64 169.40
443 345.19 422 457.53 20 570.69 316.98
54 477.38 50 233.91 4 195.60 47.87
82 069.67 80 964.64 1 046.46 58.56
770 523.33 733 110.13 36 820.40 592.81
1 389.87
847.58
1 934.52
124.27
4 296.24
103 193.10
59 368.61
15 823.65
9 047.80
187 433.16
169 436.00 7 250.45 33 523.52 13 726.97 17 198.13 2 598.42
428 609.15 8 556.63 74 844.23 34 178.44 34 176.36 6 489.43
52 833.46 1 201.20 21 768.40 9 437.73 10 978.81 1 351.86
28 954.93 1 544.59 3 318.65 899.58 2 311.22 107.84
679 833.53 18 552.86 133 454.80 58 242.72 64 664.52 10 547.56
2 077.47 16 759.31
975.67 50 330.72
2 184.39 5 052.28
108.67 2 946.68
5 346.21 75 088.98
364 525.76
52 260.60
23 993.27
2 323.12
443 102.74
a. Pemerintahan Umum b. Jasa Lainnya
325 630.34 38 895.42
0.00 52 260.60
16 508.14 7 485.13
0.00 2 323.12
342 138.48 100 964.26
1 508 750.79
2 639 842.57
279 732.39
225 719.43
4 654 045.18
Sektor
Jumlah
Upah dan Gaji
Surplus Usaha
Penyusutan
Sumber : SNSE Indragiri Hilir Tahun 2005, diolah
Berdasarkan gambaran imbalan jasa masing-masing faktor produksi pada setiap sektor produksi di Kabupaten Indragiri Hilir, seperti yang telah dijelaskan, maka diperoleh gambaran bahwa sektor pertanian, khususnya sub-sektor perkebunan merupakan sub-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan memberi imbalan upah dan gaji yang paling besar terhadap total tenaga kerja di daerah ini. Selanjutnya sektor industri dan perdagang merupakan sektor yang paling besar menggunakan modal. Kedua sektor ini juga merupakan sektor yang menghasilkan surplus usaha paling besar. Selanjutnya sektor industri dan
100
subsektor perkebunan merupakan sektor penghasil pajak tak langsung paling besar. Kinerja Sosial Kabupaten Indragiri Hilir Berbagai kinerja sosial yang dapat digambarkan dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, diantaranya adalah distribusi pendapatan tenaga kerja, pendapatan kapital, penerimaan transfer berdasarkan kelompok rumah tangga, distribusi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) dan pendapatan per kapita, pola pengeluaran menurut kelompok rumah tangga, distribusi upah dan gaji menurut sektor usaha dan beberapa indikator kinerja sosial lainnya. Berbagai indikator kinerja sosial tersebut akan diuraikan lebih terperinci, namun pada bagian awal digambarkan klasifikasi rumah tangga yang digunakan dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 sebagai berikut. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2005, dihuni oleh sekitar 624 450 jiwa penduduk, yang tersebar pada 17 kecamatan dengan 192 desa. Tercatat Kecamatan Tembilahan yang merupakan ibukota kabupaten memiliki jumlah penduduk paling besar yakni sebanyak 60 819 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 13 026 rumah tangga. Sedangkan wilayah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Kemuning dengan jumlah penduduk hanya sekitar 14 191 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3 298 rumah tangga.
101
Tabel 11,
Perkembangan Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Desa/Kelurahan Perkecamatan Pada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005
No Kecamatan
Jumlah Rumah Tangga
Penduduk
Desa/Kelurahan
1
Keritang
12 157
56 196
13
2
Kemuning
3 298
14 191
11
3
Reteh
12 471
57 322
16
4
Enok
7 555
34 676
12
5
Tanah Merah
7 281
33 221
10
6
Kuala Indragiri
7 055
32 829
14
7
Tembilahan
13 026
60 819
6
8
Tembilahan Hulu
7 220
34 322
4
9
Tempuling
12 126
53 117
15
10
Batang Tuaka
4 999
23 374
11
11
4 659
23 271
8
12
Gaung Anak Serka Gaung
8 279
40 290
11
13
Mandah
9 171
44 445
12
14
Kateman
9 521
43 952
8
15
Pelangiran
6 756
29 560
13
16
Teluk Belengkong
3 678
14 048
13
17
Pulau Burung
7 133
28 817
15
624 450
192
Kab. Indragiri Hilir 136 385 Sumber : Indragiri Dalam Angka, 2005
Total jumlah rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 berjumlah sebanyak 136 386 rumah tangga. Dari jumlah tersebut tercatat sebanyak 46 235 rumah tangga atau sekitar 33.90 persen yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin (Balitbang Provinsi Riau, 2006). Secara absolut jumlah rumah tangga miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Tempuling dan Kecamatan Gaung, akan tetapi secara relatif, konsentrasi rumah tangga miskin paling besar di Kecamatan Kemuning dan Kecamatan Batang Tuaka.
102
Distribusi Upah dan Gaji Menurut Sektor dan Produktivitas Tenaga kerja Sektoral Berdasarkan kerangka analisis SNSE Kabupaten Indragilir Hilir Tahun 2005, maka distribusi upah dan gaji tenaga kerja menurut sektor usaha menunjukkan bahwa distribusi upah dan gaji paling besar di sektor pertanian, kemudian diikuti sektor jasa-jasa dan sektor industri. Total upah dan gaji yang merupakan imbalan tenaga kerja pertanian mencapai Rp. 610 205 juta atau sekitar 40.44 persen dari total upah dan gaji. Meskipun alokasi upah dan gaji paling besar masuk ke sektor ini, akan tetapi tercatat sektor ini pula yang memiliki produktivitas tenaga kerja paling rendah yakni hanya Rp. 3.32 juta per tenaga kerja, bisa jadi rendahnya produktivtas tenaga kerja sektor pertanian terkait dengan rendahnya nilai tukar hasil pertanian dan banyaknya tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di sektor ini yakni mencapai 74.39 persen. Selanjutnya distribusi upah dan gaji paling kecil ke sektor listrik, gas dan air minum, hal ini terkait rendahnya tenaga kerja yang bekerja di sektor ini. Tabel 12.
Distribusi Upah dan Gaji Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005
No.
Sektor
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri
4
Listrik, Gas dan Air Minum
5
Konstruksi dan Bangunan
6
Perdagangan, Hotel & Restoran
7
Angkutan & Komunikasi
8
Keuangan dan Jasa Perusahaan
9
Jasa-Jasa Jumlah
Jumlah TK (Orang)
Upah & Gaji (Rp. Juta)
Produktivitas TK (Rp. Juta/Org)
183 650
610 205
3.32
455
9 760
21.45
8 425
190,631
22.63
230
1 390
6.04
2 090
103 193
49.37
27 340
176 686
6.46
9 260
35 601
3.84
240
16 759
69.83
15 182
364 526
24.01
246 872
1 508 751
6.11
Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Selanjutnya pada Tabel 12 diatas terlihat pula bahwa, tingkat produktivitas tenaga kerja paling besar di sektor keuangan dan jasa perusahaan, kemudian disusul sektor konstruksi bangunan dan sektor jasa-jasa. Sektor yang memiliki
103
jumlah tenaga kerja yang cukup besar dengan produktivitas tenaga kerja yang relatif tinggi pula adalah sektor jasa-jasa dan sektor industri. Distribusi Pendapatan TK Menurut Rumah Tangga Kerangka analisis SNSE Inhil Tahun 2005 juga menunjukkan distribusi pendapatan tenaga kerja menurut klasifikasi rumah tangga yang terbagi dalam tujuh kategori. Berdasarkan data susenas yang introduksi dalam kerangka SNSE Inhil 2005, dimana proporsi tenaga kerja berdasarkan klasifikasi rumah tangga tersebut, terbesar pada kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan diatas 1 Ha, sedangkan proporsi tenaga kerja paling sedikit dari rumah tangga kota golongan rendah. Berdasarkan tabel analisis yang diperoleh dari kerangka SNSE, maka distribusi pendapatan tenaga kerja paling besar di kelompok rumah tangga golongan atas di perkotaan dengan proporsi mencapai 26.36 persen dari total pendapatan tenaga kerja, kemudian disusul kelompok rumah tangga non pertanian golongan atas di perdesaan dengan proporsi mencapai 24.84 persen dari total pendapatan tenaga kerja. Tabel 13
No. 1 2 3 4 5 6 7
Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Sektor
Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas
Jumlah Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Jumlah TK (Org)
Pendapatan TK (Rp. Juta)
Pendapatan Ekuivalen TK (Rp.Juta/TK) 3.11 3.20
25 934 45 478
136 888.05 145 337.93
81 221
281 099.34
3.46
24 005
25 091.90
4.26
40 178 9 247
331 753.47 63 154.37
8.26 6.83
20 808
352 058.60
16.92
246 872
1 335 384.00
5.41
Selanjutnya, pada Tabel 13 diatas terlihat pula pendapatan ekuivalen tenaga kerja menurut klasifikasi rumah tangga, terlihat bahwa tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga golongan atas di perkotaan memiliki pendapatan ekuivalen tenaga kerja paling tinggi yakni mencapai Rp. 16.92 juta per tenaga kerja,
104
kemudian disusul tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga golongan atas di perdesaan. Sedangkan pendapatan ekuivalen tenaga kerja paling rendah adalah tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga buruh tani dan rumah tangga pertanian yang memiliki lahan kurang dari satu hektar. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (disposible income) Disposible Income rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga setelah dikurang pajak. Disposible income ini berasal dari berbagai sumber seperti, dari pendapatan tenaga kerja, pendapatan modal, dan transfer dari berbagai institusi. Pendapatan ini merupakan penerimaan rumah tangga yang bisa dibelanjakan. Kerangka SNSE Kabupaten Indragilir Hilir tahun 2005 menggambarkan bahwa secara total sumber pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) rumah tangga paling besar berasal dari imbalan jasa faktor produksi modal dengan proporsi mencapai 52.54 persen. Proporsi imbalan jasa modal ini paling besar pada kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi di perkotaan dan rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar. Sedangkan sumber dari transfer berbagai institusi berkontribusi paling kecil terhadap total pendapatan rumah tangga yakni secara total rumah tangga hanya sekitar 3.73 persen, dimana transfer institusi ini paling besar pada kelompok rumah tangga buruh tani dan rumah tangga yang memiliki lahan kurang dari satu hektar. Tabel 14.
No.
1 2
Distribusi Pendapatan Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Sektor
Jumlah RT (Unit) 24 317
Buruh Tani Petani memiliki lahan 25 106 0.00-1.00 Ha 3 Petani memiliki lahan 44 838 > 1.00 Ha 4 Rumah Tangga Desa 3 252 Golongan Bawah 5 Rumah Tangga Desa 22 180 Golongan Atas 6 Rumah Tangga Kota 5 105 Golongan Bawah 7 Rumah Tangga Kota 11 487 Golongan Atas 136 285 Jumlah Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Sumber Pendapatan (Rp. Juta) Total Pendapatan RT Pendapatan Pendapatan Transfer (Rp. Juta) TK Modal institusi 136 888.05 168 993.19 41 351.50 347 232.74 145 337.93
208 293.93
30 358.93
383 990.79
281 099.34
605 231.41
10 794.43
897 125.18
25 091.90
13 678.45
16 708.39
55 478.74
331 753.47
279 923.34
1 965.79
613 642.59
63 154.37
31 199.31
11 502.29
105 855.97
352 058.60
296 946.79
1 290.86
650 296.26
1 335 383.66
1 604 266.42 113 972.19
3 053 622.27
105
Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa kelompok rumah tangga yang memperoleh proporsi pendapatan paling besar adalah kelompok rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar dengan total pendapatan sebesar Rp. 897 125.18 juta, kemudian kelompok rumah tangga non pertanian golongan atas di perkotaan yang jumlahnya mencapai Rp. 650 296.26 juta. Sedangkan yang terkecil adalah kelompok rumah tanggga non pertanian golongan bawah di pedesaan yang besarnya hanya sekitar Rp. 55 478.74 juta. Tingginya total pendapatan pada kelompok rumah tangga golongan atas di perkotaan terkait dengan produktivitas faktor produksinya yang tinggi sehingga menghasilkan pendapatan rata-rata per rumah tangga yang tinggi yakni mencapai Rp. 56.61 juta per rumah tangga per tahun. Selanjutnya akumulasi pendapatan yang tinggi pada kelompok rumah tangga pertanian dengan lahan diatas satu hektar terkait dengan banyaknya rumah tangga yang tergolong kategori rumah tangga ini, yakni mencapai sekitar 32.90 dari total rumah tangga dan yang terkecil adalah kelompok rumah tangga non pertanian golongan bawah di perdesaan yang jumlahnya sekitar 2.39 persen dari total rumah tangga. Transfer Antar Institusi Kerangka analisis SNSE Indragiri Hilir tahun 2005 juga memperlihatkan transfer antar institusi. Transfer antar institusi ini terdiri dari transfer antar rumah tangga, transfer perusahaan dan pemerintah ke rumah tangga, serta transfer rumah tangga dan perusahaan ke pemerintah. Hasil analisis pada kerangka SNSE menunjukkan
bahwa
rumah
tangga
memperoleh
total
transfer
sebesar
Rp. 113 972.19 juta. Rumah tangga yang paling besar memperoleh transfer adalah kelompok rumah tangga buruh tani, kemudian rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar. Transfer pemerintah ke rumah tangga paling besar juga pada kedua kelompok rumah tangga tersebut.
106
Tabel 15. Sumber Transfer Institusi di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No
Jumlah RT
Sektor
Sumber Transfer (Rp. Juta) RT
A
Transfer Ke Rumah Tangga
1
Buruh Tani
2
Petani memiliki lahan 0,00 – 1,00 Ha Petani memiliki lahan > 1,00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Jumlah Transfer ke Perusahaan Transfer ke Pemerintah
3 4 5 6 7
B C
Perusahaan
Pemerintah
Total Transfer RT
14 317
11 797.56
9 926.50
19 627.45
41 351.50
25 106
7 851.77
7 525.67
14 981.50
30 358.93
44 838
4 657.07
5 536.83
600.52
10 794.43
13 252
7 148.47
6 935.07
2 624.85
16 708.39
22 180
1 294.71
289.30
381.78
1 965.79
5 105
4 788.18
2 593.61
4 120.50
11 502.29
11 487 136 285
743.99 38 282 0.00 7 016.03
195.76 33 003 63 785.52 15 616.33
351.11 42 688 0.00 448 324.66
1 290.86 113 972.19 63 785.52 470 957.03
Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Pada tabel diatas terlihat pula bahwa transfer yang diterima pemerintah yang besarnya berjumlah Rp. 470 957.03 juta. Transfer ini bersumber dari pajak langsung yang dibayarkan rumah tangga sebesar Rp. 7 016.03 juta dan pajak langsung yang dibayarkan perusahaan sebesar Rp. 15 616.33 juta, sedangkan transfer antar pemerintah berjumlah sebesar Rp. 448 324.66 juta, nilai ini tidak lain adalah transfer pemerintah pusat atau propinsi ke daerah dalam bentuk dana perimbangan. Dari ketiga sumber transfer pemerintah ini jika ditambahkan dengan pendapatan pemerintah dari pendapatan lain-lain yang pada tahun 2005 mencapai Rp. 8 218.49 juta, maka secara total diperoleh nilai yang jumlahnya sama dengan nilai pendapatan dalam APBD tahun 2005 yakni sebesar Rp. 479 175.52 juta Neraca Daerah Terintegrasi Kerangka analisis SNSE selain dapat menunjukkan kinerja ekonomi dan kinerja sosial seperti yang telah digambarkan, analisis dapat juga dilakukan dengan mengubah bentuk matriksnya menjadi beberapa neraca umum yang terintegrasi. Neraca pokok yang dapat ditampilkan dalam kerangka analisis SNSE terdiri dari : a. Neraca produksi b. Neraca pendapatan dan pengeluaran institusi 107
c. Neraca kapital d. Neraca luar negeri (luar daerah) Dalam pembahasan neraca terintegrasi pengeluaran dan pendapatan di masing-masing neraca disajikan pada sisi kiri dan kanan neraca. Gambaran mengenai masing-masing neraca terintegrasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 dibahas satu persatu sebagai berikut. Neraca Produksi Neraca produksi yang diagregasi dari SNSE Inhil 2005 menggambarkan produksi (output) yang dihasilkan daerah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa secara total pendapatan dan pengeluaran di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar Rp. 7 143 499.73 juta. Komponen pengeluaran terdiri dari (1) pembelian input antara sebesar Rp. 2 489 454.56 juta, (2) upah dan gaji termasuk upah dan gaji yang ditransfer keluar wilayah yang jumlahnya sebesar Rp. 1 508 750.79 juta, (3) surplus dan penyusutan sebesar Rp. 2 919 574.96 juta dan komponen pajak tak langsung yang berjumlah sebesar Rp. 225 719.43 juta Tabel 16. Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. Pengeluaran 1 Pembelian input antara 2 Upah dan Gaji 3 4
Surplus Usaha, dsb Pajak Tidak Langsung (Netto) Total
Nilai No. Pendapatan 2 489 454.56 1 Penjualan input antara 1 508 750.79 2 Penjualan barang konsumsi 2 919 574.96 3 Penjualan barang modal 225 719.43 4 Ekspor
Nilai 2 489 454.56
5 Dikurangi impor Total
735 066.93 7 143 499.73
7 143 499.73
3 076 025.42 284 392.95 2 028 693.74
Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Selanjutnya dari sisi pendapatan, komponen neraca produksi terdiri dari (1) penjualan input antara sebesar Rp. 2 489 454.56 juta, (2) penjualan barang konsumsi, yang merupakan penjumlahan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah dengan nilai sebesar Rp. 3 076 025.42 juta, (3) penjualan barang modal sebesar Rp. 284 392.95 juta (4) ekspor dari berbagai sektor produksi yang
108
jumlahnya sebesar Rp. 2 028 693.74 juta dan (5) impor dengan nilai sebesar Rp. 735 066.93. Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Neraca pendapatan dan pengeluaran institusi menggambarkan besarnya pendapatan dan pengeluaran secara agregat dari seluruh institusi yang terdiri rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Komponen dari pengeluaran institusi terdiri dari (1) nilai konsumsi dari seluruh rumah tangga, (2) nilai konsumsi pemerintah, (3) jumlah tabungan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, dan (4) pendapatan faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi modal yang ditransfer keluar wilayah. Total nilai pengeluaran seluruh institusi di daerah ini adalah sebesar Rp. 4 671 228.69 juta. Untuk jelasnya, nilai masing-masing komponen dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Neraca Pendapatan dan pengeluaran Institusi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. 1
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Nilai 2 562 928.77
No. 1
Konsumsi Pemerintah 513 096.65 Tabungan 1 038 776.67 Pendapatan Faktor Produksi ke Luar Negeri 556 426.60 Total 4 671 228.69 Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
2 3 4
2 3 4
Pendapatan Nilai Upah dan Gaji 1 508 750.79 Pendapatan Kapital (termasuk penyusutan) 2 919 574.96 Pajak tidak langsung 225 719.43 Pendapatan Faktor Produksi dari LN 17 183.51 Total 4 671 228.69
Selanjutnya komponen pendapatan institusi terdiri dari (1) upah dan gaji, (2) pendapatan kapital (termasuk penyusutan), (3) pajak tidak langsung (4) pendapatan faktor produksi yang berasal dari luar wilayah baik faktor produksi tenaga kerja maupun pendapatan dari faktor produksi modal. Berdasarkan neraca ini, maka pendapatan institusi paling besar dari pendapatan modal yakni sebesar Rp. 2 919 574.96. Neraca Kapital Neraca kapital menggambarkan perbandingan besarnya investasi dan piutang sebagai sisi pengeluaran untuk dalam neraca kapital dengan tabungan dan pinjaman luar wilayah sebagai sisi pendapatan. Berdasarkan neraca kapital dari
109
SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, tergambar bahwa investasi di daerah ini berjumlah sebesar Rp. 284 392.95 juta dan piutang sebesar Rp. 718 975.17 juta, nilai piutang ini berasal dari selisih penerimaan dan pengeluaran transaksi berjalan dan transaksi modal luar negeri. Total pengeluaran neraca kapital sebesar Rp. 1 038 776.67 juta. Pembiayaan sisi pengeluaran dari neraca kapital ini tidak menggunakan dana pinjaman luar negeri, tetapi diperoleh dari tabungan institusi, terutama tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Total tabungan institusi diperkirakan sebesar Rp. 1 038 776.67 juta, yang komponen terbesarnya berasal dari tabungan perusahaan yakni sekitar Rp. 646 563.05 juta dan tabungan rumah tangga sebesar Rp. 445 395.71 juta. Dalam neraca kapital ini ditunjukkan bahwa tidak ada tabungan pemerintah, bahkan pemerintah mengalami defisit anggaran pada tahun 2005 sebesar Rp. 53 182.09 juta. Tabel 18. No. 1 2
Neraca Kapital Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005
Pengeluaran Investasi Piutang
Nilai 284 392.95 754 383.72
No. 1
2 Total 1 038 776.67 Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Pendapatan Tabungan a. Tabungan Masyarakat b. Tabungan Perusahaan c. Tabungan pemerintah Pinjaman luar negeri (Netto) Total
Nilai 1 038 776.67 445 395.71 646 563.05 -53 182.09 0.00 1 038 776.67
Pada neraca diatas, terlihat bahwa jumlah tabungan rumah tangga merupakan komponen kedua terbesar dari total tabungan institusi. Dari tabungan rumah tangga tersebut paling besar berasal dari rumah tangga kota non pertanian golongan atas dengan kontribusi sekitar 46.20 persen dari total tabungan rumah tangga, kemudian komponen terbesar berikutnya adalah berasal dari rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar dengan jumlah tabungan sekitar 24.82 persen dari total tabungan rumah tangga dan rumah tangga non pertanian golongan atas di desa dengan jumlah tabungan sekitar 23.57 persen dari total tabungan rumah tangga. Neraca Luar Negeri Neraca luar negeri dalam kerangka SNSE Inhil tahun 2005 menggambarkan besarnya transaksi ekonomi luar negeri dengan berbagai pelaku ekonomi dalam 110
wilayah Kabupaten Inhil tahun 2005. Berdasarkan arah dari arus uang, maka yang menjadi komponen pengeluaran neraca luar negeri ini adalah nilai ekspor, transfer dari luar, penerimaan faktor produksi dari luar, dan piutang. Sedangkan dari komponen pendapatan terdiri dari nilai impor, transfer ke luar, pembayaran faktor produksi ke luar, dan hutang. Tabel 19. Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. 1 2 3
Pengeluaran Nilai No. Pendapatan Ekspor 2 028 693.74 1 Impor Transfer dari luar 0.00 2 Transfer ke luar Penerimaan Faktor Produksi 3 Pembayaran faktor dari luar 17 183.51 produksi ke luar 4 Piutang 0.00 4 Hutang Total 2 045 877.26 Total Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah
Nilai 735 066.93 0.00
556 426.60 754 383.72 2 045 877.26
Tabel 19 neraca luar negeri menunjukkan bahwa, besarnya transaksi luar negeri dengan pelaku ekonomi dalam wilayah Kabupaten Inhil tahun 2005 diperkirakan berjumlah sebesar Rp. 2 045 877.26 juta. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa besarnya ekspor dari berbagai sektor di daerah ini berjumlah sebesar Rp. 2 028 693.74 juta sedangkan impornya berkisar Rp. 735 066.93 juta. Penerimaan faktor produksi dari luar sebesar Rp. 17 183.51 juta yang merupakan balas jasa tenaga kerja daerah yang bekerja di luar wilayah (seperti upah TKI), dan balas jasa yang diterima daerah dari adanya kegiatan investasi di luar wilayah. Sedangkan pembayaran faktor produksi ke luar berjumlah sekitar Rp. 556 426.60 juta yang merupakan pembayaran faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi modal ke luar wilayah.
111
PERAN SEKTOR KELAPA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
Pada bab ini dijelaskan hasil analisis peran sektor kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, yang meliputi : (i) gambaran umum perekonomian wilayah, (ii) keterkaitan sektor (sectoral linkage), dan (iii) dampak pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah. Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Secara umum aspek perekonomian wilayah yang dijelaskan pada bab ini terdiri dari produk domestik regional bruto, produk domestik regional bruto perkapita, tenaga kerja, dan struktur perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan atau memetakan secara umum kondisi perekonomian suatu wilayah. Gambaran tersebut sangat bermanfaat terutama untuk memberi landasan identifikasi peran suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Produk domestik regional bruto Kabupaten Indragiri Hilir yang akan digambarkan pada bab ini merupakan PDRB yang telah di agregasi dalam sembilan sektor perekonomian, yang terdiri dari (1) sektor pertanian, yang dirinci dalam subsektor perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan, (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) sektor listrik dan air bersih, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) sektor jasa-jasa lainnya. Untuk memberi gambaran perkembangan produk domestik regional bruto Kabupaten Indragiri Hilir atas dasar harga berlaku dan harga konstan 2000, pada Tabel 20 dan 21 di bawah ini dijelaskan perkembangan PDRB Kabupaten Indragiri Hilir periode tahun 2002-2006 sebagai berikut.
Tabel 20. Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 No
Lapangan Usaha
1.
Pertanian, Perkebunan, Peterna kan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
No
Lapangan Usaha
1.
Pertanian, Perkebunan, Peterna kan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa Total Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir, 2007.
Kontribusi (Milyar Rupiah) Tahun 2002
2003
2004
2005
2006
2 389.00
2 820.30
3 735.35
4 672.42
5 750.84
28.26 1 158.05 5.55 199.77 611.68 128.44
32.45 1 599.18 7.40 222.22 709.41 143.78
37.59 2 089.33 8.69 288.85 915.18 176.59
42.11 2 400.35 9.92 311.81 1 173.14 191.10
50.15 2 780.97 11.26 348.42 1 615.96 212.67
83.66
102.44
134.77
209.16
184.59
420.78
464.21
581.15
650.73
868.44
5 025.18
6 101.39
7 967.49
2002
2003
9 699.74 11 823.31
Kontribusi (%) 2004 2005
2006
47.54
46.22
46.88
48.32
48.64
0.56 23.04 0.11 3.98 12.17 2.56
0.53 26.21 0.12 3.64 11.63 2.36
0.47 26.22 0.11 3.63 11.49 2.22
0.44 24.82 0.10 3.22 12.13 1.98
0.42 23.52 0.10 2.95 13.67 1.80
1.66
1.68
1.69
2.16
1.56
8.37
7.61
7.29
6.73
7.35
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Berdasarkan PDRB sembilan sektor atas dasar harga berlaku, terlihat bahwa perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir periode tahun 2002-2006 secara umum di didominasi oleh peran sektor pertanian. Dominannya peran sektor pertanian tersebut sangat terkait dengan struktur daerahnya yang memiliki potensi pertanian yang lebih dominan dibandingkan dengan sektor lainnya. Dengan demikian peran terhadap sektor tersebut dalam menggerakkan pembangunan ekonomi wilayah, menjadi sangat penting, sebagaimana ditunjukkan oleh kontribusi sektor seperti pada tahun 2006, sektor pertanian mewarnai 48.64 persen dari perekonomian wilayah diikuti oleh sektor industri pengolahan 23.52 persen perdagangan 13.67 persen, sektor jasa 7.25 persen sedangkan sektor lainnya berada di bawah 3 persen. Selanjutnya dilihat sisi produk domestik regional bruto Kabupaten Indragiri Hilir atas dasar harga konstan 2002-2006, juga menunjukkan dominannya peran 114
sektor pertanian dalam mewarnai perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 21 di bawah ini. Tabel 21. Perkembangan PDRB Sembilan Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah), Periode 2002-2006 No
Lapangan Usaha
1.
Pertanian, Perkebunan, Peterna kan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
No 1.
Lapangan Usaha
Pertanian, Perkebunan, Peterna kan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa Total Sumber: BPS Kab.Indragiri Hilir, 2007.
2002 1 915.78
Kontribusi (Milyar Rupiah) Tahun 2003 2004 2005 2006 2 032.04 2 170.47 2 307.16 2 446.62
23.52 606.56 3.82 156.04 537.82 110.61 56.09
25.10 659.07 3.95 166.55 575.97 119.51 62.15
27.76 720.12 4.13 176.44 620.36 129.74 67.95
29.26 770.52 4.30 187.43 698.39 138.80 75.09
31.59 839.97 4.50 203.08 775.46 150.62 85.20
365.76 3 776.00
383.71 4 028.03
418.99 4 335.96
443.10 4 654.05
486.40 5 023.44
2002
2003
Kontribusi (%) 2004 2005
2006
50.74
50.45
50.06
49.57
48.70
0.62 16.06 0.10 4.13 14.24 2.93 1.49
0.62 16.36 0.10 4.13 14.30 2.97 1.54
0.64 16.61 0.10 4.07 14.31 2.99 1.57
0.63 16.56 0.09 4.03 15.01 2.98 1.61
0.63 16.72 0.09 4.04 15.44 3.00 1.70
9.69
9.53
9.66
9.52
9.68
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Selanjutnya apabila dilihat posisi PDRB Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan Tabel Input-Output Kabupaten Indragiri Hilir empat puluh dua sektor tahun 2005, menunjukkan bahwa dari total PDRB tahun 2005 sebesar 4.65 triliun rupiah, terlihat sektor yang paling dominan membentuk PDRB Kabupaten Indragiri Hilir adalah sektor kelapa sebesar 17.87 persen, kemudian disusul oleh sektor industri pengolahan kelapa sebesar dan rumah tangga 15.75 persen dan sektor perdagangan sebesar 14.61 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor kelapa dan industri pengolahannya memberikan kontribusi sebesat 33.61 persen. Sedangkan untuk mengetahui lebih rinci peran sektor dalam membentuk PDRB Kabupaten Indragiri Hilir dijelaskan pada Tabel 22 di bawah ini.
115
Tabel 22. PDRB Empat Puluh Dua Sektor Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah) Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total
Nilai 219 793.34 25 360.61 3 859.64 3 243.05 1 072.98 1 147.60 11 075.30 73 147.18 20.97 2 780.54 831 190.81 176 597.34 753.11 13 856.68 23 741.57 46 010.66 544 560.30 37.46 253 797.21 39 643.32 35 466.02 29 257.62 472.18 92.10 9.29 36 820.40 19.24 676 075.566 57 034.562 4 296.24 187 433.16 679 833.53 18 552.86 58 242.72 64 664.52 10 547.56 5 346.21 16 473.05 58 615.93 342 138.48 20 158.97 80 805.29 4 654 045.18
Persentase 4.72 0.54 0.08 0.07 0.02 0.02 0.24 1.57 0.00 0.06 17.86 3.79 0.02 0.30 0.51 0.99 11.70 0.00 5.45 0.85 0.76 0.63 0.01 0.00 0.00 0.79 0.00 14.53 1.23 0.09 4.03 14.61 0.40 1.25 1.39 0.23 0.11 0.35 1.26 7.35 0.43 1.74 100.00
Sumber: I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
Bila dilihat dari pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir periode 2002-2006 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan PDRB harga konstan yaitu cenderung mengalami pertumbuhan yang positif dimana pertumbuhan PDRB Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2002 sebesar 6.77 persen dan pada tahun 2003 sebesar 6.46 persen. 116
Selanjutnya pada tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi 7.38 persen dan pada tahun 2005 sebesar 6.66 persen serta tahun 2006 meningkat lagi menjadi 8.01 persen (Tabel 23) Tabel 23. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Berdasar PDRB Harga Konstan Tahun 2000 ( Persen) Periode 2002-2006 No
Rata-Rata Pertumbuhan
1.
Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa Rata-Rata Pertumbuhan Sumber: BPS Kab.Indragiri Hilir, 2007.
2002
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%) 2003 2004 2005 2006
7.23
5.72
6.38
5.92
5.70
11.99 7.46 5.59 8.39 7.57 10.06
6.28 7.97 3.40 6.31 6.62 7.45
9.59 8.48 4.41 5.61 7.16 7.88
5.12 6.54 3.80 5.86 11.17 6.53
7.37 8.27 4.53 7.70 9.94 7.85
-5.33
9.75
8.54
9.51
11.86
7.99
4.68
8.42
5.44
8.90
6.77
6.46
7.38
6.66
8.01
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir periode 2002-2006 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 8.01 persen. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 terlihat dominan didukung oleh peran sektor keuangan yaitu sebesar 11.86 persen berada di atas peran sektor lainnya. Sedangkan ditinjau dari laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku periode tahun 2006 menunjukkan sektor perdagangan memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 27.40 persen kemudian disusul oleh sektor jasa sebesar 25.07 persen, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 24. Tabel 24. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar PDRB Harga Berlaku (Persen) Periode 2002-2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Rata-Rata Pertumbuhan Pertanian, Perkebunan, Peterna Kan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Rata-Rata Pertumbuhan
2002
Atas Dasar Harga Berlaku (%) 2003 2004 2005
2006
10.16
15.29
24.50
20.06
18.75
18.47 20.54 18.96 17.78 11.70 15.72 28.60 14.43 17.37
12.93 27.58 25.00 10.10 13.78 10.67 18.34 9.36 15.89
13.66 23.46 14.86 23.07 22.48 18.58 23.99 20.12 20.52
10.74 12.96 12.43 7.36 21.99 7.60 35.56 10.69 15.49
16.02 13.69 11.85 10.51 27.40 10.14 13.31 25.07 16.30
Sumber: BPS Kab.Indragiri Hilir, 2006.
117
Namun demikian dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan harga berlaku menunjukkan bahwa priode 2002-2006, laju pertumbuhan cenderung berfluaktif yaitu dari 17.37 persen pada tuhun 2002, menjadi 15.89 persen pada tahun 2003, kemudian 20.52 persen tahun 2004, dan 15.49 persen pada tahun 2005, serta 16.30 persen pada tahun 2006. Selanjutnya berdasarkan harga berlaku periode tahun 2002-2006 terlihat sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor yang cenderung memiliki laju pertumbuhan tertinggi, seperti ditunjukkan Gambar 9 di bawah ini.
Gambar 9. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2002-2006. Berdasarkan
perkembangan
laju
pertumbuhan
ekonomi
Kabupaten
Indragiri Hilir, memperlihatkan bahwa sektor pertanian dominan mewarnai perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, namun bila dilihat lebih jauh ternyata sektor pertanian cenderung mengalami fluktuasi dalam hal laju pertumbuhan ekonominya. Untuk mengetahui perkembangan PDRB sektor pertanian dapat ditunjukkan pada Tabel 25 di bawah ini.
118
Tabel 25. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) Periode Tahun 2002-2006 No 1. 2. 3. 4. 5.
Subsektor Pertanian Tanaman Bahan Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Total
2002 329.94 881.37 67.70 691.00 418.99 2 389.00
1. 2. 3. 4. 5.
Tanaman Bahan Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Rata-rata laju pertumbuhan Sumber: BPS Kab.Indragiri Hilir, diolah, 2007.
Tahun 2003 2004 2005 342.09 390.65 403.64 1 094.69 1 581.93 2 119.59 71.22 82.72 89.45 793.05 966.86 1 210.37 519.24 713.20 849.36 2 820.30 3 735.35 4 672.42 Laju Pertumbuhan (%) 3.55 12.43 3.22 19.49 30.80 25.37 4.95 13.90 7.52 12.87 17.98 20.12 19.31 27.20 16.03 12.03 20.46 14.45
2006 425.76 2 968.71 98.03 1 450.96 999.55 5 943.00 5.19 28.60 8.75 16.58 15.03 14.83
Peran sektor pertanian dalam perekonomian wilayah ditentukan oleh kontribusi subsektor perkebunan yaitu sebesar 2 968.71 milyar rupiah (49.95 persen), kemudian disusul oleh sektor kehutanan sebesar 1 459.69 milyar rupiah (24.41 persen), Perikanan sebesar 999.55 milyar rupiah (16.82 persen), tanaman pangan yaitu sebesar 425.96 milyar rupiah (7.16 persen), dan sektor peternakan sebesar 98.03 milyar rupiah (1.65 persen). Secara grafik laju pertumbuhan subsektor-subsektor dalam sektor pertanian ditunjukkan pada Gambar 10, dimana laju pertumbuhan untuk sektor perkebunan terlihat perkembangannya cenderung berfluktuatif.
Laju Pertumbuhan
3500 Tanaman Bahan Pangan
3000 2500
Tanaman Perkebunan
2000 1500
Peternakan dan hasil-hasilnya
1000 Kehutanan
500 0
Perikanan
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 10. Laju Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku Periode 2003-2006.
119
Selain itu pentingnya peran sektor pertanian dalam pembentukan perekonomian wilayah juga ditunjukkan kontribusi dalam harga konstan seperti disajikan pada Tabel 26 di bawah ini. Tabel 26. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rupiah) Periode 2002-2006 No
Subsektor Pertanian
1. 2. 3. 4. 5.
Tanaman Bahan Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Total
1. 2. 3. 4. 5.
Tanaman Bahan Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Rata-rata laju pertumbuhan
2002 311.98 804.74 60.89 480.34 257.84 1 915.78
Tahun 2003 2004 2005 318.63 328.77 338.72 875.33 961.33 1 025.18 63.13 65.66 69.75 495.85 511.40 544.60 279.10 303.31 328.91 2 032.04 2 170.47 2 307.16 Laju Pertumbuhan (%) 2.09 3.09 2.94 8.06 8.95 6.23 3.55 3.85 5.86 3.13 3.04 6.10 7.62 7.98 7.78 4.89 5.38 5.78
2006 362.28 1 089.17 77.45 570.65 347.07 2 446.62 6.50 5.88 9.94 4.56 5.23 6.03
Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir, diolah, 2008.
Produk Domestik Regional Bruto Perkapita Produk domestik regional bruto perkapita merupakan salah satu indikator penting untuk memetakan tingkat kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah. Selanjutnya memperhatikan jumlah penduduk Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006 yaitu sebesar 647 512 jiwa dengan PDRB menurut harga berlaku sebesar 11 823.31 milyar rupiah, maka terlihat bahwa pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006 yaitu sebesar 18.26 juta rupiah. Sedangkan dilihat dari perkembangannya periode tahun 2002-2006, menunjukkan bahwa pada tahun 2002 pendapatan perkapita mencapai 8.19 juta rupiah, pada tahun 2003 sebesar 9.58 juta rupiah, tahun 2004 sebesar 12.76 juta rupiah, dan pada tahun 2005 sebesar 15.12 juta rupiah. Selanjutnya dengan laju rata-rata pertumbuhan mencapai 16.84 persen pada tahun 2003, dan 22.84 persen pada tahun 2004, serta 15.64 persen pada tahun 2005 dan 17.17 persen pada tahun 2006. Dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB perkapita empat tahun terakhir, terlihat bahwa pada tahun 2004 merupakan laju pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 22.84 persen dan pada tahun 2005 merupakan laju pertumbuhan terendah, seperti ditunjukkan Tabel 27 di bawah ini.
120
Tabel 27. Perkembangan PDRB Perkapita Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Berlaku Periode Tahun 2002-2006 No
Komponen
1. 2.
2002 5 025.18
PDRB (Milyar Rupiah) Jumlah Penduduk 613 757 (Jiwa) 3. PDRB Perkapita 8.19 (Juta Rupiah) 4. Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita (%) 5. Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita ratarata Tahun 2003-2006 (%) Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir, diolah, 2008.
2003 6 101.39
Tahun 2004 7 967.49
2005 9 669.74
2006 11 823.31
619 742
624.450
639 330
647 512
9.85
12.76
15.12
18.26
16.84
22.84
15.64
17.17 18.12
Dilihat dari laju pertumbuhan pendapatan perkapita Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan harga konstan tahun 2000, periode tahun 2002-2006 menunjukkan bahwa pertumbuhannya cenderung meningkat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Indragiri Hilir cenderung meningkat seperti pada tahun 2002 terlihat PDRB perkapita Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 6.15 juta rupiah, tahun 2003 sebesar 6.50 juta rupiah, tahun 2004 sebesar 6.94 juta rupiah, tahun 2005 sebesar 7.28 juta rupiah dan pada tahun 2006 sebesar 7.76 juta rupiah. Demikian juga berdasarkan PDRB harga konstan tahun 2000, terlihat pertumbuhan rata-rata tahun 2002-2006 sebesar 5.63 persen, dan tahun 2004 sebesar 6.40 persen. Dari perkembangan tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi tahun 2004 berada di atas rata-rata laju pertumbuhan tahun lainnya seperti ditunjukkan Tabel 28 di bawah ini. Tabel 28. Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Periode Tahun 2002-2006 No 1. 2. 3.
Pendapatan Perkapita
2002 3 776.00 613 757
2003 4 028.03 619 742
Tahun 2004 4 335.96 624 450
2005 4 654.05 639 330
2006 5 023.44 647 512
6.15
6.50
6.94
7.28
7.76
5.34
6.40
4.61
6.17
PDRB (Milyar Rupiah) Jumlah Penduduk (Jiwa) PDRB Perkapita (Juta Rupiah) 4. Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita (%) 5. Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita Rata-rata Tahun 20032006 (%) Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir, diolah, 2008.
5.63
121
Dari perkembangan laju pertumbuhan PDRB perkapita periode yang sama menunjukkan bahwa pada tahun 2004 merupakan laju pertumbuhan tertinggi, atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lainnya dalam periode 2002-2006. Oleh karena sektor pertanian merupakan sektor dominan dalam perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, maka perkembangannya perlu terus didorong. Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Komponen tenaga kerja merupakan variabel penting dalam menggerakkan perekonomian wilayah. Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Indragiri Hilir, berikut disajikan perkembangan tenaga kerja berdasarkan agregasi sembilan sektor menurut lapangan usaha tahun 2006. Dari jumlah tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan lapangan usaha pada tahun 2006 yaitu sebesar 647 512 jiwa, terlihat sektor pertanian merupakan sektor yang dominan menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 481 684 (74.39 persen). Dominannya serapan tenaga kerja dalam sektor pertanian mampu mendorong sektor pertanian sehingga dapat menekan angka pengangguran di Kabupaten Indragiri Hilir, dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berikut disajikan data distribusi tenaga kerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 (Tabel 29). Tabel 29. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 No
Lapangan Usaha
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Galian
3.
Industri Pengolahan
4.
Listrik dan Air Bersih
5.
Konstruksi
6. 7.
Jumlah (Jiwa) 481 684
Persentase (%) 74.39
1 166
0.18
22 080
3.41
583
0.09
5 504
0.85
Perdagangan, hotel dan restoran
71 680
11.07
Komunikasi dan angkutan
24 282
3.75
8.
Keuangan
9.
Jasa-jasa Total
712
0.11
39 822
6.15
647 512
100 00
Sumber: BPS Kab. Indragiri Hilir, 2007.
122
Subsektor yang mendukung penyediaan lapangan usaha dalam sektor pertanian terdiri dari subsektor pertanian tanaman bahan makanan (pangan) sebesar 41 125 jiwa (8.54 persen), subsektor perkebunan yaitu sebesar 405 667 jiwa (84.22 persen), subsektor peternakan dan hasil-hasilnya sebesar 1 975 jiwa (0.41 persen), dan subsektor kehutanan sebesar 3 136 jiwa (0.65 persen) serta subsektor perikanan sebesar 29 781 jiwa (6.18 persen), sebagaimana disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Dalam Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir (Jiwa) Tahun 2007
1.
Lapangan Usaha Sektor Pertanian Perkebunan
2.
Tanaman Pangan
3.
No
Tenaga Kerja (Jiwa) 405 667
Persentase (%) 84.22
41 125
8.54
Peternakan
1 975
0.41
4.
Kehutanan
3 136
0.65
5.
Perikanan
29 781
6.18
481 684
481 684
Total Sumber: BPS Kab.Indragiri Hilir, 2007.
Berdasarkan Tabel 30 di atas terlihat subsektor perkebunan merupakan subsektor terbesar yang mendukung serapan tenaga kerja di sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir. Secara visual dapat ditunjukkan distribusi serapan tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir, seperti ditunjukkan Gambar 11 di bawah ini. Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) Peternakan , 1,975 T anaman Pangan, Kehutanan , 3,136 41,125
Perikanan , 29,781
Perkebunan, 405,667
Gambar 11. Distribusi Serapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007. 123
Dari distribusi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, menunjukkan subsektor perkebunan merupakan subsektor terbesar dalam menyerap lapangan kerja. Dengan demikian apabila subsektor tersebut dikembangkan maka serapan tenaga kerja di daerah akan berkembang. Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Output Perekonomian Output merupakan nilai produksi (baik barang maupun jasa) yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di suatu negara/wilayah (BPS, 2000). Memperhatikan besarnya output yang diciptakan oleh sektor-sektor dalam perekonomian wilayah, berarti akan mengetahui prospek sumbangan sektor potensial yang dapat mendorong pembentukan output daerah. Berdasarkan tabel Input-Output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 menunjukkan bahwa sektor industri kelapa dan perdagangan merupakan sektor yang paling dominan kontribusinya dalam menciptakan output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, seperti ditunjukkan Tabel 31 berikut ini.
124
Tabel 31. Komposisi Output Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir 2005 No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sumber: I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Nilai (Juta Rupiah) 307 119.90 29 688.74 4 248.63 3 571.09 1 259.95 1 394.17 12 624.10 78 421.09 34.25 4 063.07 960 277.48 227 126.35 1 164.92 15 974.97 35 499.67 65 369.56 637 644.76 332.80 281 320.15 50 325.14 51 411.98 32 487.43 1 371.61 251.45 129.04 115 877.83 70.41 1 398 757.502 104 892.746 23 492.75 325 055.76 1 298 051.14 80 501.79 105 072.66 105 241.54 15 232.65 8 948.98 20 685.04 70 770.44 532 357.60 35 282.58 100 096.02 7 143 499.73
Persentase (%) 4.30 0.42 0.06 0.05 0.02 0.02 0.18 1.10 0.00 0.06 13.44 3.18 0.02 0.22 0.50 0.92 8.93 0.00 3.94 0.70 0.72 0.45 0.02 0.00 0.00 1.62 0.00 19.58 1.47 0.33 4.55 18.17 1.13 1.47 1.47 0.21 0.13 0.29 0.99 7.45 0.49 1.40 100.00
Selain sektor industri kelapa dan perdagangan, sektor yang dominan lainnya terhadap pembentukan output perekonomian wilayah adalah sektor kelapa sebesar 960 277.48 juta rupiah (13.44 persen), kayu 637 644.76 juta rupiah (8.93 persen), dan padi sebesar 307 119.90 juta rupiah (4.30 persen).
125
Nilai Tambah Bruto Berdasarkan tabel input output Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 menunjukkan bahwa nilai tambah bruto (NTB) Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar 4.65 triliun rupiah seperti disajikan pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32. Komposisi Nilai Tambah Bruto Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Berdasarkan Harga Produsen Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total
Nilai (juta rupiah) 219 793.34 25 360.61 3 859.64 3 243.05 1 072.98 1 147.60 11 075.30 73 147.18 20.97 2 780.54 831 190.81 176 597.34 753.11 13 856.68 23 741.57 46 010.66 544 560.30 37.46 253 797.21 39 643.32 35 466.02 29 257.62 472.18 92.10 9.29 36 820.40 19.24 676 075.566 57 034.562 4 296.24 187 433.16 679 833.53 18 552.86 58 242.72 64 664.52 10 547.56 5 346.21 16 473.05 58 615.93 342 138.48 20 158.97 80 805.29 4 654 045.18
Persentase 4.72 0.54 0.08 0.07 0.02 0.02 0.24 1.57 0.00 0.06 17.86 3.79 0.02 0.30 0.51 0.99 11.70 0.00 5.45 0.85 0.76 0.63 0.01 0.00 0.00 0.79 0.00 14.53 1.23 0.09 4.03 14.61 0.40 1.25 1.39 0.23 0.11 0.35 1.26 7.35 0.43 1.74 100.00
Sumber : I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
Dari NTB tersebut terlihat sektor yang berkontribusi paling besar adalah sektor kelapa yaitu sebesar 831 milyar rupiah (17.86 persen), disusul sektor industri kelapa sebesar 733 milyar rupiah (15.75 persen), sektor perdagangan sebesar 679 milyar rupiah (14.61 persen), sektor kayu sebesar 544 milyar rupiah
126
(11.70 persen) dan sektor pemerintahan umum sebesar 342 milyar rupiah (7.35 persen). Dilihat dari komponen pembentukan nilai tambah bruto perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto menunjukkan bahwa komponen upah dan gaji berkontribusi sebesar 1 508 milyar rupiah (32.42 persen) terhadap pembentukan nilai tambah bruto tahun 2005, komponen surplus usaha berkontribusi sebesar 2 639 milyar rupiah (56.72 persen), komponen penyusutan berkontribusi sebesar 279 milyar rupiah (6.01 persen) dan komponen pajak tak langsung neto berkontribusi sebesar 225 milyar rupiah (4.85 persen), sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 33 di bawah ini. Tabel 33. Distribusi Nilai Tambah Bruto Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Menurut Komponennya Tahun 2005 Kode
Nilai (Juta Rupiah)
Nama Sektor
Persentase (%)
201.
Upah dan Gaji
1 508 750.79
32.42
202.
Surplus Usaha
2 639 842.57
56.72
203.
Penyusutan
279 732.39
6.01
204.
Pajak Tak Langsung
225 719.43
4.85
4 654 045.18
100.00
209. Nilai Tambah Bruto/Jumlah Input Primer Sumber: I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
Karena nilai tambah bruto merupakan komponen penting dalam struktur perekonomian
wilayah,
dan
menurut
pendekatan
model
input-output
pembentukannya bersumber dari komponen upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, serta pajak tak langsung neto. Dengan demikian maka pengembangan sektor yang memiliki potensi yang dapat meningkatkan nilai tambah bruto perekonomian wilayah perlu menjadi perhatian. Struktur Permintaan Akhir Komponen permintaan akhir dalam struktur perekonomian wilayah secara umum terdiri dari komponen konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan komponen ekspor. Secara rinci struktur permintaan akhir perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ditunjukkan pada Tabel 34. 127
Tabel 34. Struktur Permintaan Akhir Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Menurut Komponennya Tahun 2005 Kode
Komponen Permintaan Akhir
301. 302. 303. 304. 305. 309. 409. 209.
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Perubahan Stok Ekspor Barang dan Jasa Jumlah Permintaan Akhir Jumlah Impor Nilai Tambah Bruto (PA-Impor)
Nilai (Juta Rupiah) 2 562 928.77 513 096.65 394 939.71 -110 546.77 2 028 693.74 5 389 112.11 735 066.93 4 654 045.18
Persentase PA (%) 47.56 9.52 7.33 (2.05) 37.64 100.00 13.64 86.36
Persentase NTB (%) 55.07 11.02 8.49 (2.38) 43.59 115.79 15.79 100.00
Sumber : I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
Dari komponen permintaan akhir sebagaimana disajikan pada Tabel 34 dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 konsumsi rumah tangga merupakan komponen yang paling dominan dalam pembentukan struktur permintaan akhir perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir. Dari kondisi tersebut dapat diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir masih sangat dominan didorong oleh kegiatan konsumsi rumah tangga. Namun apabila dibandingkan antara konsumsi yang bersumber dari domestik dan impor ternyata di Kabupaten Indragiri Hilir konsumsi masyarakat lebih dominan bersumber dari sektor impor, kondisi tersebut tentu berimplikasi bagi tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi yang semakin berat. Selanjutnya dari sisi pembentukan modal tetap, terlihat kontribusinya mencapai 7.33 persen dari total permintaan akhir dan 8.49 persen dari nilai tambah bruto. Kondisi di atas terlihat memiliki prospek bagi upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan dari komponen perubahan stok yang mencapai negatif yaitu –2.05 persen dari pembentukan permintaan akhir dan 2.38 persen dari komponen nilai tambah bruto. Dari struktur permintaan akhir yang ditunjukkan di atas, terlihat bahwa kondisi perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir ke depan dalam upaya pengembangan ekonomi wilayah selain perlu meningkatkan peran komponen ekspor juga perlu mendorong pengembangan industri pengolahan, terutama dalam upaya meningkatkan nilai tambah ekonomi wilayah. Sedangkan untuk
128
mengimbangi konsumsi yang bersumber dari komponen impor perlu didorong pengembangan konsumsi domestik terutama dalam memenuhi konsumsi rumah tangga yang dewasa ini lebih cenderung berasal dari komponen impor. Peran Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Peran Kelapa dalam Sektor Pertanian Peran sektor kelapa terhadap pembentukan komponen perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, secara khusus ditinjau dari peran dalam kelompok sektor pertanian. Output Sektor Pertanian Kontribusi sektor kelapa terhadap sektor pertanian yaitu sebesar 960 milyar rupiah (34.68 persen), seperti ditunjukkan pada Tabel 35 di bawah ini. Tabel 35. Output Sektor Pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 No.
Sektor Kelompok Pertanian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Total Output Sektor Kelompok Pertanian
Nilai Output (Juta Rupiah) 307 119.90 29 688.74 4 248.63 3 571.09 1 259.95 1 394.17 12 624.10 78 421.09 34.25 4 063.07 960 277.48 227 126.35 1 164.92 15 974.97 35 499.67 65 369.56 637 644.76 332.80 281 320.15 50 325.14 51 411.98 2 768 872.76
Persentase (%) 11.09 1.07 0.15 0.13 0.05 0.05 0.46 2.83 0.00 0.15 34.68 8.20 0.04 0.58 1.28 2.36 23.03 0.01 10.16 1.82 1.86 100.00
Sumber: I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
129
Pentingnya peran kelapa dalam pembentukan output sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir, sehingga perhatian terhadap pengembangan sektor tersebut dalam mendorong pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir perlu diperhatikan. Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Nilai tambah bruto sektor pertanian yaitu sebesar 49.57 persen dari NTB total perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Pembentuk NTB tersebut terbesar dikontribusikan oleh sektor kelapa, kayu, padi, ikan laut dan kelapa sawit. Dengan demikian dalam sektor pertanian terlihat sektor-sektor tersebut merupakan unggulan daerah yang perlu terus mendapat perhatian. Adapun nilai tambah bruto masing-masing sektor kelompok sektor pertanian distribusinya ditunjukkan pada Tabel 36. Tabel 36. Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 NO
Sektor Kelompok Pertanian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Total Nilai Tambah Bruto
NTB (Juta Rupiah)
219 793.34 25 360.61 3 859.64 3 243.05 1 072.98 1 147.60 11 075.30 73 147.18 20.97 2 780.54 831 190.81 176 597.34 753.11 13 856.68 23 741.57 46 010.66 544 560.30 37.46 253 797.21 39 643.32 35 466.02 2 307 155.69
PDRB/ Kapita (Juta Rupiah)
Persentase (%)
5.09 4.94 4.42 4.96 2.25 3.74 2.81 4.42 1.75 4.24 4.59 5.26 2.35 1.51 2.70 3.81 5.67 1.50 4.86 4.63 4.40
9.53 1.10 0.17 0.14 0.05 0.05 0.48 3.17 0.00 0.12 36.03 7.65 0.03 0.60 1.03 1.99 23.60 0.00 11.00 1.72 1.54 100.00
Sumber: I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
130
Dari kontribusi masing-masing subsektor dalam kelompok sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir, terlihat bahwa terdapat empat sub sektor yang memiliki nilai tambah bruto yang dominan terhadap pembentukan nilai tambah bruto Kabupaten Indragiri Hilir yaitu kelapa dengan kontribusi sebesar 36.06 persen terhadap nilai tambah bruto seluruh sektor pertanian Kabupaten Indragiri Hilir, kayu sebesar 23.60 persen, ikan laut sebesar 11.00 persen dan Padi sebesar 9.53 persen. Dengan demikian dari Tabel 36 terlihat bahwa sektor Kelapa merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam pembentukan nilai tambah bruto kelompok sektor pertanian. Sedangkan sektor pertanian sendiri merupakan sektor yang berperan dalam pembentukan nilai tambah bruto perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005. PDRB Perkapita Sektor Pertanian Produk domestik regional bruto perkapita sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 untuk subsektor tanaman bahan makanan yang paling tinggi nilai PDRB perkapitanya adalah padi sebesar 5.09 juta rupiah, kemudian disusul umbi-umbian sebesar 4.96 juta rupiah, jagung sebesar 4.94 juta rupiah dan buah-buahan sebesar 4.42 juta rupiah. Sedangkan untuk subsektor perkebunan yang paling tinggi nilai PDRB perkapitanya adalah kelapa sawit sebesar 5.26 juta rupiah, kemudian disusul oleh kelapa sebesar 4.59 juta rupiah, karet sebesar 4.24 juta rupiah, kopi sebesar 2.35 juta rupiah dan tanaman perkebunan lainnya sebesar 1.51 juta rupiah. Untuk sektor peternakan terlihat PDRB perkapita unggas dan hasil- hasilnya sebesar 3.81 juta rupiah, ternak dan hasil-hasilnya sebesar 2.70 juta rupiah. Sedangkan untuk kayu mencapai 5.67 juta rupiah perkapita. Selanjutnya untuk sektor perikanan ikan laut dan hasil-hasilnya menempati peringkat pertama yaitu 4.86 juta rupiah perkapita, kemudian disusul oleh ikan darat dan hasil-hasilnya sebesar 4.63 juta rupiah perkapita, serta udang sebesar 4.40 juta rupiah perkapita. Selain itu dari Tabel 36 terlihat bahwa sektor kelapa merupakan sektor yang paling dominan terhadap pembentukan pendapatan perkapita dalam sektor pertanian di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu mencapai 36.03 persen, kemudian
131
disusul oleh sektor kayu sebesar 23.60 persen, ikan laut dan hasil-hasilnya sebesar 11.00 persen, padi sebesar 9.53 persen, dan kelapa sawit sebesar 7.56 persen. Peran Kelapa terhadap Subsektor Perkebunan Untuk mengetahui secara rinci peran sektor kelapa dalam perkebunan dan pembentukan struktur perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, maka dijelaskan perbandingan antara kontribusi sektor kelapa dengan sektor kelompok perkebunan lainnya terutama dalam pembentukan nilai output, nilai tambah bruto, dan pendapatan. Untuk mengetahui perbandingan kontribusi masing-masing sektor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Output Subsektor Perkebunan Secara rinci dijelaskan output kelompok sektor perkebunan yang terdiri dari sektor karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, dan tanaman perkebunan lainnya seperti dijelaskan pada Tabel 37 di bawah ini. Tabel 37. Distribusi Output Subsektor Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir, 2005. Sektor Kelompok Perkebunan
No 1. 2. 3. 4. 5.
Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Tanaman Perkebunan Lainnya Total Output
Output (Juta Rupiah)
Persentase (%)
4 063.07 960 277.48 227 126.35 1 164.92
0.34 79.45 18.79 0.10
15 974.97 1 208 606.79
1.32 100
Produktivitas (Juta Rupiah/TK) Rp/TK Rp/ha 8.89 5.10 13.24 6.86 18.22 12.61 6.74 4.55 7.46
3.35
Sumber: I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
Dari Tabel 37 di atas terlihat bahwa sektor kelapa merupakan sektor terbesar dalam pembentukan output sektor perkebunan. Artinya apabila dibandingkan kontribusi sektor perkebunan dalam pembentukan output, maka dapat dinyatakan bahwa sektor kelapa merupakan sektor utama yang berperan dalam kelompok sektor perkebunan, sebagaimana ditunjukkan dengan kontribusi sebesar 79.45 persen. Dengan demikian dapat diartikan bahwa sektor kelapa memiliki peran penting dan sangat berarti dalam kelompok sektor perkebunan, terutama bila
132
dibandingkan dengan sektor perkebunan lainnya. Selanjutnya apabila dilihat dari sisi produktivitas output yang dihasilkan oleh sektor perkebunan seperti dijelaskan pada Tabel 37 di atas, terlihat bahwa output rupiah/tenaga kerja, untuk sektor kelapa memiliki produktivitas sebesar 13.24 juta rupiah/TK atau berada di bawah produktivitas sektor
kelapa sawit yaitu 18.22 juta rupiah/TK. Namun sektor
kelapa masih memiliki peroduktifitas/TK yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor perkebunan lainnya seperti karet, kopi, dan tanaman perkebunan lainnya. Demikian juga sisi produktivitas rupiah/hektar terlihat sektor kelapa memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan kelapa sawit, namun lebih tinggi dibandingkan sektor karet, kopi dan sektor perkebunan lainnya. Dari kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pengelolaan sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir masih belum optimal terutama dalam menghasilkan output/hektar dan rupiah/tenaga kerja. Arti bahwa land rent lahan kelapa terlihat masih rendah apabila dibandingkan dengan sektor perkebunan kelapa sawit. Nilai Tambah Bruto Subsektor Perkebunan Nilai tambah bruto sektor perkebunan, dibentuk dari beberapa sektor diantaranya sektor karet, sektor kelapa, sektor kelapa sawit, sektor kopi, dan sektor tanaman perkebunan lainnya sebagaimana dijelaskan pada Tabel 38 di bawah ini. Tabel 38. Distribusi Nilai Tambah Bruto Subsektor Perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 NO
Sektor Perkebunan
1. 2. 3. 4. 5.
Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Tanaman Perkebunan Lainnya Total NTB
NTB (Juta Rupiah)
Persentase (%)
2 780.54 831 190.81 176 597.34 753.11
0.27 68.77 14.61 0.06
13 856.68
1.15
1 025 178.48
100
Produktivitas (Juta Rupiah) Rp/TK Rp/ha 6.08 3.49 11.46 5.94 14.17 9.80 4.36 2.94 6.47
2.91
Sumber: I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Dari Tabel 38 di atas terlihat bahwa sektor kelapa memiliki peran penting dalam pembentukan nilai tambah bruto untuk subsektor perkebunan, sebagaimana 133
ditunjukkan dengan jumlah persentasenya sebesar 68.77 persen. Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa sektor kelapa merupakan sektor yang dominan berperan dalam pembentukan nilai tambah bruto subsektor perkebunan. Oleh karena
itu
memperhatikan
pengembangannya
berarti
ikut
mendorong
pengembangan nilai tambah bruto subsektor perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya apabila dilihat dari sisi produktivitas nilai tambah bruto sektor perkebunan seperti pada Tabel 38 di atas, terlihat bahwa sektor kelapa memiliki produktivitas di bawah produktivitas sektor perkebunan kelapa sawit namun sudah lebih tinggi dibandingkan dengan sektor karet, kopi dan tanaman perkebunan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir masih belum optimal dalam menghasilkan nilai tambah bruto sektor perkebunan bila dibandingkan dengan sektor kelapa sawit, baik dari sisi produktivitas rupiah/tenaga kerja (setiap rupiah yang dihasilkan petani kelapa untuk setiap tenaga dalam menciptakan nilai tambah sektor perkebunan) maupun dari sisi rupiah/hektar (setiap rupiah yang dihasilkan petani kelapa untuk setiap hektar lahan yang digunakan dalam menciptakan nilai tambah bruto sektor perkebunan). Dengan kata lain dapat diartikan bahwa dari sisi produktivitas lahan, terlihat land rent perkebunan kelapa masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit, terutama dalam menghasilkan nilai tambah bruto untuk sektor perkebunan. Kondisi tersebut sebagai akibat dominannya lahan kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir yang tidak produktif akibat terjadinya lahan-lahan tanaman kelapa yang terkena intrusi air laut maupun akibat terbatasnya pemeliharaan yang dilakukan oleh petani kelapa dalam melakukan pemeliharaan kebun kelapanya. Untuk mengetahui komponen pembentukan nilai tambah bruto sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto yang diciptakan oleh kegiatan ekonomi di Kabupaten Indragiri Hilir, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 39 di bawah ini.
134
Tabel 39. Distribusi Pembentukan Nilai Tambah Bruto Sektor Kelapa Menurut Komponennya, Tahun 2005 Kode 201. 202. 203. 204. 209.
Nilai (Juta Rupiah) 1 508 750.788 2 639 842.566 279 732.390 225 719.434 4 654 045.180
Nama Sektor Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Nilai Tambah Bruto/Jumlah Input Primer
Persentase (%) 32.42 56.72 6.01 4.85 100.00
Sumber: I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Dari Tabel 39 di atas terlihat bahwa komponen nilai tambah bruto perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir yang terbentuk menurut harga produsen tahun 2005 untuk sektor kelapa yaitu yang terdiri dari komponen surplus usaha, yaitu sebesar 56.72 persen disusul komponen upah dan gaji sebesar 32.42 persen yang merupakan balas jasa yang langsung diterima masyarakat dalam kegiatan produksi, penyusutan sebesar 6.01 persen, dan pajak tak langsung neto sebesar 4.85 persen. Dari distribusi NTB sektor kelapa berdasarkan komponen NTB di atas terlihat bahwa komponen terbesar yang membentuk NTB adalah kompenen surplus usaha, disusul upah dan gaji. Oleh karena itu jika pengembangan kelapa dapat dilakukan dengan baik maka akan memberi manfaat yang besar terhadap peningkatan
pendapatan
petani
kelapa,
kesejahteraan
masyarakat
serta
perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. PDRB Perkapita Sektor Kelapa Versus Sektor Perkebunan Lainnya di Kabupaten Indragiri Hilir Untuk mengetahui kontribusi PDRB perkapita yang dihasilkan subsektor perkebunan dapat dijelaskan pada Tabel 40 di bawah ini. Tabel 40. Kontribusi PDRB Perkapita Sektor Kelapa Versus Sektor Perkebunan Lainnya di Kabupaten Indragiri Hilir 2005. NO 1 2 3 4 5
Sektor Kelompok Perkebunan Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Tanaman Perkebunan Lainnya
PDRB (Rp/kapita) 4 238 627 4 592 747 5 257 298 2 346 135 1 513 318
Persentase (%) 23.62 25.59 29.29 13.07 8.43
Sumber : BPS Kab. Indragiri Hilir, 2006. 135
Dari Tabel 40 di atas terlihat bahwa sektor kelapa dalam pembentukan PDRB perkapita sektor perkebunan memiliki peran yang besar dibandingkan dengan peran sektor karet, kopi, dan tanaman perkebunan lainnya; namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit yang mencapai 29.29 persen. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa sektor kelapa dan kelapa sawit memiliki memiliki potensi yang besar dalam mendukung perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, terutama dalam mempengaruhi pertumbuhan sektor perkebunan. Peran Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Untuk memberi gambaran secara umum peran sektor kelapa terhadap pembentukan struktur perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, maka pada subbab ini dijelaskan kontribusi sektor kelapa terhadap pembentukan struktur output, nilai tambah bruto, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja seperti ditunjukkan Tabel 41 berikut ini. Tabel 41 Kontribusi Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Peran Sektor Kelapa terhadap No Pembentukan Nilai 1. Output (Rp. Juta) 960 277 2. Nilai Tambah Bruto (Rp.Juta) 831 190 3. Ekspor (Rp. Juta) 402 648 4. Penyerapan Tenaga Kerja (Jiwa) 320 477 Sumber: Data sekunder dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Persentase (%) 13.44 17.86 19.85 49.49
Dari Tabel 41 di atas terlihat bahwa peran sektor kelapa sangat berarti terutama dalam peyebaran tenaga kerja yaitu mencapai 49.49 persen. Dominannya sektor kelapa dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Hilir perlu menjadi perhatian untuk dipertahankan dan ditingkatkan peranannya dalam pengembangan sektor tersebut. Sedangkan dari sisi nilai tambah bruto terlihat bahwa kontribusi sektor kelapa yaitu sebesar 831 milyar rupiah (17.86 persen). Demikian juga dari sisi pembentukan output perekonomian terlihat sektor kelapa memiliki kontribusi sebesar 960 milyar rupiah (13.44 persen) dan sektor kelapa juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam kegiatan ekspor yang
136
mencapai 402 milyar rupiah atau mencapai 19.85 persen dari seluruh ekspor wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya dari hasil analisis di atas dapat dinyatakan bahwa secara umum sektor kelapa ditinjau dari aspek pembentukan output, nilai tambah bruto, ekspor dan serapan tenaga kerja di Kabupaten Indragiri Hilir, terlihat masih memiliki peran yang sangat berarti bagi perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir. Dengan demikian
maka
memperhatikan
pengembangan
sektor
kelapa
dalam
pengembangan perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kegiatan yang patut terus didorong untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui produktivitas sektor kelapa (yang merupakan bentuk perkebunan rakyat) versus sektor padi (dari subsektor tanaman pangan), sektor kelapa sawit (dari kelompok tanaman perkebunan swasta), sektor industri kelapa (dari kelompok sektor industri pengolahan) dan sektor perdagangan, maka pada Tabel 42 dapat dijelaskan distribusi masing-masing menurut produktivitas sebagai berikut. Tabel 42. Produktivitas Sektor Kelapa Versus Sektor Padi, Kelapa Sawit, Industri Kelapa serta sektor Perdagangan, Tahun 2005 Sektor
(Juta Rupiah/Tenaga Kerja) PDRB/ Ekspor/ Output/ TK TK TK 11.46 5.55 11.24 14.17 16.94 18.22 7.58 0.34 10.59 46.74 57.58 95.86 18.25 0.00 34.84
Kelapa Kelapa sawit Padi Industri kelapa Perdagangan Sumber: Data sekunder, diolah 2008.
(Juta Rupiah/ha) PDRB/ Ekspor/ Output/ Ha Ha Ha 5.94 2.88 6.86 9.80 11.73 12.61 2.21 0.10 3.08
Dari Tabel 42 terlihat bahwa produktivitas yang dihasilkan sektor kelapa pada tahun 2005 untuk PDRB/tenaga kerja (TK) yaitu sebesar 11.46 juta rupiah per tenaga kerja, ekspor sebesar 5.55 juta rupiah per tenaga kerja, dan output sebesar 11.24 juta rupiah per tenaga kerja. Selanjutnya untuk PDRB/ha terlihat kontribusi sektor kelapa sebesar 5.94 juta rupiah per hektar, ekspor sebesar 2.88 juta rupiah per hektar, dan output sebesar 6.86 juta rupiah per hektar. Apabila dilihat dari tingkat produktivitas sebagaimana Tabel 42 di atas menunjukkan bahwa kelapa masih memiliki produktivitas yang masih rendah. Rendahnya
137
produktivitas kelapa tersebut menunjukkan belum optimalnya pengelolaan sektor kelapa di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Bila dilihat dari PDRB per tenaga kerja, maka sektor kelapa memiliki PDRB pertenaga kerja yang lebih tinggi dari pada sektor padi dan lebih rendah dari sektor kelapa sawit, dan sektor industri. Keterkaitan Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Keterkaitan sektor dalam perekonomian wilayah dapat ditinjau dari sisi keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang. Selanjutnya keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang, masing-masing dapat ditinjau dari keterkaitan langsung dan keterkaitan tidak langsung. Untuk mengetahui keterkaitan langsung maupun keterkaitan tidak langsung ke depan dan ke belakang serta indeks derajat kepekaan dan indeks daya penyebarannya dapat dijelaskan sebagai berikut. Keterkaitan ke Depan (Forward Linkages) Keterkaitan ke depan dirinci menurut keterkaitan langsung dan keterkaitan tidak langsung. Dengan menggunakan model input output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, dapat dijelaskan keterkaitan ke depan secara langsung dan tidak langsung. Untuk mengetahui posisi keterkaitan ke depan sektor kelapa dalam perekonomian Kabupaten Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dapat dijelaskan seperti pada Tabel 43. Pada Tabel 43 di atas terlihat bahwa terdapat sektor yang memiliki koefisien keterkaitan langsung ke depan yang kuat dan yang lemah. Beberapa sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang kuat dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir adalah sektor perdagangan dan sektor bangunan. Sektor-sektor tersebut dikategorikan memiliki keterkaitan kuat karena nilai rata-rata koefisiennya berada di atas nilai rata-rata 1 (satu). Sedangkan sektor lainnya terlihat memiliki keterkaitan yang lemah sebagaimana ditunjukkan dengan koefisien sektornya berada di bawah nilai rata-rata 1 (satu). Selanjutnya dilihat dari sisi keterkaitan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa semua sektor teridentifikasi memiliki keterkaitan yang kuat, karena memiliki koefisien sektor berada di atas nilai rata-rata 1 (satu), seperti distribusinya ditunjukkan Gambar 12. 138
Tabel 43. Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 24 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga
Total Permintaan Antara 46 542.07 3 348.64 360.18 560.53 258.27 179.71 2 721.42 2 800.27 44.58 638.56 550 570.34 7 086.59 48.19 1 451.12 4 873.62 7 234.70 74 646.60 3 323.44 150 495.47 15 486.99 17 717.34 25 257.04 6 499.78 209.99 100 237.62 55 262.83 6 067.17 452 983.70 24 132.18 17 654.52 281 548.14 296 902.67 26.54 84 438.98 75 533.16 28 112.87 27 310.02 26 773.41 14 517.29 8 465.40 67 132.61 2 489 454.56
Koefisien KTLD
Koefisien KLD
1.28 1.12 1.05 1.07 1.14 1.14 1.11 1.04 1.33 1.19 2.84 1.03 1.04 1.05 1.15 1.19 1.94 1.17 2.14 1.18 1.37 1.31 1.19 1.27 2.32 1.73 1.54 3.57 1.16 1.68 3.49 5.77 1.00 2.68 2.73 1.33 1.57 1.39 1.19 1.00 1.31 1.31
0.23 0.10 0.05 0.06 0.12 0.12 0.10 0.04 0.25 0.16 0.72 0.02 0.04 0.04 0.13 0.15 0.51 0.13 0.77 0.12 0.26 0.10 0.17 0.21 0.80 0.33 0.35 0.89 0.06 0.41 1.76 2.81 0.00 0.82 0.95 0.15 0.33 0.25 0.12 0.24 0.15
Sumber: I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Keterangan: KTLD = Keterkaitan Tidak Langsung ke Depan. KLD = Keterkaitan Langsung ke Depan
139
P erdagangan Bangunan Angkut an Laut Indust ri Kelapa Skala Besar (Swast a) Angkut an Jalan Raya Indust ri alat -alat P ert anian Ikan Laut dan Hasilnya Kelapa Kayu List rik dan Air Bersih Indust ri lainnya Kamunikasi Indsut ri Kayu Udang Bahan Makanan Lainnya Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Sosial Kemasyarakat an P adi Indust ri P akaian Jadi
Sektor
Indust ri Makanan Karet Jasa P erorangan & Rumah t angga Unggas dan Hasil-hasilnya P enunjang Angkut an Hasil Hut an Lainnya T ernak dan Hasil-hasilnya Jasa P erusahaan & Sewa Bangunan Ikan Darat dan Hasilnya Kacang-Kacangan Kedele Barang T ambang & Galian Sayur-Sayuran Jagung Indust ri Kelapa Skala Rumah T angga Umbi-umbian Ket ela P ohon Hasil P erkebunan Lainnya Kopi Buah-buahan Kelapa Sawit Rest oran & Hot el P emerint ahan Umum
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Koefisien KLD
Gambar 12. Posisi Keterkaitan ke Depan Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Hasil analisis keterkaitan ke depan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dengan menggunakan pendekatan analisis model Input-Output tahun 2005, menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki keterkaitan langsung ke depan yang masih relatif rendah, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien keterkaitannya sebesar 0.72 atau berada di bawah nilai rata-rata 1 (satu). Namun apabila dibandingkan dengan sektor padi dari kelompok tanaman pangan yang memiliki nilai koefisien keterkaitan ke depan sebesar 0.23, sektor kelapa sawit dari kelompok perkebunan sebesar 0.02, dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.06 maka sektor kelapa masih memiliki nilai keterkaitan langsung kedepan yang lebih tinggi. Namun bila dibandingkan dengan sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 0.89, dan sektor perdagangan dari kelompok jasa memiliki nilai koefisien keterkaitan ke depan sebesar 2.81, maka sektor 140
kelapa memiliki keterkaitan langsung kedepan yang relatif rendah. Dari perbandingan nilai koefisien sektor tersebut menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki keterkaitan yang masih relatif rendah kaitannya dengan pengembangan ekonomi wilayah bila dibandingkan dengan sektor industri pengolahan kelapa skala besar (swasta) dan sektor perdagangan. Namun masih memiliki keterkaitan yang kuat bila dibandingkan dengan sektor padi, kelapa sawit
dan industri
pengolahan kelapa skala rumah tangga. Masih lemahnya keterkaitan ke depan sektor kelapa karena sektor tersebut belum dominan digunakan oleh sektor lainnya sebagai permintaan antara dalam kegiatan produksi. Walaupun sektor kelapa dominan dikembangkan di daerah Kabupaten Indragiri Hilir. Namun masih belum optimalnya keterkaitan ke depan sektor kelapa karena produk kelapa dominan diekspor ke wilayah lain terutama ke luar negeri (Singapura), sehingga sektor tersebut tidak mendorong untuk menghasilkan produk turunan yang dapat menciptakan nilai tambah bagi perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Indeks Daya Penyebaran Hasil analisis menggunakan model input-output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, menjelaskan bahwa diperoleh indeks daya penyebaran sektor seperti ditunjukkan pada Tabel 44. Pada Tabel 44 terlihat sektor yang memiliki indeks daya penyebaran yang kuat dalam perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir yaitu terdiri dari sektor kelapa, kayu, ikan laut, industri alat-alat pertanian, industri kayu, industri kelapa skala besar, listrik dan air bersih, bangunan, perdangan, angkutan jalan raya dan angkutan laut. Kuatnya daya penyebaran sektor tersebut karena masing-masing sektor memiliki indeks penyebaran di atas nilai rata-rata 1 (satu). Sedangkan sektor lainnya dalam perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir terlihat masih memiliki indeks daya penyebaran yang lemah karena di bawah nilai rata-rata 1 (satu).
141
Tabel 44. Daya Penyebaran (DP) dan Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 No
Sektor
1 Padi 2 Jagung 3 Ketela Pohon 4 Umbi-umbian 5 Kacang-Kacangan 6 Kedele 7 Sayur-Sayuran 8 Buah-buahan 9 Bahan Makanan Lainnya 10 Karet 11 Kelapa 12 Kelapa Sawit 13 Kopi 14 Hasil Perkebunan Lainnya 15 Ternak dan Hasil-hasilnya 16 Unggas dan Hasil-hasilnya 17 Kayu 18 Hasil Hutan Lainnya 19 Ikan Laut dan Hasilnya 20 Ikan Darat dan Hasilnya 21 Udang 22 Barang Tambang & Galian 23 Industri Makanan 24 Industri Pakaian Jadi 25 Industri alat-alat Pertanian 26 Indsutri Kayu 27 Industri lainnya 28 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 29 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 30 Listrik dan Air Bersih 31 Bangunan 32 Perdagangan 33 Restoran & Hotel 24 Angkutan Jalan Raya 35 Angkutan Laut 36 Penunjang Angkutan 37 Komunikasi 38 Bank dan Lembaga Keuangan 39 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 40 Pemerintahan Umum 41 Jasa Sosial Kemasyarakatan 42 Jasa Perorangan & Rumah tangga Sumber : I-O dan SNSE Kab.Indragiri Hilir 2005, diolah.
Daya Penyebaran 1.28 1.12 1.05 1.07 1.14 1.14 1.11 1.04 1.33 1.19 2.84 1.03 1.04 1.05 1.15 1.19 1.94 1.17 2.14 1.18 1.37 1.31 1.19 1.27 2.32 1.73 1.54 3.57 1.16 1.68 3.49 5.77 1.00 2.68 2.73 1.33 1.57 1.39 1.19 1.00 1.31 1.31
Indeks DP 0.79 0.69 0.65 0.66 0.70 0.70 0.69 0.64 0.82 0.73 1.75 0.64 0.64 0.65 0.71 0.73 1.19 0.72 1.32 0.73 0.85 0.81 0.74 0.78 1.43 1.07 0.95 2.20 0.71 1.04 2.15 3.56 0.62 1.65 1.69 0.82 0.97 0.86 0.73 0.62 0.81 0.81
Selanjutnya hasil identifikasi daya penyebaran dan indeks daya penyebaran sebagaimana dijelaskan pada Tabel 44, menunjukkan bahwa sektor kelapa dengan memiliki indeks daya penyebaran sebesar 1.75, berarti sektor kelapa memiliki daya sebar yang relatif kuat dalam mendorong perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sektor kelapa 142
memiliki kemampuan yang baik dalam menggerakkan perekonomian wilayah, sehingga dari sudut pandang analisis input-output terlihat sektor kelapa sudah dapat dijadikan sebagai leading sector dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Kemudian apabila dibandingkan dengan sektor pembanding, maka terlihat indeks daya penyebaran sektor kelapa sebesar 1.75 dan sektor padi memiliki indeks sebesar 0.79, sektor kelapa sawit sebesar 0.64, industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 2.20, industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.71 dan sektor perdagangan sebesar 3.56, menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki indeks daya penyebaran yang sudah relatif baik. Masih belum optimalnya daya penyebaran sektor kelapa, terlihat didorong oleh kurang berkembangnya penggunaan output sektor kelapa dalam kegiatan produksi di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Oleh karena itu agar sektor kelapa dapat berkembang dengan baik maka ke depan pengembangannya perlu diintegrasikan dengan pengembangan industri turunan atau pengolahan di daerah. Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages) Hasil analisis keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, dapat dijelaskan pada Tabel 45 di bawah ini. Dari nilai koefisien keterkaitan ke belakang seperti ditunjukkan pada Tabel 45 diatas terlihat bahwa semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki koefisien keterkaitan ke belakang lemah, hal ini tercermin dari memiliki koefisien keterkaitan kebelakang yang nilainya di bawah rata-rata 1 (satu) seperti distribusinya ditunjukkan Gambar 13. Hasil analisis keterkaitan ke belakang menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki keterkaitan langsung ke belakang yang masih lemah. Artinya sektor kelapa memiliki ketergantungan yang kecil terhadap sektor lainnya dalam kegiatan produksi terutama terhadap penggunaan input antara. Lemahnya keterkaitan ke belakang sektor kelapa setelah ditelusuri lebih jauh ternyata disebabkan dalam kegiatan produksi atau sistem agribisnis kelapa yang
143
dikembangkan di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir masih berpola tradisional dengan penggunaan input yang masih terbatas dan sederhana. Tabel 45. Koefisien Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005. Total Input Antara 1 Padi 87 326.56 2 Jagung 4 328.12 3 Ketela Pohon 389.00 4 Umbi-umbian 328.04 5 Kacang-Kacangan 186.97 6 Kedele 246.57 7 Sayur-Sayuran 1 548.80 8 Buah-buahan 5 273.91 9 Bahan Makanan Lainnya 13.27 10 Karet 1 282.53 11 Kelapa 129 086.66 12 Kelapa Sawit 50 529.01 13 Kopi 411.81 14 Hasil Perkebunan Lainnya 2 118.30 15 Ternak dan Hasil-hasilnya 11 758.10 16 Unggas dan Hasil-hasilnya 19 358.89 17 Kayu 93 084.46 18 Hasil Hutan Lainnya 295.34 19 Ikan Laut dan Hasilnya 27 522.94 20 Ikan Darat dan Hasilnya 10 681.82 21 Udang 15 945.96 22 Barang Tambang & Galian 3 229.81 23 Industri Makanan 899.43 24 Industri Pakaian Jadi 159.36 25 Industri alat-alat Pertanian 119.75 26 Indsutri Kayu 79 057.43 27 Industri lainnya 51.16 28 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 722 681.94 29 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 47 858.18 30 Listrik dan Air Bersih 19 196.51 31 Bangunan 137 622.60 32 Perdagangan 618 217.61 33 Restoran & Hotel 61 948.92 24 Angkutan Jalan Raya 46 829.94 35 Angkutan Laut 40 577.02 36 Penunjang Angkutan 4 685.09 37 Komunikasi 3 602.77 38 Bank dan Lembaga Keuangan 4 211.99 39 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 12 154.51 40 Pemerintahan Umum 190 219.12 41 Jasa Sosial Kemasyarakatan 15 123.61 42 Jasa Perorangan & Rumah tangga 19 290.73 2 489 454.56 Sumber : I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah. No
Sektor
Koefisien KTLB 1.49 1.22 1.14 1.13 1.20 1.26 1.18 1.10 1.67 1.64 1.21 1.39 1.62 1.22 1.54 1.50 1.27 2.75 1.16 1.33 1.49 1.21 2.10 2.26 2.74 2.07 2.62 1.75 1.67 2.63 1.73 1.77 1.98 1.80 1.65 1.54 1.71 1.33 1.29 1.63 1.79 1.34
Koefisien KLB 0.28 0.15 0.09 0.09 0.15 0.18 0.12 0.07 0.39 0.32 0.13 0.22 0.35 0.13 0.33 0.30 0.15 0.89 0.10 0.21 0.31 0.10 0.66 0.63 0.93 0.68 0.73 0.52 0.46 0.82 0.42 0.48 0.77 0.45 0.39 0.31 0.40 0.20 0.17 0.36 0.43 0.19
Keterangan: KTLB = Keterkaitan Tidak Langsung ke Belakang. KLB
= Keterkaitan Langsung ke Belakang.
144
Indus tri alat-alat Pertanian Has il Hutan Lainnya Lis trik dan Air Bers ih Res toran & Hotel Indus tri lainnya Inds utri Kayu Indus tri Makanan Indus tri Pakaian Jadi Indus tri Kelapa Skala Bes ar (Swas ta) Perdagangan Indus tri Kelapa Skala Rumah Tangga Angkutan Jalan Raya Jas a Sos ial Kemas yarakatan Bangunan Kamunikas i Angkutan Laut Bahan Makanan Lainnya Pemerintahan Umum Kopi
Sektor
Ternak dan Has il-has ilnya Karet Penunjang Angkutan Udang Unggas dan Has il-has ilnya Padi Kelapa Sawit Ikan Darat dan Has ilnya Bank dan Lembaga Keunagan Jas a Perorangan & Rumah tangga Kedele Jas a Perus ahaan & Sewa Bangunan Jagung Kacang-Kacangan Kayu Has il Perkebunan Lainnya Kelapa Sayur-Sayuran Barang Tambang & Galian Ikan Laut dan Has ilnya Umbi-umbian Ketela Pohon Buah-buahan 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Koefisien KLB
Gambar 13. Posisi Keterkaitan ke Belakang Sektor Perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005. Hasil analisis keterkaitan ke belakang sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dengan menggunakan pendekatan analisis model InputOutput tahun 2005, menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki keterkaitan langsung ke belakang yang lemah, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien keterkaitannya sebesar 0.13 atau berada di bawah nilai rata-rata 1 (satu). Artinya sektor kelapa belum memiliki keterkaitan yang kuat dalam mendorong pengembangan sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.
145
Selanjutnya apabila dibandingkan sektor kelapa yang memiliki nilai koefisien keterkaitan ke belakang sebesar 0.13, dengan sektor padi dari kelompok tanaman pangan yang memiliki nilai koefisien keterkaitan ke belakang sebesar 0.28, sektor kelapa sawit dari kelompok perkebunan sebesar 0.52, sektor industri industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 0.52, sektor industri kelapa sekala rumah tangga sebesar 0.46 dan
dan sektor perdagangan dari kelompok jasa
memiliki nilai koefisien keterkaitan ke depan sebesar 0.48. Dari posisi nilai koefisien sektor tersebut menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki keterkaitan ke belakang yang lemah dibandingkan sektor perdagangan, industri kelapa, kelapa sawit dan sektor padi. Lemahnya keterkaitan ke belakang sektor kelapa, karena sektor tersebut belum dominan menggunakan sektor lainnya sebagai input antara dalam kegiatan produksi. Walaupun sektor kelapa dominan dikembangkan di daerah Kabupaten Indragiri Hilir. Dengan kata lain lemahnya keterkaitan ke belakang sektor kelapa karena, kelapa dominan dikembangkan dengan sedikit menggunakan input antara. Dengan demikian sehingga sektor tersebut tidak mendorong menciptakan nilai tambah bagi sektor lainnya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Indeks Derajat Kepekaan Hasil analisis menggunakan model input-output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2006, secara rinci menjelaskan indeks derajat kepekaan perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir seperti disajikan pada Tabel 46.
146
Tabel 46. Indeks Derajat Kepekaan Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 24 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga
Derajat Kepekaan 1.49 1.22 1.14 1.13 1.20 1.26 1.18 1.10 1.67 1.64 1.21 1.39 1.62 1.22 1.54 1.50 1.27 2.75 1.16 1.33 1.49 1.21 2.10 2.26 2.74 2.07 2.62 1.75 1.67 2.63 1.73 1.77 1.98 1.80 1.65 1.54 1.71 1.33 1.29 1.63 1.79 1.34
Indeks DK 0.92 0.75 0.70 0.70 0.74 0.77 0.73 0.68 1.03 1.01 0.75 0.86 1.00 0.75 0.95 0.92 0.78 1.69 0.71 0.82 0.92 0.74 1.29 1.40 1.69 1.28 1.61 1.08 1.03 1.62 1.07 1.09 1.22 1.11 1.02 0.95 1.05 0.82 0.79 1.00 1.10 0.83
Sumber : I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Beberapa sektor yang memiliki indeks derajat kepekaan yang kuat dalam perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir terdiri dari sektor bahan makanan lainnya, karet, kopi, hasil hutan lainnya, industri makanan, industri pakaian jadi, 147
industri alat-alat pertanian, industri kayu, industri lainnya industri kelapa sekala besar (swasta) industri kelapa skala rumah tangga, listrik, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan jalan raya, angkutan laut, komunikasi, pemerintahan umum, dan jasa sosial kemasyarakatan, karena masing-masing sektor memiliki indeks derajat kepekaan di atas nilai rata-rata 1 (satu). Sedangkan sektor lainnya terlihat memiliki indeks derajat kepekaan yang masih lemah, karena memiliki indeks di bawah nilai rata-rata 1 (satu). Dari hasil identifikasi derajat kepekaan dan indeks derajat kepekaan sebagaimana dijelaskan pada Tabel 46 di atas, terlihat bahwa sektor kelapa memiliki indeks derajat kepekaan sebesar 0.75. Artinya bahwa sektor kelapa memiliki ketergantungan yang masih lemah terhadap sektor lain dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Dengan demikian dapat diartikan bahwa sektor kelapa masih kurang mendorong pengembangan sektor lainnya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Multiplier Effect Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Analisis multiplier effect sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, berdasarkan data SNSE tahun 2005, akan dijelaskan dari aspek output, nilai tambah bruto, pendapatan, dan tenaga kerja sebagai berikut. Multiplier Effect Output Hasil analisis multiplier effect sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, berdasarkan tabel input output perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, menjelaskan bahwa terdapat sektor yang memiliki multiplier effect yang tinggi dan juga yang memiliki multiplier effect yang rendah. Untuk mengetahui multiplier effect terhadap output masing-masing sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 47. Dari hasil analisis multiplier effect sebagaimana dijelaskan Tabel 47 di atas terlihat bahwa sektor Kelapa memiliki multiplier effect sebesar 4.93. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa setiap peningkatan permintaan akhir sektor kelapa sebesar satu satuan, maka output perekonomian wilayah 148
Kabupaten Indragiri Hilir akan meningkat sebesar equivalen 4.93. Dengan kata lain, apabila permintaan akhir (final demand) sektor kelapa meningkat sebesar 1 milyar rupiah, maka dampaknya terhadap output perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir adalah sebesar 4.93 milyar rupiah. Tabel 47. Multiplier Effect Output Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005. No
Sektor
1 Padi 2 Jagung 3 Ketela Pohon 4 Umbi-umbian 5 Kacang-Kacangan 6 Kedele 7 Sayur-Sayuran 8 Buah-buahan 9 Bahan Makanan Lainnya 10 Karet 11 Kelapa 12 Kelapa Sawit 13 Kopi 14 Hasil Perkebunan Lainnya 15 Ternak dan Hasil-hasilnya 16 Unggas dan Hasil-hasilnya 17 Kayu 18 Hasil Hutan Lainnya 19 Ikan Laut dan Hasilnya 20 Ikan Darat dan Hasilnya 21 Udang 22 Barang Tambang & Galian 23 Industri Makanan 24 Industri Pakaian Jadi 25 Industri alat-alat Pertanian 26 Indsutri Kayu 27 Industri lainnya 28 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 29 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 30 Listrik dan Air Bersih 31 Bangunan 32 Perdagangan 33 Restoran & Hotel 24 Angkutan Jalan Raya 35 Angkutan Laut 36 Penunjang Angkutan 37 Komunikasi 38 Bank dan Lembaga Keuangan 39 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 40 Pemerintahan Umum 41 Jasa Sosial Kemasyarakatan 42 Jasa Perorangan & Rumah tangga Sumber : I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Final Demand (Juta Rupiah) 445 496.23 26 340.10 3 888.45 3 010.56 1 980.81 2 281.80 30 861.74 76 742.39 37.19 3 424.51 409 707.14 220 039.76 1 116.73 14 526.89 38 107.52 80 086.24 562 998.17 451.39 134 368.04 40 542.91 42 785.65 24 828.50 59 279.94 28 495.91 48 924.17 64 252.22 8 167.63 973 147.66 53 386.70 5 838.23 43 507.62 1 001 148.48 102 438.99 22 186.65 39 706.57 50 699.01 15 583.43 39 185.54 59 948.18 532 357.60 26 918.22 50 316.62
Koefisien Pengganda 2.62 0.15 0.02 0.02 0.01 0.01 0.18 0.40 0.01 0.02 4.93 1.12 0.01 0.08 0.22 0.45 3.21 0.02 1.53 0.29 0.32 0.27 0.37 0.18 0.88 0.68 0.12 7.42 0.41 0.20 1.90 7.05 0.51 0.74 0.79 0.42 0.28 0.37 0.38 2.63 0.17 0.60
149
Kemudian secara detil multiplier effect sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dijelaskan seperti untuk sektor padi memiliki multiplier effect terhadap output sebesar equivalen dengan 2.62, sektor jagung 0.15, sektor ketela pohon sebesar 0.02, umbi-umbian sebesar 0.02, sektor kacang-kacangan 0.01, kedelai 0.01, sayur-sayuran 0.18, sektor buah-buahan 0.40, sektor tanaman bahan makanan lainnya 0.01, sektor karet yaitu sebesar 0.02, sektor kelapa 4.93, sektor kelapa sawit 1.12, sektor kopi 0.01 dan hasil perkebunan lainnya sebesar 0.08. Selanjutnya sektor ternak dan hasil-hasilya 0.22, sektor unggas dan hasilhasilya 0.45, sektor kayu 3.21, hasil hutan lainnya 0.02, ikan laut dan hasilnya 1.53, ikan darat dan hasilnya 0.29, udang 0.32, sektor tambang dan penggalian 0.27, sektor industri makanan 0.37, industri pakaian jadi 0.18, industri alat-alat pertanian 0.88, industri kayu 0.68, industri lainnya 0.12. Selanjutnya sektor industri kelapa skala besar (swasta) 7.24, sektor kelapa skala rumah tangga 0.41 sektor listrik dan air bersih 0.20, sektor bangunan 1.90, sektor perdagangan 7.05, sektor hotel dan restoran 0.51, sektor angkutan jalan raya 0.74, angkutan laut 0.79, penunjang angkutan 0.42, sektor komunikasi 0.28, sektor bank dan lembaga keuangan sebesar 0.37, sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan 0.38, sektor pemerintahan umum 2.63, sektor jasa sosial kemasyarakatan 0.17, dan jasa perorangan dan rumah tangga 0.60. Dari hasil analisis multiplier effect output menunjukkan posisi sektor kelapa masih berada dalam posisi lebih baik, terutama bila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya. Dengan demikian berarti sektor kelapa masih memiliki prospek penting untuk dikembangkan bagi peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto Hasil analisis multiplier effect NTB sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, berdasarkan tabel input output perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 48
150
Hasil analisis multiplier effect NTB sebagaimana dijelaskan Tabel 48 menunjukkan bahwa sektor kelapa memiliki multiplier effect sebesar equivalen dengan 6.74. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa setiap peningkatan permintaan akhir sektor kelapa sebesar satu, maka nilai tambah bruto perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir akan meningkat sebesar 6.74. Dengan kata lain apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar 1 milyar rupiah, maka nilai tambah bruto perekonomian wilayah akan meningkat sebesar 6.74 milyar rupiah. Tabel 48. Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 24 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga
Nilai Output (Juta Rupiah) 307 119.90 29 688.74 4 248.63 3 571.09 1 259.95 1 394.17 12 624.10 78 421.09 34.25 4 063.07 960 277.48 227 126.35 1 164.92 15 974.97 35 499.67 65 369.56 637 644.76 332.80 281 320.15 50 325.14 51 411.98 32 487.43 1 371.61 251.45 129.04 115 877.83 70.41 1 398 757.50 104 892.75 23 492.75 325 055.76 1 298 051.14 80 501.79 105 072.66 105 241.54 15 232.65 8 948.98 20 685.04 70 770.44 532 357.60 35 282.58 100 096.02
Koefisien Pengganda 2.96 0.20 0.03 0.03 0.02 0.02 0.25 0.58 0.00 0.02 6.74 1.38 0.01 0.11 0.23 0.50 4.33 0.01 2.18 0.36 0.35 0.39 0.20 0.10 0.10 0.34 0.05 5.66 0.35 0.06 1.73 5.83 0.18 0.64 0.77 0.46 0.27 0.46 0.50 2.67 0.16 0.77
Sumber : I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Selanjutnya untuk mengetahui secara rinci multiplier effect NTB sektor perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ditunjukkan seperti sektor padi 151
memiliki dampak pengganda nilai tambah bruto sebesar equivalen dengan 2.96, sektor jagung 0.20, sektor ketela pohon sebesar 0.03, umbi-umbian sebesar 0.03, sektor kacang-kacangan 0.02, kedelai 0.02, sayur-sayuran 0.25, sektor buahbuahan 0.58, sektor tanaman bahan makanan lainnya 0.01, sektor karet yaitu sebesar 0.02, sektor kelapa 6.74, sektor kelapa sawit 1.38, sektor kopi 0.01 dan hasil perkebunan lainnya sebesar 0.11. Selanjutnya sektor ternak dan hasil-hasilya 0.23, sektor unggas dan hasilhasilnya 0.50, sektor kayu 4.33, hasil hutan lainnya 0.01, ikan laut dan hasilnya 2.18, ikan darat dan hasilnya 0.36, udang 0.35, sektor tambang dan penggalian 0.39, sektor industri makanan 0.20, industri pakaian jadi 0.10, industri alat-alat pertanian 0.10, industri kayu 0.34, industri lainnya 0.05. Selanjutnya sektor industri kelapa skala besar (swasta) 5.66, industri kelapa skala rumah tangga 0.35, sektor listrik dan air bersih 0.06, sektor bangunan 1.73, sektor perdagangan 5.83, sektor hotel dan restoran 0.18, sektor angkutan jalan raya 0.64, angkutan laut 0.77, penunjang angkutan 0.46, sektor komunikasi 0.27, sektor bank dan lembaga keuangan sebesar 0.46, sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan 0.50, sektor pemerintahan umum 2.67, sektor jasa sosial kemasyarakatan 0.16, dan jasa perorangan dan rumah tangga 0.77. Multiplier Effect Pendapatan Hasil analisis multiplier effect pendapatan, menggunakan model inputoutput perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 49. Dari hasil analisis Tabel 49 menunjukkan bahwa dampak pengganda pendapatan sektor kelapa terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar 8.28. Nilai tersebut mengandung makna bahwa apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar satu, maka pendapatan akan meningkat sebesar equivalen 8.28. Dengan perkataan lain apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar 1 milyar rupiah, maka dampaknya terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 8.28 milyar rupiah.
152
Tabel 49. Multiplier Effect Pendapatan terhadap Perekonomian Kabupaten Wilayah Indragiri Hilir Tahun 2005. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 24 35 36 37 38 39 40 41 42
Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga
Final Demand (Juta Rupiah) 445 496.23 26 340.10 3 888.45 3 010.56 1 980.81 2 281.80 30 861.74 76 742.39 37.19 3 424.51 409 707.14 220 039.76 1 116.73 14 526.89 38 107.52 80 086.24 562 998.17 451.39 134 368.04 40 542.91 42 785.65 24 828.50 59 279.94 28 495.91 48 924.17 64 252.22 8 167.63 973 147.66 53 386.70 5 838.23 43 507.62 1 001 148.48 102 438.99 22 186.65 39 706.57 50 699.01 15 583.43 39 185.54 59 948.18 532 357.60 26 918.22 50 316.62
Koefisien Pengganda 2.16 0.18 0.01 0.01 0.01 0.01 0.12 0.28 0.01 0.03 8.28 0.96 0.00 0.09 0.16 0.25 2.39 0.00 1.24 0.16 0.29 0.41 0.15 0.15 0.09 0.32 0.08 4.26 0.35 0.06 2.99 4.57 0.23 0.48 0.65 0.36 0.33 0.56 0.28 7.98 0.38 0.70
Sumber : I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Selanjutnya untuk mengetahui perbandingan dampak pengganda pendapatan sektor maka secara rinci dapat dilihat seperti sektor padi memiliki dampak pengganda pendapatan sebesar equivalen dengan 2.16, sektor jagung 0.18, sektor 153
ketela pohon sebesar 0.01, umbi-umbian sebesar 0.01, sektor kacang-kacangan 0.01, kedelai 0.01, sayur-sayuran 0.12, sektor buah-buahan 0.28, sektor tanaman bahan makanan lainnya 0.01, sektor karet yaitu sebesar 0.03, sektor kelapa 8.28, sektor kelapa sawit 0.96, sektor kopi 0.01 dan hasil perkebunan lainnya sebesar 0.09. Selanjutnya sektor ternak dan hasil-hasilya 0.16, sektor unggas dan hasilhasilya 0.25, sektor kayu 2.39, hasil hutan lainnya 0.01, ikan laut dan hasilnya 1.24, ikan darat dan hasilnya 0.16, udang 0.29, sektor tambang dan penggalian 0.41, sektor industri makanan 0.15, industri pakaian jadi 0.15, industri alat-alat pertanian 0.09, industri kayu 0.32, industri lainnya 0.08. Selanjutnya sektor industri kelapa skala besar (swasta) 4.26, industri kelapa skala rumah tangga 0.35 sektor listrik dan air bersih 0.06, sektor bangunan 2.99, sektor perdagangan 4.57, sektor hotel dan restoran 0.23, sektor angkutan jalan raya 0.48, angkutan laut 0.65, penunjang angkutan 0.36, sektor komunikasi 0.33, sektor bank dan lembaga keuangan sebesar 0.56, sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan 0.28, sektor pemerintahan umum 7.98, sektor jasa sosial kemasyarakatan 0.38, dan jasa perorangan dan rumah tangga 0.70. Multiplier Effect Tenaga Kerja Hasil analisis multiplier effect tenaga kerja menggunakan model inputoutput perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, secara rinci dijelaskan seperti pada Tabel 50. Hasil analisis dampak pengganda tenaga kerja seperti Tabel 50 menunjukkan sektor kelapa memiliki dampak multiplier effect tenaga kerja yaitu sebesar equivalen 7.03. Nilai koefisien tersebut mengandung makna, bahwa apabila final demand sektor kelapa meningkat sebesar satu, maka serapan tenaga kerja akan meningkat sebesar equivalen 7.03. Dengan kata lain bahwa setiap peningkatan final demand sebesar 1 milyar rupiah, maka akan berdampak pada serapan tenaga kerja sebanyak 70 orang.
154
Tabel 50. Multiplier Effect Tenaga Kerja di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005. No
Sektor
1 Padi 2 Jagung 3 Ketela Pohon 4 Umbi-umbian 5 Kacang-Kacangan 6 Kedele 7 Sayur-Sayuran 8 Buah-buahan 9 Bahan Makanan Lainnya 10 Karet 11 Kelapa 12 Kelapa Sawit 13 Kopi 14 Hasil Perkebunan Lainnya 15 Ternak dan Hasil-hasilnya 16 Unggas dan Hasil-hasilnya 17 Kayu 18 Hasil Hutan Lainnya 19 Ikan Laut dan Hasilnya 20 Ikan Darat dan Hasilnya 21 Udang 22 Barang Tambang & Galian 23 Industri Makanan 24 Industri Pakaian Jadi 25 Industri alat-alat Pertanian 26 Indsutri Kayu 27 Industri lainnya 28 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 29 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 30 Listrik dan Air Bersih 31 Bangunan 32 Perdagangan 33 Restoran & Hotel 24 Angkutan Jalan Raya 35 Angkutan Laut 36 Penunjang Angkutan 37 Komunikasi 38 Bank dan Lembaga Keuangan 39 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 40 Pemerintahan Umum 41 Jasa Sosial Kemasyarakatan 42 Jasa Perorangan & Rumah tangga Sumber : I-O dan SNSE Kab. Indragiri Hilir 2005, diolah.
Final Demand (Juta Rupiah) 445 496.23 26 340.10 3 888.45 3 010.56 1 980.81 2 281.80 30 861.74 76 742.39 37.19 3 424.51 409 707.14 220 039.76 1 116.73 14 526.89 38 107.52 80 086.24 562 998.17 451.39 134 368.04 40 542.91 42 785.65 24 828.50 59 279.94 28 495.91 48 924.17 64 252.22 8 167.63 973 147.66 53 386.70 5 838.23 43 507.62 1 001 148.48 102 438.99 22 186.65 39 706.57 50 699.01 15 583.43 39 185.54 59 948.18 532 357.60 26 918.22 50 316.62
Koefisien Pengganda 2.79 0.20 0.03 0.03 0.04 0.02 0.42 0.63 0.00 0.02 7.03 1.26 0.01 0.35 0.41 0.63 3.62 0.56 2.15 0.38 0.38 0.07 1.77 2.02 6.28 0.01 2.19 0.83 0.02 0.04 0.24 2.94 0.01 0.32 0.48 1.74 0.39 0.10 0.32 0.74 0.08 0.45
Untuk membandingkan dampak tenaga kerja sektoral maka secara rinci dapat dijelaskan dampak sektor lainnya seperti untuk sektor padi memiliki dampak pengganda tenaga kerja sebesar 2.79, sektor jagung 0.20, sektor ketela pohon sebesar 0.03, umbi-imbian sebesar 0.03, sektor kacang-kacangan 0.04, kedelai 0.02, sayur-sayuran 0.42, sektor buah-buahan 0.63, sektor tanaman bahan 155
makanan lainnya 0.01, sektor karet yaitu sebesar 0.02, sektor kelapa 7.03, sektor kelapa sawit 1.26, sektor kopi 0.01 dan hasil perkebunan lainnya sebesar 0.35. Selanjutnya sektor ternak dan hasil-hasilya 0.41, sektor unggas dan hasilhasilnya 0.63, sektor kayu 3.62, hasil hutan lainnya 0.56, ikan laut dan hasilnya 2.15, ikan darat dan hasilnya 0.38, udang 0.38, sektor tambang dan penggalian 0.07, sektor industri makanan 1.77, industri pakaian jadi 2.02, industri alat-alat pertanian 6.28, industri kayu
0.01, industri lainnya 2.19. Selanjutnya sektor
industri kelapa skala besar (swasta) 0.83, industri kelapa skala rumah tangga 0.02 sektor listrik dan air bersih 0.04, sektor bangunan 0.24, sektor perdagangan 2.94, sektor hotel dan restoran 0.01, sektor angkutan jalan raya 0.32, angkutan laut 0.48, penunjang angkutan 1.74, sektor komunikasi 0.39, sektor bank dan lembaga keuangan sebesar 0.10, sektor usaha bangunan dan jasa perusahaan 0.32, sektor pemerintahan umum 0.74, sektor jasa sosial kemasyarakatan 0.08, dan jasa perorangan dan rumah tangga 0.45. Gambaran Umum Kelapa Rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir Kondisi pertanaman kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir pada saat ini secara umum telah memasuki tanaman menghasilkan (TM) seluas 277 712 Ha (71.66 persen), tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 9 713 Ha (2.51 persen) dan tanaman terlantar/rusak (TT) karena drainase yang buruk dan intrusi air laut dan faktor-faktor lainnya seluas 100 127 Ha (25.84 persen) (Disbun Inhil, 2008). Kapasitas industri pengolahan kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir masih sangat minim yaitu sekitar 159 000 000 butir per bulan, sedangkan produksi kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dapat mencapai 219 736 920 butir per bulan sehingga terjadi over supply atau suplai berlebih sekitar 60 736 920 butir per bulan atau setara dengan 18 405.13 ton kopra per bulan atau 220 816 ton kopra per tahun. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sekitar 56 persen produksi kelapa rakyat tidak dapat ditampung oleh industri kelapa skala besar yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir.
156
Usaha tani kelapa rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki beberapa ciri-ciri yang spesifik yaitu : -
Pembukaan lahan dilakukan secara manual dan diperlukan pembuatan saluran drainase baik saluran primer dan sekunder.
-
Semasa tanaman utama (kelapa) belum menghasilkan dilakukan penanaman tanaman sela berupa jagung, nenas, pisang dan tanaman sayuran lainnya.
-
Pemeliharaan yang dilakukan adalah hanya terbatas pada pengendalian gulma kebun baik secara manual maupun secara kimiawi (dengan herbisida) dengan rotasi tiga bulan sekali, pemeliharaan lainnya yang dilakukan adalah servis saluran drainase yang dilakukan 1 – 2 tahun sekali.
-
Setelah tanaman kelapa menghasilkan, maka sistem upah yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Dimana pekerja yang mengerjakan kebun tersebut mulai dari pembersihan kebun sampai kepada penjualan hasil berupa kelapa butiran atau kopra dengan sistem bagi lima yaitu 2 : 2 (2 bagian untuk pekerja dan 2 bagian untuk pemilik kebun) dari nilai penjualan produksi yang diperoleh.
-
Petani kelapa secara umum tidak bisa melakukan penjualan produksi berupa kelapa butiran dan kopra ke perusahaan pabrik pengolahan kelapa tetapi harus melalui tauke (tengkulak).
-
Luas lahan petani kelapa berkisar antara 0.5 – 9.5 Ha. Dengan kepemilikan rata-rata per KK adalah 2.68 Ha.
-
Produktivitas tanaman kelapa rakyat berkisar antara 0.82 – 1.93 ton kopra per hektar tahun atau rata-rata sekitar 1.21 ton kopra per hektar per tahun, sementara produktivitas tanaman kelapa milik perusahaan (Sambu Group) mencapai rata-tara 1.69 ton kopra per hektar per tahun (Disbun Inhil, 2008) Rangkuman Hasil Analisis Hasil analisis menunjukkan bahwa kontribusi sektor kelapa terhadap
pembentukan output total wilayah adalah sebesar 13.44 persen, terhadap pembentukan output sektor pertanian sebesar 34.68 persen, dan terhadap pembentukan output subsektor perkebunan 79.45 persen. Kemudian kontribusinya terhadap pembentukan nilai tambah bruto (NTB) total wilayah yaitu sebesar 17.86
157
persen, terhadap pembentukan NTB sektor pertanian 36.03 persen, dan terhadap pembentukan NTB subsektor perkebunan 68.77 persen. Selanjutnya dari sisi serapan tenaga kerja menunjukkan sektor kelapa berkontribusi sebesar 27.92 persen terhadap serapan tenaga kerja total Kabupaten Indragiri Hilir, kemudian serapan tenaga kerja dalam sektor pertanian sebesar 37.57 persen, dan terhadap serapan tenaga kerja subsektor perkebunan sebesar 81.55 persen. Secara grafik peran sektor kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ditunjukkan seperti Gambar 14 di bawah ini.
81.55
Komponen
Tenaga Kerja
27.92
37.57 69.77 36.03
NTB
17.86 79.85
Output
34.68
13.44 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Persentase Total Wilayah
Sektor Pertanian
Subsektor Perkebunan
Sumber: Data sekunder dan SNSE Inhil 2005, diolah.
Gambar 14.
Distribusi Peran Sektor Kelapa terhadap Pembentukan Komponen Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.
Selanjutnya sektor industri pengolahan kelapa (industri pengolahan kelapa skala besar dan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga) terhadap pembentukan output total wilayah Kabupaten Indragiri Hilir adalah sebesar 21.05 persen, terhadap pembentukan output sektor industri sebesar 92.74 persen. Kemudian kontribusinya terhadap pembentukan nilai tambah bruto (NTB) total wilayah Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar 15.76 persen, terhadap pembentukan NTB sektor industri 95.14 persen. Selanjutnya dari sisi serapan tenaga kerja menunjukkan sektor industri kelapa berkontribusi sebesar 3.26 persen terhadap serapan tenaga kerja total Kabupaten Indragiri Hilir, kemudian serapan tenaga kerja dalam sektor industri sebesar 89.91 persen. Secara grafik peran sektor industri kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir ditunjukkan seperti Gambar 15 di bawah ini.
158
81.55
Komponen
Tenaga Kerja
27.92
37.57 69.77 36.03
NTB
17.86 79.85
Output
34.68
13.44 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Persentase Total Wilayah
Sektor Pertanian
Subsektor Perkebunan
Sumber: Data Sekunder dan SNSE Inhil 2005, Diolah.
Gambar 15. Distribusi Peran Sektor Industri Pengolahan Kelapa terhadap Pembentukan Komponen Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Dari sisi pembentukan nilai tambah bruto sektor kelapa, terlihat untuk komponen upah dan gaji berkontribusi sebesar 1.508 milyar (32.42 persen), surplus usaha sebesar 2.639 milyar rupiah (56.72 persen), penyusutan sebesar 279.7 milyar rupiah (6.01 persen) dan pajak tak langsung neto sebesar 225.7 milyar (4.85 persen). Dengan demikian menunjukkan pembentukan NTB sektor didominasi oleh komponen surplus usaha, serta upah dan gaji. Dari posisi tersebut dapat diartikan bahwa sektor kelapa merupakan sumber pendapatan masyarakat. Dengan demikian apabila pengembangannya dapat ditingkatkan maka prospek peningkatan pendapatan dan serapan tenaga kerja serta perekonomian wilayah akan sangat berarti. Dari hasil analisis keterkaitan sektor terbukti sektor kelapa masih memiliki keterkaitan yang lemah terhadap perekonomian wilayah, sehingga keberadaan kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir terlihat belum mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan dari hasil analisis multiplier effect, terbukti sektor kelapa memiliki dampak lebih besar terutama pada serapan tenaga kerja, pendapatan, NTB, dan output. Karena keterkaitan sektor kelapa masih berada pada posisi yang lemah sehingga sektor kelapa, walaupun dominan dikembangkan di Kabupaten Indragiri Hilir ternyata belum mampu menjadi leading sector dalam menggerakkan perekonomian wilayah. 159
Selanjutnya bila dilihat dari sisi industri pengolahan kelapa, menunjukkan sektor ini telah memiliki keterkaitan yang relatif kuat terhadap perekonomian wilayah sehingga keberadaan industri kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir, sesungguhnya mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, namun karena adanya indikasi kebocoran wilayah yang cukup tinggi pada industri kelapa ini dari sisi aliran finansial atau modal ke luar wilayah (capital outflow) yang jumlahnya diperkirakan sebesar 300.20 milyar rupiah pada tahun 2005. Sedangkan dari hasil analisis multiplier effect, terbukti sektor industri kelapa juga memiliki dampak lebih besar terutama pada NTB, dan output. Karena keterkaitan sektor industri kelapa berada pada posisi yang relatif kuat sehingga sektor industri kelapa seyogyanya mampu mejadi leading sector dalam menggerakkan perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, namun karena adanya kebocoran wilayah disektor industri kelapa ini sehingga menjadikan sektor ini belum mampu memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.
160
KEBOCORAN WILAYAH SEKTOR KELAPA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan hasil analisis kebocoran wilayah sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, ditinjau dari indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan forward leakage dan backward leakage Hasil analisis kebocoran wilayah menunjukkan bahwa sektor kelapa terbukti memiliki indikasi kebocoran ke depan (forward leakage) dan kebocoran ke belakang (backward leakage). Indikasi kebocoran ditunjukkan oleh nilai koefisien keterkaitan ke depan (forward linkage) sektor kelapa yaitu sebesar 0.72 atau < nilai rata-rata 1. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) yang masih relatif lemah terhadap perekonomian wilayah. Hasil analisis tersebut sesuai dengan Doeksen dan Charles (1969) menyatakan bahwa sektor pertanian yang tidak diikuti processing cenderung memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) yang rendah dan memiliki potensi kebocoran. Artinya rendahnya keterkaitan ke depan akibat tidak berkembangnya processing dan sektor hilir di tingkat petani kelapa, sehingga telah mendorong terjadinya kehilangan nilai tambah yang diterima oleh para petani kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini terjadi karena para petani kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum menjual produk kelapanya dalam bentuk kelapa butiran dan kopra ke pabrik pengolahan kelapa, artinya pengolahan kelapa di kalangan petani hampir tidak dilakukan, sehingga tidak dapat menciptakan nilai tambah bagi perekonomiannya. I ndikasi kebocoran wilayah sektor kelapa juga ditunjukkan oleh nilai koefisien keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor kelapa sebesar 0,13
atau < dari nilai rata-rata 1. Nilai koefisien tersebut mengandung makna bahwa sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang sangat lemah terhadap sektor lainnya dalam mendorong pengembangan perekonomian wilayah. Kondisi tersebut sesuai dengan Reis dan Rua (2006) menjelaskan bahwa sektor yang memiliki keterkaitan yang lemah/kecil dalam perekonomian wilayah menunjukkan adanya indikasi kebocoran wilayah. Nilai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang yang merupakan salah satu indikasi kebocoran wilayah untuk sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dapat dilihat pada Tabel 51 berikut ini : Tabel 51. Nilai Koefisien Keterkaitan Ke depan dan Ke belakang Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Koefisien Keterkaitan
Koefisien Keterkaitan
Ke depan
Ke belakang
Kelapa
0.72
0.13
Industri Kelapa Skala Besar (swasta)
0.89
0.52
Industri Kelapa Skala Rumah Tangga
0.06
0.46
Sektor
Berdasarkan Tabel 51 terlihat bahwa baik sektor kelapa, sektor industri kelapa skala besar dan sektor industri kelapa skala rumah tangga memiliki indikasi kebocoran wilayah, hal ini tercermin dari nilai koefisien keterkaitan ke depan dan nilai koefisien keterkaitan ke belakang yang nilainya lebih kecil dari nilai rata-rata 1. Namun sektor industri kelapa skala besar memiliki indikasi kebocoran wilayah yang lebih kecil dibandingkan sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga, hal ini tercermin dari nilai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang untuk sektor industri kelapa skala besar yaitu 0.52 lebih besar dibandingkan dengan sektor kelapa yaitu 0.13 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.46. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Ekspor Terhadap Output Menurut Bendavid (2001), kebocoran wilayah terjadi akibat terjadinya kebocoran nilai tambah, dimana semakin rendah nilai tambah yang dapat
162
ditangkap oleh suatu wilayah dari suatu sektor perekonomian wilayah menunjukkan tingginya kebocoran wilayah yang terjadi pada sektor tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka semakin tinggi nilai rasio ekspor terhadap output perekonomian suatu sektor perekonomian, maka semakin tinggi pula terjadinya kebocoran wilayah sektor tersebut. Hal ini terjadi karena output yang dihasilkan sebagian besar digunakan di luar wilayah atau tidak maksimal digunakan oleh sektor itu sendiri atau oleh sektor perekonomian lainnya dalam wilayah tersebut. Tabel 52. Nilai Rasio Ekspor Terhadap Output Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005
Sektor
Ekspor
Output
(juta rupiah)
(juta rupiah)
Rasio
Kelapa
402 647.63
960 277.48
0.42
Industri Kelapa Skala Besar (swasta)
857 977.31
1 398 757.50
0.61
Industri Kelapa Skala Rumah Tangga
45 156.70
104 892.75
0.43
Berdasarkan Tabel 52 terlihat bahwa untuk sektor kelapa memiliki nilai rasio ekspor dengan output sebesar 0.42.
Nilai tersebut mengandung makna
bahwa sebanyak 42 persen dari output kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir di jual ke luar wilayah. Dengan demikian, kondisi ini memperlihatkan masih tingginya output produk kelapa yang diekspor ke luar
wilayah.
Hal ini
mengindikasikan bahwa sektor kelapa masih memiliki kebocoran wilayah yang cukup tinggi, karena output kelapa yang dihasilkan tidak maksimal digunakan oleh sektor lainnya maupun sektor kelapa itu sendiri sebagai input antara dalam perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sektor industri kelapa skala besar (swasta) memiliki nilai rasio ekspor terhadap output yang lebih besar yaitu 0.61 dari pada sektor industri kelapa skala rumah tangga dengan nilai 0.43 serta sektor kelapa dengan nilai 0.42. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebocoran wilayah di sektor industri kelapa skala besar (swasta) memiliki kebocoran wilayah yang lebih besar dan bahkan mencapai 61 persen dari output yang dihasilkan. Artinya sebanyak 61 persen dari output industri kelapa skala besar outputnya tidak digunakan oleh sektor-sektor lainnya sebagai input dalam proses produksi di Kabupaten Indragiri Hilir. Relatif rendahnya kebocoran wilayah disektor industri kelapa skala rumah tangga bila 163
dibandingkan dengan sektor industri
kelapa skala besar, disebabkan karena
industri kelapa skala rumah tangga outputnya berupa gula kelapa dan minyak kelapa yang umumnya dapat di pasarkan dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Indikasi
kebocoran
ke depan
sektor kelapa dan
sektor industri
pengolahannya dapat dilihat dari nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara. Untuk lebih jelasnya nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara sektor kelapa dan industri pengolahannya dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53. Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Sektor
Ekspor (juta rupiah)
Permintaan Antara
Rasio
(juta rupiah)
Kelapa
402 647.63
550 570.34
0.73
Industri Kelapa Skala Besar (swasta)
857 977.31
452 983.70
1.89
45 156.70
24 132.18
1.87
Industri Kelapa Sekala Rumah Tangga
Berdasarkan Tabel 53, terlihat sektor kelapa memiliki kebocoran ke depan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor industri kelapa baik skala besar dan skala rumah tangga. Dimana sektor kelapa
memiliki nilai rasio ekspor
terhadap permintaan antara yaitu sebesar 0.73, sedangkan sektor industri kelapa skala besar (swasta) memiliki rasio sebesar 1.98 dan industri kelapa skala rumah tangga memiliki rasio sebesar 1.87. Hasil tersebut menunjukkan sektor industri kelapa baik skala besar dan skala rumah tangga berada pada posisi ekspor yang dominan (lebih besar) tanpa digunakan oleh sektor lain sebagai input antara dalam proses produksi. Rendahnya nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara sektor kelapa dibandingkan dengan industri pengolahan kelapa baik skala besar dan skala rumah tangga terjadi karena output dari sektor kelapa berupa kelapa butiran dan kopra selanjutnya digunakan oleh industri kelapa skala besar dan rumah tangga sebagai bahan baku utama dalam industri pengolahan kelapa tersebut.
164
Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Impor Terhadap Total Input Antara Semakin tinggi nilai ratio input antara dari komponen impor yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor terhadap total input antara sektor tersebut, mengindikasikan sektor tersebut semakin mengalami kebocoran wilayah (Bendavid, 1991).
Untuk melihat rasio input antara yang digunakan dari
komponen impor pada sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya dapat di lihat pada Tabel 54. Tabel 54. Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Impor Sektor Kelapa dan Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005. Sektor Kelapa
Input antara dari komponen Impor (juta rupiah)
Total Input Antara
Rasio
(juta rupiah)
33 046.19
129 086.66
0.26
Industri Kelapa Skala Besar (swasta)
244 266.49
722 681.94
0.34
Industri Kelapa Skala Rumah Tangga
7 753.03
47 858.18
0.16
Sumber : Data perimer dan sekunder di olah, 2010
Indikasi kebocoran ke belakang ditunjukkan oleh rasio impor terhadap total input antara sektor. Untuk sektor kelapa diperoleh rasio sebesar 0.26. Sedangkan sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 0.34 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.16. Artinya sektor industri kelapa skala rumah tangga memiliki kebocoran ke belakang yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa industri kelapa skala besar (swasta) dan industri kelapa skala rumah tangga. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Tenaga Kerja yang Ke luar Wilayah Idealnya pendapatan tenaga kerja dalam suatu wilayah dapat dibelanjakan di dalam wilayah tersebut sehingga dapat menciptakan multiplier efect terhadap perekonomian wilayah dan perekonomian masyarakat. Bila sebagian besar pendapatan tenaga kerja di dalam suatu wilayah dibelanjakan di luar wilayah atau dikirim dan diinvestasikan ke luar wilayah mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah, hal ini terjadi karena adanya aliran finansial ke luar wilayah.
165
Sebagai gambaran besaran pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah serta nilai rasio pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah untuk sektor kelapa, dan sektor industri pengolahannya di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55. Nilai Rasio Pendapatan Tenaga Kerja Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Ke Luar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Pendapatan Tenaga Kerja Ke Luar Wilayah (juta rupiah)
Total pendapatan tenaga kerja (juta rupiah)
Rasio
Kelapa
35 741.77
324 925.17
0.11
Industri Kelapa Skala Besar (swasta)
63 548.26
162 944.27
0.39
Industri Kelapa Skala Rumah Tangga
1 499.09
14 990.87
0.10
Sektor
Sumber : Data perimer dan sekunder di olah, 2010
Pada Tabel 55 terlihat, sektor kelapa, industri kelapa skala besar (swasta) dan industri kelapa skala rumah tangga mengalami kebocoran wilayah. Hal ini terlihat dari nilai rasio antara pendapatan tenaga kerja ke luar wilayah untuk sektor kelapa sebesar 0.11, sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 0.39 dan sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.10. Nilai-nilai tersebut mengandung makna bahwa sebanyak 11 persen pendapatan tenaga kerja sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dibelanjakan di luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Begitu juga dengan sektor industri kelapa skala besar, sebanyak 39 persen pendapatan tenaga kerja di sektor industri kelapa skala besar (swasta) di belanjakan di luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan untuk industri kelapa skala rumah tangga hanya sebanyak 10 persen pendapatan tenaga kerjanya yang dibelanjakan ke luar wilayah, sisanya sebanyak 90 persen di belanjakan dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Tingginya kebocoran wilayah dari aspek pendapatan tenaga kerja untuk sektor industri kelapa skala besar (swasta) dibandingkan dengan sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga disebabkan karena untuk sektor industri kelapa skala besar (swasta) tenaga kerja yang digunakan oleh perusahan industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir pada level pimpinan dan staf secara umum berasal dari luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, sehingga sebagian besar dari
166
pendapatannya dikirim ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan untuk sektor industri kelapa skala rumah tangga dan sektor kelapa secara umum menggunakan tenaga kerja lokal sehingga sebagian besar pendapatannya dibelanjakan di dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Berdasarkan Rasio Pendapatan Modal yang Ke luar Wilayah. Indikasi kebocoran wilayah juga dapat dilihat dari aspek aliran sumberdaya finansial (capital outflow), dimana semakin besar aliran modal atau finansial ke luar wilayah mengindikasikan semakin besar pula terjadinya kebocoran wilayah (Rustiadi, 2005). Untuk kasus Kabupaten Indragiri Hilir, besarnya aliran pendapatan modal sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dapat dilihat pada Tabel 56. Tabel 56. Nilai Rasio Pendapatan Modal Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa yang Ke Luar Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Rasio
(juta rupiah)
Total Pendapatan Modal (juta rupiah)
41 987.43
466 527.02
0.09
Industri Kelapa Skala Besar (swasta)
255 423.55
448 111.49
0.57
Industri Kelapa Skala Rumah Tangga
2 796.22
23 301.79
0.12
Sektor
Kelapa
Pendapatan Modal Ke Luar Wilayah
Sumber : Data perimer dan sekunder di olah, 2010
Berdasarkan Tabel 56 terlihat aliran pendapatan modal yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir untuk sektor kelapa sebesar 41.99 milyar rupiah dengan nilai rasio pendapatan modal yang ke luar wilayah sebesar 0.09, untuk sektor industri kelapa skala besar sebesar 255.42 milyar rupiah dengan nilai rasio pendapatan modal yang ke luar wilayah sebesar 0.57 dan industri kelapa skala rumah tangga sebesar 2.79 milyar rupiah dengan nilai rasio pendapatan modal yang ke luar wilayah sebesar 0.12. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk industri kelapa skala besar (swasta) memiliki tingkat kobocoran wilayah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga.
167
Tingginya indikasi kebocoran wilayah berdasarkan aliran modal ke luar wilayah untuk sektor industri kelapa skala besar (swasta) yang mencapai 57 persen dari total pendapatan modal terjadi karena investor yang bergerak dalam industri kelapa skala besar di Kabupaten Indragiri Hilir merupakan investor asing (investor dari Singapura), sehingga pendapatan modal yang dihasilkan tidak diinvestasikan kembali ke Kabupaten Indragiri Hilir. Kondisi ini menyebabkan terjadinya aliran modal atau finansial (capital outflow) ke luar wilayah Kabuapaten Indragiri Hilir. Sedangkan untuk sektor industri kelapa skala rumah tangga dan sektor kelapa memiliki aliran finansial masing-masing 12 persen dan 9 persen yang ke luar wilayah dari total pendapatan modal masing-masing sektor tersebut, nilai tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan sektor industri kelapa skala besar yang mencapai 57 persen. Hal ini terjadi karena untuk sektor industri kelapa skala rumah tangga dan sektor kelapa secara umum dilakukan oleh masyarakat lokal sebagai investornya, sehingga pendapatan modal yang dihasilkan tidak banyak yang dilarikan ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Versus Sektor Lainnya Untuk
mengetahui
indikasi
kebocoran
wilayah
dalam
konteks
pengembangan sektor pertanian berbasis perkebunan, maka dalam analisis indikasi kebocoran wilayah sektor kelapa yang merupakan bentuk sektor perkebunan rakyat, digunakan pembandingnya yaitu sektor kelapa sawit yang merupakan bentuk perkebunan estate lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa dilihat dari aspek kebocoran ke depan, sektor kelapa dan industri pengolahannya memiliki kebocoran ke depan yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Sedangkan dilihat dari sisi kebocoran ke belakang menunjukkan bahwa sektor industri kelapa memiliki indikasi kebocoran yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit, namun untuk sektor kelapa justru memiliki indikasi kebocoran yang lebih besar dibandingkan sektor kelapa sawit. Untuk lebih jelasnya perbandingan nilai keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan sektor kelapa dan industri pengolahannya dengan sektor kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 57.
168
Tabel 57. Nilai Koefisien Keterkaitan Ke depan dan Ke belakang Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa dan Sektor Kelapa Sawit Sektor
Koefisien Keterkaitan Ke depan
Kelapa Industri Kelapa Skala Besar (swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Kelapa Sawit
0.72 0.89 0.06 0.02
Koefisien Keterkaitan Ke belakang 0.13 0.52 0.46 0.22
Tingginya indikasi kebocoran wilayah berdasarkan keterkaitan ke depan untuk sektor kelapa sawit dibandingkan sektor kelapa dan industri pengolahannya disebabkan karena sektor kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum industri pengolahannya belum berkembang, dimana produksi tanaman kelapa sawit berupa tandan buah segar kelapa sawit secara umum masih dijual ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir untuk diolah di pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Disamping itu industri kelapa sawit yang saat ini berkembang di Kabupaten Indragiri Hilir baru melakukan pengolahan tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit atau yang dikenal dengan sebutan Carnel Palm Oil (CPO). Indikasi kebocoran ke belakang dapat
ditunjukkan oleh rasio impor
terhadap total input antara sektor. Untuk sektor kelapa diperoleh rasio sebesar 0.26; sektor industri kelapa skala besar sebesar 0.35; industri kelapa skala rumah tangga sebesar 0.15; sedangkan sektor kelapa sawit sebesar 0.35. Artinya sektor kelapa dan industri pengolahannya memiliki kebocoran ke belakang yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Untuk lebih jelasnya, jumlah input antara yang bersal dari komponen impor untuk sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dapat dilihat pada Tabel 58. Tabel 58. Nilai Rasio Input Antara dari Komponen Impor terhadap Total Input Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa, dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005. Sektor Kelapa Industri Kelapa Skala Besar (swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Kelapa Sawit
Input antara dari komponen Impor (juta rupiah) 33 046.19 244 266.49 7 753.03 17 685.15
Total Input Antara (juta rupiah) 129 086.66 722 681.94 47 858.18 50 529.007
Rasio 0.26 0.34 0.16 0.35
169
Indikasi kebocoran ke depan menunjukkan sektor kelapa dan industri pengolahannya juga teridentifikasi memiliki kebocoran ke depan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor kelapa sawit, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa sektor kelapa memiliki rasio sebesar 0.73, sektor industri kelapa skala besar sebesar 1.89, sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 1.87, sedangkan sektor kelapa sawit memiliki nilai rasio sebesar 29.81 (Tabel 58). Hasil tersebut menunjukkan sektor kelapa sawit berada pada posisi ekspor yang dominan (lebih besar) tanpa dilakukan pengolahan di dalam wilayah dibandingkan dengan sektor kelapa. Untuk lebih jelasnya nilai rasio ekspor terhadap permintaan antara sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa dan sektor kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 59 berikut. Tabel 59. Nilai Rasio Ekspor Terhadap Permintaan Antara Sektor Kelapa, Sektor Industri Pengolahan Kelapa Dan Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Permintaan Antara (juta rupiah) 550 570.34 452 983.70 24 132.18 7 086.59
Ekspor (juta rupiah) 402 647.63 857 977.31 45 156.70 211 224.12
Sektor Kelapa Industri Kelapa Skala Besar (swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Kelapa Sawit
Rasio 0.73 1.89 1.87 29.81
Secara grafik indikasi kebocoran sektor kelapa versus sektor kelapa sawit ditunjukkan pada Gambar 16 di bawah ini. 0.22 0.46 Ke belakang
0.52 0.13 0.02 0.06
Ke depan
0.89 0.72 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
Koefisien Keterkaitan Kelapa Sawit Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Industri Kelapa Skala Besar (swasta) Kelapa
Gambar 16. Indikasi Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa Versus Sektor Kelapa Sawit di Kabupaten Indragiri Hilir.
170
Dari hasil analisis kebocoran wilayah sektor kelapa versus sektor kelapa sawit di atas, menunjukkan bahwa sektor perkebunan rakyat memiliki potensi kebocoran ke belakang dan ke depan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan sektor perkebunan estate lainnya. Adanya indikasi kebocoran ke depan (forward leakage) dan kebocoran ke belakang (backward leakage) yang lebih kecil dalam pengembangan sektor perkebunan rakyat dibandingkan dengan sektor perkebunan estate lainnya (perkebunan perseroan). Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan perkebunan rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir mampu menjadi leading sector dalam menggerakan perekonomian wilayah. Dampak Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa terhadap Perekonomian Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Dampak kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dalam studi ini dapat dilihat dari besarnya komponen impor pada input antara, besarnya aliran pendapatan modal dan pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Untuk melihat besarnya dampak kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 60. Tabel 60. Nilai Kebocoran Wilayah Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Sektor
Kelapa Industri Kelapa Skala Besar (swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Jumlah
Pendapatan Modal Ke luar Wilayah (milyar rupiah)
Pendapatan Tenaga Kerja Ke luar Wilayah (milyar rupiah)
Input antara dari komponen Impor (milyar rupiah)
41.99 255.42 2.79 300.20
35.74 63.55 1.50 100.79
33.05 244.27 7.75 285.07
Berdasarkan Tabel 60 terlihat bahwa sektor indusrti kelapa skala besar (swasta) memiliki tingkat kebocoran wilayah yang paling tinggi baik dari aspek pendapatan modal yang ke luar wilayah, pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah dan komponen input antara dari komponen impor. Kemudian disusul oleh sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga.
171
Industri kelapa skala besar mengalami kebocoran wilayah sebesar 255.42 milyar rupiah berdasarkan aliran pendapatan modal yang ke luar wilayah. Sedangkan berdasarkan aliran pendapatan tenaga kerja ke luar wilayah sebesar 35.74 milyar rupiah. Selanjutnya sebanyak 244.27 milyar rupiah
merupakan
komponen impor yang digunakan sebagai input antara pada industri kelapa skala besar yang juga teridentifikasi sebagai kebocoran wilayah. Disisi lain, sektor kelapa juga mengalami kebocoran wilayah sebesar 41.99 milyar rupiah berdasarkan aliran modal yang ke luar wilayah dan 35.74 milyar rupiah berdasarkan aliran pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah serta sebanyak 33.05 milyar rupiah yang merupakan komponen impor yang digunakan sebagai input antara pada proses produksi sektor kelapa yang juga dapat dinyatakan sebagai kebocoran wilayah. Selanjutnya, sektor industri kelapa skala rumah tangga hanya tercatat sebesar 2.79 milyar rupiah dari komponen pendapatan modal yang ke luar wilayah dan 1.50 milyar rupiah dari komponen pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah serta 7.75 milyar rupiah dari komponen impor yang digunakan sebagai input antara sektor industri kelapa skala rumah tangga. Berdasarkan Tabel 60, terlihat bahwa kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya tertinggi terjadi pada kebocoran pendapatan modal yang ke luar wilayah berjumlah 300.20 milyar rupiah, kemudian disusul oleh kebocoran wilayah dari komponen impor input antara sebesar 285.07 milyar rupiah dan kebocoran wilayah berdasarkan aliran pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah sebesar 100.79 milyar rupiah. Kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa berdasarkan aliran pendapatan modal dan tenaga kerja ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 400.99 milyar rupiah. Angka tersebut mencapai 72 persen dari total kebocoran wilayah seluruh sektor perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan aliran pendapatan modal dan tenaga kerja yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir yang berjumlah 555.43 milyar rupiah (BPS dan Balitbang Inhil, 2006)
172
Rangkuman Hasil Analisis Hasil analisis kebocoran wilayah sektor kelapa menunjukkan bahwa sektor kelapa dan industri pengolahannya terbukti mengalami kebocoran wilayah (regional leakage). Kondisi tersebut ditunjukkan oleh terjadinya kebocoran sektor kelapa dan industri pengolahannya ke depan (forward leakages) dan kebocoran ke belakang (backward leakages). Selanjutnya apabila dibandingkan kebocoran wilayah sektor kelapa dengan sektor kelapa sawit, menunjukkan bahwa sektor kelapa dan sektor industri pengolahannya memiliki kebocoran ke depan dan ke belakang yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Dengan demikian kebocoran sektor kelapa yang merupakan bentuk perkebunan rakyat dengan sektor kelapa sawit yang merupakan bentuk perkebunan estate lainnya, menunjukkan bahwa sektor perkebunan rakyat pada kondisi eksisting memiliki potensi kebocoran yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor perkebunan estate (perseroan) lainnya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa pengembangan perkebunan rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir mampu menjadi leading sector dalam menggerakkan perekonomian wilayah. Berdasarkan hasil analisis indikasi kebocoran wilayah sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala besar dan skala rumah tangga terlihat bahwa kebocoran wilayah sektor kelapa dominan terjadi pada sektor industri kelapa skala besar. Besarnya nilai kebocoran wilayah pada sektor industri kelapa skala besar terutama terjadi akibat adanya aliran modal atau finansial (capital outflow) dari pendapatan modal yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir yang mencapai 57 persen dari total pendapatan modal industri kelapa skala besar atau setara dengan 255.20 milyar rupiah. Di samping itu pada industri kelapa skala besar juga terjadi kebocoran wilayah pada aliran pendapatan tenaga kerja yang ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 39 persen dari total pendapatan tenaga kerja atau setara dengan 63.55 milyar rupiah. Berangkat dari hasil analisis kebocoran wilayah, maka dapat dinyatakan bahwa sektor kelapa yang merupakan sektor perkebunan rakyat dapat berperan terhadap perekonomian wilayah dan perekonomian masyarakat, maka ke depan perlu dilakukan pengembangan komoditi dan berupaya menekan tingkat
173
kebocorannya melalui pengembangan processing di tingkat petani dan mengurangi terjadinya aliran modal (capital outflow) ke luar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir serta memperkuat kelembagaan di tingkat petani kelapa baik secara vertikal maupun secara horizontal.
174
DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan hasil analisis dampak pengembangan sektor kelapa, industri kelapa skala rumah tangga, industri kelapa skala besar (swasta), sektor kelapa sawit dan infrastruktur jalan terhadap distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga dan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Dampak Investasi di Sektor Kelapa terhadap Distribusi Pendapatan Untuk melihat dampak investasi di sektor kelapa terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Indragiri Hilir dilakukan dengan melihat perbandingan pendapatan pada setiap kelompok rumah tangga sebelum dan sesudah adanya kebijakan investasi masing-masing simulasi kebijakan sebesar 100 milyar. Untuk lebih jelasnya pada Tabel 61 sampai Tabel 67 berikut ini dapat dilihat dampak investasi di sektor perkebunan kelapa, sektor industri kelapa, sektor kelapa sawit dan infrastruktur jalan terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Indragiri Hilir. Tabel 61. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio sebelum dan setelah dilakukannya Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 100 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Pendapatan Gini (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 361 352.28
Perubahan Pendapatan (%) 4.07
383 990.79
399 680.56
4.09
897 125.18
934 047.68
4.12
55 478.74
0.21
57 774.03
0.21
4.14
613 642.59
639 632.77
4.24
105 855.97
110 310.48
4.21
650 296.26
677 840.96
4.24
Pada Tabel 61 terlihat bahwa sebelum adanya kebijakan atau pada kondisi awal distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, berada pada tingkat distribusi pendapatan yang merata atau tingkat ketimpangan pendapatan rendah dengan nilai indeks Gini Ratio sebesar 0.21, dan 175
setelah dilakukannya investasi di sektor kelapa sebesar 100 milyar rupiah, menunjukkan nilai indeks Gini Ratio tetap pada angka 0.21. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga tetap memiliki ketimpangan yang rendah atau merata. Namun bila dilihat dari persentase perubahan pendapatan antar kelompok rumah tangga, terlihat kelompok rumah tangga buruh tani memiliki persentase pertumbuhan pendapatan yang paling rendah yaitu dari 347.23 milyar menjadi 361.36 milyar atau sebesar 4.07 persen. Sedangkan kelompok rumah tangga desa golongan atas dan rumah tangga kota golongan atas, memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan yang paling tinggi yaitu masing-masing sebesar 4.24 persen. Tabel 62. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio sebelum dan setelah dilakukannya Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1,00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Pendapatan Gini (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 360 195.71
Perubahan Pendapatan (%) 3.73
383 990.79
398 463.25
3.77
897 125.18
931 689.13
3.85
55 478.74
0.21
57 545.73
0.22
3.73
613 642.59
636 978.21
3.80
105 855.97
109 791.57
3.72
650 296.26
675 026.42
3.80
Pada Tabel 62 terlihat bahwa kebijakan investasi di sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 100 milyar menyebabkan terjadinya peningkatan nilai indeks Gini Ratio dari 0.21 menjadi 0.22. Kondisi ini mengindikasikan bahwa investasi yang dilakukan pada industri kelapa skala besar (swasta) akan cenderung untuk meningkatkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini terjadi karena pengembangan industri kelapa skala besar akan mendorong peningkatan pendapatan rumah tangga petani yang memiliki lahan > 1.00 Ha (petani berlahan luas) dan rumah tangga desa dan kota golongan atas. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kesenjangan pendapatan dengan rumah tangga buruh tani, petani yang
176
memiliki lahan sempit dan rumah tangga desa dan kota golongan bawah (Tabel 62). Selanjutnya bila dilihat dari pergeseran perubahan pendapatan sebelum dan setelah adanya kebijakan, terlihat kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan > 1.00 Ha yang paling tinggi mengalami pertumbuhan pendapatan yaitu dari 897.12 milyar menjadi 931.69 milyar atau sebesar 3.85 persen. Sedangkan kelompok rumah tangga yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang paling rendah adalah rumah tangga kota golongan bawah yaitu 3.72 persen, kemudian disusul rumah tangga desa golongan bawah dan rumah tangga buruh tani dengan peningkatan pendapatan masing-masing sebesar 3.73 persen. Tabel 63. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio sebelum dan setelah dilakukannya Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah tangga Sebesar 100 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Pendapatan Gini (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 363 638.27
Perubahan Pendapatan (%) 4.72
383 990.79
402 246.47
4.75
897 125.18
940 277.58
4.81
55 478.74
0.21
58 130.40
0.20
4.78
613 642.59
643 641.66
4.89
105 855.97
110 973.37
4.83
650 296.26
682 089.18
4.89
Pada Tabel 63 terlihat bahwa kebijakan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga mampu menurunkan ketimpangan pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, dimana nilai indeks Gini Ratio sebelum adanya kebijakan investasi sebesar 0.21 dan turun menjadi 0.20 setelah adanya investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 100 milyar. Selanjutnya bila dilihat dari perubahan pendapatan antar kelompok rumah tangga akibat adanya investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga menyebabkan terjadinya pertumbuhan pendapatan masing-masing kelompok rumah tangga, dimana kelompok rumah tangga desa golongan atas, dan rumah tangga kota golongan atas masing-masing mengalami peningkatan pendapatan sebesar 4.89 persen. Sedangkan rumah tangga kota golongan bawah mengalami 177
peningkatan pendapatan sebesar 4.83 persen. Peningkatan pendapatan yang paling rendah secara berturut-turut terjadi pada kelompok rumah tangga buruh tani sebesar 4.72 persen, petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 4.75 persen, rumah tangga desa golongan bawah sebesar 4.78 persen dan pengusaha pertanian pemilik lahan > 1 Ha sebesar 4.81 persen. Tabel 64. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi di Sektor Kelapa Sawit 100 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Pendapatan Gini (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 360 167.01
Perubahan Pendapatan (%) 3.72
383 990.79
398 477.45
3.77
897 125.18
932 066.19
3.89
55 478.74
0.21
57 513.71
0.22
3.67
613 642.59
636 568.48
3.74
105 855.97
109 677.93
3.61
650 296.26
674 591.37
3.74
Pada Tabel 64 terlihat bahwa dampak investasi di sektor kelapa sawit sebesar 100 milyar rupiah menyebabkan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan kesenjangan pendapatan di Kabupaten Indragiri Hilir, hal ini terlihat dari nilai indek Gini Ratio sebelum adanya investasi sebesar 0.21 meningkat menjadi 0.22 setelah adanya investasi. Kondisi ini terjadi karena investasi di sektor kelapa sawit umumnya dilakukan oleh pihak swasta dan petani yang memiliki lahan yang luas, sementara masyarakat lokal atau tempatan umumnya hanya sebagai pekerja. Berdasarkan hasil simulasi kebijakan juga terlihat bahwa rumah tangga yang memiliki lahan > 1.00 Ha yang menerima dampak yang paling besar yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan sebesar 3.89 persen dibandingkan dengan rumah tangga lainnya yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Kelompok rumah tangga yang menerima peningkatan pendapatan yang paling rendah akibat dilakukannya investasi disektor kelapa sawit sebesar 100 milyar rupiah adalah kelompok rumah tangga desa golongan rendah dan rumah tangga buruh tani yaitu masing-masing 3.61 persen dan 3.72 persen.
178
Tabel 65. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah Dilakukannya Investasi Disektor Kelapa Sebesar 50 Milyar dan Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesr 50 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Pendapatan Gini (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 362 495.28
Perubahan Pendapatan (%) 4.40
383 990.79
400 963.52
4.42
897 125.18
937 162.63
4.46
55 478.74
0.21
57 952.22
0.21
4.46
613 642.59
641 637.21
4.56
105 855.97
110 641.93
4.52
650 296.26
679 965.07
4.56
Dampak investasi di sektor kelapa sebesar 50 milyar yang diikuti dengan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga 50 milyar tidak menyebabkan terjadinya perubahan nilai indek Gini Ratio diantara kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu tetap pada nilai Gini Ratio 0.21 atau berada pada kondisi merata. Selanjutnya bila dilihat dari persentase perubahan pendapatan maka kelompok rumah tangga non pertanian yang cenderung mengalami peningkatan pendapatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan rumah tangga pertanian. Kelompok rumah tangga non pertanian yang memiliki peningkatan pendapatan tertinggi terutama pada rumah tangga kota dan desa golongan atas yaitu masing-masing sebesar 4.56 persen (Tabel 65) Tabel 66. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi disektor Kelapa Sebesar 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan Raya Sebesar 50 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Pendapatan Gini (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 361 871.84
Perubahan Pendapatan (%) 4.22
383 990.79
400 329.98
4.26
897 125.18
936 113.35
4.35
55 478.74
0.21
57 815.72
0.21
4.21
613 642.59
640 030.99
4.30
105 855.97
110 310.84
4.21
650 296.26
678 261.72
4.30
179
Kebijakan investasi disektor kelapa sebesar 50 milyar yang diikuti dengan kebijakan investasi disektor infrastruktur jalan sebesar 50 milyar memperlihatkan bahwa sebelum adanya kebijakan atau pada kondisi awal distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, berada pada tingkat distribusi pendapatan yang merata atau tingkat ketimpangan pendapatan rendah dengan nilai indeks Gini Ratio sebesar 0.21, dan setelah dilakukannya investasi menunjukkan nilai indeks Gini Ratio tetap pada angka 0.21 (Tabel 66). Pada Tabel 66 terlihat bahwa kelompok rumah tangga yang mengalami peningkatan pendapatan tertinggi adalah kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan > 1.00 Ha yaitu pendapatannya meningkat dari 897.12 milyar menjadi 936.11 milyar atau mengalami peningkatan sebesar 4.35 persen, kemudian disusul oleh rumah tangga kota dan desa golongan atas yang mengalami peningkatan pendapatan masng-masing 4.30 persen. Sedangkan rumah tangga yang mengalami peningkatan pendapatan yang paling rendah adalah kelompok rumah tangga desa dan kota golongan rendah yaitu hanya mengalami peningkatan pendapatan masing-masing 4.21 persen. Tabel 67. Distribusi Pendapatan dan Nilai Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Investasi Disektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 50 Milyar dan Infrastruktur Jalan Raya Sebesar 50 Milyar No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Rumah Rumah Tangga Buruh Tani Petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah tangga Desa Golongan Bawah Rumah tangga Desa Golongan Atas Rumah tangga Kota Golongan Bawah Rumah tangga Kota Golongan Atas
Nilai Dasar Gini Pendapatan (juta) Ratio 347 232.74
Nilai Perubahan Pendapatan Gini (juta) Ratio 363 014.83
Perubahan Pendapatan (%) 4.55
383 990.79
401 612.93
4.59
897 125.18
939 228.31
4.69
55 478.74
57 993.90
4.53
613 642.59
0.21
642 035.43
0.20
4.63
105 855.97
110 642.28
4.52
650 296.26
680 385.83
4.63
Kebijakan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga yang diikuti dengan kebijakan investasi di sektor infrastruktur jalan raya masing-masing 50 milyar memperlihatkan bahwa sebelum adanya kebijakan atau pada kondisi awal distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, berada pada tingkat distribusi pendapatan yang merata
atau 180
tingkat ketimpangan pendapatan rendah dengan nilai indeks Gini Ratio sebesar 0.21, dan setelah dilakukannya investasi menunjukkan nilai indeks Gini Ratio mengalami penurunan menjadi 0.20 atau semakin mengurangi ketimpangan pendapatan antara kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir (Tabel 67). Selanjutnya bila dilihat dari persentase peningkatan pendapatan rumah tangga, maka rumah tangga yang memiliki lahan > 1.00 Ha yang mengalami peningkatan pendapatan yang paling tinggi yaitu dari 897.21 milyar menjadi 939.23 milyar atau mengalami peningkatan pendapatan sebesar 4.69 persen, kemudian disusul rumah tangga kota dan desa golongan atas masing-masing mengalami peningkatan pendapatan sebesar 4.63 persen. Rumah tangga yang mengalami peningkatan pendapatan yang paling rendah adalah rumah tangga kota golongan bawah dan rumah tangga desa golongan bawah yang hanya mengalami peningkatan pendapatan masing-masing 4.52 persen dan 4.53 persen (Tabel 67). Dampak Investasi di Sektor Kelapa terhadap Kemiskinan Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga Karakteristik pendapatan rumah tangga di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2006. Dapat dilihat pada Tabel 68 berikut. Tabel 68 No 1 2 3 4 5 6 7
Karakteristik Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 Rumah Tangga
Mean (Rp)
153 193 Buruh Tani 164 669 Petani Lahan 0-1 Ha 191 973 Petani Lahan > 1 Ha 191 762 Desa Gol Bawah 320 443 Desa Gol Atas 223 987 Kota Gol Bawah 560 363 Kata Gol Atas Sumber : Balitbang & BPS, 2006 (diolah)
Minimum (Rp)
Maksimum (Rp)
Penduduk (%)
Poverty Line (%)
34 627
205 172
17.74
33.59
35 885
245 332
18.42
27.61
50 042
357 421
32.90
8.13
43 100
417 732
2.39
18.10
97 508
2 039 505
16.27
4.75
60 950
570 500
3.75
17.18
98 409
2 350 178
8.43
1.69
Keterangan : Poverty line ditetapkan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006 yang dikeluarkan oleh BPS yaitu Rp. 159 998 perbulan per kapita Pada Tabel 68, terlihat bahwa variasi rata-rata pendapatan rumah tangga tertinggi adalah antara Rp. 205 172,- sampai Rp. 2 350 178,-. Dimana pendapatan 181
terkecil dimiliki oleh kelompok rumah tangga golongan buruh tani dan pendapatan tertinggi dimiliki oleh kelompok rumah tangga kota golongan atas. Sedangkan pendapatan minimum terendah terdapat pada rumah tangga buruh tani yaitu Rp. 34 627,- dan tertinggi pada rumah tangga kota golongan atas yaitu Rp. 98 409,-. Pangsa populasi
terbesar terdapat pada kelompok rumah tangga petani
memiliki lahan > 1 Ha yaitu sebesar 32.90 persen, kemudian diikuti oleh rumah tangga petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 18.42 persen dan rumah tangga buruh tani sebesar 17.84 persen.
Selanjutnya bila dilihat persentase
jumlah penduduk dibawah garis kemiskinan (poverty line) terbesar terdapat pada rumah
tangga buruh tani
yaitu 33.69 persen, disusul rumah tangga petani
memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha yaitu 27.61 persen, rumah tangga desa golongan bawah yaitu 18.10 persen, rumah tangga kota golongan bawah yaitu 17.18 persen, petani memiliki lahan > 1 Ha yaitu 24.69 persen, rumah tangga desa golongan atas yaitu 4.75 persen dan rumah tangga kota golongan atas 1.69 persen. Dampak Investasi Sektor Kelapa Terhadap Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Sebelum dilakukan analisis dampak investasi disektor perkebunan kelapa terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir, terlebih dahulu digambarkan kondisi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir dari tahun 2003 hingga tahun 2008. Tabel 69. Perkembangan Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin Inhil (Jiwa)
Penduduk Miskin Inhil (%)
2003
113 300
18.57
2004
112 100
17.94
2005
106 400
2006
Penurunan Kemiskinan Inhil (%)
Garis Kemiskinan Inhil
Penduduk Miskin Riau (%)
Penduduk Miskin Indonesia (%)
160 137
12.32
17.42
0.63
158 414
12.51
16.66
16.51
1.43
143 086
12.51
15.97
102 200
15.71
0.8
159 998
11.85
17.75
2007
97 100
14.57
1.14
188 063
11.20
16.58
2008
92 400
13.19
1.38
217 031
10.97
15.55
Sumber : BPS, 2010
182
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki jumlah penduduk miskin yang cenderung menurun dari tahun ke tahun di mana pada tahun 2003 tercatat sebanyak 113 300 jiwa (18.57 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Inhil) menurun menjadi 92 400 jiwa (13.19 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Inhil) pada tahun 2008.
Selanjutnya bila dilihat dari persentase penurunan
penduduk miskin di Kabupaten Indragiri Hilir dari tahun 2003 – 2008 terlihat penurunan kemiskinan terendah pada tahun 2004 yaitu sebesar 0.63 persen dan tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar 1.43 persen dengan rata-rata penurunan kemiskinan sekitar 1.08 persen pertahun. Bila dilihat dari perbandingan persentase penduduk miskin Kabupaten Indragiri Hilir dengan rata-rata kabupaten/kota di Provinsi Riau, terlihat bahwa Kabupaten Indragiri Hilir memiliki persentase penduduk miskin yang lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Riau.
Hal ini dapat dilihat pada Tahun 2003
persentase penduduk miskin di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 18.57 persen, sementara untuk Provinsi Riau hanya sebesar 12.32 persen. Begitu juga pada tahun 2008 Kabupaten Indragiri Hilir memiliki penduduk miskin sebesar 13.19 persen sementara Provinsi Riau sebesar 10.97 persen (Tabel 69). Selanjutnya bila dilihat dari perbandingan persentase penduduk miskin Kabupaten Indragiri Hilir dengan persentase penduduk miskin di Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2003 hingga tahun 2005 Kabuapaten Indragiri Hilir memiliki persentase penduduk miskin yang lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di Indonesia, namun sejak tahun 2006 hingga tahun 2008 Kabupaten Indragiri Hilir memiliki persentase penduduk miskin yang lebih rendah dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di Indonesia (Tabel 69). Untuk melihat dampak investasi di sektor kelapa terhadap tingkat kemiskinan digunakan metode pengukuran Foster, Greer and Thorbecke (F-G-T) Indeks. Metode ini relatif banyak dan populer digunakan dalam kajian-kajian kemiskinan. Distribusi pendapatan yang dihasilkan sebelum dan sesudah adanya kebijakan investasi di sektor kelapa, sektor industri pengolahan kelapa, sektor
183
kelapa sawit, sektor infrastruktur jalan selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi kemiskinan (poverty incidence) setiap kelompok rumah tangga yang ada di dalam SNSE Kabupaten Indragiri Hilir. Jika pendapatan meningkat sebesar α, maka pendapatan setiap rumah tangga dalam kelompok juga meningkat sebesar α. Dengan aturan ini, distribusi pendapatan secara proporsional akan berubah secara horizontal mengikuti perubahan di dalam pendapatan individu. Prosedur di atas mengizinkan kita untuk membandingkan tingkat kemiskinan yang dihasilkan pada kasus post-simulation dan pre-simulation dengan menggunakan ukuran Foster, Greer and Thorbecke (F-G-T). Dalam penelitian ini ukuran-ukuran poverty line atau garis kemiskinan mengikuti garis batas kemiskinan Kabupaten Indragiri Hilir yang dikeluarkan oleh BPS sebesar Rp. 159 998 perkapita perbulan pada tahun 2005. Dampak investasi di sektor kelapa, sektor industri kelapa skala besar, sektor industri kelapa skala rumah tangga, sektor kelapa sawit dan infrastruktur jalan diuraikan pada Tabel 70 sampai Tabel 72. Tabel 70. Persentase Penurunan Tingkat Kemiskinan Masing-masing Simulasi Kebijakan Persentase Penurunan Kemiskinan No
Rumah Tangga
I-KLP
1 Buruh Tani 0.000 2 Petani Lahan 0-1 Ha -2.778 3 Petani Lahan > 1 Ha -5.660 4 Desa Gol Bawah 0.000 5 Desa Gol Atas 0.000 6 Kota Gol Bawah 0.000 7 Kata Gol Atas 0.000 Rata-Rata Rumah Tangga -1.21 Rata-Rata Inhil -2.36 Sumber : Lampiran 11 – 17 diolah
IIKLP BS
I-IKLP RT I-KLS
0.000 -2.778 -5.660 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.21 -2.36
0.000 0.000 -2.778 -2.778 -5.660 -5.660 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.21 -1.21 -2.36 -2.36
I-KLP+ IKLP RT 0.000 -2.778 -5.660 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.21 -2.36
IKLP+J LN 0.000 -2.778 -5.660 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.21 -2.36
IIKLP RT +JLN 0.000 -2.778 -5.660 0.000 0.000 0.000 0.000 -1.21 -2.36
Pada Tabel 70 terlihat bahwa dari tujuh simulasi kebijakan yang ada, semuanya memberikan dampak yang sama terhadap penurunan kemiskinan di Kabuapaten
Indragiri
Hilir.
Dimana
masing-masing
simulasi
kebijakan
memberikan dampak yang sama terhadap penurunan kemiskinan yaitu pada kelompok rumah tangga petani memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 2.78 persen dan kelompok rumah tangga petani memiliki lahan > 1.00 Ha sebesar 5.66 persen. Sedangkan pada kelompok rumah tangga lainnya yaitu buruh tani, rumah tangga
184
desa golongan bawah dan atas, rumah tangga kota golongan bawah dan atas tidak mengalami penurunan kemiskinan. Selanjutnya bila dilihat dari rata-rata persentase penurunan kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar 1.21 persen (Tabel 69). Artinya dampak investasi sebesar 100 milyar hanya sedikit saja mampu menurunkan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya bila dihitung berdasarkan proporsi jumlah penduduk masing-masing kelompok rumah tangga yang ada, maka persentase penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar 2.36 persen untuk masing-masing simulasi kebijakan dan sudah lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir selama ini yaitu hanya sebesar rata-rata 1.08 persen per tahun dalam kurun waktu tahun 2003 – 2008. Hal ini terjadi karena anggaran 100 milyar selama ini penggunaanya tidak fokus pada sektor perkebunan kelapa atau digunakan dalam investasi sektor pertanian dan perkebunan dalam arti luas. Rendahnya penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan hasil simulasi sangat terkait dengan rendahnya alokasi anggaran yang dapat di alokasikan di sektor perkebunan kelapa yaitu hanya maksimum 100 milyar setiap tahunnya (Biro Keuangan Setda Inhil, 2009).
Sementara berdasarkan hasil
perhitungan yang dilakukan dengan pendekatan ICOR
dengan target
pertumbuhan ekonomi sebesar 9 persen, maka diperoleh kebutuhan investasi di sektor kelapa sebesar 520 milyar. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kebijakan investasi disektor kelapa sebesar 100 milyar pertahun tidak akan dapat mengatasi permasalahan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.
Artinya, untuk
mengembangkan sektor kelapa dan industri pengolahannya tidak bisa hanya mengandalkan dana APBD, atau dengan kata lain diperlukan adanya investasi sektor swasta dan masyarakat sebesar 420 milyar pertahun di sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir. Besar kecilnya perkiraan investasi pada masa mendatang sangat ditentukan oleh nilai ICOR. Konsep ICOR menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output yang dihasilkan dari kenaikan tertentu pada persediaan modal. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan maka pada Tabel 71, dapat dilihat hubungan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan investasi dan ICOR di Kabupaten Indragiri Hilir dari tahun 2005 sampai tahun 2008.
185
Tabel 71. Pertumbuhan Ekonomi, Kebutuhan Investasi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 – 2008.
dan Nilai
ICOR
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2005 7.03
2006 7.94
Tahun 2007 7.82
2008 7.95
Rata-rata 7.68
Kebutuhan Investasi (Juta Rp)
994.392
1 049.275
1 079.956
1 245.756
1 092.345
3.25
2.84 2.69
2.75 2.67 2.53
2.89 2.51 2.44
2.93 2.62 2.48
Parameter
ICOR (t) ICOR (t-1) ICOR (t-2)
Berdasarkan Tabel 71 di atas terlihat besarnya investasi di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2008 sebesar 1 245 milyar. Sedangkan share sektor perkebunan kelapa dan industri pengolahan kelapa terhadap PDRB total Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2008 sebesar 33.72 persen. Bila dihitung proporsi PDRB sektor perkebunan kelapa dan industri pengolahannya terhadap total investasi di Kabupaten Indragiri Hilir pada Tahun 2008, maka besarnya investasi disektor perkebunan kelapa dan industri pengolahanya adalah sebesar 420 milyar. Selanjutnya bila pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir diasumsikan akan di tingkatkan dari rata-rata 7.68 persen menjadi 9 persen pada tahun mendatang dengan asumsi ICOR (t) sebesar 2.93 maka dapat dihitung kebutuhan investasi total di Kabupaten Indragiri Hilir yaitu sebesar 1 542 milyar atau setara dengan 520
milyar untuk investasi di sektor
perkebunan kelapa dan industri pengolahannya. Selanjutnya berdasarkan simulasi yang dilakukan pada SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, maka untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 9 persen per tahun maka dibutuhkan investasi total sebesar 1.447 milyar rupiah atau setara dengan 488 milyar untuk sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa. Tabel 72. Persentase Penurunan Kedalaman Kemiskinan Masing-masing Simulasi Kebijakan Persentase Penurunan Kedalaman Kemiskinan No
Rumah Tangga
I-KLP
1 Buruh Tani -3.532 2 Petani Lahan 0-1 Ha -3.015 3 Petani Lahan > 1 Ha -6.216 4 Desa Gol Bawah -4.353 5 Desa Gol Atas -8.926 6 Kota Gol Bawah -3.542 7 Kata Gol Atas -4.781 Rata-Rata Rumah Tangga -4.91 Rata-Rata Inhil -5.32 Sumber : Lampiran 11 – 17 diolah
IIKLP BS
IIKLP RT
I-KLS
I-KLP+ IKLP RT
IKLP+JLN
-3.237 -2.783 -5.816 -3.922 -8.000 -3.130 -4.285 -4.45 -4.87
-4.096 -3.494 -7.236 -5.026 -10.294 -4.064 -5.514 -5.68 -6.16
-3.228 -2.783 -5.875 -3.859 -7.873 -3.038 -4.217 -4.41 -4.86
-3.818 -3.254 -6.718 -4.690 -9.600 -3.803 -5.142 -5.29 -5.73
-3.662 -3.138 -6.556 -4.427 -9.052 -3.542 -4.849 -5.03 -5.50
IIKLP RT +JLN -3.9480 -3.3775 -7.0583 -4.7632 -9.7470 -3.8033 -5.2211 -5.42 -5.92
186
Pada Tabel 72 terlihat bahwa masing-masing simulasi kebijakan memberikan dampak yang berbeda terhadap penurunan kedalaman kemiskinan pada masing-masing kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Namun dari tujuh simulasi kebijakan yang ada terlihat secara umum memberikan dampak yang paling tinggi terhadap penurunan kemiskinan adalah pada kelompok rumah tangga desa golongan atas dan rumah tangga pertanian memiliki lahan > 1.00 Ha. Selanjutnya penurunan kedalaman kemiskinan terendah untuk semua simulasi kebijakan terdapat pada kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha. Penurunan kedalaman kemiskinan tertinggi pada masing-masing kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir terdapat pada simulasi I-IKLP RT yaitu sebesar 10.29 persen pada rumah tangga desa golongan atas, disusul simulasi I-IKLP RT +JLN sebesar 9.75 persen
dan simulasi I-KLP+
IKLP RT sebesar 9.60 persen yang juga terdapat pada rumah tangga desa golongan atas. Sedangkan penurunan persentase kedalaman kemiskinan terendah terdapat pada simulasi I-IKLP BS dan I-KLS yaitu pada rumah tangga pertanian yang memiliki lahan seluas 0.00 -1.00 Ha yaitu masing-masing sebesar 2.78 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa simulasi I-IKLP BS yang merupakan investasi disektor industri kelapa skala besar dan simulasi I-KLS yang merupakan investasi disektor kelapa sawit memberikan penurunan kedalaman kemiskinan yang terendah pada kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya bila dilihat dari persentase penurunan kedalaman kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir
(Tabel 72), memperlihatkan simulasi I-IKLP RT
memberikan penurunan kedalaman kemiskinan yang paling tinggi yaitu 6.16 persen, kemudian disusul simulasi I-IKLP RT +JLN sebesar 5.92 persen, simulasi I-KLP+ IKLP RT sebesar 5.73 persen, simulasi I-KLP+JLN sebesar 5.50 persen, simulasi I-KLP sebesar 5.32 persen, simulasi I-IKLP BS sebesar 4.87 persen dan simulasi I-KLS sebesar 4.86 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga memberikan persentase penurunan kedalaman kemiskinan tertinggi dan investasi di sektor kelapa sawit dan investasi disektor industri kelapa skala besar (swasta) memberikan persentase penurunan kedalaman kemiskinan terendah. Hal ini terjadi karena investasi disektor industri 187
kelapa skala besar dan sektor kelapa sawit pelaku utamanya umumnya perusahaan swasta dan petani yang memiliki lahan yang luas sehingga tidak memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kedalaman kemiskinan pada masingmasing kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Berbeda halnya dengan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga yang umunnya dilakukan terhadap masyarakat tempatan (lokal), tentunya akan memberikan dampak yang relatif lebih besar terhadap penurunan kedalaman kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Tabel 73. Persentase Penurunan Keparahan Kemiskinan No 1 2
Rumah Tangga
I-KLP
Buruh Tani -5.195 Petani Lahan 0-1 Ha -5.106 3 Petani Lahan > 1 Ha -8.022 4 Desa Gol Bawah -5.642 5 Desa Gol Atas -12.268 6 Kota Gol Bawah -6.093 7 Kata Gol Atas -9.187 Rata-Rata Rumah Tangga -7.36 Rata-Rata Inhil -7.63 Sumber : Lampiran 11 – 17 diolah
Persentase Penurunan Keparahan Kemiskinan III-KLP+ II-KLS IKLP BS IKLP RT IKLP RT KLP+JLN -4.771 -6.001 -4.758 -5.605 -5.382
I-IKLP RT +JLN -5.7906
-4.713
-5.912
-4.713
-5.510
-5.314
-5.7171
-7.517 -5.099 -11.058 -5.397 -8.255 -6.69 -6.99
-9.299 -6.480 -14.028 -6.969 -10.555 -8.46 -8.79
-7.592 -5.020 -10.892 -5.240 -8.128 -6.62 -6.97
-8.654 -6.062 -13.139 -6.532 -9.862 -7.91 -8.20
-8.450 -5.734 -12.432 -6.093 -9.314 -7.53 -7.88
-9.0786 -6.1538 -13.3281 -6.5316 -10.0095 -8.09 -8.46
Penurunan keparahan kemiskinan (Tabel 73) memperlihatkan bahwa masing-masing simulasi kebijakan memberikan dampak yang berbeda-beda terhadap kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indrgiri Hilir. Dari tujuh simulasi yang ada, terlihat bahwa kelompok rumah tangga desa golongan atas dan rumah tangga kota golongan atas yang mengalami persentase penurunan keparahan kemiskinan yang tertinggi. Sedangkan penurunan kedalaman kemiskinan terendah untuk semua simulasi kebijakan terdapat pada kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha dan rumah tangga buruh tani. Selanjutnya penurunan keparahan
kemiskinan tertinggi pada masing-
masing kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir terdapat pada simulasi I-IKLP RT yaitu sebesar 14.03 persen pada rumah tangga desa golongan atas, disusul simulasi I-IKLP RT +JLN sebesar 13.33 persen
dan
simulasi I-KLP+ IKLP RT sebesar 13.12 persen yang juga terdapat pada rumah tangga desa golongan atas. Sedangkan penurunan persentase keparahan 188
kemiskinan terendah terdapat pada simulasi I-IKLP BS dan I-KLS
yaitu pada
rumah tangga pertanian yang memiliki lahan seluas 0.00 -1.00 Ha yaitu masingmasing
sebesar 4.71 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa simulasi I-
IKLP BS yang merupakan investasi disektor industri kelapa skala besar dan simulasi I-KLS yang merupakan investasi disektor kelapa sawit memberikan penurunan keparahan kemiskinan yang terendah pada kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Bila dilihat dari persentase penurunan keparahan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir (Tabel 73), memperlihatkan simulasi I-IKLP RT memberikan penurunan keparahan kemiskinan yang paling tinggi yaitu 8.79 persen, kemudian disusul simulasi I-IKLP RT +JLN sebesar 8.46 persen, simulasi I-KLP+ IKLP RT sebesar 8.20 persen, simulasi I-KLP+JLN sebesar 7.88 persen, simulasi I-KLP sebesar 7.63 persen, simulasi I-IKLP BS sebesar 6.99 persen dan simulasi I-KLS sebesar 6.97 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga memberikan persentase penurunan keparahan kemiskinan tertinggi dan investasi di sektor kelapa sawit dan investasi disektor industri kelapa skala besar (swasta) memberikan persentase penurunan keparahan kemiskinan terendah. Hal ini terjadi karena investasi disektor insudtri kelapa skala besar dan sektor kelapa sawit pelaku utamanya umumnya perusahaan swasta dan petani yang memiliki lahan yang luas sehingga tidak memberikan dampak yang besar terhadap penurunan keparahan kemiskinan pada masing-masing kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Berbeda halnya dengan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga yang umumnya dilakukan terhadap masyarakat tempatan (lokal), tentunya akan memberikan dampak yang relatif lebih besar terhadap penurunan keparahan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Hasil pendugaan parameter model regresi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0.97, artinya keragaman faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dijelaskan oleh keragaman perubah penjelas 189
sebesar 97 persen, sedangkan sisanya sebesar 3 persen tidak dapat dijelaskan oleh persamaan tersebut (Tabel 74). Nilai F hitung 115.81 dan nyata pada taraf 1%, mengindikasikan bahwa model yang digunakan cukup baik, karena dapat menerangkan peubah penjelas terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir sampai pada tingkat kepercayaan 99 persen. Secara parsial hanya parameter peubah alokasi anggaran pembanguan di setiap kecamatan, jumlah kelembagaan produksi di setiap kecamatan, jumlah kelembagaan pemasaran hasil di setiap kecamatan, persentase rumah tangga pertanian di setiap kecamatan dan lokasi industeri pengolahan kelapa yang nyata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan parameter lainnya seperti panjang jalan yang dapat dilalui kendaran roda empat disetiap kecamatan, biaya transportasi di setiap kecamatan, produktifitas tanaman kelapa disetiap kecamatan dan tipologi wilayah tidak nyata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Parameter dugaan panjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat di setiap kecamatan sesuai dengan harapan karena bernilai negatif, namun tidak nyata terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.
Artinya
penambahan jalan atau pembangunan jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat di setiap kecamatan ada kecenderungan untuk menurunkan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini terjadi karena dengan semakin terbukanya akses jalan tentu akan semakin meningkatkan akses masyarakat miskin dalam melakukan pemasaran-pemasaran hasil pertanian atau hasil produksi yang dihasilkan ke pusat-pusat pasar baik yang ada di kota kecamatan maupun di ibu kota Kabupaten Indragiri Hilir. Parameter dugaan biaya transportasi di setiap kecamatan sesuai dengan harapan karena bernilai positif, namun tidak nyata terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Artinya semakin tinggi biaya transportasi di setiap kecamatan maka semakin tinggi pula jumlah kemiskinan di kecamatan tersebut. Hal ini terjadi karena dengan semakin tingginya biaya
190
transportasi maka akan menurunkan interaksi penduduk di suatu kecamatan terhadap pusat-pusat pasar produksi dan input produksi. Parameter dugaan alokasi anggaran pembangunan di setiap kecamatan bernilai negatif dan berpengaruh nyata terhadap penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Kondisi ini menunjukan bahwa semakin tinggi alokasi anggaran pembangunan disetiap kecamatan maka semakin terjadi kecenderung untuk menurunkan kemiskinan yang ada pada kecamatan tersebut. Hal ini terjadi karena alokasi anggaran pembangunan yang tinggi pada kecamatan tersebut seperti alokasi anggaran untuk pengembangan infrastruktur jalan tinggi akan semakin meningkatkan akses petani ke pusat-pusat pemasaran input produksi dan pemasaran hasil peroduksi. Begitu juga dengan semakin tingginya alokasi anggaran pembangunan untuk pembangunan
infrastruktur usaha tani seperti
saluran drainase (kanal) akan dapat meningkatkan produktifitas tanaman kelapa dan menurunkan biaya-biaya pemeliharaan dan panen tanaman kelapa sehingga akan memberikan peningkatan pendapatan terhadap
petani kelapa yang
selanjutnya tentunya akan semakin menurunkan kemiskinan penduduk yang terjadi pada wilayah kecamatan tersebut. Parameter dugaan jumlah kelembagaan produksi disetiap kecamatan bernilai negatif dan
berpengaruh nyata terhadap penurunan
kemiskinan di
Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini terjadi karena semakin tingginya kelembagaan produksi di suatu kecamatan dalam hal ini adalah semakin banyaknya kelompok tani, maka semakin meningkatkan penguatan kelembagaan petani kelapa baik secara horizontal maupun secara vertikal, karena organisasi-organisasi petani yang merupakan bentuk pengaturan-pengaturan institusional yang penting untuk dapat mengorganisasikan petani kelapa, khususnya dalam rangka menyongsong kebijaksanaan liberalisasi pasar pertanian. Keuntungan mengorganisasikan petani kelapa dalam kelompok-kelompok yang solid merupakan suatu upaya untuk mengurangi biaya-biaya transaksi dalam memperoleh akses kepada pasar-pasar sarana produksi utama seperti pupuk dan obat-obatan dan juga pasar output kopra. Keuntungan lainnya adalah untuk memperbaiki kekuatan tawar-menawar dan negoisasi dari petani kelapa yang berhadapan face to face dengan pabrik
191
pengolahan kopra dan pedagang pengumpul yang memiliki organisasi yang solid dan permodalan yang kuat. Parameter dugaan jumlah kelembagaan pemasaran hasil disetiap kecamatan bernilai negatif dan
berpengaruh nyata terhadap penurunan
kemiskinan di
Kabupaten Indragiri Hilir. Hal ini terjadi karena semakin tingginya kelembagaan pemasaran hasil seperti pedagang pengumpul (tauke) atau koperasi pemasaran hasil pertanian maka semakin banyak pilihan bagi petani kelapa untuk melakukan penjualan produksi hasil petaniannya sehingga harga yang diterima oleh petani semakin tinggi pula karena terjadinya pasar persaingan sempurna. Kondisi ini selanjutnya akan meningkatkan pendapatan yang diterima oleh petani dan tentunya akan semakin menurunkan kemiskinan yang terjadi. Namun sebaliknya bila kelembagaan pemasaran hasil yang terbatas di setiap kecamatan akan dapat menyebabkan terjadinya prilaku monopsoni yang selanjutnya pihak pembeli hasil produksi pertanian menetapkan harga secara sepihak atau transmisi harga di tingkat petani tidak akan terjadi walupun di pasar yang tingkatannya lebih tinggi telah terjadi kenaikan harga hasil produksi pertanian. Kondisi ini tentunya akan menurunkan pendapatan yang diterima oleh petani dan selanjutnya akan semain meningkatkan kemiskinan. Parameter dugaan persentase rumah tangga pertanian disetiap kecamatan bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Kondisi ini memperlihatkan bahwa di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, semakin tinggi persentase rumah tangga pertaniannya maka semakin tinggi pula persentase penduduk miskinnya, artinya penduduk miskin yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir secara umum merupakan rumah tangga pertanian. Tingginya penduduk miskin pada rumah tangga pertanian ini disebabkan karena petani yang ada secara umum merupakan petani kelapa dan harga kelapa di tingkat petani yang relatif rendah akibat adanya monopsoni ditingkat industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir sehingga harga ditetapkan secara sepihak oleh pihak industri kelapa. Disamping itu kelembagaan petani baik secara vertikal maupun secara horizontal masih lemah sehingga petani memiliki posisi tawar yang rendah terhadap input produksi dan pemasaran hasil produksi. Disamping itu kondisi wilayah yang umumnya 192
terisolasi dan infrastuktur jalan dan transportasi laut yang sangat minim menyebabkan sulitnya petani untuk melakukan pemasaran hasil-hasil petanian karena akibat biaya transportasi yang mahal sehingga pemasaran hasil-hasil pertanian umumnya dilakukan ke pedagang pengumpul (tauke) yang merupakan perpanjangan tangan dari industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Parameter dugaan produktivitas tanaman kelapa di setiap kecamatan bernilai negatif,
namun tidak berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di Kabupaten
Indragiri Hilir. Koofisen yang bernilai negatif tersebut sesuai dengan harapan dan mengindikasikan bahwa ada kecenderungan semakin tinggi produktivitas tanaman kelapa yang ada di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Inragiri Hilir maka kemiskinan akan semakin menurun. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir perlu dilakukan dengan berbagai upaya seperti peningkatan pemeliharaan tanaman oleh petani kelapa, perbaikan saluran-saluran drainase dengan membuat kanal-kanal saluran air yang berfungsi sebagai sarana transportasi panen kelapa dan juga dapat mencegah genangan-genangan air pada pertanaman kelapa rakyat yang diduga dapat menurunkan produktivitas tanaman kelapa. Disamping itu pembuatan tanggul pengaman intrusi air laut juga dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa. Namun investasi dibidang pembuatan kanal-kanal/saluran air, tanggul pengaman intrusi air laut serta infrastruktur jalan usaha tani tidak mungkin dapat dilakukan oleh petani karena membutuhkan investasi yang mahal. Oleh karena itu Pemerintah Daerah yang dipandang dapat memfasilitasi hal tersebut sehingga produktivitas tanaman kelapa rakyat dapat meningkat. Parameter dugaan dummy lokasi industri pengolahan kelapa bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Kondisi ini memperlihatkan bahwa, apabila pada suatu kecamatan terdapat industri kelapa maka kemiskinan pada kecamatan tersebut akan cenderung untuk meningkat, hal ini terjadi karena pada lokasi industri tersebut terdapat perkebunan kelapa milik swasta sehingga masyarakat tempatan secara umum bekerja sebagai buruh tani pada perkebunan kelapa tersebut dan juga sebagai buruh harian pada pabrik pengolahan kelapa atau dengan kata lain bahwa masyarakat tempatan bukan 193
sebagai petani yang memiliki melainkan sebagai buruh tani.
Hal ini sejalan
dengan data SUSENAS tahun 2005 yang memperlihatkan bahwa pada kelompok ruamah tangga buruh tani ini yang memiliki persentase penduduk miskin yang paling tinggi yaitu sebanyak 33.59 persen di bandingkan dengan kelompok rumah tangga lainnya yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Parameter dugaan dummy tipologi wilayah bernilai negatif, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan pada wilayah dataran tinggi persentase penduduk miskinnya lebih tinggi bila di bandingkan dengan penduduk yang bermukim di wilayah pesisir. Hal ini bisa disebabkan karena pada daerah dataran tinggi pengembangan komoditas kelapa tidak banyak dilakukan oleh masyarakat akibat kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman kelapa relatif lebih rendah dibandingkan dengan wilayah dataran rendah (wilayah pesisir), sehingga masyarakat pada tipologi wilayah dataran tinggi cendrung untuk mengembangkan tanaman buah-buahan yang sifatnya musiman, sehingga pada musin panen buahbuahan penghasilan masyarakat akan meningkat, namun pada saat buah-buahan tidak berproduksi masyarakatnya cenderung menjadi pengangguran atau bekerja sebagai buruh tani pada perkebunan kelapa sawit yang ada daerah lain. Tabel 74. Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di di Kabupaten Indragiri Hilir. Peubah
Koefisien
Intercept Panjang Jalan dilalui roda empat (P JLN ) Biaya Transportasi (B TRS ) Alokasi Aggaran (A AG ) Jlh Kelembagaan Produksi (J LBP ) Jlh Kelembagaan Pemasaran (J LBPSR ) Persentase Rumah Tangga Pertanian (RT PT ) Produktivitas Tanaman Kelapa (PR Tan ) Dummy Lokasi Industr Kelapa (D 1 ) Dummy Lokasi Tipologi Wilayah (D 2 ) DW 2.16 R2 Adjusted 0.97
1.720395 -0.014264 0.024602 -0.067118 -0.260234 -0.286686 0.271466 -0.051989 0.020598 -0.038588
Standard Error 0.097383 0.015768 0.040983 0.036419 0.038045 0.040882 0.046069 0.083844 0.011352 0.024075 P-Value F. Ratio
T. Value
P- Value
17.66622 -0.904662 0.600292 -1.842953 -6.840082 -7.012561 5.892631 -0.620068 1.814465 -1.602828 0.000 115.81
0.0000 0.3746 0.5539 0.0777 0.0000 0.0000 0.0000 0.5411 0.0821 0.1221
194
Rangkuman Analisis Dari tujuh simulasi kebijakan yang di analisis untuk dilihat dampaknya terhadap pertumbuhan pendapatan masing-masing kelompok rumah tangga, menujukkan bahwa simulasi I-IKLP RT (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga 100 milyar) memberikan peningkatan pendapatan
rata-rata
kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yang paling tinggi yaitu sebesar 4.81 persen, kemudian disusul simulasi I-IKLP RT +JLN (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga 50 milyar dan infrastruktur jalan 50 milyar) sebesar 4.59 persen dan simulasi I-KLP+JLN (investasi di sektor kelapa 50 milyar dan infrastruktur jalan 50 milyar) sebesar 4.48 persen. Selanjutnya simulasi I-KLS (investasi disektor kelapa sawit sebesar 100 milyar) memberikan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yang paling rendah yaitu hanya 3.73 persen, kemudian disusul simulasi IIKLP BS (investasi disektor industri kelapa skala besar/swasta 100 milyar) yaitu sebesar 3.77 persen (Tabel 75). Investasi di sektor kelapa memberikan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan investasi di sektor kelapa sawit. Hal ini terlihat bahwa investasi di sektor kelapa yang meliputi simulasi I-KLP, I-IKLP RT dan I-IKLP BS memberikan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga secara berturut-turut adalah 4.15 persen, 3.77 persen dan 4.81 persen dibandingkan investasi disektor kelapa sawit (simulasi I-KLS) yang hanya memberikan peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri hilir hanya sebesar 3.73 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengembangan sektor kelapa akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Indragiri Hilir dan akan mengurangi kemiskinan relatif bila dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Rendahnya peningkatan pendapatan rumah tangga bila dilakukan investasi di sektor kelapa sawit ini, karena sektor kelapa sawit pelaku utamya adalah pengusaha swasta (perusahaan) dan masyarakat yang memiliki lahan yang luas, sementara masyarakat tempatan secara umun hanya merupakan pekerja atau buruh harian. Sedangkan kalau sektor kelapa dan sektor industri kelapa skala rumah tangga yang dikembangkan akan 195
banyak melibatkan rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir sebagai pelaku utamanya, kecuali untuk industri kelapa skala besar, masyarakat lokal juga hanya sebagai pekerja atau buruh harian karena pelaku utamanya adalah sektor swasta. Tabel 75. Persentase Kebijakan
Pertumbuhan
Pendapatan Masing-masing Simulasi
% Pertumbuhan Pendapatan Masing-masing Simulasi No 1 2 3 4 5 6 7
Rumah Tangga Buruh Tani Petani Lahan 0-1 Ha Petani Lahan > 1 Ha Desa Gol Bawah Desa Gol Atas Kota Gol Bawah Kata Gol Atas Rata-Rata
I-KLP
I-IKLP BS
I-IKLP RT
I-KLS
I-KLP+ IKLP RT
IKLP+JLN
4.07 4.09 4.12 4.14 4.24 4.21 4.24 4.15
3.73 3.77 3.85 3.73 3.80 3.72 3.80 3.77
4.72 4.75 4.81 4.78 4.89 4.83 4.89 4.81
3.72 3.77 3.89 3.67 3.74 3.61 3.74 3.73
4.40 4.42 4.46 4.46 4.56 4.52 4.56 4.48
4.22 4.26 4.35 4.21 4.30 4.21 4.30 4.26
IIKLP RT +JLN 4.55 4.59 4.69 4.53 4.63 4.52 4.63 4.59
Untuk melihat kemiskinan relatif di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat dari distribusi pendapatan antar kelompok rumah tangga yang ada melalui pendekatan nilai indeks Gini Ratio. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap masing-masing simulasi kebijakan terlihat bahwa kebijakan investasi yang dapat menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir adalah simulasi I-IKLP RT (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga 100 milyar) simulasi I-IKLP RT +JLN (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga 50 milyar dan sektor infrastruktur jalan 50 milyar). Sedangkan kebijakan investasi di sektor industri kelapa skala besar 100 milyar (simulasi I-IKLP BS ) dan investasi di sektor kelapa sawit sebesar 100 milyar (simulasi I-KLS) cenderung semakin meningkatkan kesenjangan pendapatan di antara kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir, hal ini tercermin dari adanya peningkatan nilai indeks Gini Ratio yang awalnya 0.21 (sebelum dilakukannya simulasi) menjadi 0.22 setelah dilakukannya simulasi (Tabel 76). Sementara untuk simulasi I-KLP (investasi di sektor kelapa 100 milyar), simulasi I-KLP+ IKLP RT (investasi disektor kelapa 50 milyar dan industri kelapa skala rumah tangga 50 milyar) dan simulasi I-KLP+JLN (investasi disektor kelapa 50 milyar dan infrastruktur jalan 50 milyar) tidak memperlihatkan adanya penurunan nilai indeks Gini Ratio atau tetap pada nilai 0.21 baik sebelum dan sesudah dilakukannya simulasi kebijakan.
196
Tabel 76. Nilai Indeks Gini Ratio Sebelum dan Setelah dilakukannya Simulasi Masing-masing Kebijakan Simulasi
Indeks Gini Awal
I-KLP I-IKLP BS I-IKLP RT I-KLS I-KLP+ IKLP RT I-KLP+JLN I-IKLP RT +JLN
0.21 0.21 0.21 0.21 0.21 0.21 0.21
Indeks Gini Setelah Simulasi 0.21 0.22 0.20 0.22 0.21 0.21 0.20
Bila dilihat dari penurunanan tingkat kemiskinan, maka semua simulasi kebijakan hanya mampu menurunkan kemiskinan pada rumah tangga
petani
memiliki lahan 0.00 – 1.00 Ha sebesar 2.78 persen dan kelompok rumah tangga petani memiliki lahan > 1.00 Ha sebesar 5.66 persen. Sedangkan pada kelompok rumah tangga lainnya tidak mengalami penurunan kemiskinan. Selanjutnya penurunan kemiskinan total di Kabupaten Indragiri Hilir pada masing-masing simulasi kebijakan tersebut hanya sebesar sebesar 2.36 persen untuk masingmasing simulasi kebijakan. Rendahnya penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir ini terkait dengan rendahnya alokasi anggaran yang dapat di alokasikan di sektor perkebunan kelapa yaitu hanya maksimum 100 milyar setiap tahunnya (Biro Keuangan Setda Inhil, 2009). Sementara berdasarkan hasil perhitungan
yang
dilakukan
dengan
pendekatan
ICOR
dengan
target
pertumbuhan ekonomi sebesar 9 persen, maka diperoleh kebutuhan investasi di sektor kelapa sebesar 520 milyar. Selanjutnya bila dilihat dari persentase penurunan kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan memperlihatkan simulasi I-IKLP RT memberikan penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan yang paling tinggi, kemudian disusul simulasi I-IKLP RT +JLN, simulasi I-KLP+ IKLP RT , simulasi I-KLP+JLN, simulasi I-KLP sebesar, simulasi I-IKLP BS dan simulasi I-KLS. Kondisi ini memperlihatkan bahwa investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga memberikan persentase penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan tertinggi dan investasi di sektor kelapa sawit dan investasi disektor industri kelapa skala besar (swasta) memberikan persentase penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan terendah. Hal ini terjadi karena investasi disektor industri kelapa skala 197
besar dan sektor kelapa sawit pelaku utamanya umumnya perusahaan swasta dan petani yang memiliki lahan yang luas sehingga tidak memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan pada masingmasing kelompok rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Berbeda halnya dengan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga yang umumnya dilakukan oleh masyarakat tempatan (lokal),
tentunya akan
memberikan dampak yang relatif lebih besar terhadap penurunan kedalaman dan keparahan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Parameter peubah alokasi anggaran pembanguan di setiap kecamatan, jumlah kelembagaan produksi di setiap kecamatan, jumlah kelembagaan pemasaran hasil di setiap kecamatan, persentase rumah tangga pertanian disetiap kecamatan dan dummy lokasi industri pengolahan kelapa yang nyata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan parameter lainnya seperti panjang jalan yang dapat dilalui kendaran roda empat disetiap kecamatan, biaya tarasportasi di setiap kecamatan, produktifitas tanaman kelapa di setiap kecamatan dan dummy tipologi wilayah tidak nyata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.
198
DAMPAK PENGEMBANGAN SEKTOR KELAPA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan hasil analisis simulasi kebijakan meliputi dampak investasi di sektor kelapa, industri pengolahan kelapa baik skala rumah tangga maupun industri pengolahan kelapa skala besar (swasta), sektor kelapa sawit dan infrastruktur jalan terhadap pendapatan faktor produksi, rumah tangga dan sektor produksi. Dampak Investasi Sektor Kelapa dan Sektor Industri Pengolahan Kelapa Dampak Investasi di Sektor Kelapa Kebijakan investasi di sektor perkebunan kelapa sebesar 100 milyar, mengakibatkan
kenaikan
total
nilai
tambah
faktor
produksi
sebesar
Rp. 183 623.79 juta atau rata-rata pertumbuhan faktor produksi sebesar 4.13 persen. Kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 127 016.46 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 4.16 persen dan mendorong pendapatan sektor produksi sebesar Rp. 388 244.87 juta
atau mengalami rata-rata
pertumbuhan sebesar 4.93 persen. Untuk lebih jelasnya dampak investasi di sektor kelapa terhadap neraca regional dapat dilihat pada Tabel 77. Tabel 77. Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No 1 2 3
Pendapatan Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi/PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 7 875 737.21
Nilai Perubahan (Juta Rp) 183 623.79 127 016.49 388 244.87
(%) 4.13 4.16 4.93
Sumber : Lampiran 6, diolah
Berdasarkan lampiran 6, terlihat bahwa dampak investasi di sektor kelapa sebesar 100 milyar
memberikan dampak langsung di sektor kelapa sebesar
100 000 juta dan dampak tidak langsung di sektor kelapa sebesar 116 986.44 juta. Dampak tidak langsung tersebut terdiri dari dampak pengganda transfer atau own multiplier (Ma1) sebesar 105 590.66 juta dan pengganda closed loop (Ma3) sebesar 11 395.78 juta. Selanjutnya peningkatan pendapatan total sektor produksi
199
sebesar 388 244.87
juta tersebut juga terdiri dari dampak langsung sebesar
100 000 juta dan dampak tidak langsung sebesar 288 244.87 juta yang terdiri dari dampak pengganda transfer sebesar 119 135.66 juta dan pengganda closed loop sebesar 169 109.21 juta. Selanjutnya, dampak investasi di sektor kelapa sebesar 100 000 juta memberikan peningkatan pendapatan pada blok institusi yaitu sebesar 177 717.24 juta.
Nilai ini terdiri kontribusi dari pengganda open loop (Ma2) sebesar
90 083.94 juta dan closed loop (Ma3) sebesar 87 633.30 juta. Di antara institusi yang menerima dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga pertanian memiliki lahan > 1 Ha dibandingkan kelompok rumah tangga lainnya, dengan nilai peningkatan sebesar 36 922.50 juta. Nilai kontribusi dari pengganda open loop sebesar 18 718.10 juta dan closed loop sebesar 18 204.40 juta (Lampiran 6). Dampak investasi di sektor kelapa memberikan dampak penerimaan blok faktor produksi yaitu sebesar 183 623.79 juta. Nilai ini terdiri dari kontribusi pengganda open loop sebesar 93 488.50 juta dan closed loop sebesar 90 135.29 juta. Selanjutnya faktor produksi modal memberikan kontribusi penerimaan yang lebih tinggi yaitu sebesar 115 654.65 juta dibandingkan faktor produksi tenaga kerja yang hanya memberikan kontribusi sebesar 67 969.14 (Lampiran 6). Dampak Investasi Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Peningkatan investasi di sektor perkebunan kelapa skala besar (swasta) sebesar 100 milyar, mengakibatkan kenaikan total nilai tambah faktor produksi sebesar 171 073.87
juta atau rata-rata pertumbuhan sebesar 3.85 persen,
kemudian pada pendapatan rumah tangga sebesar 116 067.76 juta atau rata-rata pertumbuhan sebesar 3.80 persen, dan mendorong pertumbuhan sektor produksi sebesar 425 417.03 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5.40 persen. Selengkapnya pada Tabel 78 dapat dilihat dampak investasi di sektor industri kelapa skala besar terhadap neraca regional.
200
Tabel 78. Dampak Investasi di Sektor Industri Pengolahan Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No 1 2 3
Pendapatan Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi/PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 3 053 622.27
Nilai Perubahan (Juta Rp) 171 073.87 116 067.76 425 417.03
(%) 3.85 3.80 5.40
Sumber : Lampiran 7, diolah
Pada lampiran 7, memperlihatkan dampak investasi di sektor industri kelapa skala besar sebesar 100 milyar memberikan dampak langsung di sektor industri kelapa skala besar sebesar 100 juta dan dampak tidak langsung di sektor kelapa skala besar sebesar 122 500.02 juta. Dampak tidak langsung tersebut terdiri dari dampak pengganda transfer atau own multiplier (Ma1) sebesar 110 029.05 juta dan pengganda closed loop (Ma3) sebesar 12 470.97
juta. Selanjutnya
peningkatan pendapatan total sektor produksi sebesar 425 417.03 juta yang terdiri dari dampak langsung sebesar 100 juta dan dampak tidak langsung sebesar 325 417.03 juta yang terdiri dari dampak pengganda transfer sebesar 169 334.05 juta dan pengganda closed loop sebesar 156 082.99 juta. Peningkatan investasi di sektor industri kelapa skala besar ini disamping mendorong peningkatan pendapatan di sektor industri kelapa skala besar itu sendiri juga
mendorong peningkatan pendapatan di sektor lainnya seperti
peningkatan pendapatan di sektor kelapa sebesar 45 276.91 juta dan peningkatan pendapatan di sektor perdagangan sebesar 43 077.79 juta. Dampak investasi di sektor industri kelapa skala besar (swasta) sebesar 100 000 juta memberikan peningkatan pendapatan pada blok institusi yaitu sebesar 166 387.52 juta. Nilai ini terdiri kontribusi dari pengganda open loop sebesar 85 470.47 juta dan closed loop
sebesar 80 917.05 juta. Diantara institusi yang
menerima dampak paling besar adalah institusi rumah tangga pertanian memiliki lahan > 1.00 Ha dan perusahaan yaitu yaitu maisng-masing 34 563.95 juta dan 29 779.86 juta bila dibandingkan institusi atau rumah tangga lainnya (Lampiran 7). Hal ini sangat logis karena peningkatan investasi di sektor industri kelapa skala besar tentu akan meningkatkan pendapatan petani yang berlahan luas > 1.00 Ha yang umumnya memiliki hubungan pemasaran secara langsung dengan industri 201
pengolahan kelapa. Begitu juga dengan perusahaan yang merupakan pelaku utama pengolahan kelapa sekala besar tentunya akan menerima kontribusi yang besar akibat dilakukannya investasi pada industri kelapa skala besar. Dampak investasi di sektor industri kelapa skala besar memberikan dampak penerimaan blok faktor produksi yaitu sebesar 171 073.87 juta. Nilai ini nilai kontribusi dari pengganda open loop sebesar 87 804.60 juta dan closed loop sebesar 83 269.26 juta. Selanjutnya faktor produksi modal memberikan kontribusi penerimaan yang lebih tinggi yaitu sebesar 114 887.98 juta dibandingkan faktor produksi tenaga kerja yang hanya memberikan kontribusi sebesar 56 185.88 juta (Lampiran 7). Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Berdasarkan Tabel 79, terlihat bahwa adanya kebijakan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 100 milyar, mengakibatkan kenaikan total nilai tambah faktor produksi sebesar Rp. 214 295.95 juta atau rata-rata pertumbuhan faktor produksi sebesar 4.82 persen, kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 147 374.66 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 4.38 % dan mendorong pendapatan sektor produksi sebesar 516 489.47 juta atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6.56 persen. Tabel 79. Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No 1 2 3
Pendapatan Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi/PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 7 875 737.21
Nilai Perubahan (Juta Rp) 214 295.95 147 374.66 516 489.47
(%) 4.82 4.83 6.56
Sumber : Lampiran 8, diolah
Berdasarkan lampiran 8, memperlihatkan dampak investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 100 milyar memberikan dampak langsung di sektor tersebut sebesar 100 000 juta dan dampak tidak langsung di sektor tersebut sebesar 142 030.92 juta. Dampak tidak langsung tersebut terdiri dari dampak pengganda transfer atau own multiplier sebesar 131 173.06 juta dan pengganda closed loop
sebesar 10 857.17 juta. Selanjutnya peningkatan
pendapatan total sektor produksi sebesar 516 489.47 juta yang terdiri dari dampak 202
langsung sebesar 100 000 juta dan dampak tidak langsung sebesar 416 489.47 juta yang terdiri dari dampak pengganda transfer sebesar 209 688.40 juta dan pengganda closed loop sebesar 196 801.06 juta. Peningkatan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga ini disamping mendorong peningkatan pendapatan di sektor itu sendiri juga mendorong peningkatan pendapatan di sektor lainnya seperti peningkatan pendapatan di sektor kelapa sebesar 57 254.42 juta dan peningkatan pendapatan di sektor perdagangan sebesar 55 465.26 juta. Hal ini terjadi karena sektor industri kelapa skala rumah tangga berkembang maka akan meningkatkan permintaan bahan baku kelapa dari sektor kelapa, begitu juga dengan sektor perdagangan akan berkembang dengan berkembangnya hasil produksi industri kelapa skala rumah tangga tersebut. Dampak investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 50 000 juta memberikan peningkatan pendapatan pada blok institusi yaitu sebesar 207 711.88 juta. Nilai ini terdiri kontribusi dari pengganda open loop sebesar 105 715.64 dan closed loop sebesar 101 996.24 juta. Diantara institusi yang menerima dampak paling besar adalah petani memiliki lahan >1.00 Ha dengan nilai sebesar 43.152.41 juta (Lampiran 6). Hal ini sangat logis karena peningkatan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga tentu akan meningkatkan permintaan kelapa sebagai input dalam industri kelapa skala rumah tangga, sehingga petani yang memiliki lahan lebih besar dari 1 Ha yang paling banyak mensuplai bahan baku industri kelapa tersebut sehingga akan mendorong pendapatan rumah tangga petani memilik lahan > 1 Ha tersebut. Dampak investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga memberikan dampak penerimaan blok faktor produksi yaitu sebesar 214 295.95 juta. Nilai ini nilai kontribusi dari pengganda open loop sebesar 109 371.76 juta dan closed loop sebesar 104 924.75 juta (Lampiran 8).
203
Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sawit Sektor perkebunan kelapa sawit merupakan sektor perkebunan dominan kedua yang dikembangkan di Kabupaten Indragiri Hilir setelah sektor kelapa, namun sektor kelapa secara umum diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat, sementara sektor kelapa sawit dikembangkan dalam bentuk perkebunan swasta (perusahaan), berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, bila dilakukan investasi disektor perkebunan kelapa sawit sebesar 100 milyar, mengakibatkan kenaikan total nilai tambah faktor produksi sebesar Rp, 172 302.05 juta atau rata-rata pertumbuhan faktor produksi sebesar 3.88 persen, kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 155 439.88 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 3.78 persen dan mendorong pendapatan sektor produksi sebesar 391 666.59 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 4.79 persen (Tabel 80). Tabel 80. Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sawit Sebesar 100 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No 1 2 3
Pendapatan Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi/PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 7 875 737.21
Nilai Perubahan (Juta Rp) 172 302.05 155 439.88 391 666.59
(%) 3.88 3.78 4.79
Sumber : Lampiran 9, diolah
Pada lampiran 9, terlihat bahwa dampak investasi di sektor kelapa sawit sebesar 100 milyar memberikan dampak langsung di sektor kelapa sawit sebesar 100 000 juta dan dampak tidak langsung di sektor kelapa sawit sebesar 102 266.09 juta. Dampak tidak langsung tersebut terdiri dari dampak pengganda transfer atau own multiplier sebesar 102 203.42 juta dan pengganda closed loop sebesar 62.66 juta. Selanjutnya peningkatan pendapatan total sektor produksi sebesar 391 666.59 juta yang terdiri dari dampak langsung sebesar 100 000 juta dan dampak tidak langsung sebesar 291 666.59 juta yang terdiri dari dampak pengganda transfer sebesar 135 666.56 juta dan pengganda closed loop sebesar 156 300.03 juta. Selanjutnya, dampak investasi di sektor kelapa sawit sebesar 100 000 juta memberikan peningkatan pendapatan pada blok institusi yaitu sebesar 168 271.70 juta. Nilai ini terdiri kontribusi dari pengganda open loop sebesar 87 165.09 dan
204
closed loop sebesar 81 052.61 juta. Diantara institusi yang menerima dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga pertanian memiliki lahan > 1 Ha dibandingkan kelompok rumah tangga lainnya, dengan nilai peningkatan sebesar 34 941.01 juta. Nilai kontribusi dari pengganda open loop sebesar 18 103.25 juta dan closed loop sebesar 16 837.76 juta (Lampiran 9). Dampak investasi di sektor kelapa sawit memberikan peningkatan penerimaan blok faktor produksi yaitu sebesar 172 392.05 juta. Nilai tersebut terdiri dari kontribusi dari pengganda open loop sebesar 88 954.85 juta dan closed loop sebesar 83 437.20 juta (Lampiran 9). Dampak Investasi di Sektor Kelapa dan Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Pengembangan sektor kelapa yang diikuti dengan pengembangan sektor industrinya khususnya industri kelapa skala rumah tangga dapat dilihat dampaknya terhadap pendapatan faktor produksi dan pendapatan institusi (rumah tangga) serta pendapatan sektor produksi di Kabupaten Indagiri Hilir dapat dilihat Pada Tabel 81 berikut ini. Tabel 81. Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 milyar dan Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 50 milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No
Pendapatan
1 2 3
Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi / PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 7 875 737.21
Nilai Perubahan (Juta Rp) 198 959.87 137 195.58 447 367.17
(%) 4.48 4.49 5.68
Sumber : Lampiran 10, diolah
Berdasarkan Tabel 81, terlihat bahwa adanya kebijakan investasi di sektor kelapa sebesar 50 milyar yang diikuti dengan kebijakan investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga mengakibatkan kenaikan total nilai tambah faktor produksi sebesar Rp. 198 959.87 juta atau rata-rata pertumbuhan faktor produksi sebesar 4.48 persen. Kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar Rp 137 195.58 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 4.49 persen dan mendorong peningkatan pendapatan sektor produksi sebesar 447 367.17 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5.68 persen.
205
Pada lampiran 10,
terlihat bahwa dampak investasi disektor kelapa
sebesar 50 milyar yang diikuti dengan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 50 milyar memberikan dampak langsung
sebesar 100
milyar dan dampak tidak langsung pada sektor kelapa 87 115.93 yang terdiri dari dampak pengganda transfer atau own multiplier
sebesar 74 802.13 juta dan
pengganda closed loop sebesar 12 313.80 juta. Disamping juga memberikan dampak tidak langsung pada sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 71 410.26 juta yang terdiri dari dampak pengganda transfer atau own multiplier sebesar 60 612.65 juta dan pengganda closed loop sebesar 10 797.61
juta.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa sektor kelapa cenderung memberikan dampak tidak langsung yang lebih besar bila dibandingkan dengan sektor industri kelapa skala rumah tangga baik pada pengganda transfer maupun pada pengganda own multiplier. Selanjutnya investasi disektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga masing-masing 50 milyar memberikan dampak langsung terhadap peningkatan sektor produksi sebesar 100 milyar dan dampak tidak langsung sebesar 337 376.17 juta yang terdiri dari dampak pengganda silang (cross effect) sebesar 164 412.03 juta dan pengganda closed loop sebesar 182 955.14 juta. Dampak Investasi di Sektor Kelapa dan Infrastruktur Jalan Dampak investasi di sektor kelapa sebesar 50 milyar yang diikuti dengan investasi dibidang infrastruktur jalan sebesar 50 milyar mengakibatkan kenaikan total nilai tambah faktor produksi sebesar 193 025,70 juta atau rata-rata pertumbuhan sebesar 4.34 persen, kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 131 112.16 juta atau rata-rata pertumbuhan sebesar 4.29 pesen, dan mendorong pertumbuhan sektor produksi sebesar 437 381.69 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5.55 persen (Tabel 82) Tabel 82. Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 milyar dan Infrastruktur Jalan 50 Milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No
Pendaptan
1 2 3
Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi / PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 7 875 737,21
Nilai Perubahan (Juta Rp) 193 025.70 131 112.16 437 381.69
(%) 4.34 4.29 5.55
Sumber : Lampiran 11, diolah 206
Dampak investasi di sektor kelapa sebesar 50 milyar yang diikuti dengan investasi dibidang infrastruktur jalan sebesar 50 milyar memberikan peningkatan pendapatan pada blok institusi yaitu sebesar 193 025.79 juta. Nilai ini terdiri kontribusi dari pengganda open loop sebesar 99 024.63 juta dan penganda closed loop sebesar 94 001.15 juta. Selanjutnya bila dilihat proporsi pendapatan faktor produksi modal dan tenaga kerja, maka pendapatan faktor produksi modal memberikan proporsi yang lebih besar yaitu 129 155.66 juta atau sekitar 66.91 persen dan pendapatan tenaga kerja hanya sebesar 63 870.13 juta atau sekitar 33.09 persen (Lampiran 11). Berdasarkan lampiran 11,
terlihat bahwa dampak investasi di sektor
kelapa sebesar 50 milyar yang diikuti dengan investasi dibidang infrastruktur jalan sebesar 50 milyar memberikan peningkatan pendapatan institusi sebesar 187 683.81 juta yang terdiri dari pengganda transfer atau own multiplier sebesar 96 335.29 juta dan pengganda closed loop sebesar 91 348.52 juta. Institusi yang menerima dampak paling besar adalah petani yang meiliki lahan > 1.00 Ha yaitu sebesar 38 988.18 juta dan disusul oleh perusahaan sebesar 27 965.46 juta. Pada lampiran 11, terlihat bahwa dampak investasi di sektor kelapa dan infrastruktur jalan masing-masing sebesar 50 milyar memberikan dampak langsung pada kedua sektor tersebut 100 milyar dan dampak tidak langsung di sektor kelapa sebesar 114 899.24 juta, dan sektor angkutan jalan raya 149 619.97 juta. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengembangan infrastruktur jalan di Kabupaten Indragiri Hilir akan memberikan dampak pengganda yang besar, hal ini terjadi karena Kabupaten Indragiri Hilir yang umumnya memiliki infrastruktur jalan yang terbatas sehingga menyebabkan keterisolasian wilayah, sehingga bila infrastruktur jalan ini dibangun maka akan mengurangi keterisolasian wilayah dan akan mendorong pengembangan perekonomian masyarakat dan wilayah. Selanjutnya dampak tidak langsung dari investasi di sektor kelapa dan infrastruktur jalan masing-masing sebesar 50 milyar terhadap seluruh sektor produksi adalah sebesar 337 381.69 juta yang terdiri dari pengganda transfer sebesar 161 172.76 juta dan pengganda closed loop sebesar 176 208.93 juta.
207
Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga dan Infrastruktur Jalan Kebijakan investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan sebesar masing-masing 50 milyar, mengakibatkan kenaikan total nilai tambah faktor produksi sebesar Rp. 208 361.87 juta atau rata-rata pertumbuhan faktor produksi sebesar 4.69 persen. Kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 141 291.24 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 4.63 persen dan mendorong pendapatan sektor produksi sebesar 516 503.99 juta atau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5.56 persen. Untuk lebih jelasnya dampak investasi di sektor kelapa terhadap neraca regional dapat dilihat pada Tabel 83. Tabel 83. Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 50 milyar dan Infrastruktur Jalan 50 milyar Terhadap Peningkatan Pendapatan, Tahun 2005 No
Pendapatan
1 2 3
Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi / PDRB
Nilai Dasar (Juta Rp) 4 445 509.26 3 053 622.27 7 875 737.21
Nilai Perubahan (Juta Rp) 208 361.87 141 291.24 516 503.99
(%) 4.69 4.63 5.56
Sumber : Lampiran 12, diolah
Berdasarkan lampiran 12, terlihat bahwa dampak investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan sebesar masing-masing 50 milyar memberikan dampak langsung di sektor tersebut sebesar 100 000 juta dan dampak tidak langsung di sektor industri kelapa skala rumah tangga sebesar 121 444.34 juta, serta dampak tidak langsung disektor angkutan jalan raya sebesar 150 436.99 juta. Selanjutnya peningkatan pendapatan total
sektor produksi
sebesar 516 503.99 juta yang juga terdiri dari dampak langsung sebesar
100
000 juta dan dampak tidak langsung sebesar 416 503.99 juta yang terdiri dari dampak pengganda transfer sebesar 206 449.14 juta dan pengganda closed loop sebesar 190 054.85 juta. Selanjutnya, dampak investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan masing-masing sebesar 50 milyar memberikan peningkatan pendapatan pada blok institusi yaitu sebesar 202 681.13 juta. Nilai ini terdiri dari kontribusi pengganda open loop (Ma2) sebesar 104 151.14 juta dan closed loop
208
(Ma3) sebesar 98 529.99 juta. Di antara institusi yang menerima dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga pertanian memiliki lahan > 1 Ha dibandingkan kelompok rumah tangga lainnya, dengan nilai peningkatan sebesar 42 103.13 juta. Nilai kontribusi dari pengganda open loop sebesar 104 151.14 juta dan closed loop sebesar 98 529.99 juta (Lampiran 12). Dampak investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan masing-masing sebesar 50 milyar memberikan peningkatan penerimaan blok faktor produksi yaitu sebesar 208 361.87 juta. Nilai ini terdiri dari kontribusi pengganda open loop sebesar 106 966.26 juta dan closed loop sebesar 101 395.61 juta.
Selanjutnya faktor produksi modal memberikan
kontribusi penerimaan yang lebih tinggi yaitu sebesar 140 166.03 juta dibandingkan faktor produksi tenaga kerja yang hanya memberikan kontribusi sebesar 68 195.84 (Lampiran 12). Rangkuman Hasil Analisis Dampak masing-masing simulasi kebijakan terhadap pertumbuhan neraca regional Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi pertumbuhan pendapatan faktor produksi, rumah tangga dan sektor produksi dapat dilihat pada Tabel 84. Tabel 84. Dampak Masing-Masing Simulasi Kebijakan Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Faktor Produksi, Rumah Tangga dan Sektor Produksi Simulasi I-KLP I-IKLP BS I-IKLP RT I-KLS I-KLP+ IKLP RT I-KLP+JLN I-IKLP RT +JLN
Rataan Pertumbuhan Pendapatan (%) Faktor Produksi Rumah Tangga Sektor Produksi / PDRB 4.13 4.16 4.93 3.85 3.80 5.40 4.82 4.83 6.56 3.88 3.78 4.97 4.48 4.49 5.68 4.34 4.29 5.55 4.69 4.63 6.56
Tabel 84 terlihat, bahwa simulasi I-IKLP RT (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga) memberikan pertumbuhan faktor produksi yang tertinggi yaitu 4.82 persen, kemudian disusul oleh simulaisi I-IKLP RT +JLN (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan) yaitu sebesar 4.69 persen dan simulasi I-KLP+ IKLP RT (investasi disektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga) sebesar 4.48. Selanjutnya simulasi I-KLS
209
(investasi di sektor kelapa sawit) yang memberikan peningkatan pendapatan faktor produksi yang paling rendah yaitu hanya 3.88 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sektor kelapa dan industri pengolahannya terutama industri kelapa skala rumah tangga yang diikuti dengan penyediaan infrastruktur jalan akan dapat mendorong peningkatan pendapatan faktor produksi tenaga kerja dan modal di Kabupaten Indragiri Hilir Selanjutnya, bila dilihat dari peningkatan pendapatan rumah tangga, maka simulasi I-IKLP RT (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga) juga memberikan peningkatan pendapatan rumah tangga yang tertinggi yaitu 4.83 persen, kemudian disusul oleh simulasi I-IKLP RT +JLN (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga dan investasi di sektor infrastruktur jalan) yaitu sebesar 4.63 persen dan simulasi I-KLP+ IKLP RT (investasi disektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga) yaitu sebesar 4.49 persen. Peningkatan pendapatan rumah tangga yang paling rendah terdapat pada simulasi I-KLS (investasi di sektor kelapa sawit). Hal ini terjadi karena investasi disektor kelapa sawit terutama dilakukan oleh perusahaan swasta, sedangkan masyarakat tempatan hanya sebagai pekerja (buruh harian) pada perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh swasta. Hanya rumah tangga yang memiliki lahan yang luas yang biasanya melakukan investasi di sektor kelapa sawit. Kondisi ini terlihat dari distribusi pendapatan institusi di Kabupaten Indragiri Hilir akibat investasi di sektor kelapa sawit, memang yang menerima peningkatan pendapatan yang terbesar adalah rumah tangga pemilik lahan > 1.00 Ha dan perusahaan. (Lampiran 9) Pada Tabel 84 terlihat, bahwa simulasi kebijakan yang memberikan peningkatan pendapatan sektor produksi yang tertinggi adalah simulasi I-IKLP RT (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga) dan I-IKLP RT +JLN (investasi di sektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan) yaitu masing-masing sebesar 6,56 persen, kemudian disusul oleh simulasi I-KLP+ IKLP RT (investasi disektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga) yaitu sebesar 5.68 persen dan simulasi I-KLP+JLN (investasi di sektor kelapa dan infrastruktur jalan) yaitu sebesar 5.55 persen. Sedangkan simulasi I-KLP (investasi disektor kelapa) yang memberikan peningkatan pendapatan sektor produksi yang paling rendah yaitu hanya 4.93 persen. Kondisi 210
ini memperlihatkan bahwa untuk kasus Kabupaten Indragiri Hilir, pengembangan sektor kelapa perlu difokuskan pada pengembangan industri kelapa skala rumah tangga dan pengembangan infrastruktur jalan guna membuka keterisolasian wilayah sehingga akses petani terhadap pemasaran output hasil-hasil pertanian lebih mudah dan murah serta akses terhadap pembelian input-input yang digunakan dalam proses produksi juga dapat lebih mudah dan harga yang kompetitif. Dari tujuh simulasi kebijakan yang di analisis dalam studi ini dengan asumsi besaran investasi sebesar 100 milyar setiap simulasi kebijakan memperlihatkan bahwa simulasi I-KLP RT (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga) memberikan peningkatan pendapatan faktor produksi, peningkatan pendapatan rumah tangga dan peningkatan pendapatan sektor produksi yang paling tinggi di antara simulasi kebijakan yang lainnya. Kemudian disusul oleh simulasi kebijakan I-IKLP RT +JLN (investasi disektor industri kelapa skala rumah tangga dan infrastruktur jalan) dan simulai I-KLP+ IKLP RT (investasi di sektor kelapa dan industri kelapa skala rumah tangga). Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengembangan sektor kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir pada masa mendatang perlu ditekankan pada pengembangan sektor industri pengolahan kelapa skala rumah tangga dan pengembangan infrastruktur jalan untuk membuka keterisolasian wilayah atau membuka aksebilitas petani ke pusat-pusat pemasaran hasil pertanian dan pembelian input-input produksi pertanian
211
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini dijelaskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sektor kelapa dan industri pengolahan kelapa memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir bila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya serta memiliki multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan tenaga kerja, nilai tambah bruto, dan output perekonomian Kabupaten Indragiri Hilir. Namun sektor kelapa memiliki indeks keterkaitan ke belakang yang masih lemah dan sektor industri kelapa skala rumah tangga memiliki indeks keterkaitan ke depan yang lemah. 2. Sektor kelapa dan industri industri kelapa memiliki indikasi kebocoran wilayah. Kebocoran wilayah terbesar pada sektor industri kelapa skala besar akibat adanya aliran pendapatan modal dan tenaga kerja (capital outflow) yang keluar wilayah Kabuapaten Indragiri Hilir. Dengan melakukan pengembangan sektor industri kepala rakyat melalui investasi sebesar 100 milyar, maka kemiskinan dapat diturunkan sebesar 2.36 persen dan meningkatkan pertumbuhan pendapatan rumah tangga sebesar 4.81 persen, meningkatkan pendapatan faktor produksi 4.82 persen dan meningkatan pertumbuhan PDRB sebesar 6.56 persen. 3. Opsi kebijakan yang paling mungkin diambil adalah pengembangan industri kelapa skala rumah tangga karena dapat meningkatkan pendapatan dan menurunkan derajat kemiskinan yang paling besar. Di samping itu, alokasi anggaran pembangunan, jumlah kelembagaan produksi, jumlah kelembagaan pemasaran dan kegiatan di luar pertanian dapat menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir.
Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi Dari hasil analisis dan pembahasan serta kesimpulan sebelumnya, maka dapat dirumuskan implikasi kebijakan dan rekomendasi sebagai berikut: 1.
Investasi disektor kelapa dan sektor industri pengolahan kelapa hanya mampu menurunkan masalah kemiskinan rumah tangga di Kabupaten Indragiri Hilir rata-rata sebesar 2.36 persen. Oleh karena itu investasi di sektor kelapa dipandang belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir dengan nilai investasinya sebesar 100 milyar (Biro Keuangan Setda Inhil, 2009). Sementara berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan pendekatan ICOR dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 9 persen, maka diperoleh kebutuhan investasi di sektor kelapa dan industri pengolahannya sebesar 520 milyar.
Oleh karena itu perlu adanya
pengalokasian anggaran yang lebih banyak disektor kelapa seperti kebijakan replanting dan pengembangan industri pengolahan kelapa skala rumah tangga. 2.
Kebocoran wilayah di sektor kelapa dapat diatasi melalui peningkatan industri pengolahan kelapa di dalam wilayah Kabupaten Indragiri Hilir terutama industri kelapa skala rumah tangga dan menengah.
3.
Pemberian kewenangan yang besar oleh Pemerintah terhadap industri pengolahan kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir untuk membuka perkebunan kelapa hybrida yang mencapai 73 758 Ha pada tahun 1990 telah memberikan dampak ekonomi yaitu pemasaran kelapa rakyat menjadi sangat sempit karena awalnya industri pengolahan kelapa tidak memiliki kebun sehingga dapat menampung kelapa rakyat, namun setelah kelapa hybrid milik perusahan tersebut berproduksi, maka industri kelapa tersebut hanya dapat menyerap produksi kelapa rakyat sekitar 46 persen dari total produksi yang ada. Oleh karena itu perlu ada kebijakan pengembangan kapasitas industri kelapa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir dengan meningkatkan kerjasama pemasaran yang dilakukan dengan pola pengembangan badan usaha milik petani dan investor.
4.
Untuk meningkatkan pengembangan wilayah Kabupaten Indragiri Hilir perlu: (i) efektifitas kebijakan komoditas kelapa sebagai komoditi unggulan melalui alokasi APBD dan akses kredit, (ii) memperkuat struktur pasar yang 214
kompetitif, (iii) memperkuat posisi tawar menawar petani kelapa, (iv) pengembangan industri pengolahan, dan (vi) pengembangan infrastruktur berupa kanal (saluran air) pada lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Saran Penelitian Lanjutan Sebagai saran lanjutan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Analisis kebocoran wilayah perlu dikaitkan dengan kinerja perekonomian masyarakat, seperti kemiskinan.
2.
Perlu dikaji lebih dalam tentang aspek kelembagaan, biaya transaksi dan tata kelola usaha kaitannya dengan penurunan kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir. Perlu adanya model yang dinamis yang dapat memasukkan aspek risiko dan ketidakpastian.
3.
Dalam penelitian ini sektor kelapa sawit dan industri pengolahannya diagregasi dalam satu sektor tersendiri, maka dalam penelitian ke depan keduanya disarankan untuk dipisahkan.
4.
Mengkaji berbagai produk kelapa rakyat yang layak untuk dikembangkan dengan pola-pola pengembangan yang melibatkan investor dan pemerintah
215
DAFTAR PUSTAKA Adelman, I. 1984. Beyond Export-Led Growth. In Adelman, I. 1995. Institution and Development Strategies. The Selected Essay of Irma Adelman. University of California, Berkeley, US. Adelman and C. T. Morris. 1973. Economic Growth and Social Equity in Developing Countries. Stanford University Press, Oxford. Antara, M. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap Kinerja Perekonomian Bali : Pendekatan Social Accounting Matrix. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Anwar, A. 1992. Beberapa Konsepsi Sumber daya Alam Bagi Penentuan Kebijaksanaan Ekonomi Kearah Pembanguan Berkelanjutan. Bahan Kuliah Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Anwar, A. 1995. Kajian Kelembagaan untuk Menunjang Pengembangan Agribisnis. Laporan Penelitian. Bogor Anwar, A. 2004. Organisasi Ekonomi: Konsep Pilihan Aktivitas Ekonomi melalui Kelembagaan Pasar atau Organisasi; Bahan Kuliah Program Studi IlmuIlmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Tinjauan Kritis. P4W Press, Bogor. Anwar, A. dan Rustiadi. 2000. Bahan Pelatihan Permodelan Wilayah Tingkat Pemusatan Aktivitas Suatu Wilayah. Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Ardeni, P. G. 1989. Does the Law of One Price Really Hold for Commodity Price. American Journal of Agriculture Economics. 71 (2) : 661-669 Arief. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta
Universitas Indonesia Press,
Aris, A. 2003. Analisis Pengembangan Agribisnis Kelapa Rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir. Thesis Program Pascasarjana Institut Petanian Bogor. Bogor. Armstrong H, and Taylor J. 2001. Regional Economics and Policy. Third Edition: Oxford: Blackwell Published, Ltd. Arsyad, L 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. BPFE Jakarta. Jakarta Asra, A. 2000. Proverty and Inequality in Indonesia: Estimates, Decomposition, and Key Issues. Journal of the Asia Facific Economy. 5 (2) : 91-111
217
Astuti, E. 2005. Dampak Investasi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian dan Upaya Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Balitbang dan BPS Provinsi Riau. 2007. Profil Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 2006. Pekanbaru. Baplibang Kabupaten Indragiri Hilir. 2007. Tabel Input-Output Kabupaten Indragiri Hilir. Tembilahan. Baplibang Kabupaten Indragiri Hilir. 2007. Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir. Tembilahan Bappenas. 2002. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan perkotaan: Sebuah Gagasan. Bappenas. Jakarta. Bautista, R, M., 1986. Effects of Increasing Agricultural Productivity in a Multisectoral Model for teh Philippines. American Journal of Agricultural Economics. Vol. 1 p. 67-65 Bautista, R, M., 1995. Rapid Agricultural Growth Is Not Enought : The Philippines. In Agricultural on teh Road to Industrialization (J.W. Mellor ed.). The John Hopkins University Press London Bautista, R. M., 2000. Agriculture-Based Development : A SAM Perspective on Central Vietnam. International Food Policy Research Institute, Washington, DC. Bendavid-Val, A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners Fourth Edition. London, Praeger. Bell, C. And P. Hazell. 1980. Measuring The Inderect of an Agricultural Investment Project on Its Surrounding Region. American Journal of Agriculture Economics, 65: 75-86. Berry, A. 1995. The Contribution of Agricultural to Growth : Colombia In Agricultural on the Road to Industrialization (J.W. Mellor ed.). The John Hopkins University Press london Bhalla, G.S. 1995. Agriculture Growth and Industrial Development in Punjab. In Agricultural on the Road to Industrialization (J.W. Mellor ed.). The John Hopkins University Press London. Badan Pusat Statistik. 2008. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Badan Pusat Statistik. Jakarta Indonesia. Badan Pusat Statistik. 2008. Profil Kemiskinan di Indonesia, Maret 2008. Berita Resmi Statistik, No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008. Badan Pusat Statistik, Jakarta Indonesia. BPS Provinsi Riau. 2007. Provinsi Riau dalam Angka Tahun 2006. Pekanbaru. Budiyanti, R. And D. F. Scheiner. 1991. Income Distribution Analysis for Rural Central Jawa: An Application of Social Accounting Methodology. Dalam Jurnal Agroekonomi, JAE. Pusat Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 10 (1, 2) : 91 - 107
218
Cavallo, D and Y. Mundlak. 1982. Agriculture and Economic Growth in An Open Economy : The Case of Argentina. IFPRI. Research Report 36. Washington, D.C. Celes, R. and E. Lizano. 1995. Development in Costa Rice : The Key Role of Agricultural in Agricultural on the Road to Industrialization (J.W. Mellor ed.). The John Hokins University Press London. Chambers, R. 2006. Poverty Unpercieved: Traps, Biases and Agenda: Institute of Development Studies. Working Paper. University of Sussex Brighton BNI. Coase, R. H. 1937. The Nature of Firm, Economica, NS 4 (Nov.): 19-50 Cockburn, J. 2001. Trade Liberalization and Poverty in Napal : A Computable General Equilibrium Micro Simulation Analysis. Centre for teh Study of African Economies/CSAE, Nuffield College (Oxford University) and CREFA, Universite Laval. Quebec, Canada. Daryanto, A. dan Hafizrianada. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembanguan Ekonomi Daerah : Konsep dan Aplikasi. IPB Press Daryanto, A. dan Hafizrianada. 2010. Analisis Input-Output & Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. IPB Press Darwis, V. dan A.R. Nurmanaf. 2001. Pengentasan Kemiskinan: Upaya yang telah Dilakukan dan Rencana Waktu Mendatang. Forum Agro Ekonomi, Volume 19, No. 1, Juli 2001: 55-67. Delgado, C., P. Hazell. J. Hopkins, and V. Kelly. 1994. Promoting Intersectoral Growth Linkages in Rural in Rural Africa Throught Agricultural Technology and Policy Reform. American Journal of Agriculture Economics, 76:1168-1171 Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir. 2007. Statistik Perkebunan Kelapa Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2006. Tembilahan. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir. 2008. Statistik Perkebunan Kelapa Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2007. Tembilahan. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik Perkebunan Indonesia (Tree Crop Estate Statistics of Indonesia 2003-2006). Jakarta. Djojohadikusumo, S. 1985. Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES, Jakarta Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Doeksen GA, and Charles HL. 1969. An Analysis of Oklahoma’s Economy by Districts Using Input Output techniques; Southern Journal of Agricultural Economic Department of Agricultural Economic Oklahoma State University Stillwater, December 1969. Oklahoma. Domar, E. 1946. Capital Expansion, Rate of Growth, and Employment, Ekonometrika. Vol 14 (4) : 137-47.
219
Glasson. 1977. An Introduction Regional Planning. Hutchinson of London Gonarsyah, I. 1977. Integrasi Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Perekonomian Perdesaan Indonesia. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB. Gonarsyah, I. 2005 Tentang Pendefinisian Dayasaing Komoditi Berbasis Sumberdaya Alam, Makalah : Ilmu PWD IPB. Bogor: PWD-IPB. Greenfield, C. C. 1985. A Social Accounting Matrix for Bostwana, 1974-1975. In Social Accounting Matrices, A Basic for Planning. Edited by Pyatt and Roud. A World Bank Symposium. PP. 126 - 144 Foster, J., J. Greer and E. Thorbecke. 1984. A Class of Decomposable Poverty Measurement. Econometrica, 52 (3): 761-766. Haggblade, S., S.J. Hamer and P.B.R. Hazell. 1991. Modelling Agriculture Growth Multipliers. American Journal of Agriculture Economics, 73 (2): 361-374 Harrod, R. F. 1948. Towards a Dynamic Economics : Some Recent Developments of Economic Theory and Their Application to Policy. London. Hayami, Y. 2001. Development Economics from the Property to the Wealth of Nations. Second Edition, Oxford University Press. United States. Idroes A. 2007. Coconut Statistical. Asian and Pacific Coconut Community. Jakarta Jaya, A. 2009. Kobocoran Wilayah dalam Sistem Agribisnis Kayu Manis Rakyat Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian Wilyah (Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi). Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jhingan, ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo Persada, Jakarta Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis, Institut Pertanian Bogor PRESS, IPB Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika. Pemodelan dan Pendugaan, Institut Pertanian Bogor PRESS, IPB Bogor. Kasliwal, P. 1995. Development Economics. South-Westerm Publishing. Ohio. Khan, H. A. dan E. Thorbecke, 1989. Macroeconimic Effect of Technology Choice : Multiplier and Structural Path Analysis Within a SAM Framework. Journal of Policy Modelling, 11(1) : 131 - 156 Krugman, P. R. and M. Obstfeld. 2000. International Economics: Theory and Policy Second Edition. Harper Collins Publisher Inc. New York, USA. Kuswari, 2005. Pengembangan Agribisnis Kelapa dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Lokal di Kabupaten Indragiri Hilir. Thesis Sekolah Pascasarjana Institut Petanian Bogor. Bogor
220
Landesmann M and Robert S. 2006. Goodwin’s Structural Economic Dynamics: Modelling Schumpeterian and Keynesian Insights; Working Paper-41, Wiener Institut for Internationale Wirtschaftvergleiche and The Vienna Institute for International Economic Studies. Lucas, R.E. 1988. On the Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary Economics, 22(1):3-42. Luntunhan, H. T. 2006. Peningkatan Pendapatan Komunitas Petani Kelapa Melalui Inovasi Teknologi di Desa Sungai Arah Kabupaten Indragiri Hilir. Prosiding Konfrensi Nasional Kelapa VI. Gorontalo. Mahmud, Z. 2003. Pemberdayaan Petani Kelapa dengan Sistem Usahatani Kelapa Terpadu. Prosiding Konfrensi Nasional Kelapa V. Tembilahan. Manaf, 2000. Pengaruah Subsidi Harga Pupuk Terhadap Pendapatan Petani. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mankiw NG. 2000. Teori Makro Ekonomi; Harvard University, Edisi ke Empat, Erlangga, Jakarta. Mas’oed, M. 1997. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta. Mc Carthy, D. and L. Taylor. 1980. Macro Food Policy Planning A General Equilibrium Model for Pakistan, The Review of Economics and Statistics. February. Nanga, M. 2006. Dampak Transfer Fiskal Terhadap Kemiskinan di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan. Disertasi Doktor Tidak Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Narapalasingam, S. 1995. A Social Accounting Matrix for Srilangka, 1979. In Social Accounting Matrix : A Basic for Planning. Edited by Pyatt and Round. The Woard Bank, Washington, D.C. Nasikun, 2001. Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (Diktat Mata Kuliah) Magister Administrasi Publik. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Nielsen, C.P. 2002. Social Accounting Matrix for Vietnam 1996 and 1997. International Food Policy Researce Institute, Washington, D.C. North, D. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. Cambridge University Press. Cambridge. Oktaviani, R. dan Sahara. 2005. Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Sektor Pertanian, Agroindustri dan Rumah Tangga Pertanian di Indonesia. Working Paper Series No: IWP/001/2005. Inter Café. Bogor. Pyatt, G dan Roe. 1978. Social Accounting for Development Planning with special Refenrence to Sri Langka. Cambridge University Press. Cambridge Pyatt,G. And J. Round. 1985. Social Accounting Matrices: A Basis for Planning. The World Bank, Washington D.C.
221
Rada C. and Taylor L. 2006. Developing and Transition Economies in the Late 20th Century: Diverging Growth Rates, Economic Structures, and Sources of Demand; CCEPA Working Paper 2006-I, Schwartz Centre For Economic Policy analysis The New School. Rangarajan, C., 1982. Agricultural Growth and Industrial Performance in India. IFPRI. Research Report 33. Washington, D.C. Ravallion. 2001. Growth, Inequality and Poverty: Looking Beyond Averages. World Bank, Washington, D.C. Reis, H. and Rua A. 2006. An Input-Output Analysis : Linkages Vs leakages; Working Paper Banco de Portugal, November 2006, Economic Research Department Banco de Portugal. Rodriguez PA, and Kroijer A. 2008. Working Paper series in Economics and Social Sciences; Fiscal decentralization and Economic Growth in Central and Eastern Europe, Department of Geography and Environment London School of Economic. Romer, P.M.. 1986. Increasing Returns and Long-run Growth. Political Economy. Vol. 94 (10) : 1002-37
Journal of
Rustiadi, E., S. Saefulhakim dan D. Panuju. 2005. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah. Edisi September 2007, Program Studi PWD-IPB. Bogor. Sajogyo. 1977. Golongan Miskin dan Partisipasi Dalam Pembanguan Desa. Prisma, 3: 10-17. Sastrowiharjo, M. 1989. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Provinsi Jambi. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Sembiring, S.A. 1995. Peran Agroindustri Terhadap Pembangunan Ekonomi di Sumatera Utara : Analisis Input-Output. Tesis Porgram Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Serageldin I. 1996. Sustainabilty and the Wealth of Nation, First Steps in an Ongiong Journey; EDS Monographs Series No.5. The World Bank, Washington, D.C. Sinha, A., Siddiqui K.A. and N. Sangeeta. 2000. SAM Multiplier Analysis of International Households: Application to an Indian Archetype Economy. Paper Prepared for the Thirteenth International Input Output Confrence 2125 August, Italy Macerata. Sitepu, R. K. 2007. Dampak Investasi Sumberdaya Manusia dan Transfer Pendapatan terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor Smeru 2001. Paket Informasi Dasar Penanggulangan Kemiskinan. Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK). Jakarta
222
Soekartawi. 2004. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya, Cetakan ke 9, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sumodiningrat G, 2005. Sambutan dan Laporan Panitia Rapat Kerja Nasional Penanggulangan Kemiskinan oleh Sekretaris Komite Penanggulangan Kemiskinan Selaku Sekretaris Panitia Pengarah. Jogyakarta. Suryawati, C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensi. Jurnal Agroekonomi Vol. 08/No.03 September/2005 Susilowati, S.H. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Industri terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syafa’at, S dan Mardianto, S. 2002. Identifikasi Sumber Pertumbuhan Output Nasional. Pendekatan Analisis Input-Output. Jurnal Agroekonomi 20(1): 1-24 Syafa’at N, Simatupang P, Mardianto S, dan Sejati K. 2003. Konsep Pengembangan Wilayah Berbasis Agribisnis dalam Rangka Pemberdayaan Petani; Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 21;1 Juli 2003; 1: 2643 Syahyuti, 2006. Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. PT. Bina Rena Perwira. Jakarta. Sukirno. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Sumarti, T. 2003. Dinamika Kesejahteraan Petani Kelapa dan Strategi Pengembangan Kelapa Rakyat. Prosiding Konfrensi Nasional Kelapa V. Tembilahan. Sumedi dan Supadi. 2004. Kemiskinan di Indonesia: Suatu Fenomena Ekonomi. Icaserd Working Paper No. 21. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Sun YY. 2007. Adjusting Input-Output Models for Capacity Utilization in Service Industries, Tourism Management 28(2007) 1507-1517, 3 February 2007, National University of Koohsiung, Taiwan. Sutomo, S. 1995. Kemiskinan dan Pembangunan Ekonomi Wilayah : Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Solow, R. M. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth. Quarterly Journal of Economics, 70 (Feb): 65-94 Swan, T. W. 1956. Economic Growth and Capital Accumulation, Economic Record, 32 (Nov): 334-61 Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temu Empiris. Ghalia Indonesia. Jakarta
223
Tarigan, 2003. Pengembangan Usaha tani Kelapa Berbasis Pendapatan Melalui Penerapan Teknologi yang Berwawasan Pengurangan Kemiskinan Petani Kelapa di Indonesia. Prosiding Konfrensi Nasional Kelapa V. Tembilahan. Thorbecke, E. 1985. The Social Accounting Matrix and Consistency Type Planning Model: In a World Bank Symposium Social Accounting Matrix. The World Bank, Washington, D.C. Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (2006); Panduan Operasional Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri, Jakarta. Todaro, M. 1998. Economic Development in the Third Word. Longman, London. Todaro, P. M. 2000. Surabaya
Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga,
Webster, S. J. 1985. A Social Accounting Matrix for Swaziland, 1971-72. In Social Accounting Matrices, a Basic for Planning. Edited by Pyatt and Round. A World Bank Symposiun. Pp. 108-125. Whiteford, P.1985. A Family’s Needs ; Equivalence Scale, Poverty and Social Security. In National Centre for Social and Economic Modelling, 2003. Does The Way We Measure Poverty Matter? Discussion Paper no.59, November 2003. University of Canberra, Canberra. Wie. 1983. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan : Alternatif. LP3ES, Jakarta.
Beberapa Pendekatan
Yantu, M. R. 2007. Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland. Volume 14 No. 1 Hal 31 – 37 Maret 2007. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Yudhoyono, S.B. dan Harniati. 2004. Pengurangan Kemiskinan di Indonesia: Mengapa Tidak Cukup dengan Memacu Pertumbuhan Ekonomi? Brighten Press, Bogor. Yusdja, Y., E. Basuno, M. Ariani, dan T.B. Purwantini. 2003. Kebijakan Sistem Usaha Pertanian dan Program Kemiskinan dalam Mendukung Pengentasan Kemiskinan Petani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.
224
Lampiran 1 : Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Produsen Tahun 2005 (42 x 42) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Nama Sektor Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-kacangan Kedele Sayur-sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Tambak Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Industri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Komunikasi Bank dan Lembaga Keuangan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah Tangga 190. Jumlah Input Antar
225
Nama Sektor 190. 201 202 203 204 209 210 180 301 302 303 304 305 309 310 409 509 600 700
Jumlah Input Antara Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Netto Nilai Tambah Bruto Total Input Jumlah Permintaan Antara Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Expor Barang dan Jasa Jumlah Permintaan Akhir Total Permintaan Impor Barang dan Jasa Margin Perdagangan dan Biaya Pengangkutan Penyediaan Domestik Penyediaan Total
226
Lampiran 2 : Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir Atas Dasar Harga Produsen Tahun 2005 ( 41 X 41 Dalam Jutaan Rupiah ) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
1 45 412.745 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 220.957 0.000 1 168.782 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10 951.171 0.000 4.959 0.000 0.000 0.000 14 385.301 9 245.487 0.000 1 848.350 3 115.267 54 .546 0.000 917.367 1 .634 0.000 0.000 0.000 87 326 .563 51 126 .273 147 386 .556 21 221 .919 58 .588 219 793 .337 307 119 .900
2
3
4
0.000 2 830.583 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 15.020 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 433.688 0.000 1 .665 0.000 0.000 0.000 279 .404 582 .772 0.000 79 .938 86 .849 0.438 0.000 17 .764 0.000 0.000 0.000 0.000 4 328 .121 7 140 .761 18 136 .494 81 .262 2 .097 25 360 .614 29 688 .735
0.000 0.000 183.797 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 24 .458 3 .383 1 .353 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 46.585 0.000 0.677 0.000 0.000 0.000 68.516 12.629 0.000 12.291 32.490 0.789 0.000 2 .030 0.000 0.000 0.000 0.000 388 .997 406 .883 3 449 .912 2 .653 0.189 3 859.636 4 248.633
0.000 0.000 0.000 188.886 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 25.399 0.777 2.221 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 17.241 0.000 2.110 0.000 0.000 0.000 59.186 15.102 0.000 7.440 8.349 0.222 0.000 1.110 0.000 0.000 0.000 0.000 328.044 426.745 2 778.928 37.312 0.065 3 243 .050 3 571 .094
5 0.000 0.000 0.000 0.000 152.046 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.331 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10.045 0.000 0.209 0.000 0.000 0.000 7.954 6.414 0.000 2.767 5.106 0.157 0.000 0.503 0.440 0.000 0.000 0.000 186.973 127.576 924.275 21.088 0.041 1 072.981 1 259.954
6 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 171.495 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5.017 0.358 0.860 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 13.285 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 30.959 12.685 0.000 4.730 5.890 0.215 0.000 1.075 0.000 0.000 0.000 0.000 246.569 156.953 971.342 19.227 0.078 1 147.600 1 394.169
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
227
Lampiran 2 Lanjutan Sektor
7
8
9
10
11
12
Sektor
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1
2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
3
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
3
4
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4
5
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
5
6
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
6
7
1 048.620
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
7
8
0.000
2 241.102
0.000
0.000
0.000
0.000
8
9
0.000
0.000
8.410
0.000
0.000
0.000
9
10
0.000
0.000
0.000
638 564
0.000
0.000
10
11
0.000
0.000
0.000
0.000
46 691.022
0.000
11
12
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4 851.911
12
13
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
13
14
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
8.129
14
15
45.448
299.362
0.000
14.512
76 518
246.178
15
16
45.226
197.318
0.869
28.707
0.000
0.000
16
17
2.896
215.850
0.000
57.092
794.611
88.252
17
18
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
18
19
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
19
20
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
20
21
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
21
22
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
22
23
0.000
0.000
0.000
0.000
52.285
0.000
23
24
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
24
25
191.453
521.295
0.583
485.795
7 811.732
3 014.637
25
26
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
26
27
6.567
5.803
0.000
0.152
64.746
383.201
27
28
0.000
0.000
0.000
0.024
0.000
0.000
28
29
0.000
0.000
0.000
0.002
0.000
0.000
29
30
0.000
0.000
0.000
0.098
0.000
0.902
30
31
12.894
365.717
0.000
33.317
33 488.641
17 787.256
31
32
93.533
673.596
3.078
4.555
23 556.531
21 662.861
32
33
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
33
34
41.457
299.168
0.205
5.479
4 167.291
498.184
34
35
56.381
428.585
0.127
10.722
7 597.966
1 180.343
35
36
2.660
9.189
0.000
0.089
64.746
42.965
36
37
0.000
0.000
0.000
0.076
194.238
121.928
37
38
0.554
2.418
0.000
0.554
3 009.756
224.115
38
39
0.000
0.000
0.000
2.787
1 392.975
418.148
39
40
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
40
41
1.108
14.509
0.000
0.010
123.606
0.000
41 42
42
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
190
1 548.798
5 273.911
13.271
1 282.535
129 086.663
50 529.007
190
201
1 703 606
11 213.066
4.765
1 086.946
324 925.165
39 125.372
201
202
9 337 256
61 764.102
14.634
1 321.445
455 126.756
110 560.958
202
203
34 156
167.959
0.209
111.586
11 400.265
10 994.334
203 204
204
0 283
2 .048
1.368
260.562
39 738.627
15 916.675
209
11 075 302
73 147.175
20.975
2 780.540
831 190.814
176 597.338
209
227 126 .346
210
210
12 624 099
78 421.086
34.246
4 063.074
960 277.477
228
Lampiran 2 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 44.185 0.000 0.581 0.000 1.559 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10.061 0.000 0.142 0.000 0.000 0.000 184.660 165.207 0.000 2 437 2 596 0.000 0.000 0.383 0.000 0.000 0.000 0.000 411.810 151.010 383.044 40.329 178.726 753.109 1 164.920
14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 527.155 17.982 0.000 46.687 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 82.421 0.000 3.301 0.654 0.034 0.162 556.252 348.279 0.000 213.848 308.586 0.000 0.000 12.934 0.000 0.000 0.000 0.000 2 118.295 3 640.026 9 868.402 116.518 231.732 13 856.678 15 974.973
15
16
393 141 21 856 13 250 43 303 24 998 1 366 88 928 24 452 0.000 0.000 23 666 0.000 0.000 284 542 3 251 131 0.000 1 151 835 0.000 0.000 0.000 0.000 0.273 0.990 0.000 2 129 0.000 96.332 21.171 1.232 74.585 396.556 5 650.054 0.000 82.234 51.772 0.000 0.000 8.060 5.709 0.000 0.000 44.532 11 758.099 5 214.731 17 996.531 522.446 7.859 23 741.567 35 499.666
8 .189 142.178 116.740 0.000 2.265 1.917 122.315 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 40.598 0.000 5 176.804 814.626 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2.894 0.000 0.000 0.000 9.757 393.242 20.697 544.408 654.090 8 511.691 0.000 815.506 1 842.087 18.469 0.000 24.634 11.630 0.000 0.000 84157 19 358.893 7 434.080 37 711.060 854.104 11.419 46 010.663 65 369.556
17 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 11 306.015 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 22 952.229 0.000 0.000 594.915 24.788 766.793 8 712.770 8 760.513 0.000 5 072.800 6 724.920 209.065 337.202 476.579 76.085 0.000 0.000 27 069.789 93 084.464 95 583.004 373 582.026 38 486.674 36 908.595 544 560.299 637 644.763
18 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 33.246 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 33.400 0.000 6.271 3.620 0.112 2.471 17.811 67.809 0.000 28.833 95.610 0.000 0.000 6.159 0.000 0.000 0.000 0.000 295.342 6.158 17.652 4.850 8.800 37.461 332.803
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
229
Lampiran 2 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
19 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 632.369 0.000 12 211.747 0.000 0.000 0.000 166.852 0.000 2 001.724 379.997 141.542 1 397.747 73.566 1 243.005 0.000 6 444.647 0.000 475.907 1 415.316 123.690 198.925 286.910 0.000 0.000 0.000 328.991 27 522.935 45 649.656 197 472.017 10 667.151 8.388 253 797.211 281 320.146
20 10.573 14.268 4.906 14.884 0513 0.000 5.825 0.000 1 402 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.557 27.726 32.241 2.804 0.000 4 630.730 0.000 0.000 30228 0.000 30839 6308 0.701 69.509 3.658 73.724 2 457.305 2 611.401 0.000 289.176 261.140 4.205 1.402 21.027 0.000 0.000 0.000 74.768 10 681.819 5 629.793 32 873.884 1 135.748 3.898 39 643.324 50 325.142
21 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 52.714 1.140 0.000 0.000 12 438.780 0.000 10.973 0.000 306.172 99.947 0.912 13.435 0707 159.439 305.649 777.101 0.000 729.074 938.569 3.421 0.000 1 597 0.000 0.000 0.000 106.334 15 945.965 9 452.004 23 876.255 2 137.756 0.000 35 466.015 51 411.980
22 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 056.337 0.000 1.293 0.000 0.000 89.102 160.764 592.002 0.000 654.238 403.469 12.934 148.286 21.912 89.474 0.000 0.000 0.000 3 229.811 9 759.655 15 150.654 2 406.295 1 941.016 29 257.620 32 487.431
23 90.709 6.430 2.914 5.105 2.677 0.738 2.401 6.982 0.569 0.000 89.620 0.000 0.730 0.026 6.423 11.020 0.000 0.015 31.395 25.253 15.130 0.000 138.314 0.000 6018 1.274 1.024 339.824 35.672 6.767 0.000 57.463 0.000 4.050 6.161 0.589 3.539 0.597 0.000 0.000 0.000 0.000 899.431 115.582 272.096 32.355 52.148 472180 1 371.612
24 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 53.351 0.000 0.032 4.380 0.000 0.000 11.992 1.937 62.323 0.000 5.234 7.044 1.369 5.148 0.000 6.549 0.000 0.000 0.000 159.358 42.009 33.711 13.403 2.974 92.096 251.454
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
230
Lampiran 2 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
25 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 7.007 7.400 1.272 11.467 0.732 5.164 5.279 51.147 0.000 14.204 15.775 0.147 0.033 0.040 0.058 0.000 0.000 0.028 119.754 2.503 4.815 0.991 0.980
9.288 129.042
26 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 40 050.120 3165.327 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3 482.035 497.896 221.679 0.000 0.000 2 966.161 2 620.859 2 933.824 0.000 7 676.588 3 468.645 489.856 1 247.560 6 461.432 1 664.913 0.000 0.000 2 110.538 79 057.433 11 007.644 20 570.686 4 195.602 1 046.463 36 820.395 115 877.828
27 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.054 0.000 0.000 0.000 0.000 0.572 0.750 0.062 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5.533 0.257 17.494 7.374 0.388 6.078 0.066 5.914 0.000 1.011 0.832 0.050 1.930 1.209 0.000 0.000 0.000 1.590 51.163 9.310 6.354 1.117 2.461 19.242 70.405
28 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 419 404.678 0.000 0.000 476.712 0.000 0.000 524.592 100.985 0.000 0.000 0.000 0.000 169.664 0.000 16 725.347 1 277.958 5.713 103 421.323 5 443.228 5 074.818 29 280.363 67 422.386 0.000 12 772.303 13 262.674 9 105.454 1 485.902 6 288.415 1 913.123 0.000 0.000 28 526 298 722 681.936 161 508.636 389 928.303 47 722.216 76 916.411 676 075.566 1 398 757.502
29 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 26 770.511 0.000 0.000 27.745 0.000 0.000 45.617 5.315 0.000 0.000 0.000 0.000 14.753 0.000 1 356.109 67.261 0.301 8 120.707 706.148 267.096 1 541.072 5 074.803 0.000 672.226 698.035 479.234 78.205 330.969 100.691 0.000 0.000 1 501.384 47 858.184 17 945.404 32 529.230 2 511.696 4 048.232 57 034.562 104 892.746
30 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 107.921 3 525.938 2.037 68.081 4.346 2 629.312 1 645.460 9 871.674 0.000 26.317 16.728 0.000 50.927 81.841 165.933 0.000 0.000 0.000 19 196.514 1 389.872 847.576 1 934.524 124.268 4 296.240 23 492.754
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
231
Lampiran 2 Lanjutan
Sektor
31
32
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 7.613 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 17 487.903 3.503 0.000 0.000 0.000 22 085.363 0.000 0.000 13 239.804 17 332.829 556.279 1 141.011 60.053 398.586 2 231.854 50 053.808 0.000 1 405.466 3 005.969 0.000 1 249.824 898.463 2 814.399 0.000 0.000 3 649.869 137 622.596 103 193.099 59 368.610 15 823.647 9 047.804 187 433.160 325 055.756
605.810 315.406 4.297 44.725 3.362 3.531 598.142 108.869 32.543 0.000 57 549.693 2 234.677 2.263 1.536 599.694 324.624 73.753 5.040 87 086.808 10 707.110 4 943.176 588.929 518.006 98.438 9 055.905 18 313.403 805.324 337 044.856 17 739.203 372.019 8 102.337 33 324844 0.000 5 319 124 2 437.462 3 549.219 11 604.680 3 280.558 393.082 0.000 0.000 425.163 618 217.609 169 435.995 428 609.147 52 833.460 28 954.932 679 833.534 1 298 051.143
33 20.907 17.913 34.275 263.631 72.411 0.667 855.185 418.861 1.660 0.000 33.481 0.000 1.010 84.678 20.908 1 417.317 5.484 6.007 51 165.520 123.896 320.257 0.000 5 385.811 54.949 49.591 4.131 9.453 334.745 17.618 233.501 455.423 272.650 26.536 0.000 0.000 0.000 233.883 6.566 0.000 0.000 0.000 0.000 61 948.924 7 250.449 8 556.631 1 201.197 1 544.587 18 552.863 80 501.788
34 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 18.499 0.000 6.116 0.000 0.000 0.000 0.000 2 206.373 0.000 0.235 1 978.205 53.787 285.472 0.000 0.000 0.423 3 321.990 1 966.905 0.000 33 121.058 0.000 3 088.838 510.601 256.579 14.855 0.000 0.000 0.000 46 829.937 13 726.974 34 178.437 9 437.732 899.581 58 242.724 105 072.661
35 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 512.116 359.230 284.734 0.000 0.000 822.452 4 127.380 2 288.026 0.000 0.000 24 683.187 4 736.798 2 219.507 281.689 261.895 0.000 0.000 0.000 40 577.016 17 198.126 34 176.361 10 978.809 2 311.225 64 664.520 105 241.536
36 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 36.468 2.535 2.340 0.000 0.000 96.143 3 896.828 40.173 0.000 15.991 9.361 275.754 287.065 2.145 20.282 0.000 0.000 0.000 4 685.087 2 598.423 6 489.434 1 351.859 107.843 10 547.560 15 232.647
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
232
Lampiran 2 Lanjutan
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
37 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 27.565 1.213 2.223 0.000 0.000 122.689 1 356.656 545.734 0.000 25.367 106.368 19.025 1 363.747 9.272 22.916 0.000 0.000 0.000 3 602.775 2 077.470 975.671 2 184.395 108.674 5 346.210 8 948.985
38 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 36 271 0.384 28 123 0.000 0.000 277.840 1 315.046 61.664 0.000 134.577 102.177 9.554 330.262 1 822.420 93 672 0.000 0.000 0.000 4 211.990 6 318.596 9 255.992 704.769 193.697 16 473.055 20 685.044
39 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.432 554.314 3.533 182.998 0.000 0.000 215.350 4 888.707 881.975 0.000 276.813 94.789 116.232 1 133.324 1 928.905 1 877.136 0.000 0.000 0.000 12 154.507 10 440.712 41 074.732 4 347.507 2 752.979 58 615.930 70 770.437
40 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 165.789 12 694.401 907.955 0.000 0.000 728.234 129 896 715 26 686 067 0.000 4 704.183 1 017.641 4 018.824 3 914.380 0.000 2 290.396 0.000 0.000 2 194.536 190 219.121 325 630.341 0.000 16 508.143 0.000 342 138.484 532 357.605
41 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 65.952 0.000 0.000 0.000 0.000 376.101 0.000 0.524 206.678 555.415 885.158 0.000 0.000 278.473 2 956.018 823.213 0.000 235.683 112.667 70.544 157.268 28.568 45.183 0.000 8 326.167 0.000 15 123.613 15 324.437 3 412.724 1 223.759 198.046 20 158.966 35 282.579
42 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 9009 2066 712.120 77.702 1 132.870 0.000 0.000 186.736 3 939.144 4 680.127 0.000 2 697.427 1 915.507 1 603.585 430.175 56.306 833.324 0.000 0.000 1 014.628 19 290.725 23 570.979 48 847.871 6 261.368 2 125.073 80 805.291 100 096.016
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190 201 202 203 204 209 210
233
Lampiran 2 Lanjutan
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190
180 46 542.07 3 348.64 360.18 560.53 258.27 179.71 2 721.42 2 800.27 44.58 638.56 550 570.34 7 086.59 48.19 1 451.12 4 873.62 7 234.70 74 646.60 3 323.44 150 495.47 15 486.99 17 717.34 25 257.04 6 499.78 209.99 100 237.62 55 262.83 6 067.17 452 983.70 24 132.18 17 654.52 281 548.14 296 902.67 26.54 84 438.98 75 533.16 28 112.87 27 310.02 26 773.41 14 517.29 8 465.40 67 132.61 2 489 454.56
301 385 510.040 26 162.818 3 822.358 2 330.790 1 478.962 2 407.477 30 011.072 35 733.012 19.882 0.000 116 713.619 0.000 29.246 11 161.633 32 655.945 68 940.458 188 738.736 0.000 94 086.708 58 511.438 41 555.153 14 225.828 55 750.822 42 706.510 37 056.695 59 006.856 4 437.495 53 853.778 5 002.810 4 112.169 0.000 805 254.935 97 834.453 7 421.118 24 176.161 47 140.866 15 488.142 33 918.122 59 278.618 42 687.702 3 475.234 50 231.111 2 562 928.771
302 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 489 669.903 23 426.743 0.000 513 096.646
303 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 495.911 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 7 679.691 573.594 1 121.912 102 727.568 5 406.714 0.000 52 606.464 195 893.541 0.000 14 291.811 12 374.231 1 690.778 0.000 0.000 0.000 0.000 16.247 61.251 394 939.714
304 50 069.487 -2 750.443 -1 063.497 -74.005 -525.718 -125.678 0.000 35 216.096 -4.127 2.532 -109 654.109 8 815.635 1.352 -14.165 -555.217 1 526.727 32 445.847 0.000 -25 304.474 -21 272.078 -3 668.595 124.260 -3 171.470 -14 210.596 712.325 -395.664 -386.721 -41 410.992 -2 179.526 0.000 -12 693.954 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -110 546.767
305
Sektor
9 916.707 2 927.725 1 129.593 753.775 1 027.566 0.000 850.667 5 793.282 21.433 3 421.979 402 647.629 211 224.123 1 086.134 3 379.423 5 510.884 9 619.054 341 813.582 451.394 65 585.803 3 303.551 4 899.097 10 478.416 6 700.589 0.000 3 475.456 5 067.431 2 994.948 857 977.308 45 156.700 1 726.063 3 595.108 0.000 4 604.539 473.719 3 156.175 1 867.368 95.290 5 267.419 669.559 0.000 24.255 2 028 693.742
234
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190
Lampiran 2 Lanjutan
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190
309 445 496.234 26 340.100 3 888.454 3 010.561 1 980.811 2 281.799 30 861.739 76 742.390 37.188 3 424.510 409 707.139 220 039.758 1 116.732 14 526.892 38 107.523 80 086.239 562 998.165 451.394 134 368.037 40 542.910 42 785.655 24 828.505 59 279.941 28 495.914 48 924.168 64 252.218 8 167.634 973 147.662 53 386.699 5 838.232 43 507.618 1 001 148.476 102 438.992 22 186.648 39 706.567 50 699.012 15 583.432 39 185.541 59 948.176 532 357.605 26 918.223 50 316.617 5 389 112.106
310 492 038.307 29 688.735 4 248.633 3 571.094 2 239.085 2 461.514 33 583.154 79 542.656 81.771 4 063.074 960 277.477 227 126.346 1 164.920 15 978.013 42 981.145 87 320.940 637 644.763 3 774.837 284 863.508 56 029.899 60 502.998 50 085.544 65 779.720 28 705.908 149 161.783 119 515.051 14 234.807 1 426 131.365 77 518.883 23 492.754 325 055.756 1 298 051.143 102 465.528 106 625.624 115 239.727 78 811.886 42 893.449 65 958.954 74 465.463 532 357.605 35 383.623 117 449.222 7 878 566.663
409 184 918.407 0.000 0.000 0.000 979 131 1 067 345 20 959 055 1 121 570 47 525 0.000 0.000 0.000 0.000 3.039 7 481.479 21 951.384 0.000 3 442.033 3 543.361 5 704.756 9 091.018 17 598.113 64 408.109 28 454.454 149 032.741 3 637.223 14 164.402 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 21 963.740 1 552.964 9 998.191 63 579.239 33 944.465 45 273.910 3 695.026 0.000 101.044 17 353.206 735 066.929
509 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
600 307 119.900 29 688.735 4 248.633 3 571.094 1 259.954 1 394.169 12 624.099 78 421.086 34.246 4 063.074 960 277.477 227 126.346 1 164.920 15 974.973 35 499.666 65 369.556 637 644.763 332.803 281 320.146 50 325.142 51 411.980 32 487.431 1 371.612 251.454 129.042 115 877.828 70.405 1 426 131.365 77 518.883 23 492.754 325 055.756 1 298 051.143 80 501.788 105 072.661 105 241.536 15 232.647 8 948.985 20 685.044 70 770.437 532 357.605 35 282.579 100 096.016 7 143 499.734
700 492 038.307 29 688.735 4 248.633 3 571.094 2 239.085 2 461.514 33 583.154 79 542.656 81.771 4 063.074 960 277.477 227 126.346 1 164.920 15 978.013 42 981.145 87 320.940 637 644.763 3 774.837 284 863.508 56 029.899 60 502.998 50 085.544 65 779.720 28 705.908 149 161.783 119 515.051 14 234.807 1 426 131.365 77 518.883 23 492.754 325 055.756 1 298 051.143 102 465.528 106 625.624 115 239.727 78 811.886 42 893.449 65 958.954 74 465.463 532 357.605 35 383.623 117 449.222 7 878 566.663
Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 190
235
Lampiran 3. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Uraian Faktor Produksi
Tenaga Kerja Modal Pertanian
Institusi
Rumah Tangga
Non Pertanian
Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas
Perushaan Pemerintah Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Sektor Barang Tambang & Galian Produksi Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Neraca Kapital Pajak Tidak Langsung (Minus Subsidi) Luar Negri (The Rest of The World)
Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
236
Lampiran 4. Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 ( 56 X 56 Dalam Juta Rupiah ). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Sektor Tenaga Kerja Modal Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Perushaan Pemerintah Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Neraca Kapital Pajak Tidak Langsung (Minus Subsidi) Luar Negri (The Rest of The World) Total
1
136 145 281 25 331 63 352
2
888.05 337.93 099.34 091.90 753.47 154.37 058.60
182 097.77 1 517 481.43
168 208 605 13 279 31 296 695 254
3
993.19 293.93 231.41 678.45 923.34 199.31 946.79 182.12 250.46
374 328.83 2 928 027.82
163.35 147.51 69.76 106.08 65.35 85.10 45.20 238.55 51 207.12 3 475.19 507.72 309.60 196.45 319.78 3 986.36 4 746.40 2.64 0.00 15 503.02 0.00 3.88 1 482.59 4 337.67 9 157.33 25 070.08 0.00 12 497.49 7 772.05 5 519.75 1 889.61 7 405.36 5 672.69 4 922.22 7 837.85 589.43 7 327.00 490.89 546.22 0.00 106 961.64 12 995.30 985.74 3 211.31 6 261.70 2 057.28 4 505.33 7 873.95 5 670.19 461.61 6 672.17 5 879.23
347 232.74
237
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Total
4
5
6
7
8
9
327.25 254.88 75.33 117.04 115.38 144.18 22.94
4 448.56 2 476.88 2 492.36 1 879.32 217.53 947.45 135.30
207.79 120.42 95.29 131.46 77.53 97.45 35.30
4 424.43 2 347.30 423.46 2 759.29 520.61 1 834.93 195.40
198.93 129.39 48.43 157.62 50.36 73.30 32.68
2 027.25 2 375.38 1 452.45 1 997.66 247.95 1 605.76 277.17
715.64 56 457.69 3 831.53 559.78 341.34 216.59 352.57 4 395.10 5 233.08 2.91 0.00 17 092.63 0.00 4.28 1 634.61 4 782.44 10 096.28 27 640.66 0.00 13 778.94 8 568.96 6 085.72 2 083.36 8 164.67 6 254.34 5 426.93 8 641.51 649.87 8 088.53 530.98 602.22 0.00 117 929.04 14 327.79 1 086.82 3 540.58 6 903.75 2 268.23 4 967.29 8 681.31 6 251.59 508.95 7 356.31 6 878.95 383 990.79
2 139.89 116 631.00 7 915.22 1 156.40 705.15 447.44 728.35 9 079.46 10 810.55 6.02 0.00 35 310.17 0.00 8.85 3 376.81 9 879.63 20 857.03 57 100.43 0.00 28 464.70 17 701.87 12 571.97 4 303.84 16 866.68 12 920.29 11 211.02 17 851.75 1 342.51 16 815.97 990.31 1 244.08 0.00 243 619.30 29 598.53 2 245.16 7 314.18 14 261.85 4 685.73 10 261.48 17 933.97 12 914.60 1 051.39 15 196.76 107 007.45 897 125.18
143.83 7 189.68 487.93 71.29 43.47 27.58 44.90 559.70 666.41 0.37 0.00 2 176.68 0.00 0.55 208.16 609.03 1 285.72 3 519.94 0.00 1 754.70 1 091.23 774.99 265.31 1 039.74 796.47 691.10 1 100.46 82.76 1 002.78 94.88 76.69 0.00 15 017.83 1 824.59 138.40 450.88 879.17 288.85 632.57 1 105.53 796.12 64.81 936.80 6 771.61 55 478.74
1 534.41 72 969.76 4 952.13 723.50 441.17 279.94 455.69 5 680.53 6 763.58 3.76 0.00 22 091.68 0.00 5.54 2 112.69 6 181.15 13 049.12 35 724.67 0.00 17 808.83 11 075.11 7 865.60 2 692.68 10 552.58 8 083.53 7 014.13 11 168.88 839.93 10 483.42 657.02 778.36 0.00 152 419.53 18 518.21 1 404.68 4 576.09 8 922.87 2 931.61 6 420.06 11 220.32 8 079.97 657.80 9 507.80 114 488.83 613 642.59
75.77 14 828.13 1 006.32 147.02 89.65 56.89 92.60 1 154.34 1 374.42 0.76 0.00 4 489.23 0.00 1.12 429.32 1 256.07 2 651.70 7 259.59 0.00 3 618.92 2 250.56 1 598.36 547.18 2 144.38 1 642.65 1 425.34 2 269.62 170.68 2 150.65 113.19 158.17 0.00 30 973.06 3 763.07 285.44 929.90 1 813.21 595.73 1 304.62 2 280.07 1 641.93 133.67 1 932.07 6 509.82 105 855.97
2 167.95 66 226.67 4 494.50 656.64 400.41 254.07 413.58 5 155.59 6 138.56 3.42 0.00 20 050.20 0.00 5.02 1 917.45 5 609.96 11 843.26 32 423.38 0.00 16 163.13 10 051.66 7 138.75 2 443.85 9 577.42 7 336.54 6 365.96 10 136.77 762.32 9 605.41 505.55 706.43 0.00 138 334.53 16 806.96 1 274.87 4 153.22 8 098.32 2 660.70 5 826.79 10 183.46 7 333.31 597.01 8 629.19 197 859.81 650 296.26
10
9 926.50 7 525.67 5 536.83 6 935.07 289.30 2 593.61 195.76 63 785.52 15 616.33
646 563.05 758 967.63
238
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
11
12
13
51 126. 273 7 140.761 168 608. 476 18 217.756
14
15
16
17
406.883 3 452.564
426.745 2 816.240
127.576 945.363
156.953 990.569
19 627.450 14 981.500 600.520 2 624.850 381.780 4 120.500 351.110 448 324.660 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 489 669.900 23 426.740 0.000 -53.1820
950 926.92
45 412.745 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 220.957 0.000 1 168.782 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10 951.171 0.000 4.959 0.000 0.000 0.000 14 385.301 9 245.487 0.000 1 848.350 3 115.267 54.546 0.000 917.367 1.634 0.000 0.000 0.000
0.000 2 830.583 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 15.020 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 433.688 0.000 1 665 0.000 0.000 0.000 279.404 582.772 0.000 79.938 86.849 0.438 0.000 17.764 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 183.797 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 24.458 3.383 1.353 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 46.585 0.000 0.677 0.000 0.000 0.000 68.516 12.629 0.000 12.291 32.490 0.789 0.000 2.030 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 188.886 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 25.399 0.777 2.221 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 17.241 0.000 2 110 0.000 0.000 0.000 59.186 15.102 0.000 7 440 8 349 0.222 0.000 1.110 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 152.046 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.331 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10.045 0.000 0.209 0.000 0.000 0.000 7.954 6.414 0.000 2.767 5.106 0.157 0.000 0.503 0.440 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 171.495 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5.017 0.358 0.860 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 13.285 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 30.959 12.685 0.000 4.730 5.890 0.215 0.000 1.075 0.000 0.000 0.000 0.000
58.588 184.918 492 038.31
2.097 0 29 688.74
0.189 0 4 248.63
0.065 0 3 571.09
0.041 979 2 239.08
0.078 1.067 2 461.51
239
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
18
19
20
21
22
23
1 086 946 324 925 165 39 125.372 1 433 031 466 527 022 121 555.292
24
1 703.606 9 371.412
11 213.066 61 932.061
4 765 14 843
151.010 423.374
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 048.620 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 45.448 45.226 2.896 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 191.453 0.000 6.567 0.000 0.000 0.000 12.894 93.533 0.000 41.457 56.381 2.660 0.000 0.554 0.000 0.000 1.108 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2 241.102 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 29362 197.318 215.850 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 521.295 0.000 5803 0.000 0.000 0.000 365.717 673.596 0.000 299.168 428.585 9189 0.000 2.418 0.000 0.000 14.509 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 8.410 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.869 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.583 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3 078 0.000 0.205 0.127 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 638.564 0.000 0.000 0.000 0.000 14.512 28.707 57.092 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 485.795 0.000 0.152 0.024 0.002 0.098 33.317 4.555 0.000 5.479 10.722 0.089 0.076 0.554 2.787 0.000 0.010 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 46 691.022 0.000 0.000 0.000 76.518 0.000 794.611 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 52.285 0.000 7 811.732 0.000 64.746 0.000 0.000 0.000 33 488.641 23 556.531 0.000 4 167.291 7 597.966 64.746 194.238 3 009.756 1 392.975 0.000 123.606 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 4 851.911 0.000 8 129 246.178 0.000 88.252 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3 014.637 0.000 383.201 0.000 0.000 0.902 17 787.256 21 662.861 0.000 498.184 1 180.343 42.965 121.928 224.115 418.148 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 44.185 0.000 0.581 0.000 1.559 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 10.061 0.000 0.142 0.000 0.000 0.000 184.660 165.207 0.000 2.437 2.596 0.000 0.000 0.383 0.000 0.000 0.000 0.000
0.283 20.959 33 583.15
2.048 1.122 79 542.66
1.368 48 81.77
260 562 0 4 063.07
39 738.627 0 960 277.48
15 916.675 0 227 126.35
178.726 0 1 164.92
240
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
25 3 640.026 9 984.920
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 527.155 17.982 0.000 46.687 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 82.421 0.000 3.301 0.654 0.034 0.162 556.252 348.279 0.000 213.848 308.586 0.000 0.000 12.934 0.000 0.000 0.000 0.000 231.732 3 15 978.01
26
27
28
5 214.731 7 434.080 95 583 004 18 518.977 38 565.164 412 068 700
393.141 21.856 13.250 43.303 24.998 1.366 88.928 24.452 0.000 0.000 23.666 0.000 0.000 284.542 3 251.131 0.000 1 151.835 0.000 0.000 0.000 0.000 0.273 0.990 0.000 2.129 0.000 96.332 21.171 1.232 74.585 396.556 5 650.054 0.000 82.234 51.772 0.000 0.000 8.060 5.709 0.000 0.000 44.532 . 7.859 7.481 42 981.14
29
30
31
6 158 45 649 656 22 502 208 139 168
5 629 793 34 009 632
8 189 142.178 116.740 0.000 2.265 1.917 122.315 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 40.598 0.000 5 176.804 814.626 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2.894 0.000 0.000 0.000 9.757 393.242 20.697 544.408 654.090 8 511.691 0.000 815.506 1 842.087 18.469 0.000 24.634 11.630 0.000 0.000 84.157
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 11 306.015 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 22 952.229 0.000 0.000 594.915 24.788 766.793 8 712.770 8 760.513 0.000 5 072.800 6 724.920 209.065 337.202 476.579 76.085 0.000 0.000 27 069.789
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 33.246 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 33.400 0.000 6.271 3.620 0.112 2.471 17.811 67.809 0.000 28.833 95.610 0.000 0.000 6.159 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 632.369 0.000 12 211.747 0.000 0.000 0.000 166.852 0.000 2 001.724 379.997 141.542 1 397.747 73.566 1 243.005 0.000 6 444.647 0.000 475.907 1 415.316 123.690 198.925 286 .910 0.000 0.000 0.000 328.991
10.573 14.268 4.906 14.884 0.513 0.000 5.825 0.000 1.402 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.557 27.726 32.241 2.804 0.000 4 630.730 0.000 0.000 30.228 0.000 30.839 6.308 0.701 69.509 3.658 73.724 2 457.305 2 611 .401 0.000 289 .176 261.140 4.205 1.402 21.027 0.000 0.000 0.000 74.768
11.419 21.951 87 320.94
36 908.595 0 637 644.76
8. 800 3.442 3 774.84
8.388 3.543 284 863.51
3.898 5.705 56 029.90
241
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
32
33
34
35
36
37
38
9 452.004 26 014.012
9 759.655 17 556.949
115.582 304.450
42.009 47.113
2.503 5.806
11 007.644 24 766.288
9.310 7.471
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 52 714 1 140 0.000 0.000 12 438 780 0.000 10 973 0.000 306 172 99 947 0.912 13 435 0.707 159 439 305 649 777 101 0.000 729 074 938 569 3 421 0.000 1 597 0.000 0.000 0.000 106 334
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 056 337 0.000 1 293 0.000 0.000 89 102 160 764 592 002 0.000 654 238 403 469 12 934 148 286 21 912 89 474 0.000 0.000 0.000
90 709 6 430 2 914 5 105 2 677 0 738 2 401 6 982 0.569 0.000 89 620 0.000 0.730 0.026 6 423 11 020 0.000 0.015 31 395 25 253 15 130 0.000 138 314 0.000 6 018 1 274 1 024 339 824 35 672 6 767 0.000 57 463 0.000 4 050 6 161 0.589 3 539 0.597 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 53.351 0.000 0.032 4.380 0.000 0.000 11.992 1.937 62.323 0.000 5.234 7.044 1.369 5.148 0.000 6.549 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 7.007 7.400 1.272 11.467 0.732 5.164 5.279 51.147 0.000 14.204 15.775 0.147 0.033 0.040 0.058 0.000 0.000 0.028
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 40 050.120 3 165.327 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3 482.035 497.896 221.679 0.000 0.000 2 966.161 2 620.859 2 933.824 0.000 7 676.588 3 468.645 489.856 1 247.560 6 461.432 1 664.913 0.000 0.000 2 110.538
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.054 0.000 0.000 0.000 0.000 0.572 0.750 0.062 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 5.533 0.257 17.494 7.374 0.388 6.078 0.066 5.914 0.000 1.011 0.832 0.050 1.930 1.209 0.000 0.000 0.000 1.590
0.000 9 091 60 503.00
1 941 016 17 598 50 085.54
52.148 64 408 65 779.72
2.974 28 454 28 705.91
0.980 149 033 149 161.78
1 046.463 3 637 119 515.05
2.461 14 164 14 234.81
242
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
39
40
41
42
43
162 944.268 448 111.490
14 990.873 23 301.797
1 389.872 103 193.099 169 435.995 2 782.100 75 192.256 481 442.607
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 419 404.678 0.000 0.000 476.712 0.000 0.000 524.592 100.985 0.000 0.000 0.000 0.000 169.664 0.000 16 725.347 1 277.958 5.713 103 421.323 5 443.228 5 074.818 29 280.363 67 422.386 0.000 12 772.303 13 262.674 9 105.454 1 485.902 6 288.415 1 913.123 0.000 0.000 28 526.298
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 26 770.511 0.000 0.000 27.745 0.000 0.000 45.617 5.315 0.000 0.000 0.000 0.000 14.753 0.000 1 356.109 67.261 0.301 8 120.707 706.148 267.096 1 541.072 5 074.803 0.000 672.226 698.035 479.234 78.205 330.969 100.691 0.000 0.000 1 501.384
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 107.921 3 525.938 2.037 68.081 4.346 2 629.312 1 645.460 9 871.674 0.000 26.317 16.728 0.000 50.927 81.841 165.933 0.000 0.000 0.000
79 345.351 0 1 413 083.04
1 586.907 0 87 737.76
124.268 0 23 492.75
44
45
7 250.449 9 757.828
13 726.974 43 616.169
0.000 605.810 0.000 315.406 0.000 4.297 0.000 44.725 0.000 3.362 0.000 3.531 0.000 598.142 0.000 108.869 0.000 32.543 0.000 0.000 7.613 57 549.693 0.000 2 234.677 0.000 2.263 0.000 1.536 0.000 599.694 0.000 324.624 17 487.903 73.753 3.503 5.040 0.000 87 086.808 0.000 10 707.110 0.000 4 943.176 22 085.363 588.929 0.000 518.006 0.000 98.438 13 239.804 9 055.905 17 332.829 18 313.403 556.279 805.324 1 141.011 337 044.856 60.053 17 739.203 398.586 372.019 2 231.854 8 102.337 50 053.808 33 324.844 0.000 0.000 1 405.466 5 319.124 3 005.969 2 437.462 0.000 3 549.219 1 249.824 11 604.680 898.463 3 280.558 2 814.399 393.082 0.000 0.000 0.000 0.000 3 649.869 425.163
20.907 17.913 34.275 263.631 72.411 0.667 855.185 418.861 1.660 0.000 33.481 0.000 1.010 84.678 20.908 1 417.317 5.484 6.007 51 165.520 123.896 320.257 0.000 5 385.811 54.949 49.591 4.131 9.453 334.745 17.618 233.501 455.423 272.650 26.536 0.000 0.000 0.000 233.883 6.566 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 18.499 0.000 6.116 0.000 0.000 0.000 0.000 2 206.373 0.000 0.235 1 978.205 53.787 285.472 0.000 0.000 0.423 3 321.990 1 966.905 0.000 33 121.058 0.000 3 088.838 510.601 256.579 14.855 0.000 0.000 0.000
9 047.804 28 954.932 0 0 325 055.76 1 298 051.14
1 544.587 21 964 102 465.53
899.581 1 553 106 625.62
243
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
46
47
48
49
50
51
52
17 198.126 45 155.170
2 598.423 7 841.294
2 077.470 3 160.066
6 318.596 9 960.761
10 440.712 325 630.341 45 422.239 16 508.143
15 324.437 4 636.483
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 512.116 359.230 284.734 0.000 0.000 822.452 4 127.380 2 288.026 0.000 0.000 24 683.187 4 736.798 2 219.507 281.689 261.895 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 36.468 2.535 2.340 0.000 0.000 96.143 3 896.828 40.173 0.000 15.991 9.361 275.754 287.065 2.145 20.282 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 27.565 1.213 2.223 0.000 0.000 122.689 1 356.656 545.734 0.000 25.367 106.368 19.025 1 363.747 9.272 22.916 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 36.271 0.384 28.123 0.000 0.000 277.840 1 315.046 61.664 0.000 134.577 102.177 9.554 330.262 1 822.420 93.672 0.000 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.432 0.000 554.314 1 165.789 3.533 12 694.401 182.998 907.955 0.000 0.000 0.000 0.000 215.350 728.234 4 888.707 129 896.715 881.975 26 686.067 0.000 0.000 276.813 4 704.183 94.789 1 017.641 116.232 4 018.824 1 133.324 3 914.380 1 928.905 0.000 1 877.136 2 290.396 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2 194.536
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 65.952 0.000 0.000 0.000 0.000 376.101 0.000 0.524 206.678 555.415 885.158 0.000 0.000 278.473 2 956.018 823.213 0.000 235.683 112.667 70.544 157.268 28.568 45.183 0.000 8 326.167 0.000
2 311.225 9 998 115 239.73
107.843 63 579 78 811.89
108.674 33 944 42 893.45
193.697 45 274 65 958.95
2 752.979 3 695 74 465.46
198.046 101 35 383.62
0.000 0 532 357.60
244
Lampiran 4 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 Total
53
54
55
23 570.979 55 109.239
56
Total
8 730.65 8 452.87
1 517 481.43 2 928 027.82 347 232.74 383 990.79 897 125.18 55 478.74 613 642.59 105 855.97 650 296.26 758 967.63 950 926.92 492 038.31 29 688.74 4 248.63 3 571.09 2 239.08 2 461.51 33 583.15 79 542.66 81.77 4 063.07 960 277.48 227 126.35 1 164.92 15 978.01 42 981.14 87 320.94 637 644.76 3 774.84 284 863.51 56 029.90 60 503.00 50 085.54 65 779.72 28 705.91 149 161.78 119 515.05 14 234.81 1 413 083.04 87 737.76 23 492.75 325 055.76 1 298 051.14 102 465.53 106 625.62 115 239.73 78 811.89 42 893.45 65 958.95 74 465.46 532 357.60 35 383.62 117 449.22 1 038 776.67 225 719.43 2 045 877.26 20 397 966.10
225 719.43 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 9.009 2.066 712.120 77.702 1 132.870 0.000 0.000 186.736 3 939.144 4 680.127 0.000 2 697.427 1 915.507 1 603.585 430.175 56.306 833.324 0.000 0.000 1 014.628
50 069.49 -2 750.44 -1 063.50 -74.00 -525.72 -125.68 0.00 35 216.10 -4.13 2.53 -109 654.11 8 815.63 1.35 -14.16 -59.31 1 526.73 32 445.85 0.00 -25 304.47 -21 272.08 -3 668.59 124.26 -3 171.47 -14 210.60 8 392.02 177.93 735.19 58 116.58 4 427.19 0.00 39 912.51 195 893.54 0.00 14 291.81 12 374.23 1 690.78 0.00 0.00 0.00 0.00 16.25 61.25
2 125.073 17 353 117 449.22
754 384 1 038 776.67
9 916.71 2 927.72 1 129.59 753.77 1 027.57 0.00 850.67 5 793.28 21.43 3 421.98 402 647.63 211 224.12 1 086.13 3 379.42 5 510.88 9 619.05 341 813.58 451.39 65 585.80 3 303.55 4 899.10 10 478.42 6 700.59 0.00 3 475.46 5 067.43 2 994.95 846 509.00 55 795.56 1 726.06 3 595.11 0.00 4 604.54 473.72 3 156.17 1 867.37 95.29 5 267.42 669.56 0.00 0.00 24.25 0
225 719.43
2 045 877.26
245
Lampiran 5. Pengganda Necaca di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sektor Tenaga Kerja Modal Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Perushaan Pemerintah Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total
1
2
3
1.32780 0.74517 0.17444 0.18851 0.40387 0.03152 0.36237 0.06713 0.38414 0.19315 0.13704 0.22266 0.01536 0.00218 0.00148 0.00088 0.00136 0.01698 0.01950 0.00003 0.00000 0.14265 0.00085 0.00002 0.00629 0.01900 0.03932 0.12088 0.00122 0.11209 0.03780 0.02989 0.01203 0.03224 0.02245 0.04242 0.04472 0.00387 0.16951 0.00920 0.00682 0.05600 0.48437 0.05119 0.02392 0.03094 0.03082 0.01650 0.02523 0.03448 0.09290 0.00682 0.03756 6.03954
0.31417 1.57517 0.13494 0.15361 0.38880 0.01976 0.22003 0.03426 0.23312 0.40830 0.27980 0.16597 0.01145 0.00162 0.00110 0.00066 0.00101 0.01266 0.01454 0.00002 0.00000 0.10763 0.00065 0.00001 0.00469 0.01417 0.02931 0.09268 0.00101 0.08419 0.02826 0.02233 0.01067 0.02403 0.01673 0.03323 0.03707 0.00326 0.12902 0.00700 0.00545 0.06526 0.37021 0.03815 0.01976 0.02388 0.02384 0.01329 0.01915 0.02640 0.16072 0.01081 0.02888 5.42273
0.43527 0.99262 1.10780 0.12056 0.28948 0.01723 0.19082 0.03209 0.20215 0.25730 0.17857 0.29674 0.02047 0.00290 0.00197 0.00118 0.00181 0.02263 0.02599 0.00004 0.00000 0.19008 0.00114 0.00002 0.00839 0.02532 0.05240 0.16104 0.00162 0.14937 0.05037 0.03984 0.01600 0.04296 0.02991 0.05650 0.05951 0.00515 0.22572 0.01238 0.00907 0.07409 0.64531 0.06822 0.03184 0.04121 0.04105 0.02196 0.03361 0.04593 0.12171 0.00896 0.05004 6.51832
246
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
0.43559 0.99156 0.10818 1.12078 0.28931 0.01723 0.19090 0.03223 0.20204 0.25702 0.18061 0.29635 0.02045 0.00290 0.00197 0.00118 0.00181 0.02260 0.02596 0.00004 0.00000 0.18984 0.00113 0.00002 0.00838 0.02529 0.05233 0.16086 0.00162 0.14918 0.05031 0.03979 0.01600 0.04291 0.02987 0.05645 0.05948 0.00515 0.22548 0.01234 0.00907 0.07430 0.64458 0.06813 0.03182 0.04117 0.04101 0.02194 0.03357 0.04588 0.12272 0.00902 0.04998 6.51829
0.39078 0.88847 0.10123 0.11048 1.26193 0.01729 0.17113 0.02963 0.18125 0.23030 0.16323 0.26549 0.01832 0.00259 0.00176 0.00106 0.00162 0.02024 0.02326 0.00003 0.00000 0.17008 0.00102 0.00002 0.00750 0.02266 0.04688 0.14413 0.00145 0.13365 0.04507 0.03564 0.01435 0.03844 0.02676 0.05058 0.05332 0.00462 0.20214 0.01093 0.00813 0.06675 0.57752 0.06103 0.02852 0.03689 0.03674 0.01967 0.03008 0.04111 0.11067 0.00813 0.04478 5.95932
6 0.38960 0.88536 0.09971 0.10954 0.26000 1.01752 0.17174 0.03025 0.18115 0.22949 0.16307 0.26455 0.01825 0.00258 0.00176 0.00105 0.00161 0.02017 0.02317 0.00003 0.00000 0.16950 0.00101 0.00002 0.00748 0.02258 0.04672 0.14362 0.00144 0.13318 0.04491 0.03552 0.01430 0.03830 0.02667 0.05041 0.05314 0.00460 0.20083 0.01151 0.00810 0.06657 0.57552 0.06082 0.02842 0.03676 0.03662 0.01960 0.02997 0.04096 0.11050 0.00811 0.04463 5.94293
7 0.36092 0.82011 0.09612 0.10329 0.23995 0.01853 1.15864 0.02939 0.16753 0.21258 0.15125 0.24504 0.01691 0.00239 0.00163 0.00097 0.00149 0.01868 0.02146 0.00003 0.00000 0.15699 0.00094 0.00002 0.00693 0.02091 0.04327 0.13304 0.00134 0.12336 0.04160 0.03290 0.01325 0.03548 0.02470 0.04669 0.04922 0.00426 0.18652 0.01016 0.00750 0.06169 0.53308 0.05633 0.02633 0.03405 0.03392 0.01816 0.02776 0.03794 0.10246 0.00752 0.04134 5.58657
8 0.41540 0.94726 0.10432 0.11588 0.27652 0.01765 0.18240 1.03109 0.19310 0.24554 0.17054 0.28317 0.01954 0.00277 0.00188 0.00113 0.00173 0.02159 0.02480 0.00003 0.00000 0.18138 0.00108 0.00002 0.00800 0.02417 0.05000 0.15368 0.00154 0.14254 0.04807 0.03802 0.01527 0.04100 0.02854 0.05392 0.05680 0.00492 0.21566 0.01154 0.00866 0.07072 0.61581 0.06510 0.03038 0.03933 0.03917 0.02096 0.03207 0.04383 0.11621 0.00855 0.04775 6.27103
9 0.30945 0.70137 0.07927 0.08883 0.20700 0.01510 0.13550 0.02509 1.14361 0.18180 0.13162 0.20949 0.01445 0.00205 0.00139 0.00083 0.00128 0.01597 0.01835 0.00003 0.00000 0.13422 0.00080 0.00002 0.00592 0.01788 0.03699 0.11377 0.00115 0.10547 0.03556 0.02813 0.01135 0.03033 0.02112 0.03994 0.04213 0.00365 0.15962 0.00854 0.00642 0.05304 0.45585 0.04816 0.02254 0.02912 0.02901 0.01553 0.02374 0.03245 0.08878 0.00650 0.03535 4.92554
10 0.04421 0.06665 0.02388 0.02110 0.03026 0.01157 0.01654 0.00674 0.01735 1.10903 0.05462 0.01848 0.00128 0.00018 0.00012 0.00007 0.00011 0.00141 0.00162 0.00000 0.00000 0.01216 0.00007 0.00000 0.00052 0.00158 0.00326 0.01066 0.00013 0.00946 0.00316 0.00249 0.00141 0.00268 0.00186 0.00391 0.00462 0.00041 0.01471 0.00081 0.00066 0.01037 0.04243 0.00425 0.00245 0.00277 0.00277 0.00161 0.00218 0.00303 0.02998 0.00196 0.00333 1.60690
247
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
11
12
13
14
15
16
17
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
1.09013 0.96859 0.20626 0.21245 0.40761 0.03429 0.33255 0.06804 0.35237 0.25107 2.06782 0.22537 0.01557 0.00220 0.00150 0.00090 0.00137 0.01723 0.01975 0.00003 0.00000 0.15858 0.00104 0.00002 0.00638 0.01928 0.03981 0.15031 0.00232 0.12041 0.03915 0.03073 0.03067 0.03267 0.02272 0.06044 0.08580 0.00795 0.20065 0.01085 0.01091 0.31210 0.58984 0.05180 0.04512 0.04015 0.04061 0.02751 0.02934 0.04247 1.08740 0.06906 0.04762 9.68879
0.31090 0.75471 0.07970 0.08935 0.21620 0.01248 0.14055 0.02334 0.14894 0.19563 0.13470 1.20082 0.00685 0.00097 0.00066 0.00039 0.00060 0.00757 0.00869 0.00001 0.00000 0.06798 0.00044 0.00001 0.00281 0.00901 0.01751 0.06021 0.00065 0.05212 0.01711 0.01346 0.00852 0.01437 0.00999 0.04630 0.02375 0.00202 0.08458 0.00458 0.00346 0.06852 0.24735 0.02279 0.01834 0.02382 0.01496 0.00845 0.01390 0.01604 0.07930 0.00541 0.01792 4.30875
0.58839 1.31148 0.14301 0.16000 0.38467 0.02260 0.25478 0.04264 0.26999 0.33995 0.23426 0.17815 1.11769 0.00174 0.00118 0.00071 0.00109 0.01360 0.01561 0.00002 0.00000 0.11853 0.00074 0.00001 0.00504 0.01522 0.03146 0.10006 0.00107 0.09187 0.03052 0.02407 0.01170 0.02581 0.01796 0.05221 0.03941 0.00349 0.14456 0.00783 0.00585 0.07267 0.41886 0.04095 0.02530 0.02985 0.02573 0.01432 0.02134 0.02823 0.13849 0.00947 0.03104 6.66520
0.42132 1.45332 0.13683 0.15464 0.38325 0.02071 0.23180 0.03729 0.24562 0.37671 0.25868 0.16927 0.01168 1.04687 0.00113 0.00068 0.00103 0.01292 0.01483 0.00002 0.00000 0.11063 0.00067 0.00001 0.00483 0.02096 0.03077 0.09599 0.00104 0.08627 0.02886 0.02279 0.01194 0.02450 0.01706 0.04620 0.03836 0.00353 0.13336 0.00723 0.00569 0.08089 0.38368 0.03889 0.02464 0.03479 0.02499 0.01381 0.02019 0.02702 0.15017 0.01016 0.02967 6.50820
0.44938 1.44333 0.13880 0.15662 0.38639 0.02115 0.23699 0.03837 0.25112 0.37412 0.25703 0.17191 0.01186 0.00168 1.05700 0.00069 0.00105 0.01313 0.01506 0.00002 0.00000 0.11249 0.00069 0.00001 0.00491 0.02280 0.03059 0.09776 0.00105 0.08768 0.02932 0.02315 0.01205 0.02489 0.01732 0.04030 0.03883 0.00401 0.13572 0.00736 0.00571 0.08149 0.39066 0.03950 0.02371 0.02812 0.02489 0.01385 0.02029 0.02740 0.14958 0.01014 0.03013 6.56205
0.22999 0.77196 0.07326 0.08275 0.20472 0.01111 0.12448 0.02007 0.13190 0.20010 0.13743 0.09063 0.00626 0.00089 0.00060 1.07321 0.00055 0.00691 0.00794 0.00001 0.00000 0.05923 0.00036 0.00001 0.00256 0.00774 0.01601 0.05137 0.00055 0.04620 0.01546 0.01221 0.00601 0.01313 0.00914 0.02315 0.02022 0.00187 0.07139 0.00387 0.00300 0.03777 0.20543 0.02083 0.01267 0.01619 0.01323 0.00731 0.01075 0.01463 0.07985 0.00541 0.01582 3.97814
0.24260 0.76124 0.07373 0.08315 0.20483 0.01126 0.12622 0.02048 0.13374 0.19732 0.13558 0.09133 0.00630 0.00089 0.00061 0.00036 1.07544 0.00697 0.00800 0.00001 0.00000 0.06031 0.00037 0.00001 0.00260 0.01017 0.01629 0.05226 0.00057 0.04686 0.01561 0.01232 0.00673 0.01323 0.00920 0.02479 0.02092 0.00181 0.07322 0.00397 0.00307 0.04762 0.21142 0.02099 0.01400 0.01664 0.01341 0.00746 0.01114 0.01461 0.07897 0.00536 0.01610 4.01210
248
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
18
19
20
21
22
23
24
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
0.16450 0.50306 0.04911 0.05536 0.13614 0.00752 0.08432 0.01371 0.08935 0.13040 0.08962 0.06087 0.00420 0.00060 0.00041 0.00024 0.00037 1.03688 0.00533 0.00001 0.00000 0.03987 0.00024 0.00000 0.00173 0.00671 0.01222 0.03401 0.00036 0.03107 0.01039 0.00820 0.00388 0.00881 0.00613 0.01809 0.01342 0.00139 0.04813 0.00261 0.00202 0.02288 0.13866 0.01399 0.00904 0.01099 0.00893 0.00490 0.00705 0.00964 0.05225 0.00359 0.01057 2.97376
0.46086 1.40638 0.13740 0.15487 0.38078 0.02104 0.23595 0.03838 0.25003 0.36454 0.25054 0.17028 0.01176 0.00167 0.00113 0.00068 0.00104 0.01300 1.04391 0.00002 0.00000 0.11172 0.00068 0.00001 0.00484 0.01873 0.03278 0.09800 0.00103 0.08702 0.02907 0.02294 0.01111 0.02466 0.01716 0.04118 0.03777 0.00341 0.13502 0.00732 0.00566 0.06775 0.38916 0.03913 0.02581 0.03170 0.02493 0.01375 0.01974 0.02702 0.14608 0.01016 0.02974 6.45933
0.17909 0.43545 0.04596 0.05153 0.12469 0.00720 0.08103 0.01345 0.08587 0.11287 0.07772 0.05718 0.00398 0.00058 0.00038 0.00023 0.00035 0.00440 0.00501 1.11464 0.00000 0.04333 0.00030 0.00000 0.00163 0.00490 0.02270 0.03212 0.00036 0.03214 0.01013 0.00790 0.00370 0.00830 0.00577 0.02000 0.01315 0.00114 0.05713 0.00308 0.00207 0.02129 0.17231 0.01314 0.01144 0.01110 0.00861 0.00502 0.00684 0.00910 0.04575 0.00312 0.01021 2.98937
0.57546 0.94744 0.11742 0.13036 0.30595 0.01915 0.21700 0.03730 0.22998 0.24558 0.16983 0.14712 0.01017 0.00145 0.00098 0.00059 0.00090 0.01124 0.01289 0.00002 1.18647 0.09559 0.00058 0.00001 0.00419 0.01714 0.03488 0.09901 0.00087 0.07470 0.02505 0.01979 0.00950 0.02130 0.01483 0.17190 0.03191 0.00283 0.11478 0.00623 0.00489 0.05818 0.32935 0.03381 0.01959 0.02552 0.02110 0.01161 0.01714 0.02406 0.10220 0.00706 0.02616 5.79307
0.67969 1.15655 0.14120 0.15690 0.36923 0.02295 0.25990 0.04455 0.27545 0.29979 0.20722 0.17677 0.01221 0.00173 0.00117 0.00070 0.00108 0.01350 0.01549 0.00002 0.00000 1.16986 0.00075 0.00001 0.00500 0.01520 0.03122 0.10131 0.00109 0.09172 0.03036 0.02392 0.01330 0.02567 0.01782 0.04563 0.04023 0.00351 0.14580 0.00790 0.00595 0.09615 0.42364 0.04063 0.02770 0.03654 0.02590 0.01471 0.02413 0.02978 0.12443 0.00876 0.03118 6.49586
0.51827 1.20565 0.12934 0.14487 0.34941 0.02035 0.22926 0.03822 0.24295 0.31251 0.21527 0.16107 0.01114 0.00157 0.00107 0.00064 0.00098 0.01234 0.01411 0.00002 0.00000 0.12041 1.02266 0.00001 0.00461 0.01500 0.02846 0.09634 0.00112 0.08966 0.02844 0.02220 0.01570 0.02337 0.01624 0.05094 0.04111 0.00507 0.15763 0.00850 0.00582 0.13985 0.47319 0.03701 0.02452 0.03205 0.02421 0.01498 0.02075 0.02832 0.12699 0.00868 0.02987 6.32276
0.49263 1.05027 0.11653 0.13024 0.31205 0.01850 0.20873 0.03507 0.22120 0.27224 0.18769 0.14538 0.01007 0.00142 0.00097 0.00058 0.00089 0.01117 0.01274 0.00002 0.00000 0.11964 0.00089 1.03944 0.00413 0.01306 0.02570 0.09526 0.00118 0.08637 0.02636 0.02041 0.02065 0.02113 0.01466 0.04818 0.04325 0.00338 0.16460 0.00885 0.00571 0.22036 0.50495 0.03340 0.02462 0.02794 0.02210 0.01419 0.01910 0.02483 0.11121 0.00762 0.02898 6.03054
249
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
25
26
27
28
29
30
31
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
0.57090 1.30021 0.14061 0.15741 0.37905 0.02217 0.24986 0.04173 0.26479 0.33703 0.23220 0.17511 0.01209 0.00171 0.00116 0.00070 0.00107 0.01337 0.01534 0.00002 0.00000 0.11754 0.00074 0.00001 1.03908 0.01622 0.03093 0.10303 0.00110 0.09080 0.03006 0.02369 0.01375 0.02537 0.01765 0.04270 0.04048 0.00375 0.14425 0.00781 0.00607 0.09937 0.41879 0.04025 0.04126 0.05127 0.02672 0.01482 0.02149 0.02810 0.13712 0.00937 0.03111 6.59123
0.43111 1.08295 0.11295 0.12674 0.30743 0.01763 0.19839 0.03284 0.21023 0.28071 0.19322 0.15138 0.01034 0.00172 0.00209 0.00123 0.00089 0.01309 0.01295 0.00002 0.00000 0.11305 0.00082 0.00001 0.01139 1.09393 0.02484 0.10940 0.00092 0.08186 0.02527 0.01961 0.00982 0.02043 0.01416 0.03214 0.03389 0.00529 0.15260 0.00822 0.00715 0.06426 0.46494 0.03228 0.02212 0.02402 0.02110 0.01275 0.01736 0.02270 0.11358 0.00775 0.02793 5.78348
0.35868 1.00963 0.10125 0.11391 0.27855 0.01562 0.17549 0.02875 0.18596 0.26170 0.17997 0.12578 0.01061 0.00271 0.00084 0.00053 0.00079 0.01117 0.01101 0.00002 0.00000 0.09914 0.00069 0.00001 0.00408 0.01080 1.08524 0.08183 0.00085 0.07174 0.02241 0.01745 0.00906 0.01828 0.01267 0.02838 0.03111 0.00277 0.13518 0.00728 0.01217 0.05830 0.39459 0.02888 0.03110 0.04805 0.02047 0.01184 0.01571 0.02044 0.10527 0.00716 0.02433 5.29024
0.45808 1.25012 0.12667 0.14242 0.34751 0.01961 0.22034 0.03620 0.23349 0.32404 0.22289 0.15725 0.01086 0.00154 0.00104 0.00062 0.00096 0.01200 0.01378 0.00002 0.00000 0.10492 0.00065 0.00001 0.00445 0.01344 0.02777 1.10673 0.00097 0.08107 0.02694 0.02124 0.01117 0.02278 0.01585 0.06953 0.03580 0.00355 0.12857 0.00696 0.00679 0.07352 0.36937 0.03615 0.03204 0.03750 0.02445 0.01377 0.01920 0.02554 0.13054 0.00888 0.07119 6.11079
0.03428 0.07591 0.00830 0.00928 0.02231 0.00131 0.01480 0.00248 0.01568 0.01968 0.01356 0.01035 0.00072 0.00010 0.00007 0.00004 0.00006 0.00080 0.00091 0.00000 0.00000 0.01005 0.00008 0.00000 0.00029 0.00090 0.00183 0.00645 1.00897 0.00675 0.00195 0.00149 0.00136 0.00151 0.00104 0.01202 0.00320 0.00202 0.01517 0.00079 0.00144 0.01062 0.04453 0.00238 0.01280 0.03433 0.00328 0.00179 0.00318 0.00182 0.00802 0.00055 0.00207 1.43332
0.48643 1.38117 0.13811 0.15542 0.38027 0.02129 0.23913 0.03915 0.25340 0.35801 0.24618 0.17133 0.01183 0.00167 0.00114 0.00068 0.00104 0.01308 0.01501 0.00002 0.00000 0.11656 0.00072 0.00001 0.00485 0.01464 0.03026 0.09845 0.00109 1.13351 0.02940 0.02317 0.01081 0.02544 0.01727 0.04233 0.04011 0.00386 0.14608 0.00791 0.01091 0.06345 0.40813 0.03938 0.02325 0.03159 0.02545 0.01474 0.02114 0.02724 0.14395 0.00978 0.03133 6.51116
0.42191 1.25402 0.12354 0.13917 0.34158 0.01896 0.21280 0.03469 0.22549 0.32505 0.22344 0.15339 0.01089 0.00160 0.00132 0.00062 0.00093 0.01183 0.01342 0.00005 0.00000 0.10841 0.00071 0.00001 0.00434 0.01312 0.02763 0.08984 0.00108 0.08198 1.11672 0.02089 0.01318 0.02279 0.01544 0.03453 0.03755 0.00316 0.13802 0.00746 0.00698 0.10612 0.40297 0.03520 0.02768 0.02980 0.02289 0.01321 0.01876 0.02485 0.13041 0.00886 0.02924 6.10854
250
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
32
33
34
35
36
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
0.46548 1.07361 0.11555 0.12939 0.31188 0.01820 0.20502 0.03421 0.21727 0.27829 0.19171 0.14386 0.00993 0.00141 0.00096 0.00057 0.00088 0.01098 0.01260 0.00002 0.00000 0.09603 0.00060 0.00001 0.00407 0.01229 0.02541 0.08244 0.00096 0.07429 0.02466 1.27824 0.00986 0.02107 0.01450 0.03633 0.03466 0.00292 0.11748 0.00636 0.00873 0.05893 0.33974 0.03307 0.03937 0.04584 0.02235 0.01217 0.01701 0.02295 0.11314 0.00773 0.02745 5.81247
0.39000 0.74397 0.08640 0.09629 0.22870 0.01388 0.15684 0.02662 0.16622 0.19284 0.13311 0.10793 0.00745 0.00105 0.00072 0.00043 0.00066 0.00824 0.00946 0.00001 0.00000 0.07171 0.00045 0.00001 0.00305 0.00922 0.01906 0.06013 0.00065 0.05561 0.01849 0.01458 1.00722 0.01563 0.01088 0.04323 0.02393 0.00215 0.08739 0.00474 0.00562 0.04097 0.25309 0.02481 0.03159 0.02580 0.01660 0.01195 0.01307 0.01893 0.07937 0.00546 0.01873 4.36493
0.00982 0.02140 0.00235 0.00263 0.00632 0.00037 0.00421 0.00071 0.00446 0.00555 0.00382 0.00446 0.00031 0.00008 0.00010 0.00006 0.00003 0.00026 0.00037 0.00001 0.00000 0.00550 0.00001 0.00001 0.00009 0.00036 0.00070 0.00169 0.00002 0.00209 0.00093 0.00069 0.00021 1.00253 0.00030 0.00087 0.00073 0.00008 0.00836 0.00072 0.00025 0.00140 0.00807 0.00067 0.00059 0.00070 0.00049 0.00032 0.00040 0.00049 0.00226 0.00016 0.00065 1.10965
0.00425 0.00767 0.00091 0.00102 0.00240 0.00015 0.00167 0.00028 0.00177 0.00199 0.00137 0.00114 0.00008 0.00001 0.00001 0.00000 0.00001 0.00009 0.00010 0.00000 0.00000 0.00109 0.00001 0.00000 0.00003 0.00010 0.00020 0.00068 0.00001 0.00076 0.00022 0.00017 0.00009 0.00017 1.00198 0.00030 0.00037 0.00018 0.00160 0.00009 0.00052 0.00058 0.00507 0.00026 0.00044 0.00050 0.00025 0.00031 0.00016 0.00042 0.00082 0.00006 0.00022 1.04258
0.00043 0.00094 0.00010 0.00012 0.00028 0.00002 0.00018 0.00003 0.00020 0.00024 0.00017 0.00013 0.00001 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00001 0.00001 0.00000 0.00000 0.00017 0.00000 0.00000 0.00000 0.00001 0.00002 0.00010 0.00000 0.00009 0.00003 0.00002 0.00002 0.00002 0.00001 1.00009 0.00009 0.00001 0.00030 0.00002 0.00005 0.00011 0.00069 0.00003 0.00017 0.00016 0.00003 0.00002 0.00002 0.00002 0.00010 0.00001 0.00003 1.00529
37 0.45811 1.06423 0.11423 0.12794 0.30854 0.01797 0.20251 0.03376 0.21460 0.27586 0.19002 0.14221 0.00983 0.00139 0.00095 0.00057 0.00087 0.01087 0.01246 0.00002 0.00000 0.09984 0.00065 0.00001 0.00403 0.01218 0.02512 0.42605 0.02787 0.07586 0.02469 0.01938 0.01346 0.02062 0.01434 0.07649 1.04252 0.00549 0.12617 0.00682 0.03431 0.08877 0.37045 0.03269 0.11738 0.06501 0.03001 0.02508 0.07415 0.03801 0.11211 0.00766 0.05821 6 .26236
38 0.00200 0.00339 0.00041 0.00046 0.00108 0.00007 0.00076 0.00013 0.00081 0.00088 0.00061 0.00052 0.00004 0.00001 0.00000 0.00000 0.00000 0.00004 0.00005 0.00000 0.00000 0.00063 0.00000 0.00000 0.00001 0.00004 0.00013 0.00038 0.00001 0.00031 0.00009 0.00007 0.00004 0.00008 0.00005 0.00055 0.00022 1.00124 0.00117 0.00006 0.00051 0.00027 0.00187 0.00012 0.00020 0.00017 0.00009 0.00019 0.00016 0.00009 0.00036 0.00003 0.00023 1 .02064
251
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
39
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
0.56186 1.14888 0.12963 0.14472 0.34564 0.02067 0.23336 0.03936 0.24730 0.29780 0.20540 0.16176 0.01118 0.00158 0.00108 0.00064 0.00099 0.01237 0.01417 0.00002 0.00000 0.45277 0.00076 0.00001 0.00496 0.01388 0.02858 0.09392 0.00116 0.08695 0.02816 0.02209 0.01284 0.02360 0.01631 0.05108 0.03969 0.00352 1.22500 0.01206 0.01015 0.09393 0.43078 0.03718 0.03732 0.04116 0.03192 0.01542 0.02550 0.02822 0.12199 0.00842 0.05107 6 628.78
0.63850 1.14729 0.13671 0.15213 0.35960 0.02210 0.24999 0.04264 0.26494 0.29739 0.20542 0.17101 0.01182 0.00167 0.00114 0.00068 0.00104 0.01308 0.01498 0.00002 0.00000 0.47705 0.00081 0.00001 0.00521 0.01467 0.03021 0.09886 0.00119 0.09239 0.02983 0.02339 0.01312 0.02500 0.01724 0.05684 0.04128 0.00364 0.25655 1.01692 0.00990 0.09335 0.46221 0.03930 0.03670 0.04107 0.03226 0.01598 0.02603 0.02944 0.12292 0.00853 0.05005 6 904.14
41 0.52642 1.11570 0.12408 0.13866 0.33207 0.01971 0.22241 0.03739 0.23570 0.28920 0.19939 0.15498 0.01082 0.00151 0.00105 0.00062 0.00094 0.01205 0.01360 0.00003 0.00000 0.17401 0.00152 0.00001 0.00443 0.01348 0.02746 0.15376 0.00582 0.11487 0.03101 0.02330 0.01680 0.02266 0.01563 0.10304 0.21689 0.00413 0.27068 0.01450 1.13766 0.15061 0.86426 0.03556 0.04462 0.03662 0.02674 0.02281 0.03515 0.03673 0.11819 0.00811 0.03736 7 204.75
42 0.67793 1.01495 0.13155 0.14569 0.33921 0.02167 0.24592 0.04261 0.26064 0.26308 0.18217 0.16516 0.01144 0.00161 0.00110 0.00066 0.00101 0.01267 0.01447 0.00003 0.00000 0.13150 0.00094 0.00001 0.00469 0.01418 0.02920 0.16614 0.00250 0.09537 0.02960 0.02300 0.07913 0.02399 0.01665 0.08234 0.09239 0.00529 0.17906 0.00964 0.00908 1.06803 0.53422 0.03795 0.03515 0.04099 0.02581 0.01996 0.02621 0.03623 0.11036 0.00766 0.04519 6 516.02
43 0.54425 1.22223 0.13289 0.14871 0.35773 0.02098 0.23654 0.03956 0.25067 0.31681 0.21830 0.16606 0.01171 0.00162 0.00114 0.00066 0.00101 0.01313 0.01459 0.00005 0.00000 0.25383 0.00250 0.00002 0.00479 0.01467 0.02951 0.09899 0.00145 0.15763 0.03763 0.02730 0.01228 0.02448 0.01676 0.04768 0.05261 0.00404 0.42516 0.02263 0.00799 0.07850 1.42020 0.03805 0.03281 0.03312 0.02940 0.02372 0.02483 0.02762 0.12901 0.00885 0.03615 6 822.86
44 0.38793 0.94428 0.09962 0.11169 0.27031 0.01560 0.17562 0.02916 0.18610 0.24476 0.16853 0.12421 0.00878 0.00158 0.00355 0.00125 0.00076 0.01810 0.01507 0.00003 0.00000 0.08564 0.00052 0.00002 0.00437 0.01087 0.03663 0.07113 0.00085 0.58606 0.02261 0.02071 0.00807 0.07095 0.01303 0.02985 0.02906 0.00277 0.10842 0.00588 0.00944 0.04969 0.29544 1.02874 0.01661 0.02203 0.01825 0.01282 0.01516 0.01973 0.09920 0.00677 0.02249 5 530.72
45 0.49809 1.18881 0.12632 0.14157 0.34212 0.01982 0.22322 0.03713 0.23655 0.30815 0.21221 0.15718 0.01086 0.00154 0.00104 0.00062 0.00096 0.01200 0.01377 0.00002 0.00000 0.10677 0.00068 0.00001 0.00445 0.01371 0.02776 0.09115 0.00103 0.08213 0.02707 0.02131 0.04301 0.02278 0.01585 0.06144 0.03797 0.00701 0.13203 0.00715 0.00550 0.10394 0.38491 0.03613 1.47059 0.02386 0.06482 0.02040 0.02221 0.02562 0.12503 0.00854 0.02813 6 554.97
252
Lampiran 5 Lanjutan Sektor
46
47
48
49
50
51
52
53
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Total
0.47081 1.04061 0.11384 0.12734 0.30596 0.01801 0.20302 0.03400 0.21515 0.26973 0.18589 0.14185 0.00980 0.00139 0.00094 0.00056 0.00086 0.01084 0.01243 0.00002 0.00000 0.09731 0.00062 0.00001 0.00401 0.01213 0.02506 0.08434 0.00107 0.07459 0.02449 0.01926 0.01218 0.02056 0.01430 0.03736 0.03954 0.00599 0.12112 0.00655 0.01539 0.10037 0.35414 0.03260 0.01819 1.29426 0.07299 0.03743 0.02045 0.02607 0.10994 0.00752 0.02568 5.87858
0.11060 0.23578 0.02616 0.02924 0.07006 0.00415 0.04686 0.00787 0.04966 0.06112 0.04213 0.03262 0.00225 0.00032 0.00022 0.00013 0.00020 0.00249 0.00286 0.00000 0.00000 0.02248 0.00014 0.00000 0.00092 0.00279 0.00576 0.02188 0.00028 0.01718 0.00563 0.00443 0.00545 0.00473 0.00329 0.00949 0.01015 0.00076 0.02812 0.00152 0.00264 0.06182 0.08185 0.00750 0.00491 0.00570 1.00829 0.00671 0.00417 0.00594 0.02497 0.00171 0.00647 2.09239
0.12305 0.21392 0.02587 0.02876 0.06779 0.00420 0.04749 0.00812 0.05033 0.05545 0.03832 0.03238 0.00224 0.00032 0.00022 0.00013 0.00020 0.00248 0.00284 0.00000 0.00000 0.02386 0.00016 0.00000 0.00092 0.00277 0.00572 0.02063 0.00026 0.01784 0.00569 0.00445 0.00428 0.00470 0.00326 0.00910 0.00959 0.00076 0.03102 0.00167 0.00457 0.04456 0.09249 0.00744 0.00538 0.00860 0.00537 1.03584 0.00433 0.00606 0.02298 0.00158 0.00624 2.09621
0.19942 0.35191 0.04227 0.04701 0.11097 0.00684 0.07746 0.01323 0.08209 0.09122 0.06302 0.05288 0.00365 0.00052 0.00035 0.00021 0.00032 0.00404 0.00463 0.00001 0.00000 0.03512 0.00022 0.00000 0.00150 0.00452 0.00934 0.03104 0.00036 0.02722 0.00905 0.00714 0.00470 0.00766 0.00533 0.01239 0.01330 0.00149 0.04281 0.00232 0.00671 0.03908 0.12367 0.01216 0.00955 0.00998 0.00788 0.00970 1.03476 0.01009 0.03776 0.00260 0.00948 2.68099
0.45135 1.19839 0.12258 0.13773 0.33541 0.01903 0.21390 0.03523 0.22667 0.31063 0.21372 0.15224 0.01051 0.00149 0.00101 0.00061 0.00093 0.01162 0.01334 0.00002 0.00000 0.10221 0.00064 0.00001 0.00431 0.01301 0.02689 0.08989 0.00103 0.07893 0.02614 0.02059 0.01432 0.02206 0.01535 0.04174 0.03790 0.00562 0.12548 0.00680 0.00877 0.12459 0.36395 0.03499 0.02469 0.02486 0.02378 0.02896 0.04547 1.05073 0.12532 0.00853 0.02757 5.98151
1.03727 0.86576 0.15526 0.16937 0.37496 0.02712 0.31031 0.05617 0.32893 0.22441 0.15722 0.19696 0.01361 0.00192 0.00131 0.00078 0.00120 0.01506 0.01726 0.00003 0.00000 0.14035 0.00093 0.00002 0.00558 0.01686 0.03480 0.13470 0.00215 0.10610 0.03432 0.02691 0.02855 0.02856 0.01986 0.05471 0.07971 0.00597 0.17896 0.00967 0.00953 0.30594 0.52778 0.04527 0.04175 0.03600 0.03673 0.02530 0.02605 0.03810 1.10070 0.00720 0.04292 7.10688
0.92617 0.90578 0.14752 0.16157 0.36263 0.02538 0.28982 0.05189 0.30719 0.23478 0.16385 0.18660 0.01289 0.00182 0.00124 0.00074 0.00114 0.01425 0.01635 0.00002 0.00000 0.12818 0.00082 0.00001 0.00528 0.01596 0.03296 0.12088 0.00184 0.09818 0.03222 0.02534 0.03263 0.02704 0.01883 0.05208 0.06809 0.03650 0.15972 0.00864 0.01872 0.16809 0.46664 0.04289 0.03815 0.03498 0.03001 0.02191 0.02479 0.03248 0.10308 1.31502 0.03474 7.00838
0.48807 1.03984 0.11541 0.12898 0.30902 0.01832 0.20673 0.03474 0.21908 0.26953 0.18582 0.14390 0.00994 0.00141 0.00096 0.00057 0.00088 0.01100 0.01261 0.00002 0.00000 0.10005 0.00065 0.00001 0.00407 0.01231 0.02542 0.08301 0.00095 0.07635 0.02493 0.01958 0.01209 0.02094 0.01452 0.03786 0.03487 0.01273 0.12553 0.00679 0.00694 0.08780 0.36897 0.03307 0.05149 0.04252 0.03642 0.01653 0.01791 0.03055 0.11011 0.00754 1.03446 5.65382
253
Lampiran 6.
No
Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) Sektor
Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi 3 Buruh Tani 4 Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha 5 Petani memiliki lahan > 1 00 Ha 6 Rumah Tangga Desa Golongan Bawah 7 Rumah Tangga Desa Golongan Atas 8 Rumah Tangga Kota Golongan Bawah 9 Rumah Tangga Kota Golongan Atas 10 Perushaan 11 Pemerintah Total Institusi 12 Padi 13 Jagung 14 Ketela Pohon 15 Umbi-umbian 16 Kacang-Kacangan 17 Kedele 18 Sayur-Sayuran 19 Buah-buahan 20 Bahan Makanan Lainnya 21 Karet 22 Kelapa 23 Kelapa Sawit 24 Kopi 25 Hasil Perkebunan Lainnya 26 Ternak dan Hasil-hasilnya 27 Unggas dan Hasil-hasilnya 28 Kayu 29 Hasil Hutan Lainnya 30 Ikan Laut dan Hasilnya 31 Ikan Darat dan Hasilnya 32 Udang 33 Barang Tambang & Galian 34 Industri Makanan 35 Industri Pakaian Jadi 36 Industri alat-alat Pertanian 37 Indsutri Kayu 38 Industri lainnya 39 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 40 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 41 Listrik dan Air Bersih 42 Bangunan 43 Perdagangan 44 Restoran & Hotel 45 Angkutan Jalan Raya 46 Angkutan Laut 47 Penunjang Angkutan 48 Kamunikasi 49 Bank dan Lembaga Keunagan 50 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 51 Pemerintahan Umum 52 Jasa Sosial Kemasyarakatan 53 Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
1 2
100 000.00
100 000.00
Ma1 1.88 0.93 0.02 0.14 0.02 0.01 1.65 0.30 0.10 105 590.66 5.99 0.01 0.44 10.96 0.93 393.03 7.24 238.79 30.63 16.33 280.26 7.42 0.26 1 105.76 265.96 23.42 976.15 51.54 33.02 3 866.62 3 406.58 764.14 1 152.87 95.92 106.86 390.76 202.68 17.77 87.62 119 135.66
Ma2 38 078.76 55 409.74 93 488.50 7 281.91 8 058.69 18 718.10 1 203.37 13 659.78 2 372.30 14 477.39 14 362.64 9 949.77 90 083.94 -
Ma3 29 890.38 60 244.91 90 135.29 6 837.63 7 631.08 18 204.40 1 091.93 12 330.39 2 082.21 13 067.31 15 615.95 10 772.40 87 633.30 17 674.87 1 219.60 172.68 117.29 70.24 107.74 1 347.91 1 548.26 2.19 11 395.78 68.53 1.40 499.58 1 508.62 3 121.18 9 738.10 102.06 8 933.23 3 004.99 2 375.36 1 049.55 2 559.30 1 781.70 3 456.83 3 756.76 327.91 13 603.62 738.05 561.53 5 748.68 38 957.43 4 063.14 2 005.57 2 501.05 2 494.35 1 364.55 2 021.91 2 775.48 12 443.06 858.64 3 030.49 169 109.21
Ma 67 969.14 115 654.65 183 623.79 14 119.54 15 689.77 36 922.50 2 295.30 25 990.18 4 454.51 27 544.70 29 978.59 20 722.17 177 717.24 17 676.75 1 220.53 172.70 117.44 70.26 107.75 1 349.56 1 548.56 2.29 216 986.44 74.52 1.41 500.02 1 519.59 3 122.10 10 131.13 109.30 9 172.02 3 035.62 2 391.69 1 329.81 2 566.72 1 781.97 4 562.60 4 022.72 351.33 14 579.77 789.59 594.54 9 615.30 42 364.01 4 063.14 2 769.71 3 653.92 2 590.27 1 471.42 2 412.67 2 978.15 12 443.06 876.41 3 118.11 388 244.87
254
Lampiran 7. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sektor Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Perushaan Pemerintah Total Institusi Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
100 000.00
100 000.00
Ma1 3.89 2.00 0.04 0.30 0.03 0.02 3.52 0.64 0.21 34 838.26 12.93 0.01 38.62 7.11 2.00 458.41 21.37 515.25 66.10 35.24 308.89 18.69 0.61 1 930.82 498.79 48.59 110 029.05 529.54 497.82 3 923.74 7 350.60 1 879.92 1 819.86 901.69 284.46 696.67 276.66 5.86 2 325.84 169 334.05
Ma2 28 215.63 59 588.97 87 804.60 6 636.62 7 415.44 17 754.52 1 054.67 11 900.59 2 001.28 12 611.67 15 445.93 10 649.76 85 470.47 -
Ma3 27 970.25 55 299.01 83 269.26 6 326.35 7 057.03 16 809.44 1 012.32 11 435.02 1 934.32 12 118.49 14 333.94 9 890.14 80 917.05 16 172.34 1 115.94 158.00 107.32 64.27 98.58 1 233.36 1 416.65 2.01 10 438.66 62.85 1.28 457.12 1 380.42 2 855.86 8 933.16 94.28 8 179.52 2 750.26 2 173.82 975.47 2 341.77 1 630.25 3 177.30 3 470.58 303.33 12 470.97 676.60 517.08 5 469.09 35 727.20 3 717.72 1 852.19 2 295.67 2 290.02 1 257.40 1 853.14 2 545.73 12 198.53 836.53 2 780.73 156 082.99
Ma 56 185.88 114 887.98 171 073.87 12 962.97 14 472.46 34 563.95 2 067.00 23 335.62 3 935.60 24 730.16 29 779.86 20 539.90 166 387.52 16 176.23 1 117.94 158.03 107.62 64.29 98.61 1 236.88 1 417.29 2.21 45 276.91 75.78 1.30 495.74 1 387.53 2 857.86 9 391.57 115.64 8 694.77 2 816.36 2 209.06 1 284.36 2 360.46 1 630.85 5 108.12 3 969.38 351.92 222 500.02 1 206.15 1 014.90 9 392.83 43 077.79 3 717.72 3 732.11 4 115.53 3 191.70 1 541.87 2 549.81 2 822.39 12 198.53 842.39 5 106.56 425 417.03
255
Lampiran 8. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumahtangga Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) No
Sektor
Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi 3 Buruh Tani 4 Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha 5 Petani memiliki lahan > 1 00 Ha 6 Rumah Tangga Desa Golongan Bawah 7 Rumah Tangga Desa Golongan Atas 8 Rumah Tangga Kota Golongan Bawah 9 Rumah Tangga Kota Golongan Atas 10 Perushaan 11 Pemerintah Total Institusi 12 Padi 13 Jagung 14 Ketela Pohon 15 Umbi-umbian 16 Kacang-Kacangan 17 Kedele 18 Sayur-Sayuran 19 Buah-buahan 20 Bahan Makanan Lainnya 21 Karet 22 Kelapa 23 Kelapa Sawit 24 Kopi 25 Hasil Perkebunan Lainnya 26 Ternak dan Hasil-hasilnya 27 Unggas dan Hasil-hasilnya 28 Kayu 29 Hasil Hutan Lainnya 30 Ikan Laut dan Hasilnya 31 Ikan Darat dan Hasilnya 32 Udang 33 Barang Tambang & Galian 34 Industri Makanan 35 Industri Pakaian Jadi 36 Industri alat-alat Pertanian 37 Indsutri Kayu 38 Industri lainnya 39 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 40 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 41 Listrik dan Air Bersih 42 Bangunan 43 Perdagangan 44 Restoran & Hotel 45 Angkutan Jalan Raya 46 Angkutan Laut 47 Penunjang Angkutan 48 Kamunikasi 49 Bank dan Lembaga Keunagan 50 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 51 Pemerintahan Umum 52 Jasa Sosial Kemasyarakatan 53 Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
1 2
100 000.00
100 000.00
Ma1 5.41 2.78 0.05 0.41 0.04 0.03 4.89 0.89 0.29 44 013.59 17.97 0.02 44.93 9.39 2.78 551.68 24.10 716.06 91.87 48.98 349.88 29.38 0.83 2 802.50 580.92 54.92 14 986.49 131 173.75 534.96 4 450.01 10 215.34 2 069.34 2 022.12 973.48 330.82 775.21 309.27 7.41 2 485.60 209 688.40
Ma2 41 690.89 67 680.88 109 371.76 8 442.39 9 369.80 21 964.25 1 379.22 15 628.96 2 689.49 16 563.96 17 543.41 12 134.16 105 715.64 -
Ma3 34 929.68 69 994.51 104 924.19 7 963.13 8 885.88 21 188.15 1 272.44 14 370.11 2 427.91 15 228.96 18 143.12 12 516.53 101 996.24 20 515.76 1 415.63 200.43 136.14 81.53 125.06 1 564.57 1 797.12 2.54 13 231.82 79.60 1.63 579.88 1 751.12 3 622.85 11 311.97 118.80 10 371.22 3 488.26 2 757.30 1 223.98 2 970.67 2 068.08 4 017.88 4 373.14 381.86 15 799.14 10 857.17 653.03 6 751.82 45 249.92 4 716.20 2 334.41 2 905.78 2 898.19 1 587.23 2 348.07 3 223.92 14 750.88 1 015.91 3 520.55 196 801.06
Ma 76 620.57 137 675.39 214 295.95 16 405.53 18 255.68 43 152.41 2 651.66 29 999.07 5 117.40 31 792.92 35 686.53 24 650.69 207 711.88 20 521.17 1 418.42 200.48 136.55 81.56 125.09 1 569.47 1 798.01 2.83 57 245.42 97.57 1.65 624.82 1 760.51 3 625.63 11 863.65 142.91 11 087.29 3 580.12 2 806.28 1 573.86 3 000.05 2 068.91 6 820.37 4 954.06 436.78 30 785.62 242 030.92 1 187.98 11 201.83 55 465.26 4 716.20 4 403.74 4 927.91 3 871.66 1 918.05 3 123.28 3 533.20 14 750.88 1 023.32 6 006.16 516 489.47
256
Lampiran 9. Dampak Investasi Sebesar 100 Milyar di Sektor Kelapa Sawit Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) No
Sektor
Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi 3 Buruh Tani 4 Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha 5 Petani memiliki lahan > 1 00 Ha 6 Rumah Tangga Desa Golongan Bawah 7 Rumah Tangga Desa Golongan Atas 8 Rumah Tangga Kota Golongan Bawah 9 Rumah Tangga Kota Golongan Atas 10 Perushaan 11 Pemerintah Total Institusi 12 Padi 13 Jagung 14 Ketela Pohon 15 Umbi-umbian 16 Kacang-Kacangan 17 Kedele 18 Sayur-Sayuran 19 Buah-buahan 20 Bahan Makanan Lainnya 21 Karet 22 Kelapa 23 Kelapa Sawit 24 Kopi 25 Hasil Perkebunan Lainnya 26 Ternak dan Hasil-hasilnya 27 Unggas dan Hasil-hasilnya 28 Kayu 29 Hasil Hutan Lainnya 30 Ikan Laut dan Hasilnya 31 Ikan Darat dan Hasilnya 32 Udang 33 Barang Tambang & Galian 34 Industri Makanan 35 Industri Pakaian Jadi 36 Industri alat-alat Pertanian 37 Indsutri Kayu 38 Industri lainnya 39 Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) 40 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 41 Listrik dan Air Bersih 42 Bangunan 43 Perdagangan 44 Restoran & Hotel 45 Angkutan Jalan Raya 46 Angkutan Laut 47 Penunjang Angkutan 48 Kamunikasi 49 Bank dan Lembaga Keunagan 50 Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan 51 Pemerintahan Umum 52 Jasa Sosial Kemasyarakatan 53 Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
1 2
100 000.00
100 000.00
Ma1
Ma2
Ma3
Ma
0 00 7.31 3.25 0.10 0.59 0.11 0.04 5.85 1.08 0.33 1 641.46 102 203.42 0.02 5.88 125.97 3.19 725.27 17.31 819.96 105.19 56.08 588.22 5.77 0.90 1 921.42 633.03 203.13 3 332.43 175.95 65.30 8 397.68 11 697.70 596.41 914.41 136.07 240.20 228.21 293.50 0.28 213.56
23 559.23 65 395.63 88 954.85 6 588.68 7 410.50 18 103.25 1 018.19 11 438.09 1 876.48 12 120.64 16 951.06 11 658.19 87 165.09 -
28 268.17 55 169.03 83 437.20 6 345.59 7 076.16 16 837.76 1 016.78 11 487.80 1 945.48 12 174.47 14 300.24 9 868.33 81 052.61 16 099.24 1 110.91 157.28 106.84 63.98 98.14 1 227.81 1 410.25 2.00 10 399.42 62.66 1.28 455.06 1 374.21 2 842.96 8 908.43 94.46 8 146.44 2 738.33 2 164.26 981.41 2 331.21 1 622.88 3 172.73 3 477.58 304.21 12 430.86 674.43 516.99 5 587.30 35 621.44 3 700.91 1 855.52 2 290.24 2 284.94 1 257.77 1 846.90 2 538.47 12 699.24 867.52 2 773.53
51 827.39 120 564.66 172 392.05 12 934.27 14 486.66 34 941.01 2 034.98 22 925.89 3 821.96 24 295.11 31 251.30 21 526.52 168 217.70 16 106.56 1 114.16 157.38 107.43 64.09 98.18 1 233.66 1 411.33 2.33 12 040.88 202 266.09 1.30 460.94 1 500.18 2 846.15 9 633.70 111.77 8 966.40 2 843.51 2 220.33 1 569.62 2 336.98 1 623.77 5 094.15 4 110.61 507.34 15 763.29 850.38 582.29 13 984.97 47 319.14 3 700.91 2 451.93 3 204.64 2 421.01 1 497.97 2 075.11 2 831.97 12 699.24 867.80 2 987.09
135 366.56
-
156 300.03
391 666.59
257
Lampiran 10. Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 50 Milyar dan Investasi 50 Milyar di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sektor Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Perushaan Pemerintah Total Institusi Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
50 000.00
50 000.00
100 000.00
Ma1 3.65 1.86 0.04 0.28 0.03 0.02 3.27 0.60 0.19 74 802.13 11.98 0.01 22.69 10.17 1.86 472.35 15.67 477.43 61.25 32.65 315.07 18.40 0.54 1 954.13 423.44 39.17 7 981.32 60 612.65 283.99 4 158.32 6 810.96 1 416.74 1 587.50 534.70 218.84 582.99 255.97 12.59 1 286.61 164 412.03
Ma2 39 884.82 61 545.31 101 430.13 7 862.15 8 714.25 20 341.18 1 291.29 14 644.37 2 530.89 15 520.68 15 953.02 11 041.96 97 899.79 -
Ma3 32 410.03 65 119.71 97 529.74 7 400.38 8 258.48 19 696.28 1 182.19 13 350.25 2 255.06 14 148.13 16 879.54 11 644.46 94 814.77 19 095.31 1 317.62 186.55 126.72 75.88 116.40 1 456.24 1 672.69 2.37 12 313.80 74.07 1.52 539.73 1 629.87 3 372.01 10 525.03 110.43 9 652.23 3 246.62 2 566.33 1 136.76 2 764.99 1 924.89 3 737.35 4 064.95 354.88 14 701.38 10 797.61 607.28 6 250.25 42 103.67 4 389.67 2 169.99 2 703.42 2 696.27 1 475.89 2 184.99 2 999.70 13 596.97 937.27 3 275.52 182 955.14
Ma 72 294.85 126 665.02 198 959.87 15 262.53 16 972.72 40 037.45 2 473.48 27 994.62 4 785.95 29 668.81 32 832.56 22 686.43 192 714.56 19 098.96 1 319.47 186.59 127.00 75.91 116.42 1 459.51 1 673.29 2.56 137 115.93 86.05 1.53 562.42 1 640.05 3 373.87 10 997.39 126.10 10 129.65 3 307.87 2 598.99 1 451.83 2 783.38 1 925.44 5 691.49 4 488.39 394.05 22 682.69 121 410.26 891.26 10 408.56 48 914.63 4 389.67 3 586.73 4 290.91 3 230.97 1 694.74 2 767.97 3 255.67 13 596.97 949.86 4 562.13 437 367.17
258
Lampiran 11. Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 50 Milyar dan Investasi 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sektor Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Perushaan Pemerintah Total Institusi Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
50 000.00
50 000.00
100 000.00
Ma1 2.27 1.08 0.03 0.18 0.03 0.01 1.92 0.35 0.11 53 109.26 6.91 0.01 0.58 22.99 1.08 446.10 10.09 275.29 35.32 18.83 2 144.72 4.81 0.49 2 379.71 371.93 253.59 1 127.18 59.51 43.73 4 880.99 3 927.28 87 529.03 666.01 2 598.37 540.24 445.73 151.36 8.94 106.75 161 172.76
Ma2 32 318.94 66 705.69 99 024.63 7 498.04 8 373.12 20 011.76 1 194.42 13 482.55 2 271.96 14 288.23 17 290.64 11 924.57 96 335.29 -
Ma3 31 551.18 62 449.97 94 001.15 7 141.06 7 966.06 18 976.42 1 142.55 12 905.85 2 182.90 13 677.22 16 187.52 11 168.93 91 348.52 18 267.13 1 260.49 178.46 121.22 72.59 111.35 1 393.11 1 600.15 2.27 11 789.98 70.98 1.45 516.33 1 559.22 3 225.78 10 088.71 106.43 9 238.62 3 106.45 2 455.37 1 100.80 2 645.10 1 841.41 3 587.88 3 917.88 342.40 14 084.71 764.16 583.83 6 163.34 40 349.39 4 199.28 12 090.95 2 592.54 2 586.12 1 419.68 2 092.97 2 875.06 13 723.54 941.44 3 140.38 176 208.93
Ma 63 870.13 129 155.66 193 025.79 14 639.09 16 339.18 38 988.18 2 336.98 26 388.40 4 454.87 27 965.46 33 478.15 23 093.50 187 683.81 18 269.40 1 261.57 178.49 121.40 72.62 111.37 1 395.04 1 600.50 2.38 114 899.24 77.89 1.46 516.91 1 582.21 3 226.86 10 534.81 116.52 9 513.91 3 141.77 2 474.19 3 245.51 2 649.90 1 841.90 5 967.59 4 289.81 595.98 15 211.89 823.67 627.56 11 044.33 44 276.67 4 199.28 149 619.97 3 258.54 5 184.49 1 959.92 2 538.70 3 026.42 13 723.54 950.38 3 247.12 437 381.69
259
Lampiran 12. Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Sekala Rumah Tangga Sebesar 50 Milyar dan Investasi 50 Milyar di Sektor Infrastruktur Jalan Terhadap Dekompisi Nilai Pengganda ( Dalam Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sektor Tenaga Kerja Modal Total Faktor Produksi Buruh Tani Petani memiliki lahan 0 00 1 00 Ha Petani memiliki lahan > 1 00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Perushaan Pemerintah Total Institusi Padi Jagung Ketela Pohon Umbi-umbian Kacang-Kacangan Kedele Sayur-Sayuran Buah-buahan Bahan Makanan Lainnya Karet Kelapa Kelapa Sawit Kopi Hasil Perkebunan Lainnya Ternak dan Hasil-hasilnya Unggas dan Hasil-hasilnya Kayu Hasil Hutan Lainnya Ikan Laut dan Hasilnya Ikan Darat dan Hasilnya Udang Barang Tambang & Galian Industri Makanan Industri Pakaian Jadi Industri alat-alat Pertanian Indsutri Kayu Industri lainnya Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Restoran & Hotel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Penunjang Angkutan Kamunikasi Bank dan Lembaga Keunagan Jasa Perusahaan & Sewa Bangunan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Perorangan & Rumah tangga Total Sektor Produksi
Injeksi
50 000.00
50 000.00
100 000.00
Ma1 4.03 2.01 0.04 0.31 0.04 0.02 3.55 0.65 0.21 22 320.73 12.90 0.01 22.82 22.20 2.01 525.42 18.53 513.92 65.93 35.15 2 179.53 15.79 0.78 3 228.08 529.41 269.33 8 132.35 60 620.62 294.70 5 172.68 7 331.66 88 181.63 1 100.64 3 037.15 652.22 637.96 204.66 3.76 1 305.74 206 449.14
Ma2 34 125.00 72 841.26 106 966.26 8 078.28 9 028.67 21 634.83 1 282.35 14 467.14 2 430.56 15 331.52 18 881.02 13 016.77 104 151.14 -
Ma3 34 070.83 67 324.77 101 395.61 7 703.81 8 593.47 20 468.30 1 232.81 13 925.71 2 355.75 14 758.05 17 451.11 12 040.99 98 529.99 19 687.57 1 358.50 192.34 130.65 78.24 120.01 1 501.44 1 724.57 2.44 12 708.00 76.52 1.56 556.48 1 680.47 3 476.61 10 875.65 114.80 9 957.62 3 348.09 2 646.34 1 188.01 2 850.78 1 984.60 3 868.40 4 226.07 369.37 15 182.47 10 823.71 629.58 6 664.91 43 495.64 4 525.81 12 255.36 2 794.90 2 788.04 1 531.01 2 256.05 3 099.29 14 877.45 1 020.07 3 385.41 190 054.85
Ma 68 195.84 140 166.03 208 361.87 15 782.09 17 622.14 42 103.13 2 515.16 28 392.84 4 786.31 30 089.57 36 332.13 25 057.76 202 681.13 19 691.60 1 360.51 192.38 130.96 78.27 120.03 1 504.99 1 725.22 2.65 35 028.73 89.41 1.58 579.30 1 702.67 3 478.62 11 401.07 133.33 10 471.54 3 414.02 2 681.49 3 367.54 2 866.57 1 985.37 7 096.48 4 755.48 638.70 23 314.82 121 444.34 924.28 11 837.60 50 827.30 4 525.81 150 436.99 3 895.54 5 825.19 2 183.23 2 894.01 3 303.94 14 877.45 1 023.83 4 691.15 516 503.99
260
Lampiran 13. Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sebesar 100 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar α=1
Simulasi 1
α=2
α=3
α=1
α=2
Perubahan (%) α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0248
0.0147
0.0000
-3.5315
-5.1950
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0216
0.0129
-2.7778
-3.0150
-5.1057
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
0.0041
0.0020
-5.6604
-6.2155
-8.0217
Desa Gol Bawah Desa Gol Atas
0.1810 0.0475
0.0126 0.0022
0.0074 0.0009
0.1810 0.0475
0.0121 0.0020
0.0070 0.0008
0.0000 0.0000
-4.3532 -8.9259
-5.6416 -12.268
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
0.0077
0.1718
0.0129
0.0072
0.0000
-3.5424
-6.0931
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-4.7813
-9.1873
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
261
Lampiran 14 Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Besar (Swasta) Sebesar 100 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar
Simulasi 2
Perubahan (%)
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0249
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0216
0.0148
0.0000
-3.2365
-4.7709
0.0129
-2.7778
-2.7829
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
-4.7129
0.0042
0.0020
-5.6604
-5.8163
-7.5166
Desa Gol Bawah
0.1810
0.0126
0.0074
0.1810
0.0121
0.0070
0.0000
-3.9220
-5.0995
Desa Gol Atas
0.0475
0.0022
0.0009
0.0475
0.0020
0.0008
0.0000
-7.9997
-11.058
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
0.0077
0.1718
0.0129
0.0073
0.0000
-3.1301
-5.3971
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-4.2851
-8.2551
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
262
Lampiran 15. Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 100 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar
Simulasi 3
Perubahan (%)
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0246
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0215
0.0146
0.0000
-4.0955
-6.0007
0.0128
-2.7778
-3.4935
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
-5.9122
0.0041
0.0020
-5.6604
-7.2357
-9.2995
Desa Gol Bawah
0.1810
0.0126
0.0074
Desa Gol Atas
00475
0.0022
00009
0.1810
0.0120
0.0069
0.0000
-5.0261
-6.4804
0.0475
00020
0.0007
0.0000
-10.294
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
-14.028
0.0077
0.1718
0.0128
0.0071
0.0000
-4.0641
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
-6.9687
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-5.5143
-10.555
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
263
Lampiran 16 Dampak Investasi di Sektor Kelapa Sawit Sebesar 100 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar α=1
Simulasi 4
α=2
α=3
α=1
α=2
Perubahan (%) α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0249
0.0148
0.0000
-3.2278
-4.7584
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0216
0.0129
-2.7778
-2.7829
-4.7129
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
0.0042
0.0020
-5.6604
-5.8755
-7.5916
Desa Gol Bawah
0.1810
0.0126
0.0074
0.1810
0.0121
0.0070
0.0000
-3.8590
-5.0199
Desa Gol Atas
0.0475
0.0022
0.0009
0.0475
0.0020
0.0008
0.0000
-7.8734
-10.892
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
0.0077
0.1718
0.0129
0.0073
0.0000
-3.0376
-5.2404
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-4.2174
-8.1277
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
264
Lampiran 17 Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 Milyar dan Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga Sebesar 50 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar
Simulasi 5
Perubahan (%)
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0247
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0215
0.0147
0.0000
-3.8179
-5.6049
0.0128
-2.7778
-3.2543
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
-5.5095
0.0041
0.0020
-5.6604
-6.7182
-8.6536
Desa Gol Bawah
0.1810
0.0126
0.0074
Desa Gol Atas
0.0475
0.0022
0.0009
0.1810
0.0120
0.0069
0.0000
-4.6896
-6.0621
0.0475
0.0020
0.0008
0.0000
-9.5996
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
-13.138
0.0077
0.1718
0.0128
0.0072
0.0000
-3.8033
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
-6.5316
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-5.1421
-9.8622
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
265
Lampiran 18. Dampak Investasi di Sektor Kelapa 50 Milyar dan Sektor Infrastruktur Jalan Sebesar 50 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar
Simulasi 6
Perubahan (%)
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0248
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0215
0.0147
0.0000
-3.6617
-5.3815
0.0129
-2.7778
-3.1382
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
-5.3139
0.0041
0.0020
-5.6604
-6.5556
-8.4497
Desa Gol Bawah
0.1810
0.0126
0.0074
Desa Gol Atas
0.0475
0.0022
0.0009
0.1810
0.0120
0.0070
0.0000
-4.4268
-5.7337
0.0475
0.0020
0.0008
0.0000
-9.0523
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
-12.432
0.0077
0.1718
0.0129
0.0072
0.0000
-3.5424
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
-6.0931
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-4.8489
-9.3141
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
266
Lampiran 19. Dampak Investasi di Sektor Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 50 Milyar dan Sektor Infrastruktur Jalan Sebesar 50 milyar Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Kelompok Rumah tangga
Dasar
Simulasi 7
Perubahan (%)
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
α=1
α=2
α=3
Buruh Tani
0.3359
0.0257
0.0155
0.3359
0.0247
Petani Lahan 0-1 Ha
0.2761
0.0222
0.0136
0.2684
0.0215
0.0146
0.0000
-3.9480
-5.7906
0.0128
-2.7778
-3.3775
Petani Lahan > 1 Ha
0.0813
0.0044
0.0022
0.0767
-5.7171
0.0041
0.0020
-5.6604
-7.0583
-9.0786
Desa Gol Bawah
0.1810
0.0126
0.0074
Desa Gol Atas
0.0475
0.0022
0.0009
0.1810
0.0120
0.0069
0.0000
-4.7632
-6.1538
0.0475
0.0020
0.0008
0.0000
-9.7470
Kota Gol Bawah
0.1718
0.0133
-13.328
0.0077
0.1718
0.0128
0.0072
0.0000
-3.8033
Kata Gol Atas
0.0169
0.0011
-6.5316
0.0005
0.0169
0.0011
0.0005
0.0000
-5.2211
-10.009
α = 1 : Persentase Kemiskinan α = 2 : Persentase Kedalaman Kemiskinan α = 3 : Persentase Keparahan Kemiskinan
267
Lampiran 20. Data untuk Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2008 Kecamatan Kemuning Reteh Tanah Merah Kuala Indragiri Tembilahan Tembilahan Hulu Tempuling Batang Tuaka Gaung Anak Serka Gaung Mandah Kateman Pelangiran Teluk Belengkong Pulau Burung Enok Keritang
Y 37.43 21.32 24.13 32.24 22.32 25.42 21.37 38.31 35.92 37.24 35.25 20.41 37.12 39.38 21.53 20.44 22.26
P JlN 22 26 30 0 58 40 116 0 0 0 0 0 0 0 0 23 42
B TRS 65 45 35 25 7 10 15 30 35 40 50 70 75 75 95 30 35
A AG
J LBP
3.56 5.17 1.71 5.97 13.00 2.40 6.29 2.63 7.52 8.55 11.54 2.14 3.78 6.50 4.88 5.02 3.68
65 94 90 39 19 66 69 50 23 24 24 123 37 43 69 89 65
LBPRS
3 7 6 4 3 2 6 2 4 4 5 6 3 3 6 7 9
RT PT
D1
D2
73 62 48 55 11 25 47 65 60 64 68 41 72 87 36 57 58
T PT 8.50 15.60 16.70 8.20 19.80 10.30 17.30 9.90 9.20 9.10 9.70 16.90 9.10 9.40 18.20 17.30 12.50
0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
RT PT 73 62 48 55 11 25 47 65 60 64 68 41 72 87 36 57 58
T PT 8.70 15.40 16.70 8.20 19.90 10.30 17.60 9.40 9.20 9.10 9.90 16.90 9.80 9.40 18.00 16.20 12.90
D1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
D2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
Tahun 2007 Kecamatan Kemuning Reteh Tanah Merah Kuala Indragiri Tembilahan Tembilahan Hulu Tempuling Batang Tuaka Gaung Anak Serka Gaung Mandah Kateman Pelangiran Teluk Belengkong Pulau Burung Enok Keritang
Y 38.67 22.01 24.32 33.14 22.56 26.29 23.39 38.98 36.72 37.44 36.09 21.98 37.56 39.38 22.59 21.56 24.26
P JlN 22 26 30 0 58 40 116 0 0 0 0 0 0 0 0 23 42
B TRS 65 45 35 25 7 10 15 30 35 40 50 70 75 75 95 30 35
A AG 3.97 5.07 2.33 4.65 12.45 3.01 4.14 2.16 6.98 5.67 9.57 2.10 3.14 5.42 6.23 4.13 7.56
J LBP 60 94 90 39 19 66 62 50 23 24 25 123 37 43 69 88 49
LBPRS
3 6 6 4 3 2 6 3 4 4 5 6 3 3 6 7 8
Keterangan : Y
=
Persentase penduduk miskin
P JlN
=
Panjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4 (Km)
B TRS
=
Biaya transportasi (Rp)
A AG
=
Rata-rata alokasi anggaran pembangunan (Milyar)
J LBP
=
Jumlah kelembagaan produksi pertanian (kelompok tani) 268
J LBPRS
=
Jumlah kelembagaan pemasaran hasil pertanian (koperasi dan tauke)
RT PT
=
Persentase rumah tangga pertanian (%)
RT TAN
=
Rata-rata produktivitas tanaman kelapa (kwintal kopra/ha/tahun)
D1
=
Dummy lokasi industri pengolahan kelapa di masing-masing kecamatan 0 = Industri pengolahan kelapa tidak ada 1 = terdapat industri pengolahan
D2
=
Dumny tipologi wilayah 0 = wilayah dataran tinggi 1 = wilayah pesisir
269
Lampiran 21. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Indragiri Hilir Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/13/11 Time: 19:30 Sample(adjusted): 1 34 Included observations: 34 after adjusting endpoints White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable C lnP JlN lnB TRS lnA AG lnJ LBP lnJ LBPRS lnRT PT lnRT TAN D1 D2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
1.720395 -0.014264 0.024602 -0.067118 -0.260234 -0.286686 0.271466 -0.051989 0.020598 -0.038588
0.097383 0.015768 0.040983 0.036419 0.038045 0.040882 0.046069 0.083844 0.011352 0.024075
17.66622 -0.904662 0.600292 -1.842953 -6.840082 -7.012561 5.892631 -0.620068 1.814465 -1.602828
0.0000 0.3746 0.5539 0.0777 0.0000 0.0000 0.0000 0.5411 0.0821 0.1221
0.977493 0.969052 0.019536 0.009160 91.48423 2.166708
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.454368 0.111051 -4.793190 -4.344260 115.8132 0.000000
270
216
212
112
xxvi