DAMPAK EKONOMI DAN EKOLOGI KELEMBAGAAN POKJA SITU PENGASINAN DEPOK
ADINDA VIRANTIKA PUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Ekonomi dan Ekologi Kelembagaan Pokja Situ Pengasinan Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2013
Adinda Virantika Putri NIM H44090099
ABSTRAK ADINDA VIRANTIKA PUTRI. Dampak Ekonomi dan Ekologi Kelembagaan Pokja Situ Pengasinan Depok. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT. Keberadaan Situ di Jabodetabek terus mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Melihat adanya penurunan tersebut, maka pemerintah membentuk kelompok kerja (Pokja). Pembentukan Pokja ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan situ-situ yang ada di Jabodetabek. Salah satu situ yang telah memiliki pokja adalah Situ Pengasinan Depok. Berdasarkan hasil penelitian, Pokja Situ Pengasinan Depok merupakan salah satu situ dengan kualitas kelembagaan Pokja yang baik. Pokja Situ Pengasinan merupakan kelembagaan formal berbasis masyarakat lokal dan memiliki empat stakeholders yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi, yaitu Pokja, Dinas Bina Marga Sumberdaya dan Air, Badan Lingkungan Hidup, dan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. Keberadaan Pokja di Situ Pengasinan sangat penting untuk menjaga dan mengelola situ sebagai wadah penampungan air dan memiliki peran dalam meningkatkan wisata air Situ Pengasinan. Kegiatan wisata di Situ Pengasinan memberikan dampak ekonomi yang besar terhadap masyarakat lokal baik dampak langsung, tidak langsung dan lanjutan. Hal ini tercermin dari nilai multiplier effect dengan nilai keynesian income multiplier sebesar 1.25, ratio income multiplier tipe I sebesar 1,05 dan ratio income multiplier tipe II sebesar 1.06. Kata kunci: multiplier effect, Pokja, wisata
ABSTRACT ADINDA VIRANTIKA PUTRI. Ecological and Economic Effects of Pokja Pengasinan Lake in Depok. Supervised by ACENG HIDAYAT. The decreasing of quality and quantity of lake in Jadebotabek has prompted the local government to create work society (Pokja). Pokja is expected to be the solution of lake’s problems in Jadebotabek like Pokja Pengasinan Lake. The result of this research showed that Pokja in Pengasinan Lake has a good management system. Pokja Situ Pengasinan as a formal institution which has local society basis which is influenced by four stakeholders, consist of Pokja, Department of Highways and Water Resources, environmental agencies, and Department of Youth Sports and Tourism. The main roles of Pokja are saving and controlling Pengasinan Lake as water storage, it also has contribution to increase people interests in water tourism. Tourism activities in Situ Pengasinan push great economic impacts to the society and local community, not only direct and indirect impactt, but also induced impact. This is reflected in the value of the multiplier effect to the value of Keynesian income multiplier of 1.25, the ratio of type I income multiplier of 1.05, and a ratio of Type II income multiplier of 1.06. Keywords: multiplier effect, Pokja, tourism
DAMPAK EKONOMI DAN EKOLOGI KELEMBAGAAN POKJA SITU PENGASINAN DEPOK
ADINDA VIRANTIKA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Dampak Ekonomi dan Ekologi Kelembagaan Pokja Situ Pengasinan Depok : Adinda Virantika Putri : H44090099
Disetujui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Ucapan terima kasih pertama kali penulis tujukan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan barokah yang dianugerahkan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada: 1. Ibunda Budhie Septianingtyas dan ayahanda Sudjoko Hardjodisono, terima kasih atas doa-doa, nasihat-nasihat, kebaikan, dukungan, dan segala kasih sayang serta cintanya kepada penulis. Kakak kakakku Primatiko Seputra, Pawira Septiawan, Sri Wulan Renggani dengan ketiga putra putrinya atas tenaga, waktu dan perhatiannya selalu memberi dukungan baik materi non materi serta yang selalu membuat segalanya menjadi lebih indah. 2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan pembelajaran kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik dan lancar. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga , MA selaku dosen penguji utama dan Ibu Hastuti S.P, M.P, M.Si selaku dosen penguji perwakilan Departemen ESL. 4. Segenap Dosen dan Staf pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dan Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan pelajaran kepada penulis selama proses perkuliahan. 5. Seluruh anggota Pokja Situ Pengasinan Depok , Binan Marga Sumberdaya dan Air, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Dinas Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Kota Depok yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan. 6. Teman-teman satu bimbingan skripsi Chintia Kartika, Adinna Astrainti, Lusi Dara Mega, Nasita, Nova Belinda, Verry Kresnaning atas dukungan dan semangatnya. 7. Keluarga besar ESL 46, Lingkaran Cabe Rawit, Lingkaran Cahaya di atas Cahaya, Keluarga Madani, Salam5, Salam 6, Himpro Reesa, Formasi IPB.
Bogor, Oktober 2013
Adinda Virantika Putri
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...……..
xIv
DAFTAR TABEL………………………………………………………..…..………
xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………
xvi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...
1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..…………
4
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………...
5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………..…………
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis……………………………………………………………..
6
2.1.1 Fungsi Situ…………………………………………………………..…
6
2.1.2 Penyebab Kerusakan Situ………………………………………….......
7
2.1.3 Pengelolaan Situ…………………………………………………….…
8
2.1.4 Teori Kelembagaan………………………………………………….…
9
2.1.5 Aspek Kelembagaan dan Aspek Keorganisasian........................………
10
2.1.6 Kinerja Kelembagaan………………………………………………..…
10
2.1.7 Dampak Ekonomi ………………………………………………….....
11
2.2 Penelitian Terdahulu…………………………………………………………
12
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis…………………………………………………………….
11
3.2 Kerangka Operasional………………………………………………………..
15
IV. METODE PENELITAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………...…………
17
4.2 Jenis dan Sumber Data…………………………………………….…………
17
4.3 Metode Penentuan Sampel Penelitian……………………………..…………
17
4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data……………………………….…………
18
4.4.1 Analisis Kelembagaan ………………………………………………...
19
4.4.2 Analisis Stakeholders ………………………………..………………..
21
4.5 Multiplier Effect……………………………………………………...………..
24
xiv
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Kota Depok………………………………………………...………..
26
5.2 Kondisi Situ…………………………………………………………………..
26
5.3 Kondisi Situ Pengasinan………………………………………….…………..
29
5.4 Gambaran Umum Responden Wisatawan………………………..………….
31
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kelembagaan 6.1.1 Proses Pembentukan Kelembagaan…………………………...…….
35
6.1.2 Substansi Aturan Kelembagaan…………………………….………..
36
6.1.3 Kinerja Kelembagaan ………………………………………………..
46
6.2 Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders………………...………..
56
6.3 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata……………………..………..
63
VII. SIMPULAN DAN SARAN
70
DAFTAR PUSTAKA………………………………………...………………………
72
LAMPIRAN…………………………………………………………………………..
76
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………...………...
DAFTAR TABEL 1 Luas daerah situ dan rawa di Jabodetabek…………………………………………….
2
2 Matriks metode pengolahan data………………………………………………..…….
18
3 Matriks analisis kelembagaan…………………………………………………...……. 20 4 Analisis stakeholders...………………………………………………………….…….
23
5 Analisis multiplier effect………………………………………………………...……. 24 6 Inventarisasi kondisi situ di Kota Depok ……………………………………….……. 27 7 Kualitas air Situ Pengasinan…………………………………………………….…….
30
8 Gambaran umum wisatawan………………………………………………………….
31
9 Aturan formal pengelolaan Situ………………………………………………………. 37 10 Aturan informal pokja Situ Pengasinan………………………………………………. 37 11 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap kelengkapan struktur……..…………….
38
12 Sebaran persepsi pengurus Pokja kejelasan pembagian tugas……………………….
38
13 Sebaran persepsi pengetahuan pengurus Pokja terhadap susunan
39
xv
kepengurusan…………………………………………………………………..……. 14 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap anggota menjalankan tugas dengan baik..
39
15 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pemberian motivasi terhadap anggota..
39
16 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap manfaat keberadaan Pokja……….…….
40
17 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap keterlibatan dan musyawarah…….…….
40
18 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pertemuan rutin…………………..…….
47
19 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pengawasan aturan……………….…….
47
20 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap laporan tahunan…………………..…….
48
21 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap perencanaan kedepan…………….…….
48
22 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap penyelesaian masalah konflik……..…….
49
23 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap menghadapi perubahan ………….…….
49
24 Sebaran persepsi wisatawan terhadap tingkat kebersihan……………………..…….
51
25 Sebaran persepsi wisatawan terhadap kualitas air……………………………..…….
51
26 Sebaran persepsi wisatawan terhadap tingkat keamanan……………………...…….
52
27 Sebaran persepsi wisatawan terhadap jumlah tegakan pohon……………………….
52
28 Sebaran persepsi wisatawan terhadap tingkat kenyamanan…………………...…….
53
29 Sebaran persepsi wisatawan terhadap keindahan alam………………………..…….
53
30 Sebaran persepsi wisatawan terhadap fasilitas yang tersedia………………….…….
54
31 Sebaran persepsi wisatawan terhadap kondisi jalan menuju tempat wisata…..…….
54
32 Analisis kualitas terhadap outcome kelembagaan……………………………..…….
56
33 Analisis stakeholders pengelolaan Situ Pengasinan Depok…………………….…….
57
34 Proporsi pengeluaran wisatawan…………………………………………………….
63
35 Proporsi jenis unit usaha……………………………………………………….…….
64
36 Proporsi pendapatan pemilik unit usaha di Situ Pengasinan…………………..…….
64
37 Proporsi kebutuhan pengeluaran unit usaha…………………………………...…….
65
38 Jenis Pekerjaan………………………………………………………………...…….
66
39 Jumlah pendapatan tenaga kerja…………………………………………………….
66
40 Proporsi pengeluaran tenaga kerja……………………………………………..…….
67
41 Nilai Multiplier Effect………………………………………………………….…….
68
xvi
DAFTAR GAMBAR 1 Matriks aktor grid……………..………………………………………………….…….
15
2 Skema Kerangka Operasional…………………………………………………….…….
15
3 Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders dalam Pengelolaan Situ Pengasinan……………………………………………………………………….…….
23
4 Struktur organisasi Pokja Situ Pengasinan…………………………………………..
41
5 Pemetaan aktor grid pengelolaan Situ Pengasinan Depok…………………………….
58
6 Hubungan antar aktor ……………………………………………………...…….
62
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner penelitian wisatawan Situ Pengasinan ……………………………….…….
76
2 Kuesioner penelitian pelaku usaha Situ Pengasinan …………………………….…….
79
3 Kuesioner penelitian tenaga kerja Situ Pengasinan……………………………….……
80
4 Kuesioner penelitian stakeholders Situ Pengasinan……………………………….……
81
5 Kuesioner analisis kelembagaan…………………………..…………………………….
83
6 Wawancara kelembagaan……………………………………………………...…………
87
7 Lampiran pengeluaran wisatawan di Situ Pengasinan…..………………………………
89
8 Lampiran pendapatan dan pengeluaran unit usaha di Situ Pengasinan…..……………… 93 9 Lampiran pendapatan dan pengeluaran tenaga kerja di Situ Pengasinan…..……………
94
10 Lampiran dokumentasi……...……………………………………………………………
95
1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Situ atau danau merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki multifungsi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai: (1) sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik ikan, (2) tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna, (3) sumber air (mudah dan murah) yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga, industri, dan pertanian, (4) tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber air bawah tanah, (5) memelihara iklim mikro di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan curah hujan setempat, (6) sarana transportasi, (7) penghasil energi listrik melalui PLTA, (8) sebagai obyek pariwisata (sarana rekreasi), dan (9) sistem pembuangan yang memadai yang murah. Situ memiliki peranan strategis sebagai penyimpanan cadangan air pada musim kemarau sehingga keberadaan situ menjadi penting dalam sebuah tatanan hidrologis air (Manu et al. 2010). Keberadaan Situ dibutuhkan dalam lingkup suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) karena berfungsi sebagai tampungan limpasan air permukaan. Limpasan air permukaan akan diserap ke dalam tanah sehingga selain melindungi pemukiman dari bencana banjir, situ juga berfungsi sebagai penampungan cadangan air, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Keberadaan situ di wilayah Jabodetabek semakin memburuk. Kondisi situ di wilayah Jabodetabek mengalami kerusakan seperti penurunan kuantitas dan kualitas. Secara umum, kerusakan situ diakibatkan oleh tata guna lahan yang kurang baik, kerusakan akibat kondisi hidrologis, ketidakjelasan pola pengelolaan, serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam merawat dan melestarikan situ. Akitivitas masyarakat di DAS dan wilayah tangkapan air situ sangat berpengaruh terhadap proses pendangkalan serta penurunan fungsi situ. Ketidakjelasan kewenangan pengelolaan situ, kecilnya anggaran pemeliharaan dan sempitnya lahan kosong sebagai tempat yang layak tinggal dan tingginya tingkat populasi manusia menjadi salah satu alasan masyarakat untuk mengalihkan fungsi situ dan rawa menjadi daerah pemukiman. Depok merupakan kota penyangga bagi Jakarta, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Depok menjadi salah satu kota alternatif bagi masyarakat
2
(terutama pendatang) sebagai tempat untuk berdomisili dengan alasan mudahnya akses yang menghubungkan dengan ibu kota. Tingginya tingkat populasi berimplikasi terhadap
peningkatan
permintaan
pemukiman
sehingga
mendorong
adanya
pembangunan daerah mukim yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air serta cadangan air dalam tanah. Daerah resapan dan cadangan air merupakan sesuatu yang penting untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian ekosistem. Oleh karena itu, pembangunan daerah mukim perlu memperhatikan pengaturan tata ruang kota. Pengaturan tata ruang kota ini bertujuan agar daerah resapan tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya. Pengaturan tata ruang kota yang jelas tidak akan mengganggu dan merusak keberadaan situ. Berdasarkan (Roemantyo et al. 2003) perubahan pemanfaatan lahan di sekitar Jakarta cukup besar. Identifikasi terhadap 20 lembar peta topografi Dutch map yang dibuat antara tahun 1923 dan 1943 dan peta Citra Landsat tahun 2000 menemukan bahwa sebelum tahun 1943 di Jakarta terdapat 315 buah situ dan rawa dengan luas mencapai 16 466 Ha, sedangkan hasil Citra Landsat tahun 2000 menunjukan bahwa jumlah situ dan rawa tersebut tinggal 174 dengan luas 9 312 Ha. Tabel 1 Perbandingan luas daerah situ dan rawa di Jabodetabek tahun 1923-2000 Tahun 1923-1943 2000 Penyusutan (%)
Jumlah situ dan rawa 315 174 44.76
Luas (Ha) 16 466 9 312 43.54
Sumber Peta Topografi Dutch Map Citra Landsat
Sumber : Roemantyo et al (2003)
Studi Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002) menunjukan terjadi penyusutan kapasitas situ di Jabodetabek. Tahun 1993 kapasitas situ 128 457 930 m³ , turun menjadi 12 827 000 m³ pada tahun 2002. Penyusutan luas situ juga terjadi di wilayah Depok, salah satunya Situ Pengasinan Depok. Luas Situ Pengasinan Depok pernah mencapai 8m2, namun pengelolaan yang tidak baik menyebabkan luas situ mengalami penyusutan dan akan dilakukan pengalihan fungsi situ menjadi kawasan pemukiman. Pada tahun 2003, terjadi musim kemarau sehingga masyarakat Jabodetabek kesulitan mendapatkan air. Musim kemarau yang panjang menyebabkan lahan pertanian menjadi kering, tanaman menjadi mati, tanah menjadi tandus, dan sulitnya pemenuhan kebutuhan air bersih untuk kepentingan rumah tangga, seperti MCK, memasak.
3
Permasalahan tersebut membuat pemerintah mulai berpikir akan pentingnya keberadaan situ, sehingga pemerintah mengadakan program pengembalian fungsi Situ Pengasinan sebagaimana fungsi awal yaitu sebagai wadah penyimpanan cadangan air dan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) sebagai pengelola dan pelestari Situ Pengasinan. Pokja didirikan bertujuan menjaga dan melestarikan Situ Pengasinan. Pokja beranggotakan masyarakat sekitar dan berfungsi mengelola situ serta membuat aturan pengelolaan situ. Umumnya Pokja adalah lembaga formalitas yang keberadaanya terlihat saat ada bantuan dari pemerintah, namun berbeda dengan Pokja Situ Pengasinan. Pokja Situ Pengasinan memiliki struktur organisasi dan program kerja yang rapi, serta berjalan dengan baik guna mencapai tujuan bersama. Pokja Situ Pengasinan telah berhasil mengelola situ untuk kegiatan pariwisata sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, baik secara materi (ekonomi) maupun ekologis. Manfaat secara ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat akibat adanya kegiatan wisata seperti terbukanya peluang usaha, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat. Keberadaan Pokja sebagai pengelola Situ Pengasinan memberikan dampak ekologi kepada lingkungan situ sehingga situ lebih terawat dan terpelihara. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana kinerja kelembagaan tersebut dan dampak pengelolaan situ bagi masyarakat sekitar. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan hasil Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Depok 2009 dikatakan bahwa dari 26 situ yang ada di Kota Depok, 6 situ di antaranya telah memiliki Pokja yang baik yaitu Situ Pengarengan, Situ Pedongkelan, Situ Asih Pulo, Situ Sawangan, Situ Citayam, Situ Pengasinan. Situ-situ tersebut memiliki kualitas air yang cukup jernih. Hal ini menunjukan keberadaan Pokja memberikan pengaruh yang positif terhadap kualitas air dan pelestarian situ. Pengelolaan yang baik akan berimplikasi kepada pengembangan area situ yang baik dan memberikan dampak ekonomi dan ekologi kepada masyarakat sekitar. Salah satu situ yang memiliki pengelolaan yang baik adalah Situ Pengasinan. Sebelum dilakukan pengerukan pada tahun 2003, luas Situ Pengasinan pernah mencapai 8m2, namun pengelolaan yang tidak baik menyebabkan luas situ mengalami penyusutan dan akan dilakukan pengalihan fungsi situ menjadi kawasan pemukiman.
4
Saat ini luas Situ Pengasinan adalah 6 m2 dan dikelola oleh Pokja Situ Pengasinan Depok. Pokja didirikan dengan tujuan untuk menjaga dan melestarikan Situ Pengasinan. Pokja beranggotakan masyarakat sekitar dan berfungsi mengelola situ serta membuat peraturan–peraturan pengelolaan. Masyarakat setempat memiliki kewajiban dan turut berpartisipasi dalam menjaga keberlanjutan Situ Pengasinan. Pokja Situ Pengasinan memiliki struktur organisasi dan program kerja yang rapi, serta berjalan dengan baik guna mencapai tujuan bersama. Pokja Situ Pengasinan telah berhasil mengelola situ untuk kegiatan pariwisata sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, baik secara materi (ekonomi) maupun ekologis. Pokja sebagai lembaga berbasis masyarakat mampu mengembangkan situ menjadi area wisata dengan baik dengan menambahkan atraksi wisata yang ditawarkan atau perbaikan fasilitas umum. Wisata Situ Pengasinan memberikan dampak kepada masyarakat sekitar seperti dibukanya unit usaha, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan keberadaan situ menjadi lebih terawat dan terpelihara. Dalam hal ini, Pokja memiliki peran strategis dalam keberlangsungan pengelolaan di Situ Pengasinan. Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul pertanyaan: 1. Bagaimana kelembagaan dan tata kelola Situ Pengasinan? 2. Bagaimana pengaruh dan kepentingan stakeholders di Situ Pengasinan? 3. Bagaimana multiplier effect yang berdampak pada masyarakat sekitar? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kelembagaan dalam pengelolaan situ dan pengaruh kelembagaan Pokja terhadap perbaikan kualitas Situ Pengasinan. Secara khusus penelitian ini bertujuan : 1. Menganalisis kelembagaan dan tata kelola Situ Pengasinan 2. Menganalisis pengaruh dan kepentingan stakeholders dalam pengelolaan Situ Pengasinan 3. Menganalisis dampak ekonomi dari multiplier effect kegiatan pariwisata Situ Pengasinan untuk masyarakat sekitar
5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis kelembagaan Pokja pada pengelolaan Situ Pengasinan dilihat dari proses terbentuknya kelembagaan, kualitas kelembagaan dan kinerja kelembagaan. Kualitas kelembagaan dilihat berdasarkan substansi kelengkapan dan kejelasan aturan yang telah dibuat sesuai persepsi pengurus Pokja. Kinerja kelembagaan digunakan untuk melihat keberhasilan dan keberadaan Pokja berdasarkan pelaksanaan aturan yang telah dibuat, dampak ekonomi, dan dampak ekologi. Penelitian ini juga menganalisis stakeholders berdasarkan kepentingan dan pengaruh stakeholders terkait pengelolaan Situ Pengasinan. Pengaruh stakeholders dilihat dari finansial, politik, dan sumberdaya manusia yang dimiliki dalam pengelolaan Situ Pengasinan. Adanya kegiatan wisata akan memberi dampak ekonomi pada masyarakat sekitar. Dampak ekonomi dapat dilihat berdasarkan perputaran uang yang terjadi di area wisata yang berasal dari pengunjung wisata yaitu efek berganda (multiplier effect). Multiplier effect masyarakat lokal dilihat dari dampak yang terjadi di tingkat unit usaha dan tenaga kerja yang berasal dari pengunjung wisata.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan bersumber dari mata air, air hujan, dan limpasan air permukaan. Perbedaan antara situ alami dan buatan dapat diketahui dari tujuan dan proses pembentukannya. Situ alami terbentuk karena proses alami, sedangkan situ buatan didesain untuk tujuan tertentu akibat adanya aktivitas manusia. Situ merupakan salah satu ekosistem perairan tergenang yang umumnya berair tawar dan berukuran relatif kecil. Istilah “situ” biasanya digunakan masyarakat Jawa Barat untuk sebutan “danau kecil”. Di beberapa daerah, situ terkadang disebut juga “embung”. Ukuran situ/embung yang relatif kecil menyebabkan keberadaannya sangat terancam oleh tingginya laju sedimentasi. Aktivitas masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan wilayah tangkapan air situ/embung sangat berpengaruh pada proses pendangkalan situ. (Puspita et al 2005). Jika dilihat dari lokasi dan fungsinya, maka keberadaan situ di wilayah Jabodetabek sangat strategis. Situ-situ di wilayah Jabodetabek berperan dalam tata air sebagai tampungan, resapan air, dan sumber air. Peran situ sebagai tampungan air mengandung arti bahwa situ memiliki peran sebagai pengendali banjir (Listiani 2005). Undang undang nomor 7 tahun 2004 Pasal 1 tentang sumberdaya air dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sumber air adalah tempat atau wadah air alami atau buatan yang terdapat pada atas ataupun di bawah permukaan tanah. Danau sebagai salah satu sumber air, pengelolaannya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus diintegerasikan ke dalam pengelolaan DAS sebagai kesatuan wilayah, begitu pula dalam pemanfaatannya. 2.1.1 Fungsi Situ Situ memiliki berbagai manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan manusia terhadap air. Pemanfaatan situ sebagai sumber air menurut Pasal VIII Ayat 2, memiliki prioritas sebagai berikut: pertama, sebagai air minum, pemenuhan kebutuhan rumah tangga, pertahanan, keamanan nasional, peribadatan, dan usaha perkotaan. Kedua,
7
bermanfaat untuk pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Ketiga, untuk ketenagaan, industri, pertambangan, lalu lintas air, dan rekreasi. Sebagai sumber air, situ merupakan terkumpulnya air secara alami melalui aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi kecekungan di muka bumi ini (Anggraheni 2008). Secara umum, situ memiliki manfaat yang sangat penting, antara lain sebagai pemasok air ke dalam akuifer (sebagai daerah resapan air), peredam banjir, membantu memperbaiki mutu air permukaan (lewat proses kimia, fisik, dan biologis yang berlangsung di dalamnya), irigasi, rekreasi, tandon air, perikanan, dan mendukung keanekaragaman hayati perairan (Suryadiputra 2003). Selain itu, situ yang memiliki volume air cukup besar juga dapat dimanfaatkan sebagai PLTA, seperti pada Situ Kolam Tando Kracak di Kecamatan Leuwiliang, Bogor, di mana situ tersebut digunakan untuk pembangkit listik yang dikelola oleh PLN. Keberadaan situ merupakan potensi besar di bidang pariwisata, khususnya wisata air. Sedikitnya 22 situ di wilayah penyangga ibu kota negara bagian selatan ini sudah disiapkan untuk dikembangkan (Osly 2008). Keberadaan situ dapat sangat mempengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat sekitar. Sebagai contoh, kondisi dan sumber daya hayati situ yang dapat dimanfaatkan, baik melalui kegiatan penangkapan maupun kegiatan budidaya, secara langsung akan mempengaruhi mata pencaharian masyarakat setempat. Selain mata pencaharian, kondisi budaya masyarakat sekitar juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan situ, seperti yang telah kita ketahui, Situ Babakan di Jakarta Selatan yang dijadikan kawasan cagar budaya karena memiliki nilai sejarah daerah Betawi yang unik. 2.1.2 Penyebab Kerusakan Situ Banyak permasalahan yang muncul di sekitar danau, seperti tingginya erosi dan pencemaran karena limbah rumah tangga dan industri menyebabkan kualitas air danau rendah untuk zat zat tertentu. Erosi dan sedementasi yang tinggi disebabkan oleh sifat tanah yang umumnya terdiri atas jenis tanah peka erosi, curah hujan, dan kondisi geografis (Waluko 2011). Mengatasi permasalah tersebut, maka dibutuhkan pengelolaan yang baik dan terpadu dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Permasalahan akan timbul ketika keterbatasan pengelolaan situ oleh pemerintah daerah ditambah rendahnya
8
partisipasi masyarakat menjaga lingkungan, mengakibatkan tempat penampungan air atau situ tersebut tidak berfungsi optimal. Kondisi situ di Jabodetabek dapat dikatakan semakin memburuk. Sebagian besar situ telah mengalami penurunan kuantitas maupun kualitas yang disebabkan oleh faktor fisik maupun non-fisik. Faktor fisik disebabkan karena adanya pengurangan luasan situ karena alih fungsi, sedimentasi, kurangnya pemeliharaan sehingga dipenuhi gulma air dan rerumputan, dan kerusakan bangunan prasarana. Sedangkan faktor non-fisik berupa penyalahgunaan wewenang pemberian izin pemanfaatan situ, pemberian hak atas tanah pada kawasan situ, dan pengambilan lahan secara ilegal. Saat ini persoalan yang terjadi adalah buangan yang meningkatkan sedimen atau pendangkalan situ, tumbuhnya tanaman gulma (eceng gondok, teratai, dan lainnya) yang menutup, dan penggunaan lahan liar, serta upaya sebagian orang yang berusaha menutup situ untuk dijadikan lahan tinggal dan tempat usaha. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa permasalahan situ di Kota Depok ini terkait dengan: a. Kerusakan akibat tata guna lahan, b. Kerusakan akibat kondisi hidrologis, c. Ketidakjelasan pola pengelolaan, dan d. Kurangnya kesadaran masyarakat. 2.1.3 Pengelolaan Situ Pengelolaan situ adalah bagian dari pengelolaan sumber daya air. Oleh karena itu, hendaknya dilaksanakan secara: (a) terpadu, (b) menyeluruh meliputi kualitas, kuantitas, hulu-hilir, instream-offstream, (c) berkelanjutan, dan (d) berwawasan lingkungan dengan wilayah hidrologi atau ekologi sebagai kesatuan pengelolaan (Aboejoewono 1999). Pengelolaan situ merupakan kerja lintas sektoral yang menyangkut kepentingan banyak pihak dan melibatkan berbagai institusi serta unsur masyarakat. Keterlibatan masyarakat tidak hanya dalam pemanfaatannya saja, melainkan juga pengelolaan dan pemeliharaan. Bahkan, hal tersebut menjadi nilai penting yang perlu diperhatikan. Pengelolaan situ membutuhkan pendekatan integratif, komprehensif, dan holistik. Pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap situ memiliki prinsip partisipatif, koordinatif, transparansi, dan akuntabilitas. Pihak-pihak tersebut membutuhkan koordinasi
yang
baik
dalam
bentuk
pertukaran
informasi
secara
intensif,
9
mengkonfirmasikan waktu, biaya, dan aktivitas yang dilakukan oleh setiap instansi untuk mencapai tujuan dengan ukuran kinerja yang disepakati (Tim IPB 2002). 2.1.4 Teori Kelembagaan Chimidit (1987) dalam Tonny (2004) mengatakan dalam resektif kelembagaan terdapat hubungan kausal (sebab-akibat) antara fenomena “SDA dan lingkungan” dan sistem sosialnya. Konsep kelembagaan menjelaskan hubungan antara perubahan SDA lingkungan dan sistem sosialnya. Perubahan diperkirakan erat kaitannya dengan perubahan sosial yang terjadi pada tingkat rumah tangga kelompok serta organisasi sosial, komunitas, dan masyarakat. Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat yang telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia dan mendefinisikan bentukbentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya. Tingkat keberlanjutannya lembaga dilihat dari faktor internal dan eksternal (komunitasnya). Internal dilihat
dari kepemimpinan dan pendidikan intensif
kelembagaan. Sedangkan faktor eksternal dilihat dari kebijakan dan keterkaitan dengan pemerintah lokal (Tonny 2004). Penggunaan pendekatan kelembagaan menjadi landasan dalam pelaksanaan program tersebut, karena memiliki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan, antara lain (1) memperbesar kemampuan sumber daya dan meningkatkan skala usaha ekonomi kolektif yang dimiliki masyarakat, (2) meningkatkan posisi tawar kolektif dalam mengakses modal, pasar, teknologi, dan kebijakan, (3) mengembangkan kemampuan koordinasi dan kerja sama kemitraan dalam pengelolaan kegiatan ekonomi kolektif untuk mendukung dinamika ekonomi kawasan, dan (4) memudahkan pengontrolan terhadap perjalanan ekonomi bersama (Kusnadi 2003). 2.1.5 Aspek Kelembagaan dan Aspek Keorganisasian dalam Sebuah Kelembagaan Kelembagaan terdiri dari dua aspek yaitu aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian (Syahyuti 2003). Aspek kelembagaan terdiri dari hal-hal yang lebih abstrak yang menentukan jiwa suatu kelembagaan yaitu nilai, norma, dan aturan. Sementara aspek keorganisasian berupa sesuatu yang lebih statis, yaitu struktur, penetapan peran, tujuan, keanggotaan. Kedua aspek ini secara bersama-sama membentuk dan menentukan prilaku seluruh orang dalam kelembagaan tersebut.
10
Keduanya merupakan komponen pokok yang selalu exist dalam setiap kelompok sosial, selemah atau sekuat apapun kelompok tersebut. Dalam aspek kelembagaan terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi. Sementara aspek keorganisasian berisi struktur, peran, hubungan antarpesan, integrasi antarbagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riil, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaaan, klik, profil, pola kekuasaan, dan lain-lain. 2.1.6 Kinerja Kelembagaan Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna (Peterson dalam Syahyuti 2004). Ada dua hal untuk menilai kinerja kelembagaan, yaitu produknya sendiri berupa jasa atau material dan faktor manajemen yang membuat produk tersebut bisa dihasilkan. Satu cara yang lebih sederhana telah dikembangkan untuk memahami kinerja internal dan eksternal suatu kelembagaan, melalui ukuran-ukuran dalam ilmu manajemen. Terdapat empat dimensi untuk mempelajari suatu kelembagaan Mackay et al.(1998) dalam Syahyuti (2004), yaitu: 1. Kondisi lingkungan eksternal. Lingkungan sosial di mana suatu kelembagaan hidup merupakan faktor pengaruh yang dapat menjadi pendorong dan sekaligus pembatas seberapa jauh suatu kelembagaan dapat beroperasi. Lingkungan yang dimaksud berupa kondisi politik dan pemerintahan, sosiokultural, teknologi, kondisi perekonomian, berbagai kelompok kepentingan, infrastruktur, serta kebijakan terhadap pengelolaan sumber daya alam. 2. Motivasi kelembagaan. Kelembagaan dipandang sebagai suatu entitas yang memiliki jiwa dan motivasi. Motivasi suatu kelembagaaan tercermin dalam misi yang diemban, kultur yang menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku anggotanya, serta pola penghargaan yang dianut. 3. Kapasitas kelembagaan. Kelembagaan memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Kemampuan tersebut diukur dari lima aspek, yaitu strategi kepemimpinan
yang
dipakai,
perencanaan
program,
manajemen
dan
11
pelaksanaannya, alokasi sumber daya yang dimiliki, dan hubungan dengan pihak luar. 4. Kinerja kelembagaan. Terdapat tiga hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu keefektifan lembaga dalam mencapai tujuan tujuannya, efisiensi penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luar. 2.1.7 Dampak Ekonomi Dampak merupakan perubahan yang terjadi di dalam suatu lingkup lingkungan akibat adanya perbuatan manusia. Untuk menilai terjadinya dampak perlu adanya satuan acuan, yaitu kondisi lingkungan sebelum adanya aktivitas Soemarwoto (1988) dalam Praseti B (2011). Dampak dari suatu kegiatan akan berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata merupakan sumber pendapatan (income generator) dan sekaligus juga berfungsi sebagai alat pemerataan (redistribution of income). Dampak ekonomi yang dihasilkan oleh sektor pariwisata umumnya diukur dari keseluruhan pengeluaran pengunjung untuk keperluan akomodasi, konsumsi, perjalanan, dokumentasi dan keperluan lainnya. Jumlah dari seluruh pengeluaran diestimasi daru jumlah total hari kunjungan dan pengeluaran pengunjung. Dampak ekonomi yang dirasakan adanya kegiatan wisata ada tiga jenis, yakni dampak langsung, dampak tidak langsung dan dampak lanjutan (Vanhove 2005). 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pemanfaatan situ sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, sebagian besar meneliti tentang kerusakan situ dan dampak wisata. Penelitian pengaruh dan dampak keberadaan lembaga Pokja dalam pengelolaan situ masih jarang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih untuk melakukan penelitian mengenai dampak ekonomi dan ekologis kelembagaan Pokja dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Penelitian ini meliputi analisis kualitas kelembagaan, analisis stakeholders, dan dampak multiplier effect. Penelitian mengenai situ atau danau sebelumnya pernah dilakukan oleh (Listiani 2010) yang berjudul “Aspek Kelembagaan Pengelolaan Situ Rawa Besar”. Metode
12
analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitiannya menyatakan Pengelolaan Situ di Rawa Besar belum mencerminkan pengelolaan situ secara berkelanjutan. Lemahnya kapasitas kelembagaan pengelolaan situ dikarenakan kurangnya sumberdaya pengelolaan, baik sumber daya manusia, pendanaan, serta tidak efektifnya koordinasi antar instansi yang terkait dalam pengelolaan situ. Penelitian lain pernah dilakukan oleh (Pusporini 2010) yang berjudul “Strategi Pengembangan Wisata di Situ Pengasinan Kota Depok”.
Metode yang digunakan
adalah regresi logistik untuk kesediaan membayar, regresi linier, analisis finansial dan Analytical Hierrachy Proccess (AHP) untuk menentukan strategi yang harus diambil dalam rangka pengembangan wisata. Hasil penelitian menunjukan persepsi responden umumnya menyambut baik terhadap rencana pengembangan jika nantinya situ tersebut dikembangkan asalkan tidak mengganggu fungsi utama situ sebagai daerah konservasi air permukaan. Sebanyak 51% responden bersedia untuk membayar jika nantinya akan diterapkan pemberlakuan tarif masuk kawasan dengan nilai WTP Rp 7 309.52/orang. Strategi yang dilakukan strategi sosialisasi program kepada stakeholders dan promosi wisata, strategi pemberdayaan dan pengembangan daya saing produk. Penelitian lain yang dilakukan oleh Osly (2008) dengan judul “Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan sebagai Kawasan Pariwisata Kota Depok”. Metode penelitian dilakukan dengan analisis keruangan dengan menggunakan metode scoring dan pembobotan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Situ Pengasinan cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata kota dengan konsep pedesaan dengan lahan sawah dan kolam besar dan target pengunjung adalah keluarga dan perorangan dan tidak ada batasan umur.
13
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Kerangka pemikiran secara teoritis pada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu konsep analisis stakeholders dan konsep multiplier effect. Penjelasan kedua konsep tersebut akan dijelaskan pada sub bab berikut. 3.1.1 Konsep Analisis Stakeholders Analisis stakeholders digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan aktor terkait pengaruh dan kepentingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan. Langkah langkah dalam melakukan analisis stakeholders : 1. Identifikasi aktor 2. Membuat tabel aktor 3. Menganalisis pengaruh dan kepentingan 4. Membuat aktor grid Setelah diketahui nilai dari tingkat kepentingan dan pengaruh yang dimiliki masing-masing aktor, maka dapat dipetakan ke dalam matriks aktor grid pada gambar1. Tinggi A
B Aktor
Pengaruh
C
Pemain
D Penonton
Rendah
Subjek Tinggi
Kepentingan Gambar 1 Matriks aktor grid Kuadran I (aktor) merupakan aktor yang berpengaruh tapi rendah kepentingan dalam tujuan dan hasil kebijakan. Kuadran II (pemain) merupakan aktor yang memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan. Kuadran
14
III (penonton) merupakan kelompok aktor memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah. Kuadran IV (subjek) menunjukan kelompok aktor yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan denga pengaruh yang rendah. (Suhana 2008). 3.1.2 Konsep Analisis Multiplier Effect Pelayanan jasa lingkungan memberikan pengaruh tidak hanya terhadap sektor ekonomi yang langsung terkait dengan industri pariwisata, tetapi juga industri yang tidak langsung terkait dengan industri pariwisata. Analisis dampak ekonomi terkait dengan elemen-elemen penghasilan, penjualan dan tenaga kerja di daerah kawasan pembangunan jasa lingkungan. Analisis dampak ekonomi menelusuri aliran uang dari pengeluaran pengunjung terhadap kegiatan unit usaha (Cooper et al 1998) : 1. Unit usaha dan pemangku kepentingan usaha selaku penerima pengeluaran wisatawan atau pengguna jasa lingkungan; 2. Unit usaha lainnya selaku pemasok (supplier) barang dan jasa kepada usaha pariwisata atau pedagang; 3. Rumah tangga selaku penerima penghasilan dari pekerjaan di bidang pariwisata atau jasa lingkungan dan industri penunjangnya. Nilai multiplier ekonomi merupakan nilai yang menunjukan sejauh mana pengeluaran pengunjung akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut, sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas ekonomi di tingkat lokal. Menurut terminologi, terdapat tiga efek multiplier, yaitu efek langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect), dan efek lanjutan (induced effect). Ketiga efek ini digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi di tingkat lokal. Konsep multiplier dapat dilihat dari jenis dampak secara langsung, tidak langsung dan dampak lanjutan yang mempengaruhi akibat dari tambahan pengeluaran pengunjung ke dalam ekonomi lokal atau ekonomi nasional. Di bawah ini merupakan metode untuk menghitung nilai pengganda dari pengeluaran wisatawan (Marine Ecotourism for Atlantic Area 2001) : 1. Lokal pendapatan Keynesian Multiplier dimana nilai yang dihasilkan dari pengeluaran digandakan untuk mengetahui penambahan dan pengurangan pendapatan lokal. Keynesian merupakan metode terbaik untuk merefleksikan keseluruhan dampak dari pengeluaran.
15
2. Rasio pendapatan multiplier yakni nilai yang diperoleh dari peningkatan dan penurunan pendapatan langsung ekonomi lokal yang digandakan untuk memperoleh hasil peningkatan dan penurunan total pendapatan lokal. 3.2 Kerangka Operasional Situ Pengasinan merupakan salah satu situ di Depok yang pernah mengalami penurunan fungsi dan kualitas. Hal ini disebabkan oleh faktor manusia dan faktor alam. Faktor alam yang menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas situ seperti sedimentasi, penurunan kualitas pinggiran situ, dan faktor alam lainnya. Kondisi ini semakin memburuk dengan adanya kegiatan manusia, seperti pembuangan limbah rumah tangga atau limbah pabrik. Penyebabnya adalah masyarakat menganggap situ sebagai tempat pembuangan yang mudah dan murah. Selain itu, terjadi pula penyusutan situ akibat alih fungsi lahan menjadi tempat tinggal. Sempadan atau badan situ dimanfaatkan melebihi aturan batas sempadan, yaitu 50 m dari tepi situ. Ketiadaan sempadan situ yang berubah menjadi daerah pemukiman warga merupakan hal yang biasa terjadi pada situ di Jabodetabek. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah kota Depok membentuk lembaga Pokja yang bertugas untuk merencanakan, mengevaluasi, merehabilitasi, konservasi, menertibkan, mengamankan, memelihara, dan memberdayakan situ agar dapat memberikan manfaat. Pokja Situ Pengasinan merupakan Pokja yang berhasil merehabilitasi situ dan mengembalikan fungsi serta mempertahankan area sempadannya menjadi daerah konservasi dan dapat memberdayakan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam pengelolaan Pokja. Pokja situ dikelola dengan baik sehingga peluang usaha dan kegiatan pariwisata yang memberikan nilai tambah dari segi ekonomi dan ekologis semakin terbuka. Adanya kegiatan pariwisata memberikan dampak ekonomi pada masyarakat, baik berupa dampak langsung, tidak langsung, maupun lanjutan. Dampak ekonomi langsung adalah dampak ekonomi yang langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai pelaku usaha. Dampak ekonomi tidak langsung dilihat dari pengeluaran unit usaha di dalam kawasan wisata dan pendapatan kerja di masing masing unit usaha dan dampak lanjutan adalah dampak yang dilihat dari pengeluaran tenaga kerja di dalam kawasan wisata. Dengan menggunakan metode multiplier effect, maka kita dapat mengetahui seberapa
16
besar dampak ekonomi yang terjadi akibat adanya kegiatan pariwisata terhadap masyarakat lokal. Keberadaan pariwisata yang berjalan baik tidak terlepas dari pengelolaan Pokja yang baik. Hasil dari pengelolaan yang baik ini adalah padunya gerak kelembagaan Pokja Situ Pengasinan berdasarakan proses, kualitas kelembagaan, kinerja kelembagaan, serta melihat aktor yang memiliki kepentingan dan pengaruh, sehingga tercipta sebuah sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan dapat menjadi masukan atau rekomendasi untuk kinerja Pokja ke depannya.
Penurunan Kuantitas
Permasalahan Situ Pengasinan: 1. Sedimentasi 2. Penurunan kualitas air 3. Penyempitan
KELEMBAGAAN POKJA Pemerintah Masyarakat
1.
Analisis Kelembagaan 1. Proses (analisis deskriptif) 2.Kualitas Kelembagaan (analisis deskriptif) 3.Kinerja Kelembagaan (analisis deskriptif)
Penurunan Kualitas
KEGIATAN PARIWISATA
Analisis Aktor
Multiplier effect
(Analisis Stakeholder)
(keynesian income , ratio local income tipe I, ratio local income tipe II,)
SISTEM PENGELOLAAN SDA SECARA KEBERLANJUTAN
REKOMENDASI
Gambar 2. Skema Kerangka Operasional
17
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Situ Pengasinan, Kecamatan Sawangan Depok, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan karakteristik yang dimiliki oleh Situ Pengasinan sesuai dengan minat peneliti, yaitu pengelolaaan sumber daya alam berbasis masyarakat lokal. Situ Pengasinan merupakan sebuah situ di kawasan Depok yang dikelola dengan pendekatan kelembagaan berbasis masyarakat. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan April hingga Mei 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner, wawancara, pengamatan serta arsip data internal. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung yang didapat dari berbagai dokumen-dokumen yang diperoleh dari buku, internet, dokumen pemerintah desa, serta skripsi dan tesis yang telah dipublikasikan. 4.3 Metode Penentuan Sampel Pengelolaan Situ Pengasinan sebagai objek penelitian meliputi Pokja, Pemda Depok, Dinas Pariwisata, BLH, Dinas Pertanian, Dinas Tata Kota, BPN, Bapeda, Kelurahan, dan masyarakat Situ Pengasinan. Sampel diambil dari responden yang dapat memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya melalui key person yang dianggap mewakili stakeholders. Data penelitian kualitatif diperoleh melalui kuisioner dengan menggunakan teknik wawancara langsung kepada responden. Kemudian hasil kuisioner tersebut dicatat sesuai dengan hipotesis yang sudah dibuat, selanjutnya diolah, dianalisis diinterpretasikan, dan dibuat kesimpulan tentang hasil kuisioner. Informan dipilih dengan sengaja (purposive) sesuai dengan tujuan. Sedangkan untuk menentukan responden wisatawan dilakukan dengan teknik accidental sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan seseorang yang ditemui oleh peneliti di lokasi penelitian.
18
Informan yang dipilih terkait pengelolaan Situ Pengasinan dari pemerintah kota, Pokja, LSM, dan masyarakat lokal. Pemilihan informan kunci ini didasarkan pada asumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui dan memiliki pengalaman secara mendalam terkait dengan pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Teknik pemilihan jumlah sampel pada analisis kelembagaan sebanyak 10 sampel, sedangkan untuk responden pada wisatawan sebanyak 100 sampel yang dianggap telah mewakili jumlah pengunjung Situ Pengasinan, pelaku usaha 19 unit dan tenaga kerja sebanyak 10 karyawan. Sedangkan untuk stakeholders berjumlah 12 instansi yang dilakukan melalui snowball sampling. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data Metode pengambilan data yang digunakan dalam wawancara menggunakan teknik pendekatan informan kunci (key informant approach). Pendekatan ini mencoba mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang menjadi objek pengamatan, dan orang tersebut dianggap dapat memberikan informasi akurat guna mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut. Orang-orang tersebut merupakan atau dianggap sebagai pemimpin dalam masyarakat dan biasanya diwakili oleh tokoh-tokoh informal, seperti tokoh agama, tokoh adat atau pejabat setempat, dan masyarakat. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penghitungan kuesioner dan pengkodean untuk penyeragaman data. Setelah pengkodean data, tahap selanjutnya adalah penghitungan presentase responden dan merepresentasikannya secara deskriptif melalui tabel dan grafik. Analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel 2007. Tabel 2 merupakan matriks yang berkaitan dengan tujuan, indikator, parameter penelitian, jenis, cara mendapatkan, sumber, dan metode analisis data. Berikut matriks metode pengolahan data:
19
Tabel 2 Matriks metode pengolahan data No
Tujuan Penelitian
Indikator
Data yang di- Sumber peroleh Data
Cara Memperoleh Data Wawan cara mendalam
Metode Analisis
1
Menganalisas kelembagaan pengelolaan Situ Pengasinan
Proses
Proses terbentuknya kelembagaan
Kualitas Kelembagaan
Presepsi Data Kelengkapan primer dan kejelasan aturan kelembagaan
kuesioner kepada anggota Pokja
Persepsi aggota Pokja
Kinerja kelembagaan
Presepsi Data Pelaksanaan primer aturan dan dampak yang terjadi
kuesioner kepada wisatawan, pelaku usaha, anggota Pokja Kuesioner kepada instansi terkait Kuesioner kepada wisatawan, pelaku usaha dan tenaga kerja
Data primer
2
Pengaruh dan Pengaruh dan Manfaat bagi Data kepentingan kepentingan masyarakat primer aktor setempat
3
Multiplier effect
Peningkatan pendapatan
Manfaat Data ekonomi yang primer dirasakan masyarakat
Analisis deskriptif
Analisis stakeholder
Metode Multiplier Effect
4.4.1 Analisis Kelembagaan Situ Pengasinan Analisis dan identifikasi karakteristik kelembagaan dan aturan anggota Pokja dilakukan secara deskriptif kualitatif terhadap pengurus Pokja. Analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status yang biasanya digunakan untuk kelompok manusia, objek, kondisi sistem pemikiran, maupun peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta antar fenomena yang diselidiki. Analisis kelembagaan Pokja diawali dengan menganalisis proses terbentuknya kelembagaan Pokja. Prinsipnya, proses pembuatan hukum kelembagaan Pokja memiliki empat tahap besar yakni, tahap inisiasi, tahap socio-politis, tahap juridis, dan tahap penyebarluasan atau desiminasi. Secara sederhana, proses pembentukan kelembagaan Pokja Situ Pengasinan dianalisis sesuai fakta yang terjadi di lapangan dengan paramater
20
pertama, pihak mana yang menginisiasi terbentuknya Pokja. Inisisasi ini menandakan lahirnya suatu gagasan dalam masyarakat. Kedua, menganalisis bagaimana proses pembentukan kelembagaan. Biasanya pada proses pembentukan ini akan terlihat diskusi, kritisi, tukar pendapat antar berbagai golongan kekuatan dan selanjutnya diskusi ini dijabarkan atau dirumuskan lebih lanjut secara lebih teknis. Ketiga, bagaimana sosialisasi atau penyebarluasan aturan yang telah dibuat oleh Pokja kepada masyarakat (Rodyah 2012). Selain proses terbentuknya kelembagaan, pengelolaan kelembagaan dianalisis berdasarkan kualitas kelembagaan. Kualitas kelembagaan dapat dilihat dari substansi aturan dan perangkat-perangkat yang ada memenuhi kriteria kelengkapan dan kejelasan. Aturan main dalam sebuah kelembagaan menjadi penting dan berfungsi untuk memberikan arahan kepada anggota atau masyarakat dalam pemanfaatan Situ Pengasinan. Aturan main kelembagaan dikatakan lengkap dan jelas jika tugas pokok fungsi dan pembagian peran masing masing anggota jelas, sanksi yang diberlakukan jelas, dan keberadaan pihak yang mengawasi pun harus jelas atau transparan. Sistem manajemen yang diberlakukan mampu mewakili seluruh keinginan yang ada pada masyarakat dan
pembagian tugas pokok fungsi masing masing harus jelas dan
bertujuan memberikan perubahan yang lebih baik. Setelah menganalisis proses dan kualitas kelembagaan Pokja, hal terakhir yang perlu dilakukan adalah menganilisis kinerja kelembagaan untuk menilai apakah kelembagaan Pokja dapat dikatakan baik atau tidak, guna mencapai output yang diharapkan. Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna (Peterson dalam Syahyuti 2004). Kinerja dapat dianalisis berdasarkan pelaksanaan di lapangan apakah sesuai dengan substansi aturan yang berlaku, seperti bagaimana mekanisme pelaksanaan di lapangan, hak kepemilikan, sanksi yang berlaku, monitoring dan kontrol, kepatuhan terhadap peraturan yang telah dibuat, dan dampak yang diberikan baik dari segi ekonomi dan ekologi. Adanya kelembagaan, dari segi ekonomi memberi dampak terbukanya peluang tenaga kerja baru, jumlah investasi, serta kenaikan pendapatan dan dari segi ekologi, meliputi kualitas lingkungan berupa kuantitas sampah, kualitas air,
21
jumlah tegakan, tingkat sedimentasi, cadangan air, dan sebagainya. Berikut penjelasannya melalui matriks analisis kelembagaan: Tabel 3 Matriks analisis kelembagaan Tujuan Proses terbentuknya kelembagaan
Indikator - Inisiasi
- Pembentukan - Sosialisasi Kualitas Kelembagaan
- Kelengkapan aturan
- Kejelasan aturan
Kinerja Kelembagaan
- Pelaksanaan
- Dampak ekonomi - Dampak ekologi
Variabel - Kelembagaan dibuat berdasarkan inisiasi kebutuhan masyarakat - Proses pembentukan mewakili keinginan setiap anggota - Sosialisasi aturan ke masyarakat - Substansi aturan yang dibuat jelas - Terdapat pembagian tugas dan wewenang - Kelengkapan susunan pengurus - Perangkat aturan dibuat lengkap - Anggota kelembagaan menjalankan tugas dan fungsi dengan baik - Kejelasan aturan melalui lisan, tertulis, keduanya. - Mekanisme pelaksanaan aturan - Hak kepemilikan - Sanksi yang berlaku - Monitoring dan kontrol - Penyerapan tenaga kerja - Volume investasi - Pendapatan masyarakat - Perbaikan kualitas lingkungan - Kuantitas sampah - Kualitas air - Jumlah tegakan - Kuantitas sedimentasi
Analisis Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
4.4.2 Analisis Stakeholders Situ Pengasinan Keberhasilan pengelolaan Situ Pengasinan
tidak terlepas dari peranan
stakeholders yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisis stakeholders ini dilakukan guna mengetahui siapa saja yang berperan di dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Analisis ini dilihat dari segi peran, fungsi, keterlibatannya, dan pengaruh terkait pemanfaatan Situ Pengasinan Depok. Guna melihat peran aktor, maka penulis menggunakan pendekatan analisis stakeholders dari Bappeda, BPN, BMSDA, Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Kebersihan dan
22
Pertamanan, BLH, Dinas Tataruang, Dinas Pariwisata, Pokja, Masyarakat, Pelaku usaha dan kelurahan. Analisis stakeholders mengacu pada seperangkat alat untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan stakeholders atas atributnya, hubungan timbal balik dan kepentingannya yang berkaitan dengan isu atau sumber daya yang ada (Suhana 2008). Berikut ini merupakan tahapan analisis stakeholder dalam penelitian: 1. Membuat tabel stakeholders, yang berisi informasi mengenai: a. Daftar stakeholders b. Kepentingan stakeholders, yaitu motif dan perhatiannya terhadap kebijakan. Untuk melihat tingkat kepentingan aktor digunakan skala likert, yaitu antara 1 sampai 5, di mana; 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = cukup tinggi; 2 = kurang tinggi; dan 1 = rendah. Indikator tinggi dilihat dari seberapa penting pengelolaan kawasan wisata terhadap masing-masing stakeholders. c. Sikap stakeholders terhadap kebijakan atau program. Sikap mengacu pada reaksi utama dari berbagai stakeholders dalam memutuskan pandangan terhadap kebijakan. 2. Membuat penilaian awal tentang tingkat kekuatan dan pengaruh dari masingmasing stakeholders. Kekuatan stakeholders mengacu pada kuantitas sumber daya yang dimiliki stakeholders, yaitu sumber daya manusia (SDM), finansial, dan politik. Pengaruh dari masing-masing stakeholders mengacu pada tingkat pengaruhnya dalam proses penyusunan kebijakan. Untuk penilaian tingkat pengaruh juga menggunakan skala likert, yaitu antara 1 sampai 5, di mana; 5 = sangat kuat; 4 = kuat; 3 = cukup kuat; 2 = lemah; dan 1 = sangat lemah. 3. Menentukan tingkat pengaruh total, yaitu jumlah dari tingkat kekuatan (SDM, finansial, dan politik) dari masing-masing stakeholders. 4. Menentukan nilai total pengaruh untuk setiap stakeholders. 5. Dari informasi pada Tabel 5, maka selanjutnya disusunlah diagram seperti Gambar 2. untuk menggambarkan tingkat kepentingan dan pengaruh masingmasing stakeholders dan posisi stakeholders apakah masuk kategori subjek, pemain, penonton, atau aktor.
23
Tinggi A
B Aktor
Pengaruh
Pemain
C
D Penonton
Subjek
Rendah
Tinggi Kepentingan
Gambar 3 Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders dalam Pengelolaan Situ Pengasinan Analisis
stakeholders
dilakukan
untuk
mengidentifikasi
pengaruh
dan
kepentingan stakeholders dalam pengelolaan Situ Pengasinan. Stakeholders dalam penelitian ini akan dibagi berdasarkan pengaruh dan kepentingan, serta perannya secara langsung atau tidak dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Tabel 4 Matriks analisis stakeholders Tujuan Penelitian
Indikator
Menganalisis - Identifikasi aktor: tingkat pengaruh aktor-aktor yang dan kepentingan terlibat dalam pengelola, pelaku pengelolaan Situ usaha, badan Pengasinan. instansi pemerintah dan - Analisis masyarakat dalam kepentingan: nilai pengelolaan kepentingan aktor obyek wisata dalam pengelolaan alam Situ Situ Pengasinan. Pengasinan. - Analisis pengaruh: pengaruh aktor / stakeholder dalam pengelolaan Situ Pengasinan.
Jenis Data
Cara Mengumpulkan Data - Data primer - Kuesioner dan dan pendekatan sekunder dokumen
Metode Analisis
- Data primer - Kuesioner dan dan pendekatan sekunder dokumen.
Analisis stakeholder.
- Data primer - Kuesioner dan dan pendekatan sekunder dokumen.
Metode analisis data yang digunakan adalah
24
4.4.3 Multiplier Effect Multiplier effect menunjukan efek berganda yang dirasakan oleh pelaku kegiatan wisata akibat keberadaan wisata alam di Situ Pengasinan. Untuk melihat multiplier effect, maka pelaku kegiatan wisata dibagi ke dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama merupakan unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Informasi penting terkait dengan dampak ekonomi adalah (1) proporsi perputaran uang yang berasal dari pengeluaran pengunjung ke unit usaha tersebut, (2) proporsi antara kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh unit usaha tersebut, (3) proporsi dari perputaran arus uang terhadap tenaga kerja lokal, supplier, investor, pajak, (4) tipe dan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan, dan (5) rencana investasi ke depan. Informasi tersebut akan menunjukan dampak langsung (direct impact) dari pengeluaran pengunjung terhadap masyarakat lokal, estimasi biaya sumber daya yang diperlukan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh pengunjung, serta estimasi mengenai rencana investasi ke depan. Kelompok kedua adalah tenaga kerja lokal pada unit usaha lokal penyedia barang dan jasa untuk kegiatan wisata. Informasi penting terkait dengan danpak ekonomi adalah (1) jumlah tenaga kerja yang terdapat pada lokasi wisata, (2) jumlah jam kerja dan tingkat upah, (3) proporsi dari pengeluaran sehari-hari pekerja yang dilakukan di dalam dan di luar wilayah, serta (4) kondisi pekerjaan sebelum bekerja di unit usaha saat ini. Data tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dampak tidak langsung (indirect impact) dan dampak lanjutan (induced impact) dari pengeluaran pengunjung. Kelompok terakhir adalah masyarakat lokal, di mana informasi penting terkait dengan dampak ekonomi adalah informasi mengenai manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari kegiatan wisata tersebut, kebanggan di tingkat masyarakat lokal, dan sejauh mana mereka menilai sumber daya yang tersedia. Berikut matriks Multiplier Effect: Tabel 5 Matriks multiplier effect Tujuan Penelitian
Indikator
Jenis Data
Sumber Data
Menghitung Multiplier Effect yang didapat dari pengunjung
Dampak pendapatan masyarakat sekitar
Data kuantitatif
Kuesioner
Metode Analisis Keynesian income multiplier
Konsep multiplier effect dapat dilihat dari jenis dampak secara langsung, tidak langsung dan dampak lanjutan yang mempengaruhi akibat dari tambahan pengeluaran
25
pengunjung ke dalam ekonomi lokal atau ekonomi nasional. Di bawah ini merupakan formula untuk menghitung nilai pengganda dari pengeluaran wisatawan (Marine Ecotourism for Atlantic Area 2001) : 1.
Keynesian Local Income Multiplier , yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran pengunjung berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.
2.
Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak terhadap perekonomian lokal. Penggandaan ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Secara matematis dirumuskan : 1. Keynesian Income Multiplier 𝐷+𝑁+𝑈 𝐸
2. Ratio Income Multiplier Tipe I 𝐷+𝑁 𝐷
3. Ratio Income Multiplier Tipe II 𝐷+𝑁+𝑈 𝐷
Keterangan: E : Pengeluaran wisata (rupiah) D : Pendapatan lokal yang diperoleh unit usaha dari E (rupiah) N : Pendapatan tenaga kerja yang diperoleh dari gaji (rupiah) U : Pengeluaran tenaga kerja di lokasi wisata (rupiah).
26
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Kota Depok Kota Depok terletak di sebelah selatan Kota Jakarta. Pada awalnya, Depok merupakan bagian dari Kabupaten Bogor. Akan tetapi, pada tahun 1999 terjadi pemisahan Depok dari Kabupaten Bogor, hingga akhirnya menjadi Kotamadya Depok. Kotamadya Depok meliputi tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Limo, Sawangan, Beji, Pancoran Mas, Sukmajaya, Cimanggis, dan Bojongsari. Batas batas Kota Depok terdiri dari: Sebelah Utara
: Provinsi DKI Jakarta dan Tanggerang
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bogor
Sebelah Timur
: Bekasi dan Kabupaten Bogor
Sebelah Barat
: Kabupaten Bogor
Secara geografis, kota Depok terletak pada koordinat antara 6˚19ʹ00ʺ6˚28ʹ00ʺ Lintang Selatan dan 106˚43ʹ00ʺ - 106˚55ʹ30ʺ Bujur Timur. Depok merupakan perbatasan antara Jakarta dan Kabupaten Bogor. Kota Depok memiliki intensitas curah hujan yang cukup tinggi dibandingkan dengan DKI Jakarta. Selain itu, letak geografis kota Depok mempengaruhi kondisi alam. Secara alami, kota depok merupakan daerah yang memiliki kemampuan sebagai daerah tampungan air. Luas kota Depok sekitar 200.92 km² dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Pancoran Mas. Kota Depok mengalami perkembangan fisik yang pesat, baik dari kondisi jalan, gedung bertingkat, serta fasilitas umum lainnya. Depok dianggap sebagai kota yang cukup strategis dengan kualitas lingkungan yang cukup baik. Hal ini menjadi faktor penyebab tingginya pertumbuhan penduduk di kota Depok. 5.2 Kondisi Situ Berdasarkan data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) kota Depok pada tahun 2009, dijelaskan bahwa kota Depok memiliki 26 situ dengan total luasan 147.2 Ha. Situ ini berperan sebagai kawasan resapan air, baik bagi kota
27
Depok maupun DKI Jakarta sebagai daerah perbatasan Depok. Berdasarkan hasil pemantauan, sebagian besar situ berada dalam kondisi kritis, seperti mengalami pedangkalan, penyusutan volume air, berbau, dan ditumbuhi gulma. Namun demikian, masih terdapat enam situ yang tergolong baik dengan total luasan kurang lebih 36.45 Ha. Empat situ lainnya dengan total luasan 26 Ha tergolong kurang baik, empat situ lainnya dengan total luasan 33.30 Ha kondisinya rusak, lima situ dengan total 23.54 Ha tidak berfungsi. Dari 20 situ, 19 situ memiliki Kelompok Kerja (Pokja). Tabel 6 Inventarisasi Kondisi Situ di Kota Depok Kecamatan/ Kelurahan I. Cimanggis 1. Harjamukti
Nama Situ
Gede Buperta
Luas (ha) 1 7.2
2. Mekarsari
Tipar
11.32
3. Tugu
Pedongkelan
4. Cisalak Pasar
Gadog
1.3
5. Curug
Rawa Kalong
8.25
6. Tapos
Patinggi
5.5
7. Jati jajar
Jatijajar
6.5
8. Cilangkap
Cilangkap
6
Asih Pulo
2
6.25
Kedalam Keterangan/Kondisi (m) Permasalahan Akan dikembangkan Pondok - Pesantren Kondisi situ terawat, perlu 2 - 4 pengerukan, retaining wall & saluran gendong. Pencemaran limbah domestik & 2 - 3 industri, banyak sampah & gulma air, pendangkalan situ Sebagian untuk karamba, pencemaran sampah & limbah 2-5 domestik, RPH, pendangkalan situ dan gulma air Sebagian situ untuk karamba, 1 - 5 pencemaran oleh limbah industri & domestik, banyak gulma air sebagian untuk karamba & saung apung, pencemaran 1-3 limbah domestik, banyak sampah dan gulma air Eksploitasi penangkapan ikan 1 oleh masyarakat sekitar, pendangkalan Sebagian untuk karamba, pencemaran sampah & limbah 1-4 domestik, RPH, pendangkalan situ dan gulma air Sebagian lahan situ untuk karamba, pencemaran limbah 1-2 domestik, pendangkalan situ & banyak sampah
II. Pancoranmas Rangkapan Jaya
2-3
Perlu retainingwall, perbaikan inlet/outlet & pengerukan
28
Tabel 6 (lanjutan) Kecamatan/ Kelurahan
Nama Situ
Luas (ha)
Kedalam Keterangan/Kondisi (m) Permasalahan Pencemaran limbah domestik, air hitam, banyak sampah & gulma air. Perlu pengembangan 1–2 untuk wisata & pembebasan tahan sempadan ± 50 m
1. Depok
Rawa Besar
17
2. Pancoranmas
Pancoranmas
0.6
1–4
Pencemaran limbah domestik, pendangkalan , masih dapat dijumpai mata air.
III. Sawangan 1. Sawangan
Sawangan
28.25
3–4
2. Pengasinan
Pengasinan
6
1–4
1. Beji
Pladen
1.5
2. Pondok Cina
Kenangan
2
Puspa Mahoni Aghatis
2 4 4
Ditumbuhi eceng gondok & gulma air Sudah direhabilitasi, terawat, air bersih, sarana rekreasi, sempadan dimanfaatkan untuk usaha tanaman hias
IV. Beji 0,3 – 1
1–4 2–4 3–4 4–4
Tercemar, air hitam, tidak pernah kering, limbah domestik berserakan di bantaran situ Di Kampus UI, situ tidak terawat, kontribusi limbah domestik dari Pasar Kemiri,
V. Sukmajaya 1. Kalibaru
Cilodong
2. Sukamaju
9.5
1–3
Pencemaran limbah domestik, pendangkalan, gulma air (teratai), akan dibangun perumahan di sekitar sempadan
1.25
1–2
Pencemaran limbah & sampah domestik, dan gulma air
3
3. Sukamaju TVRI
Studio Alam
7.5
4. Bhakti Jaya
Pangarengan
2
Krukut
-
VI. Limo 1. Cinere
Sumber : SLHD Kota Depok 2009
-
Pencemaran limbah domestik, pendangkalan & gulma air Sebagian situ untuk karamba, pendangkalan, alih fungsi lahan oleh masyarakat & gulma air
29
Tabel 6 menunjukan kondisi situ di Depok pada tahun 2009. Dari tabel tersebut terlihat kondisi situ mengalami degradasi yang sebagain besar diakibatkan oleh aktivitas manusia. Hal ini dapat dilihat dari keterangan yang umumnya menggambarkan kondisi situ dipenuhi oleh sampah plastik dan sampah rumah tangga lainnya. Selain sampah rumah tangga, beberapa situ mengalami pencemaran akibat buangan limbah pabrik yang berada dekat dengan situ, seperti Situ Pladen di Beji dan Rawa Besar di Pancoranmas. 5.3 Kondisi Situ Pengasinan Sebelum tahun 2003, kondisi Situ Pengasinan hampir bernasib sama dengan situ lainnya. Situ Pengasinan merupakan situ alam, namun pada tahun 2003 dilakukan pengerukan agar situ dapat kembali ke fungsi awalnya. Berdasarkan keterangan warga, sebelum pengerukan, ada wacana untuk pengalihan area situ menjadi area pemukiman. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan terjadi musim kemarau yang membuat masyarakat Depok ataupun masyarakat Jakarta mengalami kekurangan cadangan air. Akibatnya pemerintah kota Depok melakukan penyusuran ke berbagai tempat yang akan dijadikan wadah tampungan air guna mengurangi banjir pada musim hujan dan kekurangan cadangan air di musim kemarau, salah satunya melalui pengerukan kembali situ alami, seperti Situ Pengasinan. Program pencarian tampungan air
mendapat respon baik,
melalui Dinas Bina Marga dan Sumber daya Air dan pihak Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). BBWSCC sebagai penanggungjawab pusat untuk pengairan baik inlet atau outlet yang bermuara di Sungai Ciliwung dan Cisadane melakukan pengerukan untuk menormalkan fungsi ssitu. Dinas Pariwisata pada tahun yang sama juga memiliki pilot project untuk mengembangkan Situ Pengasinan sebagai
delapan situ binaan dari Dinas
Pariwisata dengan pilot project sebelumnya adalah Situ Citayam. Bersama dengan Dinas Bina Marga dan Sumber daya Air (BMSDA), Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata segera mengembangkan daerah Pengasinan secara perlahan agar keberadaan Situ Pengasinan tetap lestari. Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata bagian pariwisata
memiliki
pengaruh dalam pengembangan Situ Pengasinan melalui atraksi wisata permainan
30
air seperti sepeda air, perahu, dan pemancingan. Suasana yang asri pada Situ Pengasinan menjadikannya sebagai salah satu alternatif wisata alam di kota Depok. Selain memiliki suasana alam yang asri, kekhasan dari Situ Pengasinan ini adalah adanya sempadan yang terbilang masih sesuai dengan Undang undang nomor 7 tahun 2007 tentang sumber daya air mengenai jarak sempadan, yakni 50100 meter dari titik pasang tertinggi. Kualitas air Situ Pengasinan cukup baik dibanding situ lainnya yang ada di Kota Depok. Kualitas Situ dinilai dari kriteria morfologi berada pada kondisi parameter rendah, kualitas air tingi dan jumlah gulma air rendah. Tabel 7. Kualitas air Situ Pengasinan Kriteria Indikator Parameter Morfolog Penyusutan luas i situ 10 tahun terakhir Kedalaman situ pada musim penghujan Penurunan muka air situ pada musim kemarau Sempadan situ
Kualitas air
Baku mutu air
Gulma air
Persentase penutupan
Total nilai Nilai akhir
Bobot
Kondisi Parameter
Nilai
Tinggi (>25%) Sedang (5-35%) Rendah (<5%)
1 2 3
20
o o o
10
o Dangkal (<2m) o Sedang (2-5m) o Rendah (>5m) o Tinggi (>50%) o Sedang (25-50%) o Rendah (<25%) o Tidak ada o Ada, sempit o Ada, lebar (±100m) o Sesuai Kelas IV o Sesuai Kelas III o Sesuai Kelas I/II o >50% o 25-50% o <25%
10
10
30
20
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Total Nilai (bobotxNilai) 3 Sumber:Ketu a Pokja Bpk. Jojon 3
3
3
1
3 16:6 2.7
Sumber : BLH Kota Depok 2011
Pengembangan wisata Situ Pengasinan dapat dikatakan kurang pesat karena berbagai penyebab. Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata, hambatan pengembangan wisata terletak pada bidang jasa transportasi. Selain itu, wacana pengembangan Situ sebagai wisata one direction, yaitu menjadikan Situ Pengasinan sebagai kawasan wisata dengan fasilitas bangunan di kawasan yang
31
lengkap terhambat karena rencana pengembangan yang ditawarkan tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat Pengasinan. Masyarakat lebih menyukai Situ Pengasinan sebagai kampung budaya Pengasinan. Jika ditelaah lebih dalam, pengelolaan yang dilakukan oleh Pokja sendiri sebenarnya lebih mengarah pada upaya konservasi dan memberi warna tersendiri dalam pengembangan wisata air Situ Pengasinan, sehingga Situ Pengasinan dapat dikatakan ekowisata dengan pengembangan yang ada tetap mempertahankan kondisi alam dan kearifan lokal masyarakat asli. 5.4 Gambaran Umum Wisatawan Karakteristik wisatawan terbagi menjadi delapan karakter, yakni persentase jenis kelamin pengunjung, daerah asal pengunjung, tujuan kunjungan, aktivitas kegiatan, sebaran usia wisatawan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jumlah pendapatan. Pada umumnya tidak ada trend atau pola yang tergambar dari karakteristik pengunjung kecuali hanya sebagian saja, seperti daerah asal pengunjung dan aktivitas kegiatan yang dipilih oleh pengunjung. Tabel 8 Gambaran umum wisatawan No. 1.
2.
3.
4.
5.
Kategori
Wisatawan Jumlah (orang) Persentase (%)
Jenis Kelamin: Laki-laki
64
64
Perempuan Asal Wisatawan : Depok Luar Depok Tujuan Kunjungan : Tujuan utama Persinggahan Kegiatan wisata : Memancing Rekreasi keluarga Menikmati pemandangan Tingkat Usia :
36
36
93 7
93 7
73 27
73 27
40 35 25
40 35 25
15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun
13 10 16
13 10 16
32
Tabel 8 Gambaran umum wisatawan (lanjutan) No.
6.
7.
8.
Kategori 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 tahun 50-55 tahun Tingkat Pendidikan Formal : SMP SMA D3 S1 S2 Jenis Pekerjaan : Karyawan swasta Wiraswasta PNS Buruh IRT Pelajar Tingkat Pendapatan (rupiah): <500 ribu 500 ribu-1 juta 1-2 juta 2-3 juta 3-5 juta >5juta
Wisatawan Jumlah (orang) Persentase (%) 31 31 10 10 10 10 5 5 5 5 6 62 7 23 2
6 62 7 23 2
33 9 4 31 17 6
33 9 4 31 17 6
22 9 33 20 9 7
22 9 33 20 9 7
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Tabel 8 menunjukan 36% wisatawan berjenis kelamin perempuan dan 64% wisatawan adalah laki-laki. Wisatawan laki-laki biasanya memilih kegiatan memancing pada hari kerja atau libur, sedangkan wisatawan perempuan umumnya berwisata pada hari libur. Wisatawan Situ Pengasinan Depok didominasi oleh wisatawan berasal dari dalam Depok sebanyak 93% wisatawan dan 7% lainnya berasal dari luar Kota Depok. Hal ini disebabkan letak Situ Pengasinan yang tidak dilalui oleh angkutan umun dan masih kurangnya pengembangan atraksi wisata yang ditawarkan oleh Situ Pengasinan, sehingga kurang memberikan daya tarik yang lebih karena hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik atau dalam kota saja. Daerah asal wisatawan juga mempengaruhi rendahnya kebocoran pada
33
pengeluaran wisatawan karena biaya transportasi yang dikeluarkan di luar lokasi wisata tidak besar. Tidak semua wisatawan yang berkunjung ke Situ Pengasinan memiliki tujuan utama untuk berwisata, sebanyak 73% wisatawan menjadikan Situ Pengasinan sebagai tujuan utama melakukan wisata, sedangkan 27% lainnya hanya sebagai pesinggahan, dan umumnya tujuan utama yang dilakukan adalah mengunjungi rumah keluarga atau kerabat yang tinggal dekat situ. Sampel yang menjadikan wisata di situ menjadi tujuan utama sebagian besar didominasi oleh wisatawan yang melakukan kegiatan memancing. Sebanyak 40% mengatakan tujuan mereka datang ke Situ Pengasinan untuk memancing, 35% melakukan rekreasi keluarga, sedangkan 25% lainnya hanya menikmati pemandangan saja. Pada hari libur, aktivistas kegiatan wisata didominasi oleh rekreasi keluarga, sedangkan pada hari kerja didominasi oleh kegiatan wisata memancing. Kegiatan wisata menikmati pemandangan, didominasi oleh pasangan muda mudi yang menghabiskan waktunya berjalan-jalan di sekitar area situ pada sore hari. Berdasarkan Sunyoto (2011), rentang usia responden terbagi ke dalam 6 kelas yaitu 15-19 tahun, 20-24 tahun, 25-39 tahun, 40-44 tahun, 45-49 tahun, dan 50- 55 tahun. Sebaran usia wisatawan paling banyak berada pada selang 30-34 tahun sebanyak 31% , sedangkan paling sedikit pada selang usia 50-55 tahun, dan 45-49 tahun sebanyak 5%. Sebagian besar pendidikan terakhir wisatawan mencapai jenjang SMA sebesar 62% dan hanya 2% yang merupakan lulusan S2. Hal ini menunjukan responden memiliki pendidikan tinggi. Semakin tinggi pendidikan, semakin banyak ilmu yang diketahui, sehingga harapannya pengunjung semakin peduli terhadap lingkungan yang ada. Di luar responden lulusan SMA dan S2, terdapat 6% responden lulusan SMP. Jenis pekerjaan responden cukup bervariasi, diantaranya adalah pelajar, karyawan swasta, PNS, wiraswasta, ibu rumah tangga (IRT), dan buruh. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 33% wisatawan memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta dan 31% lainnya memiliki pekerjaan seperti buruh. Secara tidak langsung, jenis pekerjaan dan jumlah pendapatan mempengaruhi
34
jenis kegiatan yang mereka pilih di Situ Pengasinan. Ada kecenderungan sebagian besar buruh memilih aktivitas memancing atau menikmati pemandangan saja. Berdasarkan keterangan dari responden, jumlah pendapatan responden per bulan berkisar 1 000 000- 3 000 000 rupiah dan kurang dari 5 000 000 rupiah. Melihat pendapatan responden tersebut, maka berwisata ke Situ Pengasinan menjadi tujuan wisata yang terjangkau. Jumlah pendapatan menjadi salah satu faktor
yang
mempengaruhi
dampak
ekonomi
masyarakat
lokal.
Ada
kecenderungan jika pendapatan wisatawan besar, maka biaya yang dikeluarkan di area wisata juga besar, begitupun sebaliknya.
35
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kelembagaan Kelembagaan Pokja Situ Pengasinan merupakan organisasi pengelolaan Situ Pengasinan yang memiliki struktur dan aturan main. Berdasarkan keterangan dari Pemerintah Depok, Pokja Situ Pengasinan merupakan Pokja yang aktif dan terbaik dalam pengelolaan dan manajemen sumber daya situ di Depok. Sesuai dengan parameter analisis kelembagaan yang telah dibuat sebelumnya, maka analisis kelembaga Pokja Situ Pengasinan dilihat mulai dari proses pembentukan kelembagaan, substansi aturan dan kinerja kelembagaan Pokja. 6.1.1 Proses Pembentukan Kelembagaan Pembentukan Pokja Situ Pengasinan
diinisiasi oleh pemerintah dengan
keluarnya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No.14/1998 tentang pembinaan pengelolaan situ di Jabodetabek dan diteruskan oleh
keputusaan
Walikota Kepala Daerah Tingkat II Depok Nomor 821.29/71/Kpts/Huk/1999 tentang pembentukan kelompok kerja pengendalian, pengamanan, dan pelestarian Situ. Pokja Situ memiliki dua tugas utama: Pertama, menyelenggarakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pengelolaan Situ di Depok. Kedua, menyelenggarakan rehabilitasi, konservasi, penertiban, pengamanan, pemeliharaan, dan pemberdayaan situ secara tepat, berdaya guna, dan berhasil guna. Jika dianalisis, keputusaan yang dikeluarkan oleh Walikota bersifat topdown. Awalnya, kelembagaan Pokja ini berdiri tahun 2004, setahun setelah dilakukannya pengerukan yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) dan Lembaga Pemerhati Lingkungan Hidup (Lempalhi) sebagai LSM yang menangani isu lingkungan. Lempalhi merasa bahwa situ yang sudah rusak harus ada pengelolaan yang jelas agar ekosistemnya terjaga secara berkelanjutan. Lempalhi bersama dengan pihak kelurahan menginisiasi proses berjalannya Pokja dengan melakukan pendampingan hingga tahun 2008. Di waktu yang bersamaan, Dinas Pariwisata masuk dan memberikan pencerahan pada masyarakat dengan mengembangkan Situ Pengasinan sebagai objek pariwisata dan memberikan bantuan berupa permainan air, sepeda air
36
sebanyak 6 unit yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola Situ Pengasinan. Hal ini disambut baik oleh masyarakat karena mereka merasa terbantu dengan adanya wadah Pokja sebagai pengelola. Masyarakat Pengasinan memiliki minat yang tinggi terhadap organisasi, sehingga dapat menjadikan Pokja sebagai sarana mengorganisir pengelolaan sumber daya manusia sekaligus sumber daya alamnya. Setelah adanya pendampingan dari Lempalhi dan Dinas Pariwisata, Pokja melakukan sosialisasi terhadap peran dan fungsi Pokja kepada masyarakat dalam bentuk undangan. Pokja merupakan lembaga pengelolaan Sumberdaya alam berbasis masyarakat. Dalam pengelolaan Situ tersebut, Pokja mengumpulkan dana melalui penawaran investasi kepada masyarakat sekitar dengan pola bagi hasil. Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat
dan
penggiat
lingkungan hidup, diketahui bahwa antara tahun 2005 hingga 2006 terdapat Komunitas Depok Hijau yang mengakomodir dan menginisiasi Forum Pokja seKota Depok. Untuk skala makro, forum ini kurang berhasil, namun untuk di Situ Pengasinan sendiri, Komunitas Depok Hijau cukup memberi pondasi yang kuat dalam pelaksanaan pembangunan Pokja ke depannya. Komunitas bersama berfungsi sebagai kontrol agar pengelolaan situ-situ yang ada di Depok khususnya Situ Pengasinan menjadi lebih baik. 6.1.2 Substansi Aturan Kelembagaan POKJA Kelembagaan Pokja meliputi dua hal, yaitu struktur kelembagaan dan aturan kelembagaan pokja. Aturan kelembagaan Pokja merupakan aturan main yang berlaku di Pokja tersebut. Aturan main meliputi aturan formal berupa Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART), serta undang-undang yang berasal dari keputusan menteri, peraturan daerah, dinas pertanian, dan berbagai instansi yang terlibat dalam pengelolaan Situ Pengasinan. Sedangkan aturan informal berupa kesepakatan bersama yang disetujui oleh pengurus Pokja, namun tidak dipaparkan dalam bentuk tulisan seperti jadwal rapat bulanan, laporan keuangan bulanan Pokja, upah tenaga kerja, pembagian uang kerohiman atau Tunjangan Hari Raya (THR). Beberapa aturan terkait penggelolaan Situ Pengasinan, yaitu :
37
Tabel 9 Aturan Formal Pengelolaan Situ No 1
2
3
4 5
Peraturan Inmendagri No.14/1998 tentang pembinaan Pengelolaan Situ di Jabodetabek Kepmendagri No. 179/1996 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Permen LH No. 28/ 2009 tentang Daya tampung beban pencemaran air danau/ waduk Perda Depok No. 18/ 2003 tentang garis sempadan Perda Depok No.14/2001
Hal yang Diatur Menginstruksikan kepada Gubernur, Bupati/Walikotamadya untuk melakukan upaya dalam pelestarian situ, peningkatan pemanfaatan situ Kedudukan tugas dan pokok fungsi dari Dinas Pekerjaan Umum atau Bina Marga dan Sumberdaya Air
Daya tampung pencemaran air, Status mutu dan tingkat kondisi mutu air, status kualitas berdasarkan unsur hara dan kandungan biomassa fitoplankton Garis sempadan situ lima puluh meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat Ketertiban pembangunan dan ketertiban lingkungan
Sumber : Data sekunder 2013 (diolah)
Pokja tidak memiliki aturan formal atau tertulis yang mengatur sistem pengelolaan situ. Untuk aturan tertulis seperti batas situ atau daerah sempadan dan teknis pelaksanaan di lapangan, peraturan dibuat langsung dari Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air dan Pemerintah Daerah bagian Hukum. Aturan yang dibuat oleh Dinas pemerintah lebih ke arah regulasi kepada masyarakat luas dalam memanfaatkan situ. Sedangkan untuk aturan main, internal Pokja cukup dengan aturan informal. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus Pokja, maka didapat beberapa aturan informal Pokja Situ Pengasinan Depok, yakni: Tabel 10 Aturan informal Pokja Situ Pengasinan No Peraturan 1 Rapat Bulanan Pokja
4
Hal yang Diatur Rapat mengenai hasil pembagian investasi dari pemegang saham guna pengembangan pariwisata di Situ Pengasinan dan evaluasi kinerja Pokja. Laporan keuangan bulanan Pokja Laporan Administratif secara tertulis mengenai Keuangan mengenai keuangan Persentase pembagian upah Persentase pembagian upah tenaga kerja tenaga kerja Pemanfaatan Pemanfaatan dari Situ Pengasinan
5
Pembagian uang Kerohiman
2 3
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Pemberian uang setiap tahun saat lebaran kepada masyarakat sekitar situ sebagai bentuk kompensasi atas kebisingan yang timbul.
38
A.
Kelengkapan dan Kejelasan Pembagian Tugas Pokja memiliki aturan main baik formal maupun informal yang jelas demi
mencapai tujuannya. Kejelasan aturan dapat dilihat dengan indikator pembagian tugas yang baik dan kelengkapan susunan pengurus. Selain itu setiap anggota harus mengetahui susunan kepengurusan, dapat menjalankan tugasnya dengan baik, memiliki kesempatan mengemukakan pendapat, dan memotivasi sesama anggota dalam melaksanakan tugas. Dapat dilihat pada tabel 11 sebaran persepsi mengenai kepemilikan struktur yang lengkap: Tabel 11 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap kelengkapan struktur pengurus di Situ Pengasinan Kelengkapan Struktur pengurus Sangat Lengkap Cukup lengkap Tidak Lengkap Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 0 0 10
100 0 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas, 100% pengurus Pokja beranggapan bahwa kelembagaan yang ada sudah lengkap. Hal ini disebabkan karena adanya struktur kepengurusan Pokja Situ Pengasinan yang lengkap beserta divisi atau seksi-seksi yang membantu memudahkan dalam pembagian tugas. Setiap seksi terdiri dari dua orang penanggung jawab yang berasal dari pengurus Pokja. Kejelasan kelembagaan dapat dilihat dari pembagian tugas, seperti yang tersaji pada tabel 12. Tabel 12 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap kejelasan pembagian tugas di Situ Pengasinan Kejelasan Pembagian Tugas Sangat Jelas Cukup Jelas Tidak Jelas Jumlah
Jumlah (orang) 3 7 0 10
Persentase (%) 30 70 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebanyak 30% pengurus Pokja beranggapan bahwa pembagian tugas dan wewenang masing masing pengurus Pokja sudah sangat jelas. Sedangkan 70% pengurus Pokja beranggapan bahwa pembagian tugas di kepengurusan cukup jelas, tetapi kurang maksimal, misalnya masih kurang efektif dalam pembagian
39
keuangan. Dalam pelaksanaannya, setiap seksi-seksi memegang dana operasional untuk kebutuhan bidangnya masing masing. Berdasarkan hasil evaluasi, hal ini dianggap tidak efektif. Pembuatan satu rekening telah lama diusulkan, namun dalam pelaksanaannya masih belum dapat dilakukan. Tabel 13 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pengetahuan anggota tentang susunan kepengurusan di Situ Pengasinan Anggota mengetahui susunan kepengurusan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
3 7 0 10
30 70 0 100
Sangat tahu Cukup tahu Tidak tahu Jumlah Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil sebaran persepsi, didapat 30% pengurus Pokja yang mengaku sangat tahu mengenai susunan kepengurusan, sedangkan 70% pengurus Pokja lainnya hanya sebatas mengetahui pengurus inti saja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, seperti ketidaktahuan pengurus secara detail, tidak berfungsinya divisi yang dibuat atau kelemahan pengurus dalam mengingat susunan kepengurus Pokja. Tabel 14 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap Anggota menjalankan tugas dengan baik di Situ Pengasinan Anggota menjalankan tugas Sangat baik Cukup baik Tidak baik Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 10 0 10
0 100 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebanyak 100% pengurus Pokja mengatakan bahwa anggota Pokja sendiri menjalankan tugas dengan cukup baik. Hal ini dikarenakan tugas dari anggota tidak terlalu berat, yang terpenting adalah masing-masing anggota memiliki kepatuhan terhadap apa yang telah menjadi kesepakatan bersama. Tabel 15 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pemberian motivasi kepada anggota di Situ Pengasinan Memberikan motivasi pada anggota Sangat memberikan motivasi Cukup memberikan motivasi Tidak memberikan motivasi Jumlah Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
5 5 0 10
50 50 0 100
40
Berdasarkan tabel 15, dapat disimpulkan bahwa motivasi yang diberikan dari ketua tidak dirasakan secara keseluruhan oleh anggota Pokja Situ Pengasinan. Motivasi yang diberikan ada kemungkinan dilatarbelakangi kedekatan personal saja. Tabel 16 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap manfaat keberadaan Pokja di Situ Pengasinan Manfaat Keberadaan Pokja Sangat bermanfaat Cukup bermanfaat Tidak bermanfaat Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10 0 0 10
100 0 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berkenaan dengan manfaat Pokja, 10% pengurus Pokja menyatakan keberadaan Pokja sangat bermanfaat, baik dari segi penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, maupun peningkatan pendapatan. Meskipun manfaat ini belum dirasakan secara keseluruhan, namun untuk pengelolaan berbasis masyarakat ini sudah dikatakan cukup berhasil. Manfaat lain terasa dengan adanya dana sosial yang diperuntukan untuk pengurus dan masyarakat bila terjadi musibah, seperti sakit dan sebagainya di wilayah RW 1 sebagai wilayah tempat Situ Pengasinan. Tabel 17 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap keterlibatan dalam musyawarah di Situ Pengasinan Keterlibatan dalam musyawarah Sangat terlibat Cukup terlibat Tidak terlibat Jumlah
Jumlah (orang) 10 0 0 10
Persentase (%) 100 0 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Terkait keterlibatan pengurus dalam musyawarah, semua responden beranggapan bahwa keterlibatan pengurus dalam musyawarah sangat baik. Indikator keterlibatan yang sangat baik dilihat dari kehadiran anggota dalam pertemuan rutin yang diadakan oleh Pokja Situ Pengasinan. Pertemuan rutin berisi evaluasi dan pemaparan pembagian hasil bulanan. Beberapa responden mengatakan, terkadang suasana musyawarah terasa panas dan tegang. Semuanya
41
menjadi wajar asalkan menemukan solusi dan kesepakatan bersama. Seringkali musyawarah yang dilakukan hingga larut, hanya untuk mencapai kata mufakat. Kelembagaan yang ada dalam Pokja merupakan kelembagaan formal yang dibentuk dengan tujuan konservasi situ berbasiskan masyarakat. Bila kita kaji melalui perspektif kelembagaan, maka interkasi yang dilakukan oleh pengurus Pokja menghasilkan keputusan dan kebijakan dalam pengembangan Pokja adalah sebuah arena aksi (action arena). Arena aksi memiliki komponen situasi aksi berupa interaksi pengurus dalam pemanfaatan dan pengembangan jasa lingkungan situ. Komponen kedua adalah aktor yang terdiri dari anggota pengurus dalam kelembagaan Pokja. Gambar 4 memperlihatkan struktur kelembagaan Poka Situ Pengasinan Depok yaitu: Pelindung Penasehat Ketua
Sekertaris I
Sekertaris II
Bendahara I Seksi Asuransi Seksi Harian Seksi Sosial Seksi Prasarana Seksi Korlap Seksi Promosi Seksi Kebersihan Seksi Pariwisata
Anggota Sumber : Pokja Situ Pengasinan Depok 2011
Gambar 4 Struktur organisasi Pokja Situ Pengasinan
Bendahara II
42
Setiap pengurus memiliki posisi dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Pokja memiliki 23 pengurus aktif dengan total 97 anggota . Setiap pengurus memiliki tugas pokok fungsi (tupoksi) terhadap kepercayaaan yang telah diberikan oleh anggota Pokja. Struktur kepengurusan Pokja terdiri dari Pelindung yang dijabat oleh Lurah Pengasinan, penasehat, Ketua Pokja dibantu oleh Wakil Ketua, Sekretaris 1 dan Sekretaris 2, serta Bendahara 1 dan Bendahara 2.Struktur lembaga Pokja Situ Pengasinan terdiri dari pelindung, yaitu Lurah Pengasinan sebagai pemimpin kelurahan, kemudian penasehat kelembagaan dan di bawahi oleh ketua I dan wakil ketua dibantu oleh sekretaris 1 dan sekretaris 2, bendahara 1 dan bendahara 2, serta sejumlah seksi. Masing-masing perangkat menjalankan tugas sesuai posisi masing masing. Adapun tugas atau fungsi dari masing masing perangkat, sebagai berikut: 1. Pelindung Pokja yang dijabat oleh Lurah Pengasinan memiliki tanggung jawab atas seluruh wilayah kelurahan Pengasinan, beserta di dalamnya termasuk Situ Pengasinan. Lurah Pengasinan berhak mengetahui setiap agenda kegiatan yang diadakan di situ Pengasinan dan bertanggung jawab atas keamanan dan dampak yang dikeluhkan warga sekitar situ. 2. Penasehat adalah seseorang yang dianggap atau dituakan dalam kelompok masyarakat di wilayah Situ Pengasinan Depok. 3. Ketua adalah seseorang yang ditunjuk berdasarkan hasil musyawarah seluruh pengurus Pokja dan bertugas memimpin serta mengayomi anggota dan pengurus Pokja. Kinerja dan keberhasilan Pokja sangat dipengaruhi oleh peran kerja dari ketua. 4. Sekretaris I adalah seseorang yang bertugas mencatat dan mendokumentasikan seluruh arsip, dokumen, dan administasi dari lembaga Pokja. 5. Sekertaris II bertugas membantu sekretaris I dalam menjalankan tugasnya. 6. Bendahara I adalah seseorang yang bertugas mengurusi segala hal yang berkaitan dengan keuangan lembaga Pokja baik uang operasional, harian, pembagian hasil saham, dan lain lain. 7. Bendahara II adalah seseorang yang bertugas membantu bendahara I dalam menjalankan tugasnya.
43
8. Seksi asuransi adalah seseorang yang mengurusi permasalahn asuransi, baik untuk anggota Pokja maupun pengunjung Situ Pengasinan Depok. Meskipun tidak menggunakan pihak ketiga sebagai jasa asuransi, namun Pokja bersedia bertanggungjawab jika terjadi kecelakaan dan sebagainya. 9. Seksi harian bertugas memantau kegiatan harian di wisata air Situ Pengasinan, baik itu pendapatan tenaga kerja per hari, petugas yang berjaga di kawasan Situ Pengasinan, tenaga kerja yang tersedia, dan sebagainya. 10. Seksi sosial adalah seseorang yang bertugas dan berinisiatif terkait masalah sosial yang ada diantara pengurus Pokja maupun masyarakat sekitar, seperti menjenguk tetangga sakit, ketika tetangga ada yang terkena musibah, dan sebagainya. 11. Seksi prasarana adalah seseorang yang bertugas merawat dan memperhatikan terutama kondisi permainan air agar keselamatan pengunjung dapat terjamin. 12. Seksi korlap adalah seseorang yang bertugas memantau setiap hari demi menjaga berjalannya fungsi dan peran masing-masing pengurus. 13. Seksi Promosi adalah seseorang yang bertugas mempromosikan Situ Pengasinan kepada masyarakat. Seksi promosi memiliki tugas hampir sama dengan hubungan masyarakat, yaitu selain mempromosikan juga menjalin kerjasama, terutama kepada instansi pemerintah untuk mengadakan acara di Situ Pengasinan agar masyarakat lebih mengetahui keindahan alam yang ditawarkan oleh Situ Pengasinan Depok. 14. Seksi kebersihan adalah seseorang yang bertugas menjaga kebersihan daerah kawan Situ Pengasinan. 15. Seksi
pariwisata
adalah
seseorang
yang
bertanggungjawab
untuk
pengembangan Situ Pengasinan menjadi objek wisata. Seksi pariwisata memiliki kemampuan untuk menambah permainan yang ada setelah mendapatkan persetujuan dari ketua I. 16. Anggota memiliki tugas menjaga kelestarian situ, selain itu umumnya bagi anggota yang tidak terlibat langsung dari kegiatan Pokja berperan dalam memberikan investasi kepada usaha bersama. Sebagai lembaga berbasis masyarakat, Pokja Situ Pengasinan juga memiliki peran ganda, yaitu pengelola usaha situ sebagai objek wisata dan sebagai lembaga
44
yang menjaga konservasi situ. Dalam pengembangannya sebagai tempat wisata, dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk menjaga dan melestarikan Situ Pengasinan sebagai kawasan konservasi. Anggaran yang diberikan pemerintah hanya sebagai stimulus agar masyarakat mau menjaga kelestarian situ, selanjutnya dalam hal pemeliharaan dan pengawasan secara intensif, lembaga Pokja membentuk usaha bersama untuk pengembangan kelestarian situ sebagai objek wisata. Masuk keluarnya anggota Pokja ditentukan oleh ketua Pokja berdasarkan hasil musyawarah anggota. Sebagai usaha bersama, anggota Pokja adalah pemegang saham dari Situ Pengasinan. Anggota dikenakan biaya investasi minimal sebesar Rp 1 000 000 yang akan digunakan untuk biaya operasional dan pengembangan kelestarian Situ Pengasinan dan pada akhir bulan dibagikan keuntungan bersama berdasarkan besarnya investasi yang dikeluarkan. Pertemuan rutin bulanan merupakan salah satu bentuk bukti monitoring lembaga Pokja terhadap pengelolaan situ. Tidak hanya monitoring, pertemuan rutin juga diadakan guna menjaga keeratan dan kekompakan pengurus Pokja. Selain itu, lembaga ini juga membuat jadwal pengurus yang berjaga di sekitar Situ Pengasinan setiap harinya. Pemanfaatan Situ pengasinan hanya sebatas pariwisata, pengairan, dan menyimpan cadangan air. Air Situ Pengasinan tidak dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari secara langsung. Hal ini dikarenakan masyarakat daerah sekitar Situ Pengasinan tidak mengalami krisis air. Cadangan air bersih masyarakat di sekitar situ tersebut masih mencukupi, sehingga mereka tidak perlu mengambil cadangan air yang berasal dari Situ Pengasinan. Di sana juga tidak ditemukan pabrik yang membuang limbahnya ke daerah Situ Pengasinan. Akan tetapi, berdasarkan hasil pengamatan, ada beberapa penjual yang membuang sisa jualannya ke dalam situ. Keadaan Situ Pengasinan dapat dikatakan bersih. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya sampah rumah tangga yang dibuang masyarakat
di area Situ
Pengasinan. Selain itu, masyarakat juga melarang adanya pembuatan kerambah jaring apung dan akan mendapat teguran keras dari pengelolaan Situ Pengasinan bagi masyarakat yang melakukannya. Meskipun hanya berupa teguran, namun cara ini terbilang cukup efektif. Namun demikian, masih terlihat adanya
45
pelanggaran berupa bangunan rumah yang mengambil lahan sempadan. Padahal berdasarkan peraturan Peraturan Daerah No.18/2003 jarak boleh dibangunnya rumah atau sejenisnya yaitu 50 m dari tepi danau. Meskipun tidak memenuhi aturan secara sempurna, Situ Pengasinan merupakan situ yang paling baik di bagian sempadan diantara situ lainnya yang ada di Depok. Hal ini dikarenakan Pokja dan masyarakat sekitar telah memahami akan diberlakukannya aturan tersebut. Meskipun dalam pemanfaatannya masih ada yang melanggar, Pokja tidak bisa bertindak secara teknis melalu sanksi yang tegas, karena Pokja merasa bahwa itu bukan wewenangnya. Pokja hanya sebatas memberikan teguran dan selebihnya yang berjalan adalah sanksi sosial saja. Peran aktif dan kepedulian masyarakat menjadi penting. Saling kontrol-mengontrol antar sesama pengurus dan masyarakat situ menjadi hal yang baik agar penyalahgunaan pemanfaatan situ tidak terjadi, misalnya yang terjadi pada tanah daerah sempadan. Awalnya tanah sempadan telah menjadi kepemilikan pribadi. Akan tetapi, karena adanya kepedulian yang tinggi, maka daerah sempadan meskipun telah menjadi milik pribadi, dalam penggunaanya tetap dijadikan daerah konservasi. Intervensi terhadap kebijakan pemerintah juga pernah dilakukan saat pembuat perumahan di sekitar situ yang melampaui area sempadan. Kesinergisan antarmasyarakat untuk saling mengisi kekosongan menjadikan sempadan Situ Pengasinan masih memiliki area yang cukup luas. Berdasarkan hasil analisis substansi aturan yang telah dihipotesiskan, maka kelembagaan Pokja Situ Pengasinan dikatakan sangat baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan sebaran persepsi kepada responden pengurus Pokja mengenai substansi dari aturan lembaga Pokja yang menjawab sebagian sangat tinggi dan sisanya menjawab tinggi. Selama ini aturan yang dibuat Pokja lebih cenderung kepada aturan main internal. 6.1.3 Kinerja Kelembagaan Setelah terciptanya aturan yang baik, dibutuhkan kinerja kelembagaan yang baik agar kelembagaan yang ada dapat bersinergis dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dari instansi pemerintah, Pokja Situ Pengasinan memiliki kinerja kelembagaan yang baik. Sistem pengelolaan dikatakan baik terlihat dari sistem pembukuan yang rapi, aktif berkomunikasi kepada instansi pemerintah terkait
46
pengelolaan situ, memiliki struktur yang jelas, serta
selalu mengalami
peningkatan fasilitas setiap tahunnya. Selain itu, kinerja kelembagaan dilihat berdasarkan persepsi pengurus terhadap pelaksanaan aturan yang dilakukan oleh Pokja Situ Pengasinan, dampak ekonomi, dan dampak ekologi melalu persepsi wisatawan yang berkunjung ke Situ Pengasinan. Dampak ekonomi dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja, terciptanya lapangan pekerjaan seperti adanya kios yang ada di sekitar tempat wisata dan penjual asongan. Selain dampak positif, pemanfaatan Situ Pengasinan menjadi daerah wisata menimbulkan dampak negatif. Kebisingan adalah salah satu dampak negatif yang dirasakan sebagai dampak negatif yang telah diperhitungkan oleh pengurus Pokja. Oleh karena itu, setiap setahun sekali, saat lebaran pihak Pokja memberikan uang kerohiman atau biaya kompensasi atas kerugian yang disebabkan kebisingan. Besaran kompensasi sebesar Rp 20 000 untuk beberapa rumah di sekitar Situ Pengasinan. Jika dilihat dari jumlah yang diberikan mungkin dikatakan tidak besar, namun dalam hal ini yang menjadi catatan besar adalah inisiatif dari lemabaga Pokja sudah memperhitungkan biaya eksternalitas tergolong baik dalam pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat. A. Pelaksanaan Pokja Situ Pengasinan Keberhasilan pelaksanaan pengelolaan situ disebabkan adanya rasa kepemilikan, komunikasi, dan keterbukaan antar pengurus. Hal ini merupakan modal dasar untuk tetap menjaga situ dengan baik. Rasa kepemilikan terhadap situ terus ditanamkan oleh pengurus kepada warga agar pengelolaan berbasis masyarakat terus berlanjut. Selain itu, kinerja kelembagaan dapat dilihat dari dampak ekologi atau dampak lingkungan dan pelaksanaan aturan yang diambil berdasarkan sebaran persepsi pengunjung dan pengurus Pokja. Tabel 18 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pertemuan rutin di Situ Pengasinan Pertemuan Pertemuan sangat rutin Pertemuan cukup rutin Tidak ada pertemuan Jumlah Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Jumlah (orang) 10 0 0 10
Persentase (%) 100 0 0 100
47
Aturan pertemuan rutin dilaksakan setiap awal bulan. Hal ini merupakan aturan yang pasti dan tidak bisa ditawar. Berdasarkan keterangan pengurus Pokja, dalam forum ini semua anggota
dapat mengemukakan pendapatnya dengan
bebas. Pertemuan rutin diadakan setiap malam minggu bertempat di salah satu rumah masyarakat. Berdasarkan wawancara dari beberapa responden, pertemuan rutin bulanan sebelumnya dibuat berbeda dengan mengadakan family gathering di Taman Wisata Matahari. Hal ini dilakukan untuk mempererat hubungan kekeluargaan antar individu sekaligus melakukan liburan bersama keluarga. Tabel 19 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap pengawasan terhadap aturan di Situ Pengasinan Pengawasan aturan Pengawasan aturan sangat baik Pengawasan aturan cukup baik Pengawasan aturan tidak baik Jumlah
Jumlah (orang) 10 0 0 10
Persentase (%) 100 0 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Persepsi pengurus Pokja terhadap pengawasan aturan 100% pengurus Pokja mengatakan sangat tinggi. Pokja sebagai usaha bersama di dalamnya terdapat permasalahan uang masyarakat yang diinvestasikan, sehingga ketika terjadi penyimpangan harus segera diluruskan dan diselesaikan dengan baik.
Untuk
menangani masalah keuangan, maka dibentuklah Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang bertugas memeriksa perputaran keuangan Pokja. Hal ini menunjukan keseriusan Pokja dalam hal pengawasan keuangan. Selain memperhatikan masalah keuangan, Pokja juga memiliki seksi keseharian yang bertugas untuk memantau agenda wisata di Situ Pengasinan setiap harinya. Tabel 20 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap laporan tahunan Menyiapkan laporan Laporan rutin disiapkan Laporan tidak rutin disiapkan Tidak ada laporan Jumlah
Jumlah (orang) 10 0 0 10
Persentase (%) 100 0 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebanyak 100% pengurus Pokja mengatakan bahwa selau ada laporan yang dibuat oleh pengurus Pokja setiap tahunnya. Laporan pertanggungjawaban dibuat oleh Pokja secara tertulis setiap tahun dan dibagikan kepada seluruh pengurus dan
48
anggota. Laporan yang dibagikan berupa laporan pertanggung jawaban keuangan Pokja dan setiap tahun pengurus Pokja berkewajiban memberikan laporan rekapitulasi perputaran keuangan Pokja. Berdasarkan keterangan dari Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, diharuskan setiap Pokja menyerahkan laporan pertanggungjawaban setiap tahun berupa laporan agenda dan pengembangan situ kepada instansi penanggung jawab terdekat (kelurahan), akan tetapi pada kenyataannya laporan pertanggungjawaban ke kelurahan tidak pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan kelurahan tidak terlalu berpengaruh terhadap pengelolaan secara teknis Situ Pengasinan, sehingga pihak kelurahan hanya sekedar tahu bahwa di Situ Pengasinan ada pengelolaan dan pemanfaatan situ berbasis masyarakat. Pihak kelurahan sendiri tidak menjadikan ini masalah yang besar, dengan catatan pengelola Situ Pengasinan dapat bertanggung jawab dengan apa yang menjadi program kegiatannya. Dinas Pariwisata juga tidak menjadikan masalah yang besar dengan tidak rutinnya pengelola Situ Pengasinan memberikan laporan. Berdasarkan keterangan, bagian terpenting dari Pokja adalah komunikasi antar dinas dan pihak pengelola terjalin. Tabel 21 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap perencanaan ke depan di Situ Pengasinan Perencanaan ke depan Sangat terencana Cukup terencana Tidak terencana Jumlah
Jumlah (orang) 0 10 0 10
Persentase (%) 0 100 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel 21, terlihat bahwa 100% pengurus Pokja mengatakan pengelolaan Situ Pengasinan cukup terencana. Perencanaan pengembangan situ sebagai kawasan wisata air yang lengkap sudah direncanakan baik
jangka
panjang lima tahun atau sepuluh tahun, dan sebagian besar sudah terlaksana, namun karena keterbatasan keuangan dari manajemen masing-masing personal dan keterbatasan lainnya, perencanaan ke depan masih dikatakan belum maksimal. Perencanaan pengembangan wisata Situ Pengasinan telah tertulis dalam laporan pertanggungjawaban Pokja Situ Pengasinan setiap tahunnya.
49
Tabel 22 Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap penyelesaian masalah konflik Pemecahan konflik Konflik terselesaikan sangat baik Konflik terselesaikan dengan baik Konflik tidak dapat terselesaikan Jumlah
Jumlah (orang) 10 0 0 10
Persentase (%) 100 0 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Dari data di atas, 100% pengurus Pokja mengatakan konflik yang terjadi dapat terselesaikan dengan sangat baik. Berdasarkan hasil wawancara, responden mengatakan sebenarnya tidak ada konflik yang dianggap serius atau berat. Konflik yang ada hanya sebatas perbedaan pendapat saja. Dijelaskan oleh salah satu responden, kunci berjalannya Pokja ini adalah komunikasi dan keterbukaan. Tidak ada yang ditutup-tutupi agar timbulnya kepercayaan di antara sesama pengurus. Selain itu, jika terjadi suatu masalah selurus elemen yang terlibat dalam pengelolaan Situ Pengasinan selalu mengomunikasikan dengan baik. Hal ini bertujuan agar setiap masalah yang ada dapat terselesaikan dengan baik. Tabel 23
Sebaran persepsi pengurus Pokja terhadap menghadapi perubahan di Situ Pengasinan
Menghadapi perubahan di alam organisasi Sangat mudah menyesuaikan Mudah menyesuaikan Sulit menyesuaikan Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 10 0 10
0 100 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Kelembagaan Pokja baru saja mengalami perubahan struktur kepengurusan karena adanya regenerasi pengurus. Adanya regenerasi kepengurusan ini memberikan pengaruh terhadap sistem pengelolaan yang ada di Situ Pengasinan. Dari hasil sebaran persepsi, 100% pengurus Pokja mengatakan cukup mudah menyesuaikan diri dengan struktur yang baru, meskipun tetap ada pertanyaan, halhal kecil yang mengganjal, dan sebagainya. Musyawarah menjadi hal yang sangat perlu dilakukan untuk mencapai suatu keputusan yang akan diimplementasikan dalam tataran di lapangan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi perpecahan di antara pengurus Pokja. Masalah keuangan menjadi masalah yang sensitif, sehingga transparansi dana harus jelas dan setiap anggota memiliki hak berbicara dan menyalurkan ide-idenya dalam pengembangan Situ Pengasinan.
50
Keberhasilan kinerja Pokja, tidak terlepas dari kontrol komunitas atau individu yang menjembatani antara masyarakat dan pemerintah. Keberadaan komunitas-komunitas lingkungan yang ada di masyarakat dapat mengintervensi kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan prinsip ekologi, sehingga kesinergisan antara ketiganya merupakan faktor kunci dari keberhasilan Pokja dalam mengelola sumber daya situ. B. Dampak Ekologi Kelembagaan Pokja Adanya kegiatan wisata di Situ Pengasinan memberikan dampak bagi masyarakat sekitar yaitu dampak ekonomi
seperti lapangan pekerjaan baru,
penyerapan tenaga kerja, peluang masyarakat untuk berinvestasi di bidang pariwisata Situ Pengasinan Depok. Selain dampak ekonomi yang dirasakan, dampak ekologi juga dirasakan oleh masyarakat dan pengunjung Situ Pengasinan Depok. Sebelum dibentuk Pokja, kondisi situ pernah mengalami krisis dan keberadaan Situ Pengasinan sudah tidak nampak, bahkan hampir dialihfungsikan menjadi daerah pemukiman penduduk. Akan tetapi, pemerintah pusat kembali mengkaji
kebijakannya
dan
mengadakan pengerukan di
setiap
daerah
penampungan air, seperti situ dan membentuk Pokja sebagai pengawas dan pemelihara situ. Keberadaan Pokja diharapkan dapat menjadikan Situ Pengasinan menjadi lebih terawat dan terjaga. Pada awalnya pengerukan Situ Pengasinan hanya bertujuan pengembalian fungsi situ sebagai wadah penampungan air agar tidak terjadi kekeringan ketika datang musim kemarau. Selanjutnya, Dinas Pariwisata menjadikan wilayah situ tersebut sebagai objek wisata agar dapat menjadi stimulasi masyarakat sekitar dalam menjaga dan mengelola Situ Pengasinan. Hasilnya, wadah penampungan air dapat berjalan sebagaimana mestinya dan digunakan untuk irigasi. Kondisi situ terlihat menjadi lebih bersih karena disadari kebersihan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat pengunjung. Saat ini, situ menjadi lebih terpelihara karena jika terjadi kerusakan, maka Pokja sebagai pengelola Situ Pengasinan segera meminta bantuan kepada pemerintah pusat untuk memperbaiki badan fisik situ yang rusak. Adanya Pokja menjadikan situ yang ada lebih terawat dari segi kualitas air, terjaganya keberadaan sempadan, lingkungan yang lebih bersih.
Pokja Situ
Pengasinan merupakan salah satu pokja yang aktif dalam melakukan perawatan
51
dan pengembangan situ. Dampak ekologi dapat diukur dengan menggunakan parameter tingkat kebersihan, kualitas air, tingkat keamanan, jumlah tegakan pohon, tingkat kenyamanan, keindahan alam, fasilitas yang tersedia, dan kondisi jalan. Parameter ekologi tersebut diukur dengan menggunakan pendekatan persepsi responden: Tabel 24
Sebaran persepsi Pengasinan
Tingkat Kebersihan Sangat bersih Cukup bersih Tidak bersih Jumlah
wisatawan terhadap tingkat kebersihan di Situ Jumlah (orang) 0 73 27 100
Persentase (%) 0 73 27 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 73% wisatawan mengatakan kondisi di area wisata Situ Pengasinan cukup bersih, dan 27% wisatawan lain mengatakan tidak bersih. Hal ini dipengaruhi letak keberadaan wisatawan di area wisata. Pada bagian dekat pintu masuk utama, terlihat cukup bersih, namun dekat perbatasan rumah warga masih terlihat tumpukan sampah, sehingga ketika wisatawan belum berkeliling secara keseluruhan, wisatawan akan mengatakan cukup bersih. Tabel 25 Sebaran persepsi wisatawan terhadap kualitas air di Situ Pengasinan Kualitas air Sangat jernih Cukup jernih Tidak jernih Jumlah
Jumlah (orang) 0 100 0 100
Persentase (%) 0 100 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil persepsi wisatawan, 100% wisatawan mengatakan kualitas air Situ Pengasinan cukup bersih tercermin dari tidak adanya tumpukan sampah atau kotoran lainnya sebagaimana yang terlihat pada situ-situ lain di Depok. Kebersihan situ juga terlihat dari tidak adanya gulma atau eceng gondok yang memenuhi situ dan keberadaan ikan membuktikan bahwa kualitas air cukup baik, sehingga dapat menjadi tempat hidup ikan-ikan yang ada.
52
Tabel 26 Sebaran persepsi wisatawan terhadap tingkat keamanan di Situ Pengasinan Keamanan Sangat aman Cukup aman Tidak aman Jumlah
Jumlah (orang) 24 76 0 100
Persentase (%) 24 76 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebanyak 24% wisatawan mengatakan kondisi keamanan di wisata air Situ pengasinan sangat aman. Hal ini karena sebagian pengunjung adalah masyarakat sekitar, sehingga sudah mengenal dan percaya akan keamanan di Situ Pengasinan. Meskipun belum pernah terjadi kehilangan barang atau kendaraan, namun 76% lainnya mengatakan cukup aman namun belum bisa percaya seutuhnya terhadap keamanan di wisata air Situ Pengasinan. Situ Pengasinan tidak memiliki petugas keamanan yang menggunakan seragam (satpam) untuk pengamanan kawasan wisata. Pengamanan cukup dilakukan oleh pengurus-pengurus Pokja yang bertugas sesuai jadwal. Tabel 27 Sebaran persepsi wisatawan terhadap jumlah tegakan pohon di Situ Pengasinan Jumlah Tegakan Pohon Sangat teduh Cukup teduh Tidak teduh Jumlah
Jumlah (orang) 0 83 17 100
Persentase (%) 0 83 17 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Terhadap jumlah tegakan pohon, sebanyak 83% wisatawan mengatakan jumlah tegakan pohon di area wisata Situ Pengasinan tergolong cukup dan 17% lainnya mengatakan tidak teduh. Awalnya kawasan wisata Situ Pengasinan sangat teduh dengan pohon palem yang rindang, namun karena adanya program penurapan situ, maka pepohonan yang ada di pinggiran situ harus ditebang untuk tempat mobil dan pengangkatan endapan situ, sehingga tegakan pohon di kawasan wisata Situ Pengasinan berkurang. Hal ini juga disayangkan oleh BLH sebagai lembaga pemerintah yang fokus terhadap permasalahan lingkungan. Sebelumnya, BLH pernah melakukan program penghijauan di daerah situ, namun adanya penurapan menjadikan pohon yang telah ditanam harus ditebang.
53
Tabel 28
Sebaran persepsi wisatawan terhadap tingkat kenyamanan di Situ Pengasinan
Kenyamanan Sangat nyaman Cukup nyaman Tidak nyaman Jumlah
Jumlah (orang) 46 54 0 100
Persentase (%) 46 54 0 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebaran persepsi wisatawan terhadap tingkat kenyamanan menyebutkan sebanyak 46% wisatawan mengatakan sangat nyaman terhadap fasilitas yang ada. Hal ini dibutikan dengan rutinnya wisatawan berkunjung kembali ke Situ Pengasinan Depok, sedangkan 54% lainnya mengatakan cukup nyaman. Tingkat kenyamanan dapat dilihat dari seberapa lama responden menghabiskan waktunya di Situ Pengasinan. Sebagian besar wisatawan yang melakukan aktivitas memancing, mereka bisa menghabiskan waktu 3-8 jam. Waktu yang dihabiskan wisatawan untuk kegiatan berekreasi keluarga sekitar 3-4 jam. Faktor yang membuat wisatawan kerasan untuk berlama-lama memancing di Situ Pengasinan adalah karena tempatnya cukup teduh, pemandangannya alami, dan tidak ada tiket yang dikenakan saat memasui area wisata Situ Pengasinan. Beberapa pengunjung menyayangkan ketiadaan saung-saung tempat bersantai yang pernah dipasang. Saung-saung di pinggiran situ akan menambah tingkat kenyamanan pengunjung wisata terutama yang memilih kegiatan rekreasi keluarga. Tabel 29 Sebaran persepsi wisatawan terhadap keindahan alam di Situ Pengasinan Keindahan Alam Sangat indah Cukup indah Tidak indah Jumlah
Jumlah (orang) 24 59 17 100
Persentase (%) 24 59 17 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Persepsi terhadap keindahan menyebutkan bahwa 24% wisatawan mengatakan Situ Pengasinan sangat indah. Bagi masyarakat kota atau masyarakat yang sering beraktivitas di daerah perkotaan, wisata air Situ Pengasinan memberikan nilai keindahan tersendiri, terutama dari tingkat keasriannya. Wisatawan dapat menikmati permainan air atau sekedar jogging di area jogging track Situ Pengasinan. Sebanyak 17% wisatawan mengatakan wisata Situ
54
Pengasinan tidak indah, hal ini disebabkan ketidaktertarikan pengunjung pada wisata alam . Tabel 30
Sebaran persepsi wisatawan terhadap fasilitas yang tersedia di Situ Pengasinan di Situ Pengasinan
Fasilitas yang Tersedia Sangat lengkap Cukup lengkap Tidak lengkap Jumlah
Jumlah (orang) 4 90 6 100
Persentase (%) 4 90 6 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebanyak 4% wisatawan mengatakan fasilitas yang tersedia sudah sangat lengkap, 90% wisatawan mengatakan cukup lengkap, dan 6% lainnya mengatakan tidak lengkap. Fasilitas yang masih dirasa kurang adalah jenis permainan air yang dianggap kurang beragam. Kemudian ada beberapa wisatawan yang tidak mengetahui
fasilitas
seperti
toilet
dan
masjid
karena
memang
tidak
menggunakanya atau tidak mau menggunakan karena kondisinya yang menurut mereka kurang baik. Tabel 31 Sebaran persepsi wisatawan terhadap kondisi jalan menuju tempat wisata di Situ Pengasinan Kondisi jalan Sangat baik Cukup Baik Tidak baik Jumlah
Jumlah (orang) 0 15 85 100
Persentase (%) 0 15 85 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Sebanyak 15% wisatawan mengatakan kondisi jalan menuju tempat wisata cukup baik, sedangkan 85% wisatawan mengatakan kondisi jalan tidak baik. Perbedaan persepsi disebabkan jalan yang mereka lewati menuju tempat wisata berbeda. Hal ini dikarenakan memang banyak wisatawan yang berasal dari masyarakat sekitar lebih dekat untuk melewati jalan belakang gerbang utama dengan kondisi jalan yang masih buruk. Sedangkan jika melewati kondisi depan gerbang kondisi jalan sudah cukup baik. Berdasarkan hasil analisis dampak ekologi tersebut, dikatakan bahwa kelembagaan Pokja Situ Pengasinan memiliki kinerja yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan aturan di internal yang sebagian besar mengatakan sudah cukup baik bahkan sangat baik. Dampak ekologi juga dirasakan
55
masyarakat, selain menjadi wadah tampungan air sebagaimana fungsi utama, situ juga berfungsi sebagai kawasan konservasi baik di sumber daya air maupun udara. Jumlah tegakan pohon memang dikatakan kurang teduh karena akhir tahun 2012 pepohonan yang ada ditebang guna penurapan di pinggiran situ. Pohon-pohon yang ditebang telah digantikan dengan pepohonan yang baru, diperkirakan tiga tahun lagi, kawasan Situ Pengasinan akan kembali teduh. Area timur tepi situ terdapat nursery milik perseorangan yang didesain sesuai dengan tata landscap sehingga memberikan nilai tambah pada kawasan Situ Pengasinan. Meskipun tidak semua wisatawan yang datang mengetahui keberadaan nursery tersebut. Sedangkan jika kita melihat kondisi jalan memang belum seluruh akses menuju kawasan Situ Pengasinan baik. Rencananya pada tahun 2013 akan dilakukan betonisasi jalan menuju Situ Pengasinan. Keberadaan akses dirasa masih sangat kurang bagi wisatawan yang ingin mengunjungi wisata Situ Pengasinan dengan menggunakan kendaraan umum. Hal ini juga dialami oleh peneliti sendiri. Bagi wisatawan yang berkunjung dengan kendaraan pribadi, maka tidak akan mengalami kesulitan transportasi. Bagi wisatawan yang tidak menggunakan kendaraan pribadi, maka harus menggunakan transportasi umum berupa ojeg untuk mencapai lokasi wisata. Fasilitas ojeg untuk menuju Situ Pengasinan hanya tersedia di jalan utama. Sebaliknya, dari Situ Pengasinan menuju jalan utama belum tersedia transportasi umum, baik angkutan maupun ojeg. Berdasarkan hasil wawancara, 100% responden yang datang semuanya menggunakan kendaraan pribadi. Dibukanya kawasan wisata Situ Pengasinan menjadikan masyarakat, baik dari luar maupun dari dalam Situ Pengasinan berdatangan untuk menikmati suasana teduh di pinggiran danau, rekreasi keluarga, dan kegiatan memancing. Seperti tempat wisata pada umumnya, Situ Pengasinan juga membuka peluang usaha. Usaha di area wisata Situ Pengasinan tidak beragam. Sebanyak 80% masyarakat menjual makanan di kios-kios yang terdapat di sekitar Situ Pengasinan, sebagiannya lagi menjual permainan anak, dan jasa penitipan kendaraan. Peluang usaha ini memberikan pengaruh ekonomi yang besar bagi masyarakat lokal. Tabel 32 berikut ini menyajikan hasil analisis kualitas kelembagaan terhadap outcome kelembagaan.
56
Tabel 32 Analisis kualitas terhadap outcome kelembagaan Pokja di Situ Pengasinan Depok No Analisis Kelembagaan 1 Proses kelembagaan
2 Kelengkapan kelembagaan
3 Kinerja kelembagaan
Analisis Kualitas Terhadap Outcome Kelembagaan Hasil penelitian menunjukan pada proses pembentukan oleh pemerintah dengan pelaksanaan berbasis masyarakat. Pada proses pembentukan melibatkan beberapa stakeholder yang terlibat sehingga pada awal pembentukan lembaga Pokja terbilang baik. Kelengkapan aturan kelembagaan berdasarkan persepsi responden telah lengkap, baik dalam susunan maupun pembagian tugas. Aturan formal maupun informal sudah tersedia dan berjalan dengan baik. Kinerja kelembagaan dilihat dari perspsi responden pelaksanaan aturan, baik formal maupun informal sudah berjalan dengan baik. Terlebih lagi dengan aturan informal. Hasil kesepakatan bersama untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga aturan informal menjadi sangat penting. Selain melakukan pelaksanaan aturan yang ada, berdasarkan persepsi masyarakat terhadap dampak ekonomi terbilang sangat memuaskan. Sedangkan untuk dampak ekologi dijadikannya Pengasinan menjadi area wisata masih terbilang belum memuaskan. Hal yang paling dianggap masih menjadi pekerjaan adalah kebersihan area wisata dan atraksi wisata yang ditawarkan.
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
6.2 Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Stakeholders adalah individu, kelompok atau lembaga yang kepentingannya dipengaruhi oleh kebijakan atau pihak yang tindakannya secara kuat mempengaruhi kebijakan. Setiap stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Situ Pengasinan memiliki pengaruh dan kepentingan. Stakeholders sendiri ada yang memiliki kepentinggan tinggi (stakeholders primer) di mana kepentingannya dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan. Sedangkan stakeholders yang kepentinggannya tidak dipengaruhi secara tidak langsung adalah stakeholder sekunder. Kepentingan stakeholders primer dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan budaya, sedangkan pengaruh stakeholders sekunder dipengaruhi berdasarkan faktor sumber daya politik dan ekonomi. Berdasarkan hasil identifikasi
stakeholders,
pengelolaan
Situ
Pengasinan
meliputi
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bina Marga dan Sumber daya Air (BMSDA), Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, BLH, Dinas Tata Ruang, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Kelompok Kerja (Pokja), Kelurahan
57
Pengasinan, masyarakat, dan pelaku usaha. Identifikasi nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders secara ringkas disajikan pada tabel 33. Pengaruh dan kepentingan stakeholders tersebut kemudian dipetakan dalam aktor grid 4 kuadran, seperti disajikan pada gambar 5. Tabel 33 Identifikasi nilai kepentingan dan pengaruh Stakeholders pengelolaan Situ Pengasinan Depok Stakeholder Bappeda BPN BMSDA Dinas Pertanian Dinas Kebersihan BLH Dinas TataRuang Dinas Pariwisata POKJA Kelurahan Masyarakat Pelaku usaha
Skor Kepentingan 1.25 1.25 2.87 1.87 1.62 3.00 1.62 3.62 5.00 1.37 5.00 5.00
Skor Pengaruh 3.30 2.00 5.00 2.00 1.00 4.30 2.30 3.60 5.00 1.60 2.00 2.30
Sumber : data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel 33, selanjutnya skor kepentingan dan pengaruh stakeholders dipetakan pada aktor grid seperti pada gambar 5. Gambar 5 terlihat bahwa pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholders dapat dipetakan menjadi 4 bagian kelompok, yaitu kelompok pemain, kelompok aktor, kelompok penonton, dan kelompok subjek. Masing-masing kelompok memiliki stakeholders berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya. Yang termasuk ke dalam kelompok aktor adalah Badan Pengelolaan dan Pengembangan Daerah (Bappeda), kelompok pemain meliputi Bina Marga dan Sumber daya Air (BMSDA), Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. Selanjutnya kelompok penonton meliputi Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian dan Pertamanan, Dinas Tata Ruang,
Dinas Kebersihan dan
Pertamanan, kelurahan, serta kelompok subjek meliputi masyarakat dan pelaku usaha.
58
58
5
3
9
6
Pengaruh
4
pemain
aktor 8 1
3 7
2
2
subjek
penonton
10
1
11 12
4
5
1
2
3 Kepentingan
4
5
Sumber : Data primer, 2013 (diolah)
Gambar 5 Pemetaan aktor grid pengelolaan Situ Pengasinan Depok Keterangan : 1 : Bappeda 2 : BPN 3 : BMSDA 4 : Dinas Pertanian
5 : Dinas Kebersihan 6 : BLH 7 : Dinas Tataruang 8 : Dinas Pariwisata
9 10 11 12
: Pokja : Kelurahan : Pelaku Usaha : Masyarakat
Pada pemetaan aktor grid dapat dilihat pemetaan aktor atau stakeholders terbagi menjadi empat kuadran di mana kuadran I (aktor) ditempati oleh Bappeda. Bappeda merupakan instansi pemerintah dalam bidang Perencanaan dan Pembangunan. Bappeda menghasilkan kajian perumusan kebijakan teknis di perencanaan secara global. Bappeda memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pengelolaan situ, meskipun tidak memiliki wewenang mengelola situ secara langsung, namun Bappeda memiliki pengaruh karena memiliki kewenangan merencanakan anggaran. Bidang fisik dan prasarana merupakan suatu bidang di Bappeda yang bertugas meliputi perencanaan pembangunan situ di Depok, salah satunya Situ Pengasinan. Bappeda memiliki bidang sosial budaya dan ekonomi yang di dalamnya mencakup perencanaan pembangunan situ, namun Bappeda tidak memiliki ketergantungan terhadap Situ Pengasinan yang besar. Posisi kuadran II (pemain) meliputi Bina Marga dan Sumber Daya Air, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, dan Pokja. Pada kuadran II, kelompok selain memiliki kepentingan yang tinggi terhadap
59
situ, instansi ini juga memiliki pengaruh terhadap peraturan formal dan informal dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Masing-masing kelompok ini memiliki peran dan tugas yang berbeda dengan tujuan yang sama. Segala perizinan dan keberlanjutan Situ Pengasinan menjadi tanggung jawab Pokja Situ Pengasinan. Secara tidak langsung Pokja juga memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitar Pengasinan. Hal ini terlihat dari kebijakan dan pengembangan yang dilakukan di kawasan wisata air Situ Pengasinan yang cenderung menjaga ekosistem sebagai tujuan utama. Selain itu, ada Dinas Pariwisata yang bertugas mendukung Situ Pengasinan sebagai kawasan wisata di Depok. Pokja juga memiliki kepentingan sebagai usaha bersama. Dari wisata yang ada, pengurus Pokja dapat menginvestasikan sebagian keuangannya dan mendapatkan hasil setiap bulannya. Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) yang memiliki pengaruh hampir sama dengan Dinas Pekerjaan Umum di tempat lain. BMSDA di bawah bidang sumber daya air bertugas merencanakan program dan perencanaan pembangunan terkait dengan wadah-wadah air yang ada di Kota Depok. Program yang dilakukan terkait pengelolaan Situ Pengasinan berupa penurapan tepi-tepi situ untuk menghindari jebolnya situ akibat ketidakmampuan tepi situ menahan air. BMSDA juga melakukan pengerukan dasar situ yang telah mengalami pendangkalan. Pada awal pembukaan kembali, wadah penampung di Situ Pengasinan Dinas BMSDA melakukan normalisasi. Penurapan dan normalisasi memerlukan biaya yang cukup besar. Pengaruh BMSDA dalam pengelolaan Situ Pengasinan berupa kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan bentuk fisik seperti penurapan, normalisasi, dan lain lain. Sedangkan kepentingan BMSDA yaitu menjaga wadah-wadah tampungan air yang ada. Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang bertugas memantau situ dengan memiliki data kualitas situ, baik dari segi air dan lingkungan, serta melakukan analisis dampak lingkungan. Program kerja yang telah dilakukan di Situ Pengasinan seperti memantau kondisi seperti kualitas air, kedalaman, dan luas situ. BLH juga memberikan bibit pohon untuk penghijauan di Situ Pengasinan Depok. Pengaruh BLH dapat dilihat dari SDM, finansial, dan politik yang dimiliki oleh BLH khusus untuk penanganan situ. Sedangkan untuk kepentingan, BLH 59
60
memiliki kepentingan menjaga kualitas air di Situ Pengasinan sebagai tugas dari BLH. Kuadran III, kelompok subjek meliputi pelaku usaha dan masyarakat. Kelompok pada kuadran ini memiliki kepentingan yang tinggi terhadap Situ Pengasinan, namun untuk pengaruh dapat dikatakan kurang terlibat. Kepentingan yang tinggi lebih didominasi oleh faktor ekonomi bagi pelaku usaha dan faktor budaya sosial bagi masyarakat. Budaya sosial disebabkan oleh kebutuhan masyarakat terhadap Situ Pengasinan sebagai tempat rekreasi. Pelaku usaha sangat tergantung pada wisata Situ Pengasinan karena di tempat tersebut pelaku usaha mendapatkan keuntungan dari hasil usaha. Sedangkan dari segi pengaruh, pelaku usaha tidak memiliki pengaruh pada pengelolaan administatif, namun memiliki pengaruh terhadap teknis berjalannya pengelolaan Situ Pengasinan. Tanpa kepedulian dari pelaku usaha, maka wisata Situ Pengasinan bisa mengalami penurunan kualitas ekologi akibat aktivitas dari Situ Pengasinan yang tidak ramah lingkungan. Kelompok subjek juga ditempati oleh masyarakat dimana ketergantungan masyarakat pada Situ Pengasinan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan sebagai masyarakat yang tinggal di sekitar situ, maka masyarakat inilah yang pertamakali merasakan manfaat situ, baik disadari maupun tidak. Oleh karena itu, masyarakat dikategorikan sebagai kelompok yang sangat tinggi ketergantungan atau kepentingannya terhadap Situ Pengasinan. Sedangkan jika dilihat dari segi pengaruh, meskipun tidak cukup tinggi, masyarakat tetap memiliki andil dalam penentuan pengelolaan Situ Pengasinan. Tanpa persetujuan masyarakat sekitar, maka tidak akan ada pengembangan wisata Situ Pengasinan. Selanjutnya kuadran IV (penonton) ditempati oleh Dinas Pertanian, Dinas Kebersihan, BPN, dan kelurahan. Keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam pengelolaan Situ Pengasinan mengenai hak kepemilikan tanah di sekitar kawasan situ. Seharusnya 50 meter dari titik pasang situ merupakan tanah pemerintah, namun pada faktanya banyak ditemukan bangunan di kawasan tersebut yang bukan milik pemerintah. Sebelum dibentuk Tim Pokja Situ Kota Depok, BPN memiliki pengaruh dalam penerbitkan sertifikat kepemilikan tanah atas nama anggota masyarakat yang berlokasi di beberapa sempadan situ dalam
61
kegiatan ajukasi pada tahun 1997. Umumnya masyarakat yang telah memiliki sertifikat tanah di area situ, tidak dibaringi dengan kepemilikan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga tidak ada hak bagi pemilik sertifikat untuk mendirikan bangunan di areal sempadan. Selain memiiki pengaruh yang rendah, BPN juga tidak memiliki kepentingan yang berarti dalam pengelolaan Situ Pengasinan, kepentingannya hanya terletak secara global. Dinas Pertanian dalam pengelolaan situ biasanya terkait pemanfaatan situ yang ada di kota Depok untuk budidaya perikanan. Dinas Pertanian memiliki peran yang cukup penting terhadap pembinaan petani dalam melakukan usaha perikanan agar perikanan yang dilakukan di situ tidak menggangu situ secara signifikan. Masyarakat Situ Pengasinan menolak pemanfaatan situ sebagai tempat usaha perikanan. Masyarakat lebih menyukai kawasan situ pengasinan menjadi pusat pemancingan dibandingkan dengan budidaya perikan. Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Pariwisata yaitu berupa restocking ikan yang ke depannya dimanfaatkan untuk wisata memancing. Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertugas untuk menjaga agar situ tidak dicemari oleh limbah yang berasal dari masyarakat. Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertanian adalah memberikan hibah berupa tempat sampah yang ada di sekitar situ. Peran dan fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum terlihat dengan jelas, baik itu kepentingan maupun pengaruh. Ke depannya diharapkan agar Dinas Kebersihan dan Pertamanan dapat berperan lebih aktif dalam menangani masalah sampah yang ada di kawasan wisata Situ Pengasinan maupun masalah sampah secara global. Kelurahan tidak memiliki tugas dan fungsi secara langsung. Namun demikian, kelurahan bertugas melindungi keamanan, dan bertanggung jawab terhadap aset yang ada di dalam kawasan kelurahan, termasuk Situ Pengasinan. Sebagai pelindung, kelurahan harus berkoordinasi dalam memberikan izin penyelenggaraan acara besar yang dilakukan di Situ Pengasinan. Keterkaitan pengaruh kepentingan dan keterlibatan seluruh stakeholders menjadi sangat penting untuk keberlangsungan sistem pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Berdasarkan garis bantu diagonal, dapat dipisahkan garis
61
62
bantu diagonal yang memisahkan aktor secara langsung (bagian atas) dengan aktor yang tidak terlibat secara langsung (bagian bawah). Ostorm (1990)
dalam
Suhana
(2008)
menyatakan
bahwa
dalam
menganalisis hubungan antar aktor dalam sistem kelembagaan perlu dibedakan berdasarkan tingkatannya (level), yaitu pertama, level konstitusi (constutional), yaitu lembaga yang berperan dalam menyusun aturan main untuk level collective choice. Kedua, level pilihan kolektif (collective choice), yaitu lembaga yang berperan dalam menyusun peraturan untuk dilaksanakan oleh lembaga operasional. Ketiga, lembaga operasional (operational), yaitu lembaga yang secara langsung melaksanakan kebijkan lapangan.
Collective Level
BPN DINAS PERTANIAN DINAS KEBERSIHAN KEURAHAN
Bappeda TATA RUANG FORMULASI ATURAN BMSDA DINAS PARIWISATA BLH
Operational Choice Level
POKJA SITU PENGASINAN
ATURAN
MASYARAKAT PELAKU USAHA
Sumber : Data primer, 2013 (diolah)
Gambar 6 Hubungan antar aktor pengelola Situ Pengasinan Depok Keterangan: : Alur keterkaitan : Alur koordinasi Berdasarakan teori Ostorm, maka dalam pengelolaan Situ Pengasinan, aktor yang tergolong ke dalam level penentu aturan (collective choice level) adalah Bappeda, BMSDA, BLH, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Pokja, Dinas Tataruang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, BPN. Kelompok ini berperan menyusun dan menetukan aturan main dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Selain itu, aktor yang tergolong ke dalam level operational adalah masyarakat dan pelaku usaha.
63
6.3 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Situ Pengasinan Keberadaan Situ Pengasinan sebagai objek wisata memberikan dampak ekonomi dan ekologi kepada masyarakat sekitar. Dampak ekonomi dapat dirasakan dengan terciptanya lapangan pekerjaan, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan. Wisatawan akan membelanjakan uangnya di tempat wisata sehingga masyarakat yang memiliki usaha di tempat wisata merasakan manfaat dari pengeluaran wisatawan. Tidak semua pengeluaran wisatawan dirasakan oleh masyarakat sekitar, salah satu contohnya adalah pengeluaran wisata untuk transportasi. Hal seperti ini disebut kebocoran ekonomi (economic leakage). Berikut proporsi pengeluaran wisatawan selama melakukan perjalanan wisata ke Situ Pengasinan Depok: Tabel 34 Jumlah pengeluaran wisatawan per kunjungan di Situ Pengasinan Jenis biaya pengeluaran A. Biaya di luar lokasi wisata Biaya transportasi B. Biaya di dalam lokasi wisata Biaya tiket Konsumsi Parkir Souvenir Lainnya Jumlah
Nilai (Rp)
Proporsi (%)
376 500
10.13
411 000 1 400 000 117 000 0 78 000 2 382 500
17.25 58.76 3.15 0 3.27 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan proporsi di atas, proporsi biaya transportasi sebesar 10.13% dari total pengeluaran wisatawan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi kebocoran ekonomi atau economic leakage sebesar 10.13%, dan pengeluaran wisatawan terbesar digunakan untuk konsumsi. Konsumsi di sini seperti biaya makan, minum, dan rokok. Sedangkan biaya parkir merupakan biaya terkecil yang dikeluarkan oleh wisatawan. Beberapa responden mengatakan biaya lain-lain (mencakup biaya toilet dan membeli pakan ikan). Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan di dalam lokasi per kunjungan sebesar Rp 20 060 dengan jumlah kunjungan mencapai 2 500 kunjungan per bulan. Berdasarkan (Vanhove 2005), dampak ekonomi yang dirasakan dengan adanya kegiatan wisata ada 3 jenis, yakni dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan
63
64
A. Dampak Ekonomi Langsung Dampak ekonomi langsung adalah dampak ekonomi yang langsung dirasakan dari pengeluaran wisatawan pada saat melakukan kegiatan wisata. Dampak langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai pelaku usaha. Pelaku usaha dianggap memiliki dampak langsung karena belanja
yang dikeluarkan oleh
pengunjung dirasakan langsung oleh pelaku usaha, tanpa perantara. Pelaku usaha yang berada di kawasan Situ Pengasinan tidak terlalu banyak, seperti yang disajikan pada tabel 35. Tabel 35 Proporsi jenis unit usaha di Situ Pengasinan Jenis Usaha Asongan Kios Jasa Jumlah
Jumlah (unit) 8 8 3 19
Proporsi (%) 44.44 44.44 11.11 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Jumlah pelaku usaha di wisata air Situ Pengasinan sebanyak 19 unit, terdiri dari pedagang asongan, kios, dan penjual jasa. Pedagang asongan dan kios semuanya menjual makanan dan atau minuman. Sedangkan penyedia jasa yaitu Pokja sebagai unit usaha bersama dan permainan anak milik pribadi yang disewakan untuk wisatawan yang datang. Sedikitnya jumlah unit usaha yang ada di kawasan Situ Pengasinan disebabkan karena pengembangan wisata yang berbasiskan masyarakat berskala kecil. Pelaku usaha juga merupakan bagian dari masyarakat sekitar Situ Pengasinan atau sekitar kecamatan Sawangan itu sendiri. Pelaku usaha yang ada di Situ Pengasinan yakni kios makanan, asongan, jasa parkir, dan Pokja. Tabel 36 Jumlah pendapatan pemilik unit Usaha di Situ Pengasinan Jenis usaha
Jumlah unit
Asongan Kios Jasa
8 8 3
Jumlah
19
Rata rata pendapatan (Rp) Jumlah pendapatan (Rp) 1 893 375 15 147 000 5 770 000 46 160 000 7 468 278 22 404 833 15 131 653
83 711 833
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil survei, dampak langsung pendapatan terbesar diterima oleh usaha kios. Usaha yang dilakukan oleh delapan unit kios memiliki jumlah pendapatan sebesar Rp 46 160 000. Selanjutnya usaha bergerak dibidang jasa
65
memiliki jumlah pendapatan sebesar Rp 22 404 833 dan usaha asongan memiliki jumlah pendapatan terkecil, yakni sekitar Rp 15 147 000. Jumlah pendapatan asongan tergolong cukup besar, namun pendapatan yang didapat asongan tidak sebesar kios. Pendapatan yang dimasukan dalam perhitungan hanyalah pendapatan selama mereka berada di tempat wisata Situ Pengasinan, akan tetapi mereka berjualan tidak hanya di Situ Pengasinan saja, sehingga mempengaruhi proporsi jumlah pendapatan jenis usaha asongan. Tabel 37 Jumlah kebutuhan pengeluaran unit usaha per bulan di Situ Pengasinan Proporsi pengeluaran Bahan baku Perbaikan alat Transportasi Operasional dan tenaga kerja Kebutuhan pangan Retribusi Jumlah pengeluaran
Jumlah pengeluaran (Rp) 14 410 000 3 233 341 225 000 6 004 793 370 000 9 500 24 338 134
Proporsi (%) 59.20 13.29 0.92 24.67 1.52 0.39 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan hasil kuesioner, proporsi pengeluaran terbesar unit usaha terletak pada bahan baku sebesar 59.20% , selanjutnya proporsi untuk operasional sebesar 24.67%. Pendapatan pemilik didapat dari pendapatan unit usaha perbulan dikurang pengeluaran sehingga didapat pendapatan pemilik sebesar Rp 59 373 699 per bulan. Proporsi ini tidak dapat mencerminkan masing masing unit usaha. Sebagai pengelola situ sekaligus pemilik usaha, Pokja memiliki pengeluaran yang berbeda dan sangat mempengaruhi rata-rata pengeluaran unit usaha secara keseluruhan. Pengeluaran kebutuhan terbesar terletak pada unit usaha kios. Hal ini menjadi wajar karena semakin besar sebuah usaha, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. B. Dampak Ekonomi Tidak Langsung Dampak ekonomi tidak langsung dilihat dari pengeluaran unit usaha di dalam kawasan Situ Pengasinan dan pendapatan tenaga kerja yang bekerja di masing-masing unit usaha. Pelaku usaha yang memiliki unit usaha hanya Pokja. Untuk unit usaha seperti kios dan pedagang asongan tidak memiliki tenaga kerja.
65
66
Pokja memiliki beberapa tenaga kerja di penjual tiket, petugas kebersihan, petugas keamanan, dan penjaga permainan. Multiplier effect yang terjadi di kawasan Situ Pengasinan terjadi sampai dampak ekonomi lanjutan. Dampak ekonomi lanjutan didapat dari adanya tenaga kerja yang melakukan kegiatan ekonomi di kawasan Situ Pengasinan Depok. Berikut jumlah tenaga kerja yang ada di Situ Pengasinan Depok: Tabel 38 Jenis pekerjaan di Situ Pengasinan Jenis Tenaga Kerja Penjaga Kebersihan Penjaga Tiket Penjaga Keamanan Total
Jumlah pekerja (orang) 1 5 6 12
Proporsi (%) 8.33 41.67 50.00 100
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel 38, dari semua unit usaha yang ada di Situ Pengasinan hanya Pokja yang memiliki tenaga kerja. Hal ini disebabkan sebagian besar unit usaha di sekitar kawasan wisata Situ Pengasinan adalah usaha kecil. Dana yang dikeluarkan tidak cukup untuk membayar tenaga kerja. Pokja sebagai usaha bersama dengan modal yang besar, membutuhkan tenaga kerja yang diambil dari masyarakat sekitar Situ Pengasinan. Setiap jenis pekerjaan memiliki satu orang tenaga kerja tetap. Akan tetapi, pada hari Sabtu, Minggu, dan liburan, Pokja diperbantukan oleh 4 orang tenaga kerja (di luar tenaga kerja tetap) lain yang diberi upah sesuai hasil pendapatan dari pengunjung dan untuk pekerja tetap memiliki upah bulanan. Tabel 39 memperlihatkan upah tenaga kerja Pokja. Tabel 39 Jumlah pendapatan tenaga kerja di Situ Pengasinan Jenis tenaga kerja penjaga kebersihan penjaga tiket penjaga keamanan Jumlah
Jumlah tenaga kerja (orang) 1 5 6 12
Rata rata pendapatan (Rp) 400 000 280 000 266 666 846 666
Jumlah pendapatan (Rp) 400 000 1 400 000 1 600 000 3 400 000
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
C. Dampak Ekonomi Lanjutan Berdasarkan pendapatan atau upah yang didapat dari kegiatan wisata air Situ Pengasinan, dapat dilihat bagaimana proporsi pengeluaran tenaga kerja dalam memenuhi kebutuhan bulanannya seperti terlihat pada tabel 40.
67
Tabel 40 Jumlah pengeluaran tenaga kerja di Situ Pengasinan Depok Pengeluaran tenaga kerja A.Biaya di dalam lokasi wisata Biaya konsumsi B. Biaya di luar lokasi wisata Biaya kebutuhan pulsa, kosmetik Transportasi Lainnya Jumlah
Jumlah pengeluaran (Rp)
Proporsi (%)
225 000
33.33
450 000
66.67 0 0 100
675 000
Sumber : Data primer 2013 (diolah)
Tabel 40 menunjukan bahwa proporsi kebutuhan pulsa lebih besar dibanding pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi. Konsumsi yang dimaksud bukan makanan utama. Hal ini dikarenakan seluruh tenaga kerja masih berstatus single dan kebutuhan pokok masih ditanggung oleh orang tua yang tinggal di dekat situ. Hal ini juga menyebabkan tidak adanya biaya transportasi dan konsumsi. Beberapa kebutuhan lain juga dikeluarkan dari perhitungan karena pendapatan tenaga kerja tidak hanya berasal di tempat wisata saja, sehingga kebutuhan lain sengaja dikeluarkan dari perhitungan agar tidak menimbulkan defisit. Pengeluaran yang berasal dari upah tenaga kerja yang dikeluarkan di lokasi wisata hanya biaya konsumsi. Biaya kebutuhan pulsa dan lainnya dikeluarkan di luar lokasi wisata. Keberadaan kelembagaan Pokja tidak cukup berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, hal ini dapat dilihat dari perbandingan pendapatan di tingkat usaha dengan pendapatan di tenaga kerja. Selisih nilai antara pendapatan tenaga kerja dengan pendapatan Pokja dapat dikatakan cukup jauh. Tenaga kerja yang ada dianggap sudah cukup untuk menangani pengelolaan situ sehingga tidak dibutuhkan penambahan tenaga kerja. D. Multiplier Effect Dampak ekonomi dari pengeluaran wisatawan di lokasi wisata Situ Pengasinan dapat diukur dengan menggunakan nilai efek penggandaan atau Multiplier Effect dari aliran uang yang dibelanjakan. Multiplier Effect dapat diihat dari total pengeluaran wisatawan selama di kawasan wisata. Terdapat tiga ukuran nilai efek penggandaan yang dapat diestimasi, yaitu (1) Keynesian local income,
67
68
(2) ratio income multiplier tipe I, merupakan nilai yang diperoleh dari dampak tidak langsung atas pengeluaran pengunjung, dan (3) ratio income multiplier tipe II merupakan nilai yang diperoleh dari dampak lanjutan. Berdasarkan hasil analisis Keynesian Income Multiplier maka terlihat peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 1.25%. Artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar Rp 10 000, maka akan berdampak langsung terhadap ekonomi lokal secara keselurahan, baik bagi pendapatan unit usaha maupun pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 12 500. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapat sebesar 1.05% yang artinya apabila terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp 10 000 terhadap pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal diduga sebesar Rp 10 000 (berupa pendapatan bersih unit usaha dan upah tenaga kerja). Selanjutnya untuk nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1.06% yang artinya jika terjadi peningkatan sebesar Rp 10 000 terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja dan pengeluaran tenaga kerja di ekonomi lokal yang akan berputar pada masyarakat lokal sebesar Rp 10 600. Tabel 41 Nilai multiplier effect No
Kriteria Multiplier
Nilai Keterangan Multiplier 1.25 Dampak ekonomi yang terjadi diakatakan sangat tinggi karena nilai Keynesian Income multiplier effect lebih dari sama dengan 1. Hal ini disebabkan sedikitnya kebocoran yang terjadi di luar area wisata
1
Keynesian Income Multiplier
2
Ratio Income Multilier Tipe I
1.05
3
Ratio Income Multilier Tipe II
1.06
Dampak ekonomi yang terjadi dikatakan telah memberikan dampak ekonomi terhadap kegiatan wisata karena nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan II lebih besar atau sama dengan satu.
Sumber : Data primer, 2013 (diolah)
Nilai Keynesian Income sangat besar disebabkan oleh sedikitnya kebocoran yang terjadi di luar area wisata. Karakteristik daerah asal pengunjung yang sebagian besar masyarakat Depok menyebabkan terjadinya kebocoran. Selain itu harga makanan yang ditawarkan di area wisata terbilang masih terjangkau oleh pengunjung, sehingga pengunjung lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan
69
di area wisata dibandingkan harus membawa dari rumah atau membeli di luar area wisata. Pengembangan wisata yang masih tergolong kecil menjadikan peluang usaha masih terbuka luas untuk melakukan usaha. Selain itu, meskipun nilai ratio income tidak sebesar nilai Keynesian. Hal ini menandakan pendapatan pada tenaga kerja tidak sebesar pendapatan unit usaha. Hal ini dikarenakan hanya satu unit usaha saja, yaitu Pokja yang memiliki tenaga kerja. Nilai multiplier dapat ditingkatkan melalui pengembangan
objek wisata Situ Pengasinan sehingga
sehingga mampu meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Situ Pengasinan dan dapat meningkatkan jumlah unit usaha maupun jumlah tenaga kerja lokal. Hal ini dapat meningkatkan proporsi pengeluaran pengunjung wisata yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat lokal, baik secara langsung maupun tidak langsung.
69
70
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa informasi penting mengenai kelembagaan Pokja dalam Pengelolaan Situ Pengasinan Depok sebagai berikut: 1. Pokja Situ Pengasinan dikatakan baik. Hal ini terlihat dari persepsi indikator proses kelembagaan, kualitas kelembagaan dinilai dari substansi aturan berdasarkan kelengkapan kejelasan aturan, dan kinerja kelembagaan dilihat dari pelaksanaan aturan dan kualitas kelembagaan mampu memberikan dampak yang terlihat baik dari segi ekonomi maupun ekologi. 2. Pengelolaan Situ pengasinan memiliki lima stakeholders yang memilki pengaruh dan kepentingan yang cukup tinggi, yaitu Pokja, Dinas Bina Marga Sumber Daya dan Air, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pemuda dan Olahraga, serta dinas Pariwisata. 3. Adanya kegiatan wisata di Situ Pengasinan memberikan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat lokal baik dampak langsung, tidak langsung, dan lanjutan. Hal ini tercermin dari nilai multiplier effect dengan nilai keynesian income multiplier sebesar 1.25%, ratio income multiplier tipe I sebesar 1.05%, dan ratio income multiplier tipe II sebesar 1.06%. Pengeluaran pengunjung selama berwisata di Situ Pengasinan sangat dirasakan oleh masyarakat lokal dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Nilai ratio income tipe I menunjukan 1.05% dengan artian peningkatan pendapatan unit usaha juga memberikan peningkatan pada upah tenaga kerja. Dampak lanjutan didapat dari nilai ratio income multiplier tipe 1.06% dengan artian peningkatan pendapatan pemilik usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja, dan pengeluaran tenaga kerja di ekonomi lokal yang akan berputar pada masyarakat lokal.
71
7.2 Saran Berdasarkan simpulan, maka dirumuskan beberapa saran mengenai kelembagaan Pokja dalam Pengelolaan Situ Pengasinan Depok sebagai berikut: 1. Mempertimbangkan kinerja Pokja Situ Pengasinan yang relatif baik dari segi kelembagaan maupun ekonomi, maka disarankan agar Pemerintah Kota Depok merevitalisasi seluruh kelembagaan Pokja situ yang ada di Depok. 2. Untuk memberikan manfaat ekonomi yang baik bagi masyarakat, maka di dalam revitalisasi kelembagaan pokja-pokja tersebut, perlu diiringi dengan pengembangan infrastruktur jalan dan infrastruktur ekonomi. 3. Dalam
merevitalisasi
stakeholders
utama
Pokja melalui
tersebut, tahap
disarankan
perencanaan,
agar
melibatkan
pelaksanaan,
dan
pengawasan.
71
72
DAFTAR PUSTAKA Aboejoewono. 1999. Pengelolaan Situ-situ di Wilayah DKI Jakarta dalam Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Bogor 20 November 1999. Kerjasama PPLH-IPB dengan Ditjen Bangda Departemen Dalam Negeri, Ditjen Pengairan dan Kantor Menteri Lingkungan Hidup. Anggraheni E. 2008. Peningkatan Efektivitas Situ sebagai Stabilization Pond [tesis]. Depok (ID): Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Ayuningtyas D A.2011. Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Barika. 2009. Kajian Dampak Pengembangan Sektor Pariwisata Di Kota Bengkulu (Studi Kasus Pengembangan Kawasan wisata Pantai Panjang dan Tapak Paderi) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [BLH] Badan Lingkungan Hidup. 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Depok. Depok (ID): BLH. [BLH] Badan Lingkungan Hidup. 2011. Kualitas air Situ Pengasinan Kota Depok. Depok (ID) : BLH. Cooper C, Fletcher J, Fyall A,Gilbert D, Wanhill S. 2008. Tourism Principles and Practice. Fourth edition. ISBN 978-0-273-71126-1. United Kingdom (UK): FT Prenctice Hall. Departemen Kehutanan. 2003. Kebijakan Penyusunan Masterplan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta. Dharmawan A H. 2007. Dinamika Sosio-Ekologi Pedesaan . Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Sodalityᶜ.1(10): 16-20.doi. Istianingtyas D A. 2008. Analisis Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta (ID) : LKIS. Listiani. 2005. Aspek Kelembagaan dalam Pengelolaan Situ (Studi Kasus : Pengelolaan Situ Rawa Besar di Kota Depok) [tesis]. Depok (ID): Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
73
Manu , M. Baroleh,
Kambey. 2010. Studi Fitoplankton di Danau Tondano
Propinsi Sulawesi Utara JTPK. 4 (1):13-17.doi. Marine Ecotourism for Atlantic Area. 2001. Planning for Marine Ecotourism in The EU Atlantic Area. ISBN 1-86043-326-X. Bristol (UK): University of The West Of England. Mutiarani N. 2011. Analisis Dampak Ekonomi dan Nilai Ekonomi Manfaat Rekreasi Situ Cipondoh Tanggerang [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Osly PJ. 2008. Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan sebagai Kawasan Pariwisata Kota [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Prasetio B. 2011. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Masyarakat di Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID) : Institu Pertanian Bogor. Puspita L, Ratnawati E, Nyoman S, Meutia AA. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Bogor (ID) : Ditjen PHKA [Republik Indonesia]. 2009. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 28/2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau/ Waduk. [Republik Indonesia]. 2004. Undang-undang no.7 tentang Sumberdaya Air. [Republik Indonesia]. 1998. Instruksi Menteri dalam Negeri no. 14/1998 tentang pembinaan Pengelolaan Situ di Jabodetabek. [Republik Indonesia]. 1996. Tentang pedoman organisasi dan tata kerja Balai Pengelola Sumberdaya Air. Rodiyah. 2012. Aspek Demokrasi Pembentukan Peraturan Daerah dalam Prespektif Socio-Legal [internet]. Semarang (ID) : Ejournalundip. hlm 114152
:
[diunduh
2013
Maret
8].
Tersedia
pada
:
ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/4214/3840. Roemantyo, Noerdijito, Prabandani, Maryanto. 2003. Perubahan Jumlah Situ dan Rawa di Jabodetabek tahun 1992-1943 dan 200. Di dalam : Ubaidillah R,
73
74
Maryanto I, editor. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi pengelolaan Situ dan Rawa Danau. Bogor (ID) : LIPI. hlm 85-99. Sanudin. 2009. Modal Sosial dan Kelelembagaan Lokal dalam Kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Hutan (RHL) dalam Prosiding Workshop Hasil Studi ITTO. Puslitbanghut. hal 104-116. [Sekretaris Daerah]. 2003. Peraturan Daerah Depok no. 18/2003 tentang Garis Sempadan. [Sekretaris Daerah]. 2001. Peraturan Daerah Depok no.14/ 2001 tentang Ketertiban Pembangunan dan Ketertiban Lingkungan. [Sekretaris Daerah]. 1999. Keputusan Walikota no. 821.29/71/Kpts/Huk/199 tentang Pembentukan Kelompok Kerja, pengendalian, pengamanan dan pelestarian situ. Suhana. 2008. Analisisi Ekonomi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teluk Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Sunyoto D. 2011. Aplikasi SPSS untuk Statistik Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta (ID) : CAPS. Suryadiputra, 2003. Penelitian Situ-situ di Jabodetabek. Di dalam : Ubaidillah R, Maryanto I, editor. Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil dan Strategi pengelolaan Situ dan Rawa Danau. Bogor (ID) : LIPI. hlm 205228. Syahyuti. 2004. Model Kelembagaan Penunjang Pengembangan Pertanian Di Lahan Lebak. Di dalam : Workshop Nasional Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Bogor (ID): Balitra. hlm 26-39. ________. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Bogor (ID) : Balitra. Tim IPB. 2002. Peningkatan Kapasitas Pengelolaan DAS Ciliwung untuk Pengendalian Banjir di Ibukota Jakarta. Makalah Sintesa di dalam Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu di Era Otonomi Daerah : Peningkatan kapasitas Multipihak Dalam Pengendalian Banjir DKI Jakarta. Jakarta (ID) : 8 Mei 2002. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. hlm 1-36.
75
Tonny F. 2004. Prespektif Kelembagaan dalam pengelolaan DAS Cintanduy. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Vanhove N. 2005. The Economics of Tourism Destination. London (UK) : Elseivier Butterworth Heinemann. Waluko A E. 2011. Analisis Tujuan Pengelolaan dan Kebutuhan dalam Pengembangan Danau Sentani Jayapura. Jurnal Bumi Lestari : 11 (1): 120130. Wibowo DA, Sukmana A. 2009. Partisipasi masyarakt dalam kegiatan rehabilitasi lahan terdegradasi
Studi Kasus di Desa Tongging, Kecamatan Merek
Kabupaten Karo dalam Prosiding Workshop Hasil Studi Itto. Bogor (ID): Puslitbang. hlm 117-130.
75
76
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Responden Wisata Situ Pengasinan INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER WISATAWAN Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... No HP/Telp. : .................................................... Alamat : .................................................... .................................................... .................................................... Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Data Pribadi 1. Nama Responden : 2. Jenis Kelamin : a. Pria b. Wanita 3. Umur : ....................tahun 4. Pendidikan terakhir : a. Tidak Lulus SD b. SD c. SMP d. SMA/SMK e. D3 f. S1 g. S2/S3 5. Pekerjaan Utama : a. Pelajar/Mahasiswa b. PNS c. TNI/POLRI d. Karyawan Swasta e. Petani f. Nelayan g. Wiraswasta h. Lainnya................................. 6. Tingkat Pendapatan rata-rata per bulan : a. < Rp 500.000 b. Rp 500.000 – Rp 1.000.000 c. Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 d. Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000 e. > Rp 5.000.000 7. Apabila memiliki sumber pendapatan lain, berapa jumlahnya: Rp......................................./bulan 8. Status Pernikahan : a. Menikah b. Belum menikah 9. Jika sudah menikah, berapa jumlah anggota keluarga anda? (..............orang) 10. Tempat tinggal anda :
77
B.
Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1. Berapa lama waktu yang anda butuhkan dari tempat tinggal menuju ke lokasi wisata ini : a. < 1 jam b. 1-3 jam c. 3-5 jam d. 5-7 jam e. ≥ 7 jam 2. Apakah tujuan anda datang ke lokasi wisata ini? a. Berlibur b. Penelitian/Pendidikan c. Rekreasi d. Lain-lain 3. Apakah sebelumnya anda pernah berkunjung ke tempat ini? (pernah/tidak pernah) Bila pernah berapa kali? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. 4 kali e. > 4 kali. Sebutkan berapa kali …........................ 4. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali anda berkunjung ke tempat ini? (..............kali) 5. Alasan anda berkunjung berapa kali ke tempat ini...................................... 6. Anda memperoleh informasi tentang Situ Pengasinan dari : a. Teman/keluarga b. Brosur c. Media Elektronik (Televisi/Radio/Internet) d. Media Cetak (Surat kabar/Majalah) e. Sekolah/perguruan tinggi f. Lain-lain………………………………. 7. Anda datang ke tempat ini : a. Sendirian b. Berkelompok (.............orang) c. Rombongan keluarga (..............orang) 8. Kedatangan anda ke tempat ini merupakan : a. Tujuan utama b. Persinggahan 9. Jika tempat ini merupakan tempat persinggahan pilihan tempat wisata lain yang anda piih selain daerah ini adalah................................................... 10. Kendaraan yang anda gunakan ke tempat ini adalah : a. Kendaraan pribadi b. Kendaraan sewa/carteran c. Kendaraan umum d. Kendaraa milik instansi 11. Pendapat anda tentang adanya lokasi wisata ini : a. Setuju b. Tidak Setuju 12. Manfaat yang dirasakan dengan adanya lokasi wisata ini : a. Peningkatan pendapatan d. Tidak ada manfaat b. Peningkatan lapangan pekerjaan e. Lainnya……… c. Peningkatan Pengetahuan 13. Kerugian yang dirasakan dengan adanya alokasi wisata ini: 77
78
a. Sampah b. Polusi c. Kebiasaan yang berubah d. Tidak ada kerugian e. Lainnya… 14. Berapa biaya yang anda keluarkan selama berekreasi ke tempat ini? a. Transportasi : Rp.......................................... b. Konsumsi : Rp.......................................... c. Tiket masuk : Rp.......................................... d. Dokumentasi : Rp.......................................... e. Souvenir : Rp.......................................... f. Sewa alat : Rp.......................................... g. Penginapan : Rp.......................................... h. Lain-lain (parkir, toilet) : Rp.......................................... Jumlah : Rp.......................................... 15. Menurut anda seberapa penting keberadaan Situ Pengasinan? ............................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................................ ..................................................................................................................... C. Persepsi Kinerja Kelembagaan Wisatawan tentang Situ Pengasinan Anda diminta memberikan penilaian pada kinerja kelembagaan dibawah ini terkait keberadaan obyek wisata Situ Pengasinan dengan memberikan tanda (x) pada jawaban opini yang diberikan pada kondisi yang ada di obyek wisata Situ Pengasinan saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan No 1 2 3 4 5 6 7 8
KETERANGAN Kebersihan di kawasan wisata Situ Pengasinan Jumlah tegakan pohon di kawasan Situ Pengasinan Kualitas air di Situ Pengasinan Kenyamanan di kawasan Situ Pengasinan Keamanan di kawasan Situ Pengasinan Keindahan alam Fasilitas yang tersedia Kondisi jalan menuju Situ Pengasinan
D. Harapan dan Saran Anda Untuk Situ Pengasinan Harapan :
Tinggi Rendah
Sedang
79
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Responden Pelaku Usaha Situ Pengasinan INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER PELAKU USAHA Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... Nama : ………………………………… Jabatan : ………………………………… No HP/Telp. : .................................................... Alamat : .................................................... .................................................... .................................................... Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1. Apakah anda penduduk asli di wilayah ini? ......Ya / Tidak (jika ya, lanjutkan ke pertanyaan no. 3) Jika tidak, sudah berapa lama anda tinggal di lokasi ini? ..............tahun 2. Alasan utama anda menetap di lokasi ini? a. Bekerja b. ikut suami/istri c. alasan lain................................ 3. Apakah anda mengetahui bahwa lokasi ini menjadi salah satu objek wisata? ......Ya / Tidak 4. Apakah anda merasakan adanya manfaat dari keberadaan objek wisata di wilayah ini? ......Ya / Tidak (jika tidak, lanjutkan ke pertanyaan no.7) 5. Jika ya, dalam hal apa manfaat yang anda rasakan? a. Peningkatan pendapatan b. Peningkatan lapangan pekerjaan c. Peningkatan sarana infrastruktur d. Peningkatan pengetahuan e. Lainnya..................................... 6. Tolong anda urutkan tingkat manfaat yang paling anda rasakan? (nilai 1 untuk manfaat paling penting dan seterusnya) Manfaat Peringkat a. Peningkatan pendapatan ............... b. Peningkatan lapangan pekerjaan ............... c. Peningkatan sarana infrastruktur ............... d. Peningkatan pengetahuan ................ 7. Apakah anda terganggu dengan keberadaan wisatawan (pengunjung)? ......Ya / Tidak
79
80
8. Jika ya, dalam hal apa anda merasa dirugikan? a. Sampah b. Kerusakan danau c. Polusi d. Perubahan sosial masyarakat e. Lainnya........................................ B. Pertanyaan Terkait Unit Usaha 1. Usaha yang anda miliki / kelola................................................... 2. Sudah berapa lama anda memiliki usaha ini? 3. Berapa modal awal anda untuk membuka usaha ini? Rp.......................... 4. Berapa penghasilan utama anda saat ini? Rp............................./bulan 5. Adakah penghasilan lain yang berasal dari kegiatan wisata? Ada / Tidak Jika ada, Rp............................/bulan 6. Penghasilan lain di luar kegiatan wisata? Rp.............................../bulan 7. Berapa lama anda bekerja dalam satu hari? .....................jam 8. Berapa lama anda bekerja dalam satu minggu? ...................hari 9. Apakah ada hari dimana anda harus bekerja lebih banyak atau lembur? Ada/Tidak Jika ada, saat..................................... 10. Berapakah jumlah karyawan yang anda miliki ? ........................orang 11. Berapa besarnya perputaran uang dari usaha yang anda miliki terkait dengan kegiatan wisata? Hari biasa (senin-jumat) Rp.................................../ hari Hari sabtu-minggu/libur Rp.................................../ hari 12. Dari pendapatan yang anda peroleh, dapatkah anda rincikan pengeluaran untuk usaha per bulan ? Pengeluaran Jumlah(Rp) Lokal/Non Lokal a. Upah karyawan ........................ ................... b. Pembelian bahan baku ........................ ................... c. Biaya pemeliharaan alat ........................ ................... d. Biaya operasional (listrik, air) ........................ ................... e. Pengembalian kredit ke bank ........................ ................... f. Kebutuhan pangan harian ........................ ................... g. Transportasi lokal ........................ ................... h. Retribusi dan pajak ........................ ................... 13. Menurut anda seberapa penting keberadaan Situ Pengasinan? ............................................................................................................................................... ............................................................................................................................................... ............................................................................................................................................... .......................................................................
81
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Responden Tenaga Kerja di Situ Pengasinan INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 KUISIONER TENAGA KERJA Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... Nama : ………………………………… Jabatan : ………………………………… No HP/Telp. : .................................................... Alamat : .................................................... .................................................... Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. A. Pertanyaan Terkait Lokasi Wisata 1. Apakah anda penduduk asli di wilayah ini? ......Ya / Tidak (jika ya, lanjutkan ke pertanyaan no. 3) Jika tidak, sudah berapa lama anda tinggal di lokasi ini? ..............tahun 2. Alasan utama anda menetap di lokasi ini? a. Bekerja b. ikut suami/istri c. alasan lain................................ 3. Apakah anda mengetahui bahwa lokasi ini menjadi salah satu objek wisata? ......Ya / Tidak 4. Apakah anda merasakan adanya manfaat dari keberadaan objek wisata di wilayah ini? ......Ya / Tidak (jika tidak, lanjutkan ke pertanyaan no.7) 5. Jika ya, dalam hal apa manfaat yang anda rasakan? a. Peningkatan pendapatan b. Peningkatan lapangan pekerjaan c. Peningkatan sarana infrastruktur d. Peningkatan pengetahuan e. Lainnya............................... 6. Tolong anda urutkan tingkat manfaat yang paling anda rasakan? (nilai 1 untuk manfaat paling penting dan seterusnya) Manfaat Peringkat a. Peningkatan pendapatan ............... b. Peninbgkatan lapangan pekerjaan ............... c. Peningkatan sarana infrastruktur ............... d. Peningkatan pengetahuan ............... e. Lainnya ............... 7. Apakah anda terganggu dengan keberadaan wisatawan (pengunjung)? ......Ya / Tidak 8. Jika ya, dalam hal apa anda merasa dirugikan? a. Sampah b. Kerusakan danau c. Polusi 81
82
d. Perubahan sosial masyarakat e. Lainnya........................................ B. Pertanyan Terkait Pekerjaan 1. Usaha anda saat ini adalah................................................ 2. Sudah berapa lama anda bekerja di usaha ini? ........................... 3. Sebelum anda bekerja di usaha ini, apa pekerjaan anda ?...................................... 4. Berapa penghasilan utama anda saat ini? Rp......................................./ bulan 5. Berapa penghasilan anda sebelumnya? Rp......................................./ bulan 6. Penghasilan lain yang berasal dari kegiatan wisata? Rp...................................../ bulan 7. Penghasilan di luar kegiatan wisata? Rp........................................./ bulan 8. Berapa lama anda bekerja dalam satu hari? ....................jam 9. Berapa lama anda bekerja dalam satu minggu? ....................hari 10. Apakah ada hari dimana anda harus bekerja lebih banyak/lembur? Jika ada, jumlahnya.................hari/minngu atau .........................jam/hari 11. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan yang terkait unit usaha tempat anda bekerja saat ini? Ya / Tidak Jika Ya, sebutkan nama pelatihan tersebut.......................................... lamanya pelatihan................ dan dilakukan oleh.................................... 12. Dari pendapatan yang anda peroleh, dapatkah anda rincikan pengeluaran untuk hidup sehari-hari yang anda keluarkan di wilayah ini? Pengeluaran Jumlah(Rp) a. Kebutuhan pangan harian ........................ b. Transportasi lokal ........................ c. Retribusi / pajak ........................ d. ............................................. ........................ 13. Menurut anda seberapa penting keberadaan Situ Pengasinan ? ............................................................................................................................. .................................................................................................................................... ............………………………………………………………………………………
83
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Responden Stakeholder Situ Pengasinan INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 Kuisioner Stakeholder Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... Petunjuk : isi dan pilihlah salah satu jawaban yang sesuai dengan memberikan tanda (x) pada bagian yang telah tersedia. Nama : .................................................... Jabatan : .................................................. No. Telp/HP : .................................................... Alamat : .................................................... .................................................... .................................................... A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : [a]. Laki-laki [b]. Perempuan 2. Usia : ....... Tahun 3. Status : [a]. Menikah [b]. Belum Menikah 4. Pendidikan Formal Terakhir : [a]. Tidak Sekolah [b]. SD [c]. SMP/Sederajat [d]. SMA/Sederajat [e]. Perguruan Tinggi : [Diploma] [S1] [S2] [S3] 5. Pekerjaan Utama : ....................................................................... 6. Apakah anda bekerja di suatu Lembaga? Jika tidak, lanjut ke pertanyaan nomor 9. Ya / Tidak 7. Lembaga/Instansi Tempat Bekerja : [a]. Dinas Pariwisata [b]. Dinas PU [c]. Dinas Kebersihan [d]. Kecamatan [e]. Pemda [f ]. LSM [g]. Perusahaan [h]. Desa..................... [k]. Lainnya : ................................................................................................... 8. Pendapatan Per Bulan : Rp.......................................... 9. Jumlah Tanggungan Keluarga : ............ Orang 10. Lama Bekerja : ............ Tahun
B. PENEGELOLAAN SITU PENGASINAN 83
84
1. Menurut anda Apa saja manfaat dari keberadaaan Situ Pengasinan? ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 2. Menurut anda daya tarik apa yang membuat Situ Pengasinan menjadi lokasi tujuan wisata? ............................................................................................................................. ............................................................................................................................ ............................................................................................................................. 3. Menurut anda bagaimana kunjungan wisata di Situ Pengasinan? ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 4. Sejauh ini bagaimana peran pemerintah pusat dan daerah terhadap pengelolaan dan pengembangan wisata di Situ Pengasinan? ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 5. Menurut anda sejauh ini bagaimana pengelolaan kawasan wisata Situ Pengasinan? ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. C. Pertanyaan Terkait pengelolaan 1. Menurut anda siapa saja Stakeholder berperan dalam pengelolaan wisata alam Situ Pengasinan? No Stakeholder Peran
2. Bagaimana setiap stakeholder dalam melaksanakan perannya? a. Sangat berperan b. Kurang berperan c. Tidak berperan 3. Menurut Anda seberapa penting peran masyarakat dalam pengelolaan Situ Pengasinan?
85
a. Sangat penting b. Penting c. Cukup penting d. Kurang Penting e. Tidak penting Alasannya: .......................................................................................................... ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 4. Bagaimana tingkat kepentingan stakeholder dalam pengelolaan wisata Situ Pengasinan? Petunjuk : berilah tanda (x) pada kolom yang menururt anda sesuai dengan perannya. Aktor
1
2
Kepentingan 3 4
5
Bappeda BPN Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pertanuian Dinas Kebersihan dan Pertamanan Bagian Lingkungan Hidup Kelurahan Masyarakat Dinas Pariwisasta Pelaku Usaha POKJA
Keterangan : 1= sangat rendah. 2 = rendah. 3 = sedang. 4 = tinggi. 5 = sangat tingg 5. Apa saja kepentingan/kebijakan yang dilakukan oleh organisasi/lembaga ini dalam pengelolaan wisata Situ Pengasinan? 1. ................................................................... 2. ................................................................... 3. ................................................................... 4. ................................................................... 6. Bagaimana kuantitas sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi/lembaga ini terkait pengelolaan Situ Pengasinan? Petunjuk : berilah tanda (x) pada kolom yang menururt anda sesuai dengan perannya. No 1. 2. 3.
Sumber Daya
1
2
Kuantitas 3
4
5
Sumberdaya Manusia (SDM) Finansial Politik
Keterangan : 1= rendah. 2 = kurang tinggi. 3 = cukup tinggi. 4 = tinggi. 5 = sangat tinggi. D. Persepsi Stakeholder tentang Situ Pengasinan Anda diminta memberikan penilaian pada kinerja kelembagaan dibawah ini terkait keberadaan obyek wisata Situ Pengasinan dengan memberikan tanda (x) pada jawaban 85
86
opini yang diberikan pada kondisi yang ada di obyek wisata Situ Pengasinan saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KETERANGAN Pelaksanaan aturan yang terdapat di Situ Pengasinan Sanksi terhadap pelanggaran di kawasan wisata dapat berjalan Pengaruh keberadaan wisata terhadap penyerapan tenaga kerja Keberadaan Investasi di lokasi wisata Kebersihan di kawasan wisata Situ Pengasinan Jumlah tegakan pohon di kawasan Situ Pengasinan Kualitas air di Situ Pengasinan Kondisi kenyamanan di Situ Pengasinan Kondisi keamanan di Situ Pengasinan Keindahan alam Fasilitas yang tersedia Kondisi menuju jalan Situ Pengasinan
Tinggi
C. Harapan dan Saran Anda Harapan dan saran anda dari keberadaan obyek wisata ini:
Sedang Rendah
87
Lampiran 5. Kuesioner Analisis Kelembagaan INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 Kuisioner Stakeholder Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... Nama : .................................................... Jabatan :…………………………………. No. Telp/HP : .................................................... Alamat : ......................................................................
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan SKRIPSI yang berjudul Analisis Kelembagaan POKJA di Situ Pengasinan Depok yang dilakukan oleh saya ADINDA VIRANTIKA PUTRI (H44090099). Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berkenan mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Inforamasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan dijamin kerahasiaannya dan tidak untuk dipublikasikan. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih.
A. Kelengkapan dan Kejelasan Kelembagaan Anda diminta memberikan penilaian pada kelengkapan dan kejelasan lembaga di bawah ini terkait keberadaan obyek wisata Situ Pengasinan dengan memberikan tanda (x) pada jawaban opini yang diberikan pada kondisi yang ada di obyek wisata Situ Pengasinan saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan
No 1
2 3 4 5 6 7 8
KETERANGAN Kelembagaan memiliki struktur pengurus yang lengkap (ketua, wakil sekretaris hingga pembagian divisi) Kejelasan pembagian tugas dan wewenang kerja Anggota mengetahui susunan kepengurusan POKJA Masing masing anggota menjalankan tugas dengan baik Kesempatan untuk mengemukakan pendapat Kelembagaan memberikan motivasi kepada anggota dalam melaksanakan tugas Manfaat dari keberadaan POKJA Keterlibatan anda dalam musyawarah mengenai kebijakan Situ Pengasinan
Tinggi Sedang Rendah
87
88
B. Presepsi Lembaga Pokja tentang Situ Pengasinan Anda diminta memberikan penilaian pada kinerja kelembagaan dibawah ini terkait keberadaan obyek wisata Situ Pengasinan dengan memberikan tanda (x) pada jawaban opini yang diberikan pada kondisi yang ada di obyek wisata Situ Pengasinan saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan No KETERANGAN Tinggi Sedang Rendah 1 Pelaksanaan aturan yang terdapat di Situ Pengasinan 2 Sanksi terhadap pelanggaran di kawasan wisata dapat berjalan 3 Pengaruh keberadaan wisata terhadap penyerapan tenaga kerja 4 Keberadaan Investasi di lokasi wisata 5 Kebersihan di kawasan wisata Situ Pengasinan 6 Jumlah tegakan pohon di kawasan Situ Pengasinan 7 Kualitas air di Situ Pengasinan C. Pelaksanaan Kelembagaan Anda diminta memberikan penilaian pada kinerja kelembagaan dibawah ini terkait keberadaan obyek wisata Situ Pengasinan dengan memberikan tanda (x) pada jawaban opini yang diberikan pada kondisi yang ada di obyek wisata Situ Pengasinan saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan No
Permasalahan
1 2 3
Pertemuan Mengawasi program kegiatan Menyiapkan laporan keuangan bank, sponsor, atau pemerintah Perencanaan ke depan Memecahkan konflik di dalam organisasi Memecahkan organisasi dengan organisasi lain Menghadapi perubahan di alam organisasi
4 5 6 7
D. Harapan dan Saran Anda Harapan dan Saran
Sangat baik
Baik
Kurang
89
Lampiran 6. Wawancara Kelembagaan POKJA INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 421 762, (0251) 621 834, Fax (0251) 421 762 Kuisioner Stakeholder Nomor : .................................................... Hari/Tanggal wawancara : .................................................... Nama : .................................................... Jabatan :…………………………………. No. Telp/HP : .................................................... Alamat : ................................................................................................... ..................................................................................................... A. Proses Kelembagaan 1. Sudah berapa lama organisasi ini berjalan ?.................................................................... 2. Siapa yang mencetuskan pertama untuk membentuk POKJA?.........................................,, 3. Bagaimana awal terbentuknya POKJA?......................................................................... 4. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pembentukan POKJA?......................................... 5. Apakah pembentukan POKJA sudah sesuai dengan keinginan masyarakat ?................ 6. Kelembagaan POKJA ini dibentuk oleh pemerintah atau masyarakat?.......................... 7. Bagaimana sosialisasi terhadap aturan yang sudah ada?................................................ ………………………………………………………………………………… ……..... 8. Siapa saja yang terlibat dalam sosialisasi aturan POKJA ?............................................ ………………………………………………………………………………… ……… B. Substansi Aturan Kelembagaan POKJA 9. Apakah ada peraturan formal mengenai kelembagaan POKJA di Situ Pengasinan ? (Y/T) Jika ya, sebutkan jenis peraturan hal hal yang diatur ………………………………... ............................................................................................................................... ......... ………………………………………………………………………………… ……… 89
90
10. Apakah ada peraturan informal (tidak tertulis) mengenai kelembagaan POKJA di Situ Pengasinan? (Y/T) Jika ya, saja aturan informal dalam POKJA? ................................................................ ………………………………………………………………………………… ……… ………………………………………………………………………………… ……… ………………………………………………………………………………… ……… 11. Bagaimana Tugas Fungsi masing masing Anggota POKJA? JABATAN TUGAS
12. Apa alasan diberlakukannya aturan?.............................................................................. ………………………………………………………………………………… ……… ………………………………………………………………………………… ………. 13. Bagaimana Batas wilayah dari Situ Pengasinan?........................................................... ………………………………………………………………………………… ………. ………………………………………………………………………………… ………. 14. Siapa saja yang dapat memanfaatkan Situ Pengasinan?................................................. ………………………………………………………………………………… ………. ………………………………………………………………………………… ……… 15. Seberapa sering monitoring yang dilakukan oleh dinas terkait dan POKJA sendiri dalam memantau keberlanjutan wisata Situ Pengasinan............................................................................................................ ............. .............................................................................................................................. ..............
91
16. Adakah permasalahan dalam organisasi yang belum terpecahkan sampai saat ini? ada tidak ada 17. Seperti apa bentuk pemanfaatan Situ?................................................................................. ………………………………………………………………………………… …………. 18. Apakah pernah terjadi penyelewangan pemanfaatan situ? (Y/T) Jika, Seperti apa bentuk penyelewengan?.............................................................................. ………………………………………………………………………………… …………… 19. Bagaimana menurut anda tatanan kawasan situ?.................................................................. ………………………………………………………………………………… …………... 20. Bagaimana hak kepemilikan tanah di sekitar kawasan situ?...................................................………………………………………… ………………………………………………..………………………………… ……………………… 21. Apakah ada perizinan dalam pemanfaatan situ? Jika iya, seperti apa?............................................................................................................ ………………………………………………………………………………… ………….. C. Pelaksanaan Kelembagaan Anda diminta memberikan penilaian pada kinerja kelembagaan dibawah ini terkait keberadaan obyek wisata Situ Pengasinan dengan memberikan tanda (x) pada jawaban opini yang diberikan pada kondisi yang ada di obyek wisata Situ Pengasinan saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan No
Permasalahan
1 2 3
Pertemuan Mengawasi program kegiatan Menyiapkan laporan keuangan bank, sponsor, atau pemerintah Perencanaan ke depan Memecahkan konflik di dalam organisasi Memecahkan organisasi dengan organisasi lain Menghadapi perubahan di alam organisasi
4 5 6 7
Sangat baik
Baik
Tidak baik
D. Harapan dan Saran
91
92
Lampiran 7 Tabel pengeluaran wisatawan Situ Pengasinan Depok per kunjungan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Transportasi (Rp) 3 000 3 000 3 000 10 000 5 000 5 000 6 000 2 000 12 000 6 000 6 000 6 000
3 000 15 000
3 000 6 000 3 000 3 000 1 500 18 000 2 000 2 000 2 000 15 000 3 000 3 000 3 000 2 000 2 000 1 000 2 000 2 000 2 000
Konsumsi (Rp) 20 000 30 000 20 000 40 000 30 000 15 000 35 000 5 000 5 000 5 000 5 000 50 000 20 000 5 000 20 000 10 000 50 000 10 000 2 500 20 000 10 000 15 000 2 500 20 000 5 000 25 000 20 000 7000 5 000 20 000 10 000 20 000 10 000 10 000 3 000 5 000 5 000 5 000
Tiket (Rp) 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000
Parkir (Rp) 2000 2000 2000 3000 2000 2000
Lainnya (Rp) 5 000
20 000 8 000
2000
5 000
2000
5 000 8 000
4000 2000
8 000
2000 2000
5 000
15000 5 000
5000 2000
8 000
2000
5 000 8 000
2000
8 000 8 000 8 000 8 000 8 000
5 000
3 000
2000
TOTAL (Rp) 25 000 43 000 33 000 21 000 55 000 45 000 15 000 51 000 5 000 7 000 24 000 11 000 65 000 36 000 5 000 20 000 15 000 75 000 10 000 17 500 23 000 26 000 20 000 2 500 33000 6 500 48 000 32 000 9 000 7 000 43 000 11 000 21 000 33 000 20 000 12 000 4 000 7 000 7 000 7 000
93
Responden 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
Transportasi (Rp) 2 000 3 000 3 000 2 000 2 000 5 000 2 000 2 000 2 000 15 000 10 000 15 000 3 000 2 000 3 000 5 000 3 000 3 000 2 000 3 000 2 000 3 000 3 000 2 000 5 000 5 000 3 000 5 000 2 000 3 000 2 000 2 000 3 000 2 000 3 000 5 000 3 000 2 000 2 000 5 000 5 000 3 000
Konsumsi (Rp) 10 000 25 000 20 000 5 000 10 000 5 000 10 000 3 000 5 000 15 000 50 000 20 000 5 000 20 000 5 000 10 000 2 000 5 000 20 000 7 000 25 000 10 000 5 000 10 000 7 000 2 500 7 000 5 000 10 000 5 000 3 000 20 000 5 000 20 000 35 000 20 000 7 000 5 000 10 000 50 000 20 000
Tiket (Rp) 8 000 8 000 8 000
Parkir (Rp)
Lainnya (Rp)
2000
10 000
8 000 8 000
2000 2000
10 000
13 000 13 000
4000 2000 4000
8 000 8 000 8 000
2000 2000
8 000
2000
8 000
2000
8 000 8 000 8000
2000 2000 2000 2000
5 000
8 000 2000
8 000 13 000 8 000
2000 2000 2000
8 000 13 000 8 000
2000 2000 2000
10 000
T OTAL (Rp) 20 000 38 000 31 000 7 000 12 000 20 000 22 000 5 000 7 000 32 000 40 000 69 000 23 000 7 000 33 000 20 000 21 000 5 000 7 000 33 000 9 000 38 000 13 000 7 000 25 000 22 000 15 500 14 000 7 000 21 000 7 000 7 000 23 000 7 000 33 000 55 000 33 000 9 000 7 000 25 000 70 000 33 000
93
94
Responden 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Transportasi (Rp) 3 000 2 000 5 000 5 000 2 000 5 000 2 000 3 000 5 000 5 000 3 000 2 000 3 000 5 000 3 000 2 000 2 000
Konsumsi (Rp) 20 000 5 000 1 0 000 4 500 70 000 5 000 5 000 15000 5 000 5 000 10 000 5 000 20 000 50 000 20 000 7 000 5 000
Tiket (Rp)
5 000 8 000
Parkir (Rp)
2000 5 000 2000
4 000
2000 2000 2000
8 000 8 000 13 000 8 000 13 000
Lainnya (Rp)
2000 2000 2000
TOTAL (Rp) 23 000 7 000 15 000 16 500 80 000 12 000 7 000 24 000 12 000 12 000 21 000 7 000 33 000 70 000 33 000 22 000 7 000
95
Lampiran 8 Pendapatan dan Pengeluaran Unit Usaha di Situ Pengasinan Depok Responder 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Jenis Usaha asongan asongan asongan asongan asongan asongan asongan asongan kios kios kios kios kios kios kios kios permainan Pokja PARKIR Total Pendapatan Rata rata
Pendapatan (Rp) 600 000 4 000 000 3 180 000 2 650 000 1 800 000 1 780 000 657 000 480 000 2 700 000 6 660 000 10 600 000 10 600 000 2 800 000 4 800 000 4 800 000 3 200 000 1 000 000 20 604 833 800 000 8 3711 833 4405 886
Pengeluaran bahan baku (Rp)
Pemeliharaan Tranportasi Operasional (Rp) (Rp) (Rp)
210 000 600 000 100 000 800 000 500 000 220 000 160 000 1 000 000 4 000 000 660 000 660 000 500 000 1 500 000 2 000 000 1 500 000
Pangan (Rp) 10 000 20 000 50 000 40 000 50 000 20 000
Retribusi (Rp) 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000 8 000
30 000 10 000 10 000 100 000 25 000 50 000 3 233 341
80 000 40 000 40 000
8 000 8 000 8 000 30 000
25 000 50 000 100 000 100 000 5 569 793
15 000 150 000
8 000
96
Lampiran 9. Pendapatan dan Pengeluaran Tenaga Kerja Responden
Jenis
Pendapatan (Rp)
Pulsa (Rp)
Konsumsi (Rp)
Transportasi (Rp)
Total (Rp)
1 penjaga karcis
600 000
50 000
30 000
80 000
2 penjaga karcis
200 000
50 000
20 000
70 000
3 penjaga karcis
200 000
25 000
10 000
35 000
4 penjaga karcis
200 000
50 000
5 penjaga karcis
200 000
50 000
20 000
70 000
6 penjaga mainan
600 000
50 000
30 000
80 000
7 penjaga mainan
200 000
25 000
20000
45 000
8 penjaga mainan
200 000
25 000
15 000
40 000
9 penjaga mainan
200 000
25 000
20 000
45 000
10 penjaga mainan
200 000
25 000
20 000
45 000
11 penjaga mainan
200 000
50 000
20 000
70 000
12 Kebersihan
400 000
25 000
20 000
45 000
Total Pendapatan
3 400 000
Rata rata
283 333,3
50 000
225 000
97
Lampiran 10. Dokumentasi Situ Pengasinan
Air Situ Pengasinan masih bisa digunakan untuk bermain air
Dermaga sepeda air dan perahu rakit
Sempadan Situ dijadikan budidaya tanaman hias
Gerbang depan Situ Pengasinan Depok
98
Kondisi Situ Pengasinan sebelum dilakukan penurapan
Salah satu dukungan pemerintah untuk restocking ikan dari Dinas Pertanian dan Perikanan
Kondisi Situ Pengasinan setelah dilakukan penurapan
Suasana Situ Pengasinan Depok
99
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 September 1991 dari Ibu Budi Septianingtyas dan Ayah Sudjoko Hardjodisono. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 4 Depok pada tahun 1997-2003, kemudian menempuh pendidikan di SMP Setia Negara Depok pada tahun 2003-2006. Tahun 2009 penulis lulus SMA Negeri 5 Depok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Talenta Mandiri (UTMI) dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga pernah menerima beasiswa Prestasi Peningkatan Akademik (PPA) IPB pada tahun 2011-2013. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi intra maupun ekstra kampus. Pengalaman organisasi intra kampus penulis aktif sebagai Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Muslim TPB pada tahun 2009-2012, anggota PSDM di Formasi FEM 2010-2012 dan Sekretaris divisi SRD Reesa tahun 20102011. Adapun organisasi ekstra kampus yang penulis aktif di ikatan alumni Salam5. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan baik sebagai panitia maupun sebagai peserta.
99