ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA
PRIMA JIWA OSLY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kesesuaian dan
Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008 PRIMA JIWA OSLY NRP. A353060101
ABSTRACT PRIMA JIWA OSLY. Land Evaluation and The Planning of The Lake Area Site for Urban Tourism Area. Under Direction of KOMARSA GANDASASMITA and RIADIKA MASTRA. Significantly, tourism in Depok has not yet developed because tourism variety and object are still lacking there. Lake area which is potential to become tourism area has not yet been developed for tourism object. This research intends to plan the lake area called “Pengasinan” as an ecologically sound urban tourism area. The analysis used GIS (Geographic Information System) technology, a software ArcView version 3.30 which implements an intercept overlay method. Spatial analysis used weighted and scoring method by which appereance of object in space quantified. Evaluation is divided into location suitability (macro area) and zone suitability (micro area). Certainty of location and zone can be seen through the accumulationof scoring value. Result of analysis reveal that location of “Pengasinan” lake is physically worth to be developed as tourism area. Micro area analysis divides the area into 3 tourism zones, which consist of main zone (village view tourism), rest zone and supporting zone (water and shopping tourism). The site planning at each zone can satisfy the needs for facility and infrastucture there. The analysis result can also provide development direction as well as investment pattern and area development. Keyword : lake area, suitability analysis, site planning, GIS, tourism
RINGKASAN PRIMA JIWA OSLY. Analisis Kesesuaian Dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Oleh KOMARSA GANDASASMITA dan RIADIKA MASTRA Secara signifikan, pariwisata Kota Depok belum berkembang karena variasi dan obyek wisata masih kurang. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola. Penelitian ini bertujuan merancang kawasan situ Pengasinan sebagai kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan. Proses analisis menggunakan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis), software ArcView versi 3.30 dengan cara melakukan overlay intersept. Analisis keruangan menggunakan metode pembobotan dan skoring, yaitu metode kuantifikasi kenampakan setiap obyek pada ruang. Penilaian dibagi menjadi penilaian kesesuaian lokasi (makro kawasan) dan kesesuaian zona (mikro kawasan). Ketentuan lokasi dan zona akan terlihat melalui akumulasi nilai skor. Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata ditentukan berdasarkan pengharkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view dan Land Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara keseluruhan parameter diatas. Pemilihan lokasi dalam kawasan yang paling sesuai merupakan kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang memiliki tingkat resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land Cover/Land Use yang sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun. Sedangkan untuk penetapan zona, kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi sesuai sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan yang dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut. Parameter tersebut kemudian ditentukan bobot kepentingannya terhadap masingmasing zona dengan melihat besaran kepentingan nilai di atasnya terhadap nilai di bawahnya. Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil analisis, maka secara umum kondisi lahan pada daerah penelitian memiliki tingkat kesesuaian sedang sampai sesuai, yaitu mencakup 85,44% dari keseluruhan daerah penelitian. Ini berarti bahwa kondisi lahan daerah penelitian cukup dapat dikembangkan untuk kawasan wisata. Zona A sebagai zona utama memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata desa. Dengan luas area sesuai sebesar 35% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona B sebagai zona istirahat memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area sesuai sebesar 60% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian utara - selatan kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona C sebagai zona pendukung memiliki tingkat kesesuian lahan yang kurang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah
kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 16% dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada bagian timur kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi situ Pengasinan layak secara fisik untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Analisis mikro kawasan membagi kawasan menjadi 3 zona wisata, yaitu zona utama (wisata desa), zona istirahat dan zona pendukung (wisata air dan belanja). Perancangan tapak pada masing-masing zona sudah memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana pada zona tersebut. Hasil analisis juga memberikan arahan pengembangan serta pola investasi dan pengembangan kawasan. Kata kunci : kawasan situ, analisis kesesuaian, rencana tapak, SIG, wisata
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindung Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA
PRIMA JIWA OSLY
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : DR. Ir. Setia Hadi, MS
Judul Tesis Nama NIM
: Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota : Prima Jiwa Osly : A353060101
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Ketua
Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Tanggal Ujian : 4 September 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus :
“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah“ (Q.S. 50:7-8) “Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman” (Q.S. 34:18)
Yang mulia: Ayahanda dan Ibunda Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS – Hj. Nursahati, SH Yang tercinta: Isteriku Puspita Sari, ST Yang tersayang: Putriku Azumi Sultanikha (Zee)
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 sampai Juli 2008 ini adalah perencanaan dan perancangan tapak kawasan situ agar dapat menjadi sebuah kawasan wisata yang berisi berbagai macam obyek wisata. Berdasarkan tema diatas, karya ilmiah ini diberi judul Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB. 2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSC selaku Dosen Pembimbing Utama. 3. Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng, selaku Dosen Pembimbing Anggota. 4. Prof. DR. Ir. Osly Rachman, MS, ayah sekaligus mentor. 5. Puspita Sari, ST dan Azumi Sultanikha, istri dan anakku tersayang. 6. Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta, selaku sponsor. 7. Mahasiswa Pasca Sarjana IPB, khususnya Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, khususnya Program Reguler Angkatan 2006. 8. Semua pihak yang membantu dalam penulisan rencana penelitian ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini, baik dalam pemaknaan substansi maupun ekspresi penulisan dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, Agustus 2008 Prima Jiwa Osly
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 16 Desember 1976 dari Ayah yang bernama Osly Rachman dan Ibu yang bernama Nursahati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis sudah menikah pada 31 Agustus 2003 dengan Puspita Sari dan telah dikaruniai seorang putri bernama Azumi Sultanikha. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor, dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta, dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta . Penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta sejak 2000 sampai sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI............................................................................................................ i DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang.............................................................................................. 1 Identifikasi Masalah ..................................................................................... 3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 5 Kontribusi Penelitian .................................................................................... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 6 Pengertian Pariwisata ................................................................................... 6 Potensi dan Pasar Wisata.............................................................................. 7 Konsep Pengembangan Kawasan Wisata..................................................... 9 Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development).................. 12 Perencanaan Tapak ..................................................................................... 16 Sistem Informasi Geografis (SIG).............................................................. 23 III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................................... 27 Kerangka Pikir Penelitian........................................................................... 27 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 29 Waktu Penelitian......................................................................................... 29 Pengumpulan dan Pengolahan Data ........................................................... 29 Penyusunan Basis Data dan Pengolahan Data Digital................................ 31 Zona Dan Parameter Penyusun Rencana Tapak......................................... 33 Metode Analisis Keruangan ....................................................................... 43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 47 Kondisi Biofisik Lokasi Penelitian............................................................. 47 Analisis Dan Perancangan Tapak ............................................................... 53 Pemetaan Kesesuaian Lokasi Dan Zona..................................................... 61 Perancangan Tapak..................................................................................... 66 Arahan ........................................................................................................ 85
Prima Jiwa Osly/A353060101
i
V. PENUTUP........................................................................................................ 90 Kesimpulan ................................................................................................. 90 Saran ........................................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 92
Prima Jiwa Osly/A353060101
ii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok.............................................. 2 Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata ........................................................ 24 Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya................................................. 30 Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan ........................................ 33 Tabel 5. Pemeringkatan kesesuaian lokasi yang digunakan ................................. 34 Tabel 6. Pemeringkatan kesesuaian infrastruktur yang ada .................................. 34 Tabel 7. Pemeringkatan kesesuaian status lahan................................................... 35 Tabel 8. Pemeringkatan kesesuaian Land Cover dan Land Use ........................... 35 Tabel 9. Pemeringkatan kesesuaian untuk View dengan Buffer 100 m................. 36 Tabel 10. Parameter dan bobot untuk penentuan lokasi dalam zona .................... 37 Tabel 11. Pemeringkatan kesesuaian zona............................................................ 38 Tabel 12. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona A (Village Zone) ....... 39 Tabel 13. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona A (Village Zone).................. 39 Tabel 14. Skoring View dalam zona A (Village Zone).......................................... 40 Tabel 15. Skoring Vegetasi dalam zona A (Village Zone).................................... 40 Tabel 16. Skoring Slope dalam zona A (Village Zone)......................................... 40 Tabel 17. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona B (Rest Area) ............ 41 Tabel 18. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona B (Rest Area) ....................... 41 Tabel 19. Skoring View dalam zona B (Rest Area)............................................... 42 Tabel 20. Skoring Water Body dalam zona B (Rest Area).................................... 42 Tabel 21. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona C (Water Zone) ......... 42 Tabel 22. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona C (Water Zone).................... 43 Tabel 23. Skoring Water Body dalam zona C (Water Zone) ................................ 43 Tabel 24. Skoring Vegetasi dalam zona C (Water Zone) ..................................... 43 Tabel 25. Luas Land Cover dan Land Use............................................................ 53 Tabel 26. Tabel panjang jaringan jalan dalam lokasi............................................ 58 Tabel 27. Tabel luas status lahan pada lokasi ....................................................... 60 Tabel 28. Tabel luas kesesuaian untuk lokasi ....................................................... 61 Tabel 29. Tabel luas kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) ............................ 63 Tabel 30. Tabel luas kesesuaian untuk Zona B (Water Zone) .............................. 64
Prima Jiwa Osly/A353060101
iii
Tabel 31. Tabel luas kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) .............................. 65 Tabel 32. Tabel luas untuk masing-masing zona .................................................. 66 Tabel 33. Kebutuhan Ruang Fasilitas ................................................................... 76 Tabel 34. Tingkat kepentingan untuk kegiatan pembangunan fasilitas ................ 86
Prima Jiwa Osly/A353060101
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront .................................................. 16 Gambar 2. Proses perencanaan tapak.................................................................... 18 Gambar 3. Kerangka pikir penelitian .................................................................... 28 Gambar 4. Lokasi penelitian ................................................................................. 29 Gambar 5. Prosedur penentuan kesesuaian lokasi ................................................ 45 Gambar 6. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) ........... 45 Gambar 7. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona B (Rest Area)................. 45 Gambar 8. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) ............. 46 Gambar 9. Prosedur penentuan posisi zona terhadap kawasan............................. 46 Gambar 10. Pembagian wilayah kota Depok........................................................ 48 Gambar 11. Lokasi penelitian ............................................................................... 49 Gambar 12. Peta elevasi lahan lokasi penelitian................................................... 50 Gambar 13. Peta kemiringan lahan lokasi penelitian............................................ 50 Gambar 14. Peta hidrologi lokasi penelitian ......................................................... 51 Gambar 15. Peta jaringan jalan wilayah penelitian............................................... 52 Gambar 16. Pola ruang kawasan........................................................................... 53 Gambar 17. Pencapaian wilayah penelitian dalam konstelasi regional ................ 57 Gambar 18. Peta jaringan jalan dalam kawasan.................................................... 58 Gambar 19. Peta kesesuaian lokasi ....................................................................... 62 Gambar 20. Peta kesesuaian untuk zona A (Village Zone)................................... 63 Gambar 21. Peta kesesuaian untuk zona B (Rest Area) ........................................ 64 Gambar 22. Peta kesesuaian untuk zona C (Water Zone)..................................... 65 Gambar 23. Peta zonasi......................................................................................... 66 Gambar 24. Skema pengelolaan air bersih kawasan............................................. 74 Gambar 25. Skema pengelolaan air kotor kawasan .............................................. 75 Gambar 26. Rancangan tapak Zona A .................................................................. 77 Gambar 27. Perancangan suasana pada Zona A ................................................... 78 Gambar 28. Rancangan tapak Zona B................................................................... 79 Gambar 29. Suasana pos sepeda ........................................................................... 80 Gambar 30. Amphi Theatre ................................................................................... 81
Prima Jiwa Osly/A353060101
v
Gambar 31. Pusat kerajinan dan cinderamata ....................................................... 82 Gambar 32. Suasana toko cinderamata dan kerajinan .......................................... 82 Gambar 33. Rancangan tapak Zona C................................................................... 83 Gambar 34. Pusat belanja tanaman ....................................................................... 84 Gambar 35. Suasana belanja tana.......................................................................... 84 Gambar 36. Kondisi dermaga untuk wisata air..................................................... 85
Prima Jiwa Osly/A353060101
vi
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Peran sektor pariwisata terasa semakin penting dalam perekonomian daerah, baik sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) maupun sebagai kesempatan kerja serta kesempatan berusaha. Dalam rancangan pembangunan nasional, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pengembangan pariwisata harus dilakukan dan ditingkatkan dengan memperluas dan memanfaatkan sumber serta potensi pariwisata. Pemasukan (devisa) dari sektor pariwisata Indonesia adalah sebesar Rp 125 trilyun dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 7,52 juta orang
(DEPBUDPARRI,
2006). Meningkatnya
jumlah
wisatawan
akan
menciptakan industri pariwisata (angka pertumbuhan nasional sebesar 2% per tahun). Dalam kasus kota Depok, tahun 2006 sektor pariwisata menyumbang 25,4% bagi PAD dan 8,8% dari keseluruhan restribusi pendapatan Jawa Barat dari sektor pariwisata. Peningkatan tersebut didorong oleh tiga hal, yakni pertama, penampilan eksotis daerah, dalam arti bahwa setiap pariwisata tentu ingin menampilkan sesuatu yang belum ada di mana-mana. Kedua, kebutuhan orang modern dengan hiburan waktu senggang atau relaksasi (keluar dari rutinitas). Ketiga, mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi daerah yang dijadikan tujuan wisata. Depok memiliki posisi sebagai daerah peresapan air dan hal ini dituangkan dalam Keppres No. 114 Pasal 2 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Bogor-PuncakCianjur). Dalam Keppres tersebut salah satu fungsi penting kawasan adalah
sebagai peresapan air bagi keseluruhan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Praktek peresapan air itu dilakukan melalui perlindungan ekologi kawasan hijau dan danau (bahasa lokal disebut situ). Saat ini, sebanyak 12 dari 26 situ di Depok dalam keadaan rusak. Kualitas air berkurang karena sedimentasi, tumbuhnya gulma air yang tak terkendali, limbah domestik, kerusakan bangunan air pendukung situ (tanggul, pintu air) sehingga menyebabkan penyempitan luas permukaan situ secara terus menerus. Dengan semakin besarnya kerusakan ekosistem situ, kegiatan konservasi air di kota Depok
saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan (Rosnila, 2004). Sebesar 40% total curah
Prima Jiwa Osly/A353060101
1
hujan kota depok menjadi air permukaan sehingga menyebabkan volume air resapan menjadi berkurang. Dibandingkan dengan wilayah Bogor, air hujan yang menjadi air permukaan berkisar 20%. Peningkatan jumlah air permukaan ini utamanya disebabkan makin meningkatnya permukiman penduduk (Anon, 2004). Hal ini berhubungan dengan perencanaan pengembangan kota Depok yang lebih diarahkan untuk menjadi daerah pemukiman. PEMKOT (Pemerintah Kota) Depok sadar bahwa daerahnya menjadi pilihan bagi para pekerja yang mencari nafkah di Jakarta. Pertambahan jumlah penduduk yang relatif pesat mengakibatkan kebutuhan akan perumahan meningkat pula. Saat ini, penggunaan tanah Depok untuk permukiman mencapai 66% dari total wilayah Depok sedangkan wilayah hutan kurang dari 10% (Tabel 1). Salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk tetap menjaga keberadaan situ dan diharapkan dapat memperbaiki situ-situ yang rusak adalah dengan mengelola kawasan sekitar situ untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase Hutan Kota 1950 9.7% Sungai/Danau/Situ 420 2.1% Pertanian 3031 15.1% Permukiman 13334 66.5% Pendidikan 250 1.2% Perkantoran 95 0.5% Pusat Pelayanan 261 1.3% Industri 283 1.4% Perdagangan dan Jasa 432 2.2% TOTAL 20055.9 100.0%
Sumber : Peta RTRW Depok 2000-2010
Pada dasarnya keberadaan situ tersebut merupakan potensi besar di bidang pariwisata, khususnya wisata air. Sedikitnya 22 situ di wilayah penyangga Ibu Kota Negara bagian selatan ini sudah disiapkan untuk dikembangkan. Ke-22 situ yang tersebar pada wilayah tersebut antara lain Cilangkap, Rawa Kalong, Pedongkelan, Tipar, Jatijajar, Patinggi, Baru, Gadog, Sidomukti, Cilodong. Lalu, Pengarengan, Bahar, Pitara, Asih Pulo, Rawa Besar Citayam, UI, Pladen, Bojong Sari, Pengasinan, Pasir Putih, Cinere dan Krukut. Hal ini juga ditunjang dengan keinginan masyarakat Depok yang menghendaki adanya kawasan wisata di dalam
Prima Jiwa Osly/A353060101
2
kota Depok, sehingga masyarakat tidak perlu untuk mencari obyek-obyek wisata yang berada di luar kota Depok (Media Indonesia, 11 Januari 2005). Dengan adanya potensi kawasan dan pasar yang potensial maka diharapkan kawasan situ dapat dibangun menjadi sebuah kawasan wisata. Berdasarkan masalah-masalah yang ada diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk membangun sebuah kawasan wisata yang dapat menjamin keberadaan situ sebagai kawasan konservasi tanah dan air, mengakomodir keinginan masyarakat Depok dalam berwisata dan mendatangkan keuntungan bagi pemerintah.
Identifikasi Masalah Perkembangan Depok sebagai kota yang relatif baru dapat dikatakan cukup pesat. Pengembangan kota dari Kota Administratif menjadi Kota membuat Depok berbenah diri. Depok pada awalnya direncanakan sebagai kota satelit kemudian berubah menjadi kota dormitory. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan penduduk menjadi sangat cepat (pertumbuhan penduduk 3,70% per tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk nasional 3,2% per tahun). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dilakukan pembangunan fasilitas-fasilitas utama yang membangun struktur kota yaitu permukiman, perdagangan dan sosial. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga berpengaruh terhadap berbagai hal dalam keinginan beraktivitas, termasuk aktivitas wisata. Keterbatasan kawasan wisata termasuk variasi dan obyek wisata di kota Depok membuat masyarakat mencari obyek wisata yang ada di daerah lain seperti Bogor dan Jakarta (Susilowati et al., 2005). Sebagai salah satu wilayah dalam daerah konservasi tanah dan air (KEPPRES no 114 tahun 1999), Depok memiliki situ-situ yang keberadaannya belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah kota dan usaha swasta. Sama seperti kota-kota lainnya yang sedang berkembang, perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi non pertanian menjadi konsekwensi perkembangan kota. Perubahan penggunaan lahan ini akan mempengaruhi perilaku dan fungsi air permukaan. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap keberadaan situ. Apabila kondisi ini tidak dikendalikan maka keberadaan situ akan menciut dan bahkan
Prima Jiwa Osly/A353060101
3
hilang. Pengelolaan dan pengembangan kawasan situ menjadi alternatif yang logis untuk menjaga keberadaan situ tersebut. Perencanaan kawasan situ sebagai kawasan wisata merupakan salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan situ. Pengembangan kawasan ini diharapkan akan menghasilkan multiplier effect bagi seluruh komponen kota. Saat ini, situ Pengasinan belum ditangani secara serius oleh Pemerintah Kota dan belum dikembangkan menjadi kawasan dengan fungsi konservasi dan sekaligus wisata walaupun RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Depok Tahun 2006-2011 telah mengamanatkan pengembangan dan pembangunan obyek wisata situ Pengasinan sebagai salah satu program dalam penataan kawasan wisata Kota Depok. Namun perencanaan secara detil terhadap kawasan tersebut belum pernah dilakukan. Melihat potensi yang ada di sekitar kawasan situ Pengasinan seperti, kondisi alam yang masih terjaga, sedikitnya jumlah bangunan di sekitar situ dan terjaganya kondisi air, memberikan inspirasi untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata. Kawasan wisata ini diharapkan tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat Depok namun juga masyarakat di kota-kota sekitar Depok. Berdasarkan uraian diatas maka dapat di identifikasikan pokok-pokok permasalahan yang ada, yaitu : 1. Pertambahan
penduduk
mengakibatkan
meningkatnya
keinginan
penduduk untuk variasi dan obyek wisata, 2. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola, dan 3. Belum adanya perencanaan detil terhadap kawasan situ Pengasinan untuk menjadi kawasan wisata.
Tujuan Penelitian Tujuan Utama Tujuan utama penelitian ini adalah merencanakan dan merancang kawasan Situ Pengasinan, Sawangan menjadi kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan dan dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok.
Prima Jiwa Osly/A353060101
4
Tujuan Khusus 1. Menentukan kesesuaian kawasan sekitar situ untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata berdasarkan potensi fisik, 2. Menentukan jenis obyek-obyek wisata pada kawasan terbangun, 3. Mengintegrasi obyek-obyek wisata dan mengatur sirkulasi sehingga menjadi sebuah kawasan pariwisata, 4. Memberikan arahan dan strategi promosi bagi pengelola dan calon pengelola kawasan.
Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini hanya merencanakan berdasarkan potensi fisik dan merancang sebuah kawasan wisata pada kawasan sekitar situ Pengasinan dan mencoba menawarkannya sebagai sebuah kawasan pariwisata kota yang dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok. Studi kelayakan secara sosial dan ekonomi untuk kawasan terbangun tidak akan dibahas sepintas dalam penelitian ini.
Kontribusi Penelitian Kontribusi dari penelitian ini adalah : 1. Acuan bagi Pengambil Kebijakan (Pemerintah Kota Depok c/q Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok) untuk menetapkan pembangunan Kawasan Situ Pengasinan, Sawangan 2. Sebagai salah satu model pembangunan kawasan wisata yang berwawasan lingkungan 3. Sebagai salah satu landasan ilmiah dalam mempromosikan pariwisata Depok
Prima Jiwa Osly/A353060101
5
II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata World Trade Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai ”the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes” atau segala macam aktivitas dari manusia yang melakukan perjalanan dan menetap di sebuah tempat selain lingkungan tempat hidupnya selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan mengisi waktu senggang, bisnis dan atau keperluan lainnya. Definisi wisata menurut Swabrooke et al., 2003 adalah “Tourism can be defined as the theories and practice of travelling and visiting places for leisure related purpose” atau pariwisata dapat diartikan sebagai teori dan praktek dari perjalanan mengunjungi obyek-obyek tertentu untuk mendapatkan kesenangan. UU nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sehingga berdasarkan definisi diatas dapat diartikan bahwa seluruh jenis perjalanan yang dilakukan dapat dikatakan sebagai wisata apabila dalam melakukan perjalanan tersebut seseorang mendapatkan kesenangan. Secara relasional, pariwisata merupakan hubungan antara obyek dan manusia. Obyek memberikan sesuatu yang dapat mengakibatkan manusia terpuaskan hasrat keinginannya, manusia akan memberikan sesuatu pula terhadap obyek tersebut. Berdasarkan pengertian diatas maka pariwisata mempunyai ciri-ciri (1) pelaku (individu atau kelompok), (2) yang melakukan perjalanan, (3) bersifat sementara, (4) untuk mencari kebahagian, kepuasaan atau kenikmatan. Sehingga, secara kontekstual, perjalanan yang dilakukan manusia dari tempat asal menuju tempattempat yang disukai dalam waktu sementara dengan tujuan rekreasi dan bersenang-senang identik dengan kegiatan wisata.
Prima Jiwa Osly/A353060101
6
Potensi dan Pasar Wisata Kriteria Penilaian Potensi Skala perencanaan untuk wisata dapat dibedakan atas tiga skala, yaitu: (1) skala situs (site scale); (2) skala daerah tujuan wisata (destination scale); dan (3) skala regional (regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian ruang daerah-daerah tujuan wisata sesuai dengan tujuan obyek wisata seperti tempat parkir, taman, ruang peristirahatan, hotel, restoran, obyek wisata utama dan pelengkap. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa obyek wisata di suatu daerah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam memberikan variasi wisata, sedangkan skala regional melihat keterpaduan kawasan wisata dalam lingkup yang lebih luas misalnya dalam satu propinsi. Metode yang sering diterapkan dalam perencanaan wilayah wisata yaitu mengidentifikasi, menyeleksi, mengevaluasi situs atau wilayah dan mengukur potensi wisata. Elemen pengembangan pariwisata terdiri dari atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta menjadi alat yang penting untuk menampilkan potensi-potensi tersebut sehingga layak untuk dikembangkan. Kriteria penilaian potensi obyek wisata bersifat obyektif yang berarti heterogenitas wilayah akan menentukan obyek-obyek wisata yang dapat dikembangkan pada wilayahnya masing-masing. Kriteria-kriteria penilaian potensi obyek wisata ini dikembangkan oleh para ahli dengan penelitian dan studi kasus. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah yang dikembangkan oleh Coppock et al. (1971), Swarbrooke et al. (2003), White (2004) dan Erik and Usul (2004). Coppock et al. (1971) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktorfaktor bentang alam, air dan pemandangan yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Penelitian yang dilakukan menghasilkan obyek-obyek wisata yang didasarkan atas faktor-faktor tersebut. Faktor bentang lahan diperuntukkan bagi aktivitas wisata (1) berkemah, karavan, dan piknik
(2) berkuda dengan
kelengkapan untuk jalur-jalur jalan dan pengekang kuda; (3) Hiking atau jalanjalan, dengan kelengkapan jalur untuk jalan kaki; (4) menembak, semua wilayah dengan penilaian khusus olahraga menembak, dan (5) panjat tebing. Faktor
Prima Jiwa Osly/A353060101
7
bentangan air untuk (1) kegiatan memancing pada sungai, kanal dan danau/genangan air yang tidak ada polusi, (2) aktifitas olahraga air, dengan syarat air tidak terpolusi, panjang minimal satu kilometer, lebar 200 meter dan atau luas 20 hektar; (3) Rekreasi pendidikan yang berorientasi ke air, dan (4) aktivitas sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal 400 meter dengan jalan. Faktor pemandangan alam dapat ditambahkan kedalam kedua faktor diatas sebagai faktor pendukung atau menjadi obyek wisata tersendiri yaitu obyek wisata pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 500 meter dpl (di atas permukaan laut). Plato lebih dari 1.500 meter dpl, bukit 500 sampai dengan 1.500 meter dpl, pegunungan lebih dari 2.000 meter dpl. Swarbrooke et al. (2003) mengadakan studi kasus terhadap potensi wisata yang ada diseluruh dunia antara lain Maroko, Afrika Selatan dan Namibia untuk Benua Afrika, Inggris, Spanyol dan Norwegia untuk Benua Eropa, Florida untuk Benua Amerika, Vietnam dan Thailand untuk Benua Asia serta New Zealand untuk Benua Australia. Studi kasus yang dilakukan adalah untuk menentukan potensi wisata, segmentasi pasar dan prospek pengembangan jenis wisata. White (2004) menentukan kriteria-kriteria penilaian potensi untuk jenis wisata alam yang berada di perkotaan. Wisata alam yang dikembangkan adalah taman kota dan Education Center. Erkin and Usul (2007) mengadakan kajian mengenai lokasi-lokasi yang cocok untuk obyek-obyek wisata alam antara lain camping, biking, caravan dan grass skiing. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan elevasi, pola ruang, pola network dan pemandangan.
Analisis yang dilakukan
menggunakan overlay (tumpang tindih) data-data Russian Topograhic Maps, LANDSAT Image, RADAR Image dan IKONOS Image. Segmentasi Pasar Dalam menghubungkan antara konsep atau teori mengenai aktivitas dan fasilitas wisata serta pengalaman berwisata pengunjung diperlukan sebuah konsep atau teori yang menjelaskan keberadaan dari pengunjung tersebut yang terkait dengan konsep pasar. Konsep ini berguna dalam menganalisa kebutuhan wisatawan atau pengunjung pada suatu destinasi. Konsep pasar merupakan alat untuk menemukenali karakteristik wisatawan atau pengunjung, karena dengan mengenali karakteristiknya dapat diketahui tanggapan dari wisatawan atau
Prima Jiwa Osly/A353060101
8
pengunjung ketika beraktivitas wisata dan menggunakan fasilitas wisata. Mill and Morrison (1992) menyatakan bahwa pembagian golongan pasar (Market Segmentation) didefinisikan sebagai proses dari manusia yang memiliki kesamaan kebutuhan, keinginan dan karakteristik berkumpul bersama sehingga membentuk sebuah organisasi yang dapat menggunakan ketelitian tinggi dalam melayani dan berkomunikasi dan memilih sebagai pengguna. Secara garis besar, terdapat empat metode untuk menentukan pembagian golongan, yaitu : 1. Golongan berdasarkan demografi (Demographic Segmentation) yaitu sekelompok orang yang memiliki karakteristik yang dapat terhitung seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan dsb 2. Golongan berdasarkan geografi (Geographic Segmentation) yaitu memperhitungkan pasar kedalam lokasi yang secara geografis berbeda seperti negara, provinsi, kota, kabupaten dsb 3. Golongan berdasarkan psikografis (Psychographic Segmentation) yaitu kelompok orang yang memiliki kepribadian dan gaya hidup seperti kesamaan gaya hidup, hobi, aktivitas dsb 4. Golongan berdasarkan kelakuan (Behaviour Segmentation) yaitu menggolongkan pasar kedalam sebuah kumpulan yang faktanya memiliki kebiasaan membeli dan memilih seperti petualang akhir pekan, pelanggan yang royal, pencari keuntungan dsb
Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept) Kawasan pariwisata adalah kawasan yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pembangunan kawasan pariwisata tidak mengurangi areal tanah pertanian dan dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam warisan budaya. Erkin and Usul (2007) menyatakan bahwa kawasan pariwisata pada negara-negara berkembang biasanya adalah kawasan-kawasan yang tidak berkembang namun memiliki keindahan panorama dan ekosistem yang beragam. Saat ini, pariwisata selalu mendapatkan porsi besar dalam perencanaan pengembangan kota dan wilayah karena sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor penting dalam
Prima Jiwa Osly/A353060101
9
ekonomi. Namun pengembangan yang diharapkan adalah pengembangan kawasan yang tidak merusak ekosistem. Untuk dapat mengembangkan sebuah kawasan wisata maka diperlukan sebuah konsep dasar yang dapat menentukan batasan penggunaan lahan untuk kepentingan wisatawan dan penggunaan lahan untuk optimalisasi sumberdaya pariwisata. Konsep tersebut dikenal sebagai Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept).
Caneday and Farris (2005) menyatakan Konsep Daya
Dukung (Carrying Capacity) adalah sebuah konsep yang lahir pada bidang pertanian dan pengelolaan taman margasatwa. Konsep daya dukung ini dikenal sebagai cara untuk mendefinisikan jumlah dan tipe binatang yang dapat di dukung oleh lingkungannya (habitat). Dalam konteks diatas, daya dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimum dan kepadatan dari binatang pada luas lahan tertentu yang dapat mendukung kehidupannya tanpa merusak ekosistem. Pada tahun 1964, J.A. Wagar dalam
The Carrying Capacity of Wild Lands for Recreation
memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal sebagai Daya Dukung Rekreasi (Recreational Carrying Capacity) yang merupakan penerapan dari prinsip teori diatas kedalam sebuah kawasan rekreasi. Diantara prinsip tersebut adalah : (1) pengkarakteristikan daya dukung berfungsi sebagai kepemilikan yang melekat pada sebuah lokasi yang dapat ditentukan, daya dukung bukan merupakan suatu nilai yang tetap, (2) Daya dukung tergantung pada kebutuhan dan nilai dari manusia dan hanya dapat ditentukan dalam hubungannya dengan tujuan pengelolaan, (3) Kebutuhan yang melebihi batas dapat dikurangi dengan melakukan tindakan pengelolaan seperti zonasi, tindakan persuasif dan pengelolaan komunitas. Berdasarkan hal diatas maka dalam kawasan wisata, Konsep Daya Dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimal dari sejumlah orang yang dapat menggunakan sebuah kawasan tanpa adanya perubahan yang tidak dapat diterima terhadap kondisi lingkungan dan tanpa penurunan yang tidak dapat diterima terhadap kualitas dari pengalaman yang akan didapat wisatawan. Konsep ini terdiri atas beberapa kriteria, yaitu : a. Fisik, berhubungan dengan
jumlah lahan yang tersedia, yang cocok
untuk fasilitas, termasuk batas kapasitas dari fasilitas tersebut.
Prima Jiwa Osly/A353060101
10
b. Psikologis, persepsi wisatawan terhadap kawasan yang dinilai dari tingkat kepuasan wisatawan. c. Biologis, kapasitas biologis dari suatu tempat bila kerusakan lingkungan terjadi. d. Sosial, pemikiran dari daya dukung sosial didasarkan pada community based tourism planning (perencanaan pariwisata berbasis komunitas) dan sustainability (keberlanjutan) yang mana mencoba untuk mendefinisikan level pengembangan agar dapat diterima masyarakat lokal dan pengusaha. e. Ekonomi, keuntungan ekonomi yang dapat diterima. f. Infrastruktur, manfaat prasarana bagi masyarakat lokal dan wisatawan. Berdasarkan karakteristik dan jenis aktivitas, Konsep Daya Dukung dapat dibedakan menjadi 2 kategori analisis, yaitu : 1. Pertimbangan rekreasi, membedakan interaksi dari jenis menggunakan parameter (ukuran) seperti level penggunaan, tipe, variasi ruang dan sementara, tingkah laku pengguna, persepsi kualitas sumberdaya. 2. Pertimbangan ekologi, proses alam dan dampak manusia terhadap lingkungan, air, tanah, fauna dan lain-lain. Penggunaan
sebuah
kawasan
yang
melebihi
kapasitasnya
akan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, dampak negatif dapat dikurangi dengan menerapkan beberapa metode sehingga keberlanjutan dapat dijaga. Tahapan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat over capacity tersebut adalah dengan cara, antara lain : 1. Membatasi akses, membatasi jumlah mobil parkir, mencegah akses dengan mobil masuk, pengenaan biaya yang tinggi dan lain-lain. 2. Membatasi fasilitas, membatasi pembangunan jalan yang tidak perlu, fasilitas akomodasi, dan lain-lain. 3. Membagi lahan kawasan wisata berdasarkan jenis aktivitas, memisahkan antara aktivitas yang tenang, jalan-jalan dan lain-lain. 4. Penjadwalan, menjadwalkan aktivitas wisatawan dalam waktu yang berbeda dalam sehari, seminggu, sebulan/setahun. 5. Mengembangkan kawasan wisata alternatif yang sejenis.
Prima Jiwa Osly/A353060101
11
Sarana dan Prasarana Wisata Dalam upaya memuaskan kebutuhan dan selera wisatawan, lahirlah unsur baru yang perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan wisata yaitu unsur pelayanan. Persiapan atas jasa atau produk diharapkan sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Hal ini mengakibatkan timbulnya spesialisasi pelayanan yang akhirnya membentuk suatu distribusi pelayanan pada pendukung industri wisata (Wibowo, 2006). Menurut Gamal (1997) sarana wisata dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Sarana Pokok Kepariwisataan, yang terdiri atas Obyek wisata (keindahan alam, iklim, pemandangan, flora dan fauna,
hutan, landmark dsb) Atraksi wisata (festival, kesenian, pesta ritual, upacara keagamaan dsb) Fasilitas rekreasi dan olahraga (golf course, tennis court, pemandian,
kuda tunggangan dsb) 2. Sarana Pelengkap Pariwisata, yang terdiri atas Restoran, Prasarana umum (jalan raya, jembatan, listrik, telekomunikasi, dsb)
3. Sarana Penunjang Kepariwisataan, yang terdiri atas : Transportasi wisata (darat, laut dan udara), Biro perjalanan umum dan agen wisata, Sarana lainnya (nightclub, toko cinderamata, panti pijat dsb)
Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development) Wrenn and Douglas (1983) mendefinisikan Waterfront is interface between land and water. Pengertian interface diatas adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan daratan dan perairan Selain itu Wrenn and Douglas (1983) juga mengemukakan definisi Urban Waterfront yaitu suatu lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, seperti misalnya lokasi di sekitar area sungai besar di kota metropolitan.. Dari kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa
Prima Jiwa Osly/A353060101
12
kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut. Sedangkan Waterfront Development adalah konsep pengelolaan kawasan tepi air dengan memberikan muatan kegiatan aktif pada pertemuan air dan daratan. Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan (development). Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Berdasarkan fungsinya, Breen and Rigby (1996) menyatakan bahwa waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi
dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang
menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang
dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial,
reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
Kriteria dan Aspek Perencanaan Prabudiantoro dalam Soesanti et al. (2006) menyatakan kriteria umum dari penataan dan pendesainan waterfront adalah : Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau,
sungai, dan sebagainya).
Prima Jiwa Osly/A353060101
13
Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau
pariwisata. Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman,
industri, atau pelabuhan. Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan. Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal.
Dalam perencanaan kawasan tepi air terdapat dua aspek dominan, yaitu : 1. Aspek geografis, yaitu hal-hal menyangkut geografis kawasan yang akan menentukan jenis serta pola penggunaan kawasam tersebut. Termasuk dalam aspek ini adalah : Kondisi perairan (jenis, dimensi dan konfigurasi, pasang surut serta
keadaan air) Kondisi daratan (ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah dan
kepemilikan) Iklim (musim, temperature, angin dan curah hujan)
2. Aspek Perkotaan, merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas sebagai kota yang bersangkutan serta menetukan hubungan antara kawasan tepian air yang direncanakan dengan bagian kota terkait. Aspek ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront tersebut. Termasuk dalam
aspek ini adalah : Pemakai, penduduk sekitar yang tinggal, bekerja, berwisata atau
hanya sekedar memiliki kawasan tersebut sebagai sarana publik Sejarah dan budaya Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta
perencanaan sirkulasi di dalam kawasan Karakter visual, hal-hal yang akan memberi ciri pembeda kawasan.
Kedua aspek diatas menjadi penting untuk menciptakan suatu kawasan tepian air yang hidup dan dapat dinikmati
Prima Jiwa Osly/A353060101
14
Elemen Penting Perencanaan Waterfront Perencanaan waterfront meliputi proses pembentukan zona, pengaturan zona-zona fungsi, akses transportasi/sirkulasi, pengolahan ruang publik (public space), tatanan massa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Menurut Wrenn and Douglas (1983), pola penyusunan dan perkembangan tata letak yang merupakan proses pembentukan suatu area waterfront adalah sebagai berikut : Awalnya berkembang dari arah perairan, yaitu
dengan dibangunnya
beberapa sarana yang menunjang fungsi utama dari area waterfront. Ketika area waterfront mulai ramai dikunjungi dan ditempati orang maka
terjadilah perluasan lokasi dan penyebaran ke arah daratan. Pertambahan penduduk yang tinggal mendorong munculnya beberapa
sarana penunjang lainnya, seperti dermaga kecil, jalur sirkulasi tambahan, dan sebagainya. Seiring pertambahan penduduk dan aktivitas yang semakin banyak maka
dibuatlah beberapa saluran kanal di area waterfront. Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter pada area waterfront, dan membuat pemisah buatan yang memisahkan secara jelas fungsi fungsi yang ada pada site. Pola susunan massa dan ruang pada zona-zona yang berada di area waterfront harus mengacu dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak diterapkan maka area tersebut akan kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai area waterfront. Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area waterfront
merupakan
suatu
area
yang
menjadi
tempat
bertemu
dan
berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada umumnya, zona yang berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai fungsifungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah oleh semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya dibangun zona-zona ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang kawasan utama tersebut atau berisi daerah permukiman penduduk. Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting. Sirkulasi adalah lahan yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara
Prima Jiwa Osly/A353060101
15
zona-zona di dalam kawasan dan akses dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan sirkulasi air. Idealnya kedua sirkulasi tersebut mempunyai jumlah dan luas yang sama besarnya. Selain itu, penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan jalannya berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini memudahkan semua orang untuk menikmati view ke arah perairan. Sedangkan penataan sirkulasi darat yang tidak berdekatan dengan area
perairan
mengakibatkan salah orientasi dan hilangnya citra dari waterfront itu sendiri. Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik dan branch seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. (A) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. (B) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. (C) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. (D) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal.
Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront (Soesanti et al., 2006)
Ruang-ruang utama yang terbentuk dengan ukuran yang besar umumnya merupakan suatu area publik yang diletakkan berbatasan langsung dengan perairan
Perencanaan Tapak Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia dan lingkungan alamiah guna menunjang kegiatan manusia. Mendesain sebuah tapak juga merupakan sebuah seni untuk menata fasilitas dalam tapak untuk mendukung pemenuhan kebutuhan akan aktivitas. Pemberian bentuk untuk
Prima Jiwa Osly/A353060101
16
sebuah tapak berguna untuk mengakomodasi fasilitas dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi pengguna tapak. Perencanaan tapak juga mengaplikasikan sistem buatan manusia (termasuk konstruksi) kedalam sebuah sistem lingkungan dan ekologi dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan yang akan dihadapi. Pengkajian perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu faktor lingkungan alam dan faktor lingkungan buatan manusia. Faktor lingkungan alam merupakan suatu sistem ekologi dari air, udara, energi, tanah, tumbuhan (vegetasi), dan bentuk-bentuk kehidupan yang saling mempengaruhi dan membentuk suatu komunitas yang saling menyesuaikan diri dan berkembang bila lingkungan berubah. Kegiatan manusia merupakan bagian penting dari sistem ekologi ini. Karena itu dalam pembangunan yang menjadi persoalan ialah bagaimana mempertahankan keselarasan dan tidak melampaui kapasitas alam dari sistem tersebut guna menunjang kegiatan manusia. Suatu rancangan tapak yang baik akan meningkatkan kegiatan manusia disamping menonjolkan potensi tapak yang alami. Faktor lingkungan buatan manusia terdiri dari bentuk elemen dan struktur kota yang dibangun, meliputi struktur fisik dan pengaturan ruang serta pola-pola perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik. Kedua perspektif ini saling mrmpengaruhi. Seringkali dalam tata lingkungan terjadi pelanggaran faktor lingkungan alam yang disengaja. Kota memiliki berbagai sistem prasarana yang luas untuk air, energi listrik, transportasi, saluran pembuangan air hujan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam perencanaan dan perancangan tapak dikaji bagaimana kesesuaian suatu tapak dengan berbagai sistem lingkungan binaan manusia ini. Jadi perencanaan dan perancangan tapak meliputi hubungan dengan sistem alam maupun dengan sistem buatan manusia, di perkotaan maupun di area yang jauh dari perkotaan.
Proses Perencanaan Tapak Dalam perencanaan tapak diperlukan proses yang rasional dan kritis. Walaupun proses yang diperlihatkan disini tampaknya linear tapi dalam kenyataannya proses ini berulang. Contohnya, sekalipun klien menentukan
Prima Jiwa Osly/A353060101
17
sasaran atau tujuan pokok, hal ini dapat berubah sampai analisa tapak bangunan diselesaikan dengan diidentifikasikannya potensi-potensi tapak, kendala-kendala, dan disusunnya konsep-konsep rancangan. Secara bersamaan, analisa tapak baru dapat dilaksanakan sesudah sasaran atau tujuan pokok ditetapkan. Demikian pula analisa tapak dan pengembangan program sesuai
tujuan sampai penyusunan
konsep setelah alternatif terpilih berkaitan secara keseluruhan. Proses perencanaan tapak dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses perencanaan tapak (Evelin, 2004)
Prima Jiwa Osly/A353060101
18
Analisa Program Pengembangan program didasarkan atas pemahaman kebutuhan semua kelompok sehubungan dengan kegiatan yang akan disesuaikan (syarat-syarat ruang dalam dan luar), dan hubungan ruang dan waktu antara kegiatan-kegiatan dan prasarana dan sarana fisik (jalan setapak, jalan lingkungan dan jalan raya) yang diperlukan guna menyusun program pengembangan ini. Proses pemrograman tapak proyek merupakan dasar dari pemrograman arsitektur – yang meliputi penentuan secara sistematis pola kegiatan yang dikehendaki dan tanggapan fisik atau fungsional terhadap pola-pola itu. Pola-pola program dianalisa dan disajikan dalam bentuk diagram hubungan program dan dikembangkan serta diperinci dalam matriks hubungan program ruang bersamaan dengan analisa tapak dan lingkungan.
Analisa Tapak Analisa tapak merupakan sebuah proses pemahaman akan kualitas-kualitas tapak yang dimiliki, faktor-faktor yang menentukan suatu karakter tapak, maksud yang terkandung dalam tiap faktor, lokasi masing-masing faktor dan mengkategorikan tiap faktor kedalam proses perencanaan. Semua ruang, baik ruang dalam dan ruang luar, dirancang untuk menunjang satu atau beberapa kegiatan. Perilaku manusia yang merupakan suatu kegiatan spesifik akan mempengaruhi bentuk yang diwadahi oleh ruang. Sebaliknya, bentuk ruang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang ruang dan kemudian cara mereka memakainya. Jadi terdapat hubungan keseluruhan antara perilaku, persepsi, dan bentuk. Analisa dan rancangan tapak proyek terfokus pada hubungan-hubungan ini dalam tapak komunitas. Analisa terhadap tapak juga membutuhkan pemahaman terhadap kondisi dalam tapak (on site) dan luar tapak (off site). Analisa tapak membahas secara sistematis tiga konteks tersebut: 1. Konteks ruang tapak (faktor-faktor alami dan buatan) 2. Konteks perilaku (pola-pola kegiatan sosial dan ekonomis dari tapak dan konteks lingkungannya, serta kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pembangunan tapak). 3. Konteks persepsi (persepsi manusia dan penggunaan ruang).
Prima Jiwa Osly/A353060101
19
Dengan mengacu pada ketiga konteks diatas, maka didapat aspek-aspek yang akan digunakan untuk melakukan analisa tapak. Aspek-aspek tersebut adalah (1) lokasi dan pemilihan tapak, (2)
pengaruh lingkungan sekitar tapak, (3) pencapaian
tapak, (4) sistem sirkulasi dalam tapak, (5) lansekap dan (6) pendaerahan atau zoning. Berdasarkan aspek-aspek diatas, maka dapat ditentukan kriteria perencanaan tapak. Lokasi dan Pemilihan Tapak Beberapa kriteria penting untuk menentukan lokasi sebuah kawasan terbangun yaitu : a. Pencapaian Kemudahan dalam pencapaian (dilalui kendaraan umum, dekat dengan jalan tol, dekat dengan fasilitas umum dan lainnya), baik dari dalam dan luar kota (pengunjung, pengelola dan pemasok barang) dapat memberikan nilai lebih pada kawasan. Selain itu, akan lebih baik apabila kawasan dapat dicapai dari segala arah dan sirkulasi arah lalu lintas yang memudahkan pencapaian serta kelancaran jalur sirkulasi dalam tapak kawasan. b. Ekonomi Berkaitan dengan status kepemilikan lahan. Dalam perhitungan ekonomi, lahan pada kawasan terbangun merupakan modal investasi. c. Tata Kota Pembangunan sebuah kawasan tidak dapat lepas dari tata ruang wilayah yang telah ditentukan. d. Aktivitas Penunjang Kedekatan terhadap sarana-sarana penunjang seperti pusat pasar, pusat permukiman dan sebagainya. e. Prasarana Ketersediaan prasarana listrik, air dan jaringan komunikasi Pengaruh Lingkungan Sekitar Tapak Beberapa kriteria penting untuk memperhitungkan pengaruh lingkungan sekitar terhadap sebuah kawasan terbangun yaitu : a. Sirkulasi kendaraan diluar tapak
Prima Jiwa Osly/A353060101
20
Mencakup kriteria hirarki jalan sekitar kawasan, pedestrian dan median serta ruang terbuka b. Bangunan-bangunan penting disekitar tapak (landmark) Bangunan-bangunan yang telah berdiri sebelumnya dan biasanya berfungsi sebagai penanda daerah c. Peraturan Pemerintah Kriteria-kriteria yang telah ditentukan seperti KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan GSB (Garis Sempadan Bangunan) Pencapaian Bagian ini membahas proses dan dasar pemikiran yang dipakai dan konsep awal yang telah dibuat sebelumnya dalam penentuan pencapaian kearah tapak yang telah dipilih beserta penentuan letak pintu-pintu masuk ke dalam tapak. Sistem Sirkulasi Dalam Tapak Beberapa kriteria penting untuk menentukan sistem sirkulasi dalam sebuah kawasan terbangun yaitu : a. Sirkulasi Pejalan Kaki dan Kendaraan Secara garis besar, terdapat 4 (empat) pola sirkulasi, yaitu pola lurus (grid atau straight), pola lengkung (curved), pola putaran (loop) dan pola buntu (culdesac). Penerapan pola sirkulasi yang tepat akan berpengaruh pada besaran persentase penggunaan lahan untuk jalan. Fungsi dari penyusunan sebuah sirkulasi dalam kawasan adalah : Mengurangi gangguan kendaraan bermotor terhadap unit dalam
kawasan Memisahkan jalan yang menampung volume lebih tinggi pada
kecepatan yang lebih tingi dari unit dalam kawasan Melipatgandakan kemudahan dan kenyaman dalam pencapaian
menuju masing-masing unit dalam kawasan b. Areal Parkir Lansekap Kriteria perancangan elemen luar tersebut meliputi elemen-elemen sebagai berikut:
Prima Jiwa Osly/A353060101
21
a. Pola Pedestrian way Pedestrian way membentuk prasarana penghubung yang penting dalam menghubungkan berbagai kegiatan yang berlangsung pada massa bangunan yang berbeda. Pedestrian way dirancang untuk mengarahkan pencapaian dan mempertimbangkan terbentuknya suasana estetis dengan penempatan titik-titik pusat perhatian. Jenis material, tekstur dan warna dipilih yang dapat mendukung karakter kegiatan , baik yang berkesan dinamis dan rekreatif. b. Pohon dan Tanaman Pemilihan tanaman sebagai elemen ruang luar mempertimbangkan karakter, jenis, bentuk, dan ketahanannya. Pohon dan tanaman di sini berfungsi sebagai : Pengaruh dan pembatas visual (barrier) Ditempatkan pada batas tapak, tepi jalan dan diantara massa
bangunan. Pemberi bayangan keteduhan (shelter) Ditempatkan pada sisi-sisi bangunan terutama dekat bukaan untuk
mengurangi kesilauan cahaya. Penyaring udara dan angin (filter) Ditempatkan pada daerah terbuka sebagai penghias dan penyaring
debu. c. Plaza Plaza atau ruang terbuka dibuat untuk mengikat massa-massa bangunan yang saling terpisah, dan difungsikan sebagai ruang komunikasi/relaksasi penghuninya Pendaerahan atau Zoning Kriteria untuk membentuk pendaerahan/zoning didasarkan pada: a. Derajat privasi dari pengguna kawasan. b. Derajat kepentingan dari kawasan ditinjau dari jenis kegiatan utama yang terjadi dalam kawasasn terbangun
Prima Jiwa Osly/A353060101
22
Berdasarkan kriteria yang ada maka penzonaan akan terbagi menjadi zona privat, zona semi publik dan zona publik. Masng-masing zona tersebut akan memiliki fungsi dan pembatasan tertentu. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Puntodewo et al., 2003). Dalam literatur lain, sistem informasi geografis dapat didefinisikan sebagai kemampuan basis data relasional dalam memanipulasi data spasial (dalam bentuk peta digital) dan data atribut (kumpulan data yang terdiri dari abjad dan angka). Data spasial adalah data yang berasal dari peta yang memiliki koordinat dan tersimpan dalam file komputer, sedangkan data atribut adalah data yang dibuat berdasarkan hasil perekaman detail dari ciri-ciri atau benda-benda yang ditemukan dalam peta dan ciri-ciri tersebut memiliki referensi geografis pada lokasinya (McAdam, 1999). Salah
satu
masalah
mendasar
dalam perencanaan
pembangunan
kepariwisataan adalah kurangnya informasi dalam perencanaan penggunaan lahan untuk mengambil keputusan terhadap aset-aset pariwisata yang
dimiliki.
Aplikasi SIG dapat membantu menyelesaikan masalah mendasar diatas. SIG dapat menghasilkan tiga tipe informasi penting yaitu tourism resources maps, tourism use maps dan tourism capability maps. Ketiga informasi diatas dapat memberikan analisis, yaitu : 1. Identifikasi mengenai ketersediaan dan lokasi sumberdaya pariwisata. Hal ini dapat membantu perencana dan pengelola untuk menentukan kemampuan sebuah lokasi agar dapat mengkreasikan sebuah produk pariwisata baru (identifikasi kesesuaian lokasi untuk pariwisata), 2. Evaluasi pilihan penggunaan lahan. Hal ini dilakukan untuk identifikasi zona konflik dan atau komplementer dengan mempertimbangkan aksesibilitas, kondisi sumber daya air, keragaman margasatwa dsb, dan
Prima Jiwa Osly/A353060101
23
3.
Monitoring terhadap sumber daya pariwisata berkondisi kritis yang berasal dari salah perencanaan, pengambilan keputusan dan korelasinya dengan sektor lain.
Sehingga, aplikasi SIG dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan tidak hanya berfungsi sebagai sebagai alat perencanaan namun juga sebagai alat pengambil keputusan (Bahaire and Elliot-White, 1999). Kemampuan SIG dalam pariwisata dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata (Bahaire and Elliot-White, 1999) Kemampuan
Pertanyaan Mendasar Yang
Aplikasi Dalam
Funsional GIS
Dapat Diselesaikan Oleh SIG
Pariwisata
Pemasukan, Penyimpanan dan
Lokasi
Apa ?
Inventarisasi Potensi Wisata
Manipulasi Data
Identifikasi lokasi Pembuatan Peta
Kondisi
Dimana ?
yang paling cocok untuk pengembangan
Integrasi Database
Trend
dan Manajemen Quarry dan
Rute
Pencarian Data
Bagaimana
Menghitung dampak
perubahannya ?
pariwisata
Rute yang
Aliran/pengelolaan
paling bagus ?
pengunjung Analisis hubungan
Analisis Spasial
Pola
Bagaimana
yang berasosiasi
polanya ?
dengan pemanfaatan sumber daya
Model Spasial
Menilai dampak Pembangunan
Bagaimana jika
potensial dari
Model
…?
pengembangan
Pengambilan Keputusan
pariwisata
Buffer Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Tapak Terminologi Buffer seringkali digunakan dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan regulasi lingkungan, dan karena sangat penting dan dapat
Prima Jiwa Osly/A353060101
24
dimodelkan secara spasial, konsep-konsepnya sejak lama telah diadopsi dan diimplementasikan oleh hampir semua paket perangkat lunak SIG. Buffer, biasanya, dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial (atau yang dimodelkan secara spasial) yang bersangkutan (Prahasta, 2005). Dengan membuat Buffer , maka akan terbentuk suatu area, polygon atau zona baru yang menutupi (melindungi) obyek spasial (Buffered Object yang berupa obyek spasial titik, garis atau polygon) dengan jarak tertentu. Zona-zona Buffer ini digunakan untuk mendefinisikan fungsi kedekatan secara spasial suatu obyek terhadap obyek-obyek lain yang berada disekitarnya. Penggunaan tools Buffer Analysis ini sangat berguna dalam melihat daerah penyebaran pelayanan masing-masing bangunan pada sebuah tapak. Selain itu, penggunaan tools akan sangat membantu dalam pembuatan sirkulasi dalam kawasan. Buffer Analysis juga akan menghasilkan pembagian zona privat, semiprivat dan publik, sehingga pemanfaatan penggunaan lahan dan zona dapat maksimal.
Network Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Rute Pengembangan daerah tujuan wisata didominasi oleh filosofi “promosi atraksi wisata dan fasilitas pelayanan yang terdapat pada lokasi wisata”. Sedangkan pengembangan jaringan transportasi diasumsikan akan mengikuti atau berkembang dengan sendirinya. Dengan alasan bahwa penyediaan fasilitas transpotasi merupakan milik bersama (common property), investasi jangka panjang dan urusan pemerintah, maka daerah-daerah tujuan wisata baru biasanya minim jaringan infrastruktur transportasi. Pada saat yang bersamaan dimana daya tarik kawasan dan tingkat pelayanan yang dibutuhkan semakin tinggi maka rute yang melayani komunitas akan dibutuhkan. Sehingga pengembangan yang tidak terencana ini akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan pengunjung suatu daerah/kawasan wisata terbangun tersebut. Pengembangan kawasan wisata seyogyanya dibarengi dengan perencanaan jaringan infrastruktur transportasi yang baik. Perencanaan jaringan transportasi tidak melulu pembangunan infrastruktur jaringan jalan, perancangan rute juga merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah diatas. Dalam SIG,
Prima Jiwa Osly/A353060101
25
perencanaan rute dapat dilakukan dengan menggunakan Analisa Jaringan (Network Analysis) sebagai Tools pendukungnya. Puntodewo et al. (2003) menyatakan bahwa analisa jaringan adalah tools yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan penggunaan jaringan geografis. Jaringan adalah bentuk garis-garis yang saling berhubungan.
Analisa jaringan dalam SIG
menggunakan asumsi dasar bahwa seluruh model pemilihan rute adalah pilihan “terbaik” manusia dalam melakukan perjalanan dari satu titik menuju titik lainnya. “Terbaik” ini dapat dihitung berdasarkan waktu tempuh perjalanan, biaya tempuh perjalanan dan kenyamanan dalam perjalanan. Dengan memasukkan kriteriakriteria “terbaik” tersebut maka perancangan rute yang dilakukan oleh SIG digharapkan dapat mengakomodir kebutuhan calan pengunjung kawasan akan jaringan transportasi menuju kawasan terbangun. Terdapat tiga tipe prinsip Network Analysis yaitu Jejak Jaringan, Rute Jaringan dan Alokasi Jaringan . Jejak Jaringan menetukan jalur-jalur khusus dalam jaringan. Pemberian kriteria terhadap
jalur khusus ini dilakukan oleh calon pengguna. Rute Jaringan
menetukan jalur yang paling optimal dalam sebuah jaringan lurus. Pemilihan rute ini berdsarkan atas beberapa kriteria seperti “jarak terpendek”, “rute tercepat”, “rute tak berbelok” dan “ biaya minimal”. Jalur yang dibuat dapat melalui antar dua titk atau beberapa titik yang dipilih. Alokasi Jaringan adalah analisis terhadap entitas geografis dan proses penentuan titik pusat optimum (Turk and Gumusay, 2002).
Prima Jiwa Osly/A353060101
26
III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pikir Penelitian Dasar pemikiran untuk membangun kawasan wisata sekitar situ Pengasinan
bernuansa
lingkungan
ini
adalah
perlunya
mengelola
dan
mengembangkan kawasan sekitar situ agar dapat mengakomodasi keinginan berwisata masyarakat Depok. Selain itu, dengan pengembangan kawasan ini dapat menahan laju konversi penggunaan lahan yang terjadi di daerah perkotaan yang sedang berkembang pesat. Konversi penggunaan lahan seperti ini berkorelasi positif dengan degradasi lingkungan. Pengembangan kawasan ini akan di tuangkan
ke
dalam
sebuah
rencana
tapak
kawasan
wisata
dengan
mempertimbangkan potensi wisata sekitar kawasan dan calon target pengunjung kawasan. Faktor-faktor di atas akan menjadi penentu obyek-obyek wisata yang akan diletakkan pada kawasan situ tersebut. Selain itu. perletakan obyek-obyek wisata dalam kawasan tersebut harus memperhatikan sumber daya fisik dan lingkungan yang ada di sekitar kawasan. Setelah semua informasi diperoleh, maka analisa dilakukan untuk membuat sebuah perencanaan tapak kawasan. Salah satu sasarannya adalah untuk menetapkan keunggulan serta keterbatasan tapak. Berdasarkan hasil analisa tersebut, selanjutnya dapat ditentukan apakah tapak tersebut sesuai dengan kegunaan yang direncanakan. Apabila ternyata sesuai, maka data tersebut harus dianalisa lebih lanjut untuk dapat menetukan parameter khusus lainnya dari tapak tersebut. Ini termasuk penentuan daerah yang terbaik untuk lokasi
suatu
bangunan, daerah yang harus di hindari, daerah yang memiliki masalah erosi karena pola drainase dan daerah yang harus dilestarikan. Selain itu, untuk membuat kawasan tersebut hidup (dikunjungi) maka di lakukan analisa untuk membangun rute menuju kawasan serta sirkulasi dalam kawasan tersebut. Sehingga dengan rencana tapak yang ada, diharapkan kawasan ini dapat menjadi sebuah kawasan wisata perkotaan yang bernuansa lingkungan dan dapat menjadi sebuah model pengelolaan dan pengembangan sebuah kawasan situ . Kerangka pikir disajikan pada Gambar 3.
Prima Jiwa Osly/A353060101
27
Kawasan Situ Pengasinan
UU No. 9/1990, UU No. 26/2007, Keppres No 114/1999, Visi Misi Kota, RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok, Pariwisata Perkotaan, Perencanaan Tapak
Potensi Wisata Kawasan
Target Pengunjung Kawasan
Perencanaan obyek-obyek wisata dalam kawasan
Sumber Daya Fisik Lahan
Sumber Daya Lingkungan
ANALISA • Kondisi fisik lahan dan lingkungan • Zonasi dan Sirkulasi • Pembangunan rute menuju dan keluar kawasan
Kawasan Situ Pengasinan sebagai Kawasan Wisata Perkotaan Gambar 3. Kerangka pikir penelitian
Prima Jiwa Osly/A353060101
28
Lokasi Penelitian Kawasan pengembangan wisata Situ Pengasinan berjarak ± 9 km dari Pusat Kota Depok. Terletak pada bagian timur dari pusat kota dan dilalui oleh jalan propinsi dan jalan kota. Secara geografis wilayah perencanaan terletak 06°24'15" – 06°24'55" LS (Lintang Selatan) dan 106°44'15" – 106°44'05" BT (Bujur Timur).
Gambar 4. Lokasi penelitian Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan Maret 2008 yang dimulai dengan studi kepustakaan sampai dengan penulisan tesis selesai pada bulan Juli 2008.
Pengumpulan dan Pengolahan Data Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian ini dikumpulkan dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan
Prima Jiwa Osly/A353060101
29
observasi langsung dilapangan. Sedangkan data sekunder berupa data spasial citra satelit resolusi tinggi Image©Digital Globe dari perangkat lunak Google™ Earth Pro tahun akuisisi 2007, data-data yang diperoleh dari Kantor Pariwisata Pemerintah Kota Depok dan berbagai tulisan melalui penelusuran pustaka (studi pustaka) serta lembaga-lembaga pemerintah dan instansi lainnya yang ada kaitannya dengan obyek penelitian. Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya No
Sumber Data
Parameter
DATA PRIMER • Kondisi keanekaragaman hayati
Observasi
1
(Ekosistem) sekitar Situ • Vegetasi • View • Kondisi bangunan khusus (pintu air, sarana pemancingan, dermaga wisata air, prasarana pendukung lain, main gate/pintu masuk utama dan lainnya) • Kepala Kantor Pariwisata, Seni dan
Wawancara
2
Budaya Kota Depok • Ketua BAPPEDA Kota Depok • Ketua Kelompok Kerja (POKJA) Situ Pengasinan
DATA SEKUNDER 1
Citra Resolusi Tinggi Image©Digital
• Jenis Land Cover (Tutupan lahan)
Globe tahun akuisisi 2007,
• Luas Land Use (Penggunaan lahan)
™
• Kemungkinan areal pengembangan
pengambilan dari Google Earth Pro eye alt. 750 m 2
3
Shuttle Radar Topography Mission
• Slope (kemiringan lahan)
(SRTM) Indonesia tahun akuisisi 2007
• Elevasi
Peta Rupa Bumi Indonesia
• Slope (kemiringan lahan)
BAKORSURTANAL 1 : 25000
• Elevasi
Prima Jiwa Osly/A353060101
30
Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya (lanjutan) No
Sumber Data
Parameter
DATA SEKUNDER 4
RTRW/RUTR Kota Depok Tahun
• Pola ruang
2000-2010
• Pola jalan • Pola hidrologi • KDB/KLB (Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan)
5
RENSTRA Kota Depok, RENSTRA
• Peraturan tingkat regional
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
• Peraturan pengelolaan Situ
Kota Depok dan RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok 6
Laporan Penelitian yang terkait dengan • Prediksi pengunjung obyek penelitian
• Data biofisik Situ
Penyusunan Basis Data dan Pengolahan Data Digital Perencanaan tapak sebuah kawasan yang akan dibangun membutuhkan tahapan Site Analysis (Analisis Tapak). Menurut Russ (2002), Site Analysis mutlak dibutuhkan karena hasilnya akan menentukan dalam merencanakan tapak. Langkah dalam Site Analysis meliputi pengumpulan data untuk perencanaan awal, evaluasi tapak untuk kesesuaian dengan perencanaan atau kebutuhan dan menilai karakter tapak agar tepat dalam penggunaannya. Site Analysis dilakukan secara deskriptif berdasarkan rencana pembangunan tapak kawasan. Kawasan dipilih dengan batasan kelas jalan kolektor yang jaraknya tidak lebih dari 2,8 km dari jalan arteri. Pengumpulan data Land Cover dan luas kawasan dilakukan melalui interpretasi citra penginderaah jauh. Pelaksanaan interpretasi citra dilakukan dalam tiga tahap: 1. Tahap persiapan Tahap ini meliputi tahap studi pustaka dan pengumpulan data penginderaan jauh (citra resolusi tinggi Image©Digital Globe yang diambil
Prima Jiwa Osly/A353060101
31
dari Google™ Earth Pro eye altitude 750 m) tahun 2007 dan data penunjang
(Peta Rupa Bumi skala 1 : 25000 BAKORSURTANAL, Peta Pola Ruang, Pola Jalan dan Pola Hidrologi Kota Depok). 2. Tahap interpretasi, survai lapang dan interpretasi ulang Kegiatan interpretasi meliputi interpretasi Land Cover/Land Use, situ, pola jalan dan sirkulasi sekitar kawasan, penggambaran peta tematik hasil interpretasi, memplot data tematik ke peta kerja (hasil digitasi), pengeditan dan pelabelan peta tematik. Kegiatan survai lapang dengan melakukan pengecekan hasil interpretasi citra berupa tutupan lahan dengan pengamatan maupun pengukuran langsung di lapangan. Berikutnya interpretasi ulang bertujuan untuk menilai ulang dan memperbaiki data awal yang salah setelah pengecekan lapangan serta menambah atribut yang kurang. Kegiatan ini meliputi tutupan lahan, perbaikan basis data dan perbaikan peta-peta tematik. Perbedaan penarikan batas satuan lereng, tutupan lahan hasil interpretasi dengan kenyataan di lapangan dikoreksi melalui interpretasi ulang. Dengan demikian kesalahan penarikan batas satuan lahan akan dapat diatasi. 3. Tahap penyajian hasil Penyajian hasil dan analisis peta tematik dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan software (perangkat lunak) ESRI’s Arcview ver. 3.30 menggunakan proses intersept/overlay (tumpang tindih) terhadap peta tematik hasil digitasi. Selanjutnya data olahan tersebut dianalisis untuk : a. Mengetahui kondisi dan penyebaran berbagai jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan situ, b. Merencanakan tapak kawasan yang akan dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu zona A (Village Zone), zona B (rest area zone) dan zona C (Water Zone), c. Merencanakan pola sirkulasi dalam dan luar kawasan, dan d. Merencanakan tapak kawasan pengembangan sebagai bagian dari proses keberlanjutan kawasan.
Prima Jiwa Osly/A353060101
32
Zona Dan Parameter Penyusun Rencana Tapak Sesuai dengan potensi tapak, maka kawasan situ pengasinan akan dikembangkan menjadi kawasan wisata dengan tema desa. Kawasan ini akan dibagi menjadi 3 (tiga) zona yaitu zona A yaitu zona desa, zona B yaitu zona istirahat dan zona C yaitu zona air. Masing-masing zona memiliki kegiatan dan content (isi) yang berbeda. 1. Zona A (Zona Desa/Village Zone) Merupakan zona yang kegiatan primernya ekowisata, kegiatan sekunder bercocok tanam dan istirahat. 2. Zona B (Zona Istirahat/Rest Area) Merupakan
zona
yang
kegiatan
primernya
peristirahatan
dan
pemandangan, kegiatan sekundernya wisata air dan belanja. 3. Zona C (Zona Air/Water Zone) Merupakan zona yang kegiatan primer wisata air dan belanja, kegiatan sekunder peristirahatan dan jalan-jalan. Adapun content dari masing-masing zona disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan Bangunan Pendukung Kegiatan
Zona
Primer
Sekunder
Lahan sawah
Pintu Utama
Pedestrian Way
Kantor Pengelola
Bicycle Path
Lapangan Parkir Utama
Taman dan Plaza
Pos Sepeda
Rumah Gubug Tematik
Fasilitas Outbound
A (Village Zone)
Kolam Pemancingan Restoran
Wisata Air
Bungalow terbatas
Kolam Pemancingan
Amphi Theatre
Handicraft Store
Fasilitas Permainan
Taman dan Plaza
Pedestrian Way
Service Area
Bicycle Path
Pos Sepeda
B (Rest Area)
Prima Jiwa Osly/A353060101
33
Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan (lanjutan) Bangunan Pendukung Kegiatan
Zona
Primer
Sekunder
Wisata Air
Taman dan Plaza
Handicraft Store
Kolam Pemancingan
Plant Store
Service Area
Pedestrian Way
Pos Sepeda
Bicycle Path
Lapangan Parkir Kecil
C (Water Zone)
Analisis Kesesuaian Lokasi (Analisis Makro Kawasan) Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata ditentukan berdasarkan pemeringkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view dan Land Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara keseluruhan parameter diatas. Lokasi dalam kawasan yang paling sesuai merupakan kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang memiliki tingkat resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land Cover/Land Use yang sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun. Proses pemeringkatan untuk kesesuaian lokasi dapat dilihat pada Tabel 5, 6, 7, 8 dan Tabel 9. Tabel 5. Pemeringkatan kesesuaian lokasi yang digunakan Deskripsi Sesuai Sedang Tidak Sesuai
Rangking Kesesuaian 4–6 7–9 10 – 12
Tabel 6. Pemeringkatan kesesuaian infrastruktur yang ada Tipe
Rangking Kesesuaian
Deskripsi
Alasan Kesesuaian
1
Sesuai
Aksesibilitas sangat mudah,
2
Sedang
Aksesibilitas sedang,
3
Tidak sesuai
Aksesibilitas sulit
Jalan Kolektor (dengan 50 m buffer) Jalan Lingkungan (dengan 10 m buffer) Jalan Setapak (dengan 5 m buffer)
Prima Jiwa Osly/A353060101
34
Tabel 7. Pemeringkatan kesesuaian status lahan Tipe
Rangking Kesesuaian
Deskripsi
1
Sesuai
2
Sedang
3
Tidak Sesuai
Milik Instansi Pemerintah/PEMKOT Milik Instansi Semi Pemerintah Milik Swasta dan atau Pribadi
Alasan Kesesuaian Tingkat resitensi rendah dalam status pengelolaan Tingkat resitensi sedang dalam status pengelolaan Tingkat resitensi tinggi dalam status pengelolaan
Tabel 8. Pemeringkatan kesesuaian Land Cover dan Land Use Land Cover
Land Use
Rangking Kesesuaian
Deskripsi
Air
Lahan sawah
1
Sesuai
Kebun Campuran
1
Sesuai
Pohon tinggi dengan jarak renggang
1
Sesuai
Pohon tinggi dengan jarak rapat
2
Sedang
Padang rumput dan alang-alang
2
Sedang
Permukiman
3
Tidak Sesuai
Perumahan
3
Tidak Sesuai
Bangunan khusus
2
Sedang
Lapangan terbuka
2
Sedang
Sawah bera permanen
3
Tidak Sesuai
Vegetasi
Built-up Area
Prima Jiwa Osly/A353060101
Alasan Kesesuaian Pendukung kegiatan wisata, tidak diperlukan perubahan Land Use, Pendukung kegiatan wisata, tidak diperlukan perubahan Land Use, Pendukung kegiatan wisata, tidak diperlukan perubahan Land Use, Pendukung kegiatan wisata, tidak dapat sepenuhnya digunakan sebagai daerah wisata Pendukung kegiatan wisata, dapat digunakan untuk jenis bangunan yang terbatas, Land use tidak dapat dirubah, kurang mendukung sebagai kawasan wisata Land use tidak dapat dirubah, kurang mendukung sebagai kawasan wisata Agak sulit merubah Land Use, dapat mendukung kawasan wisata Mudah merubah Land Use menjadi bangunan namun sulit untuk merubah menjadi lahan terbuka hijau, mendukung untuk sarana dan prasarana kawasan wisata Mudah merubah Land Use menjadi lahan terbuka namun sulit untuk merubah menjadi sawah, mendukung untuk kawasan wisata
35
Tabel 9. Pemeringkatan kesesuaian untuk View dengan Buffer 100 m Tipe
Rangking Kesesuaian
Deskripsi
Empat penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman
1
Sesuai
Dua penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman
2
Sedang
Satu penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman
3
Tidak Sesuai
Alasan Kesesuaian Pendukung kegiatan wisata, sesuai dengan tujuan ekowisata Pendukung kegiatan wisata, kurang sesuai dengan tujuan ekowisata Tidak mendukung kegiatan wisata, tidak sesuai dengan tujuan ekowisata
Analisis Kesesuaian Zona (Analisis Mikro Kawasan) Kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi sesuai sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan yang dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut. Parameter-parameter tersebut adalah : a. Land Cover/Land Use (Tutupan Lahan/Penggunaan Lahan) b. Slope (kemiringan lahan) c. Water Body (tubuh air) d. Vegetasi e. Aksesibilitas f. View (pemandangan) g. Ketersediaan lahan untuk infrastruktur dan pengembangan Kombinasi dari berbagai kondisi lahan berdasarkan parameter tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi apakah lahan tersebut sudah memenuhi daya dukungnya. Namun tidak semua parameter tersebut secara sekaligus digunakan untuk menilai kesesuaian lahan untuk sebuah zona dalam kawasan. Demikian juga dengan bobot dari setiap parameter tersebut, juga berbeda-beda. Adapun parameter yang digunakan dan masing-masing nilai bobotnya adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 10. Parameter-parameter tersebut dipilah berdasarkan obyek wisata yang akan dibangun, dan nilai bobot yang diberikan juga berbedabeda tergantung kepada zona dimana obyek wisata tersebut berada.
Prima Jiwa Osly/A353060101
36
Tabel 10. Parameter dan bobot untuk penentuan lokasi dalam zona
Parameter LandCover/Land Use Slope (kemiringan lahan) Vegetasi Water Body (Badan Air) Aksesibilitas mikro View
Zona A (Village Zone) 1 3 2 1 2
Pembobotan Zona B (Rest Area)
Zona C (Water Zone)
2
1
3 2 1
2 3 1
Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa tidak semua parameter digunakan, tetapi dibedakan menurut zonanya. Namun dari 6 parameter yang digunakan, terdapat 2 parameter umum yang selalu digunakan yaitu Land Cover/Land Use dan aksesibilitas mikro. Sedangkan 4 parameter yang lain merupakan parameter spesifik, yaitu slope yang hanya digunakan dalam penentuan zona A, vegetasi yang hanya digunakan dalam penentuan zona A dan zona C, parameter water body yang hanya digunakan dalam penentuan zona B dan zona C, dan view yang digunakan dalam penetuan zona A dan B. Demikian juga dengan nilai bobot yang diberikan, terlihat bahwa untuk penentuan zona A parameter LandCover/Land Use memiliki bobot terbesar. Dalam penentuan zona B faktor LandCover/Land Use dan aksesibilitas mikro memiliki bobot terbesar, dan terakhir parameter water body memiliki bobot terbesar di dalam penentuan zona C. Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesesuaian zona berdasarkan kombinasi beberapa parameter adalah dengan menggunakan metode skoring. Setiap parameter memiliki kelas-kelas, misalnya parameter penutupan LandCover/Land Use memiliki 5 kelas yaitu sangat ideal, ideal, sedang, tidak ideal dan sangat tidak ideal. Masing-masing kelas tersebut selanjutnya memiliki skor. Kelas-kelas dalam sebuah parameter yang memberikan korelasi negatif atau menghambat kemungkinan diletakkannya zona tertentu, diberikan skor besar. Sebagai contoh semakin banyak lahan sawah pada LandCover/Land Use maka daerah tersebut semakin sesuai untuk zona A yang peruntukkannya areal ekowisata desal dan sebaliknya, dengan demikian maka LandCover/Land Use
Prima Jiwa Osly/A353060101
37
yang memiliki lahan sawah banyak diberi skor besar dan sebaliknya kelas LandCover/Land Use yang memiliki lahan sawah sedikit diberi skor kecil. Setelah didapatkan bobot dari masing-masing parameter, maka dilakukan penilaian tingkat kesesuaian zona. Skoring dihitung berdasarkan persamaan : Skoring =
∑ BP
, B=Bobot dan P=Skor Parameter
Dengan cara yang sama, maka semua kelas dalam parameter tersebut diberi skor. Selanjutnya kombinasi dari semua parameter lahan tersebut, dijumlahkan skornya. Dengan demikian semakin tinggi jumlah skornya maka keidealannya juga semakin besar atau dengan kata lain sangat sesuai. Skor kemudian diperingkatkan untuk menilai tingkat kesesuaian zona mulai dari sangat sesuai sampai dengan sangat tidak sesuai (Tabel 11.) dengan selang tingkat kesesuaian berdasarkan persamaan : Selang Kelas =
∑ SkorMaksimal − ∑ SkorMinimal ∑ Parameter
Tabel 11. Pemeringkatan kesesuaian zona
Tingkat Kesesuaian Sangat Sesuai Sesuai Sedang Tidak Sesuai Sangat Tidak Sesuai
Zona A (Village Zone) 20,1 – 25 15,1 – 20 10,1 – 15 5,1 – 10 0–5
Pembobotan Zona B (Rest Area)
Zona C (Water Zone)
20,1 – 25 15,1 – 20 10,1 – 15 5,1 – 10 0–5
20,1 – 25 15,1 – 20 10,1 – 15 5,1 – 10 0–5
Zona A (Village Zone)
Content utama zona ini adalah : 1. Lahan sawah sebagai daya tarik utama ekowisata pedesaan dan menjadi ikon utama kawasan wisata ini. 2. Taman dan plaza sebagai satelit-satelit zona 3. Rumah gubug tematik yang dijadikan sebagai ikon pendukung kawasan ekowisata ini. Rumah ini pun berfungsi sebagai sarana interaksi sosial antara pengunjung, pengelola dalam bingkai budaya kearifan tradisional.
Prima Jiwa Osly/A353060101
38
Zona A merupakan area dimana terdapat produk utama kawasan. Selain itu, zona A juga merupakan zona penerima pengunjung. Pada zona ini keberadaan lahan sawah merupakan aset penting. Sehingga lahan sawah merupakan faktor penilaian yang sangat penting dalam menentukan keberadaan zona (Tabel 12.) Tabel 12. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona A (Village Zone) Kelas Sangat ideal
Ideal Sedang Tidak Ideal Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Sawah beririgasi baik, vegetasi teratur/bergerombol dan kebun campuran teratur Sawah beririgasi baik, vegetasi teratur/bergerombol dan kebun campuran tidak teratur Sawah beririgasi baik, vegetasi tidak teratur dan kebun campuran tidak ada Sawah tidak beririgasi baik, vegetasi tidak teratur dan tidak ada kebun campuran Sawah tidak beririgasi, vegetasi tidak teratur dan tidak ada kebun campuran
Skor
Keterangan
5
4 3 2 1
Aksesibilitas dalam zona ditentukan berdasarkan kepentingannya terhadap obyek wisata. Kelas jalan yang semakin kecil akan menentukan tingkat kebisingan dan gangguan pandangan yang terjadi disekitarnya. Semakin kecil kelas jalan maka tingkat kebisingan yang terjadi akan semakin rendah. Selain itu kelas jalan yang semakin kecil akan membuat daerah agak sulit berkembang sehingga perumahan dan permukiman tidak akan berkembang. Hal ini mendorong keasrian kawasn akan tetap terjaga. Parameter aksesibilitas dan view menjadi sebuah kesatuan yang saling memberi keuntungan terhadap keberlangsungan kawasan (Tabel 13. dan Tabel 14.) Tabel 13. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona A (Village Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Memiliki aksesibilitas sulit ke jalan lingkungan Memiliki aksesibilitas sedang ke jalan lingkungan Memiliki aksesibilitas mudah ke jalan lingkungan
Prima Jiwa Osly/A353060101
Skor
Keterangan
5 3 1
39
Tabel 14. Skoring View dalam zona A (Village Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Empat penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman Dua penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman Satu penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman
Skor
Keterangan
5 3 1
Vegetasi yang diukur pada kawasan ini adalah vegetasi yang terdiri dari pohonpohon tinggi dengan jarak rapat, pohon-pohon tinggi dengan jarak renggang dan padang alang-alang/rumput (ruang terbuka hijau). Ketiga jenis vegetasi ini sangat mendukung zona A, karena keberadaannya menjadikan obyek wisata utama menjadi variatif. Selain itu vegetasi ini dapat dirubah menjadi taman-taman hidup yang menjadi satelit-satelit dalam zona. Tabel 15. Skoring Vegetasi dalam zona A (Village Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Vegetasi bergerombol dan teratur Vegetasi bergerombol dan tidak teratur Vegetasi tidak bergerombol dan tidak teratur
Skor 5
Keterangan
3 1
Berdasarkan kriteria penetapan arahan penggunaan lahan kawasan budidaya pada umumnya terdapat pada daerah dengan topografi ringan (datar atau landai). Pengusahaan lahan pada daerah dengan topografi berat pada dasarnya merupakan bentuk pemaksaan terhadap lahan dan cenderung akan menurunkan daya dukung lahan. Dengan demikian maka semakin curam kondisi topografi, skor yang diberikan semakin kecil, karena pengusahaan lahan pada wilayah dengan topografi berat ini akan memperbesar terjadinya kerusakan lingkungan. Selain itu pengusahaan lahan pada wilayah dengan topografi berat juga membutuhkan biaya yang sangat besar. Tabel 16. Skoring Slope dalam zona A (Village Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Prima Jiwa Osly/A353060101
Besaran Deskripsi <1% 1%-2%
Skor 5 3
>2%
1
Keterangan
40
Zona B (Rest Area)
Content utama zona ini adalah bangunan-bangunan yang digunakan untuk istirahat dan interaksi sosial seperti restoran/café, amphi theater, bungalow, arena bermain anak dan taman. Penentuan skoring parameter zona B dapat dilihat pada Tabel 17. sampai dengan Tabel 20. Tabel 17. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona B (Rest Area) Kelas Sangat ideal
Ideal
Sedang
Tidak Ideal
Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Built-up Area dominan (Lapangan terbuka dominan, sawah Bera dominan, ada bangunan khusus), sawah sedang dan vegetasi teratur Built-up Area dominan (Lapangan terbuka dominan, sawah bera dominan, ada bangunan khusus), sawah sedikit dan vegetasi teratur Built-up Area dominan (Lapangan terbuka dominan, sawah Bera dominan, tidak ada bangunan khusus), sawah tidak ada dan vegetasi tidak teratur Built-up Area tidak dominan (Lapangan terbuka dominan, sawah bera tidak dominan, tidak ada bangunan khusus), sawah tidak ada dan vegetasi tidak teratur Built-up Area tidak dominan (Lapangan terbuka tidak dominan, sawah bera tidak dominan, tidak ada bangunan khusus), sawah tidak ada dan vegetasi tidak teratur
Skor
Keterangan
5
4
3
2
1
Tabel 18. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona B (Rest Area) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Memiliki aksesibilitas mudah ke jalan lingkungan dan atau kolektor Memiliki aksesibilitas sedang ke jalan lingkungan dan atau kolektor Memiliki aksesibilitas sulit ke jalan lingkungan dan atau kolektor
Prima Jiwa Osly/A353060101
Skor
Keterangan
5 3 1
41
Tabel 19. Skoring View dalam zona B (Rest Area) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Empat penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman Dua penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman Satu penjuru mata angin tidak ada gangguan pandangan permukiman
Skor
Keterangan
5 3 1
Tabel 20. Skoring Water Body dalam zona B (Rest Area) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Buffer Situ 10 m Buffer Situ 50 m
Skor 5 3
Buffer Situ 100 m
1
Keterangan
Zona C (Water Zone)
Content utama zona ini adalah kegiatan wisata air dan wisata belanja. Penentuan skoring parameter zona B dapat dilihat pada Tabel 21. sampai dengan Tabel 24. Tabel 21. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona C (Water Zone) Kelas Sangat ideal
Ideal
Sedang
Tidak Ideal
Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Vegetasi teratur dan bergerombol, Builtup Area dominan (permukiman tidak dominan, banyak bangunan khusus, ada lapangan terbuka) Vegetasi teratur dan atau bergerombol, Built-up Area dominan (permukiman tidak dominan, ada bangunan khusus, ada lapangan terbuka) Vegetasi teratur dan atau tidak bergerombol, Built-up Area dominan (permukiman dominan, ada bangunan khusus, ada lapangan terbuka) Vegetasi tidak teratur dan tidak bergerombol, Built-up Area dominan (permukiman dominan, ada bangunan khusus, tidak ada lapangan terbuka) Vegetasi tidak teratur dan tidak bergerombol, Built-up Area dominan (permukiman dominan, tidak ada bangunan khusus, tidak ada lapangan terbuka)
Prima Jiwa Osly/A353060101
Skor
Keterangan
5
4
3
2
1
42
Tabel 22. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona C (Water Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Memiliki aksesibilitas mudah ke jalan lingkungan dan atau kolektor Memiliki aksesibilitas sedang ke jalan lingkungan dan atau kolektor Memiliki aksesibilitas sulit ke jalan lingkungan dan atau kolektor
Skor
Keterangan
5 3 1
Tabel 23. Skoring Water Body dalam zona C (Water Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Buffer Situ 5 m Buffer Situ 10 m
Skor 5 3
Buffer Situ 20 m
1
Keterangan
Tabel 24. Skoring Vegetasi dalam zona C (Water Zone) Kelas Sangat ideal Sedang Sangat tidak ideal
Besaran Deskripsi Vegetasi teratur dan bergerombol Vegetasi tidak teratur atau tidak bergerombol Vegetasi tidak teratur dan tidak bergerombol
Skor 5
Keterangan
3 1
Metode Analisis Keruangan Kegiatan penyusunan data spasial kesesuaian lokasi dan zona dimulai dengan pemetaan parameter-parameter yang digunakan dalam penyusunan kesesuaian lokasi dan zona. Dalam bab ini akan dijelaskan secara lebih rinci proses pemetaan parameter-parameter kesesuaian lokasi dan hasil yang diperoleh. Proses pemetaan tersebut dimulai dengan mengidentifikasi data-data baik primer atau sekunder yang digunakan dalam penyusunan data spasial kesesuaian lokasi dan zona. Kemudian proses tersebut dilanjutkan dengan pengumpulandata itu sendiri dan proses bagaimana metode merepresentasikan data parameter kesesuaian lokasi dan zona ke dalam format data keruangan (spasial), atau dengan kata lain bagaimana cara melakukan pemetaan parameter kesesuaian lokasi dan zona. Semua parameter yang digunakan dalam analisis lokasi dan zona harus dipetakan dikarenakan keluaran dari kegiatan ini adalah data kesesuaian lokasi dan zona dalam format data keruangan (spasial).
Prima Jiwa Osly/A353060101
43
Proses pemetaan tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan teknik pengideraan jauh dan analisis keruangan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pendekatan penginderaan jauh digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kondisi penutupan dan atau penggunaan lahan saat ini (present land use/land cover), yang didapatkan dengan cara interpretasi citra satelit. Dari proses tersebut didapatkan informasi mengenai sebaran (distribusi) dan kondisi penutupan lahan dan penggunaan lahan. Analisis SIG dilakukan untuk parameter kesesuaian lokasi dan zona yang diekstraksi dari Peta Topografi dan atau peta-peta tematik yang sudah ada, seperti Peta RTRW, Peta Hidrologi atau Peta Jaringan Jalan. Dari analisis SIG dengan memanfaatkan peta-peta tersebut sebagai masukan ini, maka dapat diperoleh keluaran data mengenai kondisi kemiringan lereng dan aksesibilitas. Disamping itu juga dilakukan pemetaan untuk data-data yang pada dasarnya bukan merupakan data keruangan seperti status kepemilikan lahan dan view (pemandangan). Untuk data-data seperti ini maka harus dicari kaitan (link) untuk menghubungankan data non-spasial sehingga menjadi atribut pada referensi keruangannya. Dari analisis ini maka akan didapatkan peta kesesuaian lokasi dan zona pada kawasan. Setelah semua parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi kesesuaian lokasi dan zona tersebut sudah tersaji dalam bentuk peta, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis keruangan dengan cara tumpang susun (overlay) peta, sehingga didapatkan satuan-satuan pemetaan yang memiliki keseragaman (homogenitas) dalam semua parameter yang digunakan. Unit-unit yang seragam ini selanjutnya akan memudahkan analis dalam melakukan skoring dan klasifikasi tingkat kesesuaian. Untuk lebih memperjelas gambaran prosesnya maka analisis keruangan penentuan kesesuaian lokasi dan zona disajikan dalam bentuk diagram alir seperti yang tersaji dalam Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8.
Prima Jiwa Osly/A353060101
44
Gambar 5. Prosedur penentuan kesesuaian lokasi
Gambar 6. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona A (Village Zone)
Gambar 7. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona B (Rest Area)
Prima Jiwa Osly/A353060101
45
Gambar 8. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona C (Water Zone)
Setelah penetapan untuk keseluruhan zona selesai, maka ditentukan pemilihan lokasi tapak dalam kawasan yang akan digunakan untuk pembuatan rencana tapak. Pemilihan kesesuian dilakukan hanya untuk tingkat kesesuaian Sangat Sesuai, Sesuai dan Sedang. Prosedur yang dilakukan adalah dengan membandingkan poligon-poligon hasil perhitungan kesesuaian dan memilih tingkat kesesuaian yang paling tinggi pada masing-masing poligon yang dipilih (Gambar 9.).
Gambar 9. Prosedur penentuan posisi zona terhadap kawasan
Prima Jiwa Osly/A353060101
46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Biofisik Lokasi Penelitian Secara astronomi, Depok terletak pada koordinat 6019’00” – 6028’00” Lintang Selatan dan 106043’00”- 106055’30” Bujur Timur, dengan luas wilayah 20.029 Ha. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputan Kabupaten Tangerang
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Cibinong Kab. Bogor
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur dan Parung Kabupaten Bogor
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri Kab. Bogor dan Kec. Pondok Gede Bekasi Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan di wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 40-140 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 2% - 15%. Penyebaran wilayah berdasarkan kemiringan lereng : Wilayah dengan kemiringan lereng antara 8% - 15 % tersebar dari Barat ke Timur yang potensial untuk pengembangan perkotaan dan pertanian. Wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 15 % terdapat di sepanjang sungai Cikeas, Ciliwung dan bagian Selatan sungai Angke yang potensial digunakan sebagai benteng alam yang berguna untuk memperkuat pondasi. Di samping itu, perbedaan kemiringan lereng juga bermanfaat untuk sistem drainase. Permasalahan yang muncul akibat topografi Kota Depok adalah karena adanya perbedaan kemiringan lereng menyebabkan terjadinya genangan atau banjir, bila penangannya tidak dilakukan secara terpadu. Iklim di wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim, dengan jumlah curah hujan 2684 m/th, jumlah hari hujan : 222 hari/tahun serta suhu rata-rata 24°C - 33°C. Iklim Depok yang tropis mendukung untuk
Prima Jiwa Osly/A353060101
47
pemanfaatan lahan pertanian ditambah lagi dengan kadar curah hujan yang kontinu di sepanjang tahun. Dengan kondisi tersebut diatas, maka Depok memiliki banyak situ sehingga merupakan kawasan yang cocok untuk kawasan konservasi air dan tanah pada kawasan penyangga Jakarta. Kota Depok selain merupakan kota yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, juga merupakan wilayah peyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata dan sebagai kota resapan air. Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok, wilayah kota Depok dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pembagian wilayah kota Depok
Adapun lokasi penelitian secara astornomi terletak pada koordinat 6025’05” – 6025’52” Lintang Selatan dan 106044’23”- 106045’20” Bujur Timur. Secara administratif lokasi penelitian ini terletak pada kecamatan Sawangan seperti terlihat pada Gambar 11.
Prima Jiwa Osly/A353060101
48
Gambar 11. Lokasi penelitian
Topografi Lokasi penelitian ini terletak pada ketinggian 87,50 m dpl (diatas permukaan laut) sampai dengan 111 m dpl dengan topografi bervariatif (Gambar 12). Lokasi penelitian ini cenderung rata dan cocok untuk pengembangan kawasan wisata perkotaan kota yang relatif tidak membutuhkan earthwork (pekerjaan galian dan timbunan) yang besar. Kemiringan lahan (slope) lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 13.
Prima Jiwa Osly/A353060101
49
Gambar 12. Peta elevasi lahan lokasi penelitian
Gambar 13. Peta kemiringan lahan lokasi penelitian
Hidrologi Wilayah penelitian berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Sungai yang terdapat pada wilayah penelitian adalah anak sungai Ciliwung yaitu
Prima Jiwa Osly/A353060101
50
kali gede yang berada sebelah timur dan kali ciputat yang berada pada sebelah barat. Pada wilayah penelitian juga terdapat sebuah danau/situ pengasinan yang mendapatkan air dari kedua anak sungai diatas (Gambar 14). Potensi air tanah berkisar pada kedalaman 5 m – 10 m dan secara empiris kualitas dan kuantitas air pada wilayah ini sangat baik.
Gambar 14. Peta hidrologi lokasi penelitian
Aksesibilitas Pada lokasi penelitian terdapat 3 ruas jalan yang menghubungkan wilayah penelitian dengan jalan propinsi dan jalan kota. Dari 3 ruas jalan ini baru satu ruas yang permanen dengan badan jalan di aspal sepanjang 3,5 km yaitu jalan Pengasinan Raya yang mengitari kawasan. Sedangkan jalan lainnya kondisinya masih jalan tanah namun dapat dilewati oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Sedangkan jalan lainnya yaitu jalan dalam kawasan masih dalam bentuk jalan setapak yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat untuk bertani dan berladang (Gambar 15).
Prima Jiwa Osly/A353060101
51
Gambar 15. Peta jaringan jalan wilayah penelitian
Pola Ruang Pola ruang dasar kawasan adalah kawasan budidaya pertanian dan badan air. View dan desakan penduduk akibat kebutuhan akan perumahan membuat pola dasar ini berubah. Saat ini pola ruang permukiman sudah mulai masuk kedalam wilayah badan air dan areal budidaya pertanian. Hal ini akan menggangu kondisi lingkungan sekitar badan air karena kondisi air permukaan akan terdesak oleh limbah-limbah rumah tangga perumahan. Harga tanah yang mulai meningkat pada kawasan juga mendorong penduduk untuk mematikan lahan sawah, hal ini ditunjukkan dengan luas lahan sawah bera permanen yang sudah dipersiapkan untuk areal permukiman. Pola ruang kawasan dan luas dari masing-masing Land
Cover/Land Use dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 25.
Prima Jiwa Osly/A353060101
52
Gambar 16. Pola ruang kawasan Tabel 25. Luas Land Cover dan Land Use Land Cover Sawah Kebun Campuran Vegetasi
Built-up Area
Badan Air
Land Use Lahan sawah Kebun Campuran Pohon tinggi dengan jarak renggang Pohon tinggi dengan jarak rapat Padang rumput dan alang-alang Permukiman Perumahan Bangunan khusus Lapangan terbuka Sawah bera permanen Situ Balong TOTAL (Ha)
Luas (Ha) 53,53 18,50 31,45 31,29 15,63 42,90 9,75 6,98 22,05 4,20 5,30 5,56 247,12
Analisis Dan Perancangan Tapak
Keadaan Lingkungan Kawasan situ Pengasinan terletak pada kecamatan Sawangan dan menyebar pada tiga desa yaitu desa pengasinan (bagian timur, sebagian selatan
Prima Jiwa Osly/A353060101
53
dan sebagian utara), desa Duren Mekar (sebagian utara dan sebagian barat) dan desa Duren Seribu (barat dan sebagian selatan). Kondisi kawasan sebagian besar merupakan lahan sawah dan vegetasi. Dalam Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2000-2010, kawasan ini termasuk kedalam pengembangan kawasan permukiman dan perumahan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) tinggi dan rendah. Kondisi topografi pada kawasan relatif datar dengan elevasi antara 87,5 m sampai dengan 111 m dpl dan kemiringan lahan antara 0% - 2%. Hal ini memungkinkan kawasan dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan permukiman. Kawasan situ Pengasinan masuk pada kawasan beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, musim penghujan antara bulan oktober sampai dengan maret dan musim kemarau antara bulan April sampai September. Curah hujan tahunan adalah sebesar 2500-3000 mm/tahun dengan banyaknya curah hujan bulanan berkisar antara 1 – 591 mm dan banyaknya hari hujan antara 10 – 20 hari, yang terjadi pada bulan Desember dan Oktober. Jenis tanah adalah tanah latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis-basaltis, tingkat kesuburan rendah – cukup, mudah meresapkan air, tahan terhadap erosi dan bertekstur halus. Selain itu kualitas tanah cenderung memiliki nilai kesesuaian lahan yang cocok untuk berbagai macam tanaman dengan faktor pembatas utama kemiringan lereng kecil, sehingga hanya berkembang pertanian dan perkebunan tanaman keras seperti tanaman buah-buahan, singkong dan sayuran. Titik utama yang menjadi pusat perhatian kawasan ini adalah situ pengasinan dan lahan sawah. Situ Pengasinan merupakan salah satu situ yang cukup besar (5,3 Ha) di kota Depok yaitu 1,5% dari total keseluruhan badan air kota Depok (Rosnila, 2004). Secara visual kondisi perairan adalah bersih dengan tingkat kecerahan air adalah cerah. Kondisi perairan situ memiliki susut maksimal satu meter pada musim kemarau dan kembang 0,5 meter pada musim penghujan. Situ memiliki jalan inspeksi lebar 1,5 meter dengan jenis perkerasan konblok yang mengelilingi seluruh situ. Titik perhatian lainnya adalah lahan sawah yang memiliki luas 53,53 Ha atau sebesar 2% dari keseluruhan lahan sawah yang ada di kota Depok. Kondisi lahan sawah adalah aktif dengan saluran tersier dan saluran
Prima Jiwa Osly/A353060101
54
sekunder kali Ciputat dan kali Gede yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.
Strategi Pengembangan Kawasan Sasaran yang ingin dicapai dari perencanaan wilayah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara lokal adalah untuk membangun suatu obyek-obyek wisata baru yang terdapat dalam suatu kawasan dan berbentuk kawasan terpadu 2. Secara regional adalah menghidupkan kawasan urban-rural fringe serta menjadi contoh pengembangan kawasan urban-rural fringe berbasis wisata. Adapun dasar-dasar dalam penentuan Strategi Pengembangan wilayah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rencana Stratejik (RENSTRA) Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok Tahun 2006-2011 2. Peraturan Daerah (PERDA) Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pola Dasar Pembangunan Kota Depok 3. Analisis wilayah penelitian dalam konstelasi regional (Kota DepokJakarta-Bogor-Tangerang) 4. Analisis Arahan dan Kebijaksanaan Pengembangan Tata Ruang (RTRW Kota Depok tahun 2000 – 2010) 5. Analisis Fisik dan Daya Dukung Lahan 6. Analisis Penggunaan Lahan Berdasarkan hal tersebut, maka strategi pengembangan wilayah penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Memicu dan mendorong pertumbuhan kawasan dengan tingkat kesesuaian lahan sangat sesuai dan sesuai untuk pengembangan fisik perkotaan. 2. Memelihara lahan sawah yang saat ini ada dan dapat dijadikan sebagai obyek wisata. 3. Mempertahankan kondisi alam yang berpotensi untuk wisata pemadangan alam (View Point) dan Wisata Danau.
Prima Jiwa Osly/A353060101
55
Analisis Kawasan dalam Konstelasi Regional Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kota Depok yang berjarak ± 9 Km dari Pusat Kota. Keberadaan dari wilayah penelitian diharapkan akan dapat mendukung visi kota Depok yaitu Menuju Kota Depok Yang Melayani dan Mensejahterakan sera visi kantor Pariwisata, Seni dan Budaya yaitu mendorong tersedianya obyek wisata yang nyaman dan lestarinya seni dan cagar budaya lokal. Oleh sebab itu dalam analisis ini akan dibahas mengenai peluang pengembangan wilayah penelitian dalam konstelasi regional yang berhubungan dengan kegiatan wisata, khususnya kawasan ekowisata. Dalam
konstelasi
Regional
(JABOTABEK),
wilayah
penelitian
merupakan salah satu program penting dalam Program Pengembangan Obyek Wisata Kota Depok pada 2006 - 2011. Kemudian secara geografis wilayah penelitian berlokasi di bagian timur wilayah Depok dan memiliki akses baik dengan Kota/Kabupaten Bogor, Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Jakarta Selatan, sehingga dapat dinilai bahwa peluang pengembangan kegiatan Wisata Situ Pengasinan di wilayah penelitian cukup besar karena dapat melayani Propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Selain itu, khusus untuk DKI Jakarta faktor lain yang dapat mendorong pengembangan kegiatan wisata di wilayah penelitian adalah : 1. Tingkat perekonomian masyarakat DKI Jakarta lebih tinggi daripada masyarakat propinsi Jawa Barat. 2. Aksesibilitas (tingkat kemudahan pencapaian) yang cukup tinggi, dimana dapat dicapai melalui jalur darat melalui jalan raya Parung, jalan raya Serpong dan jalan Muhtar Raya. Pada saat ini kota Depok mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dalam hal pariwisata. Hal ini dapat terlihat dari adanya sebuah ikon wisata yang berbentuk land mark yaitu Mesjid Kubah Mas yang berjarak kurang dari dua kilometer dari lokasi kawasan dan dikunjungi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu Kota Depok juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dengan salah satu indikator adalah tingginya jumlah pertambahan penduduk yaitu 3,7% per tahun menurut data BPS, lebih besar dibandingkan pertambahan penduduk nasional yaitu 3,2% per tahun. Selain itu, Depok yang dicanangkan
Prima Jiwa Osly/A353060101
56
sebagai kota permukimam juga mendorong peningkatan jumlah penduduk yang signifikan. Berdasarkan
hal
tersebut
maka
dapat
dinilai
bahwa
peluang
pengembangan lokasi penelitian untuk kegiatan dan obyek wisata cukup besar. Tambahan lagi, tingkat kemudahan pencapaian (aksesibilitas) yang cukup tinggi dari Kota Bogor (± 45 Km / ± 1 jam) dan dari DKI Jakarta (± 25 Km / ± 0,5 jam) melalui jalan aspal dengan kondisi baik. Sehingga keadaan ini akan turut mendorong percepatan pertumbuhan wilayah penelitian. Lebih jelas mengenai pencapaian ke wilayah penelitian dalam konstelasi Regional dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Pencapaian wilayah penelitian dalam konstelasi regional
Infrastruktur Kawasan dikelilingi oleh jalan kolektor sehingga kawasan adalah kawasan yang memiliki aksesibilitas tinggi. Jalan kolektor tersebut adalah jalan Pengasinan Raya, jalan Masjid dan jalan Kemat. Aksesibiltas tinggi ini dapat dimanfaatkan untuk mempermudah pengaturan pintu masuk dan pintu keluar kawasan. Selain
Prima Jiwa Osly/A353060101
57
itu aksesibilitas ini juga dapat dimanfaatkan untuk memisahkan jalur pengunjung dan service. Jaringan jalan pada kawasan dan panjang jalan dapat dilihat pada Gambar 18 dan Tabel 26.
Gambar 18. Peta jaringan jalan dalam kawasan
Tabel 26. Tabel panjang jaringan jalan dalam lokasi Panjang Jaringan Jalan (m) Kelas Jalan
Panjang (m)
Kolektor
28.128,49
Lingkungan
19.029,19
Setapak
4.341,59
TOTAL
51.499,26
Arahan Pengembangan Analisis Kemiringan Lahan Bentang alam suatu wilayah dibentuk oleh Topografi dan kemiringan lahan. Tingkat kemiringan lahan akan berpengaruh pada tingkat erosi, penentuan jenis vegetasi, arah aliran saluran drainase, serta jenis kegiatan fisik yang akan dikembangkan. Secara umum semakin tinggi tingkat kemiringan lahan, semakin
Prima Jiwa Osly/A353060101
58
besar kendala pembangunan fisik kota. Kemiringan lahan yang curam menyebabkan peningkatan dalam biaya konstruksi, membutuhkan perencanaan yang harus akurat dan faktor utama penyebab terjadinya erosi. Walaupun demikian dengan rekayasa teknologi, tidak tertutup kemungkinan untuk memanfaatkan lahan dengan kemiringan lahan relatif tinggi. Berdasarkan hasil analisis kemiringan lahan, maka pola distribusi kemiringan lahan di wilayah penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Sebagian besar berkemiringan 0 - 2% dengan luas sebesar 232,50 Ha yang tersebar di seluruh lokasi wilayah penelitian. 2. Lahan berkemiringan 2 – 5% sangat sedikit yaitu seluas 48,30 Ha yang sebagian besar berlokasi disebelah barat lokasi penelitian. 3. Lahan berkemiringan 5 – 7% sangat sedikit yaitu seluas 2,20 Ha yang sebagian besar berlokasi dekat lahan dengan kemiringan 0 –3%.
Analisis Penggunaan Lahan Berdasarkan jenis pemanfaatannya, dimana penggunaan lahan di wilayah penelitian adalah berupa lahan tidak terbangun (76%), sehingga dapat dinilai bahwa ketersediaan lahan untuk pengembangan fisik dan kegiatan wisata lainnya cukup besar.
Analisis Status Lahan Lokasi penelitian merupakan daerah sekitar situ yang telah dimanfaatkan penggunaanya oleh masyarakat. Sehingga komposisi kepemilikan lahan cukup variatif dan hampir seimbang. Status kepemilikan lahan ini akan menentukan dalam tingkat resistensi pengelolaannya. Secara umum tingkat resistensi pengelolaan kawasan ini cukup rendah, karena status kepemilikan lahan (> 50%) dimiliki oleh instasi pemerintah (PEMKOT dan Instansi Lainnya) sehingga diharapkan tidak adanya halangan dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan. Selain itu, status kepemilikan lahan juga dapat menjadi indikator besarnya biaya yang akan dikeluarkan serta lama Break Event Poin Time (BEPT) kawasan. Hasil wawancara dengan PEMKOT, status kepemilikan lahan pada awalnya hanya milik PEMKOT dan Instansi Pemerintah lainnya, namun
Prima Jiwa Osly/A353060101
59
pengelolaan yang lemah dari PEMKOT menyebabakan masyarakat mulai menggarap lahan sekitar situ. Tanah garapan kemudian disertifikasi hak milik oleh masyarakat. Keadaan ini membuat PEMKOT segera mengambil alih lahan sekitar situ yang belum tersertifikasi hak milik untuk digarap. Salah satu cara mengarap lahan ini adalah dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan situ yang dikembangkan untuk kawasan wisata (Tabel 27). Tabel 27. Tabel luas status lahan pada lokasi Luas Kesesuaian untuk Lokasi Status Kepemilikan Lahan
Luas (Ha)
Proporsi
Pemerintah Kota (PEMKOT)
58,39
23,6%
Instansi Pemerintah selain PEMKOT
93,17
37,7%
Swasta/Pribadi
95,56
38,7%
TOTAL
247,12
100%
Analisis Daya Dukung Lahan Bagi
Kota-kota
yang
sudah
mapan
perkembangannya
proporsi
penggunaan lahan untuk permukiman mencapai antara 50% – 80%. Sedangkan untuk wilayah penelitian diasumsikan proporsi penggunaan lahan untuk bangunan adalah 20% dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Kondisi fisik eksisting atau daya dukung fisik wilayah penelitian yang terbatas atau lebih dominan lahan marginalnya. 2. Sesuai dengan arahan RTRW Kota Depok (Tahun 2000 - 2010) dimana wilayah penelitian juga diarahkan untuk lokasi pemukiman dan resor wisata.
Prediksi Calon Pengunjung Sebuah obyek wisata hidup karena adanya pengunjung. Perencanaan sebuah obyek wisata harus memprediksi calon pengunjung obyek wisata yang akan dibangun. Pada penelitian ini prediksi calon pengunjung didasarkan atas hasil penelitian. Perencanaan zona dan content dalam tapak juga didasarkan atas hasil penelitian tersebut.
Prima Jiwa Osly/A353060101
60
Penelitian dilakukan pada tahun 2005 dengan menggunakan metode kuisioner dan metode pengumpulan data stratified random sampling. Keseluruhan penduduk Depok dibagi menjadi tiga kelas strata sosial (kelas atas, menengah dan bawah). Kesimpulan hasil penelitian adalah adanya keinginan masyarakat kota Depok terhadap tersedianya sebuah kawasan wisata dan atau obyek wisata yang bernuansa lingkungan serta memiliki aksesibilitas mudah ke pusat kota. Kawasan wisata yang akan dibangun harus memiliki peruntukan bagi wisata bersama keluarga. Kawasan wisata harus dapat dicapai menggunakan berbagai macam moda transportasi.
Pemetaan Kesesuaian Lokasi Dan Zona
Kesesuaian Lokasi Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil analisis, maka secara umum kondisi lahan pada lokasi penelitian memiliki tingkat kesesuaian sedang, yaitu mencakup 74% dari keseluruhan daerah penelitian. Ini berarti bahwa kondisi lahan lokasi penelitian cukup dapat dikembangkan untuk kawasan wisata (Tabel 28 dan Gambar 19). Tabel 28. Tabel luas kesesuaian untuk lokasi Luas Kesesuaian untuk Lokasi Rangking Kesesuaian
Luas (Ha)
Proporsi
Sesuai
27,33
11,1%
Sedang
183,82
74,4%
Tidak Sesuai
35,98
15,5%
TOTAL
247,12
100%
Prima Jiwa Osly/A353060101
61
Gambar 19. Peta kesesuaian lokasi
Kesesuaian Zona Untuk mengetahui tingkat kesesuaian pada masing-masing zona peruntukan, maka dilakukan overlay/intersept antara peta pola ruang, jalan, view, vegetasi dan slope yang masing-masing memiliki bobot tertentu untuk masingmasing zona yang akan dibangun. Dari hasil overlay tersebut kemudian dihitung luas tingkat kesesuaian untuk masing-masing zona peruntukan. Zona A (Village Zone) Zona A sebagai zona yang akan dikembangkan menjadi zona desa memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata desa. Dengan luas area yang sesuai sebesar 35% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan (Tabel 29). Komposisi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Selain itu, lahan-lahan sawah yang akan menjadi titik utama perancangan seluruhnya tersebar pada daerah dengan kesesuaian sangat sesuai dan sesuai (Gambar 20).
Prima Jiwa Osly/A353060101
62
Tabel 29. Tabel luas kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) Luas Kesesuaian untuk Zona A ZONA
Luas (Ha)
Proporsi
Sangat Sesuai
0,73
0,3%
Sesuai
30,19
12,2%
Sedang
53,75
21,8%
Tidak Sesuai
41,91
17,0%
Sangat Tidak Sesuai
120,53
48,7%
TOTAL
247,12
100%
Gambar 20. Peta kesesuaian untuk zona A (Village Zone) Zona B (Rest Area) Zona B sebagai zona istirahat memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunanbangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 60% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan (Tabel 30). Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian utara - selatan
Prima Jiwa Osly/A353060101
63
kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema (Gambar 21). Tabel 30. Tabel luas kesesuaian untuk Zona B (Water Zone) Luas Kesesuaian untuk Zona B ZONA
Luas (Ha)
Proporsi
Sangat Sesuai
18,37
7,4%
Sesuai
33,76
13,7%
Sedang
96,21
38,9%
Tidak Sesuai
56,91
23,0%
Sangat Tidak Sesuai
41,88
16,9%
TOTAL
247,12
100%
Gambar 21. Peta kesesuaian untuk zona B (Rest Area) Zona C (Water Zone) Zona C sebagai zona air memiliki tingkat kesesuaian lahan yang kurang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunanbangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 16% dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit dikembangkan (Tabel 31).
Prima Jiwa Osly/A353060101
64
Komposisi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada bagian timur kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema (Gambar 22). Tabel 31. Tabel luas kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) Luas Kesesuaian untuk Zona C ZONA
Luas (Ha)
Proporsi
Sangat Sesuai
0,00
0,0%
Sesuai
5,30
2,1%
Sedang
33,31
13,5%
Tidak Sesuai
80,08
32,4%
Sangat Tidak Sesuai
128,43
52,0%
TOTAL
247,12
100%
Gambar 22. Peta kesesuaian untuk zona C (Water Zone)
Arahan Pengembangan Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk masing-masing zona, maka dapat ditentukan letak tapak untuk masing-masing zona pada kawasan. Perletakan masing-masing zona ini didasarkan atas kedekatan perletakan hasil
Prima Jiwa Osly/A353060101
65
analisis dan kemudahan sirkulasi dalam kawasan. Komposisi luas masing-masing zona dapat dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 23. Tabel 32. Tabel luas untuk masing-masing zona Luas Zona ZONA
Luas (Ha)
Proporsi
A (Village Zone)
91,49
37,0%
B (Rest Area)
57,51
23,3%
C (Water Zone)
52,94
21,4%
Tidak dapat digunakan
45,19
18,3%
TOTAL
247,12
100%
Gambar 23. Peta zonasi
Perancangan Tapak
Kriteria Dasar Menurut Lang (2005), Urban-Rural fringe is an area of mixed rural and
urban populations and land uses, which began at the point where agriculture land
Prima Jiwa Osly/A353060101
66
uses appear near city and extends up to the point where villages distinct urban land uses or where some persons, at least, from the village community commute to the city daily for work or other purpose. Berdasarkan definisi diatas maka kawasan situ Pengasinan dapat dimasukkan kedalan kelompok daerah tersebut. Sebuah konsep yang tepat untuk melakukan perencanaan dan perancangan pada kawasan ini adalah konsep penyelarasan. Sebuah konsep yang secara langsung akan melaksanakan fungsinya akibat adanya hubungan timbal balik antara masing-masing anggota komunitas. Komunitas urban yang akan memanfaatkan kawasan rural sebagai sarana berwisata dan komunitas rural yang akan memanfaatkan kawasan urban sebagai sarana berkarya. Untuk mensinergikan konsep tersebut maka dalam perencanaan dan perancangan kawasan
perlu
diperhatikan faktor fisik (potensi tapak) dan aksesibilitas.
Perancangan Makro Kawasan Konsep makro yang diangkat adalah pengelompokan dalam beberapa kegiatan yang memiliki karakteristik sejenis dan bergantung satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hasil yang optimal dalam pemanfaatan ruang dan
pelayanan.
pengelompokan
Distribusi
disesuaikan
kegiatan/aktifitas
yang
dengan sudah
ada
jangkauan di
pelayanan
dominasi
serta
pengembangannya. Memiliki kecenderungan pengembangan kawasan yang mengacu pada aspek budaya setempat dengan satu pola pemberdayaan masyarakat (community base development) dengan harapan masyarakat dapat turut serta dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan yang tepat sasaran. Pengaruh Lingkungan Sekitar Kawasan Pola sirkulasi kendaraan di luar tapak
Tapak dilintasi oleh jalan raya Pengasinan yang memiliki panjang 1612 m yang melintas di sisi timur dengan intensitas kendaraan rendah dan jalan Masjid yang memiliki panjang 1310 m dengan intesitas kendaraan rendah yang melintas di sisi utara. Pada kedua sisi ini, kawasan terlihat secara keseluruhan dan lebih indah sehingga pintu masuk utama dan pintu keluar
Prima Jiwa Osly/A353060101
67
berada pada kedua jalan tersebut. Intensitas kendaraan yang rendah cenderung sedang membutuhkan pemisahan jalur masuk dan keluar. Keadaan lingkungan sekitar tapak
Kawasan ini dibatasi oleh permukiman/perumahan serta hutan alam kota. Peraturan-peraturan
Peraturan yang berlaku pada kawasan meliputi KDB (Koefisien Bangunan) sebesar 40% - 80% dengan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) adalah dibatasi setinggi 4 lantai dan GSB (Garis Sempadan Bangunan) sebesar 4 m. Status kepemilikan lahan kawasan adalah pemerintah kota, instansi pemerintah selain pemerintah kota dan swasta/masyarakat. Peruntukan lahan sesuai dengan RTRW Kota Depok adalah permukiman dengan KDB tinggi. Faktor pencapaian
Untuk mencapai tapak dapat digunakan jalan raya Parung-Bogor (dari arah Jakarta, Bogor dan Tangerang) serta jalan Muhtar Raya (dari arah Jakarta dan Depok) sehingga dengan adanya papan penunjuk maka kawasan akan mudah dicapai melalui jalan-jalan tersebut. Faktor infrastruktur
Tersedianya jaringan listrik, telekomunikasi dan drainase kota yang melintasi kawasan sudah memenuhi standar minimal kebutuhan akan infrastruktur kawasan. Bangunan Penting Sekitar Kawasan Terdapat beberapa bangunan penting yang berada disekitar kawasan. Salah satunya adalah masjid kubah mas yang berjarak ± 3 km sebelah timur kawasan. Masjid kubah mas, selain sarana ibadah juga merupakan salah satu titik utama tujuan wisata kota Depok. Bangunan ini mengusung konsep wisata religi. Bangunan ini sudah berdiri sejak tahun 2005 dan menjadi ikon pariwisata kota Depok untuk daerah tujuan wisata. Bangunan penting lainnya adalah pasar Parung yang berjarak ± 2 km dari kawasan yang dapat menjadi target utama pemasaran kawasan. Keberadaan pasar dan bangunan masjid kubah mas juga dapat diintegrasikan dengan kawasan wisata yang akan dibangun sebagai pendukung kawasan wisata terbangun.
Prima Jiwa Osly/A353060101
68
Perancangan Mikro Kawasan Konsep perancangan mikro kawasan adalah wisata desa yang dipadukan dengan wisata air. Selain itu kawasan ini diharapkan menjadi landmark kota Depok yang dalam perencanaannya disesuaikan dengan rencana pemerintah untuk membangun sebuah kawasan wisata yang melestarikan budaya lokal dan lingkungan. Titik Utama Perancangan Titik utama perancangan kawasan ini adalah lahan sawah dan badan situ. Lahan sawah merupakan produk utama yang akan dijual oleh kawasan ini. Sedangkan wisata air telah dikembangkan pada badan situ dan telah dikelola oleh pemerintah daerah melalui POKJA (Kelompok Kerja) Situ Pengasinan. Konsep Perancangan Situasi Sesuai dengan tema yang diangkat untuk kawasan wisata ini maka situasi yang dirancang adalah situasi pedesaan yang asri dengan situ yang asri. Kawasan ini juga akan membangun situasi kehidupan sosial masyarakat lokal yang berbudaya Sunda. Situasi kehidupan sosial yang akan dibangun adalah keseharian dalam bekerja (berladang dan bertani), bercengkrama (bermain alat musik angklung dan belajar) dan kegiatan lainnya (event pernikahan, sunatan massal dsb). Konsep Peruntukan Lahan Kawasan ini akan dibagi menjadi tiga zona yang masing-masing memiliki fungsi masing-masing. Zona-zona dirancang hanya sebagai bagian dari kawasan (tidak dapat berdiri sendiri). Zona-zona tersebut adalah : Zona A (Village Zone), yaitu zona yang berfungsi sebagai zona wisata desa.
Selain itu zona ini juga berfungsi sebagai zona penerima pengunjung. Sarana dan prasarana pada zona ini adalah areal wisata desa, kantor pengelola dan loket, pos sepeda, lapangan parkir dan main gate (pintu utama) yang merupakan in gate (pintu masuk). Zona B (Rest Area), yaitu zona yang berfungsi sebagai area untuk rekreasi dan
istirahat. Sarana dan prasarana pada zona ini adalah areal terbuka (sebagai areal serbaguna), taman, restoran, bungalow, pos sepeda, kolam pemancingan dan area servis.
Prima Jiwa Osly/A353060101
69
Zona C (Water Zone), yaitu zona yang berfungsi sebagai zona wisata air dan
wisata belanja. Selain itu zona ini juga berfungsi sebagai zona keluar pengunjung. Saran dan prasarana pada zona ini adalah areal wisata air, dermaga wisata air, toko handicraft, areal agrowisata, pos sepeda, areal servis dan out gate (pintu keluar). Ciri Khusus Kawasan Kawasan ini merupakan kawasan peruntukan perumahan dengan KDB tinggi dan KDB rendah. Keberadaan situ pengasinan dan lahan sawah memberikan view atau pemandangan indah serta membuat kawasan ini tampak alami dan indah. Aksesibilitas yang mudah membuat kawasan ini sangat strategis. Saat ini, dengan keberadaan fasilitas wisata air dan lahan sawah yang belum tertata rapi membuat kawasan ini belum dapat dinikmati secara maksimal. Untuk membuat kawasan ini menjadi kawasan wisata bertema desa dengan kolam besar maka perlu dilakukan penataan kawasan dan membuka view yang luas kearah situ dan lahan sawah atau menjadikan situ dan lahan sawah sebagai orientasi kawasan. Tata Bangunan Sesuai tema yang diusung oleh kawasan ini, maka tata bangunan yang dirancang disesuaikan dengan tema yang diangkat. Konsep tata bangunan mengikuti kaidah Vernacular Architecture yaitu bahasa arsitektur dari manusia atau tata bangunan yang berhubungan dengan konteks lingkungan dan sumber daya yang tersedia serta membangun dengan peralatan yang tersedia. Seluruh bentuk ini dibangun berdasarkan kebutuhan, mengakomodasi nilai lahan, ekonomi dan cara hidup dalam bingkai kebudayaan lokal (Sebestyen, 2003). Pencapaian Tapak Tapak dapat dicapai melalui jalan Pengasinan Raya dengan moda transportasi angkutan umum dan angkutan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Selain itu tapak juga dapat dicapai melalui jalan Raya Parung. Sistem Sirkulasi Dalam Tapak Pola sirkulasi dalam kawasan mengelilingi situ dan lahan sawah (pematang) yang bentuk dan polanya merefleksikan bentuk air yang dinamis dan diwakilkan oleh bentuk lingkaran dan lengkung. Sirkulasi dalam kawasan dibagi menjadi tiga yaitu sirkulasi manusia, kendaraan (sepeda) dan kendaraan bermotor
Prima Jiwa Osly/A353060101
70
(berhenti pada areal parkir). Sirkulasi untuk manusia dan kendaraan merupakan sirkulasi yang berdiri sendiri namun pada titik-titik tertentu akan mengalami
overlapping dan atau sejajar. 1. Sirkulasi manusia Sirkulasi manusia adalah jalan setapak yang dibangun mengikuti petak-petak sawah. Perjalanan akan di mulai pada lapangan parkir menuju kantor pengelola untuk mengurus administrasi masuk kawasan (loket). Perjalanan selanjutnya adalah dengan mengikuti jalan pematang yang telah disediakan oleh pengelola. Perjalanan dapat berhenti sejenak pada zona B (rest area) yang pada zona ini ditempatkan bungalow, restoran, sarana olahraga pemancingan dan perjalanan dilanjutkan menuju zona C. 2. Sirkulasi kendaraan (sepeda) Sirkulasi untuk kendaraan (sepeda) mengikuti jalan sepeda yang akan dibangun. Jalan sepeda terpisah dengan jalan manusia. Namun pada beberapa titik disediakan pos sepeda yang selain berfungsi sebagai tempat istirahat, juga sebagai tempat moda interchange (perubahan moda menjadi jalan kaki). Keseluruhan kawasan memiliki 15 pos sepeda. 3. Areal parkir Areal parkir kendaraan dibedakan antara parkir pengelola, parkir kendaraan servis dan parkir pengunjung. Sedangkan areal parkir pengunjung dirancang untuk dapat menampung kendaraan sepeda motor, mobil, minibus dan bus. Pengaturan sirkulasi pedestrian dan kendaraan yang aman, dengan memisahkan jalur sirkulasi pedestrian dengan jalur sirkulasi kendaraan, sehingga pengunjung bangunan dapat berjalan dengan nyaman dan bebas sebelum memasuki kawasan. Jarak capai jalan kaki maksimum untuk pengunjung dari pintu masuk areal parkir ke pintu masuk kawasan adalah 300 meter diwujudkan dengan adnya pos-pos sepeda, sehingga semua pengunjung menempuh jarak yang sama dalam hal pencapaian ke bangunan. Dimana parkir sepeda motor dibagi 2, yaitu: untuk pengunjung kawasan dan untuk pengelola/servis.
Prima Jiwa Osly/A353060101
71
Dalam penentuan sistem dan peletakan area parkir, banyak ditentukan dari kemudahan akses dan letak entrance kendaraan hasil analisis sirkulasi kendaraan seperti yang sudah dijelaskan. Sistem parkir dibuat terkonsentrasi dengan sistem pembagian : Kendaraan
roda empat, minibus dan bus untuk pengunjung, tersedia
area parkir terbuka di sisi timur dan tengah areal parkir. Kendaraan roda dua untuk pengunjung disediakan di sisi utara areal
parkir. Kendaraan roda empat untuk pengelola dan servis, disediakan area
parkir khusus di sisi barat areal parkir. Kendaraan roda dua untuk pengelola, disediakan di
sisi barat areal
parkir. Lansekap 1. Pola Pedestrian Way
Pedestrian way membentuk prasarana penghubung yang penting dalam menghubungkan berbagai kegiatan yang berlangsung pada massa bangunan yang berbeda. Pedestrian way dirancang untuk mengarahkan pencapaian dan mempertimbangkan terbentuknya suasana estetis dengan penempatan titik-titik pusat perhatian. Jenis material, tekstur dan warna dipilih yang dapat mendukung karakter kegiatan , baik yang berkesan dinamis dan rekreatif. Konsep perancangan pedestrian way mengikuti bentuk situ dan lahan sawah dengan menggunakan pola cul de sac (jalan tertutup/buntu). Konsep ini dibangun agar pengunjung dapat menikmati seluruh kawasan.
Pedestrian way dibagi menjadi dua macam yaitu jalan manusia dan jalan sepeda. Masing-masing jalan memiliki shelter (tempat perhentian) yang berbeda, jalan manusia memiliki shelter berupa dangau dan jalan sepeda memiliki shelter berupa pos sepeda. 2. Pohon dan tanaman Pohon dan tanaman sebagai elemen ruang luar sangat tergantung kepada eksisting kawasan. Pohon dan tanaman di sini befungsi sebagai : Pengaruh dan pembatas visual (barrier), ditempatkan pada batas tapak, tepi jalan dan diantara massa bangunan. Jenis pohonnya adalah palem-paleman.
Prima Jiwa Osly/A353060101
72
Pemberi bayangan keteduhan, ditempatkan pada sisi-sisi bangunan
terutama dekat bukaan untuk mengurangi kesilauan cahaya. Jenisnya adalah pohon yang berdaun lebat. Bumper polusi dan kebisingan, ditempatkan pada areal-areal yang
membutuhkan ketenangan seperti bungalow. Jenisnya adalah pohon yang berdaun lebat dan beranting banyak. Pembatas kegiatan, digunakan untuk membatasi kegiatan antara satu
dengan yang lainnya. Jenisnya adalah pohon perdu-perduan. 3. Plasa dan taman Plasa atau ruang terbuka dibuat untuk mengkat massa-massa bangunan yang saling terpisah, dan difungsikan sebagai ruang komunikasi / relaksasi pengunjung. Perlengkapan pelayanan dan utilitas kawasan Konsep perancangan prasarana, sarana dan utilitas kawasan dibagi menjadi menjadi beberapa aspek yaitu prasarana yang meliputi jaringan listrik dan jaringan telekomunikasi, utilitas yang meliputi air bersih dan air kotor, sistem drainase dan limbah serta sarana yang meliputi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. 1. Areal Publik Area publik didefinisikan sebagai bangunan dan lanskap yang bentuknya dirancang untuk kepentingan komunitas dan memiliki kepentingan sosial ekonomis (Walters dan Brown, 2004)
Bangunan
publik yang akan dibangun pada kawasan ini adalah sarana ibadah (masjid) yang merupakan renovasi dari sarana ibadah yang telah ada saat ini dan sarana kesehatan berupa klinik 24 jam lengkap dengan fasilitas Unit Gawat Darurat (UGD). Bangunan publik ini akan menempati areal seluas 5250 m2 dan berada pada zona C (Water Zone). Dalam areal publik ini terdapat juga bangunan servis yang berfungsi untuk melayani seluruh kawasan. Areal ini ditempatkan dekat dengan jalan kolektor (jalan Raya Pengasinan). Penempatan ini bertujuan untuk memudahkan pencapaian menuju kelas jalan yang lebih tinggi . 2. Utilitas Kawasan
Prima Jiwa Osly/A353060101
73
Utilitas kawasan terdiri dari jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, sistem drainase dan tempat pembuangan akhir kawasan mengikuti jaringan yang sudah ada. 3. Pengelolaan air bersih dan kotor kawasan Air bersih kawasan merupakan air yang bersumber dari dua buah sungai (Kaligede dan Ciputat) dan satu buah situ (pengasinan). Pengelolaan air bersih yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan sumber-sumber air tersebur setelah melalui beberapa proses. Proses pertama adalah pengumpulan air untuk kawasan pada pintu air yang dibangun khusus oleh kawasan. Proses selanjutnya adalah pengumpulan air pada bak kontrol. Air yang terkumpul pada bak kontrol kemudian dialirkan menuju bangunan penjernihan. Setelah air melalui tahap penjernihan maka air di pompa menuju bangunan-bangunan yang membutuhkan air bersih (Gambar 24). Jumlah kebutuhan air bersih kawasan harus dapat dipenuhi oleh ketiga sumber air tersebut.
Gambar 24. Skema pengelolaan air bersih kawasan
Prima Jiwa Osly/A353060101
74
Pengelolaan air kotor kawasan mengikuti tahapan-tahapan yang tidak berbeda dengan pengelolaan air bersih. Air kotor kawasan yang terkumpul melalui gorong-gorong kawasan akan ditampung terlebih dulu pada bak kontrol. Air yang sudah tertampung tersebut kemudian di pompa masuk menuju STP (Seewage Treatment Plan). Bangunan STP melakukan tiga proses yaitu proses penghancuran kuman menggunakan biophoric
massal, proses penjernihan dan daur ulang yang menghasilkan air perkurasan. Air perkurasan yang melewati ambang batas parameter kimia dan biologi (tidak dapat digunakan lagi) akan dibuang menuju sungai untuk dilakukan proses selanjutnya. Sedangkan air yang berada di bawah ambang batas akan dimanfaatkan lagi untuk kawasan, seperti untuk kebutuhan air irigasi dan sebagainya (Gambar 25).
Gambar 25. Skema pengelolaan air kotor kawasan
Perancangan Zona dan Bangunan Kebutuhan Ruang Dalam perancangan kawasan wisata harus memperhatikan beberapa hal yang dapat dijadikan kerangka acuan dalam perancangan. Hal tersebut adalah : Karakter tapak yang dikelilingi oleh view lahan sawah, situ dan pohon-
pohon besar sangat menarik dan unik. Sebagai kawasan wisata bernuansa lingkungan, maka penggunaan bangunan yang dapat merusak lingkungan
Prima Jiwa Osly/A353060101
75
harus dihindari, sehingga bangunan akan mengikuti pola linear eksisting jalan dan atau bangunan yang telah ada. Sistem lingkungan eksisting beragam (lingkungan sawah, situ dan hutan
kecil), sehingga kehadiran kawasan diharapkan dapat beradaptasi dan mendukung kawasan yang sudah ada. Fungsi fasilitas dari perencanaan ini merupakan penggabungan dari wisata
desa, wisata air dan wisata belanja, sehingga dapat mengundang/menarik pengunjung dari segala penjuru kota dan daerah dengan segmen pasar segala usia dan keluarga. Pertimbangan diatas ditetapkan sebagai konsep dasar perancangan yaitu konsep perancangan yang kontekstual (mampu beradaptasi dan mendukung) dengan lingkungan sekitar. Perancangan juga menampilkan arsitektur tropis dengan memberikan ciri bangunan tropis dan menciptakan kenyamanan di dalam maupun di luar ruangan. Berdasarkan hasil analisis kesesuian zona, potensi tapak dan konsep perancangan maka ditentukan kebutuhan ruang masing-masing fasilitas dalam kawasan. Kebutuhan ruang dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Kebutuhan Ruang Fasilitas Kebutuhan Ruang ( dalam m2) Lapangan Parkir
4600
Areal Komersial Sebelah Areal Parkir
15000
Kantor Pengelola
1890
Pos Sepeda (1 - 15)
2192
Restoran (Zona A dan B)
16850
Areal Pemancingan (Zona A dan C)
1910
Dermaga Wisata Air
780
Pusat Pembuatan & Penjualan Kerajinan
18400
Pusat Belanja Tanaman
8550
Fasilitas Publik/Servis
5250
Amphi Theatre Area
10700
Taman/Plasa
11960
Reforestrasi Areal
33800
Prima Jiwa Osly/A353060101
76
Zona A (Village Zone) Zona A sebagai Village Zone memiliki fungsi sebagai zona inti kawasan. Kegiatan wisata terdapat pada zona ini. Rancangan tapak zona A dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Rancangan tapak Zona A
Kegiatan wisata pada zona ini dimulai ketika memasuki pintu utama zona (kantor pengelola). Perjalanan wisata dimulai dengan melakukan jalan-jalan
Prima Jiwa Osly/A353060101
77
mengikuti alur pematang sawah atau menaiki sepeda pada jalur sepeda yang telah dipersiapkan. Kegiatan utama pada zona ini adalah perjalanan wisata yang berfokus pada menikmati pemandangan alam pedesaan dan pemandangan kehidupan masyarakat pedesaan pada umumnya. Perjalanan berhenti sejenak pada daerah rumah-rumah gubug tematik yang dipersiapkan, taman, plasa, pos sepeda dan lahan sawah khusus (dapat ditanami oleh pengunjung). Perjalanan wisata diakhiri pada pintu masuk zona B (Rest Area). Fasilitas utama zona ini terdiri dari lahan sawah yang dibiarkan seperti kondisi eksisting, taman, plasa dan rumahrumah gubug tematik. Fasilitas pelengkap adalah pos sepeda, kolam pemancingan yang hanya dapat digunakan oleh masyarakat dan kantor pengelola. Beberapa perancangan suasana untuk zona A dapat dilihat pada Gambar 27.
1. Suasana Rumah Gubug Tematik 3. Suasana Pemancingan
1
2
3
4 2. Suasana Taman/Plasa 4. Suasana Pedestrian Way & Jalan Sepeda
Gambar 27. Perancangan suasana pada Zona A
Prima Jiwa Osly/A353060101
78
Zona B (Rest Area) Zona B adalah zona istirahat. Zona ini berfungsi sebagai zona penerima dari zona A, tempat perisitirahatan dan zona pengirim kepada zona C. Kegiatan utama pada zona ini berfokus pada tiga tempat yaitu restoran tepi air, komplek
Amphi Theatre serta pusat kerajinan dan cinderamata. Rancangan tapak zona B dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Rancangan tapak Zona B
Fasilitas bangunan yang ada pada zona ini adalah : Pos Sepeda
Sepeda adalah satu-satunya moda transportasi yang ada dalam tapak. Sepeda merupakan moda transportasi tak berbahan bakar, selain itu sepeda merupakan sarana olahraga. Dalam tapak, sepeda memiliki jalur tersendiri
Prima Jiwa Osly/A353060101
79
yaitu jalur yang terpisah dari jalur pejalan kaki. Sebagian jalur dirancang bersebelahan dengan jalur pejalan kaki dan sebagian lagi dirancang terpisah dengan jalur pejalan kaki. Pos sepeda berfungsi sebagai terminal moda transportasi sepeda, selain itu pos ini juga dirancang sebagai titik peralihan antara sepeda dan jalan kaki. Perancangan suasana pos sepeda dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Suasana pos sepeda Bungalow
Berfungsi sebagai tempat beristirahat menginap. Areal bungalow merupakan areal semi privat, yang memiliki pagar pembatas semi permanen dengan kawasan lain. Faktor keamanan menjadi pertimbangan penting. Restoran/Café (Tepi air dan biasa)
Berfungsi sebagai tempat beristirahat sementara. Restoran mengusung konsep kelokalan. Menu yang disajikan merupakan masakan khas daerah Sunda dan sedikit menu modern. Untuk café, konsep yang diusung untuk situasi dan menu adalah konsep modern. Diharapkan konsep ini dapat menjadi salah satu daya tarik untuk kaum muda. Amphi Theatre
Kompleks Amphi Theatre adalah lahan seluas 10.700 m2. Kawasan ini merupakan areal yang dirancang untuk dimiliki oleh PEMKOT dan atau POKJA. Fasilitas ini berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan acaraacara yang berhubungan dengan kegiatan PEMKOT dan atau POKJA.
Prima Jiwa Osly/A353060101
80
Acara yang dapat dilakukan pada Amphi Theatre ini seperti acara perayaan ulang tahun Kota Depok, acara-acara adat masyarakat (perkawinan, sunatan dsb), acara musik dan lain sebagainya. Fasilitas ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan seperti panggung terbuka yang menghadap kearah situ, tempat duduk VIP yang merupakan tempat duduk yang dipasang permanen dan ruangan untuk mengganti kostum yang terletak dibelakang panggung terbuka serta ruangan untuk pengaturan sound system (Gambar 30).
1. 2. 3. 4.
Backstage/Costume Panggung VIP Festival
Gambar 30. Amphi Theatre Pusat Kerajinan dan Cinderamata
Pusat Kerajinan dan Cinderamata merupakan sebuah areal dengan luas 18400 m2. Dalam areal ini terdapat 4 bangunan yaitu tiga buah workshop dan sebuah kompleks toko dan atau ruko sebagai tempat penjualan. Konsep yang diusung adalah open-plan yaitu sebuah konsep yang menggunakan struktur secara minimalis dan terpasang pada sebuah ruangan
terbuka
(Fawcett,
2003).
Konsep
ini
berfungsi
untuk
memudahkan penempatan peralatan, sirkulasi kerja dan proses window
shopping bagi pengunjung (Gambar 31 dan 32).
Prima Jiwa Osly/A353060101
81
1. 2. 3. 4.
Toko Cinderamata & Kerajinan Workshop #1 Workshop #2 Workshop #3
Gambar 31. Pusat kerajinan dan cinderamata
Gambar 32. Suasana toko cinderamata dan kerajinan
Zona C (Water Zone) Zona C adalah zona wisata air. Zona ini berfungsi sebagai zona penerima untuk zona B dan zona keluar kawasan. Rancangan tapak zona C dapat dilihat pada Gambar 33.
Prima Jiwa Osly/A353060101
82
Gambar 33. Rancangan tapak Zona C
Fasilitas yang ada pada zona ini, adalah : Pusat belanja tanaman
Pusat belanja tanaman merupakan sebuah areal yang memiliki luas lahan sebesar 8550 m2. Areal ini terdiri dari 3 bangunan yaitu gazebo, pusat belanja tanaman dan rumah kaca. Pusat belanja tanaman merupakan hasil renovasi bangunan yang telah ada saat ini. Penempatan gazebo berfungsi sebagai pintu masuk areal dan sarana untuk bersantai. Rumah kaca berfungsi sebagai tempat pengembangbiakan tanaman, penyimpanan tanaman dan sarana transfer teknologi kepada petani tanaman hias yang ada saat ini (Gambar 34). Perancangan suasana untuk bangunan ini dapat dilihat pada Gambar 35.
Prima Jiwa Osly/A353060101
83
1. Pusat Belanja Tanaman 2. Gazebo 3. Rumah Kaca Gambar 34. Pusat belanja tanaman
Gambar 35. Suasana belanja tanaman Dermaga wisata air
Dermaga wisata air merupakan hasil renovasi dari dermaga wisata air yang ada saat ini. Dermaga wisata air yang ada saat ini dikelola oleh POKJA Situ Pengasinan bekerjasama dengan PEMKOT Depok. Luas dermaga air saat ini adalah sebesar 50 m2 dengan fasilitas tambahan adalah penutup atap. Dalam perancangan luas areal untuk dermaga wisata air adalah 780 m2. Pengembangan dermaga ini menjadi penting karena
Prima Jiwa Osly/A353060101
84
dermaga merupakan salah satu titik perencanaan kawasan. Selain itu, penambahan sarana olahraga air seperti perahu, bebek air juga termasuk kedalam rancangan renovasi dermaga wisata air. Saat ini baru terdapat 4 buah bebek dengan kondisi lumayan baik. Perancangan dilakukan sampai pada kemasan paket wisata air yang akan dikembangkan. Kondisi saat ini dapat dilihat ada Gambar 36.
Gambar 36. Kondisi dermaga untuk wisata air Bangunan Publik dan Servis
Bangunan publik yang akan dirancangan adalah sarana ibadah (mesjid) dan klinik 24 jam. Areal servis digunakan untuk melayani kebutuhan seluruh kawasan. Penempatan areal servis adalah yang paling dekat ke jalan kolektor (Jalan Pengasinan Raya) sebagai kemudahan aksesibilitas keluar masuk kendaraan servis.
Arahan
Arahan Tahapan Pembangunan Perlunya penyusunan prioritas pengembangan guna menyesuaikan kondisi pemerintah dan investor dalam mengembangkan kawasan perencanaan sehingga tujuan dan sasaran dapat tercapai dengan baik. Di dalam arahan penentuan prioritas pembangunan ditentukan antara lain oleh :
Prima Jiwa Osly/A353060101
85
Besarnya biaya untuk pembangunan masing-masing fasilitas. Banyaknya orang yang mempergunakan fasilitas tersebut. Kepentingan fasilitas tersebut bagi kelangsungan hidup kawasan yang
bersangkutan. Ketersediaan lahan pengembangan yang dapat dibangun
Untuk menentukan tahapan pelaksanaan tersebut, terlebih dulu perlu ditinjau tingkat kepentingan daripada masing-masing kegiatan, mengapa suatu sarana perlu dibangun terlebih dahulu, mengapa jalan menuju ke lokasi perlu diselesaikan terlebih dahulu, atau mengapa perlu adanya pematangan lahan dan sebagainya (Tabel 34). Hal ini mengingat keterbatasan dana dan perlunya mensosialisasikan kegiatan wisata agar masyarakat lebih memahami tentang usaha sektor wisata yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Tabel 34. Tingkat kepentingan untuk kegiatan pembangunan fasilitas Jenis Fasilitas Perbaikan sarana irigasi sawah Pembangunan dan perbaikan jalur pedestrian Pembangunan pos sepeda Rumah gubug tematik Taman dan plasa Restoran dan café Bungalow Amphi Theatre Penataan pusat tanaman hias dan pembuatan rumah kaca Penataan sarana wisata air Pembangunan sarana outbound Pembangunan kolam pemancingan Pembangunan pusat kerajinan Pembangunan areal parker dan main gate Pembangunan kantor pengelola Deforestrasi sebagian kawasan Pembangunan klinik Perbaikan sarana ibadah Keterangan:
PK INV MSY
= PEMKOT = Investor = POKJA & Masyarakat
Prima Jiwa Osly/A353060101
Tingkat Kepentingan SP SP SP P P P BP BP P P P P BP P P P BP BP SP P BP
Pelaksana MSY/PK MSY/PK PK/MSY PK/MSY PK INV/MSY INV/PK PK INV/MSY
PK/MSY/INV PK/INV PK/MSY PK/MSY/INV PK/INV PK/INV PK/MSY PK/MSY MSY/PK = Sangat Penting = Penting = Belum Penting
86
Untuk memberikan gambaran kepada pengelolaan kawasan wisata dalam tahun mendatang diperlukan suatu pentahapan pembangunan yang disesuaikan dengan kemampuan pemerintah daerah dan investor yang akan menanamkan modalnya di dalam pengembangan kawasan wisata ini. Pentahapan pembangunan ini disusun berdasarkan tingkat kepentingan atau prioritas masing-masing kegiatan sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih pembangunan. Dengan adanya arahan rencana pentahapan pembangunan ini dapat saling menunjang dan memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah maupun masyarakat setempat dalam hal pemerataan ekonomi pada masa mendatang.
Pemasaran dan Promosi Jika pengembangan kawasan tidak diiringi oleh kegiatan promosi maka akan menyebabkan lambatnya umpan balik dari pembangunan kawasan wisata itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah dalam hal pemasaran dan promosi guna memperkenalkan kembali tentang adanya obyek wisata alam yang bertujuan menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah ini. Upaya tersebut dapat meliputi ; 1. Promosi besar-besaran di pintu-pintu gerbang utama kota Depok dan kawasan-kawasan potensial 2. Promosi dan pemasaran hendaknya dilakukan secara terpadu dan diarahkan untuk memasarkan Kawasan Situ Pengasinan sebagai Daerah Tujuan Wisata yang utama di kota Depok. 3. Perlu pola kerja sama pemerintah atau swasta yang diijinkan mengelola obyek/kegiatan wisata dengan biro-biro perjalanan, baik dalam lingkup kota maupun dalam lingkup Jawa Barat dalam menawarkan paket-paket wisata. 4. Pembuatan Website Kawasan Situ Pengasinan dengan bekerjasama dengan Bagian Humas kota Depok maupun dengan Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok. 5. Promosi dan pemasaran yang terpadu dengan membuat peta-peta wisata yang mencakup di dalamnya berbagai informasi wisata dan berbagai
Prima Jiwa Osly/A353060101
87
informasi lainnya yang sangat komunikatif yang dapat menggambarkan kegiatan pariwisata kota Depok secara menyeluruh.
Bentuk Kerjasama dan Pola Investasi Pengembangan Pengembangan sektor kepariwisataan pada umumnya dilakukan untuk mencapai jumlah kunjungan wisata yang telah ditargetkan oleh setiap pemerintah daerah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam usaha pengembangan tersebut adalah untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke lokasi obyek wisata yang ada. Oleh sebab itu, kenyataan ini tidak akan lepas dari atraksi wisata yang disuguhkan kepada wisatawan dengan didukung oleh berbagai fasilitas penunjang pariwisata, sehingga wisatawan merasa puas karena sesuai dengan motif perjalanan wisata yang dilakukannya. Dalam
memenuhi
pengadaan
instrumen
yang
dibutuhkan
bagi
pengembangan sektor kepariwisataan tersebut, pemerintah daerah perlu mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak seperti swasta, POKJA, dan masyarakat lokal baik kerjasama dalam pengelolaan obyek pariwisata maupun kerjasama dalam investasi bagi pengadaan instrumen/fasilitas pendukung pariwisata tersebut. Kerjasama Pemerintah Kota dengan Pihak Swasta Bentuk kerjasama ini merupakan pengadaan dan pengelolaan berbagai fasilitas pendukung kegiatan pariwisata antara pemerintah daerah dengan pihak swasta berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur kerjasama tersebut. Adapun bentuk-bentuk kerjasama tersebut diantaranya adalah : 1. Pihak swasta yang membangun, mengoperasikan dan menyerahkan fasilitas pendukung tersebut menjadi milik pemerintah pada akhir masa perjanjian kerjasama. 2. Penambahan dan pengembangan fasilitas yang dibangun pemerintah oleh yang dilaksanakan oleh swasta, mengoperasikannya dan mengembalikannya setelah berakhir masa perjanjian kerjasama ekpada pemerintah. Bentuk-bentuk kerjasama diatas dapat diterapkan sesuai dengan kondisi masing-masing obyek wisata yang ada di kawasan Situ Pengasinan. Pemilihan
Prima Jiwa Osly/A353060101
88
pola kerjasama yang akan diterapkan akan disesuaikan dengan spesifikasi dan fasilitas pendukung yang akan dikerjasamakan dengan tetap mengutamakan prinsip saling menguntungkan, bagi pemerintah daerah dalam bentuk peningkatan PAD, sedangkan bagi pihak swasta dalam bentuk profit/laba. Kerjasama Pemerintah Kota dengan Kelompok Kerja (POKJA) Situ Pengasinan Selain bentuk kerjasama antara pemerintah dengan mengikutsertakan peran POKJA dalam pengadaan fasilitas pendukung dan pengelolaan obyek wisata lokasi yang masih dalam wilayah kerjanya. Kerjasama ini mungkin lebih ditekankan kepada peran POKJA tersebut untuk menunjang kelengkapan fasilitas pendukung
obyek
wisata
diantaranya
berupa
pengadaan
industri
souvenir/cenderamata, rumah makan, travel agent, jasa pemandu wisata, pertunjukan seni dan budaya, jasa telekomunikasi (wartel) dan lain-lain. Agar memberikan hasil yang optimal dalam mengikutsertakan POKJA untuk pengembangan sektor kepariwisataan di kawasan
Situ Pengasinan, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Mengupayakan kemudahan perizinan bagi Anggota POKJA dibidang usaha yang menunjang pengembangan pariwisata. 2. Peningkatan keterampilan pelaksanaan usaha pariwisata melalui pelatihan singkat sesuai dengan komoditi andalan yang diusahakan. 3. Memotivasi perangkat kerja pedesaan anggota POKJA terutama dalam usaha penyediaan cenderamata bagi wisatawan serta usaha lainnya. 4. Mengadakan pembinaan dalam kaitannya dengan pengembangan modal swadaya, modal luar negeri maupun modal ventura. 5. Bimbingan manajemen pemasaran, manajemen keuangan, pemasaran jasa dan lain-lain. 6. Memotivasi para pengrajin anggota POKJA agar memproduksi barang-barang cenderamata sesuai dengan permintaan pasar. 7. Mengadakan bimbingan kegiatan pelayanan terpadu dalam mendorong pertumbuhan pariwisata. 8. Meningkatkan keterampilan manajerial dan keterampilan teknis yang semula sederhana, meningkat pada teknis pelayanan yang disesuaikan dengan persyaratan standarisasi usaha pariwisata.
Prima Jiwa Osly/A353060101
89
V. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut : Analisis kesesuaian lokasi dibangun berdasarkan parameter yang terdiri
dari Land Cover/Land Use, jaringan jalan, status lahan dan view. Analisis kesesuaian zona dibangun berdasarkan parameter Land Cover/Land Use,
Slope, Water Body, View, aksesibilitas dan vegetasi. Analisis
kesesuaian
lokasi
menggambarkan
bahwa
kawasan
situ
Pengasinan cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata kota dengan luas area sebesar 85% dari total kawasan. Analisis kesesuaian zona membagi kawasan situ Pengasinan menjadi tiga
zona yaitu zona A (Village Zone) sebesar 37% luas kawasan, zona B (rest
area) sebesar 23% luas kawasan dan zona C (Water Zone) sebesar 21% luas kawasan dengan masing-masing peruntukan dan obyek-obyek wisata yang berbeda. Konsep perancangan situasi yang diusung untuk kawasan wisata situ
Pengasinan adalah pedesaan dengan lahan sawah dan kolam besar. Konsep tersebut menentukan isi dan perancangan keseluruhan bangunan termasuk tata letak bangunan dan tata bangunannya. Berdasarkan obyek-obyek wisata yang dibangun serta rancangan suasana
yang ada pada rencana kawasan maka target pengunjung kawasan adalah keluarga dan perorangan dan tidak ada batasan umur. Kawasan situ Pengasinan sesuai untuk dikembangkan menjadi sebuah
kawasan wisata dan dengan arahan rencana tapak dan rencana pengembangan yang telah dibuat maka diharapkan kawasan situ Pengasinan dapat menjaga kelangsungan hidup dan berkembang sebagai kawasan wisata kota yang bernuansa ramah lingkungan.
Prima Jiwa Osly/A353060101
90
Saran Pemerintah kota Depok perlu menetapkan kawasan sekitar situ Pengasinan
sebagai kawasan wisata agar pengembangan dan pengelolaan dapat lebih terarah, Keterjagaan kondisi lingkungan merupakan modal utama kawasan wisata
situ Pengasinan sehingga perlu pengaturan yang cukup ketat terhadap masalah konversi lahan dalam kawasan. Pengaturan ini termasuk pengaturan masalah insentif dan disinsentif bagi masyarakat yang menempati kawasan yang dapat diatur dengan PERDA (Peraturan Daerah), Untuk lebih menjaga kelangsungan hidup kawasan situ Pengasinan, maka
perlu dilakukan penelitian mengenai keberlangsungan dan sirkulasi air situ Pengasinan, Perhitungan multiplier effect, secara ekonomi dan sosial, bagi kawasan
juga perlu dilakukan untuk menilai kelayakan pengembangan kawasan.
Prima Jiwa Osly/A353060101
91
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2004. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 4. Jakarta. Penerbit Buku KOMPAS. [DEPBUDPARRI] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. 2006. Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005-2009. Jakarta. [DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 1990. UndangUndang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Jakarta. [DEPDAGRI] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. UndangUndang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta. [DODUSA] Departement of Defense USA. 2004. AREA PLANNING, SITE PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. UFC 3-210-01A. Washington. [DODUSA] Departement of Defense USA.. 2004. SITE PLANNING AND DESIGN. Unified Facilities Criteria (UFC) No. 3-210-06A. Departement of Defense USA. Washington. [GoWA] Government of Western Australia. 2006. QuickStart Guide to a Tourism Bussiness. Tourism Western Australia. [NCDoCM] NC Division of Coastal Management. 2005. Land Sutability Analysis : User Guide. North Carolina. [PEMKODEPOK] Pemerintah Kota Depok. 2006. Rencana Stratejik Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok 2006-2011. Depok. Anggraini E. 2002. Pusat Kegiatan Informasi Arsitektur Indonesia di Surabaya. Rancangan Arsitektur [skripsi]. Surabaya : Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra. Bahaire T, Elliott-White M. 1999. The Application of Geographical Information System (GIS) in Sustainable Tourism Planning : A Review. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 2. p159-174. Breen A, Rigby D. 1996. The New Waterfront: A Worldwide Urban Success Story, Great Britain. London. Thames & Hudson Caneday L, Farris B. 2005. Carrying Capacity of Oklahoma’s Sand Dune Parks. OSU. Oklahoma. Oklahoma Tourism and Recreation Departement. Coppock JT, Duffield DS, Sewell D. 1971. Classification and Analysis of Recreation Resource. Lavery ed. Recreational Geography. London. De Chiara J, Koppelman L. 1975. Urban Planning and Design Criteria. NewYork. Van Nostrand Reinhold Company Inc. Erkin E, Usul N. 2004. Site Selection for New Tourism Type in Bodrum Peninsula MU_LA Turkey. [terhubung berkala]. www.gis-esri.com [18 Sept 2007]
Prima Jiwa Osly/A353060101
92
Fawcett AP. 2003. Architecture : Design Notebook 2nd Edition. Oxford. Architectural Press. Gamal S. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta. ANDI. Lang J. 2005. Urban Design : A Typology of Procedures and Products. Oxford. Architectural Press. McAdam D. 1999. The Value and Scope of Geographical Information Systems in Tourism Management. Journal of Sustainable Tourism Vol. 7 No. 1. p77-92. Mill RC, Morrison AM. 1992. The Tourism System: An Introductory Text (2nd ed.). p423. New Jersey. Prentice-Hall. Puntodewo A, Dewi S, Tarigan J. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor. Center for International Forestry Research. Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Bandung. Informatika. Rosnila. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok) [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sebestyen G. 2003. New Architecture and Technology. Oxford. Architectural Press. Soesanti S, Sastrawan A, Rahman H. 2006. Pola Penataan Zona, Massa dan Ruang Terbuka Pada Perumahan Waterfront (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk). Jurnal DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 2, Desember 2006: hal 115 – 121. Surabaya Susilowati D, Handayani T, Nurlambang T, Susiloningtyas D. 2005. Perilaku Penduduk Kota Depok Dalam Memilih Lokasi Wisata. Di Dalam : Seminar Nasional MIPA 2005; FMIPA UI, 24-26 Nov 2005. Jakarta. UIPress. S3G-04. Swarbrooke J, Beard C, Leckie S and Pomfret G. 2003. ADVENTURE TOURISM : The New Frontier. Oxford. Elsevier Science Ltd. Turk T, Gumusay MU. 2002. GIS Design and Application for Tourism. ISPRS Commission VI, WG VI/6. [terhubung berkala]. www.isprs.org [18 Sept 2007] Walter D, Brown Lousie L. 2004. Design First : Design-based planning for communities. Oxford. Architectural Press. White J. 2004. URBAN ECOTOURISM : Recommendation for Tourism Development at The Wetlands in The City of Cockburn. Australia. Murdoch University Tourism Project. Wibowo K. 2006. Pengembangan Kawasan Wisata Situ Citatah Cibinong Kabupaten Bogor [skripsi] Jakarta : Jurusan Arsitek Fakultas Teknik Universitas Pancasila. Wrenn, Douglas M. 1983. Urban Waterfront Development. Washington. The Urban Land Institute.
Prima Jiwa Osly/A353060101
93