LAMPIRAN 1
DAFTAR WAWANCARA
1.
Pertanyaan : Apa sajakah yang termasuk kedalam objek PPh pasal 23 di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta?
Jawaban : Objek PPh pasal 23 di di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta diantaranya yaitu Sewa penggunaan khusus kendaraan darat, Jasa penyediaan tempat, Jasa Cleaning Service, Jasa katering, Jasa Pembasmian hama, Jasa pelaksanaan Konstruksi perawatan, pemeliharaan dan Pemasangan Instalasi, Jasa Maklon, Jasa Penyelidikan dan Keamanan, Jasa EO (Event Organizer), Penghasilan lain dari persewaan tanah / bangunan, Penghasilan lain dari penggunaan kendaraan darat, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan.
2.
Pertanyaan : Penjelasan atau Contoh atas pekerjaan yang termasuk ke dalam objek PPh pasal 23 seperti apa ?
Jawaban : Contoh Pekerjaannya diantaranya sebagai berikut 1.
Jasa penyediaan tempat :
Jasa Penyediaan tempat pada PT.Kereta Api
Indonesia merupakan objek pajak penghasilan 23. Sebagai contohnya yaitu PT.Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta menyediakan mess bagi masinis dan krew kereta dari daerah operasi lainnya.contoh kereta dari Daop IV Semarang tiba di Jakarta pukul 16.00 wib dan baru berangkat kembali ke
L1
Semarang Pukul 21.00.wib, maka seluruh krew kereta dan masinis di sediakan mess untuk istirahat.
2.
Jasa cleaning service : Jasa cleaning service di PT.Kereta Api Indonesia daerah operasi 1 yaitu jasa kebersihan untuk seluruh wilayah daerah operasi 1 termasuk kantor, mess, maupun kereta yang sedang berjalan.
3.
Jasa katering : Jasa katering di PT. Kereta Api Indonesia daerah operasi 1 merupakan jasa penyedia makanan baik berat maupun kudapan yang diperuntukan di kantor, mess, ataupun untuk jamuan.
4.
Jasa pembasmian hama : Jasa pembasmian hama merupakan objek pajak penghasilan 23. Contoh jasa pembasmian hama di PT.Kereta Api Indonesia yaitu fumigasi di kantor, mess, kemudian pembasmian hama di dalam kereta api itu sendiri.
5.
Jasa pelaksanaan Konstruksi,perawatan,pemeliharaan dan Pemasangan Instalasi : Jasa pelaksanaan konstruksi, perawatan,pemeliharaan dam pemasangan instalasi di PT.kereta Api Indonesia contohnya adalah perbaiakn rel, penggantian bantalan kayu lapuk dengan bantalan beton, penambahan batu kricak, perbaikan jointing, perbaikan kabel PDL 6 KV dan perbaikan gardu listrik.
L2
6.
Jasa Maklon : Jasa maklon yang ada di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 yaitu jasa pembuatan seragam, yang juga termasuk kedalam jasa yang termasuk objek pajak penghasilan pasal 23.
7.
Jasa Penyelidikan dan Keamanan : Jasa penyelidikan dan keaman di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 merupakan salah satu jasa tenaga outsourching yang di tugaskan untuk menjaga sluruh kemanan di wilayah daerah operasi 1 baik di kantor, mess, stasiun dan emplasemennya.
8.
Jasa Teknik : Jasa teknik di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta di dalamnya meliputi jasa perbaikan rel, jasa perbaikan peron, jasa perbaikan ruang kantor, jasa perbaikan dipo, jasa perbaikan mess.
9.
Pertanyaan : Mekanisme pemotongan atau proses cara mendapatkan PPh 23 pada PT.KAI DAOP 1 bagaimana ?
Jawaban : Sumber PPh 23 di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 bersumber dari pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ke 3.
Apabila PT.
Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 memiliki suatu proyek pekerjaan dengan harga 200 juta rupiah, Maka akan melakukan penunjukan terhadap 1 rekanan yang telah terdaftar pada daftar rekanan PT.Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1. Apabila proyek pekerjaan dengan harga diatas 200 juta rupiah, maka akan melakukan pelelangan kepada seluruh rekanan PT.KAI. Rekanan PT. Kereta Api Indonesia Sudah terdaftar di dalam daftar rekanan
L3
terseleksi yang mencakup antara lain : nama perusahaan, kualifikasi jenis lelang.
10.
Pertanyaan : Unit apa saja yang melakukan pelelangan di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 ?
Jawaban : Unit pelelangan di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 terdiri dari 6 unit yaitu : Unit Jalan dan Jembatan (JJ), Unit Sinyal dan Telekomunikasi ( SINTEL ), Unit Listrik Aliran Atas ( LAA), Unit Sarana, Unit Pelayanan, Unit Komersial.
11.
Pertanyaan : Apa sajakah pekerjaan yang di lelang kepada pihak ke tiga oleh
PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1?
Jawaban : Contoh pekerjaan yang di lelang oleh PT. KAI diantaranya yaitu Pembangunan listrik aliran atas jalur ganda, Pekerjaan mengganti bantalan kayu lapuk dengan bantalan beton baru, Pekerjaan penambahan balas kricak bagi yang kurang, Jasa cleaning service, Jasa Keamanan dan penyelidikan dan sebagainya.
12.
Pertanyaan : Bagaimana Proses melakukan pembayaran yang di lakukan PT. KAI DAOP1 kepada rekanan?
L4
Jawaban :
Prosesnya yaitu apabia pekerjaan selesai, berkas tagihan masuk ke
bagian administrasi keuangan, kemudian bagian administrasi keuangan melakukan pengecekan tagihan, lalu dilakukan penerbitan bukti pembayaran, setelah itu setelah itu di serahkan kepada perbendaharaan daerah (PBD), yang terakhir adalah melakukan pembayaran melalui Bank.
13.
Pertanyaan : Berkas Pembayaran meliputi apa saja ?
Jawaban :
Berkas pembayaran meliputi : Permohonan Pembayaran,
Permintaan pengujian Pekerjaan, Hasil Pengujian, Berita acara penyerahan Pekerjaan, Berita acara penyerahan pekerjaan, Invoice, Faktur pajak dan SPT.
14.
Pertanyaan : Apa sajakah yang termasuk kedalam objek PPh pasal 4 (2) di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta?
Jawaban : objek PPh pasal 4 (2) di PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 Jakarta anatar lain Sewa atas tanah, Persewaan Lahan dan bangunan, Sewa lahan di luar dan dalam stasiun, Sewa Kios, Persewaan atas gedung dan fasilitas, Persewaan Ruangan, Pemasaran dan pemasangan iklan pada stasiun, Space ruangan untuk iklan, Sewa Rumah Dinas.
15.
Pertanyaan : Mekanisme pemotongan atau proses cara mendapatkan PPh 23 pada PT.KAI DAOP 1 bagaimana ?
L5
Jawaban : Pasal 4 (2) pada PT. Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 1 secara garis besar yaitu tentang sewa Prosedur sistem berjalan pada pendapatan non operasi dari sewa kios pada PT. Kereta Api Indonesia (persero) Daerah Operasi 1 Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Proses Penerimaan kontrak Pada proses awal ini pihak ketiga yang disebut klien menyerahkan kontrak kepada bagian pemasaran yang telah di lengkapi identitas dan keterangan yang bersangkutan, kemudian kontrak di cek untuk kebenaran datanya. Kontrak di buat 3 rangkap yang pertama di arsipkan di bagian pemasaran, yang kedua diserahkan kebagian junior manager penagihan, dan yang ketiga di kembalikan kepada klien.
2. Proses pengesahan Rekening Bagian administrasi keuangan menerima kontrak acc memprosesnya dan membuat rekening sewa yang akan di bebankan kepada Klien. Rekening tersebut adalah rekening G215/SAB yang dibuat rangkap 5
dan diserahkan kepada bagian keuangan untuk di periksa dan disahkan. Setelah di sahkan rekening ini didistribusikan kebebrapa pihak yaitu : 1.
Rekening G215/ SAB lembar 1,2,5 ke bagian bendahara
2.
Rekening G215/SAB lembar 3 di bagian administrasi
keuangan. 3.
Rekening G215/ SAB lembar 4 di arsipkan di bagian
administrasi keuangan.
L6
4. Proses pembayaran sewa Setelah kontrak (surat perjanjian) telah di sepakati klien akan melakuka pembayaran atas sewa sesuai dengan nilai yang di bebankan di rekening G215/Sab yang akan dibayarkan di bagian PBD (perbendaharaan daerah) bagian yang menerima dan mengeluarkan uang. Setelah pembayaran lunas rek G215/SAB lembar ke 5 di serahkan ke klien sebagai bukti pembayaran.
5. Pembuatan Laporan Selanjutnya
bagian
administrasi
keuangan
membuat
laporan
berdasarkan data rek G215/ SAB yang kemudian di serahkan ke seksi anggaran dan akuntansi.
LAMPIRAN 2
L7
L8
LAMPIRAN 3
L9
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.03/2008
TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1.
bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, imbalan sehubungan dengan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas imbalan dimaksud;
2.
bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan berwenang mengatur jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
3.
bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b dimaksud, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jenis Jasa
Lain
L10
Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)Huruf c Angka 2 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893)
3.
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
L11
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008.
Pasal 1 (1) Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. (2) Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: 1.
Jasa penilai (appraisal);
2.
Jasa aktuaris;
3.
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4.
Jasa perancang (design);
5.
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
6.
Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
7.
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
L12
8.
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
9.
Jasa penebangan hutan;
10.
Jasa pengolahan limbah;
11.
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
12.
Jasa perantara dan/atau keagenan;
13.
Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
14.
Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
15.
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
16.
Jasa mixing film;
17.
Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
18.
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
19.
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
20.
Jasa maklon;
21.
Jasa penyelidikan dan keamanan;
22.
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
L13
23.
Jasa pengepakan;
24.
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
25.
Jasa pembasmian hama;
26.
Jasa kebersihan atau cleaning service;
27.
Jasa catering atau tata boga.
(3) Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tariff sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 2 (1) Jasa penunjang di bidang penambangan migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf f adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa: 1.
Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur;
2.
Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud:
3.
1.
Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
2.
Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;
3.
Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal;
4.
Penutupan sumur.
Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut
L14
terproduksi ke dalam rangakaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa; 4.
Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan;
5.
Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil;
6.
Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;
7.
Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
8.
Jasa reparasi pompa reda (reda repair);
9.
Jasa pemasangan instalasi dan perawatan;
10.
Jasa penggantian peralatan/material;
11.
Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur;
12.
Jasa mud engineering;
13.
Jasa well logging & perforating;
14.
Jasa stimulasi dan secondary decovery;
15.
Jasa well testing & wire line service;
16.
Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;
17.
Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;
L15
18.
Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;
19.
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pegeboran migas.
(2) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf g adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa: 1.
Jasa pengobaran;
2.
Jasa penebasan;
3.
Jasa pengupasan dan pengeboran;
4.
Jasa penambangan;
5.
Jasa pengangkutan/system transportasi, kecuali jasa angkutan umum;
6.
Jasa pengolahan bahan galian;
7.
Jasa reklamasi tambang;
8.
Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah;
9.
Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
(3) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf h adalah berupa: 1.
Bidang aeronautika, termasuk: 1.
Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;
2.
Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);
3.
Jasa pelayanan penerbangan;
4.
Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun
L16
yang datang, selama pesawat udara didarat; 5. 2.
Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
Bidang non-aeronautika, termasuk: 1.
Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat;
2.
Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
(4) Jasa maklon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf t adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. (5) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf v adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelengaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.
Pasal 3
L17
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2008 MENTERI KEUANGAN
ttd SRI MULYANI INDRAWATI
LAMPIRAN 4
L18
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: KEP-227/PJ./2002
TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang: 1.
Bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dan Persewaan Tanah dan atau Bangunan, perlu untuk menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan;
Mengingat: 1.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 No. 49; TLN RI No. 3262) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No. 126; TLN RI No. 3984);
L19
2.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (LN RI Tahun 1983 No. 50; TLN RI No. 3263) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No. 127; TLN RI No. 3985);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dan Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan (LN RI Tahun 2002 No. 10, TLN RI No. 4174);
4.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan, Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan, Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan;
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN;
Pasal 1 Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak vang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
L20
keamanan dan service charge baik yang pejanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
Pasal 2 Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Pasal 3 Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan. Pasal 4 Tata Cara pelunasan Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dilakukan melalui : 1.
Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.
Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut ,ada ayat (1).
Pasal 5
L21
1.
Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), pihak penyewa wajib: 1.
Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi;
2.
Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
3.
Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
2.
Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), pihak yang menyewakan wajib : 1.
Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
2.
Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan vang terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
Pasal 6 1.
Dalam pembukuan Wajib Pajak yang menyewakan, wajib dipisahkan antara penghasilan dan biaya yang berhubungan dengan persewaan tanah dan bangunan dengan penghasilan dan biaya lainnya.
2.
Bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan atau bangunan tidak diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25.
L22
Pasal 7 1.
Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan pelaksanaannya dimulai sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;
2.
Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 tetapi pelaksanaannya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan.
3.
Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani dan pelaksanaannya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan.
Pasal 8 Pada saat mulai berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-22/PJ.41/1996 tanggal 14 Juni 1996 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9 Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2002
L23
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 April 2002 DIREKTUR JENDERAL,
ttd. HADI POERNOMO NIP.060027375
L24